Ceritasilat Novel Online

Sukma Pedang 8

Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long Bagian 8


Apalagi senjata kedua orang itu memang tidak ada di tangan. Biar
pun ada, tetap tidak sempat menangkis. Demi keselamatan Bwe Mei,
Sun Put Ce tidak dapat berpikir panjang lagi. Dia mengangkat
tangan kanannya untuk menangkis pedang tersebut Sun Put Ce
tampaknya tidak terlalu menyayangi tangan kanannya, boleh
dikatakan, kalau dia tidak menangkis dengan tangan kanah, Bwe Mei
terpaksa menerima kematian di bawah serangan Chow Ai Giok.
Sun Put Ce hanya tahu bahwa Chow Ai Giok sangat membenci
Bwe Mei. Dia pasti sangat menginginkan kematian Bwe Mei, tapi dia
sama sekali tidak mengira kalau gadis itu juga ingin membunuhnya.
"Sreettt!!!" Suara itu terdengar jelas. Sebuah tangan melayang ke angkasa,
jatuh tepat di atas mangkok sayur dan cawan arak di atas meja.
Baik Bwe Mei ataupun Sun Put Ce sama-sama terpana, Pedang
sudah diletakkan di atas meja. Chow Ai Giok tertawa terbahakbahak,
sebetulnya tadi dia ingin membunuh Sun Put Ce.
Sekarang dia melihat mereka terkejut Wajah mereka pucat seperti
selembar kertas putih, Dia menatap kutungan tangan Sun Put Ce di
atas meja. Bahu laki-laki itu masih terlihat gemetar Mungkin karena menahan
sakit Oleh karena itu, Chow Ai Giok merubah keputusannya, Lebih
baik membiarkan rasa putus asa mencekam hati mereka, bukankah
demikian lebih baik"
Membunuh seseorang untuk melampiaskan kebencian dalam hati
memang dapat melegakan perasaan, Tapi semua itu hanya
kesenangan sekejap saja. Kalau hanya membiarkan mereka hidup
dalam kecacatan, maka perasaan senang ini akan berlanjut
se1amanya. Cara membunuh orang memang banyak, tapi cara yang
dilakukan oleh Chow Ai Giok sekarang ini boleh dibilang paling keji.
Bwe Mei tertunduk sedih, Sun Put Ce merobek lengan bajunya
untuk mengikat luka yang masih mengucurkan darah, Dia menatap
tajam ke arah Chow Ai Giok.
"Mengapa kau tidak sekalian membunuh diriku saja?" tanyanya
sepatah-sepatah. "Benda yang retak toh masih jauh lebih baik dari pada yang
hancur berantakan," jawab Chow Ai Giok sambil memperdengarkan
suara tawanya yang merdu, "Kapan-kapan kalau hatiku sedang
bergembira, aku masih ingin mengutungkan sebelah kaki kalian." Dia
membalikkan tubuh dan meninggalkan tempat itu. Suara tawanya
yang lebih tajam dari pisau masih berkumandang.
-oooo0oooo- Obat luka sisa Bwe Mei masih ada. De-ngan tangan gemetar, dia
memborehkan obat tersebut kepada Sun Put Ce. Untuk merawat
luka tanpa diganggu, mereka terpaksa pindah rumah lagi,
Ketika pindah rumah, Kwe Po Giok tiba-tiba pergi tanpa
mengucapkan apa-apa, Tempat tinggal mereka sekarang sangat
terpencil dan sepi. Tempat yang tenang untuk merawat luka, pemilik
rumah adalah kawan baik Sun Put Ce.
Pada saat ini, Sun Put Ce bersandar di atas tempat tidur,
wajahnya masih terlihat pucat Bwe Mei duduk di sampingnya, Dia
sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun.
"Tidak lama lagi aku pasti sudah sembuh, jangan kau khawatirkan
diriku," kata Sun Put Ce melihat kemurungan gadis itu.
Bwe Mei tidak bersuara. Sun Put Ce menepuk-nepuk bahunya, "Tenang.... Hal ini tidak
akan berpengaruh terhadap latihan kita," kata Sun Put Ce kembali.
Tiba-tiba Bwe Mei mendongakkan kepala. wajahnya kaku dan
dingin. "Tampaknya kau sudah mempunyai rencana sejak semula," ujar
gadis itu. "Rencana apa?" tanya Sun Put Ce.
"Kehilangan sebuah lengan," sahut Bwe Mei.
Sun Put Ce terpana, "Apakah kau mengira bahwa aku sudah tahu kalau Chow Ai Giok
akan mencari kita?" tanya Sun Put Ce.
"Bukan begitu. Namun dalam benakmu, kau sudah mempunyai
suatu niat," kata Bwe Mei.
"Niat apa?" tanya Sun Put Ce.
Sekali lagi Bwe Mei terdiam.
"Kau jangan berpikir yang tidak-tidak, Kehilangan lengan ini sama
sekali di luar perkiraan, Gerakan yang aku lakukan terlalu mendadak,
Kalau saja lengan ini tidak kutung, mungkin kita berdua harus
menerima kematian," lanjut Sun Put Ce.
"Tidak! Beberapa hari sebelumnya kau berlatih bersama-sama
aku. Pada saat itu kau sengaja mengikat lengan kananmu, Kau
mengatakan bahwa berlatih dengan orang yang menggunakan
tangan kiri, lebih baik mengikuti dengan tangan kiri pula, Hasilnya
akan lebih mengejutkan," kata Bwe Mei.
"Kau..." Sun Put Ce tidak sanggup melanjutkan perkataannya.
"Aku tahu, ketika itu kau sudah mengambil keputusan, Untuk
menghibur diriku, dan agar aku tidak terlalu merasa rendah diri, kau
rela mengorbankan lengan kananmu kalau perlu, Kau ingin kita
sama-sama merasakan penderitaan ini," kata Bwe Mei.
"Tidak, A Mei... itu hanya perkiraanmu saja," sahut Sun Put Ce.
"Sun Toako.... Untuk apa kau melakukan semua ini?" desak Bwe
Mei. "A Mei.... Sama sekali tidak ada maksud demikian," sahut Sun Put
Ce. Jilid: 14 Dua pasang mata bertemu. Bwe Mei tahu, persoalannya tentu
tepat seperti apa yang diduganya, Tiba-tiba dia menjatuhkan diri ke
dalam pelukan Sun Put Ce.
"Sun Toako, aku berhutang terlalu banyak kepadamu Seumur
hidup ini, bagaimana aku harus membalasnya?" kata gadis itu sambil
menangis tersedu-sedu. "A Mei.... Tidak usah membalas, apalagi menyimpannya sebagai
beban di hati, Asal kau tidak meninggalkan aku, dan aku boleh
sering-sering melihatmu, berarti semua yang kulakukan tidak siasia,"
sahut Sun Put Ce sambil balas merangkulnya dengan ketat.
"Toako.... Apakah kau akan meninggalkan aku?" Bwe Mei
membalikkan pertanyaannya.
"Mengapa aku harus meninggalkan dirimu?"
"Mungkin pada suatu hari kau akan bertemu dengan seorang
perempuan, ia tidak cacat sama sekali.,." Sun Put Ce membekap
mulutnya, Kedua orang itu berangkulan dengan erat, Mereka belum
pernah saling mendekap sedemikian ketat dalam keadaan sadar, Hal
ini adalah untuk pertama kalinya.
"Sejak hari ini, keadaan kita sama. Dalam segala kesulitan, kita
harus bahu mem-bahu menghadapinya, Bukankah hal ini baik
sekali?" kata Sun Put Ce.
"Sun Toako, kalau kita meminta dua kali bayaran dari Chow Ai
Giok atas apa yang diperbuatnya, dia akan menjadi seorang cacat
yang tidak mempunyai kaki dan tangan, Tentu orang akan
menganggapnya sebagai makhluk aneh," sahut Bwe Mei.
"A Mei... Aku mengijinkan kau membalas dendam. Tapi ingat, kita
bukan manusia keji seperti dirinya, Kita tidak boleh membalas
seperti apa yang dilakukannya terhadap kita," kata Sun Put Ce
menasehati "Toako, kalau aku tidak membuntungi sebelah kaki dan
tangannya, rasa sakit di hati ini tidak akan hilang selamanya," sa-hut
Bwe Mei. "Dendam memang harus dibalas, tapi...." Dia tidak melanjutkan
kembali. "Toako, aku tidak dapat menahan diri," sahut Bwe Mei.
"Jangan begitu, Aku menjadi marah nanti" sahut Sun Put Ce.
"Toako, kau kehilangan lengan demi diriku. Bagaimana hatiku
takkan perih?" tanya Bwe Mei.
"A Mei.... Kalau kau berkata begitu, dirimu sendiri pernah
kehilangan sebelah lengan demi aku," kata Sun Put Ce.
"Tidak, Toako, Bukan begitu kejadiannya," sahut Bwe Mei.
"Mengapa bukan" Ketika dia melukaimu hari itu, apakah tidak ada
hubungannya denganku?" tanya Sun Put Ce.
"Tidak, Toako, Tidak," Bwe Mei menggelengkan kepalanya berkalikali.
Kedua orang itu berpelukan kembali, Lama sekali mereka berdiam
diri. "Toako.... Kalau semua urusan sudah selesai, apakah kau akan
mengawini aku?" tanya Bwe Mei.
"Aku tidak sabar lagi untuk segera mengawini dirimu," sahut Sun
Put Ce. "A Mei.... Coba kau berlatih lagi agar kulihat," lanjutnya.
-o0o- Malam sudah larut. Angin bertiup kencang, Sebuah penerangan
melambai-lambai karena hembusan angin tersebut Burung hantu
tidak hentinya meratap. Kuburan itu sudah digali. Di dalamnya tampak sebuah peti
bermutu tinggi, Di batu nisan terbaca deretan huruf - Makam
pendekar segala jaman Tang hay sin sian.
Siapa yang mengggali kuburan itu"
Tang hay sin sian sudah mati. Fang Tiong Seng yang
menguburkannya. Di sekitar kuburan sunyi senyap, Tidak terlihat
seorang manusia pun. Hanya sebuah lentera yang redup.
Tampaknya sinar penerangan itu sudah amat redup.
Setiap saat angin yang kencang akan memadamkannya. Di
samping batu nisan terdapat beberapa macam bunga dan gunting
serta berbagai peralatan lainnya.
Tiba-tiba dari arah kiri kuburan-kuburan tua itu berjalan dua
orang manusia, Keduanya adalah kaum perempuan, Yang seorang
ialah It ki bwe Lian lian dan yang satunya lagi sudah pasti Siau kiong
cu Lu ji. Kecantikan Siau kiong cu sudah mulai pudar, Dia tampak kurus.
Matanya tidak memancarkan sinar terang, Dalam usianya yang
masih demikian muda, sudah mengalami berbagai kejadian.
Dia telah kehilangan ayah yang dikasihinya, sekarang harus
berpisah lagi dengan kekasihnya. Asal dia tahu pemuda itu baik-baik
saja, mungkin hatinya akan lebih tenang, Namun dia sudah lama
tidak menerima kabarnya. Pernah tersirat dalam benaknya untuk bunuh diri, Namun setiap
kali ilmu merangkai bunga peninggalan ayahnya teringat, dia tidak
dapat meneruskan niatnya lagi. ilmu yang berhasil dipelajari Kwe Po
Giok belum sempurna, nasib kaum Bulim terletak di tangannya.
Dia tidak dapat menyia-nyiakan pengorbanan ayahnya, oleh sebab
itu, dia terpaksa menahan semua penderitaan dan melanjutkan
hidup. Siau kiong cu dibawa ke samping makam Tang hay sin sian,
Dia menatap dengan sedih.
"Bukankah ini makam ayahku?" tanyanya sendu.
"Betul! Malam ini aku ingin kau melihat wajah ayahmu sekali lagi
untuk terakhir kalinya," kata Lian lian.
Tubuh Siau Kiong Cu bergetar.
"Apa maksudmu" Apakah kau ingin membunuhku?" tanyanya.
"Membunuhmu?" Lian lian tertawa terkekeh-kekeh.
"Apa sebetulnya yang hendak kau lakukan?" tanya Siau Kiong Cu
cemas. "Bukankah aku ingin kau melihat wajah Ling cun (ayahmu) untuk
yang terakhir kalinya?"
"Aku sudah melihat wajah ayahku ketika hendak dimakamkan Kau
manusia keji yang tidak segan melakukan segala macam perbuatan
terkutuk!" sahut Siau Kiong Cu dengan wajah merah padam.
"Dengarkan baik-baik. ini peringatanku untuk terakhir kalinya,
Semua yang kau perlukan telah disediakan Bunga, pot kembang,
gunting dan lain-lain. Aku ingin kau menunjukkan rangkaian bunga
peninggalan Tang hay sin sian sekali atau dua kali. Kali ini jangan
main-main!" bentak Iian Iian.
"Aku memang tidak mengerti apa yang kau maksudkan!" sahut
Siau Kiong Cu" "Plok! Plok!" Pipi Siau Kiong cu ditampar kiri kanan Gadis itu
terjatuh di atas tanah. Dua bekas telapak tangan tertera jelas di
pipinya, Memang cukup keji. Seakan yang ditampar bukan pipi yang
halus dan lembut. Baru pertama kali Siau Kiong Cu merasakan tamparan, hatinya
mulai mengenali sifat manusia yang banyak macam ragamnya.
"Kau pikir aku sedang bercanda?" umpatan yang kotor lantas
keluar dari bibir Lian lian.
Siau Kiong Cu sekali lagi terpana, perempuan ini tampaknya
adalah seorang yang mengenyam pendidikan tinggi, Ternyata dia
begitu tidak tahu malu, Mana ada perempuan yang mengeluarkan
kata-kata sekotor itu" Sejak zaman dahulu kala, perempuan yang
dapat mengucapkan perkataan seperti itu hanya mereka yang
bekerja sebagai penghibur kaum laki-laki. Sedangkan pernah ada
dua orang terkenal yang membunuh orang karena mengucapkan
kata-kata tersebut di hadapan mereka.
Lian lian menuding kepala Siau Kiong Cu.
"Budak hina... Dengarkan baik-baik. Kalau kau berani sepatah
kata, "tidak" lagi, maka aku akan segera melemparkan tubuh yang
ada dalam peti mati ini ke bawah gunung agar menjadi pengisi perut
serigala yang kelaparan sedangkan dirimu akan kujual ke rumah
hiburan!" bentaknya.
Selama hidupnya, Siau Kiong Cu menetap di Pak hay (Lautan
utara). Dia tidak pernah melihat perempuan sejahat ini. Setiap tahun
ada perampok-perampok besar yang mengantarkan hadiah sebagai
upeti kepadanya, semuanya bersikap sopan dan hormat perempuan
yang begini keji sungguh mengejutkannya.
Lian lian bukan hanya menggertak, begitu perkataannya selesai,
dia segera mencari sebuah alat pertukangan dan membuka penutup
peti tersebut. "Krek! Krek!" Suara peti itu terasa menyayat hati Siau Kiong Cu.
Dia menghampiri peti mati ayahnya. Tubuh orang tua itu sudah
mulai membusuk. Orang yang sudah meninggal pun tidak dapat
tenang. Siau Kiong Cu merasa sedih sekaligus marah.
"Kau... kau terhitung manusia atau bina-tang" Manusia yang
sudah meninggal pun tidak kau biarkan tenang!" jerit gadis itu.
"Aku tanya sekali lagi, Kalau kau masih menolak bekerja sama,
uhu akan membuang peti mati dan isinya ke bawah gunung!" bentak
Lian lian. Perempuan ini menunjukkan sifatnya yang keji, tanpa perasaan
dan berdarah dingin. Tangannya terulur untuk merenggut peti mati
tersebut Diangkatnya peti itu ke atas. Dia seakan sudah siap
melemparkannya ke bawah gunung, jangan kata perempuan ini
betul-betul akan menjualnya ke rumah hiburan, biarpun hanya peti
mati itu saja yang dilemparnya ke bawah gunung, bagaimana
mungkin Siau Kiong Cu sampai hati membiarkannya" Karena terlalu
sedih gadis itu sampai jatuh pingsan.
Ketika tersadar, hal pertama yang dilihatnya adalah peti mati
ayahnya. Sebelah tangan Lian lian masih menahan peti mati
tersebut, Asalkan kepalanya digelengkan dia segera akan
melemparkannya ke bawah. Luas gunung itu tidak sampai lima puluh depa saja. Dengan ilmu
yang dimiliki Lian lian, tentu tidak sulit untuk menyeretnya ke tepi
jurang. Apalagi dengan kekejaman hatinya, dia tentu bukan hanya
sekedar menggertak.

Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siau Kiong Cu merenung sejenak, Akhirnya dia mengambil
keputusan. "Baiklah... aku akan mengabulkan permintaanmu," katanya.
"Aku ingin seluruhnya, jangan sampai ada yang tertinggal!"
Siau Kiong Cu menangis pilu.
"Peristiwa sudah menjadi seperti ini, mana mungkin aku
merahasiakan apa-apa lagi. Aku hanya berharap agar kau
memakamkan ayahku dengan baik. Semuanya harus seperti
semula," kata Siau Kiong Cu.
"Tenangkan hatimu, Asal kau tidak berbuat yang bukan-bukan,"
sahut Lian lian. Siau Kiong Cu mendeprok di atas tanah.
Dia mulai merangkai bunga. Lian lian berdiri di belakang
memperhatikan Dia ingin tahu apakah kali ini gadis itu
mempermainkannya kembali atau tidak, Setiap kali Siau Kiong Cu
merangkai sekuntum bunga, dia memerintahkan anak buah yang
baru muncul menirukan sejurus, Kalau gerakan mereka salah, dia
akan meminta Siau Kiong Cu untuk mengulanginya kembali. Dan bila
dirinya sudah merasa puas, dia akan mencatatnya di atas selembar
kertas, Secara diam-diam Lian lian juga mengingat dalam hati.
Sampai kentungan keempat lebih, Lian lian mengatakan bahwa
apa yang diperlihatkan hari itu sudah cukup, Setelah kembali ke
rumah, baru melanjutkan lagi. Pada saat itu juga dia memerintahkan
anak buahnya menutup kembali peti mati Tang hay sin sian dan
menguburkannya kembali. Setelah itu, dia mengajak Siau Kiong Cu
kembali ke Cui goat si. Siau Kiong Cu bukan orang yang tidak waspada, Setiap manusia
yang menghadapi bahaya, pasti akan mencari akal untuk melindungi
dirinya sendiri, Dia harus berusaha mengulur waktu. Asal dia dapat
memperpanjang satu hari berarti kesempatan untuk hidup pun
bertambah satu hari. Dia mengetahui dengan jelas bahwa Lian lian tidak akan
menyiarkannya hidup kalau seluruh ilmu yang tersimpan dalam
rangkaian bunga telah selesai dipelajari Apalagi setelah mereka
kembali ke Cui goat si. Dia tidak melihat kepala biara dan kedua nikouw. Dia menanyakan
hal tersebut kepada Lian Han. jawaban perempuan itu tidak
menunjukkan suatu yang berarti, dia semakin bertekad untuk
melindungi dirinya sendiri.
Dia berharap Kwe Po Giok dapat menemukan tempat itu dan
menyelamatkannya, Dia ingin menurunkan warisan ayahnya kepada
pemuda tersebut, agar dapat menyingkirkan bahaya bagi kaum
Bulim. Lian lian tidak begitu mengerti cara merangkai bunga. Yang
ditakutinya adalah kalau Siau Kiong Cu menyembunyikan beberapa
titik yang penting. Karena cara merangkai bunga memang banyak
alirannya, Setiap aliran mengandung perubahan tersendiri Asalkan
apa yang dijelaskan Siau Kiong Cu masuk akal, mereka terpaksa
mempercayainya. Gadis itu menjelaskan dengan terperinci setiap rangkaian yang
dibuat olehnya, Bagaimana cara menggunting, merekat dan
memasang di dalam pot bunga" Lian lian memperhatikan dengan
seksama. Tidak terdapat kesan bahwa gadis itu sedang menipunya,
namun hatinya masih tetap curiga.
Pada hakekatnya, Siau Kiong Cu memang tidak merahasiakan
terlalu banyak. Tapi ada satu hal yang tidak diketahui oleh Lian lian,
Yaitu merangkai bunga bukan hanya memerlukan kecerdasan,
melainkan harus ada rasa bersatu antara pengetahuan dengan
kepintaran orangnya sendiri. Siau Kiong Cu tidak merasa perlu
menjelaskan hal tersebut.
Nama setiap jenis rangkaian bunga juga sangat berpengaruh
dalam mendalami ilmu yang satu ini. Misalnya jenis rangkaian yang
diberi nama "Hutan belantara nan menghijau" ada lagi yang diberi
nama "Mata sebening salju" dan "gadis remaja".
Semua itu harus diresapi artinya secara mendalam dengan
demikian orang baru dapat mempelajari ilmu pedang tersebut
dengan sempurna. Satu hal yang dapat dipastikan oleh Siau kiong cu, seorang
manusia bila dijejali bermacam-macam pengetahuan dalam waktu
singkat, malah akan menjadi semakin sulit untuk dimengerti Dengan
cara demikian, waktu yang diperlukan pun semakin banyak. Dari diri
Lian lian, dia sudah mempelajari banyak hal termasuk kelicikan
manusia, perempuan ini seperti sebuah cermin, pantulannya telah
memperlihatkan banyak segi kekurangan Dalam kata lain, dia tidak
mungkin akan mudah tertipu lagi.
-oooo0oooo- Akhir-akhir ini Fang Tiong Seng sibuk berlatih ilmu silat, terutama
ilmu pedang, Dia selalu berlatih di malam hari. Dia pernah
mengatakan, meski dirinya tidak mati di bawah pedang Toa Tek To
Hun, tapi hal itu tetap merupakan sesuatu yang memalukan.
Malam ini, guru dan kedua muridnya duduk bersama meminum
arak. Peristiwa seperti ini sudah lama tidak terjadi.
"Kabar berita Toa Tek To Hun tidak terdengar lagi. Apakah
mungkin dia sudah kembali ke Fu sang?" gumam Fang Tiong Seng.
"Dia belum membunuh seluruh ko chiu di Tionggoan," Mo Put Chi
menanggapi. "Meskipun belum membunuh semuanya, tapi hampir sama
dengan mati semuanya," sahut Sun Put Ce.
"Sute pasti mempunyai pandangan yang tinggi," kata Mo Put Chi.
"Suhu ada di sini, mana mungkin aku berani sembarang berkata,"
sahut Sun Put Ce. "Suhu dulu terlalu memandang rendah dirimu, Kalau ada sesuatu
yang terpikir olehmu, mengapa tidak mengatakannya saja" Kita guru
dan murid juga sudah lama tidak berbincang-bincang," kata Fang
Tiong Seng. "Teecu tidak pandai bicara," sahut Sun Put Ce.
"Orang yang mengaku dirinya tidak pandai berbicara, biasanya
adalah orang yang hanya mengucapkan kata-kata yang masuk akal
saja. Sudahlah.... Kau katakan saja apa yang terkandung di hatimu,"
kata Fang Tiong Seng, "Jago dalam dunia Bulim memang banyak, tapi sejak melihat
bahaya yang besar, mereka malah menyembunyikan diri, Hal ini
sama saja dengan tidak adanya jago di Tionggoan, Para pendekar ini
sebelumnya begitu mementingkan nama besar. Sekarang mereka
malah bersembunyi agar dirinya selamat, Buat apa Tionggoan
mempunyai pendekar yang begitu pengecut dan hanya
mementingkan diri sendiri" Sejak Toa Tek To Hun menghilang akhirakhir
ini, mereka baru berebutan keluar untuk merajai kaum Bulim,"
sahut Sun Put Ce. "Bagus!" seru Fang Tiong Seng sambil mengacungkan jempolnya.
"Selama ini kata-katamu tidak pernah ditanggapi, semua ini adalah
kesalahan Suhu semata."
"Teecu memang bodoh," sahut Sun Put Ce.
"Sute... Kwe Po Giok adalah teman baikmu, mengapa dia pergi
tanpa mengucapkan sepatah kata pun" Sungguh tidak mengenal
budi," kata Mo Put Chi.
"Kalau dikatakan teman baik, rasanya tidak juga. Mungkin dia ada
kesulitan yang tidak dapat diutarakan," sahut Sun Put Ce. Dia bukan
tidak mau mengakui Kwe Po Giok sebagai teman dekatnya, namun
dia takut hal ini akan berakibat buruk bagi pemuda tersebut.
"Apa yang disebut teman baik adalah orang yang tidak perduli
jarak jauh tapi tetap datang bila kita memerlukannya, orang yang
mempercayai kita seperti dia mempercayai dirinya sendiri. Juga
orang yang tidak mementingkan keselamatan dirinya sendiri asal
dapat menolong kita dari bahaya. Orang yang demikian baru dapat
disebut teman baik," kata Fang Tiong Seng.
Mo Put Chi kagum sekali mendengar ucapan suhunya, Sun Put Ce
duduk mematung. Dia tidak berkata apa-apa.
"Aku yakin kalau Siau kiong cu, Kwe Po Giok dan dayang Cui thian
mempunyai jalinan yang erat, Mungkin ketiga orang itu sedang
berada di tempat yang sama," kata Mo Put Chi.
"Kemungkinan besar, sejak Tang hay sin sian mengorbankan diri
untuk kepentingan kaum Bulim, Siau kiong cu dan dayang Cui thian
pasti sangat sedih, Mungkin mereka berjalan bersama ke suatu
tempat dengan harapan akan menemukan seorangjago berilmu
tinggi supaya dapat membantu mereka membalas dendam." tukas
Fang Tiong Seng. "Apa yang diterka Suhu pasti benar. Mungkin Kwe Po Giok juga
ikut dengan kedua orang itu," sahut Mo Put Chi.
"Siapa?" bentak Fang Tiong Seng tiba-tiba. Suaranya belum
hilang, orangnya sudah menghambur lewat jendela.
Sun Put Ce dan Mo Put Chi juga ikut menyerbu keluar, namun
bayangan suhunya sudah tidak kelihatan Mereka memencar diri
untuk mencari, namun tidak bertemu juga.
Sun Put Ce kembali ke tempat tinggalnya, Di dalam ruangan
terdengar sebuah suara yang rendah, "Lao Sun...."
Hati Sun Put Ce terkejut Bayangan yang dilihat suhunya ternyata
adalah pemuda ini. Dia masuk ke tengah ruangan, Kwe Po Giok
berdiri di tempat itu. "Siau Kwe... mengapa kau pergi tanpa mengucapkan apa-apa?"
tanyanya, Kwe Po Giok masih tetap seperti tempo hari. pakaiannya
lusuh, wajahnya murung. "Lao Sun.... Aku lelah sekali," katanya.
"Apakah kau belum berhasil menemukan Siau kiong cu?" tanya
Sun Put Ce. Kwe Po Giok menggelengkan kepalanya,
"Mungkinkah dia ada di dalam gedung ini?" tanya Kwe Po Giok
kembali. Sun Put Ce terpana.
"Mengapa kau bisa mempunyai pikiran demikian?"
"Fang Tiong Seng sudah mulai kacau, Hal aneh apa pun dapat
dilakukan olehnya," sahut Kwe Po Giok.
"Apakah kau yang menyembunyikan diri di balik jendela dalam
ruangan tengah tadi?" tanya Sun Put Ce.
"Tidak salah," sahut Kwe Po Giok.
"Kau tidak ingin bertemu dengan Suhu?" tanya Sun Put Ce
kembali. "Kau pasti mengerti alasannya," sahut Kwe Po Giok sambil
menggelengkan kepalanya. Bagaimana mungkin Sun Put Ce tidak mengerti" Tempo hari dia
mendapat perintah suhunya untuk membunuh Kwe Po Giok, justru
karena rasa kasihan pemuda itu, maka dirinya tidak mati, Hal ini
juga merupakan alasan mengapa Kwe Po Giok berani menemuinya
hari ini. "Apakah dayang Cui thian ada di tempat ini?" tanya Kwe Po Giok.
Sun Put Ce menggelengkan kepalanya, "Apa" Apakah dia juga
menghilang?" tanya Kwe Po Giok terkejut.
Sun Put Ce merenung sekian lama, "Kau harus lebih berhati-hati,"
katanya, "Aku tahu, namun aku curiga mungkin Siau kiong cu ada di
tangannya," sahut Kwe Po Giok.
"Untuk sementara ini, aku berani menjamin tidak," kata Sun Put
Ce. "Kalau kau begitu yakin, apa yang dapat kukatakan lagi?" sahut
Kwe Po Giok. "Apakah Toa Tek To Hun sudah pergi?" tanya Sun Put Ce dengan
suara rendah. "Sudah," sahut Kwe Po Giok. Raut wajahnya terasa aneh.
"Pulang ke Fu sang?" tanya Sun Put Ce.
Kwe Po Giok menggelengkan kepalanya.
"Siau Kwe.... Tampaknya pikiranmu sedang kalut," kata Sun Put
Ce. "Karena Lu ji, pikiranku memang ada sedikit kacau," sahut Kwe Po
Giok. "Rentetan pembunuhan yang dilakukan oleh Toa Tek To Hun
sudah berhenti semestinya dia sudah kembali ke negara asalnya,"
kata Sun Put Ce. "Tidak," sahut Kwe Po Giok.
"Tidak" Kalau begitu mengapa dia tidak membunuh para jago
kaum Bulim lagi?" tanya Sun Put Ce bingung.
"Apakah kau berharap kalau dia melanjutkan pembunuhan
tersebut?" tanya Kwe Po Giok.
"Tentu saja tidak! Tapi dia tidak mempunyai alasan untuk berhenti
membunuh, sedangkan para jago di Tionggoan masih demikian
banyak, Kecuali kalau dia telah bertemu dengan seorang jago yang
benar-benar berilmu tinggi dan dirinya terluka parah atau dibunuh,"
sahut Sun Put Ce. "Tidak salah! Dia memang telah mati!" kata Kwe Po Giok.
Hati Sun Put Ce tergetar Dia terkejut sekali mendengar berita ini.
Namun dia senang juga bahwa akhirnya ada yang sanggup
membunuh manusia berdarah dingin itu..
"Bagus sekali! Ternyata ada pendekar Tionggoan yang dapat
membalaskan hinaan ini," sahutnya.
Kwe Po Giok justru memperlihatkan wajah murung, Dia sama
sekali tidak senang mendengar peristiwa ini.
"Bagaimana kau bisa tahu kalau dia sudah mati?" tanya Sun Put
Ce. "Karena aku melihatnya dengan mata kepala sendiri," sahut Kwe
Po Giok. "Siapakah pendekar yang berjiwa mulia ini?" tanya Sun Put Ce.
Kwe Po Giok menggelengkan kepalanya, Dia diam seribu bahasa.
"Mengapa" Apakah kau juga tidak mengetahui siapa ko chiu ini?"
tanya Sun Put Ce heran. "Bukan! Biarpun kulitnya dikelupas dan yang tinggal hanya
tulangnya, aku tetap dapat mengenali orang ini," sahut Kwe Po Giok.
"Orang seperti dirimu sangat aneh. Mungkin setiap Sin tong pasti
mempunyai keanehan," kata Sun Put Ce.
"Kalau dijelaskan, hal ini sangat memilukan. Lao Sun, sangat tidak
aman kalau meninggalkan Bwe Mei di luaran," sahut Kwe Po Giok.
"Kami sudah pindah ke tempat lain. Rasanya tidak mungkin terjadi
apa-apa," kata Sun Put Ce.
"Kalau kalian tidak keberatan, aku bisa mengajarkan ilmu pedang
peninggalan Tang hay sin sian," sahut Kwe Po Giok. Suara langkah
kaki terdengar oleh kedua orang itu. Sun Put Ce mengisyaratkan
agar dia menyembunyikan diri.
Ternyata Mo Put Chi yang masuk ke dalam ruangan.
"Sute.... Apakah kau berhasil mencari orang itu?" tanyanya.
"Tidak, Suheng.... Di mana Suhu?"
"Mungkin mengejar sampai luar dusun," sahut Mo Put Chi.
"Lebih baik Suheng ke depan dulu untuk mempersiapkan makan
malam. Nanti siaute menyusul," kata Sun Put Ce.
"Kalau orang itu bukan Toa Tek To Hun, dia pasti juga merupakan
tokoh yang berilmu tinggi," sahut Mo Put Chi. Begitu perkataannya
selesai, dia segera melangkah keluar dari ruangan itu.
"Siau Kwe.... Kau sekarang sudah termasuk jago yang disegani
dalam dunia kangouw," kata Sun Put-Ce.
Dia tidak mendengar jawaban pemuda itu, begitu dia
membalikkan tubuh, ternyata Kwe Po Giok sudah tidak ada di
tempat itu lagi. Sun Put Ce berdiri dengan terpaku, Hatinya tidak
dapat tenang, banyak sekali persoalan yang berkecamuk di
benaknya. siapakah yang membunuh Toa Tek To Hun" Siapa yang
memiliki ilmu setinggi itu" sedangkan Siau Kwe menyaksikan dengan


Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mata kepala sendiri kalau manusia Fu sang itu memang sudah mati.
Meskipun bagaimana, hal ini tetap suatu masalah yang
menyenangkan Tetapi mengapa ketika Siau Kwe mengatakan hal itu,
wajahnya sama sekali tidak menampilkan kegembiraan"
-oooo0ooooKANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Bagian Sembilan belas Bok lang kun mempunyai pandangan tersendiri terhadap Sun Put
Ce. Oleh sebab itu, Sun Put Ce sangat menghormatinya. Kalau tidak,
bagaimana Bok lang kun akan memberitahukan rahasia yang
disimpannya dalam peti mati"
Rahasia yang dikemukakan orang sebelum ajalnya, tentu
merupakan sesuatu yang rahasia dan menggemparkan. sedangkan
orang yang dipercayakan rahasia tersebut, pasti merupakan orang
kepercayaan si mati. Apa yang dilakukan orang sebelum ajal menjemputnya, bukan
suatu yang harus dikhawatirkan lagi, Bok lang kun mempunyai
keahlian dalam menilai seseorang Dia dapat melihat kalau Sun Put
Ce adalah seorang yang dapat diandalkan dan dipercaya. Dia juga
seorang manusia yang memegang janji, justru karena pandangan
Bok lang kun terhadapnya, dia juga tidak ingin membalas perbuatan
Chow Ai Giok dengan tindakan yang sama. Namun gadis itu justru
hidup dalam kebencian Dia menggunakan perasaan dendamnya
untuk melanjutkan hidup yang nista itu.
Kali ini dia datang lagi mencari Sun Put Ce dan Bwe Mei. Sebelum
berhasil membalas dendam atas kematian kakeknya, dia tetap akan
melampiaskan kekesalan hatinya terhadap kedua orang itu.
Namun dia menubruk tempat yang kosong, Bwe Mei sudah
dipindahkan ke tempat lain oleh Sun Put Ce.
Dini hari kentungan ketiga, Chow Ai Giok masih berada di atas
tempat tidur. Dia tidak memejamkan mata sepanjang malam Karena
hatinya digelayuti macam-macam persoalan Seorang tabib di
dalam.kota menyatakan bahwa dirinya telah hamil. Seorang gadis
yang belum menikah hamil, apalagi dia membenci laki-laki yang
menebarkan benih di rahimnya, maka hatinya sedih sekaIi. Dia
memikirkan sesuatu yang menakutkan.
Bagaimana mungkin seorang gadis seperti dirinya membawa perut
besar di hadapan orang" Bagaimana dia dapat menyembunyikan diri
selama berbulan bulan"
Sinar matahari mulai terbit, cahayanya cukup menusuk mata.
Tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke dalam kamarnya, Hal ini
sama sekali di luar dugaannya. Ternyata yang datang Kiau Bu Suang
lagi. Apakah dia masih mempunyai gairah" Banyak sekali laki-laki di
dunia ini yang menganggap dirinya terlalu tinggi, Mereka merasa
sedikit sekali perempuan yang pantas mendampingi mereka seumur
hidup. Apakah Kiau Bu Suang termasuk laki-laki jenis demikian"
Sebetulnya Kiau Bu Suang cukup lumayan Di dunia Bulim aman
sekarang, bila hendak mencari laki-laki seperti dirinya sudah sangat
sulit. Chow Ai Giok tetap rebah di atas tempat tidur. Wajahnya tidak
menampilkan perasaan apa pun, Namun dalam hatinya, dia sedang
gelisah. "Hm.... Bukankah kau sudah tidak bergairah lagi" Laki-laki busuk!
Aku lihat kau tidak dapat hidup tanpa diriku," katanya sinis.
Apakah Kiau Bu Suang persis seperti apa yang diduganya" Lakilaki
itu menunjukkan sebuah senyuman manis.
"Aku tahu kau pernah mencari seorang tabib di kota."
Chow Ai Giok terpana, Kalau dia sama sekali tidak
memperhatikannya, buat apa dia mencari tahu apa yang
dilakukannya selama ini" Dalam hati Chow Ai Giok timbul sebuah
perasaan haru. "Ada apa kalau memang aku melakukannya?" tanyanya ketus.
"Aku juga tahu kalau dirimu sudah hamil," sahut Kiau Bu Suang.
Banyak laki-laki dan perempuan yang takut mendengar kata
"hamil, kalau sudah melakukan perbuatan mesum di luar
pernikahan, Apakah hamil dapat mempengaruhi kesenangan mereka
dalam melakukan hal tersebut" Apakah karena ingin melarikan diri
dari tanggung jawab, maka kehamilan akan membuat persoalan
lebih cepat selesai dan ceritanya akan bubar begitu saja"
Orang muda yang baru menikah, tentu akan senang begitu
mengetahui kalau dirinya sudah mempunyai keturunan. Tapi hal ini
tentu saja tidak berlaku bagi orang yang melakukannya untuk
kesenangan saja. "Kalau benar, ada apa?" tanya Chow Ai Giok.
"Keterangan ini adalah hal yang menggembirakan Kiau Bu Suang
punya keturunan, berarti kau juga mempunyai tempat bersandar,"
kata laki-laki itu. "Mungkin bagimu menggembirakan, tapi tidak bagi diriku," sahut
Chow Ai Giok. "Ai Giok, perempuan memang ditakdirkan untuk melahirkan
anak," kata Kiau Bu Suang.
"Betul, perempuan memang harus melahirkan namun tidak boleh
melahirkan seekor anjing," sahut Chow Ai Giok sinis.
Kiau Bu Suang terpana. "Ucapan apa itu?" tanyanya.
"Coba kau tanya pada dirimu sendiri, apakah dirimu melebihi
seekor anjing?" teriak Chow Ai Giok.
"Apa" Dalam hatimu kau anggap aku begitu rendah?" tanya Kiau
Bu Suang seakan tidak mempercayai pendengarannya.
"Kau anggap apa dirimu itu, Apakah kau seorang pendekar
sejati?" tanya Chow Ai Giok sambil mencibirkan bibirnya.
"Aku memang bukan seorang pendekar sejati, Aku hanya seorang
manusia biasa. Tidak heran bukan kalau seorang manusia bisa
melakukan sedikit kesalahan?" sahut Kiau Bu Suang.
"Bukankah kau sama sekali tidak mempunyai kegairahan untuk
kedua kalinya?" tanya Chow Ai Giok.
Kiau Bu Suang menepuk keningnya sendiri.
"Thian! Antara laki-laki dan perempuan perlu sedikit gelombang,
Kalau kehidupan kita datar saja, tentu tidak berarti lagi. Kalau habis
bertengkar, kita pasti akan lebih mesra dari semula kalau sudah
rujuk kembali Mengapa hatimu begitu picik" Sama sekali tidak
mempunyai selera humor?" sahutnya.
"Enyah! jangan harap menyentuhku lagi!" bentak Chow Ai Giok.
Kiau Bu Suang malah duduk ditepi tempat tidurnya.
"Ai Giok... Aku telah mengundang seorang Lo ma (pembantu tua)
untuk menemanimu Kau harus menjaga kesehatanmu agar bayi kita
dapat terlahir dalam keadaan sehat," katanya.
Chow Ai Giok tertawa dingin.
"Kau hanya menginginkan bayinya saja bukan" Aku tidak ingin
melahirkannya!" teriaknya.
"Tidak ingin melahirkannya?" tanya Kiau Bu Suang terkejut.
"Betul! Aku akan menggugurkannya!" sahut Chow Ai Giok.
Wajah Kiau Bu Suang berubah.
"Menggugurkannya" Ternyata kau dapat mengucapkan kata-kata
"menggugurkan" dengan demikian mudah!" sahut laki-laki itu
dengan mata mengandung amarah.
"Menggugurkan kandungan dengan bantuan seorang tabib yang
pandai, rasanya bukan suatu persoalan yang mengherankan," kata
Chow Ai Giok. "Meskipun dilakukan oleh seorang tabib yang terkenal, juga tetap
ada kemungkinan terjadinya pendarahan!" sahut Kiau Bu Suang.
Seorang perempuan yang belum pernah melahirkan seorang
anak, tetap akan tahu adanya rasa sakit saat melahirkan bayi,
namun semua itu tidak akan berpengaruh apa-apa. Tetapi kata-kata
"pendarahan" membuat hati Chow Ai Giok bergidik. Dia takut
membayangkan hal tersebut.
"Meskipun harus mati, aku tetap tidak ingin melahirkan anakmu!"
katanya. "Mengapa?" tanya Kiau Bu Suang tidak habis mengerti.
"Karena kau bukan manusia, Kau tidak mempunyai perasaan!"
sahut Chow Ai Giok. "Aku tidak mempunyai perasaan" Kuberitahukan kepadamu, tiada
sedetik pun aku tidak memikirkanmu," kata Kiau Bu Suang.
"Kau tidak usah terlalu banyak berbual di sini!" sahut Chow Ai
Giok. "Ai Giok, kau tidak mempercayaiku, Hatiku sangat sedih
mengetahuinya, Untuk masa depan kita, aku tidak akan
menghambur-hamburkan uang lagi, Malah aku sudah mulai
menabung, Kelak kita akan membangun sebuah rumah mungil di
atas pegunungan dan meninggalkan dunia ramai untuk selamanya,"
kata Kiau Bu Suang. Tidak ada perempuan hamil yang tidak mengharapkan kehidupan
demikian, Setiap perempuan hamil pasti berpikir untuk mempunyai
tempat tinggal yang tetap. Tiba-tiba dia merasa bahwa dengan
mempunyai seorang suami seperti Kiau Bu Suang sudah lumayan
juga. Entah berapa banyak perempuan di dunia Bulim ini yang
mengharapkan jadi istrinya"
"Apakah kau benar-benar ingin membina rumah tangga?" tanya
Chow Ai Giok. "Bagaimana tidak menikah kalau memang sudah punya anak?"
sahut Kiau Bu Suang. Di wajah Chow Ai Giok tampil perasaan bahwa dia rela melakukan
apa pun yang diminta oleh Kiau Bu Suang, Laki-laki itu pun segera
menanggalkan pakaiannya. -oooo0oooo- Sekali lagi hujan dan badai berlalu, Chow Ai Giok tampaknya letih
sekali, "Apakah kali ini akan sama seperti dahulu?" tanyanya.
Kiau Bu Suang tidak bersuara. Dia turun dari tempat tidur dan
mengenakan pakaiannya kembali, kepuasan yang sempat tersirat di
wajah Chow Ai Giok hilang seketika.
"Apakah kau tidak akan mengulanginya untuk keempat kali?"
tanyanya. "Omongan apa itu" Sampai seratus kali pun masih ada gairah!"
Tidak tersangka akan begitu banyak kesempatan yang ada. Chow Ai
Giok terpana sesaat. "Tahukah kau siapa yang membunuh kakekku?" tanyanya.
"Bukan aku kan?" sahut Kiau Bu Suang.
"Aku tahu bukan kau!" bentak Chow Ai Giok, "Kau tidak akan
sanggup melakukannya."
Kiau Bu Suang sudah selesai berpakaian. Tampaknya dia hendak
meninggalkan tempat itu. "Kau akan berlalu begitu saja?" tanya Chow Ai Giok.
"Kalau bukan berlalu dengan cara begini, apakah ada lagi cara
yang lain?" sahut Kiau Bu Suang.
Tiba-tiba Chow Ai Giok lompat dari tempat tidur. Dengan tidak
memperdulikan tubuhnya yang telanjang, dia menyambar pedang
dan menyerang Kiau Bu Suang.
Kiau Bu Suang tetap adalah Kiau Bu Suang, Sekali mengelit, dia
sudah ada di sebelah kanan perempuan itu. Tangannya terulur untuk
merebut pedang di tangan Chow Ai Giok, sekaligus mendorongnya
terjatuh ke atas tempat tidur.
Chow Ai Giok tahu bahwa Kiau Bu Suang masih ada kegairahan
untuk keempat kalinya. Kalau tidak, dia tentu sudah dibunuh oleh
laki-laki itu dengan mudah.
"Benarkah kau menginginkan anak ini?" tanyanya.
"Siapa yang tidak menginginkan darah dagingnya sendiri?" sahut
Kiau Bu Suang. "Apakah kau lebih mementingkan anak daripadaku?" tanya Chow
Ai Giok kembali. "Ada beberapa hal yang perlu kau pikirkan sendiri," sahut Kiau Bu
Suang. "Apa maksudmu?" tanya Chow Ai Giok.
"Maksudku" Kalau aku mengatakan bahwa aku lebih
mementingkan dirimu daripada anakku, apakah kau akan percaya?"
sahut Kiau Bu Suang. "Tidak!" kata Chow Ai Giok.
"Mengapa?" "Karena anak ini masih mempunyai setengah darah dalam
tubuhmu, sedangkan darahku tentu kuperoleh dari ayah ibuku
sendiri," sahut Chow Ai Giok.
"Kalau kau dapat menjelaskannya dengan demikian terperinci
untuk apa kau bertanya lagi padaku?" Begitu perkataannya selesai,
dia segera meninggalkan tempat itu.
Chow Ai Giok menggebrak tempat tidur dengan marah. Namun
dia bertanya juga kepada dirinya sendiri, seandainya Kiau Bu Suang
datang kembali dan memohon untuk keempat kalinya. Apa yang
harus dia lakukan" Siau kiong cu merangkai bunga setiap hari. Hal itu sudah
merupakan kebiasaannya sekarang. Tentu saja dia melakukannya
dengan terpaksa, Dia terus menerus menunjukkan rangkaian bunga
yang beraneka ragam. Malam itu dia baru saja menyelesaikan tugasnya.
"Dapatkah kau mengatakan kepada saya di mana Kwe Po Giok
sekarang?" tanyanya.
"Dia baik-baik saja," sahut Lian lian.
"Di mana dia sekarang?" tanya Siau kiong cu sekali lagi.
"Pokoknya dia dalam keadaan baik-baik. Kalau kau ingin bertemu
dengannya, maka kau harus lebih rajin lagi menunjukkan semua
cara merangkai bunga yang kau kuasai," kata Lian lian.
"Aku sama sekali tidak menyembunyikan apa-apa," sahut Siau
kiong cu. "Kau pasti menyembunyikan sedikit," kata Lian lian.
"Mengapa kau tetap tidak mempercayaiku?" tanya Siau kiong cu.
"Karena kalau aku menjadi dirimu, aku tetap akan
menyembunyikan sedikit," kata Lian lian.
Siau kiong cu terpana, Sedikit reaksi yang ditunjukkannya
barusan, sudah diketahui oleh Lian 1ian.
"Seandainya tidak dapat memaksamu mengemukakan seluruhnya,
aku hanya mempunyai dua buah jalan," kata Lian lian.
"Dua jalan apa?" tanya Siau kiong cu.
"Jalan pertama adalah melepaskan dirimu. Jalan kedua tentunya
membunuhmu." sahut Lian lian.
