Ceritasilat Novel Online

Raja Silat 25

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung Bagian 25


besar tersebut tanpa menoleh lagi berjalan menuju ke tengah
telaga yang sangat dalam, ketika air sudah berada setinggi
pinggang kembali ia berhenti untuk menengok sekejap ke arah
belakang, agaknya ia masih rada gegetun. Tetapi setelah
lewat beberapa saat dengan bulatkan tekad ia melanjutkan
kembali langkahnya menuju ke arah bagian telaga yang jauh
lebih dalam. Liem Tou merasa sangat terkejut, tubuhnya laksana
sambaran kilat cepatnya segera menghajar dari belakang.
Kelihatannya air telaga mulai menggelamkan bagian leher
dari Toa Kongcu tersebut, saat itulah ia membongkokan
badannya sehingga seluruh tubuhnya lenyap dari permukaan
air. Liem Tou tidak memperdulikan badannnya basah lagi
dengan menggunakan gerakan "Mei Yen Liang Poo" atau
burung walet menyambar ombak langsung menyelam ke
dalam permukaan air telaga.
Bagaikan seekor ikan saja dengan sebat dan gesit pemuda
tersebut telah tiba di sisi tubuh Toa KunCu, tampaklah ketika
itu Toa KunCu tersebut kembali menongolkan kepalanya ke
atas permukaan air untuk beristirahat, hal ini membuat Liem
Tou semakin geli lagi. "Eeei. . apa-apaan gadis ini" Kalau memang betul-betul
berniat bunuh diri, kenapa harus nongol kembali ke atas
permukaan air untuk ganti napas?" pikir pemuda itu diamdiam.
Satu ingatan bagus mendadak berkelebat di dalam
benaknya, sambil menyalurkan hawa lweekangnya mendadak
ia berseru dengan ilmu menyampaikan suara:
"Kuncu, kau jangan takut, cepatlah ke mari! Aku adalah
putra ketiga dari Hay Liong Ong atau si raja naga laut, aku
memang punya jodoh dengan dirimu untuk kawin dan
mengikat diri sebagai suami istri, aku sudah lama sekali
menanti kedatanganmu..."
Ciang Beng Ing yang mendengar perkataan tersebut
kontan saja paras mukanya berubah jadi pucat pasi saking
terkejutnya. "Aku tidak mau...! Aku tidak mau! Naga terkutuk, kau
jargan bersikap kurangajar," teriaknya ketakutan.
Sambil putar badan ia terburu-buru lari ke arah pantai.
Dasarnya Liem Tou memang punya maksud hendak
menakut-nakuti dirinya, melihat gadis tersebut melarikan diri
sudah tentu ia tak mau melepaskan dirinya begitu saja.
Kakinya yang masih berada di dasar telaga denran cepat
ditarik ke belakang, hal ini membuat badan Ciang Beng Ing
seketika itu juga tenggelam seluruhnya ke dalam air. Tetapi
sebentar kemudian kembali Liem Tou mendorong badannya ke
tengah permukaan sehingga kepala Ciang Beng Ing sama
sekali menongol dari dalam air.
"Aku tidak mau! Aku tidak mau!" teriaknya sekeraskerasnya.
"Aku ingin mengawini dirimu... aku ingin mengawinimu."
kembali Liem Tou mengirim suaranya. "Istana Swie Cing Tien
jauh lebih besar dan jauh lebih megah sepuluh kali lipat
daripada istana ayahmu, kenapa kau tidak mau?""
Sembari menjerit-jerit, Ciang Beng Ing meronta sekuat
tenaga. Tetapi Liem Tou menyeret badannya semakin lama semakin
ke tengah dan membawa dirinya ke bagian telaga yang paling
dalam. Ciang Beng Ing benar-benar ketakutan setengah mati,
air mukanya sudah berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat
Pada saat itulah dari tempat kejauhan muncul sebuah
perahu yang bergerak mendekat. Dengan menggunakan
seluruh tenaga yang dimiliki sekali lagi Ciang Beng Ing
menjerit-jerit minta tolong.
Agaknya orang-orang yang berada di dalam perahu
tersebut telah mendengar suara jeritan gadis itu, layar segera
dikembangkan dan putar kemudi mendekati berasalnya suara
tersebut. "Setelah mengalami kejadian kali ini, aku rasa lain kali dia
orang tak bakal punya pikiran untuk mengambil keputusan
pendek lagi," diam-diam pikir Liem Tou di dalam hati. "Bahkan
kemungkinan sekali setiap kali teringat peristiwa bunuh diri ia
pasti akan teringat kembali dengan peristiwa yang sangat
menakutkan ini!" Liem Tou yang berada di bawah permukaan air sewaktu
melihat perahu tersebut sudah bergerak semakin dekat, sekali
lagi sengaja ia menarik gadis itu sehingga tenggelam Kembali
ke bawah permukaan air. Walaupun Ciang Beng Hu dilahirkan di tengah sebuah pulau
di tengah telaga, teta pi ia tidak mengerti akan ilmu berenang
di dalam air, kembali perutnya terisi dengan air telaga
sebanyak dua tiga tegukan, menanti gadis tersebut sudah
jatuh pingsan, Liem Tou baru lepas tangan dan membiarkan
orang-orang di atas kapal turun tangan menolong gadis
tersebut. Sebelum meninggalkan tempat itu, sekali lagi Liem Tou
menunjukkan kelihaiannya.
Ia melancarkan satu pukulan dahsyat dari dalam
permukaan air dengan mengerahkan hawa murninya yang
dahsyat dan sudah mencapai pada puncak yang paling tinggi.
Tampaklah segulung semprotan air yang maha dahsyat
memancur ke tengah udara di ikuti gulungan ombak yang
sangat besar setinggi gunung, kejadian ini sudah tentu
membuat orang orang yang ada di dalam kapal saking
kagetnya pada berdiri melongo-longo, mereka tidak mengerti
binatang aneh apakah yang berada di dalam air.
Kebetulan sekali terjangan air yang sangat dahsyat itu
tepat menghajar di atas tubuh perahu itu sehingga membuat
tubuh perahu jadi oleng. Suara jeritan kaget bergema memenuhi angkasa orang
orang yang ada di atas perahu pada berlutut dan menyembahnyembah
minta perlindungan dari Thian agar nyawa mereka
diselamatkan. Liem Tou yang melihat tindak-tanduk orang-orang itu dari
bawah air diam-diam merasa kegelian, setelah puas
mempermainkan orang-orang itu, ia berenang menjauhi
tempat tersebut. Permukaan air kembali jadi tenang, sinar sang surya
memancarkan cahaya menyoroti permukaan air telaga
sehingga memantulkan beribu-ribu buah sinar keemasemasan,
suasana yang begitu tenang membuat setiap orang
mulai melupakan kejadian aneh yang baru saja mereka alami.
Bagi Ciang Beng Ing. sejak mengalami kejadian itu ia sudah
kapok untuk mendekati air telaga lagi bahkan untuk naik
perahu pun tak berani. Liem Tou yang berada di dalam air, setelah dirasakan jauh
berada dari perahu tersebut segera munculkan dirinya ke
permukaan dan melanjutkan kembali perjalanannya.
Tidak lama kemudian hari sudah mulai gelap, ia melakukan
perjalanan pada malam itu juga menuju ke kota Liong Chuan
dan langsung berangkat ke daerah Tzuan ching.
Kendati malam itu ia melewati Kota Peng Cho, tetapi ia
tidak kembali lagi ke rumah penginapan tersebut. Karena ia
tak ingin bertemu lagi dengan gadis-gadis pujaannya,
sehingga nantinya untuk berpisah akan dirasakan berat.
Walaupun perjalanan yang dilewati selama ini merupakan
jalan-jalan gunung yang berbahaya, tetapi bagi Liem Tou jalan
datar atau jalan gunung yang berliku-liku itu adalah sama
saja. Selama satu malaman melakukan perjalanan entah sudah
berapa ratus lie telah dilalui.
Keesokan, harinya sewaktu sang surya memancarkan
kembali cahaya ia sudah berada di sebuah kota kecil dekat
perbatasan dengan daerah Tzuan Ching.
Kota tersebut tidak begitu besar tetapi juga tidak begitu
kecil, pemuda itu lantas menarik kembali ilmu meringankan
tubuhnya untuk berjalan masuk ke dalam kota tersebut
dengan langkah lambat. Mendadak dari hadapannya muncul kakek tua yang
rambutnya pada memutih semua, di tangannya mencekal
sebuah tongkat kayu sebesar lengan bayi.
Selangkah demi selangkah kakek tua itu berjalan
mendekat, langkahnya kelihatan begitu berat sehingga
meninggalkan suara yang amat keras.
Sewaktu ia tiba kurang lebih satu kaki dari diri Liem Tou,
mendadak kakek itu menoleh dan memandangi pemuda
tersebut dengan sinar mata tajam.
Liem Tou yang kebetulan sedang menengok pula ke
arahnya diam diam dalam hatinya merasa sangat terperanjat.
"Wooouw. . tenaga dalam si orang tua ini benar-benar
amat sempurna, entah berasal dari perguruan manakah diri
orang ini?"" diam-diam pikirnya dalam hati.
Tampaklah si orang tua itu sewaktu melihat Liem Tou
sedang memandang kearahnya dengan alis yang dikerutkan,
mendadak menundukkan kepalanya rendah-rendah dan
melanjutkan kembali perjalanan dengan langkah cepat dan
langsung menumbuk diri Liem Tou.
Suatu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benak
pemuda tersebut, ia mengerti kalau siorang tua itu tentu
sedang mencari gara-gara dengan dirinya.
Diam-diam ia tertawa dingin tiada hentinya. Hawa sakti
kontan disalurkan melindungi seluruh badan kemudian tanpa
menghindar lagi ia langsung menyambut datangnya tubrukan
tersebut. Sedikitpun tidak salah, ketika si orang tua itu tiba di depan
pemuda kita mendadak si orang tua itu menjerit tertahan,
agaknya ia bermaksud hendak mengerem badannya yang
hampir saja menumbuk di atas tubuh Liem Tou, sedang
tangannya mengambil kesempatan sewaktu badannya jntuh
sempoyongan itu lah menyambar jalan darah "Cian Cing Hiat"
pada pundak sang pemuda. Belum, sampai jari tangannya menempel badan, Liem Tou
telah merasakan segulung tenaga lunak yang tiada berwujud
menerjang lewat Dengan cepat hawa murninya disalurkan semakin tebal
sehingga seluruh jalan darah nya tertutp, bersamaan itu pula
lengan kanannya diangkat sedang kelima jarinya menyambar
urat nadi dari si orang tua itu.
"Eeei ... matamu sudah buta" bentaknya keras.
Gerakan mereka berdua sama-sama dilakukan cepat
bagaikan sambaran kilat, sewaktu si orang tua itu melihat
Liem Tou telah berhasil mengetahui rahasianya ia segera
bertindak lebih waspada. Kakinya kembali bergerak sempoyongan, tangannya miring
ke samping menyingkir dari badan Liem Tou.
"Aaakh . . . semakin tua aku semakin tidak becus.... "
gumamnya seorang diri. Tanpa menoleh lagi buru buru ia melan jutkan kembali
perjalanannya ke arah depan.
Liem Tou menoleh dan memandang tajam bayangan
punggung si orang tua itu. Walau pun terhadap datangnya
serangan borongan yang ia lancarkan merasa keheranan
tetapi setelah melakukan perjalanan semalaman dan setetes
airpun belum masuk ke dalam perut ia tidak ingin mencari
gara-gara dengan orang lain. Pertama-tama yang akan
dilakukan olehnya pada saat ini adalah bersantap kemudian
beristirahat. Oleh sebab itu terhadap kejadian tersebut ia
sama sekali tidak memikirkannya di dalam hati.
Ketika ia memasuki sebuah rumah makan sang pelayan
mengabarkan bahwa waktu masih terlalu pagi, makanan
belum dipersiapkan. "Kalau begitu biar aku tunggu disini saja !" jawab Liem Tou
perlahan. Ia memilih suatu tempat dekat pojokan ruangan sambil
menghadap dinding perlahan-lahan ia mulai pejamkan
matanya mengatur pernapasan.
Hawa murninya perlahan-lahan berputar mengitari seluruh
badan sebanyak tiga kali, rasa lelah karena melakukan
perjalanan selama satu malaman hanya di dalam waktu yang
amat singkat inilah telah pulih kembali seperti sedia kala,
tetapi ia masih tetap duduk tak bergerak di tempat semula.
Pada saat itulah telinganya yang tajam mendadak
mendengar suara derapan kuda yang amat ramai
berkumandang datang rumah makan tersebut, menurut
perhitungan Liem Tou ia menduga bila jumlah kuda tersebut
ada delapan ekor banyaknya.
Tetapi bersamaan waktu ia mendengar datangnya suara
derapan kaki kuda itulah dari arah yang berlawanan
berkumandang datang pula suara langkah kaki yang luar biasa
beratnya Diam diam Liem Tou merasakan hatinya keheranan, belum
sempat pikirannya berputar mendadak terdengarlah suara
bentakan seorang berkumandang masuk ke dalam telinga nya.
"Anjing tua itulah yang turun tangan, Ngo Lian It Kwan
serta dua belas orang saudara dari Kiem Tien sudah menemui
ajalnya di tangan dia orang."
"Siapa yang sudah melukai kedua belas orang bersaudara
dari Kiem Tien Pay?"?" mendengar kata kata tersebut Liem
Tou merasa sangat terperanjat. Jika orang itu bisa melukai
orang-orang tersebut hal ini berarti pula bila kepandaian ilmu
silatnya sangat luar biasa, jika ditinjau dari lawannya yaitu
partai Kiem Tien Pay, maka orang yang sudah turun tangan
membinasakan orang orang tersebut tentu merupakan
anggota dari perkumpulan Sin Beng Kauw atau sedikit-dikitnya
ada hubungannya dengan perkumpulan tersebut!"
Berpikir akan hal itu. Liem Tou lantas bangun berdiri dan
berjalan ke samping jendela untuk melongok keluar.
Sedikitpun tidak salah tampaklah delapan orang lelaki kasar
dengan menunggang delapan ekor kuda jempolan sedang
melakukan perjalanan cepat dari arah Utara menuju ke arah
Selatan, sedang dari sebelah Selatan muncullah siorang tua
yang ditemui Liem Tou barusan.
"Apakah orang yang sudah membinasakan kedua belas
orang bersaudara dari partai Kiem Tien Pay adalah orang tua
ini?" melihat kejadian tersebut dalam hati Liem Tou merasa
semakin keheranan. Hanya di dalam sekejap mata ke delapan orang lelaki kasar
itu sudah pada mencabut keluar senjata tajamnya, kemudian
hampir secara serentak menerjang ke arah siorang tua itu.
Agaknya siorang tua itupun mengerti keadaan sangat tidak


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menguntungkan bagi dirinya. Tidak jelas ia sudah
menggunakan gerakan apa tahu-tahu di dalam sekali
kelebatan saja ia sudah berada di depan pintu rumah makan
tersebut kemudian berbelok dan langsung masuk ke dalam
ruangan rumah makan. Liem Tou yang melihat si orang tua tersebut naik ke atas
loteng, buru buru balik ke tempat duduknya semula dan tak
bergerak lagi. Walaupun begitu sepasang telinganya dipentangkan lebarlebar
memperhatikan setiap gerak gerik dari si orang tua itu.
Orang ketika itu naik ke atas loteng. mulutnya kembali
bergumam tiada hentinya. "Anak kura kura, jikalau bukannya Loohu ada urusan
penting yang harus buru-buru diselesaikan, sewaktu ada di
mulut gunung Ngo Lian san, kalian tak bakal lolos seorang
pun!" Mendadak... Agaknya ia menemukan Liem Tou pun duduk di pojokan
ruangan tersebut, ia ber seru tertahan kemudian langsung
berjalan menuju, kearah pemuda tersebut.
Walaupun selama ini Liem Tou duduk membelakangi si
orang tua itu tetapi ia tidak mengendorkan kewaspadaannya,
selama ini telinganya terus menerus mengawasi gerak gerik
orang tua itu dengan ketat.
Si orang rua itu setelah berjalan beberapa langkah ke
depan, mendadak menghentikan kembali langkahnya
kemudian berbelok mencari sebiah tempat dekat jendela
"Eeei..... kau orang tua sudah lama benar tidak pernah
datang kemari !" tegur seorang pelayan sambil menghampiri si
orang tua tersebut. "Heei.:. tidak disangka aku siorang tua setelah hidup setua
ini selalu saja dirundung kesialan," mendadak Siorang itu
melototkan sepasang matanya. "Kemarin bertemu dengan
Setan ini haripun harus ribut kembali dengan setan setan
kurcaci, sudah. sudah jangan..cerewet lagi cepat hidangkan
arak!" Dengan gugup si pelayan itu menyahut kemudian berlalu
dari sana dengan langkah tergesa-gesa.
Pada waktu itu kedelapan orang lelaki kasar dari partai
Kiem Tien Pay pun sudah ikut mengejar ke atas loteng.
"Anak anak-kura yang buta matanya. Hmm! aku akan
membuat kalian tak akan bisa menuruni tempat ini lagi!"
gumam si orang tua itu kembali.
Sebelum kedelapan orang lelaki kasar dari partai Kiem Tien
Pay itu mengambil suatu tindakan, si orang tua itulah pertama
tama yang telah berseru terlebih dulu dengan nada dingin.
"Eeei ... kedatangan kalian semua apakah bertujuan
hendak mencari gara-gara dengan aku siorang tua?"" kenapa
kalian tidak pergi mencari berita dulu kalau aku Tong Koay
Shu atau sikakek tongkat tembaga yang pernah menggetarkan
seluruh dunia kangouw karena pernah membantu si Chiet Ci
Tauw Toa tempo dulu adalah seorang manusia yang tak bisa
diganggu oleh siapapun?"?".
Kedelapan orang lelaki kasar dari partai Kiem Tien Pay itu
rata-rata merupakan orang yang baru berusia pertengahan,
sudah tentu mereka tak bakal mengetahui kejadian mengenai
si hweesio tujuh jari atau Chiet Ci Tauw Toa pada empat puluh
tahun yang silam. Sedang Liem Tou sendiri yang mendengar disebutkannya
nama "Tong Koay hu" pun dibuat kebingungan juga. Ia tidak
mengerti siapakah jagoan tersebut.
"Di dalam kota ini suasana sangat ramai, bila sampai terjadi
pertempuran rasanya kurang sedap dipandang," sambung
siorang tua itu lebih lanjut. "Pokoknya bagaimana pun bila
hanya ingin mengandalkan kekuatan kalian., kura-kura kecil
saja tak akan bakal bisa menghalangi perjalananku
meninggalkan daerah Tien Cien.. Bukannya aku si orang tua
berbicara besar, sekalipun Loo Ciang datang sendiripun tak
bakal bisa mengapa apakan diriku. Kalian mau percaya atau
tidak itu terserah pada pendapat kalian sendiri!"
Selesai berkata tongkat bajanya lantas dicukil kemudian
didorong ke arah depan, dengan kecepatan laksana sambaran
petir tongkat tembaga tersebut kontan saja menancap di atas
tembok tangga loteng sehingga membentuk sebuah tiang besi
yang menghalangi jalan pergi ke delapan orang itu. Apalagi
tongkat tersebut menembusi tembok sedalam beberapa depa
hal ini menunjukkan bagaimana dahsyatnya tenaga dalam
yang ia miliki. Tidak heran kedelapan orang itu kontan dibuat
tertegun dan berdiri melongo-longo di sana tanpa bisa
mengucapkan sepatah katapun selama setengah harian.
Liem Tou yang melihat sikap orang-orang partai Kiem Tien
Pay mulai memperlihatkan rasa jeri, buru-buru meloncat
bangun. "Eeeei .... toako sekalian kenapa baru tiba pada saat ini ?"
tegurnya sambil ter tawa. ?"Siauw te sudah lama sekali
menantikan kedatangan toako sekalian."
Sembari berkata ia lantas berjalan mendekati kedelapan
orang lelaki itu. "Toako sekalian mari silahkan duduk di sini !" sambungnya
lebih lanjut sambil men jura. "Pada beberapa hari yang lalu
siauwte berhasil mendapat sedikit rejeki. Sengaja ini hari aku
akan mengundang Toako sekalian untuk minum arak sampai
puas!" Kedelapan orang lelaki kasar tersebut tidak lain adalah
saudara-saudara yang dikirim Partai Kiem Tien pay untuk
melaksanakan tugas rahasia yang telah disampaikan mereka
dari pantai Sah Kiem Than.
Terhadap lalu lintas serta pintu masuk keluar disekitar
daerah Tian Cuan boleh dikata sudah dijaganya sangat rapat,
barang siapapun yang lewat disana tentu ditanyai hingga
terang. Siapa sangka sewaktu kemarin hari berada di gunung Ngo
Lian san mereka telah bertemu dengan siorang tua ini.
Beberapa patah kata-kata pembicaraan tidak terasa cocok
lantas terjadilah pertempuran yang sengit.
Kepandaian silat yang dimiliki si orang tua itu ternyata
sangat luar biasa lihaynya, di dalam sekejap mata ia sudah
berhasil membinasakan dua belas orang anggota Kiem Tian
pay, kemudian ditinggal pergi.
Saudara-saudara dari partay Kiem Tien-pay yang melihat
kejadian ini sambil buru-buru mengirim berita ke pantai Sah
Kiem Than, mereka lantas mengirim kembali delapan orang
untuk melakukan pengejaran. Akhirnya setelah melakukan
perjalanan siang malam, pada pagi hari itu mereka berhasil
menjumpai kembali si orang tua itu di kota Swie Kiang Tien.
Tetapi mereka kena dibikin pecah nyalinya oleh kelihayan
tenaga dalam dari si orang tua itu. Selagi mereka berada
dalam keadaan serba salah itulah secara tidak disangka telah
muncui Liem Tou yang mengucapkan beberapa patah kata
yang tidak dimengerti oleh mereka.
Sudah tentu saja kedelapan orang ltu dibuat semakin
kebingungan dan gelagapan.
Liem Tou yang melihat sikap kedelapan orang itu
menunjukkan keragu-raguan kembali dia orang tertawa :
"Apakah Toako sekalian merasa tidak leluasa karena di sini
masih ada orang lain?" Ooouw. .! Soal ini sih sangat
gampang!" katanya lantang.
Ia lantas putar badan, dengan menggunakan kedua buah
jarinya di dalam sekali kebutan yang ringan tahu-tahu tongkat
tembaga tersebut sudah tercabut dari tempat semula
kemudian dengan cepat diserahkan kembali kepada si orang
tua itu. "Rumah makan ini sudah Cayhe borong semua, jikalau kau
orang tua ingin minum arak, silahkan pergilah ke rumah
makan yang lain saja!" Tong Koay Shu, atau sikakek tongkat
tembaga merupakan anak buah kesayangan dari si hweesio
tujuh jari Chiet Ci Tauw Tou" tempo dulu, entah sudah ada
seberapa banyak jago jago lihay Bu lim yang menemui ajalnya
di tangan orang tua ini. Karena kepandaian ilmu silatnya yang tinggi ditambah lagi
otaknya cerdik dan banyak akal ia merupakan seorang
pembantu yang paling diandalkan di dalam perkumpulan Sin
Beng Kauw. Ide di dalam penyerangan ke pantai Sah Kiem Tan barusan
ini pun dialah duduk sebagai otak pimpinan, siapa sangka
disebabkan urusan ternyata gagal total, tergesa-gesa ia akan
kembali ke markas besar perkumpulan Sin Beng Kauw untuk
melaporkan urusan ini. Tidak disangka di tempat ini ia sudah bertemu dengan Liem
Tou, si dedengkot silat. Karena belum pernah bertemu dengan
pemuda ini ia pun tidak kenal siapakah dia orang.
Tetapi dari tumbukannya tadi pagi di tengah jalanan, ia
mengerti bila Liem Tou bukanlah seorang jagoan biasa.
Apalagi setelah dilihatnya pemuda tersebut berhasil
mencabut keluar tongkat tembaganya hanya dengan
menggunakan dua jari, hatinya merasa semakin terperanjat
lagi. Untuk beberapa saat lamanya, sepasang matanya yang
kecil dan memancarkan cahaya itu memperhatikan seluruh
tubuh Liem Tou tajam tajam, tak sepatah katapun diucapkan
keluar. Liem Tou yang mengangsurkan tongkat tembaga tersebut
ke arahnya, ternyata lama sekali orang tua itu tak mau juga
menerimanya. Hal ini sudah tentu membuat pemuda tersebut
jadi tidak sabaran legi. "Kalau memang kau orang tua tidak suka menerima
tongkatmu kembali, cayhepun tak bisa berbuat apa apa
kecuali mengembalikan benda ini ke tempat semula," katanya
sambil tertawa. Selesai berkata tangannya lantas diayunkan ke samping.
"Braaak!" dengan menimbulkan suara bentrokan tajam,
tongkat tersebut segera menerjang ke arah dinding tembok
dengan kecepatan penuh. Tetapi...sewaktu semua orang mengamati lebih teliti lagi
mereka bersama-sama menjerit tertahan. Kiranya tongkat
tembaga tersebut pada saat ini sudah menembusi tembok dan
entah jatuh ke tempat mana, kecuali sebuah lubang sebesar
mangkuk tak kelihatan apa-apa lagi.
Melihat kejadian itu Tong Koay Shu benar-benar merasa
terkejut bercampur gusar, dengan cepat ia meloncat ke
depan. "Cucu kura-kura, siapa kau?" teriaknya keras.
Pundak Liem Tou sedikit bergerak, tahu-tahu ia sudah
berkelebat ke depan memerseni beberapa tabokan ke atas pipi
si orang tua tersebut. "Eeei... bajingan tua, kalau bicara harap sedikit tahu
kesopanan," tegurnya dingin.
Dengan amat gusar si kakek longkat tembaga melototkan
matanya bulat-bulat, telapak kanannya dengan disertai tenaga
dalam penuh segera membabat ke atas tubuh Liem Tou.
Liem Tou mengerti tenaga dalam yang ia miliki amat
sempurna, iapun tidak berani berlaku gegabah.
Tidak malu si kakek tongkat tembaga disebut orang
sebagai manusia simpanan hwesio tujuh jari "Chiet Ci Tauw
Tuo" tempo dulu, otaknya benar-benar sangat cerdik.
Sewaktu telapak kanannya melancarkan serangan tadi,
telagak kirinya pada saat yang bersamaan mengirim pula
sebuah pukulan yang maha dahsyat bagaikan mengamuknya
ombak besar di tengah samudra menghajar kedelapan orang
lelaki kasar tersebut. Melihat datangnya angin pukulan yang demikian
dahsyatnya, kedelapan orang itu jadi kelabakan setengah
mati. Tak terhindar lagi mereka berdelapan sama-sama kena
disapu oleh datangnya angin pukulan itu sehingga pada
berjatuhan ke lantai. Tetapi si kakek tongkat tembaga sendiri pun kena dipukul
sempoyongan oleh datangnya angin pukulan dari Liem Ton
yang menyambar lewat dari samping.
Kendati tidak sampai jatuh terjengkang di atas tanah, tetapi
pada saat ini sepasang matanya melotot semakin bulat.
"Anak kura kura, siapakah sebetulnya kau orang?""
teriaknya gusar. Perlahan-lahan Liem Tou menyapu sekejap ke arah
kedelapan orang lelaki kasar dari partai Kiem Tien Pay,
sewaktu dilihat nya walaupun mereka pada jatuh terjengkang
di atas lantai tetapi tidak sampai menderita luka parah, hati
pun jadi lega. "Ooouw .. . jika aku sebutkan namaku, mungkin saking
takutnya kau bakal terkencing-kencing !" serunya sambil
tertawa. "Siapa kau ?"?" teriak si kakek tongkat tembaga lagi
semakin gusar. "Coba kau sebutkan siapakah yang paling dibenci oleh Sin
Beng Kauwcu kalian?"?" bukannya menjawab, pemuda itu
sebaliknya malah bertanya.
"Liem Tou!" "Dan siapa pula yang paling ia takuti?"
"Liem Tou! . . . Eeeei . . . tidak .... tidak ! Sin Beng Kauwcu
kami tidak akan takut terhadap siapa pun."
Kembali Liem Tou tertawa, sinar matanya perlahan-lahan
dialihkan ke atas wajah si orang tua itu.
"Apakah saat ini kau masih belum tahu siapakah aku?"
"Aaach. ..! Liem Tou!" mendadak sikakek tongkat tembaga
berteriak keras, sepasang matanya terbelalak lebar-lebar.
Begitu seruan tersebut meluncur keluar dari ujung bibir,
tubuhnya sudah berkelebat keluar dari ujung bibir, tubuhnya
sudah berkelebat keluar dengan menerobosi jendela.
Sudah tentu Liem Tou tidak akan membiarkan dia orang
melarikan diri dari tempat tersebut, karena jika ia berbuat
demikian bukan saja usahanya akan gagal bahkan
keselamatan dari si gadis cantik pengangon kambing pun akan
menemui bahaya. "Kau hendak pergi kemana?" bentaknya nyaring.
Bayangan hijau berkelebat, pemuda tersebut segera
meloncat keluar dari ruangan mengadakan pengejaran ke arah
luar. Ketika itu si kakek tongkat tembaga sudah melayang turun
ke atas jalan raya dan siap-siap melarikan diri dari sana.
Di tengah udara Liem Tou segera salurkan hawa murninya


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke seluruh badan, sepasang telapak tangannya bersama-sama
didorong ke depan, segulung hawa pukulan yang amat
dahsyat dengan cepat menghantam kepala orang tua itu
bahkan tanah seluas tiga kaki hampir boleh dikata sudah
terkurung di bawah tekanan hawa pukulannya.
Orang-orang yang berlalu-lalang di tengah jalanan, ketika
secara mendadak melihat dari tengah langit melayang turun
dua sosok bayangan manusia, saking kagetnya mereka jadi
menjerit-jerit dan lari serabutan sehingga hanya didalam
sekejap mata suasana di tengah jalanan jadi sunyi senyap.
Si kakek tongkat tembaga yang melihat Liem Tou mengikuti
dirinya menubruk datang, melihat pula situasi di sekeliling
tempat ini, ia lantas tahu sekalipun menghindar ke samping
pun tak akan berhasil meloloskan diri dari sambaran angin
pukulan itu. Akal cerdik kembali berkelebat di dalam benaknya, sambil
menggertak gigi mendadak ia meloncat naik ke atas atap
rumah di hadapannya. Didalam anggapannya jikalau Liem Tou ingin mengejar
dirinya ia pun harus melayang dulu ke atas jalanan untuk
tukar napas kemudian baru mengejar naik ke atas atap,
menanti saat itu ia sudah berada d tempat yang sangat jauh.
Melihat kejadian itu Liem Tou segera tertawa dingin tiada
hentinya, walaupun si kakek tongkat tembaga sudah
meninggalkan permukaan tanah tetapi angin pukulannya
belum buyar bahkan sudah ditambah lagi dengan dua bagian
tenaga lweekangnya. Suara bentrokan keras bergema memenuh angkasa,
meminjam tenaga pantulan itulah Liem Tou kembali enjotkan
badannya mencelat ke tengah udara dan berhasil berada di
atas atap rumah seberang selangkah sebelum Siorang tua itu
sampai. Sekali lagi Liem Tou mendorong telapak tangannya ke
depan, suara jeritan kesakitan segera berkumandang
memecahkan kesunyian, tubuh orang tua itu kontan jatuh
rubuh ke atas tanah Suatu ingatan berkelebat di dalam benak pemuda tersebut,
ia tahu orang ini bersifat licik dan banyak akal karena takut ia
pura pura terluka, tubuhuya segera bersalto di tengah udara
dengan kepala di depan kaki di belakang kembali ia menubruk
ke bawah. Dugaannya sedikit pun tidak salah, sewaktu Liem Tou
menubruk ke bawah dengan membawa angin pukulan yang
sangat keras itulah mendadak si kakek tongkat tembaga
meloncat bangun, kuda-kudanya diperkuat sambil menggertak
gigi ia kumpulkan seluruh tenaga Iweekang yang dimiliki
agaknya ia ada maksud hendak menerima datangnya pukulan
dari pemuda itu dengan keras lawan keras.
Walaupun Liem Tau tidak berani bertindak gegabah, tetapi
dia orang mana jeri terhadap dirinya, tenaga saktinya segera
disalurkan keluar kemudian dihantamkan ke arah bawah.
Pada saat yang bersamaan pula si kakek tongkat tembaga
itu pun mendorong sepasang telapak tangannya ke atas
mengirim segulung hawa pukulan yang dingin lunak dan maha
dahsyat menyambut datangnya serangan musuh.
Melihat kejadian itu, diam-diam Liem Tou merasa agak
terperanjat. Tetapi saat ini hawa napsu membunuh sudah meliputi
seluruh tubuhnva, sudah tentu pemuda ini tidak suka
melepaskan musuhnya dengan begitu saja. Hanya di dalam
sekejap mata dua gulung angin pukulan sudah saling
terbentur satu sama lainnya.
Liem Tou rugi karena badannya masih berada di tengah
udara dan sepasang kaki nya tidak menempel tanah, tetapi
pikiran cerdik dengan cepat berkelebat dalam be naknya.
Menggunakan kesempatan sewaktu terjadi bertrokan itulah
angin pukulannya mendadak meluncur ke samping sedang
badanpun ikut melayang turun ke bawah.
Dengan ilmu meringankan tubuhnya yang benar benar
terlalu tinggi, badannya sedikit berputar saja tahu-tahu ia
sudah berada kurang lebih tiga depa di depan tubuh si kakek
tongkat tembaga tersebut.
Sekali lagi ia mengirim satu pukulan gencar ke depan ...
"Braaak ..." di tengah suara getaran yang amat keras, untuk
mendengus berat pun tidak sempat, tubuh si kakek tongkat
tembaga itu sudah mencelat tiga kaki ke belakang dan rubuh
di tengah jalanan dengan kepala hancur berantakan selembar
nyawa pun ikut melayang menuju keakherat.
Liem Tou melirik sekejap ke arah mayatnya, setelah
menghembuskan napas berat kembali ia melayang naik ke
atas rumah makan tersebut.
Kepada kedelapan orang lelaki dari partai Kiem Tien Pay
segera bentaknya keras: "Ayoh kalian cepat kembali ke posnya
masing masing untuk bertugas, jikalau sam pai ada seorang
anggota perkumpulan Sin Beng Kauw saja yang lolos. . .
Hmmm ! Aku mau lihat kalian masih bisa hidup atau tidak!"
Setelah itu ia lantas menoleh dan berteriak keras: "Eeeei
pelayan, kenapa sayur tidak kau hidangkan ?"
Setelah bersantap kenyang kau membawa pula rangsum
kering, ia lantas membereskan rekeningnya, meninggalkan
kota Swie Kiang cian melanjutkan perjalanan menuju ke
daerah Tzuan Ciat dengan mengambil jalan kecil.
Dengan melakukan perjalanan siang malam, akhirnya
setelah lewat tiga hari tiga malam lamanya sampailah pemuda
ini di daerah pegunungan Ciong Lay san, tetapi dimanakah
letak lembah Boe Beng Kok itu?"
Walaupun ia sudah mencari berita dimana mana tetapi tak
berhasil juga memperoleh sedikit kabar beritapun.
"Jika ingin menemukan lembah Boe Beng Kok, aku harus
mencari seseorang sebagai penunjuk jalan," pikirnya dalam
hati. "Kalau tidak, sekalipun aku mencari selama setahunan
tak bakal bisa ketemu."
Akhirnya Liem Tou mulai mencari cabang-cabang
perkumpulan Sin Beng Kauw yang ada di sekitar daerah
pegunungan Ciong Lay San.
Tetapi sungguh ajaib sekali, di sekitar daerah pegunungan
tersebut ternyata sama sekali tak dijumpai sebuah kantor
cabang pun. Hal ini tak bisa salahkan mereka. Buat apa
perkumpulan Sin Beng Kauw mendirikan sebuah kantor
cabangnya daerah yang sunyi dan sama sekali tak didiami
manusia ini " "
Siang itu setelah ia berlari kesana berlari ke sini di sekitar
pegunungan Ciong Lay san untuk mencari Lembah Boe Beng
Kok, badannya terasa agak capai, ia lantas beristirahat di
bawah sebuah pohon di punggung gunung, sinar matanya
memandang ke tempat kejauhan di antara rentetan
pegunungan yang jauh menjulang ke tengah angkasa.
Tak terasa lagi pemuda itu menghela napas panjang,
gumamnya: "Heeei . . . kelihatannya aku harus kembali dulu
ke semua kota besar untuk menangkap seorang anggota Sin
Beng Kauw sebagai pentunjuk jalan !"
Setelah beristirahat selama sepertanak nasi lamanya, ia
baru bangun berdiri siap-siap meninggalkan tempat itu.
Mendadak sinar matanya dapat menangkap seekor burung
merpati sedang terbang mendekat dari tempat kejauhan,
agaknya burung merpati tersebut sudah lelah dan tak bisa
terbang lagi, terbukti mendadak ia menutup kembali sayapnya
dan hinggap di atas sebuah pohon, kurang lebih seratus kaki
dari dirinya berada. Diam diam Liem Tou merasakan hatinya rada bergerak
pikirnya "Perkumpulan Sin Beng Kauw sudah merupakan sebuah
perkumpulan yang sangat besar didalam dunia Kang Ouw,
kantor kantor cabangnya tersebar di mana-mana sedang
markas besarnya justru terletak di tengah sebuah pegunungan
yang demikian sunyi, jika dari masing masing cabang hendak
memberikan laporannya kemarkas besar apakah mereka harus
mengandalkan tenaga manusia belaka?" Bukankah jika
mereka melakukan tindakan semacam ini hanya buang waktu
dan tenaga saja" Bila aku adalah seorang Kauw cu maka cara
yang baik ada lah menggunakan burung merpati untuk kirim
berita, bukankah hal sangat bagus sekali?"
Berpikir sampai di situ, dengan cepat tubuhnya melayang
turun dari tebing dan mendekati pohon tersebut dengan
langkah yang sangat berhati-hati.
Tanpa menimbulkan sedikit suara ia segera menyelinap ke
bawah pohon, sewaktu ia mendongakkan kepalanya maka
terlihatlah di atas kaki burung merpati tersebut terikat secarik
kertas surat. Hatinya jadi amat girang, tubuhnya laksana sambaran petir
dengan cepat meloncat naik ke atas diiringi tangannya
menyambar menangkap burung tersebut.
"Lembah Boe Beng Kok..! Lembah Boe Beng Kok! Sekalipun
lebih rahasiapun pasti berhasil aku temukan!" gumamnya
girang. Ia lantas meloncat turun dari atas pohon dan lepaskan
kertas surat tersebut untuk diperiksa isinya.
Tetapi sebentar kemudian ia sudah dibuat berdiri
melengak. Kiranya surat tersebut dikirim dari negri Tayli yang
isinya antara lain melaporkan kekalahan anggota perkumpulan
Sin Beng Kauw di pantai Sah Kiem Than serta munculnya Liem
Tou di dalam dunia kangouw.
Selesai membaca surat tersebut Liem Tou lantas tertawa
sendiri. "Sudah terlambat ....! terlambat" Sekalipun Sun Cie Sie
mengetahui urusan ini pun sudah terlambat!" gumamnya.
Surat ini kontan dirobek-robek hingga hancur lalu dicarinya
empat lembar daun pohon yang kemudian diukir dengan katakata
"Liem Tou berkunjung datang" empat kata, setelah itu
diikatkan kembali ke atas kaki burung merpati itu.
Bobot dari keempat lembar daun tersebut jauh melebihi
berat dari kertas surat semula sudah tentu dengan kejadian ini
maka kecepatan terbang dari burung merpati itu pun menjadi
akan jauh berkurang dengan demikian dari atas daratan ia
dapat mengintil kencang. Dengan berbuat demikian apakah
tidak mungkin akhirnya tiba juga di lembah Boe Beng Koh"
"Burung merpati yang bagus, terima kasih, terima kasih!"
seru Liem Tou sambil membelai burung merpatinya dengan
perlahan. "Jikalau bukan ada kau, aku tak akan menemukan
kembali lembah Boe Beng Kok tersebut."
Tangannya lantas diayunkan melepaskan kembali burung
merpati itu ke tengah udara, menanti burung tersebut mulai
melayang ke arah depan Liem Tou yang ada di daratan pun
dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya melakukan
pengejaran. Demikianlah burung merpati itu lantas terbang melalui
dataran-dataran tinggi yang curam dan sangat berbahaya,
sedang Liem Tou yang harus mengikuti terus dari darat lama
kelamaan kepayahan juga kendati ilmu meringankan tubuhnya
sangat lihay dan tenaga lweekangnya telah mencapai taraf
kesempurnaan. Sekalipun begitu, ia tidak berani berhenti untuk
beristirahat, dengan kencangnya pemuda ini berlari dan
mengejar terus tiada hentinya. Setelah dikejarnya beberapa
saat, mendadak ia merasa keadaan rada kurang beres,
sehingga tak kuasa lagi pemuda tersebut sudah berdiri
tertegun. Kiranya burung merpati itu hanya mengelilingi pegunungan
itu saja setelah itu melayang kembali ketempat semula.
Hal ini sudah tentu membuat Liem Tou jadi amat gemas.
"Kurangajar, kurangajar! Binatang berbulu itupun berani
mencari gara-gara dan menggoda aku orang!?" teriaknya
mendongkol. Tanpa ia rasa langkahnya pada saat ini sama sekali sudah
berhenti, sedang sepasang matanya memperhatikan burung
merpati tersebut dengan pandangan mata yang amat tajam.
Tampaklah burung tersebut setelah mengelilingi tiga kali
pegunungan-pegunungan tersebut akhirnya menutup kembali
sayapnya dan meluncur masuk ke balik sebuah bukit dan tidak
kelihatan lagi. Melihat kejadian itu Liem Tou berpikir keras, mendadak ia
tertawa terbahak-babak menabok kepalanya sendiri.
"Eeii... kenapa aku begitu goblok?" makinya kepada diri
sendiri. "Jelas burung merpati itu sebelum melayang turun ke
tempat tujuannya ia harus terbang mengelilingi sekitar tempat
itu... bagaimana mungkin aku menuduh dirinya sengaja
sedang mempermainkan diriku?"
Tubuhnya dengan cepat berkelebat melewati dua buah
bukit menuju ke arah bukit ketiga.
Dari atas bukit terakhir inilah pemuda tersebut berhasil
menemukan sebuah lembah buntu di bawah tebing.
Sekelilingnya merupakan batu-batu tebing-tebing yang
curam, satu-satunya jalan untuk menghubungkan tempat luar
dengan lembah tersebut hanya ada di sebelah depan atau
mulut lembah sedang sebuah sungai mengalir dari lembah
menuju kearah luar. Saat ini suasana di dalam lembah Boe Beng Kok tersebut
amat gaduh, suara lengkingan yang memekikkan telinga
berkumandang tiada hentinya di tengah angkasa, bayangan
manusia pun berkelebat tiada hentinya ke sana kemari,
sedang orang-orang itu rata-rata memakai baju warna hitam
semua, tak terlibat seorang pun yang memakai baju dengan
warna lain. Liem Tou yang melihat kejadian itu sudah tentu mengerti
apa sebabnya mereka menunjukkan sikap yang demikian
tergesa-gesa tidak lain tentu mereka sudah menerima surat
yang dibawa oleh burung merpati tersebut dan tahu kalau
Liem Tou sebentar lagi akan tiba, maka mereka ribut
melakukan persiapan-persiapan.
Diam-diam Liem Tou merasa kegelian, pikirnya dalam hati:
"Mmm! perduli kalian hendak mengatur penjagaan yang
bagaimana kuatpun, apakah dikira bisa, menghalangi
maksudku?"?" Pikirannya kembali berputar.
"Kini jejakku sudah diketahui oleh mereka kenapa aku tidak
tantang mereka secara terang terangan pula?""
Berpikir akan hal itu, hawa murninya segera disalurkan
keluar, pertama-tama ia bersuit panjang terlebih dahulu
setelah itu baru tertawa terbahak-bahak tiada hentinya.


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Di bawah sana apakah markas besar perkumpulan Sin
Beng Kauw?"" teriaknya keras.
Suaranya nyaring dan tajam, sekalipun orang yang berada
sepuluh lie dari sini pun dapat mendengar dengan sangat
jelas. Tetapi dari balik lembah tidak kedengaran suara
jawaban Hanya saja suara yang semula amat gaduh secara
mendadak sirap sama sekali, orang orang perkumpulan Sin
Beng Kauw yang ada di dalam lembah pun semakin lama
semakin berkurang, lalu di dalam sekejap mata tak kelihatan
seorang pun. "Orang yang berada di atas puncak apakah Liem Tou ?""
ketika itulah dari dalam lembah terdengar suara seseorang
menegur. "Kami orang orang perkumpulan Sin Beng Kauw
menyambut kedatanganmu!"
"Haaa.. haaa...apakah Sin Beng Kauwcu kalian ada?"" Aku
ingin menemui Kauwcu kalian! Liem Tou tertawa tergelak
dengan suara yang amat nyaring.
Dari dalam lembah Boe Beng Kok pun segera
berkumandang pula suara keras, tertawa yang keras.
"KauwCu kami tak ada disini. apalagi kau ingin
mengandalkan apa untuk menemui KauwCu kami" Jika ada
urusan, aku Pauw Siauw Ling pun bisa mengambil keputusan!"
"Ooow. .kiranya kau!" Liem Tou mendengar orang itu
bukan lain adalah Pouw Siauw Leng, suara tertawanya
semakin keras lagi. "Jikalau bukannya perkataan moay moaymu, sejak dulu kau
sudah menemui ajal di tanganku, kau masih punya maka
untuk menemui diriku?" Ayah cepat panggil KauwCu kalian
keluar!" Dari dalam lembah tampaklah bayangan hitam berkelebat,
secara mendadak dari sebuah bangunan yang sangat besar
muncul keluar Pouw Siauw Ling, tampaklah seluruh tubuhnya
memakai jubah warna hitam dan berdiri dengan sangat angker
di depan lembah. Diikuti dari belakangnya muncul empat orang anggota
perkumpulannya Sin Beng-Kauw yang memakai baju warna
hitam pula, mereka langsung berdiri di belakang Pouw Siauw
Ling. Liem Tou melirik sekejap kearah mereka, sedang dalam
hati lantas mulai berpikir:
"Hmm! Sekarang kau boleh gagah-gagahan dulu, lain kali
pasti aku akan memberi hukuman kepadamu!"
Pouw Siauw Ling yang ada di bawah puncak kembali
berteriak: "Beritahu padamu, KauwCu kami tak ada di dalam
lembah. Asalkan kau punya nyali, ayoh turun kemari!"
Hati Liem Tou agak bergerak, selagi hendak meloncat turun
mendadak... "Liem Tou, tunggu sebentar!" dari belakang tubihnya
berkumandang datang suara bentakan lirih dari seorang gadis.
Liem Tou sama sekali tidak menyangka kalau di belakang
tubuhnya bisa muncul seseorang tanpa ia rasakan, diam-diam
hatinya merasa amat terperanjat. Dengan cepat tubuhnya
berputar ke belakang, tampaklah kurang lebih tiga kaki di
belakang tubuhnya berdiri seorang nona berdandankan gadis
desa yang usianya baru dua puluh tahunan.
Walaupun wajahnya amat murung tetapi tak dapat
menutupi kecantikan wajahnya yang tiada taranya itu.
Dengan tajam Liem Tou mengamati gadis itu lama sekali,
tetapi sejenak kemudian ia sudah berseru tertahan dengan
hati kegirangan. "Aaakh . . . ! Bukankah kau Cing moay?" teriaknya cepat.
"Bagaimana kaupun bisa sampai disini ?""
Jilid 48 Teringat peristiwa setahun yang lalu sewaktu masih berada
di dalam perkampungan Ie Hee San Cung di gunung Ha Mo
san, jikalau bukan gadis ini yang telah turun tangan
menghadang diri Boen Ing mungkin pada waktu itu sukar
baginya untuk meloloskan diri dari kematian.
Tak terasa lagi ia sudah menaruh perasaan sangat terima
kasih terhadap gadis ini, kakinya sedikit menutul permukaan
tanah dengan cepat badannya lantas berkelebat ke depan
bermaksud hendak menangkap tangannya yang halus.
Siapa sangka air muka Siauw Giok Cing mendadak berubah
hebat. "Liem Tou! kau ingin berbuat apa?"?" bentaknya keras.
"Kau benar-benar tidak tahu malu?"?"
Mendengar teguran tersebut Liem Tou segera merasakan
hatinya berdesir, seketika itu juga wajahnya berubah jadi
merah jengah. "Cing moay ! Berkat pertolonganmu sewaktu berada di
gunung Cing Shia, aku merasa sangat berterima kasih
terhadap dirimu," sahutnya gelagapan.
"Sudah ... . sudahlah ! Buat apa kita ungkap kembali
peristiwa yang telah terjadi pada masa yang lalu?" Kini
Hujienmu dikurung dalam air terjun beracun "Hwee Puh Tok
Cian", kau Cepat-cepatlah pergi menolong dirinya lepas dari
mara bahaya, kalau tidak kemungkinan sekali ia akan
menemui ajalnya saking murung dan tersiksanya!"
"Apa itu air terjun beracun " Dimana letaknya?" seru Liem
Tou dengan hati tergetar sangat keras.
Tak terasa lagi Siauw Giok Cing menghela napas panjang.
"Setelah Hudjien mu kena ditawan ke dalam lembah oleh
Boe Beng Kok su sebenarnya ia ada maksud melepaskan
kembali ia pergi. Tetapi sewaktu ia menerima berita yang
mengatakan kau telah ditolong pergi oleh kerbaumu, karena
takut mendatangkan bencana di kemudian hari maka ia lantas
punahkan maksud hatinya ini dan ingin menggunakan
perempuan tersebut sebagai orang tanggungan untuk
memaksa dirimu. Oleh karena itulah akhirnya ia mengurung
Hujinmu di dalam Air Terjun Beracun. Siapa sangka Pouw
siangcu ternyata adalah seorang setan perempuan yang
terkutuk, selama satu tahun ini entah ia sudah menggunakan
berapa ribu macam siasat untuk mencapai maksud hatinya
itu." Mendengar perkataan tersebut air muka Liem Tou berubah
hebat, sinar matanya berkilat.
"Sekarang dia bagaimana?"" Apakah Wan moay sudah
menjadi mangsanya?"?"
"Hmm! kalau ia sudah jadi mangsa kebinatangan Pouw
siangcu, hari ini sekali hantam...." Giok Cing berkata perlahan
sambil melirik sekejap ke arah pemuda tersebut.
Liem Tou tidak mengerti maksudnya, tetapi Siauw Giok
Cing pun tidak memberikan penjelasan. Setelah
menggelengkan kepalanya kembali sambungnya lebih lanjut;
"Di dalam markas besar perkumpulan Sin Beng Kauw, di
mana-mana sudah dipasangi alat rahasia hawa beracun serta
kabut beracun, jika kau berani mendatangi pada pagi hari
tanggung akan menemui suatu bencana yang tiada taranya.
Menurut penglihatanku jauh lebih baik kita menunggu dulu
sampai malam hari telah tiba dan mereka tidak melihat
posisimu saat itulah kau baru berusaha untuk memasuki
lembah tersebut nanti malam aku akan pimpin kau pergi
menemui Wan moay!" "Apa" sebelum Wan moay berhasil tolong keluar apakah
setiap saat bisa ditemui?"?"
"Soal ini kau tidak usah mengurus, mari ikutilah diriku!"
Siauw Giok Cing tertawa. "Bagaimanapun jikalau kau mendatangi lembah Boe Beng
Kok pada pagi hari tak akan mendapatkan keuntungan apa
pun!" Sekali lagi Liem Tou melirik sekejap ke arah lembah Boe
Beng Kok. Ketika itu Pouw Siauw Ling sekalian sudah berlalu
dari sana dengan demikian suasana di dalam lembah pun
kosong. Buru-buru ia putar badan dan berlalu mengikuti dari
belakang Siauw Giok Cing.
Agaknya terhadap sekitar jalan pegunungan ini Siauw Giok
Cing sangat mengenalnya, setelah turun dari gunung dan
berputar beberapa kali sampailah mereka di sebuah jalan
besar. Kemudian sesudah berjalan lagi tak jauh di depan mereka
muncul beberapa rumah penduduk.
"Aku tinggal di dalam rumah sebelah sana!" kata Siauw
Giok Cing sambil menuding ke arah depan.
Sembari berkata ia percepat langkah kakinya menuju ke
depan, saat ini kecepatannya boleh dikata sudah bagaikan
sambaran petir, dengan pandangan mata manusia biasa
jangan harap bisa melihat jelas bayangan tubuhnya.
Hanya di dalam beberapa kali loncatan saja ia sudah
berada diantara beberapa rumah tersebut.
Liem Tou yang telah mengetahui ia tinggal di sana, langkah
kakinya malah diperlambat, dari atas pohon ia patahkan dulu
sebatang tangkai kayu sebagai tongkat penggebuk anjing
kemudian selangkah demi selangkah melanjutkan kembali
perjalanannya ke depan. Sewaktu a hampir tiba di depan rumah-rumah itulah,
mendadak dari dalam rumah tersebut meloncat keluar
segerombolan anggota perkumpulan Sin Beng Kauw. Sewaktu
mereka melihat Liem Tou munculkan dirinya dari atas gunung,
beberapa orang itu jadi keheranan, mereka bersama-sama
ngerubung ke arah depan. "Hey pengemis busuk, kau datang dari mana?" bentaknya
keras. Liem Tou sama sekali tidak ambil gubris terhadap bentakan
mereka, tetapi pada saat itulah mendadak terdengar kembali
suara ketukan yang nyaring berkumandang datang.
Beberapa orang anggota perkumpulan Sin Beng Kauw itu
sewaktu mendengar suara tersebut, terdengarlah salah
seorang di antara mereka berteriak keras:
"Aaakh . . . bajingan kaki kayu sudah datang kembali,
apakah malam ini adalah saatnya untuk bergebrak melawan
Pouw Siangcu ?""
"Siapa yang bilang bukan?" sahut salah seorang lainnya,
"Malam ini Pouw SiangCu bakal kelelahan sambil kehabisan
tenaga." Liem Tou yang mendengar perkataan tersebut setelah
dipikir sebentar ia lantas mengerti yang dimaksudkan sebagai
bajingan kaki kayu oleh anggota perkumpulan Sin Beng Kauw
tentu Oei Poh adanya, diam-diam pikirnya dalam hati:
"Oei Poh memang ada alasan untuk mencari setori dengan
diri Pouw Siauw Ling, entah janji pertempuran mereka akan
diadakan dimana" bila ada kesempatan aku akan pergi
menonton jalannya pertempuran tersebut, aku pikir mereka
pasti akan bergebrak dengan seru dan menarik".
Ketika itu para anggota perkumpulan Sin Beng Kauw yang
mendengar munculnya suara derapan kaki kayu di atas tanah,
segera pada melepaskan Liem Tou begitu saja dan balik
mengurung dimana berasalnya suara tersebut.
Liem Tou pun tidak ingin menggubris mereka lagi.
Selangkah demi selangkah ia melanjutkan kembali langkahnya
menuju ke depan. Kiranya deretan rumah-rumah itu bukan lain adalah rumahrumah
makan yang jelas khusus didirikan untuk melayani
orang-orang anggota perkumpulan Sin Beng Kauw.
Sejak semula Liem Tou telah menemukan Oei Poh berjalan
masuk ke dalam salah satu rumah makan tersebut, diam-diam
pikirnya dalam hati: "Rumah itu adalah tempat kediaman dari Cing moay,
apakah diantara mereka berdua sudah ada perjanjian
sebelumnya ?" Pada saat ini Liem Tou tidak ingin banyak ribut dengan Oei
Poh lagi, ia anggap urusannya dengan pemuda tersebut telah
selesai dan tiada hutang lagi di antara mereka.
Satu pikiran berkelebat di dalam benaknya, dengan cepat
diambilnya segenggam pasir lalu diusapkan ke atas wajah
sendiri, dengan demikian siapa pun jangan harap bisa
mengenali wajah aslinya kembali.
Setelah seluruh persiapan selesai dengan langkah lebar ia
baru berjalan masuk ke dalam rumah makan tersebut.
Ketika itu Oei Poh sedang duduk dengan terpesona di
dalam rumah makan tersebut, wajahnya kelihatan jauh lebih
tua-an. Tetapi bayangan dari Siauw Giok Cing sama sekali tidak
kelihatan. Tidak lama kemudian sang pelayan sudah
menghidangkan sayur serta arak dihadapannya, Oei Poh
dengan gerak-gerik yang tidak ganti segera menyambar teko
araknya kemudian di dalam setegukan menghabiskan seluruh
isi arak tersebut. Demikianlah berturut-turut ia menghabiskan tiga teko arak
dalam sekejap mata setelah itu baru menghembuskan napas
panjang. Liem Tou yang melihat kejadian itu dalam hati diam-diam
merasa keheranan. Teringat tempo dulu sewaktu berada di
kota Hong Kiat keresidenan Tzan Tiong ia pun pernah bersikap
seperti ini, tetapi tempo dulu dikarenakan kematian suhunya
sehingga ia jadi berubah seperti itu.
Tetapi kini iapun mengulangi kembali sikapnya tersebut,
apakah di dalam hatinya pun timbul suatu persoalan yang
membuat hatinya jadi murung"
Liem Tou segera berjalan masuk ke dalam kedai ini dan
mencari satu tempat duduk, sang pelayan yang melihat secara
mendadak muncul seorang pengemis berjalan masuk ke dalam
kedai, air mukanya lantas berubah tetapi sebelum dia orang
menunjukkan suatu reaksi dari dalam sakunya Liem Toi sudah
mengambil keluar setahil perak dan diletakkannya di atas
meja. Liem Tou yang melihat keadaan dari Oei Poh, semakin
memandang hatinya semakin merasa kasihan, mendadak
teringat olehnya kalau dia masih menyimpan tiga laksa tahil
perak. Dalam hati lantas berpikir:
"Jikalau aku bisa serahkan ketiga laksa tahil perak tersebut
kepadanya mungkin ia bisa membangun kembali kejayaan dari
Perusahaan ekspedisi Cing Piauw kiok".
Karena dalam hati ada maksud membantu diri Oei Poh
maka Liem Tou pun segera bangun berdiri dan berjalan
mendekati ke arahnya. "Looheng! Sungguh hebat kekuatan minum arakmu !"
tegurnya sambil tertawa. "Hampir boleh dikata menandingi
kekuatanku !"

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Oei Poh membalikkan matanya, ia mendengus dan tetap
bungkam dalam seribu bahasa.
"Jikalau Loo heng ada kegembiraan, aku si pengemis cilik
suka beradu kekuatan minum dengan Loo heng,
bagaimana?"" "Pergi!" di atas wajah Oei Poh kelihatan mulai diliputi hawa
kegusaran. "Siapa yang punya kegembiraan untuk beradu
kekuatan minum arak dengan kau si pengemis cilik?"
"Eeei...eeei.. kenapa Loo heng harus marah-marah?"
kembali Liem Lou berseru dengan wajah menggoda.
"Walaupun aku cuma seorang pengemis tetapi aku tak akan
mencari keuntungan dari pertandingan ini. Looheng tidak usah
kuatir! Uang arak aku yang bayar. Terus terang saja aku
katakan, sekalipun uang sebesar tiga laksa tahil perakpun aku
masih bisa membayarnya. Aakh! benar, bagaimana kalau kita
menggunakan uang sebesar tiga laksa tahil perak sebagai
barang taruhan?" Oei Poh semakin gusar lagi dibuatnya "Kau Pengemis gila.
Ayoh cepat pergi dari sini," bentaknya keras.
Telapak kirinya segera diayunkan ke depan, segulung hawa
pukulan yang tak berwujud dengan membawa satu bagian
tenaga segera melayang ke arah tubuh Liem Tou.
Di dalam pemikirannya, tenaga sebesar satu bagian sudah
cukup melemparkan badan si pengemis cilik itu sejauh satu
kaki. Siapa sangka Liem Tou masih tetap berdiri tak bergerak,
bahkan seperti tidak merasa saja. Ia tetap tertawa hahaha
hihahihi. Melihat kejadian itu Oei Poh jadi melengak, mendadak
dengan mengerahkan lima bagian tenaga dalamnya sang
tangan kanan laksana sambaran kilat dihajarkan lagi ke
depan. Liem Tou tersenyum, telapak kirinya segera dikebaskan dan
dengan sangat tepat berhasil mencengkeram urat nadi Oei
Poh. "Loo heng. kenapa kau harus marah-marah begitu?""
godanya sambil tertawa keras. "Jikalau bukannya aku si
pengemis cilik pernah belajar ilmu silat selama beberapa
tahun, kemungkinan sekali barusan aku orang sudah modar
kena kau hantam!" "Eeei. kau adalah anggota perkumpulan Sin Beng Kauw
yang sengaja datang mengacau diriku?"" teriak Oei Poh sambil
tarik kembali tangan kanannya dan melototi diri pemuda
tersebut dengan penuh kegusaran. "Jikalau begitu kau
memang sudah bosan hidup!"
"Waah... waah ... tidak ada urusan semacam ini. Anggota
perkumpulan Sin Beng Kauw sudah dikutuki setiap orang dan
harus dibasmi habis, bagaimana mungkin aku adalah anggota
perkumpulan Sin Beng Kauw" Tetapi aku lihat agaknya
looheng ada sedikit ganjalan dengan pihak perkumpulan Sin
Beng Kauw, bukan begitu?"
"Hah! Soal ini lebih baik kau si pengemis tidak usah turut
campur," dengus Oei Poh dengan gemas.
Kembali Liem Tou mengalihkan bahan pembicaraannya
dalam soal uang tiga laksa tahil perak.
"Kau berani bertaruh dengan diriku" tiga laksa tahil perak
sudah cukup untuk membangun kembali kejayaan perusahaan
Cing Liong Piauw kiok, kenapa kau tak suka?"
Oei Poh yang mendengar perkataan tersebut mendadak air
mukanya berubah hebat dengan cepat ia meloncat bangun.
"Aku tak percaya kalau kau bukan orangnya Pouw Siauw
Ling!" teriaknya keras.
Mendadak sepasang telapak tangannya didorong bersamasama
ke depan. Telapak sebelah kiri langsung menerjang ke
depan sedang telapak kanannya mengirim satu pukulan
berputar Sian Hong Ciang Hoat. Dua gulung angin pukulan
yang satu lurus yang lain berbelok pada saat yang bersamaan
bersama-sama menyerang ke depan.
Liem Tou memang pernah mendapatkan kerugian di dalam
ilmu pukulan Sian Hong Ciang Hoat ini apalagi kehidupannya
selama beberapa hari di dalam lembah mati hidup dan mulut
Siauw Giok Cing telah mengetahui jalannya ilmu pukulan
tersebut dengan hapal. Melihat dua gulung angin pukulan dari Oei Poh hampir tiba
di depan badannya, mendadak badannya berputar
menghindarkan diri ke samping.
Untuk beberapa saat Oei Poh tak dapat menarik kembali
serangannya, dua gulung angin pukulannya segera
bertumbukan menjadi satu membuat badannya jadi tergetar
dan mundur ke belakang dengan sempoyongan.
"Haaa.. . . haaa. .haaa. kau tidak bakal berhasil
menghantam diriku," Liem Tou yang ada di samping segera
tertawa terbahak-bahak. "Apa kau anggap ilmu Sian Hong
Ciang yang kau dapatkan dengan jalan mencuri itu bisa
memukul diriku?""
Oei Poh tak bisa membendung hawa gusar di hatinya lagi,
kaki kayunya diketuk-ketukkan ke atas tanah.
"Kau pengemis edan yang dipelihara anjing, hari ini akan
kujagal dirimu!" makinya sambil mencak-mencak.
Liem Tou sama sekali tidak menyangka kalau sifat Oei Poh
bisa berubah sedemikian kasar, buas dan berangasannya,
mendengar makian yang sangat kotor itu hawa amarahnya
timbul juga. Sepasang alisnya dikerutkan rapat-rapat badannya dengan
menggunakan kecepatan bagaikan petir meloncat ke hadapan
Oe Poh, tubuhnya kemudian langsung memerseni dirinya
dengan beberapa kali tabokan.
"Mulut anjingmu harus sedikit hati-hati kalau memaki. Aku
lihat kau cuma menghilangkan muka suhumu saja!" bentaknya
berat. Sejak keluar dari lembah Mati Hidup, tenaga dalam Oei Poh
sudah memperoleh kemajuan yang amat pesat, ditambah pula
ia berhasil mempelajari jurus-jurus rahasia aliran Heng san
Pay yang telah punah, boleh dikata saat itu dirinya sudah
termasuk seorang jagoan kelas satu, sudah tentu pula
selamanya belum pernah mendapatkan kerugian seperti ini
hari. Dan ia tidak pernah menyangka kalau si pengemis cilik
yang berada di hadapannya dengan begitu mudah berhasil
menghajar pipinya. Ketika itu dari perasaan terperanjat ia jadi gusar, sambil
menjerit keras tubuhnya laksana seekor burung elang segera
meloncat ke tengah udara lalu melancarkan serangan dengan
menggunakan ilmu sakti "Leng Gong Sam Cie" dari partai
Heng san Pay. Ilmu ini adalah suatu ilmu sakti ciptaan Oei Poh serta Siauw
Giok Cing sepeninggalnya Liem Tou dari dalam lembah.
Melihat Oei poh menggunakan ilmu sakti itu, diam-diam
Liem Tou merasakan hatinya bergetar keras hawa
lweekangnya buru buru disalurkan mengelilingi seluruh tubuh
sedang sepasang matanya dengan tajam memperhatikan
terus gerak-geriknya, ia tidak berani berlaku gegabah.
Tanpa terasa suasana di dalam rumah makan itu pun
berubah jadi amat tegang.
Ketika Oey Poh sedang berputar di tengah udara siap-siap
menubruk ke arah Liem Tou itulah, mendadak dari dalam
rumah makan tersebut keluar suara bentakan yang amat
nyaring: "Oei heng, sudah kau taruh kemanakah sepasang
matamu?"" Ayoh cepat berhenti, kau bukan lawannya!"
Mengikuti suara bentakan tersebut sesosok bayangan
manusia berkelebat keluar, dia bukan lain adalah Siauw Giok
Cing adanya. Liem Tou yang melihat asal-usulnya kena dipecahkan oleh
Siauw Giok Cing dengan wajah berubah merah padam ia
tertawa terbahak-bahak. "Oei heng, Harap kau suka memaafkan kelancanganku,
siauwte tiada maksud mencari onar dengan diri Oei heng!"
serunya. Dengan wajah berubah jadi merah padam membesi Oei
Poh melayang turun ke atas permukaan tanah, seluruh
tubuhnya gemetar keras, mendadak ia meloncat keluar dari
ruangan tersebut dan di dalam sekejap mata sudah lenyap tak
berbekas. Melihat kejadian itu Siauw Giok Cing merasa hatinya sangat
cemas, buru-buru ia enjotkan badannya mengejar dari
belakang, Tetapi ketika itu bayangan dari Oei Poh sudah
lenyap tak kelihatan lagi.
"Liem Tou! Kau sudah mencelakai dirinya!" teriaknya
kemudian sambil putar kembali ke dalam rumah makan
tersebut. "Kapan aku sudah mencelakai dirinya?"?" Liem Tou agak
melengak juga mendengar teguran tersebut.
"Kau tidak paham, kau tidak paham" kau benar-benar
sudah mencelakai dirinya," teriak Siauw Giok Cing kembali
sambil mendepakkan kakinya ke atas tanah.
Liem Tou yang mendengar omongan tersebut jadi semakin
kebingungan lagi dan akhirnya ia jadi mendongkol.
"Apa maksud perkataanmu itu?"?" tanyanya cepat. "Jika
aku ingin mencelakai dirinya, sejak tadi ia sudah menggeletak
di atas tanah menjadi sesosok mayat!"
Perlahan-lahan Siauw Giok Cing menghela napas panjang.
"Heeei . . .mungkin kau dapat melihat bahwa pada saat ini
bukan sifatnya sudah berubah sangat berangasan dan kasar?"
kau tahu karena apa sifatnya jadi berubah?""
"Tidak akan lebih ia sedang murung karena tak dapat
mengalahkan diri Pouw Siauw Ling!"
"Bukan! yang penting bukan karena persoalan ini," buru
buru Siauw Giok Cing menggeleng. "Dendam berdarah
suhunya sudah ditebus dengan kematian ayah Pouw Siauw
Ling, si Ang In Sin Pian, ia boleh tidak usah mencari balas
dengan Pouw Siauw Ling lagi. Ia tiada alasan yang kuat untuk
harus membinasakan diri Pouw Siauw Ling!"
Sepasang mata Liem Tou dengan tajam memandang wajah
Siauw Giok Cing tak berkedip.
"Lalu dikarenakan apa?"" akhirnya ia mendesak.
"Karena cinta, cintanya sudah berkobar-kobar sukar
dibendung," sahut gadis itu malu-malu. Air mukanya berubah
jadi merah padam. "Karena cinta?"" ia sudah cinta siapa?" dan apa sangkut
pautnya dengan diriku?"" Liem Tou betul betul merasa tidak
mengerti. "Mencintai diriku. Aku tidak setuju! Dia menganggap kaulah
satu-satunya penghalang!"
Kembali Liem Tou dibuat tidak mengerti.
"Ia suka dengan siapa sukalah dengan orang itu, kenapa
aku harus menghalang-halangi niatnya?""
Siauw Giok Cing gelengkan kepala lantas tertawa dingin.
"Liem Tou! Itulah sebabnya aku memberi keterangan
kepadamupun kau tak bakal mengerti?"
Berbicara sampai di situ mendadak air mukanya berubah
memberat, sambungnya: "Lim Tou, terus terang aku beritahu ke padamu! Jikalau
sampai Oei Poh menemui suatu cedera, aku akan minta
pertanggungan jawabmu..."
Ketika itu senja sudah mendekat, Liem Tou pun bersantap
di dalam rumah makan itu sambil menanti lagi beberapa saat
lamanya. Menanti malam hari sudah tiba, Siauw Giok Cing
lantas bertukar pakaian dengan memakai baju warna
hijaunya, bersama sama dengan Liem Tou meninggalkan
rumah makan tersebut menuju ke arah gunung.
Siauw Giok Cing ada di depan dan Liem Tou ada di
belakang ilmu meringankan tubuh mereka berdua sama-sama
sudah mencapai taraf kesempurnaan, hanya di dalam sekejap
mata mereka sudah berada di tengah pegunungan yang tinggi
dan curam itu dengan selamat.
Malam itu sangat gelap, sedikit angin pun tidak terasa.
Liem Tou dengan mengikuti dari belakang tubuh Siauw Giok
Cing berjalan menuju ke tengah pegunungan Ciong Lay san
yang sunyi, setelah putar sana belok kemari menghabiskan
beberapa waktu akhirnya terdengarlah suara deruan air
berkumandang masuk ke dalam telinga.
"Sttt . . hati-hatilah bertindak," tiba-tiba Siauw Giok Cing
memberi tanda dengan suara yang lirih. "Di daerah sekitar sini
banyak terdapat peronda dari perkumpulan Sin Beng Kauw.
Kau sudah dengar belum suara percikan air" Nah ... itulah dia
air Terjun Reracun, di tengah deburan air tersebut pada
sumbernya mereka sudah menaruh sejumlah racun obat yang
sangat ganas, bahkan racun tersebut merupakan suatu obat
beracun yang sangat keras."
"Hmm! Sudah hampir sampai" Untuk bertemu muka
dengan Wan moay apakah harus melewati dulu Air Terjun
Beracun itu?"" dengus Liem Tou dingin.
"Ehmm . . memang sudah hampir sampai. Kita sih tidak
perlu melewati Air Terjun beracun itu."
Larinya mendadak diperkencang, dan berkelebat menuju ke
arah puncak gunung di hadapannya yang amat tinggi sekali
itu. Liem Tou dengan kencang mengejar terus dari arah
belakang. Seperminuman teh kemudian sampailah sudah
mereka di atas puncak gunung itu, di tengah kegelapan
dengan tiada ragu sama sekali Siauw Giok Cing berkelebat
melewati puncak gunung itu kemudian dengan terburu-buru
berlari turun lagi dari puncak.
Setelah tiba di bawah puncak ia langsung berbelok
memasuki sebuah lembah yang amat sempit kurang lebih
sepanjang satu lie. Ketika itulah Siauw Giok Cing baru memperlambat langkah
kakinya. "Sekalipun anggota perkumpulan Sin Beng Kauw sendiripun
tak bakal tahu tempat ini !" katanya sambil menoleh.
"Apakah tempat ini bisa menembus sampai di depan air
terjun beracun itu?"" tanya sang pemuda rada curiga.
"Tidak dapat, antara tempat ini dengan air terjun beracun
itu dihadangi dengan sebuah dinding gunung yang tebal."
Mendengar perkataan tersebut Liem Tou segera merasakan
kepalanya seperti disiram dengan sebaskom air dingin hatinya
terasa rada berdesir. "Kalau begitu aku tak bisa bertemu muka dengan Wan
moay?"" serunya tak tertahan.
Siauw Giok Cing sama sekali tidak menjawab, ia tetap


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melanjutkan perjalanannya di tengah lorong lembah yang
sempit lagi gelap itu. Beberapa saat kemudian akhirnya sampailah mereka
didasar lembah tersebut, di sana tanah amat gundul dan licin,
kecuali jamur yang tumbuh di sekeliling tebing batu tak
kelihatan tumbuhan lainnya lagi.
Melihat keadaan di sekitar sana tak kuasa lagi Liem Tou
melirik sekejap ke arah gadis tersebut, tetapi belum sempat ia
mengucapkan sesuatu Siauw Giok Cing sudah tertawa lebih
dulu. Ia berjalan mendekati dinding batu tersebut kemudian
dengan sangat berhati-hati menyingkirkan dulu beberapa buah
jamur yarg tumbuh di sekitar sana setelah itu ia baru berseru
perlahan. "Wan moay! Wan moay!"
Liem Tou yang melihat ia berbuat demikian, dalam hati
lantas merasakan sesuatu, hatipun tanpa terasa sudah ikut
merasa tegang. Tanpa banyak cakap lagi ia lantas berkelebat maju ke
depan: ketika itulah dari balik gua sudah terdengar suara
sahutan dari si gadis cantik pengangon kambing.
"Enci Cing, kau sudah datang!" serunya perlahan "Kenapa
kau sudah begitu lama tidak datang?" Siauw moay benar
benar merasa amat, murung setengah mati!"
"Aku tahu! Tetapi selama beberapa hari ini aku betul betul
ada urusan, harap kau suka memaafkan."
"Aaaakh" Urusan apa" Kau sudah memperoleh kabar
tentang engkoh Liem?"
Mendadak Siauw Giok Cing tertawa cekikikan.
"Belum!" sahutnya cepat. "Cuma aku sudah bertemu muka
dengan seorang pengemis busuk yang wajahnya mirip dengan
Liem Tou si bangsat cilik itu!"
Ketika itu Liem Tou tak bisa menahan diri lagi dengan cepat
ia menarik tangan Siauw Giok Cing dan didorongnya ke
belakang. Siapa sangka pada saat itulah mendadak Siauw Giok Cing si
gadis berbaju hijau itu sudah berteriak
"Aaakh...! Pengemis busuk itu sudah datang. Wan moay!
kau jangan percaya omongannya!"
"Wan moay! Wan moay! Aku adalah Liem Tou, kau dengar
suaraku tidak?" Aku sengaja datang hendak menolong
dirimu?" Teriaknya terburu-buru ke arah sebuah lubang
sebesar uang logam di atas dinding batu tersebut.
Lama sekali dari balik gua tidak kedengaran sedikit
suarapun. "Wan moay! Wan moay! kau tidak percaya?"" Terburu-buru
kembali Liem Tou berteriak. "Aku adalah Liem Tou, aku benarbenar
Liem Tou. Wan moay! Aku adalah Liem Tou yang
sungguh-sungguh." Sembari berteriak Liem Tou tak dapat menguasahi
kekecutan di hatinya lagi, air mata mendadak mengucur
keluar membasahi pipinya.
Mendadak dari balik gua pun kedengaran suara si gadis
cantik pengangon kambing sedang menangis terisak, suara
tangis yang begitu sedih, dan begitu mengenaskan.
Liem Tou yang mendengar suara tangisan itupun segera
merasakan hatinya amat terharu.
"Wan moay! kesemuanya ini akulah yang tidak baik
sehingga mencelakai dirimu dan membuat kau harus tersiksa,
aku tentu akan meratakan seluruh perkumpulan Sin Beng
Kauw ini!" Sampai pada saat itulah, suara si gadis cantik pengangon
kambing baru berkumandang keluar: "Engkoh Liem! agaknya
aku sedang bermimpi. Benarkah kau orang" Mereka bersikap
sangat baik terhadap diriku, cuma Pouw Siauw Ling si bangsat
itu tak boleh dibiarkan hidup lebih lanjut. Bagaimana dengan
enci Ie" Ooouw . . . Tia ... Tia ..."
Mengungkap soal Lie Loo jie, ia tak dapat melanjutkan
kembali kata-katanya. Mendengar diungkapnya kembali persoalan tersebut dari
dasar hati Liem Tou muncullah perasaan dendamnya, air mata
bercucuran membasahi seluruh wajahnya.
"Wan moay! Aku tentu akan meratakan seluruh
perkumpulan Sin Beng Kauw ini dengan tanah dan
membinasakan seluruh bajingan itu kemudian pergi mencari
balas terhadap diri Ke Hong si bangsat tua itu !" Teriaknya
dengan nada penuh kebencian. "Wan moay! Kau jangan
menangis. Aku beritahu suatu kabar gembira untukmu Enci Ie
sudah tertolong keluar!"
"Ooouw ... terima kasih atas kemurahan Thian! Kalau
begitu sangat bagus sekali. Engkoh Liem! Tempat ini sangat
berbahaya kau harus berhati-hati, jangan terlalu menempuh
bahaya." "Aku tidak takut, sekalipun gunung golok rimba pedang,
sarang naga gua macan pun tak akan bisa menahan
terjanganku...." "Engkoh Liem! kau jangan begitu," seru si gadis cantik
pengangon kambing lagi sambil menangis tersedu-sedu.
"Asalkan Enci Ie sudah tertolong hatiku pun sudah lega, kau
jangan terlalu memikirkan diriku..."
"Wan moay kenapa kau mengucapkan kata-kata seperti
itu?"" mendadak Lim Tou mempertinggi suaranya. "Kau sudah
pandang aku Liem Tou seperti manusia macam apa?" Wan
moay, kau tunggu saja! Tidak sampai kentongan kedua aku
tentu sudah datang kembali!"
"Sungguh?" tetapi kau harus baik-baik, menjaga dirimu
sendiri, jikalau menemui kesulitan ingatlah, jangan terlalu
terburu-buru, jika kau berbuat demikian maka hal ini akan
mendatangkan ketidakberuntungan buat diriku, sudah tahu?""
"Perduli bagaimana pun aku harus menolongi kau lolos dari
kurungan. Wan moay, kau baik-baiklah berjaga diri, aku akan
pergi." "Engkoh Liem! Kau harus berhati-hati," dari balik gua masih
kedengaran suara si gadis cantik pengangon kambing berseru
memberi peringatan. Dengan kuatkan hatinya Liem Tou lantas mundur dua
langkah ke belakang. "Wan moay! Kita akan pergi, dan dengan cepat akan pergi
menolong dirimu," kini Siauw Giok Cing yang gantian berseru.
Dari balik gua hanya kedengaran suara tangis dari si gadis
cantik pengangon. Siauw G;ok Cing menutup kembali lubang
tersebut dengan jamur, setelah itu mereka berdua tanpa
mengucapkan sepatah kat apun mengundurkan diri dari selat
yang sempit tersebut. Akhirnya setelah keluar dari tempat itu, dengan alis yang
dikerutkan Liem Tou mendongakkan kepalanya memeriksa
keadaan cuaca, lalu dengan nada yang tegas, ujarnya: "Wan
moay. Aku pergi dulu! Selama setahun ini aku tak bisa
menjaga keselamatanmu, hal ini membuat aku Liem Tou
merasa amat malu! Kali ini aku akan pergi menantang orangorang
perkumpulan Sin Beng Kauw kemudian membasmi
mereka sampai punah."
"Aaakh . . . tak bisa jadi!" mendadak Siauw Giok Cing
menyela dengan sepasang mata memancarkan cahaya tajam.
"Terhadap jalanan di sekitar lembah Boe Beng Kok ini kau
tidak hapal. Lebih baik aku yang pimpin jalan buat dirimu!"
Liem Tou yang merasa perkataan sama sekali tidak salah,
tidak membantah lagi lantas mengikuti dari belakang tubuh
Siauw Giok Cing yang lari menuju ke arah gunung semula.
"Eeei ... kau sudah salah jalan!" tiba-tiba terdengar gadis
itu berteriak. "Di sini ada sebuah jalanan kecil yang jauh lebih
mudah dilalui untuk tiba di lembah Boe Beng Kok!"
Terpaksa Liem Tou yang sudah lari jauh balik kembali ke
tempat semula, matanya dengan gemas melirik sekejap ke
arah gadis tersebut. Siauw Giok Cing sendiripun mengerti bila pada saat ini Liem
Tou kepingin sekali tiba di dalam lembah Boe Beng kok
secepat mungkin untuk menolong diri si gadis cantik
pengangon kambing. Ia tertawa pahit, kemudian dengan memimpin diri pemuda
tersebut segera berlari menuju ke arah sebelah kanan. Setelah
mengitari sebuah ujung gunung terdengarlah Siauw Giok Cing
berbisik dengan suara yang lirih:
"Jalan rahasia di tengah lembah Boe Beng Kok ini dibuat
dengan tenaga manusia dan ditinggalkan sebagai jalan
mundur anggota perkumpulan Sin Beng Kauw jika menemui
bahaya. Seringkali tempat itu dijaga ketat oleh tiga orang
Siangcu. Jika kita melancarkan serangan secara mendadak
kemungkinan sekali kita masih bisa menembusi tempat
tersebut!" "Lebih baik kita jangan lewat tempat itu. Kita tutup mati
dulu jalan rahasia tersebut!" mendadak Liem Tou berkata
setelah berpikir sejenak.
"Kau sungguh-sungguh ada maksud hendak melakukan
pembasmian secara besar besaran?"" tanya Siauw Giok Cing
agak melengak. Perlahan lahan Liem Tou menggeleng.
"Belum tentu!" Beberapa saat kemudian Siauw Giok Cing telah membawa
Liem Tou menuju ke atas sebuah bukit, mendadak ia berhenti
dan menuding ke arah bawah bukit tersebut.
"Di bawah sanalah jalan rahasia tersebut!" bisiknya dengan
suara yang amat lirih. "Hati-hatilah terhadap penjaga sekitar
tempat itu, mereka bekerja dari dua bagian yang saling
berlawanan, dua orang ada di sebelah luar dan seorang ada di
sebelah dalam. Jika kau berhasil menawan dua orang yang
ada di dalam lorong untuk melarikan diri, dari hal ini berarti
pula terhadap masuknya kita ke dalam lembah Boe Beng Kok
akan menemui rintangan. Coba kau lihat bagaimana
baiknya?"" "Seorangpun jangan sampai dibiarkan lolos. Pada waktu
yang bersamaan kita berdua sama-sama turun tangan
terhadap kedua orang yang berjaga di luar jalan rahasia
tersebut Aku pikir untuk bereskan mereka tak akan
membutuhkan waktu yang cukup banyak. Menanti orang yang
ada di dalam jalan rahasia tersebut merasa, untuk meloloskan
diripun sudah tidak keburu lagi!"
Sembari berkata dengan pandangan mata yang amat tajam
ia memandang keadaan di bawah bukit tersebut.
Terasalah di balik rerumputan yang amat tebal dan lebat di
bawah bukit sama sekali tidak kelihatan sesosok bayangan
manusia pun. Tak terasa diam-diam pikirnya:
"Jikalau Siangcu penjaga jalan rahasia ini bersembunyi dan
tak bergerak di antara rerumputan yang tebal itu, kita tidak
akan berhasil menemukan tempat persembunyiannya. Lalu,
secara bagaimana bisa menangkap mereka?""
Selagi ia dibuat kebingungan setengah mati itulah,
mendadak terdengar Siauw Giok Cing kembali berbisik lirih:
"Mulut lorong jalan rahasia ini terletak di hadapan
rerumputan tebal di bawah bukit tersebut. Sekarang aku
hendak menggunakan siasat melempar batu bertanya jalan
untuk memancing dulu munculnya orang yang berjaga
didalam lorong rahasia tersebut. Setelah itu kau dari sebelah
kiri dan aku dari sebelah kanan bersama-sama turun tangan,
siapa yang turun tangan terlebih dahulu harus berebut masuk
ke dalam jalan rahasia tersebut menangkap sang penjaga
yang ketiga." Liem Tou segera mengangguk menyetujui usul itu, hawa
murninya lantas disalurkan mengelilingi seluruh tubuh dan
siap melancarkan serangan.
Dan pada saat itu pula Siauw Giok Cing sudah memungut
sebuah batu lalu disambitkan ke tengah antara rerumputan.
"Sreeet...!" dengan sangat tepat batu itu terjatuh di antara
rerumputan, tetapi keadaan di sekitar sana masih tetap
tenang-tenang saja sedikit pun tidak kedengaran suara.
Selagi Siauw Giok Cing serta Liem Tou saling pandang
dengan perasaan keheranan itulah mendadak dari balik
rerumputan yang tebal secara samar-samar kedengaran suara
orang yang sedang bercakap-cakap:
"Eeeei. . coba kau dengar suara apa itu?""
"Buat apa kita ambil gubris terhadap urusan itu7" kita
jangan bergerak!" "Bukankah sikapmu ini sedikit terlalu berhati-hati?""
"Aku rasa berhati-hati jauh lebih baik daripada harus
bertindak secara gegabah!"
Sejenak kemudian dari antara rerumputan muncullah
separuh badan manusia yang dengan cepat menyapu dan
memeriksa sekejap keadaan di sekeliling tempat itu.
Buru-buru Liem Tou serta Siauw Giok Cing berjongkok,
menanti orang itu bersembunyi kembali, pemuda tersebut
baru berbisik: "Apakah mulut jalan rahasia itu terletak di sekitar orang
itu...?"" Siauw Giok Cing mengangguk.
Setelah mengambil keputusan di dalam hatinya mendadak
Liem Tou meloncat bangun dengan lweekangnya melindungi
seluruh tubuh, badannya bagaikan sambaran petir segera
melayang dan menerjang ke arah rerumputan tersebut.
Di tengah udara sepasang telapak tangannya bersamasama
didorong ke depan mengirim satu pukulan, hanya di
dalam sekejap saja angin itu pun yang membawa hawa
dahsyat sudah mengurung tanah seluas tiga kaki lebih.
Pada saat itulah dari antara rerumputan secara tiba-tiba
muncul dua orang sosok manusia yang segera meloncat ke kiri
dan ke kanan untuk menghindar.
Liem Tou mendengus dingin, diam-diam hawa pukulannya
ditambahi lagi dengan dua bagian tenaga.
"Kalian masih ingin lari?"" bentaknya dingin.
Salah seorang di antara mereka segera mendengus berat
dan rubuh tak berkutik lagi di antara rerumputan, dan pada
saat yang bersamaan pula bayangan hijau tampak berkelebat
lewat, salah seorang lainnya belum sempat mendengus berat,
ia pun sudah kena dihantam mati oleh Siauw Giok Cing.
Yang penting pada saat ini adalah orang yang berada di
dalam jalan rahasia tersebut, Liem Tou tidak berani buang
waktu lagi, baru saja badannya melayang turun di antara
rerumputan sepasang telapaknya kembali mengirim satu
pukulan dahsyat membuka rerumputan yang tebal.
Ketika ia mengamati lebih teliti lagi maka terlihatlah tidak
jauh di sekitar sana muncul sebuah gua yang luasnya ada
beberapa depa.

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Walaupun keadaan di dalam gua tersebut amat gelap
gulita, tetapi secara samar-samar Liem Tou masih dapat
melihat sesosok benda bergerak lewat.
Buru-buru Liem Tou mengenjotkan badannya dengan
gerakan "Hwee Yan To Liem" atau burung walet terbang ke
hutan, menerobos masuk ke atap dalam gua tersebut.
Tidak nyana keadaan di dalam gua tersebut ternyata amat
luas sekali, setelah merandek sejenak Liem Tou lantas bisa
melihat jelas seluruh keadaan di dalam gua itu.
Ternyata keadaan di dalam gua bukan su atu lorong yang
lurus melainkan berbelok-belok tidak menentu, dan saat ini
sama sekali tidak kelihatan sesosok bayangan manusia pun.
"Celaka...! Apakah mungkin ia sudah berhasil meloloskan
diri...?" teriak Liem Tou dalam hatinya.
Ia tidak menggubris lebih banyak lagi, badannya dengan
kecepatan laksana sambaran petir segera berkelebat ke
depan. Tetapi , ..walaupun ia sudah berbelok dua tikungan masih
tidak melihat juga sesosok bayangan manusia pun.
Karena hatinya cemas gerakannya meluncur ke depan pun
semakin cepat lagi ... Dan kini sebelum belokon ketiga dilalui mendadak dari arah
depan berkumandang datang suara langkah manusia yang
amat ringan bahkan suara langkah tersebut bergerak
mendekati ke arahnya. "Hmmm ! Seorang manusia yang ingin hantar kematian
sendiri!" pikir Liem Tou dalam hatinya.
Tanpa berpikir panjang lagi, menanti ia sudah berputar
belokan tersebut dan ujung matanya berhasil menangkap
bayangan seorang anggota Perkumpulan Sin Beng Kauw
bergerak mendekat, telapak tangannya segera dibabat ke arah
depan. "Aku ingin lihat kau ingin lari kemana," bentaknya keras.
Saat ini ia hanya mengirim satu pukulan dengan
menggunakan tiga bagian tenaganya saja.
Siapa nyana ketika itulah dari pihak lawan mendadak
menyambar datang suatu pukulan yang maha dahsyat, diamdiam
Liem Tou merasa amat terperanjat.
Belum sampai pikirannya berputar, tenaga pukulannya
sudah ditambahi lagi dengan dua bagian.
"Braaak. , , ! " Ditengah suara bentrokan yang sangat keras
itulah tubuh Liem Tou tanpa terasa lagi sudah tergetar keras.
Di tengah suara benturan yang amat keras dan debu
mengepul memenuhi seluruh angkasa kembali terdengar suara
desiran tajam berkelebat memenuhi angkasa.
Dari tengah mengepulnya debu tebal secara tiba-tiba Liem
Tou menemukan berkelebat datangnya dua titik bayangan
hijau yang memancarkan cahaya tajam.
Melihat datangnya cahaya kehijau-hijauan tersebut Liem
Tou segera mengerti bila pihak lawannya menggunakan
kesempatan tersebut telah melepaskan senjata rahasia ke
arahnya. Di tengah melayangnya debu yang begitu tebal mendadak
muncul serangan senjata rahasia, mungkin jika bukan Liem
Tou tentu akan termakan oleh datangnya serangan tersebut.
Di dalam keadaan gugup buru-buru pemuda tersebut
miringkan badannya ke samping dengan menempelkan
punggungnya pada dinding, walaupun berhasil lolos dari mara
bahaya tidak urung hawa gusarnya memuncak juga. Dari
sepasang matanya memancarkan cahaya tajam.
Dua batang senjata rahasia dengan membawa suara
desiran tajam segera menyambar lewat dari depan dadanya.
Menanti debu sudah mulai menghilang, keadaanpun mulai
terang tiba-tiba Liem Tou merasakan hatinya tergetar keras.
"Aaakh . . ! Sin Beng Kauw Cu!" tak kuasa lagi teriaknya
tertahan. Tetapi sebentar kemudian ia sudah tertawa
terbahak-bahak. "Sungguh kebetulan sekali, sungguh kebetulan sekali! Sun
Ci Sie! Demikian pun bagus juga," serunya.
Orang yang berdiri di hadapannya pada saat ini bukan lain
adalah Sin Beng Kauw Cu, Boe Beng Tok su adanya. Seluruh
tubuhnya memakai jubah warna hitam, di atas dadanya
bersulamkan sebuah lukisan arca yang berwarna merah darah
dengan pinggiran dari emas wajahnya seram dan mengerikan
sedang satu senyuman dingin menghiasi bibirnya.
"Sun Ci Sie!" kembali Liem Tou berteriak keras. "Mari . . .
mari .. . mari ...! Asal kau bisa menerima tiga buah pukulanku
maka pada malam ini aku akan lepaskan seluruh anggota
Perkumpulan Sin Beng Kauwmu."
Mendengar perkataan tersebut senyuman yang semula
menghiasi bibir Boe Beng Kok su mendadak lenyap tak
berbekas. "Liem Tou! Aku bukan Sun Ci Sie!" bentaknya dingin.
"Semisalnya kau adalah Sun Ci Sie, kemungkinan besar aku
masih bisa ampunidirimu satu kali," seru Liem Tou pula
dengan wajah seram. "Tetapi bila kau adalah Boe Beng Kok su
maka jangan harap kau orang bisa hidup melewati malam ini".
Sin Beng Kauweu sama sekali tidak menjawab
pertanyaannya itu, mendadak ia bertanya:
"Liem Tou! Aku tidak ingin bentrok dengan dirimu pada
saat seperti ini. Jika kau merasa punya kepandaian, boleh kau
coba-coba memasuki lembah Boe Beng Kok ku secara terangterangan.
Cuma... sebelum itu aku ingin menanyakan suatu
urusan kepadamu. Peristiwa yang terjadi di pantai Sah Kiem
Than di Telaga Auw Hay apakah kau orang yang bertindak
sebagai pentolannya?"!"
Mendengar pertanyaan tersebut Liem Tou agak melengak
juga dibuatnya. "Aaakh , . ! dia sudah tahu urusan ini?" diam-diam pikirnya.
Sin Beng KauwCu yang melihat Sikapnya itu, tanpa menanti
jawaban dari Liem Tou lagi dalam hati lantas mengerti.
Kembali ia mendengus dingin.
"Hmmm! Liem Tou karena peristiwa ini maka kau akan
merasakan penyesalan yang tak terhingga!"
Tiba tiba . .. Liem Tou teringat kembali akan si gadis cantik
pengangon kambing, tak terasa lagi hatinya merasa berdesir.
"Kau ingin berbuat apa?" bentaknya keras.
"Kau bakal memperoleh pembalasan yang setimpal!"
perlahan-lahan Sin Beng Kauw Cu putar badan dan siap-siap
hendak berlalu Melihat sikap dari Boe Beng Kok su ini, tanpa terasa lagi
Liem Tou merasakan hatinya agak tegang.
"Kau berhenti!" bentaknya dengan suara seperti geledek.
"Malam ini kita sudah saling berjumpa di tempat ini, jika kau
belum memberikan pertanggungan jawabmu yang jelas
jangan harap bisa lolos dari tempat ini. Aku ingin bertanya
kepadamu, pada setahun yang lalu sewaktu terjadi peristiwa
di atas gunung Ching Shia, masih ingatkah kau dengan urusan
tersebut" apakah aku harus membantu dirimu!?"
Boe Beng Tok su mendengus dingin, mendadak ia
mengangkat tangan kirinya dan memperhatikan jari-jari
tangannya ymg tinggal empat biji. Agaknya ia pun sudah kena
dibuat bergelora hatinya oleh suasana, "Kaupun masih ingat
dengan sebiji jariku yang telah hilang ini?"..." bentaknya pula
berat. "Bukankah itu urusanmu sendiri" jari tanganmu kau babat
sendiri lalu apa sangkut pautnya dengan aku?"" teriak Liem
Tou dengan marah pula. Dengan pandangan mata yang dingin dan menyeramkan
Boe Beng Tok su melototi diri Liem Tou beberapa saat
lamanya, mendadak ia tertawa:
"Heeee,, heee,, heeee,... sungguh pandai sekali kau orang
mendorong seluruh kesalahan itu ke badanku, aku mau tanya
lagi, adakah ikatan dendam atau sakit hati antara kau dengan
diriku".." "Hmm! Seperti tindakanmu yang kejam dan sama sekali
tidak berperikemanusiaan, sekalipun aku bunuh dirimu apa
salahnya?" Berbicara sampai di situ, mendadak ia merasakan suatu
rasa benci yang tak terbendung, sambil mengulapkan
tangannya ia membentak keras:
"Sudah... tidak usah banyak bicara lagi, terima nih
seranganku!" Selesai berkata satu pukulan dahsyat dibabat ke arah
depan. Serangannya kali ini ia sudah guna tenaga sebesar tujuh
bagian laksana ambruknya gunung Thaysan dan melandanya
air di tengah samudera dengan dahsyat menyambar ke arah
depan. "Cukup dengan pukulanku ini, aku rasa kau Boe Beng Tok
su tak bakal bisa menerimanya!" pikirnya dalam hati.
Dimana angin pukulan menyambar lewat ternyata sama
sekali tidak mendapatkan rintangan apa pun, hawa
pukulannya langsung merghantam ke atas dinding belokan
kurang lebih tiga kaki dari tempatnya berdiri sehingga
membuat dinding batu itu muncul sebuah lubang yang besar.
Kiranya Boe Beng Tok su sudah berlalu sewaktu ia
melancarkan serangan dahsyat.
Melihat kejadian tersebut Liem Tou merasa amat
terperanjat, tanpa berpikir panjang lagi dan tidak menggubris
Siauw Giok Cing yang sedang menanti di luar gua, dengan
cepat badannya bergerak ke dalam gua melakukan
pengejaran. Satu tikungan demi satu tikungan dengan cepat sudah
dilalui... Entah lorong rahasia itu panjangnya ada berapa, sembari
berlari ia memperhatikan terus keadaan di sekelilingnya.
Mendadak terdengar suara desiran tajam menyambar
lewat, dua ekor ular berbisa dengan gerakan yang paling
cepat sudah meluncur ke atas badan pemuda tersebut.
Untung saja penglihatan Liem Tou tajam dan gerakan
tangannya cepat, sedikit badan nya menyingkir ke samping
sepasang tangannya bersama-sama bergerak menyekal
bagian tujuh coen dari ular tersebut.
Sedikit jari tangannya menjepit, ular tersebut mendesis
tajam lalu melingkar dan menemui ajalnya.
Setelah melemparkan bangkai ular itu ke atas tanah,
terburu-buru ia melanjutkan kembali gerakannya ke depan.
Kembali beberapa tikungan dilalui, kini jalan perginya sudah
terhadag oleh sebuah terali kayu yang amat besar dan berat.
Sambil kerahkan tenaga murninya, di dalam sekali babatan
Liem Tou menghajar kayu penghalang tersebut.
Dimana angin serangan menyambar lewat terali kayu
hancur berantakan, di dalam sekali loncatan pemuda itu
melanjutkan kembali perjalanannya ke depan.
Siapa sangka baru saja berlari kurang lebih tiga, lima kaki
jauhnya kembali terlihat sebuah terali kayu menghadang
perjalanannya. Demikianlah, dengan menggunakan cara yang sama Liem
Tou menghancurkan pula penghalang tersebut.
Setelah bersusah payah akhirnya pemuda itu berhasil
menemukan sedikit titik sinar cahaya yang menyorot masuk ke
dalam gua, buru-buru ia berlari ke arah depan semakin cepat
lagi. Tetapi pada saat yang bersamaan pula, cahaya tajam itu
mendadak lenyap tak berbekas bahkan diikuti suara benturan
yang sangat keras. Tergesa-gesa Liem Tou berlari mendekat, sewaktu
tangannya meraba sekitar sana maka ditemuinya di
hadapannya ternyata sudah terhadang oleh selapis pintu besi
yang amat dingin. Melihat kejadian tersebut kegusarannya semakin
memuncak. "Hmm! apa yang dianggapnya pintu besi sudah cukup
untuk menghalangi perjalananku?" teriaknya.
Ketika ia mengerahkan tenaga murninya dorong, maka
terasalah olehnya pintu tersebut rada sedikit bergoyang,
hatinya jadi merasa agak lega. Ia tahu pintu besi ini pun
hanya digunakan untuk sementara menghalangi
perjalanannya, jika sungguh-sungguh ingin mengurung dirinya
dalam gua masih tidak sanggup.
Tetapi ketika itu pula ia merasakan bahwa Boe Beng Tok su
sengaja berbuat demikian tidak lebih ingin menghalangi
perjalanannya untuk sementara waktu sehingga memberi
kesempatan baginya untuk mengatur siasat yang lebih jahat
lagi. Tentu dia orang sedang mengatur suatu siasat keji di luar
pintu, menanti ia ber hasil membuka pintu ini maka mereka
akan melancarkan serangan benda-benda beracun ke
arahnya. Menghadapi serangan bokongan semacam ini, kendati ia
berilmu tinggi pun jangan harap bisa meloloskan diri dari
kematian. Berpikir sampai disitu tak terasa lagi Liem Tou tertawa
dingin tiada hentinya. "Hmmm ! Apa dianggap begitu mudah?" gumamnya
seorang diri. Tetapi secara mendadak satu ingatan berkelebat di dalam
benaknya, ia merasa saat inilah merupakan kesempatan yang
baik untuk ia bertindak selagi mereka harus pecahkan
perhatiannya, kenapa saat ini ia tidak menerjang masuk ke
dalam Lembah Boe Beng Kok dengan mengambil jalan yang
lain" Bukankah dengan terpecahnya perhatian mereka ini
dirinya malah lebih mudah untuk menyelundup masuk?"
Mendapat akal yang demikian bagus, hatinya jadi sangat
kegirangan. Seketika itu juga sepasang telapak tangannya bersamasama
didorong ke depan melancarkan satu pukulan dengan
menggunakan tenaga pukulan hanya sebesar tiga bagian. Hal
ini seketika itu juga menggetarkan pintu besi tersebut dan
menimbulkan suara pantulan yang amat keras.
Pada waktu yang bersamaan pula Liem Tou berteriak keras
: "Sungguh amat bagus kau sebagai seorang Sin Beng
KauwCu, apakah kepandaianmu hanya terbatas sampai disini
saja?" Apa kau anggap dengan berbuat demikian lantas bisa
menghalangi aku Liem Tou menerjang masuk kedalam lembah
kalian?" Heee ... heee... aku nasehati kalian lebih baik jangan
bermimpi di siang hari bolong!"
Kembali ia menghantam pintu besi tersebut sehingga


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menimbulkan suara getaran tiada hentinya dalam ruangan
tersebut, debu serta pasir pada berontokan dari atas pintu
tersebut. Ketika dirasanya sudah cukup untuk mengelabui mereka,
sekali lagi Liem Tou hantam pintu besi itu dengan berat lalu
putar badan dan balik ke jalan yang semula.
Panjang lorong rahasia tersebut tak lebih hanya dua lie
saja, dengan kelihayan dari ilmu meringankan tubuhnya hanya
di dalam sekejap mata saja pemuda itu keluar dari lorong itu.
Pada waktu itu, waktu sudah menunjukkan kentongan
ketiga. Tetapi suasana di sekeliling tempat itu sunyi sepi tak
kedengaran sedikit suara pun bahkan bayangan dari Siauw
Giok Cing pun lenyap tak berbekas.
Ilmu silat yang dimiliki Siauw Giok Cing tidak berada di
bawah siapa pun, anggota perkumpulan Sin Beng Kauw tidak
mungkin bisa melukai dirinya. Oleh sebab itu pemuda tersebut
pun tidak perlu terlalu menguatirkan keselamatannya.
Tanpa banyak pikir lagi Liem Tou segera mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya berkelebat naik ke atas gunung,
bagaikan segulung asap ringan saja ia melayang menuju ke
arah puncak. Walaupun selama ini ia sudah melalui pos-pos penjagaan
yang disebar oleh orang-orang perkumpulan Sin Beng Kauw,
tetapi berhubung kepandaian silat orang orang itu ada
batasnya maka mereka sama sekali tak menemukan bila Liem
Tou sudah berlalu. Sedangkan Liem Tou sendiripun tidak mau
menggubris mereka mereka itu.
Setelah melewati beberapa puncak gunung akhirnya
sampailah ia di atas puncak lembah Boe Beng Kok, setelah
memandang sejenak ke arah kerlipan air sungai yang mengalir
di sana, secara hati-hati sekali pemuda itu mulai menyelinap
masuk ke dalam lembah. Di atas tebing yang curam beberapa kali ia pinjam tenaga,
laksana sambaran kilat akhirnya tiba juga di tengah lembah
Boe Beng Kok, setelah merandek sejenak dan menyapu
seluruh keadaan lembah tersebut kembali Liem Tou
melanjutkan perjalanannya.
Dengan menyembunyikan badannya ia melewati sebuah
sungai kecil lalu meloncat naik ke atas wuwungan rumah, tapi
ia tidak berdiam terus di sana sebab dengan berbuat begitu
jejaknya dengan mudah akan ditemukan para anggota
perkumpulan Sin Beng Kauw.
"Dimanakah letak air terjun beracun itu?" diam-diam
pikirnya dalam hati. "Aku harus tolong dulu Wan moay lolos
dari mara bahaya, setelah itu dengan hati tentram mencari
balas terhadap Sun Ci Si!"
Beberapa buah bangunan telah dilewati dengan cepatnya
tapi hasilnya tetap nihil hanya saja dengan demikian ia dapat
temukan bila penjagaan yang dilakukan anggota perkumpulan
Sin Beng Kauw di sana betul-betul ketat, hanya saja mereka
tak tahu bila Liem Tou sejak semula telah menyelinap masuk
ke dalam lembah Boe Beng Kok mereka.
Setiap orang anggota perkumpulan tersebut punya
pendapat yang sama yaitu Liem Tou masih berada dalam
lorong jalan rahasia, sedikit keteledoran inilah berakibat
dengan sangat mudah sekali Liem Tou berhasil menyelinap
masuk ke dalam markas mereka tanpa diketahui jejaknya.
Penemuannya ini membuat Liem Tou bertindak makin
berhati-hati lagi, tanpa pikir panjang badannya bergerak
menuju ke satu titik sebuah kaki puncak yang terlihat di
hadapannya. Tidak lama kemudian ia temukan di bawah kaki puncak tadi
berkumpul belasan orang anggota perkumpulan Sin Beng
Kauw. Mereka pada berdiri di sekeliling sebuah batu besar dengan
di tangan masing-masing mencekal sebuah tabung bambu
berwarna hitam yang bagian satu digigit pada mulut, bagian
lain diarahkan ke arah batu.
Seratus tombak di luar gerombolan manusia manusia tadi
berdiri tiga orang lelaki.
Sewaktu Liem Tou perhatikan ketiga orang itu dengan teliti,
maka ia temukan mereka bukan lain adalah Boe Beng Tok su
itu Kauw cu dari perkumpulan Sin Beng Kauw, Pouw Sauw
Ling serta seorang hweesio gede yang membawa senjata
sekop. Liem Tou tertawa dingin tiada hentinya, badannya berputar
ke samping lalu berkelebat lewat untuk mencari letak air
terjun beracun. Tidak selang beberapa waktu ia dapat menangkap suara
percikan air keras, diikuti suara "Tok, Tok, Tok" seperti
derapan kaki manusia bergerak mendekat.
Sesosok bayangan manusia menyambar lewat kurang lebih
tiga tombak di hadapannya. tidak salah lagi suara ketokan tadi
berasal dari kaki orang itu dan tidak dapat diragukan dia pasti
adalah Oei Poh. "Aaakh . . .! dia pun ikut datang," pikirnya di hati. "Kapan ia
sampai disini" Suara kakinya yang terbuat dari kayu selama
hidup tak bakal hilang, persoalan ini memang sangat
menyesalkan hatinya."
Dalam keadaan seperti ini Liem Tou tidak berniat sama
sekali untuk mencari si cacad Oei Poh, buru-buru badannya
bergerak menuju arah berasalnya suara air terjun tadi.
Beberapa waktu kemudian ia tiba di sebuah lembah yang
kecil dan sempit, di tengah jepitan tebing tinggi terdapat
sebuah air terjun yang memancarkan airnya dari tempat
ketinggian air terjun tadi tidak bening melainnya
memancarkan cahaya kehijauan yang menggidikkan hati.
Dalam lembah sempit itu berdiri tiga orang berjaga di mulut
selat dengan senjata terhunus.
Salah seorang diantara mereka membawa sebuah genta
tembaga, agaknya asalkan ia bergerak maka ia akan segera
bunyikan genta tembaga tadi, dengan demikian seluruh
anggota perkumpulan Sin Beng Kauw yang ada di lembah
segera akan menguruk datang semua ke sana.
Liem Tou yang bersembunyi di belakang sebuah batu besar
di luar selat, otaknya berputar terus mencari siasat untuk
merubuhkan ketiga orang peronda tersebut tanpa
menimbulkan suara. Mendadak suatu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia
teringat dengan cara Oei Poh membokong lawannya melalui
tengah udara, terpikir pula olehnya ketiga orang penjaga
tersebut hanya pusatkan seluruh perhatiannya keluar selat tak
mungkin mereka akan mendongak untuk periksa keadaan di
atas mereka. Tanpa menimbulkan sedikit suarapun ia meloncat naik ke
sebuah tebing yang tingginya kurang lebih tiga kaki sehingga
tiba di pinggang tebing tersebut tepat di atas di mana ketiga
orang itu berdiri. Dalam keadaan yang tidak bersiap sedia ia akan
melancarkan serangan bokongan sehingga membuat mereka
kacau balau dan tidak sempat membunyikan genta tembaga
tersebut. Mendadak . . . Seluruh lembah Boe Beng Kok bermandikan cahaya dan
terang benderang bagaikan di siang hari, suara bentakan
bentakan keras pun bergema memecahkan kesunyian.
Liem Tou merasa amat terperanjat, diam-diam pikirnya:
"Aaakh . . . ! Akhirnya jejak Oei Poh konangan juga, aku
harus bekerja cepat, untuk tolong orang lalu pergi memberi
pertolongan kepadanya."
Sesudah punya pikiran itu, tanpa berpikir panjang lagi
badannya melayang turun dari atas tebing curam itu diiringi
melancarkan satu pukulan yang maha dahsyat bagaikan
ambruknya gunung Thay san dan menggulungnya ombak di
tengah samudera ke arah bawah.
Ketiga orang anggota Sin Beng Kauw yang ditugaskan
menjaga air terjun beracun itu tidak sempat melihat jelas
bayangan tubuhnya, sudah tentu tidak mungkin pula bagi
mereka untuk menghadapi serangan lawan.
"Braaak...!"diiringi bentrokan keras ketiga orang itu kontan
menemui ajalnya di tangan Liem Tou.
Tetapi bagaimanapun juga akhirnya genta tembaga tadi
kena tersapu menggelinding juga oleh desiran angin pukulan
tersebut sehingga menimbulkan suara yang amat nyaring.
Buru-buru Liem Tou pungut genta tembaga tadi, tapi
tindakannya rada terlambat satu langkah.
Ia melongok keluar lembah, sedang dalam hati pikirnya:
"Setelah mereka mendengar suara bunyi genta tersebut
pasti ada orang yang datang memeriksa, aku harus
menggunakan waktu yang amat singkat ini untuk menerobos
masuk ke balik air terjun beracun itu."
Karena ingin berebut waktu, badannya laksana kilat
meluncur ke sisi air terjun tapi ia tidak berjalan terlalu dekat
karena air terjun tadi mengandung racun yang amat ganas.
Dari luar air terjun, secara lapat-lapat ia temukan di balik
terjunan air tersebut terdapat sebuah batu raksasa yang
menonjol keluar, sekalipun begitu kendati secara
bagaimanapun juga ia akan menyeberang badannya pasti
akan terciprat oleh air beracun.
Soal ini benar-benar merupakan satu persoalan yang rumit,
setelah berpikir sejenak akhirnya ia mengirim satu pukulan
dahsyat ke arah air terjun itu.
Jilid-49 Gadis pengangon kambing ditolong Liem
Tou. TERKENA angin pukulan tadi, air muncrat keempat penjuru
hingga mencapai tiga tombak jauhnya, tapi air terjun dari atas
segera menutupi ruangan kosong tadi sehingga sama sekali
tidak memberi kesempatan baginya untuk menerjang masuk
kedalam. Melihat kejadian itu Liem Tou kerutkan alisnya rapat-rapat,
ia tidak mengerti harus gunakan cara apakah untuk melewati
tempat tersebut. Mendadak. "E ei .. . . manusia dari mana yang sudah makan nyali
harimau daging macan berani mengacau disini?" bentak
seorang dari luar lembah.
Liem Tou berpaling, diluar lembah berdiri lima orang
anggota perkumpulan Sin Beng Kauw yang sedang melototi
dirinya bulat-bulat, wajah mereka menyengir seram jelas tidak
pandang sebelah matapun terhadap dirinya yang menyaru
sebagai seorang pengemis cilik berbaju hijau.
Liem Tou yang tidak berhasil menerobos masuk kebalik air
terjun untuk menolong si gadis cantik pengangon kambing.
hatinya sedang gelisah dan cemas melihat datangnya kelima
orang anggota perkumpulan Sin Beng Kauw itu, ia segera
membentak murka. "Kalau aku sengaja mau mencari satori kau mau apa ?"
Kelima anggota perkumpulan Sin Beng Kauw ini rata-rata
merupakan Siancu dari perkumpulan tersebut, mendengar
kata-kata yang kasar dari sang pemuda dengan gusar
mereka2 meraung keras kemudian merubruk maju kedepan.
lima macam senjata tajam secara berbareng menghajar tubuh
Liem Tou. Dengan kejadian penyerbuan serempak ini Liem Tou makin
naik pitam, ia membentak keras:
"Kalian bajingan-bajingan yang tidak berbiji mata, mau cari
mati haaa. . .?" Telapak tangan dibalik lalu didorong kemuka.
"Brasak. . .!" seorang anggota perkumpulan Sin Beng Kauw
yang berada dipalig depan termakan oleh serangan tersebut,
sehingga tubuhnya terpental sejiuh lima tombak dan terbentur
diatas dinding tebing, kepalanya hancur otaknya berserakan.
Sisanya empat oramg Siangcu setelah melihat musuh
sangat lihay mereka putar badan siap melarikan diri, tapi
sayang kecepatan gerak mereka tak dapat memadai
kecepatan Liem Tou. Dimana bayangan hijau berkelebat lewat. empat orang
anggota Sin Beng Kauw tak seorang pun berhasil lolos dari
hajaran pemuda. Empat sosok mayat menggeletak diatas
tanah dalam keadaan yang sangat mengerikan.
Sembari memandang mayat-mayat yang membujur diatas
permukaan tanah Liem Tou tertawa dingin tiada hentinya,
mendadak tanpa perdulikan keadaan disekelilingnya ia terjang
masuk kebalik air terjun beracun iru.
Gerakannya cepat bagaikan sambaran petir, sungguh luar
biasa sekali. Ketika badannya tiba dibawah air terjun tadi, badannya
segera merosot kebawah, dengan gerakan "Pah Ong Tji Ting'
atau Raja keji mengangkat hioloo sepasang telapak bersamasama
didorong kemuka mengirim dua gulung angin pukulan
yang lembut tapi dahsyat.
Dalam sekejap mata air terjun dibabat sehingga muncrat
keempat penjaru dan terbentuklah sebuah liang kecil yang
cukup untuk diterobos lewat.
Mengambil kesempatan yang sangat baik inilah, tidak raguragu
lagi ia menerobos masuk kebalik air terjun dan tepat
berdiri diatas tonjolan batu besar tadi, menanti hawa pukulan
sudah lewat airpun menerjun kebawah dengan dahsatnya.
"Oouw, sungguh berbahaya!" diam-diam Liem Tou
menjulurkan lidahnya. Ketika ia menunduk dan melihat diatas pakaiannya yang
bobrok ada beberapa bagian kecipratan air terjun hatinya
merasa amat terperanjat. Kiranya dimana pakaian yang
ketetesan air racun tadi segera membusuk dan bagaikan
terbakar oleh letikan bara meninggalkan beperapa lubang
yang besar. Liem Tou makin terkejut lagi kelihayan cairan racun
tersebut, ia tahu bilamana badannya yang ketetesan air terjun
tadi bukan saja kulit serta dagingnya akan membusuk bahkan
tulang pun akan hancur berantakan, tidak kuasa ia
memandang air terjun itu dengan termangu-mangu.
Tapi setelah pikirannva berputar. Ia jadi tercenngang dan
berada dalam keadaan keheran-heranan,
"Bila air terjun ini mengalir tiada hentinya bahkan akupun
kecipratan beberapa butir air beracun itu, secara bagaimana
anggota Sin Beng Kauw bisa menyelinap masuk kebalik air
terjun ini." pikirnya. "Bila demikian adanya. disekitar sini pasti
ada sesuatu alat untuk mengthntikan aliran air beracun
tersebut."

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pada waktu itulah diluar air terjun telah kedatangan tujuh.
delapan orang anggota Sin Beng Kauw, ketika mereka
temukan menggeletaknya beberapa sosok mayat diatas tanah
rata-rata pada berdiri dengan wajah tegang.
Liem Tou yang berdiri diatas batu cadas dengan terhalang
oleh selapis air terjun terus memandang semua gerak-gerik
mereka dengan tenang, mendadak ia mengenali kembali dua
orang anggota Sin Beng Kauw diantara kedelapan orang itu
merupakan dua orang musuh yang mengerubuti Lie Loo-djie
sewaktu diatas gunung Tjing Shia tempo dulu.
Hatinya berdebar keras, sepasang matanya memancarkan
sinar berapi-api penuh amarah.
Tapi dikarenakan terhalang air terjun yang sangat deras,
untuk sementara waktu ia tekan keinginan untuk menbalas
dendam tersebut. Beberapa orang anggota Sin Beng Kauw yang ada diluar air
terjun setelah memeriksa sejenak suasana disekeliling sana
dan tidak berhasil menemukan bayangan manusia, akhirnya
mereka meninggalkan dua orang untuk berjaga-jaga disana
dan sisanya berlalu. Dalam benak mereka tak seorangpun yang menaruh curiga
ada seseorang yang berhasil melewati air terjun beracun itu,
dalam pikiran mereka sekalipun seseorang yang memiliki
kepandaian ilmu silat sebagaimana dahsyatnya pun tidak
mungkin bisa melewati air terjun itu sebelum berhasil
menemukan tombol rahasia untuk menghentikan air tadi.
Siapa nyana dengan taruhan nyawa Liem Tou berbasil juga
menerobos masuk dalam ruangan dibaliK air terjun tadi.
Waktu itu Liem Toi sedang repot memeriksa keadaan
disekeliling tempat itu, sedikit pun tidak salah ia temukan
sebuah lubang pintu yang kecil disisi tonjolan bata raksasa
tadi. dengan sekuat tenaga didorongnya kebelakang tapi pintu
batu itu tetap tak bergeming.
Kegagalan ini mengakibatkan kegusaran Liem Touw
memuncak, ia bermaksud menghajar batuan tadi dengan
kerahkan hawa murninya. Tapi, pikirannya katika itu jauh lebih tenang. Ia tahu dalam
keadaan seperti ini dirinya tak boleh berbuat gegabah. buruburu
dicarinya cara membuka pintu tersebut disekeliling
tempat itu. Dengan sepasang matanya yang tajam, lubang yang
bagaimanapun kecilnya tak akan lolos dari pandangan
matanya kendati berada dalam kegelapan. Akhirnya ia
temukan juga sebuah tonjolan batu yang kecil sekali bagaikan
buah kelengkeng. Ketika tonjolan tadi dipencet, dengan menimbulkan suara
nyaring pintu batu perlahan- lahan membuka ke samping.
Liem Tou kegirangan setengah mati, tubuhnya langsung
meloncat masuk kedalam seraya teriaknya keras;
"Wan moay ! Wan moay ! Aku datang untuk menolong
dirimu !" "Oouw, engkoh Liem! Kau benar-benar datang kemari!"
dari dalam ruangan batu berkumandang keluar suara lirihan si
gadis cantik pengengon kambing.
Suara tersebut rada gemetar, jelas hati gadis tersebut
merasa amat terharu. Dengan pandangan mata yang tajam Liem Tou
memperhatikan suasana disekeliling tempat itu, ia temukan
sigadis cantik pengangon kambing duduk dipojokan ruangan,
tangan kakinya diikat dengan otot kerbau sehingga badannya
tak dapat berkutik. Darah panas bergolak dalam dada Liem Tou hingga
mencapai keubun-ubun, dengan penuh terharu serunya.
"Ouw! Adik Wan. Bagaimana sikap mereka terhadap
dirimu" Kau sungguh menderita sekali!'"
Dengan tangannya ia memotong putus otot-otot kerbau
yang mengikat badan si gadis, tapi berhubung gadis itu telah
lama dibelenggu, tangan kakinya sudah jadi kaku semua,
walau sudah lepas dari belenggu badannya masih tidak dapat
bergerak. "Wan-moay !" seru Liem Tou dengan hati cemas "Coba kau
aturlah pernapasanmu dan salurkan hawa murni mengelilingi
seluruh badan agar darah bisa mengalir lancar di tangan
maupun dikakimu. Denpan demikian kau bisa pulih seperti
sedia kala." "Aku sudah mencoba tapi tak berguna." dengan penuh isak
tangis si gadis cantik pengangon kambing menggeleng. "Aku
sudah lama dibelenggu, tangan kaki sudah mengering,
rasanya susah pulih kembali dalam beberapa saat saja."
"Lalu bagaimana baiknya" Dalam lembah Boe Beng Kok
banyak tersebar alat-alat jebakan, dan yang paling lihay
diantaranya adalah alat rahasia 'Liong Ling Hok Lei' atau Naga
terpekik Bangau berteriak serta 'Hauw Kauw Yen Tie' atau
Harimau maupun Monyet menjerit' Kesemuanya ini belum
pernah kutemui. Bila kau tak dapat bergerak secara
bagaimana kita bisa keluar dari lembah ini ?"
Si gadis cantik pengangon kambing amat sedih sekali.
"Engloh Liem! lebih baik kau berlalulah seorang diri, jangan
mengganggu aku lagi."
"Hal ini mana boleh jadi?" Bentak Liem Tou dengan
sepasang mata memancarkan cahaya berkilat. Sekalipun aku
Liem Tou harus mati dalam lembah Boe Beng Kok ini juga
harus menolong Wan-moay lolos dari sini."
"Engkoh Liem cepat jangan bicara begitu." buru-buru gadis
itu mencegah sang pemuda melanjutkan kata-katanya.
Sambil berkata ia melirik sekejap kearah Liem Tou. dalam
hati gadis itu menggertak dan tiba-tiba meloncat bangun lalu
Kuda Besi 2 Sepasang Naga Lembah Iblis Karya Kho Ping Hoo Pendekar Pedang Sakti 21

Cari Blog Ini