Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong Bagian 30
Hampir berbareng, kedua busu itu terpental dan roboh di tanah.
"Ho Sianseng! Bentak Ong Po Po. "apa kau mau mengacau"
"Aku takkan mengacau, jika kau tak membakar menara, jawabnya.
"Bakar! teriak Ong Po Po dengan gusar. Seraya membentak, ia mengibaskan tangan kirinya. Hampir berbareng dari belakang pangeran muda itu melompat keluar lima orang Hoan ceng yang mengenakan baju merah. Mereka mengambil obor dari lima busu dan lalu menyulut tumpukan kayu. Perlahan-lahan api berkobar-kobar.
Ho Pit Ong bingung bukan main. Dari tangan seorang busu, ia merampas sebatang tombak yang lalu digunakan untuk memukul-mukul api.
Ong Po Po naik darah, "Tangkap! bentaknya.
Kelima Hoan Ceng baju merah itu lantas saja menghunus golok dan mengurung. Ho Pit Ong melemparkan tombaknya dan coba merampas golok hoan Ceng yang berdiri di sudut kiri. Tapi pendeta
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
itu bukan sembarang orang. Dengan sekali membalik tangan, ia mengegos sambaran tangan Ho Pit Ong dan terus membacok. Baru saja Ho Pit Ong berkelit, dua golok sudah menyambar pula punggungnya.
Kelima Hoan Ceng (pendeta asing) itu adalah orang-orang kepercayaan Ong Po Po dan mereka termasuk di dalam Thian Liong Sip Pat Po (delapan belas jago Thian Liong) Pemuda itu suka sekali pesiar seorang diri dengan menunggang kuda. Tapi kemanapun ia pergi, dari sebelah kejauhan ia selalu diikuti oleh delapan pengawal pribadinya. Thian Liong Sip Pat Po terdiri dari Ngo To, Ngo Kiam, Sie Thung, dan Sie Poa (lima golok, lima pedang, empat tongkat, dan empat cecer) Lima Hoan ceng yang bersenjata adalah Ngo To Sin (malaikat lima golok) biarpun lihai kalau satu lawan satu, mereka bukan tandingan Ho Pit Ong. Tapi dengan bekerja sama, mereka telah membuat Ho Pit Ong jadi ripu sekali.
Tapi keteternya si tua sebagian disebabkan oleh rasa bingungnya dalam memikirkan nasib kakak seperguruannya.
Sesudah Ho Pit Ong dirintangi oleh kelima Hoan Ceng, sejumlah busu segera bantu menyalakan api yang makin lama jadi makin besar.
Melihat musuh menggunakan api, Hoan Yauw bingung bercampur kuatir. Sesudah menaruh kasur yang membungkus Lok Thung Kek dan hk di lantai, buru-buru ia masuk ke beberapa kamar tahanan. "Tat Cu membakar menara! teriaknya, "apa lweekang kalian sudah pulih kembali"
Tapi teriakannya tidak mendapat jawaban. Ia mendapat kenyataan bahwa Song Wan Kiauw, Jie Lian Ciu, dan yang lain-lain sedang bersemedi. Mereka semua memejamkan mata dan tidak memberi jawaban.
Hoan Yauw tahu bahwa mereka berada pada detik yang sangat penting yaitu detik menjelang pulihnya tenaga dalam mereka.
Sementara sejumlah busu yang menjaga di beberapa lantai telah dirobohkan dan dilontarkan ke bawah oleh Hoan Yauw sehingga mereka binasa seketika. Juga ada penjaga yang melompat turun sendiri.
Tak lama kemudian api sudah membakar lantai ketiga. Yang dikurung di lantai ini adalah rombongan Hwa San Pay yang terpaksa lari ke lantai empat. Api terus membakar keras. Orang-orang Khong Tong Pay yang ditahan di lantai keempat juga terpaksa naik ke lantai lima bersama-sama rombongan Hwa San Pay.
Makin lama Hoan Yauw jadi makin bingung. Sekonyong-konyong mereka mendengar teriakan seseorang. "Hoan Yoe Su! Sambutlah!
Hoan Yauw girang. Itulah teriakan Wie It Siauw yang berdiri di atas wuwungan gedung belakang Ban Hoat Sie. Dengan sekali menghuyun tangan, terbanglah seutas tambang yang lalu disambut Hoan Yauw.
"Ikatlah dilainkan supaya menjadi jembatan tambang! teriak pula Wie Hok Ong.
Tapi baru saja Hoan Yauw mengikat tambang itu, Tio It Siang salah seorang dari Sin Cian Pat Hiong sudah memutuskannya dengan anak panah. Wie It Siauw dan Hoan Yauw mencaci kalang kabut, tapi mereka tahu, bahwa tak guna mencobanya lagi. "Bangsat! Kau sungguh sudah bosan hidup! teriak Wie It Siauw seraya menghunus senjata dan melompat turun. Ia menggunakan sepasang gaetan berbentuk kepala harimau yang jarang sekali digunakan kecuali dalam detik-detik berbahaya. Begitu kakinya hinggap di bumi. Lima Hoan Ceng yang berbaju hijau dan bersenjata pedang lantas saja mengepungnya.
Kelima pendeta asing itu ialah Ngo Kiam Ceng dari Thian Liong Sip Pat Po.
Sedang api terus berkobar-kobar, dengan rasa bingung Ho Pit Ong bertempur mati-matian. "Siauw Ong ya! teriaknya. "Kalau kau tak mau memadamkan api, aku takkan berlaku sungkan lagi terhadapmu.
Ong Po Po tidak meladeninya. Empat Hoan yang bersenjata tongkat lantas berdiri di seputar majikan mereka untuk menjaga serangan di luar dugaan. Ho Pit Ong jadi nekat. Tiba-tiba dengan kedua pit, ia membabat dengan pukulan Hoang Siauw Cian Kun(menyapu ribuan tentara) karena serangan itu hebat luar biasa, tiga hoan ceng terpaksa melompat mundur. Dengan menggunakan kesempatan itu, Ho Pit Ong melompat tinggi dan bagaikan seekor elang, kedua kakinya hinggap di payon lantai menara tinggi yang pertama itu. Melihat api yang berkobar-kobar, kelima pendeta asing itu tidak berani mengejar.
Sambil mengempos semangat, Ho Pit Ong naik ke atas. Waktu ia tiba di lantai keempat, Hoan Yauw yang berdiri di lantai ke tujuh, mengangkat kasur tinggi-tinggi sambil berteriak, "tua bangka she Ho, berhenti kau! Kalau kau maju setindak lagi, badan suhengmu akan hancur bagaikan perkedel.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Diancam begitu, benar-benar Ho Pit Ong memberhentikan semua tindakannya. "Kouw Thay Su!
teriaknya dengan suara memohon. "Suhengku belum pernah berbuat kedosaan terhadapmu dan kita belum pernah bermusuhan, mengapa kau begitu kejam" Kalau kau mau menolong kecintaan Biat Coat Suthay, dan puterimu Ciu Kouw Nio, kau boleh menolong. Kami pasti takkan menghalang-halangi."
Sekarang marilah kita menengok Biat Coat Suthay. Setelah menelan bubuk yang diberikan Hoan Yauw, ia menduga bahwa ia akan segera mati. Ia tidak takut mati. Yang membuat perasaannya berduka ialah turut matinya Ciu Cie Jiak. Dengan matinya murid itu, habislah harapannya. Selagi berada dalam kedukaan besar, sekonyong-konyong ia mendengar suara ribut-ribut di kaki menara disusul dengan caci mencaci antara Kouw Touwtoo dan Ho Pit Ong. Sesudah itu, Ong Po Po memerintahkan dibakarnya menara. Semua kejadian itu didengar jelas olehnya. Ia merasa heran dan berkata di dalam hati. "apa tak bisa jadi touwtoo bangsat itu benar-benar menolong aku" sambil memikir begitu, ia mencoba mengerahkan tenaga dalamnya. Sekonyong-konyong ia merasakan naiknya seperti hawa hangat dari bagian tan-tian (pusar). Ia terkesiap. Inilah tanda bahwa tenaga dalamnya mulai pulih.
Dengan wataknya yang sangat keras. Biat Coat menolak untuk memperlihatkan kepandaiannya di hadapat Tio Beng dan telah mogok makan enam tujuh hari sehingga perutnya kosong. Karena perut kosong, obat pemunah bisa bekerja lebih cepat. Berkat lweekangnya yang sangat kuat maka racun Sip Hian Joan Kin san segera terdorong ke luar. Inilah sebabnya mengapa begitu lekas ia mengerahkan tenaga dalam, hawa hangat lantas saja naik ke atas. Tak kepalang girangnya si nenek. Cepat-cepat ia bersila dan mengatur jalan napasnya. Belum cukup setengah jam, kira-kira separuh lweekangnya sudah pulih kembali.
Sambil bersemedi, ia terus memasang kuping. Mendadak ia mendengar perkataan Ho Pit Ong yang tajam bagaikan pisau, ?" kalau kau menolong kecintaanmu, Biat Coat Suthay, dan puterimu, Ciu Kouw Nio, kau boleh menolong". "
Biat Coat adalah gadis yang putih bersih. Di waktu masih muda ia bahkan tidak pernah menemui orang lelaki. Dengan demikian dapatlah dibayangkan betapa besar kegusarannya. Dengan mata merah, ia berbangkit dan menghampiri lankan. "Bangsat! Apa kau kata" teriaknya.
"Tosuthay, Ho Pit Ong berkata dengan suara memohon. "bujuknya" sahabatmu. Lepaskanlah suhengku. Aku tanggung keluargamu yang terdiri dari tiga orang akan bisa keluar dari kelenteng ini dengan selamat. Hian Beng Jie Loo tidak pernah menjilat ludah sendiri.
"Apa itu keluarga dari tiga orang" teriak pula Biat Coat .
Walaupun tengah menghadapi bencana Hoan Yauw tertawa terbahak-bahak. "Loo Suthay! teriaknya,
"dia mengatakan bahwa aku adalah kecintaanmu dan Ciu Kouw Nio adalah puteri kita berdua.
Paras muka si nenek berubah merah padam. Dengan disoroti sinar api, muka itu sungguh menakuti.
"penjahat she Ho! bentaknya. "Naik kau! Mari kita bertempur sampai ada yang mampus!
Di waktu biasa, Ho Pit Ong pasti akan segera menyambut tantangan itu. Sedikitpun aku tidak merasa takut terhadap Ciang Bun Jin Go Bie Pay. Tapi sekarang kakaknya berada dalam tangan musuh dan ia tidak berani mengubar napsu amarahnya.
"Kouw Touwtoo, itulah keterangan yang diberikan olehmu sendiri, katanya.
Hoan Yauw kembali tertawa besar. Baru saja ingin mengejek si nenek, di kaki menara terdengar suara ribut yang sangat hebat. Cepat-cepat ia melongok ke bawah. Diantara musuh diringi suara gemerencengnya senjata-senjata yang jatuh di tanah. Orang itu Kauw Cu Thio Bu Kie.
Begitu lekas Bu Kie turun tangan, lima batang pedang dari kelima hc yang mengurung Wie It Siauw lantas saja terpental ke tengah udara. Wie Hok Ong girang tak kepalang. Dengan sekali melompat, ia sudah berada di samping Bu Kie dan berbisik, "Kauw Cu, aku mau pergi ke gedung Jie Lam Ong untuk melepas api. Bu Kie mengerti maksudnya dan segera mengangguk. Ia tahu, bahwa dengan beberapa orang kalau pihaknya tidak berhasil dalam waktu cepat, musuh segera mengirim bala bantuan maka usaha menolong tokoh-tokoh keenam paratai bisa gagal semua. Di dalam hati, ia memuji siasat Ceng Ek Hok Ong yang sangat lihai. Begitu lekas Ong Hu kebakaran, para busu pasti akan buru-buru pulang untuk melindungi keluarga raja muda itu. Dilain saat, dengan sekali berkelabat, Wie Hok Ong sudah berada di atas tembok kelenteng yang tinggi.
Sesudah Wie It Siauw berlalu. Bu Kie menengadah dan berteriak, "Hoan Yoe Su, bagaimana kau"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Celaka besar! jawabnya, "Jalanan turun terputus, aku tidak dapat meloloskan diri lagi!
Sesaat itu, empat belas anggota Thian Liong Sip Pat Po serentak menerjang dan mengepung Bu Kie dari berbagai jurusan. Melihat jumlah musuh yang sangat besar, pemuda itu berpendapat bahwa jalan satu-satunya adalah membekuk pemimpin rombongan yang memakai topi emas untuk memaksa dia memadamkan api. Dengan sekali melompat, ia sudah menoblos dari kepungan bagaikan gerakan seekor ikan. Dilain saat dia sudah berhadapan dengan Ong Po Po. Tapi sebelum ia sempat bergerak, sebatang pedang menyambar dadanya. "Thio Kauw Cu, jangan lukai kakakku! kata orang yang menikam yang bukan lain daripada Tio Beng. Sambaran pedang itu disertai dengan hawa yang sangat dingin dan Bu Kie tahu, bahwa ia berhadapan dengan Ie Thian Kiam. Bagaikan kilat, ia berkelit ke samping.
"Lekas kau perintah orang memadamkan api dan melepaskan semua tahanan, kata Bu Kie. "Kalau tidak, aku tak akan berlaku sungkan lagi.
"Thian Liong Sip Pat Po! teriak Tio Beng. "Orang itu berkepandaian sangat tinggi. Kepung dia dengan barisan Thian Liong Tin!
Tanpa diberitahukan, kedelapan belas hc itu sudah tahu kelihaian Bu Kie. Mereka lantas saja bergerak dan merupakan semacam tembok manusia di antara Bu Kie dan kedua majikan mereka. Melihat cara bertindak yang sangat aneh dari kedelapan belas lawan itu, Bu Kie tahu bahwa Thian Liong Tin tidak boleh dipandang enteng. Tiba-tiba saja kegembiraannya muncul dan ia mengambil keputusan sebelum ia bergerak. Sekonyong-konyong terdengar suara gedubrakan dan sepotong balok yang apinya berkobarkobar jatuh ke bawah.
Bu Kie mengawas ke atas. Api sudah membakar lantai ke enam dan di antara sayap ia melihat dua orang yang sedang bertempur mati-matian. Mereka itu adalah Biat Coat Suthay dan Ho Pit Ong. Lantai jatuh yaitu lantai yang tertinggi penuh dengan manusia tokoh-tokoh keenam paratai. Lweekang mereka belum pulih semua, tapi biarpun dalam keadaan sehat, mereka tidak akan bisa melompat dengan selamat dari tempat itu yang tingginya beberapa puluh tombak. Jika mereka melompat juga, mereka pasti celaka.
Kalau tidak binasa, sedikitnya patah tulang.
Dalam waktu beberapa detik, Bu Kie mengasah otak. "kalau aku mencoba untuk memecahkan Thian Liong Tin, usaha itu meminta waktu, pikirnya. "Apapula andaikata Thian Liong Tin pecah, lain-lain jago pasti akan turun mengepung. Tak gampang untuk aku membekuk pangeran itu, Biat Coat Suthay dan Ho Pit Ong sudah bertempur lama juga dan belum ada yang kalah. Tenaga dalam si nenek sudah pulih kembali. Dengan demikian lweekang toasupeh dan lain-lain cianpwee-pun sudah pulih. Kalau belum semua sedikitnya sebagian besar. Hanya sayang menara itu terlampau tinggi dan kalau melompat mereka pasti celaka. Tiba-tiba ia mendapat satu ingatan baik dan ia segera mengambil keputusan apa yang harus diperbuatnya. Sambil membentak keras, ia lari berputar-putar. Kedua belah tangannya bekerja bagaikan kilat. Dalam sekejab, Sin Cian Pat Hiong roboh dan gendewa mereka dirampas atau dipatahkan. Lain-lain busu yang bersenjata gendewa dan anak panah pun diserang. Ada yang senjatanya dipatahkan, ada yang dipukul roboh dan adapula yang ditotok jalan darahnya. Sesudah pasukan anak panah tidak berdaya, Bu Kie mendongak pula dan berteriak, "Para cianpwee yang berada di atas! Lompatlah! Aku akan menyambut kalian.
Mendengar teriakan itu, orang-orang yang di atas terkejut. Anjuran pemuda itu tak mungkin dilaksanakan. Dengan melompat dari tempat atas menara yang sangat tinggi, tenaga jatuh hebat bukan main. Sedikitnya ribuan kati. Bagaimana dia bisa menyambutnya" Beberapa orang Khong Tong dan Kun Lun lantas saja berteriak-teriak menolak anjuran itu.
"Tak bisa! Terlalu tinggi!
"Jangan kena diakali oleh bocah itu!
"Kalau kita menurut, badan kita akan hancur luluh!
Dengan hati berdebar-debar, Bu Kie mengawasi ke atas. Api sudah mulai menjilat lantai ke tujuh.
Waktu sudah mendesak. Ia jadi semakin bingung. "Boh Cit Siok! Teriaknya dengan suara memohon.
"budimu besar bagaikan gunung. Apa mungkin Siauw Tit mencelakai citsiok! Citsiok, kau lompatlah lebih dulu!
Boh Seng Kok adalah seorang yang bernyali sangat besar. Dengan segera ia mengambil keputusan.
Daripada mati terbakar, memang lebih baik mati terjatuh. "baiklah! Teriaknya seraya melompat ke bawah.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Bu Kie mengawasi dengan mata tajam. Pada detik tubuh Boh Cit Hiap terpisah kira-kira empat kaki dari bumi, dengan menggunakan tenaga dan gerakan Kian Kun Tay Lo Sin Kang paling tinggi, ia menepuk pinggang sang paman. Begitu "dimuntahkan sin kang memunahkan tenaga jatuhnya cit hiap dan mendorongnya ke atas, sehingga tubuh pendekar itu mengapung ke atas kira-kira setombak tingginya.
Tenaga dalam Boh Seng Kok sudah pulih sebagian. Berbareng dengan mengapungnya, ia mengerahkan lweekang dan mengeluarkan ilmu ringan badan, sehingga di lain saat ia melayang ke bawah dan kedua kakinya hinggap di tanah dengan selamat. Tiba-tiba seorang busu menyerang. Dengan sekali menghantam, Boh Seng Kok sudah merobohkan pembokong itu. "toasuko, jiesuko, siesuko! teriaknya dengan girang, "Lekas lompat!
Berhasilnya Boh Seng Kok disambut dengan sorak sorai oleh semua jago yang sedang dikepung api.
Sebagai seorang ayah yang sangat mencintai anaknya, Song Wan Kiauw berkata, "Ceng Su, kau lompatlah lebih dahulu! sedari keluar dari kamar tahanan, Song Ceng Su terus mendampingi Ciu Cie Jiak. Mendengar anjuran ayahnya, ia segera berkata kepada si nona, "Ciu Kouw Nio, kau lebih dahulu.
Cie Jiak menggelengkan kepala, "aku tunggu suhu, katanya.
Sementara itu, satu demi satu tokoh-tokoh keenam partai melompat turun dengan disambut Bu Kie.
Sebagai ahli-ahli silat kelas utama, biarpun tenaga dalam mereka baru pulih sebagian, mereka sudah bukan tandingan busu biasa. Boh Seng Kok dan yang lain-lain segera merampas senjata dan mereka berdiri di seputar Bu Kie untuk melindungi pemuda itu dalam menyambut orang-orang yang melompat turun. Kaki tangan Ong Po Po yang coba menyerang Bu Kie dengan mudah dipukul mundur. Setiap orang melompat turun berarti penambahan tenaga bagi pihak Bu Kie. Sedari ditangkap, dikurung, dan dihina bahkan ada beberapa orang yang diputuskan jari-jari tangannya. Sakit hati mereka bertumpuk-tumpuk.
Sekarang mereka mendapat kesempatan untuk melampiaskan sakit hati itu. Mereka berkelahi bagaikan harimau edan dan dalam sekejab, berpuluh-puluh busu sudah menggeletak tanpa bernyawa.
Melihat bahaya, Ong Po Po segera berkata, "panggil pasukan anak panah yang menjadi pengawal pribadiku!
Tapi sebelum Ali Chewa berlaku untuk menjalankan perintah itu, sekonyong-konyong di sebelah tenggara terlihat api yang berkobar-kobar. Ali Chewa terkejut, "Siauw Ong Ya! katanya, "Ong Hu kebakaran! Kita harus melindungi Ong Ya.
Ong Po Po mengangguk, "adikku, katanya kepada Tio Beng. "Aku pulang lebih dulu. Kau harus berhati-hati. Tanpa menunggu jawaban, ia mengedut les kuda dan segera berangkat dengan dilindungi oleh sejumlah pengiring.
Berlalunya Ong Po Po berarti berlalunya Thian Hoan Sip Pat Po dan sejumlah busu. Melihat kebakaran di gedung Ong Hu, busu lainnya yang masih bertempur juga tidak bisa berkelahi dengan hati tenang.
Dengan cepat, terutama setelah turunnya tokoh-tokoh Siauw Lim Sie, keadaan jadi berubah. Pihak Bu Kie jadi lebih kuat. Tio Beng tahu, jika ia bertahan lebih lama lagi, ia sendiri bisa menjadi orang tawanan.
Maka itu, ia lantas saja berseru, "Semua orang keluar dari Ban Hoat Sie!
Ia lalu menengok kepada Bu Kie dan berkata pula sambil tersenyum, "besok magrib aku mengundang lagi kau minum arak.
Bu Kie terkejut, sebelum ia sempat menjawab, si nona sudah berlalu dan mundur ke bagian belakang Ban Hoat Sie.
Sekonyong-konyong di atas menara terdengar teriakan Hoan Yauw, "Ciu Kouw Nio, lekas lompat!
Api akan segera membakar alismu, apa kau mau menjadi gadis tanpa alis"
"Aku ingin menemani suhu, jawabnya.
Ketika itu, Biat Coat dan Ho Pit Ong tengah melakukan pertempuran mati-matian. Tenaga dalam si nenek belum pulih semua, tapi ia sudah tak memikir hidup. Dengan kalap, ia menyerang tanpa memperdulikan pembelaan diri. Di lain pihak, sebab memikiri keselamatan suheng-nya, Ho Pit Ong tidak bisa berkelahi dengan hati mantap. Selain begitu, sesudah kena racun Bu Kie, tenaga dan gerak-geriknya pun tak seperti biasa lagi. Maka itulah, sesudah bertempur beberapa lama, keadaan kedua belah pihak masih berimbang.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Kisah Pembunuh Naga Jilid 55 Karya Chin Yung ================ Mendengar perkataan muridnya, Biat Coat berkata, "Cie Jiak, lekas turun, jangan perdulikan aku! Penjahat ini terlalu mengejek aku. Tak bisa aku mengampuni jiwanya.
Ho Pit Ong mengeluh. Ia ingin menolong suhengnya dan di luar dugaan, si nenek menyerang secara nekat-nekatan. "Biat coat Suthay! teriaknya. "Omongan itu berasal dari Kouw Touwtoo, bukan karanganku.
Sambil menghantam Ho Pit Ong dengan telapak tangan, Biat Coat menengok dan bertanya, "Touwtoo bangsat, apa benar kau yang mengeluarkan omongan gila-gila itu"
"Omongan apa" Hoan Yauw balas menanya. Dengan menanya begitu, ia ingin si nenek mengulangi ejekannya, bahwa ia dan Biat Coat adalah kecintaan dan bahwa Cie Jiak adalah anak mereka. Tapi si nenek tentu saja tidak dapat mengulangi kata-kata itu. Mendengar nada suara Ho Pit Ong, ia tahu bahwa musuh itu tidak berdusta. Darahnya bergemetaran.
Sesaat itu, selagi Biat Coat menengok kepada Hoan Yauw, segulung asap tiba-tiba menyambar. Ho Pit Ong sungkan menyia-nyiakan kesempatan baik. Sambil melompat menerjang ia menghantam punggung si nenek.
"Subu, hati hati! teriak Cie Jiak.
"Niekouw tua, hati hati! seru Hoan Yauw.
Bagaikan kilat Biat Coat berbalik dan menangkis. Tangan kirinya menyambut tangan kiri Ho Pit Ong, tapi ia tidak keburu menangkis tangan kanan musuh yang memukul dengan Hian beng Sin Ciang. Begitu punggungnya terpukul, badan si nenek bergoyang-goyang, hampir-hampir ia jatuh terguling. Cie Jiak terkesiap, ia melompat dan memeluk gurunya.
"Manusia licik! bentak Hoan Yauw dengan gusar. "Tak bisa kau dan kakakmu diberi hidup lebih lama lagi, seraya berkata begitu, ia melemparkan ke bawah kasur yang menggulung tubuh Lok Thung Kek dan Han kie. Hati Ho Pit Ong mencelos. Tanpa memikir lagi, ia turut melompat tapi kasur itu sudah melayang agak jauh dan ia hanya bisa menjambret ujungnya. Dengan kecepatan luar biasa, ia pun turut melayang ke bawah.
Karena teraling asap dan api, Bu Kie tak tahu apa yang terjadi di puncak menara. Tiba-tiba ia melihat jatuhnya serupa benda dan seorang manusia. Ia tak tahu apa adanya benda itu, tapi ia segera mengenali, bahwa manusia itu adalah Ho Pit Ong. Kakek itu adalah musuh besar yang sudah menyebabkan banyak penderitaannya. Bahkan kebinasaan kedua orang tuanya pun adalah gara-gara Hiam beng Jie lo. Tapi ia seorang berhati mulia yang tak bisa mengawasi kebinasaan dengan berpeluk tangan. Pada detik itu, dengan melupakan sakit hatinya, ia melompat ke atas dan menepuk dengan kedua tangannya, sehingga kasur dan Ho Pit Ong terpental ke kiri-kanan kurang lebih tiga tombak jauhnya.
Sesudah berjungkir balik, kedua kaki Ho Pit Ong hinggap di tanah. "Hah! Sungguh berbahaya
katanya. Ia tak pernah mimpi, bahwa Bu Kie akan membalas kejahatan dengan kebaikan. Tapi ia tidak sempat memikir lain dan segera menengok ke sana sini untuk mencari suhengnya. Tiba-tiba ia terkejut, karena kakak itu menggeletak di tumpukan api. Dalam usaha untuk menolong, kali ini Bu Kie harus menggunakan kedua tangannya. Menggunakan kedua tangan tentu saja lebih berat daripada menggunakan sebelah tangan. Apa pula karena di dalam kasur itu terdapat dua manusia, maka tenaga jatuh kasur itu pun jadi lebih hebat. Oleh karena itu waktu menepuk kasur, ia tidak bisa memperdulikan lagi arahnya. Begitu tertepuk kasur terbuka dan dua sosok tubuh manusia ambruk di tumpukan api. Karena jalan darahnya tertotok, Lok Thung kek tak bisa bergerak dan rambutnya lantas saja terbakar.
"Suko! teriak Ho Pit Ong seraya menubruk dan memeluk tubuh kakaknya. Selagi ia melompat keluar dari api yang berkobar-kobar waktu kedua kakinya belum keluar dan menginjak bumi. Jie Lian Ciu memapaki dengan pukulan pada pundaknya. "Sambutlah! bentak pendekar Bu tong itu. Ho Pit Ong tidak dapat menangkis dan coba berkelit dengan miringkan pundaknya, tapi telapak tangan Jie Lian Ciu menyusul ke bawah. "Plak! badan si kakek she Ho bergemetaran dan keringat dingin keluar dari dahinya. Sambil menggigit gigi ia melompat ke atas tembok.
Sesaat itu sebatang balok yang berkobar2 jatuh dan menimpa tubuh Han kie yang lantas saja terbakar.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sementara itu semua orang yang sudah berada di bawah mendongak mengawasi ke atas sambil berteriak-teriak.
"Turun! Hayo, lekas!
"Lompat! Lompat! Di antara api dan asap Hoan Yauw kelihatan melompat kesana sini untuk meloloskan diri dari kobaran api. Satu demi satu balok balok jatuh ke bawah diiringi meluruknya genteng dan bata. Puncak menara mulai goyang-goyang.
"Cie Jiak lompatlah! bentak Biat coat.
"Subu, sesudah kau, baru aku, jawabnya.
Sekonyong-konyong si nenek melompat dan menghantam pundak Hoan Yauw. "Bangsat Mo kauw mampus kau! teriaknya.
Sambil tertawa nyaring Hoan Yauw berkelit dan menerjun ke bawah. Bu Kie segera menyambutnya dengan tepukan Kian kun tay lo ie Sin kang. "Hoan Yoesu, kau telah berhasil dan kami menghaturkan terima kasih, kata Thio Kauwcu.
"Ini semua bukan jasaku, jawabnya dengan merendahkan diri. "Kalau Kauwcu tak menolong dengan sin kang, semua orang akan menjadi babi panggang di puncak menara.
Melihat Hoan Yauw sudah melompat ke bawah, sambil menghela napas Biat coat memeluk pinggang muridnya dan segera meninggalkan puncak menara yang hampir roboh. Waktu terpisah kira-kira setombak dari bumi, mendadak ia mendorong dengan kedua tangannya, sehingga tubuh nona Ciu mengapung ke atas kurang lebih setombak, sedang tenaga jatuh si nenek sendiri jadi makin hebat.
Sambil mengawasi dengan mata tajam, Bu kie menepuk pinggang Biat coat dengan Kian kun tay loe ie sin kang. Di luar dugaan, Biat coat yang telah mengambil keputusan untuk mati dan sungkan menerima budinya Beng kauw, sekonyong-konyong menghantam dengan seantero sisa tenaganya. Dengan bentroknya kedua tangan Sin kang terdorong ke lain arah dan "bruk si nenek ambruk di tanah dengan patah beberapa tulangnya, Bu kie sendiri merasa dadanya menyesak dan ia terhuyung beberapa tindak. Ia sungguh tidak mengerti sikap si nenek, karena pukulannya itu berarti membunuh diri sendiri.
Cie Jiak menubruk dan memluk tubuh gurunya, "Subu" subu"., jeritnya dengan suara menyayat hati. Para murid Go bie segera mengerumuni sang guru.
Perlahan lahan Biat coat Suthay membuka kedua mata. "Cie Jiak, katanya dengan suara lemah,
"mulai hari ini kau menjadi Ciang bunjin dari partai kita. Apakah kau masih mau berjanji untuk menaati perintahku"
"Ya" subu"
Si nenek tersenyum. "Kalau begitu, bisiknya, "aku bisa mati dengan mata meram"
Sesaat itu Bu Kie menghampiri dan memegang nadi si nenek untuk melihat apa orang tua itu masih bisa ditolong. Tiba tiba Biat coat membalik tangannya dan mencengkeram pergelangan Bu Kie. "Murid cabul Mo kauw! bentaknya. "Jika kau menodai kesucian muridku, biarpun sudah menjadi setan aku tak akan mengampuni" Ia tak bisa meneruskan perkataannya dan segera menghembuskan napas yang penghabisan, tapi jari-jari tangannya masih tetap mencekal pergelangan tangan Bu Kie.
Mendadak terdengar teriakan Hoan Yauw, "Semua orang ikut aku! Kita keluar dari pintu kota sebelah barat. Kalau terlambat tentara musuh bangsat itu akan mengepung kita.
Sambil mendukung jenazah Biat coat, Bu Kie berkata, "Baiklah kita berangkat sekarang. Cie Jiak menyodorkan kedua tangannya dan menyambut jenazah gurunya dari tangan Bu Kie. Sesudah itu tanpa mengeluarkan sepatah kata ia bertindak keluar dari Ban hoat sie.
Sementara itu, orang2 Kun lun, Khong tong dan Hwa san pay sudah keluar lebih dahulu. Yang terus berdiam menemani Bu kie adalah Kong bun dan Kong tie. Setelah rombongan lain lain partai berangkat semua, sambil merangkap kedua tangannya menghaturkan terima kasih kepada Bu Kie yang
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
menjawabnya dengan kata kata merendahkan diri. Akhirnya bersama pendekar2 Bu tong dan Bu kie, Kong bun dan Kong tie juga turut meninggalkan Ban hoat sie.
Berjalan belum beberapa jauh, Bu Kie ternyata telah terlalu lelah, karena dalam menolong rombongan keenam partai, ia sudah terlalu banyak mengeluarkan tenaga dan bentrokan dengan Biat coat juga telah melukai bagian dalam dari tubuhnya. Boh Seng Kok segera menggendong keponakannya yang sambil digendong, perlahan-lahan mengerahkan Kioe yang sin kang untuk memulihkan tenaga dalamnya.
Waktu fajar menyingsing rombongan itu tiba di pintu kota sebelah barat. Dengan tak banyak sukar, mereka mengusir tentara yang menjaga pintu. Di tempat yang jauhnya beberapa li dari pintu kota, Yo Siauw telah menunggu dengan kuda kuda dan kereta. Sambil tertawa ia memberi selamat kepada orang2
yang baru saja terlolos dari lubang jarum.
"Tanpa pertolongan Thio Kauwcu dan anggota2 Beng kauw, rombongan keenam partai pasti menemui kebinasaan, kata Kong bun Taysu. "Untuk budi yang besar itu, kami hanya bisa menghaturkan banyak terima kasih. Kini kita harus memikiri tindakan selanjutnya dan kuharap Thio Kauwcu suka memutuskannya.
"Aku yang rendah berpengetahuan sangat cetek, kata Bu Kie. "Dalam hal ini, aku mohon perintah Hong thio.
Tapi, biarpun dipaksa, Kong bun Taysu menolak untuk memegang pimpinan.
"Tempat ini tak jauh dari kota raja, kata Thio Siong kee. Sesudah kita mengacau hebat, raja muda pasti tidak akan menyudahi saja. Dia pasti akan segera mengirim tentara yang kuat untuk mengejar kita.
Biar bagaimana pun jua kita tak boleh berdiam lama lama di sini dan harus pergi ke tempat lain.
"Paling baik bila raja muda bangsat itu mengirim tentaranya, kata Ho Thay ciong. "Kita bisa menghajar mereka sepuas hati.
Thio Siong kee menggelengkan kepala. "Aku tidak setuju, katanya. "Lweekang kita belum pulih seanteronya dan pada hakekatnya kita masih mempunyai banyak waktu untuk menghajar Tat cu. Pada saat ini, jalan yang paling baik ialah menyingkirkan diri.
"Thio Shiehiap benar, kata Kong bun. "Kalau bertempur, biarpun kita bisa membinasakan banyak Tat cu, pihak kitapun pasti akan menderita kerusakan besar. Memang sebaiknya kita menyingkir untuk sementara saat.
Sesudah Kong bun menyatakan pendapatnya, yang lain tak berani membantah lagi.
"Thio Siehiap, menurut pendapatmu, kemana kita harus pergi" tanya Kong bun.
"Tat cu tentu menduga, bahwa kita pergi ke selatan atau ke tenggara, jawabnya. "Untuk menyelesaikannya, kita menyingkir ke tempat yang tidak diduga mereka. Sebaiknya kita pergi ke Monggolia. Bagaimana pendapat kalian"
Semua orang kaget. Monggolia adalah negeri Tat cu. Cara bagaimana mereka mau diajak masuk ke sarang musuh"
Tapi Yo Siauw menepuk nepuk tangan dan berkata sambil tertawa. "Tepat benar pendapat Thio Siehiap. Monggolia sedikit penduduknya dan digurun pasir yang luas, dengan mudah kita mencari tempat sembunyi. Tat cu tentu menganggap kita bakal kembali ke Tiong goan. Mereka tak akan mimpi, bahwa kita berbalik menyatroni sarang mereka.
Sekarang semua orang tersadar. Diam diam mereka memuji kecerdasan Thio Siog Kee. Semua orang lalu menunggang kuda atau naik kereta dan segera berangkat ke arah utara.
Sesudah melalui kira kira lima puluh li, rombongan itu berhenti di sebuah selat gunung. Yo Siauw segera mengeluarkan makanan kering dan arak yang memang sudah disediakannya. Sambil beromong omong, tokoh keenam partai menyatakan rasa terima kasihnya terhadap Bu Kie dan Hoan Yauw yang sudah menolong jiwa mereka.
Sementara itu, Ciu Cie Jiak dan murid murid Go bie lainnya menggali lubang dan menguburkan jenazah guru mereka. Kong bun, Kong tie, Sen Wan Kiauw, Bu Kie dan yang lain2 bersembahyang dan
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
memberi hormat terakhir kepada si nenek. Biat coat suthay adalah salah seorang pendekar kenamaan pada jaman itu. Biarpun adatnya aneh, ia seorang jujur dan selama hidupnya banyak menolong sesama manusia, sehingga segenap Rimba Persilatan menghormatinya. Waktu bersembahyang para murid Go bie menangis sedu sedan, sedang jago jago keenam partai turut merasa sedih.
"Orang yang mati tak bisa hidup kembali, kata Kong bun taysu dengan suara nyaring. "Para pendekar Go bie janganlah terlalu berduka. Asal kalian bisa penuhi mendiang gurumu, maka biarpun Suthay sudah meninggal dunia, ia seperti juga masih hidup di dalam dunia. Kali ini musuh menggunakan racun dan kita semua sama sama menderita. Kong seng Sutee dari partai kami juga binasa dalam tangan Tat cu. Sakit hati ini pasti mesti dibalas. Cara bagaimana kita harus membalasnya, kita sekarang harus berunding masak masak.
"Benar, menyambung Kong tie. "Dalam waktu yang lampau enam partai bermusuhan keras dengan Beng kauw. Tak dinyana Thio Kauwcu membalas kejahatan dengan kebaikan dan sudah menolong kita semua. Mulai dari sekarang kedua belah pihak meniadakan permusuhan dan melupakan segala apa yang sudah terjadi. Hari ini dengan meminjam kesempatan dari kumpulnya semua partai, loolap ingin mengajukan sebuah usul. Usul itu ialah kita beramai ramai mengangkat Thio Kauwcu sebagai Beng cu (kepala perserikatan) dari perserikatan partai2 Rimba Persilatan di wilayah Tiong goan. Dengan berserikat dan bekerja sama dan bersatu padu, kita berusaha untuk mengusir Tat cu dari tanah air kita.
Usul itu disambut dengan sorak sorai gegap gempita oleh para hadirin. Hanya Ciu Cie Jiak seorang yang tidak mengeluarkan sepatah kata. Ia menunduk dan memikirkan janji yang telah diberikannya kepada sang guru.
Bu Kie kaget. Ia menggoyang goyangkan kedua tangannya dan menggeleng gelengkan kepala. "Tidak bisa! Tidak bisa! katanya dengan suara gugup. "Dalam Rimba Persilatan, sejak dulu Siauw lim pay selalu dianggap sebagai tetua. Dan mengenai perseorangan yang paling tua dan paling dihormati dapat dikatakan ialah Thay suhuku, Thio Cinjin. Disamping itu, Bu Kie Cu hiap (para pendekar Bu tong) adalah paman pamanku. Biar bagaimanapun juga, tak dapat aku si bocah menduduki kursi Bengcu secara melampaui orang orang tua yang berkedudukan banyak lebih tinggi daripada aku.
"Bu Kie, kata Song Wan Kiauw. "Bahwa hari ini kita beramai ramai mengangkat kau sebagai Bengcu, memang juga sebagian disebabkan oleh pertolonganmu. Tapi selain itu, pengangkatan ini adalah demi kepentingan umat manusia di kolong langit. Dengan pengangkatan ini kita semua mengharap supaya berbagai partai bisa bekerja sama tidak saling bermusuhan dan lagi bersatu padu dalam menghadapi kaum penjajah. Kalau Rimba persilatan Tiong goan tak punya pemimpin umum, mungkin sekali usaha mengusir Tat cu tak gampang diwujudkan.
"Bu Kie, usul kedua Sen ceng Siauw lim pay keluar dari hati yang sejujurnya, Siong Kee turut membujuk. "Thay suhumu sudah berusia begitu lanjut. Apakah kau ingin beliau memikul beban yang berat itu"
Berganti ganti lain lain tokoh partai coba membujuk, tapi Bu Kie tetap menolak. "Aku masih terlalu muda dan berpengetahuan terlalu cetek, katanya. "Apa yang aku mempunyai hanialah ilmu silat.
Tanggung jawab seorang Bengcu yang sangat berat hanya dapat dipikul oleh orang orang seperti Hong thio Seng ceng dari Siauw lim pay atau Song supeh.
"Kauwcu, kata Yo Siauw, "kalau kesempatan ini lewat dengan cuma cuma, kita tidak akan mendapatkan lagi. Adalah maunya Tuhan, bahwa hari ini tokoh tokoh Rimba Persilatan berkumpul disini dan semua bersamaan pendapat. Apabila Kauwcu tetap menolak kedudukan Bengcu, maka tiada orang lain yang bisa disetujui dengan suara bulat oleh segenap orang orang gagah. Kalau mereka sudah berpencaran, adalah sangat sukar untuk mengumpulkannya kembali. Hari itu, di atas Kong beng teng, Kauwcu menghendaki supaya kita mengakhiri permusuhan dengan keenam partai dan bekerja sama dengan satu hati. Apakah Kauwcu sudah melupakan itu.
"Kauwcu! teriak Hoan Yauw dengan suara tak sabaran. "Menjadi Bengcu bukan menjadi kaisar.
Kami bukan ingin menjual lagak dan mengunjuk keangkeranmu. Kami mengangkat kau demi kepentingan nusa dan bangsa. Kami ingin kau memikul beban penderitaan rakyat. Apa kau bukan seorang lelaki" Mengapa kau terus menolak untuk memikul beban yang berat itu" Dengan menganggap kau sebagai seorang gagah, Hoan Yauw rela mengabdi di bawah perintahmu. Sungguh tak nyana, dalam menghadapi tugasmu, kau menyembunyikan kepala dan buntut!
Mendengar teguran pedas itu, muka Bu Kie berubah merah. Sambil merangkap kedua tangannya dan membungkuk, ia berkata. "Hoan Yoesu benar. Aku menghaturkan terima kasih untuk teguran itu.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Memang juga seorang lelaki yang hidup di antara langit dan bumi tidak melarikan diri dari kesukaran dan penderitaan. Seraya menyoja semua orang, ia berkata. "Aku tak menolak lagi kecintaan Cu wie (tuan tuan). Semoga usaha kita akan berhasil dan cita cita kita akan tercapai dalam waktu yang sesingkat2nya.
Sorak sorai dan tepuk tangan yang menyambut pernyataan Bu Kie itu, menggetarkan seluruh selat.
Yo Siauw segera mengambil sebuah kantong kulit yang berisikan arak, menggores jari tangannya dan meneteskan darahnya ke dalam arak. Satu persatu, para tokoh persilatan menuruti contoh itu dan kemudian menceguk arak yang tercampur darah. Upacara tersebut merupakan suatu sumpah, bahwa mulai hari itu mereka bersepakat, bersatu padu dan bekerja sama untuk mengusir penjajah dari bumi Tiong kok.
Bu Kie girang bercampur kuatir. Ia berkuatir karena bebannya sungguh sungguh berat. Tapi mengingat perkataan Hoan Yauw, hatinya menjadi tenang. Seorang laki laki tidak boleh melarikan diri dari tugasnya. Seorang manusia hanya bisa berusaha sekuat kuatnya dengan seantero tenaga. Apa usaha itu akan berhasil atau tidak, terserah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selama beberapa bulan, Bu Kie telah menghadapi macam2 gelombang. Hari ini, waktu menerima kedudukan Bengcu, di dalam hati ia merasa terlebih tenang daripada waktu menerima kedudukan Kauwcu dari Bengkauw. Hari ini, ia menjadi Bengcu dengan tujuan yang nyata dan tekad yang bulat.
Hari itu, ia rasa bimbang sebab ia mengenal Bengkauw sebagai agama yang lurus tercampur jahat.
Sesudah selesai upacara membentuk perserikatan, Bu Kie berkata. "Sekarang dunia berada dalam ketakutan. Para anggota Bengkauw telah disebar keempat penjuru untuk menunggu ketika yang baik guna memulai usaha kita. Aku mengharap para tetua berbagai partai menturuti tindakan murid murid Bengkauw dalam membentuk pasukan pasukan sukarela. Aku mengharap supaya semua menyampingkan kepentingan pribadi dan menyingkirkan setiap kemungkinan yang bisa mengakibatkan permusuhan antara kawan sendiri. Jika terjadi suatu perselisihan, orang yang tersangkut harus melaporkan kepada Ciang bun jin dari partainya. Maka soal itu tidak dapat dibereskan oleh Ciangbun tersebut, maka dengan bantuan para tetua partai, aku sendiri yang akan coba membereskannya.
Semua orang mengiakan permintaan Bengcu.
"Sesudah urusan ini mendapat keberesan, aku perlu kembali ke kota raja guna sebuah urusan pribadi,
kata pula Bu Kie. "Di sini saja aku meminta diri. Dalam beberapa tahun bakal datang dengan bahu membahu, kita harus melakukan pertempuran mati hidup melawan Tat cu.
Dengan sorak sorai seluruh rombongan mengantarkan Bengcu sampai di luar selat. Waktu mau berpisahan Yo Siauw berkata, "Kauwcu! Kau adalah harapan orang orang gagah di seluruh negeri.
Kuharap kau bisa menjaga diri.
"Aku akan perhatikan pesanan saudara, kata Bu Kie sambil mencambuk kudanya yang segera lari ke arah selatan.
Waktu sudah dekat dengan kota raja, Bu Kie ingat bahwa sesudah terjadinya pertempuran di Ban hoat sie, ia tentu dikenali oleh banyak kaki tangan Jie lam ong. Jika bertemu dengan mereka mungkin sekali ia akan menghadapi banyak kesukaran. Mengingat begitu, ia segera mampir di rumah seorang petani, membeli seperangkat pakaian petani, memakai tudung dan memoles mukanya dengan tanah liat. Sesudah itu ia barulah masuk ke dalam kota.
Setibanya di depan rumah penginapan di See shia, sesudah mengamat amati keadaan barulah ia masuk ke kamarnya. Siauw Ciauw kelihatan berduduk di samping jendela. Ia sedang menjahit. Melihat masuknya seorang muka coklat, si nona terkejut dan sesaat kemudian barulah ia mengenali Bu Kie.
Dengan paras berseri-seri, ia berkata, Kauwcu, kau membuat aku kaget sekali. Kukira seorang petani tolol kesalahan masuk ke kamar ini.
"Kau jahit apa" tanya Bu Kie.
Paras muka si nona berubah merah, buru-buru ia menyembunyikan pakaian yang sedang dijahitnya dibelakangnya. "Tak apa-apa, jawabnya serta menyelipkan pakaian itu di bawah bantal. Ia lalu menuang teh untuk Bu Kie dan berkata sambil tertawa, "Apa Kongcu mau cuci muka"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Tidak, sahutnya sambil mengangkat cangkir teh. Sambil meneguk teh ia berpikir, "Tio Kauwnio ingin aku menemaninya untuk meminjam To liong-to. Aku tidak bisa menolak. Pertama, sebagai laki laki aku tidak bisa menarik pulang janji dan kedua aku memang ingin menyambut Gie hu pulang ke Tiong goan. Gie hu mempunyai musuh dan sesudah kedua matanya buta, ia pasti tak akan bisa membela dirinya sendiri. Tapi sekarang sesudah berserikatnya berbagai partai, semua permusuhan lama sudah disingkirkan. Asal aku berada sama2 orang pasti tak akan mengganggu Gie hu. Tapi pelayaran sangat berbahaya. Siauw Ciauw tidak boleh mengikut. Bagaimana baiknya" Hmm.. ya begini saja. Aku akan minta bantuan Tio Kauwnio supaya Siauw Ciauw bisa dititipkan di Ong hu untuk sementara waktu.
Dengan berdiam di gedung raja muda keselamatannya lebih terjamin daripada di tempat lain. Memikir begitu, ia tersenyum.
"Kongcu, mengapa kau tertawa" Kau lagi pikir apa" tanya si nona.
"Aku mau pergi ke sebuah tempat yang sangat jauh, jawabnya. "Tak bisa aku membawa kau. Aku telah memikir sebuah tempat, dimana kau bisa berdiam sementara waktu.
Paras muka Siauw Ciauw lantas saja berubah. "Kongcu, kemanapun kau pergi aku mau mengikut,
katanya. "Siauw Ciauw sudah biasa melayani kau setiap hari. Aku tidak mau berdiam di tempat orang yang belum dikenal.
"Aku mengambil keputusan itu untuk kebaikanmu sendiri, Bu Kie membujuk. "Tempat itu sangat jauh dan perjalanan penuh dengan bahaya. Aku sendiri tak tahu, sampai kapankah aku kembali.
"Kongcu, waktu berada di gua di Kong beng teng, Siauw Ciauw telah mengambil keputusan untuk terus mengikuti kau, kemana juga kau pergi. Kau hanya bisa menolak tekadku dengan membunuh aku.
Kongcu, apakah kau merasa sebal terhadapku dan tidak mau aku terus mengikuti"
"Tidak! Kau tahu, bahwa aku sangat menyayang kau dan aku hanya tidak mau kau menempuh bahaya yang sebenarnya tidak perlu ditempuh. Begitu lekas kembali, aku akan mencarimu.
Si nona menggeleng-gelengkan kepala. "Aku bersedia untuk menghadapi bahaya apapun jua,
katanya dengan suara mantap.
Bu Kie terharu. Sambil memegang tangan si nona, ia berkata dengan suara lemah lembut. "Siauw Ciauw, aku tidak mau mendustai kau. Aku telah meluluskan permintaan Tio Kouwnio untuk mengawani dia dalam menyeberangi lautan. Kau tahu, pelayaran penuh bahaya. Tapi aku mesti pergi juga. Aku sungguh tak mau kau turut menghadapi bahaya.
Paras muka Siauw Ciauw bersemu merah. "Kalau kau pergi bersama2 Tio Beng, lebih-lebih aku mesti mengikut, katanya. Sesudah berkata begitu, ia kelihatan kemalu-maluan dan air mata berlinang-linang di kedua matanya.
"Mengapa kau lebih2 mau mengikut"
"Karena Tio Kouwnio seorang yang hatinya beracun. Kita tidak bisa menaksir apa yang akan diperbuatnya terhadapmu. Dengan berada bersama-sama, aku bisa turut mengamat-amati keselamatanmu.
Tiba-tiba jantung Bu Kie melonjak. "Ah! Apa Siauw Ciauw jatuh cinta kepadaku" tanyanya di dalam hati. Sesudah memikir beberapa saat, ia berkata sambil tertawa. "Baiklah, kau boleh ikut. Tapi kau tak boleh menyesal.
Tak kepalang girangnya si nona. "Kalau aku menyusahi kau dengan pernyataan menyesal, kau boleh melemparkan diriku ke lautan supaya aku dimakan ikan besar, katanya sambil tersenyum.
Bu Kie tertawa nyaring. "Bagaimana kau tega berpisahan dengan kau" katanya.
Persahabatan antara Bu Kie dan Siauw Ciauw sudah berjalan lama. Di dalam perjalanan, kalau rumah penginapan kekurangan kamar, kadang-kadang mereka terpaksa tidur dalam satu kamar. Tapi belum pernah mereka berbicara atau melakukan sesuatu yang melampaui batas2 kepantasan. Siauw Ciauw selalu menempatkan dirinya sebagai pelayan, sedang Bu Kie yang bersikap sebagai seorang kakak, belum pernah mengeluarkan perkataan yang tidak pantas. Sekarang, begitu perkataan "bagaimana aku tega berpisahan dengan kau keluar dari mulutnya, begitu ia merasa bahwa ia telah kesalahan omong.
Mukanya berubah merah dan buru-buru ia memalingkan muka ke jurusan lain.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Siauw Ciauw menghela napas.
"Mengapa kau menghela napas" tanya Bu Kie.
"Ada banyak orang yang tak tega kau berpisahan. Ciu Kouwnio dari Go bie pay. Tio Kouwnio dari gedung Jie lam ong dan di hari kemudian, entah masih ada berapa banyak orang lagi. Di dalam hatimu, mana bisa jadi kau memikiri seorang pelayan kecil seperti aku"
"Siauw Ciauw, kau selalu berlaku sangat baik terhadapku. Apa aku kira aku tak tahu" Apakah aku seorang manusia yang tak ingat budinya orang" Waktu bicara begitu, suara Bu Kie mengunjuk, bahwa ia berbicara dari lubuk hatinya yang putih bersih.
Si nona malu bercampur girang. Sambil menundukkan kepala, ia berkata dengan suara perlahan. "Aku belum pernah melakukan sesuatu yang berharga untukmu. Asal saja kau mempermisikan aku untuk melayani selama-lamanya, asal aku bisa menjadi pelayanmu seterusnya, hatiku sudah merasa puas.
Kongcu, semalam suntuk kau tak tidur. Kau tentu capai. Pergilah tidur. Sehabis berkata begitu, ia membuka kasur. Bu Kie merebahkan diri, maka ia sendiri menjahit di bawah jendela. Tak lama kemudian Bu Kie tertidur.
Sampai magrib, Bu Kie baru tersadar dari pulasnya. Sesudah makan semangkok mie, ia berkata, Siauw Ciauw, aku mau ajak kau pergi menemui Tio Kouwnio untuk meminjam Ie thian kiam guna memutuskan rantai yang mengikat kaki tanganmu.
Di tengah jalan, mereka bertemu dengan banyak tentara Mongol dan penjagaan sangat ketat. Bu Kie tahu, bahwa diperketatnya penjagaan adalah akibat kekacauan semalam.
Tak lama kemudian mereka tiba di rumah makan kecil yang semalam. Setelah masuk, Tio Beng sudah berada di situ. Ia sedang minum arak sendirian. Ia berbangkit dan berkata sambil tertawa, "Thio Kongcu, kau seorang yang boleh dipercaya.
Bu Kie mengawasi nona Tio. Ia mendapat kenyataan, bahwa paras si nona tenang tenang saja, sedikitpun tak mengunjuk rasa gusar. Dengan meja sudah tersusun dua pasang sumpit. Sesudah membungkuk Bu Kie segera duduk di sebuah kursi dan Siauw Ciauw sendiri berdiri menunggu di tempat yang agak jauh.
Sambil menyoja Bu Kie berkata, "Tio Kouwnio, dalam kejadian semalam, aku telah berdosa terhadapmu dan kuharap kau suka memaafkan.
"Aku merasa sangat sebal melihat Hankie yang seperti siluman, kata si nona. "Bahwa kau sudah menyuruh orang untuk membunuhnya, aku sebenarnya harus menghaturkan terima kasih. Ibu memuji kau sebagai pemuda pintar.
Bu Kie terkejut. Nona Tio tersenyum dan berkata pula, "Bahwa kau sudah menolong orang-orang itu, pada hakekatnya kau tak merasa keberatan. Mereka tak suka menakluk. Perlu apa aku menahan lama-lama. Sesudah kau menolong mereka, mereka tentu merasa sangat berterima kasih terhadapmu. Di dalam Rimba Persilatan kau sekarang menjadi orang gagah yang terutama. Semua orang merasa berhutang budi terhadapmu. Thio Kongcu, untuk itu aku memberi selamat dengan secawan arak, ia tertawa dan mengangkat cawannya.
Sesaat itu tiba2 berkelebat bayangan manusia dan Hoan Yauw bertindak masuk. Lebih dulu ia memberi hormat kepada Bu Kie dan kemudian berlutut di hadapan Tio Beng. "Kongcu, katanya,
"Kouw Tauwtoo mohon meminta diri.
Tio Beng tak membalas pemberian hormat itu. "Kouw Taysu, katanya dengan suara dingin. "Hebat sungguh kau mendustai aku.
Hoan Yauw bangun berdiri dan berkata sambil membungkuk. "Kouw Tauwtoo she Hoan bersama Yauw Kong beng Yoeseo dari Bengkauw. Karena kerajaan memusuhi Beng kauw, maka waktu masuk ke gedung Jia lam ong, aku terpaksa menyamar. Kun Cu telah memperlakukan aku secara baik sekali, sehingga oleh karenanya, aku sekarang menghadap Kuncu untuk berpamitan.
"Kau mau pergi boleh pergi, kata Tio Beng. "Tak usah kau unjuk banyak peradatan.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Seorang lelaki harus berlaku terus terang, kata Hoan Yauw. "Mulai dari sekarang, aku yang rendah merupakan seorang musuh dari Kuncu. Kalau aku tidak bisa memberitahukan secara terang terangan, hatiku merasa tak enak dan aku berbuat tak pantas terhadap Kuncu yang sudah memperlakukan aku secara pantas.
Tio Beng menengok pada Bu Kie dan berkata, "Ilmu apa yang dimiliki olehmu, sehingga orang-orangmu semua rela membela kau dengan jiwa mereka"
"Kami bekerja untuk negara, untuk rakyat, untuk menolong sesama manusia dan untuk mempertahankan gie khie (semangat persahabatan yang paling tinggi). Hoan Yoesu dan aku belum kenal satu sama lain. Tapi begitu bertemu, kita lantas menjadi sahabat karib. Kita mempunyai pendapat dan tujuan yang sama. Dengan demikian usaha kita untuk mempertahankan gie kie dan kawan kawan sendiri, tidaklah tersia-sia.
Hoan Yauw tertawa terbahak-bahak. "Kauwcu, katanya, "perkataanmu memang cocok sungguh dengan apa yang dipikir olehku. Kauwcu, kuharap kau menjaga diri baik-baik. Nona ini sangat lihay. Dia bukan wanita biasa. Kuharap Kauwcu suka berwaspada.
Tio Beng tertawa. "Terima kasih untuk pujian Kouw Taysu, katanya.
Sesudah mengangguk, Hoan Yauw segera berlalu. Waktu lewat di depan Siauw Ciauw, ia kelihatan terkejut, paras mukanya berubah pucat dan seolah-olah ia melihat sesuatu yang sangat menakutkan.
"Kau" kau!" katanya.
"Mengapa aku" tanya Siauw Ciauw.
Hoan Yauw mengawasi dengan mata membelalak. Selanjutnya ia menggeleng gelengkan kepala dan berkata, "Bukan" bukan" aku" aku salah lihat. Ia menolak pintu dan berjalan keluar, sedang mulutnya berkata, "Sungguh sama" sungguh sama"
Tio Beng dan Bu Kie saling mengawasi. Mereka merasa heran dan tak tahu siapa yang dimaksudkan oleh Hoan Yauw.
Sekonyong konyong di tempat jauh terdengar suara dan teriakan tiga kali panjang, dua kali pendek.
Suara itu nyaring dan tajam, seperti seseorang memanggil kawan. Tiba-tiba Bu Kie terkejut. Ia ingat, bahwa teriakan itu tanda rahasia Go bie pay dalam mengumpulkan kawan. Waktu bertemu dengan rombongan Biat coat Suthay di See hek, beberapa kali ia pernah mendengar tanda rahasia itu untuk menghadapi Beng kauw. "Mengapa Go bie pay kembali lagi di kota raja" tanyanya di dalam hati. "Apa mereka bertemu dengan musuh"
Sebelum ia mengambil keputusan apa yang harus diperbuatnya, Tio Beng sudah berkata, "Ah, itulah tanda Go bie pay. Mereka rupa2nya sedang menghadapi persoalan yang sangat mendesak. Mari kita menyelidiki. Apa kau setuju"
"Bagaimana kau tahu teriakan itu tanda rahasia Go bie pay" tanya Bu Kie.
"Mengapa aku tak tahu" kata si nona sambil tersenyum. "Di See hek, sebelum mendapat kesempatan untuk turun tangan, empat hari dan empat malam, dengan orang-orangku aku menguntit mereka.
"Baiklah, aku setuju untuk menyelidiki, kata Bu Kie. "Tapi Tio Kouwnio lebih dahulu aku ingin meminta pinjam Ie thian kiam.
Si nona tertawa. "Sungguh jempol ilmu hitungmu. Sebelum aku meminjam To liong to, kau sudah mendahului meminjam Ie thian kiam, katanya seraya membuka tali ikatan pedang dan menyodorkannya kepada Bu Kie.
Sambil menghunus senjata mustika itu, Bu Kie berkata, "Siauw Cie Cu kemari!
Siauw Ciauw menghampiri dan dengan beberapa kali membabat semua rantai yang mengikat kaki tangannya sudah terputus. Ia berlutut dan berkata, "Terima kasih Kongcu, terima kasih Kuncu.
Bu Kie segera memasukkan Ie thian kiam ke dalam sarung dan memulangkannya kepada Tio Beng.
Ketika itu teriakan-teriakan Go bie pay makin menghebat.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Mari kita pergi! kata Bu Kie.
Tio Beng mengeluarkan sepotong emas dan melemparkannya di atas meja, bersama Bu Kie dan Siauw Ciauw ia segera berjalan keluar dengan tindakan lebar.
Karena kuatir ilmu mengentengkan badan Siauw Ciauw masih terlalu cetek dengan tangan kanan Bu Kie menarik tangan si nona sedang tangan kirinya mendorong pinggang. Sambil memberi bantuan itu, ia mengikuti di belakang Tio Beng. Sesudah berlari lari beberapa puluh tombak, ia merasa bahwa badan Siauw Ciauw sangat enteng dan tindakannyapun sangat cepat. Ia heran dan menarik pulang bantuannya.
Tapi biarpun sudah tidak dibantu, nona itu masih terus dapat merendenginya. Walaupun waktu itu Bu Kie menggunakan ilmu ringan badan yang paling tinggi, tindakannya sudah cukup cepat. Bahwa Siauw Ciauw dapat mengikutinya merupakan bukti bahwa kepandaian si nona tidak dapat dipandang rendah.
Tak lama kemudian sesudah melewati beberapa jalanan kecil mereka tiba di luar sebuah tembok tua yang sudah runtuh disana sini. Tiba-tiba Bu Kie mendengar pertengkaran antara beberapa orang wanita dan ia tahu, bahwa murid-murid Go bie berada di dalam tembok itu. Sambil menarik tangan Siauw Ciauw ia melompati tembok dan hinggap di antara rumput alang-alang. Ia mendapat kenyataan, bahwa mereka berada di dalam sebuah taman yang sudah lama tidak terurus. Di lain saat, Tio Beng menyusul dan mereka bertiga lalu bersembunyi di antara rumput tinggi.
Di sebelah utara taman terdapat sebuah pendopo rusak dimana terlihat bayangan beberapa belas orang.
Sekonyong-konyong terdengar suara seorang wanita. "Kau adalah murid termuda dalam partai kita. Baik dalam nama atau kepandaian, tak pantas kau jadi Ciangbunjin dari partai kita"
Bu Kie segera mengenali bahwa yang berbicara adalah Teng Bin Kun. Dengan merangkak ia maju mendekati pendopo itu dan menyembunyikan diri pada jarak beberapa tombak.
Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Malam itu malam tak berbulan dan di langit hanya terdapat bintang-bintang yang berkelap kelip. Tapi mata Bu Kie sangat awas. Sayup2 ia melihat murid-murid Go bie pay ada kepala Biat coat suthay. Di samping murid kepala itu berdiri seorang wanita yang bertubuh agak jangkung dan mengenakan baju warna hijau. Orang itu adalah Ciu Cie Jiak.
Teng Bing kun terus mendesak dengan suara menyeramkan. "Coba kau bilang" Bilang, lekas bilang!"
"Apa yang dikatakan Teng suci memang tak salah, kata nona Ciu. "Siauw moay adalah murid termuda dari partai kita. Baik dalam nama, maupun dalam ilmu silat, kepandaian, kecerdasan dan kemuliaan siauwmoay tidak pantas untuk menjadi Ciangbunjin. Pada waktu Siansu (mendiang guru) menyerahkan beban yang berat ini, siauwmoay telah menolak sekeras-kerasnya. Tapi siansu marah besar.
Beliau memaksa supaya siauwmoay bersumpah berat untuk tidak melanggar kemauannya.
"Memang benar, kata seorang wanita yang mengenakan pakaian pendeta. "Memang benar, ketika siansu mau berangkat pulang ke alam baka beliau telah mengatakan bahwa Ciu Sumoay harus menjadi Ciangbunjin dari partai kita. Pesanan itu telah didengar oleh kita semua. Bahkan para orang gagah dari Siauw lim, Bu tong, Kun lun, dan Khong tong pun bisa menjadi saksi.
"Siansu adalah seorang yang sangat cerdas dan berpemandangan jauh, menyambung seorang murid pria yang berusia setengah tua. "Dengan menghendaki bahwa Ciu sumoay menjadi pemimpin kita, beliau tentu mempunyai maksud yang mendalam. Kita semua telah menerima budi Siansu yang sangat besar dan adalah selayaknya jika mentaati pesanan siansu. Kita harus menunjang Ciu sumay dalam usaha menaikkan derajat partai kita.
Teng Bin Kun tertawa dingin. "Pang suko mengatakan, bahwa Siansu pasti mempunyai maksud yang mendalam, katanya dengan nada mengejek. "Kata-kata itu, siansu pasti mempunyai maksud yang mendalam adalah tepat sekali. Bukankah semua orang, baik yang di atas maupun di bawah menara telah mendengar perkataan Kouw Tauwtoo dan Ho Pit Ong" Siapa ayah dan ibunya Ciu sumoay" Mengapa siansu memilih kasih" Apakah kita semua masih mengerti"
Sebagaimana diketahui, sebagai guyon guyon Hoan Yauw telah mengatakan bahwa Biat coat suthay adalah kecintaannya dan bahwa Ciu Jiak adalah anak mereka. Hoan Yauw memang gila-gilaan dan masih memiliki sie khie (sifat2 yang sesat). Tapi perkataan Ho Pit Ong telah terdengar oleh banyak orang. Biar bagaimanapun jua, mendengar itu, banyak orang jadi bersangsi, karena percintaan lelaki dan perempuan, tak peduli siapa adanya mereka, adalah kejadian yang lumrah di dalam dunia. Dengan demikian, tuduhan Teng Bin Kun, bahwa Biat coat memilih kasih sebab Cie Jiak adalah anaknya sendiri, memang
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
kedengarannya beralasan juga. Maka itulah, sehabis perempuan itu melepaskan racunnya, murid2 Go bie pay membungkam semua.
Tak kepalang gusarnya nona Ciu. Dengan suara bergemetaran, ia berkata. "Teng Suci! Jika kau tak setuju siauwmoay menjadi Ciangbunjin, kau boleh mengatakan terang2an. Tapi dengan menjatuhkan fitnah membabi buta kepada Siansu dan merusak nama Siansu yang putih bersih, kau berdosa besar.
Mendiang ayah she Ciu bernama Cu Ong, sedang mendiang ibuku seorang she Sie. Atas pertolongan Cinjin dari Bu tong pay, siauwmoay berguru kepada Siansu. Sebelum itu, siauwmoay belum pernah mengenal siansu. Teng Suci! Kau telah menerima budi Siansu, tapi hari ini sedang tulang belulangnya Siansu belum menjadi dingin, kau sudah berani melontarkan tuduhan yang sangat keji itu" Ia tak meneruskan perkatatannya dan air matanya mulai mengucur.
Teng Bin Kun tertawa dingin. "Siapapun juga tahu, bahwa kau sangat mengilar untuk menjadi Ciangbunjin, katanya. "Tapi sebelum disetujui saudara2 kita, kau telah coba2 mengunjuk keangkeranmu dan menjual lagak galak. Merusak nama Siansu! Berdosa sangat besar! Kau ingin menghukum aku bukan" Kini aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan;
"Sesudah menerima pesan Siansu untuk menjadi Ciangbunjin, kau sebenarnya harus segera pulang ke Go bie guna mengurus urusan2 partai. Tapi mengapa kau kembali ke kota raja" Sesudah Siansu meninggal dunia di dalam partati terdapat banyak sekali urusan yang harus segera diurus. Aku tanya, mengapa kau balik ke kota raja"
"Siauwmoay kembali ke kota raja untuk menunaikan tugas berat yang diberikan Siansu, jawabnya.
"Tugas apa" mendadak si perempuan she Teng bertanya. "Kita berada di antara saudara saudara sendiri, kau boleh memberitahukan terang terangan.
"Tugas ini merupakan rahasia besar bagi partai kita, sahut nona Ciu. "Rahasia itu hanya boleh diketahui oleh seorang Ciangbunjin. Aku menyesal tak bisa memberitahukan kepada siapapun jua.
Teng Bin Kun mengeluarkan suara di hidung. "Huh! Huh! katanya. "Kau mau coba berlindung di balik pangkat Ciangbunjin. Huh! Tak bisa kau memperdayai aku. Partai kita bermusuhan hebat dengan Mo kauw. Banyak sekali saudara saudara kita yang binasa di dalam tangan Mo kauw dan orang orang Mo kauw yang mampus di bawah pedang Ie thian kiam tidak bisa dihitung berapa banyaknya. Meninggalnya siansu juga kalau beliau tak sudi menerima pertolongan pemimpin Mo kauw. Tapi mengapa jenazah Siansu masih belum dingin, kau kembali ke kota raja untuk mencari penjahat cabul she Thio itu, si kepala siluman"
Bu Kie menggigil. Sesaat itu, tiba-tiba pipinya dicolek orang. Ia menengok. Orang yang mencoleknya ialah Tio Beng. Muka Bu Kie lantas berobah merah. "Apa benar Ciu Kauwnio mencari aku" tanyanya di dalam hati.
Cie Jiak merasa dadanya seperti mau meledak. Sambil menuding ia membentak dengan suara terputus-putus. "Kau!" kau!" bagaimana kau berani mengeluarkan kata kata itu"
Teng Bin Kun menyeringai. "Kau masih mau menyangkal" tanyanya. Kau menyuruh kami pulang ke Go bie lebih dahulu. Waktu ditanya mengapa kau kembali ke kota raja, kau menjawab secara tidak terang. Itulah sebabnya mengapa kami menguntit kau. Kau telah menanyakan ayahmu, Kauw Tauwtoo, tentang tempat kediamannya si penjahat cabul. Apa kau kira kami tak tahu" Kau telah pergi ke rumah penginapan untuk mencari penjahat cabul itu. Apa kau rasa kami tak tahu"
Mendengar cacian "penjahat cabul yang dikeluarkan berulang ulang, biarpun sabar darah Bu Kie meluap juga. Tiba-tiba ia merasa lehernya ditiup orang. Ia tahu bahwa nona Tio mengejeknya kembali.
Sementara itu, si perempuan she Teng sudah menyemburkan lagi racunnya. "Siapa yang mau dicari olehmu dan dengan siapa kau ingin bersahabat, orang luar memang tak dapat mencampuri. Tapi penjahat cabul she Thio itu adalah musuh besar partai kita. Waktu orang mengangkat dia menjadi Bengcu sebagai Ciangbunjin Go bie pay mengapa kau tidak menentang" Biarpun kita kalah suara, tapi sedikitnya kita sudah menyatakan di hadapan umum bahwa partai kita tidak menyetujui pengangkatan itu. Waktu itu aku memperhatikan kau. Ah! Kau kelihatannya girang sungguh. Paras mukamu berseri seri. Waktu di Kong beng teng, Siansu memerintahkan kau membunuh penjahat cabul itu, dia sama sekali tidak coba membela diri. Sebaliknya dari itu bermain mata dengan kau. Kau sengaja memberi tikaman yang sangat enteng.
Siapa bisa percaya bahwa kau tidak mempunyai perhubungan rahasia dengan penjahat itu"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Kepala nona Ciu puyeng. Ia mendekap muka dan menangis. "Siapa" bermain mata", katanya dengan suara parau. "Mengapa kau memfitnah orang dengan kata-kata yang tidak enak didengar itu"
Teng Bin Kun tertawa dingin. "Kata kataku tak enak didengar" ejeknya. "Tapi bagaimana perbuatanmu" Perbuatanmu yang tidak enak dilihat, perkataanmu memang sedap sekali. Huh" huh"
misalnya tadi siang kau berkata begini kepada pengurus rumah penginapan. Mohon tanya, apa disini ada seorang tamu she Thio" Kata kau lagi, ia berusia kira kira dua puluh tahun, tubuhnya jangkung. Mungkin sekali ia menggunakan lain she. Kau mengatakan itu semua dengan suara yang sungguh merdu. Dalam ejekannya itu, Teng Bin Kun meniru suara Ciu Cie Jiak dengan lagak yang genit sekali. Di tengah malam yang sunyi sekali suaranya membangunkan bulu roma.
Tak kepalang gusarnya Bu Kie. Hampir2 ia melompat keluar. Syukur juga ia masih dapat mempertahankan diri, karena ia ingat bahwa ia tidak boleh mencampuri urusan dalam Go bie pay dan jika ia turun tangan, tindakannya akan lebih merugikan nona Ciu. Dengan demikian biarpun darahnya meluap ia tidak bisa bergerak.
Dalam Go bie pay semula terdapat sejumlah murid yang ingin mentaati kemauan guru mereka dan menyokong Cie Jiak sebagai Ciangbunjin. Tapi sesudah mendengar perkataan Teng Bin Kun, hati mereka menjadi goncang. Go bie pay dan Beng kauw memang bermusuhan keras sedang mereka harus mengakui memang ada suatu perhubungan antara Cie Jiak dan Bu Kie. Bagaimana kalau Cie Jiak menyerahkan Go bie pay ke dalam tangan Beng kauw" Itulah jalan pikiran mereka.
Sementara itu, Teng Bin Kun berkata pula, "Ciu sumoay, kau masuk dalam partai kita atas pujian Thio Cinjin dari Bu tong pay. Penjahat cabul she Thio itu adalah anaknya Thio Ngo hiap dari Bu tong pay. Tak seorangpun bisa menanggung bahwa di dalam hal ini tidak terselip suatu siasat yang aneh. Sehabis berkata begitu seraya berpaling kepada saudara saudari seperguruannya, ia berteriak. "Saudara saudari sekalian! Memang Siansu telah memesan untuk mengangkat Ciu moay sebagai Ciangbunjin partai kita.
Tapi beliau pasti tak menduga, bahwa begitu beliau menutup mata Ciangbunjin kita lantas saja pergi mencari Kauwcu dari Mo kauw. Kejadian ini bersangkut paut dengan mati hidupnya partai kita. Kejadian ini bukan kejadian kecil yang dapat dikesampingkan dengan begitu saja. Kalau malam ini Siansu masih hidup, beliau pasti akan mengangkat seorang lain. Cita2 Siansu adalah kegemilangan partai kita. Siansu pasti tidak menghendaki bahwa partai kita musnah di dalam tangan Mo kauw. Maka itulah menurut pendapat Siauwmoay, kita semua harus berusaha untuk mewujudkan cita cita Siansu yang sangat luhur itu. Kita sekarang menuntut supaya Ciu Sumoay menyerahkan cincin Ciangbunjin supaya kita bisa mengangkat seorang yang cocok untuk menjadi pemimpin kita, untuk menjadi Ciangbunjin dari Go bie pay. Inilah usul Siauwmoay.
Usul itu segera disetujui oleh lima enam orang.
"Aku telah menerima perintah Siansu untuk menjadi Ciangbunjin dan tak dapat aku menyerahkan cincin ini, kata Cie Jiak. "Sebenarnya aku tak kepingin untuk menjadi Ciangbunjin, tapi aku sudah bersumpah berat dan aku pasti tak bisa menyia-nyiakan harapan Siansu.
"Kau mau serahkan atau tidak" bentak Teng Bin Kun. "Menurut peraturan partai, larangan pertama tak boleh menghina guru dan larangan kedua tak boleh berjina. Dan kau masih mau mengurus partai kita"
"Nonamu bakal celaka! bisik Tio Beng di kuping Bu Kie. "Jika kau suka memanggil aku dengan kata-kata Ciecie yang baik, aku bersedia untuk menolong dia.
Bu Kie tahu, bahwa nona Tio yang sangat pintar tentu sudah mempunyai akal untuk menolong Cie Jiak. Tapi karena ia berusia lebih tua, maka ia merasa agak jengah untuk memanggil Ciecie kepadanya.
Selagi ia bersangsi, Tio Beng berkata pula. "Kalau kau tak suka terserahlah kepadamu. Aku sekarang ingin berlalu.
Dengan apa boleh buat, Bu Kie segera berkata dengan suara perlahan. "Ciecie yang baik"
Si nona tertawa, tapi baru saja ia mau melompat keluar, orang2 Go bie rupa rupanya sudah merasakan bahwa sedang diintip orang. "Siapa disitu" bentak Teng Bin Kun.
Sekonyong konyong di luar tembok terdengar batuk batuk, diiringi dengan suara orang nenek nenek.
"Apa yang dilakukan oleh kamu di tengah malam buta" Di lain saat dua manusia lain sudah berada di pendopo itu. Bu Kie segera mengenali bahwa nenek yang bertongkat adalah Kim Hoa po po, sedangkan
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
kawannya, seorang wanita yang bermuka jelek, bukan lain daripada Cu Jie atau A-iee, saudara sepupunya sendiri.
Sebagaimana diketahui, pada waktu enam partai persilatan menyerang Kong beng teng Cie Jie telah dibawa lari oleh Wie It Siauw. Waktu mendekati Kong beng teng dengan diuber oleh In Ya Ong (ayah Cu Jie) dan Bu Kie, Wie Hok tong melepaskan si nona di lereng gunung, dan belakangan, ketika ia mencarinya kembali Cu Jie sudah menghilang.
Semenjak perpisahan, Bu Kie seringkali memikiri nasib nona itu. Sekarang secara tak diduga duga, ia muncul bersama Kim Hoa po po. Bukan main girangnya Bu Kie hampir2 ia berteriak memanggilnya.
"Kim hoa po po, perlu apa kau datang ke sini" tanya Teng Bin Kun.
"Mana gurumu" "Kemarin siansu meninggal dunia. Huh! Kau sudah mencuri dengar di luar tembok, tapi kau masih menanya juga.
"Ah! Biat Coat mati" Bagaimana matinya" Mengapa ia tak menunggu untuk bertemu denganku" Hai!
Sayang" sungguh sayang" Selagi berkata begitu, si nenek batuk tak henti2nya. Sambil menumbuk numbuk punggung orang tua itu, Cu Jie menengok kepada Teng Bin Kun dan berkata dengan suara tawar.
"Siapa kesudian mencuri dengar pembicaraan kamu" Po po dan aku lewat di sini. Secara kebetulan saya dengar suara bicaranya manusia dan sebab aku mengenali suaramu, barulah kami masuk kesini. Po po menanya kau, kau dengar tidak" Bagaimana cara matinya gurumu"
"Bukan urusan kamu! bentak Teng Bin Kun dengan gusar.
Sesudah batuknya agak mereda, Kim hoa po po berkata dengan suara lebih sabar. "Selama hidupku baru pernah satu kali aku kalah dalam pertempuran. Aku kalah dari gurumu. Kekalahan itu bukan lantaran lebih unggulnya ilmu silat gurumu, tapi sebab tajamnya Ie thian kiam. Selama beberapa tahun aku mencari cari senjata mustika untuk bertempur lagi melawan Biat coat. Aku menjelajah empat penjuru dunia dan pada akhirnya dapat dikatakan capai lelahku tak tersia2. Seorang sahabat lama bersedia untuk meminjamkan sebatang golok mustika kepadaku. Belakangan aku mendengar bahwa orang-orang Go bie pay telah ditawan oleh kerajaan dan dikurung di kelenteng Ban hoat sie. Aku segera mengambil keputusan untuk menolong gurumu supaya kita berdua bisa menjajal lagi kepandaian yang sesungguhnya.
Siapa nyana menara di Ban hoat sie yang digunakan sebagai penjara gurumu sudah berubah menjadi tumpukan puing. Hai!.. itulah maunya nasib. Seumur hidup Kim hoa po po tak akan dapat mencuci lagi hinaan atas dirinya itu. Biat Coat! Mengapa tidak bisa menunggu sehari dua"
Teng Bin Kun tertawa dingin. "Jika suhu masih hidup, apa yang akan didapat olehmu hanialah kekalahan yang kedua kalinya, katanya. "Sesudah keok untuk kedua kalinya, kau pasti tak akan merasa penasaran lagi"
"Plak!"plak!"plak!"plak!", tiba tiba terdengar suara gaplokan. Pipi Teng Bin Kun digaplok empat kali beruntun, sehingga matanya berkunang-kunang dan hampir2 ia jatuh terguling. Empat gaplokan itu dikirim secara cepat luar biasa, dalam gerakan yang sangat aneh dan Teng Bin Kun sama sekali tidak dapat membela diri.
Ia kaget bercampur gusar, menghunus pedang dan menuding si nenek. "Pengemis tua! bentaknya,
"Apa kau sudah bosan hidup"
Tapi Kim hoa po po seolah olah tidak mendengar cacian itu dan tidak memperdulikan pedang yang ditudingkan kepadanya. Dengan suara menyesal dan putus harapan, ia bertanya lagi. "Cara bagaimana matinya gurumu"
"Tak perlu aku memberitahukan kepadamu, jawab Teng Bin Kun.
Si nenek menghela napas dan berkata, "Biat coat Suthay, selama hidup kau adalah salah seorang gagah dalam jaman ini dan merupakan juga salah seorang tokoh paling terkemukan dalam Rimba Persilatan.
Sungguh sayang, sesudah kau mati murid muridmu tolol semua. Apakah kau tak punya murid yang mendingan untuk mewariskan kedudukan Ciangbunjin"
Tiba-tiba seorang pendeta wanita setengah tua yang bertubuh jangkung maju setindak. Sambil merangkapkan kedua tangannya, ia berkata:
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Pie-pie Congsu menghadap kepada Po po. Pada waktu Siansu mau menutup mata, beliau telah mengangkat Ciu Cie Jiak Ciu Su moay sebagai Ciangbunjin partai kami. Kami disini karena masih ada sejumlah saudara seperguruan yang merasa tidak setuju dengan pengangkatan itu. Bahwa Siansu sudah keburu meninggal dunia dan Po po tidak dapat mencapai keinginan yang sudah dikandung lama, memang juga adalah maunya nasib. Manusia tidak bisa melawan takdir. Karena urusan Ciangbunjin partai kami masih belum beres, maka kami masih belum bisa membuat janjian apapun juga dengan Po po. Tapi sebagai salah sebuah partai besar dalam Rimba Persilatan, Go bie pay tidak dapat menjatuhkan nama besarnya Siansu. Jika Po po mau memberi pesanan apa apa, berikanlah sekarang. Di hari kemudian, sesuai dengan peraturan peraturan dalam Rimba Persilatan, Ciangbunjin kami pasti akan pergi menemui Po po. Akan tetapi, jika dengan mengandalkan kekuatan sendiri Po po mau menghina kami, maka biarpun pada saat ini Go bie pay masih berkabung, kami pasti akan melayani Po po sampai pada titik darah yang penghabisan.
Bu Kie dan Tio Beng merasa kagum akan perkataan niekouw itu yang diucapkan secara tetap dan sopan santun.
Sambil menyapu murid murid Go bie dengan kedua matanya, si nenek berkata, "Pada waktu gurumu mau menutup mata, ia telah mengangkat seorang Ciangbunjin. Itulah bagus. Siapa adalah Ciangbunjin itu" Aku ingin bertemu dengan dia, sesudah berkata begitu, nada suara Kim hoa po po sudah banyak lebih lunak daripada waktu ia bicara dengan Teng Bin Kun.
Ciu Cie Jiak lantas saja maju sambil memberi hormat. "Po po, selamat bertemu, katanya.
"Ciangbunjin turunan keempat dari Go bie pay memberi hormat kepada Po po.
"Tak malu kau! bentak Teng Bin Kun. "Kau berani menamakan diri sendiri sebagai Ciangbunjin turunan keempat!
Cu Jie tertawa dingin. "Ciu Ciecie adalah seorang yang sangat baik, katanya. "Waktu berada di See hek, ia telah memperlihatkan kasih sayangnya terhadapku. Jika ia tidak pantas menjadi Ciangbunjin, apakah kau kira dirimu cocok untuk menjadi Ciangbunjin" Di hadapan Po po, kau jangan banyak tingkah.
Apakah kau mau digaplok lagi"
Teng Bin Kun meluap darahnya. Ia menghunus pedang dan menikam si nona yang lidahnya tajam. Cu Jie berkelit seraya menggaplok. Gerakannya menyerupai gerakan si nenek, tapi banyak lebih lambat.
Teng Bin Kun buru-buru menundukkan kepalanya, sehingga telapak tangan Cu Jie menyampok angin, tapi tikamannyapun jatuh di tempat kosong.
Si nenek tertawa, "Bocah! katanya. "Aku telah mengajar kau berulang kali, tapi kau masih belum mampu juga dalam menggunakan pukulan yang begitu gampang. "Lihatlah! Seraya berkata begitu, tangan kanannya menyambar dan mampir tepat di pipi kanan Teng Bin Kun. Hampir berbareng ia membalik tangan dan menggaplok pipi kiri, setelah pipi kiri, pipi kanan pula dan sesudah pipi kanan pipi kiri lagi " semuanya empat gaplokan. Gerakan tangan si nenek tak begitu cepat dan bisa dilihat nyata oleh semua orang. Tapi Teng Bin Kun sendiri merasakan, bahwa dirinya ditindih" dengan semacam tenaga yang tak kelihatan, sehingga kaki tangan tak bisa bergerak.
"Po po, aku sudah mahir dalam pukulan itu, kata Cu Jie sambil tertawa. "Aku hanya tak mempunyai tenaga dalam yang besar. Coba kujajal lagi!
Sesaat itu Teng Bin Kun masih berada di bawah kekuasaan si nenek dan ia masih belum bisa bergerak.
Melihat sambaran telapak tangan Cu Jie, bahna gusarnya, ia merasa seolah olah dadanya mau meledak.
Pada detik terakhir, tiba-tiba Ciu Jiak melompat dan menangkis tangan Cu Jie. "Ciecie, tahan!
katanya. Ia berpaling dan berkata pula. "Po po, barusan Cengcu Suci telah menyatakan, bahwa biarpun ilmu silat kami tidak bisa menandingi Po po, tapi kami tidak bisa membiarkan Po po menghina kami.
Si nenek tertawa dan berkata, "Lidah perempuan she Teng itu sangat beracun. Dia menentang kau sebagai Ciangbunjin, tapi kau masih mau melindungi dia.
"Orang luar tidak dapat mencampuri urusan dalam dari partai kami, kata nona Ciu. "Aku yang rendah telah menerima warisan Siansu dan meskipun berkepandaian cetek, tak bisa aku mempermisikan orang luar menghina saudari seperguruanku.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Si nenek tertawa terbahak-bahak. "Bagus! Bagus! katanya. Baru saja berkata begitu, ia batuk-batuk lagi dengan hebatnya. Buru-buru Cu Jie menyodorkan sebutir pel yang lalu ditelannya dengan napas tersengal.
Beberapa saat kemudian, sesudah batuknya mereda, kedua tangan si nenek tiba-tiba menyambar, sebelah tangannya menekan punggung dan sebelah tangan menindih dada Cie Jiak. Gerakan itu dilakukan dalam kecepatan kilat dan nona Ciu tidak berdaya lagi, karena jari-jari tangan Kim hoa po po sudah menempel pada jalan darahnya yang membinasakannya. Dengan mata membelalak, Cie Jiak mengawasi lawannya.
Kisah Pembunuh Naga Jilid 56 Karya Chin Yung ================ "Ciu Kouwnio, kepandaianmu masih sangat rendah, kata si nenek. "Apa bisa gurumu menyerahkan kedudukan Ciang bunjin kepadamu" Ciu Jiak tahu, bahwa begitu si nenek menekan dengan tenaga dalam, jiwanya akan melayang. Tapi begitu ingat gurunya, semangatnya berkobar2. Sambil mengacungkan tangannya, ia berkata dengan suara nyaring, "Popo, inilah cincin besi tanda Ciang bunjin yg dimasukkan kejari tanganku oleh Siansu sendiri.
Apa kau masih bersangsi"
Si nenek tersenyum, "Tugas seorang Ciang bunjin dari Go Bie Pay adalah sangat berat," katanya.
"Setiap Ciangbunjin harus memikul pikulan yg tidak enteng. Apakah soal itu tidak diberitahukan kepadamu oleh gurumu" Kurasa belum tentu."
"Tentu saja Siansu memberitahukan soal itu kepadaku," kata Cie Jiak. Berbareng dengan jawabnnya, jantung nona Ciu melonjak. "Mengapa dia tahu rahasia partaiku?" tanyanya di dalam hati.
Sementara itu dengan hati berdebar2 Bu Kie memperhatikan semua perkembangan. Melihat kekerasan Cie Jiak, ia berkuatir bahwa dalam gusarnya, Kim Hoa Popo akan turunkan tangan jahat. Dalam bingungnya, ia bergerak untuk melompat keluar, tapi tangannya dicekal Tio Beng yg melarangnya sambil menggeleng gelengkan kepalanya.
Sekonyong2 si nenek tertawa terbahak bahak. "Biat Coat Suthay tidak salah mata," katanya. "Biarpun ilmu silatnya cetek, Ciangbun jin yg dipilihnya adalah seorang yg berwatak keras. Benar, ilmu silat memang dapat dipertinggi dengan pelajaran dan latihan. Sungai dan gunung mudah diubah, tapi watak manusia susah di ubah."
Sebenarnya Ciu Cie Jiak sendiri sudha ketakutan setengah mati dan keberaniannya muncul karena ia ingat pesan sang guru. Sementara itu dimata saudara saudari seperguruannya derajat nona Ciu naik tinggi.
Ia sudah memperlihatkan kemuliaan hatinya bahwa dengan menyampingkan kepenting pribadi ia sudah menolong Teng Bin Kun. Ia pun sudah membuktikan wataknya yg kuat dalam menghadapi kebinasaan.
Mendadak Ceng cu mengibaskan pedangnya dan memberi komando dengan teriakan. Para murid Go bie lantas saja berpencaran, menghunus senjata dan mengurung pendopo itu.
"Apa kau mau?" tanya si nenek sambil tertawa.
"Apa maksud popo dengan menculik cian bunjin partai kami?" Ceng Cu balas menanya.
Si nenek batuk2. "Apa kamu mau menekan aku dengan jumlah yg lebih besar?" tanyanya dengan suara memandang rendah. "Huh, huh.... Di mata Kim Hoa popo, sepuluh kali lipat lebih besar dari jumlahny ini masih belum masuk hitunganku." Mendadak ia melepas Cie Jiak, badannya berkelebat dan tahu2 jari2
nya menyambar mata Ceng Cu. Nie Kauw itu menangkis dengan pedangnya, tapi hampir berbareng dengan teriakan kesakitan dan seorang sumoi sudah terguling disampingnya. Gerakan Kim hoa popo cepat sekali dan aneh. Berbareng dengan serangannya kepada Ceng Cu, kaki kirinya menendang pinggang seorang murid Go Bie yg lain. Di lain saaat tubuh nenek itu berkelebat kelebat diseputar pendopo dan diantara suara batuk2 kaki tangannya menyambar nyambar. Dengan nekad para murid Go Bie melawan dengan senjata mereka. Tapi mereka tidak bisa berbuat banyak. Dalam sekejap tujuh delapan orang sudah roboh dengan jalan darah tertotok. Totokan si nenek hebat luar biasa. Mereka menjerit jerit dan berguling ditanah.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Beberapa saat kemudian, sambil menepuk kedua tangannya, Kim hoa popo sudah kembali kependopo.
Ciu Kauwnio bagaimana pendapatmu" tanyanya. "Apa ilmu silat Go Bie atau ilmu silat Kim Hoa popo yg lebih unggul"
"Tentu saja ilmu silat kami yg lebih unggul, jawabnya. "Apa popo sudah lupa kekalahan dalam tangan Siansu"
Mata si nenek melotot. "Biat coat loo nie menang berkat Ie thian kiam, bentaknya dengan gusar.
"Dia bukan menang sewajarnya.
"Popo, kata Cie Jiak, "Cobalah kau bicara menurut perasaan hatimu, dengan sejujurnya. Siapa yg lebih unggul andaikata Siansu dan Popo bertanding dengan tangan kosong"
Si nenek tidak lantas menjawab. Untuk sejenak ia mengawasi muka si nona. Akhirnya ia menggelengkan kepala dan berkata.
"Entahlah. Aku datang kekota raja justru untuk mendapat keputusan siapa diantara kita yg lebih unggul. Hai! Sesudah Biat coat Suthay meninggal. Rimba persilatan kehilangan seorang tokoh yg berkepandaian tinggi. Hai! Mulai dari sekarang, Go Bie pay menjadi partai yg lemah.
Selagi mereka berbicara, murid2 Go Bie yg tertotok jalan daranya terus berteriak2. Ceng Cu coba menolong, tapi tidak berhasil.
Ternyata ilmu totok Kim hoa popo bebeda dari ilmu totok yg dikenal di rimba persilatan dan hanialah yg sudah mempelajarinya barulah bisa membukanya. Sebagai seorang yg pernah menolong sejumlah jago yg dilukai sinenek, Bu Kie sudah mengenal kelihaian nya orang tua itu.
"Ciu Kaownio, bagaimana" Apa kau sudah merasa takluk terhadapku" tanya nenek itu.
Ilmu silat partai kami sangat dalam bagaikan lautan dan seseorang yg mempelajarinya tak bisa berhasil dalam waktu yg singkat, jawab si nona. "Kami masih berusia muda tertu saja kami belum bisa menandingin popo. Tapi dikemudian hari, kemajuan kami tiada batasnya.
Si nenek tertawa, "Bagus! katanya. "Kalau begitu, sekarang Kim hoa Popo meminta diri. Dihari kelak, kapan ilmu silatmu telah tidak terbatas, barulah kau membuka jalan darah dia. Sehabis berkata begitu, ia menuntun tangan Cu Jie, memutar badan dan berjalan pergi.
Cie Jiak terkejut. Kalau si nenek pergoi, saudara saudari seperguruannya pasti akan binasa. "Popo, tahan dulu! katanya. "Aku memohon popo suka menolong suci dan suhengku.
"Aku bersedia untuk menolong, asal saja kau mau berjanji, bahwa mulai kini orang2 Go Bie pay harus menyingkir dari tempat2, dimana aku dan Cu Jie berada,jawabnya.
Nona Ciu mengawasi si nenek dengan rasa mendongkol. Sebagai Ciang bunjin, mereka pasti tidak bisa memberi janji itu yg berarti runtuhnya Go Bie pay.
Kim hoa popo tertawa. "Kalau kau tidak mau menurunkan keangkeran Go Bie pay, aku pun tak mau memaksa, asal saja kau suka meminjamkan Ie thian kiam kepadaku, katanya. "Begitu lekas kau menyerahkan pedang itu kepadaku, aku akan segera menolong suci dan suhengmu.
"Sebagaimana popo tahu, karena ditipu oleh kerajaan, kamu, guru dan murid, telah tertawan dan terkurung dimenara kelenteng Ban hoat sie, kata si nona. "Cara bagaimana Ie thian kiam masih bisa berada di dalam tangan kami"
Si nenek memang sebenarnya telah menduga hal itu. Dalam mengajukan permintaan, dia tahu harapannya sangat tipis. Tapi mendengar jawabannya Cie Jiak,paras mukanya lantas saja terlihat sinar putus harapan. Tiba2 ia membentak, "Ciu Kouwnio! Jika kau mau melindungin nama Go bie pay, kau tidak melindungi jiwamu sendiri" Ia mengeluarkan sebutir pel dan berkata pula, "Inilah racun yang bisa memutuskan usus manusia. Setelah kau menelannya, aku segera akan menolong mereka.
Sambil menyubiti pel itu, Cie Jiak berkata di dalam hatinya, "Suhu memerintahkan aku untuk menipu Tio Kongcu dan aku sebenarnya tak bisa berbuat begitu. Daripada hidup menderita, memang lebih baik aku lantas mati.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Ciu sumoi, jangan telan racun itu ! teriak Cengcu.
Melihat keadaan mendesak, Bu Kie segera bergerak untuk melompat keluar, tetapi lagi2 tangannya dicekal Tio Beng. "Anak tolol! bisik si nona. "Pel itu bukan racun Bu Kie terkejut dan Cie Jiak telah menelan pel tersebut.
Semua murid Go Bie mencelos hatinya. Mereka segera bergerak untuk menyerang.
"Jangan banyak tingkah! bentak si nenek.
"Racun ini tidak lantas bekerja Ciu Kouwnio, ikutlah aku. Jika kau dengar kata, mungki sekali aku pasti akan memberikan obat pemunah Sehabis berkata begitu, ia menepuk badannya murid2 Go Bie yang tertotok. Rasa sakit mereka lantas saja hilang, tapi untuk sementara waktu belum bisa bergerak, sebab kaki tangannya masih kesemutan. Melihat kegagahan dan kemuliaan nona Ciu yg telah menolong mereka dengan menelan racun, bukan main rasa terima kasihnya. "Terima kasih, Ciu sumoi, teriak seorang.
Sementara itu, seraya menarik tangan Cie Jiak, Kim hoat popo berkata dengan suara lemah lembut.
"Anak baik, ikutlah aku. Popo takkan mencelakaimu.
Sebelum ia sempat menyahut, nona Ciu merasa dirinya di betot dengan tenaga yg sangat besar dan tanpa merasa, ia melompat.
Ceng cu berteriak. "Ciu sumoi!... Ia melompat untuk mencegat. Tiba2 ia merasa sambaran angina tajam. Itulah serangan Ciu Jie. Dengan cepat ia menangkis dengan tangan kirinya. Tapi pukulan Ciu Jie hanya pukulan gerak.
"Plak! yg benar2 di gaplok adalah pipi Teng Bin Kun. Pukulan itu yg diberi nama Cie Tang Tah say (Menunjuk ke Timur, memukul ke Barat) adalah salah satu pukulan lihai dari Kim hoa popo. Sesudah menggaplok, sambil tertawa nyaring, Cu Jie melompati tembok.
"Ubar! kata Bu Kie sambil mencekal tangan Siauw Ciauw. Mereka lantas saja melompati tembok.
Melompat munculnya tiga orang lain, murid2 Go bie pay tentu saja merasa kaget dan dilain saat, merekapun melompat untuk mengejar. Tapi ilmu ringan badan Kim hoa popo dan Bu Kie bukan ilmu ringan badan yg sembarangan. Waktu murid2 Go Bie melompati tembok mereka tak kelihatan bayang2annya lagi.
Sesudah ubar2an beberapa puluh tombak, Kim hoa popo membentak, "Siapa!
"Serahkan Ciang bun kami! Setelah kau menyerahkan aku mengampuni jiwamu, teriak Tio Beng yg kemudian berbisik dikuping Bu Kie, "Kau mengamat2i dari kejauhan. Jangan munculkan diri. Sehabis berkata begitu ia mengempos semangat dan tubuhnya melesat beberapa tombak. Dengan pukulan Kim Teng hud kong (Sinar Budha di Kim teng) yaitu salah satu pukulan dari Kim hoat Go bie pay ia menikam punggung si nenek. Dengan memiliki kecerdasan yg luar biasa, dari latihan dikelenteng Ban hoat sie ia sudah bisa menggunakan ilmu pedang Go Bie pay. Biarpun tenaga dalamnya masih belum cukup tapi serangannya itu yg dikirim dengan Ie Thian Kiam sudah cukup hebat.
Mendengar sambaran angin yg luar biasa si nenek buru-buru melepaskan Ciu Jiak dan berkelit sambil memutar tubuh. Dengan beruntun Tio Beng mengirim beberapa serangan tapi semuanya di punahkan secara mudah.
Melihat senjata yg digunakan si nona adalah Ie Thian Kiam, Kim hoa popo kaget tercampur girang. Ia merangsek dan terus menyerang sesudah bergebrak memakai beberapa jurus, tiba2 Tio Beng memutar pedangnya dan menyerang dengan pukulan Soan hong chioe (angin puyuh) dari Kun lun pay. Dalam pertempuran itu , si nenek menganggap bahwa Tio Beng adalah murid Go bie pay dan diperhatikan ialah kiam hoat Go bie pay. Pada detik itu ia justru sedang melompat untuk menangkap pergelangan tangan si nona dan merampas Ie Thian Kiam. Serangan mendadak dengan pukulan Kun lun pay benar2 diluar dugaannya. Ia terkesiap tapi sebagai orang yg memiliki kepandaian tinggi, dalam bahaya ia tidak jadi bingung dan secepat kilat ia menggulingkan badannya ditanah. Tapi walaupun ia dapat menyelematkan jiwa, tangan bajunya tak urung kena disambar jg dan robek.
Bukan main gusarnya Kim hoa popo. Begitu melompat bangun, ia menyerang dengan hebatnya. Tio beng mengerti bahwa ilmu silatnya masih kalah jauh dari si nenek! Dalam pertempuran yg lama ia pasti bakal dirobohkan.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Dengan secepat ia mengubah siasat. Sekarang ia menyerang berbagai ilmu pedang, sebentar dengan kim hoat Khong tong pay, sebentar dengan kiam goat Hwa san pay, Kun lun pay, atau Siauw lim pay dan yg digunakannya selalu pukulan2 yg paling hebat. Berkat Ie thian kiam, serangan2an itu dahsyat luar biasa dan Kim hoat popo tidak berlaku sembrono. Cu Jie jengkel. Ia menghunus pedangnya dan melontarkannya kepada sang popo. Karena orang itu itu menyambuti senjata tersebut, tapi baru bertanding sembilan jurus, dengan satu suara, "kres! pedangnya putus dua.
Paras muka si nenek berubah. Ia melompat keluar dari gelanggang dan membentak. "Bocah! Siapa kau sebenarnya"
Tio Beng tertawa. "Mengapa kau tidak mencabut To liong to" tanyanya
"Kurang ajar! Jika aku memegang To Liong to kau sama sekali bukan tandinganky. Apa kau berani mengikuti kami untuk menjajal jajal"
Mendengar disebutnya To Liong to, Bu Kie merasa heran.
"Nenek pergilah kau ambil To liong to, kata si nona sambil tertawa. "Aku tunggu kau dikota raja.
Sesudah kau bersenjatakan golok itu, kita boleh bertempur lagi.
"Balik kepalamu kemari! Aku mau lihat lebih tegas mukamu, kata si nenek dengan gusar.
Tio Beng memutar badan, mengeluarkan lidahnya dan memejamkan sebelah matanya, sehingga mukanya tidak keruan macam. Si nenek mengutuk dan meludahi muka si nona. Sesudah itu dengan menuntung Cu Jia han Cie Jiak, ia berlalu.
"Ubar lagi!, kata Bu Kie
"Tak perlu tergesa gesa. Aku tanggung keselamatan Ciu Kauwniomu tidak akan terganggu.
"Mengapa tadi kau menyebut2 To liong to"
"Waktu berhadapan dengan murid2 Go Bie pay nenek itu mengatakan bahwa seorang sahabat lama bersedia untuk meminjamkan sebatang golok mustika kepadanya dan dengan golok itu, ia ingin bertempur lagi denagn Boat coat suthay, Ie thian poe cut, swee ie ceng hong (kalau ie thian tidak keluar, siapa lagi yg bisa melawan ketajamannya") untuk melawan In thiam Kiam, orang harus menggunakan To Liong to. Aku bertanya dalam hatiku, apakah dia sudah berhasil meminjam to liong to dari ayah angkatmu, Cia locianpwee" Maka itulah, tadi aku menyerang dengan Ie Thian kiam dan maksudku adalah untuk memaksa supaya ia mengeluarkan to liong to. Tapi ternyata ia tdiak membawa golok mustika itu dan hanya menantang supaya aku mengikuti dia untuk menjajal Ie thian kiam dengan to liong to. Dari perkataannya itu mungkin sekali ia sudah tahu dimana adanya to liong to, tapi belum bisa mendapat,
katanya. "Mendengar keterangan itu, Bu kie mengmanggutkan kepalanya. "Ya benar sekali bahwa golok itu berada dalam tangan Gie Hu, katanya.
"Menurut dugaan ia segera akan pergi ke pantai untuk menyebrangi lautan guna mencari golok itu,
kata pula Tio Beng. "kita harus mendahului, supaya Cia locianpwee yg buta dan berbaik hati tak sampai kena di perdayai oleh perempuan tua itu.
Darah Bu Kie bergolak. "Benar! Benar! Katamu! katanya dengan tergesa gesa. Waktu meluluskan permintaan Tio Beng yg mau meminjam To liong to, ia hanya mempertahankan sifatnya lelaki yg takkan menjilat ludah sendiri. Tapi sekarang mengingat keselamatan ayah angkatnya, ia ingin sekali mempunyai sayap supaya ia bisa segera terbang untung melindungi ayah angkat itu.
Tanpa membuang buang waktu lagi Tio Beng segera mengajak Bu Kie dan Siauw Ciauw kegunung Ong hu. Ia tak masuk kedalam dan hanya bicara dangan penjaga pintu yg sesudah mendengari pesanan sang majikan, buru-buru masuk ke dalam keluar lagi dengan menuntun sembilan ekor kuda yg jarang kelihatannya dan menenteng buntalan yg berisi emas dan perak.
Tio Beng bertiga lantas saja melompat kepunggung tunggangan itu yang terus dikaburkan kearah timu.
Enam ekor kuda lainnya mengikuti dibelakang dan ditunggang dengan bergantian supaya mereka tak terlalu capai.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Pada keesokan paginya, kesembilan kuda itu dapat dikatakan sudha tak bisa lari lagi. Dengan memperlihatkan kin pay (tanda perintah) Jie lam ong, Tio beng menemui pembesar setempat dan menukar kuda2 itu dengan tunggangan yg masih segar. Malam itu, mereka tiba di kota pesisi. Malam2
notan Tio menemui pembesar dikota itu dan memerintahkan supaya ia segera menyediakan sebuah perahu besar yg kuat dan lengkap segala2nya. Ia pun memerintahkan supaya semua perahu yg berada di pelabuhan segera berlayar kearah selatan dan disepanjang pantai kota itu dalam jarak seratus li, tak boleh berlabuh perahu apapun juga.
Belum cukup sehari, segala apa sudah siap sedia. Tio beng, Bu Kie dan Siauw Ciauw segera menukar pakaian pelaut, memasang kumis palsu, memoles muka mereka dengan semacam cat air sehingga warna kulit jadi berubah dan terus turun ke perahu untuk menunggu Kim Hoa popo.
Lihai sungguh tebakan Beng beng kuncu. Kira2 magrib, sebuah kereta tiba dipantai dengan diiring oleh Kim hoa popo yang menuntun Cie Jiak dan Cu Jie. Si nenek segera pergi ke perahu itu kendaraan air satu2nya yg berlabuh di pesisir dan minta menyewanya. Anak buah kapal yg sudah menerima pesanan Tio Beng, semula menolak dan sesudah Kim hoa popo menyerahkan sepotong emas dengan sikap apa boleh buat, barulah pemimpin kapal meluluskan permintaannya. Begitu lekas si nenek begitu turun kapal segera memasang layar dan berangkat ke arah timur.
Di atas samudra seolah2 tidak berbatas sekuat perahu berlayar kearah tenggara.
Perahu itu sangat besar bertingkat dua, diatas geladak di kepala perahu dan dikiri kanan nya terdapat meriam. Perahu itu adalah sebuah perahu meriam Mongol. Bangsa Mongol pernah berniat menyerang negeri Jepang dan mempersiapkan perahu2 perang. Diluar dugaan angkatan laut itu diserang topan hingga berantakan dan niatan itu menjadi gagal. Jika berlabuh di pantai, perahu itu karam kelihatannya. Tapi diatas samudra dia menyerupai selembar daun yg terombang ambing merupakan tiupan angin.
Dengan menyamar sebagai anak buah Thio Bu Kie, Tio Beng dan Siauw Ciauw bersembunyi dibagian bawah perahu.
Hari itu, waktu mau turun keperahu, Tio Beng kaget dan berkuatir. Ia sama sekalitak menduga, pembesar setempat menyediakan sebuah perahu meriam dari angkatan laut Mongol. Hal ini bisa membuka rahasia. Tapi sebgai seorang yg sangat pintar si nona lantas saja dapat memikir satu jalan untuk memperdayai Kim hoa popo, ia segera memerintahkan supaya perahu itu membawa sejumlah jala dan beberapa ton ikan basah. Dengan demikian nenek Kim Hoa akan percaya bahwa lantaran sudah tua maka perahu perang itu telah diubah menjadi semacam perahu penangkap ikan.
Ketika tiba dipantai sebab tak mendapatkan lain kendaraan air tanpa curiga Kim hoa popo segera menyewa perahu tersebut.
Dari lubang jendela, Bu Kie dan Tio Beng memperhatikan jalannya matahari dan rembulan yg selalu naik dari sebelah kiri perahu. Mereka tahu, bahwa perahu sedang berlayar ke arah selatan. Waktu itu sudah masuk musim dingin dan angin utara meniup dengan hebatnya, sehingga perahu berlayar dengan kecepatan luar biasa.
"Gie hu berada di pulau Penghwee to, di daerah Kutub utara, kata Bu Kie. "Untuk mencarinya, kita harus berlayar kearah utara. Mengapa Kim hoa popo memerintahkan perahu ini menuju ke selatan"
"Si nenek tentu mempunyai niatan yang belum di ketahui kita, jawab Tio Beng. "Sekarang ini angin selatan belum waktunya turun, sehingga biar bagaimanapun juga, kita tidak akan bisa berlayar ke jurusan utara.
Pada hari ketiga, diwaktu lohor, salah seorang anak buah memberi laporan kepada Tio Beng, bahwa Kim hoa popo sangan paham dengan jalanan air yg digunakan mereka. Si nenek tahu mana ada pulau yg di tempat apa bakal ada batu karang yg menonjol keatas dia bahkan lebih paham daripada anak buah perahu itu.
Tiba tiba Bu Kie ingat sesuatu. "Ah! serunya dengan suara tertahan. "Apa dia bukan mau pulang ke pulau Leng coat to"
"Leng coat to apa" menegas si nona.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Kim hoa popo bersarang di pulau Leng coat to, jawabnya. "Mendiang suaminya dikenal sebagai Gin yap sian seng. Pada banyak tahun berselang, Kim hoa dan Gin yap dari Leng coat to mengentarkan dunia Kang ouw. Apa kau tidak tahu"
Si nona tertawa. "Kau hanya lebih tua beberapa tahun daripada aku, tapi dalam pengalaman kau seperti seorang kakek, katanya.
Bu Kie turut tertawa, "Beng Kauw dikenal sebagai agama siluman dan anggota2 Beng Kauw memang sedikit, lebih berpengalaman daripada seorang kauwcu yg dikeram di dalam gedung raja muda, katanya.
Mereka berdua adalah musuh besar. Dengan masing2 pemimpin sejumlah jago beberapa kali mereka telah mengukur tenaga. Tapi sekarang sesudah bergaul beberapa hari dalam sebuat perahu dengan Kim hoa popo sebagai musuh umum mereka dari musuh mereka telah berubah menjadi sahabat.
Sesudah memberi laporan anak buat itu buru-buru kembali ke tempat kemudi.
"Toa kauwcu kata Tio Beng. "Apakah kau sudah menceritakan sepak terjang Kim hoa dan Gin yap kepada seorang budak kecil yang di keram di dalamg edung raja muda"
Bu Kie menyeringai, "Mengenai Gin yap Sian seng, aku tidak mempunyai pengetahuan apa pun jua,
jawabnya. "Tapi dengan si nenek aku pernah bertemu dan pernah menyaksikan sendiri sepak terjangnya. Ia segera menuturkan pengalamannya di Ouw Tiep Kok, Ie Sian Ouw Ceng Goe untuk minta di obati, cara bagaimana nenek dikalahkan oleh Biat coat suthay dan akhirnya cara bagaimana Ouw Ceng Cu dan Ong Len Kouw binasa dalam tangan nenek itu. Sehabis bercerita kedua matanya mengembang air mata, biar pun Ouw Ceng Cu berada aneh, orang itu itu telah memperlakukannya dengan baik sekali dan telah banyak memberi pertolongan kepadanya. Ia merasa sangan berduka, bahwa orang tua itu dan istrinya telah dibinasakan secara menggenaskan dan jenazah mereka di gantung di pohon oleh si nenek Kim Hoa. Ia hanya tidak menceritakan ajakan Cu Jia supaya ia turut pergi ke Leng coat to dank arena tampikannya sebelah tangannya sudah digigit oleh nona itu. Mungkin sekali ia merasa jengah untuk menuturkan peristiwa yg kecil itu.
Sesudah mendengarkan cerita Bu Kie dengan paras sungguh2 Tio Beng berkata, "Thio kong cu semuda aku hanya menganggap nenek itu sebagai seorang yg ilmu silatnya sangat tinggi. Tapi dalam penuturannya, aku menarik kesimpulan, bahwa dia orang yg sangat cerdik dan bukan lawan yg enteng.
Kita tidak boleh memandang rendah kepadanya.
Bu Kie tertawa, "Kuncu nio nio seorang Bun bu song coan dan bukan saja begitu, ia bahkan memimpin sejumlah orang gagah yang berkepandaian sangat tinggi, katanya. "Maka itu menurut pendapatku menghadapi seorang nenek sama sekali tidak menjadi soal baginya.
"Hanya yg di lautan ini aku tidak bisa memanggil para busu dan hunceng.
Bu Kie tersenyum, "Tukang masak dan anak buah yg menarik layer bukan sembarang orang,
katanya. "Biarpun mereka bukan jago kelas satu mereka pasti bisa termasuk dalam kalangan jago jago kelas dua.
Si nona berkesiap. Sesudah berdiam sejenak ia tertawa geli. "Aku menyerah kalah! Menyerah kalah!
katanya. "Dengan sesungguhnya Toa kauwcu mempunyai mata yg sangat awas.
Ternyata waktu pulang ke Ong hu untuk mengambil kuda dan emas perak diam2 Tio Beng telah memesan busu penjaga pintu supaya sejumlahorang sebawahannya menyusul ke pesisir untuk ikut berlayar. Orang2 itu menggunakan kuda, tapi mereka ketinggalan kira2 setengah hari dari majikan mereka. Mereka menyamar sebagai tukang masak dan anak buah perahu dan terdiri dari orang yang tidak turut dalam pertempuran di Ban hoat she. Tapi sebagai ahli2 silat, sinar mata sikap dan gerak gerik mereka berbeda dari orang biasa. Dan Bu Kie yang bermata tajam tidak kena di kelabui.
Kenyataan itu mengkuatirkan hati si nona. Kalau Bu Kie masih belum bisa diakali, apalagi Kim Hoa popo yang berpengalaman luas. Tapi untung juga pihaknya berjumlah banyak lebih besar sehingga kalau sampai mesti bergerak dengan bantuan Bu Kie ia pasti tak akan kalah.
Selama beberapa hari yg paling mengganggu pikiran Bu Kie ialah keselamatan Cie Ciu Jiak yg telah menelan pel "racun". Di dalam hati ia selau bertanya2, kapan racun itu mengamuk" Tio Beng yg pintar lantas saja dapat menebak rahasia hatinya. Setiap kali alis pemuda itu berkerut setiap kali ia memerintahkan orang pergi keatas untuk menyelidiki dengan berlagak membawa air atau teh. Orang it
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
lalu kembali dengan laporan yg menyenangkan, nona Ciu sehat2 saja. Sesudah kejadi ini berulang beberapa kali Bu Kie merasa jengah sendiri.
Sementara itu lain peringatan sering mengganggu pikiran Bu Kie. Saban ia termenung seorang diri, ia ingat peristiwa itu diatas salju didaerah see hek. Ia ingat pengalamannya dengan Cu Jie. Ia ingat, cara bagaimana dengan Ho thay Ciong, Bu liat dan yang lain2, ia pernah berkata begini, "Nona dengan setulus2 hati aku bersedia, untuk menikah dengan kau. Aku hanya mengharap kau jangan mengatakan, bahwa aku tidak setimpal dengan dirimu. Dilain saat sambil mencekal tangan si nona, ia berkata pula,
"Aku ingin berusaha supaya kau bisa hidup beruntung supaya kau melupakan penderitaanmu yg dulu2.
Tak peduli ada berapa banyak orang yg mau menghina kau, aku bersedia untuk mengorbankan jiwa demi keselamatanmu. Ia ingat itu semua (Kisah pembunuh naga jilid 14, halaman 44) dengan mulut berkumak kumik, ia mengulangi perkataan2 itu. Mukanya lantas berubah merah.
Tiba2 terdengar suara tertawanya Tio Beng "Hai! kata si nona "Lagi2 kau memikiri Ciu Kouwnie mu!
"Tidak! "Kau memikiri apa dia tidak memikiri dia sedikitpun tiada sangkut pautnya dengan diriku. Aku hanya merasa menyesal, seorang laki2 gagah sudah berdusta di hadapan seorang wanita.
"Perlu apa kau berdusta" Dengan sesungguhnya aku bukan memikiri Ciu Kouwnio.
"Dusta! Kalau ingat Kouw Tauwto Wie It Siauw atau lain2 manusia muka jelek, paras mukamu tidak nanti mengunjuk sinar yang begitu lemah lembut yang penuh kasih saying, yang kemerah2an. Omong kosong kau!
Bu Kie tertaw. "Kau sungguh lihai, katanya. "Kau dapat membaca hati orang, apa dia sedang memikiri orang yg cantik atau yg jelek. Tapi aku mau menerangkan dengan sesungguh2nya, bahwa orang yg kuingat pada detik ini sedikitpun tak ada yg berparas cantik.
Mendengar nada suara yg sungguh2 si nona tersenyum dan tidak menggoda lagi. Biarpun pintar, ia sama sekali tidak menduga, bahwa yang diingat Bu Kie adalah Cu Jie yg mukanya tak keruan macam.
Mengingat, bahwa jeleknya muka Cu Jie adalah akibat latihan Cian Cu Ciat Hu Chie, Bu Kie menghela napas. Waktu si nona muncul pada malam itu diantara murid2 Go Bie, ia mendapat kenyataan bahwa muka Cu Jie lebih hebat daripada dulu. Ia merasa menyesal, karena ia merasa, bahwa makin mendalam Cu Jie melatih diri dalam ilmu silat itu, makin besar bahaya bagi dirinya. Ia kuatir akan keselamatan si nona, baik jasmani maupun rohani. Dengan rasa terima kasih, ia ingat budi nona itu.
Sesudah berada di Kong Beng Teng dan menjadi Kauw cu karena repot, ia tak sempat memikiri segala urusan pribadi. Tapi biarpun begitu ia pernah meminta bantuak Leng Kiam untuk mencarinya diseluruh Kong Beng Teng. Ia pernah meminta pertolongan Wie It Siauw untuk bantu menyelidiki tapi usahanya tinggal tersia sia. Cu Jie menghilang bagaikan batu yg tenggelam di lautan.
Tiba2 si nona muncul, tak usah dikatakan lagi. Ia merasa sangat girang. Diam2 ia mengutuk dirinya sendiri, Cu Jie begitu baik mengapa dia sendiri bersikap begitu tawar" Tapi pada hakekatnya pemuda itu bukan manusia yg tidak mengenal budi. Sikap tawarnya itu adalah karena ia selalu memikiri bebannya yang sangat berat. Sebagai Kauw Cu dari Beng Kauw dan Bengcu dari perserikatan segenap Rimba Persilatan. Ia tak sempat untuk mengurus kepentingan pribadi.
Mendadak Tio Beng tertawa nyaring, "Eh! Mengapa kau menghela napas" tanyanya.
Sebelum Bu Kie menjawab diatas perahu sekonyong2 terdengar teriakan2. Sesaat kemudian seorang anak buah dating melapor, "Disebelah depan terlihat daratan dan nenk itu memerintahkan supaya perahu dijalankan terlebih cepat."
Bu Kie dan Tio Beng segera mengitip dari lubang jendela. Pada jarak beberapa li, mereka melihat sebuah pulau yg besar, dengan pohon2 yg hijau disebelah timur terlihat beberapa gunung yg menjulang tinggi keangkasa. Dengan angin yg bagus, perahu itu berlayar dengan epsar dan dengan waktu kira2
semakanan nasi, dia sudah tiba di depan pulau. Dibagian timur pulau, tidak terdapat pesisir yg lazim dari pasir cetek. Batu gunung di bagian itu termasuk masuk ke dalam ari yg tak diketahui berapa dalamnya.
Perahu ditujukan kejurusan timur dans segera menempel pada batu gunung yg menjulang keatas dari pinggir air.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Baru saja perahu itu melepas jangkar diatas gunung sekoyong2 terdengar teriakan atau jeritan dahsyat yg menyerupai auman harimau dan jeritan Naga. Teriakan itu yg berulang2 seolah2 menggetarkan seluruh gunung.
Mendengar teriakan itu, Bu Kie tercampur girang, karena dia mengenali karena itulah teriakan ayah angkatnya, Kim Mo Say Ong Cia Sun. Sesudah berpisah belasan tahun keangkeran Gie Hu ternyata masih seperti dahulu. Tanpa memikir panjang2 lagi, buru-buru ia mendaki tangga dan naik diatas geledak di belakang perahu. Ia menengadah dan mengawasi puncak bukt atau gunung kecil itu. Ia melihat empat pria bersenjata sedang mengepung sorang yg bertubuh tinggi besar dan orang itu, yg bertangan kosong memang bukan lain dari ayah angkatnya.
Pendekar Kidal 5 Pedang Keramat Thian Hong Kiam Karya Kho Ping Hoo Kasih Diantara Remaja 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama