Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra Bagian 2
aneh yang rupanya saja menyeramkan, tetapi hatinya sama baik dengan dia.
"Sebentar lagi, masih panas tentu," ujar Dja Lubuk. Betapa samanya makhluk ini
dengan manusia biasa. Tidak gegabah dengan minuman yang diketahuinya masih terlalu panas untuk
diteguk. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dja Lubuk memberitahu kepada Andi Basso, agar pembunuh Daeng Guruh dan Baharsan
tidak usah dicari. Tidak akan dapat, katanya. Ia tahu, bahwa diam-diam petugas
Polisi itu menduga dirinya sebagai pembunuh dan masalahnya sudah selesai sampai
di situ saja. "Oh bukan aku yang membunuh. Andi Basso jangan salah faham dan jangan sembarang
sangka," kata Dja Lubuk, menyebabkan muka perwira itu jadi merah padam karena
malu. Makhluk ini dapat membaca isi hatinya. Benar-benar ia aneh, bahkan sakti
mungkin. "Mau bapak menolong saya?" tanya Andi Basso.
"Tentu saja. Orang sebaik engkau patut ditolong. Kau tak keberatan kusebut
'engkau'" Biasanya kau dipanggil 'bapak'. Aku tak pantas menyebutmu 'bapak', bukan" Umurku ketika meninggal sudah
sembilan puluh tahun lebih."
"Oh tidak apa-apa. Saya malah senang dengan cara begini. Tidak kaku. Maukah
bapak memberitahu padaku siapa yang membunuh dukun Daeng dan Baharsan?"
"Anakku!" jawab Dja Lubuk singkat.
Andi Basso dan istrinya jadi tambah heran. Anaknya, tanya mereka dalam hati.
Jadi makhluk aneh ini punya anak pula" Apakah barangkali juga punya istri yang
macam dia sendiri, hanya berlainan jenis"
"Boleh kuminum kopiku?" tanya Dja Lubuk mengalihkan pembicaraan.
"Tentu, silakan pak," ujar Nyonya perwira itu.
"Anak bapak?" tanya Andi Basso agak lama kemudian.
"Ya, anakku. Ia berbuat begitu untuk orang lain. Dia main hakim sendiri.
Perbuatannya itu salah. Tetapi dia hanya melihat cara itu untuk membalas sakit
hati sahabatnya. Maafkan dia, Andi Basso. Dia dan aku sama saja. Orang-orang
kampung yang berpikir dan berbuat secara amat sederhana. Tidak pandai berbelatbelit dalam omongan. Tidak mengenal lain kata, lain perbuatan."
Mayor Polisi itu merasa terpukul, walaupun ia sendiri tidak merasa turut
berbuat. Lain kata dan lain perbuatan memang banyak tersua dalam masyarakat.
Menyuruh orang berhemat, padahal dia sendiri boros dan royal setengah modar.
Menganjurkan orang bekerja keras dan jujur padahal yang ngomong justeru seorang
koruptor yang hanya mementingkan diri sendiri. Kalau punya hak untuk memesan
barang bagi keperluan negara, maka harga dinaikkan semau hati agar keuntungan
atau komisinya jadi ratusan juta dollar. Persetan sama nasib negara dan rakyat.
"Di mana anak bapak sekarang?" tanya Andi Basso.
"Mengapa" Kau hendak menangkapnya?" tanya Dja Lubuk.
Andi Basso diam. Mau dibilang tidak, menyalahi kewajibannya sebagai penegak
keamanan, mau dibilang "ya" juga tidak tepat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku anjurkan padamu Andi Basso yang baik. Tak usah cari dia. Dan jangan pikir
untuk menangkap dirinya. Perbuatannya salah dan orang yang salah sewajarnya
harus berani menerima resiko perbuatannya. Tapi ia tidak akan sudi ditangkap.
Sama halnya dengan aku. Aku tidak akan biarkan anakku ditangkap. Ia berbuat
begitu supaya dukun dan laki-laki yang telah menganiaya dan membunuh itu jangan
sampai luput begitu saja dari hukuman. Kau tahu, bahwa ada banyak orang bersalah
besar yang bisa lolos dari hukuman. Dituntut saja pun tidak!" kata Dja Lubuk.
Perwira Polri itu merasa terpukul lagi.
Manusia harimau ini banyak mengetahui keadaan.
"Bapak orang pintar," kata Andi Basso memuji.
"Bukan. Aku hanya orang yang telah mati dan sewaktu-waktu bangkit dari
kuburanku. Sudah kukatakan tadi. Sudah begini nasib yang ditentukan bagiku."
"Bapak orang baik," ujar Nyonya Andi Basso.
"Juga tidak. Aku pun pernah melakukan pembunuhan. Beberapa kali. Tetapi semua
karena aku dipaksa atau terpaksa berbuat demikian!" Dja Lubuk lalu menceritakan
apa hubungan dukun dan Baharsan yang mati dibunuh anaknya dan apa pula kaitannya
dengan Andi Farida yang sakit gila lalu meninggal. Berdiri bulu roma istri Andi
Basso. Begitu pula perwira itu sendiri. Mereka mengetahui tentang adanya ilmu
itu. "Kopi buatan istrimu ini enak sekali Andi Basso," kata Dja Lubuk, lalu ia
memandang perempuan yang berwajah lembut dan ramah itu dengan pandangan
menyatakan senang dan terima kasih. Setelah menyampaikan keterangannya, Dja
Lubuk mohon diri. Dan sebagaimana ia tadi mendadak hadir di sana, maka kini ia
lenyap secara itu pula. Hilang entah ke mana. Beberapa saat lamanya suami istri
itu tidak dapat berkata apa pun, seolah-olah terbisu oleh kenyataan yang baru
saja berlalu. "Malam ini merupakan malam ajaib yang bahagia," kata Andi Basso. "Suatu misteri
yang tak terpecahkan telah dibikin terang oleh yang bersangkutan!"
"Bapak itu begitu sayang pada anaknya. Suatu bukti lagi dari kasih orang tua
yang tak pernah padam terhadap anaknya, walaupun ia sebenarnya telah
meninggalkan dunia," kata Nyonya Andi Basso. "Kalau terjadi sesuatu atas anaknya
tentu ia akan datang membela dan menuntut balas."
"Tentu, sedangkan dendam sahabatnya ia balas. Aneh, di dunia ini ada kehidupan
yang begitu. Kalau ia tak memberi penjelasan, rahasia kedua pembunuhan itu tidak akan pernah
terbongkar! Aku harus sampaikan apa yang kita alami tadi!"
"Tetapi apakah kawan-kawanmu akan percaya?" tanya Nyonya Andi Basso.
"Terserah kepada mereka. Tidak bisa dipaksa untuk percaya!"
Dari rumah Andi Basso, manusia harimau itu langsung saja ke tempat kediaman
Daeng Lollo yang kolonel Polisi itu.
Pintu telah ditutup, tetapi lampu di dalam bersinar terang. Mungkin penghuninya
belum tidur. Sebagaimana Erwin dulu ke rumah dukun Daeng dengan mengetuk pintu, maka Dja
Lubuk juga mengucapkan assalamu'alaikum. Salamnya berjawab dengan pertanyaan
siapa gerangan yang berada di luar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebelum kau buka pintu, kuatkan dulu hatimu."
"Hee, siapapun kau, caramu ini aneh sekali. Apa maksudmu?" tanya Kolonel Polisi
Daeng Lollo. "Aku ini mau menyampaikan informasi. Penting untuk jabatanmu."
"Katakan dulu siapa engkau," ujar Daeng Lollo sambil mengambil pistolnya yang
selalu terisi penuh dengan peluru.
"Aku ini ayah dari pembunuh dukun Daeng Guruh dan Baharsan. Kau ingin tahu siapa
pembunuh mereka, bukan?" Suara Dja Lubuk mantap. Tiada ragu-ragu sedikitpun.
"Mengapa kau minta agar aku menguatkan hati?"
"Supaya kau jangan terkejut melihat aku!"
"Kau ini tambah aneh. Mengapa pula aku mesti terkejut berhadapan dengan manusia
yang mau memberi keterangan membantu tugasku!"
"Karena aku ini manusia yang lain daripada manusia yang kau kenal."
Srrr, tersirap darah Daeng Lollo. Kini ia ingat bahwa kedua pembunuhan itu
dilakukan oleh makhluk aneh yang tidak dikenal apa jenisnya. Hanya kukunya
bagaikan kuku beruang atau harimau dan telapak yang ditinggalkan sama dengan
telapak kaki harimau. "Mengapa kau mau mengkhianati anakmu yang pembunuh itu?"
"Kau tidak mengerti. Ini bukan soal pengkhianatan. Ini hanya suatu pengakuan
untuk membantu kalian agar jangan bersusah payah sia-sia, bahkan mungkin ada
anggota Polisi yang gugur nanti kalau salah tindak!"
"Mengapa kau sebaik itu?"
"Jenis kami sebenarnya memang baik-baik semua. Kecuali kalau kami disakiti. Kau
tidak pernah menyakiti kami, maka aku ingin berbuat baik padamu!"
Dalam hati, Daeng Lollo merasa heran dan sedikit tersinggung mengapa pendatang
ini hanya menyebut dia dengan engkau. Ia ingin tahu bagaimana rupa orang ini,
yang mengatakan dirinya lain dari manusia lainnya.
"Baiklah, kubukakan pintu. Nanti sebentar."
Tak lama kemudian pintu terbuka dan makhluk yang lebih banyak harimau daripada
manusia itu terus masuk. Dan walaupun ia sudah memberi ingat, tetapi terkejut
dan takutnya tuan rumah bukan alang kepalang.
"Mengapa kau mengambil pistol tadi" Kau mau menangkap atau menembak aku?" Daeng
Lollo tidak menjawab, karena seperti Andi Basso dia pun terbisu oleh apa yang
dilihatnya. "Sudah kuperingatkan kau tadi! Coba kulihat pistolmu itu!" kata Dja Lubuk.
Walaupun suaranya lembut tetapi mengandung wibawa bagaikan perintah atasan
kepada bawahan. Tak kuasa menolak, Daeng Lollo menyerahkan pistol yang tadi
terselip di pinggangnya untuk membela diri, kalau perlu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah senjatamu ini sudah banyak makan nyawa?" tanya Dja Lubuk.
Daeng Lollo menggeleng. "Sudahlah, buang rasa takutmu. Aku datang sebagai pemberi keterangan. Sebelum ke
mari aku sudah ke rumah rekanmu Andi Basso. Sudah kuceritakan kepadanya. Yang
membunuh dukun dan Baharsan dua hari berturut-turut adalah anakku. Makhluk
semacam aku ini, tetapi ia masih muda dan ganteng. Aku sengaja bangkit dari
kuburanku untuk mendatangi Andi Basso dan kau. Tak usah lagi cari pembunuh yang
kalian anggap misterius itu. Nah, hanya itu yang mau kusampaikan.
Nih senjatamu," kata Dja Lubuk lalu dia keluar pintu.
Bab 5 Mata Daeng Lollo masih mengikuti, tetapi mendadak manusia harimau itu lenyap.
Jadi persis seperti yang diceritakan oleh Udin dan Amir yang melihat makhluk
aneh semacam itu membunuh di kuburan lalu menghilang tanpa bekas.
Berbeda dengan Andi Basso, perwira yang lebih tinggi ini sampai keesokan paginya
tak dapat tidur. Rupa Dja Lubuk terus membayang. Ia pun heran ada makhluk
semacam ini di dunia. Semula ia menyangka bahwa kisahkisah tentang manusia ular
atau harimau jadi-jadian hanya khayalan belaka. Kini ia telah melihat dengan
matanya sendiri. KEESOKAN paginya Andi Basso dan Daeng Lollo menceritakan pengalaman mereka.
"Sebenarnya aku mau menelpon Anda kemarin malam, tetapi terus terang aku takut,"
kata Kolonel Daeng Lollo. Rekannya juga berkata begitu.
dinos "Bagaimana kita menyampaikan hal ini kepada masyarakat" Kalau kita diam saja
akan dinilai tidak mampu membekuk pembunuhnya!" kata Kolonel Daeng Lollo.
"Bukankah benar begitu" Kita tidak sanggup menangkapnya. Tetapi memang benar
kita harus memberi penjelasan kepada masyarakat, supaya mereka tahu duduk
perkara dan bebas dari rasa takut yang berkepanjangan."
"Kini aku tahu, bahwa senjata tidak selalu ada gunanya," kata Daeng Lollo lalu
ia menceritakan tentang senjata apinya yang diketahui si manusia harimau. "Aku
betul-betul tak berdaya. Kuturut saja apa yang dikatakannya."
"Anaknya yang juga manusia harimau dan telah melakukan dua pembunuhan itu
mungkin masih ada di sini," kata Mayor Andi Basso. "Aku ingin sekali bertemu
dengannya." Heran, waktu dia mengucapkan itu bulu romanya serasa berdiri.
Mayor Polisi itu jadi gelisah tetapi tidak mengatakan kepada atasannya.
Sebaliknya Daeng Lollo tidak ingin bertemu lagi dengan makhluk seperti yang
mendatanginya malam itu. Pada waktu itu terdengar kembali suara yang telah mereka kenal. Suara Dja Lubuk.
Seperti biasa, tenang penuh wibawa.
"Andi Basso, mengapa kau ingin sekali bertemu dengan pembunuh dukun dan
Baharsan?" tanya suara yang tidak kelihatan orang atau makhluknya itu. Kedua perwira Polri
yang sama-sama mendengar pertanyaan itu saling pandang. Kemudian Kolonel memberi
isyarat kepada Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bawahannya supaya menjawab. Maka berkatalah Andi Basso: "Bukan ingin bertemu
dengan pembunuh tetapi dengan anak Bapak Dja Lubuk yang sudah kuanggap sebagai
orangtua. Saya ingin bersahabat dengannya."
"Hah, aneh kau ini. Buat apa bersahabat dengan makhluk semacam kami. Tempatmu di
kalangan orang-orang terkemuka dan berpengaruh!" kata Dja Lubuk.
"Aku merasa diriku salah seorang rakyat biasa."
"Bagus, sebenarnya aku tahu bahwa kau rendah hati. Masih suka bergaul dengan
orang kecil. Lanjutkan kebiasaan baik itu. Dari mereka kau akan mengetahui bagaimana
kehidupan mereka sebenarnya. Seharusnya semua orang atas atau pemimpin hidup dan
berkecimpung juga dengan rakyat gembel. Dengan itu mereka akan mendengar jerit
tangis rakyat dan hanya dengan menyadari kesulitan hidup mereka barulah mereka
akan berusaha dengan segala wewenang yang ada untuk bersama-sama orang secitacita meratakan keadilan sosial. Tidak cukup dengan kursus, seminar, rapat kerja
atau loka karya!" "Bapak dulu orang politik di zaman penjajahan Belanda?"
"Yah, cuma anggota partai. Bukan pemimpin. Tetapi saudara-saudara dan kawankawanku ada yang didigulkan. Dituduh komunis. Padahal mereka nasionalis sejati
yang inginkan kemerdekaan dan kehidupan yang layak!" Mayor Andi Basso dan
Kolonel Daeng Lollo merasa kagum. Ini benarbenar bagai khayalan.
Makhluk bertubuh harimau dan berkepala manusia mengerti begitu banyak tentang
perjuangan dan politik. "Boleh saya berkenalan dengan anak Bapak?" tanya Andi Basso.
"Kalau tiada niat buruk di dalam hatimu, mungkin kelak kalian bisa bertemu.
Tetapi kalau kau punya akal licik oleh perintah atasanmu dan hasutan orang, maka
kau akan menamatkan riwayat hidupmu sendiri.
Sebenarnya sayang, kau belum punya keturunan, bukan?"
"Saya tak punya niat jahat. Saya benar-benar hanya ingin bersahabat!" ujar Andi
Basso. *** DAENG Lollo dan Andi Basso masih ngomong-ngomong tentang pengalaman mereka,
ketika Letnan Polisi Aziz masuk dan melaporkan, bahwa ada seorang wartawan ingin
bertemu dengan kedua perwira itu.
"Dari koran mana?" tanya Kolonel Daeng Lollo.
"Koran Jakarta, Pak," sahut Letnan Polisi itu.
"Wah, sudah sampai ke sana berita ini," kata Andi Basso.
"Mengapa kau sangka ia datang untuk berita pembunuhan misterius ini?" tanya si
atasan. "Untuk apa lagi, kalau bukan untuk itu. Kalau untuk pemberitaan lain ia tentu
tidak akan minta ketemu dengan kita."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kolonel Daeng Lollo bertanya kepada si Letnan apakah wartawan itu datang
langsung dari Jakarta atau pembantu sebuah koran Jakarta yang berkedudukan di
Ujungpandang atau Pare-Pare"
"Dia dari Jakarta Pak."
"Dia katakan padamu mau bicara tentang apa?"
"Katanya orang di Jakarta, terutama yang asal Sulawesi Selatan amat gempar oleh
kedua pembunuhan aneh ini. Ia ingin berita dari tangan pertama untuk korannya."
Wartawan Ibukota itu dipersilakan masuk. Ia memberi hormat lalu menyalami kedua
perwira Polisi itu. Orangnya masih muda, periang, kelihatan cerdas tetapi juga
serius dalam menjalankan tugas. Ia menyatakan terima kasih atas kesediaan kedua
penegak hokum itu menerima dia. Ditanyakannya apakah di Pare-Pare selalu terjadi
peristiwa-peristiwa aneh semacam itu.
"Wah jarang sekali. Selama kami bertugas di sini baru sekali inilah!" jawab
Kolonel Daeng Lollo. Kedua perwira itu bersama-sama memberi keterangan atau menceritakan apa yang
mereka tahu. Saling mengisi atau mengoreksi.
"Sudahkah ada tanda-tanda yang membawa bapak-bapak ke arah si pembunuh?" tanya
wartawan yang simpatik itu.
"Tiap kasus harus dapat dipecahkan. Kalau tidak, wibawa Polisi akan menurun di
mata masyarakat!" "Alhamdulillah!" kata wartawan yang tadi memperkenalkan diri dengan nama Herman.
Hanya itu. Daeng dan Andi saling pandang dan bertanya, mengapa ia menjawab begitu.
"Saya bersyukur kepada Allah, karena bapak berdua merupakan perwira-perwira yang
menghargai dan menjunjung tinggi tugas yang dibebankan atas bahu bapak-bapak!"
Sebuah kalimat yang cukup jelas maknanya. juga bagi kolonel dan mayor Polisi
itu. "Apakah di Jakarta pernah terjadi pembunuhan misterius seperti ini?" tanya mayor
Andi Basso. Wartawan itu tidak menunggu lagi untuk menjawab, bahwa Jakarta dan Surabaya juga
pernah mengalami. Diketahui bahwa yang membunuh adalah semacam makhluk yang
dinamakan manusia harimau, karena badannya harimau dan kepalanya kepala manusia.
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Adakah di antaranya Polisi yang dijadikan korban?" tanya Kolonel Daeng Lollo.
"Ada! Yaitu Polisi yang menyakiti dia!"
"Dia siapa?" "Manusia harimau itu!" jawab Herman.
"Bagaimana mungkin. Apakah manusia harimau itu tertangkap?"
"Dia ditangkap ketika ia merupakan manusia biasa. Seperti kita ini. Atas tuduhan
yang tidak benar. Dia disiksa. Karena itu ia dendam. Dia kembali tanpa dilihat
oleh sekian banyak Polisi yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertugas malam. Yang didatangi hanya orang-orang yang menyiksa dia.
Pembalasannya mengerikan!"
"Apakah betul ada manusia harimaunya?" tanya Mayor Andi Basso memancing.
"Bukan hanya ada dalam cerita. Mereka benar-benar ada. Yang anak, yang ayah dan
yang kakek. Bapak-bapak tidak percaya?"
"Belum pernah melihat," kata Kolonel Daeng Lollo.
"Bapak juga belum?" tanya Herman kepada si mayor Polisi.
Ia tidak menjawab. Herman bertanya: "Apakah pertanyaan saya menyinggung Bapak?"
"O, tidak," jawab Andi Basso segera.
"Jadi Bapak juga belum pernah bertemu," kata Herman.
Andi Basso diam saja. Berat mengiyakan. Berat pula berdusta.
Wartawan Herman tidak meneruskan pertanyaan. Ia mengatakan, bahwa sebelum
menghadap kedua perwira itu ia telah membuat potret kuburan tempat terjadinya
peristiwa. Termasuk atau terutama kuburan Andi Farida, karena di situ terjadinya
pembunuhan kedua. Juga tempat dibunuhnya dukun Daeng Guruh.
"Kata beberapa orang yang tahu, ketika masih hidup Andi Farida pernah dilamar
oleh Baharsan, korban kedua si manusia harimau. Ada lagi yang mengatakan, bahwa
dukun Daeng Guruh itu yang membuat Andi Farida jadi gila kemudian mati," pancing
Herman. "Ya, memang ada yang mengatakan begitu. Tetapi kita tidak bisa membuktikan bahwa
dukun itu yang menganiaya Andi Farida,"
"Benar. Yang jelas, dukun itu mati dibunuh makhluk aneh, kemudian menyusul
Baharsan yang pernah melamar Andi Farida. Dan terjadinya di kuburan gadis itu,"
kata Herman. "Saudara cerdas sekali merangkaikannya. Pernah bekerja sebagai intel?" tanya
Kolonel Daeng Lollo setengah berkelakar.
"Bukan saya rangkaikan memang begitu rangkaian kejadiannya."
"Apa lagi yang sudah saudara dapat?"
"Bahwa bapak berdua ditugaskan untuk memecahkan rahasia ini. Dan bahwa bapak
berdua disukai masyarakat karena jujur dan suka bergaul dengan mereka. Saya
salut dan berharap semua pejabat seperti bapak berdua!" Agak lama juga suasana
jadi sepi, tiada yang bertanya atau bercerita. Sampai kemudian wartawan itu
mengulangi: "Bolehkah saya ketahui apakah sudah ada tanda-tanda akan
tertangkapnya si pembunuh?"
"Kami akan menjelaskannya kepada masyarakat!" kata Kolonel Daeng Lollo.
"Apakah saya tidak boleh mengetahui apa yang akan bapak katakan?"
"Belum waktunya. Kami masih akan memikirkan caranya!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cara menjelaskan?" tanya Herman.
"Ya, begitulah kira-kira."
"Kalimat Bapak pun misterius, penuh rahasia!" kata Herman ramah.
"Anda wartawan baik," kata Kolonel Daeng Lollo.
"Terima kasih. Tugas Bapak-bapak berat sekali, tetapi tetap baik kepada saya."
"Di mana saudara menginap?"
"Di rumah kenalan. Dulu dia di Jakarta!"
"Oh, bagus. Orang baik selalu disenangi orang. Kalau belum dapat tempat menginap
saya mau tawarkan untuk bermalam di rumah saya," kata mayor Andi Basso.
Herman mengucapkan terima kasih lagi lalu mohon diri.
*** DAENG Lollo dan Andi Basso tukar-menukar pikiran bagaimana caranya menyampaikan
pembunuhan ganda itu kepada masyarakat. Menceritakan saja apa yang mereka alami"
Tentang kedatangan Dja Lubuk yang mengatakan dirinya ayah si pembunuh dan bahwa
mereka benarbenar telah melihat manusia harimau yang datang ke rumah mereka.
"Apakah mereka akan menerima?" tanya Kolonel.
"Tentu ada yang percaya. Tapi akan ada juga yang diam-diam atau terang-terang
menertawakan. Mereka ini akan menganjurkan supaya kita jadi dukun saja. Sebab
Polisi tidak akan membebaskan diri dari pemecahan masalah dengan cerita yang
hanya bisa dikhayalkan!"
"Tetapi bukankah kita menceritakan yang sebenarnya?"
"Itulah susahnya. Orang bisa tidak percaya pada yang benar karena terlalu
fantastis. Dan ada orang yang cukup senang menelan kebohongan yang tidak masuk
akal! Manusia memang aneh.
Tetapi apa mau dikata. Kita harus berhadapan dengan masyarakat manusia ini!"
"Apakah mayor akan menceritakan tentang Pak Dja Lubuk yang minta kopi panas tak
disaring itu" Apa namanya kopi itu katanya?" tanya Kolonel Daeng Basso.
"Kopi tubruk. Saya akan menceritakannya kalau perlu."
Tiba-tiba terdengar tawa, tidak terlalu keras tetapi cukup jelas. Tawa
menunjukkan rasa geli hati.
"Kalau diceritakan tentang kopi tubruk itu mereka akan tertawa!" kata suara yang
tak bertuan itu. "Masih kau kenal aku?"
Kedua penegak hukum itu segera tahu. Suara Dja Lubuk. Rupanya dia ada di sana.
"Di mana bapak?" tanya mayor Andi Basso.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Di sini. Aku senang pada kalian berdua. Kalian benar-benar orang baik!" kata
Dja Lubuk lagi. "Apakah baik kami ceritakan saja apa yang kami aiami?" tanya Daeng Lollo.
"Aku pikir itulah jalan yang tepat."
"Tadi ada wartawan dari Jakarta. Tetapi tidak semua pertanyaannya kami jawab."
"Tidak apa-apa. Kurasa dia sudah tahu!"
"Tahu apanya Pak?" tanya Kolonel Daeng Lollo kepada suara yang tidak
memperlihatkan rupa itu. "Tahu semuanya!"
"Bagaimana mungkin?" tanya si mayor Polisi.
Dja Lubuk menerangkan, bahwa di dunia ini banyak yang serba mungkin. Ia
memberikan beberapa contoh di dalam kehidupan masyarakat, peristiwa-peristiwa
mengherankan dan tak masuk akal, tetapi sesungguhnya terjadi.
"Tetapi kami heran, kalau wartawan Jakarta ini mengetahui semua apa yang telah
terjadi. Maksud kami segala sesuatu yang hanya kami dan bapak mengetahuinya. Rasanya
tidak mungkin," kata Andi Basso.
"Kalian hanya mengenal wartawan itu bernama Herman dan datang dari Jakarta,"
ujar Dja Lubuk. "Bahwa ia datang dari Jakarta, itu memang benar." Dja Lubuk diam sehingga kedua
perwira Polri itu mohon agar ia melanjutkan ceritanya.
Dja Lubuk berkata lagi: "Namanya bukan Herman dan ia sama sekali bukan wartawan,
walaupun ia sebenarnya punya bakat untuk menulis."
"Lalu siapa dia?" tanya Kolonel Daeng Lollo.
"Dia itulah Erwin, sang manusia harimau yang telah membunuh dukun Daeng Guruh
dan Baharsan," kata Dja Lubuk setenang air danau tanpa tiupan angin.
"Jadi, dia menyamar dan dia ..." Kolonel Daeng Lollo tidak meneruskan
kalimatnya. Dja Lubuk menyelesaikan: "Benar, dia itu anakku." Kedua perwira itu diam. Tak
masuk akal. Tetapi yang bercerita Dja Lubuk yang ayah pembunuh ganda itu.
"Tetapi apa gunanya ia menyamar sebagai wartawan?" tanya Andi Basso.
"Tidak ada niat buruk. Dia tidak memeras sebagai yang dilakukan wartawan
gadungan atau wartawan merangkap penjahat," kata Dja Lubuk.
"Saya masih belum mengerti apa gunanya?" tanya Andi Basso lagi.
"Bukankah kau mengatakan pada kawanmu dan mengakui padaku bahwa kau ingin
berkenalan dengannya, bukan sebagai pembunuh tetapi sebagai anakku" Karena
itulah maka ia datang. Keinginanmu sudah terpenuhi, bukan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini Andi Basso ingat, begitu juga Daeng Lollo.
"Apakah manusia harimau mengetahui semuanya" Segala pembicaraan dan isi hati
orang?" tanya Kolonel Daeng Lollo.
"Ah tidak. Hanya kadang-kadang, yaitu tatkala nalurinya sedang bekerja kuat luar
biasa. Tidak selalu!" kata Dja Lubuk berterus terang. Dan memang begitulah
halnya. "Di mana anak bapak itu sekarang?"
"Masih ada di sini. Beberapa hari lagi akan kembaii ke Jakarta. Tak usahlah
dicari dia. Bukankah dia sudah datang sendiri?" ujar Dja Lubuk. Saat itulah
telpon berdering, diangkat sendiri oleh Mayor Andi Basso.
Dari ujung lain orang berkata: "Maafkan saya, pak Mayor. Saya terpaksa datang
dan berdusta dengan pengakuan sebagai wartawan. Tak ada maksud jahat. Bapak
ingin berkenalan, saya sudah datang tadi. Bapak perwira baik, begitu juga
Kolonel Daeng Lollo. Saya minta agar jangan berusaha menangkap saya. Ayah saya
sudah mengatakannya bukan?" Terdengar oleh Mayor Andi Basso telpon diletakkan
kembali. "Kini aku mohon diri," kata Dja Lubuk yang tak memperlihatkan rupa. "Sekali lagi
terima kasih atas suguhan kopi tubruk yang amat lezat itu. Salamku untuk istrimu
Andi Basso. Dua tahun lagi kalian diberkahi seorang putera. Aku turut
mendoakan." Dalam keadaan seperti terpukau oleh berbagai keajaiban dan kegaiban itu, mayor
Andi Basso merasa seperti tersentak dari alam mimpi mendengar ucapan Dja Lubuk
bahwa ia akan diberkahi seorang putera. Dua tahun lagi. Sudah lama ia merindukan
kehadiran seorang anak, tetapi belum pernah tercapai meskipun sudah
banyak dokter dan dukun yang dikunjungi.
Menurut keterangan dokter, kedua-duanya, ia dan istrinya tidak ada yang mandul.
Dan dokter hanya menerangkan, bahwa dalam hal suami istri sama-sama subur pun
kehamilan bisa tertunda bertahun-tahun. Dokter menerangkannya oleh berbagai
sebab iimiah, orang awam mengatakan
"belum rezeki". Seorang dukun mengemukakan, bahwa ketidakhamilan disebabkan ada
roh seorang nenek istri Andi Basso yang minta disuguhi tujuh macam buah,
kesemuanya berwarna sama.
Seorang dukun lain mengatakan, bahwa pada diri Andi Basso menumpang seorang
halus yang membenci anak. Itulah sebabnya ia mematikan tiap benih laki-laki itu
sehingga tidak bisa menghamilkan istrinya. Dan ini harus disingkirkan dengan
berbagai syarat dan sebuah upacara.
Karena inginnya suami istri itu mempunyai anak, maka kedua saran dukun diikuti
namun bayi yang diharapkan tidak juga muncul.
Kini, di luar dugaan, Dja Lubuk yang makhluk aneh mengatakan bahwa ia akan
mendapat anak. Dua tahun memang waktu yang cukup lama, tetapi lima tahun yang telah dilalui
merupakan masa yang jauh lebih lama. Andi Basso yakin bahwa Dja Lubuk berkata
benar. Ia tidak mendokter atau mendukun, bahkan kepadanya tidak ditanyakan
tentang anak, tetapi dia sendirilah yang meramalkan atau mengatakan.
*** SETELAH diadakan mufakat antara beberapa perwira Polri, akhirnya diambil suatu
kebijaksanaan untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa yang membunuh dukun
Daeng Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan Baharsan adalah makhluk halus yang kadang-kadang mengambil rupa harimau.
Pembunuhan itu suatu kutukan terhadap kedua orang itu karena melakukan perbuatan
jahil atas diri Andi Farida. Berita ini tidak diumumkan secara resmi karena bisa
mengundang reaksi yang tidak enak, melainkan disebarluaskan dari mulut ke mulut.
Segenap anggota Polri di Pare-Pare menerima keterangan dan alasan mereka sebagai
suatu kenyataan, kecuali satu orang. Ia berpangkat sersan. Orang ini bukan tidak
percaya pada keterangan atasan, tetapi merasa bahwa makhluk halus itu toh bisa
dijerat atau ditewaskan, karena ia kadangkala mempunyai ujud harimau. Manakala
ia sedang jadi harimau dan dapat dilihat dengan mata kasar, maka ia dapat
dilumpuhkan dengan ilmu tinggi. Dan sersan ini yang bernama Daud mempunyai ilmu
hebat yang diyakininya dapat menjebak si harimau misterius itu. Ia punya jampi
untuk memanggil makhluk itu. Manakala sudah datang akan ditikamnya dengan badik
kecil yang oudah karatan.
Atau ia akan bikin harimau itu sebagai binatang liar biasa, tembus oleh peluru.
Ia akan lakukan mana yang lebih baik dan ia akan buktikan kepada atasannya bahwa
ia, walaupum sersan saja mampu menawan atau membunuh penjahat yang dikatakana
tak terkalahkun oleh perwira-perwira Polri itu. Mereka akan tercengang dan sudah
pasti pangkatnya akan dinaikkan. Dirinya akan jadi buah bibir masyarakat ParePare, bahkan se Sulawesi Selatan. Tidak, lebih lagi dari itu.
Kehebatannya tentu akan dimuat dalam berbagai surat kabar.
Namanya akan menjadi terkenal dalam ukuran nasional. Seorang sersan merobohkan
manusia harimau yang tidak terkalahkan oleh siapapun. Dan orang akan berdatangan
padanya dengan berbagai permohonan bantuan, Itu artinya uang masuk dan bukan
dalam jumlah kecil. Orang sekarang, termasuk atau terutama sebagian orang
berkedudukan penting yang kayaraya selalu mendekatkan diri dengan dukun, bahkan
ada dukun-dukun yang dikontrak oleh sejumlah orang kaya. Dunia kita ini memang
aneh. Bab 6 Di satu pihak menganggap dukun seharusnya menyingkir karena sekarang segala
macam sudah serba modern, termasuk pengobatan hampir sumua macam penyakit.
Tetapi orang-orang pintar, yang membawahi banyak orang atau rakyat juga
sebaliknya semakin banyak yang bersandar pada mantera dan keampuhan ilmu gaib.
Dan mereka ini punya uang berapa sajia untuk melindungi diri melalui dukun. Jadi
bukan pengobatan penyakit, tetapi perlindungan diri. Dari tuntutan atau hukumun.
Mengingat keuntungarn yang akan datang disertai keyakinan amat tebal terhadap
keampuhan limunya, maka Daud bertekad untuk membuktikan bahwa kalau baru manusia
harimau bukan soal besar baginya. Manusia naga pun, kalau ada dapat
dirundukkannya. Daud ingin agar manusia harimau itu menyerah dan ia akan menangkapnya hiduphidup guna dibawa ke komandannya. Ia akan mcnangkapnya hidup-hidup guna di bawa
ke komandannya. Ia akana menariknya melalui jalan-jalan yang ramai supaya orang
dapat melihat dan takjub atas kehebatannya.
Sersan ini memang punya ilmu kelas berat. Pada malam Jumat ia bekerja.
Pcrkakasnya terdiri atas tengkorak kepala seorang wanita yang diambilnya sendiri
dari sebuah kuburan, sudah sejak beberapa tahun yang lalu. Sepotong bambu
kuning, tujuh ekor lintah kerbau, kain kafan laki-laki yang lanjut usia. Sudah
berwarna kuning oleh lumpur. Sesuai dengan ketentuan, kain kafan itu pun
diambilnya sendiri, tidak boleh mengeluarkan mayat dari kuburnya. Mayat yang
dilucuti dari pakaian terakhirnya itu harus dibiarkan di dalam lobang kubur dam
tak boleh ditutup lagi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Daud sendiri melepas seluruh pakaiannya sehingga ia telanjang sama sekalii. Ia
bekerja larut malam, tak boleh diketahui oleh siapapun juga. Kalau sampai ada
orang yang mengetahui, maka pekerjaan itu akan sia-sia.
Daud menyembah kepala yang mempunyai duo lobang pada tcmpat matanya dulu semasa
masih hidup, selalu melihat taiam seperti mempunyai daya menembus. Kepala ini
milik nenek Mariam yang meninggalkan dunia karena dibunuh oleh suaminya sendiri.
Ia membaca kalimat-kalimat dalam bahasa Toraja yang artinya lebih kurang sebagai
berikut: "Siapapun engkau, engkau hanya pendatang. Tak ada pendatang boleh berbuat
semaunya di sini tanpa menerima hukumannya. Aku adalah cucu dari jin Tinombala.
Kuperintahkan kau, makhluk yang dinamakan manusia harimau untuk menyerahkan diri
padaku. Biarlah engkau tak terlawan oleh handalan mana pun, tetapi terhadap aku
engkau harus tunduk."
Setelah ia selesai membaca mantera, tengkorak terlompat-lompat, lintah yang
tujuh berubah menjadi tujuh ekor ular berwarna hijau. Kain kafan terangkatangkat kemudian ikut terbang dengan tengkorak yang mulai membubung. Mereka
mengikuti perintah Daud bagaikan budak pada majikan.
Erwin gelisah di kamarnya. Terasa panas, dan jantungnya berdebar-debar. Ia
segera menyadari bahwa ada orang yang menantangnya. Itulah resiko dari orang
berilmu tinggi. Jarang bisa tenteram. Ada saja orang lain mau mengatasi. Selama
di Jakarta dulu ia telah menghadapi Ki Ampuh dan mbah Panasaran. Hampir dia
binasa. Untung pada saat-saat genting datang ayah, ompungnya atau Datuk nan Kuniang dari
kuburan Kebayoran Lama. Dalam ia gelisah oleh rasa panas dan berpikir siapa
gerangan yang ingin berhadapan dengan dirinya, mendadak tampak olehnya tengkorak
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan kain kafan terbang di dalam kamarnya. Entah dari mana masuknya. Pertanda
bahwa yang menantang dia seorang pandai yang mempunyai ilmu tinggi. Mungkin juga
lebih tinggi dari ilmunya. Setelah mengunjungi Mayor Andi Basso dan Kolonel
Daeng Lollo dalam samarannya sebagai wartawan ibukota, ia yakin bahwa ia akan
dapat kembali ke Jakarta tanpa halangan apa pun lagi. Kiranya dugaan itu
meleset. "Apa maumu?" tanya Erwin kepada tengkorak dan kain kafan itu.
Mulut tengkorak itu bergerak menggumam: "Tunduklah pada majikan kami. Engkau
telah membunuh dua manusia, engkau harus bertanggung jawab. Begitu sifat seorang
ksatria. Entahlah kalau kau pengecut!"
Erwin tidak terpengaruh oleh usaha setan-setan itu. Cukup banyak penjahat yang
tidak ditangkap untuk mempertanggungjawabkan kejahatan mereka. Buat apa ia harus
mengikutkan anjuran tengkorak dan kain kafan itu.
"Siapa majikanmu?" tanya Erwin.
"Bodoh, mengapa kau tanya kepada kami. Kalau kau orang pintar tentu kau
mengetahui siapa atasan kami!" kata sang tengkorak. Dan ia tertawa sinis.
"Benar katamu. Tetapi kalau menyebutkan namamu saja, bukankah kau tidak
keberatan?" "Aku mati dibunuh suamiku. Tetapi atas bantuan majikanku yang mengambil kepalaku
dari kuburan aku telah membalas dendam. Bekas suamiku itu telah kubunuh. Tadi
kau tanyakan namaku. Aku Mariam!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika tengkorak Nenek Mariam berdialog dengan Erwin, mendadak terdengar desis
yang ramai. Kemudian Erwin melihat tujuh ular hijau di hadapan tempat ia
berbaring. Lawannya ini benar-benar tangguh. Bukan hanya memiliki tengkorak dan
kain kafan. Ia mempunyai pula tujuh ular. Erwin kian waspada. Kini segalagalanya bisa terjadi. Patukan ular-ular itu bisa mematikannya.
"Kalian mau apa?" tanya Erwin. "Mau membunuhku?"
"Tidak," jawab ketujuh ekor ular itu. Bicara sebagai manusia karena mereka
dikuasai dan diperintah oleh manusia. "Kami hanya mau membawamu ke majikan kami.
Kalau kau melawan, mungkin kami membunuhmu." Di rumahnya, Daud mengikuti apa
yang terjadi di kamar Erwin yang manusia harimau itu.
Sebagai kebanyakan dukun ia melihat melalui air putih yang ditempatkan dalam
sebuah mangkok berwarna putih pula. Ia tertawa, puas. Tak pelak lagi, ia akan
menang. Agar Erwin menurut perintah ular-ularnya, Daud membantu dengan manteramantera dari rumahnya. Mendadak rumah Daud tergoncang bagaikan ada gempa.
Tetapi tidak terdengar suara orang panik, tandanya tidak ada gempa.
"Siapa kau yang berani menggoncang rumahku! Kau mencari kematian. Keluar dan
hadapi aku atau pergilah seperti bangsat pengecut!" kata Daud.
Daud memperkeras bacaan manteranya, kalimat-kaliamt sakti pengusir setan dan
hantu, jin dan jembalang. Dia belum pernah gagal. Bukan baru kali ini ia
mendapat cobaan. Semua lawannya dapat dihalaunya. Tetapi gangguan berupa
goncangan rumah barulah sekali ini dialaminya. Dan inilah pula untuk pertama
kali bacaan saktinya tidak menunjukkan hasil. Bahkan sebaliknya, goncangan itu
kian keras. "Siapa kau pengecut?" hardik Daud.
Bentakan itu dijawab dengan tawa terbahak-bahak. Persis mengejek.
"Kalau kau lihat aku sanggup menggoncang rumahmu mestinya kau juga bisa menaksir
siapa aku ini," sahut suara dari luar. Terdengar sombong memang. Daud marah,
tetapi apa yang dikatakan suara itu memang benar. Kalau hanya berilmu biasa
takkan sanggup menggoncang rumah.
"He, Daud, kau gila! Melawan ketentuan atasanmu. Jalan yang mereka pilih sudah
sangat bijaksana. Kau ingin kelihatan hebat ya!"
Orang ini tentu sakti. Dia tahu semua-muanya. Tapi dia bukan Daud kalau
mengurungkan niatnya oleh gertakan dan kenyataan itu.
"Kau tak berani keluar melihat aku?" tanya orang atau makhluk di luar.
Daud berpikir sejenak. Akan keluarkah dia" Mengapa tidak, bukankah dia yang
pengecut, kalau tak berani menjawab tantangan itu.
Dengan membacakan doa penunduk dan penggentar dalam bahasa Toraja, yang pernah
dipelajarinya dari seorang maha guru ilmu di daerah penuh misteri itu. Di mana
mayat bukan dikuburkan ke bumi tetapi diselipkan di antara batu-batu guha.
Dengan ilmu itu naga pun tidak akan berkutik, ular akan terpukau dan dapat
ditangkap seperti menangkap kucing saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba di luar rumah mata Daud mencari tamu yang kurang ajar itu. Dia siap
menghadapi apa pun yang akan terjadi.
"Nih, aku sudah keluar, apa lagi, majulah!" kata Daud. Tak ada yang menyahut,
pun tidak ada yang kelihatan.
"Tadi kau pinta aku keluar. Tunjukkan dirimu, insan yang tak tahu adat!"
"Kita sudah berhadapan," kata suatu suara persis di depan tempatnya berdiri.
Daud jadi kaget. Suara itu memang dari depannya, tetapi mana manusianya"
"Lumayan juga kau, bisa membuat dirimu tak kelihatan. Tetapi itu berarti suatu
ketakutan. Kalau kau jantan, tampakkan dirimu!"
Mendadak di hadapan Daud makhluk itu berdiri seperti keluar dari bumi.
"Ini aku, perhatikan baik-baik!" kata makhluk yang tak lain daripada Dja Lubuk.
Daud tidak segera menjawab. Dia orang hebat memang, tetapi sama halnya dengan
dukun Daeng Guruh ia pun seumur hidupnya belum pernah melihat seperti apa yang
ada di hadapannya itu. "Sudah kau lihat aku?" tanya Dja Lubuk.
"Kau bukan manusia," kata Daud memberanikan diri setelah ia sadar dari
terkejutnya. Dja Lubuk merasa dihina, tetapi ia dapat mengendalikan diri.
"Kau ingin supaya pembunuh Daeng dan Baharsan menyerah atau akan kau tembak
mati, bukankah begitu?"
"Hm, kau tahu ya! Ilmumu boleh juga. Bisa menebak apa yang jadi rencanaku!"
"Urungkan niatmu. Panggil kembali tengkorak dan kain kafan serta ularmu yang
tujuh ekor itu." Daud semakin kagum dan mulai goyah atas kehebatan dirinya. Makhluk ini luar
biasa, akan sanggupkah ia menundukkannya"
"Kenapa kau berkata begitu?" tanya Daud.
"Karena kaulah yang akan binasa. Urungkan sebelum terlambat!"
"Kau sombong, makhluk kejam. Aku tidak akan membatalkan maksudku." Dalam hati
Daud membaca berbagai macam mantera, tetapi Dja Lubuk tidak menyerah. Daud
menyangka, bahwa makhluk inilah yang telah mencabut dua nyawa warga kota itu.
"Kau telah membunuh. Kalau punya rasa tanggung jawab tentunya kau menyerah!"
"Kau keliru Daud. Bukan aku yang membunuh!"
"Lalu siapa?" "Carilah olehmu, sebagaimana aku datang ke mari dengan mencari sendiri."
Daud merasa malu. Makhluk yang dimakinya dengan bangsat tadi bisa mencari
rumahnya, mengetahui tentang tengkorak dan kain kafan. Tahu juga tentang ular
yang tujuh ekor. Tetapi bukan dia yang membunuh, katanya. Daud dihadapkan pada
sebuah teka-teki sekaligus suatu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ujian sampai di mana kebolehannya yang ingin memamerkan kepada penduduk ParePare bahwa dialah penakluk makhluk yang tak tertundukkan itu.
Sebagai biasa, Dja Lubuk menghilang tanpa bekas. Daud merasa dan mengakui bahwa
lawannya bukan kepalang tanggung. Untuk surut ia malu. Masyarakat termasuk
atasannya di Polri belum ada yang mengetahui niat dan usahanya, tetapi makhluk
yang datang tadi sudah tahu.
Daud malu pada makhluk yang menggoncang rumahnya. Yang tahu rencana dan jalan
pikirannya. Daud bertekad menghadapi makhluk yang mau dibinasakannya.
Menangkap atau membunuhnya atau mati terbunuh. Dia sadar, itulah resiko dari
tiap orang yang berilmu dan mencari lawan. dia tidak akan memanggil semua anak
buahnya yang dikirim mencari pembunuh dukun Daeng dan Baharsan.
Itulah sebabnya maka Erwin terpaksa menguji ketangguhannya.
"Pergilah kalian," perintah Erwin.
"Kau pembunuh, harus menerima hukumanmu," ujar tengkorak. la berputar-putar
bersama kain kafan dengan maksud mengganggu syaraf Erwin. Ular yang tujuh terus
mendesis dan kian mendekat. Dja Lubuk yang sudah sampai di rumah anaknya
menyaksikan semua apa yang sedang berlangsung. Ia mau melihat apakah anaknya
sanggup menghalau kiriman orang berilmu Toraja itu. Tetapi tampaknya Erwin
kewalahan. Sulit ia menghadapi budak-budak kepunyaan Daud. Kasihan Dja Lubuk melihatnya.
Tetapi kalau ia turun tangan di situ. Erwin jadi kurang kepercayaan pada diri
sendiri. Sudah kerapkali ia datang manakala anak itu membutuhkannya.
Tanpa memperlihatkan kehadirannya, Dja Lubuk pergi. Dan tak lama kemudian rumah
Daud bergoncang lagi. Kini ia tidak punya waktu berdialog dulu. Dengan
kekuatannya menghaluskan diri, Dja Lubuk masuk ke rumah melalui celah-celah yang
hanya dapat dilalui oleh tikus. Dilihatmya Daud sedang membaca-baca menghadapi
mangkuk berisi air bersih. Ia sedang mengikuti kejadian di rumah Erwin.
Benarlah orang yang digoda suruhannya itu bukan makhluk yang datang tadi dan
kini ia datang kembali. "Tak kau suruh budak-budakmu itu kembali! Aku beri kau kesempatan sekali lagi,"
ujar Dja Lubuk yang sudah terduduk di belakang Daud. Polisi itu terkejut dan
marah. "Apa urusanmu dengan pekerjaanku ini," tanya Daud.
"Apa maksudmu hendak meneruskan urusan yang oleh atasanmu dianggap sudah
selesai. Kau ingin nama. Mau memperlihatkan kehebatanmu! Panggil semua suruhanmu
itu!" "Mengapa kau menghendaki begitu. Apa hubunganmu dengan dia?"
"Kau mau tahu" Dia anakku. Menantang dirinya sama dengan memusuhi diriku. Kalau
tak kau panggil, maka aku terpaksa membunuhmu!" kata Dja Lubuk.
"Kau sombong sekali!" kata Daud.
"Bukan. Aku mengatakan yang sebenarnya. Kalau tak kau panggil, kubunuh kau
sekarang juga," dan bersamaan dengan itu kedua tangannya yang berbentuk, berbulu
dan berkuku harimau telah memegang kedua bahu Daud. Pelan-pelan ditekannya,
darah mulai membasahi baju.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Panggil budak-budak suruhanmu!" perintah Dja Lubuk.
"Tidak! Aku tidak akan mati sendiri! Anakmu akan menemaniku."
Dja Lubuk tahu apa yang harus diperbuatnya. Cepat ia mengoyak kedua bahu
kemudian dada Daud. Muka orang itu pun ditamparinya sehingga hancur. Ia yakin, semua budak suruhan
tidak akan berdaya manakala majikannya sudah binasa.
Meskipun merasa sakit tak tertahankan, Daud tidak mengaduh, tidak minta tolong,
jauh daripada minta ampun, ia tahu bahwa lawannya ini jauh lebih kuat di luar
perkiraannya. Berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Erwin terhadap dua mangsanya, maka Dja
Lubuk tidak mengoyak dada serta perut Daud, tidak mengeluarkan isinya. Ia
sengaja membiarkan orang itu hidup untuk bisa bertahan sehari dua.
"Matikan aku," ujar dan pinta Daud.
"Tidak," jawab Dja Lubuk.
Dl LUAR dugaan Erwin, semua ular yang hendak membunuhnya mendadak berhenti
mendesis, tengkorak dan kain kafan pun hilang dari pandangannya. Tak lama
antaranya tujuh ular yang menjelma dari tujuh lintah kerbau itu pun menghilang.
Erwin tidak tahu bahwa semuanya bisa terjadi karena Daud telah dilumpuhkan oleh
ayahnya. Dan ayahnya tidak akan memberitahukan itu, supaya anaknya tidak tahu
bahwa lagi-lagi ia selamat oleh bantuan orang tua yang keluar dari kuburannya di
Mandailing sana. KEESOKAN paginya masyarakat mengetahui kematian Daud yang sersan Polisi. Yang
amat terkejut adalah Mayor Andi Basso dan Kolonel Daeng Lollo setelah mereka
mendengar bahwa kematian Daud disebabkan makhluk yang membunuh dukun Daeng dan
Baharsan. "Kita telah sepakat untuk mengakhiri perkara ini, mengapa manusia harimau itu
masih membunuh anggota kita?" tanya Kolonel Daeng Lollo.
"Tentu ada sebabnya. Kalau dia pernah mendatangiku dengan baik, begitu juga
mengunjungi Kolonel tanpa maksud jahat, tentu ada suatu sebab yang membuat dia
marah dan membunuh sersan Daud," jawab Mayor Andi Basso.
Akhirnya kedua perwira itu mengetahui, bahwa Daud mempunyai ilmu yang cukup
hebat. Ketika diperiksa ke rumahnya tampak mangkuk berisi air, tujuh ekor lintah besar
yang biasa dinamakan lintah kerbau di dalam stopfles, tengkorak dan kain kafan
berwarna lumpur yang sudah kering. Tak perlu seorang dukun untuk mengetahui,
bahwa alat-alat yang demikian hanya digunakan oleh seseorang yang punya ilmu
gaib, ilmu hitam atau sihir.
"Ini tentu pembalasan manusia harimau yang pernah menyamar sebagai wartawan
itu," kata Kolonel Daeng Lollo.
"Saya rasa juga begitu. Mungkin Daud menguji kekuatan manusia harimau itu.
Rupanya tak termakan olehnya dan dialah yang dibinasakan makhluk itu," kata
Mayor Andi Basso. Apa yang disangka kedua perwira itu menjadi dugaan sebagian besar masyarakat
Pare-Pare. Ketika kedua perwira Polri itu sudah kembali ke kantor, seorang tamu
mendaftarkan diri untuk Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertemu. Ia diperkenankan masuk. Ternyata seorang yang sudah tua, bermisai putih
dengan mata bersinar tajam. Melihat sorotan matanya kedua perwira itu
mengalihkan pandangan, tidak kuat menentangnya. Dalam hati mereka bertanya siapa
gerangan orang ini. Rasanya wajah itu pernah mereka lihat, tetapi di mana dan kapan" Ia dipersilakan
duduk. Dengan sedikit anggukan kepala tanda terima kasih ia duduk dan menatap wajah
Mayor Andi Basso. Lagi-lagi perwira itu membuang pandangannya.
"Rasanya bapak belum memperkenalkan diri. Siapa nama bapak?" tanya Kolonel Daeng
Lollo. "Orang-orang muda sekarang amat pelupa," kata orang tua itu. Umurnya ditaksir
sekitar sembilan puluh tahun tetapi badannya kekar. Misainya yang telah berwarna
putih menambah wibawa wajahnya.
"Apakah kita sudah pernah bertemu?" tanya Mayor Andi Basso.
"Tiga hari yang lalu."
"Di mana?" "Di rumah Mayor dan Kolonel."
Kedua perwira itu saling pandang. Terkejut, heran tambah sedikit takut.
"Aku Dja Lubuk, ayah Erwin yang mengunjungi kalian berdua sebagai wartawan. Aku
mau menjelaskan kekeliruan Polisi dan masyarakat!"
"Kekeliruan apa?" tanya Kolonel Daeng Lollo.
"Yang membunuh sersan Polisi Daud bukan Erwin, melainkan aku sendiri!" Dja Lubuk
melihat bahwa kedua perwira itu keheranan. Lalu katanya: "Jangan heran. Aku
membunuhnya dalam ujud manusia harimau.
Kini aku datang sebagai manusia Dja Lubuk!"
Daeng Lollo dan Andi Basso tidak dapat menanggapi. Mau dikata mimpi, tidak
mungkin. Ini suatu kenyataan.
"Kalian mau menahan aku atas dasar pengakuanku sebagai pembunuh?"
Kedua perwira itu tidak menyahut. Dja Lubuk mohon diri dengan menyalami Andi
Basso dan Daeng Lollo. Mereka membiarkannya.
SABARUDDIN dan keluarganya memandangi Erwin bila ia tidak melihat, yakin bahwa
dia membunuh sersan Daud. Ingin bertanya tetapi tidak berani. Apakah masih ada
orang lain dafam daftar maut Erwin" Kini keluarga Sabaruddin jadi takut padanya.
Berbagai bencana bisa terjadi.
Menjadi pertanyaan bagi Sabaruddin dan keluarganya mengapa Daud dibunuh Erwin
pula, sedangkan orang itu tidak punya sangkut paut dengan kematian Andi Farida.
Apakah selain daripada selalu suka membantu kawan, manusia harimau ini juga
mempunyai nafsu membunuh tanpa sebab-sebab tertentu" Erwin sebagai manusia yang
perasa segera mengetahui adanya perubahan suasana di dalam rumah itu. Mereka
tidak banyak bicara dengannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terasa pula oleh Erwin bahwa mereka dirasuki sedikit ketegangan. Erwin sendiri
mengetahui bahwa tanpa menampilkan diri tentu ayah, ompungnya atau Datuk nan
Kuniang yang telah menyelamatkannya dari serangan budak-budak suruhan yang tak
terlawan olehnya malam itu. Ia pun tahu bahwa polisi yang bernama Daud itu yang
bertanggung jawab atas kedatangan tengkorak, kain kafan dan ular yang tujuh ke
kamarnya. Khawatir menimbulkan korban baru di Pare-Pare atas siapa saja yang mungkin mau
mencoba-coba dirinya, maka Erwin mengambil keputusan untuk kembali ke Jakarta.
"Aku sangat berterima kasih atas budi baik kalian semua padaku," katanya kepada
Sabaruddin dan keluarga yang dimintanya berkumpul. Tidak ada tanggapan dan
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka semua menundukkan kepala, sadar bahwa Erwin tentunya merasakan sesuatu
yang menyinggung hatinya. Erwin meneruskan, "Aku tahu bahwa kalian dalam
dukacita. Hati kalian semua masih luka. Aku tak dapat berbuat apa-apa untuk
meringankan beban penderitaan kalian. Kehadiranku lebih lama tidak ada gunanya
bagi kalian dan bagiku. Tak usahlah kukatakan, bahwa kehadiranku sudah tidak
dibutuhkan." Rupanya Erwin tidak seluruhnya dapat menahan diri.
Dilontarkannya sebagian untuk ditelan oleh keluarga Sabaruddin.
Sebelum sahabatnya dapat menjawab ia meneruskan, "Saya besok ke Ujungpandang dan
terus ke Jakarta. Kalian semua telah amat baik bagiku, semoga Tuhan memberi imbalannya."
"Mengapa begitu mendadak dan terburu-buru?" tanya ayah Sabaruddin.
"Demi kebaikan Pak. Demi ketenangan," jawab Erwin.
"Kau telah banyak sekali meringankan penderitaan batin kami!"
"Sabaruddin sahabat baikku. Apa yang kulakukan hanyalah yang wajar. Aku tidak
pernah melakukan sesuatu yang tidak pantas. Juga di Pare-Pare ini." Dengan
begitu ia ingin menyampaikan kepada keluarga Sabaruddin, bahwa kematian Daud
bukan oleh tangannya. Dan nampaknya keluarga Sabaruddin mengerti sindiran itu.
Mereka saling pandang, tetapi tidak saling tanya. Pandangan mata mereka
menunjukkan, bahwa mereka mengerti. Erwin tidak membunuh Daud. Tidak selayaknya
mereka berubah sikap terhadap Erwin sejak kematian Daud yang tetap misterius
itu. "Kalau kami punya kesalahan atau kekhilafan kami mohon dimaafkan Er," kata ibu
Sabaruddin yang telah memandangnya sebagai anak sendiri.
"Kekhilafan adalah sesuatu yang bisa terjadi. Semua manusia pernah membuat
kesalahan atau kekhilafan."
"Budimu besar sekali Erwin, dengan apa kami dapat membalas?" tanya ayah
Sabaruddin. Memang ia tak tahu bagaimana membalas budi manusia harimau itu.
"Jangan membuat aku tersinggung Pak. Aku tidak menjual bantuan atau jasa."
Muka ayah Sabaruddin memerah malu mendengar jawaban Erwin. Ini salah seorang
dari teramat sedikit manusia yang memberi jasa tanpa mengharapkan imbalan. Pada
umumnya manusia Indonesia masa kini, hanya mau membantu kalau untuk itu ia
mendapat bayaran yang setimpal. Bahkan banyak yang ingin bayaran jauh lebih
besar daripada bantuan yang diberikan.
Untuk jasa wajib pun, misalnya pejabat terhadap rakyat, masih terlalu banyak
yang meminta atau Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memaksakan bayaran. Tanpa bayaran orang tidak akan memenuhi kewajiban. Bayaran
resmi dianggap tidak cukup. Menyedihkan memang, tetapi begitulah yang kita lihat
dalam kenyataan. Untuk memulihkan harga diri ayah Sabaruddin berkata: "Saya tidak bermaksud
imbalan uang Erwin. Tetapi kami sekeluarga akan senang sekali kalau kami dapat
berbuat sesuatu untukmu. Bagi kami kau sudah seperti anak sendiri, seperti Sabaruddin."
"Terima kasih," jawab Erwin, "Tetapi sungguh saya merasa cukup dengan apa yang
ada. Kurasa tidak ada yang dapat Bapak buat untukku! Aku dianggap sebagai
keluarga,terima kasih."
*** SI MANUSIA harimau kembali seorang diri ke Jakarta. Sahabatnya Sabaruddin masih
tinggal atas permintaan kedua orang tua dan keluarganya. Sejak mulai masuk
terminal sampai tiba saatnya naik pesawat, Erwin tak hentinya berdoa agar
dirinya jangan berubah menjadi harimau.
Inilah yang selalu dirasakannya sebagai kemungkinan yang menakutkan. Ia bisa
saja mendadak berubah ujud tanpa dikehendakinya. Yang demikian sudah beberapa
kali terjadi. Inilah suatu kemalangan dan penderitaan bagi anak muda itu. Karena
tidak selalu terbang, maka tatkala memperlihatkan karcisnya pada petugas untuk
mendapatkan tempat duduk, ia tidak meminta tempat duduk baris mana dan nomor
berapa yang dikehendakinya. Ia menerima saja apa yang diberi oleh petugas.
Ia dapat tempat di baris kedelapan nomor C. Baru beberapa detik ia duduk datang
seorang wanita yang akan duduk di baris kedelapan itu juga nomor A, persis di
sebelah kiri Erwin, di sisi jendela, sehingga leluasa mernandang ke luar. Erwin
berdiri memberi jalan kepada wanita itu, yang mengangguk tanda terima kasih atas
sopan santunnya. Jarang penumpang mau berdiri memberi jalan kepada penumpang
yang duduk di bagian luar, sehingga harus dengan agak susah melalui jarak sempit
antara barisan-barisan tempat duduk itu.
Setelah wanita itu duduk, barulah Erwin mengambil tempatnya kembali.
"U akan ke Jakarta atau akan melanjutkan perjalanan ke Sumatera?" tanya wanita
itu. Erwin menjawab bahwa ia akan ke Jakarta saja, tetapi dalam hati merasa
heran mengapa wanita itu bertanya apakah ia akan meneruskan perjalanan ke
Sumatera. "Apakah nona akan ke Sumatera?" tanya Erwin mengimbangi pertanyaan kenalan baru
itu. "Saya hanya ke Jakarta. Maaf, saya Erwin, mengapa nona tanya apakah saya akan
terus ke Sumatera?" Wanita itu tersenyum kecil, lalu berkata bahwa ia bernama
Sabrina dan memang akan meneruskan perjalanannya ke Padang. Ia bertanya apakah
Erwin ke Sumatera, hanya sekedar tanya.
"Nona asal Padang ataukah Bukit Tinggi?" tanya Erwin. Wanita muda dan cantik itu
tidak segera menjawab. Padahal pertanyaan kota asal saja tentu dapat dijawab
tanpa pikir. "Kenapa U tanya dari mana asal saya?" wanita itu balik bertanya beberapa saat
kemudian. "Ah tidak apa-apa, sekedar tanya saja sebagaimana Nona tanyakan tadi apakah saya
akan meneruskan perjalanan ke Sumatera!"
Wanita itu tersenyum lagi, merasa bahwa Erwin seorang yang cerdas dan sedap
dalarn pergaulan. Dan kalau ia diibaratkan orang berhutang maka ia termasuk
orang yang suka segera membayar. Erwin juga tertawa.
"Saya dari Sungai Penuh," kata Sabrina. "Dan jangan katakan bahwa di Sungai
Penuh tidak lazim wanita punya nama Sabrina."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nona cerdas sekali, memang tadinya saya mau mengatakan begitu, tetapi telah
keduluan Nona." "Tidak secerdas U, yang begitu cepat memberi balasan tadi!"
Keduanya tertawa dan merasa serasi dalam bergaul walaupun baru saja berkenalan.
"Nama itu pemberian paman saya yang membesarkan dan menyekolahkan saya sejak
umur sebelas tahun. Saya bukan orang yang bernasib baik untuk masih punya ayah
kandung selepas umur sebelas. Nama saya sebenarnya Saribanun, paman membiasakan
jadi Sabrina." Sabrina menghela napas, rupanya karena mengenang ayahnya yang
telah tiada. "Saya dapat merasakan," kata Erwin. "Saya juga sudah tidak punya ayah." Di
hadapannya terbayang Dja Lubuk. Kekar dengan misai tebal pada wajahnya yang
selalu tampan. Sampai saat itu ia merasakan kasih sayang ayahnya yang selalu
keluar dari kuburan membela anaknya. Cinta ayah yang tak pernah padam terhadap
anak. "Saya sayang sekali pada ayah saya, U juga?" tanya Sabrina.
"Kaku sekali kata-kata U yang Nona gunakan. Bagaimana kalau saya disebut dengan
nama saja" Dan saya akan menyebut Nona dengan Sab, Ina atau Sabrina!"
"Ide yang baik. Saya setuju," kata Sabrina bagaikan orang yang sudah bersahabat
lama dengan Erwin. "Tadi Ina tanya apakah saya juga sayang pada ayah saya. O, sayang sekali, sampai
sekarang, sampai aku telah dipanggil Tuhan kembali kelak. Dan ayahku pun sayang
sekali padaku, sampai sekarang," katanya polos.
Ina memandangi Erwin yang bercerita seenaknya tetapi juga serius. Dalam hati ada
tanda tanya, tetapi Sabrina tidak menanyakannya. Bagaimana Erwin tahu bahwa
sampai saat itu ayahnya masih selalu sayang padanya.
Dalam hatinya timbul pula tanda tanya lain, apakah Erwin ini mempunyai nasib
yang sama dengan dia" Ah, mustahil. Masa iya kebetulan bisa duduk berdampingan.
Tidak ada dua di antara sejuta orang yang punya nasib seperti dirinya, pikir
Sabrina di dalam hati. Pada saat itu, Sabrina yang sudah berpendidikan cukup, hidup secara modern maksudnya tidak lagi seperti orang di kampong, teringat pada ayahnya dan wajah
orang tua itu terbayang di hadapan matanya. Dan ia tidak dapat mencegah air mata
menerobos bendungan lalu membasahi pipinya.
Dua manusia, duduk bersebelahan, sama-sama mengenang dan memandang wajah ayah.
Dengan sebab yang berbeda. Dengan akibat yang juga tidak seluruhnya sama.
Sabrina teringat kembali pada saat-saat yang amat memilukan itu. Ayahnya diusung
beberapa orang ke rumah dalam keadaan sudah tidak bernyawa, penuh dengan lukaluka bekas bacokan dengan parang, yang di Tanah Minang dinamakan orang lading
(menyebutnya ladiang). la, kakak-kakak dan adik-adiknya menangis sejadi-jadinya.
Pertama-tama kehilangan ayah, kedua keadaan mayat ayah yang begitu memilukan.
Penuh berlumuran darah. Hanya ibunya kemudian menerima keadaan itu tanpa tangis
lagi. Walaupun sedihnya tak terkatakan. Dilihatnya wajah suaminya sebentar,
kemudian ia duduk di sudut rumah. Tak sudi didekati orang, tak suka ditegur. Tak
ada seorang pun tahu mengapa ia bersikap begitu. la bagaikan istri yang berhati
baja, pasrah kepada Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nasib dan keadaan. Tak ada seorang pun tahu, apa yang dipintanya dalam dia
bersedih dan berdiam diri itu. Peristiwa itu menjadi buah bibir orang kampung.
"Si Cindakulah mati dibunueh," kata orang berbisik-bisik. Si Cindaku sudah mati
dibunuh, kata mereka. Cindaku adalah manusia yang kadang-kadang menjelma jadi harimau. Tanda dari
manusia yang cindaku adalah suaranya yang kadang-kadang agak sengau tanpa sebab,
kadang-kadang normal seperti manusia lainnya.
Di bawah hidung tidak ada parit. Rata saja. Matanya bisa mendadak kuyu, bukan
liar menakutkan. Kekuyuan mata itu bisa membuat orang lemah terhipnotis, tak
berdaya dan tak bergerak kalau begitu perintah cindaku dalam pikiran atau
otaknya. Cindaku tidak sama dengan manusia harimau seperti Raja Tigor, Dja Lubuk dan
Erwin. Setelah menggigil ia berubah seluruhnya jadi harimau. Dan dalam keadaan
biasa, ia selalu mempunyai ekor, kira-kira lima senti panjangnya. Tentu saja tak
tampak karena tersimpan di balik celana atau kain sarungnya. Dan berbeda dengan
manusia harimau yang perubahan dimulai dari berbulu, maka cindaku berubah ujud
mulai dari buntut. Buntut atau ekor ini pelan-pelan memanjang dan mengambil rupa
ekor harimau. Cindaku tidak bisa jadi harimau besar sekali. Hanya sedang-sedang
saja. la mau makan orang, tetapi lazimnya hanya mengambil darah korbannya saja.
Lain lagi dengan cindaku yang wanita. Baginya cukup membuat seisi rumah tak
berdaya lalu ia mengisap darah anak kecil atau bayi, tanpa meninggalkan bekas
gigitan. Ia bisa mengisap darah dengan hanya memandangi mangsanya, yang akhirnya
akan jadi lemas dan pucat lalu mati karena seluruh darahnya telah diisap oleh
cindaku yang wanita. Erwin membiarkan Sabrina dengan kesedihannya. Tak banyak guna atau tak ada guna
sama sekali mencampurinya, karena ia tidak tahu kisahnya. Kenal pun baru
beberapa menit, sejak duduk bersebelahan.
Kini pesawat sudah dua puluh menit di angkasa, terbang dengan ketinggian sekitar
8.000 meter dari bumi. Oleh Erwin terdengar kawannya menyebut: "Ya, Allah," lalu ia membaca-baca,
mungkin ayat-ayat al Quran.
Almarhum ayah Saribanun, Maulana Sutan Rimbogadang pada tahun-tahun terakhir
diketahui oleh masyarakat kampungnya sebagai salah satu dari sekian banyak
cindaku yang ada di seluruh Kerinci. Ada berbagai macam cerita mengenai asal
usul cindaku ini. Ada orang mengatakan bahwa di Kerincilah paling banyak
cindaku. Paling banyak tidak berarti dalam jumlah ribuan, tetapi lebih banyak
dari daerah lain. Menurut dongeng dari daerah inilah asal usulnya cindaku. Di daerah lain ia
dinamakan harimau jadi-jadian, karena hanya kadangkala ia menjadi harimau. Sudah
tentu orang takut pada manusia yang jadi harimau, walaupun hanya sewaktu-waktu.
SUTAN RIMBOGADANG dalam keadaan normal mempunyai perangai dan sifat-sifat yang
baik. Sejak muda ia disukai oleh kawan dan sahabat karena pandai bergaul dan suka
saiing membantu antar para pemuda sebaya.
Di sekolah ia terkenal sebagai murid yang rajin dan pandai sehingga disayang
pula oleh para guru. Tak jelas apa yang menjadi sebab. Beberapa tahun setelah ia
menikah, ia menjadi agak pendiam dan kemudian menjauhkan diri dari kawankawannya. Mereka semua tak mengerti apa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang jadi sebab perubahan sikap Maulana yang setelah berumah tangga bergelar
Sutan Rimbogadang. Menjadi kebiasaaan bagi orang Minang, manakala telah menikah,
maka laki-laki diberi gelar. Ada yang Sutan, yang Datuk atau yang Raja. Dari
situlah datangnya Datuk nan Basa, Sutan Majo Enda, Raja Batuah dan semacamnya.
Keluarganya sendiri tidak mengetahui apa sebab Sutan Rimbogadang jadi berubah.
Tetapi pada suatu hari rahasia itu terbuka juga. Saat itu, istrinya Bibah masuk
kamar tanpa disadari oleh sutan yang sedang asyik memperhatikan wajahnya pada
sebuah kaca gantung cukup besar model kuno.
Mukanya rapat ke kaca itu, rupanya agar lebih jelas bagi Sutan apa yang hendak
dilihat atau dipastikannya. Ia meraba-raba bawah hidungnya dan memperhatikannya
dengan teliti tetapi juga sangat cemas. Muka Sutan berubah pucat dari rasa takut
menjalari tubuhnya. Bagaimana mimpi bisa jadi kenyataan" Pada malam yang lalu ia mimpi bertemu
dengan kakeknya, yang sudah lama meninggal. Diciumnya tangan orang tua itu
dengan khidmat. Tanpa memandang wajahnya, karena ia memang tak pernah berani
menentang wajah itu. Nama kakeknya itu Pakih Imran, terkenal alim dan disegani
orang. Tetapi ia juga terkenal sebagai orang yang tidak punya parit di bawah
hidungnya, tandanya ia seorang cindaku. Nasib baik bagi Pakih Imran, ia tidak
pernah berubah bentuk di depan umum. la, selalu mengetahui bila saat begitu akan
tiba, maka ia buru-buru mengunci diri di kamar atau lari ke hutan.
Perubahannya menjadi harimau tak ada yang pernah melihat. Dia pun tidak
tergolong pada cindaku yang ganas, yang sewaktu-waktu haus akan darah manusia.
Dengan Pakih Imran inilah Maulana Sutan Rimbogadang bertemu dalam mimpinya.
Ketika ia mencium tangan orang tua itu, terdengar olehnya Pakih berkata: "Aku
datang menyampaikan kabar buruk padamu Maulana. Dengarkan baik-baik."
Dalam mimpi itu Maulana serasa mendengarkan dengan penuh perhatian apakah
gerangan yang akan dikatakan oleh orang tua itu. Setelah hening sejenak, Pakih
berkata: "Rupanya sudah penentuan bagi dirimu untuk mewarisi nasib burukku."
Pakih diam lagi sementara Maulana juga diam dengan hati berdebar, nasib buruk
apakah yang akan diwarisinya dari kakeknya itu.
"Aku telah coba mengelakkannya Maulana, tetapi ternyata tak mungkin."
"Apakah itu inyiek?" tanya Maulana kepada kakeknya.
"Mulai besok kau akan menjadi cindaku seperti aku di masa hidup dulu. Coba
kuatkan hatimu. Terima kemestian ini. Jikalau kau selalu tenang dan menguasai diri seperti aku
dulu, tentu kau dapat menyembunyikan rahasia ini. Setidak-tidaknya tidak akan
pernah menampakkan keharimauan dirimu di muka khalayak ramai."
Terasa oleh Maulana bahwa ia benar-benar menangis dalam mimpi itu sehingga
istrinya mendengar dan membangunkannya.
"Mengapa da?" tanya Bibah. (Da berasal dari Uda, yang artinya abang atau kakak
laki-laki. Banyak perempuan Minang menyebut suaminya dengan Uda). Maulana menggumam
"astagfirullah", lalu membaca sebuah ayat Al Quran.
"Mimpi buruk?" tanya istrinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak!" jawab Maulana menyembunyikan. Dan Bibah tidak mendesak, walaupun ia
yakin bahwa suaminya pasti memimpikan sesuatu yang menakutkan. Sampai pagi
Maulana tak dapat tidur lagi, bertopangkan kedua telapaktangannya memandangi
langit-langit. Mimpi itu sangat jelas.
Dia coba menenangkan diri, bahwa mimpi hanya permainan atau godaan tidur, tidak
akan jadi kenyataan. Banyak orang mimpi mendapat harta yang bertumpuk, rasanya
kekayaan itu dipegang dan dimilikinya, lalu ia kegirangan dalam mimpi yang
seperti benar-benar terjadi. Ketika terbangun secara pelahan baru ia akan sadar,
bahwa kekayaan yang jadi kepunyaannya hanya impian belaka.
Banyak pula orang memimpikan dirinya mati, ia ketakutan menghadapi maut, sampai
ia berkeringatkeringat, tetapi ternyata ia tetap hidup. Maulana tahu, bahwa
cindaku tidak mempunyai parit di bawah hidung. Setelah ia mimpi buruk itu
jarijarinya selalu meraba tempat parit antara bibir atas dengan hiduoig. Ah,
parit itu ada di sana. Benarlah, hanya impian belaka dan ia tidak perlu menyiksa
diri dengan perasaan takut.
Dalam ia merasa agak tenang itulah ia sempat terlena sebentar, hanya beberapa
menit untuk kemudian terbangun kembali dan secara refleks jari-jari tangan
kanannya meraba bawah hidungnya. Ia mendadak jadi pucat, walaupun belum segera
yakin karena barangkali hanya pengaruh ketakutannya saja. Parit di bawah hidung
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu tidak ada lagi. Hilang. Tadi masih ada.
Mustahil! Istrinya telah duluan bangun dan mengambil air sembahyang untuk subuh.
Maulana Sutan Rimbogadang pergi ke kaca kuno ukuran besar itu, diperhatikannya
bawah hidungnya. Memang parit itu, kini sudah tidak ada lagi. Mungkinkah" Ia
masih coba tidak percaya.
Tetapi dilihat dan diraba berkali-kali, parit itu memang sudah tiada.
Tubuh Maulana menggigil oleh rasa takut dan malu. Ia telah jadi cindaku, mulai
hari itu. Ia bukan Maulana yang kemarin lagi. Bagaimana sekarang" Macam-macam
pikiran timbul dalam otaknya.
Melarikan diri" Ke mana! Di tempat lain orang akan tahu juga. Si manusia tanpa
parit di bawah hidung. Tanda ia harimau jadi-jadian.
Kakeknya berkata bahwa ia harus menerima nasib itu dan berusaha untuk tidak jadi
harimau di hadapan orang banyak. Bahkan jangan di hadapan keluarga sekalipun.
Dia harus ingat dan patuh pada nasihat kakeknya itu.' Lari bukan jalan keluar,
bunuh diri berarti mati sesat dan menolak suatu takdir. Mulai pagi itu Maulana
jadi gelisah._ Rahasia itu disimpannya sendiri. Ia tak keluar-keluar kamar,
katanya ia kurang sehat. Ia takut ada keluarga yang melihat bahwa ia telah jadi
cindaku. Betapa memalukan.
Padahal mestinya tidak usah malu. Bukan ia yang menghendaki. Itu suatu penentuan
nasib, tidak bisa ditentang ...Tetapi pada siang itu, ketika ia untuk kesekian
kalinya melihat wajahnya di kaca, istrinya masuk tanpa diketahuinya sehingga
perempuan itu tertarik dan kemudian mendekatinya.
"Apa yang Uda perhatikan itu" Tumbuh jerawat?" tanya Bibah.
Maulana tersentak karena terkejut. Menjawab, tidak ada apa-apa. Tetapi Bibah
melihat perubahan pada wajah suaminya. Jerawat tak kelihatan, lalu apa yang
menyebabkan ia begitu asyik berkaca" Maulana menyapu-nyapu mulut hingga ke
hidungnya untuk menutupi parit yang telah tiada.
"Ada yang Uda sembunyikan padaku. Kelihatannya Uda bingung. Apa yang dipikirkan"
Apakah aku tak dapat menolong?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak ada yang akan ditolong. Aku tidak apa-apa."
"Rupanya aku istri yang kurang dipercaya. Aku yakin ada yang Uda sembunyikan.
Yang aku tidak boleh tahu. Baiklah kalau begitu," lalu Bibah hendak beranjak
pergi. Pada saat itulah Maulana menyadari bahwa ia berbuat keliru kalau istrinya
merasa tidak dipercaya. Mereka nikah atas dasar saling menyayangi.
"Bibah," seru Maulana, sehingga istrinya berbalik, tetapi tetap berdiri di
tempat. "Kemarilah," ujar Maulana, suaranya pelan. Bibah mendapatkannya.
"Lihatlah mukaku," kata Maulana. Bibah menurut. Ia tidak segera melihat adanya
perubahan. "Aku tak melihat apa-apa. Mengapa rupanya?"
"Lihatlah baik-baik Bibah. Di bawah hidungku," dan Maulana menunjuk dengan
telunjuk tangan kanannya. Bibah kaget. Mau tak percaya, mustahil. Matanya
sendiri melihat sudah. Bibah juga jadi pucat.
"Mengapa begitu. Apa artinya ini!" Bibah bertanya, padahal ia tahu bahwa tidak
adanya parit di bawah hidung berarti yang punya diri seorang cindaku.
"Baru mulai tadi Bibah," kata Sutan Rimbogadang. Ia ceritakan mimpi dan
kelanjutannya. Bibah mendengarkan. Bagaimanapun anehnya, ia merupakan suatu
kenyataan yang amat menyedihkan.
Tetapi Bibah tahu, bahwa kalau nenek, kakek atau yang iebih tua lagi pernah
manusia cindaku, maka selalu ada keturunannya, walaupun hanya seorang, yang juga
cindaku. Bibah diam. Tak dapat disangkal lagi, bahwa suaminya telah jadi manusia
cindaku dan sewaktu-waktu akan jadi harimau. Hal ini tidak menyebabkan
berubahnya kasih sayang kepada Maulana, tetapi juga tidak dapat dibantah, bahwa
jikalau masyarakat sudah mengetahui, maka keluarga mereka akan didesas-desuskan.
Orang-orang yang punya anak kecil akan takut manakala Maulana singgah
bertandang. Jangankan singgah, melewati rumah mereka pun akan menimbulkan rasa
takut. Kalau-kalau nafsu harimaunya bangkit dan ia ingin meminum darah manusia.
Itulah sebabnya Maulana menjauhkan diri dari kawan-kawannya. Mereka akan melihat
kelainan pada wajahnya itu dan mereka pun pasti akan membicarakan dirinya. Bukan
hanya itu. Mereka yang sedang punya anak kecil atau bayi juga akan seialu curiga
padanya. Kian lama kian membesar rasa rendah diri pada Maulana.
Untunglah, walaupun hari, pekan, bulan dan tahun silih berganti, Maulana tidak
pernah bernasib buruk. Menjadi harimau di hadapan orang banyak. Sebagaimana dipesan oleh kakeknya di
dalam mimpi, ia selalu menghindar kala datang perasaan akan mengharimau itu. la
hidup rukun dengan istrinya sebagairnana keluarga damai lainnya. la mendapat
anak, laki-laki dan perempuan. Yang nomor tiga adalah Saribanun, seorang gadis
yang amat rupawan.Kemudian terjadilah malapetaka itu. Pada suatu hari Jumat,
selepas masyarakat setempat bersembahyang, Sutan Rimbogadang merasakan keanehan
itu. Bulu-bulu tubuhnya meremang, kemudian terasa turnbuh ekor yang kian
memanjang. Ia berlari untuk menyingkir, tetapi semua terjadi begitu cepat. Masih di antara
orang banyak ia berubah jadi harimau yang kelihatan kebingungan. Orang banyak
jadi panik, sepanik Sutan Rimbogadang sendiri. Ada yang berlari lintang pukang
cari selamat, sama halnya dengan cindaku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sebenarnya juga mau menyelamatkan diri. Tetapi sebagian dari orang banyak
itu berteriak-teriak agar cindaku itu dikepung.
"Kapuang, bunuah!" kata beberapa orang dengan nada memerintah.
Mendengar ini cindaku jadi tambah ketakutan. Mengapa ia harus dikepung dan
dibunuh sedangkan dia tidak punya niat untuk menyusahkan siapapun, ia malah mau
melarikan diri. Sejumlah orang muiai membuat gerak untuk mengepung si cindaku. Maulana jadi
tambah takut, tambah panik. Kemudian tak tahu apa lagi yang harus dilakukannya
untuk menyelamatkan nyawa. Ia tak mau dibunuh.
la punya banyak anak yang masih jadi tanggungannya. Dulu, ketika ia manusia
biasa dan kini setelah ia jadi cindaku, ia tidak pernah menyakitkan hati atau
menyakiti orang. Bukan keinginannya ditimpa nasib seperti ini.
Kepungan tambah rapat. Mereka telah diberi senjata oleh orang-orang yang
tinggalnya di sekitar situ. Ada parang, ada tombak. Ada pula yang membawa kayu
panjang untuk menusuk cindaku dari jauh. Melihat kenyataan yang mengerikan itu,
cindaku jadi kalap. la tak mau mati, dan satu-satunya jalan kini adalah melawan
orang yang ingin membunuhnya. Harimau jadi-jadian itu kini tidak beriari lagi.
la mengambil sikap, menanti apa yang akan datang. Orang-orang yang mengepung
kini mulai takut. Tetapi mau mundur merasa malu. Lagi pula mereka banyak, ada
sekitar dua belas orang. Mustahil tak dapat menangkap atau membunuh cindaku itu.
Akhirnya terjadilah adu kuat, yang banyak mau membunuh, yang cindaku mau
menyelamatkan nyawa. Dan untuk itu ia pun harus berani membunuh.
Beberapa orang telah mulai menyerang dengan tombak dan ladiang. Cindaku juga
mulai menerjang kian ke mari dengan kakinya yang berkuku kuat dan tajam. Maulana
yang mengharimau akhirnya mendapat beberapa luka, di antaranya ada yang cukup
berat. Tetapi beberapa pengepung dan penyerang juga sudah ada yang luka parah,
diusung ke luar gelanggang pertarungan. Cindaku tambah marah, para pengepung
juga tambah galak. Kini tidak ada lagi lain pilihan. Membunuh atau dibunuh.
Berita tentang Sutan Rimbogadang mendadak jadi harimau dan sedang dikeroyok
orang banyak akhirnya sampai ke telinga Bibah, istrinya. Dengan pikiran yang
amat cemas dan marah bercampur takut ia berlari membawa sebilah parang untuk
menolong suami yang amat dicintainya.
Walaupun ia cindaku. Bab 7 SEBELUM sampai ke tempat pertarungan antara suaminya dengan belasan penduduk itu
orang telah melihat Bibah dengan parang di tangannya. Maka berteriak-teriaklah
mereka; "Si Bibah mengamuek, si Bibah mengamuek!" Ketika hampir sampai ke tempat
tujuan Bibah disergap orang.
Ia meronta-ronta dalam usaha membebaskan diri, tetapi tak berhasil.
Maulana sempat melihat istrinya dilumpuhkan. Hatinya terharu dan jadi lebih
marah dan ganas. Dengan sisa-sisa tenaga cindaku itu mengamuk sejadi-jadinya sehingga akhirnya
tak kurang dari enam pengeroyok tewas di tempat itu juga. Tetapi cindaku itu
sendiri pun roboh. Pengeroyok-pengeroyok yang masih hidup
terus membacok dan menusuk dirinya, sehingga ia tewas. Lalu terjadilah apa yang
harus terjadi dengan cindaku yang mati. Tubuh harimau yang sudah tak bernyawa
itu berubah menjadi tubuh manusia kembali, manusia Maulana Sutan Rimbogadang
dalam keadaan penuh luka dan berlumuran darah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bibah yang melihat dari jarak beberapa meter meraungraung oleh kesedihannya.
Para pengeroyok dan orang-orang yang berani mendekat setelah cindaku itu mati,
semua tunduk dengan berbagai macam perasaan.
Sebab yang di hadapan mereka bukan bangkai harimau yang ganas, melainkan tubuh
orang kampung mereka sendiri, Maulana yang terkenal ramah dan baik budi, tak
pernah menyakiti siapapun. Menyesal atau puaskah mereka" Apapun yang mereka
rasakan, semua telah berlalu, tak dapat diubah lagi. Mereka tidak sanggup
menghidupkan kembali Maulana yang sudah mereka bunuh. Yang dapat mereka lakukan
hanyalah mengusung mayatnya dan itulah yang mereka kerjakan. Mayat-mayat
pengeroyok dibawa pulang oleh keluarga masing-masing.
Kejadian itu menimbulkan dukacita sekampung. Beberapa orang tua yang tidak turut
di tempat itu, amat menyesali perbuatan orang-orang yang mengeroyok si cindaku.
Bukankah mereka melihat Maulana yang berubah jadi harimau dan ia pun hanya mau
melarikan diri. Mengapa harus dibunuh! Cindaku yang tidak pernah menyakiti itu
sampai terpaksa membunuh enam orang sekampungnya karena ia dipojokkan sehingga
tidak mempunyai pilihan lain. Manusia jadi cindaku bukan karena keinginan
sendiri, tetapi karena suatu nasib yang tidak dapat dielakkan.
*** ITULAH yang terbayang di hadapan Sabrina.
Kenangan amat memilukan yang sewaktu-waktu datang, membuat air mata tak
terbendung lagi. "Maafkan aku," kata Sabrina setelah ia tenang kembali.
"Aku mengerti," ujar Erwin.
"Mengerti, katamu?"
"Ya, mengerti. Tiap orang punya masa silam yang mengharukan dan membuat ia
teramat sedih manakala sedang mengenangnya."
Sabrina berpikir, apakah mungkin kawan barunya ini mengetahui masa silamnya yang
menyedihkan itu" Ah, mustahil. Kenal pun baru ini.
"Aku juga punya masa lampau yang amat menyedihkan Ina, mungkin lebih parah dari
kau, dan aku selalu terkenang pada masa itu."
"Tak ada nasib sesedih diriku," kata Sabrina penuh keyakinan.
Erwin diam. Bertanyakan kisah sedih pada orang yang sedang dilanda kesedihan
sangat tidak bijaksana. "Kau akan langsung tukar pesawat di Jakarta untuk terus ke Padang?" tanya Erwin
dalam usahanya mengalihkan wanita itu pada soal lain.
"Tidak. Akan singgah beberapa hari di tempat famili!" jawab Sabrina.
"Siapa namanya" Siapa tahu, barangkali aku mengenalnya!"
"Pamanku, yang mengambil aku setelah ayahku meninggal. Nama beliau Sutan
Mandiangin." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sungai Penuh kota kelahiranmu cukup terkenal dan menjadi sumber banyak cerita."
"Cerita apa maksudmu?" tanya Sabrina agak curiga.
?'Macam-macam. Di sana banyak orang pandai ilmu, bukan?"
"O, itu. Di seluruh Minang banyak orang pandai ilmu kebatinan!"
"Sihir juga ada kata orang."
"Ada juga, tetapi tidak banyak."
"Khusus di Kerinci kabarnya banyak orang kebal. Dan menurut cerita di sana ada
banyak harimau jadijadian. Apakah itu betul?" Sesudah berkata dan bertanya
begitu barulah Erwin bertanya pada diri sendiri mengapa ia menanyakan itu.
Seharusnya ia tidak boleh mempersoaikan itu karena ia sendiri adalah manusia
harimau. Apakah yang mendorongnya sampai bertanya begitu"
Serentak dengan pertanyaannya itu, Erwin merasa bahwa apa yang amat ditakutinya
akan terjadi. Ya Tuhan, bagaimana itu" Seluruh penumpang dan awak pesawat akan
panik. Bisa jadi pesawat tidak akan dapat dikendalikan dengan baik dan jatuh
untuk terbakar, menghanguskan seluruh manusia yang ada di dalamnya.
"Tuhan, tolonglah aku. Ayah, ompung, tolong aku," kata Erwin. la tidak hanya
meminta dalam hati, tetapi mengatakannya dengan pelan-pelan, seakan-akan ia
takut Tuhan, ayah serta kakeknya tidak akan mendengar kalau ia hanya
mengatakannya di dalam hati saja. Dan celakanya, suara pelahan itu toh cukup
keras untuk terdengar oleh Sabrina. la terkejut, walaupun tidak
memperlihatkannya. Mengapa kawannya itu sampai menyebut Tuhan, ayah dan kakek.
"Ada apa Erwin?" tanya Sabrina pelahan.
Sabrina melihat wajah Erwin mulai basah oleh keringat. Ia mulai takut. Sakitkah
sahabat barunya ini"
"Kupanggilkan pramugari ya. Dia akan dapat menolong!" kata Sabrina.
"Jangan, jangan. Ya Tuhan, tolonglah aku sekali ini!"
"Kau mengapa Erwin. Apa yang kau rasa?"
"Lihat tanganku, jangan menjerit dan jangan minta tolong!"
Kini Sabrina melihatnya. Di tangan Erwin mulai keluar bulu. Kian banyak dan
warna bulu harimau. "Tolong aku Tuhan. Tolonglah aku Ayah, Ompung!" kata Erwin.
Rupanya Tuhan mendengar permohonannya. Pelan-pelan tangan yang sudah berbulu
harimau itu, normal kembali.
"Alhamdulillah. Segala puji terpulang padamu Tuhanku yang Maha Pengasih."
Sabrina pun turut bersyukur, kendati ia belum tahu apakah sebabnya tumbuh bulu
harimau di tangan Erwin tadi.
Apakah ia juga cindaku seperti ayahnya yang telah tiada. Tak masuk akal, anak
seorang cindaku Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kebetulan duduk berdampingan dengan cindaku dalam sebuah pesawat terbang. Tanpa
sengaja, hanya menurutkan gerakan refleks, Sabrina memegang tangan Erwin dan
berkata: "Tabahkan hatimu. Itu suatu penentuan."
"Kau tidak takut?" tanya Erwin.
"Tidak. Mengapa mesti takut?" sahut Sabrina.
"Aku bukan manusia normal. Manusia tidak akan ditumbuhi bulu harimau!"
"Tetapi kau sahabatku. Pasti tidak akan mengusik diriku. Di dunia banyak yang
aneh. Keanehan tidak mesti berarti keburukan. Dan kewajaran tidak selalu berarti
kebaikan. Betapa banyaknya manusia yang kelihatan normal, ganteng, berpangkat
pula lagi, tetapi dalam tindak tanduk ternyata mempunyai jiwa hewan.
Kejam atau serakah. Tak mengenal kemanusiaan terhadap sesama manusia."
"Kau melantur ke soal-soal politik!"
"Itu bukan soal politik. Itu kenyataan yang diketahui oleh sebagian besar bangsa
kita yang tidak buta mata. Apalagi oleh yang bisa baca!"
"Kau cerdas sekali Sabrina!"
"Sudah kau katakan tadi. Kalau orang mengetahui apa yang jadi kenyataan di
lingkungannya, maka orang itu belum tentu cerdas. Dia cuma manusia yang punya
telinga untuk mendengar dan punya mata untuk membaca dan melihat."
"Aku heran kau tidak takut padaku."
"Sudah kukatakan. Kau sahabatku dan aku sudah jadi sahabatmu. Mana mungkin kau
akan mengganggu aku!"
"Kalau sekiranya aku berubah jadi harimau?" tanya Erwin.
"Aku tidak juga akan takut!" Erwin terdiam seketika.
"Walaupun kita sudah bersahabat, aku tetap heran kau tidak takut padaku,
yang ..." Erwin tidak meneruskan.
"Yang bisa jadi harimau," kata Sabrina meneruskan.
"Kau pernah mendengar tentang manusia harimau" Yang masih ada di Mandaiiing. Aku
ini salah satu dari padanya!"
"Telah kukatakan, bahwa tidak ada manusia punya nasib sesedih aku!"
"Kenapa kau berpendapat begitu?"
"Aku anak cindaku! Dan ayahku meninggal karena dibunuh masyarakat!" Sabrina
terkenang pula akan peristiwa pembunuhan ayahnya dan tak dapat menahan air mata.
Erwin terkejut mendengar Sabrina anak cindaku"
"Aku turut berduka cita Sab!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terima kasih. Ayahku dikeroyok orang banyak ketika beliau berubah jadi harimau.
Ia tidak pernah menyakiti seumur hidupnya. Hanya karena beliau bernasib buruk
menjadi cindaku. Dan nasib itu bukan dibuatnya sendiri."
"Kita senasib Ina. Ayahku dan kakekku juga manusia harimau. Masih selalu
mendatangi aku!" "Setelah beliau meninggal?"
"Ya. Dan selalu," kata Erwin.
Pada detik itulah terdengar auman harimau di dalam pesawat itu. Dua kali
berturut-turut.
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seluruh penumpang kaget setengah mati. Ada beberapa penumpang wanita tidak dapat
menahan jerit. Ada yang jadi gemetaran. Ada yang terkencing tanpa sempat atau
berani ke toilet. Kapten pilot dan awak lainnya juga mendengar auman itu. Kaget
bukan main. Tetapi nasib baik kapten dapat menguasai diri dan melaksanakan
tugasnya. la tahu nyawa seratus penumpang berada dalam tangannya. Walaupun Tuhan
yang menentukan segala-galanya. Sabrina memandang Erwin.
"Apa itu?" tanyanya.
"Ayahku!" "Ayahmu" Beliau ada dalam pesawat ini?"
"Ayahku bisa berada di mana saja!"
"Aku telah memandangi wajahmu Er. Kau punya parit di bawah hidungmu! Aku tidak
mengerti." "Ayahku bukan cindaku. Beliau dan aku dan kakekku manusia harimau!"
"Lain dari ayahku?"
"Lain, tetapi nasibku dan ayahmu sama saja. Sama-sama punya kelainan. Aku sudah
seringkali jadi harimau. Kadang-kadang di luar keinginanku!"
"Apakah kadang-kadang kau ingin jadi harimau!"
"Ya, bila keadaan menuntut begitu untuk keselamatanku!"
"Apakah ayahmu juga meninggal karena dikeroyok?"
"Tidak. Beliau meninggal secara wajar!" Ia menceritakan dengan singkat, bahwa
setelah meninggal Dja Lubuk tetap manusia harimau dan keluar dari kuburannya
manakala ia merasa perlu. Terutama kalau anaknya dalam kesulitan. Sejak bunyi
harimau yang mengejutkan itu, penumpang tidak tenang, walaupun auman itu tidak
berulang lagi. Seorang tua dengan mata redup tetapi penuh wibawa berdiri, meminta para
penumpang agar tenang: "Janganlah takut lagi. Suara tadi memang suara harimau, tetapi tidak akan
menimbulkan gangguan apa-apa.
Yang kita dengar itu suara roh seorang yang telah tiada. Beliau tidak akan
menyusahkan siapapun yang tidak punya hubungan dengan beliau. Beliau hanya
memberi tahu kepada sanak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saudara atau keturunannya bahwa beliau selalu mengiringkan!" Orang tua itu duduk
kembali dengan tenang. Semua orang percaya akan apa yang dikatakannya. Hanya
orang berilmu tinggi dapat berkata begitu. Orang itu pastilah bukan orang
sembarangan. Erwin dan Sabrina mengikuti dengan seksama tiap kata yang diucapkan oleh orang
tua penenang suasana itu. Orang itu tahu bahwa dalam pesawat ini ada orang yang
punya hubungan dengan harimau yang mengaum itu. Tahukah dia siapa penumpang itu"
*** PESAWAT DC-9 itu mendarat dengan selamat di landasan Kemayoran. Semua penumpang
termasuk awak bersyukur kepada Tuhan yang telah menyelamatkan mereka dari
ketakutan atau bencana yang amat dikhawatirkan.
Sabrina dan Erwin mengambil satu taksi saja. Lebih dulu Erwin mengantarkan
Sabrina ke rumah pamannya, Sutan Mandiangin yang termasuk hartawan dari rezeki
yang halal. Sabrina datang tanpa memberi tahu, sehingga ia tidak dijemput oleh
pamannya yang mempunyai tiga sedan untuk keluarganya yang terdiri atas lebih
dari setengah lusin. Ketika berkenalan dengan Sutan Mandiangin, jantung Erwin
berdebar keras secara tiba-tiba.
"Ada bencana,"' katanya ketika berjabatan tangan, sehingga paman Sabrina merasa
heran. "Saya merasakan adanya bencana."
Ia mohon diri dan meminta sopir taksi untuk secepatnya membawa dia ke rumah.
Jantungnya kian berdebar juga. Ia teringat istrinya Indahayati dan anak
kesayangannya. Ya Tuhan, apakah yang terjadi"
Setelah membayar sewa taksi, Erwin bergegas memasuki pekarangan, lalu masuk
rumah yang memang terbuka lebar daun pintunya.
"Indah," panggil Erwin, rindu dan cemas tanpa tahu apa sebabnya.
Tiada sahutan, ia memanggil lagi, juga tidak ada sahutan. la masuk kamar tidur
yang juga tidak berkunci, kalau-kalau buah hatinya ada di dalam. Ternyata
anaknya pun tidak ada. Dibawa ibunya tentu. Erwin memanggil-manggil sambil pergi
ke ruang dapur. Di sana pun tidak ada.
Pergi bertandangkah" Tetapi pintu tidak ditutup. Ke pasar lebih tak mungkin
lagi. Inah, pembantu mereka juga tidak ada. Kalau dia, mungkinlah ke pasar. Oleh
ketidakhadiran istri dan anaknya itu Erwin Man cemas dan mencari ke pekarangan
depan. Sebetulnya tidak perlu ia memikirkan kemungkinan adanya istri dan anaknya
di sana, karena kalau ada tentu ia melihat mereka tadi tatkala ia baru turun
dari taksi. Suatu gerak membawa ia ke pekarangan di belakang rumah.
Ya Rabbi, di dekat pohon talas ia melihat istrinya menggeletak mendekap anaknya.
Erwin menerkam dan memeluk kedua insan yang tak bergerak dan berlumuran darah
itu. "Indah, Indah," kata Erwin setengah menjerit, kemudian disusul tangis. Ia mulai
putus asa. Kedua buah hatinya itu telah tidak bernyawa. Kini baru ia melihat ke sekitar.
Bekas telapak kaki! Bukan kaki manusia. Kaki babi. Babi yang masuk kota dan membunuh tentu bukan
babi biasa. Dan babi ini tak lain daripada Ki Ampuh yang telah mati dan kemudian
menjadi babi. Sedih dan marah bercampur jadi satu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetangga mereka berdatangan oleh jerit dan tangis Erwin. Dan mereka pun melihat
keadaan yang mengerikan serta aneh itu. Mereka pun tahu, bahwa jejak-jejak di
sekitar tempat kejadian pasti jejak babi hutan yang besar. Luka-luka di badan
ibu dan anak menunjukkan bahwa babi itu babi hutan bertaring. Dan tentunya
sangat ganas. Pada mereka pun timbul tanda tanya, mengapa seekor babi hutan
masuk ke kota. Tak adakah orang yang melihat" Ia tentu datang dari hutan.
Bagaimana ia bisa sampai ke sana tanpa seorang pun melihatnya" Para tetangga
membantu apa yang mereka dapat lakukan. Mayat kedua manusia yang amat malang itu
diangkat ke rumah. "Saya ke Polisi," kata Ahmad kepada Erwin.
"Tak usah," jawab Erwin yang pelan-pelan menguasai diri. Dia harus bisa
menenangkan hati. la tahu apa yang ia harus lakukan, tetapi ia harus menunda.
"Bukankah Polisi perlu mengetahui?" kata Ahmad.
"Ini perbuatan babi. Polisi tak dapat berbuat apa-apa!"
"Polisi harus mencari dan membunuh babi itu. Ia bisa menimbulkan bencana lain,"
kata Ahmad. "Terserahlah," kata Erwin yang merasakan kebenaran dalam alasan Ahmad.
Dan Ahmad melaporkan musibah itu kepada Polisi. Dan sesuai dengan keharusan,
beberapa petugas Polri datang memeriksa. Juga dokter. Lalu dikerahkan beberapa tenaga mencari
babi berbahaya itu untuk dibunuh. Tak usah ditangkap hidup, karena ia toh
tidakan dimintai keterangan.
Dalam menghadapi mayat istri dan anaknya yang diletakkan berdampingan sebelum
dimandikan, Erwin yang sudah mengalami berbagai kepahit-getiran tidak dapat
menahan air mata, walaupun dikatakan, bahwa tidak baik menangisi keluarga yang
telah tiada. Manusia memang dapat memberi nasehat kepada orang yang ditimpa
musibah, tetapi manakala ia sendiri yang kemalangan, keadaan akan menjadi lain.
Suami mana mempunyai hati batu melihat istri tersayang dan tersetia pergi dengan
cara yang begitu menyedihkan. Ayah mana yang begitu kebal perasaan untuk tidak
menangis menghadapi anak tersayang harus pergi dalam usia yang begitu muda, anak
terkasih yang tiap hari jadi permata hati dan penghalau segala duka dan putus
asa. Bagi orang yang telah merasakan, kehilangan anak adalah musibah yang amat besar
atau terbesar dalam hidup.
Kehilangan istri, teman hidup yang baik dan setia merupakan kehilangan yang tak
mudah dilupakan. Sakitnya kehilangan istri tergantung bagaimana suami menilai
istrinya. Tentang kesetiaan dan pengertian, tentang kasih dan sayangnya. Erwin
bertanya di dalam hati, mengapa ayah atau kakeknya tidak datang membantu" Apakah
kedua orang tua itu tidak mengetahui kejadian yang amat memilukan ini. Mereka
tentunya tahu, bahwa Indahayati hanya dengan si kecil dan pembantu di rumah!
Ataukah Dja Lubuk dan Raja Tigor tidak menyangka akan ada bahaya dari Ki Ampuh
yang telah angkat sumpah jadi saudara seumur hidup"
Akhirnya Erwin menyadari bahwa hanya Tuhan jua yang bisa mengetahui segala apa
yang akan terjadi di tiap pelosok jagad ini. Hanya Tuhan yang punya kekuasaan
Begitu. Tak ada yang lain selain Tuhan Yang Mahaesa
Pemakaman ibu dan anak mengundang awan tebal menutupi langit dan matahari,
seakan-akan hujan lebat pasti akan tiba. Tetapi ternyata hujan tak turun. Banyak
sekali orang mengantar. Juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari tempat-tempat yang agak jauh dari rumah Erwin karena mendengar cerita yang
amat menyedihkan dan mengherankan itu.
Ketika kedua jenazah keluar dari rumah, orang banyak dikejutkan oleh bunyi
harimau, sedikitnya dua ekor yang berlainan. Dan bunyi itu mengandung perasaan
sedih yang mengesan di hati orang banyak yang akan mengantarkan ke kuburan.
Mereka terkejut tetapi anehnya tak ada seorang pun di antara mereka yang
dirasuki rasa takut. Seolah-seolah iringan tangis harimau memang sesuatu yang
wajar. Sedikit banyak orang-orang sekitar sudah ada juga mendengar tentang diri Erwin
yang suka menolong sesama manusia manakala mereka sakit. Ia menolong tanpa
pernah mau menerima bayaran dari mereka yang tak mampu. Mereka juga mendengar
kisah-kisah aneh tentang Erwin, tetapi mereka tidak mengetahui kepastiannya.
Ketika jenazah Indahayati dan anak diturunkan ke lobang yang sama, terdengar
lagi suara harimau yang berbeda tadi. Seolah-olah mengucapkan selamat jalan ke
alam baqa kepada mereka. Sekali lagi Erwin tak dapat menahan tangisnya di pinggir kuburan. Ia berhati
lemah, walaupun ia manusia harimau yang kadang-kadang mempunyai kekuatan dan
kelebihan yang mengagumkan dan tak dapat diterangkan dengan hukum akal. Oleh
isak yang tak tertahan, bahu Erwin terangkat-angkat. Beberapa banyak pengantar
jenazah turut meneteskan air mata. Mereka dapat merasakan musibah yang menimpa.
Dalam hati mereka pun timbul tanda tanya apakah akan terjadi sebagai akibat dari
bencana yang menimpa Erwin, karena mereka mendengar bahwa Erwin juga mempunyai
ilmu tinggi. Mereka juga bertanya dalam hati mengapa babi hutan yang aneh itu memilih istri
dan anak Erwin sebagai mangsanya.
MEMANG benar, Ki Ampuh yang telah jadi babilah yang membinasakan Indahayati
dengan anaknya. Dendamnya kepada Erwin selalu bangkit, karena anak Mandailing
itu tidak mau atau tidak sanggup membuatnya jadi manusia kembali. la begitu
rindu kepada istri-istrinya yang cantik-cantik dan kerinduan itu hanya akan
dapat dilampiaskannya kalau ia bisa jadi manusia kembali. Ia tidak yakin, bahwa
Dja Lubuk atau Raja Tigor ataupun Datuk nan Kuniang tidak bisa menolongnya. Ia
cemburu melihat Erwin hidup bahagia dengan istri dan anaknya. Inilah yang
menyebabkan dia pada hari itu dalam bentuk orang halus masuk ke pekarangan rumah
Erwin, dan menanti perempuan itu keluar, untuk diseruduknya sampai mati. Ia
ingin Erwin mengetahui bahwa dialah yang membunuh. Padahal, kalau ia mau ia
dapat membunuh istri Erwin dan anaknya dengan cara lain. Peluang baik bagi Ki
Ampuh, orang yang dinantikannya pergi ke pekarangan belakang dengan menggendong
anaknya. Dua lalat sekali tepuk, pikir babi jadi-jadian itu. Dan ia melakukannya
tanpa mendapat perlawanan. Wanita itu begitu terkejutnya sehingga berteriak
minta tolong saja pun ia tak sempat.
Dengan badannya yang lebih seratus kilo dan taring-taring yang tajam ia
menyerang istri Erwin yang segera terjatuh dengan memeluk erat anak kesayangan.
Dasar Ki Ampuh memang punya hati buas sebelum ia menjadi babi hutan, maka anak
kecil itu pun tidak dibiarkannya hidup.
Taringnya menembus tubuh yang empuk itu sehingga si kecil tewas dalam keadaan
yang amat menyedihkan. Sampai kematian mereka tidak ada satu jerit pun. Rupanya
Ki Ampuh telah memukau mereka. Ia ingin agar Erwin sendiri yang lebih dulu
mengetahui pembalasan dendam itu.
Setelah melakukan pembunuhan, babi hutan yang berasal dari manusia itu
menghindar. Hatinya puas, tak ada rasa sesal sedikit pun mengapa ia melakukan kejahatan
terhadap orang yang pernah begitu baik terhadapnya. Ki Ampuh memang tergolong
pembunuh berdarah dingin di dunia mistik. Tetapi perasaan takut juga menghantui
dirinya, karena ia yakin, bahwa Erwin akan melakukan pengejaran dan pembalasan.
Dulu ia bisa minta bantuan ke Banten kepada mbah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Panasaran yang berusia seratus lima puluh tahun tetapi tetap berwajah cantik dan
kelihatan bagaikan gadis itu. Kini ia tidak berani lagi. Apalagi dalam ujudnya
seperti babi. Ia sudah pernah ditertawakan dan diusir. Itu tatkala ia masih manusia. Kini
tentu ia akan dihina, benar-benar bagaikan manusia menghina babi. Lalu ke mana
lagi akan mohon bantuan" la ingin jadi manusia kembali, tetapi daripada mati ia
masih memilih untuk jadi babi seperti sekarang.
MALAM pertama Indahayati dan anaknya bersemayam di dalam bumi Allah, sejumlah
orang mengaji di rumah Erwin. la pun turut memohonkan ampun bagi dosa-dosa
istrinya tatkala masih hidup dan meminta kepada Tuhan agar kepada wanita yang
amat setia itu diberikan tempat yang baik di padang makhsyar. Ia teringat
kembali, bagaimana dulu tatkala mereka masih pacaran ia pernah menjadi harimau
di hadapan Indah dan bagaimana lndah dengan haru mengatakan bahwa ia tetap
mencintai Erwin. Rasanya tak adalah kesetiaan bercinta yang melebihi kasih
sayang ikhlas seorang wanita kepada orang kesayangannya yang manusia harimau.
Setelah semua pendoa kembali ke rumah masing-masing, tinggallah Erwin seorang
diri di kamar. Sunyi mencekam. Sekali lagi air mata tak terbendung. Rasa-rasanya
Indah dan anaknya masih ada di kamar itu.
Padahal mereka telah tiada. Khayalan sedih ini betapa menyakitkan! Mengapa istri
dan anaknya harus direnggutkan dari dirinya. la, Erwin yang tidak punya apa-apa
di dunia ini selain istri tercinta dan anak tersayang. Mengapa harta yang tak
seberapa tetapi tak ternilai harganya ini harus disentakkan dari dia" Apakah
dosanya" Pada saat seperti itu, Erwin yang taat beragama itu sukar menguasai
diri. Bahwa Tuhan Mahakuasa dan Mahaadil. Bahwa Dia juga yang paling bijaksana.
Bahwa segala apa pun milik manusia di dunia-ini adalah titipan Tuhan belaka,
apalagi kalau yang bernyawa seperti istri dan anak. Seperti adik dan kakak. Ibu
dan ayah. Pada waktunya yang Empunya akan memanggil mereka kembali. Dan Yang Punya adalah
Tuhan Yang Mahakuasa. Mengapa harus menyesali pemilik mengambil kembali harta
miliknya yang dipercayakan dalam waktu terbatas kepada hambaNya. Dia pun sukar
menerima bahwa musibah semacam itu merupakan cobaan Tuhan atas iman hambaNya.
Sampai di mana keimanan dan ketabahan hamba yang beragama itu. Sampai di mana
agama memberi kekuatan, kepercayaan dan kepasrahan kepada manusia yang
memeluknya! Di saat seperti itu biasanya Erwin masih mendengar suara istri dan
gelak senang anaknya yang lucu. Kini semua itu sudah tidak terdengar lagi.
Apakah Tuhan menyuruh Ki Ampuh membunuh keluarganya" Erwin termenung.
Tidak mungkin. Tuhan tidak pernah kejam, tidak pernah melakukan sesuatu yang tak
adil. His dan setan durjanalah yang telah menguasai Ki Ampuh yang babi hutan
itu. Dan kalau makhluk telah dikuasai iblis, maka segala kekejaman dapat
dilakukannya. Ki Ampuh itu memang setan, kata Erwin. la harus dibinasakan. Jadi babi pun ia
tak boleh. Karena sebagai babi ia masih saja bisa merusak. Ia harus punah, jadi debu yang
diterbangkan angin, yang tak ada makna apa pun di bumi Tuhan ini. Tetapi
bagaimana melakukannya. Kesedihan dan haus akan dendam merasuk dan mengacau hati manusia harimau yang
malang itu. Ia panggil ayah dan ompungnya. "Bantu aku, ayah. Beri aku jalan
ompung," katanya pelahan.
Wajah istri dan anaknya membayang, hati Erwin menggelegak bagaikan air mendidih.
Tetapi tidak ayah, tidak ompungnya ataupun Datuk nan Kuniang tampil di
hadapannya. Apakah mereka sudah meninggalkannya" Apakah ia harus bisa hidup dan
bertahan sendiri kini" Apakah di masa terberat selama hidupnya ini tidak ada
siapapun mendampinginya" Di saat ia sangat membutuhkan kawan dan nasehat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ayah, aku Erwin dalam dukacita terbesar! Datanglah ayah!" katanya sampai
terdengar dalam ruangan sepi itu. Ia nantikan. Sia-sia.
Ketika terjadi serangan atas istri dan anaknya, tak ada siapapun menolong.
Kini setelah ia hanya sendirian di atas dunia ini, tidak juga ada yang mau
datang memenuhi panggilannya. Apakah ada suatu kesalahan yang telah dilakukannya
dan menyebabkan ayahnya tak sudi lagi mengunjunginya" Kesalahan apa" Karena ia
menangisi istri dan anaknya" Apakah suatu kesalahan kalau manusia yang lemah
menangisi mayat anak dan istri" Apakah untuk itu ia harus dikucilkan" Mustahil,
mustahil! Lalu, mengapa ia dibiarkan seorang diri.
Tiga hari tiga malam Erwin meminta Ayah dan Ompungnya datang. Tiada tanda-tanda
bahwa kedua manusia harimau itu hendak mengabulkan. Tiada sahutan sama sekali
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sehingga Erwin Man gelisah. Bukan takut menghadapi Ki Ampuh si babi pembunuh
itu, tetapi merasa amat khawatir kehilangan kasih sayang ayah dan kakeknya.
Tidak biasanya mereka begitu. Meninggalkan dia tanpa pesan.
"Ayah, ampuni aku kalau aku telah membuat kesalahan. Tetapi jelaskan kesalahanku
itu," pinta Erwin sambil sujud seolah-olah menyembah arwah ayahnya.
"Jangan tinggalkan aku Ompung," katanya pula dalam kegelisahannya. "Kalau aku
berbuat sesuatu yang tidak berkenan di hati Ompung, ampunilah aku. Aku sungguh
tak tahu apa kesalahanku."
"Pujiku bagimu Tuhan," tangisnya dalam bersujud ketika pada saat itu terdengar
ayahnya mengaum. Apa pun akan katanya, yang pasti ia ada di sekitar situ.
Ketika ia duduk kembali dilihatnya Dja Lubuk sudah ada di sana, tunduk tanpa
kata. Melihat ayahnya berduka cita, sesaat Erwin lupa akan musibahnya. Dengan
suara lembut ia bertanya:
"Apa yang memasygulkan Ayah?" Dja Lubuk tidak segera menjawab. la angkat mukanya
menatap anaknya. "Belum pernah aku sesedih ini Erwin," kata Dja Lubuk.
Erwin masih menyangka bahwa ada sesuatu yang mendukacitakan ayahnya.
"Apakah yang telah terjadi Ayah?"
Manusia harimau yang telah tua itu membiarkan air mata menembus pembendungnya.
la menggeleng-geleng. "Kau kehilangan istri dan anak tersayangmu. Aku kehilangan menantu yang begitu
luhur budi dan cucu tersayang tiada duanya. Seyogianya ia akan menjadi manusia
yang amat penting. Bukan hanya di tanah air, tetapi di dunia ini. Mungkin jadi
kepala negara, barangkali penemu suatu ilmu yang amat berguna bagi kemajuan
dunia. Itulah yang membuat aku menjadi makhluk yang paling malang. Itulah juga
yang membuat aku tak mau mendatangimu, karena aku pun tidak akan sanggup
meringankan beban penderitaanmu.
Membiarkan kau bersedih seorang diri akan membuat kau lebih merasakan betapa
sakitnya rasa sedih dan barangkali membuat kau lebih mudah mencari jalan
bagaimana meringankan rasa sedih itu!"
Erwin memeluk ayahnya dan meneruskan tangisnya yang tadi terhenti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Menangislah sepuas hatimu. Tangis merupakan saluran terbaik bagi tiap dukacita.
Juga untuk laki-laki. Menahan tangis sama dengan memendam kesedihan. Dia akan
membuat badan merana. Orang yang merana ibarat mayat yang masih bernyawa!" Erwin kagum atas falsafah
ayahnya mengenai kesedihan dalam kehidupan manusia. Itulah yang membuat ayahnya
selalu tampan, gagah penuh wibawa walaupun ia telah tiada dan hanya sewaktuwaktu tampil ke atas bumi melaksanakan tugas setelah kehidupan wajar menemui
titik akhirnya. "Kini bagaimana ayah?" tanyanya setelah tangisnya mereda.
"Kau telah mengambil keputusan bukan" Membalas. Kau ingin meniadakan penjelmaan
Ki Ampuh sebagai babi!"
Rupanya ayahnya tahu apa yang telah terniat di dalam hatinya. Dan ia telah tahu
pula mengapa selama beberapa hari ayahnya sengaja tidak mau memenuhi
himbauannya. Apakah itu juga penyebab ompungnya tidak menampakkan diri"
Erwin memandangi ayahnya. Ingin bertanya, tetapi ia merasa tak sanggup
mengucapkannya, takut ayahnya tersinggung. Tetapi Dja Lubuk membantu agar
anaknya jangan memendam tanda tanya yang tak terjawab.
"Kau hendak bertanya, mengapa tak kau ucapkan" Ayah tahu, kau takut aku merasa
kecil hati. Kau heran mengapa aku atau ompungmu tidak datang menyelamatkan istri dan anakmu.
Kau tak puas mengapa aku membiarkan!" kata Dja Lubuk.
Erwin menundukkan kepala.
"Tiap makhluk Allah punya kelemahannya. Semua, tanpa kecuali. Apalagi aku, yang
hanya setengah manusia setengah harimau. Tidak mungkin mengetahui semua. Aku
sama sekali tidak mengetahui, tidak mendapat firasat tentang musibah yang akan
menimpa dirimu. Kupikir kau juga begitu, ompungmu juga! Aku mengetahui setelah
terjadi. Malah kau yang lebih dulu mengetahui.
Maafkan aku atas kekurangan itu," katanya lebih lanjut. Erwin memeluk ayahnya.
la sedih dan terharu, tetapi ia pun menyadari kebenaran kata-kata ayahnya.
"Yang Maha Mengetahui hanya Dia yang satu. Tuhan. Tiada lain lagi dari padaNya,"
ujar Dja Lubuk, lembut dan amat mengesanakan.
Erwin kini meneteskan air mata tanpa suara tangis. Terasa olehnya kekuasaan dan
kemampuan Tuhan yang tiada batas. Memungkinkan segala yang tak mungkin menurut
akal manusia. Semua yang hidup di permukaan bumi harus tunduk pada kehendak dan
kekuasaanNya. Juga ia yang bernama Erwin, yang manusia harimau, yang anak Dja
Lubuk dan cucu Raja Tigor.
"Kau akan membalas. Itu suatu kemestian. Tiap sabar harus ada batasnya. Juga
kesabaran makhluk seperti kita. Supaya kesewenang-wenangan jangan
bersimaharajalela. Agar yang jahil tak dapat selalu berkuasa menurut nafsu setan
yang bertahta di dalam tubuh manusianya." Dja Lubuk diam seketika, ingin
mendengar reaksi anaknya. Tetapi Erwin juga diam menunggu apa lagi yang akan
ditanamkan ayah ke dalam dirinya.
"Tetapi pembalasan yang dilakukan hanya karena ingin membalas seringkali
berakhir dengan dukacita baru karena tidak lagi punya pikiran yang dingin dan
sehat. Orang yang berdosa selalu menyiapkan diri untuk menyambut pembalasan.
Erwin bertanya: "Jadi bagaimana Ayah?"
"Pikirkan dulu cara yang baik. Ki Ampuh bukan babi hutan biasa. Ia manusia
terkutuk yang menjelma jadi babi dengan akal iblis dan kekuatan setan. Ia tidak
akan berbuat sekeji itu, kalau ia bukan setan berakal iblis," kata Dja Lubuk
memberi nasehat. Ia tidak mau memandang enteng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pada kekuatan Ki Ampuh. Orang tua yang bangkit dari kuburannya itu menceritakan
bagaimana babi hutan yang di Sumatera dikenal sebagai babi rantai mempunyai ilmu
kebal dan dapat mengalahkan harimau. Yang dihadapi ini mungkin lebih daripada
itu. "Apa pun yang kau lakukan, jangan sebelum menujuh hari kepergian istri dan
anakmu," kata Dja Lubuk memberi nasehat.
Pembicaraan antara ayah dan anak itu mendadak disertai oleh Raja Tigor yang
menampakkan diri. Ia berkata: "Apakah yang dikatakan ayahmu itu benar. Tahan
dirimu dulu untuk mencegah kegagalan. Aku tak mengetahui kedatangan malapetaka
itu. Seperti kata ayahmu, aku juga makhluk yang mempunyai banyak kekurangan dan
kelemahan. Maafkan aku Erwin. Aku merasa sangat kehilangan. Aku dapat merasakan
bagaimana beratnya pukulan ini!"
Jelas bagi Erwin mengapa ayah dan kakeknya tidak mencegah malapetaka yang
ditimpakan Ki.Ampuh terhadap dirinya. Membuktikan bahwa Dja Lubuk dan Raja Tigor
pun mempunyai kelemahan. Dan dengan sendirinya babi hutan yang membunuh anak dan
istrinya itu juga mempunyai kelemahannya. Tinggal adu kuat dan ilmu siapakah di
antara mereka yang lebih tinggi keampuhannya.
"Baiklah Ompung, nasehat ompung akan kupatuhi. Apakah aku akan dapat membunuhnya
Ompung?" tanya Erwin.
"Tak dapat kukatakan. Aku belum pernah berhadapan dengan manusia babi atau babi
manusia. Tetapi sudah pasti ia mempunyai kekuatan luar biasa. Kuatkan hati dan niatmu!"
jawab Raja Tigor berhati-hati. Ia tak mau takabur, karena makhluk yang takabur
akan menemui kegagalan. Setelah memberi nasehat kepada Erwin, Dja Lubuk dan Raja Tigor pergi ke tempat
istirahatnya di Mandailing.
*** BEBERAPA hari kemudian, tepatnya pada menujuh hari meninggalnya anak dan
istrinya, Erwin kedatangan seorang tamu, yang tidak disangkanya akan menemui
dia. Sabrina terperanjat heran melihat kemuraman wajah sahabat yang dikenalnya
di pesawat terbang tujuh hari yang lalu, ia tidak mengetahui, bahwa pada hari
kedatangan di Jakarta kawan barunya itu ditimpa kemalangan terbesar dalam
hidupnya. Erwin menceritakan apa yang telah terjadi.
"Mereka adalah segala-galanya yang kumiliki dan amat kusayang. Tiada yang lain
daripada mereka Ina," kata Erwin dan untuk kesekian kalinya ia menangis. Tiap
teringat dan terbayang wajah anak dan istrinya, Erwin selalu tak dapat menahan
air matanya. Sabrina turut sedih tanpa dapat berbuat apa pun untuk meringankan
penderitaan sahabatnya. Tetapi di dalam hatinya timbul tanda tanya, mengapa babi
hutan masuk kota khusus untuk membunuh anak dan istri Erwin. Dia ingin bertanya
babi apakah itu, tetapi tidak berani mengatakannya, karena merasa tidak tepat
saatnya. "Besok aku akan berangkat mencarinya," kata Erwin.
"Akan dicari ke mana. Ada sekian banyak babi hutan. Bagaimana kau akan tahu yang
mana yang membunuh?" tanya Sabrina.
"Dia ini babi lain Ina," kata Erwin, membuat tanda tanya dalam hati Sabrina
mulai terjawab tanpa ia sendiri menanyakannya.
"Lain bagaimana?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia manusia yang jadi babi!"
Sabrina memandang Erwin. "Benar, dia tadinya manusia," kata Erwin.
"Kenapa dia jadi babi?"
"Panjang ceritanya Ina. Panjang sekali. Nantilah pada suatu hari akan
kuceritakan, kalau kita masih bertemu." Sabrina diam tetapi pada wajahnya jelas
tampak bahwa ia tidak puas dengan jawaban Erwin.
"Ujungnya ia yang bernama Ki Ampuh dan pernah menuntut ilmu di negeriku
mengkhianati sumpahnya sendiri. Ia jadi babi. Ia minta supaya aku atau ayah dan
kakekku menghidupkannya kembali jadi manusia. Kami tak sanggup. Itulah yang
barangkali menyakitkan hatinya dan membalas dengan cara itu. Mengapa harus anak
dan istriku. Mestinya akulah yang dibunuh. Anak dan istriku tidak berdosa apa
pun kepadanya!" "Kejam, sadis sekali dia," kata Sabrina yang anak cindaku itu. "Harus dibunuh
mati dia," katanya mengikutkan suara hati yang mendadak menghantui dirinya. Tidak biasanya
dia begitu. Erwin, walaupun berdendam pada Ki Ampuh, terkejut juga mendengar reaksi Sabrina.
Terdengar begitu spontan. Erwin memandang kawan barunya. Yang dipandang merasa
bahwa kata-katanya menimbulkan keheranan.
"Mengapa kau pandangi aku. Kau heran! Aku akan membalas dendam, kalau disakiti
begitu! Apalagi dia hanya babi. Kau harimau. Harimau, bukan?" kata Sabrina membiarkan
hatinya bicara. Erwin semakin heran. "Mengapa kau heran Erwin. Kau telah buktikan, bahwa kau manusia harimau, mengapa
tak segera kau cari dan bunuh dia!" Sabrina bicara dengan penuh emosi. Erwin
tidak segera menanggapi. "Kalau kau mau, aku ikut mencarinya bersamamu! Kalau aku yang duluan ketemu,
biar aku menghabisi nyawanya!"
Manusia harimau itu jadi semakin heran: Benarkah apa yang didengarnya itu.
"Dia bukan babi biasa Ina. Sudah kukatakan."
"Aku tidak takut."
"Kau belum tahu bagaimana ganasnya manusia babi!"
"Sudah tahu. Ia tega membunuh anak dan wanita tak berdosa!"
"Dia juga akan sanggup membunuhmu Ina. Jangan-jangan dia mendengar apa yang kau
katakan!" "Aku ingin dia mendengarnya!"
"Aneh kau ini!"
"Tidak lebih aneh dari kau Erwin!"
"Aku orang yang disakiti. Dan kebetulan aku punya pengetahuan bela diri ala
kadarnya!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau sahabatku. Aku ingin membalas untuk dendammu terhadap hewan itu!" Sabrina
merasa bahwa pada saat itu ia lain daripada biasa, tetapi ia tak sanggup
mengekang kata-katanya. Dibiarkannya saja mulutnya mengatakan apa yang diingininya. Membuat Erwin jadi
tambah heran, mengapa wanita cantik itu jadi begitu.
"Kau baik sekali ina, tetapi ini bukan urusan yang biasa dihadapi oleh seorang
wanita! Ia manusia babi, bukan babi biasa. Peluru pun belum tentu bisa
merobohkan dia. Dia mungkin kebal.
Di masa ia masih manusia, ia sudah kebal. Ada babi yang namanya babi rantai.
Juga kebal." "Bisa mengalahkan harimau?" tanya Sabrina.
"Bisa. Harimau biasa akan kalah oleh babi berantai!"
"Kau juga dapat dikalahkannya?" tanya Sabrina.
"Mungkin! Dan aku rela untuk tewas dalam membalas dendam!"
"Ia tak akan dapat mengalahkan aku Erwin!"
"Ini urusan serius Ina!"
"Aku juga bicara serius Erwin. Bukan main-main. Kau di rumah, biarkan aku
mencari dia! Berilah aku kesempatan!" pinta Sabrina.
"Aku tidak mengerti! Yang pasti, kau seorang sahabat yang amat baik Ina."
"Kalau kau juga sahabat baikku, berilah aku kesempatan ! "
Erwin semakin tidak mengerti mengapa sahabat wanitanya itu jadi begitu. Tetapi
ketidak-mengertiannya kemudian diganti oleh rasa heran dan terkejut. Sabrina
menarik napas lebih kuat dari biasa, kemudian mendengus-dengus, lalu menggeram.
Lalu wajahnya! Mengapa jadi begitu.
Berubah rupa, tidak lagi seperti Sabrina yang cantik, tetapi manjadi muka wanita
yang kelihatan ganas. Lalu berubah lagi mendekati rupa harimau. Setelah itu
telinganya. Berubah menjadi telinga harimau. Mimpikah Erwin"
"Sabrina, mengapa kau?" tanya Erwin ketakutan walaupun ia manusia harimau.
"Mengapa, tanyamu" Kau lihat sendiri!" sahut Sabrina. Ia sendiri sebenarnya
heran melihat perubahan sikap dan dirinya, tetapi ia tidak kuasa melawan. Bahkan
pada saat itu ia senang dengan perubahan itu. Karena ia ingin menunjukkan
kesetiaan kepada Erwin, ia sangat ingin membuktikan kepada duda muda itu bahwa
ia benar-benar sahabat. Bahkan lebih daripada itu.
Apa yang lebih daripada sahabat" Entah, ia sendiri tidak berani menjawab.
Perasaan itu telah menyelinap ke dalam dirinya sejak beberapa hari yang lalu.
Sabrina sendiri heran mengapa ia sampai punya perasaan itu, yang dulu sekali
pernah dialaminya, kemudian ia ditimpa kekecewaan terbesar selama hidupnya. Ia
takut mengingat masa lampau itu kembali, yang semula terasa begitu indah, tetapi
kemudian membuat ia menjadi manusia paling malang di dunia yang penuh aneka
ragam kekejaman dan keanehan ini.
Ia telah pernah bersumpah dalam hatinya sendiri untuk tidak lagi mau mengenal
perasaan itu, yang dirasakannya begitu ganas menyiksa dirinya. Pemuda yang
pernah jatuh hati dan kemudian menjadi jalinan kasih sayang timbal balik dengan
dirinya itu bernama Fadli. Dia asal Minang juga ganteng memang. Dia punya
tampang yang mudah merobohkan hati rapuh enam dari sepuluh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wanita. Dan kalau ada himpunan yang menyediakan pria penghibur wanita, maka ia
pasti akan menjadi penghibur yang laris dengan harga yang tinggi. Pendek kata,
Fadli punya wajah yang bisa dikomersilkan. Tetapi ia bukan laki-laki mata
duitan. Bukan bangsa penganggur yang mau hidup dari hasil keringat atau jual
diri wanita. Ia seorang laki-laki baik, penuh sopan santun. Baik budi halus
perangai. Idaman bagi tujuh puluh persen wanita dan tidak disukai oleh tiga
puluh persen yang lebih tertarik dengan laki-laki berperawakan keras dengan
perangai yang agak kasar tetapi jangan sampai menyakiti. Selera wanita terhadap
lawan jenisnya memang relatif, sama saja dengan keinginan laki-laki terhadap
wanita. Tidak selalu sama. Itu makanya semua wanita dapat jodoh dan segala lakilaki dapat pasangan. Selama hubungan asmara antara Sabrina dengan Fadli, semua berjalan lancar dan
mengesankan. Meskipun belum bertukar cincin, namun keduanya telah mengucapkan ikrar bersama
untuk sehidup semati. Walaupun matinya hanya untuk memperindah janji untuk tidak pernah benar-benar
dilaksanakan. Telah banyak yang mereka rasakan bersama. Keindahan tentu. Tetapi tidak termasuk
yang satu itu. Yang benar-benar larangan bagi pasangan yang belum menikah. Fadli
Pendekar Jembel 13 Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An Pendekar Wanita Penyebar Bunga 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama