Ceritasilat Novel Online

Kisah Membunuh Naga 32

Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong Bagian 32


Sam su terkesiap, menurut kebiasaan orang yang sedang mengadu Lweekang tidak boleh bicara, begitu ia berbicara tenaga dalamnya buyar. Tapi Bu Kie bisa berbicara sambil bertahan terus.
"Siapa nama she Siauw hiap yang mulia?" tanya Cia Sun.
Untuk sejenak Bu Kie ragu, tapi ia segera mengambil keputusan untuk tidak memperkenalkan diri.
Apabila ia menyebut namanya yang asli, ayah angkatnya pasti akan mengadu jiwa dengan ketiga orang Persia itu. Berpikir begitu, ia lantas menjawab, "Aku yang rendah she Can bernama A Goe. Mengapa Cia Tay hiap tidak mau segera pergi" Apa Cia Tay hiap tidak percaya aku dan takut aku telan golok mustika ini?"
Cia Sun tertawa terbahak-bahak. "Siauw hiap, kau tak usah menggunakan kata-kata itu untuk mengusir aku," katanya dengan suara terharu. "Kutahu kau dan aku mempunyai nyali yang sama. Cia Sun merasa bersyukur bahwa dalam usia tua ia bisa bertemu dengan seorang sahabat seperti kau. Can Siauw hiap, aku ingin menghantam perempuan itu dengan Cit siang kun. Begitu aku memukul, kau lepaskan To liong to."
Bu Kie tahu kehebatan Cit siang kun, dengan mengorbankan golok mustika ternama itu memang dengan sekali tinju ia bisa membinasakan Hwie goat su. Tapi kejadian itu berarti bahwa Beng-kauw Tiong goan akan bermusuhan dengan beng-kauw pusat. Kalau kini ia menyetujui dibunuhnya seorang utusan pusat, bukankah perbuatannya tidak sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang Kauwcu"
Mengingat itu, buru-buru ia mencegah. "Tahan!" Ia menengok kepada Lioe in su dan berkata pula, "Mari kita berhenti untuk sementara waktu, aku mau berbicara dengan Sam wie."
Lioe in su mengangguk. "Dengan Beng-kauw aku mempunyai hubungan erat," kata Bu Kie. "Dengan membawa Seng hwee leng, kalian datang ke sini dan pada hakikatnya kalian adalah tamu kami. Untuk segala perbuatan yang tidak pantas aku mohon kalian sudi memaafkan. Dengan bersamaan kita menarik kembali tenaga dalam.
Apa kalian setuju?" Lioe in su mengangguk lagi.
Bu Kie girang, ia segera menarik kembali Lweekangnya dan To liong to, dan ketiga lawannya pun menarik kembali tenaga mereka.
Tapi mendadak, sangat mendadak, semacam tenaga dingin bagaikan pisau menikam Giok tong hiat di dadanya. Nafas Bu Kie sesak dan ia tak bisa bergerak lagi. Pada detik itu di dalam otaknya berkelabat pikiran, "Setelah aku mati, Gie hu pun akan mati. Tak disangka, utusan Cang kauw berbuat begitu.
Bagaimana nasib In Lee piau moay" Bagaimana dengan Tio kauwnio, Ciu kauwnio dan Siauw Ciauw"
Hai! Bagaimana dengan impian Beng-kauw untuk menolong rakyat dan merobohkan kerajaan Goan?"
Selagi ia berpikir begitu, Lioe in su sudah mengangkat Seng hwee leng dan menghantam kepalanya, Bu Kie mencoba mengerahkan Lweekang untuk membuka Giok tong hiat yang tertotok tapi sudah tidak keburu lagi.
Pada saat yang sangat genting, tiba-tiba terdengar teriak seorang wanita, "Rombongan Beng-kauw dari Tiong goan sudah tiba di sini!"
Lioe in su terkejut, Seng hwee leng berhenti di tengah udara.
Bagaikan kilat, satu bayangan abu-abu berkelabat ke arah Bu Kie, mencabut Ie thian kiam dan menubruk Lioe in su. Bu Kie mengenali orang itu adalah nona Tio, tapi dalam girangnya ia kaget tak kepalang sebab si nona menyerang dengan sebuah pukulan Kun lun-pay yang bertujuan untuk mati bersama-sama musuh. Pukulan itu diberi nama Giok swee Kun kong (batu giok hancur di gunung Kun lun san). Meskipun Bu Kie tak tahu nama pukulan itu tapi ia mengerti jika nona Tio berhasil melukai Lioe in su, ia sendiri sukar luput dari serangan lawan.
Lioe in su mencelos hatinya. Ia tak pernah bermimpi bahwa sesudah memperoleh kemenangan dengan jalan licik, ia bakal diserang dengan begitu. Dalam bahaya, ia menangkis dengan Seng hwee leng dan menggulingkan dirinya di tanah. "Trang!" Ie thian kiam terpukul balik, selagi bergulingan ia merasa dingin pada dagunya, tangannya basah lengket dan dagunya perih. Ternyata kulit dagu bersama
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
jenggotnya terpapas Ie thian kiam. Kalau Seng hwee leng bukan senjata mustika, kepalanya pasti sudah terbelah dua.
Dilain pihak, ketika terpukul balik Ie thian kiam memapas pinggiran kopiah nona Tioa sehingga sebagian rambutnya yang hitam terurai.
Tio Beng datang pada detik yang tepat karena hatinya tidak enak dan ia kuatir akan keselamatan Bu Kie. Ia merasa bahwa Kim hoa po po banyak akalnya, Tan Yoe Liang bukan manusia baik-baik dan pulau itu penuh dengan bahaya yang tersembunyi. Kian lama ia kian kuatir dan akhirnya ia mengikuti Bu Kie dari belakang. Ia tahu bahwa ilmu ringan badannya masih cetek dan kalau ia mendekat, Bu Kie tetap mengetahuinya.
Maka itu ia hanya menguntit dari kejauhan. Sesudah Bu Kie bertempur dengan ketiga utusan Cong kauw barulah ia mendekat. Ia girang ketika Bu Kie mengadu Lweekang sebab ia merasa pasti bahwa tenaga dalam ketiga orang itu tak akan bisa menindih Kioe yang Sin kang. Penundaan pertempuran mengejutkan hatinya. Ia ingin mendekati Bu Kie supaya ia waspada tapi sudah tak keburu. Demikianlah pada detik berbahaya ia melompat keluar. Ia tahu bahwa kepandaiannya tidak dapat menandingi ketiga orang asing itu tapi ia sudah nekat dan tidak berpikir panjang lagi. Ia mencabut Ie thian kiam dari pinggang Bu Kie dan menyerang dengan jurus yang dapat membinasakan kedua belah pihak, yang diserang dan penyerangnya sendiri.
Sesudah jurus pertama berhasil, ia membuat setengah lingkaran dan menubruk Biauw hong su dengan badannya sendiri. Itulah jurus Jin koei Tong touw (manusia dan setan jalan bersama-sama), jurus Kong tong-pay yang mempunyai tujuan sama seperti Giok swee Kun kong. Nona Tio menganggap bahwa ia ditakdirkan untuk binasa bersama-sama musuh. Giok swee Kun kong dan Jin koei Tong touw bukan pukulan untuk memperoleh kemenangan dalam kekalahan atau mencari hidup dalam jalan mati. Kedua jurus itu adalah jurus bunuh diri sambil membunuh musuh. Ketika jago-jago Kong tong-pay dikurung di Ban hoat sie, beberapa diantaranya yang adatnya keras sudah menyerang dengan jurus tersebut. Tapi karena tidak mempunyai tenaga dalam serangan mereka gagal. Tio Beng yang menyaksikan serangan itu segera menghafal dalam otaknya.
Dengan jurus itu Biauw hong su terkesiap, keringat dingin mengucur dan ia berdiri terpaku. Ternyata biarpun ilmu silatnya tinggi, ia bernyali kecil. Dalam menghadapi serangan yang mematikan, ia ketakutan dan tak berdaya lagi.
Sebagai akibat tubrukannya tubuh Tio Beng lebih dulu membentur Seng hwee leng kemudian barulah tangannya menikam dengan Ie thian kiam. Serangan jurus Jin koei Tong touw memang harus dilakukan dengan begitu. Lebih dulu menabrak senjata musuh dengan tubuh sendiri dan pada saat itu senjata itu menancap di tubuh, menikam musuh dengan senjata sendiri. Diserang begitu, biarpun kepandaiannya tinggi, seseorang tak akan bisa meloloskan diri. Biauw hong su terpaku sebab ia segera melihat hebatnya pukulan itu. Untung besar bagi Tio Beng Seng hwee leng bukan senjata tajam. Senjata itu tumpul dan berbentuk tongkat pendek, maka itu biarpun terbentur badannya ia tidak terluka, dan untung juga bagi Biauw hong su karena sebelum Ie thian kiam mampir di tubuhnya, Hwie goat su sudah keburu memeluk badan Tio Beng dari belakang.
Karena dipeluk, noan Tio tak bisa menikam terus, ia tahu ia bakal celaka, tiba-tiba ia membalikkan pedangnya dan menikam kempungnya sendiri.
Itulah jurus yang lebih hebat dari dua jurus tadi! Jurus pedang ini yang dinamakan Thian tee Tong sioe (langit dan bumi bersamaan usianya) adalah jurus Bu tong-pay tapi bukan gubahan Thio Sam Hong.
Siapa penggubahnya" In Lie Heng. In Lie Heng yang menggubah itu untuk membalas sakit hatinya terhadap Yo Siauw. Semenjak Kie Siauw Hu meninggal dunia, tekadnya yang bulat adalah membunuh Yo Siauw. Biarpun gurunya seorang ahli silat yang paling terkemuka tapi karena bakatnya kurang, ia tak dapat memperoleh ilmu yang paling tinggi. Ia sudah tidak berharap hidup maka itu ia menggubah tiga jurus silat pedang yang bertujuan untuk mati bersama musuhnya. Satu waktu, selagi berlatih diam-diam, latihannya dilihat Thio Sam Hong. Guru besar itu menghela nafas sebab ia tahu biarpun ia coba mencegah, hasilnya akan sia-sia. Ia lalu memberi nama Thian tee Tong sioe kepada jurus itu. Nama tersebut berarti bahwa sesudah seorang manusia meninggal dunia, rohnya akan tetap hidup dan usia roh itu sama dengan usial langit dan bumi. Ketika dikurung di Ban hoat sie, murid kepala In Lie Heng pernah menggunakan jurus itu tapi ia keburu ditolong Kouw Touw too. Peristiwa tersebut disaksikan Tio Beng.
Thian tee Tong sioe adalah untuk menghabisi musuh yang tubuhnya berdempetan dengan tubuhnya sendiri, misalnya pada waktu musuh memeluk. Tio Beng menikam kempungan sendiri supaya Ie thian kiam menembus dan terus menikam kempungan Hwie goat su seperti sate.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Tapi Tio Beng dan Hwie goat su belum ditakdirkan mati. Saat itu dengan Kioe yang Sin kang Bu Kie sudah berhasil membuka jalan darahnya yang tertotok. Pada detik itu Bu Kie berhasil mencegah tikaman itu. Tio Beng memberontak dan berhasil melepaskan diri dari pelukan Hwie goat su. Nona Tio adalah orang yang cerdas luar biasa, otaknya bisa bekerja cepat sekali. Ia mengambil Seng hwee leng dari tangan Bu Kie dan melontarkannya jauh-jauh. "Ting!" benda itu jatuh di dalam "barisan jarum".
Sam su menyayangi Seng hwee leng seperti menyayangi dirinya sendiri, tanpa memperdulikan keselamatan Biauw hong su lagi, Lioe in su dan Hwie goat su segera melompat dan berlari-lari ke arah
"barisan jarum". Karena gelap dan sekitar tempat jatuhnya Seng hwee leng tumbuh rumput tinggi maka setibanya di "barisan jarum" mereka terpaksa merangkak, mencabut jarum-jarum dan meraba-raba. Di saat itu Biauw hong su tersadar, seraya berteriak ia menyusul kedua kawannya.
Untuk menolong Bu Kie tadi Tio Beng menyerang dengan nekat. Sekarang, sesudah kekuatannya pulih rasa takutnya muncul. Tiba-tiba sambil menangis keras ia menubruk Bu Kie. Dengan rasa terima kasih yang berlimpah, Bu Kie memegang tangan si nona. Ia tahu bahwa begitu Sam su menemukan Seng hwee leng yang dilemparkan mereka akan segera menyerang pula. Maka itu ia berkata, "Mari kita lari."
Ia melepaskan tangan Tio Beng, mendukung In Lee yang terluka berat dan berkata kepada Cia Sun, "Cia Tay hiap, kita harus menyingkir secepat mungkin."
"Benar," jawab Kim mo Say ong yang lalu membungkuk dan membuka jalan darah Kim hoa po po.
Bu Kie menganggap bahwa setelah mendapat pengalaman pahit, si nenek tentu akan mencoret permusuhan terhadap ayah angkatnya. Setelah ia berlari-lari beberapa tombak, ia menyerahkan In Lee kepada si nenek sebab biarpun saudari sepupunya, ia merasa bimbang untuk mendukung seorang gadis.
Mereka lari sekencang-kencangnya, Tio Beng paling depan. Cia Sun dan Kim hoa po po di tengah dan Bu Kie paling belakang sebagai pelindung.
Mendadak terdengar bentakan Kim mo Say ong yang lalu meninju punggung nenek Kim hoa. Cie san Lion gong menangkis dan melemparkan In Lee di tanah.
Bu Kie terkejut dan mendekat.
"Han Hu jin!" bentak Cia Sun. "Mengapa lagi-lagi kau coba membunuh In Kauwnio?"
Si nenek tertawa dingin, "Jangan turut campur urusanku," jawabnya.
"Kularang kau membunuh orang secara serampangan," kata Bu Kie.
"Apa belum cukup kau mencampuri urusan yang sebenarnya bukan urusanmu?" tanya Kim hoa po po.
"Belum tentu bukan urusanku," sahutnya. "Musuh akan segera mengejar, apa kau ingin mati?"
si nenek mengeluarkan suara di hidung dan lari ke arah barat. Mendadak tiga kuntum bunga emas menyambar ke kepala In Lee. Bu Kie mengebut tangannya dan senjata itu berbalik menyambar majikannya dengan suara "ungg" yang lebih hebat dari suara menyambarnya anak panah. Si nenek kaget, ia tak menyangka pemuda itu memiliki Lweekang yang begitu dahsyat. Ia tak berani menyambuti dan buru-buru menggulingkan badannya di tanah. Ketika Kim hoa lewat di atas punggungnya dan merobek pakaiannya, jantung si nenek melonjak dan ia terus kabur tanpa menoleh lagi.
Selagi Bu Kie membungkuk untuk mendukung In Lee, tiba-tiba Tio Beng mengeluh dan memegang kempungannya.
"Mengapa?" tanya Bu Kie sambil mendekati. Dengan terkejut ia melihat tangan si nona berlepotan darah. Ternyata biarpun keburu ditolong, tikaman Thian tee Tong sioe telah melukai kempungannya.
"Apa lukamu berat?" tanya Bu Kie dengan hati berdebar-debar.
Sebelum Tio Beng menjawab mendadak terdengar seruan Biauw hong su, "Ini dia! Dapat! Sudah dapat!"
"Jangan perdulikan aku," kata nona Tio. "Pergi! Lekas pergi!"
Tanpa mengeluarkan sepatah kata, Bu Kie segera memeluk pinggang Tio Beng dan terus kabur ke bawah gunung.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Ke perahu"terus berlayar"," bisik Tio Beng.
Bu Kie mengangguk. Dengan sebelah tangan mendukung In Lee dan sebelah tangan mendukung Tio Beng, ia lari sekencang-kencangnya. Cia Sun yang melindungi dari belakang merasa heran, sebab biarpun membawa dua orang dewasa, Bu Kie masih bisa lari begitu cepat. Bu Kie sendiri lari dengan pikiran kusut. Ia sangat memikirkan keselamatan kedua gadis itu. Kalau seorang saja tak dapat ditolong, ia akan menyesal seumur hidup. Untung juga tubuh mereka tak berubah dingin.
Sementara itu, sesudah mendapatkan kembali Seng hwee leng, Sam su terus mengejar. Tapi ilmu ringan badan mereka tak bisa menandingi Bu Kie bahkan belum dapat merendengi Cia Sun.
Sebelum tiba di perahu, Bu Kie sudah berteriak. O hei! Beng beng Kuncu memberi perintah. Naikkan layer, angkat jangkar, siap untuk segera berangkat!"
Dengan demikian, waktu mereka naik di perahu layar-layar sudah terpentang. Tapi kapten tak berani menjalankan perahu sebelum mendapat perintah Tio Beng. Ia menghampiri si nona dan menanyakan sambil membungkuk.
"Dengar segala perintah Tio Kongcu"," kata nona Tio dengan suara lemah.
Dengan cepat perahu berangkat. Waktu Sam su tiba di pesisir perahu itu sudah terpisah beberapa puluh tombak dari daratan.
Bu Kie segera merebahkan Tio Beng dan In Lee di pembaringan dan dibantu Siauw Ciauw, ia memeriksa luka mereka. Luka Tio Beng sendiri lebih dalam. Biarpun mengeluarkan darah, luka-luka itu tak membahayakan jiwa. Yang terluka berat adalah In Lee. Ketig Kim hoa menancap dalam dadanya.
Apa nona In bisa ditolong masih merupakan teka-teki. Bu Kie dan Siauw Ciauw menaruh obat dan membalutnya. In Lee terus pingsan sedangkan Tio Beng menangis dengan perlahan.
Sesudah kedua gadis itu diberi obat, Cia Sun berkata, "Can Siauw hiap, di luar dugaan, dalam usia tua Cia Sun masih bisa bersahabat dengan seorang ksatria yang begitu luhur budi pekertinya."
Bu Kie tidak menjawab. Ia mengambil kursi dan menyilakan ayah angkatnya duduk. Sesudah itu ia berlutut, "Gie hu!" katanya sambil menangis. "Anak Bu Kie tidak berbakti. Anak tidak bisa menyambut lebih dulu sehingga Gie hu banyak menderita."
Cia Sun terkesiap, "Kau"apa katamu?" tegasnya.
"Anak adalah Bu Kie," jawabnya.
Tentu saja orang tua itu tak percaya, mulutnya ternganga.
Bu Kie berkata, "Intisari dari ilmu silat adalah memusatkan semangat.?" Ia menghafal kouwkoar (teori) yang Cia Sun pernah ajarkan di pulau Peng hwee to. Sesudah ia menghafal seratus lebih dengan rasa kaget bercampur girang orang tua itu mencekal kedua tangannya dan berkata dengan suara parau,
"Apa"apa benar kau Bu Kie?"
Bu Kie bangkit dan memeluknya. Dengan ringkas ia menceritakan segala pengalamannya sejak ia berpisah dengan ayah angkatnya itu. Hanya satu hal yang tidak diceritakannya yaitu tentang kedudukannya sebagai Kauwcu dari Beng-kauw. Kalau ia terangkan, orang tua itu pasti akan menjalankan penghormatan terhadapnya.
Cia Sun merasa seperti mimpi tapi sekarang ia percaya apa yang didengarnya. Selagi Bu Kie bercerita, berulang-ulang ia berkata, "Langit mempunyai mata! Langit mempunyai mata!...."
Baru selesai Bu Kie menuturkan pengalamannya, mendadak di buritan perahu terdengar teriakan beberapa orang anak buah, "Perahu musuh mengejar! O hoi! Perahu musuh mengejar!"
Buru-buru Bu Kie pergi ke buritan kapal. Benar saja ia melihat sebuah perahu besar dengan lima layar sedang mengejar dengan kecepatan luar biasa. Di antara kegelapan sang malam, ia tak bisa melihat badan perahu itu, tapi layarnya yang putih sangat menyolok mata. "Padamkan penerangan!" teriaknya. Ia mengambil mangkok teh juru mudi dan menimpuk lentera angina yang terpancang di puncak tiang layar.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Trang!" lentera hancur, apinya padam dan perahu gelap gulita. Tapi biarpun begitu karena layar berwarna putih, perahu itu masih tetap tidak bisa menyembunyikan diri, saat layar-layar diturunkan, perahu musuh akan segera menyandak.
Bu Kie bingung, perahu musuh lebih ringan dan makin lama makin mendekati. Ia tidak bisa berbuat lain daripada menunggu kedatangan musuh. Ia berharap di dek perahu yang sempit Sam su tidak bisa bekerja sama sebaik di daratan. Cepat-cepat ia memindahkan Tio Beng dan In Lee ke kamar yang lebih aman, kemudian ia pergi ke geladak kapal dan mengambil tiga buah jangkar besar yang lalu ditaruh di kamar kedua gadis itu sebagai rintangan. Setelah itu ia menunggu musuh untuk melakukan pertempuran hidup mati.
Tiba-tiba terdengar suara "dung!" yang sangat hebat dan perahu bergoncang keras dan diikuti muncratnya air laut.
"Musuh menembak dengan meriam!" teriak anak buah di buritan perahu. Untung juga peluru yang ditembakkan jatuh ke air di samping perahu tersebut.
Selagi Bu Kie kebingungan, Tio Beng menghampirinya. Ia mendekat.
"Jangan takut," bisik nona Tio. "Kita pun mempunyai meriam."
Bu Kie tersadar. Dengan berlari-lari ia naik ke geladak dan memerintahkan anak buah perahu untuk segera menyingkirkan semua jala yang menutupi meriam. Dengan tergesa-gesa, mereka mengisi meriam dengan obat peledak dan peluru dan menyulut sumbunya. "Dung!" peluru menyambar musuh. Hanya sayang, tembakan itu meleset dan peluru jatuh di antara kedua perahu, karena dalam rombongan anak buah perahu Goan, yang sebagian besar terdiri dari busu gedung Jie lam ong, tak terdapat meriam. Tapi biarpun begitu, karena melihat pihak Bu Kie juga memiliki meriam, perahu Persia itu tak berani terlalu mendekat. Beberapa saat kemudian, perahu musuh melepaskan tembakan dan peluru jatuh di kepala perahu yang segera saja terbakar.
Bu Kie segera memimpin sejumlah anak buah untuk memadamkan api. Tiba-tiba api berkobar-kobar di ruangan tingkat atas. Dengan kedua tangan menenteng ember air, buru-buru Bu Kie naik ke atas dan setelah menendang pintu lalu menyiram api yang telah mulai mengganas. Di antara asap, ia melihat sesosok tubuh wanita di atas pembaringan yang ketika didekati ternyata tidak lain adalah Ciu Cie Jiak yang pakaiannya sudah basah kuyup. Bu Kie terkesiap, ia melemperkan ember dan bertanya dengan suara gugup, "Ciu Kauwnio, apa kau terluka?"
Si nona menggelengkan kepalanya. Melihat pemuda itu ia kaget tak kepalang. Ketika tangannya bergerak terdengarlah suara gemerincing. Ternyata kaki dan tangannya dirantai oleh si nenek Kim hoa.
Bu Kie segera turun ke bawah mengambil Ie thian kiam dan memutuskan rantai itu.
"Thio Kauwcu," kata nona setalh kaki tangannya terbebas, "Bagaimana kau bisa berada di sini?"
Sebelum Bu Kie menjawab, perahu berguncang keras karena tembakan sehingga si nona yang kaki tangannya masih kaku segera roboh menubruk Bu Kie. Pemuda itu segera membangunkannya dan dari sinar api yang masuk dari jendela ia melihat dadu dan titik-titik air kelihatan samara-samar membasahi pada paras yang pucat pasi sehingga muka cantik ayu itu seolah-olah sekuntum bunga Cui-sian yang kena embun. Sesudah menentramkan hatinya, ia berkata, "Mari kita turun ke bawah."
Selagi mereka berjalan keluar dari pintu ruang atas mendadak perahu itu berputar-putar sebab tembakan tadi telah menghancurkan kemudi di buritan perahu dan juru mudinya sendiri tenggelam di laut.
Pemimpin penembak meriam jadi bingung. Ia sendiri lalu mengisi obat peledak, dengan harapan bahwa dengan sekali tembak ia akan bisa menenggelamkan perahu musuh. Ia mengisi sekuat tenaga dan kemudian menyodok-nyodok obat peledak itu dengan sepasang toya besi supaya masuk sepadat-padatnya di dalam lubang. Sesudah merasa puas, ia mengambil obor dan menyulut sumbu. Hampir bersamaan terdengar suara "dunggg!" yang dahsyat luar biasa, diikuti melesatnya potongan-potongan baja. Meriam hancur dan semua anak buah penembak meriam menemui ajal mereka secara mengenaskan! Karena obat peledak yang diisi beberapa kali lipat lebih banyak dari takaran peluru maka peluru tidak bisa tertembak keluar dan obat peledak yang meledak telah menghancurkan meriam.
Karena ledakan itu Bu Kie dan Cie Jiak yang sedang berjalan di geladak perahu terlempar jauh dan disambar dengan hawa yang panas. Tanpa berpikir lagi Bu Kie meraih tambang layar dengan tangan
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
kanannya sedang tangan kirinya menangkap kaki Cie Jiak sehingga mereka tak jatuh ke air. Sesaat itu seluruh perahu sudah diliputi api dan asap dan mulai tenggelam dengan perlahan. Dengan hati berdebar-debar Bu Kie mengawasi sekitarnya untuk mencari jalan hidup. Mendadak terlihat sebuah perahu kecil, perahu penolong yang terikat di sisi perahu, "Ciu Kauwnio, loncatlah," teriaknya.
Hampir bersamaan Siauw Ciauw yang mendukung In Lee dan Cia Sun yang menggendong Tio Beng muncul di geladak perahu. Mereka naik ke atas perahu lantaran perahu berlubang dan air sudah memenuhi bagian bawah perahu. Sesudah Cia Sun dan Siauw Ciauw duduk di perahu dengan In thiam kiam Bu Kie membabat tali pengikat dan perahu itu segera jatuh dan hinggap di permukaan air. Dilain detik, ia pun melompat ke perahu itu dan mengambil sepasang dayung dan lalu mendayungnya.
Ia mendayung dengan sekuat tenaga. Perahu yang sedang terbakar menerangi permukaan laut sampai pada jarak tertentu. Ia merasa bahwa perahu yang ditumpanginya harus cepat-cepat berada di luar sinar terang supaya tidak dilihat Sam su yang tentu akan menduga bahwa semua orang mati terbakar dan tidak mencari lebih lanjut. Cia Sun mengerti maksud si anak dan ia bantu mendayung dengan sepotong papan.
Perahu itu melaju bagaikan anak panah dan dalam sekejap dia sudah berada di luar lingkaran sinar terang.
Sementara itu di perahu meriam terjadi peledakan beruntun sebab terbakarnya obat peledak yang disimpan di dalam gudang. Perahu Sam su tidak berani datang mendekat hanya mengamati dari kejauhan.
Diantara busunya Tio Beng terdapat orang-orang yang bisa berenang. Mereka menceburkan diri di air dan teriak-teriak minta tolong. Tapi sebaliknya dari ditolong, mereka dibunuh Sam su dan orang-orangnya.
Cia Sun dan Bu Kie tidak berani mengaso. Diantara mereka sedikitpun tidak merasa jeri. Tapi di lautan dengan mereka di perahu kecil dan musuh berada di perahu meriam, dia pasti akan binasa kalau sampai ditemukan musuh. Jika ditembak biarpun tidak kena tepat, perahu kecil itu pasti akan karam kalau jatuh di tempat berdekatan. Untung juga Cia Sun dan Bu Kie memiliki tenaga dalam yang sangat kuat sehingga meskipun harus bekerja sangat keras selama setengah malam, mereka tidak merasa lelah.
Waktu fajar menyingsing, langit tertutup awan hitam dan di lautan muncul halimun tebal.
"Bagus!" kata Bu Kie dengan girang, "Kalau kita bisa kabur setengah hari lagi, musuh pasti tak akan bisa mencari kita."
Tapi sesudah berada agak jauh dari bahaya mereka menghadapi penderitaan lain. Pakaian mereka basah dan mereka berada dalam musim dingin. Cia Sun dan Bu Kie yang Lweekangnya kuat masih tak apa. Tapi Cie Jiak dan Siauw Ciauw yang menggigil lebih-lebih kalau ditiup angin utara. Perahu kecil tak punya persediaan apapun juga dan mereka semua tidak berdaya, Cia Sun dan Bu Kie hanya bisa membuka pakaian luar mereka yang lalu digunakan untuk menyelimuti tubuh Tio Beng dan In Lee.
Di waktu lohor penderitaan bertambah hebat. Angin meniup keras dan hujan turun seperti di tuang.
Perahu melaju ke selatan karena ditiup angin dan dayung sudah tiada gunanya. Cia Sun berempat membuka sepatu mereka untuk menyendok untuk menyendok dan membuang air hujan yang masuk di perahu.
Karena bertemu dengan anak angkatnya, biarpun menghadapi bahaya dan sangat menderita, Cia Sun sangat gembira dan diantara hujan angin ia terus berbicara dengan suara menggeledek sambil tertawa.
Siauw Ciauw yang sifatnya berandalan juga turut bicara dengan setiap kali mengeluarkan suara tertawa nyaring. Hanya Cie Jiak yang terus membungkam. Setiap kali sinar matanya bentrok dengan sinar mata Bu Kie, ia berpaling ke arah lain.
"Bu Kie," teriak Kim mo Say ong. "Dahulu ketika aku dan kedua orang tuamu mengarungi lautan, ditengah jalan kami diserang topan dan penderitaan itu lebih hebat dari sekarang. Belakangan kami menggunakan sebuah gunung es sebagai perahu dan makan daging beruang. Tapi waktu itu yang meniup adalah angin selatan dan kami ditiup sampai kutub utara. Apakah kareana membenci Cia Sun, Loo thian ya (langit) ingin menggiring aku ke gedung Lam kek Sian ong (Dewa Kutub Selatan) supaya aku berdiam di situ dua puluh tahun lagi" Ha ha"Ha ha ha"." Sesudah tertawa terbahak-bahak ia berkata, "Waktu itu kedua orang tuamu merupakan pasangan yang serasi tapi sekarang kau membawa empat orang wanita muda. Bagaimana kau bisa berbuat begitu" Ha ha ha ha ha"."
Paras muka nona Ciu berubah merah dan ia segera menundukkan kepala. Yang segera membuka suara adalah Siauw Ciauw. "Cia Loo-ya cu, aku hanya seorang pelayan yang melayani Kongcu ya," katanya dengan sikap wajar. "Aku tidak masuk hitungan."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Tio Beng tersenyum. Ia terluka berat tapi ia tak tahan untuk tidak ikut bicara. "Cia Loo-ya cu,"
katanya. "Kalau kau masih terus mengaco belo, sesudah sembuh aku akan menggaplok pipimu."
Cia Sun tertawa nyaring. "Ah! Sungguh galak si nona!" katanya. Mendadak ia berhenti tertawa dan berkata pula dengan suara sungguh-sungguh. "Hm, semalam kau telah menyerang dengan tiga jurus nekat. Yang pertama Giok swee Kun kong dari Kun lun-pay. Yang kedua, Jin koei Tong touw.
Yang"yang ketiga"Aku si tua, memang sangat tolol, aku tak dapat mendengar jurus yang ketiga itu."
Nona Tio terkejut, ia tak pernah menduga bahwa meskipun matanya buta Kim mo Say ong bisa menebak kedua jurus itu secara tepat. "Yang ketiga Thian tee Tong sioe dari Bu tong-pay," katanya.
"Jurus ini rupanya belum lama digubah sehingga tidaklah heran kalau tak dikenal oleh Loo-ya cu."
Kim mo Say ong menghela nafas, "Kau ingin menolong Bu Kie itu sangat baik, sangat mulia," katanya dengan suara terharu. "Tapi mengapa kau berlaku nekat" Mengapa"...Mengapa nekat?"
Tio Beng menjawab, "Karena dia"dia"." Untuk sejenak ia ragu tapi kemudian meneruskan juga perkataannya. ?"karena"Siapa membunuh Thio Kongcu, aku"aku tak mau hidup lagi!" Sehabis berkata begitu air matanya mengucur.
Cia Sun dan yang lain-lain kaget tak kepalang. Tak seorangpun pernah menduga bahwa seorang gadis seperti Tio Beng akan membuka rahasia hatinya di hadapan orang banyak. Tapi mereka tak ingat bahwa nona Tio adalah seorang gadis Mongol yang jalan pikirannya dan cara-caranya berlainan dengan wanita Han. Sebagai anak Mongol, ia berwatak polos. Kalau mencintai ia mencintai terang-terangan kalau membenci ia juga membenci terang-terangan. Apalagi keadaan waktu itu disaksikan banyak orang, tak seorangpun bisa mengatakan apa mereka akan hidup terus atau mati di dasar lautan.
Perkataan nona Tio sangat mengejutkan dan mengharukan Bu Kie, ia tak sangka bahwa rasa cinta gadis itu terhadapnya sedemikian besar. Sambil mencekal tangannya erat-erat ia berbisik, "Biar bagaimanapun juga, lain kali kau tak boleh berkata begitu."
Sesudah lidahnya terpeleset, nona Tio sebenarnya merasa menyesal. Ia merasa bahwa kata-kata itu kurang pantas dikeluarkan oleh seorang gadis, tapi begitu mendengar bisikan Bu Kie, ia kaget bercampur girang, malu bercampur bahagia yang sukar dilukiskan. Ia merasa bahwa segala pengorbanannya dan segala penderitaannya tidaklah sia-sia.
Perlahan-lahan hujan berhenti tapi halimun makin tebal. Mendadak seekor ikan yang beratnya kirakira tiga puluh kati melompat masuk ke dalam perahu. Dengan sekali totok, lima jari tangan Cia Sun amblas di badan ikan. Semua orang girang, Siauw Ciauw mencabut pedang dan memotong daging ikan menjadi potongan-potongan kecil. Mereka sangat lapar dan sambil menahan nafas sebab bau amis, masing-masing lalu memakan sepotong daging. Cia Sun makan dengan bernafsu, selama berada di Peng hwee to ia pernah menelan macam-macam untuk menahan lapar.
Tak lama kemudian, ombak mereda. Sesudah mengganjal perut, semua orang memejamkan mata dan mengaso. Yang tertidur paling dulu adalah Siauw Ciauw. Tio Beng terus memegang tangan Bu Kie dan beberapa saat kemudian karena hatinya tenteram, iapun pulas dengan bibir tersungging senyuman.
Sesudah melawan bahaya sehari dan semalam suntuk mereka semua capai dan lelah. Cie Jiak dan Siauw Ciauw tidak ikut bertempur tapi merekapun mengalami kekagetan yang tidak kecil. Demikianlah laut yang tenang sehingga perahu itu merupakan ayunan yang berayun-ayun dengan perlahan, keenam penumpang itu tertidur semua.
Selang empat-lima jam, Cia Sun yang berusia lanjut sadar lebih dulu. Dengan kasih ia mendengar nafasnya kelima orang muda itu yang saling sahut dengan suara ombak. Nafas Cie Jiak perlahan dan panjang. Yang luar biasa adalah suara nafas Bu Kie, suara nafas itu seperti terputus seperti bersambung antara "ada" dan "tidak ada". Bukan main rasa kagumnya Cia Sun. "Seumur hidup aku belum pernah bertemu dengan manusia yang mempunyai Lweekang begitu tinggi," katanya di dalam hati. Nafas Siauw Ciauw pun sangat aneh, sebentar cepat sebentar pelan. Itulah tanda bahwa si nona telah berlatih sesuatu yang mirip Lweekang yang sangat luar biasa. Alis Kim mo Say ong berkerut. Ia ingat sesuatu hal.
"Heran!" pikirnya. "Apa dia"."
Sekonyong-konyong terdengar bentakan In Lee. "Thio Bu Kie! Anak bau! Mengapa kau tak mau mengikuti aku ke Leng Coa To?"
Bu Kie, Tio Beng, Cie Jiak, dan Siauw Ciauw lantas saja tersadar.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Bu Kie!" bentak pula nona In. "aku hidup sebatang kara di pulau itu" Mengapa kau tidak mau menemani aku" Kau" anak bau! Aku ingin memotong dagingmu jadi dua puluh tujuh potong untuk dijadikan makanan ikan" kau."
Bu Kie meraba pipi si nona. Paras membara! Ia mengaco karena dengan keras. Bu Kie mengerti ilmu ketabiban, tapi di perahu itu ia tidak berdaya. Jalan satu-satunya hanialah merobek ujung bajunya, mencelupnya di air laut dan menaruhnya di pipi In Lee.
Si nona terus berteriak-teriak. "Thia-thia! Jangan!... Jangan bunuh ibu! Jie-nio dibunuh olehku. Kau bunuhlah aku! Ibu tak campur-campur urusanku" Ibu mati!... mati!... akulah yang mencelakainya" uh-uh-uh-uh". " Ia menangis keras, ia sesambat.
"Cu Jie! Cu Jie!" panggil Bu Kie.
"Sadarlah ayahmu tidak berada di sini. Jangan takut!"
"Aku tak takut!" bentak si nona. "ayah yang salah, aku tak takut! Sesudah dia kawin dengan ibuku, perlu apa dia mengambil jie-nio, sam-nio" " thia-thia, kau membuat aku sangat menderita. Kau bukan ayahku" Kau lelaki curang" lelaki jahat" "
Bu Kie pucat mukanya. Perkataan In Lee seolah-olah pisau yang menikam hatinya, karena tadi ia mimpi menikah dengan Tio Beng, dengan Cie Jiak, dengan In Lee sendiri yang telah berubah cantik dan dengan Siauw Ciauw. Di waktu sadar ia tidak berani memikir yang tidak-tidak. Tapi di dalam mimpi, sesuatu yang tersimpan dalam alam pikirannya yang tidak sadar terbayang tegas. Ia merasa bahwa keempat gadis itu cantik semuanya dan ia tidak dapat berpisah dengan mereka. Selagi membujuk In Lee, di dalam otaknya masih teringat impian yang sedap.
Sekarang mendengar cacian In Lee, ia lantas ingat peristiwa di kaki Kong Beng Teng yang dilihatnya dengan mata sendiri dan kejadian-kejadian yang pernah didengarnya. Karena tak tahan melihat hinaan terhadap ibu kandungnya In Lee telah membinasakan gundik ayahnya. Karena perbuatan sadis itu, ibu kandungnya belakangan membunuh diri. In Ya Ong, ayah In Lee, atau paman Bu Kie, gusar tak kepalang.
Beberapa kali ia coba membunuh puterinya. Karena peristiwa menyedihkan itu, karena gundik kesayangannya dibunuh puterinya sendiri, untuk menghibur hatinya, In Ya Ong mengambil beberapa gundik lagi.
Itulah yang diingat Bu Kie. Sambil memegang tangan nona In, ia melirik Tio Beng dan kemudian melirik Cie Jiak. Ia ingat impiannya dan ia merasa sangat jengah.
Sesudah mengucapkan perkataan-perkataan yang sukar ditangkap, In Lee berkata dengan suara yang agak tegas. "Bu Kie" kau ikutlah aku. Kau telah menggigit tanganku, tapi aku sedikitpun tidak membenci kau. Seumur hidup aku akan melayani kau, aku menganggap kau sebagai majikanku. Jangan lah kau mencela romanku yang jelek. Apabila kau sudi menerima aku, aku rela melemparkan seantero ilmu silatku, membuang racun Ciancu yang berada dalam diriku, supaya paras mukaku bisa pulih kembali seperti pada waktu kita baru bertemu" " Ia mengeluarkan kata-kata itu dengan suara lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Bu Kie merasa sangat terharu. Ia tak nyana bahwa saudari sepupuhnya itu adatnya aneh, mempunyai perasaan yang sangat halus.
"Bu Kie," kata pula Nona In, "aku telah mencari kau di segala pelosok dunia. Belakangan kudengar, bahwa kau mati lantaran jatuh di dalam jurang. Waktu berada di See-Hek, aku bertemu dengan seorang pemuda yang bernama Can A Goe. Dia berkepandaian tinggi, orangnya sangat baik dan dia pernah mengatakan, bahwa dia bersedia mengambil aku sebagai isteri" "
Tio Beng dan lain-lain tahu, bahwa Can A Goe adalah nama samaran Bu Kie. Dengan serentak mereka melirik pemuda itu yang paras mukanya lantas saja berubah menjadi merah. Dalam demam keras, In Lee tak dapat menahan lidahnya sendiri. Bu Kie tidak berani menghentikannya dengan menotok jalan darah si nona, sebab kalau ditotok jiwa nona In lebih terancam. Ia tidak berdaya waktu dilirik oleh Tio Beng, Cie Jiak, dan Siauw Ciauw, ia merasa begitu jengah sehingga ia ingin sekali menyeburkan diri ke laut.
Sementara itu, In Lee terus mengaco, "A Gu koko pernah mengatakan begini kepadaku. Nona, dengan setulus hati aku bersedia untuk menikah dengan kau. Aku hanya mengharap, kau tidak mengatakan bahwa aku tidak setimpal dengan dirimu. Selanjutnya dia berkata, mulai detik ini aku akan mencintaimu, akan melindungi kau dengan segenap jiwa dan raga. Tak perduli ada berapa banyak orang yang mau
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
mencelakai kau, tak perduli ada berapa banyak jago yang mau menghina kau, aku pasti akan melindungi kau. Aku bersedia untuk mengorbankan jiwa demi kepentinganmu. Aku ingin kau berbahagia dan melupakan segala penderitaanmu yang dulu. (Kisah Pembunuh Naga Jilid 14 Halaman 744) Bu Kie, watak A Goe Koko baik, lebih tinggi ilmunya dari orang-orang sepantarnya Biat Coat Suthay. Tapi sebab hatiku sudah diserahkan kepadamu, Setan kecil yang pendek umurnya, maka aku tak meluluskan permintaan A Goe Koko. Kau sudah mati, biarlah aku tak menikah seumur hidup. Bu Kie, cobalah bilang, apa A Lee baik atau tidak baik terhadap dirimu" Hari itu kau tak memperdulikan aku, menolak ajaranaku.
Coba kau katakan dengan setulus hati, apa kau merasa menyesal atau tak merasa menyesal?"
Mendengar kata-kata yang menyayat hati itu, tanpa merasa air mata Bu Kie mengalir turun ke dua pipinya.
"Bu Kie" bisik nona In. "Apakah kau tak merasa kesepian di alam baka" Aku telah mengikut Popo ke Peng Hwee To untuk mencari ayah angkatmu. Sesudah itu, aku ingin pergi ke Bu Tong San untuk menyembahyangi kuburan kedua orang tuamu dan kemudian aku akan pergi di See-hek untuk membuang diri di puncak es, dimana kau telah tergelincir jatuh, supaya aku bisa menemani kau selama-lamanya di alam baka. Tapi aku baru bisa bertindak begitu sesudah Popo meninggal dunia. Sekarang belum dapat aku mengawanimu. Tak bisa aku meninggalkan Popo seorang diri di alam dunia yang luas ini. Popo sangat baik terhadapku. Kalau ia tak menolong, siang-siang aku sudah mati dibunuh ayah angkatku. Aku telah memberontak terhadap Popo. Ia sekarang sangat membenci aku, tapi aku selamanya takkan dapat melupakan budinya dan akan coba membalas budi yang besar itu. Bu Kie, apakah sikapku sikap yang benar?"
Sesudah itu, suaranya tak tegas dan tak teratur lagi. Sebentar ia berbisik, sebentar berteriak, sebentar tertawa, sebentar menangis. Belakangan suaranya makin perlahan dan rupa-rupanya karena capai, akhirnya ia tertidur.
Bu Kie berlima saling mengawasi tanpa mengeluarkan sepatah kata. Masing-masing bicara pada dirinya sendiri. Ombak laut memukul-mukul badan perahu, siliran angin meniup dengan perlahan, sedang saug rembulan memancarkan sinarnya yang putih laksana perak. Bu Kie menghela napas. Apa yang dilihatnya langit rembulan adalah abadi. Apa yang berubah-rubah adalah manusia yang selalu diliputi dengan kedukaan dan penderitaan.
Tiba-tiba kesunyian dipecahkan dengan nyanyian yang sangat perlahan.
"Pada akhirnya badan manusia,
tak bisa lari dari hal itu,
hari ini ada kesenangan, nikmatilah kesenangan itu,
siang dan malam seratus tahun,
yang berusia tujuh puluh sudah jarang ada,
sang waktu mengalir bagaikan air,
gelombang demi gelombang."
Nyanyian itu ternyata keluar dari mulut In Lee yang masih terus mengaco.
Mendadak jantung Bu Kie memukul keras. Ia ingat, bahwa pada waktu terkurung di jalanan rahasia di Kong Beng Teng sebab jalanan ditutup Seng Kun, Siauw Ciauw pun pernah menyanyikan nyanyian itu.
(Kisah Membunuh Naga Jilid 17, Halaman 890) Mau tak mau ia melirik nona itu yang justru sedang mengawasi dirinya. Begitu dua pasang mata kebentrok, si nona buru-buru memalingkan kepalanya.
Sementara itu, In Lee sudah menyanyi pula. Kali ini lagunya aneh, berbeda dengan lagu yang biasa di daerah Tiong Goan. Bu Kie dan yang lain-lain memasang kuping untuk menangkap kata-kata dalam nyanyian itu. Akhirnya mereka mendengar sajak yang maksudnya menyerupai sajak yang pernah dinyanyikan Siauw Ciauw di Kong Beng Teng.
"Dengan bagaikan mengalirnya air,
pergi, laksana siliran angin,
entah dari mana datangnya,
entah di maan tujuannya!"
Ia mengulangi sajak itu berulang-ulang. Makin lama makin perlahan, sehingga akhirnya menghilang di antara suara air dan suara angin.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Semua orang mendengar dengan termenung. Mereka merasa bahwa memang benar, seorang manusia yang dilahirkan di dalam dunia tak diketahui darimana datangnya. Biarpun dia gagah, biarpun di kosen, pada akhirnya dia tak bisa terluput dari kematian. Dengan mengikuti siliran angin tak diketahui dimana tujuannya. Pada saat itu, Bu Kie merasa, bahwa tangan Tio Beng yang dicekal olehnya dingin bagaikan es dan agak bergemetar.
Tiba-tiba kesunyaian dipecahkan oleh suara Cia Sun. "Ah! Lagu Persia diturunkan oleh Han Hujin kepadanya. Dua puluh tahun lebih yang lampau, pada suatu hari ketika berada di Kong Beng Teng aku pernah dengar lagu ini. "Hai! Kutaknyana Han Hujin bisa berlaku begitu kejam terhadap anak ini."
"Loo Ya Cu," kata Tio Beng, "cara bagaimana Han Hujin dapat menyanyikan lagu persia itu. Apakah itu lagu Beng Kauw?"
"Beng Kauw berasal dari Persia dan meskipun bukan lagu Beng Kauw, lagu itu mempunyai hubungan rapat dengan Beng Kauw," jawabnya. "Lagu itu telah digubah pada dua abad lebih yang lampau oleh seorang penyair Persia yang paling terkemuka yaitu Omar Khayyam. Sepanjang cerita lagu itu dapat dinyanyikan hampir oleh setiap orang Persia. Dahulu waktu aku mendengar nyanyian Han Hujin, aku pernah menanyakan asal usul dan Han Hujin telah memberi keterangan jelas kepadaku. Ceritanya adalah begini: Alkisah pada jaman itu, Persia terdapat seorang guru besar, Imam Mowfaak, ia mempunyai tiga orang murid terkemuka, yaitu Omar Khayyam, Nizam Mulk, dan Ben Sabah."
"Omar Khayyam mengutamakan ilmu sastra, Nizam Mulk mengutamakan ilmu politik sedang Hasan unggul dalam ilmu silat. Mereka bertiga bersahabat erat dan belakangan mereka bersumpah untuk sama-sama senang dan sama-sama susah."
"Sesudah mereka keluar dari rumah perguruan, Nazam-lah yang paling beruntung dan ia menjadi Vezer, atau menjadi seorang Menteri Pertama dari Sah Persia. Waktu kedua sahabat karibnya datang padanya. Nazam merasa girang, dan memohon supaya Raja Persia memberi pangkat kepada mereka itu.
Hasan diberi pangkat dan menerimanya, tapi Omar menolak. Ia hanya memintan tunjangan uang supaya ia bisa mempelajari ilmu bintang menyusun kalender dan menulis sajak-sajak, tanpa harus memikiri soal penghidupannya. Dengan rasa menyesal, Nazam meluluskan permintaan sahabat itu.
"Tapi Hasan seorang yang berangan-angan besar dan tidak bisa terus-menerus berada di bawah kekuasaan orang lain. Ia memberontak dan setelah memberontaknya ditindas, ia mengumpulkan orang-orang yang tidak karuan dan melakukan perbuatan-perbuatan terkutuk seperti membunuh dan sebagainya.
Ia menjadi kepala dari sebuah gerombolan yang namanya menggetarkan dunia dan diantara para pejuang salib, ia terkenal sebagai seorang tua dari pegunungan. Di daerah barat banyak sekali manusia yang binasa di dalam tangan Hasan dan pengikutnya."
"Menurut keterangan Han Hujin, di ujung daerah Barat terdapat sebuah negeri yaitu Negeri Inggris.
Raja Inggris ,Edward, dimusuhi si "orang tua dari pegunungan," yang belakangan mengirim orang untuk membunuh raja tersebut. Pengawal-pengawal raja tidak berhasil memukul mundur orang-orangnya Hasan dan raja dilukai dengan golok beracun. Syukur tanpa memperdulikan keselamatan diri sendiri, permaisuri memberi pertolongan dengan mengisap luka sang suami dan menyedot keluar racun itu. Dengan demikian raja terluput dari kebinasaan."
"Hasan benar-benar jahat, belakangan ia bahkan memerintahkan orang untuk membunuh Nizam Mulk, sahabat karib yang pernah memberi banyak bantuan kepadanya. Pada waktu mau melepaskan napasnya yang penghabisan, Nazam telah mengucapkan dua baris sajak yang tadi diucapkan oleh In KouwNio gubahan Omar Khayyam."
"Akhirnya Han Hujin memberitahukan, bahwa banyak pengikut Beng Kauw di Persia mempelajari ilmu silat "si orang tua dari pegunungan" Ilmu silat Sam Su sangat aneh. Mungkin sekali ilmu silat mereka didapat dari cabang tersebut."
"Loo Ya Cu," kata Tio Beng. "sifat Han Hujin menyerupai sifat si Orang tua dari Pegunungan. Kau mencintai dia, tapi dia mencelakai kau."
Cia Sun menghela napas. "Dalam dunia ini, membalas kebaikan dengan kejahatan, adalah kejadian lumrah," katanya dengan suara berduka. "Kau tak usah merasa heran."
"Loo Ya Cu," kata Nona Tio. "Han Hujin berkedudukan sebagai kepala dari keempat Hoat Ong. Tapi mengapa ilmu silatnya tidak lebih tinggi dari ilmu silat Loo Ya Cu" Mengapa pada waktu dia diserang Sam Su, dia tidak mengeluarkan ilmu silat Cian Cu Ciat Hu Chioe?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
SEDIKIT TENTANG BENG KAUW
Beng Kauw atau agama terang ialah Manichaesm atau Agama dari Mani.
Mani (terlahir dalam tahun 216) adalah puteranya seorang bangsawan. Penduduk Ecbatama. Ia dididik baik oleh ayahnya dan dipelihara dalam lingkungan sekte Mandaens. Ketika ia dilahirkan. Terdapat dua agama besar yang saling bertentangan, agama Kristen dan Mitraism. Mani mempelajari kedua-duanya dan iapun mempelajari agama Magism dari Persia sendiri (sekarang Iran) Agama Manichaeism memiliki bagian-bagian dari agama-agama tersebut.
Sepanjang cerita, ia memproklamirkan agamanya pada hari penobatan Raja Persia, Shapur I, di istana raja. Ia berkelana di berbagai negeri untuk menyebarkan agamanya. Antara lain, ia mengunjungi Transoxiana, Tiongkok Barat dan India. Belakangan ia kembali ke Persia dan mendapat banyak pengikut, bahkan di dalam istana raja sendiri. Tapi ia dimusuhi Kasta Magians. Shapur I sedikit banyak dipengaruhi ajaran Mani dan Hormizd, penggantinya adalah seorang raja yang toleran dan menaruh perhatian kepada Manichaeism. Tapi pengganti Hormizd, Barham I condong kepada Kasta Magians. Mani ditangkap dan diserahkan kepada kasta tersebut (musuh Mani) yang lalu membinasakannya. Pemerintah Persia berusaha untuk membasmi agama Mani tapi gagal.
Sistem Manichaeism adalah sistem dualisme (rangkap dua) Menurut Mani, terang ialah baik dan gelap ialah jahat. Pengetahuan tentang agama berarti pengetahuan tentang alam dan unsur-unsurnya dan penyelamatan ialah proses membebaskan unsur terang dari kegelapan.
Menurut Mani, dalam alam semesta terdapat dua kerajaan. Terang dan gelap, yang berdiri berhadapan, Setan terlahir di kerajaan gelap.
Manusia pertama adalah ciptaan Setan, tapi dalam manusia itu juga terdapat unsur terang dari Tuhan.
Setan berusaha untuk mengikat manusia dengan kejahatan, roh-roh terang berusaha untuk memerdekakannya.
Mani menamakan dirinya sebagai "Duta Terang." Hanialah dengan bantuannya dan bantuan murid-muridnya yang terpilih, barulah terang bisa dipisahkan dari gelap.
Dalam masyarakat Manichaeism terdapat perbedaan antara penganut pilihan dan penganut biasa.
Penganut pilihan harus mentaati sepuluh larangan, antaranya larangan membunuh makhluk berjiwa.
Mengapa Manichaeism pernah mendapat kemajuan besar dan menjadi sebuah agama besar"
Kekuatannya ialah: Manichaeism mempersatukan mitologi kuno dan dualisme materialtis dengan cara bersembaHoan Yauwang sederhana dan larangan-larangan moral yang keras. Kekuatan lainnya ialah organisasi sosial yang sederhana. Yang pintar dan yang bodoh, yang sungguh-sungguh dan yang tidak sungguh, semua boleh masuk ke agama Mani.
Sepanjang catatan sejarah, Manichaeism hanya hidup pada abad ketiga belas.
1. Pada tahun 1690, Hasan merampas Alamut, di propinsi Rudbar, di daerah pengunungan sebelah selatan Laut Kaspia.
2. Di benua Eropa, Hasan dan pengikutnya dinamakan "Assassin." Mungkin sekali perkataan "hashish,"
semacam tumbuh-tumbuhan yang daunnya memabukkan, seperti madat dan yang digunakan oleh manusia-manusia itu sebelum mereka melakukan perbuatan-perbuatan terkutuk.
"Cian Cu Ciat Hu Chioe?" menegas Cia Sun. "Han Hujin tak memiliki ilmu itu. Dia seorang wanita yang cantik luar biasa. Mana mau dia mengorbankan paras mukanya untuk ilmu begitu?"
Bu Kie, Tio Beng dan Cie Jiak terkejut. Kim Hoa Popo jelek mukanya. Dilihat mukanya yang sekarang, biarpun usianya lebih muda tiga puluh atau empat puluh tahun, ia tak nanti bisa dikatakan sebagai wanita yang cantik luar biasa. Hidungnya pesek, bibirnya tebal, mukanya persegi, kupingnya lebar bagaikan kipas. Itu semua takkan dapat diubah.
Tio Beng tertawa. "Loo Ya Cu," katanya. "Kim Hoa Popo tak bisa dikatakan cantik."
"Apa" Cie San Liong Ong cantik seperti bidadari dari kayangan. Pada dua puluh tahun lebih yang lampau, ia adalah wanita cantik di seluruh rimba persilatan. Andaikata karena usianya sudah lanjut, ia
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
sekarang tak secantik dahulu, aku merasa pasti ia masih tetap mempertahankan kecantikannya" hai! "
hanya sayangaku tidak bisa melihat mukanya lagi."
Mendengar jawaban yang sungguh-sungguh itu, nona Tio merasa bahwa di balik soal kecantikan Kim Hoa Popo pasti bersembunyi satu latar belakang yang masih belum diketahuinya. Nenek itu memang manusia luar biasa. Bahwa dia bisa menjadi Cie San Liong Ong, kepala dari keempat Hu Kauw Hoat Ong sudah luar biasa. Bahwa dia dinamakan sebagai "wanita tercantik di seluruh rimba persilatan" lebih luar biasa lagi. Sesudah memikir sejenak, Tio Beng berkata pula, "Loo Ya Cu, namamu menggetarkan dunia Kang Ouw. Keangkeranmu di Ong Poan San diketahui oleh semua orang. Tingginya ilmu silatmu tidak usah dibicarakan lagi. Peh Bie Eng Ong mendirikan agama sendiri dan selama kurang lebih dua puluh tahun, ia bermusuhan dengan enam partai besar. Ceng Ek Hok Ong lihai seperti setan, hari itu di Ban Hoat Sie ia menakut-nakuti aku. Juga ia telah mengeluarkan suatu ancaman untuk menggores mukaku.
Kalau ingat ancamannya, sampai sekarang aku masih merasa jeri. Maka itu, menurut pendapatku, walaupun Kim Hoa Popo berkepandaian tinggi dan banyak akalnya, belum tentu ia pantas untuk mengambil kedudukan di sebelah atas dari ketiga Hoat Kong. Tapi mengapa ia bisa menjadi Cie San Liong Ong?"
"Karena In Heng, Wie Hian Tee dan aku bertiga rela mengalah terhadapnya," jawab Kim Mo Say Ong.
"Apa?" menegas si nona. Ia tertawa geli dan kemudian berkata pula. "Apakah karena ia wanita tercantik, sehingga ketiga Enghiong rela berlutut di hadapannya?"
Bu Kie kaget. Tio Beng benar-benar otak. Terhadap Cia Sun, ia masih berani berguyon.
Tapi Cia Sun tidak menjadi gusar. Ia menghela napas dan berkata. "Yang menyerah kalah dengan suka rela bukan hanya kami bertiga. Waktu itu dalam kalangan agama kami, paling sedikit ada seratus orang lain yang mengagumi Taykis."
"Taykis" Apa itu nama Han Hujin" Kedengarannya aneh sekali."
"Dia asal Persia. Nama itu nama Persia."
Bu Kie, Tio Beng dan Cie Jiak terkesiap. "Orang Persia?" menegas mereka.
"Apa kalian tak bisa melihat?" Cia Sun balas menanya. "Ia mempunyai darah campuran puterinya seorang lelaki Tionghoa yang menikah dengan wanita Persia. Rambut dan biji matanya hitam, tapi hidungnya mancung dan matanya dalam. Kulitnya yang putih laksana salju juga berbeda dari kulit wanita Tiong Goan."
"Tidak-tidak!" bantah Nona Tio. "Hidungnya melesak. Kedua matanya kecil. Berbeda jauh dari penjelasan Loo Ya Cu. Thio Kong Cu, bukankah begitu?"
"Benar," jawabnya. "Apakah Kim Hoa Popo bertindak seperti Kouw Tauwtoo merusak mukanya sendiri?"
"Siapa Kouw Tauwtoo?" tanya Cia Sun.
"Kong Beng Yoe Su Hoan Yauw," jawab Bu Kie, yang dengan ringkas lalu menceritakan sepak terjang orang gagah itu.
"Hoan Heng sangat berjasa kepada Beng Kauw," kata Cia Sun sesudah menghela napas. "Tindakannya itu tak akan bisa dilakukan oleh sembarang orang. Haei". Bahwa ia sudah bertindak begitu dapat dikatakan juga lantaran Han Hujin". "
Tio Beng jadi makin heran. "Loo Ya Cu." Katanya. "janganlah kau bercerita sepotong-sepotong.
Cobalah ceritakan dari awal sampai pada akhirnya."
"Hmm" " Cia Sun menengadah seperti orang yang mau mengumpulkan ingatan dan kemudian ia berkata dengan suara perlahan. "Pada dua puluh tahun lebih yang lampau, Beng Kauw berada di bawah pimpinan Yo Po Thian, Yo KauwCu. Waktu itu, agama kami sedang makmur-makmurnya. Pada suatu hari, tiga orang Persia tiba-tiba datang di Kong Beng Teng dan mempersembahkan surat pribadi KauwCu dari CongKauw kepada Yo KauwCu. Surat itu menerangkan bahwa di Congkauw terdapat seorang Cang San Su Cie. Ia seorang Tionghoa yang merantau ke Persia kemuidan menjadi penganut Beng Kauw. Ia
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
banyak berjasa untuk agama dan dari pernikahannya dengan seorang puteri. Pada tahun yang lalu, kata surat itu, Cang San Su Cie meninggal dunia. Waktu mau menutup mata, ia ingat akan negerinya dan memesan supaya puterinya dikirim pulang ke Tiongkok. Maka itu, untuk memenuhi pesanan tersebut, KauwCu CongKauw mengirim nona itu ke Kong Beng Teng dengan pengharapan supaya Yo KauwCu sudi memeliharanya."
"Yo KauwCu lantas saja mengiakan dan meminta supaya nona itu dibawa masuk. Begitu dia masuk, ruangan Toa Thia (ruangan besar) seolah-olah bersinar terang. Selagi ia memberi hormat kepada Yo KauwCu dengan berlutut, kami semua Kong Beng CuSu dan Yoe Su, ketiga Hoat Ong, Ngo Siong Jin dan kelima pemimipin Ngo Heng Kie mengawasinya dengan mata membelalak dan hati berdebar-debar.
Nona itu adalah Taykis. Ketiga utusan Congkauw hanya menginap semalaman, pada keesokan paginya mereka pulang. Mulai dari waktu itu, Taykis menetap di Kong Beng Teng."
Tio Beng tertawa, "Loo Ya Cu, kau sendiri lantas jatuh cinta kepadanya, bukan?" tanyanya. "Jangan malu-malu. Akuilah!"
Kim Mo Say Ong menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak!" jawabnya dengan suara parau. "Waktu itu aku baru saja menikah dan isteriku sedang hamil. Dalam hatiku tak mungkin timbul niatan serong."
"Oh!" kata Tio Beng. Ia tahu, bahwa ia sudah kelepasan bicara. Anak isteri Cia Sun dibinasakan Seng Kun dan tersentuhnya soal itu tentu saja mengingatkan kembali kejadian dahulu. Buru-buru ia berkata pula. "Benar! Tak heran kalau si nenek mengatakan, bahwa pada waktu ia menikah dengan Gin Yap Sianseng, hanya Kauwcu dan Loo Ya Cu sendiri yang tidak menentang. Kurasa nyonya Kauwcu bukan saja cantik, tapi juga sangat lihai menakluki suaminya."
Cia Sun mengangguk. "dugaanmu tidak meleset," katanya. "Yo KauwCu seorang gagah sejati yang adatnya sangat terbuka. Taykis masih sangat muda " pantas untuk menjadi anaknya Yo KauwCu.
Apapula Kauwcu dari Congkauw telah meminta supaya ia memelihara nona itu seperti anak sendiri.
Semenjak Taykis datang di Kong Beng Teng, Yo KauwCu selalu memperlakukannya dengan kasih sayang dari seorang ayah. Kutahu, Yo KauwCu sama sekali tidak punya niatan yang tidak-tidak, Yo Hujin adik seperguruan Yo KauwCu atau Susiok-ku (bibi seperguruan) sendiri. Yo KauwCu, Seng Kun dan Yo Hujin adalah Su Heng Moay (saudara dan saudari seperguruan) Sebagai toa Supeh, Yo KauwCu sering memberi pelajaran ilmu silat kepadaku. Ia baik sekali terhadapku."
Biarpun sakit hatinya terhadap Seng Kun tidak berkurang, tapi waktu menyebutkan nama manusia terkutuk itu, Cia Sun tidak kalap lagi dan hanya menyebutkan dengan suara tawar.
Mendadak Tio Beng ingat sesuatu dan ia lantas saja berkata. "Menurut katanya orang, di masa muda, Kong Beng Yoe Su Hoan Yauw sangat tampan parasnya. Apakah ia tidak jatuh cinta terhadap Taykis?"
"Dia jatuh cinta sedari pertama bertemu, malahan dia tergila-gila," jawabnya sambil mengangguk.
"Tapi sebenarnya yang jatuh cinta bukan hanya Hoan Heng seorang. Kupercaya, masih banyak orang lain. Tapi sebab Beng Kauw mempunyai peraturan yang sangat keras dan juga karen Yo KauwCu dihormati dan disegani oleh semua anggota agama kami, maka orang-orang yang berani mengincar Taykis hanialah jejaka yang belum menikah. Diluar dugaan, hati Taykis dingin bagaikan es. Ia menyemprot setiap orang yang berani menimbulkan soal cinta kepadanya. Yo Hujin telah berusaha untuk merangkap jodohnya dengan Hoan heng, tapi menolak keras. Belakangan di hadapan banyak orang, sambil mencekal pedang, ia bersumpah untuk tidak menikah. Kalau dipaksa ia lebih suka binasa daripada menunduk. Karena tindakannya yang sangat tandas itu, belakangan tak seorangpun yang berani coba-coba mendekati lagi nona yang hatinya dingin itu."
"Setengah tahun kemudian, pada suatu hari, seorang dari Leng Coa To datang di Kong Beng Teng. Ia mengaku she Han, bernama Cian Yap, putera musuhnya Yo KauwCu, dan kunjungannnya ke Kong Beng Teng adalah untuk membalas sakit ayahnya. Macamnya pemuda itu sama sekali tidak luar biasa. Bahwa dia sudah berani menantang Yo KauwCu dianggap sebagai kejadian lucu. Banyak diantara kami yang tak bisa menahan untuk tidak tertawa."
"Tapi Yo KauwCu sendiri tak memandang enteng. Ia menyambut pemuda itu dengan segala kehormatan dan menjamunya dalam perjamuan besar."
"Latar belakang tantangan itu adalah begini. Karena salah paham, Yo KauwCu telah bertempur dengan ayah pemuda itu dan melukainya dengan pukulan Tay Kioe Thian Chioe. Pecundang itu segera mengatakan, bahwa ia akan membalas sakit hati itu. Tapi sebab tahu, bahwa ia takkan bisa mendapat kemajuan lebih jauh dalam ilmu silatnya, maka ia menjanjikan bahwa di kemudian hari ia akan mengirim
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
anak lelaki atau anak perempuannya untuk membalas sakit hati. Yo KauwCu menjawab bahwa kalau anak itu datang, ia akan mengalah dalam tiga pukulan. Ayah pemuda Cian Yap mengatakan bahwa dalam pertandingan Yo KauwCu tak usah mengalah tapi kalau disetujui, ia ingin sekali supaya nanti anaknya boleh memilih cara bertanding. Yo KauwCu lantas saja mengatakan tak dinyana sesudah berselang belasan tahun, orang itu benar-benar mengirim puteranya untuk menantang Yo KauwCu.
"Waktu itu kepandaian Yo KauwCu sudah sedemikian tinggi, sehingga biarpun ahli-ahli silat yang paling jempolan belum tentu bisa melawannya. Han Cian Yap masih sangat muda. Dalam usia yang belum seberapa itu ia tak mungkin memiliki kepandaian yang bisa merendengi Yo KauwCu. Melihat begitu, kami semua merasa lega. Yang dikuatirkan hanialah satu pertanyaan. Cara bertanding bagaimana yang akan dipilihnya?"


Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pada keesokan harinya, di hadapan kami Han Cian Yap menceritakan peristiwa itu, sehingga Yo KauwCu tak bisa mundur lagi. Cara bertanding yang dipilihnya ialah ia mau bertanding di dalam Pek Sui Han Tam (kolam dingin yang airnya biru) yang terdapat di Kong Beng Teng. Siapa yang kalah harus membunuh diri di hadapan orang banyak."
"Tantangan itu bagaikan halilintar di tengah hari yang bolong. Semua orang mencelos hatinya. Air kolam itu dingin bagaikan es. Jangankan pada waktu itu, di musim dingin, sedang di musim panas pun tiada orang yang berani menceburkan diri di kobakan tersebut. Celakanya Yo KauwCu tak bisa berenang.
Menerima tantangan itu berarti mengantarkan jiwa. Kami semua gusar dan mencaci pemuda itu."
"Gie Hu," kata Bu Kie. "Urusan ini sangat sulit. Perkataan seorang laki-laki sejati tak bisa diubar oleh kuda yang paling keras larinya. Sesudah Yo KauwCu mengiakan permintaan Han Cian Yap, menurut pantas ia tak boleh menolak tantangan itu."
Tio Beng tersenyum dan memijit tangan Bu Kie. "Benar." Katanya. "Perkataan seorang laki-laki sejati tidak bisa diubar oleh kuda yang larinya paling keras. Seorang kauwcu dari Beng Kauw tak bisa menjilat ludah sendiri. Setiap janji harus dipastikan."
Kata-kata itu sebenarnya untuk menyindir Bu Kie, tapi Cia Sun tentu saja tidak mengetahui. "Tak salah," katanya. "Mendengar cacian kami, Han Cian Yap segera berkata dengan suara nyaring. "Seorang diri aku datang di sini. Aku memang tak mengharap hidup. Para enghiong boleh membunuh aku. Di sini hanya terdapat orang-orang Beng Kauw, sehingga pembunuhan terhadap diriku tak akan diketahui oleh orang luar. Kalian boleh segera turun tangan!" Mendengar omongan itu, kami tertegun.
"Sesudah memikir beberapa saat, Yo KauwCu berkata, "Han Heng, memang benar dahulu aku pernah membuat perjanjian dengan ayahmu. Seorang laki-laki tidak dapat menialahi janji. Aku mengaku kalah.
Aku bersedia untuk segala keputusanmu."
Tangan Han Cian Yap tiba-tiba bergerak dan sudah memegang sebatang pisau yang ditudingkan ke arah jantungnya sendiri. "Pisau ini warisan ayahku," katanya. "Aku hanya meminta supaya Yo KauwCu berlutut tiga kali kepada pisau ini." Mana boleh kauwcu kami menerima hinaan sehebat itu" Tapi sesudah Yo KauwCu menyerah kalah, menurut peraturan Kang Ouw, ia tidak boleh menampik tuntutan itu.
Suasana beruabah panas dan kepentingan memuncak. Han Cian Yap memang sudah tidak memikir hidup.
Sesudah Yo KauwCu berlutut, ia pasti akan menancapkan pisau itu di jantungnya sendiri supaya tak usah binasa dalam tangan jago-jago agama kami.
"Untuk beberapa saat, ruangan yang besar itu sunyi bagaikan kuburan. Siauw Yauw Jie Sian (Yo Siauw dan Hoan Yauw) Peh Bie Eng Ong In Heng, Pheng Eng Giok Hwee Sio dan yang lain-lain yang biasanya pintar sekarang menghadapi jalan buntu.
Pada saat yang genting, sekonyong-konyong Taykis melompat keluar dan berkata pada Yo KauwCu.
"Thia-thia, orang lain mempunyai putera berbakti, apakah Thia-thia tak punya anak perempuan yang berbakti juga" Hanya datang untuk membalas sakit hati ayahnya. Biarlah Anak yang melayaninya. Yang lebih tua yang melayani yang tua. Yang lebih muda berhadapan dengan yang lebih muda."
"Semua orang kaget. Mengapa Taykis memanggil Thia-thia (ayah)" Tapi kami lantas saja mengerti, bahwa untuk menyingkirkan marabahaya itu, Taykis sengaja mengakui Yo KauwCu sebagai ayahnya.
Kami sangat kuatir. Kepandaian apa yang dimiliki nona itu" Apa ia mampu berkelahi di dalam air yang sangat dingin seperti es?"
Sebelum Yo KauwCu keburu menjawab. Han Cian Yap sudah berkata sambil tertawa dingin.
"Mewakili ayah menyambut lawan memang satu kepantasan, tapi kalau nona kalah aku tetap menuntut
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
bahwa Yo KauwCu harus berlutut di hadapan pisau ini." Dengan berkata begitu, ia kelihatannya tidak memandang mata kepada Taykis. "tapi bagaimana kalau tuan yang kalah?" tanya Taykis. "Nona boleh berbuat sesuka hati. Boleh bunuh, boleh apapun jua," jawabnya. "Baiklah. Mari, kita pergi ke Pek Sui Han Tam," kata Taykis yang segera berjalan lebih dahulu. Yo KauwCu menggoyang-goyangkan tangannya dan berkata. "Tidak! Kau tak usah mencampuri urusan ini." Taykis tersenyum, sikapnya tenang luar biasa. "Thia-thia, kau tak usah kuatir," katanya sambil berlutut. Berlututnya seolah-olah sebuah upacara mengangkat ayah.
Ketenangan Taykis menunjuk bahwa ia mempunyai pegangan dan kepercayaan pada dirinya sendiri.
Yo KauwCu tidak membantah lagi. Pada hakekatnya memang tak ada jalan lain yang baik. Semua orang lantas saja menuju Pek Sui Han Tam yang terletak di sebelah utara gunung. Ketika itu angin utara meniup dengan kerasnya. Beberapa orang yang tenaga dalamnya tidak begitu kuat sudah menggigil. Mereka sudah menggigil dengan hanya berdiri di pinggir kolam. Apapula kalau menerjun! Sebagian air sudah mengeras menjadi es dan air yang berwarna biru ituseperti juga tiada dasarnya. Tiba-tiba Yo KauwCu merasa bahwa ia tak pantas membiarkan Taykis mengantarkan jiwa, "Anak," serunya dengan suara nyaring. "kutahu, hatimu sangat mulia. Tapi biarlah aku saja yang melayani Han Heng." Seraya berkata begitu, ia membuka jubah luarnya untuk segera menerjun ke air. Taykis tersenyum. "Thia-thia," katanya.
"Anak pandai berenang semenjak kecil, anak selalu bermain-main di laut." Ia menghunus pedang dan bagaikan seekor walet, badannya melesat dan kedua kakinya hinggap di atas es. Sesudah membuat lingkaran dengan pedangnya, ia melompat lagi dan menerjun ke air!
Di depan mataku terbayang pula kejadian itu. Hari itu, Taykis mengenakan baju warna ungu dan ketika ia berdiri di atas es, kecantikannya tak kalah dari kecantikan Dewi Leng Po. Mendadak tanpa mengeluarkan suara, ia menerjun ke air. Kami semua terkejut, Han Cian Yap pun kaget. Paras mukanya yang semula angkuh lantas saja berubah. Sambil mencekal pisau, ia turut melompat ke kolam.
Air kolam berwarna biru tua. Perkelahian tak dapat dilihat kami. Kami hanya melihat bergoyang-goyangnya air. Kami semua merasa sangat kuatir. Beberapa lama kemudian di satu sudut air kolam tercampur sedikit darah. Kami jadi lebih kuatir. Siapa yang terluka" Apa Taykis" Tak lama kemudian air bergolak dan Han Cian Yap melompat keluar dengan napas tersengal-sengal. Hati kami mencelos. "Mana Taykis?" tanyaku. Pemuda itu ternyata kosong pisaunya tertancap di dadanya sendiri. Sedang kedua pipinya terdapat goresan luka. Selagi jantung kami memukul keras, air tergolak pula laksana seekor ikan Taykis muncul di permukaan air. Akan kemudian sambil memutar pedang untuk melindungi diri, melompat ke daratan. Kami sorak sorai. Tanpa mengeluarkan sepatah kata bahna terharu. Yo KauwCu mencekal tangan Taykis. Mimpipun kami belum pernah mimpi, bahwa Taykis memiliki kepandaian setinggi itu. Sementara itu, sambil melirik Han Cian Yap, Taykis berkata, "ilmu berenang orang itu cukup baik. Mengingat kebaktiannya, anak harap Thia-thia suka mengampuni jiwanya." Yo KauwCu lantas saja meluluskan permintaan itu dan memerintahkan Ouw Ceng Goe untuk mengobati lukanya.
"Malam itu di atas Kong Beng Teng diadakan perjamuan yang besar.Taykis telah membuat pahala yang sangat besar. Tanpa pertolongannya, habislah nama besar Yo KauwCu. Yo Hujin menghadiahkan gelar "Cie San Liong Ong" yang berendeng dengan Eng-Ong. Say Ong dan Hok Ong. Kami bertiga menyetujui pengangkatan itu. Kami rela menyerahkan kedudukan pemimpin keempat Hoat Ong kepada gadis muda belia itu."
"Tapi peristiwa itu mempunyai ekor yang tak diduga-duga. Han Cian Yap kalah berkelahi, tapi menang total. Entah bagaimana, dia berhasil merebut hatinya Taykis. Rasa cinta Taykis muncul waktu ia setiap hari menengok si pemuda she Han yang dirawat oleh Ouw Ceng Goe. Sangat bisa jadi, rasa cintanya bersemi dari rasa kasihan dan menyesal, bahwa ia sudah melukai pemuda itu. Biar bagaimanapun jua, setelah Han Cian Yap sembuh, sekonyong-konyong Taykis memberitahukan Yo KauwCu, bahwa ia mau menikah sama pemuda itu. Pemberitahuan itu mengejutkan kami. Ada yang berduka, ada yang merasa putus harapan. Ada pula yang bergusar. Han Cian Yap musuh besar agama kita, hinaannya terhadap Yo KauwCu tak dapat dilupakan. Sekarang tiba-tiba Taykis mau mnikah sama dia. Beberapa saudara yang berangasan lantas saja mencaci. Tapi Taykis beradat keras. Ia menghunus pedang dan sambil berdiri di ambang pintu, dia berteriak, "Mulai hari ini Han Cian Yap menjadi suamiku.
Siapa yang menghina dia boleh menjajal pedang Cie San Liong Ong." Melihat tekadnya dan nekadnya, kami semua tidak berdaya lagi.
"Upacara pernikahan dilangsungkan dengan sangat sederhana. Sebagian besar saudara-saudara kami tidak menghadiri pesta. Karena mengingat jasanya, Yo KauwCu dan aku berusaha keras memenuhi keinginannya, sehingga pernikahannya bisa berlangsung tanpa gelombang yang lebih hebat. Tapi masuknya Han Cian Yap di dalam Beng Kauw mendapat tentangan yang terlalu hebat sehingga Yo KauwCu sendiri tidak bisa menindih tentangan itu."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Tak lama kemudian Yo KauwCu hilang tanpa berbekas. Kami bingung dan coba mencarinya ke segala pelosok Secara kebetulan, waktu sedang mencari Yo KauwCu, Kong Beng Yoe Su Hoan Yauw melihat Han Hujin keluar dari jalan rahasia."
Bu Kie terkejut. "keluar dari jalanan rahasia?" ia menegas.
"Ya," jawabnya. "Peraturan Beng Kauw sangat keras. Hanya kauwcu seorang yang boleh masuk di jalanan rahasia itu. Dalam kaget dan gusarnya Hoan Yauw segera menegur. Jawab Han Hujin. "Aku sudah melanggar peraturan. Mau bunuh, silahkan bunuh! Sesukamu!"
"Malam itu kami mengadakan perhimpunan besar untuk membicarakan kedosaan Han Hujin. Tapi Han Hujin tetap berkeras kepala. Pertanyaan mengapa ia masuk di jalanan itu tidak dijawab. Ia mengatakan tak tahu dimana adanya Yo KauwCu. Ia mengatakan, bahwa ia bertanggung jawab sendiri untuk kedosaannya. Menurut peraturan, seorang anggota Beng Kauw yang berani masuk ke jalanan rahasia itu harus membunuh diri atau dikutungkan sebelah kaki atau sebelah tangannya. Mengingat kecintaannya yang dahulu, Hoan Yauw berusaha keras untuk melindunginya. Akupun membantu supaya hukuman berat itu tak usah dijalankan. Akhirnya semua orang menyetujui untuk memenjarakannya selama sepuluh tahun supaya ia bisa merenungkan kedosaannya. Di luar dugaan, Han Hujin melawan.
Tanpa Yo KauwCu, siapa yang berani menghukum aku" Bentaknya."
"Gie Hu," Bu Kie memotong pembicaraan ayah angkatnya. "Apa sebenarnya maksud Han Hujin dengan masuk di jalanan rahasia itu?"
"Kalau mau diceritakan panjang sekali." Jawabnya. "Di dalam Beng Kauw, hanya aku seorang yang tahu sebab musababnya. Waktu itu banyak yang menafsir, bahwa masuknya Han Hujin di jalanan rahasia itu ada sangkut pautnya dengan masalah mengenai hilangnya suami isteri Yo KauwCu.Aku menentang tapsiran itu. Kami bertengkar hebat sehingga akhirnya Han Hujin memutuskan semua hubungan dengan Beng Kauw. Ia adalah orang pertama yang keluar dari agama kami. Hari itu juga bersama Han Cian Yap, ia turun gunung dan tidak bisa ditemukanpula. Kami berusaha keras untuk mencari Yo KauwCu, tapi usaha itu tinggal tersia-sia. Berselang beberapa tahun, sebab perebutan kedudukan Kauwcu, keadaan jadi semakin hebat. In Heng meninggalkan Beng Kauw dan mendirikan Peh Bie Kauw. Aku coba membujuknya, tapi ia tidak meladeni. Lantaran itu, aku dan dia jadi bermusuhan. Maka itulah pada dua puluh tahun lebih yang lalu, pada waktu Peh Bie Kauw memamerkan To Liong To untuk memperlihatkan keangkerannya, Kim Mo Say Ong turun tangan. Pertama, memang aku inging merampas golok itu, dan kedua aku hendak melampiaskan rasa dongkolku. Aku ingin memperlihatkan kepada In Heng, bahwa sesudah keluar dari kekuasaan Beng Kauw ia tak akan dapat melakukan sesuatu yang besar. Hai!...
Sekarang aku merasa bahwa perbuatanku itu sangat keterlaluan." Ia menghela napas dan paras mukanya kelihatan sangat berduka.
Untuk beberapa saat, semua orang tidak berkata-kata.
"Loo Ya Cu," kata Tio Beng. Sesudah peristiwa ini terjadi nama Gin Yap dan Kim Hoa Popo menggetarkan dunia Kang Ouw. Mengapa orang-orang Beng Kauw tak dapat meraba, bahwa Gin Yap dan Kim Hoa Popo sebenarnya suami isteri Han Cian Yap" Dan sebab apa Gin Yap SianSeng mati kena racun?"
"Entahlah," jawabnya. "Mungkin sekali dalam sepak terjang mereka di kalangan Kang Ouw, mereka selalu menyingkirkan diri dari orang-orang agama kami."
Tiba-tiba Bu Kie menepuk lutut. "Benar!" katanya. Kim Hoa Popo memang mengelakkan pertemuan dengan orang-orang Beng Kauw waktu enam partai mengepung Beng Kauw. Meskipun sudah tiba di Kong Beng Teng, ia tidak naik ke puncak untuk memberi bantuan."
Alis Tio Beng berkerut. "Ada sesuatu yang tidak bisa ditembus olehku," katanya. "Cie San Liong Ong terkenal sebagai wanita yang sangat cantik. Mengapa sekarang mukanya jelek" Mengapa mukanya rusak?"
"Menurut taksiranku ia telah menggunakan satu atau lain cara untuk mengubah paras mukanya." Kata Cia Sun. "Kau harus tahu, bahwa Han Hujin beradat aneh. Kaupun harus tahu, bahwa di dalam hati ia sangat menderita. Selama hidup, ia harus selalu menyingkirkan diri dari orang-orang Cong Kauw yang coba mengubar dan mencarinya. Hai!... Tak dinyana dalam usianya yang lanjut, ia masih belum bisa meluputkan diri. Pada akhirnya orang-orang Cong Kauw dari Persia berhasil mencari dia."
Mata Tio Beng terbuka lebar. "Mengapa orang Cong Kauw mencari dia?" tanyanya dengan rasa heran.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Inilah rahasia yang paling besar dari Han Hujin," jawabnya. "Sebenarnya aku tidak boleh membuka rahasia. Tapi karena aku ingin kembali ke Leng Coa To untuk menolong dia maka aku harus bicara seterang-terangnya.
"Kembali ke Leng Coa To?" menegas si nona. "Apa Loo Ya Cu rasa kita akan dapat melawan Sam Su?"
Cia Sun tidak menjawab. Sesudah menghela napas panjang, ia bercerita dengan suara perlahan.
"Selama ratusan tahun, kursi kauwcu dari Beng Kauw di Tiong Goan diduduki oleh seorang pria, tapi Kauwcu Cong Kauw di Persia selalu seorang wanita. Bukan saja seorang wanita, tapi juga seorang gadis yang tidak menikah. Menurut peraturan Cong Kauw hanialah seorang gadis yang masih suci yang boleh menjadi Kauw Cu supaya ia bisa mempertahankan kesucian Beng Kauw. Setiap Kauw Cu yang baru memegang jabatan harus memilih tiga gadis yang berkedudukan paling tinggi di dalam Cong Kauw, untuk meneliti di sekeliling dan dijadikan Seng Lie (wanita suci) Sesudah diangkat menjadi Seng Lie dengan sumpah yang berat. Mereka harus berkelana berbagai tempat untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik demi kemakmuran dan kebesaran Beng Kauw. Apa bila kauwcu meninggal dunia, maka para tetua agama akan mengadakan pertemuan untuk memperbincangkan jasa-jasa ketiga Seng Lie. Yang dianggap paling baik jasa akan diangkat menjadi Kauw Cu baru. Kalau Seng Lie hilang kesuciannya, kalau dia menikah, maka dia akan dihukum bakar hidup-hidup. Tak perduli dia lari kemanapun jua, Cong Kauw akan memerintahkan orang-orang yang berkepandaian tinggi untuk mencarinya". "
"Oh!... " memutus Tio Beng. "Apakah Han Hujin salah seorang dari ketiga Seng Lie itu?"
Cia Sun mengangguk: "benar!" jawabnya. "Aku sudah tahu pada sebelum Hoan Yauw memergokinya di mulut jalanan rahasia. Han Hujin sendiri membuka rahasianya kepadaku, yang dianggapnya sebagai seorang teman atau sahabat paling karib. Ia mengatakan, bahwa ia jatuh cinta pada waktu bertempur dengan Han Cian Yap di kolam pshl. Belakangan sebab sering menengok pemuda itu yang dirawat oleh Ouw Ceng Goe, rasa cintanya jadi makin besar dan tidak dapat diobah lagi. Ia tahu, bahwa sesudah menikah ia pasti akan diubar oleh orang-orang Cong Kauw. Harapan satu-satunya untuk menebus dosa ialah membuat suatu pahala besar. Maka itu, dengan menempuh bahaya, ia masuk ke jalanan rahasia dengan maksud untuk mencari kitab Kian Kun Tay Lo Ie. Di Cong Kauw kitab ilmu silat itu sudah hilang lama dan yang masih memiliknya adalah Beng Kauw di Tiong Goan. Mengapa Cong Kauw mengirim Taykis ke Kong Beng Teng" Sebab yang paling terutama ialah untuk mencari dan mendapat kitab tersebut."
"Ah!" Bu Kie mengeluarkan suara tertahan. Ia merasa, bahwa ada sesuatu yang tidak besar tapi apa itu yang tidak beres tidak diketahui olehnya.
Cia Sun meneruskan ceritanya. "Beberapa kali Han Hujin masuk ke jalanan rahasia tanpa berhasil.
Aku menasehati supaya menghentikan usaha itu, karena masuknya ke jalanan rahasia merupakan rahasia besar yang sukar bisa diampuni."
"sekarang kutahu," memotong Tio Beng. "Han Hujin memutuskan perhubungan Beng Kauw supaya ia merdeka untuk masuk ke jalanan rahasia itu. Sesudah tak menjadi anggota Beng Kauw, dia tidak terikat lagi dengan peraturan agama. Loo Ya Cu, bukankah begitu?"
"Tio Kouwnio sangat pintar." Jawabnya sambil mengangguk. "Kong Beng Teng adalah pusat agama kita dan aku tidak bisa mempermisikan orang keluar masuk sepenuh hati. Aku sudah menebak niatan Han Hujin. Sesudah dia turun gunung, aku sendiri menjaga di mulut jalanan rahasia. Tiga kali dia menyatroni, tiga kali dia bertemu dengan aku. Akhirnya dia pergi dengan putus harapan." Sehabis berkata begitu, ia menengadah seperti orang memikir sesuatu. Mendadak ia bertanya, "Bagaimanakah pakaian Sam Su"
Apa berbeda dari pakaian anggota Beng Kauw di Tiong Goan?"
"Mereka mengenakan jubah putih dan pada ujung jubah tersulam obor merah," jawab Bu Kie. "Tapi"
tapi" pada pinggiran terdapat lapisan kain hitam. Hanya itu perbedaannya."
"Tak salah!" seru Cia Sun. "Kauwcu Cong Kauw baru saja meninggal dunia! Bagi orang-orang See Hek, hitam adalah warna berkabung. Jubah putih dengan pinggiran hitam berarti pakaian berkabung.
Mereka mau memilih kauwcu baru dan mencari Han Hujin."
"Ada satu hal yang aku kurang mengerti," kata Bu Kie. "Han Hujin berasal dari Beng Kauw di Persia dan ia tentu mahir dalam ilmu silaat yang dipelajari dalam kalangan Cong Kauw. Tapi mengapa dalam sejurus ia sudah dirobohkan Sam Su?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Tolol!" kata Tio Beng sambil tersenyum. "Han Hujin hanya berpura-pura untuk menutupi asal-usulnya yang sebenarnya. Ia tidak boleh memperhatikan bahwa ia mengenal ilmu silat ketiga utusan itu.
Menurut dugaanku, jika Loo Ya Cu mengiring kehendak Sam Su dan coba membunuh dia, dia pasti tidak mempunyai daya untuk menyelamatkan diri."
Cia Sun menggelengkan kepala. "Memang benar ia menutupi asal-usulnya," katanya. "Tapi kalau Tio Kouwnio berpendapat bahwa sesudah ditotok Sam Su ia masih bisa meloloskan diri, aku merasa kurang setuju. Belum tentu ia bisa meloloskan diri. Menurutku, Han Hujin lebih suka dibunuh olehku daripada dibakar hidup-hidup."
Tiba-tiba terdengar suara beradunya gigi. Semua orang kaget. Ternyata In Lee kembali menggigit keras dan giginya bercatrukan. Bu Kie meraba dahi si nona yang panas luar biasa. Ia menghela napas.
Penyakit nona In sangat berat.
"Gie Hu," kata Bu Kie setelah memikir sejenak, "anak mengambil keputusan untuk kembali ke Leng Coa To. In Kouwnio harus bisa beristirahat sedapat mungkin Andai kata kita tak bisa berhasil menolong Han Hujin, kita sedikitnya harus menolong In Kouwnio."
"Benar," kata Cia Sun. "In Kouwnio begitu mencintai kau. Dia tak bisa tak ditolong, Tio Kouwnio, bagaimana pikiranmu?"
"Luka In Kouwnio sangat berat, aku setuju untuk kembali." Jawab Tio Beng.
Cie Jiak menjawab dengan suara dingin. "Terserah pada Loo Ya Cu."
"Kita harus menunggu sampai halimun buyar dan berlayar dengan melihat bintang sebagai pedoman."
Kata Bu Kie. "Gie Hu, Lioe In Su berhasil melukai aku dengan Seng Hwee Leng pada waktu ia berjungkil balik di tengah udara. Mengapa bisa begitu" Ilmu silat apa itu?"
Mereka lantas saja membicarakan ilmu silat ketiga utusan Cong Kauw itu. Tio Beng yang mengenal banyak ilmu silat kadang-kadang turut mengantarkan pikirannya. Tapi sesudah berunding berjam-jam mereka belum juga bisa menangkap inti sari ilmu silat Sam Su yang berdasarkan kerja sama antara mereka bertiga."
Sesudah matahari keluar barulah halimun membuyar. "Semula kita menuju ke selatan dari utara," kata Bu Kie. "Maka itu, kalau mau kembali ke Leng Coa To, kita sekarang harus mengambil jalan ke arah barat laut."
Dengan bergiliran, Cia Sun, Bu Kie, Cie Jiak, dan Siauw Ciauw lalu mulai mendayung perahu. Kalau tadi perahu melaju dengan bantuan angin, sekarang harus melawan angin. Untung juga Cia Sun dan Bu Kie memiliki tenaga dalam yang sangat kuat, sedang kedua nona itu pun mempunyai lweekang yang lumayan sehingga pekerjaan mendayung tak dirasakan terlalu berat. Perlahan tapi tentu perahu itu bergerak ke jurusan utara.
Selama beberapa hari Cia Sun tak banyak bicara. Ia duduk termenung dengan alis berkerut memikiri jalan untuk melawan ilmu Sam Su yang sangat aneh.
Pada magrib hari keenam, tiba-tiba ia menanya Cie Jiak tentang ilmu silat Go Bie Pay. Nona Cie segera memberitahukan tanpa tedeng-tedeng. Tanya jawab itu berlangsung sampai jauh malam. Akhirnya dengan suara kecewa, Cia Sun berkata: "ilmu silat Siauw Lim, Bu Tong, dan Go Bie semua bersumber dari Kioe Yang Cin Keng dan tidak berbeda dengan ilmu silat Bu Kie " semua berdasarkan Yang Kong (keras). Kalau Thio Sam Hong Cinjin, yang memiliki Im Jioe dan Yang Kong (lembek keras) berada di sini, kita akan bisa merobohkan Sam Su. Dengan Im Jioe dari Thio Cinjin dan Yang Kong dari Bu Kie, kupercaya Sam Su dapat dikalahkan. Tapi Thio Cinjin berada di tempat jauh dan waktu sangat mendesak.
Apa daya kalau Han Hujin sudah ditangkap Sam Su?"
"Loo Ya Cu," kata Cie Jiak. "Kudengar pada ratusan tahun yang lalu, sejumlah tokoh rimba persilatan mengenal ilmu silat yang bersumber dari Kioe Im Cin Keng. Apa benar?"
Waktu berada di Bu Tong Sie, Bu Kie pun pernah mendengar nama Kioe Im Cin Keng dari Thay Suhunya. Ia tahun bahwa Kwee Ceng Kwee Tay Hiap (ayah Kwee Siang Liehiap, pendiri Go Bie Pay) dan Siauw Tay Hiap Yo Ko adalah orang-orang yang telah mempelajari ilmu silat Kioe Im Cin Keng.
Tapi ilmu-ilmu di dalam kitab itu sangat sukar dipelajari, sehingga Kwee Siang sendiri tidak dapat mempelajarinya. Ia terkejut waktu mendengar pertanyaan Cie Jiak.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Memang ada ceritera begitu, tapi benar setidaknya, aku tak tahu," jawab Cia Sun. "Menurut katanya orang-orang tua, ilmu silat Kioe Im Cin Keng lihai luar biasa. Kalau sekarang orang-orang memiliki ilmu silat itu dan ia bekerja sama dengan Bu Kie, Sam Su pasti bisa dirobohkan dengan sangat gampang."
"Ya," kata nona Ciu. Ia tak bisa berkata suatu apa lagi.
"Ciu Kouwnio, apakah dalam Go Bie Pay tidak ada orang yang mengenal ilmu silat Kioe Im Cin Keng?" tanya Tio Beng.
Alis Cie Jiak berkerut dan ia menjawab dengan suara tawar. "Apabila Go Bie Pay mengenal ilmu silat itu, Sian cu (mendiang guru) pasti tidak sampai mengorbankan diri di Ban Hoat Sie." Bagi Cie Jiak yang perasaannya halus. Kata-kata itu sudah sangat tajam. Ia tidak dapat menghilangkan rasa sakit hatinya terhadap Tio Beng, sebab kebinasaaan gurunya yang tercinta adalah gara-gara nona Tio.
Tapi Tio Beng tidak menjadi gusar. Ia hanya tersenyum.
Tak lama kemudian selagi enak mendayung, tiba-tiba Bu Kie berseru sambil menuding ke jurusan barat laut. "Lihatlah! Di sana ada sinar api." Semua orang menengok ke arah itu. Benar saja, di garis antara langit dan laut rapat-rapat berkelebat-kelebatnya sinar api. Meskipun tidak bisa melihat, Cia Sun turut bergirang.
Sinar itu kelihatan dekat, tapi sebenarnya jauh. Sesudah mendayung lagi setengah harian barulah mereka bisa melihat tegas ke tempat terjandinya kebakaran itu. Tempat itu sebuah pulau yang penuh gunung dan pulau itu bukan lain daripada Leng Coa To.
"Kita sudah tiba di Leng Coa To!" kata Bu Kie dengan girang.
Dengan penuh harapan semua orang mengawasi pulau yang menghijau itu. Mendadak Cia Sun mengeluarkan teriakan tertahan. "Celaka! Mengapa terjadi kebakaran di Leng Coa To" Apa mereka sudah membakar Han Hujin?"
Teriakan itu disusul dengan robohnya Siauw Ciauw. Buru-buru Bu Kie membangunkannya. Nona itu ternyata pingsan. Bu Kie menyadarkannya dengan totokan dan bertanya, "Siauw Ciauw, mengapa kau?"
"Aku takut," jawabnya sambil menangis. "Aku takut". Mendengar hukuman bakar hidup-hidup terhadap sesama manusia."
"Itu belum tentu," bujuk Bu Kie. "Itu hanya dugaan Cia Loocianpwee. Andaikata Han Hujin sudah ditangkap, kurasa kita masih bisa menolong."
Siauw Ciauw mencekal tangan Bu Kie erat-erat dan berkata dengan suara parau.
"Thio KongCu, aku memohon" memohon supaya kau menolong Han Hujin" "
"Tentu kita berusaha beramai-ramai," jawabnya. Sehabis berkata begitu, ia kembali ke buritan perahu dan mendayung sekuat tenaga, sehingga kendaraan air itu melaju bagaikan terbang.
Mendadak Tio Beng berkata dengan suara perlahan. "Thio KongCu, sudah lama aku memikiri dua soal yang sampai sekarang belum dapat dipecahkan olehku. Aku ingin meminta petunjukmu."
Mendengar kata-kata yang sungkan, Bu Kie merasa heran. "soal apa?" tanyanya.
"Hari itu, waktu berada di Lek Lioe Chung, aku telah memerintahkan orang-orangku untuk mengepung rombongan kakekmu," menerangkan si nona. "Selagi rombongan terkepung, tiba-tiba Siauw Ciauw Kouwnio maju dan memimpin pahlawan rombongan kakekmu. Memang benar, bahwa dibawah seorang panglima yang pandai tak ada serdadu yang lemah. Tapi bagiku, bahwa dibawah Kauw Cu Beng Kauw ada seorang pelayan yang mempunyai kepandaian begitu tinggi, masih tetap mengherankan" "
"Kauwcu Beng Kauw?" memutus Cia Sun.
Tio Beng tertawa, "Loo Ya Cu," katanya. "Sekarang biarlah aku berterus terang. Anak angkatmu bukan lain daripada kauwCu yang tersohor dari agama Beng Kauw. Kau sendiri salah seorang bawahannya."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Cia Sun terkesiap. Mulutnya ternganga dan ia tidak dapat mengeluarkan sepatah kata. Tapi, di dalam hati ia masih bersangsi. Tio Beng meretapkan keterangannya, tapi ia tidak bisa memberi penjelasan mengenai jalannya peristiwa yang berakhir dengan pengangkatan Bu Kie sebagai KauwCu. Karena didesak keras oleh ayah angkatnya Bu Kie tidak bisa menyangkal lagi. Secara ringkas ia segera menceritakan segala kejadian.
Tak kepalang girangnya orang tua itu. Ia berlutut dan berkata dengan suara terharu.
"Orang sebawahan, Kim Mo Say Ong, Cia Sun, memberi hormat kepada KauwCu."
Tersipu-sipu Bu Kie balas berlutut. "Giehu, janganlah menjalankan peradatan ini," katanya dengan air mata berlinang-linang. "Menurut surat wasiat mendiang Yo KauwCu, Giehu-lah yang harus menjadi Kauwcu untuk sementara waktu. Dalam menerima pengangkata, anak selalu berkuatir kalau-kalau anak tidak kuat memikul beban yang sangat berat itu. Atas berkah Thian, Giehu pulang dengan tak kurang suatu apa. Inilah rejeki dari agama kita. Sepulangnya dari Tiong Goan, kursi KauwCu harus diduduki giehu."
"Biarpun ayah angkatmu sudah bisa pulang, tapi dengan kedua matanya sudah buta, kau tidak bisa mengatakan bahwa ia pulang dengan tak kurang suatu apa," kata Cia Sun dengan suara sedih. "Mana bisa Beng Kauw mempunyai pemimpin yang matanya tidak dapat melihat" Tio KouwNio, soal-soal apa yang tidak mengerti olehmu?"
"Aku merasa heran karena Siauw Ciauw Kouwnio memiliki kepandaian yang sangat luar biasa,"
jawabnya. "Aku ingin menanya, siapa yang mengajarinya dalama ilmu Kie bun Pat Kwa dan Im Yang Ngo Heng" Cara bagaimana dalam usia yang begitu muda, ia sudah mempunyai ilmu tersebut?"
"Itulah ilmu turunan dari keluargaku," jawab Siauw Ciauw. "Ilmu itu tidak cukup berharga untuk mendapat perhatian Kuncu Nio Nio."
"Siapa ayahmu?" tanya pula Tio Beng. "Anaknya begitu lihai, ayah ibunya pasti tokoh-tokoh yang namanya cemerlang."
"Ayahku hidup dengan mengubur she dan namanya sendiri," jawabnya. "Tak perlu Kuncu menanyakannya. Apakah Kuncu mau memaksa aku dengan ancaman potong jari-jari tangan?" Si gadis cilik ternyata tak sungkan-sungkan. Dengan menyebutkan ancaman potong jari-jari tangan, ia rupa-rupanya ingin menarik tangan Cie Jiak untuk berdiri di pihaknya.
Tio Beng hanya tersenyum. "Thio Kongcu," katanya dengan suara tenang. "Malam itu di kota raja, waktu kita bertemu di rumah makan untuk kedua kali, Kouw Tauwtoo Hoan Yauw telah memberi selamat berpisah kepadaku. Waktu itu, ia kebetulan bertemu dengan Siauw Ciauw KouwNio dan ia mengatakan sesuatu, apakah kau masih ingat perkataannya?"
Sebenarnya Bu Kie sudah melupakan kejadian tersebut. Sesudah memikir beberapa saat, ia menjawab.
"Hm" kalau aku tak salah ingat, Kouw Taysu mengatakan bahwa paras muka Siauw Ciauw mirip dengan salah seorang musuhnya."
"Benar," kata Tio Beng sambil mengangguk. "Apakah kau bisa menebak siapa yang dimaksud Kouw Taysu" Siauw Ciauw Kouwnio mirip siapa?"
"Bagaimana aku bisa menebak?" Bu Kie balas bertanya.
Selagi mereka bicara, perahu sudah makin mendekati Leng coa to. Mereka melihat, bahwa di sebelah barat pulau berderet kapal2 Cong kauw yang layarnya terlukis gambar obor merah dan pada setiap layar tergantung sehelai kain hitam.
Alis Bu Kie berkerut. "Cong kauw telah mengerahkan angkatan laut dan orang yang datang kesini tidak berjumlah kecil," katanya.
"Kita harus coba mendarat di pulau yang sepi dan aman," kata Tio Beng.
Bu Kie mengangguk dan segera mendayung.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sekonyong2 dari salah sebuah kapal terdengar bunyi terompet. "Dung.. dung.." dua peluru menyambar, yang lain di sebelah kanan perahu, sehingga karena goncangan ombak, perahu kecil itu hampir hampir tenggelam.
"O hoooi! Dengarlah"!" demikian terdengar teriakan dari arah kapal itu. "Perahu kecil itu harus datang disini. Kalau tidak menurut akan ditenggelamkan."
Bu Kie mengeluh. Kedua tembakan yang barusan adalah tembakan ancaman. Ia yakin bahwa jika membantah perahu yang ditumpanginya akan segera ditenggelamkan, tanpa bisa melawan. Sebab tak ada jalan lain, perlahan lahan ia mendayung ke arah kapal itu.
Meriam2 di tiga kapal Cong kauw bergerak dan menuding perahu Bu Kie. Waktu perahu menempel dengan sisi kapal dari atas kapal segera diturunkan sebuah tangga tambang.
"Mari kita naik dan berusaha untuk merampas kapal ini," bisik Bu Kie.
Cia Sun naik paling dulu disusul oleh Cie Jiak yang mendukung Tio Beng. Sesudah itu Siauw Ciauw dan yang paling akhir adalah Bu Kie yang mendukung In Lee. Yang berada di kapal itu orang2 Persia yang bertubuh tinggi besar berambut kuning dan bermata biru. Bu Kie menyapu dengan matanya. Ia tak lihat Sam su (Budi: Some parts missing here..) (PP: That"s what"s in the book) tas saja ia bertanya. "Siapa kamu" Ada urusan apa kamu datang kemari?"
"Kami mengalami bencana kapal kami tenggelam," jawab Tio Beng. "Kami menghaturkan terima kasih untuk pertolongan kalian."
Orang itu setengah percaya setengah tidak. Ia berpaling kepada pemimpinnya yang berduduk di kursi geladak kapal dan bicara dalam bahasa Persia. Selagi pemimpin itu bicara tiba2 Siauw Ciauw melompat dan menghantam dengan telapak tangannya. Dia kaget, berkelit dan menjambret kursi yang lalu digunakan untuk memukul si nona. Bu Kie terkesiap. Ia tak pernah menduga, bahwa Siauw Ciauw akan segera menyerang. Sambil melompat, ia menotok dan pemimpin itu lantas saja roboh.
Puluhan orang Persia yang berada di situ lantas saja menjadi kalut. Mereka menghunus senjata dan segera mengepung. Tapi biarpun mengenal ilmu silat kepandaian mereka masih kalah (Budi: Some parts missing here..) (PP: I think that"s OK) Sambil mendukung In Lee erat erat dengan tangan kanannya, Bu Kie menyerang dengan tangan kiri.
Cia Sun memutar To Liong To, sedangkan Cie Jiak mengamuk dengan pedangnya.
Ditambah dengan Siauw Ciauw yang lincah gerakannya dalam sekejap puluhan orang Persia itu sudah dapat dibereskan. Belasan orang luka dan rebah di geladak kapal, tujuh delapan orang jatuh di air dan sisanya tidak berdaya lagi karena ditotok hiatnya. Lain lain kapal Cong Kauw lantas saja membunyikan terompet dan mulai mengurung.
Buru buru Bu Kie merebahkan In Lee di geladak menentang pemimping yang tadi dirobohkannya dan lalu memanjat tiang layar. "Hai! Kalau ada yang berani datang kemari, lebih dahulu aku membinasakan orang ini!" teriaknya.
Pemimpin itu ternyata mempunyai kedudukan tinggi, lantaran, biarpun mereka berteriak Some parts missing here"
Bu Kie melompat turun, tapi baru saja melepaskan tawanannya di geladak tiba tiba ia merasakan kesiuran angin yang sangat tajam. Secepat kilat ia berkelit dan menendang. Sebelum ia sempat memutar badan, semacam senjata yang bukan lain daripada Seng hwee leng menyambar dari samping kiri. Ia mengeluh. Ia tahu bahwa Sam su sudah mulai menyerang. "Semua mundur ke tenda (gubug) kapal!"
teriaknya seraya menjemput si pemimpin yang lalu digunakan untuk menyambut Seng hwee leng yang menyambar.
Orang yang memukul adalah Hwie goatsu. Ia terkejut dan mati matian ia menarik pulang senjatanya.
Ia berhasil, tapi sebab senjata itu ditarik pulang secara mendadak, maka bagian bawah tubuhnya jadi terbuka. Melihat lowongan itu Bu Kie menendang. Lioe in su dan siauw hong su menolong dengan serangan dahsyat sehingga tendangan Bu Kie meleset dan Hwie goat su terluput dari bahaya. Sesudah
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
lewat beberapa jurus tiba2 Biauw hong su menyabet dengan Seng hwee leng dengan pukulan yang sangat aneh. Bu Kie memapaki senjata itu dengan tubuh si pemimpin dengan gerakan yang tak kurang anehnya.
"Plak!" Seng hwee leng mampir tepat di pipi kiri orang itu.
Tak kepalang kagetnya Sam su. Muka mereka berubah pucat. Mereka mengeluarkan beberapa buah perkataan dalam bahasa Persia dan kemudian membungkuk dengan sikap hormat kepada pemimpin yang dicekal Bu Kie itu.
Siapa pemimpin itu" Ia adalah salah seorang dari duabelas Po su ong (Raja Pohon Mustika) dalam Cong kauw dan ia bergelar Peng teng ong. Keduabelas raja itu menurut runtunannya, ialah Tay seng, Tio wi, Siang seng, Sin sim, Jin jiok, Ceng tit, Kong tek, Cie sim dan Kie beng. Mereka dalah Keng su (guru dalam kitab suci) di bawah Kauwcu dari Ceng kauw dan kedudukan mereka menyerupai empat Su kauw di wilayah Tionggoan.
Perbedaannya dari Su kauw Hoat ong ialah, sebaliknya dari mementingkan ilmu silat, mereka mengutamakan pelajaran keagamaan. Kecuali Tay seng Po su ong, Siang seng Po su ong dan Kong tek Po su ong yang memiliki ilmu silat sangat tinggi, kepandaian yang lainnya hanya biasa saja dan masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Sam su. Kali ini dalam usaha mencari Seng lie untuk pengangkatan Kauwcu baru, kedua belas Po su ong turut datang di Tiong goan. Karena kedudukan yang sangat tinggi dari "raja raja" itu maka biarpun tak disengaja, terpukulnya Peng teng ong dengan Seng hwee leng sudah mengejutkan Sam su, sehingga mereka tak berani menyerang lagi dan segera mengundurkan diri.
Bu Kie segera berduduk dan memangk Peng teng ong. Ia mengerti, bahwa orang itu mempunyai kedudukan penting di dalam Cong kauw dan merupakan orang tanggungan satu2nya yang bisa menolong rombongannya. Ia membungkuk dan memeriksa luka tawanannya. Untung juga tidak membahayakan jiwa hanya bengkak pada bagian pipi. Rupa2nya pada detik terakhir Biauw hong su berusaha untuk menarik pulang senjatanya, sehingga tenaga pukulannya banyak berkurang.
Sementara itu, Cie Jiak dan Siauw Ciauw bekerja keras untuk memindahkan korban2 yang menggeletak di geladak kapal. Mereka mengangkat mayat2 ke gubuk belakang dan mengumpulkan orang-orang yang terluka.
Dengan cepat kapal yang dikuasai rombongan Bu Kie sudah terkurung rapat oleh belasan kapal Cong kauw. Semua meriam2 ditudingkan ke arah Bu Kie dan kawan2nya dan diatas semua kapal penuh dengan orang2 Cong kauw yang memegang obor dan menghunus senjata.
Bu Kie jadi bingung. Tanpa meriam lawan yang berjumlah begitu besar sudah tak mungkin dilawan.
Dengan ilmu silatnya yang tinggi ia sendiri mungkin dapat selamat. Tapi bagaimana dengan yang lain"
Bagaimana dengan In Lee dan Tio Beng yang terluka berat"
Sekonyong konyong salah seorang berteriak dalam bahasa Tionghoa. "Kim mo Say-ong, dengarlah!
Dua belas Po su ong dari Cong kauw berada di sini. Kedosaanmu terhadap Cong kauw sudah diampuni oleh para Po su ong. Lekas pulangkan anggota Cong kauw yang berada di kapal itu! Sesudah memulangkan semua orang, kau boleh pergi tanpa diganggu."
Cia Sun tersenyum. "Cia Sun bukan anak kemarin dulu!" teriaknya. "Begitu lekas kami lepaskan semua tawanan, apakah meriam meriammu tidak lantas memuntahkan peluru?"
"Kurang ajar!" bentak orang itu dengan gusar. "Kalau kau tidak melepaskan mereka, apakah meriam kami tidak bisa melepaskan tembakan?"
"Mana Seng li Tay Kie?" tanya Cia Sun. "Lepaskan dia lebih dahulu! Sesudah kamu melepaskan dia, kita boleh bicara lagi."
Orang itu segera berunding dengan orang yang berdiri di sekitarnya. Beberapa saat kemudian, ia berteriak pula. "Tay Kie membuat pelanggaran hebat dan ia akan mendapat hukuman dibakar hidup-hidup. Urusan ini urusan Cong kauw dan tidak bersangkut paut dengan Beng kauw di daerah Tiong goan."
Sesudah berpikir sejenak Cia Sun berkata pula, "Aku ingin mengajukan tiga syarat. Begitu lekas kalian meluluskan, kami akan segera memulangkan semua orang."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Syarat apa?" "Yang pertama, keduabelas Po su ong harus berjanji, bahwa mulai kini Cong kauw dan Tiong goan harus saling mengindahkan dan tak boleh mencampuri urusan masing-masing."
"Hmm!... Yang kedua?"
"Lepaskan Tay Kie dan antarkan kemari. Bebaskan kedosaannya dan kalian harus berjanji bahwa persoalan takkan ditimbulkan lagi."
"Tidak bisa! Ini tidak bisa! Yang ketiga?"
"Sebelum kalian mengiyakan syarat kedua, perlu apa aku memberitahukan yang ketiga?"
"Syarat ketiga sangat mudah. Kalian mengirim sebuah perahu kecil yang harus mengikuti di belakang kapal ini. Sesudah kami berada dalam jarak sedikitnya lima puluh li dan kami mendapat kenyataan, bahwa kalian tidak mengejar, kami akan turunkan semua tawanan ke perahu itu yang boleh segera kembali kepada kalian."
Orang yang bicara dengan Cia Sun adalah Kie beng Po su ong, "raja" kedua belas. Mendengar syarat ketiga ia gusar tak kepalang. Sambil membentak keras, bersama Cie sim Po su ong, ia melompat ke kapal Bu Kie.
Bu Kie segera menyambut. Dengan telapak tangannya ia mendorong dada Cie sim ong. Sebaliknya dari menangkis, "raja" itu balas menyerang. Tangan kirinya menyambar dan coba mencengkeram kepala Bu Kie. Hampir berbareng, Kie beng ong menerjang dan menyambut telapak tangan Bu Kie yang sudah hampir menyentuh dada Cie sim ong. Untuk menghindarkan cengkeraman Cie sim ong, Bu Kie sendiri lantas melompat ke samping.
Bu Kie kaget. Ilmu silat kedua lawan itu merupakan kerja sama yang sangat erat, sehingga ia seperti menghadapi seorang lawan yang mempunyai empat tangan dan empat kaki. Kepandaian mereka berdua agaknya masih kalah dengan Sam su, tapi gerak geriknya sangat aneh. Terang2 ilmu silat mereka bersamaan dengan Kian kun Tay lo ie, tapi dalam menggunakannya mereka mengeluarkan perubahan2
luar biasa yang tak dapat diraba. Sesudah bertempur puluhan jurus, barulah Bu Kie bisa berada di atas angin.
Selagi Bu Kie mengasah otak untuk mengalahkan kedua lawannya, mendadak Sam su membentak keras dan melompat pula mereka ke kapal Bu Kie. Sesudah mereka melakukan Peng seng ong tanpa sengaja, mereka merasa sangat malu dan mereka sekarang mengambil keputusan untuk merampas pulang
"raja" yang keenam itu.
Cepat cepat Cia Sun mengangkat tubuh Peng seng ong dan memutarnya dalam bentuk lingkaran. Sam su tentu saja tidak berani sembarangan menyerang. Mereka hanya bisa berlari lari mengikuti lingkaran itu untuk mencari lowongan guna menyerang.
Beberapa saat kemudian, mendadak terdengar teriakan kesakitan dari Kie beng ong yang roboh tertendang Bu Kie. Baru saja Bu Kie membungkuk untuk menawannya, Lioe in su dan Hwie goat su sudah menyerang dengan berbareng, sedang Biauw hong su mendukung raja itu yang lalu dibawa balik ke kapal sendiri. Sekarang Cie sim ong mengepung Bu Kie bersama Lioe in see dan Hwie goat su. Kerja sama mereka tidak seerat kerja sama Sam su dan dengan kekuatiran mereka akan keselamatan Kie beng ong, maka sesudah bertempur beberapa jurus lagi, mereka segera mengundurkan diri.
Sesudah menenteramkan semangatnya, Bu Kie berkata. "Orang orang itu seperti juga pernah mempelajari Kian Kun tay lo ie. Tapi heran sekali, pukulan-pukulannya berbeda dari ilmu itu, mereka sungguh sukar dilawan."
"Pelajaran Kian kun Tay lo ie sebenarnya bersumber dari Persia," kata Cia Sun. "Tapi semenjak beberapa ratus tahun yang lalu, sesudah Beng kauw tersiar ke Tionggoan, di Persia sendiri ilmu itu bahkan tidak dikenal lagi. Menurut pendapatku, apa yang telah dipelajari mereka hanialah kulit dari Kian kun tay lo ie. Maka itulah mereka telah mengirim Tay Kie ke Kong beng teng untuk mencuri kitab ilmu silat tersebut."
Bu Kie menggelengkan kepala. "Anak berpendapat lain," katanya. "Memang benar dasar ilmu silat mereka masih sangat cetek dan benar mereka hanya memiliki kulit dari ilmu Kian kun tay lo ie. Tapi dalam menggunakannya, mereka dapat menggunakan secara luar biasa sekali. Di dalam ini pasti terselip
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
satu sebab yang masih belum diketahui kita. Hm!... dalam Kian kun tay lo ie tingkat ketujuh ada beberapa bagian yang belum dapat dipelajari oleh" Apa.. apa ini sebab musababnya"... Sehabis berkata begitu, ia bersila dan memejamkan matanya. Cia Sun dan yang lain lain menunggu tanpa membuka suara. Mereka tidak berani mengganggu jalan pikiran pemuda itu.
Sekonyong konyong di sebelah kejauhan terdengar suara terompet yang berulang ulang. Sebuah kapal besar mendatangi dengan perlahan. Di atas kapal kapal itu terpancang dua belas bendera dengan sulaman benang emas, sedang di atas geladak teratur duabelas kursi dengan alas kulit harimau. Antara keduabelas kursi itu, sembilan terisi dan tiga kosong. Begitu kapal berhenti, Cie sim ong dan Kie beng ong lantas melompat naik dan menduduki dua kursi yang paling akhir. Dengan demikian, hanya sebuah kursi keenam yang masih kosong.
Melihat begitu, Tio Beng tersadar. "Pakaian tawanan kita bersamaan dengan pakaian sebelas orang itu," katanya. "Apa ia bukan salah seorang dari keduabelas Po su ong!"
"Kurasa memang begitu," kata Bu Kie. "Tawanan kita berkedudukan sangat tinggi dan kupercaya sedikitnya untuk sementara waktu, mereka tak akan berani menyerang"." Pembicaraannya terputus dengan mendadak, karena ia tiba tiba melihat Sam su menghampiri sebelas "raja" itu dengan membawa seorang tangkapan.
Bu Kie dan yang lain terkejut. Mereka mengenali bahwa tangkapan itu, seorang nenek bongkok yang memegang tongkat, adalah Kim hoa Po po.
Di lain saat, Toe hwie Po su ong yang berduduk di kursi kedua mengajukan beberapa pertanyaan dalam bahasa Persia dengan suara keras.
Si nenek miringkan kepalanya. "Apa yang kau katakan?" tanyanya. "Aku tidak mengerti."
Tie hwie ong tertawa dingin. Ia bangun berdiri dan tangannya menyambar ke kepala si nenek. Di lain saat, ia sudah memegang segumpal rambut palsu, sedang di atas kepala si nenek terlihat rambut yang berwarna hitam dan mengkilat. Kim hoa Po po miringkan kepalanya, tapi tangan kanan Tie hwie ong sudah mampir di mukanya dan membeset selapis topeng. Bu Kie yang bermata tajam sudah melihat tegas, bahwa topeng yang terbeset itu adalah topeng muka Kim hoa Po po. Hampir berbareng Kim hoa Po po menyalin rupa. Ia sekarang berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik. Jantung Bu Kie memukul keras. "Ah!... Mukanya sungguh mirip sekali dengan muka Siauw Ciauw," katanya di dalam hati.
Mendadak ia mendengar suara Tio Beng yang berkata, "Sama betul dengan Siauw Ciauw!"
Sesudah topengnya dilucuti, seraya tertawa dingin si nenek melemparkan tongkatnya. Tie hwie ong lalu mengajukan pertanyaan pertanyaan dalam bahasa itu juga. Selama tanya jawab itu berlangsung, paras muka kesebelas "Ong" kelihatannya sangat menyeramkan.
Bu Kie dan yang lain tentu saja tidak mengerti pembicaraan itu.
"Siauw Ciauw Kouwnio, apa yang mereka bicarakan?" tanya Tio Beng.
Air mata Siauw Ciauw lantas saja mengucur, "kau sangat pintar," katanya. "Kau tahu segala apa, tapi mengapa kau tidak mencegah Loo ya cu berkata begitu?"
"Mencegah Loo ya cu berkata apa apa?" tanya Tio Beng dengan rasa heran.
"Semula mereka tak tahu siapa adanya Kim hoa Po po", menerangkan Siauw Ciauw. "Belakangan mereka tahu bahwa Kim hoa Po po ialah Cie san Liong ong. Tapi mereka tak pernah menduga bahwa Cie san Liong ong adalah Tay Kie. Po po telah menyamar dalam waktu lama dengan pengharapan bisa mengelabui mereka. Di luar dugaan tanpa sengaja Loo ya cu telah membuka rahasia dengan mengajukan syarat supaya mereka melepaskan Seng lie Tay Kie. Maksud Loo ya cu memang mulia sekali. Tapi dengan begitu Tie hwie Po su ong jadi mendusin. Loo ya cu yang tidak bisa melihat tentu saja tak tahu lihaynya penyamaran Po po yang dapat mengelabui siapapun jua. Tio Kauwnio, kau telah lihat terang terang dengan matamu. Apa kau tidak bisa mikir sampai disitu?"
Patung Emas Kaki Tunggal 10 Pedang Hati Suci Karya Jin Yong Giring Giring Perak 1

Cari Blog Ini