Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong Bagian 2
Itulah akibat keras melawan keras. Yang bertenaga lebih lemah, dialah yang celaka. Didorong dengan tenaganya sendiri yang berbalik dan ditambah dengan dorongan tenaga Ho Ciok Too, Wie Thian Bong pasti bakal muntah darah.
Pada saat yang sangat berbahaya, yaitu sedetik sebelum roboh, tiba2 Phoa Thian Keng dan Phui Thian Loo membentak keras: "Keluarkan pukulan!" Dengan berbareng mereka mendorong kedepan dan tenaga tangan mereka merupakan semacam tembok lembek yang tidak kelihatan. Punggung Wie Thian Bong bersandar diarus tenaga itu dan ia tertolong dari luka berat di dalam badan. Tapi meskipun begitu, isi perutnya mendapat goncangan hebat, tulang2nya seolah terpukul hancur dan ia merasakan kesakitan biasa disekujur badannya.
Melihat saudara seperguruannya dirobohkan secara begitu menyedihkan bukan main gusar nya Phui Thian Loo, tapi paras mukanya masih tetap tersenyum. "Kekuatan tenaga tangan tuan sangat jarang terdapat di dalam dunia," katanya. "Aka sugguh marasa tahluk."
Mendengar kata2 xu, Kwee Siang tertawa. Dalam hatinya. "Kun lun Sam seng tiada bedanya seperti kodok di dalam sumur" pikirnya. "Mengenai tenaga tangan siapakah yang dapat menadingi ayahku dalam pukulan Hang Liong Sip pat ciang?"
Sesudah berdiam sejenak, seraya tertawa hahahihi, si-muka marah berkata pula: "Aku si tua yang tak punya kepandaian berarti, sekarang ingin meminta pengajaran dari Kiam hoat tuan"
"Phui-heng berlaku sangat manis terhadap Kwee Kouwnio dan akupun tak mempunyai ganjelan terhadapmu," jawabn:ya. "Aku rasa kita boleh tak usah menjajal kepandaian."
Kwee Siang terkejut. Kalau begitu, ia menghajar Wie Thian Bong karena kurang ajar terhadapku,"
katanya di dalam hati. Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sementara itu, tanpa menggubris penolakan orang, Phui Thian Loo segera menghampiri tungggangannya dan mengambil sebatang pedang panjang dari kantong senjata. "Srt!" ia menghunusnya dan paras mukanya latas saja berubah keren!. Sambil melonjorkan tangan kirinya, ia mendongakkan pedang yang dicekal dalam tanganaya. Itulah pukulan yang diberi nama Sian-jin-tit-loan (Dewa mengunjuk jalan).
Ho Ciok Too bersenyum seraya berkata "Jika Phui-heng mau juga bertanding, biarlah aku melayani beberapa jurus dengan menggunakan pedang Kwee Kouwnio."
Sehabis berkata begitu ia mencabut pedang buntung yang terselip dipinggangnya. Pedang itu asal nya memang pedang pendek. Panjangnya tak lebih daripada dua kaki. Sesudah dipatahkan Wie Thiang Bong, yang ketinggalan hanya tujuh delapan dim, sehingga lebih pendek daripada pisau belati biasa.
Sambil mencekal sarung pedang ditangan kirinya, tanpa menegur lagi ia segera mengirim tiga serangan kilat yang cepat luar biasa. Hanya karena senjatanya terlalu pendek, maka serangan2 itu tidak mengenakan sasarannya. Phui Thian Loo terkesiap. "Cepat sungguh gerakannya !" pikirnya. "Kiam-hoat apa itu" Jika ia menggunakan pedang panjang, jiwaku mungkin sudah melayang"
Dilain pihak, sesudah menyerang tiga kali beruntun, Ho Ciok Too melompat kesamping dan berdiri tegak. Ia hanya mengenggos dan berkelit, waktu Phu Tnian Loo balas menyerang. Tiba2 selagi dihujani serangan, sekali lagi ia mengirim tiga tikaman berantai, sehingga silat lawan jadi kalang kabut. Dilain saat, seperti tadi, ia meloncat lagi kesamping dan berhenti menyerang. Dipermainkan begitu rupa. Phui Thian Lpo meluap darahnya. Sambil membentak keras ia menyerang seraya memutar pedangnya yang lantas saja me nyambar2 bagaikan kilat. Badannya yang kurus kecil se-akan2 dikurung sinar pedang yang berkelebat seperti titiran.
Semakin lama pertempuran dilakukan semakin cepat, sehingga gerakan2 kedua lawan itu sukar dapat dilihat tegas. Se-konyong2 terdengar bentakan Ho Ciok Too.
"Awas !" Hampir berbareng dengan bentakan itu, sarung pedang yang dicekal dalam tangan kirinya, menyambar. "Trang !", sarung itu masuk diujung pedang lawan dan pedang buntung meluncur ketenggorokan Phui Thian Loo.
Walaupun lihay, simuka merah tak bisa menangkis lagi, sebab pedangnya tak bisa bergerak. Tapi sebagai orang yang kepandaian tinggi, dalam bahaya ia tak jadi bingung. Buru-buru ia melepaskan pedangnya dan sambil melenggakkan kepala, ia membuang diri dan bergulingan ditanah.
Sebelum Phui Thian Loo melompat bangun tiba2 berkelebat satu bayangan dan tangan Phui Thian Keng sudah mencekal gagang pedang yang barusan dilepaskan oleh Sutee nya. Dengan sekali membetot, ia sudah mencabut pedang itu dari sarung pedang buntung yang dipegang Ho Ciok Too.
"Sungguh indah gerakan itu!" puji Ho Ciok Too dan Kwee Siang hampir berbaring.
Ternyata, sikakek yang mukanya seperti orang berpenyakitan dan tidak pernah mengeluarkan sepatah kata, memiliki kepandaian yang paling tinggi diantara ketiga orang2 itu.
"Aku sungguh merasa sangat takluk akan kepandaian tuan." kata Ho Ciok Too sambil membungkuk.
Ia berpaling pada Kwee Siang dan berkata pula "Kwee Kouwnio. sesudah mendengar lagumu pada beberapa hari yang lalu, aku telah menggubah sebuah lagu baru yang aku ingin mempersembahkan kepadamu untuk dinilai."
"Lagu apa ?" tanya sinona.
Tanpa menghiraukan tiga otang tua itu, ia lantas saja bersila diatas tanah, meletakkan khimnya dipangkuan dan lalu menyetel tali2 nya.
Melihat begitu, Phoa Thian Keng lalu mendekati dan berkata. "Tuan sudah merobohkan kedua Suteeku dan sekaranglah aku yang ingin meminta pengajaranmu."
Ho Ciok Too menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Tidak, sudah cukup," katanya. "Pertandingan silat tidak menimbulkan banyak kegembiraan. Sekarang aku ingin memetik khim untuk diperdengaran kepada Kwee Kouwnio. Laguku adalah sebuah lagu baru. Jika suka, kalian boleh duduk mendengari.
Kalau tidak, kalian Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
merdeka untuk berlalu." Sehabis berkata begitu, jari2 nya mulai memetik tetabuhan itu.
Sesudah mendengari beberapa saat, Kwee Siang jadi kaget bercampur girang. Semenjak belajar memetik khim, belum pernah ia mendengar lagu yang begitu luar biasa. Luar biasa, karena lagu itu merupakan kombinasi dari lagu Ko-phoa yang pernah diperdengarkan olehnya dan lagu Kian kee (nama semacam rumput). Kedua lagu itu yang sebenarnya sangat berbedaan telah digubah begitu rupa sehingga merupakan sebuah lagu baru yang sangat merdu dan harmonis, Syair lagu ini antara lain berbunyi.
Siorang pertapaan. Berkelana dipegunungan Rumput,Kian kee hijau2. Embun berubah menjadi salju.
Dan sidia. Berada disatu sudut dunia
Mendengar sampai disitu, hati sinona berdebaran. "Siapa sidia ?" tanyanya dihati. "Apa dimaksudkan aua " Mengapa suara khim itu sedemikian merdu dan mengharukan hati?" Mengingat begitu, mukanya lantas saja bersemu dadu. Ia merasa kagum bukan main, sebab dalam kombinasi itu, yang telah merupakan sebuah lagu Kian kee masih bisa mempertahankan kepribadiannya sendiri.
Phoa Thian Keng dan kedua Suteenya, yang tidak mengerti ilmu musik, jadi mendongkol bukan main.
Disamping cara2 Ho Ciok Too yang terus memetik tali2 khim tanpa memperdulikan mereka, dianggapnya sebagai suatu hinaan.
Sesudah mendengari beberapa saat, Phoa Thian Kheng tidak dapat menahan sabar lagi. Ia mendekati dan sambil menotok pundak kiri Ho Ciok To dengan ujung pedang, ia membentak. "Bangun kau ! Mari kita jajal kepandaian."
Ho Ciok Too yang sedang memusatkan seluruh semangat kepada tetabuhannya, seolah olah tidak mendengar tantangan itu. Ia seperti juga sedang berkelana disatu pegunungan yang amat indah dan dari jauh ia melihat seorang gadis jelita yang tengah berdiri diatas sebuah pulau kecil yang dikurung air...
Tiba2 ia merasa pundak kirinya sakit dan ia tersadar. Ia dongak dan melihat Phoa Thian Kheng berdiri didekatnya sambil mencekal pedang terhunus yang barusan telah digunakan untuk menotol pundaknya. Ia mengerti, bahwa jika tidak melawan, mungkin sekali ia akan terluka secara konyol. Hanya sungguh sayang, lagunya belum selesai. Sebagai seorang seniman tulen, ia tak rela menghentikan lagunya ditengah jalan.
Maka itu, tangan kirinya segera mengulurkan pedang buntung yang lalu digunakan untuk menangkis senjata Phoa Thian Kheng, sedang tangan kanannya tetap memetik tali2 khim.
Dengan kedua mata tetap memperhatikan tetabuhannya, Ho Ciok Too menangkis setiap serangan lawan. Phoa Thian Kheng jadi semakin gusar dan menyerang tambah hebat. Tapi kemanapun juga pedangnya menyambar, Ho Ciok Toa selalu menangkis.
Kwee Siang yang sedang kesengsem juga tidak memperdulikan serangan itu. Akan tetapi ia mendongkol, sebab suara bentrokan senjata telah merusak irama. Ia membentak. "Hai ! Apa kau tuli akan merdunya lagu ini. Jangan merusak ! Cobalah kau menyerang menurut tempo tepukan tanganku"
Tapi tentu saja Phoa Thian Kheng tak meladeni. Sambil membentak keras, dengan gusar ia mengobah kiam hoatnya dan menyerang bagaikan hujan angin sehingga suara bentrok an senjata jadi semakin gencar dan irama khim jadi semakin dikacaukan.
Ho Ciok Too juga mendongkol dan seraya menambah Lweekang, ia menangkis satu tikaman. "Trang
!" pedang Phoa Thian Keng patah dua. Hampir berbareng, tali kelima dari Cithian khim ( khim yang bertali tujuh ) juga putus.
Paras muka Phoa Thian Keng jadi pucat bagaikan mayat. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, ia meloncat keluar dari pendopo batu dan kemudian, bersama kedua Suteenya, dia melompat naik kepunggung tunggangan mereka yang segera dikaburkan keatas gunung.
Kwee Siang heran. "E eh!" katanya. "Mengapa mereka lari kearah kuil ?" Ia nengok dan melihat Ho Ciok Too sedang memegang tali Khim yang putus itu dengan paras duka. "Mengapa dia begitu jengkel ?"
tanyanya di dalam hati. ?"Berapakah harganya tali khim"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Ho Ciok Too menghela napas dan berkata dengan suara perlahan: "Tujuh tahun aku barlatih, tapi hatiku tetap belum bisa tenang. Tangan kiriku berhasil mematahkan senjata, tapi tangan kanan memutuskan tali khim."
Sekarang si nona baru mengerti, bahwa ia berduka karena merasa kepandaiannya belum sempurna. Ia tertawa seraya barkata: "Dengan tangan kiri melawan musuh dan tangan kanan memetik khim, kau sebenarnya menggunakan ilmu Hun sin Jie yong (ilmu memecah pikiran). Dalam dunia ini, hanya tiga orang yang mahir dalam ilmu itu. Bahwa kau belum mencapai taraf yang tinggi, tak usah dibuat jengkel!"
"Siapa tiga orang itu?" tanya Ho Ciok Too.
"Yang pertama adalah Loo boan thiong Ciu Pek Thiong," jawabnya. "Yang kedua ayanku sendiri, sedang yang ketiga Yo Hu jin, Siauw Liong Lie. Selain tiga orang itu, malahan kakekku, ibuku atau SintiauwTayhiap Yo Ko tiada yang mampu memiliki ilmu yang luar biasa itu."
"Bolehkah kau memperkenalkan orang2 berilmu itu kepadaku ?" tanya Ho Ciok Too.
"Kalau kau mau bertemu dengan Thia thia (ayah) mudah sekali," jawabnya. "Tapi dua orang lainnya sangat sukar dicari, karena mereka tak punya tempat kediaman yang tentu"
Ho Ciok Too berdiri bengong, seperti juga ia masih merasa sangat menyesal karena putus nya tali khim itu. Si nona tertawa seraya berkata dengan suara menghibur."Dengan sekali gebrak. kau sudah berhasil merobohkan Kun lun Sam-seng dan hasil itu boleh dibuat bangga. Perla apa kau berduka karena hal yang remeh itu?"
Ho Ciok Too terkesiap. "Kun-lun Samseng?" ia menegas, "Apa kau kata" Bagaimana kau tahu?"
"Bukankah ketiga orang itu dikenal sebagai Kun-lun Sam sang?" tanyanya. "Kepandaian mereka mamang cukup tinggi, tapi jika mau coba2 membentur Siauw lim sie, kurasa mereka agak tahu diri . . . "
Melihat paras muka Ho Ciok Too mengunjuk perasaan heran yang semakin besar, si nona lalu menaya.
"Mengapa kau kelihatannya heran?"
"Kun loan Sam seng . . . Kun loan Sam seng Ho Ciok Too . . . itulah aku sendiri!" katanya dengan suara perlahan.
Sekarang giliran Kwee Siang yang terheran heran. "Kau... kau Kun lun Sam seng?" tanyanya. " Mana yang dua lagi"
"Kun lun Sam seng hanya satu orang," jawabnya, "Di See ek aku telah mendapat nama walaupun bukan nama besar. Kawan2 disitu menganggap, bahwa aku memiliki kepandaian tinggi dalam ilmu main khim, ilma pedang dan ilmu main catur, sehingga oleh karena nya, kata mereka, aku boleh dinamakan sebagai Khim seng dan Kiam seng dan Kie sang (Nabi khim, Nabi pedang dan nabi kie. Kie berarti Tio kie atau catur). Lantaran aku suka sekali berdiam di gunung Kun lun san, maka mereka memberi julukan -Kun loan Sam seng- kepadaku. Tapi aku selalu merasa malu dengan istilah Seng itu. Mana bisa manusia seperti aku menamakan diri sebagai seorang nabi " Biarpun gelaran itu diberikan oleh orang lain, tak boleh aku menerimanya dengan begitu saja. Maka itulah, aku segera mengubah namaku, Aku menggunakan nama Ho Ciok Too, yang jika disambung jadi -Kun loan Sam seng Ho Ciok Too- (Kun lun Sam seng tidak cukup berharga untuk dibicarakan). Dengan demi kian orang tidak bisa mengatakan, bahwa aku manusia sombong."
Si nona menepuk2 tangan dan tertawa geli, "Oh, begitu?" katanya: "Mati hidup aku menduga, bahwa Kun lun Sam seng terdiri dari tiga orang. Tapi siapakah ketiga orang tua itu ?"
"Mereka adalah orang2 Siauw lim pay." Kwee Siang terkejut. "Siauw lim pay ?" ia menegas. "Hm ! . .
. . Ilmu silat mereka kurang. Yang lain cukup tinggi ...
benar! Ilmu pedang sikakek muka merah memang Tat mo Kiam hoat. Tak salah! Si muka penyakitan paling belakang menyerang dengan ilmu Wie to Hok mo kiam (ilmu pedang telukan iblis), Tadi aku tidak bisa melihatinya karena dalam ilmu pedang itu terdapat banyak sekali perubahan. Tapi. . mengapa mereka mengaku baru datang dari See-ek ?"
"Ada sebabnya," jawab Ho Ciok Too, "Pada musim semi tahun lalu, aku main khim di puncak Keng sin hong gunung Kun lun san. Tiba-tiba aku mendengar suara pertempuran di luar gubuk. Aku segera
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
keluar dan melihat dua orang yang masing-masing terluka berat sedang berkelahi mati-matian, Aku berteriak supaya berhenti, tapi dia tak meladeni. Karena merasa tak tega, aku segera memisahkan mereka.
Begitu dipisahkan, salah seorang terbalik matanya dan menarik napasnya yang penghabisan. Yang satu lagi belum mati dan dulu aka membawanya kedalam gubukku dan coba menolong dengan memberikan pel Siauw yang tan kepadanya. Tapi sebelah lukanya terlalu berat, obatku tidak berhasil. Sebelum meninggal, ia memperkenalkan diri sebagai In Kek See.."
"Ah!" seru sinona, "Orang yang satunya lagi mestiaya Siauw Siang Cu. Bukankah orang yang binasa lebih pula bertubuh jangkung kurus dan bermuka seperti mayat
?" "Benar," jawabnya. "Bagaimana kau tahu?". Kata sinona sambil tertawa. "Aka tak nyana pada akhirnya kedua mustika hidup itu mampus dengan saling bunuh."
Ho Ciok Too menghela napas dan berkata pula: " Sebelum mati, In Kek See mengatakan bahwa selama hidup, ia telah berbuat banyak sekali kedosaan dan sekarang ia merasa sangat menyesal, tapi sudah terlambat. Ia memberitahukan, bersama Siauw Siang Cu, ia telah mencuri sejilit kitab suci dari Siauw lim sie. Sesudah memiliki kitab itu, mereka saling curiga. Masing2 merasa kuatir, bahwa jika yang satu memahami kitab itu terlebih dulu dan berhasil mempertinggi ilmu silatnya, dia segera menurunkan tangan jahat untuk membinasakan yang lain guna memiliki sendiri kitab suci itu. Demikianlah, masing2 saling mengawasi dua
sungkan berpisahan. Mereka makan disatu meja dan tidur satu ranjang Sedikitpun hati mereka tak pernah tenang. Diwaktu makan, masing-masing kuatir racun. Diwaktu tidur, masing-masing takut kalau-kalau yang satu turunkan tangan jahat selagi pulas. Di samping itu, mereka juga kuatirkan kejaran pendeta2
Siauw lim sie. Mereka kabur sampai di See-ek. Setibanya di Keng sin hong, keduanya sudah lelah sekali.
Mereka mengerti bahwa dengan hidup begitu terus menerus, belum sepuluh hari, mereka tentu sudah binasa. Mereka jadi nekat dan terus bertempur untuk mengakhiri keadaan yang gila itu. In Kek See mengatakan, bahwva ilmu silat Siauw Siang Cu sebenarnya banyak lebih tinggi dari padanya. Semula ia tak mengerti, mengapa dalam perkelahian, Siauw Siang Cu hanya lebih unggul sedikit. Belakagan ia baru igat, bahwa kawan yang berubah jadi musuh itu telah mendapat luka di gunung Hwa-san. Jika mereka tidak saling curiga, mereka tentu tak akan mendaki Kun lun-san."
Mendengar penuturan itu, Kwee Siang kelihatan berduka. Ia menghela napas berkata: "Hai! Karena sejilid kitab, mereka bersama-sama mengorbankan jiwa. Berapa harganya kitab itu ?"
Ho Ciok Too mengangguk dan kemudian melanjutkan perkataannya : "In Kek See bicara dengan napas tersengal-sengal dan suara terputus-putus. Akhirnya ia meminta supaya aku suka pergi kekuik Siauw-lim-sie dan menemui seorang pendeta yang bernama Kak wan. Ia memberitahukan, bahwa kitab suci itu berada di dalam minyak. Aku heran mengapa di dalam minyak" Selagi mau menayakan terlebih terang, ia sudah tak tahan lagi dan pingsan. Ia pingsan untuk tidak tersadar pula. Sesudah ia mati, aku teras memikiri arti perkataannya. Di dalam minyak " Apa ia maksud kan kitab itu di bungkus di dalam kain minyak. Dengan teliti aku memeriksa jenazah mereka, tapi aku tak bisa mendapatkan kitab itu.
Sesudah menerima permintaan orang, aku tidak bisa menyampingkan dengan begitu saja. Mengingat bahwa aku memang belum pernah menginjak wilayah Tiong-goan, maka dengan menggunakan kesempatan itu, aku segera mengambil keputusan untuk pergi kekuil Siauw lim sie sebagian guna memenuhi pesanan orang dan sebagian lagi guna pesiar"
"Tapi mengapa kau sudah mengirim surat tantangan ?" tanya Kwee Siang.
Ho Ciok Too bersenyum waktu menjawab: "Asal mulanya adalah gara2 ketiga orang itu. Mereka bertiga adalah murid2 Siauw lim sie yang tidak mencukur rambut. Menurut katanya orang2 Rimba persilatan di daerah Barat (See ek), mereka adalah orang orang dari tingkatan Thian dan tingkatannya itu sama tingginya dengan Hong thio Siauw lim sie Thian heng Siansu. Menurut dugaan orang. Sucouw mereka dulu telah kebentrokan dengan saudara2 seperguruannya dalam kuil Siauwlim sie dan sebagai akibat bentrokan itu, ia pergi ke daerah Barat dan mendirikan sebuah cabang Siauw lim pay. Hal ini bukan hal yang mengherankan. Ilmu silat Siauw lim sie telah di bawah oleh Tatmo Couw su dari Thian tiok (India) ke Tiong goan (Tiongkok asli). Sekarang dari Tiong goan di angkat pula ke daerah Barat. Tak mengherankan, bukan "
"Mendengar julukanku sebagai Kun lun Sam seng, mereka bertiga jadi penasaran. Mereka sesumbar ingin menjajal kepandaianku. Mereka tidak menghiraukan gelaran Khim seng dan Kie sang. Tapi gelaran Kiam seng (Nabi pedang) " Ha ! Tak boleh dibiarkan saja?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Secara kebetulan muncul urusan In Kek See. Maka itu, aku segera mengambil keputusan untuk pergi kekuil Siauwlimsie, sekalian menjajal2 kepandaian mereka. Sebelum tiba di Tiong goan, aku sengaja menyingkirkan diri dari mereka. Tapi tak dinyana, mereka bisa datang begitu cepat."
"Oh, begitu?" kata Kwee Siang. Semua dugaan ternyata meleset semua. Sekarang ketiga orang itu sudah tiba dikuil. Entah apa yang dikatakan mereka !"
"Dengan pendeta2 Siauw lim-sie, aku tak punya ganjelan apapun juga," kata Ho Ciok Too. "Itu sebabnya, untuk menunggu kedatangan tiga orang itu, aku menjanjikan sepuluh hari. Sekarang penjajalan kepandaian sudah dilakukan, segala apa sudah jadi beres. Mari kita naik keatas. Sesudah aku menyampaikan pesanan In Kek See, kita boleh lantas turun lagi."
Si-nona mengerutkan alis. "Pendeta2 Siauw lim-sie mempunyai semacam peraturan yang sangat keras, yaitu, wanita dilarang masuk kedalam kuil," kata Kwee Siang.
"Fui ! Aturan apa itu?" kata Ho Ciok Too. "Bagaimana kalau kita menerobos masuk ?"
Sebenarnya Kwee Siang adalah seorang gadis pemberani yang suka cari urusan. Tapi karena merasa malu hati terhadap Bu sek Sian su, ia segera menggelengkan kepala seraya berkata: "Jangan! Aku menunggu di luar kuil, kau masuk sendiri saja, supaya jangan banyak urusan."
"Baiklah," kata Ho Ciok Too. "Lagu yang tadi belum selesai. Begitu kembali, aku akan memetik sekali lagi"
Per-lahan-lahan mereka mendaki gunung, tapi sesudah tiba didepan pintu, mereka belum melihat bayangan satu manusiapun.
"Sudahlah, aku juga tak perlu masuk," katanya. "Aku akan panggil saja pendeta itu." Sehabis berkata begitu, ia berteriak. "Ho Ciok Too datang berkunjung ke Siauw limsie, ingin menyampaikan omongan kepada Kakwan Taysu."
Hampir berbareng dengan teriakannya, belasan lonceng besar dalam kuil berbunyi dengan serentak, sehingga seluruh Siauw sit san se olah2 tergetar.
Mendadak pintu kuil terbuka dan dari kiri kanan keluar dua basis pendeta yang mengenakan jubah warna abu2. Kedua barisan itu masing terdiri dari lima puluh empat murid Lohan tong dan jumlah mereka adalah sesuai dengan seratus delapan Lo han. sesudah itu keluar delapan belas pendeta yang badannya dikerebungi jubah pertapan warna kuning Mereka adalah murid2 Tat mo tong yang berusaha lebih tinggi daripada murid2 Lo han tong. Sesaat kemudian dari dalam kuil berjalan keluar tujuh pendeta yang sudah berusia lanjut. Mereka adalah Cit loo (Tujuh Tetua) dari Simsian tong yang berkedudukan sangat tinggi.
Beberapa diantaranya memiliki ilmu silat luar biasa, tapi yang lain tidak mengenal ilmu silat dan ia duduk dalam Sim siantong karena pengetahuannya yang sangat mendalam mengenai agama Buddha. Mereka malahan sangat dihormati oleh Hong thio Siauw limsie sendiri.
Paling akhir keluarlah Hong thio Thian beng Sansea, yang diampit olah kepala Tat ma tong Bu Shian Siansu dan kepala Lo han tong Busek Siansu. Phoa Thian Keng, Phui Thian Loa dan Wie Thian Bong mengikuti di sebelah belakang, bersama kurang lebih delapan puluh murid2 Siauw lim sie, yang tidak jadi pendeta.
Itulah penyambutan yang hebat luar biasa dan dapat dikatakan belum pernah, atau sedikitnya langka sekali, diberikan kepada seorang tamu. Menurut kebiasaan pembesar negeri, biarpun pangkatnya sangat tinggi, atau tokoh Rimba persilatan Paling banyak disambut oleh Hongthio, Busek dan Busiang sebegitu jauh di ingat orang Cii Loo dari Sim sian tong belum pernah keluar menyambut tamu.
Mengapa sekarang diadakan upacara penyambutan yang begitu besar" Sebab yang terutama ialah karena Ho Ciok Too tanpa diketahui oleh siapapun juga, sudah menaruh surat tantangan dalam tangan patung Hang liong Lohan. Kepandaian yang luar biasa itu mengejutkan hatinya para pemimpin Siauw lim sie. Selain itu, Phoa thian Keng dan kedua Suteenya yang baru tiba dari See ek, juga telah menceritakan lihaynya Kun loan Sam seng, sehingga para pemimpin Siauw lim sie lebih berwaspada lagi.
Karena berpisahan sangat jauh, Siauwlimpay cabang See ek sangat jarang berhubungan dengan cabang Tiong ciu yaitu Siauw lim sie dan siauw sit san. Akan tetapi, para pendata tahu, bahwa Su siok couw mereka mereka yang telah pergi ke Barat memiliki kepandaian yang sangat tinggi, sehingga murid marid atau cucu2 muridnya tentu juga bukan sembarangan ahli silat. Maka itu, sesudah mendengar keterangan Phoa Thian Keng bertiga, para pemimpin Siauw lim sie lantas saja mangambil tindakan2 yang
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
seperlunya. Disamping tindakan2 di dalam kuil, pucuk pimpinan juga telah mengeluarkan perintah, supaya murid Siauw lim sie, tak perduli pendeta atau orang biasa yang bertempat tinggal dalam lingkungan lima ratus li harus segera datang kekuii guna menunggu perintah2 selanjutnya.
Semua para pendeta itu menganggap bahwa Kun lun Sam seng terdiri dari tiga orang Sesudah mendapat keterangan Phui Thian Keng, barulah mereka tahu bahwa Kun loan Sam seng hanya seorang dan bahwa ia memperoleh gelaran itu sebab mahir dalam tiga macam ilmu, yaitu ilmu main khim, ilmu pedang dan ilmu main catur. Mengenai ilmu main khim dan main catur, para pendeta tidak menghiraukannya. Yang mereka harus ber-siap2 ialah untuk menghadapi ilmu pedang dari orang itu.
Maka itulah, semenjak mendapat tantangan, siang malam ahli-ahli pedang Siauw lim sie berlatih keras.
Sementara itu, karena merasa sengketa dengan Kun loan Sam seng adalah gara-gara mereka, Phoa Thian Keng dan kedua Sutee nya ingin sekali bisa membereskan pertikaian tersebut dengan tangan mereka sendiri, Untuk memapaki dengan menunggang kuda, setiap hari ia meronda disekitar gunung.
Mereka kepingin sekali menjajal kepandaian lawan diluar kuil dan sesudah itu barulah mereka ingin balik kekuil, supaya Kun lun Sam seng bisa mengukur tenaga dengan para pendeta.
Dengan demikian mereka pikir biarlah dilihat, apa cabang Tiong ciu atau cabang See ek dari Siauw lim pay yang lebih unggul.
Tapi diluar dugaan, dalam pertandingan di pendopo batu, dengan mudah mereka telah dirobohkan oleh Ho Ciok Tao.
Begitu mendapat warta tentang kekalahan Phoa Thian Keng dan 2 Suteenya Thian beng Sian su insaf, bahwa hari itu adalah hari memutus utuh runtuhnya nama Siauw lim sie.
Biar bagaimanapun juga, gelar "sumber pelajaran Lima silat dikolong langit" yang sudah dipertahankan Siauw lim sie selama ribuan tahun, tak boleh hancur dalam tangannya. Tapi dalam pada itu, ia agak keder, karena merasa bahwa kepandaiannya, kepandaian Bu sek dan Bu siang, Tidak lebih unggul banyak diatas kepandaian Phoa Thian Keng bertiga, itulah sebabnya mengapa dengan terpaksa ia mengundang Cit long Sim sian tong untuk turut keluar menyambut, guna mem beri bantuan jika perlu.
Tapi sampai berapa tinggi kepandaian tujuh tetua itu, ia dan Bu sek serta Boa siang juga tak tahu pasti.
Apa jika ada bahaya Cit loo bisa menolong muka siauw lim sie masih merupakan sebuah teka teki.
Begitu berhadapan dengan Ho Ciok Too dan Kwee Siang, Thian beng segera merangkap kedua tangannya seraya berkata. "Apakan Kie su (tuan) yang mahir dalam ilmu Khim Knim Kie" Loo ceng (aku pendeta tua) tidak bisa menyambut dari jauh dan untuk itu, aku harap Kie su, suka memaafkan,"
Ho Ciok Too segera membalas hormat dengar membungkuk. "Boanseng (orang yang tingkatannya rendah) merasa tidak enak hati sudah mengacau dikuil yang angker ini dan Boan seng sungguh tidak sanggup menerima penyambutan yang begini besar"
Mendengar jawaban itu, Thian beng berkata dalam hatinya. Kata2nya cukup menyenangkan. Dilinat dari romannya, ia baru berusia kira2 tiga puluh tahun. Apa benar ia mempunyai kepandaian tinggi?"
Memikir begitu, ia lantas saja berkata lagi: "Ho Kie toe jangan terlalu sungkan. Marilah kita masuk untuk minum air teh dingin dan Lie kie su (nona) ini ..." ia tidak meneruskan perkataannya dan pada paras mukanya terlihat perasaan sangsi.
Melihat pendeta itu mau menolak Kwee Siang, Ho Ciok Loo dongak dan tertawa tawa 2.
"Loo hong thio," Katanya, "Boan-seng datang kemari karena menerima permintaan seseorang untuk menyampaikan sepatah kata. Sesudah menyampaikan ita, Boan seng akan segera berlalu. Akan tetapi, peraturan dalam Kuil Loa bong thio yang memandang tinggi kepada pria data memandang rendah kepada wanita, adalah peraturan yang tidak dimengerti olehku. Harus diketahui, bahwa ilmu Sang-Buddha tiada batasnya dan semua makhluk Tuhan adalah sama rata. Maka itu, menurut Boan seng, peraturan itu agak bertentangan dengan pelajaran Sang Buddha."
Thian beng Sian su adalah seorang pendeta yang berilamu tinggi dan berpandangan luas. Ia segera dapat membedakan, apa yang benar dan apa yang salah.
Mendengar perkataan Ho Ciok Too, ia segera bersenyum dan berkata. "Trima kasih atas petunjuk Kie su. Peraturan itu memang peraturan yang agak sempit. Kalau begitu, akupun mengundang nona untuk turut minum teh."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Kwee Sang melirik kawannya sambil bersenyum. sedang di dalam hati ia memuji ketajaman lidah pemuda itu.
Thian beng segera minggir kesamping dan mengangkat tangannya sebagai undangan supaya kedua tetamu itu masuk. Tapi sebelum Ho Ciok Too bertindak dari samping kiri Thian beng tiba2 maju seorang pendeta tua yang bertubuh krus ."Dengan bebeapa perkataan saja, Kie su sudah meniadakan peraturan Siauw lim sie yang sudah berjalaa ribuan tahun, katanya."
"Peraturan itu bukan tak boleh dirubah. Tapi kita harus menyelidiki. apa orang yang menyebabkan berubah peraturan2 itu, benar2 seorang yang berkepandaian tinggi. Maka itu aku mengharap Ho Kie su suka memberi sedetik pelajaran, supaya para pendeta bisa membuka mata dan tidak merasa penasaranlagi karena mengetahui, bahwa orang yang merobah peraturan kami, ia orang yang sungguh sungguh berkepandaian tinggi," Orang bicara itu adalah Bu siang Sian su, kepala Tatmo tong. Ia bicara dengan suara nyaring luar biasa, sehingga telinga yang mendengarnya merasa sakit sebagai akibat dari tekanan tenaga Lweekang yang sangat dahsyat.
Mendengar perkataan Bu siang, paras muka Phoa Thian Keng dan kedua Suteenya lantas saja berubah.
Mereka merasa diejek, bahwa mereka telah dijatuhkan oleh seorang yang belum tentu memiliki kepandaian tinggi.
Sementara itu, waktu melirik Bu sek Sia su, Kwee Siang melihat sorot bingung dan jengkel pada muka pendeta itu. "Toa hweeshio adalah seorang baik dan juga sahabat Toakoko," katanya di dalam hati. Jika Hiok Too dan pendeta Siau lim sie sampai bertempur, tak perduli siapa yang kalah dan siapa menang hatiku merasa tak enak." Memikir begitu, lantas saja ia berkata dengan suara nyaring.
"Ho Toako, aku sebenarnya tidak perlu masuk kekuil. Beritahukanlah sekarang omongan yang ingin disampaikan olehmu dan sesudah itu, kita boleh segera berlalu"
Sehabis berkata begitu, sambil menunjuk Bu sek, ia melan jutkan perkataannya. "ltulah Bu sek Sian su, sahabat baikku. Kedua belah pihak sebaiknya jangan merusak keakuran."
Ho Ciok Too kelihatan terkejut. "Oh, begitu ?" katanya sambil berpaling kepada Thian beng dan berkata pula : "Loo hong thio, yang mana Kak wan Siansu " Aku menerima permintaan seseorang untuk menyampaikan perkataan kapadanya."
"Kak wan Sian-su ?" menegas Thian beng dengan suara perlahan.
Dalam kuil Siauw lim-sie, Kak wan berkedudukan rendah dan selama beberapa puluh tahun, ia menyembuyikan diri dalam perpustakaan Cong keng-kok. Ia tidak banyak dikenal dari sebegitu jauh, belum pernah orang menambahkan kata2 "Siansu" dibelakang nama gelarnya. Maka itu, untuk sementara, Thian beng tak ingat siapa adanya. "Kak wan Siansu". Sesudah bengong beberapa saat, barulah ia berkata: "A ! Ho Kie su tentu maksudkan pendeta yang jaga kitab Lang keh keng.
Apakah Kie su mencari dia dalam hubungan soal kitab itu ?"
"Entahlah," jawabnya sambil menggelengkan kepala.
Thian bang segera berpaling kepada seorang murid dan berkata: "Coba panggil Kak wan." Murid itu lantas saja berlalu untuk mejalankan tugasnya.
Bu siang Siansu yang rupanya sangat bernapsu, sudah tak bisa menahan sabar lagi. Begitu mendapat kesempatan, ia segera berkata pula: "Ho Kie sie, kau dijuluki sebagai Khim kiam-kie Sam-seng dan kata Seng itu tentu tak dapat dimiliki oleh sembarang orang. Tak usah disangsikan lagi, Kie su mempunyai kepandaian yang baik, tinggi dalam tiga rupa ilmu itu, 10 hari yang lalu, Kie su telah menulis surat dan berjanji untuk memperlihatkan kepandaianmu. Tapi mengapa sesudah datang kemari, kau jadi begitu pelit dan sungkan memberi pelajaran kepada kami ?"
Ho Ciok Too menggelengkan kepala. "Nona ini sudah mengatakan, bahwa kedua belah pihak tidak boleh merusak keakuran," katanya.
Bu siang jadi gusar sekali. Ia terutama gusar karena, Ho Ciok Too sudah menantang lebih dulu dan tantangan itu dianggap sebagai kekurang-ajaran terhadap Siauw-lim sie. Disamping itu, ia juga gusar sebab Phoa Thian Keng dan kedua Sutee telah dirobohkan hingga diluaran orang bisa menyiarkan cerita, bahwa murid Siauw-lim pay dijatuhkan oleh Kiam seng. Tapi iapun yakin, bahwa sebagian besar murid2
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Siauw-lim sie bukan tandingan Ho Ciok Too dan oleh karenanya, ia segera mengambil keputusan untuk turun tangan sendiri. Ia maju dua tindak seraya berkata: "Menjajal ilmu tak selamanya merusak keakuran.
Mengapa Ho Kie su menolak begitu keras ?" Ia berpaling kepada muridnya dan berkata pula. "Ambil pedang !"
Di dalam kuil sudah diSediakan macam2 senjata, tapi pada waktu keluar menyambut tamu para pendeta itu tentu saja merasa tak pantas untuk membawa senjata.
Dengan cepat murid itu sudah keluar kembali dengan membawa tujuh delapan batang pedang yang lalu diangsurkan kepada Ho Ciok Too. "Apa Kie su membaWa pedang sendiri atau ingin meminjam senjata kami?" tanyanya.
Sebaiknya dari menjemput senjata yang diangsurKan Ho Ciok Too membungkuk dan mengambil sebutir batu kecil. Tiba2 dengan mengunakan batu itu, ia membuat sembilan belas garis melintang dan sembilan belas garis membujur diatas batu hijau yang menutupi jalanan didepan kuil, Setiap garis itu sangat lurus, seperti juga di babat dengan menggunakan penggaris. Tapi apa yang mengejutkan ialah setiap goresan masuk dibatu kira2 satu dim dalamnya. Batu hijau itu adalah batu gunung Siauw sie san yang keras bagaikan besi. Ratusan tahun orang mundar mandir di atasnya, tanpa rusak sedikit juga.
Sesudah membuat garis2 itu yang merupakan papan catur, sambil tertawa Ho Ciok Too berkata:
"Mengadu pedang agak terlalu ganas, sedang suara khim pun sukar diadu. Maka itu, jika Toahweeshio merasa gembira, mari kita main catur."
Apa yang diperlihatkan Ho Ciok Too sangat mengejutkan hatinya Thian beng, Busek, Bu siang dan Cit loo dari Sim sian tong. Thian beng Siansu yakin, bahwa Lweekang yang setinggi itu tidak dipunyai oleh siapa pun juga dalam kuil Siauw limsie. Ia jadi bingung bukan main, tapi baru saja ia memikir untuk mengaku kalah, tiba-tiba terdengar suara berkerincin dan rantai besi dan di lain saat, Kak wan muncul sambil memikul dua tahang besi, sedang di belakangnya mengikuti seorang pemuda yang bertubuh jangkung. Begitu tiba di hadapan Thian beng, ia segera memberi hormat seraya menanya. "Apakah Loo hong thio memanggil aku ?"
"Ho Kie su ingin bertemu dan bicara denganmu." jawabnya.
Ia memutar badan dan merasa heran, sebab tak tahu siapa adanya orang itu. "Siauw ceng adalah Kak wan," ia memperkenalkan diri. "Omongan apa yang hendak disampaikan oleh Kie su ?"
Sesudah membuat papan catur, kegembira Ho Ciok Too terbangun. "Omongan itu aku akan beritahukan sebentar." katanya. "Toahweesio manakah yang ingin melayani aku main catur ?" Ho Ciok Too adalah seorang yang keranjingan main khim, pedang dan tiokie. Kalau gilanya datang, ia melupakan apapun juga.
"Kepandaian Kie su dalam membuat papan catur dengan menggores batu, belum pernah di saksikan oleh loolap," kata Thianbeng. "Samua pendeta dalam kuil kami tak dapat menandinginya."
Mendengar perkataan Thian beng dan melihat papan catur itu, barulah Kak wan tahu, bahwa Ho Ciok Too datang di Siauw Iim sie untuk memamerkan kepandaiannya.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata, ia menaruh kedua tahang besi di pundaknya sambil menyedot napas untuk mangumpulkan semua tenaga dalamnya di kedua lutut.
Sesudah itu, setindak demi setindak, ia berjalan digarisan pinggir dari papan catur itu.
Semua orang terkesiap dan mengawasi tindakan Kak wan dengan mata membalalak. Mengapa "
Ternyata, di tempat yang dilewati rantai besi yang melibat di kakinya, terdapat goresan-goresan yang lebarnya kira-kira lima dim dan goresan-goresan itu telah merusak garis yang dibuat Ho Ciok too! Sesaat kemudian, tanpa merasa semua pendeta bersorak sorai.
Thian beng, Bu Sek, Bu siang dan lain2 pemimpin jadi kaget campur girang. Mereka tak pernah mimpi, bahwa pendeta tua yang tolol2an itu, memiliki lweekang tinggi. Mereka sudah berkumpul di dalam satu kuil puluhan tahun lamanya, tapi tak seorangpun yang tahu kelihayan Kak Wan Sebenarnya, biarpun seseorang mempunyai tenaga dalam yang hebat, ia tak mungkin membuat goresan seperti yang dibuat Kakwan diatas batu hijau yang amat keras itu. Hanialah karena pendeta itu memikul dua tahang besi berisi air yang beratnya kurang lebih enam ratus kati sehingga tenaga yang
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
sangat besar itu dapat disalurkan dari pundak ke rantai besi, maka selagi terseret, rantai besi itu seolah olah semacam cangkul yang mencangkul garis2 papan catur. Tapi meskipun demikian, walaupun Kak wan meminjam tenaga apa yang dipertunjuknya sudah jarang sekali terlihat dalam Rimba Persilatan.
"Toahweeshio!" teriak Ho Ciok Too. "Lwee kangmu hebat sekali, aku tak bisa menandingi"
Kak wan menghentikan tindakannya dan mengawasi tamu sambil bersenyum.
"Toahweeshio," kata pula He Ciok Too. "Kita tidak bisa main catur lagi dan aku mengaku kalah.
Sekarang aku ingin minta petunjukmu dalam ilmu pedang."
Hampir berbareng dengan perkataannya, ia menghunus sebatang pedang panjang dari bawah Cit hian khim. Ia segera bergerak untuk menyerang dan gerakannya yang pertama sangat luar biasa, yaitu ujung pedang menuking dadanya sendiri, sedang gagang pedang menuding lawan. Semua orang ter-heran2
sebab di dalam dunia belum pernah ada Khiam boat yang begitu aneh.
"Loo ceng hanya bisa membaca kitab, bersemedhi, menjemur buku dan menyapu lantai," kata Kak wan. "Mengenai ilmu silat sedikitpun aku tidak mengerti,"
Ho Ciok Too tentu saja mau percaya. Seraya tertawa dingin ia lompat menerjang. Tiba tiba ujung pedang itu berbalik dan meluncur kedada si pendeta. Ternyata, dalam gerakannya yang pertama, yaitu"
waktu ujung pedang manuding dadanya sehdiri, ia sedang mengumpulkan tenaga dalam dan kemudian, secara mendadak, membalikkan senjatanya dengan Lweekang itu.
Jika Ho Ciok Too menghadapi ahli silat biasa, serangan itu pasti akan berhasil. Akan tetapi Lweekang Kak wan sudah mencapai tarap dimana setiap gerakannya selalu terjadi secara wajar, menurut jalan pikirannya, Maka itu, biarpun pedang menyambar bagaikan kilat, jalan pikiran si pendeta lebih cepat dari sambaran pedang. Pada detik yang tepat, sebuah tahang melompat naik dan "tang" pedang menikam tahang dan lantas saja melengkung seperti bulan sisir, Buru-buru Ho Ciok Too menarik pulang senjatanya, sedang tangan kirinya mengebas muka lawan. Sekali lagi tahang yang lain naik dan tangannya terpental kesamping
(Bersambung jilid III) BU KIE Karya : CHING YUNG Terjemahan: Bu Beng Tjoe Jilid 3 Ia kaget tercampur penasaran. Ia merasa pasti, bahwa kedua tahang besi yang sangat berat itu, tak akan bisa menangkis ceceran pedang jika ia menyerang dengan menggunakan kecepatan. Memikir begitu, ia lantas saja berseru: "Toahweeshio, kali ini kau hati2" Pedangnya menggetar dan seperti kilat, ia mengirim enam belas tikaman berantai.
"Tang-tang-tang ! - - -" enambelas kali Cap-lak chioe Sun loei kiam (Pedang geledek enambelas kali menikam) menikam di tahang besi!
Melihat gerak gerik Kak-wan yang sangat repot dan bingung waktu diserang, semua orang percaya, bahwa memang sebenarnya ia tidak mengerti ilmu silat.
Pada waktu Ho Ciok Too baru mulai menyerang, semua orang sangat berkuatir. "Ho Kie-sie, jangan berlaku kejam !" teriak Bu sek dan Bu siang hampir berbareng,
"Ho Toako, jangan turuskan tangan jahat!" seru Kwee Siang.
Tapi heran sungguh, dalam caranya yang sangat luar biasa dan tidak sesuai dengan ilmu silat, Kak-wan mengangkat kedua tahang besi itu pergi datang dan semua tikaraan itu mampir ditahang air.
Sedang semua orang bisa melihat bahwa si-pendeta sebenaraya tak mengerti ilmu silat, Ho Ciok Tao seadiri, yang serangan2nya digagalkan hingga ia jadi sangat mendongkol, sedikitpun tidak merasa, bahwa lawannya menangkis tikaman2nya dengan gerakan wajar yang telah dapat berkat latihan Lweekang yang sangat tinggi. Maka itu, sesudah Cap-lak chioe Sun-loei-kiam, gagal, sambil membentak keras, ia menikam kempungan Kak-wan,
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Celaka !"seru sipendeta yang datam repotnya merangkap kedua tangan yang mencekal tahang.
Berbareng dengan terdengarnya suara nyaring akibat beradunya besi, pedang Ho-Ciok Too tergencet diantara kedua tahang itu. Buru-buru ia mengerahkan tenaga dalam dan coba membetot senjatanya, tapi sedikitpun tidak bergeming. Cepat bagaikan kilat, tangan kirinya menghantam muka lawan.
Semua orang terkesiap. Kak-wan yang sedang mencekal tahang besi itu, tak bisa menangkis lagi. Pada detik yang sangat berbahaya mendadak Thio Kun Po melompat dan menghantam pundak Ho Ciok Too dengan pukulan Su thong Pat ta yang didapat dari Yo Ko. Pada saat yang bersamaan, Lweekang Kak wan sudah mengalir masuk kedalam tahang dan tiba-tiba saja sepasang "arus" air menyembur dari kedua tahang itu dan menyambar muka Ho Ciok Too, sehingga pukulannya kebentrok dengan air yang menyemprot dan ke dua dua nya basah kuyup.
Oleh karena tangan kanannya mencekal pedang yang di gencet tahang air dan tangan kiri menyambut sambaran air, maka ia tidak bisa menangkis lagi pukulan Thio Kun Po. "Bak !", pukulan itu mengenakan tepat di pundaknya. Sekali lagi semua orang terkejut, sebab Thio Kun Po yaug masih seperti bocah, ternyata memiliki Lweekang yang cukup tinggi, sehingga badan Ho Ciok Too bergoyang2 dan terhuyung kebelakang beberapa tindak.
"O mi-to-hud !" teriak Kak wan. "Ho Kie su, ampuni Loo ceng ! Tikaman-tikaman mu menenakuti sangat." Sehabis berkata begitu, ia menyusut air dan keringat yang membasahi mukanya dan lalu minggir kesamping.
Sekarang Ho Ciok Too naik darah nya. "Aku dengar dalam kuil Siauw lim sie berkumpul banyak sekali orang pandai dan ternyata memang benar begitu," katanya dengan suara mendongkol. "Malahan seorang bocah cilik memiliki kepandaian yang sangat tinggi. Bocah ! Mari kita main-main. Jika kau bisa melayani aku dalam sepuluh jurus, Ho Ciok Too tidak akan datang lagi ke wilayah Tiong goan untuk se lama-lamanya."
Bu sek, Bu siang dan yang lain-lain tahu bahwa Thio Kun Po adalah kacung Cong keng-kok dan sebegitu jauh belum pernah belajar silat. Entah bagaimana secara kebetulan, ia berhasil memukul orang she Ho itu. Mereka yakin, bahwa jika bertempur sungguh sungguh, dalam sejurus saja bocah itu bisa binasa dalam tangan lawannya.
"Ho Kie su salah," kata Boo siang. "Kau bergelar Koein lun Samseng dan ilmu silatmu telah menggetarkan seluruh jagat. Bagaimana kau boleh bertempur dengan satu kacung tukang masak air dan menyapu lantai " Jika kau tidak kau main-main sepuluh jurus.
Ho Ciok Too menggelengkan kepala. "Tak bisa," katanya. "Hinaan pukulan itu, bagaimana bisa disudahi saja. Bocah! Sambutlah!" Hampir berbareng dengan bentakannya, tangannya menyambar kedada Thio Kun Po. Jarak antara dia sangat dekat, sehingga biarpun Bu sek dan Bu siang ingin menolong, sudah tidak keburu lagi. Semua orang menduga, bocah itu akan segera terluka berat.
Diserang dengan pukulan hebat itu, kedua kaki Thio Kun Po tidak bergerak. Ia hanya menggeser ujung kakinya kekanan dan badan nya lantas saja turut berputar kekanan. Dalam gerakan itu, ia sudah berhasil mengempos pukulan lawan. Hampir berbaring, dengan tinju kiri melindungi pinggang, telapak tangan kanannya menyambar. Itulah pukulan Yoe co an hoa chioe (Pukulan menembus bunga) salah satu pukulan pokok dari ilmu silat Siauw lim pay.
Apa yang luar biasa, ialah, waktu memukul tubuhnya kokoh teguh bagaikan gunung, sedang pukulannya dahsyat seperti gelombang sungai Tiang kang. Semua orang kaget bukan main, karena pukulan itu bukan pukulan seorang pemuda yang masih hijau, tapi pukulan seorang tokoh kenamaan dari Rimba Persilatan. Sesudah pundaknya terpukul, Ho Ciok Too tahu, bahwa tenaga dalam pemuda itu banyak lebih kuat dari pada Phoa Thian Keng dan kedua saudara seperguruannya. Tapi ia yakin, bahwa dalam sepuluh jurus, ia akan dapat merobohkannya. Melihat sambaran Yoe coan hoa chioe yang sangat hebat itu, tanpa merasa ia memuji. "Bocah! Lihay benar pukulanmu!"
Jantung Bu siang berdebar2. Ia melirik Bu sek dan berkata seraya bersenyum: "Bu sek Sutee, aku memberi selamat, bahwa dengan diam-diam kau sudah mendapat murid yang begitu berbakat !"
Bu sek menggelengkan kepala dan berkata dengan suara perlahan. "Bukan ...."
Sementara itu, dengan beruntun Thio Kun Po sudah mengirim empat serangan berantai yaitu Auw po lat kiong (Menggeser kaki manarik busur), Tan hong tauw yang (Burung hong menghadap matahari), Sioe teek kiat chiang (Di bawah tangan baju memotong tangan) dan Jie long tan jan (Jie long memikul gunung). Setiap pukulan di sertai dengan Lweekang yang sangat tinggi, sehingga semua pendeta jadi
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
kagum bukan main. Thian beng, Bu sek, Bu siang dan Cit loo dari Sim sian tong saling mengawasi dengan hati berdebar debar. "Pukulan-pukulannya yang sangat bagus dan cepat, masih dapat dimengerti,"
kata Bu siang. "Tapi bagaimana dengan Lwee kangnya yang begitu hebat?"
Sesaat itu dengan paras muka ke merah2-an Ho Ciok Too mengirim pukulan yang keenam. "Sedang seorang bocah saja aku sudah tak mampu jatuhkan, bagaimana aku berani datang di perguruan silat di tempatnya Siauw lim sie dan mengirim surat tantangan ." pikirnya. "Bukankah perbuatanku itu hanya jadi bahan tertawaan orang2 gagah dikolong langit?" sambil memikir begitu, ia memutar badan dan lalu menyerang dengan pukulan Thian san soat piauw (Salju melayang2 di gunung Thiansan), dalam sekejap seluruh badan Thio Kun po sudah dikurang dengan pukulan2 yang menyambar2 bagaikan turunnya salju.
Kecuali Yo Ko yang pernah memberi petunjuk kepadanya dipuncak Hwa san, Kun Po belum pernah menerima pelajaran dari lain guru, Oleh karena itu, ia jadi kaget bukan main ketika melihat serangan2
yang sehebat itu. Pada detik yang sangat berbahaya, dalam bingungnya ia memutar pinggang kekiri, mengangkat kedua tangannya sampai meleWati dagu dan telapakan tangan kiri ber hadapan dengan telapak tangan kanan. Itulah pukulan Song coan chioe (pukulan sepasang lingkaran) dari Siauw limpay, serupa pukulan yang teguh kokoh bagaikan gunung jika disertai dengan tenaga Lweekang yang kuat dan dapat memunahkan segala rupa serangan. Maka itulah semua serangan Ho Ciok Too, tak perduli dari mana datangnya, dapat ditangkis dengan Song coan chioe.
Sampai disitu, kegirangan pihak Siauw Lim sie tak dapat ditekan lagi. Dengan serentak murid2 Tat mo tong bersorak sorai.
Sedang sorakan masih belum mereda, sambil membentak keras, Ho Ciok Too meninju dada lawannya, pukulan itu adalah pukulan biasa saja, tapi disertai dengan tenaga dalam yang sangat dahsyat. Buru-buru Kun Po menolak dengan kedua telapakan tangannya dalam pianhoa citseng. "Buk!", telapakan tangan dan tinju beradu keras. Badau Ho Ciok Too ber goyang2 sedang Thio Kun Po terhuyung ke belakang beberapa tindak.
"Huh!" demikian terdengar suara Ho Ciok Too yang tanpa tenaga dalam mengubah gerakannya lalu maju setindak dan sekali lagi mengirim tinju deugan sepenuh tenaga. Thio Kun Po yaug ilmu silatnya saugat terbatas, kembali menangkis dengan Pian hoa cit seng yaitu mendorong dengan keduu telapakan tangaunya. "Buk !", tubuh Kun Po sempoyongan lima tindak kebelakaug, sedang badan Ho Ciok Too terhuyung kedepan, "Tinggal satu pukulan lagi !" bentaknya dengau paras muka pucat.
"Sambutlah dengan seantero tenagamu!" ia maju dua tindak, memasang kuda2 dan mengirim pukulan dengan gerakan perlahan.
Sesaat itu, ratusan pendeta Siauw lim sie mengawasi sambil menahan napas. Semua orang yakin, bahwa dengan pukulan itu, Ho Ciok Too mempertaruh nama besarnya dan bahwa ia tentu menggunakan seantero tenaga Lwee kang yang dimilikinya.
Untuk ketiga kalinya, Kun Po menyambut dengan Pian hoa cit seng. Sekali ini, beradunya tinju dan telapak tangan tidak mengeluarkan suara apapun juga. Kedua lawan dengan berbareng mengempos semangat mengarahkan seluruh Lweekang mereka.
Mengenai ilmu silat, Ho Ciok Too lebih unggul ratusan kali lipat daripada Thio Kun Po tapi dalam tenaga Lweekang, ia masih belum bisa mengatasi pemuda itu. Semua orang tak pernah mimpi, bahwa secara kebetulan Kun Po memperoleh pelajaran dari Kioe yang Cin ken keng dan memiliki tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat tinggi.
Sama juga mereka bertahan sambil memusat seantero tenaga dalam di tangan mereka. Se-konyong2, berbareng dengan keluarnya suara "huh", Ho Ciok Too mundur setindak karena ia merasa darahnya meluap ke atas, Se bisa2 ia masih mau coba mempertahankan diri, tapi mendadak matanya gelap dan ia lantas memuntahkan darah dari mulutnya. Walau tidak tahu apa artinya memuntahkan itu tak tabu, bahwa lawannya sudah terluka berat Thio Kaen Po kaget bukan main. "Celaka !" teriaknya sambil memburu untuk memapah lawan.
Ho Ciok Too mengebas tangannya dan seraya tertawa getir, ia berkata. "Ho Ciok Too! Ho Ciok Too!
Kau benar2 orang edan!" berpaling kearah Thian beng Siansu dan menyoja sampai ketanah. "Ilmu silat Siauw lim-sie sudah kesohor ribuan tahun dan benar saja nama itu bukan nama kosong," katanya. Hari ini aku bisa membuka kedua mataku lebih lebar. Sehabis berkata begitu, ia memutar badan dan dengan sekali menotol tanah dengan ujung kakinya, tubuhnya melesat beberapa tombak jauhnya. Ia berhenti sebentar dan menengok kearah Kak-wan. "Kak-wan Taysu," katanya. "Orang itu mengatakan, bahwa kitab suci
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
berada di dalam minyak. Ia minta aku menyampaikan perkataannya kepadamu." Dilain saat dengan menotol tanah beberapa kali dengan ujung kakinya, ia sudah berada diluar dari rentetan pohon2 pek yang tumbuh disepanjang jalan. Semua pendeta merasa kagum bukan main, karena sesudah terluka berat ia masih bisa bergerak begitu cepat. Kepandaian dan keuletan itu sesungguhnya jarang ter dapat dalam Rimba Persilatan.
Sesudah musuh berlaen, semua pendeta segera mengawasi Thian beng untuk mendengar perintah lebih jauh. Tiba2 seorang pendeta tua yang bertubuh kurus dari Cit loo Sim sian tong berkata dengan suara nyaring dan menyeram kan.
"Siapa yang sudah turunkan ilmu silat kepada murid itu?"
Semua orang bergidik mendengar suara itu yang menyerupai bunyinya seekor burung malam. Thian bong, Bu sek dan Bu siang yang juga ingin mengajukan pertanyaan tersebut, dengan serentak mengawasi Kak wan dan Thio Po. Tapi guru dan murid itu tidak lantas menjawab. Mereka berdiri bengong dengan mulut ternganga.
"Kak wan memiliki Lweekang yang sangat tiggi, tapi bisa dilihat nyata, bahwa ia belum pernah belajar ilmu silat," kata Thian beng.
"Apa yang mengherankan adalah ilmu silat Siauw lim dari anak itu. Siapakah yang sudah mengajarkannya?"
Semua murid Tat mo tong dan Lo han tong menunggu jawaban dengan hati berdebar2. Semua orang menganggap bahwa bocah itu yang sudah merobohkan musuh sedemikian tangguh, pasti bakal mendapat hadiah besar, sadang gurunya pun akan mendapat pujian tinggi.
Melihat Thio Kun Po tidak mejawab pertanyaannya, alis sipendeta tua mendadak berdiri dan pada paras mukanya terdapat sinar Pembunuhan. " Hei! Aku tanya kau. Siapa yang mengajar Lohan kun kepadamu?" tanyanya pula dengan suara keras.
Thio Kun Po segera merogoh saku dan mengeluarkan sepasang Tiat lo han (Lo han besi) yang diberikan kepadanya oleh Kwee Siang.
"Teecu (murid) belajar dari kedua Tiat lo han ini," jawabnya. "Dengan se-benar2nya Tee cu belum pernah mendapat pelajaran ilmu silat dari siapa juga pun."
Sipendeta tua maju setindak dan berkata pula dengan suara perlahan. "Kau bicaralah se tulus2nya.
Siapa yang sudah turunkan ilmu silat kepadamu?" Walaupun diucapkan seperti berbisik, suara itu yang disertai Lweekang yang tinggi, dapat nyata oleh semua orang.
Thio Kun Po merasa sangat kecewa, tapi karena tidak merasa bersalah, maka biarpun melihat paras muka sipendeta tua yang menyeramkan, sedikitpun ia tidak merasa keder. "Tidak, dalam kuil ini, belum pernah ada seorang pun yang mengajar ilmu silat kepada Teecu" katanya dengan suara nyaring. "Teecu selalu berdiam di Keng kok, menyapu lantai, masak air dan melayani Kak wan Suhu. Beberapa pukulan Lo han-kun itu telah dipelajari oleh Tee-cu sendiri dan jika ada gerak-gerik yang kurang benar, Teecu memohon Loo suhu sudi memberi petunjuk.
Si pendeta tua mengeluarkan suara di hidung dan kedua mata yaug ber-api2, ia menatap wajah Thio Koeh Po. Lama sekali ia mengawasi muka pemuda itu tanpa mengeluarkan sepatah kata.
Kak wan tahu, bahwa pendeta Sim sian-tong itu mempunyai kedudukan sangat tinggi dalam Siauw lim-sie dan ia adalah Susiok (paman guru) dari Thian beng Siausu. Melihat sikap situa tehadap muridnya, ia merasa sungguh tidak mengerti. Tiba2 waktu kedua matanya kebentrok dengan mata pendeta tua yang penuh dengan sorot kebencian, dalam otaknya berkelebat suatu keingatan. Ia ingat bahwa duapuluh tahun lebhn berselang, secara ke betulan dalam Cong kek kok ia mandapatkan se jilid buku tipis dengan tulisan tangan, yang mencatat suatu peristiwa besar dalam kuil Sauw lim-sie.
Kejadiannya seperti berikut. Pada tujuh puluh tahun lebih yang lalu, Hong thio kuil Siauw lim-sie adalah Kouw tin Siansu, itu Sucouw atau kakek guru dari Thian beng Siansu. Menurut adad, setiap tahun sekali ada hari perayaan Tiong-cu, di Tat mo tong diadakan ujian ilmu silat yang di kepalai oleh Hong thio, sIoe cu dari Tat mo-tong dan Lo han-tong. Tujuan dari ujian itu adalah untuk melihat kemajuan para murid Siauw limsie selama satu tahun.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Diluar dugaan, waktu diadakan ujian pada tahun itu, telah terjadi suatu peristiwa yang sangat menyedihkan.
Sesudah semua murid memperlihatkan kepandaiannya, pemimpin Tat mo tong, Kouw tie Siansu, segera naik kemimbar
dan membincangkan kepandaian setiap murid. Selagi Kouw-tie enak bicara, tiba2 muncul seorangTauw-to, atau pendeta yang memiara rambut, yang lantas saja berteriak; "Omongan Kouw tie Siansu omongan kentut anjing! Dia sebenarnya tak tahu apa artinya ilmu silat dan berani mati, ia menduduki kursi Sui-co dari Tat mo-tong. Sungguh memalukan!"
Dengan kaget semua pendeta mengawas orang itu yang ternyata adalah Tauw to yaag bekerja didapur sebaai tukang menyalakan api. Pada sebelum guru mereka membuka mulut, murid2 Tat mo-tong sudah balas mencaci dengan kegusaran yang meluap-luap.
"Jangan banyak bacot kau!" teriak Si Tauw to "Gurunya kentut anjing, muridnyapun kentut anjing!"
Sehabis memaki, ia berdiri di tengah ruangan dengan sikap menantang. Sejumlah pendetalantas saja maju untuk menghajar Tauwto itu, tapi satu demi satu, mereka dirobohkan secara mudah sekali. Apa yang lebih hebat lagi si Tauwto tidak berlaku sungkan2. Sembilan murid utama dari Tat mo tong telah dijatuhkan dengan luka berat atau patah kaki tangannya.
Kouw tie Siansu kaget tercampur gusar. Ia mendapat kenyataan bahwa ilmu silat Tauwto itu adalah ilmu Siauw limpay, sehingga dia bukan seorang luar yang sengaja datang untuk mengacau. Sambil menahan amarah, Kouwtie meanaya siapa gurunya. "Aku belajar sendiri, tak satu manusia pun yang mengajar aku," jawabnya.
Apa latar belakang perbuatan Tauwto itu" Ternyata, selama baberapa tahun ia sering dianiaya olah pemilik bagian dapur yang beradat berangasan dan suka main pukul orang sebawahannya. Tiap kali ia muntah darah akibat pukulan pemilik dapur itu yang sering turun tangan tanpa mengenal kasihan. Dengan mendedam sakit hati yang sangat besar, diam2 ia belajar silat. Ia mendapat kesempatan luas untuk mencuri pelajaran, karena hampir semua murid Siauwlim si pandai ilmu silat jika seseorang bertekat untuk melakukan serupa pekerjaan lama atau cepat, ia pasti akan berhasil.
Dibantu dengan kecerdasan otaknya yang melebihi manusia biasa, maka dalam tempo belasan tahun, ia sudah memiliki, kepaudaian yang sangat tinggi. Tapi ia masih tetap menyembunyikan kepadaianaya itu dan terus bekerja sebagai tukang menyalakan api yang dengar kata Kalau dipukul oleh sipemilik dapur, ia sama sekali tidak melawan. Berkat Lweekangnya yang sangat kuat, ia sekarang tidak takut lagi segala pukulan. Dengan sabar ia berlatih terus. Sesudah merasa, bahwa kepandaiannya berada diatas semua pendeta Siawlim sie, pada hari ujian silat, dihari Tiongcu, barulah ia turun tangan.
Sakit hati yang sadah didendam belasan tahun lamanya, menanam rasa benci terhadap semua pendeta Siauwlimsie, di dalam lubuk hatinya, maka itu ia sudah menyerang tanpa sungkan2 lagi.
Sesudah mengetahui sebab musabab kejadian itu, Koawti Siansu tertawa dengan seraya berkata, "Aku sungguh merasa kagum akan kegiatanmu itu." Ia turun dari mimbar dan satu pertempuran hebat lantas saja terjadi. Pada masa itu, Kouwtie adalah orang yang berkepandaian paling tinggi di-kuil Siauwlimsie.
Mereka berdua segera serang menyerang dengan menggunakan ilmu2 pukulan yang paling hebat dan dalam tempo cepat, mereka sudah bertempur kurang lebih 500 jurus.
Semakin lama pertempuran semakin hebat, sehingga mencapai sesuatu titik yang sangat berbahaya.
Pada saat itu, karena mengingat jerih payahnya si Touw to untuk memiliki kepandaianya yang begitu tinggi, dalam hati Kouw tie muncul perasaan sayang dan kasihan. Maka itu, sambil mementang kedua tangannya, ia membentak. "Mundurlah!"
Tapi sungguh sayang, si Tauw to salah tampah maksud orang yang baik. Ia menduga, bahwa dengan mementang kedua tangannya, Kouw tie Siansu ingin menyerang dengan Sin ciang Pat ta (Delapan pukulan Tangan Malaikat), salah satu ilmu terlihay dari Siauw lim sie. Ia ingat, bahwa waktu berlatih dengan ilmu itu, seorang murid Tat mo tonG pernah mematahkan satu balok kayu dengan pukulan kedua tangannya. Maka ita, ia tahu hebatnya Sin ciang Pat ta. Biar bagaimanapun juga, biar memiliki kepandaian tinggi tapi karena ia belajar dengan mencuri dan tidak mendapat petunjak guru yang pandai, maka ia masih belum bisa menyelami ilmu Siauw lim pay sampai didasarnya.
Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia sama sekali tak tahu, bahWa dengan mementang kedua tangannya, Kouw tie Siansu sebenarnya mengeluarkan pukulan Hun kay cian ( pukulan memecah dan membuka) untuk meminjam dan memindahkan tenaga, dengan tujuan menghentikan pertempuran begitu lekas kedua belah pihak
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
melompat mundur. Ia menduga, bahwa Koauw tie ciaag (pukulan pembelah hati), pukulan keenaam dari Sin ciang Pat ta. Dengan menduga begitu, ia berkata dalam hatinya: "Tak begitu gampang kau ambil jiwaku !" la melompat dam memukul dengan kedua tangannya.
Pukulan kedua tangan itu menyambar bagaikan gunung roboh. Dengan hati mencelos Kouw tie Siansu buru-buru membalik tangannya untuk menangkis, tapi sudah tak keburu lagi Dengan satu suara "buk !", tulang lengan kiri dan empat tulang dadanya patah ! Semua pendata kaget dan bingung dengan serentak mereka memburu untuk memberi pertolongan. Tapi Kouw tie yang sudah terluka berat, hanya tersengal2
napasnya dan tidak dapat mengeluarkan sepatah kata lagi. Malam itu ia menutup mata.
Selagi seluruh Siauwlim sie diliputi kedukaan basar, malam itu siauw-To diam-diam menyatroni dam membinasakan sipendeta pemilik dapur serta lima pendeta yang mepunyai ganjelan dengannya.
Kejadian itu menerbitkan kegemparan dan kegusaran yang tiada taranya dalam sejarah Siauw-lim sie.
Pendeta pimpinan lantas saja mengirim puluhan pendeta yang berkepandaian tinggi untuk membekuk Tauw to kejam itu, tapi sesudah mencari sana sini diseluruluh Kang-lam, dan Kang-pak(daerah sebelah selatan dan utara Sungai Besar), usaha mereka tidak berhasil.
Dan akibat dari peristiwa itu, dalam Siauw lim sie belakangan muncul gelombang yang merupakan perebutan kekuasaan dan saling salah menialahi. Dalam gusarnya, pemimpin La han tong, Kouw hui Sian su, telah pergi di See ek dimana ia kemudian membentuk sebuah cabang Siauw lim pay. Phoa Thian Keng dan kedua saudara seperguruannya adalah murid2 Kouw hui Sian su.
Demikian bunyi catetan dalam buku tipis itu, yang kebetulan dapat dibaca oleh Kak wan.
Sesudah itu, ilmu silat Siauw lim sie merosot banyak. Untuk mencegah terulangnya kejadian itu, para pemimpin lalu mengadakan peraturan, bahwa setiap murid Siauw lim sie hanya boleh belajar silat dibawah pimpinan guru dan bahwa siapa pun juga tidak boleh mencari belajar, orang yang melanggar diancam dengan hukuman sangat berat paling berat hukuman masih paling enteng diputuskan tulang dan uratnya, supaya dia orang barcacat. Selama puluhan tahun, peraturan itu dipertahankan dengan kerasnya dan tak pernah terjadi lagi peristiwa mencari belajar silat. Sesudah lewat banyak tahun, per-lahan-lahan orang2 mulai melupakan kejadian hebat itu.
Si pendeta tua anggota Sim sian tong itu, adalah salah seorang murid Kouw tie Sian su. Selama puluhan tahun, ia tak pernah melupakan kebinasaan gurunya yang sangat menyedihkan. Maka itulah, begitu tahu Thio Kun Po memiliki ilmusilat tinggi tanpa mempunyai guru, kejadian yang sudah lampau kembali terbayang didepan matanya dan rasa sedih dan gusar me-luap2 dalam hatinya.
Mengingat apa yang telah dibacanya, tanpa merasa Kak wan mengeluarkan keringat dingin "Loo hong thio!" teriaknya. "Ini .... Kun Po...."
Belum habis perkataan itu, Bu siang Siansu sudah membentak. "Murid2 Tat mo tong! Majulah! Bekuk dia!"
Hampir berbareng dengan perintah itu, delapan belas murid Tat mo tong segera mdlompat maju untuk mengurung Kak wan dan muridnya. Karena mereka membuat lingkaran besar, Kwee Siang pun turut terkurung di dalamnya.
"Murid2 Lo han tong! Mengapa kau belum mau maju?" seru si pendeta Sim sian tong. Semua murid Lo ham tong segera bergerak serentak dan membuat tiga lingkaran lain diluar lingkaran murid2 Tat mo tong,
Thio Kun Po jadi bingung bukan main, Apakah dengan mengalahkan Ho Ciok Too, ia telah melanggar peraturan kuil ! "Suhu!" teriaknya. "Aku... aku... "
Kurang lebih sepuluh tahun, Kak wan telah hidup ber-sama2 muridnya dan kecintaan mereka tiada bedanya seperti kecintaan antara ayah dan anak. Ia tahu, bahwa jika Kun Po sampai kena ditangkap, biarpun tidak mati, ia bakal jadi orang bercacad.
"Kalau tak mau turun tangan sekarang, mau tunggu sampai kapan lagi?" tiba2 terdengar bentakan Bu siang Sian su.
Delapan belas murid Tat mo tong lantas saja mendesak dengan hebataya. Tanpa memikir lagi, Kak wan memutar sepasang tahang besi yang bembuat sebuah lingkaran, disertai dengan tenaga Lweekangnya yang sangat dahsyat, sehingga semua pendeta-pendeta itu tidak bisa maju. Bagaikan senjatanya itu
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
sepasang bandringan, kedua tahang besi itu ter-putar2 dan untuk menyelamatkan diri, murid2 Tat mo tong terpaksa melompat kebelakang. Sesudah semua penyerang terpukul mundur, tiba2 Kak wan menyapu dengan kedua tahangnya dan Kwee Siang masuk ketahang kiri dan Kun Po masuk ketahang kanan.
Sesudah itu, bagaikan terbang, ia turun gunung dengan memikul kedua orang muda itu. Semakin lama suara berkerincingnya rantai jadi semakin jauh dan beberapa saat kemudian, tidak kedengaran lagi.
Karena peraturan Siauw lim-sie selalu dijalankan dengan keras. Maka, sesudah Sioe-co Tat mo-tong mangeluarkan perintah untuk menangkap Thio Kun Po, biarpun tahu tak bisa menyandak, semua murid Tat mo-tong lantas saja mengubar. Dalam pengejaran itu, terlihatlah siapa yang berkepandaian lebih rendah dan mengentengkan badannya masih agak cetek, lantas saja ketinggalan dibelakang. Sesudah siang terganti malam, hanya lima orang saja yang masih mengejar terus. Tiba2 jalanan terpecah jadi beberapa cagak. Mereka jadi bingung sebab tak tahu, jalanan mana yang diambil Kak wan. Demikianlah, mau tak mau dengan masgul mereka kembali kekuil untuk mendengar perintah jauh.
Sesudah kabur seratus li lebih, barulah Kak wan berani menghentikan tindakannya. Ternyata, ia sudah masuk kedalam sebuah gunung yang sepi. Meskipun memiliki Lweekang yang sangat tinggi, tapi sesudah lari begitu lama dengan pikulan yang begitu berat, ia tidak bertenaga lagi, Kwee Siang dan Kun Po lanas saja melompat keluar dari tahang yang separuhnya masih penuh air.
Mereka basah kuyup dan sesudah mangalami kekagetan hebat, paras maka mereka masih kelihatan pucat.
"Suhu," kata Kun Po. "Kau mengaso dulu disisi, aku mau pergi cari makanan"
Tapi dalam gunung yang sepi, dimana ia mancari makanan" Sesudah pergi beberapa jam, ia kembali dengan hanya membawa buah buahan hutan. Sesudah menangsal perut mereka mengaso dengan menyender dibatu2.
"Toahweeshio," kata Kwee Siang. "Para pendata Siauw lim-sie kelihatannya aneh-aneh."
Kak wan tidak menjawab. Ia hanya mengeluarkan suara "hemm"
"Benar2 gila," kata pula si nona. "Dalam kuil itu tak seorangpun yang bisa melawan Kun lun Sam seng Ho Ciok Too, yang hanya dapat dipukul mundur dengan mengandalkan tenaga kalian berdua. Tapi sebaliknya dari berterima kasih, mereka berbalik mau menangkap saudara Thio. Benar2 gila! Mereka agaknya tak bisa membedakan yang mana hitam, yang mana putih."
Kak wan menghela napas. "Dalam hal ini kita tidak dapat menialahkan Loo hong thie dan Bu siang suheng" katanya. "Dalam Siauw lim sie terdapat sebuah peraturan . .. " Ia tak bisa meneruskan perkataannya karena lantas batuk tak henti2nya.
"Toahweeshia, kau terlalu letih" kata Kwee Siang seraya me-mukul2 punggung sipendeta "Besok saja baru kau ceritakan
." Kak wan menghela napas, "Benar aku terlalu capai." katanya.
Thio Kun Po segera mengumpulkan cabang kering dan membuat perapian untuk mengeringkan pakaian Kwee Siang dan pakaian nya sendiri. Sesudah itu mereka bertiga lalu tidur dibawah satu pohon besar.
Ditengah malam sinona tersadar. Tiba2 ia medengar Kak wan bicara seorang diri, seperti juga sedang menghafat kitab suci. Antara lain ia berkata: "... Tenang dia merintangi kulit dan buluku, niatku sudah masuk ketulang dia. Dan tangan saling bartahan. Hawa menembus. Yang dikiri berat, yang pikiran kosong, sedang yang dikanan sudah pergi. Yang kanan berat, yang kanan kosong, yang kiri sudah pergi . .
. " Sekarang Kwee Siang mendapat kepastian, bahwa apa yang dihafal si pendeta adalah kitab ilmu silat .
"Toahweahsio tidak mengerti ilmu silat, tapi ia seorang kutu buku yang membaca dan menghafal segala apa yang dihadapinya," katanya di dalam hati. "Beberapa tahun berselang, dalam pertempuran pertama dipuncak Hwa san. la telah memberitahukan, bahwa disamping kitab Leng keh keng, Tat mo Loo couw juga menulis sebuah kitab iImu silat yaag dinamakan Kioe yang Cin keng. Ia mengatakan bahwa pelajaran dalam kitab itu dapat menguatkan dan menyehatkan badan. Tapi sesudan berlatih menurut petunjuk2 kitab itu, tanpa marasa guru dan murid itu sudah memanjat tingkatan yang sangat tinggi dalam dunia persilatan. Hari itu, waktu diserang olah musuhnya Siauw Siang Cu, dengan sekali membalas saja, ia berhasil melukakan penyerangnya. Kepandaian yang setinggi itu belum tentu dimiliki Thia-thia atau
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Toakoko. Cara Thio Kun Po merobohkan Ho Ciok Too lebih2 mengagumkan. Apakah itu semua bukan berkat pelajaran Kioe yang Cin keng" Apakah yang barusan dijajalnya bukan Kioe yang Cin keng?"
Mengingat begitu, perlahan-lahan supaya tidak mengagetkan sipendeta, ia bangun dan duduk. Ia memasang kuping terang terang dan mengingat ingat apa yang di katakan Kakwan "Kalau benar apa yang dihafal Toa hwe shio adalah Ciu yang Cin keng, aku tentu tidak bisa menyelami artinya dalam tempo cepat, pikirnya. "Biarlah besok aka minta petunjuknya."
Sesaat kemudian, Kak wan berkata kata pula: "... Lebih dulu dengan menggunakan hati memerintahkan badan, mengikuti orang lain, tidak mengikuti kemauan sendiri. Belakangan badan bisa mengikuti kemauan hati. Menurut kemauan hati dengan tetap mengikuti orang. Mengikuti kemauan sendiri artinya mandek, mengikuti orang lain artinya hidup. Dengan mengikuti kemauan orang lain, kita bisa mengukur besar kecilnya tenaga orang itu, bisa mengenal panjang pendeknya lawan. Dengan adanya pengetahuan itu, bisa maju dan bisa mundur dengan leluasa."
Mendengar sampai di situ. Kwee Siang menggeleng2kan kepala. "Tak benar, tak benar." katanya di dalam hati. "Ayah dan ibu sering mengatakan, bahwa jika berhadapan dengan lawan kita harus lebih dulu mengusai lawan dan sangat sampai diri kita kita dikuasai lawan. Apa yaag dikatakan Toa hweshio tak benar."
Selagi sinona memikir perkataan Kak wan, si pendeta sudah berkata lagi. "Lawan tidak bergerak, kita tidak bergerak. Lawan bergerak sedikit, kita mendului. Tenaga seperti juga longgar, tapi tidak longgar, hampir dikeluarkan, tapi belum dikeluarkan. Tenaga putus, pikiran putus....."
Semakin mendengari Kwee Siang jadi semakin bingung. Semenjak kecil, ia telah dididik bahwa
"orang yang bergerak lebih dulu mengusai lawan, sedang yang terlambat gerakannya dikuasai lawan.
Dengan lain perkataan, pokok dasari lmu silatnya ialah 'mendului lawan'. Tapi Kak wan mengatakan, bahwa mengikuti kemauan sendiri artinya mandek, mengikuti kemauan orang lain artinya hidup. Dan itu semua adalah sangat bertentangan dengan apa yang telah dipelajarinya.
"Jika aku berhadapan dengan musuh dan pada saat penting, aku mengikuti kemauan musuh2 mau ketimur aku ketimur musuh mau kebarat aku kebarat bukankah demikian, aku seolah olah cari penggebak sendiri?" kata nya di dalam hati.
Ilmu silat yg berpokok dasar. "Menguasai lawan dengan bergerak belakangan" baru dihargai orang pada jaman kerajaan Beng, pada jaman makmurnya partai Bu ciang pay. Maka dapatlah di mengerti, bahwa di waktu itu buntut kerajaan Song perkataan Kak wan membingungkan sangat hatinya Kwee Siang.
Dengan adanya kesangsian itu, banyak perkataan si pendeta tidak dapat ditangkap Kwee Siang. Ketika melirik, ia lihat Thio Kun Po sedang bersila dan mendengari perkataan gurunya dengan sepenuh perhatian. "Biarlah, tak perduli ia benar atau salah, aku mendengari saja," pikirnya. "Dengan mataku sendiri, aku menyaksikan Toa hwashio melukakan Siauw Siang Cu dan mengusir Ho Ciok Too. Sebagai orang yang memiliki kepandaian begitu tinggi, apa yang dikatakannya tentu mempunyai alasan kuat."
Memikir begitu, ia lantas saja memusatkan pikirannya dan mendengari setiap perkataan yang diucapkan si pendeta.
Kak wan menghafal terus dan kadang2 dalam kata2nya terselip bagian2 dari kitab Leng-ka-keng. Hal ini sudah terjadi karena Kioe Yang Cin ken sebenarnya ditulis diantara huruf2 kitab Leng-ka-keng, sehingga si pendeta, yang sifatnya agak tolol, dalam menghafal Kioe-yan Cin keng, sudah menyelipkan kata2 dari kitab itu. Tentu saja Kwee Siang jadi makin bingung. Tapi berkat kecerdasan otaknya, ia berhasil juga menangkap sebagian dari apa yahg didengarnya.
Rembulan mendoyong kebarat dan makin lama suara sipendeta jadi makin perlahan. "Teahweeshio"
kata si nona dengan suara membujuk. "Kau sudah sangat capai, tidurlah lagi"
Tapi Kak wan sepzrti juga tidak mendengarnya dan berkata pula dengan suara terlebih keras.
" ...Tenaga dipinjam dari orang. Hawa dikeluarkan dari tulang punggung. Dari kedua pundak masuk di tulang punggung dan berkumpul di pinggang. Inilah hawa yang dari atas turun kebawah dan dinamakan
"Hap" (MenutuP). Kemudian, dari pinggang hawa itu naik ketulang punggung dan dari tulang punggung meluas sampai di lengan dan bahu tangan. Inilah hawa yang naik dari bawah keatas dan dinamakan "Kay"
(Membuka). "Hap" berarti mengumpulkan, sedang "Kay" berarti melepaskan. Siapa yang Paham akan artinya "Hap" dan "Kay" akan mengerti juga artinya Im-Yang (negatif dan positif). . . ."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Suaranya semakin perlahan dan akhirnya tidak terdengar lagi, seperti orang sudah pulas. Kwee Siang dan Thio Kun Po tidak berani mengganggu dan hanya mengingat apa yang barusan didengar.
Tak lama kemudian, bintang2 mulia menghilang, rembulan menyilam kebarat dan sesudah cuaca berubah gelap untuk kira2 semakanan nasi, disebelah timur mulai kelihatan sinar terang.
Kak wan masih tetap bersila sambil meramkan kedua matanya, sedang badannya tidak bergerak dan pada bibirnya tersungging satu senyuman. "Kwee Kauwnio, apa kau tidak lapar?" bisik Kun Po. "Aku mau pergi sebentaran untuk cari bebuahan. Ketika menengok, tiba2 ia lihat berkelebatnya satu bayangan manusia dibelakang pohon dan samar2, orang itu seperti juga mengenakan jubah petapaan warna kuning.
Ia tersiap dan membentak: "Siapa ?" Seorang pendeta tua yang bertubuh jangkung muncul dari belakang pohon dan pendeta itu bukan lain daripada pemimpin Lo han tong, Bu sek Siansu.
Kwee Siang kaget tercampur girang. "Toahweeshio," tegurnya. "Mengapa kau terus membuntut"
Apakah kau mau menangkap juga guru dan murid ini ?"
"Biar bagaimana juga, loo ceng (aku sipendeta tua) masih bisa melihat apa yang benar dan apa yang salah," jawabnya dengan paras muka sungguh2. "Aku bukan seorang yang tak tau peraturan. Sudah lama sekali loo ceng tiba disili dan jika mau turuh tangan, loo ceng tentu tidak menunggu sampai sekarang.
Kak wan suteee, Bu siang Sian su dan murid2 "Tat mo tong mengejar kejurusan timur. Lekas kalian lari kesebelah barat."
Tapi pendeta itu terus bersila dan sedikit pun tidak bergerak. Kun Po mendekati seraya memanggil.
"Su hu, bangunlah ! Lo han tong Sioe co ingin bicara denganmu."
Kak wan bersila terus. Dengan jantung memukul keras, Kun Po menyentuh pipi gurunya yang dingin bagaikan es. Ternyata, Kak wan sudah meniggalkan dunia yang fana ini.
Simurid munubruk dan memeluk gurunya sambil mengeluarkan teriakan menyayat hati. "Suhu ! Suhu
!" teriaknya sambil menangis tersedu-sedu.
Bu sek Siauseo merangkap kedua tangannya dan berkata dengan suara perlahan : "dilangit tak ada awan, di tempat penjuru terang benderang angin membawa bau harum, seluruh gunung sunyi senyap. Hari ini bertemu dengan kegirangan besar. Bebas dari bahaya dan bebas pula dari segala penderitaan. Apa tak pantas untuk diberi selamat ?" Sehabis berdoa, orang beribadat itu segera berlalu tanpa mengeluarkan sepatah kata lagi.
Bukan saja Kun Po tapi Kwee Siangpun mengucurkan tidak sedikit air mata. Sesuai dengan agama mereka jenazah semua pendata Siauw lim sie yang meninggal dunia di perahukan. Maka itu mereka lalu mengumpulkan kayu dan cabang2 kering dan kemudian membakar jenazah Kak wan.
Sesudah bares, Kwee Siang berkata dengan suara terharu. "Saudara Thio, kurasa pendeta2 Siauw lim sie akan terus berusaha untuk menangkap kau. Maka itu kau harus berlaku hati-hati. Disini saja kita berpisahan dan di hari kemudian, kita tentu akan mendapat ke sempatan untuk bertemu lagi."
"Air mata sipemuda itu mengalir turun kedua pipinya. "Kwee Kouwnio katanya dengan suara parau."
Kemana saja kau pergi, aku mau mengikut."
Mendengar jawaban itu, sinona merasa pilu bukan main dan ia berkata dengan suara gemetar. "Aku adalah orang yang tengah menjelajah dunia dan aku sendiripun tak tahu kemana aka bakal menuju." Ia berdiam sejenak dan lula berkata pula. "Saudara Thio berusia sangat muda dan tak punya pengalaman dalam dunia Kang ouw, disamping itu pendata pendeta Siauw lim sie tentu bakal terus menerus manguber kau. Begini saja." Seraya berkata begitu, ia meloloskan gelang emas dari pergelangan tangannya dan lalu menyerahkannya kepada pamuda itu. "Bawahlah gelang ini kekota Siang yang dan minta bertemu dengan ayah ibuku," katanya lagi. "Mereka pasti akan memperlakukan kau dengan baik. Begitu lantas kau sudah barada dibawah perlindungan kedua orang tuaku para pendata Siauw lim sia pasti tak akan menyukarkan kaulagi." Dengan air mata berlinang linang, Kun Pa menyambuti gelang mas itu.
Sesaat kemudian Kwee Siang berkata pula dengan suara gerak. "Beritahukanlah kedua orang tuaku, bahwa aku tak kurang suatu apapun dan aku harap mereka tidak memikiri diriku. Ayahku paling suka dengan pemuda yang gagah dan sesudah bertemu dengan kau mungkin sekali ia akan mengambil kau sebagai murid. Adikku sederhana dan polos dan aku merasa pasti ia bisa bergaul rapat denganmu. Hanya Ciecieku yang agak sombong dan jika kalau ada orang yang punya salah sedikit saja, ia lalu menyemprotnya tanpa sungkan2lagi. Tapi asal kau bisa mengalah, kurasa tak bakal terjadi apa-apa yaag tidak diingini." Sehabis berkata ia memutar badan dan terus berjalan pergi.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Dapat dibayangkan bagaimana besar kedukaan Thio Kun Po pada waktu itu. Dengan berlalunya Kwee Siang ia betul merasa, bahwa ia hidup sebatang kara dalam dunia yang leba. Lama, lama sekali ia berdiri bengong didepan tumpukan sisa kayu dan abu bekas membakar guranya. Sesudah kenyang memeras air mata, perlahan-lahan, dengan hati seperti diris-iris, ia berjalan pergi. Tapi baru saja belasan tombak, ia kembali lagi dan lalu mengambil pukulan serta sepasang tahang besi, peninggalan mendiang gurunya.
Sesudah itu, barulah ia meninggalkan tempat itu dengan tindakan lumbung, dengan kesepian dan dengan kedukaan besar.
Berselang kurang lebih setengah bulan, ia tiba didaerah Ouwpak dan sudah tak jauh lagi dari kota Siang yang. Untung juga, berkat pertolongan Bu sek Siang su, dalam perjalanan itu ia tidak bertemu dengan pengejar pengejarnya.
Hari itu, diwaktu lohor, ia berada dikaki sebuah gunung yang besar. Waktu tanya seorang dusun, baru ia tahu, bahwa gunung itu guanung Bu tong atau Bu tong san, yang bukan saja besar dan angker, dengan hutan2 lebat serta tebing2 curam, tapi juga sangat indah pemandangan alamnya.
Selagi enak berjalan sambil memandang keindahan alam, tiba2 ia dilewati oleh dua orang pemuda dan pemudi dusun yang berjalan sambil berendeng pundak. Dilihat gerak geriknya tak bisa salah lagi mereka suami istri.
Dengan kupingnya yang sangat tajam, Kun po dapat menangkap perkataan si isteri yang sedang ngomeli suaminya. "Kau satu laki2 sejati, tapi sebaliknya dari mendirikan rumah tangga dengan tenaga sendiri, kau selalu mengandal kepada Ciecie dan Ciehumu, sehingga akhirnya kau dihina. Kita berdua masih punya tangan dan kaki dan kita pasti bisa cari makan sendiri. Andaikata kita mesti hidup miskin dengan menanam sayur, tapi kita hidup dengan merdeka. Kau lelaki yang tak punya tulang punggung dan sungguh percuma kau hidup dalam dunia. Orang sering kata, kecuali mati, tak ada urusan besar. Apa kau tidak bisa hidup tanpa mengadai kepada orang lain?"
Sang suami tak berani menjawab mukanya berwarna ungu, seperti juga hati babi. Tanpa disengaja, perkataan wanita itu mengenakan jantung ati Kun Po. "Kau satu laki2 sejati, tapi sebaliknya dari mendirikan rumah tangga dengan tenaga sendiri, kau selalu mengandal pada Cieciee dan Ciehumu, sehingga akhirnya kau dihina. Apa kau tidak bisa hidup tanpa mnegandal kepada orang lain?" Ia berdiri terlongong memikir kata2 itu. Dilain saat, sang suami mengucapkan bebera perkataan yang tidak dapat didengar oleh nya. Sesudah itu, mereka tertawa berkakakan. Rupanya silelaki sudah mengambil putusan untuk berdiri sendiri dan isterinya jadi girang sekali.
"Kwee Kouwhio mengatakan, bahwa Cie-cie nya beradat jelek dan biasa menyemprot orang tanpa sungkan" sehingga aku harus selalu mengalah," pikirnya. "Aku adalah seorang laki2 sejati, perlu apa aku mesti menunduk begitu rupa didepan orang hanya untuk bisa hidup dengan selamat" Kedua suami istri dusun itu masih mempunyai semangat untuk berdiri diatas kaki sendiri. Masa aku, Thio Kun Po, mesti selalu bernaung dibawah atas orang dan hidup dengan memperhatikan sorot mata tuan rumah?"
Sesudah berpikir beberapa lama, ia segera mengambil putusan gagah. Dengan memikul kedua tahang besi, ia segera mendaki Bu tong san. Mulai waktu itu, ia minum air gunung makan buah2an dan melatih diri berdasarkan Kioe yang Ci keng yang didapat dari gurunya. Berkat kecerdasan dan juga karena apa yang dipelajari ialah sebuah kitab luar biasa dalam dunia persilatan, maka dalam tempo belasan tahun Lweekangnya sudah mencapai tingkatan tinggi. Pada suatu hari, selagi jalan2 di gunung itu, ia menyaksikan pertarungan sengit antara seekor ular dan seekor burung. Dengan segala kegesitannya burung itu meyerang dari berbagai jurusan, tapi ia masih kalah setingkat dari ular itu, hingga akhirnya dia terpaksa melarikan diri. Tiba2 saja Kun Po mendapat serupa ingatan dan tujuh malam, ia merenungkan ingatan itu dalam guha. Mendadak ia tersadar, kedua matanya, seolah menembus suatu tabir rahasia. Ia sekarang dapat memahami suatu pokok dasar yang luar biasa dalam dunia persilatan, yaitu: Dengan "Joe"
(kelembekan) melawan "Kong" (kekerasan).
Tanpa merasa ia dongak dan tertawa terbahak-bahak. Tertawa kegirangan itu berarti muncul sutiu Tay cong su (guru besar) baru dalam Rimba persilatan. Dan ilmu yang didapatnya sendiri, digabung dengan Lweekang berdasarkan Kioe yang Cin keng, ia telah menggubah semacam ilmu silat yang belakangan dikenal sebagai
ilmu silat Bu tong sedang muridnya telah bersatu dalam suatu "partai" persilatan baru yang dinamakan Bu tong pay. Sesudah lewat lagi sekian tahun, pada waktu berkelana di Tiongkok Urara, ia telah bertemu dengan tiga puncak gunung (Sam Hong) yang luar biasa dan oleh karenanya ia lalu menggunakan gelar Sam Hong untuk dirinya sendiri dan luar biasa dalam sejarah persilatan di Tiongkok.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Bagaimana dengan Kwee Siang" Puluhan tahun lamanya, sinoana berkelana diempat penjuru untuk mencari Yo Ko dan Siauw Liong Lie. Demi kecintaan yang suci murni dari muda sampai tua ia men-cari2
tanpa rasa menyesal sedikitpun juga. Tapi Yo Ko dan Siauw Liong Lie telah melenyapkan diri dan tak muncul lagi dalam dunia pergaulan. Waktu mencapai usia enampuluh tahun, tiba2 Kwee Siang terbuka matanya dan ia tersadar, akan kemudian mencukur rambut dan hidup sebagai pendeta perempuan dipuncak gunung Go bie san. Disitulah, dengan tekun ia melatih diri dam mempelajari ilmu silat,sehingga kian lama kepandaiannya jadi kian tinggi. Belakangan ia juga menerima murid dan serta cucu muridnya mempersatukan diri kedalam satu partai persilatan yang dikenal kedalam partai persilatan yang dikenal sebagai Go bie pay.
Dilain pihak, sesudah menderita kekalahan didepan kuil SiauW lim, Kun Lun Sam Seng Ho Ciok Too pulang kedaerah barat dan sesusai dengan sumpahnya selama hidup ia tak pernah menginjak lagi wilayah Tiong Goan. Sesudah berusia lanjut, barulah ia mengambil seorang murid yang mewarisi seni memetik Khim, ilmu main catur, dan ilmu silat pedangnya. Itulah sebabnya mengapa, walau pun bersumber didaerah Barat yang jauh, akan tetapi murid2 Kun-lun-pay rata rata bun bucoan cay (mahir dalam ilmu surat dan dan ilmu pedang).
Dikemudian hari, partai rimba persilatan yang paling tersohor ialah Siauw Lim, Bu tong, Go bie dan Kun lun. Dalam keempat partai tersebut banyak sekali orang pandai yang memiliki kepandaian tinggi, Pada hari itu, waktu Kak wan Taysu menghafal Kioe yang Cin keng, sebelum ia meninggal dunia ada tiga orang yang mendengarnya yaitu Bu sek Siansu, Kwee Siang dan Thio Kun Po. Oleh karena pengetahuan padat dan kecerdasan ketiga orang itu berbeda-beda maka apa yang didapati merekapun berbeda-beda pula. Dengan begitu pelajaran ilmu silat Siauw lim Go bie dan Bu tong banyak sekali perbedaanya dan sedikit persamaanya.
Kwee Siang adalah putri ahli2 silat kelas utama dan pelajarannyapun beraneka warna. Maka itu ilmu silat Go bie banyak sekali corak ragamnya dan satu saja dapat dipahami sampai kedasar2nya, sudah cukup untuk membuat orang itu mendapat nama besar.
Mengenai Bu sek Siansu, pada waktu mendengari Kioe yang Cin keng, ia sendiri memang sudah menjadi seorang ahli kenamaan. Didapatinya Kioe yang Cin keng hanialah mempertiggi kepandaiannya, tapi pada dasar pokoknya ia tidak menarik keuntungan apapun juga.
Diantara ketiga orang itu, yang menarik ke untungan paling banyak ialah Thio Kun Po. Pada waktu itu, kecuali empat jurus ilmu silat yang ia dapat dari Yo Ko dan beberapa macam pukulan Lo han kun, belum pernah ia belajar ilmu silat. Maka itu ia telah menarik pelajaran2 yang paling murni dari kitab Kioe yang Cin keng. Akan tetapi, oleh karena ia memang tidak pernah belajar dibawah pimpinan guru yang pandai, maka ia kekurangan dasar2 ilmu silat, sehingga banyak sekali bagian Kioe yang Cin keng yang tidak begitu dimengerti olehnya. Belakangan, sesudah mempelajari pertarungan antara ular dan burung, barulah ia tersadar akan seluk beluknya iimu silat. Akan tetapi kejadian itu telah lama dilupakan, sehingga banyak bagian dalam kitab Kioe yang Cin keng sudan tidak diingat lagi olehnya.
Dengan demikian ilmu silat Siauw Lim, Bu tong dan Go bie masing2 mempunyai keunggulan sendiri2
dan kekurangannya2. Ketiga guru besar partai partai itu sama-sama memetik bagian-bagian dari Kioe yang Cin keng dan berdasarkan bakat serta kecerdasan masing-masing, mereka mempelajari, memperbaiki dan lalu menggubah imu-ilmu silat yang luar biasa.
Sebagaimana diketahui kerajaan Goan adalah kerajaan bangsa Mongol yang berkuasa di Tiongkok.
Selama jaman penjajahan itu, ilmu surat tidak lagi begitu diperhatikan lagi, karena para penyinta negeri ber-lomba2 belajar ilmu silat. Pada jaman itu, dalam dunia Kang ouw banyak muncul orang2 luar biasa yang berkepandaian luar biasa pula. Jumlah mereka lebih besar dan kepandaian mereka lebih tinggi dari pada orang2 dijaman buntutnya kerajaan Song, yaitu pada jaman Kwee Ceng, Oey Yong, Yo Ko, Siauw-Liong Lie pay sebagainya. Orang2 gagah yg muncul didaerah Barat kebanyakan murid2 dari Kunlun-pay, sedang jago-jago di wilayah Tiong goan, sebagian besar adalah orang2 Siauw-Lim, Bu-tong dan Go-bie. Disamping itu, masih ada ratusan malahan ribuan partai partai lain yang lebih kecil. Demikianlah sedikit pendahuluan dari kisah Membunuh Naga atau Ie-thian To-liong-kie.
TAHUN itu adalah tahun kedua dari Kaizar Goan-sun-tee. Robohnya Kerajaan Song sudah genap enam puluh tahun.
Waktu itu bulan Shagwee (Bulan Ketiga) Cong su (orang gagah) yang berusia kira kira tigapuluh tahun, mengenakan baju biru itu dan pakai sepatu rumput, kelihatan berjalan di jalan raya dengan
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
tindakan lebar. Di kedua pinggir jalanan itu, buah tho yang merah dan pohon Hu yang hijau memperlihat kan keindahannya, tapi orang itu tidak memperhatikan sedikitpun jua.
"Hari ini Shagwee Jie Tie ( Bulan Ketiga tanggal 24)" katanya di dalam hati. "Sampai Sie gwee Ceekauw (Bulan Keempat tanggal 9 ) masih ada empat belas hari. Dengan tidak mem-buang2 tempo barulah aku bisa tiba pada waktunya di Giok-hie-kiong, Butong-san untuk memberi selamat ulang tahun ke sembilan puluh pada In-su (guru)."
Orang gagah itu she Jie, bernama Thay Giam, murid ketiga dari Thio Sam Hong (Thio Kun Po), Couw su Bu-tong-pay. Sesudah berusia tujuh puluh tahun, ialah sesudah ilmu silatnya mencapai tingkatan sangat tinggi, barulah Thio Sam Hong menerima murid. Maka itu biarpun sendiri sudah berusia sembilan puluh tahun, tapi tujuh muridnya masih muda. Murid kepala, Song Wan Kiauw belum cukup empat puluh lahun. Sedang murid yang paling kecil, Boh Kok Seng,baru berusia belasan tahun.
Tapi meskipun begitu, meskipun murid2 itu masih berusia muda, mereka sudah melakukan pekerjaan2
yang menggemparkan dunia Kang ouw. Kalau menyebutkan nama mereka, orang2 Rimba Persilatan selalu mengacungkan jempol. Bu-tong Cit-hiap ( Tujuh Pendaikar dari Bu tong) adalah pendekar2 dari sebuah partai yang lurus bersih." kata mereka
Pada permulaan tahun itu, Jie Thay Giam mendapat titan gurunya untuk pergi ke propinsi Hokkian guna membinasakan seorang penjahat besar yang sangat menindas rakyat jelata. Penjahat itu bukan saja berkepandaian tinggi, tapi juga licin luar biasa. Sesudah menyelidiki dua bulan lebih, barulah ia berhasil mencari sarang penjhat itu, yang lalu ditantang olehnya. Dalam pertempuran yang sangat hebat, ia telah membinasakan musuh nya dangan pukulan kesebelas dari Thay kek kun Hian-hian Tohoat. Manurut perhitungan, ia bisa menyelesaikan tugasnya dalam tempo sepuluh hari, tapi diluar dugaan ia memerlukan waktu lebih dari dua bulan. Saat manghitung2, hari ulang tahun kesembilan puluh gurunya ternyata sudah dekat sekali sehingga oleh karenanya, ia buru-buru berangkat pulang dari kota Lang lam.
Makin lama jalannya jadi makin sempit dan sisi kanan jalanan itu berdampingan dengan pantai laut.
Tiba2 ia lihat tanah datar yang licin mengkilap bagaikan kaca dan dibagi jadi petakan2 yang luasnya kirakira 7-8 tombak persegi. Sebagai orang yang sering berkelana disebelah selatan dan utara Sungai besar, Thay Giam mempunyai banyak pengalaman, tapi belum pernah ia melihat tanah yang begitu luar biasa.
Sesudah menanya seorang penduduk pribumi, baru ia tahu, bahwa petakan2 itu bukan lain daripada sawah garam Untuk membuat garam, penduduk disitu memasukkan air laut kedalam sawah tersebut.
Setelah kering, mereka keruk tanah yang mengandung garam yang kemudian dimasak dan dijemur lagi sampai menjadi garam yang putih bersih.
"Sudah tigapuluh tahun aku makan garam, tapi baru sekarang kutahu bagaimana sukarnya membuat garam," katanya di dalam hati.
Selagi enak berjalan, se,-konyong2 ia melihat 30 orang lebih yang deagan memikul piKulan, mendatangi dengau cepat dari jalanan Kecil disebelah barat. Mereka itu mengenakan pakaian seragam baja dan celana pendek warna hijau, dan kepala mereka ditutup dengan tudung lebar. Sekelebatan saja, ia bisa menebak, bahwa isi pikulan itu ialah garam.
Ia tahu, bahwa pembesar disepanjang pantai biasanya sangat kejam dan rakus dan biasa memungut bea Cukai garam yang sangat berat. Maka itu, walaupun bertempat tinggal ditepi lautan, rakyat tidak kuat makan garam resmi, dan terpaksa membeli garam gelap. Dilihat potongan badan dan gerakan orang2 itu hampir boleh dipastikan, bahwa apa yang diangkat mereka adalah garam gelap. Hal ini sedikitpun tak mengherankan. Yang mengherankan adalah pikulan mereka. Setiap pikulan bukan bambu dan juga bukan kayu berwarna hitam dan tak mempunyai sifat melenting (membal), sehingga bisa diduga, bahwa pemikul2 itu terbuat dari besi. Apa yang lebih mengherankan lagi, ialah, walaupun saban orang mikul barang yang beratnya tak kurang dari tigaratus kati, tapi tindakan mereka cepat luar biasa, seolah tidak menginjak tanah dan dalam sekejap mereka sudah melewati Jie Thay Giam.
"Kawanan pengusaha garam gelap ini memang juga terdiri dari jago-jago," katanya dida lam hati.
"Sudah lama aku dengar, bahWa Hay see pay (Partaii Pasir laut) di Kanglam yang jual bell garam gelap, mempunyai pengaruh yang sangat besar dan anggauta yang berkepandaian tinggi. Akan tetapi, adalah sangat luar biasa, jika duapuluh lebih ahli silat beramai-ramai memikul garam."
Jie Thay Giam adalah seorang yang gemar menyelidiki hal2 aneh. Diwaktu biasa, ia tentu akan mencari tahu kejadian yang luar biasa itu. Tapi Sekarang , mengingat hari ulang tahun gurunya, ia sungkan membuang tempo dan sambil mengempos, ia lalu menyusul dan melewati pemikul2 garam itu, yang jadi heran melihat tindakan Jie Thay Clam yang begitu enteng.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Lewat magrib Jie Thay Giam tiba diSebuah kota kecil dan dari keterangan seorang penduduk, ia mengetahui, bahwa kota itu adalah Am tong tin dalam wilayah Cie yauw koan. Dari situ, sesudan menyeberang sungai Cian tong kang ia akan tiba di Lim an dan dengan membelok kejurusan barat laut, sesudan melewati propinsi Kang say dan Ouw lam, barulah ia tiba di Bu-tong. Malam itu, karena tak ada perahu untuk menyeberang sungai, ia terpaksa menginap disebelah rumah penginapan kecil di Am tong tin.
Sesudah makan malam, baru saja mencuci kaki untuk naik keranjang, tiba2 ia dengar suara ribut-ribut dari sejumlah orang yang mau menumpang nginap. Mendengar lidah Ciat kang timar dan suara yang nyaring luar biasa, ia melongok keluar dan ternyata, bahwa orang2 itu bukan lain daripada kawan pemikul garam yang ia bertemu tadi. Menurut kebiasaan, orang2 dari perdagangan garam gelap adalah kaum kasar yang suka sekali minum arak dan makan minum seperti setan kelaparan. Tapi berbeda dengan yang lain, mereka hanya minta disediakan nasi, sayur-sayur dan tauw hu.
Sesudah bersantap, tanpa minum setetes arak, mereka lalu pergi tidur. Jie Thay Ciam sendiri lantas saja bersamadhi dan melatih lweekang untuk beberapa lama sesudah itu, ia segera merebahkan badan diatas pembaringan.
Kira2 tengah malam, dikamar sebelah sekonyong konyong terdengar suara keresekan. Pada waktu itu, Jie Thay Giam sudah menyelami ilnu silat Bu tong pay dan ia sudah mencapai tingkatan yang sangat tinggi, sehingga, biarpun sedang pulas nyenyak, suara keresekan itu sudah cukup untuk menyadarkannya.
Tiba2 ia dengar suara orang berbisik. "Perlahan-lahan. Jangan mengageti tamu dikamar sebelah supaya tidak menimbulkan banyak urusan". Pintu kamar dibuka per lahan lahan dan duapuluh orang lebih itu lantas keluar kedalam pekarangan penginepan. Jie Thay Giam mengitip dijendela. Sambil memikul pikulan, mereka semua keluar dangan melompati tembok, Walaupun tembok itu tidak tinggi, tapi bahwa mareka bisa melompatinya sambil memikul barang yang begitu berat, merupakan bukti, bahwa kepandaian mereka tak boleh di pandang enteng.
"Ilmu Silat mereka belum bisa menandingi aku, tapi dua puluh orang lebih yang rata2 memiliki kepandaian tinggi, bukan kejadian yang sering ditemui," kata Jia Thay Giam di dalam hati. Untuk beberapa saat ia berdiri bengong dengan perasaan sangsi. Kata2 orang itu "jangan mengageti tamu dikamar sebelah supaya tidak menimbalkan banyak urusan?" sangat mengganggu pikirannya. Jika ia tidak dengar perkataan itu, biarpun terbiasa, ia tentu sungkan memperdulikan urusan orang.
Tapi kata2 itu sudah lantas membangunkan rasa kesatriannya. "Kejahatan apa yang mau dilakukan mereka tanyanya di dalam hati.
"Sesudah berpapasan denganku, tak bisa tidak aku mesti mencampuri. Jika aku bisa menolong satu dua orang, meskipun tidak keburu hadir dalam peringatan hari ulang tahun In-su, In-su tentu tak akan gusari aku."
Jie Tay Giam sudah memikir begitu, olah karena setiap kali menerima murid baru, paling dulu Thio Sam Hong menasehati, bahwa sesudah berhasil dalam mempelajari ilmu silat, si murid harus mengutamakan sifat2 kesatria dan selalu bersedia menolong sesama manusia yang memerlukan pertolongan. Itulah sebabnya mengapa nama Bu-tong Cit-hiap tersohor bukan main. Mereka tersohor bukan saja sebab berkepandaian tinggi, tapi juga sebab sepak terjangnya sangat mulia.
Demikianlah, pada saat itu, dengan mengingat nasehat gurunya, Jie Thay Giam segera menyoren golok dan membekal kantong senjata rahasia, akan kemudian melompat keluar dari jendela dan tembok.
Begitu berada di luar rumah penginapan, ia dengar suara tindakan kaki kejurusan timur laut. Buru-buru ia mengempos semangat dan mengejar dengan menggunakan ilmu mengentengkan badan.
Malam itu malam tak berbintang, langit gelap gulita, ditutup awan awan tebal. Melihat tindakan orang orang itu yang cepat liar biasa, seolah olah mereka tidak merasakan tindihan pikulan yang sangat berat, Jie Thay Giam jadi semakin heran. "Penjual garam gelap berjalan ditengah malam buta adalah kejadian yang biasa saja," pikirnya. "Apa yang luar biasa adalah kepandaian orang2 itu. Dengan memiliki ilmu silat yang begitu tinggi, kalau benar2 mereka mau berbuat jahat, jangankan merampok rumah hartawan, sedangkan sekalipun menggarong gudang pemerintah, mereka masih dapat melakukan tanpa bisa dicegah oleh opas2 atau tentara dikota ini. Mengapa mereka mau memikul garam ditengah malam buta untuk mendapatkan keuntungan yang sangat kecil" Tak bisa jadi. Dalam hal ini pasti terselip latar belakang yang luar biasa." Memikir begitu ia terus menguntit.
Berselang kurang lebih setengah jam, kawanan penjual garam gelap itu sudah melalui dua puluh li lebih. Sedikipun mereka tak merasa dibuntuti orang, karena ia berjalan dengan terburu-buru dan juga sebab yang menguntit mempunyai ilmu mengentengkan badan yang sangat tinggi.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Tak lama kemudian, mereka tiba dijalanan yang berdampingan dengan pantai laut dimana gelombang demi gelombang menerjang ketepi dengan mengeluarkan suara keras.
Selagi enak berjalan, mendadak salah seorang yang rupanya jadi pemimpin rombongan mengeluarkan seruan perlahan dan semua kawannya segera menghentikan tindakan. "Siapa?" bentak si pemimpin.
"Apa sahabat2 dari Tiga Pinggir Air?" Balas tanya seorang yang berada di tempat gelap.
"Benar, siapa tuan?" tanya pula si pemimpin.
Jie Thay Giam bingung. "Apa itu, sahabat sahabat dari Tiga Pinggir Air?" tanya di dalam hati. Tapi dilain saat ia mandusin dan dapat menebak bahwa "Tiga Pinggir Air" berarti "Hay-see-pay" terdapat huruf "Air".
"Aku menasehati supaya kamu jangan campur-campur urusan To liong to," kata pula orang yang berada di tempat gelap. ( To-Liong to Golok membunuh naga ).
Si pemimpin terkejut. "Apa tuan juga datang urusan To liong-to?" tanyanya.
"Hu hu hu " orang itu tertawa dingin. Dia tidak memberi jawaban.
Mendengar suara tertawa itu, jantung Jie Thay Giam memukul keras. Suara itu aneh tak mungkin dilukiskan bagaimana anehnya dan begitu masuk kedalam kuping, pikiran orang yang mendengarnya lantas kalang kabut, se akan akan belasan ular bulu merayap ditulang punggung. Dengan perasaan sangat heran indap indap ia maju kedepan.
Dengan matanya yang terlatih, segera juga ia melihat, bahwa ditengah jalan menghadang seorang lelaki yang tubuhnya kurus dan kecil. Karena gelap gulita, ia tak dapat melihat tegas muka orang itu. Apa yang dapat di lihatnya ialah orang itu mencekal sebatang tongkat, sedang pada pakaiannya terdapat titik titik sinar yang berkeredepan, sehingga ia menarik kesimpulan bahwa orang itu mengenakan jubah sulam.
"To Liong to adalah mustika partai kami," kata pula si pemimpin Hey see pay. "Golok itu telah di curi orang dan adalah sewajarnya saja jika kami berusaha untuk mendapatkan nya kembali."
Sikurus lagi-lagi tertawa dingin dan tetap menghadang di tengah jalan.
Mendadak, seorang yang berdiri dibelakang si pemimpin, membentak dengan suara keras "Minggir!
Dengan mencegat kami, kau hanya mencari mampus..."
Belum habis perkataannya, ia sudah mengeluarkan teriakan menyayat hati dan jatuh kebelakang. Semua kawannya terkesiap. Hampir berbareng, sinar berkeradepan di jubah sikurus kering bergoyang goyang beberapa kali dan dia menghilang dari pemandangan.
Para anggauta Hay see pay kaget tercampur gusar, karena kawan ia yang baru jatuh sudah putus napasnya dan badannya meringkuk beberapa antaranya sudah melepaskan pikulan untuk mengejar sikurus. Tapi musuh itu yang gerakannya cepat bagaikan kilat sudah tak kelihatan bayang2annya lagi.
Jie Thay Giam heran bukan main. "Senjata rahasia apa yang digunakan oleh sijubah sulam?" tanyanya di dalam hati. "Cara bagaimana ia dapat membinasakan orang dengan tangan dan badan tidak bergerak"
Aku berdiri cukup dekat, tapi tak bisa lihat gerakan apapun juga." la terus bersembunyi dibelakang batu besar, supaya tidak dilihat oleh orang2 Hey see pay yang sedang gusar.
"Biarlah kita tinggalkan jenazah Loo sie di tempat ini untuk sementara waktu," demikian terdengar lagi suara pemimpin. "Kita harus membereskan dulu urusan yang lebih penting. Sebentar, sesudah selesai urusan kita, baru kita merawat jenazah Loo sio. Kitapun harus nyelidiki siapa adanya musuh itu. Semua kawannya mengiakan dan segera berlalu sambil memikul pikulan mereka.
Sesudah mereka pergi jauh barulah Jie Thay Giam keluar dari tempat sembunyi dan mendekati jenazah. Orang itu mati dengan badan meringkuk seperti seekor udang dan dari tanda tandanya kebinasaannya disebabkan racun yang sangat hebat. Sebab takut kena racun, ia tak berani menyentuh mayat itu. Ia jadi sangsi dan sesudah berpikir beberapa saat, ia lalu mengempos semangat dan menyusul kawanan Hay su pay yang sudah pergi agak jauh.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sesudah melalui beberapa li si pemimpin rombongan tiba-tiba mengeluarkan seruan perlahan dan semua kawannya segera berpencaran dan mendekati sebuah gedung disebelah timur laut dengan tindakan perlahan.
"Apakah golok To liong to berada dalam rumah itu?" tanya Jie Thay Giam dalam hati.
Diatas gedung besar itu terdapat sebuah lubang asap, darimana terus mengepul asap hitam yang dalam tempo lama berkumpul ditengah udara, tanpa mau buyar. Kawanan penjual garam gelap itu segera menaruh pikulan ditanah dan setiap orang lalu mengeluarkan sendok kayu yang digunakan untuk menyendok semacam benda dari dalam keranjang mereka. Benda itu lalu ditaburkan diseputar gedung.
Melihat warna yang putih bagaikan salju, Jie Thay Giam merasa pasti, bahwa benda tu ialah semacam garam.
"Apa yang disaksikan olehku pada malam ini sungguh luar biasa," pikirnya. "Jika diceritakan kepada In su belum tentu ia mau percaya."
Waktu menyebarkan garam itu, orang2 Hay see pay kelihatan sangat ber hati2 seperti juga kuatir benda itu menyentuh badan mereka. Sebagai seorang yang sudah kawakan dalam dunia Kang ouw, Jie Thay Giam lantas saja mengerti bahwa garam itu mengandung racun hebat untuk mencelakakan penghuni gedung itu. Jiwa kesatrianya lantas saja terbangun. "Siapa salah, siapa benar, aku tak tahu, "
pikirnya."Tapi perbuatan orang Hay su pay terlalu rendah. Biar bagaimanapun juga, aku harus memberitahukan penghuni rumah itu, supaya dia jangan sampai celaka dalam tangan manusia2 rendah,"
Pendekar Pedang Dari Bu Tong 13 Senopati Pamungkas I Karya Arswendo Atmowiloto Kisah Si Bangau Putih 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama