Ceritasilat Novel Online

Kisah Membunuh Naga 31

Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong Bagian 31


Biarpun buta dan biarpun dikerubuti berempat Cia Sun tidak jatuh dibawah angin. Bu Kie yg belum pernah melihat ayah angkatnya yg sedang ramai bertempur dia merasa kagum sekali. Tak heran nama Kim mo say ong Cia Sun menggetarkan Rimba Persilatan. Ilmu silatnya lebih tinggi daripada Ceng Ek Hok Ong, Wie It Siauw dan kira2 setanding dengan kakeknya.
Tapi ke empat musuh itupun bukan lawan enteng. Karena jauh, Bu Kie tidak bias melihat dengan jelas muka mereka. Tapi dilihat dari pakaian mereka yg compang camping dan karung yg menggemblok dipunggung mereka sudah dapat dipastikan mereka adalah anggota Kaypang. Tiga orang lain berdiri menonton, kalau empat kawannya kalah, mereka tentu turut turun tangan.
Tiba2 teriakan seseorang, "Serahkan To liong to! Golok tukar dengan jiwa!"
Meskipun kuping nya tajam, Bu Kie tidak bias menangkap semua perkataan itu. Tapi ia sudah tahu, bahwa musuh itu dating menyateroni untuk merebut To liong to!
Cia Sun tertawa terbahak bahak, "To liong to ada disini! Ambillah sendiri, kalau kau mampu!"
teriaknya. Sedang mulutnya berbicara, perlawanannya sedikitpun tak menjadi kendor.
Dengan sekali berkelebat, Kim hoa popo sudah medarat. Sambil batuk2 ia berteriak, "Para pendekar Kaypang! Apa maksud kalian" Tanpa bicara dulu dengan si nenek, kalian mengganggu tamu terhormat dari Leng coa to."
Sekarang Bu Kie mendapat kepastian, bahwa pulau itu benar Leng coa to. Ia merasa sangat heran.
Dulu ayah angkatnya menolak untuk kembali ke Tong Goan. Mengapa kini ia suka mengikuti Kim hoa popo" Cara bagaimana si nenek tahu, bahwa ayah angkatnya berada di Peng Hwee To"
Mendengar teriakan nyonya rumah, keempat orang itu rupa2nya menjadi bingung. Dalam usaha untuk menjatuhkan Cia Sun secepat mungkin, mereka memperhebat serangan. Tapi dengan berbuat begitu, mereka melakukan kesalahan besar. Dia orang buta, Cia Sun melawan dengan mengandalkan kupingnya.
Ia menangkis setiap serangan dengan mendengar sambaran angin dari pukulan2 musuh. Dengan memperhebat serang mereka2, sambaran2 jadi makin keras dan hal ini bahkan memunahkan perlawanan Cia Sun. Dilain saat, seraya membentak keras Cia sun meninju dan tinju itu mampir didada salah seorang musuh. Orang berteriak dan roboh tergelincir kebawah, akan kemudian jatuh diatas batu, sehingga kepalanya hancur.
Melihat begitu, salah seorang yang nonton lantas saja membentak, "Mundur!" Ia melompat dan meninju, Ia meninju dengan tenaga yg "seperti ada dan seperti tidak ada" sehingga Cia sun tak bias membedakan arah sambarannya. Waktu tinju hanya terpisah beberapa dim dari tubuhnya, barulah ia bisa merasakan sambarannya dan menangkis dengan terburu-buru. sementara itu, ketiga orang yg tadi mengerubuti sudah melompat keluar dari gelanggang. Dilain saat seorang kakek lain yg tdai menonton turut membantu kawannya. Ia pun menyerang dengan pukulan2 "lembek" sehingga baru saja bertempur beberapa jurus Cia Sun sudah jd report sekali.
"Kie Tiangloo! The Tiangloo!" teriak Kim hoat popo. "Kim mo say ong buta matanya. Dengan menyerang secara licik cuma2 saja kalian mempunyai nama besar dalam dunia Kang Ouw." Seraya berkata begitu, bagaikan terbang ia terus mendaki gunung. Dengan menggunakan seantero tenaganya Cu Jie mengikuti dari belakang.
Sebab kuatir akan keselamatan ayah angkatnya, Bu Kie jg segera menyusul. Tio Beng memburu dan menyandaknya. "Dengan adanya nenek itu kau tak usah kuatir," bisiknya. "Yang paling penting kau tak boleh memperkenalkan dirimu."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Bu Kie menganggung dan sambil mencekap tangan si noan ia terus berlari lari di belakang Cu Jie.
Sambil mengikuti dengan rasa kagum ia mengawasi potongan badan Cu Jie yg langsing dan gemulai.
Kalau mukanya tidak jelek karena latihan ilmu yg sesat, nona itu pasti tidak kalah dengan Tio Beng, Cie Jiak atau Siauw Ciauw. Mengingat begitu, jantungnya memukul keras. Dilain detik, ia mengutuk dirinya sendiri. "Bu Kie! Bu Kie! Kau benar edan!" katanya di dalam hati. "Sedang ayah angkatmu menghadapi bencana, kau masih bisa memikir yg gila2!"
Tak lama kemduia ia sudah tiba di pinggang gunung. Ia mendapat kenyataan, bahwa ayah angkatnya melawan dengan pukulan2 pendek. Itulah siasat untuk membela diri. Ia memunahkan serangan2 musuh dengan Siauw kim na chioe (ilmu menyengkram dan membantung dengan jarak pendek) Dengan menggunakan siasat itu, untuk sementara waktu Cia Sun memang bisa menyelamatkan diri, tapi ia sukar bisa memperoleh kemenangan.
Dengan menyembunyikan diri dibawah sebuah pohon siong, Bu Kie mengawasi ayah angkatnya. Pada muka orangtua itun terlihat lebih kerutan sedang rambutnya sudah hampir putih semua. Rupa2nya, selama berada di pulau Peng hwee to belasan tahun, ia banyak menderita, sehingga ia cepat tua. Bu Kie ikut menderita. Ia ingin sekali turut menyerbu untuk menghajar musuh. Ia ingin sekali memeluk orang tua itu dan memperkenalkan dirinya. Tio Beng mengerti, apa yg di pikirkan pemuda itu. Ia memegan tangan Bu Kie erat2 dan mengeleng2kan kepalanya.
Sekonyong2 Kim hoa popo berkata dengan suara nyaring. "Kie Tangloo, Im san ciang Liok Kioe sudah tersohor dalam dunia Kang Ouw. Mengapa kau malu2 kucing dan menyembunyikan dalam pukulan Sin Ciang" Ah! The Tiang Loo lebih tolol lago. Dia menyembunyikan Hui hong Hud lioe kun di dalam Patkwa kun. Apa kau kira Cia tayhiap tak tahu" Oh oh oh " oh oh " uh.. uh ?" Ia batuk2.
"Dahulu, kaypang adalah sebuah partai besar yg dihormati sebagai partai yg selalu menolong sesama manusia".. oh oh oh " saying, sungguh saying! " makin lama jadi makin busuk?"
Karena tak bisa melihat pukulan musuh yg sangat licik, Cia Sun memang lagi bingung. Mendengar petunjuk si nenek ia girang. Pada detik The Tiangloo mau mengubah pukulannya, ia membarengi dengan tinjunya. Hampir berbareng dengan ebradunya kedua tinju kanan The Tiangloo terhuyung satu dua tindak. Untung jg iapun memiliki kepandaian tinggi sehingga ia tak sampai roboh. Sebelum Cia Sun bisa mengirim serangan susulan, Cia Tiangloo sudan merangsek untuk menolong kawanya.
Bu Kie mendapat kenyataan, bahwa Kie Tiangloo bertubuh kate gemuk dan dengan mukanya yg bersinar merah, ia menyerupai seperti seorang tukang potong babo. Dilain pihak the Tiangloo berbadan kurus kering. Disebelah kejauhan berdiri seorang pemuda yg berusia kurang lebih tiga puluh tahun. Iapun mengenakan pakaian kaypang dengan perbedaan, bahwa pakaiannya yg rombeng kelihatan bersih. Di punggungnya menggemblok delapan lembar karung. Bahwa seorang muda seperti dia bisa menjadi tiangloo (tetua) dengan pertandaan delapan karung, adalah kejadian yg luat biasa. Beberapa kali Bu Kie mengawasi dia, ia merasa, bahwa ia pernah bertemu dengan orang itu, tapi ia lupa dimana dan lagi kapan pertemuan itu terjadi.
Tiba2 pemuda itu berkata, "Kim hoa popo, terang2an kau tidak membantu Cia Sun, tapi gelap2an kau membantu jg. Apa kau tidak curang?"
"Apakah tuan tiangloo dari kay pang?" Tanya si nenek dengan suara tawar. "Maaf, nenekmu belum pernah bertemu muka denganmu."
"Tentu saja popo tidak mengenal aku, sebab belum lama aku menduduki kursi tiangloo," jawabnya.
"Aku she Tan, namaku Yoe Liang."
Tan Yoe Liang! Bu Kie lantas saja ingat. Waktu Thay suhu mengajaknya ke Siauw Lim sie untuk berobat, salah seorang murid Siauw Lim telah menghafal Bu Teng Kioe yang kang dengan hanya sekali membaca. Murid Siauw lim itu bukan lain drpd Tan Yoe Liang. Bagaimana ia sekarang menjadi tiangloo dari partai pengemis" Tapi hal itu tidak tetlalu mengherankan. Memang juga ada banyak anggota lain partai yg masuk kedalam kaypang. Bahwa ia bisa menjadi tiangloo bukan kejadian luar biasa. Ia berotak cerdas. Dengan memiliki ilmu silat Siauw lim sie dan Bu tong Kioe yang kang, tak heran kalau dia menduduki kedudukan penting di dalam partai itu.
"Apa murid Bu tong pun masuk kedalam kaypang?" bentak Kim hoa popo.
Dari suara Tan Yoe Liang, Bu Kie tahu bahwa orang itu memilki lweekang bu tong pay. Dia ternyata sudah melatih diri dalam Bu tong kioe yang kang yg dicurinya. Mendengar bentakan si nenek, Bu Kie mendongkol bukan main. "Tak tahu malu!" katanya di dalam hati.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Berbareng dengan itu, iapun akan merasa kagum atas ketajaman Kim Hoa Popo.
Tan Yoe Liang tertawa, "Sungguh lucu?" katanya. "Aku murid Siau Lim, tapi si nenek kukuh, bahwa aku anggota dari partai lain. "keras," disertai Siaw Lim Kioe yang kang.
Bu Kie terkejut. Orang itu sudah mempelajari Kioe yang kang dari Siauw lim dan Bu tong dan benar2
lihai. Mendadak terdengar bentakan keras dan lengan kiri The Thiangloo kembali dengan tinjunya Cia Sun.
Tiga murid kay pang yg tadi mundur dari gelanggang, dengan serentak menerjang pula dengan senjata mereka. Ilmu silat ketiga orang itu kalah jauh dari kedua tiangloo tapi penyerbuan mereka sangan menambah kerepotan Cia Sun. Orang tua itu bukan saja tidak bisa melihat, tapi semenjak kedua matanya buta iapun belum pernah bertempur, sehingga ia tidak punya pengalaman. Hari ini pertama kali ia berhadapan dengan lawan2 berat dan berkelahi dengan hanya mengandalkan ketajaman kupingnya.
Dengan bertambahnya musuh, bersenjata ia lantas jatuh dibawah angina sebab ia sukar membedakan yg mana sambaran tinju yg mana sambaran senjata tajam. Dalam sekejap bahunya sudah terbacok.
Melihat bahaya Bu Kie bersiap untuk menolong.
"Kim hoa popo tidak bisa tidak menolong" bisik Tio Beng sambil mencekal erat2 tangan pemuda itu.
Tapi si nenek masih tenang2 saja. Sambil bersandar dengan tongkatnya ia hanya bersenyum dingin.
Dilain detik, betis Cia Sun kena tendangan Tiangloo. Tendangan itu sangat hebat, sehingga Cia Sun terhuyung hampir2 ia roboh. Kelima anggota kaipang itu jadi girang. Sambil berteriak mereka memperhebat serangan.
Bu Kie sudah siap sedia. Sebelah tangannya sudah memegang tujuh butir batu kecil. Pada detik yg sangat berbahaya, ia menimpuk dan tujuh butir batu itu menyambar kearah lima musuh. Tapi sebelum batu2 itu mampir pada sasarannya, mendadak terlihat berkelebatnya sehelai sinar hitam. "Trang!" tiga senjata putus empat sosok tubuh manusia jg putus dan jatuh ke lereng gunung" Antara kelima musuh itu hanya The tiangloo yg masih hidup dan Cuma putus lengan kanannya. Ia menggeletak ditanah dengan punggung tertancap sebutir batu yg di timpukkan oelh Bu Kie. Keempat musuh yg sudah binasa jg tak luput dari sasaran batu. Tapi batu2 itu sudah didahului dengan babatan golok, sehingga bantuan Bu Kie sebenarnya sudah tidak perlu lagi.
Semua kejadian itu terjadi dalam sekejap mata. Dilain detik, Cia Sun kelihatan berdiri sambil mencekal sebatan golok yg berwarna hitam. Golok itu bukan lain daripada "Bu lim Cie Cun" To liong to!
Sambil melintangkan senjatanya, Kim mo berdiri tegak dengan semangat bergelora dan keangkeran yg tiada taranya sehingag ia seolah2 malaikat yg baru turun dari atas langit.
Sedari kecil Bu Kie sudah sering melihat golok mustika itu, tapi ia tak pernah menduga bahwa To liong to sedemikian hebat.
"Bu lim cie cun" po to To liong!... boa lim cun po to To lion!" (yang termulia dari rimba persilatan adalah golok mustika To liong).
Sementara itu The tiangloo yg putus lengannya terus berteriak2. Dengan paras muka pucat Tan YOe Liang berkata,
"Cia Tayhiap, aku akan merasa sangat takluk dengan ilmu silatmu. Aku mohon kau suka mengampuni jiwa The tiangloo dan membiarkan dia turun gunung. Aku bersedia untuk menggantikan jiwanya dengan jiwaku sendiri. Cia Tayhiap kau turun tanganlah!"
Semua orang kaget. Mereka tak sangka pemuda itu mempunya "gie kie" (perasaan persahabatan) yg begitu besar. "Gie" adalah sesuatu imlu silat yg sangat hebat dalam Rimba persilatan dan tiada bandingannya dikolong langit ini.
*** "Aku akan mempelajari ilmu silat yg lebih tinggi dan sepuluh tahun kemudian, aku akan menemui Cia tayhiap lagi."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Kalau mau, dengan sekali membabat Cia Sun bisa membinasakan Tan Yoe Liang dan menyingkirkan ancaman di hari kemudian. Tapi ia seorang yg bernyali sangat besar dan sedikit pun ia tak merasa jeri terhadap ancaman itu. "Baiklah," katanya.
"Jika lohu masih hidup, sepuluh tahun kemudian lohu akan meminta pelajaran mengenai sinkang dari Siauw Lim dan Bu Tong."
Tan Yoe Liang merangkap kedua tangannya dan sambil membungkuk ia berkata kepada Kim Hoa popo. "Kay pang telah mengacau di pulau ini dan aku meminta maaf." Sesudah itu mendukung The tiangloo, ia berlalu.
Seperginya Tan Yoe liang, dengan mata melotot Kim hoa popo mengawasi Bu Kie. "Boca imlu menimpuk mu lihai jg!" katanya. "Tapi mengapa di dalam kedua tanganmu, kau memegang tujuh butir batu" Apakah sebutir untuk Tan Yoe Liang dan sebutir lagi untuk aku sendiri?"
Bu Kie terkejut karena is nenek sudah dapat menebak niatnya. Ia tak bisa segera menjawab dan hanya tersenyum.
"Bocak!" bentak Kim hoa popo dengan gusar. "Siapa kau" Mengapa kau menyamar sebagai anak buah kapal" Mengapa kau menguntit nenekmu. Bocah! Dihadapaan Kim hoa popo, kau tidak boleh main gila."
Dibentak begitu, Bu Kie yg tidak bisa berdusta jadi gugup. Untung jg Tio Beng lantas menolong.
Dengan mengubah suaranya, si nona berkata. "Kini orang2 Kie kengpang memang biasa berdagang tanpa modal dilautan terbuka, popo telah mengeluarkan banyak uang untuk menyewa kapal itu. Halangan apa kalau katai mengantar popo" Melihat kay pang menghina orang mengandalkan jumlahnya yg besar, saudara ku sudah membantu. Maksudnya baik sekali. Diluar dugaan Cia tayhiap memiliki kepandaian yg begitu tinggi, sehingga bantuan itu sebenarnya tidak perlu." Ia berbicara dengan nada seorang pria yg agak terlalu nyaring. Baik jg si nenek tidak memperhatikan keganjilan itu.
Cia Sun mengibaskan tangan kirinya dengan berkata "Terima kasih. Kalian pergilah. Hai!... Kim Mo Say Ong telah jatuh di tanah datar dan hai ini ia mesti menerima bantuan Kim keng pang. Selama berpisahan dengan dunia kang ouw kira2 duapuluh tahun, dalam rimba persilatan telah banyak muncul iorang pandai. Hai!... sebenarnya, perlu apa kau kembali di Tiong goan?" ia mengeluarkan kata2 itu dengan suara berduka. Timpukan Bu Kie telah mengejutkan hatinya, karena dari sambaran angin ia tahu, bahwa orang yg menimpuk adalah seorang yg berkepandaian sangat tinggi, yg jarang terdapat di dalam dunia. Disamping itu ia telah berhasil membinasakan musuh2nya hanya karena bantuan To liong to.
Tanpa merasa ia ingat kegagahannya pada duapuluh tahun berselang, pada ia mengamuk di pulau Ong poan san. Mengingat berbedaan antara dahulu dan sekarang, ia jadi berduka.
"Cia Hiantee," kata Kim hoa popo, "Aku tidak membantu kau, sebab kutahu, bahwa kau dan aku selamanya tidak suka dibantu irang. Cia Hiantee, apa kau tidak gusar?"
Mendengar si nenek memanggil ayah angkatnya dengan istilah "hiantee" (adik) Bu Kie kager tercampur heran.
"Tak usah sebut gusar, atau tidak gusar," kata Cia Sun. "Bagaimana dengan hasil penyelidikanmu"
Apakah kau sudah mendapat kabar tenang anakku Bu Kie?"
Bu Kie terkesiap. Hampir berbareng ia merasa tangannya dipijit Tio Beng. Ia tahu bahwa si nona melarang ia bergerak. Tadi ia karena ia tidak menghiraukan nasihat Tio Beng, hampir2 ia berurusan dengan si nenek karena urusan batu. Maka it ia sekarang tidak berani berlaku sembrono lagi dan sebisa2
menahan hatinya. "Belum! Aku tidak berhasil," jawab si nenek.
Cia Sun menghela napas. Sesudah berdiam beberapa saat, ia berkata "Han Hujin, kita berdua adalah saudara. Tak boleh kau menipu aku sebab mataku buta. Bilanglah! Apakah anakku Bu Kie masih hidup?"
Sebelum si nenek keburu menjawab, mendadak Cu Jie mendahului. "Cia Tayhiap?" Tapi ia tidak bisa meneruskan perkataannya, karena tangannya di pijit nenek Kim hoa yang menatap wajahnya dengan melotot.
"In Kauwnio," kata Cia Su tergesa gesar. "Omong terus! Hayo". Apa popo menipu aku. Dia berdusta bukan?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Air mata si nona mengalir turun di kedua pipi nya. Dengan muka menyeramkan, si nenek menempelkan telapak tangannya pada batok kepala Cu Jie. Si nona tahu, bahwa kalau ia berani bicara secara bertentangan dengan kemauan popo nya, ia bakal binasa seketika. "Cia tayhiap," katanya. "Popo tidak menipu kau. Kami tidka mendapat kabar apapun jua tentang Thio Bu Kie."
Paras muka si nenek berubah terang, ia mengangkat tangannya dari batok kepala Cu Jie, tapi tangan kirinya maish tetap mencekal pergelangan tangan nona itu.
"Apa saja yg didengar olehmu?" tanya pula Cia Sun. "Bagaimana dengan bengkauw" Bagaimana dengan sahabat2 lama?"
"Tak tahu," jawab si nenek. "Aku tidak memperdulikan urusan Kang Ouw. Yang penting bagiku adalah mencari Biat Coat suthay untuk membalas sakit hati. Urusan lain tidak menarik hatiku."
"Bagus!" teriak Cia Sun dengan gusar. "Han Hujin, apa yg dikatakan olehmu pada hari itu di pulau Teng Bwe to" Kau mengatakan, bahwa Thio Ngo tee suami istri telah membunuh diri di Butongsan. Kau mengatakan bahwa anakku Bu Kie telah yatim piatu yg terhina2 (Red: kalau tidak salah) dalam dunia Kang Ouw dan dimana2 dihina orang. Kau mengatakan, sungguh kasihan anak itu! Bukankah kau mengatakan itu semua?"
"Benar!" "Kau mengatakan bahwa anakku itu kena pukulan Hian beng sin ciang, sehingga siang dan malam ia menderita kedinginan. Kau mengatakan juga bahwa di Ouw Hiap kok, kau telah bertemu dengan dia. Kau coba membawa dia ke leng coat to, tapi ia menolak. Taulah yg dikatakan olehmu, bukan?"
"Benar! Jika aku menipu kau, biarlah aku dikutuk langit dan bumi. Kalau akau berpesta biarlah Kim hoa popo menjadi manusia hina dina dalam Rimba Persilatan."
"Koawmo, aku ingin mendapat keteranganmu," kata Cia Sun.
"Memang benar apa yg di katakan popo," kata Cu Jie. "Aku telah membujuk ia untuk mengikut ke leng coa to. Ia bukan saja menolak, ia bahkan menggigit belakang tanganku. Sampai sekarang masih ada tandanya. Aku tidak berdusta."
Mendengar keterangan itu, tiba2 Tio Beng memijit tangan Bu Kie, sedang pada kedua matanya terlihat sinar mengejek dan mendongkol. Maka Bu Kie lantas saja berubah merah.
Sekonyong konyong si nona mengangkat tangan Bu Kie kemulutnya dan menggigit belakang tangan si pemuda itu. Darah lantas saja mengalir keluar. Karena gigitan itu, kio yang sin kang yg berada di dalam tubuh Bu Kie lantas saja bergerak secara wajar untuk melawan seraogna luar, sehingga sebagai akibatnya, bibir si nona pecah dan berdarah. Tapi sambil menahan sakit mereka tidak mengeluarkan suara. Dengan rasa heran Bu Kie mengawasi nona Tio. Ia tidak tahu mengapa nona itu menggigit tangannya. Di lain pihak, nona Tio balas mengawasi dengan sinar mata tertawa dan paras muka kemerah2an. Dalam keadaan begitu, biarpun mulutnya berlepotan darah dan biarpun diatas bibirnya terdapat kumis palsu, ia kelihatannya cantik luar biasa.
Mendadak terdengar teriakan Cia Sun. "Bagus! Han hanjin, hanialah sebab memikiri nasih anakku Bu Kie, maka aku rela berlalu dari Peng hwee to dan pulang ke Tionggoan. Kau berjanji akan mencari anakku itu. Mengapa sekarang kau tidak menepati janjimu itu?"
Bu Kie tidak bisa menahan rasa sedihnya lagi. Air matanya lantas saja mengucur. Sekarang ia tahu, bahwa ayah angkatnya sudah rela menempuh segala bahaya, rela menghadapi musuh2 yg berjumlah besar dengan kedua mata tidak bisa melihat, karena memikiri dirinya.
"Apa kau lupa perjanjian kita?" Tanya Kim hoa popo. "Aku mencari Thio Bu Kie dan kau meminjamkan To liong to kepadaku. Ciah Hian tee, begitu lekas kau menepati janjimu, aku pun akan segera menyelidiki anak itu secara sungguh2. Perkataan Kim hoa popo berat bagaikan gunung. Tak nanti aku mungkin janji."
Cia Sun menggeleng2kan kepala. "Bawa dulu Bu Kie kehadapanku, barulah aku menyerahkan To Liong to," katanya.
"Apa kau tidak percaya aku?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Dalam dunia ini banyak terjadi kejadian yg tidak dapat diramalkan lebih dahulu. Bahkan diantara orang2 yg mempunyai hubungan seperti bapak dan anak, seperti saudara kaundung jg sering terjadi kejadian melanggar kepercayaan."
Bu Kie tau, bahwa dengan berkata begitu ayah angkatnya ingat kebusukan Seng Kun.
"Apa benar kau tidak suka meminjamkan to liong to kepadaku?" Tanya si nenek dengan suara mendongkol.
"Sesudah aku melepaskan Tan Yoe Lang aku bakal terus disetaroni musuh," jawabnya. "Entah berapa banyak musuh2ku akan dtg kesini untuk mencari aku. Keadaan kim mo say ong tidak seperti dahulu.
Kecuali to liong to aku tak punya lain pembantu. Huh huh!..." Tiba2 ia tertawa dining. "Han Hujin, waktu lima musuh mengepung aku, orang gagah dari Kie keng pang telah menyediakan tujuh butir batu. Apakah aku tidak boleh merasa curiga juga" Huh huh. rupa2nya kau mengharap supaya aku binasa di dalam tangannya orang2 Kaypang. Sesudah aku mampus dengan mudah kau bisa merampas golokku. Mata Cia Sun buta, tapi hatinya tidak buta. Han Hu jin aku mau tanya, kedatangan Cia Sun ke leng coa to dan senjata2 yg dipakai dirahasiakan. Mengapa rahasia itu bocor" Mengapa orang2 kaypang sampai menyateroni aku disini"
"Hal itu justru diselidiki olehku."
Cia Sun tersenyum getir dan lalu memasukkan to liong to kedalam jubahnya. "Jika kau tak mau menyelidiki anakku Bu Kie, akupun tidak bisa memaksa," katanya. "Jalan satu2nya bagi Cia Sun ialah masuk pula dalam dunia Kang Ouw dan melakukan pula perbuatan2 yg menggemparkan." Ia menengadah bersiul nyaring dan kemudian berlari2 turun dari tanjakan disebelah barat. Biarpun buta ia bisa berlari dengan cepat menuju sebuah gunung kecil yg terletak disebelah utara pulau. Dipuncak gunung terdapat sebuah gubuh kecil. Gubuk itu rupa2nya gubuh Cia Sun.
Sesudah Kim mo say ong berlalu sambil mengawasi Bu Kie dan Tio Beng dangan mata melotot Kim hoa popo membentak, "Pergi!"
Nona Tio segera menarik tangan Bu Kie dan mereka lalu kembali ke kapal.
Baru saja tiba di kapal, Bu Kie berkata, "Aku mau menengok Gie hu"
"Apa kau tidak lihat sinar mata si nenek yg sangat ganas?" kata Tio Beng.
"Aku tidak takut padanya."
"Aku merasa bahwa pulau ini diliputi macam2 rahasia. Mengapa orang2 kaypang yg bisa dtg kesini"
Cara bagaimana Kim hoa popo tahu tempat bersembunyi ayah angkatmu" Cara bagaimana dia bisa mencari ayah angkatmu di Peng hwee to" Banyak pertanyaan masih belum terjawab. Memang sukar untuk membinasakan nenek itu. Tapi begitu lekas dia binasa, semua teka teki tidak bisa dipecahkan lagi."
"Akupun bukan mau membinasakan Kim hoa popo. Aku hanya ingin menemui Gie Hu karena melihat penderitaannya aku merasa sangat tidak tega."
Nona Tio menggeleng2kan kepala. "Dengan ayah angkatmu, kau sudah berpisah belasan tahun,"
katanya. "Kau harus bisa menahan sabar sehari dua, Tio kong cu aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan. Apakah kita harus berwaspada terhadap Kim hoa popo atau harus lebih berjaga2 terhadap Tan Yoe Liang?"
"Menurut pendapatku, Tan Yoe Liang adalah seorang laki2 tulen yg sangat mengutamakan persahabatan."
"Thio Kong cu, apa kau tidak coba menipu aku" Apa jawabanmu jawaban setulus hati?"
"Menipu kau" Tan Yoe Liang rela menerima kebinasaan untuk menggantikan The tiang loo. Apa itu bukan perbuatan yg suka dilakukan" Apakah kita tidak harus menghormatinya sebagai seorang laki2
sejati?" Tio beng menatap wajah Bu Kie. Ia menghela napas dan berkata dengan suara menyesal. "Thio kong cu! Kau seorang kauwcu dari bengkauw yg harus memimpin begitu banyak orang gagah, ku tak nyana kau bisa ditipu orang secara begitu mudah?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Ditipu orang?"
"Terang2 Tan Yoe Liang menipu Cia tayhiap. Kau sendiri melihat dengan matamu. Apa kau tak sadar akan adanya tipu itu?"
Bu kie berjingkrak. "Dia menipu Gie hu?" ia menegas.
"Dengan sekali membabat, Cia tayhiap telah membinasakan orang dan melukakan seorang jago kaypang. Namun andai kata saja Tan Yoe Liang memiliki ilmu silat yg lebih tinggi lagi, ia pasti tidak akan bisa meloloskan diri dari To liong to. Dalam keadaan begitu, seorang manusia biasa hanya melihat dua jalan. Melawan dengan nekad untuk membinasakan atau menekuk lutut dan minta ampun. Cia Tayhiap tidak ingin lain orang tahu tempat bersembunyinya. Biarpun Tan Yoe Liang berlutut tiga ratus kali, belum tentu ayah angkatmu bersedia mengampuni jiwanya. Tapi Tan Yoe Liang seorang manusia luar biasa. Dengan otaknya yg sangat cerdas, segera menempuh jalan hidup satu2nya yaitu berlagak seperti seorang ksatria, berlagak menjadi seorang laki2 tulen yg mengutamakan Gie Khie. Thio kongcu sebagai manusia yg sangat pintar, mustahil kau tidak bisa melihat tipu daya yg sangat licik itu?" Sambil memberi keterangan, si nona menempelkan koyo pada luka ditangan Bu Kie karena gigitannya dan kemudian membalutnya dengan menggunakan sapu tangannya sendiri.
Kisah Pembunuh Naga Jilid 57 Karya Chin Yung ================ Keterangan Tio Beng sangat beralasan tp mengingat sikap dan suara Tan Yoe Liang yg wkt itu sangat bersungguh2, Bu Kie menyangsikan kebenaran penafsiran si nona. "Baiklah," kata pula nona Tio. "Sekarang aku ingin mengajukan lain pertanyaan. Waktu Tan Yoe Liang bicara dengna Cia Tayhiap, bagaimana sikap kedua tangan dan kedua kakinya?"
Bu Kie tertegun. Tak dapat ia menjawab pertanyaani tu. Waktu Tan Yoe Liang berbicara, ia hanya memperhatikan paras muka pemuda itu dan paras muka ayah angkatnya. Ia tidak memperdulikan tangan dan kaki Tan Yoe Liang. Ia melihat, tapi seperti juga tidak melihat.
Sekarang, dengan munculnya pertanyaan Tio Beng, didepan matanya terbayang kembali peristiwa itu, terbayang sikap dan gerakan Tan Yoe Liang selagi dia mengeluarkan kata2 seorang ksatria.
Selang beberapa saat, barulah ia berkata. "Ya sekarang aku ingat. Tangan kanan Tan Yoe Liang terangkat sedikit, tangan kirinya dilintangkan didepan dada. Ha! Itulah pukulan Say cu pek touw (Anak singan menubruk kelinci) dari Bu tong pay. Kakinya?" Hm" ya! Kakinya memasang kuda2 dari pukulan Hang tee tauw sit (Tendangan menakluki siluman) Hang mo tee tauw sit adalah salah satu pukulan lihai dari Siauw Lim pay. Apakah ia hanya berlagak mengeluarkan kata2 itu dan sebenarnya ia ingin membokong Gie Hu" Tapi.. tapi tak bisa jadi?"
Tio Beng tertawa dining. "Tio Kong cu, pengetahuanmy tentang hati manusia tinggi ilmu silatnya Tan Yoe Liang" Mana mampu dia membokong Cia Tayhiap. Dia seorang yg sangat pintar dan dia pasti tahu kemampuannya sendiri. Sekali lagi aku mau menanya. Andaikata tipu muslihatnya diketahui Cia Tayhiap yg tidak mau mengampuninya, siapakah yg akan ditendang olehnya dengan tendangan Hang mo tee sauw sit" Siapa yg akan diterkam dengan Say bu Pek tauw?"
Bu Kie bukan manusia tolol. Sebab ia seorang baik dan menganggap bahwa semua manusia sama mulianya seperti dia maka dia tidak bisa melihat kebusukan Tan Yoe Liang, tapi begitu disadarkan, ia segera dapat memecahkan teka teki itu dalam keseluruhannya. Ia merasa seolah olah di guyur dengan air es dan paras mukanya lantas saja berubah pucat. "Celaka?" ia mengeluh. "Sekarang aku mengerti" ia akan menendang The Tiangloo yg rebah ditanah dan menubruk In Kouwnio kearah Cia Tayhiap dan berbareng menubruk serta mendorong sahabatmu In Kouwnio keadrah Cia Tayhiap jg. Denang tipu itu masih terdapat kemungkinan untuk melarikan diri. Memang jg belum tentu ia berhasil, tapi kecuali itu, tidak ada lain jalan yg lebih baik. Andaikata aku berada dalam kedudukannya, akupun akan berbuat begitu. Sampai detik ini, aku belum dapat memikir jalan yg lebih baik. Ah!... bahwa dalam sekejap mata manusia itu sudah bisa mendapatkan tipu tersebut, merupakan bukti, bahwa dia benar2 lihai." Sehabis berkata begitu nona Tio menghela napas.
Bu Kie mendengari keterangan itu dengan hati berdebar2. Sedari kecil ia sudah mengalami banyak perbuatan manusia2 busuk tp manusia yg selihai Tan Yoe Liang, ia belum pernah menemui. Lewat
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
beberapa saat barulah ia dapat membuka suara, "Tio Kouwnio dengan sekali melirik kau sudah bisa melihat tipu muslihatnya. Hal ini membuktikan bahwa kau lebih unggul daripada dia."
"Apa kau menyindir aku?" tanya si nona dengan suara jengah. "Thio Kongcu, jika kau kuatir akan kelihaian atau kejahatanku lebih baik kau menyingkir jauh2."
Bu Kie ketawa geli. "Tak usah" katanya. "Terhadap siasatmu aku masih bisa menjaga diri."
"Apa benar?" tanya Tio Beng sambil tersenyum. "Apa benar kau mampu menjaga diri" Tapi mengapa sampai pada detik ini, kau masih belum tahu, siapa yang menaruh racun di belakang tanganmu?"
Bu Kie terkejut. Hampir berbareng ia merasa gatal2 pada lukanya. Buru-buru ia membuka balutan memeriksa lukanya dan mencium cium belakang tangannya. Ia mengendus bau harus campur manis.
"Celaka!" serunya. Ia tahu lukanya telah dilumas denga kie hye siauw kie san, semacam racun yg merusak daging. Walaupun tidak berbahaya, racun itu memperhebat lukanya dan sesudah luka itu sembuh, tapak gigi si nona akan melekat terus pada belakang tangannya.
Buru-buru Bu Kie pergi keburitan kapal dan mencuci lukanya dengan air bersih. Tio beng mengikuti sambil tertawa hahahihi dan coba membantu pemuda itu. Dengan rasa mendongkol Bu Kie mendorong pundak si nakal. "Jangan dekat2!" bentaknya. "Mengapa kau begitu jahat" Apa kau kira tak sakit?"
Racun itu sebenarnya mudah dikenali, tapi sebab dicampur dengan yan cie dna luka itu dibalut dengan sapu tangan yg wangi, maka Bu Kie tak mendusin bahwa dirinya diakali.
Sebaliknya dr gusar, Tio Beng tertawa berkakakan. "Kau benar2 tak mengenal kebaikan orang"
katanya. "Aku menggunakan itu sebab kuatir kau merasakan kesakitan yg terlalu berat."
Bu Kie tak mau meladeni dan uring2an, ia turun kebawah dan masuk kamarnya. Tio Beng mengikuti.
"Thio Kongcu!" panggilnya. Bu Kie tidak menyahut. Ia pura2 tidur. Si nona memanggilnya beberapa kali, tapi ia tetap tidak menggubris. "Ah, kalau tahu bakal begini tadi benar2 menaruh racun dan mengambil jiwa anjingmu!" kata Tio Beng yang mulai hilang sabarnya.
Bu Kie membuka matanya. "Mengapa kau mengatakan aku tak mengenal kebaikan orang?" tanyanya.
"Coba ceritakan."
Nona Tio tertawa geli. "Bagaimana kalau keteranganku sangat beralasan dan kau menyetujui kebenarannya keteranganku itu?" tanyanya.
"Kau memang pintar bicara. Dalam mengadu lidah, aku tak bisa menandingi kau."
"Ha ha! Sebelum aku membuka mulut, kau sudah mengakui, bahwa maksudku memang bagus sekali."
"Fui! Dikolong langit mana ada maksud baik yg diperlihatkan secara begitu" Kau menggigit tanganku dank au tidak meminta maaf. Itu masih tak apa. Kau bahkan melabur racun. Aku tak suka menerima maksud baik yg semacam itu."
"Hm" Thio Bu Kie, kini aku bertanya. Mana yg lebih hebat, apa gigitanmu, atau gigitan mu pada tangan Kouw nio?"
Paras muka Bu Kie lantas saja berubah merah. "Itulah kejadian lama". Perlu apa kau menyebut2
lagi?" katanya. "Biarpun telah lama, justru aku mau menanya. Jangan kau coba berkelat kelit."
"Andai kata benar gigitanmu lebih hebat, aku mempunyai alasan untuk berbuat begitu. Ia mencekal tanganku erat2. ilmu silatku belum bisa menandinginya. Aku berontak, tapi tidak bisa meloloskan diri.
Waktu itu, aku masih kanak2 dan dalam bingungku tanpa merasa aku telah menggigit tangannya. Tapi kau bukan kanak2 dan akupun tidak mencekal tanganmu untuk menyeret kau dating di Leng coa to."
"Heran sekali. Dulu, In Kouwnio mencekal tanganmu untuk memaksa kau datang di Leng coa to, tp kau menolak keras. Tapi mengapa kini kau datang di pulau ini, tanpa diundang siapapun jua?"
Sekali lagi paras muka Bu Kie berubah merah. Ia tertawa dan menjawab. "Aku dtg disini sebab di perintah olehmu!"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Mendengar jawaban itu, paras muka si nona pun berubah merah, sedang hatinya senang sekali. Dengan menjawab begitu, Bu Kie seolah2 mengatakan begini. "Waktu dia memaksa aku, aku menolak keras. Tapi diperintah olehmu aku lantas saja menurut."
Untuk beberapa saat, mereka saling memandang tanpa mengeluarkan sepatah kata dan akhirnya masing2 memalingkan muka dengan sikap jengah.
Sambil menundukkan kepala, Tio Beng kemudian berkata dengan suara perlahan.
"Baiklah! Aku akan menjelaskan secara jujur. Dahulu kau mengigit tangan In Kouw nio. Sesudah berselang begitu lama ia masih belum bisa melupakan kau. Didengar dari perkataannya mungkin sekali seumur hidup ia tak akan melupakan kau. Sekarang akupun menggigit tanganmy. Aku menggigit tanganmu supaya" supaya.. seumur hidup, kau tidak melupakan aku."
Jantung Bu Kie melonjak. Sekarang ia baru mengerti maksud si cantik yg sebenarnya. Mulutnya seolah2 terkancing dan ia hanya mengawasi nona Tio dengan mata membelak.
Sementara itu Tio Beng berkata pula.
"Dengan melihat tanda luka ditangan In Kouw nio, kutahu lukanya sangat dalam. Karena gigitanmu hebat, karena lukanya sangat dalam, maka peringatan In Kouwnio akan dirimu jg sangat mendalam, pikirku. Semula aku ingin mengigit keras2 tanganmu, sama kerasnya seperti gigitanmu pada tangan In Kouwnio. Tapi aku merasa tidak tega. Dilain pihak apabila aku tidak menggigit keras2 mungkin sekali kau akan segera melupakan aku. Sesudah menimbang2, aku segera mengambil jln yg plg baik. Aku tidak mengigit hebat. Gigitanku hanya cukup untuk membuat sedikit luka dan pada luka itu aku melebur sedikit Kie hu Siauw kie san, supaya tanda gigitanku tidak bisa menghilang lagi dari tanganmu."
Bu Kie merasa gelid an tercampur terharu. Dengan memberi pengakuan kanak2 yg tolol kedengarannya si nona telah membuka hatinya dan menunjuk rasa cintanya yg sangat besar. Ia menghela napas dan berkata, " Sekarang aku tidak menggusari kau lagi. Akulah yg tidak mengenal kebaikan orang.
Kau memerlukan aku secara begitu. Sebenarnya tak perlu, sebab, bagaimanapun jua, aku tidak akan melupakan kau."
Mendengar perkataan Bu Kie, pada mata Tio Beng lantas saja berkelebat sinar kenakalannya. Ia tertawa dan berkata, "Kau mengatakan, kau memperlakukan aku secara begitu. Apa maksudnya" Apakah aku memperlakukan kau secara baik atau tidak baik" Tio Kongcu berulang kali aku melakukan perbuatan yg tidak baik terhadapmu dan belum pernah aku berbuat sesuatu yg baik terhadapmu."
"Sudahlah," katanya seraya tersenyum. "Aku akan merasa girang, jika mulai sekarang kau menjadi anak yg baik," ia memegang tangan kiri si nona erat2 dan kemudian mengangkat kemulut sendiri.
"Akupun inging menggigit tanganmu keras2, supaya seumur hidup kau tidak melupakan aku," katanya sambil tertawa.
Girang dan malu memenuhi dada si nona. Ia memberontak dan melarikan diri. Tapi baru ia melangkah pintu, tiba2 ia kesamprok dengna Siauw Ciauw, "Celaka!" ia mengeluh. "Malu sungguh kalau pembicaraan didengar olehnya." Dengan paras muka kemerah2an, ia naik kegeladak kapal dengan tindakan lebar.
Siauw Ciauw menghampiri Bu Kie dan berkata, "Tio Kongcu, tadi kulihat Kim hoa popo dan nona muka jelek itu masing2 menggendong selembar karung besar. Apa maksud mereka?"
Sehabis bersenda gurau dengan Tio Beng, Bu Kie merasa jengah dan untuk sejenak, ia tidak bisa bicara. "Apakah mereka menuju kesebuah gubuh diatas gunung yg terletak disebelah utara pulau ini?"
tanyanya kemudian. "Benar," jawab Siauw Ciauw. "Sambil berjalan mereka bertengkar dan didengear dari suaranya Kim hoa popo sedang bergusar."
Bu Kie mengangguk. "Biarlah sebentar kita berdamai," katanya. "Sebaiknya kita menyelidiki maksud mereka." Sehabis berkata begitu, ia segera naik keatas dan pergi ke buritan kapal. Jauh2 ia melihat Tio Beng yg sedang berdiri termenung di kepala kapal. Ia mengawasi si nona dengan pikiran bergelombang seperti turun naiknya ombak yg memukul badan kapal. Lama ia berdiri disitu. Sesudah sang surya menyelam kebarat dan pulau Leng Coa to diliputi kegelapan, barulah ia turun kebawah.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sesudah makan malam, Bu Kie berkata kepada Tio Beng dan Siauw Ciauw. "Aku ingin menengok Gie hu. Kalian tunggu saja dikapal."
"Jangan pergi sekarang," kata Tio Beng. "Tunggu sejam lagi."
Bu Kie menganggukkan kepala. Karena memikiri ayah angkatnya ia merasa jalannya sang waktu lambat sekali. Sesudah berselang kurang lebih satu jam ia berbangkit dan sambil tersenyum ia menghampiri pintu.
"Tunggu!" kata Tio Beng sambil membuka tali Ie Thian kiam dari pinggangnya.
"Tio Kongcu, bawalah pedang ini unutk menjaga diri."
Bu Kie terkejut. "Kau lebih memerlukan senjata itu untuk menjaga diri," katanya.
"Tidak! Aku sangat berkuatir akan kepergianmu ini."
"Mengapa berkuatir?"
"Entahlah. Kim hoa popo sukar ditebak maksudnya. Tan Yoe Liang banyak tipu muslihat. Disamping itu ayah angkatmu jg belum tentu percaya, bahwa kau ada si anak Bu Kie. Hai!... pulau ini dinamakan Leng coa (ular sakti). Mungkin sekali di pulau ini terdapat mahluk beracun yg sangat lihai. Apapula.." ia tidak meneruskan perkataannya.
"Apapula apa?" Tio beng tidak menjawab. Sambil tertawa dengan muka bersemu dadu, ia mengangkat sebelah tangannya kemulut sendiri yg dibuka seperti orang mau menggigit. Bie Kie tahu, bahwa yg dimaksud nona Tio adalah In Lee saudari sepupunya. Ia tersenyum dan lalu berjalan pergi.
"Sambutlah!" teriak Tio Beng seraya melontarkan Ie Thian Kiam.
Mau tak mau Bu Kie menyambuti. Jantung relaannya itu, sekali lagi Tio Beng menunjuk rasa cintanya yg sangat besar.
Sesudah menyisipkan senjata mustika itu di punggungnya, dengan menggunakan ilmu mengentengkan badan Bu Kie berlari lari ke arah gunung disebelah utara Leng coa to. Untuk menghindarkan diri dari serangan binatang beracun, ia hanya menginjak batu2 gunung. Kira2 semakanan nasi, ia sudha tiba di kaki puncak. Ia mengadah dan sayup2 melihat gubuk ayah angkatnya yg diliputi kegelapan. "Lampu sudha dipadamkan, apa Gie hu sudah tidur?" tanyanya di dalam hati. Dilain saat ia ingat, bahwa ayah angkatnya tidak bisa melihat dan sama sekali tidak memerlukan penerangan.
