Ceritasilat Novel Online

Kaki Tiga Menjangan 39

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 39


mengikat tubuh Kui Tong. Sekali lagi dia mengerahkan tenaga dalamnya untuk
membetot tali tersebut sehingga putus seketika. Lalu dia menarik tubuh si laki-laki
penyakitan itu. "Anakku, lekas lari! Ayah dan ibu akan menyusul sebentar lagi!" katanya.
Tanpa menunda waktu lagi dia melemparkan tubuh anaknya, Dalam sekajap mata
Kui Tiong sudah terbang melayang melalui pintu pendopo tersebut. Dalam waktu yang
bersamaan, Kui Heng Su dan istrinya menerjang ke depan untuk menyerang Kaisar
Kong Hi. Siau Po yang melihat perubahan itu, merasa terkejut sekali, Tanpa berpikir panjang
dia menghambur ke depan dan memeluk tubuh Kaisar Kong Hi, keduanya
menggelinding ke kolong meja, punggungnya sendiri menghadap ke luar untuk
melindungi si raja cilik, Terdengar suara plak, plak dua kali, Beberapa orang wisu
menerjang ke depan untuk mengangkat Siau Po serta Kaisar Kong Hi.
Ketika pandangan matanya terpusat pada pasangan suami istri Kui Heng Su, tampak
kedua orang itu sudah rebah di antara genangan darah, Tampaknya nyawa mereka pun
sudah melayang. Dengan mengerahkan segenap kemampuannya, Kui Heng Su telah membunuh serta
melukai puluhan wisu, Dirinya sendiri sudah terluka parah, Tapi dia masih mengerahkan
tenaganya untuk melepaskan tali yang membelenggu tubuh anaknya serta
melemparkannya ke luar. Baik dirinya maupun diri istrinya masih terikat oleh tali, Mereka tidak mempunyai
tenaga lagi untuk melepaskan tali yang membelenggu mereka sendiri. Mana lagi
mereka mengerahkan sisa tenaga untuk menerjang kepada Kaisar Kong Hi. Tapi
sayangnya tenaga mereka sudah terkuras habis.
Keadaan mereka ibarat lampu yang kehabisan minyak, Dalam keadaan masih
melayang di tengah udara, mereka terpaksa menerima belasan tikaman pedang para
wisu. Darah pun berhamburan ke mana-mana, tubuh mereka tertumpas di atas tanah
lalu tidak berkutik lagi.
Perasaan Kaisar Kong Hi yang terkejut sudah dapat ditenangkan kembali Sembari
mengerutkan keningnya dia membentak.
"Seret ke luar! Seret ke luar!"
Beberapa wisu segera mengiakan Baru saja mereka hendak menggotong kedua
mayat itu, tiba-tiba sesosok bayangan berkelebat di depan pintu, seseorang menerjang
masuk, Gerakan tubuhnya sungguh cepat, Dia langsung menubruk mayat Kui Heng Su
dan Kui Ji Nio. "Mak! Bapak!" teriaknya.
Ternyata dialah Kui Tiong. Beberapa orang wisu mengayunkan golok serta pedang
mereka. Kui Tiong tidak menghindar sama sekali. Belasan senjata tajam menghunjam
tubuhnya, Terdengar dia berkata dengan nafas tersengal-sengal.
"Mak! Bapak! Mengapa kalian tidak menemani aku" Tanpa kalian aku tidak tahu
jalan...." Terdengar suara batuknya sebanyak dua kali, kemudian tubuhnya pun
bergetar sekali. Kepalanya menunduk, jiwanya telah melayang menyusul kedua orang
tuanya. Selama hidupnya, Kui Tiong tidak pernah terpisah sedikit pun dari kedua orang
tuanya, Urusan apa pun selalu diselesaikan oleh ayah dan ibunya, Dari mengganti
pakaian sampai makan pun masih diurus kedua orang itu.
Tiba-tiba tadi dia disuruh meninggalkan kedua orang tuanya, Tentu saja hati Kui
Tiong jadi bingung, Meskipun dia sudah berhasil meloloskan diri dari pendopo Yang
Sim Tian, tapi akhirnya dia toh kembali lagi untuk menemani kedua orang tuanya.
Congkoan para siwi, yakni To Lung menghambur masuk ke dalam pendopo, Sembari
berlutut dia berkata. "Lapor Sri Baginda, para pembunuh gelap... sudah berhasil dibasmi." Tiba-tiba dia
melihat darah berceceran di mana-mana, rasa takutnya timbul seketika, Cepat-cepat dia
menyembah dan melanjutkan kembali "Para pembunuh gelap itu telah mengejutkan Sri
Baginda, Hamba patut mendapat hukuman mati!"
Barusan Kaisar Kong Hi ditomplok oleh Siau Po sehingga menggelinding ke kolong
meja. sebetulnya peristiwa itu merendahkan derajatnya dan membuatnya malu. Namun
bagaimana pun Siau Po telah menempuh bahaya besar untuk melindunginya.
Kesetiaannya memang tidak perlu diragukan lagi, Maka dia berkata kepada To Lung.
"Di luar ada orang yang ingin mencelakai Siau Po, kau harus melindunginya baikbaik.
Tidak boleh berpisah darinya satu jengkal pun. Terlebih-lebih tidak boleh
mengijinkan dia keluar dari istana ini. Besok lagi, kau kembali lagi untuk mendengar
keputusanku!" "Baik! Hamba akan melindunginya sekuat tenaga," sahut To Lung cepat.
Diam-diam Siau Po mengeluh.
-- Malam ini si raja cilik ingin menembakkan meriam kepada orang-orang kami. Dia
takut aku memberikan laporan terlebih dahulu sehingga para anggota Thian Te Hwee
sudah mengadakan persiapan Karena itulah dia menyuruh To Lung menjagaku, pikirnya.
Kaisar Kong Hi berjalan menuju pintu pendopo, Hatinya berpikir
-- Bocah ini licik serta banyak akal muslihatnya. Kemungkinan orang kaisar seperti
To Lung bukan tandingannya. - Dia segera menolehkan kepalanya seraya berkata, "To
Lung, kau harus menyuruh anak buahmu untuk menjaga Siau Po baik-baik. jangan
biarkan dia berbicara dengan siapa pun atau pun menyuruh orang membawa apa-apa
ke luar istana, Pokoknya keadaan sedang gawat, anggap saja dia seorang
pemberontak yang harus diawasi."
"Baik! Budi Sri Baginda terhadap bawahannya besar sekali," sahut To Lung, Dia
mengira Kaisar Kong Hi demikian sayangnya kepada Siau Po sehingga tidak bersedia
membiarkan para pembunuh gelap dari luar mencelakai bocah itu.
"Budi Sri Baginda memang besar sekali. Biarpun seluruh tubuh hamba hancur lebur,
kemungkinan sulit membalasnya," kata Siau Po. Dia sadar bahwa kaisar Kong Hi
berkata demikian, ialah demi menjaga gengsinya, Mungkin dia masih ingin
memanfaatkan dirinya di kemudian hari.
Kaisar Kong Hi mengembangkan seulas senyuman tipis.
"Kali ini engkau menang lagi, Besok kita mulai dengan permainan baru, Ingat,
mangkok emasmu itu harus dijaga baik-baik. jangan sampai pecah" katanya, Dia pun
meneruskan langkah kakinya.
Ucapannya yang belakangan, tentu hanya Siau Po sendiri yang mengerti. Barusan
dia melindungi Kaisar Kong Hi, artinya dia telah mendirikan jasa lagi.
Malam ini, setelah guru dan saudara-saudara lainnya dari Thian Te Hwee terbunuh,
tenaganya akan dipekerjakan lagi, Di atas mangkok emasnya terukir empat huruf, yakni
"Kong Tiong Te Kok" (Setia terhadap negara dengan segenap jiwa raga).
Kong Hi ingin dia setia terhadapnya dengan tulus, hatinya tidak boleh bercabang
dua. Siau Po membayangkan tubuh gurunya serta saudaranya yang lain hancur lebur oleh
ledakan meriam, meskipun kelak pangkatnya akan bertambah tinggi, mungkinkah dia
hidup dengan damai" -- Apabila seseorang tidak membela kepentingan teman atau pun kaumnya,
bukankah pantas disebut si raja telur busuk atau anak si kura-kura" -- pikirnya.
Kemudian dia merenung, - Sumber berita Sri Baginda hebat sekali Entah kura-kura
mana yang menjadi mata-matanya" Pagi ini ketika pertama-tama bertemu dengan si
raja cilik, sikapnya baik sekali, Dia malah mengatakan bahwa suatu hari dia akan
mengutus aku menempur Gouw Sam Kui, kemudian mengangkat aku menjadi Peng Si
Ong. Pada saat itu si raja cilik pasti belum mengetahui urusan Wi hiocu dari Thian Te
Hwee. Dia mendapat berita ketika aku menggiring si moler tua ke istana Cu Leng Kiong,
Entah anjing mana yang memberitahukannya" Hm! Kemungkinan orang dari Bhok
onghu, Kalau tidak salah seorang kaki tangan Suto Peng dari Ong Ok San. Kalau
bukan, mengapa urusan aku mencuri kitab Si Cap Ji Cin Keng serta urusan aku menjadi
Pek Liong Su di dalam partai Sin Liong Kau kok tidak diketahui oleh si raja cilik" -To Lung melihat wajah Siau Po yang bermuram durja. semangatnya seakan
menguap entah ke mana, Dia segera tersenyum dan berkata.
"Saudara Wi, Sri Baginda demikian menyayanginya. Entah di kehidupan yang lalu,
berapa banyak kebaikan yang telah kau perbuat" Di dalam istana ini terdapat sekian
banyaknya menteri, pembesar tinggi bahkan masih ada sanak jauhnya, tapi Sri Baginda
belum pernah menyuruh sejumlah wisu atau siwi untuk memberikan perlindungan
kepada mereka. Banyak orang yang mengatakan, belum mencapai umur dua puluh nanti, saudara Wi
pasti sudah diangkat menjadi raja muda, Tampaknya ucapan ini ada benarnya, Kau
tidak perlu khawatir Asal kau tidak meninggalkan istana, meskipun jumlah pembunuh
gelap itu ada ratusan orang, mereka pasti tidak bisa menyentuh seujung rambutmu!"
Siau Po hanya bisa tertawa getir.
"Budi besar Sri Baginda, tingginya seperti langit, tebalnya ibarat bumi, Kita yang
mengabdi kepadanya hanya dapat membalas budi beliau dengan kesetiaan penuh,"
sahutnya. Dia melihat sekelilingnya penuh dengan para penjaga, Tampaknya bukan hal yang
mudah bila dia ingin memberikan laporan kepada pihak Thian Te Hwee. Dalam hati dia
berpikir. - Raja muda apaan" Lohu tidak memikirkannya Iagi. Lebih baik pantatku ditendang
oleh si raja cilik sambil dia membentak: "Menggelindinglah jauh-jauh dari sini, mulai
sekarang aku tidak mau melihat mukamu lagi!", perlindungan seperti ini benar-benar
meminta jiwa lohu! -"Saudara Wi, Sri Baginda berpesan bahwa kau tidak boleh ke mana-mana.
Menurutmu, apakah sebaiknya kita pergi ke tempat tinggalmu yang dulu atau ke
ruangan tempat berkumpulnya para siwi sehingga kami bisa menemanimu bermain
judi?" tanya To Lung.
Tiba-tiba pikiran Siau Po tergerak. Dia segera berkata.
"Oh ya. aku baru ingat Thay Hou meminta aku menyelesaikan suatu urusan yang
penting sekali, Harap To toako menemani aku!"
To Lung menunjukkan sikap serba salah, "Perintah yang diturunkan oleh Thay Hou
tentu harus dilaksanakan secepatnya, Tapi... tapi Sri Baginda telah berpesan wantiwanti
bahwa saudara Wi tidak boleh meninggalkan istana ini sedikit pun," katanya.
Siau Po tertawa. "Urusannya di dalam istana ini juga. To toako tidak perlu khawatir"
Hati To Lung jadi lega seketika, Sembari tertawa dia berkata.
"Asal tidak meninggalkan istana maka tidak ada larangannya."
Siau Po segera menyuruh beberapa orang siwi untuk membawa tandu yang berisi
mayat Mao Tung Cu dan Siau Tau to ke gedung pembakaran Sin Bu bun yang ada si
sebelah barat. "Siapa saja yang berani membuka tirai tandu itu, Thay Hou telah menurunkan titah
untuk memenggal kepalanya saat itu juga," katanya.
Persoalan tandu selir Cin yang diserang oleh pembunuh gelap sudah diketahui oleh
To Lung dan para siwi atau pun wisu di istana, Meskipun mereka tidak tahu duduk
perkara yang sebenarnya, tapi mereka dapat merasa tentunya sesuatu urusan yang
menyangkut diri Thay Hou dan tidak boleh diketahui oleh umum.
Hati mereka memang sedang meresahkan hal ini. Begitu mendengar perintah Siau
Po bahwa tandu berikut isinya harus dibakar, hati mereka menjadi lega, Seakan sebuah
bencana besar telah dibuang jauh-jauh.
Siau Po dan To Lung pun mengiringi tandu yang digotong ke tempat pembakaran,
sepanjang jalan, darah masih menetes terus dari dalam tandu, Mengenai siapa orang
yang terbunuh dalam tandu tersebut, tentu saja tidak ada yang berani menanyakannya,
Begitu sampai di tempat pembakaran, tandu itu segera diletakkan di tengah-tengah.
Beberapa orang siwi mengambil timbunan kayu kering dan ditumpuknya di sekitar
tandu, Setelah disiram dengan minyak tanah, api pun disulut Dalam sekejap mata
tampak cahaya merah berkobar sampai tinggi.
Siau Po memungut sebatang ranting kayu, Di antara abu pembakaran ia melukiskan
seekor burung kecil, Kemudian kayu itu dirapatkan dengan kedua telapak tangannya
seraya mulutnya bergerak-gerak.
- Siau Tau To dan Nenek sihir, di dalam dunia yang fana ini kalian tidak berjodoh
menjadi suami istri, Tapi di alam baka kalian dapat menjadi suami istri yang abadi.
Ketiga orang dari keluarga Kui yang membunuh kalian, sekarang pun sudah mati,
Kalian melangkah dengan kaki depan, mereka menyusul dengan kaki belakang,
seandainya kalian bertemu di jembatan perbatasan antara dunia manusia dan setan,
aku harap kalian bisa bersahabat dengan rukun, - Doanya dalam hati.
To Lung melihat mulutnya berkomat kamit, dia mengira Siau Po sedang
bersembahyang agar arwah yang mati di dalam tandu dapat tentram di alam baka,
Kemudian Siau Po juga menancapkan ranting kayu yang digenggamnya dekat tempat
pembakaran tersebut Kalau dilihat sepintas lalu, memang mirip sebatang hio, tapi siapa
yang menyangka bahwa itulah tanda rahasia yang disepakatinya bersama To Hong Eng
apabila mereka ingin bertemu.
Tidak lama kemudian, tandu berikut mayat di dalamnya telah terbakar menjadi abu.
Siau Po kembali ke tempat tinggalnya dulu, Sebelumnya, memang sudah ada seorang
thay-kam yang membersihkannya kemudian mengantarkan sepoci teh hangat ke
kamarnya itu. Siau Po minta dibawakan arak dan beberapa macam makanan kecil.
Siau Po memberi persen kepada thay-kam yang mengantarkan makanan ke
kamarnya, Lalu diajaknya To Lung dan beberapa orang siwi bersantap serta menikmati
arak bersama-sama. "To toako, harap kalian jangan sungkan-sungkan di sini! Tadi malam siaute
menyelesaikan urusan Sri Baginda sampai tidak sempat tidur, sekarang baru terasa
lelah sekali," katanya.
"Saudara Wi tidak perlu berlaku sungkan, pergilah tidur! Toakomu akan menjaga di
sini," sahut To Lung.
"Siaute berterima kasih sekali. To toako, hadiah apa yang ingin kau dapatkan dari Sri
Baginda" Katakan saja! Siaute akan mengingatnya baik-baik. Apabila hati Sri Baginda
dalam keadaan gembira, siaute akan menyampaikan kepada beliau, Delapan bagian
saja pasti ada hasilnya," kata Siau Po pula.
To Lung senang sekali mendengar janjinya.
"Kalau saudara Wi bersedia mengajukan permohonanku, mana mungkin tidak
berhasil?" "Urusan To toako tidak ubahnya urusan siaute juga, Karena itu, mana mungkin siaute
tidak memberikan bantuan?" kata Siau Po,
To Lung tertawa. "Toakomu ini sudah bosan bertugas di kotaraja, Rasanya kepingin mencoba
menduduki sebuah jabatan di daerah."
Siau Po menepuk pahanya sembari tertawa, "Apa yang dikatakan toako sama
dengan apa yang dipikirkan siaute. Di kotaraja ini, entah berapa banyak orang yang
pangkatnya jauh lebih tinggi dari kita. Rasanya wibawa kita jadi berkurang, Tapi, bila
kita bisa mendapatkan kedudukan di daerah, tentunya jauh lebih bebas.
Andaikata ingin mendapatkan beberapa tail uang saja, kita tinggal mengeluarkan
suara batuk dua kali, orang pasti akan mempersembahkannya kepada kita dengan
kedua tangan. Kedua orang itu tertawa terbahak-bahak, Siau Po mohon diri untuk
masuk ke dalam kamar. Dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, pikirannya
melayang-layang. -- To toako telah mendapat firman langsung dari Sri Baginda agar menjaga aku
dengan ketat Kalau aku berniat meninggalkan istana ini agar dapat memberi laporan
kepada suhu sekalian, rasanya tidak bakal tercapai. Nanti kalau bibi To datang, aku
bisa meminta bantuannya untuk memberitahukan urusan ini, Tapi aku khawatir kalau
dia datang kemalaman. Apabila dia baru datang menemuiku pada tengah malam, pasti
sudah terlambat. Belasan meriam itu tentu sudah ditembakkan, Bagaimana baiknya" Dia memejamkan matanya sejanak, kemudian berpikir lagi. - sebaiknya aku mencari
sebuah siasat, utus beberapa orang siwi guna memukul rumput mengejutkan ular Setelah mendapatkan akal yang akan digunakannya, dia memejamkan matanya
kembali untuk tidur. Kurang lebih satu kentungan kemudian, dia baru bangun. Tampak
matahari telah condong ke barat Hari sudah menjelang magrib, Dia keluar dari
kamarnya dan bertanya kepada To Lung.
"To toako, tahukah gerombolan penjahat dari mana saja yang ingin mencelakai aku?"
"Kalau soal itu sih aku tidak tahu," sahut To Lung.
"Gerombolan pertama merupakan orang-orang dari Thian Te Hwee. Dan gerombolan
kedua orang-orang dari Bhok onghu," kata Siau Po menjelaskan.
To Lung meleletkan lidahnya.
"Wah! orang-orang dari kedua gerombolan itu lihay-lihay sekali, Tidak heran kalau Sri
Baginda begitu mencemaskan keselamatanmu."
"Aku berpikir, mungkin aku bisa bersembunyi satu dua hari dalam istana ini, tapi aku
toh tidak mungkin bersembunyi seumur hidup, Apabila para penjahat itu tidak segera
dibasmi, namanya kita meninggalkan bibit penyakit di kemudian hari," kata Siau Po
pula. "Sri Baginda akan memanggil kita besok pagi, pasti beliau mempunyai siasat yang
jitu, Saudara Wi tidak usah terlalu memikirkannya," sahut To Lung.
"Memang betul, Tidak perlu mengelabui toako, sebetulnya di rumah siaute ada
beberapa anak gadis yang cantik-cantik sekali, siaute sangat menyenangi mereka,
Tampaknya para penjahat itu akan menyerbu kediaman siaute malam ini. Siaute sendiri
sih tidak apa-apa karena ada perlindungan dari To toako yang ketat. Tapi beberapa
anak gadis itu, sayang sekali kalau mereka sampai kena celaka...."
To Lung mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tertawa, Dia ingat tempo hari
Siau Po pernah menimbulkan berbagai kesulitan untuk The Kek Song, Masalahnya
justeru mereka sama-sama menyukai seorang gadis yang cantik sekali, Adiknya yang
satu ini memang mata keranjang.
Meskipun usianya masih muda, namun To Lung yakin di rumahnya pasti menyimpan
beberapa anak dara sebagai selirnya.
"Mudah saja, Serahkan saja pada toakomu ini. Aku akan mengutus beberapa orang
siwi untuk menjaga mereka di rumahmu," sahutnya.
Wajah Siau Po berseri-seri seketika, Cepat-cepat dia menjura dan menyatakan
terima kasihnya. "Di antara para gadis yang ada di rumah siaute, ada tiga orang yang
siaute paling sayang. Yang pertama bernama Song Ji, yang kedua bernama Cin Ju dan


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang terakhir bernama... Kiam Peng. (Dalam hati dia berpikir, apabila menyebutkan she
gadis itu pasti akan timbul kecurigaan dalam hati To Lung). Raut wajah mereka
manismanis, Hati siaute benar-benar khawatir Harap toako mengutus orang melindungi
mereka sekarang juga. Katakan kepada mereka, malam ini orang-orang dari Thian Te
hwee dan Bhok onghu akan melakukan penyerangan suruh mereka bersembunyi
secepatnya, Lebih baik lagi kalau toako perbanyak orang yang menjaga, Apabila para
penjahat itu menyerang, tangkap saja semuanya dan jangan beri ampun, Siapa pun
yang mengeluarkan tenaga, pasti akan diberikan imbalan yang sesuai," katanya.
To Lung menepuk dadanya seraya tertawa.
"Urusan ini tidak sulit Kalau menyangkut gedung tempat tinggal Tou Tong tayjin,
siapa yang berani main-main?"
To Lung segera ke luar dan menyampaikan pesan kepada wakilnya, Para penjaga
tahu keroyalan Siau Po. Pada hari biasa saja mereka sering mendapat uang saku dari
pembesar cilik ini, sekarang mereka disuruh melindungi selir-selir kesayangannya,
dapat dibayangkan besarnya imbalan yang akan mereka dapatkan nanti,
Karena itu dia segera mengutus orang-orangnya untuk menjaga di rumah Siau Po.
Yang tidak mendapat kesempatan hanya dapat mengeluh dan menarik nafas panjang.
Dengan demikian hati Siau Po jadi agak terhibur
- Begitu Song Ji dan yang lainnya mendengar ucapan para siwi yang akan
melindungi mereka dari serangan orang-orang Thian Te Hwee serta Bhok onghu, tentu
segera mengerti maksudku, Mereka akan memberitahukan kepada suhu sekalian agar
bersembunyi Tapi seandainya suhu sekalian sudah terhindar dari bahaya, justru Song Ji
dan gadis-gadis lainnya yang terkena ledakan meriam besar itu, bagaimana"
Wah celaka! Tapi, kalau ada banyak siwi yang menjaga di depan rumahku, orang
yang ditugaskan menyulut meriam tentu tidak berani sembarangan menembakkannya. - pikirnya,
Selang sesaat, pikirannya bekerja lagi, -- Tapi kalau orang yang ditugaskan menyulut
meriam itu telah mendapat pesan wanti-wanti dari Sri Baginda agar mereka tidak usah
perduli banyak, pokoknya pada jam sekian menit kesekian tinggal tembak saja,
bagaimana" -Bagi Siau Po, Siau Kuncu dan Cin Ju masih tidak jadi persoalan, tapi lain halnya
dengan Song Ji. Gadis ini merupakan orang terpenting dalam hidupnya, Biar
bagaimana, dia tidak ingin Song Ji mengorbankan nyawanya, Namun dia menghadapi
dua masalah yang sulit, Apabila dia meminta para siwi menjemput Song Ji sekalian ke
tempatnya, maka tidak ada orang yang bisa menyampaikan bahayanya situasi kepada
gurunya sekalian. Kalau hanya menolong Song Ji tanpa menolong gurunya, berarti dia lebih
mementingkan kasih asmara dari pada kesetia kawanan, bukankah dia pantas disebut
si anak kura-kura yang paling busuk di dunia" Untuk sesaat pikirannya jadi kacau, Dia
tidak menemukan akal yang jitu.
Kurang lebih setengah jam kemudian, wakil To Lung kembali lagi dan memberikan
laporan. Mereka baru sampai di luar gedung Tou Tong tayjin, di sana sudah ada
sepasukan tentara yang berjaga-jaga, Bahkan pemimpinnya mengatakan bahwa
mereka sudah mendapat perintah dari Sri Baginda untuk melindungi tempat tinggal
pembesar cilik itu, wakil To Lung serta anak buahnya tidak perlu bercapai hati
mengurusnya lagi. Tadinya wakil To Lung ingin masuk ke dalam untuk memberikan perlindungan
terhadap selir-selir Tou Tong tayjin, tapi bagaimana pun pemimpin pasukan yang di luar
tidak mengijinkan mereka mengatakan bahwa Sri Baginda sudah mengatur semuanya,
Bahkan akhirnya pemimpin tentara garis depan juga ikut mencegah.
Karena tidak mendapat ijin, wakil To Lung beserta anak buahnya terpaksa kembali
lagi. Mendengar laporan itu, diam-diam hati Siau Po mengeluh. To Lung memandangnya
sembari tertawa. "Adikku, Sri Baginda ternyata telah memikirkan segalanya, Beliau sudah mengutus
sepasukan tentara untuk melindungi gadis-gadismu yang cantik-cantik itu. Apalagi yang
kau cemaskan" Ha ha ha ha!"
Siau Po hanya dapat tertawa getir.
- pandangan si raja cilik memang sejauh entah berapa ribu lie. Kali ini guruku dan
saudara yang lainnya benar-benar menghadapi bahaya besar pemimpin tentara yang
ada di sana pasti sudah mendapat perintah dari si raja cilik, kalau orang biasa yang
datang, ijinkan mereka masuk ke dalam rumahku.
Dengan demikian biar mati sekalian oleh ledakan meriam, Tapi kalau para siwi atau
petugas kerajaan lainnya yang datang, mereka harus mencegah semuanya masuk ke
dalam. - pikirnya dalam hati. -- seandainya aku membokong dengan Han Sa Si Eng
(Senjata rahasia yang diberikan si Kakak nenek), mungkin tidak sulit membunuh To
toako, tapi jumlah siwi begitu banyak, mana mungkin bisa membunuh mereka
sekaligus" sayangnya obat biusku sudah habis digunakan ketika berada di rumah
keluarga Cuang, -Melihat hari semakin larut, Siau Po semakin seperti seekor cacing yang dimasukkan
dalam kuali panas, Seluruh tubuhnya terasa panas dingin, Sebentar-sebentar dia buang
air kecil, Tapi dia justru tidak menemukan jalan yang baik untuk mengatasi masalahnya.
Kurang lebih satu jam kemudian, Siau Po mendorong jendela ruangan untuk
melongok ke luar, Dia melihat tujuh delapan siwi sedang berjalan mondar-mandir.
penjagaan ketat sekali, Matanya jelalatan ke sana-sini, mana ada bayangan To Hong
Eng" Siau Po menarik nafas panjang kemudian merebahkan diri di atas tempat tidur,
Hatinya berpikir, mungkin saat ini sudah banyak saudara-saudara yang berkumpul di
rumahnya. Semakin malam, langkah kaki saudara-saudara serta teman-temannya pun
semakin dekat ke alam baka.
Pandangan matanya beredar Dia melihat ke arah gentong air peninggalan Hay Tay
Hu. Tempo hari, dengan mengandalkan gentong air inilah dia baru berhasil membunuh
Sui Tong, pikirannya tergerak.
-- Kenapa aku tidak memanggil To toako masuk ke dalam kamar lalu membunuhnya
dengan senjata rahasia" Setelah itu aku akan menyulut api sehingga timbul kebakaran
Dalam keadaan kacau balau aku bisa meloloskan diri, Aih, sikap To toako terhadapku
biasanya cukup baik, Dalam keadaan wajar, apabila aku membunuhnya, tentu aku
melakukan hal yang tidak pantas, Tapi kesetia kawanan itu ada yang berat dan ada
yang ringan. Beberapa puluh lembar nyawa guru dan saudara-saudaraku tentu jauh lebih
berharga dari pada selembar jiwa To toako. Setelah merenungkan lagi sejenak, hatinya
menjadi mantap, Dia segera menyulut sebatang lilin, - Kopiah terbuat dari bahan yang
mudah terbakar Setelah membunuh To toako, aku harus membakar kopiah ini. Tepat pada saat itulah, terdengar seruan To Lung dari depan kamarnya.
"Saudara Wi, hidangan sudah diantarkan. Keluarlah untuk minum arak bersama!"
"Lebih baik kita berdua makan di dalam kamar saja!" sahut Siau Po.
"Baiklah!" To Lung memerintahkan pelayan untuk mengantarkan hidangan dan arak
ke dalam kamar. Pelayan itu rupanya seorang thay-kam berusia enam atau tujuh belas tahun, Begitu
masuk kamar, dia membungkuk hormat kepada Siau Po, lalu dibukanya keranjang dan
dikeluarkannya hidangan serta arak. Seberkas kilat melintas di benak Siau Po, dia
sudah mendapatkan sebuah akal yang bagus.
"Kau di sini saja melayani kami minum arak!" katanya.
Thay-kam tanggung itu senang sekali, Dia tahu Siau Po pernah menjadi kepala thaykam
di sana. Keroyalannya sudah tersebar luas. Apabila dia melayani pembesar itu
pasti ada keuntungan yang dapat diperolehnya. karena itu, dia segera meletakkan
sumpit dan mangkuk dengan wajah berseri-seri.
To Lung pun menyusul masuk ke dalam kamar Sembari tertawa dia berkata.
"Saudaraku, meskipun kau tidak lagi bertugas dalam istana, tapi tempat tinggalmu ini
masih dikosongkan untuk keperluanmu sewaktu-waktu. Bahkan seorang raja muda pun
tidak pernah mendapat fasilitas yang demikian istimewa dari Sri Baginda. Hal ini
menandakan betapa sayangnya beliau ter-hadapmu."
"Sebetulnya bukan mendapat fasilitas yang istimewa, tapi urusan Sri Baginda sudah
terlalu banyak, mana mungkin beliau sempat mengurus hal yang sepele seperti ini"
Kenyataannya, aku tinggal lagi di sini, tidak sesuai dengan peraturan istana," sahut
Siau Po. "Bagi saudara Wi, tidak mematuhi peraturan istana pun tidak apa-apa." Dia tahu
thay-kam kepala dalam istana ingin mengambil hati Siau Po. Mereka tidak mungkin
menempati tempat tinggal bekas Siau Po ini.
Lagipula kamar Hay Tai Hu itu juga tidak terlalu bagus, sedangkan kamar dalam
istana bukan main banyaknya. Thay-kam kepala pasti mempunyai kamar tersendiri.
"Kalau toako tidak mengingatkan, siaute justru sudah melupakannya, Besok pagi kita
harus memberitahu thay-kam kepala bahwa kamar ini harus dikembalikan. Dalam arti
lain, bukan milikku lagi.
Apabila kita sebagai pembesar masih menempati kamar ini dan diketahui oleh
pembesar sekretariat negara, tentu akan menjadi bahan pembicaraan yang tidak enak
didengar," sahut Siau Po.
"Sri Baginda kan sayang sekali kepadamu. Siapa yang berani membicarakan engkau
yang bukan-bukan?" kata To Lung sambil tertawa.
"Silakan duduk, silakan duduk! Rumah ini tidak seberapa bagus, Tapi siaute sudah
kerasan di sini. Oleh karenanya, gedung tempat tinggal siaute saja rasanya tidak
senyaman di sini." Perlahan-lahan dia berjalan ke belakang To Lung. Pisau belatinya yang tajam sudah
digenggamnya, "Kedelapan macam hidangan ini merupakan kesukaan siaute, Rupanya
kepala koki di dapur masih mengingatnya, Coba toako cicipi bakwan kepiting ini, entah
bagaimana rasanya?" "Makanan yang disukai oleh saudara Wi, pasti enak rasanya." Tiba-tiba dia merasa
ada hawa dingin di punggungnya, Sekejap kemudian dia jatuh tertelungkup di atas meja
dengan jiwa melayang. Rupanya dengan diam-diam Siau Po sudah menikam belakang jantungnya dengan
pisau belati yang tajam itu.
Tikamannya tidak menimbulkan suara sedikit pun. Si thay-kam kecil yang melayani
mereka bahkan tidak menaruh curiga apa-apa, Dengan tenang dia menuangkan arak ke
dalam cawan, Siau Po melangkah lagi ke belakangnya dan sekali lagi menikamkan
pisaunya ke punggung thay-kam tanggung itu.
Tanpa perlu memeriksa lagi, Siau Po yakin kedua orang itu sudah mati, ini toh bukan
pertama kalinya dia membunuh orang dengan pisau belati itu, BoIeh dibilang tidak ada
satu pun yang sempat lolos dalam keadaan hidup.
Siau Po segera membalikkan tubuhnya untuk memasang palang pintu, Dengan cepat
dia melepaskan jubah, sepatu dan kopiahnya, Yang tinggal hanya celana dalam dan
singlet Setelah itu dia membuka pakaian si thay-kam tanggung lalu dikenakannya
pakaiannya sendiri pada orang itu.
Sebagai gantinya, dia mengenakan pakaian dinas si thay-kam tanggung. Terakhir,
dia memapah tubuh si thay-kam tanggung untuk duduk berhadapan dengan mayat To
Lung, Dia menggurat wajah bocah itu sampai tidak karuan bentuknya.
Meskipun tangannya sibuk bekerja, pikirannya justru berkata.
-- To toako, kau adalah Bangsa Tatcu, Kami orang-orang Thian Te hwee justru
mencari makan dengan membunuh Bangsa Tatcu, Karena itu aku terpaksa
membunuhmu sebetulnya aku merasa tidak enak telah membunuhmu Untung saja
bagaimana pun kau toh akan mati, Malam ini aku melarikan diri dari penjagaanmu,
Besok pagi si raja cilik pasti akan memenggal batok kepalamu.
Bedanya, kau hanya lebih cepat beberapa jam matinya, Dihitung-hitung masih tidak
terlalu rugi, Apalagi, rasanya lebih enak mati dengan cara seperti ini dari pada
dipancung kepalanya di depan umum.
Dengan demikian, berarti aku telah menjaga nama baikmu, Bahkan menyelamatkan
keluargamu Kalau berhadapan dengan Sri Baginda besok, kemungkinan seluruh
keluargamu akan mendapat hukuman mati pula, Sekarang, selain kau dianggap gugur
dalam tugas, keluargamu juga akan mendapat penghargaan Yah, kalau demikian
halnya, malah aku telah berjasa besar kepadamu, - Meskipun dalam hati dia berkata
demikian, tapi sikap To Lung sehari-hari-nya baik sekali terhadapnya, kali ini dia
membunuh toakonya itu juga karena terpaksa. Tidak dapat ditahan lagi, hatinya merasa
pilu juga. Air matanya pun jatuh bercucuran
Sekejap kemudian dia menghapus air matanya lalu membalikkan tubuhnya ke
hadapan si thay-kam tanggung. Katanya dalam hati,
"Saudara cilik, sekarang kau mengenakan baju Ma kwa kuning, lihat betapa
besarnya wibawamu. Padahal, walaupun kau dilahirkan kembali sepuluh kali, belum
tentu kau bisa mempunyai kesempatan mengenakan baju seperti ini, Lihat pula kopiah
yang ada di atas kepalamu itu.
Batu permata berwarna merah di tengahnya saja cukup untuk biaya hidupmu selama
seratus tahun, He he, kau bisa mendapatkan kenaikan pangkat, berarti peruntunganmu
cukup bagus juga. Dulu aku Wi Siau Po juga seorang thay-kam cilik, Berkat
kepintaranlah aku bisa menjabat kedudukan seperti sekarang ini. Apakah pangkatmu
bisa naik lagi atau tidak, rasanya harus dilihat dari kecerdasanmu! - Kemudian dia
berpikir lagi, - Eh, dulu aku menyamar sebagai seorang thay-kam cilik, sekarang aku membiarkan
seorang thay-kam cilik lainnya menyaru sebagai aku. Dengan demikian, berarti
hutangku sudah impas, Siau Hian Cu, oh Siau Hian Cu, aku sama sekali tidak
menyalahimu, Cepat-cepat Siau Po merapikan pakaian dan kopiahnya, setelah yakin samarannya
bagus, dia segera berseru dengan suara lantang, "Anak baik, di sini tidak memerlukan
tenagamu lagi, Kau boleh keluar sekarang, Uang lima tail ini kuhadiahkan untuk beli
gula-gula." Lalu dia juga menjawab dengan suara samar-samar "Terima kasih, Tou Tong tayjin."
Lalu dia berkata lagi dengan suara lantang, "Aku akan minum arak dan mengobrol
dengan To Congkoan, Tidak boleh ada seorang pun yang datang mengganggu!"
Biasanya para thay-kam di dalam istana hanya melayani raja, Thay Hou atau selir
raja, Tapi ada beberapa thay-kam tua yang kedudukannya tinggi juga minta dilayani
oleh thay-kam kecil, Hal ini sudah wajar, Meskipun kedudukan Siau Po sekarang sudah
lain, tapi dulu dia pernah menjadi thay-kam kepala yang sudah dikenal dan dipuja-puja
oleh seluruh istana. Karena itu, mendengar Siau Po meminta seorang thay-kam melayaninya lalu
kemudian menghadiahkannya uang, mereka juga tidak ambil pusing, Tampak seorang
thay-kam tanggung keluar dari kamar dan melangkah dengan kepala tertunduk,
sebelumnya dia merapatkan pintu kamar kembali serta menenteng keranjang
bawaannya. Dengan tenang Siau Po berjalan Dia melihat para penjaga sedang duduk mengobrol
sambil minum arak, Tidak ada seorang pun yang menaruh perhatian terhadapnya,
Diam-diam Siau Po merasa senang.
- Paling tidak satu jam kemudian para penjaga ini baru menyadari kedua orang di
dalam kamar itu sudah mati. Mereka pasti menduga bahwa ada penjahat yang telah
membunuh To Cong koan dan Tou Tong tayjin. Pada saat itu mereka pasti terkencingkencing
di celana saking takutnya, -- pikirnya geli.
Begitu keluar dari pintu gerbang, dia melihat beberapa orang thay-kam dan dayang
mengiringi sebuah tandu yang digotong mendekat. Tandu itu dihiasi dengan bulu ayam
hutan di belakangnya, dan mendapat sebutan "Tandu merak" Thay-kam yang berjalan
di bagian paling depan langsung berseru, "Tuan puteri tiba!"
Hati Siau Po memang sudah curiga. sekarang dia benar-benar terkejut.
-- Kongcu ini bukannya datang dari tadi atau entar-entaran dulu, malah munculnya
sekarang, Kalau dia masuk ke dalam kamar dan melihat pakaian yang dikenakan thaykam
tanggung itu, dia pasti mengira aku sudah mati, Wah, tidak berani kubayangkan
kegemparan yang akan ditimbulkannya! Pasti akan timbul kesulitan yang tidak
diinginkan -- pikirnya, Untuk sesaat dia jadi kelabakan Tampak Kian Leng kongcu keluar
dari tandunya lalu berseru.
"Apakah Siau Kui Cu ada di dalam?" Siau Po mengeraskan hatinya lalu maju
beberapa tindak. "Kongcu, Wi Tayjin sudah mabuk, Mari hamba iringi Kongcu masuk ke dalam,"
katanya. Cahaya lentera tidak seberapa terang. Kongcu tidak mengenalinya. Dia melihat
serombongan siwi mendekati untuk menyambut kedatangannya, Hati-nya merasa heran
-- Mengapa ada orang sebanyak ini" - pikirnya, Keningnya mengerut, lalu dia
mengibaskan tangannya. "Kalian tunggu di luar!" katanya kemudian. Setelah itu, dia melangkah ke dalam
rumah, Siau Po mengikuti dari belakang.
Begitu masuk, dia segera memegang daun pintu.
"Kau juga keluar!" katanya kepada si thay-kam palsu.
"Baik, Wi Tayjin ada di dalam kamar," sahut Siau Po.
Kian Leng kongcu mempercepat langkah kakinya. Dia melihat Siau Po dan To Lung
tertelungkup di atas meja, sepasang alisnya langsung terjungkit ke atas, Sekali lagi
dia membentak. "Kau masih belum keluar juga?"
Siau Po tertawa ringan "Kalau aku keluar sekarang, urusannya bisa kacau!"
Kian Leng Kongcu terkejut, cepat dia menolehkan kepalanya, Dengan bantuan
cahaya lilin, dia melihat Siau Po berdiri di belakangnya, Hatinya terkejut sekaligus
senang, Tanpa sadar dia mengeluarkan suara seruan.
"Ah! Apa yang kau lakukan?"
"Jangan keras-keras!" kata Siau Po dengan suara rendah.
Kian Leng Kongcu menatapnya sejenak, lalu menoleh kepada "Siau Po" yang
tertelungkup di atas meja.
"Permainan gila apalagi yang kau lakukan?" tanyanya.
Siau Po menariknya ke dalam kamar, lalu memasang palang pintu kamar itu.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Urusannya gawat Sri Baginda ingin membunuh aku," bisiknya pada puteri itu.
"Hongte koko sudah membunuh Gok hu, kenapa dia juga ingin membunuh engkau"
Kalau dia benar-benar membunuhmu, aku akan mengadu jiwa dengannya," kata Kian
Leng kongcu. Siau Po mengulurkan tangan untuk merangkulnya lalu dengan lembut dia mengecup
pipi puteri itu. "Lebih baik kita melarikan diri dari istana ini secepatnya, Kalau Sri Baginda sampai
tahu hubungan kita, kepalamu pasti dipenggal olehnya."
Dipeluk dan dicium sedemikian rupa oleh Siau Po, seluruh tubuh Kian Leng kongcu
menjadi lemas seketika. "Hongte koko telah membunuh Gok hu, aku kira aku bisa menikah denganmu,
Mengapa urusannya jadi begini" Bagaimana pula dia bisa tahu?"
"Pasti kau sendiri yang kelepasan bicara, bukan?" tanya Siau Po.
Wajah Kian Leng kongcu jadi merah padam mendengar pertanyaan itu.
"Tidak, Tapi beberapa kali memang aku menanyakan kapan kau akan kembali,"
sahutnya. "Nah, iya kan" Tapi tidak apa-apa. Kita sudah pasti akan menjadi suami istri,
sekarang juga kita meninggalkan istana ini," kata Siau Po.
Kongcu merasa ragu-ragu sesaat.
"Besok pagi aku akan menghadap Hongte koko. Dia tidak akan membunuhmu
Setelah membunuh Gok hu, dia merasa menyesal terhadapku Dia sudah berjanji akan
mencarikan seorang Gok hu lainnya yang baik untuk menggantikan anak kura-kura itu.
Apalagi selama ini dia sangat menyayangi kau...."
Baru berkata sampai di sini, tiba-tiba dia merasa ada bau amis yang semakin
menyengat dalam kamar itu. Dia mengendus dua kali, "Apa yang...." Mendadak
perutnya terasa muak Hoakkk! Sembari menumpu pada sebuah kursi, dia termuntahmuntah.
Tapi yang keluar hanya air yang rasanya asam sekali.
Perlahan-lahan Siau Po menepuk-nepuk punggungnya, Dengan suara lembut dia
bertanya. "Kenapa" Salah makan" Sudah mendingan?"
Kongcu muntah-muntah lagi, Tiba-tiba dia melayangkan tangannya dan menampar
pipi Siau Po keras-keras.
"Salah makan" justru kaulah yang jahat! Kau memang jahat!" makinya, Kedua
kepalan tangannya terus meninju dada Siau Po.
Kongcu memang selamanya manja serta keras kepala, Melihat sikapnya, Siau Po
tidak heran lagi, Tapi sekarang dia dalam keadaan terdesak, Menunda lebih lama
sedikit, berarti waktu penembakan meriam semakin dekat Dia tidak mau urusannya
rusak oleh perempuan manja ini.
"Baik, baik, Aku memang jahat," sahutnya, Kian Leng kongcu menarik daun
telinganya, "Kau ikut aku menghadap Hongte koko, sekarang juga kita sembahyang
kepada langit dan bumi sebagai suami istri!"
Siau Po panik sekali mendengar ucapannya, "Urusan upacara sembahyang,
serahkan saja kepadaku, Tapi begitu Sri Baginda melihat aku, aku akan berubah
menjadi Gok hu tanpa kepala, Lebih baik kita kabur dulu."
Kongcu menariknya keras-keras, Telinga Siau Po terasa sakit sekali. Tanpa dapat
dipertahankan lagi dia menjerit.
"Memangnya kenapa kalau kau tidak punya kepala" Setan kecil, kenyataannya kau
memang tidak punya kepala, Kalau kau punya kepala otakmu pasti bisa berpikir, apa
yang harus kulakukan dengan Siau Kui Cu kecil dalam perutku ini?" makinya.
Siau Po terkejut setengah mati.
"Siau Kui Cu kecil?" tanyanya bingung.
Kongcu mengangkat sebelah kakinya lalu mendupak perut Siau Po. Sembari
menangis dia berkata. "Di dalam perutku sudah ada Siau Kui Cu kecil yang busuk! Kau memang jahat!
Kalau kita tidak segera menjadi suami istri, perutku ini semakin hari akan semakin
membesar.... Sri Baginda tahu Gouw Eng Him sudah menjadi thay-kam, jadi dia tidak
mungkin... pada waktu itu aku tidak mempunyai muka untuk menghadapi orang lagi!"
Wajah Siau Po pucat pasi. Dalam keadaan yang demikian genting, malah timbul
persoalan seperti ini. Dengan panik dia berkata,
"Kalau kita tidak melarikan diri dari istana sekarang, Siau Kui Cu dalam perutmu ini
akan kehilangan bapaknya, Kalau kita bisa lolos, kita segera kawin, Kau bisa
melahirkan Siau Kui Cu kecil, Bukan... kah dia keponakan luar Raja" Sri Baginda sudah
menjadi seorang paman, sekaligus iparku, Tentu dia merasa tidak enak hati membunuh
suami adiknya sendiri, bukan?"
"Kenapa harus tidak enak hati" Gouw Eng Him juga iparnya, tapi bukankah
dibunuhnya juga?" kata Kian Leng kongcu.
"Sri Baginda tahu Gouw Eng Him hanya seorang Gok hu palsu, Aku barulah barang
asli, Ipar palsu boleh dibunuh, ipar asli tentu tidak. Kongcuku yang baik, setelah Siau
Kui Cu kecil kita terlahir nanti, dia akan memeluk lehermu dan memanggilmu mama,
bukankah menyenangkan sekali ?" Rayu Siau Po.
Bagian 81 Si bocah cilik ini malah mengulurkan tangannya untuk memeluk leher puteri, Kongcu
tertawa terkekeh, "Menyenangkan telur busukmu! Aku justru tidak senang ada Siau Kui
Cu cilik yang memanggilku mama!"
Ngomong sih begitu, tapi telinga Siau Po yang dijewernya sudah dilepaskan Lalu
dengan manja, dia bertanya, "Sudah begitu lama kita tidak bertemu, apakah kau
merindukan aku?" Lalu dia menyusupkan kepalanya ke dalam pelukan Siau Po.
"Tentu saja aku merindukanmu, Setiap pagi atau pun malam aku selalu
memikirkanmu, Bahkan setiap detik, setiap saat aku selalu terbayang wajahmu," sahut
Siau Po. Dalam hati dia justru memaki -- Di saat seperti ini masih mengelendot terus, benarbenar
keturunan si Moler tua! -- Dia melihat Kongcu memeluknya erat-erat. Wajah
perempuan itu merah jengah. Saat ini tidak mungkin Siau Po bermesraan dengannya,
tapi dia juga tidak berani membuatnya tersinggung, maka dengan suara berbisik dia
berkata, "Sekarang kita kabur dari istana, Kelak kita mempunyai waktu untuk
bersamasama, selamanya kita tidak akan berpisah lagi. Mari kita berangkat!"
Kongcu justru merengek-rengek.
"Tidak! Malam ini juga kita harus menjadi suami istri!" katanya,
"Baik, baik! Malam ini juga boleh, asal kita kabur dulu!" sahut Siau Po.
"Kabur apanya" Hongte koko paling sayang kepadaku, Dia juga gurumu dan
menyukaimu. Besok kita bersama-sama memohon kepadanya, pasti dia tidak marah
lagi, Yang paling dibenci Hongte koko justru Gouw Sam Kui. sekarang juga kau utus
pasukan besar untuk menggempur orang itu, aku akan menemanimu Aku menjadi
panglima besar, kau menjadi wakilnya, Kalau kita berhasil membunuh Gouw Sam Kui,
Hongte koko pasti akan mengangkatmu menjadi Ongya!" kata Kian Leng kongcu,
pelukannya terhadap Siau Po malah dipererat.
Siau Po justru sedang kebingungan, tiba-tiba terdengar suara ketukan perlahanlahan
sebanyak tiga kali di jendela samping, Setelah berhenti sebentar terdengar lagi
dua kali ketukan. Siau Po langsung saja merasa senang.
"Apakah bibi To yang datang?" tanyanya dengan suara rendah.
Perlahan-lahan dia mendorong tubuh kongcu dan menghambur ke arah jendela
untuk membukanya. Tampak sesosok bayangan berkelebat seseorang meloncat
masuk, Ternyata memang To Hong Eng.
Begitu kedua wanita itu bertatap muka, mereka sama-sama terkejut
"Kongcu!" panggil Hong Eng dengan suara lirih.
Kongcu sendiri merasa marah sekali.
"Siapa kau" Untuk apa kau datang ke mari?" bentaknya, Rupanya setelah berpikir
sejenak, timbul rasa cemburu dalam hatinya, Dia berpikir, di tengah malam seperti ini,
seorang perempuan meloncat masuk ke dalam kamar Siau Po lewat jendela, urusannya
pasti tidak beres. Dia langsung menuduh perempuan itu kekasih gelapnya Siau Po. Meskipun dia
melihat usia perempuan ini pasti tidak muda lagi, tapi Siau Po memang mata keranjang,
Mungkin saja ada apa-apa di antara mereka. Apalagi gairahnya sedang menggebugebu,
perempuan ini justru datang mengganggunya, Semakin dipikir hatinya semakin
panas. Dia segera membuka mulut dan berteriak
"Mana...." Siau Po sudah menduganya, belum sempat Kongcu menyelesaikan teriakan "mana
orang?" dia segera membekap mulut sang puteri.
Kian Leng kongcu memberontak sekuat tenaga, Dia melayangkan tangannya dan
menampar pipi Siau Po dengan keras, Dalam keadaan panik, sebelah tangan Siau Po
mencekik leher kongcu, dia mengerahkan segenap tenaganya.
"Perempuan hina, mau mampus" Biar aku cekik mati sekalian!" makinya.
Kian Leng kongcu segera merasa pernafasannya sesak. Tangannya menggapaigapai
serabutan, Tangan kiri Siau Po berbalik lalu meninju kepala sang puteri sebanyak
dua kali. To Hong Eng yang melihat Siau Po berani memukul si tuan puteri, merasa terkejut
setengah mati, Tapi dia sadar urusan ini sudah semakin gawat Maka dia mengulurkan
tangannya untuk menotok bagian pinggang dan dada kongcu, Dengan demikian Siau
Po baru melepaskan tangannya.
"Bibi, urusannya gawat Raja ingin membunuh aku. sebaiknya kita kabur sekarang
juga," katanya. "Di luar banyak siwi yang menjaga, sebetulnya aku sudah datang sejak tadi, tapi aku
terpaksa menunggu satu jam setengah, baru mendapat kesempatan menyelinap ke
dalam." Dia berjalan ke arah jendela dan menguakkannya sedikit "Kau lihat sendiri!"
Siau Po melongokkan kepalanya, Dia melihat tujuh delapan orang siwi yang
membawa lentera sedang berjalan mondar-mandir. Tiba-tiba hatinya tergerak, teringat
apa yang dilakukkan oleh Mau Tung Cu dan siau Tau To.
- Nasib mereka buruk sehingga bertemu dengan ketiga orang dari keluarga Kui. Aku
boleh mencoba cara yang sama. Tidak mungkin arwah ketiga orang itu gentayangan
lagi untuk menyerang tandu si Tuan Puteri, - Karena mendapat pikiran itu, dia segera
berkata kepada kongcu. "Kongcu, kau jangan cemburu, dia ini bibimu, Adik bapakku, kakaknya ibuku, Kau
jangan suka mengumbar hawa amarah."
Kian Leng kongcu ditotok oleh To Hong Eng. Hatinya memang sudah kesal bukan
main dan hampir jatuh semaput. Mendengar ucapan Siau Po, kemarahannya langsung
sirna, Dia juga tidak ingat bahwa adik bapakku dan kakak ibuku tidak mungkin terdiri
dari orang yang sama, Yang penting baginya asal perempuan ini bukan kekasih Siau
Kui Cu, urusan lainnya dia tidak mau tahu. Seulas senyuman segera dipamerkannya.
"Kalau begitu, cepat bebaskan aku!" katanya, Siau Po memang ingin mengambil hati
si Tuan Puteri. "Kau toh istriku, cepat panggil bibi!" ujarnya, Kongcu senang sekali, cepat-cepat dia
memanggil. "Bibi!" To Hong Eng kebingungan. Baru saja kedua orang ini saling memukul, mengapa si
Tuan Puteri tiba-tiba memanggilnya bibi"
"Cepat kau suruh orang membawa tandumu ke dalam. Lalu orang itu kau suruh
keluar dan jangan lupa rapatkan pintunya, Kita duduk dalam satu tandu agar dapat
menyelinap keluar dari istana ini. Malam ini juga kita akan menikah, sedangkan kalau
menikah kan harus disaksikan oleh seorang angkatan tua baru sah. Nah, Bibi To inilah
angkatan tua kita, Bagaimana menurut pendapatmu?"
Kongcu gembira sekali, wajahnya merah karena jengah.
"Bagus sekali," sahutnya dengan suara lirih.
Siau Po mendorong punggungnya sembari berkata.
"Cepat! Cepat!"
Didorong sedemikian rupa, si Tuan Puteri ikut-ikutan panik, Tanpa menunggu
totokannya dibebaskan dia maju ke depan sambil berteriak
"Gotong tandunya ke dalam!"
Para thay-kam dan dayang keheranan. Tapi tingkah laku puteri yang satu ini
memang sulit diduga, perintah apa pun yang keluar dari mulutnya pasti aneh bagi orang
biasa, Bahkan kadang-kadang gila-gilaan, Karena itu mereka tidak berani ayal, Tapi
ada satu hal yang tidak diduga oleh Siau Po. Tandu selir Cin bisa dibawa masuk ke
dalam istana Cu Leng Kiong sehingga Siu Tau To dan Mau Tung Cu bisa menyelinap
ke dalam tanpa sepengetahuan orang lain, sedangkan bekas tempat tinggal Hay Tay
Hu ini mana mungkin disamakan dengan sebuah istana, pintunya jauh lebih kecil Jadi
hanya bagian depan tandu saja yang muat, Pada batas tiang kedua sisi tandu, para
thay-kam tidak sanggup memasukkannya lagi.
"Dasar manusia tidak punya guna! Gelinding keluar semuanya!" maki Kongcu.
Kedua thay-kam yang menggotong tandu hanya dapat merangkak ke luar dari bawah
dan dan mendumel dalam hati,
- pintunya memang cuma segini, mengapa kami yang disalahkan" Siau Po mendekati si Tuan Puteri dan berbisik di teIinganya.
"Suruh mereka menjauh dan tidak ada seorang siwi pun yang boleh masuk."
Kongcu berkata dengan suara Iantang.
"Siau Kui Cu, kau harus baik-baik berdiam di dalam kamar Pokoknya tidak boleh
keluar sama sekali!"
Siau Po juga menjawab dengan suara keras.
"Baik. sekarang sudah larut, harap Kongcu kembali ke kamar dan istirahat."
"Aku justru ingin keluar jalan-jalan, Memangnya kau berani melarang aku?" Maki si
tuan puteri sengaja menaikkan suaranya.
"Di dalam istana sedang ramai karena kedatangan pembunuh gelap, harap Tuan
Putri berhati-hati!" sahut Siau Po.
"Sri Baginda memelihara sekian banyak siwi tapi semuanya hanya tahu makanan
saja. semuanya menggelinding jauh-jauh dan tidak ada seorang pun yang boleh masuk
ke rumah ini!" kata Kian Leng kongcu.
Para siwi segera mengiakan dan mundur jauh-jauh.
Siau Po masuk ke dalam tandu lalu menggapaikan tangannya, To Hong Eng segera
membebaskan totokan Kongcu agar si Tuan Puteri itu juga bisa menyusup ke dalam
tandu, Karena tandu itu tidak seberapa besar, Kongcu terpaksa duduk di pangkuan Siau
Po. Tangan kiri Siau Po merangkul pinggang si Tuan Putri.
"Bibi To, harap kau kawal kami ke luar," katanya kepada Hong Eng. Siau Po berpikir
bahwa ilmu bibinya ini tinggi sekali, seandainya ada orang yang curiga dan memeriksa
tandu itu, kan ada orang yang membantunya berkelahi.
To Hong Eng segera mengiakan Dia mengenakan pakaian para dayang. Apabila dia
mengawal di sisi tandu Tuan Puteri, tentu tidak ada orang yang curiga kepadanya.
"Cepat gotong tandu ini ke luar!" bentak Kian Leng kongcu, Keempat thay-kam yang
bertugas menggotong tandu segera bersiap sedia, Dua orang menggotong di bagian
depan dan dua lagi dari belakang, Untuk sesaat timbul keheranan dalam hati mereka,
Mengapa tandu ini tiba-tiba menjadi berat"
Kongcu mendengarkan petunjuk yang diberikan Siau Po. Tandu digotong ke luar
lewat Sin Bu Bun. Para siwi yang menjaga di sana melihat tandu si Tuan Puteri akan
digotong ke luar meskipun hari sudah larut, mereka segera maju untuk
menanyakannya. Kongcu menghambur ke luar dari tandunya sembari memaki.
"Pokoknya aku ingin keluar, buka pintu itu!"
Malam ini, yang menjadi pemimpin pengawal gerbang itu bukan lain dari pada Cio Ci
Hian. Dia segera membungkukkan tubuhnya untuk memberi hormat Sembari tertawa,
dia berkata. "Tuan Puteri, malam ini kabarnya dalam istana akan kedatangan beberapa orang
pengacau, Situasinya kurang aman, harap Tuan puteri menunggu sampai besok pagi
baru keluar." "Aku mempunyai urusan penting yang harus diselesaikan, Iagipula, mengapa aku
harus takut terhadap para pengacau itu!" maki Kongcu.
Sebetulnya Cio Ci Hian tidak berani melarang, Tapi Gouw Eng Him sudah mati,
sekarang tiba-tiba saja Tuan Puteri ingin keluar istana padahal sudah larut malam. Dia
khawatir urusan ini ada hubungannya dengan pemberontakan Gouw Sam Kui.
Besok pagi kalau ada pemeriksaan, dia harus menerima beban tanggung jawab yang
berat Dia hanya membungkukkan tubuhnya beberapa kali namun tetap tidak bersedia
membukakan pintu. Tingkahnya itu membuat si Tuan Puteri semakin panik, Akhirnya
dia berkata lagi. "Kalau memang demikian, biarlah hamba tanyakan dulu kepada To Congkoan.
Setelah mendapatkan jawabannya, hamba akan bergegas kembali ke sini."
Siau Po yang ada di dalam tandu dapat mendengar si Tuan Puteri, tapi Cio Ci Hian
tetap tidak mau membukakan pintu, malah sekarang dia akan menemui To Lung untuk
mendengar petunjuk dari-nya. urusannya jadi semakin gawat Dalam keadaan panik dia
terpaksa berkata. "Cio Ci Hian, tahukah kau siapa aku?"
Cio Ci Hian cukup lama mengikutinya. Tentu saja dia mengenali suara Siau Po.
Hatinya merasa heran sekaligus gembira.
"Apakah Wi congkoan di sana?" tanyanya.
Siau Po tertawa. "Benar" sahutnya. Dari dalam tandu dia melongokkan kepalanya lalu menggapaikan
tangannya. Cio Ci Hian cepat-cepat menghampiri.
"Aku mendapat perintah rahasia dari Sri Baginda untuk menyelesaikan suatu urusan
yang penting sekali," katanya dengan suara berbisik, "Kalau aku sampai menunjukkan
mukaku, urusannya bisa kacau, Karena itulah Sri Baginda menyuruh aku bersembunyi
di dalam tandu ini dan menggunakan Kongcu untuk keluar dari istana," kata Siau Po.
Cio Ci Hian tahu Siau Po disayang sekali oleh Raja, tingkahnya juga sulit ditebak,


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apa yang dilakukannya selalu tidak masuk akal, Karena itulah dia tidak curiga lagi.
"Baik, baik, Hamba akan membukakan pintu sekarang juga." pikiran Siau Po
langsung tergerak. "Apakah kau ingin mendapatkan kenaikan pangkat atau hadiah besar?" tanyanya.
Cio Ci Hian mengikuti Siau Po sekian lama, Dalam beberapa tahun saja, pangkatnya
sudah dua kali dinaikkan Bahkan dia sudah mempunyai simpanan uang sebanyak dua
laksa tail Iebih. Mendengar kata-kata Siau Po, dia tahu pembesar cilik ini pasti akan mengungkapkan
pujian bagi dirinya lagi di hadapan Sri Baginda. Hatinya langsung berbunga-bunga,
Cepat-cepat dia membungkukkan tubuhnya dan menjawab
"Terima kasih atas tawaran Wi Congkoan! Apabila ada sesuatu yang dapat hamba
laksanakan meskipun seluruh tubuh ini harus hancur lebur, hamba tidak akan
menolaknya." Dalam hati Siau Po berkata, -- Kau sendiri yang mengatakannya, Kalau
meriam itu ditembakkan nanti sehingga seluruh tubuhmu hancur lebur, anggaplah
karena ucapanmu sendiri jangan kau menyalahkan aku. -Dia segera membisiki Cio Ci Hian, "Ada sekawanan penjahat yang sekongkol dengan
Gouw Sam Kui. Sri Baginda telah menyusun rencana yang bagus, Mereka berhasil
dikelabui dan sekarang berkumpul di gedung kediamanku, Sri Baginda mengutus aku
membawa sepasukan tentara untuk menangkap mereka, Kau tahu sendiri, pemimpin
garis depan para tentara itu selamanya tidak pernah akur dengan aku. Coba kau tebak,
mengapa Sri Baginda malah mengutus aku memimpin komandan tentara dan anak
buahnya itu?" Cio Ci Hian menggelengkan kepalanya.
"Hamba" memang bodoh, mengenai hal ini hamba tidak tahu apa-apa," sahutnya.
Sebetulnya komandan pasukan tentara itu telah bersekongkol dengan Gouw Sam
Kui. Sri Baginda ingin membasmi mereka sekaligus, sedangkan Kongcu menantunya
Gouw Sam Kui. Begitu mereka melihat Tuan Puteri, para pemberontak itu pasti tidak
akan menaruh kecurigaan lagi," kata Siau Po.
Cio Ci Hian seperti tersentak sadar.
"Rupanya begitu, Aku sama sekali tidak menyangka Komandan Tentara Ha Tong
telah bersekongkol dengan Gouw Sam Kui. Pasti urusan ini berhasil diselidiki oleh Wi
congkoan pula sehingga telah mendirikan jasa besar."
"Jasa ini sebetulnya direncanakan oleh Sri Baginda sendiri kemudian diserahkannya
kepadaku, Kita kan sudah seperti saudara sendiri, kalau ada kenaikan pangkat, kita
rasakan bersama, Ada hadiah, kita bagi rata, sekarang sebaiknya kau bawa empat
puluh anak buah andalanmu untuk membangun jasa bersama-sama aku."
Cio Ci Hian senang sekali. Dia sampai mengucapkan terima kasih berulang kali,
Setelah itu dia mempersilahkan Kongcu masuk lagi ke dalam tandu. Dipilihnya empat
puluh orang siwi yang paling pandai mengambil hatinya dan dikatakannya bahwa
mereka mendapat perintah rahasia dari Raja untuk menyelesaikan suatu urusan, Anak
buahnya segera membukakan pintu gerbang, Dia mengiringi tandu Kongcu keluar dari
istana, Sisa penjaga yang enam puluh orang lagi disuruh menjaga dengan ketat.
"Biar bagaimana pun, pintu gerbang ini tidak boleh dibuka lagi sampai pagi nanti,
Kecuali ada perintah dari aku atau To Congkoan. Kalau tidak, siapa pun tidak ada yang
boleh meninggalkan istana ini," kata Siau Po.
Cio Ci Hian menyampaikan pesan Siau Po kepada para penjaga, Keenam puluh
penjaga itu segera mengiakan Diam-diam Siau Po merasa geli.
-- Sekali Lohu meninggalkan istana ini, lohu tidak akan kembali Iagi, Entah arwah To
congkoan akan datang memberikan perintah kepada kalian untuk membukakan pintu
atau tidak" -- katanya dalam hati.
Tempat tinggal Siau Po tidak seberapa jauh dari istana, Tidak lama kemudian
mereka sudah hampir sampai. sepanjang perjalanan jantung Siau Po terus berdebardeban
Dia khawatir baru sampai tengah jalan, tempat tinggalnya sudah hancur
tertembak meriam, Untung saja sampai mereka tiba, keadaan di tempatnya masih sunyi
senyap tanpa terlihat gerakan apa pun.
Begitu sampai di depan pintu gerbang, Komandan Tentara sudah mendapat laporan
bahwa mereka kedatangan Kian Leng kongcu, Karena itu dia segera maju menyambut.
Sementara itu, di dalam tandu, Tuan puteri telah mendapat petunjuk dari Siau Po
disamping digerayangi tangannya yang nakal, Mendengar suara penyambutan si
komandan tentara, dia segera melongokkan kepalanya keluar. "Komandan Ha, Sri
Baginda mengeluarkan perintah rahasia bahwa urusan yang harus diselesaikan malam
ini penting sekali Apakah kau sudah menyiapkan segalanya dengan baik?" tanyanya.
Komandan tentara itu kembali membungkukkan tubuhnya dalam-dalam.
"Betul, hamba sudah menyiapkan segalanya."
Kongcu berkata lagi dengan suara berbisik.
"Tentunya meriam-meriam itu sudah ditempatkan dengan baik, bukan?"
"Betul, Lam tayjin sendiri yang akan memberikan petunjuk," sahut si komandan.
Siau Po yang ada di dalam tandu dapat mendengar semuanya dengan jelas, Dalam
hati dia berkata. - Rupanya Sri Baginda memang tidak berdusta, Kalau Lam tayjin, si Setan Bule itu
yang langsung memberikan petunjuknya, tembakan meriam itu tentunya tepat pada
sasaran! -"Sri Baginda berpesan agar aku menyelesaikan suatu urusan dalam gedung ini.
sebaiknya kau temani aku ke dalam," kata Kian Leng Kongcu pula.
"Lapor Tuan Puteri, waktunya sudah mendesak sekali, Sekarang kita tidak bisa lagi
masuk ke dalam," sahut si komandan
Kian Leng Kongcu segera memperlihatkan kemarahannya.
"Mana mungkin tidak boleh" ini perintah langsung dari Raja, kau berani
membangkang?" bentaknya.
"Hamba tidak berani, Tapi... tapi benar-benar berbahaya, tubuh Tuan Puteri ibarat
emas murni...." Siau Po yang ada di dalam tandu mengeluarkan suara batuk satu kali, To Hong Eng
segera menerjang ke depan dan menotok tiga kali pada bagian pinggang dan bawah
ketiak si komandan. Terdengar suara dengusan dari hidung si Komandan, tahu-tahu tubuhnya tidak bisa
digerakkan lagi, Kemudian dia merasakan serangkum hawa dingin menyusup dalam
punggungnya. Kali ini rasa terkejutnya jangan dikatakan lagi.
Tapi dia benar-benar tidak mengerti apa yang telah terjadi Rupa-nya punggung orang
itu telah ditusuk oleh sebatang pedang yang bukan main tajamnya, tapi dia hanya
terluka sedikit. "Sri Baginda telah menurunkan perintah, Apabila kau membangkang, penggal saja
kepalamu, juga seluruh anak buahmu harus dibunuh sampai habis," kata Kian Leng
kongcu. "Baik, baik," sahut si komandan dengan suara gemetar.
Tiba-tiba hati Siau Po tergerak.
-- orang-orang dalam pasukan ini semuanya pernah mengikuti aku. Mereka tidak
pernah membantah mengapa mereka harus dibunuh" - pikirnya. - Lebih baik disuruh
menjadi pasukan Berani Mati yang menghadang di depan, - Karena mendapat
pemikiran demikian, dia segera berbisik di sisi telinga Kian Leng kongcu. "Suruh dia
perintahkan lima puluh anak buahnya untuk menemani kita masuk ke dalam rumah."
"Panggil lima puluh orang tentaramu untuk menemani kita masuk ke dalam rumah!"
kata Kian Leng kongcu. "Ba... ik, ba... ik...." Komandan itu segera menyuruh lima puluh orangnya untuk
mengiringi di belakang tandu si Tuan Puteri, Mereka langsung masuk ke dalam, Diamdiam
Siau Po telah memerintahkan Cio Ci Hian dan anak buahnya menjaga di luar
gedung. Tandu digotong masuk ke dalam halaman kedua. Kongcu dan Siau Po keluar dari
tandu, diperintahkannya ke lima puluh tentara tersebut untuk berbaris dan menunggu di
tempat itu. Dengan diiringi To Hong Eng yang mencekal si komandan, mereka
melangkah masuk ke dalam.
Begitu masuk ke dalam, mereka melihat Tan Kin Lam, Bhok Kiam Seng, Ci Thian
Coan dan yang lain-lainnya sudah ada di sana. Mereka merasa heran ketika melihat
Siau Po masuk ke dalam dengan diiringi oleh seorang nyonya yang anggun, seorang
dayang dan seorang petugas kerajaan.
Siau Po menggapaikan tangannya, Para hadirin segera menghampirinya, Dia segera
berbisik. "Raja sudah tahu bahwa kita mengadakan pertemuan di sini. Di luar gedung ini telah
dijaga ketat oleh puluhan tentara, juga telah disiapkan belasan meriam yang diarahkan
ke mari." Orang-orang gagah yang berkumpul dalam ruangan itu terkejut setengah mati,
Wajah mereka berubah seketika.
"Lebih baik kita menerjang ke luar saja dan bunuh setiap orang yang menghalangi
kita!" usul Liu Tay Hong.
Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Tidak bisa!" sahutnya, "Tentara yang menjaga di luar terdiri dari tentara yang sudah
terlatih dengan baik, Apalagi kehebatan meriam-meriam itu. Aku membawa puluhan
tentara ke dalam sini. sebaiknya semua mengganti pakaian dengan seragam mereka,
barulah kita keluar dari sini," katanya.
Para hadirin memuji akalnya yang cerdik.
Siau Po segera memberi petunjuk lagi kepada Kian Leng kongcu, Si Tuan Puteri
berkata kepada si komandan.
"Suruh dua puluh orang anak buahmu masuk ke dalam!"
Sejak semula si komandan sudah merasa urusan ini kurang beres, tapi pedang To
Hong Eng menempel di batang lehernya, mana mungkin dia berani berbuat apa-apa"
Terpaksa dia memerintahkan dua puluh anak buahnya masuk ke dalam ruangan.
Para anggota Thian Te Hwee dan beberapa orang dari Bhok onghu sudah menunggu
di balik pintu. Begitu kedua puluh tentara itu masuk ke dalam, mereka segera
mengayunkan tinju dan tendangan sehingga semuanya semaput.
Kian Leng kongcu kembali menyuruh si Komandan menitahkan lima belas anak
buahnya masuk ke dalam, kejadian tadi terulang kembali. Terakhir yang lima belas
orang juga disuruh masuk, Para anggota Thian Te Hwee dan orang-orang dari Bhok
onghu sibuk mengganti mereka dengan seragam para tentara, Bahkan Kian Leng
kongcu juga ikut mengganti pakaiannya.
Siau Po melihat Bhok Kiam Peng dan Cin Ju masuk ke dalam ruangan yang satunya
lagi untuk mengganti pakaian mereka, Tapi dia tidak melihat Song Ji. Cepat dia
menanyakannya kepada Cin Ju.
"Adik Song Ji sudah begitu lama pergi ke istana untuk melihat kau, tapi belum
kembali juga, pasangan suami istri Kui Heng Su juga menyelinap ke dalam istana tapi
tidak ada kabar apa-apa. Dia menjadi khawatir Akhirnya ia ikut keluar dengan Hong
toaya untuk mencari informasi," kata Cin Ju.
"Mereka keluar setelah makan siang, mengapa sampai sekarang belum kembali
juga?" tanya Kiam Peng.
Siau Po mengerutkan keningnya, Dia tahu ilmu silat Hong Ci Tiong cukup tinggi,
tentu dapat melindungi keselamatan Song Ji. Tapi mereka tidak tahu rencana Raja,
bagaimana kalau setelah mereka pergi nanti, kedua orang itu justru kembali lagi
kemari" Apabila pada saat itu meriam ditembakkan, bukankah mereka akan mati
konyol" Setelah merenung sejenak, Siau Po berkata kepada Cian Lao Pan.
"Cian toako, Hong toako dan Song Ji keluar mencari informasi, sampai sekarang
mereka masih belum kembali Kita harus meninggalkan kode rahasia di sini, Dengan
demikian, apabila mereka kembali nanti, mereka bisa melarikan diri secepatnya."
Cian Lao Pan mengiakan. Karena keadaannya sudah mendesak, dia segera
mengeluarkan pedangnya lalu ditikamnya dua orang tentara yang menggeletak di atas
lantai, Setelah itu dia merobek ujung pakaiannya lalu dilumuri dengan darah kedua
tentara itu dan dituliskannya dua kata "Cepat kabur" yang besar-besar di sekeliling
tempat itu. Tepat pada saat itu, semua sudah selesai menyalin pakaian.
Siau Po mengajak para hadirin ke istal untuk mengambil kuda tunggang, Empat
orang Thian Te Hwee menyamar sebagai thay-kam, Mereka menggotong tandu si Tuan
Puteri ke luar To Hong Eng masih menggiring si komandan, sedangkan para tentara
lainnya ada yang jatuh semaput dan ada pula yang ditotok jalan darahnya, Mereka
ditinggalkan dalam gedung Siau Po.
Siau Po sendiri tetap duduk dalam tandu bersama Kongcu, Begitu keluar dari
gedungnya, dia baru bisa menghembuskan nafas lega. Dalam hati ia berpikir.
- Para pelayan, pengurus kuda bahkan koki yang bertugas di rumahku ini pasti tidak
terhindar dari ledakan meriam, Tapi seandainya aku mengajak mereka semua, sisa
para tentara yang ada di depan pasti akan merasa curiga, - Kemudian dia berpikir lagi,
Tempo hari ketika berada di Gunung Ngo Tay San, kita menyamar sebagai Ihama untuk
menolong si Raja Tua, Hari ini kami menggunakan cara yang sama.
Cara melarikan diri seperti kura-kura ini memang berguna sekali, Tempo hari
digunakan untuk menolong Lo Hongya, sekarang digunakan untuk menolong Siau Kui
Cu. Benar-benar berhasil Para hadirin keluar dari gedung itu bersama-sama tandu Kongcu, Si komandan
masih ikut serta. Tampak puluhan siwi mengadakan perondaan dengan berjalan
mondar-mandir, Tapi di mana meriam-meriam itu diletakkan, sampai saat itu masih
belum terlihat. Setelah terlepas dari bahaya, hati Siau Po agak lega. Apalagi melihat guru dan
saudara-saudaranya tidak sampai terkena tembakan meriam, hatinya semakin girang
dan terhibur. "Komandan ini telah melakukan kesalahan be-sar.,." katanya kepada Cio Ci Hian.
"Sebaiknya kau giring dia ke dalam penjara, Kecuali Sri Baginda sendiri, siapa pun
tidak boleh menemuinya, Keputusannya, tunggu sampai aku kembali saja."
Cio Ci Hian segera mengiakan.
"Orang ini adalah pengkhianat besar, Sri Baginda benci sekali kepadanya, Begitu
mendengar namanya saja, pasti gusar sekali. Harap kau sampaikan kepada saudara
lainnya agar berhati-hati, jangan sampai Sri Baginda mendengar nama si Pengkhianat
besar ini," kata Siau Po pula.
Setelah mendapat perintah, Cio Ci Hian segera membawa anak buahnya seraya
menggiring si Komandan meninggalkan tempat itu. Keadaan si Komandan bagai telur di
ujung tanduk, Bagaimana nasibnya di kemudian hari, Siau Po juga enggan
memikirkannya. Para hadirin tidak ada yang mengucapkan sepatah kata pun. Mereka hanya berjalan
menuju ke tempat yang sepi.
"Bagaimana hasil pasangan suami istri Kui Heng Su yang menyelinap ke dalam
istana?" tanya Tan Kin Lam tiba-tiba.
"Mereka bertiga...."
Belum sempat Siau Po menyelesaikan kata-katanya, mendadak dari arah
kedatangan mereka, terdengar suara ledakan yang memekakkan gendang telinga.
Tidak salah lagi, tentunya gedung tempat tinggal Siau Po telah menjadi sasaran
menang Kobaran api dan kepulan asap tampak membumbung sampai tinggi, bahkan
papan dan bebatuan beterbangan ke angkasa, orang-orang gagah yang ada di tempat
itu merasa tanah yang mereka injak bergetar. Suara ledakan masih berkumandang
terus, Mengerikan sekali!
Orang-orang Thian Te Hwee dan orang-orang Bhok onghu saling lirik sekilas,
mereka tidak menyangka tembakan meriam bisa sedahsyat itu. Apabila mereka
terlambat pergi sebentar saja, entah bagaimana bentuk tubuh mereka sekarang"
Terdengar Liu Tay Hong memaki.
"Maknya! Benar-benar...." Terdengar lagi suara ledakan yang keras sehingga katakatanya
yang selanjutnya tertekan, Begitu memandang ke arah gedung Siau Po,
tampak cahaya api sudah mulai pudar, berganti dengan asap hitam yang menutupi
sebagian langit. -- Ledakan sekeras ini pasti terdengar juga oleh si Raja cilik, Apabila dia mengutus
orang memanggil aku untuk berbicara, kedokku ini pasti akan terbuka segera. - Pikir
Siau Po dalam hati. Dia segera keluar dari tandu untuk menghampiri Tan Kin Lam.
"Suhu, kita harus meninggalkan kotaraja secepatnya, Kalau berita ini sudah tersiar,
mungkin seluruh pintu kota akan ditutup, Kita pasti sulit untuk keluar lagi," katanya.
"Tidak salah, sekarang juga kita berangkat," sahut Tan Kin Lam.
Tepat pada saat itu, Kian Leng kongcu juga keluar dari tandunya.
"Kau kembali dulu ke istana, Setelah keadaan tenang, aku akan menjemputmu lagi,"
kata Siau Po. Kongcu terkejut sekaligus marah.
"Apa kau bilang?"
Siau Po mengulangi kata-katanya.
"Kau memungkiri kata-katamu sendiri, sekarang kau sudah terlepas dari bahaya, kau
ingin membuang aku begitu saja?" teriak kongcu.
"Bukan, bukan begitu," sahut Siau Po gugup, Belum lagi dia menyelesaikan katakatanya,
tahu-tahu terdengar suara plak! Pipinya kena ditampar keras-keras oleh si
Tuan Puteri. Orang-orang yang ada di tempat itu jadi terpana, barusan mereka sudah melihat
kedahsyatan ledakan meriam yang ditembakkan, kalau bukan karena Siau Po yang
datang memberi kisikan, tentu mereka tidak mempunyai kesempatan untuk meloloskan
diri. Tubuh mereka pasti sudah hancur lebur saat ini. Karena itu, kalau biasanya ada yang
kurang memandang mata kepada Siau Po, pada saat itu mau tidak mau timbul juga
rasa hormat dan berterima kasih dalam hati mereka, Melihat bocah tanggung itu
mendadak kena tamparan, ada orang yang langsung menerjang ke depan untuk
mendorong Kongcu, bahkan ada beberapa orang yang membuka mulut memakimakinya.
Kongcu tidak pernah mendapat perlakuan sedemikian rupa, Dia langsung menangis
meraung-raung. "Kau sendiri yang bilang akan menikah denganku itulah sebabnya aku sudi kabur
denganmu, Aku malah menyuruh komandan tentara menolong teman-temanmu! Kau...
penjahat... busuk! perhitungan kita belum selesai! Anak dalam perutku ini...."
Siau Po takut Tuan Puteri akan melanjutkan kata-katanya sehingga perbuatannya


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang memalukan akan terbongkar maka cepat-cepat dia menyahut.
"Baik, baik, Kau ikut saja denganku. sekeluarnya dari kotaraja, kita baru bicarakan
lagi masalah lainnya."
Sembari mengusap air matanya, Kongcu tertawa senang, Dia membalikkan tubuh
dan naik ke atas punggung seekor kuda.
Serombongan orang itu tiba di Cao Yang Bun, pintu keluar sebelah timur.
"Firman rahasia dari Raja untuk keluar kota menangkap pemberontak Cepat bukakan
pintu gerbang!" teriak Siau Po.
Pakaian yang dikenakan oleh orang-orang itu ialah seragam tentara pasukan pribadi
Raja, Tentu saja para penjaga gerbang pintu tidak ada yang berani mencegah, Apalagi
barusan mereka telah mendengar suara tembakan meriam yang memekakkan telinga
dalam kota pasti telah terjadi sesuatu Pasukan ini pasti mendapat tugas langsung dari
Sri Baginda, Karena itu mereka segera membukakan pintu.
Serombongan orang itu berhasil keluar dari pintu gerbang, mereka menuju ke timur,
Siau Po dan Tan Kin Lam duduk bersama di atas punggung seekor kuda, Dia
menceritakan peristiwa mengenaskan yang terjadi pada diri ketiga orang dari keluarga
Kui itu. Dia juga menceritakan bagaimana rahasianya telah diketahui oleh Raja Tatcu.
"Siau Po, biasanya aku selalu menganggap kau tidak-pernah serius menghadapi apa
pun. Kau juga tidak jujur dalam segala hal, Tapi, ternyata dalam situasi yang demikian
genting, kau bisa mengutamakan kesetia kawanan, Kau tidak serakah akan kedudukan
atau pun harta benda, Kau tidak mengkhianati sahabat-sahabatmu, Sungguh orang
yang sulit ditemui!" puji Tan Kin Lam.
Siau Po tertawa. "Sahabat-sahabat yang lain masih tidak apa-apa, tapi mengkhianati dan menjual
guru sendiri, sekali-sekali tidak boleh dilakukan," sahutnya.
"Apanya yang "sahabat-sahabat yang lain masih tidak apa-apa?" pokoknya asal yang
namanya teman, kau tidak boleh mengkhianatinya, Bukan hanya gurumu saja," kata
Tan Kin Lam. Siau Po meleletkan lidahnya.
"Suhu, tecu minta maaf, tecu tidak pernah mendapat pendidikan, jadi banyak hal
yang tecu kurang mengerti, harap suhu jangan ambil hati!" sahutnya.
Tiba-tiba dia teringat masa lalunya dengan si Raja cilik, Meskipun menghadapi
seorang kaisar, dia bisa bicara seenaknya, Sungguh indah masa-masa itu. sekarang
urusannya jadi begini, Mungkin dia tidak akan mempunyai kesempatan untuk bertemu
lagi dengan sahabatnya itu. Tanpa dapat ditahan lagi, serangkum rasa pedih
menyelimuti batinnya. "Kita menyamar sebagai tentara garis depan, tidak sampai setengah hari, Raja tatcu
pasti mengetahuinya. sebaiknya kita segera mengganti pakaian lagi," kata Tan Kin Lam.
"Betul, sesampainya di desa pertama, kita harus membeli pakaian untuk kembali
menjadi diri kita sendiri," sahut Siau Po.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh li, mereka sampai di sebuah
dusun, Tapi ternyata di dusun ini tidak ada orang yang menjual pakaian Tan Kin Lam
orang yang cerdas dan berpendidikan tinggi, Urusan militer, dialah jagonya, Namun
menghadapi urusan sepele seperti ini, dia justru tidak tahu apa-apa. Untuk sesaat dia
jadi kebingungan. "Terpaksa kita menuju dusun satunya lagi di depan sana, Semoga saja ada yang
menjual pakaian, toko pakaian bekas pun jadilah," katanya.
Mereka meneruskan perjalanan sekeluarnya dari dusun itu, mereka melihat ada
sebuah gedung besar yang temboknya tinggi sekali. Bangunannya cukup megah, Tibatiba
hati Siau Po tergerak. "Suhu, bagaimana kalau kita mampir ke rumah itu dan meminjam beberapa pakaian
dari si pemilik rumah?" tanyanya.
Untuk sesaat Tan Kin Lam merasa bimbang.
"Mungkin pemilik rumah tidak sudi meminjamkannya," sahutnya.
Siau Po tertawa. "Kita kan tentara kerajaan Kalau tentara kerajaan tidak memeras orang-orang kaya
dan gedung-gedung mewah, siapa lagi yang bisa mereka peras atau rampok?" Tanpa
menunggu jawaban, dia meloncat turun dari kudanya dan berjalan ke arah pintu
gerbang yang besar lalu mengetuk-ngetuk cantelan pintunya yang terbuat dari logam
sehingga menimbulkan suara dentangan yang bising.
Seorang pelayan laki-laki keluar membukakan pintu, Rombongan Siau Po menerjang
masuk, Setiap bertemu dengan orang, mereka segera memereteli pakaiannya untuk
digantikan dengan pakaian seragam yang mereka kenakan.
Pemilik rumah rupanya seorang pejabat dari kotaraja yang sudah pensiunan. Dia
melihat sikap tentara-tentara kerajaan itu seperti singa-singa yang kelaparan.
"Para Tuan Besar, harap jangan bersikap kasar, sebentar aku akan menyuruh orang
menyiapkan hidangan Setelah kenyang, pasti ada hadiah yang dapat dibagi-bagi.,."
katanya beruIang-ulang. Baru saja dia menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba lengannya telah dicekal oleh
seseorang, pakaiannya dilepaskan dengan kasar, Rasa terkejutnya jangan ditanyakan
lagi. "Aduh! Aku sudah tua, jangan main-main...!" teriaknya panik.
Rombongan Siau Po tertawa terbahak-bahak. Belasan stel pakaian telah didapatkan
oleh mereka, Pemilik rumah dan pelayannya merasa malu sekali.
Untung saja selera para tentara ini agak aneh, pikir mereka, Hanya pakaian orang
laki yang dilepaskan sedangkan orang perempuan tidak diusik sedikit pun Setelah
melepaskan pakaian orang laki-laki dalam rumah itu, mereka juga tidak mengambil
tindakan apa-apa. Mereka justru melepas pakaiannya sendiri dan diganti dengan pakaian yang mereka
dapatkan Setelah itu mereka keluar dari rumah tersebut dan pergi secepatnya dengan
menunggang kuda masing-masing. Pemilik rumah saling menatap dengan para
pelayannya, Mereka benar-benar tidak mengerti maksud para tentara itu.
Rombongan Siau Po tiba di tempat yang sepi. Bhok Kiam Peng, Cin Ju dan Kongcu
menuju belakang semak-semak untuk mengganti pakaian mereka, semuanya
mengenakan pakaian laki-laki. Setelah itu mereka naik lagi ke atas punggung kuda
untuk melanjutkan perjalanan
Siau Po masih teringat akan budak kesayangannya, Song Ji.
"Entah bagaimana nasib Hong toako dengan budak cilikku itu," katanya, "Aku
berharap salahmseorang saudara dari luar daerah dan wajahnya asing untuk masuk ke
kotaraja untuk mencari keterangan."
Dua orang saudara anggota Thian Te Hwee yang berasal dari Kuang Say segera
menerima baik perintah itu dan pergi.
Setelah sekian lama masih belum terlihat adanya tentara kerajaan yang mengejar,
hati orang-orang dalam rombongan itu baru merasa agak lega, Setelah menempuh
perjalanan sejenak lagi, tiba-tiba Kiam Peng mengeluarkan seruan terkejut, tapi lalu
tertawa terkekeh-kekeh. Rupanya kuda yang ditunggangi Cin Ju tiba-tiba berak setumpuk besar dan hampir
saja terinjak oleh kaki Bhok Kiam Peng.
Baru berjalan belum berapa lama, kembali ada beberapa ekor kuda yang buang air
besar lagi, Kernudian "kuda yang ditunggangi Hian Ceng tojin tiba-tiba meringkik keras
dan jatuh terkulai Biar dibujuk dengan cara apa pun, kuda itu tidak mau bangkit lagi.
"To tiang, kita tunggang kuda bersama saja!" ajak Cian Lao pan.
"Baik!" sahut Hian Ceng tojin, Dia meloncat naik ke belakang Cian Lao Pan dan
duduk be-rendeng dehgannya.
Mendadak Siau Po tersadar Hatinya langsung terkejut setengah mati.
"Hukum karma! Hukum karma! Kali ini benar-benar runyam!" teriaknya.
"Ada apa?" tanya Tan Kin Lam.
"Arwah Gouw Eng Him pasti datang mencari aku! Dia benci aku karena telah
meringkusnya, juga merebut... merebut...." Kata-kata "istrinya" hampir terlontar dari
mulut si bocah tanggung, untung saja dia segera sadar.
Dia teringat ketika mendapat firman untuk mengejar Gouw Eng Him. Kuda yang
ditunggangi rombongan itu diberi makan kacang kedelai sehingga berak-berak dan
lemas, Ifulah sebabnya mengapa Siau Po tidak mendapat kesulitan menangkapnya,
Kalau saja saat itu Gouw Eng Him berhasil sampai ke Inlam, tentu Raja cilik tidak bisa
membunuhnya, Setelah ditanyakan sampai jelas, rupanya dia sendiri yang mengurus
pengurus kudanya mengerjai mereka. Sekarang dia sendiri berusaha melarikan diri,
kuda-kudanya juga terkulai lemas seperti tempo hari.
Apalagi kalau bukan arwah Gouw Eng Him yang sedang membalaskan dendamnya"
LagipuIa Siau Po kabur dengan membawa istri orang itu, Setelah mati, kepala Gouw
Eng Him harus mengenakan topi hijau pula, Bagaimana arwahnya bisa tenang di alam
baka" Semakin dipikirkan hatinya semakin takut. Tubuhnya langsung gemeter.
Terdengar ringkikan dua ekor kuda yang kemudian jatuh terkulai juga.
Tan Kin Lam juga merasa ada yang tidak beres, dia menanyakan dengan terperinci
Siau Po segera menjelaskan situasi yang dialami Gouw Eng Him ketika dia
menangkapnya. "Pasti arwah Gouw Eng Him gentayangan sekarang dia sedang membalas dendam
Ini... ini.,." kata Siau Po dengan suara bergetar.
Kongcu jadi marah. "Gouw Eng Him si budak hina, ketika hidup jadi orang cacat, setelah mati masih jadi
setan penasaran Apa yang kau takutkan?"
Tan Kin Lam mengerutkan keningnya.
"Siang hari bolong begini mana mungkin ada setan" Tempo hari ketika kau meracuni
kuda-kuda Gouw Eng Him, apakah Raja Tatcu juga mengetahui persoalannya?"
tanyanya. "Tentu saja tahu. Dia malah memuji aku sebagai panglima yang beruntung," sahut
Siau Po. Tan Kin Lam manggut-manggut.
"ltu dia! Raja Tatcu menggunakan cara yang sama untuk membalas budi
panglimanya yang beruntung. Dia takut kau akan melarikan diri, Sebelumnya dia sudah
menyuruh orang memberi kudaku kacang kedelai seperti yang kau lakukan."
Siau Po segera tersentak sadar.
"Benar! Benar! Hari itu ketika kami berhasil meringkus Gouw Eng Him, Raja merasa
senang sekali, Bahkan Raja menghadiahkan pangkat bagi tukang kudaku, Dia disuruh
mengurus kuda-kuda di istana, Kali ini pasti dia pula yang meracuni kuda-kudaku,"
sahutnya. "ltu dia! Dalam hal ini, diakan ahlinya, Sifat setiap kuda pasti sudah dihapalnya
dengan baik. Kalau memang dia yang memberikan racun, mana ada istilah
melesetnya?" kata Tan Kin Lam.
Baru saja dia menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba kuda tunggangannya menerjang
ke depan lalu jatuh dengan posisi kedua kaki depan meringkuk, Siau Po segera
melompat turun. Dilihatnya kuda itu berusaha untuk bangkit kembali, tetapi kenyataannya malah
semakin parah. Bahkan kedua kaki belakang pun ikut terkulai
"Binatang-binatang ini tidak dapat dimanfaatkan lagi," kata Tan Kin Lam. "Kita harus
membeli kuda-kuda baru di dusun depan sana."
"Dalam waktu sesaat ingin membeli begini banyak kuda, juga sulit mendapatkannya!"
ujar Liu Tay Hong. "Memang betul. sebaiknya untuk sementara kita berpencar saja," kata Tan Kin Lam.
Ketika berbicara itulah, dari arah jalan utama sayup-sayup terdengar suara derap
kaki kuda. "Para tentara sedang mengejar kita, Lebih baik kita bunuh saja semuanya lalu kita
rebut kuda-kuda mereka!" seru Hian Ceng tojin dengan suara riang.
"Saudara-saudara dari Thian Te Hwee, kalian bersembunyi di kedua sisi jalan,
saudara-saudara dari Bhok Onghu dan Ong Ok San juga ikut memencarkan diri
mengikuti saudara dari Thian Te Hwee, Begitu para tentara itu mendekat, kita serang
mereka dengan mendadak.... Eh, Kok rasanya tidak benar.,." seru Tan Kin Lam.
Suara derap kaki kuda semakin jelas, malah gerakannya menggetarkan tanah yang
mereka pijak. Tampaknya tentara yang datang mengejar jumlahnya tidak kurang dari
dua ribuan orang, Tentu saja yang lainnya tidak perlu bertanya lagi arti seruan Tan Kin
Lam yang terakhir. Wajah mereka segera berubah menjadi pucat pasi, jumlah mereka hanya puluhan
orang, Meskipun ilmu silat mereka cukupan, tapi di tengah hari bolong dan tanah datar
seperti ini menghadapi ribuan tentara, rasanya sulit dilukiskan dengan kata-kata, Yang
ilmu silatnya tinggi sekali, mungkin masih bisa menyelamatkan diri, tapi yang kelas
tanggung tidak diragukan lagi harus kehilangan selembar jiwanya.
Tan Kin Lam mengambil keputusan. "Jumlah tentara banyak sekali, Kita tidak boleh
melawan dengan kekerasan!" Semuanya menyelinap ke pedalaman!" serunya.
Baru sempat mengucapkan beberapa patah kata, suara derap kaki kuda sudah
semakin mendekat, Ketika mata mereka diarahkan, tampak kepulan debu membubung
tinggi di atas, seakan seluruh angkasa tertutup oleh kabut yang tebal.
"Celaka! Celaka!" teriak Siau Po seperti orang panik, Dia menggerakkan kakinya lalu
lari terbirit-birit. Kongcu pun berseru memanggilnya.
"Hei, kau mau ke mana?" perempuan itu mengintil ketat di belakangnya.
"Lebih baik kau pulang saja ke istana, percuma saja kau ikut denganku!" jawab Siau
Po dengan berteriak. Kongcu marah sekali mendengar ucapannya.
"Siau Kui Cu busuk, kau pikir bisa lari dariku" Tidak begitu mudah, tahu?"
Dalam hati Siau Po tidak henti-hentinya mengeluh
-- Rasanya lebih sulit menghindarkan diri dari Puteri ini daripada ribuan tentara itu!
-pikirnya. Di kejauhan dia melihat ada lumbung yang tingginya melebihi tubuh orang dewasa di
sebelah tenggara, Rasanya bisa digunakan sebagai tempat bersembunyi Oleh karena
itu, tanpa berpikir panjang lagi Siau Po ngacir ke arah tersebut Setelah dekat dia
dapat melihat di belakang lumbung i terdapat dua rumah petani, Selain itu tidak ada apa-apa
lagi. Dia berpikir, kuda-kuda tentara itu datangnya cepat sekali, sesaat lagi pasti akan
tiba. Karena itu dia segera menyusup ke dalam lumbung yang tinggi dan rimbun tersebut.
Tiba-tiba dia merasa bagian punggungnya mengetat, rupanya dia telah dicengkeram
oleh seseorang, Lalu dia pun mendengar suara tawa si Tuan Puteri.
"Mungkinkah kau melarikan diri?" ejeknya.
Siau Po merasa apa boleh buat, Terpaksa dia membalikkan tubuhnya dan tertawa
getir. "Lebih baik kau bersembunyi di sebelah sana. Setelah para tentara berlalu, kita baru
bicarakan urusan kita!" kata pemuda itu.
Tuan puteri menggelengkan kepalanya.
"Tidak bisa! pokoknya aku harus tetap bersamamu!" perempuan itu segera
menghampirinya serta menyusup ke dalam lumbung padi, Belum lagi keduanya
menempatkan diri dengan baik, mereka mendengar suara langkah kaki yang mendekati
"Wi hiocu! Wi hiocu!" terdengar pula suara seruan Cin Ju.
Siau Po melongokkan kepalanya, Ternyata Cin Ju dan Bhok Kiam Peng sedang
berjalan beriringan ke arah mereka.
"Aku di sini!" seru Siau Po. "Cepat kalian menyusup ke dalam sini!"
Keduanya pun menurut perintahnya dan segera ikut bersembunyi di dalam lumbung
padi tersebut. Sebetulnya tempat itu tidak tepat dikatakan lumbung padi, karena posisinya di tempat
terbuka, Padi-padi itu masih belum dibersihkan dan hanya ditumpukkan di tanah lapang
sehingga berbentuk deretan panjang dan tinggi.
Ke empat orang itu menyusup semakin ke dalam, Siau Po merasa tempat itu tidak
mudah di lacak oleh para tentara, Hatinya merasa agak tenang, Tidak lama kemudian
terdengarlah rombongan kuda yang melewati tempat itu.
Siau Po pun berpikir dalam hati,
- Tempo hari aku bersama A Ko, Su Thay, Suhu dan si bocah busuk juga
bersembunyi di balik ladang gandum, Aih, seandainya disampingku sekarang bukanlah
si puteri bawel ini, tapi si cantik jelita A Ko, entah bagaimana bahagianya perasaan
ini. En-tah bagaimana pula keadaan A Ko dan di mana dia berada" Kemungkinan dia
sudah menjadi istri Tan Kek Song, Dan bagaimana pula keadaan Song Ji sekarang" -Tiba-tiba terdengar teriakan seseorang yang mengeluarkan perintah, disusul dengan
berhentinya derap kaki kuda. suasananya membisingkan sebab mereka bukannya
langsung berhenti, tapi hanya membalikkan arah kuda tunggangan mereka untuk
menuju ke tempat persembunyian Siau Po.
Kongcu terkesiap. "Mereka berhasil menemukan kita!" katanya khawatir
"Jangan bersuara, mereka tidak mungkin melihat kita!" ujar Siau Po
memperingatkan. "Bukankah mereka sedang menuju ke mari?" kata Kongcu puIa,
Terdengar salah satu dari tentara itu berseru,
"Kuda tunggangan para pemberontak itu terkulai di sekitar sini, mereka pasti belum
sempat lari jauh. Geledah dengan seksama!"
-- Rupanya begitu, kuda-kuda sialan itu benar-benar mencelakakan kami! -- Gerutu si
Tuan puteri dalam hati, ia pun mengulur tangannya dan meremas jari jemari Siau Po.
Di wilayah perbatasan Liau Tong memang merupakan tanah pertanian yang subur,
daerahnya pun luas sekali Selain masih banyak ilalang yang tinggi, para petani
setempat pun suka menundukkan padi hasil panenan di tempat-tempat terbuka, itulah
sebabnya kalau dilihat dari kejauhan seperti padang rumput yang luas, Tempat itu pun
sesuai untuk persembunyian, karena sulit disimak satu per satu, Yang jadi masalah,
justru jumlah tentara yang demikian banyak, Kalau sepuluh orang memeriksa satu
tempat saja, dalam waktu yang singkat mereka pasti berhasil ditemukan.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Telinga Siau Po dapat mendengar suara para tentara yang semakin mendekat, dia
pun berkata. "Mari kita menyelinap ke rumah itu!", tangannya menarik ujung baju Bhok Kiam Peng.
Kemu-dian dia mendahului mereka menuju kedua rumah petani yang terletak di bagian
belakang, Ketiga gadis itu pun segera mengintilnya.
Setelah melewati pagar yang terbuat dari bam-bu, mereka sampai di depan pintu,
Siau Po mendorongnya lalu melongok ke dalam Tidak terlihat seorang pun. Yang ada
hanya perkakas pertanian, Siau Po segera mengambil beberapa helai pakaian kasar,
lalu dibagi-bagikannya kepada ketiga gadis itu.
"Cepat kenakan!" perintahnya. ia sendiri pun segera mengenakan salah satu pakaian
tersebut Kepalanya juga ditutupi sebuah kerudung bambu, Setelah itu dia duduk di
sudut rumah. Tuan puteri tertawa mengikik.
"Senang juga rasanya dapat menyamar sebagai petani dusun!" katanya.
Bhok Kiam Peng mengeluarkan seruan terkejut.
"Ah, mereka sudah datang"
Pintu kayu di dorong dengan keras sehingga menimbulkan suara Blam! Masuklahtujuh
delapan orang tentara. Siau Po dan lainnya segera menolehkan wajah. Sesaat
kemudian terdengarlah suara yang lantang.
"Di sini tidak ada orang, Penduduk desa sudah berangkat ke ladang!"
Siau Po merasa suara orang itu tidak asing bagi telinganya. Lewat celah topi
pandannya dia meng-intip, Hatinya menjadi senang seketika, rupanya orang yang
berbicara itu bukan lain dari Tio Liang Tong,
"Cong Peng Tayjin, keempat orang ini..." kata salah seorang tentara.
Tapi Tio Liang Tong segera menukas ucapannya.
"Semuanya keluar dari sini! Biar aku yang mengadakan pemeriksaan. Rumah ini
begini kecil, Mak-nya! Kalian semua kumpuI di sini, untuk membalikkan tubuh saja
sulit!" Para tentara itu segera mengiakan, lalu berjalan ke luar.
Tio Liang Tong sengaja bertanya dengan suara keras.
"Apakah ada orang asing yang lewat di tempat ini?" Dia berkata sembari berjalan ke
arah Siau Po, Tangannya diulurkan, disodorkannya dua keping uang emas dan
diletakkannya di bawah kaki pemuda itu. Kemudian dia berkata lagi dengan suara
lantang, "Rupanya orang-orang itu sudah lari ke arah utara! Mereka tahu pihak kerajaan
sudah mengutus para tentara mengejar, mereka juga sadar kalau sampai tertangkap,
batok kepala mereka pasti terpisah dari batang lehernya, sehingga cepat-cepat
melarikan diri. Semakin jauh tentu semakin baik, Celakalah kita kalau tidak berhasil
meringkus mereka!" Dia membungkukkan tubuhnya dan memeluk Siau Po dengan tubuh sedikit limbung
kemudian bangkit dan membalikkan tubuh serta berjalan ke luar
"Para pemberontak itu sudah kabur ke arah utara, cepat kita kejar!" perintahnya
lantang. Siau Po menarik nafas Iega, Dalam hati dia berpikir
-- Bagaimana pun, Tio Cong Peng masih ada sedikit perasaan setia kawan
terhadapku Kalau sampai perbuatannya ketahuan, batok kepalanya sendiri juga sulit
dipertahankan lagi, - Terdengarlah suara derap kaki kuda yang serabutan. Rombongan tentara itu
melakukan pengejaran ke arah utara.
Sementara itu, Tuan puteri merasa heran.
"Cong Peng tadi terang-terangan sudah menemukan kita, tapi dia... eh, malah
menghadiahkan uang untukmu! Oh, aku mengerti sekarang, rupanya dia temanmu..."
"Mari kita keluar lewat pintu belakang!" ujar Siau Po. Dimasukkannya uang
pemberian Tio Liang Tong, lalu mendahului yang lainnya menuju pintu belakang.
Begitu masuk ke ruangan belakang, dia melihat di sana duduk delapan sembilan
orang, Siau Po terkejut setengah mati, Cepat-cepat dia membalikkan tubuhnya dan
bermaksud mengambil langkah seribu, Tapi baru lari dua langkah, bagian kerahnya
terasa mengencang, rupanya dia telah dicekal oleh seseorang, kemudian tubuhnya
diangkat ke atas. Terdengar orang itu berkata dengan nada dingin. "Mau coba lari lagi?"
Orang yang berbicara itu tidak lain dari Hong Kaucu, Yang lainnya terdiri dari Hong
Hujin, Poan Tau To, Liok Ko Hian, Ceng Liong Su Kho Soat Teng, Bu Kin tojin, Tio Tam
Goat, serta Oey Liong Su.
Pokoknya tokoh-tokoh utama pihak Sin Liong To sudah berkumpul di situ, Dan ada
pula seorang gadis yakni Pui Ie.
Tuan puteri menjadi marah sekali melihat kejadian itu.
"Mengapa kau menariknya sedemikian rupa?" bentaknya sembari mendupakkan
kakinya ke arah Hong Kaucu.
Pemimpin Sin Liong Kau itu mengulurkan tangan kirinya dan menotok jalan darah di
paha Tuan Puteri, perempuan itu mengeluarkan suara erangan lalu jatuh terkulai di atas
tanah. Tubuh Siau Po melayang di tengah udara.
"Kaucu dan Hujin ibarat dewata, usianya dan rejekinya sama dengan langit,
Terimalah penghormatan dari tecu, Wi Siau Po!" teriaknya.
Hong Kaucu tertawa dingin. "Untung kau masih ingat kata-kata itu!" ujarnya.
"Kata-kata itu sudah terpatri dalam sanubari tecu, Setiap pagi kalau bangun tidur,
tecu selalu mengucapkannya satu kali, Sehabis membasuh muka, tecu menyebutnya
satu kali lagi, sarapan juga tidak lupa mengucapkannya, demikian pula kalau makan
siang atau pun makan malam.
Bahkan apabila hendak tidur malam hari, tecu mengulanginya sekali lagi, pokoknya
tecu tidak berani melupakannya, apalagi sampai salah mengucapkan Malah kalau tecu
teringat budi besar yang telah ditanamkan Kaucu dan Hujin, hamba sengaja
menghapalkannya beberapa kali lagi!" sahut Siau Po.
Bagian 82 Sejak kehancuran pulau Sin Liong to, sehingga sebagian besar pengikutnya mati dan
sebagian lagi terluka dan melarikan diri, Hong Kaucu hanya mengajak beberapa kaki
tangannya yang berilmu tinggi untuk berkelana di dunia kangouw.
Ucapan "Usia Kaucu seperti usia langit" jarang dihapalkan lagi, Kemungkinan
semangat mereka juga sudah kendor, malah satu hari belum tentu dia mendengar katakata
itu walau hanya satu kali, Sekarang, mendengar Siau Po mengucapkannya dengan
lancar dan penuh semangat, hatinya terasa agak lapang.
Tanpa terasa dia melepaskan cekalannya, Wajah yang sebelumnya dingin dan kaku
mulai tersungging sedikit senyuman.
"Hari ini tecu dapat bertemu kembali dengan Kaucu dan Hujin, tubuh ini terasa jauh
lebih ringan dan semangat pun menyala-nyala. Hanya saja, ada satu hal yang tecu tidak
mengerti," kata Siau Po.
"Apa itu?" tanya Hong Kaucu.
"Tempo hari tecu berpisah dengan Kaucu serta Hujin. Kalau dihitung-hitung, rasanya
sudah cukup lama juga, tapi mengapa tampaknya kaucu malah lebih muda tujuh
delapan tahun, dan Hujin justru lebih pantas menjadi adikku?" sahut Siau Po.
"Bukankah hal ini benar-benar sulit dimengerti?"
Hong Hujin tertawa terkekeh-kekeh, dia mengulurkan tangannya untuk mencubit pipi
Siau Po. "Eh, Monyet kecil, kalau menepuk pantat kuda, kau memang paling pintar!" katanya.
Tuan Puteri marah sekali.
"Perempuan ini benar-benar tidak tahu malu! Bicara dengan laki-Iaki, tidak cukup
menggunakan mulut, tangan dan kaki pun ikut mengambil bagian!" sindirnya.
Hong Hujin tertawa semakin lebar.
"Lho" Aku kan hanya menggerakkan tangan" Baiklah, sekarang kaki pun harus
mengambil bagian!" Selesai berkata, dia mengangkat sebelah kakinya lalu menendang
lengan si Tuan Puteri, Tentu saja Kian Leng Kongcu menjerit kesakitan.
Tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda yang riuh dan sumbernya dari setiap arah,
Tampaknya entah berapa banyak tentara telah mengepung di sekitar rumah itu.
Pintu besar terdorong, serombongan tentara menyerbu masuk, Mula-mula ada dua
orang di antaranya yang menerjang ke da!am. Mereka memperhatikan orang-orang
dalam ruangan itu. Salah satunya segera berkata.
"Rupanya hanya penduduk desa yang tidak ada gunanya!"
Siau Po mengenali suara orang itu sebagai suara Ong Cin Po. Hatinya senang
sekaIi. Dia menoleh ke arah orang itu, ternyata di sebelah Ong Cin Po bukan lain dari
Sun Kek Si. Kedua orang itu memberikan isyarat dengan kerlingan mata, mereka juga
mengulapkan tangan sebagai perintah agar tentara yang mengiringi mereka ke luar dari
tempat itu, Lalu Sun Kek Si berkata dengan suara lantang.
"Hanya beberapa penduduk desa yang sudah tua renta! Hei, apakah kalian melihat
adanya serombongan pemberontak yang melarikan diri lewat tempat ini" Baiklah, kami
akan mencari ke tempat lain!"
Tiba-tiba saja hati Siau Po tergerak.
-- Kali ini kembali aku terjatuh ke tangan orang-orang Sin Liong To. Biar bagaimana
caranya iku memutar lidah, rasanya selembar nyawa ini tetap sulit dipertahankan
sebaiknya aku ikut saja dengan saudara Ong Cin Po serta yang lainnya, Begitu terlepas
dari cengkeraman jahat pihak Sin Liong To, aku bisa memohon kepada saudara Ong
Cin Po dan Sun Kek Si untuk membebaskan aku! --Ketika melihat kedua orang itu
bermaksud berjalan keluar, dia segera menegur "Ong koko, Sun koko, akulah Wi Siau
Po, kalian bawalah aku."
"Kalian orang-orang dusun ini benar-benar cerewet, menggelindinglah jauh-jauh!"
bentak Sun Kek Si. "Saudara cilik ini menanyakan apakah kau mempunyai sedikit uang, soalnya dia
sudah kehabisan," tukas Ong Cin Po.
"Oh, uang" Ada! Ada!" Dari dalam saku bajunya, Sun Kek Si mengeluarkan
beberapa keping uang dan disodorkannya kepada Siau Po lalu berkata kembali "Ada
beberapa orang penjahat yang melarikan diri dari kota Peking" Raja marah sekali,
sehingga mengutus ribuan tentara untuk mengejar mereka. Begitu berhasil tertangkap,
batok kepala orang-orang itu harus segera dipenggal Saudara cilik, tempat ini sangat
berbahaya, seandainya para tentara salah tangkap dan batok kepala kalian dipenggal,
namanya mati penasaran."
"Kalian tangkap saja aku, aku rela mengikuti kalian," sahut Siau Po.
"Kau mau ikut kami menjadi tentara" Wah, ini bukan permainan! Di luar terdapat
banyak pasukan yang membawa meriam. Begitu meriam ditembakkan, suaranya saja
sudah memekakkan telinga, Biar pun ilmu silatmu tinggi, belum tentu kau bisa
menyelamatkan diri," kata Ong Cin Po.
Mendengar ucapannya, Siau Po berpikir dalam hati.
-- Ada meriam" Ya, lebih bagus lagi! Aku yakin Hong Kaucu saja tidak berani
sembarangan mengambil tindakan! -- Karena itu dia segera berkata lagi, "Ada sedikit
urusan yang ingin kusampaikan kepada Raja, mohon kalian bawa aku ke istana."
"Begitu Raja melihatmu, kau pasti dibunuhnya," ujar Ong Cin Po. "Raja juga tidak
ubahnya dengan manusia biasa yang mempunyai sepasang mata dan sebuah mulut,
apanya sih yang bagus dilihat" Saudara, kami meninggalkan tiga belas ekor kuda untuk
teman-teman saudara yang ada di dusun ini. Kalian bersembunyilah sejauh-jauhnya,
delapan atau sepuluh tahun kemudian, kau harus mengembalikan kuda-kuda tersebut
Satu pun tidak boleh ada yang mati, kalau tidak, batok kepala kalianlah yang akan
dijadikan pembayaran hutang ini!" Selesai berkata, dia langsung berjalan ke luar.
Siau Po menjadi panik, Dia menghambur ke depan dan menarik lengan baju Ong Cin
Po sambil berteriak. "Ong koko, cepat bawa aku!" Tiba-tiba sebuah telapak tangan telah menekan di atas
ubun-ubun kepalanya, lalu terdengar suara Hong Kaucu berkata.
"Saudara cilik, hati Tuan besar ini baik sekali, dia baru saja datang dari Kota Raja,
yang mana pasti mengetahui dengan jelas situasi serta pemikiran Raja kita, kau jangan
membuat keonaran!" "Benar, sebaiknya kita kejar para penjahat itu sekarang!" ujar Sun Kek Si dengan
suara lantang. Siau Po sadar bahwa dirinya sudah terjatuh ke dalam tangan Sin Liong Kaucu. Asal
laki-laki itu menekan ubun-ubun kepalanya agak sedikit keras lagi, selembar jiwanya
pasti melayang, Tapi dia juga sadar, meskipun kematian belum menjemputnya
sekarang, waktunya pasti tidak larna lagi, Oleh karena itu dia menjadi nekat, sengaja
dia berteriak keras-keras.
"Kalian tangkaplah aku! Aku adalah Wi Siau Po!"
Para tentara itu terperanjat Langkah kaki mereka pun terhenti seketika, sedangkan
Sun Kek Si segera tertawa terbahak-bahak.
"Wi Siau Po adalah seorang pemuda berusia tujuh belasan tahun, kau ini kakek yang
sudah hampir masuk lubang kubur, masak mengaku sebagai Siau Po, benar-benar
menggeiikan!" Selesai berkata, Sun Kek Si segera menarik ujung pakaian Ong Cin Po. Kedua orang
itu berjalan ke luar dengan langkah lebar. Kemudian terdengarlah suara perintah,
"Tinggalkan tiga belas ekor kuda di sini, biar orang-orang itu dapat memberi kabar
kepada tentara-tentara yang menyusul di belakang! Bakar rumah penduduk itu, agar
para penjahat tidak dapat menggunakannya sebagai tempat persembunyian!"
"Terima perintah!" Terdengar pula sahutan para tentara.
Kemudian, beberapa di antaranya segera menyulut api obor, lalu diletakkannya di
bagian depan pintu rumah.
Hong Kaucu tertawa dingin.
"Teman-temanmu itu ternyata solider sekali, Sudah memberi uang, kuda pun
ditinggalkan pula, Mari kita berangkat!" katanya.
Bhok Kiam Peng membimbing si Tuan Puteri, beramai-ramai mereka berjalan ke luar
melalui pintu belakang, kemudian memutar ke bagian depan. Ternyata di sana memang
telah tersedia tiga belas ekor kuda.
Dua di antaranya memakai ladam yang indah sekali serta pelananya juga menyolok
Rupanya itulah kuda tunggangan Ong Cin Po dan Sun Kek Si sendiri.
Mereka segera naik ke atas seekor kuda. Siau Po berempat digiring di tengahtengah,
mereka menuju ke timur, Siau Po sendiri terus berharap datangnya rombongan
tentara yang lain agar ia dan teman-temannya segera diringkus, Hubungannya dengan
si Raja cilik cukup dekat, biarpun kali ini kesalahannya cukup besar, belum tentu dia
harus menebusnya dengan kepala dipenggal, sedangkan Kaucu dari Sin Liong Kau ini
mempunyai watak yang jahat, licik serta hatinya beracun.
Kalau sampai jatuh ke tangannya, entah berapa banyak siksaan yang harus
dideritanya sebelum mati. Tapi, meskipun telah menempuh perjalanan sekian jauh,
belum juga terdengar suara derap kaki kuda para tentara yang datang mengejar
sedangkan kuda-kuda yang mereka tunggangi merupakan kuda-kuda pilihan yang
diseleksi oleh Ong Cin Po sendiri.
Sudah barang tentu kecepatannya tidak perlu diragukan lagi, seandainya di belakang
ada tentara yang menyusuI, belum tentu sanggup mengejar mereka, LagipuIa,
sebelumnya Tio Liang Tiong, Ong Cin Po dan Sun Kek Si sudah mengalihkan
pengejaran para tentara itu ke arah utara.
Sepanjang perjalanan, kecuali gerutuan dan caci maki si Tuan Puteri, tidak ada
seorang pun yang bersuara, Akhirnya, Oey Liong Su menotok jalan darah gagu si Tuan
Puteri, Biarpun dalam hati Kongcu itu mendongkol sekali, tapi apa boleh buat, dia tidak
sanggup bersuara Iagi. Hong kaucu memerintahkan rombongan orang-orang itu agar mempercepat
perjalanan ke arah timur laut. Malam hari mereka beristirahat di daerah pegunungan.
Beberapa kali Siau Po mencari akal untuk melarikan diri, namun kecerdikan Hong
Kaucu tidak terpaut dengannya sehingga akhirnya dia malah menerima bogem mentah
beberapa kali, jangankan melarikan diri!
Beberapa hari kemudian, mereka sampai ke tepi laut, Liok Ko Hian mengambil
sekeping uang perak dari saku Siau Po, kemudian digunakan untuk menyewa perahu,
Dalam hati Siau Po tidak hentinya mengeluh, malah uang untuk menyewa perahu saja
harus dia yang mengeluarkan bukankah runyam"
Begitu semuanya naik ke atas perahu, tukang perahu segera mengembangkan
layarnya untuk menuju ke arah timur laut Siau Po berpikir dalam hati.
-- Kali ini tujuannya pasti pulau Sin Liong To Iagi. Si Kura-kura tua tentu ingin
mengumpankan diriku kepada ular-ular yang ada di sana! -- Setiap kali mengingat
ularTiraikasih website http://cerita-silat.co.cc/
ular berbisa di sana yang melilit seluruh tubuhnya sembari menguakkan mulut lebarlebar,
tubuh Siau Po pasti gemetar dan mengeluarkan keringat dingin.
Diam-diam dia merenung - Paling bagus kalau bisa mendapatkan akal melubangi
dasar perahu ini. Dengan demikian kita semua akan mati bersama-sama, Siapa pun
tidak ada yang merasa dirugikan! Namun, para anggota Sin Liong Kau sudah mengenal betul kelicikan Siau Po. Oleh
karena itu mereka menjaganya dengan ketat Dengan demikian Siau Po juga tidak
mempunyai kesempatan untuk menggunakan akalnya, Siau Po teringat, dirinya sudah
dua kali ke pulau Sin Liong To. pertama dengan Pui Ie dimana dalam sepanjang
perjalanan mereka bersenda gurau, sungguh kenangan yang manis.
Dan kedua kalinya dia memimpin serombongan pasukan untuk meledakkan pulau
itu, benar-benar berwibawa sekali lagaknya tempo hari.
Tapi, untuk ketiga kali ini, dia malah dalam keadaan tidak berdaya serta menjadi
tawanan Kaucu Sin Liong Kau. jiwanya bagai telur di ujung tanduk, Kalau dibandingkan
dengan dua kali yang sebelumnya, benar-benar bagai langit dan bumi.
Sejak bertemu kembali dengan Pui Ie di perbatasan Kota Peking, gadis itu tidak
menunjukkan perasaan sedih atau pun gembira. Mimik wajahnya kaku seakan
perasaannya telah mati. Gadis itu juga tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun.
walaupun dia tidak menyulitkan posisi Siau Po, tapi gadis itu juga tidak melirik ke
arahnya sekali pun. Kadang-kadang Siau Po berpikir, kemungkinan Pui Ie berada di bawah tekanan Hong


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kaucu, jadi, seandainya gadis itu mempunyai sedikit perasaan kepadanya, tentu dia
tidak berani menunjukkannya.
Tapi, kadang-kadang pula Siau Po teringat kelicikan gadis itu yang membuatnya
terperangkap berkali-kali, Sebetulnya, dari sekian banyak gadis yang dikenalnya, Pui Ie
mempunyai pesona tersendiri serta menanamkan kesan yang paling dalam di hati Siau
Po, namun dia juga merupakan gadis yang paling dibencinya.
Setelah berlayar beberapa hari, ternyata mereka sudah mendekati pulau Sin Liong
To. Liok Ko Hian dan poan Tau To menggiring Siau Po, Kongcu, Bhok Kiam Peng serta
Cin Ju berempat naik ke daratan.
Salah seorang anak buah tukang perahu mencoba membangkang, Oey Liong Su
langsung menggerakkan golok membunuhnya. Para anak buah tukang perahu yang lain
jadi ketakutan. Mana mungkin mereka berani melakukan gerakan apa-apa. Mereka
terpaksa pasrah pada nasib.
Tampak pepohonan di pulau itu telah berubah menjadi tandus. Tanah pun kering
kerontang, Di mana-mana masih terlihat sisa kedahsyatan ledakan meriam yang
ditembakkan tempo hari, Dari bagian pepohonan terhendus bau amis.
Di sana-sini tampak bangkai ular tergeletak, bahkan ada yang tinggal tulang
belulangnya, Begitu sampai di halaman aula, tampak temboknya retak parah, sejumlah
pondok bambu yang tadinya berjejer di kanan kiri empat itu sudah tidak berbentuk lagi,
semuanya hancur akibat ledakan.
Hong Kaucu berdiri tertegun tanpa mengeluarkan suara apa pun. Wajah Oey Liong
Su serta yang lainnya menyiratkan kemarahan, bahkan di antaranya ada yang mendelik
ke arah Siau Po. Tio Tan Goat langsung berseru dengan lantang. "Hong Kaucu sudah kembali! Para
anggota perkumpulan harap keluar melakukan penghormatan!"
Orang itu berteriak dengan mengerahkan hawa murni dalam tubuhnya, otomatis
suaranya keras sekali, bahkan gemanya mencapai beberapa li.
Beberapa saat kemudian, dia berseru lagi dua kali, tapi dari dalam lembah hanya
terdengar kumandang suaranya sendiri.
"Sudah kembali! Lakukan penghormatan!"
Lewat sesaat lagi, keadaan di sekitar tempat itu tetap sunyi senyap, Bukan saja tidak
tampak seorang pun dari anggota perkumpulan itu menghambur keluar memberikan
penyambutan, bahkan tidak terdengar sahutan sedikit pun.
Hong Kaucu menolehkan kepalanya.
"Kau menembakkan meriam ke pulau ini sehingga semuanya tidak tersisa! Tentunya
sekarang kau sudah merasa puas, bukan?" katanya kepada Siau Po dengan nada
dingin. Siau Po melihat mimik wajah Kaucu itu menyiratkan kekejian hatinya, tanpa terasa
bulu romanya jadi meremang, Kemudian dengan suara gemetar dia menyahut
Pasangan Naga Dan Burung Hong 6 Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen Rajawali Emas 1

Cari Blog Ini