Ceritasilat Novel Online

Kisah Membunuh Naga 21

Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong Bagian 21


"Aduh!" serunya. "Kalau begitu Wie It Siauw yang terluka."
"Perlu apa kau begitu tergesa-gesa?" kata Ciu Tian, "Saudara Leng Kiam, mengapa kau membungkam saja?"
Leng Kiam hanya menyahut "hm". Ia sungkan membuang tenaga sia-sia. Biarlah Pheng Hweeshio yang minta keterangan. Benar saja pendeta itu segera menghujani Ciu Tian dengan berbagai pertanyaan dan pada waktu Ciu Tian selesai memberi penjelasan, Swee Poet Tek dan Tiat Koan pun sudah selesai memasukkan hawa murni ke dalam tubuh Wie It Siauw.
"Aku datang dari timur laut," kata Pheng Hweeshio. "Kudengar Cian Bunjin Siauw Lim-pay, Kong Bun Taysu bersama suteenya, Kong Tie Taysu dan seratus lebih murid-muridnya sedang menerjang ke Kong Beng-teng."
"Di sebelah timur Bu Tong Ngo hiap!" kata Leng Kiam yang paling tidak suka bicara panjang-panjang.
Enam partai sudah mulai mengurung dan Ngo Beng-kie yang sudah bertarung dengan mereka beberapa kali selalu mendapat pukulan," kata Pheng Hweeshio pula. "Menurut pendapatku, kita harus pergi ke Kong Beng-teng secepat mungkin."
"Omong kosong!" bentak Ciu Tian, "Bocah Yo Siauw tidak mengundang kita, apakah Beng-kauw Ngo Sian-jin harus menyembah dia?"
"Ciu Tian, sekarang Beng-kauw sedang menghadapi bencana," kata Pheng Hweeshio dengan suara membujuk. "Jika mereka berhasil menghancurkan Kong Beng-teng dan memadamkan api suci, apakah kita masih bisa menjadi manusia" Memang benar Yo Siauw telah berbuat tidak pantas terhadap Ngo Sian-jin, tapi bantuan kita adalah untuk Beng-kauw dan bukan untuk kepentingan Yo Siauw."
"Aku menyetujui pendapat Pheng Hweeshio," sambung Swee Poet Tek. "Biarpun Yo Siauw sangat kurang ajar, kita harus ingat kepentingan agama kita yang lebih besar daripada kepentingan pribadi."
"Omong kosong!" teriak Ciu Tian. "Dua keledai gundul sama-sama omong kosong! Tiat Koan Toojin, Yo Siauw pernah menghancurkan pundak kirimu, apa kau masih ingat?"
Tiat Koan tidak menyahut. Lewat beberapa saat barulah ia berkata, "Melindungi agama kita dan memundurkan musuh adalah hal yang sangat penting. Perhitungan dengan Yo Siauw dapat dibereskan sesudah musuh dipukul mundur. Dengan Ngo Sian-jin bersatu padu, tak usah kuatir bocah itu tidak tunduk."
Ciu Tian mendengus, "Leng Kiam, bagaimana pendapatmu?" tanyanya.
"Kaupun rela bertekuk lutut di hadapan Yo Siauw?" tegas Ciu Tian. "Dahulu kita pernah bersumpah bahwa Ngo Sian-jin tak akan memperdulikan lagi urusan Beng-kauw. Apakah sumpah itu hanya omong kosong?"
"Semua omong kosong!" kata Leng Kiam.
Ciu Tian gusar tak kepalang, ia melompat bangun dan berteriak, "Kamu semua manusia berotak miring!"
"Kita harus bertindak cepat," kata Tiat Koan tanpa menghiraukan kegusaran kawannya. "Mari kita berangkat."
"Ciu heng," bujuk Pheng Hweeshio, "Dahulu kita bermusuhan karena tak mendapat kecocokan dalam urusan memilih Kauwcu. Memang benar Yo Siauw berpandangan sempit. Tapi bila dipikir-pikir, Ngo Sian-jin pun ada salahnya"."
"Dusta!" teriak Ciu Tian, "Kita berlima tak sudi menjadi Kauwcu. Salah apa?"
"Biarpun kita bertengkar setahun, kita tak dapat membereskan soal siapa salah siapa benar," kata Swee Poet Tek. "Ciu Tian, kau jawablah pertanyaanku. Apakah kau bukan murid Beng Cun Thian-seng?"
(Beng Cun Thian-seng pemimpin Beng-kauw)
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Benar, aku muridnya Beng Cun Thian-seng," jawabnya.
"Pada saat ini agama kita tengah menghadapi bencana dan bila kita terus berpangku tangan, apakah dalam baka kita ada muka untuk bertemu dengan Beng Cun Thian-seng?" tanya Swee Poet Tek. "Jika kau takut, biarlah kami berempat yang pergi ke Kong Beng-teng. Setelah kami binasa, kau boleh mengubur mayatku."
Ciu Tian jadi kalap. Seraya melompat, ia mengayunkan tangan. "Plok!" tangannya memukul.
Swee Poet Tek tidak bergerak dan juga tak mengeluarkan sepatah kata. Perlahan-lahan ia membuka mulut dan menyemburkan belasan gigi yang rontok akibat pukulan itu. Sebelah pipinya berubah merah dan bengkak.
Pheng Hweeshio dan yang lain terkejut, sedang Ciu Tian sendiri mengawasi hasil pukulannya dengan mata membelalak. Ilmu silat Swee Poet Tek dan Ciu Tian kira-kira sebanding. Jika Swee Poet Tek berkelit atau menangkis, pukulan itu pasti takkan melukainya. Diluar dugaan, ia diam dipukul.
Ciu Tian merasa sangat tak enak. "Swee Poet Tek, pukullah aku!" teriaknya, "Bila kau tidak mau, kau bukan manusia."
Swee Poet Tek tersenyum tawar. "Tenagaku hanya digunakan terhadap musuh dan takkan dipakai terhadap orang sendiri," sahutnya.
Ciu Tian gusar bercampur malu. Tiba-tiba ia mengangkat tangannya dan menghantam pipinya sendiri.
Sesaat kemudian, iapun menyemburkan belasan gigi dari mulutnya.
"Ciu Tian, mengapa kau berbuat begitu?" tanya Pheng Hweeshio dengan suara kaget.
"Tak pantas aku memukul Swee Poet Tek," jawabnya. "Aku suruh dia membalas, dia tidak mau. Tak bisa lain, aku harus turun tangan sendiri."
"Ciu Tian, hubungan antara kita seperti antara saudara kandung," kata Swee Poet Tek. "Kami berempat sudah mengambil keputusan untuk mengorbankan jiwa di atas Kong Beng-teng. Kita akan berpisah untuk selama-lamanya. Apa ada masalah jika memukul aku sekali dua kali?"
Bukan main rasa terharunya Ciu Tian dan ia lantas saja mengucurkan air mata. "Sudahlah!" katanya,
"Akupun akan ikut. Biarlah perhitungan dengan Yo Siauw dibereskan belakangan."
Pheng Hweeshio dan yang lain jadi girang sekali.
Mendengar pembicaraan itu, Bu Kie berkata dalam hatinya, "Mereka berlima bukan saja berkepandaian tinggi tapi juga mempunyai budi pekerti yang sangat luhur. Apakah orang-orang seperti itu sesat semua?" Sesaat kemudian ia merasa karung diangkat dan semua orang mulai berangkat ke Kong Beng-teng. Setelah mengetahui bahwa Cu Jie tak kurang suatupun, hati pemuda itu memikirkan soal pertarungan antara enam partai Tiong-goan dan Beng-kauw. Siapa yang akan menang" Dilain saat, ia ingat bahwa setibanya di Kong Beng-teng, ia akan bertemu dengan Yo Poet Hwie. Apakah si nona masih mengenali dirinya"
Setelah berjalan sehari semalam, tiba-tiba Bu Kie merasa karung itu menyentuh-nyentuh tanah.
Semula ia tak mengerti sebab musebabnya. Belakangan, waktu ia mengangkat kepala, kepalanya terbentur batu yang menyerupai dinding. Sekarang ia baru tahu bahwa ia sedang berada di dalam terowongan, di bawah tanah, yang hawanya sangat dingin. Berselang kira-kira satu jam barulah mereka keluar dari terowongan. Mereka terus naik ke atas dan tak lama kemudian masuk ke dalam terowongan lain. Sesudah keluar masuk lima terowongan, tiba-tiba terdengar teriakan Ciu Tian, "Yo Siauw, si Kelelawar dan Ngo Sian-jin datang untuk menemuimu!"
Lewat beberapa saat barulah terdengar jawaban. "Aku sungguh tak menyangka Hok-ong dan Ngo Sian-jin sudi datang berkunjung. Yo Siauw tak bisa menyambut dari tempat jauh dan harap kalian sudi memaafkan."
"Jangan berlagak bicara manis-manis," kata Ciu Tian. "Di dalam hati, kau tentu mencaci kami. Kau tentu mencaci kami sebagai badut yang sudah bersumpah tak mau naik lagi ke Kong Beng-teng dan tak mau ikut campur lagi urusan Beng-kauw, sekarang datang tanpa diundang."
"Tidak, tidak begitu," kata Yo Siauw. "Siauw tee justru sedang kebingungan. Enam partai besar telah mengurung Kong Beng-teng dan Siauw tee seorang diri. Dengan memandang muka Cun Thian-seng,
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Hok-ong dan Ngo Sian-jin datang berkunjung untuk memberi bantuan. Ini benar-benar rejekinya Bengkauw."
"Bagus kalau kau tahu," kata Ciu Tian.
Yo Siauw segera mengajak tamu-tamunya masuk ke dalam dan seorang pelayan menyuguhkan teh.
Tiba-tiba si pelayan mengeluarkan teriakan menyayat hati. Bu Kie tak tahu sebabnya, tapi teriakan itu membangunkan bulu romanya.
Beberapa saat kemudian, Wie It Siauw tertawa dan berkata, "Co su cia, kau telah membinasakan pelayanmu. Aku pasti akan membalas budimu itu." Ia mengucapkan kata-kata itu dengan suara lantang dan bersemangat. Bu Kie terkejut, sekarang ia tahu bahwa si Kelelawar telah membunuh dan menghisap darah pelayan itu.
"Di antara kita tak ada soal budi," kata Yo Siauw dengan tawar. "Bahwa Hok-ong sudi datang ke sini merupakan bukti bahwa ia menghargai aku."
Ketujuh orang itu adalah jago utama dari Beng-kauw. Walaupun di antara mereka terdapat perselisihan tapi pertemuan yang terjadi pada saat Beng-kauw menghadapi musuh-musuh berat telah membangunkan semangat. Sehabis makan kue-kue mereka segera merundingkan usaha untuk melawan musuh.
Swee Poet Tek menaruh karung di samping kakinya. Bu Kie lapar dan haus tapi ia tak berani bersuara atau bergerak. Yang hadir berjumlah tujuh orang tapi seperti enam karena Leng Kiam tak pernah membuka mulut.
Sesudah berunding beberapa lama, Pheng Hweeshio berkata, "Cie san Liong-ong dan Kim mo Say-ong tak ketahuan ke mana perginya, sedang mati hidupnya Kong beng Yoe-su juga belum dapat dipastikan. Mereka bertiga tak usah dimasukkan ke dalam perhitungan. Di pihak kita, bentrokan antara Ngo Beng-kie dan Peh Bie-kauw yang makin lama makin hebat dan kedua belah pihak menderita kerusakan besar. Andaikata mereka bisa berdamai dan bisa datang ke sini, jangankan hanya enam, dua belas atau delapan belas partaipun pasti akan dapat dipukul mundur."
Seraya menyentuh karung dengan ujung kaki, Swee Poet Tek berkata, "Bocah ini berada di dalam Peh Bie-kauw dan iapun telah berbudi besar kepada Ngo Beng-kie. Mungkin sekali dikemudian hari ia akan memainkan peranan penting dalam usaha mendamaikan permusuhan di antara kita."
Wie It Siauw tertawa dingin. "Sebelum Kauwcu dipilih, perselisihan dalam kalangan agama kita pasti tak akan bisa dibereskan," katanya.
"Manusia yang paling tinggi kepandaiannya tak akan berhasil mendamaikan kita. Co-su cia, aku yang rendah ingin mengajukan sebuah pertanyaan kepadamu. Sesudah musuh dipukul mundur, siapakah yang akan didukung olehmu untuk menjadi Kauwcu?"
"Siapa yang bisa mendapatkan Seng Hwee-leng dialah yang jadi Kauwcu," jawabnya tawar. "Ini adalah peraturan agama kita. Perlu apa kau bertanya lagi?"
Wie It Siauw tertawa nyaring. "Seng Hwee-leng sudah hilang kira-kira seratus tahun," katanya.
"Apakah sebegitu lama Seng Hwee-leng tidak muncul, sebegitu lama juga Beng-kauw tidak mempunyai Kauwcu" Bahwa enam partai persilatan sudah berani menyerang adalah karena mereka tahu terjadinya perpecahan di dalam Beng-kauw."
"Wie heng, kau benar," kata Swee Poet Tek. "Po-tay Hweeshio tidak miring ke manapun juga. Aku bukan orang partai In, juga bukan dari partai Wie. Siapapun juga menjadi Kauwcu disetujui olehku. Yang penting, kita harus mempunyai Kauwcu. Andaikata belum ada Kauwcu, untuk sementara waktu, boleh juga diangkat seorang wakil Kauwcu. Kalau tak ada orang yang memegang tampuk pimpinan, bagaimana kita bisa melawan musuh secara teratur?"
"Aku menyetujui pendapat Swee Poet Tek," kata Tiat Koan Toojin.
Paras muka Yo Siauw lantas saja berubah, "Apa maksud sebenarnya kedatangan kalian?" tanyanya.
"Apa kalian mau membantu atau mau menyusahkan aku?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Ciu Tian tertawa terbahak-bahak. "Yo Siauw," katanya. "Apa kau rasa aku tak tahu maksudmu mengapa kau tetap tak mau memilih seorang Kauw cu" Sebegitu lama Beng-kauw belum punya Kauwcu, begitu juga kau sebagai Kong Beng Co-su, yang mempunyai kedudukan paling tinggi. Huh-huh!...bukankah benar begitu" Tapi meskipun kau menduduki kursi tertinggi, tak seorangpun mau mendengar segala perintahmu. Apa gunanya" Apa kau bisa memerintah Ngo Beng-kie" Apa kau mampu menyuruh keempat Hu kauw Hoat-ong" Kami, kelima Ngo Sian-jin hidup bagaikan awan bebas dan burung ho liar. Bagi kami, Kong Beng Co-su tidak berarti apapun."
Mendadak Yo Siauw bangkit. "Dalam menghadapi musuh dari luar, Yo Siauw tidak mempunyai waktu bersilat lidah dengan kalian," katanya dingin. "Apabila kalian rela mengawasi hidup matinya Beng-kauw dan berpangku tangan, silakan kalian turun dari Kong Beng-teng! Kalau Yo Siauw masih bernafas, dikemudian hari ia akan melayani kalian satu demi satu."
"Yo Co-su, kau jangan marah," bujuk Pheng Hweeshio. "Serangan enam partai kepada Beng-kauw mengenai setiap murid dari agama kita. Urusan ini bukan urusan kau seorang."
"Tapi mungkin dalam agama kita ada orang-orang yang mengharapkan matinya aku," sindir Yo Siauw. "Matinya Yo Siauw berarti tercabutnya paku biji mata mereka."
"Siapa orang itu?" bentak Ciu Tian.
"Siapa kepotong, dia merasa perih," jawabnya. "Tak perlu aku menyebutkan namanya."
"Kau maksudkan aku?" teriak Ciu Tian dengan gusar.
Yo Siauw tidak menghiraukannya. Ia memandang ke arah lain.
Melihat kegusaran kawannya, Pheng Hweeshio buru-buru membujuk. "Kata orang, saudara berkelahi, yang lain tertawa. Meski kita cekcok dan berkelahi seperti langit roboh dan bumi terbalik, kita tetap merupakan saudara sendiri. Menurut pendapatku, sementara waktu kita tunda saja soal pemilihan Kauwcu. Sekarang ini kita harus merundingkan siasat untuk melawan musuh."
"Eng Giok Taysu memang tahu urusan," puji Yo Siauw. "Pendapatnya tepat sekali."
"Bagus!" teriak Ciu Tian. "Kepala gundul she Pheng tahu urusan, Ciu Tian tidak tahu urusan!" Ia sudah kalap dan tanpa memperdulikan apapun ia berteriak pula. "Kauwcu kita harus dipilih hari ini juga!
Aku mengusulkan Wie It Siauw. Si Kelelawar berkepandaian tinggi dan banyak tipu dayanya. Dalam Beng-kauw, siapa yang bisa menandingi dia?" Sebenarnya antara Ciu Tian dan Wie It Siauw tidak ada hubungan erat. Tapi sekarang, dalam gusarnya ia mengusulkan Ceng ek Hok-ong sebagai Kauwcu untuk mengganggu Yo Siauw.
Yo Siauw tertawa terbahak-bahak, "Menurut pendapatku, paling baik kita angkat Ciu Tian sebagai Kauwcu," katanya. "Sekarang Beng-kauw sudah berantakan dan kalau dijungkir balikkan oleh Kauwcu besar Ciu Tian, agama kita akan lebih sedap dipandangnya." (Perkataan "Tian" dari Ciu Tian bisa berarti juga "kacau" atau "gila")
Bukan main gusarnya Ciu Tian. "Bangsat!" ia membentak sambil menghantam Yo Siauw.
Pada belasan tahun berselang, pertengkaran dalam urusan pemilihan Kauwcu, Ngo Sian-jin telah bersumpah untuk tidak menginjak Kong Beng-teng. Secara mendadak mereka datang pula. Sedari tadi, Yo Siauw memang sudah curiga dan selalu waspada. Begitu Ciu Tian memukul, ia segera menarik kesimpulan bahwa dengan mengajak Wie It Siauw, Ngo Sian-jin memang sengaja ingin mengepung dia.
Maka itu, dengan penuh kegusaran ia segera menangkis dengan tangan kanannya.
Melihat tangkisan itu Wie It Siauw terkejut, sebab pada telapak tangan Yo Siauw terlihat sinar hijau, yaitu serupa pukulan yang dinamakan Ceng Tiok-ciu (pukulan bamboo hijau). Ia tahu bahwa sesudah menolong dirinya, tenaga dalam Ciu Tian belum pulih kembali sehingga kawannya itu pasti tidak akan bisa menyambut pukulan tersebut. Maka itu, bagaikan kilat ia mendahului menangkis. Kedua tangan bentrok tanpa mengeluarkan suara dan segera menempel keras satu sama lain.
Ternyata, biarpun sedang gusar, tapi mengingat bahwa Ciu Tian adalah saudara seagama maka waktu memukul Yo Siauw tidak menggunakan segenap tenaga. Tapi dilain pihak pukulan Han peng Bian-ciang (pukulan kapas yang dingin bagaikan es) dari Wie It Siauw bukan main dahsyatnya.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Begitu bentrok, Yo Siauw merasa tangannya gemetar dan semacam hawa yang sangat dingin menerobos masuk ke dalam dagingnya. Ia kaget dan buru-buru mengerahkan Lweekang yang lebih besar sehingga kedua lawan itu lantas saja mengadu tenaga dalam.
"Orang she Yo!" bentak Ciu Tian. "Sambutlah lagi pukulanku!" sambil membentak tangannya menghantam dada Yo Siauw.
"Ciu Tian, tahan!" teriak Swee Poet Tek.
"Yo Co-su! Wie Hok-ong! Berhentilah! Kalian tidak boleh berkelahi dengan kawan sendiri," sambung Pheng Eng Giok sambil mengangkat tangannya utnuk menyambut pukulan Ciu Tian.
Tapi Yo Siauw sudah lebih dulu miringkan badannya dan mengangsurkan lengannya dan telapak tangan kirinya lantas saja menempel dengan telapak tangan kanan Ciu Tian.
"Ciu Tian, dua lawan satu bukan perbuatan seorang gagah," kata Swee Poet Tek. Ia meraih pundak Ciu Tian untuk ditarik mundur. Tapi sebelum tangannya menyentuh pundak, mendadak ia melihat badan kawannya gemetaran. Ia kaget tak kepalang. Ia tahu bahwa di dalam kalangan Beng-kauw, Yo Siauw memiliki kepandaian yang tinggi. Apakah dengan hanya sekali beradu tangan, Ciu Tian sudah terluka berat"
"Ciu Tian, di antara saudara sendiri perlu apa mengadu jiwa?" katanya sambil menarik pundak sang kawan. "Yo Co-su, harap kau menaruh belas kasihan," katanya lagi. Ia berkata begitu sebab kuatir Yo Siauw mengirim serangan susulan.
Diluar dugaan, begitu ditarik badan Ciu Tian bergoyang-goyang tapi tangannya tidak bisa lepas dari Yo Siauw. Hampir berbarengan, Swee Poet Tek merasakan serangan semacam hawa dingin yang menerobos masuk dari telapak tangan terus ke ulu hati. Ia terkesiap. Ia tahu bahwa Wie It Siauw mempunyai pukulan Han peng Bian-ciang yang tersohor di kolong langit. Apakah Yo Siauw juga memiliki pukulan itu" Buru-buru ia mengerahkan Lweekang untuk melawan hawa dingin itu. Tapi serangan hawa dingin itu makin lama jadi makin hebat dan lewat beberapa saat, giginya sudah gemeletukan.
Mau tak mau, Tiat Koan Toojin dan Pheng Eng Giok maju juga, yang satu membantu Ciu Tian, yang lain menolong Swee Poet Tek. Dengan mempersatukan Lweekang keempat Sian-jin barulah hawa dingin bisa ditahan.
Tenaga yang keluar dari telapak tangan Yo Siauw seakan-akan bergelombang pasang surut, sebentar enteng sebentar berat. Keempat orang itu tidak berani melepaskan tangannya sebab mereka kuatir Yo Siauw akan menyerang pada detik mereka melepaskan tangan. Kalau sampai terjadi begitu, andaikan tidak mati mereka sedikitnya akan mendapat luka berat.
Sesudah bertahan beberapa lama, Swee Poet Tek berkata, "Yo Tay hiap, terhadap kau kami","
perkataannya putus di tengah jalan karena mendadak ia merasa darahnya seperti mau membeku. Ternyata waktu bicara tenaga dalamnya tidak dapat lagi menahan serangan hawa dingin. Cepat-cepat ia memperbaiki keadaannya.
Kira-kira semakanan nasi, Wie It Siauw dan keempat Sian-jin sudah payah sekali tapi Yo Siauw masih tenang-tenang saja. Leng Kiam yang masih tetap menonton makin lama jadi makin heran. "Meskipun berkepandaian tinggi, kepandaian Yo Siauw hanya kira-kira sebanding dengan kepandaian Wie It Siauw,"
pikirnya. "Sepantasnya Wie It Siauw dan empat kawanku pasti akan dapat merobohkannya. Tapi mengapa dia yang lebih unggul?" Benar-benar heran. Ia seorang yang sangat cerdas tapi sesudah mengasah otak beberapa lama, belum juga ia dapat memecahkan teka-teki itu.
"Setan"maka"dingin"pukul"punggungnya," kata Ciu Tian terputus-putus.
Tapi Leng Kiam yang belum dapat menebak sebab dari keanehan itu masih tak mau turun tangan.
Antara Ngo Sian-jin, hanya ia seorang yang belum turut bertanding dan hanya ia seorang pula yang dapat menyingkirkan malapetaka. Jika ia turut mengerubuti sebelum dapat memecahkan teka-teki itu, belum tentu pihaknya mendapat kemenangan.
Lewat beberapa saat, muka Ciu Tian dan Pheng Eng Giok sudah berubah biru dan mereka tak akan bisa bertahan lebih lama lagi. Leng Kiam tahu, kalau racun dingin masuk ke dalam isi perut mereka bisa
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
celaka, ia segera merogoh saku dan mengeluarkan lima batang pit (pena Tionghoa) kecil yang terbuat dari perak murni.
"Lima pit ini akan menghantam Kim tie, Kie koet, Yang kee, Ngo lie dan Tiong touw hiatmu,"
katanya. Kelima "hiat" itu terletak di tangan dan kaki dan bukan "hiat" yang membinasakan. Ia sengaja mengatakan begitu supaya Yo Siauw tahu bahwa maksudnya hanya untuk menghentikan pertandingan.
Yo Siauw hanya tersenyum, ia tidak memperdulikan.
"Maaf!" teriak Leng Kiam seraya mengayunkan kedua tangannya dan dengan berbaring, lima sinar putih menyambar.
Mendadak Yo Siauw menekuk lengan kirinya dan Ciu Tian berempat lantas saja tertarik ke depannya.
Hampir berbarengan, Pheng Hweeshio dan Ciu Tian mengeluarkan teriakan kesakitan karena lima batang pit itu mampir tepat di badan mereka, dua di badan Ciu Tian dan tiga di badan Pheng Eng Giok. Untung juga Leng Kiam memang tidak bermaksud untuk mencelakai orang. Ia melempar tanpa mengeluarkan banyak tenaga dan lemparan itu tidak ditujukan ke arah jalan darah yang berbahaya sehingga luka kedua orang itu tidak membahayakan jiwa.
"Kiam kun Tay lo-ie!" bisik Pheng Eng Giok (Kiam kun Tay lo-ie, memindahkan langit dan bumi).
Mendengar perkataan itu Leng Kiam tersadar.
Di dalam sejarah Beng-kauw, Kiam kun Tay lo-ie adalah ilmu yang terhebat, dasarnya ilmu itu sederhana saja, yaitu berdasarkan ilmu "meminjam tenaga untuk memukul tenaga" dan ilmu "empat tahil memukul ribuan hati". Tak usah dikatakan lagi, dalam dalil yang sangat sederhana itu terdapat perubahan-perubahan yang menakjubkan dan tidak bisa ditaksir oleh manusia biasa. Selama banyak tahun dalam kalangan Beng-kauw ilmu itu belum pernah disebut-sebut orang, maka tidaklah mengherankan jika Ngo Sian-jin dan Wie It Siauw tidak segera mengenalinya.
Dengan Kiam kun Tay lo-ie, Yo Siauw menggunakan Han peng Bian ciang dari Wie It Siauw untuk menyerang keempat Sian-jin dan tenaga keempat Sian-jin untuk menghantam Wie It Siauw. Ia sendiri di tengah-tengah dan tanpa mengeluarkan tenaga, mengadu domba kedua tenaga dari lawannya.
"Kiong hie!" kata Leng Kiam. "Kami tidak bermaksud jahat. Hentikanlah pertandingan."
Leng Bian Sianseng adalah orang yang selalu bicara sedikit mungkin. "Kiong hie" berarti itu memberi selamat yang sudah tidak dikenal selama kurang lebih seabad kepada Yo Siauw, disamping sungkan bicara banyak-banyak, Leng Kiam pun orang jujur sehingga jika ia mengatakan "tidak bermaksud jahat", mereka tentu tidak bermaksud jahat. Sebagai bukti lima pit perak itu hanya digunakan untuk menghentikan pertandingan dan bukan digunakan untuk mencelakai orang. Mengingat itu, Yo Siauw lantas saja tertawa terbahak-bahak. "Wie heng, Su wie Sian-jin," katanya, "Sesudah aku menghitung satu, dua, tiga, kalian tarik pulang tenaga dengan berbarengan supaya tak sampai terluka."
Wie It Siauw dan keempat Sian-jin lantas saja menganggukkan kepala.
Yo Siauw tersenyum dan menghitung, "Satu!"dua!...tiga!" Berbarengan dengan perkataan tiga ia menarik pulang Kiam kun Tay lo-ie Sin-kang. Mendadak saja ia merasa punggungnya dingin dan semacam totokan hampir tepat di Sim to hiat punggungnya.
Yo Siauw mencelos hatinya. Ia menduga Wie It Siauw yang main gila. Baru saja mau membalas tiba-tiba badan Ceng ek Hok-ong terkulai dan terus jatuh terguling. Tak salah lagi, Wie It Siauw pun dibokong orang! Selama hidupnya Yo Siauw sudah kenyang mengalami gelombang hebat. Maka itu, meskipun sudah terpukul, ia tak jadi bingung. Bagaikan kilat ia melompat ke depan dan lalu memutar tubuh. Ia mendapati kenyataan bahwa Ciu Tian, Pheng Eng Giok, Tiat Koan Toojin dan Swee Poet Tek juga sudah roboh, sedangkan Leng Kiam tengah menyerang seseorang yang mengenakan jubah warna abu-abu.
Orang itu menangkis dan Leng Bian Sianseng mengeluarkan suara "heh" seperti orang kesakitan.
Buru-buru Yo Siauw menarik nafas dalam-dalam dan lalu melompat untuk membantu Leng Kiam.
Sekonyong-konyong merasakan serangan semacam hawa dingin yang naik dari Sim to hiat dan terus menerjang ke Sin cu, To to, Toa toei Hong hu dan lain-lain "hiat" di seluruh tubuh.
Yo Siauw tahu ia sedang menghadapi bencana. Orang itu bukan saja berkepandaian tinggi tapi juga sangat licik dan beracun yang membokong pada detik Wie It Siauw, keempat Sian-jin dan ia sendiri
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
menarik pulang tenaga Lweekang. Sekarang ia tak bisa berbuat lain daripada segera mengerahkan hawa dingin itu. Ia merasa hawa dingin itu berlainan dengan hawa Han peng Bian-ciang dari Wie It Siauw.
Hawa itu lebih halus, tapi jalan darah yang diserang lantas saja kesemutan. Dalam keadaan waspada dan dengan tenaga dalam yang melindungi dirinya, Yo Siauw takkan bisa diserang dengan totokan apapun juga. Tapi sekarang ia sudah dibokong. Melihat Leng Kiam dalam bahaya, ia segera mengambil keputusan untuk menolong dengan menahan sakit.
Tapi baru saja bertindak dan menggerakkan tangan, ia sudah menggigil dan tenaganya menghilang.
Waktu itu Leng Kiam sudah bertempur dua puluh jurus lebih dan ia sudah tak dapat mempertahankan diri lagi. Yo Siauw bingung. Dilain saat Leng Kiam tertendang. Musuh melompat dan menotok lengan Leng Kiam yang lantas saja jatuh terjengkang. Yo Siauw kaget bercampur gusar. Ia menganggap bahwa karena Leng Kiam bisa meladeni musuh dalam dua puluh jurus lebih. Maka kepandaian musuh itu belum tentu lebih tinggi daripada kepandaiannya. Tapi celakanya, ia sudah dibokong dan tak berdaya.
Bu Kie yang berada di dalam karung sudah mendengar semua kejadian itu. Waktu Yo Siauw dan keempat Sian-jin, ia kuatir kedua belah pihak terluka berat. Ia ingin sekali menyaksikan pertandingan itu tapi dalam karung gelap gulita. Ia girang waktu Leng Kiam berhasil menghentikan pertandingan. Tak disangka datang musuh yang membokong. Ia tahu Yo Siauw masih berdiri tegak tapi mendengar gemeletukan gigi dan beratnya nafas, iapun mengerti bahwa jago itu sudah tak bertenaga lagi.
Untuk beberapa detik, keadaan sunyi senyap.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari dalam berlari-lari keluar.
"Thia! Siapa yang datang" Mengapa kau tak memperkenalkan mereka kepadaku?" Itu suara seorang wanita. Jantung Bu Kie memukul keras.
"Adik Poet Hwie!" katanya dalam hati.
"Pergi"pergi"Lebih jauh lebih baik"," seru Yo Siauw dengan nafas tersengal-sengal.
Melihat keadaan dalam ruangan itu, Poet Hwie terkejut. "Thia"apa kau terluka?" tanyanya. Ia berpaling kepada si jubah abu-abu dan bertanya, "Apa kau yang melukai ayahku?"
Orang itu tidak menyahut, ia hanya tertawa dingin.
"Poet Hwie!" teriak Yo Siauw. "Turutilah perintah ayah! Ayo pergi!"
Poet Hwie sebenarnya ingin menyerang si jubah abu-abu, tapi ia ragu dan kemudian ia mendekati dan memeluk ayahnya.
"Bocah, pergi!" bentak si jubah abu-abu dengan suara menyeramkan.
Si nona tidak menghiraukannya, "Thia," katanya. "Mari kita istirahat."
Yo Siauw tertawa getir. "Kau pergilah lebih dahulu," jawabnya. Ia mengerti bahwa ia tidak akan bisa meloloskan diri dengan begitu mudah. Poet Hwie mengawasi si jubah abu-abu seraya berkata,
"Hweeshio, mengapa kau membokong ayahku?"
Orang itu tertawa tawar. "Bagus!" katanya. "Matamu sangat tajam. Kau bisa mengenali bahwa aku seorang hweeshio. Hm"aku tak bisa mengampuni kau lagi!" Ia mengibaskan tangannya dan lalu menotok Peng hong hiat si nona.
Hati Yo Siauw mencelos. Jika kena, putrinya pasti akan binasa. Pada detik berbahaya, walaupun Lweekangnya belum pulih, dengan nekat ia menyikut dada si hweeshio.
Jari tangan kiri orang itu menyambar dan menotok Siauw hau hiat, di bawah siku Yo Siauw tapi karena serangan itu, sambaran jari tangan kanannya agak mirip dan tidak kena pada jalan darah yang membinasakan si nona.
Sebagai seorang ayah yang sangat menyintai putrinya, sambil menahan dingin, Yo Siauw menendang hingga tubuh si nona terbang keluar dari ruangan itu kemudian ia berdiri di tengah-tengah pintu supaya si pendeta tidak bisa mengejar.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Bocah itu sudah kena It im cieke," katanya dengan suara dingin. "Belum tentu dia bisa hidup tiga hari tiga malam lagi." Ia mengawasi Yo Siauw dan berkata pula, "Nama besar dari Kong Beng Sucia memang bukan nama kosong. Sudah kena dua totokan, kau masih bisa berdiri."
"Kong Kian Taysu, pendeta suci dari Siauw Lim adalah seorang yang welas asih dan mulia hatinya,"
kata Yo Siauw. "Sungguh tak disangka ia mempunyai seorang murid yang terkutuk seperti kau. Kau tentulah seorang murid dari deretan Goan. Goan apa namamu?"
Si jubah abu-abu terkejut. "Hebat! Sungguh hebat!" ia memuji. "Matamu benar hebat. Kau sudah bisa melihat asal usulku. Pinceng bernama Goan-tin." (Pinceng - Aku si pendeta yang miskin) Bu Kie kaget tak kepalang. "Orang itu telah menghajar Siauw Lim Kioe-yang kang kepadaku,"
pikirnya. "Dia tahu bahwa dalam tubuhku mengeram racun Hian beng Sin-ciang tapi dia sengaja membuka pembuluh darahku sehingga racun dingin itu sukar diusir dari dalam badanku. Dilihat begini, dia bukan saja berilmu tinggi tapi juga sangat jahat. Dalam enam partai persilatan, mungkin sekali dia yang paling hebat. Hm"kali ini Beng-kauw harus menerima nasib."
Sementara itu Yo Siauw sudah berkata pula, "Dalam permusuhan antara enam partai dan beng-kauw, sebagai laki-laki sejati kita harus bertempur dengan senjata secara berhadap-hadapan tapi kau"," ia tidak bisa meneruskan perkataannya, kedua lututnya lemas dan ia jatuh duduk di lantai.
Goan-tin tertawa terbahak-bahak, "Semenjak jaman purba, di dalam peperangan orang menarik keuntungan dengan siasat luar biasa dan dalam memimpin tentara orang memang biasa menggunakan tipu daya," katanya. "Aku Goan-tin seorang sudah bisa merobohkan tujuh jago utama dari Beng-kauw.
Apakah kamu masih penasaran?"
"Bagaimana kau bisa mencuri masuk di Kong Beng-teng?" tanya Yo Siauw. "Bagaimana kau bisa mengenal jalan-jalan rahasia di gunung ini" Jika kau mau memberitahukan, biarpun mati Yo Siauw akan mati dengan mata meram."
Berhasilnya Goan-tin dalam serangan ini tentu saja disebabkan oleh kepandaiannya yang tinggi. Tapi disamping itu masih ada sebab lain yang lebih penting, yaitu pengetahuannya mengenai jalan-jalan rahasia sehingga ia bisa meloloskan diri dari pengawasan belasan rombongan penjaga dan akhirnya berhasil membokong ketujuh jago itu.
Goan-tin tertawa dan menjawab, "Orang-orang Mo-kauw menganggap bahwa Kong Beng-teng yang mempunyai tujuh puncak dan tiga belas tebing sebagai tempat yang tak akan bisa dilewati manusia. Tapi di mata pendeta Siauw Lim, tempat itu hanialah jalanan raja yang tidak ada rintangannya. Kamu semua sudah kena totokan It im cie. Dalam tempo tiga hari, semua akan berpulang ke alam baka. Sesudah itu aku akan mendaki puncak Co Bong-hong dan menanam beberapa belas kati obat pasang kemudian pinceng akan mencoba memadamkan api siluman dari Mo-kauw. Peh Bie-kauw, Ngo Beng-kie dan lain-lain akan mencoba menolong, "Belendung", obat pasang itu meledak dan seluruh Mo-kauw musnah tiada bekas! Inilah yang dinamakan dengan seorang diri pendeta Siauw Lim memusnahkan Beng-kauw, tujuh siluman Kong Beng-teng bersama-sama pulang ke See thian." (See thian Langit Barat berarti alam baka) Mendengar itu, Yo Siauw bingung tak kepalang. Ia mengerti bahwa ancaman itu bukan gertak sambal.
Bahwa ia akan mati adalah urusan kecil, tapi apakah Beng-kauw yang mempunyai sejarah selama tiga puluh turunan akan musnah dalam tangan seorang pendeta Siauw Lim"
Sesudah berdiam sejenak, sambil tersenyum-senyum Goan-tin berkata pula, "Di dalam Beng-kauw terdapat banyak sekali orang pandai. Jika kalian tidak saling bunuh, tidak saling makan, Beng-kauw takkan menghadapi bencana seperti hari ini. Lihatlah kejadian yang sekarang. Karena kalian bertujuh berkelahi maka dengan mudah pinceng bisa naik sampai di sini. Kalau bukan lantaran begitu, mana bisa pinceng berhasil dengan begitu gampang" Ha-ha-ha!...Tak disangka Beng-kauw yang dulu begitu hebat, sesudah matinya Yo Po Thian lantas menjadi runtuh."
Yo Siauw dan yang lainnya tertegun. Mereka lantas ingat kejadian-kejadian semenjak kurang lebih dua puluh tahun. Semua merasa menyesal. Dalam hati kecil mereka mengakui bahwa apa yang dikatakan Goan-tin memang tak salah.
"Yo Siauw!" teriak Ciu Tian, "Aku benar-benar pantas mati! Aku telah melakukan banyak perbuatan tidak pantas terhadapmu. Walaupun kau tidak terlalu baik tapi kalau kau menjadi Kauwcu, keadaan kita akan lebih baik daripada tidak punya Kauwcu sama sekali."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Yo Siauw tertawa getir. "Apa kemampuanku sehingga aku berani menjadi Kauwcu?" katanya. "Dalam urusan ini, kita semua bersalah. Kita salah membuat keadaan menjadi sedemikian kacau dan agama kita akhirnya akan musnah sehingga di alam baka, kita takkan punya muka untuk menemui para Beng cun Kauwcu."
"Kamu menyesalpun sudah tak berguna," kata Goan-tin sambil tertawa. "Pada waktu Yo Po Thian mengepalai Mo-kauw, keangkerannya meluap-luap. Hanya sayang, dia mati terlalu cepat sehingga ia tak bisa menyaksikan kehancuran Mo-kauw."
"Bangsat!" caci Ciu Tian. "Tutup mulutmu! Jika Yo Kauwcu masih hidup, kami semua akan menaati segala perintahnya. Kepala gundul macam kau mana bisa membokong kami?"
Goan-tin tertawa dingin dan berkata dengan suara mengejek, "Tak perduli Yo Po Thian mati atau hidup aku tetap mempunyai cara untuk menghancurkan Mo-kauw"." Mendadak terdengar suara "Plak!"
dan Goan-tin mengeluarkan suara kesakitan sebab punggungnya kena dipukul Wie It Siauw. Hampir berbarengan Wie It Siauw pun kena ditotok Goan-tin pada Tian tiong hiatnya, di bagian dada. Mereka mundur sedikit dan kemudian roboh bersamaan.
Wie It Siauw adalah orang yang berakal budi. Sesudah kena totokan pertama, biarpun luka berat, berkat Lweekangnya yang sangat tinggi ia sebenarnya masih dapat melawan. Tapi ia berlagak dan pada waktu Goan-tin sedang girang dan tidak berjaga-jaga ia menyerang dengan segenap tenaganya. Untuk menolong Beng-kauw, ia bertekad untuk mati bersama-sama musuh. Ceng ek Hok-ong adalah salah seorang dari keempat Hoat-ong dalam kalangan Beng-kauw dan kepandaiannya sebanding dengan In Thian Ceng atau Cia Sun. Maka itu, meskipun hebat, Goan-tin tak dapat mempertahankan diri terhadap pukulan yang dikirim secara nekat. Demikianlah begitu kena, tenaga Han peng Bian-ciang segera menerobos masuk ke dalam tubuhnya dan ia merasa dadanya sesak. Beberapa kali ia mengerahkan Lweekang tapi sebaliknya daripada berhasil, kepalanya pusing. Kemudian ia menjatuhkan diri dan bersila untuk mengerahkan hawa murni untuk menolak hawa dingin dari Han peng Bian-ciang. Dilain pihak, sesudah tertotok dua kali oleh It in cie, Wie It Siauw tergeletak tanpa bisa bergerak dan nafasnya tersengal-sengal.
Ruangan itu berubah sunyi. Delapan jago terluka berat tapi yang terluka paling berat adalah Yo Poet Hwie yang roboh di luar ruangan itu. Goan-tin dan tujuh tokoh Beng-kauw sama-sama menjalankan pernafasan dan mengerahkan Lweekang. Mereka tahu bahwa siapa yang tenaganya pulih lebih dulu, dialah yang akan memperoleh kemenangan terakhir. Andaikata Goan-tin yang bisa bergerak lebih dulu, dengan menggunakan pedang ia bisa membunuh ketujuh musuhnya dan bisa mengobati lukanya belakangan. Sebaliknya kalau Beng-kauw ada yang lebih dulu pulih tenaganya maka dengan mudah ia akan bisa membunuh Goan-tin. Mengingat jumlahnya, ketujuh tokoh Beng-kauw itu kelihatannya mempunyai harapan yang lebih besar. Akan tetapi, tenaga dalam Ngo Sian-jin agak cetek dan sesudah kena It im cie, tenaganya musnah semua. Yo Siauw dan Wie It Siauw yang Lweekangnya lebih tinggi masing-masing sudah kena dua totokan. Pada hakekatnya kehebatan Hen peng Bian-ciang dan It im cie kira-kira sebanding. Tapi Wie It Siauw memukul setelah terluka sehingga tenaganya lebih kurang daripada Goan-tin yang belum terluka. Maka itu, ditinjau dari sini kelihatannya Goan-tin yang bisa bergerak lebih dahulu.
Yo Siauw dan yang lainnya menjadi bingung, tapi dalam menjalankan pernafasan dan mengerahkan tenaga dalam untuk mengobati luka, seseorang tak bisa memaksakan diri. Makin dia bingung, makin mudah celaka. Sebagi ahli Lweekee, Yo Siauw dan kawan-kawannya tentu mengerti kenyataan itu.
Sesudah beberapa kali berusaha, Leng Kiam tahu bahwa ia takkan bisa mendahului Goan-tin. Harapan satu-satunya adalah masuknya salah seorang anggota Beng-kauw ke dalam ruangan itu. Orang itu tak usah memiliki ilmu silat yang tinggi bahkan ia tak perlu mengerti ilmu silat. Dengan sepotong kayu, ia bisa membinasakan Goan-tin yang sudah tak berdaya.
Tapi sesudah menunggu lama, di luar ruangan tak terdengar suara apapun juga. Waktu itu sudah tengah malam dan para anggota Beng-kauw telah pada tidur sedang mereka yang bertugas hanya menjaga di tempat-tempat penjagaan tertentu. Tanpa dipanggil, mana berani masuk ke dalam ruangan Gie su teng (ruangan rapat)" Yo Siauw mempunyai beberapa pelayan pribadi, tapi setelah yang satu diisap darahnya oleh Wie It Siauw, yang lainnya lantas menyingkir jauh-jauh. Jangankan tak dipanggil sedangkan dipanggilpun belum tentu dia berani menghampiri.
Bu Kie yang berada di dalam karung juga mengerti bila kesunyian itu kesunyian yang sangat tegang.
Selang beberapa lama, tiba-tiba Swee Poet Tek berkata, "Sahabat yang berada dalam karung harus menolong kami."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Bagaimana menolongnya?" tanya Bu Kie.
Pada detik itu, hawa murni Goan-tin justru telah mulai mengalir bebas di bagian tan tiannya.
Mendengar pembicaraan itu, ia kaget bukan main dan hawa murni itu berbalik lagi sehingga ia kembali menggigil keras. Dalam tekadnya dan kesibukannya untuk membasmi jago-jago Beng-kauw mimpipun ia tak pernah bahwa di dalam karung ada manusianya. "Habislah jiwaku," ia mengeluh di dalam hati.
"Mulut karung dijerat mati dan kecuali olehku sendiri, siapapun juga tak akan bisa membukanya,"
terang Swee Poet Tek. "Tapi kau bisa berdiri di dalam karung."
"Baiklah," kata Bu Kie yang segera bangkit dan berdiri di dalam karung.
"Saudara kecil!" kata Swee Poet Tek tanpa memperdulikan keselamatan jiwanya, kau sudah menolong beberapa puluh saudara dari Swie Kim-kie. Kesatriaanmu dikagumi oleh semua orang. Sekarang, kamipun mengandalkan bantuanmu. Pergilah ke tempat pendeta bangsat itu dan hantam dia sampai mati."
Bu Kie berpikir keras, ia tidak segera menjawab.
"Cara yang licik, pendeta jahat itu membokong orang," kata Swee Poet Tek. "Cara bangsat itu telah didengar oleh kau sendiri. Kalau kau tidak membinasakan ia, maka berlaksa-laksa anggota Beng-kauw akan musnah dalam tangannya. Jika membunuh dia, kau melakukan perbuatan yang sangat mulia."
Pemuda itu tetap ragu. "Aku sudah tidak bisa bergerak lagi," kata Goan-tin. "Apabila kau mengambil nyawaku dalam keadaan begitu, kau akan ditertawai oleh seluruh orang gagah di kolong langit."
"Kepala gundul, tutup mulutmu!" bentak Ciu Tian. "Siauw Lim-pay menyebut diri sebagai partai yang lurus bersih. Tapi kau, diam-diam telah membokong orang. Apakah perbuatan itu semua tak ditertawai semua orang gagah di kolong langit?"
Bu Kie maju selangkah tapi segera berhenti lagi. "Swee Poet Tek Taysu," katanya, "Aku sama sekali tak tahu sebab dari permusuhan agamamu dengan enam partai persilatan. Aku sangat ingin membantu kalian tetapi akupun tak mau mencelakai pendeta Siauw Lim-pay itu."
"Saudara kecil, ada satu hal belum dipikirkan kami tapi akan mengambil nyawamu juga."
Goan-tin tertawa, "Dengan saudara kecil itu aku tidak bermusuhan," katanya. "Di samping itu, iapun bukan anggota Mo-kauw, tak bisa salah lagi, ia ditangkap Po-tay Hweeshio dengan maksud jahat.
Memang, orang-orang Mo-kauw memang biasa berlaku kejam dan melakukan perbuatan-perbuatan terkutuk."
Bu Kie jadi serba salah. Ia tahu bahwa Goan-tin bukan manusia baik tapi ia tak ingin membinasakan orang. Selain itu, bila ia turun tangan maka dengan sendirinya ia berdiri di pihak Mo-kauw. Dengan sendirinya, ia bermusuhan dengan keenam partai persilatan, bermusuhan dengan Thaysuhu (Thio Sam Hong), Bu Tong, Liok hiap, Ciu Jiak dan yang lainnya. Di mata orang-orang rimba persilatan, Mo-kauw dianggap sebagai agama sesat, semacam agama siluman. Perbuatan Wie It Siauw yang suka mengisap darah manusia dan perbuatan ayah angkatnya yang sering membunuh sesama manusia secara sembarangan merupakan bukti-bukti dari perbuatan-perbuatan yang tak pantas. Thaysuhu pernah berpesan bahwa biar bagaimanapun juga ia tak boleh bergaul atau berhubungan dengan orang-orang Mokauw supaya dia tidak usah menghadapi bencana yang tak perlu. Dia ingat juga pengalaman mendiang ayahnya. Karena sang ayah menikah dengan ibunya yang Mo-kauw, maka ayahnya mati bunuh diri. Ia ingat pula bahwa Goan-tin adalah murid Kong Kian Taysu. Dalam usaha untuk menuntun ayah angkatnya ke jalan lurus, pendeta suci itu telah rela menerima tiga belas pukulan Cit siang-kun sehingga akhirnya mengorbankan nyawanya. Itulah pengorbanan yang sangat mulia yang jarang terjadi dalam dunia luas ini.
Apakah ia bisa membunuh murid seorang yang begitu mulia" Selain itu, iapun ingat bahwa sesudah menerima ajaran Siauw Lim Kioe-yang kang dari Goan-tin, hubungan mereka adalah murid dan guru.
Memang benar dengan membuka pembuluh darahnya pendeta itu mengandung maksud kurang baik.
"Tapi biar bagaimanapun juga aku toh tak jadi mati," katanya di dalam hati.
Bu Kie adalah seorang manusi aygn tidak bisa melupakan kebaikan orang. Jika seseorang menyakiti dirinya, sesudah lewat beberapa lama ia selalu mencari-cari alasan untuk mengentengkan arti jahat dari perbuatan itu. Misalnya perbuatan Ho Thay Ciong Cu Tiang Leng dan Ciu Tin adalah perbuatanKoleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
perbuatan yang sangat kurang ajar tapi tanpa diminta di dalam hatinya ia sudah memaafkan orang-orang itu. Terhadap Goan-tin pun ia tak punya dendam lagi.
Berulang kali Sweet Poet Tek mendesaknya tapi ia tetap tak bergerak. Akhirnya ia berkata, "Swee Poet Tek Taysu, cobalah kau mencari suatu cara supaya aku tak usah membinasakannya dan ia pun tak bisa mencelakai kalian."
Swee Poet Tek tak menyahut. Mana ada cara yang begitu"
Beberapa saat kemudian, Pheng Eng Gioklah yang membuka mulut, "Saudara kecil, kau seorang yang sangat mulia dan kami semua merasa sangat kagum. Sekarang begini saja, tolong kau totok Giok tong hiat di dada Goan-tin. Totokan ini takkan membahayakan dirinya. Ia hanya tak bisa mengerahkan Lweekang untuk beberapa jam. Aku akan memerintahkan orang untuk mengantarnya turun dari Kong Beng-teng dan kami berjanji bahwa kami takkan mengganggu selembar rambutnya."
Sebagai orang yang ahli ilmu pengobatan, Bu Kie mengerti bahwa totokan pada Giok tong hiat hanya mencegah naiknya hawa murni dari bagian tian dan takkan mencelakai jiwa orang yang ditotok."
"Siauw sie cu, jangan kena diakali oleh mereka," kata Goan-tin. "Totokan pada Giok tong hiat memang tak membahayakan jiwaku tapi begitu tenaga mereka pulih, mereka pasti akan membinasakan aku. Bagaimana kau bisa cegah mereka?"
"Tutup mulutmu!" teriak Ciu Tian. "Kami sudah berjanji untuk tak mencelakai kau. Apakah perkataan Ngo Sian-jin dari Beng-kauw tidak dapat dipercaya?"
Bu Kie menganggap bahwa Yo Siauw dan Ngo Sian-jin adalah orang-orang berkedudukan tinggi yang kejujurannya tak diragukan lagu. Hanya Wie It Siauw seorang yang masih diragukannya. Maka itu ia lantas saja bertanya, "Wie Cianpwee bagaimana dengan kau?"
"Kali ini akupun tak akan menyerang dia," jawabnya dengan suara gemetar. "Tapi kalau bertemu di lain kali, kami pasti akan mengadu jiwa dengannya."
"Baiklah," kata Bu Kie. "Kong Beng Sucia, Ceng ek Hok-ong dan Ngo Sian-jin adalah orang-orang gagah pada jaman ini dan mereka tentu tak akan menjilat lagi ludah yang sudah dibuang. Goan-tin Taysu, maafkan boanpwee terpaksa berbuat begini terhadapmu."
Sesudah belasan langkah barulah ia berhadapan dengan pendeta Siauw Lim itu.
Giok tiong hiat terletak di bagian dada manusia satu cun enam hun di bawah Cie kiong hiat atau satu cun enam hun di atas Tian tiang hiat.
Pada hakekatnya "hiat" itu bukan "hiat" yang dapat membinasakan jiwa manusia tapi karena kedudukannya berada di jalan darah yang harus dilewati oleh hawa di dalam tubuh, maka kalau "hiat"
tersebut tertotok aliran hawa murni di dalam tubuh segera terhenti.
Dengan mendengar suara nafas, Bu Kie tahu bahwa ia sudah berada dalam jarak kurang lebih dua kaki dari pendeta itu. "Goan-tin Taysu," katanya, "Untuk kebaikan kedua belah pihak, boanpwee terpaksa harus bertindak begini. Mohon Taysu tidak menjadi gusar." Seraya berkata begitu, perlahan-lahan ia mengangkat tangannya.
Goan-tin tertawa getir, "Badanku tidak bisa bergerak, rasakanlah," katanya.
Semenjak binasanya Tiap-kok Ie-sian Ouw-Cena Goe, kepandaian Bu Kie mengenai jalan darah dapat dikatakan tidak ada duanya dalam dunia. Walaupun ia berada di dalam karung tidak dapat melihat sasarannya, jari tangannya menuju tepat kepada Giok tiong hiat.
"Celaka!" mendadak terdengar suara Yo Siauw, Leng Kiam dan Swee Poet Tek.
Hampir bersamaan pemuda itu merasa semacam hawa yang sangat dingin menerobos masuk ke dalam dirinya dari telunjuk yang digunakan untuk menotok Giok tiong hiat. Sambil mengigil ia mendengar cacian Ciu Tian dan Tiat Koan Toojin kepada Goan-tin. Ia lantas mengerti bahwa meskipun tubuhnya tidak bisa bergerak Goan-tin masih mempunyai sedikit tanaga yang dipusatkan pada jari tangannya.
Waktu ia menotok, pendeta itu menaruh jari tangannya di Giok tiong hiat dan karena tidak melihat ia sudah menotok terus. Sebagai akibatnya begitu kedua jari tangan terbentur, tenaga It im cie menerjang masuk ke dalam badannya.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Bu Kie terluka tapi Goan-tin pun mendapat pukulan keras. Barusan ia memusatkan segenap sisa tenaganya pada jari tangannya. Dengan digunakannya tenaga itu, sekujur tubuhnya segera bergemetar keras, mukanya pucat pasi dan badannya kaku seperti mayat.
Ciu Tian yang paling berangasan terus mencaci maki tapi Yo Siauw dan yang lainnya menganggap bahwa perbuatan Goan-tin itu sudah sepantasnya. Ia berhak penuh untuk membela diri. Dilain pihak walaupun terpukul keras, diam-diam Goan-tin merasa girang. Ia menganggap bahwa sebagai orang yang masih muda, Lweekang Bu Kie tidak seberapa tinggi dan sesudah kena It im cie pemuda itu pasti akan binasa dalam waktu cepat. Ia tahu bahwa dalam waktu satu jam, hawanya yang buyar akan berkumpul kembali dan sesudah tenaganya pulih, ia akan bisa membinasakan musuh-musuh itu.
Dengan sembilan orang terluka semua, ruangan itu kembali sunyi. Berselang kira-kira setengah jam, api empat batang lilin padam hampir bersamaan. Dalam gelap gulita Yo Siauw mendengar jalan pernafasan Goan-tin yang tersengal-sengal sudah berubah tenang. Ia mengerti bahwa hawa murni dalam tubuh pendeta itu sudah berkumpul kembali. Berulang kali ia sendiri mengerahkan Lweekang tapi dalam setiap usaha, hawa dingin dari It im cie selalu menerjang ke tan tian-nya dan tanpa dapat dicegah ia menggigil. Ia menghela dan harapannya sirna. Rasa putus asa itu juga dirasakan oleh kawannya yang lain.
Kisah Pembunuh Naga Jilid 38 Karya Chin Yung ================== Sesudah menganggap, bahwa mereka takkan bisa lolos dari kebinasaan, sekarang mereka mengharap supaya tenaga Goan tin lekas2 pulih. Mereka merasa lebih lekas mati lebih baik, jangan disiksa lebih lama. Antara mereka itu, hanya Swee Poet Tek dan pheng Hweeshio yang masih merasa penasaran. Mereka adalah pendeta, tapi dalam hati merekalah yang mempunyai cita2 paling besar, cita2 untuk melakukan sesuatu yang menggemparkan dunia.
"Pheng Hweeshio," kata Swee Poet Tek. "Banyak tahun kita tercapai lelah dalam usaha untuk mengusir orang2 mongol dari negara kita. Tak dinyana, semua usaha berpikir dengan kegagalan. Hai!
Mungkin sekali beribu-ribu dan berlaksa-laksa rakyat memang harus menderita lebih lama."
Sesaat itu, Bu Kie sedang mengerahkan hawa panas dalam tubuhnya untuk melawan hawa dingin dari It im cie, tapi setiap perkataan Swee Poet Tek tidak terlolos dari pendengarannya.
"Dia mau mengusir bangsa Mongol?" tanyanya di dalam hati, dengan rasa heran. "Apakah Mo Kauw yang nmanya begitu busuk bertujuan untuk menolong rakyat?"
"Swee Poet Tek," demikian terdengar suara Pheng Hweesio, "Siang2 aku sudah mengatakan, bahwa dengan sendirian saja, Beng Kauw takkan bisa mengusir bangsa Mongol. Kalau mau berhasil kita harus bisa berserikat dengan orang2 gagah di kolong langit dan bergerak dengan serempak. Suhengmu dan suteeku. Ciu Cu Ong, telah coba memberontak, tapi akhirnya mereka terbasmi".."
Bu Kie terkejut. "Ciu Cu Ong?" tanyanya di dalam hati. "Apakah Ciu Cu Ong bukan ayah nona Cu Cie Jiak?" dalam kagetnya, perkataan Peng Hweesio yang selanjutnya tidak didengar lagi olehnya.
"Jangan ribut!" tiba2 terdengar bentakan Ciu Tian. "Sedang kebinasaan sudah didepan mata, perlu apa kamu rewel2" Semua omong kosong! Siapa yang salah" Kita sendiri. Beng Kauw sendiri yang terpecah belah. Pheng Hweesio kau sungguh gila! Kau mengatakan ingin berserikat dengan orang2 gagah di kolong langit, artinya dengan partai2 yang dinamakan lurus bersih. Huh!....sekarang mereka justru mau membasmi kita. Kau mau berserikat dengan mereka?"
"Kalo Yo Kauwcu masih hidup, dengan mudah kita bisa menaklukkan enam partai yang menyerang kita," Tiat Koan menyela.
Ciu Tian tertawa terbahak2. "Hidung kerbau! Kau lebih gila lagi," bentaknya. "Kalu Yo Kauwcu masih hidup, segala apa tentu berjalan licin. Perlu apa disebutkan lagi"....Aduh" Ia tak bisa meneruskan perkataannya karena hawa It im cie menerjang ke dalam isi perutnya.
"Diam!" teriak Leng Kiam mendongkol. Bentakan itu sangat berpengaruh dan semua orang segera menutup mulut.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sementara itu Bu Kie jadi bingung dan bersangsi. Di dalam hatinya timbul banyak pertanyaan. Kalau didengar, Beng Kauw bukan semata-mata terdiri dari segundukan manusia yang biasa melakukan perbuatan tidak baik. Maka itu ia lantas saja bertanya "Swee Poet Tek taysu, apakah aku boleh mendapat tahu tujuan yang sebenarnya dari agama kalian?"
"Ah! Kau belum tahu?" jawabnya. "Jika kau mesti hilang jiwa karena gara2 agama kami, kami sesungguhnya merasa tak enak hati. Kau sekarang hanya bisa hidup beberapa jam lagi, biarlah sebelum mati, kau mendengar rahasia agama kami. Leng Sian Sianseng, apa boleh aku menceritakan?"
"Ceritakanlah!" jawabnya.
"Saudara kecil," ia mulai, "Beng Kauw dimulai di negeri Tay Sit Kok dan pada zaman kerajaan Tong barulah masuk ke Tionggoan. Pada masa itu, kaisar Tong telah mendirikan kuil2 untuk agama kami. Beng Kauw mwnyamaratakan semua pengikutnya dan mereka itu jika berharta, diharuskan menolong rakyat miskin. Kamipun tidak diperbolehkan makan makanan berjiwa atau arak. Oleh karena selama beberapa turunan agama kami selalu digencet oleh pembesar2 rakus, maka kerap kali saudara2 kami memberontak.
Misalnya saja sedari zaman Phu Lap, Phui kauwcu di masa Pak Song (Song utara), entah sudah berapa kali pemberontakkan Beng Kauw."
Mendengar samapi disitu, Bu Kie ingat, kalau Phui merupakan salah seorang dari emapt pemberontakan besar di zaman Pak Song dab namanya berendeng dengan orang2 seperti Song Kang dan Tian Kouw.
"Kalau begitu Phui Lap adalah kauwcu agamamu?" tanyanya.
"Benar," jawabnya. "Dalam tahun Kian Yam di zaman Lam Song "Song selatan- , Ong Cong Sek kauwcu memberontak di Sin ciu, sedang dalam tahun Siauw hin, Ie Ngo Po memberontak di Kioe Ciu.
Sesudah itu, dalam tahun Siauw Teng, pada zaman kaisar Lee Cong, Thio Sam Ciang kauwcu memberontak di daerah Kangsay dan Kwitang. Sebab Bengkauw sering sekali bermusuhan dengan pembesar negeri dan menimbulkan pemberontakan2, maka kalangan pembesar negeri menamakan agama kami sebagai Mo kauw dan melarangnya."
"Untuk mempertahankan kehidupan, maka kami terpaksa bekerja dengan bersembunyi. Kamipun bermusuhan dengan partai2 lurus bersih dan permusuhan kian lama kian menghebat sehingga mereka dan kami seakan2 api dan air."
"Tentu saja diantara anggota2 Beng kauw terdapat juga manusia2 yang rendah martabatnya. Mereka itu sering digunakan oleh partai2 lurus bersih sebagai bukti bahwa agama kami adalah agama yang sesat.
Dengan demikian, nama Beng kauw jadi makin merosost."
"Swee Poet Tek, apakah kau maksudkan aku?" memutus Yo Siauw.


Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Namaku Swee Poet Tek dan sesuatu yang tak boleh dikatakan aku tentu takkan mengatakannya"
jawabnya. "Siapa kepotong dia perih. Siapa berdosa dia tahu dalam hatinya."
Yo Siauw mengeluarkan suara di hidung dan tidak bicara lagi.
Tiba2 Bu Kie kaget sebab badannya sudah tak dingin. Tadi waktu baru kena It im cie rasa dingin meresap ke tulang2, tapi sekarang serangan itu sudah menghilang.
Sebagaimana diketahui, waktu masih kecil sekali ia kena racun dingin dari pukulan Hian beng Sin ciang dan sesudah mencapai usia 17 tahun, barulah semua racun terusir dari badannya. Selama kurang lebih 7 tahun siang malam tubuhnya bertempur melawan hawa dingin sehingga perlawanan tubuhnya terhadap setiap serangan hawa dingin sudah terjadi secara wajar. Disamping itu, iapun telah makan kodok merah dan telah melatih diri dengan ilmu Kioe Yang Sin Keng. Oleh karena adanya beberapa sebab itu maka hawa "yang" (hawa panas) di dalam tubuhnya hebat luar biasa. Sehingga racun It im cie sudah terusir keluar, tanpa ia mesti mengeluarkan banyak tenaga.
Sementara itu Swee Poet Tek melanjutkan penuturannya. "Sedari kerajaan Song direbut oleh bangsa Mongol, permusuhan antara Beng kauw dan kerajaan makin menghebat. Selama beberapa keturunan, pemimpin2 agama kami telah menugaskan diri sendiri untuk mengusir kaum penjajah dengan mempersatukan semua orang gagah di seluruh negeri. Sayang sungguh, dalam tahun2 yang belakangan Beng kauw tidak mempunyai pemimpin dan sebab memperebutkan kedudukan sebagai Kauwcu, tokoh2
Beng kauw jadi saling bunuh. Antara pentolan2 kami ada yang mengasingkan diri dan ada pula yang
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
mendirikan agama lain dan mengangkat diri sebagai Kauwcu. Sesudah Beng kauw berantakan, permusuhan dengan partai2 lurus bersih makin besar dan sebagai akibatnya kau bisa lihat sendiri. Kami sekarang sedang menghadapi bencana. Goan tin Hweeshio, bagaimana pendapatmu" Apakah aku berjusta?"
Goan tin mengeluarkan suara di hidung. "Tidak kau tak berdusta," jawabnya. "Sesudah berada begini dekat dengan kebinasaan, perlu apa kau berjusta?" seraya berkata begitu, perlahan-lahan ia berdiri dan melangkah setindak.
"Ah!...."seru Yo Siauw dan yang lain2. biarpun sudah menduga, bahwa tenaga Goan tin akan pulih terlebih dahulu mereka sama sekali tidak menaksir, bahwa pendeta itu memiliki Lweekang yang begitu tinggi dan tenaganya pulih secara begitu cepat.
Dilain saat, dengan badan tetap, Goan tin telah melangkah lagi setindak.
Yo Siauw tertawa dingin. "Murid Kong kian taysu benar2 hebat," katanya. "Eh! Aku telah mengajukan satu pertanyaan yang belum dijawab olehmu. Apakah jawabannya memalukan kau, sehingga kau tak berani membuka mulut?"
Goan tin tertawa terbahak bahak dan maju lagi setindak. "Aku tahu?"aku tahu, bahwa sebelum aku menjawab, kau tak bisa mati dengan mata meram," katanya. "Kau tanya, mengapa aku tahu jalanan2
rahasia dari Kong Beng Teng. Mengapa aku bisa sampai disini tanpa diketahui oleh siapapun jua. Baiklah aku akan menjawab dengan sejujur2nya. Jawabanku ialah Yo Po Thian kauwcu, pemimpin agamamu sendiri berdua istri yang pernah membawaku kemari."
Yo Siauw terkesinap. Sebagai seorang yang berkedudukan dan berkepandaian tinggi, pendeta itu pasti tak berdusta. Tapi mana bisa kejadian yang seperti itu"
"Keledai gundul! Jangan dusta kau!" caci Ciu Tian. "Jalanan rahasia Kong beng teng adalah sebuah rahasia besar. Tempat itu adalah tempat suci dari agama kami. Biarpun Yo cosu seorang Kong beng Su cia, walaupun Wie toako berkedudukan sebagai Hu kauw Hoat tong. Mereka belum pernah menggunakan jalanan itu. Hanialah kauwcu seorang yang boleh menggunakannya. Mana bisa jadi Yo kauwcu mengajak kau seorang luar berjalan dijalan itu?"
Goan tin menghela nafas dan untuk beberapa saat, kedua matanya mengawasi ke tempat yang jauh,
"Jika kau mendesak juga, aku harus menceritakan peristiwa yang terjadi pada 25 tahun berselang,"
katanya dengan suara berduka. "Baiklah. Biar bagaimanapun juga, kamu takkan bisa turun dari gunung ini dengan masih bernyawa. Kamu takkan bisa membocorkan rahasia. Hai! Ciu Tian, tak salah apa yang dikatakan olehmu. Jalanan rahasia itu adalah tempat suci dari agamamu. Memang, hanya kauwcu yang boleh masuk kesitu. Siapa yang melanggar dosa besar. Tapi orannya Yo Po Thian telah masuk kesitu. Yo Po Thian telah melanggar peraturan agama. Secara diam2 dia membawa Yo hujin masuk kesitu."
"Dusta! Dusta besar." Teriak Ciu Tian.
"Ciu Tian, diam kau!" bentak Pheng hweshio.
Goan tin melanjutkan perkataannya. "Bukan saja begitu, Yo hujin telah membawaku masuk kesitu?".
"Bangsat! Bangsat besar! Dusta!" caci Ciu Tian.
?""..aku bukan anggota Beng kauw. Biarpun masuk dijalanan itu, aku tidak melanggar peraturan agama." Kata Goan tin dengan sedih.
"Mengapa Yo Hujin mengajak kau masuk dijalanan itu?" tanya Tiat koan Tojin.
"Hmmm! Itulah kejadian yang terjadi sudah lama sekali." Jawabnya. "Sekarang loolap sudah berusia 70 tahun lebih. Diwaktu masih muda".Baiklah, loolap akan menceritakan rahasianya."
"Apa kalian tahu siapa adanya loolap" Yo Po Thian adalah Suhengku, Yo Hujin adalah Sumoyku.
Pada sebelum menjadi pendeta, loolap she Seng bernama Kun, bergelar Hun goan Pek Leng chiu."
Mendengar keterangan itu, bukan main kagetnya Yo Siauw dan yang lain2, sedang Bu Kie hampir berteriak. Pemuda itu lantas saja ingat penuturan ayah angkatnya pada suatu malam di pulau Peng Hwee to. Pada waktu itu Cia Sun menceritakan cara bagaimana gurunya telah membunuh semua anggota
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
keluarganya, cara bagaimana untuk memaksa keluarnya guru itu, ia telah membunuh banyak orang gagah dalam Rimba persilatan dan cara bagaimana sesudah ia melukai pendeta suci Kong kian. Seng kun tidak menepati janji untuk munculkan diri. Tiba2 Bu Kie tersadar dan berkata di dalam hatinya. "Tak bisa salah lagi, pada waktu itu bangsat tua Seng Kun telah mengangkat Kong kian Seng ceng "pendeta suci kian-sebagai guru. Untuk menghilangkan permusuhan itu, pendeta suci itu rela menerima 13 pukulan Cit Siang kun dari Giehu. Siapa nyana Seng Kun malah sudah mendustai gurunya sendiri, sehingga Kong kian Taysu meninggal dunia dengan penasaran."
Mengingat sampai disitu, Bu Kie lantas saja iangat perkataannya sendiriyang diucapkan pada malam itu. "Giehu, orang yang membinasakan seantero keluargamu bernama Hun goan Pek lek chioe, bukan"
Baiklah, Bu Kie akan mengingat nama itu. Dibelakang hari, anak tentu akan mewakili ayah untuk membalas sakit hati."
Dengan gusar, ia kemudian berkata di dalam hati. "Kalapnya Giehu sehingga ia sering membunuh orang yang tidak berdosa, kedatangan dan desakan berbagai partai di Bu Tong san sehingga kedua orang tuaku terpaksa membunuh diri semua adalah gara2nya bangsat tua Seng Kun."
Makin diingat, darah pemuda itu makin meluap. Tiba2 ia merasa sekujur badannya panas, seperti dibakar. Karung Kian Kun It Khie tay dari Swee Poet Tek tertutup rapat dan hawa udara tidak bisa keluar masuk. Menurut pantas, sesudah berdiam dalam karung begitu lama, Bu Kie sebenarnya sudah mesti mati. Tapi ia kerena memiliki lweekang yang sangat tinggi dan hawa yang dikeluarkan dari pernafasan sangat sedikit, maka ia masih dapat mempertahankan diri. Tapi sekarang, dalam gusarnya, Ciu yang Cin khie (hawa tulen Kioe Yang) tak dapat dikuasai lagi dan lalu mengamuk hebat. Beberapa saat kemudian, ia merasa badannya seperti masuk dalam perapian, sehingga ia mengeluarkan teriakan keras.
"Saudara kecil!" bentak Ciu Tian, "Kita semua tengah menghadapi kebinasaan dan sama2
menanggung penderitaan hebat. Tapi seorang yang gagah tidak boleh memperlihatkan kelemahannya dan berteriak2 seperti kau".
"Benar!" kata Bu Kie yang lalu menentramkan jalan pernafasannya dengan ilmu yang terdapat dalam Kioe yang cin keng. Biasanya ilmu itu bermanfaat sekali. Tapi kini, usahanya gagal. Tulang2nya sakit dan jalan darah diseluruh tubuhnya seperti juga ditusuk dengan jarum2 ribuan yang panas.
Mengapa bisa begitu"
Biarpun telah melatih diri selama beberapa tahun dan biarpun Kioe yang cin keng merupakan salah satu kitab silat terlihay di kolong langit, tapi dalam mempelajari kitab tersebut, Bu Kie tidak mendapat bimbingan guru yang pandai. Ia belajar hanya dengan meraba2. Maka itu, Kioe yang cin khie yang makin lama makin bertambah di dalam badannya, tidak dapat disalurkan olehnya, karena ia berada di dalam karung. Disamping itu, totokan It im cie merupakan salah satu ilmu yang paling beracun dalam rimba persilatan. Bagi Bu Kie, totokan itu seakan2 setengah obat pasang yang disulut sumbunya. Celakanya, sebab berada di dalam karung, hawa cin kie yang keluar dari pernafasannya tak bisa buyar dan balik menghantam dirinya sendiri. Dengan demikian, Bu Kie kini tengah menghadapi saat yang sangat penting (jiwanya tergantung atas selembar rambut).
Hal ini tentu tak diketahui oleh Ciu Tian dan yang lain2.
Sementara itu, biarpun sedang melawan hawa panas dengan mati2an, Bu Kie tetap dapat menangkap setiap perkataan Goan Tin yang telah melanjutkan penuturannya. "Keluarga sumay-ku dan keluargaku mempunyai hubungan yang rapat," kata pendeta itu. "Sedari kecil kita telah ditunangkan. Siapa tahu, diam2 Yo Po Thian juga mencintai sumoy-ku itu. Belakangan dia menjadi kauwcu dari Beng kauw dan pengaruhnya besar sekali. Ayah dan ibunya sumoy adalah manusia2 yang kemaruk akan pengaruh, sedang sumoy sendiri tidak mempunyai pendirian yang teguh. Akhirnya sumoy menikah dengan Yo Po Thian. Tapi sesudah menikah, ia merasa tidak beruntung dan kadang2 membuat pertemuan denganku.
Supaya pertemuan tidak terganggu, ia ingin sekali mencari tempat yang aman dan nyaman."
"Yo Po Thian sangat mencintai sumoy-ku dan ia tidak pernah membantah kehendak sang istri. Waktu sumoy menyatakan keinginannya untuk melihat2 jalanan rahasia Kong beng teng, biarpun merasa sangat berat, ia sudah meluluskan juga. Demikianlah, jalanan rahasia itu yang selama ratusan tahun dipandang sebagai temnpat suci dari Beng kauw, menjadi tempat pertemuanku dengan nyonya Kauwcu.
Ha"ha"ha".ha! Puluhan kali aku mondar mandir di jalanan itu. Apa heran jika hari ini aku bisa mendaki Kong beng teng tak kesukaran apapun jua?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Yo Siauw dan kawan2nya merasa dada mereka seperti mau meledak, tapi mereka tak bisa mengucapkan sepatah kata. Ciu Tian yang biasa mencaci maki juga tidak dapat mengeluarkan caciannya.
Kejadian itu merupakan hinaan yang besar bagi Beng kauw dan bencana yang dihadapi oleh Beng kauw juga karena gara2 terbukanya rahasia jalanan itu. Mata Yo Siauw dan yang lain2 seperti mau menyemburkan api, tapi merekapun tahu, bahwa Goan Tin tidak berbicara dusta.
"Kamu marah?" tanya Goan tin. "Pernikahanku telah digagalkan oleh Yo Po Thian. Dia terang2
istriku. Setelah menjadi pemimpin Mo Kauw, Yo Po Thian merampas istriku yang tercinta.
Permusuhanku dengan Mo kauw adalah permusuhan yang tidak bisa berdiri di kolong langit bersama2.
pada hari pernikahan Yo Po Thian dengan sumoy-ku, aku datang memberi selamat dan turut minum arak kegirangan. Tapi di dalam hati, diam2 aku bersumpah, bahwa sebegitu lama Seng Kun masih bernafas, ia pasti akan membunuh Yo Po Thian, ia pasti akan membasmi Mo kauw. Sudah 50 tahun aku bersumpah.
Baru kini aku berhasil."
"haaa?"haaaa"..Aku puas!" Seng kun akan mati dengan mata meram.
"Terima kasih atas keteranganmu," kata Yo Siauw dengan suara dingin. "Kini baru kutahu sebab musabab dari kematian Yo Siauw cu."
"Kalau begitu, ia mati di dalam tanganmu"
"Ilmu Yo suheng banyak lebih tinggi daripadaku," kata Goan Tin. "Kami adalah saudara seperguruan?"?"masing2 tahu kepandaiannya"."
"Lantaran begitu kau sudah membokong," memutus Ciu Tian. "Kalau bukan menggunakan racun, kau tentulah sudah menyerang secara gelap, seperti perbuatanmu hari ini."
Goan tin menghela nafas dan menggelengkan kepala. "Tidak!" katanya. "Sebab kuatir ku mencelakai dia secara menggelap, berulang kali sumoyku memperingatiku. Ia mengatakan bahwa jika aku membinasakan Yo Po Thian, ia takkan mengampuniku. Ia mengatakan, bahwa dengan mengadakan pertemuan gelap saja, ia telah berdosa besar terhadap suaminya. Bila Yo Po Thian dibinasakan, maka perbuatan itu dianggapnya sebagai perbuatan terkutuk yang pasti akan dihukum oleh langit."
"Hai!.........Yo Suheng?"..dia?""mati sendiri."
Yo Siauw dan lain2 terkesiap.
Kata Goan Tin pula, "Kalau benar Yo Po Thian binasa dalam tanganku, aku tentu sudah mengampuni Beng kauw"." Suaranya berubah perlahan. Seperti juga ia ingat pula peristiwa yang terjadi pada banyak tahun berselang. Sesudah berhenti sejenak, ia berkata lagi dengan suara perlahan. "Malam itu aku bertemu lagi dengan suomoy-ku di jalanan rahasia itu. Sekonyong2 kami mendengar suara nafas yang datang dari jurusan kiri. Itulah kejadian yang belum pernah terjadi. Orang luar takkan bisa masuk ke jalanan itu, sedang anggota Beng kauw takkan berani masuk. Kami kaget dan lalu menyelidiki. Ternyata suara nafas itu suara nafasnya Yo Suheng yang sedang berduduk dalam sebuah kamar. Ia memegang selembar kulit kambing dalam tangannya dan selebar mukanya berwarna merah. Ia sudah mengetahui rahasia kami. "Bagus sungguh perbuatan kamu berdua!" katanya. Sesudah berkata begitu paras mukanya berubah biru. Sesaat kemudian, warna biru berubah merah lagi. Perubahan ini silih berganti sampai 3 kali.
Yo Cosu, apa kau tahu sebab musababnya?"
"Kejadian itu sudah terjadi karena Yo kauwcu sedang melatih diri dalam ilmu Kiun kun tay lo ie,"
jawabnya. "Yo Siauw bukankah kau sudah mahir dalam ilmu itu?" tanya Cu Tian.
"Kau tidak dapat menggunakan perkataan mahir," jawabya. "Waktu masih hidup; karena menghargai aku, Yo kauwcu telah mengajar aku pokok2 dari Kian kun Tay lo ie Sin kang. Sesudah berlatih belasan tahun, aku hanya mencapai tingkat dua. Dalam latihan selanjutnya. Hawa tulen dalam badanku mengamuk dan coba menerjang keluar dengan memecahkan batok kepalaku. Biar bagaimanapun juga aku tidak bisa menguasai hawa itu. Perubahan 3 kali pada paras muka Yo Kauwcu merupakan tanda, bahwa ia sudah mencapai tingkat kelima dari ilmu tersebut. Ia pernah memberitahu aku, bahwa diantara kauwcu agama kita, Ciong kauwculah, dari keturunan kedelapan yang memiliki kepandaian paling tinggi dan sudah mencapai tingkat keenam dari Kian kun tay lo ie.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Pada suatu hari, waktu sedang melatih diri, ilmu itu telah membakar Ciong kauwcu, sehingga binasa.
Mulai dari waktu, belum ada orang yang bisa mencapai tingkat kelima."
"Begitu sukar?" kata Ciu Tian.
"Kalau tidak sukar, ilmu itu tentu tidak dianggap sebagai ilmu pelindung agama kita," kata Tiat kun Toojin.
Jago-jago Beng kauw itu sudah lama mendengar halnya Kiankun tay loe ie Sinkang. Maka itu begitu nama itu disebutkan, biarpun sedang menghadapi bahaya, mereka tak tahan untuk membicarakannya.
"Yo Cosu," kata Pheng Eng Giok, "Mengapa terjadi perubahan pada paras muka Yo kauwcu?"
Pheng Hweesio adalah seorang yang sangat pintar. Dengan mengajukan pertanyaan itu ia mempunyai maksud tertentu. Kalau Goan Tin maju beberapa tindak lagi, habislah nyawa mereka. Maka itu sedapat mungkin ia ingin memperpanjang pembicaraan untuk mendapat lebih banyak waktu. Asal saja ketujuh jago Beng kauw dapat bergerak, maka dengan bersatu padu, mereka akan bisa melawan serangan Goan Tin, biarpun hanya untuk sementara waktu. Andai kata pada akhirnya lebih baik daripada tanpa melawan.
Sebagai seorang yang sangat cerdas Yo Siauwpun mengerti maksud Pheng Eng Giok. Maka itu perlahan-lahan ia memberi keterangan. "Tujuan dari Kian kun tay lo ie Sinkang ialah menjungkir balikkan 2 rupa hawa, yaitu hawa "keras" dan hawa "lembek", hawa Im dan hawa Yang. Perubahan pada paras muka sudah terjadi pada waktu darah di dalam tubuh turun ke bawah, yaitu pada waktu berubahnya Cin kie. Sepanjang keterangan, waktu mencapai tingkat keenam, kulit di sekujur badan bisa berubah2
warnanya, sebentar merah sebentar biru. Tapi kalo seseorang sudah mencapai tingkat ke tujuh, perubahan hawa Im dan Yang akan terjadi tanpa memperlihatkan perubahan dalam warna kulit." (Im dan Yang, Negatif dan Positif).
Sebab kuatir Goan tin tak sabaran, Pheng Eng Giok lalu menanya pendeta itu. "Goan tin taysu apakah kau boleh memberitahu kami, cara bagaimana Yo Kauwcu sudah berpulang ke alam baka?"
Goan tin tertawa dingin. "Sesudah kamu kena It Im cie dalam dunia ini hanya ada empat golongan manusia yang bisa menolong," katanya. "Kamu hanya bisa ditolong dengan Kioe yang sin kang dari Bu Tong, Siauw Lim, Go Bie dan It Yang Cie dari It Teng Taysu. Kalu ditolong dengan salah satu ilmu itu kamu akan bisa bergerak untuk sementara waktu. Janganlah mimpi, bahwa kamu bisa menolong diri sendiri dengan mengerahkan lweekang dan dengan memperpanjang waktu. Aku bicara terang2. itu semua tiada gunanya. Sebagai ahli2 kelas utama dalam rimba persilatan, kamu tentu tahu, bahwa biar mendapat luka yang lebih berat lagi, sesudah menjalankan pernafasan begitu lama, sedikit banyak kamu sudah mendapat kemajuan. Tapi sekarang" Bukannkah, sebaliknya daripada mendingan badanmu jadi makin kaku?"
Yo Siauw dan yang lain2 sudah merasai kenyataan itu. Tapi sebagai manusia sebegitu lama masih bernafas, mereka masih mempunyai harapan.
Sementara itu Goan tin melanjutkan penuturannya. "Melihat perubahan paras muka Yo Su Heng, aku kaget. Sumoyku tahu, bahwa ia berkepandaian sangat tinggi dan dengan sekali menghantam, ia bisa membinasakan aku. "Tosuko, katanya, dalam hal ini akulah yang bersalah. Lepaskan Seng suko dan aku rela menerima segala hukuman." Mendengar perkataannya, Yo Su heng berkata dengan suara parau.
"Aku hanya bisa menikah dengan badanmu, tidak bisa menikah dengan hatimu. Sehabis berkata begitu, kedua matanya terbuka lebar, seperti sedang mangamati sesuatu di tempat jauh dan sesaat kemudian, dari kedua mata itu keluar darah yang mengalir turun dengan perlahan. Tubuhnya kelihatan kaku dan ia tidak bergerak lagi. Sumoyku terkejut dan berteriak. Toa suko!.....Toa suko!....Po Thian!.....Po Thian!....Mengapa kau". Ia berteruiak berulang2."
Goan Tin meniru teriakan Sumoynya dengan suara perlahan, tapi nadanya menyeramkan, sehingga semua orang jadi bergidik.
Sesudah berdiam sejenak. Ia berkata pula, "Sebab Yo Suheng tidak juga bergerak, dengan membaringkan hati sumoyku menarik tangannya dan lantas saja ternyata, bahwa tangan itu tangannya mayat. Sumoy meraba dadanya. Ia memang sudah mati. Kutahu hatinya tidak enak dan ia merasa menyesal. Maka itu, aku segera coba membujuknya dengan berkata. Sumoy, menurut penglihatanku Toasuko telah membuat kesalahan pasa waktu melatih diri dalam serupa ilmu yang tinggi. Mengalirnya hawa tulen terbalik dan ia tidak dapat ditolong lagi. Sumoyku mengangguk, "benar" katanya. "Ia tangah melatih ilmu Kian Kun tay lo ie yang sangat luar biasa. Pada detik latihan yang sangat penting ia
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
mendapat tahu rahasia pertemuan kita. Biarpun bukan binasa dalam tanganku, tapi ia binasa karena gara2ku." Baru saja aku ingin membujuk lagi, tiba2 ia menuding ke jurusan belakangku sambil membentak "Siapa itu?" Aku memutar badan, tapi tak lihat apapu juga. Waktu aku memutar badan lagi, pada dadanya sudah tertancap sebilah pisau. Ia sudah membunuh diri sendiri!"
"Huh..Huh!...Yo Po Thian mengatakan, bahwa ia menikah dengan orangnya, tapi tidak menikah dengan hatinya. Aku sendiri" Aku berhasil merebut hatinya sumoy, tapi tidak bisa mendapatkan menusianya. Dalam seluruh penghidupanku, ia adalah seorang yang paling dihormati dan paling dicintai olehku. Kalau bukan gara2 Yo Po Thian, kami berdua tentu sudah terangkap menjadi suami istri yang bahagia. Kalau bukan Yo Po Thian menjadi kauwcu dari Mo kauw, maka sumoyku tentu takkan menikah dengan manusia itu yang usianya lebih tua dua puluh tahun lebih daripadanya Yo Po Thian telah mati.
Aku tidak bisa berbuat sesuatu lagi kepadanya. Tapi Mo kauw masih malang melintang di dalam dunia.
Waktu itu sambil menuding jenazah suheng dan sumoyku, aku berkata. "Aku Seng Kun, bersumpah untuk menggunakan segala rupa kepandaianku guna membasmi Beng kauw. Sesudah berhasil, aku akan datang kemari lagi dan disini untuk menggorok leher sendiri di hadapanmu berduasebagai penebus dosa.
Ha"ha?"ha?".Yo Siauw!......Wie It Siauw?".kamu semua akan segera binasa. Seng kunpun tak akan hidup lebih lama lagi. Maksudku sudah tercapai dan dengan segala senang hati, aku akan menggorok leher sendiri untuk mengawani kamu semua ke alam baka."
Ia menghela nafas dan berkata pula. "Selama beberapa tahun setiap saat aku memikiri daya upaya untuk menghancurkan Mo kauw. Hei"..Aku sungguh beruntung, istriku direbut orang. Muridku satu2nya menganggapku sebagai musuh besarnya?""
Mendengar disebutnya Cia Sun. Jantung Bu Kie memukul keras dan ia memusatkan segala perhatiannya untuk mendengari Seng Kun. Tapi dengan pemusatan perhatian itu, Kioe Yang Cin Khie (Hawa tulen Kioe yang) yang berkumpul di tubuhnya jadi bertambah. Tal lama kemudian, ia merasa tulang2nya seperti melar, seolah2 mau meledak, sedang lubang2 rambutnya seakan2 menjadi beberapa kali lipat lebih besar.
Goan Tin melanjutkan ceritanya. "Sesudah turun dari Kong beng teng, aku pulang ke Tionggoan dan mencari muridku Cia Sun yang sudah lama tak bertemu. Diluar dugaan, begitu bertemu aku diberitahukan, bahwa ia sudah menjadi salah satu Hoa kauw Hoat ong dari Mo kauw?""
Ia malah coba membujukku supaya aku turut menyeburkan diri ke dalam agama siluman itu. Ia mengatakan bahwa Mo kauw bertujuan untuk mengusir kaum penjajah. Aku gusar tak kepalang. Tapi aku segera menekan kegusaranku, karena kuingat, bahwa Mo kauw sudah berakar dalam dan mempunyai banyak orang pandai, sehingga dengan sendirian, aku pasti tak bisa berbuat banyak. Jangankan aku seorang diri, sedangkan sebuah perswerikatan dari orang2 gagah seluruh rimba persilatan belum tentu bisa menghancurkannya, aku menarik kesimpulan jalan satu2nya iialah menjalankan tipu supaya Mo kauw terpecah belah dan anggota2nya saling bunuh membunuh. Hanialah dengan cara itu. Mo kauw bisa dihancurkan"
Yo Siauw dan yang lain2 memasang kuping dengan hati berdebar2. mereka merasa, bahwa dalam banyak tahun mereka seperti berada dalam pulas yang nyenyak, tanpa mengetahui, bahwa seorang musuh besar tengah menjalankan siasat untuk membinasakan Beng kauw.
Diam2 mereka mengakui kegoblokannya mereka. Bahwa dalam banyak tahun ini, apa yang diperbuat mereka hanialah berkelahi dengan kawan sendiri untuk merebut kursi Kauwcu. Cerita Goan tin itu bagaikan bunyi genta yang telah menyadarkan mereka.
"Pada waktu itu, paras tak berubah, aku hanya mengatakan bahwa urusan itu urusab besar yang harus dipikir masak2," kata pula Goan tin. "Beberapa hari berselang aku berlagal mabuk arak dan coba mencemarkan kehormatan istri muridku. Dengan menggunakan kesempatan itu, aku membunuh ayah, ibu, istri dan anaknya Cia Sun. Aku mengerti, bahwa dengan berbuat begitu. Ia akan marah besar dan coba mencari aku untuk membalas sakit hatinya. Kalau dia tidak berhasil mencari aku, maka menurut dugaanku, ia akan melakukan perbuatan yang gila2. ha..ha!....kata orang, mengenal anak tidak seperti ayahnya, mengenal murid tidak seperti gurunya. Aku mengenal watak muridku itu. Dia anak sangat baik, tapi seorang pemarah yang mudah menjadi gelap. Ia tidak bisa memikir panjang2, ia tidak bisa meneliti siasat orang."
Mendengar sampai disitu Bu Kie merasa kepalanya puyeng. Ia gusar bukan main, dadanya seperti mau meledak. "Kalau begitu semua penderitaan Gie Hu adalah akibat dari tipu busuknya bangsat tua itu."
Katanya dalam hati. Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Dengan suara bangga Goan tin berkata pula "Dengan menggunakan namaku Cia Sun telah membinasakan orang2 gagah dalam kalangan Kangouw. Tujuannya ialah untuk memaksa aku keluar untuk menemui dia. Ha".ha! mana bisa aku menuruti kemauannya, rahasia tentu saja tak bisa ditutup.
Biarpun dia menggunakan namaku, tapi orang tahu bahwa pembunuhan2 itu dilakukan olehnya. Dia menanam banyak sekali permusuhan. Hutang2 darah itu semua masuk kedalam buku hutang Beng kauw".."
Ia berhenti sejenak, kemudia lanjutnya. "diluar banyak musuh, di dalam Beng Kauw berantakan.
Kamu semua tidak terlepas dari tipu dayaku. Aku merasa menyesal dia batal membunuh Song Wan Kiauw. Tapi cukuplah, dia sudah membunuh Kong kian Taysu, melukai lima tetua Kho tong, membinasakan jago-jago lima partai di pulau Ong poan san, bahkan orang2 Peh bie kauw tak terluput dari tangannya. Ha"ha".ha! murid baik, murid manis. Ha"ha".ha".." dia tertawa bagaikan orang edan.
Tiba2 Bu Kie merasa kupingnya "menguing" dan ia pingsan. Tapi beberapa saat kemudian, ia sudah tersadar lagi. Semenjak kecil, ia sendiri pernah menerima macam2 hinaan. Tapi apa yang diderita ayah angkatnya, ratusan kali lipat lebih hebat. Karena tipu busuknya Seng Kun, ayah angkat itu, seorang yang keras seperti besi, musnah rumah tangganya. Rusak namanya, matanya buta keduanya dan sekarang hidup sebatang kara di pulau terpencil. Aduh! Itulah sakit hati yang tidak bisa tidak dibalas.
Bahna gusarnya, dadanya menyesak. Dan karena gusar, Kioe yang Cin Khie dalam tubuhnya mengamuk hebat. Nafasnya tersengal2 membunag "hawa tulen" yang seperti juga meledak keluar dari dalam tubuhnya. Tapi ia berada di dalam karung. Hawa yang keluar dari hidung dan mulutnya tak bisa buyar, sehingga sebagai akibatnya, perlahan-lahan karung Kian Kun it khie tay melembung.
Tapi semua orang yang tengah mendengari cerita Goan tin tidak memperhatikan melambungnya karung itu.
Goan tin berkata pula. "Yo Siauw, Ciu Tian, Wie It Siauw dan yang lain2, apa kamu mau bicara?"
Yo Siauw menghela nafas, "Sesudah keadaan jadi begini, apa lagi yang mau dikatakan?" katanya,
"Goan tin taysu, apakah kau bisa mengampuni jiwa anakku" Ibunya ialah Kie Siauw Hu dari Go Bie Pay.
Ia belum masuk ke dalam Beng Kauw."
"Membabat rumput harus membabat sampai diakarnya, aku tak mau memelihara harimau kecil untuk jadi biang penyakit," jawabnya. Ia berjalan pelan2 dan lalu mengangkat tangannya untuk menepuk batok kepala Yo Siauw.
Bu Kie terkesinap. Tanpa menghiraukan hawa panas yang seperti dibakar, ia melompat kehadapan Goan tin, mengangkat tangan kirinya dan menangkis pukulan pendeta itu. Begitu tertangkis, tangan Goan tin terpental. Sesudah terkena pukulan Han beng Bian ciang, pendeta itu terluka berat dan sekarang, tenaganya baru pulih sebagian, sehingga tangkisan Bu Kie telah menggoncang tubuhnya dan mau tidak mau, ia mundur setindak dengan badan limbung. "Bocah!" bentaknya. "Kau"..kau".."
Bu Kie merasa mulut dan lidahnya kering serta panas. Hawa cin khie mengamuk makin hebat.
Sesudah menetapkan semangat, Goan tin memukul karung itu dengan telapak tangannya. Tapi pukulan itu, yang tidak kena dibadan Bu Kie, sudah terpukul balik dengan tenaga membal dari karung tersebut, sehingga sekali ia terhuyung. Ia kaget bukan main dan tak tahu sebab musababnya. Dia sama sekali tidak pernah bermimpi, bahwa manusia yang berada dalam karung itu mempunyai tenaga Kioe yang Sin keng.
Sementara itu, Kioe yang Cin khie yang mengamuk di dalam tubuh Bu Kie sudah mendekati titik peledakan. Jika Kian kun It kie tay keburu meledak, maka ia terlolos dari kebinasaan, kalau tidak, Cin khie itu akan segera meledak dan membakar seluruh tubuhnya.
Dilain saat Goan tin telah maju 2 tindak dan kembali menghantam karung dengan telapak tangannya.
Seperti tadi, ia terhuyung pula, tapi karungnya pun, yang didorong keras, berguling2 seperti bola raksasa.
Dada Bu Kie semakin menyesak. Ia sukar mengeluarkan lagi hawa dari badannya, sebab karung itu sudah terlalu penuh. Dengan beruntun Goan tin memukul 3 kali dan menendang 2 kali dan tiap kali menyerang, setiap kali terhuyung sebab terpukul balik dengan tenaga membal karung tersebut.
"Masih untung pukulan dan tendangannya tidak meyentuh pada Bu Kie. Bila menyentuh tubuh yang penuh dengan Kioe yang Sin kang ia pasti terluka berat.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Yo Siauw, Pheng Eng Giok dan Swee Poet Tek mengawasi kejadian aneh itu dengan mata membelalak. Kian kun It khie tay adalah milik Swee Poet Tek, tapi iapun tak tahu, mengapa karung bisa melembung seperti bola. Ia juga tak tahu apa Bu Kie masih hidup atau sudah mati.
Dengan gregetan Goan tin mencabut pisau dari pinggangnya dan dengan sekuat tenaga, ia menikam.
Tapi karung itu hanya mendesak, tidak pecah. Ia terkesinap. Ia tak tahu, bahwa karung itu tebuat daripada semacam bahan yang aneh. Dengan menggunakan pisau biasa, karung mustika itu tentu saja tidak bisa dirobek.
Sesudah gagal dalam beberapa serangan, Goan tin berkata dalam hatinya. "perlu apa aku meladeni manusia dalam karung itu?" ia menendang dan karung itu terbang keluar.
Apa mau karung itu terbentur pintu dan terpental balik, menyambar Goan tin. Melihar sambaran itu, dia mengangkat kedua tangannya dan menghantam sekuat tenaga.
"Dar!" peledakan dahsyat yang menyerupai geledek menggetarkan seluruh ruangan dan ribuan kepingan kain terbang berhamburan. Kian Kun It khie tay hancur! Goan tin, Yo Siauw, Ciu tian dan yang lain2 merasa seperti disambar semacam hawa yang sangat panas, sedang Bu Kie sendiri berdiri terpaku bagaikan patung dengan paras muka seperti orang linglung, sebab ia sendiri tak tahu apa yang telah terjadi.
Ia sendiri tak tahu, bahwa pada detik itu, ia sudah mencapai hasil lengkap dalam memiliki Kioe yang Sin kang yang murni. Pada detik itu, naga seolah2 bertemu dengan harimau, langit bersatu padu dengan bumi. Tadi waktu ia masih berada di dalam karung yang penuh dengan Kioe yang Cin khie, ratusan jalan darahnya seperti diurut oleh ratusan ahli silat kelas utama yang dengan berbareng mengeluarkan hawa tulen mereka. Jodoh yang luar biasa itu belum pernah dialami oleh siapapun juga. Dan pada saat meledaknya karung, cin khie di dalam dan diluar badannya mengalami suatu kegoncangan hebat.
Di dalam semua pembuluh darahnya seperti juga mengalir semacam air perak dan sekujur badannya nyaman luar biasa.
Dalam seluruh rimba persilatan, kejadian seaneh itu baru saja terjadi.
Goan tin adalah manusia jahat yang licik dan cerdas otaknya. Melihat pemuda itu masih dalam keadaan bingung. Ia tahu, bahwa sekarang adalah kesempatan satu2nya untuk menyerang. Bila kesempatan yang baik itu telah lewat dan Bu Kie keburu turun tangan terlebih dahulu, ia bakal binasa.
Maka itu ia lantas saja maju dan menotok Tian tiong hiat, didada pemuda itu.
Dengan cepat Bu Kie menangkis dengan tangannya.
Dalam ilmu silat, kepintaran Bu Kie masih sangat cetek. Waktu berada di pulau Peng hwee to, ia pernah belajar silat dari Cia Sun dan kedua orang tuanya. Tapi apa yang telah dipelajarinya adalah ilmu2
biasa. Maka itu, ia takkan bisa menandingi seorang lawan seperti Goan tin. Pada waktu mengkis pukulan si pendeta, Yang tie hiat di pergelangan tangannya, telah kena ditotok dengan It im cie, sehingga ia menggigil dan mundur setindak dengan terhuyung.
Tapi badan pemuda itu penuh dengan Kioe yang Cin khie dan hawa tersebut menerobos masuk ke dalam tubuh Goan tin dari jari tangannya. Hampir berbareng dengan terhuyungnya Bu Kie, "yang"
(panas) dari Kioe yang Sin kang bertempur dengan hawa "im" (dingin) dalam tubuhnya Goan tin.
Biarpun lihay si pendeta yang telah terluka, mana bisa melawan Kioe yang cin khie" Ia bergidik dan merasa seantero tenaga dalamnya membuyar. Hatinya mencelos. Ia tahu, bahwa ia tengah menghadapi kebinasaan. Buru-buru ia memutar badan lalu kabur."Seng kun!" teriak Bu Kie dengan gusar.
"Tinggalkan jiwamu disini!" sesaat itu Goan tin sudah lari masuk meninggalkan pintu. Bu Kie melompat untuk mengejar, tapi, "Bruk!", ia menubruk pinggir pintu, pipinya yang terbentur dirasa sakit sekali.
Mengapa begitu" Sesudah berhasil di dalam Kioe yang Sin kang, setiap gerakan Bu Kie berlipat kali lebih besar tenaganya daripada biasanya. Maka itu, waktu melompat, jarak lompatan itu jauh luar biasa, sehingga ia kehilangan keseimbangan dan menubruk pintu. Ia tak tahu mengapa ia bisa melompat begitu jauh. Tapi ia tak bisa memikir panjang2 dan lalu turut masuk kedalam pintu samping itu.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Ia sekarang berada dalam ruangan kecil. Dalam tekadnya untuk membalas sakit hati ayah angkatnya, tanpa menghiraukan kemungkinan dibokong, ia mengubar terus.
Setelah melalui ruangan itu, ia tiba dalam sebuah halaman terbuka.
Ia mengendus bau wangi, wanginya bunga yang ditanam di halaman itu.
Tiba2 ia lihat sinar lampu yang keluar dari sebuah kamar disebelah barat. Ioa memburu ke kamar itu dan menolak pintu. Satu bayangan abu2 berkelebat, Goan tin menyingkap sebuah tirai sulam dan masuk kedalamnya, Bu Kie mengejar iapun menyingkap tirai itu dan ikut masuk. Tapi orang yang dikejar tidak terlihat batang hidungnya. Ia mengawasi keseputarannya dan ia heran, sebab ia ternyata berada dalam kamarnya seorang gadis dari keluarga hartawan. Dipinggir dinding terdapat tempat untuk berhias dan diatas meja berhias berdiri sebuah ciaktay dengan lilinnya yang memancarkan sinar terang dalam kamar itu. Dalam pandangan sekilas mata, ia merasa bahwa kamar itu lebih indah daripada kamarnya Ciu Kioe tin. Diseberang meka hias terdapat sebuah ranjang tertutup oleh tirai, sedang disepan ranjang terlihat sepasang kasur sulam, sebagai tanda, bahwa seorang wanita sedang tidur diranjang itu.
Bu Kie berdiri dengan penuh rasa heran.
Kamar itu hanya dengan sebuah pintu, dan semua jendela tertutup rapat. Barusan, terang2an lihat Goan tin masuk, tapi pendeta itu tidak terlihat bayang2nya lagi! Apakah ia sembunyi dalam ranjang" Apakah yang harus diperbuat olehnya" Apakah ia boleh menyingkap tirai ranjang itu"
Selagi bersangsi, tiba2 ia mendengar tindakan kaki yang sangat enteng. Ia melompat dan sembunyi di belakang rak, tempat menggantungkan selimut, yang terletak didinding sebelah barat.
Sesaat kemudian, seorang wanita terdengaran batuk2. Bu Kie dan melihat masuknya 2 orang wanita muda, yang satu berusia kira2 enambelas tahun, terus batuk2 dan berjalan dengan dipayang oleh yang lain, yang berusia lebih muda. Dilihat dari dandananny, nona cilik itu adalah pelayan dari nona yang dipayang itu. "Siocia, kau mengasolah," katanya dengan suara membujuk.
"Jangan jengkel dan jangan bingung."
Siocia itu batuk2 lagi. Tiba2 ia mengangkat tangannya dan menggaplok pipi pelayannya. Tamparan itu hebat, sehingga si pelayan terhuyung. Sebab sebelah tangannya memegang pundak pelayan itu, maka waktu si pelayan terhuyung, badannya turut bersempoyongan dan berputar menghadap Bu Kie. Dengan bantuan sinar lilin, pemuda itu melihat wajah yang tidak asing lagi, mata besar, biji mata hitam, muka potongan telur, muka dari Yo Poet Hwie! Tubuh si nona sudah banyak lebih jangkung dan lebih besar, tapi sikapnya dan gerak geriknya masih seperti dulu.
Dengan nafas tersengal-sengal Poet Hwie berkata. "Kau suruh aku jangan bingung?"?"hm!...........Kau sendiri tentu saja tidak bingung. Bagimu, paling baik bila ayahku dibinasakan orang, supaya kau bisa mencelakai aku. Kalau aku telah mati, kau bisa berkuasa disini," pepayang Poet Hwie kesebuah kursi.
"Ambil pedangku!" memerintah si nona sudah berduduk.
Si pelayan segera mengambil sebuah pedang yang tergantung didinding. Bu Kie mengawasi dan mendapat kenyataan, bahwa pada kedua kaki pelayan itu terikat selembar rantai besi yang halus, sedang pada kedua pergelangan tangannyapun terikat dengan rantai yang sama. Kaki kirinya pincang dan badannya bongkok, seperti busur yang melengkung. Waktu ia memutar badan sesudah mengambil pedang, Bu Kie melihat mukanya dan pemuda itu terkejut, sebab muka itu jelek luar biasa. Mata kanannya kecil, mata kirinya besar, hidung melesak, mulutnya mengok dan dalam keseluruhan muka itu sangat menakutkan. "Mukanya lebih jelek daripada Cu Jie." Katanya dalam hati. "Kejelekan Cu Jie karena racun dan masih dapat dirubah. Tapi kejelekan nona cilik itu adalah dari pembawaannya dan tak dapat diperbaikki lagi."
Seraya menyambuti senjata itu dari tangan pelayanannya, Poet Hwie batuk2 lagi beberapa kali. Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah peles dan menuang 2 butir yowan, yang lalu ditelannya.
"Kalau begitu Poet Hwie berbekal obat, sehingga biarpun terkena It Im cie, ia masih bisa bergerak,"
kata Bu Kie dalam hati. "Tak bisa salah lagi, obat itu panas sifatnya,"
benar saja, beberapa saat kemudian. Paras nona Yo bersemu merah dan pada kedua pipinya terlihat sinar dari hawa panas. Perlahan-lahan ia bangkit dan berkata. "Aku mau tengok ayah."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Mungkin sekali musuh masih belum pergi," kata si pelayan. "Sebaiknya aku yang pergi menyelidiki terlebih dahulu. Kalau sudah tak ada bahaya barulah siocia keluar." Ia bicara dengan suara yang sangat tak sedap kedengarannya, seperti suara dari seorang lelaki setengah tua.
"Tak perlu berlagak baik hati!" bentak Poet Hwie. "Lepaskan aku."
Dengan apa boleh buat, si pelayan mengangsurkan tangan kanannya. Sebab kedua pergelangan tangannya terantai maka waktu mengangsurkan tangan kanan, tangan kirinya turut diangsurkan. Tiba2
tangan kiri Poet Hwie menyambar dan mencengkeram pergelangan tangan kanan pelayannya, jari2
tangannya mencengkeram Hwee cong, Yang tie dan Gwa koan hiat.
Badan pelayan itu lantas saja kesemutan dan tak bisa bergerak lagi. "Siocia?"?" katanya.
"Kau?""kau?""."
Poet Hwie tertawa dingin. "Kami, ayah dan anak, telah dibokong musuh dan kami tengah menghadapi kebinasaan," katanya dengan suara menyeramkan. "Apakah kau takkan menggunakan kesempatan ini untuk membalas sakit hati. Tak sudi kami disiksa olehmu! Jalan yang paling baik adalah membunuh kau terlebih dahulu." Seraya berkata begitu, ia mengayun pedang yang lalu ditebas ke leher pelayannya.
Bu Kie terkesiap. Melihat keadaan si pelayan, ia merasa sangat kasihan. Pada detik berbahaya, ia melompat dan mementil badan pedang yang lantas saja terpental dan jatuh dilantai. Dilain pihak, walaupun terluka, gerakan nona Yo cepat luar biasa. Hampir berbareng dengan terlepasnya pedang, dua jari tangannya terpentang dan meyambar ke mata Bu Kie. Totokan itu hanialah Siang liong Chio cu (dua naga berebut mutiara), serupa pukulan biasa. Tapi sesudah dilatih oleh ayahnya beberapa tahun, pukulan yang sederhana itu mempunyai tenaga yang sangat besar.
Dengan kaget Bu Kie melompat kebelakang
oet Hwie Moay moay, aku!" teriaknya.
Mendengar perkataan "Poet Hwie Moay moay" yang tak asing lagi, nona Yo terkesiap dan berteriak.
"Apa Bu Kie koko?" biarpun blom lihat muka, ia mengenal suara itu.
Bu Kie merasa menyesal, bahwa ia memperkenalkan dirinya. "Poet Hwie Moay moay bagaimana keadaanmu selama beberapa tahun ini?"
Si nona mengawasi. Ia bersangsi, karena di hadapannya berdiri seorang pria yang pakaiannya compang camping dan mukanya kotor "Kau?"kau".apa banar kau Bu Kie koko?" tanyanya "Bagaimana?""kau bisa datang disini?"
"Swee Poet Tek yang membawa aku," sahutnya. "Tadi Goan tin Hweeshio masuk kesini, tiba2 ia menghilang. Apa dalam kamar ini ada jalan lain?"
"Goan tin hweeshio kabur?" menegas si nona.
"Sesudah kena pukulan Ceng ek Hong ong, ia terluka berat," menerangkan Bu Kie. "Barusan ia kabur dan aku mengubarnya. Ia masuk ke kamar ini da lantas menghilang. Dia adalah musuh besarku, aku mesti cari dia."
"Dalam kamar ini tiada jalan lain," kata si nona. "Bagaimana dengan ayahku" Aku mau tengok padanya." Seraya berkata begitu, ia menepak batok kepala pelayannya.
"Jangan!....." teriak Bu Kie sambil mendorong pundak si nona, sehingga tepukannya jatuh di tempat kosong.
Sesudah percobaan membunuh pelayannya 2 kali dihalang2i, Poet Hwie jadi gusar. "Bu Kie koko!"
bentaknya. "apakah kau kawannya budak kecil itu?"
"Baru hari ini aku bertemu dengannya" jawab pemuda itu.
"kalau kau tak tahu duduknya persoalan, janganlah campur2 urusanku," kata pula nona Yo. "Dia adalah musuh besar dari keluargaku, karena kuatir dia mencelakaiku maka ayah sudah merantai kaki tangannya. Sekarang kami berdua ayah dan anak, kena It im cie. Dia pasti akan menggunakan kesempatan yang baik ini untuk membalas sakit hati. Jika kami jatuh dalam tangannya, celakalah!"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Tapi Bu Kie masih tetap yakin, bahwa nona kecil itu bukan manusia jahat. Maka itu, ia lalu berkata.
"Nona, apakah kau akan berusaha membalas sakit hati dengan menggunakan kesempatan baik itu?"
Si nona menggeleng2kan kepala "tidak!" jawabnya.
"Poet Hwie moay noay, dengarlah!" kata Bu Kie. "Ia sudah berjanji. Ampunilah dia!"
"Baiklah," kata nona Yo. "Aku tak dapat menolak permintaanmu. "Aduh?"" Tiba2 tubuhnya tergoyang2 seperti mau jatuh.
Bu Kie mengerti, bahwa si nona sudah tak dapat mempertahankan dirinya lagi, sebab lukanya yang sangat berat. Buru-buru ia mendekati untuk memegangnya. Mendadak ia merasakan kesakitan hebat pada Hian kie dan Tiong kie hiat, dibagian pinggangnya dan ia roboh tanpa berdaya. Ternyata, ia sudah dibokong nona itu, jari tangan Poet Hwie menyambar ke arah Tay yang hiat dari pelayannya.
Tapi sebelum totokan itu hampir pada sasarannya ia menggigil. Sekujur badannya kesemutan.
Cekalannya pada pergelangan tangan si pelayan terlepas, kedua lututnya lemas dan ia jatuh duduk di kursi.
Poet Hwie memang sudah terluka berat dan bahwa ia tadi dapat mempertahankan diri adalah karena khasiat obat yang telah ditelannya. Sesudah menotok Bu Kie tenaganya habis dan tak kuat menyerang lagi.
Sambil menjemput pedang yang masih menggeletak dilantai, si pelayan berkata, "Siocia, kau selalu bercuriga, bahwa aku akan membunuh kau. Kalau mau dengan mudah aku sekarang bisa berbuat begitu.
Tapi aku tak punya maksud jahat." Ia segera memasukkan pedang itu kedalam sarungnya, dan lalu menggantungnya ke dinding.
Sekonyong2 Bu Kie bangun berdiri "Poet Hwie moay moay, kau lihatlah!" katanya. "Dia memang tidak mengandung niatan yang kurang baik."
Dengan rasa kagum nona Yo mengawasi pemuda itu yang dengan mudah dapat membuka sendiri
"hiat" yang ditotoknya.
Sambil menyoja, Bu Kie berkata pada nona cilik itu. "Nona, aku ingin sekali mengubar pendeta itu.
Apakah disini tak ada lagi jalan lain?"
"Apakah kau tak bisa membatalkan niatmu?" si nona balas tanya.
"Manusia itu telah melakukan perbuatan2 terkutuk," menerangkan Bu Kie. "Biarpun mesti mengubar ke ujung langit, aku tak bisa mengampuni dia."
Si pelayan menggigit bibirnya. Sesudah berpikir sejenak, ia manggut2. ia meniup lilin, mengeluarkan saputangan yang ditaruh diatas muka Poet Hwie. Sesudah itu ia mencekal tangan Bu Kie dan menuntunnya di dalam kegelapan.
Karena yakin orang tidak berniat jahat, Bu Kie segera mengikutinya. Ia dituntun kedepan ranjang. Si nona membuka kelambu dan naik ke ranjang sambil menarik tangan Bu Kie. Pemuda itu kaget bukan main. Biarpun nona itu masih kekanak2an dan beroman jelek, ia tetap seorang wanita. Ia segera menarik tangannya.
"Jalanan berada di pembaringan," bisik si nona.
Bu Kie percaya dan semangatnya lantas saja terbangun. Tanpa bersangsi lagi, ia turut naik ke pembaringan. Dengan cepat si nona merebahkan dirinya dan Bu Kie turut rebah di sampingnya. Entah alat apa yang ditarik si nona, papan ranjang tiba2 menjeblak dan mereka berdua jatuh kebawah.
Dari atas ke dasar lubang ada beberapa tombak jauhnya. Untung juga, dasar lubang itu ditutup dengan rumput kering yang tebal, sehingga mereka tidak merasa sakit. Tiba2 terdengar suara menjeblak dan papan ranjang sudah kembal ke tempat asalnya. "Sungguh lihay alat rahasia itu!" memuji Bu Kie di dalam hati. Tanpa diberitahukan, tiada manusia yang bisa menduga, bahwa di dalam ranjang terdapat jalanan rahasia. Sambil menyekel tangan si nona, ia segera berjalan ke jurusan depan. Mendengar suara berkerincingnya rantai, mendadak ia ingat sesuatu. "Nona ini pincang dan kakinya diikat dengan rantai, bagaimana ia bisa lari begiru cepat?" tanyanya dalam hati.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Si nona yang rupanya bisa menebak apa yang dipikirkan Bu Kie, sekoyong2 berkata sambil tertawa,
"Pincangku, pincang buatan, untuk mengelabui Looya dan Siocia,"
Dalam kegelapan Bu Kie tak bisa melihat wajah nona itu, tapi dalam hati ia berkata. "Tak heran jika ibuku mengatakan, bahwa wanita pandai sekali menipu orang. Hari ini, bahkan Poet Hwie moay moay merasa tak halangan untuk membokong aku."
Sesudah berjalan beberapa puluh tombak, dengan mengikuti terowongan yang berliku2 mereka tiba di ujung jalanan, tapi Goan tin masih tetap tak kelihatan bayangannya.
"Sudah sering sekali aku datang kesini," kata sinona. "Kupercaya ada lain jalanan, hanya ku tak tahu dimana alat untuk membuka pintunya."
Dengan kedua tangannya Bu Kie meraba-raba dinding, tapi tak bisa mendapatkan apapun juga. "Aku sudah mencoba puluhan kali, tanpa berhasil," kata pula si nona. "Sungguh mengherankan. Aku bahkan pernah membawa obor untuk menyelidikinya, tapi tetap tak bisa mendapatkan alatnya."
Tiba2 dalam otak Bu Kie berkelebat suatu ingatan. "Mungkin sekali memang tidak ada alat rahasia untuk membuka pintu," pikirnya. Ia segera menyerahkan Chin kie pada kedua lengannya dan mendorong dinding sebelah kiri dengan sekuat tenaga. Dinding itu tidak bergerak. Sekali lagi ia mengerahkan tenaga dan mendorong dinding kanan. Tiba2 dinding itu bergoyang sedikit!
Ia girang tak kepalang. Ia menarik nafas dalam2 dan mendorong sekeras2nya. Dengan perlahan dinding itu bergeser ke belakang. Ternyata dinding itru tebuat daripada sebuah batu yang sangat tebak dan besar.
Jalanan rahasia Kong beng teng memenag sangat menakjubkan. Ada bagian2 yang diperlengkapi dengan alat2 rahasia yang disembunyikan, tapi ada juga yang tidak, seperti pintu itu yang hanya bisa dibuka oleh seseorang yang mempunyai tenaga luar biasa. Hal ini adalah untuk menjaga kalau2 rahasia diketahui oleh orang luar. Misalnya seperti nona kecil itu, yang andaikata tahu rahasianya, masih tetap tak bisa membuka pintu karena tenaganya tak cukup.
Tapi Bu Kie yang memiliki Kioe yang sin kang bukan manusia biasa dan ia berhasil. Sesudah pintu terbuka kira2 3 kaki, ia mengirim pukulan dengan telapak tangannya, karena ia khawatir Goan tin bersembunyi di belakang pintu dan membokongnya. Berbareng dengan pukulannya ia melompat masuk.
Mereka masuk dengan selamat dan berada di terowongan yang sangat panjang. Dengan hati2, mereka bertindak maju. Jalanan menurun ke bawah. Makin jauh makin rendah. Sesudah melalui seratus tombak lebih, mereka bertemu dengan jalanan yang bercagak tujuh. Bu Kie bersangsi, jalanan mana yang harus diambil" Mendadak disebelah kiri terdengar tegas sekali.
"Ambil jalan ini!" bisik Bu Kie sambil berlari2 dijalan yang paling kiri. Jalanan itu tidak rata dan sukar dilalui, tapi dalam kegusarannya Bu Kie berjalan terus tanpa menghiraukan bahaya. Si nona mengikuti dari belakang dengan suara rantai yang berkerincingan tidak henti2nya. Bu Kie menengok ke belakang seraya berkata. "Musuh berada didepan, keadaan sangat berbahaya. Sebaiknya kau mengikuti saja dari sebelah jauh."
"Takut apa" Kesukaran harus dipikul bersama," jawabnya dengan suara tetap.
Selang beberapa saat, jalanan bukan saja menurun, tapi juga terus membelok ke sebelah kiri seperti keong, dan makin lama makin sempit, sehingga akhirnya terowongan itu hanya bisa memuat badannya satu orang.
Selagi enak berjalan, mendadak saja Bu Kie merasakan sambaran angin yang sangat dahsyat. Ia terkesiap dan tangannya menyambar pinggang si nona dan kemudia melompat ke depan.
"Dukkkk!" batu halus dan pasir muncrat keatas.
Sesudah menentramkan hati, si nona berseru. "Celaka! Kepala gundul itu bersembunyi dan mendorong batu untuk membinasakan kita."
Sambil mengangkat kedua tangannya diatas kepala, Bu Kie mendaki jalan itu. Baru beberapa tindak, kedua tangannya sudah menyentuh batu yang sangat kasar permukaannya.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
(bersambung ke jilid 39) Kisah Pembunuh Naga Jilid 39 Karya Chin Yung ================ Tiba-tiba dari belakang batu terdengar suara Goan-tin. "Bangsat kecil! Hari ini aku mengubur engkau di dalam. Tapi untungnya masih bagus, kau mampus dengan ditemani seorang wanita. Biarpun kau bertenaga besar, aku mau lihat apa kau mampu menyingkirkan batu ini. Kalau satu tak cukup, aku akan menambah dengan satu lagi." Hampir berbarengan terdengar suara diangkatnya batu dengan semacam alat besi diikuti dengan bunyi yang sangat hebat. Goan-tin ternyata sudah melepaskan sebuah batu lagi yang jatuh di atas batu pertama.
Dengan gusar dan bingung Bu Kie meraba batu itu. Walaupun jalanan tak tertutup rapat tapi celah-celah di antara dinding dan batu raksasa itu paling besar hanya bisa masuk lengan. Badan manusia sudah pasti tak bisa lewat. Sambil memompa semangat, ia mendorong sekuat-kuatnya, tapi batu itu sedikitpun tak bergeming. Kedua batu yang tersusun tindih itu beratnya berlaksa kati, tak bisa digeser oleh manusia manapun juga. Bahkan gajah takkan kuat untuk mendorongnya. Bu Kie berdiri terpaku, ia tak tahu apa yang harus diperbuatnya.
Di belakang batu terdengar suara nafas Goan-tin yang tersengal-sengal. Dalam keadaan terluka berat, sesudah menggerakkan kedua batu itu tenaganya habis. Selang beberapa saat, ia bertanya,
"Bocah"siapa"siapa namamu"." Ia tak dapat meneruskan perkataannya.
"Andaikata ia sekarang berubah pikiran dan ingin menolong kami berdua, ia sudah tak bisa berbuat begitu," kata Bu Kie dalam hati. "Sudahlah, buat apa aku meladeni dia. Paling baik aku cari jalan lain."
Rahasia Istana Terlarang 13 Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo Pusaka Para Dewa 3

Cari Blog Ini