Siau kiong cu menarik nafas panjang, "Melepaskan atau
membunuh diriku tidak banyak bedanya," katanya.
"Bagaimana bisa tidak banyak bedanya?" tanya Lian lian.
"Karena hidup pun aku tidak merasa ba-hagia," sahut Siau kiong
cu. "Aku ingin melepaskan dirimu," kata Lian lian.
Sekali lagi Siau kiong cu terpana. Namun dia tetap mengira kalau
Lian lian hanya menghibur dirinya saja.
"Kau pasti tidak menyangka kalau aku ingin melepaskan dirimu,"
kata Lian lian. "Aku memang kurang percaya," sahut Siau kiong cu.
"Sebetulnya hal ini tidak perlu diherankan," kata Lian lian,
"Mengapa kau tiba-tiba berubah baik?" tanya Siau kiong cu.
"Karena dia mempunyai maksud tertentu terhadapmu," kata Lian
lian. "Siapa dia?" tanya Siau kiong cu.
"Orang yang bekerja sama denganku, sekaligus kekasih," sahut
Lian lian dingin.

Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mengapa dia harus mempunyai niat tertentu terhadapku?" tanya
Siau kiong cu tidak mengerti.
"Matanya yang memberitahukan kepadaku. Mata seseorang
adalah alat pembuka rahasia. Bila seseorang laki-Iaki menyukai
seorang perempuan atau seorang perempuan menyukai seorang
laki-laki. Bagaimana pun tidak bisa ditipu dari sinar matanya," kata
Lian lian. "Apa yang kau katakan mungkin benar," kata Siau kiong cu.
"Sekarang juga aku akan melepaskan dirimu."
"Sekarang?" tanya Siau kiong cu seakan salah dengar.
Lian lian menganggukkan kepalanya dengan tegas.
"Kau boleh pergi kemana saja, Aku tidak ambil perduli," katanya,
Hati Siau kiong cu tergetar
"Kalau kau memang benar-benar tulus, mungkin kelak aku akan
mengajarkan sisa rangkaian bunga tersebut," sahutnya.
"Terima kasih, sebetulnya aku sudah tidak terlalu mementingkan
persoalan itu lagi. Siau kiong cu, mengingat perbuatanku
sebelumnya, aku sungguh merasa malu," kata Lian lian datar.
"Kau?" tanya Siau kiong cu hampir tidak mempercayai
pendengarannya. "Aku hanya mendengar kata-kata orang itu. Aku terlalu menurut
kepadanya," sahut Lian lian.
"Dalam hal ini kau tidak dapat menyalahkan dirimu, Kau juga
diperalat olehnya," kata Siau kiong cu.
"Mengapa kau hendak melepaskan diriku" Bagaimana kalau dia
sampai mengetahuinya?" tanya Siau kiong cu.
"Paling-paling aku dibunuh olehnya," sahut Lian lian.
"Kau dapat meninggalkannya jauh-jauh," kata Siau kiong cu.
"Jangan kau perdulikan diriku. Pergilah segera, Kau harus berhatihati,"
sahut Lian lian dengan sedih.
"Lian ci, tampaknya kau sebetulnya seorang yang baik, Kalau aku
sudah bertemu dengan Kwe Po Giok, aku tentu tidak akan
melupakan budimu ini," kata Siau kiong cu.
Air mata Lian lian mengalir dengan deras.
"Siau kiong cu, bila kau bertemu dengan aku kelak, harap jangan
menyebut kata budi. Aku tidak dapat menerima penghormatanmu
yang demikian tinggi," sahutnya.
"Tidak, Lian ci! seseorang bila benar-benar menyadari
kesalahannya dimasa lalu, Thian pun akan memaafkan Baik-baiklah
menjaga diri, Aku pergi...." kata Siau kiong cu.
Lian lian mengantarkannya sampai sejauh lima li dari Cui goat si.
Sebelum berpisah, Lian lian masih memberikan beberapa stel
pakaian dan uang sebanyak lima puluh tail.
Siau kiong cu seperti memasuki sebuah dunia yang lain.
Keberuntungan ataupun musibah kaum manusia memang susah diduga.
Apa yang tidak pernah terbayangkan ternyata dapat terjadi.
Gadis itu mungkin tersesat. Rupanya dia telah sampai di daerah
pegunungan. Di sebelah kanan ada sebuah air terjun yang deras,
Juga banyak tumbuhan yang lebat. Dia memasuki hutan kecil di
dekat air terjun. Kira-kira sepeminuman teh, sebuah bayangan terlihat berkelebat
di sekitar tempat itu. Gerakannya cepat dan penuh rahasia. Orang
itu tidak melihat Siau kiong cu keluar kembali, Padahal dia tahu
kalau di balik hutan kecil itu justru merupakan sumber air terjun,
Lagipula keadaan di dalam sana sangat gelap. Orang yang ahli
dalam bidang perairan pun tidak berani memandang enteng tempat
itu. Lalu ke mana perginya Siau kiong cu"
"Kemana Siau kiong cu" Apakah dia dapat terbang?" gumam
bayangan yang ternyata seorang laki-laki itu seorang diri.
"Di dunia ini tentu tidak ada manusia yang dapat terbang,
Meskipun Tang hay sin sian sendiri semasa hidupnya juga tidak bisa
terbang, Namun kenyataannya Siau kiong cu benar-benar
menghilang dari tempat itu.
Kwe Po Giok kembali meminum arak bahkan arak yang di
minumnya sangat keras. Arak itu tidak murni, lagipula memakai
berbagai macam bahan campuran, Oleh sebab itu harganya pun
sangat murah, Sebab Kwe Po Giok sudah jatuh miskin.
Untung saja dia sangat cepat menyesuaikan diri. Ketika banyak
uang, dia menikmati segala macam kemewahan Arak yang dipilihnya
adalah arak mahal. Sekarang dirinya sedang melarat, maka dia
terpaksa mengikuti keadaan isi sakunya.
Siau kiong cu sudah lama menghilang, sukmanya juga ikut
melayang bersama gadis itu. Pada saat ini, matahari mulai
terbenam. sinarnya juga mulai memudar. Rumah makan itu maIah
menjadi ramai, tiba-tiba, seorang gadis cilik masuk kedalam
ruangan. Dia meletakkan secarik kertas kecil di atas mejanya, Tadinya Kwe
Po Giok mengira bahwa yang diletakkan adalah bon minuman
Setelah lewat sekejap, dia baru memperhatikan dengan seksama.
Tulisan yang tertera di kertas itu rasanya tidak asing lagi.
"Pada kentungan kedua malam ini, harap datang ke daerah Kwan
tong. Kita bertemu di Coa kok (Lembah ular) Lu ji".
Mata Kwe Po Giok terbelalak. Hampir saja dia berteriak
kegirangan. Hatinya terlalu bersemangat suaranya bagai tercekat di
tenggorokan. Rasanya dia ingin tertawa terbahak-bahak untuk
menghilangkan kemurungannya selama ini.
Namun dia tidak berteriak ataupun meloncat-loncat. Dia hanya
menempelkan kertas tersebut di keningnya, Matanya terpejam
seakan yang melekat di pipinya saat ini adalah Lu ji.
Kerinduan selama satu bulan telah membuat hatinya tersiksa,
Kalau saja dia tidak merasa malu kepada dirinya sendiri, mungkin dia
akan menangis sampai keluar air mata darah. Hanya selembar kertas
dari Lu ji saja sudah dapat membuat perasaannya lebih lega. Dia
memperhatikan tulisan itu sekali lagi, Dia yakin pandangannya
memang tidak salah, itu memang tulisan Lu ji.
"Siau ji (pelayan)!" Caranya memanggil pelayan sudah jauh lebih
sopan. Seorang pelayan mendekatinya.
"Apa yang Khek kuan perintahkan?" tanyanya.
"Antarkan makanan dan arak yang paling enak. Hari ini Tuan
muda mu ingin minum sampai puas," katanya.
Pelayan itu terpana sejenak, Karena selama ini dia hanya minum
arak murahan dan memesan sayuran saja, Pelayan itu mempunyai
mata yang tajam. Dia tahu tamu mana yang mempunyai banyak
uang. Dan tamu mana yang merupakan orang berpangkat. Sekali
lirik saja dia sudah mengetahuinya. Semua itu berkat
pengalamannya. Pepatah mengatakan "uang dapat membeli segalanya", memang
benar. Asal kantong banyak uang, jalan pun dada akan dibusungkan
sebaliknya kalau kantong kempes, bicara apa pun orang tidak akan
perduli, pelayan itu mencatat pesanan Kwe Po Giok, namun matanya
terus memperhatikan pemuda itu. Bagaimana kalau sudah makan
dia kabur" Tidak berapa lama pesanan Kwe Po Giok sudah datang, Dia
makan perlahan-lahan, dia ingin menunda waktu sampai kentungan
satu lewat baru pergi, namun waktu tampaknya lebih lambat dari
biasa, Detik demi detik serasa bertahun-tahun.
"Aku bisa berjalan dengan santai. Sambil menikmati
pemandangan sekitar tempat itu. Yang penting sebelum kentungan
kedua aku harus sampai di sana," pikirnya dalam hati.
Dia memanggil pelayan untuk menghitung jumlah makannya.
Semuanya empat tail tujuh ci. sedangkan jumlah uang di
kantongnya tidak lebih dari dua tail setengah. Dia merogoh-rogoh
kantongnya dengan harapan akan menemukan uang yang kurang,
tiba-tiba ada seseorang yang meletakkan segenggam uang perak di
atas meja. "Siau ji.... Biar aku yang bayar," kata orang itu.
Kwe Po Giok menolehkan kepalanya, Temyata Sun Put Ce yang
datang. Pemuda itu tertawa getir.
"Kalau kau tidak datang, entah apa jadinya?"
"Katakan pada Ciang kui di sini untuk memasukkan bonmu atas
namaku," kata Sun Put Ce.
"Aku sama sekali tidak terpikir ke situ," sahut Kwe Po Giok.
"Lalu apa yang akan kau lakukan?" tanya Sun Put Ce.
"Aku bisa lari." Sahut Kwe Po-Giok. "Sekali-sekali makan gratis
kan tidak apa-apa." "Kau bisa berbuat seperti itu?"
Kwe Po Giok menganggukkan kepalanya.
"Karena aku tidak mungkin bertele-tele dengan mereka, Waktuku
tinggal sedikit," katanya.
"Untuk apa kau tergesa-gesa?" tanya Sun Put Ce.
"Aku ingin menemui Luji!" sahut Kwe Po Giok.
Sun Put Ge ikut bergembira, Begitulah kalau seorang sahabat, Dia
tentu akan ikut merasakan, bila kita sedang bergembira atau pun
sedang bersedih, Meskipun hal itu tidak ada hubungan dengan
dirinya, Persoalannya sendiri sudah cukup banyak, namun pikirannya
tetap tidak dapat lepas dari Kwe Po Giok,
"Bagaimana" Kau sudah menemukan-nya?" tanyanya dengan
suara rendah. "Malam ini baru ketemu," sahut Kwe Po Giok.
"Selamat. Tapi aku sarankan kau jangan berkeliaran di sekitar
rumah ini lebih lama," kata Sun Put Ce.
"Aku tahu, Terima kasih, Lao Sun." Dia menepuk pundak Sun Put
Ce berkali-kali, Kemudian meninggalkan rumah makan itu dengan
tergesa-gesa, Sun Put Ce memandang pemuda itu sampai
bayangannya menghilang di kegelapan.
"Siau Kwe sudah dewasa," gumamnya seorang diri.
Seorang dapat tumbuh dewasa dalam waktu sesingkat itu padahal
beberapa bulan sebelumnya dia masih seorang bocah cilik,
Kedewasaan seseorang bukan dinilai dari usianya, tinggi pendeknya
ataupun gemuk kurusnya, Tapi dinilai dari akal budinya.
Kira-kira kentungan kedua, Fang Tiong Seng kembali berlatih ilmu
silat di taman belakang, Akhir-akhir ini dia selalu berlatih di tempat
dan pada waktu yang sama karena pada saat seperti itu semua
orang sedang pulas dalam tidurnya. Tentu tidak ada yang akan
mengetahui apa yang sedang diperbuatnya.
Melatih diri untuk memperdalam ilmu apa salahnya" Namun dia
tidak mau ada yang mengetahuinya. Tiba-tiba, pedangnya ditarik
kembali. "Siapa?" bentaknya sambil menghambur ke sebelah kiri.
Sekali sentak, tubuhnya melesat sampai sepuluh depa. Angin
dingin bertiup, Tidak terlihat sesuatu pun. Dia adalah seorang yang
banyak pengalaman, reaksinya sungguh cepat. Dia yakin tadi ada
seseorang yang mengintainya.
Dan ia juga tahu kalau orang tadi mempunyai ginkang dan
kesigapan kelas satu. Bersamaan dengan reaksinya ketika
mengetahui orang itu sudah kabur, Lagipula dia percaya orang itu
bukan perempuan. Sekali lagi dia memeriksa di sekitar hutan kecil itu. Dia tidak
melanjutkan latihannya, Terhadap orang yang mengintai tadi dia
merasa sedikit curiga. Dia kembali ke taman belakang sambil
mengasah otak. Siapa orang itu" Dia harus dapat memikirkan siapa
orang itu, seandainya otaknya harus pecah, dia juga harus terpikir
Setelah masuk kembali ke dalam rumah, dia masih
menyempatkan diri berdiri di luar kamar Sun Put Ce dan Mo Put Chi
karena kedua orang ini membuat hatinya tidak tenang, Terutama
yang pertama, Orang di dunia ini yang dapat menimbulkan rasa
tidak tenang di hatinya hanya sedikit.
Siau Kwe menunggu di Coa kok sampai kentungan kedua.
Sebentar dia bersandar di sebuah batu besar, sebentar kemudian dia
berdiri dan berjalan hilir mudik, sebentar lagi dia berdiri mematung
serta menatap ke atas langit.
Dia tampak gelisah, akhir-akhir ini pikirannya kalut, Siau kiong cu
tidak bisa ilmu silat, di mana dia berada selama ini" Mungkinkah dia
seperti keadaannya saat ini" Rasa gairah untuk hidup telah hilang
sehingga lupa membasuh diri dan mencuci rambut"
Dia tidak dapat menduga dengan pasti, namun satu hal yang dia
tahu, Siau kiong cu sangat cantik, tidak mungkin Lian lian bisa
mencelakai dirinya. "Perempuan." Hampir saja Kwe Po Giok melambaikan tangannya.
perempuan memang betul! Tapi tidak mirip Lu ji.
Cara jalan Lu ji sangat indah, Apa pun yang dilakukannya,
sikapnya selalu lemah gemulai penampilannya sangat anggun,
perempuan yang menghampirinya tidak menunjukkan sikap
demikian. Ternyata Lian lian, Kwe Po Giok kecewa, Tapi Siau kiong cu
berada dalam genggaman Lian lian, lagipula huruf yang tertera di
atas kertas tadi adalah tulisannya, pasti Siau kiong cu berada di
sekitar tempat itu. "Di mana Siau kiong cu?" tanya Kwe Po Giok.
"Mengapa begitu tergesa-gesa?" sahut Lian lian sambil tersenyum
manis. "Di mana dia sebetulnya?" tanya Kwe Po Giok cemas.
"Sudah mati," sahut Lian lian.
"Kau... kau katakan dia sudah mati?" Wajah Kwe Po Giok pucat
seketika. "Mengapa" Apakah dia tidak bisa mati" Adakah manusia yang
tidak bisa mati di dunia ini?" sindir Lian lian.
"Apakah kau yang membunuhnya?" tanya Kwe Po Giok,
tangannya segera menggenggam pedang yang terselip di ikat
pinggang. Dia belum pernah memegang pedang dengan tangan
yang begitu kuat. Matanya juga belum pernah memancar sedemikian
dingin dan menusuk. "Memang aku yang membuatnya pergi, tapi siapa yang
membunuhnya aku tidak tahu. Bukankah sama saja?" sahut Lian
lian. "Sret!!!" Pedang Kwe Po Giok sudah terhunus. Siau kiong cu sudah mati.
Hal ini sama saja dengan kiamatnya dunia.
"Kau boleh membunuh siapa pun, asal bukan dirinya!" kata
pemuda itu sepatah-patah.
"Egois sekali!" sindir Lian lian.
"Tidak! Siau kiong cu terlalu baik budi, Dia dibunuh, di mana
keadilan Thian?" Pedang di tangannya ditusukkan ke depan, Lian lian
terpaksa mundur satu langkah.
Kepandaian Lian lian sangat tinggi, Kiau Bu Suangpun tidak berani
memandang rendah dirinya, Hal ini adalah kenyataan, tapi hati
perempuan itu tercekat melihat serangan Kwe Po Giok. Dia sendiri
belum terlalu mendalami ilmu pedang yang dilihat dari rangkaian
bunga Siau kiong cu, dia lebih-lebih tidak ingin bertarung dengan
Kwe Po Giok. Dia sadar dirinya masih bukan tandingan pemuda itu, Namun ilmu
silat Lian lian sendiri memang sudah cukup matang, Kwe Po Giok
menyerang sebanyak lima kali, dia hanya berhasil membuat Lian I
lian mundur sebanyak tiga langkah.
Kwe Po Giok tidak puas melihat hasil serangannya, Tapi Lian lian
lain Iagi. Melihat kepandaiannya sekarang, pa!ing-pa-ling dia baru
terhitung jago kelas tiga atau bisa jadi empat Karena pandangan
setiap orang selalu membandingkan dengan yang nomor satu.
Kalau bisa malah melebihi yang nomor satu, Bisa mengalahkan


Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang pertama berarti memenangkan diri sendiri pula.
Tiba-tiba Kwe Po Giok merubah gerakannya. Dia menyerang
sebanyak tiga kali, serangannya yang pertama telah membuat
lengan baju Lian lian koyak sebagian, serangan kedua membuat Lian
lian meloncat sejauh lima tindak.
Dia tahu dirinya tidak sanggup bertahan lagi, Kalau dia berani
menerima serangan ketiga, paling tidak dirinya akan terluka parah
atau mati." "Tunggu sebentar!" teriak Lian lian, "Kwe Po Giok! Ada satu hal
yang ingin kukatakan kepadamu."
"Cepat katakan!" bentak Kwe Po Giok,
"Apakah kau mengira bahwa Siau kiong cu sangat menyukaimu?"
"Jangan mengoceh sembarangan!"
"Bukan mengoceh sembarangan Kalau menurut penglihatanku,
rasanya pemuda dambaan Siau kiong cu bukan dirimu!" kata Lian
lian. "Bukan aku?" Kwe Po Giok tertawa dingin. "Kami mungkin
merupakan pasangan paling ideal di dunia ini. Siapa pun jangan
harap memecahkan kami."
Lian lian menggelengkan kepalanya seraya menampilkan sekulum
senyumab getir. "Semua ini hanya kesalahan dalam menduga. Kau harus tahu,
antara laki-laki dan perempuan paling sering terjadi kesalah
pahaman seperti ini," katanya.
"Kau jangan harap dapat mengadu domba kami!" sahut Kwe Po
Giok. Lian lian tahu ilmu pedang Tang hay sin sian sangat tinggi, Kwe
Po Giok belum berhasil menguasai seluruhnya, namun
kepandaiannya sudah begitu hebat, Hal ini membuat Lian lian
semakin kagum dan harus mendapatkan seluruhnya, Bersamaan
dengan serangan ketiga Kwe Po Giok, dia menghindar lagi sejauh
tiga depa. Tiba-tiba pemuda itu merasa kakinya anjlok, Hatinya
terkejut Kejadiannya begitu cepat, begitu dirinya sadar, dia segera
meloncat ke atas, namun tidak keburu lagi, Rupanya tempat yang
dipijak oleh Kwe Po Giok adalah sebuah perangkap.
Di tempat itu ada sebuah lubang yang tidak begitu dalam,
Ternyata Lian lian sudah menyediakan sebuah jaring untuk menjerat
pemuda itu, Maka dia menghindar terus sampai Kwe Po Giok tidak
menyangka dan menginjak perangkapnya, jaring itu segera
terangkat dan mengurung pemuda itu.
Kwe Po Giok tidak sempat lagi mengangkat pedangnya untuk
memutuskan jaring tersebut Dia tidak melihat Lian lian menarik
jaring itu. Dengan demikian, dia yakin di luar lembah Coa kok itu ada
seorang begundal perempuan itu yang melaksanakan tugas tersebut
Dengan pandainya Lian lian mengalihkan perhatian Kwe Po Giok
sehingga ia tidak menyadari bahaya yang mengincar.
Cara itu sebenarnya sangat sederhana, dan biasa dilakukan
terhadap binatang buas. Ternyata Kwe Po Giok yang sejak berusia
tiga tahun sudah mendapat sebutan Sin tong berhasil ditipunya.
itulah sebabnya, banyak orang yang mengatakan bahwa semakin
cerdasnya seseorang semakin dia menganggap remeh persoalan di
hadapannya. Ada kalanya menipu seorang yang cerdas malah lebih
mudah dari pada menipu orang bodoh.
Siau kiong cu tentu saja tidak lenyap begitu saja. Karena dia takut
dirinya diikuti Lian lian dan rekannya, maka dia menggunakan air
terjun tersebut sebagai tempat persembunyian. Orang yang
bagaimana pintar pun pasti ada lengahnya, Mereka berhasil ditipu
oleh Siau kiong cu. Kedua orang itu mana tahu, Kwe Po Giok memang seorang Sin
tong sejak usia tiga tahun. Tapi Siau kiong cu sampat saat ini adalah
seorang yang berbakat. Orang yang kecilnya adalah Sin tong,
setelah dewasa belum tentu berguna kalau sudah dewasa, Siau
kiong cu merasa dirinya tidak mempercayai Lian lian.
Dia memang sangat cerdas, Setelah dirinya berhasil dikelabui satu
kali, tentu dia tidak akan membiarkan dirinya terpedaya sebanyak
dua kali, Sejak kecil ia hidup di Pak hay, bagaimana mungkin dirinya
tidak mengenal sifat air walaupun itu sebuah air terjun yang deras"
Sekarang, dia merubah dirinya dengan pandangan seorang
pemuda, Dia berjalan-jalan di dalam kota. Meskipun dia bertemu
dengan Lian lian atau kaki tangannya, belum tentu mereka
mengenali Siau kiong cu. Alisnya dikerengkan, kulit wajahnya agak
berkerut Di bawah dagunya terpasang sebuah jenggot yang lebat. Di
atas bibirnya terlihat segaris kumis tipis.
Dia melakukan semua ini bukan hanya untuk menghindari Lian
dan kaki tangannya, tapi dalam hatinya ada sebuah rencana besar.
Dia harus memastikannya secepat mungkin, rencananya boleh di
bilang terbalik dari sifat aslinya, tetapi dia tidak merasa merugikan
atau menguntungkan siapa pun.
Cara merias dirinya sangat hebat, Dulu dia sering memainkan
peran sandiwara di atas kapal ayahnya, Tang hay sin sian sendiri
yang memberi pengarahan kepada Siau kiong cu. Tujuan Tang hay
sin sian tentu bukan untuk main-main. Siau kiong cu tidak bisa ilmu
silat. Dia harus mempelajari sesuatu agar dapat terhindar dari
bahaya bila berkelana di Bu lim.
Saat itu, dia sedang duduk di sebuah rumah makan. Dari arah luar
datang dua orang laki-laki. Mata Siau kiong cu menyipit, tapi hatinya
berdebar-debar tidak menentu. Yang jalan di depan adalah Mo Put
Chi, sedangkan yang mengiringi di belakang tentu saja Sun Put Ce.
Kedua orang itu memang langganan rumah makan tersebut
apalagi mereka sangat royal dalam memberikan persenan, seorang
pelayan segera menampilkan senyuman lebar dan menyambut
mereka, Sun Put Ce dibawa ke meja di sebelah kiri Siau kiong cu.
"Sute.... Hari ini kita jangan makan ayam panggang," kata Mo Put
Chi. "Suheng ingin makan apa, Siaute mengiringi saja," sahut Sun Put
Ce. "Apakah kau suka makan daging babi hutan dan kijang?" tanya
Mo Put Chi. "Boleh juga. Tapi tidak terlalu suka," sahut Sun Put Ce.
"Hari ini aku yang traktir, Sute pilih saja beberapa macam sayur
yang lain," kata Mo Put Chi.
"Suheng.... secukupnya saja, Tidak usah terlalu boros," sahut Sun
Put Ce tersenyum. "Tentu, jangan karena aku yang membayar lalu tidak memikirkan
isi kantongku," kata Mo Put Chi membalas senyuman sutenya,
"Sute... Bukankah kau mengatakan bahwa kau akan mencari
seorang gadis untukku?"
Mo Put Chi lebih tua tiga tahun dari pada Sun Put Ce, tapi
mengungkit persoalan tersebut, mukanya masih merah padam.
Sun Put Ce tidak mengira suhengnya akan mengungkit masalah
tersebut. "Siaute memang pernah berjanji," sahutnya.
"Apakah sulit menemukan seorang gadis yang sesuai dengan
diriku?" tanya Mo Put Chi.
Sun Put Ce berpikir sesaat
"Ada seorang nona... tapi entah Suheng menyukainya tidak?"
katanya. "Siapa?" tanya Mo Put Chi dengan mata bercahaya.
"Lian lian," sahut Sun Put Ce.
"Nama ini pernah kudengar, namun orangnya belum sempat
bertemu," kata Sun Put Ce.
"Tuh!" sahut Sun Put Ce mendongakkan kepalanya seraya
menunjuk. Di sebelah kanan dekat jendela duduk seseorang yang
tampaknya seperti pelajar.
"Bukankah itu seorang laki-laki?" tanya Mo Put Chi keheranan.
"Palsu, Dia adalah It ki bwe Lian lian," sahut Sun Put Ce.
"Sute.... Bukankah kau sengaja bergurau denganku" Lian lian
sudah lama terkenal namanya, lagipula usianya pasti lebih besar tiga
atau empat tahun, hal ini tidak mungkin berhasil," kata Mo Put Chi
sambil menggelengkan kepalanya.
Jilid 15 "Yang siaute maksudkan adalah adiknya, It pian hun Lian hu,"
sahut Sutenya. "Siapa pula Lian hu itu?" tanya Mo Put Chi semakin kebingungan
"Adik Lian-lian, Usianya sekitar duapuluh lima atau duapuluh
empat tahun, Sama cantiknya dengan sang cici," sahut Sun Put Ce.
"Boleh... boleh! Di mana dia sekarang?" tanya Mo Put Chi.
"ltu! pelajar muda tadi," sahut Sun Put Ce sambil menunjuk sekali
lagi ke arah laki-laki yang duduk di sebelah kanan.
"Bukankah tadi kau mengatakan bahwa dia adalah Lian-lian?"
tanya Mo Put Chi semakin heran.
"Tadi aku hampir menyangka dia adalah Lian lian. Suheng....
Mendekati seorang perempuan diperlukan keberanian Bagaimana
kalau mencoba mendekatinya?" Sun Put Ce menyarankan.
Untuk kebenaran, Mo Put Chi bisa menganggap kematian seperti
pulang ke rumah sendiri. Mendekati seorang perempuan dia belum pernah mencoba,
hatinya merasa sedikit tegang. perempuan harus lemah lembut, lakilaki
harus sekeras baja. Seorang laki-laki yang tidak pernah gentar menghadapi apa pun
ternyata tidak bisa membuka suara kalau menghadapi perempuan.
"Suheng.... Seorang guru hanya mendidik sampai ilmumu cukup.
Orang tua hanya membesarkan sampai kau bisa berdiri di kaki
sendiri. Siapa pun tidak membantumu dalam masalah ini, apalagi
membimbing dirimu sampai menjelang masuk kamar pengantin"
kata Sun Put Ce. Mo Put Chi meremas-remas jari tangannya dengan gelisah.
"Sute.... Bagaimana kalau dia menghina aku di depan umum"
Haruskah diletakkan di mana wajahku ini?" tanyanya cemas.
"Lian lian mungkin bisa berbuat begitu, tapi Lian hu tidak," sahut
Sutenya. "Bagaimana kalau pendapatmu salah kali ini?" tanya Mo Put Chi
ragu. "Ada siaute di sini, tentu aku akan membelamu," sahut Sun Put
Ce. Mo Put Chi bangkit dari tempat duduknya. Dia mengusap rambut
kepalanya berkali-kali, ditariknya pakaiannya agar terlihat rapi, Lalu
dia berjalan ke sebelah JuMoan.
Pertama-tama, Lian hu agak heran melihat dirinya, namun tidak
berapa lama kemudian, dia seperti mulai menanggapi Mo Put Chi,
Murid perguruan Fang Tiong Seng pasti mempunyai kelebihan yang
dapat diandalkan. Mungkin Lian hu bisa bercakap-cakap dan berbicara dengannya
karena alasan yang satu itu juga. Benang Mo Put Chi sudah
tersambung, berkali-kali dia melirik ke arah Sun Put Ce seakan ingin
mengatakan "Sute, kau boleh juga."
Sun Put Ce meminta pelayan memesankan beberapa macam
masakan dan sekendi arak wangi, setelah itu dia menyuruh pelayan
tersebut mengantarkannya ke meja Lian hu. Dia membayar semua
pesanan itu dan pergi. Lu ji juga segera membayar makanannya dan
mengikuti dari belakang, Cinta kasih seorang perempuan dan Iaki-laki memang aneh,
Kadang-kadang ada yang mengemukakan secara terus terang, tapi
tidak kurang banyak yang menyembunyikannya dalam lubuk hati,
Bahkan ada orang yang tidak menyadari bahwa dirinya mencintai
seseorang. Sekali menyadari, ternyata perasaan tersebut sudah
sangat mendalam. Sun Put Ce datang ke tempat Bwe Mei. Gadis itu sendiri yang
membukakan pintu, Luji juga sudah melihat Bwe Mei. sebelumnya
dia pernah melihat gadis itu satu kali. Sekarang yang dilihatnya
adalah Bwe Mei yang telah kehilangan sebelah lengan.
Di antara mereka tidak terdapat budi atau pun dendam, Tapi pada
waktu ini, Siau kiong cu merasa sebuah perasaan janggal dalam
hatinya. "Bwe Mei... Hari ini aku membawakan makan kesukaanmu, Ada
bakcang tausa, bakso goreng, sio may, kacang kedelai rebus, sop
ayam campur sui kiau (sejenis pangsit berisi udang dan bangkuang
yang dicincang), ada...."
"Sudah.... Masuk dulu!" Bwe Mei menarik tangan Sun Put Ce,
"Blang!" Pintu rumah itu tertutup rapat.
Pintu itu juga menutup pandangan Siau kiong cu. Hatinya terasa
kosong melompong, Namun, Lu ji adalah seorang gadis yang sabar.
Tindak tanduknya selalu lemah lembut. Orang yang sabar biasanya
juga merupakan orang yang percaya diri, Dia terpaku sejenak, dari
dalam rumah sayup-sayup terdengar suara tawa.
Mungkin orang akan berpikir, mayat Tang hay sin sian masih
hangat, tidak seharusnya dia memikirkan hal yang lain,
Kenyataannya dia memang menempatkan pembalasan dendam pada
urutan pertama, Persoalan pribadinya malah ditempatkan di
belakang, Siau kiong cu membalikkan tubuh dan meninggalkan
tempat Bwe Mei. Lian lian terpaksa mempercayai kata-kata Kwe Po Giok. Meskipun
dia pernah dipermainkan oleh Siau kiong cu. Lian lian duduk di
hadapan pemuda itu. Mereka berada di ruang bawah tanah Cui goat
si. Tubuh pemuda itu tertotok sehingga tidak dapat bergerak, Dia
hanya dapat membuka mulut dan bercakap-cakap.
"Asal kau tidak nakal dan menuruti perkataanku, aku akan segera
melepaskan dirimu," kata Lian lian seperti terhadap seorang anak
kecil. "Bukankah sekarang aku tidak nakal?" tanya Kwe Po Giok.
"lni masih belum cukup, Aku ingin kau bekerja sama denganku,"
kata Lian lian. "Masih belum cukup" Aku duduk di sini dalam keadaan tertotok,
persis seperti sebuah patung. Kau masih mengatakan aku nakal dan
tidak mau bekerja sama?" tanya Kwe Po Giok dengan mata
mendelik. Lian lian tersenyum manis.
"lnti sari ilmu pedang Tang hay sin sian ada di dalam rangkaian
bunga Siau kiong cu. Berapa banyak yang telah kau pelajari?"
tanyanya. Kwe Po Giok tahu, dia tidak mungkin tidak mengakuinya sama
sekali, Tapi dia harus hati-hati menjawab pertanyaan ini. Kalau dia
mengatakan bahwa dirinya belum berhasil mempelajari seluruhnya,
mereka pasti akan mencari Lu ji, lalu mencelakainya. Mereka pasti
akan mencari akal untuk mengorek keterangan dari gadis itu.
Mungkin bila dia mengatakan bahwa dia telah menguasai
seluruhnya barulah mereka akan melepaskan Siau kiong cu.
Kenyataannya, dia memang belum mempelajari semua, Karena
masih ada beberapa bagian yang belum dimengerti olehnya. Oleh
karena itu, Siau kiong cu sering merasa Kwe Po Giok terlalu
membesar-besarkan dirinya sebagai Sin tong.
"Aku sudah mempelajari seluruhnya," kata Kwe Po Giok.
"Kau berbohong," sahut Lian lian.
"Mengapa harus berbohong?" tanya Kwe Po Giok.
"Anak muda biasanya suka membual," kata Lian lian.
"Aku tidak membual. Kenyataannya, aku memang sudah
mempelajari keseluruhan ilmu itu, sayangnya tenaga dalamku belum
cukup tinggi, hanya lima bagian dari kepandaian Tang hay sin sian,"
sahut Kwe Po Giok. "Hanya lima bagian" Enam bagian pun belum sampai?" tanya Lian


Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Han kurang percaya. "Paling banyak lima bagian setengah," sahut Kwe Po Giok.
Lian lian tidak tahu apakah dia harus mempercayai keterangan
Kwe Po Giok. Dia tahu Siau kiong cu merahasiakan tidak sedikit ilmu
tersebut. "Kalau begitu, tolong tunjukkan semua yang kau ketahui Tidak
boleh merahasiakannya," kata Lian lian.
"Bagaimana kau tahu kalau aku merahasiakannya?" tanya Kwe Po
Giok. "Karena Siau kiong cu pernah memberitahukan dan merangkai
bunga di hadapan-ku," kata Lian lian.
"Dia pernah di sini?" tanya Kwe Po Giok terkejut.
"Dia juga menetap di sini selama beberapa hari. Untung saja dia
mau bekerja sama sehingga aku melepaskannya," kata Lian lian.
"Kau mau melepaskannya?" tanya Kwe Po Giok kurang percaya.
"Apakah kau kira aku telah membunu-nya?"
"Bagaimana aku dapat berpikir lain?" tanya Kwe Po Giok.
"Aku tidak ingin berdebat denganmu, Untung saja tidak lama lagi
kau bisa bertemu dengannya," kata Lian lian.
"Di alam baka?" sindir Kwe Po Giok.
"Aku tidak keberatan memberitahukan satu hal lagi kepadamu,
Percaya atau tidak terserah! Aku melepaskan dirinya bukan tanpa
sebab, Orang yang bekerja sama denganku mempunyai perhatian
besar terhadapnya. Kau tentu mengerti sendiri, Siau kiong cu adalah
seorang gadis yang secantik bidadari," kata Lian lian.
"Tidak salah, Siapa begundalmu itu?" tanya Kwe Po Giok.
"Aku hanya dapat mengatakan kalau dia pasti bukan perempuan,"
kata Lian lian, "Aku adalah kekasihnya, Tidak usah memikirkan
keselamatan Siau kiong cu, hanya memandang lirikan matanya
terhadap Siau kiong cu, hatiku sudah tidak tahan, LagipuIa aku tidak
dapat menyaksikan Siau kiong cu ternoda di tangannya, Andaikan
untuk kepentinganku sendiri, aku juga harus mencegahnya, Oleh
sebab itu, aku melepaskan Siau kiong cu. Aku mengantarkannya
sampai perbatasan Dengan mata kepala sendiri aku melihat dia
masuk ke dalam hutan kecil selanjutnya dia menghilang, Bagaimana
nasibnya aku tidak tahu," kata
Lian lian sambil menghela nafas.
"Bagaimana dia bisa menghilang?" tanya Kwe Po Giok.
"Aku takut dia dimakan oleh serigala, maka aku mencarinya ke
mana-mana, Kenyataannya aku telah menjelajahi seluruh tempat itu
tapi tidak dapat menemukannya," kata Lian lian.
"Mungkinkah dia benar-benar dimakan serigala atau terjatuh ke
dalam air terjun yang deras lalu mati tenggelam?" tanya Kwe Po
Giok cemas.Lian lian tertawa.
"Bocah... kau sungguh cerdik," katanya.
"Aku sejak kecil dipanggil Sin tong, bagaimana tidak cerdik?"
sahut Kwe Po Giok. "Terang-terangan kau sudah tahu kalau di tempat itu ada air
terjun, Dan di bawahnya terdapat sebuah sungai yang deras," kata
Lian lian. "Betul, sedangkan orang yang ahli saja tidak berani memandang
ringan air terjun tersebut," sahut Kwe Po Giok.
"Bocah, Siau kiong cu dibesarkan di Pak hay. Setiap hari bermain
dengan lautan, mungkinkah dia seperti seekor anak bebek yang baru
lahir?" kata Lian lian.
"Ternyata kau juga tidak bodoh, Boleh bertanding dengan Sin
tong," "Apakah kau sekarang masih menganggap Siau kiong cu telah
mati?" tanya Lian lian.
"Lalu, apa yang harus kupikirkan?" sahut Kwe Po Giok.
"Lebih baik kau menunjukkan ilmu pedang rangkaian bunga
supaya aku dapat menyaksikannya dengan teliti," kata Lian lian.
"Bagaimana aku dapat menunjukkan ilmu itu dalam keadaan
seperti ini?" tanya Kwe Po Giok.
Lian lian menotok kembali tiga buah jalan darahnya, Saat itu Kwe
Po Giok bisa berdiri dan bergerak, Namun dia tidak mempunyai
tenaga untuk melancarkan serangan.
"Kau sungguh licik," katanya.
"Kalau hal begini saja dapat dianggap licik, apalagi tokoh zaman
dulu seperti Tio Lang, Hang Sing dan Cu Kek Liang, Mereka semua
terhitung manusia licik nomor satu, Namun tidak ada orang yang
berani menganggap mereka licik di depan umum," sahut Lian lian.
"lt ki bwe Lian lian adalah salah satu dari sekian banyaknya ko
chiu di Bulim. Mengapa kau mau diperintah oleh orang lain?" tanya
Kwe Po Giok. "Dalam hal ini kau belum mengerti ilmu silat dan pelajaran lainnya
tidak jauh berbeda. Hanya saja pengetahuan lainnya lebih mudah
dipelajari dan banyak gurunya. Kau sendiri mempelajari ilmu silat
Tang hay sin sian, bukankah atas perintah orang lain juga?" sahut
Lian lian. "Hal itu tidak dapat disamakan," kata Kwe Po Giok.
"Apa bedanya?" tanya Lian lian.
"Aku melakukannya dengan senang hati, karena semua itu
menyangkut kepentingan orang banyak," kata Kwe Po Giok.
"Aku melepaskan Siau kiong cu karena hal ini juga, Apakah kau
juga tidak dapat berbuat hal yang sama" Menunjukkan ilmu untuk
kepentingan Siau kiong cu?" tanya Lian lian.
Akhirnya Kwe Po Giok menganggukkan kepalanya juga. Masa
keemasan Kiau Bu Suang belum menjelang. Dia sadar, bukan saja
dia tidak akan berhasil menguasai dunia persilatan tapi dia juga tidak
dapat menetap lebih lama lagi di tempat ini. Dia hanya ingin tahu,
apakah Toa Tek To Hun juga sudah pulang ke negaranya"
Sejak mengetahui bahwa Lian lian memperalat dirinya dan dayang
Cui thian, dia mulai membenci kaum wanita, Dia ingin membalas
perbuatan mereka, Chow Ai Giok adalah tujuan pertamanya.
Kiau Bu Suang kembali minum arak. setiap kali dia ingin datang ke
tempat Chpw Ai Giok, dia harus minum arak dulu, Mungkin kalau
sudah sedikit mabuk baru menemui seorang perempuan,
perasaannya akan dapat melihat kelebihan perempuan tersebut
Kekurangannya pun tidak begitu terlihat jelas lagi. Dia sama sekali
bukan jenis laki-laki yang menginginkan seorang anak, Tapi dia
harus berkata demikian, Hanya dengan mengucapkan kata-kata itu,
Chow Ai Giok baru percaya kepadanya.
Chow Ai Giok mau menyerahkan diri secara suka rela juga karena
menganggapnya benar-benar menginginkan seorang anak,
Sebetulnya, sebelum dia menemukan perempuan yang melebihi
Chow Ai Giok, dia terpaksa harus menerimanya. Persis seperti apa
yang dikatakannya tempo hari. Setidaknya Chow Ai Giok masih lebih
bersih dari pelacur di rumah hiburan.
Huruf cina satu per satu berlainan semuanya tergantung dari cara
orang yang menulisnya, Ada yang dapat menulis dengan indah dan
adapula yang seperti cakar ayam. Namun ada juga orang yang dapat
menuliskannya dengan tajam. Huruf demi huruf berdiri tegak lurus
dengan ujung yang runcing, Begitu runcingnya sehingga dapat
melukai seseorang. Kiau Bu Suang adalah sebilah pedang, bahkan pedang yang telah
dilumuri racun jahat. Menghilangkan dayang Cui thian, dia sudah dapat menebak apa
yang menyebabkannya, Dia juga sudah dapat menerka apa
sebabnya Lian lian memperalat dirinya. Dia cuma belum berani
memastikan betul tidaknya saja.
Tiga kendi arak telah diminumnya, rasanya sudah cukup untuk
pergi ke tempat Chow Ai Giok, Tiba-tiba sebuah bayangan
berkelebat di depan pintu telah berdiri seorang manusia yang
mengenakan topeng. Orang ini pernah dilihatnya satu kali, Topeng yang dikenakannya
berwarna putih kepucatan, ada seulas senyum yang tersungging di
sudut bibir.Penampilannya dingin dan kaku. Bajunya berwarna hitam
dan longgar. Di pinggangnya terselip sebatang pedang.Kalau
dikatakan orang ini adalah Toa Tek To Hun, kekuatannya memang
hampir seimbang, Tapi dia percaya kalau orang ini bukan Toa Tek
To Hun. Pada saat sekarang, orang yang berani berlagak di hadapannya
memang masih ada beberapa. Misalnya Co san Tuan chang
(Pembelah usus gunung Co) Hua Can Lei. Hun bang (lmpian awan)
ada seorang tokoh yang disebut Hok su thi (Mayat hidup) Seebun Cu
Yap. Ada lagi salah satu dari ketiga Siauya dari Hulam, Miao Hua
Fang serta Suhunya Tok ku peng.
Nama-nama yang disebut tadi adalah orang berilmu lebih tinggi
dari dirinya.Namun tokoh-tokoh tersebut tampaknya sudah
menyucikan diri dan meninggalkan dunia ramai. Mereka tidak perduli
dengan kehadiran Toa Tek Tok Hun di Tionggoan. Kiau Bu Suang
menggenggam pedangnya yang terletak di atas meja erat-erat.
Dia melihat pedang lawannya persis seperti pedangnya sendiri.
Meski pun pedang yang sama, namun terselip di pinggang manusia
bertopeng itu tampaknya jadi jauh berbeda,
Hawa pembunuhan yang tersirat pada orang tersebut jauh lebih
tebal. "Apakah kau datang untuk membunuhku?" tanya Kiau Bu Suang.
"Kau sungguh pandai menebak," sahut manusia bertopeng itu.
"Bagaimana kau tahu bukan aku yang akhirnya membunuhmu?"
tanya Kiau Bu Suang sembari tertawa dingin.
"Kalau kau sanggup melakukannya, kau tentu tidak menunggu
sampai sekarang," sahut manusia bertopeng.
"Mengapa kau sendiri menunggu sampai sekarang baru mau
membunuhku?" tanya Kiau Bu Suang.
"Karena sekarang sudah mencapai titik persoalannya," sahut
manusia bertopeng. "Titik persoalan?" tanya Kiau Bu Suang tidak mengerti.
"Tidak salah!" sahut manusia bertopeng sambil mendengus,
"Sekarang perananmu telah
selesai. Kau sama sekali tidak ada manfaatnya lagi untuk
diperalat." "Peranan apa yang kumainkan?" tanya Kiau Bu Suang.
"Pembunuh suruhan!" sahut manusia bertopeng.
"Aku sama sekali tidak pernah disuruh untuk membunuh
seseorang," sahut Kiau Bu Suang.
"Kalau kami menyuruhmu membunuh seseorang, hal itu tidak
dapat disebut hebat. justru kau mewakilkan kami membunuh
beberapa orang lawan tanpa kau sadari. Misalnya Hong be, Bok lang
kun dan lain-lain." kata manusia bertopeng.
"Aku tahu siapa dirimu?" kata Kiau Bu Suang.
"Pendapatku justru berlawanan. Kau belum tentu tahu siapa aku,"
sahut manusia bertopeng. "Kau adalah sebilah papan gilasan?" kata Kiau Bu Suang dingin,
"Apakah kau tahu kalau dayang Cui thian memanggilmu demikian di
belakang punggungmu?"
"Se sa pang (papan gilasan)?" tanya manusia bertopeng itu.
"Apakah kau juga mengetahui hal ini?" Kiau Bu Suang tampak
terpana. "Coba kau bayangkan. Hal apa yang tidak kuketahui di dunia ini!"
sahut manusia bertopeng. "Apakah kau tahu di mana Toa Tek To Hun sekarang?" tanya Kiau
Bu Suang memancing. "Masih ada di Tionggoan," sahut manusia bertopeng.
"Bagaimana membuktikan bahwa dirimu bukan Se sa pang?"
tanya Kiau Bu Suang kembali.
Manusia bertopeng itu menarik lengan bajunya, Sebuah tangan
yang bersih dan tanpa kerutan sedikit pun tersembul di balik lengan
baju tersebut Uratnya belum ada yang menonjol. Ternyata dia
memang bukan Se sa pang. Tiba-tiba manusia bertopeng itu mengeluarkan pedangnya,
sinarnya yang berkilauan membawa segulung hawa dingin. Kiau Bu
Suang juga mengangkat pedangnya, pedang itu tidak mengeluarkan
cahaya. Tapi hatinya justru merasa dingin.
Kedua orang itu berdiri berhadapan. Kiau Bu Suang merasa
manusia bertopeng itu sedang memperhatikan lilin di atas meja, Dia
menunggu kira-kira sepeminuman teh lagi, namun manusia
bertopeng itu tetap tidak bergerak.
Kiau Bu Suang mulai tidak sabar Tetapi dia tidak ingin memulai
menyerang, Dia tetap berharap kalau lawannya akan gentar sendiri
dan mengundurkan diri. Kira-kira sepeminuman teh telah lewat kembali, Kiau Bu Suang
merasa kesal. Dia seperti sedang dipermainkan.
"Apa yang kau tunggu" Mungkinkah ada...." Kata-katanya belum
selesai terucap, sinar pedang sudah menyambar
Mungkin juga karena dia sedang kesal sehingga perhatiannya
terpecah, pedangnya belum sempat diangkat untuk menyerang,
namun sudah terkulai kembali ke ba-wah. Di keningnya tampak
guratan luka memanjang, Matanya tetap terbelalak ke arah depan,
Pedang di tangan manusia bertopeng telah masuk kembali ke dalam
sarung, orangnya sudah melayang pergi.
Rumah yang ditinggali Kiau Bu Suang adalah rumah sewaan, Tiga
hari kemudian, pemilik rumah itu datang untuk membetulkan atap
rumah, Penyewanya tidak kembali lagi, Dia sudah mendengar kabar
bahwa laki-laki itu terbunuh di bawah pedang Toa Tek To Hun.
Karena hanya ada sebuah luka panjang di kening.
Tidak ada orang yang sanggup membunuh Kiau Bu Suang dengan
cara demikian kecuali Toa Tek To Hun. Lalu masih ada beberapa
korban lain yang keningnya juga mempunyai guratan panjang
namun di bagian tubuh yang juga terdapat luka, apakah mereka
juga dibunuh oleh Toa Tek To Hun" Atau ada orang lain lagi"
-ooo0ooo- Bab Dua puluh Beberapa hari ini, Chow Ai Giok pasti menyempatkan diri
berdandan. Meskipun hanya untuk bayi dalam perut, Kiau Bu Suang
tetap akan datang menemuinya. Oleh karena itu, dalam sehari dia
bisa berkaca sampai puluhan kali.
Dia menganggap bila memasang senyuman manis dalam
menghadapi seorang laki-laki pasti ada faedahnya juga. Hal ini
disebabkan karena ia telah berpikir berulang kali, Dia memastikan
dirinya untuk menikah dengan Kiau Bu Suang.
Tetapi, biarpun dia merias secantik mungkin bahkan berkaca
berpuluh kali untuk meyakinkan bahwa dirinya sudah tidak ada
kekurangan, Kiau Bu Suang tetap tidak muncul.
"Bedebah! Benar-benar sudah tiada kegairahan untuk keempat
kalinya!" maki Chow Ai Giok dalam hati.
Dia tidak betah berdiam di rumah, oleh sebab itu dia pergi ke
Hong lai chun dan minum sendiri. Hari belum begitu sore, tamu
masih tidak banyak yang berkunjung. Hanya ada seorang laki-laki
muda yang duduk di meja sebelah kiri.
Di punggungnya tergantung senjata yang berbentuk aneh. Dia
juga sudah minum arak, senjatanya adalah sepasang roda dengan
gerigi di dalamnya, Bahkan gerigi tersebut juga aneh. Berwarna
hitam dan putih selang-seling.
Chow Ai Giok sejak kecil diasuh oleh Hiat Eng. Dia sering diajak
berkelana ke berbagai tempat. Tokoh-tokoh persilatan yang
diketahuinya juga amat banyak karena bila ada waktu senggang,
Hiat Eng sering menceritakan kepadanya.
Dia yakin kalau laki-laki tersebut adalah salah satu dari ketiga


Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siauya dari Hu lam, Hek pai suang lun (Sepasang roda hitam putih)
Miao Hua Fang yang amat terkenal. Dia juga tahu meskipun usia
laki-laki itu sudah di atas tigapuluh tahun tapi masih terlihat muda.
Miao Hua Fang melihat Chow Ai Giok sedang memperhatikannya.
Dia juga melirik beberapa kali.
"Bukankah nona ini cucu perempuan dari Hiat Eng Cian pwe?"
tanyanya. "Betul. Kongcu tentunya Hek pai suang lun Miao Hua Fang
taihiap," sahut Chow Ai Giok.
"Aku tidak berani menerima penghormatan setinggi itu. Cayhe
memang Miao Hua Fang adanya."
"Miao taihiap sudah lama berkecimpung di dunia persilatan,
apakah pernah mendengar nama Cap sa tai po Kiau Bu Suang?"
tanya Chow Ai Giok. "Pernah," sahut Miao Hua Fang.
"Apakah Miao taihiap mengenalnya?" tanya Chow Ai Giok.
"Kami pernah berjumpa beberapa kali," sahut Miao Hua Fang.
"Apakah Miao taihiap bertemu dengannya akhir-akhir ini?" tanya
Chow Ai Giok kembali. Miao Hua Fang mengernyitkan alis matanya.
"Apa hubungan Chow Kouwnio dengan Kiau Bu Suang?"
tanyanya." "Teman," sahut Chow Ai Giok.
Miao Hua Fang tertawa dingin.
"Mengapa Chow kouwnio tidak mengenakan pakaian berkabung?"
sindirnya. "Mengapa?" tanya Chow Ai Giok.
Miao Hua Fang bangkit dari tempat duduknya dan meletakkan
mangkok makan di atas meja.
"Karena dia sudah mati." Begitu kata-katanya selesai, dia
langsung menuju ke pintu dan pergi.
Kiau Bu Suang sudah mati" Kalau bukan lelucon paling besar yang
pernah didengarnya, pasti Miao Hua Fang mempunyai dendam
pribadi dengan Kiau Bu Suang. Dia sengaja mengesalkan hati Chow
Ai Giok. "Hari ini nasibku sedang sial, bertemu dengan seorang telur
busuk," makinya dengan penuh kebencian.
Namun hal ini patut dicurigai Miao Hua Fang bukan orang jahat,
Kalau bukan dia yang turun tangan sendiri membunuh Kiau Bu
Suang, pasti dia tidak akan mengatakan hal itu.
Setidaknya, Chow Ai Giok merasa dirinya tidak pernah melakukan
kesalahan apa pun terhadap Miao Hua Fang.
Meskipun Chow Ai Giok sendiri sering menyumpahi Kiau Bu
Suang, tetapi itu karena kelakuan laki-laki itu yang menghinanya
secara terang-terangan, ia sering memaki Kiau Bu Suang agar cepat
masuk neraka. Namun mendengar kematiannya sekarang, dia
merasa hatinya tertekan seolah ada sesuatu yang hilang.
"Kalau Kiau Bu Suang benar-benar sudah mati, bukankah anak
dalam perut ini tidak mempunyai ayah lagi" Kemungkinan besar
Miao Hua Fang membenci Kiau Bu Suang sehingga dia mengoceh
yang tidak-tidak," pikirnya dalam hati.
Kata-kata "sudah mati" terasa menyelimuti batinnya, Kalau benar
sudah mati, pasti tidak mungkin bisa hidup kembali. Tak ada sesuatu
pun yang ditinggalkan oleh Kiau Bu Suang, hanya janin dalam rahim
yang akan menimbulkan noda.
Bukankah hal ini membuat dirinya susah" Kiau Bu Suang pernah
mengejek bahwa kulit tubuhnya kasar, dia sendiri telah mengakui.
Kalau kenyataannya dia sudah mati, apa yang dapat dilakukannya
lagi" Dia adalah seorang laki-laki bersifat jahat. Bukankah ada
pepatah yang mengatakan "Orang baik pendek umur, orang jahat
hidup ribuan tahun, Pepatah ini sungguh tidak tepat di-gambarkan pada diri Kiau Bu
Suang kalau benar dia sudah mati, karena dia bukan orang baik.
Pada saat itu, ada dua orang laki-laki setengah baya masuk ke
dalam rumah makan tersebut. Yang pertama adalah Bong san to mo
Yap Thian, yang kedua adalah Pak hay ok hi Oey Gi Bun. Kedua
orang ini pernah bertarung dengan It Cheng Hong di atas perahu
tempo hari. Mereka berebutan siapa dulu yang menyeberangi
sungai, Oey Gi Bun meletakkan senjatanya di atas meja.
"Yap heng.... Apakah tidak aneh, Cap sa tai po Kiau Bu Suang
kalau dikatakan juga masih lebih tinggi ilmunya dari kita berdua,
bagaimana dia dapat dibunuh oleh Toa Tek To Hun?" tanyanya.
"Oey heng, memang luka di kening mirip dengan guratan Toa Tek
To Hun, tapi ada yang mengatakan bahwa yang melakukannya
belum tentu orang itu," sahut Yap Thian.
Chow Ai Giok merasa kepalanya diguyur oleh seember air dingin.
Hatinya tergetar, tanpa dapat ditahan lagi dia pingsan, untung saja
dia tengkurap di atas mejanya sendiri, orang lain tidak mengetahui
apa yang terjadi. Ketika tersadar, Oey gi Bun dan Yap Thian masih
menikmati hidangan sambil bercakap-cakap.
"Oey heng, baik siapa pun yang membunuh Kiau Bu Suang, tapi
dia dapat melakukannya dalam sekali serangan, berarti ilmu silat
orang itu memang tinggi sekali," kata Yap Thian.
"Tentu saja, Kita tidak boleh berdiam di sini terlalu lama lagi,
Lebih baik cepat-cepat meninggalkan tempat ini dan pergi jauh,"
sahut Oey gi Bun. "Oey heng, ada beberapa patah kata yang ingin siaute ucapkan,
jangan sampai tersebar di luaran mereka akan memalukan derajat
kita." kata Yap Thian.
"Maksud Yap heng...."
"Kalau kita cukup berharga masuk dalam daftar hitam Toa Tek To
Hun, apakah sekarang kita masih sempat duduk di sini dan
menikmati hidangan" Tentunya nyawa kita sudah melayang sejak
dulu kalau dia menginginkannya," kata rekannya.
"Kepandaian kita memang tidak dapat menandingi orang-orang
tersebut, kita juga harus berani mengakuinya, Tapi tempo hari Kiau
Bu Suang menyembunyikan diri ketika Toa Tek To Hun melakukan
pembunuhan besar-besaran, dia menyebarkan berita bahwa dirinya
cao hue jit mo sehingga sebagian tubuhnya lumpuh.
Manusia seperti dia seharusnya tidak berharga dibunuh, tapi toh
terjadi juga. Siapa yang bisa tahu kalau kita akan mengalami nasib
yang sama" Mungkin saja tokoh kelas satu di Tionggoan tinggal
segelintir, Toa Tek To Hun sengaja membunuh tokoh kelas rendah
untuk memancing keluarnya tokoh-tokoh tersebut," sahut Oey Gi
Bun. "Sebetulnya, siaute memang tidak berpikir demikian jauh," kata
Yap Thian. Chow Ai Giok membanting mangkok dan sumpitnya. Dia
menghambur ke arah kedua orang itu.
"Kiau Bu Suang mati di mana?" tanyanya. Oey Gi Bun dan Yap
Thian terpana. "Siapa nona?" tanya Yap Thian.
"Pertanyaan itu tidak ada hubungannya dengan siapa diriku," kata
Chow Ai Giok tajam. Bagi Chow Ai Giok, Kiau Bu Suang adalah seseorang yang begitu
jahat terhadapnya dan meninggalkan segudang kesulitan dan
kesengsaraan yang tiada akhir, sebetulnya dia tidak usah
memperdulikan mati hidupnya Kiau Bu Suang.
Oey Gi Bun dan Yap Thian melihat sikapnya yang amat tidak
ramah, Mereka saling lirik sekilas. Keduanya sepakat untuk tidak
memperdulikan Chow Ai Giok. Mereka melanjutkan makan dan
minumnya. Chow Ai Giok hampir gila saat itu. seluruh manusia di dunia ini
mengacuhkannya. Kedua orang itu juga sama. Dia mengulurkan
tangan untuk menarik leher baju Yap Thian.
"Kau tidak mempunyai hak untuk tidak menjawab pertanyaanku!"
bentaknya. Kali ini Yap Thian sudah memandang perempuan itu. Dikiranya
perempuan itu hanya duduk dan tidak memperdulikan dia sudah
terlepas dari segalanya, Kalau saja dia tahu Chow Ai Giok adalah
cucu Hiat Eng, dia pasti akan berpikir dua kali sebelum menyakiti
hatinya. Leher baju Yap Thian dicengkeram dengan erat, sekali hentak
tubuh laki-laki itu sudah melayang keluar, Menyusul Oey Gi Bun
yang mendapat giliran, Kedua orang ini hanya tergolong tokoh
nomor empat dalam dunia persilatan, bagaimana mungkin mereka
bisa menandingi Chow Ai Giok"
Yap Thian tampak kelabakan, dia berusaha menghindarkan diri,
namun tubuhnya belum sempat bergerak, leher bajunya sudah kena
ditarik oleh perempuan tersebut.
Sebelum menyadari apa yang terjadi, bagian pinggangnya terasa
sakit, Dia sudah kena tendangan Chow Ai Giok. Dia sempat melirik
sekilas ke senjatanya yang tergeletak di atas meja, namun sekarang
ternyata sudah pindah ke tangan lawan. Oey Gi Bun dan Yap Thian
terkejut setengah mati. Mereka seakan tidak mengetahui kekuatan diri sendiri dan
perempuan di hadapan mereka sekarang telah menunjukkannya.
"Tempat kematian Kiau Bu Siang tidak berapa jauh, kami akan
mengantar kau ke sana," kata Yap Thian tergopoh-gopoh.
"Cepat unjuk jalan!" teriak Chow Ai Giok, Dia melempar kembali
senjata yang tadi tergeletak di atas meja ke arah Oey Gi Bun.
Ketiga orang itu keluar dari rumah makan beriringan Mereka
sempat mendengar suara pelayan yang berkata kepada majikan nya.
"Kedua laki-laki itu tampaknya sangat berguna."
"Kouwnio pasti keturunan tokoh terkemuka," kata Oey Gi Bun
sembari melangkah. Chow Ai Giok tertawa dingin.
"Kakekku adalah Hiat Eng," sahutnya.
"Ternyata memang keturunan terkemuka. Bukankah Hiat Eng
yang dibunuh oleh seorang tokoh tak dikenal?" tanya Oey Gi Bun.
Pikiran Chow Ai Giok sedang kalut, Dia tidak mendengar jelas
perkataan laki-laki itu. Mereka membawanya ke sebuah kayu di
mana Kiau Bu Suang tinggal sebelumnya. Ternyata mayat laki-laki
itu telah dibawa ke sana. Pada saat itu banyak penduduk sekitar
yang sedang berkumpul juga ada kepala desa, Mereka sedang
memeriksa mayat Kiau Bu Suang.Chow Ai Giok mendorong
kerumunan orang-orang itu, Dia juga sudah melihat tubuh Kiau Bu
Suang. Keningnya terdapat luka memanjang, Kira-kira dua cun
dalamnya, Bagian tubuh yang lain tidak ada luka sedikit pun.
penduduk desa dan lurahnya memang sedang kebingungan mencari
sanak keluarga Kiau Bu Suang untuk menyerahkan mayatnya.
Mereka segera menatap perempuan yang baru datang itu.
Chow Ai Giok tertawa seperti orang kesurupan, Puh! Dia meludah
ke tanah, Matanya memandang mayat Kiau Bu Suang dengan
mendelik. "Setan pendek umur, Ternyata kau benar-benar tidak mempunyai
kesempatan untuk keempat kalinya..."
Padahal pada saat itu Chow Ai Giok bukannya membenci Kiau Bu
Suang, ia merasa tidak puas terhadap dirinya sendiri dan
menyesalkan kemalangan nasibnya. Oleh sebab itu, dia
menumpahkan segala kekecewaan dan kemarahannya pada mayat
laki-laki itu. Kenyataannya, dari sekian laki-laki yang pernah dikenalnya, hanya
Kiau Bu Suang yang mempunyai hubungan paling erat dengannya,
Biarpun selama ini ia hanya mengucapkan kata-kata manis palsu
terhadapnya, namun dia toh sudah melakukan tiga kali perbuatan
terlarang dengannya. Kakeknya sudah mati, laki-laki busuk itu juga sudah mati, Yang
tertinggal hanya benih dalam perutnya, Dia merasa Thian
memperlakukannya dengan kejam, Tiba-tiba dia berjalan
menghampiri mayat tersebut dan mengangkatnya, Dia bermaksud
meninggalkan tempat itu. Kepala desa setempat merasa curiga melihat sikapnya.
"Apa hubungan kouwnio dengan almarhum?" tanyanya.
"Untuk apa kau menanyakan hal tersebut?"
"Aku adalah kepala desa di sini, sekarang sudah terjadi suatu
pembunuhan, kami toh harus menyelidikinya sampai jelas," sahut
kepala desa itu. "Aku bukan pembunuhnya. Kalian seharusnya mencari pembunuh
yang sebenarnya," kata Chow Ai Giok.
"Tapi tampaknya mempunyai hubungan garis yang erat dengan
laki-laki ini," sahut kepala desa.
"Kalau memang benar, apa yang ingin kau lakukan?" tanya Chow
Ai Giok dingin. "Kami hanya mengharapkan kouwnio mau datang ke balai desa
sebentar," kata laki-laki setengah baya itu.
"Biarpun kau menjemputku dengan tandu mewah, aku juga tidak
mau ke balai desa!" sahut Chow Ai Giok tajam.
"Kalau kouwnio tidak mau ke sana, bukankah kami semakin curiga
terhadap diri kouwnio?" kata kepala desa tersebut.
Mata Chow Ai Giok merah membara.
"Enyah!" bentaknya, Empat lima laki-laki penduduk setempat
segera mengurungnya. Di tangan mereka tergenggam berbagai
senjata, Ada pentungan besi, golok bahkan ada juga yang membawa
kampak, Dengan pundak memanggul Kiau Bu Suang, Chow Ai Giok
menggunakan sepasang kakinya untuk menyapu orang-orang
tersebut. Mereka tidak sempat melihat gerakan perempuan itu, tahu-tahu
tubuh masing-masing sudah terlempar keluar. Begitu mereka
mengangkat kepalanya, Chow Ai Giok sudah melayang jauh.
Kira-kira lima enam li Chow Ai Giok berlari Dia memasuki sebuah
hutan yang penuh dengan pohon-pohon besar. Di situ dia
menghentikan langkah kakinya dan melemparkan tubuh Kiau Bu
Suang ke atas tanah. "Manusia she Kiau... kau memang pantas mati, Tidak ada yang
akan membalaskan kematian, sedangkan kematian kakekku pun
tidak ingin kubalas lagi," gumamnya seorang diri.
Chow Ai Giok duduk di atas tanah untuk meredakan nafasnya
yang tersengal-sengal, Matanya melirik sekilas ke arah mayat yang
tergeletak di sampingnya. Bayangan kemesraan Kiau Bu Suang
bermain di benaknya. Hal ini tidak membuat dia mengasihani Kiau Bu Suang, malah
membuatnya semakin membencinya, Paling tidak, dia tahu kalau
laki-laki ini mempunyai hubungan yang luar biasa dengan dayang
Cui thian. Dan dia juga tertarik dengan Bwe Mei. Mungkin di luar
pengetahuannya masih ada segudang perempuan lain.
Laki-laki busuk seperti ini kenyataannya adalah ayah dari janin
dalam rahimnya, penguasa alam sungguh tidak adil terhadap dirinya,
Kalau saja dia menolak untuk melakukan yang kedua atau ketiga
kalinya, mungkinkah benih ini akan tumbuh dalam perutnya"
Namun apakah memang semuanya kesalahan penguasa alam
saja" Apakah dirinya sendiri tidak mengambil bagian dalam musibah
ini" Setiap kali teringat kata-kata Kiau Bu Suang setelah bermesraan
dengannya, hati kecilnya semakin benci, Sekali lagi dia meludah, Kali
ini tepat di wajah mayat itu. Setelah itu meninggalkan tempat
tersebut tanpa menoleh lagi.
Tadinya dia membawa mayat Kiau Bu Suang dengan niat
memakamkannya dengan baik, sekarang dia tidak perduli lagi. Lakilaki
ini telah menghancurkan hidupnya. Biar mayatnya menjadi


Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

umpan binatang buas. Dia bertekad untuk mencari tabib yang
terkenal untuk menggugurkan kandungannya.
-ooo0ooo- Pek hua lau (gedung bunga putih) adalah sebuah rumah hiburan
yang sangat terkenal di kota ini. perempuan penghibur yang
menghuni di dalamnya tidak kurang dari tigapuluh lima orang, Tapi
yang benar-benar cantik dapat terhitung dengan jari.
Namun ada pepatah yang mengatakan, "Ka hua bo ya hua hiong
(Bunga peliharaan tidak seharum bunga jalanan)" tampaknya
memang benar. Kecuali orang yang sudah berumah tangga juga
berpikir demikian, yang bujangan juga dapat menyalurkan kesepian
hati. Bedanya, kalau yang bujangan berani datang secara terangterangan,
sedangkan yang sudah menikah mengambil jalan
belakang, Soalnya mereka takut bertemu dengan salah seorang
kenalan, Seandainya berita itu tersiar di luaran, bukankah akan
mendapat palang pintu dari sang istri dan mendapat dampratan dari
mertua.." Lentera-lentera baru dipasang ketika dari arah pintu berjalan
masuk seorang laki-laki yang masih cukup muda, Hanya jenggot dan
kumisnya yang tipis membuat tampangnya lebih tua dari usia
sebenarnya. Seorang penyambut tamu segera menghampirinya.
"Apakah Siauya sudah mempunyai kenalan di sini?" sapanya.
"Belum," sahut pemuda itu.
"Kalau tidak keberatan, Siaute boleh memperkenalkan seorang
untuk Siauya, jamin Siauya senang dan puas," kata penyambut tamu
tersebut. Orang yang bekerja dalam bidang ini, paling pandai mengambil
hati, Dia juga pandai merayu para tamu agar tertarik dengan
perempuan yang ada di tempat hiburannya.
"Siau jui bisa diajak bercakap-cakap tentang apa saja. Orangnya
riang dan cerdas. Biasa disebut Khui sim ko oleh para tamu yang
datang, (Khui sim ko artinya buah gembira), yang dimaksudkan
adalah sifatnya yang periang dan dapat menggembirakan hati siapa
saja, Siau hun agak montok, dia diberi gelar Man cheng hui yang
berarti Seluruh ranjang terbang, kata-kata yang menggidikkan bagi
orang yang sopan dan tidak pernah menginjak tempat seperti
itu.Ada lagi satu gadis yang cantik dan menawan, namanya Siau mo
tho. .ih! sebelumnya siaute perlu mengingatkan begitu menariknya
perempuan ini sehingga bisa membuat kaum pria mati gemas," kata
penyambut tamu itu mempromosikan dagangannya.
"Siapa bunga yang tercantik di Kui lau (rumah hiburan) ini?" tanya
pemuda beralis tebal itu.
"Rupanya Siauya sudah sangat berpengalaman tidak mau
memakan daun layu, hanya mau yang segar. Ada... ada. Kalau
sudah melihat, Siauya baru membuktikan bahwa siaute tidak
berdusta, Mari.... siauya ikut siaute ke dalam," kata penyambut tamu
tersebut. Sampai di belakang gedung itu, si penyambut tamu melongok ke
dalam sekejap. Dia menunjuk ke arah sebuah kamar yang tertutup
rapat. "Gadis yang siaute katakan sedang menemani tamu," katanya
menerangkan kepada pemuda tersebut, namun wajahnya
menampilkan senyum berarti ketika tamu itu menyelipkan uang
sebanyak duapuluh tail di tangannya.
Di kota sekecil ini, mau mendapatkan tamu yang begitu royal
sungguh sulit ditemukan. Seorang perempuan tua yang bertindak
sebagai comblang keluar dari ruangan dalam dengan diiringi dua
orang budak. Di belakang mereka ada seorang gadis yang melangkah dengan
gemulai dan wajah tersipu-sipu, Meskipun bukan seorang
perempuan yang cantik sekali, tapi memang sudah termasuk
lumayan, Paling tidak, terlihat bahwa perempuan itu pernah
mengenyam beberapa tahun pendidikan. Kalau tidak, bagaimana
mungkin menjadi bunga di rumah hiburan ini"
"Siauya... perempuan ini adalah salah seorang yang terlaris di sini,
ia sangat pandai menghibur bahkan bisa bernyanyi dengan menari
sekaligus. jangan sampai siauya mengecewakannya," kata mak
comblang itu. "Rupanya kembang di rumah hiburan ini," sahut tamu tersebut.
"Apakah Khek kuan hendak bermalam atau mau khui pua?"
Di daerah Utara mereka memakai istilah khui pua (membuka
piring) yang artinya hanya sekali pakai saja dan tidak menginap.
juga boleh menemani bercakap-cakap dan menyanyi untuk
menghibur sang tamu dihitung dari lamanya waktu.
"Aku sedang kesal. Lebih baik menemani aku bercakap-cakap saja
lebih dahulu, nanti baru kita rundingkan lagi kalau sudah cocok,"
sahut tamu itu. Betapa sebuah pengalaman yang mendelu arkan" pemuda beralis
tebal itu ternyata Siau kiong cu adanya, Maksud hati manusia
sungguh sulit diduga, Dia menyamar sebagai seorang laki-laki dan
berkunjung ke tempat hiburan seperti ini, tentunya dengan maksud
yang tidak mudah diraba. Dia tidak seperti Chow Ai Giok yang dalam kekecewaan
melakukan hal yang merugikan diri sendiri. Bahkan perempuan itu
mungkin hampir tidak percaya apa yang dilakukannya, Di dalam hati
Lu ji, sejak dilepaskan oleh Lian lian sudah mempunyai rencana
tertentu, Hanya saja, saat ini rencananya baru dapat dilaksanakan
Kembang rumah hiburan itu bernama Siau lok. Tubuhnya tidak
seperti para perempuan penghibur yang lain, Kebanyakan tubuh
mereka sudah gembur dan kendor.
Yang satu ini masih kencang dan menawan, Seperti seorang gadis
keluarga baik-baik.Pada umumnya, tulang dan tubuh seorang
perempuan tidak boleh terlalu enteng tetapi juga tidak boleh terlalu
berat, Kalau dibayangkan sungguh sulit menjadi perempuan di masa
itu, Semua yang dilakukan oleh perempuan pada zaman itu ada
peraturannya. Begini tidak, begitu tidak boleh.
"Apakah kongcu bukan penduduk setempat?" tanya Siau lok.
"Bukan." sahut Siau kiong cu.
"Dan kongcu juga datang untuk tidur dengan seorang perempuan
hanya sebagai alasannya saja bukan?" tanya Siau lok kembali.
"Apa maksudmu?"
"Karena kau satu jenis dengan aku," sahut Siau lok sambil tertawa
terkekeh-kekeh.Siau kiong cu tersipu malu.
"Rupanya kau sudah tahu kalau aku seorang gadis yang
menyamar," katanya. "Perempuan memang tidak ada setitik pun mirip dengan laki-laki.
Kita kan sesama perempuan, tentu lebih mudah mengenali," sahut
Siau lok. "Pandanganmu sungguh tajam. Coba kau terka, perempuan
macam apa aku ini?" tanya Lu ji.
"Kau tentunya gadis kaum bangsawan atau paling tidak keluarga
terkemuka, pasti tidak sama dengan kami yang berleburan debu,"
sahut Siau lok. "Begitu yakin?" tanya Lu ji tersenyum "Kami sudah melihat
berbagai macam manusia di dunia ini, Apalagi kami memang terlahir
dalam keluarga tidak mampu dan kekurangan. Kami paling kagum
melihat putri bangsawan atau keluarga kerajaan. Kami sering
memperhatikan segala tindak tanduk dan kelakuan mereka, Kalau
bisa, kami ingin menirunya semirip mungkin. Kadang-kadang, para
cici di sini suka mengejek.Kata mereka "Toh sama-sama perempuan,
apa yang harus disombongkan?" sebetulnya, biar bagaimana pun
tidak dapat di-samakan. Seorang perempuan yang berlumur debu
seperti kami kalau melangkah di tengah jalan, siapapun akan
mengenali," kata Siau lok.
"Aku lihat cici ini juga bukan dari keluarga sembarangan pasti
pernah mengenyam sekolah yang cukup lama," kata Siau kiong cu.
Perempuan penghibur itu tiba-tiba menarik nafas
panjang.Perempuan yang pekerjaannya menghibur laki-laki paling
pandai mengarang cerita bohong. pertama untuk menutupi rasa
rendah diri mereka, kedua supaya tamu yang mendengar merasa
kasihan kepada mereka, Tetapi, Siau kiong cu tahu kalau Siau lok
tidak berbohong.Orang tuanya sudah sejak lama meninggal siok-siok
(paman) nya merampas harta benda keluarga mereka, Tidak lama
kemudian Piauko (kakak misan) nya yang pengangguran dengan
sembunyi-sembunyi menjualnya ke sebuah rumah hiburan.
"Moaycu, kau datang ke tempat seperti ini dengan maksud apa?"
tanya Siau lok. "Cici, aku ingin memohon nasihatmu," sahut Lu ji.
"Bagaimana aku berani memberi nasihat untukmu?" tanya Siau
lok. "Cici,tidak usah rendah diri, Sudah berapa lama cici berada di
tempat ini?" "Tiga tahun lebih, tapi aku belum pernah menjajakan diri, Palingpaling
hanya menemani minum dan bersyair, Pada mulanya aku
hampir saja membunuh diri karena peristiwa ini," sahut Siau lok.
"Aku percaya, Cici, mohon tanya, bagaimana baru bisa
mencengkeram hati seorang laki-laki?" tanya Siau kiong cu.Rupanya
itulah maksud kedatangannya.
Perempuan penghibur itu seakan sedang diujinya, Laki-laki terdiri
dari banyak jenis, Hubungan antara laki-laki perempuan juga
bermacam-macam.Siau lok tertawa merdu.
"Rupanya maksud Moi moi datang kemari untuk urusan ini?"
Lu ji menganggukkan kepalanya dengan wajah merah padam.
"Moi moi seharusnya menerangkan lebih jelas, Lagipula aku
kurang berpengalaman dalam hal yang satu ini," kata Siau lok sambil
tersenyum. "Cici terlalu sungkan," Siau kiong cu lalu menceritakan semua
pengalaman yang dialaminya. Bagaimana dia bertemu dengan Kwe
Po Giok. Juga ketika ayahnya yang tercinta mati dibunuh oleh
seorang musuh sampai dia tertawan di tangan Lian lian.
Sebetulnya dia tidak mempunyai janji apa-apa dengan Kwe Po
Giok, almarhum ayahnya juga tidak meminta mereka mengikat diri,
Namun dia tahu, di dalam hati orang tua itu merasa bahwa kedua
remaja itu saling tertarik, juga menganggap mereka pasangan yang
serasi. Akhir-akhir ini dia sering merenung kisah asmaranya dengan
pemuda itu. Apalagi ketika dirinya dikurung di ruangan bawah tanah
oleh Lian-lian. Dia memang mempunyai banyak waktu untuk
berpikir. Dia merasa Kwe Po Giok terlalu membanggakan dirinya
sebagai Sin tong. Dia sering mengucapkan kata-kata itu di hadapannya, Nada
suaranya membawa kesan sombong. sebetulnya sebuah pujian
seharusnya keluar dari mulut orang lain bukan dari mulut sendiri.
Siau kiong cu juga merasa, entah benar tidak Kwe Po Giok sudah
dipanggil Sin tong sejak usia tiga tahun, tapi apa yang dilihatnya
sekarang sama sekali jauh dari kenyataan.
Karena dia sudah menunjukkan seluruh kiam sut dari rangkaian
bunga, bahkan dia mengulangi berkali-kali, tetapi yang paling
sederhana saja sulit dicernanya.
Sebaliknya, dia merasa Sun Put Ge diam-diam menyimpan
pengertian yang dalam, rendah diri, hatinya lembut, daya
tangkapnya akan suatu pelajaran sungguh mengejutkan.
Secara sembunyi-sembunyi, dia pernah melihat Sun Put Ce dan
Bwe Mei mendiskusikan ilmu peninggalan Tang hay sin sian,
Pengertiannya sudah hampir mencapai ayahnya, hanya prakteknya
yang belum lancar. sedangkan Kwe Po Giok yang mendapat
bimbingan langsung belum mencapai taraf tersebut.
Kebanyakan, kaum perempuan lebih menyukai laki-laki yang
penampilannya biasa-biasa saja, namun menyimpan kecerdasan di
dalam, Bukan tong kosong yang hanya nyaring bunyinya, Tentu
Pedang Ular Mas 18 Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen Kisah Pedang Di Sungai Es 12

Cari Blog Ini