Ceritasilat Novel Online

Kisah Membunuh Naga 40

Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong Bagian 40


"Benar," sambung Hee Ciu. "Ganjelan antara Kay pang dan Siauw lim-pay boleh ditunda sementara waktu, kita harus lebih dulu membersihkan penjahat Cia Sun."
"Mulutmu jangan terlalu busuk!" bentak Ciang pang Liong tauw. "Biar bagaimanapun juga, Cia Tayhiap adalah salah seorang anggota dari keempat Hu kauw Hoat ong."
"Kalau kau takut pada Bengkauw, aku tak takut," balas Hee Ciu. "Cia Sun lebih jahat dari anjing. Apa aku harus menamakan dia seorang pendekar?"
Mendadak Yo Siauw melesat dari tempat duduknya dan tahu-tahu ia sudah berada di tengah lapangan.
Dengan menyoja ia berkata, "Aku Kongbeng Cosu dari Bengkauw. Aku mengutarakan pendapatku bahwa Cia Say ong membunuh orang memang harus diakui sebagai satu kesalahan. Tapi kita orang-orang Kangouw setiap hari hidup diujung senjata, diantara orang-orang yang berada di sini, siapa yang belum pernah membunuh sesama manusia" Hee Loo enghiong, apa seumur hidupmu kau belum pernah mengambil jiwa manusia?"
Jaman itu, akhir kerajaan Goan adalah jaman kalut dan pemberontak melawan penjajah. Orang-orang Rimba Persilatan yang terlibat dalam kalangan Kangouw terpaksa membunuh orang kalau tidak mau dibunuh. Yang tangannya dapat dikatakan bersih hanialah pendeta Siauw lim-pay, pendeta perempuan Go bie-pay atau orang-orang Rimba Persilatan yang menjauhkan diri dari kancah pergulatan. Sebagai jagoan Sucoan timur, Hee Ciu banyak membunuh orang. Mendengar pertanyaan Yo Siauw, ia tertegun beberapa saat barulah ia bisa menjawab.
"Orang jahat pantas dibunuh tapi orang baik tidak boleh dibunuh secara membabi buta. Cia Sun manusia jahat luar biasa, aku ingin sekali mencincang dia. Huh huh! Orang she Yo, kau juga bukan manusia baik."
Mendengar itu, dari antara rombongan Bengkauw terdengar suara seseorang, "Hee Ciu, menurut pendapatmu aku manusia baik apa manusia jahat?"
Hee Ciu menoleh ke arah suara, yang bicara seseorang berkepala lancip, mulut lancip dan muka pucat pasi. "Siapa kau?" bentaknya. "Karena kau anggota Mokauw kau juga tentu bukan manusia baik-baik."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Hee heng, kau tak kenal dia?" tanya Suma Cian Cong, "Dia Cengek Ho kong, salah seorang dari keempat Hukauw Hoat ong Mokauw."
"Fui! Siluman tukang isap darah!" seru Hee Ciu.
Mendadak, mendadak saja terlihat kelebatan bayangan dan Wie it siauw sudah berhadapan dengan Hee Ciu. Jarak mereka berdua ada belasan tombaki.
Entah bagaimana jarak itu bisa dilampaui dalam sekelebatan. Dilain detik Wie it siauw sudah mengirim empat tamparan di muka Hee Ciu dan totokan sikut dikempungan. Sebenarnya Hee Ciu bukan sembarang orang, kalau bertempur mungkin ia bisa dikalahkan Wie it siauw sesudah limapuluh atau enampuluh jurus, ia roboh tanpa bisa melawan karena ilmu ringan tubuh Ceng ek Hek ong yang sangat luar biasa.
Diantara seruan kaget dari para hadirin, dari gubuk Bengkauw tiba-tiba berkelebat lagi satu bayangan putih. Bayangan itu tidak secepat Wie it siauw tapi toh cukup cepat. Begitu orang itu berhadapan dengan Hee Ciu, selembar karung terbuka dan menelungkup tubuh jagoan Sucoan itu. Sekarang semua orang bisa lihat bahwa dia itu adalah Po tay Hweshio swee poet tek. Sambil menggendong karungnya dan tertawa ha ha hi hi ha ha, ia berkata, "Manusia baik! Kau manusia baik! Aku akan bawa kau pulang dan perlahan-lahan masak dagingmu!"
Sambil berkata begitu dengan tenang ia kembali ke tempat duduknya.
Semua orang tertegun. Selang beberapa saat, beberapa belas orang yaitu kawan-kawan dan murid-murid Hee Ciu barulah menghampiri rombongan Bengkauw dengan sikap mengancam.
Swee poet tek membuka karung dan berkata sambil tertawa, "Kamu semua kembalilah! Setelah pertemuan bubar, aku akan bebaskan dia. Kalau kamu tidak dengar aku akan mengencingi dia. Kamu percaya atau tidak?"
Orang-orang itu percaya bahwa Swee poet tek akan membuktikan ancamannya. Apabila sampai terjadi kejadian itu, untuk menghilangkan malu, sebagai seorang jago Hee Ciu akan bunuh diri. Maka itu, sesudah saling mengawasi sambil menahan marah mereka kembali ke tempatnya masing-masing.
Sesudah menyaksikan kepandaian kedua jago Bengkauw, banyak orang kuatir. Mereka merasa andaikan Cia Sun dibinasakan maka satu pertumpahan darah tidak akan bisa dicegah lagi.
Sementara itu, dengan tangan kiri memegang cangkir dan tangan kanan mencekal poci arak, Suma Cian Cong berjalan ke tengah lapangan dengan langkah sempoyongan. "Hari ini benar-benar ramai,"
katanya, "Ada yang mau membunuh Cia Sun, ada pula yang mau menolong. Tapi apa benar Cia Sun berada di Siauw lim sie aku sendiri merasa ragu. Kong tie Taysu sebaiknya kau segera keluarkan Cia Sun agar kita bisa melihat mukanya. Sesudah itu yang mau membunuh dia dan yang mau menolong boleh mengadu kepandaian. Ha ha! Dengan demikian, bukankah kita bakal menyaksikan keramaian yang sangat menarik hati?"
Usul itu disambut dengan sorak sorai oleh para hadirin.
Melihat sambutan itu, Yo Siauw berpikir, "Cia Say ong terlalu banyak musuhnya. Kerjasama antara Bengkauw dan Kay pang belum tentu bisa menghadapi orang-orang itu. Aku harus menggunakan jalan dari sudut To liong to." Berpikir begitu ia segera berkata, "Hari ini para eng hiong berkumpul di Siauw lim pertama karena ada perhitungan yang belum dibereskan dan kedua"hehe"mungkin karena ingin lihat bagaimana bentuk To liong to"."
"Jika kita ikuti usul Suma Sianseng maka kita ramai-ramai bertempur sekaligus dalam rombongan.
Apabila diadakan pertempuran begitu siapakah yang akhirnya memiliki To liong to?"
Semua orang menganggap perkataan itu sangat beralasan. Mereka manggut-manggutkan kepala.
Diantara beberapa ribu tamu itu yang benar-benar sakit hati pada Cia Sun semuanya hanya kira-kira seratus orang, yang lain begitu dengar pertanyaan Yo segera goyah hatinya.
Seseorang yang jenggotnya hitam berdiri dan bertanya, "Apa Yo Cosu tahu dimana adanya To liong to?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Tidak tau," jawabnya. "Mengenai itu kita harus tanya Kong tie Taysu."
Kong tie tidak buka suara. Ia hanya menggelengkan kepala sehingga banyak orang merasa tidak puas.
Seseorang setengah tua yang mengenakan jubah panjang warna kuning bangkit dan berkata, "Kalau Kong tie Taysu tidak tau, Cia Say ong tentu tahu. Sekarang kita minta agar dia dikeluarkan untuk ditanya dan sesudah itu lalu diadakan pertandingan. Siapa yang menang, dia menjadi Bu lim Cie cun (yang termulia dalam Rimba Persilatan). Siapapun juga yang memegang To liong to harus menyerahkan golok mustika kepada Bu lim Cie cun itu. Menurut pendapatku, kita harus lebih dulu menetapkan hal ini supaya tidak terjadi pertengkaran dibelakang hari. Bagaimana pandapat kalian?"
Bu Kie segera mengenali bahwa yang bicara adalah salah seorang dari ketiga tokoh Ceng hay-pay yang pernah menyerang tiga pendeta Siauw lim dipohon siong.
"Usul itu tak beda dari pah lai tay," kata Suma Cian Ciong. "Kurasa tidak begitu tepat." (Pah lai tay "
Adu silat diatas panggung)
"Dimana tidak tepatnya?" tanya si jubah kuning. "Kalau bukan adu silat apa mau adu minum arak"
Apa tuan mau gunakan bahwa siapa yang tidak mabuk atau siapa yang mabuk tapi tidak mati dialah yang akan jadi Bu lim Cie cun?" (Gelar Suma Cian Ciong ialah "Cut poet sie" atau "Mabuk arak tapi tidak mati")
Sindiran itu disambut dengan gelak tawa oleh para hadirin.
"Tidak, tidak!" kata Suma Cian Ciong sambil menuang arak ke cangkir. "Dalam perebutan gelar Ciu lim Cie cun (yang termulia dalam Rimba Arak) mungkin aku masih bisa ada harapan." Sesudah berdiam sejenak, ia berkata lagi. "Dengan mengajukan usul itu, tuan tentu memiliki kepandaian tinggi. Mataku lamur dan tidak mengenal tuan. Bolehkah aku tahu she dan nama tuan yang mulia?"
"Aku Yap Tiang Ceng dari Ceng hay-pay. Dalam hal minum arak dan mengadu lidah aku tidak menandingi tuan." Dengan kata lain maksudnya adalah dalam ilmu silat ia lebih unggul.
Suma Cian Ciong mengerutkan alis dan miringkan kepala, "Ceng hay-pay?" tanyanya, "Aku belum pernah dengar, Yap Tiang Ceng juga belum pernah dengar!"
Itu hinaan dan Yap Tiang Ceng dongkol sekali, "Kalau tuan anggap adu silat tidak tepat, adu apakah yang lebih tepat?" katanya dengan gusar.
Jawab Suma Cian Ciong. "Hm"dulu waktu aku berada di Cee lam hu"."
Mendengar tarik urat itu banyak orang habis kesabarannya, "Ciu poet sie, kau mundurlah!" teriak seseorang.
"Yang penting soal Cia Sun dan To liong to!" teriak yang lain.
"Kong tie Siansu, sebagai tuan rumah kau harus utarakan pikiran!" kata seseorang pula.
Seorang pendeta Tat mo tong yang berada dibelakang Kong tie bangun berdiri dan berkata, "Siauw lim-pay menjadi tuan rumah tapi Hong thio mendadak sakit, kami merasa menyesal dan minta maaf. Soal Cia Sun dan To liong to adalah dua soal yang bisa diurus sekaligus. Menurut pendapat loolap, usul Yap Siecu dari Ceng hay-pay adalah tepat, setiap orang memperlihatkan kepandaiannya, Cia Sun dan To liong to diserahkan kepada orang yang paling unggul. Dengan demikian semua orang merasa puas. Bukankah jalan ini jalan yang paling adil?"
Dengan berbisik Bu Kie tanya Pheng Eng Giok siapa pendeta itu.
"Aku tak tahu!" jawabnya. "Pendeta itu tidak ikut menyerang Kong beng teng dan juga tidak ikut ditawan oleh Kuncu Nionio. Tapi dengan berani bicara mendahului Kong tie, ia pasti mempunyai kedudukan yang tinggi di dalam Siauw lim sie."
"Kuduga dia teman Goan tin," bisik Tio Beng. "Mungkin sekali Kong bun Hong thio sudah jatuh ke tangan Goan tin dan Kong tie Taysu berada dibawah kekuasaan pemberontak, lihat saja sikapnya yang sangat berduka."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Hati Bu Kie berdebar-debar, "Pheng Suhu bagaimana pendapatmu?" tanyanya.
"Dugaan Kuncu Nionio rasanya tepat. Dalam Siauw lim sie banyak sekali orang pandai kalau benar Goan tin mengacau terang-terangan, nyalinya benar-benar tak kecil."
"Goan tin sudah lama siap," kata Bu Kie. "Dan ingin menjadi Ciang bun Hong thio." (Ciang bun Hong thio " Pemimpin Partai dan kepala kuil Siauw lim sie)
"Ciang bun Hong thio mungkin masih belum cukup," kata Tio Beng.
"Siauw lim-pay adalah partai terutama dalam Rimba Persilatan," kata Bu Kie. "Dengan menjadi Ciang bun Hong thio, dia sudah menduduki tempat yang paling tinggi, tidak bisa lebih tinggi lagi."
"Bagaimana dengan Bu lim Cie cun?" tanya nona Tio. "Bukankah Bu lim Cie cun lebih tinggi dari Ciang bun Hong thio Siauw lim-pay?"
Bu Kie tertegun, "Apa benar dia punya niatan itu!"
"Bu Kie Koko, karena Ciu Ciecie menikah dengan orang lain, kau jadi linglung," kata si nona sambil tertawa. "Kau tidak bisa menggunakan otakmu lagi."
Mendengar tebakan yang jitu itu, muka Bu Kie segera berubah merah. Diam-diam ia mengutuk dirinya sendiri yang lantaran memikirkan wanita cantik sudah lupa tugas menolong ayah angkatnya.
Sesudah menentramkan pikirannya ia bertanya, "Beng moay, menurut kau siasat apa yang dijalankan Goan tin?"
Jawab si nona, "Goan tin adalah orang yang sangat banyak akalnya"."
"Kuncu Nionio kepintaranmu tak kalah dengan Goan tin," putus Ciu Tian.
"Kau memuji terlalu tinggi."
"Tidak terlalu tinggi"."
Ciu heng memotong Pheng Eng Giok, "Jangan putuskan omongan Kuncu."
"Kau sendiri jangan putuskan omonganku!" bentak Ciu Tian dengan dongkol.
Pheng Eng Giok tersenyum dan tidak berkata apa-apa lagi. Kalau ia bersuara, pertengkaran tentu menjadi panjang.
"Memang dugaanku kalau Goan tin hanya bertujuan untuk merebut kedudukan Ciang bun Hong thio, ia tak perlu mengadakan pertemuan besar ini," kata Tio Beng. "Sesudah Cia Tayhiap jatuh ke tangannya perlu apa ia menganjurkan pertandingan dengan orang gagah" Bu Kie Koko, kalau kita bicara tentang ilmu silat di jaman ini mungkin tak ada orang yang bisa menandingimu. Kenyataan ini tidak bisa tidak diketahui Goan tin. Maka itu tidaklah mungkin dia mengatur pertemuan ini untuk membiarkan kau merebut gelar Bu lim Cie cun, memiliki To liong to dan membebaskan Cia Tayhiap."
Bu Kie, Pheng Eng Giok dan Ciu Tian mengangguk. "Tapi bagaimana pendapatmu?" tanya Bu Kie,
"Siasat apa yang dijalankan Goan tin?"
Ketika itu Yo Siauw sudah kembali. "Aku pun anggap Goan tin mempunyai tujuan yang jahat dalam menjalankan tipu muslihatnya. Goan tin musuh besar agama kita dan Kuncu Nionio pernah menjadi musuh kita," kata Ciu Tian. "Goan tin banyak akalnya. Mereka berdua kira-kira tak banyak bedanya."
Tio Beng tersenyum. "Ciu Sianseng," katanya. "Perkataan memang beralasan, sekarang mari kita renungkan. Kalau aku jadi Goan tin, apa yang akan kuperbuat" Hm"pertama, aku akan membujuk supaya Kong bun Hong thio mengundang orang-orang gagah dikolong langit untuk berkumpul di Siauw lim sie, Kong bun Hong thio seorang beribadat, berhati murah dan berilmu tinggi. Ia sebenarnya tak mau banyak urusan. Tapi kutahu bahwa untuk membujuknya aku hanya perlu menyebutkan nasib Kong kian dan Kong Seng ceng. Mengingat kecintaan kedua saudara seperguruannya itu, Kong bun Hong thio pasti akan mengiyakan. Disamping itu, apabila Siauw lim sie membunuh Cia Tayhiap, sakit hati Bengkauw besar bagaikan lautan. Dengan mengandalkan tenaga sendiri belum tentu Siauw lim sie bisa melawan serangan Bengkauw. Dengan mengumpulkan orang-orang gagah dikolong langit, Bengkauw tentu tidak bisa membunuh semua orang yang berjumlah beberapa ribu."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Bu Kie dan yang lain manggut-manggutkan kepala.
"Dalam Eng hiong Tayhwee aku sendiri takkan muncul," kata nona Tio lagi. "Aku menyuruh orang-orangku melepas umpan guna mengadu domba. Umpamanya Cia Tayhiap dan To liong to. Di dalam pertempuran tak peduli kalah atau menang sebagian tokoh Bengkauw pasti akan celaka dan tenaga Bengkauw akan berkurang."
"Benar, hal itu sudah dipikirkan olehku," kata Bu Kie. "Tapi budi Giehu berat bagaikan gunung dan saudara-saudara dan Giehu mempunyai hubungan persaudaraan selama puluhan tahun. Mana bisa kita mengawasi dengan berpeluk tangan saja" Hai!...Baru saja berapa hari kita dating disini kakek sudah meninggal dunia. Dengan bersembunyi di tempat gelap bangsat Goan tin tentu bertepuk tangan."
Tio Beng mengangguk. "Ya," katanya, "Memang begitu, gelar ahli silat nomor satu dikolong langit kebanyakan akan jatuh dalam tangan Thio Kauwcu. Pendeta Siauw lim akan berkata Thio Kauwcu sudah berhasil mengalahkan para orang gagah dan kami memberi selamat, kami menyerahkan Cia Tayhiap kepada Thio Kauwcu."
"Silakan Kauwcu pergi ke puncak bukit dibelakang kuil kami untuk menyambutnya. Dengan seorang diri, Thio Kauwcu harus memecahkan Kim kong Hok mo coan. Kalau ada yang mau membantu, teman-teman Goan tin pasti akan berkata Thio Kauwcu yang sudah bisa menindih orang gagah dikolong langit tidak berkaitan dengan orang luar. Tuan sebaiknya jangan ikut campur, dalam merebut gelarnya, meskipun tidak sampai terluka, tenaga Thio Kauwcu pasti sudah berkurang banyak. Bagaimana ia bisa melawan ketiga pendeta itu" Buntutnya Cia Tayhiap tidak dapat ditolong dan ia sendiri mati diantara pohon-pohon siong tua. Jenazah Thio Kauwcu, pendekar besar disuatu jaman hanay ditemani rembulan dan angin dingin. Apa siasat itu tidak lihay?"
Mendengar keterangan itu, semua orang terkejut. Mereka merasa bahwa dugaan si nona bukan tebakan kosong. Bu Kie orang yang beradat keras, biar bagaimana sukarpun ia pasti berusaha untuk terus menolong Cia Sun. Dalam usaha itu ia rela mengorbankan jiwa. Andaikan mesti mendaki gunung golok atau mencebur ke dalam kuali minyak mendidih, ia pasti tak akan mundur.
Sesudah menghela napas, Tio Beng berkata, "Dengan demikian Bengkauw akan hancur lebur. Sesudah itu Goan tin akan maju lebih jauh, ia akan meracuni Kong bun Hong thio dan melimpahkan dosa di atas kepala Kong tie Taysu. Tak sukar menjalankan siasat ini. Asal ia membuat bukti palsu, para pendeta Siauw lim pasti akan percaya. Setelah Kong bun dan Kong tie dirobohkan dengan bantuan teman-teman, ia tentu akan diangkat menjadi Hong thio. Sesudah menjadi Hong thio ia akan memerintahkan penyerangan terakhir pada sisa Bengkauw dan Bengkauw akan musnah dari bumi. Saat itu gelar jago nomor satu dikolong langit akan jatuh pada dirinya. Kalau To liong to tak muncul lagi ya sudah saja. Tapi apabila golok mustika itu kelihatan dalam kalangan Kangouw, semua orang menyetujui bahwa pemiliknya yang sah adalah Goan tin Seng ceng Hong thio dari Siauw lim sie. Jika orang yang memegang golok itu tak menyerahkannya kepada Goan tin, dia mungkin tak bisa hidup selamat dalam waktu lama."
Tio Beng bicara dengan bisik-bisik dan hanya bisa didengar oleh beberapa orang. Tapi sesudah si nona selesai bicara, Ciu Tian segera menepuk lututnya keras-keras dan berkata dengan suara nyaring. "Benar-benar siasat yang hebat!" Banyak orang menengok dan mengawasi omongan Bengkauw.
"Siasat apa?" tanya Suma Cian Ciong, "Apa boleh loohu tahu?"
"Tak bisa," jawab Ciu Tian, "Aku ingin mengadu domba orang-orang gagah dikolong langit agar mereka saling bunuh. Siasatku itu tak bisa diberitahukan kepada siapapun juga. Kalau rahasia bocor, tak manjur lagi."
"Bagus! Bagus!" kata Suma Cian Ciong sambil tertawa. "Tapi, bagaimana kau mau mengadu domba orang-orang gagah?"
"Tipuku sangat hebat!" teriak Ciu Tian. "Aku mengatakan bahwa To liong to berada dalam tanganku dan siapa yang ilmu silatnya paling tinggi akan mendapat golok mustika itu."
"Bagus! Bagus!" teriak Suma Cian Ciong. "Bicara terus!"
"Kau ingin merebut To liong to untuk menjadi Bu lim Cie cun, Siecan dibunuh setan arak, setan arak dibunuh hweeshio, si hweeshio dibunuh oleh too su, si too su dibunuh si nona terus menerus drah mengucur, mayat memenuhi lapangan ini. Apa itu tak bagus?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Semua orang terkesiap, mereka merasa bahwa biarpun seperti orang berotak miring, perkataan Ciu sangat tepat.
Jie loo (tetua nomor dua) dari Khong tong-pay, Cong Wie hiap segera bangun berdiri dan berkata,
"Perkataan Ciu sianseng sangat beralasan. Ketika orang terang tidak bicara secara gelap. Kita harus mengakui bahwa semua golongan ingin sekali memiliki To liong to, tapi janganlah berebut karena golok mustika itu, banyak orang jadi celaka. Sekarang aku ingin ajukan sebuah usul. Biarlah pertandingan ini merupakan pertandingan yang dinamakan dengan ilmu silat mencari persahabatan. Kita tetapkan sebuah peraturan bahwa begitu salah satu pihak kena disentuh, pertandingan harus segera dihentikan. Dengan demikian biarpun kalah menang mendapat keputusan tidaklah sampai terjadi permusuhan yang tak diinginkan. Bagaimana pendapat kalian?"
Sebagaimana diketahui Kong beng teng dikepung oleh enam partai, Bu Kie telah mengobati luka Cong Wie Hiap yang didapat karena berlatih Cit siang kun. Jago tua itu merasa sangat berterima kasih dan kedatangan Khong tong-pay kali ini di Siauw lim sie mengandung maksud membantu Bengkauw dalam usaha menolong Cia Sun.
Suma dan Cian Ciong tertawa nyaring, "Kulihat kau manusia yang takut mati," katanya. "Kalau kau ada luka dan tak ada orang mati, adu silat mana enak dilihat?"
Siang Tek Cie, tetua keempat Khong tong-pay yang berangasan segera meluap darahnya, "Tutup mulutmu," bentaknya. "Melukai kau si setan arak sama gampangnya seperti orang membalik tangan."
"Ah! Aku hanya guyon," kata si setan arak. "Mengapa Siang sianseng segera marah" Siapa tidak kenal Cit siang kun dari Khong tong-pay" Bukankah Kong kian Seng ceng juga mati karena pukulan Cit siang kun. Aku si setan arak mana bisa menyamai Kong kian Seng ceng."
Semua orang diam-diam tertawa dalam hati. Mereka merasa heran bahwa setan arak yang berbicara seenaknya saja bisa hidup terus sampai hari ini.
Cong Wie Hiap tidak meladeni dan berkata dengan suara nyaring, "Aku mengusulkan supaya setiap partai, setiap perkumpulan atau golongan menunjuk dua wakil untuk maju ke gelanggang piebu. Siapa yang dapat kemenangan terakhir dialah yang akan mendapat Cia Tayhiap dan To liong to."
Usul itu disambut dengan sorak sorai dan tepuk tangan. Semua orang mengatakan bahwa usul Cong Wie Hiap adalah jalan yang paling baik.
Diam-diam Bu Kie memperhatikan pendeta-pendeta yang berdiri dibelakang Kong tie. Ia sadar bahwa banyak yang paras mukanya tak senang. Ia yakin sekarang bahwa dugaan Tio Beng adalah tepat.
Seseorang setengah tua yang putih mukanya dan sebelah tangannya memegang kipas terbalut emas bangun berdiri dan berkata, "Aku menyetujui usul Cong Jiehiap. Tapi biarpun diadakan peraturan begitu ada yang tersentuh pertandingan segera dihentikan, kitapun harus ingat bahwa senjata dan kaki tangan tidak ada matanya. Kalau ada yang salah tangan biarlah dianggap saja bahwa kejadian itu adalah takdir.
Sahabat-sahabat dari orang yang terluka atau mati tidak boleh berusaha untuk membalas sakit hati. Tapi adanya ketetapan itu, pertandingan mungkin akan berlarut-larut dan takkan ada habisnya."
"Bagus! Bagus! Setuju!" demikian sambut para hadirin.
"Kalau tidak salah, saudara yang berparas tampan itu adalah saudara Auwyang dari Heng yang hu di Ouwlan," kata Suma Cian Ciong.
"Benar," jawabnya sambil menggoyang-goyangkan kipas.
"Auwyang Heng tay dan aku seperti setan-setan liar," kata Suma Cian Ciong pula. "Kita tidak masuk di dalam partai atau perkumpulan manapun juga. Aku suka arak (ciu), kau suka paras cantik (sex).
Alangkah baiknya bila kita berdua membentuk sebuah partai baru yang dinamakan Ciu sex-pay, kita berdua menghadapi orang gagah dikolong langit. Apa kau setuju?"
Semua orang tertawa terbahak-bahak. Orang yang bermuka putih itu bernama Auwyang Bok. Ia mempunyai dua belas gundik dan biarpun ilmu silatnya tinggi ia jarang bergaul dengan orang-orang kangouw.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Auwyang Bok turut tertawa. "Kalau aku menyatukan diri dengan kau dalam sebuah partai, aku kuatir hartaku tak cukup untuk membiayai minum arakmu," katanya. "Saudara bicara lagi tentang pertandingan silat, kita sebaiknya mengangkat beberapa cianpwee yang berkedudukan tinggi untuk menjadi juru pemisah guna menyingkirkan segala pertengkaran!"
"Aku setuju," jawab Cong Wie Hiap. "Aku usulkan Kong tie Sengceng."
Seraya menuding karung yang dipegang Swee Poet Tek, Suma Cian Ciong berkata, "Aku usulkan Coan tong Tayhiap Hee Ciu Hee Loo eng hiong yang berada dalam karung itu."
Swee Poet Tek mengangkat karungnya dan melontarkan ke arah Suma Cian Ciong, "Juru pemisah datang," teriaknya sambil tertawa.
Suma Cian Ciong menyambuti dan segera coba membuka ikatan mulut karung. Diluar dugaan ikatan itu sangat istimewa dan ia tidak berhasil membukanya. Seraya tertawa hahahihi Swee Poet Tek mengangkat karung itu dengan tangan kirinya dan beberapa gerakan tangan mulut karung sudah terbuka.
Dilain saat tubuh Hee Ciu sudah menggelinding keluar, cepat-cepat Suma Cian Ciong membangunkannya dan membuka jalan darahnya.
Bukan main malunya Hee Ciu, tiba-tiba ia mencabut pedang pendeknya dan menikam dadanya. Suma Cian Ciong terkesiap. Untung juga ia masih sempat menangkap dan merebut senjata itu. "Hee heng, mengapa kau berpandangan begitu sempit?" katanya dengan suara membujuk.
"Aku usulkan Sun Looya cu dari Tiang pek-san!" teriak seorang pria kate gemuk.
"Siang gie (sepasang Gie) dari Ciat kang timur menggetarkan seluruh Kang lim!" seru seorang wanita setengah tua. "Mereka berdua terkenal adil dan aku usulkan mereka sebagai juru pemisah."
Dengan cepat sudah diajukan belasan calon.
Mendadak dirombongan Go bie-pay terdengar suara seorang pendeta wanita tua, "Perlu apa diadakan juru pemisah?" Suaranya yang dingin tak keras, tapi menusuk kuping, satu bukti bahwa nenek itu memiliki Lweekang yang tinggi.
"Apa boleh aku tahu nama Suthay?" tanya Suma Cian Ciong, "Mengapa tak perlu juru pemisah?"
"Yang menang hidup, kalah mati, juru pemisah yang tepat adalah Giam loo ong!" jawabnya.
Mendengar suara bernada dingin dan menyeramkan, banyak orang bangun bulu romanya.
"Dengan ilmu silat kita mencari persahabatan," kata Suma Cian Ciong. "Antara kita tidak terdapat permusuhan. Perlu apa kita berkelahi sampai ada yang mati" Seorang beribadat berdiri diatas dasar belas kasihan. Dengan berkata begitu apakah Suthay tak kuatir Hudcouw (Sang Buddha) akan menjadi gusar?"
"Terhadap orang lain kau boleh menggoyang lidah secara gila-gilaan. Terhadap murid Go bie-pay, kau harus tahu aturan sedikit."
"Go bie-pay sangat hebat! Kata orang, lelaki tak boleh ribut dengan perempuan. Aku si setan arak mau tarik urat dengan pendeta perempuan." Seraya berkata begitu, ia mengangkat cangkir arak untuk meneguknya. Tapi baru saja cangkir menempel dibibir tiba-tiba terdengar suara "srr"srr"!" yang sangat tajam dan tiga peluru menyambar, satu menghantam cangkir, satu memukul poci dan satu lagi menyambar dada.
Hampir bersamaan terdengar ledakan-ledakan keras, ketiga peluru itu meledak dan terbakar. Cangkir dan poci arak hancur sedang dada Suma Cian Ciong berlubang besar. Badannya terpental dan ambruk di tanah. Dengan hati mencelos Hee Ciu menubruk tapi Suma Cian Ciong sudah tak bisa ditolong lagi.
Bajunya hangus dan napasnya sudah berhenti tapi bibirnya masih tersungging senyuman. Pada detik terakhir, ia masih belum tahu bahwa ia sedang menghadapi maut.
Kejadian itu tentu saja mengejutkan semua orang. Orang-orang gagah yang berada disitu adalah jago-jago berpengalaman luas. Tapi mereka tak tahu senjata rahasia apa yang digunakan Go bie-pay.
"Celaka! Senjata apa itu?" teriak Ciu Tian dengan suara parau.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Kudengar di negeri asing ada semacam senjata rahasia yang menggunakan bahan peledak dan dinamakan Pek-lek Loei hwee tan," bisik Yo Siauw. "Mungkin sekali peluru itu semacam Pek-lek Loei hwee tan." (Pek-lek Loei hwee tan = Peluru geledek api atau granat).
Sementara itu, sambil memeluk jenazah Suma Cian Ciong, Hee Ciu berkata kepada rombongan Go bie pay. "Walaupun dia sering suka guyon-guyon, Suma Hengtee seorang yang berhati mulia. Selama hidup ia belum pernah melakukan sesuatu yang berdosa. Saudara-saudara orang-orang gagah di kolong langit.
Apakah di antara kalian ada yang pernah dengar bahwa Suma Cian Ciong pernah mencelakai sesama manusia?"
Semua orang membungkam. Mereka turut berduka.
Sambil menuding niekouw tua itu, Hee Ciu berkata pula dengan suara keras! "Go bie pay dikenal dikenal sebagai partai yang lurus bersih. Siapa nyana kamu menggunakan senjata yang begitu beracun!
Di dalam rimba persilatan, partai atau jago yang bagaimana tangguhpun tidak boleh melewati batas yang dinamakan "li" (kepantasan). Apa aku boleh tahu nama Suthay?"
"Aku Ceng kee, jago dalam karung. Mau apa kau?"
"Sebab kepandaian cetek, aku sudah dihina oleh kawanan iblis," kata Hee Ciu dengan suara parau.
"Tapi biarpun tak punya kebecusan, si orang she Hee tidak menyeleweng dari jalan kesatriaan. Ceng kee Suthay, kau begitu kejam! Kau sungguh berdosa terhadap Coawsu Go bie pay, Kwee Siang Kwee Liehiap."
Mendengar disebutnya nama Couwsu mereka, semua murid Go bie pay serentak bangun berdiri.
Sambil mengawasi Hee Ciu dengan alis berdiri Ceng kee membentak. "Apa nama yang mulia dari Couwsu kami boleh disebut-sebut begitu saja oleh telur busuk seperti kau?"
Banyak murid Go bie pay melakukan perbuatan tidak pantas dan menodai nama Couwsu mereka.
Jangankan Kwee Liehiap, sekalipun Biat coat Suthay yang terkenal kejam, masih belum pernah membunuh manusia yang tidak berdosa. Kau sudah sembarangan mengambil jiwa sesama manusia yang tidak berdosa dan Ciang bunjin mu sama sekali tidak menghiraukannya. Huh huh" apa dengan kekejaman itu Go bie pay masih ingin berdiri dalam dunia Kangouw?"
"Tutup bacotmu! Kalau membacot lagi setan arak itu menjadi contohmu."
Dengan paras muka merah padam Hee Ciu maju tiga tindak. "Kalau Ciang bunjin Go bie-pay tidak membersihkan rumah tangganya, mulai dari sekarang Go bie pay akan dikutuk oleh segenap orang gagah!" teriaknya.
Ribuan pasang mata murid-murid Go bie pay dan mata semua orang tamu ditujukan kepada Ciu Cie Jiak. Perlahan-lahan Cie Jiak manggutkan kepalanya. Di lain saat sesudah dapat permisi dari pemimpinnya, Ceng Kee melepaskan dua butir Pek Lek Loei hwee tan yang menyambar bagaikan kilat.
Dada dan kempungan Hee Ciu berlubang dan pakaiannya terbakar. Tapi biarpun sudah binasa, ia masih berdiri tegak dan kedua tangannya masih memeluk jenazah Suma Cian Ciong.
Semua orang tertegun. Selang beberapa saat, barulah keadaan berubah gempar dan ratusan orang berteriak-teriak mencaci Go bie pay.
Wie It Siauw dan Swee poet tek saling mengawasi dan kemudian saling manggutkan kepala. Sesudah saling memberi isyarat, mereka berlari-lari menghampiri jenazah Hee Ciu. Mereka berlutut dan Swee poet tek berkata, "Hee looenghiong, kami berdua tak tahu bahwa kau seorang ksatria yang berhati mulia.
Tadi kami telah berlaku kurang ajar dan kami merasa menyesal dan malu." Sehabis berkata begitu ia menggapelok muka sendiri, diturut oleh Wie It Siauw. Sesudah itu mereka memadamkan api yang membakar kedua jenazah dan kemudian membawanya ke gubuk rombongan Beng kauw.
Melihat Cie Jiak berubah begitu kejam, bukan main rasa dukanya Bu Kie.
Selagi orang berteriak-teriak, Cie Jiek bicara bisik-bisik kepada Su Ceng Su yang sesudah menggangguk beberapa kali lalu berjalan ke tengah-tengah lapangan.
"Hari ini para orang gagah membuat pertemuan dan pertemuan ini bukan pertemuan untuk menulis syair, menabuh tabu-tabuan atau minum arak," katanya dengan suara nyaring. "Pertemuan ini adalah pertemuan Rimba Persilatan dan dalam pertemuan begitu, soal luka atau binasa adalah soal yang biasa
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
saja. Hee Looenghiong mengatakan bahwa Suma Siau Seng belum pernah melakukan perbuatan tidak baik dan mempersalahkan Cengkee Suthay sebagai seorang yang sudah membunuh orang yang tak berdosa. Sesudah itu, kalian bikin ribut ribut seperti juga tak merasa puas terhadap partai kami. "Apakah dalam pertandingan silat kita harus lebih dulu mencari tahu riwayat setiap orang dan yang baik tak boleh dilukai dan yang jahat barulah boleh dibinasakan?"
Pertanyaan itu telah membungkam semua orang. Banyak di antaranya lantas saja merasa bahwa perkataan Song Ceng Su memang beralasan.
Sesudah mendapat angin Song Ceng Su berkata pula. "Kalau To liong to hanya boleh dimiliki oleh orang yang mulia, tak perlu diadakan pertandingan silat lagi. Kalau benar begitu, kita beramai-ramai harus pergi ke Shoatang dan mencari turunan nabi Khong Hu Cu untuk menyerahkan golok mustika itu kepadanya. Tapi kalau kita bicara tentang silat, maka dalam pertempuran orang mungkin tak bisa memperhatikan lagi apa lawannya seorang tidak berdosa atau berdosa."
Banyak orang manggut2kan kepala bahkan ada yang lantas berteriak. "Benar!"
Suara Song Ceng Su itu membangkitkan rasa sangsi di dalam hati Jie Sam Ciu dan In Lie Heng.
Suaranya mirip dengan suara Song Ceng Su, tapi ia menggunakan istilah "partai kami", suatu tanda bahwa dia seorang anggota Go bie pay. Di samping itu, mukanya yang berewokan tak sama dengan muka Song Ceng Su.
Karena kesangsian itu, Jie Lian Ciu segera berbangkit dan bertanya, "Apa aku boleh mendapat tahu she dan nama tuan yang mulia?"
Melihat pamannya, Ceng Su jadi gentar. Beberapa saat kemudian barulah ia menjawab. "Aku seorang muda yang tak terkenal, sehingga tiada harganya untuk Jie hiap mengenal aku."
"Tuan telah bicara tentang pertandingan silat dan tuan tentu memiliki kepandaian tinggi," kata Jie Lian Ciu dengan suara keras. "Di waktu masih muda, guruku pernah menerima budi Kwee Liehiap dari Go bie pay. Guruku telah memesan, bahwa murid2 Bu tong tak boleh bertempur melawan murid Go bie, maka itu aku mau mencari keterangan se-jelas2nya, apa benar tuan murid Go bie pay dan siapa adanya tuan.
Seorang lelaki sejati harus terus terang, tak boleh main sembunyi-sembunyi."
Yang menjawab adalah Ciu Cie Jiak. "Jie-Jiehiap, aku tak mendustai kau," katanya. "Dia adalah suamiku, dia she Song bernama Ceng Su. Dulu ia murid Bu tong sekarang sudah jadi anggota Go bie pay.
Kalau mau bicar, Jie hiap boleh bicara dengan aku." Keterangan itu yang diucapkan dengan suara nyaring dan dingin mengejutkan semua orang sehingga seluruh lapangan jadi sunyi senyap.
Di lain detik Song Ceng Su mengusap mukanya dan terloncatlah topengnya. Ia sekarang berubah menjadi seorang pemuda yang sangat tampan.
Mengingat kedosaan keponakan itu, darah Jie Lian Ciu bergolak-golak. Tapi sebagai orang berilmu tinggi, walaupun amarahnya besar paras mukanya masih tetap tenang. Hanya sepasang matanya yang tajam bagaikan pisau menyapu muka Song Ceng Su, yang lantas saja menunduk.
"Suamiku sudah keluar dari Bu tong dan masuk di Go bie," kata Cie Jiak. "Hari ini secara resmi aku mengumumkan hal itu di segenap orang gagah di kolong langit. Jie Jiehiap dengan mengingat persahabatan lama, Thio Cinjin melarang murid murid Bu tong bermusuhan dengan partai kami. Itulah gie khie dari Thio Cinjin. Tapi mungkin juga larangan ini merupakan kepintaran Thio Cinjin dalam usaha mempertahankan nama besar Bu tong pay."
Sampai di situ In Lie Heng tak bisa menahan sabar lagi. Ia melompat keluar dan sambil menuding Cie Jiak ia membentak. "Ciu kauwnio, dahulu di waktu kau kecil waktu kau terancam bencana, gurukulah yang sudah menolong jiwamu dan kemudian menyerahkan kau kepada Go bie pay. Meskipun guruku sama sekali tidak mengharapkan pembalasan budi, tapi kau sungguh keterlaluan, karena dalam omonganmu itu kau seperti juga mengatakan bahwa Bu tong pay hanya punya nama kosong dan tidak bisa menandingi Go bie pay. Apa dengan berkata begitu kau tidak merasa malu terhadap guruku?"
Cie Jiak tertawa datar. "Para pendekar Bu tong yang namanya menggetarkan Kang ouw memang berkepandaian tinggi dan Song tayhiap sendiri adalah mertuaku," katanya. "Mana berani aku mengeluarkan celaan itu" Tapi Bu tong dan Go bie pay masing masing mempunyai kepandaian sendiri-sendiri. Sukar dikatakan yang mana yang lebih tinggi dan yang mana lebih rendah. Dulu, Kwee Couwsu dari partai kami melepas budi kepada Thio Cinjin. Belakangan Thio Cinjin menolong aku. Budi sudah
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
dibalas dengan budi dan di antara kedua partai tidak ada yang berhutang budi lagi, Jie Jiehiap, In Liok hiap! Peraturan bahwa murid Bu tong tidak boleh kebentrok dengan murid Go bie, sebaiknya mulai dari sekarang dihapuskan saja."
Perkataan yang menantang itu mengejutkan semua orang. Nama Jie Lian Cu tersohor di seluruh rimba persilatan. Mengapa Cie Jiak begitu berani" Apa dengan hanya mengandal kepada peluru geledek Go bie pay mau menjagoi di dunia Kang ouw"
Darah In Lie Hong bergolak golak. Mengingat kebinasaan Boh Seng Kok air matanya lantas saja mengucur. "Ceng Su! Oh Ceng Su!" teriaknya dengan suara parau. "Mengapa" mengapa kau binasakan Cit siok mu?""
Ia tidak dapat lagi meneruskan perkataannya dan menangis sedu sedu.
Semua orang saling mengawasi.
Jie lian Ciu mendekati dan sambil memegang pundak adik seperguruan. "Para enghiong, dengarlah.
Bu tong sangat tidak beruntung dan muncul Song Ceng Su, seorang murid pengkhianat dan durhaka. Cit tee ku, Boh Seng Kok, telah?" mendadak terdengar suara, "srr" srr?" dua butir Pek Lek Loei Hwee tan menyambar dada Jie Lian Ciu.
"Celaka" seru Bu Kie. Ia tak duga Go bie pay bisa berbuat begitu. Ia mau melompat menolong, tapi sudah tidak keburu lagi.
Jie Lian Ciu pun tidak pernah menduga bahwa dirinya bakal diserang secara begitu. Kalau ia berkelit, granat itu pasti akan mencelakai murid-murid Kay pang yang berada di sebelah belakangnya. Ia seorang ksatria tulen dan ia tidak mau kalau karena gara-garanya banyak orang yang tidak berdosa mesti mengorbankan jiwa. Ketika pikiran itu berkelebat dalam otaknya, kedua senjata rahasia itu sudah hampir menyentuh dadanya. Secepat kilat ia membalik kedua telapak tangannya dan menyambut dengan In Chioe (Tangan awan), salah satu ilmu dari Thay kek kun. Kedua granat itu lantas saja terputar-putar di kedua telapak tangannya.
Semua orang serentak bangun berdiri dan ribuan pasang mata ditujukan ke arah kedua telapak Jie Lian Ciu. Meledak atau tidak!... meledak atau tidak"... jantung mereka seolah olah berhenti berdenyut.
Syukur! Granat itu tidak meledak.
Thay kek kun adalah ilmu silat "terlembek" di kolong langit. Bertahun-tahun Jie Lian Ciu melatih diri dalam ilmu itu. Berkat ketekunannya ia berhasi mewarisi ilmu yang sangat tinggi itu. Tadi melihat kebinasaan Suma Cian Ciong dan Hee Ciu, ia tahu bahwa peluru itu akan meledak begitu terbentur dengan lain benda apapun juga. Dalam keadaan terdesak, ia terpaksa mempertaruhkan jiwanya dan menggunakan ilmu "lembek" itu. Benar saja, "kelembekan" dapat mengatasi kekerasan. Kedua peluru itu seperti masuk ke dalam sebuah kekosongan dan hanya berputar putar.
Tiba tiba terdengar pula "srr" srr!..." dan dua butir granat kembali menyambar Jie Lian Ciu.
In Lie Heng yang berdiri di samping suhengnya lantas saja mengibaskan kedua tangannya. Dengan Ciu hwie pi-pee sit (Tangan memetik pi pee, semacam tetabuhan seperti gitar), ia menyambut kedua peluru itu dan kemudian, dalam Kim kee tok li pasat (ayam emas berdiri di atas satu kaki, yaitu kaki kiri menginjak bumi dan kaki kanan terangkat ke atas tubuhnya terputar-putar bagaikan kitiran cepatnya).
Mengapa ia berbuat begitu" In Lie Heng terkenal lihay dalam ilmu pedang, tapi dalam Thay kek kun ia belum bisa menandingi Jie Lian Ciu. Ia lihat bahwa waktu menyambut Pek lek Loei hwee tan, kakak seperguruannya telah menggunakan seantero kepandaiannya. Ia mengerti bahwa apabila kelembekan kedua telapak tangannya mengandung sedikit saja tenaga kekerasan, peluru itu akan lantas meledak.
Maka itu, untuk memunahkan tenaga timpukan dan mencegah peledakan, ia memutar mutar kedua peluru itu dengan iringan telapak tangan dengan memutar mutar tubuhnya sendiri. Demikianlah, kalau Jie Lian Ciu bisa memunahkan tenaga timpukan di telapak tangannya sendiri, In Lie Heng harus memunahkannya di tengah udara. Pada hakekatnya kepandaian Jie Jiehiap lebih tinggi daripada In Lie Heng, tapi apa yang diperlihatkan cara menyambut In Liok hiap banyak lebih indah daripada Jie Lian Ciu. Sesudah In Lie Heng memutar-mutarkan tubuhnya kurang lebih tiga puluh putaran, di empat penjuru lapangan terdengar sorak sorai gegap gempita.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sekonyong-konyong terdengar lagi suara "srr"srrr"." Dan delapan Loei hwee tan menyambar dengan saling susul.
Sambil membentak keras dengan berbareng Jie Lian Ciu dan In Lie Heng menimpuk dengan empat peluru yang berada dalam tangan mereka. Murid-murid Bu tong pay tidak pernah belajar menggunakan senjata rahasia, tapi mereka telah berlatih diri dalam ilmu menyambut senjata rahasia dan memulangkannya kepada lawan. Dengan sebuah senjata rahasia, seorang murid Bu tong bisa memukul dua atau tiga senjata lawan. Maka itu, empat Loei hwee tan yang dilontarkan oleh Jie Lian Ciu dan In Lie Heng dengan jitu sudah menghantam delapan peluru yang sedang menyambar.
Hampir berbareng terdengar delapan perledakkan dahsyat dan seluruh lapangan penuh dengan asap dan bau obat pasang. Sesudah menimpuk, kedua pendekar Bu tong melompat mundur belasan tombak untuk menyingkir dari lain serangan Loei hwee tan.
Melihat lihaynya Pek lek Loei hwee tan, semua orang kaget dan cemas. Yang memiliki ilmu seperti kedua pendekar Bu tong hanya beberapa orang saja. Dalam menghadapi granat itu ilmu ringan tubuh tidak mencukupi, sebab kalau diserang dengan Boan thian Hoa ie (Hujan bungan di angkasa yang berarti serangan dengan sejumlah besar peluru) dan peluru peluru saling menyentuk dan meledak di tengah udara, maka orang yang ringan tubuhnya paling lihaypun sukar terlolos dari bencana.
Sementara itu, di gubuk Hwa san pay kelihatan berdiri seorang yang bertubuh jangkung dan yang segera berkata dengan suara nyaring. "Apakah dalam pertandingan silat Go bie pay ingin memperoleh kemenangan dengan mengandalkan jumlah yang besar?" Yang bicara adalah seorang dari Hwasan Jih Loo (dua tetua Hwa san pay). Dahulu di atas Kong beng teng, ia pernah mengerubut Bu Kie bersama Ho Thay Cong dan Pan Siok Ham.
"Silat banyak sekali perubahan-perubahannya," jawab Geng Kee Suthay. "Yang kuat menang, yang lemah kalah. Kita bukan sebangsa sastrawan yang saban2 ributi soal peraturan."
Mendengar perkataan itu, orang hanya menggelengkan kepala. Murid Go bie pay kebanyakan wanita, tapi sekarang ternyata mereka bahkan lebih sukar diajak berbicara daripada kaum pria. Waktu bicara tetua Hwa san pay itu tidak berani datang dekat sebab kuatir diserang dengan Pek Lek Loei hui tan.
Bu Kie menyaksikan itu semua dengan rasa menyesal dan berduka. "Cie Jiak menikah bukan karena mencintai Song Suko," katanya. Ia ingat pengalamannya di pulau kecil, ketika dia dan si nona saling mengutarakan rasa cinta dan berjanji untuk hidup sebagai suami isteri. Mana bisa janji suci itu dilanggar dengan begitu saja" Ia sungguh merasa bersalah. Waktu menghadapi meja sembahyang, di hadapan orang banyak ia kabur bersama sama Tio Beng.
Cie Jiak adalah Ciangbunjin sebuah partai besar dan seorang wanita terhormat. Mana boleh ia menghinakannya secara begitu hebat" Mana bisa Cie Jiak tidak sakit hati" "Hari ini Go bie pay telah berbuat perbuatan perbuatan yang tidak pantas, tapi kalau mau diusut itu semua adalah gara2ku," katanya di dalam hati.
Makin dipikir, ia makin merasa menyesal. Akhirnya sambil menahan rasa jengah, ia pergi ke gubuk Go bie pay dan berkata, "Cie Jiak, ini semua lantaran kedosaanku. Urusan Song Suko mencelakai Boh Citsiok harus ada pemberesannya. Menurut pendapatku, sebaiknya Song Suko ikut Jie Jiepeh dan To Lek Siok pulang ke Bu tong untuk memohon ampun, atau kalau perlu menerima hukuman, dari Song Toa Supeh."
Ciu Cie Jiak tertawa dingin. "Thio Kauwcu," katanya, "dahulu kuanggap kau seorang lelaki sejati.
Hanya sepak terjangmu tolol tololan. Siapa nyana kau hanya seorang manusia rendah. Seorang laki-laki berani berbuat harus berani menanggung segala akibatnya. Kau sudah membinasakan Boh Cit hiap.
Mengapa kau menimpakan kedosaan itu di atas kepala orang lain?"
Bu Kie terkesiap. "Ah!... aku membinasakan Boh Citsiok?" ia menegas. "Aku?"
"Mengapa ayah dan ibumu binasa?" tanya Cie Jiak. "Sebab mereka berdosa. Mereka bunuh diri sendiri, bukan?" Jie Thay Giam, Sam Supehmu, adalah seorang gagah di jaman ini. Tapi dia bercacat seumur hidup, karena dicelakai ibumu. Bukankah begitu" Ayahmu adalah murid dari sebuah partai yang lurus bersih. Tapi dia mabuk dengan paras cantik, dan menikah dengan perempuan siluman. Bukankah begitu" Thio Kauwcu, kulihat kau sudah meneladani semua perbuatan mulia dari ayah dan ibumu!"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Bahna gusarnya muka Bu Kie jadi merah padah dan tubuhnya bergemetaran, kalau Cie Jiak hanya mencaci dirinya, ia takkan menghiraukan. Tapi sekarang yang dimaki adalah mendiang ayah dan ibunya.
Dengan kejadian itu, tiba-tiba saja mukanya berubah putih, pucat pasi sebab menahan hawa amarah.
Hampir hampir ia tak dapat mempertahankan diri. Untung juga dalam kegusarannya ia ingat bahwa Cie Jiak menghina kedua orang tuanya justru untuk membuatnya kalap dan melakukan perbuatan yang tidak pantas. Di samping itu iapun tidak dapat melupakan kesalahannya sendiri. Mengingat begitu sambil menggigit bibir ia memutar tubuh dan lantas berjalan pergi!
Sekonyong konyong dalam rombongan Go bie pay terdengar teriak seorang. "Tak disangka Thio Kauwcu hanya manusia rendah yang nyalinya kecil. Melihat kelihayan Pek lek Loei hwee tan kita, dia kabur dengan menyeret buntutnya."
Bu Kie menengok dan mendapat kenyataan bahwa niekouw yang berteriak begitu adalah Cenghoat Suthay yang berlengan satu. Ia menghela napas dan berkata di dalam hati. Dia kehilangan lengan juga sebab gara-garaku. Sudahlah! Perlu apa aku meladeni" Ia berjalan terus tanpa menengok lagi, walaupun ia terus disoraki dan diejek oleh murid Go bie pay.
Yo Siauw tertawa dingin dan berkata dengan suara nyaring. "Pek Lek Loei hwee tan hanya permainan kanak! Tidak ada harganya untuk disebut sebut. Kalau peluru itu tidak bisa mencelakai kedua pendekar Bu tong, dia juga tak akan bisa mencelakai Thio Kauwcu kami ahli waris ilmu silat Bu tong. Hoh hah"
kamu, orang-orang Go bie pay mau memperoleh kemenangan mengandalkan jumlah besar. Baiklah, aku akan memberi pelajaran kepadamu cara bagaimana orang bisa menarik keuntungan dengan mengandalkan jumlah yang besar." Seraya berkata begitu, ia mengulapkan tangan kirinya. Seorang kacung yang memakai baju putih menghampiri dengan kedua tangan menggenggam sebuah rak kayu kecil dimana tertancap puluhan bendera kecil yang terdiri dari lima warna.
Yo Siauw mencabut satu bendera putih dan melontarkannya. Bendera itu terbang dan menancap di tengah-tengah lapangan.
Semua orang mengawasi dengan penuh rasa heran. Panjang bendera itu bersama-sama gagangnya belum cukup dua kaki dan di tengah-tengah bendera tersulam sebuah gambar obor yaitu pertanda Beng kauw.
Selagi para hadirin coba menebak nebak, salah seorang yang berdiri di belakang Yo Siauw maju ke depan dan melepaskan sebatang anak panah api yang berwarna putih.
Beberapa saat kemudian, dari luar terdengar suara tindakan kaki yang ramai dan masuklah serombongan anggota Beng kauw yang memakai ikatan kepala putih. Jumlah rombongan itu lima ratus orang. Begitu tiba di lapangan, mereka melepaskan anak panah menancap di seputar bendera putih.
Rombongan itu tidak lain daripada pasukan Swi kim kie yang dipimpin oleh Gouw Kin Co.
Sebelum para orang gagah sempat bersorak, anggota anggota Swi kim kie itu sudah mencabut tombak pendek yang diselipkan di punggung mereka maju beberapa tindak dan melemparkannya ke tengah lapangan. Tombak-tombak itu menancap tepat di dalam lingkaran anak panah.
Mereka maju lagi tiga tindak, mencabut kampak pendek kecil dari pinggang mereka dan menimpuknya. Di lain saat, di tengah lapangan sudah terdapat tiga lingkaran senjata, yaitu kampak, tombak dan anak panah. Semua orang mengawasi dengan rasa kagum tercampur jeri. Seorang yang ilmu silatnya bagaimana tinggipun tak nanti bisa meloloskan diri dari serangan 1500 senjata.
Sebagaimana diketahui, di Seehek Swie kim kie pernah bertempur melawan Go bie pay dengan menderita rusak besar, sedang Ciang kie sunya sendiri, yaitu Chung Ceng, binasa dalam tangan Biat coat Suthay. Dalam waktu yang belakangan ini, semenjak Bu Kie menjadi Kauwcu, Beng Kauw mengadakan perbaikan ke dalam dan keluar. Ngo beng kie disusun lagi dan diberikan latihan latihan baru. Sekarang jumlah anggota Swi kim sie sudah 4000 orang dan 500 orang yang diajukan ke Siauw lim sie itu adalah orang orang pilihan. Mereka semua sudah memiliki dasar ilmu silat yang sangat baik sekali dan di bawah pimpinan orang-orang yang pandai,mereka merupakan satu pasukan yang benar-benar tangguh.
Sementara itu Yo Siauw sudah membentak. "Swie kim kie mundur! Kie bok kie maju!"
Lima ratus anggota Swi kim kie segera berlari-lari ke tengah lapangan, mengambil pulang senjata mereka, menghampiri gubuk Beng kauw dan sesudah memberi hormat kepada Bu Kie, dengan rapih dia meninggalkan lapangan.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Yo Siauw mengambil bendera hijau dan melemparkan ke tengah lapangan. Bendera itu menancap di samping bendera putih.
Beberapa saat kemudian pasukan Kie bok kie yang memakai ikatan kepala warna hijau masuk ke lapangan. Kekuatan pasukan itu juga 500 orang dan saban sepuluh orang membawa sepuluh balok besar, yang beratnya kurang lebih seribu kati. Pada balok itu dipasangi gaetan gaetan besi yang digunakan sebagai pegangan untuk membawanya.
Tiba-tiba terdengar bentakan keras dan balok-balok tersebut dengan serentak dilemparkan ke tengah udara, ada yang tinggi, ada yang rendah, ada yang ke kanan, ada juga yang ke kiri, dan setiap balok membentur balok yang lain sehingga dengan demikian, dua lima pasang balok saling membentur di tengah udara dan sesudah itu, dengan berbareng lima puluh balok itu jatuh di muka bumi! Suara benturan balok balok itu hebat luar biasa dan siapapun jua yang kena terpukul pasti tak akan bisa meloloskan diri dari kebinasaan. Pasukan balok ini sebenarnya dilatih untuk memecahkan pintu kota di dalam peperangan. Sesudah balok-balok itu jatuh, lima ratus anggota Kie bok kie segera memburu dan mencekal lagi gaetan gaetan besi siap sedia untuk melemparkan lagi.
"Kie bok kie mundur!" teriak Yo Siauw. "Dari kayu (tok) muncul api (bwee)." Ia mengibaskan tangannya dan sebatang bendera merah menancap di tengah lapangan.
Sesudah pasukan Kie bok kie mundur, lima ratus anggota Liat hwee kie yang memakai ikatan kepala merah, berlari-lari masuk ke lapangan. Setiap orang membawa sebatang semprotan dan begitu tiba di tengah lapangan, mereka menyemprotkan minyak yang berwarna hitam. Hampir berbareng Ciang kie su pasukan itu melepaskan sebatang anak panah api dan begitu lepas tersentuh api, minyak itu lantas saja berkobar-kobar. Minyak tanah adalah hasil bumi Kong beng teng dan Beng kauw mempunyai sumber minyak yang tidak ada batasnya.
Yo Siauw berteriak lagi. "Liat hwee kie mundur! Ang sui kie maju!"
Bendera hitam dilontarkan dan 500 anggota Ang Su kie yang memakai ikatan kepala hitam masuk ke dalam lapangan. Perbekalan pasukan ini berbeda dari yang lain. Bebererapa puluh orang yang berjalan di depan mendorong sepuluh gerobak kayu, diikuti oleh rombongan yang membawa semprotan dan tahang tahang air. Hampir berbareng dengan teriakan Tong Yang, Ciang kie su Ang Su Kie, sepuluh gerobak itu dibuka dan dari gerobak keluarlah dua puluh ekor anjing ajak atau anjing hutan yang kelaparan! Begitu terlepas binatang2 itu memperlihatkan sikap beringas dan bergerak untuk menubruk manusia2 di sekitarnya.
Semua orang kaget. "Semprot!" bentak Tong Yang.
Seratus orang segera menyemprotkan air ke arah anjing2 itu. Begitu kena air, binatang2 itu menyalak hebat, melompat lompat dan kemudian roboh dengan badan hangus! Ternyata yang disemburkan adalah semacam air keras dengan campuran macam macam racun.
Melihat hebatnya pertunjukan itu, banyak orang bangun bulu romanya atau mengeluarkan keringat dingin.
"Ang sui kie mundur!" seru Yo Siauw. "Houw touw kie bersihkan semua kotoran!" Seraya berkata begitu, ia melemparkan bendera kuning. Gagang bendera itu ternyata dipasangi bahan peledak, sebab begitu menyentuh tanah, begitu meledak.
Pasukan Houw touw kie yang mengenakan ikatan kepala kuning lantas saja masuk. Jumlah mereka hanya seratus orang dan setiap orang menggendong sebuah karung besar yang berisi sesuatu. Mereka tak maju ke tengah, tapi berlari-lari di pinggir lapangan. Sekonyong-konyong terdengar suara keras dibarengi dengan muncratnya debu dan tanah di tengah-tengah lapangan mendadak berlubang besar, dengan garis tengah kira-kira empat tombak panjangnya. Dalam saat tanah di sekitar lubang bergerak-gerak dan dari bawah permukaan bumi keluar empat ratus orang yang mengenakan topi besi dan memegang cangkul!
"Ah?" banyak orang mengeluarkan seruan tertahan.
Empat ratus orang itu ternyata sudah menunggu di dalam tanah dengan membuat terowongan sedang lubang itupun dibuat terlebih dulu dan lapisan tanah di atas dipertahankan dengan papan-papan. Begitu mendengar isyarat, orang yang menunggu di bawah menarik papan-papan itu dan lapisan tanah di atas
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
lantas saja ambruk ke bawah, berikut bangkai-bangkai anjing dan lain-lain kekotoran. Seratus orang yang membawa karung lantas saja menuang isi karung ke dalam lubang. Isi karung itu ialah batu dan pasir.
Dengan sebadan teratur empat ratus orang segera menggunakan cangkul mereka dan dalam sekejap lubang itu sudah tertutup rapih dan seluruh lapangan menjadi bersih sekali. Sesudah itu mereka menghampiri Bu Kie dan setelah memberi hormat meninggalkan lapangan dalam satu barisan panjang.
Pertunjukkan itu diterima berbagai cara oleh para hadirin. Ada yang girang, ada pula yang jengkel, ada yang menghela nafas, menggeleng-gelengkan kepala, ada yang pucat mukanya dan ada juga yang bersorak-sorai. Tapi semua mendapat dua macam perasaan yang sama, rasa kagum dan jeri.
Sesudah selesai Yo Siauw lalu memulangkan bendera kepada si kacung yang berdiri di belakangnya dan kemudian mengawasi Cie Jiak dengan sorot mata dingin.
Seluruh lapangan sunyi senyap.
Beberapa lama kemudian seorang pendeta tua dari Tat mo thong yang berada di belakang Kong tie berbangkit dan berkata" "Tadi Beng kauw memperlihatkan latihan perang. Kelihatannya memang bagus, tapi apa bisa digunakan atau tidak, kita tidak tahu sebab kita bukan jenderal perang dan juga apa yang kita pelajari bukan ilmu perang."
Semua orang mengerti, bahwa dengan berkata begitu, si pendeta hanya ingin mengecil-ngecilkan kelihayan Ngo heng kie.


Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hwesio tua!" bentak Ciu Tian. "Kalau kau ingin tahu apa bisa digunakan atau tidak, gampang sekali.
Cobalah kau dan kawan-kawanmu maju ke lapangan untuk mencoba-coba."
Tanpa meladeni tantangan itu, si pendeta menlanjutkan perkataannya. "Hari ini orang gagah di kolong langit mengadakan pertemuan untuk saling belajar ilmu silat. Aku menyetujui usul2 yang telah diajukan oleh beberapa siecu (tuan). Kita bertanding dengan satu lawan satu. Menarik keuntungan dengan mengandalkan jumlah yang besar adalah bertentangan dengan peraturan Rimba Persilatan."
"Menarik keuntungan dengan mengandalkan jumlah yang besar memang bertentangan dengan peraturan Rimba Persilatan," kata Auwyang Bok. "Tapi bagaimana dengan Pek Lek Loei hwoei tan" Apa permainan kanak-kanak itu boleh dipergunakan?"
Sesudah berdiam sejenak, si pendeta menjawab. "Orang yang bertanding tentu saja boleh menggunakan senjata rahasia. Di antara orang-orang dari kalangan sesat banyak yang suka menaruh racun pada senjata rahasia mereka. Kita tentu saja tidak bisa mencegah kesukaan mereka. Yang harus dilarang adalah pembokongan oleh orang yang tidak turut bertanding. Kita harus menghajar siapa juga yang berani melakukan serangan membokong. Apa kalian setuju?"
Semua orang lantas menyatakan setuju.
"Tapi aku ingin menambah dengan sebuah usul," kata Tong beng liang dari Khong tong pay. "Seorang yang menang dua kali beruntun harus diperbolehkan mengaso. Biar bagaimana tinggi kepandaiannya seorang manusia yang tidak bisa tahan berkelahi terus menerus. Di samping itu, setiap partai atau perkumpulan hanya boleh mengajukan dua wakil dan kalau kedua wakil itu kalah, partai atau perkumpulan yang tersangkut tidak boleh mengajukan lain jago lagi. Tanpa ketentuan ini, piebu yang bakal dilakukan mungkin takkan selesai dalam waktu tiga bulan dan Siauw lim sie akan kehabisan makanan untuk memiara kita."
Diantar gelak tertawa para hadirin menyetujui usul itu. Mereka tak tahu bawah dalam mengajukan usulnya, Tong bun liang sebenarnya ingin membalas budi Bu Kie yang pernah menyambung tulangnya yang patah di atas Kong beng teng.
Ia tahu bahwa Bu Kie berkepandaian lebih tinggi dari semua orang yang ada di situ. Tapi pemuda itu bisa roboh kalau memang berkelahi terus menerus tanpa istirahat.
Pheng Eng Giok tertawa dan berkata dengan suara perlahan. "Tong loosam baik sekali. Sekarang kita boleh menghitung bantuan Khong tong pay. Di samping Kauwcu, siapakah yang akan diajukan?"
Semua tokoh Beng kauw ingin sekali turun ke gelanggang. Tapi mereka tahu, bahwa orang yang dipilih memikul pertanggungjawaban yang sangat berat. Orang itu harus dapat mengalahkan banyak lawan, lebih banyak lebih baik, supaya Kauwcu mereka bisa menyimpan tenaga untuk menghadapi
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
beberapa lawan yang berat. Maka itulah, biarpun semua orang ingin turut berkelahi tak satupun yang berani ajukan diri.
"Kauwcu," kata Ciu Tan. "Bukan Ciu Tan takut mati, tapi sebab kepandaianku masih terlalu rendah kali ini aku tidak berani menonjolkan diri."
Bu Kie mengawasi semua pembantunya. "Yo Cosu, Hoan Yosu, Wie Hok ong, Potay Suhu, Tiat kun Tootiang dan yang lain2 berkepandaian cukup tinggi dan setiap orang sebenarnya boleh mewakili Beng kauw," pikirnya. "Tapi di antara mereka Hoan Yosu mempunyai pengetahuan paling luas dalam macam-macam ilmu yang terdapat di Rimba Persilatan. Ilmu silat apapun dilayani dan diatasi olehnya. Biarlah aku memilih dia."
Memikir begitu, ia lantas berkata. "Sebenarnya saudara yang manapun juga boleh maju ke gelanggang.
Tapi Yo Cosu sudah pernah membantu aku memukul Kim kong Hek mo coan, Wie Hok ong dan Po tay Suhu sudah mengeluarkan tenaga dalam menangkap Hee Ciu. Kali ini biarlah aku meminta bantuan Hoan Yosu."
Hoan Yauw girang, ia sambil membungkuk berkata, "Terima kasih atas penghargaan Kauwcu."
Para pemimpin Beng kauw mengenal kepandaian Hoan Yauw dan pilihan itu disetujui mereka Tiba-tiba Tio Beng berkata, "Kauw Thay Su, bolehkah aku meminta sesuatu dari kau?"
"Tentu," jawabnya. "Kuncu boleh katakan saja."
Semua orang segera mengawasi Tio Beng dengan sorot mata menanya.
"Ganjelan antara Kong tie Taysu dan kau belum dibereskan," kata si nona. "Apa bila lebih dahulu kau harus bertempur melawan Kong tie siapa menang, siapa kalah belum bisa dipastikan. Andaikata kau menang, kemenangan itu akan diperoleh sesudah membuang banyak sekali tenaga."
Hoan Yauw manggut-manggutkan kepalanya. Ia mengakui, bahwa Kong tie bukan lawan enteng.
"Aku usulkan supaya kau tantang dia untuk bertanding satu lawan satu di Ban hoat sie," kata Tio Beng.
"Bagus! Bagus!" kata Hoan Yauw dan Yo Siauw dengan berbareng.
Mereka insaf, bahwa dengan tipuan itu si nona menyingkirkan seorang lawan berat untuk Beng kauw.
Begitu lekas Kong tie menerima baik tantangan Hoan Yauw untuk bertempur di lain waktu dan di lain tempat, ia tidak boleh maju dalam pertandingan yang sekarang.
Ketika itu di perbagai gubuk para pemimpin partai atau perkumpulan sedang berdamai untuk mengangkat wakil.
Dengan menggunakan kesempatan tersebut Hoan Yauw menghampiri Kong tie dan berkata sambil memberi hormat, "Kong tie taysu, apakah kau mempunyai nyali" Apakah kau berani datang di Ban hoat sie?"
Mendengar Ban hoat sie, muka Kong tie lantas saja berubah. "Apa?" ia menegas.
"Di Ban hoat sie kita menaruh ganjalan, di Ban hoat sie juga kita harus membereskan," jawabnya.
"Taysu mempunyai nama besar, akupun mempunyai sedikit nama. Kalau kita bertanding sekarang dan Taysu mendapat kemenangan, orang gatal mulut lantas saja berkata bahwa Taysu menarik keuntungan karena berada di sarang sendiri. Andaikata aku yang menang, manusia-manusia rendah bisa menambah bumbu yang tidak tidak, yang merugikan Siauw lim sie. Maka itulah, kalau Taysu merasa tidak puas, di bawah terangnya rembulan Pengwee Tiong ciu tahun ini, aku akan tunggu kau di menara Ban hoat sie untuk minta pelajaran." (Pengwee Tiong cie: bulan delapan tanggal lima belas, perayaan pertengahan musim rontok denganmakan kue Tiong ciu phia).
Kong tie tahu, bahwa Hoan Yauw memiliki kepandaian tinggi. Di samping itu ia sedang berduka sebab terjadinya suatu perubahan hebat dalam Siauw lim sie dan ia tidak punya kegembiraan untuk bertempur dengan tokoh Beng Kauw itu. Sebab itu ia lantas mengangguk dan berkata, "Baiklah, pada hari Pengwee Tiong Ciu aku akan datang di Ban hoat sie."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Hoan Yauw menyoja dan lalu kembali ke gubuk Beng kauw. Tapi baru berjalan tujuh delapan tindak, ia dengar Kong tie berkata dengan suara perlahan. "Hoan Sie cu, hari ini karena mau menolong Kim mo say ong, kau tidak mau bertempur dengan aku. Bukankah begitu?"
Hoan Yauw terkejut. Ia menghentikan tindakannya dan berkata dalam hatinya, "Pendeta itu sudah bisa menebak dengan jitu." Ia seorang yang beradat terbuka, ia lantas tertawa besar dan berkata, "Aku tidak punya pegangan bahwa aku akan menang."
Kong tie tersenyum, "Loolap juga tidak punya pegangan bahwa Loolap akan bisa mengalahkan Sie cu," katanya.
Dalam Rimba Persilatan, ahli-ahli yang sudah mencapai tingkatan tinggi, saling menghargai kata orang eng hiong menyayang eng hiong. Sambil mengawasi Hoan Yauw yang kembali ke gubuk Beng kauw, Kong tie menghela nafas.
Beberapa saat kemudian si Pendeta memotong perkataan dengan suara nyaring. "Sekarang kita boleh mulai dengan peraturan yang sudah ditetapkan. Senjata dan kaki tangan tidak punya mata. Siapa yang terluka atau binasa harus menerima nasib secara rela. Orang yang berkepandaian paling tinggi akan memiliki Cia Sun dan To liong to."
Bu Kie mendongkol bukan main. "Pandai betul dia mengadu domba," pikirnya.
Beberapa jago lantas masuk ke lapangan dan mengajukan tantangan. Di lain saat enam orang sudah mulai bertempur dalam tiga rombongan. Tak lama kemudian dua orang kalah dan dua orang lain maju dan menggantikan. Pertandingan berlangsung terus dengan saban-saban roboh dengan kaki luka berat atau enteng.
Bu Kie menyaksikan itu semua dengan rasa menyesal dan berduka. Ia tahu bahwa permusuhan dalam Rimba Persilatan tidak dapat dielakkan lagi.
Beberapa lama kemudian dengan pedang seorang tosu Kun lun pay melukai lawannya dari Kie keng pang dan Cie hong Tiangloo berhasil memukul tetua Hwa san pay yang bertubuh katai, sehingga tetua itu muntah darah.
Melihat kakak seperguruannya terluka tetua Hwa san pay yang jangkung lantas saja mencaci,
"Pengemis bau!" Seraya memaki, ia melompat masuk ke lapangan.
Si katai buru-buru mencekal tangan si jangkung. "Sutee," bisiknya, "Kau tak akan bisa menang.
Biarlah aku menelan hinaan ini." Si jangkung tidak mau mengerti, tapi dia lantas diseret kakak seperguruannya."
Sesudah itu, Ciehoat Tiangloo berhasil merobohkan Tiang bun jin Bwe hoato dan sesudah menang dua kali beruntun, ia segera mundur untuk beristirahat.
Sesudah pertandingan berlangsung dua jam lebih, matahari mulai mendoyong ke sebelah barat dan ilmu silat orang-orang yang turun ke gelanggang makin lama jadi makin tinggi. Banyak yang semula ingin memperlihatkan kepandaiannya mundur kembali sesudah melihat kepandaian orang-orang itu.
Pada waktu sin sie (antara jam tiga dan lima sore), Ciang poen Liong touw dari Kay pang telah menendang roboh Pheng Sie Nio, seorang tokoh Kay pang dari Ouwlam barat. Sesudah menjatuhkan jago betina itu sambil mengawasi rombongan Go bie pay ia berkata, "Perempuan bisa apa" Kalau bukan mengandal kepada jumlah yang besar, mereka tentu berpegangan kepada senjata rahasia beracun. Wanita yang berkepandaian seperti Pheng Sie Nio sudah jarang terdapat."
Mendengar ejekan itu, Cie Jiak segera bicara bisik-bisik kepada Song Ceng Su yang sesudah mengangguk lantas saja berbangkit dan menghampiri Ciang poen Liong tauw. "Liong tauw Toako,"
katanya sambil menyoja. "Aku ingin meminta pelajaran."
Melihat pemuda itu, darang Ciang poen Liang tauw meluap. "Manusia she Song!" bentaknya. "Secara tak menganal malu kau menyusup ke dalam Kay pang. Mungkin sekali kau juga turut mencelakai Su pangcu kami, dan kau masih ada muka untuk menemui aku?"
Song Ceng Su tertawa dingin. "Dalam dunia Kang ouw, berusaha menyelidiki rahasia musuh adalah kejadian lumrah," katanya. "Kau harus sesali dirimu sendiri yang tidak punya mata dan tidak bisa lihat siapa sebenarnya Song toaya."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Binatang!" teriak Ciang poen Liong tauw. "Partai sendiri dikhianati olehmu. Terhadap ayah kau tidak berbakti. Kau pasti akan mengkhianati juga isterimu sendiri. Go bie pay bakal hancur dalam tanganmu."
Muka Song Ceng Su sebentar pucat, sebentar merah. "Tutup bacotmu!" bentaknya dengan suara gemetar.
Ciang poen Liong tauw tidak mencaci lagi. Sambil menggeram ia menghantam dengan telapak tangannya. Song Ceng Su berkelit dan balas menyerang dengan Kim teng Bian ciang (pukulan kapas) dari Go bie pay.
Karena gusar, jago Kay pang itu menyerang mati-matian dan mengirim pukulan-pukulan yang membinasakan. Diserang begitu, Song Ceng Su lantas saja jatuh di bawah angin. Sebelum menjadi anggota Kay pang, Ciang poen Liong tauw sudah mendapat nama besar dan dalam Partai Pengemis, kedudukannya hanya berada di sebelah bawah Pangcu, Coan kang dan Cie hoat Tiangloo.
Di lain pihak Song Ceng Su adalah murid Bu tong turunan ketiga, dan ia baru saja mempelajari pukulan Kim teng Biau ciang. Sebab belum cukup berlatih, ia belum bisa mempergunakan ilmu silat itu sebaik-baiknya. Demikianlah saban-saban terdesak, secara wajar ia membela diri dengan Bian ciang dari Bu tong pay yang sudah dipelajari olehnya sedari kecil. Antara Kim teng Bian ciang dan Bian ciang Bu tong pay memang banyak persamaannya, sehingga orang luar bisa keliru.
Makin lama perut In Lie Heng jadi makin panas. "Song Ceng Su!" ia akhirnya membentak. "Mukamu sungguh2 tebal! Kau mengkhianati Bu tong pay, tapi kau gunakan ilmu silat Bu tong pay untuk menolong jiwamu. Kau membelakangi ayahmu, tapi kau masih ada muka untuk menggunakan ilmu silat yang diturunkan oleh ayahmu!"
Muka Ceng Su berubah merah. "Apa jempolnya ilmu silat Bu tong pay?" teriaknya. "Kau lihatlah!"
Seraya berkata begitu, ia mengibaskan tangan kirinya di depan mata Ciang poen Liong touw dan sesudah membuat tujuh delapan gerakan kilat, lima jari tangan kanannya mendadak menyambar dan menancap di kepala pemimpin Kay pang itu. Semua orang terkesiap. Di lain detik Song Ceng Su mencabut jari-jari tangannya yang berlumuran darah dan Ciang poen Liong touw roboh tanpa bernyawa lagi.
"Apa Bu tong pay mempunyai ilmu silat begini?" tanya Ceng Su dengan suara dingin.
Di antara ribut suara orang, tujuh delapan anggota Kay pang melompat masuk ke lapangan. Sebagian menggotong jenazah pemimpin mereka dan sebagian pula menerjang Song Ceng Su!
Seorang hweeshio gemuk yang berduduk di belakang Kong tie lantas saja berteriak, "Hei, tahan! Kay Pang tidak boleh langgar peraturan!"
"Mundur!" bentak Cie hoat Tiangloo. "Biar aku yang membalas sakit hatinya Ciang poen Liong touw."
Murid-murid Kaypang tidak berani membantah. Mereka kembali ke gubuk sambil mengawasi Song Ceng Su dengan sorot mata gusar. Banyak orang turut merasa gusar, mereka berpendapat pemuda she Song itu terlalu kejam.
Bagi Bu Kie, kebinasaan Ciang poen Liong touw lantas saja mengingatkan dia kepada luka di pundak Tio Beng dan kebinasaan mengenaskan dari suami isteri Tauw. "Yo Cosu, mengapa Go bie pay menggunakan ilmu silat yang sesat itu?" tanyanya dengan suara gemetar.
Yo Siauw menggelengkan kepala. "Akupun belum pernah lihat ilmu silat semacam itu," jawabnya.
"Tapi Kwee liehiap, pendiri Go bie pay dijuluki sebagai "Siauw tong sia". Maka itu kita boleh tak usah heran kalau ilmu silat Go bie pay mengandung sesuatu yang sesat." (siauw tong sia: si sesat kecil dari timur).
Sementara itu, Song Ceng Su sudah mulai bertempur dengan Cie hoat Tiangloo. Jago Kaypang itu, yang bertubuh kurus kecil, sangat gesit geraknya. Dengan mementang sepuluh jari tangannya, ia menyerang dalam ilmu Eng jauw kang (silat cakar elang) dan berusaha menancapkan jari-jari tangannya itu di kepala Song Ceng Su. Sesudah bertempur puluhan jurus, tiba-tiba ia membentak, "Terimalah kebinasaanmu, anjing!" Hampir berbareng, lima jari tangan kirinya sudah menyentuh kepala Song Ceng Su. Tapi baru saja ia mengerahkan Lweekang untuk menancapkannya, si orang she Song mendahului "
bagaikan kilat jari-jari tangannya amblas di tenggorokan Cie hoat Tiangloo! Tanpa bersuara lagi, tetua Partai Pengemis itu roboh di tanah.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Begitu lekas Cie hoat terguling, Ciu Cie Jiak menggerakkan tangannya dan delapan murid Go bie pay melompat masuk ke lapangan dengan pedang terhunus. Mereka terpecah jadi empat rombongan dan berdiri di sekitar Song Ceng Su dengan saling membelakangi, siap sedia untuk menyambut serangan Kay pang.
"Tiga puluh enam murid Lo han tong, bersiaplah!" teriak seorang pendeta To mo tong, sambil menepuk tangan tiga kali. Hampir berbareng, tiga puluh enam pendeta yang mengenakan jubah pertapaan warna kuning melompat keluar. Separuh dari mereka bersenjata sian thung dan separung lagi memegang golok. Setibanya di lapangan, mereka berpencaran dan berdiri di tempat-tempat tertentu. "Murid-murid Lo han tong, dengarlah!" teriak pula si pendeta To mo tong. "Atas perintah Kong tie Susiok tiga puluh enam murid Lo han tong harus mempertahankan peraturan-peraturan dalam pertemuan ini. Dalam pertandingan apa, bila ada yang berani mengerubuti atau membokong dari luar gelanggang, maka murid-murid Lo han tong harus segera mencegah. Sebagai tuan rumah, Siauw lim sie harus berlaku adil. Siapa yang membantah boleh dibinasakan!"
Rombongan murid Lo han tong itu lantas saja mengiakan.
Demikianlah karena sudah ada penjagaan keras, orang-orang Kay pang tidak berani bergerak, mereka hanya mencaci dan berteriak-teriak dan kemudian menggotong jenazah Cie hoat Tiang loo keluar dari lapangan.
"Kauw Taysu, aku tak nyana Go bie pay masih punya ilmu yang begitu hebat," bisik Tio Beng. "Di Ban hoat sie, biarpun harus mati, Biat coat Suthay menolak untuk bertanding! Mungkin sekali inilah sebab musababnya."
Hoan Yauw hanya menggelengkan kepala. Ia tak mau bicara sebab sedang mengasah otak untuk mencoba memecahkan ilmu silat itu. Selang beberapa saat mendadak ia berkata, "Kauwcu, aku ingin meminta pelajaran." Sehabis berkata begitu ia menggerak-gerakan jari-jari tangannya di atas meja.
"Kauwcu lihatlah!" bisiknya. "Dengan cara ini kedua tanganku membuat serangan berantai. Aku akan berusaha untuk menangkap lengan bangsat kecil itu dan mencopotkan sambungan-sambungan tulang lengannya. Kalau sambungan lengannya sudah copot, biarpun lihay, jari-jari tangannya tidak bisa digunakan lagi!"
Bu Kie juga menggerakkan beberapa jari tangannya. "Kau harus berhati-hati," katanya. "Jagalah jangan sampai jari-jari tangannya menyentuh lenganmu."
Hoan Yauw mengangguk. "Aku akan tangkap lengannya dengan Ki na chu dan menendang bagian bawah tubuhnya dengan Wan yo Lian-hu to," katanya.
"Kalau serang dengan delapan puluh satu pukulan berantai supaya dia tidak bisa bernafas," kata Bu Kie.
Sambil membisik-bisik, mereka melanjutkan latihan silat itu dengan kecepatan luar biasa. Tiba-tiba Hoan Yauw tersenyum dan berkata, "Kauwcu, beberapa seranganmu itu terlampau hebat. Kecuali jari tangannya, ilmu silat bangsat kecil itu tidak seberapa tinggi. Dan pasti tidak bisa menyerang dengan pukulan-pukulan yang sehebat itu."
Bu Kie turut tersenyum. "Kalau benar, kaulah yang akan memperoleh kemenangan," katanya.
Tiba-tiba jari tangan kirinya membuat dua lingkaran dan jari tangan kanannya menerobos dari lingkaran itu dan menggaet jari tangan Hoan Yauw, akan kemudian tersenyum dan mengawasi orang sebawahan itu tanpa mengeluarkan sepatah kata.
Sesudah hilang kagetnya, Hoan Yauw berkata dengan suara girang. "Terima kasih atas petunjuk Kauwcu. Aku takluk. Empat pukulan itu sangat luar biasa dan membuka pikiranku yang gelap. Aku merasa menyesal, bahwa aku tidak bisa mengangkat Kauwcu sebagai guru."
"Pukulan itu adalah Lian hoat koat, pukulan yang terdiri dari lingkaran-lingkaran Thay kek Kun hoat, gubahan Thay suhu," kata Bu Kie. "Yang terpenting ialah lingkaran-lingkaran yang dibuat dengan tangan kiri. Biarpun she Song itu keluar Bu tong, kurasa ia belum bisa menyelami pukulan ini."
Hoan Yauw adalah orang yang sangat cerdas dan berkepandaian tinggi. Begitu mendapat petunjuk, ia lantas punya pegangan untuk merobohkan Song Ceng Su. Tapi sesudah menang dua kali beruntun,
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
menurut peraturan Song Ceng Su harus beristirahat, maka itu ia tidak bisa berbuat lain dari untuk kedua kalinya.
Sementara itu dengan paras muka berseri-seri Tio Beng mengawasi Bu Kie.
"Beng moay, mengapa kau kelihatannya begitu bergirang?" tanya Bu Kie.
"Kau mengajar Hoan Yoesu beberapa jurus hanya itulah untuk mematahkan lengan," kata si nona.
"Mengapa kau tidak menyuruh dia untuk ambil saja jiwa manusia she Song itu?"
"Biarpun dia menyeleweng, Song Ceng Su putera Toa supeh. Toa supeh lah yang harus menghukum dia. Jika aku memerintahkan Hoan Yoesu mengambil jiwanya, aku berlaku tak pantas terhadap Toa supeh."
"Tapi apabila dia mati, Ciu ciecie akan jadi janda dan kau akan mendapat kesempatan untuk menikah dengannya. Bukankah baik begitu?"
Bu Kie mencekal tangan Tio Beng erat-erat dan bertanya sambil tertawa, "Apa kau suka mempermisikan aku berbuat begitu?"
"Tentu! Sesudah menikah hatimu akan bercabang lagi dan Ciu ciecie pasti akan melubangkan dadamu dengan jari-jari tangannya."
Selagi kedua orang muda itu bergurau, dengan dilindungi oleh delapan murid wanita Go bie pay, Song Ceng Su sudah kembali ke gubuk Go bie pay untuk beristirahat.
Kekejaman Song Ceng Su dalam membinasakan kedua tokoh Kay pang sudah mengejutkan semua orang. Seluruh lapangan menjadi sunyi dan para hadirin menunggu perkembangan selanjutnya dengan hati berdebar-debar.
Sesudah mengaso sebentar, Song Ceng Su maju lagi ke gelanggang. "Aku sudah beristirahat," katanya sambil merangkap kedua tangannya. "Siapa lagi yang mau memberi pelajaran kepadaku?"
"Aku!" teriak Hoan Yauw. "Aku ingin berkenalan dengan ilmu silat Go bie pay."
Tapi baru saja ia mau melompat keluar, satu bayangan manusia mendadak berkelebat dan tahu-tahu sudah berdiri di depan Song Ceng Su. "Hoan sianseng, biarlah aku yang maju lebih dulu," katanya. Orang yang bicara dengan suara menyeramkan itu adalah Bu tong Jie hiap Jie Lian Ciu.
Sedari kecil Ceng Su takuti pamannya itu. Melihat paras muka sang paman ia tahu, bahwa ia sekarang menghadapi satu pertempuran mati hidup dan hatinya jadi gentar.
Jie Lian Ciu menyoja dan berkata, "Song Siauwhiap, mulailah!" Kata-kata itu membuktikan bahwa ia tidak memandang rendah lawannya dan juga tidak lagi menganggap Song Ceng Su sebagai orang separtai. Song Ceng Su tidak menjawab, ia hanya membungkuk untuk membalas hormat dan Jie Lian Ciu lantas saja menyerang.
Bu tong Jie hiap sudah mendapat nama besar selama tiga puluh tahun lebih, tapi dalam Rimba Persilatan hanya beberapa orang yang pernah menyaksikan kepandaiannya. Orang-orang Kangouw mengenal ilmu silat Bu tong pay sebagai ilmu yang dengan "kelembekan" melawan "kekerasan" dan pukulan2nya yang perlahan mengandung aneka perubahan beraneka warna. Di luar dugaan, serangan2
yang dikirim Jie Lian Ciu cepat bagaikan kilat dan dalam beberapa saat saja, pinggang dan lutut Song Ceng Su sudah kena terpukul.
Tak kepalang kagetnya Song Ceng Su. "Thay suhu dan Thia thia ingin mengangkat aku menjadi Ciang bunjin Bu tong pay turunan ketiga, sehingga tak mungkin mereka merahasiakan apapun juga," pikirnya.
"Tapi serangan Jie jiesiok, biarpun dia menggunakan ilmu silat Bu tong, tapi sangat berbeda dari kebiasaan." Dia mau menguba cara berkelahinya dengan ilmu yang diturunkan Ciu Cie Jiak, tapi Jie Lian Ciu tidak memberi kesempatan dan terus mengirim serangan-serangan berantai.
Para hadirin menyaksikan pertandingan itu sambil menahan napas. Biarpun Jiehiap sudah berada di atas angin, mereka merasa kuatir sebab tadi kedua pimpinan Kay pang yang sudah dibinasakan juga lebih dahulu berada di atas angin.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Makin lama serangan Jie Jiehiap jadi makin cepat, tapi setiap pukulannya dapat dilihat dengan nyata sekali, seperti juga setiap kata kata penyanyi kenamaan masih bisa didengar tegas walaupun dia menyanyi dengan tempo yang ama cepat. Di antara orang-orang gagah yang berduduk di bagian belakang, banyak yang berdiri di kursi atau meja. Semua orang kagum dan mengakui bahwa nama besar Bu tong Jiehiap bukan nama kosong.
Untung juga Song Ceng Su sudah mempelajari intisari daripada ilmu silat Bu tong pay, sehingga sedikitnya untuk sementara waktu ia masih dapat mempertahankan diri. Begitu hebat pertempuran itu, sehingga debu mengepul ke atas dan tubuh kedua jago itu seolah-olah dikurung dengan awan yang berwarna kuning.
Tiba-tiba terdengar "plak!" suara beradunya tangan dan kedua lawan melompat ke belakang dengan berbareng. Baru kakinya menginjak bumi, tubuh Jie Lian Ciu sudah melesat lagi ke depan dan mengirim pukulan dahsyat.
Karena kuatir akan keselamatan kakak seperguruannya, In Lie Heng maju sampai ke perbatasan lapangan. Dengan tangan memegang gagang pedang, ia terus memperhatikan jalannya pertempuran tersebut. Sebagai murid Bu tong, ia tahu bahwa setiap pukulan adalah pukulan yang membinasakan dan ketegangan yang dirasakannya lebih hebat daripada yang dirasakan orang lain. Untung juga Jie Lian Ciu sekarang sudah banyak lebih unggul daripada lawannya. In Lie Heng mengerti, bahwa apabila sang kakak tidak berjaga-jaga terhadap totokan lima jari yang sangat lihay, siang-siang Song Ceng Su sudah dapat dibinasakan.
Bu Kie pun tidak kurang kuatirnya. Diam-diam ia mencekal dua "seng hwee leng". Kalau Jie Lian Ciu menghadapi bahaya, tanpa memperdulikan segala peraturan, ia pasti akan membantu.
Sesudah lewat sekian jurus lagi, sekonyong-konyong Song Ceng Su mementang lima jari tangannya dan coba mencengkeram pundak lawannya. Inilah pukulan yang ditunggu-tunggu Jie Lian Ciu. Waktu Song Ceng Su membinasakan kedua tetua Kay pang, pukulan itu telah diperhatikan sungguh-sungguh oleh Jiehiap. Manakala belum ada contoh, andaikata tidak mati, Jie Lian Ciu sedikitnya terluka hebat.
Tapi sekarang ia sudah bersiap sedia dan sudah menghitung-hitung cara bagaiman untuk menghadapinya.
Di lain pihak, sebab berlatih belum lama, Song Ceng Su belum berhasil menyelami inti sari daripada pukulan itu dan gerak-gerakannya tidak banyak berbeda dari gerak-gerakan dalam dua pukulan yang dikeluarkannya waktu mengambil jiwa kedua pemimpin Kay pang.
Demikianlah begitu lima jari tangan Song Ceng Su menyambar, Jie Jiehiap mengegos ke samping dan tangan kirinya membuat beberapa lingkaran di tengah udara.
"Ih!" Hoan Yauw mengeluarkan seruan tertahan. Itulah gerakan Lian hoan koat! Ia tahu pemuda she Song itu tengah menghadapi bencana.
Sekonyong-konyong Song Ceng Su menyodok tenggorokan Jie Lian Ciu dengan lima jari tangan kanannya.
Bu Kie gusar bukan main. "Memang kurang ajar!" cacinya dengan suara perlahan. Sodokan itu adalah sodokan yang digunakan untuk mengambil jiwa Cie hoat Tiangloo.
Hampir berbareng, kedua tangan Jie Lian Ciu membuat dua lingkaran dan mengeluarkan dua macam tenaga dari ilmu Liok hap kin. Tak ampun lagi kedua lengan Song Ceng Su terkurung oleh lingkaran itu, dan "krek..krek.." sambungan tulang lengannya patah. Begitu berhasil, Jie Lian Ciu mengirim Song hong koan nie (dua angin menerobos kuping) dengan memukul kedua kuping Song Ceng Su dengan kedua tinjunya. Tanpa mengeluarkan suara, anak durhaka itu roboh.
Sebelum tubuh Song Ceng Su roboh, Jie Lian Ciu sudah mengangkat kaki untuk menendangnya dan menghabiskan jiwanya. Tapi tiba-tiba satu bayangan hijau berkelebat dan ujung cambuk menyambar mukanya, secepat kilat Jie Jiehiap melompat ke belakang dengan dikejar oleh beberapa sabetan. Orang yang menyerang bukan lain daripada Ciang bunjin Go bie pay, Ciu Cie Jiak.
Pukulan-pukulan cambuk itu luar biasa. Dalam tiga pukulan saja, tubuh Jie Lian Ciu sudah terkurung.
Mendadak cambuk ditarik pulang dan Cie Jiak berkata dengan suara dingin. "Kalau aku ambil jiwamu sekarang, kau tentu penasaran. Ambil senjatamu!"
In Lie Heng menghunus pedangnya. Ia maju dan berkata, "Biarlah aku yang melayani Kouwnio,"
katanya. Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Cie Jiak mendelik dan lalu menghampiri suaminya. Kepala Song Ceng Su pecah, matanya melotot, darah keluar dari lubang-lubang anggota badannya dan sepuluh-sembilan ia tak dapat hidup lagi. Tiga murid lelaki sudah masuk ke lapangan dan menggotongnya.
Cie Jiak memutar tubuh. Ia menuding Jie Lian Ciu dan membentak, "Sesudah binasakan kau, aku baru ambil jiwa manusia she In itu!"
Serangan Ciu Cie Jiak sangat mengejutkan Jie Lian Ciu. Dengan rasa cintanya yang sangat besar terhadap si adik, ia berpikir. "Biarlah aku yang maju lebih dahulu. Andaikata aku mati, Lak tee sedikitnya bisa memperhatikan ilmu silatnya dan mungkin sekali ia akan bisa meloloskan diri dari kebinasaan." Ia segera mendekati In Lie Heng untuk mengambil pedangnya.
Tapi rasa cinta In Lie Heng pun tak kalah dari kakaknya.
Merasa bahwa meskipun mengerubuti, mereka belum tentu bisa menjatuhkan Ciu Cie Jiak. Seperti suhengnya, ia rela berkorban supaya sang kakak bisa memperhatikan ilmu silat cambuk itu dan dengan demikian, masih ada kemungkinan bahwa Jie Lian Ciu bisa menolong diri. Memikir begitu, ia tidak menyerahkan pedangnya dan berkata, "Suko, biarlah aku yang maju lebih dahulu."
Jie Jie hiap mengawasi sang adik. Selama puluhan tahun mereka belajar bersama-sama mereka seperti hubungan tangan dan kaki. Tiba-tiba saja darah Jie Lian Ciu bergolak-golak dan rasa terharu datang seperti gelombang. Ia ingat bahwa Jie Thay Giam bercacat. Thio Cui san bunuh diri, Bo Seng koh dibinasakan orang sehingga Bu tong Cithiap hanya ketinggalan empat orang saja. Dan hari ini dua diantaranya, untuk beberapa saat, ia mengawasi muka si adik.
"Kalau aku mati lebih dahulu, Laktee pasti tak akan bisa membalas sakit hatiku," pikirnya. "Tapi ia pasti tak akan lari dan kami berdua akan mengorbankan jiwa bersama sama, tanpa mampu membalas.
Kalau dia mati lebih dahulu mungkin sekali dengan memperhatikan silat wanita itu, aku masih bisa binasa dengan mengambil juga jiwanya musuh. "Memikir begitu ia segera mengangguk dan berkata. "Lak-tee pertahankan dirimu sedapat mungkin."
Mengingat isterinya Yo Pit Hwie sedang hamil, tanpa merasa In-Liok hiap mengawasi Yo-Siauw dan Bu Kie. Tapi ia merasa jengah sendiri. Ia tahu. andaikata ia mati, isteri dan anaknya pasti tak akan terlantar. Perlu apa ia bersikap seperti seorang perempuan yang berhati lemah.
Dilain saat ia sudah mengangkat pedang dan dengan kedua mata mengawasi ujung pedang, ia memusatkan semangat dan pikiran. "Ciangbun jin, silahkan!" ia mengundang. Ia berusia banyak dan lebih tua daripada Cie Jiak, tapi karena nyonya itu seorang Ciang bun jin, maka ia menjalankan tata kehormatan itu.
Melihat si adik seperguruan memasang kuda-kuda Thay kek kiam, sambil menghela napas Jie-Jiehiap mundur.
"Kau mulailah," kata Cie Jiak.
Mengingat gerakan nyonya itu cepat bagaikan kilat, sehingga kalau dia menyerang lebih dahulu dia mendapat banyak lagi keuntungan, maka dari itu tanpa sungkan-sungkan lagi In Lie Heng lalu menggeser kaki kirinya dan menikam dengan pukulan Sam hoau To goat ( Tiga lingkaran memeluk rembulan).
Waktu menikam ujung pedang menggetar dan mengeluarkan suara, suatu tanda, bahwa tikaman itu disertai dengan Lweekang yang sangat tinggi, sehingga para hadirin menyambutnya dengan tepukan tangan. Cie Jiak berkelit dan In Lie Heng mengirim lagi serangan berantai Bintang Tay hwie chee dan Yan cu Tiauw sun (Anak walet terbang diatas air). Dengan egosan yang indah Cie Jiak memunahkan kedua serangan itu. "In Liok hiap, aku mengalah dalam tiga jurus untuk membalas budi kecintaanmu waktu aku berada di Bu tong pai," katanya. Hampir berbareng, ujung cambuk menyambar dada In Lie Heng. Pendekar Bu tong itu melompat ke samping dan membabat dengan pedang dalam pukulan Hong Ho yap ( Angin menyapu daun teratai ). "Tak!" cambuk dan pedang kebenterok dan In Lie Heng merasa telapak tangannya seperti terbeset, sehingga pedangnya hampir-hampir terlepas. Ia kaget.
Ia tak menyana bahwa Cie Jiak memiliki Lweekang yang begitu kuat. Buru-buru ia mengempos semangat dan menyerang pula dengan memusatkan seantero pikirannya.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Cambuk Cie Jiek seolah-olah selembar benang sutera, sedang tubuhnya berkelebat-kelebat dan terputar-putar tak henti-hentinya. Gerakan-gerakan itu baik cambuk maupun manusianya seperti juga bukan gerakan manusia biasa.
Tiba-tiba HoanYauw berbisik. "Dia setan! Dia bukan manusia!"
Mendengar perkataan itu Bu Kie menggigil. Kalau waktu itu ia bukan berada ditengah tengah ribuan orang.ia mungkin akan merasa bahwa yang dilihatnya adalah roh Ciu Cie Jiak. Ia mengenal dan pernah melihat macam-macam ilmu silat, tapi belum pernah menyaksikan ilmu yang seaneh itu. "Apa dia memiliki ilmu siluman?" tanya di dalam hati.
Tapi biarpun Ciu Cie Jiak lihay, Thay kek Kiam hoat yang digubah oleh Thio Sam Hong dapat dikatakan suatu ilmu pedang tertinggi di dalam dunia. Maka itu, meskipun tak bisa melukai lawan, sedikitnya untuk sementara waktu In Lie Heng masih dapat mempertahankan diri. Hanya banyak orang sudah lihat, bahwa pendekar Bu tong itu akan kalah, apa ia kalah dengan masih hidup atau kalah membuang jiwa adalah suatu yang masih belum bisa diramalkan.
Tiba tiba terdengar teriakan nyaring. "Celaka! Song Ceng su hampir putus jiwa. Ciu Toa ciangbun !
Kalau kau tak menemani lakimu waktu putus jiwa kau bakal jadi janda yang kurang terhormat."
Semua orang menengok kearah suara itu, Yang teriak bukan lain dari pada Ciu Tian. Ia tahu bahwa berkat latihannya seorang jago Bu tong-pay sangat pandai dalam mempertahankan pemusatan pikirannya, hingga andaikan gunung Tay san roboh, paras mukanya bisa tak berubah.
Melihat In Lie Heng jatuh dibawah angin ia coba membantu pendekar Bu tong itu dengan mengacaukan pemusatan pikiran Ciu Cie Jiak Tapi nyonya muda itu tenang2 saja dan terus bertempur tanpa memperdulikan teriakan itu.
"Hai! Ciu Kauwnio dari Go bie pay !" teriak pula Ciu tian. "Lakimu sudah hampir putus jiwa. Dia mau memberi pesanan kepadamu. Dia kata, dia punya tiga kali tujuh dua puluh satu anak diluaran. Sesudah dia mati, dia minta kurawat anak2 itu supaya dia bisa mati dengan mata meram. Ciu Kauwnio! Apa kausuka meluluskan permintaan lakimu itu?"
Mendcagar ocehan itu, banyak orang tertawa terpingkal-pingkal tapi Ciu Jiak tetap tak menghiraukan.
"Aha!" Ciu Tian teriak pula. "Biat coat Sut hay! Sudah lama kita tak pernah bertemu. Apa kau baik?"
Mendadak tanpa memutar tubuh Cie Jiak melompat kebelakang beberapa tombak jauhnya dan dengan berbareng menyabetkan cambuknya yang bagaikan seekor naga menyambar kemuka Ciu Tian. Si semberono yang sama sekali tak duga bakal diserang secara begitu, kaget tak kepalang dan dalam kagetnya ia berdiri terpaksa sebab ujung cambuk tahu-tahu sudah hampir menyentuh mukanya.
Untung juga, Yo Siauw yang berdiri didekat Ciu Tian dan yang selalu berwaspada, keburu mengangkat sebuah meja dan melontarkannya, "Plak! plak!" meja itu terbelah karena terpukul cambuk.
Sesudah itu Cie Jiak lantas saja molompat balik dan menyerang In Lie heng lagi.
Sesudah memperhatikan beberapa lama, Jie lian Ciu masih juga belum bisa menangkap intisari daripada silat cambuk itu, "Andai kata aku yang maju, aku tak akan bisa mengeluarkan Tay kek Kiam hoat yang lebih baik dari Laktee." pikirnya. "Dalam pertandingan jangka panjang perempuan itu mungkin akan kecapaian dan Lak
tee mungkin akan memperoleh kemenangan." Melihat kelihayan Thay kek Kiam hoat, ia merasa bangga dan ia percaya, bahwa adiknya tak akan kalah.
Perubahan-perubahan paras muka Jie Lian Cu yang sebentar jengkel, sebentar girang tidak terlepas dari mata Ciu Cie Jiak, "Jie jiesiok kau jangan bergirang dulu!" katanya dengan mendadak. Aku sengaja mengalah dalam dua ratus dan sesudah duaratus jurus, barulah kuambil jiwanya supaya nama besarnya tak hancur lebur. Sebentar jika kau yang maju, dalam tiga puluh jurus aku akan ambil jiwamu!" Tiba-tiba cambuk bergemetar dan membuat lingkaran-lingkaran besar dan kecil yang lantas saja mengurung In Lie Heng. Sebagaimana diketahui, gerakan Tay kek kun dan Tay kek Kiam hoat juga berdasarkan lingkaran-lingkaran. Perbedaannya ialah, lingkaran yang dibuat Ciu Cie jiak puluhan kali lebih cepat daripada lingkaran In Lie Heng. sebab tenaga pedang kena ditarik, tanpa merasa tubuh In Lie Heng berputar beberapa kali dan .... pedang itu mendadak terlepas dari tangannya.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Bagaikan ular ujung cambuk menyambar batok kepala In Lie Heng, Jie Lian Ciu mencelos hatinya.
Tanpa menghiraukan jiwa sendiri, ia melompat dan coba menangkap senjata musuh. Cie jiak menendang dan tendangan itu mampir tepat dipinggang Jie Jiehiap.
Pada detik yang sangat berbahaya, satu bayangan manusia berkelebat dan menangkis sabetan cambuk.
Orang yang menolong adalah Bu Kie. Dengan Kian kun Tay loie. ia memindahkan tenaga cambuk. Tapi perubahan Cie Jiak aneh dan cepat. Mendadak ia melepaskan cambuknya dan dengan dua telapak tangan ia memukul dada Bu Kie. Kalau Bu Kie memindahkan tenaga pukulan itu dengan Kian kun Tay lo ie, maka tenaga itu akan jatuh di muka In Lie Heng, sebab tangan kanannya masih dilibat ujung cambuk, maka ia segera mengangkat tangan kirinya dan menyambut dengan keras juga.
Diluar dugaan begitu lekas tiga telapak tangan kebentrok, Bu Kie mendapat kenyataan bahwa kedua telapak tangan Cie Jiak tidak berisikan Lweekang. "Celaka!" ia mengeluh. "Sesudah melawan In liok siok duaratus jurus lebih Lweekangnya habis, jika aku meneruskan pukulan ini jiwanya mesti melayang".
Sebab tahu, kelihayan Cie jiak, maka waktu menyambut pukulan itu, ia telah menggunakan seantero tenaga Lweekangnya. Untuk menolong jiwa Cie Jiak ia harus secara menarik pulang tenaga itu. Hal ini bertentangan dengan peraturan ilmu silat. Jika seorang menarik pulang Lweekang yang ba ru saja dikeluarkan, maka itu berarti bahwa tenaga dalam tersebut akan menghantam dirinya sendiri.
Tapi Lweekang Bu Kie sudah mencapai tingkat tertinggi, sehingga tenaga yang memukul balik itu paling banyak akan membuat dadanya sesat. Tapi alangkah kagetnya, baru saja ia menarik pulang tenaga itu, tiba-tiba ia merasakan serangan tenaga Cie Jiak yang menghantam bagaikan "gelombang dahsyat."
Dak!" kedua telapak tangan Cie Jiak mampir tepat di dadanya. Dengam demikian ia seperti juga menerima pukulan berbareng dari dua musuh. Biarpun kuat, Kioe yang Sin kang tidak cukup kuat untuk melindungi tubuhnya dari serangan itu. Apa pula pukulan Cie Jiak tiba pada detik yang "kosong," yaitu pada detik tenaganya baru saja digunakan dan tenaga baru belum keburu dikerahkan. Tak ampun lagi Bu Kie terjengkang, matanya gelap dan ia muntah darah. Cie Jiak tahu, bahwa dalam pertandingan biasa ia bukan tandingan Bu Kie. Maka itu begitu berhasil dengan bokongannya ia segera mementang jari-jari tangan kirinya dan coba mencengkeram dada Bu Kie.
Untung sungguh meskipun terluka berat, pikirannya anak ini tidak menjadi kalut. Melihat sambaran tangan, mati-matian ia menggeser tubuhnya. "Bret!" bajunya dibagian dada robek semakin membesar. Cie jiak lantas saja mementang jari-jari tangan kanannya dan bergerak untuk menancapkannya didada itu.
Pada saat itu, Bu Kie sudah tidak bisa ditolong atau menolong diri. Jie Lian Ciu tertendang hiatnya dibagian lutut dan tidak bisa bergerak, sedang ln Lie Heng tidak keburu menolong lagi.
Tangan Cie Jiak terangkat - . - tapi tangan itu mendadak berhenti ditengah udara. Mengapa" Sebab matanya melihat bekas luka didada itu dan dalam otaknya lantas berkelebat peristiwa diatas Kong beng teng, waktu ia melukai Bu Kie dengan Ie thian kiam. Mengingat itu, rasa kemanusiaannya mendadak muncul dan gerakan tangannya terhenti.
Dilain detik In Lie Heng, Wie It Siauw, Yo Siauw dan Hoan Yauw menubruk dengan berbareng. Wie It Siauw menghadang didepan pemimpinnya, Yo Siauw dan Hoan Yauw menyerang Cie Jiak dari kiri dan kanan, sedang In Lie Heng lalu mendukung Bu Kie dan membawanya ke luar lapangan.
Keadaan jadi kalut. Murid murid Go bie dan pendeta2 Siauw lim berteriak-teriak dan menyerbu dengan senjata terhunus. Melihat Bu Kie sudah disingkirkan, Yo Siauw dan Hoan Yauw lantas mengundurkan diri. Wie It Siauw lalu mendukung Jie Lian Ciu dan kembali ke gubuk Beng kauw.
Muka dan pakaian Bu Kie berlumuran darah. Orang yang paling kaget adalah Tio Beng, sehingga mukanya berubah pucat pasi. Bu Kie tersenyum dan berkata dengan suara perlahan, "Tak apa-apa," ia segera bersila dilantai dan perlahan-lahan mengerahkan Kioe yang Cin khie untuk mengobati lukanya.
"Siapa lagi yang mau memberi pelajaran kepadaku?" teriak Cie Jiak.
Hoan Yauw segera mengencangkan ikatan pinggangnya dan bertindak keluar gubuk. "Hoan Yoe su!"
seru Bu Kie. "Aku memerintahmu - . - kau tidak boleh bertanding. Kita - - - kita menyerah kalah,"
Sehabis berkata begitu ia muntah darah lagi.
Hoan Yauw tidak berani membantah. Jika ia keluar juga, luka sang Kauwcu pasti akan bertambah berat. Apapula satu pertandingan melawan Cie Jiak hanya berarti kebinasaannya.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Beberapa kali Cie Jiak menantang tanpa mendapat jawaban. Bahwa Bu Kie terluka sebab menarik pulang tenaganya sendiri, tidak diketahui oleh orang lain. Para hadirin hanya menganggap bahwa nyonya itu lebih tinggi ilmunya dan bahwa dia sudah mengampuni jiwa Bu Kie. Apa yang diketahui orang hanialah, bahwa Cie Jiak sudah merobohkan tiga tokoh kelas utama dalam Rimba persilatan, sehingga oleh karenanya orang2 yang semula masih ingin mengukur tenaga sudah mengurungkan niatnya.
Sesudah Cie Jiak menunggu beberapa lama lagi si pendeta tua dari Tat mo tong maju ke depan dan berkata seraya merangkap kedua tangannya. "Song Hujin, Ciang bun jin Go bie pay memiliki ilmu silat nomor satu dikolong langit. Siapa yang tidak mufakat?" Ia mengajukan pertanyaan itu tiga kali beruntun, tanpa mendapat tantangan. "Kalau begitu," kata si pendeta akhirnya. "Sesuai dengan persetujuan yang sudah dicapai, Kim mo Say ong Cia Sun diserahkan kepada pertimbangan Song Hujin. Selain itu, siapapun juga yang sekarang memegang To liong to harus menyerahkan kepada Song Hujin. Hal ini sudah disetujui oleh segenap orang gagah dan tidak dapat dibantah lagi."
Ketika sipendeta bicara, Bu Kie sedang mengerahkan Kioe yang Cin kie dan seantero semangat pikirannya berada dalam suatu "kekosongan." Mendadak kupingnya menangkap kata-kata Kim mo Say ong Cia Sun diserahkan kepada pertimbangan Song Hujin. Ia terkejut hampir ia muntah darah lagi. Tio Beng yang terus berwaspada lihat perubahan pada paras muka pemuda itu dan ia mengerti sebab musababnya. "Kita boleh merasa girang apa bila Giehu diserahkan kepada pertimbangan Ciu Cie cie. Ia tak tega membinasakan kau dan ini membuktikan bahwa ia masih mencintai kau. Ia masih mengharap pemulihan hubungan dengan kau dan ia pasti tidak akan mencelakai Giehu. Legakanlah hatimu," Bu Kie menyetujui pendapat itu dan ketenangannya pulih.
Sementara itu matahari sudah menyelam kebarat dan seluruh lapangan mulai diliputi dengan kegelapan malam.
"Kim mo say ong Cia sun dipenjarakan di belakang gunung," kata pula sipendeta Tatmo tong.
"Lantaran sekarang sudah malam dan kalian sudah lapar, maka besok tengah hari saja kita berkumpul lagi disini dan loolap akan mengantar Song Hojein kepenjara untuk melepaskan Cia Sun. Besok kita akan menyaksikan ilmu silat Song Hujin yang tiada tandingannya dikolong langit.
Bu Kie,Yo Siauw dan Hoan Yauw mengawasi Tio Beng. Di dalam hati, mereka memuji tebakan si nona yang sangat jitu. Serombongan pendeta Siauw lim itu ternyata sudah menetapkan tipu untuk mencelakai jago-jago nomer satu.
Biarpun berkepandaian tinggi, Cie Jiak tentu tak bisa melawan Touw ok bertiga. Mungkin sekali nyonya muda itu akan membuang jiwa dalam pertempuran.
Sementara itu Cie Jiak kembali ke gubuk Go bie pay dan menengok suaminya.
Sesudah berdiam sejenak, sipendeta berkata lagi. "Para enghiong, dengarlah! Kalian datang berkunjung dikuil kami dan kalian adalah tamu kami yang terhormat. Jika diantara kalian terdapat ganjelan, maka kami harap dengan memandang muka kami yang tipis, janganlah kalian coba membereskan ganjelan itu di tempat ini, Sesudah makan malam, kalian boleh berjalan-jalan disegala tempat, kecuali di tempat untuk menyimpan kitab-kitab yang terletak dibelakang kuil kami.
Sesudah itu semuta orang bubar dari lapangan dan kembali ketempat peristirahatan. Bu Kie didukung Hoan Youw dan rombongm Beng kauw pulang kepesanggrahan mereka. Bu Kie terluka berat, tetapi sesudah menelan sembilan butir pil buatannya sendiri dan sesudah mengerahkan hawa Kioe yang, kirakira tengah malam, sehabis memuntahkan darah hitam, lukanya sudah sembuh seluruhnya. Yo Siauw, Hoan Yauw, Jie Lian Ciu, In Lie Heng dan lain-lain semuanya kaget tercampur girang. Mereka memuji Lweekang Bu Kie yang sangat luar biasa. Kalau orang lain yang terluka begitu berat dia sedikitnya harus beristirahat satu dua bulan, biarpun diobati oleh tabib yang paling pandai-Sehabis makan dua mangkok nasi dan mengaso lagi, Bu Kie berbangkit dan berkata, "Aku mau keluar sebentar." Ia seorang Kauwcu dan meskipun ia tidak memberitahukan maksudnya, tak seorangpun berani menanya.
"Kau baru sembuh, harus berhati hati," kata In Lie Heng.
Bu Kie mengaagguk. Melihat paras muka Tio beng yang mengunjuk kekuatiran besar ia tersenyum, seperti juga ia mau mengatakan, "Jangan kuatir!"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Ia keluar dari pesanggrahan dan menengadah. Rembulan memancarkan sinarnya yang gilang gemilang dan langit terang dengan bintang-bintang. Diluar kuil ia bertemu dengan seorang tie kekeong. "Aku ingin bertemu dengan Ciang su jia Go bi pay," katanya. Kumohon Taysu suka mengantar."
Melihat orang yang bicara adalah Kauwcu dari Beng kauw, pendeta itu membungkuk dan mengiakan.
Ia lalu berjalan kearah barat dan sesudah melalui kira-kira satu li, ia menuding serentengan gubuk seraya berkata, "Itulah tempat Go bie pay. Lelaki dan perempuan tidak boleh bertemu sembarangan, Siauw Ceng hanya bisa mengantar sampai disini." Sebenarnya apa yang dtakuti olehnya adalah pertempuran aotara Bu Kie dan Cie Jiak. Kalau terjadi begitu, ia bisa terbawa-bawa.
"Jika kau memberitahukan hal ini kepada orang lain, banyak orang bakal jadi kaget," kata Bu Kie sambil tersenyum. Bagaimana kalau aku totok jalan darahmu supaya kau menunggu aku disini."
"Siauwceng akan menutup mulut," kata si pendeta tergesa-gesa. "Kauwcu tak usah kuatir." Ia memutar tubuh dan lalu berjalan cepat-cepat.
Bu Kie mendekati gubuk-gubuk itu. Mendadak dua bayangan berkelebat dan dua pendeta wanita mencekal pedang terhunus, menghadang didcpannya. "Siapa?" bentak salah seorang.
"Beng Kauw Thio Bu Kie." jawabnya. "Aku minta bertemu dengan Song Hujin."
Kedua nikouw itu terkesiap. "Thio... Thio Kauwcu tunggu ... aku akan melaporkan," kata yang satu dengan suara gemetar. Ia memutar tubuh dan sesudah berjalan beberapa tindak, ia meniup suitan bambu.
Hari ini adalah hari kegemilangan Go bie pay, dihidapan ribuan enghiong, ciang bun jin Go bie pay telah megalahkan tiga tokoh terutama pada jaman ini. Sejmenjak Go bie pay didirikan, inilah suatu kejadian yang pertama kali. Tapi, sesudah membunuh dua pemimpin Kay pang, menjatuhkan dua pendekar Bu tong dan melukai Kauwcu dari Beng kauw, Go bie pay mendapat banyak musuh. Lagi pula sesudah merebut gelar jago silat aomor satu di kolong langit, Cie Jiak dibuat iri hati oleh entah berapa banyak orang.
Maka itulah, malam ini Go bie pay membuat penjagaan yang sangat keras. Hampir berbareng dengan tanda pendeta wanita itu dari empat penjuru muncul empat puluh orang lebih yang mencekal pedang terhunus. Bu Kie tenang-tenang saja. Dengan menaruh kedua tangannya di belakang, ia berdiri tegak.
Pendeta wanita yang meniup suitan segera masuk kedalam untuk memberi laporan. Beberapa saat kemudian, ia keluar lagi dan berkata. "Ciang bun jin kami mengatakan, bahwa karena lelaki dan perumpuan tidak boleh bertemu dengan begitu saja ditengah malam buta, maka Ciang bun jin kami mempersilahkani Thio Kauwcu balik kembali."
"Aku mengerti ilmu ketabiban dan aku coba mengobati Song Ceng Su Siauw hiap" kata Bu Kie. "Aku tidak mengandung lain maksud."
Pendeta itu kelihatannya kaget. Ia masuk lagi. Sesudah agak lama, baru dia keluar lagi. "Ciang bun jin undang Thio Kauwcu masuk." katanya.
Sesudah menepuk-nepuk pinggangnya untuk memperlihatkan, bahwa ia tidak membawa senjata, Bu Kie segera mengikut pendeta wanita itu masuk kedalam. Setibanya diruangan tengah, ia lihat Cie Jiak sedang duduk termenung sambil menopang dagu. Mendengar tindakan kaki, nyonya itu tidak menengok atau berkisar. Sehabis menuang teh dan menaruh cangkir di depan Bu Kie, pendeta wanita itu lalu meninggalkan ruangan tersebut.
Dibawah sinar lilin, untuk beberapa saat Bu Kie mengawasi bekas tunangannya yang mengenakan baju warna hijau. Diantara kesunyian suasana diliputi dengan peringatan-peringatan masa yang lampau, dan sewaktu Bu Kie merasa sangat berduka. "Bagaimana dengan luka Song Suko?" tanyanya. "Boleh aku menengoknya?"
Cie Jiak tetap tidak menengok. "Tulang kepalanya hancur," jawabnya dengan suara dingin. "Lukanya sangat berat. Rasanya tak bisa hidup lagi. Entahlah apa dia bisa melewati malam ini."
"Kau tahu bahwa ilmu ketabibanku tidak terlalu jelek. Aku bersedia untuk menolongnya sedapat mungkin."
"Mengapa kau mau menolong dia?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Bu Kie terkejut. Beberapa saat kemudian barulah ia menjawab. "Aku bersalah terhadap mu dan aku merasa sangat malu. Apalagi hari ini kau sudah menaruh belas kasihan dan mengampuni jiwaku. Adalah sepantasnya saja jika aku pun berusaha untuk menolong Song Suko."
"Kaulah yang lebih dahulu mengampuni jiwaku. Apa kau kira aku tak tahu" Jika kau berhasil menolong Song Toako balasan budi apa yang di pinta olehmu?"
Jala Pedang Jaring Sutra 10 Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo Lencana Pembunuh Naga 16

Cari Blog Ini