Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 19
sudah bilang bukan Sian Li, tetapi kau tetap kukuh
mengatakan aku ini Sian Li, Malah engkau terus tidur di
sampingku. Engkau sendiri yang cabul!"
"Wah, celaka kalau begitu. Diwaktu engkau tidur,
engkau bermimpi seperti membeli buah kelengkeng. Lalu
engkau makan. Tetapi aneh, buah kelengkeng itu tak mau
pecah. Karena gereget lalu engkau gigit sekerasnya. Tetapi
saat itu dengar suara orang menjerit sekeras-kerasnya tahu2
muka engkau didupak sekuat-kuatnya sehingga engkau
gelagapan bangun ...."
"O, enak juga orang bermimpi itu. Bisa makan
kelengkeng tanpa bayar, bisa mendapat yang diinginkan
tanpa susah payah," kata Lo Kun.
"Itu kan kalau memang buah kelengkeng sungguhan,
engkong," kata Uk Uk.
"Habis, apakah buah kelengkeng palsu?"
"Aku ini bagaimana eng ....... engkong" Orang ngimpi
masakan makan buah kelengkeng sungguh. Tetapi yang
kumakan itu memang barang sungguh2, bukan hanya
impian saja." "Ho, buah kelengkeng sungguh?""
"Bukan." "Habis, apa?" "Jempol kaki gadis itu," dia menuding Ah Liu, "kurang
ajar memang dia itu. Waktu tidur bergeliatan dan jempol
kakinya masuk kedalam mulutku. Kebetulan aku sedang
bermimpi dan rasa sedang makan buah kelengkeng. Karena
kelengkeng tak mau pecah lalu kugigit sekeraskerasnya?""
"Dan anak perempuan itu lalu menjerit kesakitan?" tukas
Lo Kun. "Benar, eng ....... engkong ..."
"Ha, ha, ha....." tiba2 Thay-san tertawa gelak2.
"Thay-san, mengapa engkau malah tertawa gembira?"
seru Ah Liu. "Siapa tak tertawa kalau mendengar jempol orang
dikunyah-kunyah dikira kelengkeng, ha, ha ....... haup .......
tiba2 Thay-san tak dapat melanjurkan tawanya karena
mulutnya kemasukan sebuah benda bulat. Dia muntahkan
benda itu, astaga ... ternyata seekor cengkerik.
"Bangsat, siapa yang melempar cengkerik ke dalam
mulutku?" Thay-San marah marah.
"Ha, ha, ha ?"..," tiba2 Uk Uk tertawa keras.
"Bocah gendut, apakah engkau yang melakukannya ?"
'Tidak," sahut Uk Uk, "cengkerik itu terbang sendiri dan
mengira kalau masuk kedalalam liang, ha, ha, ha .... "
"Engkoh tinggi, mari kita cari rona Su lagi," kata Ah Liu
yang terus mengajak Thay san meninggalkan tempat itu.
Uk Uk hendak menghalangi tetapi dicegah Lo Kun,
"Biarkan mereka pergi."
Kini yang tinggal hanya Lo Kun, Uk Uk dan kedua
saudara Gu. Mereka berunding untuk mencari Sian Li.
"Eh, kalian berdua saudara Gu. Apakah kalian masih
ingat gadis yang ditawan di markas pasukan Suka Rela dan
yang kemudian dapat meloloskan diri itu ?" tanya Lo Kun.
Gu Long memberi gambaran tentang wajah dan
perawakan gadis itu. "Haya, celaka, kemungkinan itulah Sian-li hayo kita
kesana !" seru Lo Kun.
"Tunggu dulu paman," cegah Gu Liong. "Hendak
kemanakah paman ini ?"
"Habis kemana harus mencari cucuku Sian Li itu ?" Kata
Lo Kun lalu deliki mata kepada Uk Uk, "hai, engkau bocah
gendut, mengapa menjaga tacimu saja tak mampu !"
"Lho, waktu ci Sian pergi, engkong dan engkau kan
masih tidur. Mengapa engkong sendiri tak tahu kalau ci
Sian pergi ?" "Nanti dulu !" tiba2 Thay-san berseru, "siapakah yang
engkau maksudkan sebagai Sian Li ?" " Dia hentikan
langkah. "Eh, raksasa, mengapa tolol benar engkau Sian Li itu
adalah cucuku, masakan engkau tak tahu !" sahut Lo Kun.
"Lho, mengapa aku harus tahu " Kapan engkau
memberitahukan kepadaku ?"
"Sudahlah, jangan berbantah yang tak berguna," kata Ah
Liu," coba engkau ceritakan apa yang engkau ketahui dan
mengapa engkau bertanya soal gadis yang bernama Sian Li
itu," "Begini," kata. Thay san, "waktu aku ditangkap dan tidur
ditengah jalan, aku disuruh mengenali seorang gadis yang
menjadi tawanan barisan Suka Rela itu. Dan ketika
kupandang, gadis itu kuanggap sebagai Su Tiau Ing......"
"Aduh," tiba2 Lo Kun mendesuh," lagi2 orang she Su.
Apakah tak ada lain berita yang bukan orang she Su ?"
"Sudahlah kakek, jangan menukas cerita orang," bentak
Ah Liu, "biarkan engkoh tinggi melanjutkan ceritanya."
"Huh, memang engkau bukan Sian Li lagi sekarang
berani membentak-bentak aku," Lo Kun menggerutu.
"Hai, anak perempuan," kata Thay-san kepada Ah Liu,
"aku sendiri baru pertama kali bertemu dengan nona Su
Tiau Ing. Sebenar! aku masih belum jelas sekali wajahnya.
Coba takanlah apa ciri yang istimewa dari nona Su itu."
'Siociaku beralis tebal, mata bening mempunyai tahi lalat
di janggutnya. Cantiknya bukan kepalang .......... " .
"Kakek Lo," seru Thay-san, "bagaimana cucumu Sian Li
itu?" "Tidak ada." "Apakah dia tak punya tahi lalat?"
"Hai, orang tolol," teriak Uk Uk, "masakan orang punya
tahi lalat. Jangan menghina ci Sian. Tahi lalat itu tentu bau,
masakan menempel di muka ci Sian."
"Gendut bodoh!" seru Thay-san, "yang disebut tahi-lalat
itu bukan tahi dari binatang tetapi seperti ini ...... andengandeng."
"Buat apa punya andeng-andeng di muka."
"Lho, engkau ini bagaimana. Kalau tahi lalat itu tumbuh
di bagian yang tepat, misalkan tumbuh diatas mulut
disamping hidung, tentu menambah cantik orangnya!"
"Benar begitu?"
"Ya." "Berani sumpah makan cacing?"
"Edan," teriak Thay-san, "masa sumpah kok disuruh
makan cacing." "Justeru itulah yang belum pernah terjadi dalam dunia.
Kalau sumpah disambar geledek, dicekik setan, ditimpah
gunung kan sudah banyak. Aku tak mau meniru orang.
Pokok engkau berani tidak sumpah makan cacing?"
"Sudahlah, jangan guyon," seru Thay-san, "apakah cici
Sian Li itu punya tahi lalat?"
"Punya dong," sahut Uk Uk bangga.
"Dimana?" "Diatas mulut dekat hidung .......... "
"Gilaaaaa!" teriak Thay-san tiba2 dan terus hendak lari.
Melihat itu Uk Uk loncat menyekapnya, "hai, raksasa
tinggi, mau kemana?"
"Mau mencari gadis."
"Gadis siapa?" "Sian Li, tacimu itu."
"Hus, itu taci engkau," seru Uk Uk.
"Edan, eh, ya benar, memang taciku," kata Thay-san
setelah teringat akan pengertian Uk Uk mengenai kata
"Aku' dan 'engkau'. "Dimana dia sekarang?"
"Tentu dia berada dalam tawanan barisan Suka Rela itu.
Setelah keluar bersama aku, lalu kita bercerai lagi di hutan.
Dia tentu masih di hutan."
"Engkoh tinggi, lalu dimana nona Su ?" Ah Liu
bertanya. "Lha. soal itu memang rumit. Pokok waktu berada
dalam tawanan barisan Suka Rela aku nolong seorang
gadis. Kita bersama-sama keluar dan melarikan diri.
Bermula kukira dia adalah nona Su. Tetapi setelah
mendengar keterangan si gendut itu, aku bersangsi, apakah
nona itu Sian Li atau nona Su. Paling baik kita kesana
untuk buktikan." "Tunggu," teriak Lo Kun, "kalau ke sana harus beramairamai
saja. Supaya di tengah jalanan tidak kesepian."
"Tetapi eng , .. engkong," seru Uk Uk, bagaimana soal
makan nanti. Apakah kita bisa makan sekian banyak orang
ini ?" "Hus, aku bisa cari makan sendiri," Thay-san.
"Aku juga hanya sedikit makanku," kata Ah Liu.
"Kalau tak ada makanan, kami dapat hidup dengan
minum air saja," seru kedua saudara Gu.
"Matik engkau?"".."
"Kenapa Uk ?" tegur Lo Kun.
"Engkau sendiri banyak makannya," kata Uk Uk. Lo
Kun terus mengajak berangkat.
*** Amuk, amuk Sekarang kita tinggalkan dulu Lo Kun yang memimpin
rombongan tiga orang tinggi, Uk Uk dan Ah Liu untuk
mencari Sian Li dan Su Tiau Ing. Kita ikuti perjalanan
pendekar Huru Hara bersama Ah Liong dan Bok Kian yang
hendak mencari Cian- li-ji.
Bok Kian mewakili Su Tiau Ing untuk menyampaikan
pesan ayah nona itu (mentri Su Go Hwat) kepada jenderal
Ui Tek Kong di Shoantang agar mengerahkan pasukannya
menahan pasukan kerajaan Ceng yang mulai menyerang
Shoatang. "Loan-heng hendak kemana ?" tanya Bok Kian kepada
pendekar Huru Hara. "Aku akan mengawalmu menemui jenderal Ui Tek
Kong," sahut pendekar Huru Hara.
"Tetapi bukankah Loan-heng perlu hendak mencari
paman Cian-li ji ?" "Ah, hal itu kita kesampingkan dulu saja. Sekarang
negara sedang dalam bahaya, musuh sudah menyerang
diambang pintu. Segala urusan peribadi, harus kita hapus.
Kita tumpahkan seluruh perhatian dan pengabdian kita
demi negara dan rakyat. "Bok-heng, tahukah engkau berapa luasnya dunia ?"
"Wah, luas sekali," kata Bok Kian.
"Nah, kalau sudah tahu bahwa dunia itu luas mengapa
kita kecewa kalau kita tak dapat memperoleh sesuatu benda
yang kita inginkan. Carilah lagi, dunia ini luas dan benda2
semacam itu amat banyak jumlahnya."
Bok Kian yang polos tampak terkesiap mendengar
ucapan pendekar Huru Hara, "Eh, mengapa Loan-heng
mengatakan soal itu ?"
"Engkau seorang pemuda jujur," kata pendekar Huru
Hara, "tetapi ada kalanya orang yang gelap pikiran tak
mengerti bagaimana luhur sifat jujur itu. Tetapi itu bukan
salah Bok-heng melainkan salah orang yang tak tahu
menilai diri Bok-heng."
"Lon heng, aku tak mengerti maksud ucapanmu,"
akhirnya Bok Kian berkata.
"Sekarang negara sedang dalam bahaya, musuh sudah
menyerang diambang pintu. Segala urusan peribadi, harus
kita hapus. Kita tumpahkan seluruh perhatian dan
pengabdian kita demi negara dan rakyat. Apakah Bok-heng
setuju ?" "Setuju sekali !" sahut Bok Kian.
"Bagus, Bok-heng, itulah sikap seorang pemuda jantan.
Apalagi urusan wanita."
"Tak apa," kata pendekar Huru Hara," urusan negara
lebih penting dari urusan peribadi. Kurasa Kakek itu tentu
sanggup menjaga diri. Kalau memang nasibnya harus mati
ditangan barisan Suka Rela, ya apa boleh buat. Tetapi
rasanya barisan Suka Rela itu berfihak kepada kerajaan
Beng." Bok Kian mengangguk. Tampak ada sesuatu yang
terkandung dalam pikiran pemuda itu.
"Bok-heng, siapakah Su Hong Liang itu," tiba2 perdekar
Huru Hara bertanya. "Dia adalah putera keponakan dari paman Su."
"Tetapi Bok-heng kan juga putera keponakan dari Su
tayjin juga." "Ya, aku dari bibi dan dia dari paman Su."
"Mengapa nona Su tampak lebih mendengar kata Su
Hong Liang daripada engkau ?"
"Ah, sudah selayaknya."
"Sudah selayaknya bagaimana ?"
"Su Hong Liang koko lebih cakap dan lebih pintar. Ing
moay tentu lebih menurut kepadanya."
"Tetapi rasanya tidak hanya terbatas menurut saja," kata
pendekar Huru Hara, "rupanya nona Su juga menaruh
perhatian kepada Hong Liang."
"Ah," Bok Kian hanya menghela napas.
"Mengapa Bok heng menghela napas ?"
"Ah, tak apa2" kata Bok Kian sambil menengadahkan
kepala memandang langit. "Bok-heng," kata pendekar Huru Hara, "lihatlah langit
itu. Awan berarak-arak tak menentu, bukan ?"
"Benar." "Tahukah engkau apa arti awan itu?" tanya pendekar
Huru Hara. "Tidak." "Awan itu adalah lambang dari kehidupan manusia.
Hidup manusia itu juga tak menentu. Apakah Bok-heng
tahu bagaimana nasib Bok-heng kelak?"
"Tidak," "Demikian pula dengan awan. Awan tak pernah tinggal
dan diam. Selalu bergerak. Demikian ia dengan kehidupan
manusia. Tiada hal yang langgeng, semua akan bergerak,
semua akan berobah. Awanpun tidak selamanya putih, ada
kalanya hitam juga. Pun hidup manusia itu juga begitu ada
kalanya senang, ada kalanya susah."
"Ya, benar kata Loan-heng itu."
"Oleh karena itu Bok-heng," kata pendekar Huru Hara
lebih lanjut," susah senang itu memang sudah menjadi
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bagian yang tak mungkin terhindar dari kehidupan
manusia. Maka kita harus menghadapinya dengan tabah.
Apalagi Bok-heng seorang lelaki. Janganlah kita putus asa
apabila kita tak berhasil mendapatkan apa yang kita
inginkan. Kalau jodoh mau kemana. Kalau memang bukan
jodoh, walaupun kita kejar mati-matian juga akan luput."
Engkoh. Hok, lihatlah," tiba2 Ah Liong berseru seraya
menunduk ke sebelah muka.
Ternyata disebelah muka, tampak berjajar kelompok
barisan yang dipimpin oleh seorang lelaki tua berambut
putih. Dikanan kirinya terdapat dua orang imam.
Huru Hara dan kedua kawannya berhenti. "Hai, siapa
kalian bertiga?" seru lelaki berambut putih itu.
Bok Kian maju dan menjawab, "Aku utusan dari mentri
Sa Go Hwat tayjin untuk menemui jenderal Ui Tek Kong."
"O, bagus, bagus!"' seru lelaki tua itu.
"Kenapa?" Bok Kian heran.
"Aku dan rombonganku memang sudah lama rnununggu
kedatanganmu disini."
"Siapa lopeh ini?" tanya Bok Kian.
"Aku adalah utusan dari jenderal Ui Tek Kong untuk
menangkap engkau." "Mengapa?" Bok Kian terkejut sekali.
"Karena jenderal Ui Tek Kong sudah menyerah pada
pasukan kerajaan Ceng dan dengan begitu tak terikat lagi
dengan mentri kerajaan Beng."
"Benarkah itu?" Bok Kian makin kaget.
"Perlu apa aku harus bohong?"
"Lalu mengapa jenderal Ui menyuruh kalian menangkap
aku?" "Karena mulai sekarang, engkau adalah musuh," kata
lelaki berambut putih seraya memberi isyarat agar
anakbuahnya segera bergerak.
"Tunggu!" seru Bok Kian.
"Kenapa?" "Akulah utusan dari mentri Su Go Hwat tayjin. Kalau
mau tangkap, tangkaplah aku kalau kalian mampu. Tetapi
kedua orang ini," ia menunjuk pada Huru Hara dan Ah
Liong, "tiada sangkut pautnya dengan perutusan ini. Harap
jangan mengganggu mereka.
"Itu tergantung dari sikap mereka berdua. Kalau mereka
mau bekerja kepada kerajaan Ceng tentu akan kami sambut
dengan baik. Tetapi kalau mereka bersikap memusuhi, tentu
akan kuhajar." "Mau menghajar aku?" tiba2 Ah Liong marah karena
diperlakukan seperti barang saja.
"Bocah cacingan, mau apa engkau bercekak pinggang
begitu?" tegur lelaki berambut putih.
"Aku dan engkoh Hok adalah kawan seperjalanan dari
Bok-heng ini. Mengganggu dia berarti mengganggu aku
juga." "Ha, ha, ha," lelaki berambut putih itu tertawa gelak2,
"sikapmu seperti jagoan yang hebat saja anak kerempeng.
Apakah engkau kira kami sedang main2" Sekali
anakbuahku bergerak, tulang belulangmu tentu hancur
berantakan." "Huh, kalau engkau mampu mengalahkan aku, itu sudah
jempol. Dan kalau engkau mampu memenangkan engkoh
Hok ini, engkau adalah manusia yang paling sakti dalam
dunia ini. Aku akan berlutut menjadi muridmu."
"Benarkah omonganmu itu?"
"Aku adalah seorang lelaki. Masakan aku berkata tidak
bertanggung jawab?" "Li Tik, majulah menangkap bocah gila itu," seru lelaki
berambut putih kepada seorang lelaki bertubuh kekar.
Lelaki bertubuh kekar yang bernama Li Tik itu terus
maju dan langsung menerkam Ah Liong.
"Auhhhhh ?"," entah dengan gerak apa, yang tampak
Ah Liong hanya menyusup kebawah dan tahu2 Li Tik
menjerit kaget dan mendekap pinggang celananya.
Plak, plak ....... Ah Liong menampar pipi kanan dan kiri
Li Tik. Li Tik terseok-seok mundur lalu lari sambil
mendekap pinggang celananya. Sudah tentu sekalian orang
tertawa melihat ulah Li Tik yang aneh.
"Hm, Ah Liong kumat," batin pendekar Huru Hara yang
tahu kalau Ah Liong telah memutus tali celana orang.
"Tangkap bocah liar itu," seru lelaki berambut putih.
Beberapa anakbuahnya segera maju menyerbu. Ah
Liongpun bergerak lari kian kemari. Seorang anakbuah
kawanan penghadang itu disambarnya, diangkat keatas dan
terus dilontarkan kepada kawan-kawanya, brakkkkk.....
Lelaki berambut putih terkejut menyaksi kekuatan Ah
Liong. Walaupun bocah itu bertubuh kurus tetapi ternyata
memiliki tenaga yang hebat sekali. Beberapa anakbuahnya
tak mampu menangkap anak itu bahkan kebalikannya
malah diobrak-abrik oleh anak kuncung itu.
Kedua imam yang menyertai lelaki berambut putih,
tampak kerutkan dahi. Ia mengucapkan berapa patah kata
kepada lelaki berambut putih lalu maju ke muka.
"Hm, bocah kuncung, engkau hebat sekali. Tenagamu
amat kuat," seru imam bertubuh kurus itu, "tetapi
sanggupkah engkau menahan sebuah pukulanku ?"
"Mengapa tidak ?" sahut Ah Liong.
"Bagus, engkau memang jempol," seru ini kurus itu,
"sekarang siaplah."
Ah Liongpun berdiri tegak. Melihat itu pendekar Huru
Hara terkejut. Kalau dalam hal tenaga-luar, Ah Liong
memang boleh diandalkan. Anak itu mampu mengangkat
seekor kerbau, Tetapi dalam asal tenaga-dalam, jelas anak
itu belum berapa tinggi. Diam2 pendekar Huru Hara
mencari akal untuk menolong Ah Liong.
Saat itu si imam kurus sudah mulai menghimpun tenaga
dan pada lain saat sudah mengayunkan tinjunya. Diluar
dugaan gerak pukulan imam itu pelahan saja. Sebelum
pendekar Haru Hara tahu apa yang harus dilakukan, tibatiba
Ah Liong menjerit dan terlontar sampai dua tombak
jauhnya, huakkkkk.....anak itu muntah darah.
Bukan kepalang kejut Huru Hara. Serempak dia lari
menghampiri dan bertanya, "Ah Liong, bagaimana engkau
?" Ah Liong hanya diam dan meramkan mata. "Ah Liong,
makanlah ini," Huru Hara memberinya sebutir Cian-lian
hay-te-som atau som dari dasar laut yang berumur seribu
tahun. Som ini diperoleh ketika dulu waktu masih menjadi
pendekar Blo'on, dia telah kesasar masuk kedalam laut dan
tiba disebuah kerajaan didasar laut, (baca : Pendekar
Blo'on). "Beristirahatlah Ah Liong, akan kubereskan imam itu,"
kata Huru Hara lalu menghampiri ke muka imam kurus.
'Bagus, imam kurus," serunya, "engkau telah pemberi
pelajaran yang berguna kepada adikku. Lain kali dia tentu
akan lebih berhati-hati dan giat berlatih tenaga-dalam."
"Ah, anak kacoa semacam itu, masih harus berlatih
sepuluh tahun lagi baru layak berhadapan dengan aku."
'Ya, mungkin benar," kata Huru Hara, "maka sekarang
aku perlu meminta pelajaran dari engkau agar kelak dapat
kuberikan kepada adikku. Bukankah engkau bersedia ?"
Imam kurus itu belum kenal siapa Huru Hara. Yang
dilihatnya, Huru Hara itu seorang pemuda nyentrik.
Pakaiannya seperti seorang pendekar memakai kain
penutup kepala tetapi diberi dua buah lubang. Dan dari
kedua lubang itu menyembul dua untai rambut. Sepintas
seperti tanduk. "Baik, tentu saja aku tak keberatan untuk memberi
pelajaran kepadamu. Engkau minta pelajaran seperti yang
kuberikan kepada adikmu atau lain macam lagi ?"
"Segala kepandaianmu, kuminta supaya engkau berikan
kepadaku." "Hus, kalau begitu, aku kan menjadi guru nanti," seru
imam kurus. "Tidak, tetapi engkau tentu akan merasa bahwa setiap
engkau memberi pelajaran, engkau tentu tak puas dan ingin
memberikan pelajran yang baru lagi."
"Apa-apaan engkau ini. Satu macam pelajaran saja
kiranya sudah cukup."
"Baiklah," sahut Huru Hara," begini kalau dengan satu
macam pelajaran sudah cukup, ya satu macam saja. Tetapi
kalau engkau rasa belum puas, engkau harus memberi
pelajaran yang lain lagi , setuju ?"
"Ya," sahut imam kurus itu," sekarang bersiaplah engkau
untuk menerima pelajaran yang pertama."
Huru Harapun tegak dihadapan imam kurus. Ia marah
karena Ah Liong terluka maka diapun mengerahkan tenaga
Ji-ih-sin-kang untuk menyambut pukulan si imam.
"Nih, terimalah......" setelah mengepalkan kedua
tinjunya maka imam kurus itupun lalu gerakan tinju
kanannya ke dada Haru Hara. Dess.
Pukulan itu memang tidak mengenai dada. tapi tenagadalam
yang terkandung dalam pulau itulah yang akan
meremukkan pekakas dalam dada Huru Hara.
"Uh ....... ," tiba2 imam kurus itu mendesuh kejut ketika
ia merasa tenaga-dalam yang dilancarkan itu tertolak oleh
suatu gumpalan tenaga-dalam dan mengalir kembali ke
lengan si imam terus langsung menggempur dadanya
sendiri. Dia terpental ke belakang sampai dua langkah.
Dia heran mengapa menderita peristiwa seaneh itu. Jelas
Huru Hara hanya diam saja dan tidak mengadakan gerakan
menangkis atau balas memukul tetapi mengapa tenagadalamnya
terdorong balik kedalam tubuhnya "
"Bagaimana imam kurus ?" tegur Huru Hara.
"Pelajaran yang kedua akan kuberikan," seru imam kurus
itu seraya gerakkan kedua tangannya mencengkeram
kemuka. Karena tenaga dalamnya berkurang maka dia
gunakan dua buah tangannya untuk meremas.
Tetapi makin dia menggunakan tenaga-dalam yang
besar, reaksi yang dideritanya pun makin besar. Seketika
iman kurus itu menjerit dan terhuyung-huyung beberapa
langkah ke belakang akhirnya jatuh terduduk, blukkkk.....
Wajah imam kurus itu tampak pucat lesi seperti mayat.
Dia pejamkan mata dan berusaha untuk menyalurkan
pernapasan menyembuhkan luka dalam yang dideritanya.
"Hai, imam kurus, mengapa beristirahat " Tadi kan
engkau berjanji akan memberi pelajaran yang ketiga dan
seterusnya ?" seru Huru Hara.
Namun imam kurus itu diam saja.
-oo0dw0oo- Jilid 29 Peristiwa yang terjadi pada diri imam kurus telah
menyebabkan lelaki berambut putih dan imam yang lain
berobah wajahnya. Imam kurus itu bernama It Bin cinjin dari kuil Ong-yabio
di Mongol. Dia memiliki tenaga-dalam Thiat-sin-kang
yang sakti. Mampu menghancurkan batu yang keras.
Dan lelaki berambut putih itu juga hebat, ia tahu kalau
imam kurus menderita luka-dalam yang parah. Maka
diapun segera maju kemuka pendekar Huru Hara.
"Hm, engkau tahu siapa yang engkau lukai ?" tegurnya.
"Mengapa aku perlu tahu?" balas Huru Hara.
"Hm, ketahuilah, dia adalah imam It Bin dari kuil Ongyabio di Mongolia. Engkau telah melukainya berarti
engkau menantang pada para imam di Ong-ya-bio," seru
lelaki berambut putih itu.
"Jika karena melukai dia lalu harus mengikat
permusuhan dengan para imam kuil Ong-ya bio, ya apa
boleh buat," sahut Huru Hara, tapi apakah menurut
maksudmu aku tak seharusnya melukai imam kawanmu itu
dan seharusnya aku tak perlu mengurus adikku yang dilukai
iman itu " Begitukah kehendakmu ?"
"Aku hanya berurusan dengan keponakan mentri Su Go
Hwat, mengapa engkau turut campur ?" seru orang itu.
"Bok kongcu adalah sahabatku. Mengganggu dia sama
dengan mengganggu aku," sahut Huru Hara," tidak puas "
Silahkan maju menangkap aku."
Tantangan Huru Hara itu membuat merah muka si
imam yang satunya. Dia terus enjot tubuhnya melayang ke
udara lalu menukik turun seraya merentang kedua
tangannya. Kuku2 pada jari tangannya tampak meregang
tegak seperti cakar tajam.
Huru Hara menghindar dan balas menyerang. Sebelum
imam itu sempat berbalik tubuh, tengkuknya sudah
dicengkeram Huru Hara, terus di lempar kearah lelaki
rambut putih tadi. "Serbu," setelah menghindar, lelaki berambut putih
memberi komando kepada anak-buahnya.
Bok Kian serentak maju menyongsong mereka.
"Bok- Heng, bereskan mereka, aku yang akan membekuk
benggolannya," seru Huru Hara.
Lelaki berambut putih dan imam yang satu itupun segera
turun tangan menghadapi Huru Hara. Bahkan keduanya
langsung menggunakan senjata. Lelaki berambut putih
menggunakan pedang dan si iman memakai kebut berduri,
yalah kebut yang terbuat daripada kwat baju yang ujungnya
runcing seperti jarum. "Hm, kedua manusia ini memang sadis sekali," pikir
Huru Hara, "biar kuberinya pelajaran yang pahit."
Dia terus melolos pedang dari kerangka tanduk kerbau
putih. Tatkala kedua lawan dengan permainan yang
dahsyat menaburkan "senjatanya, mereka menjerit kaget
ketika senjata mereka terasa berat dan melekat pada pedang
Huru Hara. "Uh, uh....." kedua orang itu mendengus panjang pendek
dan berusaha untuk menarik senjatanya. Tetapi sebelum
sempat menarik lebih lanjut mereka menjerit sekeras
kerasnya, "Hai, celaka......"
Senjata dilepas dan kedua orang itu cepat mdekap
pinggang celananya. Apa yang terjadi "
Teinyata Ah Liong mulai beraksi. Dia segerra sembuh
dari lukanya setelah makan som dari bawah laut pemberian
Huru Hara. Dia ingin melakukan pembalasan dengan
sepuas-puasnya. Maka pada saat kedua orang itu sedang
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menarik senjatanya yang melekat pada pedang Huru Hara,
secepat kilat Ah Liongpun sudah turun tangan mengerjain
mereka...... Pada saat kedua orang itu mendekap pinggang celana,
Ah Liong menarik baju mereka sekuat-kuatnya,
bratttt......kini lelaki berambut putih dan imam itu robek
bajunya sehingga tampak celananya. Sudah tentu kedua
orang itu makin bingung. Tangan kiri masih mendekap.
pinggang celana, tangan kanan mendekap bajunya yang
robek agar jangan terlepas ....
Ah Liong masih belum puas. Ia menampar dan menabok
kepala kedua orang itu sekeras-kerasnya sehingga mereka
menjerit-jerit kesakitan. Masih Ah Liong belum puas. Dia
mencabut pisau belati dari pinggang lelaki berambut putih
itu terus menggunduli kedua orang itu.
Memang sepintas agak berlebihan cerita ini, tetapi harus
diingat bahwa Ah Liong mengerti ilmusilat dan dia
memiliki gerakan yang cepat, misalnya, dengan supit dia
dapat menangkap nyamuk. Maka dalam menggunduli
rambut kedua orang itu, gerakannya dilakukan dengan
teramat cepatnya, Apalagi pisau itu memang amat tajam.
Sebelum kedua orang itu sempat berbuat apa2, mereka
sudah menjadi paderi kepala gundul.
Kedua lelaki berambut putih dan imam itu termangumangu
heran. Mereka memiliki kepandaian silat yang tinggi
tetapi mengapa berhadapan dengan seorang pemuda
nyentrik dan seorang bocah kuncung mereka tak dapat
berbuat suatu apa dan bahkan dijadikan bulan-bulan
permainan oleh bocah kuncung itu "
Sementara kawanan anakbuah yang berhadapan dengan
Bok Kian pun pontang panting dihajar pemuda itu.
Akhirnya dalam keadaan menderita kekalahan yang amat
memalukan dan menjengkelkan kawanan penghadang
itupun segera melarikan diri.
"Engkoh Hok. bagaimana dengan imam kurus itu ?" seru
Ah Liong. "Sudahlah, biarkan saja. Dia cukup menderi luka parah,"
kata Huru Hara. Dia segera mengajak Bok Kian dan An
Liong melanjutkan perlanan lagi.
"Loan-heng, benarkah mereka itu orang2 dari jenderal Ui
Tek Kong ?" tanya Bok Kian.
"Mungkin saja," sahut Huru Hara.
"Wah kalau begitu berbahaya apabila kita menghadap
jenderal itu." "Aku hanya menduga, belum tentu pasti begitu. Kita
harus tetap menghadap jenderal itu.
Demikian mereka tertiga melanjutkan perjalanan. Pada
hari itu mereka telah memasuki daerah Shoa-tang dan
langsung mereka menuju ibukota tempat markas jenderal
Ui Tek Kong. Tetapi baru beberapa saat menginjak wilayah Shoa-tang,
mereka sudah dikepung oleh sekelompok barisan Ceng
yang dipimpin oleh seorang perwira.
"Hai siapa kalian, kunyuk2hutan ini ?" teriak perwira
Ceng itu dengan garang. "Babi engkau," balas Ah Liong yang dimaki sebagai
kunyuk hutan. "Eh, bangsat cilik, engkau berani menghina seorang
perwira Ceng ?" "Tak peduli engkau ini perwira Ceng atau Beng atau
setan alas, pokoknya barangsiapa yang menghina aku, tentu
akan kumaki-maki sepuas hatiku," seru Ah Liong.
"Siapa kalian ini ?" perwira itu beralih perhatian kepada
Bok Kian yang dianggap paling genah diantara ketiga orang
itu. "Aku hendak kedalam kota," sahut Bok Kian yang jujur.
"Ho, apa engkau tak tahu bahwa kota telah kami kepung
?" "Oh. Jadi kota sudah jatuh ketangan pasukan Ceng?"
Bok Kian terkejut. "Jatuh itu hanya soal wiktu saja. Esok entah lusa tentu
jatuh ketangan kami," kata perwira Ceng itu dengan
bangga. "Hm," dengus Huru Hara.
"Maka lebih baik kalian jangan masuk kedalam kota dan
ikut kami saja," kata perwira Ceng lebih lanjut.
Sebelum Bok Kian menyahut, Huru Hara sudah
mendahului, "Siapa pemimpin pasukan kerajaan Ceng yang
menyerang Shoa-tang ?"
"Pangeran Barbak," sahut perwira itu.
"O, si Barbak !" tiba2 Ah Liong berseru.
Perwira itu terkejut dan membentak, "Hus bangsat cilik,
apa engkau kenal dengan pangeran barbak ?"
"Barbak ?" seru Ah Liong.
"Ya." "Barbak kan pimpinanmu ?"
"Ya, Apa engkau kenal ?"
"Siapa bilang kenal?"
"Mengapa engkau menyebut namanya begitu saja.?"
"Habis, siapa sih namanya kalau bukan si barbak ?"
Sudah tentu perwira itu amat marah. Diayunkan
cambuknya kearah kepala Ah Liong, tetapi dengan lincah
Ah Liong menghindar. Perwira makin penasaran. Dia
menghajar lebih ngotot. Setelah berloncatan menghindar, tiba2 Ah Liong
menyambar ujung cambuk si perwira dan terus menariknya.
Perwira itu naik kuda. Dia mengira enak saja menghajar
seorang anak laki kurus. Siapa tahu sampai beberapa saat
dia tak mampu mengenai tubuh anak itu. Dan ketika ia
makin penasaran, ujung cambuknya telah disambar dan
ditarik anak itu. "Uhhhhh," ia menjerit kaget ketika ia merasa tenaga
bocah kuncung itu sekuat kerbau. Dia hendak bertahan
tetapi sudah terlambat, blukk?"" jatuhlah dia ke tanah.
Dan sebelum dia sempat berbangkit, tangannya sebelah
kanan sudah ditelikung ke belakang oleh Ah Liong,
"Auhhhl ?"" perwira itu menjerit tertahan.
Melihat itu kawanan prajurit Ceng terus hendak
menyerbu tetapi Ah Liong berteriak, "Berhenti! Kalau
berani maju pemimpinmu ini tentu kubunuh," cepat Ah
Liong mencabut pedang perwira itu dan dilekatkan ke
lehernya. Kelompok barisan prajurit Ceng itu terdiri dari lima
puluh orang. Sebenarnya mereka sedang bertugas untuk
meronda sekeliling kota. Agar jangan sampai orang masuk
kedalam kota dan menangkap orang yang hendak
meloloskan diri dari dalam kota.
Berpuluh prajurit Ceng itu kesima menyaksikan peristiwa
yang tak dinyana-nyana. Hampir mereka tak percaya bahwa
perwira mereka yang termasyhur gagah berani dalam
peperangan, dengan mudah dapat diringkus oleh seorang
bocah yang rambutnya kuncung.
Dan lebih terkejut pula ketika mereka hendak maju
menyerang ternyata dengan ketangkasan yang luar biasa,
bocah itu sudah mencabut dan melekatkan pedang si
perwira ke lehernya. Kawan prajurit itu benar2 mati kutu.
Seorang prajurit yang penasaran masih melanjutkan
langkahnya maju tetapi pada saat itu terdengar si perwira
menjerit, "aduh....." lehernyapun mengalirkan darah.
"Berhenti," teriak perwira itu dengan tegang.
Prajurit itu terpaksa berhenti. Namun dia heran mengapa
ditelikung oleh seorang bocah kuncung, perwira itu tak
mampu berkutik. Memang prajurit itu tak tahu bahwa Ah
Liong memiliki tenaga sebesar kerbau.
"Hayo, lemparkan senjata kalian semua !" riak Ah Liong
dengan garang. Berpuluh prajurit Ceng terbeliak dan saling tukar
pandang. "Eh, tidak mau ya ?" seru Ah Liong dan
"Aduhhhh?""," tiba2 perwira iiu berteriak kesakitan
karena ujung pedang Ah Liong menyusup ke lehernya.
"Lemparkan senjata kalian !" teriak perwira itu.
Prajurit2 Ceng itu meragu. Apakah dengan begitu
mereka harus menyerah kepada seorang bocah kuncung
saja " Mengapa perwira mereka begitu tak becus "
"Lekas !" kembali perwira itu berteriak karena Ah Liong
menekankan pedang lebih dalam ke lehernya.
Dalam keadaan seperti itu terpaksa kawanan prajurit itu
melemparkan senjata mereka.
"Engkoh Bok, tolong ikat mereka semua," kembali Ah
Liong berteriak memberi komando.
Entah bagaimana Bok Kianpun menurut saja, Ah
Liongpun minta agar perwira itu juga diikat tangannya.
"Engkoh Bok lucuti pakaian mereka," kembali Ah Liong
berseru dan dia sendiripun terus melucuti pakaian si
perwira. Setelah itu mencukur rambutnya. Demikian dalam
waktu yang singkat kelimapuluh prajurit yang semula
begitu garang, kini menjadi seperti seorang paderi yang
berkepala gundul dan hanya pakai celana dalam.
"Pergilah !" seru Ah Liong. Perwira dan kelimapuluh
anakbuahnya itupun segera ngeloyor pergi. Tangan mereka
masih terikat. Mereka berhenti disebuah hutan dan saling
membuka tali ikatannya. "Celaka," seru si perwira, "dalam keadaan begini, kalau
kita kembali ke markas, panglima Barbak tentu marah dan
tak mau memberi ampun kepada kita lagi."
"Lalu bagaimana ?" tanya prajurit2.
"Untuk sementara waktu lebih baik kita sembunyi di
hutan saja. Tunggu sampai nanti keadaan sudah berobah
baru kita pertimbangkan lagi cara untuk bergabung diri
dengan induk pasukan." kata siperwira.
Sedangkan saat itu Ah Liong dan Huru Hara pun sedang
berunding. "Ah Liong, wah. lagakmu seperti seorang jenderal saja,
ya, ya ?" tegur Huru Hara.
"Habis, bukankah dulu sudah pernah kukatakan kalau
engkoh jadi panglima akupun akan menjadi jenderal kecil.
Sekarang engkoh dapat membuktikan apakah aku layak
menjadi jenderal kecil atau tidak?"
"Hm, jangan bermulut besar dulu," seru Huru Hara,"
masih banyak peristiwa2 yang jauh lebih besar dan hebat
dari ini. Bukankah saat ini kita sedang hidup dalam jaman
haru hura dan perang ?"
"Benar, Loan-heng," Bok Kian ikut buka mulut,
"memang dalam suasana yang tak menentu ini segala
kemungkinan dapat terjadi."
"Hai, Liong, mengapa engkau suruh melucuti pakaian
kawanan prajurit Ceng itu ?" seru Huru Hara pula.
"Ada gunanya, engkoh Hok," sahut Ah Liong, "kita
nanti suruh anakbuah kita menyaru jadi prajurit Ceng untuk
menipu mereka." "Hm, boleh juga engkau," seru Huru Hara tetapi jangan
lupa, panglima Barbak itu juga pandai. Masakan dapat
ditipu oleh seorang bocah yang masih kuncung."
"Eh, jangan menghina bocah kuncung, engkoh Hok,"
sahut Ah Liong, "lihat saja nanti."
'Loan-heng," kata Bok Kiang, "rasanya kota sudah
dikepung musuh. Untuk menemui jenderal Ui tentu sukar.
Bagaimana tindakan kita ?"
"Aku memang sedang memikirkan hal itu Bok-heng,"
jawab Huru Hara, "dan rasanya memang sulit. Pintu kota
tentu tertutup rapat dan pasukan jenderal Ui tentu menjaga
pintu kota dengan ketat. Kemungkinan diatas pintu kota
tentu disiapkan barisan pemanah untuk menghalau apabila
musuh berani mendekati pintu."
'Ya, kemungkinan begitu, Bok Kian menyetujui.
"Ada sebuah jalan." kata Huru Hara, "tetapi cara itu
memang sukar dan kemungkinan dapat berhasil atau tidak,
tergantung dari keadaan. "O, harap Loan-heng suka mengatakan apa yang
menjadi rencana Loan-heng itu," Bok Kian meminta.
Tidak memberi keterangan kepada Bok Kian,
kebalikannya Huru Hara malah bertanya kepada Ah Liong,
"Ah Liong, pernahkah engkau menangkap ular?"
"Ular " Ya, pernah."
"Kalau menangkap ular bagaimana cara yang terbaik?"
"Tangkap kepalanya dan pijat angsang dibawah leher,
ular itu tentu kehilangan tenaga,"
"Bagus," seru Huru Hara, "menangkap ular harus
menangkap kepalanya dulu, bukan " Nah, rencanaku untuk
melepaskan kota ini dari kepungan pasukan kerajaan Ceng
yalah juga begitu. Kita harus membekuk kapalanya,
panglima Barbak." Bok Kian terbeliak. "Tetapi untuk mendekati markas
mereka saja sukar, apalagi hendak menangkap panglima
itu." "Itulah Bok-heng," seru Huru Hara, "justeru kesukaran
itulah letak seninya. Setiap hal yang sukar tentu
mengandung seni. Tetapi kalau mudah, itu bukan seni
namanya. Demikian dengan keadaan yang sedang kita
hadapi saat ini. Kalau kita mampu membekuk Barbak, itu
seni besar. "Tetapi Loan-heng," kata Bok Kian, "ini bukan mainmain,
kalau tertangkap kita tentu akan dihukum."
"Ya," kata Huru Hara. "sekarang kita terpaksa
beristirahat dulu. Tunggu setelah malam hari, baru kita
nanti bekerja." Kucing - kucingan Propinsi Shoa-tang terletak di pesisir timur. Daerah yang
menjurus ke laut berbentuk sebuah jaz'rah yang
memisahkan laut Pok-hay dengan laut Hong-hay.
Shoa-tang terletak disebelah selatan dari pro pinsi
Hopak. Disebelah barat dari Shoa-tang adalah propinsi Sanse,
Dan disebelah selatan dari Shoa-tang adalah propinsi
Kiangsu. Kotaraja Pak-kin yang sekarang sudah diduduki pasukan
Ceng dan telah diproklamirkan sebagai kotaraja kerajaan
Ceng, terletak di propinsi Hopak. Dan kota Lam-kia yang
sekarang dijadikan kotaraja dari kerajaan Beng terletak di
propinsi Kiangsu. Dengan demikian apabila pasukan Ceng
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hendak menyerang kotaraja Lam-kia, terlebih dulu harus
melalui Shoatang. Dengan begitu Shoa-tang dan Sanse, terutama Shoatang,
merupakan pintu masuk ke Lam-kia apabila pasukan
kerajaan Ceng hendak melanjutkan serangannya untuk
menghancurkan kerajaan Beng.
Itulah sebabnya maka mentri pertahanan Su Go Hwat
menempatkan jenderal Ui Tek Kong di Shoa-tang. Mentri
itu tahu bahwa jenderal Ui Tek Kong setya dan berani.
Sedangkan yang ditaruh di propinsi Sanse adalah jenderal
Co Liang Ciok. Justeru jenderal inilah yang marah karena
muak melihat tingkah laku para mentri terutama mentri tayhaksu
Ma Su Ing yang tidak becus, korup dan sewenangwenang.
Co Liang Cok hendak membawa pasukannya untuk
melakukan pembersihan ke kotaraja Lam-kia. Tetapi oleh
Ma Su Ing, tindakan jenderal itu dianggap sebagai
memberontak maka dia minta kepada mentri pertahan Su
Go Hwat untuk menindak jenderal itu.
Bermula mentri penahanan Su Go Hwat hendak
mengajak pasukan jenderal Ui Tek Kong bersama
membereskan jenderal Lau. 'Tetapi karena pasukan Ceng
mulai bergerak keselatan menyerang Soa-tang maka mentri
pertahanan Su membatalkan rencananya.
Bermula mentri Su mengirim Bok Kian untuk
menyampaikan perintahnya agar jenderal Ui siapkan
pasukannya untuk diajak menghukum jenderal Lau. Tetapi
ketika mendengar kabar bahwa pasukan Ceng menyerang
Shoa-tang, mentri pertahanan Su bergegas membatalkan
perintah yang pertama. Dia menyuruh puterinva, Su Tiau
Ing, untuk menyusuli surat agar jenderal Ui kerahkan
pasukannya untuk mempertahankan Shoa tang. Soal
ajakannya kepada jenderal Ui untuk menghukum jenderal
Lau, dibatalkan. Itulah sebabnya maka Bok Kian yang baru pulang
mengantar surat kepada jenderal Ui, ditengah jalan telah
berpapasan dengan Su Tiau Ing yang sedang menuju ke
Shoa-tang untuk menyampaikan surat kepada jenderal Ui.
Sayang karena mendengar kata Su Hong Liang yang pintar
bicara, Su Tiau Ing tak mau mengantar surat kepada
jenderal Ui. Untung Bok Kian mau mewakili untuk
mengantarkan surat itu lagi kepada jenderal Ui.
Demikian peristiwa yang terjadi selama ini. Dan kini
bersama pendekar Huru Hara dan Ah Liong maka Bok
Kianpun menuju ke Shoa-tang.
Agar lebih jelas bagaimana jalan cerita perjuangan
pendekar Huru Hara, Ah Liong dan Bok Kian dalam
membantu jenderal Ui menghadapi serangan pasukan Ceng
yang besar, baiklah kami hidangkan dulu tentang keadaan
propinsi Shoa-tang. Peperangan antara kerajaan Boan Ceng atau Boan-ciu
melawan kerajaan Beng, memakan waktu yang lama.
Setelah pasukan Ceng berhasil menduduki kotaraja Pak-kia
(Peking) dan kerajaan Beng hijrah ke selatan di kota Lamkia
(Nanking), pasukan Ceng masih mengejar terus dan
berhasil menghalau sisa2 kerajaan Beng dari kota Lam kia.
Setelah Lam-kia. jatuh, kerajaan Beng lari lagi dan pindah
makin keselatan di propinsi Hok ciu.
Dalam peperangan yang panjang itu banyak sekali terjadi
peristiwa2 besar dan aneh dan timbul tenggelamnya
pahlawan2 pendekar yang berjuang membela negara,
disamping munculnya penghianat2 bangsa yang membantu
musuh. Dalam kancah peperangan yang lama dan dahsyat itulah
pendekar Huru Hara yang sebenarnya adalah si Blo'on Kim
Yu Yong putera pendekar besar Kim Thian Cong, muncul.
Dia bersama-sama dengan manusia2 aneh dan lucu, akan
tampil di percaturan peperangan. Huru Hara selalu
menyibukkan diri dalam peperangan. Walaupun secara
resmi dia tak mau menjabat pangkat di pemerintahan sipil
maupun militer, tetapi peranannya amat besar dalam
membantu kerajaan Beng menghadapi musuh. Adalah
karena kesibukan2 itu maka rencana para tokoh ketua
persilatan untuk mencarikan jodoh kepada Blo'on hampir
tak ada kedapatan lagi. Namun bagaimanapun juga,
pencarian gadis yang tepat sebagai jodoh Blo'on terus
berjalan. Untuk lebih dapat menikmati cerita ini dengan jelas
maka akan kami tuturkan tentang keadaan propinsi Shoatang
agar dapat mengikuti jalannya peperangan lebih
berkesan. Ibukota propinsi Shoa-tang banyak potensi kekayaan
alam dan tempat2 yang indah, antara lain telaga Po-to,
telaga Tay-beng dan gunung Cian-hud-san yang terkenal.
Cian-hud-san artinya gunung Seribu-dewa. Juga dipesisir
selatan yang berbatas dengan laut Pak-hay. banyak sekali
pemandangan yang indah dan kaya akan hasil ikan,
Ada lagi sebuah gunung termasyhur yalah gunung Thaysan,
salah satu dari lima buah gunung terbesar di negara
Tiong-goan. Sedangkan dijazirah Ceng-hay, bagian selatan
dari Shoa-tan terdapat gunung Lo-san.
Serangan pasukan Ceng dilakukan dengan rapih dan
cepat sehingga dalam waktu singkat dapat memasuki
wilayah Shoa-tang dan saat itu ibukota Ce-lam sedang
dikepung oleh pasukan Ceng yang dipimpin oleh Barbak,
seorang pangeran yang masih dekat (keluarga) dengan
panglima besar Torgun. Malampun tiba dan Huru Hara berunding dengan Bok
Kian cara bagaimana untuk bertindak malam itu.
"Kita harus menyerbu markas besar tentara Ceng," kata
Huru Hara, ''kalau dapat, kita culik panglima Barbak dan
memaksanya supaya memerintahkan pasukannya ditarik
mundur dari Ce-lam. Bok Kian mengangguk, "Tetapi apakah tidak berbahaya
memasuki markas mereka "
"Bok-heng," kata Huru Hara, "saat ini kita memang
sedang berada dalam bahaya. Kita bergerak atau tidak,
sama saja. Bahaya itu tetap akan mengancam kita."
"Ah Liong, dimana pakaian seragam prajurit Ceng itu ?"
tanyanya kepada Ah Liong.
"Ada, kubungkus jadi satu," kata Ah Liong.
"Berikan satu saja kepadaku," kata Huru Hara. Tak
berapa lama Ah Liongpun menyerahkan seperangkat
pakaian seragam prajurit Ceng kepada Huru Hara.
"Ah Liong, engkau jadi setan malam ini !" Sudah tentu
Ah Liong terkejut mendengar kata Huru Hara itu, "Jidi
setan?" ia menegas. "Ya. jadilah setan," kata Huru Hara, "engkau harus
melumuri mukamu dengan arang hitam."
"Wah, susah. Dimana aku dapat mencari orang hitam ?"
"Carilah ke rumah penduduk, lekas!" seru Huru Hara.
Ah Liong terus berangkat.
"Dan Bok-heng supaya menyaru sebagai seorang prajurit
Ceng," kata Huru Hara. Bok Kian pun melakukan perintah.
Tak lama kemudian muncullah Ah-Liong. Melihat anak
itu Huru Hara dan Bok Kian tertawa geli. Muka Ah Liong
berobah hitam, demikian pakaiannya.
"Hai, Ah Liong, dari mana engkau memperoleh pakaian
hitam itu ?" tegur Huru Hara.
"Aku masuk kedalam rumah seorang penduduk yang
kosong. Selain orang akupun menemukan pakaian kain
hitam yang sudah compang-camping. Orangnya sih tidak
ada maka kuambil dan kupakailah pakaian itu. Engkoh
Hok, apakah aku sudah mirip dengan setan ?"
"Ya," "Lalu bagaimana aku harus bertindak?"
"Engkau harus menggoda prajurit yang menjaga pintu
markas musuh. Kalau mereka tidak menggubris barulah
Bok-heng muncul dan mengatakan supaya penjaga itu mau
diajak untuk menolong kawan-kawannya yang diserang
oleh musuh dan banyak yang menderita luka parah atau
mati. Nah, apabila prajurit penjaga itu sudah pergi,
bereskanlah dia. Sedang aku hendak menyelundup masuk
kedalam markas , untuk mencari Barbak."
"Wah, genting sekali pekerjaan ini," seru Ah Liong, "aku
harus jadi setan yang menggoda prajurit2 penjaga supaya
mengejar aku. Tetapi engkoh Hok, bagaimana ya, tingkah
laku setan itu supaya menarik perhatian orang "
"Apa saja sih," Huru Hara berkata, "engkau boleh
bercuwat-cuwit, boleh jumpalitan, boleh berlari-lari. Dan
kalau perlu boleh juga engkau seret mereka....."
"U, bagus, bagus," teriak Ah Liong. Tiba2 saja dia ingat
akan kegemarannya. "Loan-heng, setelah pekerjaan selesai, lalu dimana kita
akan berkumpul ?" tanya Bok Kian.
"Waktu kita menuju ke kota ini, kita melalui sebuah
telaga. Telaga apa itu namanya ?" Huru Hara balas
bertanya. "Telaga Po-to," sahut Bok Kian.
"Nah, disitulah kita nanti berkumpul," kata Huru Hara.
"Lalu aku kemana engkoh Hok ?" sela Ah Liong.
"Ikutlah pada Bok-heng."
"Ah. aku ikut engkau saja, engkoh Hok."
"Hus, berbahaya. Masuk kedalam markas besar seorang
panglima pasukan, seperti masuk dalam sarang harimau,
tahu ?" "Tetapi aku kan sudah jadi setan ?"
Mau tak mau Huru Hara tertawa, "Ya, setan gadungan.
Engkau tentu akan ditangkap oleh kawanan penjaga.
Sudahlah, Ah Liong, turutlah perintahku," kata Huru Hara,
"bukankah engkau hendak merjadi jenderal kecil" Uh. tidak
mudah jadi jenderal itu. Harus berani menderita
gemblengan yang keras. Kalau perlu harus tahan di siksa.
Apalagi hanya jadi setan gadungan, itu sih mending."
"Wah, apakah jadi jenderal itu syaratnya harus mau
menjadi setan gadungan?" tanya Ah-Liong polos.
"Tidak," kata Huru Hara, "hal itu tergantung dari
keadaan. Pokoknya, seorang jenderal itu benar2 seorang
yang sudah penuh mengalani gemblengan yang matang dan
pengalaman yang luas. Sudahlah, lekas engkau berangkat !"
Terhadap Huru Hara. Ah Liong memang taat. Dia terus
berangkat. "Bok-heng, mari kita ikuti anak itu, kata Huru Hara.
Keduanya segera mengikuti perjalanan Ah Liong.
Sebenarnya siangnya Ah Liong sudah diajar Bok Kian
dan Huru Hara melihat markas pasukan Ceng. Tetapi
karena markas itu dijaga ketat, mereka hanya melihat dari
kejauhan saja. Bagaimana keadaan dan letak yang
sebenarnya dari markas itu, Ah Liong belum tahu jelas.
Namun karena taat kepada perintah Huru Hara, Ah Liong
pun nekad. Dengan berjalan berindap - indap diantara bayang2 yang
gelap, perlahan-lahan Ah Liong menghampiri kesebuah
pesanggrahan yang besar. Sekeliling pesanggrahan itu
dipagari dengan kawat berduri. Pintu besar pesanggrahan
itu dijaga oleh enam orang prajurit bersenjata yang berjalan
mundar-mandir kian kemari.
"Wah, bagaimana ya cara untuk menggoda mereka ?" Ah
Liong menimang dalam hati, "kalau langsung muncul saja,
tentu mereka akan kaget dan akan tetap menjaga di pintu.
Lebih baik kupancingnya supaya mereka bingung.
Habis berpikir, Ah Liong terus bersuit. Tetapi tepat pada
saat itu dari lain arah terdengar suara orang tertawa
mengguguk seperti setan merintih. Ah Liong terkejut,
"Celaka, aku jadi setan, nyata ada setan sesungguhnya....."
"Suara apa itu ?" seru salah seorang prajurit jaga kepada
kawan-kawannya. "Seperti orang bersuit tetapi mengapa seperti juga orang
merintih-rintih ?" sahut kawannya.
"Awas, mungkin ada musuh yang hendak menyerang
markas ini," kata kawannya yang lain.
Sementara Ah Liong mendapat pikiran, "Setan itu tentu
tidak bersuit tetapi harus menangis, buktinya, setan yang
sesungguhnya itu juga merintih-rintih. Kalau begitu aku
harus menangis "Hi, hi, hi".hi, hi, hilikkkk"..-," Ah Liong mulai
menangis. Tepat pada saat itu terdengar suara orang tertawa
meloroh, "Ho, ho, ho, hooooo......"
"Celaka," teriak kawanan prajurit penjaga itu, "ini orang
atau setan ?" Jika kawanan penjaga itu terkejut, Ah Liong sendiri juga
kaget, "Ah, celaka setan itu. Aku menirukan menangis, dia
tertawa. Nah, awas lu, aku mau tertawa juga !"
"Hu, hu, hu, ha, ha, ha, hl, hi, hikkkk . .. Ah Liong
lantas tertawa. Serempak terdengar suara orang menirukan lolong
serigala, "Auuuuu.... auuuuu....."
Kawanan penjaga terkejut, "Ah, rupanya ada orang yang
sengaja menggoda kita," kata salah seorang.
"Engkau dan dia ke sana dan aku dengan Lo Sun ke
gerumbul itu," kata seorang penjagal Dari enam penjaga,
yang empat menghampiri kearah suara itu. Yang dua
menuju ke timur, yang dua menghampiri ke gerumbul barat
tempat Ah Liong bersembunyi.
Kedua prajurit yang menghampiri ketempat Ah Liong
bersembunyi, sambil menghunus senjata menuju kearah
gerumbul, "Hai, siapa yang bersuaraterus" Setan atau
manusia ?" "Setan ....!" karena gugup Ah Liong menjerit. Kalau
mengaku manusia tentu akan diserbu maka ia harus
mengaku sebagai setan, pikirnya.
Kedua prajurit itu terkejut dan saling berpandangan.
Salah seorang kembali berseru untuk menegas, "Hai, kamu.
manusia atau setan ?"
"Setan-!" teriak Ah Liong.
"Setan atau manusia ?"
"Manusia !" "Manusia atau setan ?"
"Setan !" teriak Ah Liong yang tanpa sadar kontan
menjawab menurut pertanyaan yang terakhir. Kalau yang
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terakhir setan, dia menjawab setan. Kalau yang terakhir
manusia, ia menjawab manusia.
"Kurang ajar, engkau manusia, ya !" teriak rajurit.
"Bukan, aku setan !" jawab Ah Liong,
"Coba kalau setan, engkau unjukkan diri," tiba2 prajurit
itu mendapat akal untuk memancing orang.
Ah Liong terhanyut oleh permintaan orang. Dia harus
membuktikan diri kalau benar2 seorang setan. Maka tanpa
banyak pikir lagi, dia terus loncat keluar dari gerumbul dan
menarik sudut mulutnya dengan kedua tangan agar
terentang lebar dan deliki mata kearah kedua prajurit itu.
Memang kedua prajurit itu terkejut ketika melihat
sesosok tubuh manusia kecil yang bermuka hitam dan
berpakaian compang camping warna hitam . .
" Setan......" seru salah seorang prajurit terus hendak lari
tetapi kawannya cepat menarik! lengan orang itu," jangan
takut, dia bukan setan. Mari kita serang !" " prajurit itu
terus menerjang Ah Liong terkejut, "Hai, mengapa engkau tidak takut ?"
serunya. Dan karena diserang di terus lari.
Kedua prajurit itu penasaran. Dikejarnya Ah Liong.
Keduanya marah karena merasa dipermainkan sehingga
lupalah mereka akan perintah atasannya bahwa apapun
yang terjadi penjaga pintu pesanggrahan tak boleh
meninggalkan pos penjagaannya.
Setelah sampai ditempat yang sepi dan jauh dari
pesanggrahan, Ah Liong berhenti dan bercekak pinggang,
"Hai mau apa kalian mengejar aku. Aku kan setan,
mengapa kalian berani melawan aku ?"
Kedua prajurit itu tak mau meladeni ocehan Ah Liong.
Mereka terus menyerang. Tetapi Ah Liong berlari-lari
mengelilingi mereka dengan gerak yang secepat setan.
"Celaka," pikir kedua prajurit itu, "kalau manusia tak
begini pesat gerakannya. Apakah benar2 setan?"
Tetapi keraguan mereka sudah terlambat. Ketika mereka
hendak menghentikan serangannya, tiba2 mereka menjerit
kaget. "Uuhhhh......" cepat2 keduanya mendekap pinggang
celananya. "Ha, ha. prajurit Ceng, prajurit bayaran.
Pakai celana saja kedodoran
Tali celana putus gelagapan
Prajurit macam apa begituan Tahunya makan dan minta
bayaran . . sambil menari-nari, Ah Liong bernyanyi mengejek kedua
prajurit itu kebingungan.
"Bajingan, mampus lu . . . !" marah karena di ejek kedua
prajurit itu terus maju menyerang tanpa menghiraukan tali
celananya yang putus lagi.
"Bagus, hayo kejarlah aku," seru Ah Liong. Kedua
prajurit itu mengejar. Tetapi karena celana dalamnya
melorot lama kelamaan mereka merasa risih juga.
"Lho, kenapa berhenti?" Ah Liong juga berhenti dan
menegur. Kedua prajurit itu tak mau menjawab. Pikirnya setan
kecil itu terpisah beberapa tombak, tentulah tak mungkin
akan menyerang. Maka merekapun meletakkan senjatanya
dan terus membuka celana untuk membenahi tali kolor
celana-dalamnya. Tiba2 sesosok bayangan kecil hitam melesat kearah
mereka dan, plok". plok..... aduh".. aduh "duh ....
kedua prajurit itu menjerit kesakitan karena muka mereka
ditampar sekeras kerasnya oleh Ah Liong. Ketika tanpa
sadar mereka mendekap muka, tahu2 kepala merek ditarik
ke belakang ?"" aduhhhhh", ternyata kuncir mereka
ditarik sekuat-kuatnya. Begitu kuat tarikan itu sampai
kucirnya jebol. Bayangkan saja bagai mana rasanya rambut
yang ditarik sampai jebol itu. Kedua, prajurit itu meraungraung
seperti anjing melolong ditengang malam . ". ..
Ah Liong tak mau kepalang tanggung. Kedua prajurit itu
diringkus dan diikat pada sebatang pohon.
"Beres," katanya lalu kembali menuju ke markas pasukan
Ceng. Dia terkejut karena melihat pesanggrahan itu timbul
kebakaran. Prajurit2 berhamburan dan berteriak-teriak, lari
kian kemari. "Ha?, setan . . . . !' teriak sekawan prajurit yang lari
keluar dan melihat Ah Liong berada di pintu.
"Ya, aku memang setan." seru Ah Liong seraya maju
menerjang kawanan prajurit itu. Prajurit2 itu hebis
menderita kejut kerena pesanggrahan terbakar. Kini mereka
makin kejut lagi ketika melihat seorang minusia pendek
bermuka hitam berpakaian compang camping warna hitam.
Mereka kaget. Ketika Ah Long maju menghampiri, mereka
terus lari. Ah Liong gemas. Sudah kepalang tanggung, dia terus
menerjang masuk kedalam pesanggrahan seraya berteriakteriak,
"Aku setan ., ,. aku setan ..,."
Ternyata dalam pesanggrahan itu memang timbul
kegemparan. Bersamaan waktunya pada saat dua orang
penjaga tadi mengejar Ah Liong, ada dua orang penjaga
lain yang menghampiri suara yang berasal dari arah timur.
Ternyata kedua prajurit itu jugamelikat seorang mahluk
aneh. Bertubuh pendek, berjanggut putih dan bermuka
hitam. "Hai, setan cebol, engkau manusia atau setan ?" tegur
kedua prajurit itu. "Setan," sahut lelaki tua pendek itu. "Kurang ajar, setan
masakan mengaku setan. Dia tentu manusia, hayo kita
ringkus," kata salah seorang prajurit. Kedua prajurit itu
terus maju. Setan cabol itu lari, "Hayo, kejarlah aku kalau kalian
mampu....." Seperti halnya Ah Liong. setan cebol itu pun memiliki
ilmu lari cepat yang luar biasa. Bagaimana pun kedua
prajurit itu hendak mengejarnya tetap tak mampu
menangkap setan cebol itu. Mereka lari sampai tiba di
sebuah hatan dan tahu2 setan cebol itu menghilang.
Mendadak dua orang prajurit yang masih menjaga di
pintu pesanggrahan melihat seorang setan cebol muncul
dan terus menyerang mereka. Kedua prajurit itu hendak
melawan tetapi dalam waktu yang amat singkat sekali
mereka sudah dibikin tak berdaya.
"Tunggu !" tiba2 seorang pemuda lari menghampiri setan
cebol itu. "Hai, engkau.....!" teriak setan cebol itu seraya memeluk
pemuda pendatang itu. "Hus, siapa engkau !" teriak pemuda itu seraya menyiak
tubuh orang. "Gila engkau. Masakan engkau tak kenal padaku" Aku
kan pamanmu Cian-li-ji," seru setan cebol itu.
"Ahhhhhh ?""," pemuda itu yang tak lain adalah
peadekar Huru Hara segera memeluknya.
"Loan-heng, mengapa Loan-heng memeluk seorang
mahluk cebol ?" tiba2 terdengar sebuah suara orang
menegur. Ketika Huru Hara berpaling ternyata yang datang itu
adalah Bok Kian. "Bok-heng, ini bukan mahluk setan tetapi pamanku Cianjiji yang tertawan pasukan Suka Rela tempo hari," kata
Huru Hara. "Sudah jangan banyak bicara," bentak Cian li-ji," dari
dalam pesanggrahan sedang keluar berpuluh-puluh prajurit.
Lekas kita bekerja!"
"Hai, tunggu! Bekerja apa?" teriak Huru Hara karena
tangannya ditarik Cian-li-ji.
"Menolong gadis itu!"
"Nanti dulu, paman. Gadis siapa?"
"Nona Su . . . . "
"Hai, siapa?" teriak Bok Kian.
"Hus, aku memberitahu kepada keponakanku ini. Bukan
kepadamu," bentak Cian-li-ji.
Bok Kian terkesiap tetapi dia mendesak, "Tetapi lopeh
menyebut nona Su. Siapakah nona Su itu?"
"Dia mengaku bernama Su Tiau Ing ..."
"Paman, dimana dia!" karena tegang Bok Kian terus
mencekik leher baju Cian-li-ji.
"Lepasssss!" Cian-li-ji meronta sekuat-kuatnya karena
napasnya sesak. Ketika Bok Kian melepaskan
cengkeramannya, Cian-li-ji terus hendak menyerang tetapi
cepat dicegah Huru Hara, "Jangan paman, dia adalah
sahabatku." "Sahabatmu" Mengapa dia hendak mencekik leherku?"
teriak Cian-li-ji. "Maaf, lopeh. Aku merasa tegang sekali mendengar
lopeh mengatakan nona Su Tiau Ing," kala Bok Kian.
"Bok-heng, apakah nona Su Tiau Ing itu bukan puteri
dari mentri Su Go Hwat tayjin?" tanya Huru Hara. Bok
Kian mengiakan. "Paman Cian, dimana nona Su?" tanya
Hu-Hara. "Didalam pesanggrahan ini .... "
"Apa?" Bok Kian kembali mencengkeram leher baju
Cian-li-ji dan mengguncang- guncangkannya, "hayo, bilang.
Dimana nona Su?" "Lepassss ....," karena mengkal lehernya dicekik lagi,
Cian-li-ji terus mendupak perut Bok Kian, "aduhhhh ....,"
Bok Kian lepaskan cengkeramannya dan mendekap
perutnya. "Paman Cian, mengapa engkau melukai kawanku?"
tegur Huru Hara. "Siapa suruh dia mencekik leher bajuku begitu kencang?"
"Dimana nona Su?"
"Didalam pesanggrahan ini."
"Mengapa?" "Dia ditawan prajurit Ceng."
"Bagaimana engkau tahu?"
"Mengapa tidak tahu" Aku berjalan bersamanya."
"Engkau bersama nona Su" Mana mungkin"*
"Sudahlah, nanti saja kuterangkan. Sekarang yang
penting kita harus menolong nona itu."
"Bok-heng, engkau menyelundup ke sebelah kanan dan
lepaskan api. Paman Cian engkau ke sebelah kiri dan
bakarlah pesanggrahan ini. Aku akan langsung menerjang
kedalam untuk mengobrak-abrik mereka!" habis berkata
Huru Hara terus menerjang masuk.
Kali ini Huru Hara sudah tak mau main gila lagi. Dia
bahkan melolos pedang Tanduk-putih atau pedang Cekthiatkiam atau pedang besi magnit. Kali ini dia menyadari
kalau masuk kedalam sarang harimau. Dia harus
mengamuk seperti banteng ketaton.
Dari dalam pesanggrahan berhamburan keluar berpuluh
prajurit. Mereka terkejut melihat seorang pemuda
bertanduk mengamuk kalang kabut.
"Bunuh!" teriak kawanan prajurit itu. Dan mereka segera
menyongsong amukan pemuda itu.
Terdengar dering gemerincing dari suara senjata beradu
disusul dengan jerit erang prajurit2 yang kejut2 mengerikan
dan tubuh2 yang berhamburan jatuh.
Huru Hara tidak mengerti silat. Dia memutar pedang
sekenanya saja. Tetapi karena tenaga-lakti dalam tubuhnya
memancar, maka gerak pedangnya itupun secepat kilat
menyambar dan sedahsyat badai meniup. Tiada seorang
prajurit yang mampu mendekatinya. Dan celakanya senjata
prajurit itu seperti tertarik kemuka akibat tersedot pedang
Cek thiat-kiam yang dimainkan Huru Hara.
Tetapi pesanggrahan itu penuh dengan beratus bahkan
beribu prajurit. Gelombang pertama tersapu bersih,
munculah kedua gelombang kedua yang lebih besar
jumlahnya. Namun Huru Hara sudah terlanjur seperti
orang kerangsokan setan. Rawe2 rantas, malang2' putung.
Barang siapa menghadang di muka tentu disapunya.
Kawanan prajurit itu terkejut menyaksikan kegagahan
Huru Hara. Beberapa prajurit lari melapor pada panglima.
Sementara pertempuran masih berlangsung hebat, tiba2
dari samping kiri terdengar kawanan prajurit itu menjerit
kaget, "Setan, ada setan ..."
Seorang mahluk berwajah hitam dan pakaian hitam yang
compang-camping menyerbu masuk. Mahluk itu juga
membolang-baringkan pedang menyerang kawanan
prajurit. Belum rasa kejut mereka reda, tiba2 di samping kanan
muncul pula seorang manusia cebol, berwajah hitam dan
mempunyai jenggot yang panjang. Juga mahluk cebol itu
mengamuk dengan membawa sepotong besi panjang.
"Hai, engkau juga setan . . . !" tiba2 mahluk cebol itu
menegur setan kecil. "Lho, engkau juga setan?" balas setan kecil.
"Ya." "Rupanya engkau setan tua, ya?"
"Ya, dan engkau setan cilik, bukan" bahkan setan cebol."
"Ya," sahut setan kecil, "siapa namamu"
"Ah Liong, jangan gila!" bentak Huru Hara, yang masih
mengamuk, "dia kan kakek Cian-li-ji."
"Hai, benarkah itu !'' teriak setan kecil yang bukan lain
adalah Ah Liong. Anak itu terus lari menubruk setan cebol
yang ternyata Cian-li-ci. Kedua saling berpelukan.
"Ah Liong engkau gila !" tiba2 Huru Hara -membentak
keras dan melesat ke samping menyabat seorang prajurit
yang habis membabat kepala Ah Liong.
Ternyata waktu Ah Liong sedang memeluk Cian-li-ji,
seorang prajurit menggunakan kesempatan itu untuk loncat
kepala Ah Liong. Mendengar teriakan Huru Hara, Cian-li-ji
terkejut dan menarik tubuh Ah Liong kebawah. Kepala Ah
Liong memang terhindar dari bacokan tetapi ujung jenggot
kakek itu telah terpapas.
"Kurang ajar, jenggotku kutung," seru Cian li-ji. Dia
mendorong Ah Liong kesamping lalu menyambar tongkat
besi dan mengamuk lagi. Tetapi prajuril2 itu berjumlah banyak. Walaupun banyak
yang sudah menggeletak tetapi mereka datang lagi seperti
air sungai yang tak pernah putus. Cian-li-ji, Huru Hara dan
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ah Liong kewalahan juga. "Berhenti!" tibu2 terdengar sebuah teriakan yang
dahsyat, Prajurii2 itupun hentikan serangannya lalu
menyisih kesamping memberi jalan.
Sekelompok perwira mengiringkan seorang laki
berpakaian indah, melangkah maju.
"Hai, siapakah engkau!" bentak lelaki itu dengan suara
garang. "Aku Huru Hara!"
"Mengapa engkau berani menyerang pesanggrahan ini"''
"Aku hendak bertemu panglima Barbak."
"Gila! Apa engkau belum pernah melihat panglima itu?"
"Belum." "Akulah panglima Barbak sendiri."
"O, engkau" Bagus," seru Huru Hara, "aku hendak bicara
kepadamu." "Soal apa?" "Soal kota Ce-lam."
"O, bagaimana kota itu?"
"Begini," kata Huru Hara, "jika diadakan pertempuran,
kedua belah fihak tentu akan menderita kerugian besar.
Banyak korban akan jatuh.
"Terang," sahut Barbak, "perang memang begitu. Kalau
takut mati, menyerah saja!"
"Nanti dulu," kata Huru Hara, "aku akan menawarkan
suatu perjanjian kepadamu. Begini. Kita kembali pada cara
kuno saja." "Apa maksudmu?"
"Tak perlu prajurit harus bertempur melawan prajurit
tetapi cukup panglima dengan panglimanya. Kalau
panglimanya kalah, pasukannya harus menyerah kalah."
Barbak kerutkan dahi, "Lalu maksudmu?"
"Aku akan berhadapan dengan engkau. Kalau aku kalah,
kota Ce-lam akan kuserahkan kepadamu?".."
"Apakah engkau diutus oleh jenderal Ui Tek Kong?"
tanya Barbak. "Bukan."
"Lalu atas nama siapa engkau berani mengadakan
perjanjian begitu?" "Mentri pertahanan Su Go Hwat tayjin!"
"Apakah dia mengatakan begitu?"
"Yang penting engkau percaya tidak keteranganku ini.
Kalau tak percaya, percuma. Lebih baik kutinggalkan
tempat ini. Kalau mau tangkap silakan tangkap. Tetapi
ingat, walaupun aku engkau langkap atau engkau bunuh,
tetapi disaksikan oleh sekian ribu orang yang berada disini,
aku mengatakan bahwa aku sebenarnya belum kalah
dengan engkau. Hanya karena engkau tak berani berkelahi
dengan aku dan menggunakan kekuatan pasukan besar,
maka akupun tertangkap! "Hm, jangan berkokok seperti ayam jantan yang habis
bertelur. Engkau kira aku takut kepadamu?"
"Selama engkau belum memberi jawaban yang nyata,
aku tak dapat berkata lain," sahut Huru Hara.
"Hm, mengapa aku harus takut. Kalau engkau tak
pegang janji, kepalamulah yang akan menjadi tebusannya,"
seru Barbak. "Tentu jangan kuatir."
"Hm, sekarang sebutkan bagaimana permintaanmu."
perintah Barbak. "Ada dua macam pertandingan," kata Huru Hara
"pertama, kita bertanding dengan tangan kosong. Terserah
engkau mau mengajukan jago siapa saja. Dan kedua, baru
bertanding pakai senjata. Juga engkau bebas mengajukan
jago pilihanmu." "Hm, baik," kata Barbak.
"Untuk pertandingan pertama, kalau aku menang, aku
minta engkau supaya menyerahkan seorang kepadaku."
"Siapa ?" "Seorang nona yang engkau tawan tadi."
"O, puteri dari mentri Su Go Hwat itu "
"Ya." "Tetapi kalau engkau kalah !" tanya Barbak.
"Aku akan memberikan kepalaku kepadamu."
"Ah, jika begitu, mana mungkin engkau mengadakan
pertandingan yang kedua lagi ?"
"Dan pertandingan yang kedua, kalau aku menang,
engkau harus menarik mundur pasukanmu. Tetapi kalau
aku kalah, kota Cu-lat kuberikan kepadamu .'"
Barbak mengerut dahi. Seorang lelaki berpakaian seperti seorang pendekar, maju
kedekat Barbak, "Ciangkun perkenankanlah aku
menghadapi orang, sinting itu."
Barbak berpaling, Dilihatnya yang bicara itu adalah Ang
eng cu Pok Tian, salah seorang pengawalnya yang memiliki
ilmu kepandaian silat tinggi. Ang-eng-cu artinya si
Rajawali-merah. Dia mendapat gelar itu karena memiliki
suatu ilmu tenaga-sakti Ang-hoa-hiat, sebuah ilmu tenagadalam
yang hebat. Barang siapa terkena pukulan beracun
itu, dagingnya tentu akan mlonyoh seperti terbakar api.
Ilmu pukulan Ang-hoa hiat itu tergolong sejenis ilmu hitam
yang ganas. "Baiklah, kalau Pok-heng mau menghadapi orang, itu
silahkan," kata Barbak setelah tahu siapa Pok Tian, "tetapi
dengan bernyali begitu besar, kukira dia tentu memiliki
kepandaian yang sakti Harap Pok-heng suka berhati-hati."
Dengan mengatakan baik, jago ilmu pukulan Ang-boahiat
itu terus melangkah maju kehadapan Huru Hara.
"Akulah yang mewakili ciangkun untuk menerima
tantanganmu," katanya.
"O. bagus, tetapi sayang....."
"Apa maksudmu ?"
"Bukankah engkau orang bangsa Han ?"
"Aku berasa) dari daerah Hek-liong - kiang. Daerahku
campuran antara Han dengan suku Nichen."
"Pantas," seru Huru Hara, "kalau pendirianmu juga turut
angin." "Setan! Jangan mencampuri urusanku. Lekas kita
mulai," seru Ang-eng-cu Pok Tian.
"Aku sudah siap sejak tadi, silakan," seri Huru Hara.
Pok Tian ingat akan pesan Barbak bahwa dengan
membawa sikap dan ucapan yang begitu sombong, tentulah
Huru Hara memiliki kepindaian sakti. Maka diapun
berhati-hati. Pok Tian membuka serangan dengan jurus
Song-eng-jip tong atau Sepasang- garuda- masuk-liang.
Kedua tangan bergantian maju mundur, mengarah kepala
Huru Hara. Huru Hara memperhatikan gerak tangan lawan. Dan
ketika serangan tiba, diapun berkysar ke samping lalu
menyodok iga orang. Tetapi Pok Tian tidak begitu mudah
dikalahkan. Dengan sebuah gerak geliat yang indah, Pok
Tian sudah lolos dari sodokan Huru Hara lalu dengan cepat
menyambar tubuh Huru Hara.
Jarak amat dekat dan sambaran itu dilakukan dengan
teramat cepat sekali. Pok Tian mengira tak mungkin Huru
Hara mampu lolos. Tetapi alangkah kejutnya ketika Huru
Hara mencelat ke belakang. Entah dengan cara dan gerak
bagaimana, hampir Pok Tian tak dapat mengetahui.
"Hm, pantas dia begitu sombong," dengusnya dalam
hati. Dia maju pula dengan mainkan sepasang tangannya
dalam jurus Song-eng coan-how atau Sepasang garuda
menyusup awan. Yang diarah adalah tenggorokan dan dada
lawan. Kedua tangannya bergerak mirip dengan dua ekor
garuda yang berlomba-lomba masuk kedalam awan.
Cepatnya bukan alang kepalang.
Namun Huru Hara dengan gerak tubuh yang luar biasa
cepatnya selalu menghindari seringan lawan. Walaupun
tidak memakai tata langkah gerakan ilmusilat tetapi tetap
dia dapat meloloskan diri.
Demikian serangan demi serangan, jurus berganti jurus
telah dilancarkan Ang-eng-cu Pok Tian. Tetapi sampai
sebegitu jauh, belum mampu mengenai sasarannya.
Pok Tian heran. Dia tak mengerti dengan gerak ilmusilat
apakah Haru Hara itu bergerak. Rasanya gerakan Huru
Hara itu tidak menurut tata ilmusilat tetapi mengapa selalu
dapat terlepas dari serangannya.
Juga Barbak kerutkan dahi penuh keheranan, lia juga
memiliki kepandaian ilmusilat yang tinggi tapi juga tak tahu
ilmusilat apa yang dimainkan Huru Hara itu.
Rupanya Pok Tian sudah kehilangan kesabarannya. Tak
terasa sudah limapuluh jurus ia menyerang tetapi tetap
belum berhasil. "Aku harus memancarkan tenaga-sakti Ang hoa-hiat
untuk menyelesaikan pertempuran ini," pikirnya.
Segera dia kerahkan tenaga-sakti Ang-hoa hiat
penghancur tubuh manusia, Seketika kuku sepuluh jarinya
berobah merah. Dan setelah itu diapun segera mulai
menyerang. Sepintas gerak tangan Pok Tian itu seperti
mencurahkan hujan darah yang berwarna merah.
Huru Hara terkejut. Dia tak tahu apa gerakan ilmu yang
dikeluarkan lawan tetapi dia menduga tentulah lawan
sedang menyerang dengan tenaga-sakti beracun.
"Hm, manusia semacam ini harus dilenyapkan," Huru
Hara memutuskan. Jika tadi dia hanya menghindar sekarang mulai
menggerakkan kedua tangannya untuk menampar dan
menghantam. Tampaknya memang seperti orang yang
menghantam biasa tanpa menurut peraturan ilmusilat tetapi
bagi Pok Tian, merasa tamparan Huru Hara itu
memancarkar tenaga yang amat kuat sekali. Hampir saja
tak dapat bernapas. "Celaka, aku harus ganti siasat," tiba2 loncat mundur.
"Hai, apakah engkau berani adu pukul secara jantan ?"
serunya. "Bagaimana maksudmu ?"
"Kita saling tukar tiga pukulan. Aku yang menghantam
dulu, engkau boleh menangkis. Kemudian engkau, dan aku
yang bertahan. Demikian seterusnya sampai tiga kali. Siapa
yang tetap dapat berdiri tegak, dia yang menang."
"Baik," sahut Huru Hara lalu tegak dihadapan Pok Tian..
"Siapa dulu yang memukul ?" tanya Pok Tian.
"Engkau !" "Hm, sombong benar manusia ini," pikir Pok Tian yang
diam2 juga girang karena ia mendapat kesempatan untuk
menghancurkan dada orang itu.
"Baik nah terimalah......" setelah memusatkan tenagasakti
Ang hoa-hiat, tiba2 dia menghantam dada Huru Hara.
Huru Hara hanya songsongkan tangannya kearah
jatuhnya pukulan lawan. Tidak terdengar suara tangan
beradu tetapi tahu2 Pok Tian mengaduh dan menyurut
mundur dua langkah. Sekalian orang heran, Bukankah Huru Huru tidak
menyentuh tangan Pok Tian tetapi mengapa Pok Tian
menjerit dan terpental sampai dua langkah kebelakang "
"Nah, engkaulah yang mulai," seru Pok Tian.
"Tidak, engkau saja yang tetap memukul," seru Huru
Hara, "Kenapa " "Kalau aku menghantam, engkau tentu remuk menjadi
bubukan abu!" "Gila." "Sudahlah, jangan banyak omong!" bentak Huru Hara,
"bukankah aku sudah memberi banyak keramahan
kepadamu" Kalau engkau masih kurang, nah, pukullah, aku
takkan menangkis." "Hm, jangan sombong, bung. Engkau tentu menyesal
kalau aku melakukan sungguh2."
"Siapa bilang menyesal?"
"Apakah engkau bersungguh-sungguh?"
"Apa kira aku bergurau?"
"Sungguh?" "Mulutku hanya satu!"
"Baik," seru Pok Tian dengan bersemangat. Dia terus
bersiap tegak di hadapan Hura Hara. Sementara Huru
Harapun tegak menghadapinya.
"Maaf, pergilah sendiri ke akhirat," seru Pok Tian seraya
terus mencengkeram lengan Huru Hara.
Sekalian orang terkejut. Terutama Ah Lion, Dia melihat
Huru Hara diam saja, "Engkoh Hok tamparlah manusia
itu!" serunya. Cian-li-ji juga bingung. Dia mondar mandir berjalan kian
kemari tanpa menghiraukan beratus-ratus prajurit Ceng
yang berada di ruang itu, "Hm, kalau dia sampai celaka,
markas ini tentu kuratakan dengan tanah . . . . "
Seorang prajurit yang jahil segera menegur, "Dengan apa
engkau hendak meratakan markas ini kakek cebol?"
"Hus, kurang ajar, engkau!"
"Aku kan bertanya, mengapa marah?" seru prajurit itu.
"Akan kubakar mukamu ini, sahut Cian-li-ji.
Prajurit itu tertawa, "Huh, enaknya kalau ngomong.
Sebelum dapat membakar, kepalamu tentu sudah hilang."
"Bangsat, engkau hendak mengambil ke . . . eh, kenapa
engkau?" tiba2 Cian-li ji berseru heran melihat prajurit itu
tiba2 terkejut dan mendekap pinggang celananya, dan terus
berputar tubuh, tergopoh-gopoh lari seperti orang yang
hendak ngebet berak. Cian-li-ji melihat Ah Liong menyengirkan hidung dan
memberi kicupan mata kepadanya.
Sementara itu suasana pertempuran antara Pok Tian
lawan Huru Harapun telah terjadi perobahan. Tampak
wajah Pok Tian merah dan dahinya mengerut tegang sekali.
Bahkan makin lama matanyapun tampak berwarna merah.
Sedang Huru Hara hanya diam menatapnya, tentu hal
itu menarik perhatian sekalian orang.
Beberapa saat kemudian, Pok Tian lepaskan
cengkeramannya dan ngelupruk jatuh ke lantai.
Beberapa prajurit segera maju menolong.
"Hai," teriak prajurit2 itu, "Pok ciangkun sudah mati....."
Teriakan itu mengejutkan sekalian prajurit Ceng. Mereka
segera hendak menyerbu Huru Hara.
"Berhenti!" bentak Barbak dengan wajah membesi. Ia
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melangkah maju kehadapan Huru Hara," Engkau benar2
hebat. Kami bangsa Boan ciu sangat menghargai seorang
yang gagah perkasa. Jika engkau mau bekerja pada kerajaan
Ceng engkau akan diangkat sebagai panglima."
"Hm, serupa tapi tak sama," sahut Huru Hara.
"Apa maksudmu ?"
"Sekarang aku sudah 'menjadi panglima kerajaan Beng,
kalau hanya diangkat sebagai panglima kerajaan Ceng,
bukankah sama. Hanya bedanya, kerajaan Beng dengan
kerajaan Ceng." "Lalu engkau minta pangkat apa ?"
"Siapa yang mengepalai panglima2 Ceng"
"Pangeran Torgun, paman dari baginda Ceng sekarang.
Pangkatnya panglima tertinggi yang kuasa penuh atas
seluruh pasukan Ceng."
"Aku harus lebih tinggi dari si Torgun baru aku mau,"
seru Huru Hara. "Hm," dengus Barbak yang menahan kemarahan karena
mendengar Huru Hara memandang rendah pada Torgun,
"jangan keliwat tinggi tuntutanmu. Torgun adalah paman
dari seri baginda yang sekarang. Dan engkau " Apakah
engkau masih keluarga raja ?"
"Tidak apa ! Aku akan menjadi engkong angkat raja !"
tiba2 terdengar suara melengking. Sekalian orang terkejut
dan memandang kearah suara orang itu. Ah, ternyata si
kakek cebol Cian-li-ji. "Pendekar Huru Hara," seru Barbak dengan suara serius,
"disini adalah markas besar pasukan kerajaan Ceng. Kalau
bicara, harap berhati2. Aku menawarkan suatu kesempatan
yang tak sembarang orang bisa memperolehnya. Sekali lagi
kuulangi tawaranku tadi. Jika engkau mau bekerja pada
kerajaan Ceng, maka engkau akan diangkat sebagai
panglima. Dan kelak apabila perang sudah selesai engkau
tentu akan diangkat sebagai gubernur. Suatu jabatan yang
tertinggi dikalangan orang Han."
"Tidak bisa," seru Huru Hara, "kalau aku diangkat
sebagai panglima yang tertinggi, lebih linggi dari Torgun,
aku mau. Tetapi kurang dari itu, hm, lebih baik aku jadi
pendekar Huru Hara saja."
"Huru Hara," seru Barbak dengan makin bengis," jika
begitu engkau cari penyakit sendiri. Sekarang, marilah kita
bertempur!" "Tunggu," seru Huru Huru, "bukankah engkau tetap
menganggap perjanjian kita tadi berlaku?"
"Hm, tentu," dengus Barbak.
"Jika demikian kuminta gadis puteri menti Su tayjin itu
dibebaskan dulu." Barbak berpaling dan memberi perintah kepada seorang
perwira untuk membawa Su Tiau Ing keluar.
Tak berapa lama perwira itu berlari-lari dengan tegang,
"Ciangkun, wah, celaka, nona itu sudah dilarikan oleh
seorang pemuda!" "Apa?" teriak Barbak terkejut.
"Api telah mengamuk di seluruh penjuru markas dan
kamar tahanan juga dimakan api. Tiba2 muncul seorang
pemuda yang mengamuk dan menolong nona itu . . . . "
"Kantong nasi yang tiada berguna!" bentak Barbak
marah sekali, "masakan menjaga tawan seorang nona saja
tak mampu. Bawa penjaga itu ke lapangan dan potong
kepalanya!" Kemudian Barbak mencabut senjatanya. Ternyata dia
seorang ahli bermain tombak. Tombaknya tombak trisula
yakni tombak yang mempunyai tiga ujung. Ujung tengah
amat runcing, ujung sebelah samping seperti gigi gergaji dan
ujung sebelah samping lagi tajam seperti mata pedang.
Huru Hara terkejut. Belum pernah ia melihat tombak
macam begitu. Diam2 menimang dalam hati. Suasana
dalam markas itu penuh dengan hawa pembunuhan yang
meluap luap. Setiap saat tentu akan terjadi penumpahan
darah yang hebat. Setelah kekalahan Pok Tian tadi, tampak
prajurit dan perwira2 Ceng memberingas.
"Aku harus cepat2 menguasai Barbak," pikirnya. Ia
segera melolos pedang Tanduk- kerbau-putih.
Sampai beberapa saat Bsrbak masih melintangkan
tombaknya dimuka dadanya. Matanya menatap lekat2 pada
ujung tombak. Prajurit2 Ceng pelahan-lahan menyurut
mundur sehingga terbukalah sebuah gelanggang yang luas
di tengah ruangan itu. Tiba2 Barbak melemparkan tombaknya keatas sehingga
sampai tiga meter tingginya. Selekas tombak meluncur dan
disambuti, dia lerus menyerang Huru Hara. Gaya dan
tenaganya benar2 menakjubkan. Tak ubah seperti seekor
singa yang menerkam. Huru Hara terkejut. Tombak Barbak itu dilihatnya
seperti pecah menjadi tiga macam senjata, tombak, pedang
dan gigi gergaji atau dalam istilah senjata disebut Liong-ya (
gigi naga ) Angin meniup keras membawa suara yang sedahsyat
badai mengamuk. Hebat benar2 memang keperkasaan dari panglima Ceng
itu. Jika dalam medan pertempuran melawan pasukan
musuh, tentulah prajurit2 musuh akan lari sebelum
bertempur. Tetapi dalam menghadapi Huru Hara, lainlah
keadaannya. Huru Hara berlincahan kian kemari
menurutkan gerak serangan tombak lawan. Tombak makin
cepat, makin cepat pula gerak loncatan Huru Hara. Dan
selama itu Huru Hara tidak mau balas menyerang
walaupun tangannya mencekal pedang.
Rupanya Huru Hara sudah -menentukan siasat. Dia
hendak membiarkan dirinya diserang agar Barbak
kehabisan tenaga baru dia akan bertindak untuk
menyelesaikannya. Barbak heran disamping penasaran sekali. Apa yang
dimainkan itu adalah ilmu tombak simpanan yang
diperolehnya dari ajaran ayahnya sendiri. Dan menurut
cerita ayahnya, ilmu tombak itu didapatkannya dari seorang
sakti. "Jika engkau sudah menguasai ilmu permainan tombak
ini, jangankan hanya sepuluh bahkan seribu perajurit tak
mungkin mampu menghadapimu," kata orangtua yang tak
mau disebut namanya itu. Memang dalam sejarah kebangkitan suku Boan, ketika
berperang melawan pasukan kerajaan Beng, ayah dari
Barbak itu banyak sekali jasanya sampai2 oleh musuh dia
digelari sebagai si Tombak- maut.
Tetapi Barbak tidaklah semahir menguasai Ilmu tombak
itu seperti ayahnya. Hanya karena dalam ilmu tenagadalam
Barbak lebih unggul maka kekurangannya itu dapat
tertutupi. "Setankah gerangan orang ini," tanyanya dalam hati,
"hm, sekali ini coba saja engkau rasakan."
Tiba2 Barbak merobah ilmu permainan tombaknya. Dia
lebih banyak menggunakan tombak itu dalam gaya seperti
orang menabas daripada menusuk. Ternyata perobahan itu
juga membawa hasil. Huru Hara tampak kewalahan dan
peras keringat untuk menghindari maut.
Cret .... karena keliru langkah akibat tertipu siasat
Barbak, hampir saja Huru Hara kehilangan leher. Tetapi
untunglah dia masih sempat menarik kepalanya kebelakang
sehingga hanya leher bajunya saja yang terpapas ....
"Hola, selamat, selamat," teriak kakek Cian-li-ji yang
hampir saja akan maju menerjang kedalam gelanggang
ketika mata trisula hanya kurang beberapa dim dari leher
Huru Hara. "Hayo, engkoh Hok, balaslah panglima Ceng itu !" teriak
Ah Liong. Tetapi Huru Hara tak menggubris. Dia tetap mempunyai
perhitungan sendiri. Dia tahu kapan nanti harus bertindak.
Pertempuran yang berat sebelah dimana yang satu
menyerang dan lawannya hanya berloncatan menghindar
kian kemari saja itu, berulang cukup lama. Tak terasa sudah
seratus jurus. Saat itu tampak Barbak merah mukanya kepala dan
dahinya sudah basah dengan keringat. Dan rupanya napas
panglima itu pun juga sudah mulai menurun. Dia telah
menghamburkan tenaga banyak sekali. Tanpa disadari dia
telah terangsang oleh nafsu amarah.
Beberapa saat kemudian tiba2 Huru Hara menggerakkan
pedangnya untuk menangkis, "Beristirahatlah dulu,
panglima Ceng....." "Uh," Barbak mendesuh kejut dan berusaha untuk
menarik tombaknya yang masih melekat pada pedang
lawan. Tetapi betapapun dia hendak menarik, tetap tak
mampu melepaskan tombaknya itu.
Terjadilah adegan yang menarik, Barbak usaha untuk
menarik tombaknya, sedang Huru Hara mempertahankan
pedangnya supaya jangan ikut tertarik Barbak.
Rupanya keadaan Barbak yang sudah makin tampak
kepayahan itu dapat dilihat oleh anak-buahnya, Mereka
menyadari bahwa panglima mereka terancam bahaya
kekalahan, Mereka tahu kemungkinan Barbak akan
memegang janji untuk menarik mundur pasukannya. Tetapi
hal itu berakibat besar. Apalagi panglima besar Torgun
mendengar berita tentang penarikan mundur pasukan Ceng
dari kota Celam yang sudah hampir berhasil direbut itu
hanya karena kalah bertaruh dalam pertandingan dengan
seorang pendekar nyentrik, betapalah murka panglima besar
Torgun nanti. Prajurit2 pasukan Ceng semua maklum akan perangai
dan peribadi Torgun. Panglima besar itu keras dan disiplin
sekali. Maka tidak mustahil kalau nanti Torgun akan
menjatuhkan hukuman mati kepada Barbak. Dan bukan itu
saja anak pasukan Barbak, pun akan diturunkan
pangkatnya dan dihukum. Demikian bayang2 yang menghinggapi perwira dan
prajurit2 Ceng setelah menyaksikan keadaan Barbak saat
itu. Tanpa diperintah oleh Barbak, seorang perwira
memberi isyarat dan menyerbulah beribu-ribu pasukan
prajurit Ceng kepada Huru Hara.
"Paman Cian, Ah Liong lekas kemari !" cepat Huru Hara
berseru dan secepat kilat ia berkisar tubuh lalu
mencengkeram tengkuk Barbak. Karena tombak yang
melekat pada pedang diputar kebelakang oleh Huru Hara
maka tangan Barbak yang pantang melepaskan tombak ikut
terpuntir kebelakang. Dengan mudah dapatlah Can-li-ji
yang saat itu sudah berada disamping Haru Hara,
membekuknya. Barbak terkejut bukan main. Lebih terkejut lagi ketika
dia belum sempat meronta, tahu-tahu, matiiiiiikkkk ....
tangan kirinya terus mendekap pinggang perutnya. Ai, siapa
lagi kalau bukan si setan cilik Ah Liong itu yang membuat
gara-gara. Dia juga sudah berada disamping Huru Hara dan
sebagai adat kebiasaan tangannya selalu gatal kalau melihat
celana musuh. Crek, ia menyambar dan putuslah tali celana
dalam Barbak. . Sepanjang hidup dari kecil sampai besar, belum pernah
Barbak menderita siksa yang sehebat saat itu. Memang
tidaklah terlalu sakit tetapi apa yang dirasakan saat itu jauh
lebih menyiksa dari pada terkena tabasan pedang. Betapa
tidak! Tengkuk dicengkeram Huru Hara, tangan kanan
ditelikung Cian-li-ji dan tali celana-dalamnya diputus si Ah
Liong, aduh maaaak..... "Berhenti!" teriak Huru Hara dengan suara menggeledek
ketika ratusan prajurit Ceng hendak maju menyerbu,
"berani menyerang, panglima kalian tentu kubunuh!"
Beratus-ratus prajurit Ceng terbeliak. Mereka tak tahu
harus berbuat bagaimana. Kalau berhenti dikuatirkan
pendekar Huru Hara akan menganiaya penglima. Namun
kalau tetap menyerang, tentulah Huru Hara akan
membunuh panglima Barbak.
"Kalian tak boleh bergerak," seru Huru Hara pula,
"setelah aku keluar dari pesanggrahan ini barulah panglima
kalian kulepas !" Sambil berkata Huru Hara dan Cian-li-ji serta Ah Liong
menyeret Barbak keluar. Ratusan prajurit itu tetap
mengikut." "Hm, apakah kalian tak sayang akan jiwa panglima
kalian "'" seru Huru Hara pula.
"Bagaimana kami dapat mempercayai kata-katamu ?"
seru seorang perwira. "Hm, apakah engkau kira aku seperti panglimamu yang
tak pegang janji itu ?" dengus Huru Hara, "tidak, aku
seorang pendekar yang menjunjung kesetyaan ucapan."
Namun beratus-ratus prajurit Ceng itu masih meragu.
"Baik," akhirnya Huru Hara berseru, "kalau kalian mau
mengikuti, kalian harus membuang senjata kalian dulu.
Dan hanya diperbolehkan mengikuti pada jarak sepuluh
tombak. Ingat apabila kalian ada yang berani melanggar
perintahku, tentu tak kuampuni lagi jiwanya !''
Demikan beratus-ratus prajurit Ceng itu segera
membuang senjatanya dan mengikuti.
Suatu pemandangan yang benar2 mengherankan dan
hampir tak dapat dipercaja. Seorang panglima telahdiringkus
dan diseret oleh tiga manusia nyentrik. Sedang
beratus ratus prajurit hanya mengikuti pada jarak sepuluh
tombak tanpa berani berbuat suatu apa. Apabila hal itu
sampai tersiar keluar, orang tentu akan gempar.
"Sebenarnya aku dapat membunuhmu atau paling tidak
menekanmu supaya engkau mau menarik mundur
pasukannya dari Ce-lam," kata Huru Hara setelah tiba
diluar pintu pesanggrahan "tetapi aku sudah berjanji kepada
anakbuahmu untuk melepaskan engkau. Nah, sampai
jumpa lagi dilain kesempatan !"
Huru Hara melepaskan Barbak dan terus lari bersama
Cian-li ji dan Ah Liong. "Kemana kita sekarang ?" tanya Cian-li-ji.
"Mencari nona Tiau Ing," kata Huru Hara.
"O, benar, benar," seru Cian-li-ji, "ya, dia juga seorang
nona baik. Aku menemukan dia sedang menangis dalam
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gua dalam sebuah lembah. "O, ya, aku lupa untuk bertanya bagaimana cara paman
bisa lepas dari tawanan orang barisan Suka Rela itu. Tetapi
nanti sajalah paman ceritakan, sekarang mari kita berusaha
mencari nona Su dan Bok Kian itu."
"Engkoh Hok," tiba2. Ah Liong melengking, "kurasa
engkoh Bok tentu sudah dapat menyelamatkan taci Tiau
Ing. Apakah tidak lebih baik kita membantu rakyat Celam
untuk menghadapi pasukan musuh ?"
"Engkau gini, Ah Liong," tiba2 Huru Hara
mengacungkan jempol tangannya, "ya, memang, soal nona
Tiau Ing biarlah diurus oleh Bok Kian. Dan jiwa rakyat Celam
jauh lebih penting dan banyak jumlahnya daripada jiwa
seorang puteri mentri,"
Mereka segera menuju ke tembok kota.
"Tatapi Huru Hara," tiba2 kakek Cian li-ji berkata,
"bagaimana kita akan masuk kedalam kota ?"
"Kita panjat tembok," kata Huru Hara. Dan dia segera
berjongkok, "harap paman Cian berdiri diatas punggungku,
setelah itu engkau Ah Liong harus naik keatas bahu paman
Cian dan terus loncat keatas tembok."
Cian-li ji terus melakukan perintah. Dia loncat dan
berdiri diatas punggung Huru Hara sedang Ah Liong
setelah ancang-ancang lalu loncat keatas bahu Cian-li-ji.
"Aduh, setan cilik, edan engkau.....," teriak Cian-li-ci
seraya meronta sehingga dia jatuh dari atas punggung Huru
Hara. "Mengapa ?" tegur Hnru Hara.
"Setan cilik itu berdiri diatas kepalaku !" teriak Cian-li ji.
"Engkau memang kurang ajar, Ah Liong," tegur Huru
Hara. "Aku tak sengaja. Aku loncat. Kuperkirakan menginjak
bahunya ternyata terlalu tinggi sehingga menginjak kepala.
Makanya kakiku terasa seperti menginjak bola yang licin.
Kemungkinan engkong itu yang terlalu pendek....."
"Hus engkau menginjak kepalaku malah masih mengejek
aku pendek !" "Sudahlah, lekas mulai lagi," seru Huru Hara.
Cian-li-ji meramkan mata sudah berdiri di atas punggung
Huru Hara. Ia ngeri membayangkan kalau kepalanya akan
diinjak kaki Ah Liong lagi. Maka dia menutupi kepalanya
dengan kedua tangan. Dan agar lebih aman lagi. dia
tebarkan jari tangannya keatas. Biar untuk pagar, pikirnya.
Ah Liongpun terus enjot tubuh melayang ke atas dan
"."Idiiiihhhh.....," tiba2 Ah Liong loncat turun dan terus
menuding Cian-li-ji, "engkau seorang kakek cabul !"
"Kenapa engkau Ah Liong," seru Huru Hara yang heran
melihat tingkah laku kedua orang itu.
"Dia cabul, engkoh Hok," sahut Ah Liong.
"Cabul bagaimana ?" ,
"Dia telah menusuk anuku ?""
"Paman, mengapa engkau juga suka bergurau dengan
anak kecil?" 'Siapa bergurau?" balas Cian-li-ji.
"Mengapa engkau memegang anunya?"
"Anunya" O, aku hanya menebarkan jariku karena takut
kepalaku diinjakkya lagi. Kalau sampai menyentuh anunya,
itu sih salahnya sendiri mengapa punya anu tidak dapat
menyimpan baik2," jawab Cian-li-ji.
Andaikata bukan pada saat seperti itu, tentulah Huru
Hara sudah tertawa. Tetapi karena dia harus lekas2
mengerjakan pekerjaan yang penting maka diapan
menahan-geli dan terus berkata, "Sudahlah, paman, jangan
seperti anak kecil. Lekas mulai lagi. Ah Liong, jangan
menginjak kepala paman Cian. Dan engkau paman Cian,
jangan menyentuh anu si Ah Liong.
Demikian mereka lalu mulai lagi. Dan kali ini Ah Liong
berhasil berdiri diatas bahu Cian-li-ji, lalu dia loncat keatas,
hekkk .... karena Ah Liong menginjak sekuat-kuatnya untuk
mengantar tubuhnya melayang keatas, kakek Cian-li-ji
terpaksa ia tertekan kebawah dan mengaduh.
Tetapi baru dia berdiri tegak lagi tiba2 aduhhhh .... tahu2
kepalanya diinjak si Ah Liong. Cian-li-ji meronta untuk
melemparkan Ah Liong. "Kenapa?" tegur Huru Hara.
"Baru aku mencapai puncak tembok, tanganku sudah
digebuk orang?".."
"Siapa yang menggebuk?"
"Seorang prajurit berkumis lebat."
"Baik, sekarang silakan paman Cian yang naik ke
tembok. Ah Liong, engkau berdiri di atas punggungku dan
paman Cian akan berdiri diatas bahumu!"
Ketika Ah Liong melakukan perintah dan berdiri diatas
punggung Huru Hara, Cian-li-jipun segera loncat keatas,
wut .... dia melayang melampaui kepala Ah Liong.
Karena melihat Cian-li-ji sudah loncat keatas tetapi tak
hinggap pada bahunya, Ah Liong-pun mengangkat muka
memandang keatas, astaga .....
Ah Liong menjerit ketika melihat sesosok tubuh kecil
meluncur turun kebawah. Deras sekali luncur tubuh itu
sehingga dia tak sempat menundukkan kepala, brukkkk ....
mukanya diduduki Cian-li-ji.
"Kakek sialan ....!" Ah Liong menjeril kesakitan seraya
loncat turun dari punggung Huru Hara.
"Mengapa?" tegur Huru Hara.
"Dia menduduki mukaku!" teriak Ah Liong.
"Wah, paman Cian sungguh keterlaluan," gumam Huru
Hara. "Begini, aku sih tak sengaja menduduki mukanya. Aku
loncat tetapi terlampau tinggi maka waktu kakiku hendak
memijak, aku memijak angin dan terus meluncur ke bawah,
tepat memijak mukanya .., ."
"Sudahlah, jangan bergurau saja. Kalau serdadu Ceng
datang, kita tentu akan ditangkap. Hayo lekas mulai lagi,"
perintah Huru Hara. Maka diulangi lagi loncat meloncat itu. Ah Liong tegak
diatas punggung Huru Hara dan siap menerima Cian-li-ji.
Sebagaimana halnya dengan Cian-li-ji, dia juga sudah jeri
kalau mukanya dipinjak kaki Cian-li-ji maka diapun
bersiap-siap untuk menjaga mukanya.
"Wut.....Cian-li-ji dengan gaya kucing loncat segera enjot
tubuhnya ke udara. Eh. Iagi2 dia terlalu tinggi sehingga
harus meluncur turun lagi. Dan betapalah kejut Ah Liong
ketika adegan yang tadi berulang lagi. Kaki Cian-li-ji
menutur lurus kebawah mengarah mukanya.
"Kurang ajar benar, kakek ini," pikir Ah Liong. Dia
segera miringkan tubuh sembari menyambuti tubuh Cian-liji
dengan kedua tangannya. "Uhhhhh.....," Can-li-ji loncat turun dan mendekap
pinggang celananya, "engkau cabul ya setan cilik!" dia terus
lari kebalik pohon. Ternyata tali celana dalamnya telah putus dikerjai Ah
Liong. Huru Hara tahu akan perbuatan Ah Liong yang hendak
membalas dendam kepada Cian-li-ji. Dia geli tetapipun
mengkal sekali. "Anak setan, engkau cabul benar!" teriak Cian-li-ji seraya
menuding Ah Liong, "mengapa engkau putuskan tali
celanaku " Apakah ...."
"Sudahlah paman," cepat Huru Hara menukas, begini
saja. Karena kalian tetap bertingkah maka sekarang tak
perlu cara seperti tadi. Hayo, kalian berdiri tegak !"
Cian-li-ji dan Ah Liong tak mengerti maksud Huru Hara
tetapi keduanyapun melakukan perintah juga.
"Pejamkan mata !" seru Huru Hara seraya mencekal Ah
Liong dan wuttttt.... tahu2 anak itu telah melayang ke
udara. Lalu mencekal Cia li-ji terus dilemparkan ke udara.
Kemudian Huru Hara enjot tubuhnya.
-oo0dw0oojilid 30. Kawan atau lawan. Dengan cara itu barulah Huru Hara berhasil mencapai
tembok kota yang tinggi. Adalah karena Cian-li-ji dan Ah
Liong membuat reaksi memancarkan tenaga, tenaga Ji-ihainkang Huru Ha rapun memancar sehingga dapatlah ia
melontarkan kedua orang itu keatas. Dan sekali tenaga-sakti
Ji-ih-sin-kang memancar, diapun mampu untuk melayang
ke udara. "Hai, jangan, aku bukan musuh!" teriak Cian li ji ketika
seorang prajurit Beng hendak menombaknya.
Tring .... Cian-li-ji hanya menjerit-jerit tetapi prajurit itu
tetap menusuknya. Untung Huru Hara cepat menyampok
dengan pedangnya sehingga tombak prajurit itu melekat.
Sekali tarik prajurit itu terjungkal dan tombakpun beralih ke
tangan Huru Hara. "Nih, paman Cian, pakailah untuk membelai diri," kata
Huru Hara. Kemudian memerintahkan Ah Liong, "Ah
Liong, sembunyilah dibelakangku."
Tepat pada saat itu maka dari bawah, meluncurlah
puluhan anakpanah. Cian-li-ji memutar tombaknya sederas
angin kencang. Demikian pula Huru Hara. Hanya bedanya
kalau anakpanah yang dibentur tombak Cian-li-ji tentu
jatuh kebawah tetapi anakpanah yang ditangkis pedang
Huru Hara tentu melekat pada pedang.
"Hai, prajurit, jangan memanah kami. Kami adalah
kawan," seru Huru Hara.
"Paman Cian, mari kita loncat turun," Huru Hara terus
melayang kebawah diikuti Cian-li ji dan Ah Liong.
Begitu tiba ditanah, puluhan prajurit segera
mengepungnya. Huru Hara mengangkat tangani berseru,
"Tahan kawan, kami orang Beng juga!"
"Hm, mau apa engkau menerobos masuk ka dalam
kota?" tegur seorang perwira.
"Kami hendak mohon menghadap jenderal.
Perwira itu terkejut, "Siapa engkau!"
"Aku utusan dari mentri Su Go Hwat tay-jin untuk
menyampaikan berita kepada jenderal Ui."
Perwira itu kerutkan dahi. Dia menatap tajam kepada
Huru Hara lalu Cian-li-ji dan Ah Liong.
Kalau melihat wajah mereka, mereka itu orang-orang
jujur walaupun seperti orang tidak waras. Tetapi kalau
mempercayai mereka itu utusan dari mentri pertahanan Su
Go Hwat memang sukar diterima, pikir perwira itu,
"Lekas, urusan ini amat penting," seru Huru Hara.
Akhirnya perwira itu mengambil keputusan Masakan
ketiga orang itu mampu lolos kalau ia bawa menghadap
jenderal Ui Tek Kong. Siapa tahu kalau memang ketiga
orang itu utusan mentri pertahanan, kan dia akan mendapat
teguran keras dari jenderal Ui apabila tidak membawa
mereka menghadap. "Baik," kata perwira itu lalu mengiring mereka menuju
ke markas. Sebenarnya Ce-lam merupakan kota yang ramai. Tetapi
saat itu tampak seperti kota mati. Di jalan tak ada
kesibukan penghidupan lagi. Pintu2 rumah tutup. Disana
sini hanya tampak kelompok2 prajurit yang silang selisih
melakukan tugas. Markas pasukan Beng bertempat digedung tihu (residen)
yang besar dan luas. Sekeliling markas itu dijaga ketat oleh
prajurit2 berserjata. Huru Hara bertiga langsung dibawa menghadap jenderal
Ui. "O, engkau pendekar Huru Hara," tegur Jenderal Ui Tek
Kong yang mengenali Huru Hara sebagai orang yang
pernah menghadapnya sebagai utusan jenderal Ko Kiat
untuk mengantar peti berharga sebagai sumbangan jenderal
Ko Kiat atas kematian dari ibunda jenderal Ui.
"Benar ciangkun," kata Huru Hara.
"Mengapa engkau kemari?"
"Bolehkah hamba bercerita ?" tanya Huru Hara.
"Silakan." Huru Hara lalu menceritakan tentang peristiwa bertemu
dengan Bok Kian dan ditengah jalanbertemu pula dengan
Su Tiau Ing. Karena Su Tiau Ing masih ada tugas lain maka
Bok Kian mewakili nona itu untuk menyampaikan surat
mentri Su Go Hwat kepada jenderal Ui.
"Tetapi dalam perjalanan kami mendapat kabar kalau
nona Su telah ditangkap pasukan Ceng yang mengepung
kota ini. Maka kami berusaha menolong. Nona Su dapat
ditolong dan sekarang diselamatkan Bok Kian. Dimana Bok
Kian dan nona Su bersembunyi, kami tak tahu. Karena
mengingat soal ini amat penting maka hamba perlukan
menghadap ciangkun untuk menyampaikan pesan mentri
Su tayjin." "O, apakah pesan itu?"
"Bahwa mentri Su tayjin tak jadi mengajak ciangkun
untuk menghukum jenderal Co Liang Giok tetapi ciangkun
diminta supaya memperkuat daerah Shoatang ini yang
sedang diserbu musuh."
"Benar, aku sendiripun memang mempunyai pendirian
begitu. Soal jenderal Co Liang Giok adalah urusan dalam,
boleh dipertangguhkan dulu demi memelihara persatuan.
Yang penting harus menghadapi serangan pasukan Ceng
dulu," kata jenderal Ui Tek Cong.
"Ciangkun benar2 seorang jenderal yang bijaksana," seru
Huru Hara, "lalu apakah yang dapat kami lakukan untuk
mempertahankan kota ini?"
Jenderal Ui menghela napas.
"Sudah hampir setengah bulan kota ini telah dikepung
musuh. Memang bermula musuh melancarkan serangan
besar- besaran tetapi dapat kita kalahkan sehingga mereka
berganti siasat. Mereka hendak mengepung kota ini agar
puus hubungan dengan lain kota."
"Tetapi ciangkun dapat bertahan sampai setengah
bulan," kata Huru Hara.
"Ah." kata Ui Tek Kong, "sekuat-kuat mental kita untuk
bertahan tetapi perut kita pun harus diisi....."
"O, apakah persediaan bahan makanan di kota ini sudah
berkurang?" "Sekarang terpaksa kami adakan jatah makanan, baik
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dikalangan anak pasukan maupun rakyat. Seluruh
persediaan makanan telah kuperintahkan untuk dipusatkan
disebuah gudang, prajurit dan rakyat kami beri jatah tiap
hari. Dengan demikian kami dapat mengendalikan bahan
makanan dalam jangka waktu cukup lama."
Huru Hara mengangguk. "Tetapi sekarang persediaan makanan sudah makin
menipis dan mulai kemarin jatah makanan dikurangi dan
dianjurkan supaya rakyat makan bubur," kata jenderal Ui
pula. "Ciangkun, apakah ciangkun belum pernah berusaha
untuk menerobos kepungan mereka-?" tanya Huru Hara.
"Sudah, tetapi pasukan mereka terlalu besar sehingga
beberapa kali usaha kita untuk menerobos keluar gagal."
"Lalu bagaimana tindakan ciangkun selanjutnya "
Apakah akan tetap bertahan begini ?"
"Aku sedang mempertimbangkan suatu langkah." kata
jenderal Ui, "daripada harus mati konyol, mumpung tenaga
anakpasukan masih kuat, kita serbu mereka."
"Bagus!" tiba2 Cian-Li-ji beiseru, "itu baru tindakan yang
tepat. Apa sih pasukan Ceng itu" Buktinya tadi hanya tiga
orang saja, kami dapat mengobrak-abrik markas mereka ?"
"Paman Cian ....!" seru Haru Hira.
"Lho. apakah kalian sudah pernah mengobrak-abrik
markas musuh ?" buru2 jenderal Ui bertanya.
"Sudah," kata Cian-li-ji sambil busungkan dada,
"panglima mereka yang bernama Bar itu sudah dapat kami
bekuk dan seret keluar."
"Siapa penglima Bar?" jenderal Ui terkejut.
"Salah paman," kata Huru Hara, "bukan panglima Bar
tetapi Barbak, harus pakai Bak, jangan cuma Bar saja."
"Panglima Barbak yang memimpin pasukan menyerang
Shoa-tang itu ?" jenderal Ui makin kaget.
"Ya siapa lagi kalau bukan dia," seru Cian-li-ji, "coba
keponakanku ini tidak kasihan kitakan sudah dapat
membunuhnya." "Coba kalian ceritakan kisahnya," perintah Ui Tek Kong.
"Untuk menolong nona Su. kami bertiga langsung
menyerbu ke markas pasukan Eng. Aku dan Bok Kian lalu
menyelundup kemana-mana untuk melepas api dan
keponakanku Huru Hara langsung menyerbu kedalam
markas . . ." "Engkong, aku dimana ?" tiba2 Ah Liong melengking
karena namanya tidak ikut disebut.
"O, engkau juga ikut. Benar, aku lupa," kata Cian li-ji
"karena prajurit2 tak mampu menghadapi amukan Huru
Hara mereka lalu mengundang pemimpinnya si Barbak itu.
Huru Hara menantang Barbak untuk berkelahi satu lawan
satu. Pakai taruhan besar, lho!"
"Apa taruhannya?" jenderal Ui terkejut.
"Kepala manusia."
"Hai, jangan bicara sembarangan lopeh!" bentak jenderal
Ui. "Siapa yang bicara sembarangan. Aku bercerita dengan
sungguh2. Memang pakai pertaruhan. Kalau Huru Hara
kalah, dia akan menyerahkan kepalanya. Tetapi kalau
Barbak kalah, dia harus membebaskan nona Su."
"O," desuh jenderal Ui.
"Masih ada pertarulan kedua," kata Cian-li-ji, "kalau
pertandingan pakai senjata, Huru Hara kalah, dia sedia
dipenggal kepalanya. Tetapi kalau dia menang dia minta
supaya Barbak menarik mundur pasukannya dari sini."
"Oh, hebat sekali!" seru jenderal Ui, "apakah Barbak
menerima tantangan itu?"
"Menerima." "Lalu bagaimana kesudahannya?"
"Sudah tentu keponakanku Huru Hara yang menang.
Tetapi ternyata nona Su sudah ditolong Bok Kian, jadi
percuma. Tetapi untuk pertandingan kedua, waktu Barbak
sudah hampir kalah dia curang. Dia suruh anakbuahnya
menyerang kami Terpaksa kami ringkus si Barbak dan kami seret keluar
baru kami lepaskan . . . . "
'O, dia engkau jadikan sandera?"
"Benar, kami terpaksa menyandera si Barbak supaya
kami dapat keluaf dari dalam markas."
"Ah, - sungguh hebat sekali tetapi sayang," kata jenderal.
Ui. "Apanya yang sayang ciangkun?"
"Sudah dapat membekuk Barbak mengapa tak kalian
suruh dia harus menarik mundur pasukannya."
"Soal itu memang sudah kupikir, ciangkun," kata Huru
Hara, "tetapi pada waktu itu janjiku hanyalah supaya
Barbak melarang anakbuahnya mengganggu jalan kami
keluar dari markas."
"Tak apa, ciangkun," seru Cian-li-ji, "jika perlu kami
dapat mengulangi lagi langkah itu. Nanti kami suruh si
Barbak menarik mundur pasukannya dari sini."
Jenderal Ui geleng2 kepala, "Mana mungkin mereka
mau menerima tawaran semacam itu lagi" Mereka sudah
kalah tentu takkan menerima tantangan itu dan mereka
akan menangkap kalian."
"Ya, tetapi kita dapat mencari lain cara untuk
mengundurkan mereka, ciangkun," kata Huru Hara.
"Tiada lain jalan kecuali harus bertempur mati-matian
melawan mereka," kata jenderal Tek Kong.
"Baik, jika ciangkun menghendaki demikian sambut
Huru Hara, "tetapi yang penting kita harus mengungsikan
wanita, anak2 dan orang2 tua dari kota ini, baru nanti kita
lakukan pertempuran mati hidup dengan mereka."
Jenderal Ui garuk2 kepala, "Tetapi bagaimana kita
mengungsikan mereka" Kota sudah dikepung dari empat
penjuru. Kemanapun kita menerobos tentu akan disambut
mereka." "Ciangkun," kata Huru Hara, "aku tak tahu bagaimana
keadaan kota ini. Rasanya tentu masih ada jalan yang
terbaik untuk lolos."
"Baiklah, engkau boleh memeriksa keadaan kota ini dan
nanti berilah laporan lagi cara bagaimana untuk lolos," kata
jendral itu. "Tetapi ciangkun, anak pasukan tak kenal hamba bertiga,
mereka tentu akan curiga," kata Huru Hara.
"Akan kusuruh seorang perwira menemani engkau,"
jenderal itu seraya memerintah seorang perwira untuk
mengikuti Huru Hara. Demikian dengan diantar oleh seorang perwira, Huru
Hara, Cian-li-ji dan Ah Liong segera berkeliling
mengadakan pemeriksaan di seluruh kota.
Ternyata para wanita, anak dan orang2 tua ditempatkan
disebuah gedung asrama. Sedangkan yang laki dan
pemuda2 dikerahkan untuk membantu para prajurit
menjaga di atas tembok kota.
Tiba2 Huru Hara sampai pada sebuah kuil besar yang
terletak dipinggir kota. Kuil itu memakai papan nama Cianhudsi atau kuil Seribu-buddha. Didalamnya banyak
terdapat ratusan arca dewa2.
Hian Beng siansu, kepala paderi menyambut kedatangan
Huru Hara. "Maaf, siansu, apakah tindakan siansu menghadapi
kepungan musuh selama ini?" tanya Huru Hara.
"Apa daya kami, sicu," kata Hian Beng siansu, "kecuali
hanya berdoa meminta kepada Hud-ya agar melimpahkan
kemujijatan dapat menyelamatkan kota ini."
"Siansu, bagaimana tindakan siansu kalau pasukan Ceng
dapat menduduki kota ini?"
"Kami akan meloloskan diri."
"Meloloskan diri" Dari mana siansu dapat meloloskan
diri?" "Sicu," kata paderi itu, "sebenarnya sudah lama kami
memikirkan suatu jalan rahasia yang dapat kami jadikan
jalan untuk meloloskan diri bilamana kota ini sampai
diduduki pasukan Ceng."
"O, maksud siansu membuat sebuah terowongan ?"
"Ya, benar. Tetapi sayang masih belum dapat menembus
ke luar tembok kota."
"Bolehkah aku melihatnya?"
"Tentu saja" kata Hian Beng siansu. Dia mengantarkan
Huru Hara ke belakang. Di situ terdapat sebuah taman dan
gunungan tiruan. Paderi mendorong gunungan palsu dan
terbukalah sebuah lubang. Mereka turun kebawah.
"Berapa jauhnya lorong terowongan ini ?" tanya Huru
Hara. "Baru mencapai tembok kota saja." "Apakah diluar
tembok kota terdapat hutan?" tanya Huru Hara.
"Apa," seru Hian Beng siansu, "kira2 satu li disebelah
barat kota, terdapat sebuah hutan."
"Wah, satu li cukup jauh," kata Huru Hara, "apakah
diluar tembok kota, ada tempat yang sunyi ?"
"Ya, disebelah barat laut."
"Bagus," seru Huru Hara, "akan kusuruh berpuluh orang
untuk, menggali supaya tembus kesana."
Huru Hara minta diri dan menghadap jenderal Ui Tek,
"Ciangkun, apabila hamba boleh meminjam seratus orang
untuk menggali terowongan itu, dalam dua hari hamba rasa
tentu sudah dapat tembus keluar kota.
Ui Tek Kong meluluskan. Dan begitulah hari itu seratus
orang pemuda yang masih kuat disuruh mengerjakan
penggalian terowongan di belakang kuil Cian-kud-si.
Dua hari kemudian pekerjaan itu telah selesai dan Huru
Hara menghadap jenderal Ui lagi, "Ciangkun, nanti malam
hamba bertiga akan menyelundup kedalam terowongan itu
dan langsung akan mengadakan pengacauan dari belakang
pasukan musuh. Apabila nanti di kubu mereka sudah terbit
kebakaran, harap ciangkun segera membuka pintu barat dan
menerjang keluar." "Baik, tetapi siapa yang jaga kota ini ?" tanya jenderal Ui.
"Kota ini sudah tak dapat dipertahankan lagi. Yang
penting pasukan ciangkun harus dapat diselamatkan. Kelak
ciangkun dapat menyusun kekuatan lagi untuk melakukan
serangan balasan. Lalu kemanakah kiranya ciangkun
hendak membawa pasukan ciangkun ?"
"Kupikir hendak menuju ke gunung Thaysan. Disana
akan menyusun kekuatan lagi."
"Baik, kuminta ciangkun membawa para wanita, anak2
dan orang2 tua itu mengungsi sekali,'"
Jenderal Ui Tek Kong mengiakan. Kemudian ia berkata
lagi, "Tetapi engkau hanya tiga orang, mampukah engkau
mengacau mereka?" "Harap ciangkun jangan kuatir," kata Huru Hara, "aku
tahu begaimana harus bertindak."
"Baik, akan kucatat jasamu agar kelak engkau mendapat
pahala," kata jenderal Ui.
"Tidak perlu," sahut Huru Hara, "yang penting adalah
lolos dari sergapan musuh dan kelak balas menyerang
mereka. Soal jasa, aku tak mengharap."
Demikian malam itu, Huru Hara, Cian-li-ji dan Ah
Liong menyusup melalui terowongan di kuil Gian-hud-si.
Mereka tiba di luar tembok kota lalu menghampiri ke kubu
pasukan Ceng. "Paman Cian dan engkau Ah Liong, bakarlah kubu
mereka dan aku yang akan menyerbu," kata Huru Hara.
Saat itu sudah tengah malam. Karena sudah setengah
bulan pasukan jenderal Ui tidak mengadakan gerakan suatu
apa, maka seperti tiap malam, prajurit2 Ceng itu hanya
tidur. Ada yang melewatkan malam dengan minum dan
berjudi. Mereka yakin pasukan jenderal Ui tentu tak berani
membuka pintu kota. Tiba2 kesunyian malam dipecahkan oleh suara orang
berteriak-teriak, "Api . . . api . . . ! "
Lebih terkejut ketika melihat seorang yang memakai
tanduk, sedang mengamuk mengobrak-abrik kubu.
Cepat mereka lari menghampiri orang itu.
'Hai, siapakah engkau!" teriak seorang perwira Ceng
yang mencekal tombak. "Menyerah atau mati!'' teriak orang itu yang tak lain
adalah Huru Hara seraya mengamuk dengan pedang.
Beberapa orang yang berani menghadang tentu disabat
roboh. Perwira itu loncat dan menyerang, uhh . . . ia terkejut
ketika tombaknya melekat pada pedang orang itu. Dan
sekali orang itu menarik, si perwirapun ikut tertarik, plok . .
. .ia mencelat sampai beberapa tombak ketika Huru Hara
menendangnya. Juga dari kanan dan kiri kubu, timbul kegaduhan yang
hebat. Seorang kakek cebol dan seorang bocah kuncung
juga ikut ngamuk. Kakek itu membawa sepotong besi dan si
bocah kuncung sepasang sumpit.
"Setan cebol, mampus engkau!" teriak prajurit yang
menyerang Cian-li ji. Tetapi kakek cebol itu berputar-putar
dan menghantam kepala prajurit itu.
"Setan cilik, dari mana engkau!" prajurit yang menyerang
Ah Liong menusuk dengan tombak tetapi Ah Liong
menghindar lalu loncat dan, aduuuhhh ......prajurit itu
Wanita Iblis 12 Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Renjana Pendekar 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama