Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 17
kemudian meneguknya sampai kering.
Ie Pat yang berdiri di belakang si bocah tanggung berkata dengan suara perlahan
"Seumur hidup aku baru melihat pendeta seaneh itu. pantas saja, meskipun kuilnya
besar, tapi tubuh suci Sang Bodhisatwa rusak tidak terurus!" Tidak lama kemudian,
terdengar bunyi lonceng, Kemudian si Ti Kek Ceng berkata.
"Sicu, silahkan sicu masuk ke dalam!"
Siau Po menganggukkan kepalanya dan langsung melangkah ke da1am. Si pendeta
menjadi petunjuk jalan, setibanya di pendopo besar, para pendeta sudah berkumpul di
sana, semuanya berbaris dengan rapi, Tanpa menunda waktu lagi, Siau Po membagibagikan
hadiahnya. Sembari bekerja, Siau Po memperhatikan wajah para pendeta itu satu persatu. Di
dalam hatinya dia berkata: Aku tidak pernah melihat wajah raja Sun Ti, tapi dia toh
ayah si raja cilik, kemungkinan tampangnya tidak sama dengan para pendeta lainnya. Atau
mungkin saja ada sedikit kemiripan dengan kaisar Kong Hi...
Ternyata harapan Siau Po sia-sia belaka, sampai ia selesai membagi-bagikan
amalnya, tetap tidak ditemuinya orang yang dicari Bahkan yang mirip pun tidak ada.
Saking kecewa, dia berkata dalam hati.
"Tapi, beliau adalah orang agung, mana mungkin dia sudi menerima hadiah seperti
ini" Benar-benar sebuah rencana yang bodoh! "
Siau Po masih tetap penasaran, dia bertanya sekali lagi apakah tidak ada hwesio
yang ketinggalan menerima hadiah berupa jubah dan kopiah itu.
"Semuanya sudah mendapat bagian, sicu. Dan semuanya berterima kasih sekali
terhadap sicu." sahut si pendeta penyambut tamu.
"Benarkah semuanya sudah menerima hadiah?" tanya Siau Po menegaskan "Siapa
tahu ada salah seorang di antaranya yang tidak sudi menerima hadiah ini?"
"Sicu bergurau!" kata pendeta itu. "Mana mungkin ada kejadian seperti itu?"
"Orang yang sudah menyucikan diri tidak boleh berdusta." kata Siau Po. "Kalau kau
membohongi aku, setelah kau mati, di dalam neraka nanti, kau akan disiksa, Lidahmu
akan dibetot ke luar...."
Mendengar kata-kata Siau Po, wajah pendeta itu menjadi pucat pasi, Siau Po melihat
dan dapat menerka sebabnya. Karena itu dia segera berkata, "Kalau masih ada yang
belum mendapatkan hadiah, lekas undang dia keluar!"
"Hanya guru kepala kami yang belum mendapatkan bagiannya." sahut si pendeta,
"Tapi aku rasa sebaiknya beliau tidak usah diundang ke luar."
Belum sempat Siau Po mengatakan apa-apa, tampaklah seorang pendeta
menghambur ke dalam dan memberikan laporannya dengan sikap gugup.
"Suheng, di luar ada belasan lhama yang memohon bertemu dengan ketua kita....
Mereka membawa senjata, dan berulang kali mengayunkan tinjunya di depan kami.
Tampaknya mereka mempunyai niat yang kurang baik."
Kata-katanya yang terakhir diucapkan dengan perlahan sekali, Ti Kek Ceng itu
mengernyitkan sepasang alisnya.
"Di Gunung Ngo Tay san ini, antara kuil hijau dan kuil kuning, biasanya belum pernah
berhubungan." katanya, "Lalu ada apa mereka datang kemari" pergilah kau lapor
kepada Hong Tio (ketua), aku akan menemui mereka."
"Maafl" katanya kepada Siau Po kemudian membalikkan tubuhnya untuk bertindak ke
luar. Siau Po tertawa, sembari memandangi punggung pendeta itu dia menggumam
seorang diri. "Pasti para lhama itu sudah datangi Meskipun demikian, Siau Po sama sekali tidak
takut. Dia yakin kalau baru belasan lhama, Song Ji pasti sanggup menghadapinya.
Dari arah pintu gerbang segera terdengar suara yang bising, disusul dengan
masuknya serombongan orang ke dalam pendopo besar tersebut.
"Mari kita lihat keramaian!" ajak Siau Po.
Setibanya di ruang pendopo besar, mereka melihat belasan lhama sedang
mengerumuni di Ti Kek ceng dan berbicara dengan suara yang berisik.
"Tidak bisa tidak! pokoknya kuil ini harus digeledah!" kata salah seorang pendeta
yang berasal dari Tibet itu, "Ada orang yang melihat dia masuk ke dalam kuil Ceng
Liang si ini." "Dalam urusan ini, kalianlah yang tidak benar, Tegur lhama lainnya, "Apakah kalian
menyembunyikan orang itu?"
"Sebaiknya kalian serahkan saja orang itu!" kata lhama yang ketiga, "Kalau tidak,
awas!" Siau Po berjalan ke samping pendopo otaknya bekerja,
-- Lohu berada di sini, majulah kalian ke mari! --, katanya dalam hati,
Tapi tidak ada seorang pendeta pun yang memperdulikannya, Mereka hanya
menuding Ti Kek Ceng dengan tuduhan-tuduhan.
Tidak lama kemudian, ke luarlah Teng Kong, si kepala pendeta, ia melangkah
dengan perlahan. "Ada apa?" tanyanya dengan nada sabar
"Harap Hong Tio ketahui...." Kata-katanya segera terhenti sebab belasan lhama itu
sudah menghampiri Teng Kong dengan posisi mengurung.
"Apakah kau yang menjadi kepala pendeta di sini?" tanya mereka, "Bagus!"
"Lekas serahkan orang itu kepada kami!" bentak lhama yang kedua. "Kalau kau tidak
bersedia, akan kami bakar kuil ini sampai rata menjadi tanah!"
"Gila! Benar-benar perbuatan gila!" teriak lhama yang ketiga.
"Apakah setelah menjadi pendeta, orang boleh berbohong?" bentak lhama yang
keempat. "Para suheng sekalian," kata Teng Kong yang masih bisa menenangkan hatinya,
"Lolap mohon tanya, sebenarnya suheng sekalian berasal dari kuil mana dan apa
maksudnya datang ke tempat kami ini?" Dia benar-benar pantas menjadi kepala para
hwesio di Ceng Liang si, sikapnya penyabar, Dia tidak memperdulikan sikap orang yang
kasar dan tidak sopan, bahkan dia memanggil mereka suheng (Kakak seperguruan,
dalam hal ini mengenai agama) Seorang lhama yang mengenakan pakaian ku ning
serta jubah merah segera ke depan dan menjawab.
"Kami datang dari Tibet, Kami sedang menjalankan tugas yang diperintahkan oleh
Buddha Hidup untuk menyelesaikan suatu urusan penting di wilayah Tionggoan, kami
datang ke mari untuk mencari seorang hwesio bajingan, sebab dia telah menculik
seorang lhama cilik kami dan disembunyikannya dalam kuil kalian ini. Karena itu, Hong
tio cepat kau keluarkan lhama cilik kami itu, Kata tidak, kami tidak akan menyudahi
urusannya begitu mudah!"
"Urusan ini aneh sekali!" seru Teng Kong. "Kami dari pihak rumah suci Sian Cong
yang putih bersih, selamanya tidak ada hubungan apa pun dengan pihak Bit Cong
kalian dari Tibet, Karena itu kalau kalian kehilangan seorang Ihama, mengapa tidak
mencarinya di kuil kalian sendiri?"
Mendadak si lhama menjadi gusar. "Ada orang yang melihat bahwa lhama cilik kami
itu berada di kuil Ceng Liang si ini." katanya "ltulah sebabnya mengapa kami datang ke
mari dan menanyakannya! Kalau tidak, kalian kira kami kekurangan pekerjaan sehingga
sengaja mencari keributan di sini" Kalau kau tahu diri, cepat kau serahkan anggota
cilik kami itu, Dengan demikian taruh kata kami tidak menaruh hormat pada para pendeta di
sini, kami tetap akan memandang wajah suci Sang Bodhisatwa dan tidak akan menarik
panjang urusan ini."
Teng Kong menggelengkan kepalanya, sikapnya tetap sabar.
"Kalau lhama cilik kalian memang ada dalam kuil ini, meskipun suheng sekalian tidak
menanya-kannya ke mari," sahutnya, "Lolap juga tidak akan membiarkan dia berdiam di
sini...." "Sudahlah..." teriak beberapa lhama lainnya, "Kalau memang betul apa yang kau
katakan, kau pasti membiarkan kami menggeledah kuilmu ini!"
Kembali Teng Kong menggelengkan kepalanya.
"Tempat ini merupakan kuil suci Sang Buddha, mana boleh sembarangan di
geledah?" "Kalau kau bukan seperti pencuri yang belum apa-apa sudah ciut hatinya, mengapa
kau tidak membiarkan kami menggeledah kuil ini" Penolakanmu ini seakan
membenarkan bahwa kau memang menyembunyikan lhama cilik kami itu di kuil ini!"
Kembali Teng Kong menggelengkan kepalanya.
Dua orang lhama jadi kehabisan sabar. Mereka menyambar leher jubah kepala
pendeta itu dan membentak dengan suara keras.
"Kau mengijinkan kami menggeledah atau tidak?"
"Eh, Pendeta tua," tegur lhama lainnya, "Mungkinkah kuilmu ini menyembunyikan
perempuan baik-baik sehingga kau khawatir rahasiamu itu akan diketahui orang" Kalau
tidak, tentu tidak ada halangan bagi kami untuk menggeledah kuil ini, bukan?"
Pada saat itu, belasan murid Teng Kong juga sudah muncul di ruangan tersebut. Tapi
mereka langsung dihadang para lhama yang tidak membiarkan mereka mendekati
gurunya. Song Ji memperhatikan sejak tadi. Hatinya panas sekali. Dia menganggap para
lhama itu sudah keterlaluan sedangkan Teng Kong kelewat sabar. Karena itu dia segera
berbisik kepada tuan mudanya.
"Siangkong, perlukah orang-orang kasar itu diusir pergi?"
"Tunggu dulu!" sahut Siau Po. "Sabar sebentar!" Meskipun mencegah Song Ji, tapi
dalam hatinya si bocah tanggung ini berpikir -- perbuatan para lhama ini sungguh tidak
pantas. Tanpa hujan tanpa angin membuat keonaran di sini. Mana mungkin kuil ini
menyembunyikan seorang lhama cilik seperti yang mereka tuduhkan" Atau...
mungkinkah maksud kedatangan mereka sebetulnya sama dengan tujuanku sendiri,
yakni mencari kaisar Sun Ti.
Ketika pikirannya masih bekerja, mata Siau Po melihat berkelebatan dua titik cahaya,
Ternyata ada dua orang lhama yang sudah menghunuskan senjatanya masing-masing
dan mengancam dada Te Kong.
"Kalau kau tidak mengijinkan kami menggeledah, maka kami akan membunuhmu
terlebih dahulu!" Teng Kong tetap sabar, bahkan di wajahnya tidak tersirat rasa takut sedikit pun, Dia
merangkapkan sepasang tangannya dan memuji nama Sang Buddha.
"Bukankah kita sama-sama murid Sang Buddha yang maha suci" Mengapa kita
harus menggunakan kekerasan di antara orang-orang kita sendiri?" tanyanya.
Tampaknya kedua lhama itu tidak dapat menahan luapan emosi dalam dadanya lagi.
"Eh, pendeta tua, terpaksa kami membuat kesalahan terhadapmu!" bentak mereka
sambil menikamkan goloknya ke dada Teng Kong.
Teng Kong menghindarkan diri, Kedua bilah golok itu langsung bersatu dengan
lainnya sehingga menimbulkan suara yang nyaring, sedangkan getarannya membuat
tubuh kedua lhama itu terhuyung ke belakang, Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya
tenaga kedua lhama itu sangat kuat.
Saking terkejut dan penasarannya, beberapa lhama lainnya segera berkaok-kaok
seperti orang kalap. "Pendeta kepala kuil Ceng Liang si berbuat kejahatan! Dia menyerang orang! Dia
membunuh orang!" Hebat sekali akibat teriakan para lhama itu, dari luar pendopo segera menerobos
masuk tiga puluhan sampai empat puluhan orang. Diantaranya ada Ihama, hwesio, dan
beberapa orang lainnya yang mengenakan jubah panjang tapi bukan dari golongan
pendeta mana pun. Salah seorang lhama yang kumis serta janggutnya panjang dan sudah memutih
langsung mengajukan pertanyaan.
"Apakah benar Hong Tio dari Ceng Liang yang melakukan kejahatan dan membunuh
orang?" Teng Kong segera merangkapkan sepasang telapak tangannya dan menjura kepada
tamu yang baru datang itu.
"Orang yang beragama, berpokok pada welas asih, sama sekali tidak boleh
sembarangan melanggar pantangan membunuh, biar terhadap seekor binatang sekali
pun!" katanya dengan suara halus, "Para suheng dan sicu sekalian, dari manakah asal
kalian?" Selesai bertanya dia menoleh ke arah seorang pendeta atau hwesio yang
usianya kurang lebih lima puluh tahun
"Rupanya Hong Tio Sim Ke dari Hud Kong si juga ikut datang berkunjung. Harap
maafkan lolap yang tidak menyambut dari jauh!"
Hud Kong si atau Kuil Cahaya Buddha merupakan salah satu kuil terbesar dan tertua
di Gunung Ngo Tay san. Karena itu banyak penduduk sekitarnya yang mengatakan:
"Terlebih dahulu ada kuil Hud Kong si, baru ada Gunung Ngo Tay san
Nama asli gunung Ngo Tay san tadinya ialah Ceng Liang san, tapi karena di
puncaknya ada lima bukit tinggi, orang-orang lalu merubahnya menjadi Ngo Tay (lima
panggung) dan nama Ngo Tay san digunakan sampai sekarang, Ketika itu Hud Kong si
sudah dibangun. Nama kecamatan Ngo Tay juga telah diubah sejak jaman Kerajaan
Sui. Karena bentuknya yang besar dan usianya yang sudah tua, kedudukan kuil Hud
Kong si jadi lebih tinggi dari usianya yang lebih tua, kedudukan kuil Hud Kong si jadi
lebih tinggi dari pada kuil Ceng Liang si. otomatis ketuanya, Sim Ke juga menjadi
pendeta yang sangat terkenal di daerah Ngo Tay san dan sekitarnya.
Sim Ke yang bentuk kepalanya besar, bertubuh gemuk dan wajahnya berminyak ini
langsung mengembangkan seulas senyuman dan berkata.
"Teng Kong suheng, mari aku kenalkan kau dengan dua orang sahabat!" Dia
menunjuk kepada seorang lhama dan berkata kembali inilah Lhama besar Bayan yang
datang dari Lhasa, Tibet. Dialah lhama besar yang menjadi kesayangan Buddha hidup
dan pengaruhnya besar sekali."
Teng Kong menjura pada lhama itu.
"Sungguh aku yang tua berjodoh dengan Tuan Lhama yang agung!" katanya.
Sim Ke kemudian menunjuk kepada orang yang berdandan sastrawan. Dia
mengenakan jubah panjang berwarna hijau dan usianya sekitar tiga puluhan tahun.
"Dan ini Honghu Kok sianseng, sastrawan terkenal dari Kwan Tung." katanya
memperkenalkan. Sastrawan itu segera memberi hormat kepada Teng Kong dan berkata dengan
merendah. "Sudah lama aku mendengar nama besar Teng Kong taysu dari kuil Ceng Liang si di
gunung Ngo Tay san ini, Terutama kedua ilmunya yakni Poan jiak Ciang dan Ki Yap Jiu
yang menjagoi dunia persilatan. Karena itu, aku merasa gembira sekali dapat bertemu
hari ini, ini merupakan keberuntunganku selama tiga kali penitisan."
Teng Kong dan Sim Ke sama-sama menjadi heran.
-- Mengapa dia dapat mengetahui ilmu silatku dengan demikian jelas" -- pikir Teng
Kong, -- Kabarnya Poan Jiak Ciang dan Ki Yap Jiu merupakan dua dari jurus terlihay si Siau
Lim Sie yang jumlah keseluruhannya tujuh puluh dua macam. Benarkah hwesio yang
tampaknya tidak punya semangat hidup ini menguasai ilmu sehebat itu" Apakah tidak
mungkin kalau Honghu siansen hanya menyindir.,." pikir Sim Ke.
Kembali Teng Kong merangkapkan sepasang tangannya untuk memberi hormat.
"Usia lolap sudah tua sekali. walaupun ketika muda, aku yang rendah pernah belajar
ilmu silat beberapa tahun, tapi sekarang semuanya sudah terlupakan. Sebaliknya,
Honghu kisu memiliki kepandaian rangkap yang hebat, baik ilmu silat maupun ilmu
sastra, Hal inilah yang membuat lolap merasa kagum sekali." katanya merendah.
Mendengar pembicaraan kedua belah pihak yang saling merendahkan diri, Siau Po
menduga tentu tidak akan terjadi pertempuran. Kemudian terdengar Bayan lhama
berkata kembali. "Lo taysu, aku datang dari Tibet bersama seorang muridku yang masih kecil,
namanya Yin Cu. Menurut kabar yang kami peroleh, dia ditawan oleh orang-orang dari
pihakmu, Karena itu, dengan memandang wajah emas dari Buddha hidup, harap kau
sudi melepaskannya. Kami semua akan bersyukur terhadap budi kebaikanmu ini!"
Teng Kong tersenyum. "Beberapa suheng ini telah membuat kegaduhan di kuilku, tapi aku tidak mau
berpandangan seperti mereka itu." katanya. "Aku justru merasa heran, taysu adalah
seorang yang penuh pengertian mengapa taysu percaya saja dengan perkataan orang
yang belum terbukti kebenarannya" semenjak dibangunnya kuil Ceng Liang si, baru
hari ini kami mendapat kunjungan kehormatan dari para lhama yang maha suci, Dari
mana datangnya cerita bahwa pihak kami menyimpan muridmu itu?"
Lhama Bayan langsung mendelikkan matanya. "Kau kira kami sembarangan
menuduh?" tanyanya bengis, "Jangan kau tidak minum arak kehormatan justru minum
arak dendaan" Bahasa Cina para Ihama memang kurang lancar. Maksudnya, dia ingin mengatakan,
"Jangah k tolak arak kehormatan, namun mengharap arak hukuman"
Sim Ke tertawa dan langsung ikut memberikan komentar.
"Tuan-tuan berdua, janganlah kerukunan kalian jadi terusik karena hal ini! Menurut
aku, hwesio tua, urusan si Ihama cilik ada atau tidak dalam kuil ini, tidak dapat
diselesaikan dengan kata-kata saja. Kata-kata tidak mengandung bukti yang penting
menyaksikan dengan mata kepala sendiri! Karena itu, Honghu sianseng dan aku hwesio
tua akan menjadi saksi. Marilah kita masuk ke dalam kuil untuk meninjau setiap
bagiannya ya indah. Bertemu Sang Buddha, kita menyembah bertemu pendeta kita
menjura. Kalau kita sudah melihat setiap ruangan dan bertemu dengan setiap
hwesionya, namun si Ihama cilik tetap tidak diketemukan, bukankah urusannya akan
beres dengan sendirinya?"
Biarpun hwesio itu berbicara dengan halus sopan, namun makna yang tersirat
dibaliknya, tentu saja mereka akan menggeledah Ceng Liang si. Oleh karenanya,
kesabaran Teng Kong habis juga, namun dia masih berusaha mengendalikan diri untuk
berkata dengan sopan. "Beberapa Tuan Ihama ini datang dari Tibet, karenanya mereka tidak memaklumi
peraturan ini, maka kami juga tidak bisa menyalahkannya. Tapi tidak demikian halnya
dengan Sim Ke taysu, Kau adalah seorang tokoh agama yang sudah banyak
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pengetahuannya dan berbudi luhur, Mengapa taysu mewakili kisu ini berbicara"
Sekarang, mengenai Ihama cilik dari Tibet itu, kalau benar dia lenyap di daerah gunung
Ngo Tay san, lolap rasa pemeriksaan harus dimulai dari kuil Hud Kong si!"
Sim Ke tertawa manis. "Kalau seluruh Ceng Liang si sudah dilihat dan Ihama kecil itu tetap tidak berhasil
ditemukan, dan seandainya para Ihama suci ini ingin melongok Hud Kong si juga, tentu
aku akan menyambutnya dengan hati gembira." katanya.
Terdengar Ihama Bayan berkata pula.
"Ada orang yang melihat dengan mata kepala sendiri bahwa muridku Yincu
disembunyikan dalam kuil Ceng Liang si ini. itulah sebabnya kami datang ke mari
menanyakannya, Kalau tidak ada keterangan tersebut, pasti kami tidak berani lancang
datang ke sini dan kami tidak akan berlaku demikian sembrono."
"Siapa orangnya yang katanya melihat dengan mata kepala sendiri itu?" tanya Teng
Kong. Bayan menunjuk kepada Honghu sianseng.
"Tuan Honghu inilah orangnya." sahut Ihama tua itu, "Dia merupakan seorang tokoh
yang sudah mempunyai nama besar, tidak mungkin dia berbohong."
Mendengar keterangan itu, Siau Po langsung berkata dalam hati
-- Kalian merupakan orang-orang satu rombongan mana boleh salah satu dari kalian
menjadi saksi" -- Karena berpikir demikian dia segera bertanya tanpa dapat mengekang
diri lagi. "Berapa usianya lhama cilik yang hilang itu?"
Sampai sebegitu jauh, Bayan dan rombongannya tidak ada yang memperhatikan
Siau Po maupun Song Ji. Tapi begitu Siau Po mengajukan pertanyaan serempak
mereka menolehkan kepalanya, Mereka melihat seorang bocah tanggung yang
mengenakan pakaian indah, kopiahnya berhias batu kumala dan kancing bajunya
terbuat dari mutiara. Sudah barang tentu bahwa dia putra seorang hartawan sedangkan pelayan yang
berdiri di sampingnya saja mengenakan pakaian sutera juga.
"Usia lhama kecil itu hampir sebaya denganmu, Tuan kecil!" sahut Sim Ke sembari
tertawa. Siau Po menoleh kemudian berkata.
"Benarlah kalau demikian, sudah jelas tadi aku melihat lhama kecil itu! Dia masuk ke
dalam sebuah kuil yang di atasnya tertera tiga huruf, yakni Hud Kong si!"
Mendengar ucapan si bocah, Bayan dan lainnya menjadi heran sekali. Untuk sesaat
mereka memandanginya dengan wajah tertegun
Teng Kong menyaksikan hal itu, Hatinya senang sekali. Dia tidak menyangka
tamunya akan ikut bicara dan memberi penjelasan seperti itu.
"Kau mengoceh sembarangan!" Bentak Bayan "Ngaco belo!"
Siau Po tidak marah, dia malah tertawa.
"Betul! Bicara sembarangan! Mengoceh tidak karuan! Ngaco belo!" katanya
beruIang-ulang. Bayan menjadi gusar, tiba-tiba dia menjulurkan sebelah tangannya untuk menyambar
ke arah dada si bocah tanggung.
Justru ketika tangannya bergerak, tangan Teng Kong juga terjulur ke depan. Ujung
bajunya berkibaran menimbulkan suara berkesiurnya angin Tangannya meluncur ke
arah sikut si lhama itu, Bayan sempat melihat gerakan si hwesio, Dia berniat menolong dirinya sendiri Ketika
tangan kanannya ditarik kembali, tangan kirinya bergantian meluncur, kelima jari
tangannya tajam bagai kuku garuda dan disambarnya ujung baju Teng Kong.
Teng Kong menarik tangannya kembali kemudian mengelakkan diri. Dengan
demikian, luputlah serangan si lhama itu.
"Hai!" teriak Bayan, "Kau sudah menyembunyikan lhama cilik yang menjadi pesuruh
Buddha hidup, kau berani turun tangan pula! Apakah kau benar-benar ingin melanggar
pantangan membunuh" Celaka! Celaka!"
"Jangan menggunakan kekerasan. Kalau ada apa-apa, kita bicarakah baik-baik
saja!" kata Honghu sianseng,
Baru selesai orang itu berbicara, tiba-tiba dari luar kuil terdengar suara teriakan
yang riuh. "Honghu sianseng mengatakan agar jangan menggunakan kekerasan Ada apa-apa,
sebaiknya dibicarakan secara baik-baik!"
Kalau ditilik dari nadanya, kemungkinan suara itu diteriakkan oleh beberapa ratus
orang, Kemungkinan, sejak tadi mereka memang sudah mengepung kuil itu, hanya saja
mereka tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Rupanya mereka juga suda terlatih baik,
sehingga ucapannya juga dicetuskan dengan kompak sekali.
Teng Kong mempunyai watak yang sabar dan tenang, tapi mendengar suara itu, tak
urung di menjadi terkejut juga.
Honghu sianseng tertawa perlahan.
Teng Kong Hongtio," terdengar dia berkata "Kau adalah seorang cianpwe (angkatan
tua) yang sudah mempunyai nama besar, orang yang selalu dihormati. Karena itu,
apabila Bayan lhama ingin melihat-lihat kuil, sebaiknya kau ijinkan saja, Hongtio biasa
berkelakuan baik dan tindakannya juga benar, Lagipula, dalam kuil Ceng Liang si tidak
ada sesuatu yang tidak boleh dilihat orang, bukan karenanya, untuk apa kita
mempertaruhkan kerukunan kaum dunia persilatan?"
Kata-kata itu sopan dan halus namun mengandung desakan, Di balik ucapannya,
Honghu sianseng bermaksud mengatakan, apabila Teng Kong tidak mengijinkan Bayan
lhama menggeledah kuilnya, maka suatu pertempuran tidak dapat dihindarkan lagi.
Teng Kong menjadi bingung sekali. Dia memang mengerti ilmu silat, tapi di dalam
kuil Ceng Liang si, dia hanya seorang hwesio atau guru agama, Dia tidak pernah
mengajarkan ilmu silat kepada para muridnya.
Diantara empat ratus lebih hwesio di dalam kuil Ceng Liang si, hanya ada beberapa
orang saja yang mengerti ilmu silat, Karena itu, mau tidak mau dia menjadi gentar juga,
Barusan dia telah berhadapan dengan Bayan, Dia merasa lhama yang satu ini lihay
sekali, sekarang dia mendengar ucapan Honghu sianseng, dia mendapat kenyataan
bahwa tenaga dalam orang ini pasti sudah dilatih sampai mahir sekali, Karena itu dia
menganggap, jangan kata ratusan orang yang ada di luar, sedangkan kedua orang
yang ada di hadapannya ini saja sudah sulit dilayani.
Honghu sianseng memperhatikan hwesio yang sedang berpikir itu. Sejenak
kemudian, dia tersenyum lalu berkata kembali.
"Seumpamanya di dalam kuil Ceng Liang si benar-benar tersembunyi wanita-wanita
cantik, itu toh bukan sesuatu yang buruk. Anggaplah pemandangan yang indah bagi
kami semua!" Kali ini berbeda dengan sebelumnya, terang-terangan Honghu sianseng
mengeluarkan kata-kata yang ceriwis, Terang dia tidak memandang muka Teng Kong
lagi. Sementara itu Teng Kong masih berpikir keras, Dia yakin ilmu silat Bayan merupakan
ilmu partai Bit Cong di Tibet, tetapi entahlah dengan Honghu sianseng ini, dia tidak
pernah mendengar atau mengenalnya.
Tampaknya orang itu juga tidak gentar terhadap Siau lim pai. Meskipun dia sudah
tahu Teng Kong menguasai ilmu partai tersebut, dia tetap tidak memandang sebelah
mata, Mengapa Honghu sianseng begitu berani"
Saking kerasnya si hwesio memutar otaknya, sampai tidak mendengar suara tawa
Sim Ke hwesio dan Bayan lhama. Mereka tertawa setelah mendengar ucapan Honghu
sianseng yang mereka anggap jenaka.
"Hong tio suheng," kata Sim Ke kepada kepala pendeta di kuil Ceng Liang si itu.
"Karena keadaan sudah begini rupa, sebaiknya kau ijinkan saja Baya lhama melihatlihat
ke dalam kuil!" Sembari berkata, hwesio ini memonyongkan mulutnya kepada Bayan, dan si lhama
yang melihat isyarat itu langsung melangkah ke dalam kuil.
Bagian 35 Teng Kong siansu menarik nafas panjang, Dia berusaha mengendalikan emosinya,
Dia memperhatikan orang itu melangkah ke dalam kuil kemudian dia mengikuti dengan
perlahan-lahan. Bayan beserta Honghu sianseng dan Sim hwesio rupanya telah merundingkan
bagaimana orang-orang mereka akan melakukan penggeledahan di dalam kuil Ceng
Liang si. Diantara sekian banyaknya hwesio Ceng Liang si, ternyata tidak ada seorang pun
yang berani mencegah tindakan Bayan lhama, Mereka tidak mendapat isyarat apa-apa
dari kepala guru mereka. Terpaksa mereka menyaksikan dengan sinar mata
menyiratkan kegusaran. Wi Siau Po dan Song Ji mengintil di belakang Teng Kong. Mereka melihat lengan
jubah hwesio itu bergetar. Hal ini menandakan bahwa tangan Teng Kong sedang
gemetar karena berusaha menahan hawa marah dalam hati nya.
Tiba-tiba dari arah barat terdengar suara yang nyaring.
"Diakah orangnya?"
Mendengar kata-kata itu, Honghu sianseng segera berlari ke depan, Tampak dua
orang lhama sedang menangkap atau meringkus seorang hwesio berusia kurang lebih
empat puluhan dan tubuhnya kurus kering.
"Mengapa kalian menangkap aku?" tanya hwesio itu bingung.
Honghu sianseng menggelengkan kepalanya dan kedua lhama itu pun langsung
melepaskan cekalannya. Sembari tertawa mereka berkata.
"Maaf!" Menyaksikan kejadian itu, Siau Po semakin yakin yang dicari rombongan Bayan
bukan seorang lhama cilik tapi kaisar Sun Ti yang sudah mengundurkan diri,
Teng Kong sendiri tertawa tawar ketika bertanya.
"Hwesio muridku ini, apakah dia si lhama cilik yang kalian cari itu?"
Honghu sianseng tidak menjawab, Dia malah memperhatikan arah lainnya, Ketika itu
dua orangnya kembali meringkus seorang hwesio berusia setengah baya, Setelah
melihat orang itu dengan seksama, kembali dia menggeleng-gelengkan kepalanya.
- Oh, rupanya kau tahu bagaimana tampang raja Sun Ti" --, kata Siau Po dalam hati,
Sejak semula dia selalu memperhatikan Honghu sianseng dan kawan-kawannya,
Karena itu, dia berpikir lebih jauh.
-- Kalau mereka mencari dengan cara demikian lama kelamaan mereka pasti akan
berhasil menemukan raja Sun Ti. Dia adalah ayahanda dari si raja cilik. Aku harus
mencari akal menolongnya.... Tapi, bagaimana aku harus melakukannya" jumlah
mereka banyak, kepandaian mereka juga hebat-hebat...
Sia-sia saja Siau Po mengasah otaknya, Dalam tempo yang begitu singkat, dia tidak
berhasil menemukan jalan yang baik untuk ditempuhnya.
Ketika itu, ada beberapa puluh orang yang menggeledah ke arah timur laut, Dimana
ada sebuah rumah kecil tempat para pendeta, Letaknya di sebelah depan kuil, Pintu
kamarnya tertutup rapat "Buka pintu! Buka pintu!" teriak beberapa orang dengan suara
yang garang. "ltu kamar bersemedi biku kami yang sudah lanjut sekali usianya." kata Teng Kong
memberikan keterangannya, "Kamar itu sudah tertutup selama tujuh tahun. Harap sicu
sekalian jangan mengganggu semedinya!"
Sim Ke tertawa. "lni pasti ada orang luar yang masuk dan bersembunyi di dalam kamar, Bukan biku
tua yang sedang bersemedi, Kalau tidak, tentu dia telah membuka pintunya sendiri,
bukan" Tapi ini bukanlah persoalan bagi kami." katanya.
Seorang lhama bertubuh tinggi besar segera menghampiri pintu rumah tersebut.
"Mengapa pintu ini tidak dibuka" Pasti dia bersembunyi di dalamnya!" katanya sambil
menendang pintu rumah itu keras-keras.
Tiba-tiba tubuh Teng Kong berkelebat Dia melompat ke pintu untuk mencegah lhama
itu menendang. Dia tidak ingin pintu rumah itu sampai rusak karena kekasaran orang
itu. Dia berhasil tiba di depan pintu, tapi perutnya terkena tendangan lhama itu sebab
dia tidak melindunginya sedikitpun.
Tapi mendadak lhama yang menendang pintu terjungkal roboh ke belakang, Dia
yang mengirimkan tendangan, tapi dia pula yang roboh dengan kaki patah.
Bayan terkejut setengah mati Dia langsung berkaok-kaok, tubuhnya segera
menerjang ke depan ke arah tuan rumah. sedangkan kedua tangannya segera
digerakkan dengan gaya seperti cakar ayam yang sedang menggaruk.
Teng Kong tetap berdiri di depan pintu ketika serangan itu tiba, ia menghadapi
lawannya dengan kedua tangan direntangkan sedangkan lawannya itu juga menyerang
dengan dua tangannya, tapi dengan bentrokan keras itu.
"Kepandaianmu ternyata hebat sekali!" puji Hong-hu sianseng, Tangan Honghu
sianseng segera menghantam ke depan. Terasa angin menghempas-hempas dari
pukulannya ke arah wajah Teng Kong.
Teng Kong menghindarkan diri dan di saat yang lain terdengar suara yang keras
karena pukulan itu tepat menghajar pintu rumah tersebut.
"Pukulan yang lihay!" puji Teng Kong kembali.
Di dalam hatinya, dia merasa terkejut juga, Ternyata kepandaian Honghu sianseng
tidak dapat dipandang ringan. Teng Kong segera mempersiapkan diri untuk melayani
lebih jauh, Walau pun demikian, dalam hati dia sudah mengambil keputusan.
Tujuannya hanya melindungi pintu rumah tersebut tidak ada niatnya untuk
mencelakai siapa pun. Kalau keadaan memang mendesak, dia sudah siap
mengorbankan jiwanya agar tugasnya sebagai pelindung dapat dijalankan dengan baik.
Ternyata Honghu sianseng masih penasaran, dia menyerang kembali. Kali ini dia
malah dibantu oleh Bayan.
Dikeroyok oleh dua orang, Teng Kong melakukan perlawanan yang dahsyat. Kedua
tangannya seakan digerakkan secara sembarangan saja, namun setiap serangannya
yang seperti tidak mengandung tenaga itu, justru menimbulkan angin yang kencang.
Puluhan pengikut Honghu sianseng segera bersorak-sorak, Mereka seakan
memberikan semangatnya kepada sang pemimpin, namun tidak ada seorang pun
diantara mereka yang berani maju ke tengah arena. Rupanya mereka telah mendapat
pesan agar tidak lancang maju apabila belum mendapatkan isyarat dari pimpinannya,
Beberapa kali Bayan mendesak, serangannya hebat sekali. Tapi tiap kali dia selalu
terpukul mundur Hal itu membuat hatinya gusar Dia merasa penasaran.
Satu kali dia berhasil menjambret janggut Teng Kong sehingga segumpal rambut
didagu yang putih itu terbang berhamburan. Tapi, di samping itu, bahu kanannya sendiri
kena ditepuk oleh lawan, Bayan terkejut hatinya, MuIa-mula dia memang tidak
merasakan apa-apa, Tapi beberapa saat kemudian, sebelah lengannya terasa semakin
berat dan akhirnya sukar digerakkan lagi, Hatinya mendongkol sekali,
Tiba-tiba Ihama itu berteriak keras, lalu mendadak dia mencelat mundur. Sebagai
gantinya, empat orang Ihama lainnya yang bersenjatakan golok menerjang ke depan
dan menyerang Teng Kong. Sejak semula Teng Kong sudah meningkatkan kewaspadaannya, Dia melompat ke
atas dengan kedua kakinya ditutulkan di atas tanah. Disambutnya kedatangan lawan
dengan kedua kaki yang disepakkan secara bersamaan.
Dengan demikian, robohlah dua orang lawannya, Setelah itu, dengan tangan kirinya
dia menepuk dada si Ihama yang ketiga, Lhama itu terkejut setengah mati dan sambil
menjerit, tubuhnya terpental mundur ke belakang.
Tepat pada saat itu, sampailah golok Ihama yang keempat, serangan itu disambut
Teng Kong dengan mengibaskan ujung lengan jubahnya untuk melilit tangan orang itu.
Bayan yang penasaran dan kesal maju kembali Bukankah keempat orangnya telah
mengalami kegagalan" sekarang tangan kanannya dapat digerakkan lagi dan dia
melakukan penyerangan dengan kedua lengannya.
Teng Kong menghindari serangan itu dengan menggeser tubuhnya agak ke kanan.
Tiba-tiba dia mengeluh dalam hati.
-- Celaka! --, tapi terlambat sudah, percuma dia berusaha menepuk lawannya, Tahutahu
pipi kanannya terasa nyeri dan gatal, Tahulah dia bahwa dirinya telah terkena
tutulan jari tangan Honghu sianseng, serangannya sendiri mengenai iga orang sehingga
lengan Honghu sianseng itu tidak sampai patah.
Song Ji melihat wajah Teng Kong penuh dengan noda darah.
"PerIukah aku membantunya?" tanya nona cilik itu kepada Siau Po. Dia memang
masih kecil, tapi tidak kenal arti kata takut walaupun jumlah musuh begitu banyaknya,
Mungkin malah mencapai ratusan orang.
"Tunggu sebentar lagi!" kata Siau Po dengan suara lirih, Tadi si nona sendiri
berbicara dengannya dengan suara berbisik.
Bocah itu berharap dapat menemui kaisar Sun Ti. Dia merasa percuma seandainya
Song Ji bisa menghalau musuh-musuh itu tapi kaisar Sun Ti tidak dapat ditemukan.
Sampai saat itu barulah sejumlah pendeta Ceng Liang si turun tangan, Mereka tidak
dapat membiarkan Teng Kong siansu diserang secara bergantian sedangkan guru itu
sudah terluka wajahnya, Di antara mereka ada yang menggunakan tongkat, toya,
maupun besi penyungkit arang.
Tapi, sayangnya mereka itu tidak mengerti ilmu silat Dengan demikian, mereka
malah terhajar oleh pihak lawan sampai babak belur.
"Semuanya berhenti!" Tiba-tiba terdengar seruan Teng Kong yang berwibawa itu.
Bayan sedang gusar sekali, Dia tidak menghiraukan seruan itu.
"Semua maju!" teriaknya kepada orang-orangnya. Tidak usah perdulikan si kepala
gundul itu. Bunuh saja!"
Benar saja, Mendengar saran itu, para Ihama segera menyerang dengan sadis.
Dalam sekejap mata, empat orang hwesio sudah terkapar di atas lantai, Bahkan satu di
antaranya mati dengan kepala terpenggal.
Sementara itu, Teng Kong melakukan pertarungan dengan pikiran kacau, Dia tidak
bisa berkonsentrasi karena hatinya sedih juga bingung, Kembali dia terhajar jari tangan
Honghu sianseng, Kali ini dada kanannya yang menjadi sasaran sehingga tampak
darah mengalir dengan deras.
Menyaksikan serangannya yang membuahkan hasil, Honghu sianseng tertawa
senang.
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Rupanya poan Jiak ciang dari Siau Lim pai begini saja!" katanya, "Ayo, hwesio tua,
menyerahlah!" Teng Kong menyebut nama Buddha.
"Sicu, dosamu besar sekali!" katanya penuh penyesalan
Tepat pada saat itulah, dua orang lhama menerjang ke depan untuk membacok kaki
Hong Cu itu. Melihat datangnya ancaman bahaya, Teng Kong segera mendahului dengan
menendang musuh, tapi tiba-tiba dia merasa dadanya nyeri sekali, Kakinya jadi urung
diangkat, hanya tangan kirinya yang meluncur ke depan.
Tangan itu tepat mengenai kepala kedua lhama yang menyerang bagian kakinya
sehingga mereka roboh tidak sadarkan diri.
"Keledai gundul kepingin mampus!" maki Bayan saking gusarnya, Dia lantas
menyerang dengan kedua jari tangannya ke bagian bawah, Tanpa dapat dipertahankan
lagi, cengkeramannya mengenai paha kiri Teng Kong dan hwesio tua yang gagah itu
pun terkulai di atas lantai.
Menyaksikan keadaan itu, Bayan tertawa terbahak-bahak, Sebelah kakinya segera
menendang pintu rumah sehingga menjublak dan terbuka lebar Si lhama itu kembali
tertawa nyaring sambil berseri
"Keluarlah! Aku ingin lihat bagaimana tampangmu yang sebenarnya!"
Rumah itu gelap gulita, Tidak tampak seorang pun yang ke luar, malah tidak
terdengar suara sedikit juga.
Sementara itu, Honghu sianseng menotok beberapa bagian jalan darah Teng Kong
agar hwesio tua itu tidak berkutik lagi, perbuatan itu membuat para hwesio lainnya
menjadi gusar, tapi mereka hanya bisa berkaok-kaok dari kejauhan Hal ini disebabkan
mereka tidak berani mengadakan perlawanan maupun penyerangan
"Coba seret dia ke luar!" Bayan memerintahkan beberapa orangnya agar memasuki
rumah yang gelap itu lalu menyeret penghuninya ke luar.
Dua orang segera tampil ke depan kemudian memasuki rumah. Tiba-tiba tampak
sebuah cahaya berwarna kekuningan berkelebatan Rupanya itulah bayangan toya Kim
Hong Cu yang digunakan untuk menyambut kedua penerjang itu. Masing masing
terhajar bagian kepalanya sehingga terdengarlah suara keras dan nyaring dua kali
berturut-turut kemudian disusul robohnya tubuh mereka berdua, Dalam waktu yang
bersamaan, cahaya kuning itu telah melesat masuk kembali.
Celakalah kedua orang lhama itu. Kepala mereka pecah remuk dan tubuh mereka
terkulai depan pintu. Semua orang merasa tercekat hatinya, tidak terkecuali Bayan, Tetapi pemimpin ini
sudah mejadi marah sekali. Kembali dia berteriak keras menyuruh beberapa orangnya
yang lain maju kembal Tiga orang segera melompat ke luar untuk menerobos ke dalam
rumah itu. Para lhama itu menerjang ke depan dengan golok masing-masing diputar ke atas,
maksudnya untuk melindungi bagian kepala, Ternyata penjagaan mereka itu tidak ada
gunanya, Meskipun mereka menjaga bagian kepala, toya itu berhasil menghajar
mereka juga, bahkan lebih parah lagi golok yang sedang berputaran itu terhajar dan
menimpa kepala mereka, akibatnya kepala mereka bukan hanya pecah, tapi malah
terbacok tidak karuan karena golok di tangan mereka sedang berputaran ketika turun ke
bawah. Lhama yang kedua masih berusaha mengadakan perlawanan, tapi akhirnya, Dia pun
menerima nasib seperti rekannya.
Bagus peruntungan si lhama yang ketiga, saking terkejutnya, tanpa terasa goloknya
terlepas dari tangan. Tubuhnya pun mencelat mundur Karenanya, kepala lhama itu
bebas dari hantaman. Dia hanya mendapat caci maki dari pimpinannya.
Meskipun hatinya gusar sekali, Bayan yang licik tidak mau masuk sendiri ke dalam
rumah yang gelap itu. "Naik ke atas genteng!" kata Honghu sianseng memberi perintah ketika melihat
kedua serangan itu gagal "Buka semua genteng di atas, kemudian timpukkan ke bawah
sebagai senjata!" Perintah itu segera dilaksanakan Empat orang lompat naik ke atas genteng dan mulai
menyerang dengan senjata yang aneh itu.
Honghu sianseng belum puas juga, Dia memerintahkan kembali
"Bawa batu dan pasir ke mari! Kemudian gunakan untuk melakukan penyerangan!"
Perintah itu lagi-Iagi diturut dan orang-orangnya pun segera mencari batu serta pasir
Kemudian mereka gunakan untuk menyerang rumah yang gelap itu.
Serangan itu hebat sekali. Bagaimana orang bisa menghindarkan diri dari begitu
banyaknya genteng, batu, serta pasir"
Karena itu, segera terdengarlah sebuah suara yang menggelegar. Kemudian muncul
seorang hwesio yang sebelah tangannya memutar toya Kim Hong Cu. Tangannya yang
sebelah lagi menarik seorang hwesio lainnya, Yang luar biasa adalah tubuhnya yang
besar dan tingginya melebihi orang kebanyakan. senjatanya mengeluarkan kilauan
cahaya yang berkelebat terus, Keadaannya saat itu mirip seorang malaikat yang
sedang menghalau iblis. "Apakah kalian sudah bosan hidup" Ayo maju semua sekalian saja!" teriaknya
dengan suara bengis. Siau Po segera teringat kepada kaisar Sun Ti. Namun perhatian orang-orang lainnya
justru tertarik pada raksasa bertubuh besar itu, Selain bentuk tubuhnya yang luar
biasa, wajahnya berwarna merah tua dan janggut serta rambutnya kusut seperti tidak pernah
diurus, pakaiannya pun rombeng sekali.
Dari celah-celah pakaiannya yang rombeng, terlihat ukuran pinggangnya yang besar
dan lengan serta jari tangan yang kasar
Tanpa terasa Bayan dan Honghu sianseng langkah mundur. Namun Bayan berteriak
dengan suara lantang. "Jangan takut! Maju terus!"
Tapi saat itu juga, Honghu sianseng berteriak "Hati-hati! jangan sampai melukai
hwesio yang di sampingnya!"
Mendengar ucapan Honghu sianseng, otomatis perhatian semua orang tertuju pada
hwesio yang dimaksudkan. Usianya kurang lebih empat puluh tahun, Tubuhnya tinggi
kurus. Meskipun kulit wajahnya pucat, tapi ketampanannya masih tampak jelas. Hanya
saja saat itu dia menundukkan wajahnya dan memejamkan matanya. Dia seakan tidak
menghiraukan bahaya yang sedang mengancam dirinya.
- Pasti dialah ayahanda si raja cilik! --, pikir Siau Po dalam hatinya, Biar bagaimana,
jantungnya berdebar-debar juga, - Tapi wajahnya kok lain dengan Sri Baginda Kong Hi.
Dia malah lebih tampan....
Ketika itu, belasan Ihama sudah menerjang ke arah si hwesio bertubuh tinggi besar.
Orang itu tetap melayani dengan memutar toyanya, Setiap kali dia menggerakkan
toyanya, pasti ada seorang atau dua orang Ihama yang roboh di tangannya.
Menyaksikan keadaan itu, Honghu sianseng mengeluarkan joan pian atau senjata
ruyungnya yang lunak kemudian dia maju menyerang dengan senjatanya yang luar
biasa itu. Bayan Ihama turut menerjang dengan menggunakan sepasang gembolan Mereka
melakukan penyerangan dari dua arah yakni kiri dan kanan.
Joan pian di tangan Honghu sianseng langsung mengenai leher si hwesio tinggi
besar itu sehingga dia berkaok-kaok. Meskipun begitu, tangannya masih sempat
menangkis sepasang gembolan Bayan, Lhama itu terkejut setengah mati. Dia yang
melakukan penyerangan, namun tangannya pula yang terasa kesemutan dan sepasang
senjatanya pun terlepas dari cekalan.
Justru pada saat itu, joan pian yang seperti dibiarkan terlepas dari leher si hwesio
kembali menghajar bahunya, Dari kejadian ini, orang segera beranggapan bahwa ilmu
silatnya tampak biasa-biasa saja. Hanya tenaganya yang besar dan berani.
Saking banyaknya Ihama yang melakukan penyerbuan salah seorang diantaranya
berhasil menjambret lengan kiri si hwesio setengah baya yang sedang memejamkan
matanya. Mulutnya mengeluarkan seruan perlahan, Mungkin dia merasa terkejut atau
kesakitan. Tapi matanya tidak dibuka dan tidak terlihat dia meronta.
"Lindungi hwesio itu!" Bisik Siau Po kepada Song Ji.
"Baik." sahut si gadis yang tubuhnya langsung mencelat ke depan, Dengan satu kali
lompatan saja dia sudah sampai di depan Ihama yang mencekal lengan si hwesio,
Sebelum orang itu menyadari apa-apa, pinggangnya sudah terkena totokan Song Ji dan
roboh seketika. Setelah Ihama itu terkulai lemas, hwesio itu dengan sendirinya menjadi bebas, tapi
Song Ji bukan menolongnya, dia malah membalikkan tubuhnya dan menyerang kepada
Honghu sianseng dengan mengirimkan sebuah totokan.
Orang she Honghu itu terkejut setengah mati, dia segera menggeser tubuhnya ke
kanan sehingga dengan demikian dia dapat menyelamatkan diri.
Song Ji tidak menyerangnya lagi atau mendesaknya lebih lanjut ia membalikkan
tubuhnya kembali untuk menotok dada Bayan, sebab lhama itu berada dalam jarak
yang dekat sekali dengannya.
"Celaka!" seru Bayan kaget serta gusar. Tapi dia hanya sempat menegakkan
sepatah kata itu saja, sebab kemudian tubuhnya sudah jatuh terkulai di atas tanah.
Nona cilik itu tidak berhenti sampai di situ saja, dia bukannya mundur, tetapi malah
menerjang terus ke depan, Dia mengirimkan serangan totokan kepada setiap Ihama
yang ada di dekatnya, demikian juga orang-orangnya Honghu sianseng, Setiap orang
yang tersentuh jari tangannya pasti roboh terkulai di atas tanah, sehingga dalam waktu
yang singkat sudah tidak sedikit lawan yang dijatuhkannya.
Sim Ke menjadi heran juga tercekat hatinya.
"Eh, eh, sicu kecil!" panggilnya, Rupanya dia ingin berbicara dengan nona itu yang
dikiranya seorang hwesio cilik segolongan dengan dirinya.
"Ya, hwesio tua!" sahut Song Ji sambil tertawa, Jari tangannya segera meluncur ke
depan mengincar pinggang Sim ke.
Honghu sianseng terkejut setengah mati melihat kejadian itu, Dia segera memutar
joan piannya untuk melindungi dirinya sendiri. Dia pikir, tentu tidak lucu kalau dia
sampai tertotok juga, Karena itu, dia berusaha membuat jarak kira-kira setombak untuk
melindungi dirinya sendiri.
Namun Song Ji tidak menghiraukannya, dia terus melakukan penyerangan Namun
sekarang dia berputar ke luar dari lingkungan ujung joan pian yang dapat digunakan
seperti cambuk. Sementara itu, Hong Tio Teng Kong sudah duduk bersila di atas lantai Dia merasa
bingung, Diam-diam dia berkata dalam hati.
-- Honghu Kok itu lihay sekali Aku tidak tahu dia berasal dari partai mana, tapi si
nona.,, itu juga aneh, dia sangat lihay, Dalam sekejap mata dia berhasil merobohkan
lawan, Entah murid siapa di itu" -Honghu Kok bergerak dengan cepat. Setiap kali ujung senjatanya mengancam tubuh
nona cili itu, setiap kali pula si nona dapat menghindarkan diri.
"Oh, dasar bocah cilik!" teriak Honghu Ko ujung senjatanya kembali mengancam
dada si nona. Tampaknya dia merasa penasaran sekali. Karena itu, dia mengerahkan
tenaga yang lebih besar. Serangan itu hebat sekali Song Ji mengelakkan diri sembari maju terus ke depan,
Dia seperti terjembab, tapi sebenarnya, sembari terhuyung ke depan dia menggunakan
kesempatan untuk menotok perut lawannya.
Honghu Kok tercekat hatinya, Dengan panik dia menggerakkan tangan kirinya untuk
menangkis totokan Song Jl Di samping itu, joan piannya juga menyambar ke arah
punggung lawannya. Song Ji berusaha menghindarkan diri, tapi joan pian Honghu Kok telah berhasil
melilit tubuhnya, Dan ketika joan pian itu dihentakkan, otomatis tubuhnya juga tertarik
bahkan terangkat ke atas, Rupanya Honghu sianseng bermaksud mengayunkan tubuh
si nona cilik ke arah tembok untuk diadukannya.
Dengan tubuh dililit joan pian, Song Ji tidak berdiam diri, Dia berusaha melindungi
dirinya, Dengan lincah, tangannya berhasil mencengkeram joan pian itu dan
menguasainya, Tubuhnya tetap terapung di udara, Namun begitu dia menarik sekali
joan pian yang berhasil dicekalnya, tubuhnya jadi terasong ke depan, dan dia
menggunakan kesempatan itu untuk mendupak wajah lawannya.
Honghu Kok terkejut Setelah mengaduh satu kali, tubuhnya terkulai dengan
perlahan-lahan. Song Ji segera melompat turun untuk merebut senjata joan pian lawannya.
"Bagus!" Puji Siau Po merasa gembira dan kagum sekali "Kepandaian yang hebat!"
Dia segera mengeluarkan pisau belatinya dan menggunakan untuk mengancam mata
kiri lawan, "Lekas turunkan perintah. Tidak ada seorang pun yang boleh datang ke
mari!" katanya. Bukan main bingungnya perasaan Honghu Kok. Kecuali sudah tidak berdaya, pisau
belati yang berkilauan itu mengancam di depan matanya pula. Dalam keadaan
demikian, terpaksa dia berteriak kepada orang-orangnya.
"Semua jangan bergerak! Dengarkan baik-baik, jangan ada yang bergerak! jangan
ada yang masuk ke dalam rumah ini!"
Akibat totokan Song Ji, Honghu Kok sulit mengeluarkan suaranya, Kata-katanya itu
jadi tidak seberapa nyaring, Si hwesio raksasa menatap Song Ji dengan termangumangu.
"Oh, anak yang baik!" katanya kemudian. setelah itu dia membimbing hwesio berusia
setengah baya itu kembali ke dalam rumah yang gelap.
Siau Po menghambur ke depan, ingin berbicara dengan si hwesio setengah baya,
tapi dia ketinggalan. Sementara itu, Song Ji langsung menghampiri Teng Kong, dia segera
membebaskannya dari totokan lawan. Sekejap kemudian hwesio itu sudah bisa berdiri
kembali. Sembari menolong pendeta itu, Song Ji tersenyum manis.
"Kawanan telur busuk itu sungguh jahat sekali, Mereka berani mempermainkan Lo
suhu yang maha suci!"
Teng Kong memberi hormat dengan merangkapkan sepasang tangannya.
"Terima kasih, sicu!" katanya. "Kau benar-benar lihay sekali dan kau telah menolong
kuil kami dari bencana, Maafkan lolap yang usianya sudah lanjut dan matanya sudah
lamur sehingga sejak semula tidak melihat ada gunung tinggi yang menjulang di depan
(Maksudnya tidak mengenali orang yang berkepandaian tinggi)."
"Jangan banyak peradatan, Lo suhu!" sahut si nona, "Kau justru bersikap baik sekali
terhadap tuanku." Teng Kong langsung menoleh kepada Siau Po.
"Wi kongcu, bagaimana urusan ini harus diselesaikan sekarang?" tanyanya.
Song Ji memang sudah berhasil merobohkan banyak lawan, terutama tiga orang
yang menjadi pemimpinnya, Tapi di luar kuil masih banyak teman-teman mereka, biar
bagaimana urusan ini memang harus diselesaikan.
Siau Po hanya tertawa, Dia segera menghadap Honghu Kok, Bayan dan Sim Ke. Dia
tersenyum kepada mereka bertiga dan berkata.
"Tuan-tuan bertiga, bagaimana kalau aku meminta Tuan menyuruh orang-orang
kalian mengundurkan diri dari tempat ini?"
Honghu Kok menyadari situasi yang mereka hadapi, Dia sudah menduga Siau Po
atau pihak lawan akan mengajukan permintaan itu, Karena itu, tanpa menunggu si
bocah menyelesaikan ucapannya, dia sudah berteriak.
"Kalian semua boleh pergi. Tunggu kami di kaki gunung!"
"Ya!" terdengar sahutan dari beberapa ratus orangnya, disusul dengan suara riuh
derap langkah kaki yang berlarian turun gunung.
Menyaksikan hal itu, hati Teng Kong menjadi agak lega, Dia segera menghampiri
Sim Ke dan tangannya diulurkan, Dia berniat membebaskan totokan pada tubuh Hong
Tio dari Hud Kong si itu.
"Hong Tio, sabar sebentar!" kata Siau Po mencegah "Aku masih ingin berbicara
denganmu." "Tetapi beberapa saudara ini masih dalam keadaan tertotok," kata si hwesio yang
murah hati, "Kalau terlalu lama membiarkan mereka dalam keadaan tidak bergerak,
kaki mereka bisa menjadi kaku dan bahkan bisa mengakibatkan kelumpuhan.
sebaiknya mereka ini dibebaskan terlebih dahuIu!"
"Jangan terburu-buru, Hong Tio." kata Siau Po sembari tertawa, "Waktu kita masih
banyak, sebaiknya kita duduk dulu di dalam ruangan pendopo untuk berbincangbincang
sejenak!" Mau tidak mau, Teng Kong terpaksa menurut Dia menganggukkan kepalanya,
Kepandaian hwesio tua ini memang tinggi, tapi hatinya lemah. Kalau melakukan
sesuatu, dia tidak bisa bersikap tegas. "Suheng, harap sabar sebentar, nanti aku akan
membebaskan totokanmu!" katanya kepada Sim Ke. Selesai berkata, dia mengajak
Siau Po ke pendopo sebelah barat.
"Hong Tio, benarkah orang-orang rombongan tadi sedang mencari seorang lhama
cilik?" tanya Siau Po.
Teng Kong membungkam. Dia tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Hal ini karena
dia mengetahui dengan baik tujuan Bayan dan yang lainnya datang ke kuil Ceng Liang
si dan dia sulit menjelaskannya kepada Siau Po.
Siau Po mengerti kesulitan orang, Dia mendekati telinga hwesio itu dan berkata
kepadanya dengan suara berbisik.
"Aku tahu siapa yang mereka cari, mereka mencari pendeta yang tadinya seorang
kaisar..." Tubuh Teng Kong bergetar mendengar kata-kata Siau Po. Dia sempat terhuyunghuyung
namun dia menganggukkan kepalanya juga.
"Oh, kiranya sicu juga mengetahui urusan ini." katanya, "sebenarnya lolap pun sudah
merasa heran dengan kedatangan sicu ke Ceng Liang si untuk bersembahyang, Aku
merasa tidak wajar sekali...."
Siau Po tidak menanyakan apa-apa lagi tentang kaisar Sun Ti, dia mengalihkan
pembicaraannya tentang Bayan dan rombongannya.
"Honghu Kok dan Bayan memang sudah tertawan tapi mereka mendatangkan
kesulitan bagi kita! Bukankah mudah membekuk seekor harimau, namun berbahaya
apabila kita melepaskannya" Kalau sekarang kita membebaskan mereka, lalu dalam
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
waktu beberapa hari mereka datang lagi, bagaimana " Bukankah kita dilanda kesulitan
kembali?" "Meskipun demikian, kita toh tidak bisa membunuh orang seenaknya!" kata Teng
Kong yang hatinya welas asih, "Sekarang saja sudah beberapa orang yang jadi korban!
Amitaba Buddha! Omitohud!"
"Membunuh orang juga tidak ada gunanya," kata Siau Po. "Aku lihat, sebaiknya kita
atur begini saja, kau perintahkan beberapa orang untuk meringkus mereka dan kita
minta keterangan dari mereka, sebenarnya mereka mempunyai tujuan apa sehingga
mencari kaisar yang sudah mengundurkan diri dari tahta kerajaan itu?"
Teng Kong merasa serba salah.
"Tempat lolap ini adalah tempat Buddha yang maha suci dan welas asih!" katanya
kemudian "Kami adalah orang-orang yang beribadat, mana boleh kami meringkus orang
dan mengadakan pemeriksaan perbuatan itu sungguh tidak pantas bagi orang yang
sudah menyucikan diri."
"Apa yang dikatakan pantas atau tidak pantas?" tanya Siau Po. "Lalu apakah
perbuatan mereka datang ke mari dan melakukan penggeledahan seenaknya dapat
disebut sebagai sesuatu yang pantas" Apakah pantas mereka membunuh para hwesio
yang menjadi muridmu atau seluruh penghuni kuil ini" Kalau kita tidak memeriksa
mereka sampai jelas, kelak mereka pasti berani datang lagi untuk melakukan
pembunuhan atau mungkin pembakar-n atas kuil Ceng Liang si. Apa yang akan kau
lakukan apabila hal itu sampai terjadi?"
Teng Kong merenung sejenak, Selang sekian lama, dia baru menganggukkan
kepalanya. "Kalau begitu, terserah kepada sicu saja!" sahutnya kemudian Lalu dia menepuk
tangannya dua kali, Segera muncul beberapa orang hwesio dari luar pendopo.
"Pergi kau, undang Tuan Honghu itu datang ke mari!" katanya, "Bilang bahwa kami
ingin berbicara dengannya untuk mendapatkan beberapa petunjuk.
"Tampaknya orang she Honghu itu agak licik," kata Siau Po. "Aku khawatir kita tidak
akan mendapat keterangan apa-apa. Lebih baik kita minta dulu keterangan Bayan
Ihama yang tinggi besar itu!"
"Benar, benar!" kata Teng Kong, "Mengapa aku tidak berpikir sampai ke sana?"
Hwesio itu segera menyuruh muridnya mengundang Bayan Ihama, Tidak lama
kemudian, muncullah Bayan dengan dibimbing oleh dua orang hwesio, Begitu sampai di
dalam ruangan pendopo, rupanya kedua orang hwesio itu menjadi sengit mengingat
beberapa kawannya yang telah menjadi korban si Ihama gemuk ini. Mereka
melepaskan bimbingannya dengan setengah mendorong sehingga orang itu jatuh
terjerembab dengan keras.
"Aih! Mengapa kalian begitu tidak tahu aturan terhadap seorang lhama besar?" seru
Teng Kong menegur muridnya.
"Maaf, suhu!" sahut kedua orang itu, Mereka segera mengundurkan diri.
Siau Po mengambil sebuah kursi, kemudian dia memotong salah satu kakinya dan
diraut berulang-ulang dengan pisau belatinya. Dalam sekejap mata kaki meja itu sudah
menjadi runcing, Dia lalu memotong kaki meja yang lainnya dan melakukan hal yang
sama, Karena pisau belatinya tajam sekali, beberapa saat saja keempat kaki kursi itu
sudah teraut menjadi pasak kayu yang runcing.
Teng Kong heran menyaksikan tindak tanduk bocah tanggung itu, Apa yang sedang
dilakukannya" Setelah selesai meraut kaki kursi, baru Siau Po menghampiri Bayan, Dia mengusap
kepala orang itu dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanan nya membolangbalingkan
pisau belatinya dengan gaya yang persis seperti dia meraut kaki kursi tadi.
"Jangan!" teriak Bayan yang mengira dirinya akan dibunuh.
"Jangan!" Teng Kong ikut mencegah.
"Jangan apanya?" bentak Siau Po dengan suara garang, "Aku tahu di Tibet, semua
lhama besar kaum Bit Cong mempelajari semacam ilmu kebal yang dinamakan ilmu
kepala besi, Orang yang menguasai ilmu itu tidak mempan terhadap tombak maupun
goIok, Ketika di Pe King, aku pernah membacok kepala seorang Ihama, setengah
harian aku membacoknya berulang kali, akhirnya tanganku sampai pegal sendiri, tapi
orang itu malah seperti tidak merasakan apa-apa. Golokku tidak mempan terhadapnya.
Karena itu, lhama besar, aku ingin tahu kau ini barang palsu atau barang asli" Tanpa
diuji terlebih dahulu, bagaimana aku dapat membuktikannya?"
Mendengar kata-kata Siau Po, Song Ji tersenyum-senyum, Dia merasa tuan
mudanya ini jenaka sekali.
"Aku belum pernah mempelajari ilmu kepala besi." sahut Bayan cepat, "Kalau kau
membacok aku satu kali saja, aku akan mati seketika."
"Ah... belum tentu kau begitu gampang mati." kata Siau Po kembali "Kalau baru
ditusuk dua tiga dim saja, masa kau bisa mati" Eh, Lhama besar, aku akan membacok
kepalamu satu kali saja, yakni dengan membeset kulitnya, aku ingin mengintip otakmu.
pernah aku dengar seseorang berkata, bahwa seorang lhama yang jujur, otaknya pasti
diam saja, Tidak ada denyutan sedikit pun. Sebaliknya, kalau lhama itu suka
berbohong, otaknya pasti akan bergolak terus, seperti air yang baru mendidih, Aku
hendak berbicara denganmu Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan Kalau aku tidak
melihat otakmu terlebih dahulu, aku mana tahu kau akan mengatakan yang sejujurnya
atau tidak?" "Jangan kupas kulit kepalaku!" teriak Bayan, "Aku akan berbicara terus terang
kepadamu." Kembali Siau Po mengusap-usap kepala Bayan, malah mengetuknya perlahanlahan.
"Habis, mana mungkin aku tahu kau bicara yang sebenarnya atau sedang
membohongi aku?" tanyanya.
"Kalau aku berdusta, kau boleh mengupas kulit kepalaku dan melihat otakku, Saat itu
toh masih belum terlambat." kata Bayan dengan suara bersungguh-sungguh.
Siau Po berdiam diri beberapa saat. Tampaknya dia sedang berpikir keras.
"Baiklah!" katanya kemudian, "Sekarang, mari aku tanyakan dulu kepadamu, Siapa
yang menyuruh kau datang ke kuil Ceng Liang si ini?"
"Aku diperintahkan oleh Lhama besar Sinlata dari wihara Wajah asli di puncak
Bodhisatva." "Omitohud!" ucap Teng Kong yang merasa heran sekali "Kuil hijau Ngo Tay san
selamanya tidak berhubungan dengan kuil kuning. juga belum pernah ada permusuhan
apa pun. Mengapa pihak puncak Bodhisatwa justru menitahkan kau datang ke mari
melakukan penyerbuan?"
"Kedatangan kami bukan untuk menyerbu atau mengacau." sahut Bayan. "Kakak
Sinlata menitahkan aku mencari seorang biku berusia kurang lebih empat puluhan
tahun. Katanya biku itu sudah mencuri kitab pusaka dari Sang Buddha Hidup kami dari
Lhasa dan sekarang dia bersembunyi di kuil Ceng Liang si. Karena itulah, kami harus
menawannya!" "Amitabha Buddha!" seru Teng Kong kembali "ltu toh tidak mungkin."
Siau Po mengancam lagi dengan pisaunya, "Kalau kau berbohong, aku akan
mengupas kulit kepalamu!" katanya dengan nada bengis.
"Tidak, aku tidak berbohong." sahut Bayan, "Kalau kau tidak percaya, tanyakan saja
pada kakak Sinlata, Menurut kakakku itu, kami harus mengaku bahwa kami telah
kehilangan seorang lhama cilik, padahal tujuan kami ingin mencari biku tua itu, Dia
juga mengatakan bahwa Tuan Honghu mengenal biku itu, Kami harus meminta Tuan
Honghu menemani kami apabila datang ke kuil Ceng Liang si ini.
Kakak Sinlata juga menegaskan bahwa biku itu sudah mencuri kitab kami, kitab
pusaka Sang Buddha puIa, maka ini bukanlah urusan kecil Padaku, kakak Sinlata
menjelaskan apabila aku berhasil membekuk biku itu, maka jasaku besar sekali Apabila
aku kembali ke Lhasa nanti, Buddha hidup kami pasti akan memberikan hadiah
besar kepadaku." Siau Po menatap wajah lhama itu lekat-lekat. Dia merasa orang itu tidak berdusta,
Lhama ini pasti sudah dikelabuhi orang, Tentu orang yang menyuruhnya tidak
mengatakan dengan terus terang bahwa yang dicarinya adalah kaisar Sun Ti yang
sudah mengundurkan diri dari tahta kerajaan. Dia segera mengeluarkan sepucuk surat
dari dalam saku pakaiannya, itulah surat yang ditemukan Song Ji dari lhama yang
berhasil dibekuknya ketika melakukan perjalanan. Dia membeberkan surat itu di
hadapan Bayan lhama. "Kau baca surat ini agar aku dengar!" Perintahnya, "Apa yang tertulis di dalamnya?"
"lya, iya." sahut Bayan yang segera mulai membaca.
Siau Po menganggukkan kepalanya, "Tidak salah," katanya, "Kau dapat
membacanya dengan baik. Tapi bapak kepala pendeta di sini tidak mengerti bahasa
Tibet, tolong kau terjemah-kan bunyi surat itu dalam bahasa sini!"
"Isi surat ini mengatakan...." Tiba-tiba Bayan lhama jadi sangsi. Sejenak kemudian
dia baru melanjutkan kembali "Katanya... orang itu adalah orang besar dan dia berada
di kuil Ceng Liang si, Gunung Ngo Tay san. Menurut kabar terakhir yang kami terima,
pihak Sin Liong kau ingin mengundangnya, karena itu kami harus mendahuluinya..."
Mendengar disebutkan nama perkumpulan Sin Liong kau, Siau Po merasa yakin
orang itu tidak sembarangan menerjemahkan arti surat tersebut Tetapi, kembali dia
bertanya. "Apakah surat itu masih mengatakan hal lain nya?"
Bayan meneruskan terjemahannya, "Dalam surat dikatakan, bahwa tidak sulit
sebenarnya mengundang orang besar yang berada di kuil Ceng Liang si, Ngo Tay san
itu. Yang dikhawatirkan justru pihak Sin Liong kau keburu mendengar berita ini dan
datang merebutnya, Karena itu, kakak Sinlata meminta kakak seperguruan kami, Dahur
yang berada di kota kerajaan untuk selekasnya mengirim orang-orangnya yang lihay
untuk memberikan bantuan...."
"Apakah masih ada yang lainnya lagi?" tanya Siau Po.
"Tidak ada lagi," sahut Bayan. "Hanya sekian isi surat ini."
"Siapa sebenarnya Honghu Kok itu?" Tanya Siau Po kembali,
"Dialah salah seorang pembantu kami yang diundang oleh kakak Sinlata." kata
Bayan lhama menjelaskan "Baru tadi malam dia sampai."
Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Lo suhu," katanya kepada Teng Kong, "Sekarang aku hendak memeriksa Hong Tio
dari Hud Kong si. Kalau Lo suhu merasa tidak leluasa, silahkan menuju luar jendela dan
memasang telinga di sana!"
"Bagus!" kata Teng Kong yang langsung melangkah ke luar sambil menyuruh
orangnya membawa Bayan kembali ke depan, dan sebaliknya membawa Sim Ke
masuk ke dalam pendopo agar dapat diperiksa oleh si bocah tanggung, Dia sendiri
langsung kembali ke kamarnya, karena dia tidak mau memasang telinga di luar jendela
yang menurutnya merupakan perbuatan yang tidak layak.
Begitu digiring masuk ke dalam ruangan pendopo, dengan wajah berseri-seri Sim Ke
langsung mengeluarkan pujian kepada kedua pemuda-pemudi tersebut.
"Kedua sicu, kalian masih muda sekali, tetapi ilmu kalian sudah lihay sekali, Hal ini
belum pernah aku si hwesio tua lihat atau dengar sekali pun. Kalianlah anak-anak muda
yang gagah perkasa."
"Hebat nenek moyangmu!" maki Siau Po. "Siapa yang sudi mendengar pujianmu?"
Dia mengangkat kakinya dan menyepak selangkangan hwesio itu.
Sim Ke merasa kesakitan tapi dia masih memaksakan dirinya tersenyum.
"lya, ya.... Memang benar," katanya, "Seorang laki-laki sejati paling benci mendengar
pujian bagi dirinya, Tapi, aku si hwesio tua berkata dengan sungguh-sungguh, aku
bukan hanya sekedar memuji...."
"Sekarang aku tanyakan kepadamu," kata Siau Po. Dia tidak menghiraukan kata-kata
hwesio itu. "Kau datang ke kuil Ceng Liang si ini dengan lagakmu yang konyol. Siapa
yang menyuruh kau datang ke mari?"
"Sicu bertanya kepadaku, tentu aku harus menjawab yang sebenar-benarnya." sahut
hwesio itu. "Lhama besar Sinlata di Tibet telah mengirim orangnya untuk mengantarkan uang
sebanyak dua ratus tail kepadaku, Dia meminta aku menemani adik seperguruannya
datang ke kuil Ceng Liang si ini. Katanya untuk mencari seseorang. Aku toh tidak bisa
menerima imbalan tanpa melakukan apa-apa. Karena itulah aku menyertai Bayan
lhama datang ke mari."
"Ngaco!" bentak Siau Po. "Kau ingin membohongi aku" Cepat katakan hal yang
sebenarnya !" "lya, iya." sahut si hwesio, "Aku tidak akan membohongi kau, sicu, sebetulnya Ihama
besar itu memberikan aku uang sebanyak tiga ratus tail..."
"Oh, kau masih berbohong juga?" bentak Siau Po. "Sudah terang dia memberimu
seribu tail." "Tidak, tidak, sicu!" sahut si hwesio tua. "Sebenarnya cuma lima ratus tail, kalau
sampai lebih dari satu tail saja, anggaplah aku bukan manusia lagi!"
Siau Po memperhatikan dengan tajam. "Dan, mahluk apakah Honghu Kok itu?"
tanyanya kembali. "Dia seorang hina dina, Dia bukanlah manusia baik-baik." sahut Sim Ke. "Bayan
Ihama yang membawanya ke mari, Kalau sicu membebaskan aku, segera aku akan
membawanya ke kantor kecamatan di Ngo Tay san dan meminta bapak camat
memberikan hukuman kepadanya, Ceng Liang si adalah tempat suci murid Buddha,
mana boleh dikotori manusia busuk seperti dirinya" Sicu kecil, beberapa jiwa korban
akan kutimpakan seluruh kesalahan di bahunya."
Siau Po memperlihatkan tampang berwibawa.
"Sudah jelas kau yang membunuh mereka, bagaimana kau bisa menimpakan
kesalahan itu pada orang lain?" tanyanya.
"Baiklah," kata Sim Ke, "Sicu kecil, aku harap kau sudi mengampuni aku!"
Siau Po menyuruh orang membawa hwesio itu pergi, sekarang giliran Honghu Kok
yang dibawa masuk. Orang yang satu ini memang keras kepala, Tidak ada satu pun
keterangan yang didapatkan dari orang ini, Dia tidak bersedia mengatakan apa-apa.
Song Ji segera menotok jalan darah Thian tok orang itu. Dalam sekejap mata dia
merasa kegatalan serta sakit, Dia segera menjerit keras-keras. Meskipun demikian, Dia
tetap berkepala batu, Tidak ada satu pun pertanyaan Siau Po yang dijawabnya.
"Kalau kau memang laki-laki, bunuhlah aku!" tantangnya, "Kau bunuhlah Tuan
besarmu ini, Siapa yang hanya pandai menyiksa, bukanlah orang yang gagah."
Biar bagaimana, Siau Po menghormati keberanian orang itu.
"Baik, aku tidak akan menyiksamu lagi." kata nya. Dia, menyuruh Song Ji
membebaskan totokannya. Setelah itu, dia meminta orang membawa Honghu sianseng
itu ke luar, sebaliknya Teng Kong diundang masuk kembali.
Tidak lama kemudian, Teng Kong sudah datang.
"Urusan ini agak sulit." kata Siau Po kepada kepala pendeta itu, "Aku rasa, sebaiknya
aku berunding dengan orang besar itu."
Teng Kong menggelengkan kepalanya, "Sulit!" katanya, "Beliau pasti tidak bersedia
bertemu dengan orang luar."
Siau Po merasa kurang puas mendengar jawaban Teng Kong.
"Mengapa beliau tidak mau bertemu dengan orang luar?" tanyanya, "Bukankah tadi
dia sudah menemuinya" Bukankah beliau akan tertawan dan dibawa pergi, apabila
kami lepas tangan tadi" Untuk selanjutnya, beliau tetap tidak akan merasakan
kedamaian Beberapa hari kemudian, pasti akan datang lagi orang-orang suruhan si
Ihama besar dari kota Pe King. Belum lagi perkumpulan Sin Liong kau dan partai kurakura
lainnya. Mereka tentu tidak sudi menyudahi urusan ini begini saja. Sekalipun kami
mau membantu kalian, tapi belum tentu kami sanggup menghadapi lawan sebanyak
itu." Teng Kong menganggukkan kepalanya,
"Apa yang dikatakan sicu ada benarnya juga." katanya,
"Karena itu, sebaiknya Lo suhu mendatangi beliau dan ceritakan gentingnya suasana
yang dihadapi saat ini. Biar bagaimana, kita harus berunding dan memikirkan jalan
untuk menyelamatkan diri kita semua."
Tapi Teng Kong tetap menggelengkan kepalanya.
"Persoalan ini sulit." katanya, "Lolap telah berjanji, baik lolap sendiri maupun
muridmurid lolap di sini, tidak ada yang boleh berbicara dengannya."
"Tidak apa-apalah kalau begitu," kata Siau Po. "Aku toh bukan hwesio atau anggota
kuil kalian, Biar aku saja yang berbicara dengannya!"
"Tidak, tidak bisa, sicu!" cegah Teng Kong. "Kalau sicu masuk ke dalam rumah
pertapaannya, tentu sicu akan dirintangi adik seperguruannya, Heng Tian, Dia seorang
hwesio yang tabiatnya keras dan berangasan Bisa-bisa sicu terhajar mati olehnya."
Siau Po tertawa. "Tidak mungkin dia sanggup menghajar aku sampai mati." sahutnya.
Teng Kong melirik ke arah Song Ji.
"Meskipun sicu menitahkan pembantumu ini menotok Heng Tian sehingga dia roboh
tidak berdaya, Heng Ti sendiri belum tentu sudi berbicara dengan sicu."
"Heng Ti?" tanya Siau Po menegaskan sekali Iagi. "Oh, kiranya itu nama sucinya
kaisar Sun Ti." "Benar! Aku tidak menyangka sicu tidak mengetahui nama sucinya."
Siau Po menarik nafas panjang.
"Kalau begitu, habislah dayaku." katanya perlahan "Sayang sekali kuil Ceng Liang si
yang suci dan sudah tua ini harus musnah di tanganmu, Lo suhu!"
Teng Kong terkejut. Dia nampak berduka sekali, Untuk sesaat dia menjadi bingung.
"Nanti aku tanyakan kepada Giok Lim suheng," katanya kemudian Tampak sepasang
alisnya menjungat ke atas seakan sedang berpikir keras, "Suhengku itu mempunyai
jalan keluarnya..." "Siapakah Giok Lim taysu itu?" tanya Siau Po.
"Beliau adalah guru Heng Ti." sahut Teng Kong.
"Bagus!" Kata Siau Po. Dia tampak senang sekali. "Nah, mari Lo suhu ajak aku
menemuinya!" Teng Kong menerima baik permintaan itu, Dia langsung mengajak Siau Po ke ruang
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belakang yang terdapat sebuah kamar untuk bersemedi. Bahkan di sana tampak
seorang pendeta tua sedang duduk bersila dengan mata dipejamkan Pendeta itu sudah
putih alis dan janggutnya, Dia tidak tahu ada tiga orang yang memasuki kamarnya.
Teng Kong memberi isyarat dengan kedua tangannya, kemudian dengan hati-hati
duduk di sisi hwesio tua itu. Dia memejamkan matanya dan merapatkan sepasang
telapak tangannya. Di dalam hati, Siau Po tertawa menyaksikan tindak tanduk hwesio itu. Tapi dia
menurut, tanpa menimbulkan suara sedikit pun, dia ikut duduk di sisi hwesio itu.
Seperti ketika mereka masuk, wihara itu demikian hening sehingga tidak terdengar
suara sedikit pun. Wihara itu seakan hanya dihuni oleh hwesio tua itu seorang diri.
Setelah lewat sekian lama, hwesio itu masih duduk berdiam diri. Dia mirip dengan
mayat hidup, Dan Teng Kong juga ikut mematung.
Siau Po menjadi kewalahan, dia merasa kaki dan tangannya mulai kesemutan
Akhirnya dengan terpaksa, dia bangkit Tapi karena kedua orang itu tetap berdiam diri,
dia pun terpaksa duduk kembali Beberapa kali dia bangkit dan duduk kembali, tetapi
kesunyian tetap saja mencekam.
-- Aih, celaka dua belas! --, keluhnya dalam hati, Saking mendongkolnya, dia memaki
si hwesio tua dalam hatinya.
Dia masih harus menunggu cukup lama, namun akhirnya si hwesio tua membuka
matanya dengan perlahan-lahan, Dari mulutnya terdengar suara lirih seperti sedang
menarik nafas panjang. Dia melihat ada beberapa orang dalam kamarnya, namun dia
tidak menunjukkan perubahan apa-apa, kecuali menganggukkan kepalanya sedikit.
"Suheng." Teng Kong lantas menyapanya, "Jodoh Heng Ti dengan dunia luar
rupanya belum selesai Ada beberapa orang yang datang menjenguknya, Harap suheng
sudi melepaskannya!"
Hwesio yang ternyata Giok Lim taysu itu berkata dengan suara perlahan.
"Suasana disebabkan hati sendiri Karena itu, untuk membebaskan diri, orang juga
harus mengandalkan dirinya sendiri..."
Teng Kong menganggukkan kepalanya,
"Hantu dari luar datang bertubi-tubi, Ceng Liang si menghadapi malapetaka yang
tidak kepalang besarnya."
Dia segera menuturkan usaha Sim Ke, Bayan dan Honghu Kok yang datang mencari
Heng Ti dan berusaha menawannya, Untung ada Siau Po datang bersama
pembantunya, Mereka memberikan bantuan sehingga Heng Ti terlepas dari ancaman
maut Tapi, di dalam pertempuran, kedua belah pihak sama-sama ada yang jatuh korban
jiwa. "Meskipun demikian, pihak sana masih belum mau menyudahi urusan ini." kata Teng
Kong mengakhiri ceritanya.
Giok Lim taysu mendengarkan keterangan itu dengan berdiam diri, Tidak sekali pun
dia menukas, sepasang matanya kembali dipejamkan untuk ber semedi lagi,
Keheningan pun kembali menceka kamar itu.
Menyaksikan keadaan itu, habis rasa sabar Sia Po. Dia segera berjingkrak bangun
untuk mencaci Tapi belum juga sepatah kata ke luar dari muIutnya, Teng Kong sudah
menggoyangkan tangannya mencegah.
Terpaksa dia menahan sabar dan duduk kembali Kali ini Siau Po harus menunggu
lebih lama lagi, sampai dia mencaci dalam hatinya,
-- Di kolong langit, yang paling brengsek adalah Hay kong kong dengan si nenek
sihir, tapi mereka masih tidak begitu menjemukan seperti si kepala gundul ini! -Baru si bocah tanggung berpikir demikian, tampak Giok Lim taysu membuka
matanya, Sembari tertawa dan menganggukkan kepalanya dia ber tanya dengan sopan.
"Apakah sicu ini datang dari Pe King?"
"Benar!" sahut Siau Po singkat.
"Apakah di kotaraja sicu bekerja memdampingi Sri Baginda?" tanya Giok Lim taysu
kembali. Siau Po merasa heran. Hampir saja dia melonjak bangun saking terperanjatnya.
"Bagaimana... taysu bisa tahu?" tanyanya kembali.
Giok Lim taysu tersenyum.
"Lolap hanya menduga-duga saja."
Mau tidak mau, Siau Po jadi berpikir dalam hatinya,
-- Hwesio ini agak aneh, jangan-jangan dia menguasai ilmu...., Dengan membawa
pikiran demikian, Siau Po segera duduk dengan diam, Dia tidak berani mencaci lagi,
meskipun hanya dalam hati.
Terdengar Giok Lim taysu bertanya lagi, "Apakah ada sesuatu pesan yang penting
sehingga Sri Baginda menitahkan sicu datang ke kuil Ceng Liang si ini?"
- Aih, hwesio ini... --, pikirnya kembali -- Apa pun diketahuinya, karenanya aku tidak
bisa sembarangan berbohong.... --, karenanya dia segera menjawab "Sri Baginda
mengetahui bahwa Raja tua masih hidup dalam dunia ini, beliau merasa gembira
sekaligus berduka, itulah sebabnya aku ditugaskan datang menjenguknya, untuk
menyampaikan rasa hormat Sri Baginda sekaligus menanyakan kesehatannya. Dan
seandainya.,., Sri Baginda raja tua bersedia kembali ke istana, itulah hal yang paling
baik." Sebenarnya kaisar Kong Hi menitahkan Siau Po datang ke gunung Ngo Tay san
untuk mencari bukti kebenaran bahwa si raja tua masih hidup di dunia ini. Kalau benar,
maka nanti Sri Baginda Kong Hi sendiri yang akan datang ke Ceng Liang si untuk
menjenguknya, Tapi Siau Po justru mengubahnya sendiri.
"Apakah Sri Baginda membekali sesuatu sebagai tanda bukti kepada sicu?" tanya
Giok Lim taysu kembali Tampaknya hwesio tua ini teliti sekali
Siau Po merogoh ke dalam sakunya untuk mengeluarkan surat yang ditulis oleh
kaisar Kong Hi. "Silahkan taysu baca surat ini!" katanya sembari menyerahkan surat itu yang
disodorkan dengan kedua belah tangannya.
Surat ini bukan surat yang ditujukan Sri Baginda untuk ayahandanya, Memang kaisar
Kong Hi sudah menulis surat itu, tapi kemudian dia membakarnya, Dia khawatir surat itu
terjatuh ke tangan orang lain dan hal ini berbahaya sekali.
Sebagai gantinya, kaisar Kong Hi menuliskan sepucuk surat perintah atau firman
Raja. Begini bunyi surat perintah tersebut:
"Dengan ini dititahkan kepada Gi cian siwi Hu congkoan Wi Siau Po yang
dianugerahkan baju makwa kuning untuk pergi ke gunung Ngo Tay san dan sekitarnya
untuk suatu urusan dinas, Dengan demikian semua pembesar sipil dan militer setempat
harus melakukan segala perintahnya, ini merupakan firman kaisar."
Giok Lim taysu menyambut surat itu kemudia dibacanya dengan seksama, Tidak lupa
dia memeriksa cap kerajaan yang tertera di bawahnya Setelah itu dia baru
mengembalikannya kepada Siau Po dan berkata.
"Kiranya lolap berhadapan dengan Tuan paduka Gi cian siwi Hu congkoan! Maaf!"
Puas hati Siau Po melihat sikap hwesio tua itu serta mendengar nada suaranya yang
penuh hormat, Di dalam hati dia berkata.
-- Nah, sekarang kau tentu tidak berani menganggap ringan diriku lagi! --. Meskipun
demikian, dia tidak menunjukkan sedikit perubahan pun di-wajahnya, Tapi, ketika dia
melihat sikap si hwesio tua itu tidak berubah, hatinya menjadi tawar sendiri
Terdengar hwesio itu bertanya kembali.
"Wi sicu, kalau menurut sicu, tindakan apa yang harus kita ambil sekarang?"
"Aku ingin menghadap Sri Baginda raja tua untuk mendengarkan perintahnya!" sahut
Siau Po. "DuIu, beliau memang mempunyai kekayaan yang tidak terhitung dan kedudukan
yang mulia, tapi sejak menyucikan diri menjadi pendeta, semuanya sudah musnah dan
hubungannya dengan dunia luar sudah putus, Karena itu, panggilan Sri Baginda raja
tua jangan disebut-sebut lagi jangan sampai orang lain yang mendengarnya menjadi
kaget dan ketenangannya terganggu karenanya!"
Siau Po diam saja, Dia tidak menyatakan komentar apa-apa.
"Sekarang sebaiknya kau pulang saja dan sampaikan kepada Sri Baginda bahwa
Heng Ti tidak bersedia menemuimu Heng Ti juga tidak bersedia menemui orang luar,
biar siapa pun orangnya!" kata hwesio tua itu.
"Sri Baginda Kong Hi adalah putranya, bukan orang luar," sahut Siau Po dengan
berani. Bagian 36 "Tahukah kau apa artinya Jut-ke?" tanya Giok Lim taysu....
Siau Po memperhatikan hwesio tua itu lekat-lekat Jut-ke artinya ke luar rumah, Tapi
dalam arti kiasan, maksudnya menyucikan diri menjadi pendeta.
"Siapa yang sudah menyucikan diri," kata Giok Lim taysu kembali "Rumah sudah
bukan rumah lagi, anak dan isteri pun menjadi orang lain."
Mendengar kata-katanya, Siau Po segera berpikir
- Semua ini tentu kau sendiri yang bermain gila dengan berbagai akal muslihat. Kau
ingin menghalang-halangi orang yang ingin menemui kaisar Sun Ti, Andaikan kaisar
Sun Ti tidak bersedia kembali ke istana, tidak mungkin dia tidak bersedia bertemu
dengan putranya sendiri! - Dia tidak mengutarakan apa yang tersirat dalam hatinya,
hanya berkata, "Kalau begitu, aku memanggil pasukan tentara untuk melindungi Sri
Baginda raja tua. Mereka bisa melarang siapa pun yang bermaksud melakukan
pengacauan di sini."
Giok Lim taysu tersenyum.
"Kalau sicu melakukan hal itu, maka Ceng Liangsi langsung berubah menjadi istana
kerajaan." katanya, "Dengan kata lain, Ceng Liang si berubah menjadi istana kantor
pembesar negeri. Kalau demikian halnya, bukankah lebih baik Heng Ti kembali saja ke
istananya di Pe King" Oh, Wi sicu, dengan demikian berarti juga seorang Gi cian siwi
hu congkoan menjadi seorang hamba dalam kuil Ceng Liang si."
"Oh, oh.... Rupanya taysu telah mempunyai daya upaya yang lebih sempurna untuk
melindungi keselamatan Baginda.,., Baginda raja yang tua" Taysu, aku yang muda
masih kurang pengalaman sudilah kiranya taysu mengatakan upaya yang baik itu, agar
aku dapat menyuci bersih telingaku ini?" Kembali Giok Lim taysu tersenyum.
"Wi sicu," katanya, "Kau memang masih sangat muda, tapi kau benar-benar lihay,
Tak heran kalau dalam usia yang begini muda kau telah menjabat pangkat yang tinggi."
Hwesio itu menghentikan kata-katanya sejenak, kemudian baru melanjutkan kembali
"Sebenarnya, daya upaya yang sempurna, lolap belum punya, Yang benar, sebagai
orang-orang yang sudah menyucikan diri, kami menghindari perselisihan dan pertikaian,
kami menyambut kekerasan dengan kelunakan. Terima kasih atas kebaikan hati sicu
yang bersedia melindungi kami. Tapi, seandainya Ceng Liang si harus mengalami
bencana, ini yang dinamakan takdir Siapa pun tidak dapat menghindarinya."
Sembari berkata, hwesio tua itu kembali merangkapkan sepasang tangannya,
kemudian dia memejamkan matanya untuk bersemedi lagi.
Melihat keadaan itu, Teng Kong segera berdiri, terus memberi isyarat kepada Siau
Po dengan mengedipkan matanya dan menggerakkan tangannya, Setelah itu, dia
mengundurkan pintu ke sisi pintu dan menjura kepada Giok Lim taysu.
Siau Po menoIehkan wajahnya untuk menatap Giok Lim taysu sekali lagi, Kemudian
dia memencet hidungnya serta mencibirkan bibirnya sebagai tanda mengejek si hwesio
yang diartikan bau sekali, Tapi Giok Lim taysu sudah memejamkan kedua matanya
sehingga dia tidak melihat apa-apa.
Teng Kong mengajak Siau Po dan pengiringnya ke luar dari kamar itu, sesampainya
di luar, dia baru membuka mulutnya.
"Giok Lim taysu adalah seorang hwesio yang berbudi luhur dan usianya juga sudah
lanjut sekali." katanya, "Dia telah mencapai kesempurnaan Tentunya dia juga sudah
mendapatkan suatu petunjuk. sekarang lolap akan membebaskan Sim Ke, Hon Tio dan
yang lainnya, Sicu, di sini saja kita berpisah!"
Selesai berkala, hwesio itu merangkapkan sepasang tangannya untuk memberi
hormat. Denga demikian dia mengartikan bahwa Siau Po dilarang masuk lagi ke dalam
kuil Ceng Liang si. Panas sekali hati Siau Po jadinya.
"Bagus!" teriaknya lantang, "Kalian sudah mempunyai upaya yang bagus, dasar aku
sendiri yang banyak mulut!"
Dia segera menyuruh Song Ji mengajak Ie Pat dan yang lainnya turun gunung,
Mereka kembali ke kuil Leng Keng si dan bermalam di sana. Dia disambut dengan
hormat dan dilayani dengan baik. Mungkin karena malam itu kembali dia menderma
sebanyak seratus tail. Tampak Siau Po berdiam di dalam kamarnya, duduk di samping meja sambil
bertopang dagu, perasaannya kacau sekali otaknya bekerja keras, Dalam hatinya dia
berkata. -- Sri Baginda raja tua telah berhasil ditemukan, namun dia dalam keadaan yang
membahayakan. Lhama dari Tibet hendak membekuknya dan pihak Sin Liong kau ingin
menawannya, Di samping itu ada Giok Lim taysu yang banyak macam-macamnya
sedangkan kepandaiannya tidak ada. Tinggal Teng Kong seorang, Apa yang dapat
dilakukan oleh kepala hwesio ini" Aku khawatir beberapa hari lagi Sri Baginda raja tua
akan kena diringkus orang dan dibawa pergi. Kalau hal ini sampai terjadi, bagaimana
aku bisa pulang ke Kerajaan dan memberikan pertanggungan jawabku kepada Siau
Hian cu" -Berpikir demikian, Siau Po menoleh kepada Song Ji. Dia mendapatkan gadis itu
berdiri diam dengan sepasang alisnya dirapatkan. Tandanya dia sedang berduka sekali
atau perasaannya kurang puas.
"Eh, Song Ji, mengapa kau kelihatan kurang puas?" tanyanya,
"Tidak apa-apa." sahut si gadis cilik, Siau Po masih memperhatikan lekat-lekat "Kau
pasti sedang memikirkan sesuatu," kata-nya. "Lekas kau beritahukan kepadaku!"
"Aku benar-benar tidak memikirkan apa pun."
"Ah, aku tahu," kata Siau Po. "Kau tentunya merasa tidak puas karena di Kerajaan
aku memangku jabatan tinggi, tapi sejauh ini aku tidak mengatakannya kepadamu."
Mata si gadis mejadi merah. Dia seperti hendak menangis.
"Kaisar bangsa Tatcu adalah manusia paling jahat di dunia ini." katanya dengan
tersendat-sendat. "Siangkong, mengapa kau menerima jabatan itu dan sudi menjadi
hambanya?" Sembari berbicara, airmata si Song Ji sudah bercucuran di kedua belah pipinya yang
halus, Siau Po merasa heran.
"Lalu, mengapa kau malah menangis?" tanyanya. "Aih, benar-benar anak tolol."
Song Ji menangis tersedu-sedu. "Sam nay nay rela menyerahkan aku pada sian
kong, dia berpesan agar aku merawatmu. Mendengar kata-katamu, tapi... tapi...
ternyata kau bekerja di Kerajaan dan menduduki jabatan yang tinggi pula, Padahal ayah
ibuku, ketiga orang saudaraku, semuanya mati di tangan para pembesar jahat bangsa
Tatcu." Saking sedihnya, Song Ji tidak sanggup melanjutkan kata-katanya lagi, Siau Po
memang cerdas otaknya, tetapi melihat si gadis menangis demikian sedihnya, mau
tidak mau dia jadi bingung. "Ada apa dengan gadis ini?"
"Sudah, sudah!" katanya kemudian, "Sekarang, aku tidak akan menyembunyikan
apa-apa darimu lagi, Biar aku katakan terus terang kepadamu. Memang aku menduduki
jabatan yang cukup tinggi di Kerajaan, tapi sebenarnya semua itu hanya sandiwara,
Kau tahu, aku sebenarnya menjadi hiocu cabang Ceng Bok Tongnya Tian Te hwe.
Mengertikah kau makna dari Tian Te hu bo, Hoan Ceng hok Beng" (Langit dan bumi
adalah ayah ibu, Ceng digulingkan Beng bangkit kembali)" Guruku adalah Cong tocu
dari Tian Te hwe Tentang hal itu aku telah mengatakannya kepada Sam nay nay.
Tujuan utama Tian Te hwe kami adalah menentang pemerintahan Ceng, Suhuku
menitahkan aku menyelundup ke dalam istana untuk mencari tahu rahasia pemerintah
inilah tugas rahasia, kalau sampai bocor, jiwaku akan terancam maut."
Rupanya Song Ji mengerti apa arti kata-kata Tian te hu bo, Hoan Ceng Beng, dia
segera mengulurkan tangannya yang halus dan menutup mulut Siau Po.
"Sudahlah, jangan kau berbicara lagi!" katanya. "Aku lah yang bersalah, Sebelum
mengerti apa-apa, sudah sembarangan menuduh, Aku seperti memaksa kau bicara
terus terang...." Mendadak dia tertawa dan berkata kembali "Kau orang baik, siangkong,
Tidak mungkin kau melakukan perbuatan jahat. Dasar aku memang tolol!"
Siau Po tertawa. "Kau justru anak cerdik!" katanya sembari menarik kedua tangan Song Ji dan
diajaknya duduk berdampingan. Kemudian dengan suara berbisik, dia menceritakan
hubungan dan urusan yang menyangkut kaisar Sun Ti dengan Sri Baginda Kong Hi.
"Kau tentu pernah mendengar bahwa raja yang sekarang baru berusia belasan
tahun," kata Siau Po melanjutkan keterangannya, "Dalam usia yang masih begitu belia,
dia telah kehilangan ayahandanya yang telah menjadi hwesio. Kaisar Sun Ti tidak
memperdulikannya lagi, Coba kau pikir, tidak patutkah dia dikasihani" Hari ini,
orangorang yang menangkap si raja tua adalah orang-orang jahat, Untung saja kau turun
tangan menoIongnya!"
Song Ji menarik nafas lega.
"Kalau demikian, aku telah melakukan sesuatu yang baik." katanya.
"Namun, ada pepatah yang mengatakan "Mengantar Sang Buddha, harus sampai di
langit barat" kata Siau Po. "Orang-orang itu sudah dilepaskan oleh Teng Kong hwesio,
pasti mereka tidak puas Lain kali mereka akan datang kembali untuk melanjutkan
niatnya menawan di raja tua. Coba pikir, kalau mereka berhasil meringkus si raja tua,
kemudian membawanya pergi dan memotong-motong tubuhnya untuk dimasak dan
dimakan, bukankah celaka dua belas jadinya?"
Siau Po tahu hati Song Ji masih polos sekali, Dengan ucapan dia bermaksud
membakar hati orang agar si gadis mengerti kesulitan yang dihadapi kaisar Sun Ti dan
menaruh kesan baik terhadap raja yang sudah mengundurkan diri itu serta suka
memberikan pertolongan lebih jauh.
Tampaknya si gadis bergidik mendengarkan kata-kata majikannya.
"Mereka mau makan dagingnya si raja tua?" tanyanya gugup. "Kenapa begitu dan
untuk apa?" "Pernahkah kau mendengar kisah tentang si hwesio dari kerajaan Tong yang
berangkat ke Tanah barat untuk mengambil kitab suci?" Bukannya menjawab, Siau Po
malah bertanya, "lya, aku pernah mendengarnya." sahut Song Ji. "Selain hwesio itu, masih ada Sun
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Go Kong dan Ti Pat Kay...."
"Kau benar. Di sepanjang perjalanan banyak siluman yang ingin makan dagingnya
hwesio itu, Menurut cerita itu, hwesio tersebut adalah salah satu dari manusia paling
suci di dunia, siapa yang bisa memakan dagingnya, bisa menjadi dewa atau Buddha..."
"Aku mengerti sekarang. Kawanan orang jahat itu ingin menyamakan si raja tua
dengan pendeta Tong, kawanan orang jahat itulah para silumannya, sedangkan aku
adalah Sun Go Kong dan kau,., kau,.,."
Siau Po mengangkat kedua telapak tangannya dan direntangkan di bawah telinga
kemudian digoyang-goyangkannya, Song Ji yang melihat lagaknya tidak menjadi
marah, dia malah tertawa.
"Oh, kau maksud aku adalah Ti Pat Kay, si siluman babi?" katanya.
Siau Po tertawa dan berkata dengan cepat
"Wajahmu secantik Kwan In Pou sat, tapi kau sedang menjalankan peranan si
siluman babi...." Song Ji tersenyum sambil menggoyangkan tangannya.
"Jangan sembarangan menyebut nama Kwan Im Pou sat yang maha suci," katanya
mencegah, "Justru engkau, siangkong, yang mirip dengan Siancay Tong-cu Ang Hay ji
yang selalu mendampingi dewi Kwa Im itu, aku sendiri hanya...."
Berkata sampai di sini, ucapan si Song Ji jadi berhenti dengan sendirinya, wajahnya
menjadi merah padam saking jengahnya.
Siau Po tersenyum. "Tepat, tepat!" katanya, "Aku menjadi Sianca Tongcu Ang Hay ji dan kau adalah Siau
Liong ! Kita berdua akan selalu bersama-sama, siapa pun tidak bisa memisahkan kita."
Siancay Tongcu Ang Hay Ji dan Siau Liong adalah sepasang pelayan laki-laki dan
perempuan yang mengikuti dewi Kwan Im.
Wajah Song Ji semakin merah.
"Aku pasti akan melayani kau,., untuk selama-lamanya..." katanya dengan suara lirih,
"Ke.,, cuali kau sudah tidak menginginkan... aku lagi dan mengusirku...."
Siau Po mengangkat tangannya ke arah leher dan dibuat seakan sebilah pisau yang
akan menggorokannya, "Meskipun batang leherku ini dipotong, tidak mungkin aku mengusirmu, Ke... cuali
kau sendiri yang tidak sudi mengikuti aku lagi dan kabur secara diam-diam."
Si gadis cilik mengikuti gerakan tangan Siau Po. .: "Meskipun batang leherku ini
dipotong, aku tidak akan pergi darimu." katanya.
Siau Po memperhatikan Song Ji. sedangkan si gadis cilik itu juga menatap ke
arahnya, Kemudian keduanya tertawa geli.
Semenjak diserahkan oleh Sam nay nay kepada Siau Po, Song Ji selalu pandai
membawa dirinya sebagai seorang budak. Dia tidak berani bercanda secara kelewatan
atau bergurau dengan majikannya.
Sekarang, setelah mengetahui rahasia Siau Po. Dia baru berani bersikap jenaka dan
tertawa bersama. Dalam hatinya, dia juga merasa senang, Dia percaya penuh kepada
Siau Po. Dengan demikian, otomatis hubungan mereka semakin erat
"Sudahlah," kata Siau Po kemudian, "Urusan mengenai kita berdua telah
diselesaikan Sekarang, bagaimana caranya kita menolong pendeta Tong?" Yang
dimaksudkan tentu saja bukan pendeta Tong yang sebenarnya, tapi kaisar Sun Ti.
Song Ji tertawa. "Menolong pendeta Tong adalah tugas Ci Thian Tayseng." katanya, Ci Thian
Tayseng adalah gelar Sun Go Kong yang artinya Nabi besar setara Langit "Karena itu,
seharusnya Ci Thian Tayseng yang mengutarakan jalan pikirannya, Ti Pat Kay tinggal
menurut saja!" Siau Po tertawa. "Kalau Ti Pat Kay secantik dirimu, aku khawatir pendeta Tong itu tidak mau menjadi
hwesio lagi. katanya. "Kenapa?" tanya Song Ji.
"Karena pendeta Tong itu pasti mengambil T Pat Kay untuk menjadi istrinya." Song Ji
tertawa geli, "Ti Pat Kay adalah siluman babi, siapa yang sudi menikah dengannya?" katanya.
Mendengar kata-kata Song Ji, Siau Po langsung terdiam. Dia ingat Jin Som Hok
Leng Ti, babi yang dikirim Cian laopan yang di dalamnya berisi Kia Peng. otaknya
langsung memutar, di mana kira-kira Kiam Peng dan Piu Ie sekarang berada. Apakah
keadaan mereka baik-baik saja"
Song Ji heran melihat sikap Siau Po yang tiba-tiba berubah. Gadis itu
memperhatikan secara diam-diam Tidak berani dia mengganggunya, Hanya sekejap
saja, terdengar bocah tanggung itu berkata kembali.
"Benar! Kita harus memikirkan upaya yang baik, Tidak bisa kita biarkan si raja tua
dibekuk oleh orang-orang jahat Nah, Song Ji, coba, aku ingin mendengar pendapatmu,
umpamanya kita mempunyai suatu barang yang sangat berharga dan banyak penjahat
yang mengincarnya, apa yang harus kita lakukan agar penjahat itu tidak berhasil
mencurinya?" "Kalau kita memergoki para penjahat itu sedang bekerja, kita bekuk saja mereka
semua!" sahutnya singkat.
Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Akalmu itu kurang sempurna." katanya, "Seharusnya kita sendiri yang menjadi
pencurinya!" Song Ji heran mendengar ucapannya sehingga dia menatap Siau Po dengan tajam.
"Kita sendiri yang menjadi pencurinya?" tanyanya menegaskan.
"Benar!" kata Siau Po tegas, "Kita mendahului mereka turun tangan, itu baru akal
yang bagus!" Song Ji masih belum mengerti juga.
"Kalau kita mendahului orang-orang itu mencurinya, bukankah para penjahat itu tidak
bisa mendapatkan apa-apa?" kata Siau Po sambil memperhatikan wajah pelayannya
yang cantik itu. Song Ji bertepuk tangan sambit tertawa, sekarang dia baru mengerti maksud Siau
Po. "Aku mengerti sekarang!" serunya, "Kau bermaksud menyuruh aku menculik si raja
tua, bukan?" "Dugaanmu tepat sekali!" kata Siau Po membenarkan "Kita tidak boleh membuang
waktu, sebaiknya kita bekerja sekarang juga!"
Song Ji setuju, Dia segera berdiri dan bersama-sama Siau Po, keduanya ke luar
kamar dan menuju luar kuil Ceng Liang si.
"Cuaca masih belum gelap." kata Siau Po, Dia memperhatikan langit "Sebaiknya kita
tunggu saja sebentar lagi!"
Song Ji menurut saja. Keduanya segera mencari pepohonan yang rimbun untuk
tempat menyembunyikan diri.
Waktu perlahan-lahan merayap, Akhirnya sang malam yang gelap datang juga, Siau
Po mengajak Song Ji ke luar dari tempat persembunyian. Pada saat itu, keadaan di
seluruh pegunungan itu sudah sunyi senyap.
"Di dalam kuil hanya Teng Kong Hong tio yang mengerti ilmu silat." kata Siau Po
kepada pembantunya, "Tapi sekarang dia dalam keadaan terluka, dan tampaknya luka
hwesio itu tidak ringan Kemungkinan dia sedang beristirahat atau mengobati lukanya
dalam kamar. Dengan demikian, tugasmulah melayani si hwesio bertubuh raksasa itu.
Kau harus menotoknya sehingga tidak berdaya supaya aku bisa menculik si raja tua.
Namun kau harus berhati-hati, senjata Heng Tian si raksasa besar sekali dan berat
pula, dia dapat menggunakan senjata itu dengan sempurna...."
Song Ji menganggukkan kepalanya.
"Aku mengerti." sahutnya, Tampaknya dia tidak takut sama sekali.
Setelah merasa yakin di sekitarnya tidak ada siapa-siapa, Siau Po mengajak Song Ji
menghampiri tembok pekarangan wihara tersebut Dengan mudah mereka
melompatinya, lalu masuk ke halaman dalam. Mereka langsung menuju rumah tempat
Heng Ti bersemedi. Tampak pintu rumah itu sudah ditutup kembali, Hanya bagiannya yang rusak akibat
penyerbuan di siang harinya masih belum sempat diperbaiki. Jadi pintu itu seperti untuk
menghalangi angin saja. Song Ji berjalan di depan, mendekati pintu rumah kemudian menggesernya ke kiri
perlahan-lahan. Baru saja pintu itu bergerak, tiba-tiba berkelebatan bayangan berwarna
kuning keemasan. Ternyata toya Kim Hong Cu sudah menyerangnya dengan hebat
Song Ji melihat datangnya bahaya, tapi dia dapat menghindarkan diri dengan
mudah, Gadis itu bukannya mencelat mundur, tetapi sepasang kakinya menutul lalu
menerjang memasuki rumah. Dengan demikian, dia jadi menghampiri Heng Tian
penyerangnya itu yang tenaganya seperti raksasa, Dengan mudah Song Ji berhasil
menotok dada Heng Tian sambil berkata dengan perlahan.
"Maaf!" sedangkan tangannya yang satu lagi digunakan untuk merampas toya
hwesio itu. Heng Tian tidak berdaya lagi, Perlahan-tahan tubuhnya terkuIai, bahkan sebelah
kakinya menindih toyanya sendiri, sebab sulit bagi Song Ji memeganginya terusterusan.
Tepat pada saat itulah, Siau Po menghambur ke depan pintu untuk
menyingkirkannya dan masuk ke dalam,
Seluruh ruangan itu gelap gulita, meskipun demikian, samar-samar tampak sesosok
bayangan yang sedang duduk bersila, Siau Po merasa yakin bahwa orang itulah si raja
tua Sun Ti yang telah menjadi hwesio dan mengganti namanya menjadi Heng Ti. Dia
segera menjatuhkan dirinya berlutut di depan hwesio itu dan menyembah kepadanya
sambil berkata. "Lo ongya, budakmu ini bernama Wi Siau Po. Orang yang tadi siang menolong Lo
hongya dari ancaman maut, Oleh karena itu, harap Lo hongya tidak terkejut melihatku!"
Siau Po bersikap sopan sekali Dia menyebut hwesio tua itu dengan panggilan Lo
hongya atau si raja tua. Heng Ti diam saja, Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun, Siau Po tetap
bersabuk. Dia berkata kembali.
"Lo hongya bersemedi di sini, memang bagus sekali ini merupakan tempat suci dan
tenang, Tetapi di luar sana banyak orang jahat, mereka ingin menawan Lo hongya,
Mereka akan melakukan sesuatu yang merugikan Lo hongya, Karena itu, budakmu ini
bermaksud melindungi Lo hongya, agar Lo hongya dapat pindah ke suatu tempat yang
aman, Dengan demikian orang-orang jahat itu tidak dapat menemukan Lo hongya atau
pun menawan Lo hongya lagi."
Hwesio itu masih berdiam diri saja, "Lo hongya, sudilah kiranya Lo hongya berangkat
bersama-sama budakmu ini!" kata Siau Po kembali.
Heng Ti masih berdiam diri. Tidak sepatah kata pun ke luar dari mulutnya, Siau Po
memperhatikan hwesio itu lekat-lekat Dia melihat hwesio itu duduk bersila dan gayanya
persis dengan Giok Lim taysu, Dia tidak bisa menduga apakah hwesio itu pura-pura tuli
atau memang sudah kosong pikirannya .
Setelah menunggu sekian lama dan belum terlihat hasil apa-apa, Siau Po berkata
kembali. "Lo hongya, rahasia Lo hongya telah terbuka, Tidak ada seorangpun dalam kuil Ceng
Liang si ini yang dapat melindungi Lo hongya. sedangkan pihak musuh, setelah
rombongan yang pertama pergi, pasti datang lagi rombongan yang kedua. Demikianlah
seterusnya dan akhirnya, Lo hongya! Karena itu sebaiknya Lo hongya pindah semedi di
tempat lain saja!" Heng Ti masih tetap membungkam.
Tiba-tiba, Heng Tian yang ditotok oleh Song Ji membuka suaranya,
"Kalian berdua masih kanak-kanak, kalian adalah orang baik-baik." katanya, "Tadi
siang kalian sudah menolong aku. Tentang suhengku ini, dia sedang melakukan apa
yang dinamakan semedi Ko Sian, karenanya dia tidak boleh berbicara dengan siapa
pun, Ke mana kalian hendak membawanya pergi?"
"Kemana pun boleh, asal tempat yang disuka oleh suhengmu ini!" sahut Siau Po
cepat "Kau akan mengantarkannya. Asal tempat itu aman dan tidak terjangkau oleh
orang-orang jahat, Dengan demikian beliau bisa melanjutkan semedinya dengan
tenang, kalian pun bisa membaca doa sesuka hati."
"Kami berdua bukan membaca doa!" sahut Heng Ti menjelaskan
"Baik, bukan baca doa, ya bukan baca doa!" kata Siau Po yang kemudian berkata
kepada Song Ji. "Lekas kau bebaskan totokan taysu ini!"
Song Ji menurut Dia segera menepuk punggung Heng Tian beberapa kali, Dengan
demikian totokannya pun terbebas, Dia dapat menggerakkan seluruh tubuhnya Iagi.
Heng Tian tidak lalu bersikap keras atau garang. Dia memberi tempat kepada kaisar
Sun Ti. "Suheng, kedua bocah ini meminta kita berdua meninggalkan tempat itu untuk
sementara!" "Tapi, suhu tidak menyuruh kita meninggalkan Ceng Liang si." sahut Heng Ti
menjawab ucapan adik seperguruannya, padahal ketika Siau Po menyapa nya berulang
kali, dia malah diam saja,
Baru sekarang Siau Po berhasil mendengar suara Heng Ti yang jelas dan terang.
"Bukannya begitu." kata Heng Tian, "Kalau musuh datang kembali dengan jumlah
yang lebih banyak, kedua bocah ini pasti tidak bisa melindungi kita lagi."
"Suasana itu muncul dari dalam hati." kata Heng Ti. "Bicara tentang bencana,
bencana itu bisa timbul dimana pun juga. Asal hati merasa tenang, dimana pun kita
berada, kita akan memperoleh ketenangan."
Heng Tian jadi tertegun mendengar kata-katanya. "Apa yang dikatakan suheng benar
juga." katanya kemudian, Kemudian dia menoleh kepada Siau Po dan Song Ji. "Suheng
tidak mau pergi. Kalian sudah mendengarnya sendiri...."
Sepasang alis Siau Po menjungkit ke atas.
"Bagaimana kalau musuh-musuh jahat itu datang kembali lalu mereka menawan
kalian dan menyiksa kalian berdua" Apa yang dapat kalian lakukan saat itu?"
"Manusia di dalam dunia ini, tidak ada yang tidak mati." sahut Heng Tian, "Hidup
lebih lama beberapa tahun atau kurang beberapa tahun, tidak ada perbedaannya."
"Kalau begitu, semua juga tidak ada perbedaannya." kata Siau Po yang mulai kesal.
"Tidak ada perbedaan antara orang hidup dan orang mati, Orang laki-laki dan orang
perempuan juga sama saja, Kalau begitu, apakah tidak ada perbedaan apa-apa antara
hwesio, kura-kura atau ayam?"
"Semua makhluk di dunia ini sama, tidak ada yang berbeda dimata Sang Buddha."
sahut Heng Tian. Siau Po berdiam diri, Dalam hatinya dia ber-kata.
"Pantas mereka mendapat gelar yang aneh. Yang satu disebut Heng Ti, si dungu dan
satunya lagi Heng Tian, si edan, Mereka memang dungu, toloI, gila sekaligus edan,
Karena itu, rasanya tidak mungkin memaksakan kehendak pada diri kedua orang ini.
Kalau Heng Ti ditotok sehingga tidak berdaya, kemudian dibawa pergi, perbuatan ini
sungguh tidak sopan, lagipula mudah dipergoki orang..."
Siau Po menjadi kebingungan dan habis kesabarannya, Dengan sengit dia berkata.
"Kalau semua tidak ada perbedaannya, berarti Hou Kong Honghou dan Toan Keng
Hong hou juga sama saja, buat apa menyucikan diri menjadi pendeta?"
Tiba-tiba Heng Ti melonjak bangun.
"Kau... apa yang kau katakan barusan?" tanyanya dengan suara bergetar.
Setelah mengeluarkan kata-kata itu, Siau Po menjadi menyesal. Ketika ditanyakan
oleh Heng Ti, dia segera menjatuhkan dirinya berlutut dan menjawab.
"Hamba hanya mengoceh sembarangan harap Lo hongya tidak menjadi gusar...."
Memang benar, saking sengitnya Siau Po menyebut nama kedua permaisuri raja tua
itu, "Segala yang telah berlalu, sejak lama aku sudah melupakannya." kata Heng Ti,
"LagipuIa, mengapa kau memanggil aku dengan sebutan seperti itu" Lekas kau
bangun, ada sesuatu yang ingin kutanyakan kepadamu!"
"lya," sahut Siau Po yang langsung bangkit, Di dalam hatinya, diam-diam dia merasa
senang, Akhirnya kau kena diakali juga dan bersedia bicara, Mungkin aku akan
berhasil... "Dari mana kau mendengar tentang kedua permaisuri itu?" tanya Heng Ti.
"Budak mendengarnya dari pembicaraan antara Hay Tay Hu dan Thay hou." sahut
Siau Po. "Oh, kau kenal dengan Hay Tay Hu?" tanya mantan raja itu, "Bagaimana keadaannya
sekarang?" "Dia telah dibunuh oleh Hong Thay hou." sahut Siau Po.
"Apa" Dia telah mati?" seru Heng Ti saking terkejutnya.
"Dengan pukulan Hoa Kut Bian Ciang, Thay hou telah membinasakannya." sahut
Siau Po dengan nada yang jelas.
"Bagaimana kau bisa tahu Hong thay hou mengerti ilmu silat?" tanya Heng Ti dengan
perasaan heran. "Hay Tay Hu dan Hong Thay Hou bertarung di dalam taman bunga Cu Leng kiong,
ketika itu budakmu menyaksikannya dengan mata kepala sendiri." sahut Siau Po terus
terang. "Siapa kau sebenarnya?" tanya mantan raja itu kembali.
"Hamba adalah Gi ri suwi Hu Congkoan, Wi Siau Po." sahut si bocah tanpa menutupi
lagi, Rupanya dia merasa kata-katanya itu perlu didukung bukti yang cukup kuat,
Karena itu dia segera mengeluarkan surat yang ditulis oleh kaisar Kong Hi. "Pangkat itu
dianugerahkan oleh Sri Baginda yang sekarang, Di sini pun ada sepucuk surat yang
ditulis Sri Baginda sendiri."
Siau Po menyodorkan surat itu, Heng Ti hanya berdiri terpaku, Dia tidak menyambut
surat yang disodorkan Siau Po.
"Di sini selamanya tidak ada penerangan." kata Heng Tian mewakili suhengnya
menjawab. Heng Ti menarik nafas panjang, Kemudian dia baru bertanya.
"Bagaimana keadaan si raja kecil, apakah dia baik-baik saja" Senangkah dia menjadi
raja?" Siau Po menjawab dengan cepat.
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ketika Sri Baginda mengetahui Lo hongya masih hidup, dia menyesali dirinya yang
tidak mempunyai sayap agar bisa terbang ke mari secepatnya, Di dalam istana, Sri
Baginda menangis menggerung-gerung, tetapi di samping kesedihannya, dia juga
merasa gembira, Sri Baginda langsung mengatakan bahwa dia akan datang ke Ngo Tay
san ini, namun akhirnya dia membatalkan niatnya karena khawatir urusan pemerintahan
jadi berantakan apabila ditinggalkan oleh beliau, itulah sebabnya Sri Baginda mengutus
budakmu ini datang terlebih dahulu untuk menjenguk dan menanyakan kesehatan Lo
hongya, Nanti, sekembalinya budakmu ke istana, Sri Baginda sendiri yang akan datang
ke mari." "Dia... dia tidak perlu datang!" kata Heng Ti dengan suara bergetar "Dia seorang raja
yang bijaksana, yang dapat mendahulukan kepentingan negara. Tidak seperti aku,.,."
Sampai di sini, si raja tua menangis terisak-isak, Air matanya mengalir dengan deras
sehingga jubahnya basah kuyup.
Mendengar suara tangisan itu, tanpa sadar Song Ji juga mengalirkan airmata,
Rupanya dia teringat akan kedua orang tuanya dan dirinya yang sudah sebatang kara.
Siau Po merasa kesempatan yang baik itu tidak boleh disia-siakan Bukankah hati si
raja tua ini sedang tergugah" Karena itu, dia segera berkata lagi.
"Hay Tay Hu telah mengadakan penyelidikan yang jelas, Mula-mula Hong thayhou
menganiaya pangeran Eng Cin Ong sampai mati, Kemudian dia membunuh Toan Keng
Honghu dan dia juga membunuh adiknya yakni selir Ceng Hui. Ketika Hong Thayhou
mengetahui rahasia telah bocor, dia membunuh Hay Tay Hu sekalian. Terakhir dia
mengirim orang-orangnya dalam jumlah yang banyak ke Ngo Tay san ini untuk
mencelakai Lo hongya."
"Aih, bicaramu berlebihan.." kata Heng Ti sembari menarik nafas panjang, "Sudah
terang Toan Keng Honghou mati karena sakit, mengapa kau mengatakan Hau Kong
Honghou yang membunuhnya?"
Siau Po tidak mau kalah bicara.
"Kalau seseorang mati sakit, seluruh tubuhnya tentu akan lurus tanpa cacad sedikit
pun." katanya, "Tidak mungkin tulang belulang di tubuhnya patah dan uratnya putus."
Mendengar kata-kata si bocah, Heng Ti membayangkan kembali saat kematian
permaisurinya, Ketika itu jari-jemari tangan Toan Keng Hongho tidak dapat digerakkan
Bahkan ketika dia memondongnya, tubuh itu lemas sekali seperti tidak bertulang.
Tadinya, dia mempunyai dugaan, hal ini terjadi karena penyakit yang diderita
permaisurinya terlalu parah. Sekarang, setelah mendengar keterangan Siau Po, hatinya
tercekat. Dia teringat saat-saat yang telah berlalu itu.
Tanpa terasa, keringat dingin membasahi keningnya.
"Ya, ya... rasanya memang tidak wajar." katanya lirih.
Siau Po menuturkan kembali pembicaraan antara Hay Tay Hu dan Thay hou yang
didengarnya malam itu, Dia memang pandai bicara, ceritanya menjadi jelas dan
menarik, Kata-katanya meresap dalam hati si raja tua yang sudah menjadi hwesio itu.
Kaisar Sun Ti sangat menyayangi Teng gok hui. Setelah selirnya itu menutup mata,
dia tidak sudi lagi menjadi raja, ia meninggalkan kedudukannya yang maha mulia untuk
pergi mengasingkan diri dalam ruang yang sunyi senyap serta menjalani hidup dalam
kesengsaraan Meskipun sedang bersemedi bayangan Teng Gok hui masih sering hadir di dalam
pelupuk matanya, Sekarang, setelah mendengar cerita Siau Po, dia sampai lupa bahwa
dirinya saat ini sudah menjadi biku, Dia merasa sedih serta penasaran, nafasnya jadi
sesak membayang kan Hay Tay Hu dan Thay hou.
Selesai bercerita, Siau Po menambahkan.
"Hong Thay hou ternyata tidak mau bekerja kepalang tanggung, setelah mencelakai
Lo hongya, dia juga berniat membinasakan Sri Baginda, bahkan dia juga bermaksud
membongkar kuburan Toan Keng honghou, Dia ingin membakar sampai musnah buku
Toan Keng Honghou yang menurutnya isi di dalamnya hanya segala angin busuk, Dia
telah mengeluarkan ancaman, barang siapa yang menyimpan buku itu, selain akan
disita, seluruh keluarganya pun akan dijatuhi hukuman mati."
Kata-kata Siau Po yang belakangan hanya karangan belaka tapi justru menikam hati
mantan kaisar Sun Ti. Raja yang telah menjadi hwesio itu langsung dilanda kegusaran
Pendekar Bayangan Malaikat 2 Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H Perawan Lembah Wilis 11
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama