Ceritasilat Novel Online

Pendekar Patung Emas 17

Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong Bagian 17


patung emas baru mau memberikan peiintahnya yang kedua selelah
dirinya kawin dengan Wi Lian In.
Sedangkan pada saat itu nasi sudah akan menjadi bubur, jikalau
dirinya mati bukankah sama saja dengan dirinya sudah merusak
kebahagiaan dari seorang nona"
Makanya dia merasakan hatinya sangat bingung sekali.
Saat ini Wi Lian In pun dapat melihat dia orang betul-betul mem
punyai pikiran yang ruwet, dengan perlahan tangannya ditepuktepukkan ke atas bahunya lalu tanyanya dengan suara yang amat
halus: "Agaknya kau merasa tidak begitu gembira ?""
"Siapa yang bilang?"" ujar Ti Then dengan cepat sambil
memperlihatkan senyumya. "Dari sikapmu aku bisa melihat jelas!"
"Tapi belum tentu rasa gembira yang terkandung di dalam hati
harus diperlihatkan di atas wayah"
"Tetapi berita ini tidak seharusnya membuat kau orang merasa
sangat tidak gembira !"
"Apakah wayahku memperlihatkan kalau hatiku merasa tidak
senang?" tanya Ti Then kemudian.
"Sedikit pun tidak salah,"
"Kau sudah salah melihat" seru Ti Then kemudian. "Aku tidak
mem punyai alasan untuk merasa tidak gembira, aku cuma..eeei!
Ini yang dinamakan ilmu menenangkan hati, yang dimaksud
sekali pun gunung ambruk di depan mata tidak menjadi kaget,
gembira tidak kelihatan senang, menemui bencana tidak kelihatan
murung, malang tidak tampak mengerang.
"Omong kosong! Kecuali tidak suka padaku kalau tidak
bagaimana bisa melihat gembira tidak menjadi girang hati?" Sela Wi
Lian In sambil mencibirkan bibirnya.
"Bukankah aku sekarang sedang girang hati"' Ujar Ti Then cepatcepat sambil meraperlihatkan tertawanya yang dipaksakan.
"Aku bisa melihat kau sengaja memperlihatkan tertawamu yang
dipaksakan" "Bagaimana bisa jadi ?" ujar Ti Then sambil mengangkat
bahunya. "Aku sudah bilang aku tidak mem punyai alasan untuk
bergirang hati" "Bilamana seseorang tidak dapat mengikuti perubahan perasaan
hatinya dengan memperlihatkan gembira, marah, murung dan sedih
hati hal ini membuktikan kalau ...... membuktikan kalau?"
"Membukikan kalau orang itu adalah seorang yang amat dingin
kaku dan tidak berperasaan bukan begitu?"" sambung Ti-Then
dengan cepat. "Tapi aku tahu kau bukanlah seorang manusia yang dingin kaku
dan tidak berperasaan' "Kalau begitu sangat bagus sekali"
''Lalu kau mem punyai rahasia apa yang terkandung di dalam
hatimu ?"" desak Wi Lian In lagi.
"Aku tidak punya rahasia apa-apa !"
"Kau sedang menipu aku !"
"Jika semisalnya aku benar-benar ada rahasia hati maka itu
berarti juga aku sedang merasa murung apakah dikemudian hari
aku bisa memberikan kegembiraan buat dirimu?"
"Asalkan kau benar-benar suka padaku tidaklah perlu untuk
merasa murung hati" ujar Wi Lian In sambil memandang tajam
wayahnya. "Sudah tentu aku suka padamu. ..."
Wi Lian ln segera menarik-narik ujung bajunya, lantas ujarnya
dengan suara yang perlahan : "Omong sesungguhnya sebetulnya
kau mempnyai rahasia atau tidak ?"
Dalam hati Ti Then merasakan hatinya serasa berdesir.
"Haa . . . haaa . - . haaa .... Bagaimana malam ini kau bisa
memperlihatkan sikap yang demikian berubah dan tidak seperti
biasanya ?" ujarnya sambil tertawa paksa.
"Apa kau orang minta bukti ?"'
"Coba katakan !" ujar Ti Then sambil angkat kepalanya.
"Sebenarnya Tia sudah cegah aku untuk jangan menanyakan
urusan ini kepadamu, dia bilang sekali pun di dalam hatimu
tersimpan sesuatu rahasia tetapi belum tentu mem punyai bahaya
bagi kita ayah beranak, sekali pun begitu tapi aku merasa ada
pentingnya juga untuk bertanya lebih jelas lagi kepadamu karena
sekarang aku sudah menjadi calon istrimu, aku mem punyai hak dan
tugas untuk ikut memikul kemurungan hatimu itu !"
Semakin lama Ti Then merasa hatinya semakin tidak tenang,
tetapi pada wayahnya masih tetap memperlihatkan sikapnya yang
sama sekali tidak menjadi sesuatu urusan apa pun.
"Jikalau di dalam hatiku tersimpan suatu urusan tentu aku bisa
memberitahukannya kepadamu, tapi aku betul-betul tidak mem
punyai rahasia apa pun."
"Kalau begitu" ujar Wi Lian In lagi sambil memandang tajam wa
jahnya. "Waktu itu setelah kau berhasil memukul mundur si anying
langit rase bumi di atas tebing Sian Ciang dan mengikuti Tla masuk
ke dalam ruangan baca di dalam benteng kenapa kau minta Tia
untuk berkelahi dengan dirimu " Kenapa kau bilang apabila Tia bisa
mengalahkan dirimu berarti pula sudah membantu kau
menyelesaikan suatu urusan yang amat sulit ?"
Ti Then sama sekali tidak menyangka dia bisa secara tiba-tiba
menanyakan kembali urusan ini, untuk beberapa saat lamanya dia
orang dibuat kelabakan tidak tahu bagaimana baiknya untuk
memberikan jawabannya. "Ooouw .... soal ini?"" ujarnya agak malu.
"Sekarang juga aku minta penjelasan yang beralasan dari
dirimu," "Itu"itu ..... sebetulny tidak ada urusan ap-apa!" sahut Ti Then dengan gelagapan. "Waktu Itu kalian terus menerus menganggap
aku sebagai Lu kongcu maka dalam hati aku merasa kheki dan ingin
sekali . . ingin sekali meningalkan Benteng Pek Kiam Po, tetapi
menginginkan aku orang supaya tetap tinggal di sana, hatiku waktu
itu benar-benar merasa serba susah bahkan ayabmu terus menerus
mendesak aku dan bertanya apakah di daiam hatiku sudah
tersimpan satu rahasia. Di dalam keadaan terdesak mendadak dalam ingatanku
berkelebat satu akal. aku pura-pura memperlihatkan kalau aku
benar-benar mem punyai sesuatu rahasia hati yang tidak bisa
diberitahukan kepada orang lain, dengan mengambil kesempatan itu
aku pun mengajak dia untuk berkelahi.
Padahal aku tahu ayahmu pasti tidak akan mau bertempur
dengan diriku, saat itu aku sengaja berkata demikian sebetulnya
bertujuan agar ayahmu menarah rasa curiga yang lebih besar lagi
terhadap diriku sehingga mengijinkan aku meninggalkan Benteng
Pek Kiam Po kalian itu!"
"Penjelasan ini sama sekali tidak sesuai dengan keadaan !" Seru
Wi Lian In kemudian setelah selesai mendengarkan perkataannya
itu. "Tetapi hal ini merupakan kejadian yang sungguh-sungguh!"
Agaknya Wi Lian In merasa sangat tidak puas dengan
penjelasannya itu, dia tundukkan kepalanya tidak mengucapkan
sepatah kata pun, Ti Then dengan sikap seperti sengaja seperti juga tidak sengaja
menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu, lantas bisiknya dengan
suara yang amat lirih : "Lian in, jikalau kau merasa tidak tega hati ternadap aku orang
kau boleh beritahukan kepada ayahmu supaja untuk sementara
waktu menunda maksudnya untuk menyelenggarakan perkawinan di
antara kita !" Wi Lian In merasa semakin tidak puas lagi, mendadak dia bangkit
berdiri. "Baik, aku segera memberitahukan urusan ini kepada Tia ! "
Selesai berkata dengan gemas dan marahnya dia berlari
meninggalkan gardu tersebut.
Dengan, pandangan yang amat sayu Ti Then memperhatikan dia
orang berlalu meninggalkan kebun bunga itu, dalam hati dia benarbenr merasa sangat sedih sekali, tetapi dia pun merasa sedikit
girang hati. Dia menganggap bilamana Wi Lian In benar-benar
memberitahukan perkataan ini kepada ayahnya maka untuk
sementara waktu Wi Ci To tentunya akan menghapuskan pikiran
tersebut, walau pun hal ini akan menusuk hatinya tetapi terhadap
kehidupan selanjutnya malah mem punyai kebaikan.
Jika dibicarakan dengan perkataan lain, dia menganggap sehari
dirinya belum kawin dengan Wi Lian In maka satu hari pula majikan
patung emas tidak dapat memberikan perintahnya yang kedua, jika
secara demikian berlarut-larut terhadap "Rencana busuk" yang
disusun oleh majikan patung emas pun menjadi kurang
menguntungkan sebaliknya terhadap dirinya sendiri Wi Ci To dan Wi
Lian In sangat "Menguntungkan" sekali.
Tetapi apakah Wi Lian In benari pergi ke kamar ayahnya dan
meminta dia orang tua untuk sementara waktu membatalkan
maksudnya hendak mengadakan perkawinan di antara mereka"
Tidak! Sama sekali tidak!
Dia terus berlari masuk ke dalam kamarnya di rumah penginapan
tersebut lantas naik ke atas pembaringan untuk tidur dengan
lelapnya. Keesokan harinya tua muda enam orang sesudah membereskan
rekening segera meninggalkan rumah penginapan itu untuk
melanjutkan perjalanan kembali ke Benteng.
Di tengah perjalanan tidak terjadi urusan apa-apa, pada hari
keempat siang akhirnya mereka berenam sudah tiba kembali ke
dalam Benteng Pek Kiam Po.
Di bawah sambutan yang amat hormat dari beberapa puluh
orang pendekar pedang merah Wi Ci To masuk ke dalam Benteng
dan duduk di tengah ruangan, tanysnya kemudian kepada si jago
pedang penembus ulu hati, Shia Pek Tha :
"Pek Tha, sudah beberapa lama kau kembali ke dalam Benteng
?" "Hamba sudah ada enam, tujuh hari lamanya kembali ke dalam
Benteng." "Apakah di dalam Benteng sudah terjadi sesuatu urusan ?" tanya
Wi Ci To kembali. "Tidak." "Apakah tidak menemukan adanya manusia yang tidak dikenal
menyusup ke dalam Benteng kita ?"
"Tidak ada, sejak Pocu meninggalkan Benteng keadaan di sini
sama sekali aman tentram tidak t erjadi suatu peristiwa pun."
Dengan perlahan Wi Ci To menyapu sekejap kearah para
pendekar pedang merah yang berdiri di sampingnya lantas
tanyanya: "Kalian semua pada menerima perintah untuk meninggalkan
Benteng guna menawan Hong Mong Liang manusia terkutuk itu,
sewaktu kembali ke dalam Benteng ada siapa yang pernah bertemu
dengan Ih Kun, Kha Cay Hiong serta Pauw Kia Yen?"
"Tecu tidak ada yang melihat !" sahut para pendekar pedang
merah secara berbareng. "Bagaimana dengan mereka bertiga?" tanya Shia Pek Tha dengan
amat terperanyat. "Mereka bertiga sudah terjatuh ke tangan seorang manusia
berkerudung hitam" Segera dia menceritakan seluruh kejadian itu dengan sejelasjelasnya. Sampai waktu ini masih ada tujuh puluh dua orang pendekar
pedang merah yang belum kembali dari tempat luaran, apakah Ih,
Kha serta Pauw tiga orang betul-betul terjatuh ke tangan manusia
berkerudung hitam itu masih merupakan satu pertanyaan yang
mencurigakan bagiku .. . . " ujar Shia Pek Tha dengan perlahan.
"Tidak akan' salah lagi !" seru Wi Ci To sambil tertawa dingin tak henti-hentinya. "Manusia berkerudung itu tidak perlu menggunakan
omongan bohong untuk menipu kita. Ih, Kha serta Pauw tiga orang
pasti sudah terjatuh ketangan musuh !"
Shia Pek Tha termenug berdiam diri.
"Dia minta lohu kem bali ke dalam Benteng untuk menunggu
kabar beritanya" ujar Wi Ci To lagi. "Maka di dalam beberapa hari ini pasti ada berita yang akan muncul, kalian seharusnya sedikit
berhati-hati lagi." Selelah semuanya selesai dia segera memerintahkan untuk
mempersiapkan perjamuan buat menyambut datangnya si Sian
Thay-ya atau si pembesar kota Cuo It Sian. Sore itu dengan
membawa mabok Ti Then balik kembali ke dalam kamarnya, si Locia itu pelayan tua segera membantu dia membawakan sebaskom
air untuk cuci muka, lalu sambil tertawa pecengis-an ujarnya :
"Ti Kiauw-tauw, katanya Hong Mong Ling itu bangsat cilik sudah
mati ?" "Benar!" sahut Ti Then sambil mencuci muka. "Dia dibinasakan oleh sebuah batu yang disambit oleh manusia berkerudung hitam."
"Sebetulnya manusia berkerudung itu berasal dari aliran
mana?"tanya Lo-cia lagi.
"Sampai sekarang masih belum tahu..."
"Hamba dengar si rase bumi Bun Jin Cu pun sudah mati"
"Tidak salah, dia sudah bunuh diri !"
Dia orang "kenapa mau bunuh diri?" desak si-Lo-cia lebih lanjut.
Ti Then segera melemparkan handuknya kearah dia lantas
menepuk-nepuk bahunya. "Aku baru saja pulang" ujarnya sambil tertawa. "Sekarang aku
orang harus tidur dulu dengan nyenyak lain kali saja aku
beritahukan kepadamu."
"Baik .... baik .... baik !" sahut Lo-cia sambil bungkukkan dirinya memberi hormat. "Heee .... heee .... hamba selamanya tidak bisa
menghilangkan penyaktt cerewetnya ini, Ti Kiauw-tauw silahkan
beristirahat!" Selesai berkata dengan mengambil baskom air itu dia
mengundurkan dirinya dari dalam kamar.
Ti Then segera naik ke atas pembaringan untuk beristirahat,
tidak terasa lagi dia sudah tertidur dengan amat nyenyaknya.
Menanti setelah didengarnya ada orang yang mengetuk pintunya
dia baru bangun dari pulasnya, ketika melihat keluar jendela
terlihatlah hari sudah gelap, dengan tergesa-gesa dia meloncat
bangun sambil bertanya : "Siapa ?" "Aku !" Suara dari Wi Lian In ! "Silahkan masuk !" ujar Ti Then kemudian sambil tersenyum.
"Kenapa tidak pasang lampu?" tanyanya.
"Aku baru saja cuci muka sebentar, kemudian sudah tertidur
dengan amat nyenyaknya."
Dia segera menyulut lampu kamar dan katanya sambil tertawa :
"Apa sudah waktunya untuk tidur malam ?"
"Sudah hampir" sahut Wi Lian In mengangguk. "Aku lihat satu siangan kamu orang terus menerus tutup pintu tidak keluar
makanya sengaja aku kemari untuk menjenguk, tidak tahunya kau
sedang tidur." "Setelah tiba di dalam Benteng hatiku merasa amat tenang
sekali, karenanya mudah sekali untuk tertidur nyenyak."
"Hiii ..hii .... kiranya kau pun mem punyai perasaan hati tenang
setelah kembali ke dalam Benteng sehingga bisa tertidur dengan
amat nyenyaknya" ujar Wi Lian In sambil tertawa. "Aku masih
mengira kau dapat bersikap seperti di tempat luaran, melihat


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kegembiraan tidak senang, menemui bencana tidak murung!"
"Kau orang sungguh pintar sekali mencari kelemahan ucapan
orang lain" seru Ti Then sambil angkat bahunya.
"Tia serta Cuo It Sian sedang ngomong-ngomong di dalam kamar
buku, bagaimana kalau kita pergi ke sana ?"
"Baiklah, mari kita ke sana."
"Rasanya kau sudah tidak menaruh rasa curiga dengan Cuo It
Sian?" "Rasa curiga sudah tentu masih ada sedikit" ujar Ti. Then sambil
tertawa. "Tetapi kalau memangnya ayahmu menyalahkan kita orang
terlalu banyak menaruh curiga kepada orang lain lebih baik untuk
sementara kita lepaskan rasa curiga tersebut"
"Tla sering menggunakan hati seorang budiman untuk
menghadapi pikiran licik manusia rendah, aku merasa kuatir?"
Ti Then termenung sebentar lantas ujarnya sambil tertawa :
"Bilamana kau merasa kuatir aku bisa ajarkan satu cara buat
dirimu." "Coba kau katakanlah !"
"Selama beberapa malam ini kau jangan tidur tetapi sembunyilah
diluar jendela Cuo It Sian untuk melakukan pengintaian."
"Kau menganggap jikalau dia adalah manusia berkerudung hitam
itu maka dia bisa melakukan gerakannya pada malam hari ?" tanya
Wi Lian ln sambil memperhatikan wajahnya.
"Benar " sahut Ti Then mengangguk. "Kemungkinan sekali
diwaktu malam secara bersembunyi-sembunyi dia bisa mendekati
jendela dari ayahmu untuk kirim beritanya."
"Apakah yang kau maksud dengan berita adalah waktu serta
tempat untuk saling tukar menukar barang ?" tanya Wi Lian ln
perlahan. "Benar." "Dapatkah dia orang pergi mencari barang milik ayahku dengan
mengambil kesempatan sewaktu ada di dalam Benteng kita ?"
"Tidak mungkin!" sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya.
"Jikalau dia menganggap barang tersebut bisa dicuri sejak dahulu
dia sudah turun tangan untuk mencurinya."
Dengan perlahan Wi Lian ln mengangguk.
"Jikalau menyuruh aku seorang diri mengawasi gerak-geriknya
dengan seorang diri aku rasa terlalu tidak enak, bagaimana jika kau
temani aku?" ujarnya kemudian.
-ooo0dw0ooo- Jilid 26 : Manusia berkerudung ternyata Sian Thay-ya
"TIDAK, aku tidak dapat menemani kau orang !"sahut TI Then
sambil gelengkan kepalanya.
"Kenapa ?" tanya Wi Lian In dengan kurang senang.
"Di dalam Banteng sebelum mendapatkan perintah dari ayahmu
aku tidak leluasa untuk sembarangan bergerak"
"Jikalau Tia nanti menyalahkan kau biarlah aku ssorang diri yang
menanggung." "Aku orang bukannya takut dimaki oleb ayahmu sebaliknya
karena kedudukanku sebagai Kiauw-tauw seharusnya menghormati
ayahmu" ujar Ti Then mengharapkan.
"Baiklah, jikalau kau tidak mau menemani aku biarlah aku ajak
Pek Tha suheng untuk menemani aku orang !" Seru Wi Lian In
sambil mencibirkan bibirnya.
"Bagus, aku setuju !"
Dengan sangat tidak senang Wi Lian In berlalu dari sana.
Malam hari itu sekali lagi Wi Ci To menyamu diri Cuo It Sian,
semua orang minum arak dan bersantap dengan gembiranya,
setelah ngobrol ke sana ke sini akhirnya masing-masing kembali ke
kamarnya sendiri-sendiri untuk beristirahat.
Ti Then yang sekembalinya ke dalam kamar segera mandi lalu
naik ke atas pembaringannya untuk tidur.
Dia tahu majikan patung emas tentu akan munculkan dirinya
ditengah malam untuk menanyai kejadian serta kemajuan yang
dicapai dengan Wi Lian In selama satu bulan lebih ini, dalam hati dia
terus berpikir untuk mencari jawaban yang akan diberikan nanti.
Ternyata sedikit pun tidak salah, kurang lebih pada kentongan
ketiga majikan patung emas sudah munculkan dirinya beserta
dengan patung emasnya dari atas atap rumah.
Kali ini Ti Then sudah bangun dari pulasnya sebelum majikan
patung emas menurunkan patung emasnya, dengan mata melotot
lebar-lebar dia memperhatikan sepasang tangan yang agak samarsamar membuat atap kamarnya lalu melihat juga patung emas itu
dengan perlahan-lahan diturunkan ke samping pembaringan, dalam
hati diam-diam dia orang merasa sangat terperanyat sekali pikirnya:
"Kenapa tiap kali dia munculkan dirinya di atas atap rumah
selama ini tidak pernah ditemui oleh para pendekar pedang yang
melakukan perondaan di sekeliling Benteng ?" apa mungkin dia
benar-benar sudah berhasil melatih ilmu untuk melenyapkan diri "
"Ti Then, kau bangunlah !"
Terdengar suara dari majikan patung emas dengan amat
Iembutnya berkumandang datang dari atas rumah.
Ti Then segera bangun dan menggoyang-goyangkan patung
emas tersebut, serunya dengan menggunakan ilmu untuk
menyampaikan suara . "Aku tahu malam ini kau bisa datang" Majikan patung emas pun
segera tertawa. "Aku pun tahu kau orang sedang menunggu aku"
"Kau ada banyak pertanyaan yang hendak kau ajukan bukan ?"
"Benar!" sahut majikan patung emas itu singkat.
"Ehmmm..kau boleh mulai bertanya !"
"Kau bicaralah ! Ceritakan seluruh kejadian yang kau alami sejak
meninggalkan benteng Pek Kiam Po sampai kembali lagi ke dalam
benteng" "Jika demikian adanya, bercerita sampai pagi pun belum tentu
bisa selesai" seru Ti Then dengan keras.
"Katakan saja yang penting-penting"
"Setelah kami meninggalkan Benteng Pek Kiam Po karena jarak
waktu perjalanan dengan si rase bumi, mengambil keputusan untuk
pergi kegunung Kim Teng San terlebih dahulu untuk main-main. .."
"Hey bocah Cilik !" Potong majikan patung emas tiba-tiba. "Kau orang sengaja pergi kegunung Kim Teng San apakah hendak
mempamerkan kepandaian silatmu di hadapan si kakek pemalas Kay
Kong Beng itu?" "Apa arti dari perkataanmu ini?" serunya.
"Tahun yang lalu kau pernah pergi ke tempatnya meminta dia
menerima kau sebagai muridnya tetapi dia tidak mau menerima, di
dalam hatimu sudah tentu merasa gemas juga terhadap dirinya
bukan " kini kau sudah berhasil mempelajari kepandaian silat dari
diriku, kau sengaja mau memamerkan di hadapannya bukan begitu
?" "Tidak benar " Jawab Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Dia
orang tidak mem punyai alasan untuk harus menerima aku sebagai
muridnya sehingga aku pun tidak punya alasan untuk membenci
dirinya apa lagi sengaja pergi ke tempat tinggalnya untuk
mempamerkan kepandaian silatku !"
"Ehmm . . , sekarang teruskan !"
"Semula kami pun tidak ingin pergi menemui Kay Kong Beng
tetapi kemudian Wi Lian In bilang sekali pun dia orang belum
pernah bertemu muka dengan jago nomor wahid di dalam Bu-lim
saat ini dan terus menerus mengajak aku untuk menyambanginya,
akhirnya aku membawanya juga pergi ke atas puncak, siapa tahu
sewaktu hendak tiba di depan gua tempat Kay Kong Beng itulah
mendadak kita menemukan Hong Mong Ling sedang berlutut di
depan gua itu . . . "
Dengan amat tenangnya majikan patung emas mendengarkam
semua kisahnya, menanti setelah didengarnya Hong Mong Ling
telah dibinasakan oleh seorang dengan menggunakan sambitan
batu sewaktu dia orang mau memberi tahu nama dari orang yang
sudah melakukan jual beli dengan Hu Pocu segera diselanya :
"Sudah tentu orang itu adalah orang yang telah melakukan jual
beli dengan Huang Puh Kiam Pek ?"
"Sedikit pun tidak salah, dia membinasakan Hong Mong Ling
agar dia menutup mulut untuk selama-lamanya."
"Lantas kau berhasil menemukan orang ini?" tanya majikan
patung emas lagi. "Tidak" gerak geriknya sangat cepat sekali, waktu aku bersamasama dengan nona Wi melakukan pemeriksaan di sekeliling tempat
itu ternyata sama sekali tidak menemukan sedikit pun jejak yang
mencurigakan, akhirnya kita teringat kembali kalau di dalam Bu-lim
saat ini orang yang bisa membayar uang sebesar satu laksa tahil
perak kecuali si anying langit rase bumi cuma ada Sian Thay-ha atau
si pembesar kota Cuo It Sian saja karenanya kami mengambil
keputusan untuk pergi mencari Cuo It Sian .. "
Dia segera menceritaikan seluruh kisahnya dengan amat jelas
sekali, tidak selang lama kemudian seluruh kejadian yang dialaminya
sudah selesai diceritakan.
"Jika demikian adanya Cuo It Sian itu ini memang merupakan
seorang yang sangat mencurigakan sekali" ujar majikan patung
emas kemudian. "Ya atau tidak aku tidak berani bicara sembarangan,"
"Seharusnya Wi Ci To mengetahui akan hal ini."
"Aku pun berpikir demikian !"
"Wi Ci To bilang dia orang tidak tahu barang apa yang diminta
oleh manusia berkerudung hitam itu, menurut aku tentunya
merupakan omong kosong belaka !" ujar majikan patung emas lagi
dengan perlahan. "Aku pikir tentunya kau tahu bukan barang apa yang diminta oleh
manusia berkerudung hitam itu ?"
"Aku tidak tahu!"
"Tentunya aku pun berbicara tidak sesungguhnya!" Sambung Ti
Then segera. "Aku bukannya manusia berkerudung hitam itu bagaimana aku
orang bisa tahu barang apa yang diminta dirinya?"
"Aku percaya kau orang tentunya merupakan orang-orang dari
satu golongan, barang yang diminta pun tentu sama!"
"Haaa. . haaa. . . . bagaimana kalau kita bertaruhan?" ujar
majikan patung emas sambil tertawa.
"Taruhan apa?" "Bilamana dikemudian hari kau tahu kalau barang yang diminta
manusia berkerudung itu sama dengan barang yang aku minta kau
boleh tidak usah menjadi patung emasku lagi, sebaliknya jikalau
barang yang aku minta sama sekali berbeda bagaimana kalau kau
orang jadi patung emasku lagi untuk selama satu tahun"
Ti The a segera merasakan hatinya bergidik.
"Tidak mau. . . . tidak mau. . . ." serunya dengan gugup.
"Kau sudah takut?" ejek majikan patung emas sambil tertawa.
"Benar!" sahut Ti Then sambi! memperlihatkan tertawanya yang
amat pahit. "Aku yang jadi patung emas sudah merasakan sangat
menderita sekali, jikalau harus jadi patung emas selama satu tahun
lagi bukankah nyawaku pun akan ikut Ienyap?"
"Kalau begitu seharusnya kau orang mau percaya kalau tujuanku
sama sekali berbeda dengan tujuan dari manusia berkerudung hitam
itu!" "Aku percaya ....... aku percaya !" sahut Ti Then berulang kali,
"Ehmm ...... bagaimana hubunganmu dengan Wi Lian In ?" tanya
majikan patung emas lagi.
"Seperti keadaan semula, tidak baik juga tidak jelek."
Mendengar perkataan itu majikan patung emas menjadi amat
gusar. "Hal ini berarti juga kau orang belum mengeluarkan
kepandaianmu terhadap dirinya, bukan begitu ?" bentaknya dengan
keras. "Coba kau pikirlah lebih teliti, kejadian yang sudah aku alami
selama satu bulan ini, kami benar-benar tidak mem punyai
kesempatan untuk berCintaan dan bermesra-mesraan !"
"Aku tidak percaya !" Seru majikan patung emas. "Jikalau
diantara kalian yang satu punya rasa Cinta sedang yang lain tidak
punya maksud berbuat begitu sekali pun kalian dijebloskan ke dalam
neraka tingkat kedelapan belas juga sama sekali tidak punya selera
untuk berkasih-kasihan."
"Aku nasehatkan kau lebih baik jangan keburu-buru, urusan
semacam ini tidak bisa dipaksa!"
"Aku pun menasehatkan padamu" seru majikan patung emas
sambil tertawa dingin." Jikalau kau ingin cepat-cepat bebaskan diri dari belenggu, cepat-cepat memperistri dirinya !"
"Jikalau Wi Ci To mem punyai maksud untuk mengawinkan
putrinya kepadaku kemungkinan sekali sudah hampir"
"Dia orang pernah memberi tanda kepadamu?"
"Belum" sahut Ti-Then sambil gelengkan kepalanya, "Sekarang dia orang sedang merasa risau karena ketiga orang anak buahnya
terjatuh ke tangan manusia berkerudung hitam itu, mana dia orang
punya selera untuk mengurusi urusan ini?"
"Kalau memangnya begitu apa yang kau artikan dengan "Mungkin
sudah hampir itu?" kau berdasarkan apa berani berkata demikian ?"
"Aku sedang berpikir jikalau aku bisa menolong Ih, Kha serta
Pauw tiga orang lolos dari 'belenggu manusia berkerudung hitam itu
kemungkinan sekali dia bisa mengawinkan putrinya kepadaku"
"Tidak salah !" sahut majikan patung emas itu membenarkan.
"Hal ini membutuhkan berapa waktu lamanya?"
"Soal ini tidak bisa diketahui dengan pasti sskarang kami sedang
menunggu berita dari manusia berkerudung hitam itu, menanti
selelah ada berita darinya aku segera akan melakukan sesuatu
gerakan, uma saja....."
"Cuma saja apa?"
"Aku takut dia orang tidak memperkenankan aku ikut campur di
dalam urusan ini" "Yang kau maksudkan Wi Ci To ?"?" tanya majikan patung emas.
"Benar!" jawab Ti Then sambil mengangguk. "Dia tidak mau
memberitahukan barang apa yang diminta oleh manusia
berkerudung hitam itu kemungkinan sekali dia pun tidak
memperbolehkan aku untuk membantu dia orang pergi menolong
orang karena jikalau aku ikut di dalam gerakannya maka akhirnya
kemungkinan juga aku pun bisa ikut mengetahui "rahasia" nya !"
"Tetapi dia pun tidak mungkin membiarkan ketiga orang anak
buahnya kehilangan nyawa bukan?"
"Sudah tentu, tetapi dia bisa pergi seorang diri untuk
menyelesaikan urusan ini dengan manusia berkerudung hitam itu."
"Aku kira tidak mungkin, kecuali dia rela menyerahkah barang
yang diminta pihak lawan kalau tidak dia pasti akan membawa
pembantu di dalam menyelesaikan urusan ini"
"Jikalau dia membutuhkan tenaga bantuanku sudah tentu aku
akan membantunya dengan hati rela dan menolong kembal Ih, Kha
serta Pauw tiga orang, saat itu bilamana dia mem punyai maksud
untuk mengawinkan putrinya kepadaku kemungkinan sekali segera
akan mengutarakannya keluar."
"Baiklah., aku menunggu beritamu !" akhirnya seru majikan
patung emas itu dengan perlahan.
"Kalau aku sudah ada janyi sebelumnya dengan dirimu sudah
tentu aku bisa melakukannya dengan sepenuh hati, tetapi aku tidak
berani memastikan aku pasti bisa memenuhi harapanmu, tidak
perduli bagaimana pun juga perkawinan adalah, merupakan satu
soal yang maha besar, hal ini kau seharusnya mengerti jelas terlebih


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dahulu." Sebenarnya majikan patung emas sudah menarik patung
emasnya naik ke atas untuk berlalu dari sana, mendengar perkataan
itu mendadak dia berhenti sehingga membiarkan patung emasnya
bergantungan ditengah udara.
"Apa arti dari perkataanmu itu ?" tanynya.
"Aku bilang belum tentu aku berhasil mencapai apa yang
diharapkan." "Kecuali kau sengaja mengacau jalannya rencanaku ini kalau
tidak pasti akan berhasil" ujar majikan patung emas sambil tertawa
dingin. "Karena Wi Lian In sudah menaruh rasa Cinta kepadamu !.
Kalian berdua sudah sama-sama jatuh Cinta dan sama-sama senang
pada yang lainnya!" "Tetapi masih ada searang Wi Ci To" sambung Ti Then dengan
amat cepat. "Jikalau dia orang tidak mem punyai maksud untuk
mengawinkau putrinya kepadaku, sekali pun Wi Lian In menaruh
Cinta kepadaku secara bagaimana pun juga tidak berguna."
Majikan patung emas termenung berpikir sebentar, lalu dengan
suara yang amat ketus dan dingin teriaknya :
"Apakah kau orang sudah menceritakan hubungan diantara kita
kepada Wi Ci To secara diam-diam ?"
"Tidak"!" "Kalau begitu" sambung majikan patung emas lagi. "Dengan
watak serta kepandaian silatmu ditambah pula dengan jasa yang
kau peroleh buat benteng Pek Kiam Po, Wi Ci To pasti akan
menerima dirimu sebagai menantunya!"
Ti Then termenung tidak menyawab lagi.
"Tapi menurut aku" sambung majikan patung emas lagi, "Tidak
perduli kau berhasil bantu dia untuk menolong Ih, Kha serta Pauw
bertiga atau tidak, setelah urusan ini beres semua dia pasti akan
mengawinkan putrinya kepadamu, kalau tidak?"kalau tidak hal ini
berarti kau pernah secara diam-diam memberitahukan kepada Wi Ci
To kalau kau orang sama sekali tidak punya maksud untuk
mengawini putrinya, sampai waktu itu aku tidak berlaku sungkansungkan lagi terhadap dirimu!"
Ti Then tetap bungkam diri tidak berbicara.
Dengan perlahan majikan patung emas menarik kembali patung
emasnya ke atas sambil ujarnya kembali :
"Pokoknya kau orang boleh berlega hati, kau tidak usah takut
kalau lain kali aku menyuruh kau mencelakai Wi Ci To, Wi Lian In
atau anak buahnya, sekali lagi aku terangkan tujuanku sama sekali
tidak ada jeleknya terhadap semua orang yang ada di dalam
Benteng Pek Kiam Po ini"
"Tidak ada jeleknya apakah mungkin ada baiknya ?"
Waktu itu majikan patung emas sudah menarik kembali patung
emasnya, ketika mendengar perkataan tersebut dia lantas
menyawab : "Boleh dikata sangat menguntungkan dirimu, karena Wi Ci To
yang punya menantu seperti kau boleh dikata sangat
menguntungkan dirinya."
"Kalau begitu apakah tujuanmu baru berhasil setelah aku berhasil
memperistri diri Wi Lian In ?"
"Bukan, tujuanku adalah . , .. baiklah ! Aku bisa beri sedikit
keterangan buat dirimu. Cuanku pun sama dengan tujuan dari
manusia berkerudung hitam itu yaitu ingin mendapatkan semacam
barang yang tidak berharga dari Wi Ci To, Cuma saja barang yang
aku minta sama sekali berbeda dengan barang yang diinginkan oleh
manusia berkerudung hitam itu !"
"Kalau memangnya sama sekali tidak berharga buat apa kau
orang berusaha begitu keras dengan bersusah payah hendak
mendapatkanaja ?" "Karena dia sangat penting buat diriku" sahut majikan patung
emas itu dengan tegas. "Kita ambil contoh saja bilamana aku
sedang membangun satu rumah tetapi kekurangan sebuah batu
bata sebaliknya di daiam Benteng Wi Ci To mem punyai kelebihan
batu bata maka itu aku ingin mendapatkan batu bata milik Wi Ci To
ini terhadap dirinya boleh dikata sama sekali tidak menemui
kerugian apa pun sebaliknya jika dibicarakan buat aku orang dengan
barang itu maka rumahku akan segera jadi.... sudahlah, untuk
malam ini sampai sekian saja, kau pergilah tidur!"
Dia mengulur keluar tangannya yang samar-samar untuk
menutup atap kamar lantas bagaikan bertiupnya angin sudah
berlalu dari sana tanpa mengeluarkan sedlkit suara pun.
Dengan termangu-mangu Ti Then memandang ke atas jendela,
penjelasan dari majikan patung emas ini bukan saja tidak membuat
dia menjadi jelas atas beberapa persoalan yang membingungkan
hatinya bahkan semakin membingungkan lagi, sudah tentu dia
paham apa yang diminta oleh majikan patung emas itu bukanlah
sebuah batu bata seperti perkataannya tadi, perkataan biar pun ini
tidak lain Cuma perumpamaan saja, tetapi di dalam hati dia berpikir:
"Kalau memangnya barang yang diminta oleh majikan patung
emas itu sama sekali tidak ternilai sehingga menyerupai sebuah
batu bata apa lagi merupakan barang 'Sisa"' dari Wi Ci To, kenapa
dia orang tidak mau memintanya dari Wi Ci To secara berterus
terang " Sebaliknya menggunakan berbagai macam tindakan untuk
bersusah-payah memperolehnya ?"
Karena itulah dia menanggap perkataan dari si majikan patung
emas itu sama sekali tidak benar!
Dengan bersusah-payah dia memeras seluruh otaknya untuk
memecahkan persoalan ini, sampai terang tanah dia tidak bisa
memejamkan matanya kembali.
Pagi Itu setelah dia orang selesai sarapan pagi dengan Wi Ci To
serta Cuo It Sian dikarenakan dari manusia berkerudung hitam itu
masih belum ada ''Berita'" yang datang semua orang tidak ada
pekerjaan untuk dilakukan. Cuo It Sian segera mengusulkan kepada
Wi Ci To . "Wi Pocu !" ujarnya, "Dari pada menganggur bagaimana kalau kita main catur di dalam kamar bacamu ?"
"Bagus sekali !" sahut Wi Ci To sambil mengangguk. "Hari itu sewaktu masih ada di rumah penginapan kita masing-masing
menang satu kali, ini hari kita harus menentukan siapa yang
menang siapa yang kalah !"
Demikianlah mereka berdua segera masuk ke dalam kamar baca
untuk main catur. Menanti setelah mereka pergi dalam ruangan Wi Lian In buruburu berbisik kepada Ti Then dengan suara yang amat lirih :
"Kemarin malam aku bersama-sama dengan Pek Tha suheng
mengawasinya satu malam akhirnya sama sekali tidak menemukan
apa pun." "Jikalau dia adalah manusia berkerudung hitam itu maka ini hari
atau malam ini tentu akan mengadakan sesuatu gerakan, kalian
awasi lagi satu malam !"
Wi-Lian In segera menguap beberapa kali, ujarnya:
"Semalaman tidak tidur sungguh lelah sekali, aku mau pergi tidur
dulu!" "Benar, kau harus beristirahat dulu, nanti biarlah aku yang
melakukan pengawasan."
"Jikalau kau menemukan sesuatu cepatlah datang kekamarku
untuk beritahukan kepadaku."
"Tentu" sahut Ti Then mengangguk.
Setelah Wi Lian In pergi dia segera berjalan menuju ke kamar
baca dari Wi Ci To pikirnya mau menonton jalannya permainan catur
tersebut, tetapi baru saja berjalan sampai di bawah loteng
penyimpan kitab itu mendadak terlihatlah Shia Pek Tha berjalan dari
depan, dia segera- tertawa.
"Ti Kauw-tauw, bagaimana kalau kita mencari satu tempat untuk
ngobrol ?" Dalam hati Ti Then tahu dia mau membicarakan soal apa, segera
dia mengangguk. "Baiklah, mau kemana ?"
"Kekebun bunga saja, di sana agak tenang dan sepi"
Sesampainya di dalam kebun bunga mereka berdua segera
duduk di dalam sebuah gardu bersegi enam, terdengar Shia Pek Tha
membuka pembicaraan terlebih dahulu:
"Kemarin malam aku bersama-sama nona Wi melakukan
pengintaian semalaman di depan kamar Cuo It Sian tentunya Ti
Kiauw-tauw tahu bukan ?"
"Tahu!" jawab Ti Then sambil mengangguk. "Semula dia minta
siauw-te yang menemani tetapi siauw-te segera merasa hal itu tidak
pantas karenanya aku suruh dia pergi mencari Shia-heng "
Ar muka Shia Pek Tha segera berubah menjadi sangat murung.
"Ti Kiauw-tauw!" ujarnya. "Kau mengira Cuo lt Sian itu apakah ada kemungkinan adalah manusia berkerudung hitam itu ?"
"Jika dilihat dari jejak serta keadaannya memang dia orang
sangat mencurigakan sekali, tetapi siauw-te tidak berani
memastikan kalau dia oranglah manusia berkerudung hitam itu."
"Tapi Cuo It Sian merupakan seorang jago tua yang namanya
sangat terkenal di dalam Bu-lim, bagaimana mungkin dia mau
melakukan pekerjaan seperti ini?"
"Siauw-te pun berpikir demikian. , ."
"Yang dimaksudkan berbagai bukti oleh Ti Kiauw tauw tadi
sebetulnya maksudkan beberapa hal ?"
"Pertama : sifat dari Hu Pocu kau, aku semuanya mengetahui
jelas, jikalau orang yang melakukan jual beli bukan kawan karibnya
dia tentu tidak mau menyanggupi untuk melakukan pekerjaan yang
menyalahi Pocu kita, sedangkan Cuo It Sian itu adalah kawan karib
dari Hu Pocu bahkan dia orang sangat kaya sekali, cuma dia orang
saja yang bisa membayar sepuluh laksa tahil perak. Kedua : Tempat
untuk mengurung sauw-tauw serta nona Wi di bawah gunung
bawah tanah adalah di dalam rumah tani di-desa Thay Peng Cung
yang merupakan milik Cuo It Sian, walau pun hai ini bisa di artikan
kemungkinan sekali manusia berkerudung itu sengaja mau
mencelakai diri Cuo It Sian tetapi setelah Siauw-te pikirkan masakmasak siauw-te merasa manusia berkerudung itu tidak akan mem
punyai nyali untuk bersama-sama menyalahi Benteng Pek Kiam Po
serta diri Cuo It Sian. "Ketiga: Sewaktu Pocu bersama siauw-te sekalian enam orang
baru saja keluar dari istana Thian Teh Kong, Cuo It Sian sudah
muncul di sana bahkan tidak lama kemudian ada orang yang
memanahkan surat ancaman itu, jika ditinyau dari urutan yang
terjadi . secara tiba-tiba dan bersamaan itu sesungguhnya dia
bertujuan untuk membersihkan kecurigaan serta nama baiknya,
dengan berdasarkan tiga hal ini siauw-te segera menaruh curiga
kalau Cuo it Sian itulah simanusia berkerudung hitam itu."
Dengan perlahan Shia Pek Tha mengangguk.
"Tetapi" ujarnya lagi memperlihatkan ragu-ragunya. "Jikalau dikatakan Cuo it Sian adalah manusia berkerudung hitam itu lalu
barang apa yang sebenarnya dia kehendaki seharusnya Pocu kita
mengetahuinya dengan jelas, kenapa Pocu bilang sama sekali tidak
tahu ?" "Soal ini seharusnya Shia-heng mengetahui dengan sendirinya"
sahut Ti Then sambil tertawa.
oooOOOooo Dari sepasang mata Shia Pek Tha segera memancar keluar sinar
yang berkedip-kedip, dengan wajah penuh perasaan terperanyat
serunya: "Apa mungkin Pocu kita sengaja tidak mau memberitahu ?""
Ti Then cuma tertawa saja tanpa mengucapkan sepatah kata
pun, "Benar!" seru Shia Pek Tha sambil mengangguk. "Di dalam loteng penyimpanan kitab dari Pocu kita ini selamanya tidak
memperbolehkan orang lain untuk memasukinya aku kira di
dalamnya tentu sudah di simpan semacam barang ,, . , "
Ti Then tetap tersenyum tidak mengucapkan sepatah kata pun,
Mendadak Shia Pek Tha angkat kepalanya memandang tajam ke
atas wajahnya. "Aku dengar katanya Pocu pernah membawa Ti Kiauw-tauw serta
nona Wi memasuki loteng penyimpan kitab tersebut?" tanyanya
dengan suara perlahan. "Benar" "Dapatkah Ti Kiauw-tauw menceritakan keadaan di dalam loteng
penyimpan kitab itu?"
"Boleh, tetapi Pocu merasa kurang senang kalau orang lain
mengetahui rahasianya, jikalau Shia-heng sudah mengetahui akan
hal ini lebih baik yangan secara sembarangan memberitahukan
kepada orang lain," "Tentang hal ini sudah tentu, harap kiauwtauw berlega hati."
seru Shia Pek Tha dengan cepat.
"Di dalam loteng penyimpan kitab dari Wi Pocu yang penting
sebenarnya tersimpan suatu kisah cinta?"
Segera dia menceritakan bagaimana pada waktu dahulu Wi Ci To
sudah kawin dengan seorang perempuan yang bernama "Su Sia
Mey" yang bermain bersama-sama sejak kecil lalu bagaimana
meninggalkan rumah mencari guru silat kenamaan karena rindu Su
Sin May jatuh sakit dan meninggal dunia sehingga hal ini membuat
hatinya terasa amat sedih sekali, karena rindunya lantas dia
membuat sebuah lukisan dari wajah Su Sin May dan disembunyikan
di dalam loteng penyimpan kitab itu . .
Sudah tentu cerita dari Wi Ci To ini adalah sebuah cerita bohong
sesuai dengan pemberitahuan dari majikan patung emas itu tetapi
saat Ini dia terpaksa harus menceritakan "Cerita bohong" ini kepada Shia Pek Tha.
Setelah selesai mendengar kisah itu dengan perasaan amat
terperanyat Shia Pek Tha berseru :
"Tidak kusangka sama sekali Wi Pocu bisa mem punyai suatu
kisah cinta yang mengharukan, tetapi barang yang dikehendaki oleh
manusia berkerudung hitam itu tentunya bukan lukisan dari Su Sin
May itu-bukan?" "Menurut dugaan siauw-te pasti bukan''sahut Ti Then sambil
mengangguk. "Karena kisah cinta itu sama sekali tidak ada sangkut
pautnya dengan orang lain"
"Kalau begitu . . . " seru Shia Pek Tha Sambil mengerutkan
alisnya rapat-rapat. "Kemungkinan sekali Pocu kita masih mem
punyai rahasia lain yang belum diutarakan keluar"
"Pocu kita adalah ssorang jagoan Bu lim yang sangat
mengagumkan dan patut kita hormati, maksudnya siauw-te kira
tidak seharusuja kita orang pergi menyelidiki rahasianya."
"Sudah tentu, sudah tentu" sahut Shia Pek Tha sambil
mengangguk. "Tetapi yang membuat aku orang merasa sangat
heran sekali adalah : Baik dia orang tua mau pun lelaki berkerudung
hitam itu kenapa tidak ada yang mau menyebutkan nama mau pun
macam dari barang tersebut ?"
"Soal ini siauw-te sendiri pun tidak jelas"
Dengan perlahan Shia Pek Tha angkat kepalanya memperhatikan
wajahnya, lantas tanyanya dengan perlahan.
"Ti Kiauw-tauw! Kau rasa dapatkah Pocu kita menyerahkan
barang yang diminta oleh manusia berkerudung hitam itu untuk
ditukar dengan nyawa Ih, Kha serta Pauw tiga orang ?"
"Siauw-te tidak tahu."
"Aku rasa dia orang tidak mungkin dapat duduk tidak bergerak
melihat Ih, Kha serta Pauw tiga orang dibunuh orang lain" ujar Shia
Pek Tha lagi sambil menghela napas panjang.
"Sebelum manusia berkerudung hitam itu datang kemari untuk
mengirim berita mengenai waktu serta tempat untuk saling tukar
barang lebih baik untuk sementara waktu kita anggap saja menusia
berkerudung hitam itu adalah Cuo It Sian, secara diam-diam kita


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meneruskan pengawasannya terhadap semua gerak gerik dia orang.
Bagaimana pendapat dari Shia-heng ?"
"Sampai saat ini terpaksa kita harus berbuat demikian" sahut
Shia Pek Tha sambil mengangguk.
Sampai di situ Ti Then segera bangkit berdiri.
"Sekarang mereka sedang bermain catur di dalam kamar baca,
siauw-te pikir mau pergi ke sana untuk melihat-lihat. Lain hari kita
berbicara lagi!" Serunya kemudian.
Mereka berdua segera berjalan keluar dari kebun bunga. Shia
Pek Tha melanjutkan perjalanannya menuju kehalaman luar
sedangkan Ti Then berjalan menuju ke pintu luar dari kamar baca
Wi Ci To, melihat pintu tersebut tertutup rapat dia orang lantas
maju ke depan untuk mengetuk pintu.
"Siapa?" Terdengar suara dari Wi Ci To berkumandang keluar
dari dalam kamar baca. "Boanpwe !' "Oooo . - silahkan masuk"
Ti Then segera mendorong pintu dan berjalan masuk ke dalam,
terlihatlah Wi Ci To serta Cuo It Sian ternyata benar-benar sedang
saling berhadap-hadapan main catur, cepat-cepat dia rangkap
tangannya menjura. "Boanpwe dengan besar nyali datang menonton jalannya
permainan catur ini tentunya tidak mengganggu kalian berdua
bukan ?" "Tidak.. . tidak" sahut Wi Ci To cepat sambil tertawa.
Ti Then lantas mengambil sebuah bangku dan duduk di samping
mereka, terlihatlah di atas papan catur kelihatan tinggal beberapa
biji catur saja, tak tertahan lagi tanyanya.
"Sudah main satu babak ?"
"Belum, baru babak pertama."
"Ouww . . . sungguh perlahan . sekali " ujar Ti Then sambil
tertawa. "Kenapa tidak?" Timbrung Cuo It Sian itu si pembesar kota
sambil tertawa pula, "Biasanya Pocu kalian selalu bermain gesit dan cepat siapa sangka permainan babak ini ternyata sangat lambat
sekali" "Penjagaan dari Cuo-heng semakin lama semakin dahsyat dan
semakin membingungkan aku orang she Wi jikalau tidak ingin babak
ini menemui kekalahan sudah seharusnya bermain dengan sangat
berhati-hati sekali."
Mendengar perkataan dari Wi Ci To ini Cuo It Sian segera tertawa
terbahak-bahak. "Lebih baik Pocu cepat mengambil keputusan, jikalau berpikir
terlalu lama sering sekali permainan ini akan menjadi permainan
catur yang busuk" Lama sekali Wi Ci To memperhatikan papan catur serta biji
caturnya, setelah termenung berpikir beberapa saat lamanya dia
baru meletakkan satu biji caturnya ke atas papan catur kemudian
dia menoleh ke arah Ti Then,
"Tadi Lohu mengalah dua biji catur kepadanya, kelihatannya
memang benar-benar sangat berat sekali. ." ujarnya sambil tertawa.
Ti Then cuma tersenyum-senyum tanpa mengucapkan sepatah
kata pun. Sekali lagi Wi Ci To tertawa.
"Sewaktu bermain catur di dalani rumah penginapan itu kita
masing-masing menang satu kali, permainan kali ini merupakan
permainan untuk menemukan siapa yang bakal menang siapa yang
bakal kalah karenanya lohu harus mamenangkannya "
Mendadak Cuo It Sian memajukan satu biji caturnya ke depan,
dia tenawa tergelak dengan amat kerasnya.
"Sekarang adalah Lohu yang menguasai kalangan, jika ingin
menang seharusnya mengeluarkan satu jurus jalan aneh!" ujarnya
keras. "Ehmmm"memang harus dicarikan sebuah jalan yang aneh
sekali." "Kalau begitu bunuh saja " Timbrung Ti Then tiba-tiba.
Air muka Wi Ci To berubah menjadi amat keren sekali.
"Tidak, waktunya belum tiba" Serunya perlahan. "Sekarang
terpaksa kita harus mengikuti permainannya dengan jalan saling
buntut membuntuti, menanti ada kesempatan yang baik kita baru
kasih satu serangan total yang membuat dia orang gelagapan tidak
karuan." Sembari berkata dia memajukan biji caturnya kembali.
Cuo It Sian segera mengambil satu biji caturnya ditaruhkan ke
atas papan, ujarnya sambil tersenyum-senyum mengejek:
"Jikalau Pocu ingin bermain uber-uberan dengan Lolap terpaksa
Lolap harus melakonkan suatu pertempuran cepat-cepatan dengan
diri Pocu !" "Coba kau lihat!" seru Wi Ci To kemudian sambil menoleh kearah
diri Ti Then. '"Dia orang meminyam kesempatan sewaktu aku
mengalah berulang kali kepadanya dia mau menggunakan
permainan paksaan, sungguh menjengkelkan sekali!"
Ti Then yang selama ini mendengarkan pembicaraan mereka
segera merasakan kalau ucapan mereka tidak mengenai permainan
catur saja melainkan menyangkut suatu kata-kata rahasia yang
menyangkut suatu peristiwa besar, tidak terasa lagi hatinya
berdebar-debar dengan amat kerasnya, dalam hati pikirnya.
"Apa mungkin si pembesar kota ini benar-benar adalah manusia
berkerudung hitam itu " Tetapi jika dilihat dari sikapnya yang amat
tenang sekali laksana batu karang kemungkinan sekali memang
betul dia orang adanya. Hmm! sungguh besar ju ga nyalinya dia
orang ternyata berani saling berhadap-hadapan dengan Pek Kiam
Pocu Wi Ci To yang namanya sudah meggetarkan sungai telaga"
Berpikir sampai di sini tidak terasa dia melirik sakejap kearah diri
Cuo It Sian. "Bagaimana" apakah kau juga minta lolap bertindak terlalu
ganas, terlalu kejam?" ujar Cuo It Sian sambil tertawa sewaktu
melihat dia orang melirik kearah dirinya.
"Tidak berani !" ujar Ti Then dengan cepat. ' Dalam hati boanpwae sedang berpikir : jikalau Pocu tidak mengalah aku kira
kau orang tua tidak bisa bermain dengan demikian enaknya."
Cuo It Sian segera tertawa terbahak-bahak, "Sudah tentu. .
.sudah tentu ! permainan catur dari Pocu kalian jadi lebih tinggi dari
kepandaian Loiap, jikalau dia orang tidak mau mengalah bagaimana
Lolap berani diam-diam dengan dia orang!"
Ti Then cuma tertawa saja tidak memberikan jawabannya, sekali
lagi dia orang berpikir: "Benar jikalau perkataan ini dimaksudkan dia orang sudah
menguasai Ih, Kha serta Pauw tiga orang, Wi Ci To memang benarbenar tidak leluasa untuk turun tangan"
Terdengar Cuo It Sian sudah melanjutkan lagi kata-katanya :
"Permainan ini mirip sekali dengan tindakan yang dipakai oleh
manusia berkerudung hitam itu, kepandandaian silatnya tidak bisa
memadahi kepandaian silat dari Pocu kalian sehingga dia harus
berusaha menggunakan akan menawan Ih, Kha serta Pauw tiga
orang terlebih dulu kemudian baru memaksa Pocu kalian. Lolap
percaya beritanya sudah hamper tiba di sini !"
"Perumpamaan ini memang paling sesuai !" ujar Wi Ci To sambil
tertawa keras. "Benar !" sambung Ti Then sambil tertawa juga. "Cuo Locianpwe berbicara demikian seperti juga kau adalah manusia berkerudung
hitam itu " "Bilamana Lolap adalah manusia berkerudung hitam itu maka
urusan bisa kita selesaikan dengan mudah" ujar Cuo It Sian tiba-tiba
sambil tertawa. "Bagaimana perkataanmu ini bisa kau ucapkan?" Tanya Ti Then
keheranan "Kalian boleh turun tangan menawan Lolap lalu memaksa Lolap
untuk melepaskan orang yang sudah ditawan."
"Perkataan itu ini sedikitpun tidak salah cuma sayang Locianpwe
bukanlah manusia berkerudung hitam itu"
Walaupun pada mulutnya ia berbicara demikian padahal di dalam
hati diam-diam pikirnya: "Benar! sedikit pun tidak salah! jikalau dia benar-benar adalah
manusia berkerudung itu kenapa Wi Ci To tidak mau melakukan hal
ini" Kini Wi Ci To tidak mau berbuat demikian berarti juga kalau dia
bukanlah manusia berkerudung hitam itu, ataukah dia mem punyai
kesulitan sehingga tidak bisa turun tangan membuat dia ragu-ragu
dan takut untuk turun tangan?"
Di tengah tertawa serta ngobrolan yang ramai kedua orang tua
itu melanjutkan permainan catur mereka, Wi Ci To tetap bermain
dengan amat lambat sekali, entah dia betul-betul sedang berpikir
keras atau sengaja mengulur waktu"
Sampai siang hari sudah lewat permainan catur babak pertama
baru selesai, dan hasilnya adalah seri.
Wi Ci To segera tertawa terbahak-bahak :
"Haaaaa, . .. .haaaaa. .. .haaa . , . seri memang paling bagus !
damai jauh lebih baik"
"Tetapi lolap tidak ingin damai atau seri, nanti sore sekali lagi kita
adu kepandaian!" Seru Cuo It Sian sambil tertawa.
Sorenya mereka kembali melanjutkan kembali permainan catur
mereka di dalam kamar baca, Ti Then pun tetap menonton
jalannya pertandingan itu dari samping.
Permainan catur kali ini Wi Ci To main semakin lambat lagi,
menanti setelah hari menunjukkan tengah malam permainan
tersebut baru sampai di tengah jalan agaknya perhatian Wi Ci To
tidak terletak pada permainan catur tersebut, dengan tak hentinya
dia bergumam terus : "Aneh, kenapa masih belum datang juga?"
"Kemungkinan sekali mereka sedang mengadakan persiapan,
setelah persiapan mereka selesai sudah tentu akan datang ber
tanya." sahut Cuo It Sian tetap tenang.
"Mari kita pergi bersantap dulu !" ujat Wi Ci To kemudian sambil bangkit berdiri.
"Tetapi permainan catur kita belum selesai !" Jawab Cuo It Sian sambil memandang kearah papan catur tersebut.
"Kita lanjutkan sesudah bersantap,"
Mereka bertiga segera pergi menuju ke ruangan makan,
mendadak tanya Wi Ci To: "Ti Kiauw-tauw, selama satu harian ini kenapa In-ji tidak ada"
Dia pergi kemana?" Baru saja ucapannya selesai terdengarlah suara dari Wi Lian In
berkumandang datang dari tempat luaran.
"Tia ! aku sudah datang !" teriaknya.
Disusul dengan munculnya seorang gadis ke dalam ruangan
makan tersebut. "In-ji, hari ini kau pergi kemana ?" Tanya Wi Ci To.
"Aku tidak pergi kemana pun, seharian ini aku beristirahat di
dalam kamar" "Kau sudah tidur satu harian penuh ?"
"Benar" Sahut Wi Lian In dengan malu-malu. "Pada waktu-waktu
yang lalu aku tidak pernah tidur dengan nyenyak, karenanya ini hari
aku tidur sepuas mungkin."
"Haaaoayaaa .... kau budak semakin lama semakin malas . . . "
Berbicara sampai di situ dia segera mempersilahkan Cuo it Sian
untuk ambil duduk. Sewaktu mereka berempat sedang bersantap mendadak
terdengar Wi Lian In membuka mulut bertanya.
"Tia, apakah sudah ada berita dari manusia berkerudung hitam
itu ?" "Belum !" jawab Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya. "Entah di dalam cupu cu punya dia orang sedang menjual obat apa!"
"Sungguh aneh sekali !" ujar Wi Lian In keheranan. "Dia meminta kita orang kembali ke benteng untuk menunggu beritanya, kini kita
sudah dua hari kembali ke dalam Banteng tetapi belum juga
mendapat berita dari dirinya, , , "
"Kecuali dia orang sudah tidak menginginkan barang dari Wi
Pocu, kalau tidak cepat atau lambat dia pasti akan kirim berita buat
kita" Sahut Cuo It Sian dengan cepat.
Dengan perlahan Wi Lian In menoleh ke arah Ayahnya, lantas
tanyanya. "Apakah Tia rela menyerahkan barang itu untuk menolong Ih,
Kha serta Pauw tiga orang ?"
''Sampai saat ini lohu masih belum mengambil keputusan" jawab
Wi Ci To setelah termenung berpikir sebentar. "Karena lohu masih
tidak tahu barang apa yang dia orang minta"
Wi Lian ln tidak bertanya lagi, dengan berdiam diri dia
melanjutkan santapannya. "Ti Kiauw-tauw, nanti lohu minta tolong kau orang mau
memeriksa keadaan di sekeliling tempat ini, serangan terangterangan bisa dicegah, serangan bokongan sukar diduga, kita harus
berhati-hati menghadapi mereka."
"Baiklah" "Ayoh jalan !" ujarnya kemudian kepada Cuo It Sian." Kita
melanjutkan permainan catur yang belum selesai tadi !"
Setelah kedua orang itu meninggalkan ruangan makan Wi Lian In
segera bertanya kepada Ti Then dengan suara yang amat lirih :
"Apa kau orang sudah menemukan sesuatu yang mencurigakan
?" "Tidak." "Kalau begitu kemungkinan sekali dia bukanlah manusia
berkerudung hitam itu?"
"Kita tidak bisa berkata begitu, aku kira lebih baik kita
meneruskan pengawasan kita secara diam-diam !"
"Selama seharian ini apakah dia orang terus menerus bermain
catur dengan Tia di dalam kamar baca ?" tanya Wi Lian In lagi.
"Benar " sahut Ti Then sambil mengangguk. "Aku masih ingat
perkataanmu tempo hari, bukankah permainan ayahmu amat cepat
sekali ?" "Tidak salah, permainan catur ayahku itu memang amat cepat,
selamanya dia orang paling merasa tidak sabaran untuk berpikir
keras." "Tetapi permainannya hari ini dengan Cuo It Sian ternyata sama
sekali berbeda dengan keadaan biasanya, permainannya kali ini
sangat lambat sekali."
"Kemungkinan sekali Tia terlalu kuatir atas keselamatan dari Ih,
Kha serta Pauw tiga orang sehingga sama sekali tidak mem punyai
minat untuk bermain catur ?"
"Jikalau dia orang tidak mem punyai minat untuk bermain catur
seharusnya bermain lebih cepat lagi" Sela Ti Then perlahan.
"Kalau tidak, lalu apa artinya ?" Tanya Wi Lian In keheranan.
"Aku merasa agaknya di dalam benak ayahmu sedang
memikirkan sesuatu urusan untuk cepat-cepat mengambil
keputusan, dia orang bukannya sungguh-sungguh sedang bermain
catur melainkan sedang memikirkan satu urusan yang lebih
penting," "Perkataanku tadi kan tidak salah, pasti sedang memikirkan caracara untuk menolong Ih, Kha serta Pauw tiga orang dari belenggu
manusia berkerudung hitam tersebut"
"Kini berita dari manusia berkerudung belum tiba, apanya yang
bisa dipikirkan?" Ujar Ti Then sambil mengerutkan alisnya rapatrapat. "Makanya aku pikir tentunya ayahmu bukan sedang
memikirkan persoalan untuk menolong Ih, Kha serta Pauw tiga
orang, melainkan sedang berpikir perlukah dia orang pergi
menolong Ih, Kha serta Pauw tiga orang atau tidak,"
"Tentunya urusan ini ayahmu tentu akan menceritakan suatu


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cara untuk menolong mereka !"
"Belum tentu" ujar Ti Then sambil tertawa. "Di dalam pikiran kita nyawa Ih, serta Pauw tiga orang sangat penting sekali tetapi
kemungkinan juga barang dari ayahmu itu jauh lebih penting dari
nyawa Ih, Kha serta Pauw tiga orang!"
Wi Lian In termenung tidak berbicara. "Sekarang kau pergilah ke
kamar baca untuk melihat mereka bermain catur sedang aku mau
periksa sebentar sekeliling tempat ini."
Selesai berkata dia berjalan keluar dari ruangan makan itu.
Dia melalui pintu Benteng berjalan keluar lantai dengan
mengikuti tembok benteng melakukan perondaan disekeliling
tempat itu. Setelah semuanya diperiksa dengan amat teliti dia baru kembali
ke dalam Benteng dengan mengambil jalan dari pintu Benteng yang
semula. Baru saja dia orang memasuki benteng, mendadak tampak Wi
Lian In berlari mendatang, tak terasa lagi dengan perasaan heran
tanyanya : "Eeeeei . . . kenapa kau pun ikut keluar?"
"Tia tidak memperbolehkan aku ikut menonton" seru Wi Lian In
sambil mencibirkan bibirnya.
"Kenapa?" Tanya Ti Then keheranan.
"Dia meminta aku pergi memeriksa di sekeliling tempat ini untuk
berjaga-jaga jangan sampai ada musuh yang menyusup ke dalam
Benteng .... coba kau piker kita memangnya sedang menanti
kedatangan dari pihak musuh kenapa sekarang diharuskan berjagajaga jangan sampai ada musuh yang menyusup kembali ?"
"Benar" sahut Ti Then sambil mengangguk. "Apalagi semua
pendekar pedang kita sudah bersiap siaga di dalam Benteng,
sebetulnya tidak perlu ditambah kau seorang lagi"apakah mungkin
hal ini dikarenakan pelbagai sebab lantas ayahmu sengaja
menyuruh kau orang keluar?"
"Aku pun berpikir demikian !"
Ti Then termenung berpikir sebentar, mendadak teriaknya.
"Aaaaah"mungkin"mungkin..biar aku pergi lihat !"
Sehabis berkata dengan langkah yang amat cepatnya dia berlari
masuk ke dalam Benteng. Di dalam sekejap saja dia sudah tiba di depan kamar baca itu,
tampak keadaan di dalam kamar itu terang benderang agaknya
masih ada penghuninya di dalam kamar itu, segera dia orang maju
ke depan untuk mengetuk pintu.
Tetapi sekali pun dia sudah mengetuk pintu berulang kali dari
kamar itu tetap tidak terdengar suara dari Wi Ci To yang sedang
bertanya. Dalam hati diam-diam dia terasa tergetar amat keras, dengan
cepat teriaknya. "Pocu! Pocu ! Bolehkah boanpwe masuk ke dalam?"
Suasana di dalam kamar itu tetap sunyi senyap tidak terdengar
sedikit suara pun. Dia segera tahu urusan tentunya terjadi suatu perubahan,
dengan cepat tangannya mendorong pintu tersebut dan masuk ke
dalam. Terlihatlah di tengah kamar baca itu masih tergeletak papan
catur serta biji caturnya, sebaliknya bayangan dari Wi Ci To mau
pun Cuo It Sian sudah tidak nampak lagi.
"Iiih"mereka pergi kemana?"
Dengan cepat dia berlari masuk ke dalam kamar dan melakukan
pemeriksaan dengan teliti, terlihatlah keadaan di dalam kamar baca
itu sama sekali tidak tampak kacau balau, dalam hati dia merasa
semakin terperanyat lagi.
Dengan kecepatan dia balik badan berlari keluar dari kamar baca
dan bertanya kepada dua orang pendekar pedang hitam yang
sedang berjaga di depan loteng penyimpan kitab itu.
"Apakah kalian melihat Poca beserta Cuo Locianpwe
meninggalkan kamar baca itu ?"
"Tidak !" Sahut kedua orang pendekar pedang hitam itu
bersama-sama, "Sejak Pocu serta Cuo Locianpwe masuk ke dalam
kamar sampai kini mereka belum pernah keluar."
Ti Then segera menduga kemungkinan sekali Wi Ci To serta Cuo
It Sian sudah keluar melalui jendela di belakang kamar baca itu,
dengan cepat tubuhnya meloncat kembali ke dalam kamar baca
tersebut. Terlihatlah di dalam kamar baca itu semuanya ada dua buah
jendela sedang kedua buah jendela itu sampai kini masih tertutup
rapat-rapat, dia segera maju ke depan untuk mendorongnya tetapi
walau pun sudah didorong dengan sekuat tenaga tetap tidak
terbuka juga membuat hatinya bertambah cemas lagi. Pikirnya:
"Sungguh aueh sekali, jikalau mereka keluar melalui jendela itu
sudah seharusnya jendela ini tidak dapat ditutup kembali dari dalam
kamar, sedangkan kedua orang pendekar pedang hitam yang
menyaga di depan Loteng penyimpan kitab itu pun bilang tidak
melihat mereka berdua keluar dari dalam kamar lalu apakah mereka
sudah berhasil meyakinkan ilmu meienyapkan diri "
Ehemmm"benar! tentunya mereka keluar dari atap rumah, biar aku
naik ke atas untuk memeriksanya !"
Berpikir sampai di situ tubuhnya dengan cepat meloncat ke atas
atap rumah, terlihatlah atap-atap rumah itu sama sekali tidak
terlihat adanya tanda-tanda yang pernah dibuka orang, jelas sekali
Wi Ci To serta Cuo It Sian tidak mungkin keluar dengan melalui
tempat tersebut. Jalan keluar dari kamar baca itu kecuali pintu kamar cuma ada
dua jendela atau atap rumah, sekarang atap itu pun kelihatan tidak
mungkin bisa dilalui sedangkan mereka berdua pun tidak keluar
melalui pintu kamar, lalu bagaimana mereka bisa lenyap "
Bagaimana dua orang manusia hidup bisa lenyap secara tiba-tiba
dari dalam kamar tersebut "
Apa mungkin mereka sudah berhasil meyakinkan ilmu untuk
melenyap diri " Tidak ! tidak mungkin terjadi urusan ini !
Dia orang segera merasakan urusan ini amat gawat sekali,
dengan cepat tubuhnya meloncat turun ke bawah kemudian
berteriak dengan kerasnya kearah kedua orang pendekar pedang
hitam, yang berjaga di luar loteng penyimpan kitab itu:
"Cepat panggil nona serta pendekar merah untuk berkumpul di
sini, Pocu seru Cuo Locianpwe sudah lenyap"
Kedua orang pendekar pedang hitam itu tetap berdiri tegak, dari
wajahnya jelas memperlihatkan sikap yang serba salah.
"Lapor kepada Ti-Kiauw-tauw !" ujar mereka berdua secara
berbareng. "Sebelum cayhe memperoleh perintah dari Pocu tidak
berani melalaikan tugas kami."
Ti Then sedikit mengerutkan alisnya ujung kakinya dengan cepat
menutul permukaan tanah dan berlari menuju ke halaman depan,
teriaknya dengan keras : "Heeeei .... Lian ln ! saudara-saudar sekalian kemarilah semua . ,
. . Pocu serta Cuo Locianpwe sudah lenyap tak berbekas"
Baru saja dia selesai berteriak segera terlihatlah Wi Lian In
beserta lima, enam orang pendekar pedang merah pada berlari
mendekat, tanyanya dengan amal terperanyat :
"Ada apa ?" "Pocu serta Cuo Locianpwe telah, lenyap!"
Baik Wi Lian In mau pun keenam orang pendekar pedang merah
itu segera menjerit kaget, air muka mereka berubah sangat hebat
sekali. "Bagaimana lenyapnya ?"
"Semula mereka masih ada di dalam kamar bermain catur, tetapi
tadi sewaktu siauw-te mau masuk ke kamar baca itu ternyata sudah
menemukan mereka tidak ada di dalam kamarnya bahkan kedua
orang saudara yang berjaga di depan loteng penyimpan kitab itu
pun bilang mereka tidak melihat kedua orang tua itu berjalan
keluar" "Apa mungkin mereka keluar melalui jendela ?" tanya. Shia Pek
Tha dengan sangat terperanyat.
"Tidak, baik kedua buah jendela mau pun atap kamar itu
semuanya tertutup amat rapat, siauw-te sudah memeriksanya
dengan teliti"mereka tidak mungkin melalui tempat tersebut."
"Bagaimana bisa terjadi urusan ini?" seru Shia Pek Tha kembali
dengan amat terperanyat. "Mari kalian ikut aku pergi memeriksa!" tiba-tiba Wi Lian In
berteriak keras. Di tengah suara teriakannya itulah dia sudah berkelebat menuju
ke depan. Semua orang segera mengikutinya dari belakang dan bersamasama berlari menuju ke depan kamar baca, setelah mengadakan
pemeriksaan dengan amat teliti akhirnya terbukti jendela itu sama
sekali tidak terbuka sedangkan atap itu pun tidak memperlihatkan
tanda-tanda pernah dibuka oleh orang lain.
Shia Pek Tha segera berlari keluar dan bertanya kepada kedua
orang pendekar pedang hitam yang sedang berjaga di depan loteng
penyimpan kitab itu. "Kalian benar-benar tidak melihat Pocu serta Cuo Locianpwe
keluar dari dalam kamar?"
"Benar!" sahut kedua orang itu secara berbareng. "Cayhe sekali pun melihatnya dengan amat jelas sekali Pocu serta Cuo Locianpwe
memang benar-benar tidak pernah keluar dari dalam kamar"
"Hal ini sungguh aneh sekali!" sela Ki Tong Hong salah satu dari
pendekar pedang merah itu dengan keras. "Mereka tidak pernah
keluar dari pintu, juga tidak keluar dari jendela mau pun dari atas
atap rumah tetapi bagaimana tidak pernah kelihatan manusianya?"
Sekali lagi semua orang berlari masuk ke dalam kamar baca itu
dan mengadakan pemeriksaan yang amat teliti sekali terhadap
seluruh isi kamar tersebut.
Mendadak dari atas meja buku Ki Tong Hong mengambil keluar
secarik kertas putih sambil teriaknya keras :
"Coba lihat, Pocu sudah meninggalkan sepucuk surat!"
"Ditujukan buat Ti Kiauw-tauw beserta semua pendekar pedang
merah yang ada di dalam Benteng"
"Lohu baru saja memperoleh sepucuk surat dari manusia
berkerudung hitam yang mengajak lohu pergi kesuatu tempat untuk
membicarakan persoalan ini. Lohu segera mengajak Cuo-heng
melakukan perjalananan cepat untuk memenuhi janyi itu. Kalian
semua harus tetap tinggal di dalam Benteng dan melakukan
penjagaan yang lebih ketat lagi. Jangan sekali-kali ada yang
meninggalkan benteng sehingga bisa digunakan kesempatan itu
bagi pihak musuh. Sekian"
Semua orang yang pada mengerubung untuk membaca surat itu
segera pada berubah wajahnya, air muka mereka penuh diliputi oleh
perasaan terkejut bercampur heran.
Karena sekali pun mereka sudah membaca surat yang
ditinggalkan oleh Pocu mereka dan mengetahui kalau Pocu mereka
bersama-sama dengan Cuo It Sian sudah pergi memenuhi janyi
dengan manusia berkerudung hitam itu tetapi mereka semua masih
tidak paham dengan cara apa mereka bisa meninggalkan kamar
baca itu" Masih ada lagi, surat yang dikirim oleh manusia berkerudung
hitam itu dengan cara bagaimana bisa dihantar masuk ke dalam
Benteng" Sejak Wi Ci To berenam kembali ke dalam Benteng, oleh karena
mengetahui kalau dari pihak manusia berkerudung hitam itu bakal
ada berita yang hendak dikirim datang maka penjagaan di dalam
Benteng itu sudah diperkuat berkali-kali lipat sehingga mereka
semua percaya jikalau benar-benar ada orang luar yang mau masuk
ke dalam Benteng pasti tidak akan lolos dari pengawasan para
pendekar pedang yang melakukan penjagaan di sekitar Benteng itu.
Sebaliknya kini ternyata manusia berkerudung hitam itu bisa lolos
dari pengawasan para pendekar pedang dan mengirim surat
tersebut ke dalam Benteng bahkan Pocu mereka serta Cuo It Sian
pun secara tiba-tiba dan amat misterius sekali bisa meninggalkan
Benteng Pek Kiam Po tanpa diketahui, bukankah hal ini merupakan
suatu urusan yang berada diluar dugaan mereka"
Karenanya untuk beberapa saat lamanya mereka cuma bisa
saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Akhirnya Wi Lian In lah yang memecahkan kesunyian itu terlebih
dahulu, setelah ragu-ragu sebentar akhirnya dia berkata:
"Aku tahu secara bagaimana Tia serta Cuo Locianpwe bisa
meninggalkan kamar baca itu!"
Mendengar perrkataan tersebut tidak terasa lagi semangat semua
orang berkobar kembali. "Mereka dengan cara apa meninggalkan tempat ini?" Tanya
mereka berbareng. Dengan perlahan Wi Lian In melirik sekejap kearah sebuah lemari
pakaian yang ada di dalam kamar itu, lantas ujarnya:
"Di dalam kamar baca ayahku ada sebuah jalan rahasia di bawah
tanah yang bisa berhubungan dengan sebuah gua di atas tebing
Sian Ciang.." "Ooh..kiranya begitu!" seru semua orang dengan amat
terperanyat. "kalau begitu Pocu beserta Cuo Locianpwe tentunya
berjalan keluar melalui jalan rahasia ini."
"Dimana mulut jalan rahasia itu?" tanya Shia Pek Tha kemudian.
"Di dalam lemari tersebut" sahut Wi Lian In sambil menuding
kearah lemari yang ada di dalam kamar itu.
Dengan wajah yang amat terkejut bercampur heran Tanya Ki
Tong Hong kembali sambil memandang kearah lemari tersebut:
"Kenapa kami semua tidak tahu kalau ditempat ini ada sebuah
jalan rahasia?" "Ada satu kali" ujar Wi Lian In menerangkan. "Sewaktu Tia
menemukan kalau satu gua di atas tebing Sian Ciang itu
menghubungkan tempat tersebut dengan tanah di bawah Benteng
kita lantas secara diam-diam dia orang tua sudah menghubungkan
tempat ini dengan jalan rahasia ini yang siap-siap digunakan untuk
mengundurkan diri jikalau ada sesuatu kejadian yang berada di luar
dugaan" Dia berhenti sebentar, lalu sambungnya lagi:
"Karena Tia takut saudara-saudara secara tidak berhati-hati
sudah membocorkan urusan ini keluar maka itu dia orang tua tidak
sampai memberitahukan urusan kepada kalian semua."
"Tetapi kenapa Pocu harus keluar dengan melalui pintu rahasia
ini?" tanya Shia Pek Tha.
"Mungkin dia tidak ingin kita semua mengikuti dirinya."
"Bilamana Pocu tidak memperbolehkan kita ikut asalkan dia
orang tua kasih perintah siapa orang yang berani melanggar
perintah dari Pocu?"
"Aku berani melanggar!" ujar Wi Lian In sambil tertawa.
"Tidak salah!" seru Shia Pek Tha sambil tertawa serak. "Tentunya
Pocu takut kau secara diam-diam mengikuti dirinya karena itu
secara sembunyi-sembunyi dia orang sudah berlalu dari dalam jalan
rahasia ini" "Tetapi kalau memangnya Pocu tidak ingin jalan rahasia ini
diketahui oleh kita semua kenapa justru membiarkan Cuo Locianpwe
mengetabuinya?" Tanya Ki Tong Hong mengemukakan rasa heran di
dalam hatinya. "Walau pun Cuo Lo-Cianpwe merupakan seorang
pendekar yang mem punyai nama besar tetapi bagaimana pun juga
dia adalah orang luar!"
"Soal ini aku juga tidak paham. . . "Sahut Wi Lian In perlahan.


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Masih ada lagi, kenapa Pocu tidak membolehkan kita semua ikut
pergi" Bukankah semakin banyak orang yang pergi harapan untuk
menolong Ih, Kha serta Pauw tiga orang bertambah besar?"
"Kemungkinan sekali hal ini merupakah salah satu syarat yang
diajukan manusia berkerudung itu, mungkin dia cuma mengijinkan
PoCu serta Cuo Lo-Cianpwe dua orang saja yang pergi memenuhi
janyi" Dengan perlahan dia menoleh kearah Ti Then, lalu tanyanya:
"Ti Kiauwtauw, kau bagaimana?"
"Mungkin memang demikian adanya" sahut Ti Then sambil
tertawa. Sekarang di dalam hatinya semakin merasa kalau Cuo It Sian ada
delapan bagian merupakan manusia berkerudung hitam itu, cuma
saja dikarenakan urusan ini menyangkut suatu rahasia dari Wi Ci To
yang tidak bisa diberitahukan kepada orang lain maka dia tidak ingin
mengatakan kecurigaan di dalam hatinya.
"Tapi tulisan yang ditinggalkan oleh Pocu sudah tertulis amat
jelas supaya kita semua menyaga Benteng lebih ketat lagi dan tidak
diperkenankan meninggalkan tempat ini"
"Untung saja yang kau maksudkan sebagai kita tidak termasuk
aku di dalamnya" sahut Wi Lian In sambil tertawa.
Ti Then menjadi melengak.
"Bagaimana tidak termasuk kau?"
"Bukankah tulisan yang ada di dalam surua itu menulis kalau
surat tersebut ditujukan buat Ti Kiauw-tauw beserta seluruh
pendekar pedang merah yang ada di dalam Benteng?"
"Tapi kau pun salah satu dari pendekar pedang merah!" Seru Ti Then sambil tertawa.
"Tidak!" bantah Wi Lian In sambil gelengkan kepalanya. "Tia
menganggap aku sebagai putrinya. Selama ini dia tidak pernah
menganggap aku sebagai salah satu pendekar pedang merah dari
Benteng kita." "Jadi maksudmu kau ingin pergi mengejar?"
"Benar!" sahut Wi Lian In mengangguk.
"Baru saja kau bilang sendiri kemungkinan sekali saat ini Pocu
serta Cuo Locianpwe sudah meninggalkan jalan rahasia itu dan tidak
mungkin bisa kecandak, buat apa kau pergi mengejar?"
"Aku punya cara untuk mengejar Tia!"
"Cara apa?" tanya Ti Then heran.
"Sebentar lagi tentu kau orang akan tahu!"
Selesai berkata dia segera berlalu dari dalam kamar baca itu.
Shia Pek Tha yang melihat tindak tanduknya itu segera
mengerutkan alisnys. "Dia tentu akan membawa anying sakti untuk mengejar jejak
Pocu, tetapi" bagaimana kita memperbolehkan dirinya
meninggalkan, benteng seorang diri?"
"Apa itu anying sakti?" tanya Ti Then lagi.
"Benteng kita mem punyai seekor anying srigala yang bisa
mengejar seorang, asalkan bisa mengambil barang dari Pocu kau
membiarkan dia menciumnya maka dia bisa mengejar diri Pocu tidak
perduli dia orang kemana pun."
"Kiranya demikian, kalau begitu sangat bagus sekali!"
"Tidak, kita tidak boleh membiarkan dia pergi seorang diri!"
"Aku kira siapa pun tidak bisa menahan maksudnya ini" ujar Ti
Then sambil tertawa. "Lalu apakah Ti Kiauwtauw mau pergi bersama-sama dirinya?"
"Tidak bisa jadi" seru Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Pocu
sudah memberi perintah agar siauwte tetap tinggal di dalam
Benteng, bilamana siauwte pergi dan di dalam Benteng terjadi
sesuatu urusan, bukankah siauwte akan kesalahan?"
"Bilamana musuh bisa menyerang kita, dsngan kekuatan dua
puluh orang mungkin masih bisa memberikan perlawanan, tentunya
hal ini harap Ti Kiauw-tauw berlega hati" ujar Shia Pek Tha dengan
cepat. "Tidak salah" Nyeletuk Ki Tong Hong. "Apalagi tidak perduli
sudah terjadi urusan apa pun di dalam Benteng kita agaknya jauh
lebih penting untuk melindungi keselamatan dari nona Wi !"
"Tetapi siauw-te sendiri tidak bisa melanggar perintah dari Po-Cu
?" seru Ti Then Coba mempertahankan diri.
"Ti Kiauw-tauw bisa menjelaskan kepada Pocu, karena hendak
melindungi kesalamatan dari nona Wi terpaksa kau orang harus
meninggalkan benteng"
Melihat mereka berdua terus mendesak dirinya terpaksa Ti Then
mengangkat bahunya. "Biarlah nanti siauwte coba-coba untuk menasehatinya kembali,
jikalau dia orang tetap kukuh mau mengejar terpaksa siauwte harus
mengawasinya" Tidak selang berapa lama ternyata dugaan dari Shia Pek Tha
sedikit pun tidak salah, Wi Lian In dengan membawa seekor anying
yang amat besar berjalan masuk ke dalam kamar baca.
Anying raksasa itu mem punyai perawakan badan yang amat
besar dan kuat sekali, sepasang matanya memancarkan sinar yang
berkilauan, sepertinya mau menggigit semua orang yang
ditemuinya, keadaannya amat menakutkan sekali!
Dengan menuntun sang anying, Wi Lian In berjalan masuk ke
dalam kamar lalu mengambil keluar sepasang sepatu dari Wi Ci To
dan membiarkan anying itu membauinya, setelah itu barulah
ujarnya: "Sepatu itu adalah sepatu milik ayahku, kau baiklah menciumnya
lalu kita pergi mengejar Tia, tahu tidak?"
Anying itu segera membaui sepasang sepatu dari Wi Ci To itu
lantas sambil menggonggong berlari mendekati lemari tersebut.
Ti Then segera tertawa. "Nona Wi lebih baik jangan pergi!" ujarnya.
"Tidak bisa, tentunya kau tahu bukan kenapa aku harus pergi?"
Beberapa perkataan ini kecuali Ti Then serta Shia Pek Tha siapa
pun tidak paham apa arti dari perkataan itu, kiranya dia sudah
merasa kalau Cuo It Sian kemungkinan sekali adalah manusia
berkerudung hitam itu, karena dia takut ayahnya terjebak ke dalam
pancingannya, karena itu memaksa untuk pergi menyusul.
"Aku percaya ayahmu pasti tidak akan terjadi sesuatu urusan apa
pun, lebih baik kau tetap tinggal di dalam Benteng saja!" ujar Ti
Then dengan perlahan. Wi Lian In tidak mau menggubris perkataan itu, dengan cepat dia
membuka lemari itu dan menarik sebuah pedang pada dasarnya,
begitu papan itu ditarik keluar maka segeralah terlihat sebuah mulut
jalan rahasia muncul di hadapannya.
Sambil menarik anying tersebut untuk memasuki ke dalam lemari
ujarnya kemudian: "Ayoh Cian Li Yan masuk ke dalam.."
Kiranya anying itu bernama Cian Li Yan atau simata seribu li.
Si Cian Li Yan segera merangkak ke atas lemar dan menyusup
masuk ke dalam jalan rahasia itu sambil memperdengarkan suara
gongongannya yang amat ramai.
"Selamat tinggal!" seru Wi Lian In kemudian sambil melambaikan tangannya kepada semua orang.
Selesai berkata dia pun melangkah masuk ke dalam jalan rahasia
tersebut. "Nona Wi, tunggu sebentar!" teriak Shia Pek Tha mendadak.
Wi Lian In segera menoleh dan kirim satu senyuman kepada
semua orang. "Siapa yang berani menghalangi diriku aku akan suruh Cian Li
Yan menggigitnya terlebih dulu" ujarnya.
"Tetapi jikalau ada orang yang mau ikut kau pergi ?" tanya Shia
Pek Tha sambil tertawa. Wi Lian In dengan perlahan melirik sekejap kearah Ti Then lantas
dengan nada mengejek serunya :
"Siapa yang punya nyali untuk ikut aku pergi ?"
"Aku !" sahut Ti Then cepat.
"Bukankah kau orang mau menyaga Benteng?" Seru Wi Lian In
sambil mencibirkan bibirnya.
"Aku kira ayahmu tentu akan menganggap melindungi dirimu
jauh lebih penting daripada menyaga Benteng Pek Kiam Po ini."
"Tapi aku tidak membutuhkan perlindungan dari orang lain"
Selesai berkata dengan cepat dia menerobos masuk ke dalam
jalan rahasia tersebut. Ti Then pun dengan cepat mengikuti dari belakangnya, setelah
masuk ke dalam jalan rahasia itu dia orang segsra merasakan
keadaan di sana sangat gelap sekali sehingga tidak dapat melihat
bayangan Wi Lian In yang ada di depannya, dia orang menjadi
gugup. "Nona Wi, kau dimana?" teriaknya dengan keras.
"Aku di sini!" sahut Wi Lian In dari tempat kurang lebih puluhan
kaki dalamnya. Ti Then segera berjalan maju ke depan sembari berjalan ujarnya
lagi. "Jalan rahasia ini sungguh gelap sekali, kenapa tidak memasang
lampu?" "Jika kau orang takut gelap lebih baik jangan ikut" teriak Wi Lian
In sambil tertawa. Mendadak Ti Then menghentikan langkahnya.
"Aku orang benar-benar takut tempat yang gelap, kalau begitu
kau pergilah sendiri!"
Baru saja dia selesai berkata tampaklah jalan rahasia itu sudah
diterangi oleh lampu yang memancarkan sinarnya dengan amat
terangnya. Tampak Wi Lian In dengan membawa sebuah lampu lentera
berdiri kurang lebih dua kaki di dalam jalan rahasia itu, teriaknya
sambil tertawa geli. "Jika kau orang tidak mau datang, lihat saja lain kali aku
menggubris dirimu atau tidak !"
Sambil tersenyum Ti Then segera maju mendekati dirinya.
Demikian mereka berdua segera melanjutkan perjalanannya
sambil berjalan berdampingan, mendadak terdengan Cian Li yan itu
anying yang ada di depan menyalak dengan amat kerasnya.
"Ada urusan apa?" tanya Ti Then dengan cepat.
"Di depan sana ada sebuah pintu batu, dia yang tidak bisa lewat
sudah tentu menyalak terus?" jawab Wi Lian In menerangkan.
Beberapa langkah kemudian ternyata tidak salah lagi, di depan
jalan rahasia itu terdapatlah sebuah pintu batu yang menghalangi
perjalanan selanjutnya, sedangkan itu anying "Cian Li Yan" berdiri
didekat pintu sambil menyalak tak henti-hentinya.
Wi Lian In segara maju ke depan membuka pintu batu itu dan
membiarkan "Cian Li Yan" si anying meneruskan perjalanannya ke depan. ujarnya :
"Pintu batu itu sebetulnya tertutup rapat, sekarang ternyata
cuma dirapatkan saja, hal ini membuktikan kalau ayahku memang
benar-benar pernah melalui jalan rahasia ini"
"Apakah jalan rahasia ini tidak dipasangi alat rahasia ?"
"Tidak" sahut Wi Lian In dengan sambil gelengkan kepalanya. "Di depan sana ada sebuah pintu besi yang bisa dibuka tutup secara
otomatis, setelah melewati pintu besi itu maka tempat yang di
depannya adalah gua alam"
ooOOoo MEREKA berdua segera mengikuti jejak si anying" Cian Li Yan"
berjalan masuk ke dalam, kurang lebih setelah berjalan puluhan
langkah ternyata di dalam jalan rahasia itu kembali muncul sebuah
pintu besi yang menghalangi perjalanan mereka.
Wi Lian In segera mencekal gelang besi yang ada di atas pintu
dan memutarnya kekiri lantas kekanan, dengan perlahan pintu itu
terbuka lalu bergeser sendiri ke sebelah kanan. Ternyata sedikit
pun tidak salah di balik pintu itu merupakan sebuah gua alam yang
berliku amat panjangnya. Setelah melalui pintu besi itu Wi Lian In segera memutar kembali
gelang baja yang ada di atas pintu tersebut sehingga pintu tersebut
bergeser kembali ke tempat semula, kemudian barulah bersamasama dengan Ti Then melanjutkan kembali perjalanannya mengikuti
jejak anying "Cian Li Yan" yang sudah lari terlebih dulu di depan.
Tidak lama kemudian kedua orang beserta sang anying tersebut
telah berjalan keluar dari sebuah gua yang amat sempit dan muncul
di samping sebuah hutan lebat di belakang bukit Sian Ciang.
Tampak anying itu membaui lagi sekeliling tempat itu, kemudian
dengan disertai suara gonggongannya yang amat keras ia berlari
menyusup ke atas gunung. Arah yang dituju ternyata adalah puncak gunung Go-bi ini untuk
mengadakan pertemuan dengan ayahku"
"Jikalau manusia berkerudung hitam itu adalah Cuo It Sian maka
tempat yang mmenurut dugaannya merupakan tempat yang paling
cocok untuk bertemu dengan ayahmu adalah di atas gunung Go-bi
ini." "Kau rasa manusia berkerudung hitam itu apa mungkin
sipembesar kota Cuo It Sian?" tanya Wi Lian In dengan ragu-ragu.
"Di dalam sepuluh bagian ada delapan tidak akan salah"
"lalu Tia bisa keluar Benteng bersama-sama dengan dirinya
dikarenakan kemauannya sendiri ataukah dipaksa olehnya?"
"Soal ini aku orang tidak bisa mengetahui jelas, kita harus
menunggu sesudah bertemu dengan mereka baru bisa mengetahui
keadaan yang sebenarnya."
"Jika membicarakan di dalam soal ilmu silat Tia jauh lebih tinggi
tingkatannya daripada dirinya, tetapi saat ini dia sudah menguasai
Ih, Kha serta Pauw tiga orang, maka, ?"?"Ehmmmm".kau rasa
ayahmu bisa menyerahkan barang itu kepadanya, karena menolong
orang lebih penting, dia orang tua tidak bisa melihat anak buahnya
dibunuh orang lain kecuali?""
"Kecuali bagaimana ?" tanya Wi Lian In cepat.
"Kecuali barang itu jauh lebih berharga dari pada nyawa dari Ih,
Kha, Pauw tiga orang, tetapi aku penrcaya di dalam dunia ini tidak
ada barang yang jauh lebih berharga dari pada nyawa manusia."
"Benar !' sahut Wi Lian In mengangguk. "Tetapi sifat ayahku
amat jujur sekali, selamanya dia tidak pernah mendapatkan tekanan
dari orang lain, jika permintaan dari pihak lawan sangat keterlaluan
atau mungkin dia orang juga lebih menegangkan setelah dia orang
menyerahkan barang yang diminta kepada pihak lawan, aku rasa
Tia tidak akan menyanggupi permintaannya itu."
"Jikalau dikarenakan ayahmu tidak menyerahkan barang tersebut
sehingga menyebabkan Ih, Kha serta Pauw tiga orang menemui
kematian yang amat mengerikan aku kira ayahmu pasti akan
mengerahkan semua jago pedang yang ada untuk menyelesaikan
urusan ini dengan pihak mereka."
"Semoga saja keadaan jangan sampai begitu jelek.." seru Wi Lian
In segera. Berbicara sampai di sini mereka berdua tidak membuka mulut
kembali, dengan mengikuti anying tersebut mereka melanjutkan
perjalanan dengan berdiam diri, karena mereka berdua merasa
kalau larinya "Cian Li Yan" semakin lama semakin cepat, hal ini
membuktikan kalau "tujuan" mereka sudah tidak jauh lagi.
Setelah melewati hutan yang lebar dan melanjutkan perjalanan
kembali sejauh satu, dua li sampailah mereka di depan sebuah
tebing yang sangat curam sekali.
Cian Li Yan segera membaui tebing tersebut dan mendongakkan
kepalanya memandang ke atas tebing sambil menyalak tak hentihentinya. Ti Then segera tahu kalau Wi Ci To serta Cuo It Sian tentunya


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada di atas tebing curam tersebut.
"Lian In cepat suruh dia jangan menyalak lagi " teriaknya dengan suara yang amat lirih.
Wi Lian In segera meloncat ke samping badan anyingnya.
"Sudah..sudahlah jangan menyalak lagi" serunya sambil mebelai
lehernya. "Kau baik-baiklah menunggu di tempat ini jangan
bergerak, tahu tidak?"
Cian Li Yan itu segera menggoyang-goyangkan ekornya dan
berbaring di bawah tebing tersebut tidak bergerak lagi.
Setelah itu Wi Lian In menggape kearah Ti Then memberi tanda
supaya bersama-sama melayang ke atas tebing, ujung kakinya
segera menutul permukaan tanah dan meluncur naik ke atas tebing
yang amat curam itu. Tinggi tebing itu ada dua puluh kaki yang merupakan batu-batu
karang yang selapis demi selapis, karenanya mereka berdua yang
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya hanya di dalam sekejap
saja sudah berhasil tiba di atas puncak tersebut.
Baru saja mereka berdua menginyakkan kakinya di atas puncak
tebing itu mendadak dari samping badannya terdengar suara
bentakan yang sangat keras sekali:
"Berhenti! kalian tidak diperkenankan datang kemari !"
Orang baru saja membentak itu bukan lain adalah si pembesar
kota Cuo It Sian. Dia berdiri di atas tebing sebelah utara, di belakang badannya
masih ada empat orang, yaitu lelaki berkerudung hitam yang
perawakannya kurus kecil (sekali pandang saja Ti Then mau pun Wi
Lian In segera bisa mengenal kembali kalau orang itu adalah
manusia berkerudung yang berhasil meloloskan diri sewaktu ada di
perkam pungan Tay Peng cung), sedangkan ketiga orang lainnya
adalah Ih Kun, Kha Cay Hiong serta Pauw Kia Yen yang mereka
tawan. Mereka tiga orang diikat di atas sebuah pohon Siong di samping
tebing yang amat curam, sepasang tangan mau pun kakinya terikat
dengan amat kuatnya sehingga tidak dapat bergerak sedikit pun.
Sedangkan Wi Ci To berdiri di hadapan Cuo It Sian berlima
kurang lebih delapan kski di depannya, waajahnya amat murung
sekali jelas dia orang sudah menemui kesulitan.
Dari pemandangan waktu itu jeias sekali memperlihatkan kalau
manusia berkerudung yang mereka cari selama ini bukan lain adalah
Sian Thay-ya atau si pembesar kota Cuo It Sian adanya !
-ooo0dw0ooo- Jilid 27.1 : Barang yang diminta....potongan pedang
Jelas sekali orang yang mengadakan jual beli dengan Hu Pocu
untuk mencuri semacam barang milik Wi Ci To lalu membinasakan
diri Hong Mong Ling di atas gunung Kim Teng san dengan sambitan
batu bukan lain adalah perbuatan dari Cuo It Sian si pembesar kota
ini. Sekali pun di dalam hati Wi Lian In sudah punya dugaan kalau
manusia berkerudung itu adalah Cuo It Sian tetapi sekarang setelah
melihat dengan mata kepala sendiri kalau Cuo It Sian benar-benar
adalah manusia berkerudung itu tidak urung merasa terkejut
bercampur gusar juga, alisnya dikerutkan rapat-rapat.
"Cuo It Sian, kiranya benar kau adanya!" teriaknya dengan amat
gemas. Cuo It Sian segera tertawa terbahak-bahak.
"Sedikit pun tidak salah !" sahutnya ketus, "Cama saja kalian mengetahui hal ini sudah terlalu lambat"
"Hmm"! Aku rasa sedikit pun tidak lambat" seru Wi Lian In
sambil tertawa dingin. Selesai berkata pergelangan tangan kanannya membalik dan
mencabut keluar pedang panjangnya lalu berjalan ke depan maju
mendesak kearah diri Cuo It Sian.
"In-ji, jangan sembarangan bergerak!" bentak Wi Ci To dengan
amat cepat. Cuo It Sian segera mengundurkan satu langkah ke belakang dan
berdiri diantara Kha Cay Hiong serta Pauw Kian Yen telapak tangan
kanannya ditekan pada jantung Kha Cay Hiong sedang telapak nya
menekan dada dari Pauw Kia Yen.
"Benar..! Bagus sekali, ayoh maju satu langkah lagi !" serunya
sambil tertawa terbahak-bahak. "Lolap terpaksa main adu jiwa
dengan kalian !" Si manusia berkerudung hitam yang badannya kecil kurus itu
pun segera melintangkan goloknya ke atas leher dari Ih Kun, dia
bersiap sedia asalkan Wi Lian In maju menyerang maka goloknya
akan segera ditabaskan ke atas kepala dari In Kun.
Wi Lian In yang melihat keadaan seperti ini terpaksa
menghentikan langkah kakinya.
"Kalian sungguh tidak berguna ! gentong nasi !" teriaknya
dengan amat gemas. "Hey bajingan tua ! terus terang saja aku
beritahu kepadamu, para pendekar pedang dari Pek Kiam Po kami
sudah mengepung tempat ini rapat-rapat, jikalau kau berani turun
tangan membinasakan ketiga orang itu maka kalian berdua jangan
harap pula bisa lolos dari kematian !"
Cuo It Sian sama sekali tidak menjadi jera ketika mendengar
ancaman tersebut, sekali lagi dia tertawa terbahak-bahak.
"Mati" haaa. . . , haaa. haaa. Lolap sama sekali tidak menaruh
rasa takut terhadapnya, sejak semula Lolap sudah mengambil
keputusan jikalau malam ini tujuanku tidak tercapai maka aku
segera akan adu jiwa dengan kalian l"
"Kenapa" Air muka Cuo It Sian segera berubah menjadi amat keren.
"Kita tak perlu tahu!" serunya sambil mengejar kejam.
"Tia ! Sebetulnya dia orang minta barang apa?" Tanya Wi Lian In
sambil menoleh kearah ayahnya.
Wi Ci To tidak langsung memberikan jawabannya, lama sekali dia
termenung berpikir keras akhirnya baru jawabnya:
"Sebuah potongan pedang.."
"Hey orang she Wi, kau berani melanggar peraturan yang sudah
lolap tentukan" teriak Cuo It Sian dengan air muka yang berubah
sangat hebat. Wi Ci To tertawa tawar. "Aku orang she Wi cuma berbicara sampai di sini saja, apa
halangannya?" ujarnya dengan dingin.
"Asalkan kau orang berani berbicara sepatah kata lagi, Lolap
terpaksa akan adu jiwa dengan kalian!"
"Aku orang she Wi merasa perbuatan dari Cuo heng ini cuma
mendatangkan bencana buat dirimu sendiri !"
"Sebenarnya kau mau serahkan itu barang atau tidak?" teriak
Cuo It Sian dengan keras, napsu mulai menyelimuti wajahnya.
Wi Ci To dengan perlahan merogoh dan mengambil keluar
potongan pedang tersebut lalu tertawa.
"Sejak aku orang she Wi tahu kalau Cuo heng berhasil menawan
mereka bertiga, aku orang she Wi sudah mengetahui kalau aku
orang tidak bisa mempertahankan ptongan pedang ini lagi" ujarnya
perlahan. "Tetapi dapatkah kau orang menyambung kembali kedua
potongan pedang itu seperti sedia kala?"
Gagang pedang yang menghubungkan gagang dengan tubuh
pedang itu cuma ada enam tujuh cun saja panjangnya, pedangnya
pun amat kecil dan memancarkan sinar yang menyilaukan mata,
agaknya tidak salah lagi pedang itu merupakan satu pedang pusaka.
Cuo It Sian yang melihat Wi Ci To sudah mengambil keluar
potongan pedang itu air mukanya jelas kelihatan sangat terharu
sekali. "Potongan yang sebelah lagi Lolap sama sekali tidak
membuangnya" ujarnya denga suara yang amat berat. "Maka itu
dapat mengembalikan seperti keasalnya atau tidak bukanlah urusan
yang penting..cepat kau lemparkan kemari!"
Dengan hati yang keberatan Wi Ci To mempermainkan potongan
pedang tersebut, agaknya dia pun merasa amat sayang untuk
melemparkan pedang tersebut kepadanya, ujarnya dengan
perlahan: "Aku orang she Wi sudah menyimpan ptotongan pedang ini ada
tiga tahun lamanya, sekarang sebetulnya aku merasa amat sayang
sekali untuk diserahkan kepadamu?"
"Jikalau kau tetap menginginkan barang tersebut..hmmmm!
hmm! Jelas sekali keiga nyawa anak muridmu sukar untuk
dipertahankan lebih lama lagi!" ancam Cuo It Sian dengan
seramnya. "Karena itulah aku orang she Wi harus tunduk kepala terhadap
pengaruh jahat untuk pertama kalinya" ujar Wi Ci To sambil
menghela napas panjang. Dia berhenti sebentar, mendadak sinar matanya dengan amat
tajam sekali perhatikan diri Cuo It Sian, lantas tambahnya:
"Tetapi, anak murid dari aku orang she Wi sudah mengepung
puncak ini masa kalian percaya bisa meninggalkan tempat ini dalam
keadaan selamat ?" "Lolap berdua percaya masih bisa menyingkir dari sini dalam
keadaan selamat" "Kalian tetap akan membawa ketiga orang ini?" tanya Wi Ci To
lagi, "Tidak, asalkan kau orang melemparkan potongan pedang itu
kepadaku, maka lolap segera akan melepaskan mereka bertiga,
perkataan yang aku sudah ucapkan selamanya tidak akan aku tarik
kembali !" Wi Lian In yang melihat ayahnya sudah ada maksud untuk saling
bertukar barang dengan pihak lawan hatinya merasa sangat cemas
sekali, walau pun dia orang sama sekali tidak mengetahui seberapa
berharga potongan pedang itu tetapi dia tahu barang tersebut tentu
sangat berharga sekali. "Tia, kau sungguh-sungguh mau bertukar syarat dengan dirinya
?" tak kuasa lagi dia bertanya.
"Benar...." sahut Wi Ci To mengangguk.
Dengan perlahan Wi Lian In menoleh ke arah Ti Then,
maksudnya dia mengharapkan Ti Then bisa mencarikan akal untuk
merebut kembali posisi mereka yang amat terdesak ini.
Ti Then segera gelengkan kepalanya dengan perlahan, agaknya
dia tidak punya kekuatan itu.
Karena tempat dimana dia berdiri sekarang ini ada sebelas, dua
belas kaki jauhnya dari Cuo It Sian berada, dia merasa dirinya tidak
punya kekuatan untuk mencegah Cuo It Sian jikalau dia orang mau
turun tangan membinasakan seseorang.
Cuo It Sian yang melihat kejadian ini dalam hati merasa amat
girang sekali, senyuman bangga segera menghiasi bibirnya.
"Wi pocu. kau masih tunggu apa lagi" " tanyanya sambil tertawa dingin.
"Baiklah, kau sambutlah !"
Selesai berkata dia segera ayunkan tangannya melemparkan
potingan pedang tersebut kepadanya.
Cuo It Sian dengan cepat menyambutnya, seperti baru saja
mendapatkan harta karun dengan cepat dia memasukan barang
tersebut ke dalam sakunya.
"Bagus , , , bagus sekali"." ujarnya sambil tertawa, "Pertukaran
kita kali ini sama sekali tidak merugikan siapa pun aku
mengharapkan kau bisa melupakan kejadian ini dan mengharapkan
pula agar persahabatan diantara kita masih terikat rapat, lain kali
jikalau ada kesempatan luang tentu aku akan pergi ke rumahmu
untuk main catur lagi."
Berbicara sampai di sini dia segera kirim satu kerdipan mata
kepada manusia berkerudung hitam yang berperawakan kurus kecil
itu lantas bersama-sama mengundurkan diri ke belakang pohon.
Manusia berkerudung dengan perawakan yang kurus kecil itu
pun dengan gerakan yang amat cepat menyorenkan goloknya ke
atas pinggang lalu bersama-sama mengundurkan diri ke belakang
pohon. Di dalam sekejap saja mereka berdua sudah mencekal sebuah
tali yang terikat di atas pohon itu lalu dengan cepatnya
bergantungan melayang ke atas puncak yang lain !
Kiranya sejak semula mereka sudah mempersiapkan cara-cara
untuk meloloskan diri dari sana, di atas sebuah pohon Siong yang
besar di puncak gunung sebelah depan mereka sudah mengikat
dua utas tali yang ujung sebelahnya lagi diikat pada puncak sebelah
sini, saat inilah dengan menggunakan tali itu mereka berkelebat
menuju ke puncak yang lain sehingga dengan demikian bisa jauh
meninggalkan kejaran dari Wi Ci To sekalian.
Wi Ci To, Ti Then mau pun Wi Lian In yang melihat mereka
berhenti melayang ke puncak seberang segera bersama-sama
menubruk ke depan. Tetapi sewaktu tiba di samping badan Kha, pauw serta Ie tiga
orang, Cuo It Sian serta lelaki berkerudung hitam itu sudah
melayang sejauh lima kaki lebih, bahkan dengan amat cepatnya
sudah lenyap di tengah kegelapan malam.
Wi Lian ln jadi amat cemas sekali.
"Tia ! Biar putrimu yang melindungi ketiga suheng, kau dengan
Ti Kiauwtauw cepatlah melakukan pengejaran !" ujarnya cemas.
"Tidak perlu, kita tidak mungkin bisa menyandak dirinya, biarkan
saja mereka pergi ! " ujar Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya.
"Tetapi potongan pedang itu. Bukankah Tia ingin merebutnya
kembali 7?" Agaknya di dalam hati Wi Ci To mem punyai satu pikiran sendiri.
"Ehmmm . , . " sahutnya. "Aku bisa dengan perlahan-lahan
mencarikan satu cara untuk merebutnya kembali."
"Sekarang mereka belum pergi jauh jika Tia pergi mengejar
bersama-sama dengan Ti Kiauw-tauw kemungkinan sekali masih
bisa menyandak mereka !"
"Kau tidak tahu " ujar Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya
kembali. "Jikalau aku sekarang pergi mengejar, di dalam keadaan
yang kepepet kemungkinan sekali dia akan menghancurkan
potongan pedang tersebut, dengan demikian"Haaii"sekarang
kalian lepaskanlah ikatan ketiga orang itu !"
Ti Then segera turun tangan melepaskan tali yang mengikat
badan Pouw Kia Yen, sedangkan Wi Lian In dengan menggunakan
pedangnya memutuskan tali yang mengikat tubuh Kha Cay Hiong
serta Ih Kun. Agaknya mereka bertiga sudah tertotok jalan darahnya, karena
itu setelah talinya terlepas mereka masih berdiri di bawah pohon
dengan amat kakunya, sedikit pun tidak bisa bergerak.
"Apa kalian sudah tertotok jalan darah kaku serta bisunya ?"
tanya Wi Ci To kemudian. Kha, Ih serta Pauw bersama-sama mengedip-ngedipkan
matanya, jelas dugaan dari Wi Ci To ini sama sekali tidak salah.
Wi Ci To dengan cepat turun tangan membebaskan jalan darah
dari mereka bertiga, lantas baru tanyanya:
"Bagaimana kalian bisa kena tawan oleh Cuo It Sian ?"
Dengan wajah amat menyesal Ih, Kha serta Pauw tiga orang
bungkukkan badan menjura.
"Sewaktu tecu sekalian mendengar suhu mau menemui janyi di
atas istana Thian Teh Kong maka tecu bermaksud untuk berangkat
ke sana memberi bantuan siapa tahu sewaktu sampai ditengah jalan
dan menginap disebuah rumah penginapan, mendadak di dalam
makanan kami sudah ditaruhi obat pemabok.."
Agaknya selama beberapa hari ditawan ini mereka bertiga sama
sekali tidak diberi makan, karena itu badannya terasa amat lemas
sekali sampai berbicarapa pun tidak bertenaga.
"Baiklah kalian duduklah untuk beristirahat," perintah Wi Ci To


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kemudian. Ih, Kha serta Pauw tiga orang segera-duduk di atas pohon,
terdengar Pauw Kia Yen melanjutkan kembali pembicaraannya.
"Tecu bertiga selama ini dikuasai oleh manusia berkerudung yang
kurus kecil itu sampai pada lima hari yang lalu mereka baru
memberi tecu sekalian sedikit makanan.."
"Kami tidak tahu kalau pemimpin mereka adalah Cuo It Sian itu si
pembesar kota" sambung Ih Kun kemudian, " Sampai pai tadi suhu datang bersama-sama dengan dia orang, kami baru paham
sebanarnyasudah terjadi urusan apa"
"Tia ! " tiba-tiba Wi Lian In menimbrung. "Sebenarnya potongan
pedang itu mengandung rahasia apa?"
"Lohu tidak bisa menjelaskannya."
"Kenapa tidak boleh dijelaskan?" Tanya Wi Lian In lagi dengan
nada kurang senang. "Karena Lohu sudah menyanggupi dirinya untuk tidak
membocorkan rahasianya ini"
"Tia ! Kenapa kau orang begitu memegang janyi dengan manusia
semacam dia?" serunya cemberut.
"Tidak perlu dia orang bersifat bagaimana, kalau lohu sudah
menyanggupi maka di dalam urusan ini aku harus tetap pegang
janyi" ujar Wi Ci To dengan vvajah serius. "Itulah sifat dari Ioohu yang lohu pegang teguh sejak dahulu."
"Pocu baru malam ini tahu kalau lelaki berkerudung yang muncul
di istana Thian Teh Kong itu adalah dirinya, ataukah. . . , ."' tiba-tiba Ti Then menimbrung.
"Sejak semula lohu sudah tahu !" potong Wi Ci To dengan cepat.
"Lalu kenapa sewaktu dia mertamu di Benteng, pocu tidak mau
turun tangan menawannya?"
"Kalau berguna sejak semula lohu sudah turun tangan" ujar Wi Ci To sambil tertawa pahit.
"Kenapa tidak berguna?" Tanya Ti Then keheranan.
"Dia tidak takut mati, bukankah tadi terang-terangan kalian
dengar sendiri beberapa kali dia berkata mau mengadu jiwa"
Perkataan tersebut bukanlah cuma gertak sambal belaka."
"Kenapa dia tidak takut mati?" tiba-tiba Wi Lian In nyeletuk.
"ln-ji, kau jangan berusaha mengorek sampai dasar kuali" seru
Wi Ci To sambil tertawa. "Putrimu masih ada satu pertanyaan lagi, seharusnya Tia
menyawab dengan sejujur-jujurnya"
"Persoalan apa " "
"Dia. ..Cuo It Sian sebetulnya orang baik atau orang jahat ?"
"Orang baik !" "Kalau begitu kenapa dia orang menggunakan cara yang begitu
rendah untuk merebut potongan pedang milik Tia?"
"Karena potongan pedang itu sebenarnya adalah barang
miliknya!" Mendengar perkataan ini, Ti Then, Wi Lian In serta Ih, Kha, Pauw
tiga orang pada melengak semua.
"Apa?" tanyanya berbareng, "Potongan pedang itu miliknya?"
"Benar!" sahut Wi Ci To mengangguk.
Hal ini benar-benar merupakan satu urusan yang jauh berada
diluar dugaan mereka, kiranya potongan pedang itu adalah barang
milik Cuo It Sian. Sebelum kejadian ini Ti Then sekalian selalu menganggap Cuo It
Sianlah yang sudah menggunakan cara yang paling kotor untuk
merebut barang milik Pocu mereka, siapa tahu urusan yang benar
malah ke balikannya, kiranya Cuo It Sian menggunakan cara-cara
rendah ini tidak lebih untuk merebut barang miliknya sendiri.
"Tia! Jadi maksudnya..kau"kau sudah merebut potongan
pedangnya?" tanya Wi Lian In dengan perasaan yang amat
terperanyat sekali. Wi Ci To dengan perlahan gelengkan kepalanya.
"Lalu kenapa tidak dikembalikan kepadanya?"
"Pertanyaan ini Ioohu tidak bisa menyawabnya, karena setelah
menyawab pertanyaan ini berarti juga aku sudah membocorkan
rahasia tersebut!" Dia berhenti sebentar, lalu dengan perlahan pada wajahnya
terlintaslah suatu senyuman yang amat dingin sekali, tambahnya:
"Walau pun potongan pedang itu adalah barang miiiknya tetapi
lohu tetap akan berusaha menggunakan akal untuk merebutnya
kembali !" "Kenapa?" tanya Wi Lian In dengan terperanyat.
Dengan perlahan Wi Ci To gelengkan kepalanya.
"Aku tidak bisa memberitahukan kepadamu sekarang ini"
sahutnya perlahan. Kepalanya didongakkan ke atas langit nan gelap, lantas dia
menarik napas panjang. "Sudahlah, mari kita kembali ke dalam Benteng!"
Tua muda enam orang segera menuruni puncak gunung itu, di
tengah perjalanan sembari memperhatikan keadaan di sekeliling
tempat itu mendadak Wi Ci To tertawa geli.
"Eeeh In-ji!" serunya. "Bukankah kau bilang seluruh jago pedang
dari Benteng Pek Kiam Po sudah mengurung gunung ini rapatrapat" Kiranya kau orang sedang berbohong!"
"Sebetulnya putrimu memang bermaksud untuk menakut-nakuti
diri mereka.." sahut Wi Lian In sambil tertawa tawar.
Wi Ci To kembali memimpin melakukan perjalanan lagi.
"Bukankah lohu sudah tinggalkan surat di dalam Benteng yang
memerintahkan kalian menyaga Benteng" Kenapa kalian mengejar
kemari?" ujarnya lagi. "Tentu kau yang memaksa Ti Kiauwtauw
untuk mengejar kemari bukan?"
"Benar?" seru Wi Lian In kurang senang.
Karena dia orang tidak berhasil memperoleh seluruh rahasia itu
karena di dalam hati merasa sangat tidak senang sekali.
Kembali Wi Ci To melanjutkan perjalanannya, tiba-tiba sepertinya
saja teringat akan sesuatu urusan mendadak dia menghentikan
langkahnya. "Oooh benar, kurang sedikit saja Lohu lupa memberitahu kepada
kalian.." ujarnya. Ti Then sekalian pun pada menghentikan langkahnya.
"Pocu ada pesan apa?" tanyanya.
Dengan perlahan Wi Ci To putar badannya menghadap kearah
mereka, lalu dengan wajah yang amat serius dia pandangi mereka
denpan amat tajamnya. "Peristiwa malam ini aku larang kalian membocorkannya keluar,
termasuk juga kepada para jago pedang yang ada di dalam
Benteng, mengerti!" "Jikalau para saudara dari Benteng menanyai tecu, maka tecu
harus bagaimana memberikan penjelasannya?" tanya Kha Cay Hiong
kemudian. "Katakan saja kalau tujuan dari orang berkerudung itu menculik
kalian sebetulnya mau merampas pedang yang lohu bawa ini dan
bermaksud menghina lohu, untung saja mendapatkan bantuan dari
diri Cuo It Sian sehingga akhirnya berhasil menolong kalian lolos
dari tawanannya, Sekarang Cuo It Sian sedang pergi mengejar lelaki
berkerudung hitam tersebut"
Mendengar perkataan itu dengan wajah yang amat tidak senang
Wi Lian In mencibirkan bibirnya,
"Tia tidak mau memberitahu rahasia tentang potongan pedang
itu masih tidak mengapa, kenapa sampai diculiknya jago pedang
kita oleh Cuo It Sian puni harus dirahasiakan ?"
"Tidak salah" seru Wi Ci To dengan suara yang amat berat.
"Urusan ini menyangkut suatu pergolakan yang amat hebat di
dalam Bu-lim, kalian janganlah membocorkan di tempat luaran"
"Jikalau pocu menggunakan alasan yang mengatakan manusia
berkerudung itu bertujuan untuk menghina diri pocu, seharusnya
kau orang tua pikirkan satu alasan yang lebih tepat lagi baru bisa"
sela Ti Then kemudian "Alasan " beritahukan saja ada kemungkinan dia orang
mempunyai rasa sakit hati dengan Lohu, selama hidupku lohu selalu
bertindak adil dan banyak menyalahi orang-orang dari kalangan
Hek-to, alasan ini sudah tentu bisa diterima, bukan ?"
"Ada satu hal yang kermungkinan sekali tidak bisa diterima !"
sambung Wi Lian In dengan cepat.
"Soal yang mana ?" tanya Wi Ci To sambil mengalihkan
pandangannya yang amat tajam ke atas wajahnya.
"Jika dia menculik pada jago kita dengan bertujuan untuk
menghina Tia, sudah seharusnya Tia tidak bisa melepaskan dirinya
dengan begitu saja, tetapi kini sebaliknya Tia malah bersama-sama
kita pulang ke dalam benteng, bukanlah hal ini sangat lucu sekali ?"
"Benar. . ., , benar, . ." seru Wi Ci To sambil tersenyum, "Kalau
begitu lohu tidak jadi pulang ke dalam Benteng bersama-sama
kalian ! " Mendengar perkataan itu kini malah Wi Lian In yang dibuat
tertegun. "Jika Tia tidak ikut kami pulang, lalu?"
"Lohu sudah mengambil keputusan untuk pergi mengejar Cuo It
Sian dan berusaha untuk merebut kembali potongan pedang
tersebut !" potong Wi Ci To dengan cepat.
"Putrimu juga ingin pergi !"'cepat seru Wi Lian ln.
"Tidak bisa jadi, jikalau kau ikut aku pergi mungkin malah bisa
menyulitkan pekerjaanku !"
Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya.
"Sampai kapan putrimu baru tidak menyulitkan pekerjaan kau
orang tua?" serunya kurang senang. j
"Kali ini jikalau kau ingin ikut lohu maka kau orang tentu akan
menyulitkan urusan !"
Wi Lian In yang melihat perkataan dari ayahnya amat atos dan
keren sekali, di dalam hati segera paham kalau ayahnya sudah
mengambil keputusan untuk tidak membiarkan dirinya ikut, sekali
pun memohon juga tidak berguna terpaksa dia berdiam diri tidak
berbicara lagi. "Ingat !" tiba-tiba Wi Ci To berbicara lagi dengan wajah yang
berubah amat keren. " Kalian jangan sekali-kali membocorkan
rahasia tentang lelaki, berkudung hitam itu adalah diri Cuo It Sian,
siapa saja yang berani melanggar lohu segera usir dia dari
perguruan ! ". Dalam hati Ih, Kha serta Pauw merasakan hatinya berdesir,
dengan cepat mereka pada menjura bersama-sama.
"Tecu turut perintah !"
"Kau pun sama juga" ujar Wi Ci To lagi sambil melototi diri Wi Lian In. " Asalkan kau berani membocorkan rahasia ini maka lohu
tidak akan menganggap kau sebagai putriku lagi ! "
Agaknya Wi Lian In selamanya belum pernah mendengar
ayahnya berbicara dengan demikian seriusnya, sehingga dalam hati
dia rada merasa sedih. "Baiklah, putrimu tidak akan memberitahukan kepada orang lain"
sahutnya sambil mengangguk.
Mendadak Wi Ci To menarik tangan Ti Then, ujarnya:
"Ti Kiauw-tauw, kau ikutilah Lohu ke samping untuk berbicara
sebentar, lohu ada urusan yang harus dipesankan kepadamu !"
Dengan menarik tangan Ti Then dia berjalan beberapa langkah
ke tempat kejauhan, setelah dirasanya jarak dengan putrinya serta
Ih, Kha serta Pauw tiga orang rada jauh dia baru berhenti,
"Ti Kiauw-tauw." ujarnya dengan suara yang amat lirih, "Maukah kau orang membantu lohu untuk mencuri kembali potongan pedang
tersebut ?" "Hamba turut perinlah dari Pocu" sahut Ti Then cepat sambil
mengangguk kepalanya. "Bagus sekali !" Teriak Wi Ci To kegirangan. "Setelah Cuo It Sian
berhasil merebut kembali potongan pedangnya kemungkinan sekali
dia akan menyembunyikan barang itu ke dalam rumahnya, ada
kemungkinan juga pergi memjari "Cu Kiam Lojin" atau siorang tua pelebur pedang untuk menyambungkan pedang yang putus jadi dua
bagian itu ... Ti Kiauw-tauw tahu bukan dengan Cu kiam Lojin ini ?"
"Tahu" sahut Ti Then sambil mengangangguk. "dia adalah ahli
lebur pedang yang paling terkenal dikolong langit pada saat ini,
menurut apa yang hamba dengar katanya dia bertempat tinggal di
atas gunung Tong Ting Cun san"
"Benar, si "Cu Kiam Lojin" ini bernama Kan It Hong, bukan saja dia pandai membuat sebilah pedang bagus bahkan bisa pula
menyambung sebilah pedatng yang sudah patah menjadi dua
bagian sehingga tidak kelihatan sedikit bekasnya pun Lohu sangat
mengharapkan Ti Kiauw-tauw mau mewakili Ioohu untuk pergi ke
gunung Cun san satu kali, jikalau kau menemukan Cuo It Sian pun
ada di tempat itu dan sedang membetulkan pedangnya maka
usahakanlah untuk mencuri potongan pedang itu kembali."
"Baiklah." "Urusan ini sangat penting sekali" pesan Wi Ci To lagi dengan
nada sungguh-sungguh. "Kau boleh berangkat meninggalkan
Benteng pada besok hari secara diam-diam, janganlah sampai
membiarkan In-ji mengetahuinya."
"Baik!" "Kau boleh menanti selama tiga bulan lamanya di atas gunung
Cun san setelah lewat tiga bulan kemudian jikalau tidak melihat Cuo
It Sian pergi ke sana juga kau kembali ke dalam Benteng untuk
membuat laporan." "Tetapi, jikalau tidak berhasil mencuri bolehkah aku pergi
merampas?" tanya Ti Then kemudian.
''Tidak, harus dicuri bahkan jangan sampai ditemui kalau kaulah
yang melakukan pekerjaan tersebut."
Mendengar perkataan itu Ti Then segera tertawa.
"Bilamana Boanpwe tidak berhasil mencuri barang tersebut Pocu
jangan marah lho... karena boanpwe belum pernah melakukan
pekerjaan seperti ini,"
Wi Ci To pun tertawa. "Lohu memerintahkan Ti Kiauw-tauw untuk berlaku sebagai
pencjuri dalam hati sebetulnya Ioohu merasa tidak enak, tetapi Ti
Kiauw-tauw boleh melakukan tugas tersebut dengan hati yang
tenang, karena pekerjaan ini sama sekali bukanlah suatu pekerjaan
yang jahat, semua alasan serta sebab-sebabnya lohu tentu akan
menjelaskan kepadamu dikemudian hari."
"Baiklah, boanpwe percaya potongan pedang dari Pocu ini pasti
mem punyai kegunaan yang sungguh-sungguh"
Jilid 27.2 : Menguntit Cuo It Sian ke gunung Cun san
Wi Ci To tidak berbicara lagi, dengan memegang tangan Ti Then
dia berjalan kembali ke hadapan Ih, Kha, Pauw serta putrinya.
"Sudahlah, kalian boleh pulang, ke dalam Benteng !" ujarnya
kemudian. Pada wajah Wi Lian In segera diliputi oleh kecurigaan yang
menebal, dengan pandangan yang aneh dia memperhatikan
ayahnya serta diri Ti Then, lalu ujarnya.
"Tia ! kau orang tua apa mau mengejar Cuo It Sian ?"
"Tidak salah ! " sahut Wi Ci To sambil mengangguk, "Lohu
kemungkinan sekali langsung pergi kerumahnya di kota Tiong Cing
Hu maka itu kemungkinan sekali tidak bisa langsung pulang ke
rumah, kalian harus baik-baik tinggal di dalam Benteng sebelum
Iblis Sungai Telaga 3 Kisah Sepasang Bayangan Dewa 8 Jurus Lingkaran Dewa 2 Karya Pahlawan Tujuh Pedang Tiga Ruyung 8

Cari Blog Ini