Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong Bagian 16
dimaui oleh dirinya sendiri bagaimana dia berani mengeluarkan
uang sebesar sepuluh laksa tahil untuk membelinya?"
"Menurut apa yang lobu ketahui Hu Pocu sama sekali tidak
pernah menerima uang sebesar sepuluh laksa tahil itu."
"Dia sudah bersiap sedia untuk membayar uang sebesar sepuluh
laksa tahil perak itu, karena di dalam kantongnya dia membawa
selembar uang kertas ....."
Agaknya Wi Ci To tidak ingin melanjutkan pembicaraan tentang
soal ini mendadak dia bangkit berdiri.
"Kalian tadi bilang Bun Jin Cu sudah mati, dimana mayatnya ?"
"Ada di dalam sebuah jalan rahasia di balik tembok ruangan
siksa, dia memberitahu kepada si menteri pintu katanya seluruh
harta kekayaannya disimpan di dalam jalan rahasia tersebut, "sahut
Ti Then segera, "Kalian ikutlah aku masuk ke dalam."
Segera kepada Suma San Ho perintahnya:
"San Ho kau jagalah di atas ruangan ini, bilamana menemui lelaki
berkeudung itu , kembali lagi cepatlah kirim tanda bahaya.
"Tecu menerima perintah." sahut Suma San Ho sambil
bungkukkan badannya memberi hormat.
Wi Ci To segera berjalan ke belakang meja panjang dan
melongok ke dalam ruangan bawah tanah itu, tanyanya:
"Kita berjalan melalui tempat ini?"
"Benar," sahut Ti Then perlahan. "Biar boanpwe membawa
jalan." Selesai berkata dia segera meloncat turun ke bawah.
Wi Ci To serta Wi Lian ln pun ikut meloncat turun ke bawab,
sesampainya di bawah tanah Ti Then mengambil obor sebagai
penerangan untuk menyulut lampu lentera tadi baru memimpin
mereka berdua berjalan masuk ke dalam.
Mereka bertiga dengan cepat sudah tiba di dalam ruangan siksa
itu dan berhenti di depan jalan rahasia di balik dinding tersebut, di
bawah sorotan sinar lampu terlihatlah dengan amat jelasnya majat
dari Bun Jin Cu serta si menteri pintu masih menggeletak ditengah
jalan rahasia. Lama sekali Wi Ci To memperhatikan mayat dari Bun Jin Cu lalu
sambil menghela napas panjang ujarnya :
"Seseorang asalkan hidup dengan teratur dan memakai aturan
pastilah tidak menemui ajal tanpa terurus"
"Tia, Bun Jin Cu bilang di jalan rahasia itu dia sudah menyimpan
harta kekayaannya dalam jumlah yang amat besar, bagaimana
kalau kita masuk untuk melihat-lihat?"
"Tidak." sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya. "Tidak
perduli ada beberapa banyak harta kekayaannya semua itu
bukanlah milik kita"
"Cuma melihat saja kan tidak mengapa?" desak Wi Lian In lebih
lanjut. "Kalau memangnya tidak mau mengambil buat apa pergi
melihat?" "Menurut pendapat boanpwe."sela Ti Then tiba-tiba, "Jikalau di
dalam sana benar-benar sudah tersimpan harta kekayaan dalam
jumlah yang amat besar sekali pun kita tidak mengambilnya tetapi
paling sedikit harus diatur sedemikian rupa sehingga berguna"
"Bagaimana mengaturnya?"
"Diambil keluar lalu dibagi untuk menolong kaum miskin?"
"Ehmm . . , baik sih baik,"sahut Wi Ci To perlahan, "Cuma saja
siapa yang mau percaya kalau harta itu kita ambil guna menolong
kaum miskin?" "Kini ada Liuw Khiet di sini, sewaktu kita membagikan harta
kekayaan tersebut kita boleh membawa sekalian dirinya agar dia
pun bisa menjadi saksi"
Wi Ci To termenung untuk berpikir sebentar akhirnya dia
mengangguk. "Baiklah, kita masuk ke dalam untuk meIihat-lihat . . .apakah alat
rahasia yang dipasang di dalam jalan rahasia ini sudah semua?"
"Putrimu kira masih ada alat rahasia yang belum bekerja, biarlah
aku menyambitkan semacam barang ke dalam sana untuk
memeriksa." Wi Lian In segera mengambil sebuah batu cadas lalu dilemparkan
ke dalam jalan rahasia yang agak dekat dengan jalan keluar,
sewaktu dilihatnya sama sekali tidak terjadi perubahan apa pun dia
mengambil kembali sebuah batu dan disambitkan kearah jalan
rahasia di depan kedua mayat yang menggeletak ditengah jalan itu,
tetapi keadaan tetap tenang-tenang saja, ujarnya kemudian.
"Kelihatannya sudah pada bekerja"
"Hmm, bagaimana kau bisa tahu menggunakan cara ini untuk
memeriksa keadaan?" tanya Wi Ci To sambil tertawa.
"Aku belajar dari Ti Kiauw tauw" jawab Wi Lian In tertawa malu
sedangkan tangannya menuding kearah Ti Then.
"Bagus . . bagus sekali," puji Wi Ci To sambil menganggukkan
kepalanya. "Tetapi jikalau jalan rahasia ini panjang maka di dalamn ja tentu masih terdapat alat rahasia, maka itu kita tidak boleh cepat-cepat mengambil kesimpulan kalau alat rahasia ini sudah bekerja
semua" Sambil berkata dia bungkukkan badannya mengambil dua buah
batu lalu berjalan masuk ke dalam ruangan rahesia itu.
Mereka bertiga melewati mayat dari Bun Jin Cu serta si menteri
pintu lalu ber jalan kembali beberapa langkah dengan mengikuti
jalan rahasia yang berbelok ke kiri mereka melanjutkan
perjalanannya ke depan. Ti Then dengan membawa lampu lentera berjalan dl belakang Wi
Ci To, segera mereka dapat melihat kalau jalan itu semakin lama
semakin sempit dan semakin panjang, luasnya cuma ada dua depa
sedang kedua belah dindingnya terbuat dari batu yang tidak
dibubuhi oleh pasir untuk menguatkannya.
Wi Ci To memandang sebentar ke sekeliling tempat itu lalu
ujarnya : "Di dalam jalan rahasia ini pasti ada alat rahasianya, bahkan alat
rahasia itu tentu ada di atas dinding."
Sambil berkala dia melemparkan sebuah batu kearah depan
untuk memeriksa keadaan di sana.
Ketika batu itu jatuh ke atas tanah segera terdengarlah suara
yang amat nyaring, memecahkan kesunyian tetapi sama sekali tidak
tampak adanya alat rahasia yang bekerja.
"Aaah.. tidak ada." Seru Wi Lian In tegas. Segera dia melempar
kembali sebuah batu ke arah dinding yang lain.
Segera terdengarlah suara yang amat keras diikuti suara desiran
yang amat nyaring dari dinding sebelah kanan mendadak meluncur
keluar ratusan batang tombak yang bersama-sama meluncur ke
dinding sebelah kiri. Tombak-tombak panjang itu dengan amat rapatnya terjejer di
atas dinding tembok laksana paku yang memantek di atas kayu
membuat seluruh jalan rahasia itu tertutup rapat.
Jikalau orang yang berjalan melewati sana sekali pun ilmu silat
yang dimilikinya amat dahsyat tentulah sebentar saja akan berubah
menjadi seekor Landak. Tak terasa lagi Wi Lian In menghembuskan napas dingin,
"Ooooh Thian" serunya. "Untung sekali kita belum berjalan ke
dalam" "Sungguh aneh sekali" timbrung Ti - Then sambil mengerutkan
alisnya, "tadi Liew Khiet bilang semua alat rahasia sudah tertutup
bagaimana sekarang alat rahasia di tempat ini bisa bekerja?"
"Sebabnya alat rahasia yang ada di dalam jalan rahasia ini bukan
diatur dari kamar alat rahasia yang ada di sana" sahut Wi Ci To
menerangkan. "Oooh kiranya begitu" ujar Ti Then menjadi paham kembali. "Jadi
dengan perkataan lain, selain si anying langit rase bumi berdua
siapa pun yang berani melewati jalan rahasia ini tentu sukar lolos
dari kematian." Wi Ci To mengangguk. "Selain ini dapat dibuktikan pula kalau di ujung jalan rahasia Ini
memang betul-betul tersimpan harta kekayaan dalam jumlah yang
amat besar sekali." Wi Lian In memandang berates-ratus tombak yang menutupi
jalan tadi, dia amat tertegun.
"Kita harus masuk ke dalam melalui mana?" tanyanya.
Wi Ci To segera mengambil lampu lentera yang ada di tangan Ti
Then sambil ujarnya: "Di tempat ini tentu ada alat rahasia untuk membukanya, biarlah
lohu periksa sendiri "
Dia mengangkat lam punya memeriksa keadaan di sekeliling
tempat itu bersamaan pula tangannya memukul dinding serta
permukaan tanah, akhirnya di ujung permukaan tanah dia dapat
menerima suara pantulan yang sangat berbeda, akhirnya dia
membongkar jubin yang ada tempat pojokan itu.
Tampak di bawah jubin itu terdapat sebuah lubang kecil, di
tengah lubang itu terpendam sebuah tabung besi yang kecil pula
sedang di atas tabung besi itu terdapat sebuah alat untuk
memegang yang berwarna hitam pekat, jelas sekali itu adalah alat
yang digunakan untuk membuka alat rahasia tersebut.
Wi Ci To segera memegang tabung besi itu dan dengan perlahan
menariknya ke arah sebelah kanan, terdengar suara yang amat
nyaring, tombak-tombak besi yang tertancap di atas dinding tadi
dengan perlahan balik kembali ketempat semula.
"Sekarang kita boleh masuk ke dalam bukan?" ujar Wi Lian In
kemudian. "Tidak boleh, coba kau lemparkan sebuah batu kembali ke
dalam." seru Wi Ci To memberi perintah.
Wi Lian In segera berjalan keluar dari jalan rahasia itu dan
mengambil sebuah batu besar untuk kemudian dilempar ke depan.
"Sreest ...." Tombak besi yang semula sudah tertarik kembali ke
tempatnya yang semula sekali lagi meluncur keluar menancap pada
dinding yang ada di hadapannya.
Wi Lian In menjadi sangat terperanyat sekali.
"Aduh ..... bagaimana bisa jadi?" serunya keras.
Wi Ci To tersenyum. "Hal ini berarti bilamana kau tidak mengerti caranya berjalan
melewati tempat ini tentu akan tersenggol alat rahasia"
"Jika alat rahasianya bekerja tombak-tomabk itu menghalangi
jalan hingga kita tidak bisa berlalu jika tidak bekerja kita pun tidak
mengerti cara jalannya, bukankah dengan demikian kita dapat
masuk ke dalam?" ujar Wi Lian ln sambil kerutkan alisnya.
"Soal itu sangat mudah sekali" Sela Wi Ci To tersenyum. "Asalkan
gagang dari tabung besi itu kita ganyal sehingga tidak bergerak lagi
maka alat rahasia itu pun akan mati dengan sendirinya"
Sehabis berkata dari dalam sakunya dia mencabut keluar sebilah
pisau belati dan sekali lagi mengembalikan gagang tabung besi itu
kea rah sebelah kiri membuat tombak besi itu menyusup kembali ke
tempat asalnya, setelah itu pisau belatinya baru ditusuk ke dalam
liang kecil menahan daya luncur daripada gagang tabung besi
tersebut. Ti Then yang melihat pisau belati itu sudah selesai menahan
gagang dari tabung besi itu, dia orang segera putar tubuh
membopon sebuah batu cadas dan dilemparkan kea rah dalam.
Kali ini ternyata alat rahasia itu sama sekali tidak jalan.
Wi Lian In menjadi amat girang, serunya keras.
"Bagus, sekarang kita boleh masuk bukan?"
Wi Ci To mengangguk, dengan tegakkan badan dia menggetakan
kakinya berjalan masuk ke dalam.
Mereka bertiga berjalan kembali beberapa kaki jauhnya,
mendadak jalan rahasia itu berubah menjadi tangga-tangga batu
yang menurun ke bawah, Wje Ci To segera perintahkan Ti Then
untuk balik ke jalan rahasia sebelah depan mengambil lagi dua buah
batu cadas lalu dilemparkan ke arah bawah anak tangga batu
tersebut. Sewaktu dilihatnya dari tempat itu sama sekali tidak dapat
perubahan apa pun hatinya menjadi terasa amat lega.
Di bawah tangga batu itu merupakan sebuah ruangan batu yang
luasnya ada satu kaki lebih, di dalamnya tidak terlihat adanya
barang lain kecuali dua buah peti mati yang terbuat dari tembaga.
Kedua buah peti mati tembaga itu membujur berdampingan dan
diletakkan tepat di tengah ruangan batu tersebut, kelihatannya
sangat menjeramkan sekali.
Tua muda tiga orang sewaktu melihat di dalam ruangan itu
kecuali dua buah peti mati tembaga, tidak terlihat adanya barang
apa pun tidak terasa lagi dibuat melengak juga.
"Iih.. si anying langit rase bumi menyimpan semua harta
kekayaan di dalam peti mati?" seru Wi Lian In sambil menjerit
tertahan. Wi Ci To pun angkat lam punya untuk menerangkan empat
penjuru lalu dengan nada yang amat tenang ujarnya :
"Ruangan batu ini agaknya merupakan ujung dari pada jalan
rahasia tersebut" Ti Then segera mengambil kembali dua buah batu yang tadinya
disambitkan ke arah tangga batu itu lalu dilemparkan ke tengah
ruangan batu tersebut, tetapi sama sekali tidak kelihatan adanya
perubahan apa pun dari dalam ruangan, ujarnya kemudian,
"Mari kita turun ke sana lihat!"
Mereda bertiga dengan langkah perlahan berjalan masuk ke
dalam ruangan batu itu, sekali lagi Wi Ci To memeriksa keadaan di
sekeliling tempat itu akhirnya deagan nada pasti serunya.
"Tidak bisa salah lagi, kecuali ruangan batu ini tidak ada jalan
rahasia atau ruangan batu lagi."
"Sungguh aneh sekali" ujar Ti Then kemudian mengutarakan
keheranan hatinya. "Apakah mungkin si anying langit rase bumi
sudah menyimpan seluruh harta kekayaannya di dalam peti mati
tembaga tersebut?" Wi Ci To termenung berpikir sebentar lalu dengan perlahan dia
mengusap peti mati yang terbuat dari tembaga itu.
"Jika dilihat keadaannya" ujarnya perlahan. "Kemungkinan sekali
Bun Jin Cu menipu si Menteri pintu, dalam tempat ini agaknya sama
sekali tidak tersimpan semacam harta kekayaan .. "
"Lalu kedua buah peti mati tembaga ini?" timbrung Wi Lian in
dengan ragu-ragu. "Mereka suami istri berdua tentunya mempersiapkan tempat ini
sebagai tempat pekuburan jenasah bagi mereka sendiri," sambung
Wi Ci To kemudian. Dia meletakkan lampu lentera tersebut ke atas tanah lantas
mengangkat kedua peti mati tembaga itu sebentar, ujarnya lagi:
"Peti mati yang ada di sebelah kiri rada enteng sedang peti mati
yang ada di sebelah kanan rada berat, kemunkinan sekali peti mati
yang berat itu sudah berisikan jenasah dari si anying langit Kong
Sun Yauw" "Bagaimana kalau kita buka penutupnya?" ujar Ti Then
mengusulkan. Wi Ci To berpikir sebentar kemudian baru jawabnya
"Kita buka peti mati yang rada enteng itu saja, jikalau di
dalamnya kosong melompong berarti juga kalau peti mati yang ada
di sebelah kanan itu terbaring jenasah dari Kong Sun Yauw"
Ti Then segera mengangguk dan dengan perlahan membuka
penutup peti mati yang ada di sebelah kiri.
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekali pandang saja segera kelihatan kalau peti mati itu memang
betul-betul kosong tak berisi.
"Jika peti mati ini kosong tentunya peti mati yang ada di sebelah
kanan berisikan jenasah dari Kong Sun Yauw," ujar Wi Lian In
perlahan. "Tapi kenapa mereka suami istri mau berbuat demikian?"
"Kemungkinan sekali dia orang takut mayatnya dirusak orang lain
la!u baru mempersiapkan alat rahasia itu, kejahatan yang mereka
suami istri perbuat sudah terlalu banyak sekali sudah tentu dalam
hati mereka pun takut kalau ada orang yang merusak mayat
mereka setelah mereka mati."
"Kelibatannya orang jahat yang terlalu banyak melakukan
kejahatan setelah mati pun tidak tenang," ujar Ti Then sambil
tertawa pahit. Dengan perlahan Wi Lian In mengeIus-elus peti mati tembaga
yang ada di sebelah kanan, dengan perasaan ingin tahu bercampur
rasa takut ujarnya "Kemungkinan sekali di dalam peti mati ini bukan tersimpan
mayat dari Kong Sun Yauw, bagaimana . . . bagaimana kalau kita
buka sebentar untuk dilihat?"
"Wi Ci To tidak menyawab sebaliknya kepada Ti Then ujarnya.
"Ti Kiauw-tauw, kita berbuatlah sedikit amal, coba kau bawa
jenasah dan Bun Jin Cu dan masukkan ke dalam peti mati yang
masih kosong ini." Ti Then mengangguk dan balik ke jalan rahasia di bagian depan
dan membopong jenasah dari Bun Jin Cu masuk ke dalam ruangan
batu, setelah mencabut keluar semua anak panah yang tertancap di
badannya barulah dia masukkan mayatnya ke dalam peti dan
menutup peti mati tersebut, ujarnya kemudian sambil tertawa:
"Setelah mati dia tentu tahu perbuatan kita ini dan seharusnya
mengucapkan terim kasih kepada kita, karena sampai kini kita
sudah bantu dirinya mengurusi mayatnya yang terlantar"
"Berbuat baik harus timbul dari hati sendiri, kita tidak
mengharapkan adanya ucapan terima kasih buat kita" sela Wi Ci To
sambil tertawa. Air muka Ti Then segera berubah merah.
"Perkataan dari Pocu sedikit pun tidak salah, boanpwe cuma
omong guyon saja" sahutnya sambil tertawa malu.
"Ayoh jalan" seru Wi Ci To kemudian sambil balik menaiki tangga
batu. "Tia" seru Wi Lian In tiba-tiba. "Kita memeriksa lebih teliti lagi
sekitar tempat ini, kemungkinan sekali harta kekayaan itu dipendam
di bawah ruangan batu itu."
Wi Ci To tidak menyawab sebaliknya melanjutkan langkahnya
menuju keluar. Wi Lian In cuma bisa meleletkan lidahnya terhadap diri Ti Then
terpaksa dengan mengikuti dari belakangnya mereka berjalan keluar
dari tempat itu. Sekembalinya di ruangan Khie le Tong tampak Liuw Khiet
membawa senampan makanan sedang menanti, dia tahu Wi Ci To
bertiga masuk ke dalam jalan rahasia itu untuk mencari harta
karenanya kelihatan sekali air mukanya penuh diliputi ketegangan
dan gembira cuma saja dia orang tidak berani membuka mulut
untuk bertanya. Suma San Ho sendiri pun ingin sekali cepat-cepat tahu keadaan
di dalam jalan rahasia itu melihat Pocu tidak menyawab tak tertahan
lagi tanyanya "Pocu, di dalam jalan rahasia itu apa benar-benar ada harta
kekayaan?" "Tidak ada." sahut Wi Ci To dengan wajah yang amat serius
sekali, "Di dalam jalan rahasia itu ada sebuah ruangan batu, di
dalam kurungan batu itu ada dua buah peti mati tembaga, yang
satu berisi jenasah dari Kong Sun Yauw sedang yang lain kosong. Ti
Kiauw tauw sudah memasukkan jenasah dari Bun Jin Cu ke dalam
peti mati yang kosong itu. Selain itu tidak tampak barang Iainnya"
"Ouuww" teriak Suma San Ho dengan amat kagetnya. "Kalau
begitu Bun Jin Cu cuma sengaja menipu si menteri pintu"
Wi Ci To mengangguk. "Tidak, Bun Jin Cu ada harta kekayaan di dalam jumlah yang
amat besar di dalam istana ini" timbrung Liuw Khiet secara
mendadak. Wi Ci To segara melirik sekejap ke arahnya, lantas tertawa
dingin. "Kau sangat ingin mendapatkan hartaitu?" tanyanya dengan
suara yang amat dingin. Liuw Khiet menjadi sangat terperanyat sekali.
"hamba tidak berani . . hamba tidak terani" jawabnya gugup.
"Liuw Khiet, aku mau bertanya kepadamu" sambung Ti Then
kembali. "Kau kira hara kekayaan lebih penting ataukah nyawa lebih
penting?" Air muka Liuw Khiet segera berubah menjadi merah padam
seperti kepiting rebus, dia menundukkan kepalanya rendah-rendah,
"Sudah tentu . . . sudah tentu nyawa lebih penting, jika tidak punya
nyawa bagaimana harta kekayaan itu bisa digunakan?"
"Betul," seru Ti Then tertawa. "Makanya jika ingin nyawamu
panjang janganlah memikirkan harta kekayaan itu lagi, coba kau
lihat saja si menteri pintu yang ingin merebut harta kekayaan
akhirnya dia harus mengorbankan nyawanya."
Agaknya Liuw Khiet dapat dibuat mengerti, dia menganggukkan
kepalanya berulang kali. "Benar . , - - benar . . ." serunya.
"Di dalam ruangan batu itu benar-benar tidak ada harta
kekayaan apa pun," sambung Ti Then lagi. "Tetapi aku percaya
tentu si anying langit rase bumi masih mem punyai sejumlah harta
kekayaan yang disimpan di sesuatu tempat, persoalannya tempat
disimpannya harta kekayaan itu tentunya sudah dipasangi alat
rahasia yang amat lihay sekali, jikalau kau tidak berhati-hati
kemungkinan sekali sebelum memperoleh harta kekayaan itu sudah
binasa terkena alat rahasianya."
Liuw Khiet menganggukkan kepalanya berulang kali,
"Perkataan dari Ti Siauw Hiap sedikit pun tidak salah, hamba
sudah mengambil keputusan tidak akan memikirkan harta kekayaan
itu lagi." Selesai berkata dia angkat kepalanya memandang sekejap kearah
Wi Ci Tou agaknya ada perkataan yang hendak disampaikan tetapi
tidak berani mengutarakan keluar.
"Kau ingin berbicara apa lagi ?" Tanya Wi Ci To kemudian setelah
dilihatnya perubahan wajah dari Liuw Khiet.
Mendadak Liuw Khiet jatuhkan diri berlutut di atas tanah, ujarnya
: "Hamba ada satu permintaan harap Wi pocu mau menerima
hamba untuk dijadikan seorang penjaga atau pelayan di dalam
Benteng Pek Kiam Po"
Agaknya Wi Ci To sama sekali tidak menduga dia bisa
mengajukan permintaan ini, untuk sesaat lamanya dia dibuat serba
salah, ujarnya kemudian setelah berpikir sebentar.
"Ehmmm . . . soal ini ..."
Dengan cepat Liuw Khiet mengangguk-anggukkan kepalanya
berulang kali. "Bilamana Pocu mau menerima hamba, sejak ini hari hamba
bersumpah untuk berbuat jadi seorang baik-baik" ujarnya setengah
mendesak. "Pocu," ujar Ti Then kemudian sewaktu melihat Wi Ci To dibuat
serba susah. "Hati orang ini tidak jelek terhadap boanpwe untuk
menerimanya tidaklah salah."
"Baiklah." Sahut Wi Ci To kemudian setelah mendengar
perkataan tersebut. "Cuma peraturan perguruan Lohu amat keras
sekali, sekali pun seorang penjaga benteng yang kecil pun asalkan
perbuatannya sedikit melanggar peratutan tentu akan segera
mendapatkan huskuman yang berat, tentang hal ini kau harus
memikirkan lebih masak lagi."
"Baik .... baik hamba sudah menyesali perbuatan hamba tempo
hari, hamba akan berusaha untuk memperbaiki semua perbuat an
serta sifatku yang jelek, jikalau melanggar peraturan silahkan Pocu
segera menyatuhkan hukuman kepada hamba."
"Baiklah, kalau begitu kau bangun."
Liuw Khiet menjadi amat girang sekali, setelah menganggukkan
kepalanya tiga kali dia baru merangkak bangun dan berdiri di
samping dengan amat hormatnya.
Dengan perlahan Wi Ci To menyapu mereka bertiga dan ujarnya:
"Kalian bertiga pun harus dahar dulu, sesudah itu masih ada
urasun yang harus diselesaikan."
"Tia, kita mau bekerja apa lagi" " tanya Wi Lian ln kemudian.
"Nanti sesudah dahar aku baru beritahu kepada kalian."
Demikianlah, Ti Then, Suma San Ho, Wi Lian In bertiga segera
mulai mendahar makanan yang ada di atas meja panjang itu.
Di dalam sekejap saja mereka bertiga sudah menghabiskan
semua makanan yang ada di atas nampan, sambil mambersihkan
mulutnya ujar Wi Lian la dengan cepat.
"Sudah, Tia kau ingin suruh kami berbuat apa ?"
"Kita masing-masin berpencar untuk menyulut api membakar
habis istana Thian Teh Kong ini"
Wi Lian ln menjadi melengak,
"Aaaaaa .... istana Thian Teh Kong yang demikian besarnya
jikalau harus dibakar semua bukankah terlalu sayang ?"
"Harus dibakar sampai musnah, kalau tidak lain kali tentu ada
orang yang bisa menggunakan tempat ini untuk berbuat jahat lagi,"
"Benar," sambang Ti Then, "Liuw Khiet coba kau pergi cari sedikit
minyak . . " Waktu itu hari sudah, magrib sebuah bangunan istana Thian Teh
Kong yang amat megah hanya di dalam sekejap saja sudah berada
di tengah lautan api yang berkobar dengan besarnya sehingga
suasana di sekeliling tempat itu terasa amat terang sekali bagaikan
sang surya yang memancarkan sinarnya dari balik gunung.
Di tengah berkobarnya api yang amat besar itulah tua muda lima
orang bersama-sama turun gunung.
Di tengah perjalanan terdengar Wi Lian In bertanya
"Tia, apakah kita tidak berusaha untuk menyelidiki asal-usul dari
manusia berkerudung itu?"
"Kita tidak tahu siapakah dirinya, bagaimana bisa pergi
mengadakan penyelidikan?" seru Wi Ci To dengan tawar.
"Pergi cari Cuo It Sian"
"Tidak bisa!" ?"Kenapa?"tanya Wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya. "Apakah
Tia merasa dia orang sama sekali tidak mencurigakan?"
"Benar." Sahut Wi Ci To mengangguk, "Kau tidak boleh
menganggap lelaki berkerudung itu adalah Cuo It Sian dikarenakan
kau ditawan dan disekap di dalam gudang di bawah tanah milik
dirinya." "Sejak tadi aku kan sudah bilang jikalau dia orang mau
melakukan kejahatan tentu tidak akan berani menggunakan perkam
pungannya sendiri." "Tetapi sekali pun bukan dia jikalau kita pergi ke sana untuk
mengajak dia orang membicarakan persoalan ini kemungkinan sekali
masih bisa mendapatkan sedikit keterangan yang berguna" kata Wi
Lian In lebih lanjut. Dengan perlahan Wi Ci To gelengkan kepalanya.
"Sebelum kita memperoleh bukti yang nyata aku tidak akan
membuat kesalahan dengan seorang pendekar tua yang mem
punyai nama serta kedudukan yang amat terkenal di dalam Bu lim."
"Tapi kita cuma mengajak dia membicarakan persoalan ini saja . ,
." desak Wi Lian ln kembali.
"Tidak perlu," potong Wi Ci To dengan cepat. "Jika ingin
menawan orang lelaki berkerudung hitam itu satu-satunya jalan
adalah kembali ke dalam Benteng menantikan kedatangannya, kalau
memang dia ingin mendapatkan semacam barang dari diriku sudah
tentu sejak saat ini dia akan munculkan dirinya berulang kali."
Wi Lian In tidak berbicara lagi jika dilihat dari wajah ayahnya
yang kukuh dan tidak mau pergi mencari Cuo It Sian jelas sekali
menunjukkan kalau ayahnya tdak punya maksud untuk menyelidiki
hal ikhwal tentang manusia berkerudung tersebut.
Sikapnya yang sama sekali berlawanan dengan keadaan biasanya
ini sudah cukup bagi Ti Then untuk membenarkan dugaannya, ia
tahu Wi Ci To tentu sedang menyembunyikan sesuatu barang yang
tidak menginginkan dirinya ikut mengetahui.
Sambil berkata dia melirik sekejap ke arah Ti Then lalu
melemparkan satu senyuman pahit. "Apa boleh buat."
Ti Then cuma bisa angkat bahunya sambil balas mengirim satu
senyuman pahit dia tidak mengucapkan sesuatu apa pun.
Dalam hati dia tahu bilamana Wi Ci To tidak mau menyelidiki asal
usul dari lelaki berkerudung itu jelas sekali di dalam hal ini tentu ada sesuatu rahasia yang dia orang tidak ingin pun orang lain ikut,
sebaliknya walau pun dirinya merupakan seorang Kiauw tauw dari
Benteng Pek Kiam Po tetapi bagaimana pun juga merupakan orang
luar. Jikalau dirinya terus menerus memaksa untuk menyelidiki asal
usul dari lelaki berkerudung itu berarti juga dia hendak membongkar
rahasia pribadinya, hal ini sama sekali tidak berguna bagi dirinya.
Karena itu di dalam hati kecilnya Ti Then sudah mengambil
keputusan untuk tidak ikut memberikan pendapatnya mengenai diri
lelaki berkerudung itu. Dengan berdiam diri mereka berlima melanjutkan perjalanannya
ke arah depan, sewaktu hamper mendekati kaki gunung Kim Hud
san mendadak Wi Ci To yang berada di paling depan
memperdengarkan suara tertahannya yang amat perlahan lalu
menghentikan langkahnya. Wi Lian In yang ada di belakangnya menjadi melengak.
"Tia, ada urusan apa?" tanyanya.
"Coba kau lihat dari sana muncul seseorang ," sahut Wi Ci To
sambil menuding ke arah jalan gunung yang ada di sebelah
depannya. Ti Then berempat segera mengalihkan pandangannya ke depan,
ternyata sedikit pun tidak salah dari jalan gunung di tempat
kejauhan tampaklah seseorang yang memakai baju bijau dengan
cepatnya berlari mendatang.
"Hey agaknya seorang kakek tua, bahkan kepandaian silatnya
tidak jelek " seru Ti Then pula.
"Apa mungkin jagoan berkepandaian tinggi dari pihak istana
Thian Teh Kong" " sela Suma San Ho.
"Lobu kira bukan ..."
"Kalau begitu lebih baik kita bersembunyi dulu, coba kita lihat
siapa yang telah datang, setelah itu ..."
"Tidak perlu" potong Wi Ci To sambil tertawa, "tidak perduli yang
datang musuh atau kawan, kita tidak boleh bersembunyi."
Pada waktu mereka sedang berbicara itulah orang tersebut sudah
datang semakin mendekat. Sewaktu mereka berlima dapat melihat, dengan jelas wajah
orang tersebut tak tertahan lagi pada menjerit tertahan, agaknya
peristiwa ini jauh berada diluar dugaan mereka.
Siapakah yang sudah datang"
Orang itu bukan lain adalah si pembesar kota atau Sian Thay-ya
Cuo It Sian.
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata secara tiba-tiba dia sudah munculkan dirinya di atas
gunung Kim Hud san. Ti Then serta Wi Lian In pun merasa jauh berada di luar
dugaannya dengan kedatangan dari Cuo It Sian secara tiba-tiba
seketika itu juga dari dalam hatinya timbul perasaan curiga, karena
mereka segera terpikirkan, jikalau lelaki berkerudung itu adalah
penyamaran dari Cuo It Sian maka dia memang ada alasannya
untuk cepat-cepat mengembalikan wajah aslinya untuk mencuci
bersih kecurigaan yang timhul di hati orang lain.
Di dalam sekejap saja Cuo It Sian pun dapat melihat kedatangan
yang mendadak dari Ti Then sekalian, dia agak tertegun tetapi
sebentar kemudian sudah menerjang ke hadapan mereka, teriaknya
dengan perasaan kaget bercampur girang.
"Wi Pocu, kalian ... kalian baru saja datang dari istana Thian Teh
Kong?" "Benar," sahut Wi Ci To sambil rangkap tangannya menjura.
"Sudah lama kita tidak bertemu, Cuo heng, bagaimana ini hari bisa
muncul di tempat ini?"
"Haa ,.. , haa , , Lolap memang sengaja datang kemari untuk
bertemu dengan kalian."
"Oohh . " Seru Wi Ci To lalu kepada Ti Then, Suma San Ho serta
Putrinya dia berkata kembali.
"Ti Kiauw tauw, Suma San Ho, In ji kalian cepat datang
menghunjuk hormat kepada locianpwe."
Kiranya walau pun Wi Ci To terhitung manusia berkepandaian
tinggi yang kedudukannya amat terhormat tetapi usianya jauh lebih
kecil beberapa tahun dari Cuo lt Sian, kerenanya terhadap diri Cuo
It Sian dia orang menaruh rasa hormat yang berlebihan,
Walau pun di dalam hati Ti Then, mau pun Wi Lian ln menaruh
rasa curiga terhadap diri Cuo It Sian tetapi sebelum mendapat bukti
yang menerangkan lelaki berkerudung itu adalah hasil
penyamarannya sudah tentu mereka tidak berani berlaku tidak
hormat, segera bersama-sama dengan Suma San Ho pada bertindak
maju untuk memberi hormat.
oooOOooo Cuo It Sian yang melihat wajah Ti Then serta Wi Lian In agak
tidak beres dia segera tertawa terbahak-bahak.
"Ti Siauw Hiap, nona Wi kalian tidak perlu kuatir, Lolap kali ini
sengaja datang ke gunung Kim Hud san bukanlah hendak
mengadukan parsoalan ini kepada Wi Pocu."
Wi Lian lu segera tertawa tawar.
"Urusan hari itu dimana Tit li sudah menyambangi Cuo
Locianpwe ayahku sudah mengetahui."
"Ocoouw begitu?" kepada Wi Ci To ujarrnya.
"Wi Pocu sudah bertemu muka dengan Bun Jin Cu?"
"Belum, sewaktu aku orang she Wi sampai ke istana Thian Teh
Kong dia sudah bunuh diri."
Cuo It Sian menjadi amat terperanyat serunya.
"Aaaah... kenapa dia bunuh diri?"
"Anak buahnya pada kemarin hari sudah pada mengkhianati
dirinya sedangkan anak buahnya yang bernama Menteri pintu telah
turun tangan menotok tubuh dirinya dan memaksa dia orang
menyerahkan harta kekayaannya, di dalam keadaan gusar dia sudah
memancing menteri pintu untuk memasuki sebuah jalan rahasia
yang penuh dipasang alat rahasia lalu sengaja menggerakkan alat
rahasia untuk bersama-sama menemani ajalnya dengan si menteri
pintu itu." Mendengar sampai di sini Cuo It Sian semakin terperanyat lagi.
"Apa" ternyata ada urusan seperti ini" kenapa anak buahnya
pada mengkhianati dirinya?"
"0rang-orang dari istana Thian Teh Kong sebenarnya merupakan
manusia ganas yang sukar diatur" ujar Wi Ci To sambil tertawa.
"Mereka sewaktu melihat si anying langit sudah mati segera
menganggap seorang wanita tidak mungkin bisa berbuat sesuatu
pekerjaan yang amat besar karena itu mereka pada tidak mau
mendengarkan perintah si rase bumi lagi dan akhirnya
memberontak. Dengan perlahan Cuo It Sian mengangguk ujarnya sambil
menghela napas panjang: "Orang jahat pasti akan menerima pembalasan yang mengerikan,
inilah satu contoh buat kita"
"Tadi Cuo heng bilang ada satu urusan sengaja datang mencari
lohu entah urusan apa yang penting" tanya We Ci To kemudian.
Dengan perlahan Cuo It Sian mengalihkan pandangannya melirik
sekejap ke arah Ti Then serta Wi Lian ln, lalu baru berkata ujarnya.
"Wi Pocu kau tidak tahu, beberapa hari yang lalu di rumah
lumbung padiku di desa Thay Peng Cung sudah terjadi suatu
peristiwa yang amat mengagetkan, sewaktu Lolap bertanya dengan
para petani yang ada di sekeliling tempat itu katanya peristiwa itu
kemungkinan sekali ada sangkut pautnya dengan seorang pemuda
serta seorang nona, dalam hati loap segera menduga pemuda serta
gadis itu kemungkinan sekali adalah Ti siauw hiap serta putrimu
karenanya sengaja aku datang kemari untuk bertanya."
"Tidak salah," sambung Ti Then dengan cepat, "Sepasang
pemuda pemudi itu memang benar boanpwe serta nona Wi"
Air muka Cuo It Sian segera berubah sangat hebat.
"Jikalau demikian adanya pemilik rumah lumbung padi yang ada
di sana sebanyak lima orang dibinasakan oleh Ti siauw hiap ?"
ujarnya dengan keras. "Bukan." "Kalau bukan siapa yang sudah turun tangan terhadap mereka ?"
seru Cuo It Sian sambil melototi dirinya.
"Mereka dibunuh oleh tiga orang berkerudung, mereka
meminyam kesempatan sewaktu boanpwe berdua menginap dikuil
Sam Cing Kong secara diam-diam sudah menyelinap ke dalam kuil
dan menaruh obat pemabok ke dalam air teh yang dikirim ke kamar
boanpwe berdua, sehingga boan pwe berdua tidak sadarkan diri,
sewaktu kami sadar kembali boanpwe berdua sudah disekap di
dalam sebuah gudang di bawah tanah, akhirnya boanpwe dengan
memakai akal berhasil meringkus sa!ah seorang di antara mereka .
." Dengan amat jelasnya dia segera menceritakan kejadian yang
telah dialami olehnya kepada si pembesar kota.
Air muka Cuo It Sian tampak berubah menjadi terperanyat
bercampur gusar, dari matanya memancarkan sinar yang tajam
sekali. "Perkataan dari Ti siauw hiap ini apakah sungguh-sungguh?"
tanyanya. "Sedikit pun tidak salah," sahut Ti Then mengangguk."Akhirnya
boanpwe berdua melakukan pemeriksaan kembali di dalam perkam
pungan tersebut, saat itu api sudah padam sedang boanpwe berdua
kembali untuk mencari pedang yang lenyap di tengah abu tetapi di
dalam ruangan tengah sudah menemukan lima sosok mayat yang
sudah hangus terbakar, menurut dugaan boanpwe tentunya
semalam ketiga orang berkerudung itu sudah menotok jalan darah
kaku serta bisunya sehingga sewaktu terjadi kebakaran sama sekali
tidak terdengar suara mereka yang berteriak minta tolong"
Cuo It Sian menjadi setengah percaya setengah tidak, tanyanya
lagi, "Lalu apa tujuan mereka untuk menculik kamu berdua ?"
Dengan perlahan Ti Then menoleh arah Wi Ci To, tanyanya.
"Wi Pocu bolehkah boanpwe berbicara?"
"H mm m . . katakanlah" sahut Wi Ci To mengangguk.
Waktu itulah Ti Then baru berkata lagi terhadap diri Cuo It Sian
yang sudah memperhatikan dirinya terus menerus.
"Mereka bertiga mendapat perintah dari seorang lelaki
berkerudung hitam, sedangkan tujuan dari lelaki berkerudung hitam
itu sehingga menculik boanpwe berdua ialah hendak menggunakan
kami berdua sebagai barang tanggungan untuk memaksa Pocu kami
menyerahkan semacam barang."
Sinar mata Cuo lt Sian segera berkilap-kilap, desaknya lebih
lanjut . "Dia mau memaksa Wi Pocu menyerahkan barang apa?"
"Soal ini dia orang terus menerus tidak mau mamberi penjelasan,
katanya cuma sebuah barang yang sama sekali tidak berharga."
Cuo It Sian segera berpaling memandang ke arah Wi Ci To lantas
tanyanya: "Wi Pocu apakah kau tahu barang apa yang diminta olehnya?"
"Aku orang she Wi pun tidak mengerti" sahut Wi Ci To sambil
gelengkan kepalanya. "Pihak lawan mengatakan barang itu tidak berharga tetapi bisa
dipikir tentunya sangat berharga sekali buat dirinya, Wi Pocu
sebaiknya kau harus mengetahuinya."
Wi Ci To segera tersenyum.
"Aku orang she Wi benar-benar tidak tahu, di dalam loteng
penyimpan kitab aku orang she Wi memang banyak tersimpan
lukisan serta kitab-kitab kuno yang kelihatannya tidak berharga
padahal sangat bernilai sekali, tetapi pihak lawan bilang tidak
menghendaki lukisan atau kitab sehingga membuat aku orang she
Wi sendiri pun tidak paham barang apa yang sebenarnya diminta
olehnya." "Hal ini memang membuat orang menjadi kebingungan" seru Cuo
It Sian sambil kerutkan alisnya rapat-rapat.
Dia berpikir sebentar lalu mengalihkan pandangannya ke arah Ti
Then, tanyanya kemudian :
"Jika didengar perkataan Ti siauw hiap agaknya kau orang sudah
pernah bertemu dengan dirinya?"
"Benar," sahut Ti Then mengangguk. "Dia pernah datang ke
gunung Kim Hud san pada beberapa jam yang lalu sewaktu masih
ada di dalam istana Thian Teh Kong"
Demikianlah dia pun segera menceritakan bagaimana lelaki
berkerudung itu hendak bekerja sama dengan Bun Jin Cu lalu
peristiwa yang sudah terjadi setelah itu.
Cuo It Sian menjadi sangat terperanyat sekali.
"Kalian sudah tahu siapakah mereka itu?" tanyanya.
"Dia orang terus menerus memakai kerudung pada kepalanya
bahkan sewaktu berbicara sengaja mengubah nada suaranya
sehingga kita tidak dapat mengenal dirinya."
"LaIu menurut Ti Siauw hiap berapa besar usianya?"
"Kurang lebih enam puluh tahunan"
"Senyata tajam apa yang digunakan?"
"Tidak membawa senyata tajam," sahut Ti Then sambil
gelengkan kepalanya. "Lalu ilmu silatnya termasuk ilmu yang berdasarkan Iwekang
ataukah Gwa-kang?" "Ilmu silatnya termasuk dalam golongan orang yang meyakinkan
Iwekang, tenaga dalamnya berhasil dilatih sehingga mencapai taraf
yang sangat tinggi cuma saja tidak tahu dia dari aliran mana karena
sebenarnya dia belum pernah secara sungguh-sungguh bergebrak
dengan boanpwe" "Bagaimana dengan perawakan badannya?"
"Tinggi besar seperti locianpwe, gemuk kurusnya pun sangat
mirip dengan Locianpwe"
"Ehmmm . . ." Alisnya dikerutkan rapat-rapat lalu tanyanya
kepada diri Wi Ci To. "Wi Pocu, apakah kau orang sudah teringat seseorang dari
kalangan Bu lim yang mem punyai perawakan seperti itu?"
"Aku ingat akan seseorang" sahut Wi Ci To tertawa.
"Siapa?" tanya Cuo It Sian dengan amat girang.
"Si pembesar kota Cuo It Sian." sahut Wi Ci To sambil tertawa.
Cuo It Sian jadi melengak disusul dengan suatu senyuman pahit
menghiasi bibirnya. "Wi Pocu kau orang jangan berguyon, dengan amat kejamnya dia
sudah membinasakan orang-orang Lolap, pikirannya pun amat licik
Lolap pasti akan mencari dirinya untuk membalas dendam"
"Masih ada satu geguyon lagi yang Locianpwe setelah
mendengar tentu akan gusar dan gembar-gembor saking marahnya"
timbrung Wi Lian ln secara tiba-tiba.
Cuo It Sian menjadi melengak. "Geguyon apa?" tanyanya.
"Malam itu sewaktu masih ada di perkam pungan tersebut
setelah kami berhasil meloloskan diri dari lautan api dan
membinasakan orang berkerudung yang kedua, orang berkerudung
terakhir sebelum meninggalkan tempat itu sudah memberitahukan
suatu berita yang menggetarkan hati. . "
"Dia bilang apa?" tanya Cuo It Sian dengan penuh perhatian.
"Dia bilang pemimpin mereka bernama si pembesar kota Cuo It
Sian" Seketika itu juga air muka Cuo It Sian berubah sangat hebat,
sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap kearab Wi Ci To
sekalian lalu ujarnya. "Kelihatannya kalian sudah menaruh curiga terhadap Lolap?"
"Locianpwe kau jangan marah," sela Ti Then dengan nada serius
sekali. "Lelaki berkerudung itu memang berkata demikian."
"Sedang kalian pun percaya terhadap omongannya?" sambung
Cuo It Sian sambil tertawa dingin.
"Sudan tentu boanpwe tidak berani percaya perkataan dari orang
berkerudung itu jelas sekali menujukkan kalau dia orang sedang
sengaja mencelakai diri locianpwe"
Mendengar perkataan tersebut hawa amarah dari Cuo It Sian
dengan perlahan mereda kembali, dia segara mengangguk.
"Kelihatannya bukan saja lelaki berkererudung itu hendak
mendapatkan barang milik Wi Pocu bahkan ingin mencelakai Lolap. Hmm, sungguh kejam
siasatnya sekali panah mendapat dua burung yang mereka
laksanakan." "Mungkin dia ada dendam sakit hati dengan Cuo heng sehingga
berbuat demikian terhadapmu" Tiba-tiba Wi Ci To memperingatkan.
"Selama hidupku Lolap benci orang-orang yang sudah bentrok
dergan aku amat banyak sekali, tetapi entah lelaki berkerudung itu
merupakan penyamaran dari musuhku yang mana?"
"Ooh yaa masih ada satu urusan yang boanpwe ingin minta
penjelasan"' ujar Ti Then lagi, "Pertanyaan ini setelah boanpwe
katakan harap locianpwe jangan menjadi marah dibuatnya"
"Urusan apa" " tanya Cuo It Sian dengan pandangan yang amat
tajam. "Di dalam gudang di bawah tanah itu ada terpendam sebuah
tiang besi yang khusus digunakan untuk menyekap tawanan-tawan,
apakah di dalam gudang bawah tanah orang lain juga mempunyai
barang tersebut?" "Betul, urusan ini Lolap memang sukar untuk menjelaskannya
...." Berbicara sampai di sini dia segera menoleh kearah Wi Ci To dan
tanyanya. "Wi Pocu, apakah kau masih ingat kalau lolap mempunyai
seorang adik ?" "Tidak salah, tidak salah" seru Wi Ci To membenarkan. "Urusan
itu sudah terjadi pada sepuluh tahun yang lalu."
"Jelas dari air muka Cuo lt Sian menunjukkan rasa sedihnya, dia
menghela napas panjang, "Dia sudah hidup selama dua puluh satu tahun lamanya di dalam
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gudang bawah itu, setiap kali lolap teringat dirinya hatiku segera
merasakan seperti diiris-iris - . . ."
"Aaasaaah ., . , Locianpwe mem punyai seorang adik yang
pernah tinggal di dalam gudang di bawah tanah itu?" Tanya Wi Lian
In keheranan. "Benar." sahut Cuo It Sian sambil mengangguk. "Dia jauh lebih
cerdik dari lolap pada usia dua puluh tahun dia sudah berhasil
meiatih ilmu silatnya sehingga mencapai pada tarap kesempurnaan
tetapi akhirnya dikarenakan jatuh hati dengan seorang nona dan
dikarenakan berbagai sebab sehingga tidak berhasil mengawini
nona tersebut dia menjadi gila, bergerak sedikit saja lantas turun
tangan membunuh orang akhirnya lolap tidak bisa berbuat apa-apa
Iagi terpaksa mengurungnya di dalam gudang bawah tanah itu, dia
hidup selama dua puluh satu tahun lamanya di dalam gudang
bawah tanah tersebut dengan sangat menderitanya, akhirnya dia
meninggal dunia karena sakit."
Berbicara sampai di sini tidak tertahan lagi titik air mata menetes
keluar membasahi wajahnya.
" Oooh kiranya begitu" seru Wi Lian In ikut terharu, "Tidak aneh
kalau di dalam gudang tersebut sudah terpendam tiang besi yang
begitu kuatnya." Sekali lagi Cuo It Sian kerutkan alisnya rapat-rapat.
"Tetapi yang paling aneh bagaimana lelaki berkerudung itu bisa
tahu kalau di dalam gudang bawah tanahku itu ada barang seperti
itu sehingga bisa menawan kalian berdua ke sana?"
"Hal itu berarti juga kalau lelaki berkerudung itu sangat
memahami keadaan dari Locianpwe, atau dengan perkataan lain
kemungkinan sekali lelaki berkerudung itu adalah orang yang
locianpwe sangat kenal"
"Tidak salah" Cuo It Sian mengangguk, "Tetapi sekarang lolap
masih tidak bisa menduga siapakah dia orang "
"Ada satu hari boanpwe pasti bisa menangkap si rase tua itu,
sampai waktunya aku tentu akan menyerahkan kepada locianpwe
untuk dijatuhi hukuman yang setimpal"
"Jikalau lolap yang menangkapnya terlebih dahulu maka lolap
segera akan memberi kabar kepada kalian oooh benar, Wi Pocu
waktu itu lolap dengar dari Ti siauw hiap yang katanya Hu pocu
meninggal karena bunuh diri, apakah bunuh dirinya itu sungguhsungguh ada sangkut pautnya dengan lelaki berkerudung itu?"
"Ehmmm" sahut Wi Ci To sembarangan lalu bungkam kembali.
Air muka Cuo It Sian agak sedikit berubah kurang senang, cepatcepat dia berganti bahan pembicaraan.
"Lantas Wi Pocu punya maksud untuk langsung pulang ke dalam
Benteng sekarang juga?"
"Benar," sahut Wi Ci To mengangguk, "Sampai saat ini cita-cita
dari lelaki berkerudung itu sama sekali belum mencapai, sudah tentu
dia orang tidak akan berpangku tangan saja, kemungkinan sekali dia
bisa kembali ke dalam Benteng"
Baru saja berbicara sampai di situ mendadak air mukanya
berubah sangat hebat cepat-cepat bentaknya
"Cepat tiarap" Cuo It Sian, Suma San Ho serta Wi Lian In empat orang segera
bisa mendengar suara menyambarnya senyata rahasia yang
menampok angin berkelebat kearah mereka dengan cepat tubuhnya
bersama-sama membungkuk ke bawah untuk menghindar.
"Braaaaak , .. " dengan disertai suara desiran yang amat tajam
senyata rahasia itu melewati atas kepala kelima orang itu nancap di
atas batang pohon di pinggir jalan.
Pada ujung anak panah itu terikatlah secarik kertas putih, jelas
sekali pihak-musuh sedang mn menyambit suratnya dengan
menggunakan perantara anak panah.
Cuo It Sian, Ti Then serta Suma San Ho yang melihat hal ini
bersama-sama membentak keras, tubuh mereka bersama-sama
berkelebat menuju ke arah mana berasalnya suara sambitan tadi.
Di kedua belah samping jalan gunung itu semuanya merupakan
pepohonan yang amat rindang dan rapat sekali sehingga mereka
bertiga menubruk ke depan beberapa kaki jauhnya tubuh mereka
sudah lenyap di balik pepohonan.
Wi Lian In pun ingin ikut mengejar tapi keburu ditahan oleh Wi
Ci To ujarnya: "Tidak perlu, ada mereka tiga orang lebih dari cukup"
Liuw Khiet segera meloncat mendekati pohon itu dan mencabut
keluar anak panah tersebut yang kemudian dengan sangat
hormatnya diangsurkan kepada Wi Ci To.
Sebatang anak panah yang bersurat, pocu silahkan lihat, ujarnya.
Wi Ci To segera menerima anak panah itu dan melepaskan
secarik kertas yang terikat pada batang anak panah itu laIu
dibacanya. Sebentar saja air mukanya sudah berubah sangat hebat sekali.
Kiranya pada kertas tersebut bertulisan :
"Dipersembahkan kepada Pek Kiam pocu. Wi Ci To.
Tiga pendekar pedang merah dari Benteng kalian, Ih Kun. Kha
Cay Hiong serta Pauw Kia Yen telah berada ditangan lohu.
Jikalau kalian tidak ingin melihat mereka bertiga dibunuh oleh
aku orang, cepatlah persiapkan barang yang sudah lohu ingini itu.
Menanti balasan dari saudara."
Di bawah surat itu tidak tampak adanya nama si pengirim.
Tetapi sekali pandang saja Wi Lian In segera berteriak keras.
"Aaaah tentu si lelaki berkerudung itu yang menulis."
Air muka Wi Ci To berubah menjadi pucat ke hijau-hijauan
menahan rasa gusar, dengan dinginnya dia berdiri di sana tanpa
mengucapkan sepatah kata pun tetapi barang siapa saja yang
melihatnya tentu segera akan mengetahui bagaimana kegusaran
yang sedang bergolak di dalam hatinya.
"le Kun, Kha Cay Hiong serta Pauw Kia Yen bagaimana bisa
terjatuh di tangannya?" tanya
Wi Lian In dengan sangat terperanyat.
Dari sepasang mata Wi Ci To segera memancar keluar sinar mata
yang amat tajam sekali, sepatah demi sepatah sahutnya .
"Kepandaian silat mereka bertiga tidak rendah sekali pun tidak
berhasil memenangkan pihak lawan belum tentu bisa tertawan oleh
mereka tentunya sewaktu mereka berangkat kemari di tengah jalan
sudah terkena jebakan yang dipasang oleh mereka"
"Lalu bagaimana baiknya?" tanya Wi Lian In murung. "Jikalau Tia
tidak menyerahkan barang itu tentunya mereka bertiga akan
dibunuh secara kejam"
Wi Ci To tetap berdiam diri tidak mengucapkan sepatah kata pun
sedangkan dari sepasang matanya jelas sekali tampak kegusaran
yang sukar untuk ditahan.
Sekali lagi Wi Lian In menghela napas panjang ujarnya.
"Semula aku orang selalu menaruh curiga kalau lelaki
berkerudung itu adalah Cuo it Sian. kiranya dugaanku tersebut
sebetulya salah" Baru saja bicara sampai d sini tampak Cuo It Sian, Ti Then serta
Suma San Ho bertiga sudah berkelebat mendatang.
Di tangan Ti Then tampaklah seorang lelaki kasar berbaju hijau
yang terkena cengkeramannnya.
Ditangan lelaki berbaju hijau itu masih memegang sebuah busur,
jeias sekali panah tadi dialah yang memanah.
Melihat hal itu Wi Lian In menjadi amat gusar, teriaknya.
"Hoore sudah ketangkap, sudah ketangkap"
Bagaikan sedang menenteng seekor ayam kecil saja dengan
amat ringannya Ti Then berkelebat mendatang kemudian dengan
kerasnya membanting tubuh lelaki berbaju hijau itu ke hadapan Wi
Ci To, ujarnya. "Tidak salah, budak inilah yang baru saja memanahkan anak
panah tersebut" Dari dandanan lelaki berbaju hijau itu jelas menunjukkan kalau
dia merupakan seorang lelaki kasar yang sering berbuat jahat, dia
orang yang dibanting ke atas tanah oleh Ti Then segera m
merasakan kepalanya amat pening dadanya sesak, untuk beberapa
saat lamanya tidak sanggup untuk bangun.
Lama sekali baru kelihatan dia jatuhkan diri berlutut di hadapan
Wi Ci To, ujarnya dengan badan gemetar:
"Thay ya am pun . . hamba . , hamba?"
"Siapa namamu?" bentak Wi Ci To dengan amat keras.
"Hamba bernama Mao ji, penduduk dari Lam Khuan Sian " sahut
lelaki berbaju hijau itu dengan badan gemetar.
"Anak panah tadi kau yang memanah?" tanya Wi Ci To kembali.
"Benar . . . . benar , , . " sahut lelaki berbaju hijau itu sambil
mengangguk-anggukkan kepalanya. "Hamba tolol dan tidak tahu
aturan harap Loya mau mengam puni dosa hamba"
"Kau sudah seberapa lama mengikuti lelaki berkerudung itu?"
potong Wi Ci To kembali. "Tidak - . , hamba tidak kenal dengan dia orang, kurang lebih
setengah jam yang lalu sewaktu hamba melewati gunung ini dia
sudah mencegat hamba, dia orang tanya maukah hamba mencari
untung besar sepuluh tail perak, karena hamba kena jiret kerlipan
uang perak seberat sepuluh tail perak, dia perintahkan hamba untuk
bersembunyi di balik pohon dan sewaktu melihat kalian turun segera
anak panah bersurat ini suruh dipanahkan . ."
"Omong kosong" bentak Wi Ci To secara tiba-tiba.
Lelaki berbaju hijau itu menjadi sangat terperanyat, dia
mengangguk-anggukkan kepalanya semakin cepat lagi.
"Sungguh" perkataan dari hamba .semuanya sungguh-sungguhi
. . coba kau lihat?"
Sembari berkata dari dalam sakunya dia mengambil keluar
sepuluh tahil perak dan ujarnya kembali :
"Coba kau lihat inilah uang sepuluh tahiI perak yang dia orang
hadiahkan kepada hamba"
"Kau orang masih tidak mau bicara terus terang ?" bentak Wi Ci
To kembali sambil melototkan sepasang matanya besar-besar.
Saking cemasnya hampir-hampir lelaki berbaju hijau itu dibuat
menangis, teriaknya dengan terputus-putus:
"Per"perkataan hamba".sungguh-sungguh, jika kau orang . .
orang tua tidak percaya hamba . hamba segera . . segera angkat
sumpah." "San Ho bunuh dia!" perintah Wi Ci To kemudian sambil menoleh
ke arah Suma San Ho. Suma San Ho sudah tahu pocu mereka selamanya tidak pernah
membunuh orang secara sembarangan, dia tahu Pocunya ini sedang
menakut-nakuti dirinya karena itu dia segera menyahut kemudian
mencabut keluar pedangnya dan ditempelkan ke atas lehernya siap
ditebaskan ke atas kepalanya.
Saking takutnya lelaki berbaju hijau itu menjerit-jerit seperti babi
yang disembelih, teriaknya.
"Oooh . . thay ya am pun . thay ya am punilah hamba, di rumah
hamba masih ada seorang ibu yang sudah berusia delapan puluh
tahun, hamba tidak boleh mati.."
"Baiklah, lepaskan dia pergi" seru Wi Ci To kemudian sambil
tersenyum. Suma San Ho segera mendorong badannya ke depan sambil
membentak. "Sana menggelinding cepat-cepat dari sini"
Bagaikan baru saja mendapatkan rejeki nomplok lelaki berbaju
hijau itu segera berteriak kegirangan, sambil menghembuskan
napas lega dia merangkak bangun seperti anying yang kena gebuk
dengan terbirit-birit melarikan diri dari sana.
"Tia" ujar Wi Lian In sewaktu melihat ayahnya melepaskan orang
itu pergi, "Kau orang tua tidak seharusnya melepaskan dia dengan
begitu saja kemungkinan sekali dia anak buah dari lelaki
berkerudung tersebut"
Wi Ci To tidak berdaya setelah melihat lelaki berbaju hijau itu
pergi jauh baru ujarnya kepada Ti Then dengan suara yang amat
lirih. "Ti kiauw tauw coba kau buntuti dirinya, lohu akan menanti kau
di dalam rumah penginapan
Ya Lay di dalam kota Ci Kian Sian.
Ti Then segera menyahut dan dengan mengerahkan ilmu
meringankan tubuh dia berkelebat masuk ke dalam hutan untuk
membuntuti dirinya dari tempat kejauhan.
Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di tanab rumput di
bawah gunung, tampak lelaki berbaju hijau itu dengan cepatnya
berlari menuju ke kota Lan Khuan sian, selama di dalam
perjalanannya ini dia beberapa kali menengok ke belakang agaknya
dia merasa takut Wi Ci To sekalian mengejarnya.
Sudah tentu jejak dari Ti Then tidak dapat diketahui olehnya,
terus menerus menyaga jarak yang tertentu dengan dirinya selama
di dalam perjalanan ini dia menguntit dengan sangat berhati-hati
sekali. Setelah mengikuti sejauh puluhan lie akhirnya sampailah mereka
di dalam kota Lam Khuan sian, begitu masuk ke dalam kota lelaki
berbaju hijau itu sudah tidak tampak rasa kaget atau ketakutan.
Dengan badan tegak langkah Iebar dia berjalan dengan
seenaknya di tengah jalan, agaknya dia merupakan seorang
benggolan yang paling ditakuti di dalam kota Lam Khuan Sian ini
banyak orang-orang yang berlalu lalang di tengah jalan ketika
bertemu dengan dia orang segera bungkukkan badannya memberi
hormat. Ti Then tetap menguntit dirinya dari tempat kejauhan, setelah
melalui jalan raya yang besar mendadak tampak lelaki berbaju hijau
itu berbelok ke sebuah jalan kecil dan akhirnya berbelok pula ke
sebuah lorong kecil dan mamasuki sebuah rumah yang sudah
bobrok. Baru saja dia mendorong pintu untuk masuk, dari dalam rumah
segera terdengar suara seseorang perempuan yang tinggi
melengking sedang bertanya.
"Siapa" " "Aku . . Lo kongmu." sahut lelaki berbaju hijau itu sambil
menutup kembali pintu rumahnya.
Tampaklah seorang wanita setengah baya yang rambutnya awutawutan tidak karuan berjalan keluar dari dalam rumah, tanyanya.
"Heei kenapa sepagi ini kau orang sudah pulang?"
"Ambillah secawan air teh terlebih dulu"Seru lelaki berbaju hijau
itu sambil duduk di atas sebuah kursi.
"Hmmm," terdengar perempuan yang rambutnya awut-awutan
itu tertawa dingin. "Jika dilihat dari modelmu tentunya kau orang
berhasil memperoleh suatu jual beli yang agak lumayan ?"
"Sedikit pun tidak salah," sahut lelaki berbaju hijau itu sambil
tertawa senang. Perempuan yang rambutnya awut-awutan itu segera masuk ke
dalam rumah mengambil secawan teh dan diangsurkan kepadanya.
"Lo nio tahu setiap kali kau mem punyai uang tentu badanmu
bisa gemetar dengan keras," Serunya sambil tertawa.
Sehabis minum secawan air teh lelaki berbaju hijau itu segera
mengangsurkan cawan kosongnya kepada dia orang ujarnya sambil
mengangkat kakinya ke atas kursi.
"Hey nasinya sudah matang?"
"Woou"masih terlalu pagi"
"Maknya .... nenek anying" maki lelaki berbaju hijau itu dengan
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
amat gusarnya, "Tentu kau orang berjudi lagi?"
"Tidak salah" sahut perempuan itu tidak mau kalah, "Kau bisa
pergi main pelacur di luaran sedang Lo nio tidak pernah pergi cari
lelaki unluk main, apa kau tidak terima" kau mau cari gara-gara
dengan aku yaaa ?" Lelaki berbaju hijau itu segera mendengus dingin, dari dalam
sakunya dia mengambil keluar sepuluh tahil peraknya dan dengan
berat digebrakkan ke atas meja.
"Coba kau lihat barang apa ini?" t eriaknya keras.
Pandangan mata perempuan tersebut terasa menjadi terang,
dengan cepat dia merebut uang itu sambil mengusap-usapnya
dengan penuh bernapsu, dengan perasaan amat girang bercampur
terkejut dan keheranan tanyanya
"Heeey, kau dapat merampas dari mana" "
"Maknya, setiap kali aku punya uang tentu kau menganggap aku
mendapatkannya dengan jalan merampas."
"Kalau tidak kau mendapatkan keuntungan dari toko yang mana
?" seru perempuan tersebut sambil tersenyum-senyum kuda.
"Aku bukan mendapatkannya dari cari untung di toko, aku orang
memperoleh uang itu dengan taruhan nyawa" teriak lelaki berbaju
hijau itu dengan mendongkol.
"Oooh. . tidak kusangka kau masih bisa mencari uang juga, eei
dengan cara bagaimana kau mendapatkan uang itu ?"
"Sore itu sewaktu aku tiba dibawab kaki gunung Kim Hud san
tiba-tiba perjalananku dihadang oleh seseorang lelaki
berkerudung.." "Aduh.."teriak perempuan itu dengan amat keras, "Apakah kau
orang tukang todong sudah bertemu dengan perampok?"
"Maknya ... " sekali lagi lelaki berbaju hijau itu memaki sambil
melototkan matanya. "Kalau bicara perlahan sedikit, neneknya,,. aku orang setiap hari
harus gulung sana gulung sini bukankah cuma memelihara kau
perempuan cabul. sekarang kau malah maki aku tukang
todong..perempuan sundal"
-ooo0dw0ooo- Jilid 25 : Kecurigaan pada si pembesar kota
"BAGUS ! bagus !" seru perempuan itu kembali sambil tertawa.
"Perduli apa, teriak atau tidak berteriak pokoknya tetangga-tetangga
kita sudah pada mengerti semua keadaan kita, kau orang masih
takut apa lagi?" "Hm !"' dengus lelaki berbaju hijau itu kurang puas." Tetapi uang sebanyak sepuluh tahil yang aku dapatkan ini hari bukan dapat dari
merampas"' "Scbenarnya sudah terjadi urusan apa?" tanya perempuan yang
rambutnya awut-awutan itu dengan nada serius, sedang senyuman
yang semula menghias bibirnya kini lenyap tak berbekas lagi.
"Lelaki berkerudung itu tanya padaku apakah mau untung
sepuluh tahil perak, aku yang melihat wajahnya dalam hati segera
tahu kalau dia orang ada urusan yang ingin meminta bantuanku,
karena itu aku segera menerimanya, dia lalu mengambil keluar
sepuluh tahil perak dan diberikan kepadaku di samping memberikan
pula sebuah busur dan sebatang anak panah yang di atasnya terikat
segulung kertas " "Aku tahu, sekarang!" Nyeletuk perempuan itu. "Dia orang minta kau pergi membunuh orang, bukan begitu ?"
Lelaki berbaju hijau itu menjadi sangat gusar sekali.
"Kenapa kau terus menerus memotong pembicaraan orang ?"
"Baik - . . baiklah .... sekarang kau lanjutkanlah perkataanmu !"
"Lalu dia membawa aku menuju ke sebuah jalan gunung di atas
gunung Kim Hud-san, dia meminta aku bersembunyi di dalam hutan
di samping jalan gunung tersebut, katanya nanti bakal ada lima,
enan oraag yang akan turun gunung melalui jalan itu, dia memesan
kepadaku kalau melihat mereka turun, panah bersurat ini harus
dipanahkan kearah mereka."
"Akhirnya kau berhasil membinasakan salah seorang diantara
mereka ?" tanya perempuan itu kembali.
Dengan amat kasarnya lelaki berbaju hijau itu menggebrak meja
yang ada di sampingnya. "Aku suruh kau orang jangan memotong pembicaraanku, kau
mengerti tidak?" bentaknya dengan amat gusar.
"Baik. baiklah kau boleh teruskan !"
"Lelaki berbaju hitam itu tidak perinlahkan aku untuk membunuh
orang, dia cuma meminta aku memanahkan secarik surat kepada
mereka, enam orang yang baru saja turun gunung itu, aku lalu
menunggu di dalam hutan selama setengah jam lamanya ternyata
sedikit pun tidak salah, ternyata dari atas gunung muncul enam
orang, aku segera memanahkan, setelah itu lalu putar ..badan
melarikan diri ... . "
"Tidak aneh seluruh badanmu berkeringat bau, lalu bagaimana
selanjutnya?" Timbrung perempuan itu kembali.
Lelaki berbaju hijau itu menelan ludah lebih dulu kemudian baru
sambungnya. "Aku belum barhasil lari seberapa jauh segera sudah terkejar
oleh seorang tua dan dua orang pemuda, sewaktu aku melihat tidak
bisa melarikan diri lagi dari kejaran mereka terpaksa memutar
badan memberikan perlawanan sengit kepada mereka ..."
"Akhirnya kau berhasil dikalahkan?" seru perempuan itu sambil
tertawa. "Jika aku orang kalah saat ini mana mungkin bisa kembali
kerumah ?" "Hm ! hm ! terus terang saja aku beritahu kepadamu si orang tua
serta kedua orang pemuda itu semuanya merupakan gentong nasi
belaka tidak sampai dua jurus aku sudah berhasil pukul mereka
bertiga sehingga jatuh bangun dan akhirnya berlutut di depanku
minta diam puni jiwanya, aku yang melihat keadaan mereka sangat
kasihan sekali lalu mengam puni mereka"
Mendengar kisahnya ini agaknya perempuan itu tidak mau
percaya, sambil mencibirkan bibirnya dia tertawa mengejek.
"Oooh sungguh ?"" serunya kurang percaya.
"Sudah tentu sungguh, kapan aku orang pernah menipu dirimu
?" balas teriak lelaki berbaju hijau itu dengan serius.
"Lalu siapa lelaki berkerudung itu ?"
"Siapa yang tahu" jawab lelaki berbaju hijau itu sambil gelengkan
kepalanya. "Setelah itu aku pun tidak pernah bertemu kembali
dengan dirinya, kelihatannya dia menyerupai seorang kakek tua
yang sudah berusia lima, enam puluh tahunan, tubuhnya kurus
sekali Ti Then yang bersembunyi di balik rumah setelah mendengar
perkataannya sampai di sini segera mendorong pintu berjalan
masuk ke dalam. "Mao Ji !" serunya sambil tertawa, "Coba kau ulangi sekali lagi badan lelaki berkerudung itu apakah kurus sekali?"
Agaknya lelaki berbaju hijau itu mimpi pun tidak pernah
menyangka kalau Ti Then bisa membuntuti dirinya sampai di sini,
melihat kehadiran dirinya air mukanya segera berubah sangat
hebat, sambil berteriak aneh tubuhnya meloncat ke atas sedang
tangannya menyambar sebuah kursi yang terbuat dari bambu dan
dilemparkan kearah Ti Then.
Ti Then segera ayunkan telapak tangannya mengirim satu
pukulan menghantam datangnya kursi bambu itu sehingga hancur
berantakan dan tersebar ke atas tanah, tubuhnya dengan
mengambil kesempatan ini mendesak maju ke depan lalu
mencengkeram baju didada lelaki berbaju hijau itu.
"Jika kau berani sedikit bergoyang saja segera aku orang akan
mencabut keluar seluruh. Otot-ototmu satu demi satu!" ancamnya
sambil tertawa. Agaknya lelaki berbaju hijau itu termasuk manusia yang suka
menindas yang lemah tapi takut dengan yang keras, kali ini
badannya dicengkeram oleh Ti Then segera gemetar dengan amat
kerasnya. "Baa .... baaik I Baik !' sahutnyagugup, "Ada omongan kita
bicarakan secara baik-baik .... ada omongan kita bicarakan secara
baik-baik" Air muka perempuan yang rambutnya awut-awutanan itu pun
kelihatan amat gugup dan terkejut sekali, dengan cepat dia
menyusupkan uang seberat sepuluh tahil perak itu ke dalam
sakunya lalu mengambil sapu siap dipukulkan ke atas badan Ti
Then. "Ayoh cepat lepas tangan!" jeritnya dengan suara yang
melengking tinggi. "Kenapa kau menangkap lakiku?"
Ti Then tidak ambil gubris terhadap dirinya, dia tetap
memandang kearah lelaki berbajau hijau itu sambil tertawa,
tanyanya: "Kau sudah melihat betul-betul" Apa tidak salah lelaki itu mem
punyai badan yang amat kurus sekali "''
Dia bisa sangat memperhatikan bentuk badan dari "Lelaki
berkerudung" itu karena dia ingin membuktikan "Lelaki
berkerudung"' yang memerintahkan lelaki berbaju hijau untuk
mengirim surat ancaman ini benar atau tidak sama dengan lelaki
berkerudung yang muncul di dalam istana Thian Teh Kong itu,
karena menurut apa yang dilihat olehnya lelaki berkerudung yang
munculkan dirinya di dalam istana Thian Teh Kong itu mem punyai
potongan badan yang tinggi besar, jikalau perkataan dari lelaki
berbaju hijau yang mengatakan lelaki yang berkerudung itu mem
punyai badan yang amat kurus sekali adalah sungguh-sungguh
maka hal ini dengan amat jelas sekali membuktikan kalau "Lelaki
berkerudung" yang mengirim surat ancaman ini sama sekali
bukanlah lelaki berkedung yang ditemuinya.
Dia merasa hal ini sangat penting sekali, alasan yang paling
penting adalah bilamana "Lelaki berkerudung" yang sudah
memerintahkan lelaki berbaju hijau itu adalah lelaki berkerudung
yang ditemuinya maka jelas sekali menunjukkan si pembesar kota
atau Si Sian Thay-ya, Cuo It Sian bukanlah lelaki berkerudung hitam
itu, sebaiiknya jikalau lelaki berkerudung yang memerintahkan lelaki
berbaju hijau ini sama sekali lain dengan "lelaki berkerudung hitam yang ditemuinya di dalam istana Thian Teh Kong maka keadaan dari
Si Sian Thay-ya atau si pembesar kota Cuo It Sian sangat
mencurigakan sekali. Agaknya lelaki berbaju hijau itu saking tegangnya sehingga
napasnya serasa sesak sekali, ujarnya kembali dengan gugup :
"Beeee . . . benar . . . beee .... benar tubuhnya kurus . . . kurussekali" " Seberapa tinggi badannya ?" " tanya Ti Then kembali.
"Tidak terlalu tinggi, seperti . . . sepe-perti isteriku ini . . . "
Ti Then segera melirik sekejap ke arah perempuan yang awutawutan itu lagi, serunya kembali sambil tertawa :
"Kau tidak omong kosong bukan ! "
"Tidak! tidak! perkataan hamba sungguh-sungguh benar tidak
ada sepatah kata pun yang berbohong. "
"Tapi apa yang aku dengar selama setengah harian di luar rumah
tadi sudah merasakan di dalam sepuluh patah katamu ada sembilan
bagian yang sedang berbohong."
Wayah lelaki berbaju hijau itu segera berubah menjadi merah
padam seperti kepiting rebus, lama sekali dia orang tidak dapat
mengucapkan sepatah kata pun juga.
Air muka Ti Then segera berubah menjadi sangat serius sekali,
serunya : "Aku sudah tahu kau orang adalah seorang tukang todong
yang terkutuk, kali ini aku am puni nyawa anyingmu. Tapi lain kali
jikalau kau orang masih saja melakukan pekerjaan semacam ini
heee . . . . heee .... jangan salahkan aku orang akan mencabut
nyawamu pada setahun kemudian"
Selesai berkata dengan mengerahkan tenaga dalamnya dia
mendorong rubuh ujung tembok dari rumah itu.
Setelah itu dengan perlahan dia menoleh ke arah perempuan
dengan rambut yang awut-awutan tadi, tambahnya:
"Lelakimu ini sungguh pandai berbohong, terang-terangan tadi
aku melihat dia orang mendapatkan lima puluh tahil perak dari lelaki
berkerudung itu sekarang dia bilang cuma mendapat sepuluh tahil
perak saja. Heee .... heee . , kamu orang sudah kena dibohongi"
Sehabis berkata dengan langkah lebar dia berlalu dari sini.
Belum jauh dia meninggalkan rumah itu segera terdengar suara
bantingan barang-barang yang amat ramai dari dalam rumah
tersebut disusul dengan suara makian dari perempuan tersebut :
"Bagus, bagus sekali ! Kau lelaki bangsat, pandai juga kamu orang
mengkorup uang belanya, terang-terangan orang lain perseni kau
sebanyak lima puluh tahil perak sekarang kau cuma mengaku
mendapat sepuluh tahil perak saja, cepat serahkan empat puluh
tahil perak yang lain, kalau tidak Lo-nio segera akan adu jiwa
dengan dirimu !" "Eeeeei . . . tunggu dulu, tunggu dulu. Kau jangan mau
mendengar omongannya, aku betul-betul cuma mendapatkan
sepuluh tahil perak dari orang itu . . . Aduh !! "
Selanjutnya terdengarlah suara yang amat berisik sekali bergema
dari dalam rumah tersebut.
Dalam hati diam-diam Ti Then merasa sangat geli sekali, dia
segera berbelok keluar dari lorong itu melalui jalan besar, saat ini
malam hari sudah tiba, perut pun terasa amat lapar, dalam hati dia
segera mengambil keputusan untuk mencari sebuah rumah makan
untuk berdahar dulu kemudian baru melakukan perjalanan malam
menuju ke kota Ci Kiang sian untuk bertemu dengan Wi Pocu
sekalian. Dengan mengikuti jalan besar, dia kembali berjalan puluhan
langkah jauhnya, mendadak di depan sebuah kuil dia melihat
banyak orang yang berkerumun mengelilingi sebuah lapangan, dari
tengah banyak orang itu terdengarlah suara tambur serta
gembrengan yang amat ramai sekali, sekali pikir saja dia segera
tahu tentunya ada orang yang jual akrobat sedang mamberikan
tontonannya di sana, dengan perlahan dia pun berjalan menuju ke
sana. Tampak orang yang melakukan pertunjukan tersebut adalah
seorang kakek tua, seorang pemuda serta seorang nona, saat ini si
kakek tua yang ada di tengah kalangan sedang mempertunjukkan
Ilmu jari sakti Ci Sin Kang" yang jarang ditemui di dalam Bu-lim, dia orang menggunakan jari tengah serta jari telunjuk dari tangan
kanannya menutul permukaan tanah la!u tubuhnya berdiri dengan
mengandalkan kekuatan jari tersebut, atau dengan perkataan lain
dia menahan seluruh berat badannya dengan mengandalkan
kekuatan jarinya itu. Sungguh merupakan sebuah ilmu kepandaian yang sangat lihay
sekali ! Ti Then sama sekali tidak menyangka kalau orang yang
melakukan pertunjukan tersebut merupakan seseorang yang
memiliki kepandaian silat demikian tingginya, dalam hati merasa
sangat terkejut bercampur keheranan.
Dia segera maju ke depan untuk meIihat lebih jelas lagi, tapi
sewaktu dia melihat jelas wayah dari orang tua itu seketika itu juga
hatinya seperti digodam dengan sebuah palu yang amat besar,
seketika itu juga seluruh tubuhnya gemetar dengan amat kerasnya.
Dengan cepat dia mendesak untuk maju ke barisan yang paling
depan lantas teriaknya dengan suara yang amat keras : "Yan
Locianpwe ! " Betul, dia memang kenal dengan orang tua penjual silat ini.
Bukan saja dia kenal dengan orang tua she Yan ini bahkan pada
masa yang lalu dia orang masih, mem punyai hubungan yang
sangat penting sekali dengan orang tua She Yan ini.
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kakek tua yang sedang mempertunjukkan ilmu "lt Ci Sin Kang"
itu sewaktu mendengar ada orang yang memanggil namanya dia
segera berhenti bermain dan bangkit berdiri, matanya dengan
perlahan menyapu ke sekeliling tempat itu bersamaan pula
tanyanya "Kawan dari mana yang sudah memanggil aku orang ?"
Sewaktu kakek tua itu melihat Ti Then ada di sana air mukanya
segera berubah hebat. "Kau. . . . Ti Then ?" serunya.
Ti Then mengangguk dengan perlahan, jelas sekali wayahnya
kelihatan amat terharu sekali.
Wajah kakek tua itu pun terlihat sangat terharu, setelah melototi
Ti Then beberapa waktu lamanya mendadak kepada para penonton
yang ada di dalam kalangan itu dia merangkap tangannya menjura.
"Saudara-saudara sekalian !" ujarnya sambil tertawa.
"Pertunjukan ini hari sampai di sini saja, terima kasih atas
kunjungan dari saudara-saudar sekalian!"
Ketika para penonton mendengar dia mau bubaran segera pada
meninggalkan tempat itu, uang persenan yang diberikan pun tidak
seberapa banyak. Si pemuda serta sang nona yang mengikuti kakek tua itu
agaknya kenal juga dengan diri Ti Then, ketika melihat para
penonton pada bubaran mereka bersama-sama berjalan mendekati
diri Ti Then, jelas pada air muka mereka memperlihatkan
kegemasan serta kebencian hatinya.
Setelah memperhatikan diri Ti Then beberapa saat lamanya
terdengar si pemuda itu tertawa dingin.
"Kelihatannya pada waktu dekat-dekat ini kau orang
mendapatkan penghasilan yang lumayan juga ?"
Air muka Ti Then sedikit pun tidak berubah sedangkan mulutnya
tetap membungkam di dalam seribu bahasa.
Sang nona itu pun segera tertawa dingin, tambahnya :
"Kenapa kau orang tidak berbicara " Apa mungkin kau sudah
tidak kenal dengan kami orang-orang yang hidupnya tergantung
menjual silat ?" Air muka kakek tua itu segera berubah amat keren, bentaknya :
" Wi lh, Lan-ji, jangan kurang ajar kalian, cepat bereskan barangbarang itu dan kembali ke rumah penginapan terlebih, dulu!"
Pemuda yang bernama Wi Ih serta nona yang bernama Lan-ji itu
tidak berani membangkang perintah dari sang kakek tua, dengan
gusarnya mereka melotot sekejap kearah Ti Then lalu dengan uringuringan berlalu dari sana untuk membereskan gembrengan, tambur
serta alat-alat Iainnya yang ada di dalam kalangan.
Tampak kakek tua itu berjalan maju menggandeng tangan Ti
Then lalu ujarnya : " Ayoh pwrgi, kita mencari satu tempat untuk omong-omong".
Dengan berdiam diri Ti Then mengikuti dari samping kakek tua
itu dan berjalan ke sebuah rumah makan.
"Bagaimana kalau kita naik ke atas loteng " " tanyanya sambil
menghentikan langkahnya. "Baiklah, kita minum berapa cawan, " sahut sang kakek tua
sambil mengangguk. Mereka berdua segera naik ke atas loteng rumah makan itu dan
mencari sebuah tempat untuk duduk, setelah meminta beberapa
macam arak mereka saling berpandangan tanpa ada yang
mengucapkan kata-katanya terlebih du!u, agaknya mereka berdua
merasa banyak perkataan yang hendak diucapkan tetapi tidak tahu
baiknya memulai dari bagian yang mana karena itu sama-sama
bungkam diri. Lama sekali baru terdengar Ti Then yang mula-mula
memecahkan kesunyian. "Kau orang tua sudah ada berapa tahun lamanya melakukan
pertunjukan jual silat?" tanyanya.
"Sudah hampir satu tahun lamanya."
"Kenapa kau memilih jalan ini untuk melanjutkan hidup kalian ?"
Kakek tua itu segera tertawa pahit.
"Kecuali menjual silat Lohu masih bisa melakukan pekerjaan apa
lagi ?" "Aaaai .... semuanya ini dikarenakan kesalahan hamba . . . " seru Ti Then sambil menundukkan kepalanya.
Kakek tua itu pun ikut menghela napas panjang.
"Kau orang tidak usah menyalahkan dirimu sendiri, orang yang
sering berjalan malam pun tidak urung akan bertemu juga dengan
setan." ''Wi Ih bocah itu tidak jeiek" sambung kakek tua itu lagi. "Dan belum pernah, meninggalkan Lohu sedangkan Lan-ji pun mem
punyai perhatian terhadap dirinya, maka itu pada beberapa bulan
yang lalu Lohu sudah kawinkan mereka berdua."
"Hal itu bagus sekali !" sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Sikap serta tindak tanduk mereka tadi kurang baik terhadap
dirimu harap kau orang jangan marah di hati " ujar kakek tua itu
lagi. "Tidak .... tidak ! Mereka memang seharusnya membenci diriku "
ujar Ti Then dengan amat murung.
"Kau sudah bertemu dengan dirinya?"
"Siapa ?" tanya Ti Then melengak.
"Si Hong Liuw Kiam Khek atau si jagoan pedang yang suka
pelesiran, Ing Ping Siauw?"
"Belum ?" jawabnya sambil gelengkan kepalanya.
Kakek tua itu segera menghela napas panjang kembali.
"Kau orang apa merasa yaki perbuatan itu dilakukan oleh si
jagoan pedang suka pelesiran Ing Ping Siauw ?" tanyanya.
"Di dalam sepuluh bagian ada delapan bagian tidak salah, karena
sejak kejadian itu. di dalam Bu-lim tidak pernah terdengar namanya
mau pun beritanya lagi. "
000O000 "Janyinya dengan dirimu masih ada setahun Iamanya bukan ?"
tanya takek tua itu lagi.
"Benar !" Sekaii lagi kakek tua itu menghela napas panjang.
"Lohu betul-betul tidak paham apa tujuannya dia orang berbuat
demikian ?" "Aku rasa tentunya demi nama baik dirinya, ada orang bilang si
jagoan pedang suka pelesiran, Ing Ping Siauw, si naga mega Hong
Mong Ling serta cayhe merupakam tiga orang jago dari angkatan
muda, dia orang sangat mengharapkan bisa menduduki pda jagoan
yang pertama diantara tiga jagoan angkatan muda lain."
Baru saja kakek tua itu mau berbicara lagi tampak si pelayan
sudah membawa sayur serta arak, dia segera menutup mulutnya
kembali. Menaati setelah pelayan itu mengatur sayur serta arak di atus
rneja Ti Then segera bangkit memenuhi cawan dari si orang tua lalu
memenuhi juga cawannya sendiri, setelah itu dengan berdiam diri
masing-masing menghabiskan isi cawannya sendiri-sendiri.
"Pada akhir-akhir ini kau orang bagaimana ?" tanya kakek tua itu
tiba-tiba, "Cayhe sekarang menyabat sebagai Kiauw-tauw di dalam
Benteng Pek Kiam Po"
"Apa ?" seru kakek tua itu kaget.
"Cayhe menyabat sebagai Kiauw-tauw di dalam Benteng Pek
Kiam Po." "Hal . . hal ini mana mungkin ?" seru kakek tua itu ragu-ragu.
"Orang yang bisa menyabat sebagai Kiauw-tauw di dalam Benteng
Pek Kiam Po seharusnya mem punyai kepandaian silat yang jauh di
atas para pendekar pedang merah lainnya yang ada di dalam
Benteng, sedangkan kau . . kau , ."
"Cayhe sudah menemui suatu kejadian yang aneh dan
mendapatkan pelajaran ilmu silat yang amat lihay dari seorang
manusia aneh di dalam Bu-lim . . . "
"Siapakah manusia aneh tersebut?"
"Hal inilah cayhe ingin sekali mengutarakannya keluar, tetapi
berhubung adanya sebab-sebab yang amat penting pada saat ini
cayhe tidak bisa memberitahukan seluruh keadaan dari manusia
aneh tersebut harap kau orang tua suka memaafkan."
"Dia bisa melatih ilmu silatmu sehingga melebihi kepandaian silat
dari pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po?" tanya
kakek tua itu kembali. "Benar " "Kalau begitu tentang Ing Ping Siauw sudah tentu tidak ada
persoalannya lagi?" "Benar, tetapi cayhe harus menanti delapan bulan kemudian baru
bisa mencari dirinya, sekarang cayhe masih belum bisa."
"Kenapa ?" tanya kakek tua itu melengak.
"Sebab-sebabnya cayhe tidak bisa menjelaskan" sahut Ti Then
sambil gelengkan kepalanya.
"Ehmmm" "Menunggu setelah semua persoalan ini telah beres tentu cayhe
bisa menceritakan seluruh persoalan ini kepada kau orang tua"
"Ehmmm" "Bagaimana hidup kalian sampai sekarang?"
"Masih baik" "Tapi harus melakukan pertunjukan silat terus bukanlah suatu
acara yang baik" "Sebaliknya Lohu merasa sangat bagus sekali, sekali pun
pendapatannya amat sedikit tetapi tidak ada ikatan apa pun."
"Tetapi bilamana sampai bertemu dengan orang yang pernah
dikenal .... bukankah.."
"Lohu mengandalkan kepandaian untuk mencari uang kenapa
harus malu bertemu dengan orang lain" "
"Cayhe cuma mengharapkan kau orang tua bisa membangun
kembali kejayaan serta kewibawaanmu seperti tempo hari."
"Tidak bisa jadi, siapa yang masih percaya dengan Lohu ?"
"Kalau begitu bagaimana kalau berdagang?"
"Soal itu harus membutuhkan sejumlah uang."
"Kalau lima belas laksa tahil perak cukup tidak?"
"Ehm,..berapa?"
Ti Then segera mengambil keluar uang kertas yang
didapatkannya dari si Giok Bin Langcun, Cu Hoay Lo lalu diberikan
kepada orang tua tersehut, ujarnya :
"Uang kertas ini dikeluarkan oleh gudang uang di kota Tiang An.
kau orang tua dengan membawa uang kertas ini bisa pergi
mengambil uang sebesar lima belas laksa tahil perak."
"Kau mendapatkan uang sebanyak ini dari mana?"" tanya kakek
tua itu dengan amat terperanyat sekali.
"Uang itu bukan milik cayhe, pada dua bulan yang lalu secara
tidak sengaja cayhe sudah berhasil menawan diri si "Giok Bian
Langcun" Cu Hoay Lo, kau orang tua tentunya sudah pernah
mendengar nama "Giok Bin Langcun" Cu Hoay Lo bukan ?"
"Ehmm benar!" sahut kakek tua itu sambil mengangguk.
"Menurut berita yang tersiar katanya dia merupakan seorang
penyahat cabul yang kejahatannya sudah bertumpuk-tumpuk.''
"Benar, waktu itu sewaktu cayhe beserta putri dari Wi Pocu, Wi
Lian In karena ada urusan melewati sesuatu tempat telah ditemui
oleh Giok Bin Langcun ini, dengan mengambil kesempatan sewaktu
cayhe sekalian mcnginap di sebuah rumah penginapan dia secara
diam-diam sudah mencampurkan obat pemabok ke dalam makanan
kami, akhirnya hal itu sudah ditemui oleh cayhe dan berhasil
menawannya, karena dia kepingin hidup terus segera mengambil
keluar uang kertas ini untuk menebus nyawanya. . ."
Kakek tua itu segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, potongnya
: "Lalu kau orang menerima uang kertasnya ini dan melepaskan
dirinya pergi?" "Tidak, cayhe menerima pemberian uang kertasnya ini lalu
menajatuhi hukuman mati kepadanya."
"Eeeeh .... seharusnya setelah kau orang mau menerima
uangnya ini tidas sepantasnya membinasakan dirinya" seru kakek
tua itu. "Sesaat cayhe turun tangan aku sudah menanyainya dengan
amat jelas, cayhe dapat tahu kalau uang itu dia berhasil kumpulkan
dari hasil rampokannya selama ini, karena itulah cayhe merasa uang
itu tidak sah buat menebus nyawanya, apalagi cayhe pun tidak
punya perhatian untuk menggunakan uang sebanyak lima belas
laksa tahil perak ini, cayhe mem punyai maksud bilamana ada waktu
luang mau berangkat menuju ke- Tiang-An antuk mengambil uang
tersebut dan dibagikan kepada kaum miskin."
"Kalau begitu Lohu semakin tidak berani menerima uang itu?"'
ujar kakek tua kemudian. "Tidak mengapa!" sahut Ti Then dengan perlahan. "Menanti
setelah tahun depan aku barhasil menyelesaikan urusan ini dengan
si jagoan pedang suka pelesiran Ing Ping Siuw kau orang boleh
mengurangi lima belas laksa tahil buat aku orang."
"Tidak!" seru kakek tua itu sambil gelengkan kepalanya. "Kau bisa bertemu dengan Ing Ping Siuw atau tidak masih merupakan
satu persoalan, sekarang lohu tidak bisa menerima pemberian uang
tersebut." "Cayhe percaya bisa bertemu dengan Ing Ping Siuw dan
menyelesaikan persoalan ini, kau orang tua harap berlega hati untuk
menerimanya." "Tidak perlu!" ujar kakek tua itu sambil gelengkan kepalanya.
"Lohu sampai sekarang masih belum miskin benar-benar sehingga
makan pun tidak ada, aku tidak perlu membutuhkan uang sebegitu
banyak, Lebih baik kau menyimpannya kembali !"
Agaknya Ti Then tahu sifat dari orang tua itu dia pun tidak mau
mendesak lebih lanjut, dan memasukkan kembali uang ketas itu ke
dalam sakunya. "Kalau begitu" ujarnya "kemudian. "Kita harus menentukan waktu untuk bertemu muka kembali, kalau tidak di tempai yang
demikian luasnya cahe diharuskan pergi ke mana untuk menemui
dirimu?"" "Perjanyian dari Ing Ping Siuw masih ada satu tahun lamanya,
kalau begitu kita tentukan saja pada hari ini tahun depan kita
bertemu muka kembali di bawah loteng Cuan Yen Lo dikota Tiang
An." "Baiklah! Sampai waktunya aku orang tentu akan menunggu."
Kakek tua itu segera meneguk habis isi cawannya lalu
memperhatikan diri Ti Then sambil tertawa.
"Sekali lagi Lohu mau beritahu kepadamu, kau orang tidak usah
merasa menyesal dikarena urusan itu, Lohu tahu kau orang
merupakan seorang pemuda yang jujur maka itu tidak perduli lain
kali kau bisa atau tidak menyelesaikan persoalan ini lohu sama
sekali tidak memikirkannya di dalam hati."
"Tidak !" seru Ti Then dengan tegas, "Tentang persoalan itu pasti akan cayhe urus sampai selesai."
''Lohu sangat tertarik dengan kehebatan dan kepandaianmu bisa
menyabat sebagai Kiauw-tauw di dalam Benteng Pek Kiam Po" ujar orang
tua itu sambil ter senyum. "Dapatkah kau orang menceritakan
kisahmu secara bagaimana bisa memasuki Benteng Pek Kiam Po ?"
"Cayhe kenal dengan seorang pendekar pedang merah dari
Benteng Pek Kiam Po, dia orang she-Shia bernama Pek Tha yang
merupakan anak murid dari Wi Pocu, pada suatu hari. . . . yaitu
setelah cayhe memperoleh kejadian aneh .... sewaktu melakukan
perjalanan melalui kota Gobi cayhe sudah bertemu dengan Shia Pek
Tha itu, dia kukuh mau mengundang cayhe untuk mertamu di dalam
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bentengnya, waktu itu Wi Pocu punya keinginan untuk mengetahui
kepandaian silat dari cayhe, apakah bisa memenangkan pendekar
pedang merah dari Bentengnya lalu dia perintahkan beberapa orang
pendekar pedang merah untuk menyajal kepandaian cayhe,
akhirnya beberapa orang pendekar pedang merah itu sudah
terkalahkan di tanganku, ternyata Wi Pocu jadi orang sangat jujur,
bukannya menjadi marah dia malah memuji-muji cayhe bahkan
memberi jabatan Kiauw-tauw kepada cayhe, melihat sikapnya yang
bersungguh-suugguh terpaksa cayhe menerimanya"
"Sungguh tidak kusangka kau bisa menemui kejadian aneh
seperti ini" seru kakek
tua itu sambil memperlihatkan rasa herannya. "Lalu ada urusan
apa ini hari kau datang kekota Lam Khuan sian ini ?"
"Jika membicarakan persoalan ini sukar sekali untuk dijelaskan
dengan sepatah dua patah kata saja, persoalan ini dimulai dari
muridnya Wi Pocu yaitu Hong Mong Ling main perempuan lacur di
tempat luaran . . . ."
Demikianlah dia segera menceritakan bagaimana Hong Mong
Ling diusir dari perguruan, bagaimana dia orang bekerja sama
dengan Hu Pocu menculik Wi Lian In lalu bagaimana Hong Mong
Ling menyiarkan berita bohong di luaran yang menyatakan dirinya
sudh memperoleh kitab pusaka "Ie Cin Keng" dari Siauw-lim-Pay lalu bagaimana si anying langit rase bumi merebut kitab tersebut
sehingga terjadi peristiwa yang amat panjang.
Sewaktu kakek tua itu mendengarkan, kisah ini tak terasa lagi
hatinya merasa sangat terperanyat sekali, tanyanya : .
"Sebenarnya Wi Pocu mem punyai barang pusaka apa toh
sehingga membual leIaki berkerudung itu mau melakukan tindakan
kejam semacam ini ?"
"Tidak tahu" sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya, "Selama
ini Wi Pocu tidak mau mengakui sudah menyimpan semacam
barang pusaka atau tidak, cayhe sendiri pun tidak tahu"
Mereka berdua sambil berdahar sambil bercerita tidak terasa lagi
hari sudah menunjukkan tengah malam, para tetamu yang
bersantap di rumah makan itu pun sudah pada berlalu, akhirnya
kakek tua itu bertanya: "Kalau begitu malam ini juga kau punya maksud untuk keluar
dari kota untuk bertemu dengan Wi Pocu?"
"Benar" "Kalau begitu" ujar kakek tua itu sambil bangkit berdiri, "Kita
berpisah dulu di sini, pada hari yang sama tahun depan kita
bertemu kembali di loteng Cian Yen Lo di kota Tiang An!"
Ti Then segera memanggil pelayan untuk bikin rekening lalu
bersama-sama turun dari loteng dan berpisah di tengah jalan, kakek
tua itu kembali ke rumah penginapan sedangkan Ti Then dengan
melakukan perjalanan malam meninggalkan kota untuk menunju ke
kota Ci Kiang sian yang jaraknya ada ratusan li jauhnya.
Setelah melakukan perjalanan selama satu malam pada waktu
hari mendekati terang tanah dia sudah tiba dikata Ci Kiang Sian.
Setelah menemukan rumah penginapan Ye Lay dan bertanya
pada pemilik rumah penginapan itu dia segera mengetahui kalau Wi
Ci To sekalian memang betul menginap di sana, dengan diantar oleh
pelayan dia berjalan mendatangi sebuah kamar.
Pelayan itu segera menuding kearah pintu kamar itu, ujarnya :
"Sianseng tua yang she-Wi itu menginap di dalam kamar yang
sebelah tengah, mungkin saat ini belum bangun."
Ti Then segera mengetuk pintu sambil berseru :
"Pocu, apakah kau orang sudah bangun ?"
Pintu kamar segera terbuka, tampak Wi Ci To sambil tersenyum
sudah berdiri di balik pintu.
"Ti Kiauw-tauw kau melakukan perjalanan malam '?" tanyanya.
'"Benar," "Silahkan masuk.'' Baru saja Ti Then duduk di dalam kamar nya Wi Ci To tampaklah
Wi Lian In, Suma San Ho serta s i pembesar kota Sian Thay Ya yang
mendengar suaranya dari kamar sebelah sudah pada berdatangan
untuk menanyakan jejak dari lelaki berbaju hijau itu.
"Orang itu tentu bukan anak buah dari lelaki berkerudung itu"
ujar TiThen kemudian. "Kemarin cayhe menguntit dirinya terus
hingga ke dalam kota Lam Khuan sian . . . "
Dia orang segera menceritakan seluruh apa yang didengarnya
kepada semua orang. Sedangkan mengenai orang tua yang ditemuinya dikota tersebut
dia orang sama sekali tidak mengungkap barang sepatah kata pun
juga. Wi Ci To segera menghela napas panjang.
"Hal ini sungguh berada diluar dugaanku. Lohu kemarin
menyuruh Ti Kiauw tauw membuntuti dirinya tidak lebih cuma takut
sudah salah menduga "
"Pihak lawan apakah tidak mengirim berita lagi?" tanya Ti Then kemudian.
"Tidak" "Kemarin tulisan di atas anak panah itu mengatakan apa saja ?"
tanya Ti Then kembali. "Dia bilang tiga orang pendekar pedang merah dari Benteng kita
.... Ih Kun,Kha Hiong serta Pauw Kia Pen sudah terjatuh ke
tangannya, dia minta barang yang diinginkan supaya dipersiapkan
dan menunggu beritanya."
Ti Then menjadi amat terperanyat.
"Hmm ! ternyata permainanya Iihay juga!"
"Benar" seru Wi Ci To sambi! Tertawa dingin. "Tetapi di
kemudian hari ia bakal menyesal su sudah memperlihatkan
permainan ini!" "Kini Wi Pocu punya rencana apa untuk menghadapi mereka ?"
"Kini orang kita tidak tahu mereka sudah membawa orang-orang
itu kemana terpaksa kita harus kembali ke dalam Benteng untuk
menunggu berita." "Di atas suratnya apakah dia orang juga tidak menjelaskan
barang apa yang ia minta?"" tanya Ti Then lagi.
"Tidak" sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya, "Agaknya dia mengira Lohu sudah tahu barang apa yang dia minta itu, pada hal
Lohu sendiri sampai sekarang pun masih tidak tahu barang apa
yang sebenarnya dia inginkan."
Ti Then segera menoleh ke arah Cuo It Sian lalu dengan amat
sopannya bertanya: "Apakah Cuo Locianpwe punya rencana untuk ikut bersamasama kita pergi ke Benteng Pek Kiam Po ?"
"Benar" sahut Cuo It Sian sambil mengangguk. "Dia berani
mencari gara-gara dengan Ioolap sudah tentu lolap harus baik-baik
memberi pelajaran kepadanya."
Ti Then termenung berpikir sebentar lantas baru ujarnya
kembali: "Sekarang dia orang sudah berhasil menawan ketiga orang kita,
setelah ada barang tanggungan sudah seharusnya dia orang
menampakkan dirinya."
"Lolap percaya dia masih belum berani menampakkan diri secara
terang-terangan" ujar Cuo lt Sian sambil tertawa dingin tak hentihentinya. "Kecuali dia orang sudah tidak sayang dengan nyawanya
sendiri." "Lantas Pocu apa sudah mengambil keputusan untuk menerima
ancamannya ini?"' tanya Ti Then kemudian sambil menoleh ke arah
Wi Ci To. "Lohu sendiri sampai sekarang masih belum bisa mengambil
keputusan, karena Lohu tidak tahu barang apa yang orang dia
mintai, apa lagi seharusnya dia orang memperlihatkan terlebih dulu
Ih, Kha serta Pauw tiga orang yang sudah mereka tawan."
"Betul" sahut Ti Then sambil mengangguk. "Kita harus
mengetahui terlebih dulu apakah Ih, Kha serta Pauw betul-betul
sudah terjatuh ke tangannya setelah itu baru memikirkan beberapa
syarat untuk ditukar dengan ketiga orang itu"
Wi Ci To melihat Liauw Khiet berdiri dipintu depan segera
perintahnya : "Liauw Khiet cepat kau perintahkan orang untuk siapkan
makanan, setelah berdahar kita harus cepat-cepat meninggalkan
tempat ini." Dengan sangat hormatnya Liauw Khiet menyahut dan berlalu dari
tempat itu. Ti Then yang secara tiba-tiba sudah teringat kembali kedua ekor
kudanya yang sudah dititipkan di rumah petani di bawah gunung
Kim Hud san lantas bertanya kepada Wi Lian In: "Kau tidak
membawa kedua ekor kuda kita ?"
"Sudah." sahut Wi Lian In cepat," Kemarin Tia sudah membeli lagi empat ekor kuda jempolan, nanti kita masing-masing
menungang kuda untuk kembali ke dalam Benteng."
Setengah jam kemudian tua muda enam orang sudah selesai
sarapan pagi dan melunasi rekening rumah penginapan, setelah itu
bersama-sama naik ke atas kudanya dan malakukan perjalanan
menuju ke kota Go-bi, Jarak kekota Ci Kiang sampai ke kota Go-bi ada tiga empat hari
perjalanan, karenanya mereka berenam tidak berani melakukan
perjalanan terlalu cepat takut kuda tunggangannya tidak kuat
sehingga karena itu perjalanan mereka dilakukan tidak cepat juga
tidak lambat. Di tengah perjalanan tiba-tiba Wi Lian In kirim satu kerdipan
mata kepada Ti Then, Ti Then yang melihat hal itu segera tahu
kalau dia orang mau mengajak dirinya untuk bercakap-cakap
karenanya sengaja dia orang memperlambat lari kudanya.
Akhirnya makin lama mereka berdua ketinggalan semakin jauh
dari rombongan, tanya Ti Then kemudian sambil melarikan kudanya
berbareng dengan dirinya.
"Ada urusan apa ?"
"Kita semua sudah salah menduga" ujar Wi Lian In sambil
menuding kearah Cuo It Sian yang berlari di depan. "Ternyata dia
orang bukanlah lelaki berkerudung itu!"
'Sungguh !" sahutnya tegas "Satu orang tidak mungkin bisa
berubah menjadi dua orang, kemarin dia berjalan bersama-sama
dengan kita, sudah tentu dia tidak bisa pergi menyuruh lelaki
berbaju hijau itu untuk mengirim surat tersebut."
"Tetapi lelaki berbaju hijau itu berkata bahwa pada setengah jam
sebelumnya orang berkerudung itu baru pergi mencari dirinya,
sedangkan dia".. Cuo It Sian sewaktu bertemu dengan kita sampai
waktu lelaki itu memanahkan suratnya agaknya belum kelewat
setengah jam Iamanya?"
"Benar !" sahut Wi Lian In mengangguk. "Dia berbicara dengan kita lama sekali, pasti ada setengah jam lamanya"
"Kalau memangnya demikian dia orang masih tetap sangat
mencurigakan sekali" ujar Ti Then sambil tertawa.
"Kenapa?" seru Wi Lian In lertegan. "Apakah dia orang mem punyai ilmu untuk memisahkan diri ?"
"Manusia berkerudung yang memerintahkan lelaki berbaju hijau
untuk kirim surat panah tersebut bukanlah manusia berkerudung
yang kita temui, melainkan manusia berkerudung yang lain."
"Bagaimana kau bisa tahu dia adalah orang lain "'" tanya Wi Lian In keheranan.
"Lelaki berbaju hijau itu bilang orang yang memerintahkan
dirinya adalah seorang lelaki berkerudung yang badannya amat
kurus sekali, sedangkan, lelaki berkerudung yang kita temui tempo
hari sewaktu masih ada di istana Thian Teh Kong mem punyai
perawakan yang tinggi besar dari hal ini saja sudah jelas
membuktikan kalau dia adalah orang lain."
"Eeei . , . lelaki berkerudung yang melarikan diri sewaktu berada
di perkam pungau Thay Peng Cun itu pun agaknya mem punyai
perawakan yang amat kurus sekali ?" ujar Wi Lian In secara tibatiba. "Tidak salah, kemungkinan sekali memang dia orang " sahut Ti
Then sambil mengangguk. "Hmm.Jika dilihat dari hal ini, orang yang ada di depan kita ini
sangat mencurigakan sekali ?"
"Jika keadaan ini tidak melihat maka aku sangat mengagumi
nyaiinya yang demikian besar" ujar Ti Then sambil tersenyum.
"Kau orang apakah tidak menceritakan urusan ini kepada ayahku
?" "Tidak, dia terus menerus mengikuti dari samping tubuh ayahmu
lantas suruh dengan cara bagaimana membuka suara?""
"Urusan ini harus cepat-cepat dilaporkan kepada Tia, aku
pencaya Tia pun masih mengira lelaki berkerudung yang
memerintahkan lelaki berbaju hijau itu adalah lelaki berkerudung
yang semula." "Menanti jika malam nanti kita menginap di rumah penginapan,
dengan mengambil kesempatan sewaktu Cuo It Sian tidak ada di
samping ayahmu cepat-cepatlah kau menceritakan hal ini kepada
beliau." Wi Lian In segera mengangguk.
"Tetapi" ujar Ti Then kembali. "Kau tidak boleh tetap ngotot menuduh Cuo It Sian adalah lelaki berkerudung itu, kau cukup
memberitahu kepada ayahmu saja lelaki berkerudung yang
memerintahkan lelaki berbaju hijau itu sama sekali bukanlah lelaki
berkerudung yang kita temui di dalam istana Thian Teh Kong."
"Kalau cuma berkata demikian bagaimana Tia bisa mengerti ?"
"Ayahmu itu manusia macam apa " Ada urusan apa yang dia
orang tidak dapat pikirkan ?" Seru Ti Then sambil tersenyum.
Wi Lian In segera mengangguk, dia tersenyum,
"Tidak perduli lelaki berkerudung itu benar Cuo It Sian atau tidak,
menanti setelah kita kembali ke dalam Benteng kemungkinan sekali
segera kita orang bisa tahu barang apa yang dia minta sehingga
memaksa ayahmu untuk menyerahkan kepadanya !"
Hari itu malam hari sudah menjelang, keenam orang itu pun
baru saja tiba di sebuah kota, mereka segera pada mencari rumah
penginapan untuk beristirahat.
Dengan mengambil kesempatan sewaktu Cuo It Sian tidak ada di
samping ayahnya Wi Lian In segera menceritakan bagaimana
manusia berkerudung yang memerintahkan lelaki berbaju hijau itu
sama sekali bukan manusia berkerudung yang mereka temui di
dalam istana Thian Teh Kong.
Setelah mendengar perkataan itu agaknya Wi Ci To sama sekali
tidak menjadi terkejut atau heran.
"Lalu bagaimana ?" tanyanya sambil tertawa.
"Semula aku mengira dia adalah seorang yang sama ternyata
dugaan ini salah, kalau begitu . , . kalau, begitu - - ."
"Kalau begitu hal ini berarti juga manusia berkerudung itu adalah
anak buahnya dari manusia berkerudung hitam itu" sambung Wi Ci
To dengan cepat. "Selain itu berarti juga ada salah seorang yang harus kita curigai"
"In-ji, kau orang jangan pikir yang bukan-bukan" Seru Wi Ci To kemudian sambil mengerutkan alisnya rapat-rapat.
"Bukannya aku menaruh banyak curiga, tetapi berbagai fakta
sudah membuktikan , kalau . . . "
"Sudahlah " potong Wi Ci To sambil mengulapkan tangannya.
"Kita jangan membicarakan persoalan ini lagi, aku ada satu urusan
yang hendak aku tanyakan kepadamu"
"Urusan apa "' tanya Wi Lian In tertegun.
"Urusan ini sebetulnya ibumu yang cocok untuk bertanya" ujar Wi Ci To sambil tertawa perlahan."Tetapi sayang ibumu teiah
meninggal dunia maka itu terpaksa akulah yang mewakili dirinya
untuk menanyai kau orang. . . . sebenarnya kau punya perhatian
tidak terhadap Ti Kiauw tauw ?"
Wi Lian In sama sekali tidak menyangka ayahnya bisa
menanyakan soal ini pada saat dan tempat seperti ini, seketika itu
juga saking malunya seluruh wayahnya sudah berubah menjadi
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merah padam. "Aku tidak tahu. . , . " Serunya sambil menutupi wayahnya
dengan kedua belah tangannya.
Wi Ci To segera tersenyum.
"Aku lihat selama beberapa hari Ini kau sudah mulai menaruh
rasa cinta terhadap Ti Kiauw-tauw, tetapi sekali pun begitu aku
harus bertanya terlebih dahulu kepapamu, kau rasa bagaimana ?"
Dalam hati Wi Lian In merasakan hatinya berdebar-debar dengan
amat kerasnya, dia merasa terkejut bercampur girang tetapi
tangannya tetap menutupi wayahnya dan tidak mengucapkan
sepatah kata pun. '"Dengan mengambil kesempatan dia orang tidak ada di sini kau
boleh mengutarakan isi hatimu kepadaku, dengan demikian aku
pun bisa mengambil inisiatif" desak Wi Ci To selanjutnya.
"Dia . ., . dia .... putrimu merasa dia .... dia tidak jelek . . . !"
"Benar !" ujarya Wi Ci To sambil tertawa. "Aku pun merasa dia orang tidak jelek hanya saja lohu merasa ada berbagai tempat yang
benar-benar membuat orang merasa tidak paham!"
"Tia, kau tidak memahami apanya ?"" tanya Wi Lian In kemudian
dengan malu-malu. "Lohu sendiri pun tidak bisa mengutarakannya keluar, lohu cuma
merasa agaknya dia mem punyai sesuatu rahasia."
"Tetapi aku tidak melihat bagian mananya yang tidak beres."
"Kau tentu masih ingat sewaktu si anying langit rase bumi
menyerang Benteng Pek Kiam Po kita pada malam hari bukan ?"
ujar Wi Ci To dengan perlahan. "Malam itu setelah si rase bumi
meninggalkan Tebing Sian Ciang lohu sudah mengundang dia untuk
kembali ke dalam benteng dan mengajaknya masuk ke dalam kamar
bukuku untuk berbicara, waktu itu lohu sangat menaruh curiga
kalau dialah Lu kongcu itu lantas dengan sejujurnya lohu minta dia
memberitahukan maksud tujuannya, semula dia tidak mau
menyawab akhirnya setelah lohu mendesaknya lebih lanjut
mendadak dia meneteskan air mata"."
Mendengar sampai di situ Wi Lian ln segera mencibirkan bibirnya.
"Dia memangnya bukan Lu Kougcu itu setelah Tia memaksa dia
terus untuk menyawab sudah tentu hatinya terasa tertekan
sehingga menjadi sedih hati dan meneteskan air mata "
"Tidak . . . . bukan demikian" bantah Wi Ci To sambil gelengkan
kepalanya. "Waktu itu lohu cuma bertanya kepadanya apakah ada
sesuatu perkataan yang sukar untuk diutarakan atau mungkin ada
persoalan yang menyulitkan hatinya, lohu bilang kalau ada tentu
aku akan bantu untuk menyelesaikan persoalan tersebut, setelah
mendengar perkataan tersebut mendadak dia meneteskan air
matanya, dia bilang jikalau lohu mau membantu dirinya untuk
menyelesaikan persoalan ini hanya ada satu cara saja yaitu meminta
lohu berkelahi dengan dirinya, mengalahkan dirinya !"
"Apa artinya ini?" seru Wi Lian In tertegun.
"Aku sendiri pun tidak paham tetapi dia orang tidak mau
menjelaskan lebih lanjut, dia cuma bilang harap lohu untuk
sementara waktu mau menganggap dirinya sebagai musuh besar
lalu bertempur dengan dirinya, jikalau lohu berhasil mengalahkan
dirinya hal ini berarti juga sudah membantu dia menyelesaikan satu
persoalan yang menyulitkan sekali."
Sepasang mata Wi Lian In segera terbelalak lebar-lebar, dengan
perasaan sangat terperanyat ujarnya :
"ini . . . ini... sebetulnya apa artinya?"
"Dia bilang alasannya sampai kini belum bisa diterangkan, tetapi
jikalau lohu berhasil mengalahkan dirinya maka dia mau
menceritakan sebab-sebabnya kepadaku."
"Lalu Tia menyanggupinya ?" Tanya Wi Lian In terperanyat.
"Dia mem punyai budi terhadap kita ayah beranak, bagaimana
aku bisa mengabulkan permintaannya yang sangat membingungkan
ini ?" Seru Wi Ci To sambil tertawa pahit.
"Sampai sekarang dia belum pernah mengatakan sebabsebabnya !" "Tidak !" "Kalau begitu biarlah aku pergi menanyai dirinya !"
Selesai berkata dia segera pjtar badan siap berlalu dari dalam
kamar. "Tidak !" Cegah Wi Ci To sambil menarik tangannya. "Kau jangan pergi menanyai dirinya !"
"Kenapa ?" tanya Wi Lian In keheranan.
"Setiap orang tentu mem punyai suatu rahasia yang tidak bisa
dikatakan kepada orang lain. sekarang bilamana kau bertanya
kepadanya belum tentu dia mau mengutarakannya keluar bahkan
lohu merasa rahasianya ini tentu tidak ada sangkut pautnya dengan
Benteng kita, karena selama beberapa hari ini menurut pengamatan
lohu terhadap dirinya aku sudah dapat melihat kalau dia sama sekali
tidak menaruh suatu rencana terhadap Benteng kita, dia
Betul-betul merupakan seorang pemuda yang halus budi dan
baik-baik" "Tetapi kalau memangnya dia mem punyai kesukaran seharusnya
kita pergi membantu dirinya" ujar Wi Lian In dengan ngotot.
"Benar!" sahut W ie Ci To sambil mengangguk. "Tetapi satu-satunya jalan untuk membantu dia menyelesaikan kesukarannya
adalah menyuruh lohu mengalahkan dirinya dengan menggunakan
ilmu silat, coba kau pikir dapatkah hal ini dijalanan?"
"Kalau begitu biar aku pergi bertanya kepadanya, kemungkinan
sekali dia mau memberikan jawabannya".
Sekali lagi Wi Ci To gelengkan kepalanya.
"Tidak,jikalau kau bertanya padanya saat ini dia orang bisa salah
paham dan menganggap kita ayah beranak masih menaruh curiga
terhadap dirinya" Dia berhenti sebentar lantas sambungnya sambil tertawa.
"Cuma ada suatu waktu di dalam keadaan yang tertentu kau
boleh pergi bertanya kepadanya."
"Keadaan bagaimana?" tanya Wi Lian In keheranan.
"Setelah kalian menjadi suami isteri !" Wayah Wi Lian In segera berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus, saking
malunya tak sepatah kata pun bisa diucapkan keluar.
"Setelah kalian menjadi suami isteri berarti juga kita sudah satu
keluarga, saat itulah kau boleh bertanya kepada dirinya
kemungkinan sekali dia mau mengatakan sebab-sebabnya." ujar Wi
Ci To lagi. "Tetapi Tia masih belum jelas mengetahui asal-usulnya
bagaimana Tia begitu tega menjodohkan.."
Baru saja berbicara sampai di sini mendadak dia dapat melihat Ti
Then serta Suma San Ho berjalan masuk ke dalam kamar, dengan
terburu-buru dia menutup mulutnya. kembali.
Dengan perlahan Wi Ci To angkat kepalanya memandang kearah
Ti Then serta Suma San Ho yang baru saja masuk ke dalam kamar
itu, ujarnya kemudian sambil tertawa :
"Ti Kiauw-tauw, San Ho kalian keluarlah sebentar, lohu sedang
membicarakan suatu urusan dengan Siauw-li"
Dengan sangat hormatnya Ti Then serta Suma San Ho menyahut
lalu mengundurkan diri dari dalam ruangan.
Ketika Wi Lian In melihat mereka sudah mengundurkan diri
segera sambungnya kembali dengan suaranya lirih :
"Tia, apakah kau tega menjodohkan kami kepadanya?"
Dengan perlahan Wi Ci To mengangguk"Bukankah tadi aku sudah bilang dia adalah seorang pemuda
yang dapat dipercaya, tidak perduli di dalam hatinya masih
menyimpan rahasia apa atau lain kali akan berbuat pekerjaan apa,
lohu percaya dia tidak akan membahayakan keselamatan dari
Benteng kita." Wi Lian In segara mengangguk tanpa mengucapkan kata-kata
lagi. "Sekarang aku mau tanya lagi, apakah kau sungguh-sungguh
menyenangi dirinya?" tanya Wi Ci To lebih lanjut.
"Siauw-li serahkan Tia yang mengambil keputusan " sahutnya
perlahan, dengan air muka yang berobah menjadi merah.
Halaman 47-48 robek/hilang
"Benar, lolap masih teringat beberapa tahun yang lalu Pocu
pernahmengalah dua biji catur kepada lolap tetapi akhirnya kita
main seimbang, ini hari Lolap mau melihat apakah permainan
caturku ada mendapatkan kemajuan atau tidak."
"Bagus sekali !" sahut Wi Ci To dengan girang. "Tetapi kita batasi dua kali permainan saja, besok kita harus masih melakukan
perjalanan, ini malam kita orang tidak boleh terlalu banyak capai."
Berbicara sampai di sini segera tolehnya kearah Wi Lian In."
"In-ji, kau pergilah menyuruh pelayan mempersiapkan
seperangkat catur !"
Wi Lian In menyahut dan mengundurkan diri dari dalam kamar
lalu perintahkan pelayan untuk mengambil alat catur.
Setelah semuanya selesai dia baru pergi mencari Ti Then serta
Suma San Ho ujarnya kemudian :
"Ti Kiauw-tauw, Suma suheng, bagaimana kalau kita berjalanjalan ke kebun bunga ?".
Padahal dia cuma ingin mengajak Ti Then seorang saja, karena
melihat Suma San Ho pun ada di situ dia merasa tidak baik untuk
meninggalkan dia seorang diri oleh sebab itulah sengaja dia
mengajaknya sekalian. Ternyata Suma San Ho tahu diri juga, sahutnya dengan cepat :
"Kalian berdua pergilah, aku tidak ingin pergi."
"Kenapa tidak mau ikut ?" sengaja Wi Lian In mengomel.
"Ie-heng merasa lelah sewaktu melakukan perjalanan, lebih baik
aku cepat-cepat kembali ke kamar untuk beristirahat."
Selesai berkata dia sengaja memperlihatkan muka setan pada Ti
Then lantas kembali ke dalam kamar.
Demikianlah akhirnya Ti Then serta Wi Lian In berjalan ke dalam
kebun bunga di belakang rumah penginapan tersebut, agaknya
kebun bunga itu tidak pernah terawat karena kelihatan sekali
rumput yang tumbuh dengan amat suburnya ....
Walau pun begitu di dalam pandangan Wi Lian In tempat ini
merupakan suatu tempat yang sangat indah sekali, bersama-sama
dengan Ti Then mereka berjalan menuju ke sebuah gardu lalu
duduk berdampingan "Kau sudah beritahukan urusan itu kepada ayahmu ?" tanya Ti
Then kemudian. "Benar !" sahut Wi Lian In mengangguk. "Tetapi Tia mengatakan aku banyak menaruh curiga terhadap.orang lain dan suruh aku
jangan banyak berpikir tidak karuan."
"Kemungkinan juga Cuo It Sian bukanlah manusia berkerudung
hitam itu, seharusnya ayahmu jauh lebih jelas dari kita."
Dengan perlahan Wi Lian In mengangguk.
"Saat ini Tia sedang main catur dengan dia orang di dalam kamar
. . . . " "Tadi ayahmu sedang membicarakan apa dengan kau ?" tanya Ti
Then kemudian, "Coba kau terka !" seru Wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya.
Ti Then tersenyum. "Apakah kalian sedang membicarakan barang yang diminta oleh
manusia berkerudung hitam itu?"
"Bukan !" jawab Wi Lian In sambil mengelengkan kepalanya.
"Membicarakan cara-cara untuk menolong Ih, Kha serta Pauw
tiga orang?"" "Soal itu tidak ada keharusan untuk mengelabuhi kau serta Suma
Suheng !" "Lalu membicarakan urusanmu ?" seru Ti Then sambil tertawa.
"Cuma benar separuh saja."
"Lalu yang separuh membicarakan siapa ?" Tanya Ti Then lagi
sambil tertawa serak. Wi Lian In segera manempelkan bibirnya dekat telinganya lantas
dengan nada yang manya sahutnya :
"Membicarakan dirimu."
"Membicarakan tentang apa tentang diriku?" Tanya Ti Then
dengan hati menegang. Wi Lian In segera kirimkan satu kedipan mata yang menggiurkan
kepadanya "Coba kau terka lagi?" ujarnya.
"Dia orang tua menasehati dirimu untuk jangan terlalu bergaul
rapat dengan diriku?"
"Hihi"hiii"justru sebaliknya!"
Mendengar sampai di situ Ti Then segera menjadi paham
kembali, dia tersenyum. "Kau menceritakan urusan tentang hubungan kita yang sudah
mengikat menjadi calon suami istri ?"
"Tidak, baru saja aku mau membicarakan urusan itu dengan Tia
mendadak dia balik bertanya kepadaku apakah aku..apakah aku. . .
kau mengerti bukan ?"
"Tidak!" sahut Ti Then sambil tertawa.
Dengan manyanya dia segera mencubit lengan Ti Then, serunya
dengan suara aleman: "Jikalau kau pura-pura bodoh terus aku tidak mau berbicara lagi."
"Baik baiklah! aku tidak pura-pura bodoh lagi "ujar Ti Then
kemudian sambil tertawa terbahak-bahak. "Lantas bagaimana kau
memberikan jawabannya kepada ayahmu?"
"Aku bilang aku tidak tahu."
"Bagus sekali" "Kenapa bagus sekali ?" Seru Wi Lian ln sambil mengirim satu
kerlingan mata kepadanya.
"Tidak mau dan tidak tahu mem punyai perbedaan yang sangat
besar sekali, bukan begitu ?"
"Ehmm .. , . selamanya Tia belum pernah langsung menanyakan
urusan ini kepadaku, tadi aku benar-benar merasa sangat malu
sekali" ujar Wi Lian In lagi sambil merebahkan dirinya ke dalam
rangkulan Ti Then. "Tidak usah putar-putar lagi, akhirnya bagaimana ?"
"Dia bilang sesudah menolong Ih, Kha serta Pauw tiga orang
segera dia orang tua mau mengawinkan kita berdua."
Seketika itu juga Ti Then merasakan hatinya terjeblos ke dalam
jurang yang amat dalam sekali, dia merasa hatinya bagaikan dipukul
oleh ombak samudra yang tak putus-putusnya.
Urusan ini merupakan satu hal yang dinantikan sejak lama sekali,
juga merupakan sebuah urusan yang paling ditakuti olehnya. saat
ini dia tidak dapat mengata hatinya girang atau murung, seluruh
tubuhnya terasa menjadi sangat tegang sekali, karena dengan
demikian berarti juga 'Rencana busuk" dari majikan patung emas
sudah hampir mencapai kesuksesan
sedangkan dirinya sebagai seorang patung emas pun bakal
mulai memperoleh perintah,
untuk melakukan sesuatu perbuatan yang sama sekali merugikan
Wi Ci To bersama putrinya.."
ooooOOoooo Walau pun di dalam hati kecilnya dia sudah mengambil
keputusan jikalau majikan patung emas mau perintah dirinya
melakukan suatu pekerjaan yang sekali merugikan Wi Ci To beserta
putrinya dia akan melakukan perlawanan dengan taruhan nyawa,
tetapi setelah dipikir lebih teliti lagi dia pun merasa bahwa urusan
ini tidak bisa diselesaikan dengan kematian dirinya, karena majikan
Harpa Iblis Jari Sakti 2 Peristiwa Bulu Merak Karya Gu Long Pendekar Pemetik Harpa 30
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama