Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma Bagian 10
885 terbuktikan. Semuanya bermula dengan? pengepungan Chang'an
oleh gabungan pasukan pemberontak di seluruh Negeri Atap
Langit, yang digalang oleh Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang.
Ketika kepentingan pencurian pedang mestika sudah tersingkirkan
sebagai tujuan utama, segala peristiwa yang berlangsung
menghubungkannya dengan pencurian berpeti-peti uang emas
perbendaharaan negara, yang menentukan kesetimbangan tata
keuangan Negeri Atap Langit.
Pencurian berpeti-peti uang emas terhubungkan dengan jaringan
orang kebiri, dengan teka-teki yang seolah-olah tak terpecahkan
tentang rahasia negara yang terbagi tiga di antara Si Cerpelai, Si
Tupai, dan Si Musang, yang ketiganya sudah tewas. Namun
jaringan orang kebiri, yang sepanjang sejarah akan selalu
tertandingi oleh jaringan putri istana, tampak terdesak ketika Putri
Anggrek Merah menjadi kekasih tercinta sang maharaja, dengan
suatu pertanyaan besar: Putri Anggrek Merah itu kekasih setia atau
mata-mata" Dalam penyelidikan Harimau Perang, yang tidak
kuketahui apa buktinya, perempuan terindah itu adalah bagian dari
jaringan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang, dan karena itu
dibunuh. Terbentuk suatu kedudukan berhadapan, yakni Harimau Perang
yang didatangkan maharaja untuk menghadapi, melawan, dan
886 membongkar keberadaan musuh-musuh negara di dalam selimut;
dan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang yang dari tahun ke tahun
berhasil menggabungkan berbagai jaringan perlawanan di seluruh
Negeri Atap Langit, dan menjadikannya pengepungan yang telah
mengharu-biru Chang'an. Namun ketika kepungan itu akhirnya
dihancurkan, kecurigaanku sangat besar bahwa pengepungan itu
sendiri hanyalah bagian dari siasat, tepatnya suatu pengalihan
perhatian yang belum dapat kuketahui apa tepatnya.
Benarkah untuk mencuri peti-peti uang emas saja atau peti-peti
uang emas hanyalah alasan agar seorang pembunuh bisa
menembus lingkaran perlindungan maharaja, dan berhadapan
muka supaya bisa menewaskannya" Betapapun, mengapa justru
Harimau Perang yang disebut-sebut oleh orang-orang kebiri
penuntun keledai, sebelum akhirnya mereka digorok orang-orang
kebiri pembunuh itu" Kalau melihat bahwa pembunuh-pembunuh
itu justru terhalangi oleh para Pengawal Anggrek Merah, sudah
jelas apa yang disebut kecurigaan Harimau Perang, bahwa Putri
Anggrek Merah adalah mata-mata yang ditanam oleh Yang Mulia
Paduka Bayang-Bayang sama sekali tidak beralasan, meskipun
memang benar Putri Anggrek Merah adalah kerabat Yan Guifei,
artinya kerabat Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang juga!
887 Kecuali, ya, kecuali, jika sebetulnya Putri Anggrek Merah
mengetahui sesuatu yang tidak boleh diketahuinya tentang
Harimau Perang... Kuingat lagi Sun-Tzu berkata: mata-mata mati artinya mata-mata yang sengaja menggubah keterangan keliru
lantas memberikannya kepada musuh 1
Senja menggelap dan mengubah diri menjadi malam. Kudengar
suara alang-alang tersibak, seolah-olah binatang melata sedang
melewatinya. Tetapi jika ini memang binatang melata, kukira tidak
ada binatang melata yang begitu besar di luar Chang'an. Panah
Wangi yang merayap cepat bagaikan seekor kadal sudah kembali.
Ia bertahan merayap meski hari gelap karena jika ia berdiri dan
berjalan tegak tiada jaminan para Pengawal Anggrek Merah yang
tinggi ilmunya tidak akan melihatnya.
888 Panah Wangi tidak langsung bicara dan mengambil pundi-pundi
airnya, minum terlebih dahulu, lantas barulah berbicara sambil
berbisik-bisik. "Adik seperguruan mereka yang paling bungsu itu bukanlah
penculiknya," kata Panah Wangi, "dia dipaksa ikut menembus jalan
rahasia dengan maharaja sebagai sandera."
Agaknya Istana Terlarang juga dirancang sebagai tempat
perlindungan bagi maharaja dalam keadaan darurat. Dengan
pergantian lingkaran terdalam pengawalan, dari Pasukan Hutan
Bersayap kepada Pengawal Anggrek Merah, terdapat juga
pergantian cara-cara penjagaan yang tanda-tanda rahasianya
hanya diketahui para Pengawal Anggrek Merah.
Penculik ini sudah berhasil menembus masuk, mampu melumpuhkan kelima penjaga, tetapi menyisakan satu penjaga
yang mungkin terlemah agar menjadi kunci jalan keluar yang
penuh jebakan itu. "Pantas jejak kuda itu dalam sekali," kataku, "Satu kuda
ditunggangi tiga orang, dan tempat ini belum terlalu jauh dari
Chang'an. Tidak mungkin kuda tempur membawa beban lebih jauh
lagi." 889 Panah Wangi diam cukup lama sebelum melanjutkan katakatanya, bahkan menghela nafas panjang.
"Banyak sekali jejak kaki kuda di situ," katanya dengan nada
menahan perasaan, "adik seperguruan mereka itu dibunuh dengan
kejam, setelah diperkosa banyak orang."
MATAHARI belum terbit, tapi langit sudah cukup terang, ketika dari
kejauhan kami lihat para Pengawal Anggrek Merah tertunduk di
depan tumpukan batu-batu. Di bawah batu-batu itulah adik
seperguruan mereka yang malang akan ditinggalkan. Tiada waktu
untuk upacara pembakaran dan penyimpanan abu, karena para
penculik maharaja, yang juga telah memperkosa dan membunuh
adiknya, harus mereka buru. Sudah jelas betapa perempuanperempuan perkasa ini akan menghukum mati manusia-manusia
busuk itu. Kami lihat mereka berpencar. Sembilan orang menuju sembilan
arah, yang membuat kami tertegun dan bingung, sehingga kami
harus menunggu sembilan orang ini menjadi noktah terlebih dulu
sebelum kami datang dan menyelidiki tempat itu. Ketika kami tiba
di sana ternyatalah bahwa jejak tapak kaki kuda itu memang
banyak sekali, dan betapa pula telah menjadi neraka bagi
perempuan muda yang malang. Masih terlihat empat lubang
890 tempat menancapkan tonggak yang diambil dari dahan pohon
yang ada di situ, yang jelas digunakan untuk mengikat kedua
tangan dan kaki. Kukira dalam keadaan seperti itulah adik seperguruan mereka itu
ditinggalkan, sehingga jika tidak mereka temukan bisa saja
menjadi makanan binatang. Namun pastilah terutama bagaimana
wujud perempuan itu, yang menggambarkan apa yang telah
dialaminya, membuat kami dengar tangisan yang memilukan itu.
Kubayangkan betapa dengan remuk-redam mereka punguti segala
sesuatu yang menjadi bagian kekejaman itu. Dahan yang
tertanam, tali pengikat tangan dan kaki, kain merah yang tercabikcabik, mungkin telah mereka kuburkan di bawah tumpukan batubatu, tetapi mungkin mereka bagi sembilan sebagai barang bukti
bagi pembalasan dendam. Dengan mengamati dan memilah jejak kaki kuda dan manusia
yang bertumpuk-tumpuk di tempat itu, dapatlah kami pastikan
bahwa terdapat 18 orang yang menganiaya pengawal maharaja
ini. Sangat mungkin, memang agar maharaja dari Wangsa Tang
yang sangat berkuasa di Negeri Atap Langit itu melihat dan
mendengar semuanya, tanpa bisa melakukan apa pun dan merasa
tidak berdaya. Dapat kubayangkan sang maharaja telah 891 menawarkan segalanya yang paling mungkin agar perempuan itu
dibebaskan, yang hanya ditanggapi dengan pelecehan dan
penghinaan yang lebih tidak berperasaan lagi.
Kong Fuzi berkata: manusia yang melakukan kesalahan
dan tidak memperbaikinya akan melakukan kesalahan lagi 1
Jadi 17 orang telah menunggu di tempat itu. Mungkin untuk
membingungkan pengejaran, mereka telah memencarkan diri ke
sembilan jurusan. Berarti setiap anggota Pengawal Anggrek Merah
akan mengejar dua orang dari gerombolan pembunuh dan
pemerkosa adik mereka itu, dan salah satu di antaranya akan
mengejar dua orang yang membawa sang maharaja.
Kemungkinan besar kepala regu Pengawal Anggrek Merah itulah
yang akan membawa maharaja. Kami sebetulnya menemukan
satu jejak yang lebih kurang kentara di banding lainnya, yakni kuda
yang tidak ditunggangi, karena disediakan untuk membawa
maharaja, yang kemungkinan telah ditotok agar tidak bisa bergerak
bebas dan tidak bisa bersuara. Jadi, dengan kuda yang datang dari
Taman Terlarang, semuanya terdapat 19 jejak kaki kuda, dan kami
892 mencari yang berangkat bertiga. Kami pun bisa melihat jejak
seekor kuda yang mengikuti jejak tiga kuda di depannya. Selama
jejak-jejak itu masih menyatu dan belum berpisah ke lain arah,
kami bisa mengikuti dan melaju dengan cepat.
Jejak yang kami ikuti berjalan lurus ke arah barat laut tempat
terdapatnya Longyou, tetapi kota itu untunglah masih cukup jauh,
sebab dapat kubayangkan bagaimana rumitnya mengikuti langkah
mereka dalam penyamaran. Maharaja akan diganti bajunya seperti
rakyat biasa, begitu pula pemimpin regu Pengawal Anggrek Merah
tidak akan berbusana serbamerah lagi, meskipun tentunya tetap
busana lelaki, apalagi kedua penculiknya yang belum kami kenal
sama sekali. Sebetulnya diriku maupun Panah Wangi juga belum pernah
melihat wajah maharaja. Tidak banyak orang pernah melihat
wajahnya, kecuali dari jauh sekali, selain para pejabat negara dan
para penghuni istana. Namun diculiknya maharaja ini haruslah
dirahasiakan serapat-rapatnya, karena jika diketahui sedang
berada di jalanan kubayangkan tanpa perlindungan beterbanganlah segala selayaknya, pembunuh dapat bayaran, pemburu hadiah, petugas rahasia negara-negara lawan, dan siapa
pun yang memiliki dendam pribadi, untuk memburunya ke segenap
pelosok Negeri Atap Langit maupun negeri-negeri tetangganya.
893 Kami memacu kuda dengan cepat mengikuti jejak tiga kuda yang
diikuti jejak seekor kuda lagi. Semakin cepat maharaja dibebaskan
adalah semakin baik, karena kekosongan kepemimpinan negeri
sebesar ini tidak bisa dibiarkan berlangsung terlalu lama.
MATAHARI meninggi dan kami masih juga menyusuri jejak di
lautan alang-alang, yang meskipun cukup tinggi tetapi selalu
merunduk, karena angin yang terus bertiup kencang sepanjang
padang, yang begitu luas bagai tiada bertepi. Angin bertiup begitu
kencang sehingga kuda kami hanya bisa maju dengan perlahanlahan sekali. Perjalanan ke arah Longyou, jika memang ke sana
arah yang dituju para penculik, akan melewati wilayah tersempit di
Negeri Atap Langit yang terjepit antara wilayah Kerajaan Tibet dan
wilayah suku-suku Uighur yang dikuasai para khan. Itulah wilayah
yang dikuasai dan diperintah para jiedushi atau panglima perang,
yang merasa diri mereka penting atas masih bertahannya
kekuasaan Wangsa Tang. Bersama dengan melemahnya kendali Chang'an semenjak
pemberontakan An Lushan, wilayah-wilayah yang jauh dari pusat
banyak yang menolak untuk membayar pajak, dan wilayah-wilayah
tempat berlangsungnya bentrok tidak kunjung usai dengan negerinegeri tetangga bukanlah perkecualian. Ke manakah para penculik
itu akan menuju" 894 "Tersebarnya para penculik ke sembilan jurusan ini jelas bukan
cara yang biasa digunakan para penjahat kambuhan," kata Panah
Wangi, "melainkan cara-cara para petugas rahasia dalam keadaan
perang. Mungkin mereka berasal dari kalangan tentara."
"Tentara dari mana?"
"Mengingat tempat terjadinya peristiwa ini, memang bisa diterima
jika mempertimbangkan bahwa para petugas rahasia Kerajaan
Tibet atau orang-orang Uighur yang melakukannya," jawab Panah
Wangi, "tetapi kurasa ini dilakukan pihak Negeri Atap Langit
sendiri." "Apa dasarnya?"
"Mereka tidak akan memecah diri ke sembilan jurusan tanpa
pengetahuan tentang wilayah yang sangat baik, karena pasti sadar
yang mengejarnya adalah para Pengawal Anggrek Merah."
"Tapi kita tidak tahu apa yang sebetulnya mereka pikirkan," kataku,
"hanya jejak itu yang bisa dipastikan."
"Aku hanya takut tiga kuda yang kita ikuti ini juga tidak membawa
maharaja." 895 Di tengah angin yang menderu-deru aku tertegun. Panah Wangi
memang berpikir tajam. Namun ia juga mempertimbangkan bahwa
dalam buru-memburu ini terjadi permainan pikiran. Artinya yang
diburu bermain dengan pikiran di kepala pemburunya, mencoba
mengecoh, mengarahkan, menjebak, dan mempermainkannya;
sedangkan yang memburu pun berusaha menghindar untuk
terkecoh, terarahkan, terjebak, dan terpermainkan, bahkan jika
mungkin melampaui dan ganti menempatkan yang dikejarnya ke
dalam perangkap. "Jadi, sebetulnya yang kita buru sekarang membawa maharaja
atau tidak?" "Mereka tentu tahu, berdasarkan jejak kudanya kita akan berpikir
seperti itu, tetapi mereka juga tahu kita akan mempertimbangkan
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemungkinan bahwa maharaja cukup dijaga satu orang di antara
delapan pasang penculik yang pergi ke delapan jurusan," kata
Panah Wangi lagi, ''sehingga jika tiga orang yang pergi ke barat
laut, yakni jurusan yang ke sembilan, akhirnya terkejar,
pemburunya hanya bertemu tiga penculik dan bukan maharaja."
"Mereka ingin kita berpikir begitu?"
896 "Mereka berpikir bahwa kita akan mempertimbangkan itu,
makanya mungkin maharaja tetap dalam rombongan dengan tiga
kuda yang sedang kita ikuti."
Permainan pikiran! Itulah soalnya dengan semua ini! Permainan
pikiran! Sun Tzu berkata: tanpa mengetahui kedudukan bukit dan hutan jurang dan tebing rawa dan paya dikau tak dapat bergerak maju 1 Namun memastikan pikiran adalah yang tersulit di dunia ini,
sehingga Panah Wangi membayangkan siasat tanggapan.
897 "Jika bukan maharaja yang ada bersama mereka, kita akan
menyandera nyawa mereka agar mengantar kita," ujar Panah
Wangi. Betapapun, rupanya rencana para penculik itulah yang berjalan
lebih dulu, ketika dari jauh kami saksikan burung-burung pemakan
bangkai berputar-putar di udara, penanda terdapat manusia atau
binatang menjelang kehilangan nyawa di bawahnya.
Sebentar kemudian, di tepi sebuah sungai dengan batu-batu besar
yang arusnya deras sekali, kami lihat bangkai kuda Uighur yang
belum lama mati, dengan tiga batang anak panah menembus
lehernya. Kami mengusir burung-burung pemakan bangkai
kelaparan, yang baru saja mulai mencocok-cocok kulit kuda itu
untuk menarik-narik dagingnya, tetapi burung-burung hanya pergi
sejauh batu-batu besar. Seperti tahu kami tidak akan lama di sini,
dan tampak menanti peluang untuk menerkam lagi.
"Ini seperti pengintaian," kata Panah Wangi sambil menyelidiki
jejak-jejak dan arah dilepaskannya panah, "tiga anak panah
dilepaskan dari tiga arah berbeda."
Apa yang telah terjadi dengan perempuan Pengawal Anggrek
Merah yang menungganginya"
898 SUNGAI deras berbatu-batu ini adalah anak Sungai Wei yang
terletak di antara dua tebing. Sungai menjadi berbatu-batu karena
dangkal tetapi kedudukannya yang menurun
mengalir sangat deras, sementara kedua membuatnya dinding tebing menggemakan suara alirannya dengan sangat keras. Aku bisa
sangat mengerti jika kewaspadaan seseorang yang telah menjadi
amat lelah bisa berkurang di sini.
Kami ikuti jejak tetesan darah dari tempat kuda yang lehernya
tertembusi tiga anak panah dari tiga jurusan itu, ke sebuah batu
besar, dengan melenting dari batu yang satu ke batu yang lain,
seperti tetesan-tetesan darah itu telah menunjukkannya.
Di balik sebuah batu besar pemimpin regu Pengawal Anggrek
Merah itu terduduk dengan panah menembus dadanya. Darah
membasahi busananya yang ternyata masih merah. Demi
penyamarannya, ia belum sempat mengganti busananya yang
serbamerah, karena dari tempat ditemukannya adik seperguruan
mereka sampai ke tempat ini, memang belum terdapat desa
persinggahan tempat dirinya bisa membeli dan mengganti baju.
Ternyatalah bahwa ia masih hidup, dan masih mengenaliku dari
malam pertemuanku dengan Putri Anggrek Merah dulu. Tentunya
ia juga mengenali Panah Wangi dari gambar-gambar pencarian
899 orang yang disebarkan Dewan Peradilan Kerajaan. Sebilah
pedang jian tergolek di sampingnya, pedang jian yang lain masih
tersoren di punggungnya. Kulihat dua batang anak panah yang patah tidak jauh dari situ,
terseret arus lantas menyangkut di antara batu-batu yang lebih
kecil. Itu berarti perempuan Pengawal Anggrek Merah ini telah
diserang secara mendadak dari tiga arah, hanya sempat mencabut
satu pedang, menangkis dua anak panah, tetapi yang ketiga
menembus dadanya, tepat di tengah agak ke bawah.
Matanya yang semula sayu menatap ke kejauhan kembali menyala
melihat kedatangan kami, seperti yang sebelumnya kehilangan
harapan kemudian harapan itu mendadak kembali.
"Pendekar Tanpa Nama... Pendekar Panah Wangi..."
Suaranya sudah terlalu lemah. Panah Wangi memberi tanda
jangan bicara, tetapi perempuan pengawal ini sungguh menyadari,
betapa dirinya akan meninggalkan dunia ini.
"Ilmuku tidak ada artinya di dunia persilatan.... Tidak mampu
melindungi Putri Anggrek Merah, tidak mampu melindungi
maharaja, tidak mampu membalaskan dendam adik seperguruanku yang..."
900 Panah Wangi memegang tangannya.
"Aku mengerti apa yang telah terjadi, mereka tidak akan kubiarkan
lolos tanpa hukuman. Percayalah kepadaku bahwa dendam adik
seperguruanmu akan kubalaskan."
Pengawal Anggrek Merah itu mengambil pedang di sampingnya,
meletakkannya di tangan Panah Wangi. Ia berbicara dengan sisa
daya hidupnya. "Bunuhlah mereka dengan pedangku ini..."
Lantas kami tahu betapa ia telah pergi.
Sang Buddha berkata: dalam bahasa malaikat, ular, dan peri, dalam khotbah setan, perbincangan manusia, dalam diri mereka semua telah kuuraikan 901 kedalaman ajaran dharma dan dalam lidah siapa pun
makhluk hidup apa pun akan memahaminya 1 Seperti para Pengawal Anggrek Merah meninggalkan adik
seperguruannya, kami tinggalkan dia di dalam tumpukan batubatu, yang tidak mungkin dibongkar binatang besar. Namun
sepasang pedang jian miliknya kami bawa, Panah Wangi
memberikan kepadaku yang masih tersoren di punggungnya.
"Siapa pun yang lebih dulu bertemu anjing-anjing itu sebaiknya
segera membunuhnya," ujar Panah Wangi, dengan nada yang
seperti mengatakan, setuju atau tidak setuju aku harus mengikutinya. Kami bersepakat bahwa para pemanah dari tiga jurusan, yang
telah menewaskan kuda dan penunggangnya itu tidaklah berada
di sana karena kebetulan. Para penculik telah membayar para
pemanah untuk melenyapkan para pemburu mereka. Namun
tentunya para penculik itu tidak akan menyangka bahwa di
belakang para pemburu itu terdapat penguntit seperti kami.
902 "Kalau melihat anak panahnya yang tidak memiliki ciri kelompok
tertentu, justru kukira mereka dari perkumpulan rahasia yang
menjual tenaga kepada siapa pun yang mampu membayarnya,"
ujar Panah Wangi. Di wilayah bentrokan seperti itu, terjepit antara Khaganat Uighur di
utara dan Kerajaan Tibet di selatan, kukira sangat penting bagi
para jiedushi atau panglima perang penguasa wilayah untuk
membeli rahasia memenangkan apa pun, pertempuran sebagai sehingga bagian dari muncul usaha berbagai perkumpulan rahasia untuk melayani kebutuhan tersebut. Tidak
jarang perkumpulan rahasia ini memang dibangun di antara
khalayak, di wilayah kekuasaan siapa pun, oleh pihak tentara itu
sendiri. Perkumpulan rahasia seperti ini kemudian juga mendapat
pesan untuk melakukan pembunuhan.
Panah Wangi tampak sangat geram.
"Mari kita buru mereka!"
KUDA tempur Uighur ini syukurlah sudah terlatih mendaki tebing.
Mereka menguji dahulu batu yang akan diinjak dengan kakinya.
Jika yakin tidak akan gugur ketika diinjak, barulah mereka
meneruskan langkahnya, sehingga perjalanan menjadi cukup
903 lambat. Tentu kami bisa menggunakan ilmu meringankan tubuh
dan melenting-lenting dengan cepat ke atas, tetapi bagaimana
dengan kuda kami" Sedangkan kuda ini mungkin masih kami
perlukan untuk sementara waktu.
Di tempat ini angin tidak sekencang di dataran terbuka, tetapi
matahari baru akan meneranginya jika sudah berada di atas
kepala, sehingga menjadi tempat yang nyaris selalu keremangremangan. Meskipun merupakan jalan tembus, mereka yang ingin
pergi ke Longyou dari Chang'an lebih suka memilih jalan memutar,
dan hanya para pemburu atau pengantar surat rahasia berilmu
tinggi saja yang biasa melewatinya. Artinya tempat ini tidak biasa
menjadi tempat perampokan, karena nyaris tidak ada yang lewat.
Maka, pencegatan oleh siapa pun dan terhadap siapa pun pasti
bukanlah suatu kebetulan.
"Penculikan ini pasti sudah lama direncanakan," ujar Panah Wangi,
"mereka sudah lama mempelajari cara-cara penjagaan, siap
menculik dan siap dikejar, lantas dengan sengaja menjebak para
pengejarnya." "Apa yang akan mereka lakukan dengan maharaja?"
904 "Tergantung dari siapa yang menculiknya. Kerajaan Tibet,
Khaganat Uighur, atau para jiedushi."
"Jadi kita tidak bisa membunuh penculiknya sebelum mendapat
kejelasan siapa yang menyuruhnya."
"Tentu, tetapi pada akhirnya harus kita bunuh juga. Pendekar
Tanpa Nama pasti mengerti apa pendapatku tentang pemerkosaan
beramai-ramai." Ya, aku tahu bagaimana ia telah menghukum pemerkosa, dan
betapa calon pemerkosa pun dihukum dengan sama beratnya,
seperti yang selalu dilakukannya dalam malam-malam perburuan
kami di Chang'an untuk memancing keluar Harimau Perang.
Namun aku tidak dapat terlalu memastikan sekarang, manakah
yang lebih menjadi tujuannya, membebaskan maharaja atau
menghukum para pemerkosa dengan cara sekejam-kejamnya!
Kong Fuzi berkata: sejak lama sulitlah melihat contoh manusia sejati;
setiap orang sedikit keliru pada sisi lemahnya;
makanya mudah menunjuk kekurangan manusia sejati 1
905 Di atas tebing, jalan kembali mendatar dan kami lihat jejak kuda
yang datang dan pergi, menumpuki jejak tiga kuda yang hanya
pergi. Dari pembacaan jejak itu, dan terdapatnya api unggun, dapat
kami simpulkan bahwa ketiga pemanah itu sudah datang sejak
semalam dan menginap di atas tebing. Pagi sekali mereka turun
ke bawah, dan mencari-cari tempat persembunyian di balik batu,
membentuk tiga sudut bidikan yang sulit dielakkan. Di situlah
mereka menunggu perempuan Pengawal Anggrek Merah itu, dan
ketika tiba berturut-turut membidik kuda dan penunggangnya.
Jejak yang sekarang tampak jelas di padang rumput itu kami ikuti
dengan cepat, sampai muncul segugus rumah tanah liat, yang
menandai terdapatnya perempatan jalan di luar kota. Terdapat
jalan bagi para pengantar surat yang menghubungkan Chang'an
dengan Jiayuguan dan Benteng Yumen. Demi kepentingan
perang, surat-surat dari dan ke Chang'an dilarikan secara berantai,
dengan kuda yang siap melaju dari persinggahan satu ke
persinggahan lain tanpa pernah berhenti. Kukira rumah-rumah ini
adalah tempat semacam itu dan di sana pasti terdapat pula sebuah
kedai, meski tidak jelas makanan macam apa yang akan terdapat
di tempat sepi seperti ini.
Dalam cahaya matahari gugusan rumah-rumah tanah liat ini hanya
tampak seperti gundukan hitam. Angin dingin yang tiupannya amat
906 sangat keras membuat tempat persinggahan ini bagai tiada
berpenghuni. Rumah-rumah tanah liat ini semua pintunya tertutup,
tetapi dapat kami tandai yang menjadi kedai, dari banyaknya kuda
yang ditambatkan di depannya.
Kami tidak segera masuk, melihat cukup banyak kuda di depan
kedai tertutup itu. Kami sudah melihat kuda para pengantar surat
di tempat yang paling ujung. Tampak memang siap dilarikan
menggantikan kuda yang datang melaju.
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Panah Wangi memperhatikan jejak-jejak kuda di depan kedai itu. Bahkan mundur
lagi untuk memperhatikan arah datangnya.
"Ini bukan kuda pengantar surat," kata Panah Wangi, "datangnya
dari sembilan arah."
Kuhitung jumlahnya 22. Para penculik itu membawa 19 kuda, satu
di antaranya untuk membawa tawanan, yakni sang maharaja. Tiga
kuda lagi mungkin tiga pemanah yang telah menewaskan kepala
regu Pengawal Anggrek Merah itu. Aku terpaku. Mereka yang
memencarkan diri ke delapan penjuru telah berkumpul lagi.
Apakah delapan Pengawal Anggrek Merah yang lain juga
terbunuh" 907 KAMI memasuki kedai dan langsung duduk di sebuah sudut tanpa
melepaskan caping. Kedai itu gelap karena cahaya matahari dari
luar tidak masuk sama sekali. Penerangan hanya datang dari
lampu minyak. Tampak di tengah ruangan 18 orang sedang duduk,
makan dan minum, sementara tiga orang yang memegang busur
dan menyandang sarung anak panah di pinggangnya tetap berdiri.
Mereka ternyata sedang berselisih paham.
"Saudara-saudara saya Tiga Panah Maut sebaiknya duduk dan
makan-minum bersama kami," ujar salah satu dari 21 orang itu,
"Tidak baik kita bicara seperti ini, kami duduk sambil makan dan
minum, saudara-saudara berdiri tanpa makan dan minum. Kami
dari Golongan Murni tidak biasa memperlakukan orang seperti ini."
"Saudara saya dari Golongan Murni tahu betul, Tiga Panah Maut
tidak bisa duduk, makan dan minum bersama sebelum urusan
selesai," jawab salah seorang dari Tiga Panah Maut dengan wajah
bersungut-sungut, "Kami sudah melanggar kebiasaan dengan
tidak menerima bayaran di depan, sekarang saudara saya hanya
membayar 10 dari 15 keping emas yang dijanjikan, bagaimana
mungkin kami bisa duduk dan makan-minum tenang-tenang!"
"Saudara saya tidak mau mengerti, kami tidak melanggar janji.
Sudah kami sampaikan dari tadi, karena keping emas itu berasal
908 dari gudang perbendaharaan negara, maka nilai 10 keping emas
itu sama dengan 15 keping emas. Saudara-saudara saya Tiga
Panah Maut boleh bertanya kepada siapa pun yang memahami
tata keuangan negara, keping uang emas yang tidak diperjualbelikan itu nilainya lebih tinggi dari tail emas yang
beredar." "Kami memang tidak mau dan tidak perlu mengerti, sebaiknya
saudara-saudara saya dari Golongan Murni menepati janjinya
kepada Tiga Panah Maut, yang telah membantunya menamatkan
riwayat seorang Pengawal Anggrek Merah, yang dari jarak dekat,
satu lawan satu, bukan merupakan lawan yang mudah diatasi."
Salah seorang dari rombongan Golongan Murni itu menghentikan
makannya dan berdiri. "Apakah Tiga Panah Maut mengira kami tidak mampu melawan
pelacur-pelacur busuk itu" Tiga Panah Maut memang telah
membunuh pemimpin regu Pengawal Anggrek Merah, tetapi
delapan yang lain mati oleh tangan Golongan Murni sendiri! Tanya
saja sendiri! Mereka yang melakukannya semua ada di sini!"
Panah Wangi sudah memegang gagang pedang. Aku menatapnya
tajam sambil menggeleng. 909 Wajah Tiga Panah Maut yang berbusana seperti orang-orang
Uighur itu sudah memerah karena menahan marah.
"Hmmh! Jika kalian sudah tidak ingin bersaudara lagi dengan Tiga
Panah Maut, baiklah! Sekarang kami akan pergi dan persaudaraan
kita cukup sampai di sini!"
Tiga Panah Maut itu lantas berbalik dan melangkah menuju ke
pintu tempat tadi kami masuk. Namun belum sempat membukanya
tiga bilah pisau terbang meluncur ke arah punggung masingmasing dari Tiga Panah Maut itu.
Siapa pun yang menyaksikan adegan ini tentu membayangkan
betapa Tiga Panah Maut itu akan jatuh tanpa nyawa dengan pisau
terbang menancap dalam-dalam di punggungnya. Namun tanpa
mata awam dapat melihatnya, seperti punggung itu bermata,
ketiga orang itu berputar ke samping sehingga pisau terbang itu
meluncur terus dan menancap ke pintu, sementara tiga orang dari
Golongan Murni yang telah meluncurkan pisau-pisau terbang itu
terpental dari bangkunya dengan panah menancap dalam-dalam
di dadanya. 910 Melihat nasib ketiga saudara mereka yang culas itu, 18 orang
pengikut Golongan Murni yang lain segera bangkit dan mengepung
Tiga Panah Maut. "Golongan Murni! Mengapa kalian pakai nama itu jika sikap kalian
begitu culas?" "Kalian orang-orang Uighur memang begitu bodoh dan kurang
beradab, 100 keping emas pun tidak ada artinya untuk kalian.
Dasar makhluk di bawah tenda!"
Tiga Panah Maut mencabut tiga pisau terbang pada pintu, yang
langsung melesat ke arah orang-orang Golongan Murni, dan tiga
tubuh pun terjengkang dengan pisau terbang di dahi. Berarti jumlah
mereka sekarang tinggal 15, yang tanpa basa-basi lagi segera
menyerang Tiga Panah Maut yang tampaknya mereka pahami
sangat piawai menggunakan senjata-senjata jarak jauh.
Namun dalam pertarungan jarak dekat di ruang sempit, seperti di
dalam kedai itu, pun Tiga Panah Maut tampak masih unggul.
Dengan senjata pedang pendek melengkung, tiga lagi dari orangorang Golongan Murni - golongan yang menganggap orang-orang
dari luar Negeri Atap Langit lebih rendah derajatnya - ambruk
dengan isi perut terburai.
911 Maka sisa 12 orang mulai menyerang dengan kasar dan nekad
tanpa menggunakan jurus silat lagi. Meja, bangku, guci, cawan,
beterbangan ke arah Tiga Panah Maut.
Aku dan Panah Wangi berpandangan. Di manakah maharaja"
KEDAI sudah berantakan karena perkelahian yang dilakukan
dengan cara orang purba. Jika perkelahian itu selesai nanti
barangkali pemilik kedai ini harus segera pergi ke Chang'an untuk
memesan meja-meja dan bangku-bangku, lantas bersusah payah
mengangkutnya kemari dengan sejumlah keledai. Ya, keledai yang
tahu cara mendaki tebing. Namun untuk sekarang, pemilik kedai
itu berada di dekat kami. Mungkinkah dia tahu di mana maharaja
disembunyikan" Dia berada di dekat kami karena mau bertanya makanan apakah
kiranya yang akan kami pesan, ketika keributan percakapan antara
Tiga Panah Maut dan 21 orang Golongan Murni berkembang cepat
menjadi pertarungan yang dengan segera menumpahkan darah.
Kini tinggal 12 orang yang bergulat di lantai kedai, mengeroyok
Tiga Panah Maut yang tidak dapat lagi menggunakan anak-anak
panahnya yang bagaikan bermata. Namun orang-orang Golongan
Murni seharusnya menyadari betapa seni gulat berada dalam
912 penguasaan warga Khaganat Uighur yang hidupnya di bawah
tenda itu. Tidak sabar menanti usainya perkelahian, Panah Wangi memegang leher baju pemilik kedai, lantas membantingnya ke
meja kami yang belum berisi apa-apa.
"Cepat katakan di mana mereka sembunyikan yang satu orang
lagi," kata Panah Wangi dengan dua jari tangan kanan yang seperti
siap untuk menotok, ''atau kubutakan kedua matamu sekarang
juga!" "Ah, ampuni saya Puan, mereka datang hanya 21 orang, kemudian
baru menyusul tiga kawan Uighur itu," katanya ketakutan.
Meskipun Panah Wangi berpakaian lelaki, kecantikannya tidak
dapat diingkari, tetapi kecantikannya tetap tak bisa mengalihkan
rasa ngeri karena ancaman-ancamannya.
"Pembohong!" "Ampun Puan! Saya tidak bohong Puan!"
"Di luar ada 22 kuda! Mana mungkin penunggangnya hilang begitu
saja!" 913 "Saya belum keluar semenjak mereka datang Puan. Jumlah itu
sangat banyak untuk sebuah persinggahan terpencil," katanya
dengan terbata-bata, "Permintaan mereka pun banyak untuk kedai
yang hanya dilayani satu orang."
Setelah berbagai percobaan ancaman lagi, sampai pemilik kedai
itu berkata, "Silakan saja membutakan mata saya Puan, saya tetap
tidak tahu tentang satu orang lagi yang Puan cari," barulah Panah
Wangi melepaskannya. Namun sekarang kami baru sadar bahwa jumlah kuda yang 22 itu
bukan selisih satu, melainkan justru kurang. Benar satu kuda itu
sebelumnya ditunggangi maharaja, tetapi bukankah Tiga Panah
Maut telah kami jejaki juga menunggang kuda, tetapi tiga kudanya
itu tidak ada" Dari gelanggang gulat kulihat dari tubuh-tubuh yang bergulat
seperti tumpukan ular itu mulai jatuh korban. Terdengar suarasuara tulang dipatahkan di dalam daging. Jika tulang itu adalah
tulang leher, pemiliknya lantas tiada bergerak lagi, karena memang
tidak lagi bermukim di dunia ini. Orang-orang Uighur itu seperti
memiliki jurus belut putih, dikunci dengan jurus apa pun selalu
lolos, hanya untuk ganti mengunci dengan kedua tangan sampai
yang dikuncinya mati. 914 Krrrrrtttttkkkk! Krrrrrrrrrrtttkkk!! Grrrrtk! Grrrrttkk! Dari 12 berkurang jadi sembilan, berkurang lagi jadi enam, dan kini
Tiga Panah Maut hanya berhadapan dengan tiga orang Golongan
Murni. "Jika kalian bayarkan saja kekurangan keping emas yang kami
minta, kalian masih bisa meneruskan pesta," ujar salah satu dari
Tiga Panah Maut itu. "Jangan terlalu sombong!"
Kali ini segalanya berjalan cepat, mereka bergerak mengeluarkan
senjatanya. Dalam sekejap mata keenam-enamnya ambruk
bersama tanpa nyawa. Kelewang bercincin dari pihak Golongan
Murni membelah dada setiap orang dari Tiga Panah Maut, yang
masing-masing masih memegang pedang pendek melengkung
bersimbah darah, karena membelah perut masing-masing lawannya. Begitu banyak untuk sebuah pertarungan kehendak.
915 Kong Fuzi berkata: "Kita belum tahu tentang kehidupan,
bagaimana kita tahu tentang kematian?" 1
Pemilik kedai mengerahkan tetangga-tetangganya yang sedikit itu
untuk mengurus mayat-mayat bergelimpangan. Tidak ada seorang
pun dari tetangganya mengaku pernah melihat seseorang lain di
luar orang-orang Golongan Murni dan Tiga Panah Maut. Tentu
maharaja sudah disamarkan. Meski tidak ada orang menjual
pakaian, tetapi para penculik pasti telah menyiapkannya. Namun
tetangga ini hanya menghitung, dan cenderung bisa dipercaya,
lagipula hanya sekitar lima rumah yang ada di sana itu telah kami
tengok pula. Perhatianku tertuju kepada rumah tempat para
pengantar surat dan kuda cepat pengantar surat ditambatkan.
Seperti bisa membaca pikiranku, Panah Wangi bertanya,
"Mungkinkah maharaja dilarikan dengan salah satu kuda
pengantar surat?" MAYAT-mayat para petarung satu per satu diangkut keluar dari
kedai dan dimasukkan ke dalam gerobak. Kemungkinan besar
mereka akan dikubur bersama-sama dalam satu lubang tanpa
diiringi doa macam apa pun. Pertolongan yang diberikan pemukim
916 setempat hanyalah supaya tidak dimakan binatang. Soal
perjalanan ke negeri leluhur di langit dianggap sebagai perjuangan
jiwa masing-masing. Tidak satu pun dari mereka menjadi korban
pedang jian yang kami bawa. Mungkinkah bisa disebut sebagai
dendam yang terbalas tanpa pembalasan"
Kami meneliti kembali jejak yang belum sempat kami periksa,
karena sudah terburu-buru masuk ke dalam kedai. Telah kami
minta gerobak yang mengangkut mayat itu untuk berjalan agak
memutar agar tidak merusak jejak-jejak kuda yang penunggangnya sudah mati semua, karena jejaknya sedang kami
baca. Rupanya setelah berpencar ke sembilan jurusan, setiap dua orang
Golongan Murni itu sudah siap untuk diburu oleh para Pengawal
Anggrek Merah. Meminjam tangan orang lain ataupun menggunakan tangannya sendiri, setiap orang dari Pengawal
Anggrek Merah itu berhasil mereka bunuh. Mengingat perbandingan ilmu silat kedua kelompok ini, karena kemampuan
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masing-masing telah kulihat sendiri, para Pengawal Anggrek
Merah hanya dapat ditewaskan dengan siasat licik dan keji. Aku
berharap, tidak satu pun dari Pengawal Anggrek Merah harus
melewati pengalaman mengenaskan seperti yang dialami adik
seperguruan mereka sebelum mati.
917 Orang-orang Golongan Murni ini tentunya sudah bersepakat untuk
bertemu di sini. Jejak dua kuda yang datang dari sembilan arah,
delapan di antaranya langsung menuju kedai, tetapi jejak tiga kuda
yang kami ikuti ternyata bertemu dengan jejak tiga kuda lain lagi
kira-kira 1 li dari kedai. Cukup jelas bahwa dua kuda itu
berpenunggang dan satu tidak berpenunggang karena disediakan
untuk maharaja. "Mengapa kudanya harus diganti?" kataku.
"Tampaknya mereka sengaja membawa kuda tambahan untuk
menjaga kesegarannya agar tidak mengurangi kecepatannya," ujar
Panah Wangi. "Karena tempat itu jauh?"
"Belum tentu. Bisa juga dekat. Mereka ingin segera menyembunyikannya." "Di tempat terdekat dari sini"''
"Ya, jika dugaanku tepat, di tempat terdekat dari sini."
918 Namun dari mana dan siapakah kiranya para penjemput maharaja
itu" Kami pun mengikuti jejak yang sudah semakin samar-samar
itu, yang ternyata menuju ke jalur yang tadi kami lalui.
"Tiga kuda tambahan itu sebelumnya ditunggangi Tiga Panah
Maut," kata Panah Wangi.
"Waktu mereka masih bekerja sama..."
"Ya, sebelum mereka bertengkar di kedai dan kita melihatnya."
"Mungkin ada yang belum kita dengar dari pertengkaran itu."
"Tentang kuda itu" Mungkin saja. Orang Uighur selalu menghargai
tinggi kuda mereka, mereka tadi bertengkar tentang bayaran yang
kurang." Sebuah lubang pada mata rantai tetap belum terisi.
"Dari mana dan bagaimana cara datangnya para pengambil alih
maharaja itu," kataku, "Tempat ini jauh dari mana pun."
Senyum mengembang pada wajah Panah Wangi yang cantik.
"Kita periksa saja jejak-jejaknya," katanya.
919 Kami bisa membaca dari jejak-jejak itu, bagaimana Tiga Panah
Maut turun dari kuda masing-masing, lantas berjalan kaki.
"Tiga Panah Maut ternyata tidak tahu-menahu soal penculikan
maharaja," kata Panah Wangi.
"Memang tidak, tapi siapa yang membawa maharaja sekarang"
Jejaknya saja tidak ada!"
Kami berhenti di tempat itu. Matahari terang benderang sehingga
tidak ada alasan bahwa jejak kami tidak akan kelihatan. Jika pasir
mudah berubah karena angin, dan tanah berbatu-batu tidak
memperlihatkan jejak, maka tempat persinggahan di tengah
padang rumput memperlihatkan segala jejak dengan jelas.
Mungkinkah mereka melangkah tanpa menyentuh tanah" Jika
mereka bisa datang melayang, mengapa harus perginya naik
kuda" Dalam dunia persilatan banyak orang yang mampu berjalanjalan di udara. Sayang sekali belum kuketahui cara melacak jejak
di udara itu. Sang Buddha dalam Sutra Berlian berkata: mereka yang melihatku melalui bentukku, 920 mereka yang mengikutiku dari suaraku, salah usaha mereka yang terlibat di dalamnya,
mereka tak kan melihatku 1
"Berarti kita hanya bisa mengikuti jejak kudanya," kata Panah
Wangi, ''kukira bersama merekalah sang maharaja."
Aku tidak segera menjawab. Apakah yang dipikirkan oleh seorang
penculik maharaja" Kepalaku penuh dengan kait-kelindan
berbagai jaringan yang semuanya terlibat. Jaringan orang-orang
kebiri, jaringan putri istana, jaringan bangsawan, jaringan panglima
wilayah, jaringan pemberontak, jaringan mata-mata, jaringan
perkumpulan rahasia, jaringan penderita kusta, jaringan bhiksu,
jaringan pengemis, yang segenap lika-liku dan kelak-kelok
keruwetannya harus kulalui untuk melacak jejak Harimau Perang...
"Mari kita pergi," kataku.
921 JEJAK tiga kuda, yang salah satunya kami duga membawa
maharaja itu, mengarah lurus ke arah barat laut. Apakah
kepentingan Golongan Murni membawanya ke arah itu"
"Kita belum tahu, apakah memang Golongan Murni berada di
belakang penculikan ini," ujar Panah Wangi, "Sekarang ini seolaholah siapa pun boleh meminjam tangan siapa pun untuk
kepentingannya sendiri."
Wu Qi berkata: jika satu orang terlatih untuk berperang ia bisa melatih sepuluh, jika sepuluh terlatih mereka bisa mengatur seratus,
seratus bisa melatih seribu,
seribu melatih sepuluh ribu
sepuluh ribu melatih 922 sebuah pasukan 1 Pada mulanya adalah sebuah noktah, tetapi dengan cepat berubah
menjadi seekor kuda, yang melaju dengan kecepatan tinggi. Kuda
pengantar surat itu berlari seperti terbang, semakin lama semakin
dekat, dengan penunggang yang tampak sangat ahli, bukan hanya
dalam berpacu, melainkan juga dalam menggunakan senjata. Dua
pedang melintang tersoren di punggungnya, sebaris pisau terbang
melingkari pinggangnya, sehimpun anak panah dalam sarung dan
busurnya tergantung di sisi kuda. Sebuah kantong kulit bertali
menempel di dada, berisi surat yang harus dipertahankan dengan
nyawanya. Kami memperlambat lari kedua kuda tempur kami, lantas segera
menepi, agar tidak dicurigai akan menghalangi. Para pengantar
surat sudah selalu siap untuk dicegat, mulai dari perampok gurun
sampai mata-mata musuh, yang dalam keadaan apa pun tidak
dapat dibenarkan mengurangi waktunya. Dengan senjata yang
dibawanya, para pencegat itu sebisa mungkin disingkirkannya
tanpa memperlambat laju. Misalnya dengan panah yang dilepaskan dari atas kuda. Sehingga ketika ia melewati titik
pencegatan itu, para pencegatnya sudah tergeletak tanpa nyawa.
923 Namun penunggang kuda ini ternyata memperlambat lajunya, dan
berhenti sama sekali di depan kami yang sudah memberinya jalan
untuk lewat. Ia turun dari kuda dan menjura.
"Salam Puan dan Tuan, maafkan saya, apakah kiranya yang
berada di hadapan saya adalah Pendekar Panah Wangi dan
Pendekar Tanpa Nama?"
Pertanyaan itu tentu saja mengejutkan kami! "Jika benar, saya membawa surat bagi Puan dan Tuan."
Ia mengambil lipatan kertas dari kantong kulitnya, lantas
memberikannya kepadaku. Setelah kubuka, kuteruskan kepada
Panah Wangi, yang kuharap akan bisa membacanya.
Panah Wangi membacanya dan tertegun.
"Tolong sampaikan bahwa kami telah membacanya," kata Panah
Wangi, "sampaikan pula salam kami."
Pengantar surat itu kembali menjura.
924 "Terima kasih Puan, tetapi saya harus membawa surat lain dari
panglima wilayah ke Chang'an," katanya, sembari segera
melompat kembali ke atas punggung kuda yang segera melaju.
Di tempat persinggahan nanti ia akan berganti kuda dan terus
melaju tanpa henti sampai ke Chang'an. Mengingat kerahasiaan
dan pentingnya surat yang dibawa, para pengantar surat itu harus
merupakan petugas yang sakti, dan siapa pun yang bermaksud
merampas kerahasiaan dan kepentingan surat itu sebaiknya lebih
sakti lagi. Maka, menjaga berbagai kemungkinan, kukira akan
dilakukan berbagai cara yang sama cepatnya dengan menggandakan jumlah pengantar surat melalui berbagai jalan.
Burung merpati pun tentu tidak ketinggalan. Lantas, jika ada surat
berhasil direbut, bahasa dan tulisan surat itu masih harus
dipecahkan dengan sandi rahasia yang berganti setiap hari.
Aku tidak bisa membaca surat itu, mengapa Panah Wangi bisa"
"Aku pernah bekerja sebagai mata-mata," katanya, "surat ini
menggunakan sandi antar mata-mata."
Ia membaca lagi surat itu.
"Surat ini dikirim oleh Harimau Perang..."
925 Aku seperti lupa sedang berada di mana ketika mendengarnya.
Bagaimana mungkin satu manusia ini seperti berada di manamana dan tahu segalanya" Suatu saat berada dalam keadaan
memusuhiku, saat yang lain seperti tidak peduli sama sekali. Aku
teringat dengan kesempatan membunuhnya waktu itu. Apakah
yang akan terjadi seandainya saat itu dirinya terbunuh olehku"
Namun aku memang tidak pernah ingin membunuhnya.
"Apa isinya?" Panah Wangi membacakannya. Surat itu pendek saja. Sia-sia meneruskan pencarian.
Harimau Perang Angin serasa jauh lebih kencang dari sebelumnya. Jika Harimau
Perang ingin memperlambat pengejaran, sementara ini jelas dia
berhasil. Untuk beberapa saat surat itu membuat kami berdiam di
tempat. DI tengah angin yang seperti sedang menyanyikan sesuatu, kami
membahas surat itu. 926 "Pasti telah dipertimbangkannya bahwa kita bisa kembali ke
Chang'an, bisa pula tetap melanjutkan pengejaran," kata Panah
Wangi. "Apa kira-kira tujuan surat ini?" tanyaku.
"Untuk membatalkan pengejaran."
"Kukira sebaliknya, karena dia tahu kita tidak akan menurutinya."
"Apa yang akan terjadi jika kita hindari jebakannya dan kembali ke
Chang'an?" Ini memang sulit. Tidak mungkin Harimau Perang mengira kami
pasti akan menurutinya, jadi sebaliknya itulah yang diharapkannya!
"Apa yang dikatakan Pendekar Panah Wangi tidak keliru, tetapi
bagaimana kalau kita pura-pura terjebak saja?"
Panah Wangi tersenyum. "Surat itu memang tidak perlu berarti apa pun," katanya, "lebih baik
kita berjalan terus."
Kong Fuzi berkata: orang yang memang baik bicaranya lambat;
927 bukankah kesulitan memutuskan apa yang benar untuk dilakukan,
secara tak langsung ternyatakan dalam kelambatan untuk
berbicara" 1 Dari Chang'an terdapat delapan jalan yang dibuat terutama untuk
kepentingan tentara kerajaan agar pengiriman pasukan tempur
bisa berlangsung secepat mungkin, begitu juga sebagai jalur suratsurat rahasia. Jalan jalur cepat, itulah namanya, yang kami lalui
dan menuju ke arah barat laut ini terbagi dua. Satu mengikuti
Sungai Wei sampai ke Shan, yang lain menuju Hui dulu, baru nanti
bertemu lagi di Shan. Sebelum sampai Shan, jalan dari Hui
berpapasan dengan jalan dari Shan. Dari arah kami, jalan jalur
cepat itu terbagi tiga. Ke kiri dan kanan, masing-masing menuju
Shan dan Hui, jika lurus terus akan sampai ke Jalur Sutra.
Setelah berkuda sambil melacak jejak berhari-hari sepanjang tepi
Sungai Wei, kami pun sampai di persimpangan itu. Di sini jejak itu
bercampur dengan jejak-jejak lain yang datang dari Shan, Hui, dan
Jalur Sutra, bahkan jejak serombongan unta dari Jalur Sutra telah
melindas jejak-jejak yang selama ini kami cermati.
Persimpangan itu juga menjadi tempat persinggahan maupun
gardu para pengantar surat. Terdapat beberapa kedai dan
928 penginapan. Di seluruh Negeri Atap Langit, diusahakan setiap 32
li dari jalan jalur cepat yang seluruhnya mencapai 43.200 li itu,
terdapat satu gardu pengantar surat, sehingga hari ini secara
keseluruhan sudah terdapat 1.297 gardu yang menjamin
kecepatan berita dari seluruh wilayah di dalam negeri ke Chang'an
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan sebaliknya. Setidaknya terdapat 21.500 kepala gardu dan
penunggang kuda terbaik di seluruh negeri yang diperintah
Wangsa Tang ini 2. Jadi, di persimpangan ini, manusia, kuda, keledai, unta, dan
gerobak berlalu-lalang. Seolah-olah tidak mungkin lagi memisahkan jejak-jejak yang kami ikuti dengan jejak-jejak lainnya.
Kami tiba ketika hari masih sore, masih memungkinkan untuk
melacak jejak yang kami buru. Panah Wangi turun dari kudanya.
Mengamati setiap rincian dan memilah-milahnya. Membedabedakan tapak kuda dengan tapak unta, tapak sepatu manusia,
bahkan tapak keledai atau tapak bagal, masih dapat dilakukannya.
Tetapi membedakannya dengan tapak sesama kuda, di persimpangan ramai yang menjadi tempat persinggahan seperti
ini, tentu sangat sulit. "Barangkali kita harus bertanya-tanya," kataku.
929 Panah Wangi memberi tanda jangan bicara dulu dengan
tangannya. Ternyata ia bisa membedakan satu-satunya jejak tiga
kuda berendeng dengan jejak-jejak yang lain.
"Dapat!" katanya dengan wajah riang.
Kami tambatkan kuda kami di depan sebuah kedai agar jejaknya
tidak menambah kerumitan saling bersilangnya jejak-jejak di
persimpangan itu, yang semakin dipersulit oleh keadaan tanahnya
yang sengaja dikeraskan. Namun jejak-jejak tiga kuda yang semula berendeng itu kemudian
terbagi tiga, yakni masing-masing melangkah ke Shan, ke Jalur
Sutra, dan ke Hui. Ini membingungkan kami, karena tidak mungkin
maharaja dilepaskan untuk berkuda sendirian saja. Betapapun,
dengan segala perkembangan yang belum kami ketahui, jika
memang terjadi sang maharaja menempuh salah satu jalan jalur
cepat itu, dari jejak-jejaknya saja tidak mungkin kami ketahui jalan
mana yang ditempuhnya. Kami sungguh tidak tahu jalan manakah
yang harus kami ikuti! Apakah Harimau Perang juga merencanakan ini" Di sini angin juga
seperti menyanyikan sesuatu. Aku teringat permainan pikiran yang
930 pernah diajukannya. Apakah mengikuti saja jebakannya, seperti
yang menjadi pilihan kami, adalah kebijakan yang keliru"
LANGIT sudah kemerah-merahan ketika kami akhirnya mengalihkan pandangan dari tiga jalan itu. Mungkinkah maharaja
berkuda sendirian menuju ke arah matahari terbenam, lantas untuk
selama-lamanya menghilang"
Kemungkinan itu terbayang olehku. Mungkin saja Maharaja
Dezong suatu ketika mendapat pencerahan, bahwa kehidupan
seorang maharaja adalah kehidupan yang sangat mengenaskan,
dan karena itu dirancangnya suatu cara untuk keluar dari istana,
untuk selama-lamanya. Kukira seorang maharaja justru sangat mungkin memikirkan
gagasan semacam itu. Kenapa tidak" Kemewahan adalah
kemewahan. Bagi manusia kemewahan tidak akan pernah cukup.
Dalam kemewahan seorang maharaja bisa merasa sangat miskin,
karena istana termewah bagi seorang yang bijak hanyalah
kandang ayam dibandingkan dengan semesta ini. Sedangkan
seorang maharaja tentu saja selalu bijak. Bukankah segenap guru
dan mahaguru terbaik di Negeri Atap Langit telah didatangkan
hanya untuk membuatnya bijak"
931 Dalam olah kebijakan akan ditemukannya, betapa tujuan hidup
manusia ternyata cuma satu, yakni mencari kebahagiaan. Kukira
mungkin saja sang maharaja ingin meninggalkan segala kemewahan dan mencari kebahagiaan. Ia akan merasa sangat
bahagia mendapat istri seorang gadis desa, membangun rumah
tangga dan sudah merasa cukup bahagia hidup dengan sebuah
gubuk beratap rumbia, sebidang ladang, sepetak kebun, dan
beberapa ekor ternak. Namun Panah Wangi menepisnya dengan wajah merendahkan.
"Kekuasaan dan kemewahan tidak membuat manusia secerdas
itu," katanya. Zhuangzi berkata: bagaimana aku tahu mencintai kehidupan bukanlah khayalan" dan tak suka kematian bukan seperti orang muda tersesat 932 tak tahu dirinya sebetulnya pulang" 1
"Marilah kita menuju kedai," kataku, "siapa tahu banyak yang bisa
membantu." Panah Wangi mengikuti langkahku tanpa berkata-kata lagi. Kami
telah membahas, terdapat kemungkinan maharaja telah bekerja
sama dengan para penculiknya, tetapi belum dapat kami duga
apakah dalam arti mengagumi mereka, atau hanya berpura-pura
bersedia dan menanti kesempatan untuk melepaskan diri.
Ketika kami tiba di kedai, ternyata sejumlah orang telah menunggu
di dekat kuda kami. Orang-orang itu memperhatikan kuda kami.
Mereka adalah para pengantar surat. Seseorang mengatakan
sesuatu yang tidak kumengerti. Dijawab oleh Panah Wangi juga
dengan sesuatu yang tidak kumengerti. Rupa-rupanya bahasa
sandi! Bagaimana jika Panah Wangi dulu bukan mata-mata dan
aku sampai ke tempat ini sendiri saja"
"Kalian anggota Pasukan Hutan Bersayap?"
Kukira sebaiknya Panah Wangi yang menjawab.
933 "Apakah aku terlihat seperti orang kebiri?"
"Kau tidak terlihat seperti orang kebiri, kamu terlihat seperti orang
perempuan." Panah Wangi membuka capingnya, ia mengenakan tutup kepala
yang disebut fu tou, tetapi wajahnya yang lusuh karena perjalanan
ini tetap cantik jelita. Orang-orang sampai diam-diam menarik
napas. "Aku memang perempuan, apakah kiranya yang bisa menjadi
persoalan jika aku seorang perempuan?"
Orang yang tadi bertanya mengembangkan senyuman mesum.
"Oh, tentu tidak ada persoalan, karena dirimu sudah menjadi orang
kebiri tanpa perlu dikebiri lagi! Hahahahahahahahaha!"
Semua orang tertawa. Panah Wangi tampak tersinggung.
"Lucu" Baik, tertawalah terus!"
Lantas tangannya bergerak cepat. Orang yang menertawakannya
itu ditotoknya pada jalan darah tertentu, yang melancarkan
perasaan bahagia, tetapi yang kali ini berlebih-lebihan secara luar
biasa, sehingga tertawa terbahak-bahak tiada hentinya, sampai
934 tercekik-cekik tak bisa bernapas. Apabila Panah Wangi menghendakinya, orang itu bisa mati tertawa tetapi tentu saja ia
tidak pernah ingin membunuhnya. Orang itu hanya terus-menerus
tertawa sambil memegangi leher yang seperti mencekiknya.
"Siapa lagi yang mau menghina perempuan?"
Panah Wangi sudah memegang pedang jian dengan sikap seolaholah siap memenggal. Meskipun para pengantar surat termasuk
jauh lebih unggul dibandingkan sembarang prajurit, mereka
waspada dengan gerakan tingkat pendekar dari Panah Wangi.
Dalam penyamaran macam apa pun, langkah dan gerak paling
sulit disembunyikan. Barangkali pernah kusampaikan, di antara
para pendekar sedikit gerakan saja sudah cukup untuk mengenali
tingkat ilmu, aliran persilatan, dan jurus-jurus yang dikuasainya.
Jika sebelum bertemu sudah terdapat kaitan persoalan, apalagi itu
dendam, saling melirik, bisa langsung disusul bentrokan.
Betapapun, para pengantar surat ini tidak ada satu pun yang
bermaksud jahat. "Ah, jangan marah dulu Puan Pendekar," kata yang lainnya,
"sebetulnya kami hanya ingin sekadar bertanya."
"Soal apa?" 935 "Soal kuda." "Apa yang ingin kalian tanyakan?"
"Itu kuda tempur Pasukan Hutan Bersayap, bagaimana mungkin
bisa berada di tangan kalian?"
Kemudian semua orang di situ mencabut pedang!
ORANG yang ditotok oleh Panah Wangi supaya tertawa terus,
masih tertawa terpingkal-pingkal sambil memegang perutnya,
seperti melihat dan mendengar sesuatu yang sangat lucu. Namun
tidak ada seorang pun yang memperhatikannya. Kukira sepuluh
orang mengepung kami dengan pedang terhunus.
"Pasukan Hutan Bersayap adalah induk pasukan kami, meskipun
kami sendiri bukan orang kebiri," kata salah seorang pengantar
surat, "Tentu kami curiga kalau kuda tempur ini ditunggangi oleh
yang tidak semestinya."
Panah Wangi tampak kesal, berkelebat cepat sekali, dan sepuluh
pedang terhunus itu pun berjatuhan menimbulkan bunyi.
936 "Jangan sembarangan mengeluarkan pedang," ujarnya sambil
menyarungkan pedang jian, "terlalu banyak darah tumpah tanpa
ada perlunya. "Mari kita bicara baik-baik di dalam," katanya lagi.
Semua orang ternganga. Memungut pedangnya masing-masing.
Orang yang tertawa terbahak-bahak itu masih berguling-guling
dengan leher tegang tercekik dan wajah merah. Tertawa tapi
menderita. "Tapi, Puan, bagaimana dengan..."
Rupanya tidak seorang pun mampu memudarkan totokan itu.
Panah Wangi yang sudah melangkah ke arah pintu kedai berbalik
lagi dengan wajah dihiasi senyum melecehkan.
"Sekarang kalian tahu bahwa aku tidak bermaksud jahat," katanya,
sembari melancarkan totokan jarak jauh untuk memudarkannya.
Tawa itu pun berhenti. Tinggal keremangan yang memperdengarkan kencangnya angin, yang begitu kencang, amat
sangat kencang, bagaikan tiada lagi yang lebih kencang.
937 Dalam I Ching tertulis: Jalan-pintas: Terangkat ke istana. Panggilan tulus akan "bahaya!" diumumkan dari istana.
Ini bukan saat kekuatan tentara.
Inilah saat maju ke depan dengan tegas. 1
Di dalam kedai banyak sekali orang berkumpul, mungkin karena
mencari kehangatan, mungkin juga karena semua orang sudah
mendengar kejadian ini, yang meskipun belum terlalu jelas tentu
lebih menarik daripada menunggu kantuk sendirian. Tampaknya
dari semua jurusan juga banyak yang singgah, artinya mungkin
saja ada yang bersua atau berpapasan dengan maharaja!
Apakah Panah Wangi merujuk kepada I Ching" Tampaknya ia
seperti memiliki kunci-kunci dalam cara pemecahan masalah,
dengan cara-cara yang tidak selalu dapat diduga.
Alih-alih merahasiakan, Panah Wangi mengungkap semuanya!
Mula-mula ia duduk di depan meja panjang dan membuka fu tou
sehingga rambut panjangnya jatuh ke bahu, yang membuat semua
938 orang menahan napas. Setelah itu Panah Wangi menyanggul
rambutnya, dan ruangan itu pun berdesah. Pada dinding di
belakangnya terdapat gambar dirinya bersama Harimau Perang,
yang disebarkan ke seluruh negeri agar ditangkap dan sekarang
orangnya berada di sini! "Ya, akulah Panah Wangi yang dicari," katanya, "Adakah yang
akan menangkapku?" Tidak ada yang bergerak. "Pendekar Panah Wangi tidak usah kuatir, di pelosok begini kami
tidak terlalu peduli urusan Chang'an."
Agaknya segala macam pertentangan sudah merambat keluar dari
Kotaraja Chang'an, karena tidak peduli pun merupakan makna
berkesadaran. Aku duduk cukup jauh dari Panah Wangi agar
keberadaanku tidak memecahkan perhatian.
"Saudara-saudaraku,"
begitulah Panah Wangi merangkul keberpihakan, "sebetulnya kami datang untuk mencari maharaja
yang hilang..." Kedai itu segera berdengung.
939 "Bahkan sebetulnya dilarikan para penculiknya melewati tempat
ini."
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka dengungnya pun semakin keras. Panah Wangi melirikku,
lantas mulai bercerita dari depan, yakni dari kejadian di Pasar
Timur ketika perburuan kami berujung penemuan peti uang emas
yang sudah kosong, perbincangan dengan para penuntun keledai
dari usaha jasa Keledai Cepat, dan penguntitan kami sampai
memasuki Taman Terlarang.
Sebelumnya, Panah Wangi menyelipkan dahulu penjelasan,
mengapa dirinya menjadi orang buronan, yang tidak disesalinya
karena para pemerkosa dan calon pemerkosa menurut dia
memang wajib dibunuh. Tentang itu, semua orang ternyata setuju.
"Setuju!" "Setuju!" "Setuju!" "Pemerkosa dan calon pemerkosa wajib dibunuh!"
Negeri yang penuh peperangan ini rupanya memiliki kenangan
yang buruk, ketika para pemenang selalu merasa berhak
940 mengambil segalanya, menjarah rayah harta benda, ternak
maupun manusia, membunuh atau memerkosanya dengan tiada
semena-mena. "Jadi apakah ada jalan lain selain meminjam kuda ini, jika kami
merasa wajib mengejar penculiknya dengan segera?"
Persoalan kuda sudah dilupakan. Sekarang semua orang
memberikan keterangan tentang maharaja dan para penculiknya,
yakni tiga orang berkuda yang datang dari arah yang sama dengan
arah kedatangan kami. "Apakah mereka memang para penculiknya, Puan" Waktu mereka
makan dan minum di sini tampaknya mereka berbincang dengan
akrab sekali!" DEMIKIANLAH Panah Wangi bisa membuat semua orang bicara,
yang jika tidak dilakukan dengan cara ini, seperti pengalamanku di
Chang'an, mungkin keterangan yang sama baru bisa kami
dapatkan setelah berbulan-bulan. Sementara di meja tersedia
zhengjiaor atau pangsit kukus dan arak beras, Panah Wangi masih
saja terus menggali, dan aku mendengarkan perbincangan
pelahan atau berbisik-bisik di antara kerumunan.
941 "Apa saja yang mereka bicarakan itu, Bapak?" kata Panah Wangi,
meski pengurus kedai ini sebetulnya.
"Mereka bicara tentang orang yang berada di sebelah gambar
Puan, yang disebut Harimau Perang itu."
"Oh, begitu, apa saja yang mereka bicarakan?"
"Kalau tidak salah dengar ada sesuatu yang berhubungan dengan
pesan Harimau Perang, bahwa mereka harus bersikap biasa-biasa
saja dan tidak usah sembunyi-sembunyi," kata Bapak Kedai,
"karena tidak tahu - menahu soal penculikan, tidak tahu itu urusan
penyamaran." "Bisakah Bapak perkirakan di antara ketiga orang itu, yang
manakah kiranya maharaja?"
"Terus-terang tidak begitu mudah, bahkan saya kira tidak terlalu
bisa." "Kenapa" Apakah seperti kembar tiga?"
"Justru mereka sangat berbeda-beda, tetapi karena belum pernah
melihat seperti apa wajah maharaja, saya tidak tahu pula cara
membedakannya." 942 "Apakah tidak mungkin melihat dari perbedaan sikapnya" Sikap
seorang penguasa yang lahir dalam kemewahan dan peradaban
istana pasti berbeda."
"Saya mengerti Puan, justru saya berusaha mengingat itu
sekarang, tapi saya yakin ketiga-tiganya bukan hanya seperti,
melainkan benar-benar orang biasa."
"Kalau raganya, apakah tidak ada bedanya juga?"
"Misalnya?" "Kulitnya lebih putih dari lainnya, tangannya halus dan kukunya
sangat terawat, mereka tidak mungkin sama."
"Jika memang demikian, tentu saya akan mengetahuinya jua
Puan." Panah Wangi mengangguk-angguk dengan wajah seperti menemukan sesuatu. "Apakah ini tidak keliru dengan rombongan bertiga yang lain?"
"Oh, sampai mereka pergi sama sekali tidak ada yang datang
bertiga. Jika tidak berdua, tentu sendiri seperti para pengantar
943 surat ini. Menjelang sore baru muncul rombongan unta dari arah
Jalur Sutra itu." Aku pun berpikir, maharaja sungguh pandai menyamar.
Laozi berkata: yang berat akar dari yang ringan
yang diam tuan dari yang bergerak 1
Seseorang yang lain bercerita betapa ia dan salah seorang di
antara tiga orang itu sama-sama buang air kecil, dan didengarnya
orang itu berkata: "Aaaaaahh! Akhirnya aku bebas!" Seseorang
yang lain lagi, sebaliknya, mendengarkan kedua temannya
berbicara tentang temannya yang satu itu: "Sebetulnya dia tidak
perlu menyamar lagi bukan" Dia tinggal menjadi dirinya sendiri."
Mungkinkah maharaja yang diculik itu justru mengambil kesempatan untuk melarikan diri, bukan untuk kembali ke istana,
melainkan lari dari istana" Dapat kumaklumi jika menjadi maharaja
berdasarkan keturunan, dipersiapkan seperti apa pun akan kurang
bahagia, mengingat kait-kelindan permainan kekuasaan dari
begitu banyak jaringan, yang ketulusannya tidak dapat dipastikan.
Namun, seperti anjing Shih Tzu yang diciptakan sebagai mainan
944 putri-putri bangsawan, apakah yang bisa dilakukannya jika
dilepaskan ke rimba raya"
"Benarkah maharaja berpapasan denganku di jalan" Ia tampak
riang gembira, bernyanyi begini, rumahku di Sha tempatku rela
mati di sana." Panah Wangi segera memotong.
"Sha" Bukan Shan?"
"Sha, Puan, bukan Shan."
Panah Wangi berkerut kening, tetapi tidak menanggapinya.
Sebagai orang yang pernah bekerja sebagai mata-mata, kuanggap
Panah Wangi lebih bisa memahami segala tanda daripada diriku.
Maka kulepaskan dahulu pikiranku dari maharaja dan mengurai
jaringan-jaringan yang melibatnya.
Kuingat kembali matarantai pergantian dari dua anggota Pasukan
Hutan Bersayap kepada dua orang lain yang membawa seekor
kuda tanpa penunggang. Siapakah mereka" Apakah hubungannya
dengan surat Harimau Perang" Nama Harimau Perang muncul
sebagai pemberi perintah yang ditunggu, sehubungan dengan peti945 peti uang emas, yang kemudian digorok para calon penculik
maharaja. Artinya kedudukan para penggorok itu berseberangan dengan
Harimau Perang bukan" Orang-orang kebiri penggorok ini tidak
mampu menembus penjagaan Pengawal Anggrek Merah dan mati
semua. Sebaliknya Pengawal Anggrek Merah semuanya mati di
tangan Golongan Murni, yang akhirnya juga habis dalam
pertarungan melawan Tiga Panah Maut dari Uighur. Lantas muncul
surat Harimau Perang, dan semua cerita tentang maharaja ini.
Aku keluar dari kedai dengan kepala pusing. Hanya gelap dan
bintang-bintang yang terbentang. Namun detik itu juga sekitar
seribu orang pasukan berkuda muncul dari balik malam. Sambil
mengepung kedai terdengar teriakan.
"Penculik maharaja menyerahlah!"
TANPA menunggu jawaban, sejumlah orang di barisan terdepan
menyalakan obor dan melemparkannya ke atap, sementara 20
anak panah serentak meluncur ke arahku dalam kegelapan. Aku
tidak sempat merunduk maupun menyingkir, tetapi sempat
mencabut pedang jian milik Pengawal Anggrek Merah dan
menyampok semuanya ke tanah. Atap kedai langsung menyala.
946 Setiap orang yang keluar dari dalam kedai segera diserang anak
panah dan tombak, tetapi para pengantar surat bukanlah anak
kemarin sore, bukannya sekadar menyampok segala senjata,
melainkan dengan kecepatan kilat bahkan membalasnya.
Atap sudah menyala dan 50 orang di pihak pasukan berkuda
bergelimpangan dengan pisau terbang di jantung, leher, atau
dahinya. Bapak Kedai muncul paling akhir dan nyaris menjadi
korban anak panah, jika Panah Wangi tidak muncul di
belakangnya, menangkap anak panah itu, mematahkannya
menjadi dua, dan mengembalikannya dengan kecepatan senjata
rahasia. Keduanya akan menancap pada kedua mata pemiliknya.
Serangan ini menimbulkan amarah luar biasa di kalangan para
pengantar surat, karena sikap kurang periksa pasukan berkuda
yang sungguh nyaris menimbulkan korban. Dengan kecepatan
kilat aku berkelebat mengelilingi kepungan, menotok semua kuda
terdepan. Setelah itu berganti Panah Wangi mengambil panah dari
kudanya, dan segera pula bergelimpangan 50 orang malang yang
sudah berkuda begitu jauh hanya untuk menemui kegagalan.
"Orang-orang bodoh! Pasukan dari mana kalian"! Membakar dan
membunuh seenaknya!"
947 "Kami dikirim dari Chang'an! Serahkan maharaja atau kami bakar
semua rumah di sini!"
Aku belum pernah melihat kekacauan seperti ini. Mulai dari
jumlahnya yang terlalu besar untuk mengejar satu orang terculik,
keterangan keliru yang nyaris menimbulkan korban, cara-cara
seperti membakar dan membunuh tanpa periksa, yang meski
gagal menjatuhkan korban, berakibat dengan bergelimpangannya
korban tewas di pihak mereka sendiri.
Kedai itu menyala terang, apinya berkobar-kobar, lantas menyusut
tinggal bara api. Kukira ini adalah kekacauan yang sengaja
diciptakan. Ada pihak yang tahu maharaja sudah pergi dari sini,
tahu pula kami berada di sini, tetapi belum jelas pula apa yang
diinginkannya dengan keadaan ini.
Gong-sun Long berkata: kuda putih bukanlah kuda;
apa pendapatmu tentang hal itu" 1
"Jangan bunuh! Jangan bunuh!"
Aku mencoba mengurangi pertumpahan darah.
948 "Jangan bunuh! Mereka hanya korban penipuan!"
Bagi Panah Wangi, sembari melenting-lenting dalam kegelapan di
atas kepala-kepala para prajurit pasukan berkuda itu, mudah saja
mengganti sabetan pedang dengan totokan. Bahkan sambil
melenting-lenting di udara Panah Wangi lebih leluasa mengirim
totokan-totokan jarak jauh yang segera menjatuhkan berpuluhpuluh orang.
Maklumlah pasukan tempur ini begitu melihat kawan-kawannya
bergelimpangan langsung merangsek dengan ganas, yang
disambut dengan dingin dan penuh perhitungan oleh para pengantar surat itu. Korban sudah telanjur banyak bergelimpangan.
Jeritan membubung. Darah tumpah seperti bocor dari guci.
Betapapun, para pengantar surat ini tidak dapat menarik kembali
jurus-jurus sabetan pedang, apalagi pisau terbang yang sudah
mereka lemparkan. Maka aku pun melakukan totok jarak jauh sebanyak-banyaknya
dan secepat-cepatnya, justru untuk menyelamatkan pasukan
tempur yang telah diperdaya ini. Mengepung kedai kecil dengan
pasukan sebesar ini jelas tidak pernah dianjurkan Sun Tzu, Wu Qi,
maupun Sima Rangju 2. Apalagi dipertahankan oleh prajuritprajurit dengan daya tarung seperti para pengantar surat ini.
949 Aku melakukan penotokan jarak jauh dengan begitu cepat, amat
sangat cepat, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih cepat, bukan
hanya kepada manusia, tetapi juga kudanya, karena kuda tempur
pun sama berbahaya dengan penunggangnya. Mereka juga telah
dilatih menggigit, menyepak dengan kaki depan maupun kaki
belakang, dengan satu kaki atau dua kaki, dengan tujuan tertentu.
Di antara teriakan manusia dan ringkik kuda yang hiruk-pikuk aku
bersuit-suit memberi tanda kepada Panah Wangi, bahwa aku
menotok mulai dari barisan depan dan agar dia melakukannya dari
belakang. Demikianlah manusia dan kuda ambruk seperti karungkarung yang mendadak kehilangan isi. Dari 50, ke 100, 200, 300,
bahkan 500! Dikurung tubuh manusia dan kuda, baik yang sekadar tertotok
tanpa daya maupun yang telanjur meninggalkan dunia karena
bentrokan pada awal serangan, pasukan yang tersisa tampak
canggung di atas kuda masing-masing, karena tidak bisa berbuat
apa-apa. "Kita sama-sama mengabdi Wangsa Tang," ujar salah seorang
pengantar surat dengan sedih, "mengapa kita saling berbunuhan?" 950 PANAH Wangi mengambil peluang dari keadaan itu.
"Pasukan tolol! Sekarang kalian tahu betapa membasmi kalian
sama mudahnya dengan meludah ke tanah. Kalian yang selamat
karena hanya kami totok, akan kembali seperti sediakala pada saat
matahari terbit. Tetapi jika tadi kami berikan Totokan Pelepas
Nyawa sudah jelas sekarang ini sudah berumah di antara bintangbintang! Berterima kasihlah kepada Pendekar Tanpa Nama yang
memberi peringatan, bahwa nyawa tolol kalian itu tidak perlu
dibuang-buang. "Nah, karena perwira yang memimpin kalian telanjur gugur dalam
tugas tolol yang sama sekali tidak dipertanyakannya, siapa pun
harus mengatakannya, siapa yang memberi kalian perintah
memburu penculik maharaja?"
Sekarang suasana menjadi sunyi, angin
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seperti sengaja memperlambat kecepatannya, hanya terdengar dengus kuda,
yang memang tidak paham perbincangan manusia. Tidak seorang
pun tampak berusaha menjawab pertanyaan Panah Wangi.
Aku mengamati seragam pasukan itu. Memang seragam pasukan
pemerintahan Wangsa Tang, salah satu di antara enam seragam
resmi tentara kerajaan, dan ini yang disebut zirah godam hitam,
951 yang terbuat dari besi dan kulit, sebagai seragam Shen-ts'e atau
Pasukan Siasat Langit, pasukan ternama yang didirikan tahun 753
sebagai penjaga perbatasan barat laut. Tugas utamanya adalah
menumpas pemberontakan dan mempertahankan Chang'an.
Jumlah anggota pasukannya, termasuk perwira, sampai hari ini
sekitar 240.000 1. Beruntung totokan kami masih bisa diselipkan ke bagian leher dari
depan, tempat segala pisau terbang dan anak panah menancap,
karena tengkuk sudah terlindungi besi. Dalam pertarungan jarak
dekat, para pengantar surat juga akan menyabet atau menusuk
celah pada ketiak sedalam-dalamnya yang tidak mungkin ditutup
besi. Namun jika anak panah dilepaskan Panah Wangi, baju zirah
dan perisai pun akan ditembusnya!
Seragam itu digunakan untuk bertempur, bukan untuk keadaan
damai 2. Artinya memang resmi berangkat untuk bertempur. Jadi
siapa yang menugaskannya"
Masih juga tidak ada suara. Panah Wangi tampak berusaha keras
untuk sabar. Seorang pengantar surat mendekatinya dan mereka
tampak berbisik-bisik sebentar. Para pengantar surat tentu tahu
bagaimana cara melacak tugas itu, dan Panah Wangi tampak akan
memanfaatkannya. 952 "Baiklah, akan kuganti pertanyaannya," kata Panah Wangi,
"apakah kalian berangkat dengan upacara?"
Kali ini, setelah para prajurit itu saling menunjuk, ada juga yang
menjawab. "Ya, Puan, kami berangkat dengan upacara."
"Siapakah yang memimpin upacara itu?"
"Oh, dia sudah perlaya, Puan, ada di situ," katanya sambil
menunjuk ke suatu arah. Aku dan Panah Wangi dengan segera sampai di situ. Kami dengan
cepat memilah-milah antara korban-korban tewas dan tubuh-tubuh
tergeletak lemas karena totokan, tetapi pemimpin pasukan ini
terdapat di antara yang tertotok, meskipun memang tewas. Aku
tidak tahu di bagian mana ia diberi tanda sebagai perwira, tetapi ia
memang tampak sebagai perwira.
Ia tidak tewas di tangan salah satu pengantar surat maupun oleh
Panah Wangi. Mulutnya berbusa, bibirnya hitam, kedua tangan
memegangi lehernya sendiri, dan wajahnya tampak kesakitan.
"Ia bunuh diri menelan racun," kata Panah Wangi.
953 Nanquan Puyuan berkata: mula-mula belajar sesuatu di sisi lain kembali dan hidup di sisi ini 3 Maka apakah yang telah dikatakannya, ketika memimpin upacara
dalam persiapan keberangkatan"
"Tidak ada, Puan, ia hanya mengumpulkan dan memberangkatkan
kami," kata seseorang ketika Panah Wangi bertanya, "Baru di sini
kami dengar ia berteriak tentang perkara maharaja diculik, ketika
memberi perintah untuk membakar kedai dan membunuh orangorang yang keluar dari sana. Kami juga heran, jumlah seribu orang
jelas terlalu banyak untuk menyerang kedai dan jumlah orang
sekecil ini. Buktinya justru kami tidak mampu bergerak meski
hanya dua orang mengepung dengan ketajaman serangan yang
tinggi dari depan dan belakang barisan."Rupa-rupanya memang
ada yang janggal. 954 PEMANDANGAN sungguh aneh, angin kembali kencang dan kini
cahaya bulan menerangi ratusan kuda dan penunggangnya,
orang-orang gagah dari Pasukan Siasat Langit, yang bergelimpangan tanpa daya karena totokan jarak jauh.
Panah Wangi melanjutkan penyelidikannya.
"Sebelum berangkat kemari, apa tugas kalian di Chang'an?"
"Kami bertugas di utara Chang'an, di perbatasan Uighur yang
berseberangan dengan Anpei. Kami ditarik ke Chang'an untuk
bertukar tempat dengan Pasukan Hutan Bersayap yang menjaga
Istana Terlarang." "Hmm! Begitu rupanya! Pasukan Hutan Bersayap itu sudah pergi?"
"Kami berpapasan dengan mereka di batas Taman Terlarang,
mereka membawa banyak keledai yang mengangkut peti-peti."
Panah Wangi memandangku. Orang-orang kebiri pergi membawa
peti! "Apakah mereka sampaikan mau pergi ke mana?"
955 "Tidak, tetapi ketika kami tanyakan isi peti itu, kata mereka mayat
kawan-kawan mereka yang dibunuh para penculik maharaja, dan
bahwa kamilah yang harus segera mengejarnya."
"Hmmh! Apakah peti itu memang seperti peti mati?"
"Tidak, Puan, melainkan seperti peti penyimpan barang, tetapi
kami pikir keadaan memang darurat, jika mengingat cerita yang
kami dengar, tentang bentrokan antara sesama pengawal
maharaja sendiri..."
Panah Wangi menghela napas.
"Sebetulnya peti mati sudah cukup sering menjadi alat penipuan,
tetapi jika yang membawan Pasukan Hutan Bersayap, siapakah
yang akan berani membukanya" Kukira kalian harus cepat kembali
ke Chang'an, membawa teman-teman kalian yang tidak bisa
bangkit selama-lamanya ini, menghadap kepada panglima induk
Pasukan Siasat Langit, dan ceritakanlah semuanya. Jika pasukan
bisa dibagi dua, artinya yang lain mengejar Pasukan Hutan
Bersayap, mungkin banyak yang bisa diselamatkan."
Anggota Pasukan Siasat Langit itu pun mengatakan apa yang
dipikirkannya. 956 "Jika kami bisa berangkat sekarang juga, tentu bagus sekali,
karena dengan keledai-keledai membawa peti yang tampak berat
itu, kecepatan mereka akan sangat terbatas di padang yang juga
merupakan lautan semak-semak menuju wilayah Uighur," katanya,
''Tetapi kekuatan kami sekarang ini separo, sedangkan..."
Panah Wangi memotong. "Kami bisa pudarkan semua totokan pada semua kuda dan
manusia yang bergelimpangan, jika kalian sungguh-sungguh ingin
membantu menyelamatkan negeri ini."
"Percayalah kepada kami, Puan, tetapi apakah maharaja..."
"Serahkan masalah maharaja kepadaku," sergah Panah Wangi,
"mungkin ini tidak segawat seperti tampaknya."
"Baiklah!" Panah Wangi menatapku lagi. Maka dalam gelap kami berdua
bergerak cepat memudarkan totokan-totokan kami masingmasing. Aku memudarkan totokan atas manusia dan kuda yang
bergelimpangan di barisan depan, Panah Wangi memudarkan
totokan atas manusia dan kuda yang bergelimpangan di barisan
belakang. 957 Melakukan totokan dari jarak jauh mungkin kami tampak seperti
orang bermain-main. Dalam kenyataannya sekitar 500 kuda
tempur dan penunggangnya yang semula lemah dan tiada
berdaya, sehingga siapa pun yang menjadi lawan bisa mencincangnya, tampak serentak dan mendadak bagaikan bangkit
lagi dari kematian. Padma-Sambhava berkata: jika dilahirkan di antara iblis,
gua-gua batu dan lubang dalam
di bumi dan kabut akan muncul jangan masuk ke dalamnya 1
Kami memacu kuda tanpa berbicara lagi sepanjang malam, karena
telah kami bicarakan semuanya sebelum berangkat sambil makan
malam, di tempat persinggahan yang kedainya sudah habis
terbakar itu. Tidak urung tentara kerajaan jua harus membangun
kembali kedai itu dengan segera, lengkap dengan segala bahan
pangan yang harus dimasak, untuk melayani kebutuhan para
pengantar surat yang tiada hentinya hilir-mudik sepanjang jalur,
antara daerah perbatasan dan pusat pemerintahan di Chang'an.
958 Pasnah Wangi berkata, banyak alasan untuk menduga betapa
maharaja yang telah diculik dan tampaknya telah juga membebaskan diri itu adalah maharaja bayangan atau maharaja
palsu. Sebagai bekas mata-mata, mungkin dari tingkat tinggi,
Panah Wangi mengetahui betapa untuk setiap maharaja, atas
alasan keamanan, selalu disiapkan seorang pengganti yang
disebut maharaja bayangan, yakni seseorang yang wajah, sosok
tubuh, dan terutama tindak-tanduk, tutur kata, serta terutama
suaranya sama dengan sang maharaja.
Seorang maharaja bayangan selalu dibutuhkan, bukan sekadar
sebagai pajangan pengganti untuk mengurangi kesibukan,
melainkan karena seorang maharaja sebuah negeri yang hampir
selalu berperang, juga selalu menjadi sasaran pembunuhan!
DEMIKIANLAH seorang maharaja bayangan dilatih untuk bersikap
dan berpikir seperti maharaja, karena dalam berbagai upacara
tidak selalu maharaja itu hanya diam seribu bahasa, sehingga
kemiripan saja belum merupakan syarat yang cukup untuk menjadi
maharaja bayangan. Seorang maharaja bayangan yang baik,
selain mesti menguasai seni peran, juga harus menguasai seni
pikiran. 959 "Dengan kata lain, ada beberapa tingkat maharaja bayangan," kata
Panah Wangi, "Mulai dari yang hanya mirip sosok dan wajahnya,
sehingga hanya bisa dipajang tetapi jangan sampai mengeluarkan
suara, dan ini adalah tingkat terendah, sampai tingkat tertinggi,
yang mampu menggantikan maharaja untuk berbicara dengan
perdana menteri, tamu negara, maupun masuk peraduan bersama
putri istana. "Mata-mata maupun pembunuh bayaran sangat mungkin masuk
jalur terakhir itu, maka cara untuk balik memata-matai mata-mata
itu dan membongkar jaringannya, barangkali bahkan untuk balik
menyelusupinya, antara lain memalsukan maharaja itu.
"Pernah juga seorang penyusup berhasil masuk dan nyaris
menikam maharaja di peraduannya, terjun dari atas atap, tetapi
putri istana yang tidur di situ ternyata adalah pengawal rahasia,
yang langsung membabat putus leher penyusup itu sebelum
menginjak tanah. Namun jika tikaman itu berhasil, maharaja yang
dibunuhnya itu sudah dipalsukan, dan perempuan pengawal
rahasia yang menggagalkannya pun tidak tahu jika bukan
maharaja yang tidur bersamanya semalam."
Aku ingat cerita tentang kecurigaan Harimau Perang terhadap Putri
Anggrek Merah sebagai bagian dari jaringan mata-mata Yang
960 Mulia Paduka Bayang-Bayang, yang berakibat kepada tewasnya
putri istana tercantik itu. Mungkinkah kekasih maharaja tidak
mengenali betapa maharaja adalah palsu, sehingga bukannya
dapat menggali rahasia melainkan rahasianya sendiri yang
kemudian terbongkar" Sekarang aku bisa memikirkan kemungkinan sejak awal Putri Anggrek Merah telah terjebak
berkencan rahasia dengan maharaja yang sudah dipalsukan.
Kuda kami terus melaju menembus malam sepanjang jalur cepat,
yang berangin kencang dengan cahaya bulan menyepuh
pepohonan, semak-semak, alang-alang, rerumputan, bebatuan di
sebelah kiri dan kanan jalan, tempat padang bagai hamparan
keperak-perakan. Sambil melaju kencang di atas kuda tempur
Uighur milik Pasukan Hutan Bersayap, aku teringat perkiraan
Panah Wangi, mengapa maharaja yang kami kejar ini adalah
maharaja bayangan, meskipun dari tingkat yang rendah.
Pertama, disebutkan ketiganya begitu akrab sehingga tidak dapat
diketahui mana penculik dan mana terculik; kedua, disebutkan
bahwa ketika buang air ia berkata kepada dirinya sendiri bahwa ia
sudah bebas; ketiga, dua kawan seperjalanannya berkata ia tidak
usah menyamar, melainkan jadi dirinya sendiri; keempat, ia
menyanyi dengan kalimat ''rumahku di Sha" yang tidak mungkin
961 dikenal apalagi dinyanyikan Maharaja Diraja Negeri Atap Langit
Dezong. Para guru Ch'an Tsung berkata: Sakyamuni memiliki ajaran rahasia tetapi Mahakasyapa
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak merahasiakannya 1 Berdasarkan keterangan para pengantar surat, Panah Wangi
menduga bahwa maharaja bayangan ini berasal dari Sha, berada
di Istana Terlarang berdasarkan suatu rencana yang dia sendiri
tidak mengetahuinya, penculikannya adalah usaha mengalihkan
perhatian, tetapi belum dapat diduga mengapa dari tempat ini
ketiganya berpisah ke tiga jurusan.
"Maharaja bayangan itu jelas mau pulang ke Sha, dan itu kukira
bukan bagian yang direncanakan, padahal melepaskan diri dari
tugas seperti ini bisa membuat dia dihukum mati," kata Panah
Wangi. 962 "Ada sesuatu yang tidak kita ketahui dari perbincangan mereka
bertiga," kataku, "tetapi jika yang satu mau pulang saja, mungkin
sebetulnya pulang dalam rangka menghilang, dan dua orang yang
lain juga hanya mau menghilang, berpisah jalan agar jika ada yang
mengejar akan terbingungkan. Namun setahu mereka semua
pengejar Pengawal Anggrek Merah itu sudah mati bukan?"
"Kenapa mereka harus menghilang?"
"Karena mereka bukan bagian dari kegiatan kerajaan, apa yang
berlangsung di Istana Terlarang adalah pertemuan dua kepentingan; antara yang mau membunuh maharaja dan yang
mau memanfaatkan maharaja demi kepentingannya sendiri, yakni
membawa peti-peti berisi uang emas ke luar dari negeri ini."
"Lantas berkembang tidak terduga?"
TERANG bulan memperlihatkan burung hantu menyambar tikus
yang berlari di antara semak-semak. Kami masih tenggelam dalam
pikiran kami masing-masing, sementara kuda kami melaju
sepanjang jalur cepat menuju ke Sha, kota kecil di arah barat laut
yang kami duga menjadi tujuan maharaja bayangan itu.
Dalam peristiwa bentrokan di Taman Terlarang, kedua belah pihak
saling tidak tahu-menahu bahwa Maharaja Dezong, yang
963 keselamatannya dipertahankan mati-matian, adalah palsu. Namun
jelas ada yang mengetahui bahwa maharaja bayangan itu palsu,
dan barangkali pihak yang mengerti ini sudah siap dengan adanya
usaha penculikan, yang dapat dimanfaatkan untuk mengalihkan
perhatian atas pemindahan peti. Cemerlang!
Di sebelah manakah perkembangan yang mungkin tidak terduga"
Sudah tentu adegan saling bunuh antara Golongan Murni dan Tiga
Panah Maut dari Uighur yang tidak menyisakan satu pun manusia
itu, tetapi peristiwa ini tidak seperti akan mengubah alur apa pun.
Karena itu mungkin tiada peristiwa tidak terduga. Semua sudah
diperhitungkan urutannya, bahwa kelompok pembunuh menggorok
para penuntun keledai sebagai jalan masuk ke Istana Terlarang
bakal disambut Pengawal Anggrek Merah, dikepung balik Pasukan
Hutan Bersayap, dan maharaja bayangan itu diculik Golongan
Murni ketika semuanya lengah. Ya, berarti jaringan Golongan
Murni telah menyelusup ke dalam jaringan orang kebiri!
Semuanya telah diperhitungkan, termasuk bahwa Pengawal
Anggrek Merah akan memburu dan mereka jebak sampai
semuanya tewas. Bahkan apa yang akan dilakukan kepada
maharaja bayangan itu pun kukira sudah cukup jelas, yakni
dibungkam untuk selama-lamanya. Siapa yang bertugas membungkam" Tentu kedua orang yang belum kami ketahui siapa
964 dan dari golongan mana itu, tetapi tentu dari pihak yang telah
memasang maharaja bayangan, yang jika dihubungkan dengan
pemindahan peti-peti, belum bisa dipastikan bahwa hal itu
dilakukan dengan atau tanpa sepengetahuan istana...
Apakah Harimau Perang boleh dianggap berada di belakang
semua ini" Betapapun surat yang seperti berasal dari Harimau
Perang itu, agar kami tidak meneruskan pencarian maharaja ketika
belum kami dapati kemungkinannya sebagai bayangan, belum
dapat kami pastikan. Jika kami bisa menanam bukti dengan
pembantaian para penjahat kambuhan, yang telah menyudutkan
Harimau Perang, sehingga Hakim Hou mengumumkan pencariannya sebagai buronan, mengapa pula orang lain tidak bisa
melakukannya bukan" Perkembangan yang kukira tidak terduga tentu bahwa Pasukan
Siasat Langit kini sedang memburu Pasukan Hutan Bersayap yang
sedang berusaha membawa peti-peti berat ke luar batas Negeri
Atap Langit. Kami sungguh berharap mereka akan berhasil karena
layak diduga peti-peti yang mereka sebut berisi mayat para
pembunuh itu juga, atau sebetulnya, berisi uang emas perbendaharaan negara! 965 Laozi berkata: Dao adalah rahasia semesta tak terjelaskan
perbendaharaan orang baik perlindungan orang jahat
ujaran indah bisa dijual di pasar, sikap ningrat bisa dihadirkan sebagai hadiah
meskipun ada orang jahat mengapa menolak mereka" 1
Sha dapat dicapai melalui jalur cepat yang menuju Jalur Sutera,
tempat terdapatnya percabangan ke Sha tersebut, sehingga kami
memilih jalur yang tengah untuk mengejar sang maharaja
bayangan. Jika kami berhasil menemuinya dalam keadaan hidup,
kami yakin bisa mendapatkan banyak penjelasan berharga.
Aku masih ingat cerita pengantar surat itu, tentang seseorang yang
bernyanyi dengan kerinduan terhadap kampung halaman bernama
Sha. Itu yang membuat kami tidak mengambil jalur cepat ke Hui di
sebelah kanan ke arah utara. Tidak pula jalur cepat ke Shan di
sebelah kiri ke arah barat, melainkan yang di tengah menuju Jalur
Sutera ke arah barat laut.
966 ''Jika kedua orang yang belum jelas golongannya itu ditugaskan
membunuh, tentu mereka masing-masing segera berbalik dan
menyusulnya," kataku.
Panah Wangi mengangguk tanda setuju. Namun kami tidak bisa
memeriksa dugaan ini dengan melacak jejaknya, karena jalur
cepat di bagian ini pengerasan tanahnya lebih baik, sehingga tapak
kuda tidak meninggalkan jejak. Betapapun kami anggap pertimbangan untuk mengambil jalur cepat yang ini masuk akal.
Begitulah semalaman kami berkuda sampai harus menyeberangi
sebuah sungai. Untuk menyeberangi sungai itu kami harus
menunggu perahu penyeberangan. Sambil menunggu kami turun
dari kuda, duduk di tepi sungai, dan menahan napas melihat
sepuhan perak pada permukaan sungai.
Saat itulah kami saksikan sesosok bayangan hitam berselancar di
atas permukaan sungai! DALAM cahaya bulan, permukaan sungai mengertap keperakperakan, dan di atasnya tampak sesosok bayangan hitam
berselancar sambil kadang-kadang meloncat memainkan berbagai
jurus silat, dengan amat sangat lambat seperti tarian terlambat,
lantas begitu turun dan menginjak permukaan sungai langsung
967 melancar lagi. Sudah tentu ilmu meringankan tubuhnya tinggi
sekali. Sosok itu hilang di hilir, dan kami tersenyum saling memandang.
Lepas malam, sebelum pagi, saat-saat tersunyi dunia manusia di
muka bumi. Pendekar itu tentu tiada mengira terdapat dua orang
duduk tenang-tenang menonton latihannya. Begitulah pertunjukan
itu berlalu ditelan sunyi.
Kami tidur di atas rumput yang tebal di atas lereng pada tepi
sungai, setelah melepas pelana kuda dan mengambil lapisan kain
di bawah pelana itu sebagai alas tidur kami. Langit mulai terang
ketika kuda tempur itu menyentuh penunggangnya masing-masing
dengan kakinya. Kurasa tidak lama kami tidur, tetapi tentu itu tidur
yang penuh karena semua kesegaran kami kembali.
Di bawah, perahu penyeberangan telah tiba. Tiga penunggang
kuda yang mengenakan serban dan membawa delapan unta yang
mengangkut barang dagangan menaiki perahu. Aku tidak yakin
mereka dari mana, tetapi sudah jelas mereka tergolong orangorang Dashi 1 pemeluk agama yang disebut Islam karena tadi
kulihat mereka bersembahyang dengan cara menyungkum bumi.
Semenjak di Chang'an, sudah sering kulihat cara mereka
bersembahyang yang berkelompok itu, yang selalu diawali
968 panggilan sembahyang bersuara merdu. Di berbagai tempat
mereka akan bergabung dengan rombongan unta yang lain,
membentuk rombongan besar dengan 20 sampai 50 unta, yang
kadang kudengar disebut kafilah.
Dapat kupastikan mereka membawa kain sutera di antara barang
dagangannya, karena dihargai sangat tinggi oleh orang-orang kaya
dan para bangsawan di luar Negeri Atap Langit. Jalur perdagangan
kain sutera inilah yang membuat jalur penghubung Negeri Atap
Langit dengan negeri-negeri lain yang jauh seperti Kemaharajaan
Byzantium maupun Khalifat Abbasiyah di Baghdad sehingga di
mana pun dikenal sebagai Jalur Sutra. Mereka yang mengenakan
busana sutera nan menjumbai di lantai-lantai marmar, tentu tidak
membayangkan perjalanan kain sutera yang diangkut unta
menyeberangi sungai pada pagi buta seperti ini.
Namun Negeri Atap Langit sekarang bukan lagi penguasa seluruh
jalur itu, semenjak pada 751 balatentara Wangsa Tang yang maju
terus ke barat, bentrok dan dipukul mundur oleh balatentara
Abbasiyah di lembah Sungai Talas di wilayah Syr Darya, yang
terletak jauh di barat laut dari Negeri Atap Langit.
Sun Tzu berkata: jika kita mengetahui 969 bahwa pasukan kita mampu menyerang
tetapi tak bisa melihat bahwa musuh tidaklah rapuh
kita hanya memiliki setengah kemenangan 2
Masih perlu dua perahu penyeberangan lagi untuk mengangkut
kami semua, delapan unta, tiga kuda yang ditunggangi orang
Dashi, dan kedua kuda kami. Seorang pengantar surat, sepasang
suami istri dengan baju indah, dan seorang pengemis bertongkat
menyusul masuk ke perahu kami. Tiga perahu ini dikelola oleh
usaha jasa yang sama, dipimpin satu orang yang bersuit sebagai
tanda berangkat, sehingga ketiga perahu ini pun bertolak bersamasama. Setiap perahu cukup dilayani dua orang bertenaga raksasa,
yang dengan dayungnya dapat mengarahkan perahu ke tempat
tujuannya di seberang. Langit sudah mulai berubah warna. Angin juga berubah arah
sesuai dengan perubahan suhu, meski ke mana pun angin bertiup
bagiku yang terasa hanyalah dingin. Aku memandang permukaan
sungai, dan meskipun masih remang-remang, kulihat juga
bayangan meluncur di bawah permukaan sungai yang cukup besar
970 itu, seperti meluncurnya seekor lumba-lumba. Namun ini bukanlah
seekor lumba-lumba, melainkan seorang manusia!
Itu satu orang, kemudian di belakangnya lagi tiga orang. Perahu
penyeberangan menuju ke arah barat laut, bayangan yang
meluncur di bawah permukaan sungai itu datang dari utara; kulihat
di sebelah kiri susunan bayangan yang sama, satu orang diikuti
tiga orang; lantas dari depan dan belakang, masing-masing satu
orang; setiap perahu penyeberangan akan diserang oleh delapan
orang! "Perompak!" Pemimpinnya berteriak dan bersuit memperingatkan kelima anak
buah pada tiga perahu. Tidak hanya anak buahnya, para
penumpang pun diperingatkan.
"Para penumpang, siapkan senjata kalian!"
KAUM perompak yang berenang di bawah permukaan air dan
melaju seperti lumba-lumba telah semakin dekat, tetapi belum
semua orang mencabut senjatanya. Di perahuku terdapat seorang
Dashi bersama tiga unta dan seekor kuda yang ditungganginya.
Aku dan Panah Wangi bersama kuda kami dan pengemis tua
berjanggut putih yang busana maupun capingnya sungguh
971 compang-camping itu. Di padang luas itu ia datang berjalan kaki
dengan tongkatnya, dan pada tongkat bercabang itu tergantung
bungkusan kain berisi bekal. Bungkusan kain itu pun lusuh, bahkan
juga bertambal seperti busananya. Pada pinggangnya terlihat
pundi kulit berisi air minum yang seperti tidak pernah habis
diminumnya. Sekarang pun ia menenggak air dari pundi kulit itu, tetapi
menggunakannya untuk berkumur. Kukira ia sungguh terlalu
tenang menghadapi para perompak yang datang menyerbu.
Apakah ia seorang pengemis atau bukan pengemis"
Orang Dashi itu sudah mencabut pedangnya yang melengkung,
dan bahkan dalam cahaya dini hari yang belum terlalu terang pun
pedang itu berkilatan. Apabila terdapat kepala milik perompak
muncul di sisi, niscaya akan terlepaslah kepala tersebut dari
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lehernya. Namun jangan disebut perompak sungai jika tidak piawai
bermain di sekitar perahu, bukan" Mendekati perahu, perompak
pertama pada kedua sisi langsung hilang di bawah perahu, dan
baru tiga orang di belakangnya secara bersamaan muncul, dan
langsung naik di pinggir perahu dengan golok tanpa sarung yang
hanya diikat tali di punggungnya.
972 Muncul bersamaan tiga orang di sisi kanan perahu, dan tiga orang
lagi di sisi kiri, tentu lebih menyulitkan pertahanan sehingga orang
Dashi yang tadi siap sekarang tertegun. Golok salah satu
perompak nyaris membelah dadanya jika sebatang anak panah
tidak dengan segera menancap pada dahi perompak itu. Dua
panah lain dari Panah Wangi sudah menancap pula pada dahi dua
perompak yang lain di sisi kiri perahu; sementara di sisi kanan,
pengemis tua berjenggot putih segera menyemburkan minuman
yang dikumurnya. Ketiga perompak yang muncul di sana menjerit
dengan wajah terbakar api dan tersentak kembali masuk ke sungai.
Di haluan dan buritan kulihat kedua tukang menggebuk dengan
dayung yang justru ditarik masuk ke dalam sungai. Jika mereka
ditarik ke dasar sungai tentu riwayat keduanya berakhir sampai di
sini, maka aku pun menerjunkan diri. Udara begitu dingin dan air
sungai lebih dingin lagi, tetapi para perompak yang hanya
mengenakan kancut itu memang berusaha menjalankan rencana
mereka secepatnya. Ini baru kusadari ketika di dalam air kulihat pada masing-masing
perahu dua orang perompak berusaha melubangi dasarnya.
Pantaslah kedua perompak yang melaju di sisi kiri dan kanan pada
tiap perahu langsung menghilang dan tidak naik ke perahu. Aku
harus cepat, sebab jika tidak, ketiga perahu ini akan tenggelam.
973 Aku pun mendekati mereka, yang sedang membuat lubang dengan
cara menusuk dan menguak sambungan papan pada perahu
dengan goloknya. Begitu mereka melihatku langsung mereka menyerangku lebih
dulu pada kedua bahu, seolah-olah ingin mengutungkan kedua
tanganku. Aku bergerak lebih cepat, memuntir putus kedua tangan
yang mengayunkan golok itu pada pergelangan tangannya,
dengan tangan kiri maupun tangan kananku. Mereka menjerit
kesakitan, tetapi di dalam air tentu bukan hanya tiada terdengar,
melainkan airnya masuk ke dalam mulut dan mungkin saja paruparu mereka. Kuharap kerusakan yang mereka buat belum terlalu
parah. Kutengok kedua perahu penyeberangan yang lain. Jika hanya
diriku yang terjun ke dalam air, tentu kedua perahu itu akan sempat
dilubangi. Namun sungai ini berair coklat, dan pada pagi yang baru
dimulai, segala sesuatu belum begitu jelas. Juga dalam keadaan
kacau ketika para pendayung harus membela diri mereka sendiri,
maka arus sungai telah membuat ketiga perahu ini terpisah jauh,
sehingga dari dalam air aku tidak bisa melihat dasar perahunya
sama sekali. Maka kuputuskan untuk naik ke atas perahu
penyeberangan itu saja, dan dari sini dengan ilmu meringankan
tubuh aku bisa melesat ke mana pun perahu yang lain itu berada.
974 Mozi berkata: bagaimana kita tahu orang-orang terhormat dunia ini jauh dari
kebaikan" para raja negara besar yang bersaing berkata:
"Menjadi negara besar, jika tidak kuserang negara-negara kecil,
apa yang membuatku besar?"
DI permukaan segalanya tercerai-berai dan membingungkan.
Ketiga perahu penyeberangan ternyata sudah saling menjauh, dan
satu di antaranya tampak berhasil dibocorkan, sehingga tampak
miring dan segera tenggelam. Di perahu itu terdapat seorang Dashi
dan sepasang suami-istri yang berbaju indah, dua ekor unta, dua
ekor kuda, dan dua tukang dayung yang sudah mati.
Pada perahu yang lain justru perompak yang tergeletak. Para
penumpang masih lengkap, seorang pengantar surat dan seorang
Dashi, dua tukang perahu yang salah satu adalah pemimpinnya,
berikut tiga unta dan dua ekor kuda. Kulihat Panah Wangi di perahu
itu dalam keadaan basah. Tentu dialah yang terjun, menyergap ke
dasar perahu, dan menggagalkan usaha penenggelaman.
975 Berarti Panah Wangi menangkap apa yang kutangkap bahwa
sergapan itu sama sekali bukan perampokan, meski yang
mengerjakannya memang para perompak sungai. Suatu perampokan tidak akan membiarkan barang-barang berharga
tenggelam, dan para perompak yang menyelam di sungai dingin
hanya berkancut, tentu dengan rencana bertindak sangat cepat.
Namun jika ini bukan perampokan, dan hanya usaha untuk
menenggelamkan, siapa yang menjadi sasaran"
Sementara ketiga perahu saling menjauh, bahkan yang satu
menjelang tenggelam, pengemis tua berjenggot putih itu terlibat
pertarungan antara hidup dan mati di atas permukaan sungai,
melawan pendekar yang tadi pagi kami lihat asyik berselancar.
"Pengemis Tua Berjengggot Putih! Jadi sekarang itulah namamu!
Berani benar kamu menginjakkan kaki di wilayah ini! Apakah kamu
sudah lupa perjanjian kita yang ditulis dengan darah 20 tahun
lalu?" "Perjanjian bodoh untuk apa dituruti" Selendang Setan, mengapa
kita tidak berdamai dan kawin saja seperti yang pernah kita citacitakan bersama?"
976 Pertarungan mereka hanya terlihat sebagai kelebat bayangan dan
suara berdesau di antara deru angin dan kecipak air sungai, tetapi
aku dapat melihat serunya pertarungan antara selendang panjang
yang mampu menghancurkan batu, melawan tongkat bercabang
yang seperti bermata dan selalu terarah ke leher jenjang
perempuan itu. Apakah yang sudah terjadi 20 tahun lalu antara mereka berdua"
Selendang Setan tampak seperti berusia 40, dan Pengemis Tua
Berjenggot Putih itu mungkin 60 tahun. Kisah cinta macam apa
yang harus berakhir dengan baku bunuh"
Padma-Sambhava berkata: manusia mati setiap hari ketika tidur,
itu pun tidak mati; dan kematian yang datang setiap masa hidup
hanyalah tidur lebih panjang
daripada yang datang setiap akhir hari 1
"Tolong! Tolong! Istri saya! Tolong!"
977 Perahu penyeberangan itu semakin cepat tenggelam. Kuda dan
unta sudah berenang sendiri-sendiri. Orang Dashi itu pun bisa
mengambang. Dalam arus sungai besar, yang permukaannya
tampak tenang, tetapi mengalirkan tenaga luar biasa di bawahnya,
kemampuan berenang sekadarnya tidak berarti banyak. Sedangkan pasangan suami istri berbusana indah itu tampaknya
tidak bisa berenang sama sekali. Suaminya berteriak-teriak sambil
berpegangan pada dinding perahu yang kini sudah hampir habis
ditelan air, meski akan tetap mengambang.
"Tolong! Istri saya!"
Istrinya masih mengambang, tetapi terseret arus dengan cepat ke
hilir seperti batang pohon, sepotong kayu, atau apa pun yang
kadang-kadang terlihat mengambang di sungai. Panah Wangi
berkelebat di atas permukaan untuk mengejarnya.
"Perompak-perompak itu!" teriaknya kepadaku.
Namun para perompak yang kali ini tidak merampok apa pun
sungguh cerdik. Setelah berhasil menenggelamkan perahu,
mereka menyebar ke berbagai jurusan dengan kecepatan lumbalumba. Aku sedang berpikir untuk mengejar salah satunya, ketika
978 kulihat perahu itu akhirnya tenggelam sama sekali, dan suami yang
panik tadi tentu tidak bisa menolong dirinya sendiri.
Kutolong dia dengan perasaan tidak nyaman, di antara kelebat dan
desau pertarungan antara Pengemis Tua Berjenggot Putih
melawan Selendang Setan. ''Tidak usah kecewa kehilangan tikus-tikus itu, Nak," kudengar ia
berkata kepadaku di tengah pertarungannya, ''Sudah kita pegang
kepala Kesatuan Perompak Ular Sungai ini.''
Baru kuingat lagi sekarang, cerita tentang Selendang Setan yang
menjadi ratu Kesatuan Perompak Ular Sungai itu. Sudah lama
gerombolan perompak ini diburu berbagai pasukan yang dikirim
pemerintah Wangsa Tang, tetapi, ya, sejak 20 tahun lalu ternyata
belum berhasil ditumpas juga.
AKU berlari di atas air sambil membopong lelaki berbusana indah
menuju perahuku. Dari jauh kulihat Panah Wangi bahkan
berselancar tanpa alas apa pun sambil membawa istri lelaki itu,
yang busana indahnya kini sudah basah kuyup.
Di antara deru dingin masih terdengar ledakan demi ledakan dari
perbenturan selendang sang Selendang Setan dengan tongkat
Pengemis Tua Berjenggot Putih. Selendang Setan adalah pewaris
979 kepemimpinan dari ayahnya yang disebut Ular Sungai, sehingga
kelompoknya disebut Kesatuan Perompak Ular Sungai.
Ular Sungai memberi nama kesatuan untuk menegaskan
perbedaannya dengan gerombolan, karena anak buahnya dilatih
seperti tentara, dan mereka merampok hanya untuk membagikannya kembali kepada orang desa yang miskin.
Namun mereka tidak bisa memilih, dan memang tidak sempat
mengetahui sebelumnya, apakah korban perampokan mereka itu
orang yang mendapatkan kekayaannya secara curang ataukah
secara baik-baik, bahkan cukup sering ternyata bukan orang kaya
sama sekali. Para bhiksu maupun rahib Dao yang membawa uang
dana pembiayaan kuil, misalnya, pun tidak luput dirampok, dan
berita yang mengenaskan karena peristiwa itu akan membuat
pemerintah Wangsa Tang mengirimkan pasukan untuk membasminya. Betapapun, penduduk desa miskin yang sering mendapat
pembagian harta rampokan akan selalu membantu mereka,
menyembunyikan atau menyesatkan arah pengejaran, sehingga
sangatlah sukar pembasmian itu dilakukan, kecuali bahwa untuk
beberapa saat penyeberangan dan perlintasan sungai di daerah itu
menjadi aman. 980 Setelah 20 tahun, Kesatuan Perompak Ular Sungai masih
bertahan. Ular Sungai yang sangat disegani telah meninggal
karena usia tua, Selendang Setan bisa menggantikannya bukan
karena ia satu-satunya anak Ular Sungai, melainkan karena bisa
menyingkirkan tiga pesaing di gelanggang pertarungan yang
semuanya lelaki. Dalam dunia kaum perompak, pewarisan kekuasaan karena
keturunan tidak berlaku, karena kursi kekuasaan harus diperebutkan dalam pertarungan sampai salah satunya mati.
Dengan cara ini terjamin kekuasaan akan terjatuh ke tangan orang
kuat, sedangkan jika berdasarkan keturunan, meskipun seorang
pemimpin itu perkasa dan berwibawa, belum terjamin keturunannya akan sama kuatnya. Tiada kudengar cerita tentang
Selendang Setan yang memiliki suami atau kekasih, tetapi
Pengemis Tua Berjenggot Putih itu kukira sebenarnya memiliki
hubungan yang sangat dekat dengan Selendang Setan.
Jianzhi Sengcan berkata: mematuhi jangan dengan kemenduaan,
hati-hati, hindari pengejarannya;
begitu dikau memiliki 981 benar dan salah, terjadilah kebingungan, dan pikiran hilang 1 Mereka masih bertarung, tetapi aku dan Panah Wangi sibuk
dengan pasangan suami-istri berbusana indah yang hampir
tenggelam itu. Mereka berdua pingsan tanpa dapat kuketahui
sebabnya, tetapi kuduga karena ketakutan luar biasa di tengah
alam bebas yang tidak pernah diakrabi. Busana indah mereka jelas
bukanlah busana perjalanan, dan kuduga keduanya belum pernah
keluar dari Chang'an. Siapakah mereka"
"Anak ini sempat menelan banyak air," kata Panah Wangi, "bisakah
kamu berikan pernapasan buatan?"
"Mengapa bukan dirimu saja yang memberikannya?"
Memberikan pernapasan buatan bukanlah tindakan yang sulit,
tetapi dunia persilatan di Negeri Atap Langit seperti tidak
mengenalnya, mungkin karena tiada ceritanya seseorang dari
tingkat pendekar tenggelam. Jika mereka tidak bisa berselancar di
atas permukaan air, tentu bisa berenang seperti lumba-lumba. Lagi
pula hampir semua persoalan tubuh diselesaikan dengan tenaga
982 prana, sedangkan pernapasan buatan bahkan orang awam, jika
pernah dilatih sedikit saja, bisa melakukannya.
Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun aku merasa ragu, mungkin karena suaminya, meski masih
pingsan juga, ada di situ. Mereka yang tidak mengenal pernapasan
buatan, pasti akan salah duga saat melihat orang melakukannya.
"Lakukan sajalah, dia tidak bernapas dari tadi," desak Panah
Wangi. Aku sudah memilih untuk memberikan totokan saja, ketika
perempuan muda berbusana indah itu memuntahkan air dari
mulutnya. "Liu!" Ia mencari suaminya. Lantas dilihatnya suaminya juga
terbaring pingsan. Ia langsung bangkit dan memeluknya.
"Liu! Jangan mati Liu!"
Saat itulah Selendang Setan berjungkir balik ke dekat perahu kami,
dan menyabetkan senjatanya itu ke arah perempuan yang
menangis sambil memeluk lelaki yang dipanggilnya.
"Matilah kamu iblis betina!"
983 Tentulah ini membuat kami semua terperangah, karena meskipun
tempat bertarung Selendang Setan dan Pengemis Tua Berjenggot
Putih itu agak jauh, Selendang Setan ternyata mengetahui apa
yang terjadi, dan dapat sampai kemari dalam sekedipan mata
SABETAN itu bukanlah sembarang sabetan. Inilah sabetan
selendang yang bisa menghancurkan batu kali besar karena lwekang atau tenaga dalam. Apa perlunya Selendang Setan
menyabetkan selendangnya kepada seorang awam tiada berdaya,
yang seharusnya mendapat perasaan belas"
Hampir bersamaan, aku, Panah Wangi, dan Pengemis Tua
Berjenggot Putih mengirimkan angin pukulan untuk menepis
sabetan selendang itu. Dilawan tiga daya lwe-kang, selendang itu
berubah arah menghantam dinding perahu, yang menjadi pecah
berantakan. Namun Selendang Setan terpental sambil memuntahkan darah. Aku dan Panah Wangi hanya menangkis
selendang, jadi tentu Pengemis Tua Berjenggot Putih yang telah
menghajar dadanya dengan pukulan jarak jauh.
Selendang Setan jatuh di air dan langsung tenggelam, lantas tidak
muncul lagi. Apakah ia terbenam di air"
984 "Tidak mungkin seorang ratu perompak tenggelam," kata Panah
Wangi, "tetapi luka dalamnya kurasa cukup parah."
"Ia memang tidak mungkin tenggelam, dan jangan pernah
bertarung dengannya di dalam air," ujar Pengemis Tua Berjenggot
Putih yang sudah naik ke perahu kembali.
Kulihat permukaan air, bagaimana kalau ia menghajar dasar
perahu dari bawah" Kutahu betapa akan hebatnya manusiamanusia air jika berada di dalam air.
"Air!" Panah Wangi menunjuk dinding perahu yang tersabet selendang
bertenaga dalam itu. Air sungai masuk lebih cepat dari sebuah
kebocoran. Sementara perempuan berbusana indah itu masih
menggoyang-goyang suaminya dengan panik.
"Liu! Liu!" Kuda dan unta mulai gelisah. Orang Dashi itu membuka ikatan
yang menyatukan unta-untanya, suatu hal yang biasa dilakukan
jika majikannya tidur. Aku tak khawatir tentang kemampuan
hewan, aku khawatir ketidakmampuan manusia untuk berenang.
Sekilas aku dan Panah Wangi saling memandang, dan seketika
985 kami pun segera terjun ke dalam air untuk mendorong perahu itu
dari belakang. Untunglah tukang-tukang perahu itu tidak panik.
Kami tinggal mendorong dan mereka mengarahkan perahu
dengan sangat baik. Namun dengan tenaga dalam yang terdahsyat sekalipun,
mendorong perahu ketika air masuk dengan cepat bukanlah
pekerjaan ringan. Apalagi jika dalam keadaan seperti itu, terlihat
lagi sejumlah perompak datang menyerbu dari segala arah dengan
kecepatan lumba-lumba. Lagi-lagi ancaman maut datang menikam. Keadaan kami sungguh rawan, tetap mendorong
perahu, maka lambung kami akan dengan mudah menjadi
sasaran; melepaskannya dan menghadapi para perompak itu,
perahu ini akan tenggelam.
Dengan kecepatan lumba-lumba para perompak itu segera
menjadi dekat. Mereka hanya mengenakan kancut dan tubuh
mereka penuh dengan rajah, tampak jelas belati yang terjepit di
antara gigi. Mereka tidak datang untuk merompak, mereka datang
untuk membunuh! Sun Tzu berkata: petarung yang cerdik 986 memaksakan kehendaknya kepada lawan,
tetapi tidak membiarkan kehendak lawan dipaksakan kepada dirinya 1
Aku dan Panah Wangi belum saling memandang untuk
menentukan siapa yang menghadapi perompak dan siapa yang
tetap mendorong, ketika berkelebat bayangan di dalam air yang
dengan cepatnya meluncur berputar menghadapi serangan dari
segala arah itu. Dengan segera air di sekeliling kami dironai warna merah dan
mayat-mayat yang mengambang, kulihat sejumlah belati melayang
jatuh ke dasar sungai. Bayangan berkelebat itu kemudian sudah
berada di antara diriku dan Panah Wangi, mendorong perahu
menjadi jauh lebih melaju dari sebelumnya.
Memang tiada lain dari Pengemis Tua Berjenggot Putih yang telah
mengatasi masalah itu, meskipun kini kami menghadapi masalah
baru ketika arus sungai tiba-tiba menjadi sangat amat deras.
Perahu sudah penuh air dan hanya karena kami menahan dari
dasarnya saja maka tidak menjadi karam.
987 Tidak jelas apa yang terjadi di atas perahu karena sementara kami
bertiga menahan dasarnya dari bawah dengan udara tersisa dalam
paru-paru kami, arus deras juga telah membuat perahu berputarputar tiada terkendali.
"Tahan! Tahan! Tahan!"
Masih kudengar tukang-tukang perahu berjuang dengan dayungnya. Mereka memang hanya mengandalkan gwa-kang atau
tenaga kasar, tetapi pengalaman mereka sangatlah menentukan
nasib semua orang di perahu ini sekarang. Di haluan dan di buritan
mereka berjuang mengarahkan, dan meskipun berputar-putar
dengan cepat dan membingungkan, percepatan kederasan
membawa kami lebih cepat ke tepian.
Lantas... Brrrggg! Perahu berhenti, meski kami belum sampai ke tepi. Dua batu besar
membuat perahu kami menyangkut, tetapi arus deras tetap
melewati perahu ini, bahkan menyeret dan menghanyut?kan
sepasang suami istri muda yang berbusana indah tetapi tidak bisa
berenang itu! BAGAIMANA peristiwa ini tidak menimbulkan kepanikan" Perahu
guncang karena menabrak batu, arus sungai deras yang meliputi
988 perahu, bahkan menghanyutkan sepasang suami-istri berbusana
indah yang tak bisa berenang - yang sebetulnya juga baru saja
ditolong ketika nyaris tenggelam. Keduanya seperti masih lengket,
yang satu pingsan yang lain menangisinya, seperti tiada terlalu
sadar betapa mereka sudah tidak berada di perahu lagi. Mereka
tampak terapung-apung, tapi derasnya arus dengan segera
membuat keduanya menjauh dan menghilang.
Kupandang Panah Wangi dan dia mengangguk, maka melesatlah
aku sepanjang sungai itu dengan mengandalkan sentuhan telapak
sepatu pada permukaan. Pada titik mereka hilang tidak kutemukan
apa pun, apakah keduanya tenggelam" Aku melesat terus agak
lebih maju, dan ketika masih saja tidak kulihat apa pun kecuali
permukaan air dan deru angin, aku segera menyelam.
Mengingat derasnya arus, jika mereka tenggelam, kukira akan
sangat sulit dikejar lagi, sehingga setelah menyelam ke dasarnya
aku pun naik kembali dengan perasaan setengah putus asa.
Alangkah malangnya kedua pasangan itu, pikirku, masih muda,
mungkin baru saja menikah, menikmati hidup dengan riang, seperti
ditunjukkan dengan pengenaan busana indah, tetapi ketika untuk
pertama kalinya melakukan perjalanan ke luar kota, mungkin saja
untuk bertamasya, mengalami nasib begini rupa.
989 Namun ini tentunya hanyalah dugaanku saja, karena diriku tentu
tidak memiliki pengenalan yang cukup atas dugaan semacam itu.
Apalagi, tentunya ada sesuatu yang lebih penting daripada
tamasya, jika orang kota yang berenang pun tidak bisa, cukup
nekad melakukan perjalanan penuh marabahaya ke daerah
peperangan yang bahkan orang-orang sungai telaga dan rimba
hijau pun jamak kehilangan nyawa.
Memang kurasakan ada sesuatu yang tidak biasa, dan aku belum
dapat mengetahui sebetulnya apa. Mungkinkah busana indah itu
sendiri yang memang tidak semestinya" Dalam perjalanan di alam
bebas seperti ini, orang mengenakan baju ringkas yang pasti
bukan terbuat dari sutera, dan pasti pula bukan jubah, kecuali
perjalanannya sebatas menuju Taman Terlarang. Lantas, apa pula
urusannya Selendang Setan mengarahkan sabetan yang bisa
Pedang Medali Naga 5 Han Bu Kong Karya Tak Diketahui Jejak Di Balik Kabut 15
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama