Ceritasilat Novel Online

Tembang Tantangan 20

Tembang Tantangan Karya S H Mintardja Bagian 20


Namun kedua orang itu tidak menyadari, justru Ki
Margawasanalah yang telah mengawasi mereka berdua.
Meskipun demikian, ketika mereka mendekati padang
rumput itu, mereka memang melihat Ki Margawasana berdiri di pinggir sambil berpegangan pada sepotong bambu.
Seorang dari kedua orang murid Ki Sangga Geni itu
menggamit kawannya sambil memberi isyarat tentang
keberadaan Ki Margawasana di pinggir padang rumput itu.
Kawannya mengangguk. Iapun telah melihat orang tua itu pula.
Tetapi ternyata Ki Martawasana tidak berlatih dengan sepotong bambu itu. Iapun tidak melakukan apa-apa di padang rumput itu. Tetapi Ki Margawasana itupun kemudian beringsut meninggalkan tempatnya.
Kedua orang itu berusaha untuk dapat mengikuti, kemana Ki Margawasana itu pergi.
Ternyata Ki Margawasana itu pergi ke tepi belumbangnya.
Terdengar beberapa kali kelepak ikan-ikan yang berada di dalam belumbang itu.
"Apa yang akan dilakukannya" desis seorang diantara kedua orang murid Ki Margawasana itu.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang lain menggeleng sambil memberikan isyarat agar
kawannya itu diam. Mereka melihat Ki Margawasana itu duduk di sebuah batu yang besar di pinggir belumbang. Tetapi Ki Margawasana tidak berbuat apa-apa.
Kedua orang itu hanya dapat menunggu.
Angin malam diatas bukit kecil itu semakin lama terasa semakin dingin. Di kejauhan terdengar suara burung malam menyentuh sepinya malam.
Tetapi ternyata bahwa Ki Margawasana tidak berbuat apaapa. Ia duduk-duduk saja diatas batu besar itu sambil memandangi belumbang yang airnya memantulkan keredip bintang yang berhamburan di langit.
Kedua orang murid Ki Sangga Geni itu menunggui Ki
Margawasana beberapa lama. Tetapi karena Ki Margawasana tidak berbuat apa-apa, maka keduanyapun segera kembali ke rumah kecil diatas bukit itu.
Dengan hati-hati pula keduanya masuk lewat pintu dapur.
Namun menurut pendapat mereka, Ki Margawasana masih
duduk diatas sebuah batu besar di tepi belumbang.
Namun ketika mereka memasuki ruang dalam, mereka
terkejut. Ki Margawasana yang tidur di amben besar yang berada di ruang depan itupun bangkit sambil menggeliat.
Ketika ia melihat kedua orang yang berjalan dengan berjingkat itu, Ki Margawasana sambil menggeliat bertanya "Darimana Ki Sanak?"
Keduanya memang menjadi bingung sejenak. Namun yang
seorang segera mendapatkan jawabnya "Dari pakiwan Ki Margawasana"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"O" Ki Margawasana itu mengusap matanya. Namun
kemudian iapun membaringkan dirinya lagi di pembaringan.
Kedua orang murid Ki Sangga Geni itupun kemudian masuk ke dalam biliknya. Ki Sangga Geni sendiri ternyata masih juga belum tidur. Ia duduk di atas pembaringannya sambil
bersandar dinding. Seorang dari kedua orang muridnya ia akan berbicara ketika Ki Sangga Geni memberi isyarat agar ia tidak berkata apa-apa.
Bahkan Ki Sangga Genipun memberikan isyarat agar kedua muridnya itupun berbaring diamben yang agak besar yang dialasi dengan galar serta tikar pandan yang putih. Amben yang cukup besar bagi tidur mereka bertiga.
Kedua orang murid Ki Margawasana itu tidak berkata apaapa. Dengan isyarat Ki Sangga Genipun minta agar seorang diantara mereka tidur yang seorang berjaga-jaga.
Keduanya memang terbiasa tidur bergantian. Karena itu, maka merekapun mengerti apa yang dimaksud oleh Ki Sangga Geni.
Menjelang fajar, Ki Margawasanapun telah terbangun.
Iapun kemudian pergi ke dapur untuk merebus air.
Ki Sangga Geni dan kedua orang muridnya telah terbangun pula. Ketika Ki Margawasana telah pergi ke dapur, maka kedua orang muridnmya itu bergantian melaporkan apa yang telah terjadi malam tadi.
"Margawasana dengan sengaja memamerkan kemampuannya kepada kalian" berkata Ki Sangga Geni.
Namun Ki Sangga Genipun kemudian telah memerintahkan kedua orang muridnya itu untuk pergi ke dapur membantu Ki http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Margawasana merebus air untuk membuat minuman bagi
tamu-tamunya serta bagi Ki Margawasana sendiri.
Hari itu, Ki Sangga Geni bersama kedua orang muridnya telah minta ijin kepada Ki Margawasana untuk melihat-lihat keadaan bukit kecil yang ternyata sangat menarik perhatian mereka. Udara di bukit kecil itu terasa sejuk dan segar.
Pepohonan yang seakan-akan memayungi bukit kecil itu, bergoyang ditiup angin lembut.
"Setelah aku membunuh Margawasana" berkata Ki Sangga Geni "Aku akan menetap di tempat ini"
Kedua orang muridnya termangu-mangu. Seorang di-antara mereka berkata "Tetapi apakah ahli waris Ki Margawasana akan mengijinkan guru tinggal disini" Bukankah di kaki Gunung Sumbing udaranya juga sejuk" Mungkin kita belum sempat menata padepokan kita sebagaimana tempat tinggal di Margawasana ini. Tetapi jika kita mengaturnya, maka tempat itu tentu juga akan menarik seperti tempat ini"
"Lalu bagaimana dengan goa tempat guru bertapa itu?"
bertanya yang seorang lagi.
Ki Sangga Geni itupun menarik nafas panjang. Katanya "Ya.
Aku tidak dapat meninggalkan goa itu"
"Yang dapat kita lakukan, guru. Kita akan membuat
padepokan kita sesejuk dan sesegar tempat ini. Bukankah pada dasarnya udara di padepokan kita juga sudah sejuk dan segar"
Ki Sangga Geni mengangguk-angguk.
Namun dalam pada itu, selagi mereka berjalan-jalan
menyusup dibawah pepohonan di bukit kecil itu, tiba-tiba saja terdengar suara tertawa. Hanya perlahan-lahan. Namun http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemudian semakin lama menjadi semakin keras. Bahkan suara tertawa itu bagaikan bergulung-gulung memenuhi bukit kecil itu. Bahkan bukit kecil itu rasa-rasanya telah terguncang, sedangkan semua pepohonanpun telah bergoyang. Daun-daun yang menguning telah runtuh berguguran.
Ki Sangga Geni termangu-mangu sejenak. Sementara kedua orang muridnya sedang berusaha untuk meningkatkan daya tahan mereka agar suara tertawa itu tidak merontokkan isi dada mereka.
"Siapakah yang telah mengganggu ketenangan ini" geram Ki Sangga Geni. Namun Ki Sangga Genipun yakin, bahwa suara tertawa itubukan suara tertawa Ki Margawasana. Orang itu tidak akan melakukan perbuatan sekasar itu"
Dalam pada itu, tiba-tiba Ki Sangga Genipun berteriak pula sekeras suara tertawa itu "He, siapa kau" Keluarlah. Kita akan berhadapan dengan dada tengadah"
Suara tertawa itu masih saja terdengar di seputar bukit itu.
Suara itu seakan-akan berputaran dari segala arah.
"He, jangan bersembunyi" teriak Ki Sangga Geni. Suaranya tidak kalah lantangnya. Justru karena itu, maka bukit kecil itu menjadi semakin terguncang-guncang.
Sementara itu, selagi bukit itu berguncang serta pepohonan bergoyang, seseorang
seakan-akan terbang disela-sela pepohonan itu mendekati Ki Sangga Geni. Dalam sekejap prang itu telah berdiri di dekat Ki Sangga Geni.
"Ki Margawasana" desis Ki Sangga Geni.
"Ya. Siapakah yang telah mengganggu ketenangan bukit kecilku ini?" bertanya Ki Margawasana.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata orang yang tertawa berkepanjangan sehingga
getarnya menggoyahkan bukit itu memang bukan Ki
Margawasana. Suara tertawa itu masih saja terdengar. Disela-sela suara tertawa itu terdengar orang itu berkata "Bagus. Temyata Ki Sangga Geni tidak sendiri. Permainan kita nanti tentu akan semakin menarik"
"Keluarlah dari persembunyianmu" berkata Ki Margawasana dengan lantang.
Tetapi suara itu tetap saja melingkar-lingkar diseputar bukit kecil itu.
Akhirnya Ki Margawasana tidak sabar lagi. Dengan gerak tangannya yang berputar, tiba-tiba saja anginpun telah berputar pula disekitarnya. Semakin lama semakin cepat dan semakin melebar, sehingga akhirnya seluruh hutan kecil diatas bukit kecil itu bagaikan telah disergap oleh angin pusaran yang semakin cepat. Pepohonan yang bergoyang oleh getar suara tertawa itu, terayun dengan kerasnya ditiup oleh prahara yang deras.
Pepohonan yang bagaikan diguncang itu berayun semakin lama semakin keras.
Akhirnya sesosok tubuh telah meluncur dan hingga di tanah dengan lunaknya.
"Bukan main" berkata orang itu. Ia sudah tidak tertawa lagi, meskipun ia masih saja tersenyum-senyum "Ki Margawasana telah menggoyahkan bukit ini dan menghadirkan prahara yang sangat besar, sehingga aku tidak dapat bertahan di dahan pepohonan di bukit kecilnya ini"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hanya kebetulan saja Ki Sanak. Tetapi Ki Sanak ini siapa dan apakah ada keperluan Ki Sanak datang ke bukit kecil ini dengan cara yang sangat mengejutkan itu. Hampir saja bukit kecilku ini runtuh, serta pepohonan yang ada diatasnya roboh silang-melintang"
"Itu berlebihan Ki Margawasana" sahut orang itu. Namun dalam pada itu, Ki Sangga Genipun berdesis "Kau. Bukankah kita pernah bertemu?"
"Ya. Kita pernah bertemu. Sekarangpun aku datang untuk menemuimu yang kebetulan kau berada di bukit kecil Ki Margawasana yang sejuk ini"
Ki Margawasana termangu-mangu sejenak. Dengan nada
datar iapun bertanya "Darimana Ki Sanak tahu namaku"
Darimana pula Ki Sanak mengetahui tempat tinggalku ini?"
"Hampir semua orang di dunia olah kanuragan mengenal Ki Margawasana. Jadi jangan heran jika aku juga mengenal Ki Marwagasana"
"Ki Sanak" berkata Ki Sangga Geni "siapakah yang Ki Sanak cari sekarang ini" Aku atau Ki Margawasana?"
"Sebenarnya aku mencari Ki Sangga Geni. Aku mempunyai sedikit kepentingan"
"Jika demikian, marilah aku persilahkan Ki Sanak singgah dirumahku. Apapaun keperluan Ki Sanak, kita dapat
membicarakannya dengan lebih tenang "Ki Margawasana
mempersilahkan. "Tidak perlu, Ki Margawasana. Aku tidak akan terlalu lama.
Aku hanya memerlukan waktu sebentar untuk menyelesaikan persoalanku dengan Ki Sangga Geni"
Ada apa sebenarnya Ki Sanak?" bertanya Ki Sangga Geni.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Sangga Geni sudah tahu, bahwa aku adalah saudara sepupu orang yang bernama Pentog di Ngadireja. Beberapa saat setelah Ki Sangga Geni membunuh Pentog, maka aku mencoba menelusuri perjalanan Ki Sangga Geni. Ternyata Ki Sangga Geni pergi ke padepokan di Karawelang. Ki Sangga Geni berniat menemui Ki Naga Wereng yang sebenarnya
bernama Ki Rubaya yang kemudian bergelar Ki Guntur
Ketawang" "Ya" "Tetapi Ki Naga Geni gagal membalas dendam terhadap
saudara tua seperguruannya itu. Karena itu, maka Ki Sangga Geni telah menempuh perjalanan kembali ke Gunung
Sumbing. Terakhir Ki Sangga Geni telah pergi ke Gebang untuk menemui Ki Margawasana. Ternyata aku berhasil
menemui Ki Sangga Geni disini"
"Kita sekarang telah bertemu Ki Sanak. Lalu apa maksud Ki Sanak sebenarnya?"
"Ki Sangga Geni. Aku adalah saudara sepupu orang yang menyebut dirinya Kiai Pentog. Sebenarnyalah bahwa selain saudara sepupu aku juga guru orang yang menyebut dirinya Kiai Pentog itu"
Jantung Ki Sangga Geni berdesir. Dengan ragu-ragu ia bertanya "Lalu apa maksud Ki Sanak menyusul aku kemari?"
"Sudah aku katakan, bahwa Pentog adalah orang yang
telah melakukan banyak kejahatan. Aku yang gurunya merasa tidak mampu lagi untuk mencegahnya. Sehingga pada suatu saat, Ki Sangga Geni telah datang untuk membunuhnya"
orang itu berhenti sejenak. Lalu katanya pula "Pentog memang tidak pantas untuk diberi ruang gerak, ia harus http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dihentikan. Namun pada saat aku berusaha menghentikannya, maka Ki Sangga Geni telah datang untuk membunuhnya"
Pada saat matahari mulai merayap naik, Ki Sangga Geni serta dua orang muridnya itupun meninggalkan regol
padepokan kecilnya yang berada dekat sebuah goa yang dipergunakan oleh Ki Sangga Geni untuk bertapa.
"Bukankah kau melihat sendiri, bagaimana aku membunuh Kiai Pentog. Kau sendiri mengatakan bahwa kau menghormati perang tanding yang aku lakukan melawan Kiai Pentog, sehingga kematian Kiai Pentog tidak dapat dibebankan tanggung-jawabnya kepadaku. Jika dalam perang tanding itu aku tidak membunuh, maka tentu akulah yang akan
dibunuhnya" "Aku mengerti. Aku tidak akan mengungkit apapun juga mengenai perang tanding itu"
"Jadi apakah yang kau kehendaki sekarang?"
"Aku datang untuk menantangmu berperang tanding.
Bukan karena kematian Pentog. Tetapi semata-mata karena aku tidak mau disaingi. Aku adalah orang yang memiliki ilmu yang tidak terkalahkan. Kematian Pentog memberikan kesan, terutama kepada orang Ngadireja dan sekitarnya, bahwa kaulah yang terkuat di bumi ini"
Wajah Ki Sangga Geni menjadi tegang. Dengan geram
iapun bertanya "Jadi, apa maumu sekarang?"
"Kita akan pergi ke Ngadireja, Ki Sangga Geni. Kita akan berperang tanding dihadapan rakyat Ngadireja. Jika aku dapat membunuhmu, maka orang-orang Ngadireja dan sekitarnya, kemudian berita itu akan menjalar pula kemana-mana,. bahwa orang yang membunuh Kiai Pentog telah dibunuh oleh Kiai Surya Wisesa"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi namamu Surya Wisesa?"
"Ya. Akulah Kiai Surya Wisesa. Orang terkuat dimuka bumi"
"Tetapi kenapa baru sekarang kau datang kepadaku.
Bukankah kau menyaksikan kematian muridmu itu?"
"Aku tidak dapat menantangmu waktu itu. Kau sudah
terluka di dalam. Dengan memijit hidungmupun kau tentu sudah akan mati. Karena itu, aku biarkan kau menyembuhkan dirimu sendiri. Baru aku mencarimu dan menantangmu untuk berperang tanding. Jika aku membunuhmu waktu itu, maka aku tidak akan dianggap orang terkuat diatas bumi kita ini.
Tetapi orang-orang justru akan menyebutku sebagai seorang pengecut yang licik"
"Bagus Surya Wisesa. Aku juga mempunyai keinginan
seperti yang kau inginkan. Aku harus menjadi orang terkuat di bumi kita ini. Aku terima tantanganmu"
"Besok aku tunggu kau di Ngadireja. Malam ini kau dapat menempuh perjalanan ke Ngadireja, sehingga menjelang tengah hari lusa kau sudah berada di arena perang tanding.
Aku memilih arena itu tepat diatas arena di saat kau membunuh Pentog"
"Kenapa besok lusa. Kedatanganku disini bukannya sekedar bertamasya. Aku juga mempunyai keperluan yang sangat penting disini"
"Itu bukan urusanku. Jika besok lusa kau tidak berada di arena, maka akulah orang yang tidak terkalahkan itu. Aku akan berteriak kepada setiap orang di Ngadireja yang kemudian tentu akan tersebar, bahwa kau tidak berani menerima tan-tanganku. Ternyata kau hanyalah seorang pengecut yang sombong"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Gila kau Surya Wisesa. Baik. Aku terima tantanganmu.
Besok lusa aku akan berada di arena perang tanding itu.
Ki Mergawasana termangu-mangu sejenak. Sementara itu Ki Sangga Genipun berkata kepada Ki Margawasana "Waktu kita masih panjang. Aku akan menyelesaikan orang ini lebih dahulu. Baru kemudian kita akan membicarakan persoalan kita"
Ki Margawasana tidak menjawab. Sementara itu Kiai Surya Wisesa itupun tertawa sambil berkata "Bagus. Ternyata kau cukup
jantan Ki Sangga Geni. Tetapi aku akan membuktikannya apakah besok kau sudah berada di Ngadireja dan esok lusa kau sudah siap untuk berperang tanding"
"Aku akan datang Kiai Surya Wisesa. Kau akan menyesali kesombonganmu. Kau akan mengalami nasib yang sama
dengan muridmu. Mungkin kau dapat bertahan lebih lama dari Pentog. Tetapi tidak akan lebih dari sepenginang"
"Aku dapat mengukur diri Ki Sangga Geni. Aku sudah
melihat seberapa jauh tataran ilmumu. Karena itu, aku tahu pasti, bahwa kau akan terbunuh di arena perang tanding itu"
"Kita akan melihat, siapakah yang terakhir akan menengadahkan wajahnya. Kau sekarang dapat tertawa.
Tetapi lusa kau tidak akan sempat mengaduh lagi"
"Baik. Baik. Sekarang aku akan pergi. Beristirahatlah barang sejenak. Tetapi nanti kau harus berangkat ke Ngadireja agar kau mendapat kesempatan untuk beristirahat sebelum perang tanding itu diselenggarakan"
Ki Sangga Geni tidak menjawab. Namun kemudian iapun
berkata kepada Ki Margawasana "Nanti aku terpaksa
meninggalkan Ki Margawasana"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebelum Ki Margawasana menjawab, maka Kiai Surya
Wisesapun berkata "Aku minta diri. Waktuku tidak banyak.
Aku juga ingin segera berada di Ngadireja untuk beristirahat sebelum aku memasuki perang tanding"
Sejenak kemudian, maka orang yang rambutnya sudah
ubanan dan menyebut dirinya Kiai Surya Wisesa itupun meninggalkan tempat itu tanpa mengucapkan kata-kata
apapun lagi. Sepeninggal Kiai Surya Wisesa, Ki Sangga Genipun berkata
"Ki Margawasana. Aku terpaksa pergi lebih dahulu. Persiapkan dirimu baik-baik. Aku akan datang pada saatnya. Aku akan menyelesaikan persoalan kita. Kita tidak dapat hidup serta menghirup udara dari bumi dan langit yang sama"
Ki Margawasana menarik nafas panjang. Katanya "Ki
Sangga Geni. Kenapa bumi kita ini selalu ditaburi oleh dendam dan kebencian. Dimana-mana ditemui benturan kekerasan karena dendam dan nafsu untuk memanjakan diri sendiri"
"Aku-bukan orang cengeng seperti kau, Ki Margawasana.
Aku terbiasa menyelesaikan persoalan antara laki-laki dengan cara laki-laki. Darah adalah yang terbaik untuk mencuci persoalan antara laki-laki sampai tuntas"
Ki Margawasana menarik nafas panjang.
"Nah, Ki Margawasana. Ijinkan aku beristirahat di rumahmu beberapa saat. Barangkali kau masih dapat menyuguhi aku minum dan makan sekali sebelum aku berangkat ke
Ngadireja" "Tentu Ki Sangga Geni. Aku akan menyiapkan minum dan makan bagi kalian sebelum kalian berangkat ke Ngadireja"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di rumah kecil Ki Margawasana di atas bukit itu, Ki
Margwasana dibantu oleh kedua orang murid Ki Sangga Geni telah mempersiapkan minuman hangat serta makan. Nasi yang mengepul, liga ekor gurameh bakar yang baunya
menggelitik sehingga perut Ki Sangga Geni semakin terasa lapar. Sayur keroto beserta daunnya yang masih muda serta sambel terasi.
"Silahkan Ki Sangga Geni "Ki Margawasana mempersilahkan Ki Sangga Geni serta kedua orang muridnya untuk makan.
"Murid-muridmu ternyata terampil pula menyiapkan minum dan makan" berkata Ki Margawasana.
"Keduanya bukan yang terbaik untuk bekerja di dapur"
sahut Ki Sangga Geni. "Ki Margawasana tidak makan?" bertanya salah seorang murid Ki Sangga Geni.
"Silahkan. Aku nanti saja. Bukankah aku tidak akan pergi ke mana-mana"
Sementara itu sambil makan, Ki Sangga Geni telah
menceritakan serba sedikit tentang orang yang bernama Kiai Pentog. Seorang yang disebut sebagai anak genderuwo dari Gunung Prau. Tetapi ternyata bukan.
"Orang yang berambut ubanan itu tadi mengaku sebagai sepupunya dan ternyata juga sebagai gurunya. Di Ngadireja ia nampak manis dan sama sekali tidak menyesali kematian Kiai Pentog. Tetapi ternyata ia telah mencari dan menyusulku sampai kemari"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang bergejolak di jantungnya bukannya dendam. Tetapi nafsu untuk menyatakan dirinya sebagai orang yang tidak terkalahkan" berkata Ki Margawasana.
"Itu yang terucapkan dari mulutnya. Tetapi aku yakin, bahwa tentu ada unsur dendam itu pula di hatinya"
"Ki Sangga Geni harus berhati-hati"
"Kau mau mengguruiku" Kau kira kau pantas menasehatiku?" "Tidak, Ki Sangga Geni. Aku tidak akan menaseha-timu.
Mungkin kaulah yang lebih pantas mengguruiku. Tetapi aku hanya ingin memperingatkanmu. Bukankah mungkin saja kau melupakan sesuatu?"
"Apa yang mungkin aku lupakan?"
"Bahkan orang itu sempat menyaksikan kau bertarung
melawan Kiai Pentog. Selama ini ia telah mempelajarinya serta mencari kelemahan-kelemahan pada ilmumu"
"Tidak ada lagi kelemahan yang dapat diketemukan"
"Tentu ada kelemahannya. Ilmu seseorang tidak akan
mungkin sempurna. Nah, dengan mengenali kelemahanmu
serta usahanya untuk mencari unsur-unsur yang akan dapat menembus kelemahanmu itu, maka ia akan tampil di arena perang tanding. Sementara itu kau belum dapat mempelajari kelemahan-kelemahannya"
"Aku tidak mencemaskannya. Ilmuku sempurna. Aku telah menerima pernyataan dari Iblis Yang Mulia bahwa isi kitabnya telah aku serap sampai tuntas"
Ki Margawasana menarik nafas panjang.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, Ki Sangga Geni dan kedua muridnyapun
telah selesai makan. Sambil bangkit dari tempat duduknya, Ki Sangga Geni itupun berkata "Aku akan beristirahat di kebunmu sebentar Ki Margawasana. Nanti, setelah nasi diperutku ini turun, aku akan berangkat"
"Silahkan. Kau tidak tergesa-gesa. Kau masih mempunyai waktu cukup sampai esok lusa"
Ki Sangga Geni itupun kemudian bersama kedua orang
muridknya, duduk beristirahat di bawah pepohonan yang sejuk.
"Kalian ikut ke Ngadireja. Kalian akan menjadi saksi, bahwa tidak ada orang yang dapat mengalahkan aku. Demikian pula orang yang mengaku bernama Kiai Surya Wisesa itu. Besok lusa aku akan melumatkannya. Meskipun ia mengaku guru Kiai Pentog yang tentu saja ilmunya lebih tinggi, tetapi aku masih tetap berada di atas batas tertinggi dari ilmu di perguruan manapun juga"


Tembang Tantangan Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya, guru" jawab kedua orang muridnya hampir berbareng.
Sementara itu, di rumah kecilnya, sambil mencuci mangkuk-mangkuk yang kotor, Ki Margawasana sempat merenungi
orang yang berambut ubanan. Penglihatan batinnya, mengatakan kepadanya, bahwa orang itu memang berilmu sangat
tinggi. Karena itu, maka sebenarnyalah Ki Margawasana agak meragukan kemampuan Ki Sangga Geni.
"Namun ilmu Ki Sangga Geni itupun sudah tuntas pula"
desis Ki Margawasana. Dalam pada itu, setelah beristirahat beberapa lama, maka Ki Sangga Geni dan kedua orang muridnya itupun telah menemui Ki Margawasana untuk minta diri.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Selamat jalan Ki Margawasana. Mudah-mudahan Ki Sangga Geni berhasil"
"Aku tentu berhasil. Setelah aku menyelesaikan orang yang menyebut dirinya Kiai Surya Wisesa itu, aku akan segera kembali. Tentu sebelum lewat dari hari yang aku janjikan"
"Aku akan menunggumu, Ki Sangga Geni"
"Aku tentu akan kembali"
Demikianlah, maka Ki Sangga Geni dan kedua orang
muridnya itupun telah meninggalkan bukit kecil itu. Mereka yang datang lebih awal itu ternyata masih harus meninggalkan bukit itu lagi karena tantangan berperang tanding dari orang yang menyebut dirinya Kiai Surya Wisesa.
Sepeninggal Ki Sangga Geni, maka setelah membenahi
dirinya, maka Ki Margawasana telah pergi ke sanggarnya yang terbuka. Di tengah-tengah tanah berumput yang agak lapang, Ki Sangga Wasana itupun duduk sambil memusatkan nalar budinya. Dengan kesungguhan hatinya Ki Margawasana
berharap bahwa dirinya tidak akan pernah melupakan Sumber Keberadaannya,
serta arah perjalanan hidupnya. Ki Margawasana berharap, bahwa apa yang dilakukannya tidak menyimpang dari jalan kebenaran sejauh jangkauan nalar budinya, karena Ki Margawasanapun menyadari, betapa
jauhnya jarak kebenaran sejati dari gapaian nalar budinya yang terlalu pendek itu.
Sementara itu, Ki Sangga Geni dan kedua orang muridnya telah menempuh perjalanan yang jauh. Mereka harus pergi ke Ngadireja untuk menanggapi tantangan perang tanding dari orang yang menyebut dirinya Kiai Surya Wisesa itu.
Namun Ki Sangga Geni yang telah mempersiapkan dirinya dengan baik, yang sebenarnya dilakukan untuk melawan Ki http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Margawasana sebagaimana dijanjikannya hampir setahun yang lalu, dapat diandalkannya.
Karena itu, maka Ki Sangga Geni itu sama sekali tidak.
merasa cemas, bahwa ia harus berhadapan dengan orang yang menyebut dirinya Kiai Surya Wisesa itu.
Ki Sangga Geni sama sekali tidak menghiraukan apapun yang ditemui di perjalanannya. Ia ingin segera sampai di Ngadireja. Beristirahat sendiri, kemudian turun ke dalam pertarungan melawan Kiai Surya Wisesa.
Ternyata orang-orang Ngadireja telah mendengar bahwa orang yang telah membunuh Kiai Pentog itu telah ditantang dalam perang tanding oleh saudara sepupu Kiai Pentog. Bukan karena dendam, tetapi mereka akan memperebutkan gelar sebagai seorang terkuat dari dunia olah kanuragan.
Orang-orang Ngadireja dan sekitarnya itupun menjadi
tegang. Bagi mereka, Ki Sangga Geni adalah pahlawan yang telah menyelamatkan mereka dari keganasan Kiai Pentog"
Karena itu, mereka berharap, bahwa Ki Sangga Geni akan dapat memenangkan [perang tanding itu.
Namun Kiai Surya Wisesa itu telah menyatakan pula kepada orang-orang di Ngadireja, bahwa ia tidak akan melakukan sebagaimana dilakukan oleh Kiai Pentog. Ia datang di Ngadireja dengan niat untuk mencegah perbuatan Kiai Pentog.
Namun orang lain telah mendahuluinya dan bahkan telah membunuh Kiai Pentog.
"Aku akan melindungi orang-orang Ngadireja" berkata Kiai Surya wisesa kepada orang-orang Ngadireja "Jika aku
menantang Ki Sangga Geni, bukan karena aku mendendam atas kematian Pentog. Tetapi aku hanya ingin menunjukkan kepada orang-orang Ngadireja, orang-orang disekitarnya, http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahkan orang-orang diseluruh Mataram bahwa aku adalah orang yang memiliki kemampuan serta ilmu tertinggi"
Orang-orang Ngadireja tidak dapat berbuat apa-apa. Tetapi mereka sudah terlanjur menganggap Ki Sangga Geni sebagai pahlawan mereka.
Ketika Ki Sangga Geni sampai di Ngadireja, maka iapun langsung menuju ke banjar kademangan. Orang-orang
Ngadireja serta para bebahu menyambutnya dengan penuh harapan, bahwa Ki Sangga Geni akan memenangkan perang tanding itu.
Hari yang menegangkan itupun akhirnya datang juga. Saat perang tanding antara Kiai Surya Wisesa melawan Ki Sangga Geni.
Sebelum tengah hari, Ki Sangga Geni telah berada di arena perang tanding yang dipilih sendiri oleh Kiai Surya Wisesa.
Sejenak Ki Sangga Geni menunggu. Sementara itu, arena itu telah dilingkari oleh orang-orang Ngadireja yang ingin menyaksikan perang tanding itu. Tetapi mereka tidak berani mendekat. Mereka mengerumuni arena itu dari jarak yang agak jauh.
Baru sejenak kemudian, ketika matahari semakin dekat dengan puncaknya, Kiai Surya Wisesa telah memasuki arena perang tanding itu pula.
"Ternyata kau juga berani datang Ki Sangga Geni"
"Jika kau tidak datang ke arena, maka aku akan
memburumu sampai ke ujung bumi sekalipun" sahut Ki
Sangga Geni. "Bagus" jawab Kiai Surya Wisesa" kita akan segera mulai.
Bukankah kau datang bersama muridmu" Mereka akan dapat http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi saksi. Siapakah diantara kita orang terkuat di muka bumi ini"
"Apakah kau juga membawa saksi?" bertanya Ki Sangga
Geni. "Rakyat Ngadirejalah yang akan menjadi saksiku"
"Kau ternyata seorang yang sombong sekali Kiai Surya Wisesa. Ketika kita berjumpa beberapa saat lalu, pada saat kematian Kiai Pentog, kau nampak seperti seorang yang rendah hati"
Kiai Surya Wisesa itupun tertawa. Katanya "Pada dasarnya aku memang seorang yang rendah hati. Tetapi berhadapan dengan orang seperti kau, Ki Sangga Geni, bukan sepatutnya aku bersikap rendah hati"
"Baik, baik. Sekarang aku sudah ada disini. Akupun sudah siap untuk melakukan perang tanding untuk menguji, siapakah diantara kita orang terbaik itu"
Kiai Surya Wisesapun telah mempersiapkan diri pula. Sambil merendahkan dirinya pada lututnya serta satu kakinya ditariknya setengah langkah kebelakang, iapun berkata "Kita akan mulai sekarang, Ki Sangga Geni"
Ki Sangga Genipun segera memiringkan tubuhnya. Iapun sedikit merendah pula. Kedua tangannya diangkatnya di depan dadanya dengan telapak tangannya yang terbuka serta jari-jarinya yang rapat.
Ketika kemudian Kiai Surya Wisesa meloncat menyerangnya, maka Ki Sangga Geni itupun bergeser
menghindarinya. Namun dengan demikian, maka pertarungan itupun sudah dimulai. Ki Sangga Genipun kemudian
berloncatan menyerang dengan kaki dan tangannya. http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu Kiai Surya Wisesapun mengimbanginya dengan serangan-serangan pula.
Demikianlah, maka sejenak kemudian, kedua orang itupun telah terlibat dalam pertempuran yang sengit. Mereka bergerak semakin lama semakin cepat. Sambar menyambar seperti dua ekor burung elang yang berlaga di udara.
Namun keduanya adalah orang-orang yang berilmu sangat tinggi sehingga sulit bagi mereka masing-masing untuk menembus pertahanan lawan. Jika sekali-sekali terjadi benturan, maka keduanya saling bergetar surut satu dua langkah.
Pertarungan itu semakin lama menjadi semakin sengit.
Mereka bertempur semakin keras, sehingga benturanbenturan diantara mereka rasa-rasanya bagai menggoyang pepohonan disekitar arena pertempuran itu.
Orang-orang yang mengitari arena pertarungan itu di
tempat yang agak jauh, menjadi sangat berdebar-debar.
Sekali-sekali Ki Sangga Geni terdorong surut beberapa langkah. Namun di kesempatan lain, Kiai Surya Wisesalah yang terdesak surut. Orang-orang yang menyaksikan
pertempuran itu menjadi semakin berdebar-debar. Mereka tidak dapat menduga, siapakah diantara keduanya yang akan dapat memenangkan pertempuran itu. Agaknya keduanya
mempunyai kemungkinan yang sama.
Ki Sangga Geni yang bertempur dengan semakin
meningkatkan ilmunya, sekali-sekali memang berhasil menyusupkan serangannya disela-se la pertahanan Kiai Surya Wisesa. Ketika tangan Ki Sangga Geni dengan telapak tangan terbuka berhasil menghentak dada Kiai SuryaWisesa, maka Kiai Surya Wisesa itupun tergetar surut beberapa langkah.
Terasa dadanya menjadi panas, serta nafasnya menjadi sesak.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun dalam waktu singkat Kiai Surya Wisesa berhasil memperbaiki keadaannya. Ketika kemudian Ki Sangga Geni itu meloncat sambil memutar tubuhnya dengan kaki terayun kearah
kening, Kiai Surya Wisesa dengan cepat membungkukkan badannya sehingga kaki Ki Sangga Geni itu tidak menyentuhnya. Sementara itu Kiai Surya Wisesa yang merendah justru menjatuhkan dirinya dan menyapu kaki Ki Sangga Geni.
Ki Sangga Genilah yang justru terbanting jatuh. Namun ketika Kiai Surya Wisesa meloncat bangkit berdiri, Ki Sangga Genipun telah bangkit berdiri pula.
Namun agaknya Kiai Surya Wisesa berhasil bergerak lebih cepat.
Dengan loncatan panjang, kakinya terjulur menyamping. Sementara itu dengan tergesa-gesa Ki Sangga Geni menyilangkan tangannya didadanya.
Benturan itu telah membuat keduanya tergetar selangkah i mundur. Namun sekejap kemudian, keduanya telah bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Ketika keduanya meningkatkan ilmu mereka lebih tinggi lagi, maka pertempuran itupun menjadi semakin sengit.
Serangan demi serangan saling susul menyusul. Benturan-benturanpun terjadi semakin sering pula. Sekali-sekali Kiai Surya Wisesa tergetar surut. Di kesempatan lain, Ki Sangga Genilah yang harus berloncatan surut.
Karena itulah maka merekapun telah semakin meningkatkan ilmunya. Bahkan keduanyapun telah mengetrapkan berbagai macam ilmu yang semakin tinggi.
Dengan mengetrapkan ilmu meringankan tubuh, maka
keduanya itupun sekali-sekali bagaikan terbang dan bertempur http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diudara. Bergantian mereka terlempar jatuh. Tetapi dengan cepat merekapun segera bangkit kembali.
Orang-orang yang menyaksikan pertarungan yang dahsyat itu menjadi semakin berdebar-debar. Keduanya sama sekali tidak mempergunakan senjata. Tetapi arena pertempuran itu bagaikan telah diterpa oleh angin prahara.
Pepohonan yang ada di sekitarnya telah bergoyang. Daun-daun pun berguguran karena ranting-rantingnya yang
berpatahan. Orang-orang yang menyaksikan pertempuran itu menjadi semakin ngeri. Rasa-rasanya mereka melihat
pergulatan antara angin prahara dimusim kasanga yang berbenturan dengan badai di hujan angin pada penghujung musim kemarau.
Namun agaknya kedua-duanya masih saja
mampu bertahan. Ki Sangga Geni yang merasa sudah menuntaskan ilmunya dihadapan pepundennya merasa yakin bahwa tidak ada ilmu yang dapat melampaui ilmunya. Seperti yang dikatakannya kepada Ki Margawasana, bahwa ilmuku adalah ilmu yang sempurna.
Sementara itu, Kiai Surya Wisesa, guru orang yang
menamakan dirinya Kiai Pentog yang disebut sebagai anak genderu-wo dari Gunung Prau itu ternyata juga memiliki ilmu iblis yang dahsyat. Apalagi Kiai Surya Wisesa telah
mempelajari dengan saksama kelemahan-kelemahan ilmu Ki Sangga Geni pada saat Ki Sangga Geni bertempur dan bahkan membunuh muridnya, Kiai Pentog.
Karena itu, maka akhirnya, dalam pergulatan yang dahsyat, sebagaimana benturan angin prahara dengan badai menjelang musim kemarau sehingga seakan-akan telah menumbuhkan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cleret tahun yang kehitaman-itu, Ki Sangga Geni mulai terdesak. Serangan-serangan Kiai Surya Wisesa yang telah mempelajari kelemahan-kelemahan Ki Sangga Geni semakin sering menyusup diantara pertahanan Ki Sangga Geni.
Namun dengan tenaga serta kemampuannya yang sangat
besar, serta tatanan geraknya yang semakin keras dan kasar, maka Ki Sangga Geni masih tetap bertahan.
Akhirnya, keduanya sampai pada satu kesimpulan, bahwa mereka tidak akan dapat segera menyelesaikan pertempuran itu, tanpa mempergunakan ilmu pamungkas mereka.
Demikianlah, ketika keduanya bagaikan dua ekor burung yang bertempur di udara itu masing-masing terlempar surut beberapa langkah, mereka seakan-akan menemukan waktu luang untuk melepaskan ilmu pamungkas mereka.
Dalam sekejap keduanya mengambil ancang-ancang.
Kemudian hampir bersamaan pula keduanya telah menghentak melontarkan puncak kemampuan mereka yang
jarang sekali mereka lepaskan.
Benturan yang dahsyat telah terjadi. Benturan dua ilmu yang sangat tinggi, yang seakan-akan meluncur dari tangan masing-masing.
Rasa-rasanya guntur telah meledak diantara kedua orang itu. Getarannya telah mengguncang udara disekitarnya, sehingga orang-orang yang menyaksikan pertarungan itu dari tempat yang agak jauh merasakan, betapa getaran itu telah menghentak dada mereka.
Kedua orang yang sedang bertempur itu terlempar
beberapa langkah surut. Mereka terbanting dan jatuh
terlentang. Getar kekuatan ilmu mereka ternyata telah melukai bagian dalam tubuh mereka masing-masing.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun agaknya kekuatan ilmu Kiai Surya Wisesa masih
lebih kuat selapis dari kekuatan ilmu Ki Sangga Geni yang merasa bahwa ilmunya sempurna, sehingga tidak ada lagi kekuatan yang mampu mengatasinya.
Karena itulah, maka Ki Sangga Geni yang memiliki
kemampuan serta daya tahan tubuh yang sangat tinggi, telah terbaring diam. Dari sela-sela bibirnya mengalir darah yang merah segar.
Sementara itu, dengan susah payah, Kiai Surya Wisesapun berusaha untuk bangkit berdiri. Dari mulutnyapun telah meleleh pula darah oleh luka di bagian dalam tubuhnya.
Namun Kiai Surya Wisesa masih sempat berdiri. Kemudian berjalan tertatih-tatih mendekati tubuh Ki Sangga Geni.
Dengan tangannya yang gemetar Kiai Surya Wisesa
menarik keris yang diselipkannya di punggungnya. Dengan suara yang bergetar, Kiai Surya Wisesa itupun berkata "Akulah pemenangnya. Aku akan menghujamkan keris ini di dadamu sebagai pertanda kemenanganku"
Kiai Surya Wisesa hampir tidak dapat mencapai tubuh Ki Sangga Geni yang terbaring diam. Tetapi masih terdengar Ki Sangga Geni itu berdesah perlahan sekali.
Namun langkah Kiai Surya Wisesa terhenti. Ia melihat Ki Margawasana berjongkok di sebelah tubuh Ki Sangga Geni.
"Apa yang akan kau lakukan, Kiai Surya Wisesa?" bertanya Ki Margawasana.
"Aku akan membunuhnya. Dalam perang tanding, seorang diantara kami harus mati untuk menandai kemenangan bagi lawannya.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau tidak perlu membunuhnya, Nafasnya sudah berada di ujung hidungnya. Biarlah kedua orang muridnya membawa rubuhnya meninggalkan arena ini"
"Aku harus membunuhnya. Akulah yang menang dalam
perang tanding ini" "Aku tahu. Kaulah pemenangnya. Berteriaklah kepada
orang-orang Ngadireja bahwa kau telah memenangkan perang tanding ini"
Tetapi kau tidak perlu menusuk tubuh ini dengan kerismu"
"Minggirlah Ki Margawasana agar aku tidak membunuhmu juga"
"Kita tidak mempunyai persoalan apa-apa, Kiai Surya
Wisesa. "Aku hanya akan membawa tubuh yang sudah hampir
hangus ini pergi dari arena. Bukankah dengan demikian tidak akan merubah pendapat orang Ngadireja bahwa kau telah memenangkan perang tanding ini" Bahwa Ki Sangga Geni yang mempunyai kekuatan iblis itu telah kau kalahkan dengan m kekuatan iblis pula" Itu adalah ciri dari kuasa iblis yang mengadu domba diantara mereka yang mengabdi kepadanya.
Kau dan Ki Sangga Geni"
"Persetan dengan sesorahmu. Pergi atau aku akan
membunuhmu disini" "Kau sudah terlalu lemah Kiai Surya Wisesa. Seperti yang kau katakan tentang Ki Sangga Geni setelah membunuh
muridmu. Bahwa dengan menutup hidungmu aku dapat
membunuhmu" "Tidak. Kau tidak akan dapat membunuhku, Tetapi akulah, orang yang tidak ada duanya inilah yang akan membunuhmu.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Aku adalah orang yang memiliki ilmu tertinggi di atas bumi kita. Bahkan semua Senapati di Mataram tidak akan mampu mengalahkan aku"
"Aku tahu Kiai Surya Wisesa. Aku akui itu. Tetapi ijinkan kedua murid Ki Sangga Geni itu membawanya pergi"
"Tidak. Aku akan membunuhnya dan membiarkan tubuhnya terbaring ditempat itu. Biarlah burung-burung pemakan bangkai mencabik-cabik tubuhnya sehingga tinggal tulang-tulangnya"
Ki Margawasana tidak memperhatikan lagi kata-kata Kiai Surya Wisesa. Iapun segera memberi isyarat kepada kedua orang murid Ki Sangga Geni untuk mendekat.
Namun demikian kedua orang murid Ki Sangga Geni itu
berjongkok disamping tubuh guru mereka, Kiai Surya Wisesa itupun berteriak "Pergi. Pergi. Atau aku akan membantai kalian bertiga seperti aku akan mengoyak tubuh Sangga Geni"
Orang-orang yang berdiri di seputar arena itu menjadi berdebar-debar. Kemenangan Kiai Surya Wisesa membuat mereka menjadi sangat cemas. Meskipun Kiai Surya Wisesa sudah berjanji untuk tidak berbuat sebagaimana dilakukan oleh Kiai Pentog, namun mereka masih saja tetap curiga bahwa akhirnya mereka akan mengalami nasib yang sama sebagaimana masa Kiai Pentog berkuasa di daerah Ngadireja dan sekitarnya.
Dalam ketegangan itu, orang-orang yang berada di sekitar arena perang tanding itu melihat Kiai Surya Wisesa selangkah demi selangkah maju mendekati ketiga orang yang berada di sekitar Ki Sangga Geni.
Tetapi arena perang tanding dan sekitarnya itu bagaikan terguncang kembali ketika tiba-tiba bertiup angin pusaran.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Angin pusaran itu seakan-akan tumbuh dari tubuh Ki
Margawasana yang mulai menggerakkan tangannya.
Kiai Surya Wisesapun terhenti. Angin pusaran itu semakin lama menjadi semakin besar dan semakin kencang.
Debupun kemudian berhamburan. Daun-daun yang gugur
ketika ranting-rantingnya berpatahan pada saat Kiai Surya Wisesa bertempur melawan Ki Sangga Genipun berterbangan.
Demikian pula dahan yang berpatahan. Bahkan gerumbul-gerumbul perdupun telah tercerabut seakar-akarnya.
Rasa-rasanya tubuh Ki Sangga Geni serta ketiga orang yang berada di sekitarnya itupun telah ditelan oleh angin pusaran yang keras. Sementara itu Kiai Surya Wisesa tidak lagi dapat mendekat. Setiap ia melangkah maju, maka tubuhnya telah terdorong surut oleh pusaran angin yang kencang itu.
Angin pusaran itu semakin lama semakin melebar, sehingga akhirnya meliputi daerah yang terhitung luas. Bahkan Kiai Surya Wisesa sendiripun bagaikan ditelan oleh angin prahara itu.
Kiai Surya Wisesa tidak dapat menghanyutkan angin
pusaran itu dengan ilmu pamungkasnya. Tubuhnya sudah menjadi terlalu lemah, sementara bagian dalam tubuhnya telah terluka cukup parah, sehingga darah meleleh di sela-sela bibirnya.
Jika Kiai Surya Wisesa itu memaksa diri untuk meghentakkan ilmu pamungkasnya, maka keadaan tentu akan menjadi semakin buruk. Bahkan mungkin ia akan dapat
menjadi pingsan. Namun akhirnya angin pusaran itu semakin lama menjadi semakin mereda. Debu serta dahan-dahan dan dedaunan yang http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terangkatpun telah melayang turun. Pohon-pohon perdu yang tercerabut serta berterbangan mulai berjatuhan.
Ketika sejenak kemudian angin pusaran itu sudah mereda dan bahkan debupun telah mengendap, Kiai Surya Wisesapun berdiri sambil mengusap matanya yang pedih.
Namun dalam pada itu, Ki Margawasana, kedua orang
murid Ki Sangga Geni serta tubuh Ki Sangga Geni yang pingsan itu sudah tidak ada di tempatnya.
Ki Surya Wisesalah yang kemudian melihat dikejauhan, dua orang murid Ki Sangga Geni yang meng-gusung tubuh


Tembang Tantangan Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gurunya, serta Ki Margawasana, berjalan cepat-cepat
meninggalkan arena itu. "Licik kau pengecut" teriak Kiai Surya Wisesa "ingat. Pada suatu saat aku akan menyusulmu dan membunuhmu
sebagaimana aku membunuh kecoa"
Meskipun Ki Margawasana masih mendengar teriakan itu, tetapi ia tidak berpaling. Kepada kedua orang murid Ki Sangga Geni, Ki Margawasana itupun berkata "Jangan hiraukan.
Selamatkan gurumu. Mudah-mudahan lukanya masih sempat diobati"
Merekapun berjalan semakin cepat. Semakin lama menjadi semakin jauh. Sementara itu, karena keadaan tubuhnya, maka Kiai Surya Wisesa tidak mungkin dapat menyusul mereka.
Ki Margawasana dan kedua orang murid Ki Sangga Geni
telah membawanya ke tempat yang sepi. Mereka berhenti di dekat sebuah sendang yang agaknya tidak pernah dikunjungi orang. Beberapa batang pohon raksasa tumbuh disekitar sendang yang airnya melimpah itu. Bahkan agaknya air dari sendang itu telah dimanfaatkan untuk mengairi sawah.
Meskipun sendang itu sendiri tidak pernah dikunjungi, namun http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
para petani telah membuat parit yang menampung air yang melimpah dari sendang itu.
Tubuh Ki Sangga Genipun kemudian telah dibaringkan
diatas rerumputan kering di tepi sendang itu.
Beberapa titik air sendang yang bening itu telah diteteskan di mulut Ki Sangga Geni.
Kemudian sebutir reramuan obat yang dibawa oleh Ki
Margawasana telah dimasukkan kedalam mulut Ki Sangga Geni.
Beberapa saat kemudian, Ki Sangga Genipun mulai menjadi sadar. Perlahan-lahan ia membuka matanya. Yang mula-mula dilihatnya adalah kedua orang muridnya.
"Aku sekarang berada dimana?" bertanya Ki Sangga Geni dengan suara yang lemah.
"Kami berusaha menjauhkan guru dari arena. Kami belum tahu, dimana kami sekarang berada"
Ki Sangga Genipun kemudian mulai mengingat-ingat apa yang telah terjadi.
Tiba-tiba saja Ki Sangga Geni itupun berusaha untuk
bangkit. Tetapi tulang-tulangnya terasa sakit dimana-mana.
Sendi-sendinya seakan-akan telah terlepas yang satu dengan lainnya.
Karena itu, maka Ki Sangga Geni telah terbaring lagi sambil berdesah menahan sakit.
"Berbaring sajalah Ki Sangga Geni" terdengar suara Ki Margawasana.
Ki Sangga Geni mengerutkan dahinya. Dengan suara yang lemah dan bergetar iapun berdesis "Kau Ki Margawasana?"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya" "Apakah kau yang telah berusaha menyelamatkan nyawaku?" "Daya tahanmu terlalu kuat Ki Sangga Geni. Aku tidak menyelamatkan nyawamu. Aku hanya mengantar murid-muridmu
yang membawamu meninggalkan arena pertarungan" "Kenapa kau tidak membiarkan aku mati di arena perang tanding itu?"
"Aku tidak dapat melihat Kiai Surya Wisesa menusuk dada seorang yang sedang pingsan. Ketika kau membenturkan ilmumu melawan ilmu puncak Kiai Surya Wisesa kau menjadi pingsan. Sementara itu meskipun keadaan Kiai Surya Wisesa juga parah, tetapi ia sempat bangkit berdiri dan tertatih-tatih mendekati tubuhmu yang pingsan. Ia mencabut kerisnya dan siap menghunjamkan kerisnya ke dadamu. Nah, pada saat itulah aku dan murid-muridmu membawa pergi. Kiai Surya Wisesa yang lemah itu tidak akan dapat mengejar kita Setelah kita sampai ke tempat ini, maka kita berhenti untuk
beristirahat" "Kau selamatkan aku agar di ujung bulan ini kita dapat berperang tanding?"
"Waktu aku dan murid-muridmu membawamu pergi, aku
sama sekali tidak memikirkan kemungkinan itu. Kita juga tidak tahu, apakah dalam waktu sebulan kurang ini, kau akan dapat pulih kembali"
"Kalau aku belum pulih kembali dalam waktu sebulan
kurang sedikit, bunuh saja aku"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau kira aku dapat membunuh orang yang tidak berdaya"
Aku dan kedua muridmu membawamu pergi dari arena karena aku tidak mau melihat Kiai Surya Wisesa itu membunuhmu pada saat kau tidak berdaya. Persoalannya akan berbeda jika kau mati pada saat kau dan Kiai Surya Wisesa membenturkan kekuatan Aji Pamungkas. Jika saat itu kau mati, maka kau benar-benar mati dalam perang tanding. Tetapi kau tidak mati. Karena itu dalam keadaan tidak berdaya aku agak berkeberatan jika Kiai Surya Wisesa menusuk dadamu di arah jantung"
Ki Sangga Geni terdiam. Terasa dadanya nyeri. Namun obat yang telah diletakkan di mulutnya serta hanyut oleh titik-titik air yang diteteskan disela-sela bibirnya, membuat perasaan sakit pada tubuhnya itu berkurang.
"Kau akan membawa aku kemana, Ki Margawasana?"
bertanya Ki Sangga Geni "kau akan membawaku ke kaki
Gunung Sumbing atau ke bukit kecilmu disebelah padukuhan Gebang"
"Aku akan membawamu ke Gebang. Aku akan mencoba
merawatmu. Mungkin kau masih dapat sembuh"
Ki Sangga Geni menarik nafas panjang. Tetapi ia tidak menjawab.
Untuk beberapa lama, mereka beristirahat. Kemudian Ki Margawasana itupun telah mengajak kedua orang murid Ki Sangga Geni untuk membawa guru menempuh perjalanan ke Gebang.
"Perjalanan jauh. Bukankah lebih dekat jika kau bawa aku kembali ke kaki Gunung Sumbing. Bahkan perjalanan ke Gebang itu akan melewati lembah disekitar Gunung Sumbing"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, Ki Sangga Geni. Aku ingin kau berada di Gebang.
Aku sendiri yang akan merawat dan mengobatimu agar kau dapat sembuh pada waktunya"
Ki Sangga Geni itu menarik nafas panjang. Tetapi ia tidak ingin mengelak. Ki Margawasana telah membawanya keluar dari arena perang tanding untuk memasuki perang tanding yang lain diakhir bulan.
Tetapi Ki Sangga Geni itu sempat juga merenungi
pertarungan yang terjadi di Ngadireja. Ia tidak dapat mengingkari kenyataan, bahwa ternyata masih ada yang dapat melampaui tingkat
ilmunya yang dianggapnya sudah sempurna. "Mungkin yang terjadi hanyalah kebetulan atau bahkan kecelakaan" berkata Ki Sangga Geni didalam hatinya. Tetapi seperti yang dikatakan oleh Ki Margawasana sebelum ia berangkat ke Ngadireja bahwa Kiai Surya Wisesa sempat mempelajari
ilmunya serta mencari kelemahan- kelemahannya." "Ternyata Ki Margawasana benar. Agaknya Kiai Surya
Wisesa berhasil melihat kelemahan-kelemahanku serta mempelajari bagaimana caranya ia dapat menembus kelemahan-kelemahanku itu"
Demikianlah, maka merekapun telah menempuh perjalanan yang panjang menuju ke Gebang. Meskipun mereka melewati lembah di kaki Gunung Sumbing, tetapi mereka tidak singgah.
Dengan bantuan reramuan obat yang diberikan oleh Ki
Margawasana, Ki Sangga Geni berusaha untuk berjalan sendiri meskipun bergantian kedua orang muridnya masih harus membantunya.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perjalanan yang panjang itu ternyata memerlukan waktu yang cukup lama. Dalam keadaan terluka, Ki Sangga Geni harus menempuh perjalanan tiga hari. Di malam hari mereka bermalam di padang perdu atau pategalan. Sementara disiang hari mereka menempuh perjalanan meskipun mereka harus sering beristirahat.
Lewat tiga hari tiga malam, maka merekapun telah sampai di Gebang. Mereka langsung menuju ke
rumah Ki Margawasana yang berada di bukit kecil.
Ketika mereka sampai di bukit kecil itu, rasa-rasanya Ki Sangga Geni telah sampai ke sebuah istana yang akan
memberikan tempat yang sangat nyaman baginya.
"Beristirahatlah sebaik-baiknya Ki Sangga Geni" berkata Ki Margawasana "untunglah bahwa daya tahanmu sangat kuat, sehingga kau mampu menyelesaikan perjalanan yang panjang ini. Kau dapat bertahan sampai ke bukit kecil yang sepi ini"
"Kau telah membantuku dengan reramuan obat-obatanmu, Ki Margawasana"
"Nah, kau harus beristirahat cukup agar kau dapat segera pulih kembali"
Ki Sangga Geni hanya dapat menarik nafas panjang. Tetapi ia tidak menolak ketika Ki Margawasana minta kepadanya agar ia banyak berbaring di pembaringan.
Dengan demikian, maka Ki Sangga Geni mempunyai banyak waktu untuk merenung. Berbagai macam persoalan hilir murid di kepalanya. Sebenarnyalah bahwa ia merasa heran, kenapa Ki Margawasana bersusah payah pergi ke Ngadireja. Mungkin Ki Margawasana ingin melihat, sejauh manakah tingkat ilmunya sekarang, setelah ia minta waktu setahun untuk http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mentuntaskan laku agar ia dapat menguasai ilmunya sampai tuntas.
Tetapi ketika ia mengalami kekalahan dari Kiai Surya Wisesa, kenapa Ki Margawasana masih berusaha untuk
menolongnya. "Agaknya Ki Margawasana memang seorang yang sangat
sombong. Iapun ingin menunjukkan kepadaku, bahwa ia lebih baik dari aku. Ia ingin agar perang tanding beberapa pekan lagi itu dapat berlangsung agar ia dapat menunjukkan, bahwa aku tetap saja tidak dapat mengalahkannya"
Tiba-tiba saja Ki Sangga Geni menggeram. Katanya kepada dirinya sendiri "Tetapi Ki Margawasana akan menyesal. Aku akan melumatkannya. Atau Ki Margawasana itu harus berlutut dihadapanku, membungkuk sampai mencium tanah mohon
ampun kepadaku" Dalam pada itu, Ki Margawasana merawat Ki Sangga Geni dengan bersungguh-sungguh. Diberikannya reramuan obat terbaik yang dapat dibuatnya. Sehingga dengan demikian, dari hari ke hari, keadaan Ki Sangga Geni menjadi semakin baik.
Bahkan tenaganyapun telah menjadi hampir pulih kembali.
Ketika diam-diam ia mencoba kemampuannya di sanggar
terbuka Ki Margawasana, maka ketangkasan serta ketrampilannyapun hampir pulih kembali.
Meskipun demikian, jika ia memaksa diri dengan gerakan-gerakan yang berat, dadanya masih terasa nyeri.
Namun dari hari ke hari, keadaannya menjadi semakin baik.
Tetapi pada saat Ki Sangga Geni merasa bahwa ia telah sembuh kembali, serta segala-galanya telah pulih sebelum hari yang menggenapi satu tahun dari kekalahan Ki Sangga Geni di http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
padepokan Ki Udyana, Kiai Surya Wisesa telah datang ke bukit kecil disebelah padukuhan Gebang itu.
Kiai Surya Wisesa langsung memasuki halaman rumah kecil Ki Margawasana dengan memanggil namanya.
"Ki Margawasana. Ini aku, Kiai Surya Wisesa"
Suaranya telah mengejutkan sisi rumah kecil itu. Ki
Margawasana, Ki Sangga Geni serta kedua muridnyapun
segera keluar dari rumah kecil itu. Mereka melihat Kiai Surya Wisesa berdiri di halaman dengan tangan bersilang didadanya.
"Kiai Surya Wisesa" desis Ki Margawasana;
"Ya" sahut Ki Surya Wisesa "Kau tentu sudah menduga, bahwa pada suatu hari aku tentu datang kepadamu"
Ki Margawasana mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Aku
memang sudah menduga, bahwa kau tentu akan menyusul
aku kemari, karena aku telah membawa Ki Sangga Geni dari arena perang tanding pada waktu itu"
"Kiai Surya Wisesa" berkata Ki Sangga Geni "jika kau datang untuk menyusul aku, maka sekarang aku sudah siap untuk bertarung lagi. Aku juga sudah sembuh sebagaimana kau yang nampaknya juga sudah sembuh"
"Aku memang sudah sembuh, Ki Sangga Geni. Tetapi aku tidak datang untuk mencarimu. Semua orang di Ngadireja dan sekitarnya, sudah tahu, bahwa aku telah memenangkan
perang tanding melawanmu. Berita tentang kemenanganku itu tentu sudah menjalar kemana-mana. Semua gegedug dan
orang-orang berilmu tinggi sudah mengerti, bahwa aku telah mengalahkan orang yang membunuh Pentog"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak" Ki Sangga Geni itu menyahut dengan suara lantang
"kita akan membuktikannya sekali lagi. Siapakah diantara kita yang terbaik di bumi ini"
"Pada saatnya kita akan membuktikannya. Tetapi sekarang aku ingin menunjukkan kepada orang-orang di Ngadireja, bahwa orang yang telah menyelamatkan Ki Sangga Geni
dengan angin pusarannya itu bukan orang yang terbaik. Aku akan menantangnya dan membunuhnya dihadapan orang-orang Ngadireja. Selama ini mereka mendapat kesan, seolah-olah orang yang bermain-main dengan angin pusaran itu mempunyai ilmu yang sangat tinggi, sehingga melampaui ilmuku"
"Ki Surya Wisesa. kenapa kau demikian bernafsu untuk disebut yang terbaik" Silahkan. Apapun yang akan kau lakukan aku tidak akan pernah menghalanginya. Kalau kau tantang aku untuk berperang tanding di Ngadireja sekedar untuk menunjukkan bahwa salah seorang diantara kita adalah orang yang terbaik, lebih baik aku menolaknya. Jika karena aku tidak datang
ke arena, kemudian orang-orang Ngadireja menganggap bahwa aku takut terhadap orang yang memiliki ilmu tertinggi di negeri ini, dan itu dapat memberi kepuasan kepadamu, silahkan saja. Aku sama sekali tidak berkeberatan"
"Pengecut" geram Kiai Surya Wisesa "Kenapa kau tidak berani tampil di perang tanding itu" Apakah kau takut mati"
Seorang yang menyatakan dirinya berilmu tinggi tentu akan berani menghadapi tantangan dari siapapun juga"
"Aku bukan seorang yang menyatakan diriku berilmu tinggi"
Kata-kata itu agaknya telah menggelitik perasaan Ki Sangga Geni sehingga iapun berkata "Kenapa tidak kau tantang aku saja, Kiai Surya Wisesa. kalau kau anggap Ki Margawasana sebagai seorang pengecut, maka tantang aku. Aku akan hadir http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di arena perang tanding itu lagi. Aku akan membuktikan, bahwa kemenanganmu beberapa saat yang lalu, adalah satu kebetulan. Hal itu merupakan satu kecelakaan bagiku karena aku menjadi lengah"
"Omong kosong. Kau sudah tidak berharga lagi bagiku. Aku hanya ingin menghancurkan nama Ki Margawasana karena ia telah menimbulkan kesan yang keliru di Ngadireja. Ada diantara mereka yang menganggap bahwa permainan angin pusaranmu itu mampu melampaui ilmuku karena aku tidak dapat membunuhmu waktu itu. Mereka, yang mengagumimu itu tidak mau tahu, bahwa pada saat itu aku sudah terluka, sehingga aku tidak akan dapat berbuat banyak terhadapmu.
Agaknya kau berani melakukan apa yang kau lakukan pada waktu itu juga karena kau tahu, bahwa aku tidak akan dapat mengejarmu"
"Katakan kepada mereka, bahwa pada waktu itu aku telah berlindung dibalik angin pusaran itu. Kemudian akupun telah melarikan diri"
"Tidak" Ki Sangga Geni hampir berteriak "kita bukan orang-orang licik seperti itu. Kalau Kiai Surya Wisesa menolak melawan aku lagi, maka Ki Margawasana harus datang ke Ngadireja. Persoalan diantara kita akan kita selesaikan kemudian.
Persoalan diantara kita tidak menyangkut pengakuan orang banyak sebagaimana orang-orang Ngadireja itu"
"Tidak ada. gunanya, Ki Sangga Geni. Aku tidak ingin memamerkan ilmuku dihadapan orang banyak"
"Bukan soal memamerkan ilmu. Tetapi soal harga diri Ki Margawasana. Bukankah Ki Margawasana hanya melayani Kiai Surya Wisesa?"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak akan pergi ke Ngadireja"
"Inilah yang aneh pada orang-orang sepertimu. Orangorang yang tidak lagi menghargai dirinya sendiri. Orang yang tidak tahu menjunjung nama dan martabatnya" gigi Ki Sangga Genilah yang justru menjadi gemeretak menahan gejolak di dadanya. Lalu katanya dengan lantang "Kiai Surya Wisesa.
Apakah kau tiba-tiba saja menjadi ketakutan melihat
kesiapanku sekarang ini sehingga kau menolak untuk
menantangku lagi. Bagaimana pendapatmu jika akulah yang menantangmu untuk berperang tanding di Ngadireja. Aku juga ingin mengatakan kepada orang-orang Ngadireja bahwa guru orang yang menyebut dirinya Pentog itupun tidak sanggup mengalahkan aku"
-oo0dw0oo- http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 19 "Kalau kau berkeras, aku akan membunuhmu disini, Ki
Sangga Geni. Baru kemudian aku akan bertempur melawan Ki Margawasana di Ngadireja"
"Kau adalah orang sombong yang gila atau orang gila yang sombong. Kau tidak akan dapat membunuhku di-manapun
juga. Kalau kau menghendaki kita bertempur disini sekarang, marilah. Aku akan melayanimu"
"Tidak" potong ki Margawasana "Kalian tidak akan
bertempur lagi" "Kenapa?" bertanya Ki Sangga Geni "Kau menjadi cemas bahwa aku akan mati?"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Margawasana menarik nafas panjang. Sebenarnyalah Ki Margawasana memperhitungkan, bahwa jika
keduanya bertarung lagi, maka keadaannya tidak akan berubah. Mereka akan sampai pada puncak ilmu mereka, sehingga keadaan Ki Sangga Geni akan menjadi sangat parah, sedangkan Kiai Surya Wisesapun akan terluka pula di bagian dalam tubuhnya seperti yang pernah terjadi"
Namun Kiai Surya Wisesa itupun berkata "Jika kau tidak mau pergi ke Ngadireja, Ki Margawasana, maka aku akan membunuhmu disini. Aku akan merusak bukit kecilmu ini.
Bahkan aku tidak akan lari seandainya kalian bertempur berdua melawanku bersama dengan kedua orang murid Ki Sangga Geni itu pula"
Ternyata kesabaran Ki Margawasanapun ada batasnya.
Ternyata perasaannya tertusuk pula oleh sikap dan kata-kata Kiai Surya Wisesa. Karena itu, maka Ki Margawasana itupun kemudian berkata "Baiklah Kiai Surya Wisesa. Memang harus ada orang yang menghentikan kesombonganmu itu. Aku akan pergi ke Ngadireja. akhir pekan aku akan siap di arena perang tanding itu"
"Bagus. Ternyata kau dapat juga bersikap jantan. Tetapi kenapa harus diakhir pekan?"
"Aku tidak akan pergi di hari-hari Respati, Sukra dan Tumpak. Aku akan pergi ke Ngdireja di hari Radite"
Kiai Surya Wisesa tertawa. Katanya "Kau landasi langkah-langkahmu dengan perhitungan hari?"
"Tidak. Tetapi Radite adalah hari kelahiranku. Aku akan memperingati hari kelahiranku di sepanjang jalan ke
Ngadireja" http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terserah kepadamu. Aku akan menunggumu dua hari
setelah hari itu. Kita akan berperang tanding pada hari Anggara"
"Baik. Aku akan penuhi undanganmu itu"
Kiai Surya Wisesa itupun tertawa. Katanya "Dengan
membunuhmu dihadapan orang-orang Ngadireja, maka
sempurnalah kerjaku untuk memantapkan kedudukanku
sebagai orang terbaik di negeri ini"
"Kau terlalu picik, Kiai Surya Wisesa. Jika kau menang, maka kau akan menjadi orang terbaik di Ngadireja. Tidak di Mataram, karena di Mataram ada lebih dari seribu orang yang mempunyai ilmu lebih baik dari ilmumu"
"Lambat laun akan terbukti, bahwa akulah yang terbaik.
Seorang demi seorang, para Senapati Mataram itu akan aku kalahkan. Aku telah menggenapi korban yang harus aku serahkan, sehingga tidak lagi kekuatan dan kuasa yang dapat mengalahkan aku"
"Korban apakah yang telah kau serahkan itu?"
"Aku tidak akan mengatakannya, karena kau akan dapat menjadi pingsan mendengarnya, karena kau tentu mengaku orang yang berbudi dalam aliran putihmu. Tetapi tentu tidak bagi Ki Sangga Geni. Bahkan aku berjanji, jika Ki Sangga Geni ingin berguru kepadaku, aku akan memberinya kesempatan asal ia dapat menyerahkan korban itu pula"
"Gila" geram Sangga Geni "Jika Ki Margawasana gagal
membunuhmu, akulah yang akan membunuhmu keIak"
Kiai Surya Wisesa itupun tertawa berkepanjangan. Namun tiba-tiba Kiai Surya Wisesa itu beranjak pergi sambil berkata http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku akan pergi Ki Margawasana dan Ki Sangga Geni. Aku tunggu kau dihari Anggara"
Ki Margawasana tidak menjawab. Ia hanya memandangi
saja ketika Kiai Surya Wisesa keluar dari regol halamannya.
Sepeninggal Kiai Surya Wisesa, Ki Sangga Genipun bertanya
"Kenapa kau harus dipaksa pergi ke Ngadireja" Bukankah itu akan dapat menyusutkan namamu sendiri. Bukankah nama dan harga diri itu harus kau pertahankan dengan nyawamu?"
"Apakah artinya dengan nafsu buruk untuk mendapat
pujian sebagai orang yang tidak terkalahkan" Aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk membantu orang yang
sangat membutuhkan bantuanku. Tidak untuk mendapatkan gelar
sebagai pembunuh terbaik di negeri ini" "Apa salahnya membunuh jika ia berarti bagi kita?"
"Kita harus menterjemahkan kata berarti bagi kita itu dengan sebaik-baiknya, Ki Sangga Geni. Berarti bagi kita tidak harus diterjemahkan bagi kepentingan serta kepuasan diri sendiri semata-mata. Memang suatu ketika kita dapat
melakukan pembunuhan itu, tetapi demi kepentingan dan keselamatan jiwa yang memerlukan perlindungan. Bagi
keadilan dan kebenaran sejauh jangkauan nalarku.
"Cara berpikirmu terlalu rumit bagiku, Ki Margawasana.
Tetapi itu terserah saja kepadamu"
Ki Margawasana menarik nafas dalam-dalam" "Sudahlah.
Aku tidak mau memikirkan lagi caramu berpikir. Aku ingin minum sekarang. Minumanku tentu sudah menjadi dingin"
berkata Ki Sangga Geni sambil masuk ke ruang dalam.
Namun ketika kemudian Ki Margawasanapun duduk


Tembang Tantangan Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersamanya, maka Ki Margawasana itupun berkata "Ki Sangga Geni. Aku memang akan berangkat ke Ngadireja di akhir http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pekan. Tetapi besok pagi-pagi sekali, aku sudah akan meninggalkan bukit kecil ini?"
"Kau akan pergi ke mana?"
"Kau tidak perlu tahu, Ki Sangga Geni"
"Aku ingin ikut pergi ke Ngadireja, Ki Margawasana. Apakah aku harus menunggumu disini sampai kau datang?"
"Tidak usah. Aku akan terus ke Ngadireja tanpa singgah lagi di bukit ini. Jika kau akan pergi ke Ngadireja dari bukit ini silahkan. Kau dapat tinggal disini sampai saatnya kau pergi"
"Kenapa kita tidak pergi bersama saja?"
"Aku masih harus menyelesaikan satu persoalan. Disamping itu, aku akan membawa seorang saksi dalam perang tanding ini. Aku tidak tahu, siapakah yang akan menang dan siapakah yang akan kalah. Jika aku dibunuh oleh Kiai Surya Wisesa, biarlah ada yang mengubur mayatku. Jika aku terluka, biarlah ada yang merawatku"
Ki Sangga Geni termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun bertanya "Kau akan membawa salah seorang muridmu?"
"Ya. Aku merasa perlu. Tidak untuk berbuat licik. Tetapi sekedar untuk menjadi saksi. Jika aku memang, saksi akan kemenanganku. Jika aku kalah, saksi akan kekalahanku"
Ki Sangga Geni itupun menarik nafas panjang.
Sebenarnyalah, maka dihari berikutnya, pagi-pagi sekali, Ki Margawasana telah bersiap untuk menempuh perjalanan jauh.
Disiapkan kudanya yang baik untuk menempuh perjalanan panjang.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah minum minuman hangat, maka menjelang matahari terbit, Ki Margawasana itupun meninggalkan bukit kecil di dekat padukuhan Gebang itu.
"Sebenarnya aku ingin ikut bersamamu. Tetapi agaknya kau ingin pergi sendiri" berkata Ki Sangga Geni.
"Ya. Aku memang ingin pergi sendiri. Kau tinggal saja disini seperti di rumahmu sendiri. Tidak ada orang disini. Di dapur ada beras dan kebutuhan-kebutuhan dapur lainnya. Jika ada kekurangannya kau dapat turun mengambilnya di rumahku di Gebang. Aku akan berpesan agar penunggu rumahku di
Gebang menyediakan segala keperluanmu. Bahkan jika kau memerlukan pakaian"
Sepeninggal Ki Margawasana, Ki Sangga Geni duduk
menyendiri. Ia sempat merenungi jalan kehidupan yang ditempuhnya. Beberapa hari ia melihat cara hidup Ki
Margawasana yang agaknya terasa tenang dan tenteram
sampai ia datang mengusik ketenangan itu. Bahkan kemudian kehadiran Kiai Surya Wisesa.
Ki Sangga Geni sempat memperbandingkan kehidupan Ki
Margawasana dengan cara hidupnya sendiri. Umurnya tentu tidak jauh dari umur Ki Margawasana. Namun Ki Margawasana seakan-akan
telah melampaui segala macam gejolak kehidupan sehingga memasuki dunianya yang damai.
Namun ia telah datang untuk mengaduk dan membuat
wajah kehidupan Ki Margawasana itu bergejolak. Apalagi kemudian telah datang pula Ki Surya Wisesa.
Namun Ki Sangga Geni itupun menggeram "Tidak. Aku tidak mau hidup seperti kepompong di tempat yang sepi dan
terasing ini. Aku harus mengisi waktuku dengan gerak dan bahkan gejolak"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Ki Sangga Geni tidak dapat memungkiri rasa irinya terhadap ketenangan hidup di bukit kecil itu. Diantara pepohonan raksasa, burUng-burung liar yang riuh bernyanyi di pagi dan sore hari. Sendang dengan berbagai macam ikan yang berenang di airnya yang jernih.
Sementara itu, Ki Margawasana telah melarikan kudanya menuju ke padepokan yang dipimpin oleh Ki Udyana. Ia ingin membawa satu atau dua orang muridnya untuk menjadi saksi pertarungan yang akan dilakukannya di Ngadireja melawan Kiai Surya Wisesa.
"Sebenarnya aku sudah tidak pantas melakukannya"
berkata Ki Margawasana kepada dirinya sendiri di perjalanannya. Tetapi Ki Margawasana tidak dapat mengelak lagi. Ia tidak mempunyai pilihan kecuali harus bertempur dimanapun juga.
Namun kemudian telah timbul pula niatnya untuk berusaha menghentikan kesombongan Kiai Surya Wisesa. Karena
sebenarnyalah apa yang dilakukan o leh Kiai Surya Wisesa itu tidak ubahnya sebagaimana yang dilakukan oleh Ki Sangga Geni.
Kedatangan Ki Margawasana di padepokan yang dipimpin oleh Ki Udyana itu memang agak mengejutkan para murid-muridnya. Iapun segera dipersilahkan duduk di pringgitan.
Para muridnyapun segera mengerumuninya. Ki Udyana dan Nyi Udyana, Wikan serta saudara-saudaranya yang lain.
"Selamat datang di padepokan ini, guru" Ki Udyanapun menyapanya ketika Ki Margawasana sudah duduk diantara murid-muridnya.
"Aku baik-baik saja Udyana. Bukankah kau, isterimu dan saudara-saudaramu baik-baik saja?"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami dalam keadaan baik semuanya, guru"
"Bukankah padepokan ini berjalan sebagaimana seharusnya tanpa hambatan apa-apa?"
"Ya, guru. Segala sesuatunya berjalan dengan baik"
"Sukurlah. Mudah-mudahan untuk seterusnya keadaan
padepokan ini selalu baik"
Pembicaraan mereka terhenti. Tatagpun berlari-lari kecil menuju ke pringgitan disusul oleh ibunya.
"Tatag, Tatag. Kau mau apa?"
Tatag tidak berhenti. Tatapi ia menghambur mendekati Wikan yang duduk di dekat Ki Udyana.
"Tatag" sapa Ki Margawasana "kau sudah menjadi semakin besar Tatag, kau sudah pintar apa sekarang?"
Tatag termangu-mangu sejenak. Namun Wikanpun berbisik di telinganya "Kakek guru"
Tatag mengerutkan dahinya.
"Kakek guru. Ayo, beri salam. Selamat datang kakek"
Tatag tertawa. Iapun mencoba untuk mengucapkan
beberapa kata yang tidak jelas. Sementara itu, Tanjung duduk di tangga pendapa.
"Kemarilah Tanjung. Mendekatlah " panggil Nyi Udyana.
Tanjungpun kemudian bergeser mendekat ke pringgitan.
"Kau baik-baik saja, Tanjung" Anakmu sudah besar. Seperti tangisnya, geraknyapun mengisyaratkan bahwa anak ini mempunyai beberapa kelebihan"
"Nakalnya bukan main, guru"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anak nakal biasanya banyak akalnya "
Beberapa saat kemudian, dua orang mentrik telah
menghidangkan minuman hangat serta beberapa potong
makanan. Baru beberapa saat kemudian, setelah Ki Margawasana
meneguk minuman serta makan sepotong makan, iapun mulai berbicara tentang maksud kedatangannya.
Mula-mula Ki Margawasana berbicara tentang Ki Sangga Geni yang telah mematangkan ilmu iblisnya untuk membalas dendam atas kekalahannya saat ia datang ke padepokan itu bersama
Ala-alap Perak. Namun kemudian diluar kehendaknya, Ki Margawasana telah terlibat dalam persoalan dengan Kiai Surya Wisesa.
"Ketika aku mencoba menyelamatkan Ki Sangga Geni, aku sama sekali tidak mengira, bahwa akhirnya aku akan terlibat dalam persoalan yang gawat dengan Kiai Surya Wisesa"
Murid-muridnya mendengarkannya dengan sungguh- sungguh. Ki Udyana mengangguk-angguk sambil mengerutkan dahinya.
"Anak-anakku. Di akhir pekan, pada hari Anggara aku
berjanji untuk datang ke Ngadireja. Aku tidak dapat
mengelakkan tantangan Kiai Surya Wisesa berperang tanding.
Ki Surya Wisesa ingin mengatakan kepada orang-orang
Ngadireja dan sekitarnya, bahwa ia adalah orang terkuat di Tanah ini. Tidak seorangpun yang dapat mengalahkannya.
Setelah Ki Sangga Geni, maka akulah yang akan dipergunakan untuk landasan tempatnya berdiri sambil menepuk dada"
"Guru. Apakah guru bermaksud menugaskan salah seorang diantara kami untuk turun melayani perang tanding itu?"
bertanya Ki Udyana. http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil menggeleng Ki Margawasana menjawab "Tidak. Kiai Surya Wisesa adalah orang yang tuntas menyerap ilmu yang sangat
tinggi. Karena itu, biarlah aku yang akan menghadapinya. Bukan berarti bahwa ilmuku sangat tinggi.
Tetapi aku mempunyai banyak pengalaman yang akan dapat membantuku mengatasi segala macam kesulitan yang
barangkali belum pernah kalian alami"
Murid-murid Ki Margawasana mengangguk-angguk. Sementara itu Ki Udyanapun bertanya "Atau barangkali ada perintah guru yang lain?"
"Ya. Aku ingin dua orang diantara kalian pergi bersamaku ke Ngadireja. Tetapi mereka berdua tidak akan terlibat sama sekali. Mereka berdua hanya akan menjadi saksi. Jika aku mati dalam perang tanding itu, maka mereka berdua akan dapat membawa mayatku pulang. Aku ingin dikuburkan di bukit kecil di sebelah padukuhan Gebang.itu. Jika aku terluka parah, biarlah mereka berdua merawatku. Sedangkan kalau aku menang, biarlah mereka menjadi saksi kemenanganku"
"Jika orang itu atau jika ada pengikutnya yang curang?"
"Terserang kepada kedua orang yang akan pergi
bersamaku itu. Mungkin mereka harus mencegahnya"
Ki Udyana mengangguk-angguk. Dengan agak ragu iapun
bertanya "Siapakah yang akan guru perintahkan diantara kami untuk pergi ke Ngadireja bersama guru?"
"Aku akan mengajak Udyana dan Wikan. Sementara itu Nyi Udyana akan tetap berada di padepokan dan memimpin
sendirian selama Ki Udyana pergi bersamaku"
Para murid Ki Margawasana itupun mengangguk-angguk.
Sebenarnyalah banyak diantara mereka yang ingin ikut bersama Ki Margawasana ke Ngadireja. Tetapi mereka tidak http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat merubah keputusan Ki Margawasana, bahwa yang akan pergi adalah Ki Udyana dan Wikan. Para murid Ki Margawasanapun menyadari, bahwa orang terkuat di padepokan itu memang Ki Udyana dan Wikan, meskipun Wikan adalah murid bungsu.
Karena itu, maka tidak seorangpun yang merasa iri akan keputusan Ki Margawasana itu.
Ternyata Ki Margawasana masih mempunyai kesempatan
beberapa hari untuk mempersiapkan dirinya menghadapi Kiai Surya Wisesa. Karena itu, maka di malam hari Ki Margawasana itu selalu berada didalam sanggar seorang diri untuk mencapai tataran tertinggi dari ilmunya.
Tetapi disiang hari, Ki Margawasana juga mempersiapkan Udyana dan Wikan untuk memasuki satu tugas yang
mempunyai beberapa kemungkinan. Mungkin mereka benar-benar tidak akan berbuat apa-apa. Namun mungkin mereka akan terjebak dalam satu keadaan yang sangat rumit dan berat untuk diatasi. Jika saja Kiai Surya Wisesa itu curang, maka mereka harus mengambil langkah-langkah yang cepat dan tepat.
"Tetapi menurut perhitunganku, Kiai Surya Wisesa yang terlalu yakin akan kemampuannya itu tidak akan berbuat curang. Kecuali jika aku mampu mengatsi ilmunya, sehingga dalam keadaan putus asa, kemungkinan buruk itu memang ada" berkata Ki Margawasana.
Namun Ki Margawasanapun mengingatkan Ki Udyana dan
Wikan, bahwa di Ngadireja itu akan hadir juga Ki Sangga Geni.
"Aku tidak tahu apa yang akan dilakukannya jika aku
menang dan bahkan jika aku kalah. Sikap dan tingkah laku Ki Sangga Geni memang sulit untuk diperhitungkan. Karena itu http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalianpun harus berhati-hati dengan kehadiran Ki Sangga Geni. Perlu kalian tahu, bahwa Ki Sangga Genipun telah menuntaskan laku untuk menguasai ilmu iblisnya"
Ki Udyana dan Wikanpun menyadari, bahwa tugas mere"ka adalah tugas yang berat. Mereka akan berhadapan dengan berbagai macam kemungkinan yang tidak dapat diduga-duga lebih dahulu.
Karena itu, maka Ki Udyana dan Wikanpun telah
mempersiapkan dirinya dengan sebaik-baiknya. Beberapa petunjuk yang diberikan oleh Ki Margawasana untuk
melengkapi puncak ilmu mereka, telah mereka pelajari dengan sebaik-baiknya dalam waktu yang terhitung singkat.
Di saat terakhir, Ki Margawasanapun berkata "Mudahmudahan dalam keadaan yang memaksa, kalian sudah dapat mengatasi ilmu iblis Ki Sangga Geni jika ia berniat
memanfaatkan kesempatan"
Demikianlah maka pada hari yang sudah ditentukan, Ki Margawasana, Ki Udyana dan Wikanpun telah bersiap untuk berangkat. Ketika cahaya matahari mulai membayang, maka Ki Margawasana, Ki Udyana dan Wikanpun telah minta diri kepada seisi padepokan yang dipimpin oleh Ki Udyana itu.
Sementara Ki Udyana pergi, maka Nyi Udyanalah yang akan memimpin padepokan itu, dibantu oleh beberapa orang murid tertua di padepokan itu.
Tatag yang ada didalam dukungan ibunya telah meronta untuk turun. Demikian ia diletakkan, maka Tatag itupun segera berlari mendapatkan ayahnya.
Satu-satu Tatag sudah dapat mengucapkan kata-kata.
Karena itu Tatag sudah dapat bertanya, apakah ayahnya itu akan pergi.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, Tatag. Ayah akan pergi. Kau tinggal bersama ibu di rumah. Kau tidak boleh nakal Tatag"
Tatag memandangi wajah Wikan yang berjongkok di
hadapannya. Anak itu mengangguk-angguk kecil.
"Nah, sekarang pergi ke ibumu. Ayah akan berangkat "
Tiba-tiba saja kedua tangan Tatag mendorong Wikan yang sedang berjongkok itu. Ternyata tenaga Tatag mengejutkan Wikan. Kedua tangannya itu terlalu kuat bagi seorang anak sebesar Tatag yang mengucapkan kata-katapun baru satu dua, sehingga Wikan itupun hampir saja terlentang jika kedua tangannya tidak cepat-cepat menahannya.
"Tatag" Tanjungpun berlari mendapatkan Tatag "Kau tidak boleh nakal"
Tatag tertawa melihat Wikan yang hampir saja jatuh
terlentang. "Tangannya kuat sekali" desis Wikan.
"Kakang baru menyadarinya sekarang?" bertanya Tanjung.
"Ya" "Kemarin Tatag mengangkat dan melemparkan kambing ke belumbang. Untunglah ada yang melihatnya sehingga kambing itu segera dapat tertolong"
"Kenapa Tatag menjadi nakal sekali"
"Tetapi ia tidak bermaksud menyakiti apalagi membunuh kambing itu. Ia hanya ingin bergurau. Setelah kambing itu dibawa naik oleh cantrik yang menolong, maka kambing itupun dibawa Tatag ke pakiwan dan dimandikannya. Sekali-sekali dipeluknya kambing itu dan dielusnya kepalanya.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wikan mengangguk-angguk. Sementara Ki Margawasanapun berkata "Biarkan anak itu berkembang.
Tetapi harus selalu mendapat pengawasan yang baik, agar ia tidak berbuat sesuatu yang berbahaya. Berbahaya bagi dirinya, dan berbahaya bagi orang lain"
"Ya, guru" jawab Tanjung.
"Nah, sekarang kami akan berangkat. Hari ini kami harus sudah berada di Ngadireja. Besok aku akan turun ke
gelanggang" Nyi Udyanapun kemudian menyahut "Guru. Semoga Yang
Maha Pencipta selalu melindungi guru"
"Aku minta kalian berdoa untukku"
Sejenak kemudian, maka ketiga orang itu telah memacu kuda mereka meninggalkan padepokan yang dipimpin oleh Ki Udyana itu. Sementara langitpun menjadi semakin terang.
Sinar matahari mulai memancar. Sinarnya yang menyusup diantara dedaunan, jatuh keatas tanah yang basah oleh embun yang baru mulai terangkat naik. Masih nampak kabut menyaput bulak yang luas membatasi pandangan mata.
Tetapi beberapa saat kemudian, kabut itupun semakin
tersingkap. Ki Margawasana, Ki Udyana dan Wikan tidak berbicara
terlalu banyak. Namun Ki Margawasana masih memberikan beberapa petunjuk kepada Ki Udyana dan Wikan tentang berbagai kemungkinan yang dapat terjadi di Ngadireja.
Perjalanan ke Ngadireja adalah perjalanan yang panjang.
Karena itu, maka sekali-sekali mereka harus berhenti untuk memberi kesempatan kuda-kuda mereka beristirahat. Bahkan juga ketiga orang itu sendiri.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diperjalanan ketiga orang itu menyempatkan diri untuk berhenti di sebuah kedai. Selain kuda-kuda mereka dapat beristirahat, maka ada petugas khusus di kedai itu yang dapat memberi makan dan minum kepada kuda-kuda itu dengan
upah tersendiri. Diperjalanan ketiga orang itupun berusaha untuk menghindar dari segala persoalan, agar perjalanan mereka tidak terganggu.
Seperti yang mereka perhitungkan, maka mereka memasuki Ngadireja
menjelang senja. Mereka telah menempuh perjalanan panjang yang kadang-kadang harus melewati jalan-jalan sempit dan lorong-lorong yang rumit. Ketika mereka melewati kaki Gunung Sumbing dan kemudian Gunung
Sindara, kadang-kadang mereka harus memanjat tebing yang terjal. Namun kemudian mereka menuruni lereng yang curam.
Di Ngadireja mereka memang agak kesulitan untuk
mendapatkan sebuah kedai yang masih dibuka.
Namun akhirnya mereka menemukannya juga, justru
sebuah kedai yang agak besar. Di wayah menjelang senja itupun-masih ada beberapa orang yang beradadidalam kedai itu.
Ketiga orang itupun kemudian berhenti di kedai itu untuk mencari minum dan makan.
Namun Wikanpun bertanya kepada pemilik kedai itu
"Apakah ada orang yang dapat membantu memberi makan
dan minum bagi kuda-kuda kami?"
"Ada" jawab pemilik kedai itu. Lalu katanya kepada
pelayannya "Panggil Kimin"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sejenak kemudian, maka ketiganya sudah duduk di dalam kedai itu, sementara kuda-kuda merekapun telah mendapat makan dan minum pula.
Ketika ketiga orang itu mulai menghirup minuman mereka sambil menunggu pesanan makan, maka mereka telah
mendengar beberapa orang yang saling berbincang di dalam kedai itu. Ternyata mereka sibuk berbicara tentang perang tanding yang esok akan berlangsung.
"Kiai Surya Wisesa akan berperang tanding lagi melawan orang yang mampu membuat angin pusaran pada saat ia
menolong Ki Sangga Geni beberapa waktu yang lalu"
"Kenapa mereka bermusuhan" Apakah karena orang itu
telah menolong Ki Sangga Geni?"
"Mungkin. Kiai Surya Wisesa merasa tersinggung. Seolah-olah ia tidak dapat
mengatasi orang yang mampu
membangunkan angin pusaran itu. Waktu itu Kiai urya Wisesa memang sedang terluka"
"Orang itu hanya berani menghadapi Kiai Surya Wisesa yang sedang terluka"
"Karena itu, besok mereka akan turun ke arena. Kiai Surya Wisesa ingin membuktikan, bahwa ia adalah orang terkuat di tanah ini"
"Ya. Kiai Surya Wisesa adalah orang yang tidak terkalahkan.
Kasihan orang yang besok akan turun untuk melawannya.
Nampaknya orang itu hasus menjadi korban nafsu Kiai Surya Wasesa yang ingin disebut orang yang ilmunya tertinggi di negeri ini"
"Untunglah bahwa Kiai Surya Wisesa tidak sejahat Kiai Pentog. Jika ia sejahat muridnya itu, maka hancurlah negeri http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini. Bukan hanya orang-orang Ngadireja sajalah yang akan mengalami kesulitan, tetapi tentu orang diseluruh negeri"
"Ya. Untung sajalah. Tetapi entahlah jika kelak Kiai Surya Wisesa itu sudah diakui sebagai orang terkuat di negeri ini.
Keberhasilan seseorang sering merubah sering dan wataknya"
"Mudah-mudahan sifat dan wataknya tidak berubah.
Bukankah ia sendiri mengatakan, bahwa sebenarnya ia datang untuk menghentikan tingkah laku Kiai Pentog, muridnya yang murtad itu"
Kawannya berbicara itu mengangguk-angguk. Ternyata
bahwa berita tentang perang tanding esok pagi di Ngadireja itu sudah tersebar sampai ke mana-mana. Bahkan disekitar Ngadireja. Orang-orang yang berada di dalam kedai itu, yang satu menyambung pembicaraan yang lain tentang perang tanding yang akan terjadi esok pagi.


Tembang Tantangan Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba-tiba saja Ki Udyanapun bertanya kepada seseorang yang duduk tidak terlalu jauh daripadanya "Ki Sanak. Apakah Ki Sanak sempat menyaksikan perang tanding antara Kiai Surya Wisesa dengan Ki Sangga Geni?"
"Ya. Adalah kebetulan bahwa aku sempat menyaksikannya.
Sebenarnya keduanya hampir seimbang. Tetapi akhirnya Ki Sangga Geni harus mengakui kemenangan Kiai Surya Wisesa.
Beruntunglah Ki Sangga Geni, bahwa seseorang yang berilmu tinggi telah menyelamatkannya. Orang itulah yang esok akan turun ke gelanggang perang tanding melawan Kiai Surya Wisesa"
"Kenapa mereka harus berperang tanding?"
"Kiai Surya Wisesa ingin membuktikan, bahwa ilmu orang itu bukanlah ilmu yang tidak dapat dikalahkannya. Pada waktu itu Kiai Surya Wisesa sedang terluka di bagian dalam http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubuhnya, sehingga ia tidak dapat mencegah orang itu membawa Ki Sangga Geni pergi. Namun kemudian setelah Kiai Surya Wisesa sembuh, ia telah menantang orang itu untuk bertarung dalam perang tanding"
Kiai Udyana mengangguk-angguk. Namun iapun kemudian
bertanya pula "Siapakah menurut Ki Sanak yang akan menang epok?"
"Kiai Surya Wisesa adalah orang yang berilmu sangat tinggi, sehingga sulit untuk dapat mengalahkannya. Tetapi agaknya orang yang menyelamatkan Ki Sangga Geni itu juga seorang yang berilmu sangat tinggi, sehingga sulit untuk-menebak, siapakah yang akan menang esok. Namun Kiai Surya Wisesa sudah bertekad untuk menjadi orang yang terkuat di negeri ini"
Ki Udyanapun mengangguk-angguk pula. Tetapi ia sudah tidak bertanya lagi.
Tetapi orang-orang didalam kedai itu masih saja berbicara tentang Kiai Surya
Wisesa. Pada umumnya mereka
menganggap bahwa sulit untuk dapat mengalahkannya.
Ki Udyana termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun berkata "Menarik sekali. Tiba-tiba saja aku berniat untuk menyaksikan perang tanding itu. Ki Sanak. Apakah ada penginapan di Ngadireja ini" Jika ada aku ingin menginap agar besok aku dapat menyaksikan perang tanding yang tentu akan sangat mendebarkan itu"
"Tidak ada penginapan khusus di Ngadireja ini, Ki Sanak.
Tetapi Ki Sanak dapat menginap di kedai ini asal Ki Sanak tidak menuntut tempat dan pelayanan yang berlebihan"
"Di kedai ini?"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Tanyakan kepada pemiliknya"
Ki Udyanapun termangu-mangu sejenak. Ketika ia berpaling kepada
Ki Margawasana, maka Ki Margawasanapun memberikan isyarat, bahwa Ki Margawasana tidak berkeberatan. Karena Ki Margawasana mengangguk kecil, maka Ki
Udyanapun segera bangkit. Iapun segera pergi menemui pemilik kedai itu.
"Apakah benar kata Ki Sanak yang duduk di tengah itu, bahwa kami dapat bermalam disini?"
"Berapa orang Ki Sanak?"
"Tiga orang" "Tetapi tempatnya terlalu sederhana. Memang ada satu bilik yang dapat kalian pakai untuk menginap. Ada sebuah amben yang agak besar yang dapat kalian pakai bertiga. Tetapi sekali lagi, tempatnya sangat sederhana"
"Tidak apa. Lalu berapa kami harus membayar?"
"Kalian tidak usah membayar"
"Tidak usah membayar" Jadi bagaimana?"
"Kalian memang tidak usah membayar. Tetapi aku minta kalian makan di kedai ini. Setidaknya esok makan pagi dan jika kalian tidak tergesa-gesa melanjutkan perjalanan, juga makan siang "
"Tentu, kami tentu akan makan di kedai ini. Terima kasih.
Jika demikian, maka kami minta ijin untuk menginap di kedai ini. Bukankah sekaligus ada yang memberi minum dan makan bagi kuda kami"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Orangku akan merawat kuda kalian. Kalian hanya
memberinya upah seikhlas kalian serta harga makanan kuda itu"
"Terima kasih" Sebenarnyalah malam itu Ki Margawasana, Ki Udyana dan Wikan bermalam di kedai itu. Seorang yang merawat kuda-kuda itu, membawanya ke belakang kedai.
Ternyata Ki Udyana cukup berhati-hati. Karena itu, maka Ki Udyana dan Wikan telah membagi tugas. Jika yang seorang tidur, yang seorang harus berjaga-jaga.
"Apakah aku tidak mendapat giliran?" bertanya Ki
Margawasana. "Guru harus beristirahat sebaik-baiknya. Besok guru akan turun ke gelanggang melawan orang yang berilmu sangat tinggi"
Ki Margawasana tersenyum. Katanya "Jangan menjadi
sangat tegang. Malam ini kita berdoa, mudah-mudahan besok aku dapat berbuat sebaik-baiknya menghadapi Kiai Surya Wisesa"
Ki Udyana mengangguk kecil sambil menjawab "Ya, guru"
Meskipun demikian, Ki Udyana dan Wikan telah mempersilahkan Ki Margawasana beristirahat sebaik-baiknya.
Tetapi sejak wayah sepi bocah, Ki Margawasana duduk
bersamadi untuk mohon pertolongan dan perlindungan kepada Yang Maha Agung, bahwa esok pagi, Ki Margawasana itu harus turun ke gelanggang.
"Aku tidak mempunyai pilihan" desis Ki Margawasana.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baru menjelang tengah malam Ki Margawasana itupun
membaringkan dirinya. Ternyata Ki Margawasana yang telah mendekatkan dirinya kepada Yang Maha Agung itu menjadi sangat tenang,
sehingga dalam waktu singkat, Ki Margawasana itupun telah tertidur.
Sementara itu, Ki Udyana telah minta agar Wikan tidur lebih dahulu. Baru di dini hari, Ki Udyana bergantian tidur.
Pagi-pagi sekali mereka bertiga telah terbangun. Bergantian mereka pergi ke pakiwan. Sementara itu, ternyata pemilik kedai itu sudah menyiapkan minuman hangat bagi mereka bertiga.
"Apakah kalian akan makan pagi sekarang atau nanti"
Nampaknya kalian sudah bersiap-siap untuk pergi"
"Kami memang akan pergi Ki Sanak. Tetapi kami masih
akan kembali. Kami titipkan kuda-kuda kami disini"
"Ki Sanak akan pergi kemana?"
"Kami tertarik untuk menyaksikan perang tanding yang.
nanti akan berlangsung di Ngadireja ini. Sebenarnya kami semalam
akan melanjutkan perjalanan. Tetapi kami mendengar tentang perang tanding yang akan berlangsung itu,
sehingga kami memutuskan untuk menunda keberangkatan kami" "Ya. Nanti memang akan terjadi perang tanding. Entahlah, apa yang mereka perebutkan sehingga mereka siap untuk mengorbankan nyawa mereka"
"Mereka berebut nama. Menurut orang yang duduk di
tengah semalam, Kiai Surya Wisesa ingin disebut orang terbaik di negeri ini. Tentu saja terbaik dalam olah kanuragan"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah yang akan mereka dapatkan" Nama" Hanya nama
itu saja?" "Kebanggaan, kepuasan dan tentu saja penghormatan dari orang-orang Ngadireja dan sekitarnya. Bahkan orang-orang di seluruh negeri ini"
Pemilik kedai itu mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah.
Agaknya banyak orang yang tertarik pada pertarungan yang mengerikan itu. Kebanggaan, kepuasan dan penghormatan dibelinya dengan mempertaruhkan nyawa. Tetapi aku kira masih ada pamrih lagi yang lebih jauh"
"Apa?" "Pemegangnya akan ditakuti oleh orang-orang di seluruh negeri. Itu berarti, bahwa ia dapat mengambil apa saja yang dinginkan di Ngadireja ini"
Ki Udyana mengangguk-angguk sambil berdesis "Ya.
Meskipun segala sesuatunya tergantung sekali kepada orang yang memenangkan pertarungan itu karena pertarungan itu telah dipaksakan oleh satu pihak"
"Maksud Ki Sanak?"
"Tidak. Aku tidak bermaksud apa-apa. Tetapi baiklah kami akan makan pagi saja lebih dahulu. Bukankah pertarungan itu akan berlangsung setelah matahari naik?"
"Jika demikian, silahkan. Silahkan duduk di kedai saja Ki Sanak"
Ki Margawasana, Ki Udyana dan Wikan kemudian duduk di kedai yang pintu depannya masih belum dibuka. Tetapi agaknya segala sesuatunya sudah hampir siap. Masakan-masakan yang akan disediakan dikedai itupun agaknya sudah masak pula.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketiga orang yang berada di kedai yang masih belum
dibuka itupun kemudian dilayani oleh seorang pelayan kedai itu sebagaimana seorang pembeli.
Setelah mereka selesai makan, maka mereka masih duduk-duduk minum minuman hangat sambil berbincang. Sementara itu, para pelayan kedai itupun mulai membuka pintu-pintu depan kedai itu.
Nasi serta kelengkapannya masih nampak mengepul,
sehingga orang-orang yang lewat di depan kedai itupun berpaling. Mereka yang masih belum makan pagi menjadi tertarik dan sejak pintu mulai di buka, maka satu dua orang sudah mulai memasuki kedai itu.
Seorang yang berkumis lebat dengan golok yang besar
tergantung dilambungnya, duduk tidak jauh dari Ki Margawasana. Namun nampaknya orang yang berwajah
menyeramkan dan bertubuh raksasa itu cukup ramah. Sambil tertawa iapun berkata "Ternyata kalian bertiga telah datang lebih dahulu di kedai ini. Ketika aku akan masuk, aku merasa ragu. Aku merasa bahwa memasuki kedai sepagi ini masih belum pantas"
Ki Udyanalah yang menyahut "Sejak bangun tidur, kami sudah kelaparan Ki Sanak"
Orang itu tertawa. Iapun kemudian bertanya "Apakah
semalaman kalian menempuh perjalanan?"
"Tidak. Aku justru bermalam di dekai ini"
"Kau bermalam di kedai ini?"
"Ya" http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pantas pagi-pagi kau kelaparan. Sejak kau sebelum
bangun, maka hidungmu tentu sudah mencium bau masakan yang sedap sehingga membuat perutmu lapar"
"Ya. Agaknya memang demikian"
"Tetapi kalau aku boleh bertanya, apa yang. kalian lakukan disini?"
"Kami hanya orang lewat. Tetapi berita tentang perang tanding itu sangat menarik perhatian kami, sehingga kami pagi ini tidak meneruskan perjalanan. Kami ingin menyaksikan perang tanding itu. Mungkin akan sangat menarik. Seorang yang menurut kata orang bernama Kiai Surya Wisesa akan membuktikan kepada orang-orang di Ngadireja, bahwa ia adalah orang terbaik di negeri ini dalam olah kanuragan"
"Ya" orang bertubuh raksasa dan berkumis lebat melintang itu mengangguk-angguk "Kiai Surya Wisesa memang orang terbaik. Aku belum pernah bertemu dengan orang yang
memiliki kemampuan setinggi Ki Surya Wisesa. Apalagi aku.
Aku memelihara kumis dan membawa golok sekedar untuk menakut-nakuti orang. Tetapi aku tidak akan pernah berani memasuki gelanggang sebagaimana di buka oleh Kiai Surya Wisesa"
"Gelanggang apa maksud Ki Sanak"
"Pertarungan ini akan menentukan, siapakah orang terbaik di negeri ini. Bukankah begitu?"
Ki Udyana mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Kau benar"
"Ah, sudahlah. Aku terlalu lama mengganggu Ki Sanak.
Silahkan makan dan minum. Aku juga akan makan dan minum sebelum nonton pertarungan yang tentu akan sangat menarik itu"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami sudah selesai, Ki Sanak"
"Aku baru akan mulai"
Orang itupun kemudian sibuk dengan minuman yang
hangat serta makan yang masih mengepul.
Sementara itu, Ki Udyanapun berkata "Silahkan menikmati makan dan minum di kedai ini Ki Sanak. Kami akan
mendahului" "Bukankah kalian bermalam di kedai ini?"
"Ya" "Sementara itu, pertarungan antara kedua orang berilmu tinggi itu masih akan berlangsung agak lama"
"Ya. Masih ada waktu untuk melihat-lihat keadaan di
Ngadireja" "Ngadireja adalah tempat yang tidak terlalu ramai Ki Sanak.
Jika hari ini kademangan ini menjadi ramai, karena hari ini akan berlangsung bertarungan antara dua orang yang
berilmut sangat tinggi. Yang menang akan menyebut dirinya orang terbaik di negeri ini sampai datang orang lain untuk mengalahkannya"
"Ya. Kami hanya akan memanfaat waktu kami" Demikianlah ketiga orang itupun meninggalkan kedai itu
untuk melihat-lihat. Namun mereka masih menitipkan kuda-kuda mereka di kedai itu.
"Tidak jauh bedanya dengan muridnya yang bernama Kiai Pentog itu guru. Kiai Pentog juga membunuh orang-orang yang dianggap memiliki kelebihan dari dirinya. Bedanya, Kiai Pentog terjun langsung kedalam dunia kejahatan. Sedangkan nampaknya Kiai Surya Wisesa tidak langsung terjun. Mungkin http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiai Surya Wisesa mempunyai tangan-tangan yang tersembunyi untuk melakukan kejahatan berkata Wikan sambil menyusuri jalan-jalan di kademangan Ngadireja. Jalan yang biasanya tidak terlalu banyak dilalui orang. Tetapi hari itu, jalan itu terkesan jalan yang ramai.
Beberapa lama mereka berjalan-jalan di kademangan
Ngadireja. Sementara itu mataharipun merayap semakin tinggi di langit.
"Marilah, kita lihat arena perang tanding itu "ajak Ki Margawasana.
"Mari. Kita akan melihatnya" sahut Ki Udyana. Demikianlah merekapun segera menuju ke arena tempat mereka akan
berperang tanding. Ternyata persiapan Kiai Surya Wisesa kali ini lebih mantap daripada saat Kiai Surya Wisesa berperang tanding melawan Ki Sangga Geni. Saat itu, mereka melihat beberapa patok bambu yang dihubungkan dengan gawar
lawe. Agaknya lingkungan didalam gawar lawe itulah Kiai Surya Wisesa akan melaksanakan perang tanding agar ruang pertarungan itu dapat dibatasi.
Ketika Ki Margawasana, Ki Udyana dan Wikan sampai
ditempat itu, maka suasananya masih belum terasa menjadi panas. Orang-orang yang mulai berkerumun nampaknya
sudah siap bahwa mereka harus menunggu.
Namun ketiga orang itu terkejut ketika tiba-tiba saja Ki Sangga Geni dan kedua orang muridnya muncul dari antara orang
banyak. Mereka tergesa-gesa mendapatkan Ki Margawasana dan kedua orang muridnya.
Sebelum Ki Margawasana bertanya apa-apa, Ki Sangga Geni itupun berdesis "Hati-hatilah Ki Margawasana"
"Kenapa?" http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anak buah Kiai Surya Wisesa tersebar di mana-mana.
Memang tidak terlalu banyak, tetapi mereka akan dapat mengacaukan pemusatan nalar budi Ki Margawasana"
"Mereka berada di mana?"
"Mereka berada di sekitar arena. Mereka berada diantara mereka yang akan menyaksikan perang tanding itu"
"Darimana kau tahu?"
"Aku sudah sejak dua hari berada disini. Aku berbicara dengan banyak orang. Ada diantara mereka yang dapat
mengenali para murid Kiai Surya Wisesa. Sengaja atau tidak sengaja, sering terlontar dalam pembicaraan mereka di tempat-tempat ramai. Dipasar, di kedai-kedai atau di mana saja"
"Mereka tentu hanya akan menjadi saksi"
"Mudah-mudahan"
"Kiai Surya Wisesa yang ingin menjadi orang terbaik itu tentu tidak akan curang"
"Mungkin. Tetapi mungkin pula para pengikutnya akan
melakukan sesuatu diluar pengetahuan Kiai Surya Wisesa sendiri"
Ki Margawasana mengangguk-angguk. Katanya "Terima
kasih atas peringatanmu, Ki Sangga Geni. Tetapi bukankah kau sendiri akan menyaksikan perang tanding itu"
"Tentu. Jika kau tidak mampu membunuhnya, maka akulah yang akan membunuh Surya Wisesa"
"Jika ia berhasil membunuhku tetapi Kiai Surya Wisesa itu terluka parah?"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau tentu berkebaratan jika aku memanfaatkan kesempatan itu. Kau tentu memilih untuk tidak berbuat apaapa terhadap orang yang sedang tidak berdaya. Tetapi aku dapat berbuat banyak terhadap para pengikutnya. Apalagi jika mereka mulai menjadi curang"
"Aku sudah mengatakan kepada kedua orang muridku, jika mereka menjadi curang, apaboleh buat. Tetapi jika tidak, maka mereka hanya boleh bersaksi"
"Kau juga akan berkata begitu kepadaku?"
"Kau bukan muridku. Kaupun datang atas kemauanmu
sendiri. Tetapi jika kau mau mendengarkan kata-kataku, maka sebaiknya kaupun melakukan sebagaimana dilakukan oleh murid-muridku. Bukan maksudku aku menyamakan kau
dengan murid-murid dalam tataran ilmu. Tetapi hanya sekedar dalam menyikapi para pengikut Kiai Candra Geni"
Ki Sangga Geni menarik nafas panjang. Katanya "Aku akan mempertimbangkannya"
"Kedudukanmu memang berbeda dengan murid-muridku.
Murid-muridku tidak akan dapat menolak pesanku. Tetapi kau dan murid-muridmu dapat berbuat sesuai dengan kemauanmu sendiri. Kau dapat menerima pesanku, tetapi kau juga dapat menolaknya"
Ki Sangga Geni termangu-mangu sejenak. Namun ia tidak menyahut.
Dalam pada itu, mataharipun semakin lama menjadi
semakin tinggi. Di sekitar gawar yang membentang menjadi batasan arena itu, tetapi pada jarak yang tidak terlalu dekat, beberapa orang telah menunggu peristiwa yang tentu akan sangat menarik, perang tanding antara dua orang yang berilmu tinggi untuk memperebutkan gelar orang terbaik di http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ngadireja dan sekitarnya dan bahkan kemudian akan di tingkatkan menjadi orang terbaik di negeri ini.
Baru beberapa saat kemudian, orang-orang yang berada disekitar arena itu bagaikan bergetar, orang-orang yang berada disekitar arena itu bagaikan bergetar. Mereka saling berdesak untuk surut beberapa langkah.
Kiai Surya Wisesa bersama dua orang muridnya telah
memasuki lingkungan perang tanding. Di dalam lingkaran kerumunan orang yang ingin menyaksikan perang tanding itu.
Namun sebagian besar dari mereka yang ingin menyaksikan perang tanding itu sudah membawa bekal pilihan sendiri-sendiri, siapakah yang akan memenangkan pertarungan itu.
Mereka yang masih dibayangi ketakutan karena tingkah laku Kiai Pentog berharap agar Kiai Surya Wisesa tidak dapat memenangkan pertarungan itu. Tetapi mereka yang justru mempercayai, bahwa kedatangan Kiai Surya Wisesa di
Ngadireja itu berniat untuk menghentikan polah tingkah Kiai Pentog, justru menganggap bahwa sudah sewajarnya bahwa Kiai Surya Wisesa akan memenangkan perang tanding.
Dengan demikian, maka ia akan dapat berbuat sebaliknya dengan Kiai Pentog selagi ia berada di Ngadireja.
Demikianlah, maka sejenak kemudian, maka Ki Margawasana yang semula masih berada diantara meieka yang berkerumun di tempat yang tidak begitu dekat dengan arena perang tanding itupun telah mendekat ke arena pula, dikuti oleh Ki Udyana dan Wikan yang akan menjadi saksi, sebagaimana dua orang murid Kiai Surya Wisesa itu.
"Bagus" berkata Kiai Surya Wisesa "ternyata kau datang juga Ki Margawasana"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku sudah berjanji untuk datang. Karena itu. aku memang harus datang"
"Ternyata kau laki-laki juga. Aku kira kau akan membohongi aku. Tetapi ternyata kau benar-benar telah datang. Siapakah kedua orang yang datang bersamamu itu?"
"Keduanya adalah muridku"


Tembang Tantangan Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Muridmu" Jadi kau curiga bahwa aku akan berbuat curang dalam perang tanding ini?"
"Jadi kenapa kau harus membawa dua orang muridmu?"
"Jika kau juga membawa kedua orang muridmu itu, apakah itu berarti bahwa kau mencurigai aku?"
"Aku memang tidak mempercayai siapapun didunia ini
kecuali aku sendiri. Karena aku tidak akan pernah berbuat curang kepada siapapun juga. Karena itu, maka tidak
seharusnya kau mencurigai aku, meskipun aku mencurigaimu"
"Kau aneh. Tetapi baiklah. Aku juga akan menirukan
sikapmu. Aku juga tidak mempercayai siapapun juga kecuali diriku sendiri. Karena itu, maka aku membawa dua orang untuk menjadi saksi. Tetapi sebenarnya saksi bagiku terutama bukan karena aku tidak mempercayai orang lain, dalam hal ini kau. Tetapi kedua orang muridku condong untuk sekedar dapat memberikan kesaksian dari perang tanding ini.
Kemudian jika aku mati dalam perang tanding ini, atau terluka parah, maka biarlah muridku itu membawa tubuhku pulang ke Gebang. Sebaliknya jika aku memang, biarlah kedua muridnya menyaksikan kemenangan gurunya dalam perang tanding
melawan orang terbaik di negeri ini"
"Aku memang tidak berkeberatan dengan kedua saksimu
itu. Bukankah itu baru disebut adil jika aku membawa dua http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang saksi, kau juga membawa dua orang saksi. Akupun tidak berkeberatan jika kau tidak mempercayai seorangpun termasuk aku"
"Baiklah. Bagaimanapun sikap kita, asal kita tetap
memegang nilai-nilai kejujuran, maka tidak akan terjadi apaapa selain perang tanding itu sendiri"
"Apakah kau sudah bersiap?"
"Aku sudah bersiap"
"Jika demikian, maka tidak ada lagi yang harus kita tunggu"
"Ya. memang tidak ada"
Kedua orang itupun kemudian segera mempersiapkan diri di dalam arena yang agaknya sudah dibuat orang para murid Kiai Surya Wisesa. Tiang-tiang bambu yang dihubungkan dengan gawar lawe.
Beberapa saat kemudian, maka kedua orang yang beril-nu sangat tinggi itupun telah mempersiapkan dirinya untuk melakukan perang tanding sebagaimana mereka kehendaki.
"Ki Margawasana" berkata Kiai Surya Wisesa "lihatlah.
Disekitar arena ini, meskipun mereka tidak berani mendekat, telah berkumpul banyak orang yang akan menyaksikan perang tanding ini. Karena itu, maka selain saksiku dua orang dan saksimu dua orang, maka merekapun akan menjadi saksi, bahwa kau akan mati di arena pertarungan ini"
"Biarlah mereka melihat apa yang terjadi. Mungkin aku akan mati. tetapi mungkin kaulah yang mati"
Kiai Surya Wisesa tertawa. Katanya "Kau benar. Biarlah mereka melihat apa yang terjadi. Mereka datang untuk menyaksikan kenyataan di arena, bukan sekedar dugaan-dugaan"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang-orang yang akan menyaksikan perang tanding
meskipun tidak terlalu dekat itu, menjadi semakin tegang.
Mereka melihat dua orang yang akan berperang tanding itu masih berbincang. Namun kemudian keduanyapun telah
mengambil jarak. Dalam pada itu, dua orang murid Kiai Surya Wisesa berdiri di kedua sudut arena, sementara murid Ki Margawasana berdiri di kedua sudut yang lain.
Sejenak kemudian, maka kedua orang itupun mulai
bergeser. Kiai Surya Wisesapun mulai meloncat menyerang Ki Margawasana. Namun serangan-serangannya masih belum
bersungguh-sungguh. Demikian pula Ki Margawasana yang berloncatan menghindar dan bahkan kemudian menyerang. Tetapi
nampaknya mereka baru mulai menjajagi kemampuan lawan.
Namun semakin lama, maka merekapun bergerak semakin
cepat. Serangan demi serangan telah mereka lancarkah.
Namun pertahanan kedua orang itupun nampaknya demikian rapatnya, sehingga sulit untuk menembus pertahanan masing-masing.
Diluar sadarnya, maka orang-orang yang menyaksikan
perang tanding itu telah bergeser setapak demi setapak maju, sehingga merekapun kemudian menjadi lebih dekat lagi dari arena. Meskipun demikian, jika mereka sadar akan keberadaan mereka, maka merekapun telah bergerak mundur lagi.
Ki Margawasana dan Kiai Surya Wisesa itupun bergerak semakin cepat. Dengan tangkasnya mereka berloncatan. Kaki-kaki mereka seakan-akan tidak lagi menyentuh tanah.
Kedua orang murid Kiai Surya Wisesa dan kedua orang
murid Ki Margawasana memperhatikan pertempuran itu
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan sungguh-sungguh. Semakin lama pertempuran itupun menjadi semakin sengit, sementara unsur-unsur gerak
merekapun menjadi semakin rumit.
Namun"agaknya kedua orang yang sedang berperang
tanding itu masih sedang menjajagi kemampuan lawan.
Karena itu,maka sekali-sekali mereka berloncatan menyerang, namun kemudian merekapun melangkah surut
untuk mengambil jarak. Sementara itu, orang-orang yang menyaksikan pertarungan itu menjadi semakin berdebar-debar. Dimata mereka,
pertempuran itu sudah menjadi sangat seru.
Namun murid-muricKiai Surya Wisesa dan murid-murid Ki Margawasana masih dapat melihat dengan jelas, betapa keduanya masih belum meningkatkan ilmu mereka semakin tinggi.
Tetapi ketika keringat sudah mulai membasahi pakaian mereka, maka gerakan merekapun menjadi semakin cepat lagi. Bahkan orang-orang yang menyaksikanpertempuran itu, tidak tahu lagi, apa yang sudah mereka lakukan.
Jala Pedang Jaring Sutra 17 Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen Pendekar Pedang Dari Bu Tong 6

Cari Blog Ini