Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo Bagian 15
dari itu, sekali lihat saja ia tahu bagaimana harus melayani
lawannya. Pedang pinjaman di tangannya digerakkan
parlahan namun mengandung dua macam tenaga yang tepat
menghadapi tenaga dayung lawan. Lima kali dayung itu
dapat disambut pedang, di waktu mempergunakan tenaga
Yang-kang, terdengar suara nyaring dan bunga api berpijar
di waktu bertemu tenaga Im-kang, tidak ada suaranya
seperti dua barang lunak akan tetapi setiap kali membuat
Huang-ho Sin.jin menderita pukulan he bat. Pertemuan
tenaga Yang-kang membuat ia me rasa panas seluruh
tubuhnya dan tergetar mundur, sedangkan pertemuan
tenaga Im-kang mombuti kakek itu mengstigil kedinginan
dan ke dua kakinya lemas. Ini menandakan bahwa dalam hal
tenaga, Sin Hong yang lebih muda itu masih jauh
mengatasinya. Sin Hong yang selalu inenghormati orang lebih tua,
membiarkan kakek itu menyerangnya sampai tiga puluh
jurus, ia hanya mempergunakan kelincahannya mengelak
dan kadang-kadang menangkis tanpa balas menyerang.
Setelah tiga putuh jurus lewat, ia meras a bahwa sudah
cukup ia mengalah, lalu katanya, "Sahabat, maafkan
pe dangku !" 27 Tiba tiba pedang itu berubah menjadi segulung sinar
menyilaukan mata dan Huang-ho Si an.jin sampai be rseru
kaget. Baru sekarang ia menyaksikan ilmu pedang yang luar
biasa sekali, Ilmu Padang Pak-kek Kiam sut yang tiada
taranya di dunia ini. Lebih dari tujuh belas pucuk sinar
pedang seperti api bernyala menjilat-jilatnya, sukar
ditentukan dari mana arah penyerangannya, kelihatan
kacau balau Namun teratur sekali demikian baik teraturnya
hingga tiap serangan menuju ke arah j alan darah yang
pe nting ! Sebentar saja Huang-ho Sian jin sudah tak berdaya lagi.
Ia menjadi pening, dayungnya hanya diputar-putar tidak
karuan dalam usahanya melindungi tubuhnya, lalu ia
berte riak-teriak. "Hebat...... cukup ....... cukup. Kalau ini bukan Wan
taihiap, bengcu yang tersohor, aku si bodoh tidak tahu lagi
kau siapa !" Wan Sin Hong menahan pedangnya, me ngembalikannya
kepada Pek Lian sambil mengucapkan terima kasih
kemudian berkata pada Huang-ho Sian-jin.
"Nama besar Huang-ho Sian-jin bukan kosong belaka,
aku Wan Sin Hong merasa girang dapat berkenalan." Ia lalu mengangkat tangan memberi hormat.
Huang-ho Sian-jin tertawa bergelak, "Ha-ha-ha! Kalau
tidak bertempur mana bisa saling mengenal" Sekarang aku
tahu mengapa Wan taihiap tidak menge luarkan pedangnya
Pak-kek-s in-kiam yang tersohor. Kare na, hendak
menyembunyikan keadaan diri sendiri. Ha-ha-ha......!" Kakek
itu lalu menoleh kepada dua orang anaknya, Ang Lian dan
Pek Lian gadis berpakaian pria sambil berkata, "Hayo kalian memberi hormat kepada Wan Sin Hong taihiap yang dulu
terke nal dengan sebuta Wan-bengcu."
Dua orang anak dara itu me mang ce rdik. Sudah lama
mereka mendengar nama besar Wan Sin Hong disebut ayah
28 mereka, kini setelah be rhadapan mereka segera
menjatuhkan diri berlutut dan Pek Lian berkata, "Kami
kakak beradik mohon petunjuk dari taihiap."
Sin Hong tersanyum dan juga tercengang karena baru
sekarang ia mendapat kenyataan bahwa "pemuda" yang ia pinjam pedangnya itu ternyata se orang gadis pula.
"Kalian sudah memiIiki kiam-hoat bagus, belajar apa lagi
?" Terdengar Huang-ho Sian-jin berkata sambil menarik
napas panjang dan berkata dengan suara sungguh-sungguh,
"Kiam hoat apakah yang bagus" Kalau bukan Wan "taihiap
yang menaruh kasihan dan bermurah hati memberi
pe tunjuk, habis siapa lagi " Harap saja Wan taihiap tidak
terlalu pelit." Ia mengangkat kedua tangan menjura dungan hormat,
Menghadapi permintaan yang sungguh-sugguh dari ayah
dan anak ini, Wan Sin Hong merasa tidak enak kalau tidak
menuruti. Tangan kanannya bergerak, sinar terang
menyilaukan mata ketika Pak-kek-s in-kiam berada di
tangan. "Kim-hoat dimiliki karena jodoh. Entah nona-nona
berjodoh atau tidak, silakan melihat baik-baik !" sete lah be rkata demikian, Sin Hong menggerakkan pedangnya dan
dengan perlahan ia mainkan Soan-houg-kiam-hoat (Ilmu
Pedang Anglo Puyuh) yang dulu ia pelajari dari Luliang
Ciangkun. Tentu saja ia tak mau menurunkan Ilmu Pedang
Pak kek kiam-sut karena selain ilmu pedang ini tidak boleh
diturunkan pada sembarang orang, juga untuk mempelajari
ilmu pedang ini membutuhkan dasar-dasar yang amat kuat
dan amat sukar dipelajari!
Sampai tiga kali Sin Hong mengulang permainannya di
depan dua orang gadis Huang-ho Sian jin yang tahu aturan
kang-ouw. memerintahkan anak buah bajak untuk berdiri
29 membelakangi tempat latihan itu, bahkan dia sendiri juga
tidak mau melihat. Setelah mainkan pedangnya tiga kali ditonton penuh
perhatian oleh Pe k Lian dan Ang Lian, Sin Hong berhenti
bermain berkata, "Cukup sekian dan selanjutnva tergantung dari jodoh
dan bakat." Dua orang gadis itu berlutut menghaturkan terima kasih
lalu pergi dari situ mencari tempat sunyi untuk mengingat
dan mempelajari il mu pedang yang terdiri dari tujuh belas
jurus itu. Sedangkan Huang-ho Sian-jin dengan wajah
girang berseri mempersilakan Sin Hong untuk singgah di
tempat kediamannya, yaitu di sebuah perabu besar untuk
menerima penghormatan dan jamuan. Akan tetapi Sin Hong
menolak dan menyatakan bahwa ia masih mempunyai
banyak urusan. Kemudian ia teringat akan kedudukan
Huang-ho Sian-jin se bagai bajak sungai yang malang
melintang se panjang Sungai Huang-ho dan tentunya juga ia
pernah kel uar berlayar di lautan dan mengenal keadaan
pulau-pulau di sebelah selatan.
"Siauw-te ada sebuah urus an dan mengharapkan
bantuan lo enghiong," katanya.
Wajah Huang-ho Sian jin be rseri. "Tentu saja lo-hu suka sekali membantumu. Wan-taihiap. Entah urusan apakah
gerangan dan bantuan apa yang dapat kuberikan?"
"Hanya sebuah keterangan dari lo-enghiong. Aku se dang
mencari sebuah pulau di laut selatan, pulau yang bernama
Pek-houw to (Pulau Hariman Pati h), entah lo enghiong
mengenal atau tidak?"
Wajah yang berseri dari kakek itu segera berubah,
keningnya berkerut dan untuk sejenak ia memandang
kepada Sin Hong dengan mata tajam.
30 "Kiranya taihiap juga mengalami gangguan me reka" Iblisiblis itu belum lama tinggal di Pe houw to, akan tetapi sudah membikin kacau banyak orang. Terutama sekali penduduk
di sekitar pantai selatan. Aku sendiri se dang bersiap-siap
untuk nekat menyerbu ke sana, biarpun aku tahu bahwa
mereka terdiri dari orang-orang berhati iblis yang amat ke ji dan berkepandaian tinggi sekali.
"Aku tidak tahu siapa yang kaumaksudkan dengan
mereka itu, lo e nghiong. Akan tetapi terus terang saja, aku
mercari seorang tosu kaki buntung bernama Lo-thian-tung
Cun Gi Tosu......" "Celaka......!" Huang-ho Sian-jin berseru kaget
mendenpar nama ini. "Jadi diakah gerangan orangnya"
Sudah kudengar bahwa pemimpin iblis itu adalah seorang
kakek buntung kaki kanannya akan tetapi siapa kira adalah
Lo-thian-tung Cun Gi Tosu. Pantas saja banyak anak
buahku tewas !" Huang-ho Sian jin lalu bercerita bahwa memang di pulau
itu tinggal banyak orang di dipimpin oleh seorang kakek
buntung. Kakek itu sendiri jarang sekali kelihatan keluar
dari Pulau Pek-houw-to, akan tetapi banyak anak buahnya
melakukan gangguan gang guan kepada rakyat dan nelayan
di sekitar daerah itu terutama di pantai daratan Tiongkok.
"Beberapa kal i anak buahku mencoba untuk menegur
mereka," Huang-ho Sianjin melanjutkan pe nuturannya.
"Kami biarpun tergolong kaum bajak, namun kami
melakukan parampasan bukan semata menggendutkan
perut sendiri. Di samping untuk makan anak buah kami
yang hanyak jumlahnya, semua sisa hasil pembajakan selalu
kupergunakan unt uk me nolong rakyat yang sedang
menderita kekurangan. Maka sepak terjang pebghuni Pek
houw-to itu memarahkan hati anak buah dan mere ka
mene gur. Celakanya, mereka tidak suka ditegur sehingga
terjadi pertempuran dan selalu pihak anak buahku yang
menderita kekalahan. Selama ini aku bersabar saja sampai
31 akhirnya kumendengar mereka itu banyak melakukan
pe nculikan anak-anak gadis di pantai. Ini melewati batas
dan aku sudah merencana persiapan untuk menyerbu ke
sana dan merobohkan pemimpinnya. Tidak tahunya,
pemimpinnya adalah Lo thian-tung Cun Gi Tosu! Aku bisa
apakah terhadap dia ?"
"Lo-enghiong jangan khawatir. Biarkan aku menghadapi
kakek buntung yang telah menculik dan aku hanya minta
bantuan lo enghiong untuk mengantarku ke sana se bagai
petunjuk jalan," kata Sin Hong.
"Mana bisa begitu" Aku akan mengawani taihiap dan
mari kuantar taihiap mendarat di sana. Akupun tidak takut
menghadapi Lo-thian-tung Cun Gi Tosu, sungguhpun dia
terkenal sakti !" Cepat Huang-ho Sian-jin memberi perintah kepada anak
buahnya untuk menyediakan sebuwh pe rahu terbaik dan
menyuruh pergi. Kemudian ia bersama Sin Hong mulai
melakukan pelayaran, keluar dari Sungai Huang ho
memasuki perairan laut dan terus berlayar ke selatan. Tidak
mengecewakan Huang-ho Sian jin dianggap datuk para
bajak, kepandaiannya mengemudi perahu dan berlajar
memang hebat sekali. Perahu berlayar cepat dan dalam tiga
hari mereka s udah tiba di tempat tujuan.
Pek-houw-to terletak tak jauh dari pantai di antara
sekumpulan pulau-pulau lain. P ulau ini tidak kelihatan
istimewa, hanya kalau dilihat dari jauh memang agak
keputihan bentuknya seperti binatang harimau mendekam.
Oleh karena bentuk dan warna inilah maka disebut Pek
houw to atau Pulau Harimau P utih.
Hari telah menjadi senja ketika perahu dua orang
pendekar itu tiba di kepulauan Itu. Keadaan di situ benarbenar sunyi, tidak kelihatan sebuahpun perahu nelayan.
Padahal dae rah ini terkenal banyak ikannya.
32 "Kaulihat sendiri, taihiap. Tak seorangpun nelayan berani mencari ikan di sini, pada dahulu di s ini amat ramai. lni
tandanya betapa ganas orang-orang jahat itu mengganggu
ketenteraman para nelayan"
Sin Hong hanya mengangguk dan minta kepada kakek
itu untuk melanjutkan palayaran ke pulau itu. Perahu terus
didayung mendekati pulau dan setelah dekat nampak bahwa
di antara pulau-pulau itu, hanya Pek houw-to yang kelihatan
ada rumah-rutnahnya. Wuwungan rumah nampak
menjulang tinggi di antara batu-batu karang dan pohonpohon. Perahu di daratkan dan mereka melompat ke darat
dengan hati-hati . Setelah perahu ditambatkan pada batang
pohon, Sin Hong berkata, "Harap lo-enghiong suka menanti
di saja. Aku akan naik dan menyelidiki ke tengah pulau."
Maklum bahwa kepandaiannya memang tdak dapat
mengimbangi Sin Hong. Huang- ho Sin-jin mengangguk dan
mene rima pesan ini tanpa membantah. Akan tetapi setelah
ia me lihat bayangan Sin Hong berkelebat lenyap menuju ke
jurusan kiri, iapun lalu menyusup di antara tetumbunan
menuju ke kanan, untuk melakukan penyelidikan sendiri.
Tentu saja seorang gagah perkasa seperti kakek ini yang
disegani di antara para bajak, merasa tidak enak sekali
kalau hanya dijadikan tukang turggu atau tukang perahu.
Biarpun ke pandaiannya tidak setinggi Wan Sin Hong,
namun ia tidak takut menghadapi kakek buntung dan
kawan-kawannya ! Belum lama Huang ho Sian-jin berjalan mengendap di
antara pohon-pohon, berindap-indap ia mengintai dengan
hati- hati, ia mendengar makian orang dan angin pukulan,
tanda bahwa ada dua orang pandai bertempur. Ce pat ia
manyelinap di balik pohon dan menghampiri tempat itu,
mengintai. Dilihatnya dua orang pemuda tengah bertempur
seru. Mereka ini adalah se orang pemuda yang berenjata
sepasang ranting kayu dan pemuda ke dua se njatanya
33 mengerikan yaitu sebuah tulang Iengan kering di tangan kiri
dan seekor ular kecil putih di tangan kanan ! Pemuda
bersenjata ranting itu terus terdesak mundur oleh Iawannya
yang ternyata lebih lihai. Namun ia melawan dengan nekat
sekali, ia tidak memperdulikan ejekan dan sikap lawan yang
tertawa-tawa. "Ha ha-ba, Wan Sun bocah tolol. Apakah kau masih tidak
mau menyerah" Isterimu sudah tertawan dan kau sendiri
sudah tak berdaya. Dengan pedangmu saja kau tidak
mampu melawanku. Apa lagi dengan ranting" Ha ha jangan
kau bersikap goblok. Ayah masih berlaku murah dan
melarang kau dibunuh. Kalau tidak begitu, apa kaukira
sekarang kau tidak akan menjadi setan t ak berkepala dan
isterimu sudah menjadi milikku ?"
"Keparat jahanam Liok Cui Kong! Kau sudah membunuh
ayah dan ibu mertuaku, secara keji menyebar maut di Kimbun to, kau kira aku sudi mendengar omonganmu " Mari
kita mengadu nyawa, aku tidak takut !" Setelah berkata
demikian, Wan Sun menyerang makin hebat. Dia adalah
murid Ang jiu Mo Ii, tentu saja kepandaiannya tidak rendah.
Biarpun pe dangnya sudah terampas oleh Cui Kong dan
sekarang ia hanya mempergunakab dua ranting kayu,
namun ini masih merupaken senjata yang berbaya bagi
lawan. Bagaimana Wan Sun bisa berada di pulau itu dan
bertempur melawan Cui Kong" Seperti pernah diceritakan,
setelah melangsungkan pernikahannya dengan Coa Lee
Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Goat, Wan Sun mengajak isterinya untuk pergi ke utara dan
mencari adiknya, Wan Bi Li. Setelah menikah, tentu saja
cinta kas ih Wan Sun terhadap Bi Li berubah menjadi cinta
kasih kakak terhadap adiknya. karena memang dia tidak
beradik dan Bi Li selain tidak bersauaara, juga telah menjadi anak yatim piatu seperti juga dia sendiri. Kalau teringat
akan keadaan Bi Li, sedihlah hati Wan Sun. Ia ingin bertemu
dengan adik angkatnya itu, ingin menarik Bi Li tinggal
34 bersama dia dan kelak mencarikan pasangan yang setimpal
untuk adiknya itu. Lee Goat maklum akan perasaan sayang
adik dari suaminya ini, maka ia setuju untuk pergi mencari
Bi Li. sekalian berbulan madu sebagai pengantin baru.
Akan tetapi, setelah berbulan-bulan merantau di utara
dan mencati-cari, usaha Wan Sun sia-sia belaka. Tak
seorangpun manusia tahu ke mana perginya Bi Li. Gadis itu
lenyap tanpa meninggalkan jejak. Wan Sun menjadi berduka
sekali. Lee Goat yang melihat kedukaan suaminya, lalu
menghiburnya dan mengajaknya pulang saja ke Kim-bun to.
"Biar nanti ayah membantumu. Jika ia memberi surat
kepada para ketua partai besar minta bantuan mereka,
mustahil adik Bi li tidak dapat ditemukan" Ayah mempunyai
hubungan dengan semua orang kangouw di empat penjuru
dan kalau semua orang kang-ouw membantu mengamatamati tentu segera akan ada berita di mana adanya adik Bi
Li," kata Lee Goat dengan suara menghibur. Wan Sun
menganggap kata-kata isterinya ini tepat juga, maka dia pun
menurut. Akan tetapi, sipa kira, sesampainya si Kim-bun-no,
bukannya menerima hiburan bahkan mendengar berita yang
hebat menghancurkan hati mereka. Yang menyambut
kedatangan mereka hanya Hwa Thian Hwesio. Melihat
sepasang suami isteri ini datang, Hwa Thian Hwesio
menyambutnya dengan air mata bercucuran. Tentu saja Lee
Goat dan Wan Sun terkejut sekali.
"Lo.suhu. ..... mengapa lo-suhu menangis. Mana ayah
dan ibu, mana bibi Li Hwa dimana semua orang" Mengapa
begini sunyi?"?" Lee Goat menole h ke sana ke mari dan
merasa berdebar hatinya, tidak melihat siapa-siapa di situ.
Juga Wan Sun mendapat firasat tak enak, wajahnya sudah
menjadi pucat ketika ia melihat hwesio itu menangis terisakisak seperti anak kecil. "Hwa Thian lo-suhu, harap suka berce rita trus terang.
Apakah yang telah terjadi ?"
35 Hwesio itu akhirnya dapat menenangkan diri. Ia
menyusuti air mata dengan ujung lengan bajunya yang
lebar, lalu memandang kepada Lee Goat sambil berkata
kepada Wan Sun. "Kongcu, jagalah isterimu baik-baik sementara
mendengar ceritaku."
Wan Sun segera menggandeng lengan isterinya, hatinya
berdebar karena ia maklum bahwa tentu telah terjadi
malapetaka hebat di Kim-bun to. Adapun Lee Goat seketika
menjadi pucat sekali dan suaranya serak ketika ia bertanya,
"Lo-suhu, ceritakanlah, ada apa?""
"Beberapa bulan yang lalu, pinceng kebetul an sekali
datang berkunjung ke sini bersama sahabatku Ouw Beng
Sin, tiba-tiba datang Liok Cui Kong putera Liok Kong Ji.
Pemuda jahat itu mengamuk dan dia lihai bukan main.
Biarpun dia dikeroyok, tetap tetap saja menyebar maut.
Selain Ouw Beng din dan seorang pelayan tewas, pinceng
dan Hui-eng Niocu Siok Li Hwa terluka hebat, juga Coe-sicu
dan isterinya tewas....... "
Lee Goat menjerit. Wan Sun cepat memeluknya dan
nyonya muda ini pingsan dalam pelukan suaminya. Air mata
bercucuran dari sepasang mata Wan Sun, giginya berkerotkerot, akan tetapi tak sedikitpun suara keluar dari
mulutnya. Dengan menekan goncangan dalam dada sendiri,
ia memondong isteri nya dan membawanya ke dalam kamar,
di mana Lee Goat dibaringkan dan dirawat.
Menjelang tengah malam baru Lee Goat siuman dari
pingsannya, menjerit-jerit nyaring "Liok Cui Kong bajingan besar! Aku harus bunuh kau! Aku akan mencabut
jantungmu dipakai sembahyang !" berkali-kali ia menjerit menangis sedih. Baiknya Wan Sun pandai sekali
menghiburnya, dan menjanjikan untuk segera mencari
musuh besar itu dan membalas dendam. Akhirnya Lee Goat
terhibur juga. Segera setelah melakukan sembahyang di
depan makam ayah bundanya sambil menangis
36 menggerung-gerung, Lee Goat mengajak s uaminya pergi lagi
mencari jejak Cui Kong! Akhirnya mereka mendenger bahwa orang yang dicari itu
be rada di selatan, di Pulau Pek-houw-to. Tanpa mengenaI
lelah dan bahaya, kedua suami isteri ini menyusul ke sana
menyeberang dan dengan nekat lalu menyerbu.
Penyerbuan dua orang muda ini mendatangkan rasa geli
dalam hati Cui Kong, kagum dalam hati Cun Gi Tosu, dan
girang dalam hati Liok Kong Ji. Cui Kong merasa geli karena
meli hat dua orang muda yang kepadaiannya belum berapa
tinggi berani main-main di depan mulut gua harimau, Cun
Gi Tosu kagum menyaksikan keberanian suami isteri muda
ini dan Liok Kong Ji merasa girang oleh karena munculnya
dua orang muda ini me mberi kesempat an baginya untuk
menghadapi musuh-musuh besarnya yang ia takuti yaitu
Sin Hong dan Tiang Bu. Kalau saja ia dapat menawan dua
orang ini, tentu ia dapat menebus keselamatannya dengan
jiwa mereka ! De mikianlah, tanpa banyak cakap lagi Kong Ji
memberi perintah kepada Cui Kong untuk me nangkap dua
orang muda itu hidup-hidup.
Lee Goat sendiri biarpun kepandaiannya tinggi dan kiamhoatnya lihai karena ia murid Wan Sin Hong, namun tentu
saja berhadapan dengan Liok Kong Ji ia marupakan
makanan lunak. Belum sampai tiga puluh jurus, nyonya
muda ini sudah terkena totokan yang lihai , jatuh lemas dan
menjadi tawanan. Wan Sun didesak mundur terus oleb Cui Kong. Biarpun
ke pandalan Wan Sun tadinya s udah hampir setingkat
dengan Cui Kong, akan tetapi akhir-akhir ini Cui Kong
mendapat kemajuan hebat dan kini Wan Sun masih kalah
sedikitnya dua tingkat ! Dengan senjatanya yang aneh, Cui
Kong mendes ak Wan Sun yang masih melakukan
perlawanan mati-matian. Ketika Wan Sun mengge rakkan pedangnya dengan hebat
untuk mamatahkan lengan ke ring yang mengerikan itu, Cui
37 Kong berkata sambil tertawa, "Awas, hati-hati sedikit. Kalau
tidak, pedangmu akan mematahkan lengan tangan adikmu
sendiri. Lihat baik-baik, ini lengan tangan Wan Bi Li, apa
kau tidak mengenal lagi ?"
Dapat dibayangkan betapa kagetnya Wan Sun mendengar
ini dan tanpa terasa gerakannya menjadi lambat dan tahutahu ia kehilangan pedangnya yang kena dirampas oleh Cui
Kong. Namun Wan Sun bukan orang penakut. Ia melawan
terus dengan sepasang ranting pohon yang ia pungut dari
bawah pohon, lalu melawan mati-matian.
Pada saat itulah Huang-ho Sian-jin muncul dan
mengintai. Mendengar ucapan Cui Kong yang ditujukan
kepada Wan Sun tadi, tahulah kakek ini siapa yang harus ia
tolong. Tadinya ia ragu-ragu karena ia tidak mengenaI dua
orang muda yang sedang bertempur itu. Akan tetapi, ucapan
Cui Kong cukup meyakinkan bahwa dia harus membantu
pemuda bersenjata sepasang ranting itu.
"Orang muda, jangan takut, l o-hu datang membantumu!"
seru kakek itu dan dayungnya sudah datang menyambar
kepala Cui Kong dengan kemplangan yang mematikan.
Cui Kong terkejut sekali dan cepat me lompat ke belakang
menghindarkan diri dari sambaran dayung yang bukan main
kuatnya itu. "Eh... eh, kau ini orang tua gila dari mana datang-datang
menyeraog orang " Kau siapa dan ada permusuhan apa
dengan aku?" teriak Cui Kong, mendongkol dan kaget.
Huang-ho Sian-jin penasaran sekali. Kepandaiannya
tinggi, serangannya tadi adalah serangan maut yang sukar
dihindarkan, namun pemuda yang membawa lengan kering
dan ular itu sekali melompat telah dapat menyelamatkan
diri. "Pemuda jahat, tentu kau yang selama ini menyebar
kejahatan! Aku Huang-ho Sian-jin datang untuk membalas
kematian beberapa orang anak buahku." Setelah berkata
38 demikian, kembali kakek ini menyerang dengan dayungnya.
Melihat datangnya bala bantuan, Wan Sun timbul kembali
semangatnya dan ikut mendesak.
Sibuklah sekarang Cui Kong menghadapi gelombang
serangan dua orang lawannya yang tak boleh dipandang
ringan ini. Ia sama sekali tak boleh berlaku gegabah.
Terutama se kali me nghadapi dayung Huang-ho Sian-jin, Cui
Kong tak dapat menangkis, hanya mengelak jauh ke sana ke
mari menghindarkan diri dari jangkauan dayung yang
panjang dan be rat it u. Kalau ia berusaha bertempur merapat
datok bajak itu Wan Sun manyambutnya, kalau manjauh,
kakek itu menggempurnya. Cui Kong tahu bahaya. Ia cepat bersuit keras melepas
suara isyarat bahaya kepada kawan-kawannya. Untung
baginya, pada saat it u Kong Ji berada di tempat yang tidak
berapa jauh. Beberapa menit kemudian muncullah Liok
Kong Ji di gelaoggang pertempuran.
"Anak bodoh, kalau masih belum mampu membekuk
Wan Sun?" Kong Ji mengomel.
"Kake k bajak Huang-ho ini datang mengacau, ayah," Cui
Kong membela diri. Kong Ji melompat ke tengah dengan tangan kosong. Tiga
kali tangannya bergerak dan dilain saat Wan Sun sudah
roboh tertotok dan ditawan oleh Liok Kong Ji yang sekarang
memiliki kepandaian amat lihai itu.
"Jadi kau ini orang tua yang disebut Huan-ho Sian jin ?"
tanya Kong Ji penuh perhatian.
Huang- ho Sian j in sudah mendengar dari Sin Hong
tentang Liok Kong Ji dan Cui Kong. Tent ang Liok Kong Ji,
memang sudah lama ia mendengar nama busuknya. Ia
menunda dayungnya, memandang tajam lalu
membentak."Hemm kau tentu Liok Kong Ji si Manusia Iblis!
Pantas saja daerah ini menjadi kacau dan tidak aman tidak
39 tahunya di samping manusia manusia jahat ada kau iblis,
yang bersembunyi!" Liok Kong Ji tersenyum. Kakek ini ilmu dayungnya boleh
juga, pikirnya. Tidak ada salahnya untuk menguji Cui Kong.
"Cui Kong, gempur dia!"
Cui Kong memang sudah merasa gemas sekali. Kalau
tidak datang kakek itu tentu ia tak mendapat tegoran
ayahnya dan sekarang setelah Wan Sun tertawan, ia dapat
melayani kakek itu dengan leluasa. Ia mengeluarkan s uara
keras dan tubuhnya melayang, ular dan tangan itu
bergantian berge rak menyerang. Dua macam senjata ini ada
keistimewaan masing-masing. Ular itu amat berbahaya
karena sekali saja manggigit akan merobobkan lawan
dengan bisanya yang lihat. Tangan kering yang tadinya
menjadi lengan Bi Li itupun tidak kalah hebatnya. Selain
dipergunakan untuk mengemplang dan menotok, juga
terutama sekali lengan kering ini mendatangkan hawa yang
menyeramkan pada lawan yang kurang kuat batinnya.
Namun Huang-ho Sian-jin seorang tokoh kang.onw yang
sudah banyak makan asam garam dunia dan sudah banyak
sekali menghadapi banyak pertempuran besar, tidak menjadi
gentar. Dayungnya menyambar-nyambar bagai naga hitam
mengamuk, sedtkitpun tidak mau memberi kesempatan
kepada lawannya untuk mendekatinya. Sebaliknya, Cui
Kong mempergunakan kelibcahannya untuk bertempur dari
jarak dekat, karena hanya dengan pertempuran jarak dekat
saja ia akan peroleh kemenangan dan kakek yang
kepandaiannya sudah menginibangi tingkatnya sendiri itu.
Pertempuran berjalan seru, seorang menjaga supaya
perte mpuran terjadi dengan jauh, yang seorang lagi
berusaha merobah kedudukan menjadi pertempuran jarak
dekat. Kalau kadang-kadang Cui Kong berhasil, Huang- ho
Sian-jin merobah permainan dayungnya, dipegang di tengahtengab sehingga rupakan toya atau sepasang senjata
pendek, akan tetapi ia segera mendesak lagi supaya dapat
40 menggunakan dayungnya sebagai senjata panjang yang
dipakai menyerang dari jauh. Mereka mempe rebutkan
kedudukan dan pertempuran berjalan seru, ramai dan lama.
Puluhan jurus berlalu tak terasa.
Kong Ji mendongkol sekali. Semenjak melihat keli haian
Tiang Bu puteranya yang sejak itu ia menjadi tidak sabar
melihat Cui Kong dianggapnya amat bodoh. Tentu saja kalau
menghendaki pute ra angkatnya ini se bagai Ti ang Bu, ia
mengimpi jauh. Untuk melampiaskan kekece waannya
melihat Tiang Bu yang saat itu menolak untuk menjadi
puteranya, ia menumpahkan kemendongkolan hatinya
kepada Cui Kong. Sering kali pemuda ini dimaki-maki goblok
dan bodoh, akan tetapi terus ia menurunkan kepandaiannya
kepada Cui Kong. Sekarang melihat Cui Kong tak dapat
merobohkan Huang-ho Sian-jin, kembali Kong Ji memakimaki sambil memberi petunjuk.
"Totol, jangan bilarkan ujung dayungnya menggertakmu.
Pergunakan Soat lian dan barengi Hok- te-twi !"
Cui Kong cepat bergerak menurut petunjuk ayahnya.
Gerakan Soat-lian adalah dari Soat-te kiam hoat (Ilmu
Pedang Teratai Salju) yang didapat dari kitab Omei-san,
gerakannya lembut namun merupakan inti ilmu ginkang
sehingga tubuh menjadi ringan dan cepat, adapun Hok totwi berarti tendangan mendekam. Dengan dua ilmu ini Cui
Kong menghindarkan diri dari kurungan ujung dayung dan
mengirim tendangan-tendangan tak tersangka ke arah
dayung dan tangan lawan- Me mang hebat rantai serangan
ini. Huang-ho Sian-jin sampai mundur-mundur terdesak
untuk menyelamatkan dayungnya, sementara itu dua
macam senjata di tangan Cui Kong menggantikan
kedudukan pedang dalam gerakan Soat-sian tadi, hebatnya
Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bukan main. Bagaimanapnn juga, tidak mudah merobohkan seorang
tokoh besar se perti Huang-ho Sian-jin, kalau yang
41 merobohkan itu hanya seorang dengan tingkat yang dimiliki
Cui Kong. Pertemputan hebat itn berjalan terus sampai seratus
jurus dan masih belum dapat dibilang Cui Kong menang di
atas angin walaupun selalu diberi petunjuk oleh Kong Ji.
Tiba tiba dari jurusan tengah pulau terdengar suitan lain
seperti Cui Kong tadi. "Gurumu menghadapi musuh lain !" Kong Ji kaget karena tidak menyangka bahwa masih ada musuh lain yang malah
sudah masuk ke dalam pulau. Ia segera menurunkan tubuh
Wan Sun yang tadi dikempitnya dan dengan beberapa kali
lompatan ia sudah memasuki gelanggang pertempuran.
Kedua tangannya bergerak memukul dengan tenaga Tin-sankang secara hebat. (Bersambung jilid ke XXII)
42 (PEK LUI ENG) Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo Scan djvu : syauqy_arr Convert & edit : MCH Jilid XXII "BRAKK!" Dayung patah menjadi dua dan tubuh kakek
itu terlempar, roboh tak sadarkan diri lagi karena hebatnya
pukulan Tin-san-kang. Kong Ji tak memperdulikan lagi
kakek itu, menyambar tubuh Wan Sun dan mengajak putera
angkatnya cepat kembali ke sarang untuk membantu Lothian-tung Cun Gi Tosu menghadapi musuh.
Suitan tadi memang datangnya dari Lothian-tung Cun Gi
Tosu yang sedang berhantam dengan Wan Sin Hong!
Wan Sin Hong yang meninggalkan Huang-ho Sian-jin,
dengan gerakan cepat sekali menghampiri kelompok rumah
di tengah pulau itu dari arah kiri. Ia tidak berani bertindak secara sembrono. Ia tahu bahwa dengan beradanya Leng
Leng di tangan musuh, ia menjadi tak berdaya. Musuh dapat
mempergunakan anak itu untuk melawannya. Oleh karena
itu, yang paling penting adalah merampas kembali anaknya,
baru setelah anaknya ditemukan ia akan memberi hajaran
kepada Lothian tung Cun Gi Tosu si kakek buntung.
Ia sudah merasa heran melihat tidak adanya penjagaan
kuat di dalam pulau itu lebih-lebih herannya ketika ia
1 melihat banyal wanita cantik berada di dalam rumah
terbesar yang berada di tengah-tengah kelompok rumahrumah itu. Tentu di sini tempat tinggal Cun Gi Tosu,
pikirnya. Akan tetapi siapakah wanita-wanita muda cantik
genit yang pakai annya mewah itu" Apakah kakek buntung
seorang gila perempuan dan mempunyai banyak selir" Panas
muka Sin Hong s aking jemu dan marahnya.
Dengan kepandaiannya yang tinggi tak seorangpun di
antara anak buah yang tinggal di rumah-rumah kecil itu
mengetahui kedatangannya. Bagaikan bayangan setan Sin
Hong berhasil memasuki rumah besar. Tidak terlihat lakilaki di situ, hanya sedikitnya ada tujuh orang wanita cantik
dilayani oleh banyak sekali pelayan, lebih sepuluh orang. Ia
tidak berani bertindak sembrono. Kalau sampai ia terlihat
dan wanita-wanita itu menjerit, tentu akan gagal uaahanya
merampas kembali anaknya.
Dengan sabar Sin Hong me nanti sampai meli hat seorang
di antara wanita-wanita cantik itu pergi ke taman belakang
diikuti dua orang pelayannya, wanita ini cantik sekali,
usianya paling banyak tiga puluhan tahun, pakaiannya
mewah dan bi caranya halus. Ragu.ragu hati Sin Hong untuk
menyerang seorang wanita, apa lagi sang wanita yang
demikian cantik dan halus gerak-geriknya. Akan tetapi demi
untuk menolong anaknya, ia menekan perasaannya dan
secepat kilat ia muncul. Sebelum tiga orang wanita itu
sempat menjerit dua orang pelayan sudah tertotok pingsan
dan wanita cantik itu berdiri ditotok urat gagunta.
"Jangan takut, aku hanya ingin bertanya. Kalau kau
bicara terus terang, kau akan kubebaskan," bisik Sin Hong.
Wanita itu membelalakan matanya yang lebar dan
mengangguk. Sin Hong membuka totokannya dan menarik
wanita itu ke tempat gelap. Memang taman itu sudah mulai
gelap dengan bayangan-bayangan pohon.
"Katakan, siapa tinggal di rumah besar ini ?"
2 "Yang tinggal di s ini suami kami, Liok- taihiap yang
berjuluk Tbian-te Bu-tek Tai-hi ap," wanita itu balas beibisik dengan sikap me nakut-nakuti Sin Hong dan dia sendiri
agaknya tidak takut sama sekali, malah kini memandang ke
wajah Sin Hong yang gagah itu dengan senyum-senyum
genit. Berdebar jantung Sin Hong. "Liok Kong Ji di
sini.......... ?" Wanita itu mengangguk dengan sinar mata senang. Sin Hong menjadi bingung, girang dan cemas. Dengas adanya Kong Ji, berarti makin sukarlah untuk merampas kembali anaknya, tetapi juga memberi kesempatan kapadanya untuk mengadu nyawa dengan musuh besarnya itu. "Siapa lagi ?" "Kautanyakan selir- selirnya.......... ?" wanita
itu mengerling penuh gaya. "Siapa perduli selir ?" bentak Sin Hong, gemas melihat
kegenitan wanita yang tadinya disangka halus dan sopan itu.
"Siapa lagi selain Kong Ji?"
Melihat kegalakan Sin Hong, wanita itu agak takut.
"Masih ada Liok-kongcu........"
"Cui Kong...... ?"
3 Wanita itu memandang heran. "Bagaimana kau bisa tahu
?" "Diam ! Kau menjawab, aku yang bertanya. Masih ada
lagikah " Kakek buntung Cun Gi Tosu itu di mana?"
"Dia juga ada. Nah, kau tahu di sini banyak terdapat
orang pandai. Lebih baik kaubebaskan aku den lekas
menyingkir.........."
"Diam ! Kaulihat seorang anak perempuan yang dibawa
oleh Cun Gi Tosu ..... ?"
"Ohhhh kaau datang untuk mencari Le ng ji (anak Leng)?"
"Ya, Leng-ji , anakku ...... di mana sekarang ?" Sakiog
tegangnya Sin Hong sampai lupa diri dan mencengkeram
pundak wanita itu, Tiba- tiba wanita itu menjadi pucat dan tubuhnya
menggigil, "Ampun.......... ampunkan aku. taihiap ..... aku tidak tahu apa-apa ..... !"
Sin Hong s adar bahwa wanita ini sekarang tahu siapa dia
dan menjadi ketakutan. Tentu saja namanya diketahui oleh
seli r Kong Ji. "Aku takkan menggangggumu asal kauce ritakan di mana
adanya Leng Leng dan di mana adanya Cun Gi Tosu."
katanya pe rlahan dan tenang.
"Tadi serelah ada dua orang datang mendarat, siangsiang Cun Gi totiang telah membawa diri Leng-ji dibawa ke
pantai timur untuk bersembunyi. Selalu apabila pulau
ke datangan orang yang dicurigainya, ia se gera
menyembunyikan Leng-ji."
"Ke pantai timur katamu" Betulkah?"
"Untuk apa aku membohong ?"
Sin Hong menyangsikan ucapan wanita ini maka sekali
menotok wanira itu roboh pingsan. Kemudian dengan
mudah ia mengempit tubuh tiga orang wanita itu dan
4 membawa melompat keluar dari te mpat itu. ia meninggal kan
tiga orang wanita yang pingsan itu di tempat sepi. Ia pe rlu
melakukan hal ini agar perbuatannya jangan diketahui
orang sebelum ia berhasil merampas kembali anaknya.
Setelah meninggalkan tiga orang wanita pingsan itu, Sin
Hong ce pat berlari ke timur, menuju ke pantai sebelah timur
pulau itu. Akan tetapi di tengah jalan ia berhenti, berpikir
berfikir sebentar lalu berlari kembali ke tempat ia
meninggalkan tiga orang wanita tadi. Disambamya tubuh
sorang pelayan dan ditotoknya hingga siuman kembali.
Pelayan ini ketakutan, akan tetapi Sin Hong berkata
perlahan. "Kau akan kubawa ke tempat persembunyian Cun Gi
Tosu dan di sana nanti kau harus berteriak memanggil
namanya, bilang bahwa Cun Gi Tosu dipanggil oleh Liok
Kong Ji. Awas, kalau kau tidak menuruti aku akan memukul
remuk kepalamu dari belakang !"
Dengan tubuh menggigil pelayan itu mengangguk. Sin
Hong lalu mengempitnya dan membawanya lari ke pantai
timur. Pulau itu tidak berapa besar maka sebentar saja Sin
Hong sudah tiba di pantai timur yang ternyata marupakan
daerah batu karang yang banyak terdapat gua-gua besarnya.
Ia merasa puas telah membawa pelayan itu karena kalau
tidak demikian, kiranya tidak mudah mencari tempat
persembunyian kakek buntung itu.
Sin Hong bersembunyi di balik batu karang dan pelayan
itu muli t berteriak-te riak.
"Totiang.......... ! Liok-taihi ap.......... menyeruh totiang datang segera! Ada musuh menyerbu"..," pelayan itu
berteriak memanggil, tiba-tiba sebuah di antara gua-gua itu
terdengar suara nyaring, "Mengapa kau pelayan wanita
disuruhnya" Ke mana para penjaga dan pelayan laki-laki?"
Pertanyaan ini memang sudah diduga dulu oleh Sin
Hong, maka tadipun dia sudah menyiapkan jawaban.
Pelayan itu menjawab cepat.
5 "Se mua penjaga dan pelayan sudah bertempur. Bantuan
totiang amat diharapkan. Lekaslah, musuh kuat sekali !"
Akhirnya tosu kaki buntung itu muncul juga dan
berdebar hati Sin Hong melihat Leng Leng berada dalam
pondongan tangan kiri kakek itu ! Se kali melompat kakek itu
sudah berada, di depan pelayan tadi.
"Aku tidak mendengar suara apa-apa, siapa yang
bertempur ?" Pada s aat itu Sin Hong muncul ce pat.
"Cun Gi totiang, serahkan kembali puteriku. Kalau kau
hendak mengadu kepandaian, kulayani se cara laki-laki,
jangan mengganggu bocah yang tidak tahu apa-apa !"
Alangkah kagetnya hati tosu buntung itu melihat tibatiba Sin Hong berdiri di depannya. Sekali tongkatnya
be rgerak, tubuh pelayan wanita itu terlempar jauh ke dalam
jurang, meninggalkan pekik mengerikan.
"Kalau pinto berniat mengganggu bocah ini, kaukira dia
masih hidup." jawabnya.
Sementara itu, ketika Leng Leng melihat Sin Hong, segera
mengenalnya dan berteriak nyaring, "Ayah.......!" Akan tetapi anak itu tidak menangis, agaknya merasa senang dalam
pondongan kakek itu! Mata Sin Hong yang tajam dapat meli hat hal itu dan ia
meras a lega. Tak dapat disangsi pula, Leng Leng kelihatan
sehat montok dan kel ihatan tidak takut kepada kakek itu.
Ini hanya menandakan bahwa Leng Lang mendapat
perawatan baik, dan kakek itu sayang kepadanya, agaknya
hendak dijadikan muridnya!
"Cun Gi tosu, kau telah menculik anakku. Apakah kau
tidak malu dengan perbuatan rendah itu" Anak kecil jangan
dibawa-bawa, kita sama-sama tua kalau hendak bertempur
mengadu nyawa, sampai seribu jurus kulayani. Lepaskn
Leng Leng!" 6 "Tidak, lebih baik kau pergilah dari sini, Wan Sin Hong.
Bocab ini akan menjadi muridku, kelak kalau sudah jadi
tentu akan pulang sendiri."
Muka Sin Hong nulai merah, tanda kemarahan hatinya.
"Cun Gi Tosu, apa benar-benar kau menghendaki aku
menggunakan kekerasan?"
Tosu kaki buntung itu tertawa terkekeh- kekeh "Hehheh-heh heh, orang lain takut kepadamu, akan tetapi pinto
tidak. Ada berapa sih kepandaianmu maka berani bersikap
somhong selama ini" Mengangkat diri sebagai benbcu,
menjagoi dunia kang-ouw! He mm, ketahuilah, Wan Sin
Hong. Justeru untuk memberi rasa kepadamu agar kau
jangan sombong, maka aku mengambil Leng Leng sebagai
murid." "Pendeta berhati kotor! Siapa tidak tahu bahwa kau
pembantu musuh negara dan pembantu penjahat iblis Liok
Kong Ji" Kau menghendaki kekerasan, baiklah. Lihat
seranganku." Wan Sin Hong sudah mulai melangkah maju dan
menggerakkan tangan memukul pundak kanan kakek yang
tangan kanannya membawa tongkat itu. Lihai sekali kakek
ini, biarpun, kakinya hanya sebelah, menghadapi pukulan
Sin Hong yang luar biasa lihainya itu ia melompat ke atas
dan tertawa mengejek, tongkatnya menyambar dalam
serangan yang tak kurang dahsyatnya !
Perlu diketahui bahwa ilmu kepandaian kakek buntung
ini memang tinggi sekali. Ia memiliki permainan tongkat
yang tiada tara sehingga mendapat julukan Lo thian tung
(Tongkat Pengacau Langit). Apa lagi setel ah berhasil
mendapatkan kitab dari Omei-san yaitu Soan-hong-kiam-si,
ilmunya bertambah dan ia merupakan orang lihai yang
setingkat dengan Liok Kong Ji.
Akan tetapi, menghadapi Wan Sin Hong kiranya ia
takkan dapat banyak berlagak atau paling-paling ia hanya
7 bisa mengimbangi ke lihaian pendekar itu, kalau saja ia tidak mempunyai "jimat" berupa Leng Leng dalam pondongannya.
Dengan adanya bocah ini di gendongannya, memang Sin
Hong tak dapat berbuat banyak. Ini pula sebabnya maka ia
Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak mencabut Pak-kek sin-kiam, me lainkan dua tangan
kosong untuk menghadapi kakek buntung itu. Jika ia
menggunakan pedang, tentu ada bahayanya ia melukai
puterinya sendiri. Betapapun juga, dengan kepandaian yang ia terima dari
Pak Kek Siansu. kedua lengan tangannya cukup hebat
untuk mendesak lawannya. apa lagi Sin Hong sekarang telah
menjadi seorang ahli Yang-kang dan Im-kang. Ia ti dak jerih
menghadapi tongkat Cun G i Tosu, bahkan dapat membalas
dengan angin pakulan yang selalu menyambar ke arah kaki
lawan yang tinggal sebelah. Memang Sin Hong seorang
cerdik. Setelab lawannya memondong Leng Le ng, maka satu
satunya bagian yang lemah dan mudah diserang adalah
kakinya yang tinggal satu itu. Sekali saja ia berhasil
memukul kaki itu dan membuat Iawannya terguling tidak
begitu sukar kiranya untuk merampas anaknya.
Diserang terus-menerus bagian kakinya, Cun GI Tosu
menjadi marah sekali, biarpun kakinya tinggal sebelah,
namun ia dapat melompat tinggi dan jauh. Ia melompat ke
belakang. berdi ri dengan satu kaki dan tongkatnya diputar
bagaikan kitiran cepatnya. Sayang bahwa tangannya
memondong Leng Leng, kalau tidak tentu ia dapat
menambah susulan dengan tangan kirinya. Ternyata bahwa
adanya "jimat" berupa bocah itu dalam gendongannya, tidak hanya mendatangkan keuntungan baginya karena Sin Hong
tidak berani menggunakan pedang, akan tetapi juga
mendatangkan kerugi an yaitu pergerakannya jadi terhalang.
Pertempuran dilanjutkan dengan hebat. K alau dua orang
pandai bertempur, hanya angin pukulan mereka saja yang
menyambar-nyambar dan biarpun jarak diantara merasa
kadang kadang jauh, masih mereka s aling pukul untuk
8 menyerang lawan dengan angin pukulan yang tak kalah
dahsyatnya dari pada tusukan pedang atau hantaman golok.
Melihat kelihaian lawannya, Lo-thian-tung Cun Gi Tosu
mulai khawatir. Jangan-jangan masih ada kawan-kawannya,
pikirnya. Maka ia lalu bersuit untuk memberi tahu kepada
Liok Kong Ji dan yang lain-lainnya. Kalau mereka datang
dan membawa dulu Leng Le ng. tentu ia akan mencoba lagi
menghadapi Sin Hong dengan mati-matian, dapat
menggunakan seluruh perhatian dan kepandaiannya. Kakek
ini masih belum mau tunduk dan tidak merasa kalah.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, mendengar
suitan ini Liok Kong Ji dan Cui Kpng segera lari
meninggalkan Huang-ho Sian-jin yang pingsan dan
membawa pergi, Wan Sun yang tertawan. Liok Kong Ji lebih
dulu melempar Wan Sun pada seorang penjaga, menyuruh
penjaga memasukkan orang muda itu dalam kamar tawanan
bersama Coa Lee Goat yang sudah tertawan lebih dulu dan
supaya dijaga kuat-kuat. Kemudian bersama Cui Kong ia lari
ke timur untuk membantu Cun Gi Tosu.
Ketika Kong Ji melihat siapa yang be rtempur melawan
Cun Gi Tosu, ia terkejut sekali. Tak disangka-sangka bahwa
Sin Hong yang penye rang kakek itu.
"Aha, kiranya kau mengantar nyawamu ke sini" Ha-haha !" Kong Ji menutupi kekagetannya dan tertawa bergelak
sambil mencabut pedangnya.
"Cui Kong, kaubawa pulang dulu Le ng Leng!" kata Cun Gi
Tosu kepada muridnya, C ui Kong menerima Leng Leng yang
tetap tidak menangis biarpun sejak tadi melihat ayahnya
bertempur melawan "suhunya". Bocah masih terlalu kecil
untuk mengetahui urusan itu. Gurunya, juga "paman Liok"
baik sekali terhadap dia, tentu saja dia tidak bisa membenci
mereka. Akan tetapi sekarang mereka ini bertempur de ngan
ayahnya. Hal yang lalu ruwet dan sul it dimengerti oleh anak
sekecil dia. 9 Melihat datangnya Liok Kong Ji dan Cui Kong,
kemarahan Sin Hong memuncak. Juga ia gelisah sekali.
Harapan untuk dapat me nolong puterinya makin menipis.
Tentu saja ia tidak takut menghadapi Kong Ji dan Cun Gi
Tosu, akan tetapi sekarang anaknya berada di tangan Cui
Kong dan Kong Ji yang jahat. Ia cukup mengenaI siasat Kong
Ji yang tentu takkan ragu-ragu untuk mempergunakan
anaknya sebagaI perisai apa bila kalah. Memikirkan hal i ni
ia menjadi bingung. Kalau tidak ada urusan Leng Le ng,
tentu tanpa ragu-ragu tentu ia akan menyerang dua orang
ini dan akan mengajak Kong Ji musuh busar itu bertempur
mati-matian menentukan siapa yang menang dan siapa yang
kalah. Akan tetapi pada saat itu, semua urusan pribadinya
ia lupakan dan yang ia pentingkan lebih dulu adalah
keselamatan Leng Leng. Oleb karena itulah Sin Hong
pe ndekar sakti itu menjadi bingung dan ragu ragu. Tadipun
ia menyerang Cun Gi Tosu hanya dengan maksud merampas
Leng Leng. Pada saat itu terdengar pekik burung dari arah darat.
Orang-orang yang lain tidak tahu bahwa itulah tanda
rahasia dari Huang-ho Tian-jin, hanya Sin Hong yang tahu
bahwa kalau kakek itu memanggilnya. Tentu ada urusan
penting. Lebih baik ia pergi dulu dan kelak datang lagi. Dia
toh sudah tahu di mana letak Pek-houw to dan tahu pula
bahwa Leng Leng puterinya berada dalam keadaan selamat.
Ini saja sudah melegakan hatinya dan sudah berarti bahwa
kedatangannya kali ini tidak sia-sia.
"Kong Ji, biar lain kali kita bertemu!" katanya dan tanpa menanti jawaban, tubuhnya berkelebat lenyap di antara
batu-batu karang dan puhon-pohon.
"Kejar.......... !" Cui Kong berseru.
Akan tetapi Kong Ji mengangkat tangannya mencegah.
"Ha ba-ha, selama hidupku baru aku ini melihat Wan Sin
Hong melarikan diri terbirit-birit seperti anjing dirukul !"
katanya keras-keras dengan sengaja mengerahkan lweekang
10 supaya didengar oleh Sin Hong. "Untuk apa mende sak anjing
yang sudah lan" Birlah, kelak kalau dia berani datang lagi,
baru aku sediakan pedang untuk memenggal lehernya !"
Memang disamping kelihaian dan kelicikannya, Kong Ji
berwatak sombong. Tadi sudah disaksikannya bahwa
biarpun menggendong Leng Le ng, Cun Gi Tosu sanggup
menghadapi Sin Hong. Dengan adanya Cun Gi Tosu yang
lihai, juga Cui Kong yang sudah maju dan ditambah dia
sendiri yang sekarang sudah mulai melatih ilmu-ilmu
kesaktian dari kitab-kitab Omei-s an, siapa yang ia takuti lagi
" Pekik burung tadi memang tanda rarsia dari Huang-ho
Sian-jin ditujukan kepada Sin Hong. Ketika ditinggalkan oleh
Kong Ji dan Cui Kong, kakek ini sudah siuman. Ia hanya
sebentar saja pingsan terkena sambaran angin pukulan Tinsan-kang yang hebat dari Kong Ji. Orang lain tentu akan
remuk remuk isi dadanya, dan demikian pula disangka Liok
Kong Ji maka tanpa curiga lagi Kong Ji meninggalkan tubuh
kakek itu. Namun Huang-ho Sian-jin bukanlah orang biasa.
Tubuhnya sudah memiliki keke balan, dan pukulan ini
biarpun mengguncang isi perut dan dada membuatnya
pingsan sebentar, namun tidak mendatangkan luka maut.
Kalau saja Ko Ji tidak begitu sombong dan mau memeriksa,
tentu akan membunuh Huang ho Sian-jin lebih dulu
sebelum meninggalkannya. Melihat Kong Ji dan Cui Kong pergi membawa Wan Sun,
Huang ho Sian-jin merayap bangun dan di dalam gelap ia
menyelinap mengikuti dari belakang. Ia mendengar betapa
Wan Sun diserahkan kepada seorang penjaga. Biarpun tadi
sudah terpukul, Huang ho Sian-jin masih memiliki
keberanian besar. Ia mengikuti sampai Kong Ji dan Cui Kong
yang tergesa- gesa itu pergi lari ke timur,. kemudian ia
muncul dan sekali ketok saja pada kepala penjaga itu, ia
telah dapat membuat orang roboh..
11 Cepat ia membebaskan totokan Wan Sun bersama orang
muda ini ia maju te rus mencari tempat ditahannya Coa Lee
Goat. Hal ini tidak sukar dilakukan. Berbeda dengan Ui tioklim, pulau ini tidak sukar dimasuki rumah-tumah di situ
tidak berapa banyak. Sebentar saja dua orang gagah ini
dapat menemukan tempat tahanan di mana Lee Goat
ditawan, yaitu sebuah rumah kecil dan enam orang penjaga
menjaga rumah itu dengan tombak di tangan.
Akan tetapi apa artinya enam orang penjaga yang hanya
kuat tubuhnya dan memiliki ilmu silat biasa saja bagi Wan
Sun dan Huang-ho Tian-jin" Sekali serbu enam orang itu
sudah roboh malang melintang dan Wan Sun mendobrak
pintu, menyerbu ke dalam.
Lee Goat berada di dalam kamar, tangan kaki nya terikat
kuat-kuat sehingga ia tidak berdaya lagi. Wan Sun cepat
menolong isterinya, kemudian be rsama isterinya ia lari
mengikuti Huang-ho Sian-jin ke pantai barat di mana tadi
kakek itu meninggalkan perahu.
Tahu bahwa keadann pulau itu kuat sekali dengan
adanya orang-orang seperti Liok Kong Ji, Liok Cui Kong, dan
Lo-thian-tung Cun Gi Tosu, maka Huang-ho Sian-jin lalu
mengeluarkan pekik burung untuk memanggil Sin Hong. Ia
sudah merasa khawatir akan keselamatan Sin Hong yang
begitu lama meninggalkannya belum juga kembali.
Akan tetapi dengan girang mereka melihat berkelebatnya
bayangan dan Sin Hong telah be rdiri di depan mereka.
"Cepat, kita pargi dulu dari sini !" bisik Sin Hong sambil mengajak mereka melompat dalam perahu. Sin Hong merasa
girang sekali melihat Wan Sun dan Lee Goat di situ.
"Bagaimana kalian bisa berada di Pek-houw to?" tanya Sin Hong setelah perahu bargerak cepat meninggalkan pulau
itu. Sebelum ada yang menjawab, Lee Goat menjatuhkan diri
berlutut di depan kaki gurunya dan menangis tersedu-sedu,
12 tak dapat bicara apa-apa. Sin Hong kaget sekali dan
mengelus-elus kepala muridnya.
"Lee Goat, tenangkan hatimu. Apakah yang telah terjadi
?" Dengan air mata bercucuran Wan Sun yang juga berlutut
di sebelah isterinya lalu bercerita bagaimana dia dan
isterinya menye rbu pek-houw-to dan tentu mengalami
bencana kalau tidak ditolong oleh Huang-ho Sian-jin,
kemudian dengan suara terputus -putus ia me nceritakan
be tapa Cui Kong telah menyerang Kim-bun-to dan
mebewaskan banyak orang, diantaranya ayah bunda Lee
Goat dan melukai Li Hwa. Kalau ada geledek menyambarnya, belum tentu Sin Hong
begitu terkejut seperti ketika mendengar penuturan ini. Ia
mengepal-ngepal tinjunya, wajahnya pucat dan matanya
memancarkan sinar yang menakutkan, giginya
mengeluarkan bunyi karena saling beradu.
"Kong Ji, sampai sekarang kau masih menyebar
kejahatan," kutanya dengan suara me ndesis. "Cui Kong si keparat itu adalah bentukanmu. Aku hersumpah takkan
berhenti sebelum dapat membasmi kalian ......."
Huang-ho Sian-jin menarik napas panjang. "Bagi
manusia yang rendah budinya melakukan kejahatan
merupakan kesenangan. Berbuat keji terhadap sesama
manuais ia anggap perbuatan gagah perkasa, membuat
matanya buta dan mengira bahwa dengan merajalela it u ia
menjadi seorang yang tidak te rlawan. Kong Ji seorang
manusia iblis yang bertindak hanya menurutkan nafsu ibli a
tanpa mengingat akan perikemanusian. Memang iblis-iblis
berwajah manusia macam dia dan Cui Kong harus dibasmi
dari muka bumi. Sukarnya, mereka mereka memiliki
kepandaian tinggi, apa lagi di sana masih ada Lo thian-tung
Cun Gi Tosu yang li hai se kali....... " Kembali kakek itu menghela napas.
13 Sin Hong menjadi panas mendengar itu. "Lo-enghiong,
sungguhpun mereka itu lihai, sekali-kali aku tidak takut
menghadapi mereka. Sayangnya Leng-ji berada di tangan
mereka dan inilah yang menghalangi sepak terjangku. Kalau
aku memaks a dan menyerbu, aku takut kalau-kalau me reka
menggunakan Leng-ji untuk malawanku dan sebelum aku
turun tangan mereka dapat mengganggu anakku. Orang
macam Kong Ji takkan segan-segan melakukan pe rbuatan
keji itu untuk mencapai maksud hatinya." Tiba tiba Sin
Hong menghenti kan kata-katanya karena kebetulan sekali
sinar bulan yang sudah mulai keluar itu menerangi muka
Huang-ho Sian-ji n ! "Lo.enghiong, kau terluka dalam!"
Datuk bajak itu tersenyum. "Pukulan Kong Ji betul
hebat, sekali pukul saja hawa pukulannya telah
mematahkan dayungku dan melukai dadaku."
Sin Hong adalah seorang ahli pengobatan. Cepat ia
mengeluarkan sebuah pil putih dan memberikan obat itu
kepada Huang-ho Sian-jin. Ia memeriksa nadi tangan kakek
itu, lalu berkata, "Untung kau cukup kuat sehingga tidak menderita luka hebat." Betul saja, sete lah menelan pil itu, rasa sakit pada dadanya lenyap.
"Habis sekarang bagaimana baiknya, suhu?" akhirnya
Lee Goat dapat mengeluarkan kata-kata dengan suara sayu.
"Apakah kematian ayah ibuku takkan dapat terbalas?"
"Sabar, Lee Goat. Aku sudah bersumpah takkan berhenti
sebelum dapat membas mi Liok Kong Ji dan kaki tangannya.
Akan tetapi kita harus berhati-hati dan me nggunakan sias at
karena adikmu Le ng Leng berada di tangan mereka. Akan
kucari kawan-kawan sehingga keadaan kita cukup kuat.
Selagi kawan-kawan menye rbu, diam diam aku akan
berusaha merampas Leng-ji lebih dulu dari tangan mereka."
Demikianlah, dengan hati kecewa tak dapat menolong
puterinya, akan tetapi juga girang dapat menolong Lee Goat
14 dan Wan Sun, Sin Hong mengajak mereka kembali ke
daratan Tiongkok untuk mempersiapkan penyerbuan besarbesaran. -oo(mch)oo- Setelah mengalami serbuan Sin Hong, sedikit banyak
timbul kekhawatiran dalam hati Kong Ji, sungguhpun Lo
thian-tung Con Gi Tosu dengan sombong menyatakan bahwa
sanggup mengus ir Sin Hong kalau berani muncul lagi.
"Kalau saja Lang Leng tidak menghalangi pergerakanku,
pada waktu itu juga orang she Wan itu tentu sudah
kuhancurkan kepalanya," ia menyombong.
Pada lahirnya Liok Kong Ji tertawa memuji kelihaian si
kakek buntung, akan tetapi dalam hatinya ia tersenyum dan
tidak percaya. Ia tahu bahwa kepandaian Sin Hong amat
tinggi dan kiranya dia dan kakek buntung itu baru dapat
Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengimbangi saja, untuk menang masih merupakan
pertanyaan yang harus dibuktikan ke benarannya. Apa lagi
kalau ia teringat Tiang Bu, bulu tengkak Liok Kong Ji yang
terkenal pembe rani itu bisa berdiri meremang. Lima orang
pembantu pembantunya yang amat diandalkan ketika ia
tinagaI di Ui-tiok-lim telah ditewaskan semua oleh Tiang Bu.
Maka setelah Sin Hong pergi, Liok Kong Ji se gera keluar dari pulau dan mendarat, mencari kawan-kawan untuk dijadikan
pembantu-bantunya. Kong Ji pernah menjelajah menjelajah
daerah selatan, maka orang orang dari kalangan liok-lim
hampir se mua mengenalnya. Dengan mudah ia dapat
mencari orang.orang yang berilmu tinggi untuk jadi
pembantunya. Siapakah yang tidak s uka hidup mewah di
Pulau Pek-houw-to " Akan tetapi Kong Ji tidak sembarangan
memilih orang, setelah mencari-cari, akhirnya pilihan jatuh
pada tujuh orang saudara seperguruan yang terkenal di
daerah se latan. Mereka disebut Lam-thiam-chit-ong (Tujuh
Raja Dunia Selatan) ! Sebutan raja sudah lajim diberikan
kepada kepala perampok dan memang mereka ini adalah
15 kepala-kepala perampok yang amat terkenal di daerah
Kwang-tung dan Kwang-s i. Mereka selalu melakukan operasi
bersama dan yang amat hebat adalah ilmu bertempur
mereka yang disebut Chit-se ng-tin )Barisan Tujuh Bintang).
Kalau hanya maju serang demi seorang, kepandaian mereka
biarpun tinggi tidak akan menggegerkan daerah selatan.
Akan tetapi ketika dicoba, Liok Kong Ji sendiri tak dapat
membobolkan barisan Chip-seng-tin dari tujuh orang raja
hutan ini ! Dengan adanya Lam thian-chit -ong di Pulau Pek-houwto, kedudukan Liok Kong Ji semakin kuat, akan tetapi
daerah pantai timur menjadi makin rusak dan kacau! Dasar
kepala rampok, tujuh orang ini selalu mangadakan
pengacauan, pembunuhan dan penculikan.
Sementara itu, Cui Kong sudah berterus terang di depan
ayah angkatnya tentang hubungannya dengan Ceng Ceng.
"Ayah, diantara semua dara yang pernah kujumpai, tidak
ada yang sehebat Lie Ceng, puteri Pak- thouw- tiauw ong Lie
Kong," ia menuturkan pertemuannya dengan Cong dan
betapa ia sudah mengajukan lamaran. Kemudian ia
mengemukakan syarat diajukan oleh Lie Kong.
"Calon ayah mertuaku itu mengajukan syarat supaya aku
dapat mengembalikan Pat- siau-jut-bun yang dulu diambil
dari tangan Ceng Ceng oleh Cui Lin dan Cui Kim. Oleh
karena itu, aku mohon ayah suka berikan kitab itu untuk
kukembalikan kepada me reka sehingga aku dengan mudah
dapat me nikah dengan Ceng Ce ng."
Diam-diam Kong Ji terkejut mendengar nama Pek thouwtiauw-ong Lie Kong disebut sebagai calon besannya. Ia
mengerutkan alis dan meraba-raba jenggotnya ketika
menjawab. "Anak bodoh. Di antara jutaan anak dara di
dunia ini, mengapa justeru kau memilih anak raja burung
tiauw itu?" 16 "Ayah, anak rasa hal itu malah lebih baik lagi," kata Cui Kong membujuk karena memang takut sekali kepada Kong
Ji dan tak pernah membantah. "Kalau Ceng Ceng menjadi
isteriku, berarti ia menjadi sekutu yang kuat bagi kita.
Selain kepandaiannya sendiri lumayan, juga di sana mas ih
ada ayah bundanya, andaikata kita diserang orang dan Ceng
Ceng sampai tertimpa bencana, bukankah itu berarti kita
menarik Pek-thouw-tiauw-ong sebagai kawan untuk
menghadapi musuh" Ayah, Ceng Ceng akan me rupakan
sumber bantuan yang kuat untuk kita semua!"
Sepasang mata Kong Ji berkilat kilat dan bergerak ke
kanan kiri cepat sekali, tanda bahwa di balik sepas ang mata
itu, otaknya sedang berpikir-pikir, kemudian ia berkata.
"Bagus sekali! Kiranya kau tidak sobodoh yabg kusangka.
Kau boleh bawa kitab Pet-sian jut -bun ke tempat Pek thouwtiauw ong Lie Kong untuk menyambut isteritmu, akan tetapi
tetap kausembunyikan keadaan dirimu sebenarnya. Kalau
kau sudah kawin, bawa isterimu dan kitab Pat-sian-jut -bun
itu ke sini di luar tahu mertuamu. Dengan demikian, selain
istrrimu bisa membantu memperkuat kedudukan kita,
mertuamu tidak tahu ke mana anaknya pergi. Andaikata dia
kelak mengetahui juga, ia bisa be rbuat apa" Malah kita bisa
menariknya sekalian memperkuat kedudukan Pulau Pek
houw-to." Cui Kong girang bukan main. Setelah menerima kitab itu
dari Kong Ji, ia cepat melakukan perjalanan ke Telaga Poyang di mana Pek-thouw.tiauw-ong Lie Kong seanak isteri
tinggal untuk sementara waktu. Memang sepert i su
dijanjikan, Lie Kong dan anak isterinya perpanjang
tinggalnya di Telaga Po-yang untuk menanti Cui Kong
selama satu bulan. Tentu saja bagi Lie Kong, syarat
mengambil kembali kitab Pat-sian.jut-bun hanya untuk
alas an s aja agar puterinya jangan menikah dengan pemuda
tampan yang ia tidak suka itu. Ia ti dak percaya bahwa dalam
waktu sebulan pemuda itu akan sanggup mengambil
17 kembali kitab Pat-sian-jut -bun. Kitab itu sudah jarub ke
dalam tangan Liok Kong Ji yang lihai, mana bocah ini dapat
merampasnva kembali"
Akan tetapi alangkah herannya ketika dua puluh lima
bahi kemudian Cui Kong muncul di situ dengan wajah
tampan berseri-seri. "Apa kau berhasil?" tanya Lie Kong dengan s uara ingin
tahu dan tidak percaya, sedangkan Ceng Ceng dan ibunya
inemandang penuh harapan.
"Berkat doa restu dari gakhu (ayah mertua), anak
berhasil merampas kembali kitab Pat-Si an-jut-bun," kata
Cui Kong dengan suara merendah dan mengeluarkan kitab
itu dari bajunya. "Itu kitabnya....l" tak
terasa pula Ceng-Ceng berseru girang mengenal kitab yang pernah dipelajarinya itu. Lie Kong diam.diam terkejut karena juga mengenaI kitab itu. Tak salah lagi. Itulah kitab pelajaran Ilmu Silat Patsian.jut-bun dari O mei- san. "Hemmm, bagus sekali. Bagaimana kau bisa mendapatkannya!"
tanyanya sambil memandang tajam. Untuk pe rtanyaan ini, siana- siang Cui Kong sudah mempersiapkan jawabannya maklum bahwa orang seperti Pek-thouw-tiauw18 ong ini tidak mudah dibohongi begitu saja. Tentu Lie Kong
sudah tahu akan kelihaian Liok Kong Ji, maka kalau ia
dapat me rampasnya dari Liok Kong Ji, tentu tentu akan
kentara kebohongannya. "Sesungguhnya tidak mudah anak mendapatkan kitab
ini. Anak menyelidiki dulu dan mendengar bahwa Liok Kong
Ji yang mencuri kitab ini memiliki kepandaian amat tinggi,
juga di sana masih ada Lo-thian to Cun Gi Tosu yang lihai
ilmu silatnya. Dan orang itu sama sekali bukan lawan anak
yang masih bodoh. Mereka tinggal di sebuah pulau di
selatan dan hanya dengan jalan mencuri anak akhirnya
berhasil mendapatkan kitab ini. Anak menyamar sebagat
pe dagang ikan, beke rja sama dengan seorang nelayan.
Akhirnya anak berhasil menjual ikan ke pulau itu dan anak
pada malam hari memasuki pulau, me nangkap seorang
penjaga dan mamaksa mengaku disimpannya kitab-kitab
pus aka. Demikianlah, memang sudah masib anak yang
sedang baik dan sudah j odoh anak dengan Ceng-moi,
akhirnya dengan susah payah anak dapat mengambilnya.
Hampir anak tewas ketika dikejar oleh Liok Kong Ji dan Cun
Gi Tosu." Mendengar penuturan ini, Lie Kong timbul
kepercayaannya. Memang iapun sudah mendengar bahwa
Liok Kong Ji sudah pindah dari Ui tiok-lim ke sebuah pulau
di selatan. Karena sudah berjanji dan memang ia mulai suka
meli hat ke cerdikan Cui Kong yang berhasil mendapatkan
kembali kitab itu, Lie Kong menetapkan perjodohan
puterinya dengan Cui Kong dan dirayakan pada waktu itu
juga secara sederhana. Inipun atas pamintaan Cui Kong
sendiri yang menyatakan bahwa tentu Liok Kong Ji dan Cun
Gi Tosu mengejarnya. Kalau pernikahan itu diadakan secara
bes ar- bes aran dan dua orang itu datang, tentu akan jadi
keributan hebat. 19 Maka hanya penduduk di sekitar Telaga Po-yang yang
menjadi tamu untuk menyaksikan perayaan pernikahan itu.
Dapat dibayangkan betapa bahagianya hati Cui Kong
mendapatkan dara pujaannya. Juga Ceng Ceng meras a
bahagia karena ia mengira mendapatkan seorang suami
yang selain tampan, juga berkepandaian tinggi dan dapat
memegang janji. TIdak seperti Tiang Bu yang baruk ru pa,
pikirnya puas. Malam harinya diam-diam Cui Kong menyatakan
ke khawatirannya kepada isterinya. "Liok Kong Ji itu li hai bukan main." ia ngarang cerita, "ketika ia mengejarku,
dalam sepuluh jurus saja aku sudah hampir celaka. Apa lagi
Cun Gi Tosu, kabarnya lebih lihai dari Liok Kong Ji . Kiranya gakhu dan gakbo (ayah dan ibu mertua) sendiri belum dapat
menangkan mereka. Aku khawatir me reka itu segera dapat
menyusul ke sini. Le bih baik kita malam ini pergi saja secara diam-diam, selain menyembunyikan diri sekalian berbulan
madu. Bukankah akan senang sekali ki ta pergi berdua
saja?" Dirayu oleh bujukan-bujukan halus ini hati Ceng Ceng
tertarik. Akan tetapi dia adalah puteri seorang pendekar
besar, keberaniannya luar biasa. Mendengar suaminya
hendak melarikan diri, ia merasa tak puas.
"Mengapa kit a begitu takut-takut" Apakah tidak lebih
baik bertanya dulu ke pada ayah bagaimana baiknya"
Mustahil kita berempat tak dapat menghadapi mereka."
"Sss t, jangan. Tentu saja gakhu dan gakbo tidak setuju
dan mereka tentu tidak gentar menghadapi Liok Kong Ji dan
Cun Gi Tosu. Akan tetapi aku yang sudah menyaksikan
kelihaian mereka, Iebih tahu. Pula, Liok Kong Ji me mpunyai
banyak sekali kawan-kawan yang lihai dan kalau me reka
datang dengan membawa kawan-kewannya, bukankah
kebabagiaan kita sebagai pengantin baru akan terganggu
dan ada kemungkinan aku tewas. Apa kau suka menjadi
janda?" 20 "Tidak...... tidak ! Habis, bagaimana baiknya ?" Ceng
Ceng bingung juga, terpengaruh ol eh ucapan suaminya yang
sedang menjalankan siasatnya.
"Kaupercayalah kepadaku, isteriku sayang. Aku suamimu
masa hendak mencelakakan kau dan me rtuaku" Aku sudah
mempunyai re ncana baik sekali. Mereka itu kalau datang
takkan mengganggu ayah ibumu, karena yang mencuri kitab
adalah aku dan mereka hanya mencari aku seorang. Oleh
karena itu, agar jangan sampai ayah ibumu tertimpa dakwa,
lebih baik kita diam-diam pergi dan kitab itu kita bawa serta.
Kelak kalau sudah aman keadaannya, kita kembali. Tentu
ayah bundamu akan memaafkan buatanku yang hanya kit a
lakukan demi menjaga keselamatan dan me njauhi
ke ributan. Sungguh me nyedihkan kalau sepasang pengantin
baru seperti kita yang seharusnya bersenang-senang, sudah
harus menghadapi ancaman musuh-musuh berat."
Dengan bujukan-bujukan halus dan alasan-alasan kuat,
akhirnya Ceng Ceng tunduk menuruti kehendak suaminya,
biarpun air matanya bercucuran ketika pada tengah malam
ia pergi meninggalkan ayah-bundanya untuk mengikuti
suaminya ! Pek thouw-tiauw-ong Lie Kong timbul kembali
kecurigaannya ketika pada keesokan harinya ia
mendapatkan puterinya minggat bersama suaminya,
membawa serta kitab Pat-Sian-jut-bun.
"Hemm, memang aku selalu masih menaruh hati curiga
kepada Cui Kong itu ...." omelnya.
"Jangan berpikir yang bukan-bukan. Dia sudah menjadi
mantu kita dan Ceng Ceng juga mencintainya. Kalau mereka
pergi tanpa pamit, tentu ada alasan mereka yang kuat. Aku
dapat menyel ami perasaan mantu kita itu. Bukankah dia
selalu kelihatan ketakutan karena sudah mencuri kitab dari
tangan Liok Kong Ji " Tentu kepergiannya ada hubungannya
dengan hal itu. Mungkin sekali dia tak mau kebahagiaannya
sebagai pengantin terganggu oleh kejaran Liok Kong Ji dan
21 kawan-kawannya maka ia pergi bersama isteri nya
manyembunyikan diri."
"Mengapa kttab itu dibawa dan tidak minta ijin dulu dari kita?" Lie Kong tetap penasaran.
"Ceng Ceng cerdik dan tentu dia tahu bahwa kalau mint a
ijin, kau takkan menyetujui kepergian mereka, maka mereka
te rpaksa pergi diam-diam. Adapun tentang kitab itu,
bukankah itu kitab Ceng Ceng karena kau sudah
memberikannya kepada Ceng Ce ng?"
"Aku harus mengembalikannya kepada Tiang Bu ..... ."
"Ala, kau masih teringat terus kepada bocah itu,"
isterinya mengomel, kemudian ibu yang selalu melindungi
anaknya ini berkata, "Kukira mantu kira sengaja membawa
kitab agar Liok Kong Ji tidak tahu bahwa ia mencuri kitab
itu atas parintahmu."
Betapapun juga Lie Kong berkeras mengajak isterinya
mencari jejak anak dan mantunya. Isterinya setuju karena
mereka amat sayang kepada Ceng Ceng dan takut kalau
anak tunggal mereka itu menghadapi bahaya.
-oo(mch)oo- Ceng Ceng melakukan perjalanan penuh kebahagiaan
dengan Cui Kong. Memang Cui Kong seorang yang pandai
sekali merayu hati wanita sehingga Ceng Ceng merasa
bahwa ia te lah mendapatkan seorang suami yang betul-betul
Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tepat dan menyenangkan hati. Selama dua bulan Iebi h, Cui
Kong mengajak isterinya berpesiar dan sepasang suami iste ri
ini kelihatan rukun dan saling mencinta. Hari-hari di lewati
penuh madu oleh Ceng Ceng yang tidak tahu sama sekali
bahwa ia sedang dituntun ole h suaminya ke Pulau Pekhouw-to. Ia hanya merasa heran ketika suaminya mengajaknya ke
pantai selatan dan kemudian membawanya ke pantai yang
22 sunyi. Di sana telah menanti dua orang dengan perahu yang
siap hendak membawa suami isteri ini ke Pek-houw-to.
"Kira tendak pergi ke manakah " Dan siapa mereka itu
yang sudah menyediakan perahu untuk kita?" tanyanya
terheran-heran. "Bergembiralah, niocu. Kau akan kuajak menghadap
ayah angkatku." "Ayah angkatmu"." Jadi kau mempunyai ayah angkat"
Siapa dia dan mengapa dulu tidak menguruskan
pernikahanmu ?" Akan tetapi Cui Kong tidak menjawab karena mereka
sudah tiba di dekat dua orang yang menanti dengan perahu.
"Kongcu sudah pulang dengan isterinya. Selamt datang,
selamat datang !" dua orang itu menyambut. Mata mereka
memandang pada Ceng Ceng dengan cara yang membuat
Cang Ceng mendongkol. Cui Kong tersenyum kepada dua orang itu lalu berkata,
`Kalian pergilah, kami hendak menggunakan perahu ini
berdua." Dua orang itu tersenyum maklum dan pergi sambil
tertawa-tawa. Ceng Ceng makin heran melihat sikap Cui
Kong ini. Orang macam apakah ayah angkatnya " Mengapa
sikap Cui Kong seperti seorang pangeran saja dan dua orang
tadi lagaknya lebih pantas kalau menjadi anak buah ..........
perampok! "Kita ke manakah" Siapa itu ayah angkatmu ?"tanyanya,
hatinya tak enak. Cui Kong menggandeng tangan isterinya diajak melompat
ke dalam perahu, lalu mendayung perabu itu ke tengah dan
memasang layar. Setelah perahu melaju ke arah timur
barulah ia berkata sambi l tersenyum dan memegang kedua
tangan isterinya, 23 "Niocu. belutn lama aku mendapatkan ayah angkat ini,
kerenanya dulu belum kuceritakan padamu. Baru ketika
aku mencuri kitab itu aku bertemu dengan dia, bahkan
hanya karena pertolongan ayah angkatku maka kita dapat
menikah." "Apa maksudmu?"
"Hanya dengan perlolongannya maka kitab it u bisa
terjatuh ke dalam tanganku."
"Siapakah dia" Apakah dia tiaggi sekali ilmu
kepandaiannya?" "Sangat tinggi, kiranya tidak kalah oleh gakhu dan gakbo.
Kautunggulah saja sebentar lagi kau tentu akan berhadapan
dengan ayah agkatku."
Diam-diam Ceng Ceng menduga-duga tidak mau
mendesak karena takut dianggap tidak sabaran ole b
suaminya. Ia hanya menduga bahwa ayah angkat suaminya
ini tentu seorang kepala bajak seperti Huang-ho Sian-jin.
Akan tetapi kalau lihainya tidak kalah ayah bundanya.
siapakah gerangan orang itu " Kiranya di antara para bajak,
Huang-ho Sian-jin yang paling lihai dan orang inipun tidak
dapat menangkan ayahnya. Apakah ada bajak laut yang
tidak terkenal di dunia liok-lim dan yang kepandaiannya
sangat tinggi" Mungkin sekali karena ayahnya sendiri sering
berkata bahwa dunia ini terdapat banyak sekali orang
pandai". Lebih tebal lagi dugaannya bahwa ayah angkat itu tentu
seorang kepala bajak ketika perahu itu mendarat di pulau.
Belasan orang anak buah yang kelihatannya kasar-kasar
tertawa-tawa menyambut kedatangan "kongcu" mereka.
Yang mengepalai pasukan penyambut ini adalah tujuli orang
setengah tua yang pakaiannya aneh sekali. Pakaian mereka
itu me nyolok sekali warnanya, barbeda-beda pula. Ada pula
yang seluruhnya merah, ada yang putih, hitam, hijau, dan
coklat ! Tujuh orang de ngau tujuh macam warna pakaian,
24 benar-benar seperti badut-badut hendak main di panggung.
Diam-diam Ceng Ceng yang berwatak riang itu menahan geli
hatinya agar jangan me le dak ketawanya. Dia sama se kali
tIdak tahu bahwa tujuh orang badut itu bukan orang orang
biasa, melainkan jago-jago yang belum lama ini ditarik oleh
Liok Kong Ji ke Pulau Pek-houw-to. Mereka itulah Lamthian-ebit ong (Tujuh Raja Dunia Selatan ) yang amat
terkenal dengan barisan Chit-seng- tin (Barsan Bintang)
mereka ! "Ha ha ha, kionghi (selamat) Liok-kongcu! Isterimu benarbenar cantik jelita dan langkahnya ringan seperti seekor
burung, tentu memiliki ginkang yang luar biasa." Terdengar
si baju merah berkata sambil bergelak. Yang lain juga ikut
tertawa dan mata mereka memandang kepada Ceng Ceng
penuh selidik se peti mata penaksir-penaksir yang kurang
ajar. Bukan main mendongkol dan marahnya hati Ceng Ceng
mendengar kata-kata dan melihat sikap yang kurang ajar
itu. Akan tetapi keheranan dan kekagetannya mendengar si
baju merah menyebut Liok-kongcu kepada suaminya,
mengatasi kemarahannya dan ia menoleh memandang
kepada suaminya dengan muka berubah.
Akan tetapi sambil tersenyum lebar Cui Kong
menggandeng tangannya dan me mberi isyarat untuk
menghadap dua orang yang mendatangi dengan langkah
lebar. Mau tak mau Ceng Ceng memandang ke arah mereka.
Ia melihat seorang tosu buntung sebelah kaki dan seorang
setengah tua bertubuh jangkung kurus dan berpakaian
mewah, pada muka dan dandanannya menandakan bahwa
dia seorang pesolek mata keranjang. Dua orang sedang
memandang kepadanya dengan penuh selidik pula.
"Niocu, itulah ayah angkatku dan yang seorang adalah
guruku," kata Cui Kong perlahan. "Lekas memberi hormat kepada me reka." Sedangkan dia sendiri sudah berkata
sambil memberi hormat, "Ayah dan suhu."
25 Akan tetapi Ceng Ceng berdiri seperti patung, mukanya
pucat sekali, direnggutnya tangannya terlepas dari
gandengan suaminya dan ia memandang kepada Liok Kong
Ji sambil bertanya, suaranya gemetar,
"Siapa ..... siapa kau .........?"
"Cui Kong, mengapa ist erimu begini tidak tahu aturan?"
Kong Ji me cela sambil menge rutkan kening.
Cui Kong membujuk isterinya, "Niocu, ayah adalah Liok
Kong Ji yang dikenal sebagai Thran.te Bu tek Taihi ap ! Dan
suhu adalah Lo-thian Tung Cuu Gi Tosu. Hayo lekas beri
hormat !" Penjelasan ini memasuki telinga Ceng Ceng seperti
geledek menyambar. Ia menoleh kepada Cui Kong, matanya
terbelalak lebar. "Kau........ kau........... !"
"Tiba-tiba Ceng Ceng menyerang dengan ganasnya ! Cui
Kong mengelak dan berkata, suaranya mengandung
penyesalan besar, "Ni ocu, jangan begitu.......... kau kan isteriku ...... .?"
Akan tetapi Ceng Ceag tidak perduli, melihat suaminya
melompat jauh, ia me mbalik dan kini menyerang Liok Kong
Ji yang berada paling dekat ! Bahkan ia memukul sambil
mencabut pedangnya, laIn menyerang kalang-kabut dengan
nekat sekali. "Niocu. jangan.... ah, isteriku kau sabarlah ?".!" Cui
Kong membujuk, suaranya betul betul bersedih. Untuk
pertama kali dal am hidupnya Cui Kong jatuh cinta dan ia
betul-betul merasa berduka melihat isterinya memusuhi dia
dan ayahnya. Liok Kong Ji tentu saja merasa malu dan rendah kalau
harus melawan wanita muda yang menjadi mantunya. ia
melompat mundur dan berkata kepada Lam thiab chit ong,
"Chit-ong, kalian cobalah anak mantu ini. Dia perlu dibuka 26
matanya, bahwa kita tak boleh dipandang re ndah, akan
tetapi jangan ganggu dial"
Sambil tertawa-tawa tujuh orang yang berpakaian tujuh
macam warna itu sagera bergerak maju mengurung Ceng
Ceng dalam bentuk sena (Bintang Purnama). Ceng Ceng
semenjak kecilnya memang seorang yang berjiwa gagah dan
tidak mengenal takut, maka me lihat tujuh orang ane h telah
mengepungnya, ia lalu memutar pedangnya dan menyetang
dengan jurus jurus yang paling berbahaya. Ia memang
cerdas dan maklum bahwa menghadapi sebuah (barisan), ia
harus mencoba untuk membobol kan satu bagian agar dapat
keluar dari kepungan. Oleh karena itu ia se ngaja menyerang
baju marah untuk membuat Iawan ini terluka atau keluar
dari barisan. Akain tetaspi, ia tidak s angka bahwu tin itu
memang luar biasa sekali. Begitu melihat Ceng Ceng
mendesak si baju merah, tin berubah dengan cara yang tak
disangka-sangka, dan kini menjadi bentuk Bi -se (Bintang
Buntut)! Si baju merah sudah hilang dan yang
menghadapinya kini si baju hijau. Juga tujuh orang itu
sudah melolos senjata mereka, yaitu sebatang cambuk
panjang dengan warna yang berbeda dari pakaian mereka. Si
baju marah memegang cambuk hijau, si baju hijau
memegaug cambuk hitam, dan begitu seterusnya. Benarbenar warna yang belang-be ntong itu membuat orang yang
terkepung menjadi silau dan bingung. Berkelebatnya
cambuk dan pakaian mendatangkan warna-warna yang
bertentangan dan amat sukar bagi Ceng Ceng untuk
mengetahui lawan seorang demi seorang dan akhirnya
terpaksa ia menghapi tujuh orang itu sekaligus. Tentu saja
ia payah baginya. Menghadapi seorang-seorang saja kiranya
baru berimbang, sekarang menghadapi tujuh orang
sekaligus yang bergerak menurut pergerakan bintang, aneh
dan kadang-kadang ajaib perubahan perubahannya.
Ceng Ceng betul-betul dipermainkan. Sejurus
menghadapi baju merah. jurus berikutnya sudah bertemu
baju hitam. Menangkis cambuk hijau. di lain saat cambuk
27 kuning sudah menyambar ! Pandang matanya sudah
berkunang-kunang dan belum lewat tiga puluh jurus
tenaganya sudah habis. Akhirnya Ceng Ceng menjadi makin
pening ketika barisan itu ti ba-tiba berpular-putar, membuat
warna aneka macam berputaran di depan matanya, Sambil
mengeluh yang merupakan isak dari hancurnya hati dan
perasaannya, pedang Ceng Ceng terlepas dan ia sendiri jatuh
mendeprok tak bertenaga lagi, mendekam di dalam lingkaran
dan menangis ! "Cukup !! " Cui Kong be rseru dan melompat menghampiri
isterinya. Sambil tertawa-tawa Lam thian-chit-ong
mengundurkan diri dengan bangga. Untuk kesekian kalinya
Chit seng-tin mereka mengalahkan lawan dengan amat
mudah. Cui Kong memeluk lalu memondong tubuh isterinya yang
sudah lemah tak bertenaga dibawanya lari memasuki pulau
menuju pondoknya. Ceng Ceng masih terus menangis sedih.
Setelah oleh suaminya di turunkan di atas pembaringan
dalam pondok Cui Kong yang indah dan mewah, baru Ceng
Ceng me ngeluarkan suara, mengeluh dan menangis.
"Kau ...... kau orang jabat.......... kiranya kau anak
manusia iblis she Liok itu.......... aku lebih baik aku mati
saja".." Cui Kong memeluk isterinya dan membujuk dengan katakata menghibur. "Niocu, isteriku sayang, jangan kau terbuai nafsu. Dengar dulu kata kataku, kau salah sangka.......... "
Ceng Ceng membuka matanya, memandang benci dan air
matanya bercucuran. "Salah sangka apa lagi. Sudah lama mendengar ayah
menyebut-nyebut adanya manus ia iblis Liok Kong Ji dan
kaki tanganya. Bahkan kitabku yang mancuri juga kaki
tangannya Liok Kong Ji. Kemudian kau datang.... kau
membohong, kau bilang berhasil rampas kitab, tidak
28 tahunya.......... ya Thian Yang Maha Kuasa.......... tak
tahunya kau.......... malah anaknya........!" Kembali Ceng
Ceng menangis. "Ceng Ceng isteriku. Dengarlah dulu. Tak kusangkal
bahwa aku sekarang menjadi putera Liok Kong Ji, akan
tetapi tadinya aku benar orang she Kwee. Aku hanya anak
angkatnya apa kaukira aku dengan mudah dapat me ncuri
kitab itu dari tangannya kalau dia tidak mengambil anak
padaku. Dia suka kepadaku dan mengaku anak, kaulihat
dia seorang gagah perkas a dan seorang ayah amat baik."
"Ayah bilang Liok Kong Ji adalah penjahat yang paling
keji di kolong langit !" Ceng Ceng membantah.
"Memang banyak orang yang salah sangka. Gak-hu juga
belum melihat sendiri maka menyangka demikian. Orang
baik se lalu dikabarkan buruk, itu sudah jamak. Kau lihat
sendiri, begitu bertemu dia mengaku anak padaku, dan
memberikan kitab supaya aku dapat be rjodoh dengan kau.
Sekarang kau datang-datang menghina dan menyerangnya,
namun ia tidak mau turun tangan sendiri, hanya menyuruh
Lam-thian-chit ong melayanimu, itupun dengan pesan
supaya kau tidak diganggunya. Bukankah semua itu
menunjukkan bahwa ayah seorang yang berhati baik ?"
Biarpun puteri seorang pendekar sakti, namun Ceng
Ceng sebetulnya masih anak-anak, masih hijau. Mana bisa
ia dapat menghadapi Cui Kong yang cerdik dan licin"
Bujukan-bujukan suaminya ini mulai termakan olehnya dan
membuat ia agak terhibur, berkurang kecewa dan sesalnya.
"Akan tetapi mengapa kau mengajakku ke sini " Ini
tempat apa dan apakah ayah angkatmu itu menjadi bajak
laut ?" tanyanya dengan mata merah dan pipinya masih
basah. Sambil tersenyum Cui Kong mengusap isterinya,
membersihkan air mata dan mengelus-elus rambut yang
kusut "Sama sekali tidak, isteriku. Ayah angkatku bukan
29 penjahat, juga bukan bajak atau perampok. Kau tahu,
Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
banyak sekali orang jahat di dunia yang memusuhi ayahku.
Oleb karena sudah bosan dengan segala macam
perte mpuran, lalu pindah ke pulau ini dan tidak mau
memusingkan diri dengan urusan dunia lagi, dan menikmati
kebahagiaan di tempat s unyi ini."
Memang sesungguhnya dalam pandangan Cui Kong,
orang reperti Liok Kong Ji itu sama kali tidak jahat.
Bagaimana dia akan menganggap jahat kalau Kong Ji
bersikap baik terhadapnya " Pula, sudah lajim di dunia ini
bahwa tidak ada manusia yang dapat melihat keburukannya
sendiri. Jangankan melihat keburukan diri sendiri, baru
melihat dan mencari kesalahan sendiri saja sudah sama
sukarnya dengan jalan menuju sorga. Kalau semua orang di
dunia ini dapat meli hat dan mengetahui kejahatan dan
keburukan sendiri, kiranya dunia takkan sekacau ini !
Melihat sikap suaminya yang sungguh sungguh dan
mendengar kata-kata manis dari Cui Kong yang memang
pandai bicara, Ceng Ceng terpengaruh dan terhibur.
Memang masih ada ganjalan kecewa dalam hatinya bahwa ia
harus tinggal di satu pulau dengan "ayah mertua" seperti Liok Kong Ji yang amat dibenci ayahnya, akan tetapi asal
Cui Kong orang baik-baik, yang lain ia tidak perduli.
Akan tetapi setelah beberapa bulan tinggal di situ, hati
Ceng Ceng menjadi makin hancur menyaksikan hal-hal yang
berlawanan dengan perasaan hati dan nuraninya. Apa lagi
penculikan-penculikan terhadap gadis-gadis pantai, benarbenar membuat ia marah dan me ndongkol sekali. Akan
tetapi apa dayanya" Suaminya sendiri kelihatan amat takut
terhadap Liok Kong Ji dan iapun tahu bahwa dia dan
suaminya sama sekali bukan lawan mereka itu.
Penghibur satu satunya bagi Ceng Ce ng adalah Leng
Leng, bocah perempuan yang tinggal di situ. Apa lagi ketika
ia tahu bahwa Le ng Leng adalah puteri Wan Sin Hong. Ia
makin sayang kepada anak itu dan boleh dibilang se menjak
30 Ceng Ceng berada di situ, Leng Leng selalu berada di
sampingnya. Karena tahu bahwa ini merupakan hiburan
besar bagi si anak mantu, Liok Kong Ji membiarkannya saja.
Andaikata Ceng Ceng he ndak memberontak, nyonya muda
itu bisa apakah" Hiburan ke dua bagi Ceng Ceng adalah
betapapun juga, suaminya amat mencinta dan menuruti
segala kehendaknya. Benar-benar terhadap Ceng Ceng, Cui
Kong selalu bersikap halus dan lemah lembut, cintanya
terhadap isteri ini sungguh-sungguh, tidak seperti terhadap
wanita yang lain yang sudah-sudah.
Beberapa bulan kemudian, selagi Ceng Ceng bermainmain dengan Le ng Leng di pantai utara yang sunyi,
mengumpulkan bunga-bunga liar yang amat banyak karena
waktu itu musim bunga telah tiba, terdengar Le ng Leng
berseru girang. "Burung bagus...... burung bagus........!"
Ceng Ceng yang sedang duduk melamun melihat bocah
itu bermain-main sambil memetik kembang, tersadar dari
lamunannya dan sekarang, ia melihat seekor burung besar
terbang di atasnya. "Tiauw-ko (kakak burung rajawali)! !" serunya kaget, heran dan girang.
Suaranya terdengar oleh burung itu dan sekaligus
binatang ini mengenal suara majikan mudanya. Dengan
gerakan indah sekali menukik lalu melayang turun.
"Burung bagus.......... bibi, tangkap dia, berikan
padaku.......... !" kata Le ng Leng sambil berlari rnendekat.
Ceng Ceng tersenyum dan kagum melihat keberanian
bocah itu, tidak seperti bocah perempuan lain yang biasanya
takut melihat burung besar.
"Kau tidak takut, Leng-ji ?"
31 "Tidak, burung bagus!" kata Le ng Leng yang mendekati dan mengelus-elus bulu di dekat kaki burung itu. Ia kalah
tinggi, hanya bisa me ngelus bulu di dekat paha.
"Tiauw-ko. ...... bagaimana kau bisa ke sini" Mana ayah
dan ibu........ " tanya Ceng Ceng sambil memeluk leber
burung itu, lupa bahwa tentu saja binatang itu tak dapat
bicara. Pek-thouw-tiauw itu hanya menggerak-gerakkan
kepalanya yang putih dan mengeluarkan bunyi lirih, kadangkadang melirik ke arah Le ng Leng karena belum pernah ia
mengenal bocah ini. Tiba-tiba Ceng Ceng mendapat pikiran bagus. Kalau pekthouw-tiauw berada di situ, tentu ayah ibunya juga tidak
jauh. Cepat ia memetik sehelai daun yang lebar, mengguratgurat dengan kukunya menulis beberapa huruf. Tulisan itu
hanya berbunyi; "AKU BERADA DI PEK-HOUW T0."
"Tiauw-ko, bawa daun ini pada ayah ibu. Mengerti "
Berangkat lah !" ia menepuk punggung burung itu yang
segera menyambar dan mementang sayap terbang cepat
sekali. "Bibi, burungnya mengapa terbang pergi"! teriak Leng
Leng. "Nanti dia kembali lagi, Leng-ji."
Dugaan Ce ng Ceng memang tepat sekali.
Burung pek-thouw-tiouw yang dua ekor milik Lie Kong
itu memang tak pernah jauh dari majikannya. Pada saat itu.
Lie Kong dan Souw Cui Eng isterinya tengah berlayar dengan
sebuah perahu kecil. Berhari-hari mereka lakukan
penyelidikan dengan perahu ini untuk mencari Pek-houw-to.
Suami isteri pendekar ini mempunyai hubungan luas di
kalangan kang-ouw. Mereka sendiri adalah pendekarpendekar pantai timur dan semua orang gagah, dari
kalangan kang-ouw maupun liok-lim hampir semua kenal
mereka. Ketika mereka mencari puteri me reka yang minggat
32 di daerah selatan, mereka bertemu dengan orang-orang liok
lim yang langsung memberi selamat kepada mereka yang
sudah berbesan dengan Thian-te Bu tek Tai-hin Liok Kong
Ji. Malah Seng-jiu-sin touw Si Malaikat Copet, seorang
maling besar bernama Tang Liok, dengan wajah berseri
memberi selamat sambil menegur, "Tai-hiap mengawinkan
puterinya mengapa lupa kepada Seng-jiu-sin touw?"
Hampir saja Lie Kong menampar muka orang ini kalau
saja ia tidak menyabarkan diri, "Kalian ini bicara apa"
Jangan main-main. Siapa yang berbesan de ngan Liok Kong
Ji?" Orang-orang liok-lim itu saling pandang dengan heran.
"Taihiap, bukankah puterimu berjodoh dengan Liok Cui
Kong putera angkat Liok-taihiap" Aku mel ihat sendiri
puterimu sekarang berada di Pek-hauw-to bersama suami
dan mertuanya." Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati suami isteri itu
mendengar keterangan ini. Tanpa memandang waktu lagi
mereka lalu pergi ke pantai dan dengan sebuah perahu
mereka mencari Pulau Pek-houw to. Karena marah dan malu
mereka enggan bertanya kepada orang-orang liok-lim ini dan
berusaha mencari sendiri pulau itu. Jarang suami isteri ini
bicara, namun dari air mat a yang selalu membasahi pipi
Souw Cui Eng dan sinar mata suram dan kadang-kadang
marah dari Lie Kong, dapat dibayangkan bahwa dua orang
ini menderita kesedihan dan ke marahan besar. Mereka sadar
sekarang bahwa mereka telah dipermainkan dan ditipu oleh
pemuda yang sekarang menjadi suami Ceng Ceng itu.
"Aku akan membunuhnya ...... " berkali-kali Lie Kong
berkata perlahan. Isterinya bergidik mendengar suara yang mengandung
ancaman pasti ini, "Akan tetapi dia anak kita ....."
33 "Lebi h baik Ceng Ceng tak bersuami atau mati dari pada
menjadi menantu Liok Kong Ji manusia iblis!"
Souw Cut Eng tak berani me mbantah lagi, hanya sering
kali menangisi nasib putri tunggalnya. Juga ia marasa
menyesal mengapa dulu tidak sewaspada suaminya yang
selalu me naruh hati curiga kepada pemuda tampan itu.
Memang dalam menilai seorang pria, wanita kurang waspada
dan hanya se orang laki-laki pula yang dapat menge tahui
sifat baik buat seorang calon mant u laki-laki.
Burung.burung Pek-Inouw-tiauw peliharan Lie Kong
adalah burung yang ce rdik. Dalam mencari Pulau Pek-houw
to, Lie Kong melepas burung jantannya dan berkata, "Tiauw-ji, te rbanglah dan mencari Ceng Ceng !"
Pek-thouw-tiauw tentu saja tidak bisa bicara akan tetapi
burung ini sudah sering kali mendengar perintah Lie Kong.
Kini mendengar disebut nama Ceng Ceng yang dike nal baik,
agaknya ia tahu bahwa ia harus mencari maji kan mudanya
itu, maka terbanglah ia tiggi di udara mengelilingi kepulauan yang berkelompok di deerah itu. Melihat sebuah pulau yang
didiami manusia dan ada rumah-rumahnya, ia melayang
turun dan terbang rendah di atas pulau sampai akhirnya ia
terlihat oleh Leng Leng dan Ceng Ce ng.
Dengan cepat sekali burung rajawali itu terbang tinggi
kembali ke perahu majikannya dan menukik turun. Sambil
mengeluarkan bunyi kegirangan ia melepaskan daun di
depan kaki Lie Kong dan Souw Cui Eng yang sudah
memburu keluar. Lie Kong menyambar daun itu dan membaca. Wajahnya
be rsinar girang se telah membaca huruf-huruf "AKU BERADA
DI PEK-H0UW TO" itu.
"Dia benar berada di sana!" katanya girang dan juga
gemas. Tadinya ia masih setengah me ngharapkan bahwa
keterangan orang-orang liok-lim itu keliru. Kini tak bisa
salah lagi, Ceng Ceng benar benar telah menikab dengan
34 putera angkat Liok Kong Ji. Tulisan di atas daun itu benar
tulisan anaknya. Souw Cui Eng tak dapat berkata apa-apa,
mukanya pucat. "Tiauw-ji, antar kami ke tempat Ce ng Ceng !"
Burung itu lalu terbang diikuti burung betina, Lie Kong
memasang layar mengikuti kemana terbangnya kedua ekor
burungnya. Tak lama kemudian ia sudah minggirkan
perahunya di daratan Pulau Pek-houw-to ! Dengan penuh
perasaan marah suami isteri ini melompat ke darat dan
berlari mengikuti arah thouw-tiauw terbang.
Kedatangan burung rajawali yang besar sudah terlihat
oleh Liok Kong Ji. "Suruh isterimu dan Leng Leng berdiam dalam rumah
saja dan mari kita menyambut mereka," kata Liok Kong Ji
tenang-tenang saja. "Sedapat mungkin kita bicara damai dan
menarik mereka. Kalau mereka sayang anak tentu mereka
suka berdamai." Pek- thouw-tiauw-ong Lie Kong suami isteri maklum
bahwa memasuki pulau itu berarti menghadapi bahaya
basar karena me reka sudah me ngenal sifat jahat dan curang
dari orang macam Liok Kong Ji. Namun dengan amat tenang
Lie Kong dan isterinya berjalan mengikuti terbangnya
rajawal i di atas. Bahkan ketika tiba tiba muncul Liok Kong Ji dengan Cui
Kong di sebelah kiri dan Cun Gi Tosu di sebelah kanan,
suami isteri pende kar itu masih nampak tenang saja, terus
melangkah maju dengan tindakan kaki tenang. Melihat tiga
orang ini muncul diikuti oleh tujuh orang di sebelah
belakang dan be lasan orang lain merupakan pasukan di
bagian paling be lakang, dua ekor burung pek-thouw-tiauw
terbang berputaran di atas, nampaknya bingung dan gelisah.
Dengan air muka ramah tamah dan tersenyum-senyum,
Liok Kong Ji melangkah maju menyambut kedatangan suami
isteri itu dengan mengangkat kedua tangan memberi hormat.
35 "Selamat datang saudara-saudara besan yang gagah
perkasa ! Benar-benar merupakan kehormatan besar sekali
bahwa jiwi sudi mengunjungi pulauku yang buruk. Memang
setelah antara kita ada ikatan kekeluargaan, habungan perlu
dipererat. Silakan beristirahat di pondokku yang butut."
Lie Kong tetap tenang, namun sepasang matanya
memancarkan sinar kilat, yang menyambar ke arah Cui
Kong dan membuat orang ini berdebar jantungnya. Melihat
sikap tenang dan dingin dari mertuanya ini, diam-diam ia
gentar juga. "Liok Kong Ji, biarpun jalan hidup antara kita jauh
berbeda, akan tetapi tidak pernah ada persoalan antara kita
sampai kau menyuruh orang me ncuri kitab dari tangan
anakku kemudian?"." Mata Lie Kong melirik ke arah Cui
Kong penuh kebencian, "ke mudian kau membiarkan
anakmu menipu kami, malah kau membantunya. Liok Kong
Ji, setelah dosa dan penghinaan yang kaulakukan atas diri
kami, masihkah kau harus berpura-pura berramah-tamah
dan sopan-santun ?" Kata-kata yang keluar dari mulut Lie Kong tetap
dilakukan dengan tenang, akan tetapi seluruh perasaan dan
urat di tubuh pendekar ini sudah siap untuk segera turun
tangan. Juga Liok Kong Ji bersikap tenang begitu pula Cun Gi
Tosu. Hanya Cui Kong yang tampak makin gelisah saja.
Kong Ji tersenyum mendengar ucapan Lie Kong tadi, lalu
menjawab. "Pek-thouw-tiauw-ong Lie Kong, dua urusan yang
kausebut-sebut itu adalah urusan anak-anak, sama sekali
tidak ada sangkut-paut dengan hubungan antara kau dan
aku. Memang, betul kitab yang kaudapat dari Omei-San itu
pernah diambil oleh puteri angkatku. Maklumlah anak-anak
selalu ingin memiliki barang aneh orang lain, jangankan
anak-anak, bahkan calon kake k-kakek macam kitapun
masih ingin me miliki kitab kitab Omei-san, ha-ha! Akan
36 tetapi harap kaumaafkan dua orang puteri angkatku itu
karena mereka sudah meninggal dunia dalam usia muda.
sayang. Adapun tentang soal ke dua. Bagaimana kau
menganggap itu penghinaan " Itupun urusan anak-anak
urusan anakmu dan putera angkatku. Sudah lumrah dua
orang muda saling mencinta kita orang orang tua mana bisa
ikut-ikutan. Puterimu suka menjadi isteri pute raku yang
mencintainya. Sekarang mereka sudah menjadi suami isteri
yang hidup bahagia di sini, apa lagi urus annya?"
Sebagai jawaban, tiba-tiba Lie Kong mencabut
pedangnya, diturut oleh isterinya. Dua ekor burung rajawali
kepala putih mengeluarkan bunyi keras menantang ketika
melihat majikan-majikan mereka telah siap dengan pedang
di tangan. Dua ekor burung ini siap-siap membantu Lie
Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kong. "Liok-Kong Ji, tak perlu kau memutar lidah. Siapa sudi
mendengar omongan orang yang terkenal curang dan licik
seperti kau ?" bentak Lie Kong.
"Lie Kong, kau man apakah ?" Liok Kong habis sabarnya
melihat tamu-tamunya mencabut pedang.
"Aku datang untuk mengajak pulang puteri kami dan
menyeret anjing biadab ini!" Dengan pe dangnya Lie Kong
menuding ke arah Cui Kong yang menjadi pucat dan orang
muda ini tanpa terasa lagi melangkahkan kaki berdiri di
belakang ayah angkatnya. "Oho-ho, mudah amat kau bieara !" Liok Kong Ji
mengejek. "Puterimu itu sudah menjadi isteri anakku. Orang pertama yang berhak adalah Cui Kong, orang kedua adalah
aku se ndiri karena aku ayah mertuanya. Dengar jawabanku,
Lie Kong. Ceng Ceng tIdak bisa kaubawa dan tentang
ancamanmu kepada puteraku, hemm, aku sabagai ayahnya
tentu takkan berpeluk tangan kalau kau hendak
mengganggunya." 37 "Bagus! Memang sudah lama aku menahan-nahan
dorongan hati yang hendak memberi hajaran kepada
manusia iblis Liok Kong Ji. Majulah, mari kita bertempur
seribu jurus untuk inenentukan siapa yang lebih unggul."
Lie Kong menantang. "Ha-ha, kaukira mudah saja me ngadu ilmu kepandaian
dengan aku" Orang yang tidak me miliki kepandaian berarti
mana ada harga untuk bertanding dengan aku atau Cun Gi
Totiang?" Liok Kong Ji memberi isyarat dan majulah Lamthian-chit-ong. Dengan gerak cepat dan indah mereka telah
membentuk barisan bintang menghadang di depan Lie Kong
dan Souw Cui Eng. Melihat tujuh orang berpakaian tujuh warna dan bentuk
barisan mereka, Lie K ong tersenyum mengejek. "Eh, kiranya Lam thian chit-ong sekarang juga sudah menjadi begundal
manusia iblis she Liok !"
Si baju me rah mewakili saudara-saudaranya menjawab,
"Sudah lama kami mendengar nama besar Pek thouw tiauw
ong suami iste ri. Kini bertemu te rnyata yang besar adalah
mulutnya, tidak tahu sampai di mana kepandaiannya atau
tidak sebesar mulutnya, be nar-benar amat menggelikaan !"
Enam orang yang lain tertawa mengejek.
Merah muka Lie Kong mendengar hinaan ini. Ia memberi
isyarat kepada iste rinya dan suami isteri ini me langkah maju berdampingan dengan pedang di tangan, sikap mereka
tenang akan tetapi gagah sekali.
Adapur Lam-thian-chit-ong juga sudah bergerak
membentuk lingkaran barisan bintang mengurung dua orang
lawan itu. Mereka berlaku amat hati-hati dan sudah
mempersiapkan senjata mereka yang lengkap, yaitu di
tangan kiri sebuah pisau pendek dan di tangan kanan
cambuk berwarna yang amat lihai. Mereka mulai bergerak,
berjalan perlahan mengitari dua orang itu. Inilah
pembukaan Chit-san-tin ( Barisan Tujuh Bintang) dan
38 gerakan berjalan mengelilingi lawan ini disebut Tujuh
Bintang Mengitari Bulan. Lie Kong mombisiki isierinya snows ma. berdiri saling
membelakangi, dengan eara ini suami Wert Ira dapat siding
molls. ungi serangan lawan dart belakang.
Melihat kedudukan suami isteri ini yang bersikap tenang
dan masih menanti gerakan barisan yang masih berlarian
mengitari mereka, tujub orang itu mempercepat larinya dan
tiba-tiba si baju merah memberi tanda, cambuknya
menyambar melakukan serangan pertama, disusul oleh
saudara-saudaranya. Namun Lie Kong dan Souw Cui Eng sudah siap dengan
pedang mereka dan cepat ia menangkis sambil mengerahkan
tenaga. Cambuk yang ditangkis oleh Suuw Cui Eng terpental
saja, akan tetapi yang terkena tangkisan pedang Lie Kong,
merasa telapak tangan mereka sakit dan tergetar ! Tujuh
orang itu masih melanjutkan serangan mereka dengan cara
bergantian sambil bergerak memut ar sehingga sepasang
suami isteri merasa ada serangan dari sekeliling me reka juga cambuk-cambuk yang beraneka warna itu mendatangkan
sinar menyilaukan dan membingungkan.
Namun Lie Kong cepat sekali gerakan pedangnya. Pedang
di tangannya mematahkan se rangan lima orang lawan
sehingga isteri yang tingkat kepandaiannya jauh lebih
rendah dari padanya hanya melayani dua batang dambuk
lawan. Di samping semua serangan ini sinar pedang suami
isteri ini masih mampu melakukan serangan balasan yang
membuat para lawannya terkejut. Mereka bergerak me mutar
lebih cepat lagi sehingga Lie Kong maupun isterinya tidak
mampu melakukan desakan pada seorang saja, me lainkan
harus melayani tujuh orang secara bergili ran.
Terpaksa Lie Kong dan Sauw Cui Eng memutar pedang
melindungi diri sehingga pedang mereka berubah menjadi
dua gulung sinar pedang saling melindungi dan merupakan
benteng baja yang amat rapat. Untuk sementara, tujuh
39 orang itu tak dapat mendesak jago pantai timur dengan
isterinya ini. Si baju merah memberi tanda lagi dan se gera serangan
dihentikan. Kini mere ka berlari memut ar dari kiri ke kanan, demikian cepat gerakan mereka sehingga kelihatan
bayangan indah beraneka warna sambung -menyambung
bagaikan pel angi melingkungi dua orang itu. Ini masih
disambung dengan cambuk tujuh warna yang digerakgerakkan dalam berlari sehingga pemandangan itu benarbenar indah menakjubkan. Untuk sejenak Lie Kong dan isterinya tidak tahu apa
makaudnya tujuh orang lawan yang hanya berlari -larian ini,
akan tetapi lama kelamaan mat a mereka menjadi silau dan
kepala mereka pening. Memang maksud tujuh orang itu
adalah untuk membikin dua orang lawannya pening. Siapa
yang berada di dalam lingkungan "pelangi" ini mau tidak
mau harus menggunakan mata memandang penuh
pe rhatian agar jangan diserang secara gelap oleh lawan.
Karenanya mata menjadi pedas dan kepala menjadi
pening menghadapi aneka warna yang bergerak memutari
secara cepat itu. Untuk mengalihkan pandangan mata agar
jangan silau adalah tak mungkin karena ini berarti
membuka bahaya bagi mereka sendiri.
Lie Kong adalah seorang pendekar yang banyak
pengalamannya bertempur. Biarpun belum pernah ia
menghadapi barisan sehebat ini sebagai lawan, namun
taktik pertempurannya sudah amat masak dan sebentar saja
memutar ot ak ia dapat menemukan cara untuk melawan
aksi musuh ini. "Ikuti aku lari !" katanya kepada isterinya yang sudah
mulai pedas matanya dan tiba-tiba Lie Kong juga membuat
gerakan berlari me mutar, tidak dari kiri ke kanan melainkan
sebaliknya, dari kanan ke kiri! Souw Cui Eng dengan taat
mengikuti suaminya yang ia percaya penuh, tetap waspada
dan siap dengan pedangnya.
40 Pemandangan menjadi makin indah dan aneh. Sekarang
ada dua lingkaran yang be rgerak berlawanan, yang luar
dengan aneka macam berputar ke kanan, yang sebelah
dalam be rgerak dari kanan ke kiri Dengan pergerakan ini Lie
Kong dapat membuyarkan pe mandangan yang menyilaukan
mata dan pedangnya mulai menyambar-nyamber menyerang
apabila terdapat kesempatan dalam berlari berpapasan
dengan lawan-lawan itu. Gerakan tujuh orang itu menjadi kacau dan si baju
merah kembali mengeluarkan aba-aba, se gera mereka
berhenti berlari dan de ngan teratur sekali barisan itu
berubah me njadi baris an Liong-sang (Bintang Naga) Si baju
merah menjadi kepala, baju hit am dan putih di kanan
kirinya manj adi sepas ang cakar, baju hijau menjadi perut,
baju kuning dan baju biru menjadi kaki belakang.
sedangkan baju coklat menjadi buntut. Bergeraklah barisan
Bintang Naga ini menyerang, cambuk dan pisau bergerak
dengan teratur sekali. Lie Kong tertawa mengejek. Bersama isterinya ia
menyambut serangan ini dan dalam gebrakan pertama saja
hampir-kampir pundak si baju putih terbabat pedang Lie
Kong. Akan tetapi tiba-tiba barisan itu bergerak dan tahutahu "naga" ini sudah menggerakkan buntutnya secara
melingkar sehingga dua kaki be lakang dan buntut yang
terdiri dari tiga orang itu secara tidak terduga telah
menyerang dari belakang Lie Kong dan isterinya. Kembali
suami isteri ini terkurung dan kini kurungan tidak seperti
tadi, melainkan berubah-ubah. Kedang-kadang bagian
kepala Bintang Naga itu yang menye rang dan buntutnya
hanya melindungi kepala. dan demikian sebaliknya. Perut
naga atau si baju hijau itu sewaktu-waktu melakukan
sarangan mendadak de ngan menyambitkan pisau pendek
sebagai senjata rahsia, dan agaknya mereka ini memang
mempunyai bekal banyak sekali pilau-pisau pendek.
41 Lebih dari dua puluh jurus Lie Kong dan isterinya
te rdesak dan mereka ini hanya mampu mempertahankan
diri, karena jika sewaktu-waktu mereka hendak melakukan
serangan balasan, tentu muncul serangan yang tak terdugaduga dari fihak lawan. Baiknya ilmu pedang Lie Kong
memang hebat luar biasa, maka biarpun amat terdesak, ia
dan isterinya masih mampu membuat benteng pertahanan
yang tak mudah dibobolkan.
(Bersambung jilid ke XXIII)
42 (PEK LUI ENG) Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo Scan djvu : syauqy_arr Convert & edit : MCH Jilid XXIII "KAUJAGA buntutnya, biar aku kepalanya !" tiba-tiba Lie
Kong yang sudah mendapat akal lagi berseru kenapa
isterinya. Ki ni mereka melawan dengan teratur. Keadaan
mereka berimbang karena kalau Souw Cui Eng agak
te rdesak oleh serangan bagian buntut yang terdiri dari tiga
orang itu adalah Lie Kong dapat menindih bagian kepala dan
perutnya. Dalam jurus ke tujuh, terdengar suara nyari ng
dan dua pisau pendek terpental, lepas dari tangan si baju
merah dan baju hitam ! Si baju merah menge luarkan aba-aba sambil me lompat
ke belakang dan meringis, karena telapak tangan yang
memegang pisau tadi sakit. Secepat kilat barisan Liong-sang
itu telah berubah lagi, kini berbentuk Bintang Sisir,
merupakan setengah Iingkaran yang mengurung dari depan.
Serentak tujuh orang mengirim se rangan dengan pisau
pendek yang disambitkan ke arah suami isteri perkasa itu !
Lie Kong dan Cui Eng tidak menjadi gentar. Putaran
pedang mereka meruntuhkan se mua pisau pendek yang
menyambar seakan-akan burung-burung kecil terpukul
kitiran angin besar. Akan tetapi segera barisan bergerak
1 maju, lima orang menyerang dengan cambuk. yang dua tetap
mengirim s ambitan pisau pendek. Dua orang penyambit ini
berganti-ganti, kedudukan mereka amat teratur dan
menyulitkan kedudukan lawan.
Diam-diam Lie Kong memuji. Memang Lam-thian-chitong telah menciptakan Chit- seng-tin yang luar biasa
kuatnya. Tahu bahwa kalau dilanjutkan, fihaknya, terutama
isterinya akan menghadapi bahaya, Lie Kong cepat
mengeluarkan suara bersuit panjang.
Inilah tanda rahasia bagi dua ekor pek- thouw-tiauw
untuk bergerak maju. Dua ekor burung yang amat setia itu
tadinya hanya terbang berputarao di atas saja, bingung
melihat cara Chit-seng-tin bergerak, tidak tahu harus
berbuat apa, lagi pula, belum ada tanda dari majikan mereka
untuk bergerak maka mereka hanya cecowetan dan
beterbangan di atas, ti dak berani sembarangan bergerak.
Kini mendengar suitan Lie Kong, dua ekor burung rajawali
raksasa itu mengeluarkan pekik menantang dan dua tubuh
yang besar ini me nukik dan menyambar ke bawah dengan
kecepatan luar biasa. Begitu dua ekor rajawali ini menggebrak dengan sayap
yang besar, kuat dan paruh yang mengerikan, terdengar
teriakan-teriakan kaget. Dua orang anggauta Chit -seng-tin
telah ke hilangan cambuknya, terampas oleh dua ekor
burung itu ! Kedudukan barisan menjadi kacau-balau dan
rusak. Lie Kong tidak menyia-nyiakan waktu baik ini,
pedangnya bekerja cepat sekali dan si baju putih berteriak
kesakitan, pundaknya tergores pedang dan cambuknya
terampas. Juga si baju coklat yang kurang hati-hati saking
kaget melihat datangnya dua ekor rajawali ini, terluka
lengannya dan cambuknyn juga terlepas dari pegangan
ketika Souw Cui Eag me nyerangnya dengan hebat.
Sudah dapat diperhitungkan bahwa sebentar lagi tentu
tujuh orang Lam-thian-chit-ong itu akan menderita
kekalahan mutlak karena mereka kini sudah kacau-balau
2 bergerak melindungi tubuhnya sendiri sendiri, tidak
merupakan barisan teratur lagi!
Kong Ji melihat hal ini dengan hati khawatir. Tujuh
orang itu merupakan pembantu-pembantunya yang boleh
diandalkan. Kalau sekarang dibiarkan te was oleh Lie Kong,
ia yang akan merasa rugi sekali. Ia memberi isyarat ke pada
Cun Gi Tosu dan Cui Kong kemudian ia sendiri meloncat
maju dan membentak, "Orang: she Lie. jangan menj ual lagak di sini !" Kong Ji merendahkan diri hampir jongkok, mengumpulkan tenaga
sambil menanti datangnya dua ekor pek thouw tiauw yang
menyambar lagi. Melihat sikap Kong Ji itu, Lie Kong yang
be rmata awas dapat duga niat musuhnya ini, akan tetapi
sendiri sedang menghadapi se rangan Cun Gi Tosu se hingga
ia hanya bisa berseru, "Tiauw-ji, jangan dekat !"
Akan tetapi terlambat. Sepasang burung sudah
menyambar turun. Burung-burung ini se tia sekali dan
mereka mulai mengamuk membela majikan mereka, tidak
tahu bahwa Kong Ji sudab siap mengumpulkan tenaga
lweekang. Ketika sepasang burung ini sudah menyambar
Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dekat,. Kong Ji me mukulkan kedua lengannya dengan
ge rakan Tin-san-kang yang luar biasa hebatnya.
"Blekk !" Tubuh dua ekor burung itu terpental ke atas,
bulu-bulu mereka berhamburan dan dua ekor binatang itu
terbanting ke bawah dalam keadaan tak bernyawa lagi.
Mere ka telah menjedi korban pukulan Tin-san-kang yang
dahsyat dan semua isi perut telah hancur lebur oleh
pukulan ini ! "Liok Kong Ji manusia jahanaml" Lie Kong berseru keras sekali melihat dua ekor binatang kesayangannya tewas.
Pedangnya diputar cepat dalam usahanya hendak
menggempur Kong Ji, akan tetapi tongkat kakek buntung itu
amat kuatnya menghadang dan menyerangnya. Ketika dua
3 buah senjata bertemu, kedua tokoh ini terdorong ke
belakang, tanda bahwa tingkat tenaga lweekang mereka
memang tidak jauh selisihnya. Lie Kong terkejut, tidak
mengira bahwa kakek buntung ini demikian lihai, maka ia
pus atkan perhatiannya dan menghadapi Cun Gi Tosu.
Segera perte mpuran seru terjadi, di mana fihak Lie Kong dan
isterinya terdesak hebat karena tujuh orang Lam-thian-chit
ong dan Cui Kong juga sudah membantu.
"Manusia iblis, kau harus mampus!" bentak Souw Cui
Eng. marah sekali melihat "anak mantunya" yang manis itu.
Pedang nyonya ini berubah menjadi sinar bergulung-gulung
menyambar ke arah Cui Kong. Akan tetapi orang muda yang
tak tahu malu ini sudah siap, menangkis dengan senjat anya
yang istimewa, yaitu lengan tangan kering. Tahu bahwa ia
menghadapi lawan tangguh, Cui Kong juga mengeluarkan
huncwe mautnya dan melawan "ibu mertuanya" dengan
senjatanya ini. Karena Cui Kong sibantu oleh sebagian dari
Lam-thian-chit-ong, maka sebentar saja Souw Cul Eng
terdesak hebat. Pertempuran ini betapapun juga membuat muka Kong Ji
menjadi merah saking jengah dan malu. Ia tahu bahwa
benar-benar akan memalukan sekali apa bila terdengar oleh
orang-orang kang-ouw bahwa dia telah mengeroyok dua
orang besannya. Melihat kenekatan suami isteri yang gagah
perkasra itu, ia menjadi tidak sabar. Pertempuran yang
memalukan fihaknya ini harus segera diselesaikan, pikirnya.
Diam-diam ia menyiapkan Hek-tok ciam di tangannya
Kepandaian istimewa dari Kong Ji memang banyak
macamnya. Selain ilmu pedangnya yang kini bertambah tinggi saja
setelah ia mempelajari kitab-kitab Omei-san yang dicuri dan
dirampasnya juga ia memiIiki Ilmu Pukulan Tin-san-kang
yang amat lihai seperti yang telah ia perlihat kan ketika ia
sekali pukul menewaskan dua ekor burung pek-thouw-tiauw
tadi. Di samping itu, ia masih memiliki Ilmu Pukulan Hek4 tok ciang (Pukulan Tangan Racun Hitam) dan jarumjarumnya yang disebut hek-tok-ciam adalah jarum-jarum
beracun yang amat berbahaya.
Tiba-tiba terdengar jeritan menyayat hati dan Ceng Ceng
berlari-lari ke luar dengan rambut riap-riapan. Nyonya muda
ini tadi sedang mencuci rambutnya ketika ia mendengar
berita bahwa di luar terjadi pertempuran hebat. Tempat
pertempuran memang jauh darI tempat ti nggalnya. maka ia
segera membawa pedang dan berlari ke luar ketika
mendengar dari penjaga bahwa musuh yang datang
menyerang diikuti oleh dua ekor burung rajawali.
Mukanya pucat sekali, jantungnya hampir meledak dan
rambutnya riap-riapan ketika ia berlari menuju ke arah
pertempuran. Melihat bahwa betul-betul ayah bundanya
yang dikeyok hebat dan hampir kalah itu, ia mengeluarkan
jerit dan menyerbu. Tentu saja ia menyerbu dan me nyerang
Cui Kong, suaminya yang sedang bertanding mengeroyok
ibunya. "Manusia berhati binatang ! Kau berani mengeroyok
ibuku ?" bentak Ceng Ceng, pedangnya dengan hebat
mengamuk dan menyerang Cui Kong.
Cui Kong menjadi kaget dan bingung sekali. Ia memang
betul-betul s ayang kepada isterinya ini, dan menghadapi
serangan Ceng Ceng ia hanya main mundur dan menangkis.
"Niocu, mereka yang mendesak, bukan kami ........" ia
mencoba membela diri. Sementara itu, ke tika Souw Cui Eng dan Lie Kong
melihat munculnya Ceng Ceng dengan rambut riap riapan
dan melihat puteri mereka itu datang-datang membantu
mereka dan menyerang Cui Kong, hati ayah dan ibu ini
menjadi girang. Bagaimanapun juga pernikahan antara anak
mereka dan Cui Kong adalah suatu kesalahan yang tidak
disengaja oleh Ceng Ceng, karena Cui Kong menggunakan
5 bujukan palsu. Puteri mereka masih tetap seorang gagah
dan baik. "Ceng-ji.......... dari pada kau menjadi isteri manusia iblis ini, lebi h baik kita melawan mati-matian" teriak Souw Cui Eng dengan air mata bercucuran saking terharu.
"Ceng-ji, kita telah ditipu oleh jahanam Cui Kong, mari
kita bikin pembalasan !"
teriak ayahnya. Mendengar ini, hati Ceng Ceng makin panas. Ia memang sudah merasa terjeblos dalam perangkap yang dipasang oleh Cui Kong dengan umpan wajah tampan, sikap halus dan Badai Awan Angin 19 Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen Misteri Rumah Berdarah 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama