Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja Bagian 14
"Aneh" perempuan muda itu mengerutkan keningnya
"kalau begitu, ambil sajalah bagian yang sudah masak itu. Bibi tinggal
mematangkan yang masih mentah"
"Yang masak hanya selapis. Kalau aku ambil bagian yang masak, maka tentu akan
turut terambil juga yang mentah"
"Aneh. Aku kira tidak begitu. Bibi sudah sangat lelah.
Biarlah bibi beristirahat"
"Lalu siapakah yang akan menanak nasi"
"Biarlah orang lain yang melakukannya. Bibi dapat
beristirahat sejenak"
Perempuan muda itupun kemudian memanggil seorang tua
yang lain, yang juga sering menanak nasi diperalatanperalatan. Karena menanak nasi merupakan pekerjaan yang khusus.
Pekerjaan bagi mereka yang sudah biasa melakukannya. "Kenapa mBok-ayu" bertanya orang yang baru itu.
"Mungkin benar. Aku terlalu lelah. Umurku sudah semakin tua, sehingga
tenagakupun tidak lagi sekuat orang-orang muda meskipun aku masih ingin tetap
demikian. "Beristirahatlah. Biarlah aku yang melanjutkannya"
Perempuan tua itupun menganggukkan kepalanya. Kemudian ditinggalkannya perapian. Sejenak ia duduk diatas amben di sudut dapur
sambil mengunyah sirih. Selagi ia terkantuk-kantuk, iapun terkejut ketika seorang perempuan muda yang
lain mendatanginya dengan tergesa-gesa. Katanya "Bibi, bibi. lihatlah"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Perempuan itu berpaling. Dilihatnya perempuan muda yang datang kepadanya itu
membuka sebungkus makanan.
"Hawug-hawug ini mentah bibi"
Perempuan tua itu mengerutkan keningnya, Sambil
menyentuh makanan itu ia mengangguk-anggukkan kepalanya
"Ya memang belum masak. Sebentar lagi hawug-hawug ini akan masak"
"Perempuan muda itu menggelengkan kepalanya. Katanya
"Air di dalam dandang itu hampir kering. Tetapi hawug-hawug ini tidak mau masak.
Biasanya tidak begitu lama seperti kali ini"
Perempuan tua itu memandang makanan mentah itu
dengan kerut-kerut didahinya.
"Bukankah bibi tahu" berkata perempuan muda itu
seterusnya "bukankah di padukuhan ini tidak ada orang yang lebih cakap dari
padaku untuk membuat makanan serupa ini"
Berapa puluh kali aku membuat makanan serupa ini di setiap peralatan. Tetapi aku
tidak pernah mengalami hal yang aneh seperti ini. Aku sudah menghabiskan
sebongkok kayu. Tetapi makanan ini tidak mau masak juga"
Perempuan tua itu menjadi semakin gelisah. Ia sendiri mengalami keanehan.
Nasinya tidak mau masak di bagian bawah Bagian yang sudah masakpun akan menjadi
mentah kembali, apabila nasi itu diaduk rata.
Tetapi perempuan itu tidak mengatakannya. Bahkan ia
berkata "Cobalah sekali lagi, Mungkin kukusan yang kau pergunakan kurang baik.
Lubang-lubangnya terlampau kecil, sehingga uap air dari dandang di bawah kukusan
itu tidak dapat masuk"
Perempuan muda yang membuat makanan itu mengangguk-anggukkan kepalanya Sejenak kemudian iapun
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kembali ke tempatnya. Seperti pendapat perempuan tua itu.
dicobanya sekali lagi untuk mematangkan masakannya.
Sepeninggal perempuan muda itu, maka terasa betapa
kantuk yang tidak tertahankan, Meskipun perempuan tua itu masih mengunyah sirih,
namun tiba-tiba saja matanya
terpejam. Di dalam hirup pikuk perempuan-perempuan yang bekerja di tempatnya
masing-masing, perempuan tua itu sempat tertidur sambil bersandar tiang.
"Bibi memang lelah sekali" desis perempuan yang duduk di depan pintu sambil
membuat sudi. "Ya, ia sempat tertidur" Kawan-kawannya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja. Mereka membiarkannya perempuan tua itu tertidur sejenak.
Namun dalam pada itu, perempuan lain yang menggantikannya menanak nasi itupun menjadi gelisah pula.
Seperti perempuan yang terdahulu ia mengalami keanehan serupa.
"Aneh. Inilah yang membuat mBok-ayu gelisah. Memang
tidak masuk akal" gumamnya kepada diri sendiri.
Namun tiba-tiba ia terperanjat, seperti semua orang yang ada di dapur itu,
ketika tiba-tiba saja jambangan air di sudut pecah tanpa sebab. Airnya tertumpah
dan mengalir menggenangi lantai. Beberapa orang perempuan bangkit dari tempatnya dan
berjalan dengan tergesa-gesa ke sudut dapur. Sebagian yang lain segera
menyibakkan setumpuk kayu yang tersentuh air yang tertumpah itu, sedang yang
lain mencoba menahan air itu dengan sapu lidi.
"He. jambangan itu pecah sendiri" desis seseorang sambil meraba-raba pecahan
jambangan itu. "Aneh, Tidak ada seorangpun yang menyentuhnya"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kucing barangkali?"
"Tidak ada kucing"
"Lalu apa?" Seorang perempuan separo baya mendekati jambangan itu sambil berkata "Anak yang
mengisi jambangan ini memang keras kepala. Sudah aku katakan, jangan di si
sampai penuh Jambangan ini masih baru. Tentu tidak akan dapat menahan air yang
sekian banyaknya. Setelah dipergunakan beberapa lama,
barulah jambangan semacam ini dapat diisi sepenuhnya" "Siwurnya ada di dalam pula" berkata yang lain "siwur ini agaknya tenggelam
ketika dari lubang tangkainya air mengisi penuh. Nah, agaknya ketika siwur ini
tenggelam, .sentuhan dengan jambangan baru ini terlampau keras, sehingga
jambangan ini pecah berantakan"
Beberapa orang perempuan yang lain menganggukanggukkan kepalanya. Tetapi yang lain lagi menjadi gelisah, seolah-olah
ia melihat suatu pertanda yang tidak menyenangkan. Perempuan tua yang tertidur itupun terbangun pula karena suara ribut. Ketika ia
melihat jambangan di sudut itu pecah maka tiba-tiba saja ia menjadi pucat.
Tetapi ia tidak mengatakan apapun juga. Meskipun demikian, tergesa-gesa ia
bangkit melangkah mencari Nyai Reksatani.
"Nyai" berkata perempuan itu "ada beberapa keanehan
yang telah terjadi di dapur"
Nyai Reksatani mengerutkan keningnya "Maksudmu?" ia
bertanya. "Hal-hal yang tidak biasa terjadi, telah terjadi"
"Apa saja" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Maka perempuan itupun menceriterakan apa yang telah
terjadi. Nasinya yang mentah, makanan yang tidak mau
masak dan yang terakhir jambangan yang pecah. Nyai
Reksatanipun menjadi berdebar-debar. Apalagi ia tahu pasti, apa yang akan
terjadi di malam nanti, setelah upacara tengah malam berakhir.
"Lebih daripada itu Nyai" berkata perempuan tua itu "yang paling aneh bagiku,
bahwa aku sudah tertidur di dalam kesibukan itu. Itu sangat aneh bagiku. Tetapi
seandainya itu karena aku terlampau lelah, baiklah. Aku memang mencoba untuk
menganggapnya demikian. Tetapi, di dalam tidurku yang hanya sejenak itu, aku
telah bermimpi. "Apa mimpimu" bertanya Nyai Reksatani dengan sertamerta. "Mimpi yang mendebarkan" jawab perempuan itu.
Nyai Reksatanipun menjadi semakin berdebar-debar pula
"Katakanlah" katanya kemudian.
"Di dalam tidurku yang hanya sejenak bersandar tiang itu.
aku sempat bermimpi melihat Kademangan ini sedang sibuk"
"He, daradisah. Bukankah begitu kenyataannya?"
"Ya. Mungkin antara sadar dan tidak sadar, aku memang masih mendengar kesibukan
di dapur" "Lalu" "Kesibukan di malam hari juga seperti ini"
"Ya" "Seluruh halaman menjadi terang benderang, seperti siang Lampu terpasang dimanamana. Obor-obor raksasa disemua sudut"
"Ya" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tetapi peralatan yang diadakan di dalam mimpiku sama sekali bukan peralatan
menyambut bulan ke tujuh seperti ini
.Di dalam mimpiku aku mendengar bahwa di Kademangan
akan ada peralatan pengantin.
"Pengantin?" bertanya Nyai Reksatani. Suaranya menjadi rendah dan terasa kuat
tubuhnya meremang. Menurut
kepercayaan orang tua-tua. mimpi tentang pengantin adalah mimpi yang buruk.
"Ya. Dikademangan ini ada pengantin. Pengantin perempuannya adalah Nyai Demang. Ya, Nyai Demang itu, Sindangsari. Tetapi aku
tidak melihat dan tidak mengetahui siapa pengantin laki-lakinya"
"Ki Demang barangkali?"
Perempuan tua itu menggeleng "Bukan Ki Demang"
"Siapa?" "Aku tidak tahu" jawab perempuan tua itu. Setelah
menelan ludahnya sambil mengusap keringatnya ia meneruskan "tetapi ketika semua orang sudah siap
menyambut kedatangan penganten laki-laki, maka Sindangsari tiba-tiba telah
hilang" "Hilang" Kemana?"
"Tidak seorangpun yang tahu. Yang terjadi kemudian
adalah angin prahara yang keras sekali bertiup dari Utara.
Batang-batang pohon di halaman seperti diputar kian kemari.
Dan akhirnya semua lampu dan obor padam satu demi satu, sehingga akhirnya habis
sama sekali. Semuanya menjadi gelap. Aku tidak melihat apapun lagi selain hitam.
Tetapi aku masih mendengar hiruk-pikuk. Semakin lama semakin keras, sehingga
akhirnya aku terbangun. Ternyata di dapur itupun memang terjadi hiruk pikuk,
karena jambangan yang pecah itu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Nyai Reksatani terdiam sejenak.Terasa dadanya bergetar semakin cepat. Mimpi
orang tua itu, serta apa yang telah terjadi di dapur seolah-olah merupakan
perlambang tentang Nyai Demang itu sendiri. Dengan susah payah Nyai Reksatani
mencoba menguasai perasaanya. Dicobanya untuk mempergunakan akalnya sebaik-baiknya agar semua rencana suaminya tidak gagal. Ia
tahu benar, kalau rencana itu gagal, yang terjadi adalah pertumpahan darah.
Tetapi kalau rencana itu berhasil, persoalannya masih dapat dibatasi meskipun
Nyai Demang harus dikorbankan.
"Kalau ia kelak akan terbunuh juga, apaboleh buat. Nyawa banyak orang memang
lebih berharga dari nyawanya" katanya di dalam hati.
Nyai Reksatani itu terperanjat ketika orang tua yang masih berada di mukanya itu
bertanya "Apakah pendapat Nyai?"
Nyai Reksatani merenung sejenak. Sedang orang tua itu masih berkata "Sebaiknya
Nyai memperhatikan hal-hal yang agaknya tidak masuk akal ini. Apakah Nyai akan
mengatakan kepada Ki Demang, agar Ki Reksatani dan Ki Jagabaya
mendapat perintahnya untuk lebih berhati-hati?"
Namun sejenak kemudian Nyai Reksatani tersenyum sambil menepuk bahu orang tua
itu, Katanya "Jangan berpikir yang bukan-bukan bibi. Aku tidak menolak
pendapatmu bahwa kita harus berhati-hati. Tetapi jangan mempercayai hal-hal
serupa itu dengan berlebih-lebihan.
Jambangan itu memang jambangan baru. Siapa tahu, bahwa jambangan itu sebenarnya memang sudah retak, kemudian diisi air terlampau banyak, atau
seseorang meletakkan siwur di bibirnya dan kemudian terjatuh ke dalam. Dan masih
banyak lagi kemungkinan-kemungkinan lain " Nyai Reksatani berhenti sejenak,
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lalu "sedangkan mimpimu itupun agaknya terpengaruh oleh keadaanmu dan sekitarnya. Mungkin kau terlampau lelah. Kau
sehari-harian berada di dekat api, sehingga mimpi mupun dikerumuni oleh api,
meskipun berupa Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
lampu dan obor-obor. Karena itu jangan terlampau
terpengaruh" Orang tua itu menundukkan kepalanya.
Diangguk- anggukkannya kepalanya. Namun ia tidak meyakininya. Ia masih sangat terpengaruh
oleh pendapat orang-orang yang lebih tua daripadanya, bahwa mimpi dapat menjadi
sasmita. "Tetapi aku akan menyampaikannya "sambung Nyai
Reksatani "meskipun tidak kepada Ki Demang yang sedang sibuk, aku akan
mengatakannya kepada Ki Reksatani"
Perempuan tua itu mengangguk-anggukkan kepalanya
"Baiklah Nyai" "Seperti kau ketahui Ki Demang malam ini tidak boleh
dipengaruhi oleh persoalan-persoalan yang dapat membuatnya berkecil hati. Malam ini ia menjadi benda yang harus diselenggarakan
oleh orang tua-tua" "Baiklah. Terserahlah kepada Nyai. Tetapi aku sudah
mengatakan agar aku tidak menyesal kelak"
"Bagus. Kau tidak usah cemas Kita akan lebih berhati-hati untuk seterusnya"
"Kalau aku cemas, maka yang paling mencemaskan adalah nasi itu. Kalau nasi itu
benar-benar tidak dapat matang, lalu dengan apa kita akan menjamu tamu-tamu
kita?" Nyai Reksatani termenung sejenak. Namun kemudian ia
berkata "Cobalah terus. Kalau nasi itu masih juga tidak mau masak, maka cobalah
menanak yang lain di tempat yang lain dan dengan alat-alat yang lain pula.
Mungkin mulut dandangnya sudah tidak bulat lagi, atau kukusannya yang salah"
Orang itu mengangguk-anggukkan kepalanya "baiklah Nyai, aku akan mencoba"
O000de000wi000O Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Matahari Esok Pagi Karya : SH Mintardja Sumber DJVU http://gagakseta.wordpress.com/
Convert by : Dewi KZ Editor : Dino
Ebook oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Jilid 7 "MASIH ada waktu. Jangan tergesa-gesa. Ketergesa-gesaan kadang-kadang
menimbulkan banyak kesalahan"
Perempuan tua itu mengangguk sekali lagi "Baiklah Nyai.
Aku akan ke dapur lagi"
Maka dilakukannya pesan Nyai Reksatani itu. Tetapi ia tidak menunggu apakah nasi
yang ditanaknya semula itu akan
masak. Supaya tidak dikejar oleh waktu, maka iapun menanak nasi di tempat dan
dengan alat yang lain. "Kau menanak nasi lagi mBok ayu?" bertanya orang yang menggantikannya.
"Nyai Reksatani menyuruh aku menanak nasi yang lain.
Kalau nasi itu tidak juga mau masak, kita tidak akan
kebingungan. "Kalau nasi ini nanti mau masak juga?"
"Masih ada banyak sekali mulut yang akan makan"
Yang mendengar pembicaraan itu tersenyum. Perempuan
muda yang membuat hawug-hawug itupun datang mendekatinya "Lambat laun makanan itu masak juga bibi"
"Nah. kalau begitu, kukusannyalah yang salah. Lubangnya pasti terlampau kecil,
seperti kukusan yang dipergunakan untuk menanak nasi itu"
"Tetapi kenapa justru yang di bawah yang mentah?"
Perempuan tua itu. tidak menjawab. Sambil mengangkat
bahu ia berkata "Tetapi nasi itu akhirnya akan masak juga"
Ternyata kata-katanya itu benar. Meskipun jauh lebih lama dari waktu yang
biasanya dipergunakan, nasi itupun masak juga. Tetapi rasanya tidak sesedap nasi
yang biasa, seakan-akan nasi itu terlampau lama terendam di dalam air.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi tidak banyak orang yang memperhatikan hal itu.
Perempuan tua, perempuan separo baya yang menggantikannya, perempuan muda yang membuat makanan, ternyata tidak banyak
menceriterakannya kepada orang lain agar tidak menumbuhkan kegelisahan. Meskipun
demikian sambil berbisik-bisik hal itupun meloncat dari mulut ketelinga kemudian
ke telinga yang lain pula, sehingga semakin malam, semakin banyak pula orang
yang mengerti. Tetapi mimpi yang mendebarkan itu tidak pernah diceritera-kan
kepada orang lain kecuali Nyai Reksatani.
Demikianlah maka malampun menjadi semakin malam.
Ketika semua persiapan sudah selesai, menjelang tengah malam, maka semua orang
yang ikut serta di dalam upacara itupun telah dijamu makan. Sebentar lagi mereka
akan segera mengikuti upacara adat, memandikan kedua suami isteri yang sedang
menyambut kandungan anak mereka genap tujuh
bulan. Pendapa Kademangan Kepandak yang terang benderang
seperti siang itupun tampak gembira sekali. Setiap kali suara tertawa meledak
diantara para tamu yang sedang dijamu makan Sempat juga mereka menyuapi mulut
mereka sambil berkelakar.
Di ruang dalam perempuan-perempuan tua telah siap
dengan segala macam persiapan mereka. Rujak edan, pakaian tujuh pengadeg,
cengkir kelapa sawit bergambar Kama dan Ratih serta berbagai macam perlengkapan
yang lain. Ketika ayam jantan berkokok di tengah malam dan
menjalar dari kandang kekandang, maka orang-orang tuapun berdiri dari tempatnya
masing-masing. Seorang yang diserahi memimpin upacara itupun segera
membawa sepasang suami isteri itu ke pakiwan yang sudah di si dengan air yang
diambil dari tujuh buar sumur.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Setelah dibacakan mantera, maka orang tua itulah yang pertama-tama menyiram
kedua suami isteri yang duduk
bersanding itu dari ujung rambut mereka sampai keseluruh tubuh, dengan air dari
tujuh mata air itu yang sudah ditaburi dengan bunga-bungaan.
Setelah pemimpin upacara itu selesai memandikannya,
maka disiramnya kedua suami isteri itu dengan air gendi, sambil mengusap kepala
masing-masing berganti-ganti.
Setelah air gendi itu habis, maka gendi itupun dibantingnya sampai pecah.
Setelah itu, maka mulailah para tamu, terutama perempuan-perempuan tua, berurutan memandikan keduanya. Setiap orang menyiram Ki Demang dan Nyai
Demang dengan air yang dingin itu. Tidak hanya satu dua kali, tetapi
kadang-kadang mereka memandikannya seperti memandikan bayi, menggosok tubuh mereka dan bahkan ada juga yang masih membaca
doa-doa. "Alangkah dinginnya" desis Ki Demang di dalam hati
Meskipun bibirnya menjadi biru dan gemetar, tetapi ia masih harus tetap duduk di
tempatnya sampai orang terakhir selesai menyiram kepalanya dengan air yang
dingin itu. Demikian pula Sindangsari. Iapun menjadi kedinginan dan gemetar. Tetapi ia harus
bertahan sampai semuanya mendapat giliran memandikan mereka berdua.
Ketika orang yang terakhir telah selesai, maka orang tua yang memimpin upacara
itupun segera kembali masuk ke
dalam pakiwan. Sekali lagi ia menyiram keduanya, lalu katanya kepada orang yang
masih berkerumun di luar pakiwan
"Ambillah lampu itu. Bawa pergi" Seseorang segera
mengambil lampu itu. Mereka sudah tahu, bahwa pakiwan itu memang harus menjadi
gelap. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Nah, sekarang tergantilah. Lepaslah pakaianmu yang
basah dan pakailah yang kering ini" berkata perempuan tua itu.
Ki Demang dan isterinya menjadi ragu-ragu sejenak. Sambil tersenyum tersipu-sipu
Ki Demang berkata "Nanti saja. Di dalam"
"Sekarang. Harus sekarang. Kau sekarang bukan Demang.
Akulah yang berkuasa sekarang" berkata perempuan tua itu.
Terdengar suara tertawa di luar pakiwan.
Ki Demang menjadi ragu-ragu sejenak. Tetapi karena
pakiwan itu sangat gelap, maka dengan terpaksa sekali Ki Demangpun akhirnya
bersedia juga berganti pakaian.
"Nyai Demang" berkata perempuan tua itu "Kau masih
harus mencuci pakaian suamimu itu sebagai syarat bahwa kau benar-benar bakti dan
setia" Sindangsari tahu benar bahwa perempuan tua itu sama
sekali tidak bermaksud apa-apa. Sebagai seseorang yang sudah terlampau biasa
memimpin upacara semacam itu, maka urut-urutan upacara itupun sudah dihafalnya.
Namun demikian dada Sindangsari berdesir juga. Ia tahu, bahwa ia bukannya
perempuan yang setia. Tidak setia kepada suaminya yang sekarang, dan tidak setia
pula kepada cintanya. Tetapi ia mencoba menyembunyikan perasaannya. Apalagi di dalam gelap. Sedang Ki
Demang yang berganti pakaian di sampingnyapun tidak begitu terlihat olehnya dan
oleh orang-orang yang berkerumun di luar pakiwan, meskipun pintu pakiwan itu
tidak tertutup. Dengan demikian, meskipun seandainya ada kesan yang melonjak ke
wajahnya sekalipun tentang perasaannya yang bergejolak itu, tentu tidak
seorangpun yang akan melihatnya. Perempuan tua itu tidak dan suaminyapun tidak.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Demang yang masih ada di pakiwan itu masih harus
menunggui isterinya mencuci pakaiannya yang basah ketika ia dimandikan. Kemudian
menunggu Sindangsari mengganti
pakaiannya yang basah dengan yang kering pula.
"Nah, semuanya sudah selesai. Berdirilah berjajar di pintu"
Keduanyapun kemudian berdiri berjajar di pintu meskipun mereka belum berpakaian
lengkap. Sementara itu, perempuan tua yang memimpin upacara itu mengayunkan
siwur. gayung yang dipakainya untuk memandikan sepasang suami isteri itu, yang
dibuat dari kelapa, bukan saja tempurungnya, tetapi juga bersama daging
kelapanya, keatas sebuah batu sehingga gayung itupun pecah pula berantakan.
Setelah itu, barulah Ki Demang yang hanya mengenakan
celana dan isterinya berkain pinjung diarak ke halaman depan.
Sindangsari masih harus meloncati perapian di halaman.
Merang seonggok yang baru mulai menyala"
Dari halaman keduanya dibawa masuk ke pringgitan. Tepat di muka pintu mereka
harus berhenti untuk makan rujak tepat di tengah pintu.
"Ki demang" berkata perempuan yang memimpin upacara
"sekarang Ki Demang boleh berpakaian lengkap, sedang Nyai Demang masih harus
mencoba beberapa macam pakaian.
Yang manakah nanti yang paling sesuai.
Pada saat Ki Demang mengenakan pakaiannya di dalam
biliknya, setiap kali ia mendengar perempuan-perempuan yang ada di pringgitan
berseru "Tidak'. Tidak sesuai. Tidak pantas"
Maka Sindangsaripun harus berganti pakaian. Demikian
terulang sampai enam kali. Dan ia harus mengenakan
pakaiannya yang ke tujuh. Kain lurik berwarna hijau lumut dan baju dari bahan
yang sama dan berwarna sama. Selembar kemben yang kehitam-hitaman dan selendang
berwarna batu bata. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Nah, kini baru pantas" berkata seseorang yang disahut oleh yang lain "Ya,
sekarang baru pantas"
Hampir semua yang hadir menyambut pula "Ya. Sekarang
sudah baik, sudah pantas dan cantik sekali"
Sindangsari hanya tersipu-sipu saja sambil menundukkan kepalanya. Ia sama sekali
tidak berbuat apa-apa sementara orang-orang tua mengganti pakaiannya dan
mengenakan pakaiannya yang ke tujuh di hadapan perempuan-perempuan yang memenuhi
pringgitan. Setelah ia mengenakan pakaiannya yang terakhir, maka
perempuan yang memimpin upacara itupun kemudian
menyelusupkan sepasang kelapa gading di dalam kain
Sindangsari yang diterima dengan selendang diantara kedua kakinya sambil berkata
"Nah. Nyai Demang. Kelak apabila anakmu laki-laki, ia akan setampan Kama dan
apabila perempuan ia akan secantik Dewi Ratih"
Demikianlah maka upacara mengenakan pakaian itu sudah selesai. Sindangsaripun
kemudian dibawa masuk ke dalam biliknya
untuk benar-benar berpakaian dan menyisir rambutnya yang basah kuyup.
Dengan bibir yang biru dan gemetar karena dingin
Sindangsari meneguk minuman panas yang memang disediakan untuknya. "Dingin sekali" ia berdesis.
Beberapa orang perempuan mengusap kakinya dengan
minyak kelapa "Nanti akan segera menjadi hangat"
Namun dalam pada itu, Manguri yang menunggu upacara
itu di kebun mengumpat-umpat di dalam hati.
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Katanya "Apa saja yang dikerjakan oleh orang-orang gila itu"
Lamat mengerutkan keningnya. Tetapi ia tidak menjawab.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Semua sudah siap" berkata Manguri "perempuanperempuan itu sudah keluar dari pringgitan. Upacara itu sudah selesai. Sebentar
lagi Nyai Reksatani akan membawa
Sindangsari keluar. Kau harus dapat melakukan tugasmu dengan baik"
Lamat mengerutkan keningnya. Tetapi ia tidak menjawab.
"Semua sudah siap" berkata Manguri "perempuanperempuan itu sudah keluar dari pringgitan. Upacara itu sudah selesai. Sebentar
lagi Nyai Reksatani akan membawa
Sindangsari keluar. Kau harus dapat melakukan tugasmu dengan baik"
Lamat menganggukkan kepalanya.
"Di ujung lorong ini telah tersedia seekor kuda untukmu dan seekor lagi kudaku.
Di sudut padukuhan kita akan
melampaui beberapa orang Ki Reksatani. Mudah-mudahan
mereka tidak mengganggu kita"
"Kenapa mereka mengganggu?" bertanya Lamat.
"Mungkin mereka menginginkan Sindangsari pula Tetapi
sudah tentu, mereka akan membunuhnya"
Lamat mengerutkan keningnya.
"Kalau ia segera dibunuh itu akan cukup baik buatnya.
Tetapi aku tidak percaya pada laki-laki liar serupa itu. Mereka akan
banyak berbuat sebelum mereka membunuh Sindangsari. Karena Itu kita harus menyelamatkannya"
"Apakah kira-kira mereka akan berbuat demikian?"
"Aku tidak tahu, mudah-mudahan tidak. Tetapi seandainya demikian aku sudah
mengatur orang-orangku di pinggir parit di seberang jalan"
Lamat tidak menyahut. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kalau mereka akan merebut Sindangsari, kita akan
mempertahankannya" Lamat masih tetap berdiam diri.
"He, apakah kau sudah tuli he?" Manguri mengguncangguncang tubuh Lamat. "Ya, Aku mendengar dan aku mengerti. Aku sedang
mencoba untuk menilai tugas yang akan aku lakukan"
"Apa yang perlu kau nilai?"
Lamat menggelengkan kepalanya "Bukan apa-apa"
"Nah, sekarang kau harus masuk ke halaman. Kau harus
menempatkan dirimu di tempat yang sudah di tentukan. Aku sudah jemu menunggu"
"Baiklah. Aku akan mencoba melakukan tugasku baik-baik"
"Kalau kau membuat kesalahan, maka seluruh Kademangan akan menjadi gempar. Di
pendapa terdapat Ki Demang, Ki Jagabaya, para bebahu Kademangan yang lain, dan
beberapa orang kepercayaan Ki Demang"
Lamat menganggukkan kepalanya.
"Kegagalan itu akan berarti, mereka akan saling berkelahi melawan Ki Reksatani
dan orang-orangnya termasuk kau dan aku, dan barangkali ayah juga"
"Ya, aku mengerti"
"Cepat, masuklah ke halaman"
Lamatpun kemudian dengan hati-hati mendekati dinding
halaman belakang Kademangan. Di dalam bayangan dedaunan ia menjengukkan kepalanya. Ternyata tempat yang ditunjukkan oleh Ki
Reksatani memang sepi. Meskipun dari tempatnya Lamat melihat beberapa orang
duduk-duduk sambil berkelakar, namun mereka sama sekali tidak membayangkan,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
karena orang-orang itu sama sekali tidak memperhatikan tempat yang telah
ditentukan itu. Dengan lincahnya Lamatpun kemudian meloncat naik
keatas dinding batu. Di lekatkannya tubuhnya rapat-rapat pada dinding itu sambil
memperhatikan keadaan di sekitarnya.
Lamat menjadi berdebar-debar ketika ia melihat seseorang berjalan menelusur
dinding batu itu. Sambil menahan
nafasnya ia semakin melekatkan tubuhnya. Namun demikian ia sempat melihat, orang
yang menelusuri dinding itu menjadi semakin dekat.
"Gila" desisnya "siapakah orang ini?" Tetapi agaknya orang itu sama sekali tidak
memperhatikan bahwa ada seseorang yang berbaring menelungkup melekat pada
dinding batu. Namun demikian Lamat menjadi semakin berdebar-debar.
Bahkan Manguri yang ada di luar dindingpun menjadi
berdebar-debar pula, karena iapun mendengar langkah
seseorang mendekati Lamat.
Ketika orang itu telah lewat, Lamat menarik nafas dalam-dalam. Agaknya orang itu
adalah salah seorang keluarga dari orang-orang yang membantu bekerja di dapur.
Orang itu agak malu membawa sisa makanan lewat pintu depan. Karena itu, ia
memilih jalan halaman belakang sambil membawa makanan sisa yang besok akan
dijemurnya untuk makanan itik.
Meskipun demikian Lamat masih menunggu sejenak. Ketika ia sudah yakin bahwa
tidak ada lagi orang yang akan
melihatnya, maka iapun segera meloncat masuk ke halaman dan langsung bersembunyi
di dalam gerumbul perdu. Sedang Manguri berada di luar halaman sambil mengawasi
keadaan. Ia mengetahui dengan pasti bahwa di sekitar tempat itu ada satu atau dua orang
pengawas yang di pasang oleh Ki
Reksatani, meskipun pengawas itu telah mengambil tempatnya sendiri tanpa memberitahukan kepada Manguri.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dalam pada itu, di dalam rumah Ki Demang di Kepandak, perempuan-perempuan tua
yang melayani Sindangsari dan meriasnya telah selesai. Ketika Sindangsari dibawa
keluar dari dalam biliknya, beberapa orang perempuan yang masih
tinggal di pendapa menyambutnya dengan ramah.
"Perempuan ini memang cantik sekali" desis salah seorang dari mereka. Di dalam
mengandung tujuh bulan, wajahnya menjadi semakin cerah seperti bulan"
Kawannya yang duduk di sampingnya menganggukkan
kepalanya..Katanya "lihatlah ibunya yang duduk di sudut itu.
Ibunyapun pasti seorang perempuan yang cantik sekali di masa remajanya"
Keduanyapun kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya. Mereka memandang Sindangsari dengan mata
yang seakan-akan tidak berkedip. Ketika Sindangsari kemudian duduk di sebelah ibunya, maka setiap mata seakan-akan telah terpancang
pada keduanya. "Alangkah cantiknya" tiba-tiba terdengar suara dari ruang dalam. Seseorang
kemudian muncul sambil mengatupkan
kedua telapak tangannya di muka dadanya "mBok-ayu
memang cantik sekali"
Sindangsari berpaling. Namun kepalanyapun kemudian
tertunduk sambil tersipu-sipu.
Orang itu, Nyai Reksatanipun kemudian mendekatinya
sambil berkata "Aku menjadi sangat iri. Ketika aku menyambut bulan ke tujuh
kandunganku yang pertama, aku tidak secantik mBok-ayu. Bukankah begitu bibi?"
bertanya Nyai Reksatani kepada ibu Sindangsari"
"Ah" desis ibunya.
"Tentu saja" tiba-tiba seseorang menyahut "lihatlah.
Keduanya memang sangat cantik. Kecantikan itu agaknya memang menurun"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ah" Sekali lagi ibu Sindangsari berdesah "jangan memuji.
Rambutku telah berwarna dua"
Perempuan-perempuan itu tertawa. Nyai Reksatanipun
tertawa pula. "Sayang" bisik seorang perempuan yang duduk di belakang
"ibu Nyai Demang itu menjanda sejak suaminya meninggal.
Kalau ia mau, pasti masih puluhan laki-laki yang ingin memperisterinya"
"Hidupnya semata-mata buat gadisnya sejak suaminya
meninggal. Aku dengar, kawan suaminya seorang prajurit ingin juga
memperisterikannya. Bahkan seorang perwira.
Tetapi ia tidak bersedia. Ia lebih senang hidup bersama puteri dan kedua ayah
ibunya" Kawannya berbicara mengangguk-anggukkan kepalanya.
Dalam pada itu, maka Nyai Reksatanipun kemudian
bertanya kepada Nyai Demang "mBok-ayu, apakah masih ada yang perlu dilakukan
malam ini?" Sindangsari tidak segera menyahut, karena ia tidak
mengetahui maksud pertanyaan itu. Dipandanginya saja Nyai Reksatani dengan
tatapan mata yang ragu-ragu.
"Eh, maksudku, apakah mBok-ayu akan beristirahat"
Setelah mandi di tengah malam, kemudian berganti pakaian sampai tujuh kali,
barangkali mBok-ayu merasa lelah"
Sindangsari menggelengkan kepalanya "Tidak. Aku tidak lelah"
"Sokurlah" jawab Nyai Reksatani. Tetapi ia mulai gelisah. Ia mendapat tugas
untuk membawa Sindangsari keluar, ke
tempat tugas untuk membawa Sindangsari keluar, ke tempat yang sudah ditentukan,
sedang di pringgitan masih juga ada beberapa orang perempuan yang duduk-duduk
mengawani Sindangsari dan ibunya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sejenak Nyai Reksatani kebingungan. Namun sejenak
kemudian ia mendapat akal. Katanya "Agaknya masih ada diantara kita yang akan
tinggal disini semalam suntuk. Karena itu, sebaiknya kalian duduk-duduk saja
sejenak, aku akan menyiapkan jamuan untuk kalian. Biarlah orang-orang di dapur
menanak nasi. Nasi panas pasti akan menambah gairah kalian tinggal bersama
bidadari yang manis itu"
Ternyata pancingan itu mengena. Seorang perempuan tua segera menyahut "Sudahlah
Nyai. Menjelang tengah malam, sebelum upacara dimulai, kami sudah makan. Dan
kamipun agaknya tidak akan terlampau lama lagi tinggal disni"
"O, jangan begitu. Aku seakan-akan telah mengusir kalian.
Tidak. Aku berharap agar kalian tinggal disini semalam suntuk"
"Kami perlu beristirahat"
"Tinggal ah sebentar. Selama orang di dapur menanak nasi.
mBok-ayu pasti kedinginan dan menjadi lapar. Kalian akan mengawaninya makan,
karena sebenarnya mBok-ayu Demang masih belum makan.
"Biarlah ia makan bersama suaminya "Perempuanperempuan di pringgitan itupun justru minta diri seorang demi seorang. Sebagian
dari mereka tidak segera pulang. Tetapi pergi ke dapur atau ke bilik
pengrantunan. Nyai Reksatani menarik nafas karenanya. Ia harus bekerja cepat. Sebelum fajar,
semuanya harus sudah selesai,
sementara Ki Reksatani berusaha mengikat Ki Demang dan para tamu laki-laki untuk
tetap duduk-duduk saja di pendapa.
"Makanlah dahulu mBok-ayu" bisik Nyai Reksatani kepada Nyai Demang "bersama bibi
barangkali?" "Aku sudah makan bersama para tamu" jawab ibu
Sindangsari "makanlah sendiri, atau kau menunggu suamimu?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ah" sahut Nyai Reksatani "kakang Demang tidak usah
diganggu. Biarlah ia menemui tamu-tamunya. Marilah, aku layani kau makan mBokayu, selagi kau malam ini menjadi ratu"
"Ah" Sindangsari berdesah sementara Nyai Reksatani
tertawa. Tanpa menunggu jawabannya lagi, maka ditariknya tangan Sindangsari dan dibawanya
ke bilik dalam. "Makanlah sudah sedia" katanya.
Sindangsari tidak dapat menolak lagi. Iapun kemudian
berdiri sambil berkata kepada ibunya "Apakah ibu tidak makan dahulu"
"Ya, marilah" sahut Nyai Reksatani.
"Terima kasih. Aku sudah makan bersama para tamu
sebelum upacara. Sindangsari memang belum makan, karena itu makanlah"
Sindangsaripun kemudian dibimbing oleh Nyai Reksatani ke biliknya sambil berkata
"Biarlah disediakan makanmu di dalam bilikmu saja"
Nyai Reksatanipun kemudian membimbing Nyai Demang
masuk ke dalam biliknya. Dalam pada itu. di halaman belakang, Manguri hampir tidak sabar lagi menunggu. Setiap kali ia selalu menengadahkan wajahnya ke langit, memandang
bintang-bintang yang bergeser perlahan-lahan dari tempatnya.
"Semuanya harus dilakukan sebelum fajar" desisnya "kalau orang-orang di sekitar
halaman ini sudah bangun, maka gagal ah semua usaha yang sudah dirancang begitu
matang. Untuk mendapatkan kesempatan yang lain agaknya terlampau sulit" berkata Manguri
di dalam hati "sudah tentu kita tidak dapat berbuat apa-apa pada saat
Sindangsari melahirkan. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Anak itu akan menjadi hantu yang paling menakutkan bagi Ki Reksatani, sehingga
mungkin sekali, sebelum hari kelahiran ia akan
mengambil cara yang paling kasanMembunuh Sindangsari dengan caranya"
Manguri menarik nafas dalam-dalam. Keringat dingin telah membasahi di seluruh
tubuhnya. Sekali-sekali ia mencoba melekat pada dinding batu dan menengok ke
halaman belakang Kademangan Kepandak. Tetapi ia tidak dapat
melihat Lamat yang sudah bersembunyi di sana.
Selagi Manguri dilanda oleh kegelisahan, Lamatpun sedang mereka-reka apa yang
akan dilakukan kemudian setelah
Sindangsari berhasil dibawa ke tempat persembunyiannya itu.
"Apakah aku dapat membiarkan semuanya itu terjadi?"
katanya di dalam hati. Tetapi setiap kali Lamat hanya dapat berdesah di dalam hati "Apakah aku benarbenar telah terbelenggu oleh hutang budi itu sepanjang umurku" Umur yang seolaholah sudah bukan milikku lagi ini?"
Lamat menarik nafas dalam-dalam. Sejenak ia
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjengukkan kepalanya dari sela-sela dedaunan. Tetapi ia tidak melihat
seorangpun yang datang mendekat. Bahkan kadang-kadang timbul pikirannya "Mudahmudahan tidak ada kesempatan untuk membawa Sindangsari kemari, sehingga
seandainya malam ini gagal, maka kegagalan itu bukan
terletak pada kesalahanku"
Tetapi dalam pada itu Nyai Reksatani telah berhasil
memisahkan Sindangsari dari ibunya. Dilihatnya seseorang yang disuruhnya telah
menyajikan makan bagi Sindangsari ke dalam bilik itu, sementara ia berjalan
hilir mudik di ruang tengah. Namun sepeninggal orang yang mengantar makan ke
dalam bilik itu, Nyai Reksatani segera masuk ke dalam.
Dengan nada yang tergesa-gesa ia berkata "mBok-ayu,
agaknya, masih ada yang kurang di dalam peralatan ini"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari mengerutkan keningnya.
"Apakah mBok-ayu mendengar ceritera yang telah terjadi di dapur?"
"Jambangan yang pecah itu?"
"Ya, dan nasi yang tidak mau masak seperti biasanya"
Meskipun akhirnya masak juga, tetapi cobalah, rasakanlah nasi itu yang agaknya
sama sekali tidak sedap"
Sindangsari tidak segera menjawab
"mBok-ayu tahu sebabnya?"
Sindangsari menggeleng. "Tentu ada sesaji yang kurang. Beruntunglah kita kalau yang diganggu hanya
sekedar macam-macam masakan atau
jambangan pecah, tetapi kalau yang lain?"
"Apakah yang lain itu?"
"Kita. Salah seorang dari kita. Atau" Nyai Reksatani tidak melanjutkannya.
"Atau" Sindangsari mengulang.
"Sudahlah. Makanlah"
"Tetapi apakah yang kau maksud?"
"Makanlah" Sindangsari menarik nafas dalam-dalam. Tetapi iapun
kemudian menyenduk nasi dengan entong kayu dan
menaruhnya diatas mangkuk.
"Kau tidak makan?" ia bertanya kepada Nyai Reksatani.
"Aku sudah makan. Lima kali sejak tengah hari.
Sindangsari tersenyum. Kemudian iapun mulai menyuap
mulutnya. Namun ia tertegun ketika ia melihat Nyai Reksatani menjadi gelisah
sekali. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kenapa kau?" "Perasaanku menjadi tidak enak. Tetapi apakah kau
merasakan sesuatu pada kandunganmu?"
"Tidak. Kenapa?" Sindangsari menjadi gelisah pula.
"Sesaji itu" bisiknya "bibi juru adang di dapur bermimpi sambil duduk di muka
perapian. Ini tidak biasa terjadi.
"Mimpi apa?" "Kiai Candil di rumpun bambu petung di belakang"
"Kenapa?" "Yang memberikan sesaji agaknya bukan orang yang biasa membuat untuknya. Bukan
aku. Ternyata ada kekurangannya"
"Apa?" "Sadak kinang yang diramu dengan daun sirih muda"
"O, kenapa tidak disediakan?"
"Aku akan pergi melengkapinya" Nyai Reksatanipun
kemudian berdiri, lalu "aku sudah menyediakan sadak kinang itu" ia termenung
sejenak, lalu "marilah, Ikutlah. Aku akan menunjukkan
kepadamu, dimanakah letak sesaji itu seharusnya. Karena kau akan tinggal di rumah ini untuk seterusnya. Kau harus
tahu dan harus mengerti, apa yang sebaiknya kau lakukan untuk keselamatan
seluruh keluarga dan terlebih-lebih untuk bayimu"
"Jadi?" "Kita pergi ke kebun belakang sebentar. Sebentar saja"
"Baiklah, aku selesaikan sebentar makanku ini"
"Ah, marilah. Tinggalkan itu sebentar supaya kau tidak tergesa-gesa dan kau
dapat makan dengan tenang"
Sindangsari termangu-mangu sejenak. Dan tiba-tiba saja ia bertanya "Tetapi
kenapa baru sekarang kau akan melengkapi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sesaji itu" Selagi aku sudah mulai makan" Kalau kau
mengetahui hal itu sebelumnya, tentu aku tidak akan tergesa-gesa menyenduk nasi"
"Aku mencoba untuk menunggu sampai kau selesai makan.
Aku tidak mau mengganggu ketenanganmu" Nyai Reksatani berhenti sejenak, lalu
"tetapi aku menjadi sangat gelisah"
Sindangsari termenung sejenak Namun iapun menjadi
gelisah karenanya. Tanpa sesadarnya dirabanya perutnya yang terasa semakin
membesar. "Marilah sebentar mBok-ayu. Hanya sebentar. Kita akan menjadi tenteram.
Tinggalkan sajalah makanan itu, nanti kau ulangi lagi"
Sindangsari tidak dapat menolak lagi. Kemudian diikutinya Nyai Reksatani keluar
dari biliknya. Tetapi Nyai Reksatani tidak mengambil jalan tengah yang melalui
dapur. Ia lebih senang lewat butulan sebelah kiri.
"Kenapa kita memilih jalan yang gelap?" bertanya
Sindangsari. "Aku menghindari orang-orang yang ada di dapur Mereka akan bertanya segala macam
persoalan yang menjemukan.
Kita pergi saja sendiri lalu semuanya akan selesai tanpa pembicaraan yang
kadang-kadang tidak masuk akal dan
bahkan menyimpang dari persoalan yang sebenarnya"
Sindangsari tidak bertanya lagi. Ia berjalan saja mengikuti Nyai Reksatani
keluar dari pintu butulan sebelah kiri.
Ketika Sindangsari menjejakkan kakinya di halaman, terasa bulu tengkuknya
meremang. Serasa sesuatu merayapi hatinya yang cemas dan gelisah. Di sebelah
rumah itu agaknya sudah menjadi sepi. Anak-anak muda yang duduk-duduk sambil
berkelakar sudah meninggalkan tempatnya dan tidur di
gandok. Meskipun lampu yang terang benderang di pendapa masih melemparkan
cahayanya ke halaman depan, tetapi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
agaknya mereka yang duduk di pendapapun sudah menjadi lelah dan kantuk. Tidak
banyak lagi terdengar gelak tertawa diantara mereka.
Sindangsari berjalan berjingkat tanpa sesadarnya di
belakang Nyai Reksatani. Meskipun tengah malam telah jauh lewat, tetapi malam
masih kelam bukan kepalang.
"Di rumpun bambu yang mana?" bisik Sindangsari Terasa suaranya menjadi gemetar.
"Itu, rumpun bambu petung"
"Kenapa kita tidak membawa obor" Atau aku akan
mengambilnya sebentar?"
"Ah tidak perlu. Kita sudah hampir sampai"
Sindangsari tidak berkata-kata lagi. Meskipun terasa
dadanya bergetar, tetapi ia berjalan saja di belakang Nyai Reksatani. Tanpa
diketahui sebabnya, setiap langkah terasa semakin bertambah berat. Tetapi
dipaksakannya ia berjalan terus. Ia justru mencoba mengusir segala perasaan
takut dan cemas. Manguri yang ada di luar halaman mengangkat kepalanya ketika ia mendengar suara
dua orang perempuan di halaman belakang. Meskipun seolah-olah mereka hanya
saling berbisik, tetapi telinga Manguri yang tajam segera dapat menangkapnya, dan dengan segera pula ia memastikan
bahwa keduanya itulah Nyai Reksatani dan Sindangsari.
Terasa jantung Manguri berdetak semakin cepat. Dengan tegangnya ia mencoba
menjenguk dari atas dinding batu yang melingkari halaman itu.
Darahnya serasa berhenti ketika ia melihat dua orang
perempuan berjalan ke arah tempat yang telah ditentukan oleh Ki Reksatani.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Pasti mereka" desisnya meskipun Manguri masih belum
dapat melihat wajah-wajah mereka di dalam gelap.
Sejenak Manguri seakan-akan membeku di tempatnya.
Nafasnya menjadi terengah-engah dan dadanya serasa
berdentangan. "Mudah-mudahan Lamat berhasil tanpa menimbulkan
persoalan yang rumit" katanya di dalam hati.
Sementara itu, Lamat masih berjongkok di tempatnya.
Ketika ia mendengar suara perempuan dan melihat dua
bayangan mendekat, iapun menjadi berdebar-debar. Tiba-tiba saja kepalanya
menunduk dalam-dalam seakan-akan ia ingin melihat warna hati di dalam dadanya.
"Apakah aku akan melakukannya?" pertanyaan itu tiba-tiba telah meronta di dalam
dadanya. Kedua bayangan itu semakin lama menjadi semakin dekat.
Mereka berjalan menuju kerumpun bambu petung di sebelah rumpun perdu tempat
Lamat tersembunyi. "Disitu mBo-ayu berkata Nyai Reksatani "mbok-ayulah yang harus meletakkannya..
"Aku?" "Ya" "Dimana?" "Di rumpun bambu itu telah ada sesaji. Tetapi sesaji itu kurang memenuhi
keinginan penunggu rumpun bambu itu.
Karena itu taruhlah sadak kinang ini ke dalam ancak sesaji itu"
Sindangsari termangu-mangu sejenak, seperti Lamat masih juga termangu-mangu.
Sejenak ia menahan nafas sambil
memandang keduanya. Dadanya serasa menjadi retak oleh pergolakan perasaannya
sendiri. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku tidak dapat lari dari dunia yang kelam ini. Aku adalah orang yang paling
palsu di muka bumi. Aku adalah orang yang sama sekali tidak berani melihat
kejujuran di dalam diri"
berkata Lamat di dalam hatinya "dan kini aku harus
melakukannya. Sebuah kepalsuan yang tidak berperikemanusiaan sama sekali"
Lamat masih menundukkan kepalanya. Wajahnya yang
kasar menjadi tegang. Nafasnya tertahan-tahan dan tangannya tiba-tiba menjadi gemetar.
Lamat adalah seorang yang bertubuh raksasa, berwajah
kasar seperti batu padas. Namun di dalam keadaan yang paling sulit, terasa
matanya menjadi panas. Ia merasa betapa dirinya kini menjadi manusia yang paling
tidak berharga, sehingga tidak seorangpun yang dapat mengerti dan
menghargai perasaannya. Hampir saja Lamat tidak dapat menahan diri. Ia sadar
ketika terasa setitik air menghangati tangannya.
Ketika ia mengangkat wajahnya, ia melihat Sindangsari sedang membungkukkan
punggungnya meletakkan sadak
kinang di dalam ancak sesaji. Bayangan kegelapan rumpun bambu seakan-akan telah
melindunginya. Ketika ia selesai, maka iapun segera tegak kembali dan melangkah
surut. "Begitukah?" ia bertanya.
"Ya. Begitu" sahut Nyai Reksatani yang menjadi gelisah. Ia sudah berhasil
membawa Sindangsari ke tempat yang
ditentukan. Tetapi tidak seorangpun yang datang untuk mengambil Sindangsari.
Manguripun mengumpat-umpat di dalam hati.
"Apakah yang ditunggu anak gila itu?" Manguri menggeram di dalam hatinya.
Dalam pada itu, Lamat menyadari, bahwa ia tidak
mempunyai waktu lagi. Ia harus segera bertindak di dalam
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
waktu yang singkat. Ia sadar, bahwa Nyai Reksatani sudah menjadi gelisah, karena
ia masih belum berbuat apa-apa.
"Maafkan aku Sindangsari" ia berdesis di dalam hati.
Namun sejenak kemudian ia menggeretakkan giginya, seolah-olah mencari sandaran
kekuatan bagi hatinya yang ringkih.
Sejenak kemudian Lamat itupun segera meloncat seperti seekor harimau menerkam
Sindangsari. Betapa terkejutnya perempuan itu. Seperti juga Nyai Reksatani yang
terkejut pula. Tetapi Sindangsari sama sekali tidak sempat berteriak. Tangan yang kokoh kuat
tiba-tiba saja telah menyumbat mulutnya.
Dalam keadaan yang tidak terkuasai itu, ia masih mendengar seseorang berdesis
"Maafkan aku. Bukan maksudku menyakiti kau"
Setelah itu, ia merasakan tekanan yang berat pada urat di sisi lehernya.
Kemudian ia tidak merasakan sesuatu lagi.
Pingsan. Nyai Reksatani masih berdiri mematung di tempatnya.
Dipandanginya Lamat seperti memandang hantu. Namun
demikian ketika ia melihat Sindangsari yang lemas di tangan raksasa itu, terasa
dadanya seakan-akan retak.
"Hati-hatilah "ia berdesis.
Lamat terkejut mendengar pesan itu. Tetapi ia tidak segera menyahut.
"Perlakukan perempuan itu dengan baik. Apalagi ia sedang mengandung"
Lamat mengangguk perlahan-lahan "Baik Nyai jawabnya
dengan suara yang berat "aku akan memperlakukannya
dengan sebaik-baiknya"
"Katakanlah kepada Manguri, jagalah perempuan itu. Bukan saja tubuhnya, tetapi
juga perasaannya. Kalau Manguri menghendakinya,
ia harus menerima perempuan itu seutuhnya. Jangan hanya Sindangsari yang tampak itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Seorang perempuan muda yang cantik yang barangkali telah menggelegakkan nafsunya
sebagai seorang laki-laki. Tetapi Manguripun harus menerima semua yang ada
padanya. Yang disenangi maupun yang tidak"
"Ya Nyai" "Kau tahu, aku juga seorang perempuan dan aku juga
mempunyai anak perempuan"
Lamat tidak menjawab. Terasa matanya menjadi panas lagi dan tenggorokannya
serasa tersumbat ketika ia mendengar Nyai Reksatani itu terisak.
"Sudahlah, bawalah"
Lamat mengangguk "Aku akan menjaganya Nyai" tiba-tiba saja terloncat dari bibir
Lamat, sehingga justru Lamat sendiri terkejut karenanya.
Tetapi Nyai Reksatani tidak menyahut lagi. Bahkan dengan tergesa-gesa ia memutar
dan pergi meninggalkan Lamat yang termangu-mangu.
Lamat terkejut ketika ia merasa seseorang menggamitnya.
Ketika ia berpaling ternyata Manguri sudah berdiri di sampingnya.
"Kau jangan menjadi gila. Cepat, kalau kau terlambat, maka semuanya akan rusak"
bisik Manguri. Lamat menganggukkan kepalanya. Keduanyapun kemudian
pergi meninggalkan halaman itu sambil membawa Sindangsari yang pingsan.
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lamat dan Manguripun kemudian segera pergi ke tempat
kuda-kuda mereka disediakan. Lamat segera meloncat naik sambil mendukung
Sindangsari, sedang Manguripun naik pula keatas punggung kudanya.
"Marilah "ajak Manguri.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Keduanyapun kemudian meninggalkan tempat itu dengan
perasaan yang berbeda-beda.
Namun keduanya tidak segera memacu kudanya, supaya
derap kaki kuda-kuda itu tidak menimbulkan berbagai macam pertanyaan di hati
penduduk. Apalagi apabila diantara mereka ada yang menjenguk keluar dan melihat
siapakah mereka. Di ujung desa mereka melewati beberapa orang yang di
tempatkan oleh Ki Reksatani untuk bertindak setiap saat, apabila keadaan
memburuk. Tetapi agaknya mereka sama
sekali tidak berbuat apa-apa terhadap Manguri dan Lamat.
"Apakah kalian sudah berhasil?" bertanya salah seorang dari mereka.
"Ya, semuanya sudah selesai" jawab Manguri.
"Baiklah. Supaya tidak menimbulkan kesan apapun bagi
orang-orang yang melihat, meskipun dari kejauhan, maka kita akan berpencar"
berkata salah seorang dari mereka.
"Ya, berpencarlah" sahut Manguri.
"Pada saatnya kami akan menemui Ki Reksatani
"Silahkan. Akupun akan mencari kesempatan pula"
Manguri dan Lamatpun kemudian meneruskan perjalanan
mereka membawa Sindangsari yang sedang pingsan. Namun agaknya Lamat benar-benar
telah menjaga sebaik-baiknya. Ia menyadari bahwa kandungan Sindangsari akan
terganggu apabila derap kudanya nanti akan mengguncang-guncang
tubuh perempuan itu. Setelah mereka sampai kebulak yang panjang harulah
mereka mempercepat langkah kuda kuda mereka. Apalagi
setelah mereka melihat bayangan kemerahan di langit.
Di tengah-tengah bulak, Manguri berhenti sejenak. Dari sela-sela batang jagung
muda beberapa orang merangkak-rangkak keluar dan berloncatan kejalan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tidak terjadi sesuatu?" bertanya salah seorang dari
mereka, orang-orang yang memang di tempatkan oleh
Manguri untuk mengawasi keadaannya apabila lerjadi sesuatu yang tidak terdugaduga. "Tidak. Kembalilah Jangan menimbulkan kesan yang dapat merugikan aku dan kita
semua" "Baiklah" Orang-orang itu adalah orang-orang yang biasanya ikut mengawal ternak apabila
ayah Manguri mengirim ternak
keluar daerah dan ke tempat-tempat yang jauh.
Sejenak kemudian maka Manguri dan Lamatpun berpacu
semakin cepat menuju ke tempat terpencil. Tempat penampungan ternak yang jarang dikenal. Yang ada di tempat itu hanyalah kandang
kandang yang besar, patok-patok dan pelanggaran untuk mengikat tali-tali ternak
yang sedang dikumpulkan sebelum dibawa keluar daerah.
Ternyata, baik orang-orang Ki Reksatani, maupun orang Manguri, segera telah
berhasil menghilangkan jejak mereka.
Setelah mereka berpencaran, maka merekapun berjalan
seenaknya di jalan-jalan persawahan seperti orang-orang yang akan pergi ke pasar
yang jauh. Tidak seorangpun yang
menumbuhkan kecurigaan kepada orang-orang yang mereka temui di sawah-sawah
karena mereka sedang menunggui air yang menjadi bagian mereka malam itu, karena
air agak sulit didapat di musim kering yang panjang.
Dalam pada itu, Manguri dan Lamatpun segera sampai pula ke tempat tujuan mereka,
karena kuda-kuda mereka berpacu semakin cepat.
Dengan tergesa-gesa mereka meloncat turun dan menambatkan kuda-kuda mereka. Dengan tergesa-gesa pula Lamat mendukung
Sindangsari menuju ke gubug di pinggir pekarangan yang sangat luas itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Mereka terkejut ketika mereka melangkah masuk. Ternyata ayah Manguri telah duduk
di dalamnya menghadapi sebuah pelita minyak.
"Ayah" desis Manguri.
"Ya. Aku sudah menunggu. Aku menjadi cemas kalau
terjadi sesuatu atas kalian. Tetapi yang paling cemas adalah apa yang akan
terjadi kemudian " "Kenapa?" "Lalu, apakah yang akan kau lakukan setelah kau berhasil membawa Sindangsari
kemari" "Biarlah ia ada di sini untuk beberapa lama. Bukankah ayah sudah mendapatkan
tempat yang lain untuk menampung
ternak sebelum ayah membawanya pergi"
"Kenapa tempat lain"
"Menurut Ki Reksatani semakin banyak orang yang
mengetahui hal ini, akan semakin berbahaya baginya"
"Ia benar" sahut ayahnya "aku akan membatasi hanya
orang-orang yang memang sudah mengetahui hal ini sajalah yang akan datang ke
tempat ini. Tetapi untuk memindahkan dengan serta-merta tempat penampungan
ternak ini, pasti akan menimbulkan kecurigaan orang"
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Sekarang apa yang akan kau lakukan?"
"Sekarang?" "Ya, sekarang ini"
Manguri mengerutkan keningnya "Maksud ayah, apa yang
harus aku kerjakan sekarang ini?"
"Ya" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Manguri menarik nafas dalam-dalam. Jawabnya "Tidak ada.
Aku akan beristirahat disini. Aku lelah sekali. Aku lelah dan mengantuk"
"Aku sudah menduga. Karena itulah maka aku datang
kemari" "Maksud ayah" Apa lagi yang harus aku lakukan pagi ini?"
"Pulanglah cepat. Masuklah ke dalam bilik kalian masing-masing, dan tidurlah
seperti biasa, seperti tidak terjadi apa-apa"
Manguri tidak segera mengetahui maksud ayahnya,
sehingga sejenak ia memandang Lamat, kemudian memandang ayahnya. "Apakah maksud ayah, aku harus membawa Sindangsari
pulang ke rumah?" "Tentu tidak. Biarlah ia disembunyikan disini. Taruhlah ia di dalam bilik sempit
di sebelah. Kalau karena kecurigaan Ki Demang, ia mengirim orang kemari, biarlah
aku yang bertanggung jawab. Tidak seorangpun yang akan melihat, bahwa di balik gledeg itu
adalah pintu sebuah bilik"
"Lalu kenapa aku harus kembali pulang dan masuk ke
dalam bilik seperti biasa dan seperti tidak terjadi apa-apa"
"Cepat, letakkan perempuan itu di dalam bilik kecil itu, dan segera pulang. Kau
dengar?" Manguri menjadi ragu-ragu sejenak. Dipandanginya wajah Sindangsari yang masih
pingsan, kemudian wajah ayahnya berganti-ganti.
"Jangan cemas. Aku akan menungguinya seperti menunggui anakku sendiri. Tetapi kau harus segera pulang sekarang"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lamatpun kemudian masuk ke dalam bilik kecil di belakang gledeg itu untuk
meletakkan Sindangsari. Katanya "Ia akan segera sadar"
"Aku akan menungguinya. Kalau ia berbuat sesuatu yang dapat berbahaya bagi kita,
aku akan membuatnya pingsan pula"
Lamat mengerutkan keningnya Dan tanpa sesadarnya ia
berkata "Ia sangat lemah"
Ayah Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya "Baiklah.
Aku akan menyesuaikan keadaannya dengan kemungkinan
yang dapat terjadi" Meskipun ragu-ragu tetapi Manguri
dan Lamatpun kemudian segera berpacu pulang ke rumahnya. Seperti pesan ayahnya, merekapun
segera membersihkan diri, mencuci kaki dan berganti pakaian, kemudian masuk ke
dalam bilik masing-masing"
Sementara itu, di Kademangan Kepandak. Nyai Reksatani yang telah mengumpankan
Sindangsari ke halaman belakang, langsung kembali masuk ke dapur. Ia tidak
kembali lagi ke bilik Sindangsari atau ke pringgitan. Sejenak kemudian iapun
sudah sibuk bekerja diantara orang-orang yang masih ada di dapur menyiapkan
makan pagi bagi orang-orang yang
semalam-malaman membantu di rumah itu, serta untuk
mereka yang tertidur di gandok dan di pendapa.
Yang masih tinggal di pringgitan adalah ibu Sindangsari, Ia duduk dengan satu
dua orang perempuan tua sambil
berbicara tentang berbagai masalah. Ibu Sindangsari itu adalah perempuan yang
paling banyak melihat dunia di luar lingkungan Kademangan Kepandak dari orangorang lain. Karena itu, maka ialah yang paling banyak berceritera tentang segala sesuatu
yang pernah dilihatnya. Namun setelah sekian lama mereka berbicara, Sindangsari masih belum juga datang
kembali diantara mereka: Tetapi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
perempuan-perempuan itu tidak menghiraukannya. Mereka menyangka bahwa
Sindangsari masih terlampau lelah,
sehingga ia tertidur atau berbaring di biliknya.
"Biar sajalah" berkata seorang perempuan tua "ia lelah sekali. Apalagi perutnya
yang sudah menjadi semakin besar.Ia memang perlu beristirahat"
Karena itu maka tidak seorangpun yang segera mengetahui, bahwa Sindangsari sudah tidak ada di dalam biliknya.
Ketika seorang perempuan yang menyediakan makan
Sindangsari itu kemudian masuk lagi ke dalam biliknya untuk mengambil sisa
makannya, ia terkejut. Makanan Sindangsari yang sudah disenduk di dalam mangkuk
masih belum dimakannya. Karena itu, maka iapun segera mencarinya ke pringgitan.
"Apakah Nyai Demang duduk disini?" perempuan itu
bertanya. "Ia ada di dalam biliknya" jawab ibu Sindangsari bersamaan dengan beberapa orang
perempuan lainnya. "Tidak ada. Aku baru saja masuk ke dalam bilik itu"
"O, barangkali ia ada di dapur"
"Juga tidak ada. Sejak tengah malam aku ada di dapur"
Ibu Sindangsari mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia berkata "Mungkin ia
sedang berada di pendapa atau di tempat-tempat lain"
"Tetapi NyaiDemang masih belum makan"
"Ia pergi ke dalam biliknya bersama Nyai Reksatani"
"Ya, akulah yang menyiapkan makan untuknya. Nasi sudah disenduk. Tetapi masih
belum dimakannya" "Bertanyalah kepada Nyai Reksatani"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Perempuan itupun kemudian pergi mencari Nyai Reksatani di dapur. Kepadanya ia
bertanya pula tentang Sindangsari.
Betapa dada Nyai Reksatani serasa pepat. Namun
kemudian ia menjawab "Ia berada di biliknya. Bukankah ia sedang makan" Dan
bukankah kau tadi yang menyediakan
makan buatnya" "Ya. Aku memang akan mengambil sisa makan itu. Tetapi nasi yang sudah disenduk
masih belum dimakannya"
"Ah, jangan berkhayal"
"Nyai tidak percaya"
Nyai Reksatani mengerutkan keningnya. Kemudian katanya kepada seorang perempuan
yang duduk di sampingnya "Lihatlah ke dalam bilik itu. Aku sedang mengukur kelapa.
Tanganku kotor sekali"
Perempuan itupun kemudian berdiri dari tempatnya dan
pergi ke dalam bilik Sindangsari bersama perempuan yang telah menyediakan makan
buatnya. "Nah, kau lihat?"
Perempuan itu mengerutkan keningnya. "Aneh sekali. Nasi yang sudah disenduk ke
dalam mangkuk itu ditinggalkannya begitu saja. Bukankah aku tidak mengigau atau
berkhayal atau mimpi?"
Perempuan itu mengangguk-anggukkan kepalanya, katanya
"Memang aneh sekali"
Keduanyapun kemudian bersama-sama kembali ke dapur
dan mengatakan apa yang mereka lihat kepada Nyai
Reksatani. Beberapa orang yang lain ikut pula mendengarkannya.
Hampir bersamaan mereka bergumam "Aneh sekali"
"Mari kita lihat" berkata Nyai Reksatani.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Merekapun kemudian bersama-sama pergi ke dalam bilik
Sindangsari. Yang mereka ketemukan di sana adalah
persediaan makan buat Nyai Demang. Nasi yang sudah
disenduk ke dalam mangkuk dan beberapa potong lauk sudah berada dimangkuk itu
pula. "Kemana mBok-ayu ini" desis Nyai Reksatani "tidak pantas nasi yang sudah
disenduk ditinggal begitu saja. Apakah ia berada di pringgitan?"
"Tidak. Aku sudah kesana"
"Di pendapa" "Aku belum melihatnya"
Nyai Reksatani sendiri kemudian pergi ke pringgitan untuk mencari Sindangsari.
Karena di pringgitan tidak ada, maka iapun kemudian bergumam "Apakah ia berada
di pendapa menemui tamu suaminya?"
"Marilah kita lihat" desis seseorang.
Nyai Reksatani termenung sejenak. Tetapi yang
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
direnungkan sama sekali bukan dimana Sindangsari berada, tetapi apakah orangorang yang melarikan Sindangsari sudah sampai tujuannya.
"Bagaimana Nyai" bertanya seseorang.
Nyai Reksatani tergagap. Ia sudah tidak dapat berusaha mengulur waktu lagi.
Karena itu maka iapun berkata "Marilah kita lihat, apakah ia berada di pendapa"
Nyai Reksatanipun kemudian pergi ke pendapa di kuti oleh ibu Sindangsari yang
menjadi sangat gelisah. "Tidak mungkin ia tidak dapat diketemukan" berkata Nyai Reksatani kepada ibu
Sindangsari. "Tetapi, bukankah ia meninggalkan nasi yang sudah di
senduk ke dalam mangkuk"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Memang aneh" Ketika mereka sampai di pendapa. Ki Demang mengerutkan keningnya. Ki
Reksatanipun kemudian bertanya "Siapakah yang kalian cari disini?"
"mBok-ayu" "He" sahut Ki Demang "bukankah ia ada di dalam?"
"Tidak ada" jawab ibu Sindangsari.
"Ah. Ia tidak ada disini. Cobalah cari di biliknya, di dapur atau barangkali ia
berada di pakiwan" "Kami sudah mencari kemana-mana. Semua orang sudah
mencarinya. Kecuali di pakiwan"
"Ia tentu mendengar kami ribut apabila ia berada di
pakiwan" berkata seorang perempuan yang lain.
Ki Jagabaya tidak mengucapkan sepatah katapun. Tetapi ia langsung berdiri.
Kemudian ia melangkah turun dan pergi ke pakiwan "Nyai Demang" ia berdesis.
Tidak ada yang menyahut. Tiba-tiba saja Ki Jagabayapun menjadi gelisah. Ketika ia kembali ke pendapa,
beberapa orang perempuan masih berdiri di tangga dengan wajah yang gelisah.
"Di pakiwanpun tidak ada" desis Ki Jagabaya.
"Aneh sekali. Apakah kalian sudah menjadi gila?"
Ki Demangpun kemudian berdiri pula di kuti oleh tamutamunya yang lain. Mereka yang sudah mengantukpun tiba-tiba tersadar dan
meloncat berdiri pula. Dengan tergesa-gesa Ki Demang masuk kepringgitan,
kemudian ke dalam bilik Sindangsari. Ia masih melihat nasi yang sudah disenduk,
lauk pauk dan kelengkapannya.
"Ia baru mulai makan" desisnya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Jagabaya yang mengikutinyapun memandang nasi yang
sudah berada di dalam mangkuk itu dengan dada yang
berdebar-debar. Bahkan tanpa sesadarnya ia telah menengok kebawah pembaringan.
"Ia tidak akan bersembunyi di sana" desis Ki Demang.
"Mungkin tanpa disengaja"
"Maksudmu, gangguan hantu atau roh halus yang jahat?"
Ki Jagabaya tidak menyahut. Tetapi wajahnya menjadi
tegang. Dalam pada itu, seluruh isi Kademangan menjadi gempar.
Nyai Reksatani berlari-larian hilir mudik di dalam rumah itu.
Demikian pula ibu Sindangsari dan bahkan Ki Demang telah menjelajahi setiap
sudut dan kemudian berpencaran di
halaman dengan obor di tangan.
Tetapi tidak seorangpun yang dapat menemukan Sindangsari, bahkan jejaknyapun tidak.
"Apakah Nyai Demang telah dibawa wewe?" bertanya
seseorang. "Hanya anak-anak sajalah yang sering dibawa oleh
kuntilanak" sahut yang lain.
"Tidak. Kadang-kadang orang tua-tuapun dibawanya.
Apalagi Nyai Demang sedang mengandung. Aku dengar ada kuntilanak yang sering
mencari perempuan yang sedang
mengandung. Ia mengharap bahwa apabila kelak anaknya
lahir, maka anak itu akan diambilnya. Kuntilanak itu takut kedahuluan oleh
kuntilanak yang lain apabila ia menunggu bayi itu lahir"
Yang lain tidak menyahut lagi. Mereka menjadi ngeri
membicarakan hal itu diantara mereka.
Dalam pada itu, perempuan tua yang menunggui dandang
penanak nasi, duduk sambil bertopang dagu. Ia Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menghubungkan peristiwa itu dengan mimpinya, dengan
jambangan yang pecah dan dengan keanehan-keanehan yang terjadi di dapur.
Ternyata kini Nyai Demang Kepandak, yang malam ini dirayakan karena kandungannya
yang sudah genap tujuh bulan itu tiba-tiba telah hilang begitu saja.
"Nyai Reksatani agaknya kurang percaya kepada makna
mimpi. Karena itu, ia tidak mengambil sikap untuk mencegah hal serupa ini
terjadi" desisnya. Sementara itu, semua orang menjadi bingung. Semua
orang diliputi oleh berbagai macam pertanyaan, dan semua orang dicengkam oleh
kecemasan. Beberapa orang tua-tua tidak sempat lagi berpikir panjang.
Mereka segera mencari beberapa helai penampi, pisau parang dan kelinting kerbau.
Dengan memukul semuanya itu beramai-ramai, dibarengi de-nf.an kentongankentongan kecil, mereka memanggil-manggil nama Nyai Demang di seluruh halaman
dan kebun belakang. Bahkan kemudian mereka meloncat
keluar pagar dan mencarinya di sepanjang padukuhan. Di rumpun-rumpun bambu, di
tikungan-tikungan dan di bawah pohon pohon besar.
Tetapi mereka tidak menemukan sesuatu.
Namun dalam pada itu, Ki Demang, Ki Jagabaya dan para bebahu Kademangan bersikap
lain. Bersama dengan Ki Reksatani mereka segera berbincang.
"Kita lihat rumah Pamot" tiba-tiba Ki Reksatani menggeram.
"Apakah ia sudah pulang?"
"Aku tidak tahu. Tetapi siapa tahu, ia pulang hari ini dan mBok-ayu lari
kepadanya" "Tidak mungkin" sahut Ki Demang "ia sudah kerasan disini"
"Maaf. Aku harus mencurigai setiap orang di dalam saat serupa ini. Bagaimana
pendapatmu Ki Jagabaya?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Marilah kita lihat" sahut Ki Jagabaya "Kalau ia ada di rumah, maka kita memang
perlu mencurigainya. Setidak-tidaknya ia memang sudah pulang"
"Belum seorangpun yang sudah pulang diantara mereka"
berkata Ki Kebayan. "Hampir sehari semalam Ki Kebayan ada di rumah ini"
sahut Ki Jagabaya. Ki Kebayan mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia
berkata "Baiklah. Supaya kita yakin, kita akan melihat rumah itu"
Demikianlah maka beberapa orang laki-laki segera
mempersiapkan diri. Ki Jagabaya yang merasa tersinggung karena peristiwa itu
berkata "Aku sendiri akan memimpin pencaharian ini"
Ki Reksatani menjadi berdebar-debar karenanya. Kalau Ki Jagabaya tidak menemukan
Sindangsari di rumah Pamot,
maka kemungkinan lain, Ki Jagabaya akan mencarinya ke rumah Manguri. Apabila
pada saat Ki Jagabaya datang ke rumah itu, Manguri tidak ada di rumah, maka anak
muda itu pasti akan dicurigai.
Karena itu, untuk meyakinkan dirinya pula, apakah ia aman atau tidak, Ki
Reksatanipun berkata "Aku ikut bersamamu Ki Jagabaya"
"Bagus" sahut Ki Jagabaya. Kemudian kepada Ki Demang ia berkata "Ki Demang
supaya tinggal saja di rumah. Apabila kemudian Nyai Demang diketemukan dimanapun
juga sebelum kami kembali, kami harap, Ki Demang menyuruh satu dua orang menyusul
kami" "Baikklah" "Supaya perjalanan kami cepat, kami akan berkuda"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ya. Cepatlah memberi kabar. Kalau perlu aku sendiri akan mencari dari rumah ke
rumah" geram Ki Demang.
Demikianlah maka Ki Jagabayapun kemudian menyiapkan
segala keperluannya, termasuk beberapa ekor kuda dan
senjata. Hilangnya Sindangsari dari halaman Kademangan merupakan lumpur yang
memercik di wajahnya. Ia ada di Kademangan pada saat itu, pada saat Nyai Demang
hilang dari rumahnya. "Kita harus menemukannya" ia menggeram "Nyai Demang
pasti belum lama hilang dari Kademangan. Nasinya masih berada di dalam
mangkuknya" Demikianlah maka dengan darah yang serasa mendidih di dadanya Ki Jagabaya
membawa sejumlah laki-laki berkuda meninggalkan halaman Kademangan, termasuk Ki
Reksatani. Sementara itu, perempuan-perempuan tua dan beberapa
orang laki-laki yang tidak lagi heran berlari diatas punggung kuda, masih
berusaha mencari Nyai Demang dengan bunyi-bunyian. Menyusup rumpun-rumpun bambu,
sudut-sudut padukuhan yang rimbun dan pinggir parit yang ditumbuhi empon-empon setinggi
orang. Di bawah sebatang pohon cangkring yang tua, beberapa
orang berteriak-teriak memanggil nama Sindangsari, tetapi tidak ada jawaban
apapun. Kemudian merekapun pergi ke sendang di bawah pohon Selikur yang berdaun
tujuh macam. Tetapi merekapun tidak menemukan seseorang meskipun
mereka tidak henti-hentinya memukul tetabuhan yang mereka bawa. Bahkan beberapa
orang justru menggigil karenanya, seolah-olah pohon Selikur yang besar itu
memandang mereka dengan matanya yang merah. Tangan-tangannya yang
berbelitan pada. batang pohonnya seakan-akan bergerak siap untuk menerkam.
Sampai fajar menyingsing di Timur, mereka sama sekali tidak menemukan apapun,
bahkan jejak Sindangsaripun tidak.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sementara itu, Ki Jagabaya bersama beberapa orang laki-laki berderap diatas
punggung-punggung kuda memecah
sepinya pagi. Orang-orang yang baru saja terbangun, telah dikejutkan oleh
gemeretak suara kaki kuda diatas batu-batu di jalan yang membelah padukuhan
mereka. Beberapa orang segera menjengukkan kepalanya. Tetapi
mereka tidak sempat melihat siapakah yang baru saja lewat di depan rumah mereka.
Dengan mulut yang terkatub rapat-rapat Ki Jagabaya
memacu kudanya seperti dikejar hantu. Dadanya yang pepat serasa ingin meledak.
Begitu beraninya orang-orang gila itu mengambil Nyai Demang dari hadapan
hidungnya dan hidung suaminya, Ki Demang di Kepandak yang hampir tidak ada
duanya di daerah Selatan ini, yang ditunggui pula oleh Ki Reksatani yang pernah
mendapat gelar Macan Luwe oleh
kawan-kawannya selagi mereka masih muda, karena Ki
Keksatani adalah seorang yang garang seperti seekor harimau, tetapi ia selalu
saja lapar. Setiap kali ia pergi ke Kademangan, ia pasti langsung pergi ke dapur
mencari makan, sehingga sampai saat tuanyapun Ki Demang masih selalu bertanya
kepadanya, apakah ia sudah makan.
Iring-iringan orang berkuda itu langsung menuju ke ke rumah Pamot yang masih
tertutup rapat. Seisi rumah itu terkejut bukan kepalang ketika mereka mendengar
derap kaki-kaki kuda memasuki halaman. Yang pertama-tama terlintas di kepalanya
adalah Pamot. Bagaimana dengan Pamot"
Dengan tergesa-gesa ayahnya berlari-lari membuka pintu.
Ia terkejut sejenak, ketika ia melihat di dalam keremangan cahaya pagi Ki
Jagabaya, Ki Kebayan dan beberapa orang lagi, termasuk Ki Reksatani.
Hampir tanpa disadarinya ayah Pamot bertanya "Apakah
kalian ingin memberikan kabar tentang anakku" Bagaimana dengan Pamot"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Jagabaya mengerutkan keningnya. Tetapi sejenak
kemudian ia bertanya dengan suara lantang "Dimana Pamot?"
Ayah Pamot menjadi bingung. Dengan suara yang tinggi ia bertanya pula "Siapakah
yang sebenarnya harus bertanya"
Aku atau kalian" Aku kira kalian datang setelah kalian mendengar berita tentang
anakku. Sekarang Ki Jagabaya justru bertanya dimana Pamot. Bukankah kita
bersama-sama tahu bahwa Pamot ikut di dalam pasukan yang menyerang Betawi
bersama seluruh kekuatan Mataram?"
Ki Jagabaya tidak segera menyahut. Ditatapnya wajah Ki Reksatani, Ki Kebayan dan
para bebahu padukuhan yang lain yang ikut serta bersamanya.
"Ki Jagabaya?" bertanya ayah Pamot "apakah yang
sebenarnya ingin Ki Jagabaya katakan" Apakah Ki Jagabaya ingin menyampaikan
berita yang paling jelek buat kami" Dan agar supaya kami tidak terkejut, Ki
Jagabaya mencoba mencari cara yang sebaik-baiknya untuk mengatakannya?"
Ki Jagabaya masih tetap berdiam diri. Justru ia menjadi agak bingung untuk
menjawab pertanyaan ayah Pamot yang datang beruntun.
"Ki Jagabaya" berkata ayah Pamot kemudian "sebaiknya Ki Jagabaya berkata
berterus terang. Apakah Ki Jagabaya sudah menerima pemberitahuan dari Mataram
bahwa anakku mati?" Ki Jagabaya mengerutkan keningnya. Namun dengan suara yang menghentak dari dalam
dadanya ia berkata "Aku mencari Pamot"
"Kenapa Ki Jagabaya mencari Pamot?" ayah Pamot menjadi semakin bingung "apakah
ia ternyata lari dari kesatuannya?"
Ki Jagabaya memandang ayah Pamot dengan sorot mata
yang semakin lama menjadi semakin lunak. Ia melihat
kejujuran pada wajah ayah Pamot, seorang petani yang
sederhana, yang pasti tidak akan mampu membohonginya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Jadi Pamot tidak pulang atau belum pulang?" la kemudian bertanya.
"Aku menunggu berita tentang anakku itu. Jadi bagaimana sebenarnya" Anak itu
mati atau lari atau apalagi yang lebih jahat" Membunuh, merampok atau apa?"
Ki Jagabaya menggelengkan kepalanya. Katanya "Baiklah kalau anakmu masih belum
pulang. Aku hanya ingin meyakinkan diri, apakah anak-anak kita memang belum
kembali dari medan" "Aku tidak mengerti" desis ayah Pamot "aku merasa,
sesuatu pasti terjadi. Tetapi Ki Jagabaya agaknya masih merahasiakannya"
"Tidak. Tidak apa-apa" jawab Ki Jagabaya "Punta dan yang lain lagi juga belum
ada di rumahnya" Ayah Pamot menarik nafas dalam-dalam. Tetapi kini
hatinya serasa tertusuk duri. Setiap tarikan nafas, bagaikan ujung duri itu
semakin dalam menghunjam masuk ke dalam jaringan hatinya.
"Baiklah, aku akan melanjutkan perjalanan"
"Kemana?" Ki Jagabaya menjadi bingung sejenak. Namun kemudian ia menjawab "Keliling
Kademangan" Ketika Ki Jagabaya sudah siap meninggalkkan halaman itu, ayah Pamot mendekatnya
sambil berdesis "Perasaanku telah terguncang Ki Jagabaya. Aku memang bukan orang
yang pandai, tetapi kadang-kadang secara naluriah aku merasa bahwa sesuatu telah atau
akan terjadi. Adalah tidak biasa terjadi, Ki Jagabaya bersama beberapa orang
bebahu dan para pengawal di pagi-pagi buta berderap berkeliling
Kademangan diatas punggung kuda seperti sepasukan prajurit yang pergi berperang"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau benar" sahut Ki Jagabaya "aku sendiri merasa aneh atas perbutan kami ini.
Tetapi apaboleh buat. Kalau kau ingin juga tahu, maka sebentar lagi kau pasti
akan tahu, apakah alasan kami datang kemari untuk meyakinkan bahwa Pamot memang
belum kembali hari ini"
"Jadi Ki Jagabaya berteka-teki?"
"Tidak. Tetapi aku tidak perlu mengatakannya, sekarang aku minta diri"
Ki Jagabaya tidak mununggu jawaban. Iapun segera
memacu kudanya meninggalkan halaman rumah Pamot, di kuti oleh orang-orang lain
yang bersamanya mencari sindangsari.
"Kemana kita sekarang?" bertanya salah seorang pengikutnya. "Masih ada seorang yang pantas kita curigai. Manguri"
Dada Ki Reksatani menjadi berdebar-debar. Ia memacu
kudanya lebih cepat sehingga ia berada di samping Ki
Jagabaya "Kita pergi ke rumah Manguri sekarang?" ia bertanya.
"Ya" "Apakah mungkin ia melakukannya?"
"Mungkin sekali. Ia jauh lebih kasar dari Pamot.
"Tetapi kalau ia berniat untuk mengambil, kenapa ia
menunggu sampai hari ini, sampai kandungan mBok-ayu
Sindangsari genap berumur tujuh bulan?"
"Aku tidak sempat mempertimbangkannya sekarang. Aku
mencurigainya dan aku akan melihat rumiahnya, apakah ia menyembunyikannya di
rumahnya" "Kita akan membuang buang waktu. Lebih baik kita
berpencar dan mencari jejak di seluruh Kademangan"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Terserah. Tetapi aku akan pergi ke rumah Manguri.
Memang agak kurang meyakinkan bahwa ia menunggu justru ketika di rumah Ki Demang
sedang banyak orang, termasuk Ki Reksatani dan para bebahu. Tetapi mungkin ia
menganggap, justru di dalam kesibukan itulah semua orang menjadi lengah"
Ki Reksatani tidak dapat mencegahnya lagi. Karena itu ia merasa wajib untuk ikut
serta bersama Ki jagabaya. Mungkin apabila perlu ia dapat mengambil tindakan
secepat-cepatnya. Tanpa disadarinya, Ki Reksatani meraba kerisnya. Keris yang dipakai sebagai
pakaian kebesarannya dalam peralatan di rumah kakaknya. Tetapi keris itu adalah
sebuah keris pusaka yang dapat diandalkannya.
Kalau Ki Jagabaya menemukan jejak sindangsari di rumah Manguri, maka anak itu
harus segera dibungkam untuk
selama-lamanya" katanya di dalam hati "kalau tidak, anak itu memang cukup
berbahaya bagiku. Aku mempunyai alasan
yang cukup untuk menikamnya tanpa menunggu keputusan
kakang Demang. Semua orang pasti menyangka aku
kehilangan kesabaran, dan membunuhnya dengan sertamerta" Namun kemudian tumbuh pertanyaan "Lalu bagaimana
dengan perempuan itu" Ia kini pasti menyadari, bahwa
isteriku telah menjerumuskannya. Ia akan dapat banyak berbicara"
Ki Reksatani menggeretakkan giginya, di dalam hati ia menggeram "Persetan. Aku
tahu dimana perempuan itu
disembunyikan. Sudah tentu aku tidak akan dapat membunuhnya di hadapan orang-orang yang mencarinnya.
Kami memang harus berpencar dan tidak boleh seorangpun yang tahu, bahwa aku
telah membunuhnya" Sejenak kemudian derap kaki-kaki kuda itu menjadi
semakin dekat dengan padukuhan Gemulung. Merekapun
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
langsung berpacu ke rumah seorang pedagang ternak yang kaya-raya.
Semakin dekat mereka itu ke rumah Manguri, maka dada Ki Reksatani menjadi
semakin berdebar-debar. Ia tidak dapat membayangkan apa yang sedang dilakukan
oleh Manguri saat itu. Apakah ia tidak berada di rumahnya karena ia sedang
menyembunyikan Sindangsari atau justru ia membawa
sindangsari ke rumahnya sebelum disembunyikannya.
"Mudah-mudahan anak itu bukan anak yang dungu atau
gila sama sekali. Ia harus menyembunyikan Sindangsari itu.
Tidak seharusnya ia membawanya pulang apapun alasannya"
katanya di dalam hati. Sejenak kemudian, rombongan orang-orang berkuda itupun telah memasuki regol
rumah pedagang kaya yang luas dan bersih itu. Beberapa orang pelayan menjadi
terkejut karenanya. Mereka yang sedang membersihkan halaman
berlari-lari ke belakang, sedang mereka yang sedang menimba airpun terpaksa
berhenti karenanya. Ki Reksatani yang sangat cemas merasa sedikit tenang
ketika ia melihat Lamat yang berdiri di depan kandang sambil menjinjing kapak.
Di bawah kakinya beberapa potong kayu sudah terbelah kecil-kecil
"He, dimana Manguri" terdengar suara Ki Jagabaya tegas.
Lamat menyandarkan kapaknya pada dinding kandang.
Perlahan-lahan ia melangkah mendekati orang-orang berkuda yang tidak juga mau
turun meskipun mereka sudah berhenti di halaman.
"Dimana Manguri?" bertanya Ki Jagabaya.
"Ia ada di dalam Ki Jagabaya" jawab Lamat sareh.
"Benar ia ada di rumah?"
"Ya. Ia ada di rumah"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Apakah semalam ia ada di rumah?"
"Ya, semalam ia ada di rumah. Kenapa?"
Ki Jagabaya mengerutkan keningnya. Lalu "Panggil anak itu kemari"
"Ia barangkali masih tidur"
"Kenapa ia masih tidur sesiang ini?"
"Bagi Manguri, hari masih terlampau pagi. Ia biasa bangun setelah nasi masak"
jawab Lamat. "Panggil ia sekarang"
Lamat mengerutkan keningnya. Namun kemudian iapun
mengangguk sambil menjawab "Baiklah. Aku akan memanggilnya" "Apakah ayahnya juga ada di rumah?"
"Sudah tiga atau empat hari ini ia pergi mengantar ternak"
"Kemana?" Lamat menggelengkan kepalanya "A ku tidak tahu"
"Kenapa kau tidak tahu?"
Lamat termangu-mangu sejenak. Lalu "Ki Jagabaya tahu, aku seorang pelayan
disini. Apakah aku harus mengetahui apa yang dilakukan oleh tuanku?"
Ki Jagabaya mengangguk-anggukkan kepalanya "Baik.
Sekarang panggil Manguri cepat. Ia tidak boleh berbuat sesuatu yang dapat
menumbuhkan kecurigaanku"
Lamat menganggukkan kepalanya sambil menjawab "Aku
akan memanggilnya" Lamatpun kemudian meninggalkan orang-orang berkuda itu di halaman depan. Namun
agaknya Ki Jagabaya tidak
mempercayai isi rumah itu, sehingga perintahnya kepada orang-orangnya "Awasi
semua sudut, aku tidak mau
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
seorangpun ada yang meninggalkan halaman rumah ini
sebelum aku selesai"
Beberapa orangpun kemudian berpencar di sekitar rumah yang besar itu, di halaman
yang luas di depan dan di
belakang. Sambil menggosok matanya Manguri keluar dari pembaringannya. Ia masih sempat berbisik kepada Lamat
"Jadi, inilah agaknya kenapa ayah dengan tergesa-gesa menyuruh kita segera
pulang. Ternyata perhitungan ayah tepat. Mereka segera datang ke rumah untuk
mencari aku" Karena Manguri benar-benar telah tertidur maka matanyapun menjadi merah, sekali-kali ia menguap "Aku benar-benar tertidur"
desisnya "apa jawabku kalau mereka bertanya, kenapa aku masih tidur sampai saat
begini?" "Aku sudah mengatakan, bahwa setiap hari kau bangun
pada saat nasi masak. Merekapun bertanya tentang ayahnu.
Aku katakan bahwa ayahmu pergi sejak tiga hari yang lalu"
"Bagaimana kalau mereka bertanya kepada ibu?"
"Aku akan memberitahukannya"
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian
perlahan-lahan ia berjalan keluar sambil menunggu Lamat yang singgah sejenak di
bilik ibunya. Ibu Manguri menjadi termangu-mangu sejenak. Namun
Lamat berkata "Demi keselamatannya"
"Ibu Manguri menganggukkan kepalanya "Baiklah"
Kepada seorang Pelayan yang sedang membersihkan ruang dalampun Lamat berpesan,
agar semua orang diberitahukan, bahwa ayah Manguri dianggap pergi sejak tiga
hari yang lalu. "Kenapa?" bertanya pelayan itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kita malas untuk mencari kemana ia pergi. Jawaban itu akan segera menutup
kemungkinan agar kita mencarinya"
Pelayan itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Iapun
kemudian pergi keluar menemui orang-orang vang berkumpul di dapur sambil
memperbincangkan orang berkuda yang
dipimpin oleh Ki Jagabaya sendiri.
"Jangan lupa. Kalau orang-orang itu bertanya, jawablah, bahwa tuan kita telah
pergi mengantar ternak sejak tiga hari yang lalu"
Sejenak kemudian Lamatpun telah mengantar Manguri
keluar rumahnya. Namun demikian Manguri masih juga
berdebar-debar. Ketika ia turun tangga pendapa rumahnya, dadanya berdesir ketika
ia melihat Ki Reksatani ada diantara mereka.
"Apakah Ki Reksatani akan berkhianat?" pertanyaan itu membersit pula di hatinya.
Tetapi ia menggelengkan kepalanya sambil berkata "Tentu tidak. Ia juga berkepentingan. Bahkan berkepentingan sekali buat masa depannya"
"Manguri" berkata Ki Jagabaya kemudian dengan suara
yang lantang "apa benar kau semalaman ada di rumah"
Debar jantung Manguri serasa menjadi semakin cepat. Ia melihat wajah Ki Jagabaya
yang tegang dan seakan-akan menyalakan kemarahannya di dadanya.
"Benar?" desak Ki Jagabaya.
"Ya Ki Jagabaya, semalaman aku di rumah. Kenapa"
"Kau tidak pergi sama sekali?"
Manguri menggelengkan kepalanya "Tidak. Aku ada di
rumah" "Kau dapat membuktikan?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Manguri mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia
bertanya "Bagaimana caranya agar dapat membuktikan bahwa aku semalaman di rumah"
"Terserah kepadamu. Apa saja, asal kau dapat meyakinkan kami bahwa kau semalaman
memang berada di rumah"
Manguri tidak segera menyahut. Ditatapnya wajah-wajah yang tegang dari orangorang berkuda itu. Bahkan dilihatnya beberapa orang yang berpencaran di
halamannya, seakan-akan mereka sedang mengepung musuh di peperangan.
"Cepat. Buktikan bahwa kau memang ada di rumah"
Ki Jagabaya dan orang-orang berkuda itu serentak
berpaling ketika mereka mendengar suara dari pintu butulan
"Ia berada di rumah semalaman"
Ki Jagabaya menjadi semakin tegang, seorang perempuan berdiri di muka pintu
butulan. Orang itu adalah ibu Manguri.
"Kau tahu benar bahwa ia semalaman ada di rumah?"
bertanya Ki Jagabaya kepada ibu Manguri.
"Aku tahu benar bahwa ia ada di rumah. Kami makan
bersama-sama, kemudian aku melihat ia pergi ke biliknya. Aku masih menegurnya
ketika hampir tengah malam ia masih juga membaca kidung dengan keras"
"Sesuatu itu?" "Anak itu pergi ke pembaringan"
Ki Jagabaya mengerutkan keningnya. Sebelum ia mengucapkan pertanyaan-pertanyaan lagi Ki Reksatanilah yang mendahuluinya "Benar
begitu Manguri?" Manguri mengangguk "Ya. Benar begitu"
"Itukah sebabnya kau bangun terlampau siang pagi ini?"
"Aku biasa bangun siang. Aku tidak mempunyai pekerjaan apapun di pagi hari
sambil menunggu nasi masak"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian kepada Lamat
ia bertanya "Kaupun ada di rumah
semalaman?" "Aku hampir tidak pernah keluar halaman ini. Apalagi
malam hari" Sejenak Ki Reksatani memandang wajah Ki Jagabaya
kemudian wajah-wajah yang tegang di sekelilingnya.
"Dimana ayahmu?" tiba-tiba Ki Jagabaya bertanya.
"Ia pergi mengantarkan ternak keluar daerah"
"Kemana?" "Ayah tidak pernah membicarakannya dengan siapapun di rumah ini. Kadang-kadang
dengan ibu, tetapi kadang-kadang juga tidak"
Ki Jagabaya berpaling kepada ibu Manguri -Benar begitu?"
"Ya. Suamiku jarang sekali mempersoalkan pekerjaannya di rumah. Katanya,
persoalan itu adalah persoalannya. Persoalan laki-laki. Ia hanya memberi uang
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk keperluan rumah tangga ini secukupnya"
Ki Jagabaya mengerutkan keningnya. Tetapi agaknya ia
masih, belum mempercayai seluruh keterangan itu. Karena itu maka tiba-tiba ia
berkata "Aku akan melihat seisi rumah ini"
"Ada apa sebenarnya?" bertanya Manguri.
"Aku ingin melihat apakah tidak ada sesuatu yang
mencurigakan disini"
"Ya, tetapi apa alasan kalian menggeledahi rumah ini. Ayah yang memiliki rumah
ini sedang tidak ada di rumah.
Seharusnya kalian menunggu sampai ayah pulang"
"Aku tidak dapat menunda lagi" kemudian kepada orangorangnya Ki Jagabaya memberikan perintah "lihatlah isi rumah ini. Apakah ia ada
di dalamnya" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Coba, sebutkan apa yang kalian cari. Kalau kalian
mengatakan apa yang kalian cari, barangkali kalian tidak perlu menggeledah rumah
ini" berkata ibu Manguri "kalau kami tahu apa yang kalian cari, dan ternyata
yang kalian cari itu memang ada di rumah ini, kami akan menunjukkannya"
Ki Jagabaya mengerutkan keningnya. Yang menyahut
adalah Ki Reksatani "Seandainya ada, kalian pasti tidak akan berterus terang"
"Apakah kalian menuduh kami telah merampok dan
menyembunyikan barang-barang rampokan itu di rumah ini?"
Ki Jagabaya menjadi ragu-ragu.
"Apakah kalian sangka bahwa kami akan kelaparan apabila kami tidak merampok"
Apakah kalian sangka bahwa hidup kami telah begitu sengsara sehingga kami harus
mencari nafkah dengan cara yang menakutkan itu?"
"Kami tidak menuduh kalian merampok. Kami tidak mencari barang rampokan di rumah
ini" "Apa yang kalian cari. Kalau kalian tidak mau mengatakan kami, seisi rumah ini
menyatakan keberatan bahwa rumah kami akan kalian periksa"
"Kau tidak dapat menyatakan keberatan itu terhadapku.
Terhadap Jagabaya Kademangan Kepandak. Aku berhak
berbuat apa saja untuk ketenteraman Kademangan ini"
"Tetapi Ki Jagabaya tidak boleh menyalah gunakan
wewenang itu" "Aku tidak menyalah gunakannya sekarang"
"Kalau begitu beritahu, apakah yang kalian cari"
Ki Jagabaya masih juga ragu-ragu sejenak. Namun
kemudian ia berkata "Kami mencari Sindangsari, Nyai
Demang" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"He?" Manguri pura-pura terkejut "kalian mencari Nyai Demang di rumah ini"
Alasan apakah yang telah mendorong kalian berbuat demikian" Apakah kalian sangka
bahwa Nyai Demang itu lari dan bersembunyi disini?"
Ki Jagabaya tidak menyahut lagi. Tetapi ia mengulangi perintahnya "Cari di
seluruh bagian rumah dan halaman"
Manguri menarik nafas dalam-dalam.
Tetapi ketika ia akan melangkah meninggalkan tempat itu, Ki Reksatani berkata
"Kau tidak boleh pergi. Kau tetap disini"
Manguri berpaling memandanginya. Namun kemudian ia
mengangguk "Baiklah. Aku akan tetap disini. Tetapi apakah kalian menjamin bahwa
tidak ada barang-barangku yang akan hilang?"
Ki Jagabaya memandang Manguri dengan sorot mata yang
tajam "Kau mencurigai kami, para petugas?"
"Bukan Ki Jagabaya. Aku percaya kepada Ki Jagabaya.
Tetapi bagaimana dengan orang-orang lain itu"
"Aku akan mengawasinya. Biarlah ibumu ikut mengawasinya pula. Tetapi kau tetap disini dengan Ki
Reksatani" Ki Jagabaya itupun kemudian meloncat dari punggung
kudanya, untuk memimpin orang-orangnya mencari Sindangsari di dalam rumah itu. Sementara Ki Reksatani yang kemudian meloncat
turun pula dari kudanya, tetap tinggal di tempatnya bersama Manguri dan Lamat.
Ketika Ki Jagabaya dan orang-orangnya sudah meninggalkan Ki Reksatani, maka Ki Reksatanipun berbisik
"Apakah perempuan itu ada di rumah ini?"
Manguri tersenyum sambil menggeleng "Aku bukan anak
gila seperti yang kau sangka"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani menarik nafas dalam-dalam. Iapun menjadi berlega hati, bahwa
perempuan yang dicari itu tidak ada disini.
"Di mana kau sembunyikan?" bertanya Ki Reksatani pula.
"Di tempat yang sudah aku tentukan"
"Hati-hatilah. Agaknya Kakang Demang menjadi sangat
tersinggung. Juga Ki Jagabaya yang dungu itu. Mungkin mereka akan mencari Nyai
Demang dari rumah ke rumah.
Kami baru saja pergi ke rumah Pamot. Tetapi Pamot masih belum pulang"
Manguri tertawa kecil. Katanya "Ki Demang benar-benar menjadi kebingungan.
Tetapi percayalah bahwa Ki Demang tidak akan dengan mudah dapat menemukan
perempuan itu. "Ingat, kalau perempuan itu dapat diketemukan, maka
taruhannya adalah leher kita. Aku kau dan Lamat dan mungkin juga ayahmu dan
isteriku" "Aku mengerti" "Atau kademangan ini dilanda oleh perang diantara kita.
Apabila demikian kita harus menyusun alasan, yang akan kita pertanggung jawabkan
kepada pimpinan pemerintahan di
Mataram" "Itu urusanmu" "Aku tahu, karena akulah yang akan menjadi orang yang paling berkuasa di
Kademangan ini. Aku dapat berbuat apapun sekehendak hatiku seperti kakang Demang
sekarang. Kawin enam kali, dan apapun juga"
"Dan apakah yang akan kau lakukan" Kau akan kawin lagi sampai enam kali?"
"Ah, tentu tidak"
"Lalu apa?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Jangan kita percakapkan sekarang. Kau harus tatap
seperti keadaanmu semula. Aku tetap mengawasi, kau dan Lamat" KiReksatani
berhenti sejenak, lalu "lihat, mereka sudah memasuki rumahmu"
"Ibu akan mengawasi mereka"
Demikianlah maka orang-orang yang datang berwarna Ki
Jagabaya itupun memerik setiap sudut rumah dan halaman Manguri. Setiap gerumbul,
kandang-kandang ternak yang berserakan telah dimasuki. Dapur dan bahkan pakiwan.
Kini mereka memasuki rumah di bawah pengawasan Ki Jagabaya dan ibu Manguri.
Dengan teliti mereka memeriksa semua ruangan. Bahkan di dalam kolong pembaringan
dan amben di ruang dalam. Di balik gleleg dan disentong-sentong.
Tetapi mereka tidak menemukan siapapun juga. Tidak ada seorangpun juga yang
bersembunyi di rumah itu. Yang ada hanyalah para pembantu dan pelayan. Pekatik
dan gamer serta mereka yang tinggal di rumah Itu. Beberapa orang yang kemudian
berkumpul di pringgitan menggelengkan kepalanya sambil berkata kepada Ki
Jagabaya "Tidak kami ketemukan di rumah Ini Ki.Jagabaya"
Ki Jagabaya tidak segera menjawab. Tetapi ia menjadi
ragu-ragu atas dugaannya. Ia semula menyangka bahwa
Sindangsari pasti telah diambil oleh seseorang. Atas
persetujuannya sendiri atau tidak. Tetapi dua orang yang paling dicurigai
ternyata sama sekali tidak memberikan kesan apapun, bahwa merekalah yang telah
melakukannya. Bagi Ki Jagabaya Pamot jelas masih belum kembali. Sedang kini, mereka telah
menggeledah rumah Manguri, mereka sama sekali tidak menemukan apa-apa.
"Gila" geram Ki Jagabaya "apakah benar pikiran
perempuan-perempuan tua, Sindangsari dibawa hantu" Tetapi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
alangkah malunya, apabila aku tidak dapat menemukannya hidup atau mati. Dibawa
hantu atau dibawa siapapun juga"
Tetapi Ki Jagabaya tidak dapat melepaskan kenyataan yang dihadapinya. Sulitlah
untuk tidak percaya, bahwa Manguri memang tidak pergi kemanapun juga semalam.
Beberapa keterangan yang didengarnya memang telah meyakinkannya bahwa Sindangsari tidak
akan dapat diketemukan di rumah ini.
Keterangan yang meyakinkan mengatakan bahwa semalam
Manguri ada di rumah. "Kalau begitu bagaimana?" pertanyaan itulah yang
berputar-putar di kepala Ki Jagabaya.
"Apakah aku pulang dengan tangan hampa, atau aku harus menjelajahi seluruh
Kademangan ini?" Pertanyaan itu melonjak-lonjak di dalam dada Ki Jagabaya, sehingga justru ia
sejenak menjadi kebingungan.
Di luar Manguri dan Lamat duduk di tangga pendapa
ditunggui oleh Ki Reksatani yang berjalan mondar mandir sambil menyilangkan
tangannya di dadanya. Ia merasa sedikit tenang karena Sindangsari memang tidak
ada di rumah itu. Tetapi apabila nanti Ki Demang sendiri yang merasa sangat tersinggung itu
menyebar orang-orangnya dan memasuki
setiap rumah, maka sudah pasti rumah yang terpencil itu akan didatangi juga.
Apalagi kalau Ki Demang atau Ki Jagabaya mengetahui bahwa rumah itu adalah rumah
ayah Manguri. Tiba-tiba Ki Reksatani itu berhenti sejenak sambil berbisik
"Dimana ayahmu sebenarnya?"
"Kenapa?" bertanya Manguri.
"Aku ingin tahu"
"Kau memerlukan ibu?"
"Persetan. Aku tidak sempat. Jangan gila"
"Ayah menunggui perempuan itu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani mengerutkan keningnya "Maksudmu menunggui Sindangsari?"
Manguri menganggukkan kepalanya.
Ki Reksatani berdesis "Ayahmu sudah merestuimu. Seorang ayah yang membantu
anaknya berbuat kejahatan"
Manguri tersenyum. Dipandanginya wajah Ki Reksatani
yang tegang. Katanya kemudian "Tetapi itu lebih baik.
Bagaimanapun juga seorang ayah menginginkan anaknya
mendapatkan apa yang dicita-citakan. Seperti kau juga bercita-cita untuk
keturunanmu kelak, meskipun kau harus mengkhianati kakakmu sendiri"
"Kau memang anak gila"
Manguri tidak menyahut. Ia masih duduk di tangga
pendapa rumahnya, dan di bibirnya masih terbayang sebuah senyuman. Namun Ki
Reksatani sudah tidak menghiraukannya lagi. Kini ia berjalan lagi hilir mudik di
halaman sambil menyilangkan tangannya di dada.
Dalam pada itu Lamat duduk sambil menundukkan
kepalanya. Terbayang di kepalanya suatu perbuatan yang keji yang kini tengah
berlangsung di Kademangan Kepandak. Ia sadar, bahwa apabila kali ini mereka
berhasil, maka tindakan mereka pasti akan merembet kepada pengkhianatan yang
lebih berani. Bukan sekedar membunuh Sindangsari, tetapi pasti Ki Demang
sendiri. Ki Reksatani pasti masih memperhitungkan bahwa Ki Demang akan segera kawin lagi dan kemungkinan untuk
menumbuhkan keturunan telah
dilihatnya kini, meskipun Lamat sendiri yakin, bahwa
keturunan itu sama sekali bukan keturunan Ki Demang seperti yang telah terjadi
bahwa kelima isterinya yang terdahulu tidak dapat melahirkan seorang anakpun.
Lamat tahu dengan pasti, hubungan yang tidak terkekang lagi antara perempuan
yang kini menjadi Nyai Demang itu dengan Pamot.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Jagabaya mengerutkan keningnya "Namun dengan suara yang menghentak dari dalam
dadanya la berkata "aku mencari Pamot"
Tetapi Lamat tidak mengerti seluruhnya, hubungan vang sebenarnya antara
Sindangsari dan suaminya itu, seperti juga setiap orang tidak akan dapat
mengetahui keseluruhan dari orang lain. Lamat tidak tahu, bahwa Sindangsari
telah mengatakan berterus terang kepada suaminya, meskipun
hampir saja nyawanya dikorbankannya.
Sejenak kemudian Lamat mengangkat wajahnya ketika ia
mendengar Ki Reksatani berkata kepada Manguri perlahan-lahan "Kau harus
mempertimbangkan tempat itu baik-baik.
Kakang Demang pasti akan mencari sampai ke tempat yang kau pergunakan untuk
menyembunyikan perempuan itu.
Apalagi apabila ia mengetahui bahwa gubug itu milikmu"
Manguri menganggukkan kepalanya.
"Kau harus memberitahukan pula kepada ayahmu, bahwa
ia harus tidak menampakkan diri untuk beberapa hari kalau ia memang ingin
membantumu" Sekali lagi Manguri menganggukkan kepalanya.
"Nah, sepeninggal kami, kau tahu apa yang harus kau
lakukan. Kau harus cepat-cepat menghubungi ayahmu dan menyingkirkan Sindangsari"
"Ia akan aman di tempat itu"
"Kau bodoh" berkata Ki Reksatani sambil memandang
Manguri tajam-tajam "Ki Jagabaya seolah-olah sudah menjadi gila, seperti kakang
Demang sendiri" Manguri tidak menyahut. Tetapi kata-kata Ki Ueksatani itu masuk diakalnya juga.
Ki Jagabaya pasti akan menggeledah semua rumah
yang mungkin dipergunakannya untuk menyembunyikan Sindangsari.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sejenak kemudian, maka Ki Jagabaya beserta beberapa
orang telah keluar dari pringgitan. Dengan hati yang tegang Ki Jagabaya berkata
kepada Manguri "Aku tidak menemukannya di rumah ini Manguri"
Manguri yang kemudian berdiri menyahut "Ki Jagabaya.
Buat apa sebenarnya Ki Jagabaya mencari seorang perempuan yang sedang mengandung
ke rumah ini" Aku tidak ingkar bahwa aku pernah tergila-gila kepada perempuan
itu. Dan aku tidak ingkar bahwa aku memang seorang yang banyak
berhubungan dengan perempuan. Tetapi justru karena itu, apakah aku masih juga
menghendaki seorang perempuan,
suami orang lain, apalagi suami Ki Demang yang sudah
mengandung tujuh bulan?"
Ki Jagabaya mengerutkan keningnya. Tetapi ia menjawab
"Aku wajib mencurigai setiap orang. Bahkan orang-orang yang belum pernah
berhubungan dengan Sindangsari sekalipun"
Manguri mengangkat bahunya "Terserahlah. Tetapi Ki
Jagabaya sudah mengetahui, apa yang ada di rumah ini"
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau tidak usah banyak memberikan tanggapan" bentak Ki Reksatani tiba-tiba "Ki
Jagabaya dan kami semuanya pasti tidak akan dapat menganggap bahwa kata-katamu
itu keluar dari hatimu yang jujur" namun suara Ki Reksatani kemudian merendah
"tetapi kita memang tidak menemukannya disini"
Ki Jagabaya memandang. Ki Reksatani dan Manguri
berganti ganti. Namun seolah-olah tanpa disadarinya iapun bergumam pula "Ya,
kita memang tidak menemukannya disini"
"Lalu, kemana kita sekarang?" bertanya Ki Reksatani.
Ki Jagabaya termenung sejenak. Ia menjadi bingung,
kemana ia harus mencari. "Kita kembali ke Kademangan" berkata Ki Reksatani "Kita minta pertimbangan Ki
Demang. Sejak kita mendengar mBokayu hilang, kita belum pernah
memperbincangkannya dengan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bersungguh-sungguh. Kita tergesa-gesa meengambil sikap dan berpacu diatas
punggung kuda. Kini kita harus bertindak dengan pertimbangan yang matang, agar
kita tidak sia-sia saja melakukan sesuatu"
Ki Jagabaya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Baiklah" katanya "kita kembali ke Kademangan. Kita akan memperhitungkan langkah
selanjutnya" Ki Reksatani memandang Manguri sejenak. Kemudian
ditatapnya kepala Lamat yang botak yang tidak tertutup oleh ikat kepalanya.
Sementara Lamat masih saja tetap duduk di tempatnya.
Ki Jagabayapun memandang Lamat sejenak. Ia mempunyai
tanggapan yang lain terhadap raksasa itu, karena Pamot pernah datang
menghadapnya bersama dengan Punta dan
mengatakan serba sedikit tentang raksasa yang berwajah sekasar batu padas itu.
"Marilah" tiba-tiba ia berdesis "kita segera menghadap Ki Demang"
Ki Jagabaya di kuti oleh orang-orangnyapun kemudian
melangkah menuju ke kuda masing-masing. Ki Keksatanipun kemudian meninggalkan
Manguri sambil berkata lantang
"tetapi kami masih akan tetap mengawasi setiap orang yang kami curigai. Terutama
kau dan Pamot. Meskipun Pamot
masih belum pulang, siapa tahu, ia berbuat lebih licik lagi"
Manguri memandang Ki Reksatani sejenak, lalu "Kalau
kalian masih belum puas, pintu rumah kami selalu terbuka.
Aku kelak akan mengatakan kepada ayah, bahwa kalian telah berkenan mengunjungi
rumah kami" "Persetan" bentak Ki Reksatani sambil meloncat ke
punggung kudanya. Ki Jagabayapun kemudian meninggalkan halaman ramah
itu di kuti oleh Ki Reksatani dan kawannya. Ketika mereka
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berderap di sepanjang jalan padukuhan, mereka merasa
bahwa berpuluh-puluh pasang mata rakyat Gemulung
menatap iring-iringan itu dengan hati vang cemas. Beberapa orang berkerumun di
balik regol-regol halaman sambil
berbincang. Kemudian mereka mulai menduga-duga, karena mereka masih belum tahu
pasti apa yang telah terjadi
sebenarnya. "Apakah yang telah terjadi?" bertanya seorang laki-laki tua kepada anaknya yang
baru mengintip iring-iringan itu dari balik pintu regol halaman rumahnya.
"Entahlah ayah" jawab anaknya "Aku tidak tahu. Tetangga-tetanggapun masih belum
ada yang tahu, apa yang sebenarnya telah terjadi.
Laki-laki itu menjadi semakin cemas. Katanya kepada
anaknya "Tinggal sajalah di rumah hari ini. Hatiku menjadi berdebar-debar.
Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu di Kademangan dan apalagi di padukuhan ini"
Anaknya tidak menyahut. Tetapi iapun menjadi berdebardebar pula. Meskipun
demikian anaknya berkata "Aku harus pergi ke sawah ayah. Hari ini kami mendapat
giliran air" "Jangan hiraukan air itu. Kita belum tahu, apakah yang sebenarnya sudah terjadi"
"Tetapi, di musim kering serupa ini, kita harus mempergunakan air sebaik-baiknya. Kalau kita kehilangan kesempatan sehari ini,
tanaman kita di sawah akan layu dan bahkan mungkin sebagian akan mati. Kasihan
ayah. Kasihan tanaman yang sedang tumbuh itu dan kasihan kita semuanya kalau
kita tidak dapat menuai di musim yang kacau ini"
Ayahnya mengerutkan keningnya. Katanya kemudian "Kita akan segera mengetahui
apakah yang sebenarnya sudah
terjadi" Anak laki-lakinya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Namun ternyata mereka tidak usah menunggu terlampau
lama. Berita tentang hilangnya Nyai Demang di Kepandak segera tersebar keseluruh
Padukuhan Gemulung, dan bahkan keseluruh Kademangan Kepandak
Sementara itu, perempuan dan laki-laki tua di Kademangan masih sibuk mencari
Nyai Demang dengan cara mereka.
Mereka tetap menganggap bahwa Nyai Demang di Kepandak telah dibawa oleh hantuhantu atau kuntilanak yang akan memeliharanya sampai anaknya kelak lahir.
"Kita cari sampai ketemu" desis seorang perempuan tua.
"Tidak ada tempat yang kita lampaui di sekitar
Kademangan ini. Tetapi kita tidak menemukannya" sahut yang lain.
"Kita tidak hanya sekedar mencari di sekitar Kademangan.
Kita cari Nyai Demang sampai keluar Kademangan. Kita minta beberapa orang lakilaki untuk mencarinya ke Gunung Sepikul, Kelokan Kali Praga dan bahkan sampai ke
Pandan Segegek, di pasisir Selatan"
Kawannya berbicara mengangguk-anggukkan kepalanya.
Katanya kemudian "Kita bilang saja kepada Nyai Reksatani"
Perempuan tua itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Merekapun kemudian kembali ke Kademangan untuk menyampaikan maksud mereka, mencari Nyai Demang sampai keluar Kademangan
Kepandak. Hampir bersamaan, perempuan dan orang tua yang
kembali ke Kademangan dengan rombongan Ki Jagabaya yang memasuki halaman dengan
tergesa-gesa. Mereka segera
berloncatan dari punggung kuda masing-masing dan langsung naik ke Pendapa
mendapatkan Ki Demang yang menjadi
semakin gelisah. "Bagaimana?" Ki Demang bertanya dengan serta merta.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kami belum menemukannya Ki Demang" sahut Ki
Jagabaya dengan suara tertahan.
"Kemana saja kalian mencarinya?" bertanya Ki Demang
pula. "Kami sudah pergi ke rumah Pamot. Ternyata Pamot masih belum kembali. Kami
langsung pergi ke rumah Manguri. Tetapi kami tidak menemukan Nyai Demang di
sana, meskipun kami sudah menggeledah seluruh sudut rumah itu"
"Apakah Manguri ada di rumah?"
Ya, semua ada di rumah kecuali ayahnya"
"Kemana ayahnya itu?"
"Seperti biasanya, mengantar ternak keluar daerah"
Ki Demang menggeretakkan giginya. Kemarahannya sudah
melonjak sampai ke ujung ubun-ubunnya. Kalau Pamot tidak ada di rumah, ia yakin
bahwa Sindangsari tidak akan pergi atas kehendak sendiri. Ia selama ini tampak
sudah mulai kerasan tinggal di Kademangan. Apalagi setelah perempuan itu yakin,
bahwa Ki Demang itu tidak akan berbuat sesuatu atas kandungannya, meskipun
kandungan itu didapatkannya dari orang lain. Karena itu, dugaan bahwa
Sindangsari sengaja melarikan diri adalah tidak mungkin sama sekali. Terlebihlebih lagi, ibu Sindangsari ada di Kademangan itu pula.
"Apakah kalian yakin bahwa anak-anak yang pergi ke
Betawi itu memang belum kembali?" bertanya Ki Demang
kemudian. "Ya. Kami yakin. Dan kami justru bertanya, apakah masih ada diantara mereka yang
akan dapat kembali lagi" sahut Ki Jagabaya.
Ki Demang menundukkan kepalanya. Rasa-rasanya dadanya menjadi panas, seolah-olah jantungnya sudah
menjadi bara karenanya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dalam pada itu seorang perempuan tua yang sejak semula mendengarkan percakapan
itu menyela "Kalian pasti tidak akan menemukannya kalau kalian mencarinya ke
rumah orang. Siapapun juga orangnya"
Ki Demang mengangkat wajahnya. Dipandanginya perempuan tua itu. Sorot matanya membayangkan kekisruhan hati yang tiada
taranya. "Jadi kemana kita harus mencari nini?" bertanya Ki
Jagabaya. "Kami sudah mencari ke seluruh sudut Kademangan. Setiap pohon besar, setiap
gerumbul-gerumbul yang singup dan kuburan-kuburan. Tetapi kami belum
menemukannya. Kalau kalian mau mendengarkan aku pergilah kalian ke Gunung
Sepikul atau tikungan Kali Praga atau Pandan Segegek sekali.
Kalian adalah laki-laki yang dapat lari cepat diatas punggung kuda. Sebelum hal
yang tidak bisa kita inginkan terjadi.
Sejenak Ki Demang terdiam. Dipandanginya wajah Ki
Jagabaya sekilas, kemudian wajah adiknya Ki Reksatani.
"Kalian tentu tidak mempercayai aku" desis perempuan tua itu.
"Bukan tidak mempercayai nini. Kami belum menjawab
apapun" "Aku dapat melihat kesan di wajah kalian. Terserahlan kepada kalian"
Ki Reksatani kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya.
Katanya-Kami akan memperhatikannya nini"
"Bukan sekedar untuk diperhatikan. Tetapi, sebaiknya
kalian benar-benar melakukannya. Kalau tidak, aku tidak ikut bertanggung jawab
lagi" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani memandang Ki Demang sejenak. Dengan
ragu-ragu ia berkata "Bagaimana pendapatmu kakang
Demang?" Ki Demang yang sedang bingung itu menjawab "Kita
lakukan semua usaha. Disini ada berpuluh-puluh orang yang dapat disebar untuk
mencari Sindangsari dengan segala cara"
Ki Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi
kalau Ki Demang benar-benar menyuruh beberapa orang
menjelajahi daerah Selatan ini, iapun menjadi cemas.
Barangkali Manguri benar-benar berusaha memindahkan
Sindangsari. Dengan demikian maka di sepanjang jalan akan mungkin sekali bertemu
dengan orang-orang Ki Demang yang bertebaran kesegenap penjuru.
Pendekar Panji Sakti 12 Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long Pendekar Pemanah Rajawali 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama