Ceritasilat Novel Online

Matahari Esok Pagi 18

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja Bagian 18


Punta mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia semakin
yakin bahwa perempuan itu bukan perempuan gila. Tetapi perempuan itu adalah
perempuan yang dicarinya.
Apalagi Pamot, Hampir saja Pamot tidak dapat menahan
perasaannya jika setiap kali Punta tidak menggamitnya.
"Rajab" berkata Punta kemudian "Aku kira, perempuan itu bukan perempuan gila.
Tetapi perempuan itu memang
terganggu. Bukan ingatannya, tetapi kebebasannya"
"Rajab mengerutkan keningnya. Ia menjadi bingung.
Katanya "Aku tidak tahu maksudmu"
"Kau akan segera tahu" sahut Punta "Karena perempuan
itulah agaknya aku kemari"
"O, aku semakin tidak mengerti"
"Meskipun aku belum dapat memastikan bahwa dugaanku
benar, tetapi aku kira perempuan itulah yang kami cari.
Perempuan yang sedang mengandung itu"
"Kenapa kalian mencarinya?"
Punta menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya Pamot
sejenak, lalu katanya "Kami sangat berkepentingan dengan perempuan itu. Kalau
kami dapat meyakini bahwa perempuan itu adalah perempuan yang kami cari, maka
kami akan segera menentukan sikap"
"Ya, tetapi kenapa kau mencarinya?" bertanya Rajab
mendesak. "Rajab" berkata Punta kemudian dalam nada yang dalam
"kau adalah satu-satunya orang yang aku kenal disini. Aku
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
belum tahu pasti tentang kau. Tetapi karena kita pernah bertemu di perjalanan
selagi kita bersama-sama berjuang untuk Mataram, maka aku percaya bahwa kau
bersedia membantu kami" "Ya, tetapi kau belum mengatakan persoalanmu. Apalagi di dalam hubungannya
dengan perempuan gila, eh, perempuan yang sedang mengandung itu"
Punta memandang Pamot sejenak. Kemudian ia bertanya
"Sebaiknya aku berterus terang Pamot"
Pamot mengangguk. "Baiklah Rajab. Aku akan berterus terang. Perempuan yang dikatakan gila itu,
apabila perempuan yang kami cari, ia adalah isteri Ki Demang di Kepandak"
"He?" Rajab terkejut sekali, sehingga ia bergeser sejengkal maju "isteri Demang
di Kepandak" "Ya" "Tetapi, apakah ia memang sakit ingatan dan dibawa ke rumah kakaknya di
Sembojan?" "Mudah-mudahan tebakan kami benar. Perempuan itu
sama sekali tidak sakit. Kalau ia berlari-lari dan berteriak-teriak itu karena
ia ingin melepaskan diri. Tegasnya, ia kini di dalam penguasaan orang yang tidak
berhak atasnya" "Diculik maksudmu?"
Punta menganggukkan kepalanya.
Wajah Rajab kini menegang. Sejenak ia membeku sambil
memandang Pamot, Punta dan kawan-kawannya bergantiganti. Namun tiba-tiba ia mengangguk-angguk "Itulah
sebabnya, tidak ada seorangpun yang boleh mendekatinya.
Meskipun alasan mereka, perempuan itu berbahaya. Seorang dukun yang menawarkan
dirinya untuk mengobatinya, telah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ditolak pula. Memang mungkin. Mungkin sekali perempuan itu sama sekali bukan
perempuan gila" "Tetapi apakah ada cara yang baik untuk meyakininya?"
Rajab mengerutkan keningnya.
"Kalau aku berbuat sesuatu disini, dan ternyata bukan perempuan itu yang kami
cari, maka kami telah melakukan kesalahan"
"Apakah isteri Ki Demang itu sedang mengandung?"
"Ya" "Mungkin sekali. Tetapi bagaimana kalian dapat melihatnya" Sejenak mereka saling berdiam diri pula. Mereka sedang mencoba mencari jalan,
bagaimana mengetahui, bahwa
perempuan itu benar-benar Sindangsari yang sedang mereka cari.
Tiba-tiba saja Pamot berkata "Punta, bukankah hari ini beberapa orang akan
datang ke tempat Sindangsari
disembunyikan?" Punta menganggukkan kepalanya.
"Kalau dapat diketahui bahwa mereka datang ke tempat
perempuan yang mereka katakan gila itu, maka sudah pasti bahwa perempuan itu
adalah Sindangsari" "Siapakah namanya" Sindangsari?"
"Ya, namanya Sindangsari, tetapi ia sudah menjadi Nyai Demang di Kepandak"
Rajab mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Rajab" berkata Punta kemudian "aku tidak mengenal
orang lain disini. Apakah kau bersedia membantu kami?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Apakah kau berhasrat untuk mengambil Nyai Demang di
Kepandak itu?" "Ya. Kami ingin berbuat sesuatu untuk Demang kami"
Rajab menganggukkan kepalanya. Katanya "Apakah yang
dapat aku lakukan" Apakah aku harus mengumpulkan
beberapa kawan lagi dan merebut Nyai Demang di Kepandak itu dengan kekerasan?"
"Memang mungkin kita harus mempergunakan kekerasan.
Tetapi kita harus berhati-hati. Kalau kita salah langkah, maka jiwa Nyai Demang
itu berada dalam bahaya"
Rajab mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun ia
bertanya "Bagaimana mungkin dapat terjadi begitu" Dan apakah Demang di Kepandak
itu masih muda semuda kita?"
"Kenapa?" "Perempuan yang disebut gila itu masih sangat muda"
"Ya. Ia masih sangat muda. Anak yang dikandungnya itu adalah anaknya yang
pertama, yang sudah berumur tujuh bulan di dalam kandungan"
"Ya. Ya. Kandungan itu memang kira-kira berumur tujuh bulan. Aku kira memang
itulah orangnya" Rajab berhenti sejenak, lalu "Tetapi sudah tentu kita tidak
akan dapat bertindak sendiri langsung di Kademangan ini. Kalau ada kesalah
pahaman, maka Ki Jagabaya dan Ki Demang pasti akan menumpahkan kesalahan kepada
kita. Apapun yang kita lakukan"
Punta mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Tepat
Rajab. Karena itu, aku tidak berkeberatan apabila kami kau hadapkan kepada Ki
Jagabaya. Setidak-tidaknya tetua
padukuhan Sembojan" "Aku tidak berkeberatan" sahut Rajab. Tetapi Pamot
menyahut "Dimanakah rumah Ki Jagabaya" Bagaimana kalau
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kita bertemu dengan Ki Jagabaya" Aku tidak mencemaskan nasib kita. Tetapi nasib
Nyai Demang di Kepandak itu"
"Apakah sebenarnya maksud orang-orang yang menculik
Nyai Demang itu sehingga kau mencemaskan jiwanya"
Punta menarik nafas dalam-dalam. Kemudian setelah
memandang Pamot sejenak, yang menganggukkan kepalanya, Punta menceriterakan
serba sedikit tentang Nyai Demang di Kepandak, meskipun ia tidak menyinggung
sama sekali tentang Pamot. Ia hanya mengatakan, apa alasan masing-masing dari orang-orang
yang menculiknya. Rajab mengerutkan keningnya. Sambil menganggukanggukkan kepalanya ia berkata "Memang masuk akal.
Keduanya masuk akal. Bahwa anak muda yang kau sebut
bernama Manguri dan adik Ki Demang di Kepandak yang
bernama Ki Reksatani itu, memang mempunyai alasan
masing-masing. Tetapi mereka adalah orang-orang yang
dikuasai oleh nafsu"
"Ya. Kademangan kami kini penuh dengan orang-orang
yang sedang dikuasai oleh nafsu. Bukan saja Ki Reksatani, Manguri, tetapi Ki
Demang sendiri. Perkawinannya dengan perempuan itu adalah perkawinannya yang
keenam kalinya" "Keenam kalinya?" Rajab terbelalak.
"Ya" sahut Punta "Dan ia adalah satu-satunya isterinya yang mengandung"
Rajab mengangguk-anggukkan kepalanya, katanya "Perkawinan lima kali berturut-turut tanpa anak itulah yang mendorong Ki
Reksatani untuk mengharapkan kedudukan
kakaknya. Dan agaknya ia hampir pasti, bahwa Ki Demang di Kepandak itu tidak
akan mempunyai keturunan"
"Ya. Kehamilan isterinya yang keenam membuatnya sangat kecewa sehingga ia
terperosok ke dalam perbuatan yang sangat keji"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Rajab mengangguk-angguk. Kemudian setelah merenung
sejenak ia berkata "Baiklah. Aku akan membantu kalian. Aku akan
menempatkan beberapa kawanku di Sembojan.
Terutama anak-anak yang memang sering berada di
Sembojan untuk melihat, apakah perempuan yang mereka
katakan gila itu mendapat tamu. Kemudian kita akan pergi ke rumah Ki Jagabaya.
Pamot mengerutkan keningnya. Tetapi sebelum ia berkata sesuatu Rajab berkata
"Kita akan menempuh jalan yang lain sama sekali dari jalan yang mungkin dilalui
orang-orang yang datang dari Barat, termasuk kalian dan Ki Reksatani"
Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya dan Punta
berkata "Baiklah. Aku percaya kepadamu"
Rajabpun kemudian mengurungkan niatnya untuk pergi ke sawah. Dipesankannya agar
adiknya sajalah yang pergi
menengok sawah itu. "Kau akan pergi kemana?" bertanya ibunya yang sudah
agak lanjut. "Aku mempunyai beberapa orang tamu. Aku akan
mengantarkannya sebentar"
Ibunya mengangguk-anggukkan kepalanya, meskipun ia
tidak mengerti apa yang akan dilakukan anaknya itu.
Rajabpun segera menghubungi beberapa orang kawannya.
Yang mula-mula dipilihnya kawan-kawannya yang pergi juga bersamanya
ke Betawi. Kawan-kawan itulah yang dianggapnya mempunyai pengetahuan olah kanuragan.
melebihi kawan-kawannya yang lain, karena latihan-latihan yang pernah mereka
terima dari prajurit Mataram, di
padukuhannya dan apalagi dalam persiapan mereka sebelum mereka berangkat ke
Betawi. "Ah kau" berkata salah seorang kawannya "kau selalu
mencari kerja. Bukankah hal ini bukan urusan kita" Padahal
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
akibatnya tidak dapat kita bayangkan. Mungkin kita harus berkelahi, atau
melakukan tindakan kekerasan lainnya"
"Memang mungkin" sahut Rajab "tetapi kalau kita melihat seseorang yang tenggelam
di sungai, apakah kita akan diam saja seandainya ia masih mungkin ditolong?"
"Itu persoalan lain. Kita menolong jiwa seseorang, bukan orang-orang yang sedang
berebut perempuan" Rajab mengerutkan keningnya. Lalu katanya "He, apakah aku kurang lengkap
memberitahukan apa yang telah terjadi?"
Kawannya terdiam dan Rajab mencoba menerangkan apa
yang telah terjadi sebenarnya.
"O, begitu?" kawannya mengangguk-anggukkan kepalanya
"kalau begitu persoalannya jadi lain. Kau tadi hanya
mengatakan bahwa perempuan itu dilarikan orang"
"Seandainya demikian, dan kita mampu menolong?"
"Ya" kawannya ragu-ragu "sebaiknya memang kita tolong"
"Macam kau" desis Rajab. Lalu "Nah, kita akan membagi kerja. Amatilah rumah itu.
Bukankah kau sering berada di Sembojan" Pergilah tiga atau empat orang. Kau
dapat mencari kawan di Sembojan. Anak-anak Sembojan pasti mau
membantumu" "Baiklah. Aku akan mencoba" Demikianlah, maka kawan
Rajab yang dipercaya segera melakukan tugas yang telah mereka sanggupkan. Tetapi
mereka sadar, bahwa mereka
harus berhati-hati dan tetap merahasiakan persoalan yang sebenarnya, kecuali
kepada orang-orang yang telah mereka kenal baik dan dapat dipercaya. Sebab
mereka telah mendapat gambaran, bahwa nyawa Nyai Demang di Kepandak dapat terancam karenanya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sementara itu Pamot dan kawannya bersama Rajab telah
pergi ke rumah Ki Jagabaya yang tinggal di sebelah Sungai Opak.
Dengan singkat mereka menceriterakan kepentingan
mereka datang ke Kademangan di Prambanan.
"Apakah Ki Demang di Kepandak tidak datang sendiri"
"Ki Demang belum tahu, bahwa Nyai Demang ada di sini.
Kami mencoba meyakinkannya lebih dahulu. Sebenarnyalah apabila benar Nyai Demang
ada disini, dan kami berhasil membebaskannya, kami akan membuat Ki Demang
terkejut dan bersenang hati" "Aku menjadi tanggungan Ki Jagabaya" berkata Rajab "aku mengenal mereka di
perjalanan ke Betawi"
"Tetapi kau belum mengenalnya sebelum dan sesudah itu.
Kau tidak tahu siapa mereka sebenarnya, dan apa yang
mereka lakukan di Kademangannya"
Anak-anak muda itu mengerutkan keningnya. Namun Rajab kemudian menyahut "Tetapi
aku akan mempertaruhkan diriku.
Aku percaya kepada mereka. Keterangan mereka dapat kami mengerti"
Ki Jagabaya mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi
kemudian ia berkata "Aku harus melihat sendiri, apa yang akan terjadi.
Ketenteraman Kademangan ini adalah tanggung jawabku"
Sejenak Rajab terdiam. Ditatapnya wajah Pamot, Punta dan kawan-kawannya
berganti-ganti. "Kita tidak berkeberatan" berkata Punta kemudian "maksud kita baik. Dan Ki
Jagabaya kelak akan dapat bertanya
langsung kepada Nyai Demang dan kepada Ki Demang di
Kepandak" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Jagabaya mengerutkan keningnya. Kemudian katanya
"Aku pernah mendengar nama Ki Demang di Kepandak. Ia
adalah seseorang yang pilih tanding. Tetapi kenapa ia tidak pergi sendiri
mencari isterinya kalau jelas, isterinya ada disini?"
"Kami ingin membuktikannya lebih dahulu Ki Jagabaya.
Tetapi agaknya keadaan telah gawat. Kalau kita menunda karena kita kembali
memberitahukan kepada Ki Demang,
maka kemungkinan yang tidak kita harapkan mungkin sekali sudah terjadi. Dan
seperti yang sudah kami katakan, kami akan membuat Ki Demang bersenang hati"


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ki Jagabaya mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya
"Baiklah. Aku akan mengawasi mereka langsung. Barangkali aku akan dapat
berbicara dengan mereka"
"Berbahaya sekali Ki Jagabaya" berkata Pamot "kalau
mereka mengetahui, bahwa tempat persembunyian mereka
telah diketahui, mereka akan menjadi mata gelap. Lebih-lebih Ki Reksatani. Dan
apabila Ki Jagabaya pernah mendengar nama Ki Demang di Kepandak, maka keduanya
adalah saudara kandung dan saudara seperguruan. Keduanya adalah orang-orang yang tidak
terlawan" "Jadi bagaimana?"
"Kita hanya akan mengawasi. Kalau tidak terjadi sesuatu, kita akan mencari
kesempatan untuk mengambilnya tanpa diketahui oleh Ki Reksatani. Orang-orang
lain yang ada di sekitarnya, sama sekali tidak akan banyak berarti"
Ki Jagabaya mengangguk-anggukkan pula. Sedang Rajab
berkata "Aku sudah mengirimkan beberapa orang kawan yang bersedia menolong kami.
Mereka untuk sementara akan
mengawasi rumah itu"
Ki Jagabaya mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu
katanya "Tetapi kalian harus memberitahukan setiap Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
perkembangan keadaan. Aku harus hadir seandainya terjadi sesuatu"
"Baiklah Ki Jagabaya"
"Kalau kalian berkata sebenarnya, kami pasti akan
membantu kalian. Hubungilah bebahu padukuhan Sembojan.
Katakan bahwa kalian telah menghubungi aku"
"Terima kasih" Anak muda itupun segera kembali ke Kali Mati. Ketika
mereka sampai di rumah Rajab, seorang kawannya yang pergi ke Sembojan telah ada
di rumah itu. "Apa yang kau lihat?"
"Aku melihat beberapa orang berkuda. Ada tujuh atau
delapan orang. Aku tidak begitu jelas. Tetapi semuanya berada di rumah itu"
Dada Pamot serasa akan meledak karenanya. Terbayang
sesuatu yang mengerikan dapat terjadi setiap saat. Tetapi ia masih percaya
kepada Lamat. Ia mengharap bahwa Lamat
masih akan berusaha untuk melindungi, sejalan dengan
kepentingan Manguri. Pihak Manguri pasti akan mencegah apabila Ki Reksatani
benar-benar telah kehilangan kesabaran dan menganggap Sindangsari terlampau
berbahaya bagi rencananya Puntalah yang bertanya "Delapan orang?"
"Mungkin lebih dari itu"
Punta mengangguk-anggukkan kepalanya. Dipandanginya
Rajab yang mengerutkan keningnya.
"Jumlah mereka cukup banyak. Diantaranya terdapat
seorang yang bernama Ki Reksatani" desis Rajab "jika
demikian apabila terjadi sesuatu, jumlah kitapun harus memadai"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Punta mengangguk-anggukkan kepalanya "Kalau Ki Jagabaya yang memerintahkan, maka dalam waktu sekejab, lebih dari duapuluh orang
dapat dikumpulkan" sahut Rajab.
"Tetapi tentu makan waktu. Bukan sekejap. Dan waktu
yang diperlukan itu, sangat berbahaya bagi Nyai Demang di Kepandak" berkata
kawan Rajab itu. Rajab mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya kemudian "Kita mengumpulkan kawan sebanyak-banyaknya.
Sepuluh atau dua belas di dua padukuhan ini. Sembojan dan Kali Mati. Di dua
padukuhan ini ada sepuluh orang yang kembali dari Betawi bersama kami. Kami
berharap bahwa ikatan yang ada diantara kami masih tetap utuh. Menegakkan adab
adalah perjuangan yang tidak kalah pentingnya. Apalagi menyelamatkan jiwa
seseorang. Selebihnya, kawan-kawan pengawal padukuhan kami akan dapat kami
kerahkan" Kawannya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Tetapi" berkata Rajab "yang pertama-tama kita hubungi, biarlah kawan-kawan yang
dapat kita percaya saja. Kalau keadaan tidak memaksa, kita tidak akan
menggunakan kekerasan" Demikianlah dengan diam-diam, padukuhan Kali Mati dan Sembojan menjadi sibuk.
Tetapi orang-orang yang tidak berkepentingan sama sekali tidak mengerti apakah
yang sedang dilakukan oleh anak-anak mereka. Bahkan kedatangan orang-orang
berkuda itupun sama sekali tidak menarik
perhatian. Mereka hanya memperhatikan mereka sejenak.
Kemudian mereka bergumam "Orang-orang itu pasti keluarga orang gila itu.
Kasihan. Ternyata keluarganya adalah orang yang agaknya cukup terpandang menilik
pakaian dan sikap mereka. Dosa apakah yang telah membebani keluarga yang malang
itu. Sehingga seorang perempuan yang cantik telah menjadi gila dan mengandung
pula. Atau gadis itu gila karena mengandung di luar perkawinan"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tidak seorangpun yang tahu pasti, apakah jawabnya
Penghuni rumah tempat Sindangsari disembunyikan itupun tidak pernah mengatakan
apa-apa, selain, perempuan itu adalah perempuan gila yang malang.
Kehadiran beberapa orang berkuda itu, membuat hati
Sindangsari menjadi semakin kecut. Sejak ia berusaha
melarikan diri tetapi gagal, ia mendapat perlakuan yang lebih jelek lagi. Orang
yang menungguinya selalu mengancam, menakut-nakuti, bahkan berlaku kasar
kepadanya. Tetapi Sindangsari tidak segera mengetahui, siapakah
tamu-tamu berkuda itu. Ia hanya mendengar derap kaki kuda itu. Kemudian beberapa
pembicaraan yang tidak begitu jelas, karena ia harus tinggal saja di dalam
biliknya yang sempit di ujung belakang.
Namun demikian hatinya serasa tersayat, apabila ia
menyadari bahwa ia kini berada di dalam kekuasaan keluarga Menguri. Setiap saat
Manguri akan datang kepadanya, dan ia akan dapat berbuat apa saja.
"Lebih baik dibunuh saja" berkata Sindangsari di dalam hati
"Apakah yang akan terjadi atas diriku, jika Manguri tidak dapat dicegah. Ketika
aku menjadi isteri Ki Demang, aku sudah ternoda. Sekarang, apabila ada orang
yang menodai aku lagi, maka aku tidak akan dapat lagi kembali kepada Ki Demang.
Aku tidak akan merasa tenang, meskipun karena bukan
salahku Ki Demang menceraikan"
Tanpa disadarinya, air matanya mulai menitik dipangkuannya. Dengan lesu ia duduk di bibir pembaringan bambu dengan pakaian
yang kusut dan rambut yang terurai.
Benar-benar seperti seorang perempuan gila.
Yang dapat dilakukan oleh Sindangsari dalam keadaan itu adalah berdoa. Satusatunya harapan yang ada padanya, justru adalah harapan yang tertinggi.
Pertolongan dari Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ketika pintu bilik itu terbuka, Sindangsari terperanjat. Dada berdesir tajam
sekali. Tetapi ternyata yang dilihatnya adalah penjaganya.
Seorang laki-laki berwajah sekasar batu padas.
"Mereka sudah datang" desisnya. Sindangsari menatap
orang itu dengan tajamnya.
Tetapi ia tidak berkata sepatah katapun.
"Sebenarnya aku sudah jemu menunggui kau disini"
berkata orang itu. Sindangsari masih tetap diam.
"Selama ini kau menyiksa aku" orang itu menyambung
"cobalah sekarang kau lari lagi. Bukan hanya kami disini yang akan mengejarmu.
Tetapi orang-orang padukuhan ini pasti akan membantu karena mereka menganggapkau
seorang perempuan gila" Sindangsari tersentak mendengar kata-kata orang itu.
Tetapi kemudian kepalanya tertunduk lagi. Ia sama sekali tidak ingin orang itu
berbicara tentang apa saja.
"Ini, makanmu" berkata orang itu kemudian sambil
mempersilahkan seorang perempuan masuk.
"Makanlah Nyai" berkata perempuan itu "jangan hiraukan igauan penjaga yang
kurang waras itu. Makanlah, supaya badanmu tetap segar dan kau tetap cantik"
"Kecantikannya itulah yang telah menyeretnya ke neraka ini" sahut penjaga di
muka pintu. "Coba ulangi" desis perempuan yang membawa makan
bagi Sindangsari itu. Tetapi penjaga itu justru terdiam.
"Jangan hiraukan orang gila itu" berkata perempuan
kepada Sindangsari "yang paling menyiksanya, bukan karena
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ia harus duduk di muka bilik ini, atau harus selalu mengawasi pintu itu. Tetapi
siksaan yang paling berat baginya, adalah karena kau cantik, muda dan segar.
Apalagi pakaianmu tidak mapan, sehingga setiap kali ia selalu saja membuka pintu
dan mengumpatimu" "O" tiba-tiba saja Sindangsari menyadari keadaan dirinya.
Tanpa dikehendakinya sendiri, tangannya telah membenahi pakaiannya yang kusut.
"Sekarang makanlah Aku sendiri masak untukmu"
Sindangsari tidak menjawab. Ketika mangkuk-mangkuk
makanan itu diletakkan di pembaringannya. Sindangsari justru beringsut menjauh.
"Kau memang sukar dikuasai. Tetapi lapar dan haus sama sekali tidak
menguntungkan bagimu. Ingat, kau sedang
mengandung. Mungkin kau dapat menyakiti dirimu atau
membunuh diri dengan tidak makan berhari-hari. Tetapi kau akan berdosa karena
dengan demikian berarti kau sudah membunuh anakmu yang masih berada di dalam
kandungan" Sindangsari berpaling sejenak. Tiba-tiba wajahnya menjadi tegang.
"Makanlah" desis perempuan itu. Sindangsari masih tetap diam.
"Bukan untuk kau sendiri, tetapi untuk anakmu"
Dada Sindangsari serasa menjadi retak. Tanpa disadarinya ia meraba perutnya yang
menjadi semakin besar. Pada
saatnya bayi itu akan lahir. Apakah jadinya apabila ia masih tetap berada di
tempat yang sesak dan pengab ini.
Tiba-tiba saja Sindangsari terisak. Air matanya meleleh di pipinya yang semakin
susut. "Jangan menangis" perempuan itu mencoba menenangkannya "Aku tahu, betapa sakitnya perasaanmu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Aku juga seorang perempuan. Karena itu. sebaiknya kau menerima kenyataan ini
dengan hati yang lapang. Kau tidak akan dapat ingkar lagi. Dengan demikian kau
tidak akan merasa tersiksa sepanjang umurmu"
Tangis Sindangsari justru menjadi semakin keras.
"Nyai Demang" berkata perempuan itu "Mula-mula akupun berontak
terhadap keadaanku. Ketika orang tuaku memberitahukan bahwa aku dipinang oleh seorang laki-laki yang mempunyai anak
laki-laki sebesar aku, dan bernama Manguri, aku hampir pingsan. Tetapi ayah dan
ibuku mempunyai banyak hutang kepadanya. Karena itu aku harus menerimanya Namun lambat
laun aku menjadi biasa. Aku
menerima keadaan ini dengan hati terbuka, meskipun aku tahu, bahwa aku adalah
isterinya yang kesekian kalinya, bahkan barangkali aku sudah tidak mendapat
angka lagi. Sindangsari sama sekali tidak menyahut.
"Tetapi apabila kita dapat menyesuaikan diri, kita akan justru menemukan
kesenangan. Setiap kali aku ditinggal sendiri karena suamiku pulang ke rumahnya
di Kepandak" lalu perempuan itu berbisik "Tetapi aku tidak mau kesepian. Aku
dapat berbuat apa saja asal tidak diketahui orang, supaya kami tidak dihukum
rajam atau yang lebih pahit, diasingkan dari pergaulan. Tetapi orang yang
menghukum itupun dengan diam-diam melakukannya pula" kembali ia terdiam, lalu
"Nah, karena itu, pandanglah dunia ini apa adanya. Kau harus berani melihat yang
paling kotor sekalipun supaya kau dapat
menimbang keadaanmu"
Detak jantung Sindangsari seakan-akan menjadi semakin cepat berdetak. Sekilas
terbayang kembali bagaimana Nyai Reksatani telah membujuknya, untuk menemui
seorang anak muda yang hampir saja menerkamnya seperti seekor harimau yang
mendapatkan seekor anak domba yang tersesat.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dan tiba-tiba saja Sindangsari menjatuhkan dirinya,
menelungkup sambil menangis.
"Jangan menangis. Jangan menangis. Tangis tidak akan
ada artinya bagimu di dalam keadaan yang demikian" berkata perempuan itu "makan
sajalah. Makanlah" Tetapi Sindangsari sama sekali tidak mendengarnya. Ia masih saja menangis dan
terisak. "Dengarlah" berkata perempuan itu berbisik di telinganya
"Manguri sudah datang. Ia akan segera mengawanimu di
dalam bilik yang sempit ini. Terimalah kenyataan itu. Carilah kegembiraan pada
setiap keadaan yang bagaimanapun juga"
Perempuan itu tidak menunggu Sindangsari berhenti
menangis. Ditinggalkannya saja mangkuk-mangkuk berisi makanan itu di amben yang
seakan-akan diguncang-guncang oleh isak Sindangsari.
Ketika perempuan itu sudah pergi, maka penjaga yang
berada di pintu, perlahan-lahan mendorong daun pintu itu.
Tetapi sebelum tertutup rapat, ia menjengukkan kepalanya sambil berkata "Jangan
menangis. Kau dengar, Manguri sudah ada disini"
Sindangsari masih tetap menangis ketika pintu itu berderit dan kemudian tertutup
rapat. Di ruang depan rumah itu, beberapa orang laki-laki duduk berkeliling diatas
sehelai tikar. Ki Reksatani, Manguri, Ayah Manguri dan beberapa orang lagi.
Sedangkan orang-orang yang lain berada di halaman, duduk di bawah batang
pepohonan yang rindang. Di ujung gandok Lamat duduk
bersandar tiang sambil memandang kekejauhan.
Meskipun matanya separo terpejam, tetapi di dalam
dadanya telah terjadi gejolak yang semakin dahsyat. Di tempat itu ia seakan-akan
hanya seorang diri dikelilingi oleh serigala-serigala yang liar. Di pendapa
Manguri dan Ki

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Reksatani adalah dua orang iblis yang buas, meskipun
kepentingan mereka berbeda-beda.
Tetapi Lamat tidak menjadi cemas seandainya Ki Reksatani akan melakukan
rencananya segera, seandainya ia benar-benar ingin membunuh Sindangsari.
Seandainya demikian, maka
Lamat masih melihat, kemungkinan untuk menyelamatkannya. Karena dengan demikian pasti akan
terjadi benturan antara Ki Reksatani dan Manguri. Menurut perhitungan Lamat,
kekuatan mereka masih dapat dianggap seimbang, seandainya ia mampu melawan Ki
Reksatani, atau setidak-tidaknya, mengikatnya dalam perkelahian tersendiri.
Tetapi apabila yang terjadi Mangurilah yang akan
melakukan rencananya, maka ia pasti akan kebingungan, Kalau ia mencegah tanpa
alasan yang masuk akal, sehingga Manguri tidak akan mengurungkan niatnya, apakah
yang akan dilakukan"
Kalau ia memaksakan dengan kekerasan, melindungi Sindangsari, maka pasti akan terjadi benturan pula. Tetapi ia akan
berdiri sendiri. Bahkan Ki Reksatanipun pasti akan berpihak kepada Manguri.
Lamat menarik nafas dalam-dalam.
"Melawan Ki Reksatani seorang diripun aku belum tahu, apakah aku akan dapat
bertahan. Apalagi apabila aku berdiri sendiri, sedang Ki Reksatani berada di
pihak Manguri dan orang-orangnya yang lain" berkata Lamat di dalam hatinya.
Tetapi Lamat tidak dapat meramalkan, apakah yang akan segera terjadi di rumah
itu. Di ruang depan Ki Reksatani sedang mendengarkan
beberapa keterangan mengenai Sindangsari. Ia mengerutkan keningnya ketika ia
mendengar ceritera, bahwa Sindangsari pernah mencoba melarikan diri, sehingga
beberapa orang terpaksa mengejarnya.
"Itu berbahaya sekali" berkata Ki Reksatani "ia dapat berkata
apa saja yang dikehendaki, berteriak-teriak Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
memanggil-manggil dan menyebut-nyebut namanya dan nama orang-orang yang
dikehendakinya itu" "Sindangsari memang berteriak-teriak. Tetapi atas kehendaknya sendiri, ia selalu menyebut-nyebut ibu, kakek dan nenek, Tidak ada
orang lain yang disebut namanya"
jawab ayah Manguri. Ki Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun
sebenarnya di dalam dadanya telah terjadi pergolakan pula.
Baginya, hal itu sangat berbahaya. Kalau suatu ketika Sindangsari menyebut nama
Demang di Kepandak atau nama orang-orang Gemulung, maka rahasianya akan segera
dapat diketahui orang. Tetapi Ki Reksatani belum menyatakan kecemasannya.
Bahkan kemudian iapun menarik nafas dalam-dalam ketika ayah Manguri berkata
"Tetapi setiap orang di sekitar rumah ini menganggapnya ia seorang perempuan
gila. Kami sengaja mengatakan, bahwa perempuan itu adalah perempuan gila.
Itulah sebabnya, maka tidak banyak orang yang menaruh perhatian kepadanya.
Kedatangan kalianpun tidak menarik perhatian pula. Kami selalu mengatakan, bahwa
keluarga kami yang jauh, akan berdatangan untuk menengok perempuan
gila ini. Kami disini menyebutnya sebagai adik isteriku"
"Isterimu?" bertanya Ki Reksatani.
"Ya, isteriku" Ki Reksatani mengerutkan keningnya. Tetapi ia sudah
mendengar bahwa Ki Sukerta mempunyai banyak isteri
dimana-mana, sehingga iapun segera mengerti, bahwa
perempuan yang tinggal di rumah itu adalah isterinya yang kesekian.
Meskipun demikian, ia masih tetap membayangkan
kemungkinan-kemungkinan yang pahit yang dapat terjadi kalau Sindangsari masih
hidup, apalagi apabila bayinya kelak lahir dan menjadi besar. Tetapi Ki
Reksatani masih belum akan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mengambil kesimpulan apapun. Ia masih akan mempelajari keadaan dengan saksama.
Bahkan ia tidak juga ambil pusing apa yang akan dilakukan Manguri. Baginya apa
saja yang akan terjadi, tidak akan berpengaruh atas keputusan manapun yang akan
diambilnya. Sehingga dengan demikian, seolah-olah Ki Reksatani acuh tidak acuh saja kepada
keadaan di rumah itu. Ia mengangkat wajahnya ketika ayah Manguri bertanya
"Setelah kau melihat keadaan perempuan itu, apakah yang akan kau lakukan"
Membiarkan perempuan itu disini, atau kau mempunyai pendapat lain, misalnya,
dalam waktu singkat harus
segera dipindahkan lagi" Seandainya menurut pertimbanganmu, Sindangsari harus segera dipindahkan, aku tidak akan menemukan
kesulitan apa-apa. Isteriku di segala tempat pasti tidak akan berkeberatan,
seandainya aku membawa menantuku itu ke rumahnya"
"Ia belum menantumu" desis Ki Reksatani.
Ayah Manguri tertawa "Lambat laun"
Ki Reksatani tidak menyahut. Tetapi ia menggeram di
dalam hatinya "Kalau aku berkeputusan lain, ia tidak akan menjadi menantumu
untuk selama-lamanya. Bahkan kau akan kehilangan anakmu dan kau sendiri"
Oleh kata hatinya itu Ki Reksatani mengerutkan keningnya.
Dan ia berkata kepada diri sendiri seterusnya "Jika demikian apakah aku harus
membunuh sekian banyak orang" Manguri, ayahnya, Sindangsari dan bayi di dalam
kandungan, kemudian sudah tentu raksasa yang dungu itu beserta pengikutpengikutnya yang mengetahui apa yang sudah terjadi disini"
Terasa rambut di seluruh tubuh Ki Reksatani meremang, Namun kemudian ia
merapatkan giginya sambil berkata di dalam hati "Persetan. Aku sudah terlanjur
basah. Kenapa aku tidak mandi sama sekali. Aku tidak peduli, berapa banyak
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
orang yang harus mati. Bahkan seluruh isi Kademangan
Kepandak sekalipun" Dada Ki Reksatani itu seolah-olah bergetar karenanya.
Namun kemudian timbul pertanyaan "Bagaimana dengan
pengikut-pengikut Manguri yang tidak ikut serta di tempat ini"
Apakah aku harus membunuhnya pula?"
Pertanyaan itu melingkar-lingkar di dalam hatinya, sehingga pada suatu saat ia
menemukan jawaban "Tidak perlu. Mereka tidak mengetahui apa yang terjadi.
Seandainya mereka membuat ceritera tentang hilangnya Sindangsari, tidak akan ada orang yang akan
mempercayainya. Apalagi karena
Manguri menghilang. Akulah yang akan menyebarkan ceritera, bahwa Manguri telah
lari membawa Sindangsari"
Ki Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia terkejut ketika tiba-tiba saja ayah Manguri bertanya "Jadi bagaimana menurut
pertimbanganmu" Ki Reksatani menjawab asal saja terloncat dari bibirnya
"Untuk sementara sudah cukup"
"Baiklah. Kalau begitu, biarlah untuk sementara ia disini.
Dan bagaimana dengan kau dan orang-orangmu" Kalau kalian tidak berkeberatan
kalian juga dapat bermalam disini. Tetapi sudah tentu tempat yang dapat kami
sediakan terlampau sederhana"
Ki Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya "Sudah
cukup. Bagi kami, tidur dimanapun tidak ada bedanya, kami adalah orang-orang
ladang. Agaknya memang lain dengan para pedagang yang biasa hidup mewah"
"Kau keliru. Pedagang seperti aku adalah pedagang keliling.
Kadang-kadang kami harus berhenti disembarang tempat dan kamipun tidur dimanapun
juga" "Tetapi dimanapun juga kau mempunyai seorang isteri"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ah" ayah Manguri tertawa. Sekilas dilihatnya wajah
anaknya yang menjadi kemerah-merahan.
Tetapi Manguri tidak mengucapkan sepatah katapun
menanggapi kelakar Ki Reksatani yang menyakitkan hatinya sebagai seorang anak.
Terbayang perbuatan laki-laki itu di rumahnya di saat-saat ayahnya tidak ada.
Tidak ubahnya seperti ayahnya di perjalanan.
Untuk menghindarkan diri dari pembicaraan yang baginya memuakkan itu tiba-tiba
saja ia berkata "Ayah. Apakah aku diperkenankan menengok Sindangsari?"
Ayahnya mengerutkan keningnya. Dipandanginya wajah Ki Reksatani sejenak. Tetapi
Ki Reksatani seakan-akan acuh tidak acuh saja atas permintaan Manguri itu. Ia
sudah mengambil sikap, bahwa apapun yang dilakukan oleh Manguri tidak akan
berpengaruh kelak terhadap keputusan yang manapun yang akan dijatuhkan atas
Sindangsari. "Bagaimana ayah"
"Terserahlah kepadamu" berkata ayahnya "tetapi hatihatilah. Ia masih saja berusaha melarikan dirinya atau berbuat hal-hal yang
dapat menimbulkan persoalan, meskipun
agaknya kini telah dapat dibatasi. Orang-orang di sekitar rumah
ini menganggapnya perempuan gila,
sehingga seandainya ia berteriak-teriak, tidak akan ada orang yang memperhatikannya.
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Baiklah. Aku akan berhati-hati"
Manguripun kemudian meninggalkan ruang depan turun ke halaman. Ia mengambil
jalan lewat longkangan samping
menuju ke bilik di ujung belakang.
Dada Lamat yang melihat Manguri lewat berdesir
karenanya. Tetapi tanpa disadarinya iapun berdiri dan melangkah mengikuti.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lamat mengerutkan keningnya ketika Manguri berhenti,
Sambil memandang Lamat dengan tajamnya ia bertanya "Kau akan kemana?"
Lamat bingung sejenak. Tetapi ia kemudian menjawab
"Tempat ini adalah tempat yang berbahaya. Kita tidak tahu apa yang tersimpan
disini. Dimana bercampur baur orang-orang yang tidak sependirian"
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Tanpa bertanya apapun lagi, iapun kemudian meneruskan langkahnya, dan membiarkan Lamat mengikutinya di belakang, meskipun ia tidak begitu senang karenanya. Namun alasan Lamat itu
dapat dimengertinya. Di muka bilik di ujung belakang, ia berhenti sejenak. Ada dua orang yang menjaga
Sindangsari. Di pintu butulan
seorang dan di pintu dalam seorang.
Manguri termangu-mangu sejenak. Dadanya menjadi
berdebar-debar Ternyata Sindangsari tidak lebih dari seorang tawanan yang dijaga
sebaik-baiknya. "Apakah untuk sepanjang hidupnya aku harus mengupah
orang untuk menjaganya" Dan apakah pada suatu saat
penjaga-penjaga laki-laki itu masih juga dapat dipercaya?"
pertanyaan itu timbul di dalam hatinya.
Manguri yang termangu-mangu itu terkejut ketika salah seorang penjaganya itu
menyapanya "Nah, marilah. Silahkan"
Manguri mengerutkan keningnya. Perlahan-lahan ia melangkah maju Dan penjaga itu berkata pula "Sebenarnya aku sudah jemu duduk
disini menunggui Nyai Demang di
Kepandak" "Sst" desis Manguri.
"Tidak ada yang mendengar"
"Apakah kau tidak pernah mendapat giliran"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ya. Sehari aku bertugas menjagainya. Dua orang.
Kemudian bergantian dua orang yang lain. Ayahmu juga ikut bergantian dengan kami
apabila ia sempat, seperti di saat-saat yang gawat, sedang seorang kawan kami
tidak ada disini. Seorang penghuni rumah ini telah membantu kami pula,
kadang-kadang ikut menggantikan kami disini"
Manguri mengangguk-angguk.
"Kalau ada pekerjaan lain, aku lebih senang melakukan tugas yang lain. Mengantar
ternak meskipun melewati daerah-daerah yang berbahaya"
"Kau akan segera bebas dari tugasmu yang tidak kau sukai ini"
"Terima kasih. Aku benar-benar tersiksa disini. Aku tidak tahu, yang manakah
yang paling tersiksa, diantara kami. Yang dijaga atau justru yang menjaga.
Manguri tidak menjawab. "Apalagi di dalam bilik ini terdapat seorang perempuan yang cantik, yang sudah
tidak sampai menghiraukan dirinya sendiri, termasuk pakaiannya.
"Tutup mulutmu" Manguri menggeram. Orang itu menarik
nafas dalam-dalam. Tanpa disadarinya di pandanginya wajah Lamat yang berdiri di
belakang Manguri. Tiba-tiba saja penjaga itu menundukkan kepalanya. Ia sadar,
bahwa tangan raksasa itu dapat meremukkan tulang-tulangnya.
"Aku ingin melihatnya" desis Manguri kemudian sambil
melangkah ke pintu. "Silahkan" Sejenak Manguri ragu-ragu berdiri di muka pintu yang
tertutup. Lamatpun berdiri dengan cemasnya di sampingnya.
"Kau disini Lamat" desis Manguri. Lamat menganggukanggukkan kepalanya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Awasilah keadaan"
Sekali lagi Lamat mengangguk.
Dengan ragu-ragu Manguri membuka pintu perlahan-lahan.
Ketika pintu itu terbuka sedikit, maka iapun menjengukkan kepalanya, memandang
ke dalam bilik itu. Manguri terkejut melihat keadaan Sindangsari, Ia menelungkup sambil menangis. Sedang di pembaringannya terdapat beberapa buah
mangkuk berisi makanan. Bahkan ada pula mangkuk-mangkuk yang terguling di lantai
dan isinya tumpah ruah. Dengan dada yang berdebar-debar Manguri menarik daun
pintu semakin lebar, dan perlahan-lahan pula ia melangkah masuk.
Ketika pintu itu kemudian tertutup lagi, Lamat mengatupkan giginya rapat. Ia sadar, bahwa sesuatu dapat meledak pada saat itu.
Mungkin ia harus bertindak. Mungkin ia dapat menyelamatkan Sindangsari, tetapi
mungkin ia justru terbunuh karenanya. Setelah ia mati, apapun dapat terjadi atas
Sindangsari. Sekilas melintas di kepala Lamat, Pamot bersama beberapa anak-anak muda di
Gemulung telah ada di sekitar rumah itu.
"Kalau mereka ada di sini" berkata Lamat "mungkin aku dapat berbuat sesuatu.
Tetapi kalau tidak, entahlah. Aku tidak dapat meramalkan"
Dalam pada itu Manguri mendekati pembaringan Sindangsari perlahan-lahan. Hatinya menjadi semakin berdebar-debar Pantaslah kalau tetangga-tetangga yang pernah melihat Sindangsari
menyangkanya orang gila, karena Sindangsari sama sekali tidak sempat lagi
menghiraukan dirinya sendiri.
Perlahan-lahan Manguri kemudian memanggilnya "Sari,
Sindangsari" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Meskipun suara Manguri tidak begitu keras, tetapi suara itu langsung menyentuh
dada Sindangsari. Ia tidak biasa
mendengar panggilan itu sehari-hari. Dan tiba-tiba kini ada seseorang yang
memanggil namanya. Perlahan-lahan pula Sindangsari mengangkat wajahnya.
Kemudian dengan ragu-ragu ia berpaling.
Tiba-tiba saja Sindangsari berteriak ketika ia melihat Manguri berdiri ditepi
pembaringannya "Pergi. Pergi, pergi kau"
Manguripun terkejut Sejenak ia tidak tahu apa yang akan dilakukannya. Sementara
itu Sindangsari masih berteriak
"Pergi, pergi atau bunuh aku"
Manguri menjadi bingung. Ia cemas kalau suara Sindangsari mengejutkan tetangga-tetangga meskipun tidak terlampau dekat. Karena
itu, maka tiba-tiba saja ia telah mencoba menutup mulut Sindangsari. Tetapi
Sindangsari meronta sehingga mangkuk-mangkuk yang ada di pembaringannya berserakan.
"Pergi " Manguri yang menjadi semakin bingung tidak sempat
berpikir lagi. Dengan serta-merta dibungkamnya mulut
Sindangsari. Betapapun juga perempuan itu meronta-ronta, namun ternyata tangan
Manguri lebih kuat dari tenaga
Sindangsari. "Jangan berteriak-teriak" geram Manguri "atau aku cekik kau sampai mati"
Sindangsari tidak dapat menjawab, karena tangan Manguri menutup mulutnya eraterat. Namun justru dengan demikian pakaian Sindangsari
menjadi semakin kusut. Rambutnya terurai menutup sebagian wajahnya. Tangannya
yang menggapai-gapai sama sekali
tidak berdaya untuk melepaskan diri"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kau harus sadar bahwa tidak ada gunanya berteriakteriak. Aku dapat berbuat apa saja. Mengerti?"
Sindangsari sama sekali tidak menjawab. Tetapi justru ia mulai meronta-ronta
lagi. Manguri masih tetap membungkam mulutnya. Tangannya
melingkar di belakang kepala Sindangsari, sedang tangannya yang lain menahan
gerak tangan Sindangsari yang masih saja selalu mencoba melepaskan diri.
"Jangan berbuat begitu" Manguri menjadi semakin kasar
"kau akan menyesal. Kandunganmu akan terganggu"
Tetapi Sindangsari sudah tidak dapat berpikir tentang apapun juga. Tentang
dirinya sendiri, tentang kandungannya dan tentang pakaiannya, ia masih saja
menggeliat dan meronta. Bahkan kemudian dengan tiba-tiba saja ia membuka mulutnya dan menggigit
tangan Manguri. Manguri terkejut. Dengan serta-merta ditariknya tangannya. Sindangsari yang sedikit terlepas itu berusaha bangkit berdiri dan berlari
menjauh. Tetapi Manguri sempat menangkap ujung bajunya, sehingga justru bajunya sobek karenanya.
Sindangsari tidak sempat lari lagi. Tangan Manguri yang kuat telah menyumbat
mulutnya pula. "Duduk" Manguri menjadi semakin kasar "ingat. Aku dapat berbuat baik tetapi
dapat berbuat kasar. Aku dapat memukul tengkukmu sehingga kau menjadi pingsan.
Aku dapat membunuhmu dan aku dapat berbuat menurut keinginanku"
Tidak ada jawaban, karena mulut Sindangsari sudah
terbungkam lagi. "Dengar" geram Manguri "aku akan melepaskan mulutmu, dan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
aku akan pergi keluar. Tetapi kalau kau berteriak lagi, aku akan berbuat apa
saja menurut keinginanku. Aku tidak peduli lagi kepada orang lain di sekitar
bilik ini. Kau tahu"
Tidak ada jawaban. "Ingat. Kau tidak berdaya apapun disini "Perlahan-lahan Manguri melepaskan mulut
Sindangsari. Agaknya Sindangsari menyadari keadaannya. Karena itu, ia tidak
berteriak lagi. Ketika Manguri melepaskannya sama sekali perlahan-lahan ia melangkah surut.
"Kau jangan benar-benar menjadi gila meskipun orang di sekitar rumah ini memang
menganggapmu gila. Kau mengerti?" Sindangsari tidak menjawab. Ketakutan yang luar biasa membayang di wajahnya yang
pucat. Bibirnya yang menjadi biru bergetar, tetapi tidak sepatah katapun yang
diucapkan. "Sindangsari" berkata Manguri "masih ada waktu bagimu untuk menilai keadaanmu.
Kau tidak akan dapat kembali ke Kepandak. Kau tidak akan dapat kembali kepada
Pamot. Mungkin pada suatu saat kau dapat melarikan diri. Tetapi mereka tidak akan dapat
menerimamu kembali, karena kau tidak sebersih pada saat kau meninggalkan
Kepandak lagi. Kau tahu maksudku" Karena itu, sebaiknya kau menerima
kenyataanmu, seperti pada saat kau direnggut dari tangan Pamot oleh Ki Demang di
Kepandak. Agaknya kau sudah
berhasil melampaui kesulitan perasaanmu, sehingga kau justru mengandung
karenanya. Dengan demikian, kau tidak akan banyak mengalami kesulitan apabila
kau harus mengulanginya sekali lagi, menyesuaikan diri dengan kenyataan yang kau
hadapi sekarang ini"
Kata-kata Manguri itu bagaikan ujung sembilu yang
langsung menusuk jantungnya. Betapa sakitnya, betapa
pedihnya. Betapa harga dirinya sebagai seorang perempuan sudah direndahkannya,
bahkan di njak-injaknya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Betapapun juga hatinya serasa menggelegak, tetapi tidak sepatah katapun yang
diucapkannya. Wajahnya menjadi
semakin pucat, bibirnya membiru dan bergetar, sedang
tubuhnya menggigil seperti orang yang kedinginan.
Manguri memandang perempuan itu sejenak. Kemudian
katanya "Aku akan keluar. Benahilah pakaianmu. Mungkin ada orang lain yang
memasuki ruangan ini. Bukan aku"
Kata-kata itu membuat dada Sindangsari berdesir. Dan
tiba-tiba saja iapun menjatuhkan dirinya diatas pembaringannya menelungkupkan diri. Perlahan-lahan Manguri melangkah keluar. Di depan pintu ia berpaling. Ia berdiri termangu-mangu
sejenak. Namun kemudian ia
melangkah terus. Lamat menarik nafas dalam-dalam ketika ia mendengar
pintu bergerit. Sejenak kemudian Manguri melangkah keluar.
Keringatnya mengembun di dahi dan keningnya.
Sejenak ia berpaling kepada penjaga yang duduk bersandar tiang di depan Lamat
yang berdiri tegak "Aku titipkan perempuan itu kepadamu, keselamatannya dan
perawatan secukupnya" Penjaga itu menganggukkan kepalanya "Aku akan
mencobanya" Manguri mengerutkan keningnya. Namun kemudian iapun
melangkah pergi meninggalkan bilik itu.
Namun justru setelah ia menemui Sindangsari, wajah
perempuan yang pucat itu selalu membayanginya. Dalam
keadaan yang kusut, dengan rambut yang terurai, Sindangsari tampak menjadi
semakin cantik. Manguri mengambil nafas dalam-dalam. Keputusannya
menjadi semakin mantap. Katanya di dalam hati "Aku harus memaksakan kenyataan
itu sehingga Sindangsari kehilangan segala keinginan untuk lari"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Demikianlah, maka bayangan malam lambat laun mulai
menyaput langit. Semakin lama menjadi semakin rendah.
Warna merah di bibir awan mulai menjadi pudar.
Satu-satu kelelawar mulai berterbangan di udara yang
kelam. Berputar-putar kemudian menukik menyambar seekor mangsanya dipepohonan.
Di rumah isteri muda yang kesekian dari ayah Manguri itu mulai menjadi semakin
sepi. Tanpa diatur terlebih dahulu, orang-orang yang ada di halaman rumah itu
telah membagi dirinya. Orang Manguri dan orang-orang Ki Reksatani Meskipun
kadang-kadang satu dua diantara mereka ada juga saling berbicara, tetapi
kemudian helai tikar sudah dibentangkan di ruang depan. Sementara kuda-kuda
mereka meringkik di halaman.
Hanya lamatlah yang selalu menyendiri. Kadang-kadang ia mengikuti saja kemana
Manguri pergi, seolah-olah ia benar-benar mencemaskan keselamatannya di daerah
yang kurang dimengerti ini. Tetapi apabila Manguri kemudian duduk bersama
ayahnya dan Ki Reksatani, maka Lamatpun kemudian duduk di tangga.
"Padukuhan ini terlampau sepi" berkata ayah Manguri
kepada Ki Reksatani. "Ya. Padukuhan ini sudah berada di pinggir hutan,
meskipun bukan hutan yang lebat"
"Hutan perburuan. Hutan itu seolah-olah sengaja disediakan bagi mereka yang senang berburu"
"Ki Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi ia tidak begitu tertarik
pada hutan itu. Pikirannya masih juga mereka-reka apa yang sebaiknya dilakukan
dalam waktu yang dekat. "Kalau kau lelah, tidurlah"
Ki Reksatani mengangguk. Ia lebih senang berbaring sambil merenung daripada
harus mendengarkan kata-kata ayah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Manguri. Namun demikian ia masih juga bertanya "Padukuhan ini memang sepi.
Tetapi kenapa kau sampai juga di tempat yang sepi ini di dalam perjalanan
dagangmu. Apakah di padukuhan terpencil ini ada juga orang yang membeli ternak
dalam jumlah yang menguntungkan bagi perdaganganmu"
"Mereka tidak membeli, tetapi mereka justru menjual. Aku datang ke padukuhankepadukuhan kecil untuk membeli
ternak dengan harga yang agak murah, dan untuk
mendapatkan isteri-isteri muda"
Ki Reksatani mengerutkan keningnya. Tetapi ia tidak
menjawab apapun. Sejenak keduanya tidak mengatakan apa-apa. Mereka merenungi
angan-angan di dalam dada masing-masing. Sedang Manguri yang duduk bersama
merekapun menjadi jemu. "Aku akan beristirahat" katanya kemudian.
"Aku juga" sahut Ki Reksatani.
"Silahkan. Kalau begitu akupun akan tidur juga"
Merekapun kemudian meninggalkan tempat
masing- masing. Ki Reksatani perlahan-lahan melangkah mendekati orang-orangnya dan duduk
diantara mereka yang sudah
berbaring diatas tikar. Tetapi Ki Reksatani tidak mengatakan sepatah katapun.
Orang-orangnyapun tidak menegurnya.
Mereka sudah mulai terkantuk-kantuk setelah parjalanan yang cukup melelahkan
sejak sebelum fajar. Dalam pada itu Manguri tidak segera pergi mendapatkan ayahnya yang sudah


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbaring pula. Tetapi ia pergi ke regol halaman diikuti oleh Lamat.
"Apakah kau akan pergi?" bertanya Lamat.
Manguri menggelengkan kepalanya "Tidak"
Lamat tidak bertanya lagi. Dipandanginya saja Manguri yang kemudian berdiri di
tengah-tengah pintu regol halaman
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang rendah, seperti orang yang sedang mencari sesuatu ia memandang ke segala
arah. Tetapi Lamat yang berdiri
beberapa langkah di belakangnya, sama sekali tidak bertanya apapun.
Menguri yang berdiri termangu-mangu itu memandang
sinar pelita rumah tetangga yang agak berjauhan letaknya: Seberkas sinar yang
menembus lubang dinding jatuh diatas dedaunan di halaman.
Manguri menarik nafas dalam-dalam.
Lamat yang berdiri di belakangnya melihat anak muda itu menjadi gelisah.
Bahkan kadang-kadang terdengar ia
berdesah. "Apakah orang-orang didalarn rumah itu sudah tidur?" tiba-tiba saja Manguri
bertanya. Lamat heran mendengar pertanyaan itu, sehingga iapun
menjawab "Aku tidak tahu. Tetapi lampu-lampu di rumah itu masih terang. Aku kira
masih ada diantara mereka yang terbangun"
Manguri menarik nafas dalam-dalam. Ketika ia berpaling, dilihatnya ruang depan
rumah isteri muda ayahnya itu sudah sepi.
"Kenapa mereka belum tidur?" ia bertanya kepada Lamat.
Lamat menggeleng "Aku tidak tahu"
Manguri masih saja berdiri di regol. Bahkan kemudian ia melangkah ke jalan di
depan regol itu. Dicobanya melihat ke arah yang jauh di sepanjang jalan. Tetapi
jalan yang seakan-akan menghunjam ke dalam gelap itu sama sekali tidak
berkesan apapun kepadanya, selain sepi.
Manguri mengerutkan keningnya. Dipandanginya bayangan di dalam kegelapan. Lambat
laun iapun dapat mengenalinya,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sehingga tanpa sesadarnya ia berdesis "O, ibu, e, maksudku bibi"
"Ya" sahut suara itu "siapakah yang kau tunggu"
"Tidak ada" Bayangan itu melangkah mendekatinya, lewat beberapa
jengkal di samping Lamat.
"Apakah kau tidak ingin menemani bakal isterimu itu?"
bertanya perempuan itu "agaknya ia menjadi terlampau
kesepian" Dada Manguri berdesir. Dan perempuan itu berkata
seterusnya "Cobalah. Tetapi bersikaplah sebaik-baiknya.
Jangan terlampau kasar. Perempuan itu adalah perempuan yang berlebih senang
hanyut di dalam dunia angan-angan, harapan dan cita-cita daripada dunia yang
sedang di njaknya kini. Itulah sebabnya ia selalu bermimpi tanpa menghiraukan
kenyataan yang dihadapinya"
Manguri mengerutkan keningnya.
"Kalau kau ingin menemuinya, marilah, aku antarkan"
Manguri ragu-ragu sejenak. Namun kemudian ia berkata
"Aku ragu-ragu. Kalau ia menjerit, maka suaranya akan mengejutkan tetangga di
malam hari" "Mereka menganggap perempuan itu gila"
"Tetapi mereka akan muak mendengar teriakan siang dan malam di rumah ini. Dan
mereka akan memaksa kau menyingkirkannya" Perempuan itu tertawa. Katanya "Kalau begitu, kaulah yang harus berhati-hati.
Jangan membuatnya terkejut, takut dan muak melihatmu. Hati-hatilah. Marilah, aku
antarkan kau" Manguri ragu-ragu sejenak. Tanpa sesadarnya dipandanginya ruang depan yang sepi.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ayahmu ada di dalam. Aku sudah mendapat ijinnya"
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi ia
masih tetap ragu-ragu. "Marilah" perempuan itupun melangkah maju mendekati
Manguri. Sebelum Manguri menjawab, perempuan itu sudah menarik tangannya sambil
berkata "Cepatlah sedikit"
Manguri tidak dapat melawan lagi. Iapun kemudian
melangkah mengikuti ibu tirinya ke halaman belakang.
Lamat yang berdiri keheran-herananpun kemudian melangkah pula mengikuti mereka. Tetapi ibu tiri Manguri itu kemudian berkata
"Sudahlah, biarlah Manguri pergi sendiri.
Tidak pantas kau berada di dekat bilik itu. Akulah yang akan menemaninya"
Langkah Lamatpun tertegun. Dipandanginya Manguri yang berpaling pula.
"Biarlah pengawalmu itu di halaman depan. Biarlah ia tidur bersama yang lain"
Manguri tidak sempat menjawab, Sekali lagi ibu tirinya menarik tangannya ke
dalam gelap. Lamat masih berdiri termangu-mangu di tempatnya. Tetapi ia tidak
maju lagi. Manguri terpaksa mengikuti saja tarikan tangan ibu tirinya.
Anak muda itu langsung dibawa ke bilik Sindangsari lewat pintu butulan.
Perlahan-lahan Lamat masih mendengar
perempuan itu berkata "Jangan terlampau kasar. Sekeras-batu akik sekalipun,
lambat laun akan lekuk juga oleh air yang menilik, setitik-titik tetapi terus
menerus. Kau mengerti" Kalau sekaligus kau lemparkan ke dalam banjir bandang,
maka batu itu akan lenyap dan hilang untuk selama-lamanya. Kau
mengerti?" Tidak terdengar jawaban Manguri. Namun merekapun
kemudian melewati longkangan dan sampai ke depan pintu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
butulan yang dijaga oleh seorang penjaga yang dengan
malasnya duduk bersandar pintu itu.
"Bukalah" desis perempuan itu.
Lamat yang tidak sampai hati melepaskan Sindangsari di luar pengawasannya, diamdiam merayap mendekat di dalam kegelapan, Ia kini justru dapat melihat dan
mendengar pembicaraan mereka lebih jelas.
"Marilah" bisik perempuan itu. Lalu "Akulah yang akan mengatakannya. Kau jangan
terburu nafsu" Manguri tidak menjawab. Ia berdiri saja di belakang ibu tirinya seperti anakanak yang bersembunyi di balik ibunya.
Penjaga yang duduk bersandar pintu itu berdiri tertatih-tatih. Sekali ia
menguap, kemudian tangannya mulai bergerak mengangkat selarak.
Perlahan-lahan pintupun kemudian terbuka. Seberkas sinar meloncat keluar.
Tetapi kedua orang yang melangkah memasuki ruangan itu terkejut. Mereka melihat
Sindangsari memegangi lampu
minyak yang dinyalakan besar-besar.
"Kenapa kau pegangi lampu itu?" bertanya ibu tiri Manguri
"Apakah tidak ada ajug-ajug atau bancik di dalam bilik ini"
Sindangsari memandangi orang-orang yang masuk itu
sejenak. Dibayanginya wajahnya dengan telapak tangannya karena silau. Ketika ia
mendengar suara perempuan, maka iapun menjadi agak tenang.
Tetapi kemudian ia melihat Manguri di belakang perempuan itu. Karena itu, maka
katanya "Pergi, pergi dari bilik ini"
"Tunggulah" berkata ibu tiri Manguri "kami tidak akan berbuat apa-apa. Aku ingin
berbicara dengan kau sejenak dan dengan Manguri. Aku tahu, hubungan apakah yang
ada di Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
antara kalian. Hubungan yang sampai saat ini masih samar-samar.
"Tidak. Tidak" potong Sindangsari "kalau kalian tidak pergi, aku akan berteriak
" "Tidak ada gunanya. Kalau kau berteriak, maka dadamu
akan sakit. Tetangga kita disini akan muak kepadamu dan mereka akan dapat kita
hasut untuk berbuat apa saja.
"Itu lebih baik"
"Jangan begitu. Jangan menjadi putus asa. Itulah sebabnya aku ingin berbicara
sedikit" "Tidak ada yang dibicarakan Kalau kau akan berbicara, berbicaralah. Tetapi suruh
orang itu keluar" Ibu tiri Manguri berpaling kepadanya sejenak. Tetapi
kemudian ia tersenyum "Jangan begitu. Aku ingin berbicara dengan kalian berdua,
aku menjadi jaminan, bahwa tidak akan terjadi sesuatu tanpa kau kehendaki"
"Tidak, tidak" "Jangan keras hati"
"Pergi, pergi" "Sebaiknya kau mendengar kata-kataku "lalu ia berpaling kepada Manguri
"kemarilah. Biarlah untuk sementara Singandangsari menolak. Tetapi ia akan mendengar kata-kataku, dan ia akan
mengakui kebenarannya"
"Tidak, tidak.Jangan mendekat "
"Kemarilah Manguri"
Tetapi ketika Manguri melangkah maju, maka Sindangsari mengangkat pelita di
tangannya sambil berkata "Kalau satu langkah lagi kau maju, maka lampu ini akan
aku lemparkan ke dinding, kita akan bersama-sama terbakar di dalam bilik ini"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kedua orang itu terkejut. Manguri tertegun, sedang
wajahnya menjadi tegang. Tetapi ibu tirinya kemudian justru tersenyum. Katanya
"Tidak Nyai. Aku dan Manguri akan
segera berlari keluar sebelum api menjilat. Kami akan menutup pintu dan
membiarkan kau berada di dalam bilik ini"
"Itu lebih baik. Itulah yang aku ingini" Sindangsari berhenti sejenak, lalu
"Tidak. Aku tidak akan melemparkan lampu ini kedinding. Aku akan menyiramkan
minyaknya pada pakaianku, dan aku akan membakar diriku sendiri. Itu pasti akan
lebih baik" Kini wajah ibu tiri Manguri benar-benar menegang. Namun ia tidak yakin bahwa
Sindangsari benar-benar akan melakukannya. Karena itu, maka iapun berkata "Jangan
hiraukan Manguri. Ia tidak akan berbuat demikian kerena ia sadar, bahwa ia
sedang mengandung" Tetapi di luar dugaan. Ketika Manguri beringsut sedikit tiba-tiba
saja Sindangsari sudah memercikkan minyak dipakaiannya. Dicelupkannya jari-jarinya pada dlupak yang sedang
menyala itu. Kemudian dikibaskannya pada pakaiannya. "Kemarilah. Lihatlah mayatku yang hangus bersama,
anakku di dalam kandungan. Itu adalah jalan yang lebih baik bagiku"
Ketika Sindangsari memercikkan minyak lagi kepakaiannya, perempuan itu tiba-tiba
menjadi gemetar "Jangan. Jangan"
"Pergilah" Ibu tiri Manguri menarik nafas. Akhirnya ia berkata "Kau memang seorang
perempuan yang berhati baja. Baiklah. Kami akan keluar. Tetapi sebaiknya kau
memikirkannya, bahwa hidup ini harus berpijak diatas kenyataan"
"Aku tidak mau mendengar. Aku tidak mau mendengar"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ibu tiri Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya.
Katanya "Baiklah. Baiklah"
Keduanyapun kemudian melangkah keluar dari dalam bilik itu. Namun dengan
demikian mereka semakin yakin, betapa keras hati Sindangsari. Ketika mereka
melangkah keluar pintu, Lamatpun segera kembali ke tempatnya semula, sehingga
ketika Manguri dan ibu tirinya sampai di tempat itu, mereka bertanya hampir
berbareng "Kau masih disini?"
"Ya" "Tidurlah" berkata Manguri "Aku juga akan tidur"
Manguri benar-benar telah dicengkam oleh kekesalan.
Kadang-kadang timbul niatnya untuk berbuat kasar. Namun ia masih mencoba menahan
diri. Mungkin ibu tirinya dapat membujuk perempuan itu, agar hatinya tidak
menjadi semakin sakit, dan ia tidak semakin membencinya.
Manguripun kemudian pergi ke ruang depan. Ia langsung menuju ke tempat orangorangnya berbaring. Dengan hati yang panas ia menjatuhkan dirinya diantara
mereka, sementara ibunya yang tidak kalah kesalnya masuk ke ruang dalam.
Sementara itu Lamat masih berdiri termangu-mangu di
halaman. Agaknya Manguri yang kecewa itu tidak menghiraukannya lagi. Anak muda itu ingin melepaskan
kekesalannya dengan memejamkan matanya, kemudian tidur semalam suntuk.
Lamat menarik nafas dalam-dalam, seolah-olah ia ingin menghirup udara malam
sepuas-puasnya. Perlahan-lahan ia melangkah melintasi halaman. Sejenak ia duduk
bersandar sebatang pohon dikegelapan. Dan malam menjadi semakin gelap segelap
hatinya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tiba-tiba Lamat berdiri. Setelah memandang ruang depan yang sepi, ia berjalan ke
regol halaman. Sejenak ia berdiri mematung, namun kemudian ia melangkah keluar.
"Kalau Pamot sudah ada di padukuhan ini" katanya di
dalam hati "ia pasti akan berusaha mendekati rumah ini. Aku akan berdiri disini.
Mudah-mudahan ia dapat melihat aku, meskipun di regol itu tidak dipasang obor"
Lamatpun kemudian berdiri bersandar tiang regol halaman.
Dengan matanya yang tajam ditembusnya kegelapan malam.
Tetapi bagaimanapun juga, ia tidak dapat melihat terlampau jauh. Bayang-bayang
dedaunan membuat malam menjadi
semakin gelap. Tetapi justru Lamat berdiri bersandar tiang regol, maka iapun telah dibayangi
kegelapan yang hitam pula, sehingga tidak mudah untuk dapat dilihatnya. Karena
itulah maka beberapa orang yang berada di halaman di sebelah rumah itu tidak
melihatnya. Beberapa orang ternyata telah meloncati pagar batu di sebelah dalam dan
perlahan-lahan beringsut mendekati
dinding halaman rumah isteri ayah Manguri. Mereka sama sekali tidak melihat
bahwa di regol halaman masih ada seseorang yang tidak tertidur. Orang itu adalah
Lamat. Ketika orang-orang itu beringsut sepanjang dinding
diseberang jalan di halaman rumah tetangga, maka mereka melintas di hadapan
regol yang gelap itu. Kepala mereka yang sedikit tersembul diatas dinding batu,
telah menarik perhatian Lamat yang masih berdiri tegak sambil menahan nafas.
"Siapakah mereka itu?" bertanya Lamat di dalam hatinya.
Tetapi ia masih tetap membeku. Ia tidak tahu pasti,


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siapakah yang mendekat itu. Pamot dan kawan-kawannya, atau orang-orang Ki
Reksatani yang dengan diam-diam akan melakukan tugas yang dibebankan kepadanya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tiba-tiba timbul ah niat Lamat untuk mengetahui orang-orang itu Karena itu, maka
iapun beringsut perlahan-lahan justru menghilang di balik regol.
Raksasa itupun kemudian dengan terbungkuk-bungkuk
merayap di sepanjang dinding berseberangan jalan dengan orang-orang yang tadi
dilihatnya. Sekali-sekali ia mencoba menjenguk di balik dedaunan. Dan ternyata
ia berhasil mengetahui, dimana orang-orang itu berhenti.
"Mereka sengaja mengawasi rumah ini" berkata Lamat di dalam
hatinya. Ia masih bergeser lagi beberapa puluh langkah. Kemudian dengan hati-hati ia
meloncat di tempat yang gelap, di bawah rumpun bambu yang rimbun menyilang jalan
padukuhan, masuk ke halaman yang berseberangan dengan halaman
rumah isteri muda ayah Manguri itu.
Sejenak Lamat menunggu. Ia bersembunyi di balik
dedaunan ketika orang-orang itu bergeser mendekati Namun kemudian raksasa itu
menarik nafas dalam-dalam. Setelah orang-orang itu menjadi semakin dekat, dan
merayap di hadapannya tanpa mengetahuinya, ia melihat bahwa diantara mereka
terdapat Pamot dan Punta.
Namun ternyata tarikan nafasnya itu dapat didengar oleh Pamot dan kawankawannya, seakan-akan terlontar dari
senyapnya malam. Dan ternyata suara tarikan nafas itu telah mengejutkan orangorang yang sedang merayap itu, sehingga merekapun segera berpencar dan bersiaga.
Tanpa berjanji mereka mengepung gerumbul tempat Lamat bersembunyi.
"Siapa?" Rajab berdesis perlahan-lahan.
Lamat masih tetap diam. Ia menjadi ragu-ragu. Diantara mereka terdapat orangorang yang belum dikenalnya.
"Siapa?" Rajab mengulang.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dengan hati-hati Lamat bergeser. Kemudian untuk tidak menimbulkan salah paham ia
berdesis pula "Aku Pamot"
"Aku siapa?" desak Pamot.
"Kau tidak mengenal suaraku lagi?"
"Lamat?" "Ya" "O" Pamotlah yang kemudian menarik nafas dalam-dalam.
Katanya kemudian "keluarlah. Kenapa kau bersembunyi di situ"
"Siapakah orang ini Pamot?" bertanya Rajab.
"Nantilah aku ceriterakan.. Tetapi orang ini tidak berbahaya meskipun ia berada
di dalam lingkungan orang-orang yang melarikan Nyai Demang"
Rajab tidak menyahut. Tetapi ia masih tetap ragu-ragu.
Perlahan-lahan Lamatpun merayap keluar dari gerumbul
itu. Tetapi ia tidak mau berdiri. Bahkan ia berkata "Duduklah Kepalamu agak
lebih tinggi dari dinding halaman ini"
Pamot dan kawan-kawannya mengerutkan keningnya.
Namun kemudian merekapun menyadari, bahwa kepala
mereka dapat dilihat dari luar halaman itu seandainya ada orang yang lewat di
jalan padukuhan. Peronda atau orang-orang yang kembali dari menunggui air di
sawah. "Duduklah" Lamat mengulangi.
Pamot dan kawan-kawannyapun kemudian duduk di
seputarnya. Namun nampaknya Rajab masih tetap mencurigainya. "Bagaimana dengan Nyai Demang?" bertanya Pamot tidak
sabar. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ia masih selamat. Sampai saat ini ia masih dapat
bertahan. Tidak ada seorangpun yang dapat mendekatinya"
Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tetapi ia bertanya "Kenapa kau berada disini"
"Aku melihat beberapa buah kepala yang bergeser di balik dinding batu ini.
Karena itu aku berusaha untuk memastikan, apakah kalian bukan orang-orang yang
berbahaya bagi Nyai Demang"
Pamot dan kawan-kawannya saling berpandangan sejenak.
Namun dalam pada itu, Rajab segera mengetahui, bahwa
Lamat bukanlah orang kebanyakan. Ia dapat mendekati
mereka tanpa mereka sadari.
"Aku memang menunggu kalian" desis Lamat "tanpa kalian, aku tidak akan dapat
berbuat banyak. Apalagi apabila
Mangurilah yang pertama-tama menjadi kalap. Kalau Ki
Reksatani berniat untuk membinasakan Sindangsari, aku kira Manguri pasti akan
mencegahnya, sehingga aku masih
mempunyai kawan untuk mempertahankan tetapi apabila
Manguri yang kehilangan akal, akupun akan kehilangan akal pula"
Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya, katanya "Kami
sudah berada di sekitar rumah ini. Bahkan Ki Jagabaya di Prambananpun telah
berada di sini pula"
"O, kau sudah menghubungi pimpinan Kademangan ini"
"Ya" Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya. Jika demikian,
maka kali ini semua persoalan harus selesai. Ki Jagabaya dan Ki Demang di daerah
ini pasti tidak akan dapat membiarkan persoalan ini berlarut-larut dan terjadi
di wilayah mereka. Tetapi Lamatpun mengetahui, bahkan hampir pasti, bahwa tidak ada seorangpun di
padukuhan ini yang mampu mengimbangi Ki Reksatani di dalam olah kanuragan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Baiklah" berkata Lamat kemudian "aku akan berusaha
untuk selalu melindungi Nyai Demang dari dalam. Tetapi kalian harus tetap
mengawasi keadaan. Jika aku terpaksa terlibat dalam sikap yang keras, maka
kalian harus segera berusaha membantu. Kalau tidak, dalam waktu yang sekejap
saja, kepalaku akan terpenggal oleh Ki Reksatani bersama orang-orangnya.
"Apalagi apabila Manguri berdiri di pihak mereka" Pamot mengangguk-anggukkan
kepalanya. "Ya. Aku selalu siap bersama dengan kawan-kawan Rajab, adalah salah seorang anak
muda Kali Mati yang berpengaruh"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya. "Sokurlah. Mudah-mudahan kita dapat menyelamatkan"
"Apa yang harus kita kerjakan sekarang?"
"Kalian harus mengawasi aku"
"Apakah isyaratmu?"
Lamat berpikir sejenak. Kemudian "A ku akan berteriak memanggil kalian. Aku
tidak mempunyai tanda apapun, dan barangkali aku juga tidak akan sempat
mempergunakan tanda tanda lain"
Pamot dan kawan-kawannya menganggukkan kepalanya.
Dan Pamotpun kemudian bertanya "Kapan hal itu terjadi?"
"Aku belum dapat mengatakan" Lamat berhenti sejenak,
lalu tiba-tiba ia bertanya "Berapa orang kalian sekarang?"
"Enam orang" "Hanya enam orang?"
"Tetapi dengan isyarat, kami dapat memanggil lebih dari lima belas orang saat
ini" "Lima belas" Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tetapi jumlah itu masih meragukan. Meskipun jumlah itu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sudah seimbang, bahkan sedikit lebih banyak dari jumlah orang-orang yang
berkumpul di halaman ini, namun orang-orang yang ada di halaman ini adalah orang
upahan yang memang menyewakan dirinya untuk berkelahi. Mereka
memang hidup dari kemampuan mereka bertempur. Baik
mereka orang-orang Ki Reksatani, maupun orang-orang
Manguri yang biasanya mengawal di daerah-daerah yang
berbahaya. Sedang anak-anak Sembojan dan sekitarnya
adalah petani-petani dan mungkin satu dua diantara mereka adalah pengawalpengawal Kademangan dan pengawal-pengawal khusus seperti Pamot dan Punta.
"Bagaimana?" bertanya Pamot.
"Di dalam halaman rumah ini berkumpul lebih dari sepuluh orang" berkata Lamat
"Maksudmu" Apakah kita akan merebut dengan kekerasan?" "Berbahaya sekali. Kalian hanya akan menemukan mayat
Nyai Demang di Kepandak"
Lamat tidak segera menyahut. Ia mencoba membayangkan, bagaimanakah kira-kira kekuatan penjaga pintu
bilik Nyai Demang itu. Kalau ia berhasil membungkamnya, maka ia akan dapat membuka pintu bilik itu. Pintu butulan.
Tetapi Lamatpun sadar, untuk mendekati pintu bilik itu pasti sangat sulit.
Kecuali kalau penjaganya tidur. Agaknya ayah Manguri cukup berpengalaman,
sehingga ia sudah membersihkan beberapa puluh langkah dari pintu itu,
sehingga orang yang mendekatinya, akan segera dapat
diketahui sebelum ia menjadi dekat.
"Baiklah kalian menunggu" berkata Lamat "tetapi bahwa aku tahu kalian disini,
aku menjadi semakin mantap.
Percayalah kepadaku. Selagi aku masih hidup, Nyai Demang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
akan selalu aku awasi. Namun demikian kalian harus
membantu aku" "Jangan cemas. Beberapa orang diantara kami selalu dekat dengan rumah ini. Salah
seorang dari kami tinggal di rumah sebelah. Dan aku, Punta beserta kedua kawan
dari Gemulung, tinggal di rumah itu pula, meskipun harus selalu bersembunyi"
"Baiklah" desis Lamat "sekarang pergilah. Awasilah dari rumah itu saja. Disini
kalian selalu dibayangi oleh bahaya.
Siapa tahu, Ki Reksatanipun berkeliaran di malam begini di sekitar rumah ini.
Kalian baru akan menyadari setelah leher kalian tercekik dari belakang"
Anak-anak muda itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Akupun akan kembali ke rumah itu. Tetapi aku sudah
mempunyai pegangan, sehingga aku tidak menjadi ragu-ragu bertindak"
"Baiklah" desis Pamot. Lalu nada suaranya menurun "Aku mengucapkan terima kasih
yang tidak terhingga Lamat. Kau selalu baik kepadaku"
"Ah, jangan menjadi cengeng. Pergilah"
Anak-anak muda itupun kemudian merayap pergi meninggalkan tempat itu. Namun Rajab masih juga sempat bertanya "Apakah
hubungannya dengan kalian, atau dengan Nyai Demang?"
Pamot ragu-ragu sejenak. Tetapi kemudian ia menjawab
"Tidak ada hubungan apa-apa diantara kami dan juga diantara Lamat, raksasa yang
baru bangun dari tidurnya itu, dengan Nyai Demang di Kepandak. Tetapi ada
semacam dorongan dari dalam dirinya sendiri untuk melindungi perempuan yang malang itu"
"Seperti kalian juga?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pamot tidak segera dapat menjawab. Ternyata pertanyaan itu telah melontarkannya
pada suatu pengakuan, bahwa ia tidak berusaha membebaskan Sindangsari dengan
alasan yang sama dengan Lamat. Sekedar karena rasa keadilannya
tersinggung, tanpa pamrih apapun. Lamat benar-benar telah berusaha melindungi
Sindangsari karena percikan rasa
keadilan dan kebenaran di dalam hatinya, meskipun
sebelumnya ia merasa terikat oleh ikatan budi yang seakan-akan tidak dapat
diputuskannya. Tetapi bagi dirinya, ada sesuatu yang lain yang mendorongnya
berbuat demikian. Ia mempunyai bekal yang masih tergores di hatinya, dan ia
mempunyai kepentingan langsung dengan perempuan itu,
karena benihnya yang tertabur di persemaian itu telah tumbuh.
Karena Pamot tidak segera menjawab, maka Puntalah yang menolongnya
menjawab "Ya. Kami juga berusaha menyelamatkannya. Bedanya, kami adalah orang-orang yang berada di luar
lingkungan mereka, sedang Lamat adalah orang dalam, yang oleh lingkungan mereka
pasti akan disebut pengkhianat. Tetapi ia yakin bahwa apa yang dilakukan itu
benar, demi kemanusiaan"
Rajab mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia tahu kini,
bahwa ia telah terseret pula untuk melakukan perbuatan serupa itu. Dengan kata
sehari-hari, menolong sesama yang sedang dalam kesulitan. Dan ia adalah
perwujudan dari rasa kemanusiaan. Seperti yang selalu didengarnya orang tua-tua
mengajari agar setiap orang suka tolong-menolong di dalam kesulitan. Bukan
sekedar kata-kata yang merdu didengar, tetapi yang lebih penting adalah
melakukannya. Dan rajab merasa, kini ia telah melakukannya.
Demikianlah maka merekapun kemudian saling berdiam
diri. Perlahan dan hati-hati sekali mereka bergeser setapak demi setapak.
Kemudian merekapun meloncati pagar-pagar batu beberapa kali, sebelum mereka
sampai ke halaman Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
rumah seorang kawan yang bertetangga dengan rumah yang dipergunakan oleh
Sindangsari. "Kita harus selalu mengawasi rumah itu" berkata salah seorang dari mereka.
Yang lain mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Bagaimana dengan Ki Jagabaya"
"Ia sedang tidur. Ia berada di bilik tengah"
"Biarlah ia tidur. Kalau keadaan memuncak, barulah ia kita bangunkan. Tetapi
kita sudah berhasil menghubungi orang di dalam lingkungan mereka"
Pamot sendiri tidak menyahut pembicaraan itu. Ia duduk di sudut amben, di dalam
kegelapan, karena sinar pelita yang menyangkut pada tiang. Tetapi tidak
seorangpun yang menghiraukannya selain Punta.
"Kasihan anak itu" berkata Punta di dalam hatinya, seolah-olah ia mengetahui apa
yang bergolak di dalam hati Pamot.
"Apakah yang telah mendorong aku bersusah payah


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencarinya?" pertanyaan itu memang tumbuh di hati Pamot
"Sindangsari bukan apa-apa lagi bagiku. Apakah ada
seorangpun yang dapat meyakinkan bahwa anak di dalam
kandungannya itu ada sangkut pautnya dengan aku?"
Berbagai bayangan di dalam angan-angannya telah
membuatnya berkeringat. Bahkan tumbuh pula di dalam
dadanya seruan "Kenapa tidak kau serahkan saja kepada Ki Demang di Kepandak yang
telah merampas perempuan itu
dari tanganmu" Apa pedulimu seandainya perempuan itu mati, atau diperisterikan
oleh Manguri dengan paksa, atau sebab-sebab yang lain"
Namun ketika tanpa sengaja ia melihat anak-anak muda
yang ada di dalam ruangan itu, dan terlebih-lebih lagi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
terbayang wajah Lamat yang keras seperti batu, dada Pamot tergetar karenanya.
"Apa pula hubungan mereka dengan Sindangsari" Apa pula kepentingan mereka atas
perempuan itu dan bukankah
mereka dapat tidak mempedulikannya sama sekali seperti kita melihat seekor tikus
yang hanyut di kali?"
"Tidak, tidak" Pamot menggeram di dalam hati "perempuan itu memerlukan
pertolongan. Kenal atau tidak kenal,
berkepentingan atau tidak berkepentingan"
Tiba-tiba saja angan-angannya terputus ketika ia mendengar hiruk pikuk di rumah sebelah. Hampir berbareng anak-anak muda yang ada
di dalam ruangan itu berloncatan ke pintu. Dada mereka berdesir ketika mereka
melihat api yang menyala di rumah sebelah, rumah yang dipergunakan untuk
menyimpan Sindangsari. "Kebakaran" Punta bergumam.
"Ya, kebakaran" sahut Pamot.
Tetapi dengan demikian mereka tidak segera dapat
mengambil sikap. Kebakaran tidak termasuk di dalam
perhitungan mereka. Mereka hanya menunggu isyarat Lamat.
Kalau mereka mendengar isyarat, mereka harus bertindak cepat. Kalau tidak, maka
tidak akan terjadi apa-apa di rumah itu. Tetapi kini rumahitu terbakar.
Anak-anak muda itu untuk sesaat hanya, berdiri mematung di halaman sambil
memandang api yang mulai menjilat atap.
Beberapa bagian di sisi belakang telah mulai berkobar. Orang-orang yang ada di
rumah itu menjadi sibuk. Mereka yang sedang tertidur oleh kelelahan, terperanjat
bangun. Sejenak mereka saling berpandangan. Namun sejenak kemudian
merekapun segera berloncatan ke luar.
"Kebakaran, kebakaran"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ayah Manguri yang ada di dalampun segera berlari keluar di kuti oleh isteri
mudanya. Manguri dan orang-orangnya, juga Ki Reksatani dan pengiringnya, telah
berkumpul di halaman. Sejenak mereka menilai keadaan, dan sejenak kemudian
merekapun segera berloncatan.
"Air, air" teriak salah seorang dari mereka.
Halaman rumah itupun kemudian menjadi hiruk pikuk. Api yang menyala di bagian
belakang semakin lama menjadi
semakin besar. Diantara mereka yang berlari-larian kian kemari mencari air dan alat-alat untuk
memadam kan kebakaran itu, Ki Reksatani berdiri termangu-mangu. Ia ingat, bahwa
di bagian belakang rumah itu disimpan Sindangsari, nalurinya telah mendorongnya untuk menolong perempuan itu. Tetapi tiba-tiba ia berdiri tegak
seperti patung. Bahkan kemudian ia berdesis "Biarlah perempuan itu mati dimakan
api. Itu lebih baik daripada aku harus membunuhnya"
Karena itu, niatnya untuk menolong Sindangsari diurungkannya. Tetapi selain Ki Reksatani, Manguripun menyadari hal itu.
Karena itu, berlari-lari ia melingkar rumah itu sambil berteriak memanggil
"Lamat, Lamat" Tetapi tidak ada seorangpun yang menyahut "lamat,
Lamat" Suaranya seakan-akan tenggelam di dalam hiruk pikuk
orang-orang yang berusaha memadamkan api yang berkobar semakin besar. Bahkan
kemudian orang-orang di sekitar rumah itupun berlari-larian memberikan
pertolongan. Mereka menebang batang-batang pisang dan dilontarkannya ke dalam
api. Selagi Manguri sedang kebingungan, dan selagi Ki
Reksatani memandangnya dengan senyum kecil di bibirnya,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mereka telah terkejut ketika dinding di sudut belakang rumah itu terdorong oleh
suatu kekuatan yang besar dari dalam.
Dinding sudut yang sudah hampir termakan api pula itu, kemudian roboh, sementara
sebuah bayangan telah meloncat keluar dari dalam.
Semua orang terpukau sejenak memandangnya. Orang itu
adalah Lamat yang mendukung Sindangsari.
Meskipun beberapa bagian pakaian dan kulitnya telah
tersentuh api, namun Lamat tidak menghiraukannya. Dan ia berhasil menyelamatkan
Sindangsari. Tetapi perempuan itu selalu meronta-ronta. Bahkan ia
berteriak-teriak "Lepaskan, lepaskan. Biarlah aku mati di dalam api itu.
Lepaskan" Orang-orang yang mendengar teriakan itupun segera
menduga bahwa perempuan gila itulah agaknya yang telah membakar rumah itu.
Sebenarnyalah bahwa Sindangsari yang menjadi bingung
dan gelap hati itu, tidak tahu lagi apa yang sebaiknya dilakukan. Apalagi ketika
ia mengetahui bahwa Manguri telah berada di dalam rumah itu pula. Oleh
kebingungan yang tidak terpecahkan, maka hatinya benar-benar menjadi kelam. Ia
lupa akan dirinya, lupa akan kandungannya, dan sejenak ia lupa akan adanya Tuhan
Yang Maha Bijaksana. Ia telah
mencoba menyelesaikan kesulitannya itu dengan caranya sendiri.
Ternyata Sindangsari itu telah menyiram dinding biliknya dengan
minyak lampu di dalam biliknya, kemudian membakarnya dari dalam tanpa menghiraukan keadaan
dirinya sendiri. Karena itulah, ia melawan ketika Lamat ingin menolongnya dari
lidah api yang sudah menjalar semakin besar.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi Lamat tidak menghiraukannya. Sindangsari itupun kemudian dibawa menjauhi
api yang semakin besar berkobar membakar rumah isteri muda ayah Manguri.
Pedagang ternak itu berdiri termangu-mangu di halaman yang merah karena nyala
api. Di sampingnya isteri mudanya menangis
sambil berpegangan lengannya "Rumahku, rumahku" Ayah Manguri menarik nafas dalam-dalam. Ia hanya dapat memandang api yang
semakin besar, bahkan hampir menelan seluruh bagian rumah itu. Lambat tetapi
pasti, maka rumah itu akan menjadi abu sama sekali, karena pertolongan tetangga
yang hampir seluruh padukuhan telah mengelilingi api dan mencoba memadamkannya,
namun tidak berhasil. -ooo0dw0ooo- Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Matahari Esok Pagi Karya : SH Mintardja Sumber DJVU http://gagakseta.wordpress.com/
Convert by : Dewi KZ Editor : Dino
Ebook oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Jilid 9 MANGURI sama sekali tidak menghiraukan lagi api yang
seakan-akan melonjak-lonjak dalam tarian maut menyentuh langit yang hitam. Yang
menjadi pusat perhatiannya adalah Sindangsari. Karena itu dengan tergesa-gesa ia
mengikuti Lamat yang kemudian meletakkan Sindangsari di sudut
halaman belakang, diatas rerumputan yang kekuningkuningan. Oleh ketegangan yang luar biasa, maka Sindangsari yang sedang
mengandung itupun telah menjadi pingsan.
Dalam pada itu, Ki Reksatanipun menjadi bingung. Ia
kecewa sekali melihat Lamat berhasil menolong perempuan yang telah menyalakan
api di dalam hatinya pula. Ki Reksatani mengharap Sindangsari mati. Tetapi kini
ia dapat di selamatkan. Apalagi halaman itu penuh dengan orang-orang dari
padukuhan Sembojan. Apabila ia tidak dapat menyingkirkan Sindangsari, dan apabila karena sesuatu hal rahasia ini merembes
keluar lingkungannya, maka ia akan mengalami bencana yang tidak terkirakan.
Dalam kebingungan itu tiba-tiba ia mengambil keputusan.
Perempuan itu harus mati. Manguri, ayahnya dan orangorangnyapun harus mati "Tetapi bagaimana dengan orang-orang Sembojan?"
pertanyaan itu melonjak di dalam
kepalanya "mereka pasti akan berceritera tentang perkelahian yang timbul di
rumah ini. Mereka Pasti akan bercerita tentang kematian demi kematian. Mereka
akan berceritera tentang orang-orang yang datang dan berselisih disini.
Gambaran-gambaran yang mereka berikan akan menunjukkan bahwa
yang berkelahi dan yang saling berbunuhan adalah orang-orang Kepandak.
"Persetan" ia menggeram "padukuhan ini cukup jauh. Di dalam hiruk pikuk ini aku
harus cepat melakukannya. Mungkin tidak ada orang yang mengetahui, siapakah yang
telah melakukan pembunuhan itu. Dengan diam-diam aku akan
mendekati mereka seorang demi seorang. Dan aku akan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
membunuhnya tanpa menimbulkan suara apapun. Aku dapat menusuk setiap punggung.
Kemudian meninggalkannya terbaring di tanah. Orang-orang yang sibuk dengan api itu, pasti tidak akan
segera menyadari apa yang terjadi.
Ki Reksatanipun kemudian menggeram. Dibisikkannya
rencana itu kepada seorang pengikutnya. Dan rencana itupun segera menjalar.
"Kau serahkan Manguri dan ayahnya serta raksasa itu
kepadaku. Kalian tidak akan dapat berbuat banyak atas mereka. Lakukanlah atas
pengiring-pengiringnya. Cepat, selagi orang-orang Sembojan dan pengiring Manguri
itu sibuk memadamkan api. Aku akan mencari perempuan itu"
Ki Reksatani tidak perlu mengulangi perintahnya. Orang-orangnya yang segera
mengetahui hal itu, mulai berusaha melakukan tugasnya. Dengan pisau-pisau belati
pendek, mereka mendekati para pengiring Manguri dari belakang.
Kemudian, mereka membenamkan pisau belati mereka di
punggung di dalam kegelapan, selagi orang-orang itu sibuk mengambil air, atau
mencari batang-batang pisang, atau selagi mereka berbuat apapun juga. Mereka
mendorong mayat-mayat itu ke dalam rimbunnya halaman yang kurang terpelihara. Dan
membaringkannya di tanah.
Sementara itu, Manguri berdiri termangu-mangu di
belakang Lamat yang sedang berjongkok merenungi wajah Sindangsari yang pucat.
Dicobanya untuk menggerakkan
tangannya perlahan-lahan. Kemudian menggerakkan kepalanya pula. Seperti seorang ibu yang menyentuh bayinya, Lamat memijit pundak
Sindangsari dengan hati-hati. Tetapi perempuan itu masih saja pingsan.
Manguri masih berdiri di belakangnya. Dibiarkannya Lamat berusaha
membangunkannya. Bahkan dengan gelisahnya
Manguripun maju selangkah. Tetapi ia berhenti ketika Lamat merentangkan
tangannya tanpa berkata apapun juga.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Semula Manguri tidak menghiraukannya. Tetapi ketika
setiap kali ia ingin mendekat, Lamat selalu berusaha
mencegahnya, maka iapun kemudian berkata "Biarlah aku yang mencoba
membangunkannya" Alangkah terkejut Manguri mendengar jawaban Lamat.
Dadanya hampir meledak karenanya dan jantungnya serasa berhenti
mengalir. Lamat yang kemudian berdiri menghadangnya itu berkata "Jangan kau sentuh perempuan itu"
"Lamat" Manguri memandanginya dengan tajamnya
"apakah kau menjadi gila?"
"Jangan kau sentuh"
"Pergi, pergi kau. Aku akan membangunkannya. Perempuan itu masih pingsan"
"Akulah yang menolongnya dari api. Kalau tidak ia sudah mati menjadi bara di
dalam api itu. Kau tidak berhak lagi atasnya"
Manguri berdiri membeku sejenak. Ia menjadi bingung
menghadapi raksasa yang jinak, tetapi tiba-tiba menjadi buas.
"Apakah kau kerasukan setan Sembojan, he Lamat. Jangan dungu. Perempuan itu akan
mati kalau ia tidak segera
mendapat pertolongan"
"Serahkan ia kepadaku. Kau jangan mencampuri persoalanku dengan perempuan itu"
"He Lamat. Apakah kau benar-benar menjadi gila he?"
Lamat tidak menjawab. Ia masih berdiri saja mematung di tempatnya. Namun di


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam keremangan cahaya api yang
kemerah-merahan, mata Lamat tampak menyala seperti bara.
Manguri menjadi ragu-ragu sejenak. Seperti memelihara seekor harimau, betapapun
jinaknya, pada suatu saat
menggeram juga. Karena itu, maka ia harus berhati-hati. Ia
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tidak tahu, kenapa tiba-tiba saja Lamat telah berubah sama sekali.
Sebenarnyalah bahwa Manguri tidak mengetahui apa yang tersimpan di dalam hati
Lamat. Ia tidak mengerti perkembangan perasaan raksasa itu. Apalagi kini, di saat-saat terakhir, Lamat
sudah tidak dapat membiarkan perlakuan yang memuakkan itu berlangsung terus
sebelum terlanjur terjadi akibat yang tidak akan dapat dihapus seumur hidupnya.
Semula Lamat masih ragu-ragu untuk bertindak. Tetapi
ketika ia membawa Sindangsari ke sudut halaman, maka ia mendengar suara berbisik
di balik dinding batu "Lamat, aku disini. Kami sudah siap. Agaknya saat ini
merupakan salah satu saat yang baik untuk membebaskannya. Sindangsari sudah
berada di tanganmu. Kemungkinan untuk membunuhnya dapat dibatasi sekecil-kecilnya"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menjawab "Baiklah Kita akan mulai"
Pembicaraan itu terhenti ketika mereka melihat Manguri berlari-lari mendekati
Lamat. Namun semuanya sudah jelas.
Semuanya sudah pasti. Sindangsari harus dibebaskan.
Sementara itu Pamot dan kawan-kawannyapun segera
surut beberapa langkah. Mereka berloncatan kebalik dinding di dalam kegelapan.
Agaknya oleh hiruk pikuk di halaman, tidak seorangpun yang memperhatikan mereka.
Seandainya ada orang yang melihat mereka berloncatan, orang itu pasti mengira bahwa mereka
adalah tetangga-tetangga terdekat yang akan menolong kebakaran itu pula.
Dalam pada itu, Ki Reksatanipun dengan diam-diam telah mendekati Manguri yang
sedang berbantah dengan Lamat.
Sejenak ia menjadi heran. Kenapa tiba-tiba saja mereka tidak sependapat.
Biasanya Lamat tidak pernah membantah,
apapun yang dikatakan oleh Manguri. Namun kini tiba-tiba Lamat telah mencegah
Manguri mendekati Sindangsari.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sejenak Ki Reksatani berpikir. Apakah kira-kira yang akan dilakukan oleh Lamat
atas perempuan itu. Kalau ia sudah jemu mengawasinya dan akan membunuhnya, maka
biarlah raksasa itu melakukannya. Tetapi hal itu tidak akan mungkin terjadi.
Raksasa itu pulalah yang telah membebaskan perempuan itu dari jilatan api.
"Mereka sedang memperebutkan perempuan itu" berkata Ki Reksatani di dalam
hatinya. Namun perkembangan keadaan itu menambahkannya menjadi cemas. Rahasia
ini akan semakin cepat menjalar dan diketahui orang.
Karena itu, iapun segera mengambil keputusan. Bukankah keduanya harus
dimusnahkannya dan kemudian perempuan
yang pingsan itu pula"
Ki Reksatani dapat berpura-pura memihak salah satu dari keduanya. Kemudian
setelah yang seorang selesai, maka yang lain akan diselesaikannya pula.
Menurut perhitungan Ki Reksatani, maka untuk membunuh Manguri tidak akan ada
kesulitan apapun. Tetapi untuk membunuh raksasa itu, mungkin ia memerlukan
waktu. Apalagi agaknya orang-orang lain tidak akan mengganggunya.
Misalnya ayah Manguri dan orang-orang yang sudah mengenal anak itu. Termasuk
orang-orang Sembojan. Karena itu, maka ia memutuskan untuk berpihak kepada
Manguri. Dengan demikian, rencananya akan dapat dilakukannya dengan lancar. Dengan keputusan itulah, maka Ki Reksatani melangkah
mendekati keduanya yang masih
berdiri berhadapan. "Apa yang terjadi?" ia bertanya seolah-olah ia tidak tahu apa yang sedang mereka
percakapkan. Dada Lamat berdesir. Ia sadar bahwa ia harus berhadapan dengan orang yang tidak
terkalahkan dari Kepandak itu.
Tetapi ia sudah menyerahkan dirinya untuk menolong Nyai Demang. Ia sudah bulat
bertekad untuk menyelamatkan jiwa
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
perempuan itu, bahkan kalau perlu menukar dengan jiwanya yang sudah tidak
berharga itu. "Lamat menjadi gila" desis Manguri.
"Ia mendengar percakapan kita. Ia mengetahui bahwa kita tidak sependapat, aku
tahu, bahwa orang ini sudah lama memperhatikan kita"
Ki Reksatani mengerutkan keningnya. Selangkah ia maju sambil berkata "Ya, aku
mendengar sebagian dari percakapan kalian. Tetapi aku tidak tahu, alasan apakah
yang mendorong kalian untuk memperebutkan perempuan itu"
"Aku akan menyelamatkannya. Menyelamatkannya dari
tangan laki-laki yang dibakar oleh nafsunya dan menyelamatkannya dari laki-laki yang digelut oleh ketamakan"
"Lamat" berkata Manguri "siapakah yang mengajarimu
demikian?" "Tidak ada. Tetapi aku adalah seorang manusia seperti kebanyakan manusia yang
lain. Mempunyai perasaan, harga diri dan perikemanusiaan. Apakah aku dapat
membiarkan perempuan yang tidak berdaya ini menjadi korban kalian. Ia akan
binasa lahir dan batinnya. Kalau ia tidak dibunuh secara badaniah, ia akan mati
secara batiniah. Hidupnya bukan hidup lagi, meskipun ia tidak dapat segera
dikubur. Karena itu, menyingkirlah kalian. Aku akan menyelamatkannya dan
mengembalikannya kepada Ki Demang di Kepandak"
Darah Manguri serasa berhenti mengalir mendengar
jawaban itu. Namun sebelum ia menjawab, terdengar suara Ki Reksatani tertawa
betapapun terasa pahitnya "Kau gila Lamat.
Benar kata Manguri, bahwa kau sudah gila. Apakah kau sadar, bahwa dengan
demikian, kau akan dapat mengalami akibat yang tidak pernah kau perhitungkan"
Apakah kau sangka, begitu mudahnya mengembalikan Nyai Demang itu kepada
suaminya?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku tahu, bahwa tidak begitu mudah untuk melakukannya.
Tetapi aku akan mencoba"
Ki Reksatani memandang wajah Lamat yang tegang, sorot matanya memancarkan
kebulatan hatinya yang membara.
Karena itu, Ki Reksatani tidak dapat memperpanjang waktu lagi. Ia harus segera
berbuat sesuatu. "Lamat" Ki Reksatani menggeram "aku terpaksa membunuhmu. Aku kira Manguripun tidak berkeberatan,
karena selama ini kau adalah seekor kerbau dungu yang dipeliharanya diantara
ternak yang diperdagangkan oleh ayahnya. Tetapi ternyata kau jauh lebih dungu
dari yang aku duga semula. Ternyata saat ini kau sudah melakukan
kesalahan yang tidak termaafkan"
Lamat justru mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya
"Aku menyadari, bahwa kau akan mengambil keputusan itu"
Ki Reksatani maju selangkah lagi. Tetapi ia tertegun
sejenak ketika ia mendengar dengan nafas di sektarnya.
Tetapi Ki Reksatani tidak mengerti, siapakah orang-orang yang sedang
mengerumuninya. Mungkin orang-orangnya, mungkin orang-orang lain yang melihat
perselisihan itu, atau mungkin orang-orang Manguri.
Tetapi Ki Reksatani tidak mau mengorbankan dirinya dan apalagi kepentingannya.
Kalau orang-orang yang berada di sekitarnya
itu tidak menguntungkannya, pasti akan mengganggu usahanya membunuh raksasa itu. Karena itu, maka tiba-tiba terdengar
ia bersuit nyaring beberapa kali. Ia berharap bahwa orang-orangnya akan segera
datang mempercepat penyelesaian semuanya.
"Mudah-mudahan mereka sudah selesai" katanya di dalam hati.
Orang-orang Ki Reksatani yang mendengar suitan itupun segera menyahut, sekaligus
memberi isyarat bagi kawan-kawannya yang belum mendengar di tempat yang
bertebaran. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Karena itu, maka sejenak kemudian merekapun telah bergeser dari tempatnya
mencari sumber bunyi isyarat itu, sementara beberapa dari mereka telah berhasil
membinasakan orang-orang Manguri yang ada di halaman.
Ternyata suara suitan itu telah menimbulkan berbagai
tanggapan pada penduduk Sembojan. Apalagi ketika salah seorang dari mereka yang
berlari-lari terjatuh karena kakinya terantuk sesosok mayat.
Maka sejenak kemudian hiruk pikuk di halaman itu telah berubah menjadi
kegemparan yang kisruh. Tidak seorangpun yang dapat bertindak dengan mapan.
Semuanya hanya menjadi kebingungan dan kehilangan akal.
Sementara itu, Ki Reksatani sudah mulai bertindak. Dengan garangnya ia mendekati
Lamat yang sudah bersiap pula
menghadapi setiap kemungkinan.
Seperti Ki Reksatani, Lamatpun sadar, bahwa beberapa
orang telah mengerumuninya. Ia juga mendengar dengus
nafas sebelum Ki Reksatani bersuit. Dan Lamatpun yakin, bahwa orang-orang yang
bersembunyi di sekitarnya itu
pastilah Pamot dan kawan-kawannya, sehingga dengan
demikian Lamat berharap, bahwa Sindangsari benar-benar akan dapat diselamatkan,
meskipun mungkin ia sendiri tidak.
Sejenak kemudian, maka Ki Reksatanipun menyerang
dengan cepatnya. Tetapi Lamat agaknya benar-benar telah bersiap menghadapi
setiap kemungkinan. Demikianlah, maka perkelahian diantara dua orang yang luar biasa itu segera
mulai. Ki Reksatani yang selama ini hanya dikenal sebagai seorang yang tidak
terkalahkan di Kepandak bersama Ki Demang, maka kini ia benar-benar telah
melibatkan diri dalam suatu perkelahian melawan seorang raksasa yang selama ini
dianggapnya terlampau jinak.
Namun segera tampak, bahwa Lamat bukan seorang
raksasa yang terlampau dungu. Ia bukan sekedar seekor
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kerbau yang menurut kemana saja ia dituntun oleh
pemiliknya. Kini Lamat seakan-akan telah bangun dari
tidurnya, dan mulai menyadari dirinya sendiri.
Pada langkah-langkah permulaan dari perkelahian ternyata, bahwa Lamat mampu
mengimbangi kecepatan bergerak Ki
Reksatani yang selama ini seakan-akan merupakan tokoh di dalam dongeng-dongeng
tentang seorang yang tiada duanya didunia.
Meskipun demikian, perkelahian itu ternyata telah memukau setiap orang yang menyaksikannya. Serangan Ki Reksatani datang bagaikan
badai yang melanda dengan
dahsyatnya. Tetapi Lamat adalah raksasa yang berdiri tegak bagaikan batu karang.
Manguri yang menyaksikan perkelahian itu berdiri termangu-mangu. Kini ia melihat kebenaran dari ceritera yang merambat
dari mulut kemulut tentang Ki Reksatani. Tangannya dapat bergerak secepat tatit diudara. Sedang kakinya mampu meloncat
melampaui loncatan belalang.
Yang tidak diduganya adalah justru Lamat. Manguri
mengetahui bahwa orang itu memiliki kekuatan tubuh yang luar biasa. Tetapi ia
tidak menyangka sama sekali, bahwa Lamat
mampu melawan Ki Reksatani tidak sekedar mempergunakan kekuatan yang diterimanya dari alam. Tetapi ia mampu melawan
dengan ilmu olah kanuragan yang
mengagumkan. Lamatpun mampu berkelahi dengan dahsyatnya seperti juga yang dilakukan oleh Ki Reksatani, di samping kekuatannya
yang melampaui kekuatan seorang
manusia biasa. Demikianlah perkelahian itupun segera berlangsung dengan dahsyatnya. Perkelahian
antara dua orang raksasa di dalam olah kanuragan. Perkelahian yang jarang
terjadi, apalagi di padukuhan kecil seperti padukuhan Sembojan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Itulah sebabnya, maka perkelahian itu benar-benar telah menggemparkan orang
Sembojan. Mereka melihat dua orang yang berkelahi dengan dahsyatnya. Mereka
melihat di sudut halaman itu perempuan yang mereka sangka perempuan gila itu
masih terbaring diam. Namun, tidak seorangpun dari mereka yang berani mendekati
perkelahian itu. Tidak seorangpun yang berani berbuat sesuatu di dalam perkelahian itu.
Dengan demikian, maka orang-orang yang semula sibuk
dengan api yang hampir menelan seluruh bangunan itu
perhatian menjadi terbagi. Sebagian memperhatikan api yang masih melonjak sampai
ke langit, dan sebagian perhatian mereka terampas oleh perkelahian yang semakin
lama menjadi semakin dahsyat itu.
Perlawanan Lamat benar-benar tidak diduga pula oleh Ki Reksatani. Ia memang
sudah memperhitungkan bahwa
membunuh Lamat bukanlah pekerjaan-pekerjaan yang mudah.
Tetapi bahwa Lamat mampu melawan dengan caranya, benar-benar telah menggetarkan
dadanya. Namun demikian, kemarahannyapun menjadi semakin berkobar di dadanya.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dari mana setan gundul ini mendapatkan ilmunya "Ki
Reksatani menggeram di dalam hatinya.
Namun nama Ki Reksatani benar-benar bukan sekedar
sebutan yang kosong. Semakin lama menjadi semakin nyata, betapa ia menguasai
ilmunya dengan matang. Kedua tangannya yang bergerak berputaran, benar-benar membingungkan. Sekalisekali ia meloncat bagaikan terbang dengan tangannya yang mengambang. Kemudian
menukik sambil mengayunkan serangan mautnya. Tandangnya bagaikan seekor burung garuda raksasa yang dengan
garangnya menyerang mangsanya.
Namun Lamat sama sekali tidak menjadi gentar karenanya.
Bagaikan seekor naga yang perkasa ia melawan kuku-kuku
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
garuda yang ganas yang menyambarnya dari segenap arah.
Namun dengan taringnya yang tajam, naga raksasa itu
berhasil menghalau lawannya yang mengerikan itu.
Tetapi Ki Reksatani mampu menyerang lawannya dengan
kedua tangannya yang menjulur ke depan, bagaikan seekor harimau yang menerkam
lawannya. Dengan kuku-kukunya
yang tajamnya dan giginya yang runcing ia siap untuk
merobek tubuh mangsanya. Namun Lamat mampu pula
bertempur bagaikan banteng ketaton. Tanpa menghiraukan keadaan
tubuhnya sendiri Lamat mengamuk dengan dahsyatnya. Demikianlah perkelahian itu semakin lama menjadi semakin seru.
Kaki-kaki mereka yang berloncatan telah menghamburkan debu yang putih keudara. Pepohonan perdu menjadi berserakan.
Ranting-ranting berpatahan dan batu-batu berterbangan tersentuh oleh kaki-kaki
mereka. Manguri benar-benar membeku di tempatnya. Ia adalah
seorang anak muda yang mempunyai pengetahuan tentang
olah kanuragan. Tetapi ia tidak dapat membayangkan, bahwa perkelahian yang
terjadi adalah perkelahian yang sedemikian dahsyatnya.
Dalam pada itu, ketika keduanya sedang dicengkam oleh nafas maut yang berhembus
di jalan pernafasan mereka, Manguri melihat Sindangsari mulai bergerak-gerak.
Tiba-tiba timbullah niatnya untuk mendekatinya. Apapun yang akan terjadi dengan
perkelahian itu, namun Sindangsari harus diselamatkan.
Demikianlah, dengan diam-diam ia bergeser dari tempatnya. Sekali-sekali ia memandangi perkelahian yang hampir tidak dapat di
kutinya itu. Kemudian dipandanginya sekelilingnya. Orang-orang yang menyaksikan
perkelahian itu dari kejauhan, diterangi oleh sinar api yang kemerah-merahan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi ketika Manguri berjongkok di samping Sindangsari ia merasa bahunya
digamit seseorang. Ketika ia berpaling maka darahnya bagaikan berhenti mengalir.
Dilihatnya seperti bayangan hantu yang tersembul dari dalam api yang menyala
itu. Wajah yang keras tegang berwarna tembaga.
Dengan gerak naluriah Manguri meloncat berdiri. Kemudian berdiri tegak diatas
kakinya yang renggang. Wajahnyapun kemudian menegang. Dengan tajamnya ia
memandang seorang anak muda yang berdiri di hadapannya. Pamot.
"Kita bertemu disini Manguri" geram Pamot.
"Gila" Manguripun menggeram "kenapa kau sampai juga ke tempat ini?"
Pamot memandang Manguri dengan tajamnya. Sejenak ia
mencoba untuk mengendapkan perasaannya, agar ia tidak terseret oleh arus
darahnya yang bergolak seperti banjir.
Dalam pada itu, Ki Reksatanipun terkejut pula ketika ia melihat Pamot telah
berada di halaman itu pula. Sejenak ia meloncat mundur untuk mendapat kesempatan
meyakinkan penglihatannya. Dan ia tidak salah lagi. Orang itu adalah Pamot.
Dengan demikian, maka Ki Reksatanipun harus mengambil keputusan segera. Ternyata
ia benar-benar menghadapi
persoalan yang tidak diduganya sama sekali. Bukan saja Pamot tetapi beberapa
anak-anak muda dari Gemulung telah ada di sekitar arena itu. Punta juga sudah
berdiri tegak dengan wajah yang tegang.
Ki Reksatani tidak mendapat kesempatan lagi. Ia harus segera megambil sikap
karena Lamat telah menyerangnya pula dengan garangnya.
"Selamatkan perempuan itu" tiba-tiba Ki Reksatani
berteriak. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Beberapa orang yang berdiri di sekitar arena itu menjadi termangu-mangu. Ia
tidak begitu jelas mendengar perintah yang diteriakkan oleh
Ki Reksatani. Bahkan mereka menangkap maksud kata-kata itu berlainan satu dengan yang lain. Bukankah Ki
Reksatani merencanakan untuk membunuh Manguri dan orang-orangnya, kemudian sudah
tentu juga Sindangsari" Apakah perintah itu berarti, bahwa mereka harus
melakukannya sekarang, membunuh Sindangsari".
Dalam keragu-raguan itu sekali lagi terdengar Ki Reksatani berteriak "Jangan
biarkan perempuan itu jatuh ke tangan anak-anak Gemulung"
Kini barulah mereka menjadi jelas Merekapun segera
meloncat menyerang Pamot yang berdiri berhadapan dengan Manguri.
Tetapi Pamot tidak seorang diri. Bukan sekedar bersama Lamat. Tetapi Pamot
berada di halaman itu bersama beberapa orang kawannya. Dari Gemulung, dari Kali
Mati dan dari Sembojan sendiri. Bahkan Ki Jagabaya di Prambananpun telah ada di
tempat itu pula. Dengan demikian, ketika serangan itu datang, bukan Pamot yang harus melawan
mereka, tetapi anak-anak muda itupun segera berloncatan menyongsong mereka.
"Gila" desis Ki Reksatani yang sambil bertempur sempat juga menyaksikan
perkelahian yang segera membakar hampir seluruh halaman belakang "dari mana
mereka mendapat kawan sebanyak itu?"
Sejenak timbul ah penyesalannya bahwa beberapa orang
Manguri pasti sudah terlanjur terbunuh oleh orang-orangnya di dalam kekisruhan
itu, sehingga apabila diperlukan, sulitlah baginya untuk mendapatkan bantuan
dari pihak manapun juga. "Bagaimana mereka dapat sampai ke tempat ini" berkata Ki Reksatani di dalam
hatinya. Namun tiba-tiba saja darahnya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bagaikan menggelegak ketika terpandang olehnya wajah
Lamat yang kasar sekasar padas.
"Pasti kaulah pengkhianat itu" geram Ki Reksatani.
Terasa dada Lamat berdesir tajam. Sungguh pahit untuk mendengar tuduhan itu.
Pangkhianat. Apalagi ketika sejenak kemudian ia melihat ayah Manguri datang dengan tergesagesa ke arena itu. di kuti oleh isterinya yang berlari-lari kecil. Sejenak ayah
Manguri itu membeku ketika ia melihat Lamat sedang bertempur dengan dahsyatnya
melawan Ki Reksatani. Hampir tidak dapat di bayangkan, bahwa perkelahian yang
demikian dapat terjadi. Sejenak kemudian ayah Manguri itupun melangkah
mendekati Manguri yang berdiri tegak dengan tegangnya berhadapan dengan Pamot.
Perlahan-lahan ayah Manguri itu berkata "Kita sudah dikhianati"
"Lamatlah yang telah berkhianat" desis Manguri.
Wajah ayah Manguri menjadi merah padam. Kini ia berdiri menghadap perkelahian
antara Lamat dan Ki Reksatani.
Perkelahian yang sama sekali tidak dapat diduga, siapakah yang akan menang dan
siapakah yang akan kalah. Mereka adalah orang-orang yang tangkas ian kuat.
Bahkan Ki Reksatani dan Lamat yang ingin segera memenangkan
perkelahian sebelum nafas mereka menjadi semakin terengah-engah itu telah
mencabut senjata masing masing. Ki Reksatani menggenggam senjata di kedua
tangannya. Sebilah pedang di tangan kanan dan keris pusakanya di tangan kiri.
Sedang Lamatpun telah menggenggam senjatanya yang mengerikan, sebuah golok yang
besar dan tebal. "Lamat" desis ayah Manguri "kenapa kau khianati kami?"
Lamat tidak menyahut. Tetapi kata-kata itu sangat
berpengaruh di hatinya. Meskipun demikian ia masih berusaha untuk melepaskan
diri dari pengaruh kata-kata itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kau jugakah yang telah membunuh beberapa orang kami
di halaman ini?" bertanya ayah Manguri "aku sudah
menemukan tiga mayat dari mereka. Semuanya telah ditusuk di punggungnya. Suatu
pembunuhan yang licik dan pengecut"
Kata-kata itu benar-benar bagaikan duri yang menusuk
dinding jantung raksasa yang sedang berkelahi itu. Tetapi Lamat berusaha agar ia
sama sekali tidak terpengaruh oleh kata-kata.
"Lamat" ayah Manguri seakan-akan telah berbisik di
telinganya "Kenapa kau sampai hati berbuat demikian?"
Lamat mengatupkan giginya rapat-rapat.
"Jawablah Lamat. Jawablah" Apakah salah kami sekeluarga kepadamu" Apakah aku
sudah menyakiti hatimu" Atau
barangkali anakku atau isteriku atau siapapun juga?"
Lamat tidak menjawab. Ia tetap mengatubkan mulutnya
rapat-rapat. Namun demikian terasa sesuatu menggelitik hatinya justru pada saat
ia bertempur melawan seorang yang pilih tanding, Ki Reksatani.
Untuk menghalau kegelisahan yang mulai menyentuh
perasaannya tiba-tiba Lamat berteriak nyaring "Pamot, cepat bawa nyai Demang
kepada suaminya, sebelum kita terlambat"
"Gila" Ki Reksatanipun berteriak pula "kalau kau sentuh perempuan itu, aku akan
Istana Kumala Putih 5 Kisah Sepasang Rajawali Karya Kho Ping Hoo Bangau Sakti 8

Cari Blog Ini