Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja Bagian 20
mudahnya membuka selarak itu, meskipun
mereka harus berhenti sekejap. Tetapi kawan Pamot itu memanjat sudut gardu itu
dan mengambil kentongan kecil yang tergantung di ujung emper.
Ketika ia meloncat turun, maka dilihatnya di tikungan beberapa ekor kuda berpacu
dengan cepatnya menuju ke
arahnya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dada anak muda itu berdesir. Tetapi ia tidak boleh
menyerah. Dengan tergesa-gesa ia berlari dan meloncat kepunggung kudanya sambil
membawa kentungan itu. Sejenak kemudian kudanya sudah berpacu meninggalkan
gardu itu tepat di saat Ki Reksatani berteriak "Lepaskan selarak itu. Cepat"
Seseorang meloncat turun dari kudanya. Tetapi ketika
tangannya mulai menyentuh selarak itu, ternyata anak muda yang berpacu sambil
membawa kentongan itu telah memukul tanda
bahaya. Sambil menyelusuri jalan padukuhan, bergemalah kentongannya dalam nada titir yang berkepanjangan. Karena orang yang akan membuka selarak itu menjadi
ragu-ragu, Ki Reksatani telah berteriak "Cepat, apakah kau menjadi gila?"
"O" orang itu tergagap. Dengan serta merta tangannya
menarik selarak dan melemparkannya ketepi.
Namun waktu yang sekejap itu agaknya telah membuat Ki Reksatani menjadi bimbang.
Ternyata seseorang yang duduk di pintu rumahnya terkejut mendengar suara
kentongan dalam nada yang mencemaskan. Tanpa berpikir panjang, iapun
segera berlari ke sudut rumahnya dan memukul tanda yang serupa.
Demikianlah maka tanda itu telah merambat dari kentongan yang satu kekentongan yang lain. Bukan saja kentongan di gardu-gardu
tetapi juga kentongan di sudut-sudut rumah. Bahkan seorang yang memiliki
kentongan bongkotan glugu telah memukulnya pula sehingga suaranya bergema di seluruh
padukuhan. "Gila" desis Ki Reksatani yang ragu-ragu. Ia mengerti, bahwa ia memerlukan waktu
untuk mencapai Kademangan.
Waktu yang sejenak selama ia membuka selarak, telah
memberikan kesempatan kepada Pamot memperpanjang jarak
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
daripadanya. Apalagi kini didengarnya suara kentongan dalam nada yang
mencemaskan. "Beberapa orang akan sempat berkumpul di halaman
Kademangan Kepandak" desis Ki Reksatani "aku tidak mau mati seperti harimau di
dalam rampogan. Aku harus datang dalam kesiagaan menghadapi para pengawal dan
kakang Demang di Kepandak" Para pengiringnya menjadi termangu-mangu.
"Aku tidak akan segera pergi ke Kademangan sekarang.
Aku akan mempersiapkan orang-orangku supaya aku tidak perlu mengulanginya.
Pergilah kalian memanggil kawan-kawan kita yang masih ada di rumah. Panggilah
mereka yang menunggu di pondokan-pondokannya" lalu kepada pengikut Manguri yang ada diantara
mereka ia berkata "Kalian juga.
Panggillah orang-orangmu. Pengawal-pengawal ternak yang ada. Kita sudah sampai
pada batas terakhir untuk bertindak.
Kalau kita terlambat, kita semua akan binasa. Sekarang kita tidak mempunyai
pilihan lain. Kita harus segera menguasai keadaan. Kita harus menguasai para
bebahu dan anak-anak ingusan
yang menyebut dirinya pengawal-pengawal Kademangan" Sejenak mereka termangu-mangu.
"Kalian tidak usah menunggu Manguri yang terluka. Kalau kita berhasil, ia akan
dapat kita selamatkan. Tetapi kalau kita mati dicincang orang disini, Manguri
dan ayahnyapun akan mengalami nasib serupa" Ki Reksatani berhenti sejenak, lalu
"Cepat. Semuanya kita lakukan sekarang. Aku menunggu di ujung desa ini"
Sejenak kemudian, maka berpencaranlah kuda-kuda itu
menuju ke arah masing-masing. Dua orang tinggal bersama-sama Ki Reksatani.
Merekapun kemudian menunggu di ujung desa dengan gelisahnya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ternyata perhitungan Ki Reksatani tidak salah. Kentongan dalam nada titir itu
telah mengejutkan setiap orang. Beberapa orang anak muda segera menyambar
senjata masing-masing dan berlari-larian ke halaman Kademangan. Para bebahu dan
laki-laki di sekitar rumah Ki Demangpun segera bersiaga.
Ki Jagabaya yang ada di Kademanganpun terkejut pula.
Karena ia belum mengerti apa yang sudah terjadi, maka iapun tidak segera dapat
menjawab beberapa pertanyaan para
pengawal. "Apa yang terjadi Ki Jagabaya?"
Ki Jagabaya menggelengkan kepalanya.
"Aku belum tahu" katanya "tenanglah. Sebentar lagi pasti akan ada laporan"
Anak-anak muda yang sudah berada di halaman
kademangan menjadi gelisah. Sementara anak-anak muda
yang lain masih berlari-larian menuju ke halaman Ki Demang di Kepandak.
Ki Demang di Kepandak sendiripun menjadi gelisah
mendengar suara kentongan itu. Setelah menyisipkan
senjatanya di pinggangnya, iapun kemudian menuruni tangga pendapa rumahnya,
Hatinya yang selama ini sedang resah karena hilang nya Nyai Demang, kini serasa
menjadi semakin bergejolak mendengar tanda bahaya yang sudah bergema di seluruh
Padukuhan induk. Dan bahkan sudah merayapi ke padukuhan-padukuhan lain.
Beberapa orang yang berlari-larian keluar dari regol
masing-masing, tiba-tiba terkejut oleh derap kuda yang berlari dengan
kencangnya. Dua ekor kuda. Yang di depan membawa dua orang sekaligus sedang yang
di belakang seorang anak muda dalam pakaian yang tidak lengap berpacu sambil
memukul kentongan. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Apakah mereka sedang saling berkejaran?" bertanya salah seorang.
"Entahlah. Mereka menuju ke halaman Ki Demang"
"Kita akan pergi ke Kademangan pula" Orang-orang itupun kemudian berlari-larian
mengikuti arah kuda yang berderap di jalan padukuhan itu.
Kademangan Kepandak yang gelisah itu tiba-tiba menjadi semakin hiruk pikuk. Kuda
berlari-larian ke segenap arah.
Suara titir yang mengumandang di seluruh kademangan.
Anak-anak muda yang dengan tergesa-gesa berkumpul di
Kademangan dengan senjata di tangan.
Dalam pada itu Ki Reksatanipun menjadi gelisah pula.
Hampir-hampir ia tidak bersabar lagi menunggu orangorangnya. Tetapi karena jaraknya yang cukup jauh, maka ia terpaksa menunggu
dengan dada yang bergejolak.
Tetapi Ki Reksatani yakin, bahwa Ki Demang di Kepandak tidak akan mencarinya ke
ujung padukuhan. seandainya ia menyadari apa yang akan terjadi, ia akan bertahan
di halaman Kademangan bersama para bebahu dan anak-anak muda yang disebut
pengawal Kademangan. Ketika Ki Reksatani mengangkat wajahnya, dilihatnya langit sudah menjadi semakin
merah. Matahari perlahan-lahan telah tenggelam di ujung Barat, meninggalkan
sisa-sisa sinarnya yang tersangkut di bibir awan.
Perlahan-lahan senja yang suram menjadi semakin kelam, seperti hati setiap orang
di Kademangan Kepandak. Belum ada seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti,
apa yang sudah terjadi. Dalam pada itu, dua ekor kuda perlahan-lahan mendekati regol Kademangan yang
menjadi semakin penuh dengan para pengawal di sana-sini anak-anak muda tampak
bersiaga. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku takut kakang" tiba-tiba Sindangsari berdesis dengan suara yang gemetar.
Pamotpun menjadi ragu-ragu karenanya. Sejenak mereka
berhenti. Tetapi kawannya mendekatinya sambil berkata "Kita harus
menyampaikannya kepada Ki Demang sebelum Ki
Reksatani datang mendahului kita"
Pamot menarik nafas dalam-dalam. Terasa dadanyapun
bergolak pula. Sekali-sekali iapun berpaling, tetapi ia tidak segera melihat Ki
Reksatani menyusulnya. "Mungkin Ki Reksatani mempergunakan cara lain setelah ia mendengar titir"
berkata kawan Pamot. "Baiklah" desis Pamot.
"Tetapi aku takut" sekali lagi Sindangsari berbisik.
"Jangan takut Sari. Kau akan kembali kepada suamimu.
Kau akan segera mendapat perlindungannya"
"Tetapi" suara Sindangsari terputus.
"Marilah" Terasa di tangan Pamot tubuh Sindangsari menjadi
gemetar. Tetapi sebelum Pamot berkata lebih lanjut, beberapa orang yang
melihatnya segera mendekatinya. Di dalam
kesuraman senja orang-orang itu tidak segera mengenal, siapakah yang berada
dipunggung kuda itu. Tiba-tiba seorang anak muda berdesis "Kau Pamot"
"Ya" "Tetapi siapakah yang kau bawa?"
Pamot menarik nafas sekali lagi. Agaknya tidak mudah
mengenal seseorang di keremangan senja, apalagi dalam pakaian yang aneh.
"Siapa?" orang itu mendesak sambil mendekat.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku akan menghadap Ki Demang" desis Pamot.
Tanpa menunggu jawaban, Pamotpun segera menggerakkan kendali kudanya dan maju mendekati regol halaman.
Orang-orang yang mendekatinya sama sekali tidak
menahannya. Mereka telah mengenal Pamot dengan baik.
Tetapi mereka heran juga melihat seseorang yang aneh duduk dipunggung kudanya
pula. Ketika Pamot telah lalu, merekapun segera mendekati
kawan Pamot yang masih termangu-mangu diatas punggung kudanya. Salah seorang
segera bertanya kepadanya "Kenapa kau sebenarnya" Apakah kau datang dari sawah
langsung kemari" Apakah karena kau sedemikian tergesa-gesa, tidak sempat
mengenakan kain dan ikat kepala bahkan berkuda?"
Anak muda itupun menggelengkan kepalanya "Dengarlah
apa yang akan dikatakan Pamot kepada Ki Demang di
Kepandak" "Apa yang akan dikatakannya?"
"Aku kurang tahu"
Orang-orang itupun menjadi termangu-mangu. Kemudian
mereka tergesa-gesa kembali ke halaman untuk mendengar apa yang akan dikatakan
oleh Pamot kepada Ki Demang di Kepandak.
Ketika kuda Pamot sampai di regol, orang-orang yang
berdiri di regolpun segera menyibak. Di dalam keremangan senja yang semakin
gelap mereka melihat Pamot membawa seseorang yang agak aneh di pandangan mereka.
Tetapi beberapa orang berbisik "He, kau kenal orang yang dibawa Pamot diatas punggung
kudanya?" Yang ditanya hanya menggigit bibirnya. Meskipun demikian orang itu berdesis di
dalam hatinya "Wajah itu mirip sekali dengan Nyai Demang di Kepandak"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pamot langsung memasuki halaman diatas punggung
kudanya. Dengan dada yang berdebar-debar ia melihat dua buah bayangan yang
kehitam-hitaman berdiri di bawah tangga pendapa. Semakin dekat, menjadi semakin
jelas baginya, meskipun kegelapan mulai menyelubungi Kademangan Kepandak, bahwa dua orang itu adalah Ki Demang dan Ki Jagabaya.
Pamot baru menghentikan kudanya ketika ia sudah berada beberapa langkah di
hadapan Ki Demang di Kepandak. Iapun kemudian meloncat turun.
"Aku yang datang menghadap Ki Demang"
"Kau Pamot?" bertanya Ki Demang "kaukah yang
menyebabkan seisi Kademangan menjadi gelisah karena tanda bahaya itu?"
"Ya Ki Demang" "Kenapa?" Pamot tidak segera menjawab. Dipandanginya Nyai
Demang yang masih duduk diatas punggung kudanya.
Perlahan-lahan ia mendekatinya dan menolongnya turun
perlahan-lahan. "Aku takut" masih terdengar desis itu.
Ternyata desis itu telah menghentakkan dada Ki Demang di Kepandak. Suara itu
suara seorang perempuan. Karena itu, maka Ki Demangpun segera meloncat mendekati
sambil bertanya "Siapa orang ini" Suaranya suara seorang
perempuan, tetapi ia memakai ikat kepala. seperti laki-laki"
Pamot menjadi berdebar-debar. Tetapi ia berkata "Ki
Demang. Aku datang untuk menyerahkan Nyai Demang di
Kepandak" "He?" suara Ki Demang di Kepandak terputus di
kerongkongan. Pernyataan Pamot yang tiba-tiba itu benarTiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
benar telah mengguncang isi dadanya. Justru karena itu sejenak ia membeku di
tempatnya. Dalam kegelapan yang semakin hitam, Ki Demang memandang seorang
perempuan yang berdiri termangu-mangu di sisi Pamot. Bahkan tanpa sesadarnya, Sindangsari
itu masih juga berpegangan pada lengan Pamot.
Perlahan-lahan Ki Demang di Kepandak dapat mengenal
wajah itu. Wajah itu adalah wajah isterinya. Sindangsari yang sedang mengandung.
Yang hilang selagi Kademangan
disibukkan oleh peralatan untuk menyambut bulan ke tujuh dari kandungan
Sindangsari itu. Namun tiba-tiba terkilas di kepala Ki Demang di Kepandak, apa yang sebenarnya
dihadapi. Ketika ia memandang perut Sindangsari yang membesar, sesuatu kenyataan
telah menyambar kepalanya, bahwa sebenarnya anak di dalam
kandungan itu sama sekali bukan anaknya. Karena itu, sesuatu terasa melonjak di dadanya. Kemudian jantungnya yang
berdentangan serasa tersentuh seonggok bara. Dengan serta-merta Ki Demang di
Kepandak meloncat maju
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menangkap baju Pamot. Sambil mengguncang- guncangnya Ki Demang berkata geram "Jadi, jadi benar kau yang menculiknya Pamot"
Jadi kaulah yang telah membuat Kademangan Kepandak ini bagaikan neraka" Kenapa
hal itu kau lakukan he, kenapa?"
"Tidak, tidak Ki Demang. Bukan aku. Bukan aku"
"Jangan ingkar. Jangan ingkar. Darimana kau dapatkan
perempuan itu kalau memang bukan kau yang menyembunyikannya" "Tidak, tidak Ki Demang" tiba-tiba terdengar suara
Sindangsari. "O, agaknya semuanya memang sudah diatur. Agaknya
kalian memang telah bersepakat untuk melakukannya"
"Tidak Ki Demang"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Jangan ingkar" tiba-tiba tangan Ki Demang telah menarik baju Pamot sehingga
anak itu terdorong maju. "Tunggu Ki Demang" cegah Ki Jagabaya "sebaiknya kita
bertanya kepadanya. Apakah yang akan dilakukan dan apakah yang telah dilakukan"
"Aku tidak mempunyai waktu untuk berbicara dengan
orang-orang semacam ini. Ia telah menghinaku. Ia menganggapku sama sekali bukan seorang laki-laki" lalu bertanya kepada Pamot
"Pamot, apakah kau merasa bahwa kau seorang laki-laki yang tanpa tanding" Apakah
kau sekarang ingin menantang aku dalam perang tanding?"
"Tidak Ki Demang" suara Pamot gemetar, sedang
Sindangsari seolah-olah telah kehilangan akal tanpa dapat berbuat sesuatu.
Dalam pada itu kawan Pamot segera maju mendekat sambil berkata "Aku adalah saksi
dari semua yang telah terjadi KiDemang"
Ki Demang di Kepandak mengerutkan keningnya. Ditatapnya wajah anak muda itu dengan tajamnya. Tetapi Ki Demang seolah-olah
justru terbungkam. "Ki Demang" berkata anak muda itu "Pamot sama sekali
tidak bersalah" Ki Demang memandangnya semakin tajam.
"Aku menyertainya sejak ia meninggalkan Kepandak untuk mencari Nyai Demang"
"Kau mencoba melindunginya?"
"Sama sekali tidak. Tetapi sebaiknya Ki Demang mendengarkan keteranganku"
Ki Demang di Kepandak menjadi ragu-ragu sejenak.
Sedangkan anak muda itu menjadi gelisah. Apabila tiba-tiba saja Ki Reksatani
datang dan segera memberikan keterangan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dan kesaksian palsu, maka mungkin sekali Ki Demang akan lebih mempercayainya.
"Cepat katakan, apa yang telah kau saksikan?" berkata Ki Demang sambil
melepaskan baju Pamot yang dipegangnya.
"Ki Demang" berkata anak muda itu "baik Pamot maupun
Nyai Demang di Kepandak sama sekali tidak bersalah, Ki Demang dapat melihat,
bahwa Nyai Demang berpakaian tidak sewajarnya karena pakaiannya sendiri sebagian
telah terbakar" "Terbakar?" "Ya. Nyai Demang berusaha untuk membunuh diri dengan
membakar bilik tempat ia disembunyikan"
"Siapakah yang menyembunyikan" Siapa"!!" Ki Demang
seakan-akan tidak sabar lagi menunggu jawab anak muda itu
"jangan berbohong. Kalau kau berbohong karena kau dan Pamot serta Sindangsari
telah bersepakat, maka kalian akan aku gantung bersama-sama"
"Aku mempunyai saksi. Tidak hanya seorang atau dua
orang. Tetapi seluruh isi padukuhan Sembojan dan Kali Mati.
Bahkan seluruh Kademangan Prambanan karena Ki Jagabaya di Prambanan ikut serta
menyelesaikan masalah ini"
"Cepat, katakan apa yang kau lihat"
Anak muda itu menarik nafas dalam-dalam. Di dalam
keremangan malam ia melihat bayangan para bebahu dan
pengawal kademangan telah mengerumuninya.
"Cepat" bentak Ki
Demang di Kepandak. Sekilas dipandanginya Sindangsari yang kelelahan.
Ia masih saja berdiri di tengah-tengah lingkaran orang-orang Kepandak. Tetapi
anak muda itu tidak berani
mengatakan sesuatu tentang Nyai Demang itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Karenai itu, maka anak muda itupun segera mulai
berceritera, sejak mereka berangkat meninggalkan Gemulung di malam hari, sampai
saat-saat terakhir mereka berada di Sembojan. Bagaimana mereka harus berkelahi
melawan orang-orang Ki Reksatani dan Manguri dan bagaimana mereka melarikan diri dari
Sembojan dikejar oleh Ki Reksatani dan orang-orangnya.
"Kami hampir saja dapat ditangkapnya. Ki Reksatani berada beberapa puluh langkah
di belakang kami" Keterangan anak muda itu bagaikan bunyi guruh yang
meledak diatas kepala mereka. Terlebih-lebih Ki Demang di Kepandak. Beberapa
kali anak muda itu menyebut nama
adiknya, Reksatani. Beberapa kali Ki Demang berusaha
meyakinkan pendengarannya, apakah benar nama itu yang diucapkan oleh anak muda
itu. Ki Demang di Kepandak hampir-hampir tidak dapat
mempercayai pendengarannya sendiri, atas nama itu. Nama satu-satunya adiknya.
Karena itu, maka untuk meyakinkan dirinya Ki Demang
kemudian bertanya dengan suara gemetar "Kau sebut nama Reksatani?"
"Ya. Ya Ki Demang. Ki Reksatani. Memang hampir tidak
masuk akal. Tetapi aku tidak berbohong"
Terasa dada Ki Demang seolah-olah akan meledak
karenanya. Anak muda itu telah menceriterakan semuanya.
Semuanya yang diketahui tentang Ki Reksatani Semua yang telah dilihatnya dan
semua yang pernah didengarnya dari Pamot.
Ki Jagabayapun bagaikan membeku di tempatnya mendengar keterangan anak muda itu. Seperti melihat
peristiwa di dalam mimpi yang mengerikan. Tetapi beberapa kali ia mendengar nama
itu nama Reksatani. Reksatani. Dan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
akhirnya Ki Jagabaya yakin bahwa yang dimaksud adalah Ki Reksatani satu-satunya
adik Ki Demang di Kepandak.
Dalam pada itu, Ki Demang di Kepandak masih berdiri
membeku di tempatnya. Sejenak ia mencoba membayangkan apa yang sebenarnya telah
terjadi itu. Selama ini ia tidak pernah menaruh kecurigaan apapun terhadap
adiknya. Bahkan ia sudah pernah mengatakan kepada Ki Reksatani, bahwa apabila
Nyai Demang di Kepandak tidak segera dapat
diketemukan, ia akan meninggalkan Kademangan dan
menyerahkan pimpinan Kademangan ini kepada adiknya itu.
Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Satu-satu peristiwa-peristiwa yang paling penting di dalam hidupnya telah membayang. Satusatu terbayang pula wajah-wajah isterinya yang terdahulu. Isteri-isterinya yang
tidak pernah dapat memberikan seorang anak kepadanya
Kini isterinya yang terakhir itu sudah mengandung.
Kandungan inilah yang membuat adiknya menjadi gila. Setelah sekian lama ia
berpengharapan, agar Ki Demang di Kepandak tidak mempunyai seorang anak, tibatiba harapan itu lenyap seperti asap tertiup angin Nyai Demang yang terakhir
telah mengandung. "Inilah sebabnya?" ia bertanya kepada diri sendiri kenapa ia tidak berterus
terang mengatakan bahwa ia menginginkan jabatan ini?"
Tetapi apa yang sudah dilakukan oleh Ki Reksatani telah membuat hati Ki Demang
menjadi panas. Seandainya benar keterangan itu, maka justru ia tidak akan dapat
begitu saja menyerah. Dalam kegoncangan perasaan itu, Ki Demang bertanya
dengan suara yang dalam "Dimana Reksatani sekarang?"
"Kami tidak tahu Ki Demang. Hampir saja kami dapat
disusulnya. Tetapi ketika kami memasuki padukuhan ini, agaknya Ki Reksatani
tidak mengejar terus"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Demang di Kepandak menggeretakkan giginya. Dipandanginya Pamot yang masih berdiri membeku di
kegelapan malam. Kemudian ditatapnya Wajah isterinya yang ketakutan.
Dada Ki Demang tiba-tiba berdesir. Wajah-wajah itu adalah wajah-wajah yang
sangat muda. Wajah Sindangsari yang
memang sebaya untuk menjadi isteri Pamot. Keduanya
seolah-olah memiliki kesamaan. Tatapan mata mereka, bibir mereka, lengkung alis
dan sudut dagu. "Sindangsari memang pantas menjadi isterinya" tiba-tiba saja, tanpa disadarinya
tumbuh suatu pengakuan di dalam hati "Kenapa aku dahulu mengambilnya?"
Barulah kini Ki Demang menyadari, betapa pahit hidup
Sindangsari selama ini. Sejak ia diperebutkan oleh Pamot dan Manguri yang hampir
saja terjadi korban ketika gerombolan penjahat ikut campur pula di dalamnya. Dan
belum lagi hati gadis itu menjadi tenang, datanglah dirinya sebagai Demang di
Kepandak, tanpa menghiraukan perasan kedua anak-anak muda itu telah merampas
kebahagiaan mereka dengan paksa.
Namun ia tidak dapat berbuat apa-apa setelah Sindangsari di Kademangan. Ia lebih
banyak berbuat sebagai seorang ayah terhadap anak gadisnya daripada seorang
suami. Ketika ia mengetahui bahwa Sindangsari mengandung oleh tetesan darah Pamot,
hampir saja ia membunuh perempuan itu. Namun akhirnya ia memanfaatkannya, karena
ia sendiri memang tidak akan dapat memberinya. Tetapi kandungan
itulah yang telah menyeret Sindangsari ke dalam bencana.
Tiba-tiba Ki Demang di Kepandak menggeretakkan giginya.
Seakan-akan ia dihadapkan pada sebuah cermin yang
menunjukkan cacat di wajah sendiri. Bencana yang mengejar Sindangsari dan Pamot
selama ini adalah akibat dari
perbuatannya. Akibat dari keserakahannya. Bahkan ia telah dengan sengaja
menjerumuskan Pamot ke dalam tangan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
maut, dengan mengirimkannya ke Mataram. Tetapi anak itu masih tetap hidup.
Kenangan tentang perjalanan hidup Ki Demang itu jelas terbayang di wajahnya.
Satu-satu. Sehingga akhirnya ia mengambil suatu keputusan "Pamot. Bawalah
Sindangsari masuk ke dalam. Aku akan menunggu Reksatani disini" lalu kepada Ki
Jagabaya "perintahkan beberapa pengawal menjaga setiap pintu. Tidak mustahil
Reksatani akan masuk lewat pintu butulan"
Ki Jagabaya menganggukkan
kepalanya. Bersamaan waktunya dengan langkah Pamot mengantar Nyai Demang di Kepandak masuk ke ruang
dalam, maka Ki Jagabayapun telah menyebar
orang-orang kesegenap sudut halaman Kademangan. Ki Demang di Kepandak sadar, bahwa rencana Ki Reksatani bukanlah rencana yang
baru disusun kemarin. Rencana ini pasti sudah diperhitungkan masak-masak dengan
Manguri dan keluarganya. Karena itu, maka Ki Demangpun sadar, bahwa seandainya
Ki Reksatani akan datang nanti, ia pasti membawa beberapa orang kawan
bersamanya. Ki Reksatani pasti sudah siap untuk bertempur beradu dada. Dan kini,
adik satu-satunya itu pasti sedang mengumpulkan orang-orangnya.
Betapa pahitnya Ki Demang di Kepandak menyadari
kenyataan itu. Tetapi semuanya sudah merayap sampai ke puncaknya sehingga tidak
akan mungkin diulang kembali.
Seperti Ki Demang di Kepandak, Ki Rekstanipun seakanakan melihat seluruh perjalanan hidupnya yang membayang.
Sekilas terkenang masa kanak-kanaknya. Kakaknya memang seorang kakak yang baik.
Yang selalu berusaha mengasuhnya dan menuntunnya dalam banyak hal.
"Tidak" Ki Reksatani menggeram "ia sama sekali bukan
seorang kakak yang baik. Ia adalah seorang yang serakah.
Seorang yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Ia sama
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sekali tidak memberikan apapun kepada Kademangan ini
selain merampas perempuan-perempuan cantik untuk dijadikan isterinya"
Sambil menunggu kawan-kawannya Ki Reksatani merekareka apa yang akan dikerjakan. Ia harus menguasai seluruh halaman Kademangan,
memusnahkan orang-orang yang setia kepada Ki Demang di Kepandak. Jumlah itu
tidak begitu banyak. Pengawal ingusan itu akan segera menjadi gentar melihat
peperangan yang kalut. Mungkin satu dua orang yang telah ikut serta pergi ke
Betawi akan dapat bertahan. Tetapi merekapun akan segera dihancurkan.
Setelah Ki Demang di Kepandak dan para bebahu
Kademangan dibunuhnya, tugasnya tidak akan seberat itu lagi. Apalagi Ki
Reksatani yakin, bahwa tidak semua pengawal pergi ke Kademangan karena sebagian
dari mereka pasti menjaga
padukuhan mereka masing-masing. "Tidak ada orang yang dapat menghalangi lagi. Kakang
Demang bukan orang yang tidak terkalahkan. Aku kira, aku akan dapat
mengimbanginya" berkata Ki Reksatani di dalam hatinya. Sekilas terbayang wajah
Lamat raksasa yang baginya mulai menjadi Uar. Sehingga dalam pada itu ia berkata
kepada diri sendiri "Ternyata Lamat memang seorang pengkhianat.
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Agaknya ia pulalah yang telah membunuh laki-laki muda yang hampir saja dapat
menerkam Nyai Demang di Kepandak. Pasti Lamat pulalah yang telah membunuhnya
waktu itu" Demikianlah, maka satu-satu orang-orang Ki Reksatani
mulai berdatangan. Ada juga diantara mereka orang-orang Manguri yang tidak
banyak mengetahui persoalannya. Tetapi mereka sadar, bahwa merekapun sudah
terlibat pula di dalam persoalan ini, sejak mereka harus berjaga-jaga ketika di
Kademangan diadakan peralatan menyambut bulan katujuh kandungan Sindangsari.
Dalam pada itu, seluruh Kademangan Kepandak menjadi
panas, terbakar oleh kekisruhan yang menyeluruh. Ibu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari yang baru saja pulang ke Gemulungpun menjadi gemetar. Setiap peristiwa yang terjadi, selalu dihubungkannya dengan
hilangnya anak perempuannya dari Kademangan.
Akhirnya, ketika malam menjadi semakin gelap, baik orang-orang Ki Reksatani,
maupun orang-orang yang merasa
berkewajiban melindungi Kademangan Kepandak telah siap di tempat masing-masing.
Rasa-rasanya Ki Reksatani sudah tidak sabar lagi. Ia ingin segera menyelesaikan
pekerjaan yang sudah setengah dilakukannya itu.
Semisal orang yang menyeberang sungai, ia sudah terlanjur menjadi basah kuyup,
sehingga lebih baik terus daripada kembali dari tengah.
Demikianlah, maka Ki Reksatani sejenak memandang
orang-orangnya yang hampir semua berada di punggung
kuda. Satu-satu dua diantara mereka terpaksa mempergunakan seekor kuda untuk dua orang.
"Kita sudah sampai pada bagian terakhir dari perjuangan ini" berkata Ki
Reksatani kepada anak buahnya "Aku sudah mencoba menempuh jalan yang paling
baik, yang tidak akan menumbuhkan pertentangan yang luas, yang tidak akan
mengambil korban terlampau banyak. Tetapi aku sudah gagal.
Sekarang, mau tidak mau, senang tidak senang, kita akan menempuh jalan
kekerasan. Tetapi pekerjaan ini bukan
pekerjaan yang terlampau berat. Jumlah kita cukup banyak.
Yang kita hadapipun hanyalah sekedar kambing-kambing yang lemah. Bukan serigala"
Ki Reksatani berhenti sejenak, lalu
"Aku sadar, bahwa setelah semuanya selesai, aku masih harus mempertanggung
jawabkan perbuatan ini kepada pemimpin pemerintahan di Mataram. Mungkin mereka
akan mengirimkan beberapa orang untuk melihat kenyataan yang telah terjadi
disini. Tetapi itu akan dapat aku lakukan kelak dengan sempurna. Aku mempunyai
bukti-bukti kelemahan kakang
Demang di Kepandak" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tidak ada yang menyahut. Orang-orang yang ada di
hadapan Ki Reksatani hampir tidak mempedulikan apa yang terjadi. Hanya beberapa
orang yang berhasil dibakar hatinya sajalah yang mengangguk-anggukkan kepalanya.
Yang lain sama sekali tidak menghiraukannya. Yang penting bagi
mereka, kalau mereka berhasil, maka mereka akan mendapat upah yang cukup. Ada
diantara mereka yang mendapat
kesanggupan untuk menjadi tetua padukuhan-padukuhan di telatah Kepandak. Ada
yang akan mendapat uang tunai. Ada pula yang akan mendapat garapan sawah turun
tumurun. Bahkan orang-orang Manguripun mengharapkan hadiah
serupa itu pula. Meskipun barangkali bukan dari Manguri, tetapi dari Ki
Reksatani. Apalagi dari kedua-duanya, karena kekalahan Ki Demang akan berarti
menyelamatkan Manguri meskipun andaikata Sindangsari tidak tertolong lagi.
Demikianlah, maka ketika mereka merasa sudah cukup
kuat, Ki Reksatanipun segera berteriak "Kita akan berangkat.
Kita akan mengepung halaman depan Kademangan. Ingat,
hanya halaman depan. Tetapi satu dua orang yang telah aku tunjuk akan mengawasi
halaman belakang seandainya
Sindangsari berusaha dilarikan orang. Adalah wewenangnya untuk sekaligus
menyelesaikannya. Juga atas Pamot dan orang-orang lain yang melindungi perempuan
itu. Kita akan menghadapi bebahu Kademangan yang berjiwa kerdil itu serta anakanak ingusan yang merasa dirinya pengawal-pengawal yang tidak terkalahkan. Kalau
kita menang, aku akan melunasi semua janjiku. Tetapi kalau kita tidak berhasil,
maka kita semuanya akan digantung di pinggir padukuhan induk ini untuk menjadi
tontonan. Karena itu, selagi kita bertaruh nyawa, kita tidak usah terlampau baik
hati atas lawan-lawan kita nanti"
Tidak ada yang menyahut. Dan karena tidak ada sepatah katapun maka Ki
Reksatanipun berteriak "Marilah kita
berangkat. Aku percaya kepaa kalian"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sejenak kemudian maka kuda-kuda itupun sudah berderap.
Mereka yang tidak mempunyai kuda segera bergayutan pada punggung kuda kawankawannya. Dalam pada itu, orang-orang di halaman Kademangan
sudah menjadi gelisah. Setelah memerintahkan para penawal berjaga-jaga di
segenap sudut, Ki Jababayapun kembali, pula ke halaman. Sambil termangu-mangu ia
berdiri di belakang Ki Demang di Kepandak. Di sisinya Pamotpun berdiri tegak
seperti patung. Ditinggalkannya Sindangsari di dalam biliknya, yang setiap pintu
telah dijaga oleh para pengawal. Bukan saja di luar rumah, tetapi juga di dalam
rumah. "Mereka belum juga datang" akhirnya Ki Jagabaya berdesis.
Ki Demang tidak menyahut. "Apakah kita akan menunggu
sampai kapanpun?" bertanya Ki Jagabaya kemudian "atau pada saatnya kita akan
pergi ke rumahnya dan menangkapnya hidup atau mati?"
"Ia pasti akan datang" geram Ki Demang "Aku yakin. Dan aku akan menunggunya"
Ki Jagabaya tidak menyahut. Ketika ia sempat memandang wajah Ki Demang, walaupun
di dalam kegelapan, namun
tampak, betapa wajah itu menjadi tegang.
Dan tiba-tiba saja Ki Demang itu berkata kepada Ki
Jagabaya "Perintah memasang obor segala penjuru halaman ini. Kita sedang
menyambut tamu agung"
Ki Jagabaya termangu-mangu.
"Cepat. Aku sedang menyambut satu-satunya adikku
tersayang. Aku akan menyambutnya sebagai seorang tamu yang sudah lama sekali aku
rindukan" Ki Jagabaya masih bingung. Tetapi iapun tidak bertanya sama sekali.
Diperintahkannya beberapa orang menyalakan obor dan memasangnya di segala sudut.
Di regol depan, di Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
gardu, di pepohonan dan di dinding-dinding batu, sehingga halaman itu menjadi
terang-benderang bagaikan siang.
Tidak seorangpun yang segera mengerti maksud Ki
Demang di Kepandak. Tetapi juga tidak seorangpun yang berani bertanya. Mereka
hanya dapat menduga, bahwa
apabila benar-benar terjadi bentrokan supaya setiap pihak dapat membedakan lawan
dan kawan. Dalam cahaya obor yang kemerah-merahan tampaklah
wajah-wajah yang tegang di seputar halaman. Di bawah
tangga pendapa, di sisi-sisi regol, di pinggir gandok dan di sepanjang dinding
batu. Bahkan ujung-ujung senjata yang telanjang bagaikan daun ilalang yang
mencuat dengan lebatnya. Dalam pada itu Ki Reksatani dan orang-orangnya berderap menyusuri jalan
padukuhan induk itu menuju ke halaman Ki Demang di Kepandak. Bagaimanapun juga
hatinya menjadi berdebar-debar. Kadang-kadang memang terbayang masa
kanak-kanak mereka,kakak beradik anak Demang di Kepandak. Namun justru kedudukan Demang di Kepandak
itulah agaknya yang kini telah memisahkan mereka. Bahkan diantarai dengan
tajamnya senjata. Semakin dekat halaman Kademangan, hati Ki Reksatani
memang menjadi semakin berdebar-debar, Tetapi iapun
kemudian menggeretakkan giginya "Aku sudah melampaui
separo jalan. Apaboleh buat. Apaboleh buat. Kakang Demang adalah saudaraku
karena kebetulan kami dilahirkan oleh ibu yang sama dari ayah yang sama pula.
Tetapi kini kami harus mencari jalan kami masing-masing"
Ki Reksatani telah berusaha mengingkari setiap kata
hatinya tentang Ki Demang di Kepandak, bahwa sampai saat ini, dan sampai
kapanpun, ikatan yang ada diantara mereka tidak akan dapat diputuskan. Ia tidak
akan dapat ingkar, bahwa Demang di kepandak adalah saudara tuanya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tidak. Aku bukan adiknya lagi. Sejak ia menyimpang dari garis kebenaran, ia
bukan kakakku lagi" Tetapi Ki Reksatani terkejut sendiri. Yang tampak olehnya adalah arti yang kabur
dari kebenaran itu. Demikian derap kaki-kaki kuda itu semakin lama menjadi semakin dekat dengan
halaman Kademangan. Karena itu,
maka sekali lagi ia berteriak kepada para pengikutnya "Hati-hatilah. Jangan
gagal kalau kalian tidak ingin digantung"
Ki Reksatanipun segera mempercepat derap kudanya untuk mengimbangi debar
jantungnya yang semakin cepat pula.
Namun demikian ia menjadi heran melihat cahaya yang
kemerah-merahan membayang di arah halaman Kademangan.
"Api" desisnya "atau obor-obor yang banyak sekali"
Namun ia menggeram "Persetan. Aku harus membinasakan
mereka yang tidak tunduk atas kehendakku. Aku harus
membunuh Sindangsari dan apabila mereka berkeras, para bebahu Kademangan selain
Ki Demang sendiri" Sejenak kemudian, Ki Reksatanipun sudah melihat seperti yang disangkanya, obor
yang bertebaran di halaman. Namun dengan demikian hatinya menjadi semakin
berdebar-debar karenanya.
Tetapi ia memang sudah membulatkan tekadnya, merampas kedudukan kakaknya dengan kekerasan.
Orang-orang di Kademanganpun telah mendengar pula
derap kuda yang mendekat. Tidak hanya tiga atau empat, tetapi banyak. Banyak
sekali. Sehingga karena itu, tanpa perintah siapapun, orang-orang segera
berloncatan masuk ke dalam dinding-dinding kebun dan halaman di sebelah
menyebelah. Ki Demang di Kepandak menarik nafas dalam-dalam. Ia
maju beberapa langkah dan berdiri hampir tepat di tengah-tengah halaman rumahnya
yang luas, yang beberapa waktu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berselang dipergunakannya untuk berbagai keperluan. Untuk menyelenggarakan
upacara dan pertunjukan-pertunjukan di saat-saat ia kawin beberapa kali. Untuk
berlatih pasukan pengawal khusus yang terdiri dari anak-anak muda dari beberapa
padukuhan di dalam lingkungan Kademangan
Kepandak. Untuk menyelenggarakan upacara bulan ke tujuh kandungan Sindangsari di
malam malapetaka itu. Dan yang terakhir, Ki Demang telah menerima anak-anak muda
Kepandak yang kembali dari Mataram setelah mereka ikut berjuang merebut Betawi.
Kini Ki Demang berada di halaman itu. Dengan tegangnya ia menerima isterinya
kembali, dan kini ia sedang menunggu adiknya yang ternyata telah menimbulkan
bencana tidak saja dari dirinya sendiri, tetapi juga bagi Kademangan di
Kepandak. Sejenak kemudian dada Ki Demang di Kepandak itu
berdesir. Ia melihat kuda yang pertama berlari langsung masuk ke halaman
Kademangan, di kuti oleh beberapa ekor kuda yang lain, langsung bertebaran di
jalan yang melingkari halaman Kademangan di Kepandak.
Ki Jagabaya yang sudah mulai bergerak, tertegun kembali karena Ki Demang
berdesis "Biarkan mereka datang"
Ki Jagabaya berdiri termangu-mangu. Tetapi ia tidak berani berbuat apapun juga
tanpa ijin Ki Demang. Kuda yang langsung masuk ke halaman, berhenti beberapa langkah di dalam regol.
Dua ekor kuda yang lainpun berhenti tepat di regol halaman tanpa menghiraukan
anak-anak muda yang berjaga-jaga di sebelah menyebelah. Sedang yang lain,
seakan-akan telah mengepung halaman Kademangan itu
dengan rapatnya. Namun agaknya mereka tidak memperhatikan, bahwa di belakang mereka, di balik pagar-pagar kebun dan halaman
sebelah menyebelah, beberapa
anak-anak mudapun telah siap menunggu kedatangan
mereka. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani yang masih berada di punggung kudanya
mencoba menenangkan hatinya sejenak. Ditatapnya Ki
Demang yang berdiri tegak di tengah halaman seperti sebuah patung batu yang
kokoh. "Ki Demang di Kepandak" berkata Ki Reksatani dengan
lantangnya "mungkin Ki Demang sudah mendengar serba
sedikit tentang usahaku membebaskan Kepandak dari
ketamakanmu" Ki Demang tidak segera menjawab. Ia masih berdiri di
halaman itu bagaikan sudah membeku.
"He Ki Demang. Jangan ingkar. Rakyat Kademangan
Kepandak sudah jemu melihat tingkah lakumu, seolah-olah seluruh isi Kademangan
ini adalah milikmu. Kau dapat
mengambil apa saja yang kau perlukan, termasuk perempuan-perempuan"
Ki Demang tidak menjawab.
"Kau merasa bahwa perbuatanmu tidak dapat diganggu
gugat. Kekasaranmu, ketamakanmu dan kegilaanmu pada
harta benda dan perempuan membuat rakyat Kepandak
menjadi muak. Aku adalah penerus dari hasrat hati mereka.
Pada saatnya kau memang harus menyingkir. Kau harus pergi.
dari Kepandak untuk selama-lamanya. Kau tidak dapat lagi mengotori tanah
peninggalan orang-orang tua kita yang selama ini kita hormati. Kita agungagungkan dan kita bina bersama-sama"
Ki Demang masih tetap berdiam diri. Dan Ki Reksatanipun berteriak "Kenapa kau
diam saja Ki Demang" Ayo, cobalah membela diri. Ingkarlah dari segala kejahatan
yang pernah kau lakukan. Kini saatnya telah tiba. Aku membawa sepasukan pejuang
yang akan membebaskan tanah ini dari ketamakanmu" Tidak ada jawaban. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kenapa kau diam saja he" Kenapa" Apakah kau sudah
menjadi bisu, tuli atau apa?"
Ki Demang di Kepandak menarik nafas dalam-dalam.
Perlahan-lahan ia maju beberapa langkah. Barulah ia berkata
"Reksatani, aku menjadi heran. Kenapa kau tiba-tiba marah-marah kepadaku"
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bukankah kau selama ini seorang adik yang baik bagiku" Adikku satu-satunya" Kau
banyak memberikan petunjuk kepadaku di dalam tugasku. Kau banyak memberikan
bantuan selagi aku dalam kesulitan. Sekarang, kenapa tiba-tiba kau berubah"
Bukankah kau pergi dari padukuhan ini untuk mencari mbok-ayumu yang hilang" Kau
belum mengatakan hasil dari usahamu, tiba-tiba saja kau mengumpat-umpat seperti orang mabuk" Ki Demang berhenti sejenak "Reksatani,
turunlah, dan berbicaralah dengan baik"
Jawaban Ki Demang itu benar-benar bagaikan menampar
dada Ki Reksatani. Terasa sejenak dadanya menjadi sesak dan mulutnya bagaikan
tersumbat, sehingga ia tidak dapat segera menjawab.
"Reksatani" berkata Ki Demang selanjutnya "selama ini aku selalu melihat wajahmu
yang cerah. Tingkah lakumu yang sopan dan hatimu yang aku sangka terbuka. Kini
tiba-tiba kau marah-marah tanpa sebab"
Sejenak Ki Reksatani masih terbungkam. Namun kemudian ia menghentakkan giginya
sambil berteriak "Jangan berpura-pura. Kenapa kau menyiapkan para pengawal di
halaman ini" Kenapa kau panggil orang-orang yang selama ini menjilatmu dengan senjata di
tangan?" "Aku tidak mengerti Reksatani. Aku bahkan terkejut
mendengar tanda bahaya yang tiba-tiba saja bergema di seluruh Kademangan"
Sekali lagi Ki Reksatani membeku. Namun kemudian
suaranya menghentak "Jangan berpura-pura. Ki Demang di Kepandak. Sekarang
perananmu sudah selesai. Kau harus
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menyingkir. Sudah waktunya orang lain memperbaiki tata kehidupan yang
bernafaskan ketamakan itu"
Tetapi Ki Demang di Kepandak justru tertawa pendek
"Reksatani. Apakah yang sebenarnya kau kehendaki. Kau adalah adikku. Sebenarnya
kau dapat berkata berterus terang.
Kau tidak perlu menempuh jalan yang berliku-liku. Jalan yang sulit dan
berbahaya. Tidak saja bagimu sendiri, tetapi juga bagi seluruh Kademangan"
Pertanyaan itu telah menggetarkan dada Ki Reksatani.
Sejenak ia memandang Ki Demang di Kepandak dalam cahaya obor yang terang
benderang. Namun kemudian ia tidak mau terseret oleh arus perasaannya, sehingga
ia berkata lantang "Aku menghendaki semuanya yang sekarang berkuasa
bersamamu menyerahkan diri"
Ki Demang mengerutkan keningnya. Lalu "Maksudmu,
apakah aku harus menyerahkan jabatanku, begitu?"
Pertanyaan itu memang agak membingungkan. Tetapi Ki
Reksatani menyahut "Ya. Kau harus menyerahkan diri"
"Reksatani, menurut adat yang berlaku, kalau aku tidak lagi dapat memegang
jabatan ini, maka anakkulah yang harus menggantikannya. Padahal anakku masih ada
di dalam kandungan" "Persetan dengan anak itu. Kau juga harus menyerahkan isterimu itu. Isterimu
itupun harus disingkirkan untuk selamanya"
"Reksatani, coba katakan, apakah salah Sindangsari"
Misalnya aku seorang Demang yang tamak, seorang Demang yang hanya memikirkan
diri sendiri dan mengambil apa saja yang aku kehendaki termasuk perempuan, maka
itu adalah salahku, bukan salah Sindangsari. Justru Sindangsari telah terkena
akibat dari kesalahanku itu. Kenapa sekarang
Sindangsari harus di kut sertakan dalam kesalahan ini" Bahkan harus
disingkirkan?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Di dalam perutnya ia menyimpan anak keturunanmu.
Itulah salahnya. Dan kesalahan itu harus ditebus dengan nyawanya"
"Reksatani. Lima kali aku kawin. Tidak seorangpun yang dapat memberikan seorang
anak kepadaku. Sekarang, ketika aku kawin untuk keenam kalinya, isteriku itu
sudah mengandung. Nah, tentu kau tahu Reksatani, bahwa aku
menjadi sangat berharga karenanya. Aku berpengharapan bahwa kelak akan ada
keturunan yang dapat menyambung
hidupku" "Cukup" bentak Reksatani "itulah yang harus dicegah"
"Kenapa" Apakah kau tidak sedang mendapatkan seorang
kemanakan?" "Anak yang lahir karena kekuasaan itu sama sekali tidak berhak atas kedudukan
Demang di Kepandak" "Kenapa atas kekuasaan" O, maksudmu, aku mengambil
Sindangsari karena kekuasaanku. Baiklah. Jika demikian Sindangsari tidak dapat
kau anggap bersalah"
"Persetan semuanya. Pokoknya, kalian harus disingkirkan.
Aku akan merampas segala kekuasaan"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kenapa kau tidak berterus terang sebelumnya Reksatani.
Kalau kau berterus terang, aku tidak akan berkeberatan. Aku tahu kemudian, bahwa
kau menjadi gila justru isteriku telah mengandung.
Kau telah kehilangan harapan untuk mendapatkan kedudukan ini apabila aku mempunyai seorang anak"
"Cukup. Aku tidak akan ingkar. Aku akan menengadahkan dadaku menghadapi apapun
juga" "Apakah kau sadar, bahwa apa yang kau lakukan itu
bertentangan dengan adat?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku sadar" "Itu berarti bahwa kau menentang adat" Dan itu berarti kau tidak lagi tunduk
kepada keharusan yang dibenarkan oleh Mataram?"
Ki Reksatani menggeretakkan giginya. Sekarang sudah
tidak lagi ada kesempatan untuk menghiraukan segala macam persoalan itu. Ia
sudah sampai di puncak perjuangannya untuk merebut hari depan bagi dirinya
sendiri dan bagi anak-anaknya.
Karena itu, maka iapun menjawab "Ki Demang di
Kepandak. Kau sangka orang-orang Mataram selama ini tidak mengetahui, bahwa kau
adalah seorang Demang yang tamak, yang serakah. Yang sudah sewajarnya
disingkirkan. Aku sama sekali tidak akan mendapat hukuman. Tetapi aku justru
akan mendapat penghargaan dan hadiah. Mungkin tanah ini justru akan mendapat
penghargaan dan hadiah. Mungkin tanah ini justru akan mendapat kekancingan
menjadi tanah perdikan karena jasa-jasaku melepaskan tanah ini dari kekuasaanmu
yang tamak itu" Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya
"Sokurlah. Itu artinya kau yakin akan perjuanganmu sekarang.
Kau yakini perbuatanmu sebagai suatu perbuatan yang baik bagi tanah ini. Bukan
sekedar ingin merebut kedudukanku sebagai Demang. Bukan sekedar terbakar melihat
isteriku mengandung setelah lima kali aku kawin tanpa menghasilkan buah apapun,
dan selama itu, sedikit demi sedikit telah tertimbun harapan di hatimu, bahwa
apabila aku tidak mempunyai seorang anakpun, kau akan mewarisi kedudukan ini kelak"
"Diam, diam" bentak Ki Reksatani "kau jangan mengadaada. Kau tidak usah menutupi kesalahanmu. Sekarang, kau harus tunduk atas
kehendakku" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kalau aku tunduk atas kehendakmu, apakah yang akan
kau lakukan atasku" Apakah aku harus menyerahkan
kedudukanku dan menyingkir dari Kademangan ini?"
Pertanyaan ini sama sekali tidak diduga-duganya. Karena itu sejenak Ki Reksatani
terdiam. Di tatapnya wajah kakaknya di bawah sorot obor yang terang benderang di
halaman. Tanpa disadarinya tatapan mata Ki Reksatanipun segera merambat ke wajah Ki
Jagabaya yang tegang. Wajah Pamot yang keras dan wajah-wajah bebahu Kademangan
Kepandak yang lain. Wajah-wajah yang memandangnya dengan penuh kebencian dan
kemarahan. Wajah-wajah yang seakan-akan menudingnya menyimpan seribu macam
pamrih pribadi yang memuakkan.
"Gila" tiba-tiba ia berteriak "kalian harus mati. Kalian harus mati"
"Reksatani" berkata Ki Demang kemudian "kalau kau hanya sekedar ingin
kedudukanku sebagai Demang di Kepandak, baiklah, aku akan mengalah. Memang
mungkin selama ini aku kurang berhasil. Mungkin aku tidak pernah menghiraukan
padukuhan-padukuhan terpencil. Mungkin aku memang
menyalah gunakan kekuasaanku untuk merampas perempuan-perempuan.
Kaulah yang selama ini bekerja keras membangun bendungan dan parit-parit, meskipun yang
langsung dapat bermanfaat bagi sawahmu. Tetapi tentu
bermanfaat pula bagi sawah di sekitarnya" Ki Demang
berhenti sejenak, lalu "Baiklah. Aku akan berkemas untuk menyerahkan jabatanku
kepadamu. Aku akan hidup sebagai seorang petani biasa seperti orang-orang lain"
Wajah Ki Reksatani menjadi merah padam. Sedang Ki
Jagabayapun menjadi semakin tegang pula. Sejenak dipandanginya Ki Demang dengan sorot mata yang aneh.
Tetapi Ki Demang justru menjadi sangat tenang. Karena Ki Reksatani tidak
menyahut, maka ia melanjutkan kata-katanya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Reksatani. Kau dapat tinggal di Kademangan ini. Aku akan membawa isteriku
pindah ke rumah lain. Rumah seorang
petani biasa. Aku berjanji bahwa aku tidak akan mengganggumu. Kau berhak memerintah sebagai seorang
Demang sepenuhnya. Kepada pimpinan pemerintahan di
Matarampun aku akan mengatakan, bahwa aku menyerahkan kekuasaanku dengan suka
rela" Wajah Ki Reksatani menjadi bagaikan menyala. Dengan
suara gemetar ia berkata "Tetapi, tetapi bagaimana dengan anamu kelak" Apakah
kau menjamin bahwa ia tidak akan
menuntut haknya?" Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Aku akan memberitahukan kepadanya
kelak, bahwa hak itu sudah aku berikan kepadamu. Kepada satu-satunya adikku"
Tiba-tiba dada Ki Reksatani bergetar. Seperti guruh yang meledak terdengar katakatanya "Bohong. Semuanya omong kosong. Mungkin karena ketakutan sekarang kau
bersedia menyerahkan kedudukanmu. Tetapi kelak, anakmu pasti akan kau ajari
menuntut haknya. Apalagi apabila kau masih merasa kuat. Pengikut-pengikutmu yang
selama ini menjadi penjilat itu akan dapat kau gerakkan pada suatu saat untuk
merebut kembali hak itu daripadaku. Dari keturunanku"
Ki Demang mengerutkan keningnya. Katanya "Jadi kau
sudah tidak mempercayai aku sama sekali Reksatani?"
"Tidak. Orang semacam kau memang tidak dapat dipercaya lagi"
"Jadi" "Tidak ada tempat bagimu di Kepandak"
Ki Demang memandang Ki Reksatani dengan wajah yang
semakin tegang "Jadi maksudmu, aku akan kau usir dari Kepandak?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ya. Tidak saja dari Kepandak. Tetapi kau harus
dilenyapkan supaya pada suatu saat baik kau maupun anakmu tidak akan dapat lagi
membuat onar di Kademangan ini"
"Reksatani" potong Ki Demang di Kepandak "jadi
maksudmu, kau akan membunuh aku sekeluarga"
"Ya" suara Reksatani tegas.
Bagaimanapun juga Ki Demang menjaga perasaannya,
namun jawaban yang tegas itu membuatnya gemetar. Sekali lagi ia menarik nafas
dalam-dalam. Kemudian katanya
perlahan-lahan "Reksatani. Adalah menjadi naluri manusia untuk
mempertahankan hidupnya, seperti kita ingin mempertahankan kehadiran kita dan kelanjutan garis
keturunan kita Bahkan mahluk yang paling lemah sekalipun akan berusaha
mempertahankan hidupnya di saat-saat
menghadapi kematian"
"Aku sudah memperhitungkannya" jawab Ki Reksatani "dan sudah siap menghadapinya.
Aku datang bukan seorang diri.
Aku datang bersama-sama rakyat Kepandak yang meyakini keadaan dan mengharap masa
depan yang jauh lebih baik"
Tiba-tiba saja Ki Demang di Kepandak menggeretakkan
giginya. Sekian lama ia mencoba menyabarkan diri untuk menjajagi niat adiknya
yang sebenarnya. Dan kini dadanya itu rasa-saranya hampir meledak karenanya.
"Reksatani" suara Ki Demang tiba-tiba menjadi bergetar sehingga semua orang yang
mendengarnya menjadi terkejut karenanya. Mereka yang sudah mengenal Ki Demang
bertahun-tahun segera mengetahui, bahwa Ki Demang telah sampai pada puncak
kemarahannya "Aku memang sudah
mengetahui apa yang akan kau lakukan. Tetapi seperti yang kau lihat, akupun
sudah siap menyambutmu. Kau sangka
anak-anak Kepandak tidak mengetahui apa yang sebenarnya tersimpan di hatimu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Itu hanya akan menambah korban. Sebaiknya mereka
yang aku kehendaki menyerah tanpa perlawanan. Yang lain akan aku ampuni dan akan
mendapat kesempatan untuk ikut serta membangun Kademangan ini sebaik-baiknya"
"O, jadi maksudmu, kami beberapa orang yang tidak kau sukai harus berdiri
berjajar sambil menundukkan kepala kami untuk kau penggal satu demi satu?"
"Ya" "Termasuk Sindangsari dan anak di dalam kandungan itu?"
"Ya" "Gila kau Reksatani. Hatimu sudah dicengkam oleh
kehitaman hati setan yang paling jahanam. Jangan kau
sangka bahwa kami, orang-orang Kepandak adalah cucurut yang tidak mengenal harga
diri. Kau tidak akan dapat
memaksakan kehendakmu itu atasku. Aku sudah siap. Apakah yang akan kau lakukan"
Dada Ki Reksatani berdegup semain keras. Sejenak ia
mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling halaman.
Dilihatnya orang-orangnya sudah siap diatas punggung
kudanya. Bahkan merekapun sudah siap dengan senjata di tangan masing-masing.
Orang-orang itu hanya menunggu
aba-abanya saja. Mereka pasti akan langsung menyerbu
masuk ke halaman dan membunuh setiap orang yang
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melakukan perlawanan. Kuda-kuda mereka pasti akan sangat membantu di dalam
pertempuran itu. Tetapi sebelum ia menjatuhkan perintah, tiba-tiba-tiba terdengar suara Ki Demang
di Kepandak lantang "Reksatani.
Persoalan ini sebenarnya adalah persoalan diantara kita. Kau dan aku. Aku
kebetulan lahir lebih dahulu daripadamu, sehingga aku menurut adat, menerima
warisan kedudukan ayah Demang di Kepandak. Sekarang kau menuntut hak itu agar
temurun kepadamu. Semua persoalan yang kemudian
tumbuh adalah persoalan sampingan yang sebenarnya tidak
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menyentuh persoalan pokoknya. Isteri, anak, bebahu dan anak-anak muda itu adalah
sekedar rangkaian dari peristiwa ini. Tetapi marilah kita kembali kepada sumber
persoalan tanpa mengorbankan orang lain yang tidak berkepentingan langsung
dengan persoalan ini. Karena itu, seperti yang dicita-citakan oleh ayah kita,
bahwa kita akan menjadi seorang laki-laki jantan, kita akan menyelesaikan
persoalan ini tanpa menyeret
orang-orang lain ke dalamnya. Tanpa mengorbankan bebahu Kademangan Kepandak. Tanpa mengorbankan para pengawal dan tanpa mengorbankan
apapun juga, terlebih-lebih ikatan persatuan rakyat Kepandak.
kalau aku mati di dalam perang tanding ini, kau berhak atas segala-galanya. Para
bebahu Kademangan inipun akan tunduk kepadamu. Merekapun akan melindungi namamu
terhadap orang-orang Mataram seandainya mereka mencium persoalan ini. Terhadap isteri dan
anakkupun kau dapat berbuat sesuka hatimu. Apakah mereka akan kau buhuh, atau
kau perlakukan seperti apapun juga. Tetapi kalau kau kalah, semua orang-orangmu
harus menyerah. Tetapi siapa yang mencoba
melakukan perlawanan, aku akan membunuhnya tanpa
ampun. Nah, apa katamu?"
Terasa darah Ki Reksatani seakan-akan mendidih sampai ke ujung ubun-ubun. Ia
sadar, bahwa tantangan ini adalah tantangan laki-laki jantan. Dan Ki
Reksatanipun ternyata bukan seorang pengecut.
Sambil menggeretakkan giginya ia meloncat dari kudanya sambil berteriak "A ku
terima tantanganmu Ki Demang di Kepandak. Seperti cita-cita ayah kita. Kita
adalah laki-laki jantan"
Tetapi terbersit di hati Ki Demang di Kepandak "Tetapi bukan menjadi cita-cita
ayah kita, bahwa kita harus
berhadapan di arena seperti ayam jantan di aduan"
Tetapi iblis benar-benar sudah merasuk ke dalam hati Ki Reksatani. Ia tidak
melihat apapun lagi, selain Ki Demang di
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kepandak. Tidak ada keinginan apapun lagi di hatinya saat itu, selain membunuh
saudara kandungnya. Setiap dada serasa bernafas, ketika mereka melihat di bawah cahaya obor yang
terang di halaman Kademangan, dua orang laki-laki yang pilih tanding sedang
berhadapan. Terlebih lagi keduanya adalah saudara sekandung, seibu dan seayah.
Ki Jagabaya memalingkan wajahnya sejenak. Hampir tidak tahan ia melihat dua
orang laki-laki sekandung itu menarik senjata masing-masing. Pusaka yang mereka
terima dari sumber yang sama, dari ayah mereka berdua.
"O" terdengar Ki Jagabaya mengeluh pendek. Ia bukan
seorang yang memanjakan perasaannya. Tetapi di dalam
keadaan itu, hatinya benar-benar bergetar.
Pamot berdiri membeku di tempatnya. Ia tidak tahu,
apakah sebenarnya yang bergejolak di dalam hatinya. Tetapi terasa betapa suasana
di halaman itu menjadi tegang dan seakan-akan tidak lagi memberikan udara buat
bernafas. Bukan saja keduanya, terlebih-lebih orang-orang tua yang mengintip dari
kejauhan. Orang-orang tua yang pernah
mengalami hidup pada suatu masa dengan Demang di
Kepandak yang terdahulu. Ayah dari kedua laki-laki yang kini berhadapan di
halaman rumah itu. Rumah mereka semasa
kanak-kanak. Di halaman itu pula mereka dahulu bermain-main. Di halaman itu pula
mereka dahulu berkejar-kejaran.
Dan kini, di halaman itu pula mereka bermain-main dengan senjata.
Alangkah pahitnya peristiwa yang terjadi itu. desis salah seorang dari mereka.
Demikianlah kedua kakak beradik itu sudah berhadapan
dengan senjata di tangan masing-masing. Keris yang mereka terima dari ayah
mereka. Pusaka peninggalan yang tidak pernah di impikan saat itu oleh ayahnya,
bahwa pada suatu saat kedua keris itu akan beradu di arena perkelahian.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Reksatani" berkata Ki Demang "apakah kau benar-benar sudah kehilangan
pertimbangan" "Aku tidak akan berbicara lagi. Kita akan berkelahi"
"Kau benar-benar sudah kerasukan iblis. Apaboleh buat.
Aku tidak mau mati sambil menundukkan kepala"
"Persetan. Itu urusanmu. Tetapi aku akan membunuhmu,
kemudian membunuh perempuan itu"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya. Tanpa
disadarinya ia berpaling. Ditatapnya wajah Pamot yang tegang. Namun Ki Demang
itu tidak berkata sepatahpun juga.
"Cepat" teriak Ki Reksatani "aku akan mulai"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya
"Baiklah Reksatani. Kalau itu keputusanmu"
Ki Reksatani tidak dapat menahan gelora di dadanya. Iapun kemudian segera
meloncat menyerang. Seperti di saat-saat ia berkelahi melawan Lamat, maka iapun
segera mengerahkan segenap kemampuannya. Ia tidak mau mengalami kegagalan sekali
lagi. Ia tidak mau kehilangan waktu. Kalau pada saat itu Nyai Demang
disingkirkan, maka ia akan kehilangan perempuan itu sekali lagi.
Tetapi Ki Reksatani sudah memerintahkan beberapa orang untuk mengawasi seluruh
halaman dan kebun belakang dari Kademangan ini. Tidak akan ada seorangpun yang
akan dapat lolos dari tangannya apabila ia sudah berhasil membunuh Ki Demang di
Kepandak. Demikianlah maka perkelahian itu segera menjadi perkelahian yang seru. Darah Ki Reksatani benar-benar telah mendidih.
Tidak ada lagi yang menghalanginya kini.
Perasaannya seakan-akan telah membeku.
Keduanya adalah orang-orang yang pilih tanding. Keduanya berguru pada guru yang
sama untuk waktu yang hampir sama
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pula. Meskipun Ki Demang di Kepandak lebih tua dari Ki Reksatani, namun saatsaat mereka memasuki perguruan
hampir bersamaan. Demikian pula saat-saat mereka meninggalkan perguruan setelah ilmu yang mereka serap dianggap cukup.
Bahkan umur Ki Reksatani yang lebih muda, agaknya
membuat nafas Ki Reksatani masih lebih segar dari Ki Demang di Kepandak.
Karena itulah, maka perkelahian itu benar-benar merupakan perkelahian yang mendebarkan. Desak mendesak silih berganti. Kedua
senjata di tangan kedua orang itu berputar
dengan dahsyatnya. Sekali-sekali mematuk, kemudian menyambar mendatar. Disusul oleh seranganserangan yang hampir tidak dapat di kuti oleh mata telanjang.
Dua helai keris di tangan Ki Reksatani dan Ki Demang itu, di mata mereka yang
mengelilingi arena, seakan-akan telah berubah menjadi berpuluh-puluh keris yang
berputaran di tangan sepasang penari yang sedang menarikan tari maut.
Orang-orang yang ada di seputar arena itu menjadi seakan-akan
membeku. Meskipun diantara mereka pernah menyaksikan perkelahian yang dahsyat, tetapi perkelahian diantara dua orang
kakak beradik itu benar-benar telah menggetarkan dada mereka, seakan-akan
jantung mereka menjadi berhenti berdetak. Mereka yang selama ini sekedar mengagumi Ki Demang di
Kepandak dan Ki Reksatani sebagai pelindung Kademangan mereka dari kejahatankejahatan para perusuh dan penjahat, kini mereka melihat bagaimana
sebenarnya kemampuan mereka berdua.
Ki Jagabaya yang berdiri di halaman itu juga, seakan-akan telah membeku di
tempatnya. Terasa dadanya bagaikan akan pecah menyaksikan perkelahian itu.
Meskipun ia mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi diantara mereka, namun
melihat perkelahian itu jantungnya bagaikan akan rontok. Ia telah ikut membina
Kademangan ini bertahun-tahun. Meskipun
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kadang-kadang ia tidak sesuai dengan kehendak Ki Demang di Kepandak, terutama
mengenai persoalan pribadinya, namun bagi Kademangan, ia telah bekerja keras
bersamanya. Bahkan bersama-sama keduanya, kakak beradik yang kini tengah
berkelahi mati-matian mempertaruhkan nyawa mereka.
"Kenapa tiba-tiba Ki Reksatani telah dicengkam oleh
kekuasaan iblis untuk merebut kedudukan kakaknya?" tersirat pertanyaan di hati
Ki Jagabaya. Namun peristiwa ini memang tidak berdiri sendiri. Bahkan hampir setiap bebahu
Kademangan dan orang-orang yang
berdiri mengitari arena itu telah mengetahui bahwa keinginan Ki Reksatani itu
telah tumbuh perlahan-lahan. Sehingga akhirnya ia telah terjerumus ke dalam
kelemahan hati. "Tetapi kalau Ki Demang di Kepandak menyadari keadaan itu sejak semula, keadaan
pasti akan lain" desis Ki Jagabaya di dalam hatinya pula.
Tetapi siapa dapat membaca hati seseorang.
Meskipun demikian Ki Jagabayapun, melihat juga ketamakan Ki Demang di Kepandak. Enam kali ia kawin.
Perkawinan yang tidak menghasilkan anak, selain yang
terakhir. Perkawinan yang lima kali itulah sebenarnya yang telah memupuk
tumbuhnya niat yang hitam di hati Ki
Reksatani tanpa dikehendakinya sendiri.
Namun demikian, perkelahian diantara keduanya telah
membuat dada Ki Jagabaya bergelora. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa. Ia
sadar, bahwa keduanya sedang dibakar oleh perasaan yang meluap-luap, sehingga
nalar mereka pasti tidak akan dapat bekerja sewajarnya, meskipun Ki Demang di
Kepandak masih berusaha untuk mencari keseimbangannya.
Demikianlah, hati rakyat di Kademangan Kepandak telah tergetar menyaksikan apa
yang telah terjadi di halaman Kademangan. Sampai beberapa saat mereka tidak
dapat menduga, siapakah di antara keduanya yang akan menang.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Meskipun rakyat di Kepandak, kadang-kadang juga
tersinggung rasa keadilan mereka karena tindakan-tindakan Ki Demang yang selama
ini mereka anggap sebagai seorang laki-laki yang menggetarkan hati setiap orang
yang mempunyai anak gadis, namun di saat-saat ia bertempur mati-matian melawan
Ki Reksatani, diam-diam mereka berharap agar Ki Demang di Kepandak dapat selamat
keluar dari perkelahian itu. Bagaimanapun juga sikap Ki Reksatani, yang seakanakan telah merebut kekuasaan kakaknya dengan kekerasan, bahkan sebelumnya ia
telah berusaha mengorbankan seorang
perempuan yang tidak bersalah yang untung dapat
diselamatkan, sama sekali tidak menarik bagi rakyat
Kepandak. Maka semakin lama perang tanding diantara kakak beradik itupun menjadi semakin
sengit. Keduanya telah mengerahkan segenap kemampuan yang ada di dalam diri
masing-masing, kemampuan yang bersumber pada guru yang sama.
Ki Demang di Kepandak yang lebih tua, ternyata memiliki perhitungan yang lebih
masak. Ia tidak banyak bergerak di dalam olah senjata. Tetapi setiap ia
melangkah, maka udara maut telah berdesing di telinga Ki Reksatani. Namun
Reksatani yang lebih muda itu memiliki nafas yang lebih segar. Ia mampu bergerak
lebih lincah dan cepat. Seperti bilalang ia meloncat berputaran mengelilingi
lawannya sambil memutar kerisnya. Sekali-sekali ia melingkar sudut, namun tibatiba kerisnya telah menyambar lambung. Demikian cepatnya,
sehingga kadang-kadang orang-orang yang menyaksikan
perkelahian itu menjadi bingung.
Tetapi Ki Demang di Kepandak sama sekali tidak bingung.
Beberapa langkah dari arena, di belakang Ki Jagabaya, Pamot berdiri termangumangu. Iapun tidak mampu menilai perkelahian itu. Tetapi yang lebih dalam menekan perasaanya,bahwa iapun tidak mengerti, apakah yang
diharapkan dari perkelahian itu. Seandainya ia mengharap Ki
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Demang di Kepandak memenangkan perkelahian itu, maka
selama hidupnya hatinya akan tersayat melihat Sindangsari setiap kali duduk di
pendapa Kademangan memangku anak yang kini sedang dikandungnya. Selama ia
berpacu diatas punggung kuda membawa perempuan itu dari Sembojan,
terasa tunas yang tumbuh di dalam hatinya, dan yang ingin dipadamkannya itu
rasa-rasanya menjadi bertambah mekar.
Bagaimanapun juga ia berusaha, tetapi Sindangsari baginya adalah seorang
perempuan yang telah mendapat tempat di hatinya.
Meskipun ia berdiri di arena perkelahian itu, namun ia masih sempat
membayangkan, Nyai Demang di Kepandak,
duduk bersama suaminya menunggui anak mereka yang
berlari-larian di halaman, bermain-main dengan biji-biji kemiri atau beradu
kecil dengan kawan-kawannya.
"Alangkah sakit hati ini" desisnya.
Tetapi Pamotpun tidak dapat mengharapkan Ki Reksatani memenangkan perkelahian
itu. Jika demikian, maka niat Ki Reksatani untuk membunuh Sindangsari itupun
pasti akan dilaksanakannya, karena di dalam perut Sindangsari terimpan anak yang
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dianggap berhak atas warisan yang akan
ditinggalkan oleh Ki Demang di Kepandak. Meskipun
seandainya Ki Reksatani berhasil, maka hak atas Kademangan ini akan tetap
menjadi milik anak di dalam kandungan itu sehingga anak itu harus dilenyapkan
pula. Dengan demikian, maka Pamot telah terlibat di dalam
persoalan yang menyangkut dirinya sendiri. Bagaimanapun juga ia berusaha
melenyapkannya, dan bagaimanapun juga ia berusaha melihat
persoalan itu lepas dari persoalan
pribadinya, namun setiap kali bayangan itu telah timbul diangan-angannya.
"Persetan" Pamot tiba-tiba saja mengumpat di dalam
hatinya "apapun yang terjadi, aku tidak akan mendapatkan Sindangsari. Biar saja
Ki Demang di Kepandak terbunuh,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kemudian Sindangsari dan anaknya dibunuh pula. Itu
barangkali lebih baik daripada aku setiap hari melihatnya duduk di pendapa
Kademangan ini berdua dengan Ki Demang di Kepandak"
Namun dalam pada itu, terdengar suara di dalam hatinya
"Itu pikiran gila. Setiap orang berusaha menegakkan
kemanusiaan. Punta dan kawan-kawan telah bersusah payah membantu membebaskan
Nyai Demang di Kepandak. Bahkan
Lamat yang selama ini merasa dirinya telah tergadai oleh ayah Manguripun melihat
bahwa keadilan sedang terancam di
Kademangan Kepandak, dan bahkan Ki Reksatani sedang
berusaha menegakkan kekuasaan berdasarkan kekuatan"
Pamot menarik nafas dalam-dalam. Sejenak kemudian
digertakkan giginya sambil berkata "Ki Reksatani memang sedang berkhianat. Aku
tidak boleh terpancang pada
persoalan pribadiku. Namun demikian Pamot tidak segera dapat berbuat apaapa. Tetapi seandainya para pengikut Ki Reksatani berbuat curang, maka ia tidak
akan dapat tinggal diam. Ia tidak sekedar membebaskan Sindangsari dari Sembojan
dan membawanya ke Kepandak karena ada ikatan batin diantara dirinya dan Sindangsari,
tetapi itu merupakan suatu keharusan bagi mereka yang ingin menegakkan
kemanusiaan dari kesewenang-wenangan. Pamot seakan-akan sadar dari mimpinya ketika ia melihat Ki Reksatani meloncat
menyerang dengan dahsyatnya. Namun Ki Demang di Kepandak yang leih masak itu
masih berhasil mengelakkan dirinya dengan beringsut selangkah.
Tetapi Ki Reksatani masih memburunya. Seperti orang yang kehilangan akal, ia
menyerang membabi buta. Tandangnya jauh lebih kasar dari tandang kakaknya,
meskipun ilmunya serupa, nafsu yang menggelora di dadanya telah membuatnya
menjadi seakan-akan bertambah buas.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Bagai seekor harimau yang lapar, Ki Reksatani menyerang kakaknya. Senjatanya
ternyata melampaui ketajaman kuku-kuku harimau yang paling ganas. Tetapi Ki
Demang di Kepandak yang lebih tenang bertempur bagaikan seekor
banteng yang terluka. Setiap geraknya yang mantap pasti mendesak lawannya
beberapa langkah surut. Selagi di Kepandak terjadi perkelahian yang mengerikan, yang tidak diketahui
kapan akan berakhir, di Sembojan Lamat menggeliat dengan gelisahnya.
Obat yang ditaburkan pada lukanya, serta cairan yang telah diminumnya membuat
tubuhnya yang memiliki daya tahan
luar biasa itu menjadi agak segar. Namun hatinyalah yang rasa-rasanya menjadi
bertambah kalut. Ia tidak berhasil menyingkirkan bayangan yang mengerikan yang
dapat terjadi atas Pamot di sepanjang perjalanannya.
"Tidurlah" berkata dukun tua yang menungguinya.
Lamat menganggukkan kepalanya, tetapi jangankan tidur meskipun hanya sejenak,
sedangkan memejamkan matanya
saja rasa-rasanya tidak dapat dilakukannya. Setiap kali dadanya berdesir,
seolah-olah ia mendengar jerit Sindangsari di tengah perjalanan dan terbayang
mayat Pamot terbujur di telapak kaki Ki Reksatani.
"Punta" desis Lamat kemudian.
Punta yang menungguinya mendekatkan telinganya.
"Bagaimana dengan Pamot?"
Punta menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Kita berharap agar ia selamat"
"Tetapi hatiku rasa-rasanya selalu berdebaran"
"Tenangkan perasaanmu Lamat. Kau harus beristirahat"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tubuhku sudah terasa segar. Barangkali lukaku sudah
tidak sakit lagi" Lamat berhenti sejenak, lalu "aku sudah dapat berkuda ke
Kepandak" "Jangan sekarang"
"Aku tidak mau terlambat. Kalau Pamot dan Sindangsari masih hidup, aku ingin
melihat mereka berdua di Kademangan Kepandak. Tetapi kalau mereka sudah mati,
aku ingin melihat mayatnya"
"Tunggulah sampai besok Lamat"
"Badanku sudah segar. Aku sudah berhasil menguasai
bukan saja perasaan sakit, tetapi juga urat-urat nadi di segenap tubuhku. Dengan
bantuan obat yang ditaburkan dari luar, dan obat cair yang aku minum, aku sudah
menemukan kekuatanku kembali"
"Kau masih terlampau lemah"
"Tidak" Tetapi dukun tua di sampingnya berkata "Kau masih harus beristirahat. Jangan kau
paksa dirimu melakukan langkah-langkah yang dapat membuat luka-lukamu kambuh dan
berdarah lagi" Lamat tidak menjawab. Tetapi tarikan nafasnya yang
panjang menyatakan kegelisahan perasaannya.
Sejenak kemudian Lamat tidak mengatakan apapun juga.
Bahkan perlahan-lahan matanya mulai terpejam. Sekali-sekali masih terdengar
tarikan nafasnya yang dalam. Namun
semakin lama nafasnya menjadi semakin teratur, sehingga Punta yang menungguinya
menjadi agak tenang pula.
"Ia tertidur" bisiknya kepada dukun yang menungguinya.
"Ya. Ia tertidur"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Puntalah yang kemudian menarik nafas dalam-dalam.
Sekilas dilihatnya dua orang yang terkantuk-kantuk duduk di depan pintu. Agaknya
mereka masih harus menunggui
Manguri dan ayahnya yang ada di ruang itu pula. Tetapi seperti Lamat, merekapun
tidak dapat tertidur pula. Dengan gelisahnya ayah Manguri berjalan hilir mudik,
kemudian duduk sejenak, dan segera bangkit pula dengan tarikan nafas yang dalam.
Dalam pada itu, ketika Lamat telah tertidur nyenyak, maka Puntapun merasa perlu
untuk beristirahat pula. Tetapi ia tidak sampai hati meninggalkan Lamat tertidur
di pembaringan itu tanpa pengawalan, karena ayah Manguri yang mendendamnya akan
dapat berbuat banyak hal yang tidak terduga duga.
Karena itu, maka diserahkannya Lamat kepada seorang
kawannya dari Kali Mati yang masih ada di tempat itu juga untuk mendapatkan dua
orang yang dapat dipercaya untuk menunggui Lamat yang tertidur nyenyak.
"Biarlah aku saja yang menungguinya" berkata kawannya.
"Kau juga lelah seperti aku" sahut Punta. Kawannya
mengangguk-anggukkan kepalanya.
Ia sendiri memang terlampau lelah. Karena itu, maka dimintanya dua orang anak muda yang masih
segar untuk menunggui Lamat yang sedang tertidur nyenyak.
Punta dan kawan-kawannya yang telah memeras tenaga
itupun kemudian meninggalkan ruangan itu dan pergi ke gandok. Merekapun
merebahkan diri pula untuk sekedar dapat beristirahat, sebelum tugas-tugas lain
masih akan menunggu besok.
Sepeninggal Punta, dukun tua dan kawan-kawannya, maka perlahan-lahan Lamat
menggeliat. Ketika ia membuka
matanya perlahan-lahan, ternyata bahwa yang menungguinya anak-anak muda yang
belum dikenalnya. "Ia sudah pergi" desisnya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sebenarnyalah bahwa Lamat sama sekali tidak tertidur. Ia berusaha untuk
melepaskan diri dari pengawasan Punta dan dukun yang mengobatinya. Ternyata ia
sudah tidak dapat lagi mengekang perasaannya, untuk melihat apa yang terjadi
dengan Pamot dan Sindangsari di perjalanan.
Karena itu perlahan-lahan ia menggerakkan kepalanya.
Kemudian tangan dan kakinya. Rasa-rasanya tubuhnya sudah menjadi jauh lebih
segar dan kekuatannyapun sudah hampir dimilikinya kembali, meskipun luka-lukanya
masih juga terasa pedih. "Tidurlah" berkata salah seorang anak muda yang
menungguinya. Lamat mencoba tersenyum. Tetapi justru ia bangkit
perlahan-lahan. "Jangan bangkit"
"Aku sudah sehat"
"Tetapi tidurlah"
Lamat mengangguk. Dan diletakkannya kepalanya kembali diatas pembaringan. Tetapi
iapun kemudian bangkit kembali sambil berkata "Di manakah pakiwan" A ku akan
pergi ke pakiwan sebentar saja"
"Tetapi kau harus beristirahat"
"Perutku sakit. Dan aku ingin mencuci tangan dan kaki supaya badanku menjadi
semakin segar" "Luka-lukamu akan menjadi sangat pedih apabila tersentuh air"
"Aku kira tidak lagi. Tetapi akupun hanya akan sekedar membasahi telapak tangan
dan kaki, serta sedikit pada ubun-ubunku yang panas"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kedua anak-anak muda itu termangu-mangu sejenak.
Namun merekapun saling menganggukkan kepalanya.
"Marilah" berkata salah seorang "tetapi hati-hatilah"
Lamatpun kemudian bangkit berdiri dari pembaringannya.
Dirabanya untuk mengetahui keadaan tubuhnya. Digerakgerakkannya segenap persendiannya. Dan agaknya tubuh itu sudah tidak terlampau
lemah lagi. "Marilah aku tolong" berkata salah seorang anak muda itu.
Lamat tersenyum. Jawabnya "Aku sudah dapat berjalan
sendiri" Kedua anak-anak muda itu menjadi kagum. Luka-luka
Lamat yang arang kranjang itu seakan-akan sudah tidak terasa lagi. Dengan
langkah yang mantab, Lamat berjalan seperti seorang yang tidak pernah terkena
sesuatu menuju ke pintu"
"Dimana pakiwan itu?"
"Di belakang" Lamatpun kemudian mengikuti salah seorang dari anakanak muda itu yang membawanya ke pakiwan di belakang
rumah. "O, itu agaknya, di dekat sumur" berkata Lamat.
"Ya" "Sudahlah. Tinggalkan aku. Aku akan segera kembali ke ruang depan"
Tanpa prasangka apapun anak muda itupun kembali
kepada kawannya yang masih berdiri di depan rumah.
"Mana orang itu?"
"Di pakiwan. Agaknya ia tidak menahan lagi"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Keduanya tidak lagi mempersoalkannya. Mereka mulai
berbicara tentang peristiwa yang baru saja terjadi. Mereka masih juga
menyinggung-nyinggung Lamat dengan penuh
kekaguman. "Adik Demang di Kepandak itu benar-benar orang luar
biasa. Aku kira Demang kita tidak akan dapat menyamainya"
"Ya. Aku kira demikian. Tetapi Lamat itupun ternyata orang yang luar biasa pula.
Menurut Ki Jagabaya, sebenarnya Lamat tidak akan dapat dikalahkan oleh Ki
Reksatani meskipun ia juga belum pasti dapat memenangkannya. Tetapi ayah
Manguri itulah yang licik. Ia berhasil melemahkan hati Lamat lewat kata-kata
sindirannya yang tajam"
"Dan luka-luka yang tampaknya demikian parahnya, segera dapat diatasinya. Hampir
seluruh tubuhnya terluka parah"
"Tetapi luka-luka itu tidak begitu dalam meskipun merata.
Dan luka-luka yang demikian tidak lebih berbahaya dari satu luka, tetapi
langsung menghunjam ke dalam dada"
"Tentu, lebih-lebih lagi satu luka yang memisahkan kepala dari lehernya"
"Ah, macam kau" desis kawannya. Tetapi keduanya
tersenyum. Demikianlah beberapa lamanya keduanya berbicara tentang berbagai persoalan yang
sedang berkecamuk di padukuhan mereka yang sepi, yang biasanya tenang dan
tenteram meskipun bukan berarti beku. Namun yang tiba-tiba saja telah dibakar oleh
perkelahian yang menggetarkan dada setiap orang.
"He" tiba-tiba salah seorang dari mereka berkata "kanapa Lamat sedemikian
lamanya berada di pakiwan?"
"Ya. Terlampau lama"
"Eh, apakah ia tiba-tiba pingsan?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Marilah kita lihat"
Keduanyapun kemudian dengan tergesa-gesa berjalan ke
pakiwan. Selangkah di samping pakiwan, salah seorang dari mereka memanggil
"Lamat. Lamat. Apakah kau sudah selesai"
Tidak terdengar jawaban. "Lamat" Pakiwan itu masih tetap sepi.
Sejenak keduanya saling berpandangan. Tiba-tiba salah seorang dari mereka
berkata "Aku akan menengoknya"
Dengan tergesa-gesa anak muda itupun mendorong pintu
pakiwan dan menjengukkan kepalanya ke dalam. Tetapi
pakiwan itu telah kosong. Mereka tidak menemukan Lamat di dalamnya.
"Apakah ia sudah kembali ke ruang dalam tanpa kita
ketahui karena kau terlampau banyak berbicara?" desis salah seorang dari mereka.
"Marilah kita lihat"
Keduanya melangkah dengan tergesa-gesa masuk ke ruang dalam. Tetapi pembaringan
Lamat ternyata masih juga
kosong. "Apakah ia melarikan diri"
"Kenapa melarikan diri. Lamat sama sekali bukan seorang tawanan. Berbeda dengan
Manguri dan ayahnya itu"
"Ya. Tetapi ia harus banyak beristirahat. Punta dan dukun tua itu menghendaki ia
tidur sebanyak-banyaknya, bukan pergi kemanapun juga"
"Beritahu Punta di gandok sebelah. Aku akan mencarinya di belakang. Siapa tahu,
mungkin keadaan tubuhnya masih
terlampau lemah, sehingga ia pingsan di sekitar pakiwan itu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Yang seorang dari merekapun segera pergi ke pakiwan
untuk mencari Lamat sekali lagi. Yang lain dengan tergesa-gesa pergi ke gandok
memberi tahukan hal itu kepada Punta.
Anak muda yang mencari Lamat di belakang rumah itu
terperanjat ketika ia mendengar ringkik kuda di kandang.
Dengan tergesa-gesa ia berlari-lari mendekatinya. Tetapi ia justru tertegun
ketika ia melihat seekor kuda meloncat keluar.
Di punggung kuda itu duduk agak merunduk Lamat yang
sedang dicarinya. "Lamat, Lamat" anak muda itu memanggil.
Tetapi Lamat tidak menghiraukannya. Dipacunya kudanya menuju ke halaman depan.
Punta yang sudah diberi tahupun terperanjat pula. Ketika ia keluar dari gandok,
didengarnya derap kaki kuda. Dari sisi rumah ia melihat seekor kuda berlari
kencang. Dengan demikian, maka iapun segera meloncat ke halaman. Tetapi kuda itu telah
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendahuluinya, sehingga Puntapun kemudian termangu-mangu beberapa saat seolaholah membeku di halaman. Dalam pada itu, Lamat yang berada dipunggung kuda
sempat memperlambat kudanya sambil berkata "Maaf Punta, aku mendahului. Jagalah
Manguri dan ayahnya baik-baik.
Mungkin ia masih berbahaya"
Sebelum Punta menjawab, Lamat sudah berpacu keluar
regol halaman dan berlari menyelusuri jalan padukuhan Sembojan. Beberapa orang
yang berada di regol, justru menyibak ketika kuda itu berlari seperti dikejar
hantu diantara mereka. "Lamat memang keras hati" desis Punta "aku akan
menyusulnya. Keadaan tubuhnya masih sangat lemah. Apakah masih ada kuda yang
lain" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Anak-anak Sembojan itupun segera mengusahakannya dua
ekor kuda. Bersama kawannya ia menyusul Lamat, setelah ia minta diri kepada
kawannya dari Kali Mati dan berpesan seperti pesan Lamat atas Manguri dan
ayahnya. "Besok aku akan segera kembali bersama Ki Jagabaya di Kepandak" berkata Punta
sambil memacu kudanya. Sejenak kemudian merekapun telah hilang ditelan gelap.
Yang terdengar tinggal ah derap kaki-kaki kuda itu memecah sepinya malam yang
dingin. Demikianlah anak-anak Sembojan dan padukuhan di
sekitarnya memandang mereka dengan termangu-mangu.
Orang-orang itu datang jauh dari luar Kademangan mereka.
Dan mereka telah menjadikan Sembojan sebagai ajang
pertengkaran, yang bahkan membawa beberapa akibat bagi anak-anak muda Sembojan
dan sekitarnya, karena ada
diantara mereka yang terluka. Bahkan mereka menemukan beberapa sosok mayat pula
di halaman itu. "Tetapi Punta akan kembali bersama Ki Jagabaya di
Kepandak, yang akan menyelesaikan segala sesuatu tentang persoalan ini.
Merekapun harus mengambil dan membawa
Manguri bersama ayahnya yang untuk beberapa saat hanya akan menjadi beban kita
disini" berkata salah seorang dari mereka.
"Sebelum Ki Jagabaya di Kepandak datang dan berbicara dengan Ki Jagabaya dan Ki
Demang di Prambanan, kita masih mendapat beban ini" sahut kawannya.
Tetapi demi sesamanya yang sedang dilanda oleh
malapetaka, maka anak-anak Sembojan dan padukuhan di
sekitarnya telah menyediakan waktu mereka untuk melakukannya. Menjaga Manguri dan ayahnya, menjaga
perempuan yang menangisi anak-anaknya yang terluka dan bahkan merekapun harus
menguburkan mayat-mayat yang
terdapat di halaman rumah yang terbakar itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dalam pada itu, Lamat telah berpacu secepat-cepat dapat dilakukan oleh kudanya.
Meskipun ia sadar, bahwa selisih waktunya sudah terlampau panjang, namun ia
berharap untuk tidak terlambat berbuat sesuatu. Tetapi ia tidak tahu, apakah
sesuatu yang dapat dilakukannya itu.
Meskipun demikian, sesuatu telah mendorongnya untuk
segera sampai ke Kepandak. Ia ingin segera melihat, apa saja yang sudah terjadi.
Apakah Kepandak menjadi karang abang, atau sekedar terjadi pembunuhan di jalan
menuju ke Kademangan itu, dan Ki Reksatani masih berhasil mengelabuhi Ki Demang lagi.
Angin yang dingin justru membuat tubuh Lamat menjadi
semakin segar. Sekali-sekali masih juga terasa pedih-pedih lukanya menyengat
kulit. Namun karena daya tahannya yang luar
biasa, maka semuanya itu seakan-akan dapat dilupakannya. Sementara itu, di halaman Kademangan Kepandak, Ki
Reksatani masih bertempur mati-matian seorang melawan seorang dengan Ki Demang
di Kepandak. Setiap orang yang menyaksikannya
seakan-akan harus menghentikan pernafasannya. Halaman yang bersih rata itu menjadi seperti kubangan yang
kering. Debu berhamburan membayangi
warna kemerah-merahan api obor di segenap sudut halaman.
Berbeda dengan Ki Reksatani, maka Ki Demang di
Kepandak, sebagai saudara yang lebih tua, kadang-kadang masih juga dipengaruhi
oleh kenangan di masa kanak-kanak.
Kadang-kadang wajah Ki Reksatani yang tegang itu
membayang seperti wajahnya di masa kanak-kanak. Memang sebagai dua orang
bersaudara keduanya pernah juga
bertengkar, bahkan berkelahi. Tetapi apabila wajah adiknya telah memucat dan
matanya menjadi basah, Ki Demang di Kepandak semasa kanak-kanaknya, selalu
menghentikan perkelahian. Dengan iba ditatapnya wajah adiknya yang basah oleh air mata.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Jangan menangis" desisnya "karena itu jangan nakal.
Tetapi Ki Demang di Kepandak terperanjat bukan kepalang.
Selagi angan-angan itu bermain sejenak, hanya sejenak, tidak lebih dari kejapan
mata, terasa lengannya tergores oleh senjata. Senjata yang digenggam oleh Ki
Reksatani. Dan senjata itu adalah pusaka peninggalan ayahnya.
Tanpa sesadarnya Ki Demang meloncat surut. Dengan
wajah tegang dipandanginya adiknya yang tertegun sejenak.
Sejenak kemudian maka perkelahian itupun telah meledak lagi. Keduanya
mengerahkan segenap kemampuan yang ada padanya. Mereka tidak lagi
memperhitungkan apapun juga selain membinasakan lawannya.
Demikian juga Ki Demang di Kepandak. Luka di tangannya telah mengusir segala
macam perasaan yang selalu
membayanginya. Dengan demikian, maka tiba-tiba tandangnya menjadi semakin garang meskipun ia berumur lebih tua dari Ki
Reksatani. Tidak seorangpun dapat meramalkan, kapan perkelahian itu akan berakhir. Menurut
pendengaran mereka, Ki Demang di Kepandak seperti juga adiknya Ki Reksatani,
mampu, bertempur sehari semalam tanpa berhenti sama sekali. Dan kini keduanya bertemu
di arena perang tanding. Mereka pasti akan bertahan sampai kemungkinan yang
terakhir. Mungkin benar-benar sehari semalam mereka akan tetap bertempur di
halaman itu, mungkin lebih.
Beberapa orang yang berdiri diseputar halaman itupun ikut menjadi semakin tegang
pula. Beberapa orang yang tidak tahan lagi, meskipun ia sendiri menggenggam
senjata, menundukkan kepalanya yang menjadi pening. Tetapi, sekali-sekali mereka masih
ingin juga melihat, apa yang akan terjadi kemudian. Sehingga diantara ya dan
tidak, mereka melihat bayangan yang berputaran di halaman semakin lama semakin
cepat. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi ternyata racun warangan pada ujung keris Ki
Reksatani benar-benar telah berpengaruh pada Ki Demang di Kepandak. Terasa
tubuhnya menjadi semakin panas, dan
tenaganya semakin susut. Namun karena itulah, maka Ki Demang di Kepandak telah mengerahkan sisa-sisa
tenaga yang masih ada padanya,
beserta segenap ilmunya. Ki Reksatani yang yakin bahwa warangan kerisnya akan
segera bekerja di dalam darah Ki Demang di Kepandak, mulai melihat setiap kali
Ki Demang mengusap keringat di
keningnya. Semakin banyak Ki Demang memeras tenaganya, maka darah akan semakin
deras mengalir di dalam tubuhnya, sehingga racun warangan keris itupun akan
menjadi semakin cepat berpengaruh pada tubuhnya.
Tetapi Ki Reksatanipun tidak dapat mengingkari, bahwa telah terjadi sesuatu di
dalam dirinya. Kelelahan yang tidak dapat dielakkannya lagi telah mulai merayapi
otot-ototnya. Ia baru saja memeras tenaga, berkelahi melawan Lamat di
padukuhan Sembojan. Kemudian berpacu ke Kepandak.
Bagaimanapun juga, maka kemampuan seseorang bukan tidak berbatas.
Demikianlah meskipun mereka masih belum bertempur
semalam penuh, tetapi pada keduanya telah tampak, bahwa tenaga mereka mulai
susut. Namun kemarahan yang bergetar di dalam dada masing-masing masih juga
memaksa mereka untuk mengerahkan tenaganya.
Ki Demang yang sudah merasa bahwa luka di tangannya
itu akan menyeret nyawanya, berusaha sekuat-kuat tenaganya untuk
menghentikan kematian, kematian-kematian seterusnya. Meskipun ia tidak ingin membunuh Ki Reksatani sebagai tujuan, namun
orang itu memang harus dibinasakan untuk menghentikan perbuatan-perbuatan
terkutuknya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kekerasan hati Ki Demanglah yang kemudian seakan-akan memulihkan segenap
kemampuannya. Keyakinannya atas
kebenaran sikapnya kali ini membuatnya semakin mantap.
Apalagi ketika darahnya serasa menjadi semakin panas karena pengaruh racun
warangan. Di saat-saat berikutnya, Ki Demang menyerang lawannya dengan garangnya.
Kerisnya berputar semakin cepat,
meskipun tidak sekuat sebelumnya. Tetapi lawannyapun
menjadi semakin lemah pula, bahkan sekali-sekali Ki Reksatani telah berhasil
didesaknya. "Anak setan" geram Ki Reksatani di dalam hatinya "ia masih mampu bertahan dari
racun itu, apakah orang ini"
Namun belum lagi umpatan di dalam hati itu selesai, Ki Reksatanipun terperanjat
bukan buatan. Serangan yang tidak diduga-duga telah meluncur dengan cepatnya.
Ujung keris Ki Demang di Kepandak seakan-akan tidak lagi dapat dilihatnya.
Namun tiba-tiba saja telah terasa goresan pada jari-jarinya.
Ketika ia sempat memperhatikan jari-jarinya itu, tampaklah tulang yang memutih.
Tetapi tidak setitik darahpun yang mengalir.
Dengan sigapnya Ki Reksatani meloncat surut. Dengan
cepat ia menarik pisau belati dari ikat pinggangnya. Tanpa menunggu lebih lama
lagi, maka dipotongnya jari-jarinya yang telah tersentuh warangan racun keris
kakaknya. Ki Demang di Kepandak tertegun sejenak menyaksikan hal itu. Tetapi ketika ia
melihat darah mengalir dari luka itu hatinya menjadi berdebar-debar. Sekilas
dilihatnya keris Ki Reksatani yang tergolek di sampingnya. Kemudian dilihatnya
Ki Reksatani melemparkan pisau belatinya dan memungut kerisnya kembali.
"Lukaku akan sembuh" geramnya "tetapi kau akan mati"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Demang menggelengkan kepalanya "Kaupun akan mati.
Keris itu tidak akan berguna lagi. Kau sudah melupakan pantangan yang diberikan
oleh ayah kita. Keris pusaka itu tidak boleh diletakkan diatas tanah"
Sekilas wajah Ki Reksatani berubah, tetapi terdengar ia menggeram "Omong kosong.
Aku tidak memerlukan tuah dari keris itu. Aku memerlukan racun yang ada pada
warangannya. Dan itulah yang akan membunuhmu"
Tetapi belum lagi ia selesai, Ki Demang sudah menyerangnya lagi. Dengan susah payah Ki Reksatani
menghindarinya dan mencoba untuk menyerang kembali.
Namun darah dari jari-jarinya yang dipotongnya mengalir terus. Kekalahan yang
ditambah dengan arus darah itu
membuatnya semakin lemah. Ia berharap dengan arus darah itu membuatnya semakin
lemah. Ia berharap bahwa Ki
Demang akan segera kehilangan kemampuan perlawanannya karena racun kerisnya.
Tetapi ternyata Ki Demang masih tetap bertempur dengan sengitnya. Bahkan semakin
lama semakin mendesaknya.
Di saat-saat tubuh Ki Demang serasa terbakar, diperasnya segenap ilmu yang ada
padanya. Kerisnya tiba-tiba telah berputaran seperti puluhan keris yang
berterbangan mengitari lawannya.
Ki Reksatani yang menjadi semakin lemah oleh lelah dan darah yang mengalir dari
lukanya, semakin lama menjadi semakin pening oleh serangan-serangan Ki Demang
yang membadai. Sebenarnya serangan-serangan itupun sudah
mulai mengendor. Tetapi daya perlawanan Ki Reksatanipun sudah semakin susut.
Ketika keris Ki Demang menyambar dengan dahsyatnya, Ki Reksatani berusaha
menghindarinya. Tetapi rasa-rasanya keris itu tidak lagi hanya sehelai. Keris
itu bagaikan lidah api yang menjilat kemanapun ia pergi.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani menggeram ketika sekali lagi ia merasa keris kakaknya tergores
ditabuhnya, dan kali ini justru di kening.
Dengan demikian Ki Reksatani tidak lagi dapat melepaskan bagian yang tergores
oleh senjata itu dari tubuhnya.
"Kita akan mati bersama-sama" desis Ki Demang di
Kepandak. "Persetan" Ki Reksatani yang telah dibakar oleh nafsu itu bagaikan orang yang
kehilangan akal. Bahkan kemudian
jantungnya telah dirayapi oleh perasaan putus-asa tanpa sesadarnya. Ujung keris
yang tergores di keningnya itu adalah suatu pertanda bahwa tidak ada lagi jalan
baginya untuk melepaskan diri.
Dengan demikian maka Ki Reksatani itupun kemudian
mengamuk seperti orang yang terganggu ingatannya. Iapun bertempur dengan tanpa
harapan dapat keluar dari
peperangan itu, sehingga dengan demikian, tandangnya
menjadi buas dan liar. Di saat-saat itu pula Lamat memacu kudanya menjelajahi bulak-bulak yang panjang,
hutan-hutan perdu dan padang ilalang. Tanpa menghiraukan apapun juga, kudanya
berlari secepat-cepat dapat dilakukan. Setiap kali Lamat selalu menyentuh perut
kudanya dan memaksa kudanya berlari lebih cepat lagi.
Tetapi Kepandak masih terlampau jauh. Dan ia masih
memerlukan waktu separo hari untuk mencapai daerah itu apabila kudanya dapat
berpacu dengan kecepatan yang ajeg.
Agak jauh di belakang Lamat, Puntapun berpacu secepat-cepatnya. Menurut
pendapatnya, Lamat pasti masih terlampu lemah, sehingga mungkin sekali terjadi
sesuatu di perjalanan. Karena itu dengan cemasnya ia berusaha untuk dapat
menyusul Lamat yang belum terlampau lama mendahuluinya.
Ternyata selama di perjalanan tubuh Lamat justru terasa menjadi semakin segar.
Angin yang sejuk membuat lukaTiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
lukanya tidak lagi terasa panas dan nyeri. Bahkan luka-luka yang pedih itu
seakan-akan telah ditiup-tiup oleh nafas yang segar.
Dalam pada itu, perkelahian di halaman Kademangan
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kepandak telah sampai di puncaknya. Luka ditubuh Ki
Reksatani telah bertambah-tambah. Goresan demi goresan.
Betapa ia mencoba berkelahi seperti harimau lapar, namun ternyata bahwa ia tidak
akan dapat menolong dirinya.
Akhirnya luka ditubuhnya tidak lagi dapat dihitung. Namun di dalam keadaan putus
asa itu, ia masih juga sempat melukai Ki Demang di Kepandak dengan beberapa
goresan. Namun sampailah pada suatu saat, Ki Reksatani kehabisan kekuatan. Luka-luka yang
pedih, kelelahan dan racun yang bekerja ditabuhnya, membuatnya semakin lemah,
sehingga akhirnya seperti kehilangan segenap tulang-tulangnya, Ki Reksatani
menjadi terhuyung-huyung.
Sekali ia masih menggerakkan tangannya untuk menggoreskan kerisnya.
Namun tangan itupun segera terkulai bersamaan dengan
lenyapnya kemampuannya untuk berdiri tegak.
Perlahan-lahan Ki Reksatani jatuh diatas lututnya. Meskipun kerisnya masih di
dalam genggaman, namun ia sudah tidak berdaya lagi untuk menggerakkannya.
Sesaat Ki Demang di Kepandak masih dapat berdiri tegak.
Ditatapnya wajah adiknya yang pucat. Goresan-goresan yang merah kehitam-hitaman
tetapi tidak menitikkan darah.
Tiba-tiba Ki Reksatani itupun jatuh tersimpuli bertumpu pada kedua tangannya.
Sekilas ia menengadahkan wajahnya dan dilihatnya kakaknya, Ki Demang di Kepandak
berdiri di hadapannya dengan keris di tangannya.
"Ki Demang" suaranya menjadi parau "kenapa kau tidak
menghunjamkan keris itu di dadaku sama sekali"
Ki Demang tidak menyahut.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ternyata aku tidak berhasil sekedar membunuhnya. Tetapi aku juga akan mati
karenanya" Ki Demang masih tetap berdiam diri.
"Ki Demang" suara Ki Reksatani semakin lambat "kita akan mati bersama-sama.
Apakah kau tidak menyadarinya?"
"Ya. Reksatani. Kita akan mati bersama-sama. Kau akan mati lebih dahulu,
kemudian baru aku akan menyusulmu"
Ki Reksatani menjadi semakin lemah. Namun ia masih
mencoba mengangkat wajahnya. Dipandanginya orang-orang yang berdiri di seputar
halaman. Tampaknya seperti
bayangan-bayangan hantu yang hitam pekat di bawah cahaya obor yang kemerahmerahan. Kemudian tatapan matanya merayap kekaki Ki Demang di
Kepandak dan perlahan-lahan memanjat naik. Sekali lagi ia melihat wajah Ki
Demang, wajah kakaknya. Ketika Ki Demang memandang wajah adiknya itu pula,
wajah yang pucat pasi, tiba-tiba terbayang di wajah itu, kenamgan yang sesaat
telah terusir dari hatinya. Kini seakan-akan dilihatnya wajah Reksatani di masa
kanak-kanak. Serasa mereka adalah kanak-kanak itu. Kanak-kanak yang bermain-main
di halaman Kademangan. Kanak-kanak yang berkelahi di Kademangan itu pula.
Serasa Ki Demang di Kepandak menghayati kembali
hidupnya beberapa puluh tahun yang lampau. Kalau ia
mendapatkan permainan, maka adiknya itu selalu berusaha merebutnya. Kadangkadang mainan itu diberikannya, tetapi kadang-kadang dipertahankannya,
sehingga sekali-sekali merekapun berkelahi. Tetapi Ki Reksatani di masa kanak-kanak selalu gagal.
Bagaimanapun juga Ki Reksatani tidak akan dapat menang. Yang dapat dilakukan
kemudian adalah menangis.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Terasa dada Ki Demang di Kepandak berdesir ketika
tampak olehnya kilatan pantulan cahaya obor di mata Ki Reksatani. Bukan Ki
Reksatani di masa kanak-kanak. Tetapi Ki Reksatani yang telah berusaha
membunuhnya. Benar-benar membunuhnya dengan keris peninggalan ayahnya.
"Kakang" terdengar suara itu lirih sekali.
Ki Demang di Kepandak menarik nafas dalam-dalam. Rasa-rasanya udara di halaman
Kademangan itu telah menjadi kering sama sekali, sehingga hampir-hampir tidak
ada yang berhasil dihisapnya melalui hidungnya.
"Kita akan mati bersama-sama" desis Ki Reksatani
kemudian. Ki Reksatani menggeram ketika sekali lagi ia merasa keris kakaknya tergores di
tubuhnya, dan kali ini justru di kening.
Dengan demikian Ki Reksatani tidak lagi dapat melepaskan bagian yang tergores
oleh senjata itu dari tubuhnya.
Ki Demang tidak menjawab.
Dan tiba-tiba saja diluar dugaannya, Ki Reksatani berkata terbata-bata" semuanya
sudah terlanjur. Dan semuanya sudah gagal"
Ki Demang sekali lagi mencoba menarik nafas.
"Aku minta maaf kakang"
Bagaimanapun juga terasa sesuatu menyentuh hatinya.
Reksatani adalah adiknya.
"Aku minta maaf, bahwa aku telah melakukannya. Aku
tidak mengerti, dorongan apakah yang membuat aku seakan menjadi gila" Ki
Reksatani berhenti sejenak "tetapi semuanya sudah terlanjur. Aku akan mati, dan
kau juga akan mati. Tetapi kau mati diatas dasar hakmu sendiri kakang. Aku akan mati sebagai seorang
pengkhianat apalagi seorang adik yang telah membunuh kakaknya pula"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Demang tidak menjawab. Tetapi seakan-akan ia melihat dada Reksatani yang
terbuka. Seolah-olah ia melihat bahwa di dalam dada itu kini memancar pengakuan
dan penyesalan. Seakan-akan di dalam dada yang gelap kelam itu telah
menyala pelita yang memberinya penerangan. Namun sudah terlambat. Yang dapat
dilakukan oleh adiknya di saat-saat terakhir adalah pengakuan. Hanya pengakuan
yang ikhlas. Tetapi ia tidak akan dapat lagi memperbaiki kelakuannya dan membenarkan
perbuatannya yang salah. "Kakang, apakah kau masih bersedia memaafkan aku"
suaranya menjadi semakin lambat dan terputus-putus.
Ki Demang di Kepandak masih berdiri membeku. Nafasnya serasa menjadi semakin
sesak. Badannya bagaikan terbakar karena racun yang keras telah bekerja di
seluruh tubuhnya, meskipun racun warangan keris yang mencengkam darahnya tidak
sebanyak warangan yang masuk ke dalam tubuh
adiknya. "Kakang" suara Ki Reksatani menjadi semakin lirih "apakah kau mau memaafkan?"
Ki Demang maju selangkah. Tetapi iapun sudah mulai
terhuyung-huyung. Dipandanginya wajah adiknya yang pucat penuh penyesalan.
"Aku tahu, tidak akan ada gunanya lagi kakang. Tetapi aku menyesal sekali. Aku
menyesal" "Belum terlambat Reksatani. Kau masih dapat mengucapkannya sendiri"
"Sudah terlambat. Aku akan mati"
"Mati adalah batas kesatuan roh dan wadag dihidup yang fana. Tetapi penyesalanmu
akan berpengaruh di dalam
hidupmu yang baka. Kita akan bersama-sama menghadap
sumber dari hidup kita"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tetapi, tetapi.." suara Ki Reksatani terputus-putus ".....aku akan terjerumus
ke dalam kancah dosaku. Aku akan
kehilangan jalan untuk menghadap Tuhan. Semua pintu akan tertutup bagiku. Tetapi
tidak bagimu kakang"
"Tidak ada manusia yang bersih dari dosa. Tetapi
penyesalan yang tulus di saat terakhir akan mendekatkan kita kepadanya. Kau
menyesali dosa-dosamu, dan aku akan
menyesali dosa-dosaku. Marilah kita yakini bahwa Tuhan Maha Pengampun"
Ki Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun ia berdesis "Tetapi juga Maha
Adil. Tuhan akan menghukum yang salah sesuai dengan kesalahannya"
"Dan semua penyesalan dan taubat akan diperhitungkannya" Ki Reksatani mencoba menarik nafas. Dengan sisa
tenaganya ia mengangkat kepalanya. Dipandanginya bayangan hitam yang semakin kabur.
Tiba-tiba saja ia berteriak "Pergi. Pergi semua orang yang datang bersamaku.
Jangan kalian mengganggu Kademangan ini lagi. Korban yang paling berharga telah
jatuh di Kademangan ini. Kakang Demang di Kepandak dan aku
sendiri. Jangan menambah korban lagi. Pergi, pergi.."
Suara Ki Reksatani terputus. Sejenak ia mencoba bertahan.
Namun perlahan-lahan iapun tertelungkup.
"Reksatani " Ki Demang berjongkok disampingnya, dengan lemahnya. Dicobanya untuk
mengangkat adiknya. Tetapi
tangannya seakan-akan tidak bertulang lagi.
Orang-orang yang berdiri di sekeliling halaman, bagaikan mengalami sebuah mimpi
yang mengerikan. Sesaat mereka berdiri termangu-mangu. Namun kemudian Ki
Jagabaya meloncat mendekati mereka berdua yang telah sampai pada perbatasan hidupnya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sambil menahan nafas iapun kemudian berjongkok pula di samping Ki Demang di
Kepandak. "O" desah Ki Demang "Ki Jagabaya. Tolong, terlentangkan adikku"
Ki Jagabaya memandanginya sejenak. Namun kemudian
tangannya terjulur menggapai tubuh Ki Reksatani. Perlahan-lahan tubuh itupun
ditelentangkannya. Wajah yang pucat itu menjadi semakin pucat. Namun sekali lagi Ki Reksatani
mencoba untuk membuka matanya sambil tersenyum. Ia masih melihat bayangan yang
kabur. Namun masih juga dikenalinya Ki Demang di Kepandak dan Ki
Jagabaya. "Aku minta maaf" suaranya parau dan hampir tidak
terdengar "katakan kepada mBok-ayu Sindangsari. Aku minta maaf"
Ki Jagabaya yang menahan kepala Ki Reksatani mengangguk-angguk "Ya, Ki Reksatani"
"Juga kepadamu dan kepada semua rakyat Kepandak"
"Ya Ki Reksatani"
Ki Reksatani tidak dapat mengucapkan kata-kata lagi.
Sekali lagi ia mencoba tersenyum. Namun kemudian wajahnya yang pucat menjadi
seputih kapas. Sebuah tarikan nafas yang terakhir telah lewat di hidungnya.
Ki Demang memejamkan matanya sejenak. Ketika ia
membuka matanya kembali, terasa kepalanya menjadi pening sekali. Tubuhnya
bagaikan terbakar. Ketika ia mencoba untuk berdiri, ia sudah tidak berhasil
meskipun ia berpegangan Ki Jagabaya.
"Ki Jagabaya" suaranyapun mulai serak "akupun akan mati.
Warangan keris itu sudah bekerja di seluruh tubuhku. Tidak ada obat yang dapat
menolongku" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Apakah aku harus memanggil dukun yang paling pandai Ki Demang"
Ki Demang menggelengkan kepalanya "Tidak ada gunanya.
Tidak ada gunanya Ki Jagabaya"
Ki Jagabaya menjadi tegang. Seperti semua orang yang
ada di sekeliling halaman itu.
"Ki Jagabaya" desis Ki Demang "panggil ah Sindangsari"
Ki Jagabaya menganggukkan kepalanya. Diletakkannya
kepala Ki Reksatani perlahan-lahan. Kemudian iapun berangkat berdiri dan meloncat ke ruang dalam. Ketika ia melangkah dengan
tergesa-gesa ke halaman, ia di kuti oleh Sindangsari.
Tetapi dadanya menjadi semakin berdebar-debar. Ia
melihat Ki Demang sudah semakin lemah. Tetapi kini
beberapa orang bebahu Kademangan telah mengelilingi.
Sindangsari berdiri termangu-mangu sejenak. Ketika ia melihat Ki Demang yang
duduk bersandar seorang bebahu Kademangannya, tiba-tiba saja ia menjerit.
"Kakang Demang. Kakang Demang" Perempuan itupun
berlari-lari melintasi halaman.
Sambil menjatuhkan dirinya di sisinya Sindangsari
menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya "Kakang Demang.
Apa yang terjadi?" Ki Demang di Kepandak menarik nafas dalam-dalam. Tanpa sesadarnya dipandanginya
mayat adiknya yang terbujur di sisinya.
"Sindangsari" berkata Ki Demang di Kepandak "kita tidak menghendaki semua ini
terjadi. Tetapi ternyata kita tidak dapat mengelakkannya. Aku terpaksa membunuh
Reksatani" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sidangsari terkejut sehingga tanpa sesadarnya ia mengangkat wajahnya. Perlahan-lahan ia berpaling mengikuti arah tatapan mata Ki
Demang di Kepandak. "O" dengan tergesa-gesa Sindangsari melemparkan pandangannya jauh ke sudut halaman. Terasa dadanya
berdentangan oleh denyut jantungnya yang semakin cepat.
"Reksatani sudah mati Sari" suara Ki Demang parau" ia sudah menebus kesalahannya
dengan nyawanya" Ki Demang berhenti sejenak, lalu "tetapi bukan saja Reksatani.
Akupun harus menebus ketamakanku"
"Kakang Demang" wajah Sindangsari menjadi semakin
tegang. "Akupun akan mati"
"Kakang...." suara Sindangsari terputus.
"Ya Sari. Aku juga akan mati. Tubuhku telah tergores keris Reksatani. Keris
pusaka peninggalan ayah yang mempunyai kekuatan warangan yang luar biasa.
Apalagi keris itu dipelihara oleh Reksatani sebaik-baiknya. Dan keris itu ternyata telah melukai
kulitku. Dengan demikian maka aku tidak akan dapat hidup lebih lama lagi"
"Tidak. Tidak" teriak Sindangsari "kau tidak akan mati kakang. Kau tidak akan
mati"
Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Agaknya memang sudah sampai pada batas perjalanan
hidupku Sari. Aku akan mati"
"Jangan" tangis Sindangsari tidak tertahankan lagi. Dan tanpa diduga-duga tibatiba Sindangsari menjatuhkan dirinya di dada Ki Demang di Kepandak yang sudah
sampai dibatas akhir hidupnya.
"Jangan tinggalkan aku kakang. Kau tidak akan mati"
Terasa sesuatu berdesir di dada Ki Demang di Kepandak.
Selama hidupnya ia belum pernah memeluk Sindangsari
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sebagai istrinya. Seakan-akan diantara keduanya terdapat jarak yang tidak
tertembuskan. Namun di saat-saat ajal mulai merabanya, dengan sisa-sisa kekuatan
yang ada padanya, Ki Demang
menggerakkan tangannya membelai rambut Sindangsari yang terurai kusut.
Karena itu maka didekapnya Sindangsari di dadanya. Ia merasa bahwa ia seorang
suami yang sah dari perempuan itu.
Tetapi di dalam pergaulannya sehari-hari ia lebih bersikap sebagai seorang ayah
terhadap anak gadisnya. Di bawah tangga pendapa Pamot berdiri termangu-mangu.
Ketika ia melihat Sindangsari menjatuhkan diri dipelukan Ki Demang, tiba-tiba
saja kepalanya tertunduk. Hatinya bergolak tanpa dapat dikendalikan lagi. Bagaimanapun juga hatinya serasa tersayat melihat Sindangsari berada
di dalam belaian tangan Ki Demang di Kepandak, meskipun ia tahu, bahwa perempuan
itu adalah isteri Ki Demang itu sendiri.
Tanpa sesadarnya Pamot mengatupkan giginya rapat-rapat, seakan-akan menahan
gejolak yang dahsyat di dalam
dadanya. Namun demikian ia sama sekali tidak beranjak dari tempatnya, seperti
orang-orang lain yang juga tidak beranjak dari tempatnya.
Tetapi Pamot itu terkejut ketika perlahan-lahan ia
mendengar seolah-olah namanya disebut beberapa kali.
Perlahan-lahan pula ia mengangkat wajahnya. Dan suara itu masih didengarnya.
"Pamot" yang terdengar jelas kemudian adalah suara Ki Jagabaya.
Pamot mengerutkan keningnya.
"Kemarilah" Ki Jagabaya meneruskan.
Gejolak di dada Pamot menjadi semakin keras.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sekali lagi ia menundukkan kepalanya ketika ia melihat Sindangsari menelungkup
ditubuh Ki Demang yang lemah.
"Pamot, kemarilah. Ki Demang memanggilmu" ulang Ki
Jagabaya. Pamot menjadi termangu-mangu sejenak. Dadanya telah
diamuk oleh kebimbangan. Ia tidak dapat menyaksikan
Sindangsari yang menangisi Ki Demang di Kepandak. Tetapi Ki Demang justru telah
memanggilnya. "Cepat sedikit Pamot" pinta Ki Jagabaya. Pamot tidak dapat menolak lagi.
Perlahan-lahan ia melangkah mendekati Ki Demang yang bersandar seorang bebahu
Kademangan, Tusuk Kondai Pusaka 3 Dendam Si Anak Haram Karya Kho Ping Hoo Kitab Pusaka 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama