Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung Bagian 24
sangat terperanjat, dan boleh dikata pada saat itu sukar untuk
mencari orang yang kedua.
Kini langkahnya sudah mencapai hitungan yang kesembilan
puluh delapan, tinggal dua langkah lagi akan mencapai
seratus langkah, mendadak dari sisi ruangan berkelebat
datang empat orang pemuda berbaju hitam dengan mencekal
pedang. "Liem Tou berhenti!" bentak mereka dengan suara yang
amat gusar. Sekali pandang Liem Tou sudah mengenal kembali bila
mereka adalab panglima yang pernah dikalahkan olehnya
sewaktu berada di rumah setan di daerah Aih Cing, tak terasa
lagi ia tertawa tiada hentinya.
"Heee... heee... Kalian masih belum berhak untuk
bergebrak melawan diriku, kenapa si tua bangka she Ciang
tidak munculkan dirinya sendiri?" ejeknya.
Kembali kakinya maju ke depan sehingga langkahnya
mencapai hitungan yang kesembilan puluh sembilan. Dan
sekali lagi bentaknya : "Hey, tua bangka she Ciang, di dalam seratus langkah kini
sudah berlalu sembilan puluh sembilan langkah, bilamana kau
tidak berani munculkan dirinya, maka hal ini berarti pula kau
mencari penyakit buat diri sendiri."
Sembari berkata kakinya diangkat siap-siap untuk
melangkah ke depan. "Liem Tou !" mendadak terdengar suara sangat keras,
"Apakah kau sudah tidak maui nyawa isterimu?"
Mendengar ancaman tersebut kontan saja Liem Tou
menghentikan langkahnya dengan hati bergetar amat keras.
"Hmm! Kau berani" Kau berani menganiaya dirinya?"
teriaknya setengah kalap. "Bilamana dia ada sedikit
cederapun, Hmm! Hey tua bangka she Ciang, terus terang aku
beri tahu kepadamu, pantai emasmu ini akan kubasmi sampai
habis, bilamana ada rumput atau akar yang ketinggalan pun
jangan sebut nama Liem| Tou lagi."
Perkataannya ini diucapkan dengan sangat tegas dan keras
bagaikan baja. Tapi langkah yang keseratus lama juga tidak
dilangkahkan. Kiranya ia takut juga bilamana dia berbuat
demikian maka si "Auw Hay Ong" Ciang Cau akan bulatkan
tekad membinasakan Lie Siauw le terlebih dulu.
Sekalipun akhirnya ia berhasil meratakan pantai emasnya
ini, tapi kematian dari Lie Siauw Ie bukanlah suatu perasaan
yang enak untuk dirasakan.
Selagi ia merasa ragu-ragu itulah dari tengah ruangan
istana kembali berkumandang datang suara ketawa yang amat
keras. "Haaa, haaa. Liem Tou, mengapa kau tidak penuhi
langkahmu yang ke seratus" Kiranya kau pun btsa merasa jeri
terhadap diriku." Liem Tou yang diejek dengan kata-kata tersebut darah
panas dalam dadanya bergolak amat keras tapi badannya
masih tetap berdiri tegak di tempat semula.
Ketika itulah suara langkah manusia yang amat gaduh
berkumandang datang dengan sangat ramainya Ketika
pemuda itu menoleh kebelakang maka tampaklah jalan
mundur baginya sudah tertutup oleh kepungan dari jago-jago
partai Kiem Tien Pay, sedang dari sisi ruangan pun mulai
bermunculan berpuluh jago yang sedang mengurung diri Liem
Tou rapat-rapat. Dari hadapannya si Auw Hay Ong dengan membawa
keempat orang anak muridnya serta seorang tosu, seorang
pengemis dan seorang siucay berwajah putih munculkan
dirinya, Keempat orang pemuda berbaju hitam yang semula
menghadanh di hadapan Liem Tou pun pada saat ini bersamasama
mengundurkan dirinya ke sisi Auw Hay Ong.
Diam-diam Liem Tou mulai menghitung situasi yang
dihadapinya saat ini, para jago yang mengurung dirinya pada
saat ini boleh dikata sudah mencapai dua ratus orang
banyaknya, hal ini membuat dia mau tak mau harus berpikir :
"Walaupun mereka berjumlah sangat banyak, kenapa aku
harus menaruh rasa jeri ?"
Ketika itu si raja dari daerah Auw Hay, Ciang Cau pun
berdiam diri tidak berbicara, hanya sepasang matanya dengan
sangat tajam memperhatikan diri si pemuda tak berkedip
"Haaa, haaa, si tua bangka she Ciang. selama berpisaban
apakah kau baik-baik saja?" tegur Liem Tou sambil tersenyum
dan dengan menggunakan kesempatan orang tak menduga ia
telah maju sepuluh langkah ke depan. "Kenapa tokh kau orang
memandang diriku dengan begitu serius" Apakah kau tidak
percaya kalau aku masih bisa hidup terus?"
"Hmm! Liem Tou perkataanmu sedikitpun tidak salah,"
dengus si Auw Hay Ong Ciang Cau dengan sinis. "Kau tidak
mati, loohu memang selalu tidak puas dan tidak terima kau
sudah membinasakan puteriku, sehingga mengakibatkan
isteriku mati pula. Dendam yang sedalam lautan ini bilamana
tidak dituntut balas terhadap dirimu, kau suruh aku pergi
mencari siapa ?" Bilamana Liem Tou tidak mendengar perkataan ini masih
tidak mengapa, tapi kini sesudah mendengar omongan dari si
orang tua itu, hatinya jadi teramat gusar.
"Eeei tua bangka she Ciang! aku dengar kau adalah
seorang manusia yang gagah serta jujur dan selama ini
berkedudukan sebagai seorang ketua partai, walaupun di
dalam dunia kangouw kau orang tidak punya nama baik tetapi
nama jelekpun tak ada sehingga pada dua tahun yang lalu,
sewaktu kau berhasil jatuh ketanganku aku sudah melepaskan
dirimu untuk melanjutkan hidup, tetapi jika kita bicarakan
tentang soal ini, dikarenakan gara-gara kedua orang puterimu
hampir-hampir saja aku tersiksa mati, walaupun akhirnya ia
mati di tanganku, tetapi hal ini pun disebabkan karena ia
terlalu memandang enteng musuh, ketika itu di dalam hatiku
sama sekali tiada maksud untuk membinasakan dirinya.
Karena ia sendiri yang memaksa maka terpaksa aku harus
membela diri, sedangkan mengenai isterimu itu, dia mati di
bawah injakan kerbauku karena dia hendak mencelakai aku
orang, ketika itu aku sudah mengunci tanganku, bagaimana
hal ini bisa disalahkan pula ke atas badanku ?"
"Tetapi bagaimanapun juga urusan ini terjadi dikarenakan
kau orang!" potong Auw Hay Ong dengan gusar.
"Hei tua bangka she Ciang," teriak Liem Tou yang benarbenar
jadi sangat marah. "Sewaktu aku mengunci tangan dan
mengundurkan diri dari dunia kang ouw, seingatku kau pun
hadir di dalam kalangan, kau sendiri yang melanggar
peraturan Bu lim dengan menggunakan kesempatan orang
lain sedang susah kau berbuat keonaran, ini hari aku minta
keadilan dari dirimu."
Ciang Cau pun agaknya dibuat gusar juga oleh sikap dari
pemuda ini. "Itulah salahmu sendiri yang mencari gebuk, lalu soal ini
hendak kau salahkan kepada siapa?" bentaknya pula.
Mendadak Liem Tou tertawa terbahak-bahak, air mukanya
berubah jadi sangat keren.
"Tua bangka she Ciang! Tidak kusangka kau pun bisa
mengucapkan kata-kata seperti ini," bentaknya keras, "Baik !
Kembalikan dulu enci Ieku kemudian aku hendak menantang
dirimu untuk menentukan kepandaian siapa yang lebih jagoan
di antara kita." "Kembalikan nyawa isteriku dan puteriku dulu kemudian
loohu baru akan kembalikan enci Ie mu," teriak Ciang Cau
pula dengan gusar. "Kalau tidak, hmm, Lebib baik kau
hanyutkan saja keinginanmu itu, enci Ie-mu akan aku orang
she Cian anggap sebagai ganti dari puteri serta isteriku."
Mendengar perkataan itu saking gusarnya seluruh tubuh
Liem Tou menjadi gemetar keras, wajahnya berubah jadi
merah padam, saking gemasnya kepingin sekali ia
membinasakan orang itu. Tetapi kini wajah Lie Siauw Ie masih berada dalam
cengkeramannya, sehingga terpaksa ia harus menahan sabar.
"Ciang Cau!" serunya sinis. "Kedatanganku kemari kali ini
sudah sejak semula melihat keadaan kalian partai Kiem Tien
yang sangat berbahaya karena kepungan musuh, mengingat
kau tidak pernah jahat sebenarnya aku ada maksud hendak
menolong kau, tidak disangka pikiranmu ternyata begini picik."
Berbicara sampai disini ia rada merandek sejenak, setelah
menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu, sambungnya
kembali dengan suara berat ;
"Ciang Cau. Coba kau pikirlah dengan hati tenang.
Bilamana tiga hari kemudian kau tidak mau menyerahkan enci
Ie kepadaku, Hmm! Seorang Liem Tou berarti seratus anggota
Sin Beng Kauw. Wajahnya saat ini sudah berubah sangat dingin bagaikan
es, setelah berhenti lagi beberapa saat, tiba-tiba bentaknya
keras : "Ciang Cau, kau dengarlah baik-baik, di dalam tiga hari
kemudian aku akan datang lagi dengan membawa kawan..."
Selesai berkata telapak tangannya segera dihantamkan ke
atas, di tengah suara gemuruh yang amat keras genting
ruangan tersebut sudah kena dihantam bobol dan rontok ke
atas tanah dengan menimbulkan suara yang keras. Sebentar
kemudian tampaklah bayangan manusia berkelebat lewat, di
dalam sekejap mata itulah bayangan dari Liem Tou sudah
lenyap tak berbekas. Orang orang partai Kiem Tien Pay yang melihat kejadian itu
saking terperanjatnya air muka merekapun berubah jadi pucat
pasi, matanya terbelalak dengan melongo, untuk beberapa
saat lamanya suasana terasa amat hening dan sunyi.
Walaupun Ciang Cau sadar bila Liem Tou adalah seorang
jagoan nomor wahid di kolong langit pada saat ini, tenaga
dalamnya pun tiada yang dapat melawan, tetapi selamanya
belum pernah melihat ilmu tenaga sakti yang demikian
dahsyatnya. Sebuah dinding batu setebal beberapa depa ternyata
berhasil dibabat hancur hanya di dalau sekali kebasan saja,
hal ini benar-benar mengerikan sekali.
Akhirnya suasana yang hening itu dipecahkan oleh suara
ucapan dari si siucay berwajah putih yang membuka mulut
dengan alis dikerutkan rapat-rapat.
"Ong-ya! Tentunya kau sudah dibuat jeri oleh kedahsyatan
dari Liem Tou si bangsat cilik itu, tetapi kau jangan kuatir
terhadap dirinya, cuma sedikit kepandaian keledai malas
seperti itu buat apa ditakuti ?"
Perlahan-lahan Ciang Cau mengangguk, tetapi ia tidak
mengambil komentar apa-apa.
Kembali suasana dilewatkan dengan keadaan yang amat
sunyi, hening dan tenang.
Sejurus kemudian si orang tua itu berseru memberi
pengumuman. "Di atas pantai Sah Kiem Than kini sudah tak ada urusan
lagi, kalian boleh kembali ke posnya masing-masiag untuk
melakukan penjagaan."
Selesai berkata ia pun lantas mengundurkan diri dari
tempat itu. Tetapi baru saja berjalan beberapa langkah ia
sudah berhenti kembali dan menoleh.
"Murid-muridku, kalian ikutilah diriku !" serunya.
Para jago yang berkumpul di dalam ruangan itu pun sudah
mulai bubaran. Auw Hay Ong dengan membawa keempat
murid kesayangannya kenbali ke dalam istana.
Kita balik pada Liem Tou setelah menjebol dinding tembok
meninggalkan istana Kiem Tien Pay, sewaktu dilihatnya
kentongan keempat sudah tiba ia lantas melakukan perjalanan
lebih cepat ke arah Barat, hatinya saat ini masih belum reda
dari marahnya. "Jarak dengan terang tanah masih ada satu kentongan,"
pikirnya diam-diam. "Kenapa aku tidak menggunakan
kesempatan ini untuk melakukan penyelidikan di sekeliling
pantai Sah Kiem Than ini untuk melihat hal-hal yang
kemungkinan sekali berada di luar dugaan ?"
Berpikir akan hal itu, pemuda itu segera mengerahkan
ginkanguya berkelebat berputar di sekitar pantai Sah Kiem
Than. Dengan kecepatan gerakannya laksana sambaran kilat itu
tidak sampai sepertanak nasi kemudian ia sudah hampir
mengelilingi seluruh pulau tersebut dengan tanpa menemukan
suatu apa pun. Teringat tempat di sana tidak leluasa untuk digurakan
sebagai tempat persembunyian, maka dalam hati lantas ada
maksud hendak kembali ke kota Ping Cuan. Demikianlah
dengan mengerahkan ilmu ginkangnya yang sempurna ia
berjalan di atas kayu yang dilayangkan di atas permukaan air.
Tidak sampai beberapa waktu ia sudah tiba di rumah
penginapan kota Ping Cuan.
Pemuda tersebut langsung kembali ke kamarnya dan
mengetuk pintu perlahan-lahan.
"Siapa?" tanya Giok jie dari balik kamar.
"Aku sudah kembali!" seru Liem Tou kalem,
Pintu kamar dengan perlahan dibukanya, kecuali Giok jie
yang berdiri di tepi pintu di belakang sebuah meja secara tiba
tiba Liem Tou menemukan pula seorang dara berbaju hitam
yang duduk membelakangi pintu.
Tak terasa lagi pemuda ini jadi melengak dengan perasaan
kebingungan ia memandang ke arah Giok djie.
Agaknja Giok jie pun mengerti apa yang sedang diragukan
olehnya, tampaklah gadis cilik itu tersenyum.
"Coba kau terka siapakah orang itu ?" serunya.
Kiranya Liem Tou agak merasa tidak percaya terhadap apa
yang dilihat dihadapannya sehingga lama sekali ia berpikir :
"Apakah Hong susiok sudah datang ?" jawabnya kemudian.
Giok Djie menggeleng. Liem Tou merasa, semakin tidak paham lagi, akhirnya
saking tidak sabaran lagi tubuhnya segera maju dua langkah
dan hendak mencekal pundak dara berbaju hitam itu.
Pada saat yang bersamaan dara berbaju hitam itu pun
secara mendadak menoleh sambil berseru ;
"Adik Liem!" Liem Tou yang melihat jelas gadis tersebut ternyata Pouw
Djien Coei lah adanya semula rada tertegun akhirnya ia berteriak-teriak
kegirangan. "Enci Jien Coei!" sapanya pula.
Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seketika itu juga ia sudah melupakan segalanya, tubuhnya
menubruk maju ke depan memeluk pinggangnya kencangkencang
kemudian sambil tertawa teriaknya ;
"Ooouw enci Jien Coei ! sejak kapan kau datang kemari"
Kau betul-betul membuat adik Liemmu merasa rindu setengah
mati !" Tetapi sebentar kemudian ia sudah mengucurkan air mata
dengan amat deras. "Enci Jien Coei!" teriaknya kembali. "Selama ini kau sudah
pergi kemana saja" Beritahulah padaku, cepat beritahu
kepadaku." Pouw Jien Ciei sembari meronta dari rangkulan Liem Tou,
air matanya mengucur keluar semakin deras, sehingga tak
sepatah katapun yang dapat diucapkan keluar.
Liem Tou yang melihat sikapnya tersebut, secara mendadak
sudah teringat akan sesuatu.
"Enci Djien Coei!" ujarnya dengan sedih, "Tahukah kau Tiamu
?" Belum habis perkataan itu diucapkan, air muka Pouw Djien
Coei secara mendadak telah berubah menjadi pucat bagaikan
mayat. "Liem Tou ! Peristiwa yang sudah lalu tidak usah kita
ungkap kembali," bentaknya sambil mengusap kering air
matanya "Tahukah kau apa maksudku malam ini datang ke
mari ?" Tiba-tiba ia teringat kembali akan perkataan dari Toan Bok
Si tempo hari. sekarang ia baru paham si perempuan tunggal
Touw Hong yang dimaksudkan olehnya itu sebenarnya bukan
lain adalah enci Djien Coeinya, maka bersamaan itu pula ia
teringat kembali dengan dara berbaju hitam yang dijumpainya
di dalam lembah berkabut, tak terasa lagi hatinya rada
terperanjat. "Enci Djien Coei! Lalu kaukah yang menolong nyawaku
sewaktu berada di lembah berkabut?" Perlahan Pouw Djien
Coei mengangguk, tetapi sebentar kemudian ia sudah
menggeleng kembali. "Orang itu memang aku! tetapi orang yang menolong
nyawamu bukan aku melainkan suhumu,"
"Kalau begitu akupun tahu bila kedatangan enci Jien Coei
saat ini tentunya hendak memberitahukan soal yang
menyangkut enci Ie, sekarang dia ada dimana?" seru Liem
Tou dengan perasaan yang sangat cemas. "Cepatlah bawa aku
ke sana. Aku mau menolong dirinya lolos dari ancaman
bahaya." Lama sekali Pouw Jien Coei termenung, akhirnya ia berkata
dengan suara yang lirih: "Si Auw Hay Ong, Ciang Cau
mengurungnya di dalam sebuah ruangan rahasia di bawah
tanah, setiap hari ia mengirim Toa Kuncunya Ciang Beng Hu
untuk menghibur dan menasehati dirinya kalau dia tidak
bermaksud jahat terhadap adik Ie..."
"Ououw. . . enci Jien Coei! jadi kau tahu bila dia dikurung
dalam kamar rahasia yang mana?" seru Liem Tou kembali
sehabis mendengar perkataan tersebut.
Bagaimana kalau besok malam kita pergi menolong dirinya"
Oouw ya. Sudah setahun lamanya, enci Ie tentu telah
menderita siksaan yang amat besar. Heei, kesemuanya ini
akulah yang berdosa, akulah yang bikin gara gara !"
"Adik Liem, apa yang kau lakukan selama berada di pantai
Sah Kiem Than dapat aku lihat dengan sangat nyata."
Lama sekali Pouw Jien Cui baru berkata kembali sambil
mengangguk. "Dengan adanya kejadian itu kemungkinan
sekali urusan akan memperoleh perubahan yang amat besar.
Kau sudah melihat bukan si siucay berwajah putih yang
berada di sisi Ciang Cau itu?"
"Benar. Aku sudah melihat dirinya. Wajah Orang itu amat
sadis dan penuh mengandung hawa iblis. Aku rasa dia bukan
seorang manusia baik baik. Bukankah begitu ?"
Ketika itu cuaca sudah mulai terang tanah, mendadak Pouw
Djien Coei bangun berdiri.
"Hari sudah mulai terang tanah, aku harus cepat-cepat
pergi dari sini," katanya. "Aku takut ini hari ada kemungkinan
enci Iemu bakal memperoleh suatu perubahan, aku harus
melindungi dirinya, malam ini aku menunggu kau di depan
pantai Sah Kiem Than!"
Selesai berkata ia lantas berjalan menuju ke pintu keluar.
"Enci Jien Coei, sebetulnya kau bersembunyi di mana?"
mendadak Liem Tou mengajukan pertanyaannya.
Pouw Jien Coei tersenyum. "Malam nanti kau akan tahu
sendiri, sekarang aku harus buru-buru melakukan perjalanan,"
serunya. Kakinya tanpa berhenti lagi segera melesat ke atas
wuwungan rumah kemudian lenyap di balik remangremangnya
cuaca di pagi hari buta itu.
Liem Tou pun ikut meloncat naik ke atas atap, siapa sangka
bayangan dari dara berbaju hitam itu sudah lenyap tak
berbekas, hal ini membuat hatinya keheranan.
Ilmu meringankan tubuh dari enci Jien Coei bagaimana
mungkin bisa demikian sempurnanya" Apakah mungkin sejak
perpisahan ia sudah memperoleh pelajaran tambahan dari
seorang jagoan yang berkepandaian tinggi?" gumamnya
seorang diri. Ketika ia menoleh, maka tampaklah tiga ekor burung
elangnya sedang berdiri berjajar di atas atap rumah, ketika itu
ia sudah mendapatkan berita tentang Lie Siauw Ie dengan
begitu semangatnyapun tambah berkobar-kobar. Tangannya
lantas digapai memanggil ke tiga ekor burung elang itu untuk
hinggap di atas pundaknya.
Sambil mengelus dan membelai bulu burung tersebut
tampaklah Liem Tou tersenyum.
"Beberapa saat ini kalian tiga ekor burung harus berjaga
terus di sisi Giok-djie sehingga tak dapat terbang jauh. Malam
ini aku akan membawa kalian untuk pergi berjalan-jalan,"
serunya perlahan. Setelah itu pemuda tersebut baru kembali ke dalam
kamarnya untuk bersemedi hingga satu jam lamanya, ketika
dilihatnya Giok Djie berdiam seorang diri di dalam kamar
dengan wajah begitu murung, hatinya jadi tidak tega.
Setelah berpikir sebentar, ujarnya:
"Giok-djie, ayoh jalan. Selama beberapa hari ini kita selalu
murung hati terus, bagaimana kaJaa kita berjalan jalan ke
dalam kota?" "Bagus sekali!" teriak Giok-djie kegirangan, tubuhnya
segera meloncat bangun dari tempat duduknya. "Kita mau
bermain ke mana ?" "Sesukamu; kau ingin pergi kemana kita pergi bermain
kesana." Demikianlah akhirnya kedua orang itu sambil bergandengan
tangan penuh mesra bagaikan saudara sendiri berpesiar ke
seluruh pelosok kota Peng Tzuan.
Giok djie yang selama ini murung terus saat ini sudah pulih
kembali kelincahannya, selama berpesiar ia banyak bicara dan
banyak ketawa. Ketika di tengah perjalanan, untuk pertama kalinya
mendadak Giok djie berseru ;
"Paman Liem! Setelah enci Ie tertolong dari tangan musuh,
kau punya rencana hendak mengaturnya kemana " Apakah
kau hendak mengajak dirinya untuk melakukan perjalanan
bersama-sama ?" Liem Tou yang mendengar dirinya disebut paman, saking
girangnya ia tak dapat membendung suara ketawanya, ia
sudah tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya.
"Haha... haaa... hal ini sudah tentu!" sahutnya. "Cuma saja
ia adalah isteriku, bagaimana mungkin kau memanggil dirinya
dengan sebutan enci sedang memanggil aku dengan sebutan
paman?" Air muka Giok djie kontan dibuat menjadi merah padam
saking jengahnya. "Lalu aku harus memanggil dirimu dengan sebutan apa"
Apakah harus memanggil dirimu dengan sebutan Cie hu?"
"Soal itu sih tidak perlu, lebih baik kau panggil aku dengan
sebutan Toako saja." kata Liem Tou sambil membelai
rambutnya dengan penuh rasa kasih sayang.
Giok djie rada merandek sejenak, akhirnya ia menyapa
dengan suara yang syahdu.
"Toako!" Liem Tou segera tertawa terbahak-bahak.
Saat itulah mendadak si "Say Sian Hong" Toan Bok Si salah
seorang dari keempat orang murid kesayangan Auw Hay Ong
dengan wajah penuh senyuman berjalan menghampiri mereka
berdua. Melihat kejadian itu Liem Tou segera mengerutkan alis, ia
menarik tangan Giok djie kemudian tanpa menoleh lagi berlalu
dari sana. Agaknya dia tidak ingin berjumpa dengan orang itu.
Siapa tahu sewaktu Say Sian Hong berjalan lewat dari sisi
pemuda itu mendadak ia berbisik dengan suara amat lirih ;
"Harap tayhiap suka berjalan ke arah selatan beberapa li, di
tempat itu ada orang yang sedang menantikan kedatangan
tayhiap untuk merundingkan suatu urusan yang serius.
Liem Tou dapat mendengar perkataan tersebut dengan
amat jelas sekali tetapi sewaktu kepalanya menoleh ke arah
mana sana tampaklah Toan Bok Si sudah berjalan lewat dari
sisi tubuhnya, jika ditinjau dari sikap serta lagaknya mirip
sekali dengan seseorang yang tak pernah terjadi sesuatu apa
pun. Dalam hati Liem Tou mengerti, tentunya ada sesuatu
peristiwa yang sudah terjadi, melihat pula sewaktu ia
mengucapkan kata-kata tersebut sama sekali tidak
mengandung maksud jahat, tubuhnya pun lantas berjalan
menuju ke depan. Belum beberapa langkah ia berlalu, dari hadapannya
kembali muncul dua orang lelaki kasar yang berjalan
mendekat. sikap kedua orang itu sangar mencurigakan, sambil
berbisik-bisik seperti sedang merundingkan sesuatu matanya
tiada henti berputar-putar ke empat penjuru.
Saat ini Liem Tou sudah bukan seorang jagoan yang baru
saja terjun ke dalam dunia kangouw, bertemu dengan orangorang
pantai pun sudah tidak sedikit jumlahnya, sekali
pandang ia merasa bila kedua orang itu, tentu bukannya
manusia baik-baik. Menanti kedua orang itu sudah lewat dari samping Liem
Tou. Si Say Sian Hong yang berada dibelakangnya segera
berbelok ke sebuah jalan di samping tempat itu.
"Giok jie! kita menuju ke selatan," seru Liem Tou cepat,
"coba kita lihat siapakah orang yang sedang menunggu
kedatangan kita itu, sungguh misterius sekali."
Merekapun lantas berbelok ke sebelah selatan dan tak lama
kemudian sudah berjalan ke luar dari daerah ramai di dalam
kota Peng Cuan tersebut. "Giok jie! coba kau pergilah ke sana sebentar untuk periksa
siapakah orang yang sedang menantikan kedatanganku itu?"
perintah sang pemuda tersebut kepada gadis ciliknya itu.
Giok-djle mengiakan lalu dengan cepat sudah berkelebat ke
depan. Tidak lama kemudian ia telah berlari kembali, sambil
tersenyum, serunya kepada Liem Tou:
"Toako! Coba kau terka itu siapakah orang itu?"
Perlahan lahan Liem Tou menggeleng dan tidak mengerti.
"Seorang nona yang amat cantik sekali!"
"Aaahh!" seru Liem Tou agak tertahan, dalam hati ia
merasa semakin curiga lagi. Giok-djie, apakah kau sudah
bercakap-cakap dengan dirinya " Bagaimanakah bentuk
wajahnya " "Ia duduk di bawah sebuah pohon di pinggiran hutan,
bajunya berwarna merah manyolok tapi aku cuma melihat dari
tempat kejauhan saja kemudian balik kemari untuk memberi
laporan kepadamu." Diam-diam Liem Tou mulai berpikir: "Selama ini aku cuma
bertemu dengan dua orang dara berbaju merah, yang seorang
adalah Siauw Giok Cing puteri kesayangan dari It Tiap Cinjin
dari Heng san pay yang berdiam di lembah mati hidup dan
yang lain adalah Ciang Beng Ing, Toa Kuncu dari si Auw Hay
Ong. Kecuali mereka berdua, tak ada orang yang dikenal;
terang orang itu adalah Ciang Beng Ing adanya!"
Beberapa Li dengan cepatnya sudah dilalui, di hadapan
mereka ternyata benar-benar terbentang sebuah hutan.
"Itu di sana!" seru Giok djie sambil menuding ke arah
depan. Liem Tou lantas mengalihkan pandangannya ke depan,
tetapi dimanakah bayangan manusia yang dimaksudkan"
"Akh, sungguh aneh sekali," teriak Giok djie keheranan.
"Terang terangan aku tadi melihat dia orang duduk di bawah
pohon; kenapa hanya di dalam sekejap saja sudah pergi?"
Liem Tou tersenyum dan sama sekali tidak menunjukkan
reaksi apa apa. "Dia sendiri yang mengajak kita untuk bertemu, sudah
tentu dirinya ada di sekitar tempat ini pula," katanya.
Kembali mereka berdua melanjutkan perjalanannya ke tepi
hutan itu, tetapi bayangan manusia masih tetap tak nampak.
"Wah, sungguh aneh sekali, sungguh aneh sekali!" seru
Giok djie berulang kali. "Bagaimana kalau kita melakukan
pemeriksaan di dalam hutan ?"
"Pertemuan ini adalah mereka yang undang, buat apa kita
balik pergi mencari dirinya ?" seru Liem Tou dengan suara
yang amat tawar. "Lebih baik kita duduk di sini menanti saja,
bilamana ia sungguh-sungguh ada maksud hendak bertemu
sudah tentu tiada alasan baginya untuk main sembunyi."
Baru saja perkataan dari Liem Tou selesai diucapkan,
mendadak terdengar suara yang merdu syahdu dari seorang
gadis yang sedang bersenandung.
"Hujan malam melanda deras menutupi bintang di langit. . .
Loteng empang sunyi senyap kosong melompong
Sepasang burung hong terbang kesana kemari tiada tujuan . .
. Hati risau selalu tak pernah paham....
Mendadak Liem Tou teringat kembali sewaktu beberapa
tahun yang lalu ketika si perempuan tunggal Touw Hong
menyamar sebagai siluman di rumah setan daerah Auw Cing
ia pun pernah bersenandungkan syair ini. Ketika itu Lie Siauw
Ie, si gadis cantik pengangon kambing serta Ciang Beng Ing,
si toa kuncu dari Auw Hay Ong pun hadir disana semua.
Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kini ia bersenandung syair tersebut, hal ini sudah tentu
hendak menunjukkan bila dia Ciang Beng Ing adanya.
Berpikir akan hal ini tak terasa lagi Liem Tou sudah tertawa
terbahak-bahak dengan kerasnya.
"Toa Kuncu sudah datang menanti, aku Liem Tou merasa
sangat kagum sekali. Bila mana ada urusan kau orang silahkan
untuk bicara secara langsung, aku orang she Liem tentu akan
pentang telinga lebar-lebar untuk mendengarkannya."
Baru saja perkataan dari Liem Tou selesai diucapkan, dari
atas sebuah dahan tahu-tahu melayang turun seorang dara
berbaju merah yang bukan lain Ciang Beng Ing adanya.
"Liem Tou, kau jangan merasa bangga dulu. Ayo ikut aku!"
bentaknya. Liem Tou yang dibentak jadi melengak.
"Kuncu hendak membawa aku pergi kemana " Tolong
dijelaskan sejenak!" serunya.
"Suruh kau ikut aku pergi, ikuti saja terus, buat apa banyak
bicara?" bentak Ciang Beng Ing kembali sambil melirik sekejap
ke arah pemuda itu. Liem Tou segera menjulurkan lidahnya sambil melirik
sekejap ke arah Giok-jie.
"Toa Kuncu sudah marah, mari kita ikuti saja!" serunya
setengah berbisik. Demikianlah mereka berdua lantas mengikuti diri Ciang
Beng Ing berjalan melintasi hutan melalui jalan gunung yang
amat sunyi Diam-diam Liem Tou mulai mengawasi keadaan di
sekelilingnya sewaktu dilihatnya tempat itu semakin lama
semakin curam dan semakin berbahaya dalam hatinya lantas
berpikir : "Apakah mereka sudah mempersiapkan jebakan untuk
memancing kedatanganku?"
Berpikir akan hal ini, dalam hati ia malah merasa kegelian,
karena bila benar-benar demikian adanya maka ia merasa
kasihan pada mereka mereka itu yang terlalu tolol.
Tidak lama kemudian sampailah mereka di sebuah lembah
gunung yang cukup luas di kaki gunung sebelah kiri munculah
tembok-tembok berwarna merah yang amat luas, kelihatannya
bangunan tersebut merupakan sebuah kuil.
Melihat Ciang Beng Ing hendak membawa dirinya ke dalam
kuil tersebut, Liem Tou baru mulai merasa ragu-ragu.
"Eeei, sebenarnya kau memancing cayhe mendatangi kuil
itu ada urusan apa?" tanyanya cepat.
Air muka Ciang Beng Ing berubah sangat tawar sekali, ia
melirik sekejap ke arah Liem Tou.
"Orang lain berkata bila kepandaian silatmu tiada
tandingannya di kolonp langit pada saat ini, manusianya pun
merupakan seorang enghiong yang bernyali, apakah ini hari
kau mulai merasa jeri?"
Liem Tou mengerti bila gadis tersebut ada maksud hendak
memanasi hatinya, karenanya ia malah tertawa tawar.
"Kuncu terlalu memuji, gelar jagoan nomor wahid di kolong
langit, cayhe tidak berani menerimanya."
Sembari memberikan jawabannya Liem Tou sama sekali
tidak menghentikan gerakan kakinya, ia mengikuti terus dari
belakang Ciang Beng Ing berjalan menuju ke dalam kuil itu.
Tidak lama kemudian sampailah mereka di depan kuil yang
tidak begitu besar, tetapi masih utuh dan mentereng.
Pintu besar dari kuil tersebut setengah tertutup, Ciang Beng
Ing lantas mendorong pintu dan berjalan masuk.
Liem Tou tidak ingin memperlihatkan kelemahannya, sambil
menggandeng Giok jie ia pun segera mengikuti terus dari
belakangnya. "Giok jie?" bisik Liem Tou dengan suara perlahan,
"bilamana sebentar lagi akan terjadi suatu perubahan, maka
kau ikuti saja diriku terus, jangan sekali kali kau meninggalkan
tempat ini sesuka hatimu, mengerti?"
Giok jie mengangguk, tetapi mulutnya tetap membungkam.
Setelah melewati ruangan tengah, Ciang Beng Ing langsung
menuju ke ruangan belakang.
Ketika inilah Liem Tou baru merasa hatinya sangat heran,
tetapi ia berusaha keras untuk bersabar dan mengikuti dirinya
dengan jarak beberapa kaki di belakang tubuhnya.
Sesudah melewati ruangan tengah, mendadak Ciang Beng
Ing berkelebat ke depan sambil berseru ;
"Lapor, ayah, siauw li sudah membawa Liem Tou datang
kemari!" Liem Tou yang mendengar perkataan tersebut diam-diam
merasa amat terkejut, pikirnya ;
"Apakah mungkin Auw Hay Ong pun berada di sini"
sebenarnya sudah terjadi peristiwa apa ?"
Ketika ia mendongakkan kepalanya kembali, maka
tampaklah di tengah-tengah ruangan belakang duduklah Auw
Hay Ong, Ciang Cau dengan sikap yang amat keren.
Saat ini ia sudah melepaskan jubahnya yang bersulaman
naga berwarna emas dan cuma memakai jubah hijau biasa, di
kedua belah sisinya berdirilah ketiga orang anak murid
kesayangannya. Di antara mereka cuma si "Say Siang Hong" Toan Bok Si
seorang yang tidak nampak, di samping itu tidak terdapat pula
orang luar lainnya. Melihat munculnya Liem Tou mendadak Auw Hay Ong
bangun berdiri dan melangkah maju sambil mencekal tangan
pemuda itu erat-erat, sikapnya ternyata sangat berbeda
dengan keadaan pada hari hari biasanya.
"Perkataan dari tayhiap kemarin malam benar-benar telah
menyadarkan lolap dari impian," katanya. "Oleh karena itu,
sengaja ini hari aku mengundang kedatangan dari tayhiap!"
Selama ini si Auw Hay Ong Ciang Cai selalu bersikap
sombong dan tinggi hati, belum pernah dia orang
memperlihatkan sikapnya yang begitu menghormat terhadap
orang lain, sudah tentu hal ini merupakan suatu peristiwa
yang sangat luar biasa sekali.
Dengan pandangan yang tajam dari Liem Tou sekali pun ia
berhasil melihatnya bila sikapnya ini kurang leluasa, tapi
sangat jujur dan bersungguh-sungguh. Karenanya ia pun
membalas dengan beberapa kata yang merendah.
Beberapa saat kemudian pemuda itu baru berkata lagi.
"Kalau begitu kau sudah tidak ingin mencari urusan lagi soal
puterimu serta isterimu bukan" Tapi kenapa enci Ie ku tidak
kelihatan bersama-sama kalian?"
Bagaimana pun Liem Tou adalah seorang cerdik, walaupun
ia melihat Si Auw Hay Ong agaknya mempunyai maksud untuk
berkawan tetapi sebelum melihat munculnya Lie Siauw Ie di
tempat itu pula hatinya masih menaruh curiga. Oleh karena itu
ia lantas mengajukan pertanyaan tersebut.
Mendengar pertanyaan itu, Auw Hay Ong segera
mengerutkan alisnya rapat-rapat.
"Perkataan ini tak dapat kita bicarakan secara demkian.
Jangan kata terhadap kematian dari isteri dan puteriku, Loolap
tidak menaruh rasa dendam, sekalipun aku mengakui
perkataan tersebut tidak lebih perkataan itu pun merupakan
perkataan yang bohong, selama ini isterimu mendapatkan
perjalanan yang baik dari Loolap dan tidak pernah menerima
hinaan maupun aniaya macam apa pun, harap Tayhiap suka
berlega hati." Belum habis Auw Hay Ong menyelesaikan kata-katanya,
mendadak Liem Tou kembali menyela;
"Kalau memangnya kau tidak bisa menyelesaikannya begitu
saja atas sakit hati kematian isteri dan puterimu, lalu tidak
ingin melepaskan enci Ie-ku pula, apa maksudmu memanggil
aku datang kemari ?"
Si Auw Hay Ong Ciang Cau tersenyum.
"Seperti apa yang pernah Tayhiap katakan, Partai Kiem
Tien Pay kami sedang menemui bencana karena serangan dari
luar. Selama ini perkumpulan Sin Beng Kauw selalu mengincar
daerah sekitar tempat ini tiada mau lepasnya. Bahkan kemarin
malam ada empat orang siangcu yang datang ke pantai Sah
Kiem Than kami untuk membokong sehingga orang-orang itu
berhasil kami bekuk. Tetapi saat ini pengaruh dari
perkumpulan Sin Beng Kauw sudah tersebar hampir meliputi
seluruh daerah Tionggoan. Baik cabang di daerah Utara
maupun cabang di daerah Selatan sudah pada
menggemparkan setiap orang. Loolap rasa daerah ini pun
cepat atau lambat akan mereka kuasai juga. Karena itu lolap
ada maksud hendak mengajak tayhiap untuk bekerja sama
dan saling bertukar syarat."
Baru saja Auw Hay Ong berbicara sampai disitu. Liem Tou
sudah mengerti apakah maksud hatinya sehingga tak terasa
lagi ia tertawa terbahak-bahak.
"Haaaa, haaaa, hey kakek tua she Ciang, di antara kita
boleh dikata bukan hanya pernah berjumpa sekali saja,
ataupun baru kenal tetapi tidak kusangka kau mempunyai
tindakan yang begini cerdiknya. Baiklah, apa syaratmu ?"
Auw Hay Ong yang mendengar Liem Tou suka
mengabulkan permintaannya dengan cepat, wajahnyapun
segera terlintas suatu perasaan yang amat girang.
"Lindungi daerah kami dari gangguan perkumpulan Sin
Beng Kauw, kami segera mengembalikan isterimu bersamaan
itu pula hutang-hutang lama kita anggap saja selesai."
"Baik! Kita tentukan begitu saja!"
Ketika itulah dari luar kuil mendadak berkelebat datang
sesosok bayangan manusia yang berdandan seorang dayang.
"Coen Siang, ada urusan apa kau datang kemari ?" bentak
Auw Hay Ong dengan cepat sewaktu melihat munculnya
dayang itu. Sebaliknya Liem Tou yang melihat orang itu dalam hatinya
merasa kaget sekali sehingga tak terasa lagi sudah berseru;
"Enci Djien Coei!"
Kiranya orang ini adalah Pouw Djin Coei. Selama ini ia
menyaru sebagai dayang untuk melindungi Lie Liauw Ie secara
diam-diam, maka selama setahun ini Lie Sianw Ie tidak
memperoleh gangguan apapun.
Agaknya saat ini gadis tersebut tak mau rahasianya bocor,
buru-buru teriaknya keras ;
"Orang-orang dari perkumpulan Sin Beng Kauw sudah
berkumpul di tepi pantai "Sah Kiem Than" dan mempunyai
rencana hendak menculik enci Ie. Liem Tou, kau tidak cepatcepat
pergi ke sana ?" Jilid 46 Mendengar berita tersebut Liem Tou segera merasakan
hatinya tergetar sangat keras, maka dengan cepat ia
mendorong Giok jie ke sisi tubuh Pouw Djien Coei.
"Lindungi orang ini," serunya keras.
Sedikit ujung kakinya menutul pada permukaan tanah,
tampaklah bayangan hijau berkelebat keluar laksana
sambaran kilat cepatnya a berlari menuju ke pantai Sah Kiem
Than. Si Auw Hay Ong, Ciang Cau yang mendengar berita itu pun
dalam hati merasa sangat terperanjat, buru-buru merekapun
pada berlari keluar dari kuil dan berangkat kembali ke
sarangnya. Pouw Jien Coei yang melihat Liem Tou ternyata
memberikan suatu beban kepadanya, dalam hati ia merasa
sangat cemas, sambil menarik tangan Giok jie ia pun berlari ke
depan dengan sepenuh tenaga.
Mendadak Giok jie meronta dan berusaha melepaskan diri
dari cekalannya. "Enci Jien Coei. kau pergilah seorang diri dan jangan
mengurusi diriku lagi," serunya.
"Bagaimana hai ini boleh jadi" Bilamana sampai terjatuh ke
tangan musuh bagaimana jadinya?"
Mengambil kesempatan sewaktu dara berbaju hitam itu
tidak waspada, Giok jie mendadak meloncat ke depan sejauh
beberapa kaki. "Kau pergilah seorang diri!" teriaknya keras," Giok jie bisa
menjaga keselamatan sendiri."
Tubuhnya berputar lantas berlari menuju ke kota Peng
Tzuan. Pouw Djien Coei yang melihat kepandaian silat yang dimiliki
gadis tersebut tidak jelek, hatinya merasa rada lega. buruburu
ia melanjutkan perjalanannya kembali balik ke pantai Sah
Kiem Than. Permukaan air dari laut Auw Hay tersebut boleh dikata
setiap harinya banyak perahu berlalu lalang.
Tetapi ini hari di tempat tersebut sudah bertambah
berpuluh-puluh buah perahu aneh yang tidak diketahui asalusulnya,
suara bentrokan senjata serta bentakan nyaring
bergema memekikkan telinga di atas pantai Sah Kiem Than.
Tampaklah berpuluh orang anggota Sin Beng Kauw yang
memakai jubah hitam sedang mengurung istana emas
tersebut rapat-rapat. Anak murid partai Kiem Tien pay yang secara mendadak
diserbu oleh pihak musuh jadi amat kacau dan kelabakan
setengah mati. Walaupun dengan sekuat tenaga mereka
melakukan perlawanan tetapi yang mati serta yang luka sudah
bertumpuk-tumpuk. Di antara mereka cuma keempat orang pemuda berbaju
hitam saja yang dapat bertempur dengan garang dan hebat,
sehingga anggota perkumpulan Sin Beng Kauw yang terluka di
bawah serangan merekapun tidak sedikit jumlahnya.
Keempat orang pemuda itu dengan mati-matian
mempertahankan diri di depan pintu istana, hal ini membuat
anggota perkumpulan Sin Beng Kauw untuk sementara waktu
tak berhasil menyerbu ke dalam.
Sedangkan kepandaian silat yang dimiliki si toosu serta si
pengsmis itu pun jauh lebih hebat dari anggota partai Kiem
Tien pay lainnya. Mereka berdua dengan tiada hentinya
berkelebat kesana kemari di antara kepungan anggota Sin
Beng Kauw. Barang siapa yang menghalangi perjalanan
mereka tentu rubuh menemui ajalnya.
Dengan demikian, keadaan situasi untuk sementara waktu
rada seimbang. Tetapi perahu-perahu dari perkumpulan Sin Beng Kauw
yang mendarat di pantai Sah Kiem Than semakin lama
semakin banyak, dengan demikian jumlah anggota Sin Beng
Kauw yang tiba di sana pun semakin banyak bahkan di atas
perahu yang terakhir sudah kedatangan seorang makhluk
yang amat besar di bawah kawalan empat orang kakek tua
yang sudah berusia lima puluh tahunan.
Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Walaupun kelima orang itu bukan berdandan sebagai
anggota Sin Beng Kauw, tetapi jelas mereka adalah bala
bantuan yang sengaja dikirim kesana untuk membantu orangorang
perkumpulan Sin Beng Kauw.
Kiranya makhluk raksasa tersebut bukan lain adalah Kiem
Sah Ong dari daerah Liong Tzuan sedang keempat orang
kakek tua itu adalah Congkoan-Congkoan andalannya. Orang
orang pada menyebut mereka sebagai Kiem Jah Su Liong
yang jadi orang amat ganas dan telengas sekali.
Begitu kelima orang itu tiba di depan pintu istana maka
situasi di sekitar sana pun segera berubah, ketika si toosu
serta si pengemis itu melihat munculnya Kiem Sah Ong di
sana mereka berdua segera saling memberi tanda dan
bersama-sama menyerang ke arah Kiem Sah Ong dengan
sepenuh tenaga. Tetapi ilmu kepandaian yang dipelajari oleh Kiem Sah Ong
adalah tenaga Gwa kang, kekuatannya besar luar biasa,
badannya atos seperti baja. Boleh dikata jarang sekali ada
orang yang bisa melukai dirinya.
Melihat anggota Sin Beng Kauw yang menyerbu ke pintu
istana itu tidak berhasil juga membobolkan pertahanan
tersebut, dengan gusarnya Kiem Sah Ong meraung keras.
"Congkoan berempat, cepat terjang pintu istana itu!"
teriaknya. Ketika itulah serangan dari sang toosu serta si pengemis itu
sudah melanda mendatangi, tubuhnya segera melangkah ke
depan sambil kepalannya menyambar ke samping.
Dimana kepalan tersebut lewat, angin pukulan menderuderu
tiada hentinya memaksa sang toosu itu harus meloncat
ke belakang dengan tergopoh-gopoh.
Baru saja toosu tersebut berhasil menghindarkan diri dari
serangan itu, kepalan tangan kiri dari Kiem Sah Ong kembali
menyambar lewat dengan kedahsyatan yang tidak berkurang.
Sang Toosu serta sang pengemis tidak berani menerima
datangnya serangan dengan saling berhadapan, maka
terpaksa tubuhnya sekali lagi menyingkir ke samping.
Kiem Sah Ong yang melihat kedua orang itu ternyata tidak
berani menerima datangnya serangan yang dilancarkan
olehnya, segera mengeluarkan ilmu pukulan Kiem Kong
Ciangnya yang amat lihay itu.
Angin pukulan segera mendera-deru laksana tiupan angin
topan, sejurus demi sejurus dilancarkan ke depan tiada
hentinya yang memaksa si Toosu serta pengemis tersebut
terdesak di bawah angin. Dengan kejadian ini maka dari pihak partai Kiem Tien Pay
sudah kelihatan pasti kalah, permainan pedang dari ke empat
orang pemuda berbaju hitam yang semula gencarpun setelah
bertemu dengan Kiem Sah Su Liong kena terkurung tanpa bisa
banyak berkutik, dengan mati-matian terpaksa mereka
mempertahankan terus di depan pintu istana.
Ketika itulah dari dalam istana secara tiba-tiba
berkumandang keluar suara tertawa terbahak-bahak yang
sangat keras disusul dergan munculnya seorang siucay
berwajah putih, sambil mencengkeram Lie Siauw Ie kencangkencang.
"Hati manusia sukar diduga, ajaran agama paling murni,
perkumpulan Sin Beng Kauw bertujuan mendirikan keadilan di
dalam se luruh kolong langit sedang partai Kiem Tien pay
sudah saatnya untuk musnah, buat apa kalian harus menjual
nyawa untuk Ciang Cau si keledai tua yang tidak becus itu?"
bentaknya keras. Sang toosu serta sang pengemis yang sedang bergebrak
melawan Kiem Sah Ong sewaktu melihat munculnya si siucay
berwajah putih itu dalam hati merasa kegirangan, siapa
sangka ternyata ia mengucapkan kata kata tersebut, hal ini
kontan saja membuat mereka berdua jadi tertegun.
Siapa pun tidak menyangka kalau si siucay berwajah putih
ini sebetulnya adalah mata-mata yang sengaja dikirim oleh
perkumpulan Sin Beng Kauw untuk menyelidiki keadaan
mereka, saking gusarnya tak terasa lagi mereka mulai memaki
kalang kabut. Siapa sangka, justeru karena meraka pecah perhatian itulah
tubuh Kiem Sah Org tahu-tahu telah mendesak maju ke
depan. Telapak kirinya dengan menggunakan jurus "Sin Yen Ti
Kok" atau monyet sakti memetik buah dengan cepatnya
berhasil menghajar di atas pundak sang tosu tersebut.
Walaupun tempat tersebut bukan merupakan tempat
berbahaya, tetapi cukup membuat tubuh pihak lawannya
mundur ke belakang dengan sempoyongan dan akhirnya jatuh
terlentang di atas tanah.
Kaki raksasa dari Kiem Sah Ong dengan cepat berkelebat
maju untuk mengirim kembali sebuah injakan keras ke atas
perut tosu tersebut. Suara jeritan ngeri yang manyayatkan hati segera bergema
memenuhi angkasa, kontan saja perut toosu itu pecah
sehingga usus serta isi perutnya mengalir keluar mengotori
lantai, nyawanya sudah tentu lenyap saat itu juga.
Sang Pengemis yang melihat kawannya kena dibunuh,
pikirannya jadi semakin kacau, permainan telapaknya
mendadak berubah tanpa memperdulikan nyawanya lagi, ia
menyerang Kiem Sah Ong dengan sangat gencar.
Dua buah pukulannya berhasil menghajar tepat di atas
badan Kiem Sah Ong tetapi sama sekali tidak menimbulkan
reaksi apa pun. Hal ini sebaliknya malah membuat pengemis
itu kecapaian sehingga keringatnya mengucur membasahi
seluruh tubuhnya sehingga permainan telapak tangannya pun
jauh semakin lambat. Dengan demikian keadaan dari si pengemis tersebut sangat
berbahaya sekali setiap saat keselamatannya terancam
bahaya. Pada saat itu pertahanan dari keempat, orang pemuda
berbaju hitam itu pun kena kebobolan anggota Sin Beng Kauw
laksana aliran air bah segera menerjang masuk ke dalam pintu
istana. Dimana tangan si siucay berwajah putih itu diulapkan, dari
dalam ruangan mendadak berkelebat keluar empat orang
siangcu yang bukan lain adalah merupakan empat orang
anggota Sin Beng Kauw yang kena tertawan kemarin malam.
Kini mereka menggantikan kedudukan dari keempat orang
pemuda berbaju hitam itu untuk mempertahankan pintu istana
dari serbuan anggota Kiem Tien pay.
Apakah tujuan dari anggota perkumpulan Sin Beng Kauw
untuk merebut istana tersebut?""
Tiada lain mereka hendak merampok seluruh harta
kekayaan yang terdapat di dalam istana Kiem Cien Pay itu
sehingga ludas, kemudian membakar dan memusnahkan
istana tersebut. Setelah partai Kiem Tien pay kehilangan markas besarnya
bahkan harta kekayaannya pun ludas sudah tentu tiada
tenaga lagi untuk membangun suatu kekuatan baru.
Dengan demikian sejak saat itu partai Kiem Tien Pay akan
segera lenyap dari permukaan bumi, dengan sendirinya
daerah Cian Tian ini akan terjatuh ke tangan perkumpulan Sin
Beng Kauw tanpa susah-susah.
Siapa sangka walaupun perhitungan dari perkumpulan Sin
Beng Kauw sangat bagus, tetapi Thian masih tidak
mengijinkan mereka untuk berbuat demikian.
Sewaktu anggota Sin Beng Kauw sedang bertempur matimatian
melawan partai Kiem Tien Pay itulah, Pouw Jien Coei
sudah munculkan dirinya di hadapan Auw Hay Ong untuk
menyampaikan berita tersebut.
Keadaan dari si siucay berwajah putih pada waktu itu
benar-benar sangat bangga sehingga lupa daratan, ia tertawa
terbahak-bahak tiada hentinya.
Kini ia sudah menguasahi Lie Siauw Ie sehingga walaupun
Liem Tou munculkankan dirinya di sana pemuda itu pun tak
akan dapat berbuat apa-apa terhadap dirinya.
Siapa sangka Liem Tou setelah mendapat kabar dari Pouw
Jien Coei, hatinya benar-benar merasa amat gusar sehingga ia
merasa gemas dan cepat bisa tiba di pantai Sah Kiem Than.
Dengan sekuat tenaga serta mengerahkan seluruh
kepandaian yang ada ia berkelebat di atas permukaan air
menuju ke tempat tersebut.
Ketika tubuhnya berhasil tiba di pantai Sah Kiem Than,
pintu istana tersebut bertepatan sudah terjatuh ke tangan
anggota perkumpulan Sin Beng Kauw.
Darah panas terasa bergolak dengan kerasnya di dalam
dada, baru saja ia bersiap-siap hendak membentak keras dan
menyerbu ke dalam kalangan untuk membasmi habis orangorang
itu, mendadak matanya dapat menangkap Lie Siauw Ie
yang sudah terjatuh ke tangan siucay berwajah putih itu.
Keadaan dari gadis tersebut pada saat ini amat lemas dan
tak bertenaga, kepandaian silatnya seperti sudah punah sama
sekali, tubuhnya terkulai kesana kemari mengikuti gerakan
dari sang siucay yang sedang memberi perintah kepada
anggota Sin Beng Kauw untuk membasmi anak murid partai
Kiem Tien pay. Tetapi Liem Tou adalah seorang yang cerdik, begitu melihat
kejadian tersebut ia segera mengerem suara bentakan yang
hampir saja meluncur keluar dari bibirnya itu.
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang
paling sempurna, badannya segera berkelebat ke arah depan.
Si siucay berwajah putih itu adalah salah seorang pemimpin
yang berkepandaian sangat tinggi di dalam perkumpulan Sin
Beng Kauw walaupun ia tidak berhasil melihat seluruh tubuh
dari Liem Tou tetapi matanya yang tajam dapat menangkap
bayangan hijau yang menyambar ke arahnya itu.
Sehingga buru-buru cekalannya pada pergelangan tangan
Lie Siauw Ie dipererat, telapak kirinya secara mendadak
ditempelkan ke atas punggung gadis tersebut sambil
bentaknya dengan wajah keren:
"Liem Tou! aku menginginkan jiwanya, ti . . ."
Sayang tindakannya ini terlambat satu tindak, belum habis
perkataannya diucapkan keluar, mendadak dadanya terasa
menjadi kaku sehingga perkataan selanjutnya tidak sanggup
untuk meluncur keluar dan mulutnya.
"Pergilah!" terdengar Liem Tou membentak dengan keras.
Di tengah suara bentakan yang sangat keras, si siucay
berwajah putih menjerit keras, darah segar memancur setinggi
beberapa kaki kemudian menyembur ke empat penjuru.
Tubuhnya kontan terpental sejauh tiga kaki dari tempat
semula menumbuk dinding ruang tengah, kepalanya seketika
itu juga remuk rendam, otak berceceran di atas tanah dan
kematiannya benar-benar sangat mengerikan.
Dalam satu jurus Liem Tou berhasil membinasakan
pentolan dari perkumpulan Sin Beng Kauw, hal ini membuat
para jago lainnya diam-diam merasa berdesir juga.
"Enci Ie," tak tahan lagi pemuda tersebut berteriak.
Lie Siauw Ie tetap berdiri termangu-mangu di tempat
semula, agaknya ia tidak mengenali kembali diri Liem Tou.
Diam-diam pemuda tersebut merasakan hatinya berdebar
keras, sambil menggertak gigi kencang-kencang tangan
kirinya segera menyambar pinggang gadis itu kemudian putar
badan menerjang ke arah pintu ruang Kiem Tien Pay yang
dijaga oleh keempat orang Siangcu yang ditemuinya kemarin.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun ia langsung berjalan
mendekati keempat orang itu.
Tetapi munculnya Liem Tou yang berhasil membinasakan si
siucay berwajah putih dalam sekali hantaman sudah cukup
menggetarkan semangat setiap anggota perkumpulan Sin
Beng Kauw yang ada di sana.
Hanya Kiem Sah Ong seorang bukannya jeri sebaliknya
malah merasa amat gusar dengan tindakan pemuda tersebut.
Ia yang sudah berhasil melatih ilmu kekal, tidak takut
terhadap tusukan maupun bacokan golok ternyata dengan
menempuh bahaya sudah menerjang sendiri ke hadapan Liem
Tou. Melihat pemimpinnya bergerak maju, para jago-jago
perkumpulan Sin Beng Kauw lainnya pun segera ikut
membentak keras kemudian mengurung pemuda tersebut
rapat-rapat. Liem Tou yang sedang berjalan ke arah keempat orang
Siangcu tersebut mendadak dari belakang punggungnya
terasa ada satu pukulan yang maha dahsyat menyambar
datang, diam-diam ia merasa kaget juga dengan kejadian
tersebut. Tubuhnya dengan gerakan cepat laksana sambaran kilat
segera berkelit ke samping kemudian menoleh ke arah
belakang. Tampaklah seorang manusia berperawakan raksasa sudah
berdiri di belakangnya dengan sikap yang amat menyeramkan,
angin pukulan barusan ini boleh dihitung tidak lemah.
"Jika aku lihat dandananmu, agaknya kau bukan anggota
perkumpulan Sin Beng Kauw. Siapa kau?"" ayoh cepat
sebutkan!" seru Liem Touw rada melengak.
"Kurang ajar!" teriak Kiem Sah Ong gusar, "Siapa yang
tidak kenal dengan aku Kiem Sah Ong dari daerah Liong
Cuan" Bangsat cilik, terimalah seranganku ini..."
Selesai berkata kembali dia orang mengirim satu pukulan
dahsyat ke arah depan. "Ooouw. kiranya kaulah yang bernama Kiem Sah Ong..."
ejek Liem Touw sembari menghindar. "Hmm! membiarkan kau
tetap hidup di kolong langit pun hanya mendatangkan
bencana saja, terima nih serangan balasanku."
Selesai berkata ia pun mengirim satu pukulan tajam ke
arah tubuhnya. Kiem Sah Ong tidak mengerti lihaynya pihak lawan. Melihat
datangnya serangan tersebut sepasang kepalannya segera
didorong ke depan untuk menyambut datangnya serangan
dengan gerakan keras lawan keras.
Liem Tou tertawa dingin tiada hentinya; tenaga saktinya
diam-diam disalurkan ke seluruh badan. menanti masingmasing
telapak saling terbentur satu sama lainnya kembali ia
mengirim satu pukulan tajam ke arah tubuh pihak musuhnya.
Air muka Kiem Sah Ong seketika itu juga berubah jadi
merah padam, tubuhnya yang tinggi besar bagaikan pagoda
besi tergetar dan bergoyang tiada hentinya.
"Aaakh... antara diriku dengan dia orang sama sekali tidak
terikat dendam sakit hati apa pun, kenapa aku harus turun
tangan jahat terhadap dirinya?"?" suatu ingatan dengan cepat
berkelebat di dalam benak pemuda itu.
Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Teringat akan hal tersebut, dengan sendirinya tenaga
pukulan yang semula amat dahsyat kini berkurang
kedahsyatannya. Siapa sangka ternyata Kiem Sah Ong tidak tahu diri, setelah
dikalahi Liem Tou bukannya mengundurkan diri mendadak
kepalan kanannya langsung dihantamkan kepada pemuda
tersebut sedang kepalan kirinya dengan menggunakan jurus
"Kiem Kong Hu Ti" atau badan kuat emas baja laksana
sambaran petir dihantamkan ke atas tubuh Lie Siauw Ie yang
berada di dalam gendongan Liem Tou.
"Bagus sekali Kiem Sah Ong, saat kematianmu sudah tiba!"
Liem Tou tak dapat membendung hawa amarahnya lagi, ia
berteriak gusar. Hawa napsu membunuh mulai meliputi seluruh wajah,
tubuhnya dengan lincah berkelebat dan berputar ke belakang
punggung Kiem Sah Ong sepasang jari tangannya langsung
ditotokkan ke arah jalan darah "Giok Cu Hiat" pada pinggang
lelaki raksasa tersebut. Jalan darah "Giok Cu Hiat" merupakan salah satu jalan
penting di dalam tubuh manusia. Asalkan siapa saja yang
terkena tentu akan rubuh menemui ajalnya.
Dalam anggapan Liem Tou, totokkannya ini asalkan terkena
pada sasarannya Kiem Sah Ong tentu akan rubuh.
Siapa sangka si manusia raksasa itu dasarnya memiliki ilmu
kebal yang tak mempan terhadap tusukan senjata tajam,
menghadapi serangan totokan yang biasa sudah tentu tak
bakal mendatangkan luka bagi dirinya.
Hal ini membuat Liem Tou jadi melengak tetapi sebentar
kemudian hawa murninya sudah disalurkan ke seluruh badan,
setelah menarik napas panjang panjang serangan jarinya
segera dirubah menjadi serangan telapak langsung didorong
ke depan. Perawakan Kiem Sah Ong tinggi besar, hal ini
mempengaruhi perputaran badannya pun kurang lincah,
mendadak ia merasakan punggungnya jadi kaku seperti
dihantam dengan martil besar, isi perutnya serasa hancur
berantakan saja. "Bangsat! Kau sangat kejam!" teriaknya ngeri.
Sepasang matanya melolot bulat-bulat, darah segar
muncrat dari mulutnya dengan amat deras sehingga
memancar sejauh satu kaki lebih diikuti tubuhnya gemetar dan
berkerut. "Bangsat, kau amat kejam," teriaknya kembali, tetapi
suaranya semakin kecil. Tubuhnya tak kuasa menahan diri lagi, diiringi suara
benturan yang amat keras badannya segera rubuh ke atas
tanah dari ujung bibirnya darah segar masih mengucur keluar
tiada hentinya. Liem Tou tertawa dingin, mendadak ia membentak dengan
suara lantang: "Bajingan kawanan perkumpulan Sin Beng Kauw. Ayo cepat
sipat kuping menggelinding pergi dari sini, kalau tidak jangan
salahkan aku Liem Tou akan turun tangan telengas terhadap
siapa pun yang masih tertinggal di sini?"
Baru saja perkataannya diutarakan keluar, mendadak
terdengarlah suara seseorang yang amat kasar bertenaga
menyambung kata-katanya: "Dengan begitu bernyali mereka dari pihak perkumpulan
Sin Beng Kauw berani mencari keonaran dan gara-gara di
pantai pasir emas kami, ini hari kita pun tak boleh melepaskan
mereka hidup-hidup, kita harus hancurkan mereka sehingga
tak tersisa seorangpan. Liem Tou! Kenapa kau malah suruh
mereka secara gegabah pergi dari sini?" Perlahan Liem Tou
menoleh ke belakang terlihatlah Auw Hay Ong dengan
membawa serta ketiga orang anak muridnya sudah munculkan
dirinya di tempat tersebut.
Liem Tou segera menggerakkan badannya berkelebat ke
hadapan keempat orang siang cu yang menghadang di depan
pintu. "Hmmm... Baiklah!" serunya kemudian setelah mendengus
dingin, "Kini Enci Ie sudah terjatuh kembali ke tanganku, akan
kupenuhi seluruh permintaanmu itu!"
Selesai berkata dengan tangan kiri masih mengempit tubuh
Lie Siauw Ie, tampak sepasang pundaknya sedikit bergerak,
tahu tahu bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas dari
pandangan mata. Tetapi di dalam waktu yang amat singkat itu juga anggota
anggota perkumpulan Sin Beng Kauw yang ada di luar istana
Hay Kiem Tien maupun yang masih berada di dalam ruangan
sudah kena tertotok jalan darahnya sehingga mereka berdiri
mematung di tempat semula tak berkutik.
Kembali terlihat bayangan hijau berkelebat lewat, dengan
gerakan yang amat ringan Liem Tou sudah muncul kembali di
tempat semula, sinar matanya perlahan-lahan menyapu
sekejap ke arah orang-orang itu.
Suatu bayangan kembali berkelebat di dalam benak
pemuda tersebut, ia ber maksud segera berlalu dari sana
Siapa tahu belum sempat dia orang menggerakkan kakinya,
mendadak dari tengah udara berkumandang datang suara
pekikan nyaring dari tiga ekor burung elang raksasa.
"Aduuuh celaka!" teriak Liem Tou agak tertahan.
Belum sempat ia mengambil suatu tindakan, ketiga ekor
titik hitam yang ada di tengah udara laksana sambaran kilat
cepatnya sudah menyambar ke arah bawah.
Kembali suara pekikan nyaring bergema memenuhi
angkasa, kini ketiga titik hitam tersebut sudah menyambar
lewat di luar pintu ruangan Auw Hay Kiem Tien tersebut.
Liem Tou yang memiliki ketajaman mata melebihi
pandangan mata siapa pun, di dalam sekali pandang saja ia
dapat melihat. sewaktu ketiga ekor burung elang raksasa itu menyambar
lewat secara ganas dan kejam sudah mematuk sekalian
sepasang mata dari anggota-anggota perkumpulan Sin Beng
Kauw yang tertotok sebagai santapan yang lezat.
Melihat kejadian ini diam-diam pemuda tersebut merasa
agak berdesir juga hatinya, perasaan iba muncul dari dasar
lubuk hatinya. "Jikalau sampai terjadi perisiiwa semacam ini bukankah
sama halnya aku Liem Tou sudah menerjunkan diri kembali ke
dalam kancah pembunuhan yang keji?"" diam-diam pikirnya.
Perasaan iba begitu muncul dari dasar lubuk hatinya,
pikiranpun ikut berubah, dengan cepat ia memungut tiga buah
remukan batu kemudian disambitkan ke tengah udara.
"Binatang! Kau berani unjuk gigi di hadapanku?""
bentaknya gusar. Di dalam bangga burung terutama burung elang, sepasang
matanya merupakan bagian badan yang paling tajam, apalagi
ketiga ekor burung elang itu pun merupakan bekas binatang
kesayangan Thian Pian Siauwcu, sudah tentu kedahsyatannya
luar biasa. Ketika Liem Tou mengayunkan ketiga butir kerikil tersebut
ke arah tengah udara agaknya mereka sudah merasakan
keadaan sangat berbahaya sambil berpekik nyaring sepasang
sayapnya segera dikebaskan semakin kencang lagi untuk
buru-buru melarikan diri ke tengah udara.
Ketika itulah diiringi suara gerakan kaki yang sangat keras
Giok jie dengan menunggang di atas punggung sang kerbau
dengan cepat sudah berlari mendekat.
"Giok djie!" bentak Liem Tou dengan cepat. "Mengapa kau
perintahkan binatang berbulu itu untuk melakukan pekerjaan
yang demikian kejinya?"?"
Giok jie yang datang rada terlambat tidak mengetahui
kejadian apa yang baru saja berlangsung, mendengar teguran
tersebut ia jadi melengak dibuatnya.
"Ada urusan apa yang membuat kau bersikap begitu
cemas?" tanyanya keheran-heranan. "Apakah tak bisa kau
jelaskan perlahan-lahan?""
"Coba kau lihat sendiri!" teriak Liem Tou sambil menuding
ke arah anggota-anggota perkumpulan Sin Beng Kauw yang
telah kehilangan sepasang matanya. "Ke tiga ekor binatang
berbulumu itu sudah memakan habis sepasang mata mereka!"
Giok jie memandang sekejap ke arah orang-orang itu,
akhirnya ia tak dapat menahan rasa gelinya lagi sehingga
tertawa cekikikan. "Ketiga ekor burung elang itu sudah datang membantu kau
bertempur, bukankah hal ini malah sangat kebetulan sekali?""
"Siapa yang ingin dibantu oleh mereka?" teriak pemuda
tersebut sambil mendepakkan kakinya ke atas tanah. "Mereka
sudah melakukan suatu pekerjaan yang sangat bagus buat
diriku!" "Tapi orang orang perkumpulan Sin Beng Kauw sudah
sering melakukan kejahatan di manapun juga, sekalipun mati
juga tidak perlu kita sayangkan!" teriak Giok jie pula dengan
mendongkol. "Giok jie ! Kaupun dapat mengucapkan kata kata semacam
ini?"" teriak Liem Tou semakin keras. "Walaupun orang orang
perkumpulan Sin Beng Kauw sudah sering melakukan
kejahatan sehingga nama jeleknya terkenal di seluruh kolong
langit, tetapi apakah kau kira di antara mereka tak ada
seorang pun merupakan orang baik-baik?" Apalagi Wan moay
masih berada di tangan mereka jikalau sampai pihak mereka
mengetahui kejadian ini hari sehingga menggandeng erat diri
Wan moay, bukankah hal ini sama halnya aku sudah turun
tangan membinasakan diri Wan moay ...?"
Sebenarnya perkataan tersebut diutarakan keluar tanpa ia
sadari sendiri, dan selama ini tak berpikir olehnya sampai
persoalan tersebut, tetapi setelah diucapkan keluar mendadak
ia merasakan hatinya seperti digodam dengan martil besar,
kepalanya terasa pening matanya berkunang-kunang, hampir
hampir ia jadi semaput saking cemasnya.
"Aduuuuh celaka, aduuuuh celaka ..." teriaknya kalang
kabut. "Adik Tou! Kau sudah mendatangkan bencana buat si gadis
cantik pengangon kambing," ketika itulah Pouw Jien Coei yang
baru saja tiba di pantai pasir emas sudah berteriak kaget
setelah melihat kejadian tersebut.
"Lalu sekarang bagaimana seharusnya aku berbuat?""
Keringat dingin mulai mengucur membasahi seluruh tubuh
pemuda tersebut, nada ucapannya pun kedengaran nada
gemetar." Mendadak suatu pikiran bagus berkelebat di dalam
benaknya, tak tertahan lagi ia berteriak keras:
"Bajingan-bajingan perkumpulan Sin Beng Kauw sudah
terlalu banyak melakukan kejahatan, jangan sekali kali
melepaskan seorangpun di antara mereka sehingga berhasil
meninggalkan tempat ini dalam keadaan hidup-hidup,
seluruhnya tangkap hidup mereka!"
Selesai berkata ia lantas serahkan badan Lie Siauw Ie yang
berada di kempitan tangan kirinya ke tangan Pouw Jien Coei
sang gadis berbaju hitam ini.
"Enci Jien Coei!" katanya halus.
"Cepat ajak Giok jie dan bawa enci Ie menuju ke kota Peng
Tzuan, tetapi jangan berdiam lagi di rumah penginapan
semula. Aku akan pergi membersihkan dulu perahu-perahu
orang perkumpulan Sin Beng Kauw yang masih bergerak di
tengah telaga Auw Hay!"
Selesai berkata laksana terbang saja ia melayang menuju
telaga Auw Hay, kemudian dengan ilmu meringankan
tubuhnya yang amat sempurna melayang di atas permukaan
air untuk melakukan pemeriksaan.
Setiap bertemu dengan perahu ia tanyai jelas dulu asalusulnya,
bilamana mereka berasal dari perkumpulan Sin Beng
Kauw maka sekali hantam perahu tersebut ditenggelamkan ke
dasar telaga dan sedikit pun tidak meninggalkan jejak yang
mencurigakan. Auw Hay walaupun mengunakan nama Samudra tetapi
luasnya tidak lebih hanya mirip dengan sebuah telaga.
Kurang lebih dua jam kemudian Liem Tou sudah mengitari
seluruh telaga Auw Hay untuk melakukan pembersihan, boleh
dikata pada saat ini sudah tak terdapat sebuah perahu milik
perkumpulan Sin Beng Kauw pun yang lolos dari
pemeriksaannya. Sewaktu ia kembali lagi ke pantai pasir emas, seluruh
anggota dari perkumpulan Sin beng Kauw telah diikat
kencang-kencang, tak seorang pun yang terkecuali.
Auw Hay Ong yang melihat munculnya Liem Tou di tempat
itu segera pentang mulut lebar-lebar tertawa terbahak-bahak.
"Haaa. . haaa. . haa. . pada mulanya aku anggap pihak
perkumpulan Sin Beng Kauw benar-benar memiliki kekuatan
untuk mendobrak sungai menumpahkan air samudra, tidak
disangka mereka semua tidak lebih hanya manusia gentong
nasi belaka, di tanganmu boleh dikata mereka mirip rumputrumput
liar yang tumbuh di atas permukaan tanah."
Dalam hati Liem Tou pada saat ini hanya terus menerus
menguatirkan bila perkumpulan Sin Beng Kauw menerima
kabar bahwa pecundangnya orang-orang mereka di pantai
pasir emas kali ini adalah tercipta karena tangannya,
mendengar perkataan tersebut ia tertawa dingin tiada
hentinya. "Heee.. heee ..si tua she Ciang, untuk sementara waktu
lebih baik kau orang jangan bicara besar dulu," tegurnya
dengan nada yang amat dingin. "Perkumpulan Sin Beng Kauw
bisa merajai seluruh dunia Kang ouw bahkan menguasai pula
hampir seluruh daerah yang ada di daratan Tionggoan, sudah
tentu dari pihak mereka memiliki suatu senjata yarg sangat
lihay, cukup dengan peristiwa yang baru saja terjadi, sudah
cukup dianggap suatu kejadian besar, anak buah dari partai
Kiem Tien paymu pun sudah banyak yang menemui ajalnya
maupun terluka, jika lain kali mereka melancarkan serangan
kembali, aku takut kau si tua she Ciang tak bakal sanggup
menahan datangnya serangan mereka itu!"
Pada hari biasa Auw Hay Ong memang terlalu
mementingkan mencari kesenangan diri sendiri daripada
memperhatikan mutu serta kelihayan dari ilmu silat para anak
buahnya. Mendengar perkataan tersebut, air mukanya kontan saja
berubah jadi merah padam kemudian perlahan-lahan berubah
jadi pucat pasi. Untuk beberapa saat lamanya ia tak sanggup
mengucapkan sepatah kata pun.
"Hey orang tua she Ciang, aku ingin bertanya kepadamu,"
Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sambung Liem Tou lebih lanjut. "Pernahkah kau orang
merasakan kelihayan dari ilmu pedang hitam yang berada di
tangan Boe Beng Tok-su itu Kauwcu dari perkumpulan Sin
Beng Kauw?" Bukannya aku Liem Tou terlalu meniup/besarkan
urusan orang lain, terus terang saja aku beritahu kepadamu,
dari pihak Partai pasir Emas kecuali kau seorang yang
mungkin berhasil menahan serangannya selama beberapa
waktu, aku rasa tak seorang pun di antara anak buahmu yang
bisa menandingi dirinya."
Padahal apa yang dikatakan Liem Tou barusan bahwa Auw
Hay Ong bisa bertahan beberapa waktu pun tidak lain
dikarenakan ia ingin meninggalkan sedikit muka buat si orang
tua tersebut, sehingga sengaja ia mengucapkan kata-kata
begitu. Perkataan tersebut dasarnya memang bukan omong
kosong belaka, dalam hati Auw Hay Ong sendiri pun sudah
paham. Perlahan-lahan paras muka Auw Hay Ong yang sudah
berubah jadi pucat kini berubah jadi hijau membesi.
"Liem Tou!" teriaknya gusar. "Apa kau kira pihak Sah Kiem
Than kami tak sanggup untuk menahan suatu penyerbuan
mereka?"" Tetapi, walaupun wajahnya menunjukkan dalam hati lagi
gusar dan wajah dikerutkan kencang-kencang, tetapi dari
keningnya keringat mengucur terus dengan amat derasnya.
Sekali pandang saja Liem Tou lantas tahu bila orang tua itu
sengaja hendak memperlihatkan kekerasan hatinya, karena itu
sambil tertawa tawar ia melirik sekejap ke arahnya. Mulutnya
tetap membungkam dalam seribu bahasa.
"Apa kau sungguh-sungguh mengira dari pihak pantai Sah
Kiem Than kami benar-benar tak ada manusia yang becus?""
kembali Auw Hay Ong berseru ketika dilihatnya Liem Tou
sama sekali tidak menjawab.
Melihat sikap si orang tua yang tak mau tahu kekuatan
sendiri akhirnya Liem Tou sendiri pun tak dapat menahan
sabar lagi. "Jikalau di dalam pantai Sah Kiem Than kalian benar-benar
bersembunyi macan dan memelihara naga, kenapa kalian bisa
membiarkan orang-orang dari perkumpulan Sin Beng Kauw
menyerbu masuk hingga ke dalam istana Kiem Tien kalian?""
ejeknya dingin. Beberapa patah perkataan dari Liem Tou barusan ini benarbenar
mirip sebilah pedang tajam yang langsung menusuk ke
ulu hati Auw Hay Ong, seluruh badannya kelihatan gemetar
sangat keras. "Liem Tou!" mendadak bentaknya marah. "Tidak malu kau
disebut seorang lelaki sejati, perkataanmu benar-benar sangat
tajam !" Sambil putar badan telapak tangannya laksana sambaran
kilat mengirim satu pukulan dahsyat menghajar tubuh seorang
anggota perkumpulan Sin Beng Kauw yang berdiri di dekatnya
sehingga terpental sejauh tiga kaki lebih dan menemui ajalnya
seketika itu juga. Diikuti telapak kirinya segera diputar lalu diayunkan ke
depan siap membabat mati lagi orang kedua.
Mendadak Liem Tou menerjang maju satu langkah ke
depan, kelima jarinya dengan kencang mencengkeram
pergelangan tangan Kirinya.
"Hey si tua she Ciang, melakukan pembunuhan terhadap
seorang manusia yang sama sekali tak bertenaga untuk
melawan apakah merupakan suatu tindakan dari seorang
lelaki sejati?"" tegurnya ketus.
Sembari berkata tangannya diayun ke belakang sehingga
membuat tubuh Auw Hay Ong tak kuasa bardiri tegak lagi dan
mundur beberapa langkah ke belakang dengan sempoyongan.
"Liem Tou! kau ingin berbuat apa?"" teriaknya gusar.
"Melarang kau berbuat tindakan pengecut yang sangat
memalukan ini, kalau tidak..." teriak pemuda itu pula dengan
nada marah. "Kalau tidak, kau ingin berbuat apa?"?" Potong Auw Hay
Ong tidak menanti perkataannya selesai.
Dari sepasang mata Liem Tou memancar cahaya berkilat, ia
menyapu sekejap ke arahnya.
"Kalau tidak. . Hmm!l Enci Ie sudah lolos dari
cengkeramanmu, aku pun tidak perlu ikut serta mencampuri
urusanmu. Kematian orang-orang perkumpulan Sin Beng
Kauw di atas pantai Sah Kiem Than kalian. Apakah itu
merupakan dendam maupun sakit hati aku rasa Boe Beng Tok
Su bisa datang sendiri kemari untuk membikin perhitungan
dengan kau Ouw Hay Ong Ciang Cau yang namanya sudah
terkenal di seluruh kolong langit!"
Mendengar ejekan tersebut saking khekinya sepasang mata
Auw Hay Ong membalik ia jadi mendongkol dan tak dapat
mengucapkau sepatah kat apun, tetapi salah satu dari
keempat orang anak muridnya yang berdiri di samping sudah
menyambung: "Kematian serta terlukanya orang-orang perkumpulan Sin
Beng Kauw di atas Pantai Sah Kiem Than semuanya tidak lain
adalah hasil ciptaan kau orang, bagaimana mungkin sekarang
kau ingin melepaskan diri dari tanggung jawab ini" Jangan
dikata kami semua melihat kejadian ini dengan mata kepala
sendiri sekalipun anggota perkumpulan Sin Beng Kauw yang
belum menemui ajalnyapun bisa mendengar bahwa perbuatan
ini tidak lain dilakukan oleh kau Liem Tou sebagai seorang
jagoan Bu lim yang paling terkenal di kolong langit pada saat
ini. Apalagi dari pihak kami partai Kiem Tien Pay pun tidak
memiliki bukti-bukti yang tak bisa dipungkiri ?"
Perkataan ini terang-terangan sedang menjatuhkan seluruh
tanggung jawab dari pihak partai Kiem Tien Pay ke atas tubuh
Liem Tou, tindakan ini benar-benar sangat telengas.
Liem Tou rada melengak juga dibuatnya, setelah
termenung beberapa saat lamanya akhirnya ia tertawa dingin,
tetapi paras muka pun perlahan-lahan berubah rada halus dan
ramah. "Ehmmm . tidak malu kau disebut anak murid kesayangan
dari partai Kiem Tien Pay," katanya perlahan. "Maaf ... maaf
... ! Tetapi aku ingin menanyakan satu hal kepadamu. coba
kau nilai kepandaian silat siapa yang jauh lebih tinggi antara
Boe Beng Tok su dengan cayhe...?""
Begitu ucapan tersebut selesai diucapkan air mukanya
mendadak berubah jadi dingin kaku membuat setiap orang
merasa rada jeri. Seluruh anggota Kiem Tien Pay dari Auw Hay Ong sampai
tingkat yang tertawa setelah mendengar perkataan itu pada
merasakan hatinya tergetar keras, air muka mereka pun pada
saat yang bersamaan berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat.
Liem Tou mendengus dingin, kembali ujarnya dengan nada
yang sangat dingin: "Kau berani!?" "Heee . . . heee . . . heee ... di dalam pandangan kalian
mungkin akan menganggap partai Sah Kiem Than sebagai
sarang naga gua harimau tetapi di mataku sama sekali tidak
berharga. Terus terang aku beritahu kepada kalian kecuali aku
Liem Tou seorang tak akan ada orang yang bisa menguasahi
diri Boe Beng Tok su lagi. Jika demikian kalian tidak ingin
orang-orang perkumpulan Sin Beng Kauw menguasai daerah
sekitar tempat kekuasaan kalian, maka kamu semua harus
mendengarkan syaratku."
"Pertama seluruh anggota perkumpulan Sin Beng Kauw
yang tertawan ini hari dilarang dilepaskan barang seorang
pun, tetapi dilarang pula melukai mereka. Kedua, cepatcepatlah
menutup seluruh hubungan antara daerah ini dengan
daerah-daerah lain di seluruh daratan Tionggoan sehingga
berita ini tidak sampai bocor. Ketiga, seluruh anggota Partai
Kiem Tien Pay harus dikerahkan untuk menggeledah dan
menangkapi seluruh anggota perkumpulan Sin Beng Kauw
yang masih tersisa di sekitar daerah Cian Tian ini. Keempat,
seluruh perbuatan dari aku Liem Tou pada ini hari di pantai
Sah Kiem Than bilamana sampai terbocor di tempat luaran
maka aku akan mencari kalian orang-orang dari partai Kiem
Tien Pay untuk ambil alih tanggung jawab ini."
Selesai berkata ia lantas enjotkan badannya mencelat
setinggi sepuluh kaki tengah udara, sembari bersalto pemuda
itu menjura dari tengah udara.
"Ciang Loo Tauw Ci, lakukanlah seluruh perintahku! Kalau
tidak maka kalian tak tertolong lagi," teriaknya.
Ketika kakinya menginjak permukaan tanah kembali ia
lantas berkelebat ke depan dengan menggunakan ilmu
meringankan tubuh yang sempurna.
Tampaklah bayangan hijau berkelebat, tahu-tahu Liem Tou
sudah berada sepuluh kaki jauhnya dari tempat semula
kemudian lenyap tak berbekas di balik pepohonan yang lebat.
Lama sekali Auw Hay Ong berdiri termangu-mangu,
akhirnya ia menghela napas panjang dan melakukan seluruh
pekerjaan sesuai dengan apa yang diperintahkan Liem Tou.
Sepeninggalnya Liem Tou dari pantai Sah Kiem Than,
karena selalu teringat akan keselamatan Lie Siauw Ie buruburu
ia berkelebat menuju ke kota Peng Cho.
Ia tahu Pouw Jien Coei adalah seorang yang cermat dan
sangat hati-hati di dalam setiap tindakannya, ia pasti
mendengarkan seluruh nasehatnya untuk berpindah ke rumah
penginapan yang lain. Ia mengambil keputusan ini pada mulanya tidak lain ingin
menghindarkan diri dari pengamatan orang orang
perkumpulan Sin Beng Kauw, tetapi ketika teringat bahwa
Giok jie membawa serta kerbaunya hal ini bagaimanapun
masih sangat menyolok, maka dalam hati ia mulai merasa bila
tindakannya ini hanya membuang waktu dan tenaga saja.
Teringat akan persoalan tersebut, hatinya terasa semakin
cemas, tidak perduli lagi pada waktu itu masih siang hari
dengan cepat pemuda tersebut berkelebat dengan
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya menuju ke kota
Peng cho. Setiapkali ia bertemu dengan orang tentu tanyanya:
"Apakah kau sudah melihat seorang gadis penunggang
kerbau besar lewati tempat ini?"
Akhirnya ada seseorang yang memberi petunjuk kepadanya
bahwa gadis semacam itu sudah berdiam di sebuah rumah
penginapan yang terbesar di kota Peng Cho.
Tanpa buang waktu lagi pemuda tersebut segera
berkelebat menuju ke rumah penginapan yang ditunjuk, tetapi
belum sempat ia tiba di tempat tujuan mendadak tampaklah
tiga orang pengemis tua sudah menghadang di depan pintu
masuk. Di atas tanah menggeletaknya dua orang pelayan rumah
penginapan yang sedang menjerit seperti babi hendak
disembelih. Sedang di samping kalangan berdiri pula tujuh, delapan
orang pelayan yang sedang berteriak-teriak sambil
menggosok-gosok kepalannya, di samping itu sang Ciangkwee
dengan tiada hentinya menjura dan membongkok memberi
hormat kepada ketiga orang pengemis tua itu.
Suasana di sekitar sana amat ramai, banyak orang jalan
yang sudah berhenti untuk melihat keramaian.
Diam-diam Liem Tou berjalan mendekati tempat tersebut
kemudian menyelinap ke belakang tubuh ketiga orang
pengemis tua itu, selama ini ia tetap membungkam dalam
seribu bahasa. Terdengarlah pada waktu itu sang Ciangkwee sambil
membungkuk menjura ujarnya dengan wajah penuh
senyuman paksa: "Di rumah menggantungkan diri dengan orang tua, di luar
bergantung kawan, siapa yang ingin selalu miskin" Jikalau
kalian bertiga menginginkan uang, rumah penginapan kami
akan memberikan ala kadarnya jika ingin makan toko kami
pun akan mengundang kalian bertiga untuk bersantap dengan
segala hormat, tetapi kalian tidak suka uang tidak mau
bersantap, lalu apa yang kalian inginkan?" Hal ini benar-benar
membuat orang jadi kebingungan setengah mati. Ya.. ya...
sekalian sebenarnya ingin apa?" Asalkan toko kami sanggup
untuk melaksanakan tentu akan kami kerjakan secepatnya".
Ketiga orang pengemis tua itu mendengus dingin, sepatah
kata pun tidak menjawab. "Hajar...ayo kita hajar saja mereka?" para pelayan rumah
penginapan yang berjumlah tujuh, delapan orang itu kembali
berteriak dan gembar-gembor keras. "Pengemis pengemis
yang tidak tahu malu bangsat busuk berani benar kalian
bertindak kasar, ayoh kita hajar mereka, kita gebah mereka
pergi. Kita hajar anjing-anjing terkutuk ini..."
Tujuh, delapan orang pelayan rumah penginapan itu
mendadak bersama-sama merubung ke depan lalu
menghantam secara serabutan ke atas tubuh ketiga orang
pengemis tua tersebut. Liem Tou yang melihat kejadian ini dalam sekali pandangan
saja sudah mengerti bila ketiga orang pengemis tua itu
memiliki kepandaian silat yang sangat lihay, ketujuh, delapan
orang pelayan tersebut tentu akan menderita rugi yang amat
besar. Ternyata dugaannya sedikitpun tidak salah, sewaktu
gerombolan pelayan tersebut hampir mendekati tubuh ketiga
orang pengemis tua itu, entah mereka telah menggunakan
cara bagaimana, tahu-tahu dua orang pelayan di antara
rombongan tersebut sudah menjerit keras lalu jatuh
terjengkang ke atas tanah.
Agaknya sang Ciangkwee sudah merasa bila kedatangan
ketiga orang pengemis tua itu mengandung maksud tidak
baik, buru-buru ia membentak keras:
"Hey... kalian cepat mundur, jangan berlaku kurang ajar!"
Sisanya lima, enam orang pelayan yang melihat kelihayan
dari ketiga orang pengemis tersebut, saat ini nyalinya boleh
dikata sudah pecah. Buru-buru mereka mereka mengundurkan
diri ke dalam rumah. Pada saat itulah dari dalam rumah penginapan
berkumandang keluar suara dengusan kerbau yang sangat
berat. Mendengar suara itu mendadak ketiga orang pengemis tua
itu memisahkan diri ke samping, badan yang semula berdiri
berbareng mendadak sudah berpencar dengan mengambil
posisi segi tiga, masing-masing terjarak lima langkah dari
kawannya.
Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dua orang berkelebat ke samping pintu rumah penginapan
sedang yang satu tetap berdiri di tempat semula, air muka
mereka mendadak berubah jadi sangat tegang, sepasang
mata molotot lebar-lebar diarahkan ke dalam rumah dengan
terbelalak dan tanpa berkedip sedikit pun.
Melihat sikap serta perubahan sikap dari ketiga orang
pengemis tua itu. Liem Tou lantas mengerti bila kedatangan
mereka justeru hendak mencari dirinya.
Hal ini membuktikan pila jika mereka bertiga bukan lain
adalah?"5 anggota per kumpulan Sin Beng Kauw " i
Selama ini Liem Tou beradaa diantara orang orang lain
yang sedang menonton keramaian, oleh karena itu ketiga,
orang p"e ngemis tua tersebut sama sekali tidak nam pak
dirinya ada disana. Mendadak suatu ingatan berkelebat didalam benak pemuda
tersebut ia merasa ke tiga orang pengemis tua ini rasariya
sangat dikenal olehnya hanya saja un/tuk "beberapa saat tak
teringat dimanakah iai pernah ber temu . .
Tetapi seperminum teh kemudian ia sudah tersadar
kembali. Aaakh . ! kiranya lagi lagi ketiga manusia busuk itu"
pikirnya dalam hati. Tem po dulu aku sudah memberikan, satu
jalan hidup buat mereka dan melepaskan mereka pergi, siapa
sangka ini hari mereka bertiga tidak tahu baik buruk dan
datang lagi cari satroni de gan aku orang , Hmmm ! Ka li ini
aku tak akan bersikap sungkan sung kau lagi teihadap dirinya"
Baru saja ia berpikir sampai disitu men dadak tambaklah
kerbaunya perlahan lahan sedang berjalan keluar dari dalam
rumah peng napajj tersebut
Kembali Liem Tou berpikir dalam hatinya:
"Kalau memang mereka ada maksud jahat terhadap
kerbauku, biarlah aku suruh mereka merasakan bagaimanakah
kelihayan dari kerbauku ini!"
Tetapi baru saja pikiran ini berkelebat mendadak
terdengarlah si pengemis tua yang ada di tengah pintu sudah
menggapai memberi tanda. "Kalau memang ia ada disini, mari kita cepat pergi dari
sini," buru-buru serunya keras.
Mendengar perkataan itu, Liem Tou tak bisa menahan
sabar lagi, ia lantas meloncat menampakkan diri.
"Tamu-tamu terhormat sudah pada berkunjung datang
kenapa sebelum masuk pintu sudah ingin pergi?"" sapanya
sambil tertawa. Sewaktu melihat munculnya Liem Tou di sana, ketiga orang
pengemis tua itu tak bisa membendung rasa kaget di hatinya
lagi, mereka menjerit tertahan.
Si pengemis tua yang berdiri di depan pintu tanpa banyak
cakap lagi, tergesa-gesa segera putar badan lalu melarikan diri
terbirit-birit dari sana.
Melihat kejadian itu Liem Tou tertawa terbahak-bahak:
"Haaa haaa. . haaa. . kalau sudah datang kenapa tidak
masuk sebaliknya malah ingin pergi?"" jengeknya keras.
Air mukanya mendadak berubah jadi sangat dingin, jari
tangannya laksana sambaran kilat menotok ke arah sang
pengemis yang ada di tengah pintu rumah penginapan itu
kemudian tubuhnya berkelebat cepat ke arah depan mengejar
sang pengemis yang ada di sebelah kanan, setelah itu
bergantian ia mengejar pengemis yang ada di sebelah kiri.
Tiga orang pengemis tua tersebut tak seorangpun yang
berhasil meloloskan diri dari cengkeramannya.
Setelah menotok tubuh mereka bertiga bagaikan burung
elang yang mengangkat anak ayam saja dengan sangat ringan
ia membawa mereka ke depan rumah penginapan kemudian
membantingnya ke atas tanah.
"Tempo dulu aku sudah ampuni satu kali diri kalian, tetapi
kamu semua masih juga tidak tahu malu. Ini hari untuk kedua
kalinya terjatuh kembali ke tanganku. Kali ini aku tidak akan
mengijinkan kalian berlalu lagi dari sini!"
Sembari berkata masing-masing ia menginjak-injak dua kali
di atas tubuh ketiga orang itu, terdengar suara gemeretak
yang nyaring bergema memenuhi angkasa, suara tersekat
mirip tulang-tulang yang retak. Seketika itu juga membuat
ketiga orang itu harus meringis-ringis menahan rasa sakit di
dalam badannya. Kembali Liem Tou tertawa dingin tiada hentinya kali ini ia
menginjak ketiga orang itu semakin keras lagi.
Ketiga orang pengemis tua itu tak terasa berteriak
walaupun rasa sakit di badan tak tertahan, akhirnya hanya
tubuh mereka gemetar sangat keras dan tak berkutik lagi di
atas tanah. Liem Tou selama ini tidak memandang sebelah mata pun
terhadap mereka, kepada sang kerbau yang baru saja berjalan
ke luar bentaknya keras: "Kenapa kau ikut keluar?" Ayo-cepat kembali!"
Tidak banyak membuang waktu lagi, tubuhnya segera
berkelebat masuk ke dalam ruangan rumah penginapan
tersebut. "Enci Jien Coei, kau dimana?"" teriaknya lirih.
"Adik Tou, kau sudah kembali?" Cepat ke mari aku berada
di sini!" teriak Pouw Jien Coei dari dalam sebuah kamar. "Adik
Ie entah sudah ditotok orang dengan cara menotok jalan
darah macam apa, seluruh jalan darah pentingnya dikuasahi,
kesadaran pun belum juga pulih, adik Tou, kedatanganmu
sangat kebetulan sekali, ayoh cepat masuk!"
Mendengar perkataan itu Liem Tou segera merasakan
hatinya jadi tegang, dengan langkah yang cepat ia langsung
menerobos masak ke dalam kamar berasalnya suara tersebut.
Di dalam sebuah kamar yang tenang di atas sebuah
pembaringan kayu yang besar berbaringlah Lie Siauw Ie.
Pouw Jien Coei serta Giok jie duduk termenung di samping
pembaringan. Setelah masuk ke dalam kamar terburu-buru Liem Tou
menerjang ke sisi tubuh Lie Siauw Ie untuk mengadakan
pemeriksaan. Tampaklah napasnya teratur, tetapi kesadaran belum juga
mau pulih seperti sedia kala.
"Enci Jien Coei!" seru Liem Tou kemudian setelah
termenung beberapa saat lamanya. "Menurut pendapatmu apa
yang telah menyebabkan enci Ie jadi begini?"
"Ada orang berkata orang orang perkumpulan Sin Beng
Kauw paling pandai menggunakan obat beracun, mungkinkah
enci Ie sudah keracunan?"..." kata Pouw Jien Coei setelah
melirik sekejap ke arah pemuda tersebut.
"Aku rasa hal ini tak mungkin terjadi!" perlahan-lahan Liem
Tou menggeleng. "Jikalau perkumpulan Sin Beng Kauw ada
maksud membinasakan enci Ie rasanya mereka tak akan
membiarkan dirinya hidup sampai ini hari. Menurut
pendapatku mereka hanya ingin melarikan enci Ie saja."
Berbicara sampai disini, mendadak ia teringat akan sesuatu,
buru-buru tolehnya ke arah Giok jie. "Kau pergilah mengambil
sebaskom air dingin!"
Giok jie mengiakan, dengan cepat ia berlalu.
Liem Tou lantas menghisap semulut air kemudian
disemprotkan ke atas wajah Lie Siauw Ie sebanyak tiga kali.
"Adik Tou!" Pouw Jien Coei yang ada di sisinya segera
menegur dengan alis yang dikerutkan rapat-rapat, "Kau kira Ie
moay-moay sudah terbius oleh obat pemabuk yang
disebabkan orang-orang perkumpulan Sin Beng Kauw?"..."
Liem Tou mengangguk perlahan sepasang matanya
memandang wajah Lie Siauw Ie tajam-tajam sedang mulutnya
tetap membungkam. Pouw Jien Coei mengerti pemuda ini lagi cemas menantikan
kesadaran dari Lie Siauw Ie, oleh sebab itu iapun tidak
bertanya kembali. Beberapa saat kemudian ternyata Lie Siauw Ie benar-benar
sudah membuka matanya kembali.
Melihat kejadian itu Liem Tou jadi kegirangan setengah
mati, dengan cepat ia memeluk tubuhnya kencang-kencang.
"Enci Ie! Enci Ie!" teriaknya berulang kali.
Sepasang biji mata Lie Siauw Ie tampak bergerak-gerak,
mendadak dengan perasaan tak percaya ia memejamkan
kembali matanya. "Aku sudah mati... atau mungkin sedang bermimpi?"" aku
benar-benar sudah mati?"" gumamnya seorang diri.
"Enci Ie, kau tidak mati, kau masih hidup," teriak Liem Tou
dengan suara yang keras. "Adik Ie ! Kau sungguh-sungguh belum mati?" sela Pouw
Jien Coei pula dari samping. "Kau tidak lebih hanya dibuat
mabok oleh obat bius kaum bajingan! Sekarang adik Tou
sudah menolong kau lolos dari cengkeraman musuh, orang
yang memeluk dirimu itu bukankah adik Tou?""
Mendengar perkataan tersebut Lie Siauw Ie belum juga
mau membuka sepasang matanya tetapi sepasang tangannya
yang ramping putih serta halus itu perlahan-lahan meraba ke
atas wajah pemuda tangannya rada gemetar.
"Kau adalah adik Tou?"" tanyanya perlahan. "Ooouw . . .
adik Tou." Perkataan selanjutnya belum sempat diutarakan, Liem Tou
sudah menyambung dengan cepat:
"Benar Enci Ie. Aku adalah Liem Tou! Aaakh . . .! Aku
sudah mencelakai dirimu sehingga harus dipenjara selama
satu tahun lamanya, semua ini akulah yang salah, harap enci
Ie suka memaafkan kesalahanku ini."
Perlahan-lahan dari kelopak mata Lie Siauw Ie mengucur
keluar titik-titik air mata, tetapi sepasang matanya belum juga
dibuka. "Kau tidak usah mengungkap kembali persoalan ini, demi
kau aku rela mati cuma harus menderita sedikit siksaan
karena terkurung, apa yang perlu dikasihani?"" Hanya saja
suhu dia orang tua..."
Sampai kata-kata yang terakhir ia tak sanggup untuk
melanjutkan kembali, air mata mengucur semakin deras.
Liem Tou yang mendengar kekasihnya mengungkap
kembali tentang Sie Loojie. hatipun ikut terasa kecut, air mata
mengucur keluar membasahi pipinya.
"Enci Ie! Kau jangan bersedih hati lagi," serunya
tersengguk-sengguk."Asalkan aku Liem Tou masih bernyawa
tentu akan kubalaskan dendam sakit hati dari dia orang tua
sehingga arwahnya bisa beristirahat dengan tenang di alam
baka. Kau cepatlah membuka matamu, coba kau lihat Enci
Coei serta Giok jie pun ada di sini semua!"
Setelah mendengar perkataan tersebut perlahan-lahan Lie
Siauw Ie baru membuka sepasang nyatanya dan memandang
ke arah Pouw Jin Cui serta Giok jie sambil tertawa. Bekas air
mata masih belum mengering di atas pipinya, senyumannya
masih disertai dengan air mata ini membuat setiap orang yang
melihatnya merasa tertarik.
"Ih Moay-mopy, aku tidak bohongi dirimu bukan?" kata
Pouw Jien Coei sambil tertawa. "Bukankah aku bilang adik Tou
pasti datang dan kini ia benar benar sudah datang ?"
Kembali Lie Siauw Ie tertawa, tetapi mendadak air
mukanya berubah memberat.
"Walaupun adik Tou sudah kembali tetapi ia sudah
bersumpah tidak akan turun tangan melukai orang lagi,"
katanya sedih. "Bagaimana kita bisa menuntut balas buat sakit
hati suhu yang sedalam lautan itu ?"
Buru-buru Liem Tou menceritakan kisahnya dan memberi
penjelasan sekitar pengalamannya selama ini, sehabis
mendengar psnjelasan tersebut dari rasa murung dan sedih
kini Lie Siauw Ie jadi girang.
"Ih Moay moay!" mengambil kesempatan yang sangat baik
inilah Pouw Jien Coei ia menggoda sambil tertawa, "kenapa
kau orang terus menerus bersandar di dalam pe1ukan adik
Tou dan tidak juga mau turun" Apakah merasa terlalu enak
dan nyaman?"?" Mendengar godaan tersebut kontan saja paras muka Lie
Siauw Ie berubah jadi merah padam,dengan cepat ia meloncat
bangun. "Enci Coei, kau sungguh pandai menggoda," teriaknya
manja. Dengan cepat badannya menerobos masuk dan
bersembunyi di balik selimut di atas pembaringannya.
Dengan geli, Pouw Jien Coei serta Giok jie tertawa
cekikikan tiada hentinya. Sedang Liem Tou mau tertawa
sungkan tidak tertawa pun merasa tidak enak.
Mendadak satu akal cerdik berkelebat di dalam benaknya.
"Eeei. . kalian jangan bergurau terus menerus," tegurnya
dengan suara yang keras, saat ini urusan besar sudah berada
di ambang pintu, Wan moay serta Hong Susiok pun belum
tertolong semua, bagaimana kalian bisa begitu girang untuk
bergurau dan tertawa cekikikan dengan demikian
gembiranya?"?" Perkataannya ini ternyata benar-benar merupakan sebuah
obat yang sangat manjur. Begitu ia ucapkan perkataan
tersebut mereka bertiga segera menarik kembali senyuman di
ujung bibirnya dan mendengarkan seluruh perkataan Liem Tou
dengan serius. "Perkampungan Ie Hee San Cung di atas gunung Ha Mo
San sudah dibakar orang sehingga tinggal puing-puing belaka.
Kini kita tak punya rumah lagi untuk didiami," sambung Liem
Tou lebih lanjut. Sebenarnya kita bisa berangkat bersamasama
untuk pergi menolong adik Wan serta Hong Susiok
tetapi aku pikir, jika jumlah kita terlalu banyak malah akan
mendatangkan kerepotan saja karena itu aku pikir jauh lebih
baik jika diriku berangkat seorang diri..."
Mendengar perkataan dari pemuda ini air muka mereka
bertiga segera berubah hebat, tetapi belum sempat mereka
mengucapkan sesuatu Liem Tou sudah menyambung kembali
kata-katanya. "Kalian jangan keburu murung untuk kalian semua pun
selama ini bukannya harus menganggur, banyak urusan
penting masih kalian harus laksanakan. Perkampungan Ie Hee
San Cung pasti akan aku bangkitkan kembali sepuluh kali lipat
lebih megah dari keadaannya tempo dulu, bagaimana kalau
menurut pendapat kalian bertiga ?""
Pouw Jien Coei serta Lie Siauw Ie tetap bungkam tidak
memberi konentar sebaliknya Giok jie sudah mencibirnya
sambil menyindir tajam. "Kau ingin mengandalkan kita orang tiga kepala enam
lengan untuk membangun sebuah perkampungan Ie Hee San
Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cung yang jauh lebih megah sepuluh kali lipat dari keadaan
tempo dulu ?"" "Sudah tentu tidak, jika hanya mengandalkan tenaga kalian
bertiga saja tak bakal berhasil membangun suatu
perkampungan yang begitu megah, jangan dikata cuma kalian
bertiga, sekalipun tiga puluh orangpun jangan harap bisa jadi.
Tetapi aku pikir kalian kan bisa mencari seratus atau seribu
orang untuk bantu membangun perkampungan tersebut,
bukan begitu?""
"Ehmmm . . hal ini sudah tentu," kata Giok jie
mengangguk. "Tetapi dari mana kah kita bisa mempersiapkan
seratus sampai seribu orang membantu?"
"Ada uang untuk berbuat apa saja bisa, apalagi hanya
mencari manusia untuk bekerja, apa kau takut tak berhasil
memperoleh orang?" Liem Tou tertawa. "Di dalam sebuah
sumur kuno di belakang rumah raksasa yang tak berpenghuni
dilembah sempit gunung Wu san, aku mempunyai sejumlah
harta yang tak bernilai banyaknya, kalian bertiga boleh pergi
kesana untuk mengambilnya sebagai biaya pembangunan
perkampungan Ie Hee San Cung. Tetapi kalian harus bersiapsiap
dan waspada terhadap gangguan-gangguan anggota
perkumpulan Sin Beng Kauw."
Berbicara sampai disitu mendadak Lim-Tou bangun berdiri,
kemudian dengan nada serius tambahnya :
"Anggota perkumpulan Sin Beng Kauw yang berada di
pantai Sah Kiem Than boleh sudah hancur seluruhnya,
pukulan yang sangat berat ini, mungkin akan mendatangkan
bencana bagi adik Wan, keadaan pada saat ini sangat
mendesak, aku harus buru-buru berangkat!"
Lim Siauw Ie yang baru saja berkumpul dengan Liem Tou,
kini secara mendadak dia orang pergi kembali tak terasa lagi
ditundukkan kepalanya rendah-rendah, jelas hatinya merasa
amat sedih sekali. Sudah tentu Pouw Jien Coei yang ada di samping mereka
bisa melihat jelas seluruh kejadian ini, mendadak kepada Liem
Tou serunya: Jilid 47 "SETAHUN SUDAH LEWAT, apakah tak bisa berdiam sehari
saja di sini?"" Apalagi kau dengan Ie moay pun sudah
merupakan sepasang suami istri!"
Maksud dari perkataan ini sangat mendalam, Liem Tou
serta Lie Siauw Ie yang merupakan manusia manusia cerdik
sudah tentu mengerti juga akan maksud dari perkataan itu,
saking malunya paras muka mereka berdua berubah jadi
merah padam, kepalanya ditundukkan rendah-rendah sedang
Lie Siauw Ie lebih malu lagi, boleh dikata untuk beberapa
waktu ia tak berani mendongakkan kepalanya.
Bagaimanapun juga Liem Ton adalah seorang lelaki,
dengan cepat ia berhasil mengatasi perasaan malu tersebut.
"Menolong orang bagaikan menolong api," serunya
kemudian dengan suara yang rendah. "Dalam keadaan seperti
ini kita tak boleh membuang banyak waktu lagi. Aku pergi
dulu! Enci Ie, aku pergi dulu!"
Setelah mengambil keputusan dalam hatinya, tanpa raguragu
lagi tubuhnya segera berkelebat keluar.
Memang sejak tadi sang kerbau sudah ada di pintu luar, hal
ini membuat gerakan pemuda tersebut jadi jauh lebih cepat
lagi, dengan sebat ia meloncat naik ke atas punggungnya lalu
berseru: "Gouw koko, ayoh cepat lari!"
Sang kerbau menggoyangkan ekornya, di tengah suara
dengusan berat dengan cepat ia berlari ke depan menerjang
keluar dari dalam rumah penginapan tersebut.
Sepeninggalannya dari rumah penginapan, pemuda
tersebut langsung menuju ke pantai Sah Kiem Than.
Orang orang Kiem Tien pay yang melihat Liem Tou muncul
kembali di sana rata-rata pada memandang kearahnya dengan
perasaan terperanjat sedang dalam hati mulai menduga
peristiwa apa gerangan yang telah terjadi.
Sesampainya di pantai Sah Kiem Than, Liem Toa sama
sekali tidak turun dari atas punggung kerbaunya, ia langsung
menerjang masuk ke dalam ruangan besar.
Auw Hay Ong yang menerima laporan buru-buru mengejar
datang, tetapi sewaktu melihat Liem Tou masih juga duduk di
atas punggung kerbaunya walaupun dalam hati merasa agak
tidak puas atas sikapnya yang begitu sombong dan tidak
memandang sebelah mata pun terhadap dirinya, tetapi ia tak
berani berbuat apa-apa. "Tayhiap kembali lagi kemari, entah ada urusan penting
apa yang hendak disampaikan?"" buru-buru tanyanya.
"Ehmmm . . .! Keempat orang siangcu dari perkumpulan
Sin Beng Kauw sudah berhasil kita tawan. Entah dapatkah kau
siorang tua she Ciang mengeluarkan orang itu untuk aku
periksa sebentar?""
"Sudah tentu ... sudah tentu . keempat orang Siangcu itu
adalah Tayhiap yang tangkap tentu saja kau berhak untuk
periksa diri mereka. Tayhiap, harap kau tunggu sebentar,
biarlah aku perintahkan orang untuk seret mereka datang
berempat. Cuma.... selama ini Tayhiap terus menerus
memanggil aku dengan sebutan si orang tua she Ciang,
bukankah hal ini terlalu memandang asing diriku" Bila Loohu
memanggil Tayhiap dengan sebutan Loote rasanya tidak
mengapa bukan?" "Haaa... haaa ... haaa usia Ciang-heng jauh lebih besar
puluhan tahun dari diriku, kini kau ingin menyamakan
tingkatan di antara kita . . bilamana aku ngotot menolak
permintaan dari Ciang heng ini, rasanya diriku akan dicap
tidak pandang sebelah mata kepada orang lain. Baiklah! Dari
pada menolak lebih baik aku menurut saja."
Mendengar perkataan dari pemuda tersebut Auw Hay Ong
jadi kegirangan setengah mati, buru-buru ia memerintahkan
anak buahnya untuk mempersiapkan meja perjamuan.
Tetapi dengan cepat Liem Tou sudah menampik maksud
baiknya ini. "Ciang heng! Buat apa kau repot repot?" katanya sambil
tersenyum ramah. "Setelah siauwte berhasil mengetahui
alamat dari markas besar perkumpulan Sin Beng Kauw segera
akan berangkat mencari Kauwcu mereka Boe Beng Tok su
untuk bikin perhitungan. Oleh karena itu, aku harap kau suka
cepat-cepat seret keluar keempat orang siangcu tersebut."
"Aaakh ..." Aku mengira Loote ada keperluan penting yang
hendak ditanyai kepada keempat orang siangcu tersebut, tidak
nyana cuma suatu persoalan yang demikian kecil."
Setelah mendengar perkataan dari pemuda tersebut, Ciang
Cau lantas tersenyum. "Buat apa kau harus repot-repot
menanyakan persoalan itu kepada keempat orang Siangcu
tersebut?" Markas besar dari perkumpulan Sin Beng Kauw
terletak di dalam lembah Boe Beng Kok gunung Ciong Lay
San. Menurut berita yang aku dengar pada setahun yang lalu
sewaktu perkumpulan Sin Beng Kauw didirikan untuk pertama
kalinya, kekuatan mereka masih belum apa apa, tetapi kini
setelah mereka mendapatkan bantuan dari bekas-bekas
komplotan hweesio tujuh jari Chiet Cie Tauw Tou",
pengaruhnya semakin luas lagi. Menurut apa yang aku
dengar, penjagaan di sekitar markas besar mereka sangat
ketat, alat-alat rahasia pun tersebar di mana-mana, di antara
kesemuanya itu, "Liong Leng Hok Lie" atau Naga berpekik
Bangau Berteriak serta "Hauw Siauw Yen Tie" atau Harimau
mengaum Monyet menjerit merupakan alat rahasia yang
terlihay. Loote, kau harus berhati-hati ter hadap perangkap
mereka." "Apa itu Naga Berpekik Bangau berteriak, serta Harimau
Mengaum Monyet Menjerit?" diam-diam pikir Liem Tou dalam
hatinya. Sekalipun sarang naga gua macan pun kenapa harus
aku takuti?"?" "Terima kasih atas petunjuk Ciang heng," di luaran dengan
hormat ia menjura memberi hormat. "Jikalau Ciang heng tidak
pikirkan lagi dendam tempo dulu, ada suatu hari tentu akan
siauwte balas budi ini".
"Bagus sekali perkataan Loote!" Auw Hay Ong tertawa
sedih. "Dendam sakit hati siauw li sudah berlalu lama.
Sewaktu loote sedang mengunci tangan tempo dulu aku sudah
menggunakan kesempatan tersebut untuk mencari balas ke
gunung Ching Shia, hal ini sudah aku rasa merupakan suatu
kesalahan yang besar, tentang peristiwa ini aku tak berani
banyak bicara lagi. Tetapi kerbaumu yang sudah menginjak
mati istriku, peristiwa ini masih belum juga aku lupakan walau
sampai saat ini pun. Jikalau Loote suka memberi
kebijaksanaan kepada ku dengan membiarkan Kerbau tersebut
menerima satu pukulanku, sekali pun mati aku pun puas!"
Liem Tou yang mendengar Auw Hay Ong masih juga
mengingat dendam sakit hati tersebut, tak terasa ia sudah
tertawa sedih. "Hal ini tak bisa salahkan kau masih teringat terus. Silahkan
Ciang heng segera turun tangan," katanya kemudian.
Selesai berkata ia masih tetap duduk di atas punggung
kerbaunya. "Kalau begitu silahkan Loote menyingkir dulu," katanya
sambil melirik sekejap ke arah pemuda tersebut. "Semisalnya
kau tidak suka menyingkir dan pukulanku sampai melukai
dirimu, bukankah aku yang jadi tidak enak?""
"Terima kasih atas peringatan dari Loo heng, tetapi aku
rasa soal ini tidak perlu. Ciang heng boleh mulai turun
tangan!" Auw Hay Ong mengerutkan alisnya rapat-rapat, tetapi ia
tidak banyak berbicara lagi.
Tubuhnya segera maju dua langkah ke depan, kuda
kudanya diperkuat, hawa murni disalurkan ke sepasang
telapak, perlahan-lahan ia menekan perut kerbau tersebut
keras-keras. Di dalam anggapannya, pukulan yang telah menggunakan
tenaga dalam hampir mendekati tujuh, delapan bagian ini
pasti akan melukai atau membinasakan sang kerbau itu
kendati binatang tersebut memiliki kepandaian yang amat
tinggi. Siapa sangka kerbau tersebut masih tetap berdiri tenang
ditempat semula, agaknya ia sama sekali tidak merasa dengan
datangnya pukulan itu. Didalam keadaan gusar, seluruh rambutnya pada berdiri,
telapak kirinya laksana sambaran kilat segera dibabat kembali
ke arah depan, Liem Tou dengan cepat mengempit sepasang
kakinya, kerbau tersebut dengan sebatnya meloncat dua
langkah ke depan menghindarkan diri dari datangnya
serangan tersebut. "Ciang heng! Sebelum mengirim pukulan tadi kau sudah
berjanji akan memukul satu kali saja," seru pemuda tersebut
sambil tertawa. "Sekarang pukulanmu sudah lewat, mana
boleh kau orang mengirim pukulan yang kedua ?"
Mendengar teguran tersebut wajah Auw Hay Ong kontan
saja berubah memerah saking jengahnya ia bungkam tak
dapat mengucapkan sepatah kata pun.
"Ciang heng kau baik-baiklah berjaga diri, siauwte hendak
berangkat dulu," sambung Liem Tou lebih lanjut.
Siapa sangka baru saja perkataan tersebut selesai
diucapkan, dari dalam istana meloncat keluar Toa Kongcu dari
Auw Hay Ong, Ciang Beng Ing adanya.
"Liem Tou! Kau jangan pergi dulu," teriaknya nyaring.
"Ibuku menemui ajalnya di bawah injakan kaki kerbaumu, aku
pun ingin mengirim satu pukulan ke atas tubuhnya, kau rela
bukan!?" "Haha ... haaa... baik... baiklah... kalau memang itulah
keinginanmu, pukullah kerbauku satu kali," Liem Tou tertawa
terbahak-bahak. "Kini kerbauku sudah aku kuasai,
bagaimanapun kau bertindak ia tak bakal memberikan
perlawanan terhadap dirimu!"
Sembari berkata ia melirik sekejap ke arah Auw Hay Ong.
Auw Hay Ong yang diliriki pemuda tersebut dalam hati
sedikit banyak rada tidak enak juga.
"Ing jie, kau jangan bertindak gegabah," tegurnya.
Sebetulnya Ciang Beng Ing jauh lebih penurut dari pada
adiknya Ciang Beng Hu. Tidak nyana kali ini ia sudah
membantah perkataan ayahnya.
"Tia! Kau jangan mencegah kemauan putrimu, apakah
hanya Tia saja yang boleh membalaskan dendam istrimu dan
aku sebagai seorang putrinya tak boleh membalaskan dendam
ibuku?" Apa yang bakal terjadi ini hari aku harus membalas
dendam ini." Mendadak Liem Tou tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.. haaa...tidak kusangka dari pihak partai Kiem Tien
Pay masih ada juga seorang gadis yang demikian berbaktinya
terhadap orang tua mereka. Toa Kongcu! Si lahkan kau orang
turun tangan!" katanya.
"Beng jie!" air muka Auw Hay Ong membesi kemudian
berubah jadi kehijau-hijauan."Jika kau tidak suka
mendengarkan perkataan Tia, maka kau jangan salahkan lagi
ka!au Tia tak akan sayang legi terhadap dirimu, cepat kembali
ke ruang belakang!" Ketika itu Ciang Beng Ing tak dapat membendung rasa
sedih dalam hatinya lagi, ia menangis tersedu-sedu lalu
meloncat ke pintu luar dan lari dari tempat itu.
Walaupun dalam hati Auw Hay Ong merasa jadi cemas juga
melihat sikap putrinya tetapi di hadapan Liem Tou ia tidak
ingin menunjukkan perasaan tersebut. Kepada diri pemuda itu
lantas ujarnya: "Ikatan dendam antara pihak partai Kiem Tien Pay dengan
Loote sudah hapus sejak ini hari, semoga saja Loote bisa
mendapatkan kemenangan di dalam usahamu kali ini!"
Setelah mendengar perkataan itu Liem Tou baru meloncat
turun dari atas punggung kerbaunya kemudian menjura
dengan sangat hormat. "Keadaan di daerah sekitar pantai Sah Kiem Than amat
berbahaya, apalagi setelah kepergian Siauw te kali ini rasanya
sedikit kurang leluasa untuk mengadakan hubungan lagi
dengan dirimu. Baiknya siauwte tinggalkan saja kerbauku ini di
sini. Walau pun ia cuma seekor binatang tetapi di dalam
keadaan kepepet dan bahaya kemungkinan sekali ia bisa
membantu diri Ciang heng. Harap Ciang heng suka
menerimanya dan jangan menampik lagi!"
Dalam hati Auw Hay Ong pun mengerti bagaimana lihaynya
kerbau tersebut, dimana hanya dalam satu jurus saja telah
Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menginjak mati Auw Hay Ong Bo yang namanya telah terkenal
di seluruh dunia kang ouw. Thian Pian Siauwcu yang namanya
telah terkenal di empat penjuru sebagai pentolan iblis pun tak
bisa mengapa-apakan dirinya, jika ditinggal di pantai Sah Kiem
Than dan bisa membantu dirinya hal ini memang merupakan
suatu kejadian yang amat menguntungkan.
Karena ia merasa dengan kekuatan seekor kerbau itu
berarti bisa melebihi kekuatan sepuluh orang murid
kebanggaannya. Oleh sebab itu sesudah mendengar perkataan tersebut
dengan cepat ia mengucapkan terima kasihnya berulang kali.
"Kecintaan dari Loote tak akan Ih heng lupakan untuk
selamanya, terimalah hormatku ini!"
Liem Tou yang mendengar ia sudah setuju, dengan cepat
lantas berjalan ke sisi tubuh kerbaunya.
"Gouw koko," ujarnya halus. "Untuk sementara waktu aku
akan tinggalkan dirimu di sini, harap kau suka memandang diri
Ciang heng seperti memandang diriku sendiri bantulah Ciang
heng menjaga pantai Sah Kiem Thannya ini dari gangguan
gangguan kaum penjahat yang bermaksud tidak baik, kau
sudah dengar bukan?"
Kerbau tersebut mendengus berat kemudian menganggukangguk,
tetapi sikapnya memperlihatkan rada berduka.
"Eeei... kenapa kau harus merasa sedih?" hibur pemuda itu
buru-buru sambil menepuk-nepuk punggung kerbaunya.
"Bagaimanapun akhirnya aku akan kembali lagi ke sini!"
Kerbau itu mendadak berpekik panjang, suaranya mirip
dengan jeritan naga. Setelah itu ia berjalan mendekati tubuh
Auw Hay Ong dan menundukkan kepalanya dengan wajah
sedih. Liem Tou kembali memandang sekejap kearahnya, setelah
itu baru menoleh ke arah Auw Hay Ong.
"Siauwte akan pergi dulu, paling lambat tiga bulan
kemudian tentu akan balik lagi ke mari," katanya.
Selesai berkata ia lantas enjotkan badannya. Di tengah
berkelebatnya bayangan hijau ia sudah berada di depan pintu
ruangan, kemudian di dalam sekejap mata telah lenyap dari
pandangan. Gerakan tubuhnya pada saat ini sudah mencapai kecepatan
yang tiada taranya, hanya di dalam waktu yang amat singkat
ia sudah melawati beberapa buah hutan lebat dan tiba di
pantai telaga Auw Hay. Mendadak sepasang matanya dapat menangkap seorang
dara berbaju hijau sedang berdiri termangu-mangu di pinggir
telaga. Sekali pandang saja Liem Toa lantas tahu kalau gadis
tersebut bukan lain adalah Toa Kuncu dari partai Kiem Tien
Pay, Ciang Beng Ing adanya.
"Eeei . .. kenapa ia berdiri di sana?" tak terasa lagi pikirnya
di dalam hati. Tetapi setelah dipikirnya sebentar mendadak dalam hati
merasa rada terperanjat. "Apakah karena mendapat teguran dari Auw Hay Ong, dia
lantas punya niat untuk bunuh diri ke dalam telaga ?" pikirnya.
Teringat akan persoalan itu tak terasa lagi gerakan
badanpun jadi berhenti, ia bersembunyi di balik sebuah pohon
yang pendek untuk melihat jelas peristiwa apa yang bakal
terjadi. Beberapa saat kemudian mendadak Ciang Beng Ing putar
badannya dan berlutut di atas tanah kemudian mulai
menjalankan penghormatan sebanyak empat kali, setelah itu
ia bangun membereskan ranbut dan melayang satu kaki lebih
ke tengah daratan. "Jika ingin mati seharusnya terjun ke dalam telaga kenapa
ia malah meloncat ke daratan ?" diam-diam pikir Liem Tou lagi
dalam hatinya ia merasa sangat keheranan.
Selagi ia berpikir demikian, Ciang Beng Ing sudah
bungkukkan badannya memungut sebuah batu besar yang
beratnya kurang lebih ada sepuluh kati lebih.
Ketika itulah Liem Tou baru merasakan hatinya sangat
terperanjat, kiranya gadis tersebut hendak menenggelamkan
dirinya, dengan membebankan baru tersebut di atas badannya
jika ia benar benar melakukan tindakan ini maka boleh dikata
mayatnya tak bakal ditemukan kembali.
"Aaah ..aku rasa perempuan ini rada sedikit goblok!" diamdiam
Liem Tou tertawa geli. "Lebih baik aku melakukan suatu
permainan dengan dirinya sehingga ia merasa ketakutan!"
Perlahan-lahan Ciang Beng Ing dengan membopong batu
Lembah Nirmala 24 Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D Naga Pembunuh 11
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama