Ceritasilat Novel Online

Kaki Tiga Menjangan 20

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 20


menyorotkan cahaya yang menandakan bahwa hatinya senang sekali.
Sambil merangkul Kiam Peng, Siau Po berkata kepada kawannya.
"Liok Sin Se, kaucu tidak boleh dibunuh, demikian pula Hu Jin, Bukankah di atas batu
berukir telah dinyatakan bahwa kaucu dan Hu Jin akan kekal berbahagia dan usianya
sama dengan usia tangit" Mana boleh aku mencelakai mereka" Lagi-pula kedua orang
itu sakti sekali, taruh kata ada niat kita mencelakakannya, belum tentu hal itu akan
kesampaian." Liok Sin Se bingung sekali.
"Huruf-huruf yang ada di atas batu itu palsu semuanya." katanya, "Mana boleh hal itu
dianggap benar" Kita juga tidak boleh berpikir yang tidak-tidak, Lekas kau bunuh kedua
orang itu! Kalau tidak, kita semuanya bakal celaka, mungkin kita bisa mati tanpa liang
kubur." Berulang kali Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Liok Sin Se, tidak boleh kau mengucapkan kata-kata yang mendurhakai itu,"
katanya, "Apakah kau mempunyai obat pemunah racun" Cepat kita tolong kaucu dan
Hu Jin!" "Ya, benar sekali, saudara kecil!" kata Hong Hu Jin. Sekian lama ia berdiam diri
mendengarkan pembicaraan mereka, "Sungguh kau berpemandangan luas. Jelas
Tuhan telah mengutus kau yang muda belia turun ke dunia untuk membantu dan
menunjang kaucu, Dengan adanya pahlawan muda seperti kau ini, Sin Liong kau pasti
akan mencapai masa kejayaannya."
Kata-kata itu sepertinya diucapkan dengan sungguh-sungguh, bibirnya juga
menyunggingkan senyuman yang manis sekali, suaranya juga merdu di telinga.
"Hu Jin aku bukannya orang Sin Liong Kau," kata Siau Po sambil tertawa.
Hong Hu Jin tertawa senang.
"Oh, oh... saudara kecil!" katanya. "Kau sampai berpikir sejauh itu. sekarang juga kau
bisa masuk menjadi anggota Sin Liong Kau dan aku akan menjadi si juru antar kaucu!"
Nyonya itu menambahkan pada suaminya, "Saudara kecil ini sudah memberikan jasa
besar sekali bagi partai kita, Coba kau pikir, jabatan apa yang pantas kita berika
kepadanya!" "Ciang Bun su dari Pek Liong Bun, Tio Ci Le telah mengkhianati kita dan dihukum
mati." sahut si kaucu, "Karena itu, aku pikir sebaiknya anak muda ini menggantikan
kedudukannya sebagai Pek Liong su."
Hong Hu Jin tertawa. "Bagus!" serunya, "Saudara kecil, orang teragung dalam partai adalah kaucu sendiri,
Dibawahnya ada lima naga yang terdiri dari naga Hijau, Merah, Putih, Hitam dan
Kuning. Orang seperti kau yang baru masuk langsung diangkat sebagai anggota
bahkan menjabat sebagai Liong Su, baru pertama kali ini terjadi. Hal ini membuktikan
bahwa kaucu sangat menghargaimu, Saudara, kami tahu kau she Wi, tapi kami ingin
mengetahui nama lengkapmu."
"Aku bernama Wi Siau Po." sahut si bocah, "Di dunia kangouw, orang menyebut aku
Siau Pek Liong atau si Naga putih kecil."
Bocah itu menyebut nama gelaran tersebut karena tiba-tiba dia teringat julukan yang
pernah diberikan oleh Mau Sip Pat, Dia tidak menyangka wanita itu akan menanyakan
namanya. Hong Hu Jin tampak girang sekali.
"Kau lihat!" katanya. "lni merupakan suatu hal yang telah diatur oleh Thian Yang
Maha Kuasa! Kalau tidak, tak mungkin terjadi kebetulan seperti ini! kaucu bermulut
emas, apa yang pernah diucapkannya tak pernah ditarik kembali!"
Liok Sin Se mendengarkan semuanya, Hatinya menjadi bingung dan resah.
"Eh, Wi Kongcu! Wi Kongcu!" serunya, "Jangan sampai dirimu diakali oleh mereka!
sekalipun kau diangkat menjadi Pek Liong Su, tapi sekali saja mereka tak menyukaimu,
maka akan timbul keinginan membunuh dalam hati mereka, Bila mereka ingin
melakukannya, hanya semudah membalikkan telapak tangan, Pek Liong Su Tio Ci Leng
menjadi bukti di depan mata. Bagaimana dengan mudah di dibunuh begitu saja,
meskipun jasanya sudah banyak terhadap partai ini. Lekas kau bunuh saja kaucu dan
Hu Jinnya itu, Nanti kami akan mengangkat dirimu menjadi kaucu!"
Mendengar ucapan si tabib, Ay Cun cia, Kh Soat Teng, dan Bu Kin tojin jadi tercekat
hatinya. Namun kemudian mereka berpikir. Mulanya mereka memang tak setuju dengan
usul itu, Tapi kalau bukan Siau Po yang diangkat menjadi ketua, Di sana tak ada orang
lain yang lebih cocok Iagi.
Bukankah keselamatan jiwa mereka semua ada di tangan anak muda ini"
Yang penting sekarang mereka harus hidup, urusan lainnya bisa dipikirkan
kemudian. "Akur! Akur!" akhirnya seru mereka bersa sama, "Kami semuanya mendukung Wi
Kongcu menjadi ketua atau kaucu dari Sin Liong Kau!"
Tapi Siau Po meleletkan lidahnya waktu mendengar ucapan mereka.
"Aku tidak dapat menjadi kaucu," katanya tertawa, "Dengan ucapan kalian ini, kalian
sudah mengurangi rejekiku, Menurut aku, sebaiknya be saja, Kaucu beserta Hu Jin dan
semua lainnya yang ada di sini hidup akur bersama-sama, Apa yang telah terjadi, kita
lupakan saja! Anggap saja pernah terjadi, Harap kaucu sudi melepas dengan
melupakan perbuatan Liok Sin Se dan yang lainnya, Bukankah bagus usulku ini?"
Hong kaucu terdiam beberapa saat, Ada sesuatu yang tengah dipikirkan.
"Baik," katanya kemudian, "Keputusanku sudah tetap, Urusan ini kita sudahi sampai
di sini saja!" "Nah, kalian sudah dengar sendiri, Liok Sin Se, Bagaimana pendapatmu?"
Liok Sin Se berpikir sejenak, Akhirnya dia merasa memang tak ada jalan lain yang
lebih bagus. "Baiklah," katanya, "Kami percaya kaucu tak akan menarik kembali kata-katanya
sendiri!" Dia langsung mengeluarkan sebotol obat yang kemudian dicampurkan dengan
air, lalu diminumkan kepada orang banyak.
Kurang lebih satu kentungan kemudian, semuanya sudah membaik, Hong kaucu
juga tak menyebut-nyebut lagi kejadian tadi, Dia hanya berkata kepada Siau Po.
"Sekarang siapkan meja upacara! Kita akan mengangkat Wi Siau Po sebagai Pek
Liong Su yakni Ciang bunsu dari Pek Liong Bun!"
Perintah itu segera dilaksanakan.
Dalam sekejapan mata meja sembahyangan dan keperluan lainnya telah
dipersiapkan. Caranya berlainan dengan cara yang dilakukan Tian Te hwe. Di sini Siau
Po harus memberi hormat kepada sebuah kotak berisi lima ekor ular dengan warna
yang berlainan Setelah itu Hong Hu Jin mengangkat cawan araknya dan berkata,
"Kau harus minum tiga cawan arak!" katanya sambil tertawa, "Dengan demikian, ularular
di pulau ini tidak akan mengganggumu lagi."
Siau Po tidak mengatakan apa-apa. Dia meneguk habis tiga cawan arak yang
disodorkan Hong Hu Jin. Setelah itu para anggota Sin Liong Kau yang lainnya segera
memberi selamat kepada Siau Po. Tidak ketinggalan Liok Sin Se dan yang lainnya.
Hong kaucu menanyakan keadaan Chi Liong su. Liok Sin Se menyatakan luka yang
diderita saudaranya itu parah sekali, sehingga belum tentu dapat disembuhkan Hong
kaucu mengeluarkan sebuah botol kecil dan menuangkan tiga butir isinya."
"Berikan pil ini kepadanya, Obat ini mujarab sekali, Tapi karena lukanya cukup parah,
perlu waktu lama apabila keadaannya ingin membaik."
"Oh, ya.,." ujar Hong Hu Jin. "Pek Liong Su apabila kau kembali ke kotaraja nanti,
kau harus menyelidiki tentang Siau Kui cu, apa maksud Sri Baginda mengutusnya
datang ke Gunung Ngo Tai san?"
Mendengar kata-katanya, Siau Po terkejut setengah mati. Untung saja dia cukup
cerdik sehingga tak tampak perubahan pada wajahnya.
"Baik! Baik!" jawabnya.
"Kaucu menginginkan kitab Si Cap Ji Cin Ken kata Hong Hu Jin kemudian "Maka itu
menjadi tugasmu untuk mendapatkannya, Di dalam kitab itu katanya ada rahasia untuk
panjang umur. Pek Lio su, kaucu kami telah mendapatkan berkah dari Thian Yang
Maha Kuasa, Sudah selayaknya beliau mendapatkan kitab tersebut. Kalau engkau
berhasil jasa mu besar sekali, Kaucu tidak akan melupakannya, Kaucu pasti akan
memberikan hadiah besar kepadamu!"
Siau Po berdiri, kemudian menjura dalam-dalam kepada kaucu dan Hu Jin.
"Biarpun tulang di tubuh hambamu ini akan hancur tebur, hamba tetap akan bersetia
kepada kaucu dan Hu Jin!" katanya.
"Bagus!" kata Hong Hu Jin, "Kau boleh memilih beberapa orang rekan sebagai teman
seperjalananmu nanti, Nah, Pek Liong Su, siapa yang akan kau pilih sebagai
rekanmu?" "Hamba memilih...." Siau Po berpikir sejenak, Matanya memperhatikan orang-orang
dalam ruangan itu, kemudian menjawab dengan tegas, "Hamba memilih Ay tosu dan
tabib Liok sebagai rekan dalam perjalanan!"
"Baik!" sahut Hong Hu Jin. "Aku memberikan tiga butir pil ini untuk ditelan oleh kalian
masing-masing, Namanya Tok Liong I Kin Wan!"
Ay Cun cia dan Tabib Liok segera menjatuhkan diri berlutut di hadapan ketuanya,
Meskipun tidak mengerti, Siau Po ikut berlutut juga.
Mereka masing-masing menyambut sebutir pil dan mengucapkan terima kasih,
Kemudian di depan ketuanya itu, mereka langsung menelan pil tersebut.
"Pek Liok Su, kau menggunakan senjata apa?" tanya Hong Hu Jin tiba-tiba.
"Kepandaian hamba buruk sekali," sahut Siau Po. "Hamba belum pernah belajar
menggunakan senjata apapun, kecuali pisau belati kecil ini!" Dia segera mengeluarkan
pisau belatinya yang tajam dan memperlihatkannya kepada Hong Hu Jin.
"Oh, pisau yang bagus sekali! Bukan main tajamnya!" gumam Hong Hu Jin setelah
memperhatikan pisau itu dengan seksama, "Baiklah! Aku akan mengajarkan tiga jurus
ilmu kepadamu Harap kau perhatikan baik-baik! ilmu ini bernama Bi Jin Sam Ciau!"
Tanpa menunggu komentar dari Siau Po, dia langsung menggerakkan kedua tangan
dan kakinya serta mulai melangkah Siau Po cepat-cepat memusatkan perhatiannya
untuk menyimak baik-baik.
Siau Po merasakan gerakan wanita itu bagus sekali Dia berusaha mengingat setiap
langkah yang dijalankannya, Setelah selesai jurus pertama, Hong Hu Jin menyuruh
Siau Po menirukannya. Ternyata Siau Po sanggup meskipun masih banyak kesalahan
yang dilakukannya. Selesai jurus pertama, Hong Hu Jin langsung menjalankan jurus kedua dan ketiga,
semuanya ditiru baik-baik oleh Siau Po. Hong Hu Jin dengan sabar menunjukkan di
mana letak kesalahan yang dilakukannya.
Setelah cukup lama, Siau Po mulai bisa menjalankannya dengan baik. Hong Hu Jin
tersenyum. "Bagus!" katanya, "Pek Liong Su, ternyata otakmu cerdas sekali!"
"Sebetulnya otak hamba tidaklah cerdas, hal ini bisa terjadi karena Hu Jinlah yang
pandai mengajarkannya."
Hong Hu Jin tertawa senang, Hong kaucu berdiri dari kursinya,
"Karena istriku telah mengajarkan tiga jurus ilmu kepadamu, ada baiknya aku pun
mengajarkan satu jurus kepadamu," Dia menoleh kepada istrinya, "Hu Jin, sini
sebentar! Kau tangkislah seranganku ini! Dan Pek Liong Su, kau perhatikan baik-baik."
Hong Hu Jin memenuhi permintaan suaminya, Dia segera maju ke depan, Hong
kaucu segera menggerakkan kedua tangannya dengan perlahan-lahan agar Siau Po
dapat melihat gerakannya dengan jelas.
Meskipun demikian, ternyata Hong Hu Jin tak sanggup menahan serangan kaucu itu.
Siau Po merasa kagum sekali sehingga dia mendecakkan mulutnya, Sebuah jurus yang
demikian sederhana saja ternyata begitu ampuh, apalagi ilmu lainnya.
"llmu ini terdiri dari banyak jurus dan perubahannya, Yang pertama baiknya kita
namakan Ngo Cu Si mengangkat kaki. Dan yang kedua ini.... Ti Cim Poat Liu yaitu Ti
Cim mencabut pohon Liu...."
"Bagus!" seru Hong Hu Jin. "Ti Cim memang seorang gagah, Tapi jurusmu yang
ketiga ini tidak mirip dengan perbuatan seorang gagah atau pendekar umumnya!"
"Kau harus tahu, tak semua pendekar terdiri dari orang yang gagah, Tidak jarang
yang berjiwa pengecut!" kata Hong kaucu sambil tersenyum.
Tapi si nyonya tidak dapat tertawa... karena seakan ditampar wajahnya mendengar
sindiran suaminya. Hong An Tong tertawa. "Mengapa itu tidak dapat dinamakan orang gagah?" dia balik bertanya, Tapi tak
apalah, namakan saja Tio Ciang Hoa Bi atau Tio Ci " menyipat alis...."
Sembari berkata, dengan tangannya Kaucu memberi contoh dengan pura-pura
menyipat istrinya. Hong Hu jin tertawa. "Kau aneh!" katanya, "Tio Ciang bukan orang gagah! Apakah dia seorang pendekar
yang khusus menolong istrinya menyipat alis?"
Hong An Thong tertawa Iagi.
"Tapi dia orang gagah dari lain kalangan!" katanya, "Apakah bukan orang gagah
kalau dalam kamar dia sanggup menguasai istrinya dan menyipat alis istrinya itu?"
Mau tidak mau, wajah Hong Hu Jin jadi merah padam.
"Kau bisa saja!" katanya.
Siau Po berpikir dalam hati, Dia tak tahu siapa itu Tio Ciang. Menurutnya, menyipat
alis istri bukan perbuatan laki-laki yang gagah, pasti kaucu itu hanya bergurau, Maka
dia turut bicara, "Kau cu, bukankah lebih tepat kalau jurus itu dinamakan In Ciang atau
Siok Po menunggang kuda?"
"Nama itu sebetulnya dapat dipakai, tapi masih kurang tepat," kata Hong Kau cu.
"Apa sebabnya" Sebab kuda Kwan In Tiong itu asalnya milik Lu Pou, sedangkan
kudanya sendiri telah dijual Aku pikir sebaiknya menggunakan nama Tek Ceng Hang Ki
saja, sebab Tek Ciang telah menaklukkan kuda naganya."
"Bagus!" seru Hong Hu Jin sembari bertepuk tangan, Tek Ciang adalah seorang
pendekar. Dia pernah membuat musuhnya terkejut dan melarikan diri!"
"Sampai di situ, Siau Po kembali mengulangi pelajaran ilmu Bi Jin Sam Ciau itu, dan
Hong Hu Jin selalu memberi petunjuk mana yang masih belum sempurna, pelajaran itu
sebenarnya suIit, tapi untungnya bocah kita ini bisa mengingat setiap jalannya,
sehingga dia dapat berlatih terus.
Sementara itu, waktu sudah menjelang tengah hari.
"Pek Liong Su," kata Hong Hu Jin kemudian "Kau sungguh beruntung. Kau tahu,
orang dalam partai ini yang mendapat pelajaran langsung dari Kau cu, selain aku
sendiri, kau merupakan orang satu-satunya!"
"ltu karena peruntunganku yang bagus!" sahu Siau Po. "Hambamu sangat berterima
kasih kepada Kau cu dan Hu jin!"
"Karena itu," kata Hong Hu Jin kembali "Kau harus belajar sungguh dan kelak di
kemudian hari harus bisa membalas budi kebaikan Kau cu ini. Terutama, kau harus
bekerja sesungguh hati terhadap Kau cu!"
"lya, Hu Jin!" sahut Siau Po.
"Nah, sekarang kau boleh mengundurkan diri" kata Hong Hu Jin. "Kau harus
mempersiapkan diri agar besok kau bisa mulai menjalankan tugasmu. Besok pagi-pagi
kau harus berangkat bersama Po Tauto dan Liok Kho Hian, tanpa perlu berpamit lagi
pada kami!" Siau Po mengangguk. Kemudian dia memberi hormat pada ketua dan nyonyanya itu,
Setelah itu dia membalikkan tubuh untuk mengundurkan diri. Tetapi ketika sampai di
ambang pintu, dia berkata.
Bagian 41 "Hu Jin, kalau hambamu nanti berumur delapan puluh tahun, waktu itu Kau cu dan
Hu Jin bisa mengajarkan aku tiga jurus ilmu lagi!"
Mendengar kata-katanya, Hong Hu Jin tertegun, namun sesaat kemudian, dia
mengerti maksud si bocah, Dia sadar Siau Po sedang menyatakan pujian dan ucapan
selamat panjang umur kepada mereka.
Kalau bocah itu berusia delapan puluh tahun, berarti dia masih akan hidup enam
puluh tahun lebih! bukankah hal itu berarti Siau Po sedang mendoakannya" Karena itu,
dia menjadi berbahagia sekali, Dia tertawa dan berkata.
"Baiklah! Kalau usiamu delapan puluh tahun nanti, Kau cu dan aku akan
mengajarkan tiga jurus ilmu lagi kepadamu, Dan nanti, kalau kau masuk usia seratus
tahun, kami akan mengajarkan lagi tiga jurus ilmu yang dinamakan Lau Siu Chi Sam
Ciau, Bintang panjang umur dan Lau Popo Sam Ciau, si nyonya tua!"
"Oh, tidak tua, sama sekali tidak tua!" sahut Siau Po, "Mungkin waktu itu Hu Jin
masih akan tetap muda dan secantik sekarang, Bahkan Kau cu pun akan tetap muda
atau bisa jadi lebih muda dari sekarang, sedangkan ilmu yang akan diwariskan
kepadaku, namanya Kim Tong sam Ciau dan Giok Li Sam Ciau!"
Kim Tong dan Giok Li merupakan sebutan bagi sepasang bocah laki-laki dan
perempuan yang biasa mengikuti dewa.
Hong An Thong dan Sou Coan merasa girang sekali mendengar perkataannya.
Tatkata Siau Po sampai di luar ruangan, dia sudah ditunggu Liok Kho Hian dan Ay
Cun Cia. Mereka itu mengkhawatirkan si anak muda, sehingga mereka gembira sekali
melihat ia muncul dalam keadaan baik-baik saja. Tapi mereka tak berani menanyakan
mengapa pemuda itu tertahan begitu lama di dalam.
"Kau cu dan Hu Jin telah mengajarkan aku banyak ilmu silat baru!" kata Siau Po
menjelaskan tanpa diminta.
"Selamat, Pek Liong Su!" seru kedua orang itu. "Di dalam partai kita, kecuali Hu Jin,
tidak ada seorang pun yang mendapat ajaran langsung dari kaucu!"
"lya, Hu Jin juga berkata demikian!" sahut si bocah tanggung yang merasa senang
sekali. "Pek Liong Su dapat membuat Kaucu gembira, hal ini belum pernah terjadi
sebelumnya!" kata tabib Liok, "Apakah Kau cu pun mengajari kau rahasia membuat pil
Tok Liong I Kin Wan?"
"Tidak! Apakah Liok Sin Se mengerti caranya?"
"Aku bisa membuatnya, tapi kalah jauh mujarabnya dengan buatan Kau cu sendiri!"


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sahut Liok Sin si. Sementara itu, mereka kembali ke rumah si tabib, Liok Kho Hian memang baik hati,
Dia langsung mewariskan kepandaiannya membuat pil Tok Liong I Kin Wan kepada
Siau Po. Dia menyatakan bahwa setiap hari pemuda itu harus duduk beristirahat
setengah jam agar obat itu bisa meresap ke dalam seluruh tubuhnya, Dia juga diajari
ilmu bersemedi dan meluruskan pernafasan.
Sementara itu pula, Siau Po bingung menyaksikan raut wajah Ay Cun cia dan Liok
Kho Hian, Mereka juga pernah menelan pil Tok Liong I Kin Wan, tapi wajah mereka
tidak segar dan gembira, malah lebih sering kelihatan murung dan gundah, dia
menganggap nama obat itu juga kurang bagus, karena mirip dengan nama racun,
Karena itu dia langsung mengutarakan jalan pikirannya itu kepada kedua rekannya.
Ay Cun cia menarik nafas panjang, "Tok Liong I Kin Wan itu racun atau obat yang
mujarab, kita lihat saja nanti! Yang jelas, jiwa kami berdua berada dalam
genggamanmu, Pek Liong Su!" katanya.
Siau Po heran dan tersentak kaget.
"Kenapa begitu?" tanyanya.
Ay Cun cia menoleh kepada Liok Kho Hian dan tabib itu menganggukkan kepalanya.
"Pek Liong Su," katanya, "Orang yang merasa segan kepadaku menyebut aku Ay
Cun cia. Sebaliknya, orang yang tidak memandang sebelah mata kepadaku, memanggil
aku Poan Tauto, seperti kau tahu, Ay Cun cia artinya si Buddha kate dan Poan Tauto
artinya si tosu gemuk. Namun kenyataannya tidak demikian Aku bertubuh kurus dan
tinggi, tapi orang toh menyebut aku si gemuk pendek, karena itu coba kau bilang, aneh
tidak?" "Benar, aku memang merasa heran!" sahut Siau Po. "Aku mengira orang hanya
bergurau denganmu, tapi aku dengar Kaucu sendiri menyebutmu demikian. Beliau tidak
mungkin bergurau, bukan?"
Ay Cun cia menarik nafas panjang.
"lni merupakan kedua kalinya aku makan pil Tok Liong I Kin Wan," katanya, "Aku
seperti orang yang sudah mati lalu hidup kembali. Kalau mengingat hal itu, aku seperti
orang yang bermimpi Kau tahu, asalnya aku memang pendek gemuk" itulah sebabnya
orang menyebutku Ay Cun cia atau Poan Tauto, Sebutan itu bukan hanya gurauan atau
kosong belaka!" Siau Po bertambah heran. "Ah!" serunya, "Jadi setelah makan obat itu, kau menjadi tinggi dan kurus seperti
sekarang ini" Kalau begitu, bagus sekali! sekarang kau tampak gagah, Aku yakin ketika
masih pendek gemuk, tampangmu tidak seperti sekarang ini!"
Ay Cun cia tertawa sumbang.
"Kau benar juga!" katanya, "Tapi, coba kau pikir, tubuh yang pendek dan gemuk
berubah menjadi tinggi kurus hanya dalam waktu tiga bulan saja. Lagi pula kulit tubuhku
berubah menjadi merah seperti darah, Coba bayangkan bagaimana rasanya!"
Siau Po merasa hatinya kaget bercampur bingung.
Sekali lagi Ay Cun cia menarik nafas panjang, "Untung saja aku telah lama mengikuti
Kaucu. Aku diberikan obat penentangnya, kalau tidak mungkin sekarang aku sudah
bertambah jangkung tiga kaki lagi!" katanya kemudian.
Hati Siau Po sampai berdegup-degup mendengarnya.
"Lalu bagaimana dengan kita sekarang?" tanyanya. "Bagiku, tentu tidak menjadi
persoalan kalau aku bertambah tinggi tiga kaki, Tapi lain halnya dengan engkau, kalau
kau bertambah tiga kaki lagi, aku sungguh tak berani membayangkannya!"
"Tapi, Tok Liong I Kin Wan memang sangat mujarab," kata Ay Cun cia. "Siapa yang
makan pil itu, dalam waktu satu tahun tubuhnya akan bertambah sehat dan kuat, Tapi
kalau dalam satu tahun, orang tidak makan obat penentangnya, racun itu pasti bekerja,
dan belum tentu dia menjadi jangkung, Hal itulah yang terjadi pada kakak seperguruan
Kho Cun cia, tiba-tiba saja dia menjadi pendek!"
Siau Po tertawa geli. "Kalian berdua sungguh aneh," katanya, "Ay Cun cia berubah menjadi Kho Cun cia,
sebaliknya Kho cun cia berubah menjadi Ay Cun cia. Tidakkah itu lucu dan bagus"
Dengan demikian, mudah saja bagi kalian untuk bertukar nama!"
"Tidak bisa!" sahut Ay Cun cia dengan suara keras, Dia juga menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Oh, Ay Cun cia," kata Siau Po. "Aku telah salah bicara, janganlah kau marah!"
"Kau memegang Ngo Liong Leng," kata Ay Cun cia kemudian, "Dengan demikian aku
menjadi orang sebawahanmu, Kalau kau mencaci atau menghajar aku sekali pun, aku
tak akan melakukan perlawanan Lagipula, kau juga tak bermaksud mengejek atau .
menghina kami ketika mengucapkan kata-katamu itu. Tetapi, antara aku dengan kakak
seperguruanku itu, semuanya tidak sama, Baik ilmu silat kami mau pun sifatnya, jadi
bentuk tubuh kita itu tidak dapat dijadikan bahan untuk bertukar nama!"
Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Oh, begitu." "Lima tahun yang lalu," kata Ay Cun cia, "Bersama kakakku itu, aku telah dititahkan
untuk melaksanakan sebuah tugas yang sebetulnya sulit sekali, Ketika kami berhasil
menyelesaikan tugas kami, tak mau batas waktunya sudah lewat Cepat cepat kami
pulang ke pulau dengan menumpan perahu, Ketika kami tiba, racunnya sudah bekerja.
Bukan main hebatnya derita yang kami rasakan benar-benar sulit diuraikan dengan
kata-kata! Si kho langsung menjadi kalap. Dia menghajar dan menendang tiang perahu
sehingga patah, dengan demikian perahu kami jadi terombang ambing tengah lautan,
sementara itu, tubuhku semakin hari semakin tinggi dan kurus, sedangkan tubuh
saudaraku semakin hari semakin pendek dan gemuk. Pada saat itu, timbul perasaan
bahwa kami tidak dapat hidup lebih lama lagi, Apalagi perbekalan makanan juga sudah
habis, Untungnya kami bertemu sebuah perahu yang akhirnya membantu kami dengan
memberikan makanan sehingga kami dapat pulang ke pulau Sin Liong To ini. Kau cu
menganggap kami telah bekerja dengan baik sehingga kami diberikan obat penawarnya
untuk sementara." Mendengar penuturan tosu itu, hati Siau Po menjadi dingin, pengalaman itu sungguh
hebat sekali Penuh bahaya dan maut. Kemudian dia menoleh kepada tabib Liok dan
melihat wajah orang itu menyiratkan ketegangan yang luar biasa. Hal ini membuktikan
bahwa apa yang dikatakan Ay Cun cia bukan dusta!
"Kalau begitu," ujar Siau Po kemudian "Dalam waktu satu tahun, kita harus bisa
mendapatkan Kitab Si Cap Ji Cin Keng itu! Setelah itu, kita baru pulang ke pulau
ini..." "Bicara memang mudah, tapi cara kerjanya?" tukas Ay Cun cia, "Bagus kalau kita
berhasil mendapatkan satu atau dua jilid kitab itu, sehingga kita bisa pulang dulu dan
meminta obat penawarnya kepada Kau cu...."
Siau Po berpikir dalam hati.
- Di tanganku sekarang ada tujuh jilid kitab Si Cap Ji Cin Keng, kalau tahun depan
aku memberikan satu jilid saja, apa masalahnya" -- Karena berpikiran seperti itu, hati
Siau Po merasa sedikit tenang, Kemudian dia tertawa dan berkata.
"Kalau Kau cu tidak memberikan obatnya kepada kita, mungkin yang muda akan
menjadi tua dan sebaliknya yang tua akan menjadi muda. Ya.... Aku akan menjadi
kakek berusia delapan puluh tahun dan kalian akan berubah menjadi bocah cilik,
bukankah hal itu menarik sekali?"
"Memang hal itu ada saja kemungkinannya..." jawab tabib Liok, Hatinya tidak tenang,
tentu saja dia merasa takut sekali.
"Tuan-tuan jangan khawatir," kata Siau Po. "Serahkan saja tanggung jawabnya
kepadaku, Aku jamin Kau cu akan memberikan obat penawarnya kepada kita, sekarang
kalian duduk dulu, aku ingin berbicara dengan nona Pui Ie!"
Bocah itu sudah bertemu dengan Bhok Kiam Peng. Namun dia hendak
memberitahukan hal itu kepada Pui Ie. Tapi Kho Hian segera mencegahnya.
"Hong Hu jin sudah memanggil nona Pui," katanya, "Nyonya berpesan supaya Pek
Liong Su tak perlu mengkhawatirkan apa-apa. Asal kau bekerja dengan sungguhsungguh,
di pulau ini nona Pui pasti akan mendapat banyak keuntungan!"
Mendengar kata-kata itu Siau Po terkejut setengah mati.
"Apa nona Pui tidak pergi bersama-sama kita?" tanyanya.
"Tidak," sahut tabib Liok. "Hong Hu Jin telah memanggil nona itu, demikian pula
dengan nona Bhok Kiam Peng!"
Di dalam hati Siau Po mengeluh, dia sudah mengatakan akan mengajak beberapa
orang Iainnya. Yang dimaksudkan ialah Kiam Peng dan Pui Ie, siapa sangka Hong Hu
Jin telah mencurigainya. Karena itu dia bertanya.
"Apakah Hong Hu Jin tak percaya kepadaku?"
"lni merupakan peraturan partai," Kho Hian menjelaskan "Siapa saja yang keluar
melaksanakan tugas, tidak boleh membawa keluarganya!"
Siau Po tertawa menyeringai. "Tetapi nona-nona itu bukanlah anggota keluargaku,"
katanya. "Walaupun demikian kan sama-sama saja," kata Hong Kian.
Bukan main malunya Siau Po, karena esok hari ia ingin mengajak Kiam Peng dan
Phui Ie berangkat bersamanya maka ia berkata.
"Benar, kaucu dan Hu Jin sangat lihay sekali! Bukan hanya tak mempan dengan Tok
Liong Ie Kim Wan saja, mereka juga menahan kedua nona itu agar aku dapat
dikekangnya!" Besok paginya sewaktu bangun dari tidurnya ia mendengar suara terompet dan
teriakan dari luar kamar.
"Murid dari Pek Liong Bun bersiap mengantarkan Ciang bungsu berangkat guna
mewakilkan dan bekerja pada kaucu, "Kata-kata itu disusul dengan bunyi-bunyian yang
ramai. Cepat Siau Po keluar dari kamarnya, Anggota Pek Liong Bun yang semua
menggunakan baju putih tampak menghadap sang ketua dan mereka berseru.
"Semoga Cang Bung Su memperoleh kemenangan dan keberhasilan!"
Biar bagaimana pun, Siau Po segera terbangun Lalu ia mengajak Liok dan Ay Cun
cia untuk naik perahu guna mencari keselamatan.
Ketika sampai di tepi sungai ia mendengar suara derap kaki kuda, Setelah ia
mengetahui bahwa yang menunggangnya adalah Bhok Kiam Peng dan Phui Ie hatinya
sangat girang. "Tak mungkin pikiran Hu Jin berubah untuk mengijinkan mereka ikut denganku
bertugas," gumam Siau Po dalam hati.
Keduanya tampak turun dari kuda. Kemudian mereka berkata.
"Aku ditugaskan untuk memberimu ucapan selamat jalan dari kaucu dan Hu Jin."
Dalam hati Siau Po berkata.
"Hm... ternyata hanya ingin mengucapkan selamat jalan saja."
Tetapi Phui Ie menambahkan kata-katanya lagi.
"Atas perintah Hu Jin, kami dari Cek Liong Bun dipindahkan ke Pek Liong Bun, serta
diharuskan bekerja di bawah perintah Pek Liong Su...."
Segera Siau Po melangkah Hatinya merasa kecewa.
"Oh, Phui Ie. Rupanya kau telah bermain sandiwara, Kau sedang menjalankan tugas
dari kaucu, Karena Ay Cun cia tak berhasil memperdaya aku dengan kekerasan, lalu ia
mengutus kau untuk memperdaya aku dan kau berhasil," gumam Siau Po dalam hati.
Di depan umum rupanya Siau Po tak dapat berbicara lebih leluasa, maka ia hanya
diam, Kemudian tangannya dikatupkan dan memberi hormat pada nona itu. ia lalu ingat
akan sesuatu, ia pun berbicara.
"Liok Sin Se, cepat kau pergi, dan katakan supaya ia melepaskan budak Song Ji,
yang biasa memberiku jajan. Aku hendak mengajaknya pergi bersama denganku!"
"Tapi..." sahut si tabib ragu-ragu.
"Tapi apa..?" bentak Siau Po dengan wajah gusar.
"Cepat, kau pergi dan lepaskan dia!"
"Baik, baik." Liok Sin Se segera beranjak untuk berbicara dengan anak buah di
perahu itu. Orang itu lalu secepatnya pergi sambil berlari.
Belum lama utusan itu pergi, datanglah seorang dengan menunggang kuda dengan
cepatnya, Siau Po melihat si penunggang kuda yang juga melihatnya. secepatnya si
penunggang kuda itu melompat ke atas perahu dengan lincahnya.
Si penunggang kuda memanggil namanya "Siau Po!" sambil melompat turun dari
kepala perahu dan mendekatinya. ia sangat lincah dan gesit sekali.
Bi Kin sangat kagum, Bukan terhadap lompatannya, melainkan orang yang melompat
itu. seorang anak kecil dan perempuan lagi, ia pun berseru memujinya.
Siau Po tadinya sangat khawatir kalau-kalau ia jatuh ke tangan orang-orang jahat itu.
Nona itu sangat pandai dalam ilmu silatnya tetapi ia kurang pengalaman ia lantas
memegang tangan Siong Cu dan menatap matanya.
Siau Po sangat sedih bahkan tampak matanya seperti menangis.
"Apakah ada orang yang menghinamu?" tanyanya.
"Ti... tidak-." sahut si nona dengan perlahan
Siau Po menatapnya dengan perasaan cemas terhadap wanita muda belia itu.
"Aku... Aku cuma memikirkanmu. Mereka... mereka telah... mereka telah mengurung
aku." "Nah, sudahlah, sekarang kita akan pulang," kata Siau Po.
"Di sini banyak sekali ular berbisa," katanya sambil menangis.
"Jangan takut! Tidak apa-apa," kata Siau Po meyakinkan gadis itu. Dia sangat benci
pada Non Phui Ie. Karenanya ia sampai tergigit ular dan segera ia memerintahkan para
awak kapal itu untuk berangkat.
Mendengar perintah itu awak kapal segera menarik jangkar dan di barat terdengar
bunyi petasan, Orang-orang berseru mengucapkan kata-kata.
"Semoga Pek Liong Su menang dan dapat membangun jasa besar dari kaucu!"
Angin laut membuat kapal perang itu cepat meninggalkan pulau.
Dalam perjalanan Siau Po berpikir dan berkata dalam hatinya.
"Jika saja aku tidak mengetahui Phui Ie menjadi anggota Sin Liong Kau, tentu saat ini
aku masih memikirkan dirinya, sekarang aku tak perlu lagi mengingat-ingat akan
dirinya, Tetapi ia sangat baik dan juga cantik."
Lewat beberapa hari kapal teliti sampai di Cin Hong To, maka Siau Po
memerintahkan agar kapal merapat. Tibalah rombongan Sin Liong Kau di kota Pakhia.
"Aku hendak mencoba masuk ke istana raja," kata Siau Po pada kawan-kawannya.
"Oleh karena itu, aku membutuhkan waktu yang cukup lama, agar dapat berhasil.
Kalian harus mencari tempat menyimpan kapal yang aman!" perintahnya kepada para
awak buah kapal. Kho Hian menurut dan ia lalu mencari tempat untuk menyembunyikan kapal, ia
berhasil menyewa sebuah rumah yang besar beserta koki dan pelayannya, jumlah
mereka belasan orang. Setelah mengatur anak buahnya, Siau Po pergi seorang diri.
MuIanya ia pergi ke tempat kediaman orang-orang Cian Ti Wi. Di sana terdapat
saudagar teh. Sewaktu Siau Po mengajak bicara, saudagar itu nampak ketakutan
sekali, Maka teranglah kalau di itu orang luar.
Karena itu ia lalu pergi ke Cian Kio ia pikir kalau tidak ada Ci Cian Coan tentu yang
lainnya, seperti Hoan Kong, Kho Gan Tiau, atau Cian Lau Pun. Dan ia pun tidak
didapatkannya maka Siau Po harus mondar mandir dengan tangan hampa. Akhirnya
Siau Po mencari hotel yang pernah ia singgahi, Lantas ia menaruh uang di atas meja
kasir. Melihat uang yang begitu banyak Siau Po pun diberi kamar kelas satu dan mendapat
pelayanan yang sangat baik.
Siau Po meminta kamar nomor 8 yang pernah dipakainya, Setelah pelayan berlalu
dari kamarnya Siau Po merebahkan tubuhnya. Dia menghirup secangkir teh dan ia
beristirahat dengan tenang sambil otaknya terus berpikir.
Beberapa lama kemudian setelah keadaan tenang ia mengambil pisau belatinya
untuk mengorek tembok tempat ia pernah menyimpan kitab penting. Kitab itu masih ada
dan tak kurang suatu apa pun, ia mengambil dan memasukkannya ke dalam saku. ia
lalu pergi keluar hotel untuk menuju ke istana raja.
Tiba di istana, seorang Sie Wie yang bertugas jaga menegurnya,
"Eh, kau sedang apa di sini?" tanya seorang penjaga melihat seorang anak muda
dengan pakaian yang sederhana menuju ke pintu istana.
Siau Po lalu tertawa dan berkata.
"Ah... Apakah kau tak mengenali aku lagi" Aku kan Kui Kong Kong dari istana.,.?"
Pengawal itu menatap dan dengan cepat mengenali orang yang menjadi pelayan
raja, keningnya agak berkerut sambil menatap Siau Po.
"Oh, Kui Kong Kong mana aku mengenalimu, Orang berbadan aneh seperti ini.,.!"
"ltuIah sebabnya aku tak sempat menyalin pakaian lagi, Sri Baginda memerintahkan
aku melakukan sesuatu, Aku mesti buru-buru pulang dan melaporkannya," ujar Siau Po
kemudian "Jika demikian, pastilah Kong Kong telah berhasil menjalankan tugas dengan baik
dan kau pasti akan mendapatkan hadiah yang cukup besar!" sahut Sie Wie itu.
Siau Po tertawa, ia lalu pergi masuk ke istana kerajaan. Di ruang Gi Sin Pong ia
dikerumuni Thay-kam yang girang dengan kembalinya dia.
"Kong Kong pergi lama sekali kami jadi kangen! Kami selalu berdoa agar Kong Kong
selamat dan dapat berhasil Tanpa Kong Kong segalanya jadi tak teratur!"
Siau Po tertawa dan berkata.
"Aku pun selalu ingat dengan kalian! Di Gie San Pong ini ada gadisku yang aku
belum terima. Nah ambillah ini semua untuk kalian bagi rata!"
Semua Thay-kam menjadi girang sekali Mereka berulang-ulang mengucapkan kata
terima kasih pada Siau Po.
Siau Po masuk ke kamarnya untuk mengganti pakaian. Kitab pun dibungkus dengan
rapih. Kemudian ia pergi ke Lam Si Pong, kamar baca sebelah selatan.
Sebelumnya ia minta pada pengawal untuk memberitahukan pada raja akan
kedatangannya. Kaisar Kong Hi gembira bukan main mendengar orang kepercayaannya telah tiba di
istana. "Lekas, suruh dia masuk...! Lekas... suruh dia masuk!" perintahnya pada pengawal
berulang-ulang.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siau Po cepat berangkat setelah mendapatkan laporan dari pengawal. Dia berjalan
dengan cepat dan setelah sampai di depan pintu, raja sudah menyambut
kedatangannya. "Oh, Siau Kui Cu cepat masuki Kenapa kau pergi begitu lama.,.?"
Siau Po menjatuhkan diri sambil menghormat.
"Selamat Sri baginda... Selamat!"
Raja merasa hatinya tegang, jelas maksud sebenarnya ayahnya masih hidup,
Karenanya ia m rasa sangat tegang sekaIi.
"Mari, masuk! Kau bicaranya pelan-pelan saja.."
Raja merasa terharu, hampir ia meneteskan matanya karena terharu.
Siau Po masuk ke kamar kerjanya dan segera menguncinya. Siau Po terlebih dahulu
memeriksa kamar tulis itu. Hatinya khawatir ada orang yang ikut mendengarkan
pembicaraannya itu, Kemudian ia mendekati raja dan berkata dengan pelan sekali.
"Sri Baginda, di atas Gunung Ngo Tai San hamba bertemu dengan Lo Hong Ya...."
Lo Hong Ya, tak lain orang tua dari raja.
Raja lalu menyambar tangan Siau Po.
"Jadi, benar Hu Hong berada di Ngo Tay San.,.?" tanyanya dengan suara bergetar.
"Apa... Apa kata Hu Hong.,.?"
"Hu Hong" adalah nama panggilan pada ayah raja"
Siau Po mengangguk lalu segera menceritakan perjalanannya ke Ngo Tay San
sampai ia bertemu dengan bekas kaisar di kuil itu, ia pun menceritakan tentang pendeta
dari tibet yang ingin mencelakai bekas raja itu. Namun raja masih dapat diselamatkan
dan itu berkata bantuan kedelapan belas arhat dari Siau Lim Sie.
Siau Po memang pandai berbicara, penuturannya cerita itu menjadi sangat rapih dan
menarik hati, Dengan demikian ia dapat menunjukkan jasanya terhadap kerajaan.
"Sungguh berbahaya...!" gumam raja yang tangannya penuh dengan keringat "Biar
nanti saya perintahkan satu pasukan untuk menjaga keselamatan raja," 1anjutnya.
"Jangan, raja tak menghendaki itu!" kilah Siau Po.
Setelah itu Siau Po menerangkan tentang bekas raja itu yang mengatakan bahwa
sang putra tidak ingin menjenguknya.
Mendengar perkataan Siau Po, raja itu berkata.
"Sungguh Hu Hong maha bijaksana! Dia lebih menjunjung tinggi kepentingan
pemerintahan dibanding dengan kepentingan dirinya, Tidak seperti aku." Mendadak ia
berhenti berbicara untuk menangis, Namun kemudian melanjutkan kata-kata-nya
dengan suara pelan. "Aku mesti menjenguk Hu Hong... Aku harus ke sana," katanya.
"Sabar Sri Baginda.,.!" Siau Po membujuk raja yang sedang sedih, lalu ia
memberikan Kitab pada raja itu.
"Segala urusan pemerintahan supaya berjalan dengan wajar dan jangan
menggunakan kekerasan. Lebih baik memberikan kebahagiaan pada rakyat. Apabila
rakyat menghendaki kita untuk pergi, kita harus pergi ke tempat asal kita, Dan pesan
yang lainnya, jika Sri Baginda menghendaki negara ini aman, agar jangan menaikkan
pajak. Jika pesan-pesan itu dilaksanakan dan diturut, maka hanya itu yang membuat
hati beliau merasa bangga dan bahagia."
Kaisar itu menjadi sedih mendengarkan kata-kata dari ayahandanya, Air matanya
terus menetes membasahi kitab yang ada di tangannya, ia lalu membuka bungkusan
itu, Lembar demi lembar kitab itu ia buka, pada lembaran pertama ia mendapatkan
pesan dari ayahandanya yang berbunyi.
"Buat selamanya, jangan menaikkan pajak!" Tulisan itu sangat bagus, Tulisan tangan
ayahandanya. "Hu Hong, pesanmu tak akan kulupakan," katanya sambil menangis.
Setelah dapat menenangkan hatinya, ia lalu bertanya pada Siau Po tentang keadaan
ayahandanya, sehatkah ia, sengsarakah ia. Semua pertanyaannya dijawab oleh Siau
Po, Raja mendengarkannya sambil menangis tersedu-sedu.
Mendengar kesedihan raja, Siau Po menjadi berpikir dan berkata dalam hati.
"Aku juga harus turut menangis, pasti aku akan mendapatkan hadiah besar
Mengeluarkan air mata pun aku tak membelinya!"
Dan Siau Po pun turut menangis dengan raja.
Kong Hi menangis sambil mengusap air matanya ia berkata.
"Aku teringat akan ayahku, sehingga aku menangis, tetapi mengapa engkau ikut
menangis, kenapa?" Memang raja itu menangis dengan pilu sekali, tetapi ia masih dapat menahan
tangisnya, walaupun di depan Siau Po, kacungnya, Raja merasa heran melihat Siau Po
turut menangis dengan sangat pilu.
Ia tidak tahu kalau Siau Po pandai bermain sandiwara, Anak muda itu berpura-pura
menangis agar mendapatkan hadiah dari raja.
Ditanya demikian Siau Po menjawab dengan tenang.
"Hamba melihat Tuanku sangat bersedih, hamba jadi turut bersedih, sebab, hamba
teringat pada ayah Baginda yang mengatakan bahwa hamba sangat cerdik, Beliau pun
sangat suka pada saya.." jawab Siau Po.
"Jikalau hamba tidak harus melaporkan pada raja, tentunya hamba akan lebih suka
tinggal bersama dengan ayahanda raja, untuk melayani dan melindungi ayah raja dari
gangguan orang jahat."
"Siau Kui Cu, kau baik sekali Aku akan memberimu hadiah besar."
Bukan main girangnya Siau Po, tetapi ia masih saja menangis.
"Sri Baginda baik sekali, Hamba sangat senang-walaupun tidak diberi hadiah hamba
masih senang asalkan ayah Raja dan Raja sehat Sebab, hanya itu yang dapat
membuat hati hamba senang," ujarnya sambil menangis.
Siau Po sangat pandai berbicara, ia hanya belajar sewaktu di Sin Liong To
menyanjung-nyanjung atasan.
"Aku juga khawatir kalau ayahku tidak ada yang melayaninya," kata raja.
"Bukankah kau telah mengatakan Heng Tia pendeta dari tibet itu sangat kejam dan
sembrono" itulah yang menyebabkan hatiku tidak tenang, untung ayah sangat
menyukai engkau," kata raja pada Siau Po.
Siau Po sangat kaget mendengar kata-kata raja itu.
"Oh.-.!" serunya dalam hati,
"Celaka... celaka kalau kau menugaskan aku pergi ke sana untuk merawat raja tua
bangka itu, bukankah aku akan seperti dalam penjara seumur hidup?" gumam Siau Po
dalam hati. "Nah, begini saja, kau pergi ke Ngo Tai San, di sana kau masuk menjadi biksu. Kau
dapat berdiam diri di sana dan dapat mengurus ayahku."
Bukan main kagetnya hati Siau Po mendengar perkataan dari raja itu dan belum
berhenti raja itu berbicara ia sudah menyelanya.
"Merawat ayahanda Raja itu baik, tetapi untuk menjadi biksu hamba harus
mensucikan diri hamba terlebih dahulu."
Raja itu pun tertawa. "Tetapi jadi biksu juga bukan untuk selama-lamanya," kata sang raja, "Jadi biksu
bukan untuk selama-lamanya, ayah sedang mensucikan diri. Nanti jika kau ingin
menjadi orang yang tidak suci, kau sudah mendapatkan kemerdekaan, di samping itu
pula kau dapat merawat ayahku di sana."
Maksud raja itu ialah jika ayahnya sudah wafat ia dapat kembali menjadi orang biasa
lagi. Walaupun Siau Po sangat cerdik ia tetap merasa putus asa, karena jika menolak
keinginan raja tentunya raja akan murka, bahkan mungkin raja akan memerintahkan
pengawal untuk memenggal leher-nya. Namun ia masih dapat berkata dengan nada
mengelak. "Tetapi.... Tetapi Sri Baginda... hamba tak tega meninggalkan Sri Baginda sendiri
saja..." ujarnya terbata-bata.
Kali ini Siau Po menangis dengan sungguh-sungguh, ia tak lagi menangis dengan air
mata buaya. Hati raja menjadi terharu.
"Begini saja, kau tetap menjadi biksu untuk beberapa tahun, Nanti aku akan
memerintahkan seseorang untuk memintamu kembali dan menggantikanmu, Ayahku
melarang aku menjenguknya, tetapi aku akan mengutus seseorang untuk
mengurusnya, Aku tak jadi berangkat kesana, Suatu saat nanti aku ke sana kita akan
bertemu lagi" Siau Po, ingat pesanku, kau berlaku baiklah pada ayahku Kelak jika kau
kembali aku akan memberimu pangkat yang sangat berharga padamu."
Masih saja Siau Po menangis dan raja melanjutkan perkataannya.
"Selama berada di dalam kuil kau harus dapat menggunakan waktu luangmu untuk
belajar membaca dan juga menulis, agar nanti jika aku berikan pangkat kepadamu kau
sudah dapat membaca dan menulis, Kau akan lebih mudah untuk naik pangkat.
Kelak di belakang hari aku berpangkat besar atau tidak, itu urusan belakang,
Pikirnya.Tetapi sekarang toh aku mesti menjadi biksu, Siau Po berpikir keras. Jika ia
sampai di sana akan mengelabui kaisar yang tua itu. "Aku akan mengatakan padanya
bahwa tanpa layananku raja tak akan dapat makan dan tidak enak minum. sehingga
setelah aku meninggalkannya ia menjadi kurus, Aku tahu bahwa raja itu sangat
menyayangi putranya itu dan ia pasti akan menyuruhku pulang."
Setelah berpikir demikian, ia dapat mengurangi kesedihannya. Lalu Siau Po berkata
pada raja itu. "Segala titah Baginda akan hamba laksanakan Hamba tidak akan menolak segala
perintah Baginda, meskipun hamba harus binasa, jangankan untuk menjadi biksu,
menjadi telur busuk sekali pun hamba tak akan menolak, Sri Baginda boleh melegakan
hati karena hamba akan berangkat ke Ngo Tai San, untuk merawat ayah Raja dengan
sebaik-baiknya. Agar ayah Raja dapat hidup berbahagia dan panjang umur!"
Kaisar Kong Hi merasa gembira lalu tertawa dan berkata.
"Baru dua bulan kau meninggalkan kota raja kau sudah bertambah pengalaman,"
katanya memuji. "Kau juga dapat menggunakan pepatah, Eh, mengapa kau berdiam begitu lama di
Ngo Tay San, apakah kau mengalami kesusahan dalam mencari Hu Hong?"
Siau Po menganggap lebih baik diam dan tak mau menceritakan pengalamannya
pada raja itu. Maka ia menjawab apa adanya.
"Ya, benar, Biksu Ceng Liang Si, juga si tua Giok Lim Lo Hoat Su, menyangkal
adanya Lo hongya di dalam kuil itu. sedangkan hamba tidak dapat dengan segera
membuka rahasia, Dan hamba menggunakan akal yaitu setiap hari hamba berziarah ke
tempat-tempat suci, Berbagai tempat suci di Ngo Tay San hampir seluruhnya hamba
ziarahi, Hampir seribu pendeta yang hamba kenal, dan jika tidak ada pendeta lhama
pasti saat ini hamba masih berada di Ngo Tay San untuk terus bersujud di berbagai kuil
itu," kata Siau Po. Siau Po menceritakan keadaan di Gunung Ngo Tai san yang menurutnya sangat
indah itu, sehingga hati raja menjadi sangat tertarik untuk berkunjungke tempat itu
sekaligus ingin menjenguk ayahandanya.
"Siau Kun Cu, sekarang kau pergilah terlebih dahulu, nanti aku akan menyusulmu
dan menjenguk ayahanda, Kita harus dapat mengajak ayahku agar mau ke sini,
Misalkan ia tak ingin kembali ke sini nanti akan aku buatkan sebuah kamar khusus
untuknya, bukankah dengan demikian sama saja?" ujar Raja itu kepada Siau Po.
"Mungkin itu sangatlah sulit," jawab Siau Po.
Kata-katanya terhenti oleh suara nyaring tetapi halus yang terdengar dari luar ruang
baca itu. "Hong Te Koko, apakah kau tidak ingin berlatih bertempur denganku?"
Dan tantangan itu disusul dengan gedoran daun pintu secara beruntun.
Mendengar suara itu raja tersenyum, karena ia mengetahui bahwa yang memanggil
itu adiknya. Hong Te Koko tadi berarti "Kakak Raja."
"Buka pintu!" perintahnya.
Siau Po menurut ia melangkah ke pintu tetapi dalam hatinya ia bertanya.
"Siapakah wanita ini" Apakah ia Kian Leng Kong Cu?"
Ia lalu membuka pintu kamar baca itu, Tetapi dari luar pintu itu telah dibuka, sehingga
daun pintu mengenai dahi Siau Po.
"Aduh!" teriak Siau Po kesakitan, sambil menahan rasa nyerinya.
Setelah pintu terbuka maka masuklah seorang nona yang memakai mantel bersulam
merah sebagian penutup wajahnya.
"Sudah lama aku menanti Hong Te Koko, mengapa engkau tak datang-datang juga.
Apakah mungkin kau takut kepadaku?" tanya nona itu pada sang raja.
Sambil memegangi dahinya yang terbentur daun pintu, Siau Po menatap si nona
yang menurutnya berusia kurang lebih empat atau lima belas tahun. Menurutnya lebih
muda darinya, si nona mukanya mirip biji kuaci dan cantik serta memiliki bibir tipis,
hingga sangat menggairahkan.
"Siapa yang takut kepadamu" Kau tahu, menurut penglihatanku sekalipun muridku
kau tak mungkin sanggup untuk mengalahkannya, apalagi aku, mana mungkin?" kata
Kaisar Kong Hi sambi tertawa.
"Eh, apakah Koko telah menerima murid, lalu siapakah itu?" tanyanya sambil melirik
pada Sia Po. "lnilah muridku! Namanya Siau Kui Cu. Ilmu silat yang dimilikinya adalah hasil
pengajaranku. Nah, nak lekas kau menghadap Kian Leng Kong Cu yang menjadi
Sukoh-mu!" Kata-kata yang belakang itu ditujukan pada Siau Po. Kata "Sukoh" itu berarti bibi
guru. "Ah, benar-benar tuan putri Kian Leng," kata Siau Po dalam hati. Memang Kian Leng
Kong berarti anak tuan Kian Ling.
Siau Po mengetahui kaisar Sun Te mempunyai enam orang putri, Di mana yang lima
telah menutup mata, Hingga sekarang hanya tinggal Kian Leng Kong Cu. Putri ini jarang
datang ke kamar baca, Siau Po tak berani melintasi keraton Cu Leng Kiong, yang
merupakan keratonnya Hong Thai Hau.
Yang tinggal di sana ibu suri dan Tuan Putri sendiri, sekarang ia sudah mengerti,
bahwa kakak beradik itu tengah bergurau, maka Siau Po mendekatinya dan
menghormat serta berkata merendah.
"Sutit memberi hormat kepada Sukoh Tay jin, Hamba mengharap semoga Sukoh
selalu dalam keadaan sehat dan berbahagia!"
Putri Kian Leng tertawa karena ada orang yang memanggilnya Sukoh, Mendadak ia
menendang dagu orang yang memanggil itu. Siau Po kaget sebab itu hadiah yang tak
terduga hingga giginya terkatup dan terasa nyeri bukan main, Siau Po menjerit dan
darah mengucur melalui mulutnya.
"Ah.... Kau..!" Raja terperanjat
Si tuan putri sebaliknya tertawa terbahak-bahak.
"Ah Koko, muridmu sangat tak ada gunanya! Aku menendang untuk mencobanya,
Ternyata dia tak dapat berkelit Karena itu, aku hanya mencoba dan pastilah ilmu silat
Koko pun sama, tak berarti!"
Siau Po sangat mendongkol hingga dalam hati ia mengupatnya, berulang kali ia tak
dapat berbuat apa-apa. Sekali pun tuan putri hendak menghukumnya ia tak berdaya.
"Bagaimana, apakah kau merasa nyeri pada lidahmu?" tanya si nona pada Siau Po.
Itulah pertanyaan yang mengejek sekali, tetapi Siau Po hanya menyeringai dan
menjawab. "Tidak apa... tidak apa!" suaranya tidak tegas karena sambil meringis kesakitan.
"Tidak apa... tidak apa!" Kian Leng Kong Cu meniru suara Siau Po.
"Cuma jiwanya baru hilang separuh lebih," ia tertawa lalu menarik tangan sang raja.
"Mari-mari, kita mengadu kepandaian!"
Tuan putri ini belajar silat sewaktu Hong Thayhou mengajarkan silat pada raja, ia
berada di sana dan tertarik ingin belajar ilmu silat, Hanya tidak berbarengan ia diajar
tidak sungguh-sungguh ia ingin mengalahkan kakak, Selain pada ibunya pun belajar
dengan beberapa guru yang terdiri dari Sie Wie, pengawal istana kerajaan ia belajar
sudah tiga tahun, tetapi baru menerima belasan jurus ilmu silat Kim Na Chiu, ia pernah
menguji kepandaiannya itu dengan beberapa Sie Wie, sengaja berpura-pura kalah.
Karenanya ia menjadi tidak puas, maka ia pergi pada raja, untuk menguji raja itu.
Raja sudah lama tidak berlatih dengan adiknya. Tangannya merasa gatal, maka
segera menyambut tantangan itu. Tak lama kemudian mereka sudah berada di luar
kamar baca, Adiknya itu lantas mengadu kepandaian
Pertarungan dilakukan dalam lima babak, Raja bertempur dengan main-main, tidak
urung ia menang empat kali, Kian Leng Kong Cu menjadi tidak puas ia lari pada ibunya,
ia meminta si ibu mencobanya, Kebetulan sang ibu sedang kurang sehat.
Namun tetap melayani juga, ia merobohkan putrinya, lalu pergi pada gurunya untuk
meminta pelajaran lebih jauh. ia memperoleh pelajaran baru, maka kembali menantang
raja. Namun raja yang repot dengan urusannya telah melupakan janjinya.
Tak ada gairah raja melayani sang adik, Berita tentang ayahnya membuat dirinya
banyak berpikir. "Sekarang aku sedang banyak urusan penting, tak dapat aku bertanding denganmu.
Kau lebih baik belajar dahulu dan baru aku akan melayanimu," kata sang raja.
Sepasang alis lentik tuan putri berdiri Dia merasa tidak puas terhadap sang raja,
kakaknya. "Kita kaum kangouw, Jika kita mengadu kepandaian, sebelum ada yang mati tak
akan ada yang pergi! Kalau kau tidak menepati janji datang tepat pada waktunya, apa
kau tidak akan ditertawakan semua orang gagah di kolong langit ini" jikalau kau tidak
datang sebaiknya kau mengaku kalah saja!"
Kata-kata putri itu menjadi kata-kata umum dalam dunia kang ouw. Dia pasti
mendapatkan dari Sie Wie, Di kalangan istana tak ada kata-kata demikian.
"Baik, baiklah aku mengaku kalah!" sahut sang raja
"Kian Keng Kong Cu, orang nomor satu dalam ilmu silat di kolong langit ini. Yang
akan dapat menghajar harimau galak dari gunung selatan dan kakinya dapat
menendang naga dari laut utara!" ujar sang raja memuji.
Kian Leng tertawa. "Yang kakinya dapat menendang kutu dari kutub utara!" katanya dan kembali kakinya
menendang Siau Po.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kali ini Siau Po dapat membaca gerakan si nona, ia memang selalu waspada, maka
dengan satu geseran tubuh ia dapat berkelit, sehingga tendangan itu mengena tempat
kosong. Tuan putri tercengang karena tendangannya itu gagal. Apabila raja jadi tidak
melayaninya Di menjadi panas hati terhadap Siau Po.
"Bagus, gurumu tak mau melayaniku, maka itu kau saja yang maju! Nah, mari kau
ikut denganku!" kata sang Putri.
Sebenarnya raja sangat menyukai anak itu, gesit dan lincah tak ingin ia membuat
kecewa. Karenanya ia lalu berkata pada Siau Po.
"Siau Po, kau pergi temani tuan putri main-main barang beberapa jurus, Besok saja
kau datang menghadap."
Baru raja menutup mutut, adiknya sudah berseru dengan mendadak, "Awas!" Dan
mendadak pula ia menyerang kepada raja menggunakan kedua tangannya, ilmu silat
yang ia gunakan ialah "Ciong Kau Ci Beng," Gong dan tambur berbunyi berbarengan
Dan sasarannya kedua pipi raja.
"Bagus!" Raja menyambut serangan itu dengan mengangkat sepasang tangannya
untuk menangkis serangan Tubuhnya digeser ke samping dan tangannya menyerang
ke punggung adiknya yang ia tolak dengan tipu silat, "Twi Cong Bong Goat," menolak
jendela memandang si putri malam.
Kian Leng Kong Cu tidak berdaya karena raja bergerak cepat luar biasa, maka
penolakannya itu membuat tubuhnya terhuyung beberapa langkah dan terus roboh
tanpa sanggup mempertahankan diri lagi.
Menyaksikan itu mau tak mau Siau Po tertawa.
Bukan main gusarnya si tuan putri.
"Thay-kam, mau mampus!" bentaknya. "Kau tertawakan apa?" Dia maju seraya
menjulurkan sebelah tangannya ketelinga Siau Po untuk memegang terus menarik,
hingga Siau Po terbentur ke luar kamar.
Siau Po dapat menangkis atau berkelit melepaskan diri asal ia mau. Namun hal itu
tidak dilakukan karena ia tahu si putri majikannya, ia khawatir menyebabkan tuan putri
itu kalap. Kian Leng Kong Cu terus saja menarik telinga Siau Po sampai keluar pada sebuah
lorong. Di luar terdapat beberapa Sie Wie dan Thay-kam. Menyaksikan kejadian itu mereka
tertawa, Hanya karena mereka takut pada Siau Po maka tertawa sambil mendekap
mulut agar tak terdengar.
"Sudah, lepaskan telinga hamba! Ke mana aka dibawa hamba turut dengan Tuan
Putri," ujar Sia Po sambil terus mengikuti.
"Kaulah si penjahat yang tak menghiraukan undang-undang negara, maka hari ini
kau telah aku tangkap, Apa kau sangka aku akan begitu muda untuk
membebaskanmu" Terlebih dahulu aku akan menotok jalan darahmu, setelah itu baru
kita berbicara!" jawab tuan putri.
Benar saja sehabis berkata, Kian Leng menotok Siau Po pada leher dan perut nya.
Karena tak mengetahui ilmu totok ia menotok sebisa-bisanya dengan menggunakan
tenaga yang cukup berat Dan tentu saja Siau Po merasa kesakitan.
"Aduh, aku terkena jalan darahku...!" teri Siau Po lantas saja tubuhnya jatuh, Mata
serta mulutnya terbuka dengan tubuh tak bergerak lagi.
Kian Leng kaget bercampur girang, lalu menendang dengan perlahan, Siau Po tak
bergerak. Tiba-tiba Kian Leng tertawa.
"Bangun!" bentaknya.
Tetapi Siau Po diam saja. Kian Leng lalu menerka, mungkin ia tel benar-benar
menotok secara kebetulan mengena jalan darahnya,
"Mari, aku akan membebaskan totokan itu" katanya, Setelah itu menendang Siau Po.
Siau Po yang berpura-pura itu lantas berpikir
"Jikalau nona ini ingin membebaskan totokannya dan tak berhasil maka ia akan
menendangku lagi." Karenanya ia lalu berteriak, "Aduh!" dan terus bangun.
"Kong Cu sungguh lihay menggunakan ilmu totok pada jalan darah, Mungkin Sri
Baginda juga tak sanggup melakukan hal ini!"
"Mh!" Tuan putri itu mengeluarkan suaranya yang dingin.
"Thay-kam cilik, kau sangat licik, dulu aku memang belajar ilmu totok, Sekarang, kau
ikut dengan ku!" katanya dingin.
Siau Po mengikutinya tanpa mengucapkan sepatah kata pun yang terlontar dari
mulutnya. Si nona yang anggun itu mengajaknya ke suatu tempat yang biasa digunakan
untuk berlatih silat dengan raja.
"Tutup pintu, agar tak ada yang melihat kita!" kata putri itu.
Siau Po tertawa dalam hati dan pikirnya.
"Kepandaian semacam ini siapa yang sudi melihat dan mempelajarinya." Namun ia
tetap menjalankan perintah putri itu.
Selagi Siau Po menutup pintu, Kian Leng mengangkat kayu lalu menyerang Siau Po.
Dan mendadak kepala Siau Po terasa nyeri bukan kepalang-nya. Sebab, ia telah dihajar
secara tiba-tiba, Tubuh Siau Po roboh tak sadarkan diri, Ketika sesaat kemudian ia
sadarkan diri matanya melihat Kian Leng tengah berdiri mengawasinya sambil tertawa.
"ToIol! siapa belajar silat maka matanya harus dapat melihat ke enam penjuru.
Telinganya pun harus mendengar kedelapan jurusan, Aku menghajar kau dengan
palangan pintu, mengapa kau tak dapat menjaga dirimu" Kalau begitu untuk apa kau
belajar silat?" "Aku.... Aku," kata Siau Po yang tak dapat bicara terus, sebab mendadak ia merasa
nyeri pula, Hal itu karena mata kiri dan hidungnya terluka terkena pukulan palang
pintu, Tampak darah mengalir ke matanya.
Kian Leng mengangkat palang pintu lalu membentak Siau Po agar bangun.
"Kalau kau laki-laki sejati, mari kita bertempur pula!" bentaknya.
Namun itu bukan tantangan belaka, Si putri melancarkan serangan mendadak
ditujukan pada bahu Siau Po.
"Aduh!" Siau Po menjerit lalu berkelip karena si tuan putri sudah meneruskan
serangannya menyerang kakinya, Melihat itu Siau Po berlompat untuk menghindari
serangan itu. Kemudian dengan cepat dirampasnya palang pintu itu dari tangan si tuan
putri. "Bagus!" kata Kian Leng seraya menarik palang pintu itu, dan diteruskan menusuk
dada Siau Po. Siau Po berkeiit ke kiri, Namun di luar dugaannya palang pintu telah melayang ke
wajah Siau Po. Seketika tubuhnya terhuyung-huyung dengan mata berkunang-kunang.
"Hay, kaulah penjahat besar dari rimba hijau!" teriak Kian Leng, "Kau harus dibunuh
habis!" Kem-bali ia menggerakkan palang pintu ditangannya.
Siau Po segera menyadari maka langsung mengelak Namun si tuan putri yang terus
melakukan serangan hanya mengenai tempat kosong, Dengan cepat Siau Po
menjatuhkan tubuh seperti tidur, untuk menghindari diri dari serangan itu, Tuan putri
itu terus saja menyerangnya, Tubuh Siau Po menggelinding, Terdengar suara teriakan si
nona karena telah menghajar lantai dengan palang pintu itu.
"Aduh!" si Tuan putri terpekik karena tenaga yang digunakan untuk menyerang Siau
Po ternyata memukul lantai dan berbalik Tangan si Tuan putri terasa nyeri dan hampir
patah. Kakinya kembali menendang telak pinggang Siau Po.
"Aduh!" teriak Siau Po ketika tendangan itu mendarat telak di pinggangnya.
"Menyerah.,.! Menyerah, hamba tak mau bertempur lebih jauh.,.!"
Namun Tuan putri itu terus menyerang berulang-ulang sedangkan mulutnya
berteriak. "Thay-kam, apakah kau mau mati" Aku hendak menghajarmu dan kau berani
berteriak.,.!" Memang Siau Po berkelit terus-terusan, sebab jika tidak, palang pintu itu sudah
menghajarnya habis-habisan.
Kali ini Tuan putri menyerang lagi. Siau Po terkena serangan itu pada leher dan
bahunya, Mulutnya meringis merasakan kesakitan
Tuan putri sudah tampak kehabisan tenaga, tetapi hawa amarahnya belum juga reda.
ia hendak mengulangi serangannya, Melihat kemarahan lawannya Siau Po cepat
melompat bangun. Ketika palang pintu itu hampir mengenai mukanya dia cepat
menangkis dengan tangan kirinya.
"Aduh!" Siau Po menjerit kesakitan karena tangannya terbentur palang pintu itu. Kali
ini hatinya mulai sadar, ternyata si Tuan putri tidak mau berhenti menghajarnya.
"Tentu ada maksud dari si Tuan putri ini. pasti ia tidak sedang main-main. Kenapa ia
akan menghajar mati diriku" Tidak salah lagi, dia tentu telah menerima perintah dari
Tay Hou yang menghendaki nyawaku..!" gumam Siau Po dalam hati.
Karena memikirkan hal yang demikian, Siau Po tidak ingin mengalah terus, Dia
melihat palang pintu itu telah menyerangnya kembali Kali ini sambil berkelit ia
menyerang lawannya dengan langkah sambil menjerit Dengan cepat Siau Po
menendangkan kakinya membuat putri itu roboh.
"Hay, Thay-kam mau mampus kau" Berani benar kau melawanku!" teriak Tuan putri
kian marah. Siau Po tidak menjawab ia terus merampas palang pintu itu untuk digunakan
menghajar kepala Tuan putri.
Kian Leng Kong Cu kaget dengan mata terbelalak lebar Tampak dari sinar matanya
menampakkan ketakutan Melihat wajah Tuan putri, Siau Po terkejut ia lalu berpikir.
"Di sini aku tak dapat menghajarnya, Kecuali aku menghajarnya sampai mati dan
tidak terdapat bukti, tidak seperti ini. Hh... sangat berbahaya bagi diriku."
Mendapatkan pikiran begitu Siau Po berhenti menyerang.
Setelah hilang kagetnya Tuan putri itu mengawasi dengan tajam.
"Thay-kam, apakah kau ingin mampus" Lekas bantu aku bangun!"
Siau Po berpikir cepat lalu mengulurkan tangannya untuk membantu Tuan Putri itu
bangun. "Kalaupun ia akan mematikan aku, itu bukanlah hal yang mudah," pikir Siau Po.
"Dalam ilmu silat kau tak dapat melawan aku, Barusan aku terpeleset jatuh, Dan tadi
kau telah mengaku kalah, kau sampai menjerit menyerah, Mengapa sekarang kau
melawan" Kau kan laki-laki, mengapa tidak memakai aturan golongan kang ouw.,.?"
Siau Po mengawasi putri itu yang tampak manja, ia pun mengusap darah yang
mengalir di dahinya. Si Putri berbalik mengawasi, lalu ia tertawa,
"Kau sudah kalah, mahluk tak berguna.... Mari aku susuti darahmu!" Tuan Putri
mengeluarkan saputangan putih dari sakunya, Lalu mendekati Siau Po dan mengusap
darah yang mengalir di muka Siau Po.
Siau Po mundur satu langkah.
"Jangan, hamba tak berani menerima itu!" katanya.
"Kita sama-sama orang kangouw sejati Sudah seharusnya kita sama merasakan
Rejeki kita sama-sama rasakan, sengsara kita sama menderita!" kata sang putri pada
Siau Po. Keduanya sangat dekat sekali, dengan demikian hidung Siau Po dapat mencium
wangi harum dari tubuh putri itu, Siau Po pun dapat melihat wajah tuan putri yang
sangat cantik dan halus itu.
"Sebenarnya Tuan putri itu sangat cantik," pikirnya.
"Kau berbalik, aku akan melihat belakang kepalamu!" kata si Nona.
Siau Po menurut dan segera memutar tubuhnya, sedang dalam hati ia berkata.
"Tadi aku salah sangka, Aku menyangka jelek terhadapnya, Sekarang, ternyata
benar-benar ia sedang bergurau! Dia hanya tidak mengenal batas, Dia menggunakan
tenaga berlebihan...."
"Aduh...." Kemudian ia menjerit, ia merasakan tangan Tuan Putri telah mengenai
lukanya. Kian Leng Kong Cu tertawa.
"Apakah lukamu itu telah mendatangkan rasa sakit.?" tanyanya
"Tidak seberapa," jawab Siau Po lalu mendadak ia menjerit, Tubuhnya tiba-tiba
roboh. kakinya terikat. Kiranya di luar dugaan Kian Leng mengambil pisau belati Siau Po selanjutnya
digunakan untuk menikam punggung dan paha.
"Sakitkah.,." Bukankah kau mengatakan lukamu itu tidak seberapa dan aku telah
menambahkan untuk beberapa kali lagi.?"
Siau Po kaget sekali, "Mati aku...!"
Walaupun tak terlalu parah luka pada tubuh Siau Po ia merasakan sakit yang bukan
main. sedangkan untuk melawan ia tak berani, Kali ini pun ia merasa sakit bukan
kepalang, Setelah itu ia merasa lemas sekali karena sudah banyak darah yang keluar.
"Apakah sekarang kau merasakan sakit.,.?" tanya Si Tuan Putri.
"Sangat nyeri! Kung Cu lihay sekali, Hamba bukan lawan Kong Cu.,.! Kalau jadi
orang gagah, menghadapi orang tak berdaya harus mengampuni-nya.,.!"
"Asal kau bergerak aku akan membuhuhmu...!" bentak Tuan Putri.
"Hamba tak akan bergerak," jawab Siau Po sambil merintih, sebab ia diduduki oleh
Tuan Putri tepat pada lukanya.
Selagi Siau Po diam saja putri itu mengambil ikat pinggang lalu mengikat kaki Siau
Po dengan pinggangnya, hingga terbelenggu kedua kakinya.
"Kaulah orang tawananku, Sekarang, mari kita mencoba melatih semacam ilmu silat
baru, Nama-nya Cukat Liang Cit Kim Beng Hek.,.," kata si Putri sambil tertawa.
Siau Po mengetahuinya bahwa itu hanya sebuah lakon sandiwara yang biasa
dipertunjukkan "Ya... ya, cukat liang menawan Beng Hek dengan tujuh kali menahan dan tujuh kali
melepaskannya. Namun tidak demikian dengan Kong Cu. Kong Cu hanya menawan
saya sekali dan melepaskannya hanya sekali, Dan jika Kong Cu membebaskan hamba
maka hamba tak mungkin dapat melawan Kong Cu. Sebab, Kong Cu lebih pandai dan
lebih lihay dari hamba...."
"Tidak, Tidak dapat!" kata sang putri sambil tertawa.
"Cukat Liang juga menggunakan api untuk membakar pasukan musuh yang
menggunakan pakaian seragam dengan tilitan rotan!"
Siau Po kaget sekali. "Tapi.,., tapi hamba tidak menggunakan pakaian lilitan rotan," tukasnya.
"Kalau begitu sama saja jika aku membakar bajumu," sahutnya.
"Tidak.... Tidak dapat, Kong Cu!"
"Tidak dapat apa, jika Cukat Liang mau membakar, dia lalu membakar pasukan rotan
itu tidak banyak bicara," bentak Tuan Putri.
"Cukat Liang tidak membakar mati Beng Hek. Jika Kong Cu membakar hamba berarti
Kong Cu bukan Cukat Liang, tetapi Cu Coh!" kata Siau Po.
Kong Cu tidak menghiraukan ucapan Siau Po. Dia lalu mengambil baju yang
dipakainya. Tetapi setelah membakarnya tiba-tiba ia melihat kuncir pada rambut Siau
Po, ia lalu membakar kuncir itu.
Siau Po kaget, karena ujung kuncirnya sudah terbakar Siau Po berteriak minta
tolong. "ToIong.... Tolong..., Cu Coh membakar Cukat Liang!"
Tetapi Tuan Putri sebaliknya malah tertawa.
"Api telah menyala... inilah obor! Bagus... bagus....
Api menyala dengan cepatnya dan hampir mengenai tangan Tuan Putri. Karena itu ia
lalu melepaskan pegangannya, Siau Po kelabakan lalu melompat dengan sekuat
tenaganya dan menubruk dada Tuan Putri.
Repot juga Kian Leng Kong Cu memadamkan api yang menyala pada dadanya
karena ketika ditubruk ia tidak sempat mengelak Saking kesalnya ia menendang Siau
Po hingga pingsan. Ketika siuman Siau Po telah berada di atas pembaringan dalam keadaan tak
mengenakan baju. Dia mendapati Tuan Putri tengah memegang bubuk garam.
"Hai, kau tengah membuat apa?" tanyanya, "Para Sie Wie mengatakan padaku, jika
mendapatkan seorang musuh yang tidak mau mengaku maka para Sie Wie
memberikan garam pada luka-nya. Maka nanti musuh akan mengaku, Karena bubuk
garam bila ditaburkan pada luka rasanya sangatlah perih."
Siau Po memang merasakan lukanya sangatlah pedih.
"Tolong,.,! Tolong.,., aku mengaku!" jerit Siau Po.
Tuan Putri tertawa secara terbahak-bahak.
"Hai kantong nasi!" bentak si Putri "Kau begit cepat mengaku."
Bagian 42 "Bagiku hal itu kurang menarik.... Sekarang seharusnya kau mengatakan aku
sekarang telah jatuh ke tanganmu Terserah padamu mau diapakan diriku ini, Lalu aku
mengatakan, aku bukannya orang gagah. Aku menyayat-nyayat tubuhmu dan
memberikan bubuk garam itu pada luka itu, kau memohon ampun berulang-ulang. itu
barulah menarik,,.!" kata si Putri.
"Celaka, perempuan bau! Ya, aku bukanlah orang gagah dan aku mengaku kalah!"
seru Siau Po ketakutan Kian Leng menghela napas, ia hendak me buang garam itu tetapi segera dibatalkan
Lalu memberikan garam itu pada tubuh Siau Po. Sambil tertawa ia berkata,
"Akulah ketua dari Partai Kian Peng Pay yang kepandaiannya nomor satu di dunia,
sekarang kau menjadi tawananku, manusia yang tak berguna dan tak ada arti.,.!"
"Yah, aku penjahat yang tak berguna, dan sekarang aku ditawan Ketua partai Kian
Peng Pay yang ilmu silatnya nomor satu di dunia, Bagianku sekarang hanya satu...
mati, tetapi aku mengaku kalah," keluhnya.
Senang hati Tuan Putri mendengar kata-kata itu dan berkata. "Bagus kalau begitu!"
Di dalam hati Siau Po mengumpat Tuan Putri, Dia menerka-nerka tuan putri itu
sedang bergurau atau sedang menjalankan tugas dari ibu suri yang menyuruh untuk
membunuhnya.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Walau bagaimanapun aku harus mencari akal, agar dapat meloloskan diri," pikir
Siau Po. "Aku tidak puas dengan kau, kalau memang benar kau sebagai ketua dari partai itu,
bebaskan aku dan nanti kita akan bertempur sampai mati, jika aku mati aku akan
menggodamu dan berusaha menghisap darahmu!"
Kong Cu sangat takut pada setan, maka ia sangat kaget sekali. "Untuk apa aku
membunuhmu.,.?" tanyanya kaget.
"Kalau demikian, cepat kau bebaskan aku.,.!" jawab Siau Po.
Kian Leng mengambil lilin, Lalu digunakannya untuk membakar wajah Siau Po. Siau
Po kaget lalu mendorong tubuhnya menyerang Tuan Putri, Lilin yang ada di tangannya
pun jatuh dan mati. Hal itu membuat Tuan Putri murka, Gadis itu lalu mengambil kayu dan menghajar
tubuh Siau Po. Dalam menghadapi hal itu Siau Po mendapat akal, Lalu pura- pura mati, Hal itu
membuat Tua Putri terkejut dan takut, Namun kepura-puraan Siau Po tercium, Tuan
Putri segera membentaknya agar bangun dan jika mau bangun ia akan mencongkel
matanya. Siau Po takut kalau-kalau ancaman Tuan Putr benar, sebab ia tahu tabiat putri raja
ini aneh sekali. Siau Po mengadakan perlawanannya, Dia membanting tubuh Putri yang lalu
pingsan, Setelah it Siau Po membuka tali yang mengikat kedua kakinya. Namun secara
tidak disengaja kakinya menendang jalan darah si nona, Maka Tuan Putri sadar dari
pingsannya, Lalu Siau Po segera menghajarnya. Anehnya setiap kali Siau Po
menghajar lebih keras ia semakin tertawa.
Bukan main herannya Siau Po melihat tingkah wanita cantik itu. Karena takut ditipu
lagi Siau Po menginjak dada Kian Leng, Tuan Putri itu tetap berusaha melepaskan diri
dari ancaman ttu. Namun tetap saja ia mengalami kegagalan.
Kian Leng lalu meratap agar Siau Po mau membebaskan dirinya, Siau Po terus
memaki Tuan Putri, Setelah sadar ia lalu membebaskannya.
Setelah dibebaskan Kian Leng berkata sambil tertawa.
"Hey, besok siang kau harus datang ke mari untuk bermain denganku!"
"Tidak, aku tak ingin main lagi denganmu!" jawab Siau Po.
"Jika kau tak datang, aku akan mengadukan pada raja.,, bahwa kau telah
menganiaya aku.,.," ancam Tuan Putri Kian Leng itu.
Siau Po berpikir Kemudian memutuskan untuk menyanggupi keinginan Kian Leng
dan sehabis berkata begitu Kian Leng lalu mendekati Siau Po dan menciumnya, Lalu ia
pun pergi. Keesokan paginya Siau Po menghadap pada raja, Sang Raja terkejut melihat muka
Siau Po babak belur, Juga pada rambut dan alis matanya terlihat habis terbakar.
Namun raja sangatlah cerdas karena ia segera dapat menerka penyebabnya.
"Bukankah kau habis dihajar Kong Cu?" tanyanya kemudian.
"Guru, muridmu membuatmu malu, Muridmu harus merebut kembali muka yang
terang ini dengan lebih banyak belajar!" jawab Siau Po.
Mendengar jawaban Siau Po hati raja sangatlah girang, Sebab sebelumnya raja
beranggapan kalau kedatangan Siau Po akan menuntut keadilan Jika itu benar, sulit
bagi dirinya menghukum adik sendiri.
"Kau baik sekali, kau harus kuberi hadiah besar...!"
Siau Po menjawab dengan cepat
"Suhu, kau tak menegur hamba. Hamba sudah sangat bersyukur, maka itu janganlah
Tuanku menghadiahkan apa pun pada hamba!" jawabnya.
"Paling baik suhu mengajarkan pada hamb ilmu silat, agar nanti jika hamba
menghadapi musuh tidak membuat malu suhu dan hamba dapat menjaga diri!" katanya.
Mendengar kata-kata Siau Po dan panggila "Suhu" membuat raja menjadi tertawa,
Dia menyanggupi untuk mengajarkan pada Siau Po beberapa ilmu silat yaitu jurus Kim
Na Ciu, tangan menangkap, yang ia dapat dari ibu suri.
Beberapa jurus itu bukanlah jurus sembarangan. Akan tetapi jika dipadukan dengan
beberapa jurus dari Hong kaucu dapat menjadi ampuh. Karena cerdasnya, Siau Po
dengan cepat dapat menimba ilmu dari Sang raja yang ia panggil suhu, "Guru."
Mendapatkan pelajaran dari raja, Siau Po sangatlah senang.
"Suhu, bagi muridmu ini, Wi Siau Po dengan diangkatnya menjadi murid kepala itu
sudahlah cukup...!" kata Siau Po.
Mendengar ucapan Siau Po raja merasa gembira.
"Seorang raja tak dapat berbicara dengan main-main, Untuk itu aku mengangkatmu
menjadi muridku," ujar raja sambil menepuk tangan, Kemudian beberapa orang
berdatangan mendekati raja.
"Putar tubuhmu!" Raja berkata dan keempat orang yang dipanggil tadi memutar
tubuhnya. Kong Hi bangkit dari duduknya dan ia mengambil sebilah pisau, digunakan untuk
memotong salah seorang Sie Wie yang memiliki kuncir cukup panjang dan juga hitam
kelam. Raja cepat memotongnya.
Thay-kam yang dipotong tadi sangatlah kaget, lalu dengan cepat berlutut di hadapan
raja. "Hamba harus mati.,.! Hamba harus mati!" kata itu diucapkan berulang.
Raja tertawa melihat Sie Wie itu.
"Jangan takuti Aku beri hadiah padamu tiga puluh tail perak, dan sekarang kau pergi
keluar...!" Setelah keempat Sie Wie pergi raja lalu memberikan kuncir itu pada Siau Po.
"Tidak lama lagi kau akan menjadi biksu, Untuk itu pakailah kuncir palsu ini untukmu,
agar tak terlihat jelek di dalam istana."
Siau Po mengangguk perlahan.
"Baik Suhu, Suhu sangatlah baik sekali.,.!" ujarnya kepada sang raja.
"Aku mengangkatmu menjadi muridku, jangan sampai orang lain mengetahuinya,
Aku sangat percaya padamu, Dan bila kau melanggar janjimu aku akan mencabut ilmu
silatmu, Aku pun akan mengusirmu dari istanaku,.!" pesan gurunya pada Siau Po.
"Baik, Guru. Murid tak berani melakukan itu.,.!" sahut Siau Po,
Raja memberikan pesan tersebut pada Siau Po, karena setiap kali ia berlatih dengan
Siau Po, tak ada orang lain yang melihatnya selain dari ibu suri dan Hay Kong Kong.
Setelah terduduk, raja lalu berkata lagi.
"Aku telah menurunkan ilmu yang ada padaku, ilmu itu kudapat dari ibu suri.
sekarang ini kepandaianku sama dengan kepandaianmu juga kepandaian ayahku,
Tetapi ia masih dapat dikalahkan oleh pendeta dari Tibet itu. Untung ayahku di
tolong.... sekarang kau pergi berobat dan beristirahat, Besok kau kembali lagi menghadapku.,.!"
Siau Po lalu pergi meninggalkan istana dan kembali ke kamarnya, Dia lalu pergi
memang tabib istana untuk mengobati luka-lukanya. Setelah mendapatkan jawaban
dari tabib itu ia lalu tertidur Dan bangun dari tidur ia lalu pergi memenuhi janjinya
dengan Kong Cu untuk bermain-main.
Sewaktu ia pergi untuk menemui Kong Cu hatinya mulai dijalari rasa takut dan rasa
senang, Takut kalau-kalau ia dihajar habis-habisan. Dan senangnya jika dapat bertemu
dengan putri yang cantik dan manis itu.
Ketika Siau Po mengunci pintu, ia mendengar teriakan Kian Leng yang sudah siap
untuk menyerangnya, Mengetahui hal itu Siau Po menerima serangan yang dilakukan
secara mendadak itu. Siau Po menggeser tubuhnya dan kaki serta lengannya cepat
menyambut serangan itu. Dia berhasil menyambar leher si gadis dan langsung
menekan ke bawah. Menerima itu semua Kong Cu hanya tertawa-tawa.
"Oh, Thay-kam apakah kau ingin mati.,.?" katanya nyaring.
"Apakah kau ingin mati, dan bagaimana mungkin hari ini kau dapat menahan
seranganku?" Siau Po lalu memegang tangan kiri Tuan putri dan berusaha membuat tak berdaya.
"Bagaimana" Jika kau tak mau memanggilku kakak yang baik aku akan membuat
tanganmu menjadi patah!."
"Fui, budak, apa kau mau mampus?" dampratnya.
Siau Po memutar tangan Kian Leng sambil berkata.
"Jika kau tak memanggilku kakak yang baik aku akan membuat tanganmu patah...!"
Mendapat ancaman itu sang putri malah tertawa. Hal ini membuat ia menjadi gusar
juga, Akhir-nya karena sang Putri yang sangat nakal itu tetap tidak mau menuruti
katakata Siau Po pun menghajarnya berulang-ulang kali sampai dirinya tak sanggup untuk
berdiri. Ketika Siau Po berhenti memukulnya, Kian Leng berkata dengan tersengal-sengal.
"Baik, cukup sudah! sekarang giliranku untuk menghajarmu!"
Siau Po menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku tak ingin dihajar olehmu! Kalau aku
sampai dihajar olehmu mungkin aku akan mati...!" Kian Leng terus saja memohon pada
Siau Po. Dan tetap Siau Po tidak mau untuk bergantian memukul Hingga akhirnya Kian
Leng berkata. "Kakak yang baik, berilah waktu guna menghajarmu Sekali saja aku berjanji tak akan
melukaimu!" Sambil berkata, ia memegang kaki Siau Po. Suara itu sangat merdu sekali,
membuat hat Siau Po goncang, Ketika hendak menjawab tiba tiba Kian Leng berkata
lagi, "Kakak yang baik, kau lihat tubuhku yang penuh dengan darah. Melihat itu hatiku
sangat senang...!" "Lepaskan kakiku...!" kata Siau Po sambil menendang Kian Leng,
"Cepat kau lepaskan, Aku akan pergi dengan hidup bersamamu pada suatu hari aku
akan binasa ditanganmu...!"
"Jadi kau tak sudi main-main denganku?" kata Kian Leng.
"ltu berbahaya, setiap waktu nyawaku bisa melayang!"
"Baiklah kalau begitu tolong papah aku, kau telah menghajarku sampai-sampai tak
dapat ber-jalan...."
"Tidak, aku tak mau mengganggu," tolak Siau Po.
Kian Leng berusaha berdiri dengan berpegangan pada tembok, Lalu ia terpeleset.
Melihat Kian Leng terpeleset, Siau Po langsung menangkapnya, Dan menahannya
agar Kian Leng tidak jatuh, Akhirnya Kian Leng memohon pada Siau Po agar
memanggilkan dayang-dayangnya, Mendengar permintaan Kian Leng, Siau Po lalu
berpikir dan berkata dalam hati.
"Jika ia memanggil thay-kam tentulah ibu suri akan mengetahuinya dan nanti dia
akan mencari tahu siapa penyebab semua ini. Aku nanti bisa dihajar oleh ibu suri itu.
Maka lebih baik aku yang mengantarkan ia ke kamarnya.,.!"
Ketika mengantarkan Kian Leng, Siau Po ingat pada ibu suri yang tabiatnya sangat
jahat Maka iapun menjadi takut Apa lagi setelah melewati lorong dekat kamar ibu suri,
Namun tiba-tiba dia dikagetkan oleh Kian Leng yang ingin menggigit telinganya.
"Jangan, jika kau menggigit telingaku kau tak akan datang lagi padamu untuk
selama-lamanya. Ingat, aku tak akan tarik kata- kataku itu!"
Sebenarnya Kian Leng ingin menggigit telinganya, setelah mendengar ancaman itu
ia membatalkan keinginannya.
Sesampainya di kamar Kian Leng, segera Siau Po hendak berlalu, akan tetapi
ditahan oleh Kian Leng. "Mari masuk! Aku akan memperlihatkan padamu sesuatu mainan!"
Di dalam kamar telah terdapat empat orang dayang, Siau Po menanti di luar dan ia
tak berani berlaku sembarangan.
Kian Leng menarik tangan Siau Po dan dua orang dayang turut masuk guna
menyiapkan sapu-tangan hangat untuk membasuh muka, Kian Leng mengambil
saputangan itu dan diberikannya pada Siau Po, Siau Po lalu segera membersihkan
mukanya. Melihat hal itu para dayang tercengang. Tuan Putri memperlakukan thay-kam yang
satu ini demikian sabarnya, Hingga sangatlah berbeda jika ia mengurus ibu surinya,
Kian Leng memperhatikan kedua dayangnya itu.
"Apakah ada yang menarik untuk ditonton?" tanyanya,
Kedua dayangnya itu kaget dan mereka ingin cepat pergi, tapi terlambat sebab
tangan Tuan Putri sudah lebih dulu menyambar muka dayangnya itu. Tentu saja si
dayang jadi kelabakan karena matanya mengeluarkan darah segar.
Menyaksikan hal itu Kian Leng tertawa dan berkata.
"Lihat kawanan budak itu! Mereka hanya bisa menjerit! Maka itu mana ada
kegembiraanmu berkumpul dengan mereka...?"
Menyaksikan hal itu Siau Po mengumpat dalam hatinya.
"Maaf, Sri Baginda memerintahkan aku untuk melakukan sesuatu pekerjaan Dan aku
harus secepatnya pergi dari sini!" kata Siau Po.
"Ah, buat apa terburu-buru?" kata si Putri sambil ia mengunci pintu.
Hati Siau Po berdebar-debar. ia menduga-duga apa yang akan Tuan Putri lakukan
atas dirinya. "Aku menjadi majikan di sini sudah lima belas tahun, Selalu orang melayaniku, itu
yang membuat hatiku sangat tak enak untuk itu. Aku ingin kita menukar tempat kau jadi
majikan dan aku menjadi budak...."
"Kau menolak" Awas kalau kau tak menerimanya aku akan berteriak Akan aku
laporkan pada raja, bahwa aku telah berbuat tak sopan kepadaku dan kau telah
menghajar aku hingga aku tak dapat bergerak...!" sambil berkata begitu Kian Leng lalu
berteriak Hal itu membuat Siau Po menjadi kelabakan.
Mereka berada dalam kamar putri raja, Dan kalau Kian Leng berteriak pasti ada
orang yang masuk, Berbeda dengan tempat mereka berlatih silat, Di tempat itu sangat
sepi, tidak seperti di sini yang selalu dekat dengan para dayang dan para Thay-kam.
Kian Leng tersenyum. "Hai, orang hina dina! Aku berbicara denganmu kau tak menerimanya, itu yang
namanya orang yang tak mau diberi rejeki!" katanya.
"Kaulah yang hina dina itu!" balas Siau Po dalam hati. ia sangat heran sudah menjadi
putri malah ingin menjadi budak.
Kian Leng lalu duduk bersimpuh dengan sangat hormat terhadap Siau Po.
"Tuan, apakah hendak beristirahat baiklah, hamba nanti akan membantu Tuan
membukakan pakaian...!"
"Aku tak ingin tidur, lebih baik kau memijatku dengan perlahan!" kata Siau Po sambil
bersikap angkuh. "Baiklah," Kian Leng lalu mengangkat kaki Siau Po dan diletakkan pada pahanya ia
kemudian mulai memijat Siau Po secara perlahan-lahan.
Kian Leng dalam memijat sangat berlaku hati-hati hingga ia tak menyentuh luka yang
ada pada tubuh Siau Po. "Kau pandai bekerja, budak. Kau baik sekali dalam merawatku.,.!" kata Siau Po yang
lalu ingin mencubit pipi Kian Leng.
Kian Leng merasakan kepuasan diperlakukan seperti itu.
"Tuan sangat pandai memujiku, Tuan silahkan rebah di pembaringan hambamu
hendak mengurut punggung Tuan!" ujar Kian Peng sambil ia membuka sepatu dan kaus
kaki Siau Po. Siau Po menuruti, senang ia diuruti si cantik, putri istana itu. Namun dalam hatinya
Siau Po masih terus bertanya-tanya dan menerka.
"lni hanyalah sandiwara, dan ia masih tak mau melepaskan aku.,.."
Sementara itu Siau Po tiduran di atas pembaringan, Hidungnya mencium bau
wewangian dari tempat tidur itu. Hingga ia berpikir pula,
"Si wanita ini hidup begitu mewah dalam istana. Berbeda dengan di tempat-tempat
pelesiran, meskipun kamar nomor satu tak mungkin indah dan sebagus ini.!"
Tengah merasakan nikmatnya dipijat wanita cantik itu tiba-tiba terdengar suara
berisik dari luar kamar Tuan Putri, Hong Tay Hau datang.
Kian Leng dan Siau Po sangatlah kaget lalu ia berkata pada Siau Po dengan suara
bergetar. "Sudah tak keburu, Sudah kau diam saja di sini dan gunakan selimutku itu!"
Siau Po menurut saja dan ia lalu menutupi tubuh dengan kain selimutnya.
Kian Leng lalu menutup kelambu itu, lalu membuka pintu, ibu suri itu lalu masuk.
"Siang-siang kau menutup pintu, Buat apa-kah.-.?" tanyanya bernada curiga.
"Aku sangatlah ngantuk, dan hari ini tampaknya Thai Hou sehat-sehat saja.,.!" sahut
si putri sambil tertawa. "Hari ini kau main apa saja, dan mengapa mukamu begitu pucat..?" tanya ibu suri
penuh selidik. Kian Leng memang terlihat pucat ia lalu berkata.
"Seperti yang kukatakan, hari ini aku sangatlah mengantuk.-.!"
Thai Hau tertunduk, lantas ia dapat melihat sepatu Siau Po yang terdapat pada
pembaringan. Hatinya heran melihat kelambu bergerak-gerak maka timbullah kecurigaannya.
"Kalian semua keIuar...!" perintahnya pada para dayang dan thay-kam.
"Dan kau cepat tutup pintunya dan palang.-.!" katanya pada Kian Leng.
Kian Leng tertawa. "Ah, ibu juga mau main apa.,.?" tanyanya setelah ia menutup pintu itu, Kemudian
Kian Leng mendekati ibu suri dan mengikuti arah matanya memandang, ia pun kaget
setelah diketahui bahwa ibunya melihat sepatu Maharani di depan pembaringannya.
"Ah, Ibu! justru aku sedang memikirkan seandainya saja aku memakai pakaian lakilaki
aku terlihat tampan atau tidak dan itu akan aku perlihatkan pada ibu...!" ujarnya
berkilat. Tay Hou menjawab perkataan Kian Leng dengan dingin.
"ltu tergantung pada anak yang ada pada pembaringan itu, dia tampan atau tidak.,.!"
Selesai berkata ibu suri mendekati pembaringan putrinya.
"Tay Hou, bersamanya aku hanya bergurau!" kata Kian Leng bingung.
Belum habis putrinya berbicara, dengan satu kibasan tangan ibu suri membuat Kian
Leng terjatuh. Setelah itu ia menyingkap kelambu dan menarik selimut yang menutupi
tubuh Siau Po. Lalu Thay hou memekik kaget itu membuat Siau Po terbangun.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siau Po berpaling ke arah pembaringan. Dia tak berani memandang mata ibu suri,
Tubuhnya bergetar. "Tay Hou dialah thay-kam cilik yang paling disayang oleh kakak raja!" kata Kian
Leng. Ibu suri menyadari bahwa putrinya itu sudah mulai dewasa dan membutuhkan napsu
birahi, sehingga ia menyembunyikan pria dalam kamarnya, Syukurlah pria itu masih
kecil. Tentu hubungan itu tidak mempunyai arti, Dan ibu suri memegang tangan Siau Po
dan memutar tubuhnya hingga Siau Po berhadapan padanya.
Siau Po lalu ditampar oleh ibu suri dengan kerasnya muka kanan dan kiri sambil
membentak dengan bengis. "Lekas pergi, jika suatu hari aku melihat kau dengan putriku aku akan
menghajarmu...!" Mendadak saja ibu suri menghentikan ancamannya sebab ia mengenali wajah anak
itu, hingga lantas ia menegur.
"Oh, kiranya kau...!" ujarnya perlahan.
"Bukan aku...!" kata Siau Po sambil melengos dan ia menjawab sejadi-jadinya.
"Ada jalan ke surga kau tidak ambil, justru kau mengambil jalan ke neraka yang tak
ada pintunya, Kau berlaku tak pantas terhadap tuanmu, maka hari ini jangan
persalahkan dan sesalkan aku!" kata ibu suri itu.
Kian Leng bingung sekali ia lalu berkata.
"Jangan kau persalahkan dia! AkuIah yang menghendaki ia tidur di sini...!"
Tay Hou tidak menggubris putrinya, Hanya dengan tangan kirinya dia mengusapusap
kepala Siau Po. sementara tangan kanannya diangkat tinggi bersiap untuk
menghajar dengan keras. Siau Po kaget dan bingung sekali, ia tahu bagiannya adalah hanya mati, Akan tetapi
ia ingat tipu silat ajaran Hong kaucu. "Tek Ceng Hau ki" Siau Po menundukkan muka
cepat ia meraba dada ibu suri.
Melihat itu Tay Hou merasa kaget dan segera ia menarik cepat dadanya.
Lalu Siau Po mengulurkan kakinya untuk menjejak dan tubuhnya jungkir balik, Dalam
beberapa detik ia sudah duduk di atas punggung ibu suri.
Kedua tangannya digunakan untuk memegang pipi ibu suri itu dan ia mengancam
dengan keras. "Jika kau bergerak, aku akan mengorek biji matamu...!"
Menyaksikan hal demikian Kian Leng menjadi tertawa girang dan ia meminta pada
Siau Po untuk turun dari punggung ibu suri. Sebelum turun, Siau Po mencabut belatinya
untuk mengancam ibu suri Tetapi setelah ia turun dari punggung ibu suri itu terdengar
sesuatu yang terjatuh seketika ia mengenali benda yang jatuh itu, ia ingat kalau ibu
suri pernah berhubungan dengan Song Beng Gie.
Mengetahui hal itu Siau Po lalu memberitahukan bahwa dirinya adalah Peng Liong
Su yang baru, Setelah mengetahui Siau Po adalah Peng Liong Su maka ibu suri
menjadi ketakutan sekali.
Setelah itu ibu suri memerintahkan pada putrinya untuk meninggalkan mereka
berdua, Kemudian diajaknya Siau Po untuk datang ke kamarnya, agar pembicaraan
mereka tidak ada yang mendengarkan.
Siau Po atau Peng Liong Su mengikuti permintaan Tay Hou, tapi sebelumnya Siau
Po memikirkan hal itu. Di dalam kamar Siau Po dan ibu suri itu duduk berhadapan Siau Po heran, mengapa
ibu suri yang kedudukannya sangat terhormat, menjadi anggota partai Sin Liong Kau.
Sementara Tay Hou pun merasa heran melihat Siau Po yang masih muda ini
mempunyai kedudukan yang cukup terhormat itu. Hatinya merasa ragu apa benar, Siau
Po itu seorang Peng Liong Su.
Karena keraguan itu ibu suri menjadi sangsi, dan murkanya mulai datang, itu terlihat
dari sorot matanya tajam Melihat kenyataan itu Siau Po sudah dapat mengetahuinya. Dengan cepat ia
meyakinkan ibu suri dengan berkata.
"Kau tahu tipu silat yang tadi kuperlihatkan padamu" ilmu itu kudapat dari kaucu."
Ditanya seperti itu Tay Hou menjadi kaget Dalam hati ia berkata.
"Memang aneh cara ia bergerak dan itu aku tidak memilikinya...!"
"Mungkin kaucu yang mengajarkannya padamu," tanyanya dengan suara bergetar.
"Ya, kaucu sendiri yang mengajarkan itu padaku, Kaucu menurunkan tiga puluh
macam tipu silat yang dinamakan Kim Na Ciu atau tangan menangkap, sedangkan Hu
Jin menurunkan padaku juga tiga puluh macam tipu silat yang dinamakan Sat Ciu atau
tangan membunuh, ilmu silat yang kupelajari dari kaucu dan Hu Jin sangatlah ampuh,
jika digunakan pasti akan meminta korban! Karena aku tadi hanya menggunakan salah
satu dari ilmu yang diturunkan Hu Jin dan aku tidak berniat untuk membunuhmu maka
aku tak membunuhmu itu tadi yang dinamakan Hui Yen Kiong Hu."
Mendengar keterangan dari Siau Po, ibu suri itu menjadi yakin dan merasa takut
pada Siau Po. Dalam hati ia berkata.
"Hebat ilmu silat anak ini! Jika tadi ia menggunakan ilmu silat yang diturunkan kaucu
tentu nyawaku sudah melayang."
Melihat itu Siau Po lalu menyombongkan hati.
"Untung, aku tak jadi mengorek matamu, Jika aku tak menaruh kasihan padamu
mungkin aku sudah mengorek matamu...!"
Melihat bekas tamparan yang masih berbekas di muka Siau Po, ibu suri itu pun
berkata. "Hamba telah melakukan kesalahan pada Pek Liong Su. Untuk itu hamba mohon
kiranya Pek Liong memaafkan hamba dan semoga Cun Su dapat hidup berbahagia dan
panjang umur!" Siau Po tersenyum. "ltu tak menjadi soal, Tio Yam Gaot bertugas tidak bersungguh-sungguh, Kaucu dan
Hu Jin sangatlah gusar lalu ia mengutusku untuk mencari kitab itu!"
Siau Po diberi beberapa butir obat penawar racun, ia juga disuguhi arak yang
langsung ibu suri yang menyuguhinya, Sambil minum arak ia berbicara banyak dan
Siau Po menanyakan asal mulai ibu suri itu masuk menjadi anggota partai Sin Liong
Kau. Belum sempat ia menanyakan hal itu Tay Hou bertanya padanya.
"Apakah Cun Su membawa obat penawar racun untuk tahun ini?"
Siau Po lalu tertawa,. "Mana mungkin kaucu memberikan itu padaku, aku kan orang baru pada partai itu!"
kata Siau Po. Mendengar jawaban itu ibu suri menjawab.
"Dengan demikian Cun Su sangatlah pandai, Kita berdua sama- sama telah
memakan racun itu. Dan pasti Cun Su tak boleh membawanya untukku...!"
Melihat Siau Po diam saja, ibu suri menjadi gelisah, Dia lalu melaporkan mengenai
kitab itu pada Siau Po. "Cun Su, ketiga kitab itu sudah hamba serahkan pada Song Beng Gi dan Lin Yun
untuk selanjutnya diserahkan pada kaucu..."
Siau Po telah mengetahui bahwa kedua orang itu ternyata telah mati dan keduanya
tidak ada yang membawa kitab yang dimaksud,
Karena merasa kurang yakin Siau Po menanyakan lagi.
"Tadi kau katakan kitab itu sudah kau serahkan pada mereka, tetapi mengapa
sampai saat ini kaucu belum juga menerimanya" Oleh sebab itu ia lalu memerintahkan
aku untuk mencari ketiga kitab itu...!"
"Bukankah Song Beng yang menyamar sebagai dayang di istana itu.-.?" tanya Siau
Po. "Benar, dia! sebaiknya jika Cun Su kembali ke sana langsung saja tanyakan pada
mereka!" kata ibu suri.
Mendengar kata-kata itu Siau Po berkata dalam hati.
"Sekarang aku mengerti, pastilah ia menyangka kalau Song Beng dan Liu Yan telah
mati. Song Beng mati oleh bibi To dan Liu Yan mati olehku. Dengan demikian ibu suri
sudah tak mempunyai saksi lagi, Mana ia tahu kalau ketiga kitab itu sudah ada padaku,
Tetapi biarlah untuk sementara aku tak membongkar rahasia itu."
"Kau telah mendapatkan tiga buah kitab itu dan untuk itu jasamu sangat besar Kau
juga harus dapat mencari kelima kitab yang lainnya dan nanti jika kembali aku akan
menceritakan hal ini pada kaucu agar ia memberimu obat penawar racun itu," kata Siau
Po, "Tentang masalah itu sebawahan turut memikirkannya siang dan malam. Dan
dengan demikian hamba sudah dapat membalas sedikit budi baik dari kaucu!" sahut ibu
suri. "Kau sudah sangat setia pada partai dan sudah selayaknya kau dibebaskan dari
racun itu!" jawab Siau Po.
"Budi Cun Su tak mungkin sebawahan takkan mungkin dapat melupakan budi Cun
Su tersebut." Siau Po lalu menanyakan sebab hingga ibu suri menjadi anggota dari partai Sin
Liong Kau. "Aku ingin mengetahui mengapa kau juga menjadi anggota dari partai Sin Liong Kau,
Kau harus menceritakannya secara beruntun dan jangan ada yang kau sembunyikan...!"
pintanya, "Terhadap Cun Su sebawahan tak mungkin dapat menyembunyikan atau bicara yang
tak benar..!" kata Tay Hou.
Baru saja ibu suri itu akan menceritakan tentang dirinya, tiba-tiba dari luar kamar
terdengar suara. "Harap Tay Hou mengetahuinya, bahwa hamba diperintahkan oleh Baginda agar
memanggil Kui Kong Kong untuk menghadap, Sebab ada urusan yang akan
diselesaikan jadi ia harus segera menghadap."
Mendengar demikian Siau Po mengangguk pada ibu suri seraya berkata secara
perlahan-lahan. "Baik, kau jangan khawatir! Di lain waktu aku akan menanyakan sesuatu kepadamu!"
Selesai berkata demikian ibu suri berkata dengan keras.
"Sri Baginda memerintahkan kau untuk menghadap, cepat kau pergi!"
Siau Po pun segera berkata dengan keras, "Baik Tay Hou, semoga Tay Hou
berbahagia...!" itu dilakukannya agar dayang-dayang itu tak mengetahui bahwa dia
adalah anggota partai Sin Liong Kau.
Sesampainya di luar kamar Siau Po sangat kaget, karena yang datang itu ternyata
pasukan khusus kerajaan dalam jumlah banyak, Hal itu membuat Siau Po menjadi
bertanda tanya dalam hati.
"Mungkinkah ada perkara yang besar di kerajaan?"
Sesampainya di sana Siau Po langsung masuk ke kamar baca.
"Syukurlah kau tak kurang suatu apa. Tadi aku merasa sangat khawatir sebab kau
dipanggil oleh ibu suri, Aku takut kau nanti disiksa si tua bangka dan hina dina
itu...." "Terima kasih atas perhatian Suhu. sebenarnya tadi hamba dipanggil oleh ibu suri.
Hamba hanya ditanyakan mengenai kepergianku ke Ngo Tay san. Dia pun menanyakan
tentang keadaan Sri Baginda, Dan kesemuanya itu tidak hamba jawab dengan benar!"
ujar Siau Po. "Bagus, jawaban kau itu pasti akan datang, Suatu hari nanti aku akan membalas
sakit hati Baginda Hu Hong serta Bu Hau! Aku khawatir kau dicelakai olehnya untuk itu
aku mengutus beberapa Sie Wie untuk memintamu, Jika ia tidak memberikan agar para
Sie Wie itu menerobos masuk. Tak apalah jika aku harus bentrok dengan si tua bangka
dan hina dina itu. Aku sangat dendam!" kata sang raja sambil menggenggam kepalan
tangannya. Melihat itu Siau Po menjadi kasihan, ia lalu berkata pada raja itu dan sambil berlutut.
"Hong Te suhu telah melepas budi begitu besar walaupun tubuh hambamu ini hancur
sukar buat membalasnya," kata Siau Po ia memanggil raja dengan sebutan "Hong te
suhu" yang artinya guru yang menjadi raja atau raja yang menjadi guru,
"Asal kau merawat baik-baik ayahanda, itu sudah merupakan balas budimu padaku!"
ujar sang raja. Dan Siau Po menyanggupinya.
Raja lalu mengambil amplop besar dan berwarna kuning, Sambil menyerahkan ia
berkata. "lni adalah kiriman hadiah dariku untuk para pendeta di wihara Siau Lim Sie. Cepat
kau pergi dan sampaikan pada mereka itu! Kau berangkat dengan mengepalai ratusan
Sie Wie istana dan dua ribu serdadu, Cepat kau pergi ke sana! sekarang pangkatmu
aku naikkan menjadi Jiau Kieng Cia Oey Kie Hu Tau Tong itu berarti kau pembesar
tingkat tinggi kedua, Aku pun mengangkat kau sebagai Boan Ciu. pasukan itu adalah
pasukan raja dan kau beserta perwira pergi ke sana..!"
"Terima kasih, Asal aku dapat sering berada dekat dengan raja, itu sudah merupakan
suatu kebahagiaan sekarang aku sudah menjadi orang Han dan siapa tahu aku nanti
menjadi orang Boan Ciu!" ujar Siau Po.
Raja segera memanggil Tou Tong yaitu seorang gubernur militer dari pasukan
bendera kuning untuk memberitahukan sebenarnya Siau Kui Cu bukan thay-kam. Dia
telah diangkat menjadi orang Boan Cu dan dikarunia pangkat Hu Tou Tong.
Gubernur Tsa Ert Cu semasa berkuasa, Go Pay sudah dijebloskan ke dalam penjara,
untunglah Go Pay gagal karena telah dibunuh oleh Siau Po. sekarang ia mendapat
panggilan dari raja, bahwa anak tersebut telah diangkat menjadi orang keduanya,
Sudah pasti ia merasa senang karena sebelumnya ia pernah diselamatkan oleh Siau
Po. Berulang kali ia memberikan selamat pada Siau Po sambil menambahkan dengan
kata-katanya. "Saudara Wie kita berdua bersaudara, Kita bakal bekerja sama dan tidak ada orang
di antara kita yang lebih istimewa. Kau justru orang muda yang gagah dan mungkin
pasukan berkuda kita akan mendapatkan nama yang baik...!"
Terhadap atasannya Siau Po merasa berterima kasih, sebab ia telah diberikan katakata
selamat. "Hanya, hal ini tak dapat diumumkan, sebab saat ini pula Siau Kui Cu harus
berangkat dan tak usah kau datang lagi ke mari untuk memohon diri padaku!" kata raja.
Siau Po lalu mengucapkan kata terima kasihnya karena ia telah dipercaya untuk
memimpin pasukan Namun ia tetap saja memikirkan ibu suri yang belum diketahui
bahwa ia masuk ke dalam partai Sin Liong Kau.
To Liong mendampingi Siau Po untuk memilih Sie Wie yang akan mereka bawa itu.
"Saudara Wie, kau hendak memilih Sie Wie yang mana" silahkan kau pilih dan jika
kau menghendaki aku untuk turut denganmu, aku siap mengikuti dan selalu
bersamamu!" Siau Po lalu tertawa. "Itulah yang membuatku tak dapat memenuhi keinginanmu jika kau ikut bersamaku
lalu siapa yang akan melindungi Baginda, Tugas itu lebih berat daripada tugas yang aku
jalankan ini. Kau tak usah memikirkan untuk ikut bersamaku!"
To Liong tertawa. "Biarlah nanti aku meminta pada raja untuk kita bertukar tempat yakni kau menjadi
kepala sedangkan aku menjadi bawahanmu, Agar nanti jika ada tugas keluar dari kota
raja, aku yang berangkat!"
Siau Po tersenyum. ia lalu mencatat nama-nama Sie Wie dan juga pasukan yang
akan ikut bersamanya, Dengan cepat pasukan- pasukan itu datang mendekat dan
sudah siap untuk berangkat.
Sementara itu kaisar sudah siap menyediakan berbagai macam hadiah untuk para
biksu dari Siau Lim Sie. Wie Siau Po seharusnya muncul dengan mengenakan pakaian pemimpin. Namun
karena ia baru saja diangkat, belum ada pakaian yang sesuai dengan dirinya.
Raja lalu memerintahkan pada tukang jahit untuk ikut serta bersama rombongan
sambil menyelesaikan pakaian Siau Po. Dan ia memerintahkan pada para tukang jahit
itu untuk tidak pulang jika belum selesai membuat pakaian Siau Po.
Sebelum berangkat ia menempatkan diri untuk singgah ke Poan Ji Ho Tong untuk
menemui Liok Ko hian, untuk memesan mereka agar jangan sembarangan pergi,
Karena untuk mencuri kitab itu.
Sewaktu ia akan pergi Siau Po mengajak Song Ji bersamanya, Dan ia meminta pada
Song Ji untuk memakai pakaian pria.
Sewaktu akan berangkat Siau Po melihat cuaca sudah gelap, Akan tetapi karena raja
memerintahkan untuk pergi, maka ia harus pergi juga, Dan sewaktu ia akan berangkat
memang cuaca sudah gelap, sehingga baru saja berangkat beberapa lie mereka harus
berhenti untuk mendirikan tenda.
Keesokan harinya, selesai bersantap, ia mengundang beberapa kepala pasukan dan
juga bawahannya. Para kepala pasukan yang diundang itu merasa heran mendapat undangan tersebut
Mereka bertanya dalam hati masing-masing, Siau Po mengajak mereka bermain judi,
Para pemimpin itu tak percaya ketika melihat Siau Po mengeluarkan dadu dan mereka
pun siap melakukan judi. Rupanya saat ini Siau Po sedang bernasib baik ia selalu menang dalam perjudian itu.
Para kepala pasukan akhirnya terkuras habis uangnya, Namun ketika mereka hendak
bubar karena uang sudah terkuras habis.
"Tunggu dulu! Kalian tahu, ini adalah untuk pertama kali aku memimpin pasukan,
Oleh karena itu semua kemenanganku ini tak akan kuambil dan tolong kalian bagikan
uang hasil kemenanganku ini.!"
Mendengar ucapan dari Siau Po kembali mereka terheran, tetapi setelah itu mereka
bergembira bersama karena uang mereka dikembalikan.
Sedang gembira-gembira, mereka dikagetkan oleh suara orang yang datang secara
tiba-tiba. Kedatangan orang-orang itu tak ada yang mengetahuinya.
Melihat kedatangan tamu yang tak diundang itu kepala pasukan memerintahkan para
Sie Wie agar menangkapnya, Hanya dengan sekali gebrakan saja mereka sudah dapat
menggagalkan serangan para Sie Wie itu.
Melihat kejadian itu para kepala pasukan terheran-heran, pada saat mereka itu


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terheran ketua dari tamu yang tak diundang itu memerintahkan pada keempat anak
buahnya untuk mengurung Siau Po.
Tamu yang tak diundang itu ternyata ingin ikut serta dalam permainan itu, tetapi
sekarang menggunakan taruhan bukan dengan uang.
"Aku hendak bertanya, Jika aku kalah aku harus membayar dengan apa dan jika aku
menang aku harus membayar dengan apa pula?" tanya Siau Po pada ketuanya.
"Mengapa ditanya lagi" Kalah pedang harus dibayar dengan pedang jika kalah
kepala harus dibayar dengan kepala.,.!" jawab sang ketua.
Pemuda yang menjadi ketua itu menyangka mendengar taruhannya mereka akan
takut, tetapi kenyataannya lain, Siau Po menyanggupi pertaruhan itu.
"Baiklah, kalah pedang harus membayar dengan pedang, kalah kepala harus
membayar dengan kepala, Karena itu siapa yang kalah ia celaka dan siapa yang
menang ia akan senang, Nah, untuk itu mulailah kau yang melemparkan dadu itu!" kata
Siau Po mantap. Musuhnya tercengang, ternyata anak sekecil itu sudah mempunyai nyali yang besar.
Si ketua tamu itu lantas berbisik.
"Jangan di luar jikalau nanti kita menang dikhawatirkan nanti terjadi perubahan
karena di luar banyak pasukan Iawan...!"
Anak muda itu lalu mengawasi Siau Po. Dia tak melihat adanya tanda-tanda takut
pada anak itu. Pada permainan pertama Siau Po menang, sedangkan pada permainan yang kedua
Siau Po kalah, juga pada permainan yang ketiga, Hingga akhirnya Siau Po ditantang
bertempur. Siau Po lalu berkata dalam hatinya.
"Kalau Loo Cu ingin takluk ia sudah menyerah sejak mereka datang ke kemah itu.
Dan jika sekarang aku harus menyerah itu tidak dapat diterima dan jasaku selama
inipun akan hilang, Seorang laki-laki sejati jika ia sudah bersipat keras maka harus
bersipat keras untuk selama-lamanya."
Dengan si ketua itu Siau Po menganggap derajatnya lebih tinggi Dan setelah berpikir
Siau Po tertawa dan berkata.
"Loo Cu adalah Hu Tou Tong sedangkan nama Loo Cu ialah Hoa Ca Hoa Siau Po.
jikalau kau hendak membunuh aku maka bunuhlah dan jika ingin bermain, marilah kita
bermain lagi, jangan yang tua menghina yang muda itu bukanlah perbuatan Ho Han,
dan laki-laki sejati!" tantang Siau Po pada mereka.
Si anak muda itu tersenyum.
"Ya. Memang benar yang tua menghina yang muda itu bukan Ho Han. Nah, Siau Su
Moay, usiamu lebih muda dari anak ini, lebih baik kau yang mengajaknya bertempur.,.!"
kata si anak muda itu. Kata "Siau Su Moay" adalah adik wanita yang cantik, si nona muda itu tertawa.
"Baik, jendral besar Hoa Ca Hoa Siau Po, aku akan belajar mengenalmu dengan
jurus-jurus silatmu!" kata si nona.
"Lekas maju untuk bertempur..!" kata musuh yang berada di samping Siau Po sambil
menyerahkan pedangnya. Si anak muda langsung melemparkan pedangnya dan langsung menancap di atas
meja dekat Siau Po. Tetapi Siau Po berpikir cepat ia berkata dalam hati.
"Aku tak mengetahui ilmu pedang, pasti aku akan dengan mudah dapat dikalahkan si
nona itu.,.!" pikirnya.
Setelah berpikir demikian Siau Po lalu berkata.
"Dengan yang tua menghina yang muda dia bukanlah Hu Hong! Aku lebih tua dari dia
mana dapat aku menghinanya?"
Si anak muda itu sudah habis kesabarannya lalu tangan kirinya dipakai untuk
mencekik leher Siau Po dan ia lalu berkata.
"Jika kau tak berani dengannya maka kau harus berlutut padanya dan memohon
ampun!" kata si anak muda itu dengan bengisnya.
"Baiklah jika hal itu yang kau inginkan sebenarnya jika berlutut di hadapan seorang
laki-laki yang banyak mempunyai uang emas, itu ada baiknya. Namun untuk berlutut
pada seorang wanita.,.?" kata Siau Po tetapi ia lalu menekuk kakinya untuk berlutut.
Menyaksi kan hal itu kawanan penjahat tertawa, justru pada saat seperti itu yang
sangat di-tunggu-tunggu Siau Po. ia lalu melakukan gerakan dengan sangat lincahnya
dan tahu-tahu sudah berada di punggung anak muda itu sambil mengancam dengan
pisau belatinya yang sangat tajam.
"Kau menyerah atau tidak"!" ancamnya.
Semua orang terkejut, terutama si anak muda itu, Meskipun sangat lihay tetapi ia pun
tak berdaya, Tentu saja mereka semua tak menyangka kalau Siau Po demikian
hebatnya, Dan mereka pun tak mengetahui kalau Siau Po menggunakan Hui Yan Kiong
Sing yang didapat dari kaucu.
Kekagetan itu hanya sesaat, Kawanan pemuda itu sudah ingin menyerang Siau Po
dengan pedang-nya, namun Siau Po membentaknya.
"Lekas minggir.,.!" Mereka semua minggir.
"Jika kalian tak ingin kehilangan nyawa teman kalian, cepat.,.!"
Siau Po mengancamnya karena mereka semua sudah siap menghunus pedang.
"Tak ada yang aneh, bukan" Sekarang kalian boleh tertawa dengan sepuas hati
kalian!" Habis berkata demikian Siau Po mengebaskan pisau belatinya pada pedang lawan
dan mendadak saja semua pedang itu terpotong ujungnya dan ia lalu mengancam anak
muda itu. Semua orang berbaju biru itu kaget, serempak mereka maju dan serempak pula ia
mundur "Kembalikan uangku.,.!" kata Siau Po. "Nanti akan aku bebaskan pemimpin kaIian...!"
Orang yang tadi mengambil uang itu tanpa ragu-ragu mengembalikan uang yang
dimintanya. Tepat pada waktunya dari luar tenda terdengar suara ratusan pasukan yang
berteriak-teriak. "Jangan biarkan penjahat itu lolos...!" Mari kita gempur.,.! Hayo kalian cepat
menyerah...!" Teriakan itu terdengar berulang-ulang dari pasukan yang sedang kalap itu.
Kiranya tadi itu ada seorang Sie Wie yang dapat meloloskan diri dan mengatakan
pada kawan-kawan yang lainnya bahwa ada bahaya.
"Mari, kita bunuh dulu Loo Cu cilik itu.,.!" teriak pemuda, lalu menyambar pedang
yang ada di atas meja dan langsung menyerang Siau Po tetapi apa yang terjadi.
"Aduh! Aku tak tertikam mati.,.!" kata Siau Po.
Semua yang ada menjadi heran dan kaget,
Melihat kejadian itu si pemuda yang menjadi ketua berseru.
"Semua jangan perdulikan aku, kalian pergilah untuk meloloskan diri!" Dia terlambat,
para Sie Wie itu sudah mengepung mereka dan dengan begitu, sulit baginya untuk
meloloskan diri. Maka Siau Po berpikir panjang lalu mengambil keputusan untuk melakukan
permainan dadu lagi dengan taruhan kepala mereka.
"Aku yang menjadi bandar, masing-masing maju satu persatu, Maka jika ia
memenangkan taruhan ia dapat pergi dan membawa uang saku seratus tail!"
Yang pertama si nona cilik cantik itu. Tetapi ia menolaknya untuk pergi dan
membawa uang itu, tanpa bertaruh.
"Jika demikian, nona ini yang mengadu denganku dan taruhannya adalah kepala
kalian...!" kata Siau Po.
Sang ketua memberikan isyarat pada si nona tanda menyetujui pertarungan itu.
Tanpa ragu-ragu lagi ia mengadu dadu dengan Siau Po dengan taruhan kepala
temantemannya. Setelah dikocok ternyata yang ke luar dadu tiga-tiga. Jika bandar sanggup
mendapatkan angka empat-empat bandar akan menang dan bila mendapat angka tigatiga
pun bandar akan menang. Sebelum mereka mengadu dadu yang kini tinggal bagian Siau Po, Siau Po mengajak
Pendekar Bayangan Setan 14 Misteri Tirai Setanggi Tujuh Manusia Harimau (4) Karya Motinggo Busye Badai Awan Angin 34

Cari Blog Ini