Pendekar Pemanah Rajawali Sia Tiauw Eng Hiong Karya Jin Yong Bagian 31
mengucap kata-kata tidak karuan?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eng Kouw tertawa panjang, tanpa membilang suatu apa, ia berlompat maju.
Keempat orang itu mengulur tangan mereka, untuk memegat. Mereka pikir: "Meskipun dia libay, mustahil kita tidak dapat merintangi dia" Biarnya kita melanggar titah Sri Baginda, karena terpaksa, kita tidak bisa berbuat lain?""
Eng Kouw tidak menggunai kedua tangannya, baik untuk mendorong mereka dapat atau untuk meninju, dia maju terus, bersedia akan membenturkan tubuhnya kepada mereka itu!
Si tukang kayu terkejut. Tentu sekali ia tidak berani membiarkan tubuhnya ditubruk, itu artinya mereka saling membentur tubuh. Maka ia berkelit ke samping, sebelah tangannya diulur, guna menyambar ke pundak si nyonya, bekas junjungannya itu. Ia menyambar dengan cepat, ia juga menggunai tenaga, akan tetapi ketika tangannya mengenai sasarannya, ia heran. Ia menjambak sesuatu yang lunak dan licin, ia gagal mencekuk si nyonya.
Justru itu si petani dan tukang pancing, sambil berseru, menyerang dari kiri dan kanan!
Eng Kouw tidak menangkis, ia hanya berkelit. Ia mendak, lalu ia molos bagaikan ular licin di bawahan tangan kedua penyerangnya itu. Berbareng dengan itu, si tukang pancing mendapat cium bau yang harum sekali, hingga ia terkejut, hingga lekas-lekas ia menggeser incarannya, khawatir nanti mengenai tubuh nyonya itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagaimana he?" membentak si petani, gusar.
Dengan sepuluh jarinya yang kuat, ia menyambar ke pinggang selir raja itu.
"Jangan kurang ajar!" membentak si tukang kayu.
Si petani tidak menghiraukan bentakan itu, ia meluncurkan terus tangannya, hingga ia mengenakan sasarannya, hanya untuk herannya, ia membentur sesuatu yang licin, hingga ia tidak dapat
mencengkeram! Demikian dengan ilmu lindungnya, Eng Kouw
meloloskan diri dari rintangannya tiga bekas
menterinya itu, maka sekarang tahulah ia mereka tidak dapat mencegah padanya. Karena ini, ia lantas membalas, sebelah tangannya melayang kepada si petani.
Melihat demikian, si pelajar menyerang dengan totokannya, ke lengan bekas selir itu, tetapi ini junjungan wanita tidak memperdulikannya, bahkan dia juga mengeluarkan jari tangannya, memapaki totokan itu, hingga tangan mereka bentrok seketika.
Bukan main kagetnya si pelajar, hingga dia berseru.
Bentrokan itu membikin dia merasa sangat sakit, tubuhnya pun lantas roboh terbanting.
Si tukang kayu dan si tukang pancing berlompat, guna menolongi kawannya itu.
Si petani dengan kepalannya, menyerang Lauw Kui-hui, untuk merintangi nyonya itu nanti menyusuli serangannya kepada kawannya yang roboh itu.
Tangannya ini keras bagaikan besi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eng Kouw hendak menguji kepandaiannya yang ia ciptakan sendiri selama hidup menyendiri di rawa lumpur hitam, ia tidak menyingkir dari serangan itu.
Sikapnya ini membikin kaget penyerangnya. Karena si petani pikir, kalau ia mengenakan sasarannya, tentulah hancur lebur batok kepalanya kui-hui itu. Ia lantas menarik pulang, tetapi dengan begitu kepalannya itu mengarah juga hidung Eng Kouw!
Nyonya itu berkelit dengan cepat, kepalan lewat di depan hidungnya, mengenakan pipi si nyonya. Justru ia terkejut, justru tangannya dapat kena ditangkap. Ia kaget dan berontak, atau lantas ia merasakan
tangannya sakit, sebab tangan itu kena dibikin patah!
Ia mengertak gigi, tanpa menghiraukan tangan patah itu, dengan tangan kanannya, ia segera menotok ke ceglokan sikut.
Si pelajar berempat telah mendapat pelajaran baik dari guru mereka, meski belum mereka mewariskan ilmu silat It Yang Cie, buat di dunia kangouw, sudah jarang tandingan mereka, maka mereka tidak
menyangka pada diri Eng Kouw mereka seperti
membentur batu. Tentu sekali, saking kerasnya niatnya menuntut balas, si nyonya pun mempelajari senjata rahasia yang berupa jarum emas. Ia
mengambil dasar dari gerakan menyulam. Telunjuk kanannya dipakaikan gelang seperti cincin emas, pada cincin itu ada tiga batang jarumnya yang dipakaikan racun. Demikian sambil tertawa dingin, ia menyambut si petani.
Bagaikan orang yang menusuki diri pada jarum, demikian si petani. Begitu tangannya ketusuk, begitu ia menjerit, begitu juga tubuhnya roboh seperti si pelajar tadi!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hm, paduka congkoan!" Eng Kouw tertawa dingin.
Ia lantas nerobos maju. "Nio-nio, tahan!" berseru si tukang pancing.
Eng Kouw memutar tubuhnya. "Kau mau apa?" ia menanya dingin.
Sekarang si nyonya sudah tiba di depan
pengempang. Pengempang itu dipisahkan dengan
rumah suci dengan sebuah jembatan batu yang kecil dan ia sudah berada di kepala jembatan. Ia
mengawasi dengan roman dan sinar mata bengis, di dalam gelap, sinar matanya itu nampak nyata. Maka terkejutlah si tukang pancing melihat sinar mata itu, hingga ia tidak berani menerjang.
"Yang mulia perdana menteri dan yang mulia congkoan berdua telah terkena jarumku. Cit Ciat Ciam, maka di kolong langit ini sudah tidak ada orang yang dapat menolong mereka!" kata Eng Kouw dingin. Habis berkata begitu, ia memutar pula tubuhnya, tanpa menanti jawaban, ia berjalan maju, perlahan
tindakannya, tidak ia berpaling pula. Nyata ia tidak khawatir yang orang nanti menyerang dengan
membokong kepadanya. Jembatan batu yang kecil itu cuma seperjalanan kira duapuluh tindak, ketika si nyonya hampir sampai di ujung penghabisan, di sana dari tempat yang gelap muncul satu orang, muncul secara tiba-tiba, hanya dia segera memberi hormat seraya berkata: "Adakah cianpwee baik-baik saja?"
Eng Kouw terkejut. Ia berkata di dalam hatinya: "Ini orang muncul secara tiba-tiba begini! Kenapa aku tidak mengetahui dari siang-siang" Jikalau dia menurunkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tangan jahat, pastilah aku telah terbinasa atau sedikitnya terluka?""
Maka ia lantas mengawasi. Ia melihat seorang
dengan tubuh tinggi dan dada lebar, alisnya gompiok, matanya besar. Ia pun lantas mengenali Kwee Ceng, si anak muda yang ia berikan petunjuk untuk datang ke gunung ini.
"Apakah lukanya si nona kecil sudah sembuh?" ia menanya.
"Terima kasih untuk petunjuk cianpwee," menyahut si anak muda sambil menjura. "Lukanya sumoayku syukur telah diobati sembuh oleh It Teng Taysu."
"Hm! Kenapa dia tidak datang sendiri menghaturkan terima kasih padaku?" Eng Kouw tanya, sembari berkata, ia bertindak maju.
Kwee Ceng berdiri di ujung jembatan, ia tahu orang hendak menerobos tak perduli ia bakal terbentur.
"Cianpwee, silahkan kembali!" ia berkata cepat.
Eng Kouw tidak menghiraukannya, ia maju terus.
Bahkan dengan menggunai Nie-ciu-kang, ilmu silat
"Lindung", ia nerobos ke samping kiri si anak muda.
Kwee Ceng pernah menempur nyonya ini di rawa
lumpur hitam, di rumah si nyonya, ia tidak menyangka orang ada selicin demikian, dalam heran dan kagetnya itu, ia berlompat, lantas ia menyerang dengan tangan kirinya, yang dilancarkan ke belakang. Ia telah menggunai ilmu silat Kong Beng Kun ajarannya Ciu Pek Thong.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eng Kouw sudah melewati si anak muda ketika ia terkejut atas berkesiurnya angin kepalan, halus tetapi keras. Untuk menolong diri seharusnya ia mundur pula, akan tetapi ia telah berkeputusan pasti, untuknya ada maju tidak ada mundur, maka juga, ia tahu apa yang ia mesti lakukan.
"Hati-hati!" Kwee Ceng berteriak. Atau mendadak ia merasakan ada tubuh wanita yang halus yang
menubruk lengannya, selagi ia kaget, kakinya telah kena digaet si nyonya, hingga tidak ampun lagi, keduanya jatuh ke arah pengempang.
Selagi tubuhnya belum jatuh ke air, tangan kiri Eng Kouw dilewatkan di bawahan ketiak kanan Kwee
Ceng, diangkat ke atas, ke belakang leher, terus ke pundak kiri si anak muda, untuk dipakai mencekek tenggorokan anak muda itu, untuk itu ia menggunakan dua jerijinya jempol dan tengah. Inilah ilmu silat
"Siauw-kim-na" atau "Tangkapan kecil" jurus
"Memencet tenggorokan menutup napas". Kalau orang kena terpencet, ia bisa lantas putus napasnya.
Kwee Ceng merasakan gerakan tangan orang itu, ia terperanjat. Ia tahu yang ia terancam bahaya. Dengan lantas ia membela diri. Ia juga menggeraki tangan kanannya ke arah lehernya si nyonya, hanya ia bukan mengarah tenggorokan hanya belakang leher, sebab ia menggunai tipu serupa untuk bagian belakang, sedang Eng Kouw untuk bagian depan.
Eng Kouw lantas merasa akan gerakannya pihak
lawan. Ia pun tahu lihaynya pencetan itu, maka ia berdaya untuk menghindarkannya.
Jembatan itu tidak tinggi, jaraknya ke muka air dekat sekali, meski begitu, sebelum tubuh dua orang itu tercebur, mereka sudah saling menyerang atau
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membela diri. Diakhirnya, "Byur!" maka keduanya jatuh ke air!
Empang itu dalam kira dua kaki, di situ ada
lumpurnya, maka setelah berada di dalam
pengempang, keduanya kerendam air sebatas dada.
Eng Kouw licik sekali. Dengan tangan kiri ia
merogoh ke dalam air, ia mengambil lumpur, dengan itu ia lantas menghajar mukanya si anak muda.
Kwee Ceng terkejut, ia berkelit.
Di dalam bergerak di lumpur, itulah
keistimewaannya si nyonya. Sudah belasan tahun ia berlatih di rawa lumpur, maka juga tubuhnya dapat bergerak dengan lincah sekali, mirip dengan lindung.
Kalau di darat dia licin, di air terlebih lagi. Ini juga sebabnya ia berhasil menubruk si anak muda, untuk mereka kecebur bersama. Ia percaya, dengan
bertempur di air, dapat ia melewati anak muda ini.
Di dalam air, Kwee Ceng kalah gesit. Rugi
untuknya, ia juga tidak berani menyerang melukai nyonya itu. Karena ia cuma bertujuan merintangi si nyonya. Maka lekas juga ia terdesak. Berulang-ulang ia diserang dengan lumpur, hingga ia selalu mesti main berkelit. Akhirnya ia gelagapan, ketika ada juga lumpur yang menimpa mukanya sebelum ia sempat berkelit, ia cuma bisa menutup matanya. Sambil membela diri dengan sebelah tangan, dengan tangan yang lain ia singkirkan tanah basah itu. Ia telah diajari Kanglam Liok Koay, kalau terkena senjata rahasia, jangan sekali kehilangan ketabahan, kalau kita gugup atau bingung, leluasa musuh mengulangi serangannya. Maka itu, ia membela diri sambil menyerang beruntun tiga kali.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eng Kouw yang pintar menyingkir dari setiap
serangan itu, ia berlompat naik ke darat, dari itu ketika kemudian Kwee Ceng sudah bisa membuka matanya, ia tengah lari menuju ke dalam kuil. Di dalam hatinya ia kata: "Sungguh hebat! Kalau tidak ada pengempang, tidak nanti aku dapat mengundurkan bocah tolol itu.
Rupanya Thian ada besertaku, supaya aku berhasil menuntut balas?""
Segera juga ia sampai di depan pintu. Ia
mengajukan sebelah tangannya, akan menolak daun pintu.
"Blak!" demikian satu suara nyaring dan pintu terbuka dengan gampang. Ia menjadi terkejut bahna herannya. Tentu sekali ia berkhawatir nanti ada musuh bersembunyi, maka ia tidak lantas maju terus untuk masuk, ia hanya berdiri diam sambil memasang mata.
Kuil itu sunyi senyap. Karena itu baru ia bertindak masuk.
Di pendopo ada api pelita, menyorotkan roman
agung dari patung sang Buddha yang dipuja di situ. Ia lantas berlutut memberi hormatnya, ia memuji agar ia dibantu melaksanakan pembalasannya. Tengah ia memuji, tiba-tiba ia mendengar suara tertawa perlahan dan geli di sebelah belakangnya. Ia terkejut. Segera ia bersiap membela diri, ialah dengan tangan kiri ia menyampok ke belakang, dengan tangan kanan ia menekan tikar untuk berlompat bangun sambil
memutar tubuhnya. "Bagus!" ia mendengar pula satu suara, kali ini pujian untuk lompatannya yang lincah itu. Ia mengenali suaranya seorang nona. Ketika ia sudah mengawasi karena ia pun tidak diserang - segera ia melihat tegas siapa nona itu, ialah Oey Yong!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nona Oey mengenakan baju hijau dengan ikat
pinggang merah, gelang rambutnya yang terbuat dari emas berkeredep berkilauan. Pada wajahnya yang cantik terlihat senyuman manis. Sedang tangannya mencekal Lek-tiok-thung, tongkat keramat dari Kay Pang, Partai Pengemis.
Bab 65. SELAMAT "Eng Kouw, lebih dahulu aku menghaturkan banyak-banyak terima kasih untuk pertolonganmu!" si nona lantas berkata.
Tapi si nyonya terus terang: "Aku memberi petunjuk kepadamu untuk kau datang berobat kemari,
maksudku yang utama bukan untuk menolongi kau, hanya untuk mencelakai orang. Buat apa kau
mengucap terima kasih padaku?"
Nona Oey menghela napas. "Di dalam dunia ini, budi dan permusuhan sangat sukar dijelaskannya," katanya. "Ayahku di Tho Hoa To telah memenjarakan Loo Boan Tong Ciu Pek Thong limabelas tahun lamanya sampai diakhirnya, dia tetap tidak sanggup menolongi jiwanya ibuku?""
Mendengar disebutnya nama Pek Thong, tubuh Eng Kouw bergidik.
"Ada apakah hubungannya di antara ibumu dan Ciu Peng Thong?" ia menanya bengis.
Oey Yong cerdik sekali. Segera ia menduga, Eng Kouw tentu mencurigai ada hubungan asmara di
antara ibunya dan Loo Boan Tong. Nada suara nyonya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ini tegas menyatakan itu. Tapi ini pun bukti bahwa setelah berselang belasan tahun, kui-hui ini masih tidak melupakan Pek Thong, bahkan dia menjadi jelus terhadap orang lain. Tapi orang menanyakan tentang ibunya. Ia lantas tunduk dan air matanya mengucur turun.
"Ibuku telah dibikin letih Ciu Pek Thong hingga ia meninggal dunia," sahutnya.
Eng Kouw menjadi bertambah curiga. Ia mengawasi tajam nona di depannya, hingga ia melihat kulit muka orang yang putih dan halus, matanya yang indah dan alis bagus bagaikan dilukis. Ia merasa, meskipun dulu, semasa ia muda dan sedang cantiknya, tidak dapat ia melawan nona ini. Maka kalau dia ini sama dengan ibunya, sama cantiknya, siapa berani tanggung Ciu Pek Thong tidak jatuh hati terhadap ibu si nona ini"
Maka ia mengerutkan alis.
Oey Yong berkata pula: "Jangan kau memikir yang tidak-tidak! Ibuku ada seorang bagaikan bidadari, sedang Ciu Pek Thong itu buruk bagaikan kerbau nakal! Kecuali orang yang ada matanya tanpa bijinya, tidak nanti ada yang menaruh hati pada si nakal itu!"
Eng Kouw tahu ia dimaki berdepan, tetapi toh kata-kata si nona melenyapkan kecurigaannya, maka
berbareng dengan itu, lenyap juga kejelusannya. Tapi ia mempunyai tabiatnya sendiri, ia tetap berlaku dingin.
Ia kata: "Karena ada orang yang mencintai Kwee Ceng yang tolol seperti babi, mesti ada orang yang mencintai juga orang yang buruk dan nakal seperti kerbau!
Kenapa ibumu itu dibikin mati letih oleh Loo Boan Tong?"
"Kau mencaci sukoku, aku tidak suka bicara denganmu!" sahut Oey Yong, yang menunjuki tak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
senang hatinya. Ia lantas memutar tubuh, dengan lagaknya orang bergusar.
"Baiklah," kata Eng Kouw cepat. "Lain kali aku tidak mengatakan dia lagi."
Oey Yong menghentikan tindakannya, ia memutar tubuh.
"Loo Boan Tong juga bukannya sengaja membikin mati ibuku," ia berkata, "Adalah ibuku yang tidak beruntung, yang telah meninggal dunia disebabkan gara-gara dia. Karena murkanya di satu saat, ayahku telah mengurung dia di Tho Hoa To. Diakhirnya, sia-sia saja tidak ada hasilnya dan ayah menjadi menyesal karenanya. Ada dibilang, penasaran ada sebabnya, utang ada piutangnya. Ada sebabnya utang
piutangnya. Siapa membinasakan orang yang kau cintai, kau harus cari di ujung langit atau di pangkal laut, untuk membalaskan sakit hati, tetapi
memindahkan hawa amarah kepada lain orang, apa perlunya itu?"
Mendengar itu Eng Kouw berdiri menjublak. Ia
seperti merasa kepalanya dikemplang dengan tongkat.
"Maka itu ayahku telah memerdekakan Loo Boan Tong?"" Oey Yong berkata pula.
Eng Kouw terkejut. "Jadi aku tidak perlu menolongi lagi padanya?"
tanyanya. Agaknya dia lantas lega hatinya.
Semenjak meninggalkan Tali, Eng Kouw sudah
lantas pergi mencari Ciu Pek Thong. Untuk beberapa tahun, sia-sia belaka usahanya itu. Kemudian dari mulutnya Hek Hong Siang Sat, dengan tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
disengaja, ia mendengar halnya Pek Thong dikurung Oey Yok Su di Tho Hoa To, tentang sebabnya, ia tidak berhasil memperoleh keterangan. Ia girang berbareng berduka mendapat kabar halnya Pek Thong itu. Ia girang sebab ia sekarang ketahui di mana adanya si kekasih, hanya ia berduka sebab sulit untuk pergi menemui dan menolongi dia itu. Ia pernah mencoba memasuki Tho Hoa To. Di situ, jangan kata menolongi orang, ia sendiri bersengsara tiga hari tiga malam, hampir ia mati kelaparan. Setelah lolos dari Tho Hoa To, barulah ia berdiam di rawa lumpur hitamnya itu, untuk meyakinkan ilmu gaib, maksudnya supaya dapat memasuki Tho Hoa To itu. Sekarang, mendapat tahu Pek Thong sudah bebas, rupa-rupa perasaan
memenuhkan otaknya. "Loo Boan Tong paling mendengar kata
terhadapku," kata pula Oey Yong, sekarang sambil tertawa manis. "Apa juga yang aku bilang, belum pernah dia berani bantah. Jikalau kau ingin menemui dia, mari ikut aku turun gunung, aku nanti menolongi kamu merangkap jodoh. Dengan begitu juga aku jadi bisa membalas budimu sudah menolongi aku."
Perkataan itu membikin muka Eng Kouw menjadi
merah dan hatinya berdebaran.
Oey Yong mengawasi nyonya itu, hatinya lega. Ia percaya yang ia bakal berhasil membujuki si nyonya, hingga bahaya menjadi lenyap untuk It Teng Taysu.
Tengah ia mengharapi jawaban orang, tiba-tiba ia melihat nyonya itu menepuk tangan keras, lantas romannya berubah menjadi bengis dan dia berkata dengan bengis: "Eh, budak masih berambut kuning, dapatkah kau membikin dia mendengar kata
terhadapmu" Apakah yang kau andalkan" Apakah
kecantikanmu! Hm! Aku tidak melepas budi padamu, aku tidak mengharapi pembalasan budimu itu!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekarang lekas kau membuka jalan, jangan kau ayal-ayalan! Jangan kau nanti mengatakan aku tidak mengenal kasihan!"
Oey Yong tidak takut, dia bahkan tertawa.
"Ah, ah! Kau hendak membunuh aku?" tanyanya.
"Kalau membunuh kau, boleh jadi apa?" kata Eng Kouw dingin. "Lain orang jeri terhadap Oey Lao Shia, aku tidak! Aku tidak takut bumi atau langit!"
Oey Yong terus tertawa. "Tidak apa kau membunuh aku!" katanya. "Habis siapa nanti menolongi kau memecahkan teka-tekiku baru-baru ini?"
Eng Kouw lantas diingati teka-teki si nona. Memang semenjak kepergiannya Oey Yong, tidak berhasil ia memecahkan teka-teki itu, sia-sia belaka ia
menghitungnya. Untuk dapat menolongi Ciu Pek
Thong, ia mengasah otak, ia bekerja keras
memikirkan, sampai ada kalanya ia lupa dahar dan lupa tidur. Sekarang, mendengar suara si nona, timbullah kesangsiannya.
"Kau jangan bunuh aku, nanti aku mengajari kau,"
kata Oey Yong. Ia lantas mengambil pelita di depan patung, ia pindahkan itu ke lantai. Ia juga mengambil sebatang jarum emas, dengan itu ia mencoret-coret di atas batu.
Eng Kouw menjadi ketarik, tanpa merasa ia
mengawasi. Ia menjadi kagum sekali untuk kepintaran si nona.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tapi, apa perlunya, dia melayani aku bicara secara begini?" kemudian ia pikir. "Apakah dia bukannya hendak mengulur tempo?"
Diam-diam ia memandang ke pedalaman. Ia
menduga mestinya It Teng Taysu berdiam di ruang belakang. Tentu sekali ia tidak sudi diakali satu bocah.
Maka itu tanpa berkata apa-apa, ia bertindak ke dalam.
Ketika ia sudah melewati hud-tian, ia melihat sinar api yang guram. Ia menjadi jeri. Tidakkah ia bersendirian saja"
"Toan Tie Hin!" ia lantas memanggil, suaranya keras. "Sebenarnya kau mau menemui aku atau tidak"
Kenapa kau menyembunyikan diri di tempat yang gelap" Adakah perbuatanmu perbuatan satu laki-laki?"
Oey Yong mengikuti itu nyonya. Mendengar suara orang, ia tertawa dan berkata: "Eng Kouw, apakah kau mencela tempat ini kurang penerangannya" It Teng Supee justru takut lampu terlalu banyak hingga kalau dipasang semuanya kau nanti menjadi kaget. Ia justru menitahkan api dipadamkan?""
"Hm!" si nyonya menyahuti. "Akulah manusia yang ditakdirkan mesti mampus masuk ke neraka, mustahil aku takut segala gunung golok dan kuali minyak?"
Si nona bertepuk tangan. "Bagus sekali!" ia berseru. "Aku justru hendak main-main di gunung golok denganmu!"
Ia lantas menyalakan api dan menyulut ke lantai.
Eng Kouw terkejut. Di sisi kaki si nona ada
minyaknya. Ia mengawasi tajam. Ia bukan melihat pelita hanya satu cangkir teh yang isi minyaknya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
setengah, yang direndamkan sumbu. Di samping itu ada nancap sebatang bambu kecil yang diraut tajam, panjangnya kira satu kaki. Tanpa henti-henti, si nona bertindak, saban bertindak, ia menyulut, dan di samping setiap cangkir, ada bambu lancip yang serupa. Ketika telah selesai si nona menyulut, Eng Kouw menghitung, jumlahnya seratus tigabelas batang juga. Ia heran.
"Kalau dibilang inilah panggung Bwee-hoa-chung,"
ia pikir, "Pelatuknya mesti tujuhpuluh dua atau seratus delapan. Tapi ini seratus tigabelas. Apakah artinya ini"
Ini juga bukannya keletakan penjuru pat-kwa! Dengan ujung pelatuk begini tajam, di mana orang dapat menaruh kaki" Ah, dia tentulah memakai sepatu dasar besi?"" Maka ia lantas memikir: "Dia sudah bersiap sedia, aku tentu kalah, maka baik aku berlagak pilon, aku terus melewati ini!"
Ia lantas bertindak. Tapi cangkir dan pelatuk dipasang rapat, sukar untuk berjalan, maka ia menendang roboh lima enam batang. Sembari berbuat begini, ia kata: "Permainan setan apa ini" Nyonya besarmu tidak mempunyai kesempatan akan
menemani kau main-main!"
"Eh, eh, jangan!" berteriak Oey Yong. "Jangan!
Jangan!" Eng Kouw tidak memperdulikan, ia menendang
terus. Si nona agaknya menjadi habis sabar.
"Baiklah!" dia mengancam. "Kau tidak mau pakai aturan, maka hendak aku memadamkan api! Hati-hatilah kau melihatnya, kau perhatikanlah
kedudukannya setiap pelatuk bambu tajam itu!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eng Kouw kaget. "Mereka di sini tentulah telah mengingat baik keletakan semua pelatuk bambu ini," ia pikir, "Kalau mereka mengepung aku, bisa aku terbinasa di sini.
Baiklah aku lekas mengangkat kaki!"
Karena memikir demikian, si nyonya mengempos
semangatnya, untuk menendang dengan terlebih
gencar lagi. "Kau main gila! Kau tidak tahu malu!" berseru Oey Yong, yang terus berlompat maju, untuk menghalangi dengan tongkatnya, hingga diantara sinar api, cahaya hijau tongkat itu berkelebatan.
Eng Kouw tidak memandang mata kepada seorang
bocah, segera ia menghajar dengan tangan kirinya, berniat membikin patah tongkat keramat itu, akan tetapi segera ia kecewa. Si nona mengasih lihat ilmu silat tongkat Tah Kauw Pang-hoat bagian "hong" atau
"menutup". Dengan ini ia tidak menyerang, hanya ia memutar tongkatnya bagaikan tembok penghadang.
Kalau lawan tidak maju, tongkat itu tidak berbahaya, tetapi asal lawan maju satu tingkat saja, ia bisa merasakan bagiannya.
Begitulah ketika satu kali Eng Kouw menyerang pula, mendadak ia merasakan tangannya sakit dan kaku. Ia berlaku sebat untuk menarik pulang
tangannya itu tetapi tongkat mendahulukan menghajar belakang telapakan tangannya. Baru sekarang ia kaget berbareng gusar sekali, tetapi sebagai seorang yang dapat berpikir ia tidak menjadi kalap. Sebaliknya, ia menguasai diri ia menurut menutup diri, guna melihat dahulu ilmu silat nona itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dulu hari itu aku menyaksikan Hek Hong Siang Sat mereka memang lihay," pikir bekas kui-hui ini. "Tetapi mereka itu tidak heran karena mereka berumur kira-kira empatpuluh tahun. Kenapa sekarang ini bocah lihay sekali" Rupanya Oey Yok Su telah mewariskan ke pandaiannya kepada ini anak tunggalnya yang ia sangat saying?""
Tentu sekali bekas nyonya agung ini tidak tahu halnya ilmu silat kaum Kay Pang serta tongkat keramatnya itu. Kalau Oey Yong bersilat dengan Tah Kauw Pang-hoat meskipun Oey Yok Su sendiri, tidak nanti gampang-gampang ayah itu dapat
merobohkannya. Selagi orang menutup diri, Oey Yong juga tetap menutup dirinya, tetap ia menghadang, guna
mencegah nyonya itu dapat nerobos ke perdalaman kuil. Di lain pihak setiap kali ia bertindak, berbareng ia menendang, ia membuatnya padam setiap pelita
cangkir itu, untuk membikin mati semuanya seratus tigabelas buah. Ia menggunai ujung sepatunya, ia membikin tidak ada cangkir yang pecah ketendang, sedang muncratnya minyak pun sedikit. Dalam hal menendang ini, ia menggunai ilmu silat Tho Hoa To yang dinamakan "Tendangan Menyapu Daun".
Eng Kouw berkelahi sambil memasang mata. Ia
percaya si nona belum pulih kesehatannya, maka ia pikir, baiklah ia menyerang di bawah, supaya nona itu lekas letih, agar dalam tempo beberapa puluh jurus saja, ia akan sudah memperoleh kemenangan. Akan tetapi perkembangan terlebih jauh membuatnya ia berkhawatir. Itulah sebab si nona terus main
menendang api hingga padam.
Dengan cepat di tiga penjuru ruang sudah gelap, tinggal di ujung timur laut, hingga sinar api menjadi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seperti berkelak-kelik. Ke arah ini si nona mendesak guna melangsungkan usahanya memadamkan semua
itu. "Inilah berbahaya," Eng Kouw mengeluh. "Celaka kalau api padam semua. Mana bisa aku bertindak dengan leluasa" Di sembarang waktu aku bisa kena injak pelatuk bambu yang tajam ini?""
"Kau ingat baik-baik keletakkannya pelatuk bambu!
Oey Yong mengasih dengar suaranya dalam
kegelapan setelah api padam semua. "Mari kita bertarung selama tigapuluh jurus! Asal kau dapat tidak melukakan aku, aku akan memberi ijin kau masuk menemui It Teng Taysu!"
"Tetapi kau curang," kata Eng Kouw. "Pelatuk ini dipasang olehmu sendiri, entah untuk beberapa hari dan beberapa malam kau telah melatih dirimu. Aku sendiri baru melihatnya sekejapan, mana bisa aku mengingat semua?"
Oey Yong biasa menang sendiri, ia percaya kepada kekuatan memikirkannya.
"Itulah tidak susah!" katanya tertawa. "Kau nyalakan pelita, kau boleh tancap pelatuk itu sesukamu, setelah rapi, api baru dipadamkan pula, habis itu baru kita bertempur lagi."
Eng Kouw tahu, inilah bukan lagi mengadu ilmu ringan tubuh hanya mengadu otak, mengadu berpikir.
Ia kata di dalam hatinya, si nona demikian licin, apa boleh dia melayaninya" Bukankah sakit hatinya belum terbalas" Tapi ia pun cerdik, ia lantas mendapat pikiran.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Baiklah, aku si nyonya tua nanti menemani kau main-main!" katanya. Ia lantas mengeluarkan apinya ia menyulut semua pelita itu.
"Kenapa kau menyebutnya dirimu si nyonya tua?"
berkata Oey Yong tertawa. "Melihat romanmu yang cantik bagaikan kumala, kau lebih menang daripada nona-nona lainnya yang berumur enambelas tahun!
Pantaslah dulu hari itu Toan Hongya menjadi tergila-gila kepadamu!"
Eng Kouw tengah menancapi pelatuk ketika ia
mendengar perkataan si nona, ia menjadi melengak. Ia lantas tertawa dingin dan menyahuti: "Dia tergila-gila padaku" Hm! Selama tiga tahun aku masuk ke dalam istananya berapa kalikah dia pernah memperhatikan aku?"
"Eh, heran!" berkata si nona, "Bukankah dia telah mengajari silat padamu?"
"Apakah mengajari silat berarti diperhatikan?"
"Aku mengerti sekarang! Toan Hongya hendak memahamkan ilmu Sian Thian Kang, It Yang Cie, dia jadi tidak terlalu rapat denganmu?""
"Hm! Kau tahu apa?" kata bekas kui-hui itu. "Kalau begitu, kenapa dia dapat juga putra mahkota?"
Oey Yong memiringkan kepalanya, nampaknya ia
berpikir. "Putra mahkota dilahirkan lebih dulu, ketika itu Toan Hongya belum mempelajari Sian Thian Kang," katanya sesaat kemudian.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eng Kouw mengasih dengar suara, "Hm!" lalu membungkam, terus ia mengatur pelatuk baru. Oey Yong sendiri diam-diam memperhatikan pengaturan itu, karena ia tahu, pertarungan yang bakal datang berarti bahaya untuk jiwanya.
Pendekar Pemanah Rajawali Sia Tiauw Eng Hiong Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Toan Hongya tidak mau menolongi anakmu, itulah karena dia mencintai kau," kata ia pula kemudian.
"Karena dia mencintai aku?" Eng Kouw tanya. Lagu suaranya menandakan ia mendongkol sekali, ia sangat membenci.
"Dia jelus terhadap Loo Boan Tong! Kalau dia tidak mencintai kau, kenapa dia jelus?"
Kembali Eng Kouw berdiam. Dulu-dulu ia tidak
pernah ingat hal ini. Memang beralasan, karena cintanya, raja Tali itu menjadi jelus.
"Maka itu, turut penglihatanku, baiklah kau pulang saja," kata lagi si nona.
"Kecuali kau mampu menghalangi aku!" bilang si nyonya dingin. Kembali hatinya panas.
"Baiklah!" berkata si nona. "Kalau kau tetap hendak mengadu kepandaian, suka aku menemani kau!
Jikalau kau mampu nerobos, aku tidak akan
menghalang-halangi lagi! Bagaimana kalau kau tidak sanggup?"
"Selanjutnya aku tidak akan mendaki pula gunung ini!" menyahut si nyonya. "Aku menghendaki kau menemani aku satu tahun, janji itu pun suka aku menghapuskannya!"
Oey Yong menepuk tangan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagus!" ia berseru. "Memang hebat untuk aku berdiam di rawa lumpur hitam selama satu tahun!
Siapa sanggup?" Selama itu, Eng Kouw telah menancap kira
enampuluh batang. Mendadak ia memadamkan
pelitanya. "Yang lain-lainnya biarlah tetap sebagaimana adanya!" katanya. Mendadak saja ia menerjang si nona dengan lima jari tangannya terbuka.
Oey Yong melihat ia diserang secara demikian, ia berkelit. Ia lantas membalas menyerang, menekan ke pundak nyonya itu.
Eng Kouw tidak menangkis, ia bertindak maju terus, tindakannya lebar, saban-saban terdengar kakinya menginjak pelatuk, yang memperdengarkan suara, sebab semua pelatuk itu telah terpatahkan. Maka leluasa sekali dia bertindak terus.
Sekejab saja si nona sadar.
"Ha, aku terpedayakan!" katanya. "Teranglah tadi, selagi menukar pelatuk, dia mematahkan setiap pelatu itu?""
Tentu saja, ia menjadi menyesal sekali.
Eng Kouw segera sampai di belakang, terus ia
menolak pintu, maka di dalam kamar ia melihat seorang pendeta lagi duduk bersila di tengah-tengah.
Pendeta itu sudah tua, kumisnya yang ubanan dan panjang turun ke dadanya, sedang leher jubahnya sampai ke pipinya. Ia sedang bersemedhi. Di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sampingnya, dia ditemani oleh keempat muridnya, beberapa pendeta tua lainnya serta beberapa kacung.
Kapan si pelajar melihat si nyonya datang, ia bertindak ke depan si pendeta tua sambil merangkap kedua tangannya. "Suhu, Lauw Nio-nio datang berkunjung!" memberi tahu.
Si pendeta tua mengangguk perlahan, ia tidak
menyahuti. Di dalam ruang itu cuma ada sebuah pelita, maka bisa dimengerti, di situ setiap muka orang tak nampak tegas.
Eng Kouw memang tahu Toan Hongya sudah
mensucikan diri, hanya ia tidak menyangka, baru sepuhuh tahun tidak bertemu, kaisar yang begitu gagah dan pintar itu, sekarang telah menjadi pendeta begini tua dan lemah, ia pun lantas mengingat perkataannya Oey Yong tadi perihal pendeta tua ini.
Tanpa merasa, hatinya menjadi lemah, hingga gagang goloknya tidak lagi dipegang erat-erat. Ketika ia mehihat ke bawah, ia mendapatkan oto sulamnya dilekati di depan pendeta itu, di atas oto itu ada gelang kumaha - itu gelang yang dulu hari Toan Hongya menghadiahkan dia.
Sekejap itu seperti terkilas segala apa, di depan matanya bagaikan berbayang saat ia baru masuk ke istana, belajar silat, bertemu sama Ciu Pek Thong hingga mereka memain api asmara, lalu ia melahirkan anak dan anaknya terbinasa. Yang hebat ketika ia ingat wajah anaknya yang menderita sakit karena lukanya yang hebat, bagaimana anak itu beroman minta ditolongi tetapi pertolongan gagal dan anak itu seperti menyesali ibunya?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendadak saja Eng Kouw menyerang kepada Toan
Hongya, goloknya nancap di dada, melesak sampai sebatas gagangnya. Ia tahu kaisar itu lihay, ia mau percaya tikamannya tidak bakal lantas merampas jiwa, maka justru ia merasakan sesuatu yang aneh waktu goloknya menebas, ia lekas menarik pulang, guna mengulangi dengan tikaman yang kedua kali. Hanya di luar sangkaannya, goloknya itu seperti nancap keras.
Ketika itu si pelajar berempat menjerit, semua berlompat maju.
Sepuluh tahun lebih Eng Kouw telah mehatih diri, dan tikamannya ini ia mengulanginya entah berapa ribu, atau berapa puhuh ribu kali. Ia tahu, Toan Hongya mesti telah menjaga diri baik-baik, maka ia juga bersiap sempurna. Maka ketika ia akhirnya dapat mencabut goloknya dengan tangan kanan, tangan kirinya dipakai melindungi dirinya. Dengan sebat ia berlompat mundur ke pintu. Di sini ia masih sempat menoheh ke belakang, dengan begitu ia bisa melihat Toan Hongya memegangi dadanya, rupanya dia
merasakan kesakitan yang sangat. Karena ia telah membalas sakit hati, ia lantas ingat kebaikannya raja itu, ia lantas menghela napas, terus ia memutar tubuhnya, untuk ngeloyor pergi. Tapi ketika ia baru memutar tubuh, mendadak ia menjadi kaget sekali, sampai ia menjerit keras dan bulu romanya bangun berdiri. Di ambang pintu itu, ia melihat seorang pendeta lagi berdiri dengan kedua tangan dirangkap di depan dadanya. Kebetulan sekali, sinar api menuju ke mukanya pendeta itu, suatu muka yang penuh dengan sorot cinta kasih. Yang mengagetkan ialah si pendeta Toan Hongya adanya!
"Mungkinkah aku salah membunuh orang?" begitu berkelebat pikiran di otaknya. Maka ia lantas menoleh pula ke belakang, kepada orang yang baru ia tikam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketika itu terlihat si pendeta berbangkit berdiri perlahan-lahan, terus dia membuka jubah sucinya, sedang tangan kirinya meraba ke mukanya, untuk menarik terlepas kumis jenggotnya. Maka kagetlah ia.
Si pendeta palsu itu ialah Kwee Ceng! Kembali ia mengeluarkan jeritan.
Pasti sekali Eng Kouw tidak tahu bahwa ia telah dipermainkan Oey Yong, yang telah mengatur tipu dayanya itu dengan bekerja sama si anak muda. Kwee Ceng menotok It Teng Taysu untuk dapat
menggantikan dia. Kalau It Teng Taysu diajak
berdamai dulu, mungkin dia menolak. Si pendeta India ditotok karena disangkanya lihay, tidak tahunya ia tidak punya guna. Selanjutnya nona Oey bersiap terlebih jauh. Selagi ia menungkuli Eng Kouw main pelita, Kwee Ceng dibantu si pelajar berempat pergi
menyamarkan diri. Sebab habis kecemplung di
pengempang, anak muda ini tidak mengejar nyonya itu hanya pergi ke dalam untuk siap sedia. Untuk ini Kwee Ceng berkorban rambutnya, yang dicukur habis, sedang untuk kumis jenggotnya, dipakai kumisnya It Teng Taysu, kumis siapa pun dicukur. Sebenarnya keempat murid itu merasa tidak enak mempermainkan guru mereka, tetapi mengingat pengorbanan Kwee Ceng itu serta usahanya Oey Yong guna menolong guru mereka, terpaksa mereka menurut. Kalau lain orang yang menyamar jadi It Teng, ada kemungkinan dia tertikam mati oleh Eng Kouw yang lihay itu.
Sekalipun Kwee Ceng yang dapat menjepit goloknya si nyonya, saking hebatnya tikaman, ujung golok toh melukai juga kulit dan sedikit dagingnya, syukur tidak berbahaya. Kalau Kwee Ceng memakai baju lapisnya Oey Yong, ia bisa lobos dari ancaman bencana, tetapi baju itu tidak dipakai sebab dikhawatir si nyonya jadi curiga.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Selagi akal itu berjalan demikian baik, sekonyong-konyong It Teng Taysu muncul. Inilah tidak cuma membikin kaget kepada Eng Kouw tetapi juga Oey Yong semua.
It Teng itu, meskipun ia terluka tenaga dalamnya, ilmu silatnya sendiri tidak lenyap semua, sedang Kwee Ceng, diwaktu menotok dia, sudah menotok di jalan darah yang tidak akan mengakibatkan kecelakaan. Ia telah dipernahkan di kamar sebelah. Di sini ia dengan perlahan-lahan menyalurkan tenaganya, ia berhasil membebaskan diri dari totokan, maka itu ia lantas keluar. Kebetulan sekali, ia berpapasan dengan Eng Kouw.
Mukanya nyonya itu menjadi sangat pucat saking kaget dan berkhawatir. Ia lantas merasa bahwa ia tidak bakal lolos lagi dari kepungan.
"Kembalikan goloknya kepadanya!" berkata It Teng pada Kwee Ceng.
Pemuda itu mendengar suara yang berpengaruh,
tanpa bersangsi pula, ia melemparkan golok di tangannya kepada Eng Kouw.
Si nyonya menyambuti senjatanya itu, lalu ia
mengawasi orang banyak terutama It Teng, untuk melihat apa akan orang perbuat atas dirinya. Ia menduga mungkin ia bakal disiksa?"
It Teng membuka jubahnya dengan perlahan, terus ia membuka baju dalamnya.
"Jangan ganggu dia," berkata ia, "Biarkan dia turun gunung dengan baik. Nah sekarang, kau tikamlah aku!" ia meneruskan kepada si selir. "Memang sudah lama aku menantikanmu!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Suara itu perlahan dan sabar, tetapi mendengar itu, Eng Kouw merasa ia seperti mendengar guntur,
hingga ia berdiri tercengang, golok terlepas jatuh sendirinya dari tangannya. Begitu ia sadar, ia menutupi mukanya, ia lari ke luar dari kuil. Mulanya masih terdengar tindakan kakinya, lalu itu lenyap.
Semua orang saling mengawasi, mereka pun
tercengang semua berdiam. Hanya selang sesaat, di situ terdengar dua kali suara menggabruk, lalu terlihat si tukang pancing dan si petani roboh terguling. Karena mereka telah menjadi korban jarum beracun dari Eng Kouw. Tadinya mereka masih dapat bertahan,
sekarang setelah mendapatkan guru mereka selamat, saking girang, habis tenaga perlawanannya, mereka roboh sendirinya.
Si pelajar kaget. "Lekas undang paman guru!"
katanya. Belum berhenti suara si pelajar ini, atau Oey Yong telah muncul bersama si pendeta India, maka pendeta itu lantas dapat bekerja menolongi dua keponakan murid itu, selain dikasih obat makan, jeriji tangan mereka pun dibelek, untuk mengeluarkan darahnya yang sudah kecampuran racun. Habis bekerja, ia berkata-kata seorang bagaikan memuji.
Itulah kata-kata dalam bahasa Sansekerta. It Teng ketahui bahasa itu, ia lega hatinya. Sebab si sutee, adik seperguruan mengatakan lukanya dua orang itu tidak berbahaya untuk jiwanya, bahwa mereka harus beristirahat dua bulan nanti mereka sembuh betul.
Ketika itu Kwee Ceng sudah menukar pakaiannya dan lukanya pun telah dibalut, ia berlutut di depan It Teng untuk minta maaf.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
It Teng mengangkat bangun tubuh pemuda itu.
"Kau berkorban untuk menolongi aku, akulah yang berhutang budi," katanya. "Semua ini karena salahku."
Ia menoleh kepada si pendeta India, untuk
menjelaskan pertolongan anak muda itu.
Pendeta itu kembali mengucapkan kata-kata dalam bahasa Sansekerta. Mendengar itu, Kwee Ceng heran.
"Aku kenal ini," katanya, dan ia terus menghapal lanjutannya kata-kata itu, menurut ajarannya Ciu Pek Thong.
It Teng dan si pendeta India menjadi heran pemuda ini mengerti bahasa asing itu.
"Bagaimana ini?" menanya Toan Hongya pada anak muda itu.
Kwee Ceng jujur, ia lantas menutur kepada ia
mengerti bahasa itu. Mendengar keterangan itu, It Teng menghela
napas. "Tatmo Couwsu memang orang India, tetapi di waktu menulis Kiu Im Cin-Keng, ia memakai bahasa Tionghoa," katanya, "Cuma di bagian-bagian pokok, ia tetap menggunai bahasa Sansekerta. Kitab itu
memang sangat sukar dimengerti, sukar juga
dihapalnya." Kemudian pendeta itu menitahkan keempat
muridnya dan yang lain-lain keluar dari kamar, habis itu ia menjalin, ia memberi penjelasan pada Kwee
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ceng dan Oey Yong tentang bunyi Kiu Im Cin-keng seperti dihapalkan Kwee Ceng barusan.
It Teng dapat memberi penjelasan sempurna, Oey Yong lantas mengerti, sedang Kwee Ceng si bebal, mengerti enam sampai tujuh bagian.
Kemudian berkatalah It Teng Taysu: "Aku telah terluka hebat, turut biasa, aku mesti beristirahat lima tahun, baru kesehatanku akan pulih, tetapi dengan memperoleh warisan Tatmo Couwsu ini, aku rasa tak usah sampai tiga bulan, aku akan sudah sembuh seanteronya."
Kwee Ceng dan Oey Yong menjadi girang sekali.
Sejak ttu, muda mudi ini lantas berdiam di atas gunung, menemani It Teng Taysu. Si pendeta telah mewariskan kepandaiannya It Yang Cie, Sian Thian Kang dan penjelasan lebih jauh dari Kiu Im Cin-keng, sedang mereka berbareng menjagai pendeta ini
lantaran dikhawatir Eng Kouw nanti berbalik pikiran dan datang pula untuk menuntut balas, selagi masih sakit, tentu It Teng tidak dapat membela dirinya.
Dihari kedelapan, selagi Oey Yong dan Kwee Ceng berlatih di luar kuil, mereka mendengar suara burung berbunyi di udara, suaranya nyaring tapi nadanya sedih, lalu segera terlihat burungnya mendatangi dari arah timur.
"Bagus, Kim-wawa sampai!" berseru si pemudi seraya bertepuk tangan.
Segera juga kedua burung rajawali sampai dan
turun. romannya lesu. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Muda mudi ini heran, mereka lantas memeriksa. Di dada kiri rajawali betina ada nancap sebatang panah pendek, dan di kaki rajawali jantan ada sepotong juiran cita hijau. Kim-wawa sebaliknya tidak ada. Oey Yong mengenali, juiran itu ialah juiran baju ayahnya. Ia menjadi kaget. Pasti kedua burung itu telah sampai di Tho Hoa To. Mungkin Tho Hoa To kedatangan musuh tangguh maka ayahnya tidak sempat melayani ia dalam urusan ikan emas itu. Heran adalah
terpanahnya burung itu. Musuh mestinya lihay.
Celakanya, kedua burung tidak dapat berbicara. Oleh karena berkhawatir Oey Yong lantas mengajak Kwee Ceng menemui Thian Tek, untuk berpamitan. Kepada pendeta itu dituturkan sebabnya niat kepergian mereka. It Teng tidak dapat menahan kedua
tetamunya ini. Si pengail dan petani lagi sakit, mereka rebah di pembaringan, maka itu si pelajar dan si tukang kayu yang mengantarkan turun gunung. Di kaki gunung si nona mendapatkan kuda dan burungnya. Di situ, kedua pihak berpamitan.
Perjalanan ini dilakukan Oey Yong dengan gembira.
Ia tidak terlalu mengkhawatirkan ayahnya, yang ia tahu lihay dan pintar, umpama musuh tangguh sekali, pasti ayahnya itu dapat mempertahankan diri.
"Semenjak kita berkenalan, entah berapa banyak kali kita menghadapi ancaman bahaya," katanya. "Dan selamanya, di dalam bahaya, kita memperoleh
kebaikan. Lihatlah kali ini. Aku terhajar Khiu Cian Jin, akhirnya aku memperoleh It Yang Cie dan Kiu Im Sin Kang."
"Aku rela tidak mengerti ilmu silat asal kau selamat tidak kurang suatu apa," kata Kwee Ceng.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Senang hatinya si nona, ia girang bukan main. Tapi ia tertawa dan kata: "Ah, ah, untuk mengambil-ambil hati, jangan kau omong enak saja! Tanpa mengerti ilmu silat, tentulah kau telah orang hajar mati! Jangan kata Auwyang Hong dan See Thong Thian semua,
walaupun satu anggota saja dari Tiat Ciang Pang, dia bisa membacok kutung lehermu!"
"Biar bagaimana, aku tidak akan mengijinkan kau terluka lagi!" kata si anak muda. "Kali ini lukamu hebat sekali, melihatnya saja hatiku tidak kuat?" Di Lim-an aku terluka, aku merasa tidak apa-apa."
"Kalau begitu, kau tidak punya hati!" kata si nona tertawa.
Kwee Ceng heran. "Kenapa begitu?" ia tanya.
"Kau terluka, kau tidak merasa, tetapi bagaiman dengan aku?" kata si nona.
Si anak muda diam, lalu dia tertawa lama. Ia
menjepi perut kuda, maka kudanya itu lantas kabur.
Tengah hari itu mereka tiba di kecamatan Tho-goan Oey Yong belum pulih kesehatannya, disebabkan menunggang kuda terlalu lama, ia merasa letih, kedua pipinya menjadi merah, napasnya pun kurang lurus jalannya, maka Kwee Ceng ajak ia mampir di rumah makan Pie Cin Lauw.
Sembari dahar Kwee Ceng minta pelayan tolong
memanggili tukang perahu, yang perahunya hendak di sewa untuk menyeberang ke Hankauw.
"Kalau tuan menumpang, tuan bisa menghemat sewaan perahu," kata pelayan itu. "Kalau tuan memborong sendiri, sewanya mahal?""
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong tidak senang si pelayan banyak bicara. Ia mengasih lihat roman gusar, ia melemparkan uang perak lima tail.
"Cukup tidak?" ia tanya.
"Cukup, cukup!" kata si pelayan, yang lantas ngeloyor pergi.
Kwee Ceng tidak mau si nona minum arak ini,
khawatir arak mengganggu kesehatannya, dari itu ia pun tidak minum.
Tengah mereka bersantap, pelayan kembali
bersama seorang tukang perahu, katanya dia minta uang sewa empat tail enam chie, dapat nasi tanpa lauk pauk.
Oey Yong akur, tanpa banyak bicara, ia
menyerahkan uang lima tail itu.
Tukang perahu itu menerima uang, ia memberi
hormat sambil menunjuk mulutnya, suaranya tidak karuan. Ternyata dia gagu. Kedua tangannya lantas digunai sebagai gantinya.
Oey Yong mengerti pembicaraan dengan tangan
itu, ia melayani, atas mana tukang perahu itu berlalu dengan kegirangan.
"Apa yang kamu bicarakan?" tanya Kwee Ceng.
"Kata dia, habis bersantap kita berangkat. Aku menyuruh dia membeli beberapa ekor ayam beberapa kati daging, uangnya sebentar kita ganti."
Pemuda itu menghela napas.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kalau dia bertemu aku, tak tahu aku mesti bikin apa?"" katanya. Kemudian ia ingat Ang Cit Kong.
Inilah disebabkan hidangan lezat yang dimakannya itu.
Ia kata: "Entah suhu ada di mana dan bagaimana dengan lukanya?""
Selagi Oey Yong mau menyahuti, ia mendengar
tindakan kaki di tangga lauwteng, lantas ia melihat naiknya dua too-kauw, ialah imam wanita. Mereka menutupi muka hingga tinggal matanya yang terlihat.
Mereka mengambil meja di pojok, kepada pelayan, yang satunya bicara perlahan.
Oey Yong merasa ia seperti kenal dua imam itu tetapi ia tidak ingat betul.
Kwee Ceng melihat kawannya memperhatikan
orang, ia menoleh, justru imam yang satu lagi mengawasi ia. Dia itu lantas melengos.
"Engko Ceng, imam itu tergerak hatinya!" kata Oey Yong perlahan sambil tertawa. "Dia tentu mengatakan kau tampan sekali?""
"Hus, jangan ngaco!" kata si anak muda. "Mereka orang suci?""
Masih si nona tertawa. "Kalau kau tidak percaya, lihat saja nanti!" katanya.
Habis bersantap, mereka turun dari lauwteng. Si nona bercuriga, ia menoleh ke arah kedua too-kouw itu, kebetulan yang satu lagi menyingkap tutup mukanya, maka melihat muka orang, hampir ia berseru heran. Si too-kouw menggoyangi tangan, lekas-lekas dia menutup mukanya, untuk terus tunduk dan dahar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kejadian itu cepat sekali, Kwee Ceng tidak
melihatnya. Di pintu rumah makan, tukang perahu sudah
menantikan. Oey Yong memberi tanda bahwa ia
hendak belanja sebentaran. Tukang perahu itu
mengangguk, ia menunjuk ke pinggir kali dimana ada perahunya. Si nona mengangguk, lantas ia berjalan terus bersama Kwee Ceng. Mereka melihat tukang perahu itu berdiri menantikan. Di sebuah jalan di sebelah timur, dari mana rumah makan tak nampak lagi, Oey Yong berhenti, matanya mengawasi ke rumah makan itu.
Tidak lama kedua too-kouw tadi nampak keluar.
Mereka mengawasi kuda merah dan burung rajawali.
Terang mereka lagi mencari orang. Setelah itu mereka bertindak ke barat.
"Mari," berkata si nona, yang terus menarik ujung baju si pemuda.
Kwee Ceng heran tetapi ia ikut tanpa bicara.
Kota Tho-goan tidak besar, tak lama mereka sudah keluar dari pintu timur. Dari situ si nona menuju ke selatan, melewati pintu, lalu mengambil jurusan barat.
"Kita menguntit kedua too-kouw itu?" Kwee Ceng tanya akhirnya. "Ah, jangan kau main-main denganku!"
"Main-main apa?" berkata si nona tertawa. "Tookouw demikian cantik, seperti bidadari! Menyesal kalau kau tidak mengikuti dia!"
Si anak muda menghentikan tindakannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Yong-jie, kalau kau menyebut lagi, aku akan marah!" katanya.
"Ah, ah, aku tidak takut!" kata si nona. "Coba kau marah, aku lihat!"
Si pemuda kalah desak, ia lantas mengikuti pula.
Kira lima enam lie, di sana terlihat kedua imam wanita duduk di bawah pohon kayu di tepi jalan. Ketika mereka menampak si muda-mudi, mereka berbangkit dan berjalan pergi ke jalan kecil yang menuju ke lembah.
Oey Yong menarik tangan pemudanya, untuk diajak pergi ke jalan kecil itu.
"Yong-jie!" kata si anak muda. "Kalau kau tetap bergurau, nanti aku pondong kau untuk dibawa balik!"
Si nona tidak memperdulikan.
"Aku letih, pergilah kau mengikuti sendiri!" katanya.
Pemuda itu lantas berjongkok. "Mari aku gendong kau!" katanya. Ia kata tidak ingin ia nanti terbit onar pula. Agaknya ia sangat memperhatikan si nona.
Oey Yong tertawa. "Nanti aku singkap sapu tangan penutup mukanya untuk kau lihat!" katanya. Dan ia mempercepat tindakannya, menyusul ke dua too-kouw itu. Ia lari.
Kedua imam wanita itu berhenti jalan, bahkan
mereka menantikan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Begitu sampai, Oey Yong menubruk too-kouw yang lebih jangkung, tangannya membuka tutup muka
orang. "Yong-jie, jangan!" Kwee Ceng berseru selagi ia menyusul. Tapi sudah kasep. Ketika ia melihat muka si too-kouw, ia berdiri menjublak.
Too-kouw itu bermuka sedih, air matanya
mengembang. Dialah Bok Liam Cu, si nona yang baru-baru ini mengikuti Yo Kang pergi ke barat.
"Enci Bok, kau kenapa?" tanya Oey Yong sambil merangkul.
"Apakah Yo Kang kembali menghinamu?"
Liam Cu tunduk, ia tidak menyahuti.
Kwee Ceng menghampirkan. "Sie-moay," ia memanggil.
Nona itu yang dipanggil adik - sie-moay - menyahuti dengan perlahan.
Oey Yong menarik tangan nona itu, untuk diajak duduk di bawah pohon di tepi kali kecil di dekat mereka.
"Enci, bagaimana caranya dia menghina kau?" ia menanya pula. "Mari kita cari dia untuk membuat perhitungan! Juga aku dan engko Ceng telah
dipermainkan dia, hampir jiwa kita melayang di tangannya!"
Liam Cu tidak lantas menyahuti, hanya ia
menggapai kepada kawannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Adik, mari!" ia memanggil.
Karena memperhatikan Liam Cu, Oey Yong dan
Kwee Ceng melupai too-kouw yang satunya itu. Baru sekarang mereka menoleh dan memandang dia.
Kebetulan too-kouw itu lagi mengawasi si anak muda, hingga sinar mata mereka bentrok.
Too-kouw itu menghampirkan, ia pun menyingkirkan tutup mukanya, terus ia menjura kepada si anak muda seraya berkata: "Inkong, baik?"
Kwee Ceng heran sekali. Nona itu ialah Cin Lam Kim. Pantas dia memanggil ingkong, tuan penolong. Ia lekas membalas hormat. Ia sekarang melihat tegas, di rambut dan di kuping si nona ada bunga kecil warna putih dan pakaian dalamnya dari kain kasar, tanda dari berkabung.
"Mana kakekmu?" ia tanya. "Apa ia baik.
Nona itu tidak lantas menjawab, ia hanya menangis.
Itulah tanda yang kakeknya telah menutup mata.
Liam Cu berbangkit, ia menarik tangannya Nona Cin, untuk diajak duduk bertiga, hingga tubuh mereka berbayang di permukaan air.
Kwee Ceng duduk terpisah dari mereka itu, ia
duduk di atas sebuah batu, pikirannya bekerja. Ia heran dengan pertemuan sama kedua nona ini.
Kenapa mereka dandan sebagai imam dan di rumah makan tidak mau lantas menegur" Kenapa si empeh Cin meninggal dunia"
Oey Yong melihat kedua nona itu tengah berduka, ia tidak menanyakan mereka, hanya ia memegangi tangan mereka masing-masing dengan erat-erat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Adik, Kwee Sieko," kata Liam Cu kemudian,
"Perahu yang kamu sewa ada perahunya orang Tiat Ciang Pang dan mereka itu sudah mengatur daya untuk mencelakai kamu."
Oey Yong dan Kwee Ceng kaget. Inilah mereka
tidak sangka. "Kau maksudkan perahunya si gagu itu?" akhirnya mereka tanya.
"Benar. Tapi dia bukannya gagu, dia berpura-pura.
Bahkan dia orang lihay dari Tiat Ciang Pang. Karena suaranya keras, rupanya dia khawatir kamu bercuriga mendengar suara itu, ia pakai akal."
"Kalau kau tidak omong, enci, benar-benar aku tidak tahu," kata Oey Yong. Ia benar kaget sekali.
Kwee Ceng lantas naik ke atas pohon, akan
memandang kelilingan. Di situ cuma ada dua tiga orang tani. Maka ia kata di dalam hatinya. "Kalau Oey Yong tidak mengambil jalan mutar, pasti ada orang Tiat Ciang Pang yang menguntit kita."
Liam Cu menghela napas. Ia berkata pula,
perlahan: "Urusanku dengan Yo Kang, kamu telah mendapat tahu, hanya kemudian diwaktu membawa jenazah ayah dan ibu angkatku ke Selatan, aku bertemu pula dengannya di Gu-kee-cun di Lim-an?""
"Hal itu kami sudah ketahui, enci," kata Oey Yong.
"Kami pun melihat dia membinasakan Auwyang Kongcu?""
Liam Cu heran, matanya dibuka lebar. Ia tak dapat mempercayai.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong tahu orang sangsi, maka ia memberikan keterangan bahwa itu waktu ia berdua Kwee Ceng ada di kamar rahasia lagi beristirahat. Ia pun menceritakan halnya Yo Kang mengaku jadi pangcu dari Kay Pang, cuma ia menuturkan itu secara singkat, sebab ia lebih ingin mengetahui hal ikhwal nona ini.
"Dia jahat, pasti dia tidak bakal dapat pembalasan baik!" kata Liam Cu sengit. "Maka aku cuma bisa menyesalkan diri yang mataku tidak ada bijinya.
Rupanya sudah takdir, sudah nasib aku bertemu dengannya."
Oey Yong mengeluarkan sapu tangannya,
menyusuti air mata nona itu.
Liam Cu sangat berduka, sampai sekian lama, baru dapat ia berkata pula.
Bab 66. NASIB Dengan tangan kanannya, nona Bok menggenggam
erat tangannya Oey Yong, dengan tangan kirinya ia mengusap-usap belakang tangan nona itu. Dengan matanya, ia mengawasi rontoknya bunga ke
permukaan air. "Melihat dia membunuh Auwyang Kongcu, aku menduga dia telah merubah perbuatannya yang
sudah-sudah," demikian ia melanjuti. "Aku lebih girang lagi melihat dia disambut kedua orang lihay dari Kay Pang, yang memperlakukan dia hormat sekali.
Begitulah aku turut dia sampai di Gakciu di mana pihak Kay Pang mengadakan rapat besarnya di gunung Kun San. Lebih dulu daripada itu, diam-diam dia
Pendekar Pemanah Rajawali Sia Tiauw Eng Hiong Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memberitahukan aku bahwa Ang Pangcu telah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
meninggalkan pesan agar ia menjadi pengganti
pangcu. Aku heran dan girang, tetapi aku sangsi, hanya melihat semua orang Kay Pang begitu
menghormati dia, kesangsianku lenyap. Aku bukan orang Kay Pang, tidak dapat aku menghadiri rapat, maka itu aku menanti di dalam kota. Aku pikir, dengan menjadi pangcu dari Kay Pang, pasti dia bakal bekerja untuk negera dan rakyat, pasti besar usahanya. Aku percaya juga, dia bakal menumpas musuhku, guna membalaskan sakit hati ayah dan ibu angkatku. Malam itu aku berpikir keras hingga aku tidak dapat tidur pulas. Di waktu fajar selagi aku mulai lelah dan tidur layap-layap, mendadak dia pulang dengan jalan lompat masuk dari jendela. Aku kaget, aku kira dia mau main gila pula. Ketika aku hendak menegur, dia mendahului berbisik. 'Adik, urusan gagal, mari kita lekas menyingkir!' Aku lantas tanya dia apa sudah terjadi, dia menjawab; 'Di dalam Kay Pang ada pemberontak. Golongan Baju Kotor dan Baju Bersih bentrok karena urusan mengangkat pangcu, mereka bertempur, sudah ada banyak orang yang binasa.' Aku kaget dan heran, aku menanya bagaimana duduknya.
Ia menjawab: 'Karena yang terbinasa begitu banyak, aku mengundurkan diriku sendiri, aku tidak mau jadi pangcu lagi.' Aku pikir, tindakan itu benar. Ia menerangkan pula, 'Tapi pihak Pakaian Bersih tidak mau melepaskan aku syukur aku dibantu Khiu Pangcu dari Tiat Ciang Pang, dengan begitu bisa juga aku meloloskan diri dan berlalu dari Kun San. Sekarang ini mari kita pergi ke Tiat Ciang San untuk menyingkir buat sementara waktu.' Aku tidak tahu Tiat Ciang Pay itu rombongan baik atau jahat, aku turut padanya.
Setibanya di Tiat Ciang San, baru aku melihat gerak-geriknya Khiu Pangcu aneh, rupanya mereka ada dari kaum sesat. Karena itu aku usulkan dia mencari Tiang Cun Cu Khu Cie Kie, supaya imam itu mengundang orang-orang gagah, untuk membantu pihak Kay Pang mengadakan tata tertib partainya, supaya bisa dipilih
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
satu pangcu yang tepat. Aku kata, dia tidak dapat pergi dengan begitu saja, dia mesti ingat budinya Ang Pangcu serta menjalani baik-baik pesannya. Tapi dia aneh, dia bukan. bicara dari hal Kay Pang, dia justru menimbulkan urusan pernikahan. Kita jadi bentrok.
Aku telah memberi teguran padanya."
"Bagaimana kemudian?" Oey Yong tanya selagi si nona berhenti sebentar.
"Besoknya aku menyesal atas percederaan kemarin itu," kata Lim Cu melanjuti. "Dia benar tidak memperhatikan lagi urusan Kay Pang, tetapi dengan menimbulkan soal pernikahan, itu tandanya dia mencintai aku. Aku merasa aku menegur keras
padanya, pantas dia menjadi tidak senang. Hanya malam itu, hatiku jadi bertambah tidak tenang. Aku menyalakan api, aku menulis surat padanya untuk meminta maaf. Aku bawa surat itu ke kamarnya, untuk meletakinya di bawah jendelanya. Selagi aku mau mengasih masuk surat itu di sela-sela jendelanya mendadak aku mendengar dia lagi bicara, entah sama siapa. Mulanya aku tidak berniat mendengari
pembicaraan mereka itu, hendak aku menaruh surat itu dan lantas pergi. Tapi aku jadi ketarik sebab aku mengenali suara orang itu. Dia mencoba bicara perlahan, toh aku dapat mendengarnya dengan nyata."
"'Siauw-ongya', demikian aku dengar 'Pikiran wanita memang tak ketentuannya. Kalau nona Bok itu tidak mau menurut, kau jangan terlalu buat pikiran.
Pikirannya itu mungkin buat sewaktu-waktu saja. Khiu Pangcu khawatir kau berduka, ia mengirimkan barang ini untuk kau melegakan hatimu.' Aku heran. Entah barang apa itu yang Khiu Pangcu hendak
memberikannya. Maka ingin aku melihatnya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendengar itu, Oey Yong pun heran dan turut ingin mengetahui. Bahkan la sayangi selagi di Tiat Ciang San ia tidak dapat melihatnya, kalau tidak, tentulah ia sudah merampas itu"!"
Liam Cu meneruskan pula ceritanya: "Dia
membilang terima kasih. Dia kata dia tidak berduka dan tak usah pangcu mengirimkan sesuatu
kepadanya. Tapi orang itu tertawa dan kata; 'Ongya lihat dulu, aku tanggung ongya girang!' Dia menepuk tangannya perlahan, dua kali. Tanda itu disusul sama datangnya dua orang yang menggotong sebuah
keranjang besar. Aku lantas mengintai. Orang tadi menghampirkan keranjang itu dan membuka tutupnya.
Oey Yong memotong; "Aku tahu isinya keranjang itu, kalau bukan ular berbisa tentulah kodok. Pernah aku melihat itu!"
Cin Lam Kim sebegitu jauh berdiam saja, dia tidak campur bicara, air mukanya juga tidak berubah, tapi kali ini dia mengawasi nona Oey.
"Adik, kau salah menerka!" kata Liam Cu. "Di dalam keranjang besar itu ada satu orang, ialah ini adik Cin!"
Oey Yong dan Kwee Ceng mengasih dengar suara
kaget perlahan. Baru sekarang nona Cin itu berbicara, matanya memandang ke kali, sikapnya tenang sekali. Ia kata;
"Semenjak inkong dan nona Oey pergi, bersama kakek aku tetap menuntut penghidupan sebagai penangkap ular. Kami selalu ingat kepada inkong, tak habisnya kami membicarakannya meskipun inkong tinggal di rumah kami cuma satu hari dua malam. Dengan
begitu, hidup kami tidak kesepian. Sampai pada suatu hari, selagi aku menangkap ular, aku kedatangan tiga
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orang yang berpakaian hitam semua. Tidak karuan rupa, mereka tertawa terhadapku. Aku curiga, lantas aku lari pulang. Mereka mengikuti. Belum aku tiba di rumah, mereka telah berhasil menyusul aku dan aku lantas dipegang. Aku ketakutan dan menjerit minta tolong. Kakek keluar, dia mau menolongi aku. Dengan lantas kakek dibunuh mereka itu."
Kwee Ceng gusar sekali hingga ia menumbuk
pahanya. "Dulu ada inkong yang menolong, kali ini ada siapa?" si nona melanjuti. "Begitu aku dibawa ke gunung Tiat Ciang San. Setibanya di puncak, baru aku mendapat tahu mereka juga telah menawan beberapa puluh orang lain yang hidupnya sebagai tukang menangkap ular. Khiu Pangcu mau menangkap
banyak ular, untuk dipakai melatih semacam ilmu."
Oey Yong mengangguk. "Aku tahu itu," katanya.
Lam Kim seperti tidak mendegar perkataan si nona, ia bicara terus: "Tiat Ciang Pang menitahkan aku menangkap ular. Sampai sebegitu jauh, aku tidak diganggu, bahkan dia menitahkan aku mengusir kodok hijau untuk berkelahi dengan kodok besar dan juga mengusir ular untuk memakani kodok besar itu. Hanya di dalam beberapa hari, tahulah aku apa sebabnya aksi mereka itu. Ialah mereka itu memperhatikan caranya semua binatang itu berkelahi, lalu mereka melatih diri dengan mencontoh perkelahiannya kodok hijau dan ular itu."
Mendengar sampai di situ, Oey Yong berlompat
bangun. "Engko Ceng!" katanya, "Juga Khiu Cian Jin lagi mengharap-harap Kiu Im Cin-keng!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng tidak mengerti. "Bagaimana?" dia tanya.
"Dia lagi memahamkan ilmu silat Kap Moa Kang dari See Tok. Kalau nanti datang waktu pertemuan yang kedua kali di gunung Hoa San, dia mau menjadi jago nomor satu di kolong langit ini."
Baru sekarang Kwee Ceng mengerti.
"Biar mereka berdua bertempur mati hidup, itu baru bagus," kata Oey Yong. "Engko Ceng, coba bilang, di antara mereka berdua, siapa yang terlebih lihay?"
Kwee Ceng berpikir. Lantas ia menggoyang kepala.
"Aku tidak tahu, mereka sama lihaynya."
"Ya, biarlah," kata pula si nona. Ia berpaling kepada Lam Kim, untuk menanya: "Enci, bagaimana kejadiannya maka kau dimasuki ke dalam keranjang?"
"Aku telah menjadi budaknya, jangan kata baru dimasuki ke dalam keranjang, disuruh mendaki gunung golok atau masuk ke dalam kuali panas, semua
terserah kepadanya ?"" sahut nona Cin masgul.
Oey Yong tidak puas dengan jawaban itu, tetapi mengingat orang lagi bersusah hati, ia tidak bilang suatu apa.
"Aku hampir menjerit melihat adik Cin muncul dari dalam keranjang," kata Liam Cu, yang melanjuti penuturannya. "Dia pun kaget. Bandit Tiat Ciang Pang itu berkata sambil tertawa kepada Yo Kang: 'Siauw-ongya, permainan ini tak ada kecelaannya, bukan"' Yo Kang menggoyang-goyang tangannya. 'JanganTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jangan!' katanya, 'Lekas bawa dia pergi! Kalau nona Bok ketahui ini, bisa onar ?"' Mendengar suaranya itu, aku menyangka dia benar berlaku baik padaku.
Tapi si bandit membujuk: 'Nona Bok mana tahu" Kalau ongya suka, lagi beberapa hari, apabila ongya turun gunung, dengan cara diam-diam kami nanti
mengantarkan dia ke istana, tapi jika ongya sudah bosan, biarkan saja dia di www.kangzusi.com sini.
Semua akan dilakukan hingga iblis pun tidak tahu.'
Lantas dia pegang adik Cin, untuk ditarik keluar dari keranjang, dia kata: 'Baik-baik kau melayani siauw-ongya. Inilah tugas bagus untukmu!' Setelah itu dia suruh dua orangnya berlalu dengan membawa
keranjang itu, dia sendiri turut berlalu sesudah memberi hormat pada Yo Kang. Ketika dia pergi, dia sekalian menutup pintu. Setelah berada sendirian, Yo Kang mengambil gunting, buat menggunting sumbu lilin, hingga apinya jadi lebih terang, hingga dia bisa memandang kecantikannya adik Cin. Sembari tertawa dia menghampirkan, untuk menarik tangan orang. Dia menanya nama dan umur adik Cin. Adik Cin tidak menyahuti. Lantas ia dipeluk dan mukanya dicium, sembari tertawa dia kata; 'Harum sungguh harum!'
Menyaksikan itu, bukan main panas hatiku, mataku seperti kabur, hingga aku tidak melihat apa yang dia lakukan terlebih jauh, sampai aku mendapatkan adik Cin memegang sebatang cagak kecil, dua cagaknya diarahkan ke dadanya sendiri. Ia mengancam:
'Memang aku sudah tidak mengharap lagi jiwaku, asal kau langgar pula tubuhku, akan kubunuh diri di depanmu!' Aku puji adik Cin. Aku juga harap Yo Kang nanti mundur. Dugaanku itu meleset. Acuh tak acuh, Yo Kang memutuskan dua buah kancing bajunya,
dengan itu dia menyentil dua kali. Dengan satu kancing dia membikin jatuh cagak di tangan adik Cin dengan yang lain dia menotok urat gagu orang.
Sampai di situ, habis sabarku, maka aku mendobrak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jendela dan berlompat masuk ke dalam kamar. Dia tercengang tapi lantas dia tertawa.
"Adikku, kebetulan kau datang!" kata dia padaku.
Entah kenapa melihat dia tertawa, hawa marahku lenyap separuhnya. Ketika kemudian dia membujuki aku, aku jadi bimbang, tidak tahu aku mesti berbuat apa. Adalah ketika itu, adik Oey, kau memanggil aku."
"Ketika itu aku juga tidak menyangka kau berada di atas gunung Tiat Ciang San," kata Oey Yong.
"Ketika enci bertempur sama Khiu Pangcu," kata Liam Cu, "Aku pergi ke luar, niatku untuk membantui, tetapi entah ke mana perginya enci semua. Kembali hatiku menjadi jeri. Diam-diam aku kembali ke kamar, aku mengintai di jendela. Samar-samar aku melihat dia memeluk pula adik Cin. Tiba-tiba saja aku muntah darah, lantas aku berseru: 'Baiklah, putus kita sampai di sini! Untuk selama-lamanya aku tidak akan melihat pula padamu!' Tanpa menanti jawaban, aku lari turun gunung. Keadaan ada sangat kacau itu waktu. Aku melihat dengan membawa obor orang-orang Tiat
Ciang Pang meluruk ke puncak Tiong Cie Hong.
Dengan begitu, aku turun gunung tanpa rintangan.
Hatiku menjadi tawar, niatku ialah untuk mati saja. Aku bertemu sebuah bangunan, yang gelap, aku langsung masuk ke dalamnya. Itulah sebuah kelenteng. Di tembok kiri aku melihat gambar lukisan seorang imam yang bersenjatakan sebatang pedang panjang,
sikapnya gagah, di samping itu ada tulisan tiga huruf, bunyinya Wa Sie Jin, artinya orang mati yang hidup.
Aku tidak tahu artinya kata-kata itu, hanya aku berpikir, kalau aku mati, siapa akan membalas sakit hati ayah dan ibu angkatku" Maka itu, aku lantas berdiam di situ, aku di terima menjadi murid oleh tookouw tua dari kelenteng tersebut. Besoknya aku merasakan tubuhku panas, lalu aku lupa akan diriku. Lewat beberapa hari,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
aku tersadar, aku mendapatkan adik Cin ini ada di depan pembaringanku, lagi merawati aku. Ia pun telah berdandan sebagai tookouw."
Oey Yong hendak menanya Lam Kim, bagaimana
caranya dia lobos dari Tiat Ciang San, akan tetapi karena khawatir nanti dapat jawaban kurang tepat seperti tadi, ia membatalkan niatnya itu. Sebaliknya nona itu mengawasi Kwee Ceng, sikap siapa seperti juga nona Oey, agaknya ingin ia memperoleh
keterangan. Ia lantas berkata: "Orang she Yo itu telah digaplok beberapa kali oleh enci Bok, dia menjublak saja. Ketika dia mendengar suara berisik dari sakunya dia mengeluarkan pedang pendek, yang ia selipkan di pinggangnya, terus dia memadamkan api. Dia
mendekati aku, dia mengusap-usap mukaku, setelah itu dia tertawa dan lompat keluar jendela. Kira satu jam, suara berisik menjadi kurangan, rupanya orang telah pada memburu turun gunung. Sebenarnya itulah saatnya untuk aku melarikan diri, apa celaka si orang she Yo telah mengikat aku, hingga aku mesti rebah di samping pembaringan tanpa berdaya. Masih aku
mendengar suara berisik, yang makin lama makin jauh dan akhirnya sirap. Selagi keadaan sunyi itu, si orang she Yo kembali dengan jalan melompati jendela seperti tadi. Lantas dia duduk di kursinya, dari bayangannya aku melihat dia menunjang janggut, dia duduk terpekur. Kemudian aku mendengar dia
mengoceh sendirian, katanya: 'Bocah she Kwee itu berani mendaki gunung, mestinya di belakang dia ada orang yang pandai yang menyusul. Maka inilah bukan tempat yang bagus! Buat apa aku berdiam lama-lama di sini"'"
"Manusia hina!" kata Oey Yong sengit.
Lam Kim menyambungi: "Kemudian dia menepuk meja, dia kata: 'Hm! Kau tidak sudi bertemu pula
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
denganku selamanya ?" Perduli apa" Asal usahaku berhasil, kekayaan dan kemuliaanku bakal tidak ada batasnya, itu waktu di dalam keratonku tentu telah berkumpul tiga ribu selir dan dayang! Mana aku kekurangan si cantik manis?"
"Dasar bangsat!" mendamprat Kwee Ceng yang mendongkol sekali.
Lam Kim terkejut mendapatkan tuan penolongnya begitu gusar. Ia tidak tahu, dari kata-katanya Yo Kang itu, terang sudah orang she Yo itu hendak menjual negara, untuk keuntungan dirinya sendiri.
"Coba kau cerita terus," kata Kwee Ceng kemudian, sabar.
"Kau menghendaki aku bicara terus?" si nona menegasi.
"Kalau kau letih, kau beristirahatlah dulu," sahut si pemuda.
Nona Cin mengawasi pula, air mukanya berubah, toh ia bersikap tenang.
"Letih, itulah tidak," katanya. "Hanya aku mengalami kemalangan dan malu, susah aku mengatakannya
?"" "Kalau begitu, tidak usah kau bercerita. Mari kita omong dari lainnya hal."
"Tidak. Sebenarnya aku mesti menuturkan semua supaya kau tahu."
"Nah, nanti aku pergi ke sana, kau boleh bicara sama ini dua enci Bok dan Oey," berkata si pemuda
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang lantas berbangkit, untuk bertindak pergi. Ia menduga tentulah Yo Kang sudah main gila terhadap nona ini, sehingga dia likat untuk menuturkan pengalamannya itu.
Tetapi Lam Kim berkata. "Jikalau kau pergi, sampai mati juga aku tidak akan menuturkan. Selama dua hari ini, enci Bok berlaku baik sekali padaku, meski begitu, aku tidak mau bercerita kepadanya ?""
Kwee Ceng memandang Oey Yong, nona itu
mengedipi mata, menganjurkan ia berduduk, maka urung ia mengangkat kaki, bahkan ia duduk pula di tempatnya.
Lam Kim menghela napas. Ia nampak lega hatinya.
Lantas ia mulai bercerita pula: "Telah tetap keputusannya orang she Yo itu. Dia lantas berbenah.
Untuk itu dia menyalakan api. Ketika dia melihat aku di tepi pembaringan, dia terperanjat. Dia menyangka bahwa aku sudah kabur. Dia membawa ciaktay, untuk menyuluhi mukaku. Lantas dia tertawa dan berkata
'Hm! Karena kau, aku kehilangan dia! Sekarang kau pikirlah. Jikalau kau suka menurut aku, akan aku ajak kau turun gunung. Kalau tidak, boleh tetap rebah di sini, supaya orang-orang Tiat Ciang Pang perlakukan apa mereka suka. Aku menjadi bingung, aku
bersangsi. Berdiam di gunung, akibatnya tentu berbahaya, tetapi dengan turut dia, juga entah bagaimana akhirnya. Melihat aku berdiam saja, dia tertawa nyaring. Mendadak timbul nafsu binatangnya, dia lantas merusak diriku ?""
Tiga orang itu berdiam, cuma Bok Liam Cu berdiam sambil mengucurkan air mata. Itulah bukti Yo Kang main gila terhadapnya. Ia tahu Yo Kang busuk tetapi tidaklah disangka dia hina begitu rupa. Ia pernah mengasih ampun, tetapi sekarang"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Lam Kim tenang luar biasa. Dia bercerita seperti juga dirinya tidak ada sangkutnya dengan ceritanya itu.
Dia kata; "Karena aku telah ternodakan, aku lantas mengambil putusan. Aku ikut dia turun gunung. Aku telah pikir, aku mesti menuntut balas, habis mana, hendak aku menghabiskan jiwaku. Gunung Tiat Ciang San itu sangat berhahaya, dengan susah payah dia membantu aku turun. Sampai fajar muncul, kita masih ada di tengah gunung. Dia malu bertemu sama orang Tiat Ciang Pang, dia mengambil jalan dari belakang gunung. Dia sengaja memilih tempat yang tidak ada jalannya. Dengan begitu, sering dia merayap pada pohon rotan. Maka perjalanan jadi semakin lama.
Lereng gunung pun makin berbahaya. Di sana ada jurang yang dalam sekali, aku melihatnya hingga kakiku lemas. Tiba di tempat tinggi, kaki tanganku bergemetaran. Dia tertawa. 'Aku nanti gendong kau, asal kau jangan bergerak! Nanti kita berdua habis ?"'
Lantas dia jongkok di depanku. Aku pikir inilah ketika yang paling baik untukku, untuk mati bersama. Aku lantas mendekam di punggungnya kedua tanganku memeluk erat lebernya. Selagi dia hendak berbangkit, dengan kakiku, aku menjejak keras batu besar di sisiku. Dia kaget. dia menjerit keras. Kita berdua jatuh."
Bok Liam Cu kaget hingga ia berkaok. Tapi segera ia ingat kejahatannya Yo Kang, lantas ia mengertak gigi. ia menguati hati.
"Aku merasakan tubuhku melayang," Lam Kim meneruskan.
"Aku girang. Kalau tubuhku hancur lebur, dia tentu bakal hancur lebur juga. Mendadak aku merasakan gentakan hebat, mataku kabur, hatiku memukul. Aku menduga habislah aku. Tapi segera aku mendengar Yo Kang tertawa terbahak. Ketika aku membuka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mataku, aku melihat tangan kanannya merangkul cabang pohon cemara, yang tumbuh di lereng itu.
Tubuh kita berdua bergelantungan di cabang itu, yang telah menolong jiwanya. Tapi dia tidak sadar bahwa aku hendak membikin celaka padanya. Dia
menyangka aku ketakutan dan tak dapat berdiri betul.
Dia puas sekali yang kami ketolongan. Sembari tertawa dia kata: 'Jikalau bukan siauw-ongya lihay ilmu silatnya, apa kira jiwa kecilmu masih ada"' Pohon itu terpisah dari tanah cuma tujuh atau delapan tombak.
Dia lantas merayap ke pohon. Dia kata pula:
"Sekarang kita turun dulu ke lembah, di sana baru kita mencari jalan keluar.' Di dalam lembah itu ada hanya rumput-rumput yang sudah busuk dan tulang-tulang binatang. Dengan satu tulang paha, dia membuka jalan, sembari jalan dia bicara sambil tertawa-tawa padaku. Aku takut dia curiga, nanti sukar aku turun tangan, terpaksa aku melayani dia bicara. Tidak lama, dia berteriak sambil lompat mundur. Dia menggunai tulangnya membiak rumput tebal di mana tadi dia menaruh kaki. Di situ dia mendapatkan satu mayat, yang mengenakan baju kuning. Muka mayat rusak hingga tak dapat dilihat lagi, cuma kumis dan jenggotnya yang putih bertitikan darah segar. Rupanya belum lama dia jatuh mati di situ."
"Si tua bangka Khiu Cian Lie telah mampus, toh masih ada orang yang melihat cecongornya!" kata Oey Yong.
"Yo Kang memeriksa tubuhnya mayat itu," berkata pula Lam Kim. "Banyak barang yang didapatkan, seperti cincin, pedang pendek dan batu bata. 'Kiranya tua bangka ini mati di sini,' dia kata. Sembari berkata begitu, dia menarik keluar sejilid buku ?""
"Mungkin itu buku sulapnya," kata Oey Yong.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Seperti yang tidak mendengar perkataan si nona, Lam Kim bercerita terus: "Si orang she Yo itu membuka dan memeriksa buku itu, kelihatannya dia ketarik hatinya, dia membalik-balik terus lembaran dengan romannya girang. Kemudian dia simpan buku itu di dalam sakunya. Habis itu kami berjalan terus.
Satu hari kami berada di dalam selat, sampai magrib baru kami tiba di mulut selat itu. Kami mencari rumah seorang tani untuk menumpang bermalam. Dia suruh aku mengaku sebagai istrinya, katanya agar orang jangan curiga. Habis bersantap malam, dia
menyalakan api, dia membuka buku yang tadi, untuk diperiksa pula. Aku melihat dia menggeraki tangan dan kakinya, seperti lagi bersilat. Rupanya buku itu ada buku pelajaran silat. Aku menyender di pembaringan letih dan berduka, rasanya malas aku bergerak.
Mendadak aku mendengar dua kali suara kodok di luar jendela. Aku tahu betul, itulah suara kodok hijau dicekuk ular berbisa. Dengan tiba-tiba aku mendapat pikiran. Aku ingat kakekku yang telah mati itu, ia tentu telah berkumpul bersama ayah ibuku, sekalian
pamanku dan yang lainnya di dunia baka. Aku
sebaliknya, di dalam dunia ini aku hidup sebatang kara, hidup menderita, sengsara dan ternoda, bahkan mau mati juga sukar. Karena mendapat ingat itu, aku kata pada orang she Yo itu: 'Siauw-ongya, aku hendak keluar sebentar.' Dia tertawa. 'Baik,' katanya. 'Asal jangan kau memikir untuk kabur, sebab dalam sekejap, pasti aku dapat menyusul kau!' Aku menjawab; 'Aku lari" Lari ke mana"' Ia tertawa pula dan kata: 'Itu betul.
Dengan tidak memikir lari, kaulah anak yang manis!'
Sekeluarnya dari kamar, aku pergi ke belakang. Aku berdiri sebentar. Aku mendengar suara si ular lagi menelan mangsanya. Diam-diam aku menghampirkan ular itu, aku tangkap ekornya, terus aku menekuk dia, lalu aku membungkusnya dengan sapu tangan. Lantas aku kembali ke dalam. Senang dia melihat aku kembali begitu cepat. Dia tertawa dan mengangguk-angguk.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kembali dia membaca bukunya itu. Kemudian dia kata;
'Pergi kau tidur lebih dulu, sebentar aku temani kau.' Di dalam hatiku, aku damprat dia: 'Orang jahat, hari ini Thian menyuruhnya aku membalas sakit hatiku!"'
Mendengar sampai di situ, Oey Yong lantas ketahui apa cara membalas sakit hati nona Cin ini. Liam Cu juga mendapat menduga samar-samar, maka
teganglah hatinya. Cuma Kwee Ceng yang masih
belum mengerti. "Aku mengebut pembaringan mengusir nyamuk, terus aku menurunkan kelambu," Lam Kim
menyambungi pula. "Sembari merebahkan diri, aku membuka sapu tanganku, akan mengeluarkan ular itu.
Aku menekannya, supaya dia tidak berkutik-kutik.
Dengan tangan kiriku, dengan kipas, aku menutup tubuh ular. Kemudian aku menantikan. Aku mesti menahan napas. Sampai lama dia belum naik ke
pembaringan, dia seperti melupakan aku. Hatiku berdenyutan. Aku khawatir aku gagal. Minyak pelita menjadi semakin kurang, cahayanya pun menjadi guram, akhirnya api padam. Barulah itu waktu aku mendengar dia tertawa dan berkata: 'Haha, aku harus mati! Lantaran membaca buku saja, aku sampai
melupakan si manis! Mustikaku, jangan kau sesalkan aku ?"' Aku tidak menyahuti, malah aku berlagak pulas dengan mengasih dengar suara menggeros
perlahan. Tetapi kupingku kupasang. Aku mendengar dia menutup bukunya, yang di kasih masuk ke dalam sakunya. Aku mendengar dia membuka baju luarnya.
Aku mendengar juga dia naik di pembaringan dan membuka sepatunya. Ketika itu hawa sangat panas, dia meloloskan semua pakaiannya. Ketika dia
memeluk aku, aku masih terus berpura-pura pulas, adalah tangan kiriku dengan perlahan-lahan
menyingkirkan kipas, lalu tangan kananku membawa kepala ular ke dadanya. Dengan kukuku, aku mencubit
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ular itu, membikinnya kesakitan dan kaget, karena mana dia lantas menggigit dada si jahat. Dia kaget, dia berteriak: 'Apa"' Terus dia berlompat turun dari pembaringan. Sekarang dia merasakan ular masih menggigit dadanya, dia menariknya hingga terlepas, tetapi gigi ular itu copot dan nancap di dadanya."
Liam Cu kaget hingga ia berjingkrak bangun,
matanya mengawasi nona Cin. Ia ini bercerita sampai di bagian sangat tegang itu tetapi romannya, suaranya juga, tenang- tenang saja. Menampak demikian, nona Bok ini kagumsekali.
"Dia lantas berteriak-teriak: 'Ular! Ular!"' Lam Kim masih meneruskan dengan sabar sekali. "Ketika itu aku masih belum memikir lantas mati, aku hendak menyaksikan dia tersiksa, habis itu baru aku mau pergi ke dunia baka menjenguk kakek dan ayah bundaku, maka aku pun berpura-pura kaget dan berteriak-teriak:
'Apa" Ular" Mana" Mana"' Dia menyahuti: 'Aku digigit ular!' Aku menanya pula: 'Mana ularnya" Lekas pasang api! Lekas!' Benar-benar dia menyalakan api.
Aku melihat empat liang kecil dan hitam-hitam di dadanya, diam-diam aku bergirang. Lantas aku kata padanya: 'Kau rebah saja, jangan bergerak, nanti aku pergi mencari daun obat-obatan.' Tuan rumah pun bangun dengan kaget. Dia kata: 'Memang di sini ada ular berbisa, hanya heran dia bolehnya naik ke pembaringan ?"' Aku lantas bawa pelita dan pergi ke luar, untuk mencari daun obat-obatan. Yang aku cari bukan daun obat untuk memunahkan bisa ular,
sebaliknya obat yang bisa membikin racun ular itu bekerja semakin berbahaya ?""
Ketika si. nona bercerita sampai di situ, sebelah tangannya Liam Cu melayang ke mukanya, hingga sebelah pipinya menjadi merah dan bengkak.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong lantas menyambar tangannya nona Bok.
"Enci, bukankah binatang itu harus mendapatkan bagiannya?" ia menegur.
Liam Cu berdiam, kepalanya pusing. Ia berdiam dengan mata mendelong.
Lam Kim telah di tempiling ia tidak menggubrisnya, ia masih melanjuti ceritanya: "Daun obat itu tidak dapat dicari dalam tempo sebentaran itu, aku pun tidak terus mencarinya. Dia telah digigit ular beracun, dia tidak dapat bertahan enam jam, maka aku mencabut rumput sembarangan, aku mamah itu, dengan itu aku
beborehkan dia. Dadanya itu telah bengkak dan bergaris hitam. Beberapa kali sudah dia pingsan. Aku berduduk di sisinya berpura-pura menangis. Mulanya aku berpura-pura, di akhirnya aku menangis benar-benar. Aku ingat akan nasibku, aku jadi sangat bersedih. Satu kali dia sadar dia mengawasi aku dengan tajam. Rupanya dia menyangka akulah yang sengaja menggigitkan ular itu kepadanya. Setelah melihat aku menangis, kecurigaannya itu lenyap. ia menghela napas dan kata; Akhirnya toh ada juga seorang yang mengucurkan air mata untukku ?"'
Dari tengah malam sampai fajar, lagi tiga kali dia pingsan lantas dia kedinginan, tubuhnya menggigil. Dia rupanya menduga jiwanya tidak bakal ketolongan lagi, dia kata padaku: 'Aku mau minta tolong padamu, kalau beres dan berhasil, kau akan mendapat pembalasan baik sekali.' Aku menjawab, 'Aku tidak mengharapi hadiah. Kau sebutkan saja. Dia menyuruh aku
mengambil bukunya dari sakunya, dia kata: 'Kalau aku sudah mati, kau ambil pedang pendekku ini, bersama ini buku, kau mengantarkannya ke istana Pangeran Chao Wang dari negara Kim, kau mesti
menyerahkannya sendiri di tangan pangeran itu. Bilang bahwa halnya surat wasiat Gak Bu Bok berada di dalam buku ini."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendengar itu Oey Yong dan Kwee Ceng saling
mengawasi hati mereka sama bertanya: "Kenapa bukunya Khiu Cian Lie itu ada hubungannya sama bukunya Gak Hui?"
"Dengan tenaganya yang hampir habis, dia melanjuti pesannya padaku," Lam Kim melanjuti tanpa memperhatikan sikap orang-orang di dekatnya itu. "Dia kata: 'Kau beritahu kepada Chao Wang bahwa dengan mulutku sendiri aku menjanjikan kau supaya kau diangkat menjadi permaisuri. Dengan begitu, maka kau bakal hidup senang dan mulia tak ada taranya.' Aku mengangguk tanpa membilang suatu apa. Dia tertawa sedih dan menanya: 'Kenapa kau tidak menghaturkan terima kasih padaku"' Aku tetap tidak menyahuti. Aku telah memikir, sesudah dia tidak dapat menggeraki tangan dan kakinya, hendak aku membikin hancur kitab itu di depan matanya, supaya di saat
kematiannya itu tidak saja dia tersiksa lahir tetapi juga bathinnya ?""
"Kau! Kau!" membentak Liam Cu bengis. "Kenapa kau begitu kejam" Benar dia berbuat tak pantas kepadamu tetapi itu disebabkan dia menyukai
kecantikanmu"!"
Oey Yong berduka, "Sayang, saying ?"" katanya perlahan.
"Sayang?" kata Lam Kim. Baru sekarang ia memperhatikan suara orang. "Manusia begitu jahat tetapi kematiannya masih di sayangi?"
Nona ini keliru mengerti. Oey Yong menjawab dia:
"Aku bukan menyayangi dia, aku menyayangi bukunya itu ?""
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nona Cin tidak meladeni pula, ia hanya
melanjutkan: "Di waktu fajar, manusia jahat itu berteriak-teriak meminta air. Aku menuangi air ke dalam sebuah mangkok dan meletaki mangkok itu di tepi pembaringan. 'Ini air', kataku. Dia mengulur tangannya, untuk mengambil mangkok itu. Aku
menggesernya sedikit jauh. Dia tidak dapat
mengambil, maka dia memaksakan diri untuk bangun, untuk berduduk. Nyata tenaganya tidak
mengijinkannya. 'Tolong, tolong kau kasihkan aku
?"" dia minta. 'Kau ambil sendiri,' kataku. Dia mengeluarkan seluruh tenaganya, tangannya
dilonjorkan. Dia berhasil mengambil mangkok air itu.
Nampaknya dia girang sekali. Akan tetapi tangannya kaku, tangannya itu tidak dapat ditekuk, ketika dia memaksa menekuknya, prang! Maka mangkok itu
terlepas dan jatuh pecah di tanah. Aku tahu bahwa dia telah habis tenaganya, maka aku ambil bukunya, aku bawa ke depannya seraya berkata: 'Bukankah kau menghendaki buku ini aku membawanya ke istana Chao Wang" Baiklah, kau lihat!' Aku merobeknya selembar, lembaran itu aku merobek-robeknya pula.
Dia nampak kaget. 'Kau ?" kau ?"" katanya.
Terang dia kaget dan gusar. Aku hendak menyiksa dia.
Habis merobek selembar, aku merobek selembar
lainnya. Dia gusar hingga dia pingsan. Aku menanti, aku menanti sampai dia sadar, lalu aku merobek pula.
Demikian sampai aku merobek beberapa lembar, dia lantas merapatkan matanya, tidak suka dia melihatnya lebih jauh. Meski dia tidak melihat, kupingnya dapat mendengar, kupingnya itu masih mendengar terus.
Demikian dia mendengari suara robekan kertas ?""
Seorang diri Lam Kim berbicara, tiga orang
mendengari dia. Tiga orang ini masing-masing
kesannya. Mereka seperti dapat membayangkan
romannya Yo Kang di atas pembaringannya, selagi nona Cin merobeki kertasnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tiba-tiba aku melihat perubahan pada air mukanya," nona Cin melanjuti. "Dia seperti lagi memasang kuping, memperhatikan sesuatu. Aku
berhenti merobek kertas. Aku juga memasang
kupingku. Segera aku mendengar suara bicaranya beberapa orang serta tindakan kaki mereka itu, mulanya jauh. Di saat kematiannya, binatang itu masih licik sekali. Dia berpura-pura tidak mendengar suara itu. 'Air, air, kasih aku air ?"' katanya. Aku mendengar suara orang datang semakin dekat, datang sampai di luar rumah. Lantas aku mendengar cacian:
'Binatang perempuan! Pastilah dua binatang cilik itu diambil. Sin Soan Cu!' Lantas terdengar suara seorang lain: "Menurut aku, baiklah perempuan hina itu dibakar mampus berikut binatang cilik itu!' Lagi seorang berkata: 'Tidak dapat kita berbuat demikian. Kalau dia tidak terbakar mati" Binatang itu lihay, dia bisa menjadi biang penyakit untuk kaum kita Tiat Ciang Pang.'
Mendengar mereka ada orang-orang Tiat Ciang Pang, aku kaget. Aku takut mereka nanti masuk dan
menolongi orang she Yo itu. Tiat Ciang Pang
memelihara banyak ular berbisa, mereka pasti bisa mengobati siapa keracunan bisa ular. Lantas aku menjumput pecahan mangkok. Aku sudah memikir, kalau mereka itu masuk ke dalam, hendak aku
membinasakan dulu si orang she Yo, setelah itu baru aku membunuh diri. Aku takut dia membuka mulut, maka dengan bajunya aku membungkus kepalanya
dan mulutnya aku sumbat dengan hancuran kertas.
Entah bagaimana, orang-orang Tiat Ciang Pang itu lewat terus, tidak ada seorang juga yang mampir dan masuk ke dalam rumah. Setelah merasa orang sudah pergi jauh, aku membukai bungkusan kepalanya. Aku berniat mengulangi menyobek lembaran buku itu. Tiba-tiba aku mendengar suara pintu pekarangan ditolak.
Aku heran. Aku tahu di situ sudah tidak ada orang lain.
Suami istri petani pemilik rumah itu, sudah pergi ke
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sawahnya. Aku pergi ke pintu dan mengintai. Aku melihat delapan orang datang sambil berpegangan tangan, perlahan jalannya, tangan mereka mencekal masing-masing sebatang galah, yang mereka ketruk-ketruki ke tanah. Nyatalah mereka semua orang-orang buta dan pakaian mereka dekil, tetapi masih terlihat tegas, asalnya pakaian itu ialah putih."
"Itulah budak-budaknya si bisa bangkotan," kata Oey Yong perlahan.
Lam Kim menoleh kepada Kwee Ceng dan berkata:
"Baru-baru ini ketika inkong dan aku berada di dalam rimba, selagi inkong hendak menangkap hiat-niauw, aku melihat sendiri budak-budak jahat itu dipatuki burung api itu, maka itu aku lantas mengenali mereka. Dengan lantas aku pakai baju panjang itu menutup pula muka si bangsat. Lalu aku mendengar seorang budak jahat itu berkata, "Ngamal, ngamal ?"
bagilah sayur dan nasi dingin pada orang-orang buta
?"' Aku tidak berani bersuara, aku diam saja. Si buta itu berkata pula, dia mengemis nasi. Aku tetap tidak menjawab. Beberapa kali permintaannya itu diulangi.
Akhirnya aku dengar, 'Di sini tidak ada lain orang, mari kita mencari ke lain tempat. Tadinya mereka itu pada berduduk, lantas mereka pada bangun berdiri. Aku khawatir mereka nanti masuk ke dalam, maka aku lantas batuk-batuk, terus aku membuka pintu. Aku tanya mereka itu siapa. Nampaknya mereka itu kaget.
Yang satu lantas berkata, 'Nona, sukalah berlaku baik, tolong kau membagi makanan untuk kami.' Yang
lainnya mengeluarkan sepotong perak dari sakunya seraya berkata; 'Kita membeli dengan uang ?"' Aku lantas mempersilahkan mereka duduk, kataku, nanti aku masak nasi untuk mereka. Aku ingin mereka lekas-lekas pergi. Aku lantas pergi ke dapur, aku masak nasi, aku menggorengi sayur. Demikian mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
duduk berdahar. Habis mereka bersantap, disaat mereka mau pergi, mendadak si orang she Yo
berteriak. Aku lari ke dalam. Aku melihat dia mencoba berduduk, tangannya menuding aku, dengan roman ketakutan, dia berteriak pula; 'Auwyang Kongcu!
Auwyang Kongcu!' Aku kaget hingga aku mencelat.
Aku tidak tahu siapa itu Auwyang Kongcu. Aku
berkhawatir sekali, aku takut orang-orang buta itu mendengar suaranya. Maka aku pungut bajunya, untuk membungkus pula kepalanya. Di luar dugaanku, dia menjadi kuat sekali, dia berontak hingga aku terjatuh.
Lagi sekali dia mengasih dengar suaranya; 'Auwyang Kongcu, kau, kau ampuni aku ?" kau ampuni aku
?"'" Oey Yong, Kwee Ceng dan Bok Liam Cu meliha
tegas Yo Kang membunuh Auwyang Kongcu, mereka mengerti ketakutannya Yo Kang dalam keadaan was-wasnya itu, meski begitu, mereka merasakan
punggung mereka dingin. Mereka merasa ngeri.
Bahkan nona Oey, meskipun dia gagah, dia berlompat kepada Kwee Ceng, untuk duduk menyenderkan
tubuhnya. Lam Kim melihat eratnya perhubungan muda-mud
itu, sakit ia merasakan hatinya. Tapi ia meneruskan:
'Begitu orang she Yo itu menyebut-nyebut Auwyang Kongcu, budak-budak buta itu pada nerobos ke dalam, mulut mereka bertanya berulang-ulang: 'Kongcu!
Kongcu'! Kau di mana"' Aku menjadi kaget. Tahulah aku, mereka itu bujang dan majikan. Aku merasa aku bakal gagal. Dalam takutku, aku lantas lari. Entah kenapa, waktu itu aku tak lagi ingin mati. Aku takut nanti ditangkap mereka, aku bisa disiksa, maka aku kabur terus. Bagaikan ada malaikat yang menunjuki aku lari sampai di kuilnya enci Bok, justru enci Bok lagi sakit berat, tubuhnya sangat panas. Aku lantas merawati sebisanya. Malam itu aku berpikir keras,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
akhirnya, aku minta too-kouw tua itu menerima aku sebagai muridnya. Dua hari kemudian baru panas tubuhnya enci Bok kurangan dan ia sadar ?""
"Kemudian bagaimana?" Liam Cu memotong cerita nona itu.
"Bagimana" Tentu saja dia mati!" menyahut Lam Kim.
"Nanti, nanti aku lihat ?"!" Sambil berkata begitu, Liam Cu berlompat bangun, terus dia lari.
"Enci! Enci!" Oey Yong memanggil.
Liam Cu tidak mendengar, dia lari terus, hingga sebentar saja dia lenyap di sebuah pengkolan.
Oey Yong bertiga tahu Liam Cu tidak dapat
Pendekar Pemanah Rajawali Sia Tiauw Eng Hiong Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melupakan Yo Kang, tidak perduli orang she Yo itu terbukti kejahatannya. Mereka menghela napas.
Setelah berdiam sekian lama, Lam Kim berbangkit.
"Inkong," katanya perlahan pada Kwee Ceng, "Aku telah menutur segala apa, maka bersyukurlah kepada Thian, aku dapat dipertemukan pula kepada inkong." Ia merogoh ke sakunya, ia mengeluarkan sejilid buku yang sudah rusak, ia menyerahkan itu pada si anak muda seraya menambahkan: "Buku ini telah aku robek belasan lembarannya, aku tidak tahu ini sebenarnya buku apa, tetapi orang she Yo itu menganggapnya sebagai mustika, maka mungkin ada faedahnya. Coba inkong periksa."
Kwee Ceng menyambuti buku itu, tanpa memeriksa lagi, ia masuki ke dalam sakunya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sekarang kau berniat pergi ke mana?" ia menanya.
Ia lebih memerlukan nasibnya nona yang
berperuntungan sangat malang ini.
"Aku telah bertemu pula sama inkong, untukku, ke mana aku pergi, sama saja," menyahut nona Cin.
"Kelihatannya Tiat Ciang Pang bermaksud tidak baik kepada inkong maka itu aku harap inkong berdua suka berhati-hati."
"Kenapa kau ketahui tukang perahu itu orang Tiat Ciang Pang?" Oey Yong tanya.
"Sebab dialah orang yang memasuki aku ke dalam keranjang dan menyerahkan aku pada si orang she Yo itu."
"Oh ?"" kata nona Oey yang lantas telah mengetahuinya bagaimana ia harus mengambil sikap kepada si tukang perahu.
"Setelah enci Bok sembuh, kita berdamai untuk melakukan perjalanan bersama," Lam Kim masih berkata lebih jauh. "Demikian tadi di rumah makan, kami melihat inkong berdua serta itu tukang perahu.
Dasar Thian tidak mengijinkan orang jahat dapat berbuat sesukanya, kami telah dibuatnya memergoki dia."
Habis mengucap, si nona memberi hormat kepada Oey Yong, terus ia berlutut pada Kwee Ceng seraya berkata; "Sekarang perkenankan aku meminta diri.
Semoga inkong panjang umur dan beruntung!"
Kwee Ceng mengasih bangun nona itu, hatinya
pepat, Tidak tahu ia mesti membilang apa.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Enci Cin," berkata Oey Yong, "Kau sudah tidak punya rumah, maka baiklah kau turut kami pergi ke Kanglam."
Lam Kim menggeleng kepala.
"Aku berniat balik ke hutannya kakekku," katanya.
"Kau tinggal sebatang kara, mana dapat?" Oey Yong kata.
"Seumurku, aku memang bersendirian saja ?""
Oey Yong berpaling kepada Kwee Ceng, ia
membungkam. Lam Kim menoleh kepada si anak muda, habis
mana ia memutar tubuhnya, untuk bertindak pergi.
Pemuda itu masih menjublak sampai ia ingat suatu apa.
"Nona, tunggu dulu!" ia memanggil.
Nona itu menghentikan tindakannya, ia tidak
memutar tubuhnya. "Nona, kalau kau ketemu lagi orang jahat, bagaimana?" Kwee Ceng tanya, nona itu tunduk, ia menyahuti dengan perlahan: "Aku sebatang kara dan lemah, aku cuma akan menerima nasib saja ?""
"Mari aku ajarkan kau serupa ilmu," berkata Kwee Ceng, "Jikalau kau rajin mempelajarinya, aku percaya lain kali kau bisa melawan sedikitnya lima orang."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nona itu berpikir sebentar, lalu ia memberikan penyahutannya: "Baiklah kalau inkong menitahkannya, nanti aku mempelajarinya."
Kwee Ceng heran melihat orang tidak bergembira karenanya. Ia lantas mengajari nona itu ilmu yang ia dapatkan dari Tan Yang Cu Ma Giok selama di gurun pasir. Itulah ilmu tenaga dalam, Lwee Kang Sim-hoat yang terdiri dari sepuluh jurus.'
Lam Kim berotak cerdas, ia memperhatikan
pengajaran itu. Tidak lama, ia telah dapat mengingat baik-baik.
"Setelah dipelajari sungguh-sungguh nanti baru nampak kefaedahannya pelajaran ini," Kwee Ceng memberi keterangan. "Kau tidak mengerti ilmu silat, tetapi dengan meninju dan menendang kalang
kabutan, kau dapat juga melukai orang."
Nona itu berdiam, lalu ia meminta diri pula dan pergi dalam kesunyian.
Setelah orang pergi jauh, Oey Yong kata kepada kawannya: "Aku memberi selamat padamu telah mendapat seorang murid!"
"Mana dapat dibilang dialah muridku," kata si anak muda. "Aku cuma mengharap dia tidak nanti diperhina lagi segala orang jahat."
"Itulah sukar dibilang," kata Oey Yong. "Sekalipun orang sepandai kau, kau masih dipermainkan orang jahat ?"."
Kwee Ceng menghela napas.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Di jaman kacau seperti ini, manusia kalah dengan anjing," ia bilang. "Apa mau di kata ?"?"
"Sekarang, mari kita mampusi anjing gagu itu!"
berkata si anak muda tanya.
"Anjing gagu yang tadi," sahut si nona, yang lantas menggerak-geraki tangannya seraya mengasih dengar suara ah-aha-uh-uh.
Melihat itu Kwee Ceng tertawa.
"Jadi kita tetap menaiki perahunya si gagu palsu itu?" ia menegaskan.
Bab 67. PERGULATAN DI ATAS PERAHU
"Pasti kita akan memakai perahunya itu," menyahut si nona. "Bangsat tua Khiu Cian Jin telah melukai hebat kepadaku, hendak aku membalas terhadapnya, umpama kata aku tidak sanggup melayani dia, puas juga sedikit hatiku apabila aku bisa menyingkirkan beberapa pengikutnya."
Keduanya lantas kembali ke rumah makan. Di sana si tukang perahu yang gagu itu lagi tangal-tongol, mengharapi kedatangan orang. Ia menjadi girang sekali apabila ia menampak kembalinya si muda-mudi.
Dengan berlagak pilon, Kwee Ceng berdua pergi ke perahu orang Tiat Ciang Pang itu. Mereka melihat sebuah perahu sedang, tidak besar dan tidak kecil, dan gubuknya hitam. Itulah perahu pengangkutan yang paling banyak digunai di sungai Goan Kang. Di atas perahu ada dua orang, yang masih muda, yang lagi mencuci lantai.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Begitu keduanya turun ke perahu, tukang perahu itu melepaskan tambatannya dan menolak perahu ke tengah sungai di mana layar lantas dipasang.
Kebetulan sekali angin Selatan meniup keras, perahu laju cepat mengikuti aliran sungai.
Kapan Kwee Ceng memikirkan kebinasaannya Yo
Kang serta nasibnya Liam Cu dan Lam Kim, ia sangat berduka. Sambil menyenderkan tubuhnya, ia tunduk diam, matanya memandang jauh ke depan.
"Engko Ceng," berkata Oey Yong tiba-tiba. "Coba kau kasih lihat bukunya nona Cin itu" Entah ada hubungan apa di antara itu buku dan buku wasiatnya Gak Bu Bok ?""
Anak muda itu seperti sadar.
"Hampir aku lupa!" katanya. Ia terus mengeluarkan bukunya, diserahkan pada si nona.
Oey Yong menyambuti, lantas ia membalik
beberapa lembaran. "Oh, kiranya begini!" katanya agak terperanjat.
"Engko Ceng, mari lihat!"
Kwee Ceng berbangkit dan menghampirkan, ia
duduk di samping si nona di tangan siapa ia melihat buku itu.
Ketika itu sudah magrib, sinar layung memain di permukaan air. Sinar itu, yang menyorot berbalik dari air, mengenakan juga mukanya si nona, baju dan buku di tangannya itu.
Sepasang muda-mudi itu besar hatinya, walaupun mereka berada di dalam kendaraan air musuh, mereka tidak takut. Dengan asyik mereka memperhatikan buku pemberian nona Cin itu.
Buku itu ada buku buah tangannya Siangkoan
Kiam Lam, pangcu yang ke-23 dari Tiat Ciang Pang. Di situ Kiam Lam mencatat segala apa mengenai sepak terjang partainya. Dialah salah seorang punggawanya jenderal Han See Tiong. Ketika Gak Hui terbinasakan dorna Cin Kwee dan Jenderal Han dipecat, dia pun berhenti. Banyak orang sebawahan dan serdadunya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang turut mengundurkan diri dan hidup bertani. Tapi dia benci kawanan dorna, yang menguasai
pemerintahan, maka dia mengajak serombongan
sebawahannya, yang menyetujui cita-citanya untuk menaruh kaki di wilayah Kheng-siang, bekerja sebagai berandal. Hanya kemudian, mereka masuk dalam
kalangan Tiat Ciang Pang, malah ketika pangcu yang tua menutup mata, dia menyambut sebagai gantinya.
Mulanya Tiat Ciang Pang ada perkumpulan biasa saja akan tetapi setelah dipimpin dia, sifatnya berubah dan menjadi kuat. Dia berhasil mengumpul kawan orang-orang gagah di Ouwlam dan Ouwpak, hingga
kedudukannya tangguh seimbang dengan kedudukan Kay Pang di Utara. Tidak pernah Kiam Lam melupakan negara dan musuh negaranya, untuk membangunnya pula, sering dia mengirim mata-mata ke Lim-an. Ia mengharap ketika baik guna bergerak. Kemudian Kaisar Kho Cong mengundurkan diri dari takhta kerajaan, yang ia serahkan kepada Kaisar Hauw cong, ia sendiri merasa senang menjadi Thay sianghong.
Kaisar Hauw Gong ingat kesetiaannya Gak Hui, ia menitahkan memindahkan kuburannya dari tepi
jembatan Cong An Kio ke tepian See Ouw, Telaga Barat, di mana pun dibangun rumah abunya, sedang pakaian dan semua barang lainnya dari Gak Bu Bok disimpan di istana. Malamnya dari siangnya jenazah dipindahkan, bekas orang-orangnya Gak Hui datang dengan diam-diam untuk bersembahyang. Mata-mata Tiat Ciang Pang di Lim-an mengetahui hal itu dan mendengarnya juga bahwa di antara warisan Gak Bu Bok ada sejilid kitab tentang ilmu perang, maka hal itu diwartakan ke Tiat Ciang San. Kiam Lam lantas bekerja. Ia mengajak sejumlah orangnya yang pandai, mereka berangkat ke kota raja. Pada suatu malam mereka memasuki istana dan berhasil mencuri
kitabnya Gak Hui itu, yang mana malam itu juga dibawa dan diserahkan kepada Han See Tiong.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketika itu Jenderal Han sudah berusia lanjut dan bersama istrinya, Nio Hong Giok, ia tinggal menyendiri di tepi See Ouw. Dia telah terbangun semangatnya menyaksikan kitabnya Gak Hui itu, hingga ia
menghunus pedang dan membacok meja. Ia menghela napas. Untuk memperingati sahabat kekalnya itu, Gak Hui, ia lantas mengumpulkan pelbagai karyanya Gak Bu Bok, dijadikan sebuah buku, buku mana dia
kasihkan pada Siangkoan Kiam Lam, yang dinasehati untuk mencoba mewujudkan cita-cita Gak Hui untuk mengusir bangsa asing, guna membangun pula
negara sendiri. Kiam Lam menerima itu semua. Ia juga bisa berpikir, maka ia ingat, tidak mungkin Gak Hui menulis kitab perangnya itu untuk dibawa ke kubur, tentulah itu untuk diwariskan kepada suatu orang, hanya saking kerasnya penjagaan Cin Kwee, kitab tersebut tak sempat disampaikan. Pula mungkin, karena sesuatu sebab, orang yang harus menerima kitab tidak keburu sampai di kota raja. Kalau ini benar, ada kemungkinan orang itu datang ke istana dan menubruk tempat kosong disebabkan kitab itu sudah tercuri. Karena ini, ia lantas membikin petanya gunung Tiat Ciang San diberikuti keterangan singkat bunyinya;
"Kitab warisan Gak Bu Bok adanya di Tiat Ciang San, di puncak Tiong Cie Hong, di lereng yang kedua."
Jenderal Han khawatir orang tidak mengerti petunjuk singkat itu, ia menambahkan dengan cabutan sayirnya Gak Bu Bok sendiri. Jenderal Han juga percaya bahwa orang yang bakal menerima warisan itu, jikalau bukannya murid Gak Bu Bok sendiri, tentulah salah seorang sebawahannya.
Kapan Siangkoan Kiam Lam telah pulang ke Tiat Ciang San, ia memanggil kumpul banyak pencinta negara, ia mengajaknya mereka bergerak. Tapi
pemerintah Song jeri kepada negara Kim, bukan saja gerakan mulia itu tidak ditunjang bahkan ditindas, dalam hal mana, bangsa Kim pun membantu. Maka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gagallah usahanya Siangkoan Kiam Lam, ia mati di atas puncak Tiat Ciang Hong karena luka-lukanya.
Bukunya itu bagian belakang, tulisannya tidak karuan, mungkin ditulis sesudah dia terluka. Yang paling hebat ialah setelah belasan lembarnya dirobek-robek Cin Lam Kim.
"Tidak disangka Siangkoan Pangcu seorang pencinta negara," kata Kwee Ceng masgul, hingga ia menghela napas. "Sampai pada ajalnya, dia masih memegangi erat- erat bukunya ini. Aku tadinya menduga dia sama dengan Khiu Cian Jin si
pengkhianat, mulanya aku memandang rendah
kepadanya. Kalau tahu begini, tentulah aku sudah menghunjuk hormatku kepada tulang-belulangnya itu."
Tidak lama dari itu, cuaca mulai gelap, maka tukang perahu meminggirkan perahunya dan menambatnya, hendak ia masak nasi dan menyembelih ayam, untuk mempersiapkan barang makanan.
Oey Yong dan Kwee Ceng khawatir nanti diracuni, dengan alasan si tukang perahu tidak resik, mereka membawa daging ayam dan sayurannya ke darat, ke rumah seorang desa, untuk tolong dimatangi, untuk mereka bersantap di sana.
Tukang perahu itu mendongkol, tetapi karena dia gagu, dia tidak bisa bilang apa-apa kecuali nampak sinar mata dan romannya yang muram.
Habis bersantap, sepasang muda-mudi itu masih berangin di bawah pohon di depan rumah si orang kampung.
"Entah apa yang ditulis dalam beberapa lembar halaman yang dirobek enci Cin itu," berkata si nona.
"Di dalam dunia ini cuma Khiu Cian Lie dan Yo Kang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang pernah membaca itu tetapi mereka dua-duanya telah mati."
"Khiu Cian Lie cuma mengambil buku ini, tidak bukunya Gak Bu Bok, kenapakah?" tanya Kwee Ceng
"Mungkin itu disebabkan dia mendapat dengar suara kita. Dan baru ambil jilid ini, dia tidak berani mengambil jilid lainnya. Mungkin beberapa lembar yang tersobek itu penting isinya. Bukankah si tua bangka sangat memperhatikan itu?"
"Hanya heran tentang Siangkoan Pangcu itu. Dia lari ke puncak. Kenapa tentara negeri tidak
mengejarnya terus?" "Ini pun aneh. Rupanya cuma setelah melihat isinya sobekan baru duduknya hal akan dapat dimengerti
?"" kata si nona, yang mendadak tertawa. "Kalau enci Cin tidak merobeknya dan kejadian dia pergi kepada Wanyen Lieh, itu waktu pasti bakal ada pertunjukan yang bagus sekali ?"" Ia berhenti pula, atau kembali ia berkata, berseru; "Bagus!"
Tujuh Pembunuh 4 Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D Kelana Buana 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama