Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 12
"Ih, apa sih yang kaumaksudkan" Ceritakan dulu yang jelas agar aku
dapat mentaati pesanmu. Aku harus tahu keadaannya agar tidak
kebingungan......" Dengan pandainya Tok-sim Nio-cu mempergunakan kepandaiannya
untuk membelai dan merayu sehingga pemuda itu makin menjadi lupa
daratan! Maka, diceritakanlah semua rencana yang diatur oleh Poyang Sam-liong dan Yang-ce Ngo-kwi.
Dia mengaku bahwa dia bersama duapuluh empat orang anggauta atau
anak buah Yang-ce Ngo-kwi menyelundup bersama para pekerja dari
dusun, dan betapa Yang-ce Ngo-kwi dengan banyak anak buahnya
juga sudah siap dan mengepung tempat itu. Kalau sudah tiba saatnya,
mereka semua akan bangkit dan menyerang rombongan Siauw-bin
Ciu-kwi, dan merampas harta karun.
Mendengar cerita ini, tentu saja Tok-sim Nio-cu terkejut setengah
mati. Akan tetapi, ia tidak memperlihatkan kekagetannya. Menurutkan
785 hatinya, ingin sekali pukul ia membunuh pemuda pengkhianat ini.
Akan tetapi ia terlampau cerdik untuk melakukan hal itu.
Bahkan ia memperhebat permainan cintanya yang membuat pemuda
itu semakin mabok dan keluarlah semua rahasia dari mulutnya, betapa
Po-yang Sam-liong yang hendak berkhianat itu yang menghubungi
Yang-ce Ngo-kwi. Dengan cerdiknya Tok-sim Nio-cu bersumpah
bahwa ia mencinta pemuda itu, dan memesan agar jangan sampai
"rahasia" mereka yang akan menikah itu diketahui orang lain.
"Aku akan menanti sampai tiba saat itu. Kalau sekutumu sudah
berhasil merampas harta karun dan terjadi pertempuran, aku akan lari
menyembunyikan diri, menanti sampai engkau keluar sebagai
pemenang, lalu kita kawin dan hidup berbahagia," katanya pada
keesokan harinya ketika pagi-pagi ia melepas pemuda itu
meninggalkan tendanya. Tentu saja Tok-sim Nio-cu cepat pergi menemui Siauw-bin Ciu-kwi
di dalam tendanya. Sepagi itu Siauw-bin Ciu-kwi sudah minum arak sampai mukanya
menjadi merah sekali. Hal ini menunjukkan bahwa hatinya gembira
bukan main. Dia telah membayangkan hasil pembongkaran guha itu,
membayangkan harta karun yang dijanjikan oleh peta itu.
Harta karun yang menjadi simpanan Raja Cin-si Huang Ti, raja dari
Dinasti Cin, delapanratus tahun lebih yang lalu! Dia membayangkan
bahwa dia akan menjadi seorang yang memiliki kekayaan berlimpah
dan dengan kekayaan itu dia akan mampu membeli kedudukan raja
muda sekalipun! 786 Ketika Tok-sim Nio-cu menceritakan rahasia yang dibocorkan oleh
pemuda yang dijadikan teman tidurnya semalam, Siauw-bin Ciu-kwi
terbelalak. "Brakkk!" Guci arak itu dicengkeram dan hancur lebur!
"Jahanam busuk Po-yang Sam-liong!" bentaknya
"Kuhancurkan kepala mereka seperti guci ini......!"
marah. "Beng-cu, sabarlah. Jangan menuruti hati yang marah. Kalau
kaulakukan itu, tentu timbul pemberontakan sekarang. Hal itu
memang tidak mengapa karena kita akan mampu membasmi mereka.
Akan tetapi pekerjaanmu menjadi terbengkalai dan tertunda.
Sebaiknya kita pura-pura tidak tahu dan membiarkan mereka bekerja
sampai harta karun itu didapatkan, baru kita mendahului mereka turun
tangan." Siauw-bin Cu-kwi memandang kepada wanita itu dengan sinar mata
mencorong, lalu tiba-tiba dia tertawa. Lengannya dijulurkan dan
biarpun Tok-sim Nio-cu duduk agak jauh, namun lengan kanannya itu
dapat mulur dan tahu-tahu tangan itu telah memegang lengan Tok-sim
Nio-cu dan sekali tarik, tubuh wanita itu telah terjatuh ke atas
pangkuannya. Diam-diam Tok-sim Nio-cu terkejut dan kagum. Bukan
main beng-cu ini, memiliki ilmu yang amat tinggi.
"Engkau memang manis dan pantas menjadi pembantu utamaku,
engkau pandai dan cerdik!" kata Siauw-bin Ciu-kwi sambil mencium
pipi Tok-sim Nio-cu yang tertawa genit.
"Ih, Beng-cu. Apakah engkau telah minum terlalu banyak?" katanya
dengan manja. 787 Akan tetapi kedua lengan beng-cu itu memeluknya dengan sikap
menyayang. "Engkau memang manis, dan kegilaanmu terhadap lakilaki sekali ini ada gunanya. Untung engkau dapat membongkar rahasia
itu, Nio-cu. Dan usulmu tadi memang baik sekali. Kita pergunakan
mereka, pura-pura tidak tahu, dan pada saat terakhir, aku akan
membasmi mereka! Ya, aku tahu bagaimana aku akan membasmi
mereka, mengubur mereka hidup-hidup!" Dia tertawa bergelak dan
kembali menciumi Tok-sim Nio-cu untuk memperlihatkan kegirangan
dan terima kasihnya. Pekerjaan menggali batu-batu itu dilanjutkan dan ternyata guha itu
dalam sekali, merupakan terowongan yang makin ke dalam menjadi
semakin lebar! Sehari itu mereka bekerja keras, namun masih tetap
saja belum sampai di bagian terakhir, dan masih ada saja sisa batubatu besar yang harus dikeluarkan dari dalam guha itu. Baru pada hari
ketiga, batu-batu habis dikeluarkan dan Siauw-bin Ciu-kwi sendiri
memasuki guha itu, diikuti semua pembantunya termasuk Po-yang
Sam-liong. Sesuai dengan petunjuk dalam peta, beng-cu itu memeriksa keadaan
bagian guha yang paling dalam. Dia lalu memerintahkan agar semua
pekerja menanti di luar guha dan dia hanya bersama para
pembantunya. Diam-diam Pek-liong memperhatikan para pekerja selama tiga hari itu
dan diapun akhirnya atas bantuan Liong-li yang memberi isyarat, tahu
bahwa pemuda muka totol-totol hitam hitam buruk itulah Liong-li!
Hatinya menjadi besar, apa lagi ketika Liong-li, dengan isyarat,
memberitahu bahwa pedang mereka disembunyikan di bawah
tumpukan batu di dasar guha, sebelah kiri, dia merasa tenang.
788 Siauw-bin Ciu-kwi yang berdiri di tengah ruangan terakhir itu, lalu
melangkah ke kiri dan menghitung langkahnya. Kemudian, dia
berhenti dan berjongkok, meraba-raba dengan jari tangannya.
"Po-yang Sam-liong, kalian ambil linggis itu dan coba kalian bertiga
gali lantai ini!" Tiba-tiba dia berkata kepada tiga orang pembantunya
itu. Seperti para pembantu yang lain, pada saat itu hati tiga orang ini
merasa tegang dan mendengar perintah itu, dengan senang hati mereka
segera mengambil linggis dan mulai menggali lantai yang berbatubatu.
Begitu linggis menggempur batu, semua orang sudah memandang
dengan hati tegang karena jelas terdengar bahwa lantai itu bawahnya
ada ruangannya. Batu yang terpukul linggis itu berbunyi nyaring.
Penggalian dilanjutkan dan tak lama kemudian, setelah beberapa buah
batu dibongkar, nanpaklah sebuah peti hitam! Semua orang
mengeluarkan seruan girang, dan kini semua orang membantu
pembongkaran batu. Ternyata di bawah batu terdapat lubang yang cukup lebar dan di situ
terdapat sebuah peti hitam yang besarnya ada satu meter persegi. Peti
hitam segera diangkat naik, dan Siauw-bin Ciu-kwi menggunakan
linggis untuk mencokel penutup peti yang berkarat. Terdengar bunyi
berkeratak dan tutup itupun terbuka. Kembali semua orang
mengeluarkan seruan kagum.
Begitu tutup dibuka, semua mata seperti menjadi silau oleh barangbarang yang berada di dalam peti itu. Emas permata yang amat indah,
berkilauan dan batu-batu permata itu seperti hidup berkedip-kedip.
Akan tetapi Siauw-bin Ciu-kwi segera menutupkan peti itu.
789 "Harap kalian tenang. Peti ini baru yang kecil. Ada sebuah lagi yang
lebih besar dan isinya lebih banyak menurut petunjuk peta. Tempatnya
di balik dinding sebelah kanan. Dinding itu harus dibongkar. Menurut
petunjuk peta, batu-batu dinding yang harus dibongkar setebal dua
meter. Harus mengerahkan tenaga mereka yang di luar. Po-yang Samliong, kalian kuserahi tugas untuk memimpin para pekerja
membongkar dinding itu sampat peti besar itu terdapat. Aku menanti
di luar." Berkata demikian, Siauw-bin Ciu-kwi memberi isyarat
kepada para pembantu lainnya untuk mengangkat peti hitam itu
keluar. Lim-kwi Sai-kong yang bertenaga besar lalu mengangkat peti hitam
itu, dinaikkan ke atas pundaknya dan diapun melangkah keluar diikuti
oleh Siauw-bin Ciu-kwi dan para pembantunya. Juga Po-yang Samliong melangkah keluar paling akhir dan mereka sempat saling
berbisik bahwa sebaiknya mereka menanti sampai "peti besar" itu
dapat dikeluarkan, baru mereka akan turun tangan dan memberi
isyarat kepada Yang-ce Ngo-kwi yang bersembunyi di luar bersama
anak buah mereka. Setelah Lim-kwi Sai-kong tiba di luar guha, para pekerja yang sejak
tadi menanti dengan hati tegang, bersorak sorai penuh kegembiraan
melihat peti hitam yang dipanggul keluar itu. Tentu saja mereka
bersorak gembira karena pekerjaan mereka berhasil baik dan mereka
tinggal menanti upah dan hadiah. Akan tetapi, Po-yang Sam-liong
melangkah maju dan mereka mengangkat tangan menyuruh para
pekerja tenang, kemudian terdengar suara Poa Seng. Dia sengaja
berteriak lantang karena dia bermaksud agar suaranya dapat pula
didengar oleh Yang-ce Ngo-kwi.
790 "Saudara sekalian, dengar baik-baik! Pekerjaan kita belum selesai!
Memang sudah ditemukan sebuah peti, akan tetapi itu hanya peti
kecil, dan masih harus ditemukan lagi sebuah peti yang jauh lebih
besar. Untuk itu, kita harus membongkar dinding guha yang dua meter
tebalnya. Oleh karena itu, marilah kita masuk kembali ke dalam guha
dan kita kerahkan tenaga untuk membongkar dinding itu agar pada
hari ini juga kita akan dapat menemukan peti besar itu. Setelah
ditemukan peti besar itu, barulah pekerjaan selesai dan saudara
sekalian akan diberi upah dan hadiah secukupnya!"
Mendengar teriakan ini, semua pekerja bersorak gembira dan
merekapun berbondong- bondong mengikuti Po-yang Sam-liong
memasuki guha. Diam-diam Pek-liong memperhatikan dan dia tidak
melihat pemuda bermuka totol-totol hitam. Hemm, Liong-li tidak ikut
masuk, pikirnya. Tentu ada alasannya yang kuat dan dia semakin
waspada. "Jaga peti ini baik-baik," kata Siauw-bin Ciu-kwi kepada lima orang
pembantunya. Lima orang itu merasa heran karena seolah-olah beng-cu itu
mengkhawatirkan peti harta karun itu, akan tetapi mereka tidak
bertanya dan dengan senjata siap di tangan, mereka berlima mendekati
peti hitam. Pek-liong juga berdiri dekat peti sambil memegang
sebatang pedang yang dia dapat dari beng-cu. Pedang yang cukup baik
walaupun bukan senjata pusaka ampuh seperti Pek-liong-kiam.
Setelah melihat lima orang pembantunya itu berdiri mengelilingi peti
harta karun, Siauw-bin Ciu-kwi lalu memasuki mulut guha. Di depan
guha, dia mengangkat sebuah batu yang besar sekali, sebesar perut
791 kerbau. Batu itu tentu berat bukan main, namun dengan tenaganya
yang hebat datuk sesat itu mengangkat batu itu ke atas kepalanya,
kemudian melemparkan batu ke arah batu seukuran orang yang berdiri
menyangga langit-langit guha di mulut guha sebelah dalam.
"Darrrr......!" Batu seukuran manusia itu pecah berantakan ketika
dihantam batu besar yang dilontarkan Siauw-bin Ciu-kwi dan ledakan
nyaring itu diikuti suara gemuruh. Kiranya langit-langit yang tadi
disangga oleh batu seukuran manusia itu runtuh dan batu-batu besar
jatuh dari atas, kemudian menggelinding masuk ke terowongan guha
karena memang terowongan itu menurun.
Ratusan batu besar menggelundung masuk dan segera suara gemuruh
itu diikuti suara teriakan-teriakan mengerikan dari mereka yang
berada di sebelah dalam terowongan guha karena mereka itu tiba-tiba
diserang oleh ratusan batu-batu besar yang menggelinding dari luar!
Tok-sim Nio-cu tersenyum dan diam-diam ia kagum bukan main.
Kiranya itu yang dimaksudkan beng-cu untuk membasmi Po-yang
Sam-liong dan anak buahnya yang hendak berkhianat! Mereka itu
dikubur hidup-hidup dalam himpitan batu-batu besar! Dan iapun tahu
bahwa pemberitahuan tentang peti besar tadi hanya suatu siasat belaka
agar memancing Po-yang Sam-liong dan semua pekerja ke dalam
terowongan untuk dikubur hidup-hidup!
Pek-liong terkejut sekali melihat peristiwa itu. Dia belum dapat
menduga akan adanya pengkhianatan yang dilakukan Po-yang Samliong, maka tentu saja dia merasa heran. Mengapa beng-cu melakukan
itu" Tidak mungkin karena merasa sayang atau karena kikir membayar
792 limapuluh orang itu. Apa lagi di dalam terdapat pula Po-yang Samliong, tiga orang pembantunya.
Apakah beng-cu sengaja membunuh mereka dan akan membunuh
semua pembantunya untuk dapat memiliki sendiri harta karun dalam
peti itu" Harta karun itu amat besar jumlahnya, tak mungkin dapat
dinilai berapa besarnya. Apakah harta karun itu membuat beng-cu
menjadi tamak" Para pembantu lainnya juga merasa terheran-heran, kecuali Tok-sim
Nio-cu, Siauw-bin Ciu-kwi tertawa bergelak lalu berkata, "Ha-ha-ha,
kalian ketahuilah bahwa Po-yang Sam-liong berkhianat dan bersama
anak buah yang diselundupkan di antara para pekerja, mereka hendak
merampas harta karun ini, Ha-ha-ha, mereka terbasmi habis di dalam
guha yang sudah kosong ini!"
Pada saat itu, terdengar sorak-sorai dan puluhan orang dari berbagai
penjuru datang berlari-lari ke tempat itu dengan sikap mengancam,
dan dengan senjata di tangan. Mereka itu adalah Yang-ce Ngo-kwi
dan kurang lebih limapuluh orang anak buah pilihan mereka.
Mereka tadi masih menanti tanda dari Po-yang Sam-liong. Ketika
mendengar suara gemuruh dan tahu bahwa Po-yang Sam-liong dan
anak buah mereka itu terjebak di dalam terowongan guha, Yang-ce
Ngo-kwi yang sejak tadi sudah berliur melihat peti hitam itu, segera
mengajak anak buah mereka menyerbu!
"Nah, itu sekutu Po-yang Sam-liong datang menyerbu. Mereka adalah
Yang-ce Ngo-kwi dan anak buah mereka!" kata Tok-sim Nio-cu.
793 "Hemm, kalian semua basmi mereka. Aku akan menjaga peti ini.
Habiskan anjing-anjing itu!" bentak Siauw-bin Ciu-kwi dan dia
sendiri duduk di atas peti dengan sikap tenang.
Pek-liong, Tok-sim Nio-cu, Lim-kwi Sai-kong, Pek I Kongcu, dan
Hek-giam-ong dengan senjata di tangan lalu menyambut para
penyerbu. Lima orang Yang-ce Ngo-kwi memecah pasukan menjadi
lima bagian dan masing-masing memimpin sepuluh orang
mengeroyok seorang pembantu Siauw-bin Ciu-kwi. Terjadilah
pertempuran yang mati-matian.
Pek-liong diserang oleh Coa Kun, orang pertama dari Yang-ce Ngokwi yang dibantu sepuluh orang anak buahnya. Coa Kun yang tinggi
kurus itu memegang sebatang golok yang lebar dan tipis, gerakan
goloknya cepat bukan main sehingga yang nampak hanya sinar putih
bergulung-gulung ketika Pek-liong menggunakan kegesitan tubuhnya
untuk mengelak dengan berloncatan.
Namun, gulungan sinar golok itu mengejar terus dan terdengar suara
berdesing-desing. Dan pada saat itu, sepuluh orang anak buah Coa
Kun juga sudah mengeroyok bagaikan serombongan semut,
mempergunakan senjata mereka yang bermacam-macam dan ternyata
mereka itupun semua memiliki ilmu silat yang lumayan.
Pek-liong menjadi agak ragu karena dia tidak mengenal siapa mereka
dan apa sebenarnya maksud mereka menyerang Siauw-bin Ciu-kwi
dan para pembantunya. Dia sendiri hanya merupakan pembantu purapura saja dari beng-cu itu, bukan seorang yang benar-benar
membelanya, bahkan dia siap menentang Siauw-bin Ciu-kwi, seorang
datuk besar kaum sesat, seorang di antara Kiu Lo-mo yang terkenal
794 amat jahat. Maka, menghadapi pengeroyokan sebelas orang itu, dia
lebih banyak mengelak dan menangkis, dan belum pernah membalas.
Oleh karena itu, maka dia nampak terdesak oleh pengeroyokan
Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka. Pada saat itu, nampak bayangan orang berkelebat dan pemuda yang
mukanya totol-totol telah menerjang memasuki medan pertempuran,
dan begitu ia melompat masuk, dua kali tubuhnya bergerak dan dua
orang pengeroyok Pek-liong roboh terpelanting. Orang itu bukan lain
adalah Hek-liong-li dan ia segera melemparkan sebatang pedang
kepada Pek-liong sambil berkata cepat.
"Mereka ini Yang-ce Ngo-kwi dan anak buah mereka yang membantu
pengkhianatan Po-yang Sam-liong. Kita basmi mereka dulu, baru
nanti menghadapi beng-cu dan kaki tangannya!"
Ucapan ini cukup bagi Pek-liong untuk mengusir keraguan hatinya.
Kini dia tahu bahwa apa yang dikatakan Beng-cu tadi memang benar.
Po-yang Sam-liong rupanya mempergunakan kesempatan ketika
mengumpulkan pekerja itu, untuk mengadakan persekutuan dengan
Yang-ce Ngo-kwi untuk melakukan pengkhianatan dan mencoba
untuk merampas harta karun!
Kalau Liong-li sampai dapat mengetahui rahasia mereka, sudah tentu
Beng-cu, dengan satu dan lain cara, dapat pula mengetahui rahasia itu
maka Beng-cu telah menghadapi pemberontakan itu dengan caranya
yang amat kejam, yaitu membasmi anak buah itu bersama Po-yang
Sam-liong di dalam guha! Setelah kini merasa yakin bahwa yang dihadapinya adalah para
penjahat yang mencoba untuk merampas harta karun, Pek-liong yang
795 kini sudah memegang pedangnya sendiri, lalu memutar pedangnya
dengan cepat. Nampak di situ kini dua sinar yang bergulung-gulung
dahsyat, sinar putih dan sinar hitam dari pedang pusaka Pek-liongkiam di tangan Pek-liong dan pedang pusaka Hek-liong-kiam di
tangan Liong-li! Dan dalam waktu beberapa menit saja, Coa Kun yang sedang
menyerang Pek-liong dengan sabetan goloknya, telah roboh ketika
Pek-liong menangkis dengan Pek-liong-kiam. Golok itu patah menjadi
dua dan sinar Pek-liong-kiam masih terus menyambar ke depan
setelah menangkis. Coa Kun yang terkejut melihat goloknya patah, tidak sempat lagi
mengelak dan pedang Pek-liong-kiam hampir saja membabat lehernya
menjadi buntung. Dia roboh dengan luka hebat di lehernya, dan tewas
tak lama kemudian. Sepuluh orang anak buahnya juga roboh malang
melintang diamuk oleh pemuda yang mukanya totol-totol hitam dan
Pek-liong. Setelah semua pengeroyoknya roboh, Pek-liong dan Liong-li lalu
mengamuk, membantu para pembantu Siauw-bin Ciu-kwi yang lain.
Para pembantu itu sebetulnya tanpa dibantu oleh Pek-liong dan Liongli sekalipun tidak akan kalah menghadapi pengeroyokan seorang di
antara Yang-ce Ngo-kwi dan sepuluh orang anak buahnya.
Para pembantu itu rata-rata memiliki kepandaian yang tinggi, lebih
tinggi dari pada kepandaian Yang-ce Ngo-kwi. Maka, begitu Pekliong dan Liong-li membantu, sebentar saja kelima orang Yang-ce
Ngo-kwi roboh tewas dan limapuluh orang anak buah mereka itu,
796 sebagian besar roboh tewas atau terluka sedangkan sisanya melarikan
diri cerai berai ketakutan!
Melihat betapa semua musuh sudah roboh atau melarikan diri, Siauwbin Ciu-kwi tertawa bergelak dengan gembira. Diapun melihat sepak
terjang pemuda muka totol- totol itu yang membantu anak buahnya,
maka diapun berkata kepada mereka.
"Bagus sekali! Mari kita cepat menyingkir dari sini karena tentu akan
menarik perhatian banyak orang. Kita pergi dengan perahu agar lebih
cepat dan engkaupun ikutlah, orang muda. Engkau telah membantu
kami dan aku akan memberimu hadiah secukupnya!"
Akan tetapi, sebelum ada yang menjawab, tiba-tiba pemuda yang
mukanya totol-totol dan yang di punggungnya tergantung sebatang
pedang itu telah meloncat ke depan Siauw-bin Ciu-kwi dan terdengar
bentakannya nyaring. "Siauw-bin Ciu-kwi, sudah terlalu lama aku menanti saat ini.
Serahkan harta karun itu kepadaku!"
Tentu saja semua orang menjadi kaget dan memandang pemuda itu
dengan penuh perhatian. Demikian hebat penyamaran Liong-li
sehingga tidak ada petunjuk sedikitpun bahwa pemuda itu adalah
Liong-li. Bahkan suaranya pun berbeda! Kalau para pembantu Bengcu, kecuali Pek-liong, memandang heran. Siauw-bin Ciu-kwi sendiri
mengerutkan alisnya dan dia membentak marah.
"Eh, bocah buruk, sudah gilakah engkau" Siapakah engkau berani
berkata demikian kepadaku?"
797 Pemuda itu menggunakan tangan kiri untuk mengusap mukanya.
Semacam kulit tipis sekali terkelupas dan begitu tangannya turun,
maka kini nampaklah wajah yang amat elok, dengan kulit muka halus,
putih kemerahan, dan ketika ia tersenyum, nampak dua lekuk lesung
pipit di kanan kiri mulutnya.
"Hek-liong-li......!" Siauw-bin Ciu-kwi berseru kaget bukan main, juga
para pembantunya terkejut karena mereka semua telah melihat betapa
Liong-li terkena sambitan pedang dan terjatuh ke dalam air telaga,
tidak nampak muncul kembali.
Tiba-tiba Pek-liong bergerak meloncat ke dekat Liong-li dan diapun
tersenyum. "Siauw-bin Ciu-kwi, sudah terlalu lama kami menanti dan
terlalu banyak kami berkorban. Serahkan harta karun itu kepada kami,
baru kami akan mempertimbangkan apakah engkau dapat
diperbolehkan hidup atau tidak!"
Kemarahan Siauw-bin Ciu-kwi memuncak. Baru sekarang dia tahu
bahwa semua sikap Pek-liong selama ini adalah suatu permainan
sandiwara saja! Dan kedua orang musuh besar ini, yang sudah
membunuh seorang rekannya yaitu Hek-sim Lo-mo, ternyata
menunggu sampai dia mendapatkan harta karun, baru turun tangan
hendak membunuhnya dan merampas harta karun!
"Keparat!" dia memaki. "Kaukira kami tidak berani melawan kalian"
Tok-sim Nio-cu, Lim-kwi Sai-kong, Pek I Kongcu, dan Hek-giamong, sekaranglah saatnya untuk melihat apakah kalian ini benar-benar
setia kepadaku atau tidak, apakah kalian pantas menerima masingmasing sepersepuluh bagian harta karun ini atau tidak, dan untuk
melihat apakah kalian berempat memiliki kegagahan untuk
798 membunuh dua orang muda yang sombong ini. Kepung dan bunuh
mereka!" Empat orang pembantu utama Siauw-bin Ciu-kwi itu mengepung Pekliong dan Liong-li yang sambil tersenyum tenang berdiri saling
membelakangi. Mereka berdua nampak tenang sekali, namun seluruh
urat syaraf dan otot dalam tubuh mereka tegang dan siap siaga karena
mereka maklum bahwa mereka menghadapi orang-orang yang lihai.
Pedang pusaka masing-masing masih tergantung di punggung, belum
mereka cabut. Empat orang pembantu utama itupun merasa tegang. Mereka sudah
merasakan kelihaian Pek-liong, dan mereka sudah mendengar bahwa
ilmu kepandaian Hek-liong-li juga amat tinggi, tidak kalah oleh Pekliong. Namun, mereka tidak merasa gentar karena mereka akan maju
berempat, bahkan di situ masih ada Siauw-bin Ciu-kwi yang mereka
percaya akan mampu menandingi dua orang muda yang perkasa itu.
"Singgg...... Wuuuttt.....!" Tok-sim Nio-cu Lui Cin Si sudah mencabut
pedang dan kipasnya yang tadi sudah disimpannya.
Wanita cantik berusia tigapuluh tahun lebih yang tubuhnya masih
padat dan dengan lekuk lengkung menggairahkan ini memasang kudakuda, tangan kanan yang memegang pedang diangkat di atas kepala,
pedangnya melintang ke kiri, tangan kiri yang memegang kipas berada
di depan dada dengan kipasnya berkembang, kedua kaki ditekuk
lututnya dan pinggulnya yang besar bulat itu menonjol ke belakang.
Matanya yang jeli dan penuh daya pikat itu kini nampak berkilat
penuh kemarahan dan mulutnya yang biasanya membayangkan nafsu
penuh kegenitan yang menantang itu kini merapat dan mengeras.
799 Dalam keadaan seperti itu, Tok-sim Nio-cu berbahaya sekali. Ia marah
dan sakit hati, bukan saja karena melihat Pek-liong berkhianat dan
hendak merampas harta karun, akan tetapi iapun teringat bahwa
cintanya ditolak Pek-liong, hal yang amat menyakitkan hati karena
belum pernah ada pria menolak rayuan mautnya. Rasa suka dan
cintanya kepada Pek-liong kini berubah menjadi kebencian besar dan
hanya kematian Pek-liong di ujung pedang dan kipasnya sajalah yang
akan memuaskan hatinya pada saat itu!
Lim-kwi Sai-kong juga merasa penasaran. Kakek tinggi besar seperti
raksasa yang bermuka singa ini memandang dengan mata melotot
lebar dan wajahnya yang ditumbuhi cambang bauk sehingga mirip
muka singa itu membayangkan kemarahan yang buas. Tadipun dia
mengamuk seperti seekor singa buas dan sepasang senjatanya masih
berada di kedua tangannya. Sebatang golok besar yang masih
berlepotan darah di tangan kanan dan sebatang rantai baja di tangan
kiri. Baju yang berlengan pendek berwarna hitam itu memperlihatkan dua
buah lengan yang memiliki otot yang besar dan melingkar-lingkar,
menunjukkan bahwa kakek ini memiliki tenaga yang amat kuat. Dan
memang demikianlah, Lim-kwi Sai-kong terkenal sebagai seorang
yang memiliki tenaga otot yang amat besar, dan juga memiliki ilmu
mengaum seperti singa yang mengandung getaran dahsyat dapat
melumpuhkan lawan, ilmu yang disebut Sai-cu Ho-kang (Tenaga
Auman Singa), di samping pandai memainkan golok dan rantai yang
merupakan kombinasi senjata yang amat berbahaya bagi lawan.
Pembantu ketiga adalah Pek I Kongcu Ciong Koan, pria berusia
tigapuluh lima tahun yang tampan dan pesolek itu. Pakaiannya serba
800 putih namun terbuat dari sutera halus dan mahal, dengan hiasan renda
berkembang di tepinya. Sebatang pedang telah berada di tangan
kanannya. Sikapnya tenang dan dia bahkan tersenyum-senyum, namun pandang
matanya berkilat, tanda bahwa dia juga marah. Bekas murid Kun-lunpai yang menyeleweng ini dan yang terkenal sebagai seorang penjahat
cabul, sudah siap pula untuk merobohkan dan membunuh Pek-liong
dan Hek-liong-li dan dia percaya bahwa dengan bekerja sama, mereka
berempat akan mampu mengalahkan dua orang muda yang hendak
merampas harta karun itu. Apa lagi di situ terdapat Beng-cu yang dia
tahu memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi.
Orang keempat yang menjadi pembantu Siauw-bin Ciu-kwi juga telah
siap siaga. Dia adalah Hek-giam-ong Lok Hun. Pria berusia
empatpuluh lima yang bertubuh tinggi kurus dengan kulit muka dan
lengan tangan menghitam ini memiliki wajah yang mengerikan.
Wajah yang seperti topeng. Bukan hanya karena kulitnya hitam, akan
tetapi wajah itu seperti wajah mati, dingin dan membayangkan
kekejaman luar biasa. Memang Hek-giam-ong ini sesuai dengan julukannya, adalah seorang
algojo yang selalu menerima tugas untuk menyiksa atau membunuh
orang sesuai dengan perintah Siauw-bin Ciu-kwi. Hek-giam-ong Lok
Hun sudah mengamang-amangkan senjatanya yang dahsyat, yaitu
sebatang ruyung besar yang berat.
Melihat betapa empat orang itu telah mengepung mereka, Pek-liong
dan Liong-li juga bersiap. Mereka berdiri saling membelakangi, posisi
801 yang terbaik untuk menghadapi pengeroyokan sehingga tidak akan
ada lawan yang dapat membokong dari belakang.
Dengan kedudukan seperti itu, mereka dapat saling melindungi. Apa
lagi di antara kedua orang jagoan ini memang sudah terdapat saling
pengertian yang luar biasa, seolah-olah ada kontak batin yang
demikian kuatnya sehingga mereka seperti dapat membaca pikiran
masing-masing dan dapat saling menduga dengan tepat segala gerakan
mereka. Memang terdapat hubungan yang amat erat di antara kedua
orang ini, maka, begitu mereka berdiri saling membelakangi, mereka
demikian tenang dan saling percaya, seolah-olah mereka merupakan
dua badan satu hati dan satu pikiran.
Tok-sim Nio-cu Lui Cin Si bersama Pek I Kongcu Ciong Koan
menghadapi Pek-liong, sedangkan Lim-kwi Sai-kong dan Hek-giamong Lok Hun menghadapi Hek-liong-li.
Dua orang pendekar itu telah siap siaga dan mereka sudah mencabut
pedang mereka. Pek-liong-eng Tan Cin Hay nampak tenang sekali,
dengan wajahnya yang tampan, tubuh sedang, pakaian serba putih.
Wajahnya nampak jantan dengan dagunya yang berlekuk di tengahtengah dan di tangan kanannya nampak sebatang pedang yang
bersinar putih seperti perak.
Adapun Hek-liong-li Lie Kim Cu, dengan wajahnya yang bulat telur,
dagu meruncing manis, mulutnya yang kecil itu berbibir merah basah
dengan lesung pipi yang menambah kejelitaannya, tahi lalat kecil di
bawah mata kiri juga menjadi pemanis. Ia tenang dan tersenyum
manis. Rambutnya digelung ke atas dan dihias tusuk konde perak
berbentuk naga kecil di atas setangkai bunga teratai. Seperti Pek802
liong, ia juga sudah siap dengan pedang pusaka Hek-liong-kiam di
tangan kanan. Tok-sim Nio-cu yang memimpin pengeroyokan itu mengeluarkan
teriakan melengking nyaring sebagai tanda dimulainya penyerangan,
dan suara yang melengking ini segera disusul suara mengaum yang
menggetarkan jantung keluar dari mulut Lim-kwi Sai-kong! Kalau,
orang lain yang menghadapi lengkingan suara Tok-sim Nio-cu dan
auman suara Lim-kwi Sai-kong, tentu akan merasakan jantung mereka
terguncang hebat yang dapat membuat semangat melayang atau
mendatangkan perasaan takut dan gentar.
Lengkingan dan auman itu sudah merupakan serangan yang
mempergunakan tenaga khi-kang amat kuat. Namun, Pek-liong dan
Liong-li menghadapi suara itu sambil tersenyum saja. Diam-diam
mereka telah mengerahkan tenaga sakti untuk melindungi diri mereka
sehingga suara itu lewat tanpa bekas dan tidak mempengaruhi mereka
sama sekali. "Haiiittt......!!" Tiba-tiba Tok-sim Nio-cu sudah menggerakkan pedang
dan kipasnya, pedangnya menusuk ke arah dada sedangkan kipasnya
dikebutkan ke arah muka Pek-liong.
Pemuda ini dengan tenangnya mengelak ke kanan dan dia disambut
bacokan pedang di tangan Pek I Kongcu. Bacokan pedang amat cepat
datangnya, menyambar bagaikan kilat saja! Pek-liong menggerakkan
Pek-liong-kiam menyambut. Akan tetapi, agaknya Pek I Kongcu
sudah pernah mendengar akan keampuhan Pek-liong-kiam, maka
sebelum pedangnya tertangkis, dia sudah menahan bacokannya, dan
mengubah pedangnya yang kini menusuk perut!
803 Sungguh cepat dan tidak terduga sama sekali gerakan pemuda bekas
murid Kun-lun-pai ini, maka Pek-liong cepat meloncat kembali ke
kiri. Mulailah pertandingan yang amat seru antara Pek-liong yang
dikeroyok dua orang lawan tangguh itu.
SEMENTARA ITU, setelah tadi mengeluarkan suara auman dahsyat
yang tidak mempengaruhi lawannya, Lim-kwi Sai-kong juga sudah
menyerang Liong-li dengan golok besar dan rantai bajanya. Dua
senjata yang besar dan berat itu menyambar dan mengeluarkan angin
saking cepat dan kuatnya.
Namun, hanya dengan beberapa langkah kaki saja Liong-li telah dapat
menghindarkan dirinya. Wanita cantik ini mempergunakan langkah
ajaib Liu-seng-pouw untuk menghindarkan serangan golok yang
dikombinasikan dengan rantai itu. Akan tetapi, ruyung di tangan Hekgiam-ong sudah menyambar pula dengan amat dahsyat dan ganasnya.
Kembali Liong-li mengelak dengan langkah ajaibnya. Ketika gook
besar di tangan Lim-kwi Sai-kong menyambar lagi ke arah lehernya,
ia memapaki dengan Hek-liong-kiam sambil mengerahkan.
Lim-kwi Sai-kong tidak seperti Pek I Kongcu yang cerdik. Biarpun
raksasa ini sudah pula mendengar bahwa Liong-li amat lihai dengan
pedang pusakanya yang ampuh, namun dia terlalu percaya kepada diri
sendiri, dan dengan pengerahan tenaga sekuatnya, dia membiarkan
goloknya ditangkis, yakin bahwa kalau senjata itu bertemu, tentu
pedang gadis itu akan terlepas dari pegangannya. Tak mungkin
seorang gadis muda sanggup menahan kekuatan dahsyat yang
mendorong goloknya. 804 "Trakkk......!!" Lim-kwi Sai-kong mengeluarkan gerengan keras
ketika melihat, bahwa pedang wanita itu sama sekali tidak terpental,
Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahkan yang terpental adalah ujung goloknya yang menjadi patah
begitu bertemu dengan pedang hitam itu!
Masih untung bahwa yang bertemu pedang adalah bagian golok agak
di ujung sehingga sisa goloknya masih cukup panjang untuk dapat dia
pergunakan sebagai senjata dan dengan kemarahan meluap, akan
tetapi juga agak gentar, dia menyerang lagi.
Hek-giam-ong Lok Hun membantunya dengan serangan ruyungnya
yang besar dan hebat! Namun, Liong-li menghadapi mereka dengan
sikap tenang. Langkah ajaib Liu-seng-pouw cukup tangguh untuk
melindunginya. Dengan langkah-langkah itu, tubuhnya tak pernah
tersentuh senjata lawan, dan sebaliknya, pedang hitamnya kini mulai
mendesak lawan. Sinar pedang hitam yang bergulung-gulung mulai
membuat kedua orang lawannya kewalahan karena mereka berdua
kini gentar terhadap pedang pusaka yang luar biasa itu.
Sejak tadi Siauw-bin Ciu-kwi nonton perkelahian itu. Tadinya diapun
merasa yakin bahwa empat orang pembantunya yang lihai akan
mampu merobohkan Pek-liong dan Hek-liong-li. Akan tetapi segera
dia melihat betapa empat orang pembantunya itu mulai terdesak dan
mereka berempat jelas merasa gentar menghadapi pedang pusaka di
tangan kedua orang muda itu. Diapun mulai khawatir.
Kalau dia terjun ke dalam pertempuran, peti harta karun yang tak
ternilai harganya itu tidak ada yang menjaganya. Dia khawatir
kehilangan harta karun itu, lebih mengkhawatirkan hilangnya harta
karun itu dari pada hilangnya empat orang pembantunya. Maka, dia
805 mengambil keputusan untuk lebih dahulu menyingkirkan peti berisi
harta karun itu. "Kalian berempat tahan dulu dua orang muda sombong ini!" katanya
lantang. "Setelah menyingkirkan peti ini, aku akan kembali dan aku
sendiri yang akan membunuh mereka!"
Setelah berkata demikian, dengan cepat bagaikan terbang saja, Siauwbin Ciu-kwi sudah lari meninggalkan bukit itu sambil memanggul peti
harta karun. Melihat betapa pemimpin mereka itu pergi membawa harta karun,
empat orang tokoh sesat itu terkejut. Akan tetapi, karena mereka
sedang didesak oleh Pek-liong dan Liong-li, empat orang itu tidak
dapat mencegah beng-cu mereka meninggalkan mereka dan membawa
pergi harta karun. Mereka percaya kepada Siauw-bin Ciu-kwi, akan tetapi mereka
bingung karena selagi mereka terdesak, ketua itu bahkan pergi hendak
menyingkirkan dulu harta karun. Terpaksa mereka menggerakkan
senjata dan melakukan perlawanan nekat, mengambil keputusan untuk
bertahan terus sampai beng-cu itu kembali dan membantu mereka.
Sementara itu, Pek-liong dan Liong-li terkejut melihat kakek itu lari
membawa peti harta karun. Peti itu terlalu berharga buat mereka,
sudah banyak mereka berkorban dan menderita hanya untuk
mendapatkan peti harta karun itu. Terutama sekali yang dirasakan
berat bagi Pek-liong adalah mengingat bahwa Liong-li sudah
mengorbankan pinggulnya terluka pedang untuk membiarkan Pekliong dapat menyelundup sebagai pembantu Siauw-bin Ciu-kwi dan
dapat ikut menemukan harta karun itu.
806 Tentu saja mereka berdua tidak mau kehilangan peti harta karun itu,
maka keduanya segera mengeluarkan seluruh kepandaian dan tenaga.
Terdengar Liong-li mengeluarkan suara melengking nyaring dibarengi
bentakan Pek-liong yang dahsyat. Nampak dari gulungan sinar pedang
putih dan hitam itu mencuat sinar berkilauan dan pedang Hek-liongkiam sudah menerjang dahsyat ke arah Hek-giam-ong Lok Hun. Hekgiam-ong terkejut dan menangkis dengan ruyungnya.
"Tranggg......!" Ruyung itu patah dan sinar hitam masih meluncur
terus ke arah leher iblis muka hitam itu. Lok Hun mencoba untuk
melempar tubuh ke belakang, namun terlambat. Lehernya disambar
ujung Hek-liong-kiam dan diapun mengeluarkan suara aneh, seperti
seekor babi disembelih dan tubuhnya roboh terjengkang, lehernya
hampir putus dan diapun tewas setelah berkelojotan.
Sementara itu, dalam waktu yang hampir bersamaan, sinar pedang
Pek-liong-kiam menyambar dengan dahsyatnya ke arah Pek I Kongcu
yang tentu saja merasa terkejut sekali. Tidak ada kesempatan lagi
baginya untuk mengelak, maka dia menangkis dengan pedangnya
sambil membuang diri ke belakang.
"Trakkk......!" Pedangnya patah bertemu dengan Pek-liong-kiam, akan
tetapi tubuhnya terhindar dari sambaran Pek-liong-kiam.
Pada saat itu, Tok-sim Nio-cu Lui Cin Si melihat kesempatan baik. Ia
sudah menubruk maju dengan pedang menusuk lambung Pek-liong,
dan kipasnya yang tertutup menotok ke arah jalan darah di pundak
Pek-liong dengan gagangnya.
Melihat serangan maut ini, Pek-liong tidak dapat menyusulkan
serangan mematikan kepada Pek I Kongcu yang sudah membuang diri
807 ke belakang, terpaksa dia membalik sambil memutar Pek-liong-kiam
dengan kecepatan kilat. "Trang...... trakkkk......!" Tok-sim Nio-cu mengeluarkan seruan kaget.
Tadi, melihat Pek-liong mendesak Pek I Kongcu, ia melihat
kesempatan untuk menyerang dengan sepenuh tenaganya, maka ketika
tiba-tiba Pek-liong membalik dan memutar pedang bersinar putih itu
untuk menangkis, ia tidak sempat lagi mencegah bertemunya pedang
dan kipasnya dengan pedang di tangan Pek-liong.
Dan akibatnya, kedua buah senjatanya itu patah! Ia marah sekali dan
nekat menubruk maju dengan kedua tangan membentuk cengkeraman,
sedangkan dari belakang, Pek I Kongcu juga siap menyerang dengan
tangan kosong. Pek-liong dapat mendengar gerakan Pek I Kongcu, maka dia memutar
pedang ke belakang untuk menghalangi penjahat tampan cabul itu
menyerangnya dan ketika Tok-sim Nio-cu menubruk, dia menggeser
kakinya ke samping kanan, membalik dan tangan kirinya menampar
dengan pengerahan tenaga sin-kang.
"Plakkk!" Tamparan itu tepat mengenai kepala Tok-sim Nio-cu
bagian samping, di pelipisnya, dan wanita itu mengeluarkan suara
keluhan lirih lalu tubuhnya terkulai roboh dan tidak bangkit kembali.
Tamparan itu cukup hebat membuat isi kepalanya terguncang hebat
dan iapun tewas seketika.
Robohnya Tok-sim Nio-cu ini hampir bersamaan waktunya dengan
robohnya Hek-giam-ong. Ketika Pek-liong siap mengbadapi Pek I
Kongcu, ternyata penjahat tampan berpakaian putih itu telah
808 melarikan diri bersama Lim-kwi Sai-kong yang juga lari cepat.
Mereka lari menuju ke arah larinya Siauw-bin Ciu-kwi.
Pek-liong dan Liong-li saling pandang, kemudian mereka memandang
ke bawah bukit. Nampak kedua orang lawan itu melarikan diri dan
jauh di kaki bukit nampak bayangan Siauw-bin Ciu-kwi yang
memanggul peti, menuju ke telaga.
"Hayo kejar mereka!" kata Liong-li sambil meloncat dengan
kecepatan seperti terbang.
"Terutama Siauw-bin Ciu-kwi jangan sampai lolos!" kata pula Pekliong dan diapun meloncat ke depan. Keduanya mempergunakan ilmu
berlari cepat melakukan pengejaran.
Sementara itu, Siauw-bin Ciu-kwi berlari cepat menuruni bukit.
Baginya yang terpenting adalah menyelamatkan harta karun itu lebih
dahulu. Dia bukan takut kepada dua orang muda itu, melainkan
khawatir kalau-kalau peti harta karun itu sampai terampas orang dari
tangannya. Dia lari ke pantai telaga dan menuju ke sebuah tepi yang sunyi di
mana terdapat sebuah perahu yang memang sudah dipersiapkannya
sebelumnya. Dibawanya peti harta karun itu ke perahu dan
diturunkannya ke dalam perahu,
"Beng-cu, tunggu kami......!" tiba-tiba terdengar teriakan dan dia cepat
membalik dan memandang. Dia melihat Lim-kwi Sai-kong dan Pek I
Kongcu berlari cepat menuju ke tempat itu dan tak jauh di belakang
mereka dia melihat Pek-liong dan Hek-liong-li!
809 Setelah kedua orang pembantu itu tiba di depannya, dia mengerutkan
alisnya. "Di mana Tok-sim Nio-cu dan Hek-giam-ong?"
"Mereka...... mereka telah tewas......! Beng-cu, bantulah kami......"
kata Lim-kwi Sai-kong. "Hemm, kalian berempat tidak mampu membunuh dua orang muda
sombong itu" Kalian hadapi Liong-li, aku yang akan membunuh Pekliong lebih dahulu!" katanya dan dia sudah melepaskan sabuk sutera
dari pinggangnya. Sabuk yang lemas itulah senjatanya!
"Beng-cu, pedangku rusak, aku tidak mempunyai senjata lagi," kata
Pek I Kongcu, agak gugup.
"Huh, engkau sungguh tak ada gunanya!" bentak Siauw-bin Ciu-kwi.
"Pakailah pedang ini!" Dia melemparkan sebatang pedang yang
berada di dalam perahu kepada pembantu itu dan Pek I Kongcu segera
menangkap dan mencabut pedang itu dari sarungnya.
Sebatang pedang yang berkilauan dan dia girang sekali. Biarpun
belum tentu pedang ini mampu menandingi pedang lawan, namun
jelas yang dipegangnya adalah sebatang pedang yang baik, maka
diapun berdiri di samping Lim-kwi Sai-kong, siap untuk mengeroyok
Hek-liong-li. Sedangkan Siauw-bin Ciu-kwi juga melompat turun dari
perahu, lalu berlari ke depan menyambut datangnya dua orang muda
yang melakukan pengejaran itu.
Hal ini dia lakukan agar pertandingan tidak dilakukan terlalu dekat
dengan perahu di mana dia menyimpan peti harta karun itu. Dua orang
pembantunya yang kini berbesar hati karena di situ terdapat Siauw-bin
Ciu-kwi, juga berlari ke depan mengikuti pimpinan mereka.
810 Ketika Pek-liong dan Hek-liong-li tiba di depan mereka bertiga, jarak
antara tempat itu dengan perahu yang berada di tepi telaga ada
duaratus meter sehingga kedua orang muda itu tidak tahu di mana peti
harta karun ita disembunyikan oleh Siauw-bin Ciu-kwi.
"Siauw-bin Ciu-kwi, percuma saja engkau melarikan diri. Sebelum
kauberikan harta karun itu kepada kami, sampai ke manapun engkau
lari, kami akan menemukanmu!" kata Liong-li sambil tersenyum
mengejek, sedangkan Pek-liong memandang ke sana- sini untuk
menyelidiki di mana kiranya peti harta karun itu disembunyikan oleh
kakek pendek gendut yang kepalanya botak gundul itu.
Siauw-bin Ciu-kwi yang mukanya kekanak-kanakan itu tersenyum
mengejek, bahkan senyumnya makin lama berubah menjadi suara
ketawa dan perutnya yang gendut itu terguncang-guncang, kepalanya
yang botak gundul itu tergeleng-geleng.
"Ha-ha-ha, Pek-liong-eng dan Hek-liong-li, kalian ini bocah-bocah
sombong telah datang mengantarkan nyawa. Bersiaplah kalian untuk
mampus di tanganku!"
Setelah berkata demikian, tangannya bergerak dan nampak sinar
merah mencuat dan meluncur ke arah Pek-liong. Pemuda ini cepat
meloncat ke samping untuk mengelak.
Kiranya sinar merah itu adalah sehelai sabuk sutera merah yang
tadinya tergulung di dalam tangan Siauw-bin Ciu-kwi dan begitu
digerakkan tangan itu, sabuk itu meluncur bagaikan ular hidup
menyambar-nyambar. Pek-liong maklum akan kelihaian lawan, maka
diapun sudah mencabut Pek-liong-kiam dari punggungnya.
811 Lim-kwi Sai-kong dan Pek I Kongcu yang sudah dipesan oleh Siauwbin Ciu-kwi, tanpa banyak cakap lagi lalu mengeroyok Hek-liong-li.
Si raksasa muka singa itu sudah menggerakkan golok besar dan rantai
bajanya, sedangkan Pek I Kongcu menggerakkan pedang pemberian
Siauw-bin Ciu-kwi. Mereka menyerang dengan hati-hati, akan tetapi juga dengan jurusjurus maut. Mereka tidak mau mengadu senjata mereka dengan
pedang Hek-liong-kiam, dan mereka mempergunakan kecepatan dan
keuntungan karena mereka mengeroyok untuk mendesak Liong-li
sambil berputar-putar mengitari gadis berpakaian hitam itu.
Pek-liong harus mengakui kelihaian lawan. Begitu serangan pertama
sabuk sutera merah tadi dapat dia hindarkan dengan loncatan ke
samping, sabuk itu bagaikan bermata saja sudah menyeleweng dan
mengejar, kini tiba-tiba benda lemas itu berubah menjadi kaku seperti
tongkat dan melakukan totokan bertubi-tubi ke arah tujuh jalan darah
utama di bagian depan tubuhnya! Pek-liong mengelak sampai lima
kali, dan dua kali totokan terakhir disambutnya dengan sabetan
pedangnya sebagai tangkisan dan untuk mematahkan senjata yang
sudah berubah kaku seperti tongkat itu.
Akan tetapi begitu pedangnya bertemu senjata merah itu, tongkat itu
telah berubah lemas lagi seperti sutera kembali dan tentu saja pedang
pusakanya tidak dapat merusak sabuk sutera itu. Bahkan yang terakhir
kalinya, ujung sabuk sutera itu dengan lemasnya membelit pedangnya,
seperti ekor ular. Belitan yang amat kuat dan sabuk itu ditarik oleh
Siauw-bin Ciu-kwi mempergunakan tenaga sin-kang yang kuat sekali!
812 Pek-liong tentu saja tidak membiarkan pedangnya dirampas. Dia
mempertahankan pedangnya sehingga terjadilah adu tenaga tarik
menarik. Dan ternyata, dalam adu tenaga ini keduanya sama kuat!
Hal ini mengejutkan hati Siauw-bin Ciu-kwi. Di antara Kiu Lo-mo
(Sembilan lblis Tua), dia termasuk seorang yang memiliki tenaga yang
amat kuat. Akan tetapi bocah ini mampu menandinginya! Sungguh hal
ini mengejutkan hatinya dan dia tahu bahwa dia harus berhati-hati
sekali. Lawannya ini sungguh tak boleh dipandang ringan.
"Hohhhh......!" Tiba-tiba saja dia melangkah dekat tanpa mengurangi
tarikan terhadap sabuk sutera yang membelit pedang, dan tangan
kirinya sudah menghantam ke arah kepala Pek-liong. Pemuda ini
maklum bahwa selama pedangnya masih dibelit sabuk, dia tidak
berdaya dan kakek itu lihai bukan main. Maka, melihat kakek itu
menggunakan tangan kiri untuk menghantam kepalanya, dia
mendapatkan kesempatan baik untuk melepaskan pedangnya dari
belitan. Bagaimanapun juga, kakek itu tentu memecah tenaga sin-kangnya
untuk melakukan penyerangan itu. Maka, dia berpura-pura menangkis
dengan tangan kirinya. Gerakan ini hanya pura-pura saja dan sama
sekali dia tidak mengerahkan sin-kang pada tangan kirinya.
Sebaliknya, Siauw-bin Ciu-kwi yang melihat pemuda itu menangkis,
tentu saja mengerahkan tenaga pada tangan kiri yang memukul.
Pada saat itu, Pek-liong mengerahkan semua tenaganya pada tangan
kanan dan menarik pedangnya sambil melempar tubuh ke kiri untuk
menghindarkan pukulan tangan kiri lawan. Pedang itu terlepas dari
libatan dan Siauw-bin Ciu-kwi mengeluarkan suara gerengan marah
813 karena dia baru tahu bahwa dia telah diakali setelah pedang itu
terlepas dari libatan sabuk sutera, dan pukulannya sama sekali tidak
ditangkis, melainkan dielakkan dengan melempar tubuh ke kiri.
Pemuda itu bergulingan beberapa kali lalu meloncat berdiri lagi
dengan pedang Pek-liong-kiam siap di depan dada!
Siauw-bin Ciu-kwi kini marah bukan main. Dia adalah seorang datuk
besar yang terkenal sebagai seorang di antara Kiu Lo-mo, ditakuti
oleh semua orang kang-ouw, dipuja oleh semua tokoh sesat di dunia
hitam. Kini ada seorang pemuda berani menentangnya, bahkan
menandinginya satu lawan satu. Kalau dia tidak mampu membunuh
pemuda ini, sungguh nama besarnya akan runtuh!
"Haiiiihh......!" Dia berteriak dan tangan kanan yang memegang sabuk
sutera itu bergerak lagi. Sinar merah menyambar, mengeluarkan suara
mencicit nyaring. Sabuk merah itu panjangnya hanya dua meter,
ditambah lengannya yang pendek, ketika menyerang itu jangkauannya
paling jauh hanya tiga meter.
Pek-liong berdiri dalam jarak empat meter lebih dari kakek itu, maka
ketika melihat sabuk merah menyambar, Pek-liong tenang-tenang
saja, tahu bahwa sabuk itu hanya menggertak dan tidak akan dapat
mencapainya karena terlalu jauh. Akan tetapi, betapa kagetnya ketika
dia melihat sabuk merah itu terus maju dan meluncur ke arah
lehernya! Sabuk itu bukan saja mampu mencapainya, bahkan ujungnya masih
Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lebih dan akan dapat melibatnya seperti ketika melibat pedangnya
tadi! Dia cepat melempar tubuh ke belakang lalu bergulingan dan
luput dari serangan berbahaya itu. Dia meloncat berdiri lagi dan
814 tahulah dia kini bahwa Siauw-bin Ciu-kwi memiliki ilmu yang dapat
membuat lengannya memanjang! Lengan yang pendek itu dapat
menjangkau sampai panjang, dapat mulur seperti karet!
Pek-liong tidak merasa gentar, bahkan gembira bahwa dia tahu akan
hal ini dan dapat berjaga diri menghadapi ilmu yang aneh itu. Kini dia
meloncat ke depan dan memutar pedang Pek-liong-kiam untuk
menyerang sebagai balasan. Serangannya dapat dielakkan oleh kakek
pendek gendut itu yang ternyata dapat bergerak dengan gesit sekali.
Bahkan kakek itu menahan desakan pedang Pek-liong-kiam dengan
totokan-totokan sabuknya yang berbahaya.
Terjadilah perkelahian yang amat hebat antara Siauw-bin Ciu-kwi dan
Pek-liong. Tenaga mereka seimbang. Pek-liong menang gesit dan
menang ulet karena dia lebih muda, akan tetapi dia kalah pengalaman,
dan lawannya itu memiliki banyak sekali siasat yang aneh-aneh dan
curang dalam caranya bersilat dan berkelahi.
Sampai tigapuluh jurus mereka saling serang dan tiba-tiba kakek itu
memutar sabuknya. Sabuk sutera yang lemas itu kini berputar seperti
kitiran sehingga nampak lingkaran merah seperti payung yang
melindungi tubuh gendut pendek itu sebagai perisai. Ketika Pek-liong
mencoba untuk memecahkan "payung" itu, yang terbuat dari
lingkaran sinar merah, pedangnya membalik!
Pedang pusaka Pek-liong-kiam memang ampuh dan tajam untuk
mematahkan senjata dari baja dan besi yang bagaimanapun, akan
tetapi menghadapi senjata sutera yang lemas itu, senjata pedang ini
seperti kehilangan keampuhannya. Dan tiba-tiba dari balik "payung"
815 itu, tangan kiri Siauw-bin Ciu-kwi mencuat dan dada Pek-liong kena
dihantam oleh telapak tangannya.
"Bukk!!" Tubuh Pek-liong terjengkang dan dia bergulingan sampai
beberapa meter jauhnya untuk menghindarkan diri dari serangan
susulan. Dan untung saja dia melakukan hal itu karena sabuk sutera
itu, berubah menjadi sinar merah, telah menyerangnya berkali-kali dan
mengejarnya ketika dia bergulingan. Ketika ujung sinar merah itu
mengenai tanah karena luput mengenai tubuh Pek-liong, tanah itu
berlubang-lubang seperti ditusuk tombak!
Pek-liong dapat menghindar dan meloncat berdiri. Mukanya berubah
agak pucat. Dadanya kena dihantam telapak tangan kiri lawan. Untung
dia sudah melindungi dadanya dengan kekuatan sin-kang yang tadi
sempat dia kerahkan sehingga kini hanya terasa nyeri sedikit, tidak
sampai dia menderita luka dalam yang parah. Bagaimanapun juga,
dadanya nyeri dan napasnya menjadi agak sesak!
Bukan main hebatnya Siauw-bin Ciu-kwi. Belum pernah selama
hidupnya, sejak melawan Hek-sim Lo-mo dan berhasil menewaskan
datuk besar itu bersama Liong-li, dia bertemu dengan lawan setangguh
Siauw-bin Ciu-kwi ini! Ketika dia mendesak dengan pedangnya, dalam suatu kesempatan dia
dapat melakukan tendangan dengan kaki kirinya ke arah kaki kanan
lawan, menyambar ke arah lutut. Kakinya menyentuh kaki lawan dan
kakek itupun terguling jatuh! Akan tetapi, pada saat dia terguling itu,
saat yang amat menyenangkan hati Pek-liong dan membuat hatinya
berdebar dan kewaspadaannya agak melemah, tiba-tiba saja kaki
816 kakek itu mencuat, melakukan tendangan sambil menjatuhkan diri.
Gerakannya ini selain cepat, juga aneh dan sama sekali tidak terduga.
"Desss!!" Tak dapat dihindarkan lagi, paha Pek-liong tercium ujung
sepatu dan untuk kedua kalinya, Pek-liong menjadi korban serangan
dan dia sampai terpental dan terbanting roboh! Akan tetapi, tubuh
pemuda ini memang kuat dan kebal. Pahanya hanya membiru dan
terasa nyeri, namun dia masih mampu meloncat dengan cepat dan
memutar pedangnya untuk melindungi diri ketika lawannya
menyusulkan serangan bertubi dengan sabuk sutera merahnya.
Kini Pek-liong berkelahi dengan hati-hati sekali. Dua kali dia menjadi
korban serangan dengan siasat yang licik. Lawannya licik dan curang,
memiliki berbagai gaya serangan yang aneh, maka diapun tidak terlalu
mendesak dan lebih memperhatikan pertahanannya agar tidak mudah
kecurian seperti tadi. Sementara itu, perkelahian antara Liong-li yang dikeroyok oleh dua
orang lawan juga berlangsung dengan seru dan mati-matian. Kedua
orang lawannya juga bukan orang-orang sembarangan, melainkan
tokoh-tokoh kang-ouw yang sudah terkenal sekali karena mereka
memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.
Lim-kwi Sai-kong dengan golok besar dan rantai bajanya memang
buas dan liar bagaikan seekor singa, sedangkan Pek I Kongcu, bekas
murid Kun-lun-pai itu, selain telah mewarisi ilmu pedang dari Kunlun-pai yang indah dan juga dahsyat, juga dia memiliki banyak ilmuilmu dari dunia sesat, ilmu silat yang penuh dengan daya tipu dan
muslihat berbahaya. 817 Namun, sekali ini kedua orang itu menemukan lawan yang amat
tangguh. Biarpun usianya masih muda sekali, baru duapuluh empat
tahun, namun Hek-liong-li Lie Kim Cu adalah seorang wanita
gemblengan. Bukan saja tergembleng oleh gurunya yang sakti, yaitu Huang-ho Kuibo seorang datuk sesat pula yang memiliki ilmu-ilmu hebat, akan
tetapi juga tergembleng oleh pengalaman-pengalaman pahit getir
sehingga ia menjadi seorang wanita yang gemblengan, tabah, penuh
keberanian, cerdik luar biasa dan juga ia mampu mengembangkan
ilmu-ilmu silat yang dipelajarinya dari Huang-ho Kui-bo sehingga ia
menjadi lihai sekali, mungkin tidak kalah lihai dibandingkan nenek
yang menjadi gurunya! Dengan pedang Hek-liong-kiam di tangan, Liong-li menjadi semakin
tangguh. Dua orang lawannya selalu menghindarkan pertemuan
senjata mereka dengan pedang di tangan wanita cantik itu, dan hal ini
membuat Liong-li memperoleh banyak kesempatan untuk mendesak.
Namun, pertahanan kedua orang itu memang amat kuat. Mereka
berdua dapat bekerja sama dengan baik dan selalu melindungi. Kalau
Liong-li mendesak yang satu, yang lain tentu menyerangnya dengan
gencar sehingga terpaksa Liong-li harus membagi perhatiannya dan
karenanya, serangannya menjadi kurang terpusat dan kurang kuat.
Setelah lewat limapuluh jurus dan hanya mampu mendesak kedua
orang pengeroyoknya, tiba-tiba tubuhnya meloncat jauh ke atas, ke
sebuah pohon besar yang tumbuh tak jauh dari situ. Ketika tubuhnya
turun, tangan kirinya sudah memegang sebatang ranting pohon yang
tadi dibabatnya dengan pedang. Dan begitu tangan kirinya memegang
818 ranting sebagai senjata tongkat maka Liong-li bagaikan seekor
harimau yang tumbuh sayap. Memang keahliannya adalah bermain
pedang dan bermain tongkat.
Kini, Hek-liong-kiam dibantu dengan gerakan tongkat yang menotoknotok ke arah jalan darah lawan. Diserang oleh dua senjata yang
ampuh itu, Lim-kwi Sai-kong dan Pet I Kongcu terkejut bukan main
dan merekapun menjadi gugup dan permainan mereka menjadi kacau.
"Tranggg......!" Pedang di tangan Pek I Kongcu terlepas ketika pedang
itu bertemu ranting yang digetarkan dan sebelum Pek I Kongcu
sempat menghindarkan diri, pedang Hek-liong-kiam telah menyambar
dan pemuda berpakaian putih itupun roboh mandi darah dengan dada
ditembusi pedang! Lim-kwi Sai-kong terkejut dan marah sekali. Dia mengeluarkan
auman singa yang dahsyat, lalu menubruk maju dengan kedua
senjatanya diputar. Melihat lawan yang marah dan nekat itu, Liong-li tersenyum. Ia tadi
melihat dengan sudut matanya betapa rekannya, Pek-liong terdesak
hebat oleh lawan. Bahkan ia tahu pula ketika sampai dua kali Pekliong terkena pukulan dan tendangan, maka ia ingin cepat-cepat
menyelesaikan perkelahiannya dengan kedua orang pengeroyoknya
agar ia dapat membantu Pek-liong.
Kini, melihat Lim-kwi Sai-kong nekat dan menyerangnya dengan
ganas, memutar kedua senjatanya, ia menjadi girang dan cepat ia
menyambut dengan putaran pedang di tangan kanannya. Nampak
gulungan sinar hitam yang menyeramkan, mengeluarkan angin
819 berdesingan dan begitu gulungan sinar ini bertemu dengan golok besar
dan rantai baja, kedua senjata itupun patah-patah dan beterbangan!
Barulah Lim-kwi Sai-kong terkejut dan teringat. Dalam kemarahannya
tadi, dengan penuh nafsu dia hendak menyerang dan merobohkan
wanita berpakaian hitam itu, menyerang dengan penuh nafsu sambil
mengerahkan seluruh tenaganya, dia terlupa akan keampuhan Hekliong-kiam.
Kini setelah kedua senjatanya patah-patah, baru dia teringat dan
hatinya menjadi gentar. Ingin dia meloncat dan melarikan diri, akan
tetapi tidak sempat lagi. Pedang bersinar hitam menyambar ke arah
lehernya. Lim-kwi Sai-kong masih mampu mengelak dengan
merendahkan dirinya, akan tetapi pada detik berikutnya, dia terjungkal
roboh karena totokan ranting di tangan kiri Hek-liong-li. Begitu dia
roboh, sinar hitam pedang Hek-liong-kiam menyambar dan Lim-kwi
Sai-kong tewas tanpa sempat mengeluarkan suara lagi karena lehernya
putus disambar sinar hitam tadi!
Tanpa membuang waktu lagi, Liong-li melompat dan membantu Pekliong yang terdesak. Tentu saja Pek-liong merasa gembira, sebaliknya
Siauw-bin Ciu-kwi menjadi gelisah. Dia memaki diri sendiri mengapa
selama itu belum juga dia mampu merobohkan Pek-liong.
Kalau dia sudah mampu merobohkan Pek-liong, tentu kini dia tidak
gentar menghadapi Liong-li. Akan tetapi dikeroyok dua"
Mengalahkan Pek-liong seorang saja sudah amat sukar, apa lagi
ditambah Liong-li yang dia dengar tidak kalah lihainya dibandingkan
Pek-liong! 820 Dan segera dia melihat dan merasakan buktinya ketika Liong-li terjun
ke dalam perkelahian itu dan sinar hitam menyambar-nyambar
dahsyat ke arah tubuhnya! Dia mengira bahwa Hek-liong-li belum
tahu akan kelihaian sabuk sutera merahnya, maka diapun menyambut
pedang hitam itu dengan sabuk sutera merah, berniat untuk melibat
pedang itu seperti yang dilakukannya tadi terhadap pedang di tangan
Pek-liong. Begitu pedang hitam itu bertemu sabuk sutera, pedang segera dilibat
dengan amat kuatnya. Akan tetapi justeru ini yang dikehendaki oleh
Liong-li. Ia sudah memperhitungkan betapa lihainya sabuk sutera
yang lemas itu yang dapat dipergunakan menghadapi pedang pusaka
tanpa takut menjadi putus karena lemasnya.
Sabuk sutera itu baru dapat dibikin putus kalau ia mengeras, maka
iapun sengaja membiarkan pedangnya dilibat. Kalau ia terlambat
bergerak dan sabuk itu sudah melibat pedangnya, akan sukarlah untuk
melepaskan pedang dari libatan. Akan tetapi, ia telah
memperhitungkan, pada detik sabuk bertemu pedang dan mulai
melibat, ia secepat kilat menggetarkan pedangnya dan menariknya
dengan gerakan menyayat. "Bretttt......!" Tak dapat dicegah lagi, ujung sabuk yang melibat itupun
terobek pedang! Hal ini sungguh tidak disangka-sangka oleh Siauwbin Ciu-kwi. Dia menjadi terkejut, akan tetapi juga marah sekali.
Sambil mengeluarkan seruan seperti binatang buas marah, dia
memutar sisa sabuk suteranya, juga tangan kirinya menyerang dengan
pukulan tangan kosong yang mengeluarkan uap kemerahan!
821 Bukan main berbahayanya pukulan tangan merah ini, karena selain
mengandung tenaga sin-kang yang kuat, juga mengandung hawa
beracun. Lebih lagi, lengan kiri itu dapat memanjang, mulur seperti
karet sehingga gerakannya sukar diduga. Amukan tangan kiri dan
sabuk sutera merah yang sudah putus ujungnya ini masih dibantu
kedua kakinya yang menyeling serangan itu dengan tendangantendangan kilat.
Demikian bebatnya serangan kakek datuk sesat ini sehingga
betapapun lihainya Pek-liong dan Liong-li, tetap saja mereka harus
berhati-hati karena hampir saja perut Pek-liong kena tendangan,
sedangkan Liong-li sempat dibuat terhuyung oleh serangkaian
serangan ilmu tangan merah itu. Diam-diam Liong-li harus mengakui
bahwa kakek ini lihai bukan main dan andaikata ia seorang diri yang
harus maju menandinginya, akan sukarlah untuk dapat mengalahkan
datuk sesat ini. Akan tetapi, kini mereka berdua saja mengeroyok!
Bukan saja Liong-li dan Pek-liong masing-masing sudah memiliki
ilmu silat yang tinggi, akan tetapi juga mereka dapat bekerja sama
dengan baik sekali. Di antara mereka terdapat kontak batin yang
jarang terdapat di antara manusia. Hubungan yang amat akrab dam
erat. Mereka selalu saling membantu, saling melindungi, bahkan untuk
saling menolong, mereka setiap saat bersedia mengorbankan nyawa
sendiri! Ada hubungan yang bahkan melebihi cinta kasih antara dua
orang kekasih. Mereka seolah-olah dapat saling menjenguk isi hati
dan pikiran masing-masing.
822 Dalam pengeroyokan menghadapi Siauw-bin Ciu-kwi inipun, gerakan
pedang mereka saling menolong, saling melindungi seolah-olah
gerakan mereka berdua itu dikendalikan oleh satu kecerdasan saja!
Menghadapi kerja sama yang demikian hebatnya, Siauw-bin Ciu-kwi
mulai menjadi bingung dan terdesak, walaupun dia sudah
mengeluarkan semua ilmunya dan mengerahkan seluruh tenaganya.
Biarpun demikian, baru setelah hampir satu jam lamanya, tenaga dan
kecepatan Siauw-bin Ciu-kwi menurun banyak sekali dan biarpun dia
berusaha mati-matian, tetap saja ujung pedang di tangan Pek-liong
menyentuh pundaknya dan nyaris mengakibatkan luka hebat.
Untung dia masih membuat gerakan miringkan tubuhnya sehingga
hanya baju dan kulitnya yang terobek. Akan tetapi pada saat
berikutnya, pedang Liong-li juga menggores paha kirinya. Tidak hebat
kedua luka itu, namun mendatangkan keyakinan dalam hati Siauw-bin
Ciu-kwi bahwa kalau perkelahian dilanjutkan, akhirnya dia akan
roboh dan tewas di ujung pedang kedua orang muda yang amat lihai
itu. "Singgg......!" Pedang Naga Hitam di tangan Liong-li menyambar ke
arah lehernya. "Singgg......!" Pedang Naga Putih di tangan Pek-liong juga
menyambar ke arah perutnya.
Kalau pedang Hek-liong-kiam menyambar dari kanan ke kiri, maka
pedang Pek-liong-kiam menyambar dari kiri ke kanan sehingga tubuh
Siauw-bin Ciu-kwi seperti digunting. Siauw-bin Ciu-kwi
mengelebatkan sabuknya yang sudah buntung dan berbareng dia
823 melempar tubuhnya ke belakang, Dua batang pedang tidak mengenai
sasaran, bahkan muka kedua orang itu disambar ujung sabuk.
Keduanya mengelak dan melihat lawan kini bergulingan, merekapun
mengejar dan mengirim tusukan-tusukan. Akan tetapi, ternyata cara
bergulingan seperti merupakan suatu ilmu yang aneh, akan tetapi juga
berbahaya bagi lawan. Dengan bergulingan, Siauw-bin Ciu-kwi dapat
menghindarkan setiap tusukan, dan kedua orang lawannya pun kini
hanya dapat menyerang dari atas saja, dengan tusukan atau bacokan.
Sebaliknya, sambil bergulingan mengelak, Siauw-bin Ciu-kwi
membalas dengan luncuran sabuk merahnya dari bawah, atau kadangkadang dia mengirim tendangan kilat yang amat berbahaya. Tangan
kirinya juga mengirim pukulan jarak jauh dan kadang-kadang, secara
tiba-tiba, tangan kirinya juga sudah menyambar batu atau tanah,
dilontarkan ke arah muka lawan!
Kakek ini memang hebat. Biarpun dia melawan dua orang lawan lihai
dengan bergulingan saja, dia masih berhasil melemparkan batu
mengenai pundak Liong-li dan membuat wanita itu terhuyung, dan
hampir saja kedua mata Pek-liong kena disambar sambitan tanah dan
pasir. Pemuda ini masih sempat miringkan mukanya sehingga yang
terkena sambaran tanah dan pasir hanya pipinya, akan tetapi juga
cukup menimbulkan nyeri dan membuat pipinya kemerahan seperti
Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menerima tamparan keras! Liong-li dan Pek-liong menjadi penasaran. Sejak tadi, mereka hanya
mampu mendesak Siauw-bin Ciu-kwi, bahkan mereka telah menerima
akibat serangannya yang walaupun tidak mendatangkan luka parah
atau bahaya, namun cukup mengejutkan dan menyakitkan hati.
824 "Pek-liong, kita serang dari kanan kiri!" Tiba-tiba Liong-li berseru
dan Pek-liong yang maklum akan maksud rekannya, sudah melompat
ke sebelah sana tubuh yang bergulingan itu dan mulailah mereka
menyerang dari kanan kiri!
Sekarang, repotlah Siauw-bin Ciu-kwi! Kalau tadi, dia bergulingan
dan kedua orang lawannya mengejar dan melakukan serangan dari
satu jurusan. Akan tetapi, kini mereka menyerang dari dua jurusan,
membuat dia tidak mampu lagi bergulingan. Maka, dia lalu meloncat
berdiri dan kembali pangkal lengannya tergores ujung pedang Liongli.
"Lihat senjata rahasiaku!" bentaknya dan tangan kirinya melemparkan
sebuah benda yang diambilnya dari pinggang.
Liong-li dan Pek-liong tentu saja menjadi waspada oleh bentakan itu
dan mereka menahan pedang, siap menghadapi serangan senjata
rahasia dalam bentuk apapun juga. Mereka tadi sudah merasakan
betapa hebatnya lontaran kakek itu. Baru menggunakan kerikil, pasir
dan tanah yang berada di bawah saja, dia sudah amat berbahaya, apa
lagi kalau menggunakan senjata rahasia. Jarak antara mereka dan
Siauw-bin Ciu-kwi harus agak jauh sehingga mengurangi kecepatan
serangan senjata rahasia.
Akan tetapi, Siauw-bin Ciu-kwi tidak melontarkan senjata rahasianya
itu kepada mereka, melainkan membantingnya ke atas tanah.
Terdengar ledakan keras dan asap hitam mengepul tebal sekali.
Karena khawatir kalau-kalau asap itu beracun, Liong-li dan Pek-liong
berlompatan menjauh. Ketika asap membuyar, Siauw-bin Ciu-kwi
sudah lenyap. 825 "Celaka, kita ditipunya!" teriak Liong-li dan mereka lalu cepat
berloncatan mencari. "Itu dia......!" Pek-liong menuding. Kiranya Siauw-bin Ciu-kwi sudah
mendayung perahu menuju ke tengah telaga!
"Ah, tentu peti itu sudah lebih dulu dia simpan di dalam perahu. Kita
harus mengejarnya!" kata Liong-li.
Akan tetapi di situ sunyi sekali, tidak ada perahu. Bagaimana mungkin
dapat mengejar Siauw-bin Ciu-kwi yang melarikan diri menggunakan
perahu ke tengah telaga" Pada saat itu, sebuah perahu meluncur cepat
ke arah mereka. "Tai-hiap......!"
"Li-hiap......!"
Dua orang muda perkasa itu menengok dan mereka gembira bukan
main. "Sun Ting......! seru Liong-li.
"Cian Li......! Pek-liong juga berseru girang.
Setelah perahu mendekat, mereka lalu meloncat ke atas perahu.
"Cepat, jangan bicara dulu. Mari kita kejar perahu di depan itu!" kata
Liong-li dan mereka berempat lalu mendayung perahu itu sehingga
meluncur cepat sekali mengejar perahu yang didayung oleh Siauw-bin
Ciu-kwi. 826 Mereka telah berada jauh dari tempat ramai, tiba di bagian yang sepi
dari telaga, di dekat pantai yang penuh hutan dan bukit. Kalau Siauwbin Ciu-kwi sudah mendarat di pantai itu, tentu akan sukar untuk
menemukannya. Akan tetapi, perahu mereka jauh lebih cepat dan
sebelum tiba di pantai, mereka sudah mengejar dekat.
"Siauw-bin Ciu-kwi, engkau hendak lari ke mana?" bentak Pek-liong.
"Kakek iblis, harta karun itu berikan saja kepada kami!" kata pula
Liong-li sambil tersenyum.
Melihat bahwa tidak mungkin melarikan diri lagi dan bahwa dia harus
melawan mati- matian kalau ingin menyelamatkan harta karun dan
nyawanya, Siauw-bin Ciu-kwi menjadi marah bukan main. Dia lalu
mengangkat peti hitam itu ke atas kepalanya.
"Kalau aku tidak bisa mendapatkan harta karun ini, maka orang
lainpun tidak!" Berkata demikian, dia melemparkan peti itu ke atas
dan ketika peti meluncur turun, dia menyambutnya dengan hantaman
kedua tangannya. "Brakkkk!!" Peti itu hancur berantakan dan isinyapun berhamburan
jatuh ke dalam telaga dan sebentar saja semua isinya tenggelam dan
lenyap. "Engkau iblis keparat!" Liong-li membentak.
"Siauw-bin Ciu-kwi, engkau tidak akan terlepas dari tangan kami!"
Pek-liong juga membentak.
827 Siauw-bin Ciu-kwi tertawa bergelak. "Ha-ha-ha ha, kalian juga tidak
kebagian apa-apa!" Dua orang muda itu sudah berloncatan ke atas perahu di mana Siauwbin Ciu-kwi berdiri dan datuk sesat inipun menyambut mereka dengan
sabuk sutera merahnya. Liong-li dan Pek-liong menggerakkan pedang,
dan karena perahu itu tidak besar, maka tentu saja Siauw-bin Ciu-kwi
tidak dapat bergerak dengan leluasa. Perahupun terguncang dan ketika
Siauw-bin Ciu-kwi menangkis pedang Pek-liong yang menyerang dari
depan, dia tidak mampu menghindarkan diri lagi ketika dari
belakangnya, Liong-li menusukkan pedang Hek-liong-kiam!
"Cappp......!" Pedang itu menembus punggung. Akan tetapi kakek
yang amat kuat itu sudah membalik sehingga pedang itu terlepas dari
pegangan tangan Liong-li dan masih tertinggal di punggung Siauw-bin
Ciu-kwi! Kini tangan kiri kakek itu mulur dan hendak mencekik Liong-li. Gadis
perkasa ini mengelak dengan loncatan ke kiri, akan tetapi karena
perahu itu kecil, loncatannya membuat ia jatuh ke dalam air.
Pada saat itu, pedang Pek-liong-kiam juga sudah meluncur dan
menusuk lambung kakek itu, amblas sampai tembus. Kembali kakek
itu membalik dengan kekuatan yang luar biasa sehingga pedang Pekliong-kiam juga terlepas dari tangan Pek-liong dan tertinggal di
lambung kakek itu. Kakek itu menggerakkan sabuk suteranya, akan tetapi agaknya kini
tenaganya sudah habis karena diapun terkulai dan roboh ke dalam
perahunya, tak berkutik lagi karena ternyata nyawanya telah
meninggalkan tubuhnya! Liong-li naik lagi ke perahu dengan pakaian
828 basah kuyup. Ia saling pandang dengan Pek-liong dan wanita itu
menarik napas panjang. "Bukan main! Dia ini adalah seorang lawan yang amat tangguh!"
"Benar," kata Pek-liong. "Sayang sekali kepandaian yang demikian
tinggi itu dia pergunakan untuk kejahatan." Mereka mencabut pedang
masing-masing dari tubuh yang sudah tak mampu bergerak itu.
"Tai-hiap......!"
"Li-hiap......!"
Dua orang muda sakti itu menoleh dan mereka melihat kakak beradik
itu sudah mengenakan pakaian menyelam, pakaian yang ketat
mencetak tubuh mereka sehingga membuat Liong-li dan Pek-liong
memandang dengan kagum. "Kami akan menyelam dan mengumpulkan harta karun itu!" kata Sun
Ting. "Baiklah, dan kami akan mengubur dulu jenazah ini," kata Liong-li.
Pek-liong kagum, akan tetapi tidak mengatakan sesuatu. Dia tahu
bahwa di dasar hati wanita yang dipujanya ini terdapat suatu
kelembutan yang kadang-kadang tidak sesuai dengan kehidupannya
yang keras dan penuh bahaya. Mereka lalu mendayung perahu Siauwbin Ciu-kwi itu ke pantai, kemudian menggali lubang dan mengubur
jenazah bekas lawan itu dengan sederhana.
829 Kemudian mereka kembali ke tempat tadi. Ternyata kakak beradik itu
telah beberapa kali menyelam dan berhasil mengumpulkan banyak
barang berharga yang tadi berhamburan dari dalam peti harta karun.
Seperti tidak disengaja saja, kalau dia timbul dari menyelam dan
membawa barang emas intan, Sun Ting tentu berenang ke perahu di
mana Liong-li berada. Adapun Cian Li, setelah muncul, berenang ke
perahu yang sebuah lagi, di mana Pek-liong menantinya dengan
senyum dan pandang mata kagum.
"Y" Pek-liong pergi membeli makanan dan minuman karena penyelaman
kakak beradik yang mengumpulkan harta karun yang berhamburan itu
akan makan waktu sedikitnya tiga hari! Pada hari pertama itu, sudah
terkumpul cukup banyak di dalam dua perahu.
Setelah matahari condong ke barat, ketika Cian Li muncul sambil
membawa kantung kain terisi beberapa buah benda emas dan naik ke
perahu di mana Pek-liong sudah menanti, Pek-liong menerima
kantung itu dan mengeluarkan isinya, ditumpuk di dalam perahu
bersama barang lain yang sudah terkumpul selama sehari itu. Ketika
Cian Li hendak meloncat lagi, dia memegang lengan gadis itu.
"Sudah cukup, Cian Li. Besok masih ada hari. Engkau sudah bekerja
sejak tadi dan hari sudah menjelang senja. Kakakmu juga sudah
mengaso," kata Pek-liong tanpa melepaskan lengan yang
dipegangnya. Betapa lembut dan hangat lengan itu, dan betapa di
bawah kulit yang putih mulus itu tersembunyi kekuatan yang
mengagumkan, kekuatan yang terhimpun melalui gerakan renang.
830 Ketika merasa betapa jari-jari tangan pendekar pujaannya itu tidak
melepaskan lengannya, bahkan perlahan-lahan membelai dan naik ke
siku, Cian Li marasa betapa seluruh bulu di tubuhnya meremang dan
bangkit berdiri. "Di mana dia" Mana kakakku?" Ia mengalihkan perhatian sambil
memandang ke arah perahu yang sebuah lagi, beberapa puluh meter
dari situ. Tidak nampak seorangpun di perahu itu! "Eh, di mana
kakakku dan di mana pula li-hiap?"
Pek-liong tertawa. "Mereka" Mereka di perahu!"
"Tapi tidak kelihatan dari sini!"
"Tentu saja, kalau kita berada di bilik perahu inipun tentu tidak akan
kelihatan dari perahu mereka."
Cian Li memandang lagi. Perahu yang di sana itu bergoyang-goyang,
tanda bahwa me-mang ada orangnya, akan tetapi orangnya berada di
dalam bilik perahu yang sempit, maka tidak nampak. Tiba-tiba
wajahnya berubah merah sekali, mulutnya menahan senyum dan ia
tersipu. Pek-liong menariknya dan ia tidak menolak, bahkan
menyambut mesra ketika Pek-liong mendekap tubuhnya yang masih
basah itu dan membawanya ke dalam bilik perahu.
Sementara itu, di perahu yang lain, tadi Liong-li juga mencegah ketika
Sun Ting menyelam lagi. "Besok saja lagi, Sun Ting. Jangan engkau
terlalu lelah karena barang yang harus diambil dari dasar telaga masih
banyak." 831 Liong-li lalu masuk ke bilik perahu dan merebahkan dirinya. Ia
menghela napas panjang, kagum memandang kepada Sun Ting.
Bentuk tubuh pemuda itu membayang di balik pakaian renangnya
yang ketat dan basah. Darah mudanya sudah sejak tadi bergolak melihat betapa otot-otot
tubuh Sun Ting bergerak-gerak di bawah pakaian yang ketat itu,
ketika pemuda itu naik turun perahu. Betapa indah dan jantannya!
"Aih, enak istirahat di sini, Sun Ting, terlindung dari panasnya
matahari dan tidak kelihatan orang lain."
Melihat wanita yang dipujanya itu, Sun Ting yang memang sudah
jatuh cinta, menelan ludah. Dia merangkak menghampiri, dan
suaranya gemetar ketika dia bertanya, "......enci bagaimana...
bagaimana dengan luka di pinggulmu......?"
Melihat betapa pemuda itu sukar bicara, dan kedua tangan itu gemetar,
Liong-li tersenyum manis. "Sudah agak sembuh, Sun Ting. Coba
kaulihat sendiri." Berkata demikian, Liong-li membalikkan tubuhnya,
miring hampir menelungkup.
Dengan tangan gemetar Sun Ting mendekat, lalu meraba, "......boleh...
boleh aku melihatnya?"
"Tentu saja, bukankah engkau yang dulu mengobatinya?"
Dengan kedua tangan gemetar Sun Ting menarik celana itu agak turun
sehingga nampak pinggul yang berkulit putih mulus itu, pinggul yang
membukit besar. Luka itu memang sudah sembuh dan kering, hanya
832 tinggal bekasnya saja. Akan tetapi Sun Ting sudah tidak kuat menahan
dirinya dan diapun menciumi pinggul itu, luka di pinggul itu.
"Enci...... ah, enci... betapa indah pinggulmu......"
"Ih, anak nakal!" Liong-li membalik, lalu merangkul dan menarik
tubuh Sun Ting sehingga mereka berdekapan.
Ketika Pek-liong dan Cian Li sudah saling dekap dan saling
berciuman, Pek-liong merasa heran karena gadis dalam pelukannya itu
menangis! "Cian Li, engkau kenapa" Mengapa engkau menangis?"
Cian Li mempererat rangkulannya dan menjawab lirih sambil
menyembunyikan muka di leher pemuda itu, "Tidak apa-apa......
aku.... aku menangis karena bahagia, Hay-ko. Aku..... aku sejak
bertemu denganmu... aku telah jatuh cinta dan betapa aku
mengharapkan dapat berada dalam pelukanmu seperti ini......"
Pek-liong menghela napas dan mengelus rambut kepala Cian Li.
"Cian Li, sebelum kita melangkah lebih jauh, aku harus lebih dulu
memperingatkanmu bahwa aku...... aku tidak seperti yang
kauharapkan, aku tidak seperti pria lain......"
Sekali ini Cian Li terkejut dan bangkit duduk, memandang wajah
pemuda yang rebah telentang itu. "Apa...... apa maksudmu, Haykoko?"
"Engkau seorang gadis yang baik, Cian Li maka aku harus berterus
terang kepadamu. Aku memang suka kepadamu, aku kagum
833 kepadamu, akan tetapi hanya sampai di situ saja. Aku tidak mungkin
menjadi suamimu. Nah, aku harus memberitahukan hal ini lebih dulu
padamu. Aku tidak mau menghancurkan kebahagiaanmu. Nah, engkau
sudah tahu sekarang. Sepasang mata itu terbelalak. "Tapi...... tapi mengapa, koko" Kalau
kita saling mencinta, kenapa kita tidak dapat menjadi suami isteri?"
Pek-liong menggeleng kepala. "Tidak mungkin! Aku tidak mau
menikah, sekarang ini tidak dan belum! Hidupku masih penuh bahaya,
aku tidak mau membawa seorang isteri dalam bahaya maut."
"Tapi aku...... aku mau, koko. Aku tidak takut menghadapi bahaya
maut, asal berada di sampingmu!"
"Tidak, Cian Li. Sudah kujelaskan tidak dan harap jangan
mendesakku. Aku sudah berterus terang, aku tidak ingin melihat
engkau nanti kecewa dan kehilangan kebahagiaanmu. Nah, kita sudahi
saja kemesraan ini dan kita menjadi saudara saja. Bagaimana?"
Pek-liong juga bangkit duduk. Mereka duduk berhadapan, saling
pandang dan mata gadis itu masih basah air mata. Akan tetapi, tibatiba Cian Li menubruk dan merangkul Pek-liong sehingga pemuda ini
jatuh dan rebah telentang lagi, Cian Li di atasnya.
Gadis itu mencium mulut Pek-liong dan ia berbisik, "Aku tidak
perduli... biar engkau tidak menjadi suamiku, aku tidak perduli......
engkaulah satu-satunya pria yang kukagumi dan kucinta, aku...... aku
ingin.... menjadi milikmu..... saat ini......"
Pek-liong balas merangkul. "Engkau sungguh tidak akan menyesal?"
834 Cian Li memegang kepala pemuda itu dengan kedua tangannya, agak
dijauhkan agar mereka dapat saling berpandangan. "Mengapa
menyesal" Tidak! Aku ingin engkau yang menjadi pria pertama yang
memiliki diriku......" Mereka tidak bicara lagi.
Demikianlah, selama tiga hari mereka berempat berada di perahu,
masing-masing pasangan dalam sebuah perahu. Makanan dan
minuman yang dibeli Pek-liong cukup untuk mereka, dan sudah dibagi
Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi dua. "Y" Pada sore hari ketiga, Pek-liong dan Liong-li menyuruh kakak beradik
itu menghentikan penyelaman mereka. Biarpun tidak mungkin
mengumpulkan seluruh isi peti harta karun itu dan mungkin masih ada
yang tertinggal di dasar telaga, namun yang dapat dikumpulkan
selama tiga hari itu sudah lebih dari pada cukup. Tak ternilai harganya
dan mereka menjadi kaya raya!
Pada keesokan harinya, ketika terbangun dari tidurnya karena merasa
kedinginan, Cian Li membuka mata dan berbisik lirih, "......Haykoko......" tangannya merangkul akan tetapi tidak merasakan apa-apa.
Ia membuka matanya. "Hay-ko......!"
Kosong dalam bilik perahu yang sempit itu, yang setiap malam selama
tiga hari ini menjadi tempat ia bersama Pek-liong. Tidak ada jawaban.
Bagaikan disengat laba-laba, karena menduga sesuatu, Cian Li bangkit
duduk. 835 "Hay-koko......?""
kekhawatiran. Kini suaranya terdengar mengandung Ia bangkit berdiri dan keluar dari dalam bilik perahu. Tidak nampak
ada Pek-liong. Ia melihat sekeliling. Sunyi. Perahu yang sebuah lagi
nampak tak jauh dari situ, dan kedua perahu mereka itu kini telah
berada di pantai, tidak seperti kemarin, masih terapung di tengah
telaga. "Hay-koko.....! Di mana engkau......?"" Ia berteriak dan meloncat ke
daratan. "Li-moi......!"
Ia membalik, penuh harapan. Akan tetapi, yang memanggilnya adalah
kakaknya sendiri, Kam Sun Ting yang berada di atas perahunya.
"Li-moi, kau ke sinilah!" kata pemuda itu sambil menggapai dengan
tangan kiri, tangan kanannya memegang sebuah surat yang agaknya
sedang dibacanya, Cian Li berlari menuju ke perahu kakaknya yang
juga sudah menepi, lalu ia naik ke perahu.
"Bacalah surat ini, dan engkau akan mengerti," katanya dan Cian Li
melihat betapa wajah kakaknya pucat sekali, matanya mengandung
kecewa dan duka, bahkan ia melihat kakaknya seperti orang yang akan
menangis! Ia merampas surat itu dan dibacanya.
Sun Ting dan Cian Li yang tercinta.
Karena waktunya sudah tiba, kami terpaksa meninggalkan kalian,
untuk kembali ke tempat kami musing-masing dan kami
836 meninggalkan sebagian harta karun dalam kantung-kantung di
perahu. Pakailah untuk modal kalian hidup.
Maafkan kami, kami bukan jodoh kalian. Carilah jodoh yang baik
dan hiduplah berbahagia. jangan ingat kepada kami lagi. Kami
akan selalu mengingat kalian sebagai pemuda dan gadis yang
manis dan baik budi. Selamat Hek-liong-li dan Pek-liong-eng
tinggal! "Aiihh......!" Cian Li mengeluh panjang dan iapun menubruk
kakaknya. "Koko...... ah, koko..... jadi dia benar meninggalkan
aku.....!" Ia menangis tersedu-sedu di pundak kakaknya. Sun Ting hanya
mengelus rambut kepala adiknya dan diapun menangis, tidak terisak,
melainkan air mata menetes-netes keluar dari kedua matanya. Dia
teringat akan kata-kata Liong-li semalam, ketika mereka berdua
sebagai jawaban ketika dia menyatakan ingin menikah dengan wanita
itu. "Sun Ting, jangan merusak suasana. Ingatlah selalu hubungan kita
selama tiga hari ini sampai kita mati, dan akan selalu menjadi
kenangan indah. Kalau kita menikah, kenangan itu akan buyar dan
lenyap. Aku tidak ingin terikat, tidak ingin menjadi isteri siapapun.
Aku sayang padamu, titik. Hanya sekian saja, tidak ingin terikat
denganmu. Kalau engkau ingin menikah, pilihlah seorang gadis yang
baik. Aku tidak akan menjadi isteri yang baik, aku seorang petualang,
hidupku penuh bahaya maut."
837 Sun Ting menepuk-nepuk pundak adiknya. "Sudahlah, Li-moi.
Mereka itu memang bukan orang-orang biasa. Sudah beruntung bagi
kita bahwa mereka menyayang kita dan kita akan mengingat dan
mengenang mereka sebagai sahabat-sahabat dan kekasih-kekasih yang
amat kita kagumi dan sayang."
Karena memang ia tahu bahwa Pek-liong pasti akan
meninggalkannya, maka Cian Li dapat dihibur juga. Mereka
menemukan dua kantung harta karun itu, di dalam perahu. Biarpun
bagian itu hanya sepersepuluhnya, namun pada saat itu mereka telah
menjadi orang-orang yang kaya raya!
Dengan harta itu mereka akan mampu membeli rumah besar,
membuka toko yang besar. Atau kalau mereka menghendaki, mereka
dapat membeli tanah seluas dusun mereka! Dan di samping harta
karun itu, merekapun memiliki kenangan yang teramat manis,
kenangan selama tiga hari tiga malam bersama orang yang pernah
mereka cinta, dan yang takkan mungkin dapat mereka lupakan selama
hidup mereka, biarpun kelak mereka akan bertemu jodoh dan sampai
mereka menjadi ayah, ibu, kakek dan nenek!
"Y" Sementara itu, jauh dari situ, Pek-liong dan Liong-li menunggang
kuda masing-masing yang mereka beli di dekat telaga. Harta karun itu
telah mereka bagi dan mereka simpan dalam kantung yang kini
mereka gendong di punggung. Tadinya Pek-liong menolak.
"Untuk apa kauberikan sebagian harta karun itu padaku, Liong-li"
Aku tidak membutuhkan harta karun! Kalau aku membutuhkan
sesuatu, tidak sukar bagiku untuk mendapatkannya!"
838 Liong-li tersenyum. "Mencuri milik hartawan atau bangsawan"
Hemm, memang baik saja akan tetapi kalau sampai ketahuan, tentu
akan tersiar ke mana-mana bahwa Pek-liong-eng, pendekar yang
terkenal menjadi pemberantas kejahatan itu ternyata hanyalah seorang
pencuri atau perampok. Ihh, aku akan ikut merasa malu, Pek-liong!
Sebaiknya engkau terima bagianmu dalam harta karun ini dan hidup
berkecukupan. Dan ingat, kita bersama sudah bersumpah untuk
menentang kejahatan dan pekerjaan itu kadang-kadang membutuhkan
biaya yang cukup besar! Bawalah, belilah rumah yang cukup besar
agar aku menjadi betah di rumahmu kalau datang berkunjung."
Akhirnya Pek-liong menerimanya juga dan mereka membalapkan
kuda meninggalkan Telaga Po-yang, telaga besar di mana mereka
mengalami petualangan yang amat berbahaya, akan tetapi juga amat
menguntungkan itu. Bukan hanya untung karena memperoleh harta
karun yang tak terhitung besarnya, akan tetapi bertemu pula dengan
seorang pemuda dan seorang gadis yang mereka sayang dan yang
amat menyayang mereka pula.
Setelah tiba di jalan simpang, mereka berhenti. Hari masih pagi sekali
dan jalan itu masih sunyi. Keduanya turun dari atas kuda, lalu saling
berhadapan. "Pek-liong, kita berpisah di sini!"
Pek-liong mengerutkan alisnya. "Liong-li, baru saja kita saling
bertemu, haruskah sudah berpisahan lagi. Apakah engkau tidak ingin
berkunjung ke rumahku!"
"Hi-hik, nanti saja, kalau engkau sudah membangun rumah yang
besar! Dan belum waktunya engkau berkunjung ke tempatku. Kita
839 baru saja mengalami petualangan besar yang melelahkan dan kita
perlu beristirahat. Mudah-mudahan segera muncul suatu pekerjaan
baru yang akan dapat membawa kita bekerja sama pula
menghadapinya. Nah, selamat berpisah, Pek-liong!" kata Liong-li
sambil mengangkat kedua tangan ke depan dada.
"Selamat berpisah, Liong-li," jawab Pek-liong sambil memberi
hormat pula. Keduanya saling berpandangan dan seperti ditarik besi semberani,
keduanya melangkah maju dan di lain saat mereka telah saling
berpelukan. Tanpa berahi. Berpelukan seperti dua orang sahabat yang
enggan berpisah. Pada saat mereka saling rangkul itu, dalam lubuk hati masing-masing
timbul perasaan bahwa sebetulnya, pada perasaan yang paling
mendalam, mereka itu saling memiliki! Betapa mudahnya bagi
mereka berdua untuk membiarkan diri terseret oleh perasaan sehingga
timbul nafsu yang akan menggelora, akan membakar segalanya.
Namun keduanya juga merasa bahwa kalau hal ini mereka biarkan,
maka perasaan kasih sayang yang amat mendalam itu, saling memiliki
itu, akan ikut pula terbakar. Oleh karena itu, Liong-li yang lebih dulu
melepaskan rangkulannya dan iapun sekali meloncat sudah berada di
atas punggung kudanya. Pek-liong juga naik ke atas punggung kudanya dan merekapun
membalapkan kuda masing-masing, hanya menoleh satu kali pada saat
yang bersamaan! Kembali mereka heran dan juga gembira bahwa
dalam saat seperti itupun, kontak antara mereka itu masih demikian
kuatnya sehingga ketika menolehpun pada saat yang sama!
840 Mereka mengangkat tangan sebagai selamat berpisah, lalu
membalapkan kuda masing-masing dengan menuju pulang ke tempat
tinggal masing-masing. Pek-liong menuju dusun kecil di dekat kota
Hang-kauw, tak jauh dari Telaga See-ouw. Sedangkan Liong-li pulang
ke kota Lok-yang. TAMAT 841 Pendekar Kidal 22 Walet Besi Karya Cu Yi Wanita Gagah Perkasa 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama