Ceritasilat Novel Online

Si Tangan Sakti 5

Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 5


pikirannya sendiri bahwa dia korupsi karena semua orang pun melaku-kannya, karena gajinya
tidak mencukupi karena keluarganya ingin hidup mewah, dan seribu satu macam alasan
lagi.Kalau semua usaha gagal, lalu apa yang harus kita lakukan untuk menang-gulangi
pengaruh nafsu kita sendiri" Da-lam pertanyaan ini sudah terkandung jawabannya. Selama
kita berusaha me-lakukan sesuatu, kita tidak akan berhasil, karena yang berusaha
menundukkan nafsu adalah nafsu itu sendiri. Kalau kita su-dah ingin menundukkan nafsu,
hanya waspada mengamati gejolak nafsu kita, tanpa ada keinginan mengubahnya, maka akan
terjadi perubahan! Tanpa adanya si--aku yang berusaha, tanpa adanya si-aku yang alias nafsu
melalui pikiran yang merajalela, nafsu bagaikan api yang tidak ditambah minyak. Kekuasaan
Tuhan akan bekerja! Dalam urusan kehidupan sehari--hari, mencari sandang pangan papan,
hidup sebagai manusia yang berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tentu saja
kita harus mempergunakan hati akal pikiran. Akan tetapi dalam urusan rohanian, alat-alat
jasmani kita tidak berdaya. Hanya kekuasaan Tuhan yang mutlak berkuasa. Maka, kita hanya
menyerah! Kekuasaan Tuhan yang akan mengembalikan nafsu-nafsu kita pada kedudukan
asalnya, yaitu menjadi peserta dan alat kita, bukan sebaliknya kita yang diperalat.
"Yo-twako, sebenarnya, apa sih yang kita cari di dunia ini" Mengapa dalam kehidupan ini
selalu kita dipermainkan senang dan susah, puas dan kecewa" Bahkan apa yang
menyenangkan menjadi membosankan. Kenyataan hidup terlalu sering berlawanan dengan
apa yang kita idamkan dan harapkan. Sekelumit ke-senangan segera diseling segunung
ke-susahan. Bukankah kita manusia ini se-perti selalu mencari-cari" Apa yang kita cari"
Kebahagiaan" Di mana dan apa kebahagiaan itu" Pertanyaan ini selalu menggangguku dan
sudah kutanyakan kepada banyak sekali orang-orang pandai, namun tak pernah aku
memperoleh ja-waban yang meyakinkan dan memuaskan."
Yo Han tersenyum lebar. "Pertanyaan-mu itu agaknya telah menjadi pertanyaan dunia
sepanjang masa, pertanyaan seluruh manusia di permukaan bumi ini, Cia-te. Kita mencari-cari
kebahagiaan, me-ngejar-ngejar kebahagiaan, namun tak pernah menemukannya. Kalau ada
kala-nya merasa menemukan, ternyata dalam waktu singkat yang kita tadinya anggap sebagai
kebahagiaan itu berubah menjadi kesengsaraan. Kita mengejar dan men-cari terus selama kita
hidup." "Akan tetapi, adakah orang yang be-nar-benar menemukan kebahagiaan itu, Twako" Dan
dimanakah sebenarnya ke-bahagiaan itu?"
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
120 "Cia-te. Mari kita selidiki bersama. Mungkinkah kita mencari sesuatu yapg tidak kita kenal?"
"Tentu saja mustahil!" jawab sang pangeran tanpa ragu.
"Tepat. Karena itu, sebelum kita bertanya di mana adanya kebahagiaan yang kita cari.
Apakah kebahagiaan itu, Cia-te?"
"Kebahagiaan! Tentu saja kebahagia-an adalah suatu perasaan, yaitu perasaan bahagia!"
"Kalau begitu pertanyaan yang me-nyusul. Apakah engkau pernah mengalami perasaan
bahagia itu, Cia-te?"
Pangeran Cia Sun tertegun dan meng-ingat-ingat, lalu mengangguk-angguk. "Rasanya pernah
dan sering malah. Kalau aku merasa bebas dari kepusingan apa pun, merasa bebas dan lega,
seperti keti-ka aku berada seorang diri di tepi laut yang sunyi, seperti kalau aku berada di
puncak gunung yang sunyi pada suatu senja memandang matahari tenggelam, seolah-olah aku
melayang di antara sinar senja, ketika aku saling tatap dan bercakap-cakap dengan Eng-moi,
yah, sering-kali aku merasakan itu mungkin aku selalu mencari-cari saat atau detik-detik
seperti itu...." "Nah, itulah, Cia-te! Sekali saat kita merasa berbahagia seperti yang kau alami itu. Akan
tetapi nafsu menguasai hati akal pikiran. Karena nafsu selalu menge-jar keenakan dan
kesenangan, maka nafsu di hati akal pikiran membuat kita ingin mengabadikan perasaan
bahagia di saat itu! Kita ingin memilikinya! Dan kita terseret oleh nafsu, yaitu menjadikan
saat indah dan suci itu menjadi semacam kesenangan. Jadi, yang kita cari selama ini, yang
dicari-cari oleh setiap orang manusia di dunia ini, hanyalah kesenang-an yang mengenakan
topeng kebahagiaan. Yang dapat dikejar oleh kesenangan, Cia--te. Mudah saja mengejar
kesenangan makanan nafsu itu, melalui mata, hidung, telinga, mulut dan lain anggauta badan
luar dan dalam. Kesenangan timbul dari kenangan, dari pengalaman, diulang-ulang,
karenanya mati dan selalu disusul ke-bosanan. Kebahagiaan sudah ada dan selalu ada, hidup
bagaikan awan berarak di angkasa, bagaikan gelombang di samudera, tak dapat ditangkap dan
dimiliki, tak dapat diulang-ulang, dirasakan saat demi saat tanpa bayangan kenangan masa
lalu." Pangeran Cia Sun tertawa dan me-megangi kepala dengan kedua tangannya. "Aduh,
kepalaku yang pening, Twako. Apakah kalau begitu, menurut Twako, amat tidak baik kalau
dalam hidup ini kita bersenang-senang?"Yo Han tertawa pula. "Wah, bukan begitu, Cia-te!
Menikmati keenakan dan kesenangan dalam hidup merupakan anu-gerah yang sudah
sepatutnya kita nik-mati. Kita berhak menikmati keenakan dan kesenangan melalui pancaindra. Akan tetapi, diperhamba nafsu lain lagi akibatnya. Kita lalu menjadi hamba, setiap saat
hanya mengejar-ngejar dan mencari-cari kesenangan dengan melupa-kan segala macam cara.
Di sini perlunya kita mempergunakan alat kita yang lain, yaitu akal budi, untuk
mempertimbang-ksn, kesenangan macam apa yang baik dan tidak baik, yang sehat dan tidak
sehat. Engkau tentu mengerti apa yang kumaksudkan."
Pangeran itu mengangguk-angguk."Sekarang, bagaimana baiknya, Twako" Aku sebenarnya
ingin sekali memperisteri Eng-moi, akan tetapi jelas bahwa ayah-nya pasti tidak akan
menyetujuinya. Dia anti pemerintah, anti Mancu, sedangkan aku seorang pangeran Mancu."
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
121 "Memang keadaan kalian itu sulit sekali, Cia-te. Akan tetapi, aku tetap yakin bahwa lahir,
jodoh dan mati diten-tukan dan sudah diatur oleh kekuasaan Tuhan. Maka, bersabarlah dan
sebaiknya sekarang engkau kembali dulu karena dipanggil keluargamu. Sebaliknya kalau
kauceritakan persoalanmu kepada orang tuamu. Mungkin mereka akan dapat me-nemukan
jalan sehingga akhirnya engkau akan dapat berjodoh dengan kekasihmu itu."
Pangeran itu menggeleng-geleng ke-palanya dengan sedih. "Agaknya mustahil kalau ayah
mengijinkan aku menikah dengan Eng-moi, kalau dia mengetahui bahwa Eng-moi adalah
puteri ketua Pao--beng-pai yang menentang pemerintah."
"Kalau begitu, lebih sulit lagi. Akan tetapi percayalah, Cia-te, betapapun sulit dan
mustahilnya suatu urusan bagi kita manusia, kalau Tuhan menghendaki, se-gala kesulitan itu
akan terlampaui dan perkara dapat diatasi dengan segala ikh-tiarmu dengan penyerahan
kepada ke-kuasaanNya."
"Dan sekarang, engkau sendiri hendak ke mana, Twako" Aku akan kembali ke kota raja.
Maukah engkau ikut denganku ke sana" Akan kuperkenalkan kepada ayah ibuku."
Diam-diam Yo Han merasa ngeri. Ikut ke sana dan bertemu dengan Sian Li" Ah, tidak! Dia
tidak ingin membuat adik angkatnya ini menjadi terganggu kalau tahu bahwa dia memiliki
hubungan dekat sekali dengan gadis tunangannya itu. Juga dia tidak mau membuat Sian Li
menjadi rikuh. Di samping itu, dia pun tidak ingin menyiksa diri sendiri dengan menyaksikan
pertunangan antara adik angkatnya dengan gadis yang dicintanya.
"Terima kasih, Cia-te. Akan tetapi, aku harus melanjutkan pelaksanaan tugas-ku, yaitu
mencari puteri bibi guruku yang hilang sejak kecil itu."
"Pekerjaan yang teramat sulit, Twako. Bagaimana mungkin mencari seorang yang belum
pernah kaukenal sama sekali" Apalagi ia hilang ketika berusia tiga tahun dan jarak waktunya
sudah dua puluh tahun. Ia sendiri mungkin tidak ingat lagi akan keadaan dirinya ketika
berusia tiga tahun."
"Tidak ada perkara yang sulit, kalau saja aku dibimbing kekuasaan Tuhan, Cia-te. Engkau
tentu ingat kata-kataku tadi. Aku tidak akan putus asa dan akan terus mencari. Setidaknya,
aku menge-tahui tanda pada tubuhnya ketika ia lahir, yaitu di pundak kirinya dan di kaki
kanannya." Pangeran itu tertawa geli. "Ha-ha--ha, sekarang mengertilah aku mengapa gadis yang
mengirim surat Eng-moi ke-padaku melalui jarum yang disambitkan padamu itu memakimakimu! Kiranya engkau pernah menyangka gadis itu se-bagai gadis yang kaucari dan
engkau tentu membuka bajunya untuk melihat pundaknya, juga membuka sepatunya untuk
melihat kakinya. Pantas ia marah--marah!" Pangeran itu tertawa geli dan Yo Han juga ikut
tertawa dengan muka kemerahan. "Apalagi ketika engkau men-jawabnya dengan sikap kasar,
aku sem-pat terheran-heran melihat sikapmu, Twako. Eh, kiranya engkau bersandiwara dan
tahu bahwa gadis itu tentu mempunyai maksud tertentu. Nyatanya ia menyambitmu dengan
jarum yang ada surat Eng-moi sehingga kita dapat siap melaksanakan sandiwara ketika Engmoi datang membebaskan kita."
"Memang itulah gadis yang disuruh Siangkoan Kok untuk menjebakku. Baru kemudian
kuketahui bahwa dia adalah murid terbaik dari ketua Pao-beng-pai itu. Nah, sekarang
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
122 sebaiknya kita saling berpisah di sini, Cia-te. Percayalah, ka-lau engkau memang berjodoh
dengan nona Siangkoan Eng, kelak engkau pasti dapat menjadi suaminya, dan kalau tugas-ku
selesai, kelak pada suatu hari aku pasti akan mengunjungimu di kota raja."
Dua orang pemuda itu bangkit dan setelah saling memberi hormat dan saling rangkul, mereka
mengambil jalan masing--masing. Pangeran Cia Sun kembali ke kota raja sedangkan Yo Han
mengambil jalan yang belum dia ketahui menuju ke mana karena dia pun tidak tahu ke mana
harus mencari Sim Hui Eng. Dia akan melanjutkan ikhtiarnya itu dengan meng-hubungi
orang-orang di dunia kang-ouw, terutama golongan sesat untuk menyeli-diki siapa pelaku
penculikan atas diri puteri bibi gurunya itu.
*** Pemuda itu berusia kurang lebih dua puluh tiga tahun. Tubuhnya sedang namun tegap dengan
dada yang bidang dan ke-kar dengan otot-otot menggelembung sehingga nampak jantan dan
gagah. Wa-jahnya juga tampan dan bersih, alisnya tebal, hidungnya mancung dan mulutnya
memiliki bentuk yang manis, dengan dagu kokoh dan matanya mencorong seperti bintang.
Pakaiannya sederhana bentuk-nya, namun bersih, dan rambutnya pun tersisir rapi. Seorang
pemuda yang tam-pan dan gagah. Apalagi pada pagi hari itu, dia berlatih silat seorang diri di
ba-wah pohon besar itu dengan gerakan yang perkasa, cepat tangkas dan me-ngandung tenaga
yang amat kuat sehing-ga daun-daun pohon itu bergoyang-goyang seperti dilanda angin.
Makin lama, gerakan pemuda itu se-makin cepat dan tiba-tiba, sambil mem-balikkan
tubuhnya, tangannya bergerak memukul ke arah sebatang pohon sebesar paha orang.
Tangan itu tidak sampai menyentuh batang pohon, ada satu setengah meter jaraknya, namun
terdengar suara "kraaakkk!" dan batang pohon itu pun patah dan tumbang! Mulut pemuda itu
kini tertarik dan menyeringai aneh, dan pada saat itu, nampak berkelebat seekor burung yang
terkejut mendengar robohnya pohon kecil itu. Burung itu terbang de-kat pohon besar dan
pemuda itu tiba--tiba saja meloncat ke atas dan tangan-nya bergerak ke arah burung. Burung
itu tiba-tiba terjatuh seperti sebuah batu dan disambar oleh tangan pemuda itu yang juga
melayang turun. Sambil membuang bangkai burung itu, dia menengadah, lalu wajah yang tampan itu
menyerigai, dan dia pun tertawa bergelak seperti kesetanan! Lalu dia ber-jongkok, memeriksa
bangkai burung yang sudah menjadi hitam seluruh tubuhnya, keracunan. Kembali dia tertawa,
akan tetapi tawa ini aneh karena berhenti tiba-tiba seperti tercekik. Dia lalu me-mandang ke
sekeliling, seolah-olah takut kulau ada yang melihat atau mendengar-nya, kemudian dia pun
meloncat dan menyelinap ke balik semuk belukar dan tahu-tahu tubuhnya lenyap.
Kalau ada orang yang melihat dan mencarinya, menyingkap semak belukar, orang itu tentu
akan melihat adanya sebuah sumur yang amat dalam di balik semak belukar itu. Sumur yang
tua dan kalau dilihat dari atas, tidak nampak dasarnya, saking dalam dan gelapnya. Dapat
dibayangkan betapa besar bahaya-nya kalau orang berani menuruni sumur itu, dengan tangga
atau tali sekalipun, karena dia tidak tahu apa yang berada di dasar sumur. Mungkin gas
beracun, atau ular berbisa.
Orang itu tentu akan semakin heran dan kagum kalau melihat betapa pemuda tadi memasuki
sumur dengan cara me-rayap melalui dinding sumur. Gerakannya cepat seperti seekor cicak
saja yang merayap menuruni dinding! Dan kini, pemuda itu sudah berada di ruangan bawah
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
123 tanah yang mendapat sinar mata-hari dari celah-celah batu retak di atas. Pemuda itu tertawatawa seorang diri, menghadapi sebuah dinding yang penuh dengan coret-coretan huruf dan
gambar--gambar yang sebagian sudah terhapus."Ha-ha-ha-ha-ha, susiok-kong (kakek paman
guru) Ciu Lam Hok yang buntung kaki tangannya itu mencoba untuk me-lenyapkan Bu-kekhoat-keng! Ha-ha-ha, arwahnya tentu sekarang akan cemberut kalau melihat betapa usahanya
itu tidak sempurna, dan bahwa ilmu Bu-kek-hoat--keng akhirnya dapat dimiliki orang yang
paling berhak, yaitu aku, Ouw Seng Bu, ha-ha-ha!" Seperti orang sinting pemuda itu tertawatawa dan kini dia mengguna-kan kedua tangannya menggaruk-garuk ke permukaan dinding
batu. Sungguh hebat bukan main. Gerakan jari-jari tangannya itu membuat dinding batu
rontok bagai-kan tepung saja, seolah-olah dinding batu itu hanya merupakan tanah yang
lunak. Sebentar saja, terhapuslah sudah semua huruf dan gambar yang tercoret di din-ding itu.
Siapakah pemuda itu. Seperti kata--katanya tadi, dia bernama Ouw Seng Bu dan merupakan
seorang tokoh muda dari Thian-li-pang. Belasan tahun yang lalu, ketika dia sendiri masih
seorang anak laki-laki kecil berusia delapan atau sem-bilan tahun, Thian-li-pang,
perkumpulan orang-orang gagah anti penjajah Mancu itu dipimpin oleh mendiang Ouw Ban
sebagai ketuanya. Ouw Ban mempunyai dua orang putera, yang pertama adalah Ouw Cun Ki
yang diselundupkan ke is-tana untuk membunuh kaisar Mancu, akan tetapi tertawan dan
dihukum mati. Yang ke dua adalah Ouw Seng Bu yang ketika peristiwa itu terjadi, masih
kecil. Kemudian, terjadi perpecahan di kalang-an para pimpinan Thian-li-pang sehingga Ouw
Ban tewas di tangan guru-gurunya sendiri, yaitu mendiang Ban-tok Mo-ko dan Thian-te Tokong (baca kisah Si Bangau Merah). Kemudian, muncul Yo Han yang secara kebetulan
mewarisi ilmu kepandaian kakek yang buntung kaki tangannya di dalam sumur rahasia, yaitu
mendiang kakek Ciu Lam Hok, sute dari Ban-tok Mo-ko dan Thian-te Tok-ong yang memiliki
ilmu kesaktian hebat. Munculnya Yo Han membersihkan Thian--li-pang dari pengaruhpengaruh sesat dan jahat partai-partai lain seperti Pek-lian--kauw dan Pat-kwa-pai dan
kehadiran Yo Han menyerahkan pimpinan Thian-li-pang, kepada Lauw Kang Hui sebagai
ketuanya. Lauw Kang Hui telah sadar dan mem-bawa kembali Thian-li-pang ke jalan lurus, sebagai
perkumpulan orang gagah yang menentang penjajah Mancu. Juga dia merasa iba. kepada
Ouw Seng Bu, putera suhengnya dan mengajarkan ilmu silat kepada keponakannya itu.Ouw
Seng Bu berlatih dengan rajin. Di depan paman guru yang kini menjadi gurunya dan di depan
para tokoh Thian--li-pang, dia memperlihatkan sikap se-bagai seorang pemuda yang gagah
per-kasa dan pendiam. Namun, pemuda ini tidak pernah melupakan pesan mendiang ayahnya
dahulu ketika dia masih kecil bahwa sekali waktu, dia harus berani menyelidiki dan
memasuki sumur di ba-wah tanah, mencari peninggalan kakek paman gurunya yang sakti.
Demikianlah, setelah dia memiliki ilmu kepandaian dan cukup gagah, dalam usia delapan
belas tahun, dia nekat mencari dan menemukan sumur di balik semak belukar itu dan nekat
memasukinya dengan tali yang panjang. Setelah mencari-cari dan mem-bongkar-bongkar batu
besar di dalam gua dan terowongan di bawah tanah, akhirnya dia menemukan dinding penuh
coretan dan gambaran itu yang tadinya tertutup batu besar. Agaknya kakek Ciu Lam Hok
dahulu pernah membuat coretan dan gambaran di dinding itu, kemudian meng-hapus sebagian
dan menutupi dinding dengan batu besar. Dia pun tahu bahwa itulah ilmu Bu-kek-hoat-keng
yang me-rupakan ilmu rahasia kakek buntung itu, maka dengan penuh ketekunan dia mulai
mempelajari ilmu itu secara rahasia. Selama lima tahun dia rajin belajar tan-pa mengetahui
bahwa karena ilmu yang aneh itu tidak lengkap, maka dia pun menyimpang dari jalur yang
semestinya. Tanpa disadarinya, dia telah melakukan latihan yang salah, bahkan kadang-kadang berlawanan. Berkali-kali dia jatuh pingsan karena salah pengerahan tenaga sin-kang,
akan tetapi akhirnya, setelah lima tahun belajar dengan tekun dan rahasia, tanpa diketahui
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
124 siapapun juga, dia berhasil menguasai ilmu yang aneh dan dahsyat bukan main. Tanpa
disadari, penyelewengan cara latihan yang salah itu juga mendatangkan perubahan pada dasar
wataknya, pusat susunan syarafnya. Dia memang masih nampak pendiam dan lembut, jujur
dan baik di depan para pimpinan Thian-li-pang, akan tetapi pa-da saat-saat tertentu, kalau dia
sedang berada seorang diri, terutama sekali sehabis dia berlatih ilmu silat Bu-kek-hoat-keng
yang tidak lengkap itu, dia menjadi seperti kesetanan, seperti sin-ting, tertawa-tawa sendiri,
kadang-kadang menangis sendiri, dan pandang matanya yang biasanya lembut dan jujur itu
men-corong penuh kecerdikan! Juga latihan yang salah itu membuat dia berhasil menguasai
pukulan yang mengandung hawa beracun yang dapat membuat yang dipukulnya tewas dengan
tubuh meng-hitam seperti menjadi hangus! Hal ini diketahuinya ketika beberapa kali dia
menguji kecepatannya, membunuh burung atau binatang lain yang ditemuinya. Se-kali pukul,
binatang itu akan tewas de-ngan tubuh hangus!
Pagi hari itu, dia merasa telah me-namatkan ilmunya, maka dia menghapus semua coretan di
dinding itu dengan jari--jari tangannya yang memiliki kekuatan demikian dahsyatnya
sehingga sekali ga-ruk saja permukaan dinding itu rontok dan semua coretan lenyap.
Setelah merasa puas karena di situ tidak terdapat apa pun juga yang dapat dipelajari orang
lain, Ouw Seng Bu lalu merayap keluar dari dalam terowongan gua bawah tanah melalui
sumur, me-nutupkan kembali sumur itu dengan se-mak belukar, kemudian dia pun berjalan
dengan santai kembali ke markas Thian--li-pang yang berada di dekat puncak Bukit Naga.
Matahari sudah mulai me-ninggi dan cuaca cerah sekali. Wajah pemuda itu kini kembali
menjadi lembut dan senyumnya ramah gembira, jauh berbeda dengan ketika dia berlatih si-lat
dan di dalam tanah tadi. Dia kini menjadi seorang pemuda yang nampak ramah dan murah
senyum, pendiam dan lembut menyenangkan!
Ketua Thian-li-pang yang bernama Lauw Kang Hui ini telah tua sekali, usianya sudah tujuh
puluh tiga tahun. Biarpun dia masih nampak tinggi besar dengan muka merah, gagah dan
berwi-bawa, namun bagaimanapun juga, usia tua membuat semangatnya banyak me-nurun.
Diam-diam Lauw Kang Hui sedang melihat-lihat siapa kiranya yang pantas untuk dijadikan
penggantinya. Dia sendiri tidak mempunyai keturunan, dan di an-tara para anggauta Thian-lipang dan murid-muridnya, hanya ada dua orang muridnya yang agaknya cukup dapat
di-percaya. Yang pertama adalah murid wanita yang telah berusia empat puluh tahun,
berwajah buruk dan berwatak kasar namun setia kepada Thian-li-pang, bernama Lu Sek.
Wanita ini sudah janda dan tidak mempunyai anak. Suaminya tewas dalam pertempuran
membela Thian--li-pang. Bahkan, menurut penilaian Lauw Kang Hui, di antara para
muridnya, Lu Sek ini yang paling lihai, memiliki tingkat yang paling tinggi, bahkan lebih
ting-gi dibandingkan apa yang dicapai Ouw Seng Bu, yaitu murid ke dua yang di-percayanya
dan dianggap merupakan ca-lon penggantinya. Dia masih bimbang, apakah harus menunjuk
Lu Sek ataukah Ouw Seng Bu untuk menjadi pengganti-nya, menjadi ketua Thian-li-pang.


Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lu Sek, biarpun wanita, berwibawa dan penuh semangat. Juga janda itu me-miliki hubungan
dekat dengan Lauw Kin, duda yang berusia lima puluh tahun dan tidak mempunyai anak pula.
Lauw Kin masih keponakan Lauw Kang Hui sendiri, putera tunggal adiknya yang mati muda.
Hati ketua itu lebih condong memilih Lu Sek untuk menjadi calon penggantinya. Ilmu
silatnya yang paling tinggi di antara semua murid Thian-li-pang, apalagi kalau dibantu Lauw
Kin yang mungkin menjadi suaminya. Selain itu, agak tidak enak hatinya kalau mencalonkan
Ouw Seng Bu, karena bagaimanapun juga, Seng Bu ada-lah putera mendiang suhengnya,
Ouw Ban yang pernah menjadi ketua Thian-li-pang, yang telah menyelewengkan Thian-lipang ke jalan sesat. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
125 Lauw-pangcu (Ketua Lauw) telah sa-rapan pagi dan duduk di ruangan depan ketika dia
melihat Seng Bu melangkah masuk dari luar. Kebetulan sekali, pikir-nya. Dia harus lebih
dahulu memberitahu muridnya itu agar kalau pada suatu hari dia mengambil keputusan,
muridnya ini tidak merasa kecewa. Beberapa kali da-lam sikap muridnya itu dia melihat tanda
bahwa Seng Bu mengharapkan kelak men-jadi ketua Thian-li-pang, bahkan para tokoh Thianli-pang sebagian besar juga menduga bahwa pemuda yang pandai membawa diri ini pantas
menjadi calon penggantinya. Kalau saja di situ terdapat Pendekar Tangan Sakti Yo Han, tentu
tidak sukar baginya untuk mengambil keputusan berdasarkan petunjuk pendekar muda yang
sakti itu. Akan tetapi, sudah lima tahun lebih Yo Han yang dianggap menjadi pemimpin besar
atau penasihat Thian-li-pang tidak pernah terdengar beritanya. Dia harus mengambil
keputus-an sendiri dan dia harus dapat bersikap bijaksana demi keutuhan para tokoh Thian-lipang. Dia berteriak memanggil nama muridnya itu.
Seng Bu cepat memasuki ruangan di mana gurunya duduk seorang diri, dan dia lalu memberi
hormat dan mengucap-kan selamat pagi.
"Duduklah di sini, Seng Bu," kata ketua yang sudah berusia lanjut itu sam-bil menunjuk ke
arah sebuah kursi di depannya, sebelum muridnya itu berlutut.
"Terima kasih, Suhu," kata Seng Bu yang merasa heran dan tahu bahwa ten-tu ada urusan
penting maka suhunya mempersilakannya duduk di kursi, tidak membiarkan dia berlutut
seperti biasa. Dia duduk dan menundukkan muka de-ngan sikap siap mendengarkan dan
men-taati semua perintah gurunya.
"Seng Bu, apakah engkau sudah sa-rapan pagi dan dari mana engkau sepagi ini sudah
berkeringat?" "Teecu baru saja berlatih silat, Suhu, nanti setelah mandi teecu akan sarapan di dapur," jawab
Seng Bu dengan sikap hormat.
"Bagus, engkau memang rajin. Kalau engkau mencontoh suci-mu Lu Sek rajin-nya dalam
berlatih silat, kurasa engkau akan mampu mencapai tingkatnya."
"Teecu tidak berani, Suhu. Tidak mungkin mengejar Lu-suci yang amat lihai."
Lauw Kang Hui tersenyum. Muridnya ini selalu bersikap rendah diri dan sopan, selalu
menyenangkan hati orang lain. "Seng Bu, apakah dua ilmu simpananku yang terakhir
kuajarkan padamu, sudah dapat kaukuasai dengan baik?"
"Suhu maksudkan Tok-jiauw-kang (Cengkeraman Beracun) dan Kiam-eiang (Tangan
Pedang)" Setiap hari teecu sudah berlatih diri dengan tekun dan mohon petunjuk Suhu."
Lauw Kang Hui menghela napas pan-jang. "Aku sudah terlalu tua untuk dapat berlatih
dengan kedua ilmu itu dengan-mu, Seng Bu. Sebaiknya engkau minta kepada Lu Sek untuk
latihan bersama agar engkau dapat memperoleh banyak kemajuan."
"Baik, Suhu. Teecu (murid) akan mo-hon bantuan Lu-suci."
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
126 "Aku ingin sekali lagi mengingatkan-mu, Seng Bu. Hanya kepada Lu Sek dan engkau dua
orang sajalah aku mengajar-kan dua ilmu simpananku itu. Oleh kare-na itu, jangan dilupakan
bahwa kedua macam ilmu itu adalah ilmu yang amat berbahaya dan mematikan lawan. Kalau
engkau tidak terancam maut dan ter-paksa sekali, jangan engkau menggunakan ilmu-ilmu itu
untuk menyerang lawan. Mengerti?"
"Teecu mengerti, Suhu"
Lauw Kang Hui menghela napas pan-jang. "Sampai sekarang kalau teringat aku masih
merasa menyesal bukan main karena dahulu aku pernah memperguna-kan kedua ilmu secara
sembarangan sehingga menjatuhkan banyak korban yang tidak semestinya kubunuh. Sekarang
aku menghendaki agar seluruh murid Thian--li-pang, selain menjadi patriot-patriot yang
menentang penjajah Mancu, juga menjadi pendekar-pendekar yang membela kebenaran dan
keadilan, dan tidak mem-pergunakan ilmu untuk memaksakan ke-hendak dan berbuat
kejahatan." "Teecu mengerti."
"Ingat, kalau sampai terjadi penyele-wengan oleh siapapun juga, andaikata aku yang sudah
tua tidak mampu lagi meng-hukum, kelak kalau Sin-ciang Tai-hiap Yo Han datang
berkunjung, dia tentu akan turun tangan dan menindak mereka yang melakukan
penyelewengan." "Teecu mengerti, Suhu." Seng Bu menunduk menyembunyikan senyum meng-ejek yang
mendesak keluar ke mulutnya. Lalu dia bersikap biasa dan hormat kem-bali, mengangkat
mukanya yang jujur dan bertanya kepada suhunya, "Suhu, apakah Sin-ciang Tai-hiap itu luar
biasa lihai-nya" Apakah Suhu sendiri tidak akan mampu menandinginya?"
Lauw Kang Hui tersenyum. "Ha-ha-ha, Seng Bu, jangan samakan aku dengan dia! Bahkan kedua orang kakek gurumu
sekalipun, yaitu mendiang Ban-tok Mo-ko dan Thian-te Tok-ong, tidak akan mampu
menandingi Pendekar Tangan Sakti Yo Han."
"Luar biasa sekali! Bukankah usianya masih sangat muda, Suhu" Hanya be-berapa tahun
lebih tua dari teecu" Teecu masih ingat ketika masih kanak-kanak, dia tidak banyak lebih tua
dari teecu." "Benar, dia hanya beberapa tahun lebih tua darimu. Akan tetapi, dia telah mewarisi ilmu
yang mujijat dari kakek paman gurumu, mendiang supek Ciu Lam Hok di sumur bawah
tanah." "Maaf, Suhu. Teecu mendengar bahwa kakek itu buntung kaki dan tangannya. Dalam
keadaan seperti itu, ilmu silat macam bagaimanakah yang dapat beliau ajarkan kepada Sinciang Tai-hiap?" Lauw Kang Hui menghela napas pan-jang. "Ilmu yang mujijat, ilmu yang luar biasa dan tiada
keduanya di dunia ini. Ilmu itu disebut Bu-kek-hoat-keng dan hanya Sin-ciang Tai-hiap
seorang saja yang menguasainya. Sukar dicari tanding-annya."
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
127 "Suhu maksudkan bahwa kalau me-miliki ilmu Bu-kek-hoat-keng itu, orang akan dapat
menjadi jagoan nomor satu di dunia persilatan?"
Lauw Kang Hui mengangguk-angguk. "Mungkin saja. Akan tetapi, Yo Han Taihiap bukan
orang semacam itu. Tidak, dia tidak mau menonjolkan diri, bahkan menjadi ketua Thian-lipang saja dia me-nolaknya. Karena dia maka Thian-li-pang harus menjaga diri menjadi
perkumpulan yang gagah dan menegakkan kebenaran dan keadilan."
"Teecu mengerti, Suhu. Bolehkah tee-cu mengundurkan diri sekarang untuk pergi mandi?"
"Nanti dulu, ada satu hal lagi ingin kubicarakan denganmu, Seng Bu."
"Urusan apakah itu, Suhu" Teecu siap mendengarkan."
"Engkau tentu tahu bahwa mengurus Thian-li-pang tidaklah mudah, selain ha-rus ketat
mengawasi sepak terjang anak buah Thian-li-pang, juga harus mampu menghadapi ancaman
dari luar. Aku se-karang sudah semakin tua dan lemah, kurang bersemangat. Coba katakan,
siapakah di antara para anggauta Thian-li-pang yang waktu ini memiliki ilmu kepandaian silat
paling tinggi sesudah aku, Seng Bu?"
Siapa lagi kalau bukan aku, bisik hati pemuda itu. Bahkan suhunya sendiri pun tidak akan
mampu menandinginya! Akan tetapi mulutnya menjawab tanpa ragu, "Tentu saja Lu-suci,
Suhu." "Tepat sekali Seng Bu. Oleh karena itu, kurasa engkau pun akan setuju kalau aku
mengangkat suci-mu itu menjadi calon penggantiku, menjadi calon ketua Thian-li-pang,
bukan?" "Teecu setuju, Suhu." katanya sambil menunduk, karena dia harus menyem-bunyikan lagi
tarikan sinis pada mulut-nya.
"Melihat hubungan suci-mu dengan suhengmu Lauw Kin, kurasa mereka akan menjadi
pasangan yang akan mampu me-mimpin Thian-li-pang. Dan engkaulah yang kuharapkan akan
dapat membantu mereka. Maukah engkau berjanji untuk membantu mereka sekuat tenagamu,
Seng Bu" Karena engkaulah orang ke dua yang kupercaya setelah suci-mu."
"Teecu berjanji akan membantu Lu--suci, Suhu."
"Bagus! Legalah hatiku sekarang dan besok kita mengadakan upacara besar, mengumpukan
seluruh anggauta untuk mengumumkan pengangkatan Lu Sek menjadi calon ketua Thian-lipang, Lauw Kin menjadi wakil ketua dan engkau menjadi pembantu utama. Nah, sekarang
engkau boleh pergi."
Pada keesokan harinya, pagi-pagi seluruh anggauta Thian-li-pang telah berkumpul di ruangan
besar yang biasa dipergunakan untuk rapat dan juga ber-latih silat.
Dibawah bimbingan Lauw Kang Hui, Thian-li-pang dalam lima tahun lebih ini sejak
kematian Ouw Ban, telah kembali ke jalan benar. Akan tetapi, banyak anggauta yang
dikeluarkan dan disaring se-hingga kini hanya mempunyai sedikit saja. Namun, seluruh
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
128 anggauta itu me-rupakan orang-orang gagah yang ber-watak pendekar dan juga yang berjiwa
patriot. Para anggauta yang langsung menjadi murid-murid Lauw Kang Hui hanya ada belasan orang.
Yang terutama di antara mereka tentu saja adalah Lu Sek, Lauw Kin, dan Seng Bu. Para
murid lain me-miliki tingkat yang lebih rendah dari tiga orang ini, walaupun tentu saja mereka
jauh lebih lihai daripada para anggauta biasa yang hanya mempelajari ilmu silat Thian-li-pang
dari para murid ini. Selama ini, Lauw Kin yang mewakili pamannya, juga gurunya dan
ketuanya, untuk mem-bimbing para angauta dalam berlatih silat. Lu Sek mewakili ketua
untuk urus-an luar Thian-li-pang. oleh karena itu, desas-desus tentang akan diangkatnya
kedua orang ini menjadi ketua dan wakil ketua, diterima olah para anggauta Thian--li-pang
dengan wajar dan gembira karena memang selema ini kedua tokoh itulah yang aktif mewakili
sang ketua yang sudah lanjut usia itu mengurusi Thian--li-pang bagian luar dan bagian dalam.
Ketika Lauw Kang Hui keluar dari dalam, seluruh anggauta Thian-li-pang sudah berkumpul
dan tiga belas orang murid ketua itu pun sudah berada di situ, paling depan dan mereka semua
segera bangkit berdiri ketika Lauw-pang--cu muncul. Setelah menerima penghormat-an
semua murid dan anggauta Thian--li-pang, Lauw Kang Hui duduk di kursi yang sudah
disediakan untuknya. Setelah duduk, dia pun memberi isyarat kepada tiga belas orang
muridnya yang mengambil tempat duduk di bangku yang tempatnya lebih rendah, sementara
itu para anggauta Thian-li-pang tetap berdiri dengan rapi. Suasana menjadi hening karana
semua anggauta tidak berani mengeluarkan suara, siap menanti untuk mendengarkan apa yang
akan dikatakan oleh ketua me-reka. Juga para murid duduk dengan sikap tenang dan patuh.
"Para murid dan anggauta Thian-li--pang semua, dengarlah baik-baik apa yang kukatakan
dan laksanakan dengan patuh. Seperti kalian ketahui, lebih lima tahun sejak Sin-ciang Taihiap Yo Han menyerahkan kepemimpinan Thian-li-pang kepadaku, telah terjadi banyak
perubahan. Biarpun dalam hal perjuangan kita belum dapat berbuat banyak, namun kita telah mampu
membelokkan arah kemudi dan kembali ke jalan benar sebagai perkum-pulan yang membela
kebenaran dan ke-adilan, sesuai dengan apa yang diinginkan Pendekar Tangan Sakti. Akan
tetapi, sekarang aku telah semakin tua, usiaku sudah tujuh puluh empat tahun sudah
kekurangan semangat. Sudah lama kita, menanti-nanti datangnya Yo-taihiap, akan tetapi dia
tidak kunjung datang. Oleh karena itu, sekarang aku akan menentu-kan pilihanku, untuk
mengangkat calon--calon pimpinan Thian-li-pang sehingga kalau sewaktu-waktu aku mati,
tidak akan terjadi kekacauan karena tidak ada pimpinan. Sementara itu, andaikata nanti Yotaihiap datang dan tidak setuju de-ngan pilihanku, maka tentu saja calon yang kupilih dapat
saja diganti sesuai dengan kehendak Yo-taihiap. Setujukah kalian semua?"
Serentak seratus orang lebih itu me-nyambut dengan suara penuh semangat,
"Setujuuuuu....!!"
Sambil tersenyum gembira atas sam-butan meriah itu, Lauw-pang-cu meng-angkat tangan
minta agar semua orang diam, lalu dia melanjutkan dengan suara gembira. "Bagus! Nah,
sekarang hendak kuumumkan siapa yang kupilih menjadi calon pimpinan Thian-li-pang yang
akan menggantikan aku sewaktu-waktu ku-kehendaki atau sewaktu-waktu aku me-ninggalkan
dunia. Pertama, yang akan menjadi ketua adalah muridku Lu Sek. Biarpun ia seorang wanita,
namun ting-kat kepandaiannya adalah yang paling tinggi di antara kalian semua. Pula, ia
sudah berpengalaman dan sudah biasa mewakili aku. Adapun yang menjadi wa-kilnya
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
129 kutetapkan murid dan juga ke-ponakanku Lauw Kin. Sedangkan pem-bantu utama mereka
adalah muridku Ouw Seng. Kalau memang kelak dibutuhkan, ketua boleh mengangkat para
pembantu lainnya. Setujukah kalian" Kalau ada yang tidak setuju, boleh mengajukan
pendapatnya!" Akan tetapi, tak seorang pun yang menolak dan kembali mereka berseru menyatakan
persetujuan mereka. Upacara sembahyang untuk mengesahkan peng-angkatan calon pimpinan
Thian-li-pang segera dilakukan seperti yang telah men-jadi kebiasaan perkumpulan itu.
Setelah upacara sembahyang dilakukan, para anggauta dipersilakan bubaran dan kembali ke
tempat masing-masing me-lakukan tugas sehari-hari. Akan tetapi, tiga orang pimpinan baru
itu masih di-tahan oleh Lauw Kang Hui untuk diberi pengarahan dan nasihat-nasihat. Dalam
kesempatan ini, Lauw Kang-hui minta kepada tiga orang muridnya itu untuk mulai membawa
Thian-li-pang pada cita--cita semula, yaitu menggulingkan pe-merintah penjajah Mancu.
"Pemerintah penjajah Mancu amat kuat, tentu saja dengan jumlah anggauta kita yang hanya
seratus orang lebih, tidak mungkin kita akan mampu melawan bala tentara Mancu. Kita harus
dapat menghimpun kekuatan dengan mengajak rakyat jelata untuk menentang penjajah, dan
terutama sekali harus bersatu dengan para perkumpulan pejuang lain. Aku ingin sekali
mendengar berita dari Thio Cu yang kuutus sebagai wakil Thian-li-pang mengunjungi
pertemuan yang diadakan oleh Pao-beng-pai karena kalau benar Pao-beng-pai merupakan
perkumpulan anti penjajah, kita boleh bersekutu de-ngan mereka. Akan tetapi kalau Pao-beng-pai hanya merupakan perkumpulan penjahat yang berkedok perjuangan se-perti Peklian-pai, Pat-kwa-pai, kita tidak perlu mendekati mereka."
Mendengar ucapan gurunya itu, Lu Sek dan Lauw Kin mengangguk-angguk setuju, akan
tetapi diam-diam Ouw Seng Bu tidak senang hatinya. Dia berpen-dapat bahwa itulah
kekeliruan Thian--li-pang maka sampai sekarang tidak mem-peroleh kemajuan, seperti ketika
masih dipegang pimpinannya oleh mendiang ayahnya. Dahulu, Thian-li-pang terkenal dengan
keberaniannya, bahkan beberapa kali mencoba untuk membunuh kaisar dan para pangeran
Mancu sehingga Thian--li-pang ditakuti dan terkenal sebagai perkumpulan pejuang yang
gigih. Akan tetapi sekarang, Thian-li-pang hanya tinggal namanya saja. Yang penting ada-lah
menggulingkan pemerintah Mancu, dan untuk itu, semua kekuatan harus dikerahkan, tidak
peduli dari golongan manapun juga. Biar penjahat, maling dan perampok sekalipun, kalau
memang mau harus diajak untuk menentang penjajah, harus dianggap kawan seperjuangan.
Juga dia mempunyai pendapat bahwa sesungguhnya, dialah yang paling berhak untuk
memimpin Thian-li-pang, bukan saja ka-rena dia memiliki kepandaian paling ting-gi di antara
mereka semua, melainkan terutama sekali karena dialah keturunan ketua yang dulu. Kalau dia
yang men-jadi ketua, dia akan membuat Thian-li-pang menjadi perkumpulan pejuang yang
paling hebat. Siapa tahu, di tangan dialah penjajah Mancu dapat digulingkan, dan bukan
mustahil pula, kalau dia telah menjadi jagoan nomor satu di dunia, yang paling lihai di antara
semua tokoh persilatan, memiliki pengikut yang paling besar, setelah penjajah roboh, dia yang
akan diangkat menjadi kaisar baru! Cita--cita ini muncul dalam hati Ouw Seng Bu semenjak
dia mempelajari ilmu rahasia di dalam gua bawah tanah.
Selagi empat orang pimpinan Thian--li-pang itu berbincang-bincang, muncullah Thio Cu
yang baru saja pulang dari per-jalanan mengunjungi Pao-beng-pai ber-sama beberapa orang
saudaranya. Ke-datangannya tentu saja disambut oleh para anggauta Thian-li-pang. Thio Cu
sendiri setelah mendengar bahwa Lauw Pang-cu berada di ruangan besar bersama tiga orang
yang baru saja dipilih men-jadi calon pimpinan baru, segera pergi menghadap, sedangkan
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
130 kawan-kawannya sibuk menceritakan apa yang mereka alami dalam pertemuan yang diadakan
Pao-beng-pai. Lauw Kang Hui gembira sekali ketika melihat Thio Cu datang menghadap. "Aih, baru saja
aku membicarakan engkau, Thio Cu," kata kakek itu kepada Thio Cu yang menjadi seorang di
antara murid--muridnya. "Cepat ceritakan bagaimana keadaan Pao-beng-pai, siapa ketuanya
dan bagaimana keadaannya. Kuatkah mereka" Apakah mereka itu perkumpulan pejuang aseli
seperti kita" Dan apa yang terjadi dalam pertemuan itu?"
"Banyak hal menarik yang terjadi di sana, Suhu, juga hal yang aneh-aneh. Ketua Pao-bengpai bernama Siangkoan Kok, kabarnya dia keturunan dari keluar-ga kaisar Kerajaan Bengtiauw. Isterinya bernama Lauw Cu Si, nama keturunaan-nya sama dengan Suhu, dan kabarnya
ia adalah keturunan dari partai Beng-kauw yang telah hancur. Ilmu kepandaian me-reka tinggi
sekali, Suhu. Teecu (murid) menyaksikan sendiri betapa ketua Pao--beng-pai itu dalam
beberapa jurus saja mengalahkan Thian Ho Sianjin bersama tiga orang tokoh lain yang maju
ber-bareng mengeroyoknya...."
"Wahhh....! Maksudmu Thian Ho Sian-jin ketua Pat-kwa-pai?" tanya Lauw Kang Hui
terkejut. "Benar, Suhu!" Lauw Kang Hui terbelalak. Dia sendiri tidak akan mampu mengalahkan ke tua Pat-kwa-pai
itu, dan sekarang, Thian Ho Sianjin dibantu tiga orang kawannya kalah oleh Siangkoan Kok
dalam beberapa jurus saja!
"Bahkan kemudian, Kui Thian-cu, to-koh Pek-lian-kauw yang terkenal pandai bermain
pedang itu, dikalahkan dengan mudah oleh puteri ketua Pao-beng-pai yang bernama
Siangkoan Eng. Beberapa orang tokoh yang maju menguji kepan-daian pimpinan Pao-bengpai, semua juga dikalahkan dengan mudah."
"Bukan main!" seru Lu Sek yang juga tertegun seperti gurunya mendengar ke-hebatan
pimpinan Pao-beng-pai. Diam--diam Ouw Seng Bu juga kagum sekali dan timbul keinginan
hatinya untuk me-ngenal lebih dekat keluarga Siangkoan yang amat lihai itu. Mampukah dia
me-nandingi mereka" "Bagaimana dengan para wakil per-guruan-perguruan silat besar seperti Siauw--lim-pai,
Kun-lun-pai, Go-bi-pai, Bu-tong--pai dan lain-lain?" tanya pula Lauw Pang-cu semakin


Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertarik. "Empat partai besar itu dianggap sebagai tamu kehormatan dan dipersila-kan duduk di kursikursi kehormatan sejajar dengan ketua Pao-beng-pai. Per-kumpulan itu mengajak semua
aliran baik dari partai bersih maupun golongan se-sat, untuk bersama-sama menggulingkan
pemerintah penjajah Mancu...."
"Tepat sekali!" tiba-tiba Ouw Seng Bu berseru nyaring sehingga mengejutkan semua orang
yang mengenalnya sebagai seorang pemuda yang biasanya pendiam.
"Apanya yang tepat, Seng Bu" Apa maksudmu?" tanya Lauw Kang Hui dan wajah Seng Bu
berubah merah. Dia menyesali diri sendiri kenapa tidak dapat menahan diri. Akan tetapi
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
131 berkat kecer-dikannya yang luar biasa, dia sudah mam-pu menguasai dirinya dan
menyediakan jawaban yang tepat.
"Maksud teecu, perkumpulan yang kuat seperti Pao-beng-pai itu tepat se-kali untuk dijadikan
sekutu menentang penjajah, bukankah begitu Lu-suci dan Suheng?"
Lu Sek dan Lauw Kin mengangguk, akan tetapi Lauw Kang Hui menarik napas panjang.
"Belum tentu. Kita harus mengenal benar keadaan mereka. Lalu apa pula yang terjadi di sana,
Thio Cu?" "Ada peristiwa yang pasti akan me-ngejutkan hati Suhu. Teecu melihat Sin--ciang Tai-hiap
Yo Han berada pula di sana."
"Ahhh....!!" Seruan ini keluar dari mulut keempat orang itu. Berita ini be-nar-benar
merupakan kejutan besar. "Apa yang dilakukan Pendekar Tangan Sakti di sana" Ceritakan, Thio Cu, ceri-takan!" kata
Lauw Kang Hui, tertarik sekali.
"Yo-taihiap termasuk mereka yang ingin menguji kepandaian pimpinan Pao--beng-pai. Kui
Thian-cu dari Pek-lian--kauw mengenalnya dan memaki Yo-taihiap sebagai iblis dari Thianli-pang. Teecu lalu maju membelanya, mengatakan bah-wa Yo-taihiap adalah pemimpin
Thian--li-pang. Kemudian, Yo-taihiap memper-kenalkan diri kepada pimpinan Pao-beng--pai
bahwa dia memusuhi pemerintah Mancu, juga dia memusuhi tiga keluarga para pendekar
Pulau Es, Gurun Pasir dan Lembah Siluman. Juga dia mencela em-pat partai besar sebagai
para pendekar yang tak bersemangat, tidak mau menen-tang penjajah. Celaannya
memarahkan Ciong Tojin dari Kun-lun-pai dan Lo Kian Hwesio dari Siauw-lim-pai, akan
tetapi Yo-taihiap menantang mereka.
Dua orang pendeta itu mengeroyoknya, akan tetapi mereka kalah! Kemudian Hoat Cinjin dari
Go-pi-pai mengenal Yo--taihiap sebagai Sin-ciang Tai-hiap. Ketua Pao-beng-pai tertarik dan
dia sendiri turun tangan menguji kepandaian Yo--taihiap. Mereka mengadu sin-kang dan
agaknya mereka sama-sama kuat, sehing-ga Siangkoan Kok menerima Yo-taihiap sebagai
tamu agung dan sahabat yang akan bekerja sama."
Semua orang mendengarkan cerita itu dengan hati tertarik. Kalau tadi mereka kagum
terhadap keluarga ketua Pao-beng--pai, kini mereka kagum dan bangga pula terhadap Yo Han
yang mereka anggap sebagai pemimpin besar Thian-li-pang.
"Kalau begitu, Yo-taihiap hendak membawa Thian-li-pang agar bekerja sama dengan Paobeng-pai?" tanya Lauw Kang Hui.
"Teecu tidak mengerti, Suhu. Ada yang aneh dalam sikap Yo-taihiap. Keti-ka teecu pada
waktu semua tamu ber-pamitan, bertanya kepadanya kalau teecu dapat membantunya dia
menyuruh teecu cepat-cepat pergi dan mengatakan agar teecu tidak mencampuri urusan
pribadinya di sana."
"Urusan pribadi?" Lauw Kang Hui bertanya heran.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
132 "Suhu, kalau begitu, tentu Yo-taihiap tidak bermaksud untuk bergabung dengan Pao-beng-pai
untuk urusan perjuangan. Mungkin dia hendak minta bantuan Pao--beng-pai untuk
menghadapi musuh-musuh-nya, dan kalau teecu tidak salah dengar, tadi Thio-suheng
mengatakan bahwa dia memusuhi para pendekar dari tiga ke-luarga benar." kata Seng Bu.
"Hemmm, mungkin pendapatmu itu benar, Seng Bu. Bagaimana pendapatmu, Thio Cu"
Engkau melihat semua peris-tiwa di sana, tentu lebih tahu."
"Teecu kira pendapat sute Seng Bu tadi benar. Ketika memperkenalkan diri, Yo Taihiap juga
menyatakan bahwa dia amat membenci dan memusuhi dua orang, yaitu Pendekar Suling Naga
Sim Houw dan isterinya yang bernama Can Bi Lan, masih bibi-guru sendiri dari Yo-taihiap.
Dia mengatakan bahwa ayah ibunya tewas karena kedua orang itu dan dia men-dendam
kepada mereka." "Jelas bahwa Yo-taihiap memang hendak mengurus persoalan pribadi maka kita pun tidak
boleh tergesa-gesa bekerja sama dengan Pao-beng-pai," kata Lauw Kang Hui.
"Akan tetapi, Suhu, bukankah kalau kita bekerja sama dengan perkumpulan yang kuat itu,
maka perjuangan kita akan menjadi lebih berhasil?" Seng Bu bertanya dengan nada
memrotes. "Sute, engkau tahu apa" Kita harus mentaati Suhu dan juga menunggu isyarat dari Yotaihiap." Lu Sek menegur sute-nya dengan alis berkerus.
Seng Bu menghela napas. "Baik ma-afkan aku, Suci. Oya, Suci, kemarin Suhu memberi
petunjuk agar aku mengajak Suci untuk menjadi lawan berlatih agar ilmu-ilmu yang sedang
kulatih dapat memperoleh kemajuan." Dia mengalihkan perhatian.
"Aih, Sute. Thio-suheng sedang ber-cerita tentang pengalamannya, engkau malah
membicarakan urusan latihan."
"Maaf, aku takut lupa...."
Lauw Kang Hui tertawa. "Ha-ha-ha, memang benar, Lu Sek. Aku sudah ter-lalu tua untuk
menjadi pasangannya ber-latih. Dan hanya engkau yang dapat me-layaninya."
Lu Sek mengangguk dan mengerti. Ia tahu apa yang dimaksudkan oleh sutenya dan suhunya.
Memang, dua macam ilmu silat guru mereka, yaitu Tok-jiuaw-kang dan Kiam-ciang, hanya
diajarkan kepada dia dan sutenya saja. Selain guru me-reka, hanya mereka berdua yang dapat
memainkan ilmu itu, maka tentu saja hanya mereka berdua yang dapat men-jadi pasangan
berlatih. "Baik, kita bicarakan soal latihan itu lain hari saja, Sute." katanya kepada Seng Bu yang
mengangguk sambil tersenyum.
Thio Cu melanjutkan ceritanya ten-tang pengalamannya di pertemuan yang diadakan Paobeng-pai itu. Akan tetapi tidak ada yang menarik lagi bagi para pendengarnya karena yang
menarik bagi mereka hanyalah tentang Yo Han dan tentang keluarga Siangkoan. Tentu saja
Thio Cu sama sekali tidak tahu bahwa pemuda bernama Cia Ceng Sun yang dia ceritakan itu
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
133 sesungguhnya adalah se-orang pangeran Mancu! Kalau saja dia tahu dan menceritakan hal itu,
sudah pasti peristiwa dan kenyataan ini akan menarik perhatian para pendengarnya.
Demikianlah, mulai hari ini, walaupun mereka belum ditunjuk sebagai ketua dan wakil ketua
secara resmi, baru dicalon-kan, namun Lu Sek dan Lauw Kin makin berkuasa di Thian-lipang, sedangkan Lauw Kang Hui hanya menjadi penasihat saja, walaupun dia masih disebut
dan di-anggap sebagai ketua.
*** Ouw Seng Bu menyelinap ke dalam hutan di kaki Bukit Naga itu, lalu dia duduk di atas batu
besar. Belum sepuluh menit dia duduk, terdengar gerakan orang dan dia pun cepat menoleh ke
arah suara itu. Muncul seorang laki-laki berusia lima puluh tahunan yang bertubuh tinggi
kurus dan mukanya penuh brewok.
"Paman Su, engkau sudah datang" Bagaimana kabarnya?" tanya Seng Bu tanpa turun dari
batu besar. Laki-laki itu adalah seorang anggauta Thian-li-pang dan dia pun cepat maju
menghampiri dan memberi hormat dengan merangkap ke-dua tangan depan dada.
"Ouw Kongcu (Tuan Muda Ouw), aku membawa kabar baik. Pek Sim Siansu sendiri yang
mengirim salam untuk Kong-cu dan sebagai tanda persahabatan beliau mengirimkan benda ini
kepada Kongcu, dengan harapan agar pertengahan bulan depan Kongcu suka memenuhi
undangan-nya. Kunjungan Kongcu akan disambut dengan gembira."
Tiba-tiba Seng Bu melirik ke arah kanan. Dia mendengar gerakan orang, walaupun gerakan
itu hampir tak ber-suara. Dia tahu bahwa ada orang meng-intai dan mendengarkan
percakapannya dengan orang itu. Jantungnya berdebar tegang. Celaka, pikirnya. Su Kian
adalah bekas kepercayaan mendiang ayahnya, dan sampai sekarang tetap setia kepada
ayahnya, walaupun dia telah menjadi anggauta Thian-li-pang yang ikut ber-sumpah untuk
kembali ke jalan benar dan taat kepada ketua Lauw. Su Kian me-rupakan satu-satunya orang
yang diperca-yanya, dan yang siap membantu agar dia dapat menguasai Thian-li-pang dan
me-mimpin perkumpulan ini seperti men-diang ayahnya dahulu, melanjutkan perjuangan
ayahnya menentang kerajaan Mancu secara kekerasan. Dan dia telah mengutus Su Kian untuk
menghubungi Pek-lian-kauw dan menceritakan kepada pimpinan Pek-lian-kauw akan niatnya
untuk bekerja sama setelah dia dapat menguasai Thian-li-pang seluruhnya.
Biarpun dia tahu bahwa ada orang yang memiliki kepandaian tinggi meng-intai dan
menyaksikan pertemuannya dengan Su Kian, juga mendengar per-cakapan mereka tadi,
namun Seng Bu bersikap tenang dan mendengarkan lapor-an Su Kian sampai habis, bahkan
dia menerima benda pemberian ketua Pek--lian-kauw kepadanya. Ketika buntalan kain kuning
itu dibuka isinya adalah se-buah mainan terbuat dari batu giok yang berbentuk seekor naga!
Indah sekali dan tentu berharga mahal bukan main.
Tiba-tiba Seng Bu melemparkan benda indah dan mahal itu ke atas tanah dan dia
menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka Su Kian sambil memaki dengan suara nyaring
dan marah. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
134 "Su Kian, berani engkau membujuk aku untuk menerima uluran tangan Pek--lian-kauw"
Engkau pengkhianat, sepantas-nya engkau dibunuh!" Tangannya bergerak cepat sekali dan Su
Kian yang terbelalak matanya dan ternganga mulutnya itu tidak sempat mengelak, menangkis
atau bahkan mengeluarkan suara apa pun. Totokan itu cepat datangnya dan dia pun
terpelanting lemas. Pada saat itu, muncul sesosok ba-yangan berkelebat. dan Lu Sek sudah berdiri di sana, diikuti
Lauw Kin dan di belakang mereka masih nampak bayangan beberapa orang berkelebat. Seng
Bu ha-nya mengerling saja dan melihat bahwa yang muncul adalah belasan orang sau-dara
seperguruannya dipimpin oleh Lu Sek, tangannya kembali bergerak ke de-pan,
mencengkeram ke arah kepala Su Kian dan orang itu pun tewas seketika terkena cengkeraman
Tok-jiauw-kang. Mukanya membiru.
"Sute, kenapa engkau membunuhnya?" Lu Sek melompat dekat dan menegur Seng Bu.
Seng Bu mengerutkan alisnya, nampak marah sekali. "Pengkhianat ini layak dibunuh seratus
kali!" katanya. "Suci, dia mengkhianati kita, mengadakan hubungan dengan Pek-lian-kauw,
bahkan membujuk aku untuk bekerja sama dengan Pek-lian--kauw. Lihat, dia hendak
menyampaikan pemberian ketua Pek-lian-kauw kepada-ku!" Dia membungkuk dan
mengambil mainan berbentuk naga dari batu giok tadi dan sekali mengerahkan tenaga
men-jempit benda itu di antara kedua tangan-nya, benda itu pun remuk berkeping--keping dan
dilemparkan ke atas tanah dengan pandang mata muak.
Lu Sek masih mengerutkan alisnya dan kini semua murid ketua Thian-li-pang sudah berada
di situ, menghadapi Seng Bu dengan setengah lingkaran.
"Aku sudah mendengarnya. Akan te-tapi, kenapa engkau membunuhnya pada-hal tadi
engkau sudah merobohkannya dengan totokan?" tanya pula Lu Sek dengan sinar mata penuh
selidik, sedang-kan para tokoh Thian-li-pang lainnya memandang kepada pemuda itu.
Seng Bu memandang ke arah mayat Su Kian dengan alis berkerut. Dia marah dan kecewa
sekali harus membunuh pem-bantunya yang paling dipercayanya itu. Terpaksa dia
membunuhnya karena yang menyaksikan pertemuannya dengan Su Kian terlalu banyak. Tak
mungkin dia membunuh belasan orang ini untuk me-nutupi rahasianya. Tadi pun dia sudah
sengaja menotoknya untuk melihat siapa yang muncul setelah melakukan peng-intaian. Kalau
hanya satu dua orang saja yang mengintai, tentu dia akan mem-bunuh mereka dan
memulihkan pembantu-nya. Akan tetapi yang muncul belasan orang sehingga dia terpaksa
dengan hati berat, cepat membunuh Su Kian untuk membungkamnya dan menyimpan
rahasia-nya. "Suci, tadinya aku ingin menangkap-nya dan menyeretnya ke depan Suci. Akan tetapi
melihat Suci sudah datang, aku tidak dapat menahan kemarahanku dan membunuhnya!"
"Hemmm, memang dia pantas dibunuh, akan tetapi kenapa begitu tergesa-gesa" Semestinya
engkau membiarkan dia hidup agar dia dapat membuat pengakuan dan kita dapat
membongkar semua rahasia-nya, sampai berapa jauh dia melakukan pengkhianatan dan
hubungan dengan Pek--lian-kauw. Sekarang, dia telah mati, tentu kita tidak mendapatkan
keterangan yang berharga."
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
135 Melihat suci-nya menegurnya, Seng Bu menundukkan mukanya. "Maafkan aku, Suci, dalam
kemarahanku, aku tidak ingat lagi akan hal yang penting itu. Akan tetapi, sebelum aku
membunuhnya, dia tadi sudah menceritakan betapa dia meng-adakan hubungan dengan
pimpinan Pek--lian-kauw dan betapa Pek-lian-kauw ingin menyambung kembali
hubungannya dengan kita seperti dahulu, mengajak kita be-kerja sama menghadapi penjajah.
Bahkan dia membujukku dengan hadiah naga kemala yang katanya diberikan kepadaku oleh
Pek Sim Siansu ketua Pek-lian-kauw."
"Sudahlah, Sute. Kalau kita bekerja sama dengan Pek-lian-kauw, mereka ha-nya akan
menyeret para anggauta kita ke dalam jalan sesat, melakukan kejahat-an demi keuntungan diri
sendiri dengan kedok perjuangan. Su Kian telah men-jadi pengkhianat, dan dia sudah
terhukum mati. Akan tetapi, satu hal yang mem-buat aku tidak senang, kenapa engkau
melupakan pesan Suhu, Ouw-sute" Lupa-kah kau akan pesan Suhu tentang peng-gunaan Tokjiauw-kang" Kenapa engkau mempergunakan ilmu itu untuk mem-bunuhnya" Dengan
pukulan biasa pun engkau akan sanggup membunuhnya."
Sikap dan ketegasan dan suara suci-nya membuat Seng Bu diam-diam me-rasa tersinggung.
Hemmm, baru saja diangkat menjadi calon ketua, sudah begini tinggi hati dan angkuh,
pikirnya. Akan tetapi dia menunduk menyembunyikan pandang matanya, mengambil sikap
mengalah dan mengaku salah.
"Maaf, Suci. Karena marah aku men-jadi mata gelap dan tidak ingat memper-gunakan ilmu
itu. Karena belum mengua-sai ilmu itu dengan sempurna maka aku kelepasan tangan." Tentu
saja ucapan ini sama sekali bohong, akan tetapi menye-nangkan hati Lu Sek yang merasa
bahwa tingkat kepandaian sutenya yang merupa-kan orang nomor dua di antara para murid
suhunya, masih jauh di bawah tingkatnya sendiri. "Harap Suci tidak melapor kepada Suhu
agar aku tidak mendapat teguran. Cukup Suci yang me-negurku dan aku menyadari
kesalahanku." "Sudahlah, lupakan hal itu. Sekarang ceritakan, bagaimana engkau dapat ber-ada di sini dan
mengadakan pertemuan dengan Su Kian. Tadi kami melihat ge-rakan Su Kian yang
mencurigakan, maka diam-diam kami membayanginya karena memang sudah lama aku
memperhatikan gerak-geriknya yang mencurigakan."
"Begini, Suci. Malam tadi dia me-nemuiku dan mengatakan bahwa pagi hari ini dia ingin
membicarakan sesuatu yang teramat penting, yang katanya menyang-kut urusan Thian-lipang. Tadinya aku merasa heran mengapa dia tidak bicara secara terbuka saja, akan tetapi dia
mengatakan bahwa hanya aku yang dia percaya, maka dia minta agar aku da-tang ke sini
sekarang dan dia akan men-ceritakan kepentingannya itu. Dapat Suci bayangkan betapa kaget
hatiku mende-ngar pelaporannya tentang hubungannya dengan Pek-lian-kauw, dan ketika dia
membujukku untuk mau bekerja sama dengan Pek-lian-kauw dan memberikan benda itu, aku
menjadi marah sekali. Selanjutnya, Suci mungkin telah men-dengar dan melihat sendiri."
Lu Sek mengangguk-angguk. "Pengala-man ini agar dapat menjadi peringatan kepadamu,
Sute, bahkan kita sama sekali tidak boleh menyimpang dari jalan yang diambil Thian-li-pang,
sesuai dengan pe-ngarahan Yo-taihiap dan bimbingan Suhu selama ini."
Yo-taihiap lagi, Yo-taihiap lagi, de-mikian Seng Bu mengomel dalam hati. Macam apakah
Yo Han itu sehingga se-mua orang seolah-olah tunduk dan taat kepadanya" Bertahun-tahun
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
136 tidak pernah muncul, tidak melakukan sesuatu untuk Thian-li-pang, akan tetapi semua
pimpin-an Thian-li-pang selalu menyebut-nyebut namanya penuh hormat!
Mereka lalu kembali ke markas Thian--li-pang setelah Lu Sek menyuruh para sutenya
menguburkan jenazah Su Kian sebagaimana mestinya, di tempat itu juga. Bagi seorang
pengkhianat, tidak ada tempat peristirahatan di makam keluarga Thian-li-pang!
Seng Bu ikut pulang dengan wajah biasa, akan tetapi hatinya mengalami tekanan yang berat.
Dia terpaksa harus membunuh Su Kian, satu-satunya orang kepercayaannya di Thian-li-pang.
Bahkan hanya Su Kian yang tahu bahwa dia telah mewarisi ilmu Bu-kek-hoat-keng, dan Su
Kian pula yang selama ini menjadi perantara baginya untuk berhubungan dengan para
pimpinan Pek-lian-kauw. Dia sudah mengambil keputusan untuk meng-ambil alih kepimpinan
Thian-li-pang dan bergabung dengan Pek-lian-kauw dan Pat--kwa-pai, seperti dulu ketika
ayahnya masih menjadi ketua Thian-li-pang. Dan sudah cukup lama, melalui Su Kian, dia
mengadakan hubungan rahasia dengan para pimpinan Pek-lian-kauw.
Ketika mereka berjalan pulang, Seng Bu melangkah mendekati Lu Sek yang berjalan
berdampingan dengan Lauw Kin yang bukan rahasia lagi menjadi sahabat baik dan bahkan
kedua orang itu sudah merencanakan pernikahan dalam waktu dekat. Hubungan antara janda
dan duda yang tidak mempunyai anak dan masih bersaudara seperguruan ini direstui oleh
Lauw Kang Hui. "Suci, aku merasa menyesal sekali atas kejadian tadi...." Seng Bu berkata.
Lu Seng mengerutkan alisnya dan menoleh, memandang kepada sutenya itu dengan sinar
mata heran dan penuh se-lidik. "Sute, apa sih yang mendatangkan perubahan kepadamu"
Biasanya engkau pendiam, akan tetapi hari ini engkau banyak bicara. Bukankah urusan itu
sudah selesai?" "Aku tetap merasa menyesal sekali telah kelepasan tangan, Suci. Hal itu terjadi karena aku
belum menguasai Tok--jiauw-kang sepenuhnya. Aku teringat akan pesan Suhu agar aku
mengajak eng-kau untuk memberi petunjuk dalam latih-an. Maukah engkau memberi
petunjuk kepadaku, Suci?"
"Hemmm, baiklah. Nanti akan ku-sediakan waktu untuk itu."
"Bagaimana kalau besok pagi-pagi sekali, Suci" Aku biasa berlatih di dekat sumur tua yang
ditutup itu, di sana sunyi dan kurasa latihan ini tidak baik kalau sampai terlihat murid lain."
"Baiklah, besok pagi kusediakan wak-tu."
"Aku akan menunggumu pada saat matahari mulai menyingsing, Suci." Tanpa menanti
jawaban, Seng Bu kembali men-jauhkan diri dan berjalan bersama para murid Thian-li-pang
lainnya. Setelah Seng Bu menjauhkan diri, Lauw Kin berkata kepada Lu Sek, "Ku-lihat Ouw-sute itu


Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setia kepada Thian--li-pang, tegas dan semangatnya untuk maju besar sekali. Kita beruntung
men-dapatkan seorang pembantu seperti dia. Kelak dia boleh diharapkan untuk mem-bawa
Thian-li-pang maju."
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
137 Lu Sek menghela napas, "Tadinya aku juga mengira Suhu akan mengangkat dia menjadi
calon ketua. Dia memang ber-bakat dan ilmu silatnya maju pesat, ha-nya di bawah tingkatku
saja. Akan te-tapi, agaknya Suhu melihat bahwa dia masih terlalu muda dan kadang-kadang
wataknya amat aneh. Seperti yang tadi dia lakukan, dia menggunakan Tok-jiauw--kang untuk
membunuh Su Kian, padahal ilmu itu merupakan ilmu simpanan yang hanya boleh
dipergunakan kalau terpaksa menghadapi lawan berat dan nyawanya terancam saja. Dan dia
mempergunakan-nya untuk membunuh seorang anggauta Thian-li-pang sendiri begitu saja!"
"Akan tetapi, pengkhianat itu memang sudah sepatutnya dibunuh."
"Itu memang benar, akan tetapi dia tidak perlu mempergunakan Tok-jiauw--kang. Mungkin
karena dia memang belum menguasai ilmu itu dengan sempurna. Ilmu itu memang amat sulit,
sama sulit-nya dengan ilmu Kiam-ciang. Biar besok kuberi petunjuk kepadanya, sesuai
dengan perintah Suhu."
Lauw Kin tidak bicara lagi, akan tetapi hatinya mengandung kekhawatiran. Tadi dia seperti
melihat sinar mata yang aneh dari pandang mata Seng Bu ter-hadap sucinya, seperti kilatan
mata yang tajam dan dingin!
*** Lu Sek telah tiba di tempat sunyi itu pagi-pagi sekali. Matahari belum nampak di langit
timur, akan tetapi sinarnya telah menerangi langit itu dan cuaca sudah mulai terang. Keruyuk
ayam jantan hanya terdengar kadang-kadang, tidak sesering tadi, akan tetapi burung masih
ramai berkicau membuat persiapan untuk berangkat kerja mencari makan hari itu.
Pada tengahari saja, tempat ini ja-rang dikunjungi orang. Apalagi orang luar, bahkan orangorang Thian-li-pang sendiri kalau tidak mempunyai keperluan yang penting sekali, merasa
segan datang ke tempat ini. Seolah-olah ada hukum tak tertulis dan terucapkan bahwa dae-rah
ini merupakan daerah pantangan. Itu adalah daerah liar di mana terdapat sumur yang dahulu
pernah menggegerkan Thian-li-pang. Sumur itu pernah dijadikan hukuman atau siksaan oleh
nenek moyang Thian-li-pang. Bahkan seorang tokoh be-sar Thian-li-pang telah dibuang
hidup--hidup di dasar sumur oleh para suheng-nya sendiri, demikian menurut dongeng yang
dikenal oleh para murid Thian-li--pang. Tokoh besar itu dibuntungi kaki tangannya dan
dibuang ke sumur itu. Namun dia tidak mati-mati, dan sering-kali terdengar teriakan dan
lolongnya yang mengerikan. Tokoh rahasia ini amat sakti dan akhirnya, tokoh sakti ini
menjadi guru dari Yo Han yang pernah ting-gal di Thian-li-pang sehingga Yo Han akhirnya
menjadi tokoh yang dianggap pemimpin besar Thian-li-pang, yang meng-ubah jalur Thian-lipang yang tadinya menyeleweng dan sesat. Dan biarpun telah dikabarkan bahwa kakek sakti
yang bernama Cu Lam Hok itu telah mati, namun tempat itu masih dianggap keramat. Sumur
yang telah ditutup oleh para tokoh besar Thian-li-pang untuk membunuh kakek buntung itu,
kini dianggap sebagai tempat yang dihuni iblis dan hantu. Bahkan ada murid Thian-li-pang
yang berani bersumpah bahwa dia pernah mendengar lolong dan pekik mengerikan itu keluar
dari dalam sumur yang sudah ditutup itu.
Tempat ini amat sunyi. Karena para murid Thian-li-pang sendiri menganggap tempat itu
angker dan keramat, maka tempat itu jarang dijamah tangan dan tidak terpelihara sehingga di
situ tumbuh alang-alang dan semak belukar yang mem-buat tempat itu kelihatan semakin
menyeramkan. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
138 Biarpun ia seorang ahli silat tingkat tinggi yang tangguh dan tak pernah me-ngenal takut,
namun diam-diam Lu Sek merasa bulu tengkuknya meremang kalau ia teringat akan dongeng
menyeramkan dari tempat itu. Ia mulai menyesal meng-apa ia menyanggupi sutenya untuk
ber-latih. silat di tempat seperti itu" Akan tetapi, ia tidak terlalu menyalahkan sute-nya yang
biasa berlatih di tempat ini karena untuk melatih kedua ilmu simpan-an guru mereka yang
hanya diajarkan kepada mereka berdua, guru mereka berpesan agar kalau mereka berlatih
ilmu Tok-jiauw-kang dan Kiam-ciang, mereka harus berlatih di tempat tersembunyi agar tidak
kelihatan oleh murid-murid lain dan menimbulkan perasaan iri. Ia sendiri selalu berlatih di
dalam kamar yang tertutup dan memang tidak begitu menyenangkan berlatih di kamar
tertutup, tidak seperti di tempat terbuka seperti ini. Apalagi untuk melatih kedua ilmu itu, ia
harus mengerahkan tenaga sin-kang yang amat kuat dan ini membuat tubuh menjadi panas
dan banyak menge-luarkan keringat, apalagi kalau latihan di kamar tertutup yang pengap.
Ia berhenti, menengok ke sekeliling. Sumur mengerikan itu masih nampak tembok bibirnya,
di antara semak-semak dan di sekitar sumur itu masih terdapat banyak batu-batu besar,
agaknya kelebih-an batu-batu yang dipakai untuk menutup sumur. Mengerikan!
"Ouw-sute....!" Ia memanggil sambil memandang sumur itu, seolah-olah ia mengharapkan
sutenya itu akan muncul keluar dari sumur tua itu. Ia tahu bahwa masih ada sumur ke dua
yang tertutup semak belukar sama sekali, beberapa ratus meter dari situ, akan tetapi sumur ke
dua ini lebih menyeramkan lagi kare-na belum tertutup dan merupakan lubang gelap hitam tak
kelihatan dasarnya dan kabarnya mengandung hawa beracun dan menjadi tempat tinggal ularular berbisa.Tiba-tiba ia terbelalak dan merasa bulu tengkuknya dingin meremang. Ia
memandang ke arah sesosok bayangan yang benar-benar muncul dari sumur itu! Perlahanlahan sosok bayangan itu bang-kit berdiri tanpa mengeluarkan suara, berdiri tegak seperti iblis
yang datang untuk membalas dendam, haus darah!
Lu Sek mentertawakan diri sendiri. Ia seorang pendekar gagah perkasa, tidak takut dan tidak
percaya kepada segala macam ketahyulan!
"Sute, engkaukah itu?" serunya dan ia pun melangkah maju agak mendekat.
Bayangan itu meloncat dan ternyata dia benar Ouw Seng Bu. Karena cuaca belum terang
benar, dan kemunculannya tepat di belakang sumur itu, maka tentu saja membuat ia berkhayal
melihat iblis sendiri keluar dari dalam sumur yang sudah tertutup. Akan tetapi, ketika Seng
Bu melangkah maju mendekat dan ia dapat melihat wajahnya, Lu Sek me-ngerutkan alisnya.
"Ouw-sute, engkaukah itu?" kembali ia bertanya. Memang ia mengenali sute-nya, akan tetapi
sinar mata sutenya itu, senyum pada mulut sutenya itu. Betapa asing dan aneh baginya. Belum
pernah selama ini ia melihat sinar mata dan senyum seperti itu pada wajah Ouw Seng Bu.
Sinar mata yang mencorong seperti mata binatang buas, penuh kebengisan dan kekejaman.
Dan senyum itu! Me-ngerikan sekali. Senyum itu demikian dingin penuh ejekan, membuat Lu
Sek merasa tengkuknya dingin dan bulu ku-duknya meremang.
Akan tetapi, bayangan khayal menye-ramkan itu membuyar ketika ia men-dengar suara
sutenya, "Lu-suci, aku su-dah menunggumu sejak tadi."
"Ouw-sute, kenapa tergesa-gesa" Ma-tahari juga belum muncul, baru nampak sinarnya saja."
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
139 "Suci, latihan kedua ilmu simpanan dari suhu ini merupakan ilmu yang hanya diajarkan
kepada kita berdua. Murid lain tidak boleh mempelajarinya, bahkan su-heng Lauw Kin juga
tidak diajari kedua ilmu itu. Maka, sebaiknya kalau kita latihan secara tersembunyi. Di tempat
ini sunyi, juga pagi-pagi seperti ini, be-lum ada anggauta Thian-li-pang yang keluar. Amat
baik kalau kita berlatih sekarang, Suci. Aku ingin agar dapat menguasai Tok-jiauw-kang dan
Kiam-ciang sepenuhnya. Agar aku dapat paham benar, sebaiknya kalau kita melatih dua
macam ilmu itu sekaligus. Bagaimana, Suci?"
"Baiklah. Akan tetapi kita harus ber-hati-hati. Kedua macam ilmu pukulan ini amat
berbahaya dan dapat mendatangkan luka beracun atau bahkan kematian. Kita tidak boleh
kesalahan tangan. Nah, aku sudah siap, engkau mulailah!" kata Lu Sek sambil memasang
kuda-kuda yang kokoh kuat.
Ouw Seng Bu tersenyum dan kembali Lu Sek merasa bulu tengkuknya meremang dan terasa
dingin. Senyum itu sungguh aneh dan tidak wajar, seperti senyum iblis! "Suci sambutlah
seranganku ini!" Tiba-tiba Seng Bu menyerang dengan pukulan tangan miring dan terdengar
suara bersiut dibarengi angin dahsyat. Itulah Kiam-ciang (Tangan Pedang). Ilmu ini membuat
tangan yang memukul itu seperti sebatang pedang saja, dapat membuntungi anggauta badan
lawan, bahkan dapat menyambut senjata tajam lawan seperti sebatang pedang! Melihat betapa
pukulan yang menyambar itu amat dahsyat, Lu Sek cepat mengelak. Akan tetapi begitu
tangan kiri Seng Bu yang menyambar itu luput, tangan kanannya sudah meluncur ke arah
dada sucinya dan ketika terpaksa Lu Sek menangkis serang- mencengkeram. Kembali ada
angin menyambar dan itulah sebuah jurus Tok- jiauw-kang yang amat ampuh!
"Ihhh....!!" Lu Sek berseru kaget "Sute, gerakanmu sudah hebat," dan karena serangan
sutenya ini benar-benar amat kuat ia berseru kaget, akan ter-amat berbahaya, juga tidak sopan
karena mencengkeram ke arah dadanya tapi kembali ia merasa ngeri melihat. sutenya. Sinar
mata sutenya yang demikian aneh, Tidak begitu seharusnya dalam latihan. Tidak sopan
namanya. Akan tetapi masih menganggap bahwa sutenya tidak sengaja, maka ia pun cepat
mengelak lalu balas menyerang dengan Kiam-ciang yang dikombinasikan dengan
cengkeraman -Tok-jiauw-kang. Akan tetapi tentu ia menahan dan membatasi tenaganya agar
jangan sampai melukai sutenya yang ia tahu belum begitu sempurna menguasai kedua ilmu
itu! Akan tetapi, semua serangannya ternyata dapat dielakkan dengan amat mudahnya oleh Seng
Bu, dan pemuda itu membalas lagi semakin lama semakin dasyat!
"Duk-duk-plakkk!" tiga kali beruntun kedua tangan mereka saling bertemu ketika terpaksa
Lu Sek menangkis serangan sutenya yang amat dasyat, dan karena ia membatasi tenaganya,
akibatnya ia terdorong dan terhuyung ke belakang.
"Sute, gerakanmu sudah hebat dan amat kuat!" Ia berseru kaget, akan tetapi kembali ia
merasa ngeri melihat sinar mata sutenya yang demikian aneh,mencorong dan senyumnya
semakin menakutkan. Bahkan tanpa mengeluarkan kata apa pun, sutenya kini meloncat ke
depan dan menerjang lagi dengan dasyat.
Lu Sek semakin kaget. Sutenya nyerangnya dengan Kiam-ciang atau Tok-jiauw-kang, akan
tetapi dengan tenaga yang dahsyat dan sama sekali bukan orang yang sedang mengajaknya
berlatih. Sutenya menyerangnya seperti orang yang berkelahi, menyerang sungguh-sungguh,
dengan pukulan-pukulan maut! Terpaksa ia mengerahkan tenaganya untuk me-mukul mundur
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
140 sutenya. Ketika sutenya memukul ke arah dadanya dengan Kiam-ciang, ia pun mengerahkan
seluruh te-naga dan menangkis dengan gerakan Kiam-ciang pula.
"Wuuuttt.... desss....!!" Dua tenaga bertemu melalui pukulan tangan miring dan akibatnya,
tubuh Lu Sek terjengkang dan tentu ia terbanting roboh kalau saja tidak cepat membuat
gerakan bergulingan. Ketika ia meloncat bangun, ia merasa napasnya agak sesak dan ia
memandang kepada sutenya dengan mata terbelalak.
"Sute, kau...."
"Lu-suci, kita belum selesai latih-an. Sambut seranganku ini!" katanya dan tanpa memberi
kesempatan lagi kepada Lu Sek, Seng Bu sudah menerjang lagi dengan pukulan kombinasi
antara Kiam--ciang dan Tok-jiauw-kang (Cakar Beracun).
"Hemmm....!" Kini Lu Sek menjadi marah. Kiranya sutenya ini benar-benar hendak
memamerkan kepandaiannya dan biarpun ia terkejut menyaksikan kemaju-an sutenya, namun
ia merasa lebih ung-gul dan ia pun tidak mau kalah. Apalagi, ia adalah menjadi ketua Thianli-pang. Bagaimana ia sampai dapat dikalahkan seorang pembantunya, juga sutenya yang
minta petunjuk dalam ilmu silat darinya" Lu Sek kini mengerahkan seluruh tenaga-nya dan
memainkan kedua ilmu itu se-baik mungkin.
Terjadilah serang-menyerang yang hebat dan seru. Memang harus diakui oleh Seng Bu
bahwa dalam hal penggunaan kedua ilmu itu, dia masih kalah mahir dibandingkan sucinya.
Kalau dia hanya mempergunakan kedua ilmu itu tanpa menambah tenaga mujijat yang
dihimpunnya melalui latihan ilmu rahasia Bu-kek-hoat-keng, jelas dia tidak akan mampu
menandingi sucinya. Akan tetapi, setiap kali beradu lengan, diam-diam dia mengerahkan
tenaga mujijat itu dan se-lalu sucinya terpental dan terhuyung ke belakang. Karena kalah
tenaga, maka Seng Bu dapat menutupi kekalahannya dalam kemahiran memainkan kedua
ilmu itu, bahkan kini dia yang mendesak he-bat!
"Desss....!!" Kembali kedua tangan mereka saling bertemu dan kembali Lu Sek terpental dan
terjengkang, dengan dada terasa makin sesak. Dan pada saat itu, Seng Bu sudah meloncat ke
depan dan mengirim tamparan susulan dengan Kiam-ciang ke arah kepala sucinya yang masih
belum sempat bangun. "Sute, kau....!" Lu Sek mengangkat tangan menangkis sambil mengerahkan tenaganya.
"Plakkk!" Tubuhnya terdorong dan bergulingan, dan dari mulutnya keluar darah, dadanya
terasa nyeri. "Ouw-sute, apa yang kaulakukan ini?" bentak Lauw Kin yang tiba-tiba sudah berada di situ.
Melihat tunangannya ter-desak bahkan muntah darah, tentu saja Lauw Kin terkejut dan marah
sekali. Dia memang sudah merasa curiga kepada Seng Bu kemarin, maka pagi ini dia se-ngaja
datang ke tempat itu untuk me-lihat keadaan tunangannya. Dan ternyata kekhawatirannya
terbukti. Dalam berlatih melawan Seng Bu, agaknya tunangannya terluka, dan latihan itu
agaknya menjadi perkelahian yang sungguh-sungguh.
"Dia.... dia menjadi gila....!" kata Lu Sek yang sudah dapat bangkit kembali.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
141 "Ouw-sute, apa yang kaulakukan ini" Kenapa engkau melukai. ketua kita?" kembali Lauw
Kin menegur Ouw Seng Bu dengan alis berkerut.
Tiba-tiba Seng Bu tertawa dan kedua orang itu saling pandang, merasa ngeri. Itu bukan tawa
manusia waras! Mirip tawa iblis, atau tawa orang sinting.
"Heh-heh-ha-ha-hah....! Engkau boleh maju sekalian, Lauw-suheng. Atau engkau tidak
berani" Takut berlatih melawan sutemu seperti Lu-suci" Heh-heh-heh, ketua dan wakil ketua
Thian-li-pang be-gini pengecut! Sungguh tidak pantas!"
Lauw Kin dan Lu Sek terbelalak, ter-kejut dan heran, akan tetapi juga marah sekali. Gila atau
tidak, Ouw Seng Bu ini sungguh merupakan seorang murid yang murtad!
"Ouw-sute, sadarlah! Sudah gilakah engkau?" bentak Lu Sek marah, akan tetapi karena ia
tadi melihat kenyataan betapa lihai sutenya ini, ia kini sudah siap waspada dan sudah meraba
gagang pedangnya, sedangkan Lauw Kin meraba gagang goloknya.
"Ha-ha-ha, berani atau takut, tetap saja aku akan menyerang kalian! Nah, sambutlah ini!" Dia
sudah menyerang lagi dengan tamparan-tamparan Kiam-ciang. Karena maklum betapa
serangan itu amat berbahaya, Lu Sek meloncat ke belakang, diikuti Lauw Kin dan mereka
kini sudah mencabut pedang dan golok.
"Ouw-sute, sadarlah! Atau terpaksa kami akan menghadapimu dengan senjata. Engkau dapat
merupakan bahaya besar bagi Thian-li-pang kalau tidak mau sadar dan berubah gila!"
Ouw Seng Bu tersenyurn dan sekali ini bukan hanya Lu Sek yang merasa ngeri, juga Lauw
Kin memandang dengan terbelalak karena dia pun tidak lagi me-ngenal sutenya dengan
senyum seperti itu. "Kalian mencabut senjata" Bagus, ba-gus! Kesempatan bagiku untuk menguji ke-pandaianku
sendiri. Nah, sambutlah serang-anku dengan senjata kalian, heh-heh-heh!" Sambil tertawatawa Ouw Seng Bu sudah menyerang lagi, akan tetapi kedua orang kakak seperguruannya itu
terkejut dan ter-heran bukan main karena kini gerakan sute mereka itu sama sekali berlainan
dengan gerakan ilmu silat yang pernah mereka pe-lajari. Gerakan itu aneh sekali dan
nampak-nya seperti gerakan yang kacau, gerakan pesilat yang mungkin gila! Karena mak-lum
betapa besar bahayanya kalau sute yang gila ini dibiarkan saja, Lu Sek su-dah meloncat ke
depan menyambut se-rangan itu dengan pedangnya, dengan maksud merobohkan sutenya,
menangkap atau kalau perlu membunuhnya.
Lu Sek yang memiliki gerakan ringan dan cepat itu, sudah memutar pedang dan meloncat ke
depan, menyambut ge-rakan kedua tangan sute yang seperti hendak mencakar itu dengan
sambaran pedangnya! "Wuuut.... singgg....! Krakkk....!" Pedang itu bertemu dengan jari tangan kanan Seng Bu dan
pedang itu patah--patah, kemudian tangan kiri Seng Bu menampar ke depan dengan jari
tangan terbuka, bukan gerakan Kiam-ciang, me-lainkan gerakan aneh. Angin yang panas
sekali menyambar ke arah dada Lu Sek dan wanita itu mengeluarkan jerit ter-tahan, tubuhnya
roboh dan tak bergerak lagi. Ketika Lauw Kin memandangnya, dia terbelalak dengan wajah
pucat me-lihat betapa tunangannya itu telah tewas dalam keadaan tubuh menghitam seperti
hangus terbakar! Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
142 "Kau.... jahanam.... kau membunuh-nya....!" Lauw Kin menjadi marah dan sedih sekali.
Dengan nekat dia maju menggerakkan goloknya, menerjang maju dan menyerang Seng Bu
dengan cepat sekali. "Bagus, memang engkau harus pergi untuk selamanya agar tidak menjadi peng-halang
bagiku!" bentak Seng Bu dan dia menyambut golok itu dengan kedua ta-ngannya. Tangan
kirinya begitu saja, dengan jari terbuka, menerima golok itu dan mencengkeramnya. Bukan
main hebatnya jari-jari tangan itu karena begitu kena dicengkeram, golok itu pun patah--patah
dan remuk! Kemudian, tangan ka-nan Seng Bu sudah memukul ke depan. Dada Lauw Kin
terkena tamparan itu dan dia pun terjengkang dan tewas se-ketika di dekat mayat tunangannya
de-ngan tubuh hangus pula.
Ouw Seng tertawa bergelak seperti seekor binatang buas, akan tetapi hanya sebentar karena
kemudian sikapnya itu berubah kembali. Dia tidak tertawa lagi, juga sinar matanya tidak liar
dan mulut-nya, tidak mengandung senyum iblis. Dia nampak tenang dan termenung berdiri
memandang ke arah dua mayat suheng dan sucinya yang telah dibunuhnya. Pikir-annya
bekerja, penuh kelicikan. Dia su-dah berhasil membunuh ketua dan wakil ketua Thian-lipang. Hanya ada satu lagi pengganjal yang akan menjadi penghalang dia memimpin Thian-lipang, yaitu guru-nya sendiri, Lauw Kang Hui! Kakek itu tentu tidak akan tinggal diam kalau
men-dengar betapa kedua orang murid ter-sayang itu tewas, apalagi kalau tahu bahwa dia
membunuh mereka, pikirnya. Kalau penghalang yang tinggal seorang ini disingkirkan, siapa
lagi yang akan berani dan mampu menghalanginya men-jadi ketua Thian-li-pang"
Tak lama kemudian, di pagi hari buta itu, dia sudah mengetuk pintu kamar Lauw Kang Hui.
Seperti biasa, kakek ini sejak pagi sekali sudah terbangun dan sudah duduk samadhi.
Mendengar ketuken pintu, hatinya merasa tidak senang. Siapa berani demikian lancangnya
mengganggu samadhinya di pagi hari seperti itu"
"Siapa?" tanyanya, suaranya halus namun mengandung ketidaksabaran karena merasa
terganggu. "Suhu, teecu ingin melaporkan hal yang amat penting dan gawat!" terdengar suara Seng Bu
dari luar, juga lirih akan tetapi dapat didengar jelas oleh orang pertama Thian-li-pang itu.
"Masuklah, pintunya tidak terkunci." kata Lauw Kang Hui.
Seng Bu masuk dan berlutut di depan gurunya.
"Seng Bu, ada apakah engkau sepagi ini menggangguku dari samadhi?"
"Maaf, Suhu. Telah terjadi sesuatu dengan suci Lu Sek dan suheng Lauw Kin. Marilah Suhu


Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tengok sendiri dan melihat keadaan mereka.
"Hemmm, ada apa dengan mereka?"
"Mereka.... ahhh, teecu khawatir sekali, Suhu. Marilah, kita ke sana dan Suhu melihat
sendiri!" kata Seng Bu sam-bil bangkit dan keluar dari kamar itu. Tentu saja Lauw Kang Hui
menjadi heran dan tertarik, lalu dia bangkit dan mengikuti muridnya. Dia menjadi semakin
heran ketika muridnya itu pergi ke tem-pat sunyi yang dikeramatkan, yaitu di daerah yang
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
143 terdapat sumur yang dahulu dipakai sebagai tempat menghukum kakek Ciu, yaitu mendiang
supeknya (uwa guru-nya). Lauw Kang Hui mengerutkan alisnya. "Seng Bu, kenapa engkau mengajakku ke tempat ini?"
Dia merasa tidak enak juga melihat ke arah dua buah sumur itu, yang sebuah tertimbun batu,
yang sebuah lagi tersembunyi di balik semak belukar dan tempat ini merupakan tempat yang
mengerikan. "Lihatlah, Suhu." kata Seng Bu dan dia berhenti tak jauh dari semak yang menyembunyikan
sumur ke dua yang masih belum ditimbuni apa-apa.
Lauw Kang Hui menghampiri dan dia terbelalak memandang kepada tubuh dua orang
muridnya yang rebah telentang dengan muka, leher dan tangan meng-hitam seperti arang!
Kakek itu mengeluarkan suara ter-tahan, berjongkok untuk memeriksa mereka, makin heran
dan terkejut ketika mendapat kenyataan. bahwa mereka tewas oleh pukulan beracun yang
tidak dikenal-nya. "Apa yang telah terjadi" Siapa yang telah membunuh mereka?" tanyanya sam-bil berdiri dan
memandang Seng Bu de-ngan muka agak pucat dan mata ter-belalak.
Dan tiba-tiba dia melihat perubahan pada wajah yang tampan itu. Sepasang mata pemuda itu
mencorong liar, dan senyum aneh berkembang di bibirnya, senyum iblis!
"Mereka mengajak teecu berlatih silat dan mereka roboh terpukul oleh teecu," katanya
dengan nada suara mengejek walaupun kata-katanya masih menghormat.
Sepasang mata kakek itu semakin dilebarkan dan dia mengamati muridnya itu dari kepala
sampai ke kaki. "Tidak mungkin! Engkau tidak akan mampu me-ngalahkan mereka, apalagi
memukul mati seperti ini!"
"Hemmm, kalau Suhu tidak percaya, boleh Suhu buktikan sendiri. Apalagi mereka, Suhu pun
tidak akan mampu menandingiku dan aku dapat membunuh-mu dengan mudah."
Tentu saja kakek itu menjadi marah bukan main. "Engkau telah gila!" teriak-nya marah.
"Dan engkau akan mati bersama me-reka!" kata Seng Bu dan dia pun kini sudah
menggerakkan kaki tangannya me-nyerang gurunya sendiri. Lauw Kang Hui kini sudah
menjadi marah sekali. Dua orang muridnya tersayang tewas, padahal mereka baru saja dia
angkat menjadi ketua dan wakil ketua. Kalau tadinya dia masih tidak percaya bahwa Seng Bu
yang membunuh mereka, bukan saja karena dia tahu betapa tingkat kepandaian Seng Bu
masih kalah dibandingkan Lu Sek juga tidak ada alasan mengapa pemuda ini harus
membunuh suci dan suhengnya, kini tiba-tiba dia teringat. Ketua dan wakil ketua dibunuh! Ini
berarti bahwa Seng Bu merasa iri dan ingin merebut kedudukan ketua! Akan tetapi, dia tidak
sempat berpikir lagi karena melihat Seng Bu berani menyerangnya, dia cepat mengerahkan
tenaga dan menangkis, dengan maksud sekali tangkis dapat merobohkan dan menangkap
murid yang agaknya tiba--tiba menjadi gila itu.
"Dukkk....!!" Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
144 Lauw Kang Hui mengeluarkan gereng-an kaget dan marah ketika benturan lengan itu
membuat dia terhuyung ke belakang! Seng Bu sendiri hanya tergetar saja, namun dapat
mempertahankan kuda--kudanya. Ini tidak mungkin, pikirnya! Akan tetapi, pemuda itu
menyeringai dan kini melakukan gerakan yang aneh, lalu menerjang lagi ke depan, tangan
kirinya menyambar. Hawa pukulan yang panas sekali menerjangnya! Kakek itu cepat
menyambut dengan kedua tangannya.
"Desss....!!" Dan sekali ini, dia ter-jengkang! Sambil mengerahkan seluruh tenaganya, Lauw
Kang Hui meloncat bangun berdiri dan memandang kepada murid itu dengan mata hampir
tidak percaya. Ilmu.... siluman apakah itu....?" Saking herannya, dia bertanya, keheranan yang melampaui
kemarahannya. "Ha-ha-heh-heh-heh, Suhu, engkau selalu memuji-muji Yo Han dengan ilmu Bu-kek Hoatkeng! Nah, inilah Bu-kek Hoat-keng! Bukan hanya Yo Han yang menguasainya, aku pun
telah menguasai-nya dan kalau dia berani muncul, akan kuhancurkan kepalanya. Sekarang,
ber-siaplah untuk menemani suci Lu Sek dan suheng Lauw Kin!"
Lauw Kang Hui marah bukan main dan dia pun mengerahkan seluruh tenaga, mengeluarkan
semua kepandaiannya, bah-kan melakukan gerakan ilmu silat Tok-jiauw-kang dan Kiamciang yang sudah mencapai tingkat tinggi. Maklum bahwa kalau dia mengandalkan ilmu-ilmu
yang pernah dipelajarinya dari kakek itu, dia tidak mungkin akan menang, maka Seng Bu
segera memainkan ilmunya yang di-dapat dengan rahasia di dalam sumur, yaitu ilmu Bu-kek
Hoat-keng yang di-pelajarinya secara ngawur dan terbalik--balik. Dan memang hebat bukan
main ilmu ini. Ilmu Bu-kek Hoat-keng yang aselinya, seperti yang dikuasai Yo Han, sudah
merupakan ilmu ajaib, memiliki daya atau pengaruh yang aneh, yaitu selain gerakannya aneh
dan lihai, me-ngandung tenaga sin-kang yang amat kuat, kalau ada lawan, betapapun
lihai-nya, menyerang dengan kemarahan dan kebencian dalam hati, maka serangan itu akan
membalik dan menghantam si penyerang sendiri! Kini, ilmu aneh yang dipelajari secara
ngawur dan terbalik oleh Seng Bu itu, memberinya ilmu yang luar biasa kejamnya, walaupun
pengaruh ilmu itu membalik kepada dirinya, mem-buat dia kalau sedang kumat seperti orang
gila, atau lebih tepat seperti iblis sendiri.
Lauw Kang Hui adalah seorang datuk yang sudah memiliki tingkat tinggi dalam ilmu silat.
Jarang ada tokoh mampu menandinginya. Akan tetapi sekarang, bertanding mati-matian
melawan murid-nya sendiri, dia mulai terdesak setelah mampu bertahan sampai lima puluh
jurus. Kedua lengan sudah terasa panas seperti dibakar setelah beberapa kali bertemu dengan
lengan Seng Bu. Dia merasa me-nyesal, mengapa tadi tidak membawa golok besar, senjata
andalangya. Sejak melepaskan kedudukan ketua Thian-li--pang dan bersamadhi, dia sudah
menyingkirkan golok itu, maka tadi ketika pergi ke tempat ini, dia pun tidak membawa
senjata. "Heh-he-heh, Lauw Kang Hui, seka-rang engkau mati!" kata Seng Bu, sikap-nya sama sekali
berubah dan tidak lagi menyebut suhu. Lauw Kang Hui menjadi nekat dan dia pun
mengerahkan seluruh tenaganya, menerjang ke depan.
"Hyaaaaattt....!!" bentaknya dan suara gerengannya seperti seekor binatang buas yang
terluka. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
145 Seng Bu tersenyum mengejek. Ketika kedua tangan gurunya yang mendorong itu meluncur
ke arah dadanya, tiba-tiba dia merendahkan diri hampir berjongkok sehingga kedua tangan
Lauw Kang Hui menyambar lewat atas kepalanya dan pada detik itu juga, tangan kiri Seng Bu
sudah mencuat ke depan, menghantam dengan telapak tangannya ke arah dada Lauw Kang
Hui. "Hukkk.... !!" Mata kakek itu melotot, punggungnya melengkung dan dia pun terbanting ke
belakang, terjengkang. "Kau.... Kau...." Suaranya terhenti ka-rena dia muntah darah, tubuhnya
ber-kelojotan sebentar, matanya mendelik memandang Seng Bu dan akhirnya dia tidak
bergerak lagi, kulit tubuhnya ber-ubah menghitam seperti dibakar sampai hangus!
Kembali Seng Bu mengeluarkan suara tawa yang mengerikan itu sambil berdiri memandang
tiga buah mayat yang ha-ngus. Tiba-tiba sikapnya berubah lagi, termenung dan pendiam, dan
segera dia lari ke perkampungan Thian-li-pang, dan dipukulnya kentungan tanda bahaya
de-ngan gencar. Tentu saja para anggauta Thian-li-pang terkejut. Bahkan yang masih tidur,
segera terbangun dan mereke ber-lari-larian menuju ke gardu di mana Seng Bu memukuli
kentungan dengan gencar seperti orang kesetanan.
Setelah semua anggauta berkumpul, kurang lebih seratus orang banyaknya, dan mereka
bertanya-tanya mengapa pembantu ketua baru itu memukuli ken-tungan tanda bahaya. Seng
Bu menghenti-kan perbuatannya dan dengan napas ter-engah dia berkata, "Celaka, terjadi
pem-bunuhan besar-besaran!"
"Apa" Siapa yang dibunuh" Di mana" Apa yang terjadi?" pertanyaan-pertanya-an itu saling
susul dengan gencar, dituju-kan kepada Seng Bu.
"Mari kalian semua ikut aku dan lihat sendiri!" katanya dan dia pun berlari keluar dari
perkampungan, diikuti oleh semua anggauta. Melihat pemuda itu lari menuju ke sumur tua
yang merupakan tempat yang ditakuti dan dikeramatkan, para anggauta menjadi semakin
heran, akan tetapi mereka mengikuti terus sam-pai akhirnya Seng Bu berhenti di dekat sumur
tua yang tertutup semuk belukar.
"Nah, kalian lihat sendiri!" katanya sambil menunjuk ke arah tiga sosok ma-yat di atas tanah.
Ketika para angguta melihat tiga buah mayat itu, mula-mula mereka tidak mengenal, akan
tetapi setelah mereka mengamati wajah-wajah menghitam itu dan mengenal mereka, tentu
saja mereka menjadi gempar. Ketua lama, ketua baru dan wakilnya telah mati dibunuh orang,
mati dalam keadaan yang amat menyedih-kan, dengan seluruh tubuh menjadi ha-ngus! Segera
terdengar jerit tangis dan keadaan menjadi amat gaduh, di samping pertanyaan yang
dihujankan kepada Seng Bu.
"Ouw-sute, apa yang telah terjadi?"
"Ouw-suheng, siapa pembunuh me-reka?"
Demikian pertanyaan yang datang dari para suhengnya, sutenya atau suci-nya, juga para
paman dan bibi gurunya. Seng Bu mengangkat kedua tangan ke atas.
"Harap kalian suka tenang dulu. Da-lam keadaan gaduh begini, bagaimana aku dapat bicara"
Tenanglah, tenang dan hentikan lolong dan tangis itu!" Suaranya halus namun tegas dan
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
146 mengandung ke-kuatan yang membuat semua orang me-nahan diri untuk tidak mengeluarkan
suara agar dapat mendengarkan dengan jelas. Setiap orang anggauta Thian-li-pang merasa
marah, sedih dan ingin se-kali tahu apa yang telah terjadi.
"Tadi aku bangun pagi-pagi sekali dan berjalan-jalan, seperti sering kulakukan. Ketika tiba di
dekat tempat ini, aku melihat sesosok bayangan berlari cepat menuruni lereng. Aku segera
mengejar-nya karena curiga, akan tetapi aku hanya dapat mengenalnya dari jauh saja. Pagi
masih terlampau gelap dan dia meng-hilang di dalam hutan di kaki bukit itu. Aku lalu kembali
ke sini, untuk melihat mengapa orang itu datang ke sini dan aku menemukan Suhu, Suci dan
Suheng telah menggeletak dan tak bernyawa lagi. Aku lalu cepat turun dan memukul
kentungan untuk memberitahu kepada kalian."
"Tapi siapakah orang yang melarikan diri itu" Apakah dia pembunuh jahanam itu?"
"Biarpun tidak melihat dia membunuh Suhu bertiga, akan tetapi aku yakin dia yang
membunuh." "Siapa dia" Kau tadi mengatakan, mengenalnya dari jauh. Siapakah pem-bunuh itu?"
"Dia adalah.... Si Tangan Sakti Yo Han!" kata Seng Bu dengan suara tegas.
"Yo-taihiap....!"
"Ah, tidak mungkin!"
"Bagaimana dia yang mengangkat Lauw-pangcu menjadi ketua malah mem-bunuhnya?"
"Aku tidak percaya!"
Riuh rendah suara mereka yang me-nyanggah dan menentang keterangan Seng Bu. Tak
seorang pun di antara para anak buah Thian-li-pang percaya bahwa Yo Han yang melakukan
pembunuhan ter-hadap tiga orang pimpinan Thian-li-pang itu.
Kembali Seng Bu mengangkat kedua tangan ke atas, minta agar semua orang tenang dan
mendengarkannya. Setelah semua orang diam, Seng Bu berkata, "Kalian percaya atau tidak,
akan tetapi aku yakin bahwa Yo Han yang telah membunuh Suhu, Suci dan Suheng."
"Tapi engkau tidak melihat dia de-ngan jelas!"
Kini Thio Cu, seorang yang termasuk tokoh Thian-li-pang, masih adik sepergu-ruan Lauw
Kang Hui walaupun tingkatnya kalah jauh, Thio Cu ini adalah seorang yang mewakili Thianli-pang ketika meng-hadiri pertemuan para tokoh di sarang Pao-beng-pai, dan dia memberi
isyarat kepada semua orang untuk tidak mem-buat gaduh lagi.
"Ouw Seng Bu, bagaimana engkau dapat merasa yakin bahwa Yo-taihiap yang melakukan
pembunuhan itu" Coba jelaskan alasanmu!"
Seng Bu mengangguk. "Begini, Thio-sausiok (paman guru Thio). Kita semua mengetahui
belaka bahwa Yo Han adalah murid mendiang kakek guru Ciu Lam Hok, bukan" Nah, kakek
paman guru Ciu Lam Hok pernah dibuntungi dan dihukum ke dalam sumur tua oleh kedua
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
147 kakek guru pendiri Thian-li-pang. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kalau kini kita
mencurigai Yo Han. Dia tentu menden-dam kepada Thian-li-pang dan kini dia datang
membunuh para pimpinannya."
Semua orang terdiam, akan tetapi Thio Cu mengerutkan alisnya dan menggelengkan
kepalanya. "Alasan itu kurang kuat. Kalau memang dia mendendam kepada Thian-li-pang
kenapa tidak dari dulu dia membasmi Thian-li-pang" Dia bahkan menunjuk suhu Lauwpangcu men-jadi ketua. Tidak, Seng Bu. Itu bukan merupakan bukti bahwa pembunuhnya
adalah Yo-taihiap." Mendengar ucapan Thio Cu ini, para anggauta Thian-li-pang menyatakan per-setujuan
mereka. "Kalau minta bukti bahwa pembunuh-nya adalah Yo Han" Lihat saja keadaan tiga mayat itu.
Tubuh mereka hangus, jelas akibat pukulan beracun yang amat hebat. Aku yakin bahwa itu
hanyalah dapat dilakukan oleh orang yang telah menguasai Bu-kek Hoat-keng dan ilmu itu,
seperti kita telah mendengarnya, dikuasai oleh Yo Han ketika dia belajar di dalam sumur.
Bukti itu sudah amat kuat. Yo Han yang membunuh Suhu, Suci dan Su-heng. Dan aku yang
kelak akan mem-balaskan sakit hati ini!"
"Hemmm, Ouw Seng Bu, jangan te-kebur kau! Andaikata benar, pembunuhnya adalah Yotaihlap, jelas bahwa mereka bertiga ini saja tidak mampu mengalah-kan Yo-taihiap, apalagi
engkau! Pula, tidak ada yang dapat membuktikan bah-wa mereka ini tewas karena pukulan
Bu-kek Hoat-keng yang dilakuksn oleh Yo--taihiap."
"Thio-suciok, lupakah engkau bahwa aku adalah pembantu ketua baru, men-diang Lu-suci"
Setelah Lu-suci dan Lauw--suheng sebagai ketua dan wakilnya di Thian-li-pang tewas, maka
aku sebagai pimpinan ke tiga, berhak untuk meng-gantikan mereka menjadi pemimpin Thianli-pang! Nah, dengan demikian, akulah orangnya yang berhak untuk menyelidiki urusan
pembunuhan ini." Thio Cu mengerutkan alisnya. "Tidak, urusan ini terlalu besar! Pembunuhan ini harus
dibongkar! Dan tentang pemilihan ketua baru, sebaiknya kalau kita menunggu munculnya
Yo-taihiap agar dia yang mengadakan pemilihan ketua baru!"
"Thio-susiok, aku telah dipilih Suhu untuk menjadi orang ke tiga di Thian--li-pang, dan
engkau berani memandang rendah kepadaku" Sekarang begini saja. Siapa di antara para
anggauta Thian--li-pang yang menyetujui pendapat susiok Thio Cu, silakan berdiri di
belakangnya! Yang menganggap aku sebagai pimpinan Thian-li-pang sehubungan dengan
kemati-an Suhu, Suci dari Suheng, harap jangan mendekati mereka!"
Ada lima orang yang kini berdiri di belakang Thio Cu. Mereka adalah orang--orang yang
masih disebut paman guru oleh Seng Bu. Tentu karena mereka me-rasa lebih tua dan lebih
tinggi kedudukan-nya sebagai anggauta Thian-li-pang, me-reka berpihak kepada Thio Cu.
Kini enam orang itu, dipimpin oleh Thio Cu, ber-diri berhadapan dengan Seng Bu. Melihat
sikap mereka yang menantang, Seng Bu tiba-tiba tertawa dan semua orang ter-kejut. Suara
tawa itu amat menyeram-kan, dan kini mereka melihat betapa mata pemuda itu mencorong
aneh, senyumnya dingin mengerikan.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
148 "Paman Thio Cu dan lima Paman lain, kalian berenam tetap tidak per-caya bahwa Yo Han
yang membunuh Suhu, Suci dan Suheng" Tidak percaya bahwa ilmu pukulan Bu-kek Hoatkeng yang telah dipergunakan Yo Han mem-bunuh mereka?"
"Kami tidak percaya karena tidak ada buktinya. Siapa dapat membuktikan tu-duhanmu itu?"
tanya Thio Cu. "Akulah orangnya yang dapat mem-buktikannya! Aku menguasai ilmu itu, bukan hanya Yo
Han, maka aku yakin benar bahwa Yo Han menggunakan ilmu Bu-kek Hoat-keng untuk
membunuh me-reka bertiga!"
Tentu saja ucapan ini mengejutkan dan mengherankan semua orang. Thio Cu dan kawankawannya mengerutkan alis-nya, memandang aneh kepada Seng Bu, menyangka bahwa
pemuda itu telah men-jadi gila. "Ouw Seng Bu, jangan engkau bicara yang bukan-bukan.
Siapa dapat mempercayai omonganmu yang seperti orang gila itu?"
Kembali Beng Bu tertawa dan kini dia menoleh ke arah semua anggauta Thian--li-pang.
"Kalian semua lihat baik-baik. Thio Cu dan lima orang ini tetap tidak percaya. Biarlah mereka
membuktikan sendiri dan kalian menjadi saksi. Aku akan mempergunakan Bu-kek Hoat-keng
kepada mereka seperti yang dilakukan Yo Han kepada Suhu, Suci dan Suheng, dan kalian
nanti lihat akibatnya!"
"Seng Bu, apakah engkau sudah gila?" Thio Cu berseru lagi.
"Kalian berenam, bersiaplah untuk membuktikan kebenaran tuduhanku!" Tiba--tiba pemuda
itu mengeluarkan suara melengking yang amat menyeramkan, seperti suara iblis dari neraka
atau seekor binatang buas sedang menderita hebat, tubuhnya bergerak ke depan secara aneh,
kedua tangannya bergerak seperti orang mabuk. Thio Cu dan lima orang saudara-nya yang
mengira Seng Bu telah men-jadi gila, cepat bersiap siaga untuk me-nangkap dan
menundukkan murid ke-ponakan yang mendadak menjadi gila itu.
Akan tetapi, dapat dibayangkan be-tapa kaget perasaan hati mereka ketika mereka dilanda
angin topan yang dasyat. Mereka sudah berusaha menangkis, namun semua tangkisan sia-sia
belaka, lengan mereka seperti lumpuh dan enam orang itu terkena tamparan tangan kiri Seng
Bu pada dada mereka. Bagaikan daun--daun kering dihembus angin badai, tubuh mereka
terlempar dan terjengkang, roboh malang-melintang, berkelojotan dan te-was! Dan yang
membuat semua anggauta Thian-li-pang terbelalak dan memandang ngeri adalah ketika
mereka melihat be-tapa wajah dan tubuh enam orang itu menjadi kehitaman dan hangus!
Seng Bu telah biasa kembali. Kini dengan penuh wibawa dia berdiri bertolak pinggang,
menghadapi semua anggauta Thian-li-pang dan suaranya terdengar halus namun penuh
wibawa. "Ada lagi di antara kalian yang tidak percaya kepada-ku bahwa pembunuh Suhu,
Suheng dan Suci adalah Yo Han" Dan apakah ada lagi yang tidak setuju kalau aku mulai saat
ini menjadi ketua Thian-li-pang dan memimpin kalian?"
Tidak ada seorang pun berani men-jawab. Peristiwa itu terlampau hebat dan semua orang
masih tertegun, seperti patung. "Hayo jawab, apakah ada yang hendak menentangku?" Seng
Bu mem-bentak, suaranya kini terdengar me-nyeramkan, mengejutkan semua orang. Mereka


Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu serentak menjatuhkan diri berlutut menghadap Seng Bu, seolah-olah takut kalau-kalau
pemuda itu menjadi marah dan menjatuhkan tangan saktinya kepada mereka.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
149 "Tidak ada.... tidak ada...."
"Kami semua tunduk kepada Pang--cu...."
"Hidup Ouw-pangcu!"
Seng Bu tersenyum, senyum biasa yang membuat wajahnya nampak tampan menarik.
"Bagus, aku akan memimpin kalian, membawa Thian-li-pang maju, tidak seperti sekarang ini.
Thian-li-pang akan menjadi perkumpulan terbesar! Ka-lau Yo Han berani datang, aku akan
membunuhnya dengan ilmu yang sama! Sekarang, kita bereskan semua jenazah ini. Tidak
perlu dikubur, kita mesukkan saja ke dalam sumur tua itu!"
Semua orang terbelalak dan bergidik, akan tetapi tidak ada yang berani mem-bantah. Melihat
sikap para anggauta itu ragu-ragu, Seng Bu tidak sabar dan dia menghampiri jenazah-jenazah
itu, lalu sekali angkut, kedua tangannya sudah mencengkeram empat batang tubuh, ma-singmasing tangan mengangkat dua ma-yat, lalu dengan langkah lebar dia meng-hampiri semak
belukar, dan melempar--lemparkan empat batang tubuh itu ke dalam sumur tua! Dua kali dia
membawa delapan mayat, dan mayat terakhir, yaitu mayat Lauw Kang Hui, dibawanya dan
dimasukkannya pula ke dalam sumur tua! Semua orang hanya terbelalak, bergidik dan takut
sekali kepada pemuda yang biasanya lembut dan ramah itu. Mereka kini memandang Seng Bu
seolah-olah pemuda itu kini berubah menjadi iblis yang amat menakutkan.
"Kalian tahu mengapa aku tidak me-ngubur jenazah mereka dan membiarkan mereka
menjadi penunggu sumur tua?" tanya Seng Bu kepada para anah buah Thian-li-pang. Tak
seorang pun dapat menjawab, bahkan tidak berani mem-buka mulut, hanya menggeleng
kepala menyatakan bahwa mereka tidak tahu.
"Aku bukanlah orang yang tidak me-ngenal aturan. Aku melempar semua mayat ke dalam
sumur tua dengan mak-aud tertentu," kata Seng Bu dengan sikap biasa, ramah lembut dan
berwibawa. "Biarlah mereka itu menjadi arwah pena-saran, hal ini kusengaja. Nanti kalau aku
sudah berhasil menangkap Yo Han, dia akan kulemparkan ke dalam sumur, baik masih hidup
atau sudah mati. Dengan demikian, arwah Suhu, Suci dan Suheng akan merasa senang, dapat
membalas kepada Yo Han. Juga arwah enam orang anggauta Thian-li-pang semua akan ikut
mengeroyok dan menyiksa Yo Han."
Semua anggauta diam saja, masih ter-tegun dan masih terkejut dan ketakutan. "Sekarang
semua kembali dan berkumpul di ruangan besar. Aku sebagai ketua baru akan mengadakan
peraturan baru. Kita harus dapat menjadikan Thian-li-pang sebagai perkumpulan yang besar
dan makmur, tidak seperti sekarang ini. Mis-kin dan tidak pernah melakukan apa--apa yang
sesuai dengan perjuangan kita menentang pemerintah Mancu."
Setelah mereka berada di sarang Thian-li-pang, Seng Bu mengumpulkan seluruh anggauta
dan dia membuat per-aturan baru yang membongkar semua peraturan lama. Dan mulai haro
itu, Thian-li-pang kembali seperti sebelum Yo Han memasukinya, yaitu menjadi
per-kumpulan yang dengan kedok perjuangan melakukan apa saja untuk dapat
me-ngumpulkan harta. Mereka menguasai tempat-tempat pelesir di kota-kota, me-nundukkan
Jagoan-jagoan yang memimpin kelompok-kelompok penjahat sehingga semua penjahat harus
mengakui Thian-li-pang sebagai pimpinan dan menyerahkan sebagian dari hasil kejahatan
Naga Pembunuh 3 Bentrok Para Pendekar Karya Gu Long Pendekar Cacad 7

Cari Blog Ini