Mendadak dilereng gunung sebelah kiri lapat2 ia mendengar suara manusia. Dengan merangkak ia maju untuk mencari suara itu yg tiba2 menghilang pula. Secara kebetulan, angin dari sebelah utara meniup dengan kerasnya sehingga pohon2 bergoyang2. Dengan menggunakan kesempatan itu, ia berlari2
kearah suara tadi. Sebelum angin berhenti, dalam jarak empat limat tombak, ia sudah mendengar suara seorang yg berbicara sangat perlahan. "Mengapa kau tidak lantas bekerja" Mengapa kau main lambat2an?" Itulah suara Kim hoa popo.
"Popo, dengan berbuat begini kan berdosa terhadap seorang sahabat," kata seorang wanita yg bukan lain daripada In Lee. "Selama puluhan tahun Cia tayhiap bersahabat dengan popo, maka dari peng hwee to ia telah datang disini."
"Dia percaya aku" Jangan kau omong yg gila2! Kalua benar dia percaya mengapa dia tak sudi meminjami tio liong to" Pulang nya ke tiong goan adalah untuk mencari anak angkatnya. Ada sangkut paut apakah dengan diriku." Bu Kie mengerti, bahwa nenek itu sedang mengatur tipu untuk mencelakai ayah angkatnya guna merampas To liong to. Dengan hati2 ia maju lagi beberapa tindak dan diantara kegelapan, ia melihat peta badan si nenek. Tiba2 ia mendengar suara "tring" seperti logam beradu dengan batu. Lewat beberapa saat, suara itu terulang pula.
Ia merasa sangat heran tapi ia tidak berani maju terlebih jauh.
"Popo," demikian tedengar suara In Lee. "Jika kau mau goloknya secara terang2an, seperti caranya seorang gagah. Nama Kim Hoa dan Gin hiap dari Leng coato pernah mengantarkan dunia Kang ouw kalau perbuatan popo sampai tersiar diluaran bukanlah popo akan di tertawai oleh segenap orang gagah"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Biarpun popo dapat merampas To Liong To dan mengalah kan murid Go Bie Pay muka popo tak menjadi terlebih terang"
Bukan main gusarnya si nenek, "Budak kecil!" bentaknya. "Siapa yg sudah menolong jiwamu dari bawah telapak tangan ayahmu" Sekarang kau sudah besar dank au tak suka mendengar lagi perkataan.
Cia Sun bukan sanakmu. Mengapa kau coba melindungi dia secara begitu mati2an. Jawab! Jawab!
Pertanyaan popo!" bergusar ia bicara dengan suara sangat perlahan seperti juga ia kuatir perkataannya akan didengar oleh Cia Sun yg berada diatas pundak.
In Lee menghela napas. Ia melontarkan karung yg dipegangnya ketanah dan jatuhnya karung disertain suara gemerincing,s edang ia sendiri mundur beberapa tindak.
"Oh, begitu?" bentak pula si nenek. "Ibarat burung sekarang bulumu sudah tumbuh semua dan kau ingin terbang sendiri. Bukankah begitu?"
Diantara kegelapan Bu Kie melihat sinar mata si nenek yg dingin dan berkeredepan.
"Popo" kata In Lee dengan suara sedih, "aku takkan melupakan budimu yg sangat besar. Popo sudah menolong jiwaku dan mengajar ilmu silat kepadaku. Akan tetapi Cia Tayhiap adalah ayah angkatnya?"
Nenek Kim Hoa tertawa getir, "Aku Tanya nyana, bahwa di dalam dunia ada manusia yg begitu tolot seperti kau" katanya. "Bukan kah dengan kupingmu sendiri kau sudah mendenagr pengakuan Bu Liat dan Bu Ceng Eng, bahwa bocah she Thio itu jatuh kedalam jurang yg dalamnya berlaksa tombak di wilayah she hek" Pada waktu ini tulang2nya mungkin sudah jadi tanah. Dan kau masih memikiri dia!"
"Tapi popo entah mengapa aku tetap tidak bisa melupakan dia," kata si nona. "Mungkin sekali"
inilah apa yg pernah dikatakan popo tentang hutang pada penitisan yg lampau?"
Si nenek menghela napas dan paras mukanya jadi terlebih sabar. "Sudahlah! Hapuskan bocah itu dari keringatmy!" katanya dengan membujuk. "Dia sekarang sudah mati. Andaikata kau dan dia sudah jadi suami istri, kaupun tak bisa berbuat apapun jua. Hm" baik jg dia mati siang2. kalau dia belum mati dan sekarang dia melihat mukamu apakah kau akan jatuh cinta kepadamu" Untung dia sudah mampus. Kalau tidak kau harus menyaksikan dia bercinta2an dan menikah dengan wanita lain. Apabila terjadi kejadian itu bukankah kau akan lebih menderita daripada sekarang?"
In Lee tidak menjawab. Ia menundukkan kepala dan air mata meleleh turun dikedua pipinya.
"Kita tak usah menyebut wanita lain," kata pula si nenek. "Lihat saja Ciu Kouwnio yg di tawan kita.
Dia cantik dan ayu bagikan bunga. Kalau she Thio itu masih hidup dan melihat nona Ciu dia pasti akan jatuh cinta. Dan kau" Apa yg akan diperbuat olehmu" Apa kau akan membunuh Ciu Kouwnio atau akan membunuh bocah she Thio itu" Huh! Huh! " Jika kau tak melatih diri dalam Ciat hu chioe kau akan menjadi seorang gadis yg sangat cantik. Tapi skrg" segala apa sudah kasep."
"Benar?" kata In Lee dengan suara sedih. "Orangnya sudah mati, sedang mukaku sudah rusak. Tak guna bicara panjang2 lagi. Tapi Cia Tayhiap adalah ayah angkatnya. Popo, aku hanya memohon belas kasihanmu dalam hal ini. Mengenai lain urusan, aku berjanji akan menaati segala perintahmu." Sehabis berkata begitu, ia berlutut dan menangis segak2 sambil memanggut2kan kepalanya.
Dalam pelayaran ke Peng Hwee to untuk mengajak Cia Sun pulang ke Tiong goan, Kim hoa popo dan In Lee telah menggunakan waktu sekarang lebih satu tahun. Belakangan, setelah masuk kedalam dunia Kang Ouw, mereka tidak pernah berhubungan dengan tokoh Rimba Persilatan. Itulah sebabnya mengapa sampai sekurang mereka belum tahu bahwa Bu Kie telah menjadi Kauwcu dari Beng Kauw.
Sesudah memikir beberapa saat, nenek Kim hoa berkata, "Baik kau bangunlah!"
"Terima kasih popo!" kata si nona dengan girang.
"Aku hanya meluluskan permohonanmu untuk tidak mengambil jiwanya. Tapi tekadku untuk merampas To Liong to tidak dapat diubah lagi?"
"Tapi popo?" "Jangan rewel! Jangan sampai darahku meluap!" Sehabis membentak, si nenek mengayun tangannya
"Cring!" demikian terdengar suara beradunya logam daengan batu. Sambil maju dengan perlahan, ia
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
mengayun tangannya berulang2 dan setiap nyanan tangan di iring dengan suara "cring". In Lee sendiri berduduk dibatu seraya menangis dengan perlahan.
Melihat kecintaan nona itu terhadap dirinya. Bu Kie merasa sangat terharu dan berterima kasih.
Beberapa lama kemudian, dari jarak belasan tombak, si nenek membentak, "Bawa kemari!"
Mau tak mau In Lee berbangkit dan menjemput karungnya. Dengan menenteng karung itu, ia menghampiri si nenek.
Bu Kie merangkak maju beberapa tindak. Tiba2 ia bergidik ia merasa punggungnya diguyur dengan air es. Mengapa" Karena dibatu2 gunung dalam jarak dua tiga kaki, tertancap sebatang jarum baja yg panjangnya kira2 delapan cun dengan tajamnya mendongak keatas. Ah! Nenek Kim hoa benar2 jahat!
Sebab kuatir tidak bisa menjatuhkan ayah angkatnya, dia memasang "barisan jarum". Rupa2nya Kim Hoa popo menganggap bahwa ia juga menggunakan senjata rahasia, ia belum tentu bisa berhasil. Sebab Kim mo Say ong bisa berkulit (Red: berkelit") dengan mendengar sambaran angin.
Bu Kie seorang manusia yg sangat sabar. Tapi skrg darahnya meluap. Sebisa2 ia mencekam hawa amarahnya karena ia tahu bahwa dengan mengumbar napsu ia bisa merusak urusan besar. Semula ia ingin segera mencabut jarum itu dan melocoti topeng si nenek, tapi ia segera membatalkan niatnya karena mendapat lain pikiran. "Nenek jahat itu memanggil Gie hu dengan istilah Cia Hiantee. Dahulu mereka tentu mempunya perhubungan yg lebih erat. Sekarang kutunggu sampai ia bertengkar dengan Gie hu dan pada saat yg tepat, aku membuka topengnya. Hari ini langit menaruh belas kasihan sehingga secara kebetulan aku berada di tempat ini. Gie Hu pasti tidak akan mengalami bahaya apapun jua."
Sesudah mengambil keputusan, dengan pikiran lebih tenang, ia segera duduk di atas sebuah batu.
Sekonyong2 angin meniup dan di antara suara angina terdapat lain suara seperti jatuhnya selembar daun. Tapi Bu Kie yang berkuping tajam sudah tahun bahwa suara itu adalah Tan Yoe Liang yg tangannya memegang sebatang golok bengkok. Golok itu sangat tipis dan di bungkus dengan selembar kain untuk menendang sinarnya. Melihat lagak orang yg seperti maling, diam2 Bu Kie memuji, tepatnya tebakan Bu Kie. Dengan sesungguhnya dia bukan manusia baik2, katanya di dalam hati.
Mendadak terdengar seruan Kim Hoa Popo, "Cia Hiantee, penjahat anjing yg tak mengenal mampus dtg menyatroni lagi!"
Bu Kie terkejut. Nenek Kim Hoa sungguh tidak boleh dibuat gegabah. "Apa dia jg sudah tahu kedatanganku?" tanyanya pada diri sendiri. Ia melihat Tan Yoe Liang sendiri sudah merebahkan diri dirumput, tanpa berani bergerak. Dengan sangat hati2 ia maju lagi beberapa tombak. Ia ingin berada terlebih dekat dengan ayah angkatnya untuk merintangi setiap bokongan dari si nenek.
Dilain saat orang yg bertubuh tinggi besar keluar dari gubuk. Orang itu adalah Cia Sun. Ia berdiri tegak tanpa mengeluarkan sepatah kata.
"Cia hiantee, kau selalu bercuriga terhadap sahabat lama, tapi menaruh kepercayaan besar terhadap orang luar," kata Kim Hoa popo. "Tadi siang kau melepaskan Tan Yoe Liang dan sekarang dia datang lagi."
"Tombak yg terang gampang dikelit, anak panah gelap sukar dijaga," jawabnya.
"Selama hidupnya Cia Sun paling sering menderita karena perbuatan orang sendiri. Kalau Tan Yoe Liang mau mencari aku biarlah dia mencari aku."
"Cia Hiantee, perlu apa kau meladeni manusia rendah itu?" kata si nenek. "Tadi siang waktu kau mengampuni jiwanya, apa kau tahusikap kai dan tangannya" Hm" kedua tangannya bersiap dengan pulukan Say cu Pek Tauw sie kakinya memasang kuda2 Heng mo Tee Tauw sit dari Siauw lim pay. Ha, ha, " ha, ha?" suaranya tertawa yg menyerupai jeritan burung hantu sangat menyeramkan.
Cia Sun kaget. Ia tahu bahwa Kim Hoa popo tidak berdusta. Karena tidak bisa melihat ia sudah bisa diakali. "Cia Sun sudah sering dihina orang," katanya dengan suara tawar. "Dalam dunia Kang Ouw, jumlah manusia rendah seperti dia tidka bisa dihitung berapa banyaknya. Membunuh atau tidak membunuh dia tidak menjadi soal. Han Hu jin, kau adalah seorang sahabat lama, waktu itu, mengapa kau tidak memberitahukan aku" Mengapa baru sekarang kau mengatakan begitu" Apa maksudmu?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sehabis bertanya begitu, tiba2 badannya melesat dan dalam gerakan yg cepat luar biasa, ia sudah berada di hadapan Tan Yoe Liang.
Dengan sekali menggerakkan tangan kirinya ia merampas golok bengkok, sedang tangan kanannya memberi tiga gapelokan beruntun pada pipi Tan Yoe Liang. Sesudah itu sambil mencengkeram leher pemuda itu, ia membentak: "Binatang! Aku bisa mengambil jiwamu seperti mengambil jiwa ayam, tapi aku sudah meluluskan bahwa sepuluh tahun kemudian, kau boleh datang lagi untuk mencari diriku. Dilain kali, jika kita bertemu pula, antara kira berdua hanya terbuka jalan mati atau hidup." Ia mengangkat tubuh Tan Yoe Liang dan melontarkannya jauh2.
Apa mau, pemuda itu melayang jatuh ke arah "barisan jarum". Si nenek kaget. Kalau Tan Yoe Liang jatuh diatas jarum, rahasianya akan terbuka dan capai lelahnya akan tersia2. Secepat kilat ia melompat dan menotok pingang pemuda itu dengan tongkatnya, sehingga tubuh yg hampir ambruk ditanah terpental lagi beberapa tombak jauhnya. "Pergi!" bentaknya. "Kalau kau berani menginjak lagi pulau Leng coa to, aku akan mengambil jiwanya seratus murid Kay pang, Kim hoa popo tidak pernah omong kosong.
Sekarang aku hanya menghadiahkan kau dengan sekuntum bunga emas."
Hampir berbareng sehelai sinar emas menyambar dan sekuntum bunga emas (kim hoa) mampir tepat pada jalan darah dipipi Tan Yoe Liang sehingga untuk sementara waktu, dia tidak dapat berbicara timpukan si nenek itu adalah untuk menjaga kalau2 Tan Yoe Liang membuka rahasianya. Dilain pihak, pemuda itu sendiri lalu kabur sekeras2nya.
Karena menyerang Tan Yoe Liang, sekarang Cia Sun hanya terpisah beberapa tombak dari "barisan jarum" dan Bu Kie berada disebelah belakangnya. Dengan memiliki lweekang yg beberapa kali lipat lebih tinggi daripada Tan Yoe Liang, Bu Kie dapat menahan pernapasannya begitu rupa, sehingga biarpun dia berada sangat dekat, Kim hoa popo dan Cia Sun masih belum mengetahui.
"Cia hiantee, kau sungguh lihai," memuji si nenek. "Kupingmu dapat menggantikan mata dan kegagahanmu masih belum berkurang. Menurut pendapatku kau masih bisa malang melintang dalam dunia Kang Ouw sedikitnya duapuluh tahun lagi."
"Hm, tapi aku tak bisa mendengar Say Cu Pek Touw atau Hang Mo Tee Touw Sit Han Hu Jin, aku tidak mengharap banyak. Asal saja aku bisa tahu dimana adanya Bu Kie atau mendapat kabar tentang keadaannya, biarpun mati, aku akan mait dengan mata meram. Hutang darah Cia Sun berat bagaikan gunung. Ia pantas mati dengan menggenaskan.. huh huh" janganlah bicara lagi dengan malang melintang dalam dunia Kangouw."


Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si nenek tertawa, "Cia Hian tee," katanya. "Bagi Hu kauw Hoat ong dari Beng Kauw, membunuh beberapa orang tak menjadi soal. Cia Hiantee, pinjamkanlah To Liong to kepadaku."
Cia Sun tidak menyahut. "Cia Hiantee," kata pula si nenek, "tempat ini telah diketahui musuh dan kau tak bisa berdiam lebih lama lagi. Aku akan mencari tempat lain yg lebih aman dan akan membawamu ke situ untuk berdiam beberapa bulan. Serahkanlah To Lion To kepadaku. Setelah merobohkan Go bie Pay, aku akan mencari Tio Kongcu dengan seantero tenagaku."
Tapi Kim mo say ong tetap menggeleng2kan kepalanya.
"Cia Hiantee, apa kau masih ingat kata2 su tay hoat ong, Cie peh kim ceng" Dahulu dibawah pimpinan Yo Kauwcu Eng ong, In Hian tee, Hong Ong, Wie Hiantee ditambah lagi dengan kau dan aku berdua telah malang melintang dikolong langit tanpa menemui tandingan. Sekarang biarpun badan kita sudah tua. Hati kita masih gagah seperti dahulu. Cia Hiantee apakah kau tega membiarkan Cie San Lao, cie cie mu dihina orang?" (Su tay hoat ong Cie peh kim ceng, Empat hu hauw Hoat ong, yaitu Cie san liong on.
Peh bie Eng ong, Kim mo say ong dan Ceng Ek Hok on!)
Bu Kie terkesiap, "Ah! Apa Kim hoa popo Cie San Lion ong?" tanyanya di dalam hati.
"Sudahlah!" kata Cia Sun dengan suara tawar. "Itulah urusan dahulu. Perlu apa disebut2 lagi" Sudah tua! " kita sekarang sudah tua."
"Cia hiantee, cie cie mu belum lamur. Apa aku tak bisa melihat, bahwa selama dua puluh tahan kepandaianmu banyak bertambah" Perlu apa kau merendahkan diri" Kita hidup tidak terlalu lama lagi.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Menurut pendapatku, sementara Su Tay hoat ong belum mati, kita berempat haruslah bergandengan tangan pula dan melakukan sesuatu yg lebih hebat dan menggemparkan di dalam dunia."
Cia Sun menghela napas, "In jieko dan Wie hantee belum tentu masih hidup," katanya. "Apa pula Wie Han tee yg di dalam badannya mengeram racun dingin. Mungkin sekali ia sekarang sudah tidak berada di dalam dunia lagi."
"Kalau salah, dengan sejujurnya aku memberitahukan bahwa disini waktu Peh bie Eng ong dan Ceng ek Hok Ong berada di Kong Beng Teng."
"Di Kong Beng Teng" Perlu apa mereka datang di Kong Beng Teng?"
"A lee telah melihat mereka dengan mata sendiri. A lee adalah cucu kandung dari In Hiantee. Ia dimarahi oleh ayahnya dan ayahnya mau membunuh dia, pertama kali aku yg menolongnya. Kedua kali ia ditolong Wie Hiantee yg membawanya ke Kong Beng Teng. Tapi ditengah jalan diam2 aku meramasnya. A lee coba kau ceritakan kepada Cia Kong2 cara bagaimana enam partai besar coba menyerang Kong beng teg."
Dengan ringkas Alee segera memutarkan apa yg diketahui olehnya. Tapi karena sebelum tiba di Kong Beng Teng ia sudah ditemukan dan dibawa pergi oleh Kim hoa popo, maka ia tidak tahu kejadian2 di puncak gunung itu.
Makin mendengar Cia Sun jadi bingung, "Habis bagaimana" Habis bagaimana?" Ia bertanya tak henti2nya. Akhirnya ia teriak dengan penuh kegusaran. "Han hu jin! Karena berebut kedudukan Kauw Cu kau tidak akur dengan saudara2 kita. Tapi pada waktu agama kita menghadapi bahaya bagaimana kau tega untuk berdiri dengan berpeluk tangan" Lihatlah In Jie ko Wie hianteeNgoi sian jin dan Ngo hen kie!
Bukankah mereka semua datang di Kong Beng Teng untuk membantu?"
"Tanpa To Liong to, aku hanya pecandu Biat Coat Loonie. Biapun datang di Kong Beng Teng, aku tak ada muka untuk bertempur melawan dia. Apa pula waktu aku kebetulan mendengar tempat sembunyianmu. Dengan tergesa2 aku serga berlayar ke Peng hwee to."
"Bagaimana kau tahu tempatku" Apakah orang Bu tong yg memberitahukan kepadamu?"
"Bukan!" orang Bu tong tak tahu tempatmu.
Waktu didesak Cui San duami istri lebih suka membunuh diri dari pada membuka rahasia. Orang Bu tong tak tahu tempat sembunyianmu. Baiklah, hari ini aku akan bicara terang2an. Di See hek aku bertemu dengan seorang yg bernama Bu Liat. Secara kebetulan kau mendengar pembicaraannya, dengan anak perempuan. Aku segera membekuk dia. Aku menyiksa dia dan sebab tak tahan siksaan dia membuka rahasia."
Sesudah berdiam beberapa saat, Cia Sun bertanya, "Bukankah orang she Bu itu pernah bertemu dengan anak Bu Kie. Hm.. dia tentu menipu anakku dan mengorek rahasiaku dari mulutnya."
Bukan main rasa malu Bu Kie. Ia ingat cara bagimana ia sudah ditipu Cu Tiang leng dan Cu Kioe Tin sehinga ia membuka rahasia. Kalau lantaran itu ayah angkatnya benar2 jadi celaka, biarpun mati berlaksa kali, ia tak bisa menebus dosa.
"Serangan enam partai terhadap Beng Kauw bukan urusan kecil," kata pula Cia Sun. "Bagaimana sebenarnya nasib kita" Mengapa kau tidak memberitahukan hal itu kepadaku, waktu kita bertemu di Peng hwee to" Kau sudah pergi ke Tiong goan lagi dan aku percaya bahwa kau sudah mendapat warta yg lebih jelas."
"Apa faedahnya jika aku beritahukan kau kejadian itu pada waktu aku datang di Peng Hwee to" Paling banyak kau mengoeml panjang pendek. Mati hidupnya Beng Kau tak ada sangkut pautnya lagi dengan Kim hoa popo. Kau rupa2nya sudah lupa kejadian di Kong Beng Teng. Waktu Kong Beng Co su dan Kong Beng Yoe su mengepung aku. Tapi si nenek masih belum melupakan kejadian itu."
"Hait".. Ganjelan pribadi adalah soal kecil, melindungi agama kita adalah soal besar. Han hujin dadamu sempit sekali."
"Bagus!" bentak si nenek dengan gusar. "Kau laki2 gagah aku perempuan berpemandangan sempit!
Apa kau tidak tahu, bahwa aku sudha untuk memutuskan hubungan dengna Beng Kauw" Kalau bukan
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
begitu cara bagaimana Ouw Goe bisa memperlakukan aku sebagai orang luar" Dia menuntut supaya aku bersumpah untuk kembali kepada Beng Kauw dan hanialah jika aku memenuhi tuntutannya barulah ia mengobati luka keracunan dari Gin yan sianseng. Cia hian tee, sekarang aku berterus terang. Akulah yg membunuh Tiap kok Ie sien Ouw Ceng Goe Cie san Liong ong sudah melanggar peraturan Beng Kauw yg paling penting. Mana bisa aku berhubung lagi dengan orang Beng Kauw?"
"Cia Song menggeleng2kan kepalanya. "Han hu jin, aku mengerti maksudmu yg sebenarnya,"
katanya. "Dengan meminjam To liong to, dimulut kau mengatakan untuk melawan Go bie pay, tapi dihati, kau sebenarnya ingin menggunakan golok itu untuk menggempur Yo Siauw dan Hoan Yauw.
Tidak! Aku takkan meminjamkan golok ini."
Kim hoa popo batuk2, "Cia hiantee, antara kita berdua, siapa yg berkepandaian tinggi?" tanyanya.
"Keempat hoat ong masing2 mempunyai keunggulan sendiri2".
"Apa sesudah matamu buta, kau masih berani bertanding dengan aku?"
"Kau mau coba merampas golokku dengan kekerasan, bukan" Dengan mempunyai To Liong to biarpun buta, Cia Sun masih bisa meladeni kau." Mendadak ia mendongak dan mengeluarkan siulan nyaring. "Han Hu jin!" bentaknya dengan gusar. "Dua puluh tahun Giok Bin Hwee Kauw mengawani aku di Peng Hwe to. Mengapa kau membunuh dia dengna racun" Aku selalu menahan sabar dan tidak menegur kau, apa kau kira aku tidak tahu?" (Giok bin Hwee kauw, kera bulu merah, muka putih seperti batu giok).
Bu Kie terkesiap. Kera itu pernah menolong kedua orang tuanya. Diwaktu kecil, binatang itu adalah kawan mainnya satu2nya. Mendengar kebinasaan binatang itu, ia seolah2 mendengar meninggalnya seorang sahabat karib. Ia berduka tercampur gusar.
Si nenek tertawa dingin. "Aku benci kera kecil itu," katanya. "Saban kali bertemu dia selalu mengawasi aku dengan sorot mata beringas. Gerakannya sangat cepat dan kalau aku tidak selalu berwaspada, bisa2 aku mampus dalam cekernya. Aku merendam beberapa buah tho di dalam air racun.
Kalau dia benar sakti, dia tentu tahu apa buah itu beracun atau tidak, pikirku. Tapi kera tetap kera. Nama besarnya hanya nama kosong. Dia gegares habis beberapa buah tho itu dan bahkan dia menyoja2, mengucapkan terima kasih kepadaku."
Bu Kie meluap darahnya. Hampir2 ia menerjang. Sebisa2 ia menahan sabar karena mengingat bahwa biar bagaimanapun jua, si nenek adalah kepala dari keempat Hu Kauw Hoat Ong. Untuk mempertahankan
"gie-khie" ia harus berdaya untuk menaklukkan nenek yg gagah itu.
Cia Sun menarik napas dalam2 dan maju setindak. Dengan sikap angker, kedua biji matanya yg sudah tidak dapat melihat lagi menatap wajah nenek Kim Hoa. In Lee keder dan mundur beberapa tindak. Dilain pihak, Kim hoa popo mencekal tongkatnya erat2 dan mengawasi Cia Sun dengan waspada. Suasana tegang luar biasa, ibarat gendewa yg sudah terpentgan. Diantara tiupan angin malam yg membangunkan bulu roma, kedua lawan itu saling berhadapan dalam jarang kurang lebih setombak. Lama mereka berdiri, masing2 sungkan untuk bergerak lebih dahulu.
Tiba2 Cia Sun berkata, "Han hu jin, hari ini kau mendesak aku, sehingga aku tidak bisa turun tangan.
Hai! Kejadian ini melanggar sumpah saudara dari keempat Hu kauw hoat ong. Di dalam hati, Cia Sun sangat menderita."
"Cia Hiantee, hatimu memang lembek. Wkatu baru mendengar aku tidak percaya, bahwa kau sudah membunuh begitu banyak jago-jago Rimba Persilatan."
Cia Sun menghela napas. "aku kalap karena terbinasanya keluargaku " ayah, ibu, istri dan anak,"
katanya. "Tapi kejadian yg membuat aku paling menyesal ialah, bahwa kau sudah membinasakan Kongkian Seng ceng dengan pukulan Cit siang kun."
Si nenek tekejut. "Apa benar2 kau membinasakan Kong kian Seng Ceng?" ia menegas. "Lagi kapan kau belajar ilmu yg hebat itu?" Mendengar matinya Kong kian di dalam tangan Kim mo say ong, hatinya keder.
"Kau tak usah takut. Waktu di pukul, Kong kian Seng ceng tidak membalas. Dengan menggunakan ilmu Budha yg tiada batasnya, beliau berusaha untuk menuntun aku kejalan yg benar. Hai! " aku membinasakannya dengan tiga belas pukulan?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Kini aku percaya. Kepandaianku tak bisa menandingi Kong Kian Seng Ceng. Kau membinasakannya dengan tigabelas pukulan. Mungkin sekali, dengan sembilan atau sepuluh tinju, kau sudah bisa membinasakan aku."
Cia Sun mundur setindak. Mendadak suaranya berubah lunak. "Han Hu jin," katanya, "Dahulu, waktu masih berada di Kong Beng Teng, Han Taoko dan kau telah memperlakukan aku baik sekali. Ketika Siauwtee sakit, sebulan lebih kalian merawat aku. Budi ini takkan bisa dilupakan." Sambil menepuk2
bajunya yg berlapis kapas, ia berkata pula, "Di pulau peng hwee to, aku mengenakan baju yg terbuat dari kulit binatang. Kau membuat pakaian yg sangat cocok bagiku. Ini semua membuktikan, bahwa kecintaan persaudaraan masih belum hilang. Kau membunuh Giok bin Hwee kauw dan hatiku sakit. Tapi apa yg sudah terjadi tak dapat diubah lagi. Kau pergilah! Mulai sekarang, kita tak usah bertemu lagi. Aku hanya bisa mohon pertolonganmu, supaya anak Bu Kie bisa datang disini untuk menemui aku. Jika kau sudi meluluskan permohonanku, aku merasa sangat berhutang budi."
Si nenek tertawa sedih. "Kalau begitu, kau masih ingat kejadian2 dahulu" katanya. "Sementara Gin yap taoko meninggal dunia, aku sudah merasa tawar terhadap segala keduniawian. Hanialah karena masih ada beberapa urusan yg belum beres, aku masih belum mau mati untuk mengikuti Gin yap taoko. Cia hiantee biarpun kepandaian mereka tinggi dan akalnya banyak, semua jago di Kong beng teng tak dipandang sebelah mata olehku. Kecuali satu2nya adalah kasu sendiri. Apa kau tau sebab musababnya?"
Sesudah memikir beberapa saat, Cia Sun menggelengkan kepala, "Tidak," jawabnya. "Cia Sun seorang bodoh dan tidak cukup berharga untuk dihargai oleh Hian Cie (kakakku yg budiman)."
Si nenek berjalan beberapa tindak dan berduduk diatas sebuah batu besar. "Diseluruh Kong Beng Teng, hanya nyonya Yo Kauwcu dan kau sendiri yg dipandang mata oleh Cie san li ong long," katanya.
"Waktu aku menikah dengan Gin Yap Siang seng, hanya kau bedua yg tidak mengutuk aku, karena aku menikah dengan orang luar."
Perlahan-lahan Cia Sun pun berduduk diatas sebuah batu besar. "Biarpun bukan penganut agama kita, Han Taoko adalah seorang gagah sejati," katanya. "Pemandangan saudara2 kita memang sangat cupat.
Hmm" bagaimana akibat serangan enam partai terhadap Kong Beng Teng" Bagaimana nasih saudara2
kita itu?" "Cia Hiantee, badanmu diluar lautan, hatimu tetap di Tiong goan. Manusia hanya hidup beberapa puluh tahun. Dalam sekejap waktu itu lewat. Perlu apa kau memikiri orang lain?"
Mereka berhadapan dalam jarak beberapa kaki dan bisa saling mendengar jalan pernapasan masing2.
Karena si nenek selalu batuk2 diwaktu berbicara, Cia Sun lalu berkata, "Waktu bertempur dengan orang2
Kaypang, dadamu tertikam pedang. Apa luka itu sampai sekarang belum sembuh?"
"Saban hawa udara dingin, batukku menghebat. Hmm, sesudah batuk tigapuluh tahun, aku sudah jadi biasa lagi. Cia Hiantee kudengar jalan pernapasanmu tidak begitu baik. Apakah kau mendapat luka di dalam waktu berlatih Cit siang kun" Cia hiantee kau hraus menjaga diri."
"Terima kasih atas perhatian Hian cie," mendadak ia menengok kepada In Lee dan berkata, "In Lee, kemari."
Si nona mendekati. "Coba kau totok aku dengan jari tangamu, dengan seantero tenagamu."
In Lee terkejut, "Aku tak berani!" katanya.
Cia Sun tertawa. "Cia Kong Kong, kau dan popo adalah saudara angkat. Segala urusan bisa dibereskan secara damai."
Cia Sun tertawa sedih, "Cobalah totok aku," katanya pula. "Kau tak usah takut. Kau di perintah olehku."
In lee tak bisa menolak lagi. Ia segera membalut telunjuk tangan kanannya dengan sapu tangan dan kemudai menotok pundak Cia Sun. "Aduh!" ia menjerit, tubuhnya terpental setombak lebih dan ia jatuh duduk. Ia merasa kesakitan hebat, seolah2 tulang2nya patah semua.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Cia Hiantee, kau sungguh beracun," kata Kim Hoa popo. "Sebab takut aku mendapat pembantu, kau bertindak untuk menyingkirkannya."
Cia Sun tidak lantas menjawab. Selang beberapa saat barulah ia berkata, "Anak ini sangat baik hatinya.
Ia menotok hanya dengan menggunakan dua tiga bagian tenaga. Ia membungkus jarinya dan tidak mengerahkan racun Cian cu, bagus2! Kalau dia tidak berhati mulia, racun laba2 sekarang sudah menyebar jantungnya dan ia tentu sudah menjadi mayat."
Mendengar itu, keringat dingin mengucur dari hati Bu Kie. Orang2 Beng Kauw memang agak kejam, pikirannya. "Gie hu yg begitu mulia, tak urung telengas juga."
"A lee, mengapa kau begitu baik terhadapku?" tanya Ciao Sun.
"Sebab kau " kau ". Adalah ayah angkatnya. Sebab kau dengan kesini untuk kepentingannya. Di dalam dunia, hanya kita berdua, kau dan aku yg masih memperhatikan dia."
"Ah! Aku tak nyana kau begitu menyayangi Bu Kie. Hampir2 aku mengambil jiwamu. Mari! Aku ingin membisikkan sesuatu dikupingmu."
Perlahan-lahan, sambil menahan sakit, In Lee bangun berdiri lalu menghampiri Cia Sun.
"Aku akan turunkan pelajaran semacam Lwee kang kepadamu," bisik Cia Sun di kuping nona. "Lwee kang didapatkan olehku di Peng hwee to dan merupakan hasil jerih payahku selama seumur hidup."
Sebab berkata begitu ia segera membaca pelajaran tersebut, dari kepala sampai di buntut. Tentu saja In Lee tidak bisa lantas mengerti dan ia hanya coba menghafalnya. Sesudah membaca tiga kali beruntun Cia Sun bertanya "Apa kau sudah ingat semua?"
"Ya" jawabnya. "Kau harus berlatih terus dan sesudah berlatih diri selama lima tahun, kau akan memperoleh hasilnya.
Apa kau tahu maksudku yg sebenarnya dalam memberi pelajaran ini?"
Tiba2 In Lee mengangis segak seguk, "Aku tahu" tapi" hal itu tidak bisa terwujud," jawabnya dengan suara terputus2.
"Apa yang kau tahu" Mengapa tidak bisa terwujud?" sambil bertanya begitu Cia Sun mengangkat tangannya. Jika In Lee memberi jawabyg tak menyenangkan, ia segera membinasakannya. Seraya mendekap muka dengan kedua tangannya, si nona berkata, "Ku tahu .. ku tahu, kau ingin aku mencari Bu Kie dan memberi pelajaran itu kepadanya. Kutahu.. kau ingin aku memiliki lweekangmu yg sangat lihai itu supaya aku bisa melindungi dia, supaya dia tak dihina orang. Tapi.. tapi?" ia tak bisa meneruskan kata2nya dan menangis menggerung gerung.
"Tapi apa?" bentak Cia Sun, "Apakah anakku Bu Kie?"
In Lee menubruk dan memeluk Cia Sun. Sambil menangis sedu sedan ia berkata, "Enam.. enam tahun yg lalu.. dia.. dia mati di See hek" terjerumus kedalam jurang!"
Badan Cia Sun bergoyang2. "Apa benar?" ia menegas dengan suara gemetar.
"Benar" Bu Liat dan anak perempuannya menyaksikan kebinasaannya dengan mata sendiri. Tujuh kali aku totok mereka dengan Cian Cu Chioe dan tujuh kali aku menolong jiwanya. Aku menyiksa mereka secara hebat luar biasa. Kupercaya mereka tidak berdusta."
Sekonyong2 Cia Sun menengadah dan mengeluarkan jeritan menyayat hati sedang air matanya mengucur turun dikedua pipinya.
Melihat kedukaan ayah angkatnya dan saudari sepupunya, hampir2 Bu Kie tak bisa mempertahankan diri. Hampir2 ia melompat untuk memperkenalkan dirinya.
"Cia Hiantee," kata nenek Kim hoa.
"Sesudah Thio Kongcu meninggal dunia, perlu apa kau memegang terus to Liong to" Bukankah lebih baik kau menyerahkannya kepadaku?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Hebat sungguh kau mendustai aku!" bentak Cia Sun dengan suara menyeramkan. "Kalau kau maui golok ini, ambil dulu jiwaku!" Perlahan-lahan ia mendorong In Lee dan "brett" ia merobek pakaiannya dan melontarkan robekan itu kepada si nenek. Inilah yg dinamakan "Kwa pauw toan gie" (Merobek ppakaian, memutuskan persahabatan).
Waktu In Lee mau memberitahukan tentang "kebinasaan" Bu Kie, Kim hoa popo sebenarnya ingin merintangi. Tapi ia mendapat lain pikiran. Ia tahu, warta jelek itu akan sangat mendukakan Kim mo say ong, sehingga dalam pertempuran tenaganya akan berkurang, pikirnya kalut dan lebih gampang dipancing masuk ke dalam "barisan jarum". Memikir begitu, dia hanya mengawasi sambil tersenyum dingin.
"Ah! Kini tiba waktunya unutk maju dan mencegah pertempuran," kata Bu Kie di dalam hati. Tapi sebelum dia melompat keluar, kupingnya yg sangat tajam mengangkap suara bernapasnya manusia diantar rumput2 tinggi.
Suara itu sangat perlahan dan pendek. Kalau bukan Bu Kie, lain orang pasti takkan bisa mendengarnya. "Kalau begitu si nenek menyembunyikan pembantu yg sangat lihai," pikir Bu Kie. "Aku tak boleh lantas keluar."
Sementara itu, setelah merobek pakaian nya sambil membentak keras Cia Sun memutar To liong to yg bagaikan seekor naga hitam turun naik disekitar tubuhnya. Kim hoa popo melayani dengan sangat hati2.
dia bergerak diluar jarak samberan golok dan jika Cia Son sengaja membuka lowongan barulah ia berani merangsek. Tapi begitu lekas tongkat nya hampir beradu dengan To long to, dengan kecepatan luar biasa, ia menyingkir pula. Kedua lawan itu saling mengenal ilmu silat masing2. Mereka tahu, bahwa keputusan tak didapatkan dalam seratus atau duaratus yg kedua belah pihak mempunyai sesuatu yg menguntungkan.
Cia Sun mempunyai golok mustika, sedangkan si nenek menarik keuntungan karena Cia Sun tidak bisa melihat. Dengan sedikit keuntungan itu, masing2 berusaha untuk mendapatkan kemenangan. Pada hakekatnya mereka bukan mengadu ilmu silat tapi mengadu kepintaran.
Mendadak dua sinar emas menyambar. Nenek Kim Hoa menumpuk dengan bunga emasnya. Cia Sun menyambut dengan goloknya dan " kedua senjata rahasia itu, menempel badan To Liong to! Bunga emas tersebut terbuat dari baja murni yg dilapis emas. Sebab To liong to terbuat daripada besi "hian tian"
yg mengandung besi berani (sembrani) Kim Hoa popo mendapat nama beasr nya karena senjata rahasia itu. Biarpun matanya bisa melihat, Cia Sun harus menggunakan seantero kepandaiannya untukmenyelamatkan diri dari serangan Kim Hoa. Diluar dugaan To Liong to justru penakluk senjata rahasia.
Dengan beruntun si nenek melepaskan tujuh delapan bunga emas akan tetapi semuanya menempel di badan golok. Diantara kegelapan malam, bunga2 emas itu bagaikan kunang2 yg menari2. Sekonyong2
sambil batuk2, si nenek melepaskan seraup kim hoa. Beberapa belas bunga emas menyambar serentak.
Cia Sun mengibas tangan baju kiri, sambil menyampik dengan To Liong to. Delapan sembilan kim hoa menempel di golok, yg lainny amasuk kedalam tangan baju.
"Han hu jin," kata Kim mo say ong. "Gelarmu Cie San liong on bertemu dengan golokku ini, gelar itu sangat tidak baik."
Kim Hoa popo bergidik. Pada jaman itu, diantara ahli2 silat yg setiap hari bermain senjata masih banyak yg percaya akan takhayul mengenai nama senjata nama atau gelaran. Si nenek bergelar "Liong Ong" (Raja Naga) sedang nama golok itu adalah "To Liong" (Membunuh Naga). Sambil menekan rasa kedernya, ia tertawa dingin dan berkata, "Mungkin sekali tongkat Sat say thung (Tongkat membunuh singa) lebih dulu membinasakan anak singa yg matanya buta." (Gelar Cia Sun Kim mo Say Ong yg berarti Raja Singa bulu emas).
Sehabis berkata begitu, dengan kecepatan luar biasa, ia menyamber pundak Cia Sun dengan tongkatnya. Cia Sun coba mengegos, tapi ia terlambat dan pundaknya terpukul. "Aduh!" teriaknya sambil terhuyung beberapa tindak.
Bu Kie kaget tercampur girang. Mengapa ia bergirang" Karena ia tahu, bahwa dengan sengaja menerima pukulan, ayah angkatnya sedang menjalankan tipu. Pada waktu itu, ia sudah menjadi seorang ahli silat yang berkedudukan sangat tinggi dan dalam menonton pertempuran. Ia selalu bisa meramalkan pukulan2 yg bakal dikeluarkan oleh kedua belah pihak. Setelah Cia Sun terpukul, ia berkata di dalam hati.
"Kalau Gie hu menimpuk dengan bunga emas yg tergulung dudalam tangan bajunya. Kim hoa popo pasti akan mundur kesebelah kiri. Gie hu tentu akan membacok dengan pukulan Cian san Bai sui loan pie hong sit. Sebab takut akan ketajaman To lion to, si nenek pasti akan mundur dua kali, dia tidak bisa mundur
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
lagi. Kalau dengan menggunakan kesempatan itu, dengan lweekangnya Gie hu menimpuk dengan bunga emas yg menempel pada badan To Liong to. Kim hoa popo rasanya akan terlalu berat."
Sesuai dengan dugaan Bu Kie, tiba2 terlihat menyambar beberapa sinar emas. Cia Sun benar2
menimpuk dengan kim hoa yang tergulung di dalam tangan bajunya. Dan sesuai dengan dugaan pemuda itu, nenek Kim hoa melompat mundur kesebelah kiri.
Mendadak Bu Kie mengeluh, "Celaka! Kim hoa popo menggunakan tipu!" ia mengeluh karena ingat sesuatu.
Sementara itu, di gelanggang terus berlangsung pertempuran seperti yg ditaksir Bu Kie. Cia Sun membacok dengan Cian Sen Ban Sui Loan pie hong sit. Si nenek melompat mundur lagi kekiri dan Cia Sun lalu menimpuk dengan beralsan kim hoa yg menempel pada badan golok."Aduh!" teriak si nenek dan badannya sempoyongan.
Sesudah "merobek baju, memutuskan persahabatan," Cia Sun tidak sungkan2 lagi. Sambil membentak keras, ia melompat tinggi dan lagi tubuhnya melayang kebawah, ia mengayun goloknya.
Mendadak terdengar teriakan In Lee, "Awas! Dibawah ada jarum!"
Cia Sun terkesiap. Kejadian inilah yg sudah dilihat Bu Kie, sehingga ia mengeluh.
Pada detik itu, belasan bunga emas menyambar. Kim hoa popo menimpuk selagi badan Cia Sun masih berada ditengah udara supaya ia tidak bisa mundur lagi dan jatuh diatas "barisan jarum".
Kim mo say ong memang sudah tidak berdaya lagi. Ia hanya bisa menyelamatkan diri dari serangan bunga2 emas dengan menyampok dengan To Liong to, tapi ia tidak bisa menggelakkan hinggapnya diatas
"barisan jarum". Selagi dianya sedang ia menyampok dan selagi badannya melayang turun tiba2 ia mendengar suara "tring trinh"." Dilain detik kedua kakinya hinggap diatas batu". Dengan tak kurang suatu apa! Ia berjongkok dan meraba2 dan tangannya menyentuh jarum tajam di batu2 sekitarnya. Tapi empat batang jarunm yg sedang diinjaknya, hilang terpukul batu. Cia Sun gusar tercampur kaget. Ia tahu, bahwa ia sudah di tolong oleh orang yg berkepandaian tinggi. Dengan mendengar sambaran batu, ia pun tahu, bahwa yg menolong nya bukan lain daripada si pemuda yg mengaku sebagai kie keng pang dan yg pernah coba menolong nya dengan timpukan tujuh butir batu. Hebat sungguh kepandaian pemuda itu, pikirnya. Sudah lama dia menonton tanpa diketahui. Mengingat begitu, keringat dingin mengucur di dahi Kim mo say ong.
"Sekarang kedua Hu Kouw hoat ong dari Beng Kauw masing2 sudah berjalan kau tipu Kouw jiok kee (tipu mempersakiti diri sendiri). Pundak Cia Sun sudah terpukul tongkat, tubuh si nenek sudah kena bunga emas. Biarpun tidak berbahaya, luka itu jg tak enteng.
Sesudah batuk2, sambil mengawasi tempat bersembunyinya Bu Kie, Kim hoa popo membentak,
"Bocah Kie keng pang! Sekali lagi kau mengacau urusan nenekmu. Siapa namamu?"
Sebelum Bu Kie menjawab mendadak menyambar sinar emas dan In Lee mengeluarkan teriakan kesakitan. Kim hoa popo tahu, bahwa kepandaian Bu Kie tidak berada disebelah bawahnya. Jika ia menyerang In Lee pemuda itu tentu akan merintangi. Maka itu, ia sengaja berbicara dan pada saat Bu Kie tdk berwaspada ia menimpuk dengan tiga bunga emas yg menancap tepat di dada si nona.
Tak kepalang kagetnya Bu Kie. Badannya melesat bagaikan anak panah dan selagi berada di tengah udara, ia menyambut dua kim hoa yg menyambar. Begitu hinggap ditanah, ia memeluk tubuh In Lee.
Dealam keadaan setengah lupa si nona melihat seorang lelaki berkumis memeluk dirinya. Secara wajar Ia menolak keras dengan kedua tangannya. Begitu menggunakan tenaga, ia memuntahkan darah.
Bu Kie lantas saja mengerti mengapa In Lee menolak dirinya. Buru-buru ia mengusap mukanya beberapa kali untuk mencopot kumis palsu dan penyamarannya.
Di lain saat nona In mengawasi dengan mata membelak. "A Goe koko, apa kau?" tanyanya dengan suara parau.
"Benar aku!" jawabnya.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Hati si nona lega dan ia pingsan. Karena lukanya sangat berat, Bu Kie tidak berani mencabut senjata rahasia yg menancap dan hanya menotok beberapa jalan darah untuk melindungi bagian2 terpenting dari tubuh In Lee.
"Dua kali tuan menolong Cia Sun dan Cia Sun takkan melupakan budi yg sangat besar itu," kata Kim mo Say ong.
Mata Bu Kie lantas saja mengembeng air. "Gie" mengapa?" katanya.
Sesaat itu, di tempat jauh mendadak terdengar suara "tring!" Suara itu aneh. Perlahan tapi merdu dan menusuk kuping. Mendengar suara itu, jantung Kim hoa, Cia Sun dan Bu Kie melonjak, seolah2
mendengar halilintar yg dahsyat. Mereka bertiga adalah orang yg memiliki lwee kang yg tinggi. Kioe yang sin kang Bu Kie dapat dikatakan sudah sempurna dan ia tidak bisa dilanggar lagi oleh segala kekotoran. Tapi heran, suara itu dapat menggetarkan jantungnya. Ia bahkan merasa dirinya terombang ambing di angkasa. Itulah kejadian yg benar2 luar biasa.
Di lain detik, suara itu terdengar pula, lebih dekat bberapa puluh tombak. Dalam sedetik suara itu sudah berpindah sedemikian jauh. Sungguh hebat!
Tapi suara kedua berbeda dari yg pertama. Suara itu halus lemah lembut. Bagaikan bisikan seorang bercintaan di tengah malam yg sunyi seolah2 tiupan angin yg silir. Akan tetapi biarpun begitu, suara itu seperti membetot nyawa.
Bu Kie mengerti, bahwa ia sedang menghadapi seorang manusia luar biasa. Sambil memeluk In Lee, ia berdidi tegak siap sedia untuk menyambut setiap serangan.
Sekonyong2 terdengar "tang!" yang sangat hebat, yg berkumandang diseluruh lembah.
Bersambung ke jilid 58. Hampir bersamaan muncul tiga orang, semua mengenakan jubah putih. Dua diantaranya bertubuh jangkung sedang yang di sebelah kiri seorang wanita. Mereka berdiri dengan membelakangi rembulan sehingga Bu Kie tidak bisa melihat muka mereka. Tapi tak bisa salah lagi mereka adalah anggota Bengkauw, karena pada ujung jubah mereka tersulam sebuah obor.
"Seng hwee leng Beng-kauw sudah tiba," kata si jangkung yang berdiri di tengah-tengah. "Hu kauw Liong ong, Say ong, mengapa kalian tidak menyambut dengan berlutut?" Ia berbicara dalam bahasa Han yang sangat jelek dan kaku.
Bu Kie terkejut, "Menurut surat wasiat Yo Kongcu, semenjak jaman Kongcu ketiga puluh satu, jaman Kauwcu, Seng hwee leng jatuh ke dalam tangan Kay-pang dan sampai sekarang belum bisa diambil kembali," pikirnya. "Mengapa benda-benda itu berada di dalam tangan mereka" Apa itu Seng hwee leng asli" Apa benar mereka murid Beng-kauw?" Bermacam-macam pertanyaan keluar masuk dalam otaknya.
"Aku sudah keluar dari Beng-kauw, perkataan Hu kauw Liong ong jangan disebut-sebut lagi," kata Kim hoa po po. "Siapa nama tuan" Apa itu Seng hwee leng asli" Dari mana kalian mendapatkannya?"
"Pergi!" bentak orang itu. "Kalau kau sudah keluar dari agama kami, perlu apa kau banyak rewel"
Pergi!" Kim hoa po po tertawa dingin, "Kim hoa po po belum pernah dihina orang," katanya, "Bahkan Kauwcu memerlukan aku dengan segala kehormatan. Apa kedudukanmu di dalam Beng-kauw?"
Tiba-tiba ketiga orang itu bergerak dengan serentak mendekati dan tangan kiri mereka mencoba mencengkram badan si nenek. Kim hoa po po menyapu dengan tongkatnya. Entah bagaimana ketiga orang itu menggeser kaki tahu-tahu kedudukan badan mereka sudah berubah. Si nenek menyapu angin dan belakang lehernya dicengkram dengan tiga tangan dan segera dilontarkan jauh-jauh.
Astaga! Nenek Kim hoa adalah seorang ahli silat kelas utama. Andaikata ia dikepung oleh tiga orang jago yang paling hebat belum tentu ia bisa dirobohkan dengan satu dua jurus. Tapi ketiga orang itu sungguh-sungguh aneh gerakan kaki dan tangannya.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Bu Kie mengeluarkan teriakan "in!" Ia merasa bahwa gerakan badan, tangan dan kaki ketiga orang itu tak lain dari gerakan Kian kun Tay lo ie. Apakah mereka bersama-sama memiliki ilmu yang sangat tinggi itu"
Waktu mendengar suara "tang" yang ketiga kali, In Lee sadar dari pingsannya. Ia membuka kedua matanya dan mendapati kenyataan bahwa ia masih dipeluk Bu Kie. Dadanya sakit luar biasa dan sambil menahan sakit ia segera memejamkan kedua matanya.
Sesudah ketiga orang itu mengubah kedudukan, Bu Kie bisa melihat mukanya. Yang bertubuh paling jangkung berjenggot dan matanya biru, sedang yang satunya lagi berambut kuning dan berhidung bengkok seperti patuk elang. Kedua-duanya orang asing, yang wanita berambut hitam dan mukanya tak berbeda dengan muka orang Tiong-hoa. Hanya biji matanya tidak hitam. Ia berusia kurang lebih dua puluh tahun dan raut mukanya berbentuk kwa cie, ia cantik. "Semua orang asing, tidak herean apabila mereka itu suaranya kaku dan bicaranya seperti orang menghafal buku," kata Bu Kie dalam hati.
"Melihat Seng hwee leng seperti bertemu dengan Kauwcu," teriak si jenggot. "Cia Sun mengapa kau tidak menyambut dengan berlutut?"
"Siapa kalian?" Tanya Kim-mo Say-ong.
"Kalau kalian murid agama kita, Cia Sun pasti mengenal nama kalian. Kalau bukan murid agama kami, kalian tidak bersangkut paut dengan Seng hwee leng."
"Dari mana asalnya Beng-kauw?"
"Dari Persia." "Benar, aku adalah Lioe in su (Utusan Awan) dari Beng-kauw yang berkedudukan di Persia. Kedua kawanku ini adalah Biauw hong su (Utusan Rembulan). Atas perintah Cong Kauwcu (Kauwcu Pusat) dari Persia, kami bertiga datang ke Peng-goan."
Cia Sun dan Bu Kie terkejut. Sesudah membaca buku gubahan Yo Siauw, Bu Kie tahu bahwa Bengkauw memang berasal dari Persia. Melihat ilmu silat ketiga orang itu, ia percaya bahwa keterangan si jenggot bukan keterangan palsu. Ia tidak membuka mulut dan menunggu jawaban ayah angkatnya.
"Kauwcu kami mendapat kabar bahwa Kauwcu cabang Tiong-goan hilang tanpa jejak," kata si rambut kuning Biauw hong su. "Karena itu, murid-murid cabang Tiong-goan bermusuhan satu sama lain dan saling bunuh. Ceng Kauwcu memerintahkan Sam su (tiga utusan) In, Hong dan Goat datang ke Tionggoan untuk membereskannya. Sesudah kami tiba di sini, semua murid harus mendengar perintah kami."
Bu Kie girang. "Bagus," pikirnya, "Dengan begini aku terbebas dari pikulan yang berat.
Pengetahuanku memang sangat cetek dan bisa jadi aku akan menggagalkan urusan yang sangat besar."
"Meskipun benar Beng-kauw Tiong-goan berasal dari Persia, akan tetapi selama seribu tahun lebih sudah jadi agama yang berdiri sendiri tanpa dikuasai Cong-kauw (pusat)," kata Cia Sun. "Bahwa dari tempat jauh Sam wie datang ke sini, Cia Sun merasa sangat girang. Tapi menyambut dengan berlutut adalah hal yang tidak beralasan."
Lioe in su merogoh saku dan mengeluarkan dua potong "pay" (potongan logam atau batu) yang panjangnya kira-kira dua kaki. "Pay" itu bukan emasa dan bukan batu giok, entah terbuat dari bahan apa.
Begitu dikeluarkan kedua "pay" segera dipukulkan satu sama lain. "Ting!" itulah suara aneh yang terdengar paling dulu. Dalam jarak dekat, kedengarannya lebih hebat lagi.
"Inilah Seng hwee leng dari Beng-kauw cabang Tiong-goan," kata Lioe in su. "Mendiang Kauwcu Cio tak becus sehingga barang ini jatuh ke tangan Kay-pang. Untung juga kami dapat merampasnya kembali.
Semenjak dulu melihat Seng hwee leng seperti bertemu dengan Kauwcu sendiri. Cia Sun apa kau masih mau berkepala batu?"
Waktu Cia Sun masuk agama Beng-kauw, Seng hwee leng sudah lama hilang. Ia belum pernah melihatnya tapi ia tahu sifat-sifatnya yang luar biasa. Dalam kitab-kitab Beng-kauw "pay" yang dipegang oleh ketiga orang asing itu adalah Seng hwee leng asli. Apalagi mereka memiliki kepandaian yang sangat luar biasa dan sekali gebrak mereka sudah bisa melemparkan tubuh Kim hoa po po. Kepandaiannya sendiri kira-kira setanding dengan Kim hoa po po sehingga andaikata ia mau melawan iapun takkan bisa melawan. "Aku percaya omongan tuan," katanya. "pesan apa yang mau disampaikan oleh kalian?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Lioe in su tak menjawab. Ia mengibaskan tangan kirinya. Biauw hu su dan Hwie goat su mengerti maksudnya. Dengan serentak ketiga orang itu melompat tinggi dan dalam sesaat mereka sudah berhadapan dengan Kim hoa po po. Si nenek menimpuk dengan enam Kim hoa tapi dengan mudah mereka bisa menyelamatkan diri. Hwie goat su merengsek dan mencoba menotok leher si nenek. Kim hoa po po menangkis dan memukul dengan tongkatnya. Tiba-tiba tubuh si nenek terangkat tinggi, punggungnya sudah dicengkram oleh Lioe in su dan Biauw hong su dan diangkat ke atas. Ia tidak berdaya sebab jalan darah dipunggung sudah ditotok. Hwie goat su maju dan dengan tangan kirinya ia menotok tujuh hiat di dada Cie San Liong ong.
Jalan serangan ketiga orang itu licin dan lancer, "Ilmu silat mereka tidak luar biasa," kata Bu Kie dalam hati. "Yang luar biasa adalah kerjasama mereka. Hwie goat su memancing si nenek, kedua tangannya membekuk dengan membokong, ilmu silat mereka secara perorangan belum tentu lebih tinggi dari Kim hoa po po."
Sementara itu Lioe in su melemparkan Kim hoa po po ke hadapan Cia Sun. "Cia Say ong," katanya,
"Menurut peraturan Beng-kauw, seseorang yang sudah masuk agama itu tapi ia meninggalkan agama kita maka dia telah menjadi murid pengkhianat. Penggal kepalanya!"
Cia Sun terkejut, "Beng-kauw di Tiong-goan tak punya peraturan begitu," jawabnya.
"Mulai dari sekarang, Beng-kauw cabang Tiong-goan harus menurut Cong-kauw," kata Lioe in su dengan suara dingin. "Nenek itu telah mengatur tipuan busuk untuk mencelakai kau dan itu semua telah dilihat kami. Hidupnya dia merupakan bibit penyakit. Lekas binasakan dia!"
"Dahulu Han hujin telah memperlakukan aku baik sekali. Empat Raja Pelindung Beng-kauw terikat pada tali persaudaraan. Biarpun hari ini dia memperlakukan aku dengan Poet ceng (tanpa kecintaan) tapi aku tak bisa membalasnya dengan Poet hie (tanpa rasa persahabatan) dan turun tangan untuk membinasakannya."
Biauw hong su tertawa terbahak-bahak. "Kau sungguh rewel!" katanya. "Caramu seperti perempuan bawel. Dia berusaha untuk membinasakan kau tapi kau tidak mau mengambil jiwanya. Mana ada aturan begitu" Heran! Aku sungguh tidak mengerti!"
"Aku bisa membunuh manusia tanpa terkesiap tapi aku tak bisa membunuh saudara seagama," kata Cia Sun dengan suara mantap.
"Tapi kau mesti membunuh dia," kata Hwie goat su, "Kalau kau menolak berarti kau melanggar perintah. Kami akan lebih dulu mengambil jiwamu."
"Baru datang di Tiong-goan Sam wie sudah mencoba memaksa Kim-mo Say-ong utnuk membunuh Cie San Liong ong," kata Cia Sun dengan suara mendongkol. "Apakah Sam wie mau mencoba memperlihatkan keangkeran dengan menakut-nakuti aku?"
Hwie goat su tersenyum, "Meskipun kau buta hati mengerti segalanya," katanya, "Hayo! Lekas turun tangan!"
Cia Sun menengadah dan tertawa nyaring sehingga suaranya berkumandang di seluruh lembah, "Kim-mo Say-ong selamanya bekerja sebagai laki-laki," katanya dengan suara keras. "Aku tak sudi membunuh sahabat sendiri. Tapi andaikata nenek itu musuh besarku akupun takkan turun tangan sebab dia sekarang sudah tidak bisa membela diri, Cia Sun belum pernah membunuh manusia yang tidak bisa melawan lagi."
Mendengar perkataan itu, Bu Kie merasa kagum sekali dan terhadap ketiga utusan itu ia mulai merasa muak.
"Bagi setiap murid Beng-kauw melihat Seng hwee leng seperti melihat Kauwcu sendiri," kata Biauw hong su. "Say-ong, apa kau mau memberontak?"
"Cia Sun telah buta dua puluh tahun lebih. Biarpun kau menaruh Seng hwee leng di hadapanku, aku tak bisa melihatnya. Maka itu, melihat Seng hwee leng seperti melihat Kauwcu sendiri tiada sangkut pautnya denganku."
"Bagus!" bentak Biauw hong su dengan gusar. "Benar-benar kau mau berkhianat?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Cia Sun tidak berani berkhianat, tapi tujuan Beng-kauw ialah melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan menyingkirkan segala kejahatan. Disamping itu Beng-kauw pun sangat mengutamakan "gie kie". Kepala Cia Sun boleh jatuh di tanah tapi Cia Sun tak boleh melakukan perbuatan sebusuk itu."
Nenek Kim hoa tidak bisa bergerak tapi ia mendengar tegas setiap perkataan Kim-mo Say-ong.
Bu Kie tahu bahwa ayah angkatnya tengah menghadapi bencana. Perlahan-lahan ia melepaskan In Lee di tanah.
"Semua anggota Beng-kauw di Tiong-goan yang tidak menghormati Seng hwee leng akan mendapatkan hukuman mati," bentak Lioe in su.
"Aku adalah Hu-kauw Hoat ong (Raja Pelindung Agama)," kata Cia Sun dnegan suara lantang,
"Biarpun Kauwcu sendiri yang mau membinasakan aku, ia harus mengadakan upacara kepada Langit dan Bumi dengan memberitahukan segala dosa-dosaku."
Biauw hong su tertawa. "Gila!" katanya. "Di Persia tidak ada peraturan begitu. Begitu datang di Tiong-goan, Beng-kauw segera mempunyai aturan yang gila-gila."
Mendadak Sam su membentak kerasa dan menyerang dengan berbarengan. Cia Sun segera memutar To liong to untuk melindungi diri. Sesudah menyerang tiga jurus tanpa berhasil dengan serentak mereka mengeluarkan Seng hwee leng. Hwie goat su merangsek dan memukul batok kepala Cia Sun dengan Seng hwee leng yang dicekal dalam tangan kirinya. Cia Sun menangkis dengan goloknya. "Trang!" Biarpun senjata mustika, golok itu tidak bisa memutuskan Seng hwee leng. Hampir bersamaan, Lioe in su menggulingkan diri di tanah dan memukul betis Cia Sun sehingga ia terhuyung satu dua langkah. Pada detik yang bersamaan Biauw hong su berhasil menotok punggung Cia Sun dengan Seng hwee lengnya.
Mendadak ia merasa tangannya dibetot orang dan Seng hwee leng dirampas. Dengan hati mencelos ia memutar badan. Yang merampas adalah seorang pemuda yang mengenakan pakaian anak buah perahu.
Perampasan Seng hwee leng dilakukan Bu Kie dengan kecepatan luar biasa. Dengan gusar Lioe in su dan Hwie goat su segera menyerang dari kiri dan kanan, untuk menyelamatkan diri Bu Kie melompat mundur ke sebelah kiri. Diluar dugaan punggungnya kena dipukul Hwie goat su. Seng hwee leng adalah benda yang sangat keras dan pukulan itu disertai Lweekang yang hebat. Maka Bu Kie berkunang-kunang.
Untung juga dia memiliki Sin kang dan sambil melompat ke depan ia mengempos semangat untuk menentramkan hatinya.
Sam su tidak memberi nafas kepadanya dan segera mengurung. Sesudah serang menyerang beberapa jurus dengan Seng hwee leng yang dipegang tangan kanannya, Bu Kie mengirimkan pukulan gertakan kepada Lioe in su dan berbarengan tangan kirinya menjambret Seng hwee leng yang dicekal dalam tangan kiri Hwie goat su. Baru saja mau membetot mendadak Hwie goat su melepaskan cekalannya sehingga buntut Seng hwee leng itu membal ke atas dan memukul pergelangan tangannya. Jari-jari tangan Bu Kie kesemutan sehingga mau tidak mau ia terpaksa melepaskan pula Seng hwee leng yang sudah dipegangnya, Hwie goat su lantas saja menyambutnya.
Semenjak memiliki Kian kun Tay loe ie dan mendapat petunjuk Thio Sam Hong mengenai Thay kek keon, Bu Kie tidak pernah menemui tandingan. Diluar dugaan, dalam menghadapi seorang wanita muda seperti Hwie goat su, dua kali beruntun ia kena dipukul. Dalam pukulan kedua, jika tidak memiliki Sin kang, pergelangan tangannya pasti sudah patah.
Sekarang ia tidak berani melayani kekerasan lagi. Sambil membela diri ia memperhatikan serangan-serangan lawan untuk mencari jalan melawannya.
Dilain pihak, ketiga utusan itu merasa kaget. Belum pernah mereka menemui lawan seperti Bu Kie.
Tiba-tiba Biauw hong su menundukkan kepalanya dan menyeruduk. Inilah serangan luar biasa yang bertentangan dengan peraturan ilmu silat. Menyeruduk dengan bagian tubuh yang terpenting tidak pernah atau sedikitnya jarang digunakan oleh ahli-ahli silat di daerah Tiong-goan.
Bu Kie berdiri tegak bagaikan gunung. Ia mengerti bahwa serudukan itu akan disertai dengan serudukan susulan. Ketika batok kepala Biauw hogn su hanya terpisah satu kaki dari perutnya barulah ia menggeser kaki dan mundur selangkah. Mendadak Lioe in su melompat tinggi dan ketika tubuhnya turun, ia mencoba duduk di atas kepala Bu Kie. Inipun serangan aneh. Buru-buru Bu Kie mengegos ke samping.
Mendadak ia merasa dadanya sakit sebab kena disikat Biauw hong su tapi Biauw hong su sendiri yang kena didorong dengan tenaga Kioe yang Sin kang terhuyung beberapa langkah.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Paras Sam su berubah pucat. Tapi mereka segera merangsek lagi. Selagi Hwie goat su membabat dengan kedua Seng hwee leng mendadak Lioe in su melompat tinggi dan menjungkir balik tiga kali di tengah udara. Ia heran melihat saltonya Lioe in su dan cepat-cepat ia mengegos ke kiri, mendadak sinar putih berkelabat dan pundak kanannya terpukul Seng hwee leng Lioe in su. Ia terkesiap, itu pukulan yang sangat aneh. Bagaimana caranya selagi bersalto Lioe in su bisa memukul dirinya tanpa ia sendiri bisa mencegahnya" Pukulan itu sangat hebat, meskipun seluruh tubuhnya dilindungi Sin kang, rasa sakit terasa di sumsum. Kalau bisa ia ingin mundur tapi ia tahu kalau ia mundur, ayah angkatnya akan binasa.
Ia jadi nekat, sesudah menarik nafas dalam-dalam ia melompat menghantam dada Lioe in su dengan telapak tangannya.
Pada detik yang bersamaan, Lioe in su pun melompat ke depan sambil memukul kedua Seng hwee lengnya. "Trang!" Selagi abdannya masih berada di udara, mendengar suara itu Bu Kie merasa semangatnya terbetot keluar. Tiba-tiba Biauw hong su terpental sebab didorong oleh Kioe yang Sin kang.
Hampir bersamaan Hwie goat su sudah menghantam pundak Bu Kie dengan Seng hwee leng.
Cia Sun tahu bahwa si pemuda Kie yang menolong jiwanya sedang menghadapi bencana, ia merasa menyesal bahwa ia tak bisa membantu. Makin lama ia jadi makin bingung. Jika bertempur sendirian ia bisa melawan dengan mengandalkan ketajaman kupingnya. Sekarang ia tak bisa membedakan yang mana lawan yang mana kawan. Bagaimana jadinya kalau To liong to sampai membinasakan kawan. Tapi ia tahu bahwa penolongnya sudah terpukul beberapa kali. "Siauw hiap! Lekas menyingkir!" teriaknya. "Ini urusan Beng-kauw, bukan urusan Siauw hiap bahwa Siauw hiap sudah sudi menolong Cia Sun merasa sangat berhutang budi."
"Aku"Lari! Lekas kau"lari!" seru Bu Kie dengan suara terputus-putus.
Mendadak Lioe in su menghantam dengna Seng hwee leng. Bu Kie menangkis dengan Seng hwee leng juga. "Trang!" Seng hwee leng Lioe in su terlepas. Bu Kie segera melompat tinggi untuk menangkapnya.
Tiba-tiba "bret!" baju dipunggungnya robek sebab jambretan Hwie goat su. Goresan kuku mengeluarkan darah dan Bu Kie merasa perih pada punggungnya. Karena serangan itu, gerakan Bu Kie jadi terhambat dan Seng hwee leng keburu diambil kembali oleh Lioe in su.
Sesudah bertempur beberapa lama, Bu Kie yakin bahwa Lweekang ketiga lawan itu masih kalah jauh dari tenaga dalamnya. Yang sukar dilawan adalah ilmu silat, kerja sama dan senjata mereka yang aneh.
Mereka bekerja sama dalam cara yang sangat luar biasa. Bu Kie tahu bahwa kalau ia bisa merobohkan salah seorang maka ia akan mendapatkan kemenangan tapi hal itu tidak gampang dilakukan.
Dengan Sin kangnya, dua kali Bu Kie menghantam Biauw hong su tapi lawan itu hanya terhuyung beberapa langkah dan rupa-rupanya tidak mendapat luka yang berarti. Selain itu setiap kali ia menyerang yang satu, dua yang lain segera menolong dengan cara yang tak diduga-duga. Beberapa kali ia menukar ilmu silat tapi ia tetap tak bisa memecahkan kerja sama mereka yang sangat erat.
Dilain pihak, Sam su pun tak berani membenturkan kaki tangan atau badan mereka dengan Bu Kie.
Setiap kali mengadu kekuatan setiap kali pihak mereka yang menderita.
Mendadak, sambil membentak keras Cia Sun memeluk To liong to melompat masuk ke gelanggang pertempuran dan mendekati Bu Kie. "Siauw hiap, gunakanlah golok ini!" katanya. Seraya berkata begitu, ia menyodorkan To liong to.
Bu Kie menyambuti dan Cia Sun melompat mundur. Selagi melompat, punggungnya terkena tinju Biauw hong su yang menyambar tanpa bersuara sehingga ia tidak dapat mendengarnya. "Aduh!" ia mengeluh. Ia merasa isi perutnya seperti terbalik.
Sementara itu, sambil menggertak gigi Bu Kie membacok Lioe in su. Si jenggot memapaki kedua Seng hwee leng yang lantas menempel di badan To liong to. Tiba-tiba Bu Kie merasa tangannya tergetar sehingga To liong to hampir terlepas.
Hatinya mencelos, buru-buru ia mengempos semangat dan menambah Lweekangnya. Merampas senjata dengan Seng hwee leng adalah satu-satunya ilmu yang sangat diandalkan oleh Lioe in su. Dapat dikatakan ia belum pernah gagal. Kali ini ia tidak berhasil dan kaget bukan main. Melihat itu, sambil membentak keras Hwie goat su melompat dan menempelkan kedua Seng hwee lengnya di badan To liong to. Sekarang empat Seng hwee leng membetot golok dan tenaga membetot bertambah satu kali lipat.
Bu Kie sudah terluka beberapa kali dan biarpun bukan luka berat tenaganya berkurang. Sesudah bertahan beberapa saat, ia merasa separuh badannya panas dan tangannya yang mencekal golok
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
gemetaran. Ayah angkatnya menyayangi To liong to seperti jiwa sendiri dan bahwa orang tua itu sudah dengan rela meminjamkan kepada orang yang belum dikenal merupakan bukti bahwa sang Gie hu mempunyai gie kie yang sangat tebal. Kalau To liong to sampai hilang dalam tangannya, mana ia ada muka untuk menemui sang ayah angkat lagi" Berpikir begitu sambil membentak, ia mengerahkan seluruh Kioe yang Sin kang ke tangan kanannya.
Paras muka Lioe in su dan Hwie goat su berubah pucat. Biauw hong su kaget, ia melompat dan turut menempelkan sebuah Seng hwee lengnya ke badan To liong to.
Sekarang satu melawan tiga dan berkat Sin kang, Bu Kie tetap bisa bertahan. Diam-diam ia merasa syukur bahwa ia berhasil merampas sebelah "leng" dari tangan Biauw hong su. Jika Liok leng (enam leng) menekannya dengan bersamaan belum tentu ia bisa mempertahankan diri.
Dengan tubuh tak bergerak, keempat orang mengerahkan Lweekang mereka yang paling tinggi.
Mendadak saja Bu Kie merasa dadanya sakit seperti ditusuk dengan jarum halus. Tusukan itu luar biasa hebat, terus menerobos ke dalam isi perutnya. Hampir bersamaan, To liong to terlepas dari cekalannya dan ditarik oleh lima Seng hwee leng!
Bu Kie terkesiap tapi sebagai ahli silat kelas utama, dalam kagetnya ia tak menjadi bingung. Ia menghunus Ie thiam kiam yang terselip dipunggungnya dan dengan Toan coan Jie ie (berputar-putar menurut kemauan hati) salah sebuah pukulan Thay kek Kiam hoat, ia membuat sebuah lingkaran dengan bersamaan membabat kepungan Sam su. Cepat-cepat ketiga lawan itu melompat mundur. Bu Kie memasukkan Ie thiam kiam ke dalam sarung dan dengan sekali raih ia menangkap gagang To liong to.
Sungguh indah keempat gerakan melepaskan To liong to dan menghunus Ie thian kiam, memasukkan pedang ke dalam sarung dan menangkap gagang To liong to. Tempo kecepatannya bagaikan kilat dan gerakannya gemulai. Itulah gerakan-gerakan yang dikeluarkan dengan menggunakan Kian kun Tay lo ie tingkat ketujuh.
Sam su Persia mengeluarkan seruan kaget. Tak kepalang heran mereka. Lweekang mereka kalah jauh dari Bu Kie. Karena mereka berteriak, tenaga bertahan mereka berkurang dan kelima Seng hwee leng berbalik kena dibetot Bu Kie bersama-sama To liong to. Buru-buru Sam su mengempos semangat dan keadaan pulih seperti tadi, keempat orang saling bertahan dan saling membetot.
Dilain saat, sekali lagi Bu Kie merasa dadanya sakit seperti ditusuk jarum.
Tapi sekarang karena sudah bersiap-siap, To liong to tidak sampai terlepas. Sehelai hawa dingin telah menerobos masuk dari lapisan Kioe yang Sin kang yang melindungi seluruh tubuh Bu Kie dan menyerang isi perutnya. Bu Kie mengerti bahwa itulah tenaga dalam Sam su yang menyerang dengan perantaraan Seng hwee leng. Pada umumnya manakala dingin menyerang panas, belum tentu dingin mendapatkan kemenangan, tapi dalam hal ini Kioe yang Sin kang melindungi seluruh tubuh sedang hawa dingin itu berkumpul menjadi satu dalam bentuk sehelai benang tipis itu dan menikam bagaikan tikaman pisau. Itulah sebabnya mengapa biarpun hebat, garis pertahanan Kioe yang dapat diterobos juga.
Serangan itu sebenarnya dilakukan oleh Hwie goat su dan Lweekang yang digunakan Tauw koet ciam (jarum yang bisa menembus tulang). Ia kaget dan heran karena Bu Kie dapat mempertahankan diri terhadap serangan Lweekang Tauw koet ciam, ia ingin sekali merampas Ie thian kiam tapi tak bisa berbuat begitu sebab kedua tangannya memegang Seng hwee leng. Biauw hong su pun ingin merebut pedang mustika itu dan tangan kirinya kosong, tapi karena tenaganya sudah dikumpulkan di tangan kanan maka tangan kiri itu tidak bertenaga lagi.
Bu Kie mengerti bahwa dengan terus bertahan seperti itu dan setiap saat diserang dengan hawa dingin pada akhirnya ia akan roboh. Tapi ia tidak berdaya untuk menolong dirinya.
Sementara itu ia mendengar suara nafas Cia Sun yang mendekati selangkah demi selangkah. Ia tahu bahwa sang Gie hu mau memberi bantuan.
Memang benar Kim mo Say ong telah mengambil keputusan untuk membantu "si pemuda Kie keng pang". Selagi keempat orang itu mengadu Lweekang, kalau ia memukul musuh seperti juga memukul Bu Kie. Maka itu ia terus ragu dan belum berani turun tangan.
Bu Kie jadi bingung, "Yang paling penting Gie hu harus menyingkir," pikirnya, "Tapi kalau ia tahu bahwa aku adalah Bu Kie, ia tidak mau menyingkir." Berpikir demikian, ia lantas saja berteriak, "Cia Tay
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/


Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hiap, walaupun Sam su berkepandaian tinggi, kalau mau aku bisa meloloskan diri dengan gampang sekali. Cia Tay hiap, kau menyingkirlah untuk sementara waktu. Aku akan segera mengembalikan golok mustikamu."
Senopati Pamungkas 26 Kitab Pusaka Karya Tjan Id Pendekar Latah 11

Cari Blog Ini