Ceritasilat Novel Online

Lembah Nirmala 6

Lembah Nirmala Karya Khu Lung Bagian 6


kereta kuda. Apakah seorang pejabat pengawasan seluruh aparat pemerintahan boleh menjumpai
orang semaunya sendiri?" sekali lagi sipedang kayu tertawa tergelak.
"Haaaah.......haaaaah.......haaaah....... seorang pejabat pengawasan aparat pemerintahan sama
artinya dengan seorang raja dari kawasan tersebut. Apa yang diinginkan dapat diperbuat sesuka
hati sendiri. siapa pula yang berani melarangnya........."
seperti teringat akan sesuatu, kembali ia bertanya:
"Darimana kau bisa tahu kalau kereta kuda itu mengangkut seorang perempuan cantik"
padahal kereta itu dijaga amat ketat, tak mungkin mereka membiarkan orang lain mengintip
isinya........." Dengan nada agak rikuh sahut Kim Thi sia:
"Aku memaksa melihat isi kereta itu secara paksa. sebab........"
"sudahlah, tak perlu diberi penjelasan" tukas pedang kayu sambil mengulapkan tangannya dan
tertawa. "Aku sudah mengerti apa yang hendak kau ucapkan."
"Untung saja kaulah orangnya. Coba saja kalau orang lain sudah pasti suheng tak akan
menyudahi persoalan itu hingga disinisaja."
sewaktu dia berpaling dan menyaksikan pakaian yang dikenakan Kim Thi sia compang camping
tak karuan lagi bentuknya, apalagi ketika terhembus angin, kelihatan daging dan berapa buah
mulut lukanya yang memanjang dan berdarah. Dengan kening berkerut kembali tegurnya:
"sute, siapa yang telah menghajarmu sedemikian rupa?"
"siapa lagi, tentu saja kawanan lelaki yang mengawal kereta kuda itu."
"ooooh, rupanya telah terjadi peristiwa semacam ini. Coba katakan kepada suheng masih
ingatkan kau dengan wajah-wajah lelaki kekar yang telah menghajarmu tadi?"
"suheng, apa yang hendak kau lakukan?" tanya Kim Thi sia agak tertegun. sipedang kayu
mendengus: "Hmmmmmm, kawanan babi goblok itu berani menyakiti adik seperguruanku. Apakah kejadian
ini harus dibiarkan saja" Tidak mungkin, aku mesti menagih kembali pokoknya ditambah bunganya
berapa persen paling tidak mesti memberi pelajaran yang setimpal dulu kepada mereka."
"sudahlah suheng." kata Kim Thi sia kemudian dengan perasaan amat berterima kasih. "Apalagi
aku toh tidak dapat mengingat kembali raut muka berapa orang itu. oyaa.....rupanya kaupun
seorang yang berpangkat............?"
"suheng bukan pembesar berpangkat" kata pedang kayu tertawa. "Tapi kekuasaanku justru
lebih besar daripada mereka yang berkedudukan dan pangkat, kecuali pejabat pengawasan aparat
pemerintah serta segelintir manusia tak seorangpun berani membangkang perintahku"
"Waaaah suheng, kau memang luar biasa" puji Kim Thi sia dengan perasaan kagum.
"Apanya yang luar biasa" Bila sutepun berkeinginan memiliki kedudukan seperti aku tanggung
suatu ketika kau akan menyamai kedudukan suheng sekarang, yakni menjadi komandan pasukan
pengawal dari pejabat pengawas aparat negara kekuasaannya amat besar mau apa bisa berbuat
apa tanggung tak seorang manusiapun berani menghalangimu." Tapi Kim Thi sia segera
menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya cepat:
"Terima kasih banyak untuk kebaikan suheng, sayang siaute pernah berjanji dengan ayahku
semasa kecil dulu, sepanjang hidup tak akan mencari sesuap nasi dengan bekerja untuk
pemerintah" sipedang kayu segera tertawa.
"Begitupun tak ada salahnya, apalagi setiap orang memang mempunyai cita-cita yang berbeda
dan cita-cita tersebut mungkin bisa dipaksakan. sute, pakaianmu kelewatjelek dan dekil, biar
suheng siapkan berapa stel pakaian baru dari kwalitas unggul untukmu."
Hingga sekarang Kim Thi sia belum eprnah berpikir sampai kesitu, karena melihat bajunya
memang kelewat dekil dan nyaris tak terpakai lagi maka tawaran itupun segera diterimanya.
sementara itu rasa terima kasihnya terhadap suhengnya inipun berlipat ganda, ingatan untuk
membalaskan dendam sakit hati gurunya ikut tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Tak selang beberapa saat kemudian, mereka telah memasuki sebuah ruang tamu yang besar
lagi nyaman. Kim Thi sia mencoba untuk mengamati sebentar sekeliling sana.
Diam-diam ia memuji kemewahan serta kemegahan gedung tersebut.
sesudah mengambil tempat duduk masing-masing munculk serombongan dayang cantik
berbaju hijau yang menghampiri mereka. sesudah memberi hormat tanya mereka hampir
bersama-sama . "Tuan Gi tuan Kek ada perintah apa?"
"siapkan sebuah perjamuan lengkap" perintah sipedang kayu dengan angkernya..... "Aku
hendak menjamu suteku yang baru saja bertemu ini dan kalian harus melayaninya secara baikbaik,
Bila ia senang, aku akan memerseni kalian dengan hadiah besar. Tapi kalau tak senang.
Hehhhhh.......kalian pasti akan memperoleh bagian yang cukup menggembirakan."
seketika itu-juga ketujuh delapan orang dayang cantik berbaju hijau itu mengalihkan
pandangan matanya kearah pemuda asing yang berpakaian compang camping itu dengan tatapan
terkejut bercampur keherananKalau ditinjau dari keseriusan sipedang kayu mengucapkan ancamannya tadi, bisa diduga
bahwa pemuda asing tersebut merupakan seorang penting.
Maka seorang diantara mereka segera pergi menyiapkan hidangan serta arak sementara yang
lain duduk disekeliling Kim Thi sia dengan senyuman dikulum. Hal ini kontan saja membuat paras
muka Kim Thi sia berubah menjadi merah jengah dan tak mampu berkata-kata. sejak mengerti
urusan belum pernah Kim Thi sia menjumpai keadaan semacam ini mengendus bau harum
semerbak yang berhembus keluar dari tubuh perempuan itu membuatnya jadi bingung dan
keadaannya mengenaskan sekali. sebagai pemuda yang pintar dan berotak tajam Kim Thi sia tak
mau menunjukkan sikap yang bisa ditertawai suhengnya, maka sambil menarik muka dia hanya
manggut atau mengiakan pertanyaan atau perkataan dari kawanan dayang tersebut. sikapnya
sangat acuh tak acuh. Melihat itu sipedang kayu segera berkata sambil tertawa hambar. "saute masih muda dan
bertenaga kuat, namun justru tak suka main perempuan bila sikap semacam ini dapat
mempertahankan terus, aku percaya masa depanmu pasti akan lebih cemerlang."
" Harap suheng jangan mentertawakan siaute" kata Kim Thi sia dengan wajah tersipu-sipu.
"Berbicara terus terang saja, siaute masih kurang begitu mengerti tentang kaum hawa."
Kek Jin kontan saja tertawa terbahak-bahak. "Haaaah.....haaaaah.....haaaaah......sobat cilik
adalah seorang lelaki sejati, kepandaianmu sangat tinggi. Bagaimana mungkin bisa terpikat oleh
sekawanan pelayan." Kim Thi sia semakin tersipu lagi, bahkan kawanan dayang berbaju hijau pun sama-sama
berkerut kening. Meski gusar didalam hati kecil namun tak berani unjuk perasaanUntung saja hidangan telah siap pada saat itu, sehingga suasana yang tak sedap itu segera
dapat dihilangkan. Dengan perasaan setengah karena tugas dan setengah lagi karena perasaan ingin tahu
kawanan dayang berbaju hijau itu meloloh Kim Thi sia dengan arak. pikir mereka didalam hati.
"Mana mungkin didunia ini terdapat lelaki yang tidak suka perempuan?"
Kawanan dayang tersebut sebagian besar dibeli oleh pejabat pengawas aparat pemerintah
dikawasan Kang lam ini dari penduduk miskin, meskipun kedudukannya cuma seorang dayang, tak
sedikit diantara mereka yang pernah sekolah dan belajar syair.
otomatis pandangan merekapun tidak kelewat licik. Perjamuan telah berlangsung cukup lama.
Kim Thi sia yang tidak pandai minum arak kini sudah melupakan segala tata cara dan sopan
santun, mukana merah padam membawa tujuh bagian keadaan mabuk. Kata-katanya mulai kasar
dan sederhana, gelak tertawa terlepas bebas, sifat sebenarnya terbuka sama sekali.
Biarpun ia tidah termasuk ganteng, namun tubuhnya justru mengandung semacam daya tarik
yang sangat aneh. seolah-olah besi semberani yang akan menarik setiap perempuan yang belum
lama bertemu dengannya. Tubuhnya seolah-olah memiliki segumpal bara api yang misterius memancarkan kelakian serta
kejantanan yang membara, keadaan seperti ini-jauh lebih menarik ketampanan seorang lelaki
lemah. sementara perjamuan masih berlangsung tadi, ketujuh delapan orang dayang berbaju hijau itu
seakan-akan dibuat terbuai oleh daya tarik pemuda itu. sebab pemdua yang periang ini justru
makin lama semakin memancarkan daya tarik yang dapat membuat hati orang berdebar keras,
menerbitkan suatu lamunan yang amat aneh. Memang dalam dunia ini terdapat dua macam
manusia. Pertama adalah segolongan orang yang menimbulkan daya tarik pada pertemuan yang
pertama, daya tarik tersebut menimbulkan kekaguman dan daya pesona tapi bersama dengan
larutnya sang waktu rasa simpatik itu lambat laun semakin menghambar sehingga pada akhirnya
justru menimbulkan perasaan muak dan bosan yang membuat orang disekelilingnya ingin secepat
mungkin menjauhinya. Tapi ada pula orang yang memberi kesan biasa dan tawar pada perjumpaan yang pertama.
sama sekali tidak memiliki daya tarik apapun, tapi setelah cukup lama bergaul cengahnya akan
terasa daya tariknya yang kian lama kian bertambah dari perasaan yang biasa-biasa saja akhirnya
berubah menjadi perasaan kagum dan terpesona yang mendalam.
Memang jarak antara baik dan jelek hanya selisih satu langkah, tapi selisih yang begitu sedikit
justru memberikan perbedaan yang luar biasa besarnya dalam kenyataanKim Thi sia termasuk golongan yang terakhir. seperti juga dalam pertemuannya dengan Nyoo
soat hong serta Yu Kien sekalian- Pada jumpa pertama mereka, gadis-gadis itu tak terlalu
menaruh perhatian kepadanya tapi bersama larutnya sang waktu merekapun mulai merasa
timbulnya kesan aneh dalam hati kecilnya, hingga akhirnya perasaan memberitahukan sesuatu
yang aneh kepada mereka. saat itu hati mereka sudah benar-benar terpaut kepadanya.
oleh sebab itu perasaan simpatik yang timbul dalam hati kecil ketujuh delapan orang dayang
berwajah cantik itupun sedikit demi sedikit tertuju kepadanya.
Namun Kim Thi sia tetap bersikap masa bodoh, ia hanya tahu meneguk araknya, meski takaran
minumnya tidak terlalu hebat, namun ia meneguknya pelan-pelanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Akhirnya dengan langkah terhuyung-huyung pemuda itu mendekati sisi tubuh sipedang kayu,
kemudian sambil menepuk bahunya ia menegur sambil tertawa nyaring.
"Suheng, ternyata engkau memang seorang yang baik kesan jelek siaute terhadap dirimu
dimasa lampau kini sudah berubah sama sekali mari kita meneguk secawan lagi" Ia memenuhi
cawannya dengan arak lalu diteguk sampai habis.
Pedang kayu tersenyum, ujarnya:
"Sute, sebelum mabuk kita jangan berhenti minum hari ini, saudara Kek tua, hayolah ikut
bergembira bersama kami"
Pat bin wi hong Kek Jin adalah seorang yang amat berpengalaman tentu saja ia enggan
merusak suasana waktu itu, maka secawan demi secawan arakpun masuk ke dalam perut mereka.
Kim Thi sia mulai sempoyongan dan tak mampu berdiri tegak lagi, dua orang dayang cantik
harus memayangnya untuk didudukkan kembali ketempat duduknya semula. Tapi pemuda itu
berseru lagi sambil tertawa tergelak.
"Haaaah.....haaaah.....haaaah......tepat sekali perkataanmu, tepat sekali
perkataanmu.....sebelum mabuk kita jangan bubaran."
Lagi-lagi secawan arak mengalir masuk kedalam perutnya.
Mendadak seorang dayang cantik yang berada paling dekat dengannya berbisik lembut:
"Tuan Kim, kau tak boleh minum lagi bila meneguk lebih lanjut, mungkin kau tak bisa bangun
esok pagi" sembari berkata, ia bermaksud merampas cawan arak yang berada ditangannya. Tapi Kim Thi
sia segera mendorongnya dan bergumam dengan kata-kata mabuk.
"Apa kau melarangku minum arak. ...tidakaku justru mau minum sampai mabuk hari
ini....haaah......haaah.......suheng kau tak boleh berhenti minum mari secawan lagi......mari
secawan lagi......."
sekali lagi ia meneguk berapa cawan arak.
Dayang cantik yang didorong olehnya tadi tiba-tiba melelehkan air mata dengan sedih
setelah memandang sekejap kearah pemuda itu dengan pandangan yang pedih ia
menundukkan kepalanya rendah-rendah.
"Yaa, dia hanya bisa menesali nasib sendiri yang jelek. siapa suruh kedudukannya begitu
rendah" kalau ia tentu punya cukup hak untuk melarangnya." Ketika pedang kayu menyaksikan
kejadian ini ia segera menarik muka sambil menegur:
"Lin lin, siapa suruh kau merusak suasana disaat kami sedang minum arak dengan gembira"
Bagus sekali kau sudah tahu salah tapi sengaja melanggar, kali ini aku tak dapat mengampuni
dirimu lagi" tampaknya pedang kayu memang menaruh sikap bermusuhan dengan dayang
tersebut, sehabis berkata ia tertawa dingin tiada hentinya. Dengan lemah dan sedih Lin lin
berkata: "Yaa, memang akulah yang bersalah, silahkan tuan Gi menjauhi hukuman kepadaku."
perkataannya amat memelas hati menimbulkan perasaan iba bagi siapapun yang mendengarnya.
sekarang Kim Thi sia baru mengetahui bahwa dayang yang didorongnya tadi sedang
melelehkan air mata dengan wajah yang amat memelas hati. sebagai seorang lelaki yang amat
terbuka, ia menjadi tak tega sehingga segera serunya: "sudahlah, ia patut dikasihi, ampunilah
dirinya." Pedang kayu kelihatan agak tertegun, tapi ia segera tertawa penuh pengertian, katanya
kemudianTiraikasih Website http://kangzusi.com/
"oooh....rupanya sute menaruh hati kepadanya.....haaaah....haaah.....tentu saja.....tentu
saja......Lin lin kau memang bernasib mujur. coba kalau sute ku tidak mintakan ampun mungkin
tubuhmu sudah hancur karena siksaan-"
"Terima kasih untuk kebaikan tuan Gi...." kata Lin lin lagi dengan suara lirih. Kembali pedang
kayu berkata: "sute, Lin lin ini bukan saja berwajah cantik, lagipula amat pandai ilmu sastra dan syair. Kau
memang bermata jeli dan bisa tertarik kepadanya dalam sekali pandangan, kehebatanmu sungguh
mengagumkan suheng. Nah Lin lin- bawakanlah sebuah lagu untuk menghibur Kim ya."
Lin lin mengiakan dan segera mengalihkan matanya kewajah Kim Thi sia, seakan-akan sedang
menunggu pilihan lagu dari pemuda tersebut.
Kim Thi sia memahami maksudnya, terdorong rasa ingin tahu ia segera menarik lengan Lin lin
dan diajaknya duduk disampingnya, lalu sambil tertawa serunya:
"Terserah pilihanmu, apapun lagu yang kau bawakan aku tentu akan menikmatinya dengan
senang." lin lin merasakan hatinya berdebar keras ia membiarkan tangannya ditarik pemuda itu
sementara hati kecilnya merasa hangat dan gembira sekali karena jawaban pemuda itu
Lagu yang merdu dengan suara yang empuk didengarcun segera bergema mengalun dalam
ruangan. Meski Kim Thi sia tidak mengerti apa maksud dari syair lagu tadi, namun ketika Lin lin
selesai menyanyi iapun segera bertepuk tangan seraya memuji. "Bagus, bagus sekali bersediakah
kau menyanyikan sebuah lagu lagi untukku?"
Dengan wajah tersipu-sipu Lin lin menundukkan kepalanya rendah-rendah. sementara hatinya
berdebar amat keras. sikap semacam ini menarik perhatian kaum pria tadi. Tapi justru paling
mudah memancing perasaan dengki dari rekan-rekan lainnya maka serentak dayang lainnya
mencibirkan bibirnya dengan perasaan tak puas.
Lin Lin sebagai gadis yang pintar tentu saja dapat merasakan ketidak puasan rekan-rekan
lainnya, maka setelah menghela napas sedih katanya. "Aku tak akan menyanyi lagi. Maafkan daku
tuan Kim?" Kata-katanya kembali lembut dan sangat mengetuk perasaan- sebelum Kim Thi sia memberi
jawaban mendadak sipedang kayu membentak lagi.
"Lin lin sudah bersalah, kau berani melakukan kesalahan lagi. Hmm sikapmu benar-benar
menggusarkan hati, aku mesti menjatuhi hukuman yang paling berat kepadamu."
"Budak mengaku salah" kembali Lin lin menundukkan kepalanya rendah-rendah.
Tiba-tiba Kim Thi sia melompat bangun, lalu teriaknya. "Hey suheng, Apa-apaan kamu ini" Aku
toh tak pernah menyalahkan dirinya malah aku merasa cocok sekali dengan perempuan."
"Baik-baiklah terserah pada sute sendiri, mau bagaimana terserah bagaimanalah....." kata
pedang kayu kemudian tertawa. Kim Thi sia merasa rikuh sendiri buru-buru ia berseru:
"Suheng, memang beginilah watakku apa yang ingin kukatakan segera kuucapkan, harap kau
jangan marah." "Aaaah, mana, mana......" pedang kayu tertawa. "sute tak perlu menduga yang bukan-bukan
apalagi kita berasal dari satu perguruan. sebagai sesama saudara seperguruan, kitakan bukan
orang luar" "Terima kasih suheng atas kebaikanmu." Kim Thi sia jadi amat terharu. "siaute percaya banyak
bicarapun tak ada gunanya biar kuterima kebaikanmu didalam hati saja....." setelah berhenti
sejenak kembali tambahnya:
"Kepalaku terasa pening, kelopak mataku berat sekali, agaknya kau tak mampu minum
lagi.............." JILID 11 Sambil tertawa terbahak-bahak pedang kayu segera bangkit berdiri, katanya kemudian:
"Lin lin, ajaklah tuan Kim beristirahat. Layani kehendaknya secara baik-baik dan jangan sampai
menyinggung perasaannya besok aku tentu akan memberi hadiah besar untukmu......."
Kemudian setelah mengucapkan "Sampai jumpa esok pagi", bersama Pat bin wi hong Kek Jin ia
melangkah pergi dengan langkah lebar.
Kim Thi sia benar-benar tak mampu menahan diri, tubuhnya hampir seluruhnya terjatuh
kedalam pelukan Lin lin- Dengan hati berdebar keras buru-buru Lin lin memayang tubuhnya, tapi Kim Thi sia terlalu
kekar, gadis itu dibuat mandi keringat dan tersengkal-sengkal napasnya.
cepat-cepat dia menghindari tatapan mata rekan-rekan dayang lainnya yang penuh rasa
dengki. Dibawanya pemuda itu menelusuri serambi samping yang panjang ketika mencapai ujung
serambi sana, ia betul-betul sudah kehabisan tenaga.
Kebetulan sekali, kaki Kim Thi sia tersangkut batu waktu itu sehingga tak ampun lagi badannya
roboh terjengkang kedepan.
Lin lin tak mampu menahan tubuhnya yang berat, sambil menjerit kaget, ia ikut terjatuh
ketanah. Waktu itu langit sudah gelap, tiada cahaya bintang tiada rembulan, ditengah kegelapan malam
hanya angin dingin berhembus kencang menerbangkan ranting serta dedaunan.
Kim Thi sia terlelap tidur diatas badan Lin lin yang tertindih dibawahnya. Namun angin dingin
yang berhembus lewat membuatnya bersin dan setengah sadar dari mabuknya.
Ketika menjumpai Lin lin terlentang dibawah tindihan tubuhnya dalam keadaan tersengkalsengkal
cepat-cepat ia membimbingnya bangun seraya bertanya: "Lim lin, apakah kau terluka?"
"Tidak....tidak.......aku takut tuan Kim yang terluka" jawab Lin lin lirih.
Kim Thi sia terharu sekali, dengan maksud mencari letak luka ditubuh nona itu ia berusaha
merabanya kesana kemari. Namun malam sangat gelap hingga sukar melihat kelima jari tangan
sendiri ia tak tahu tangannya telah menggerayang sampai kebagian tubuh yang mana"
"Lin lin katakan kepadaku bagian manakah tubuhmu yang terluka?" bisiknya lirih.
Lin lin gelisah disamping jengah meski ditengah kegelapan malam yang mencekam, namun
kesucian badannya sempat digerayangi pemuda tersebut tanpa terasa katanya sambil menangis


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terisak: "Tuan Kim, aku tidak terluka, kau.... kau jangan berbuat begitu."
Kim Thi sia melirik kembali tangannya lalu berkata keheranan: "Mengapa kau menangis" Aku
toh tidak berbuat apa-apa padamu."
Lin lin malu sekali, ia tak mampu berkata selain memejamkan matanya rapat-rapat.
Kim Thi sia duduk bersandar diujung serambi panjang yang berlantai batu hijau, ditengah
hembusan angin malam, ia menarik bajunya hingga dadanya terbuka, seketika itu juga tubuhnya
terasa segar kembali. "Mengapa sih kau menangis?" kembali tanyanya keheranan. "Mari duduklah disamping ku, kita
isi waktu yang senggang ini dengan bercerita. Kau tahu semasa masih digunung dulu setiap
malam tiba apalagi pada malam yang gelap tak berbintang seperti hari ini aku paling senang
mendengarkan cerita setan kau lain perasaan kita waktu bisa menjadi tebang, terangsang dan
seru sekali Lin lin kau bisa bercerita setan?"
Lin lin yang lemah lembut justru paling takut mendengar cerita setan, tanpa terasa ia
menggeser badannya hingga duduk merapat disamping pemuda itu, serunya agak gugup: "Aku
tidak pandai bercerita aku takut setan"
Agaknya Kim Thi sia masih agak mabok ia segera tertawa nyaring setelah mendengar
perkataan itu, serunya: "Setelah bernyali kecil, aku saja tidak takut, apa sih yang kau takuti?"
"Kau kan orang lelaki" protes Lin lini
"Laki-laki manusia, perempuan pun manusia, kalau aku tidak takut setan, kenapa kau mesti
takut?" Teori yang membingungkan hati ini kontan saja membuat Lin lin melongo dan tak mampu
menjawab. Lagi-lagi segulung angin dingin berhembus lewat menggigilkan seluruh badan Lin lini Ia
semakin merapatkan tubuhnya disamping Kim Thi sia bisiknya ketakutan: "Tuan Kim........."
Kim Thi sia berkerut kening, tiba-tiba tukasnya:
"Aku bernama Kim Thi sia, kata tuan dimuka nama margaku benar-benar mengkilik-kilik
hatiku......Jangan kau sebut tuan lagi kepadaku"
"Kim......Thi......sia.......kau tidak kedinginan?" bisik Lin lin kemudian agak tergagap.
Kim Thi sia tertawa tergelak.
"Haaaah......haaaahh.......haaaahh...... sepanjang tahun aku hidup ditengah hutan belantara
yang jauh dari keramaian dunia. Kedinginan, basah, lembah dan kesepian sudah menjadi
kebiasaan bagiku apa artinya hembusan angin seperti ini" coba lihatlah, bukankah dadakupun
kubiarkan terbuka lebar..........?"
Dengan perasaan ingin tahu Lin lin melirik sekejap hatinya segera berdebar keras kekekaran
dada pemuda tersebut menimbulkan suatu perasaan yang sangat aneh didalam hatinya.
Dengan agak tersipu-sipu ia berbisik,
"Kim......Thi.......sia.......kau.......kau belum pernah berhubungan dengan kaum wanita?"
"Buat apa kau menanyakan persoalan ini?" tanya Kim Thi sia keheranan.
sekilas warna merah menghiasi selembar wajah Lin lin ia amat jengah dibuatnya tapi selang
sesaat kemudian katanya lagi: "Aku hanya iseng saja bertanya"
"Hmmm, berhubungan sih pernah berhubungan namun kami tak pernah mempunyai hubungan
yang mendalam." " Kenapa?" "Tidak menarik hatiku"
"Kau benar-benar seorang manusia aneh"
"Apanya yang aneh" Masa berkumpul dengan kaum wanita mesti menarik hati?"
sekali lagi paras muka Lin lin berubah menjadi merah padam karena jengah, tetapi diapun
enggan merubah pandangan sendiri kembali ujarnya:
"orang bilang setiap enghiong menyukai perempuan cantik, kau pantas disebut seorang
enghiong mengapa......mengapa engkau tidak........?"
"Tidak menyukai wanita cantik maksudmu?" jawab Kim Thi sia sambil tertawa. "Bukankah aku
pernah berkata kepadamu, perempuan tidak mendatangkan daya tarik bagiku. Aku tidak
memahami soal cinta kasih. sejak kecil aku hidup ditengah gunung yang terpencil, aku hanya tahu
siapa baik kepadaku, akupun baik kepadanya. orang jahat kepadaku akupun jahat kepadanya apa
sih manfaatnya memahami soal cinta kasih" Dari ayah pernah kudengar, cinta hanya
mendatangkan kesulitan bagi diri sendiri oleh sebab itulah aku tak pernah mau membayangkan
soal yang satu itu" Lin lin menjadi sangat kecewa setelah mendengar perkataan itu, tapi ia tak puas menyerah
begitu saja segera katanya lagi:
"suatu hari kau pasti akan merubah pandanganmu yang keliru itu"
"Hmmm, tidak mungkin- Aku yakin ini tak mungkin akan terjadi pada diriku."
Jawaban itu diucapkan tegas dan penuh keyakinan membuat Lin lin hampir menangis sangking
kecewanya, namun iapun tak dapat memberikan komentar apa-apa.
"Kim Thi sia, kau adalah lelaki yang tidak berperasaan" bisiknya kemudian.
"Omong kosong, kau sendiri yang tidak berperasaan"
"Aku bukan mengajakmu berdebat" pinta Lin lin pedih. Kim Thi sia tertawa, segera katanya:
"Kau mengatakan diriku tak berperasaan sebaliknya sampai dimana perasaan sendiri."
"Aku mempunyai perasaan yang amat tebal" kata Lin lin sambil menghela napas sedih "tapi aku
tak punya tempat sebagai pelampiasan dari semua perasaanku itu."
"Kenapa?" "......." tiada jawaban sama sekali.
Kim Thi sia segera menggenggam tangannya dan menarik gadis itu kedalam pelukannya lalu
katanya keras-keras: "Katakan kepadaku"
Lin lin yang lemah tak bertenaga tak sanggup menahan diri begitu ditarik keras-keras pemuda
tersebut, tubuhnya segera terjatuh kedalam pelukannya.
Rasa malu, menyesal dan suatu perasan yang aneh sekali, entah rasa manis atau menderita
membuat nona itu amat gelisah dan tak mampu berkata-kata.
"Katakan padaku" kembali Kim Thi sia mendesak. tiba-tiba Lin lin menangis tersedu dengan air
mata bercucuran katanya lirih:
"Jangan-jangan desak diriku Aku.....aku tak tahu bagaimana mesti menjawab"
Bau harum gadis perawan yang menusuk hidung menyebar kesekeliling sana, membuat Kim Thi
sia merasa kenyamanan yang belum pernah dialami sebelumnya.
Tanpa terasa ia peluk gadis itu kencang-kencang dan bertanya keheranan: " Heran, mengapa
tubuhmu begitu harum?"
Lin lin tidak tahu bagaimana mesti menjawab. Ia berusaha meronta namun tak berhasil,
akhirnya sambil menangis ia meminta: "Kim Thi sia.......lepaskan aku......."
Kim Thi sia sama sekali tidak menjawab. Benaknya sedang diperas untuk mencari jawaban,
mengapa tubuh nona itu begitu harum.
Bau lelaki yang aneh menimbulkan pula perasaan nyaman bagi Lin lin yang selama hidup belum
pernah bersentuhan dengan kaum pria. Perasaannya terbuka seketika rasa girang pun
menyelimuti seluruh perasaannya. Ditambah lagi ia memang menaruh perasaan lain terhadap
pemuda tersebut, maka setelah usahanya meronta gagal, iapun tidak memberontak lagi.
Pipinya persis menempel diatas dadanya yang bidang, tubuh yang kekar berotot itu
membuatnya seperti mabuk. Teka teki yang semula mencekam perasaannya tentang laki-laki tibatiba
saja seperti terjawab sama sekali. Ia seperti baru sadar betapa mempesonanya seorang lelaki
bagi pandangan gadis remaja seperti dia.
Mendadak ia memeluk pemuda itu kencang-kencang, lalu bisiknya dengan suara setengah
merintih: "Thi sia......."
"Ada apa?" ketika dilihatnya gadis itu memeluk tubuhnya kencang-kencang, dengan rasa iba
tanyanya. "Apakah kau kedinginan Lim lin?"
Lin lin tidak menjawab pertanyaan itu, ia bergumam lirih seolah-olah sedang menuangkan
seluruh perasaan hatinya.
"Thi sia, sukakah kau dengan kehidupan semacam ini?"
Kim Thi sia berkerut kening, ia tidak mendorong gadis itu karena disangka kedinginan,
sahutnya: "Aku menyukai kehidupan yang bebas merdeka tanpa kekangan- saban hari mengembara
sejauh ribuan li. Berkelana mengarungi seluruh jagad."
"Seandainya.......seandainya ada seseorang mendampingimu, sering menyanyikan lagu
untukmu....bukan.....bukankah kehidupanmu akan lebih bahagia.....?"
"Ya a, tentu saja, tapi siapakah yang bersedia mendampingiku, saban hari menyanyikan lagu
merdu untukku?" Lin lin merasakan pipinya panas, agak terengah bisiknya: "Andaikata......aku......aku
bersedia....." "ooh, alangkah bahagianya aku" teriak Kim Thi sia kegirangan. "suara nyanyian merdu merayu,
belum pernah kudengar suara semerdu suara nyanyianmu"
Lin lin sangat gembira, biarpun hanya beberapa patah kata yang sederhana namun
mendatangkan perasaan nyaman yang tak terlukiskan dengan kata-kata dalam hatinya. Ia
memeluk pemuda itu lebih kencang, lalu katanya lagi lirih:
"Thi sia, aku bersedia mendampingimu untuk selamanya. Kau adalah lelaki yang baik tak
mungkin menganiaya diriku. Kau lebih gagah dan baik ketimbang orang-orang yang berada disini"
Kim Thi sia kegirangan setengah mati, dengan rangkulan yang penuh bertenaga ia peluk nona
itu sampai terengah-engah. "Lin lin kau baik sekali"
Entah karena luapan emosi atau desakan biologis, tiba-tiba saja pemuda tersebut ingi mencium
wajah Lin lin yang cantik jelita terutama bulu matanya yang setengah terpejam.
Lin lin yang berada dalam pelukannya merasakan badannya gemetar keras, ia tidak menjawab,
napasnya terengah karena rasa malu yang sangat. Ya a, bagaimana mungkin seorang gadis yang
masih suci bersih dan perawan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan lawan jenisnya" Ia
tak lebih hanya bisa menanti dengan perasaan sangat aneh.
sementara itu Kim Thi sia berpendapat nona itu membungkam berarti telah menyetujui
permintaannya . Maka ia segera menundukkan kepalanya dan mencium pipi, mata serta kening Lin lin dengan
bibirnya yang berbau alkohol.
Suatu perasaan nyaman yang aneh membuatnya ingin mengulangi kembali perbuatan tersebut.
Ciuman demi ciuman berlangsung terus secara bertubi-tubi.
Lin lin sendiripun gemetar keras dia tak dapat melukiskan bagaimanakah perasaan nyaman
yang dirasakan ketika itu seperti terkena aliran listrik bertegangan tinggi. seluruh organ tubuhnya
seolah-olah ikut bergetar keras tubuhnya gemetar dan tiba-tiba saja menangis.
Tangisan seorang wanita sering kali menandakan perasaan girang, sedih atau murung, tapi ia
tak tahu mengapa air matanya meleleh saat itu........"
Tangisan yang menandakan kelemahan kaum wanita ini bukan saja tidak berhasil
menghentikan niat Kim Thi sia untuk menciumnya, malah sebaliknya mengobarkan napsune makin
membara. setiap orang lelaki memang mempunyai perasaan demikian apalagi disaat kaum wanita
menunjukkan kelemahannya. Hal itu justru meningkatkan kegembiraan serta kepuasannya.
Ciuman Kim Thi sia diseluruh wajah Lin lin mendatangkan kobaran napsu yang makin membara
didalam dadanya, rasa hangat dan nyaman membuat pemuda itu memeluk sinona semakin
kencang. Tindakannyapun melangkah lebih jauh lagi.......
Disaat keempat lembar pipinya saling bertemu, Lin lin merasa bagaikan disambar petir. Hampir
saja membuatnya jatuh pingsan.
"Engkoh sia, jangan..... jangan berbuat begitu......." pinta Lin lin sambil menangis.
" Kalau aku main paksa, mau apa kamu?" pikir Kim Thi sia didalam hati kecilnya.
Pemuda ini memang keras kepala. sering kali dia senang berbuat sesuatu yang tidak
dikehendaki lawan, justru kesengajaannya itulah sering kali membuatnya terlibat dalam pelbagai
masalah. Dalam keadaan demikian, tentu saja Lin lin tak bisa berbuat banyak selain pasrah dan
membiarkan pemuda tersebut berbuat sekehendak hatinya.
Ketika segulung angin dingin berhembus lewat, Kim Thi sia baru melepaskan rangkulannya
yang kencang, meski dia agak berat hati meninggalkan pinggang Lin lin yang ramping, dadanya
yang montok dan halus itu.....
Ketika ia mencoba menengok nona itu, tampak Lin lin yang lembut sedang menangis tersedusedu.
Isak tangis yang begitu memedihkan hati dari sinona membuatnya menjadi tak tenang. Maka
sambil membelai rambutnya yang halus, hiburnya pelan:
"sudahlah Lin lin, tak usah menangis terus, memang aku yang bersalah. Aku telah
mempermainkan kau." Lin lin tidak menjawab punduknya masih bergoncang keras menahan isak tangisnya sementara
dadanya naik turun mengikuti napasnya yang masih tersengkal. Kesemuanya ini menambah rasa
iba bagi siapapun yang melihatnya.....
Entah darimana datangnya dorongan perasaan, tiba-tiba Kim Thi sia berbisik pelan:
"Lin lin-..aku.....aku berniat memperistri dirimu......sering kudengar dari ayah. Katanya seorang
gadis hanya boleh kawin dengan seorang selama hidupnya.......lagipula tak boleh tak senonoh
dengan gadis lain.....maka....aku pikir lebih baik kau menjadi istriku saja.....mau bukan?"
Lin lin semakin terbungkam dalam seribu bahasa. Dia cuma mengangkat kepalanya dan
menengok sekejap dengan matanya yang terbelalak lebar serta berkaca-kaca itu.
Mendadak timbul kembali keinginan Kim Thi sia untuk menciumnya, tapi ia tak berani berbuat
sembarangan, maka sambil merangkul pinggangnya ia berbisik,
"Lin lin, aku menyesal, kuharap kau sudi memaafkan diriku. bersediakan kau menghantarku
kekamar tidur?" "Tidur?" dengus Lin lin dingin
Kim Thi sia memutar biji matanya, mendadak paras mukanya menjadi merah padam cepatcepat
katanya lagi agak tergagap.
"Lin lin-...bukan.....bukan soal itu yang kumaksud.....maksudku.......aku.....aku hendak
beristirahat." saking gugup dan tergagapnya sehingga tak jelas yang diutarakan keluar. Lin lin menjadi
kegelian, ia tertawa merdu lalu katanya: "Baiklah, akan kuhantar dirimu."
Betapa leganya Kim Thi sia ketika dilihatnya nona itu sama sekali tidak marah sambil tertawa
katanya lagi: "sudah kuduga, kau memang orang baik. Pasti tak tega menampik keinginanku."
sambil menggigit bibir Lin lin segera merangkul pinggang pemuda itu dan berusaha
memayangnya . Ketika Kim Thi sia mencoba mengamati wajahnya, tampak air mata nona itu belum juga
berhenti menetes, hal ini membuatnya amat terharu, serunya tanpa sadar:
"Lin lin, bila kau bersedia kawin denganku aku pasti akan melayanimu secara baik-baik,"
Lama sekali Lin lin membungkam, kemudian baru sahutnya pelan: "Aku mengerti........"
sewaktu melewati sebuah ruangan, terlihat cahaya api melintas lewat, Kim Thi sia mencoba
menengok kesana, tapi jendelanya berterali besi, sedang didekat pintu terali itu bersandar sesosok
bayangan tubuh yang samar.
sayang cahaya api tadi hanya melintas sebentar lalu lenyap sehingga Kim Thi sia tak sempat
melihat isi ruangan dengan jelas, maka segera tanyanya:
"Lin lin siapa sih yang berada disana?"
Lin lin menengok sekejap kedalam ruangan, lalu jawabnya:
"Seperti seorang gadis asing, konon ia diculik oleh anak buah pejabat pengawas Kang lam yang
hendak dipersembahkan kepada tuan pembesar sebagai istri mudanya yang ketujuh tapi ia
menolak malah melukai wajah loya akibatnya perempuan itu disekap dalam ruang tersebut"
Kim Thi sia menjadi amat mendongkol setelah mendengar keterangan itu umpatnya tanpa
terasa: "Hmmm perbuatan pembesar itu betul-betul terkutuk........"
Baru selesai perkataan tersebut diutarakan mendadak saja muncullah dua sosok bayangan
hitam dari depan sana sambil membentak keras: "Kata sandi?"
"Dia adalah adik seperguruan Gi toaya, Gi toaya memerintahkan aku untuk mengantarnya
pulang kekamar." "Lin lin kau disitu?" dua orang yang berada dibalik kegelapan segera menegur.
Kedua orang itu segera mengiakan dan beranjak pergi dari sana, lamat-lamat terdengar suara
orang itu sedang bergumam: "Bocah keparat itu benar-benar punya rejeki."
"stt Jangan kelewat keras kalau bicara bocah itu adalah adik seperguruan tuan Gi. Ia bukan
manusia sembarangan, konon ilmu silat dari malaikat pedang berbaju perlente sudah mencapai
tingkatan yang luar biasa dari pembicaraan Kek loya. Katanya ilmu silat dari sang sute masih jauh
lebih hebat daripada kemampuan suhengnya tuan Gi."
"Tentu saja, bocah itu kan murid terkahir dari Malaikat pedang berbaju perlente?"
Tanpa terasa Kim Thi sia melirik sekejap kearah Lin lin, lebetulan Lin lin pun sedang menengok
kearahnya dengan wajah bersemu. Lin lin segera tersenyum manis hingga kelihatan sepasang
lesung pipinya yang menawan hati.
Kim Thi sia dibikin terpesona, pemuda yang baru mengenal arti cinta ini lagi-lagi berniat
menciumnya, tapi Lin lin segera berkelit sambil bisiknya tertawa: "Waktu dikemudian hari masih
panjang." "Ya a, betul" sahut Kim Thi sia tertawa terbahak-bahak. segera dipeluknya nona itu kencangkencang.
"Waktu dikemudian hari memang masih panjang"
setibanya didalam kamar, Lin lin segera menyulutkan lampu lentera kemudian mempersiapkan
pembaringan. Mendadak Kim Thi sia seperti teringat akan sesuatu segera tanyanya:
"Lin lin katanya kau pernah membaca banyak buku tentunya kau pandai bercerita bukan?"
"Selain bercerita setan aku memang bisa menceritakan kisah lain" sahut Lin lin sambil tertawa
hambar. Menyinggung kembali soal "setan" tiba-tiba ia merapatkan badannya disamping Kim Thi sia
katanya lagi: "Thi sia aku takut, aku tak berani pulang sendirian-"
"Tidak apa-apa nanti kuhantar" sahut Kim Thi sia tertawa. "Yaa kalau begitu aku bakal sering
mendengar cerita darimu. Kau tahu, semasa kecil dulu setiap ada waktu senggang, aku tentu
merecoki ayah untuk bercerita. Tapi semenjak ayah tiada, aku kesepian itulah sebabnya aku
merasa gembira bila kau bersedia bercerita untukku."
"Selain bercerita untukmu, akupun dapat menyanyikan lagu merdu untukmu setiap saat" kata
Lin lin lembut. Kim Thi sia gembira sekali.
"ooh, alangkah gembiranya aku, mari kuhantar kau pulang kekamar......"
sewaktu melewati bangunan rumah bertirai besi tadi, tiba-tiba terdengar suara helaan napas
bergema dari situ. Helaan napas tersebut segera mengobarkan jiwa pendekar pemuda itu. Diamdiam
ia berjanji akan memberi pertolongan kepada perempuan cantik tersebut.
0000000 Lampu lentera telah dipadamkan, Kim Thi sia telah melepaskan pakaian dan berbaring diatas
pembaringan. Entah mengapa, pikirannya terasa amat kalut, betapapun ia berusaha untuk memejamkan mata


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak pernah dia bisa pejamkan mata barang sekejappun akhirnya ia bangkit membuka jendela, lalu
berdiri melamun ditengah hembusan angin malam.
Tiba-tiba bergema lagi suara helaan napas Kim Thi sia tahu suara tersebut berasal dari gadis
berdandan aneh yang disekap dalam kamar berterali besi tadi.
"Pembesar pengawas aparat pemerintah Kang lam benar-benar menusia bedebah." demikian ia
mengumpat dihati. "Masa gadis secantik bidadari dari khayanganpun disekap dalam kamar
berterali besi.....ooh. Betapa sepinya hidup seorang diri disana"
sebagai pemuda yang berjiwa besar, berkobarlah jiwa kependekarannya, sambil menyiapkan
pedang mestika Leng gwat, diam-diam ia menyelinap keluar dari kamarnya.
Waktu itu tampak dua sosok bayangan manusia berkelewat lewat ditengah kegelapan disudut
timur sana. Kim Thi sia segera manfaatkan peluang tersebut dan menyelinap maju kemuka.
suasana didalam gedung besar itu amat gelap tanpa setitik cahayapun, namun meminjam
cahaya bintang yang redup diluar jendela lamat-lamat masih terlihat dengan samar sesosok
bayangan tubuh manusia yang tinggi semampai berdiri tak bergerak dimuka jendela. sambil
menengok rembulan diangksa, orang itu menghela napas tak hentinya.
Kim Thi sia yang seksama mengerti disekeliling ruangan tersebut tentu tersebar banyak
pengawal lihay yang melakukan penjagaan, karenanya secara berhati-hati sekali ia menyusup
kemuka dan bersembunyi dibalik dinding ruangan yang gelap.
Walaupun selisih jarak mereka berdua saat ini tinggal lima, enam kaki. Namun Kim Thi sia tak
berani menegurnya, ia tahu suara yang betapapun lirihnya niscaya akan mengundang perhatian
dari kawanan jago lihay yang mengawal ruangan tersebut.
Ia sangat gelisah apalagi awan gelap dlangksa lambat laun makin memudar sehingga cahaya
rembulan yang beningpun mulai menyinari setiap sudut ruangan.
Untung saja tempat persembunyiannya cukup rapat sehingga tiada setitik cahayapun yang
memancar kesitu. Kalau tidak tentu bayangan badannya akan memancing perhatian orang.
Mendadak nona berdandan aneh tapi berparas cantik bak bidadari dari khayangan itu duduk
kembali, kepalanya masih mendongak memandang rembulan dengan terpesona.
sementara ia masih mengawasi nona yang cantik dengan tubuh yang putih bersih, tiba-tiba
tampak dua sosok bayangan manusia muncul kembali dari sudut timur.
Cepat-cepat Kim Thi sia menahan napas sambil merapatkan tubuhnya diatas dinding menuggu
bayangan manusia tadi sudah pergi jauh ia baru menghembuskan napas panjang.
Mendadak ia menemukan sebuah cara yang bagus, hal mana membuatnya semangatnya
segera berkobar. Cepat-cepat diambilnya sebutir batu kerikil lalu ditimpuk kedalamjendela. "Plaaaaaaaaaak"
Nona berdandan aneh itu kelihatan terkejut dan segera bangkit berdiri.
Kim Thi sia menghindari tatapan matanya yang bening dan jeli itu, lalu menggapai berulang kali
kearahnya. Pelan-pelan gadis cantik itu berjalan mendekat lalu tegurnya: "Ada apa?"
Kim Thi sia enggan melepaskan kesempatan yang baik itu, sambil merendahkan suaranya ia
berbisik: "Aku datang untuk menolongmu"
"Menolong aku?" nona cantik itu kelihatan agak tercengang. "Mengapa kau hendak
menolongku?" Biarpun suaranya merdu merayu, sayang suaranya dingin kaku bagaikan bongkahan salju.
Kontan saja semangat Kim Thi sia yang semula berkobar seketika menjadi dingin separuh,
sahutnya selang berapa saat kemudian-"Aku hanya tahu ingin menolongmu."
Mendadak nona yang cantik itu membalikkan badan dan beranjak pergi tanpa memperdulikan
dirinya lagi. Kim Thi sia menjadi sangat gelisah, buru-buru serunya: "Hey, bagaimana sih kamu ini?"
Tiba-tiba ia merasa serunya kelewat keras. Menanti ia sadar akan hal tersebut keadaan sudah
terlambat. Dua sosok bayangan manusia yang berada disudut sebelah Timur tadi telah melaju mendekat
dengan kecepatan bagaikan sambaran-"Aduh celaka" pekik Kim Thi sia dihati kecilnya.
Buru-buru ia menyembunyikan diri semakin rapat sementara tangannya maraba gagang pedang
Leng gwat asal jejaknya ketahuan maka ia berniat menyerang secepat kilat.
Ketika tiba lebih kurang lima kaki dari tempat persembunyian Kim Thi sia. Kedua sosok
bayangan manusia itu segera memisahkan diri dan melakukan pengepungan dari dua arah yang
berlawananorang yang berada disisi kiri segera bertanya lirih:
"Bagaimana" Apakah kau berhasil menemukan sesuatu?"
Lelaki yang disebelah kanan segera menyumpah dengan hati mendongkol.
"sialan rupanya cuma kucing.... huuh. Bikin hati orang berdebar saja"
Rupanya dari atas wuwungan rumah memang kedengaran suara kucing sedang mengeong. Tak
heran kedua orang itu segera beranjak pergi sambil menyumpah-nyumpah.
Kim Thi sia harus berterima kasih kepada kucing itu, ia sadar andaikata kucing itu tidak muncul
tepat pada waktunya, besar kemungkinan jejaknya akan ketahuan-Tapi rasa tak senang terhadap
gadis cantik itupun segera timbul pikirannya:
"Perempuan itu benar-benar tak berperasaan dengan susah payah aku kemari untuk
menolongnya. Eeeh....siapa tahu dia tak sudi menerima uluran tanganku......sialan"
Dalam mendongkolnya hampir saja ia membalikkan badan tak sudi mengurusi persoalan itu
lagi. Mendadak terdengar nona cantik itu menegur dengan suaranya yang dingin ketus.
"Hmmm.....bagus amat nasibmu"
Kim Thi sia segera berkerut kening sahutnya cepat:
"Ya a, memang aku sendiri yang mencari penyakit buat diri sendiri Air susu dibalas dengan air
tuba" Habis berkata ia segera beranjak pergi dengan uring-uringan-Tiba-tiba nona cantik itu tertawa
dingin dan menjengek kembali:
"Heeeeehhh......heeeehhh.....heeehh...... kalau berbicara memang enak benar kedengarannya
memangnya kau mampu menolongku?"
Kim Thi sia tertegun lalu mencoba memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, segera
dijumpainya baik pintu, jendela bangunan maupun atap rumah ternyata terbuat dari besi semua
ini berarti sekalipun ia berniat menyelamatkan nona itu belim tentu memiliki kemampuan untuk
melakukannya. "Nah tidak salah bukan perkataanku?" jengek nona itu sinis.
Kim Thi sia amat sakit hati, sifat keras kepalanya kembali membara karena ucapan tersebut
sambil menggigit bibir segera gumamnya:
"Hmmm,aku justru akan berusaha menolongmu lihat saja kemampuanku nanti"
Dengan gemas dicengkeramnya terali besi didepan jendela lalu ditariknya dengan sepenuh
tenaga. Tapi begitu dicoba, hawa amarahnya kontan padam, dia mencoba berapa kali lagi. Ternyata
semua usahanya tak pernah berhasil. Pada saat itulah terdengar nona cantik itu kembali
menjengek: "Wahai pendekar besar, lebih baik berhematlah dengan tenagamu"
Ejekan tersebut kembali mengobarkan api kegusaran didalam dada Kim Thi sia dengan gemas
diliriknya nona itu sekejap lalu ujarnya angkuh: "Hmmm, lihat saja hasilnya nanti"
Dengan mempergunakan seluruh kekuatan yang dimilikinya ia membetot lagi terali besi itu Tapi
terali tersebut tetap utuh seperti sedia kala, biarpun peluh telah membasahi seluruh tubuhnya,
karena napasnya sudah tersengkal-sengkal seperti kerbau. Namun usahanya tidak memberikan
hasil apapun, selama hidup ia memang segan mengaku kalah sekalipun ia sadar bahwa kemauan
ada namun tenaga kurang tapi dengan watak keras kepalanya pemuda tersebut tak sudi menelan
kegagalannya dengan begitu saja.
Maka ia mulai menggigit bibirnya kencang-kencang sampai berdarah untuk menghimpun
seluruh kekuatannya. selang berapa saat kemudian pakaiannya sudah basah kuyup oleh keringat. Apalagi sewaktu
angin malam berhembus lewat, tiba-tiba saja ia merasa agak kedinginanGejala semacam ini belum pernah dialami sebelumnya, akan tetapi ia tidak memikirkan masalah
tersebut didalam hati. sementara itu sinona cantik hanya memandang sekejap kearahnya dengan pandangan dingin
sekulum senyuman sinis menghiasi ujung bibirnya seakan-akan mentertawakan kebodohan
pemuda tersebut. Lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun dia berlalu dari situ.
Kim Thi sia beristirahar sebentar, mendadak ia teringat dengan pedang mestika peninggalan
leluhurnya pedang leng gwat kiam.
"Dapatkah pedangku itu memotong putus terali besi itu?" ingatan tersebut melintas dalam
benaknya. Dengan timbulnya secerca harapan, tanpa terasa melipat gandakan kekuatan tubuhnya.
Buru-buru ia meloloskan pedangnya, agar pedang tersebut tidak menimbulkan cahaya terang
yang bisa menarik perhatian pengawal ia melepaskan pakaiannya untuk membungkus senjata
tersebut. Kemudian baru pelan-pelan dicabut keluar.
Pedang Leng gwat kiam bentuknya amat panjang, sekalipun sebagian besar telah terbungkus
oleh pakaiannya, masih ada sepanjang tiga inci yang muncul dibalik kain, cahaya hijau yang tajam
memancar keempat penjuru.
Dalam keadaan begini, terpaksa ia mesti menyembunyikan ujung pedangnya itu dibalik sarung
pedang. Lalu cepat-cepat dibabatkan keatas terali besi itu.
Pedang Leng gwat kiam memang sebilah gedang mestika tajam. Diiringi suara lirih terali besi
sebesar kepalan itu sudah patah menjadi dua bagian.
Kim Thi sia segera menyambutnya dan pelan-pelan diletakkan diatas tanah.
Sekarang, kepalanya dapat ditongolkan kedalam ruangan tersebut melalui celah terali besi yang
sudah berlubang, namun Kim Thi sia tidak berani bertindak gegabah, mengikuti cara semula, lagilagi
ia memotong terali besi yang kedua.
Tampaknya ulah tersebut menarik perhatian sinona cantik berdandan aneh itu, dengan
perasaan ingin tahu ia berjalan mendekat, lalu pikirnya: "Waah, tak nyana kau benar punya akal"
Meski hanya pujian sederhana namun cukup melonggarkan dada Kim Thi sia dari ganjalan
hawa amarahnya, dengan perasaan bangga ia melirik sekejap kearahnya.
Tapi lirikan itu lagi-lagi membuat hatinya dingin separuh, ternyata wajah gadis itu tetap dingin
tanpa emosi, sama sekali tidak menunjukkan wajah girang karena keberhasilannya memotong
terali besi diatas jendela.
Yang lebuh menjengkelkan lagi, biarpun ia memuji, ternyata tatapan mata maupun sikapnya
sama sekali tidak menunjukkan rasa kagum. Masih terdengar ia berkata lagi: "Ehmmm, pedang
mestikamu memang amat bagus" Maksud perkataan itu sudah jelas, seolah-olah ia sedang berkata
begini: "Apa yang hebat dengan dirimu" Coba kalau bukan mengandaikan pedangmu yang tajam, tak
mungkin kau mampu memotong terali besi didepan jendela tersebut"
Kim Thi sia mendengus dingin, iapun tidak berbicara, sesudah menanggalkan terali-terali besi
didepan jendela hingga cukup dilampaui tubuh seseorang ia baru berbisik,
"Hayo cepat keluar"
Gadis cantik itu hanya melirik sekejap kearahnya, ia sama sekali tidak bergerak.
Kim Thi sia merasa panas sekali hatinya dengan kasar ia menyambar pinggang nona itu
kemudian menariknya keluar. setelah itu ujarnya dengan rasa mendongkol: "Menyesal aku
menolong manusia macam kau. Hmmm sudah ditolong masih tak senang hati" Dengan gemas ia
menurunkan tubuh sinona keatas tanah.
Paras muka nona cantik itu tetap kaku tanpa emosi. Katanya dengan suara dingin:
"Padahal kau sendiri lagi mencari penyakit buat diri sendiri Lalu siapa yang hendak kau
salahkan" Kau kira aku bisa berbuat apa" Hmmm, asal kalian orang-orang Han berani mengusik
seujung rambutku. Ayahku pasti akan mengirim tentara untuk membasmi seluruh bangsa Han
yang ada dinegeri ini"
"Atas dasar apa kau berbuat begitu" Huuuh, apa sih hebatnya dengan bapakmu?" ucap Kim Thi
sia tak senang hati. "Kau berani memaki ayahku" Kau tahu, ayahku adalah kaisar dari negeri Kim" Dari perkataan
tersebut, seolah-olah ia hendak berkata begini:
"Hati-hati kamu kalau bicara, ayahku adalah raja dari suatu kerajaan, aku tidak akan
membiarkan dirimu menghina aku semaunya sendiri"
sayang sekali orang yang dihadapi adalah manusia macam Kim Thi sia . Ia tak pernah mau
mengerti raja atau bukan. Ketika mendengar ucapan tersebut, dengan nada tak senang hati
segera katanya: "Apa hebatnya pula dengan seorang raja negeri Kim" Hmm, paling banter hanya seorang raja
asing dari negeri kecil. Belum cukup untuk menakuti aku......."
Gadis cantik itu benar-benar sangat mendongkol sampai mukanya berubah menjadi hijau
membesi dan tangannya terasa amat dingin tiba-tiba ia menampar sambil mengumpat: "Bangsa
Han busuk. ayahku pasti akan memotong lidah anjingmu itu........"
Kim Thi sia tak mau kalah, dia mencengkeram pula lengannya sambil berteriak keras:
"jika kau berani memakiku lagi, jangan salahkah kalau aku tak berlaku sungkan-sungkan lagi
kepadamu" saking gemasnya tanpa sadar ia mencengkram lengan nona utu dengan penuh tenaga.
Tiba-tiba saja nona cantik itu menjerit kesakitan- butiran air mata jatuh bercucuran membasahi
pipinya tangannya yang lain segera diayun kembali untuk menampar muka pemuda tersebut.
Kim Thi sia segera berkerut kening baru saja ia hendak memberi pelajaran kepada gadis
tersebut, tiba-tiba terdengar suara bentakan keras bergema dari sisinya. "siapa yang berani
menculik tawanan kami" Hayo cepat berlutut dan cepat minta ampun"
Empat, lima sosok bayangan manusia meluncur datang secara tiba-tiba dengan kecepatan
tinggi. Melihat usaha pertolongannya tidak mendatangkan hasil, Kim Thi sia segera menyambar gadis
itu dan ditariknya untuk diajak melarikan diri......
sebuah dinding pekarangan yang tinggi menghadang jalan perginya dinding tersebut tingginya
mencapai berapa kaki, dalam keadaan membawa seseorang tentu saja Kim Thi sia tak mampu
untuk melampauinya. Ia mencoba untuk berpaling kebelakang tampak olehnya keempat lima orang pengejarnya.
makin lama sudah makin mendekat kini jaraknya tinggal sepuluh kaki.
orang bilang: Anjing yang terdesak akan melompati pagar, begitu pula keadaan Kim Thi sia saat
ini, tanpa memperhitungkan lagi kemampuan yang dimilikinya, dengan mengikuti teori ilmu
meringankan tubuh It tok wi kang ajaran ciang sianseng, ia segera menghimpun tenaganya sambil
melompat keatas. Entah darima na datangnya kekuatan ternyata lompatannya itu berhasil menyeberangkan
mereka berdua dari pagar pekarangan tersebut tapi sayang ia tak mampu menguasai diri sewaktu
tubuhnya meluncur kebawah.
Takut kalau melukai nona cantik yang dinilai bertubuh lemah itu, buru-buru ia mengguling
kesamping. "B luuuuuukkkk. ......."
Akibatnya bibirnya membentur tanah sampai pecah dan berdarah, sedangkan gadis cantik itu
hanya sedikit kaget dan sama sekali tidak menderita cedera apapun.
Tak sempat lagi membersihkan debu yang melekat ditubuhnya dengan sekuat tenaga ia tarik
gadis itu untuk diajak melarikan diri.
Tampaknya nona cantik itu belum pernah merasakan penderitaan sehebat itu, sambil berlarian
ia mengomel tiada hentinya.
"Huuuh, kalau sudah tahu tak berkepandaian, seharusnya kau tak perlu repot-repot
menolongku. Coba lihat sekarang, aku jadi sangat menderita akibat ulahnya...........betul-betul
gentong nasi yang tak berguna"
Dalam keadaan begini, Kim Thi sia tidak punya kesempatan untuk cekcok dengannya.
sambil mendengus, ia telan semua rasa mendongkolnya kedalam perut.
sementara itu keempat, lima sosok bayangan hitam itu masih melakukan pengejaran sambil
berteriak: "Hey sobat, pentang matamu lebar-lebar kita semua sama-sama orang persilatan apalah
gunanya mesti bermusuhan yang tak ada gunanya" Kalau ingin berdamai, hentikan langkahmu,
bukan saja kami tak akan menarik panjang peristiwa ini. Malah akan kami traktir saudara untuk
makan sekenyangnya."
Kim Thi sia tak mau bersuara, ia lari terus dengan sekuat tenaga... suara bentakan dari
belakang tubuhnya kembali berkumandang.
"sobat, arak kehormatan ditolak kau malah memilih arak hukuman. HHmmm, jika kau benarbenar
tak tahu diri, jangan salahkan kalau kami akan bertindak keji."
sebagaimana diketahui, ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Kim Thi sia tidak hebat apalagi ia
mesti mengempit seseorang oleh sebab itu secara lambat laun jejaknya berhasil tersusul oleh
lawan-Tentu saja ia gelisah sekali pikirnya:
"Waaah, kalau keadaan semacam ini dibiarkan berlangsung terus. akhirnya aku pasti akan
terkejar lawan, atau kalau tidak terkejarpun, aku bakal mati kehabisan tenaga."
Berpikir sampai disini, ia mencoba untuk memeprhatikan sekejap keadaan disekeliling sana,
diantara tanah perbukitan yang membentang didepan mata, disudut selatan sana terdapat sebuah
gundukkan tanah bukit kecil. satu ingatan segera melintas didalam benaknya, pikirnya:
"Mengapa tidak kusembunyikan dulu gadis tersebut, kemudian baru berusaha untuk memukul
mundur musuh?" Begitu keputusan diambil, semangat dan tenaganyapun ikut berlipat ganda. Dengan menelusuri
jalan setapak yang kian lama kian menanjak tinggi, akhirnya pemuda itu berhasil menemukan
sebuah batu cadas besar ditengah rimbunnya pepohonan, tempat tersebut memang rapat sekali
letaknya. Dengan langkah cepat ia berlalu menunjuk kesana dan menurunkan gadis cantik itu disana, lalu
bisiknya: "Bersembunyilah disini dan jangan bergerak, biar kupukul mundur musuh-musuh yang datang
mengejar" selesai berkata iapun membalikkan badan menyongsong kedatangan keempat lima orang
manusia berbaju hitam itu.
Begitu kedua belah pihak saling bertemu tanpa mengucapkan sepatah katapun Kim Thi sia
langsung melepaskan dua buah pukulan berantai.
Dengan suatu gerakan cepat keempat lima orang lelaki berbaju hitam itu menyebarkan diri
keempat penjuru, kemudian mengurung Kim Thi sia rapat-rapat.
Dalam waktu singkat empat gulungan angin yang amat dahsyat telah meluncur kemuka
membuat Kim Thi sia harus melompat mundur sejauh satu kaki dari posisi semula.
Melihat itu kelima orang lelaki berbaju hitam tersebut segera mengejek sambil tertawa dingin"Heeeehh.....heeeh......heeeeh......dengan kepandaian serendah itupun kau berani mencari
gara-gara. Hmmm kau memang benar-benar manusia yang tak tahu diri"
sementara berbicara, kembali terasa empat gulungan angin pukulan yang amat dahsyat
menyapu kemuka. Kim Thi sia sama sekali tak berbicara diam-diam ia kerahkan ilmu Ciat khi mi khi untuk
menyambut datangnya ancaman tersebut.


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akibatnya meskipun ia sempat terhantam hingga tergetar mundur, namun tidak sampai
menderita kerugian apa-apa, malah sistim yang dianutnya adalah sistim pertarungan keras lawan
keras. Kelima orang lelaki itu saling berpandangan sekejap. kemudian tertawa dingin tiada hentinya,
lagi-lagi serangan yang amat dahsyat dilontarkan kedepan.
Kim Thi sia segera terhajar sampaijumpalitan diatas tanah, tapi dalam waktu singkat ia telah
melompat bangun kembali. Kali ini ia mengincar salah satu lawannya kemudian melepaskan
serangan balasan. Dengan sigap lelaki berbaju hitam itu menyambut datangnya ancaman dengan keras melawan
keras.... "Duuuuuuukkkk. ........"
Ditengah benturan keras kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur sejauh satu langkah
lebih. Diiringi suara caci maki yang keras sekali lagi kelima orang itu melancarkan sebuah serangan
dahsyat. Mendadak salah seorang diantaranya berseru keras:
"Hey coba lihat, rupanya ia belum pergi dari sini cepat hadang orang ini, biar aku yang
membekuknya kembali......"
Ditengah kerepotan Kim Thi sia menyempatkan diri untuk berpaling, tapi apa yang kemudian
terlihat kontan saja membuat paras mukanya berubah hebat....
Ternyata gadis aneh itu tidak menuruti nasehatnya ia sedang duduk bersandar diatas batu
sambil menikmati keindahan bulanTatkala angin malam berhembus lewat dan mengincarkan ujung babunya, gadis itu kelihatan
begitu cantik anggun bak bidadari dari khayanganTanpa terasa keempat orang lelaki berbaju hitam itu sama-sama menghentikan serangan
mereka serta mengawasi gadis tersebut dengan terkesima......
Kim Thi sia sendiripun dibuat tertegun pikirnya tanpa terasa:
"Tak nyana gadis ini begitu keras kepala dan enggan menuruti nasehatku. Huuuh gara-gara
niatnya semua usahaku selama inijadi sia-sia belaka"
Pancaran sinar kecantikan dan keanggunan gadis tersebut bukan saja tidak menimbulkan daya
tarik baginya, malahan ia merasa begitu muak serta sebal.
Digertaknya bibirnya keras-keras menahan rasa mendongkol serta gejolak emosinya biarpun ia
jarang membenci orang lain tapi sekarang rasa bencinya terhadap gadis tersebut serasa merasuk
ketulang sum sum. sementara itu lelaki berbaju hitam tadi telah meneruskan terjangannya kedepan sesudah
berhenti sejenak.... Tiba-tiba......
Semua rasa benci yang menggelora didalam dada Kim Thi sia seperti telah berubah menjadi
segumpal kekuatan sambil membentak keras ia melompat kedepan menghadang jalan pergi lelaki
berbaju hitam itu, kemudian melepaskan sebuah pukulan kearahnya.
Lelaki berbaju hitam itu sangat gusar disambutnya ancaman itu dengan kedua belah
tangannya....... "Blaaaaaaaammm........"
Benturan yang keras membuat pasir dan debu beterbangan keangkasa. orang itu tergetar
mundur sejauh lima langkah dengan wajah pucat pias seperti mayat, darah segar menyembur
keluar dari bibirnya. Pelan-pelan dia mengangkat kepalanya dan menatap pemuda itu dengan pandangan penuh
kebencian tapi Kim Thi sia pun ikut terpental sejauh satu kaki lebih hingga jatuh terduduk diatas
tanah. Melihat itu dia tertawa seram kembali tangannya diayunkan kedepan melepaskan sebuah
pukulan. Walaupun isi perutnya telah menderita luka yang cukup parah, namun rasa benci dan dendam
membuatnya melupakan segala ancaman bahaya yang mungkin akan menimpa dirinya.
Dalam keadaan begini dia hanya tahu berusaha untuk membunuh orang tersebut, bahkan kalau
bisa hendak membinasakan orang itu diujung tangannya sendiri
Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan yang dilancarkan dengan mengerahkan segenap
kekuatan yang dimilikinya itu. Belum lagi angin pukulannya menyambar datang, pasir dan debu
telah beterbangan menyelimuti seluruh angkasa.
Tiba-tiba Kim Thi sia melompat bangun ditengah gelak tertawa yang amat keras dia bukannya
mundur malah sebaliknya menerjang maju kemuka.
Akibatnya dari perbuatannya itu, keempat jago lainnya yang berada disisi arena menjadi
terkesiap sekali. "Blaaaaam......"
sekali lagi terjadi bentrokan kekerasan yang memekikkan telinga, akibat dari bentrokan ini lelaki
berbaju hitam itu terpental sejauh tiga langkah dari posisi semula dan jatuh terduduk diatas tanah,
untuk beberapa saat dia tak mampu merangkak bangun kembali.
sebaliknya Kim Thi sia terpental lebih jauh lagi hingga punggungnya menubruk diatas batang
pohon-"Duuukk......"
Biarpun benturan itu sangat keras sampai daun dan ranting berguguran, malahan sambil
tertawa terbahak-bahak selangkah demi selangkah dia mendesak maju kemuka.
Ditinjau dari suara ketawanya yang amat nyaring dapat diketahui bahwa isi perutnya sama
sekali tidak terluka. Berubah hebat paras muka keempat orang itu, mendadak mereka seperti teringat akan
seseorang, segera teriaknya tertahan-"spbat, apakah kau bernama Kim Thi sia?"
Kim Thi sia tertawa terbahak-bahak. "Haaah....haaaaah.....haaaaah.....tepat, aku memang
bernama Kim Thi sia nah sobat mari kita teruskan pertarungan ini"
Agaknya keempat orang itu sudah dibuat keder oleh nama besarnya tanpa terasa orang-orang
itu mundur selangkah kebelakang.
Pada saat itulah tiba-tiba terlihat berkelebatnya tujuh, delapan sosok bayangan manusia dari
kejauhan sana. Begitu tiba diarena terdengar seseorang diantaranya membentak keras.
"Apa sih yang ditakuti dari Kim Thi sia?"
"Haaaah......haaaah.......haaaah......bagus bagus sekali" seru Kim Thi sia sambil tertawa keras,
"semakin banyak orang datang semakin baik mumpung tanganku sudah gatal karena sudah lama
tak bertarung." Akan tetapi begitu terjadi bentrokan Kim This ia segera merasakan datangnya tenaga tekanan
yang berat sekali menghimpit dadanya, ia tak sanggup menahan diri lebih lanjut tak ampun
tubuhnya mencelat sejauh satu kaki lebih dari posisi semula. Pelan-pelan ia merangkak bangun,
diawasinya keadaan disekitar sana dengan seksama.
Dibawah sinar rembulan yang redup tampak seorang lelaki kasar bertubuh tegap beralis tebal,
mata besar dengan hawa penuh kebengisan telah berdiri tegap dihadapannya.
Karena tidak melihat kehadiran sipedang kayu diantara mereka, pemuda itu merasa agak lega,
katanya sambil tertawa tergelak.
"Haaaah.....haaaah.....haaaah.....dengan senang hati kusambut kedatangan kalian semua,
bagiku makin lihay ilmu silat yang kalian miliki semakin berarti pula bagiku."
Lelaki kekar tadi berusia lima puluh tahunan sambil tertawa dingin perintahnya kepada keempat
orang yang pertama tadi. "Cepat urusi perempuan itu, urusan disini serahkan saja penyelesaiannya kepadaku."
Keempat orang itu mengiakan dan segera beranjak pergi dari sana.
"Hey, tidak semudah itu kalian dapat pergi dari sini" bentak Kim Thi sia tiba-tiba.
Dengan suatu gerakan cepat ia meluncur kedepan dan menghadang jalan pergi keempat orang
tersebut, dalam repotnya ia masih sempat melirik sekejap gadis aneh tadi. Dengan cepat
diketahuinya kalau gadis itu sedang memperhatikan tindak tanduknya.
Pemuda itu jadi kegirangan untuk mendemontrasikan kebolehannya didepan gadis tersebut,
maka tidak menunggu keempat orang itu sampai bertindak melakukan sesuatu ia telah
melancarkan serangan terlebih dahulu dengan menggunakan jurus "Tangguh terus sampai mati"
dan "mengobrak abrik seluruh jagad" dari ilmu panca Buddha.
Dalam waktu singkat seluruh angkasa telah dilapisi oleh bayangan mangan yang bersusunsusun,
angin pukulan serasa menderu- deru dan amat memekikkan telinga.
selama hidup belum pernah keempat orang itu menjumpai ilmu pukulan yang sedemikian
anehnya, tanpa terasa mereka jadi tertegun dibuatnya.
Menunggu sampai mereka menyadari akan gelagat yang tidak menguntungkan, keadaan sudah
terlambat sekali. "Duuuk duuuk duuuk"
Tahu-tahu setiap orang sudah termakan oleh sebuah pukulannya hingga mencelat mundur
kebelakang. Berhasil dengan serangannya, Kim Thi sia merasakan semangatnya berkobar. Tidak menunggu
sampai keempat orang lawannya sempat mengambil sesuatu tindakan, kembali ia melancarkan
serangkaian pukulan dengan jurus jurus. "Awan hilang kabut membuyar" dan "rembulan hilang
bintang penuh." Ditengah deruan angin pukulan yang menggila, suara jeritan kaget terdengar bergema suara
silih berganti, belum sempat keempat orang itu mengedipkan matanya tahu-tahu saja tubuh
mereka kena digebuk sampai dadanya terasa sesak dan pandangan matanya berkunang-kunang .
Mendadak kakek bercabang menjadi pimpinan rombongan itu membentak keras, telapak
tangannya diayunkan kedepan melepaskan sebuah pukulan yang aman dahsyat. Kim Thi sia tak
sanggup menahan diri, badannya terhajar hingga terjungkal ditanah.
Agaknya gadis berdandan aneh itu tak tega menyaksikan adegan tersebut, buru-buru ia
palingkan mukanya kearah lainKim Thi sia tertawa keras, lagi-lagi dia melompat bangun dari atas tanah.
"Hmmm, bocah keparat she Kim apa artinya gagah-gagahan dengan mengandalkan ilmu sesat
macam begitu?" jengek kakek bercabang itu sambil mengernyitkan alis matanya. "Coba rasakan
dulu kehebatan ilmu pukulan beracun seratus tulangku ini." seraya berkata ia melepaskan sebuah
pukulan berhawa dingin kedepanKim Thi sia sama sekali tak gentar dia sambut datangnya serangan tersebut dengan kekerasan,
namun aneh sekali. Ternyata dia tidak merasakan adanya tenaga pukulan dibalik serangan
tersebut. sekalipun demikian disaat angin dingin tersebut berhembus lewat dari sisi badannya tahu-tahu
saja ia merasa sangat kedinginan sehingga tak kuasa badannya gemetar keras.
Sewaktu masih berada dibukit yang terpencil dahulu ayahnya sering bercerita tentang
keganasan dari pelbagai ilmu pukulan beracun yang konon bisa menyerang orang tanpa
menimbulkan sedikit suarapun, bahkan orang yang terserangpun tidak merasakan apa-apa.
sebagai seorang pemuda yang cerdik dan teliti, sadarlah ia kalau tubuhnya sudah terkena
pukulan beracun seratus tulang dari orang tersebut.
sambil membentak keras penuh amarah ia segera menerjang maju kedepan dengan hebatnya.
Kakek bercabang itu segera tertawa dingin:
"Heeeeh.....heeeeh......heeeeh.......she Kim kau sudah terkena pukulan beracun seratus
tulangku bila nasibmu agak baik, maka kau masih mempunyai berapa kesempatan untuk hidup
terus tapi dengan perbuatanmu sekarang. Hmmm.....sama artinya dengan mencari jalan kematian
buat diri sendiri" Peluh dingin membasahi seluruh wajah Kim Thi sia, pikirnya kemudian" omong kosong, jarum yang beracun Hon ko ciam dari keluarga Tong yang dibilang paling top
pun tak mampu menewaskan aku masa ilmu pukulan beracun seratus tulang yang sama sekali tak
terkenal ini bisa mencabut nyawaku"
Akan tetapi disaat dia mencoba untuk mengatur pernapasan, terasa olehnya segulung hawa
dingin yang merasuk tulang menyebar dalam tubuhnya, begitu dinginnya seperti didalam gudang
es sehingga tubuhnya menggigil keras.
"Habis sudah riwayatku kali ini" pekiknya dalam hati. Dengan perasaan dendam yang meluap ia
segera mengawasi musuh besarnya tanpa berkedip kemudian teriak keras-keras. "Andaikata aku
tak dapat hidup jangan harap kaupun bisa hidup terus didunia ini."
Ketika angin berhembus lewat, hawa dingin yang telah merasuk kedalam tubuhnya itu segera
menimbulkan rasa kesakitan yang hampir saja tak tertahan olehnya.
Tiba-tiba pandangan matanya menyentuh wajah sinona yang cantik itu, ia tahu bila dirinya
memperlihatkan kelemahan lagi dihadapannya niscaya gadis tersebut tentu akan memperolok-olok
dirinya. Biar kematian telah diambang pintu, namun watak keras kepalanya sama sekali tidak
berkurang. sekuat tenaga dia menghimpun kedua jenis tenaga murni dan berusaha mendesak
keluar hawa racun dari peredaran darahnya.
Himpunan dua jenis hawa murni yang berlainan jenis membuat anak muda itu menderita
siksaan yang sangat hebat. Mendadak ia membentak keras lalu setelah mencabut keluar pedang
Leng gwat kiam, ia lancarkan sebuah bacokan kemuka.
Pantulan cahaya tajam yang amat menyilaukan mata membias dan dengan mata semua orang,
sehingga tak mampu membuka matanya kembali.
Kakek bercabang itu sangat terkejut, cepat-cepat ia melompat mundur untuk menghindarkan
diri. Pedang Leng gwat kiam panjang lagi tajam, sewaktu diputar kencang maka wilayah seluas
sekaki diselimuti cahaya tajam yang sangat menyilaukan mata. Terlintas setitik cahaya aneh
dibalik mata nona aneh tersebut, tiba-tiba ia bergumam:
"Ooooh, betapa bahagianya hatiku bila pedang mestika itu jadi milikku. Andaikata tempat ini
merupakan negeri Kim, ayah baginda tentu akan memintanya untuk diserahkan kepadaku......."
Sementara itu Kim Thi sia dengan mengandalkan pedang Leng gwat kiam telah memainkan
ilmu pedang panca Buddha yang maha dahsyat. ibarat harimau tumbuh sayap. kawanan jago
tersebut dibuat kacau balau tak karuan sehingga tak seorangpun yang berani mendekatinya.
Mendadak terdengar dua kali jeritan ngeri bergema memecahkan keheningan rupanya ada dua
orang lelaki berbaju hitam yang terlambat menghindarkan diri, seketika itu juga kepalanya
berpisah dengan badan, darah segar segera menyembur kemana-mana. "Aaaah......." gadis yang
cantik itu menjerit karena ngeri. Kemudian menutup
--------------------Halaman selanjutnya tidak terbaca---------JILID 12 Sekali lagi bahunya termakan sebuah lecutan rujung yang amat keras.
Tubuhnya terpental jauh sekali dari posisi semula sementara diatas punggungnya yang
telanjang bertambah dengan sebuah mulut luka yang memanjang.
Luka tersebut merah membara dan bengkak besar sekali dengan mendongkol pemuda itu
segera berseru: "Tidak bisa jika aku tak membunuh maka merekalah yang akan membunuhku. Aaaaah garagara
pikiranmu kelewat kekanak-kanakan, maka aku mesti menderita lecutan dengan percuma."
Selesai berkata ia segera mengejar orang itu dengan amarah, lalu pedangnya dibacokkan
keras-keras keatas tubuhnya.
Tampak cahaya hijau berkelebat, lelaki yang melucuti dirinya tadi tak sampai sempat berteriak
kesakltam, tahu-tahu badannya sudah terbelah menjadi dua bagian dan roboh binasa seketika itu
juga. Dalam waktu singkat, belasan orang lelaki yang menyusul tiba itu mengalami nasib yang sama
semua, kalau bukan kepalanya terpenggal, lengan atau kakinya terpapas kutung.
Kini, hanya sikakek bercabang beserta tiga empat orang lelaki yang bertahan terus secara gigih.
Sementara itu Kim Thi sia sendiripun sudah terpengaruh oleh suasana disekitarnya, kini
perasaannya seolah-olah sudah membeku biarpun berapa kali pukulan ruyung sempat mampir
diatas tubuhnya, namun sama sekali tak terdengar keluhan ataupunjeritan kesakitannya, malah
sebaliknya ia berteriak bagaikan orang kalap.
"Haaah...haaahhh....haaahhh....aku telah membunuh orang aku telah melanggar pantangan
membunuh, ayoh maju kalian semua, hanya orang peliharaan anjing yang melarikan diri dari sini."
Mendadak terdengar sinona cantik itu berteriak keras sambil mengeruyitkan alis matanya.
"Hey kau jangan berkoak-koak begitu, suaramu tak sedap didengar."
"Kau sendiri tak usah cerewet" tukas Kim Thi sia sambil melotot kearahnya sehabis memaksa
dua orang musuhnya. " Kalau aku s ampai jengkel kubunuh dirimu sekarang juga."
sinona tidak tahu kalau kesadaran pemuda tersebut sudah menjadi kaku sehingga apa yang
perlu diucapkan segera diutarakan tanpa berpikir panjang lagi. saking jengkelnya paras mukanya
berubah menjadi hijau membesi, selapis hawa dinginpun menyelimuti seluruh wajahnya.
Kalau dihari-hari biasa dia selalu main perintah. sejak kecil hingga dewasa selalu memperoleh
apa yang diinginkan, tentu hatinya mendongkol sesudah memperoleh perlakuan semacam ini.
Bibirnya ternganga untuk sesaat dan tak sepatah katapun dapat diutarakan keluar.
Dipihak lain, Kim Thi sia telah mengembangkan permainan pedangnya dengan ilmu pedang
Ngo hud kiam hoat dalam dua gebrakan berikut ia berhasil mencabut nyawa kedua orang lelaki
lainnya dengan begitu orang yang masih terlihat dalam pertarungan sengit melawannya tinggal si
kakek bercabang, serta seorang lelaki berbaju hitam yang pendek lagi ceking.
Kepandaian silat yang dimiliki kakek bercabang tersebut nyata memang cukup tangguh, ia
selalu berusaha mencari kesempatan untuk melancarkan serangan-serangan balasan.
sedangkan silelaki pendek lagi ceking itu memiliki gerakan tubuh yang amat lincah, lompatnya
seperti monyet, berapa kali bacokan Kim Thi sia tak berhasil menyentuh seujung rambutnyapun.
Mendadak terdengan lelaki berbaju hitam yang berbadan pendek itu berseru dengan gugup,
"Toako, lebih baik kita mengundurkan diri saja. Kepandaian silat dari bajingan she Kim ini
kelewat lihay, mari kita mencari bala bantuan lebih dulu"
"Tidak bisa" tampik kakek bercambang itu dengan suara dalam. "Bocah keparat tersebut sudah
terkena pululan beracun seratus tulangku, aku tak percaya kalau tubuhnya terbuat dari baja murni
yang tahan pukulan-"
Tampaknya lelaki ceking itu makin panik sesudah melepaskan diri dari sebuah tusukan pedang
Kim Thi sia. Ia tidak balas menyerang sebaliknya berseru lantang:
"Toako, kau tak usah kelewat keras kepala seorang lelaki sejati tak akan sudi mencari kerugian
didepan mata apa gunanya kita mesti........"
Tiba-tiba ia tutup mulut dan tak berbicara lagi, sorot matanya dialihkan kewajah kakek
bercambang itu sementara paras mukanya berubah menjadi pucat pias seperti mayat.
Dengan suara yang amat nyaring bagaikan suara genta, kakek bercambang itu membentak
keras-keras: "Bila engkau takut mampus, lebih baik angkat kaki lebih dulu aku tak bakalan menghalangi
kepergianmu cuma....masih punya mukakah dirimu untuk pulang menemui loya?"
Disatu pihak kedua orang lelaki itu saling membujuk. maka dipihak lain semangat Kim Thi sia
makin lama semakin berkobar rasa girang yang menyelimuti perasaannya sama sekali tak
tersembunyi diwajahnya. Ia tak habis mengerti apa sebabnya dia tak sampai mampus walaupun sudah berulang kali
terkena senjata rahasia beracun dan pukulan beracun- Apakah hal ini disebabkan nasibnya yang
mujur ataukah niscaya memang diberkahi panjang"
Padahal kesemuanya itu tak lain merupakan jasa dari Malaikat pedang berbaju perlente
menjelang ajalnya. Ilmu ciat khi mi khi yang merupakan ilmu tenaga dalam tingkat tinggi telah
melindungi jiwanya berulang kali. Itulah sebabnya tatkala tubuhnya terkena senjata rahasia
beracun dan pukulan beracun, hawa murni yang tersimpan dibalik tubuhnya segera menerjang
keluar dan mendesak keluar sari racun dari tubuhnya.
Bau busuk yang menyembur keluar dari dalam tubuhnya, mengingatkan Kim Thi sia dengan


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keadaan sewaktu terkena jarum beracun Hon ko ciam tempo hari. Rasa gembiranya benar-benar
tak terlukiskan dengan kata-kata.
Akan tetapu diapun merasa amat menyesal karena bercana yang ditimbulkan olehnya terlalu
besar, sambil menepuk kepala sendiri dan menarik kembali serangannya, ia berkata:
" Kalian berdua bukan tandinganku, lebih baik mundur saja dari sini mumpung masih ada
waktu." "Toako....." dengan gelisah lelaki ceking itu berseru. Kakek bercabang itu segera menghela
napas panjang. "Aaaaai.....habis sudah riwayatku"
Mendadak dia mengambil pedangnya dan menggorok lehernya sendiri.
Kim Thi sia berusaha untuk menghalangi perbuatannya, namun keadaan sudah terlambat kakek
bercabang itu sudah tergeletak mati diatas tanah.
Menyaksikan peristiwa tersebut, lelaki ceking itu nampak bergidik, tanpa banyak berbicara lagi
ia membalikkan badan dan segera melarikan diri terbirit- birit, dalam sekejap mata bayangan
tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Kini tinggal Kim Thi sia seorang berdiri disitu sambil mengawasi mayat yang bergelimpangan
dimana-mana, teriaknya tiba-tiba:
"Wahai Kim Thi sia, apa yang telah kau perbuat.....Kim Thi sia, apa yang telah kau lakukan?"
sebagai seorang pemuda yang bermurah hati, ia tak mengira kalau dalam sifatnya telah
membunuh sekian banyak manusia, rasa sedih dan menyesal membuat isak tangisnya secara
meledak. Ia membenamkan kepalanya dibalik lengan lalu bersandar diatas batang pohon sambil
menangis tersedu-sedu. suara tangisannya amat keras hingga bergema sampai ketempat yang jauh sekali.
Dalam pada itu, sinona cantik itu mengawasi ulahnya dari kejauhan dengan wajah yang dingin
seperti es, dari balik pancaran matanya yang bulat besar terselip perasaan tak habis mengerti,
pikirnya diam-diam: "Aneh benar orang ini, apa sih yang ditangisi" tadi saja gayanya nampak galak dan bengis
macam malaikat langit, tapi sekarang ia justru menyesali perbuatannya."
Kim Thi sia memang merasa masgul dan murung, dia hanya ingin menangis, maka suara
tangisannyapun bergema dimana-mana.
"Kau menyesal bukan?" jengek sinona secara tiba-tiba dengan suara dingin. Kim Thi sia tidak
menggubris, ia tetap membungkam diri dalam seribu bahasa. sambil tertawa dingin nona itu
kembali mengejek. "Heeeeh......heeeeh.......heeeeh......kalau sudah tahu begini, buat apa kau lakukannya sedari
tadi?" Kim Thi sia tak mampu menahan diri lagi, sambil mendelik besar bentaknya keras-keras: "Kau
tak usah menyindir diriku, kau harus tahu, kesabaran seseorang ada batasnya."
Nona cantik itu mendengus dingin kemudian berpaling kearah lain, sikapnya selain dingin
terlintas pula ketulusannya yang amat tebal.
selang berapa saat kemudian ia baru berkata lagi dengan suara sedingin salju:
"Tempat ini adalah wilayah Han, tentu saja aku tak dapat banyak berbicara, coba kalau disini
negeri Kim. Hmmm, sebutan "kau" "aku" yang kau pergunakan barusan sudah cukup untuk
menjauhi hukuman yang amat berat kepadamu."
Kim Thi sia segera menyeka air matanya lalu dengan penuh amarah teriaknya: " Lantas aku
mesti memanggil apa kepadamu?"
"Aku adalah putri raja, paling tidak kau mesti memanggilku sebagai tuan putri Kim huan,
mengerti" Nada pembicaraannya sombong lagi ketus, agaknya ia sudah habis kesabarannya.
"Huuuuuh kau tak usah bermimpi disiang hari bolong......." umpat Kim Thi sia dengan suaranya.
Kemudian seperti teringat akan sesuatu tambahnya lebih jauh:
"Yaa, aku mesti mengakui lagi sial, gara-gara kau seorang, aku telah membunuh sekian banyak
manusia" Tiba-tiba saja Kim huan kuncu pingin menangis tapi ia tahan sekuat tenaga, serunya kemudian
agak mendongkol: " Lebih baik kau antar aku kembali ketempat semula, aku tak sudi ditolong oleh manusia
macam dirimu itu" Kemudian sambil meremas genggaman sendiri tambahnya:
"sekalipun membutuhkan pertolongan aku tak sudi kau tolong, selewatnya hari ini, bila anak
buahku mengetahui kalau aku menghilang mereka pasti akan datang untuk menolongku."
"Baik" teriak Kim Thi sia menuruti adat hatinya, "Aku segera akan menghantarmu kembali
ketempat semula, moga- moga saja kau terkurung untuk selamanya disana" sambil berkata ia
maju mendekat dan siap memeluk tubuhnya.
sambil menggigit bibirnya kencang-kencang mendadak Kim huan kuncu mengayunkan
tangannya dan..... "Plaaaaakkk" sebuah tamparan keras telah bersarang diatas pipinya.
Mimpipun Kim Thi sia tak pernah menyangka kalau Kim huan kuncu bakal menamparnya.
setelah tertegun sejenak. api kegusarannya segera berkobar menyelimuti perasaannya, tanpa
berpikir panjang ia segera menyambar pinggang nona itu dan memeluknya erat-erat.
Kim huan kuncu tak mampu berkutik sama sekali saking mendongkolnya ia hanya ingin
menangis sepuas-puasnya. seorang gadis yang berparas cantik, tiba-tiba menangis tersedu dengan begitu sedihnya. Lama
kelamaan Kim Thi sia menjadi tak tega sendiri dengan suara lembut katanya kemudian"Janganlah menyindir atau memaki diriku lagi asal kau bersikap lembut akupun segera akan
melepaskan dirimu." Kim huan kuncu tidak menggubris, ia menganggap semua perlakuan anak muda tersebut
terhadapnya merupakan suatu penghinaan.
Apalagi bila teringat kebebasan yang dikecapnya sebelum ini. Mimpipun ia tak mengira kalau
dirinya akan mengalami penderitaan dan cemoohan seperti saat ini. Perasaan menyesal segera
menyelimuti seluruh perasaannya. setelah menangis beberapa saat, dengan penuh kebencian ia
berseru: "se......sekembalinya dari sini pasti akan kulaporkan semua kejadian ini kepada ayah
baginda......aku akan minta kepadanya untuk membasmi semua bangsa Han semacam kalian
itu........" Kim Thi sia terkejut sekali, pikirnya:
" Waduh celaka, gara-gara perbuatan seorang, berjuta manusia bakal ikut menderita." Dalam
pekiknya cepat-cepat ia berkata:
"Kau tak boleh berbuat begitu, masa gara-gara perbuatanku seorang, kau ingin mengobarkan
peperangan antara dua negeri......hal ini......hal ini........"
"Aku tak perd uli, pokoknya akan kulaparkan kejadian ini kepada ayah baginda" Habis sudah
kesabaran Kim Thi sia, teriaknya kemudian dengan gusar: "Baik, kalau begitu biar kubunuh dirimu
lebih dulu" Tapi ia segera merasa amat menyesal sehabis mengucapkan perkataan itu pikirnya:
"Bagaimana sih kau ini, masa sedikit-sedikit sudah ingin membunuh orang, apa gerangan yang
sudah terjadi atas diriku ini?"
Nampaknya Kim huan kuncu terkejut sekali ia tidak menangis lagi tapi sesudah berpikir
sebentar tantangnya dengan dingini "Hmmmm, masa kau berani?"
Belum selesai perkataan tersebut diucapkan mendadak bergema suara auman nyaring dari
suatu tempat yang jauh dari situ.
Kim Thi sia yang sudah lama berdiam diatas gunung segera berseru tertahan sehabis
mendengar suara tadi. "Aaaaaah, binatang buas"
Benar juga, kurang lebih sepuluh kaki dihadapannya telah muncul tiga sosok makhluk aneh
yang tinggi badannya mencapai satu kaki lebih.
Yang membuatnya terkejut bercampur keheranan adalah ketiga makhluk tersebut berbentuk
persis seperti manusia punya kepala lengan, tangan dan kaki hanya saja bila dipandang dari
kejauhan maka bentuknya seperti tiga raksasa yang tingginya macam bukit kecil.
Dengan cepat Kim huan kuncu mengerling sekejap kesana tiba-tiba sekilas perasaan gembira
menyelimuti wajahnya yang cantik. Dengan gembira segera teriaknya keras-keras: "Hey ciangkun
(panglima) aku berada disini"
sekali lagi ketiga sosok makhluk tinggi besar itu memperdengarkan suara pekikan yang keras,
sementara sorot matanya yang tajam bagaikan sembilu mengawasi wajah Kim Thi sia tanpa
berkedip. Tanpa sadar pemuda kita mundur dua langkah kebelakang perasaan ngeri seram dan bimbang
menyelimuti benaknya. sementara itu Kim huan kuncu telah mengoceh dengan kata-kata asing yang aneh, Kim Thi sia
tak mengerti apa yang sedang dibicarakan gadis tersebut, ia hanya berdiri termangu- mangu
ditempat. Ketiga makhluk raksasa yang dipanggil "panglima perang" itu pelan-pelan berjalan mendekat,
setiap ayunan kakinya selalu melebihi jarak sejauh satu kaki. Dalam waktu singkat mereka telah
tiba lebih kurang tiga kaki dihadapan Kim Thi sia.
"seakan-akan aku merasa sangsi." Ketiga makhluk raksasa itu memandang sekejap kearah Kim
huan kuncu yang berada dalam pelukan Kim Thi sia, kemudian mereka menghentikan langkahnya
dan mengawasi kedua orang tersebut dengan sorot matanya yang tajam dan mengerikan.
Kim Thi sia amat terkejut, ia merasa ketiga orang tersebut adalah makhluk aneh yang manusia
bukan manusia, monyetpun bukan monyet. seluruh badan mereka ditumbuhi bulu yang amat
tebal, dari tulang kening kebawah tumbuh bulu hitam yang panjang sekali seperti kepala singa,
sedangkan pinggangnya yang besar memakai kulit binatang selebar tiga depa saja. Hal ini
membuat bentuknya tidak mirip seekor binatang liar.
Makhluk raksasa itu memiliki sepasang lengan yang luar biasa panjangnya dan terkulai
kebawah hampir menyentuh permukaan tanah, Mulutnya yang besar bila terbuka lebar kelihatan
barisan giginya yang putih runcing, agaknya barang siapa sampai tergigit olehnya, baik binatang
maupun manusia niscaya akan tewas seketika.
Apalagi mereka sedang marah. sepasang matanya melotot besar dan memancarkan sinar
menggidikkan, begitu seramnya bentuk mereka sampai Kim Thi sia yang tak takut bumi pun ikut
mengucurkan keringat dingin.
satu hal yang membuatnya tak habis mengerti adalah sebutan Kim huan kuncu kepada mereka
bertiga sebagai "Ciangkun" atau panglima perang, mungkinkah panglima perang dari negeri Kim,
negeri bermusuhan dengan daratan Tionggoan macam begitu"
Diam-diam ia mulai menguatirkan keselamatan negerinya, sebab bila apa yang dibayangkan
benar, jelas sudah bahwa negeri Kim merupakan negeri yang cantik jelita bak bidadari dari
khayangan membuat pemuda kita diam-diam menghembuskan napas panjang.
Kecantikan Kim huan kuncu memang tiada taranya, belum pernah ia saksikan gadis secantik ini,
karenanya ia tak yakin kalau kaisar dari negeri Kim adalah seorang dari suku bangsa liar yang
belum beradab. sebab kecantikan serta gerak gerik nona ini tak mungkin bisa muncul dari didikan
seseorang yang liar, buas dan belum beradab. setelah termenung berapa saat lamanya ia berkata
kemudian- "Kim huan kuncu apakah rakyat dinegeri Kim kalian bertampang macam mereka semua?"
Kim huan kuncu tertegun, ia tak menyangka kalau pemuda tersebut tidak berhasrat untuk
melarikan diri, sebaliknya malah mengajukan pertanyaan seaneh itu Maka dengan perasaan ingin
tahu sahutnya: "Tidak"
oooo0oooo Kim Thi sia menghembuskan napas lega katanya lagi sambil tertawa:
"ooooh....tadinya aku mengira rakyat negeri Kim adalah manusia-manusia liar yang belum
beradab dan gemar minum darah manusia."
Kim huan kuncu segera berkerut kening tak terlukiskan rasa benci, muak serta mendongkolnya
. Tapi sebelum dia sempat mengucapkan sesuatu, kembali Kim Thi sia tertawa terbahak-bahak
seraya bergumam: "Bukan cuma begitu, rakyat negeri Kim bukan manusia biasa, apa sih yang mereka miliki"
Huuuh, jauh berbeda dengan bangsa Han yang memiliki negeri kaya raya dengan tanah yang luas
dan subur, sejarah serta kebudayaan yang amat tingi. coba kalau raja Kim berani menyerbu,
semua bangsa Han pasti akan bangkit untuk membasminya dari muka bumi, mana mungkin telur
bisa diadu dengan batu" Huuuuh, itu mah berarti mencari keanehan bagi diri sendiri......"
Lalu setelah tertawa tergelak, lanjutnya:
"Haaaah......haaaah.....haaaah......" katanya saja. "Biar kesuruh ayah baginda membasmi
seluruh bangsa Han.....haaaah..... haaaah....... aku rasa kau sedang mengingau disiang bolong.
Memangnya kau anggap bangsa Han adalah bangsa tempe" Padahal cukup dengan tenaga sejari
kelingking negerimu pasti hancur dan rata dengan tanah."
Pada mulanya Kim huan kuncu masih mengawasi pemuda tersebut dengan kebingungan selesai
mendengarkan perkataan tersebut tiba-tiba teriaknya keras:
"Ciangkun, orang itu jahat sekali, cepat kalian hajar dirinya habis-habisan untuk membalaskan
sakit hatiku" Ketiga makhluk raksasa tersebut segera mengepung Kim Thi sia dari tiga jurusan yang berbeda,
akan tetapi mereka tak berani bergerak secara sembarangan sebab Kim huan kuncu masih berada
ditengah pemuda tersebut.
Mereka kuatir bila ditindak secara gegabah hingga tuan putrinya menderita cedera, siapa yang
sanggup menanggung tanggung jawab seberat itu"
Melihat ketiga makhluk itu tak bergerak sekali lagi Kim Thi sia menghembuskan napas lega.
Iapun ikut tak bergerak. Menurut ayahnya dulu, dalam ilmu peperangan terdapat sebuah taktik yang berbunyi demikian" Dengan tenang mengatasi gerak, dengan ketenangan menaklukkan lawan- cari keteledoran
musuh dan serangnya habis-habisan, kemenangan pasti berada dipihak kita.
Tanpa berkedip diawasinya gerak gerik ketiga orang musuhnya itu, sebaliknya ketiga makhluk
raksasa itupun mengawasi dirinya lekat-lekat, tatkala sorot mata mereka saling bertemu. Kim Thi
sia cepat-cepat melihat kearah lain- Ia merasa sinar mata yang terpancar sinar dari balik mata
lawan lebih tajam daripada sembilu. sehingga ia tak mampu beradu pandangan dengannya.
Dengan tak senang hati Kim huan kuncu berseru lagi. "Hey tak usah perduli diriku apakah
kalian berani membangkang perintah?"
"Baik, akan kulaporkan peristiwa ini kepada ayah baginda."
Belum selesai perkataan itu diutarakan makhluk raksasa yang berwajah menyeramkan itu telah
mendesak maju lebih kedepan. Kim Thi sia segera membentak keras:
"Barang siapa berani bergerak lagi secara sembarangan, akan kubunuh perempuan ini lebih
dulu.." tangannya segera diangkat dan siap menghantam buru-buru Kim huan kuncu......
Tentu saja ketiga makhluk raksasa itu menjadi ketakutan, serentak mereka menghentikan
langkah masing-masing. Padahal pemuda kita berbuat demikian hanya bermaksud mencegah gerak maju lawan. Tapi ia
tak mengira bahwa tindakannya tersebut justru merupakan suatu taktik peperangan yang lihay
sekali. Kim huan kuncu membencinya setengah mati bukan saja pemuda tersebut membuatnya
terkejut dan ketakutan, berulang kali ia dihina dan dicemoohkan rasa benci dan dendamnya
benar-benar sudah merasuk sampai kedalam tulang sum sum. Lagi-lagi ia membentak:
"Aku toh menyuruh kalian tak usah menggurbisku, mengapa kalian tetap berdiam diri.
Aku........." Berbicara sampai disitu, ia seperti teringat akan sesuatu, tiba-tiba matanya menjadi merah
terusnya: "Aku tahu, ayah baginda tak ada disini maka kalianpun tak sudi menuruti perkataanku
lagi............." suaranya amat sedih, murung dan mengetuk perasaan siapapun, berbeda sekali dengan nada
ketus yang diperdengarkan semula.
Kim Thi sia benar-benar beriba hati hampir saja ia meneuruti emosinya dan membebaskan
gadis tersebut. Akan tetapi ketiga makhluk raksasa itu seperti mempunyai kesulitan yang amat besar mereka
saling berpandangan dengan sedih mulutnya terbungkam dan tiada reaksi apa-apapun yang
diperbuatnya. Kim Thi sia adalah seorang lelaki yang gagah dan perkasa. Ia merasa tindakannya
mempergunakan seorang gadis lemah sebagai tameng bukankah perbuatan seorang lelaki sejati.
Maka dengan secara tiba-tiba ia melepaskan dekapannya atas nona itu, kemudian katanya
dengan lantang: "Nah, dengan berbuat demikian tentunya kalian tak usah takut untuk bertindak bukan" Bila
ingin berkelahi, ayolah maju bersama-sama."
Ketiga makhluk raksasa itu belumjuga bergerak. ditunggunya sampai Kim huan kuncu pergi
jauh, mereka baru terpekik girang lalu menerjang kemuka bersama-sama.
Perawakan tubuh mereka bertiga betul-betul besar lagi lebar, dalam waktu singkat Kim Thi sia
hanya merasakan timbulnya deruan angin kencang dari empat penjuru, lalu terlihatlah tiga sosok
bayangan hitam menyergap tiba dengan hebatnya.
Pemuda itu menjadi panik sekali, tanpa berpikir panjang ia segera menerjang kemuka dan
menumbuk dengan kepalanya. "Blaaaaammm........."
Akibat tumbukan tersebut, makhluk raksasa yang menerjang datang lebih dulu itu tergetar
mundur satu langkah tapi sepasang lengannya segera menyambar dan berusaha memeluknya.
sayang usaha itu menemui kegagalan- hal ini membuat simakhluk raksasa itu mengerang
penuh kemarahan- Dipihak lain, agaknya Kim huan kuncu menganggap kejadian itu sangat menggelikan, tiba-tiba
saja ia tertawa cekikikan, wajahnya yang nampak begitu ceria dan cantik membuat Kim Thi sia
menjadi termangu- mangu untuk berapa saat.
Tiba-tiba Kim huan kuncu mendengus dingin dan menutup wajahnya dengan ujung bajunya.
Kim Thi sia segera tersadar kembali dari lamunannya, tapi pada kesempatan itulah salah satu
diantara makhluk raksasa itu sudah menerjang maju kemuka, telapak tangannya yang lebar
bagaikan kipas dipentangkan dan.....
"plaaakkkk......."
Tubuh Kim Thi sia terhajar telak sehingga ia menjerit kesakitan tubuhnya mencelat sejauh
empat lima kaki dari posisi semula.
Berada dalam keadaan demikian- ia tak berani bertindak gegabah lagi, ia tahu ketiga makhluk
raksasa itu selain memiliki kekauatan yang luar biasa besarnya, merekapun memiliki ilmu silat
yang tangguh. Masih untung saja dia memiliki ilmu Ciat khi mi khi yang tahan pukulan cepat-cepat dia
mengatur pernapasan sebentar begitu kekuatannya pulih kembali seperti sedia kala cepat-cepat
dia melompat bangun kembali....
Tampaknya Kim huan kuncu merasa keheranan dengan peristiwa ini dia berseru tertahan lalu
gumamnya: "sungguh mengherankan, padahal Hon ciangkun luar biasa hebatnya. seekor harimaupun


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mampu dicabik-cabik secara mudah, kenapa lelaki bau itu tidak sampai mampus......?"
Ditengah keheningan yang mencekam seluruh jagat, Kim Thi sia dapat menangkap suara
gumaman itu secara cepat, diam-diam ia tertawa geli kemudian sambil membalikkan badan ia
menerjang makhluk raksasa yang berada disebelah timur.
Ketika empat telapak tangan saling beradu satu dengan yang lain terjadilah suara bentrokan
yang keras sekali. "Duuuuuuk...."
Pasir dan debu beterbangan keangkasa, lagi-lagi tubuhnya mencelat sejauh empat lima kaki
dari tempat semula bagaikan layang-layang yang putus benang dan terbanting keras-keras diatas
tanah. Kini, celananya sudah robek tak karuan lagi bentuknya bahkan celana dalampun sudah
kelihatan tapi semuanya itu tidak membuatnya sedih, ia malah kegirangan setengah mati.
sebab pada bentrokan yang terakhir ini ia menemukan bahwa tenaga dalam yang dimilikinya
telah memperoleh kemajuan yang amat pesat dan jauh berbeda dengan kekuatannya dulu.
Padahal jangka waktunya belum lama dari sini dapat disimpulkan kalau masa depannya pasti
cemerlang. Berpendapat sampai disini diam-diam pikirnya lagi dengan perasaan terkejut bercampur girang:
"Coba kalau bentrokan ini berlangsung dua tiga hari berselang, niscaya badanku akan mencelat
sejauh sepuluh kaki lebih dari posisinya semula........."
Kenyataan memang membuktikan kalau tenaga dalam yang dimiliki ketiga orang makhluk
raksasa tersebut tidak berada dibawah kemampuan ketua Tay sangpang sipukulan penggetar
langit Khu It kim. Jikalau Khu It kim sanggup menghajarnya hingga mencelat sejauh delapan kaki lebih berarti
ketiga orang raksasa inipun mampu melakukan hal yang sama.
Tanpa terasa semangatnya berkobar dengan hebatnya, ia segera berpaling dan memperhatikan
lawannya. Waktu itu, ketiga makhluk raksasa tadipun sedang mengawasinya dengan seksama, mereka
tidak bergerak karena belum mengetahui bagaimanakah nasib lawannya.
Maka sambil tertawa nyaring, pemuda kita segera melompat bangun dan maju menghampiri
mereka. Benar juga, ketiga makhluk raksasa itu segera tertegun dibuatnya, sepasang mata mereka
sempat terbelalak lebar. Raksasa yang berada disebelah kiri itu mengerang secara tiba-tiba. Kemudian mengayunkan
tangannya menyerang rekannya yang berada disisi lain, dengan cepat kedua orang tersebut disisi
lain, dengan cepat kedua orang tersebut sudah saling beradu tenaga satu kali.
Ditengah bentrokan yang memekikkan telinga, kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur
sejauh satu langkah. Kepandaian yang berusaha mereka lakukan membuktikan kalau ilmu silat yang mereka miliki
sama sekali belum pernah, tapi anehnya serangan gabungan dari mereka bertiga tak berhasil
membunuh pemuda tersebut" Kim Thi sia amat geli, segera ejeknya:
"Hey, mengapa kalian bertiga tidak melancarkan serangan bersama-sama" Kalau menyerang
secara bergilir satu demi satu. selamanya aku tetap hidup dengan segar bugar."
Ketiga orang makhluk raksasa itu saling berhadapan sekejap. sorot mata mereka segera
memancarkan sinar tajam, sambil berpekik keras, tiba-tiba mereka melancarkan serangan
bersama kedepan- Gabungan tenaga mereka bertiga ternyata memang luar biasa sekali dalam waktu singkat
pepohonan telah dibikin goncang, pasir dan debu berterbangan keangksa, gulungan angin
serangan yang membawa suara desingan tajam yang memekikkan telinga secepat kilat kemuka.
Berubah hebat paras muka Kim Thi sia, sekarang ia baru merasa menyesal sekali dengan
tantangannya. Belum sempat ingatan kedua melintas lewat, gulungan angin pukulan yang maha dahsyat itu
sudah melemparkan tubuhnya hingga mencelat sejauh belasan kaki lebih.
Berada ditengah udara, ia merasakan kepalanya pening tujuh keliling dadanya terasa sakit
sekali napasnya sesak dan sekujur badannya menjadi kaku serta mati rasa. "Aduh celaka"
pekiknya dihati. Tapi saat itulah badannya sudah terlempar masuk kebalik sebatang pohon dengan dedaunan
yang rimbun- Batang dan ranting pohon berguguran keatas tanah diiringi suara benturan keras, tubuhnya
sekali lagi terbanting keras-keras keatas semak belukar.
Dada bahu lengan dan kakinya segera terluka dan mengucurkan darah sementara bagian tubuh
yang lain dipenuhi luka guratan terkena duri-duri semak yang tajam.
Walau tak sampai mampus merasakan penderitaan yang jauh lebih menyiksa daripada
kematian begitu terbanting keatas tanah, ia segera jatuh tak sadarkan diri
Dengan cepatnya ketiga makhluk raksasa itu memburu datang ketika dilihatnya pemuda itu
sudah tak berkutik lagi, lengan dan kakinya sudah mendingin. Mereka mengira lawannya sudah
mati diiringi gelak tertawa aneh, mereka segera beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
Kim Thi sia sudah mencoba untuk meronta apa daya seluruh badannya terasa kaku dan mati
rasa, terpaksa dia mengurungkan niatnya itu.
Meski begitu Kim Thi sia tidak menyerah kepada nasib, diam-diam ia berusaha mengatur
pernapasan dengan ilmu Ciat khi mi khinya. Apalagi dalam bentrokan yang terjadi barusan ia
berhasil menghisap sejumlah hawa murni yang tak sedikit jumlahnya sekalipun sekujur badannya
dibikin kesemutan hingga tak mampu berkutik lagi.
Ia segera mengerti bahwa hanya meronta saja tak ada gunanya, ia membutuhkan istirahat
sekarang, namun ia tak mampu mengendalikan rasa mangkelnya, beberapa kali dia ingin berteriak
untuk menyatakan bahwa ia belum mampus.....
Tapi sayang ia tak mampu berbicara sehingga niatnya itu terpaksa diurungkan kembali.
Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar Kim huan kuncu berkata dengan suaranya yang merdu.
"Ciangkun, disakunya terdapat sebilah pedang mestika yang indah sekali, aku menginginkan
benda itu....." Dibalik nada pembicaraannya ternyata tak tersalip rasa iba atau kasihan karena kematiannya,
dalam sekejap mata itulah tiba-tiba Kim Thi sia merasa sangat membencinya.
"Bila aku masih mempunyai sedikit kekuatan pasti akan kucemooh dan kuhina dirinya......"
demikian ia berpikir dihati.
sayang sekali hal tersebut tak mampu dilakukan karena tenaga untuk berbicara pun sudah tidak
dimiliki lagi sekarang. Hawa murni beredar sekali demi sekali peredaran tersebut berlangsung amat lambat membuat
Kim Thi sia gelisah, masgul dan sangat mendongkol...
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia yang amat berat. Kim Thi sia segera
memejamkan matanya rapat-rapat. Tapi ia sempat mendengar gelak tertawa aneh yang makin
lama semakin menjauh. Menanti ia membuka matanya kembali pedang mestika leng gwat kiam
sudah lenyap dari sisi tubuhnya.
Rasa gusar dan benci segera bercampur aduk menjadi satu, entah karena tenaga dalamnya
telah pulih kembali ataulah disebabkan desakan semangatnya yang berkobar-kobar tahu-tahu ia
dapat duduk kembali. Dikejauhan sana ia saksikan ketiga orang makhluk aneh tersebut sedang berjalan meninggalkan
tempat tersebut mengiringi Kim huan kuncu yang cantik..... Ia tak sanggup menahan diri lagi
dengan penuh amarah teriaknya keras-keras: "Bajingan busuk. kembalikan pedangku"
Dengan perasaan terkejut ketiga makhluk raksasa serta Kim huan kuncu berpaling. Kim Thi sia
meronta dengan sepenuh tenaga, namun ia tak mampu berdiri kembali.
Dalam waktu singkat ketiga makhluk raksasa tadi telah berjalan balik, dari balik matanya yang
lebar terpancar pancaran sinar benci dan napsu membunuh yang tebal.
Melihat kehadiran ketiga orang musuhnya Kim Thi sia kembali merasa menyesal, tapi belum
lenyap ingatan tersebut, ingatan lain telah melintas kembali, dengan suara keras segera
umpatnya: "Biarpun hati ini aku Kim Thi sia bakal mampus ditangan kalian, tapi dua puluh tahun kemudian
pasti akan muncul seorang Kim Thi sia lagi yang akan membalaskan dendam bagi kematianku"
Ketiga makhluk raksasa itu telah mengayunkan telapak tangannya bersama-sama dibawah sinar
rembulan tampak cepat segumpal cahaya merah membara dibalik telapak tangannya ya lebar itu,
entah ilmu silat apa yang mereka latih.
setelah sadar bahwa kematian segera akan tiba Kim Thi sia malah tidak merasa takut barang
sedikit jua. sambil berpeluk tangan diawasinya ketiga orang itu dengan sinis.
Jarak antara kedua belah pihak kian lama kian bertambah dekat, tiba-tiba ketiga orang raksasa
itu berpekik nyaring sambil menerjang maju kedepan.
Jangan dilihat tubuh mereka yang tinggi besar hingga kelihatan lamban, ternyata ilmu
meringankan tubuh yang mereka miliki terbukti sangat tangguh.
Tapi sedetik sebelum serangan mereka bertiga dilontarkan, mendadak terdengar lagi Kim huan
kuncu berkata merdu. "sudahlah, lebih baik ia belum mampus kalau tidak hatiku pasti tak akan tenteram."
Agaknya ketiga makhluk raksasa itu amat menurut perkataannya. serentak mereka hentikan
perbuatannya lalu setelah melototi pemuda itu sekejap dengan penuh kebencian mereka
membalikkan badan dan berjalan balik,
sebelum hilang rasa gusar Kim Thi sia tentu saja ia tak sudi menerima kebaikannya, kembali
umpatnya: "Hey, kalau toh sudah berniat menjadi perampok, apa gunanya berlagak sok berwelas kasih?"
Kim huan kuncu segera menghentikan langkahnya seraya berpaling selapis hawa amarah
menyelimuti wajahnya yang cantik serunya:
"Huuuh, apa sih kedudukanmu" Berani amat mencaci maki diriku......."
serentak ketiga orang makhluk raksasa itu membungkukkan badannya siap menerima perintah.
Tapi dengan lembut Kim huan kuncu mengulapkan tangannya seraya berkata lagi: "Sudahlah,
ampuni selembar jiwanya sekali lagi" sambil tertawa dingin Kim Thi sia segera berseru:
"Heeeh......heeeh......heeeh......sekarang kau boleh bergaya dihadapanku tapi jangan lupa aku
Kim Thi sia masih akan menuntut balas atas perlakuanmu hari ini. Pergi saja kau pokoknya suatu
saat aku orang she Kim pasti akan menuntut kembali pedang Leng gwat kiam tersebut......."
Kim huan kuncu mendengus dingin"Hmmmm, apa sih hebatnya dengan sebilah pedang mestika" biar kau tak rela, biar kubeli
berapapun harganya."
sambil berkata ia mengeluarkan tiga butir mutiara yang gemerlapan dan segera diangsurkan
kedepan- Mutiara itu besarnya seperti buah kelengkeng, sebutirpun nilainya sudah tak terhitung apalagi
tiga sekaligus. Boleh dibilang harganya bisa menjadikan seseorang menjadi jutawan baru.
sayang sekali orang yang dihadapinya adalah Kim Thi sia yang tak membutuhkan harta
kekayaan sikap gadis tersebut hendak membeli pedangnya dengan uang justru dinilai sebagai
suatu penghinaansaking gusarnya pemuda kita sampai tak mampu berkata-kata, dia hanya bisa bergumam
dihati: "Aku pasti akan menyiksamu pasti......kau terlalu menghina aku kelewat memandang rendah
nilaiku sebagai seorang lelaki"
Kim huan kuncu mengira pemuda tersebut tertarik dengan mutiaranya ia semakin
mencemoohnya makin memandang rendah dirinya, sehabis mendengus ia segera membalikkan
badan dan beranjakpergi dari sini.
Merah membara sepasang mata Kim Thi sia tiba-tiba ia berteriak keras dan merangkak kedepan
dipungutnya ketiga butir mutiara tersebut kemudian dibuang jauh-jauh dari situ teriaknya lagi
sambil tertawa seram: "Heeeeeh......heeeeeh......heeeeeeh....... perbuatanmu memang benar, bagus sekali
perbuatanmu, aku Kim Thi sia benar-benar takluk. Haaaah.....haaaah......haaaah...."
Kim huan kuncu menghentikan langkahnya sewaktu mendengar seruan tersebut ia segera
berkerut kening sesudah melihat kelakuan pemuda tadi katanya terkejut bercampur keheranan"Kalau kau tak mau menerima ya sudahlah pokoknya pedang ini sudah kubeli."
Dalam pada itu dua orang makhluk raksasa telah menggotong keluar sebuah tandu kecil dari
balik pepohonan. sambil memeluk pedang Leng gwat kiam itu. Kim huan kuncu naik keatas tandu kecil lalu diikuti
tiga orang raksasa lain berlalulah mereka dari situ dengan kecepatan tinggi.
Angin malam berhembus lewat suasana disekeliling tempat itu pulih kembali dalam keheningan Maling Budiman Berpedang Perak 1 Mutiara Hitam Karya Kho Ping Hoo Pendekar Buta 6

Cari Blog Ini