Ceritasilat Novel Online

Bloon Cari Jodoh 25

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 25


untuk memperhitungkan untung ruginya kalau. dia tetap
tak mau tunduk kepada kerajaan Ceng.
"Hm," dengus mentri Su setelah membaca habis surat
dari panglima Torgun, "Torgun terlalu memandang rendah
diriku." "Apa maksud tayjin" "tanya Haru Hara."
"Dia mengira aku tentu akan ketakutan dan tunduk pada
kerajaan Ceng. Dia menilai diriku sebagai seorang manusia
yang takut mati dan temaha hidup."
Huru Hara terkesiap. "Tayjin, bagaimana keputusan tayjin?" tanyanya.
"Tanyalah kepada dirimu. Apa yang hatimu berkata,
itulah suara hatiku," balas mentri Su,
"Jika panglima musuh dapat menghargai tayjin masakan
kami rakyat Han tidak dapat memuliakan tayjin" Tidak
tayjin," seru Huru Hara dengan tandas, "salah seorang
rakyat Han yang sangat menghargai tayjin adalah hamba.
Hamba akan menyerahkan jiwa raga hamba untuk
membantu tayjin!" Terdengar Su Hong Liang berbatuk-batuk.
Mentri Su berpaling dan menegur, "Bagaimana
pendapatmu Hong Liang ?"
"Siautit setuju sepenuhnya atas pendirian siokhu." kata
Hong Liang, "tetapi idinkanlah siautit menghaturkan
pandangan siautit yang dangkal."
"Ya." "Aku pernah membaca sejarah bahwa dulu pada waktu
jaman Sam Kok (Tiga negeri) Kwan Kong, panglima yang
paling gagah dan setya terpaksa mau menyerah pada musuh
pada waktu telah terkepung, Dia mau menyerah tetapi
dengan syarat apabila bertemu dengan kedua saudara
angkatnya, dia akan segera menggabungkan diri pada
mereka lagi. Musuh yang amat mengagumi dia, terpaksa
menurut. Akhirnya Kwan Kong dapat juga melaksanakan
keinginannya itu." "Apa yang dapat kita tarik dari pelajaran sejarah itu
yalah bahwa keberanian dan kegagahan itu, tidak boleh
hanya secara membabi buta, melainkan harus memakai
pertimbangan yang bijaksana. Gagah secara ngawur,
bukanlah kegagahan tetapi kekonyolan ..... "
Berhenti sejenak, Su Hong Liang melanjutkan lagi.
"Keadaan siokhu saat ini kuibarat seperti pahlawan Kwan
Kong saat itu. Musuh sangat menghargai siokhu, mengapa
siokhu tidak mengajukan syarat apabila siokhu
mempertimbangkan untuk menghentikan perlawanan."
"Hong Liang, engkau berani berkata begitu!" serentak
mentri Su Go Hwat berteriak marah.
Su Hong Liang terkejut namun cepat ia tenangkan diri,
"Maaf, siokhu, sekira kata2 siautit tak berkenan di hati
siokhu. Siautit hanya mengatakan apabila siokhu
mempunyai pertimbangan untuk melakukan rencana lain
daripada dengan kekerasan."
"Musuh menyerang, harus kita hajar. Apakah perlu ada
lain cara lagi ?" "Siokhu," kata Su Hong Liang tenang, "waktu berbicara
dengan siautit, panglima Torgun mengatakan bahwa dalam
menghadapi musuh itu tak perlu harus selalu dengan
kekerasan. Ada katanya tanpa mengadakan pertumpahan
darah, kita dapat mengalahkan lawan. Tergantung dari
kecerdikan dan kebijaksanaan kita. Berdasarkan itu maka
siautit tadi telah mengemukakan pendapat. Namun apabila
siokhu tak berkenan, siautitpun takkan memaksa."
"Hm," gumam mentri Su. Kemudian ia bertanya kepada
Huru Hara, "Loan Thian Te, apakah engkau mempunyai
pandangan lain ?" "Tidak ada tayjin," kata Huru Hara, "kecuali hanya satu.
Panglima Ceng boleh menyelimuti tindakannya menduduki
tanah negara kita dengan alasan untuk mengusir kawanan
paroberontak dan menyelamatkan rakyar. Kalau memang
begitu, mereka tetap masih menduduki kotaraja Pak-khia "
Mengapa tak mau menyerahkan kembali kepada kerajaan
Beng ?" Mentri Su Go Hwat mengangguk kemudian melirik Su
Hong Liang, "Nah, engkau dengar tidak ?"
"Siautit mendengar jelas," sahut Hong Liang, "tetapi
kalau tak salah. panglima Torgun sudah mengatakan dalam
suratnya tentang wilayah kita yang didudukinya itu. Bahwa
mereka tidak merebut tanah itu dari kerajaan Beng
melainkan dari kawanan pemberontak Li Cu Seng.
"Kan sama saja ?" seru mentri Su.
"Ya, memang bagi kita sama," kata Hong Liang, "tetapi
bagi mereka lain." "Apanya yang lain ?"
"Mereka mengatakan tidak merebut tanah kerajaan Beng
dari tangan pemerintah Beng tetapi merebut tanah yang
diduduki kaum pemberontak."
"Bukankah sama halnya ?"
"Agak berbeda sedikit," sahut Hong Liang, "dari segi
moral, mereka merasa tidak mempunyai kesalahan dengan
kerajaan Beng bahkan mereka merasa telah memberi
bantuan untuk mengusir kaum pemberontak. Dari segi
hukum, kalau kerajaan Beng hendak merebut kembali
buminya, sebaiknya merebut dari tangan kaum
pemberontak, bukan kepada kerajaan Ceng."
"Tetapi kaum pemberontak Li Ca Seng sudah mati," seru
mentri Su. "Bagi mereka, itu persoalan kerajaan Beng dengan kaum
pemberontak, bukan persoalan mereka dengan .kerajaan
Beng," jawab Su Hong Liang dengan tatas.
"Eh,, Hong Liang, mengapa engkau dapat memberi
jawaban yang begitu lancar ?" tegur mentri Su.
"Karena siautit pernah berdebat dengan panglima
Torgun mengenai soal ini. Siautit bertanya seperti
pertanyaan siokhu dan panglima Ceng itu menjawab seperti
yang siautit jawab sekarang ini."
"Mengapa engkau tak mengajukan pertanyaan lagi,"
tiba2 Huru Hara menyelutuk, "apa sebab kerajaan Ceng
masih hendak menyerang kerajaan Beng yang sudah pindah
ke Lam- kia ?" Su Hong Liang tertawa sinis, "Mengapa tidak "
Pikiranmu itu sudah termasuk dalam pertanyaan yang
kuajukan kepadanya."
"Lalu apa jawabnya ?" tanya Huru Hara.
"Dia mengatakan bahwa kerajaan Beng masih diserang
musuh. Kawanan pemberontak masih menguasai kerajaan
Beng." "Dimana ?" Huru Hara terkejut.
"Dipusat pemeriatahan masih terdapat banyak musuh
yang menggerogoti kerajaan."
"Mentri2 dorna ?"
"Terserah bagaimana engkau hendak menafsirkan,
karena engkau kan pintar ?" balas Su Hon Liang dengan
nada mengejek. "Hong Liang," seru mentri Su, "bagaiman tanggapanmu
waktu mendengar panglima Ceng berkata begitu ?"
Hong Liang agak kebingungan namun ia menjawab iuga,
"Siautit diam saja.............. "
"Hm," dengus mentri Su lalu bertanya kepada Huru
Hara," bagaimana pendapatmu hiante.?"
"Memang yang dikatakan panglima Ceng itu benar,"
jawab Huru Hara, "kerajaan Beng memang masih
dicengkeram oleh musuh yang berupa kawanan mentri
dorna." "O. engkau membenarkan tindakan orabg Ceng yang
hendak menyerang kita ?" seru mentri Su terkejut.
"Hamba hanya mengatakan bahwa yang dinyatakan
panglima Ceng itu memang suatu kenyataan. Tetapi hamba
tidak membenarkan tindak mereka terhadap kita. tayjin."
"Jelaskan pendirianmu."
"Walaupun tubuh pemerintahan kerajaan ini digeragoti
kawanan dorna, tetapi orang Ceng tidak berhak ikut
campur. Itu urusan kita sendiri. Kita dapat membereskan
sendiri," "Tepat hiatit," kata mentri Su, "pendirianku juga begitu.
Nah, bagaimana engkau Hong Liang.
"Mereka masih tetap mempunyai alasan lagi
"Apa" "tanya mentri Su.
"Dalam surat, panglima Ceng mengatakan bahwa dia
mengerahkan pasukan untuk menyerang kotaraja Pak-khia
adalah atas permintaan dari Go Sam Kui. Menurut
katanya, Go Sam Kui meminta agar kerajaan Ceng
menyelamatkan rakyat dan kerajaan Beng dari musuh yang
menghianati, mereka tetap akan melanjutkan tindakannya
sesuai dengan permintaan jenderal Go Sam Kui."
"Itu alasan yang dicari-cari, Hong Liang! seru mentri Su,
"kerajaan Beng bukan milik Go Sam Kui, dia tak berhak
meminta bantuan orang Ceng,"
"Tetapi kenyataannya orang Ceng sudah bertindak
mengusir kawanan pemberontak dari kotaja Pak-khia,"
bantah Hong Liang. "Oleh karena itu kita akan menuntut supaya mereka
menyerahkan kembali daerah kita yang di dudukinya itu,"
balas mentri Su. "Mereka mengatakan kalau tidak merebut dari kerajaan
Beng tetapi dari tangan kaum pemberontak," masih Su
Hong Liang tak mau kalah.
"Baik, jika mereka beranggapan begitu. akan kita rebut
dengan kekerasan. "seru mentri Su, "tepi mengapa mereka
masih ingin merebut Lam-khia lagi.
"Mereka anggap kawanan pemberontak itu masih
banyak yang bercokol di Lam-kia."
"Siapa suruh mereka mengurusi hal itu " Kalau yang
minta bantuan Go Sam Kui, suruh mereka berurusan
dengan Go Sam Kui," mentri Su makin sengit.
"Tayjin, dimanakah jenderal Go Sam Kui sekarang ini ?"
tanya Huru Hara. "Dia sudah mendapat pangkat dan diangkat sebagai
jenderal oleh kerajaan Ceng."
"Jika begitu," Huru Hara berpaling kearah Su Hong
Liang. "Go Sam Kui itu penjual bangsa. Kita berhak
mengambil kembali bumi kita yang diduduki orang Ceng."
"Bukankah hal itu sudah berlangsung sampai sekarang.
Kalau kita mampu mengambil. orang Ceng tentu sudah
pergi." seru Su Hong Liang dengan nada sinis.
"Hm, sebenarnya orang2 Ceng itu tidak berbahaya dan
tentu dapat kita kalahkan," kata Huru Hara, "tetapi ada
musuh lain yang berbahaya dan sukar kita basmi."
"Siap?" seru Su Hong Liang.
"Mereka yang berdarah suku Han tetapi yang berjiwa
orang Boan. Yang mempunyai raja Beng tetapi berhamba
kepada raja Ceng. Yang menjadi rakyat Beng tetapi suka
menjadi anjing orang Boan. Manusia2 itulah yang
merupakan musuh paling berbahaya karena tak kelihatan
bahkan berada dengan kita. Ibarat orang yang `tidur
seranjang tetapi berlainan mimpinya'."
Merah muka Su Hong Liang tetapi cepat2 berseru,
"Sudah terlambat. Penyakit itu sudah dalam sekali.
Jenderal2 yang menjaga di daerah sudah mulai goyah
pendiriannya. Sekali menyerang, mereka tentu akan
menyambut kedatangan pasukan Ceng. Jenderal Kho Ting
Kok yang membunuh jenderal Ko Kiat, juga sudah
menyeberang ikut kerajaan Ceng. Beberapa jenderal lainpun
akan mengikuti jejaknya. Barangsiapa yang berkaras kepala
tak mau bekerja-sama dengan pasukan Ceng, akhirnya akan
hancur sendiri." "Ya, benar," sambut Huru Hara, "bukankah engkau
menginginkan agar Su tayjin juga mau menerima undangan
panglima Torgun ?" "Itu hak siokhu untuk memutuskan, jangan
menimpahkan kepada diriku," seru Su Hong Liang
"Andaikata engkau menempati kedudukan Su tayjin,
bukankah engkau akan mengambil langkah menerima
tawaran Torgun ?" Huru Hara masih mendesak.
"Jangan ngaco !" tesiak Su Hong Liang makin gemas,
"tidak ada andaikata. Kita bicara yang nyata saja !"
Su Go Hwat cepat menghentikan perdebatan mereka. Ia
suruh kedua pemuda itu kembali ke tempat masing2. "Nanti
malam akan kupersiapkan surat balasannya. Dan besok
engkaulah Hong Liang yang mengantar kepada panglima
Torgun." "Mengapa siautit yang mengantarkan?" Su Hong Liang
terkejut. "Bukankah engkau yang membawa kemari?"
"Ya, tetapi karena siautit telah tertawan mereka."
"Apa salahnya kalau surat balasanku, juga engkau yang
mengantarkan?" "Siautit tentu akan ditawan lagi."
"Mengapa begitu?"
"Kalau siokhu menolak, panglima Torgun tentu marah
dan akan menangkap siautit lagi."
Mentri ,Su tersenyum, "Kalau aku menerima"
"Ah, tentu siautit selamat, "wajah Hong Liang berseri.
Huru Hara terkejut. -oo0dw0oo- Jilid 38. Kutu2 busuk Mendengar kata2 yang terakhir dari mentri Su, hampir
saja Huru Hara membuka mulut. Tetapi melihat
ketenangan wajah mentri itu, dia pun bcrsangsi.
"Baik, tentu akan kupertimbangkan semasak-masaknya
sebelum aku mengambil keputusan," kata mentri Su.
Kedua pemuda itupun segera mengundurkan diri. Huru
Hara hendak mencari Ah Liong. Pikirnya, ia hendak suruh
anak itu memata-matai gerak gerik Su Hong Liang. Sebab
kalau dia sendiri yang bertindak. tentu ketahuan.
Tetapi entah kemana anak itu. Di markas tak ada.
Terpaksa dia keluar markas mencarinya.
Tiba2 ia tertarik melihat orang berkerumun di tepi jalan.
Iapun menghampiri. Ternyata orang itu sedang tertarik


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat sebuah pertunjukan sulap. Rombongan sulap itu
terdiri dari empat orang. Dua orang tua dan dua anakmuda.
Salah seorang anakmuda memukul tambur dan yang satu
menjadi pembantu dari tukang sulap. Yang menjadi tukang
sulap, adalah salah seorang dari lelaki tua.
Kedua lelaki tua itu hampir sama wajahnya seperti
pinang dibelah dua. Bedanya, yang main sulap, berkumis
panjang tetapi tidak berjenggot. Sedang lelaki tua yang
duduk di samping, berkumis dan berjenggot.
"Saudara2 sekalian." seru si tukang sulap itu "kalau air
dalam gelas itu berobah menjadi ular. Masih ada yang lebih
hebat lagi. Silakan lihat...
Dia memberi isyarat kepada pembantu dan pembantu
itupun mengambil sebuah kantong.
"Saudara2, apa isi kantong ini ?" tukang sulap membuka
kantong dan mengambil segenggam lalu di lepaskan di
tanah. "Gandum !" teriak penonton,
"Benar, memang kantong ini berisi gandu Siapa yang
mau, akan kuberi segenggam," teriak tukang sulap seraya
menghampiri kepada penonton, "Mau " Nah, bukalah
kantongmu .." Demikian setiap penonton membuka kantong baju dan
celananya, diisi segenggam gandum oleh si tukang sulap.
"Nah, sekarang ada lagi, "tukang sulap itu memberi
isyarat kepada pembantu dan si pembantu segera
mengambilkan sebuah karung.
"Karung ini berisi beras, lihatlah, "tukang sulap merogoh
kedalam karung dan mengambil segenggam beras, "beras ini
akan kutebarkan keatas saudara. Barang siapa yang berhasil
merangkap sebutir, akan kutukar dengan sebutir emas
murni . "Ah, mana emasnya" "teriak salah seorang penonton.
Tukang sulap mengambil kantong, merogoh dan
mengeluarkan segenggam lalu menebarkan, "Nih lihatlah
..... " Penonton gemuruh. Mereka melihat yang ditebarkan
dari genggam tangan tukang sulap itu memang butir2 emas
sebesar beras. 'Nah, siaplah saudara2. Setiap sebutir yang dapat
saudara sambuti dalam tangan akan kutukar dengan emas
sebesar beras," seru tukang sulap.
Demikian dengan gegap gempita para penonton segera
menengadahkan kedua tangan untuk menerima beras yang
ditebarkan si tukang sulap.
"Ha, ha, ha, ha .... hore.............. . hore ..." teriak mereka
yang berhasil menyambuti beras. Ada yang mendapat
sebutir, dua, tiga dan bahkan sepuluh butir beras.
Selesai menaburkan beras sampai habis, tukang sulap
lalu mengambil kantong berisi butir emas tadi, "Nah,
sekarang satu demi setu saudara boleh maju kemari untuk
menukarkan dengan mas. Mulai dari yang ujung saja."
Cepat sekali penukaran itu dilakukan. Gelak tertawa
terdengar memenuhi tempat itu. Mereka merasa puas
sekali. Nonton gratis masih mendapat butir2 emas.
"Sekarang begini," kata tukang sulap pula, "dalam jaman
perang, sukar orang menjual emas. Sekarang akan kubeli
emas saudara itu dengan uang."
"Tukang sulap mengeluarkan kantong, membukanya dan
mcngeluarkan tumpukan uang. Dia minta penonton satu
per satu maju. "Nah berapa banyak emas saudara ?" tanya tukang sulap.
"Aku mempunyai tiga butir," kata seorang penonton
yang dengan tertawa-tawa mengeluarkan butir2 emas yang
disimpan dalam kantong bajunya.
"Aduh ..... ," tiba2 ia menjerit ketika tagannya digigit
serangga. Cepat ia mengluarkan tangan dan ternyata jarinya
tengah digigit tiga ekor semut besar.
"Beras emas jadi semut .... !" dia menjerit. Orang2 yang
mengantongi butir emas pun segera merogoh kantong
masing2. Dan mereka juga menjerit kesakitan.
"Hai .... hah.............. " juga terdengar jeritan disana sini.
Ternyata penonton yang mengantongi gandum tadi juga
menjerit karena.............. celananya basah.
Penonton menjadi gempar. Ada yang mengeluh celaka
tetapi ada yang tertawa terbahak-bahak karena melihat
peristiwa lucu itu. Tukang sulap tak peduli. Dia meminta sebuah lisong
atau cerutu yang besar kepada pembantunya. Setelah
disulut maka diapun mulai menghisap dan menghembuskan
asapnya, Maka bergulung-gulung bertebaran diatas
kerumun penonton. Sekonyong-konyong gulungan asap itu berobah menjadi
hujan yang tepat mencurah kepada penonton yang tengah
tertawa gelak2 tadi. "Celaka sialan , ," merekapun menjerit dan henda k
menyingkir. Tetapi baru bergerak, curah hujanpun berhenti.
Namun kepala dan baju mereka basah kuyup.
"Ha, ha, ha .. ," kini penonton yang emasnya berobah
semut dan gandumnya menjadi air tadi, berbalik terbahakbahak
menertawakan penonton yang basah kuyap itu.
"Hai, tukang sulap, engkau berani mencelakai
penonton?" teriak penonton yang basah kuyup.
"Jangan kuatir, saudara2," kata tukang sulap seraya
meminta guci arak dan sebuah cawan. Dia menghampiri
penonton, "minumlah arak wangi ini."
Seorang penonton yang basah kuyup menyambuti
cawan. Setelah arak dituang, dia terus meneguknya habis.
Kemudian penonton yang ke dua dan seterusnya.
Sekalian penonton heran. Guci arak itu kecil, paling
hanya muat setengah kati arak tetapi mengapa dapat
mencukupi belasan orang. Dari mana arak itu" Mengapa
tak habis- habis" "Ah .. . , " tiba2 terdengar penonton mendesuh kaget,
"pakaianku sudah kering ... "
Dan serempak hampir penonton yang pakaiannya basah
kuyup tadi juga berteriak heran karena pakaiannya kering
lagi. Mereka bertepuk tangan riuh memuji kehebatan
ilmusulap orang itu. Huru Hara terkejut. Dari mana tukang sulap itu"
Mengapa mereka dapat masuk kedalam kota"
"Hm; penjaga pintu tentu kena disihir mereka sehingga
mereka dapat masuk kemari," pikir Huru Hara.
Sebenarnya dia hendak bertindak untuk mengusir
mereka tetapi pada lain saat ia batalkan maksudnya. Dia
hendak melihat lebih jauh bagaimana kelanjutannya.
"Sekarang pertunjukan sulap sudah selesai," kata tukang
sulap, "ada sebuah pertunjukan yang tak kalah menarik.
Siapa yang ingin meramalkan nasibnya, boleh bertanya.
Saudara tak perlu takut, takkan dipungut bayaran
sepeserpun juga." Tukang sulap mundur dan diganti tempatnya oleh lelaki
tua yang wajahnya serupa. Bedanya yang ini memelihara
kumis dan jenggot panjang.
"Siapa yang ingin mengetahui nasibnya, silakan maju,"
seru lelaki itu. Seorang penonton serentak maju. Tukang ramaI melihat
telapak tangan orang itu, "Sejak muda engkau sengsara.
Ayahmu sudah mati, benar tidak?"
"0, tepat sekali," seru orang itu.
"Sebenarnya engkau dapat berumur panjang dan hidup
enak. Tetapi tahun ini engkau akan mendapat malapetaka.
Apabila engkau dapat melalui malapetaka ini, engkau pasti
hidup beruntung," kata tukang ramal itu.
"Akan muncul seorang kui-jin (penolong) yang akan
menolongmu. Tetapi tergantung dari dirimu sendiri. Kalau
engkau mau menerima ajakan kui-jin itu, engkau selamat.
Tetapi kalau engkau keliru memilih, engkau pasti
binasa".." Kemudian ganti penonton yang kedua, ketiga, keempat
dan berturut-turut para penonton itu pun antri untuk
meramalkan nasibnya. Setiap penonton yang diramal selalu mambenarkan dan
mengakui apa yang dikatakan tukan ramaI itu cocok sekali.
Dan setiap kali peramal itu tentu memperingatkan bahwa
tahun ini mereka akan menghadapi percobaan berat. Kalau
dapat melalui percobaan itu akan selamat tetapi kalau tidak
tentu mati. Karena hampir sama nasibnya maka para penonton
menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
percobaan besar adalah peperang itu.
"Apakah suhu maksudkan dengan peperangan saat ini?"
tanya salah seorang penonton.
"Ya," sahut tukang ramal itu, "kalau kalian salah pilih,
tentu binasa. Akan muncul kui-jin yang dapat
menyelamatkan kalian tetapi itu tergantung dari sikap
kalian." "Apakah tay-haksu Su tayjin itu yang d maksud dengan
kui-jin?" Tukang ramal gelengkan kepala, "Tidak. Kulihat kota
Yang-ciu ini terkurung dengan hawa gelap. Asap yang
menutup kota ini berwarna merah dan berbau darah. Ah . .
. . " "Suhu, bagaimana dengan nasib kota ini," tiba2 ada
seorang penonton yang menyelutuk.
"Hawa kota ini diliputi hawa Im," tukang ramal itu
gelengkan kepala, "susah ketolongan. Bumi akan tergenang
dengan darah, bangkai sama bertampuk menganak bukit
...." Hiruk pikuk pecah dikalangan penonton. Mereka
percaya penuh kepada ramalan tukang kwamin (peramal)
itu. "Jika begitu percuma kita mempertahankan kota ini."
"Ya, lebih baik kita mengungsi, pindah ke lain tempat
saja." "Sedia payung sebelum hujan. Kita harus cepat2
bertindak." Demikian di sana sini para penonton mulai
memperdengarkan suara-suaranya.
"Tukang ramal, aku juga ingin melihat nasibku," tiba2
terdengar suara yang lantang. Ketika sekalian penonton
berpaling, ternyata yang berseru itu adalah Huru Hara.
Tukang ramal minta Huru Hara mengulurkan tangan
kirinya yang dipegangnya erat2. Sejenak memandang gurat
pada tangan Huru Hara, tiba2 tukang ramal itu memijat
tengah telapak, tangan Huru Hara, "Engkau mempunyai
perjalanan hidup yang . ,"-- tiba2 wajah tukang ramal itu
tampak tegang dan hentikan katanya.
"Yang bagaimana?" desak Huru Hara.
"Yang luar biasa," beberapa jenak kemudian baru tukang
ramal itu melanjutkan kata2 -nya. Semua penonton tak
dapat memperhatikan bahwa sebenarnya telah terjadi suatu
adegan yang mendebarkan diantara tukang ramal dengan
Huru Hara. Ketika tukang ramal itu memijat tengah2 telapak tangan
Huru Hara yaitu pada jalandarah lo-tong-kiat, Huru Hara
terkejut. Rasa kejut itu diserempaki pula dengan keinginan
untuk menolak maka memancarkan tenaga-sakti Ji-ih-sinkang
dalam tubuhnya. Seketika tukang sulap tersentak kaget
karena tenaga yang dipancarkan untuk menghancurkan
jalandarah Huru Hara itu, tiba2 membalik melancar
kepadanya sendiri. Buru2 tukang ramal mengendorkan pijitannya. Itulah
sebabnya maka dia menjadi lega dan beberapa jenak baru
dapat berkata lagi. "Hidup saudara seperti gelombang laut yang tak pernah
tenang. Saudara selalu menghadapi bahaya maut akan
tetapi selalu terhindar. Namun pada suatu kali, saudara
akan tergelincir juga . . . . "
"Lalu bagaimana baiknya?" tanya Huru Hara.
"Jika ingin selamat dan umur panjang, baiknya saudara
undurkan diri, menuntut kehidupan yang tenang di puncak
gunung. Saudara mempunyai bakat menjadi pertapa yang
sakti," kata tukang ramal.
"Bagaimana kalau aku membantu mentri untuk
mempertahankan kota ini?"
"Yang- ciu tak dapat ditolong lagi. Tentu jatuh ke tangan
musuh. Kalau bijaksana, memang kota ini dapat
diselamatkan dari malapetaka yang ngeri. Tetapi kalau
kurang bijaksana, kota ini akan dilanda banjir darah."
"Siapa yang akan menang dalam peperangan nanti ?"
"Gin-beng (wahyu) pindah ke timur. Barang siapa
menguasai daerah timur, dialah yang akan menguasai
seluruh negeri Tiong-goan."
"Pak-khia itu masuk daerah timur atau selatan ?"
"Timur." "Kalau begitu engkau maksudkan kerajaan Ceng yang
akan menang ?" "Kecuali kalau kerajaan Beng mampu merebut kerajaan
Beng yang akan menang."
"Peramal, engkau orang Beng atau orang Ceng ?"
"Aku rakyat Beng."
"Berapa harga dirimu waktu dibeli kerajaan Ceng ?"
Peramal itu menyurut mundur dan mengerut dahi,
"Jangan ngomong seenakmu sendiri saja !"
"Jelas engkau adalah mata-mata kerajaan Ceng yang
diselundupkan kemari. Dengan menyaru sebagai tukang
sulap dan tukang ramal engkau hendak menghancurkan
semangat penduduk Yang-ciu!"
"Yang-ciu tinggal tunggu nasib, dengan maksud baik aku
memperingatkan mereka supaya mereka dapat berjaga-jaga,
jangan sampai terlanda dalam kehancuran !"
"Maksudmu supaya rakyat menyerahkan kota ini kepada
orang Boan?" desak Huru Hara.
"Terserah mereka," balas tukang ramal, "aku hanya
mengatakan apa yang kulibat dalam ramalan."
"Jika Yang-ciu hancur, maka engkaulah yang lebih dulu
akan menjadi sesajinyal" tiba2 Huru Hara menerjang.
Tukang ramal terkejut. Cepat ia menyambut dengan


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebuah hantaman, bum . . . terdengar dua buah pukulan
yang beradu keras diiringi oleh sosok tubuh tukang peramal
yang mencelat belakang. "Jahanam, engkau berani mencelakai engkohku!" teriak
tukang sulap seraya maju menyerang Huru Hara. Kedua
anakmuda yang menjadi pembantu mereka pun ikut
menyerang. Sedangkan tukang ramal tadi tampak duduk
bersila, pejamkan mata. Tiba2 tukang sulap loncat mundur. Dia merogoh ke
dalam saku bajunya lalu menebarkan segenggam biji kacang
hijau. Kemudian merogoh lagi dan menebarkan. Tiga kali
dia merogoh kantong dan menebarkan biji kacang hijau ke
arah Huru Hara. Seketika terdengar pekik jeritan dari kawanan penonton
ketika di tengah gelanggang muncul seekor harimau, seekor
serigala dan beberapa ekor ular. mengepung Huru Hara.
Serempak penonton bubar lari pontong panting
menyelamatkaa diri. Huru Hara juga terkejut. Namun ia tenangkan diri. Ia
tahu bahwa binatang2 itu hanyalah bangsa jejadian yang
dicipta dengan ilmu sihir. Dia tak mengerti bagaimana
untuk membasmi mereka namun tiba2 ia teringat bahwa ia
membekal pedang Thiat-ci-kiam (pedang magnit). Mungkin
pedang itu dapat memberantas mahluk kejadian itu,
pikirnya. Serentak Huru Hara mencabut pedang Thiat ci-kiam lalu
menyerang harimau. Harimau mengaum dahsyat dan
loncat menerkam, cret . tiba2 harimau itu lenyap.
Huru Hara berputar menerjang serigala dan ketika
serigala menerjangnya, juga terjadi suatu keanehan,
Serigala itupun lenyap. Huru Hara berganti sasaran kcpada
ular. Ular2 itupun lenyap.
Ketika hentikan serangannya, batang pedang Huru Hara
penuh berlekatan biji2 kacang hijau.
Tukang sulap terkejut sekali. Cepat dia menghantam
tanah, bum ... segulung asap berhamburan dan pada lain
saat muncullah suatu mahluk yang menyeramkan.
Menyerupai seorang raksasa, rambut terurai, mata sebesar
buah appel gigi runcing dengan dua buah taring yang
panjang tajam. Kuku jarinya runcing seperti cakar garuda.
Dengan rentangkan kedua tangan, mahluk itu hendak
menerkam Huru Hara. Huru Hara loncat mundur. Sesaat dia memang terkejut
menyaksikan perwujudan mahluk seram itu. Tetapi setelah
tenangkan hati, dia maju lagi. Dengan sepenuh tenaga, dia
loncat menusuk ulunati mahluk itu, uh .... ia menjerit kaget
ketika tusukannya mengenai angin kosong. Karena terlalu
bernafsu, diapun ikut menjorok ke muka.
Duk?" kedua pembantu tukang sulap sudah
menyambut dengan pentung. Yang satu mengenai kepala
dan yang satu mengenai tubuh Huru Hara, Tak ampun lagi,
Huru Harapun rubuh. "Ringkus, bangsat itu !" teriak tukang sulap. Serempak
kedua pemuda itupun loncat menubruk punggung Huru
Hara yang jatuh di tanah Tepat pada saat itu sesosok tubuh kecil melesat ke dalam
gelanggang dan" duk duk?" ia menjotos kedua pemuda
itu. Kedua pemuda itu mengaduh. Sebelum sempat melihat
siapa yang memukul, sebuah tendangan telah mengantar
mereka melayang sampai beberapa meter jauhnya bum
?". "Tangkap dia !" teriak anak itu seraya menunjuk pada
tukang sulap. Anak itu tak lain adalah Ah Liong yang sedang
membawa pasukannya keliling kota untuk meninjau
keadaan rakyat. Memang sejak berhasil merebut sepuluh kereta ransum,
pasukan anak dibawah pimpinan Ah Liong itu menjadi
terkenal dan menjadi buah hati penduduk Yan-ciu. Bahkan
mentri Su Go Hwat juga merestui dan meresmikan berdiri
pasukan anak itu. Tiap hari mereka berbaris keliling kota. Apabila melihat
hal yang memerlukan bantuan, mereka tak segan2 turun
tangan membantu. Semangat anak2 itu mempengaruhi dan
dapat membangkitkan semangat penduduk.
Ketika melihat di jalan terjadi ribut2, Ah Liong dan
pasukannya segera menghampiri. Alangkah kejut Ah Liong
ketika melihat Huru Hara dikemplang kepalanya hingga
rubuh. Ah Liong marah. Selekas loncat ke dalam
gelanggang, dia terus menggenjot kedua pembantu
rombongan tukang sulap dan menendang mereka.
Pasukan anak segera menyerbu tukang sulap. Tukang
sulap marah. Dia taburkan segenggam kacang hijau dan
seketika turunlah hujan api meryambar anak2 itu.
Anak2 kaget dan menjerit ketakutan. Ah Liong marah.
Dia nekad menerjang tukang sulap itu.
"Ho, kuncung, engkau minta mampus, ya ?" tiba-tiba
tukang sulap menudingkan jari telunjuknya.
Seketika Ah Liong menjerit kaget dan cepat-cepat
berjongkok. Apa yang terjadi"
Ternyata baju monyetan yang dipakainya konyongkonyong
telah melorot turun sehingga dia telanjang. Sudah
tentu kejut anak itu bukan main. Maka dia buru2
bcrjongkok dan mendekap anunya . . . .
"Ha, ha, ha . . . . ," tukang sulap tertawa geak2, "nah,
sekarang engkau akan kutangkap, Tukang sulap mengambil
jaring dan melayangkannya kearah Ah Liong.
Ah Liong gemas tetapi dia tak dapat berdiri. Malu ah
kalau anunya dilihat orang. Tetapi diapun tak mau mandah
dijaring. Maka dia nekat bergelundungan di tanah untuk
menghindari jaring, "Setan cilik, engkau memang bandel," tukang sulap
seraya mengejar. Dia menebarkan jaringnya lagi. Tempi Ah
Liong pantang menyerah. Dia juga tetap berguling-guling di
tanah. Lebih baik badan babak belur daripada anunya
dalihat orang, pikir anak itu.
Tetapi karena terus menerus dikejar, akhirnya Ah Liong
terdesak juga. Tetapi untung pada saat Ah Liong tak dapat
menghindar dari tebaran jaring, sekonyong-konyong
muncullah kawanan anak2 dari pasukannya.
"Serang !" teriak Ah Liong.
Beberapa anak segera menaburkan tabung kearah tukang
sulap itu.-Tukang sulap terkejut. Dia tak menyangka kalau
anak2 itu akan menyerangnya dengan senjata mereka yang
ganjil. Dia hanya merasa muka, leher, tangan dan kakinya
dihinggapi benda kecil. Dan sebelum sempat ia
menghapusnya, dia sudah menjerit kaget dan kesakitan.
"Aduh aduh . ," mulailah dia kebingungan diserang oleh
ratusan semut yang menyusup kedalam tubuhnya.
Celakanya lagi, saat itu terdengar gemuruh binatang kecil
menyerbunya. Kepala, muka, leher dan sekujur badannya
disengat tawon. "Aduhhhh ," karena kebingungan, tukang sulap itu tak
mampu menggunakan ilmu sihir. Dia terus lari dan
menjerit-jerit seperti orang kalap. Dia takpeduli
rombongannya lagi. Pokoknya hendak menyelamatkan diri
dan siksaan yang begitu mengerikan.
Sementara itu anak2 pun melepaskan Ah Hong dari
dalam jaring. "Ambilkan pakaianku itu," teriak jenderal Kuncung.
Setelah pakaiannya diantarkan, dia memberi perintah lagi,
"hayo kalian menghadap ke belakang semua."
Dengan setiap kali melirik kepada kawana anak2 itu apa
ada yang berani menoleh kebelakang, Ah Liong segera
mengenakan pakaiannya lagi.
"Sekarang kalian boleh menghadap kemari," serunya,
"kalian bereskan rombongan tukaug sulap ini."
Ah Liong sendiri lalu menolong Huru Hara yang masih
belum sadar. Setelah ditolong beberapa saat, barulah Huru
Hara siuman. Huru Hara memang sakti tetapi kalau kepala
dan tengkuk dibantam pentung yang berat, tentu saja dia
harus pingsan. "Mana, jahanam itu," seru Huru Hara, "Sudah lari !"
"Lari " Wah, mengapa tak dapat ditangkap," kata Huru
Hara, "dia tentu mata2 musuh. Kita dapat mengorek
keterangan dari mereka. "
Tukang ramal tadi ternyata juga sudah melarikan diri.
Dia membawa kedua pembantunya. Kawanan anak2 yang
sibuk menolong Ah Liong tak sempat memperhatikan
sehingga mereka dapat lolos.
Saat ini beberapa penonton yang bubar dari tadi,
mendatangi lagi. Kepada mereka Huru Hara memberi
keterangan. "Jangan percaya kepada nujum peramal tadi. Dia adalah
mata2 yang sengaja diselundupkan ke kota ini. Mereka
hendak mengacau dan meruntuhkan semangat kita. Maka
awaslah, saudara2, apa yang mereka ramalkan itu, tidak
benar semua, jangan percaya !"
Demikian walaupun harus menderita kesakitan karena
kepala dikemplang, tetapi Huru Hara dapat menggagalkan
percobaan musuh untuk mengacau rakyat.
"Wah, tukang sulap itu memang bangsat. Masakan dia
menyulap supaya celanaku melorot, idih, malu aku...... ,"
Ah Liong menggeram. Setelah penonton bubar, Huru Hara mengajak Ah Liong,
"Suruh pasukanmu pulang dulu, Ah Liong," katanya.
"Beri hormat kepada jenderal besar !" perintah Ah Liong.
Dan pasukan bocah itu pun segera memberi hormat kepada
Huru Hara. Setelah itu mereka lalu pergi.
"Huh, mengapa aku engkau sebut jenderal besar?"
"Habis kalau aku menjadi jenderal kecil, kan sudah
pantas kalau engkoh Hok menjadi jenderal besarnya. Dan
engkoh Cian, ?".. uh, mengapa sampai sekarang dia
belum muncul lagi ?" tiba2 Ah Liong teringat akan Cian-liji.
Huru Hara hanya geleng2 kepala, "Entahlah. dia
memang manusia aneh."
Huru HAra niengajak Ah Liong beristirahat di tepi jalan,
dibawah sebatang pohon. "Ah Liong, "kata Huru Hara, "engkau tahu bahwa
pemuda bernama Su Hong Liang itu datanng lagi."
"0, Su Hong Liang keponakan Su tayjin itu"'
"Ya, "jawab Huru Hara, "bagaimana kesanmu terhadap
pemuda itu?" "Aku tak suka," kata Ah Liong, "dia sombong dan licin."
"Lho, bagaimana engkau tahu?"
"Dia mengatakan kalau datang ke kota ini bersama Su
siocia tetapi mana Su siocia" Dia tak dapat menjawab.
Katanya Su siocia pisah di tengah jalan. Tetapi aku tak
percaya!" "Lalu kemana Su siocia?"
"Entah," jawab Ah Liong tetapi menurut perasaanku,
tentu terjadi sesuatu pada siocia itu."
Liong, engkau kuberi tugas. Apa engka mampu."
"Tugas apa yang tak mampu kulakukan" Katakan
engkoh Hok, suruh masuk lautan apipun aku juga mampu."
"Hus, jangan sombong lu," seru Huru Hara, "kalau
kusuruh sungguh, engkau tentu tak berani."
"Engkau hendak suruh aku apa saja?"
"Su Hong Liang belum faham dengan engkau, maka
kusuruh engkau memata- matai gerak-geriknya selama di
Yang-ciu sini." Huru Hara lalu menceritakan tentang Su Hong Liang
yang telah membawa surat dari panglima Torgun untuk Su
tayjin. "Coba engkau pikir. Dia mengatakan kalau dia ditangkap
pasukan Ceng tetapi kemudian dibawa ke markas panglima
mereka. Panglima Torgun memperlakukannya baik dan
menyuruhnya membawa surat kepada Su tayjin."
"0, bohong, "seru Ah Liong.
"Bagaimana engkau dapat mengatakan begitu?"
"Kalau dia memang ditangkap tentulah panglima Ceng
tak mau melepaskannya."
"Mengapa tak mau. melepaskan."
"Bisa dijadikan tawanan untuk menekan agar Su tayjin
menyerah." Huru Hara gelengkan kepala, "Tidak, Ah Liong. Musuh
tahu bagaimana watak Su tayjin. Sekalipun diancam kalau
Su Hong Liang akan dibunuh, Su tayjin tentu tetap tak mau
tunduk." "Hm, benar engkoh Hok. Su tayjin memang seorang
mentri yang setya. Seluruh rakyat Yang-ciu hurmat dan taat
kepadanya." "Ah Liong, aturlah kawan-kawanmu itu supaya
membayangi Su Hong Liang. Kalau dia sampai berbuat
sesuatu yang mencurigakan, lekaslah lapor kepadaku."
Ah Liong mengiakan dan terus menemui anak
pasukannya. Sementara Huru Harapun segera lanjutkan
perjalanan. Dia hendak meninjau keadaan rakyat, terutama
anak pasukan. Walaupun musuh sudah dipukul mundur,
tetapi mereka tentu akan kembali lagi. Oleh karena itu
penjagaan dan kesiap-siagaan tak boleh lengah.
Ketika menuju ke pintu utara, ia terkejut karena pintu
kota terbuka lebar dan tampak sekelompok pasukan sedang
berjalan keluar. Cepat ia menghampiri kepala kelompok yang berpangkat
sersan, "Sersan, mau kemanakah pasukan ini ?"
"Kami diperintah supaya mengadakan penjagaan di luar
kota," sahut sersan itu.
"Siapa yang memberi perintah ?"
"Bun ciangkun."
Hun, Hara kerutkan dahi. Memang atas anjurannya,
mentri Su Go Hwat telah menyerahkan kekuasaan pasukan
kepada Bun Lim, tangan kann jenderal Ko Kiat yang
sebelumnya memang ditugaskan menjaga kota Yang- ciu.
"Tetapi mengapa mengadakan penjagaan luar kora ?"
pikirnya. "Sersan," katanya pula kepada kepala kelompok itu,
"berapa banyak pasukan yang diperintah untuk
mengadakan penjagaan di luar kota itu?".
"Banyak," jawab sersan, "kalau tak salah, pasukan kita


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibagi menjadi empat bagian. Kelompok kesatu, kedua dan
ketiga, dipasang di luar kota. Kelompok keempat tetap
tinggal dalam kota."
Huru Hara kerutkan dahi, kemudian bertanya
pula,'"Apakah ketiga kelompok yang disiapkan di luar kota
itu jadi satu atau di pencar2 ?"
"Dipencar-pencar. Kami ditugaskan di sebelah timur, ada
yang di tengah dan ada yang disebelah barat."
"Baiklah, silakan melanjutkan perjalanan." kata Huru
Hara. Huru Hara kembali ke markas menghadap Su tayjin.
Ternyata Su tayjin sedang menerima Su Hong Liang.
"0, kebetulan Loan Thian Te, engkau datang," kata
mentri Su, "aku hendak menyerahkan surat balasan kepada
Hong Liang." Huru Hara hendak bertanya bagaimana isi balasan itu
tetapi ia batalkan maksudnya. Kurang layak kalau
menanyakan hal itu. Biarlah mentri itu yang
memberitahukan sendiri. Apabila tidak, ia tetap percaya
bahwa mentri Su Go Hwat pasti akan menolak tawaran
panglima Torgun. "Lalu siapakah yang tayjin titahkan mengantar surat
balasan tayjin ?" Huru Hara berganti pertanyaan.
"Bagaimana kalau engkau ?" seru Go Hwaf.
Huru Hara terkejut tetapi sesaat kemudia dia serentak
menerima, "Baik, tayjin."
"Tetapi yang membawa surat bukan engkau," tiba2 pula
Su Go Hwat menyusuli kata2," bagai mana kalau engkau
saja Hong Liang ?" Hong Liang terbeliak, "Tetapi....... tetapi apakah siokhu
meluluskan ?" Mentri Su Go Hwat tertawa, "Itu rahasia. Tetapi engkau
dapat menebak sendiri. Apakah ada hubungannya kalau
engkau yang membawa surat balasanku ini ?"
"Ada, siokhu," jawab Su Hong Liang, "kalau siokhu
meluluskan tawaran panglima Torgun, siautit tentu selamat.
Tetapi kalau siokhu menolak siautit tentu tak dapat
kembali." "Dibunuh ?" "Ya," sahut Hong Lang, "paling tidak ditawan."
"Apakah engkau takut dibunuh ?"
Su Hong Liang makin gugup, "Bukan begitu siokhu.
Tetapi peperangan ini masih panjang. Daripada
mengorbankan jiwa dengan sia2, kita lebih baik
mengumpulkan orang yang dapat membantu perjuangan
siokhu." "Hong Liang, apakah engkau takut ?" kata mentri Su
dengan nada serius. "Tidak takut, siokhu," buru2 Hong Liang menyatakan
tetapi perkenankan siautit mengajukan permohonan."
"Engkau hendak minta apa?"
"Sebaiknya siautit diberi seorang kawan. Agar apabila
siautit, ditangkap atau dibunuh dapat orang itu segera
melapor kepada siokhu. "Hm," mentri Su mengerut dahi, "lalu siapa yang engkau
pilih sebagai kawan?"
"Bagaimana saudara Loan Thian Te?" seru Hong Liang.
"Loan Thian Te " Mengapa engkau memilih dia ?"
"Karena Loan-heng berkepandaian sakti. Tentu dapat
meloloskan diri apabila sampai jadi sesuatu yang tak
diinginkan." "Tetapi Loan Thian Te akan kusuruh menjaga kota ini.
Aku sendiri akan ke Kimleng untuk mengatur penjagaan
disana." "Bukankah Bun siangkun sudah diserahi tugas
mempertahankan kota ini " balas Su Hong Liang."
"Hm ..... " dengus mentri Sa, "bagaimana pendapatmu,
Loan Thian Te ?" "Tak apa tayjin, biarlah hamba menemani saudara Hong
Liang." Su Go Hwatpun tak keberatan. Dia suruh pemuda itu
berkemas, sejam lagi sapaya menghadap untuk mengambil
surat balasannya. Huru Hara menggunakan kesempatan itu untuk mencari
Ah Liong, "Ah Liong, aku harus menemani Su Hong Liang
mengantarkan Surat Su tayjin kepada panglima Torgun."
"0, mengapa harus engkoh yang pergi ?"
"Itu permintaan Su Hong Liang, Tetapi biarlah. Aku
dapat menjaga diri dan menjaganya."
"Ih, perlu apa engkau harus menjaganya."
"Maksudku, aku dapat mengawasinya apabila dia main
mata dengan orang Ceng."
"0, baiklah. Lalu engkoh hendak pesan apa kepadaku ?"
"Begini Ah Liong." kata Huru Hara, "kulihat antara Su
Hong Liang dengan Bun Lim itu seperti ada hubungan . , . .
." Baru berkata sampai disitu tiba2 muncul bocah yang
kepala dan telinganya lebar. Oleh kawan2 dia digelari si
Gajah. "Lapor pada jenderal Kuncung," kata bocah itu sambil
berdiri tegak di hadapan Ah Liong.
"Ada apa ?" seru Ah Liong.
"Aku melihat putera keponakan Su tayjin menemui Bun
Lim ciangkun di kantornya."
"O, apa yang mereka bicarakan ?"
Bocah itu gelengkan kepala, "Soal itu sulit kudengar
karena kantor Bun ciangkun dijaga ketat.
"Baik?" kata Ah Liong, "engkau jaga lagi di depan
markas dan awasi terus pemuda itu."
"Ah Liong," tiba2 Huru Hara berkata, "pemuda itu
adalah Su Hong Liang. Sejak lagi dia dan aku akan
berangkat menuju ke daerah musuh. Lebih baik suruh adik
ini mengawasi gerak gerik Bun Lim."'
"Gajah, "seru Ah Liong, "dengarkan perintah jederal
besar. Su Hong Liang tak perlu engkau awasi. Sekarang
ganti Bun Lim kepala pasukan di Yang-ciu itu yang harus
engkau mata-matai. Jelas?"
"Jelas, siap! "si Gajah memberi hormat kepada Huru
Hara dan Ah Liong lalu terus pergi."
"Ah Liong, aku memang hendak menugaskan engkau
mengawasi sepak terjang Bun Lim aku curiga mengapa dia
memecah pasukan menjadi empat. Yang tiga malah
ditempatkan diluar kota. Sedang penjagaan dalam kota
hanya seperempat bagian."
"Tetapi kalau dia memang mempunyai rencana untuk
menghadang musuh agar jangan sampai masuk kota?"
Tanya Ah Liong. "Kalau begitu sih tak apa, "jawab Huru ra, "tetapi kalau
dia mempunyai rencana dengan Hong Liang dan sengaja
melemahkan kekuatan kita, itu kan berbahaya?"
"Melemahkan bagaimana?"
"Membagi pasukan menjadi empat kelompok lalu
ditempatkan secara terpisah, apakah itu tidak lemah?"
Ah Liong mengangguk, "Baiklah, engkoh Hok. Aku dan
kawan2 tentu akan mengawasi gerak gerik mereka. Kalau
mereka sampai berani menjual kota itu kepada, musuh aku
dan kawan2 tentu akan mengantuk."
"Hus. Ah Liong, ingat, ini peperangan, bukan main2.
Engkau harus hati2 bertindak. Kalau memang dalam
keadaan yang sudah terpaksa sekali engkau dan kawan2mu
boleh meninggalkan kota ini?""
"Tidak, engkoh, "teriak Ah Liong, "Kami tak kan
meninggalkan kota ini ..... "
"Hus, jangan kepala batu, "bentak Huru Hara, "ini
perang, bukan main2. Yang penting. walau pun kalah,
tetapi harus dapat menyelamatkan jiwa rakyat. Ingat
pesanku ini!" Ah Liong mengangguk. Huru Hata kembali kemarkas. Su Hong Liang pun sudah
datang. Mentri Su Go Hwat lalu menyerahkan sebuah
amplop kepada Su Hong Liang.
"Inilah surat balasanku kepada panglima Ceng. Jagalah
jangan sampai hilang. "kata Su Go Hwat.
Su Hong Liang dan Huru Hara naik kuda menuju ke
utara. Menurut keterangan Su Hong Liang panglima
Torgun berada di Kangpak.
"Bukankah daerah Kangpak sudah diduduki musuh?"
tanya Huru Hara. Su Hong Liang membenarkan.
"Para jenderal di wilayah Kangpak sudah berturut-turut
menyerah pada pasukan Ceng. Dimana-mana rakyat sudah
gelisah karena dilanda peperangan. Kalau siokhu berkeras
hendak melanjutkan peperangan, akhirnya tentu akan
hancur," kata Su Hong Liang.
"Perang ini bagi kita adalah membela bumi tanah air
kita. Tetapi bagi orang Ceng, adalah untuk menjajah.
Seharusnya, kita harus bersungguh hati. Dan mati karena
membela tanah air adalah kematian yang perwira," kata
Huru Hara. "Ah, tak perlu kita harus mengejar nama kosong pujian
hampa. Kita mati ya mati sudah. Pun celakanya, walaupun
kita sudah mengorbankan jiwa tetapi negara kita tetap
kalah. Bukankah kematian itu sia2 belaka?" bantahnya.
"Tiada pengorbanan yang sia2," kata Huru Hara
serempak, "kita mati tetapi semangat pengorbanan kita
tentu akan membangkitkan semangat anak2 dan kawan2
kita setanah. Tetapi kalau kita menyerahkan negara kepada
musuh, berarti kita memadamkan api semangat kawan2
dan anak cucu kita besok.
"Hm, rasanya sudah terlambat. Tubuh pemerintah
kerajaan Beng sudab lapuk digerogoti kawanan mentri
durna. Apa yang dapat kita harapkan dari seorang raja yang
tiap hari kerjanya hanya bersenang-senang dengan wanita
cantik dan bermabuk-mabukan saja?"
"Su-heng," seru Huru Hara, "negara Tionggoan itu
adalah milik rakyat Han, bukan raja Hok Ong saja.
Buktinya, kalau sampai negara kita dicaplok orang Ceng,
yang menderita kan rakyat, bukan hanya raja?"
"Ya. tetapi kerajaan Ceng tidak memusuhi rakyat Beng
melainkan hendak mengganti raja Hok Ong dan
membersihkan kawanan mentri durna itu," kata Su Hong
Liang. "Ah, itu kata mereka. Tetapi kenyataannya mereka
hendak memperbudak bangsa Han."
"Ya, itu suara hati kita namun kenyataan berbicara lain.
Buktinya daerah Kang-pak sudah diduduki dan kudengar
mereka juga sudah mulai bergerak menyerang daerah
selatan. Dapat dipastikan dalam waktu yang tak lama
kotaraja Lam kia tentu jatuh."
"Eh, Su-heng, mengapa engkau tahu banyak tentang
rencana mereka?" "Aku keliling kemana-mana dan menangkap berita2 itu."
"Dan engkau memastikan kalau mereka tentu menang?"
"Apalagi yang dapat kita harapkan dari kerajaan Beng
yang mempunyai jenderal2 tak becus itu ?" balas Su Hong
Liang. "Peperangan hanya membawa dua macam akibat. Kalah
atau menang. Tetapi yang penting walaupun kalah kita
harus tetap memiliki pendirian sebagai purera bangsa Han.
Aku lebih suka mati daripada menjadi budak orang Ceng.
"Konyol !" scru Su Hong Liang, "kalau semua orang
mempunyai pendirian seperti engkau, celakalah rakyat kita,
Coba bayangkan, kalau pembesar dalam kerajaan Ceng
nanti terdiri dari bangsa Ceng semua, bukankah mereka
akan bertindak sewenang-wenang " Lain halnya kalau kita
bangsa Han yang diangkat sebagai pembesar, sejelekjeleknya,
dia tentu masih dapat membela bangsanya dari
penindasan," "Apakah engkau juga memiliki pendirian begitu ?" tiba2
Huru Hara mengajukan pertanyaan yang menyergap.
"Sekarang belum kupikirkan. Aku akan melihat
perkembangan keadaan nanti. Andaikata terpaksa aku akan
mengambil keputusan, lebih baik aku sendiri menderita
hinaan menjadi pembesar kerajaan Ceng tetapi dapat
menolong rakyat kita, daripada aku harus mati tetapi tak
dapat meringankan penderitaan rakyat."
Memang pintar sekali Su Hong Liang mengadu lidah.
Dengan menonjolkan alasan demi kepentingan menolong
rakyat, apa salahnya kalau dia nanti mau bekerja-sama
dengan kerajaan Ceng. Hari itu tak terjadi suatu apa. Pada hari kedua setelah
melintasi sebuah hutan mereka tiba sebuah kota kecil, di
kaki gunung Bu-ih-san. Su Hong Liang mengajak beristirahat ke sebuah kedai.
Keduanya memesan hidangan teh dan bakpau.
Tengah menikmati hidangan, tiba2 masuklah tiga orang
lelaki. "Hai, Yap-heng, engkau.............. ," seru Su Hong Liang
ketika melihat salah seorang tetamu baru itu.
"0, Su kongcu, kebetulan sekali," kata orang itu. Tetapi
dia sekarang berobah airmukanya ketika melihat Huru Hara
duduk di dekat Su Hong Liang.
Huru Hara melihat yang dipanggil Yap-he itu adalah
Yap Hou yang pernah diajak Su Hong Liang datang ke
Yang-ciu beberapa waktu yang lalu.
Dengan Yap Hou, Huru Hara memang masih
mempunyai urusan yang belum dibereskan. Yalah ketika
keduanya melamar pekerjaan mengantar barang dari
jenderal Ko Kiat. Huru Hara yang diterima, Yap Hou juga
diterima tetapi untuk lain tugas.
"Yap-heng, silakan duduk bersama kita," seru Su Hong
Liang. Huru Hara memperhatikan bahwa kedua kawan Yap
Hou itu, yang satu berumur lebih 40 tahun dan yang satu
lebih muda. Dari sikap dan penampilan, jelas kedua orang
itu orang persilatan juga.
Yap Hou memperkenalkan kedua kawannya itu kepada
Su Hong Liang, "Inilah saudara Gui Sin jago dari
perguruan Hoa-san-pay. Dan yang ini" ia menunjuk pada


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lelaki yang agak muda, "adalah saudara Po Bun bergelar
Tok-seng-pah-ong (raja begal tunggal). Keduanya bekerja
pada Jenderai Kho Ting Kok."
"0, maafkan, aku sudah ayal memberi hormat," buru2 Su
Hong Liang memberi salam.
Setelah memperkenal kawannya kepada Su Hong Liang,
seharusnya Yap Hou memperkenalkan juga kepada Huru
Hara. Tetapi ternyata dia tidak mau. Begitu pula Su Hong
Liang juga tidak memperkenalkan Huru Hara kepada kedua
kawan Yap Hou itu. "Yap-heng, hendak kemana ini ?" tanya Su Hong Liang.
"Aku diajak kedua kawan ini untuk menghadap
panglima Torgun." "Lho, ada urusan apa ?" Su Hong Liang tampak terkejut.
"Kedua saudara ini disuruh jenderal Kho Ting Kok
untuk mengantar surat kepada panglima Torgun. Karena
belum faham letak markas panglima Torgun maka minta
tolong aku supaya mengantarkan. Su kongcu. Su kongcu
sendiri hendak kemana ?"
"Aku juga handak menghadap panglima Torgun."
"0, apakah ada keperluan penting ?"
"Disuruh siokhu mengantar surat."
"Lho, apakah Peng-poh-siang-si Su tayjin juga akan
menghubungi panglima Torgun " Wah, kalau begitu,
panglima Torgun tentu akan gembira sekali."
"Siokhu menerima surat dari panglima Torgun lalu
sekarang mengirim balasan."
"Apa isi balasan dari Su tayjin ?"
Su Hong Liang gelengkan kepala, "Entah aku tak tahu."
"Bukankah panglima mengundang Su tayjin supaya mau
bekerja pada kerajaan Ceng ?" tanya Yap Hou.
"Bagaimana Yap-heng tahu ?"
"Kudengar panglima memang mengagumi dan ingin
sekali mendapat tenaga yang berharga seperti Su tayjin.
Salahkah dugaanku ?"
"Ya, mcmang panglima hendak mengajak siokhu," jawab
Su Hong Liang. "Su tayjin manerima atau tidak ?"
Su Hong Liang gelengkan kepala, "Entah. Aku tak
diberitahu tentang keputusan siokhu."
"Kalau Su tayjin sampai menolak itu sungguh bodoh
sekali. Sedangkan jenderal Kho yang sudah lama ingin
bekerja pada kerajaan Ceng, baru sekarang diterima setelah
membuat jasa." "Apa jasa jenderal Kho?" tanya Su Hong Liang.
"Membunuh jenderal Ko Kiat . . . . "
"Jahanam orang she Yap, Mari kita keluar," tiba2 Huru
Hara menyelutuk dan terus berbangkit dari tempat duduk,
melangkah keluar. Yap Hou tersenyum dan mengangguk kepada Su Hong
Liang. Su Hong Liang menjawab dengan anggukan kepala
juga. Yap Hou mengajak Gu Seng dan Po Bun keluar. Mereka
melihat Huru Hara sedang berjaIan ke utara.
"Hai, suruh keluar aku sudah keluar, mengapa engkau
malah ngacir?" teriak Yap Hou.
Huru Hara tetap lanjutkan langkah. Yap Hou dan kedua
kawannya segera memburu. Lebih kurang setengah li
setelah tiba disebuah hutan barulah Huru Hara berhenti.
"Aku mencari tempat sepi seperti ini," kata-kepada Yap
Hou yang sudah tiba. "Mau apa engkau?"
"Sudah lama aku hendak mencarimu. Pertama,
mengenai urusan dari jenderal Ko Kiat tempo hari. Kedua,
waktu engkau mengacau di Yang-ciu. Dan ketiga, untuk
dosamu menjadi penghianait.
"Hm, sombong benar," dengus Yap Hou, "seolah engkau
ini seorang hakim yang hendak mengadili aku."
"Setiap orang berhak mengadili penghianat," seru Huru
Hara. "Tiap orang kan bebas menganut pendiriannya sendiri?"
"Aku memang tak peduli engkau mau jadi anjing atau
jadi monyet. Tetapi negara dan rakyat Beng tidak
mengidinkan seorang penghianat menginiakkan kakinya di
bumi ini !" "Huh, hak apa engkau mengaku sebagai wakil rakyat
Beng?" "Hakku sebagai seorang rakyat Beng. Sudahlah jangan
banyak bicara. Hari ini manusia-manusia semacam engkau
ini harus lenyap dari bumi!"
"Wah, wah, sombongnya," ejek Yap Hou.
"Aku tak mau membunuhmu sccara sewenang-wenang.
Silakan engkau mengadakan perlawanan seperti layaknya
seorang jago. Kalau mati, biarlah engkau mati secara
terhormat!" "Gu-heng, Po-heng, bagaimana pendapat kalian tentang
pendekar kesiangan ini?" seru Yap Hou.
"Bekuk dan lemparkan saja ke hutan untuk makanan
burung gagak!" seru Gu Seng.
"Tuh, engkau dengar tidak?" kata Yap Hou kepada Huru
Hara, "daripada menderita sakit kalau kami sampai turun
tangan, lebih baik engkau potong kepalamu sendiri saja!"
"Bangsat, lekas bersiap terima kematianmu!" bentak
Huru Hara seraya bersiap melakukan penyerangan.
"Kalau mau menyerang, silakan saja. Tak perlu jual
gertak kosong!" Huru- Hara memang muak dengan Yap Hou. Sekali
loncat dia menerkam dada orang itu. Tetapi sebelum
sampai pada sasarannya, dari kedua samping kanan dan
kiri, dia sudah dihantam Gu Sang dan Po Bun.
Terpaksa Huru Hara hentikan gerak serangan dan
menyiakkan kedua tangannya untuk menangkis pukulan
kedua orang itu. Plakkk . .. . terdengar benturan yang keras. Po Bun dan
Ga Seng terkejut ketika mereka rasakan seperti dilanda oleh
tenaganya yang membalik. Mau tak mau mereka harus
terdorong mundur selangkah.
Hek-hou thou-sim atau Harimau-hitam mencuri-hati,
demikian gerak yang dilancarkan Yap Hou pada saat Huru
Hara sedang merentang tangan menangkis ke kanan kiri
tadi. Serangan itu dilakukan dengan dahsyat dan cepat oleh
Yap Hou. Huru Hara terkejut. Untuk menangkis, dia tak keburu
mengatupkan kedua tangannya yang sudah terlanjur
direntang itu. Namun dalam keadaan terdesak itu dia tidak gugup.
Setelah menyurut mundur dia mengelak ke kanan, dukkkk .
. . . bahunya kini terlanggar tangan Yap Hou.
Huru Hara terhuyung tetapi anehnya Ya Hou sendiri
juga meringis kesakitan. Tubuhnya sampai gemetar. Dia
merasa tangannya yang melanggar bahu Huru Hara tadi
seperti ditolak oleh arus tenaga dari tubuh Huru Hara.
"Serbu," serempak Gu Seng dan Pa Bun menerjang,
demikian juga Yap Hou. Sekaligus Huru Hara dikerubut
tiga. Huru Hara hanya berlincahan kian kemari untuk
menghindar. Dia tak mampu balas menyerang tetapi
musuhpun tak mampu menghantamnya.
"Memang karena tak pandai jurus ilmusilat Huru Hara
hanya bergerak menurut gerak tangan lawan. Hal itu lama
kelamaan diketahui juga oleh Gu Seng dan Po Bun. Mereka
lalu menggunakan tipu serangan. Hasilnya beberapa kali
punggung dan bahu Huru Hara termakan pukulan tetapi
anehnya malah yang memukul yang meringis kesakitan dan
terpental mundur. Lama kelamaan Huru Hara jengkel juga. Dia segera
percepat gerakannya. Tiba2 dia enjot tubuh melayang ke
udara. berjumpalitan melayang turun di belakang Gu Seng.
Gu Seng terkejut dan cepat berputar tubuh tatapi saat itu
juga Huru Harapun sudah loncat ke udara lagi, melalui atas
kepala Gu Seng. Pada saat berada diatas kekala Gu Seng
dia menyempatkan diri untuk menyambar daun kepala
orang. Uh ..... Gu Seng mendesuh kaget. Saat itu Huru Hara
melayang turun di tengah2 ketiga lawannya. Mereka bertiga
cepat berputar tubuh, tetapi Huru Hara sudah loncat lagi ke
udara, melayang keluar dari lingkar kepungan musuh.
Kali ini dia melayang melampui kepala Po Bun. Dan
sempat pula Huru Hara untuk menyambar daun telinga Po
Bun. "Aduhhhhhh ..... " Po Bun menjerit sekeras-kerasnya
ketika daun telinganya ditarik keatas. Tiba2 ia rasakan
lehernya seperti di guyur air. Ketika dirabah, ah ". ,
ternyata darah merah telah mengguyur lehernya, lalu
membasahi bahunya. Sakit Po Bun bukan alang kepalang. Ia rabah daun
telinganya dan ahhhhh, ternyata hanya tinggal separoh saja.
Daun telinga itu berlumuran darah .......
Huru Hara benci dengan manusia yang menjadi kaki
tangan musuh. Kali ini dia benar2 hendak memberi hajaran
yang hebat agar mereka kapok.
Terutama Yap Hou, dia hendak memberinya sebuah
tanda mata yang tak dapat dilupakan seumur hidup.
"Yap Hou, namamu Hou macan tetapi kau akan
kujadikan macan ompong," seru Hu Hara lalu mulai maju
menyerang. Tiba2 dia teringat akan beberapa gerakan untuk
menyerang. Memang karena sudah berpuluh kali berhadapan dengan
musuh yang terdiri dari berbagai jago, mau tak mau Huru
Hara mendapat pengalaman juga. Dan secara tak sadar, dia
pun teringat akan gerakan bagaimana kalau orang
menyerang menghindar dan menangkis.
Justeru jurus yang sedang ditiru dan dilakukan Huru
Hara itu adalah jurus Hong-hong-can-ki atau Burung-Hongmerentangsayap lalu dilanjutkan dengan Hong-hong-tiamthou
atau Burung hong-mengangguk-kepala.
Memang jurus itu sudah diketahui Yap Hong. Tetapi
dimainkan oleh Huru Hara, jurus itu jadi lain. Kecuali gaya
dan gerakannya yang aneh tak menurut yang umum, pun
kecepatannya bukan kepalang. Belum Yap Hou sempat
menarik kembali kedua tangannpa yang dibuat menangkis
kedua tangan Huru Hara, atau tiba2 kepala Huru Hara
sudah mengangguk dan membentur .hidung orang,
duk.............. plak .....
"Aduh aduhhhh ..... ," Yap How menjerit sekeraskerasnya
dan menyurut mundur, terus melarikan diri.
Ternyata benturan jidat Huru Hara itu ditujukan pada
hidung Yap Hou. Ketika Yap Hou menjerit kesakitan
karena tulang hidungnya pecah dan berdarah, tiba2
mulutnya ditampar sekeras-kerasnya sehingga empat buah
gigi depannya putus seketika. Dengan hidung dan mulut
berlumuran darah. Yap Hou berkunang-kunang matanya
dan kepalanya seperti pusing tujuh keliling. Kalau dia
melanjutkan pertempuran, jelas dia akan menderita siksaan
yang lebih hebat lagi. "Besok masih ada waktu untuk membalas hinaan ini.
Sekarang yang penting aku harus menyelamatkan diri lebih
dulu," pikirnya. Maka dia terus berputar tubuh dan lari
sekencang-kencangtya. Gu Seng dan Po Bun terkejut karena Yap Hou menderita
kekalahan. Sebenarnya mereka harus sudah menyadari
kalau sedang menghapi seorang pemuda yang aneh. Tidak
bisa ilmusilat tetapi main konto alias silat cakar kucing.
Hanya saja walaupun bermain silat cakar kucing alias asalgerak
saja, Huru Hara dapat bergerak luar biasa cepatnya.
Justeru itulah yang menyebabkan lawan jadi kacau balau
tak keruan. Kalau permainan Huru Hara itu menurut tatasilat
yang umum, memang mudah diduga dan lawan dapat
bersiap untuk menangkis atau menghindari. Tetapi tidak
begitu. Permainan silat Huru Hara itu menurut sesuka
hatinya sendiri. Dia kepingin menghantam terus
menghantam, kepingin menampar terus menampar,
kepingin menendang terus menendang, pun kalau kepingin
menghindar, dia terus loncat. Segala, sesuatu, disesuaikan
dengan kondisi dan situasi pada saat itu.
Itulah sebabnya Yap Hou harus menderita kekalahan
sampai dua kali. Pertama ketika dia di depan jenderal Ko
Kiat. Dan kedua kali, pada saat tadi. Bahkan kali ini dia
harus menderita kekalahan yang hebat. Hidung penyok, gigi
rompal. Po Bun dan Gu Seng hanya melihat dari sudut bahwa
permainan silat Huru Hara itu tidak karuan jurusnya.
Keduanya melihat banyak sekali lubang kelemahan pada
Huru Hara. Mereka yakin tentu dapat mengalahkan
pendekar nyentrik itu. "Bagus," teriak Huru Hara ketika kedua jago itu mulai
menyerangnya. Huru Hara memang hendak memberi hajaran kepada
kedua manusia yang menjadi kaki tangan jenderal Kho
Ting Kok, seorang jenderal yang telah membunuh rekannya
hanya karena ingin mencari jasa kepada kerajaan Ceng.
Sampai sekian lama ia tetap, berlincahan menghindari
terkaman kedua lawannya. Ia memang hendak
mempermainkan mereka agar mereka kehabisan napas.
Kedua jago itu memang heran sekali. Jelas mereka
makin yakin kalau lawan tak dapat bermain silat tetapi
mengapa setiap serangan yang dilakukan dengan jurus
berbahaya dan gerak yang cepat selalu saja dapat dihindari.
Seolah-olah lawan sudah tahu kemana dia hendak diserang.
"Aneh, aneh," kata kedua jago itu dalam hati, "seumur
hidup baru kali ini aku berhadapan dengan seorang
manusia aneh. Tidak mengerti ilmu silat tetapi dapat
menghadapi serangan jurus yang hebat."
Bahkan Gu Seng yang kain kepalanya disambar tadi,
diam2 mulai tergetar nyalinya.
Tiba2 saja dia loncat mundur dan mencabut pedangnya
seraya berseru, "Po-heng, kalau tak dapat dihantam, mari
kita cincang saja !"
Po Bun segera loncat mundur dan mencabut senjatanya,
sebuah gada besi yang berbentuk seperti orang-orangan.


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Senjata itu disebut Tok kak-thong-jin atau Orang-tembagaberkakisatu. Dengan senjata itulah dia memperoleh nama sebagai
seorang begal tunggal yang malang melintang di dunia
persilatan. Bertahun-tahun dia belum pernah bertemu
dengan musuh yang sanggup melawan senjatanya itu.
Karena kelihatannya itu maka kaum piau-su atau pengantar
barang (perusahaan ekspedisi barang), setiap kali lewat
daerahnya tentu berkunjung ke rumahnya dan
menghaturkan pungli. Setiap rombongan piau-su yang tak
menghiraukan peraturan itu, di tengah jalan tentu akan
mengalami kesulitan. Tidak jarang barang-barangnya
dirampas dan tidak jarang pula orangnyapun dibunuh.
Kini Huru Hara harus berhadapan dengan seorang jago
dari perguruan Hoa-san-pay dan orang kepala begal yang
termasyhur. Keduanya menggunakan senjata.
Hong-biau-lok-yap atau Angin-meniup-daun-berguguran
adalah jurus yang dimainkan oleh Gu Seng, jago Hoa-sanpay.
Perguruan Hoa-san pay memang termasyhur dengan
ilmupedangnya. Serentak terdengar suara menderu-deru
dan berhamburanlah titik2 sinar pedang mencurah kearah
kepala Huru Hara. Serempak dengan itu Po Bunpun mengayunkan senjata
Tok-kak-thong-jinnya. "Ihhhh . . . , " Huru Hara mendesis kaget ketika Tok-kakthongjin yang beratnya puluban kati itu melayang -kearah
kepalanya. Untung dia keburu miringkan kepala sehingga
luput dari kematian. Tetapi tak urung kedua kuncirnya
tersambar. Ah, rasanya kepalanya seperti dijiwit.
"Kurang ajar manusia ini, hm, engkau kira aku tak dapat
merampas senjatamu itu?" pikirnya. Dia segera mengempos
semangatnya dan mulailah ia berlincahan mengitari kedua
lawan itu. Tenaga-sakti Ji-ih-sin kang memang luar biasa. Begitu
menyalur maka Huru Hara seperti seorang jago silat yang
memiliki tenaga-dalam hebat. Setiap gerakannya, baik
menghantam, menampar ataupun menendang, tentu
mengandung tenagadalam yang dahsyat. Pun gin-kang atau
ilmu meringankan-tubuh, juga luar biasa. Dia dapat loncat
sampai beberapa tombak, dapat melayang ke udara sampai
beberapa meter tingginya dan dapat melesat seperti burung
camar cepatnya. Tok-kak-thong-jin Po Bun benar2 terkejut. Ia hampir tak
percaya kalau yang dihadapinya seorang manusia biasa
bahkan seorang pendekar nyentrik. Ber-ulang2 senjata Tokkakthong menghantam angin. Kalau memukul apalagi menggerakkan senjata berat
Tok-kak-thong-jin, dapat mengenai sasaran, memang
puasnya bukan main. Tetapi kalau luput, wah, wah,
sakitnya juga bukan kepalang. Bukan sakit tangannya tetapi
sakit dalam perasaan. Demikian yang diderita Po Bun. Karena berulang kali
menghantam luput, dia makin sakit dan makin panas
hatinya. Dan karena dia mulai kalap, maka lama kelamaan
tenaga dan napasnyapun mulai kembang kempis.
Huru Hara tidak dapat dalam waktu yang singkat untuk
merebut senjata Tok-kak-thong-jin karena diapun masih
harus memperhatikan pedang Gu Seng. Jago dari Hoa-sanpay
ini memang hebat sekali permainan pedangnya. Tetapi
ternyata beberapa kali hampir saja pedangnya berbentur
dengan Tok-kak-tong-jin Gu Seng menjadi hati2 dan tak
berani menumpahkan seluruh ilmupedangnya. Apalagi
setelah melihat Po Bun mengamuk dengan senjata Tok-kakthongjinnya, dia agak lambatkan gerakan pedangnya.
"Hm, akan kupancing agar mereka mengadu
senjatanya," Huru Hara mempertimbangkan satu siasat.
Dia melesat di tengah-tengah kedua lawan dan lepaskan
pukulan ke kanan kiri. "Bangsat, jangan berlagak !" Po Bun marah dan
menghantam sekuat-kuatnya. Pun saat itu Gu Seng juga
sedang melancarkan jurus Pah-ong-can-liong atau RajaPah- ong-memenggal-naga. Pedang melayang secepat kilat
kearah leher Huru Hara, Tringngng ?".. Terdengar benturan keras antara pedang dengan Tokkakthong-jin ketika Huru Hara tiba-tiba enjot tubuh
mencelat ke udara dan kemudian melayang turun di
belakang Gu Seng. Gu Seng dan Po Bun sama2, tergetar tangannya dan
sama2 menahan sakit. Benturan itu dahsyat sekali.
Keduanya menyurut mundur untuk memeriksa senjata
masing2. Tetapi baru Gu Seng menunduk untuk memeriksa mata
pedangnya, sebat luar biasa Huru Hara sudah melesat
dibelakangnya dan terus mencengkeram bahu orang,
diremasnya keras2. "Aduh ," Gu Seng merjerit kaget. Dia tak menyangka
sama sekali kalau Huru Hara dapat bergetak begitu cepat.
Tulang bahu disebut pi peh-kut. Din tulang pi-peh- kut ini
apabila han t, punahlah tenaga kepandaian orang.
Gu Seng menyadari hal itu. Dia menangis dalam hati.
Namun apa daya karena tulang pi-peh-kutnya sudah
terlanjur hancur diremas Huru Hara. Maka ketika ia
rasakan tubuhnya terangkat keatas, diapun tak dapat
berdaya apa2 kecuali paserah seperti anak kecil.
Po Bun terkejut ketika melihat Gu Seng di angkat keatas
kepala Huru Hara. Tetapi belum sempat dia berbuat
sesuatu, Huru Hara sudah langkah maju dan temparkan
tubuh Gu Seng ke arahnya.
Prakkk.............. .. .
Terdengar kepala Gu Seng pecah dan benaknya
berhamburan ketika Po Bun mengangkat To kak-thong-jin
untuk melindungi dirinya dari timpukan tubuh Gu Seng.
"Bagus, begitulah macamnya manusia jahanam. Kawan
sendiri kalau perlu juga dibunuh," teriak Huru Hara.
Po Bun pucat. Sesaat ia tertegun dan sesaat itu pula tiba2
ia melihat sesosok bayangan menutup pandang matanya.
Sedemikian cepat bayangan itu sudah tiba dihadapannya
sehingga ia tak sempat menghindar ataupun
menghantamkan To- kak-thong-jinnya.
"Aduhhhh . . . . , " Po Bun, begal ternama yang malang
melintang dan ditakuti di daerah utara senjata Tok-kakthongjinnya yang ganas itu, menjerit ngeri. Mukanya
berlumuran darah dan kedua biji matanya telah pecah
ditusuk Huru Hara. "Nah, itulah upah manusia penghianat. Jangan sedih,
engkau masih kubiarkan hidup," seru Huru Hara.
"Hai, ". engkau, kelak pada suatu hari aku pasti akan
mencari balas kepadamu," seru Po Bun sambil mendekap
kedua matanya yang sudah buta itu...........
Tetapi tiada penyahutan karena saat itu Huru Hara
sudah melesat pergi. Dia memang tak mau membunuh
orang itu. Cukup dengan menghancurkan kedua matanya,
tentulah orang itu sudah sadar dan akan mengundurkan diri
dari dunia persilatan. Huru Hara kembali ke kedai minum. Disitu Su Hong
Liang masih duduk menikmati teh.
"Bagaimana Loan-heng?" tanya Su Hong Liang dengan
santai. "Beres!" "Beres bagaimana" Apakah Loan-heng bertempur
dengan mereka?" "Hm." "Lalu kemana mereka sekarang?"
"Pergi," sahut Huru Hara dengan singkat. Dia merasa
enggan berbicara dengan pemuda itu.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan. Singkatnya,
mereka telah tiba di markas besar panglima kerajaan Ceng.
Huru Hara terkesiap ketika menghadap panglima
Torgun. Seorang yang tinggi, besar dan gagah. Dada
bidang, wajah berwibawa. Seorang panglima yang pandai
dalam siasat perang dan bijaksana.
Torgun juga terkejut ketika menerima Su Hong Liang
bersama seorang pemuda yang aneh dandanannya.
"0, engkau Su Hong Liang," seru Torgun," apa engkau
sudah membawa surat balasan dari Su tayjin ?"
"Sudah ciangkun," kata Su Hong Liang dengan penuh
hormat. Torgun meminta surat itu dan suruh Su Hong Liang,
"Coba engkau bacakan surat dari pamanmu
Su Hong Liang membuka sampul dan membaca dengan
lantang. Seketika berobahlah wajahnya. Ternyata Su Go
Hwat menolak tawaran Torgun supaya bekerja pada
kerajaan Ceng. "Ha, ha," Torgun tertawa, "pamanmu menolak. Apakah
engkau tidak berusaha membujuknya."
"Sudah tayjin," Su Hong Liang gopoh memberi
keterangan, "sudah hamba gambarkan tentang keadaan
peperangan ini, kebobrokan kerajaan Beng dan
kebijaksanaan ciangkun yang tentu akan menghargai siokhu
apabila suka bekerja pada kerajaan Ceng."
"Tetapi gagal ?"
"Baru saat ini hamba tahu kalau siokhu menolak."
"0, apakah sebelumnya Su tayjin tidak memberitahu
kepadamu ?" "Tidak ciangkun," jawab Su Hong Liang, "siok-hu hanya
menitahkan hamba supaya menghaturkan surat balasan ini
kepada ciangkun." "Mengapa engkau yang disuruh menyerahkan surat ini ?"
"Siokhu mengatakan karena hamba yang membawa
surat ciangkun maka hambapun harus yang menyerahkan
surat balasan ini." "Apakah tidak engkau katakan bagaimana berbahaya
kalau surat penolakan ini engkau yang membawa ?"
Su Hong Liang menghela napas, "Sudah ciangkun.
Hamba katakan kalau surat ini menyatakan siokhu
menerima tawaran ciangkun, hamba tentu selamat. Tetapi
kalau berisi penolakan, hamba tentu celaka. Kemungkinan
ciangkun tentu akan membunuh hamba."
"Tetapi Su tayjin tetap mengirim engkau supaya
menyerahkan surat ini ?" Torgun menegas. Su Hong Liang
mengiakan. Torgun tertawa. "Tahukah apa maksud Su tayjin?"
Su Hong Liang agak bingung,
"Tak lain agar engkau kujatuhi hukuman mati," kata
Torgun, Su Hong Liang pucat seketika.
"Bagaimana pendapatmu tentang pamanmu Su tayjin itu
?" tanya Torgun. "Siokhu seorang paman yang tega hati hendak
mencelakai keponakannya sendiri, ciangkun."
"Lalu engkau anggap dia seorang yang bagaimana ?"
"Seorang yang jahat, ciangkun , . , . ."
"Tutup mulutmu !" tiba2 terdengar sebuah suara yang
amat lantang sehingga nadanya berkumandang
menggetarkan ruangan. Su Hong Liang terkejut, demikianpun Torgun. Serentak
panglima itu berpaling kearah orang yang bersuara.
"Engkau yang bicara ?" tegurnya.
"Benar." sahut orang itu yang tak lain adalah Huru Hara.
Tampak pemuda itu busung dada mengangkat kepala
dengan wajah yang tak gentar.
"Siapa namamu ?"
"Loan Thian Te."
"Loan Thian Te " Apa artinya"
"Mengacau dunia atau Dunia kacau."
"Aneh........ oh, ya. aku ingat sekarang. Bukankah yang
pernah menolong Totay, dulu ?"
"Benar." "Totay itu masih keluargaku. Dia pernah mohon idin
untuk membalas engkau. Dia memberi perintah kepada
semua panglima kalau anak pasukan Ceng, agar apabila
menawan atau bertempur dengan seorang pemuda yang
bernama Loan Thian Te, jangan diganggu."
"0, seharusnya dia tak perlu berbuat begitu," kata Huru
Hara.. "Mengapa ?" tanya Torgun.
"Karena itu urusan peribadi, bukan urusan negara.
Mengapa tentara Ceng harus dilibatkan dengan urusan itu
?" Torgun terkesiap. Dia terkejut mendengar ucapan Huru
Hara. Seperti Totay, panglima Torgun itu juga menghargai
seorang yang berjiwa ksatrya, walaupun orang itu seorang
musuh. "Apakah engkau juga disuruh Su tayjin untuk bersama
Su Hong Liang menyerahkan surat balasan kepadaku ?"
"Ya, karena atas permintaan Su Hong Liang." Torgun
mengangguk-angguk. "Mengapa engkau marah tadi ?" tanyanya.
"Karena dia," Huru Hara menuding Su Hong Liang
berani menghina Su tayjin."
"Hm, dia kan keponakannya dan engkau bukan.
Mengapa malah engkau yang marah dan dia yang
menghina ?" "Karena dia seorang keponakan jahanam !"
Torgun terbeliak. Dia tak sangka bahwa dihadapannya,
seorang pemuda nyentrik, begitu berani bicara ceplas ceplog
bahkan memaki seorang keponakan dari mentri kerajaan
Beng. "Loan-heng, harap bicara yang sopan. Kita kan
dihadapan ciangkun, mengapa Loan-heng bicara begitu
kasar ?" seru Su Hong Liang. Dengan cerdik dia
menggunakan nama Torgun untuk memukul Huru Hara.
Mudah-mudahan panglim Torgun terbakar hatinya dan
mau segera menindak Huru Hara.
"Mengapa engkau mengata-ngatai Su tayjin," balas Huru
Hara "aku sudah tahu diri untuk menghormati panglima
kerajaan Ceng. Andaikata tidak ditempat ini, mungkin
sudah kuhajar engkau !"
"Mengapa " Bukankah jelas kalau siokhu hendak


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencelakai aku " Siokhu sudah tahu kalau surat itu
menolak ajakan Torgun ciangkun dan telah kukatakan
kalau siokhu menolak, aku pasti celaka. Tetapi ternyata
siokhu masih tetap menyuruh aku yang mengantar surat.
Bukankah siokhu memang sengaja hendak membunuh aku
?" Hung Hara mendengus. "Kalau siokhu hendak membunuh aku dengan
meminjam tangan ciangkun disini, apa aku tidak berhak
mengatakan dia seorang yang jahat ?"
"Su tayjin bertindak tepat sekali," Huru Hara.
"Apa" Sengaja hendak membunuh keponakannya itu
engkau anggap tindakan yang tepat?" teriak Su Hong Liang.
"Kalau seorang paman membunuh seorang keponakan,
itu memang jahat. Tetapi apakah engkau tak menyadari
akan perbuatannya sendiri?"
"Apa perbuatanku?" tanya Su Hong Liang.
"Engkau memang goblok !"
"Jangan terus menghina saja. Kalau engkau ini dapat
menjelaskan, akupun takkan sungkan kepadamu."
"Sebenarnya Su tayjin sudah menaroh curiga atas
dirimu. Mengapa engkau membawa surat dari panglima
Ceng kepadanya . . . . "
"Aku sudah menjelaskan hal itu kepada siok-hu!"
"Engkau anggap Su tayjin begitu tolol percaya saja?" seru
Huru Hara, "menurut kesanku, jelas Su tayjin curiga
kepadamu. Kebetulan waktu engkau disuruh mengantar
surat balasan itu, engkau minta supaya aku yang
menemani. Sudah tentu Su tayjin meluluskan. Karena apa"
Su tayjin tahu bahwa aku tentu dapat mengawasi gerak
gerikmu selama disini."
"Apa engkau kira engkau mampu lolos dari daerah yang
sudah dikuasai pasukan Ceng?" ejek Hong Liang.
"Su tayjin sudah menduga hal itu. Kalau aku sampai
celaka disini, Su tayjin tentu makin yakin akan
kecurigaannya bahwa engkau ini memang seorang
penghianat." "Setan!" damprat Su Hong Liang, "tak mungkin siokhu
akan menduga begitu. Itu engkau sendiri."
"Aku memang juga menduga begitu. Apakah salah"
Bukankah engkau sudah bekerja pada kerajaan Ceng?" seru
Huru Hara tak gentar. Torgun terkejut. Juga beberapa
pengawal yang berada disitu atas keberanian Huru Hara.
"Jika engkau seorang penghianat, jangan engkau
mempersalahkan Su tayjin. Jangan engkau hubunghubungkan
dengan ikatan antara paman dengan
keponakan. Dalam kepentiugan negara, tidak ada lagi
kepentingan bapak dengan anak, saudara, apalagi paman
dengan keponakan!" Huru Hara melanjutkan.
"Bagus!" tiba2 Torgun berseru memuji.
Sudah tentu sekalian pengawal terutama Hong Liang
terkejut sekali. Mereka mengira panglima tentu marah dan
akan menindak Huru Hara. Siapa tahu ternyata panglima
Ceng itu malah memuji Huru Hara.
"Su Hong Liang, begitulah seharusnya pendirian seorang
lelaki. Maka janganlah engkau menyalahkan pamanmu Su
tayjin. Dia memang pantas bertindak begitu dan engkau
harus puas menerimanya," seru panglima Torgun pula.
Seketika pucat lesi wajah Su Hong Liang. Dengan
ucapan itu, jelas panglima Torgun hendak membenarkan
tuduhan Huru Hara, bahwa dia (Hong Liang ) memang
bekerja pada kerajaan Ceng.
"Hm; rupanya Torgun hendak mendesak aku rupaya
jelas2 bekerja pada kerajaan Ceng. Kalau begitu, apa boleh
buat. Nasi sudah menjadi bubur," pikirnya.
Tetapi rupanya dia masih mempunyai rencana.
Walaupun Torgun sudah membuka kartunya, tetapi hanya
Huru Hara yang tahu. Kalau Huru Hara lenyap, tentulah
pamannya, Su Go Hwat, belum tahu tentang rahasia
dirinya. "0, kemungkinan panglima Torgun memang ada rencana
begitu. Dia membuka kartuku tetapi akan membunuh Huru
Hara," berpikir sampai disitu, hatinya gembira.
"Loan Thian Heng, aku suka kepada peribadi dan
sifatmu," kata panglima Torgun pula, apalagi Totay pernah
berhutang budi kepadamu ?"."
"Harap soal itu jangan ciangkun sebut2," kata Huru
Hara, "kalau Totay merasa berhutang budi, itu hanya
urusanku peribadi dengan dia. Tetapi aku tak mau meminta
hubungan itu untuk mencari keringanan. Dan salah apabila
ciangkun, meluluskan permintaan Totay itu."
Torgun terkejut. Dia benar2 tak menyangka Huru Hara
berani bicara selantang itu.
"Hai, pendekar liar, jangan kurang ajar terhadap tayciangkun,"
seorang pengawal dari panglima Torgun yang
berada dalam ruang itu cepat membentak.
"Jangan bicara," diluar dugaan Torgun mencegah
pengawalnya, kemudian kepada Huru Hara dia berkata,
"engkau betul. Totay tidak seharusnya meminta demikian.
Tetapi dia mengatakan bahwa dirinya saat itu, yalah waktu
engkau tolong adalah sedang menjalankan tugasnya sebagai
pimpinan pasukan. Jika dia sampai terbunuh maka
pasukannyapun akan hancur. Jadi dalam kedudukannya
saat itu, bukan sebagai peribadi Totay tetapi sebagai
panglima pasukan Ceng. Dengan begitu engkau telah
membantu pasukan Ceng."
"Ah," Huru Hara terkejut, "terserah apabila dianggap
begitu. Tetapi dalam hatiku, yang kubantu itu adalah
seorang manusia Totay yang memperlakukan aku dengan
baik." "Hebat, Loan Thian Te, ternyata engka menjunjung perikemanusiaan
dan budi. Baiklah sekarang maksudmu
bagaimana?" "Apakah ciangkun sudah selesai dengan surat balasan
dari Su tayjin tadi?" tanya Huru Hara.
"Ya" kata Torgun, "dan akupun akan memenuhi
keinginan Su tayjin."
"Apa yang ciangkun maksudkan?"
"Menurut Su Hong Liang. Su tayjin jelas menghendaki
supaya aku menangkap atau membunuh Su Hong Liang
dan engkau. Dan karena aku setuju dengan fahammu
tentang peri-kemanusiaan tadi, akupun takkan menindak
kepada kalian. Tetapi dengan syarat, kalian supaya bekerja
kepadaku. Engkau Loan Thian Te, akan kuangkat sebagai
orang kepercayaanku yang akan kuberi tugas penting.
Pangkatmu kusamakan dengan seorang panglima. Engkau
berbak menghukum setiap angauta pasukan yang bersalah
dari prajurit biasa sampai jenderalnya."
Su Hong Liang terkejut sekali. Ia tak nyana kalau Torgun
begitu menghargai sekali kepada Huru Hara. Padahal dia
sendiri yang jelas bersedia bekerja pada kerajaan Ceng,
hanya diberi kedudukan yang rendah.
Tetapi dia segera kaget ketika mendengar jawaban Huru
Hara atas tawaran yang begitu menarik dari Torgun.
"Terima kasih, ciangkun. Hamba menghargai sekali
kepercayaan ciangkun terhadap diri hamba," kata Huru
Hara, "tetapi sayang sekali hamba tak dapat menerima."
"Kenapa ?" "Karena hamba sudah terikat janji kepada tayjin untuk
membantunya." "Ha, ha. ha," Torgun tertawa gelak, "Su tay-jin sudah
ibarat seekor harimau yang berada dalam jaring. Sekali
kuperintahkan menyerang mana dia mampu bertahan. Aku
menghargai pendirianmu untuk membantunya. Tetapi aku
sayang kepadamu. Engkau masih muda, hari depanmu
masih penuh dengan harapan. Mengapa engkau harus
membunuh hari depan sendiri dengan ikut kepada Su
tayjin" Bukankah dalam pertempuran nanti, engkau juga
pasti akan ikut hancur?"
"Seorang pejuang harus membuka bekal tekad untuk
mati. Kalau tiada bekal itu, jangan dia berjuang!"
"Bagus!" seru Torgun, "kami bangsa Boan, juga
berpendirian begitu maka kamipun dapat menghargai
engkau dan orang yang mempunyai pendirian begitu.
Tetapi Loan Thian Te, mengapa engkau harus menyianyiakan
dirimu sendiri" Engkau mati-matian berjuang tetapi
engkau berjuang untuk siapa" Bukankah engkau berjuang
untuk raja Hok Ong yang tak berguna itu dan kawanan
mentri dorna yang menggerogoti kekayaan kerajaan. Perlu
apa, Loan Thian Te. Mengapa engkau harus begitu?"
"Ciargkun," sahut Loan Thian Te dengan tegas, "hamba
berjuang untuk mempertahan bumi negara hamba. Negara
itu bukan milik raja atau mentri2 dorna itu tetapi milik
semua rakyat. Mengapa tayjin hendak menduduki negara
kami?" "Engkau salah Loan Thian Te," sahut Torgun, "kerajaan
Ceng hendak menolong rakyatmu, membebaskan mereka
dari penderitaan dan tindasan raja dan kawanan durna.
Kami berjanji akan meningkatkan pemerintahan agar rakyat
dapat hidup aman dan sejahtera. Lihatlah, bukankah
jenderal2 dan pembesar kerajaan Beng yang mau sertia
pada kami, kami perlakukan dengan baik. Kami beri
kedudukan seperti semula, kami persamakan hak mereka
dengan pembesar2 Ceng. Kami tak mau mengadakan
perbedaan dan bertindak secara adil. Apakah sikap itu,
masih dianggap sebagai penjajah?"
"Benar, ciangkun," kata Huru Hara, "tetapi kami telah
kehilangan hak kami sebagai pemilik bumi tumpah darah
kami." "Jangan mengatakan soal hak. Sebelum nenek
moyangmu berdiam di bumi ini bukankah bumi ini tidak
bertuan. Hanya karena bangsa Han pandai dan cakap
memerintah maka dapatlah bumi kalian kuasai. Dengan
begitu bumi itu bukan milik siapa2, kecuali mereka yang
mampu menduduki dan cakap mengurus negara itu."
"Tidak, ciangkun, hamba tetap bangsa Han hamba tetap
menginginkan menjadi pemilik dari negara kami."
"Jadi engkau tak mau bekerja pada kami. Cobalah
engkau ajukan syarat apa, jangan buru2 menolak."
"Baiklah, kalau ciangkun menitahkan begitu hamba akan
mengajukan syarat," kata Huru Hara, "hamba mau bekerja
pada ciaugkun apabila ciangkun sudah memerintahkan
untuk menarik mundur pasukan Ceng dari seluruh wilayah
negara Beng ini." Torgun kerutkan dahi. "Aku tak mempunyai kekuasaan sedemikian besar. Yang
berhak adalah baginda kami. Loan Thian Te, engkau boleh
menolak tawaranku supaya bekerja kepada kerajaan Ceng,
asal engkau dapat memenuhi syaratku ini."
"0, syarat apa, ciangkun ?"
"Engkau sanggup atau tidak ?"
Tanpa banyak ragu2 lagi, segera Huru Hara menjawab,
"Hamba sanggup ..... "
-oo0dw0oo- Jilid 39. Tebusan. Torgun. panglima kerajaan Ceng yang berkuasa penuh
atas seluruh pasukan, mempunyai silat yang ksatrya.
Dia keras memegang disiplin, pandai mengatur pasukan,
bijaksana mengambil langkah. Terha dap mentri atau
pembesar kerajaan Beng yang pandai dan setya, dia
menghargai dan senang untuk memakainya.
Mentri pertahanan Su Go Hwat, memang merupakan
lawan yang tangguh bagi pasukan Ceng yang senang
melancarkan serangan untuk merebut daerah yang masih
dikuasai kerajaan Beng. Pada saat itu, Su Go Hwatlah yang
merupakan motor untuk menghidupkan semangat
perjuangan pasukan Beng. Kehidupannya bersih, tidak korup, tidak mewah. Dia
hidup sederhana. Tindakannya selalu berdasar pada
kepentingan negara. Keputusannya senantiasa berpijak
pada keadilan. Pendiriannya selalu beralaskan kebenaran.
Dia disegani oleh lawan dan kawan. Para pembesar dan
jenderal, menaruh perindahan dan taat. Tetapi para mentri
durna menaruh dendam dan ketakutan. Mereka
menganggap Su Go Hwat sebagai duri dalam daging. Dan
tayhaksu Ma Su Ing yang menjadi boss kawanan mentri
durna itu segera bertindak. Menyingkirkan Su Go Hwat
dengan alasan Su Go Hwat diangkat sebagai mentri
pertahanan yang mengkoordineer (menghubungkan)
kekuatan dan persatuan dari para jenderal2 yang menjadi
panglima di daerah2. Su Go Hwat merupakan poros atau tulang punggung
dari kekuatan kerajaan Beng. Bagi fihak musuh, tentulah
menganggap Su Go Hwat itu musuh besar yang harus
dibasmi. Tetapi tidak begitu dalam pandangan Torgun.
Torgun malah mengagumi atas kepandai Su Go Hwat.
Terutama dia menaruh penghargaa tinggi atas kesetyaan Su
Go Hwat terhadap kerajaan Beng. "Mentri yang begitu
harus kuambil. Karena sekali dia mau bekerja untuk
kerajaan Ceng dia pasti akan setya sampai mati," pikir
Torgun. Itulah sebabnya maka Torgun berusaha untuk
mendapatkan Su Go Hwat. Walaupun Su Go Hwat
menolak tetapi Torgun tak marah. Ia dapat menghargai
sikap Su Go Hwat. Terhadap Huru Hara, Torgunpun mempunyai penilaian
juga. Ia menerima laporan dari Totay tentang seorang
pemuda nyentrik bernama Loan Thian Te yang telah
menyelamatkan jiwanya. Dan selama ini dari beberapa
pimpinan pasukan Ceng yang melakukan operasi di
daerah2, pun masuk laporan tentang diri Loan Thian Te.
Ia belum dapat mengambil keputusan walau pun sudah
mendengar. Kini setelah berhadapan dan tahu Loan Thian
Te, bermula dia terkejut dan kecewa. Mengapa seorang
pemuda dengan dandanan dan rambut yang begitu
nyentrik, layak untuk mendapat perhatiannya.
Namun mengingat pemuda itu utusan peribadi dari
mentri Su Go Hwat, mulailah Torgun menaruh perhatian.
Tak mudah untuk menjadi orang kepercayaan seorang


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mentri seperti Su Go Hwat.
Dan ketika mendengar pembicaraan Huru Hara serta
sikapnya yang berani, Torgun baru mantap memutuskan
untuk mengambil pemuda itu.
Ternyata dengan tawaran yang menggiurkan, Huru Hara
tak goyah. Namun Torgun tak kecewa, 'Kuda yang baik
tentu sukar dijinakkan. Sekali dapat dijinakkan, kuda itu
tentu akan setya. Demikian pertimbangan Torgun, baik
terha dap mentri Su Go Hwat maupun Huru Hara.
Dia hendak menundukkan Huru Hara dengan cara
pendirian Huru Hara. Ia handak mengambil Huru Hara,
menurut jalan pikiran Huru Hara. Maka diapun
mengajukan syarat. Dan ketika mendengar kesediaan Huru
Hara untuk memenuhi syarat, Torgunpun gembira.
"Markas ini penuh dengan jago2 yang sakti. Engkau
tentu seorang ksatrya. Kalau engkau mampu mengalahkan
jago2 itu, engkau boleh bebas keluar dari sini. Tetapi kalau
engkau tak mampu, engkau harus tinggal dan bekerja
padaku, setuju" tanya Torgun.
"Baik." kata Huru Hara.
"Su Hong Liang," tiba2 Torgun berseru, "akan kuberimu
kesempatan yang bagus. Hadapi Loan Thian Te, kalau
engkau dapat mengalahkannya, engkau bebas mengajukan
apa saja kepadaku. Mendengar syarat yang diajukan Torgun diam2 Su Hong
Liang gembira. Tetapi alangkah terkejutnya ketika Torgun
menyuruh dia menghadapi Loan Thian Te.
Melihat Su Hong Liang meragu, berseru pula Torgun.
"Ingat Su Hong Liang, aku hanya dapat menerima orang
yang berani menghadapi segala apa!" seru Torgun.
"Tidak ciangkun !" seketika Huru Hara berseru, "aku
tidak mau menghadapinya."
Torgun terkejut. Diam2 dia memang mempunyai
rencana untuk memberi sedikit "kejutan" kepada Su Go
Hwat. Dengan mengadu dua pemuda itu, siapa yang
menang dan siapa yarg kalah, bagi Su Go Hwat tentu akan
menderita. Su Hong Liang kalah, Su Go Hwat kehilangan
keponakan. Huru Hara kalah, Su Go Hwat kehilangan
seorang kepercayaan. "Kenapa ?" tanya Torgun.
"Aku tak mau mengotorkan tangan bertempur dengan
seorang penghianat !" sahut Huru Hara.
"Salah." seru Torgun, "justeru seorang penghianat wajib
dibunuh." "Tetapi itu hak dari Su tayjin, aku belum diberi
wewenang." "Lalu bagaimana maksudmu ?"
"Silakan ciangkun suruh jago2 yang lain menghadapi
aku." "Hong Tiau, hadapilah dia !" seru Torgun.
Dalam deretan pengawal yang berjajar di samping kanan
dan kini Torgun, segera tampil seorang lelaki bertubuh
kekar, penuh dengan bulu. Dari muka sampai dada, tangan
dan kaki, tumbuh bulu yang lebat.
Thiat-pi-sin-wan atau Kera-sakti-lengan besi Hong Tiau,
merupakan jago yang terkenal di dunia persilatan wilayah
Hopak. Panglima Torgun memang senang mengumpulkan jago2
silat yang sakti. Dia tak pandang apakah jago silat itu dari
aliran Putih atau Hitam pokok yang mau bekerja kepada
kerajaan Ceng tentu dikasih pangkat yang tinggi.
Memang Torgun tahu bahwa jago silat aliran Putih,
terutama dari kalangan kaum hiap (pendekar ksatrya),
jarang sekali yang mau. Misalnya, Han Bun Liong ayah
dari Han Bi Giok, jago yang sangat disegani dikota Thaygoan,
tak mungkin Torgun dapat mengambilnya. Apa boleh
buat, terpaksa Han Bun Liong harus dipenjarakan.
"Mari kita bermain-main dengan tangan kosong," seru
Hong Tiau setelah berhadapan dengan Huru Hara.
"Boleh," jawab Huru Hara.
"Engkau atau aku yang menyerang dulu "' tanya Hong
Tiau dengan nada agak memandang rendah. Memang
dalam pikirannya, berhadapan dengan seorang pemuda
nyentrik seperti Huru Hara, masakan dia kalah.
"Engkau tuan rumah, engkau saja yang menentukan,"
jawab Huru Hara. "Engkau boleh menyerang dulu!"
"Tidak bisa!" "Lho, kenapa?" "Aku tidak mengajak bertempur. Pertempuran ini atas
kehendak ciangkun. Maka engkau yang harus menyerang
dulu." "Orang gila," pikir Hong Tiau setelah mendapat kesan
terhadap tingkah dan ucapan Huru Hara.
"Baiklah," kata Hong Tiau lalu membuka serangan
dengan sebuah tamparan. "Hm, monyet ini memandang rendah kepadaku," pikir
Huru Hara, "biar dia rasain sedikit kopi pahit."
Huru Harapun dengan santai menangkis. Tetapi tiba2
Hong Tiau gerakkan tangan kiri untuk menampar kepala
Huru Hara. Huru Hara juga menangkis dengan sebelah tangan.
Sekonyong-konyong Hong Tiau menekuk targan kanannya
lalu menampar dada orang. Tangan kirinyapun digeliatkan
untuk menampar perut. Gerakannya cepat sekali.
Huru Hara terkejut. Terpaksa ia menghindar ke samping
kiri. Tetapi tangan kanan Hong Tiau dihentikan setengah
jalan dan ditamparkan pada bahu Huru Hara.
Huru Hara memang tak mengerti bahwa jurus yang
dilancarkan Hong Tiau itu disebut Hun soh-ngo-gak atau
Awan-menutup-lima-gunung, Suatu jurus gerak tamparan
yang sekaligus dilancarkan dalam lima kali.
Plak .. . . bahu Huru Hara tertampar. Dia terhuyung
tetapi Hong Tiau tertegun.
Torgun dan para pengawal, heran mengapa Hong Tiau
tak mau menyusuli menghantam Huru Hara. Bukankah dia
berhasil menampar bahu Huru Hara dan bukankah Huru
Hara sudah terhuyung. Apabila dilanjutkan dengan
pukulan, tentulah Huru Hara akan rubuh. Demikian rasa
heran yang timbul dalam hati Torgun dan pengawal
pengawalnya. Tetapi hanya Hong Tiau sendiri yang tahu apa sebabnya.
Ternyata waktu tamparannya mengenai bahu Huru Hara,
seketika ia rasakan tenaga-dalam yang dipancarkan pada
tamparannya itu tertolak balik dan menyerang jantungnya
sendiri. Untung ia cepat mengerahkan tenaga-dalamnya
untuk menahan. Kalau tidak, dia tentu akan terjungkal
akibat senjata makan tuan.
Hal itulah yang membuatnya tertegun heran. Aneh,
pikirnya. Mengapa tubuhnya dapat memancarkan tenaga
pcnolak begitu hebat"
Namun karena saat itu sedang berada dihadapan
panglima dan rekan2, diapun harus maju lagi. Dia memang
ingin mencoba lagi untuk membuktikan keanehan yang
dirasakannya itu. Suatu gerak serangan yang lincah dan sebat segera
dilancarkan untuk menerkam Huru Hara. Ok-hou-jiau-tho
atau Harimau-lapar-menerkam kelinci, demikian jurus yang
digunakan Hong Tiau. Jari tangan kanan dan kiri
diregangkan, mirip dengan kuku macan.
Huru Hara terkejut. Ia berusaha untuk menghindari saja.
Dalam beberapa gebrak Hong Tiau memang tak berhasil
menerkam lawan. Tetapi karena dia memiliki berbagai jurus
serangan, Huru Hara agak kewalalan.
"Bagus!" tiba2 para pengawal Torgun berseru memuji
ketika Hong Tiau berhasil menerkam bahu Huru Hara dan
terus mengangkat tubuh pemuda itu keatas kepala lalu
dilontarkau, bluk"..
"Hai!" para pengawal bahkan Torgun sendiri juga berseru
kaget sekali ketika menyaksikan apa yang telah terjadi
dalam ruang pertempuran itu.
Huru Hara memang terlempar tetapi dengan bergeliatan
pemuda itu dapat berdiri jejak tak kurang suatu apa.
Sebaliknya habis melontar, Hong Tiau malah rubuh sendiri.
Aneh, aneh. Tak habis herannya orang bergumam.
Bukankah Hong Tiau yang menang, mengapa dia malah
rubuh sendiri" Kembali Hong Tiau harus merasakan suatu keganjilan
yang belum pernah dialaminya selama ini. Ketika dia
berhasil mencengkeram tubuh Huru Hara dan mengangkat
keatas, pada saat di mengerahkan seluruh tenaga untuk
melontarkannya, tiba2 tenaganya itu berhamburan kembali
menerjang tubuhnya. Kali ini dia benar2 tak siap untuk
menahan. Akibatnya dia seperti dihantam oleh gelombang
tenaga-dalam yang dahsyat, yaitu tenaga-dalamnya sendiri.
"Huakkkk," segumpal darah muntah dari mulutnya.
Wajah jago itu pucat seperti mayat. Di menderita sukadalam
yang cukup berat. "Lo Hong, mengapa engkau," seorang lelaki bertubuh
kurus melesat ke tengah dan bertanya.
Namun Hong Tiau hanya geleng-geleng kepala dan tak
menyahut. Melihat itu lelaki kurus itupun segera menyadari
kalau Hong Tiau tengah menderita luka-dalam. Dia segera
menggotongnya ke samping dan memberi pertolongan
seperlunya. "Ciangkun, idinkanlah hamba yang maju, seorang lelaki
pendek menghadap Torgun. "0, engkau Bin Lok," Torgun memberi anggukan kepala.
Bin Lok adalah bekas anggauta si-wi atau bhayangkara
istana raja Beng ketika masih di kotaraja Pak- khia. Waktu
baginda hijrah ke kota Lam-khia, Bin Lok tak mau ikut
bahkan terus belot dan menyeberang pada pasukan Ceng.
Dialah yang berjasa untuk menunjukkan tokoh2 kota Pak
hia yang menjadi kaki tangan raja Beng dan mengumpulkan
tokoh2 serta jago2 silat dari kotaraja Pak-khia yang mau
bekerja pada kerajaan Ceng.
Bin Lok bergelar Tok-jiu jin-kiong atau Manusiaberuangbertangan-racun. Digelari beruang karena
potongan tubuh yang pendek dan wajahnya mirip dengan
seekor beruang. Sedang karena dia mempunyai keahlian
menggunakan tangan yang dilumuri racun dan pukulan
yang beracun maka disebut Tok-jiu atau si Tangan beracun.
"Kutu buruk, engkau berani melukai salah orang
pengawal tay-ciangkun ?" serunya dengan suara garang.
"Hm, matamu tentu melek, bukan aku yang menyerang
tetapi dia sendiri yang melemparkan aku. Mengapa engkau
menuduh aku ?" sahut Hu Hara.
"Engkau utusan dari Su Go Hwat, tentu engkau memiliki
ilmu kepandaian yang sakti. Bukankah engkau sanggup
untuk menghadapi barisan-pengawal dari markas besar tayciangkun
di sini?" "Jelas, karena itulah syarat yang diberikan ciangkun
apabila aku ingin pulang," jawab Huru Hara.
"Ya, memang benar, engkau akan pulang ke Akhirat,"
ejek Bin Lok. "Hm, coba lihat saja siapa yang akan ke akhirat," balas
Huru Hara. "Mulutmu memang besar, bangsat!" teriak Bin Lok
seraya loncat menerjang dengan jurus Hiong-eng-sian-ke
atau Elang-ganas-menyambar-ayam.
Huru Hara melesat melalui bawah tangan lawan.
Gerakan itu biasa saja tetapi cepatnya bukan kepalang. Dan
selanjutnya diapun berlari-lari mengitari lawan.
Bin Lok terkejut. Seraya ia melihat Huru Hara pecah
menjadi lima enam orang yang mengelilinginya.
"Hm," dengus Bin Lok. Dihadapan panglima besar
kerajaan Ceng, dia hendak unjuk kepandaian. Dengan
menggerung keras, tubuhnya melambung ke udara sampai
dua tombak tingginya. Sambil meluncur turun dia lepaskan
sebuah pukulan beracun Hu-kut-ciang atau pukulan
Penghancur-tulang. Hum Hara tak tahu kalau lawan menggunakan pukulan
beracun. Dia menangkis dan ketika jadi benturan, ia
rasakan tulang lengannya dan cepat sekali menjadi kaku
sehingga tak dapat digerakkan lagi.
Ia terkejut sekali. Cepat ia mengempos napas untuk
mengerabkan tenaga. Tetapi Bin Lok tak mau memberi
ampun lagi. Dia sendiri memang mengalami kekagetan
karena tenaga-dalam yang dipancarkan dalam pukulannya
itu tertolak balik. Tetapi karena sebelumnya dia sudah
minum obat pemunah racun, maka dia tak sampai cidera
seperti Huru Hara. Melihat lawan tertegun, serentak Bin Lokpun
menerjangnya lagi. Huru Hara marah. Dia sadar kalau
musuh menggunakan pukulan beracun.
Begitu pukulan Bin Lok tiba, Huru Hara telah
menyambut dengan sebuah tendangan. Tetapi Bin Lok
cepat dapat menghindar sedang pukulannya masih dapat
diteruskan untuk menghantam dada.
"Uh . . . . , " belum pukulan mengenai sasaran, Bin Lok
sudah menjerit kaget. Ia merasa ujung kaki pada kuku jari
Huru Hara seperti memuncratkan cairan air yang tepat
mengenai muka, terutama mulutnya. Seketika ia rasakan
muka dan bibirnya menjadi kaku dan begap.
"Celaka, aku terkena cairan beracun," serunya dalam
hati. Ia terus loncat mundur dan merogoh obat kedalam
baju lalu minum dan duduk bersila di samping kawankawannya.
Sudah tentu peristrwa itu menimbulkan kegemparan.
Orang melihat Bin Lok berhasil mengbantam Huru Hara
dan waktu Huru Hara balas mengirim tendangan, tidak
mengenai Bin Lok. Tetapi mengapa tahu2 Bin Lok malah
mundur dan terus duduk bersila pejamkan mata "
"Hamba mohon idin untuk maju, ciangkun," kembali
seorang jago maju kehadapan Torgun.
Panglima Ceng kitu menganggu.
Jago yang maju kali ini adalah Seba, seorang tokoh dari
Mongolia. Dia mempunyai ilmusilat yang istimewa, Lain
dari silat di daerah Tionggoan. Ilmusilat tokoh Mongolia itu
mengutamakan membanting dan menjegal.
"Ho, manusia ganjil, rupanya engkau lihai sekali,"


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serunya ketika berhadapan dengan Huru Hara.
"Engkau sendiri yang mengatakan, bukan aku."
"Engkau mampu menghalau racun dari pukulan Bin Lok
dan engkau salurkan ke kuku kaki lalu engkau tendangkan
ke mukanya. Sudah tentu Bin Lok kelabakan."
"Itu dia sendiri yang berbuat," sahut Huru Hara.
"Terus terang," kata Seba, "aku tak suka pakai segala
racun. Tetapi kalau dapat kubanting tulang2mu tentu
berantakan." "Bagaimana acara pertempuran, kalian yang menetapkan
sendiri. Mau bermain curang kek, mau terang-terangan kek,
silakan. Aku hanya sebagai tetamu tentu menerima saja apa
yang tuanrumah akan hidangkan," kata Huru Hara.
"Baik, engkau jujur," seru Seba. Ia terus menghamp:ri
Huru Hara dan tiba2 ia ulurkan tangan mencekal lengan
Huru Hara. "nah, rasakanlah. ,.............. bluk ..... !"
Entah dengan cara bagaimana, Huru Hara sendiri belum
sempat berjaga-jaga atau tahu-tahu dia sudah dibanting ke
lantai oleh jago Mongolia itu.
"Aduh," desuh Huru Hara karena dahinya benjol.
"Hayo. bangun," teriak Seba.
Baru Huru Hara tengel2 bangun, kembali dengan suatu
gaya gerak yang mengagumkan, Seba sudah
membantingnya lagi. Sampai empat lima kali Huru Hara menjadi bulan2
bantingan oleh Seba. Dahi, hidung dan pipinya benjut
semua. "Aneh," pikir Huru Hara. "setiap aku hendak
mengerahkan tenaga bertahan, tahu2 tubuhnya sudah
terangkat dan terbanting."
Dia sempat memperhatikan bahwa gerak bantingan itu
tentu didahului dangan memalangkan kaki dan ayunan
tangan. Setelah merenungkan sejenak Huru Hara mendapat
akal. Memang dalam permainan mencengkam dan
membanting, jago Mongolia itu tiada yang dapat
menandingi. Beberapa tokoh silat dari Tiong-goan
kewalahan menghadapi gaya silat Mongolia itu.
Kalau Huru Hara heran, Seba sendiri juga merasa aneh.
Biasanya setiap lawan yang dibanting, sekali saja tentu
sudah remuk dan tak dapat bangun lagi. Tetapi mengapa
Huru Hara ini sampai empat lima kali dibanting, tetap tak
apa2. "Nih, rasakan lagi," Seba yang sudah mencekal lengan
Huru Hara terus beraksi. Sekali bergerak, tubuh Huru
Harapun sudah terjungkir akan jatuh ke lantai.
Tetapi kali ini terjadi suatu kejutan. Waktu Seba
melepaskan tangan kerena mengira tubuh lawan yang
sudah terpelanting itu tentu akan terbanting ke lantai, tiba2
bukan jatuh kebawah melainkan malah mencelat ke udara.
"Uh ," Seba mendesis kaget. Tetapi sebelum ia sempat
berputar tubuh untuk mencari arah perginya lawan, tahu2
tengkuknya dicekik orang. Dia berontak tetapi auh
............... makin berontak, tulang lehernya makin seperti
mau putus. "Ah . . . . , " ia terkejut ketika lubang pantatnya seperti
ditusuk jari dan tahu2 tubuhjuga terangkat keatas.
"Uh, uh, uh ," Seba berulang-ulang mendesuh dan
mengeluh. Hatinya ingin meronta tetapi entah bagaimana
semakin meronta tulang-tulangnya seperti, mau putus.
"Uhhhhhh," kembali ia mendesuh kaget sekali tetapi
setelah itu dia tak dapat berkata apa2 karena tubuhnya
seperti berputar-putar deras dan makin deras sehingga
menyerupai baling2. Beberapa saat kemudian ia rasakan darahnya bergolak
keras, pandang matanya kabur dan kepalanya berbinarbinar.
Torgun dan para pengawalnya terkejut sekali
menyaksikan peristiwa itu. Huru Hara yang bertubuh kurus
mampu memutar-mutar Sheba yang bertubuh kokoh. Sheba
seperti seorang anak kecil yang mendengar kata. Dia tak
dapat berbuat suatu apa kecuali hanya mandah diputarputar
seperti orang-orangan kayu.
"Nih, istirahatlah," beberapa saat kemudian, Huru Hara
meletakkan tubuh Seba. Dia melepaskan tangannya dan
bluk orang Mongol itu terjatuh ke lantai.
Beberaba pengawal menghampiri untuk memberi
pertolongan kepada Seba yang tak ingat diri itu. Seba
digotong ke samping. "Ciangkun, hamba.............. "
"Ya," cepat Torgun menukas ketika melihat
pengawalnya yang bertubuh tinggi besar maju minta idin.
Orang itu bernama Barda, seorang suku Bo-an yang
banyak berjasa dalam peperangan melawan kerajaan Beng.
Barda tinggal di daerah Ki lin dan mendapat pelajaran
ilmusilat dari seorang pertapa sakti.
Sebenarnya Barda dapat diangkat sebagai jenderal atau
panglima tetapi karena otaknya kurang cerdik dan hanya
gagah berani saja, maka Torgun mengangkatnya sebagai
pengawal peribadi saja. Memang Torgun pandai memakai dan menempatkan
orang. Jabatan panglima hanya diberikan kepada jenderal
yang benar2 memenuhi syarat pandai menyatur barisan,
berwibawa dan dapat bertindak tegas tepat. Jenderal yang
hanya gagah berani dan sakti, belum tentu diangkat sebaga
panglima kalau dia tidak pandai memimpin dan menguasai
pasukannya. Pun jenderal yang pandai kalau tidak berani
dan tidak tegas, tidak diangkat sebagai panglima. Panglima
adalah pimpinan. Dan pemimpin itu harus menguasai dan
ditaatti oleh yang dipimpin.
Sambil melangkah maju, Barda berseru dengan suara
menggeledek, "Hai. kunyuk, jangan engkau anggap dirimu
paling sakti. Markas besar panglima Torgun penuh dengan
jago2 yang tangguh dan sakti."
"Itu kan engkau sendiri yang mengatakan," sahut Huru
Hara, "kapan aku mengatakan, kalau aku yang paling sakti
" Huh, kucing, lu jangan meong-meong saja !"
"Hus, aku kucing ?" Barda mendelik.
"Ya, rupamu memang seperti kucing."
"Gila, masa kucing begini besar ?"
"Itu kucing keranjingan namanya !"
Mau tak mau sekalian pengawal geli mendengar dialoog
yang tak karuan dari kedua orang itu. Memang dikalangan
para pengawal panglima Torgun, Barda terkenal sebagai
orang yang polos. "Kunyuk, jangan banyak bicara," seru Barda, "hayo
lawanlah aku." "Silakan saja."
"Kita main jotosan saja," tantang Barda, "tak perlu main
silat-silatan, Engkau pukul aku satu kali, aku pukul engkau
satu kali. Kita saling bergilir pukul memukul."
"Boleh," jawab Huru Hara,
Tetapi waktu dipukul tak boleh menghindar atau
menangkis," kata Barda.
"Boleh juga." "Bark," kata Barda yang diam2 merasa senang. Ia
melihat tubuh Huru Hara itu lebih kecil. Dia yakin kalau
mnerima pukulannya tentu tak kontal. Apalagi dia memang
mempunyai pukulan keras dan tubuh yang kebal dipukul
atau yang disebut Thiat-poh-san (ilmu lindung). Masakan
Huru Hara mampu menang, pikirnya.
"Siapa yang memukul dulu ?" tanyanya pula
"Terserah saja," jawab Huru Hara.
"Engkau !" "Lebih baik engkau saja karena aku ini seorang tetamu,"
jawab Huru Hara. "Edan orang ini. Dia memang cari mampus," pikir
Barda. "Ya. Baiklah. Itu engkau sendiri yang mintai," katanya
terus maju selangkah dan ayunkan tinjunya.
Dukkkkk .....Huru Hara mencelat dua tiga langkah tetapi
Barda juga rasakan tangannya kesakitan.
"Kurang ajar, dia punya tenaga-tolak," gumamnya dalam
hati. Kemudian dia mempersilahkan Huru Hara yang
memukul. Dukkkk ?".. Barda tersurut dua langkah tetapi tak
menderita apa2. Ilmu Thiat-poh dapat melindungi dirinya.
Demikian pukul memukul itu berlangsung sampai
beberapa gebrak. Makin lama Barda makin merasakan
tangannya sakit. Huru Hara diam2 juga merasa kaget mengapa lawan tak
menderita apa2, kecuali hanya tersurut mundar saja.
"Hm, orang ini juga tolol tetapi jujur, pikir Huru Hara.
Dia curiga kalau2 orang itu mempunyai ilmu yang aneh.
Kemudian dia memutuskan untuk mencari tahu dibagian
dari tubuh orang mana yang lemah.
Waktu tiba giliran Huru Hara, dia tak memukul
melainkan merabah-rabah sekujur tubuh Barda. Dia hendak
mencari tahu dimana bagian kelemahannya,
Waktu jari Huru Hara mencomot ketiak, Barda tertawa
geli sekali. "Ah, rupanya aku mendapat siasat. Kalau ia tertawa geli,
tenaganyapun lemas. Dan saat itu baru kupukulnya," pikir
Huru Hara. Setelah tiba gilirannya maka Huru Hara menggunakan
tangan kini untuk mencomot ketiak Barda. Barda tertawa
gelak2 dan pada saat itulah Huru Hara menampar
mulutnya, plakkkkkk. "Aduh," Barda menjerit karena dua buah gigi depannya
telah rontok. Mulutnya berkumur darah dan sakitnya bukan
kepalang. 'Hayo, pukulah aku." seru Huru Hara.
"Mana bisa, gigiku putus, sakitnya seperti kepalaku mau
copot. Engkau saja yang memukul," suru Barda.
Kembali Huru Hara melakukan siasatnya seperti tadi.
Begitu Barda tertawa geli, Huru Hara menampar telinga
orang, plakkkk ..... "Aduh," Barda menjerit karena anak telinganya serasa
pecah dan kepalanya sampai pusing tujuh keliling.
"Aduh," Barda menjerit lagi karena anak telinganya
pecah. Anak telinga pecah memang suatu derira yang
menyiksa sekali. Bayangkan, kalau telinga kemasukan
semut saja rasanya sudah setengah mati, apalagi sampai
pecah. Seketika Barda menjerit seperti orang gila dan terus
lari keluar. "Tayjin, hamba.............. ."
"Ya," cepat Torgun memberi idin kepada seorang
pengawal yang hendak maju.
Pengawal itu sudah setengah tua. Tidak ada yang luar
biasa pada orang itu kecuali sepasang pelipisnya yang
cekung kedalam yang menandakan bahwa dia seorang ahli
ilmu lwekang. Dia adalah Ih Giam bergelar Hui-kim-coa atau Ularemasterbang. Jauh sebelum tentara Ceng bangkit untuk
menyerang kota Pak-kia, di kotaraja itu terdapat seorang
tokoh ternama yang mahir sekali dalam menggunakan
senjata hui-ki coa atau Ular-emas-terbang. Senjata rahasia
(piau). Hanya bentuknya kecil sepanjang jari tangan,
berkepala ekor dan bersisik warna emas.
Keistimewaan dari senjata Hui-kim-coa ialah begitu
menyambar dan ditangkis, ular emas itu akan
menyemburkan cairan beracun. Dan kalau ular itu
mengenai tubuh dapat melekat karena menggigit daging.
Setelah berhadapan dengan Huru Hara berserulah Ih
Giam kepada Huru Hara, "Hai, kunyuk" agar engkau
jangan penasaran kalau nanti kalah atau mati, biarlah
kuperkenalkan dulu siapa diriku."
"Terserah," sahut Huru Hara, "bagiku bukan nama yang
penting tetapi setiap lawan yang menghadapi aku tentu
akan kuganyang." "Uah, uah, sombongnya," seru Ih Giam, dengarkanlah.
Aku bernama Ih Giam bergelar Hui- kim-coa karena
senjataku adalah senjata piau yang berbentuk seperti ular
emas. Nah, dalam pertempuran nanti, akupun akan
menggunakan piau itu. Supaya engkau tahu dan bersiapsiap."
"Hm, ular emas, atau ular tanah, bagiku sama. Tentu
akan hancur semua." "Bersiaplah, kunyuk," teriak Ih Giam panas hatinya
karena dipandang rendah. "Silakan!" Ih Giam mulai berdiri tegak. Tiba2 dia lontarkan
tangannya ke udara. Serentak tampaknya leekor ular emas
kecil, melayang naik ke udara dan lalu menukik turun
menyambar Huru Hara. Huru Hara cepat loncat menyingkir. Tetapi aneh sekali.
Ular-emas itu seperti ular hidup. Dia dapat berputar arah
menuju kepada Huru Hara. Huru Hara terkejut. Ular-emas itu hendak menyambar
pahanya, untung dia cepat2 loncat ke udara dan piau Ularemas
Pedang Asmara 14 Kehidupan Para Pendekar Karya Nein Arimasen Pedang Kiri 14

Cari Blog Ini