Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok Bagian 4
Untung saja selisih waktu sampai kentongan pertama tidak terlalu jauh, setengah jam kemudian kentongan pertamapun sudah tiba.
Dari luar pagar pekarangan terdengar suara kentongan dibunyikan satu kali pertanda kentongan pertama telah tiba.
"Nah, waktunya sudah tiba...." Huan Cu im segera berpikir.
Baru saja ia akan membuka pintu dan berjalan keluar.
Pada saat itulah terdengar ada suara orang mengetuk pintu, lalu terdengar Ci giok sedang berbisik:
"Huan kongcu, kita boleh berangkat sekarang."
Huan Cu im segera membuka pintu, ia jumpai wajah Ci giok telah mengenakan kembali selembar topeng, rambutnya dibungkus kain hitam dan bajunya telah berganti dengan pakaian ringkas berwarna hitam, sebilah pedang pendek tersoren dipinggangnya, dandanan seorang yang hendak berjalan malam.
Menyaksikan pakaian ringkasnya yang ketat, tanpa terasa Huan Cu im terbayang kembali peristiwa semalam ketika ia menelanjangi gadis tersebut kontan saja hatinya terasa berdebar keras, napaspun turut memburu. cepat cepat dia bertanya.
"Nona, sebetulnya kita hendak kemana" Tentunya kau bersedia menerangkan sekarang bukan?"
Berkilat sepasang mata ci giok dibalik kegelapan setelah tertawa rendah, sahutnya
"Budak hendak mengajakmu menuju kesuatu tempat dan menjumpai seseorang, sudah cukup bukan?"
"Menjumpai seseorang?" tanya Huan cu im keheranan,
"siapakah orang itu?"
Sekali lagi ci giok menunjukkan sikap misterius, sambil menutupi bibirnya dan tertawa rendah ia menyahut:
"Kongcu cukup mengikuti budak saja, kita akan kemana, sebentar toh kau akan mengetahui dengan sendirinya."
Kemudian tidak menunggu sampai Huan cu im bertanya lagi kembali dia berbisik: "Tahukah kongcu mengapa budak harus memilih waktu kentongan pertama untuk kesana?"
"Kalau nona tidak menjelaskan, darimana aku bisa tahu?"
"Kebanyakan orang yang berjalan malam sebagian besar akan bergerak selewatnya kentongan kedua, karena pada waktu itu malam sudah sepi dan jejak mereka tidak mudah kebocoran-"
"Padahal penjagaan didalam benteng akan mencapai saat yang paling ketat selewatnya kentongan kedua, dimana mana akan tersebar para busu yang melakukan perondaan, berbeda sekali bila kita bertindak pada kentongan pertama, berhubung waktunya masih terlalu pagi perondaan, maupun penjagaan masih sedikit dan sangat mengendor."
"Ooooh, rupanya begitu."
"oleh sebab itu kita harus bertindak pada waktu begini asal beberapa buah pos penjagaan berhasil kita lampaui, maka jejak kita tak bakal ketahuan orang. Tapi setelah keluar dari gedung timur nanti harap kongcu jangan mengajak budak untuk berbicara lagi, segala sesuatunya bergerak menurut kode tangan budak. lebih baik jangan bertindak sendiri sendiri."
"Aku mengerti" Huan cu im mengangguk. "Baik, kalau begitu kita harus segera berangkat."
Seusai berkata tiba tiba ia membalikkan badan dan segera melompat keluar.
Gerak geriknya pada saat ini sudah tak lemah gemulai seperti dihari hari biasa lagi sekali melompat, ternyata dia dapat bergerak dengan kecepatan seperti segulung hembusan angin, enteng, cepat dan sama sekali tidak menimbulkan suara.
Pelbagai kecurigaan masih berkecamuk dalam benak Huan cu im, tapi pada dasarnya anak muda berhati keras, tentu saja ia tidak sudi menunjukkan kelemahan dihadapan orang, dengan cepat dia melompat keluar dan meluncur pula dengan cepat.
Ci giok sama sekali tak berpaling lagi setelah melompat ketengah halaman, dia segera menjejakkan kakinya ketanah dan sesosok bayangan tubuh yang kecil mungil seperti seekor burung walet telah melayang keluar dari dinding pekarangan-Aaaah jalan yan dituju sekarang masih tetap seperti semalam, dia langsung menuju kearah jalan raya yang lurus.
Tentu saja Huan cu im tak berani berayal setelah melompati dinding pekarangan diapun menuju kejalan lurus, dilihatnya ci giok sudah berada pada jarak tiga kaki dihadapannya. Maka dengan cepat dia menarik napas panjang dan segera mengejar dari belakang.
ci giok berpaling, ketika melihat Huan cu im telah menyusul datang, ia segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya berkelebat menuju kedepan
Namun betapapun cepatnya ia bergerak Huan cu im selalu mengikuti dibelakang dengan santai, tak pernah ketinggalan barang setengah langkahpun-Diam diam ci giok amat terkejut, segera pikirnya:
"Padahal aku telah mengeluarkan ilmu gerakan tubuh awan terbang keluar poros yang menurut suhu merupakan ilmu meringankan tubuh paling top dalam dunia persilatan, tetapi kenyataannya, biarpun usia Huan kongcu masih muda, agaknya ilmu meringankan tubuh yang dia miliki masih berada diatas ku."
-00dw00 JILID 8 Berpikir sampai disitu, tanpa terasa dia menghentikan langkahnya, lalu sambil berpaling dan tertawa ringan katanya:
"Huan kongcu, ternyata kau memang seorang jagoan yang sengaja menyembunyikan ilmu, hebat amat ilmu meringankan tubuhmu" Mendengar ucapan tersebut, Huan cu im segera berpikir:
"Jika ilmu meringankan tubuhku tidak baik, bagaimana mungkin aku dapat menyelamatkan jiwamu semalam?"
Sudah barang tentu perkataan semacam itu tidak ia utarakan, maka katanya kemudian sambil tertawa:
"Aaaaaah, nona terlalu memuji" Tiba tiba ci giok berbisik:
"Sudah sampai, budak akan naik lebih dahulu."
Sambil memutar badan, tiba tiba dia melompat naik keatas dinding pekarangan, kemudian dengan cepat mendekam disitu, sorot matanya yang tajam mengawasi kesekeliling sana dengan seksama kemudian ia memberi kode tangan dan melompat turun kebalik pekarangan tersebut.
Huan cu im tidak mengetahui tempat manakah itu, perasaan tak tenang segera menyelimuti perasaannya, begitu melihat kode tangannya, cepat cepat dia menarik napas melompati dinding pekarangan dan melayang turun keatas tanah.
Ketika menengok ke depan, tampak ci giok sudah menyelinap kedalam sebuah serambi panjang dengan menggunakan tiang tonggak sebagai pelindung diri, waktu itu dia menongolkan sebagian tubuhnya sembari menggapai.
Huan cu im segera memburu kesana.
Gerak g erik ci giok berhati hati sekali, sering kali dia menempelkan punggungnya diatas dinding dengan bergerak menelusuri serambi tersebut, lalu dari sebuah pintu dia menyelinap kedalam sebuah halaman gedung.
Pada saat dia hendak memasuki pintu tersebut, tangan kanangnya kelihatan segera diayunkan kedepan.
Tatkala Huan cu im memburu kepintu tadi, dia baru tahu kalau seorang Busu telah berdiri kaku ditempat tersebut, agaknya jalan darahnya sudah tertotok oleh sambitan jarum bwee hoa ciam.
Maka dengan gerakan cepat dia turut menyelinap masuk kedalam...
Didalam halaman itu semuanya terdapat tiga deret kamar, pada saat itu jendela pada ruang sebelah timur masih kelihatan pancaran sinar lentera.
Tampaknya ci giok sangat hapal dengan keadaan disekeliling tempat itu, dia segera menelusuri ruang serambi barat, mengitari ruang utama dan menuju kepelataran belakang, disitu berderet pula tiga buah ruangan yang gelap gulita.
ci giok berjalan menuju ke ruangan sebelah timur, meloloskan pedang pendeknya dan memapas kutung rantai yang mengunci pintu, kemudian baru menggapai kearah sang pemuda.
Huan cu im melompat kesisinya, belum sempat bersuara gadis itu telah berbisik "Kongcu, cepat masuk"
"Tempat apakah ini?" tanya Huan cu im ragu.
"Aaaai, kau tak usah banyak bertanya, cepat masuk.
setibanya didalam bukankah kau akan segera tahu dengan sendirinya" Waktu yang tersedia bagi kita tidak terlalu banyak, yang penting kita harus menolong orang secepatnya dan tak boleh ragu."
"Menolong orang?"
Huan cu im benar benar diliputi perasaan bingung dan tidak habis mengerti, bahkan kakinya nampak ragu.
"Kongcuya yang kelewat romantis, cepatlah masuk"
terdengar ci giok yang berada dibelakangnya berseru sambil tertawa ringan-Dengan tangan sebelah dia membuka pintu, tangan lain dipakai untuk mendorong bahunya. Tanpa terasa Huan cu im melangkah masuk kedalam ruangan yang gelap gulita itu.
Suasana dalam ruangan tersebut begitu gelap sampai kelima jari tangan sendiripun sukar dilihat, namun dibalik kegelapan terdengar seorang gadis bersuara lembut menegur dengan suara gemetar: "Siii..... siapakah..... kau......"
Pada dasarnya Huan cu im memang bisa melihat didalam kegelapan, begitu berada dalam ruangan, dia segera dapat melihat dengan jelas semua keadaan didalam ruangan tersebut.
Tempat itu merupakan sebuah ruangan tersebut tidak nampak meja ataupun kursi, semuanya kosong melompong tiada sesuatu apapun-..
Seorang gadis berwajah sayu dan kusut duduk di atas pembaringan itu, wajahnya diliputi perasaan kaget dan gugup.
Siapakah gadis tersebut" Ternyata dia tak lain adalah Ji giok. dayang yang melayaninya beberapa hari berselang.
Tentu saja Huan cu im jadi tertegun dibuatnya, dia segera berseru tertahan-Ji giok yang berada dalam ruang yang gelap gulita tentu saja tak dapat melihat Huan cu im, namun pendengarannya cukup tajam, dalam sekejap mata ia sudah menangkap suara Huan cu im.
sekujur tubuhnya segera gemetar keras, kejut dan girang serunya kemudian-"Kau.... kau adalah Huan kongcu?"
Huan cu im sama sekali tidak menyangka kalau Ji giok bakal dikurung dalam sebuah ruang kecil yang gelap gulita, maka sahutnya kemudian sambil manggut manggut: "Aku dengar kau sakit, maka sengaja datang untuk menjengukmu."
Ji giok sangat terharu sehingga tanpa terasa air matanya jatuh bercucuran.
"Terima kasih Huan kongcu, budak baik baik saja, harap kongcu pergi dari sini selekasnya."
Ketika mengucapkan kata kata yang terakhir itu, nada suaranya kedengaran amat gelisah.
Tiba tiba terdengar seseorang berbisik dari luar pintu:
" Kongcu, kau tidak tahu, sebetulnya Ji giok tidak menderita penyakit apa apa, dia justru disiksa habis habisan, badannya penuh luka akibat dihajar, sekarang ia disekap ditempat ini."
" Disiksa?" Dengan mata terbelalak karena kaget dan tercengang, Huan cu im berkata lebih jauh: "Siapa yang telah menyekapmu disini?"
Takut dan gelisah perasaan Ji giok sewaktu mendengar ada suara orang dari luar pintu, segera tanyanya dengan suara gemetar "Siapa yang berada diluar?"
"Dia adalah ci giok, kau tak usah takut. cepat katakan, sebenarnya siapa yang telah menyiksa dan menghajarmu sehingga menjadi sedemikian rupa?"
"Tidak ada orang" Ji giok terisak dengan air mata bercucuran, "^ Huan kongcu, cepat kau pergi dari sini"
"Tidak" Huan cu im berkata dengan nada terharu, "kau harus mengatakannya kepadaku, pasti akan kulaporkan kejadian ini kepada empek Hee...."
"Kumohon kepadaku, Huan kongcu cepatlah kau tinggalkan tempat ini secepatnya" pinta Ji giok gelisah, "budak.... budak meski harus mati juga akan sangat berterima kasih kepadamu cepatlah pergi dari sini...^."
" Kongcu, kita datang untuk menolong orang" kembali ci giok yang ada diluar berkata, "rantai dihadapan pintu sudah kupatahkan, bila kau tidak menyelamatkannya dari situ Ji giok betul betul akan tewas terbunuh."
"Betul" seru Huan cu im kemudian, "Ji giok. aku datang untuk menyelamatkanmu, cepat ikut aku keluar dari sini."
"Tidak. budak tak boleh pergi" Ji giok menangis tersedu sedu, " maksud baik kongcu akan budak ingat selalu dihati, biarpun budi ini tak dapat ku balas dalam kehidupanku sekarang, pasti akan kubayar pada penitisan mendatang, tempat ini tak boleh ditinggali terlalu lama, kumohon kepadamu pergilah secepatnya."
"Mengapa mereka menghajarmu" Kau tentunya bersedia menerangkan kepadaku bukan?"
"ciu..... ciu congkoan bertanya kepada bdak... apa saja yang dikatakan Lo koankeh sebelum ajalnya tiba, budak tidak menjawab pertanyaan itu...."
"Jadi gara gara urusan Lo koan keh, dia telah menyiksa dan menghajarmujadi begini rupa?" teriak Huan cu im amat gusar,
"ayo berangkat, segera ku ajak kau menjumpai empek Hee."
"Percuma kongcu" ci giok yang berada diluar pintu segera menyela,
"bila kau tidak menyelamatkannya malam ini, dia pasti akan mati."
Untuk beberapa saat Huan cu im jadi kebingungan, katanya kemudian dengan serba salah: "Kita harus membawanya kemana?" ci giok tertawa ringan"Bila budak tidak mempersiapkan jalan mundurnya, mana berani kuajak kongcu untuk datang kemari" Sekarang kongcu cukup menolongnya keluar dari sini budak akan mengatur masalah selanjutnya."
"Baik, Ji giok mari kita pergi" seru pemuda itu kemudian-ci giok yang berada diluar kembali berkata:
"Adik Ji giok telah dihajar sampai babak belur, jangan lagi menempuh perjalanan jauh maju selangkah saja sudah tak mampu. Kalau ingin menolong orang, tolonglah sampai selesai. Kau hanya bisa membawanya pergi dari sini bila kau gendong dia."
"Soal ini....." Huan cu im jadi ragu ragu.
"Menolong orang seperti menolong kebakaran-Kongcu tak boleh membedakan lagi antara lelaki dan perempuan- Lagipula waktu yang tersedia sangat terbatas, andaikata jejak kita sampai ketahuan orang, kita semua bakal terjebak. Kongcu, kau harus mengambil keputusa secepatnya."
"Baik. Ji giok. mari kugendong kau keluar dari sini".
"Huan kongcu, kau tak usah mengurusi budak.. .." Ji giok berbisik dengan suara gemetar.
Huan cu im tidak berbicara lagi, dia maj menghampirinya dan berbisik. "Ji giok. tak usah takut, pokoknya aku harus menolongmu lolos dari sini" Sambil berkata, dia lantar memayang tubuh gadis tersebut.
Siapa tahu begitu tangannya menyentuh tubuh gadis itu, Ji giok segera merintih kesakitan, agaknya luka luka ditubuhnya tersentuh dan ia merasakan kesakitan-cepat cepat Huan cu im melepaskan tangannya sambil menyumpah dengan penuh rasa heran "Tampaknya ciu congkoan betul betul seorang bajingan tengik berhati kejam" Terpaksa dia berjongkok sembari katanya:
"Ji giok. cepat kau menggendong dipunggungku, biar aku membawamu keluar dari sini. Pokoknya aku tak bisa berpeluk tangan belaka dalam peristiwa ini."
"Dengan berbuat demikian, apakah tidak merendahkan derajat kongcu" "Ji giok berkata lirih.
Dia masih tetap takut dan ragu serta tak berani menggendong diatas punggungnya. Mendadak terdengar ci giok yang berada diluar memperingatkan "Kongcu, cepat berangkat. Tampaknya ada orang yang datang kemari...."
Dalam keadaan demikian Ji giok tak bisa memikirkan soal malu dan rasa sakitnya lagi, dia menurut dan segera menggendong diatas punggungnya.
Huan cu im segera bangkit berdiri, ia merasa tubuh Ji giok lembut dan empuk. sama sekali tidak mengganggu gerak geriknya.
Dengan cepat dia menyelinap keluar dari ruangan dan bertanya kepada ci giok: "Bagaimana situasi diluar sana?" ci giok segera tertawa:
"Jika budak tidak mengatakan ada orang datang, kalian pasti akan ngobrol terus tidak ada habisnya".
Merah dadu selembar wajah Huan cu im, bisiknya kemudian"Kalau begitu mari kita berangkat"
"Kongcu bermaksud hendak membawa Ji giok kembali kekamarmu?" tanya ci giok kemudian"Yaa, aku bermaksud akan membawanya kembali kekamar, besok aku akan menjumpai empek Hee..."
"Kongcu ya ku, cara tersebut tak boleh dipergunakan-"
"Kenapa?" "Budak tak dapat menerangkan semuanya dalam waktu singkat, silahkan kongcu mengikuti budak".
Selesai berkata dia lantas melompat keluar terlebih dahulu....
Sambil membopong Ji giok, Huan cu im mengikuti dibelakangnya, sepanjang jalan ia merasa hatinya berdebar keras karena perasaan tegang, untung saja gerak gerik mereka tak sampai memancing perhatian orang.
Begitulah, dua sosok bayangan manusia, satu dimuka yang lain dibelakang segera mengitari dinding pekarangan dan melompat keluar, setiba dijalan lurus semula, tanpa banyak bicara ci giok bergerak cepat menuju kearah utara. Utara adalah arah menuju kekebun bunga.
Diam diam Huan cu im curiga, tak tahan lagi dia segera menghimpun tenaga dalamnya dan memburu kedepan, lalu tanyanya dengan suara lirih: "Bukankah kita sedang menuju kekebun belakang?"
ci giok sama sekali tidak menyangka kalau Huan cu im yang sedang menggendong seseorang masih bisa mengikuti dirinya tanpa dia berpikir:
"Jangan-jangan kedatangan Huan kongcu ke benteng keluarganya Hee inipun mengandung suatu tujuan tertentu"
Berbicara dari ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, sudah jelas dia terhitung jago kelas satu didalam dunia persilatan, masa seorang lo koankeh bisa mengajarkan kepandaian seperti ini?"
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa dia berpaling dan memandang pemuda itu sekejap. kemudianjawabnya lirih:
"Kongcu tak usah banyak bertanya, sesampainya ditempat tujuan, budak akan memberitahukan semuanya kepadamu".
Kendatipun mereka berdua masih berbincang bincang gerakan tubuhnya sama sekali tidak mengendor, tak selang beberapa saat kemudian mereka telah tiba diujung jalan-ci giok segera berhenti, tangan kirinya diulapkan kebelakang memberi tanda agar Huan cu im menanti sebentar, sedangkan ia melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.
Sudah barang tentu Huan cu im memahami maksudnya, ia segera menghentikan gerakan tubuhnya.
ci giok tak berayal lagi, dia menjejak kakinya ketanah dan segera melejit keudara dan menerjang keatas dinding pekarangan, dari situ dia memeriksa keadaan disekitarnya dengan seksama, ketika tidak menjumpai sesuatu yang aneh, dia baru memberi tanda kepada Huan cu im dan melompat turun kebawah.
Huan cu im menjejakkan kaki-nya keatas tanah dan segera menyusul dari belakangnya.
Berhubung pada saat ini dia harus membopong Ji giok sehingga dia sendiripun tidak mengetahui apakah dia bisa melompati pagar pekarangan setinggi dua kaki tersebut, maka ketika melejit tadi, ia menarik dulu napas panjang kemudian sambil menyalurkan hawa murninya kesepasang kaki, dia melejit keudara.
Siapa tahu tenaga yang dipergunakan kali ini kelewat besar, seperti anak panah yang terlepas dari busurnya, dia meluncur keudara dan hampir mencapai ketinggian tiga kaki lebih.
Setibanya ditengah udara, pemuda tu baru merasa tertegun, cepat cepat dia menghimpun hawa murninya dan segera melayang turun kebawah.
Sementara itu ci giok sudah menanti dibawah sebatang pohon besar, melihat pemuda itu bisa mencapai ketinggian tiga kaki lebih hatunya makin yakin lagi sekarang, pikirnya:
"Huan kongcu memang benar benar memiliki kepandaian silat yang amat dahsyat". Buru buru dia menggapai kearahnya.
Baru saja Huan cu im melayang turun dari atas pohon dan belum sempat berdiri tegak, mendadak terdengar ujung baju terhembus angin bergema datang, tampak enam sosok bayangan manusia munculkan diri dari balik tempat persembunyian dan segera mengepung datang. Menyusul kemudian terdengar seseorang membentak keras. "Sasaran cuma dua orang, cepat kepung mereka"
" celaka" bisik Ci giok.
Dengan cepat dia mengayunkan tangannya ke depan, segenggam jarum bwee hoa ciam segera meluncur kedepan-Tiga orang yang sudah menampilkan diri itu serentak roboh tergelepar diatas tanah tanpa bersuara lagi.
Huan cu im yang sedang menggendong seseorang dipunggungnya, tentu saja semakin tak berani berayal, dia miringkan tubuhnya kesamping, kemudian telapak tangan kirinya diayunkan kemuka menghantam bayangan hitam yang sedang menerjang kehadapannya itu.
Kendatipun dia belum berpengalaman dalam suatu pertarungan yang sesungguhnya, namun menyerang sambil miringkan tubuh tersebut justru merupakan satu diantara delapan jurus Hwee sin Ciang ajaran gurunya, ketika serangan dilancarkan, segulung desingan angin berpusing yang amat kuat turut menggulung kemuka.
Belum sempat lelaki kekar itu melihat jelas bayangan wajah musuhnya, tahu tahu serangan dahsyat telah bersarang telak diatas tubuhnya...
Ia mendengus tertahan, bagaikan orang orangan terbuat dari padi kering, wess... badannya mencelat sejauh tujuh delapan depa dari posisi semula.
Berkilat sepasang mata ci giok ketika mengetahui serangan daripemuda tersebut sanggup mementalkan musuhnya sejauh itu, wajahnya segera berseri dan perasaan gembira jelas menyelimuti air mukanya...
Semua peristiwa ini berlangsung dalam sekejap mata, dua lelaki sisanya yang masih hidup menjadi gugup dan kelabakan setengah mati, terutama setelah tahu bahwa empat orang rekannya telah tergeletak mampus diatas tanah.
Melihat musuh mendesak maju lebih kedepan, buru buru mereka melompat mundur dengan wajah ketakutan-Sudah barang tentu ci giok tak akan membiarkan mereka lolos dari situ, sambil mengejar bentaknya:
"Kongcu, cepat ambil jalan sebelah barat laut, biar budak yang membereskan mereka, aku segera akan menyusul"
SEpasang kakinya segera menjejak tanah, tubuhnya seperti burung walet yang menembusi hutan langsung mengejar kebelakang tubuh seorang lelaki kekar, belum lagi orangnya tiba, tangannya sudah diagunkan kedepan- segumpal jarum bwee hoa ciampun memancar dengan hebatnya....
Pada waktu itu, lelaki tersebut sudah berhasil melarikan diri sejauh dua kaki dari posisi semula, sayang serangan tiba lebih cepat daripada gerakan tubuhnya, tahu tahu kakinya menjadi lemas dan roboh terjungkal keatas tanah.
Sementara itu lelaki yang lain telah berhasil kabur sejauh tiga kaki lebih berhubung ci giok belum sempat mengejar kearahnya, dalam takutnya, sambil melarikan diri terbirit birit, tiada hentinya dia bunyikan sumpritan tanda bahaya.
Yang paling dikuatirkan oleh Ci giok justru adalah tanda bahaya dari orang orang, justru adalah tanda bahaya dari orang orang itu, dia takut gerak geriknya ketahuan musuh.
Betapa gemas dan mendongkolnya gadis itu setelah mengetahui musuhnya membunyikan tanda bahaya tersebut berulang ulang kali.
Dengan suatu gerakan cepat dia menerkam kebelakang orang itu, kemudian tangannya diayunkan kemuka, sebilah pedang pendek yang semula berada didalam gengamannya segera melesat kemuka dan menerjang punggung lawan-Lelaki itu tidak menyangka bahaya maut sudah mengancam datang dari belakang, selagi dia meniup sumpritannya dengan kalap. punggungnya tahu tahu terasa sakit.
Jeritan ngeri yang menyayat hatipun segera berkumandang memecahkan keheningan, pedang pendek itu nembus sampai kedepan dadanya membuat orang tadi tewas seketika.
ci giok melesat cepat kedepan setelah mencabut kembali pedang pendek miliknya dia segera kabur secepat cepatnya meninggaikan tempat kejadian-Sayang sekali bunyi sumpritan yang amat lengking dari lelaki tadi sudah terlanjur bergema diangkasa, apalagi dalam kegelapan malam yang begitu hening dan sepi, boleh dibilang suara tadi telah berkumandang sampai ditempat yang amat jauh.
Ketika pos pos penjagaan lain mendengar suara tanda bahaya itu serentak merekapun meniup sumpritan masing masing untuk menyampaikan berita tersebut keseluruh penjuru perkampungan.
Tak selang berapa saat kemudian, suara sumpritan telah bergema sahut sahutan, suasana menjadi riuh dan ramai.
Dalam pada itu ci giok telah berhasil menyusul Huan cu im, dengan suara lirih dia segera berbisik:
"Mereka menyampaikan berita gawat dengan mempergunakan sumpritan, kejadian ini akan tersiar dengan luas dalam waktu singkat, tak lama lagi orang orang mereka akan muncul ditempat kejadian dan melakukan pengejaran kemari, sementara kongcu melanjutkan perjalanan kabur kearah barat laut, biar budak yang berusaha untuk memancing pergi orang orang tersebut....."
"Kalau kita telusuri arah barat laut akhirnya akan sampai dimana....?" tanya Huan cu im gelisah.
"Bila kau telusuri terus jalan tersebut, tak sampai setengah li kemudian akan kau saksikan sebuah pagar pekarangan yang tingginya tiga kaki, pekarangan itu menghalangi perjalanan kita, tapi kongcu tak usah kuatir, tempat itu adalah kuil cu im am dengan ilmu meringankan tubuh yang kongcu miliki, budak yakin kau pasti bisa melewatinya. Asal pagar pekarangan itu berhasil dilampaui, kita bakal selamat".
"Apakah Ji giok akan aman bila kita menghantarnya kedalam kuil itu?" ci giok mengangguk.
"Benar SEkarang kongcu tak boleh menunda nunda waktu lagi setelah meninggaikan kuil nanti, harap kongcu bergerak terus kearah utara, disitu adalah wilayah diluar kebun, kau bisa menelusuri dinding pagar menuju ketimur disanalah terletak gedung timur, andaikata jejakmu ketahuan orang, bilang saja kongcu munculkan diri karena mendengar suara sumpritan yang nyaring, dengan alasan tersebut, orang tak akan menaruh curiga lagi kepadamu".
Huan cu im memperhatikan sekejap wajah si nona, kemudian tanyanya dengan perasaan kuatir: ,
"Bagaimana dengan kau sendiri?" ci giok tertawa manis:
"Budak boleh dibilang menguasahi sekali keadaan medan disini, mereka tak bakal akan mengetahui jejakku" .
Baru saja dia berkata sampai disitu, suara pekikan nyaring sudah bergema makin dekat dari kejauhan sana. ci giok segera mendesak
" Kongcu, cepat pergi, budak yang akan memancing mereka kearah lain" Dengan cepat dia berkelebat meninggaikan tempat tersebut.
sudah barang tentu Huan cu im tak berani berayal lagi, cepat cepat dia melompat kedepan dan mengikuti perkataan dari ci lok menuju kearah barat laut.
Dalam pada itu suara sumpritan telah berkumandang dari empat penjuru, suaranya sahut menyahut sehingga segenap kebun itu diliputi oleh suasana yang mendidih.
Huan cu im sedang melesat cepat kedepan sewaktu tiba tiba seseorang menghardik: "Siapa disitu" cepat berhenti"
Sesosok bayangan manusia segera melayang turun dihadapannyadengan kecepatannya luar biasa.
Kalau dilihat dari gerakan tubuhnya sewaktu melayang turun keatas tanah itu bisa diketahui bahwa kepandaian silat yang dimiliki orang ini tentu sangat hebat.
Huan cu im sama sekali tidak berhasrat untuk ribut dengannnya, tanpa menghentikan gerakan tubuhnya, dia mengayunkan tangan kirinya kearah depan Berhubung gerakan tubuh Huan cu im waktu itu cepat sekali bagaikan sambaran kilat, tanpa terasa orang itu mundur setengah langkah, kemudian serunya sambil tertawa dalam:
"Bagus sekali seranganmu"
Lengan kanannya disilangkan kemuka lalu menyambut datangnya ancaman tersebut dengan kekerasan-Disatu pihak menerjang datang, dilain pihak menyambut dengan nekad, boleh dibilang gerakan tubuh kedua belah pihak sama sama cepatnya.
"Plaaaakkk....."
Tahu tahu telapak tangan kedua orang itu saling beradu satu sama lainnya.
Tiba tiba saja lelaki tadi mendengus tertahan, tubuhnya mencelat kebelakang dan roboh terkapar.
Sebagaimana diketahui, selama ini boleh dibilang Huan cu im tak pernah bertarung melawan orang, tapi malam ini, secara beruntun ia berhasil menghantam musuhnya sampai mencelat kebelakang, tak heran kalau pemuda itu merasa terkejut bercampur keheranan. segera pikirnya:
"Ternyata ilmu Hwee sin pat ciang ajaran suhu memang hebat dan cocok sekali untuk membela diri"
Begitu berhasil menghajar musuhnya sampai mencelat kebelakang, Huan cu im sama sekali tidak menghentikan langkahnya, dia meneruskan perjalanannya menuju kearah barat
Tapi dalam sekejap mata itu juga secara tiba tiba ia merasakan ada sesuatu yang tak beres.
Kalau tadi, suara sumpritan dibunyikan orang bersahut sahutan sehingga suasana menjadi riuh dan ramai sekali maka dalam waktu yang amat singkat, tiba tiba saja suara sempritan itu menjadi hening sehingga suasana menjadi sepi dan mati.
Kalau tadi, ketika suara pekikan masih berkumandang dimana mana, pemuda itu merasakan hatinya tegang, gugup, kaget, dan panik, maka setelah suara pekikan berhenti secara mendadak. suasana didalam kebun pun terasa menjadi suram gelap. sepi bagaikan mati.
Disamping itu diapun merasa dari balik pepohonan seakan akan penuh dengan bayangan hitam yang bergerak kesana kemari membuat pemuda itu merasa seakan akan dirinya sedang dikepung.
Huan cu im tak berani menunda waktu lagi, sambil tiada hentinya menghimpun hawa murni yang dimilikinya, ia mempercepat larinya meninggalkan tempat itu.
Inilah keuntungan yang berhasil diraihnya karena kebiasaan berlari lari diatas gunung dulu, sehingga ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya sekarang memiliki dasar pondasi yang sangat kuat dan mantap apalagi setelah mengikuti gurunya memperlajari tenaga dalam, kepesatan tenaga dalam yang diperolehnya membuat ilmu meringankan tubuh yang dimilikipun memperoleh kemajuan pula secara pesat.
Setelah hawa murninya dihimpun sekarang tubuhnya seperti sesosok bayangan manusia yang melambung ditengah awan, bergerak amat cepat kedepan, sekalipun ada orang yang mencoba mengejarnya dalam keadaan begini, ia yakin pasti tiada orang yang sanggup menyusulnya .
Jarak sejauh setengah li dapat dicapai dalam waktu yang amat singkat, dihadapannya kini tampak sebuah dinding pekarangan yang tingginya mencapai tiga kaki lebih, dipandang dari kejauhan bentuknya seperti sebuah kota mati.
"Akhirnya sampai juga........"
Diam diam Huan cu im menghembuskan napas lega, ia mencoba untuk berpaling, untung tiada orang yang mengejarnya, tanpa ragu lagi dia menghimpun hawa murninya dan melompat naik keatas dinding pekarangan, kemudian melayang turun dibaliknya. Ternyata dibalik dinding pekarangan itu adalah sebuah halaman yang amat luas.
Ditengah halaman tersebut ditanam pelbagai bunga dan pepohonan yang beraneka ragam, suasana amat bersih dan rapi, dibagian tengahnya terbentang sebuah padang rumput dengan rerumputan yang hijau dan lembut, sebuah jalan beralas batu membentang kedalam menghubungkan taman dengan sebuah gedung.
Dimuka gedung itu terdapat pula beberapa buah undak undakan batu, pintu gerbang tertutup rapat dan tak nampak cahaya lentera yang memancar keluar, apalagi suara manusia.
Kesemuanya itu mendatangkan perasaan seram dan aneh bagi siapapun yang menyaksikan bangunan gedung tersebut.
"Mungkin bangunan gedung inilah yang dinamakan kuil cu im am" pikir Huan cu im didalam hati.
Sementara itu cu giok yang berpisah dengannya, hingga kini belum juga nampak menyusul kesitu, namun pemuda tersebut tak dapat menunggu lebih lama lagi, terpaksa dia harus membawa sendiri Ji giok menuju ke kuil cu im am.
Dengan menelusuri jalan beralas batu dia menuju kedepan undak undakan batu. Benar juga, didepan pintu gerbang terpancang sebuah papan nama yang tidak terlampau besar dengan tulisan CU IM AN, tiga huruf hitam.
Huan cu im menarik napas panjang lalu melangkah naik keatas undak undakan, baru saja dia bermaksud mengetuk pintu.....
Mendadak terasa desingan angin tajam menyergap tubuhnya, belum sempat melihat bayangan manusia, dua bilah pedang yang tajam secara cepat dan aneh, satu dari kiri yang lain dari kanan telah mengancam sepasang bahunya.
Walaupun Huan cu im tidak berpengalaman didalam menghadapi musuh, namun ilmu silat yang diwariskan gurunya boleh dikata telah dikuasai sepenuhnya, begitu terkejut menghadapi ancaman, tangan kirinya cepat bergerak, cahaya bianglala hijaupun memancar keempat penjuru. ....
"Traaaaaaaaaaang" "Traaaaaaaang"
Dua kali dentingan nyaring berkumandang memecahkan keheningan, tahu tahu kedua bilah pedang itu sudah kena ditangkis hingga mencelat kesamping.
Jurus serangannya ini boleh dibilang terlepas berbareng dengan berkelebatnya ingatan tersebut didalam benaknya, sudah barang tentu jauh lebih cepat daripada gerak serangan kedua orang lawannya.
Tak heran kalau dua bilah pedang yang mengancam sepasang bahunya itu segera kena ditangkis sehingga mencelat kebelakang.
Pada hakekatnya kedua orang penyerang tersebut tak sempat melihat dengan jelas bagaimana cara Huan cu im melancarkan serangannya, ketika dalam satu gebrakan saja pedang berikut tubuh mereka kena terpental kebelakang, jeritan kaget baru bergema memecahkan keheningan-....
Tidak. menanti mereka sudah mundur beberapa langkah kebelakang, baru diketahui pedang yang berada ditangan mereka sudah terpapas kutung oleh senjata lawan-Huan cu im sendiri hanya tahu kalau jurus serangannya berhasil mendesak musuh musuhnya hingga mundur kebelakang, jadi dia belum tahu kalau pedangnya berhasil memapas kutung senjata musuh, ketika menangkap jeritan kaget yang bernada lengking dan merdu, dimana jelas suara itu adalah suara dua orang wanita, tanpa terasa dia berpaling.
Dengan kemampuannya melihat dalam kegelapan ditambah jarak antara kedua belah pihakpun tidak terlalu jauh, ia segera mendapatkan kalau orang yang menyergapnya barusan memang tak lain adalah dua orang gadis berbaju hijau.
Sebelum ia sempat buka suara, nona baju hijau yang berada disebelah kiri telah menhardik:
"Manusia latah, siapakah kau" Berani amat mencari gara gara dalam kuil cu im an ditengah malam buta begini?"
Buru buru Huan cu im menyarungkan kembali pedangnya, kemudian setelah menjura katanya:
"Harap nona berdua jangan marah, kedatanganku kemari tak lain ingin bertemu dengan suthay pemimpin kuil ini"
"Hmmmm kau benar benar ngaco belo" gadis yang disebelah kanan mendengus, "masa kau datang kemari hendak bertemu dengan suthay pemimpin kuil" Kau pingin ketemu setan kepala gede rupanya"
Nona yang berada disebelah kiri berseru lagi dengan penuh amarah:
"Kau berani melanggar daerah terlarang, memapas kutung pedang mestika kami lagi, nampaknya kau memang sudah bosan hidup"
Huan cu im tertegun setelah mendengar perkataan itu, dia segera menengok kearah tangan mereka berdua.
Betul juga, pedang yang berada ditangan mereka tinggal dua bilah kutungan pedang, tanpa terasa timbul perasaan menyesal dalam hati kecilnya, sambil menjura dan tertawa paksa katanya kemudian"HArap nona berdua sudi memaafkan, barusan serangan dari kalian berdua memang kelewat cepat, untuk melindungi keselamatan sendiri, apa boleh buat kalau aku salah tangan, padahal aku tak pernah bermaksud mematahkan pedang mestika kalian berdua. Untuk kejadian tersebut, aku merasa menyesal sekali, harap nona berdua sudi memakluminya dan tolong sampaikan kedalam bahwa IHuan cu im khusus datang untuk menyambangi suthay pimpinan kuil....."
Pada saat itulah tiba tiba pintu gerbang dibuka orang, kemudian muncul seorang nenek berbaju hijau pula yang segera menegur: "ciu gwat, ciu kui, dengan siapa kalian berkelahi?" Sembari berkata, sorot matanya segera dialihkan kewajah Huan cu im. ciu gwat yang berada disisi kiri buru buru menjawab:
"Ho popo, manusia latah ini telah menyusup kedalam wilayah kita, bahkan memapas kutung pedang budak berdua".
"Tidak usah dibicarakan lagi", nenek berbaju hijau itu menggoyangkan tangannya berulang kali, "sudah pasti kalian berdua yang gemar menggunakan senjata untuk melakukan kekerasan-Aku lihat siangkong ini bukan orang jahat, apalagi diapun sedang membopong seseorang yang kelihatannya terluka, mengapa kalian tidak menanyakan dulu maksud kedatangan orang hingga jelas sebelum melakukan kekerasan secara sembrono?" ciu kui yang berada disebelah kanan segera menjawab:
"sudah jelas dia bukan orang baik baik, coba lihat ditengah malam buta dia kabur kian kemari sambil membopong seorang gadis muda, apalagi didepan pintu gerbang kita memang terpancang papan nama dengan tulisan cu im an, siapa tahu dia hanya alasan saja ingin berjumpa dengan suthay?"
"Kalian tidak usah berbicara lagi, biar aku si nenek saja yang bertanya kepadanya" ujar Hopopo kemudian-sorot matanya segera dialihkan ke wajah Huan cu im, kemudian ia bertanya: "Siang kong, bagaimana ceritanya kau bisa sampai kesini?"
"Permisi nenek......" Huan cu im segera menjura, "aku harus menempuh perjalanan cukup jauh sebelum berhasil menemukan tempat ini, sudah barang tentu kedatanganku kemari hendak bertemu dengan suthay pemimpin kuil kalian-"
Tiba tiba Hopopo menarik wajahnya kemudian menegur:
"Tahukah siangkong bahwa kuil cu im an adalah daerah terlarang dari benteng keluarga Hee, barang siapa berani memasuki kuil cu im an secara sembarangan, dia telah melanggar pantangan yang bisa diancam dengan hukuman mati?"
"Waaaah, soal ini tidak kuketahui sama sekali" ucap Huan cu im dengan wajah tertegun
"Bila kau bersedia menjawab pertanyaan yang kuajukan secara jujur berarti kau masih mempunyai kesempatan untuk melanjutkan hidup, ayo bicara, ada urusan apa kau datang ke kuil cu im an ini.....?"
"Dengan bersungguh hati aku datang kemari untuk berjumpa dengan suthay pimpinan kuil" Huan cu im menjawab pertanyaan itu dengan wajah serius.
" Dalam kuil cu im an ini tidak terdapat suthay pimpinan."
"Jadi disini tidak mempuinyai seorang suthay yang memimpin kuil ini....?" Huan cu im nampak tertegun, " nenek.
aku ingin menanyakan satu hal kepadamu, siapakah yang memegang pucuk pimpinan didalam kuil ini" Dapatkah aku berjumpa dengannnya?"
Sebelum Hopopo menjawab pertanyaan itu, dari dalam ruangan telah terdegnar seseorang menegur dengan suara yang lembut dan sangat halus: "Hopopo. siapa yang berada diluar?"
Menyusul suara teguran itu, dari balik pintu muncul dua buah lentera yang dibawa oleh dua orang dayang berbaju hijau yang berusia enam tujuh belas tahunan- Mereka menyoren pedang dipinggang dan berjalan disisi kiri dan kanan-Di belakang kedua orang itu mengikuti seorang gadis berbaju putih ang mengenakan kain kerudung hitam diatas wajahnya.
Melihat kemunculan perempuan berkerudung itu, buru buru Hopopo menjura sambil serunya:
"Aku yang tua benar benar berdosa besar, hanya gara gara urusan kecil harus mengejutkan nona."
ciu gwat dan ciu kui turut menjatuhkan diri berlutut sambil serunya berbareng. "Budak menjumpai nona"
Ternyata didalam kuil nikou muncul seorang nona, benar benar suatu kejadian yang aneh.
Dengan langkah yang lemah gemulai nona berbaju putih itu melangkah keluar dari pintu kuil, kemudian setelah berhenti sejenak. sorot matanya yang berada dibalik kain kerudung hitam segera ditujukan kearah Huan cu im, tegurnnya kemudian: "Siapakah orang ini?"
"Aku dengar dia mengaku bernama Huan cu im...."
ciu gwat dan ciu kui segera berseru pula:
"Lapor nona, pedang budak berdua telah dipapas kutung olehnya...."
Sekali lagi nona berbaju putih itu mengangkat kepalanya dan memandang sekejap kearah Huan cu im, kemudian pelan pelan berkata:
"Hopopo, aku lihat perempuan yang berada digendongnya seperti menderita luka yang cukup parah, suruh dia masuk.
kita periksa dulu keadaan luka perempuan tersebut sebelum membicarakan persoalan yang lain-"
Semua perkataan itu diutarakan olehnya dengan syarat yang lembut dan pembawaan yang tenang, begitu selesai berkata, diapun membalikkan badan dan berjalan masuk kedalam.
Suatu pancaran sinar aneh terlintas diatas wajah Hopopo, dia segera mengiakan lalu sambil berpaling katanya:
"Huan siangkong, nona kami mempersilahkan kau masuk.
Ikutlah dibelakang ku".
Kemudian dia membalikkan badan dan masuk kedalam ruangan mengikuti dibelakang nona berbaju putih tadi.
Huan cu im turut masuk kedalam ruangan kuil, didalam sana merupakan sebuah pelataran besar, setelah melalui pelataran muncul undak undakan dan tiga deret ruang Buddha.
Pada meja altar yang berada disebelah tengah, tampak berdiri sebuah patung Koan im Pou sat setinggi dua depa yang terbuat dari batu pualam putih.
Dengan mengikuti dibelakang nona berbaju putih dan Hopopo, Huan cu im masuk kedalam ruangan tersebut.
Sambil membalikkan badan, tiba tiba Hopopo berkata:
"Huan siangkong, sekarang kau boleh menurunkan orang yang berada digendonganmu itu."
Huan cu im menurut dan pelan pelan berjongkok, kemudian membaringkan Ji giok keatas tanah, Tanyanya kemudian: "Ji giok. bagaimana rasamu sekarang?"
Semenjak menggendong dipunggung anak muda tersebut, Ji giok sebenarnya berada dalam keadaan tidak sadarkan diri dan baru saja mendusin kembali dari pingsannya, dengan lemas ia duduk diatas lantai sambil terengah engah, ketika mendengar pertanyaan itu, agak terbata bata dia menjawab:
Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"TErima kasih Huan kongcu, budak..... budak..... masih rada mendingan-..."
Nona berbaju putih itu diam diam merasa keheranan, kalau didengar dari nada pembicaraan kedua orang itu, sudah jelas mereka adalah majikan dan pelayan, tapi..... Pelan pelan dia membenarkan letak kain kerudung wabahnya, lalu bertanya:
"Aku lihat luka yang diderita olehnya cukup parah, siapa yang telah melukainya sehingga menjadi begini rupa?"
Kalau tadi, jubah panjang Huan cu im harus dipakai untuk menutupi badan Ji giok maka setelah membaringkan dayang tersebut keatas tanah, keadaannya menjadi tidak mengenaskan sekali macam tadi, kini ia kelihatan lebih lembut halus dan menarik. Kepada nona berbaju putih itu dia menjura dalam dalam lalu berkata:
"Menjawab pertanyaan nona, dia bernama Ji giok, seorang dayang dari benteng keluarga Hee, ciu Congkoanlah yang telah menyiksanya sehingga terluka sedemikian rupa." Hopopo yang mendengar perkataan itu segera menimbrung sambil tertawa dingin
"Bila seorang dayang telah melanggar kesalahan besar, dia pantas dihajar menurut peraturan rumah tangga, kejadian macam begini sudah lumrah dan wajar, Hoan siangkong, mengapa sih kau mempertaruhkan jiwamu untuk menolongnya?"
Ketika dilihatnya Huan cu im masih muda dan tampan, sedangkan Ji giok cantik dan menarik. dalam hati kecilnya dia lantas memahami sesuatu. Agaknya kedua orang ini telah menjalin kasih asmara yang kemudian ketahuan orang sehingga akibatnya Ji giok harus menderita gebukan dan siksaan dari ciu congkoan.
Sesungguhnya dia masih menaruh beberapa bagian rasa simpatiknya terhadap Huan cu im, tapi kini pandangannya berubah, sebab dia menilai pemuda itu bukan lelaki sejati, melainkan hanya seorang pemuda beriman rendah yang suka mata keranjang.
Sudah barang tentu Huan cu im dapat menangkap arti kata tersebut, merah padam selembar wajahnya karena jengah, sambil menjura katanya kemudian:
"Lopopo salah paham, berhubung urusan pribadiku mengakibatkan Ji giok disiksa dan dianiaya itulah sebabnya mau tak mau aku harus menolongnya dari bahaya maut."
Mendadak nona berbaju putih itu menukas sambil mendehem pelan
"Perduli bagaimanapun juga, luka yang dideritanya cukup parah. Kita harus mengobati dulu luka yang dideritanya tersebut". Kemudian dia memerintahkan pula.
"ciu gwat, ciu kui, kalian berdua bimbanglah masuk gadis itu, beri obat lalu suruh dia minum sebungkus ci kim wan yang khusus untuk mengobati luka dalamnya."
ciu gwat dan ciu kui mengiakan bersama, mereka berdua segera memayang Ji giok dan mengajaknya masuk kedalam.
Kemudian nona berbaju putih itu memandang sekejap pedang pelangi hijau yang tersoren dipinggang Huan cu im, tiba tiba dia bertanya: "Siangkong, darimana kau peroleh pedang tersebut?"
"Pedang ini bernama pelangi hijau, Hee pocu yang menghadiahkan kepadaku".
"Wah, rupanya hubunganmu dengan Heepocu cukup akrab?" tampaknya nona berbaju putih itu merasa sedikit agak diluar dugaan-Sebaliknya Hopopo memandang kearah Huan cu im dengan pandangan dingin, lalu menegur:
"Huan siang kong sepanjang nona kami mengajukan pertandaan kepadamu, lebih baik jawab saja pertanyaannya itu sejujurnya".
Agak mendongkol juga Huan cu im oleh sikap nenek itu, pikirnya dengan hati panas:
"Berulang kali si nenek ini menyuruh aku bicara terus terang, masa anggap semua perkataanku tidak sejujurnya?"
Lantaran hatinya merasa sangat mendongkol, maka dia lantas menarik muka dan berseru seraya mendengus.
"Lopopo selalu menganggap aku sedang berbohong, biar Huan cu im baru pertama kali terjun kedunia persilatan aku berani bersumpah tak pernah bohong, akupun tidak punya alasan untuk berbohong dihadapan nona serta lopopo".
Sebagaimana diketahui anak muda tersebut memang belum pernah melakukan perjalanan didalam dunia persilatan itulah sebabnya dia menjadi tak tahan oleh sikap orang yang dianggapnya tidak menyenangkan hati sehingga berakibat diapun mengumbar watak berangasannya .
Hopopo kontan menjadi tertegun sebaliknya nona berbaju putih itu mengulapkan tangannya sambil berkata:
"Hopopo kau jangan menukas dulu, biarkan saja dia berkata lebih jauh"
"Baik, aku tidak akan menukas Huan siangkong, katakanlah, bagaimana ceritamu sehingga dapat berkenalan dengan Hee Pocu?"
"HeePocu adalah empekku, dia mempunyai hubungan persaudaraan dengan ayahku. Kedatanganku kemaripun tidak lain karena hendak mencari ayahku"
Sekarang Hopopo baru percaya, dia manggut manggut sambil katanya: "Kalau begitu, kau adalah putra cing sau khek (Jago berbaju hijau) Huanji ya?"
"Betul, apa yang disebut lopopo memang nama ayahku".
Hopopo menengok sekejap kearah nona berbaju hijau itu, kemudian bertanyanya lagi: " Lantas apa sebabnya nona Ji giok dihajar orang sampai menderita luka parah?"
Tentu saja nona berbaju putih itupun ingin sekali mengetahui tentang peristiwa disiksanya Ji giok oleh ciu congkoan, namun berhubung dia adalah seorang nona, dimana ada sementara masalah yang kurang pantas untuk ditanyakan, maka selama ini dia hanya membungkam diri belaka.
Huan cu im merasa kurang enak untuk merahasiakan peristiwa tersebut, maka secara ringkas dia terangkan bagaimana mendapat perintah dari ibunya untuk datang mencari empek Hee, bagaimana pengurus rumah tangganya tewas secara tiba tiba, bagaimana hanya Ji giok seorang yang mendampingi lo koan keh ketika itu, kemudian bagaimana ciu congkoan ingin mengorek keterangan tentang pesan terakhir lo koan keh sehingga menyiksa Ji giok sedemikian rupa....
Ketika selesai mendengar kisah tersebut, Hopopo pun segera bertanya
"Darimana Huan siang kong bisa ttahu kalau Ji giok telah dihajar orang sedemikian rupa?"
Pertanyaan tersebut memang sangat tepat dalam benteng keluarga Hee banyak terdapat bangunan rumah jadi mustahil bila Huan cu im bisa mendapat tahu kalau Ji giok telah disiksa orang sedemikian rupa.
"Aku mengetahui kejadian tersebut dari ci giok" Huan cu im segera menerangkan, " dia adalah pengganti Ji giok yang dikirim ke gedung timur sebagai pelayan"
"Lantas bagaimana caranya Huan siangkong bisa menemukan kuil cu im an ini?"
"juga ci giok yang memberi keterangan kepadaku malam tadi mengajak aku menuju ketempat dimana Ji giok disekap setelah menyelamatkan Ji giok diapun memberitahukan kepadaku, katanya asal Ji giok dihantar ke kuil cu im an maka jiwanya pasti dapat diselamatkan" .
Hopopo segera mendengus dingin"Hmm, tampaknya tidak sedikit yang diketahui budak tersebut"
"Apalagi yang dia katakan kepadamu?" tiba tiba nona berbaju putih itu bertanya lagi.
"Sudah tidak ada lagi"
"Baik, kau boleh meninggalkan Ji giok di kuil cu im an ini...." Buru buru Huan cu im menjura:
"Terima kasih banyak nona kalau begitu aku hendak mohon diri lebih dahulu"
"Tunggu sebentar"
"Nona masih ada pesan apa lagi?"
"Ku harap siangkong jangan membocorkan setiap kejadian yang kau alami pada malam ini kepada siapapun".
"Akan kuingat selalu pesan ini".
Nona berbaju putih itu segera berpaling dan katanya kembali:
"Didalam kebun pasti sudah dipersiapkan penjagaan yang sangat ketat, asal kau sudah keluar dari pagar pekarangan, niscaya jejakmu akan ketahuan orang, Hopopo, tolong kau hantar Huan siangkong keluar lewat pintu belakang" Hopopo manggut manggut.
"Huan siangkong, mari ikuti diriku"
Setelah memberi hormat lagi kepada nona berbaju putih itu, Huan cu im segera mengikuti dibelakang Hopopo menuju keluar ruangan kuil....
Setelah keluar dari ruang utama, Hopopo mengitari beranda dan menuju kebelakang gedung, sambil berjalan tanyanya kemudian: " Huan siangkong, baikkah sikap pocu kepadamu?"
"Empek Hee baik sekali kepadaku" Hopopo segera tertawa.
"SEandainya apa yang kau lakukan pada malam ini sampai diketahui oleh pocu, aku yakin dia tentu akan marah marah besar".
"soal ini....." Huan cu im menjadi kelabakan
"Tak usah kuatir" Hopopo segera berkata lagi sambil tertawa, "setelah nona kami mengambil keputusan untuk menerima Ji giok. sudah barang tentu dia tak akan memberi tahukan kejadian tersebut kepada pocu".
"Rapatkah hubungan nona kalian dengan pocu?"
Ketika mendengar pertanyaan tersebut, Hopopo segera tertawa cekikikan
"Kau ini memang lucu sekali, nona kami adalah putri kesayangan pocu, tentu saja hubungan mereka sangat rapat"
"Aaaah Jadi dia adalah enci Giok yang?" Huan cu im segera menjerit kaget.
"Huan kongcu mengetahui nama kecil nona kami?" tanya Hopopo seraya berpaling.
"Yaaa, aku pernah mendengar nama tersebut dari ibuku"
Hopopo manggut manggut. "Itulah dia, sewaktu nyonya kami masih hidup dulu, Huan toa nio memang pernah datang berkunjung, waktu itu nona kami genap berusia satu tahun, aaaaai.... kalau dihitung hitung delapan belas tahun telah berlalu dengan cepat, Huan siangkong, berapa usiamu tahun ini.....?"
"Enam belas tahun"
"Ooooh, kalau begitu kau lebih muda tiga tahun dari nona kami, tapi aku lihat kepandaian silat yang kau miliki bagus sekali"
"Hopopo kelewat memuji, apakah Hopopo juga pernah belajar ilmu silat?"
"Tidak pernah" Hopopo menggeleng, "dulu aku melayani hujin, setelah nyonya meninggal dunia, akupun mengikuti nona. Selama ini belum pernah berlatih ilmu silat"
"Lantas dari mana Hopopo bisa tahu kalau ilmu silatku bagus?" Sekali lagi Hopopo tertawa.
"Ke empat orang dayang yang mengikuti nona rata rata memiliki kepandaian silat yang bagus, terutama sekali ciu gwat dan ciu kui. Dua orang dayang tersebut dengan pedang mestikanya tak pernah ada busudari benteng yang sanggup menandingi mereka, tapi kenyataanya tadi, dalam satu gebrakan saja Huan siang king telah berhasil memapas kutung pedang mereka, bukankah hal ini membuktikan kalau ilmu silat yang dimiliki Huan siangkin jauh mengungguli mereka?"
"Aaaaah, itu mah lantaran ketajaman pedang pelangi hijau hadiah empek Hee kepada ku, dengan ketajaman pedang mestika inilah aku baru berhasil mematahkan senjata mereka"
Hopopo manggut manggut sambil mengiakan, mendadak dia membalikkan badan lalu sambil menatap wajah Huan cu im, dia bertanya:
"Pedang itu pelangi hijau" Kau maksudkan pedang mestika yang merupakan pasangan dari pedang pelangi?"
"Betul, akupun baru mendengar dari cerita empek Hee kemarin, konon pedang itu pemberian dari seorang sahabat empek Hee yang datang dari LEng lam"
"Ehmmm....." Hopopo manggut manggut berulang kali,
"itulah dia, aaai..... ketajaman mata pocu memang sangat mengagumkan"
"Hopopo, apa yang kau maksudkan?"
Dengan wajah berseri seri dan senyuman manis menghiasi wajahnya, Hopopo berkata:
"Nah, kita sudah sampai di tempat tukuan, Huan siangkong boleh keluar dari dinding pekarangan ini, diluar sana sudah merupakan bagian luar kebun bunga, walaupun masih berada dalam lingkungan Benteng keluarga Hee, namun jarang sekali dijaga orang, kau boleh langsung menuju ketimur dengan melingkari kebun tersebut, disanalah terletak gedung sebelah timur tempat
tinggalmu". Rupanya didalam perjalanan tadi mereka sudah berada dibagian belakang kuil cu im an, yang berupa sebidang tanah kosong yang berhadapan dengan sebuah dinding pekarangan yang cukup tinggi. "Terima kasih banyak Hopopo" kata Huan cu im kemudian- "Tak usah berterima kasih lagi" Hopopo menunjukkan perhatian yang amat besar, lalu pesannya lagi, "Huan siangkong, kau harus berhati hati sepanjang jalan" "Terima kasih banyak atas perhatianmu, aku mohon diri
lebih dulu....." kata pemuda itu seraya menjura.
Selesai berkata, diapun menjejakkan kakinya keatas tanah dan melompat naik keatas dinding pekarangan, kemudian dengan sekali tutulan tubuhnya tiba tiba dia sudah berada diluar pagar.
Ternyata tempat itu merupakan sebuah padang rumput yang tidak terawat, dimana pada kejauhan sana terbentang pegunungan yang naik turun tak menentu.
Huan cu im mengingat ingat perkataan dari Hopopo yang suruh dia menelusuri pagar pekarangan menuju ketimur, malah ci giok pun berpesan demikian-Ia tak berani berayal lagi, setelah yakin kalau disekeliling tempat itu tiada orang lain, ia segera percepat larinya menuju kearah timur.
Baru saja ia berlarian dua tiga puluh kakijauhnya, mendadak telinganya menangkap suara tertawa dingin seseorang dengan suara yang rendah dan berat.
Tak terlukiskan rasa kaget Huan cu im setelah mendengar suara tertawa tersebut, buru buru dia menghentikan langkahnya sambil memandang kemuka.
Lebih kurang enam tujuh kaki dihadapannya, nampak berdiri sesosok bayangan tubuh manusia yang jangkung lagi ceking sedang menghadang jalan perginya.
Didalam waktu singkat dari balik kegelapan diempatpenjurupun bermunculan empat lima sosok bayangan manusia, dengan cepat mereka mengurung Huan cu im ditengah arena.
Diam diam Huan cu im merasa sangat gelisah, tapi sebelum dia sempat melihat jelas bayangan manusia tersebut, manusia jangkung lagi ceking yang berada dihadapannya telah berkata sambil tertawa seram:
"Bocah keparat, lebih baik kau menyerahkan diri untuk dibelenggu saja, daripada aku mesti turun tangan sendiri".
Mendengar dari logat bicaranya, Huan cu im segera mengetahui kalau orang tersebut adalah congkoan Benteng keluarga Hee yang disebut orang siburung berkepala sembilan soh Hansim.
Tanpa terasa diapun mulai berpikir:
"Sekarang biarpun kedua belah pihak sudha saling berhadapan muka, namun didalam kegelapan malam yang begini mencekam, belum tentu pihak lawan bisa melihat raut wajahku dengan jelas, seandainya aku berhasil menembusi pertahannya, ini lebih baik, kalau sampai terbekuk mereka bagaimanakah penjelasanku dihadapan muka empek Hee nanti"
Karena berpendapat demikian, dengan cepat dia mengambil keputusan, ia tahu siapa turun tangan lebih dulu dialah yang tangguh.
Maka tanpa mengucapkan sepata katapun juga, mendadak ia menjejakkan kakinya sambil menerjang kemuka telaoak tangannya segera diayunkan menghantam tubuh soh Han sim.
Walapun gerakan serangan ini dilakukan cukup cepat, namun sayang siburung berkepala sembilan Soh Han sim bukan manusia sembarangan, semenjak tadi ia telah memperhitungkan akan tindakan teersebut, maka sambil tertawa seram segera hardiknya: "Serangan yang sangat bagus"
Dengan telapak tengan disilangkan dedepan dada, dia sambut datangnya ancaman tersebut
-ooo0dw0ooo- Jilid 09 Ci Giok mengiakan dengan lirih, kemudian pelan pelan namun dengan susah payah dia bangkit berdiri dari atas tanah.
Sampai disitu, Huan cu im segera berlagak menunjukkan sikap diluar dugaan, cepat tanyanya.
"Empek Hee sebenarnya apa yang telah terjadi ?"
Hee Im hong mengelus jenggotnya sambil tersenyum, sahutnya.
"Sudah pasti ada orang telah merobohkan ci Giok.
kemudian mencatut namanya untuk melakukan tujuannya..."
Menyusul kemudian, sambil mengulapkan tangannya kepada ci Giok. dia melanjutkan.
"sekarang kau boleh pergi beristirahat"
"Terima kasih pocu, budak akan mohon diri lebih dulu"
Sepeninggal dayang itu, Huang Cu Im kembali bertanya dengan berlagak seakan akan tidak mengerti:
"sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Keponakanku, kau masih muda dan belum berpengalaman" Hee Im hong tersenyum, "kau tak akan memahami persoalan yang terjadi dalam dunia persilatan-"
setelah bangkit berdiri, ia melanjutkan, " Waktu sudah siang, silahkan hiantit pergi beristirahat."
Kemudian dia melangkah keluar dari ruangan-Huan cu im menghantar empeknya sampai didepan pintu sebelum kembali ke dalam kamar tidurnya, kemudian sambil membawa lilin dia mendekati pintu kamar dan mendorongnya.
Mendadak terasa segulung angin lembut berhembus lewat yang memadamkan lentera ditangannya.
Sudah berapa tahun Huan cu im berlatih tenaga dalam, tentu saja dia pun bisa membedakan kalau desingan angin lembut itu bukan hembusan angin biasa, melainkan, angin pukulan yang dilancarkan oleh seseorang dengan tenaga dalam sempuna, agaknya dia sengaja melepaskan pukulan dengan amat ringan hingga orang akan menganggap angin biasa yang sedang berhembus.
Satu ingatan cepat melintas didalam benaknya cepat dia mundur setengah langkah kemudian bentaknya dengan suara dalam: "Siapa disitu ?"
Sebetulnya dia mempunyai kemampuan untuk melihat dalam kegelapan, tapi berhubung lentera padam secara tiba tiba, keadaan mana ibarat seseorang yang masuk ke ruang gelap dari tempat yang terang, untuk sesaat sorot matanya belum mampu menyesuaikan diri, itulah sebabnya dia pun tak dapat melihat jelas bayangan tubuh lawan-Tiba tiba dari dalam ruangan terdengar seseorang menjawab dengan suara lirih: "Muridku, gurumu yang ada disini."
Huan cu im dapat menangkap kalau suara itu memang suara gurunya kejut dan girang dia lantas berseru:
"oooh suhu rupanya"
Buru buru dia masuk ke dalam kamar dan siap mengambil api untuk memasang lentera. Ju it koay cepat berbisik lirih:
"Muridku, jangan memasang lentera, lebih baik kita berbicara dalam keadaan begini saja, daripada menarik perhatian orang."
"Baik" Huan cu im mengiakan dan meletakkan kembali tempat lilin tersebut keatas meja.
Sementara itu, sorot matanya telah berhasil menyesuaikan diri dengan keadaan- betul juga ia jumpai gurunya duduk disebuah kursi dekat jendela, maka diapun maju meng hampirinya .
Ju it koay menunjuk ke arah sebuah kursi disisinya kemudian berkata lagi: "Muridku, kaupun duduklah disana aku hendak menanyakan sesuatu kepadamu"
Setelah duduk. Huan cu im baru bertanya: "Apa yang hendak suhu tanyakan"
"Yang ingin kutanyakan adalah sebab musabab dari kematian lo koan keh?"
Dengan perasaan terkejut bercampur keheranan ,Huan cu im mengangkat kepalanya sambil mengawasi gurunya, kemudian katanya:
"Lo koan keh benar benar mati karena serangan angin duduk malam itu dia kelewat banyak minum arak sehingga muntah muntah terus sepanjang malam, akhirnya dia menghembuskan napas penghabisan"
"Muntah muntah hebat?" mencorong sinar aneh dari balik mata Ju it koay, "coba kau jelaskan kembali keadaan yang kau jumpai pada waktu itu, kalau bisa jangan sampai ada yang tertinggal"
Secara ringkas IHuan cu im lantas menceritakan bagaimana pada malam itu dia sudah tertidur, bagaimana Ji Giok datang mengetuk pintu dan memanggilnya kemudian ketika ia tiba ditempat kejadian, Lo koan keh sudah tak mampu berbicara lagi.
Kemudian Ji Giok memberitahukan kepadanya secara diam diam bahwa Lo koan keh telah meninggalkan pesan agar secepatnya dia berangkat ke kota Kim leng untuk mencari Seng Bian tong, congpiautau dari perusahaan ekspedisi Seng ki piau kiok... Ketika selesai mendengarkan penuturan tersebut, Ju it koay lantas berkata: "Apakah Ji Giok telah menyampaikan pula rahasia tersebut kepada ciu congkoan?"
"Tidak!! justru gara gara peristiwa ini,Ji Giok disekap oleh ciu congkoan bahkan dihajar sampai babak belur seluruh tubuhnya "
"Ehmmm, kalau begitu dugaanku memang tidak meleset"
gumam Ju it koay sambil meraba cambangnya yang pendek.
"sekarang, coba kau terangkan lagi kepadaku apa yang pernah kau lihat, pernah kau dengar atau orang yang pernah kau jumpai dan peristiwa yang pernah kau alami, setelah kau bersama Lo koan keh tiba dalam benteng keluarga Hee ini, jangan sampai ada yang ketinggalan-"
Huan cu im yang mendengar permintaan tersebut diam diam merasa keheranan, tapi secara ringakas dia lantas menceritakan bagaimana pengalamannya semenjak tiba di Bengteng keluarga Hee, bagaimana ciu congkoan menjamu mereka berdua, bagaimana lo koan keh dan ciu congkoan berbicara amat asyik...
Tampaknya Ju it koay sangat memperhatikan hal ini, dia lantas bertanya: "Apa saja yang telah mereka bicarakan"
Masih ingatkah kau?"
IHuan cu im berpikir sebentar kemudian secara ringkas menerangkan materi pembicaraan kedua orang itu.
Menyusul kemudian iapun bercerita setelah kedatangan He Im hong dari luar kota, bagaimana Lo koan keh berulang kali berpesan kepadanya agar setelah bertemu dengan empek Hee, dia harus mengatakan hendak pergi ke Kim leng, dan bagaimana empek Hee menyatakan persetujuannya .
Kemudian bagaimana dalam pembicaraan tersebut berhubung kedatangan cing im totiang dari Go bipay, dia dan Lo koan keh mohon diri, lalu bagaimana ditengah jalan mereka bertemu dengan seorang centeng yang ternyata mirip sekali dengan wajah oh Lo su, seorang tetangga mereka dimasa lalu.
Setelah Lo koan keh mengajukan berapa pertanyaan, orang itupun dilepaskan, tapi sekembalinya ke gedung timur, Lo koan keh seperti dibebani oleh banyak masalah yang pelik, danpada malam itulah dia terserang angin duduk sehingga tewas...
Ju it koay mengepal sepasang tangannya kencang kencang, perasaan gemas dan benci terlihat jelas diwajahnya, tiba tiba dia bertanya lagi:
"Bagaimana kau bisa tahu kalau Ji Giok telah disiksa dan dihajar oleh ciu congkoan-"
IHuan cu impun menceritakan kembali kisahnya bagaimana Ji Giok diganti ci Giok setelah kematian Lo koan keh, bagaimana ia mendengar pembicaraan ci Giok dengan seseorang yang menjanjikan gerakan pada bagaimana dia mengikuti mereka karena terdorong rasa ingin tahunya, bagaimana menyaksikan Kiang cu tin bertarung melawan Soh Han sim, bagaimana dia menghajar mundur Soh Han sim dan menyelamatkan ci Giok.
Diantara sekian banyak pengalamannya, cuma kisah pengobatannya atas tubuh ci Giok yang ditelanjangi untuk menghisap jarum jarum dari dalam tubuhnya tetap dirahasiakan.
Setelah itu diapun bercerita bagaimana pada pertama malam tadi ci Giok mengajaknya pergi menolongJi Giok.
bagaimana ia menghantar Ji Giok ke kuil cu im dan bagaimana pengurus Kim datang mencari ci Giok dan diketahui ada orang telah mencatut dirinya... Seusai mendengarkan semua penuturan tadi, Ju it koay mendengus dingin dan berkata
"Nampaknya si bajingan tua itu benar benar mempunyai rencana busuk tertentu..."
"Suhu, apa yang kau maksudkan ?"
"Aaah, tidak apa apa. Kalau kudengar dari penuturanmu, tampaknya belakangan ini sudah terjadi banyak peristiwa itu tiada sangkut pautnya denganmu, beruntung sekali disaat kau sedang menolong Ji Giok, ada orang yang sedang menyamar sebagai ci Giok hingga tanggung jawabmu dapat dialihkan keatas pundak orang lain. Lain kali lebih baik kau jangan pergi malam, juga tidak usah membicarakan kejadian tersebut kepada orang lain"
"Sekarang aku sudah menyanggupi tawaran Heepocu untuk menjadi kepala pelatih, bila ada urusan, aku akan datang memberi tahukan kepadamu kuharap kau jangan bertindak secara sembarangan, hingga menimbulkan kecurigaan Heepocu atas dirimu, mengerti?"
"Tecu mengerti" Huan cu im mengangguk.
Tapi kemudian ia mendongakkan kepalanya secara tiba tiba dan melanjutkan
"Suhu, benarkah kau orang tua hendak menjabat sebagai ketua pelatih dari benteng keluarga Hee?"
Sudah barang tentu Ju it koay dapat menangkap nada suara dari muridnya itu, dia tersenyum :
"Muridku, kau akan mengetahui sendiri dikemudian hari, eh mm, sekarang aku hendak pergi dulu."
Ia bangkit berdiri dan beranjak keluar dari situ.
Sementara itu, suasana dalam kamar baca Heepocu terang benderang bermandikan cahaya, dua orang dayang berbaju ringkas warna hijau yang menyoren golok berdiri tak bergerak di depan pintu ruangan, penjagaan dilakukan sangat ketat.
Dalam kamar baca itu ada dua orang dayang berbaju hijau, seperti dua kuntum bunga yang indah sedang sibuk melayani majikannya.
orang yang duduk diruang tengah tak lain adalah sang pocu, Hee Im hong.
Dikursi sebelah kirinya duduk seorang tojin berjenggot hitam dan berjubah warna hijau, usianya lebih, lima puluh tahun kurang. dia tak lain adalah cing im totiang. Ketua Go bi pay yang dijabatnya belum sampai sepuluh tahun-Disisi cing im totiang duduklah si burung berkepala sembilan Soh Han sim yang berwajah dingin menyeramkan-Disamping kanan Hee Pocu duduk seorang kakek berjubah hijau yang berwajah merah dan penuh cambang, usianya enam puluh tahunan, dia adalah dewa berwajah merah Lou Siu thong, seorang tokoh dari Go bi pay yang kalau dihitung hitung masih termasuk kakak seperguruan cing im totiang.
Disampingnya lagi adalah Pekikan berbulu emas Kiang cutin, si bintang kilat IHuan Tong dan murid Lou Siu tong yang bernama Lu Siu.
Beberapa orang tamu yang hadir sekarang hampir semuanya adalah orang orang Go bipay. Tiba tiba terdengar Hee Im hong berkata sambil tertawa nyaring:
"Aku merasa amat bersyukur disamping setelah peroleh janji dari totiang atas kerja sama kalian dengan pihak kami.
mulai sekarang kita semua adalah orang sendiri. buat apa totiang mesti berlaku sungkan?" cing im totiang manggut manggut.
"Pocu seorang yang jujur, terbuka, tidak mementingkan kepentingan sendiri dan termashur diseantero jagad, bila kau dapat menjadi seorang bengcu, itulah rejeki untuk segenap umat persilatan- tentu saja pinto sekalian bersedia mendukungmu"
"Aku rasa" tiba tiba Lou Sin tong menyela, "dalam urusan ini Ciangbunjin harus berunding dulu dengan ketua hoa sanpay serta Giok cing to tiang dari Bu tong pay andaikata tiga partai bisa bersatu dalam pendirian dan bersama sama mendukungnya nisca kita akan memperoleh kelancaran dan kesuksesan dalam pertemuan besar di bukit Hong san pada bulan Tiong ciu nanti."
"Perkataan suheng memang tepat sekali" kembali cing im totiang manggut manggut. "Kalau begitu siaute putuskan akan berangkat ke Kim leng besok juga, aku tahu saudara Siang (ketua Hoa san san) berada dikota Kim leng saat ini, dia berdiam diperusahaan Seng kipiau kiok, selesai berunding dengannya aku baru punya rencana untuk mengunjung Bu tong san-"
"Waaah, kalau begitu siaute akan merepotkan to heng saja" buru buru Hee Im hong menjura.
"Kiang sute, Huan sute, kalianpun boleh turut ciangbunjinpergi ke kota Kim leng kata Lou Siu tong kemudian kepada Kiang cu tin "sedangkan aku sendiri mempunyai hubungan persahabatan selama puluhan tahun dengan Hong totiang dari perguruan Pat kwa, aku pikir akan sekalian pergi menengoknya, mungkin berapa hari lebih lambat baru akan kembali ke rumah."
Kian cu tin segera bangkit berdiri sambil mengiakan-Sampai disini, Hee Im hong baru berkata lagi tertawa terbahak bahak:
"Sungguh tak kunyana Lou loko menunjukkan keseriusan dalam hal ini, haaah... haaah... haaahh... hitung hitung tidak sia sia aku bersahabat dengan Lou loko." Lou siu tong ikut tertawa terbahak bahak:
"Haaahh... haaahh... haahh... pocu mempunyai nama dan kedudukan yang sangat terhormat dalam dunia persilatan, memang sudah sewajarnya bila kau memperoleh kedudukan tinggi, sedangkan siaute tidak lebih hanya mengiringi saja"
Sementara itu cing im totiang telah bangkit berdiri setelah memberi hormat katanya:
"Pocu, bila kau tidak mempunyai pendapat lain, pinto ingin mohon diri lebih dulu, apalagi malam sudah larut"
Dengan berdirinya tosu itu, maka Lou Siau tang sekalianpun turut bangkit berdiri cepat cepat Hee Im hong bangkit berdiri pula seraya memberi hormat:
"To heng sekalian memang seharusnya segera pergi beristirahat Soh congkoan, wakililah aku untuk menghantar cing im totiang dan Lou loko sekalian beristirahat di gedung tamu agung."
Siburung berkepala sembilan Soh Han sim mengiakan, dia maju kedepan dan mendampingi cing im totiang sekalian beranjak keluar dari kamar baca.
Hee Im hong menghantar sendiri tamu tamunya sampai didepan pintu kamar baca sebelum balik kembali kedalam.
Baru saja ia duduk. si Bangau abu abu Jin Siu dan sigolok pemutus nyawa To It hui sudah muncul didepan pintu sambil menyapa "Pocu"
Hee Im hong mengangkat kepalanya dan tersenyum:
"Saudara Jin, saudara To, silahkan duduk bagaimanakah pendapat kalian berdua atas kasus Ju it koay tadi?"
Jin Siu dan To it hui segera mengambil tempat duduk.
Setelah memberi hormat, Jin Siu baru menjawab:
"Atas pertanyaan pocu, hamba memang hendak melaporkan satu masalah kepada pocu."
"silahkan diutarakan saudara Jin."
"Hamba rasa ilmu silat yang dimiliki Ju it koay sangat hebat, namun kenyataan tiada seorang manusiapun yang mengenali namanya, aku rasa hal ini sangat luar biasa"
"Jadi maksud saudara Jin, dia memang sengaja berganti nama sebelum datang kemari?" tanya Hee Im hong sambil mengelus jenggotnya dan tertawa.
"Hamba memang berpendapat demikian-" Hee Im hong segera tertawa terbahak2:
"Haaa.... haaa... haaa... aku selalu memakai orang berdasarkan bakat yang dimilikinya biarpun dia mempunyai tujuan tertentu, akupun tak akan ambil perduli."
Merah padam selembar wajah Jin Siu, buru buru dia menundukkan kepalanya sambil berkata lagi:
"Pocu memiliki ilmu silat yang sangat hebat tentu saja kau tak akan takut terhadap siasat busuk orang lain, hamba tak lebih hanya mengungkapkan hal tersebut agar bisa dibahas bersama dengan pocu". Hee Im hong tertawa ramah:
"Aku tahu kalian berdua adalah orang kepercayaanku, tak usah kuatir, dalam hal ini aku sudah mempunyai rencana tertentu."
Baru saja ia berkata sampai disitu, mendadak dari luar pintu terdengar seseorang berseru:
"Lapor pocu, Su Kokpiau dan Be coan gi mohon bertemu."
"Suruh mereka masuk"
Tak lama kemudian dua orang lelaki berbaju hitam telah masuk ke dalam setelah menjura katanya:
"Hamba Sun Kok piau dan Be cuan gi menjumpai pocu."
Hee Im hong segera mengulapkan tangannya, kemudian sambil tersenyum ia berkata: "Apakah kalian berdua sudah menemukan tempat tinggalnya ?"
Sun Kok piau seorang lelaki berwajah putih berperawakan sedang segera maju menjura, kemudian jawabnya :
"Lapor pocu, hamba menyesal sekali tak mampu melaksanakan tugas dengan baik. Tampaknya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu sudah mencapai tingkat kesempurnaan, kecepatannya luar biasa, biarpun hamba berdua telah mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki, namun setelah mengejar sejauh satu li, jarak kami makin lama semakin bertambah jauh, dengan jelas kami saksikan dia masuk ke dalam sebuah hutan, tapi ketika hamba berdua menyusul sampai disitu, bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas, kamipun melakukan pencarian diseputar sana, namun gagal menemukan jejak orang itu, terpaksa kami datang menunggu hukuman dari pocu."
Ternyata kedua orang itu tak lain adalah dua orang yang menguntil Ju it- koay tadi. Hee Im hong yang mendapat laporan tersebut segera tertawa terbahak bahak:
"Haaahh... haaahh... haaahh... kalian berdua, yang satu mendapat julukan cau sang hui (terbang diatas rumput) dan yang lain disebut Thian se (kuda langit), sesungguhnya merupakan dua orang Busu dalam benteng keluarga Hee yang memiliki ilmu meringankan tubuh paling tinggi, tak nyana kalian telah berjumpa dengan jago lihay pada malam ini"
Pucat pias wajah Sun Kokpiau dan Be cuan Gi setelah mendengar perkataan ini, buru buru dia membungkukkan badannya memberi hormat sambil berseru: "Hamba memang pantas mati..." Hee Im hong tertawa cepat dia menyambung
"Untung saja dia adalah ketua pelatih sendiri, jadi kalah dengan ketua pelatih sendiri bukan termasuk peristiwa yang memalukan, sekarang kalian boleh pergi beristirahat dengan tenang"
Bagaikan dibebaskan dari hukuman yang berat, Sun Kokpiau dan Be coan gi segera membungkukkan badannya dan memberi hormat berulang kali. "Terima kasih pocu, terima kasih pocu."
Sambil membalikkan badan, mereka segera mengundurkan diri dari situ.
Menyusul kemudian tampak bayangan manusia berkelebat lewat, tanpa menimbulkan sedikit suarapun siburung berkepala sembilan Soh Han sim telah menerobos masuk ke dalam ruangan-Jin Siu dan To It hui serentak bangkit berdiri seraya menyapa: "Soh congkoan"
cukup ditinjau dari sikap hormat kedua orang itu terhadap Soh Han sim, bisa diduga betapa tingginya kedudukan siburung berkepala sembilan dalam Benteng keluarga Hee.
Soh Han sim hanya senyum tak senyum sambil manggut manggut kearah kedua orang itu, kemudian katanya: "Kalian boleh duduk kembali"
Hee Im hong pun sudah menengok kearah Soh Han sim sambil bertanya: "Soh congkoan, apakah kau ada urusan?"
Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, ada" Senyuman diatas wajah Soh Han sim telah lenyap tak berbekas, pelan pelan dia maju kedepan dan duduk dikursi sebelah kanan pocu, kemudian katanya sambil mendongakkan kepalanya:
"Malam ini sudah terjadi suatu peristiwa didalam kebun, mungkin pocu belum mengetahui dengan jelas bukan ?"
"Ooh... aku memang kurang begitu jelas tentang peristiwa itu, tapi aku rasa dengan kehadiranmu disitu urusan pasti beres, jadi aku tidak kuatir sama sekali. Tapi kedatanganmu memang kebetulan sekali, aku memang ada urusan yang hendak dirundingkan denganmu."
Sikap maupun caranya berbicara dengan Soh Han sim ternyata luar biasa sungkannya, ini menandakan betapa tinggi dan berharganya kehadiran soh Han sim didepan mata pocu tersebut.
Dengan wajah berat dan serius, pelan-pelan Soh Han sim berkata:
"Peristiwa yang terjadi pertama kali pada malam ini adalah diculiknya Ji Giok oleh seseorang orang tersebut kabur menuju ke arah barat laut..."
"Kau maksudkan orang itu kabur kearah barat laut?" Hee Im hong nampak tertegun
"Benar, sepanjang jalan orang itu melancarkan serangan secara keji dan berat, secara beruntun dia telah melukai beberapa orang centeng kita yang sedang bertugas meronda malam, namun usahanya menculik Ji Giok tidak lebih hanya suatu siasat memancing harimau turun gunung saja."
"Jadi orang itu masih mempunyai komplotan yang lain?"
tanya Hee Im hong terkejut.
"Benar, berhubung dia kabur menuju ke barat laut, sepanjang jalan gerak geriknya perhatian para centeng, padahal hal tersebut cuma merupakan bagian dari rencana mereka saja, sementara itu rombongan lain yang telah menyelundup masuk ke loteng Teng gwat lo..."
Rupanya ketika Huan cu im dengan menggendong Ji Giok kabur menuju ke arah barat laut, ci Giok tidak turut serta bersamanya karena dia pergi ke loteng Teng gwat lo. Sambil tersenyum Hee Im hong segera berkata:
"oooh, rupanya mereka mempunyai rencana untuk menyelamatkan cing im totiang tetapi siapa yang bisa menduga kalau cing im totiang telah tunduk dan takluk kepada kita"
Dari ucapan tersebut jelaslah sudah kalau cing im totiang telah menyerah kalah serta bergabung dengan pihak lawan-Soh Han sim tertawa licik, kemudian katanya:
"Sudah dapat dipastikan orang itu sejalan dengan Kiang cu tim pada malam itu, namun kedatangannya di loteng Teng gwat lo pada malam ini justru disambut oleh serangan gencar dari Kiang cu tin serta Huan Tong, akibatnya dia menjadi terkejut dan gugup sehingga melarikan diri, sayang sekali hamba sedang mengejar jejak musuh ditempat lain sehingga tidak berhasil menghadang kepergian orang itu"
Sebagaimana diketahui ci Giok dan Kiang cu tin serta Huan tong sesungguhnya berasal dari satu aliran, tapi kedatangan ci Giok di loteng Teng gwat lo pada malam itu justru disambut serangan gencar dari Kiang cu tin serta Huan Tong, jelas dibalik kesemuanya itu masih terdapat hal hal yang tidak beres. Dalam pada itu Hee Im hong telah bertanya
"Bagaimana dengan orang yang telah menculik Ji giok?"
"Dia telah masuk ke dalam kuil cu im an"
"Sungguhkah perkataanmu itu ?" paras muka Hee Im hong segera berubah hebat.
"Hamba sendiri yang melakukan pengejaran ke situ, sayang sekali terlambat selangkah sehingga tak sempat menghalanginya masuk. diapun melompati pagar dan masuk ke dalam kuil"
Hee Im hong termenung sebentar, setelah itu dia bertanya lagi. "Bagaimana selanjutnya?"
"Hamba duga dia pasti akan melarikan diri lewat belakang kuil, maka hambapun membawa orang serta bersembunyi diluar pagar pekarangan, lebih kurang kentongan kedua, orang itu benar benar telah melompat keluar lewat pintu belakang..."
"Apakah kau sempat melihat jelas siapakah orang itu?"
tanya Hee Im hong kemudian sambil mengelus jenggotnya.
"Malam itu gelap tak berbintang udara sangat gelap sehingga sulit bagi hamba untuk melihat jelas tampang mukanya, namun menurut pengamatan hamba dari gerak geriknya, dia masih muda dan belum berpengalaman, namun kepandaian silatnya benar benar luar biasa sekali..."
Berkilat sepasang mata Hee Im hong, namun dia tetap membungkam dalam seribu bahasa. Terdegar Sou Han sim bercerita lebih jauh:
"Waktu itu dia sudah dikurung oleh keempat jago golok hamba, siapa tahu d isaat yang kritis telah muncul seorang perempuan berkerudung yang berhasil mementalkan senjata golok keempat orang jago hamba hanya dalam satu gebrakan saja bahkan berhasil pula menotok jalan darah mereka"
"Perempuan ini sanggup merobohkan keempatjago golok kita dalam satu gebrakan saja, kehebatan ilmu pedangnya boleh dibilang termasuk jagoan kelas satu dalam dunia persilatan"
"Hamba yang menyaksikan peristiwa itu menjadi sangat gusar, maka hamba pun menerjang kedepan untuk melancarkan serangan dahsyat..."
Ketika berbicara sampai disitu mendadak dia menghentikan sebentar kata katanya, setelah itu sambil mengangkat kepala dia bertanya lagi:
"Pocu, tahukah kau ilmu silat apakah yang telah dipergunakan perempuan itu sewaktu hamba menerjang kedepan dan berusaha untuk membekuknya?" Hee Im hong tersenyum
"Sudah pasti Soh congkoan telah menjumpai semacam ilmu silat yang menunggal dan memiliki kedahsyatan yang luar biasa sekali, bukan demikian?" "Benar," Soh Han sim tertawa seram "dia pergunakan ilmujari can hoa ci"
Paras muka Hee Im hong segera berubah menjadi pucat pias bagaikan mayat, katanya setengah tercengang: "Kau maksud hasil perbuatan putriku?"
"Hanya putri pocu seorang yang menjadi murid Kiu hoa loni" sambung Soh Han sim menyeramkan.
Ilmu jari can hoa ci memang merupakan ilmu sakti andalan Kiu hoa sinni yang amat termashur dalam dunia persilatan-Agaknya Hee Im hong masih kurang percaya sambil menggelengkan kepalanya berulang kali ia berkata:
"Biarpun putriku adalah murid sinnie namun dia seorang murid setengah resmi, selama ini belum pernah belajar silat atas bimbingan nikou tersebut, darimana ia bisa mempergunakan ilmu jari can hoa ci..."
"Sekalipun bukan hasil perbuatan putrimu aku yakin tentu ada sangkut pautnya dengan putrimu."
"Ehmm" akhirnya Hee im hong manggut manggut, "asal kuundang putriku kemari dan kutanyakan secara langsung persoalannya tentu akan menjadi jelas."
"Tak sudah, kita tak usah terlampau terburu napsu, menurut pendapat hamba, belum tentu putrimu akan menyingkap semua duduk persoalan kepada pocu malah ada baiknya sela satu dua hari kemudian pocu undang Ho popo datang kemari, dengan bertanya kepada Ho popo hamba rasa hasilnya tentu akan jauh lebih baik, dari pada ditanyakan secara langsung kepada putrimu"
"Haah haaahh haaah... ucapan Soh congkoan ada benarnya juga, tadi aku memang belum berpikir sampai kesitu." seru Hee Im hong sambil tertawa tergelak.
Berbicara sampai disini dia lantas mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, kembali ujarnya:
"Aku mempunyai suatu persoalan yang ingin kurundingkan dengan Soh congkoan"
"Katakanlah pocu" buru buru Soh Han sim berseru
"Malam ini aku telah menjumpai seorang jago silat berilmu tinggi yang mengaku bernama Ju it koay, aku telah membayar tinggi dirinya agar berseria menjadi congkau tau dari benteng kita ini"
" Ju it koay?" Soh Hansim mengerutkan dahinya, " belum pernah hamba dengar nama semacam itu di dalam dunia persilatan"
Hee Im hong tertawa bangga.
"Benar, dalam dunia persilatan memang belum pernah terdengar nama seseorang yang memakai nama Ju it koay, namun ilmu silat yang dimiliki orang tersebut memang benar benar hebat sekali"
"Jadi maksud pocu, kau hendak menarik orang itu untuk kepentingan pribadi?"
"Untuk kepentingan pribadi", sudah jelas kata kata tersebut mengandung makna yang sangat mendalam, harap pembaca memperhatikan secara khusus.
Hee im hong segera tertawa ter bahak2
"Haaah... haah.... haaah... aku memang mengandung maksud begitu"
" Urusan itu mah mudah untuk diselesaikan" kata Soh Han sim kemudian dengan senyum tak senyum.
" Ju it koay telah berjanji besok pagi pagi sekali akan datang ke benteng untuk memangku jabatan, aku pikir tengah hari esok akan kuselenggarakan perjamuan untuk menyambut kedatangannya, sekalian kuperkenalkan kepada semua orang"
"Hamba mengerti" Soh Han sim kembali mang gut mang gut.
^oooodwoooo^ Matahari baru terbit, rerumputan dikedua sisi jalan masih basah oleh embun pagi. Ju it koay dengan rambutnya yang kusut bagaikan sarang burung, dengan tongkat besinya sebagai penyangga, selangkah demi selangkah menelusuri jalan setapak beralas batu.
Setiap kali dia melangkah setindak bergemalah suara ketukan toya yang keras.
Tempat itu adalah sebuah jalan beralas batu yang berada sepuluh li didepan benteng Hee keh po.
Sekarang, dia sudah menjadi kepala pelatih dari benteng keluarga Hee, hari ini ia datang untuk memangku jabatan tersebut.
Sebulan memperoleh gaji sebesar tiga ribu tahil perak. bagi seseorang yang belajar silat sudah jelas merupakan gaji tertinggi yang mungkin bisa memperolehnya secara halal.
Tidak heran kalau Ju it koay merasa semangatnya segera dan wajahnya cerah karena gembira setiap langkah kakinya juga nampak lebih enteng dan ringan-Disaat dia sudah hampir tiba disebuah tanah lapang depan pintu gerbang benteng keluarga Hee itu, tiba tiba pintu gerbang dibentangkan lebar lebar, kemudian muncul empat orang centeng berbaju hijau yang segera menyebar ke dua belah sisi dan membungkukkan badannya memberi hormat.
Ju it koay tertegun menghadapi sikap tersebut segera pikirnya dihati.
"Aku belum lagi sampai dipintu gerbang, mereka sudah membukakan pintu bagiku serta menyambut kedatanganku agaknya kedudukan seorang kepala pelatih memang cukup keren dan mentereng"
Sementara dia masih termenung, dari balik pintu gerbang telah muncul kembali serombongan manusia.
Sebagai orang pertama adalah seorang tosu berjenggot hitam, dia adalah ceng Im totiang dari Go bi pay, menyusul kemudian adalah Malaikat berwajah merah Lou Siu tong, si pekikan bulu emas Kiang Bu tin, si bintang kilat Huan Tong serta Lu Siu, murid Lou Siu tong.
Menyusul dibelakang rombongan manusia tersebut adalah pemilik benteng keluarga Hee yakni Hee Im hong serta si burung berkepala sembilan Soh Han sim.
Menyaksikan kemunculan cing Im totiang sekalian, dengan Cepat Ju it koay menghindar kesisi jalan, kemudian pikirnya:
"Menurut berita yang kuterima, mula mula si malaikat berwajah merah Lou Siu tong lah yang mendapat undangan dari Hee Im hong untuk berkunjung ke benteng keluarga Hee, tapi semenjak kunjungannya, jejak orang itu hilang lenyap tak berbekas, sampai akhirnya ceng Im totiang tiba di Kim leng dan mendapat tahu lenyapnya Lou Sin tong, kemudian dia berkunjung ke Hee keh poo untuk mencari jejak suhengnya namun dia sendiri pun ditahan oleh pihak benteng keluarga Hee.
"Menyusul peristiwa itu Kiang cutin dan Huan Tong bersama sama menyatroni benteng keluarga Hee ditengah malam buta, namun usaha itu gagal yang berakibat mereka tertawan-Sudah jelas perbuatan mereka yang menangkapi orang orang Go bi pay secara beruntun ini merupakan suatu rangkaian siasat yang telah dipersiapkan secara sempurna oleh pihak benteng keluarga Hee, bisa jadi mereka memang mempunyai satu maksud tertentu. Apa lagi bila ditinjau dari watak Hee Im hong yang licik dan berpikiran panjang, semestinya dia tahu bahwa menangkap harimau itu gampang melepas harimaulah yang susah, maka ia bersedia melepaskan orang orang itu dengan begitu saja?"
cing Im totiang dan Lou Siu tong sekalian sudah berhenti didepan pintu gerbang, mereka nampak berusaha untuk mencegak Hee Im hong dan Soh han sim agar tidak menghantar lebih jauh.
Hee Im hong serta Soh Han sim berdua dengan senyuman dikulum segera mengucapkan kata kata perpisahan, hubungan diantara tamu dan tuan rumah kelihatan amat baik dan kelihatan akrab.
Setelah berpisah dengan Hee pocu, berangkatlah cing Im totiang sekalian untuk melakukan perjalanan, sedang Hee Im hong serta Soh Han tim masih tetap berdiri didepan pintu, dengan pandangan yang cerah dan senyuman kebanggaan menghiasi wajah, mereka menghantar tamunya sampai lenyap dari pandangannya.
Setelah cing im totiang sekalian tak nampak, Ju it koay baru menyeret tongkatnya sambil maju ke muka.
Hee Im hong segera menunjukkan wajah berseri seri begitu melihat kedatangan Ju it koay, sambil tertawa terbahak bahak dia maju menyambut kedatangan tamunya, kemudian berkata:
"cong kautau memang seorang yang memegang janji, sudah lama siaute menunggu kedatanganmu. "
Ju it koay segera memperlihatkan wajah terharu disamping berterima kasih sekali, buru buru dia mejura seraya menyahut.
"Aku orang she Ju tidak lebih hanya seorang manusia gelandangan, sungguh bangga hatiku bisa peroleh perhatian yang begitu besar dari pocu untuk memangku jabatan penting, karena itulah sedari pagi pagi aku sudah datang untuk memangku jabatan- Masa pocu harus menyambut sendiri kedatanganku, aku orang she Ju sungguh tak berani menerimanya ... "
Hee Im hong merasa semakin bangga apalagi melihat rasa terharu yang tercermin di wajah orang itu, serta merta dia menggenggam sepasang tangan Ju it koay kencang kencang kemudian setelah tertawa tergelak katanya
"Haaahh... haaah... haaah... Ju loko tidak usah sungkan sungkan, dengan kepandaian silat yang dimiliki Ju loko, sesungguhnya menjabat sebagai kepala pelatih dari benteng kami sudah cukup menurunkan derajat serta pamormu masa kau masih merendah juga" Sesungguhnya siaute memang bertulus hati hendak mempergunakan saudara sebagai tenaga ahli kami, sudah sepantasnya bila aku sendiri yang datang menyambut kedatangan Ju loko, sudahlah, kau tak usah sungkan sungkan lagi, apalagi sejak kini kita sudah terhitung orang sendiri."
Setelah berhenti sebentar, dia pun menyambung lebih jauh.
"Mari, mari, biar siaute perkenalkan kalian berdua, dia adalah congkoan benteng kami soh Han sim, dan ini adalah kepala pelatih benteng kita yang baru Ju it koay, semoga kalian berdua bisa bersahabat lebih akrab" Soh Han sim segera maju kedepan sambil menjura, katanya.
"Sudah lama siaute mendengar akan nama besar Ju loko, selamat berjumpa... selamat berjumpa "
Buru buru Ju it koay menjura pula seraya tertawa terbahak bahak.
"Haah haah haa Soh congkoan terlampau memuji, aku tak lebih hanya seorang pengembara didalam dunia persilatan, bila pocu tak menilai tinggi diriku sehingga bersedia memberi jabatan yang tinggi, aku tak lebih hanya seorang pengemis tukang minta minta, sebaliknya Soh congkoanlah yang tersohor sekali, sudah lama aku orang she Ju mengagumi nama besarmu itu..."
000 ( dw ) ooo " Ju loko memang kelewat sungkan, padahal dalam dunia persilatan banyak terdapat tokoh tokoh silat berilmu tinggi yang tak suka akan nama besar serta kedudukan, justru kesediaan Ju loko untuk menjabat sebagai kepala pelatih kami, hal ini merupakan suatu keuntungan buat benteng kami, selanjutnya mohon Ju loko suka banyak memberi petunjuk" Ju it koay tertawa tergelak.
"Haaah... haaah... haaah... aku orang she Ju baru saja datang, justru akulah yang membutuhkan banyak bimbingan dan petunjuk dari congkoan-"
tampaknya Hee Im hong merasa puas sekali terhadap semua gerak gerik yang diperlihatkan Ju it koay selama ini, dia segera tertawa terbahak bahak:
"Kalian berdua tidak usah saling merendah lagi, Ju loko baru saja datang, ayo kita berbicara didalam saja."
"Pocu, silahkan masuk" Ju it koay buru buru menjura.
Hee Im hong pun tidak sungkan sungkan lagi, segera beranjak lebih dulu dari situ.
Ju it koay dan Soh Han sim saling mengalah mempersilahkan rekannya agar berjalan dimuka, tapi akhirnya Ju it koay beranjak lebih dulu kemudian baru disusul Soh Han sim.
Mereka bertiga semuanya masuk melalui pintu gerbang, menembusi pintu kedua kemudian menembusi serambi dan menuju ke kamar baca Hee pocu.
Setelah mereka bertiga mengambil tempat duduk masing masing, seorang dayang berbaju hijau datang menghidangkan air teh.
Dengan senyum dikulum Hee Im hong bangkit berdiri dan mengambil sepucuk sampul merah dari meja tulisnya, kemudian ujarnya kepada Ju it koay:
"cong kautau baru saja datang, sebagai perasaan hormatku terhadap saudara, harap uang sebesar selaksa delapan ribu tahil perak sebagai gaji selama enam bulan ini harap Ju loko terima lebih dahulu."
Sembari berkata, dia mengeluarkan selembar uang kertas dari dalam sampul merah itu, betul juga, diatas uang kertas tadi tertera huruf selaksa delapan ribu tahil perak.
Begitu setelah diperlihatkan kepada Ju it koay, dia masukkan kembali uang kertas tersebut kedalam sampul merah dan diberikan kepada Ju it koay.
Tampaknya selama hidup Ju it koay belum pernah menjumpai uang perak sebanyak itu, sorot matanya kembali menunjukkan sinar kerakusan yang amat hebat wajahnya terlihat rasa kecut bercampur gembira.
Dia segera mengulurkan tangannya kedepan, namun untuk sesaat tidak mengetahui harus menerimanya ataukah jangan "
Kelima jari tangannya yang kasar lagi hitam apa lagi sebagai tangan seorang yang bertenaga dalam amat sempurna, kali ini ternyata nampak sedikit gemetaran-Lama kemudian, ia baru mengangkat kepalanya memandang sekejap kearah Hee Im hong kemudian baru berkata agak tergagap:
"Pocu apakah... apakah uang perak sebanyak itu... men-..
menjadi milikku semua" Ham... hamba tak berani menerimanya..."
Begitu melihat uang dalam jumlah banyak. sebutanpun segera berubah menjadi "hamba", permainan sandiwara orang ini memang nampaknya amat bagus.
Hee Im hong menjadi semakin senang setelah melihat sikap lawannya, cepat cepat dia berkata:
"cong kautau boleh menerimanya dengan segera karena uang tersebut memang merupakan hakmu, ayolah, kau tak usah sungkan sungkan lebih jauh." Akhirnya Ju it koay menerimanya juga, kemudian wajah agak ia berkata: "Tanpa jasa tak akan menerima pahala hamba toh belum bekerja untuk pocu,"
"Haaahhh... haahhh... haaahhh..." Hee Im hong mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak. " bukankah cong kautau sudah memangku jabatan" Uang gaji tersebut sudah seharusnya kau terima karena memang menjadi hakmu, apa yang aku lakukan tak lebih hanya membayar lebih dulu, jumlah yang sedikit tak usah kaupikirkan lagi didalam hati, sebab umat persilatan kan lebih mengutamakan soal kesetiaan kawan" Maksudku untuk sementara waktu terpaksa aku hanya akan merendahkan saudara Ju agar mau menjabat sebagai kepala pelatih dulu, jika ada kesempatan lain tentu akan kuangkat Ju loko untuk menempati kedudukan yang jauh lebih tinggi lagL"
"UCapan pocu terlalu serius, " Ju it koay berseru penuh rasa haru, sementara tangannya sampul merah itu kencang kencang, "budi kebaikan yang pocu berikan kepadaku sudah melebihi bukit yang tinggi, asal kau menghendaki tenaga hamba, sudah barang tentu hamba akan berjuang demi diri pocu."
Hee Im hong segera manggut manggut.
"Sejak melihat Ju loko semalam, aku sudah tahu kalau kau adalah seorang yang amat setia, apalagi sesudah mendengar perkataan cong kau tau hari ini, aku merasa semakin berlega hati."
Soh Han sim segera larut menimbrung pula.
"Pagi tadi aku mendapat tahu dari pocu tentang kehebatan Ju loko semalam, sayang sekali tak sempat menyaksikan dengan mata kepala sendiri, boleh aku tahu, sebenarnya Ju loko berasal dari perguruan mana...?"
Tentu saja pertanyaan itu sengaja diatur oleh Hee Im hong dan menyuruh dia untuk mengajukan keluar.
Ju it koay segera menghela napas panjang.
"Aaai, kalau dibicarakan sungguh memalukan, sebenarnya siaute berasal dari perguruan Engjiau bun, sayang sekali, masa mudaku kurang benar sehingga gara gara suatu peristiwa aku diusir dari perguruan, akibatnya sela tiga puluh tahun terakhir ini, aku belum pernah menyinggung tentang perguruanku ini kepada siapa saja."
Sebagaimana diketahui, benteng keluarga Hee memang banyak mengumpulkan kawanan manusia yang berniat dari perguruan, baik itu golongan putih maupun sampah masyarakat dari golongan hitam sekarang Ju it koay mengaku sebagai murid murtad dari perguruan kuku garuda, tak heran kalau Hee Im hong segera mempercayainya, yaa kalau tidak.
mana mungkin seorang itu sama sekali tak bernama padahal memiliki ilmu silat yang sangat hebat"
"Nah, itulah dia" kata IHee Im hong kemudian sambil tertawa, "sejak kemarin aku sudah melihat bahwa jurus jurus serangan yang kau pergunakan kebanyakan berasal dari perguruan kuku garuda."
Ju it koay tertawa pula, sesudah menjura dia berkata:
"Terus terang saja kukatakan pocu, semenjak hamba diusir dari perguruan, hamba segera mengembara jauh keluar perbatasan sana dan bergabung lagi dengan perguruan Tiang pekpay cuma ilmu silat kuku garuda merupakan ilmu dasar yang kulatih semenjak kecil, hingga akhirnya menjadi kebiasaan, ada kalanya aku memang dapat menggunakan jurus jurus tersebut tanpa kusadari, rupanya hal ini tak lolos dari pengamatan pocu."
Sikapnya seolah olah terharu dan berterima kasih sekali terhadap Hee Im hong, sehingga ia tak segan segan mengungkapkan semua rahasianya secara berterus terang.
Agaknya diapun hendak menjelaskan kalau selama ini dia hanya bergerak diwilayah luar perbatasan saja, sehingga tak heran kalau umat persilatan di daratan Tionggoan tidak mengetahui tentang nama Ju it koay.
"Kalau begitu, nama Ju it koay yang cong kau tau pergunakan mungkin sekali juga bukan nama aslimu?" kata Hee Im hong sambil tersenyum lebar.
Didengar dari nada tersebut, tampaknya ia masih juga belum merasa berlega hati. Ju it koay segera tertawa dingin.
"Harap pocu ketahui, nama asli hamba memang bukan it koay, nama tersebut baru kupergunakan setelah berada diluar perbatasan, kalau dihitung hitung sudah tiga puluh tahun kugunakan nama Ju it koay tersebut sehingga lambat laun nama tadi menjadi namaku yang sebetulnya, rasanya sulit bagiku untuk mengganti nama teserbut lagi..."
Hee Im hong mengangguk tiada hentinya setelah mendengar penjelasan itu, sambil mengelus jenggotnya ia pun bertanya:
"cong kau tau, apakah hubunganmu dengan Huan Gi, pengurus rumah tangga adik angkatku cukup akrab ?"
"Panjang sekali untuk menceritakan persoalan ini, sebelum hamba berangkat ke luar perbatasan tempo hari, aku pernah mendapat bantuan yang cukup besar dari Huan Lo koankeh di Kim leng, kemudian hari aku baru tahu kalau dia pun masih terhitung seorang cianpwee dari perguruan kuku garuda."
"Berapa hari berselang, kami bersua lagi didermaga penyeberangan, ternyata dia pun masih kenali aku, setelah pembicaraan baru kuketahui ia sedang menghantar seorang kongcu untuk bergabung dengan pocu."
"Ditengah jalan, aku pun melihat ada sekawanan penyamun yang berniat mencelakai lo koankeh, hamba pun segera menghajar kawanan cecunguk itu sampai kocar kacir,aai... sayang sekali hal tersebut belum dapat membalas budi kebaikannya dulu, maka semalam ketika secara kebetulan aku lewat disini, aku ingin datang menjenguknya lagi, siapa tahu justru berjumpa dengan pocu, hal ini boleh dibilang sungguh merupakan kebanggaan untuk hamba."
Menanti Ju it koay menyelesaikan perkataannya, Hee Im hong baru berkata lagi dengan sedih.
"Tahukah cong kautau bahwa Huan lo koankeh telah meninggal dunia ?"
"Apa ?" sekujur badan Ju it koay bergetar keras, matanya terbelalak lebar lebar, pocu mengatakan lo koankeh sudah meninggal dunia. Dengan wajah sedih Hee Im hong segera mengangguk.
"Benar. Lo koankeh memang sudah berusia lanjut, bisa jadi lantaran harus menempuh perjalanan yang cukupjauh dan melelahkan maka tak berapa lama setibanya disini, dia terserang angin duduk sehingga meninggal dunia."
Sepasang mata Ju it koay segera nampak berkaca kaca, buru buru dia menjura seraya berkata lagi.
"Hamba ingin memohon kepada pocu bolehkah aku tahu dimana jenasah lo koankeh disemayamkan " Bolehkah hamba untuk menyambangi serta berdoa didepan lelayonnya?"
Padahal dia sudah tahu kalau jenasah dari lo koankeh sudah dikirim pulang oleh ciu congkoan, namun dia harus berlagak seakan akan tak tahu, sebagai pertanyaan bahwa Huan cu im sama sekali tidak memberitahukan penjelasannya.
"Kini jenasah dari Huan lo koankeh sudah dikirim pulah oleh salah seorang congkoan benteng kami" Hee Im hong segera memberikan penjelasannya. Kembali Ju it koay menghela napas.
"Aaai, kalau begitu budi kebaikan dari lo koankeh tak mungkin bisa kubalas lagi dalam kehidupanku kali ini"
Berbicara sampai disitu, mendadak ia menjatuhkan diri berlutut didepan Hee Im hong kemudian katanya lagi.
"Pocu sunggu seorang yang bijaksana, ternyata kau bersedia mengaturkan segala sesuatunya bagi lo koankeh sehingga dikebumikan di dalam tanah, atas kebaikan ini harap terimalah hormat dari hamba ini, juga sebagai balas budi hamba terhadap lo koankeh."
Buru buru Hee Im hong bangkit berdiri sambil membangunkan orang itu dari tanah, katanya:
"cong kautau, harap kau jangan banyak adat, silahkan duduk dan mari kita bicarakan sebaik baiknya, apalagi aku pun sudah seharusnya berbuat begin!!" Ju it koay segera duduk kembali dikursinya.
Dengan demikian Hee im hong sudah mulai dapat mengenali identitas maupun asal usul dari Ju it koay, dia juga mulai mengenali watak serta tabiat dari orang tersebut.
Bisa jadi, semasa masih muda dulu dia telah melakukan suatu kesalahan besar yang tak bisa diterima oleh perguruan, karena diusir dari perguruan maka sebagai pemuda yang berdarah panas, diapun mengembara didalam dunia persilatan, dimana terdorong pula oleh perasaan tak puasnya, terakhir dia mengembara jauh keluar perbatasan sana dan berganti perguruan-Namun begitu, dia kelihatan sebagai orang yang berhatijujur, asal ada orang pernah melepaskan budi kepadanya, maka ia takpernah melupakan budi kebaikan tersebut.
cuma ada satu hal yang membuatnya kuatir, bila didengar dari nada pembicaraannya, orang ini seperti mempunyai jiwa yang lurus, dan gagah, andaikata rahasia mereka sampai ketahuan-Namun hal inipun tidak usah dikuatirkan lebih jauh, karena dia sudah mempunyai persiapan yang cukup matang tentang hal ini.
Membayangkan kesemuanya itu, tanpa terasa sekulum senyuman menghiasi wajah Hee im hong.
OoooodwooooO Soh Han sim mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap keadaan cuaca, kemudian sambil bangkit berdiri katanya sambil tersenyum:
"Waktu sudah lewat, pocu, cong kautau, silahkan menuju keruang sebelah barat"
orang ini rupanya memang berwajah senyum tak senyum, walaupun sedang tertawa namun selalu memberikan perasaan seram bagi yang melihatnya.
"Baik" kata Hee Im hong manggut manggut, sambil bangkit berdiri, "hari ini cong kautau baru saja datang aku telah menyiapkan sedikit arak untuk menyambut kedatanganmu. . .
" Dengan penuh rasa berterima kasih Ju it koay bangkit berdiri, lalu katanya sambil menjura berulang kali.
"Hamba baru saja datang, setitik jasa pun belum kulakukan, tapi pocu sudah begitu baik kepadaku, sungguh membuat hamba tak tahu bagaimana mesti menerimanya ?"
Hee Im hong tertawa. "cong kautau tidak usah sungkan sungkan, memang beginilah rasa hormatku atas diri cong kautau, lagi pula dalam benteng masih terdapat beberapa orang pelatih lagi, di kemudian hari mereka semua akan menjadi anak buahmu, dan perlu bimbingan serta pengawasan dari cong kautau, jadi pertemuan ini perlu juga untuk saling pertemukan kalian semua, agar bisa saling mengenal satu sama lainnya"
"Kalau toh pocu memang berniat demikian, tentu saja hamba tak berani menampik," kata Ju it koay kemudian merendah.
Begitulah, Hee im hong segera berjalan lebih dulu disusul dengan lainnya, mereka bersama sama meninggalkan kamar baca menuju ke ruangan sebelah barat.
Ruang sebelah barat tentu saja terletak di gedung barat, jadi saling berhadapan letaknya dengan gedung timur dimana Huan cu im berdiam.
Sesudah keluar dari pintu bulan, sebuah kebun bunga terbentang luas didepan mata, dekat dinding terdapat sebuah gunung gunungan yang tingginya jauh melebihi dinding pekarangan-Ruangan terdiri dari lima bagian tengah terdapat tiga buah yang dihubungkan dengan pemandangan yang indah, suasana disitu semuanya mewah dan megah.
Sementara itu, dalam ruangan sudah menunggu empat orang manusia, melihat kedatangan sang pocu, serentak mereka bangkit berdiri untuk menyambut.
Dengan senyum dikulum Hee im hong manggut manggut, lalu mengajak Ju it koay masuk ke dalam ruangan, setelah mengulapkan tangannya dia berseru. "Harap kalian mengambil tempat duduk"
Ia sendiri menempati kursi utama, sedang Ju it koay dipersilahkan menempati kursi di sisi kirinya.
Beberapa kali Ju it koay menampik, tapi akhirnya setelah dipaksa berulang kali dia baru menempatinya.
Kemudian dengan senyum dikulum Hee Im hong baru berkata
"Kautau berempat, mari kuperkenalkan pada kalian cong kautau baru dari benteng kita, dia adalah Ju it koay Ju loko."
Kemudian sambil menudling keempat orang itu, diapunperkenaikan satu per satu.
"Mereka adalah si bangau abu abu Jin Siu, si golok pemutus nyawa To It hui, si terbang di atas rumput Sun Kokpiau serta si kuda langit Be cuan gi."
Serentak keempat orang itu menjura seraya berkata.
"Hamba sekalian menjumpai cong kautau, dikemudian hari mohon cong kautau sudi memberi banyak petunjuk. "
Ju it koay mengetukkan tongkatnya berulang kali keatas tanah, lalu menjura beberapa kali, sahutnya.
"Loko berempat tak usah merendah, siaute bisa memangku jabatan ini tak lain karena kesudian pocu untuk memberi muka kepadaku, dikemudian hari justru akulah yang masih memerlukan kerja sama dari loko berempat, dengan begitu baru bisa membalas budi kebaikan yang telah pocu berikan"
Hee Im hong merasa puas sekali setelah mendengar Ju it koay berulang kali mengatakan berhutang budi kepadanya, ia segera tertawa terbahak bahak.
"Haaah... haaahh^.. haaahah... sudahlah, selanjutnya kita adalah orang sendiri, tak usah sungkan sungkan lagi, mari silahkan mengambil tempat duduk"
Dalampada itu dua orang dayang baju hijau yang muncul dari sisi kanan ruangan telah beruntun menghidangkan sayur dan arak yang amat lezat.
"Pocu silahkan bersantap" kata Soh Han sim kemudian sambil bangkit berdiri.
Hee Im hong segera bangkit berdiri, lalu sambil tertawa dia mengangkat tangannya dan berkata:
"cong kautau baru datang hari ini, sudah sepantasnya bila kau menempati kursi utama"
Dari perkataan tersebut sudah jelas terlihat bahwa sang pemilik benteng keluarga Hee ini menaruh penghargaan yang amat tinggi atas kepala pelatihnya. Ju it koay mengetukkan tongkatnya serta menjura berulang kali: "Soal ini hamba tak berani menerimanya..."
"cong kautau" Soh Han sim turut membujuk. "kau baru datang, meski bukan tamu agung, namun perjamuan ini khusus memang dipersiapkan pocu untuk menyambut kedatanganmu, sudah sepantasnya bila kau menempati kursi utama, bila kau masih sungkan sungkan terus, bukankah sama artinya dengan memandang asing kepada kita semua ?"
Ju it koay memang seorang yang periang, dia lantas menjura kepada Hee im hong. "Kalau begitu biar hamba menurut perintah saja." Dengan cepat dia menempati kursi disisi kiri.
Hee Im hong segera menempati kursi utama sedangkan Soh Han sim serta keempat pelatih yang lain duduk secara beruntun.
Kedua orang dayang baju hijau itu segera mengambil poci dan memenuhi cawan dengan arak.
Hee Im hong mengangkat lebih dulu cawan araknya, kepada Ju it koay katanya.
"Benteng kita dapat memperoleh Ju loko sebagai kepala pelatih, boleh dibilang kejadian ini merupakan suatu keberuntungan buat kami, mari, cawan arak yang pertama ini anggap saja sebagai rasa hormatku untuk kepala pelatih, mari kita keringkan " Selesai berkata, dia lantas meneguk isinya sampai kering. Ju it koay mengangkat pula cawan araknya, kemudian berseru agak gugu :
"Ucapan pocu terlalu serius, hamba bisa mengikuti pocu hal ini dikarenakan hamba telah menemukan majikan yang bijaksana, sudah sepantasnya hambalah yang menghormati arak untuk diri pocu."
Diapun mengangkat cawannya serta meneguk isinya sampai kering.
Dua orang dayang yang berdiri disisi meja perjamuan segera maju kedepan dan memenuhi cawan mereka dengan arak.
Menyusul kemudian Soh Han sim turut bangkit berdiri dan berseru sambil mengangkat cawannya:
"cawan arak hamba ini kupersembahkan bagi keberuntungan pocu yang berhasil mendapatkan pembantu baik dan menghormati cong kautau yang telah memangku jabatan terhormat."
sekali teguk diapun menghabiskan araknya.
Sambil tertawa dengan terbahak bahak Hee im hong serta Ju it koay bersama sama meneguk pula isi cawan mereka sehingga mengering.
Menyusul kemudian Jin Siu sekalian keempat orang pelatih pun secara bergiliran menghormati Ju it koay dengan secawan arak.
Nampak sekali kegembiraan Hee im hong, apalagi setelah diketahui bahwa Ju it koay berilmu silat tinggi dan bersedia pula bekerja baginya, tak heran kalau rasa riang dalam hatinya tak terlukiskan dengan kata kata.
Setiap kali cawan diangkat, isinya segera diteguk pula sampai habis...
Sebaliknya Ju it koay sudah puluhan tahun mengembara dalam dunia persilatan, kini sekali loncat menjadi seorang ketua pelatih, ditambah pula sekaligus mengantongi uang sebesar selaksa delapan ribu tahil perak. mendapat pula penghormatan yang sangat tinggi dari rekan rekannya, dengan cepat ia perlihatkan rasa gembira dan bangga yang tak terlukiskan, perasaan was was yang semula masih ada pun kini turut hilang lenyap tak berbekas.
Tangan Geledek 18 Kisah Pengelana Di Kota Perbatasan Karya Gu Long Hantu Wanita Berambut Putih 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama