Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Bagian 18
lama!" Lantas ia memberi hormat, lalu ia ajak semua delapan
perahunya berlalu. Didalam sebuah perahu, Na Hoo lihat Kwie eng coe
Tong Siang Ceng bersama Lie Hian Thong dari See coan
Siang Sat, sembari tertawa dingin ia kata pada mereka itu
"Tong Tocoe, Lie Tocoe, bukan biasanya kami dari Hoay Yang Pay akan menumpas orang, akan melempar batu
kedalam sumur, maka itu, apa yang kau hendak tunggu lagi jikalau kau, tidak mau ikut berlalu?"
Itulah hinaan hebat untuk Tong Siang Ceng dan Lie
Hian Tong, yang ada kenamaan, tetapi dalam keadaan
seperti itu, apa mereka bisa bikin" Mereka tundukkan
kepala bahkan malunya. Terpaksa, dengan ajak semua
kawannya yang tertawan, mereka ngeloyor pergi.
Begitu lekas musuh berlalu, Kan In Tong dan Kang Kiat muncul dari dalam sungai. Mereka sudah lantas ketahui apa
yang terjadi. Mereka lantas atur perahunya untuk bersiap2
maju. Dengan tiga kali suara gembreng, semua perahu Garuda, yang terpencar, lantas berkumpul.
Ketika itu sudah jam lima lewat, tak lama lagi langit akan sudah terang tanah.
"Kita maju sekarang atau menunggu sampai sudah
terang tanah?" Eng Jiauw Ong tanya Coe In Am coe.
"Baik kita berangkat sekarang," sahut niekouw itu. "Tak perlu kita menantikan disini. Nyalakan saja api."
Eng Jiauw Ong manggut. "Baiklah," kata ia, yang terus nyatakan pada In Tong untuk periksa perahu mereka.
"Paling juga rusak beberapa perahu, tidak ada artinya,"
sahut Kan In Tong. "Mari kita lihat." Ia terus panggil sebuah perahu cepat.
Selagi Eng Jiauw Ong naik keperahu cepat itu,
mendadak ia ingat suatu apa. Ia tanya Na Hoo, mana Kay Hiap yang telah membantu mereka, yang malah telah
tolongi Giok Kong. "Bantuannya itu harus dihargai,"
katanya. "Dia ada seorang aneh, entah dia pergi kemana," jawab Ay Kim Kong. "Tadi ia mengejar penjahat, ia lantas
menghilang dari depanku."
Eng Jiauw Ong tidak kata apa2 lagi, ia tempat naik
keperahu cepat, akan ikut In Tong menilik perahu2, yang ternyata cuma rusak beberapa buah, perahu2 mana sudah lantas dimusnahkan, kemudian bersama Na Hoo ia pergi
tengok Giok Kong, yang melainkan luka dikulit. Iapun
tengok Sam cay kiam Soe ma Sioe Ciang, yang terluka pula, tetapi lukanya tidak berarti. Semuanya barisan perahu
Garuda tak kurang suatu apa, semua sudah berlabuh
dengan rapi. Sekembali nya kemarkas, Eng Jiauw Ong minta In Tong
titahkan untuk mulai berangkat, yang mana dilakukan oleh Soe Soei Hie kee begitu lekas dibunyikan gembreng tiga kali beruntun. Mereka baharu berlayar kira2 setengah jam,
cahaya putih terang sudah mulai muncul diarah Timur.
Sang angin telah membuat hawa menjadi terasa dingin,
sedang tadinya, ketegangan membikin orang tak ingat
perubahan hawa itu. Seluruh sungai ada tenang, orang maju tanpa sesuatu
rintangan. Eng Jiauw Ong dan Na Hoo berdiri dikepala perahu,
mereka memandang kedepan, melihat udara. Makin lama
langit jadl makin terang, lalu tertampak cahaya merah dari Batara Surya. Sungai jadi indah permai karenanya, menarik hati untuk dipandang. Sementara itu, baharu waktu itu, Na Hoo ingat akan kanda nya, yang tak ketahuan sejak kapan sudah pisahkan diri dari mereka.
"Melainkan sekali aku lihat padanya, begitu lekas
serangan datang," Ban Lioe Tong kata. "Dia telah
musnahkan dua perahu api, lantas dia tak kelihatan lagi."
Eng Jiauw Ong awasi Ay Kim Kong, siapa nampak ter
senyum2. Tidak ada orang kuatiri Toa Hiap Na Pek karena orang
tahu dia memang bertabeat aneh dan orang percaya betul kegagahan nya, diapun memang.suka bekerja berpencar
dari saudaranya, yang sama anehnya seperti dia sendiri.
Coe In Am cioe sendiri ada sangat ketarik dengan
kepermaian alam disepanjang pelayaran itu, ia berdiri diam,
memandang jauh, jubanya memain tersampok sampok
angin dengan menerbitkan suara halus.
Selama itu tak pernah mereka menemui sebuah perahu
juga. Semua perahu melawan angin akan tetapi mengikuti aliran air, maka lajunya pesat juga.
Selagi menghadapi sebuah tikungan, yang bermuara,
.dari depan kelihatan mendatangi empat buah perahu cepat dengan memasang layar, yang laju mendampar ombak
terbantu dengan angin. "Rupanya itu ada pihak penyambut"." Kata Eng Jiauw
Ong. "Pasti itu ada utusan Cap jie Lian hoan ouw, tidak nanti mereka kandung, maksud jelek," nyatakan Na Hoo.
Memang juga, pihak empat perahu itu tidak menunjukkan keangkaran. Dimuka perahu terdepan ada
seorang dengan pakaian rapi, yang menyekal sebatang
bendera sulam, seperti bendera dari Kim Tiauw Tong,
Gedung Garuda Emas. In Tong segera kasi titah akan perlambat lajunya barisan Garuda.
Kapan kedua belah pihak sudah mendekati satu dengan
lain kira2 tiga tumbak, pihak Cap jie Lian hoan ouw
kebutkan benderanya, lalu menyusul dua kali suara suitan, segera empat perahu berhenti laju. Sambil memberi hormat, pemegang bendera itu lantas berkata "Ciangboen jin dari Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, selamat datang! Kami
datang menyambut atas namanya Hiocoe dari Ceng Loan
Tong. Hiocoe kami menyesal sekail atas penyerangan
ditengah jalan tadi. Pun Hiocoe menyesal tidak bisa segera menyambut sendiri karena tak dapat dia lancang
meninggalkan Ceng Loan Tong".
Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe membalas hormat.
"Kami bersyukur atas penyambutan ini, tolong haturkan terima kasih kami," kata ketua Hoay Yang Pay.
Wakil Ceng Loan Tong itu bersenyum.
"Sekarang ijinkan kami jalan didepan," kata ia.
"Persilahkan!" Eng Jiauw Ong bilang empat buah
perahu itu diputar, untuk balik kembali .
Eng Jiauw Ong minta Kan In Tong maju lebih jauh
untuk mengikuti. Ia pesan untuk tetap waspada.
Mereka melalui lagi dua tikungan, lalu mereka disambut oleh sebarisan perahu cepat dengan layar sepasang, semua perahu dicat kuning, warnanya mengkilap. Gubuk perahu, yang besar, indah buatannya, bagian depannya dialingi sero atau
layar bambu kerap, dikedua pinggiran nya digantungkan sepasang lentera kembang. Disitupun ada
dipasang sepasang lentera angin yang memakai huruf huruf merah seperti lenteranya pembesar negeri. Jendela dikedua tepi, diberi warna hitam mengkilap juga.
Juga anak buahnya empat orang setiap perahu,
berpakaian rapi semua masih muda dan gagah. Baju dari celana mereka hijau, kopiahnya yang lebar memakai pita putih. Betisnya dibungkus hitam putih dengan ujung sepatu lancip, sepatunya berwarna hijau bergaris putih. Dibelakang setiap perahu cuma ada satu jurumudi. Semua anak buah perahu itu memegang penggayu.
Dimuka perahu berdiri seorang berusia kurang lebih
empat puluh tahun, mukanya putih bersih, alisnya kecil, matanya bagus, hidungnya bangir. Ia pun pakai kopiah
lebar, bajunya putih rembulan, angkinnya putih. Baju luar nya yalan thungsha biru. Sepatu nya hijau, kaos kakinya putih. Ia menyekal sebatang bendera sulam. Kalau dia
bukannya disarang Hong Bwee Pang, orang sangsi dia ada anggauta penjahat, karena dia mirip dengan satu pembesar tentera.
Selagi mendekati tujuh tumbak, diperahu tuan rumah itu terdengar suitan beruntun, lantas layar2 dikasi turun.
Semua penggayu dikasi turun kedalam air, untuk
menghambat lajunya perahu, maka, sejarak tiga tumbak, semua perahu itu lantas berlabuh.
CVI Segera juga orang dialas perahu Hong Bwee Pang itu
kibarkan benderanya, ia memberi hormat seraya berkata
"Ciang boenjin Ong Loosoe dari Lek Tiok Tong, Ceng
hong po dan Coe In Taysoe dari Pek Tiok Am, See Gak,
terimalah hormat kami yang rendah. Atas namanya
Hiocoe, dari Thian Hong Tong, kami datang menyambut
untuk memimpin jiewie memasuki Cap jie Lian hoan ouw.
Menyesal sekali Pangcoe tak dapat menyambut sendiri
disini, tetapi begitu lekas jiewie berdua sampai ditempat kami, pasti Pangcoe akan haturkan maafnya
Eng Jiauw Ong dan Coe In membalas hormat untuk
bersikap menghormat itu. "Dari tempat ribuan lie kami datang kemari, kami
berterima kasih untuk kebaikannya Boe Pang coe,"
mengucap Eng Jiauw Ong. "Kami mohon maaf untuk apa
yang terjadi disepanjang jalan. Hoen coei kwan ada tempat terlarang tetapi kami sudah memasukinya secara lancang.
Kami pun bersyukur yang Lwee Sam Tong telah
menyambutnya secara manis budi. Maafkan kami yang tak memakai kehormatan seharusnya. Belum tahu tuan sendiri ada to coe yang mana?"
Wakil Thian Hong Tong itu menyahuti dengan hormat
"Aku yang rendah telah terima kemurahan hatinya Liong Tauw Pang coe, aku ditugaskan didalam Thian Hong Tong dari Lwee Sam Tong, untuk mengurus bahagian Bendera
Merah, akupunya she yang hina adalah Tam dan namaku
satu2nya adalah Gee".
Mendengar jawaban itu, Eng Jiauw Ong dan Coe In Am
coe menaruh hormat kepada Tam Gee, karena mereka
tahu, didalam Hong Bwee Pang, Ang Kie Hiocoe dari Lwee Sam Tong, yalah dari Thian Hong Tong, Gedung Burung
Hong, besar sekali kekuasaannya, berhak menghukum mati anggauta2 yang bersalah. Maka dengan kirim wakil hiocoe ini, dari bahagian Bendera Merah, Ang Kie, pihak tuan rumah telah memberi muka terang. Begitulah sambil
memberi hormat, Eng Jiauw Ong berkata "Hiocoe, sudah
lama kami telah mendengar namamu, yang mendengung
laksana guntur, yang bercahaya bagaikan bulan nan permai, maka kami girang sekali sekarang bisa bertemu denganmu.
Apakah Pangcoe telah mengijinkan kami memasuki Cap jie Lian hoan ouw bersama sama seluruh pasukan perahu?"
"Ong Po coe terlalu merendah," menyahut Tam Gee.
"Soe Soei Hie kee telah lama mendapat nama besar di
Selatan dan Utara sungai Besar, maka diantara kaum kami ada siapakah yang tak ingin memandangnya pasukan
perahu yang menjadi perintis dalam kalangan perahu kaum kang ouw itu" Pang coe dan semua bukan main girangnya dan bersedia untuk menyambutnya! Dari sini sudah tak
jauh lagi akan sampai di Cap jie Lian hoan ouw. Oleh
karena tugasku, menyesal aku tak dapat menemani lebih jauh, dari itu tolong ciangboenjin memaafkan aku."
"Kami justeru berterima kasih kepadamu, hiocoe," Coe
In Am coe menjawab. "Nah persilahkanlah!"
Ang Kie Tam Gee sudah lantas kibarkan benderanya,
lalu terdengar suitan, segera delapan buah perahunya
bergerak untuk memutar diri, untuk terus berlayar pergi, dengan laju sekali.
Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe mengawasi sampai
pihak penyambut itu sudah pergi jauh. Mereka tahu, itulah pihak penyambut yang terakhir. Setelah itu, Eng Jiauw Ong berkata kepada Ay Kim Kong Na Hoo, yang tadi
mengumpatkan diri didalam perahu "Kelihatannya sempurna jugalah penyambutannya Liong Tauw Pang coe
dari Hong Bwee Pang terhadap kita, inilah menyatakan
licinnya Thian lam It Souw Boe Wie Yang. Disepanjang
jalan kita diganggu, dia tetap berpura pura tak tahu
menahu, maka itu sekarang, selagi kita mendekati Cap jie Lian hoan ouw, mesti kita waspada. Tak mungkin disini tak ada penjagaan2 rahasia, sebab ini adalah daerah nya yang terpenting. Dimuka umum dia berlaku manis budi, siapa tahu dalam hati sanubari nya" Pendapatku haruslah kita tetap berjaga2."
Na Hoo manggut, ia benarkan saudara seperguruan itu.
"Aku sangsi yang Boe Wie Yang masih mengandung
maksud jelek terhadap kita," Coe In Am coe pikir
sebaliknya. "Dia benar licin, dia berpura2 tak tahu menahu atas perbuatan orang orangnya, tetapi disini, ditempat nya yang penting, aku percaya dia mesti lindungi nama baiknya.
Kalau toh disini ada ancaman bencana, itu mungkin ada ancaman yang sewajarnya mengingat tempat memangnya
berbahaya." Dua2 Eng Jiauw Ong dan Na Hoo membenarkan
anggapannya pendeta dari See Gak ini.
Setelah itu, Eng Jiauw Ong minta Kan In Tong
menitahkan untuk barisannya berangkat.
Mereka telah melalui kira2 satu lie, lantas kelihatan sungai seperti berubah, yalah tikungan jadi bertambah dan cabang sungai kelihatan beberapa buah, karena ini, barisan maju dengan hati2 dengan tujuan langsung barat selatan.
Kapan mereka telah lewati lima buah muara kecil,
sampailah mereka dibahagian sungai yang mulutnya sempit penuh dengan rumpun hingga perahu tak bisa jalan
berendeng dua, perahu2 Garuda mesti berbaris satu2.
Lagi satu lie kira2, tujuan menjurus kearah selatan, lalu menikung terus, hampir seper jalanan satu jam. Menampak itu, Eng Jiauw Ong sangat mendongkol. Ia insyaf inilah daerah alam yang berbahaya dari Cap jie Lian hoan ouw.
Masuk disiang hari ada demikian sukar, maka entah
bagaimana sukarnya diwaktu malam. Siapa tak akan
kesasar disini dan menemui keruntuhannya"
Segera barisan Garuda Terbang menghadapi jalan cagak
dua. Menampak itu, Eng Jiauw Ong mesti berpikir akan
ambil tujuan. "Jalan disini!" Kata ia, setelah ia memperhatikan kedua jalan cabang itu.
Semua perahu jalan "dengan melawan air deras, jalanan masih tetap sempit, kedua tepi berumput tebal. Layar2 pun sering membentur pepohonan, yang cabangnya seperti
mengarungi sungai. Tetapi semua perahu maju terus, anak buah. Dari Garuda Terbang hunjukkan ketabahan dan
keuletannya. Untuk setengah jam anak Soe Soei merasai perahu jalan lambat dan meminta tenaga, mereka tak tahu apa sebabnya, mereka hanya menduga mesti ada sebabnya. Mereka maju
terus, melewati dua muara, setelah itu, lagi setengah panahan jauhnya baharulah gelagah kurangan, permukaan air jadi terlebih lega. Tetapi sebagai gantinya, jauhnya dua
panahan disebelah depan, mereka lihat sesuatu yang me n yangsikan, maka Kan In Tong segera diberitahukan, untuk pemimpin itu memeriksa sendiri.
Kan In Tong segera pergi keperahu paling depan,
sementara itui ia telah titahkan pertahankan lajunya
barisan. Rupanya disebelah depan ada sebuah pintu kota atau benteng air, sebuah pelabuhan yang merupakan pintu berkarang dikiri dan kanan. Karena ini, segera ia
menyampaikan warta kepada Eng Jiauw Ong dan Coe In
Am coe. Ia nyatakan ingin menyakslkan sendiri dahulu.
Kedua ketua Hoay Yang Pay dan See Gak Pay itu lantas
keluar, untuk melihat sendiri.
Jarak mereka sekarang kira2 sepanahan lagi.
"Ya, itulah bukan air sewajar nya," kata Eng Jiauw Ong.
Ia mau percaya dimulut pelabuhan itu ada dipasang parit sembunyi.
Waktu itu Kang Kiat, yang berada dibelakang, telah
datang menghampirkan. Ia heran perahu dijalankan
pelahan. Ia justeru lihat In Tong dengan pakaian berenang sedang siap untuk terjun keair, untuk melakukan
penyelidikan. "Eh, Kan Soesiok, kau hendak bikin apa?"tanya boca ini.
"Lihat kota air itu jawab In Tong sambil menunjuk
kedepan. "Air ada demikian deras, aku kuatir perahu kita sukar maju melewatinya. Aku ingin melihat dulu"
"Aku akan temani kau, soe siok," kata Siauw Liong
Ong, yang berdandan dengan segera. Sebenarnya ia selalu siap sedia dengan pakaian mandi, yang ia cuma lapis
dengan pakaian luar. Dilain saat, keduanya telah terjun kedalam air, dengan gerakan "In lie hoan sin" atau "Jumpalitan didalam mega,"
kepala dibawah, kaki diatas. Kalau In Tong ada dari buah pendidikan belasan tahun, Kang Kiat adalah kepandaian wajar, hingga gerakannya beda sedikit, akan tetapi tak kalah gesitnya. Keduanyapun tak menyebabkan air muncrat keras dan berisik. Sekejab saja mereka telah berenang selulup jauhnya lima enam tumbak, setelah mana mereka muncul
sebentar untuk bernapas, lalu selulup pula.
In Tong dan Kang Kiat maju dengan cepat tetapi
berhati2, dengan lekas mereka telah mendekati pelabuhan.
Mereka merasakan tamparan air keras sekali. In Tong kasi tanda dengan tangan kepada kawannya, lalu keduanya
timbulkan diri. Dimuka air tak ada seorang juga.
"Disini tidak ada perahu, tidak ada orang juga kata Kang Kiat. "Aku menduga tentu didalam air ini mesti ada
perintang. Mari kita maju dari samping, dari tengah bisa berbahaya. Kalau musuh bisa mundar mandir disini,
mustahil kita tidak."
In Tong menyatakan akur. Lalu tanpa kata apa" Lagi,
keduanya mencar kekiri dan kanan, untuk maju. Benar2 air sangat deras, dua tiga kali mereka terdampar mundur.
Dengan berpegangan pada karang, mereka bisa kumpul
tenaga. Damparan air disitu ada berisik sekali, mereka tak usah berkuatir suara berenang mereka akan terdengar
orang. Kemudian In Tong menunjuk kedalam air, lantas ia
selulup. Kang Kiat pun berbuat demikian akan dekati
kawan itu. Segera mereka dapat kenyataan, air paling cetek ada dua tumbak, lalu empat tumbak dan paling dalam
belasan tumbak. Keduanya maju mendekati mulut pelabuhan. Matanya
Kang Kiat lebih awas, segera ia tampak pintu air, yang dipasang di dasar sungai. Jadi inilah yang membuat air keras sekali mendamparnya. Air disebelah dalam tertahan, lalu keluarnya nerobos memaksa. Disebelah dalam mesti ada sumber air yang besar dan lebar, mungkin asalnya dari atas gunung atau air tumpah, yang turun menjadi satu
dimulut pelabuhan ini. In Tong mendekati pintu air, ia memeriksa sambil me
raba2. itu adalah daun pintu terbuat dari besi, yang beratnya diatas seribu kati. Tak gampang akan singkirkan pintu air itu. Maka keduanya lantas timbulkan diri dimuka air.
"Kan Soesiok, aku tak percaya pintu air ini ditutup dan dibuka dengan andalkan tenaga manusia." Kang Kiat
nyatakan. "Mari kita cari pesawatnya".
"Akupun menduga demikian," sahut In Tong. "Tetapi
apa tak bisa jadi, ada lain jalanan lagi"..."
"Marilah kita periksa dulu," kata Kang Kiat.
Kembali mereka selulup, akan rabah pintu air, akan
merayap maju. Mereka memisah diri kekiri dan kanan.
Dengan lantas mereka kena pegang rantai besi yang kasar, yang berpokok kepada karang, maka itu mereka merayap
lebih jauh mengikuti rantai itu, sampai mereka muncul dimuka air, ditepinya gunung. Disini, ujung rantai tertutup dengan pepohonan, hingga tak dapat terlihat dari
pandangan mata. Memeriksa itu, In Tong dapati bahwa
tempat itu ada buatan manusia. Dilain ujung, rantai
menempel kepada roda, yang ada tihang palangannya.
Sedikitnya empat lima orang baharu bisa putar roda itu.
In Tong panggil Kang Kiat, ia tanya kawan ini apa yang dapat dilihatnya. Siauw Liong Ong menyatakan dapatkan pesawat yang serupa. Keduanya tak mau mencoba coba
memutar roda itu, maka atas usul In Tong, mereka hendak selulup pula buat pulang, akan kasi laporan pada ketua mereka, "Soesiok, aku berangkat duluan!" Kata Kang Kiat, yang segera mendahului terjun. Apamau tubuhnya
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membentur gelombang, tubuh itu terdampar, lalu selam
kelam. In Tong saksikan itu, ia terkejut.
"Kalau dia tenggelam terus didalam gelombang"." Pikir dia dengan ibuk. Karena ini, lekas2 ia terjun untuk
menyusul. Ia mencari dengan hati kebat kebit. Ia telah maju lima enam tumbak tanpa. Hasil. Ketika ia sampai
diperahunya yang terdepan, baharu hatinya lega, Disitu ia dapatkan Kang Kiat sedang bersihkan air dipakaiannya.
"Soesiok, lekas naik, soecouw semua sedang menantikan kau, untuk dengar keteranganmu", kata Siauw Liong Ong, yang ternyata telah sampai terlebih dahulu dengan tak kurang suatu apa. Sebab ia terdampar air untuk terus
selulup jauh" In Tong menghela napas. "Kang Lauwtee, kau bikin aku berkuatir," kata ia. "Lain kali jangan kau main2 begini rupa, atau aku takut akan berjalan pula bersama sama kau?"
Tetapi si boca tertawa. "Aku tidak tahu sebenarnya soesiok sangat pikirkan
aku," kata ia. "Baik, soesiok, lain kali aku akan bicara dahulu kepada soesiok apabila aku hendak lakukan
sesuatu" In Tong tertawa. Ia lantas naik.
"Kau telah ketemu ketuamu?" ia tanya.
"Ya. Mereka sedang tunggui soesiok!"
In Tong gebrikkan air ditubuh nya, lantas ia pergi
keperahu besar. Kang Kiat ikut bersama. Disana Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe asyik menantikan.
"Banyak cape, Kan Soehoe!" Ketua Hoay Yang Pay
menyambut. "Kang Kiat telah tuturkan, tanpa tenaga besar, pintu air itu sukar untuk dilayani. Soehoe telah
berpengalaman, daya apa soehoe ada punya?"
"Aku cupat pikiran, aku tak punya daya," sahut In Tong dengan cepat sambil merendah. "Baik kita coba dengan dua perahu cepat, delapan anak buah pilihan serta empat boesoe yang bertenaga enam sampai tujuh ratus kati, untuk angkat pintu air itu. Kalau kita tak berperahu besar, tak usah kita bertindak begini. Bagaimana pikiran loosoe pribadi?"
Sehabis mengucap demikian, In Tong, segera berpaling
pada Coe In Am coe, dengan hormat ia kata "Soe thay,
maafkan kelancanganku"
Eng Jiauw Ong manggut begitupun Coe In.
"Memang kita harus bertindak demikian," ketua. Hoay
Yang Pay berkata. "Silahkan soehoe pilih orangnya!"
In Tong terima tugas itu, ia lantas undurkan diri. Eng Jiauw Ong pun ajak Coe In masuk ke dalam perahu, untuk bicarakan meminta Ban Lioe Tong bersama2 Ciong Gam,
Chio In Po dan Teng Kiam membantu In Tong. Latihannya Lweekang
dari empat orang ini telah mencapai kesempurnaan. Soe touw Kiam diperintah undang empat
orang itu kepada siapa, setelah mereka datang, dimajukan permintaan bantuan itu. Lebih dulu dari itu, Eng Jiauw Ong jelaskan rintangan pintu air itu.
"Buat angkat pintu air seribu kati, mungkin tak menjadi soal," kata Lioe Tong. "Akan tetapi aku tak pandai
berenang, ini bisa menggagalkan"
Mendengar itu, Coe In Am coe tertawa.
"Siok beng Sin Ie yang tersohor dalam dunia kang ouw
mengucap begini rupa, inilah aku belum pernah dengar!"
Kata pendeta wanita ini. "Jangan kuatir. Ban Loosoe,
anak2 dari Soe soei akan antar soe tee, mereka pasti tidak akan antar kau terus sampai diistana raja naga untuk
menghadiri pesta didasar laut. Tentang keselamatan Ban Loosoe, aku si pendeta tua suka menanggungnya."
Eng Jiauw Ong dan Na Hoo tertawa mendengar
niekouw ini berlelucon, Lioe Tong pun bersenyum.
Segera setelah. itu, In Tong datang untuk memberitahukan ia sudah bersiap sedia.
Eng Jiauw Ong memberi hormat pada Chio In po dan
Teng Kiam. "Jiwie loo piauwsoe, banyak cape!" Kata ia.
"Ongloosoe terlalu sungkan!" Jawab dua piauwsoe itu.
"Baiklah, sampai sebentar bertemu pula."
Kedua piauwsoe ini bersenyum, suatu tanda ia tak
bersangsi sedikit juga. Lantas empat orang itu bertindak, akan mengikuti In
Tong. Eng Jiauw Ong bertiga Na Hoo dan Coe In Am coe
mengantar sampai diluar. Dua buah perahu cepat sudah siap, setiap perahunya ada empat anak buahnya, semua rata2 dari usia dua puluh
lebih, kelihatan gagah dan gesit, mengenakan pakaian
mandi, alatnya adalah penggayu.
Lioe Tong betempat memecah diri akan naik kekedua
perahu, yalah Lioe Tong bersama Chio In Po, Ciong Gam bersama Teng Kiam.
"Mari kita jalan didepan!" In Tong mengajak Kang Kiat.
Kemudian ia pesan Eng Jiau
w Ong. "Ong Loosoe, kami, harap jangan berayal lagi, begitu pintu air diangkat, segera nerobos masuk. Tolong jaga supaya musuh tak
menggunai tipu daya lainnya!"
Eng Jiauw Ong manggut. "Baiklah, aku akan bersiap. Rasa nya tak akan gagal!"
Jawabnya. In Tong beri tanda pada anak buah dari kedua perahu
cepat, setelah itu berbareng bersama Kang Kiat, ia terjun keair untuk berenang selulup, akan membuka jalan untuk dua perahu cepat itu yang pun segera berangkat, delapan anak buahnya menggayu dengan rapi dan cepat, hingga
seumpama terbang kedua perahu maju melawan air yang
deras. Bagaikan ikan2 besar, In Tong dan Kang Kiat maju
terus, kedua perahu mengikuti mereka. Anak buah perahu mesti peras keringat selagi mendekati mulut pelabuhan dimana air deras luar biasa, tetapi mereka maju terus.
Tatkala mereka sudah maju lagi dua tiga tumbak,
mendadakan perahu mereka menjadi sangat enteng, arus
deraspun reda dengan tiba2. Tentu saja mereka jadi heran tak kepalang.
Sementara itu, barisan perahu Garuda Terbang pun telah mengikuti mereka.
Ban Lioe Tong dan Ciong Gam, yang tak kurang
herannya, mengawasi kemulut pelabuhan, lalu dengan tiba2
mereka perdengarkan seruan "Eh!"
"Lihat, Chio Soehoe!" Kata Siok beng Sin Ie kemudian.
"Apa benar orang telah singkirkan pintu air, untuk mengasi kita lewat?"
Chio In Po mengawasi kedepan, ia tampak seperti
sebuah tembok hitam terangkat naik, makin tinggi dan
makin tinggi. In Tong dan Kang Kiat pun lihat pintu air diangkat, tetapi sebelum dapat kepastian, mereka tidak mau mundur dulu untuk memberi kabar, sebaliknya mereka
maju lebih jauh. Begitulah mereka saksikan pintu air telah terangkat habis.
Insyaf pada ancaman bencana, In Tong memikir buat
mengajak Lioe Tong beramai menjaga dipusat pintu air, dengan begitu bisa dicegah apabila nanti pinta air
diturunkan pula dengan sekonyong2 untuk mencelakai
mereka yang sedang lewat. Karena ini, bersama Kang Kiat ia maju terus. Disaat ia ikuti rantai untuk naik lebih jauh, tiba2 ia dengar suara tertawa diatasan kepalanya.
"Kau datang kebelakanganl" demikian suara ejekan itu.
"Lekas maju lewat disini secara merdeka! Buat apa main sembunyi sembunyi apa macam?"
"Siapa kau?"In Tong tanya. "Harap kau tidak main2!"
"Eh, siapa main2 kepadamu?"ada jawaban dari atas.
"Benar2 tak tahu malu! Kau turunlah!"
Menyusul itu menyamber turun segabung rotan berduri,
mengarah kepalanya Soe Soei Hie kee hingga terkejut,
syukur ia keburu berkelit. Walaupun demikian, ia tidak berani lancang mendamprat, sebab teranglah, dari lagu suaranya, orang diatas itu bukan nya musuh. Setelah itu, kesunyian pun memerintah disitu.
Sampai sekian lama keadaan tetap sunyi, maka In Tong
panggil Kang Kiat, untuk mengajak kawan ini naik terus, hingga kemudian mereka dapatkan, rantai benar telah
berputar naik. Tak ketahuan siapa sudah mengangkat pintu air itu.
CVII "Heran," pikir Kan In Tong, yang tidak berani berdiam lama disitu, lalu cepat cepat ia ajak Kang Kiat kembali untuk kasi laporan pada Ban Lioe Tong beramai, supaya pasukan perahu mereka menggunai ketika itu akan masuk kedalam pelabuhan.
Maka itu, begitu melewati pelabuhan, rombongan Soe
Soei Hie kee segera dapat lihat ada sebuah bangunan mirip kota disebelah depan mereka.
Segera juga muncul dua belas perahu yang melakukan
penyambutan, yang kemudian berbalik, untuk menjadi
pengantar disebelah muka.
Sampai didepan sebuah bentengan, perahu yang didepan
melepaskan dua panah nyaring, lalu dua buah .perahu
kelihatan keluar untuk mementang pintu benteng, yang
merupakan pagar2 bambu. Setelah ini, kedua perahu itu masuk pula kedalam.
Kini pasukan Garuda Terbang telah mulai memasuki
Cap jie Lian hoan ouw. Semua orang berdiam didalam
perahu, tetapi mereka memandang keluar, akan saksikan sepanjang jalan, sekitar mereka. Dikedua tepi berdiri tembok2 gunung dengan lobang2 guhanya, tetapi tak
kelihatan ada penjaganya.
Maju lebih jauh dua panahan, didepan ada kedapatan
dua puluh perahu besar dengan masing2 dua batang
layarnya. Semua perahu ini beda dengan yang dua belas perahu pengantar, mereka ada mentereng sekali.
Didaratpun tertampak dua baris bangunan rumah kayu,
yang sederhana pembuatannya. Didepan dan belakang dua
baris bangunan itu ada ditanami bunga2 dan rumput,
hingga nampaknya semua hijau terang.
Selewatnya dua baris bangunan itu, sungai terapit
dengan pepohonan besar, yang merupakan semacam rimba
terawat, hingga bagian tengahnya mirip seperti pintu. Dari dalam mana muncul dua puluh pemuda yang roman nya
gesit, pakaiannya serupa dan rapi sekali. Itulah baju dan celana pendek, betis terbungkus, sepatu baru, ikat kepala hijau. Kecuali mereka menggendol panah jepretan dan
kantong piauw, tangan kiri mereka masing2 pun menyekal sebatang golok Kwie tauw too. Mereka berdiri berbaris didepan rumah kayu itu. Setiap delapan pemuda itu ada satu yang pegang bendera sulam yang kecil, persegi tiga.
Disini, dua belas perahu pengiring lalu berbaris empat2, menjadikan tiga baris. Selagi barisan perahu lewat, tiga bendera di kibar2kan, dibalas oleh yang didarat, mereka ini berbuat demikian sambil menjura.
Semua perahu masih maju, hanya sekarang barisan
pengiring mulai pelahankan jalannya. Barisan Garuda
Terbang pun sudah turunkan layar. In Tong diam2 pesan orang2nya untuk melihat saja sambil tutup mulut, jangan perdulikan apa juga kecuali ada dari titahnya, Coe In Am coe telah perintah In Tong mengenakan thungsha baju
panjang padanya diberikan karcis nama See Gak Pay.
Dipihak Hoay Yang Pay, Eng Jiauw Ong tugaskan Hoa
In Hong sebagai wakilnya, untuk temani Soe Soei Hie kee.
Maka itu, setelah berdandan rapi, kedua utusan lantas pergi keperahu depan.
Dipihak tuan rumah, segeralah perahu2 mereka bergerak gerak akan mengatur diri dalam barisan yang rapi.
Disebelah selatan ada dua puluh delapan buah menghadapi kearah timur utara, dan disebelah utara ada lima puluh
enam buah, menghadap ke timur selatan. Ditengah tengah mereka ada perairan luasnya enam belas tumbak. Inilah untuk pasukan perahu tetamu menempatkan diri. Barisan pengantar maju sampai mendekati daratan. Perahu2
Garuda Terbang berlabuh ditempat jaraknya lima enam
tumbak dari tepi. Adalah disini, seraya mengangkat naik karcis nama mereka, Kan In Tong minta disampaikan warta hal kedatangannya kepada Liong Tauw Pang coe dari Hong Bwee Pang.
Tidak ada jawaban dari pihak penyambut, hanya dari
sebuah perahu penyambut yang terbelakang, seekor burung dara putih terbang keudara, dikakinya ada terikat sepotong kertas. Sebentar saja burung itu telah terbang masuk
kedalam benteng tembok kota terbuat dari bambu yang
tercat hijau mengkilap, jauhnya dari tepian ada kira2
sepanahan, pintu bentengnya lebar sekali, samar2 didalamnya tertampak banyak pepohonan. Tidak kelihatan ada penjaga di pintu benteng itu.
Begitu lekas burung dara itu masuk kedalam benteng,
segeralah terdengar suitan, lalu dari dalam benteng muncul dua barisan chungteng mereka tidak berlari lari terus kearah sungai, hanya berdiri berbaris dalam dua baris ditempat tiga empat tumbak dari pintu benteng. Pakaian mereka ini
seragam warna hijau, ikat betisnya hijau putih, sepatunyapun hijau bergaris putih, kepala mereka dibungkus dengan pelangi hijau. Didada mereka, yang
ditinggal kosong dan putih, ada terlukis seekor burung, entah burung apa. Sesuatu dari mereka menyekal sebatang tumbak yang ujungnya tajam dan berkilauan.
Sehabis mereka ini, keluar pula empat pengiring, yang mengiringi satu orang tua berumur kira2 lima puluh tahun, yang kulit mukanya putih, kumisnya pendek, matanya
bercahaya. Dia ini tidak memakai kopiah, bajunya panjang,
kaos kakinya putih, sepa tunya tersulam huruf "Hok"
"rejeki". Dengan kipas ditangan, dia bertindak tenang sekali, sebagai juga satu sasterawan asal Kanglam atau seorang pertapaan. Ia menuju langsung ketepi sungai. Salah satu pengiringnya mendahului lari kepada rombongan
penyambut disebelah depan, entah apa yang diucapkan,
setelah itu, ia tidak kembali hanya berdiri menantikan.
Adalah setelah ini, Kan In Tong dan Kca In Hong
dengar jawaban. Salah seorang Hong Bwee Pang segera
menghadapi pihak tetamu dan berkata "Hiocoe dari Kim
Tiauw Tong Hong Bwee Pang mengundang barisan perahu
Hoay Yang Pay dan See Gak Pay untuk berlabuh
dipinggiran". Kan In Tong berikan jawabannya, sesudah mana, ia beri titah akan barisannya mulai pinggirkan diri, untuk menepi dan berlabuh. Titah ini diturut dengan rapi.
Kedua perahu Garuda besar, yang menjadi markas dari
Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, berlabuh tidak
menempel kepada tepi, dari itu, untuk mendarat, In Tong siapkan dua perahu cepat. Telah ditetapkan kedua ketua akan mendarat ber sama2, karena Boe Wie Yang telah
mengutus satu hiocoe yang berkedudukan tinggi. Te
tapipun telah diatur untuk tidak semua orang turut bersama.
Demikian, disebelah Eng Jiauw Ong dan Coe In Am
coe, akan turut Ban Lioe Tong, Na Hoo, Kan In Tong dan Hoa In Hong, demikian juga Soe touw Kiam, Ciok Bin
Ciam dan Kee Pin selaku pengiring. Semua orang tak
diijinkan membawa senjata, malah pedang Tee sat Cian
liong kiam dari Siok beng Sin Ie pun dibungkus rapi,
diserahkan kepada Ciok Bin Ciam. Coe In Am coe
wajibkan muridnya yang ke lima, yalah Sioe Beng atau Yo Hong Bwee, untuk senantiasa mendampingi ia. Nona ini
memakai juba suci, rambutnya dilepas teruai kebelakang,
ditutup dengan kopiah hijau. Ini artinya dia adalah murid pendeta yang memelihara rambut. Memang, sejak lolos dari Hok Sioe Tong, Hong Bwee diwajibkan selamanya
berdamping kepada gumnya itu, untuk gurunya bisa
lindungi ia apabila ia terancam bahaya, kalau2 pihak Hong Bwee Pang tetap tak puas dan arahi padanya. Adalah Hong Bwee yang gendol pedang Tin hay Hok po kiam kepunyaan gurunya, pedang manapun dibungkus rapi. Disebelah Sioe Beng baharulah mengiring Sioe Seng, Sioe Sian, Sioe Lok dan Sioe Hoei, empat murid lainnya.
Begitulah, dari perahu besar orang naik kekedua perahu kecil, untuk mendarat.
Didarat, hiocoe wakilnya Boe Wie Yang, bersama empat
pengiringnya, maju menyambut ditepi, salah satu pengiringnya serukan "Ouw Hiocoe kami dari Kim Tiauw
Tong dengan hormat mengundang ciangboenjin dari Hoay
Yang Pay dan See Gak Pay untuk mendarat guna
membikin pertemuan!"
Sebentar saja kedua perahu cepat telah menempel kepada tepi, papan untuk mendarat segera dipasang, maka Eng
Jiauw Ong dan Coe In Am coe lantas bertindak kedarat, diturut oleh Ban Lioe Tong semua.
"Hoay siang Tayhiap, sejak perpisahan kita apakah kau ada banyak baik?"demikian kata2 pihak hiocoe penyambut sambil tertawa gembira. "Aku si orang she Ouw sudah lama menantikan kau!"
Eng Jiauw Ong kenali hiocoe itu yalah si tukang tenung Ouw Poan Tian dari rumah makan Bong Kang Lauw
lekas2 ia angkat kedua tangannya untuk membalas hormat.
Apun bersenyum ketika ia menyahuti, "Ouw Hiocoe, sejak kau menghilang dari rumah makan, segera aku mengerti
bahwa kau sedang bersandiwara, sampai kau meninggalkan
suratmu, aku menyesal, karena lenyaplah ketika untuk
bersahabat. Memang aku tahu hiocoe adalah tong tay kie hiap, orang gagah aneh dari jeman ini, maka setelah
sekarang kau memperlihatkan dirimu, aku si orang she Ong merasa sangat berbahagia!"
Coe In Am coe pun memberi hormat seraya berkata
"Aku si pendeta tua dari See Gak pun merasa berbahagia telah menerima undangan dari Liong Tauw Pang coe untuk melihat2 Cap jie Lian hoan ouw. Sekarang tolonglah Ouw Hiocoe perkenankan kami menemui dahulu kepada Liong
Tauw Pang coe, hal itu akan membuat kami merasa
beruntung sekali." "Oh ini jadinya ada Coe In Taysoe?" kata Ouw Giok
Seng sambil bersenyum. "Dengan mengandal pada Tin hay Hok po kiam, Taysoe telah memimpin See Gak Pay, nama
Taysoe telah menggetarkan Selatan dan Utara sungai Besar, hingga kaum Rimba Persilatan tak ada yang tak mengagumi nama
besar Taysoe! Sekarang Taysoe telah
sudi mengunjungi Cap jie Lian hoan ouw, sungguh ini adalah suatu kehormatan besar bagi Hong Bwee Pang! Kamipun
bersyukur yang jiewie beramai, dengan melampaui
perjalanan jauh ribuan lie, dengan tidak mengenal cape lelah, sudah melimpahkan kepercayaan."
Eng Jiauw Ong minta hiocoe itu tidak merendahkan diri lebih jauh, sesudah mana, ia memperkenalkan Siok beng Sin Ie Ban Lie e Tong dan Ay Kim Kong Na Hoo.
Ouw Hiocoe merangkap kedua tangannya dengan
terburu2. "Oh, Na Jie hiap dari Yan tiauw Siang Hiap!" Berkata ia dengan hormatnya. "Nama jie wie dua saudara telah
menggetarkan dunia kang ouw, sudah lama aku si orang
she Ouw mendengarnya! Dan kau Ban Tay hiap dari Kian
San Kwie in po, tidak saja ilmu silatmu ada termasyhur, juga kepandaianmu sebagai tabib ada berkenamaan.
Menyesal, Ban Tay hiap, walaupun sudah lama aku ingin kun jungi kau, tak dapat aku wujudkan keinginanku itu, oleh karena tugasku didalam Lwee Sam Tong dari Cap jie Lian hoan ouw ini tak dapat aku tinggalkan. Tetapi
sekarang Tay hiap telah berkunjung kemari, aku bersyukur sekali!"
Na Hoo dan Lioe Tong merendahkan diri.
"Ouw Hiocoe terlalu memuji, tak dapat kami
menerimanya," berkata Ay Kim Kong. "Tak lain tak
bukan, kami cuma tumpangkan diri dalam dunia Rimba
Persilatan, kami punyakan melainkan nama kosong belaka.
Ouw Hiocoe adalah yang liehay ilmu silatnya, yang telah lama kami kagumi, maka sekarang kami menerima budi
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kebaikanmu ini, kami bersyukur sekali."
Lalu Eng Jiauw Ong pun perkenalkan Kan In Tong,
maka kedua pihakpun saling memuji dan merendah.
Kemudian Ouw Hiocoe itu berkata, "Tak bagus untuk
kita beromong2 sambil berdiri saja, dari itu, silahkan masuk!" Lalu ia bertindak kesamping, untuk semua
tetamunya berjalan melewati ia.
Ong Too Liong beramai, dengan berbaris rapi bertindak kedepan.
Jalanan ada bertaburkan pasir, lebarnya setumbak lebih, dikiri kanannya ada pelbagai tetumbuhan, maka keadaan disitu ada tenang dan menyenangkan.
Ouw Hiocoe serta empat pengiringnya memimpin
sekalian tetamunya itu. Selama ditengah jalan, tidak ada apa juga yang
tertampak mencurigakan pihak tetamu. Maka mereka
semua berjalan tetap dengan tenang, sewajarnya saja.
Sesudah melalui jauhnya sepanahan, rombongan ini
menghadapi tembok batu dimana ada sebuah pintu
pekarangan yang besar, yang bertangga lima undak. Di kiri kanan, tembok itu panjangnya dua puluh tumbak lebih,
disepanjangnya ada banyak pepohonan yang lebat. Dipintu tidak ada orang penjaganya.
Disini Ouw Hiocoe, dengan hormat mempersilahkan
sekalian tetamunya masuk.
Sebagai kepala, Eng Jiauw Ong dan Coe In Taysoe
bertindak masuk tanpa kesangsian sedikitpun juga.
Didepan mereka, mereka melihat sebuah kee san,
gunung2an, yang tersusun atas batu2 besar, buatannya
indah. Gunung2an itu duduknya di barat, menghadap ke
timur. Di kedua tepinya, selatan dan utara, ada masing2
sebuah terowongan, untuk jalan masuk dan keluar.
Memasuki pintu guna utara itu, orang lihat sebuah
pekarangan luas, dua puluh tumbak lebar, tiga puluh
tumbak panjang, di selatan dan utaranya, berbaris
bangunan rumah2 kayu yang terkurung tembok batu dan
berpintu kayu. Setiap petak ada lima pintu, setiap baris terdiri dari dua puluh lima petak. Setiap petaknya ada punya satu pintu besar. Karena setiap pintu ada hurufnya, terang itu ada diambil dari kata2 "Thian kan". Maka rumah itu, semuanya terdiri dari lima puluh petak dengan sepuluh pintu besar.
Dimuka sekali, dimana ada satu paseban tanpa
wuwungan, yang menyambung kepada serambi depan, thia
besar dengan sembilan ruangan dimana dimuka thia ada
empat tihang lentera Khie soe hong teng serta delapan
chungteng sebagai pengawal, yang seronya diangkat naik, Hiocoe Ouw Giok Seng sambil rangkap kedua tangannya
undang semua tetamunya masuk kedalam ruangan tetamu.
Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe pun rangkap kedua
tangan mereka masing2 untuk membalas hormat, buat
sekalian menghaturkan terima kasih, setelah mana, mereka ikuti tuan rumah bertindak masuk.
Kamar tetamu ada luas sekali, pintu anginnya ada
delapan, dimuka pintu tengah ada sebuah meja besar tanpa perabotan dan kursinya, hanya dikedua sampingnya ada
meja lain, meja persegi tercat air emas dengan kursi thay soe ie yang sama warna catnya. Berbaris di selatan utara ada enam belas kursi.
Di utara tembok ada lagi sebuah meja besar, diatas itu tingginya satu kaki, ada para2 bendera dengan sepuluh bendera sulam persegi tiga, yang semua nya tersulam
burungan garuda emas (kim tiauw). Didepan para2 bendera ini ada satu para2 kecil tempat sepuluh batang tek pay, pay dari bambu.
Disebelah Selatan ada sebuah meja tulis, yang atasnya penuh dengan perbagai kitab dan perabot tulis. Disini, diatas pintu angin, ada selembar pian kayu dengan tiga huruf biru yang berbunyi "Kim Tiauw Tong," yang berarti
"Gedung Garuda Emas".
Didalam ruangan ini, Ouw Hiocoe undang semua
tetamunya duduk seraya terus disuguhkan air teh.
Eng Jiauw Ong segera juga bicara "Aku Ong Too Liong
datang ke Cap jie Lian hoan ouw ini adalah karena
panggilan nya Liong Tauw Boe Pang coe. Aku telah datang memenuhi janji dengan melampaui banyak kesulitan. Kami orang2 kang ouw tak bicara dusta, maka dapat aku
terangkan, perselisihan diantara Hoay Yang Pay dan Hong
Bwee Pang sudah terjadi bukan cuma disebabkan urusan
muridku yang bernama Hoa In Hong. Sebenarnya aku
dengan Pauw Hiocoe dari Hong Bwee Pang ada punya janji sejak lima tahun yang lampau, mengenai mana ingin aku menyampaikannya kepada Boe Pang coe. Sekarang kami
telah memasuki Kim Tiauw Tong, itu artinya, Ouw Hiocoe, kami telah terima kebaikanmu. Oleh karena kami
menempuh jalan ribuan lie melulu untuk memenuhi
undangan, sekarang aku mohon supaya Boe Pang coe suka lantas menemui kami. Untuk ini, aku Ong Too Liong akan sangat bersyukur."
Tidak tunggu sampai Ouw Giok Seng memberikan
jawabannya, Coe Tn Am coe mendahului berbangkit, akan turut bicara. "Sebenarnya peristiwa di Tong kwan, diantara Hong Bwee Pang dan Koay Yang Pay tidak mengenai
pihakku, See Gak Pay, maka apa lacur, satu muridku telah kena kerembet2 bagaikan ikan kena terjaring. Segolongan tocoe dari Hong Bwee Pang sudah culik murid
perempuanku itu. Sangat aku tak puas dengan perbuatannya segolongan tocoe itu. Didalam tangsi di Tong kwan, aku telah mencobanya menolong muridku, disana
aku telah bentrok dengan beberapa tocoe itu, itu adalah kejadian sangat terpaksa, tak dapat aku meluputkan diri.
Apamau, karenanya, ada tocoe yang telah membakar
kuilku, Pek Tiok Am. Kejadian itu membuat aku sangat
menyesal dan penasaran. Itulah sebabnya kenapa sekarang aku ikut Ong Soeheng datang ke Cap jie Lian hoan ouw ini.
Sama sekali aku tidak berani datang untuk menegur, aku melainkan hendak mohon Boe Pang coe berikan keadilan
kepadaku!" Diwaktu mengucap demikian, wajahnya
pendeta perempuan dari Pek Tiok Am ini menjadi sungguh2 sekali, menjadi keren nampaknya.
Akan tetapi Ouw Giok Seng ada sangat tenang, ia bisa
bersenyum seperti biasa. "Ong Loosoe dan Coe In Tay soe, yang satu ada
permusuhan baharu, yang lain persengketaan lama, semua itu adalah Pangcoe yang nanti bertanggung jawab,"
katanya. "Aku Ouw Giok Seng melainkan menerima tugas
untuk sambut dan layani tetamu, dari itu tak berani aku campur bicara walaupun sepatah kata. Cuma satu hal
hampir aku lupa mohonkan keterangan dari jie wie.
Berhubung dengan kunjungan jiewie ini, umpama ada lain tetua yang turut datang, tolonglah sekalian beritahukan hal itu kepadaku, supaya tak sampai aku si orang she Ouw
berlaku tidak pantas"."
Inilah pertanyaan yang Eng Jiauw Ong harap2, maka itu segera ia keluarkan daftar nama2 rombongannya, yang ia serahkan kepada hiocoe itu dengan kedua tangannya.
"Jumlah kami semua kira2 ada tiga puluh orang," kata ia sambil bersenyum. "Sudah sejak lama kami kagumi Cap jie Lian hoan ouw, Hong Bwee Pang punya tempat naga
sembunyi dan harimau mendekam, kami semua ingin
menyaksikan, untuk meluaskan pandangan mata, supaya
kami tambah kenalan orang2 kang ouw luar biasa, maka
itu, girang kami bisa mendapat ketika yang baik ini.
Kamipun berbahagia yang atas kebaikannya Boe Pangcoe
telah diijinkan pasukan Garuda Terbang turut memasuki Cap jie Lian hoan ouw ini. Kami"."
Ouw Giok Seng berbangkit dengan tergesa gesa.
"Oh, Ong Loosoe, kau terlalu merendah," ia memotong.
"Semua loosoe ini ada orang2 kang ouw kenamaan, yang
tak sanggup kami mengundangnya, maka setelah sekarang mereka datang kemari, inilah satu kehormatan besar untuk kami. Kami justeru menyesal tak dapat terlebih siang
daripada ini mengundang loosoe semua. Ouw Giok Seng
telah berlaku kurang hormat, aku mohon maaf!"
Sehabis berkata begitu, Ouw Hiocoe serahkan daftar
pada satu pengiringnya, untuk diserahkan lebih jauh kepada tocoe yang berkewajiban untuk mereka pergi menyambut
semua orang pihak tetamu, supaya semua dapat berkumpul menjadi satu rombongan.
Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe haturkan terima
kasih pada Ouw Giok Seng.
Hiocoe dari Kiam Tiauw Tong layani tetamunya dengan
manis dan hormat, akan tetapi, kapan Eng Jiauw Ong atau Coe In Am coe minta lekas bertemu kepada Boe Wie Yang, saban2 ia kesampingkan itu. Eng Jiauw Ong tidak senang akan sikap ini, tetapi untuk sementara ia bersabar saja.
Hanya, kalau mereka bicara tentang ilmu silat, nyata sekali akan pengetahuan yang luas dari hiocoe dari Gedung
Garuda Emas itu, hingga ternyata, dia ada satu jago dari darat dan air. Pantaslah kalau dia disebut sebagai "kang ouw ie jin", orang kang ouw yang luar biasa. Maka mau atau tidak di sebelahnya mengagumi, Eng Jiauw Cng pun diam2 perhatikan hiocoe yang liehay ini.
CVIII Hiocoe Ouw Giok Seng bersama2 Liong Tauw Pang coe
Thian lam It Souw Boe Wie Yang, adalah asal jago dari laut Thian lam Selatan, keduanya ada sahabat karib satu dengan lain. Diantara kawan2nya, Ouw Giok Seng dijuluki Pat pou Leng po Hay Siang Hoei hiap, yalah Jago Terbang Lautan, karena ilmunya enteng tubuh Keng kang Tee ciong soet sudah mencapai batas kesempurnaan, hingga dia
paham "co siang hoei heng" (jalan seperti terbang diatas rumput) dan "tengpeng touw soei" (seberangi sungai
dengan injak kapu2). Diapun mengerti ilmu surat seperti ia pandai ilmu silat. Maka, dalam hal membangunkan Hong
Bwee Pang, Boe Wie Yang mengandal banyak te naganya
saudara angkat ini. Karena ini juga dalam Hong Bwee
Pang, Ouw Hiocoe ada berpengaruh sekali.
Dalam halnya persengketaan antara Hoay Yang Pay dan
Hong Bwee Pang, terutama mengenai diculiknya murid
Hoay Yang Pay, Ouw Giok Seng tidak puas, maka tempo
ia dapat tahu, pun murid See Gak Pay diculik, ia lantas ketemui Boe Wie Yang untuk sampaikan protesnya. Dia
tanya, apa perbuatan itu ada menuruti kehendaknya Pang coe itu sendiri atau bukan.
Boe Wie Yang sda seorang keras kepala, yang terlalu
percaya kepada diri sendiri, dia tak sudi akui kekeliruannya.
Mengenai diculiknya murid See Gak Pay ia akui, hanya ia tak sangka murid itu adalah murid perempuan. Ia bilang, ia cuma tahu See Gak Pay memang terima juga murid murid
orang biasa. "Tetapi dua2 Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, yang
besar pengaruhnya, ada memandang tak mata kepada kita Hong Bwee Pang, dari itu sengaja aku culik murid mereka, untuk dijadikan umpan, agar ketua mereka memasuki Cap jie Lian hoan ouw, supaya disini kita bisa putuskan
persengketaan kita," demikian Boe Wie Yang. "Sekarang tidak ada jalan lain kecuali kita juga hunjuk pengaruh kita!"
Mendapat jawaban itu, Ouw Giok Seng hunjuk lebih
jauh pada ketuanya "Hong Bwee Pang berpengaruh, itu disebabkan semua
orang menghargai Pang coe," ia kata, "akan tetapi
mengenai diculiknya murid2 Hoay Yang Pay dan See Gak
Pay, ada beberapa tocoe kita dibahagian Barat yang tak
puas, mereka anggap tindakan itu tidak tepat, inilah harus Pang
coe ketahui. Kita memang percaya, untuk menghadapi Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, tenaga kita cukup, tetapi disebelah itu, jangan kita sangkal bahwa pihak lawan adalah tanggu semua, maka itu, kita mesti berlaku hati2, supaya tak sampai kita mendapat malu. Aku
sekarang mohon perkenan akan cari tahu halnya beberapa tocoe untuk ketahui sikap mereka, supaya kita bisa cegah usaha kita ini nanti gagal karenanya"."
Boe Wie Yang percaya Ouw Giok Seng telah dapatkan
laporan dari orang kepercayaannya, maka itu, ia tidak mau mendesak, ia cuma berikan perkenannya untuk hiocoe itu melakukan penyelidikan terlebih jauh.
Ouw Giok Seng lantas berkelana dengan ajak empat
pengiringnya. Ia telah menyamar, ia perintah sewa perahu nelayan untuk perjalanan penyelidikannya itu. Tak ada orang Hong Bwee Pang lainnya yang ketahui perjalanan
rahasia dari hiocoe dari Kim Tiauw Tong ini, yang
menyamar sebagai satu sasterawan yang sedang pesiar.
Anak2 perahunya adalah empat pengiringnya itu. Diwaktu siang, ia cuma ajak dua pengiringnya, adalah diwaktu
malam, ia ajak semua empat2 nya. Maka perahunya bisa
laju sangat cepat, ia dapat pergi kemana ia suka dalam tempo yang pendek. Begitulah, dalam tempo dua hari, ia telah sampai di Sek coe kwan, kota perbatasan antara dua propinsi Ciatkang dan Anhoei.
Ouw Hiocoe ada pintar dan cerdik, bisa sekali ia
umpatkan diri. Disepanjang jalan ke Sek coe kwan itu, ia telah berhasil mencari tahu sepak terjangnya sebelas tocoe cabang. Kemudian, ia kumpulkan mereka di Sek coe kwan dan berikan pelbagai titah rahasia kepada semua tocoe itu.
Seban2 telah digunakan burung dara untuk menyampaikan segala berita dan titah.
Dibahagian Barat, dimana ada dua belas tocoe, tocoe
kepala adalah Twie hoen souw Hong Loen. Masuk dalam
kekuasaannya Hong Loen ini ada Liok kee po, pusat
rangsum di Barat itu. Disini Ouw Hiocoe selidiki tingkah lakunya Hong Loen serta Lie touw hoe Liok Cit Nio dari Liok kee po, juga tentang sampai dimana murid2 Hoay
Yang Pay dan See Gak Pay telah diangkut pergi. Semua
warta dikumpulkan di Sek coe kwan.
Ouw Hio coe ada bersikap adil dan keras, mengenai
pihak yang bersalah, tak ragu lagi ia menjatuhkan
hukuman, dari itu, semua sebawahannya taat kepada segala titahnya. Sebab ia dimalui dan dihormati dengan berbareng.
Demikian segala kejadian di Liang Seng San, perihal
sepak terjangnya Hong Loen Hong Cit ya, si Orangtua
Pengejar Roh, serta perbuatannya Liok Cit Nio dapat
diketahui dengan jelas. Dan Ouw Hio coe ketahui juga
tentang kedua pihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay telah berdaya untuk menyusul dan menolongi murid2nya
ditengah jalan. Semua perbuatan orang2 Hong Bwee Pang itu tidak
menyenangi Ouw Hiocoe, maka dia telah catat segala hasil penyelidikannya dalam sebuah laporan. Dia telah pikir, kalau nanti persengketaan Hoay Yang Pay dan See Gak
Pay sudah dapat diselesaikan, dia hendak hukum semua
tocoe yang keliru sepak terjangnya itu.
Selama penyelidikannya ini, Ouw Hiocoe telah ketemu
Eng Jiauw Ong ketika ketua Hoay Yang Pay itu dengan di Tong peng pa Ciatkang Selatan. Seperti kita ketahui,
dengan menyamar senagai tukang tenung, Giok Seng telah ganggu Tee touw Hee houw Eng, hingga ia berhadapan
sendiri dengan Eng Jiauw Ong, tetapi dengan tetap ia
menyambut hingga, sebelum ia meninggalkan surat, Eng
Jiauw Ong tak tahu siapa sebenarnya si tukang tenung
tetiron itu. Seandainya tidak ada berbagai perbuatan curang dari pihak beberapa tocoe, mungkin Ouw Giok Seng bantu merintangi
rombongan Eng Jiauw Ong dalam perjalanannya ini. Pencegatannya Kwie eng coe Thong Siang Ceng dan See
coean Siang sat terhadap barisan perahu Soe soei ada diluar dugaannya Ouw Hiocoe, setelah ia lihat cahaya api, baharu ia dapat tahu sesudah kasep, maka segera ia keluarkan perintahnya akan hentikan penyerangan gelap itu. Ouw
Hiocoe gusar sekali karena penyerangan gelap ini.
Dimatanya, itulah merendahkan derajat Hong Bwee Pang.
Sedang maksudnya Boe Wie Yang adalah pertontonkan
kedudukannya Hoen coei kwan dan Cap ji Lian hoan ouw
kepada musuh supaya musuh kagum dan jeri. Karena ini, Ouw Hiocoe lantas menitah untuk singkirkan perbagai
penghalang kecuali pintu air, hingga dengan gampang
barisan Soe Soei Hie kee memasuki Cap jie Lian hoan ouw, sesudah mana, ia keluar menyambut sendiri kepada pihak tetamu musuh itu.
Demikian setelah titah undangan Ouw Hiocoe, yang
serahkan daftar nama tetamu kepada sebawahan nya,
kepada empat tocoe, tak lama kemudian datanglah
rombongannya Lou lam Lopiauw soe Hauw Tay, Pak louw
Piauwsoe Chio In Po, Kim too souw Khoe Beng, Piauwsoe Teng Kiam, Kanglam Piauwsoe Ngo Cong Gie, Sam cay
kiam Soe ma Sioe Ciang, Hoei too Louw Kian Tong, Sin
koen Ke Siauw Coan, Lioe Hong Coen, Kee Giok Tong,
Soen Giok Koen, Soen Giok Kong, Wie Sioe Bin, Kim
Jiang, Phang Yok Bocn, Phang Yok Sioe, Kang Kiat. Ciok Bin Ciam dan Hee houw Eng. Semua mereka ini sampai
diserambi dimana Ouw Hiocoe sambut mereka dengan
hormat. "Coewie loosoe, kunjungan kau sekalian ini kepada Cap jie Lian hoan ouw telah menambah muka terang bagi Hong Bwee Pang, melainkan sayang aku Ouw Giok Seng tak
dapat menyambut dari jauh2, aku menyesal sekali",
demikian hiocoe yang ramah tamah itu. "Persilakan!"
Semua tetamu itu membalas hormat, antaranya ada yang
kata, wakil tuan rumah itu terlalu sungkan.
Lantas semua orang duduk di dalam Kim Tiauw Tong,
kecuali mereka yang termasuk sebawahan, yang pada
mendampingi ketua mereka masing2.
Ban Lioe Tong segera perkenalkan Ouw Giok Seng
kepada satu per satu rombongannya itu.
Tidak lama datang dua orang, yang berbisik pada Ouw
Hiocoe, setelah mana, hiocoe ini undang sekalian
tetamunya akan hadirkan satu perjamuan tak berarti yang ia adakan untuk kehormatannya pihak tetamu.
"Jangan berabekan diri, Hiocoe," kata Eng Jiauw Ong
dan Coe In Am coe. "Tolong kau mintakan supaya Boe
Pang coe menemui kami, setelah urusan kami selesai, masih banyak hari untuk kami menggerecoki Hiocoe."
Ouw Giok Seng bersenyum, "Sekalian loosoehoe," berkata ia, "dari tempat ribuan lie kau beramai telah kunjungi kami, walaupun kami ada
orang2 kasar, tak dapat kami perlakukan tak selayaknya kepada tetamu2nya, dari itu aku mohon, janganlah sekalian loosoe sungkan2, marilah kita berjamu. Untuk pertemuan dengan Pang coe tak usah sekalian loosoehoe tergesa2, setelah perjamuan itu, aku masih hendak mohon
pengajaran apa2 dari sekalian loosoehoe."
Mendengar demikian, Ay Kim Kong Na Hoo segera
berbangkit. Sejak memasuki Kim Tiauw Tong ia bungkam
saja, tetapi sekarang, ia tak dapat berdiam lebih lama. Maka ia kata "Soe heng, Coe In Taysoe, Ouw Hiocoe begini
memandang tinggi kepada kita, jangan sekali kita tampik kebaikannya, marilah kita terima jamuannya."
Dengan sikapnya ini, Yan tiauw Siang Hiap tidak mau
terlalu merendah kepada lawan. Bukankah Ouw Giok Seng bilang dia ingin "mohon pengajaran apa2?" Eng Jiauw Ong mengingat saja Boe Wie Yang, sehingga dia tak terlalu perhatikan kata2nya Ouw Hiocoe ini.
Pat pou Leng po Ouw Giok Seng pun bersenyum.
"Nah, Na Jie hiap baharulah orang kang ouw sejati,"
katanya. "Aku Ouw Giok Seng kagum sekali terhadap
orang yang polos!" Mendengar itu semua, Eng Jiauw Ong pun bersenyum.
"Baiklah, mari kita jangan berlaku sungkan2 lagi!" Kata ia.
Giok Seng berbangkit, kedua tangannya dirangkap.
"Loosoehoe semua baik sekali, marilah, silahkan ikut
aku," berkata ia. "Didalam nanti kita pasang omong pula."
Lalu ia bertindak untuk memimpin jalan.
Semua orang berbangkit, dikepalai oleh Eng Jiauw Ong
dan Coe In Am coe mereka keluar dari Kim Tiauw Tong,
sesampainya diserambi, mereka menuju ke utara, akan
biluk ke sudut utara barat, terus memasuki sebuah pintu model bulan. Disini ada sebuah pekarangan yang lebar
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dimana, duduk dibarat, ada satu gedung dengan lima
ruangan, yang ada pintu kecilnya disebelah selatan dan utara. Disini Ouw Giok Seng undang semua tetamunya
masuk kesebuah gedung yang bersih dan lebar, yang
terperabot sebagai ruang tetamu. Ditengah ruangan ada sebuah meja lain, meja pat sian toh tercat hitam.
"Aku tidak bisa berlaku sungkan, maka sekalian
loosoehoe, ambillah tempat duduk sendiri2, sesukanya,"
kata Ouw Giok Seng sambil memberi hormat. "Semua
loosoehoe ada orang2 sendiri, kau pasti tidak akan saling mengalah. Coe In Taysoe adalah seorang pertapaan yang telah peroleh kesempurnaan, untuk Taysoe dan murid mu, aku telah sediakan satu meja terpisah. Cumalah karena kami berada ditempat terpencil, segala persediaan ada tidak sempurna,
mengenai ini mohon Taysoe sudi memaafkannya." "Sebaliknya, Ouw Hiocoe, penyambutanmu ada sempurna sekali," Coe In kata sambil membalas hormat.
"Aku si pendeta tua memasuki pintu Buddha justeru karena aku menyesal atas segala perbuatanku sebab selama ini, kira2 dua puluh tahun lamanya, selama tempatkan diri
didalam dunia kang ouw, banyak kedosaan pembunuhan
aku telah lakukan. Aku sucikan diri, aku pantang makan barang berjiwa, untuk bertobat, untuk singkirkan perasaan temaha dan angkara murka. Kami bersyukur yang hio coe ada demikian perhatikan kami"
"Jangan sungkan, Taysoe, kita toh ada sama2 orang
kang ouw," Giok Seng berkata dengan cepat. "Silahkan
Taysoe ambil tempat duduk."
Lagi sekali Coe In memberi hormat, ia mengucap terima kasih, lalu bersama muridnya ia ambil tempat duduknya.
Ouw Hiocoe pun duduk, untuk menemani.
Segera juga dari luar, masuk delapan chungteng dengan seragam serupa, yalah thungsha biru, sepatu hijau enteng, kepala mereka tidak memakai kopiah, sebelah tangan
mereka menyekal serpet putih, tangan yang lain menampan
menampan terisi makanan sayuran, satu diantara mereka ini menghampirkan meja nya Coe In Am coe, untuk sajikan barang2 makanan.
Menyusul itu, ada datang lagi dua orang. Yang satu
berusia kira2 lima puluh tahun, mukanya merah, alisnya gomplok, matanya besar, mulutnya gede, hidungnya
bagaikan hidung singa, tubuhnya pun besar, dan yang
satunya, berumur diatas lima puluh, roman nya agung.
Mereka ini dekati Hio coe Ouw Giok Seng, mereka
memberi hormat dengan lintangkan tangan didada dan
menjura. Atas itu, Ouw Hiocoe membalas dengan sedikit gerakan tubuh. Setelah ini, dua orang itu menghaturkan selembar tek pay sambil ucapkan kata2 dengan pelahan
sekali, kemudian mereka balik bertindak keluar pula.
"Eh, tunggu dulu!" Tiba2 Ouw Hiocoe kata. "Semua
tetamu disini ada enghiong kesohor dari dunia kang ouw, apabila tidak sekarang kau temui mereka, sampai kapan kau hendak tunggu pula?".
Segera Giok Seng berbangkit, untuk melanjukan kepada
sekalian tetamunya. Ia kata
"Kedua tocoe ini adalah penilik didalam Kim Tiauw
Tong ini, yalah Hwee hoei liong Biauw Cin dan ini adalah Coh siang hoei Ie Tiong. Dan ini Eng Jiauw Ong Ong
Loosoe, ciang boenjin dari Hoay Yang Pay dari Lek tiok tong, Ceng hong po, dan ini Coe In Taysoe dari See Gak Pay. Yang lainnya adalah loosoehoe dari Hoay Yang Pay".
Semua tetamu lantas berbangkit buat membalas hormat,
karena kedua orang ini sudah lantas rangkap kedua
tangannya seraya mereka berkata "Ciongwie loosoe adalah orang2 Rimba Persilatan yang kenamaan, yang telah lama kami pangeni, hanya sayang, karena kita terpisah ribuan lie, tak dapat terlebih siang kita saling mengenalnya. Sekarang
ini ciongwie loosoe telah berkunjung kepada Ca jie Lian hoan ouw, sungguh kami merasa beruntung sekali.
Ciongwie loosoe, kami mohon sukalah kami diberikan
banyak pengajaran, untuk itu kami akan sangat bersyukur".
Selagi dua orang itu hunjuk sikpnya yang menghormat,
adalah Ay Kim Kong Na Hoo yang mengawasi mereka
dengan senyuman dingin. Hwee hoei liong Biauw Cin, si Naga Api Terbang, sudah lantas memutar tubuh, akan gapekan satu chungteng yang berdiri
dimuka pintu. Chungteng itu segera menghampirkan. "Lekas kau pergi kebelakang, ambil tiga cangkir emas!"
Biauw Cin menitah. Chungteng itu berlalu dengan cepat.
Biauw Cin menghadapi Eng Jiauw Ong semua.
"Ciongwie loosoe, silahkan minum seenaknya, sebentar
ingin aku hunjuk hormatku," kata ia, lalu ia bertindak kearah pintu.
Tidak lama chungteng yang tadi telah kembali,
tangannya memegang satu nenampan kayu diatas mana ada terletak tiga buah cawan arak yang belang loreng, tingginya lima dim, romannya mirip gantang arak. Terang itulah ada barang kuno.
Biauw Cin jemput poci arak diatas meja kecil dekat
pintu, ia tuang isinya kedalam tiga cangkir istimewa itu, kemudian ia membawa itu kedepan Ong Too Liong
didepan meja siapa ia berdiri dan berkata kepada Eng Jiauw Ong.
"Ong Loosoe ada berboegee liehay, yang membuat orang
kagum, sekarang loosoe telah berkunjung ke Cap jie Lian
hoan ouw ini, aku Biauw Cin mohon loosoe suka berikan satu dua pengajaran kepadaku, supaya aku si orang muda peroleh pelajaran yang berharga. Ini ada suatu kehormatan bagiku, maka ingin aku menghaturkan arak kepada Ong
Loosoe." Selagi mulutnya mengucap demikian, Biauw Cin telah
menegakkan kedua kakinya dalam sikap "coe ngo chung"
atau "pelatok tengah hari", sedang tenaganya telah
dipusatkan dikedua lengannya, kepada jari2 tangannya, yang dipakai memegang kakinya satu cawan emas, lalu
terpisah diantara meja, ia angsurkan itu kepada Eng Jiauw Ong.
Ong Too Liong segera mengerti bahwa orang hendak uji
Lwee. Kangnya (lay kang), karena ia ada ahli Eng jiauw lat,
"tenaga kuku garuda". Ia tidak jeri, tetapi ia mengerti tak dapat ia memandang enteng. Ia ada sangat kesohor,
sekarang ada orang berani main2 terhadapnya, orang itu niscaya ada punya kepandaian luar biasa juga.
Sementara itu Na Hoo, yang tetap waspada, perdengarkan suara dihidung, matanya memandang Too
Liong dengan tajam. Itulah ada sebagai tanda rahasia untuk saudara seperguruan ini berhati2.
Eng Jiauw Ong sudah lantas berbangkit, untuk dengan
diam2 berdiri dengan sikapnya "pat jie chung" "pelatok huruf delapan". Iapun kumpul tenaganya dilengan,
terutama dikedua telapakan tangannya. Dilain pihak, ia bersenyum ber seri2. Ia ulur kedua tangannya akan sambuti cawan emas, tetapi diam2 ia sedikit menyampingkan
tangannya itu, untuk tak langsung menghadapi cawan.
Secara demikian, dengan diam2 kedua orang itu adu
tenaga dalam mereka. Eng Jiauw Ong ada seorang yang jujur, tak suka ia
gampang2 membuat orang malu, maka itu, ia telah
kerahkan tenaganya dengan pelahan2, tetapi baharu ia
menggunai tujuh bagian, ia telah berhasil menggempur
kuda2 coe ngo chung dari lawan nya, kedua kaki Hwee hoei liong Biauw Cin tergerak, hingga lantai yang terinjak menjadi pecah. Justeru menggunai saat yang baik itu, Eng Jiauw. Ong sambuti cawan arak, untuk segera minum
kering isinya, kemudian dengan lekas ia kembalikan cawan itu, tanpa ia menggunai tenaga dalamnya pula.
Dengan merasa malu sendiri nya, Biauw Cin undurkan
diri tanpa bilang suatu apa.
Diam2 air mukanya Ouw Hio cue berubah, tak sedap
untuk dipandang. Syukur baginya, kejadian itu tidak secara terbuka. Tetapi ia mengerti, Ie Tiong penasaran. Coh siang hoei. Si Penerbang diatas Rumput, ingin mencobanya,
untuk membalas bagi kawannya, maka lekas ia mencegah, dengan kata "Biauw Tocoe, Ie Tocoe, tetamu kita yang
terhormat telah membalas kehormatan kita, maka silahkan kau kembali ketempatmu masing2, supaya semua tetamu
kita dapat melanjutkan perjamuannya !"
Coh siang hoei tidak berani membantah, bersama Biauw
Cin ia lantas undurkan diri.
Ouw Hiocoe angkat cawan nya, terus ia kata pada semua tetamunya "Saudara ku disini ada bangsa kasar, aku mohon di maafkan untuk segala gerak geriknya yang tak hormat, harap
Ong Loosoe dan Coe In Taysoe tidak mentertawainya. Akupun harap sukalah Jie wie nanti
memberi sesuatu pengajaran terhadap mereka"
"Hiocoe semua adalah orang2 yang manis budi, caranya
hiocoe yang sesungkan Ini membuat kami malu," kata Eng Jiauw Ong.
Sementara itu Ay Kim Kong senantiasa keringi
cawannya, wajahnya tersungging dengan senyuman dingin, beberapa kali ia melirik Ouw Giok Seng.
Ouw Hiocoe ada bermata awas, ia tahu sikapnya sesuatu tetamu tetapi ia ambil sikap tak memperdulikan, ia terus beraku ramah tamah. Kelihatannya itu ada pesta gembira dari orang2 gagah, tetapi sebenarnya, dibalik tirai, orang sedang adu asabat, berperang dingin, karena hati kecil mereka masing2 ada tegang.
Ketika perjamuan sampai di akhirnya, hari sudah
berubah, maka juga beberapa chungteng datang untuk
nyalakan api, hingga sekarang ruangan tetamu itu menjadi terang dengan cahaya lain. Semua orang berbangkit untuk cuci mulut dan muka, sisa barang santapan sudah lantas disingkirkan, maka waktu orang berduduk pula, sekarang mereka menghadapi air teh.
Segera juga Eng Jiauw Ong hendak timbulkan soal
pertemuan dengan Thian lam It Souw Boe Wie Yang Liong Tauw Pang coe dari Hong Bwee Pang, akan tetapi sebelum ia tempat buka mulut, Hiocoe Ouw Giok Seng sudah dului ia.
"Kami didalam Cap jie Lian hoan ouw ada punya aturan
sendiri," demikian Hiocoe ini. Ia seperti telah menerka maksud hatinya ketua Hoay Yang Pay dan tetap hendak
menyampingkan itu. "Tak membicarakan bagian luar,
maka didalam Lwee Sam Tong sendiri, kami masing2 ada
merdeka. Kecuali titah2 dari Pang coe, kami tidak campur atau bersangkut paut satu dengan lain. Inilah sebabnya kenapa malam ini aku Ouw Giok Seng, bisa berjamu
dengan gembira dengan ciongwie loosoe, tanpa ada orang yang menggerecoki. Kim Tiauw Tong ada berbeda dari
Ceng Loan Tong dan Thian Hong Tong.
-oo0dw0oo- Jilid 10 Demikianlah aku, aku gemar dengan tanaman bunga2,
sedang mereka, tak pernah mereka meninggalkan kalangan persilatan, selamanya lengkap persiapan mereka. Ciongwie loosoe, kau telah datang kemari, berdiamlah dengan tenang disini. Aku rasa malam ini tak dapat Liong Tauw Pang coe menemui loosoe semua, walaupun demikian, aku Ouw
Giok Seng berani memberi kepastian, sama sekali tidaklah Pang coe berniat memandang tak mata kepada loosoe
semua. Dalam hal ini, sebenarnya ada lain sebab nya.
Selagi sekarang kita ada mempunyai waktu, ciongwie
loosoe, silahkan kau lihat2 gedungku ini, sekalian loosoe boleh memberi pengunjukan apabila ada kedapatan bagian2
yang kurang cocok, agar aku bisa mengadakan perubahan.
Sudah lama aku pangeni Lek Tiok Tong dari Hoay siang
dan Kwie In Po dari Kian San begitupun dusun Na Chung dari Yan tiauw Siang Hiap di Coe cioe, yang semua ada tempat2 yang indah, tapi yang pembuatannya berbeda satu dari lainnya. Sayang aku tak punya peruntungan mata yang bagus, tak ada ketikanya untuk aku melihat sendiri, itu cuma ada dalam kenang kenanganku saja. Karena itu,
ciongwie loosoe, harap kau tidak ter tawai aku yang
sekarang aku undang kau sekalian melihat lihat tempatku ini".
Ouw Giok Seng bicara dengan manis budi, akan tetapi
Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe, d yuga Na Hoo, segera merasa bercuriga. Tak dapat mereka menduga hatinya
hiocoe itu, tetapi tentunya ada mengandung sesuatu.
CIX Diam2 Na Hoo melirik pada Eng Jiauw Ong, yang ia
kedipi mata. Atas itu, Too Liong manggut dengan pelahan.
Setelah ini, Ay Kim Kong lantas berkata: "Ouw Hiocoe, kau baik sekali. Terima kasih untuk pujianmu. Kami girang sekali, setelah memasuki Cap jie Lian hoan ouw kami pun dapat ketika untuk memandang Kim Tiauw Tong. Memang
sudah sejak lama kami dengar perihal keindahannya Lwee Sam Tong dari Hong Bwee Pang. Sebenarnya hal ini minta pun kami tidak berani, maka kami sangat berterima kasih atas undanganmu ini. Ouw Hiocoe, silahkan kau pimpin
kami!" Sehabis berkata begitu, Na Hoo dekati Eng Jiauw Ong
dan Coe In Am coe. Coe In juga curigai Ouw Giok Seng, tetapi ia ada ketua See Gak Pay, tak dapat ia bersangsi, maka itu, sengaja ia dekati hiocoe dari Gedung Garuda Emas itu.
Ouw Giok Seng pimpin sekalian tetamunya keluar dari
ruangan menuju ke barat, untuk masuk dalam pintu model bulan di mana ada dua chungteng berdiri menjaga dan dua chungteng lain memegangi lentera.
"Silahkan masuk, ciongwie loosoe!" Giok Seng
mengundang seraya ia menyamping mengasi jalan.
Coe In Am coe memberi hormat, tanpa bersangsi ia
segera ber tindak masuk. Eng Jiauw Ong dan Na Hoo ikuti ketua See Gak Pay itu, kemudian menyusul lima muridnya Coe In dengan Hong Bwee membawa pedang gurunya.
Lalu menyusul Siok beng Sin ie Ban Lioe Tong, Tiongcioe Kiam kek Ciong Gam dan Kim too souw Khoe Beng
berikut Chio In Po dan yang lain2, serta murid mereka.
Setelah melewati pintu model bulan itu, tertampaklah
satu pemandangan yang berbeda sekali, yg. mirip dengan satu taman, walaupun tak terlalu luas. Keseluruhannya,
tempat ada sunyi dan tenang. Disitu ada gunung bikinan, ada pepohonan, ada jalanan menikung, ada kali kecil
berikut jembatannya. Dimana mana ada digantungkan
lentera lentera ci ta. sedang dilangit terbuka, bintang2
berkelak kelik. Kalau orang tak menyaksikan sendiri, tidak akan ada orang mau percaya, bahwa di sarang penjahat ada tempat orang pertapaan itu.
Ouw Hiocoe jalan di muka akan tunjukkan ini dan itu. Ia ada satu tuan rumah yang ramah tamah sekali.
Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe berikan pujiannya
untuk taman yang indah itu.
Kemudian Kini Tiauw Tong Hiocoe, Pat pou Leng po
Ouw Giok Seng, bertindak dijembatan Kioe Kiok Kiot yang berbiluk sembilan kali, sembari jalan ia katakan pihak tetamunya terlalu memuji2 tamannya itu.
"Aku menyesal jikalau ciong wie loosoe tak memberikan pengunjukan apa2" kata ia. Coe In semua bersenyum untuk antap merendah dari tuan rumah itu.
Melewati jembatan, menuyu ke selatan orangpun lewati
sebuah para2 pohon bunga, yang seperti tergulungkan oyot rotan, hingga merupakan sebuah guha batu. Sehabis ini dibawah sinar nya bulan, mereka tampak sebuah empang
teratai yang lebar, yang bunga bunganya sedang mekar, mengambang diair diantara daunnya yang hijau, yang
sirnya bergemirlapan. Disepanjang Lepi empang ini, setiap jarak satu tumbak lebih, ada digantungkan sebuah lentera.
Eng Jiauw Ong percaya, air empang ini menembus
keluar, nembus juga dengan air jembatan Kioe Kiok Kio tadi. Air empang berombak sedikit. Bunga teratai
menyiarkan harumnya yang halus, yang membuat pikiran
terbuka. Di tengah empang ada sebuah Pat kak teng, paseban
persegi delapan, yang dalamnya tidak ada api penerangannya, karena diempat penjurunya telah dipasangkan obor yang besar, yang cahayanya masuk
kedalam. Empat tihang kayu, yang besar, dipasang kedasar empang. Inilah tihang2 yang membikin empang itu berdiri kekar. Wuwungan terbuat dari rumput alang2 yang panjang dan lemas, hanya diwaktu malam seperti itu, tidak terlihat tedas. Payonnya dikasi turun ke bawah hingga tertiup2
angin perdengarkan suara halus. Apa yang luar biasa,
berdiri sendirian ditengah empang paseban itu tidak
mempunyai jalanan, atau sambungan kemana orang bisa
pergi. Ouw Giok Seng bertindak sampai ketepi empang sekali.
"Ciongwie loosoe, bagaimana pendapat loosoe semua?"
tanya ia. "Ini ada tempat kami melenyapkan letih diwaktu musim panas. Dipaseban Tie Sim Teng ini, diwaktu malam terang bulan, selagi bunga2 teratai mekar dan menyiarkan harumnya yang halus, biasa aku bersama beberapa saudara duduk ber omong2 sambil minum teh atau arak.
Keindahannya Puteri Malam, harumnya bunga2, bisa
melenyapkan pikiran yang pepat. Apakah ciongwie loosoe memikir untuk pergi ke paseban itu guna mencoba merasai kesenangannya berdiam di tengah empang?"
Ong Too Liong dan Coe In Am coe tidak jeri terhadap
paseban itu, seumpama disitu ada rahasia apa2.
"Ouw Hiocoe, sungguh menarik paseban itu dibangun
ditengah tengah empang," berkata Eng Jiauw Ong. "Kami memang
berniat pergi kesana jikalau Hiocoe memperkenankannya. Silahkan Hiocoe pimpin kami."
Ouw Giok Seng tidak menjawab, ia hanya keluarkan
suitan dari sakunya untuk terus ditiup beruntun tiga kali,
menyusul mana dari ujung barat utara, dimana ada pohon2
bambu halus yang lebat, lantas muncul empat buah perahu kecil, sedang dari arah Timur, muncul empat buah yang lain.
Sebentar saja, delapan perahu itu sudah menempel
kepada pinggiran empang, siap sedia untuk terima muatan.
"Untuk pergi kepaseban kita membutuhkan perahu,"
berkata Ouw Hiocoe "Ciongwie loosoe, silahkan!" Eng
Jiauw Ong dan Coe In Am coe tidak sungkan2 lagi, setelah mereka mempersilahkan Na Hoo, Ban Lioe Tong, Ciong
Gam dan Khoe Beng untuk naik bersama, begitupun yang
lain2, mereka lantas turun kedalam perahu. Tiga puluh lebih orang Hoay Yang Pay dan See Gak Pay itu sudah
memenuhi delapan buah perahu, yang lalu digayu kearah paseban Tie Sim Teng itu.
Setiap perahu ada dua anak buahnya mereka menggayu
menembus pohon2 teratai. Ditengah perjalanan, cahaya api ada suram, karena sinar lentera ditepi tak sampai kesitu, dan empat obor besar, apinya kebetulan tertiup aangin.
Tetapi pemandangan itu justeru sangat menarik hati.
Paseban ada beromn kuno. k ecuali ruangan dalamnya,
di sudut payon masih ada tempat luas setumbak lebih,
untuk orang jalan2 atau berdiri diam untuk menikmati
keindahan empang itu. Begitu lekas perahunya hampir menempel kepada tepi,
Pat pou Leng po Ouw Giok Seng mendahului lompat
kepaseban, setelah mana, ia memutar tubuh untuk membeli hormat.
"Coe In Taysoe, Ong Loosoe, silahkan mendarat!" ia
mengundang. "Terima kasih, hiocoe," Coe In membalas hormat, akan
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tetapi berbareng dengan katanya itu. tubuhnya segera
melesat. Ia telah gunai ilmunya enteng tubuh "Hoei niauw teng khong", atau "Burung terbang keangkasa". Sama
sekali ia tidak perlihatkan persiapan suatu apa, tahu2
tubuhnya melayang cepat dan secara enteng sekali akan turun dipinggiran paseban, ketika kakinya turun menginjak lantai, sedikitpun tak terdengar suaranya.
Tanpa merasa, Ouw Giok Seng terpesona sendirinya. Ia
sering saksikan banyak orang liehay, tetapi Coe In Am coe adalah lain daripada yang lain. Sejak tetamu2nya masuk ke Kim Tiauw Tong, ia memang tak berani berlaku
sembarangan terhadap mereka ini, ia insyaf liehaynya
orang2 Koay Yang Pay, terutama Ong Too Liong. Ia tahu, ketua Hoay Yang Pay ini pernah dirubuhkan Pauw Hiocoe dari Hok Sioe Tong, akan tetapi ia pun tahu kemenangan Pauw Hiocoe itu ada dengan cara curang, kemenangan
yang ia tak kagumi bahkan ia tak puas. Sekarang ia saksikan liehaynya ketua See Gak Pay, ia jadi semakin ber hati2.
Ong Too Liong turuti Coe In berlompat dengan pesat
dan tak menerbitkan suara apa2, setelah ia, yang lain2
mendarat saling susul, sampai perahupun pada nempel
ditepian. Paseban itu tak dapat menempatkan demikian banyak
orang, maka itu, yang bisa masuk ke dalamnya cuma
beberapa orang, yalan Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe bersama beberapa tetua, yang lainnya berkumpul di bawah atau diluar payon, akan pasang omong sambil memandang kesekitarnya.
Ouw Giok Seng undang teta munya duduk mengitari
meja batu ditengah2 paseban.
Di empang, menyusul delapan buah perahu tadi, ada
datang sebuah perahu lain yang membawa sebuah perapian besar dan apinya sedang menyala marong, diatasnya ada satu tehko tembaga yang besar. Didalam perahu itu ada tiga orang yang masing2 urus tehko, tehkoan dan cawan nya, maka sebentar kemudian, semua tetamu sudah disuguhkan air teh. Cawan2 diletaki diatas loneng, diatas meja kecil atau dipegangi masing2.
Ouw Hiocoe dengan manis budi sudah lantas
mengundang semua tetamu minum.
Kebetulan sekali, cahaya rembulan ada terang sekali dan permai, maka pemandangan diempang itu jadi sangat
menarik hati. Orang semua seperti melupai bahwa mereka sebenarnya berada disarang musuh, ditempat yang
berbahaya. Na Hoo tidak turut masuk dan duduk didalam paseban,
ia berada diluar ber sama2 Soe Soei Kie kee Kan In Tong, Thay kek Lioe Hong Coen dan Sin koen Ke Siauw Coan.
Mereka ini berada disebelah Timur. Berkumpul dan
mengitari mereka ada belasan orang, antaranya adalah Hoa In Hong, Ciok Liong Jiang, Soe touw Kiam, Kam Tiong,
Kam Hauw, Soen Giok Koen dan Soen Giok Kong. Semua
mereka ini pasang omong dengan asyik.
Dalam keadaan seperti itu, mendadak terdengar suara air nyaring ditepi empang, hingga orang jadi ketarik dan
menoleh, akan tetapi mereka tak melihat suatu apa, airpun tenang.
"Soe ya, apa itu?" Liong Jiang tanya Ay Kim Kong.
Lantas saja ia bercuriga. "Ada permainan apa didalam
empang ini" Kita mesti waspada untuk rnencegah kita nanti disamber buaya atau dicapit kepiting atau udang "."
Mendengar itu, In Tong tertawa geli.
Na Hoo pun tertawa hihi hihi.
"Anak, penyakit curigamu menyerang terlalu pagi!" kata jago tua ini sambil urut2 kumisnya yang pendek. "Empang ada begini lebar, mustahil disini tak ada ikannya yang besar" Kita lihat saja dimata, ingat dihati, kita toh seperti sedang memasuki ruang ujian, kita sedang tunggui kepala ujian nanti mulai dengan ujiannya! Kau tunggu saja, nanti juga ada mata pelajaran yang menarik hati yang diajukan kepada kita..."
Liong Jiang berdiam, ia tak berani kata apa apa lagi, tetapi bersama yang lain lain ia insaf kata katanya tetua itu ada mengandung dua maksud. Karena ini, mereka
melanjutkan pasang omong dan tertawa, seperti tak ada terjadi suatu apa.
Na Hoo sendiri lalu bertindak ke arah paseban.
Eng Jiauw Ong semua sedang ber omong2 dengan
gembira, nampaknya mereka bukan berada
diantara musuh. Ketika Ouw Uok Seng lihat Ay Kim Kong
bertindak masuk, ia lantas menyambut dan mengundang
duduk. "Kebetulan sekali, Na Loosoe", berkata hiocoe ini.
"Pertemuan kita dipaseban ini ada satu ketika yang sangat bagus, dari itu sungguh sayang apabila malam ini dikasi lewat begitu saja. Loosoe semua ada orang2 pandai dari Rimba Persilatan, pasti masing2 mempunyai suatu
kepandaian istimewa, maka itu, kenapa kita tak hendak pikirkan sesuatu untuk dipertunjukkan disini, untuk tanda peringatan bagi ruang Kim Tiauw Tong" Tidakkah ini ada bagus sekali?"
"Adalah biasanya, tetamu mengikuti tuan rumah," sahut Na Hoo dengan cepat, "dari itu silahkan hiocoe sebutkan saja, kami pasti akan turut segala titahmu, kami suka menemani orang budiman..."
"Na Loosoe, kau sangat sungkan," kata Giok Seng, yang alis nya bergerak naik. Ijinkanlah aku bicara. Pertemuan kita ini adalah sukar dicari keduanya, maka aku mohon semua
loosoe pertunjukkan masing2 kepandaian hendaknya, agar aku dapat tambah pengetahuan. Tetapi, menurut kata2mu tadi, loosoe, aku jadinya telah berlaku tidak hormat".
Mendengar pembicaraarmya dua orang itu, Coe In Am
coe segera menyelak. Ia tahu tabeat koekoay dari Ay Kim Kong, sedang Ouw Giok Seng, yang pun kenamaan, tentu
punyakan keagungan sendiri.
"Sudahlah, tak usah kita terlalu saling merendah,"
demikian katanya sambil tertawa. "Na Jie hiap ada satu tetamu, ia asing dengan paseban ini, karena itu, baiklah hiocoe saja yang menyebutkan apa yang kau pikir, kami akan menurut saja. Hanya satu ha! harus diperhatikan, kita sedang bikin pertemuan secara persahabatan, tak dapat kita bersikap saling bermusuh!"
Setelah mengucap demikian, pendeta ini melirik Na
Hoo, sedang Eng Jiauw Ong pun sudah lantas kedipkan
mata kepada soe hengnya itu, maka itu, Na Hoo lantas
diam. "Benar seperti katamu, taysoe, kita sedang bikin
pertemuan persahabatan," berkata Ouw Hiocoe, "maka itu tak dapat kita bersikap saling bermusuhan, itu akan
membuat tertawaan saja. Aku memikir untuk kita
memperlihatkan kepandaian yang tak berarti, utk. bahan tertawaan saja. Cara ini tidak akan merugikan kedua pihak,
pun tidak akan melenyapkan kegembiraannya pertemuan
ini. Apakah taysoe akur dengan usulku ini ?"
"Akur, hiocoe," Coe In manggut. "Nah, silahkan hiocoe menyebutkannya."
Tanpa ayal lagi Giok Seng sebutkan usulnya, mendengar mana, Coe In semua menjadi heran dan kaget dalam
hatinya. Eng Jiauw Ong semua telah menduga, mesti ada
sebabnya kenapa Ouw Giok Seng undang mereka
kepaseban Tie Sini Teng ini, akan tetapi dua2 ia dan Coe In Am coe tidak jeri. Mereka berani datang, mereka mesti berani sambut segala apa, walaupun mereka tahu Boe Wie Yang ada sangat liehay, hanya mereka tak dapat duga, apa yang dipikir tuan rumah, sampai Giok Seng utarakan
usulnya. Hiocoe dari Kim Tiauw Tong itu, seraya rangkap kedua
tangannya kepada ketua ketua dari Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, berkata : "Jiewie tak hendak memberi pengajaran terlebih dahulu, akupun tak berani terlalu sungkan.
Bukankah coewie telah saksikan empang teratai ini"
Sekarang tolonglah perhatikan sekalian pohon teratai itu serta sekalian bunga nya. Lihat bunga2 teratai yang
merupakan bwee hoa ciam itu. yang ujungnya muncul
dimuka air tiga dim tingginya. Bwee hoa ciam itu, yang terbuat dari bambu, adalah pelatok2 yang tertancap dalam dan kuat didasarnya empang, siapa mengerti ilmu enteng tubuh, pasti bisa injakkan kaki diatasnya. Memutari
empang ini, sama sekali ada tiga puluh enam batang Bwee hoa ciam. Aku pikir untuk kita kasi pertunjukan diatas pelatok2 bunga teratai yang berlembar lima itu. Aku si orang she Ouw telah dengar lama perihal liehaynya ilmu enteng tubuh dari Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, lebih2
tentang Na Jie Hiap dua saudara, aku percaya, dalam hal
ini tidaklah aku omong berlebih2an, maka itu justeru
sekarang ada malaman terang bulan yang permai, tolong coe wie memberikan pengajaran kepadaku agar aku
memperoleh tambahan pengetahuan dan pandangan.
Bagaimana pikiran loosoehoe semua mengenai usulku ini?"
Eng Jiauw Ong dan Coe In terperanjat dalam hati,
karena untuk pertama kali, mereka sudah kalah awas.
Bukankah mereka tidak sangka sama sekali yang didalam empang itu ada dipasang pelatok rahasia" Bukankah tak ada satu diantara mereka yang lihat bunga teratai palsu itu"
Hanya, selagi Ouw Giok Seng berkata2, diam2 mereka
mengawasi keempang, untuk lihat semua pelatok Bwee hoa ciam itu yang merupakan setangkai bunga teratai dengan lima batang bambu muncul dimuka air disekitar nya, yang satunya muncul ditengah2 bunga teratainya sekali.
Jaraknya lima batang pelatok itu ada setindak satu dari lain.
Semua Bwee hoa ciam ada tiga puluh enam buah. tetapi
diempang yang demikian lebar, semuanya tersebar luas, jaraknya ada enam atau tujuh kaki, malah ada yang
setumbak lebih, jadi tidaklah gampang untuk berdiam
dipermukaan empang dengan pakai semua pelatok itu
sebagai injakan. Ong Too Liong juga insaf, dari tiga puluh lebih orang dalam rombongannya itu, yang bisa bergerak dengan
leluasa diatas pelatok2 itu cuma ada beberapa orang, sedang dilain pihak, julukan dari hiocoe itu sudah menyatakan liehaynya ilmu mengentengi tubuhnya. Tadinya ia sangka Ouw Giok Seng cuma pandai "Tengpeng touw soei," akan
tetapi ternyata dia pun pan dai ilmu Bwee hoa ciam ini "
Tetapi orang telah kemukakan usulnya, atau lebih benar tantangannya, tak dapat usul itu tidak dijawab, maka
mendahului Ciangboenjin dan ketua dari See Gak Pay, Ay Kim Kong Na Hoo tertawa dingin dan kata: "Ouw Hiocoe,
pandai sekali kau memikir usul! Cara ilmu enteng tubuh sebagai ini memang jarang tertampak didalam kalangan
Sungai Telaga. Baiklah, biar kami bersiap mengorbankan jiwa untuk melayani satu budiman! Hanya aku harap kau suka jelaskan kepadaku, apa kita melainkan jalan2 saja diatas pelatok pelatok itu atau kita ber barengpun saling menggunai tangan kita?"
Kedua matanya Pat pou Leng po Ouw Giok Seng
bergerak. "Buat beradu tangan diatas pelatok, itu adalah cara
sangat umum dan juga kurang pantas," ia jawab. "Aku pikir baiklah selama berada diatas pelatok2 itu kita lepaskan senjata rahasia satu atau dua kali, dengan cara sembarangan saja, untuk jadi buah tertawaan kita beramai! Bukankah itu ada terlebih berarti" Entah bagaimana pikiran loosoe
semua..." Segera setelah mendengar itu, Na Hoo dan Eng Jiauw
Ong semua tahu, walaupun bicaranya ramah tamah,
namun hiocoe she Ouw itu ada berpikiran keras dan
hatinya kejam, jadi dia mesti dilayani secara sungguh2, atau mereka semua bakal dapat malu dan rubuh.
Na Hoo hendak jawab hiocoe itu. akan tetapi ia telah
didahului oleh Coe In. "Ouw Hiocoe," berkata pendeta wanita dari Pek Tiok
Am itu, "buat main2 senjata rahasia diatas pelatok, turut anggapanku, adalah kurang tepat. Senjata rahasia adalah senjata tajam, itu tak dapat disamakan dengan kepalan atau tangan, umpama orang tak keburu berkelit, tidak perduli siapa yang terluka, itu akan menyebabkan rusaknya
persahabatan kita kedua pihak. Menurut aku si pendeta tua, beradu tangan adalah terlebih sempurna".
"Nyatalah taysoe terlalu berkuatir," kata Ouw Giok
Seng, dengan wajah menyatakan kurang gembira. "Kita ada sahabat2 kaum kang ouw, aku kemukakan usulku inipun
karena mengingat, sulit ketikanya untuk kita bisa bertemu dan berkumpul sebagai sekarang ini dan aku tak ingin
siasiakan ketika sebaik ini. Apa pun tahu caranya kita main2, batasnya adalah asal kena tertowel. Bagaimana kita bisa turunkan tangan jahat, berlaku kejam, berbuat sebagai satu siauwjin, si hina dina" Tidakkah itu akan menyebabkan tertawanya kaum kang ouw dan jengekannya rekan2 kita"
Tidakkah taysoe pun berpikir sebagai aku ini?"
Ouw Giok Seng bicara dengan sabar akan tetapi dengan
itu terang ia telah mendesak. Maka itu, Eng Jiauw Ong segera dului Coen In untuk berikan jawabannya.
"Kau baik sekali, Ouw Hiocoe, kau adalah satu
enghiong," kata ia. "Baiklah, aku Ong Too Liong bersedia untuk lebih dahulu iringi kau main2 diatas Bwee hoa ciam itu."
CX Tetapi Ban Lioe Tong dului soe hengnya berbangkit.
"Ouw Hiocoe, kata ia kepada Ouw Giok Seng seraya
hadapi tuan rumah itu, "aku si orang she Ban yang bodoh juga ingin menerima pengajaran darimu!"
Tiongcioe Kiam kek Ciong Gam dan Kim too souw
Khoe Beng pun pada berbangkit.
"Jikalau bukannya dalam Cap jie Lian hoan ouw, mana
kita dapat ketika akan saksikan kepandaian yang istimewa itu," kata mereka kepada ketuanya, "karena itu, kami
bersedia mengiringi dibelakang ciangboenjin."
Eng Jiauw Ong m anggut. Ia merasa puas dengan
sikapnya saudara2 ini. Memang, dalam kejadian seperti ini, orang mesti majukan diri dengan setahu atau perkenannya.
Sementara itu, Ouw Giok Seng sudah bertindak keluar
dengan diikuti oleh Coe In Am coe, Ban Lioe Tong, Na
Hoo, Ciong Gam, Khoe Beng dan Too Liong. Yang lain
nya pada berdiri dipinggiran paseban, untuk menyaksikan.
"Apa yang kita bakal pertunjukkan ini tidaklah ada yang aneh dan luar biasa," kata Giok Seng seraya ia rangkap kedua tangannya, "walaupun demikian, karena kita main dipermukaan empang, bahayanya bukan sama sekali tidak ada. Maka itu" siapa yang ingin turut ambil bagian,
silahkan dandan dengan rapi."
Eng Jiauw Ong manggut, lantas saja ia buka jubanya.
Lioe Tong dan yang lain2 turut buka thungsha mereka
untuk rapikan pakaian dalamnya. Melainkan Coe In Am
coe yang tidak loloskan juba sucinya yang panjang dan gerombongan.
"Marilah aku membuka jalan," berkata Ouw Giok Seng
kemudian, menyusul mana, tubuhnya mendek sedikit,
kedua kakinya dienjot, hingga dilain saat ia sudah melesat bagaikan anak panah, loncat keempang dimana ia taruh
kaki disebatang Bwee hoa ciam jauhnya tiga tumbak lebih.
Adalah ujung kakinya yang kanan, yang mengenai pelatok, kakinya yang kiri melainkan ditekuk, dengan cara
demikian, ia perlihatkan sikap "Kim kee tok lip", atau
"Ayam emas berdiri dengan satu kaki." Lalu, dengan tubuh tak bergeming, ia menghadapi Eng Jiauw Ong untuk
memberi hormat. Inipun ada tandanya ia mempersilahkan pihak lawan.
Eng Jiauw Ong semua kagum untuk itu macam gerakan
tubuh yang sangat enteng, yang menandakan satu
kepandaian yang luar biasa, satu latihan yang sempurna, hingga karenanya, tak ada orang yang berani pandang
enteng kepada lawan ini. Lalu ketua Hoay Yang Pay hadapi Coe In Ayn coe dan
Kim too souw Khoe Beng, sang soe heng. Ia memberi
hormat. "Jiewie, persilahkan!" ia bilang. Kemudian, iapun
memberi hormat pada Na Hoo, Ban Lioe Tong dan Ciong
Gam, seraya terus berkata: "Mari kitapun turut!"
Segera empat orang itu, dengan sikap geraknya masing2, pada berlompat kemuka empang, akan taruh kaki mereka di pelatok2 yang mereka cari sendiri2, tetapi dengan
memencar diri. Karena diatas pelatok orang tak dapat
berdiri dengan merdeka, lantas saja mereka semua bergerak gerak terus, lompat dari satu kelam pelatok, demikian seterusnya, tak henti2nya, hingga mereka mirip dengan burung2 yang berterbangan, menclok sana dan menclok
sini. Gerakan semacam inipun ada pentingnya bagi mereka,
yang memang perlu mencobanya dahulu semua pelatok,
supaya ketahui keletakannya dan kekuatannya.
Ouw Giok Seng pun tidak menjadi kecuali, ia turut
berlompatan juga setelah dengan "Kim kee tok lip" dia memberi hormat dan undang sekalian lawannya. Mulai dari utara ia menuju ke timur utara, keujungnya jurus an ini.
Coe In Am coe dan Kim too souw Khoe Beng sebaliknya
ambil jurusan yang berlawanan, yalah dari ujung barat utara, mereka menuju kebarat selatan. Ban Lioe Tong
berdua Ciong Gam pergi kearah barat sekali, sedang Eng Jiauw Ong dan Na Hoo, keujung timur.
Dari ujung timur utara, Ouw Giok Seng berputar
disepanjang pinggiran, menuju kebarat utara.
Waktu itu Coe In dan Khoe Beng berpisahan: Kim too
souw Khoe Beng ketimur selatan, Coe In menjurus keutara sekali. Pendeta ini tetap tidak buka jubanya, hingga juba itu memain diantara sampokan angin. Tampak nyata kaos
kakinya yang putih dan sepatunya.
Kapan Coe In Am coe sampai diujung barat utara, disitu ia tak dapati pelatok Bwee hoa ciam; dilain pihak, Ouw Giok Seng sedang memutar . balik, hingga mereka berdua berada dekat satu dengan lain, jaraknya. hanya beberapa kaki saja.
Segera pendeta dari Pek Tiok Am itu rangkap kedua
lengannya. dalam sikap "Tong coe pay Koed," atau
"Kacung murid menyembah Buddha," sambil menghadapi
Ouw Hiocoe ia berkata: Bwee hoa ciam, ia sudah ambil
putusan untuk adu kepandaian. Tidak demikian dengan
Ong Too Liong yang berlaku sungkan. Karena ini, Na Hoo kendalikan diri untuk hormati sikapnya ketua itu. Tetapi ia tak merasa puas, apabila ia tidak keluarkan perasaannya itu, maka ia menantikan waktu.
Dalam keadaan seperti itu, ia saksikan Giok Seng
berlaku kurang hormat dengan terlebih dahulu melayani Coe In Am coe, yang separuh dibokong, sedang niekouw
itu, yang telah diserang duluan, sudah tidak melakukan pembalasan. Maka diam2 ia siapkan dua potong Boe hong Yan bwee piauw. Kembali ia lihat Coe In masih tidak mau membalas menyerang, niekouw itu melainkan hajar runtuh peluru lawan nya. Ia percaya pasti bahwa asal si niekouw mau, hiocoe itu pasti dapat bagiannya. Masih ia kendalikan diri.
Disebelah Yan tiauw Siang Hiap, Kim too souw Khoe
Beng juga tak puas dengan tingkah lakunya hiocoe dari Kim Tiauw Tong itu, ia jadi ambil putusan untuk berikan
pengajaran. Justeru itu, Na Hoo berseru: "Khoe Loo
enghiong, inilah ketika baik yang sukar dicari, jikalau tidak sekarang juga kau mohon pengajaran dari Ouw Hiocoe, kau hendak tunggu kapan lagi?" Menyusul itu, kepada Ouw
Giok Seng pun ia kata: "Ouw Hiocoe, aku si orang she Na mohon pengajaran darimu!"
Pemberian tahu itu belum habis diucapkan atau tangan
kanannya sudah diayun, sebuah senjata rahasia mirip
bintang perak menyamber kearah mukanya lawan!
"Bagus!" berseru Ouw Giok Seng seraya mengenjotkan
kaki kanannya terlebih jauh kekanan guna singkirkan diri dari serangan. Kelihatannya ia hendak loncat lebih jauh kekiri, tetapi Na Jie hiap yang tubuhnya tidak bergeming, tangan kirinya sudah lantas menimpuk, hingga melesatlah piauwnya yang ke dua.
Berbareng dengan serangannya Ay Kim Kong, Khoe
Beng yang telah dengar seruan, juga sudah lantas
menyerang dengan tiga buah peluru besi thie tanwan yang saling susul, cepat sekali runtunannya.
Ouw Hiocoe terancam hebat sekali, karena serangan
datang dari dua jurusan berbareng. Piauw dari Na Hoo adu sangat berbahasa, walaupun hanya sebuah, sedang peluru dari Kim too souw, ada tiga dan tak kurang berbahayanya.
Kedua lawan itupun ada orang2 liehay.
Dalam keadaan seperti itu. Giok Seng punyakan
melainkan satu jalan, yalah berkelit dengan apungkan diri ke tinggi, melesat dengan "It hoo ciong thian" atau "Burung hoo serbu langit." Jikalau orang gunakan ilmu melesat tinggi ini didarat, tidak aneh, tetapi sekarang itu mesti dilakukan diatas pelatok Bwee hoa ciam, sulitnya bukan main. Gerakan ini memerlukan jejak an kaki yang keras kepada ta nah, sekarang itu dilakukan atas pelatok bambu.
Tetapi hiocoe dari Kim Tiauw Tong, Gedung Garuda
Emas, ada seorang liehay, ia lapat lakukan itu dengan baik,
"Loo nie bersedia untuk terima senjata rahasia hiocoe!"
Berbareng dengan itu, Giok Seng pun hunjuk hormat
kepada si pendeta. Ketika itu, ia sedang menginjak dengan kaki kiri, ia berada disebelah kanan si orang suci. Sambil menukar kaki, ia perlihatkan sikap "Kwa liouw teng san,"
atau "Mendaki gunung dengan menunggang harimau," ia
menjawab: "Aku bersedia akan turut titah."
Menyusul jawabannya itu, ia loncat lima atau enam kaki jauhnya. kembali ia menginjak dengan kaki kiri, tubuhnya dimiringkan, setelah mana, tangan kanannya berkelebat.
"Aku si orang she Ouw hendak pertontonkan
kejelekannya!" ia kata.
Sekejab saja enam bua thie lian cie, biji teratai besi, dengan beruntun menyamber ke arah Coe In Am coe. Itu
adalah serangan tidak tanggung2. Enam peluru saling susul dengan cahayanya berkilauan, tujuannya adalah atas,
tengah dan bawah. Itupun ada senjata rahasia yang aneh.
Ketua dari See Gak Pay memutar diri kesamping kiri,
maka semua serangan luput mengenai sasaran.
"Sungguh liehay!" ia memuji.
"Aku mengharap menerima ajaran terlebih jauh!"
Sambil berkata demikian tetapi nya niekouw ini loncat jauhnya satu tambak lebih, kelain pelatok.
Wajahnya Ouw Giok Seng berubah, ia jengah
sendirinya, terus ia loncat kekiri melewati sebatang pelatok, begitu kaki kanannya injak Bwee hoa ciam, tangan
kanannya diayun, hingga segeralah menyamber tiga batang thie lian cie, kembali ketiga jurusan : atas, tengah dan bawah. Thie lian cie yang pertama, menyambernya cepat
luar biasa. Sementara itu, tangan kirinya pun turut
berkelebat, hingga lagi tiga buah senjata rahasia menyusul tiga yang pertama, tujuannya tetap di tiga jurusan.
Coe In Am coe tahu bahwa orang akan lakukan serangan
susulan, dari itu, disaat ia loncat kekiri, ia sudah siapkan senjata rahasianya, yalah See boen Cit po coe, sedangnya serangan datang, ia berseru: "Bagus!" Ia berseru seraya mengayun
tangan kirinya yang ujung, bajunya gerombongan, atas mana, semua enam thie lian cie kena dipukul jatuh, jitu sekali, Cit poo coe mengenai enam senjata rahasia itu, hingga kedua rupa senjata pada jatuh kemuka air! Selagi beradu, ke enam pasang senjata telah perdengarkan suara nyaring.
"Sayang..." mengeluh Coe In.
Waktu itu, Ouw Giok Seng sudah lompat mundur,
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena kesudahannya pertandingan itu menunjukkan ia ada dipihak yang kalah, karenanya, ia tak punya muka akan melanjutkan lagi. Tetapi apamau ketika itu, Na Hoo dan Khoe Beng datang bersama, yang satu dari arah Timur
utara, yang lain dari Timur selatan.
Ay Kim Kong tidak puas terhadap hiocoe dari Kim
Tiauw Tong itu, sejak mulai injak hingga kedua
penyerangnya tak peroleh hasil.
Ay Kim Kong tidak puas dengan tidak berhasilnya dua
potong Bee hong Tan bwee piauw. Untuk ia, senjata
rahasianya itu sangat jarang dipakainya, sekali ini ia gagal, ia jadi tak mau mengerti. Karena mana, ia telah segera siap dengan piauwnya yang ketiga, ia berseru: "Aku hendak
mempersembahkan lagi satu!"
Piauw ini menyamber justeru tubuhnya Ouw Giok Seng
sedang turun, tak dapat hiocoe itu berkelit, ia cuma bisa egos lengan kirinya kearah mana senjata rahasia menuju,
walaupun demikian, ia tak luput seanteronya. Piauw tidak mengenai lengan tetapi menembusi baju!
Bukan main mendongkolnya Hiocoe dari Kim Tiauw
Tong, hingga tak dapat ia kendalikan diri, tidak tempo lagi ia keluarkan jarumnya Bwee hoa Toat beng ciam, yang
sangat jarang ia menggunai, jarum yang sangat liehay.
Sebelum itu, Kimtco souw Khoe Beng telah maju
mendekati Na Hoo, sedang Tiongcioe Kiam kek Ciong
Gam tengah menikung, hingga tiga jago itu merupakan segi tiga. Diantara mereka ini, Khoe Beng tak sanggup terlalu lama berdiam diatas sebuah pelatok, ia kalah latihan
dengan dua kawannya itu, karena itu, untuk menyerang ke dua kalinya. ia harus siap terlebih dahulu. Begitulah tubuhnya terus berge rakgerak.
Pada waktu itu " sehabis tangan bajunya ditoblosi Boe hong Yan bwee piauw, " Giok Seng sudah lantas siap
sedia, terus saja ia kata pada Na Hoo: "Na Jie hiap, bagus piauwmu! Nah, cobailah ini satu lagi!"
Seruan ini disusul dengan gerakan tangan, dengan
kutikan jari kepada pesawat dari bungbung jarum, hingga segeralah menerobos keluar lima batang jarum yang
biasanya meminta jiwa .". Hebatnya, jarum2 inipun
berbareng melesat kelima jurusan.
Apamau, disaat Ouw Hiocoe lakukan penyerangannya
itu, pelatok injakannya telah melesak mendam, dengan
sendirinya tubuhnya pun turut turun sedikit, hingga karena demikian, incarannya pun jadi turut berubah, apapula, karena hendak mengimbangi tubuh, lengannya turut
bergerak juga. Sebab ini, ia tak dapat menjuju lagi
sasarannya seperti apa yang ia inginkan, hingga empat jarum luput. Akan tetapi satu jarum, yang dilepaskan paling belakang, menjurus tepat kepada Khoe Beng.
Kim too souw terkejut, karena waktu itu, baharu saja ia menaruh kaki, hingga ia tak dapat ketika untuk mencelat pula, sedang buat berkelit diatas pelatok, itulah tak dapat dilakukan. Ia melainkan bisa kibaskan tangannya, untuk sampok jarum, tapi apa lacur, datangnya jarum mendahului kibasannya itu, tak tempo lagi pundak kirinya kena
tertancap, hingga ia segera keluarkan jeritan tertahan, sebab rasa sakit terus langsung menyerang sampai kehulu hatinya.
Karena luka ini, asal semangatnya gempur, mesti dia rubuh kecebur kedalam empang.
Na Hoo dan Ciong Gam dapat lihat saudara itu terkena
senjata rahasia, mereka kaget sekali. Mereka berdua pun baharu saja luput dari jarum yang liehay, yang membuat mereka gentar dan kagum dengan berbareng. Tentu saja
Kim too souw mesti ditolong. Maka tak memperdulikan
lagi kalau2 Ouw Giok Seng me nyusuli serangannya pula, ke duanya loncat kearah Khoe Beng. Mereka sampai
dengan berbareng; dengan begitu, dengan berbareng juga mereka bisa samber kiri dan kanannya Kim too souw,
untuk terus dibawa berlompatan kearah paseban, mereka berhasil mencapai lankan sebelah barat.
Dipihak penyerang, Ouw Giok Seng juga terancam
bahaya karena melesaknya pelatok Bwee hoa ciam.
Memang pelatok itu tak timbul tinggi, karena melesak
mendamnya, kaki kanan dari hiocoe itu, dasar sepatunya, lantas mengenai air. Ia terperanjat. Lekas lekas ia menukar kaki, lalu ia enjot kaki kirinya, hingga dengan begitu tubuhnya bisa melesat akan loncat kepaseban. Beruntung baginya, ketika itu ia pun berada dekat dengan paseban.
Menyusul kembalinya hiocoe dari Kim Tiauw Tong itu,
Eng Jiauw Ong bersama Coe In Am coe dan Ban Lioe
Tong pun dengan beruntun telah kembali kepaseban,
pendeta wanita itu bersama ketua Hoay Yang Pay segera hadapi tuan rumah untuk memberi hormat.
"Hiocoe, terima kasih untuk kebaikanmu," kata Eng
Jiauw Ong. "Boegeemu liehay sekali, aku kagum".
Ban Lioe Tong sudah lantas menghampirkan Kohe
Beng, yang di pepayang Na Hoo dann Ciong Gam, dibawa
ketengah paseban sekali. Dengan sebat ia cabut jarum Bwee hoa Toat beng ciam, setelah mana ia keluarkan obatnya, untuk dipakaikan ditempat yang terluka.
Kim too souw sendiri nampak nya sangat jengah, karena ia telah membuat malu kepada Hoay Yang Pay dan See
Gak Pay. "Loo enghiong, jangan buat pikiran," Ay Kim Kong
menghibur. "Jikalau tidak kebetulan kau sedang berlompat, tidak nanti kau kena terserang. Itulah kebetulan saja. Yang aneh adalah tidak semua kita kena terluka..."
Mendadak jago tua ini berhenti mengucapnya sebentar.
"Ah..." ia menyambungkan, dengan pelahan sekali. "Ya, ya, mestinya ada orang bantu kita secara diam2"
Seumurku, baharu kali ini aku terima bantuan orang.
Sudahlah, loo enghiong jangan kau berduka. Si orang she Ouw sendiri, sebagai hiocoe, telah tidak dapat mewujudkan cita2nya, diapun turut rubuh..."
Setelah berkata demikian, Ay Kim Kong bertindak
keluar paseban. Justeru itu, Ouw Hiocoe bertindak masuk bersama2 Eng
Jiauw Ong dan Coe In Am coe.
"Ouw Hiocoe, terima kasih untuk kebaikan hatimu,"
kata Khoe Beng kepada tuan rumah. "Aku tidak punya
kepandaian, aku telah perlihatkan kejelekan ku disini. Aku
bersyukur, karena kebaikanmu, tidak sampai aku kurbankan tulang2ku yang tua didalam Cap jie Lian hoan ouw ini."
Dengan air muka jengah, Ouw Giok Seng balas
hormatnya tetamu itu. "Jangan mengucap demikian, loo enghiong," kata ia.
"Justeru akulah yang harus merasa malu karena aku telah pertunjukkan kejelekanku dihadapan enghiong beramai.
Malu aku jikalau loo enghiong terus merendahkan diri
secara demikian." Eng Jiauw Ong lalu menyelak sama tengah.
"Ouw Hiocoe," berkata ia, "diempang mi kami telah
melihat puas, inilah karena kebaikanmu, kami berterima kasih. Sekarang sudah jauh malam, marilah kita kembali!"
"Baiklah," sahut Ouw Giok Seng, yang tak banyak
bicara, kemudian ia suruh orangnya siapkan perahu.
"Kau semua naik lebih dahulu," Na Hoo titahkan
rombongannya yang berada diluar paseban.
Kim too souw tak puas mendengar katanya Ay Kim
Kong ini. Mereka kaum Hoay Yang Pay ada paling
utamakan adat peradatan, rombongan diluar itu adalah
golongan muda, kenapa mereka yang disuruh naik terlebih dahulu" Kalau lain orang yang berbuat demikian, Jie Hiap pasti tak akan mengerti. Tetapi, dasar orang bertabeat koekoay, sekarang orang tua ini sendiri yang berlaku aneh.
Yang lain2 pun heran atas sikapnya Ay Kim Kong.
Na Hoo awasi Khoe Beng, ia goyangkan kepala sebagai
tanda supaya jago tua itu jangan omong.
Demikian orang mulai turun keperahu.
Ketika Eng Jiauw Ong beramai keluar dari paseban, di
bawah payon masih menantikan lima atau enam orang
terlebih tua, yalan Boesoe Ke Siauw Coan, Louw Kian
Tong dan lain; mereka iri sengaja menantikan ketua
mereka. Enam buah perahu sudah mulai digayu, maka
rombongan yang belakangan ini lalu menaiki dua perahu yang terakhir, kedua rombongan terpisah kurang lebih dua tumbak.
Ay Kim Kong Na Hoo bersama ciangboenjin Eng Jiauw
Ong, duduk diperahu yang kedelapan, yang digayu paling belakang. Sikapnya Na Hoo beda sekali. Ia perlihatkan wajah riang gembira, ia bicara sambil ber senyum berseri, ia tunjuk sana dan tunjuk sini, untuk puji empang itu. Iapun tak lupa puji Ouw Hiocoe sendiri.
Enam buah perahu didepan sudah lantas mendekati
tepian itu waktu mendadakan anak buah dari perahu yang ketiga perdengarkan suara terkejut atau heran, karena perahunya seperti bentur serupa benda, rampai kendaraan itu miring ke kiri.
Penumpang2 perahu itu kebanyakan pada berdiri, karena itu, si jurumudi tak dapat melihat nyata kesebelah depan, ia cuma menyangka orang kebanyakan berdiri disebelah kiri, maka ia kata: "Looesoehoe beramai, harap tidak semuanya berdiri disebelah kiri" kendaraan air ini kecil..."
"Kau gayu saja. jangan kuatir," kata beberapa
penumpang. Ouw Giok Seng dengar pembicaraan orang diperahu
ketiga itu, tapi Ay Kim Kong sedang mengajak ia bicara "
bicara banyak " perhatiannya tidak sampai tertarik.
Lekas juga semua perahu menempel kepada tepi, semua
orang lantas mendarat. Jalan didepan, Ouw Giok Seng pimpin semua tetamu
keluar dari taman bunga, tetapi ia tidak mengajak kembali ke Kim Tiauw Tong, hanya ia ambil sebuah pintu kecil
hingga mereka sampai disebuah pekarangan dimana ada
satu bangunan terbagi tiga, yang di Utara ada tiga buah kamarnya, yang di Timur dan Barat masing2 terdiri dari tiga buah juga. Semua kamar ada bersih dan tenteram,
segala perabotan nya terawat baik.
Tuan rumah persilahkan semua tetamunya beristirahat
didalam tiga tempat itu. Tetapi lebih dahulu dari itu, ia sudah undang Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe meniliki semua ruangan dengan sembilan kamarnya.
"Besok pagi pasti aku nanti undang coe wie menemui
Pang coe," kata Ouw Hiocoe paling akhir, setelah ia minta perkenan untuk undurkan diri.
Seundurnya tuan rumah itu. Ban Lioe Tong pecah
rombongannya untuk mereka ambil kamar masing2. Ia
pesan akan semua waspada, tak perduli Ouw Giok Seng
bersikap manis. Ia hunjuk walaupun masih ada dua jam
tempo untuk terang tanah, tempo itu toh ada cukup lama untuk dilewatkannya.
Semua orang perhatikan pesan itu, sesudah mana Lioe
Tong masuk kekamarnya dimana Eng Jiauw Ong segera
papaki ia. "Apa mereka telah berada di tempatnya masing2, soetee
?" soeheng ini tanya.
"Ya," Lioe Tong manggut. "Tempat ini disediakan
untuk kita lengkap segalanya".
Memang juga kecuali kamar dengan perabotan lengkap,
di situ pun ada disediakan empat pelayan untuk melayani para tamu.
Ketika empat pelayan itu bawakan teh, Ay Kim Kong
kata pada mereka: "Kami hendak beristirahat, kau besok pagi saja datang lagi untuk layani kami."
Empat pelayan itu menurut, mereka undurkan diri. "
Setelah itu, Lioe Tong segema periksa lagi lukanya Khoe Beng untuk tukar dengan obat baru.
"Lihat, soeheng, keanehan dalam kalangan kang ouw,"
kata Lioe Tong kemudian. "Jarum rahasia ini, yang
sebenarnya disebut Bwee hoa Touw koet ciam, ada warisan satu2nya dari imam dari Hian Touw Koan. Turut apa yang aku tahu, jarum ini sudah lenyap dari kalangan kang ouw, pun tidak pernah diwariskan kepada murid bukannya
imam, akan tetapi disini ada Ouw Giok Seng yang
mempunyainya. dan pandai mcuggunainya juga. Tidakkah
ini luar biasa?" "Itu benar sukar dimengerti," kata Eng Jiauw Ong.
"Aku lihat," berkata Kim too souw, "selama kita
kembali dari empang, begitupun mengenai kegagalannya
Ouw Giok Seng, rupanya Na Jie Hiap ada lakukan
sesuatu?" Ditanya begitu, Na Hoo bersenyum,
"Kau terlalu bercuriga, Khoe Loo enghiong," menyahut
ia. "Tidak pernah aku pisahkan diri dari rombongan, aku
"bukannya dewa, aku tidak punya juga ilmu memecah diri, apa yang aku bisa lakukan" Yang benar adalah di dalam gelap ada orang yang menggerecok dan mengenai itu loo enghiong agaknya tak memperhatikannya,"
Pendekar Bodoh 4 Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo Legenda Kematian 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama