Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 10
memang hidup merantau dan bebas, akan tetapi aku tidak merasakan bahagia.
Kurasa, kita harus mencarinya untuk menemukan kebahagiaan itu."
Diana termenung, lalu berkata.
"Kekayaan dan kedudukan tidak mendatangkan kebahagiaan. Kalau
kebebasan seperti engkau inipun tidak mendatangkan kebahagiaan, aku tidak
tahu lagi dimana letak kebahagiaan. Pendeta kami pernah berkata bahwa
kebahagiaan hanya dapat dicapai melalui Tuhan, melalui Agama. Dan sejak
kecil aku sudah dididik dalam Agama, namun belum juga aku pernah
merasakan kebahagiaan itu. Ada pula yang bilang bahwa kebahagiaan adalah
Sorga, dan Sorga hanya baru dapat dicapai kalau kita sudah mati. Ah, aku tidak
mau bahagia sesudah mati, aku ingin kebahagiaan selagi masih hidup ini!"
Dua orang gadis itu kini berdiam diri, seperti berubah menjadi patung,
tenggelam kedalam renungannya sendiri, terpesona oleh kata "bahagia yang
menjadi bahan percakapan mereka tadi.
Kebahagiaan adalah keadaan hati yang mampu menerima segala sesuatu
seperti apa adanya, tidak terpengaruh oleh sesuatu. Kebahagiaan sudah ada
setiap saat, hanya untuk dapat merasakannya, segala macam pengaruh harus
meninggalkan batin kita, karena hanya batin yang bebas sajalah, bebas dalam
arti kata seluasnya, bebas tidak terikat oleh kesenangan atau kesusahan, tidak
terikat oleh apapun juga, yang akan mampu mengerti apa sesungguhnya yang
dinamakan kebahagiaan itu.
Kebahagiaan adalah seperti sinar matahari yang selalu ada. Kalau tidak
nampak, maka sudah pasti bahwa ada yang menghalangi atau menutupi sinar
itu. Kalau penghalang atau penutupnya lenyap, sudah pasti cahaya itu akan
bersinar dengan cerahnya. Dalam keadaan gelap karena cahaya itu teraling,
percuma sajalah mencari-cari cahaya itu, karena tidak mungkin akan bertemu.
Dan segala macam penghalang itu berada di dalam batin kita sendiri!
Orang yang selalu ingin mengejar kesenangan, dan orang yang selalu ingin
menghindarkan kesusahan, takkan pernah dapat mengenal apa sebenarnya
kebahagiaan. Bukan berarti bahwa kita tidak boleh menikmati kesenangan
atau meninggalkan keduniawian lalu bertapa di puncak gunung. Menikmati
kesenangan adalah hak kita sebagai manusia hidup, karena kita telah diberi
panca indera sebagai alat untuk menikmati kesenangan dalam hidup ini.
Namun, senang susah itu baru timbul apabila ada perbandingan dalam hati.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Kalau kita menerima segala sesuatu sebagai apa adanya, sebagai suatu
kewajaran, maka tidak ada lagi sebutan senang susah itu, tidak tercipta
ombak-ombak senang susah yang saling bertentangan.
"Aku tidak mau pulang!"
Tiba-tiba Diana berkata, mengambil keputusan.
"Kalau engkau tidak mau mengajakku pergi merantau, aku akan pergi
sendiri, Lian Hong. Aku tidak mau kembali ke Kanton sekarang. Belum mau
pulang maksudku. Aku ingin merantau dulu sampai aku puas dapat merasakan
bagaimana sesungguhnya kehidupan di dunia luar gedung itu, di luar sangkar
itu. Aku ingin terbang bebas dulu sebelum kembali ke sangkar."
Lian Hong memandang wajah gadis itu penuh selidik.
"Diana, kalau kau mau nekat pergi merantau, apa yang akan kaulakukan"
Selain banyak bahaya menghadang, apa yang akan kaumakan dan pakai"
Lihat, pakaianmu saja sudah hampir tak dapat dipakai lagi, sudah cabik-cabik.
Dan engkau perlu makan setiap hari. Dan kemana engkau akan pergi" Engkau
tidak mengenal jalan, engkau tidak tahu akan pergi kemana."
"Aku tidak perduli, Lian Hong. Pendeknya, aku akan merantau dan tidak
mau pulang dulu ke Kanton. Sudah lama aku mempunyai keinginan seperti ini,
dan sekaranglah kesempatan terbaik, karena tidak ada orang yang dapat
melarangku," kata Diana dengan nekat.
Lian Hong menarik napas panjang. Gadis ini memang tabah dan
berkemauan kuat. Ia tidak akan tega membiarkan Diana pergi jauh, tentu akan
bertemu bahaya dan gadis kulit putih itu tidak akan mampu membela diri kalau
ada bahaya mengancam. Mulai ia memperhatikan diri Diana karena ia tahu
bahwa akhirnya ia yang akan menyerah dan akan memenuhi permintaan Diana.
"Diana, apakah yang mendorongmu untuk pergi merantau, meninggalkan
semua kemewahan di gedung pamanmu itu?"
Diana mencabut sebatang rumput dan menggigit-gigit batang rumput itu,
mengingat-ngingat. "Aku kagum padamu, Lian Hong. Biarlah kuceritakan semuanya. Ayahku
adalah seorang petani di Inggeris, dan sejak kecil aku diberi pendidikan
sekolah sampai tinggi. Di sekolah tinggi, aku belajar tentang penyelidikan
barang-barang kuno. Aku berkenalan dengan seorang pemuda petani di dusun,
dan kami saling jatuh cinta. Akan tetapi, orang tuaku yang menilai aku terlalu
tinggi, menganggap bahwa pemuda itu tidak sepadan untuk menjadi calon
suamiku. Karena itu, dengan dalih untuk mempraktekkan pelajaranku, dan
kebetulan ada pasukan yang dikirim ke timur, aku oleh ayah dikirim ke sini dan
dititipkan kepada pamanku, Kapten Charles Elliot. Di Kanton, aku hanya diberi
tugas menilai barang-barang kuno dan memperbanyak kumpulan benda kuno
paman. Dan agaknya paman condong untuk menjodohkan aku dengan
pembantunya, yaitu Peter Dull yang menemaniku berkuda. Aku muak dengan
itu semua. Aku tidak mau dibelenggu oleh peraturan dan oleh sopan santun,
dan oleh ambisi orang-orang tua itu."
Biarpun Diana bercerita dengan kalimat terpotong-potong dan kadangkadang sukar mencari kata yang tepat, sehingga ceritanya itu menjadi panjang
dan lama, Lian Hong dapat mengertinya juga dan gadis ini merasa heran sekali.
Kiranya kehidupan seorang gadis kulit putih tidak banyak bedanya dengan
gadis bangsanya. Dalam hal pernikahan, selalu orang-orang tua ingin berkuasa,
bukan sekedar mencampuri, melainkan hendak memilihkan calon suami yang
baik menurut penilaian mereka.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Baiklah, Diana. Aku akan membantumu. Akan tetapi aku tidak berani
mengajakmu pergi ke tempat tinggal guruku. Ketahuilah bahwa guruku
seorang yang sakti akan tetapi aneh sekali. Mungkin saja tiba-tiba dia bisa
membunuhmu." "Ehhh...?" Melihat kekagetan Diana, Lian Hong tersenyum sedih.
"Guruku seorang di antara empat datuk sesat yang terkenal dengan
sebutan Empat Racun Dunia, dan guruku berjuluk Racun Gunung. Aku sedang
mempunyai urusan yang penting bersama guruku, dan kini aku akan
mengunjunginya, dan tak lama kemudian kami akan datang ke daerah ini lagi.
Oleh karena itu, menurut pendapatku, kalau engkau ingin menyelami
kehidupan rakyat kami, kalau engkau ingin hidup penuh kesulitan dan
kemiskinan, biar kucarikan seorang keluarga petani yang baik dan yang mau
menampungmu. Bagaimana?"
Bukan main girangnya rasa hati Diana. Ia melompat bangun lalu merangkul
Lian Hong dengan lengannya yang panjang, kemudian menciumi kedua pipi
Lian Hong sampai mengeluarkan bunyi ngak-ngok dan cap-cup. Tentu saja
Lian Hong gelagapan. Belum pernah ia melihat, apalagi merasakan ciumanciuman sepanas itu.
"Terima kasih, Lian Hong. Tadipun aku hampir yakin bahwa engkau tentu
akan menolongku. Engkau seorang yang luar biasa. Aku senang sekali tinggal
di dusun bersama keluarga petani."
"Untuk sementara saja, Diana. Kalau aku sudah selesai dengan tugasku
yang dibebankan oleh suhu, aku akan datang menjengukmu dan kita bicarakan
lagi kelak tentang dirimu."
"Baik, dan terima kasih."
"Kalau begitu, mari kita pergi. Sebentar lagi datang malam gelap dan
sebelum hari gelap, aku ingin tiba di dalam dusun terpencil itu dimana aku
mengenal keluarga petani yang amat baik."
Pergilah dua orang gadis itu sambil saling bergandeng tangan menuruni
lereng bukit itu, menuju ke sebuah dusun yang berada di lembah sungai dan
jauh terpencil dari keramaian kota. Di dusun terpencil itu, tinggal seorang
petani merangkap pandai besi yang sudah berusia hampir enampuluh tahun.
Suami isteri ini dahulu mempunyai dua orang anak, yang pertama seorang
gadis berusia tujuhbelas tahun, yang kedua seorang laki-laki berusia tujuh
tahun. Akan tetapi pada suatu hari, dusun itu diganggu perampok.
Lauw Sek, petani itu pernah belajar silat selama beberapa tahun dan dia
bertenaga kuat, maka dia melakukan perlawanan. Hal ini menimbulkan
kemarahan para perampok. Kalau rumah-rumah lainnya hanya dirampok saja,
akan tetapi keluarga Lauw ini diserang, dan Lauw Sek membela keluarganya
mati-matian. Akan tetapi, jumlah perampok yang belasan orang itu terlalu kuat
baginya. Ketika melihat anak gadisnya yang cukup manis, kepala perampok
berusaha menggagahi gadis itu. Dalam saat yang kritis itu, muncullah Lian
Hong. Dengan kepandaiannya, ia berhasil membasmi para perampok,
membunuh mereka semua. Akan tetapi malang bagi gadis puteri Lauw Sek.
Ketika tadi hendak diperkosa, ia melawan dan menerima pukulan-pukulan dari
kepala perampok. Gadis itu dapat diselamatkan dari perkosaan, akan tetapi
pukulan pada kepalanya membuat ia menderita luka parah di dalam kepala
yang tak dapat ditolong lagi. Beberapa hari kemudian gadis itu meninggal
dunia. dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Bagaimanapun juga, petani Lauw Sek merasa berhutang budi kepada Lian
Hong. Kalau tidak ada pendekar wanita ini, tentu puterinya bukan hanya
terbunuh, melainkan juga diperkosa dan dia sendiri tentu akan tewas pula,
mungkin juga isteri dan puteranya. Maka dia sekeluarga berterima kasih sekali
kepada Lian Hong, dan sejak hari itu, Lian Hong tentu menjadi sahabat dan
juga nona penolong mereka. Setiap kali lewat di dusun ini, Lian Hong tentu
singgah karena gadis ini maklum betapa sedihnya hati mereka kehilangan
puteri mereka dan ia dianggap oleh mereka sebagai pengganti puteri mereka!
Sebelum senja tiba, cuaca masih terang walaupun matahari sudah condong
jauh ke barat, Lian Hong tiba di dusun itu bersama Diana. Dusun yang hanya
ditinggali paling banyak duapuluh keluarga itu mempunyai belasan orang
anak-anak yang segera menyambut kedatangan Lian Hong sambil bersoraksorak. Mereka semua mengenal "Enci Hong". Semua memanggil enci karena
biarpun ia dianggap penyelamat dusun itu, Lian Hong menolak ketika disebut
lihiap (pendekar wanita) dan minta kepada orang-orang yang lebih tua untuk
menyebut namanya saja dan anak-anak menyebutnya enci Hong.
"Enci Hong datang! Enci Hong datang!" teriak anak-anak itu, akan tetapi
ketika mereka datang dekat, mereka terbelalak memandang kepada Diana.
Mereka belum pernah melihat seorang wanita kulit putih, maka
kemunculan Diana benar-benar mengherankan dan amat mengejutkan, bahkan
beberapa orang di antara mereka sudah lari terbirit-birit melihat "setan"
berambut kuning itu! Tentu saja teriakan anak-anak itu menarik perhatian semua orang yang
berada di dusun itu. Mereka semua, kecuali yang kebetulan bekerja di sawah
ladang dan tidak melihat datangnya Lian Hong, keluar menyambut gadis yang
mereka kagumi dan hormati, juga sayangi itu.
Melihat sikap para penduduk ini, rasa kagum dalam hati Diana terhadap
Lian Hong semakin besar. Kini ia dapat menduga bahwa kawannya ini memang
seorang pendekar wanita yang budiman. Tanpa diberitahu sekalipun, ia yakin
bahwa tentu penduduk itu sudah berhutang budi kepada Lian Hong. Hal ini
jelas nampak dalam sikap penyambutan mereka, dan melihat betapa anak-anak
berlari menyambut, iapun dapat mengetahui bahwa memang Lian Hong
seorang gadis yang baik budi. Hanya orang yang baik budi sajalah yang disukai
anak-anak. Para penghuni dusun itupun terbelalak dan ternganga ketika melihat Diana.
Di antara mereka banyak yang masih percaya akan tahyul, maka melihat
seorang gadis yang berkulit putih seperti tidak berdarah, berambut seperti
benang sutera emas, bermata biru, dengan pakaian yang tidak keruan,
compang-camping memperlihatkan kulit bagian tubuh secara tak tahu malu
sama sekali, mereka menjadi ngeri dan ada yang mundur-mundur ketakutan.
Mahluk seperti ini tentulah iblis, pikir mereka.
Melihat sikap mereka yang ketakutan itu, Lian Hong tersenyum dan cepat
berkata. "Harap kalian jangan takut dan sungkan. Ini adalah seorang sahabat
baikku, namanya Diana, ia baik sekali."
Mendengar nama yang aneh itu, semua orang yang sebagian sudah
ketakutan, menjadi semakin ngeri. Nama Diana oleh lidah mereka hanya
disebut Thiana dan ini berarti sebutan "Tuhan" (Thian), maka mendengar nama
ini tentu saja rasa ngeri dan takut mereka bertambah. Melihat ini, tiba-tiba
seorang kakek yang bercaping melangkah maju.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Kalian jangan takut. Nona ini adalah seorang gadis kulit putih. Aku banyak
melihatnya ketika aku pergi menjual daganganku ke Kanton."
Yang bicara ini adalah Lauw Sek yang juga sudah datang bersama isterinya
yang bertubuh gemuk berwajah manis bersama putera mereka yang berusia
delapan tahun. Mendengar ucapan Lauw Sek, barulah semua orang percaya,
karena Lauw Sek sering pergi ke kota untuk menjual barang dagangannya,
hasil bengkel pandai besinya. Nyonya Lauw Sek lalu merangkul Lian Hong
dengan penuh kasih sayang.
"Lian Hong, engkau baru datang?"
Semua wanita dan pria yang berada di situ menyalami Lian Hong dengan
ramah dan hormat, kemudian mereka mendengarkan dengan penuh perhatian
ketika Lian Hong memperkenalkan Diana.
"Sahabat Diana ini sudah merasa bosan tinggal di kota, dan kini ia
mengambil keputusan untuk tinggal di dusun ini. Kuharap paman Lauw Sek
sekeluarga mau menerimanya agar ia hidup bersama paman, dan biarlah ia
menjadi anak angkat paman. Biarkan ia bekerja di sawah ladang seperti yang
lain, makan dan pakaian seperti kalian semua, karena ia ingin merasakan
kehidupan di sini." Diana senang sekali mendengar ini.
"Lian Hong, yang manakah paman Lauw Sek?"
Lian Hong menuding ke arah Lauw Sek, sedangkan semua orang tersenyum
lebar mendengar suara Diana. Kiranya gadis aneh ini dapat pula bicara dalam
bahasa mereka, dan hal ini sungguh menggembirakan hati mereka, apalagi
mendengar betapa logat bicara gadis kulit putih itu aneh dan lucu walaupun
mudah dimengerti. Kini Diana menghampiri Lauw Sek. Tadinya ia hendak menyodorkan tangan
untuk mengajak orang itu berjabat tangan, akan tetapi ia teringat akan
kebiasaan bangsa ini, maka iapun mengangkat kedua tangan depan dada
sambil menjura dan berkata.
"Paman Lauw Sek, saya akan girang sekali kalau paman menerima saya."
Melihat sikap ini dan mendengar ucapan itu, semua orang makin gembira
dan merasa suka kepada gadis ini. Lauw Sek merasa agak rikuh melihat tubuh
yang hampir telanjang itu, dan dia memperkenalkan isteri dan anaknya.
"Nona, pakaianmu robek-robek, apakah memang begitu pakaianmu
ataukah memang robek" Kalau robek, harus cepat ganti agar tidak jatuh sakit."
kata isteri Lauw Sek, dan mendengar ini, Diana sudah merasa suka sekali
kepada nyonya yang bersikap keibuan itu.
"Sahabatku ini melakukan perjalanan yang berbahaya, hampir dimakan
harimau dan pakaiannya compang-camping ketika ia dilarikan kudanya. Nah,
siapa yang mau berbaik hati untuk memberinya pengganti pakaian?"
Para wanita di situ, terutama yang muda-muda, segera berebut lari pulang
untuk mengambil satu stel pakaian mereka. Akan tetapi, sebagian besar dari
mereka bertubuh kecil, terlalu kecil dibandingkan dengan bentuk tubuh Diana.
Dan akhirnya, Diana menerima satu stel pakaian dari seorang gadis yang paling
tinggi besar di antara mereka. Ketika ia berganti pakaian dalam sebuah pondok
dan keluar lagi, semua orang tertawa gembira karena merasa lucu.
Memang Diana nampak lucu sekali dalam pakaian itu. Baju itu melekat di
tubuhnya dengan ketat sehingga tidak mampu menyembunyikan tonjolan
dadanya dan kerampingan pinggangnya, sedangkan celana itu hanya sampai
di betisnya saja, di bawah lutut! Untung ia memakai sepatu yang panjang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan sampai ke lutut sehingga semua bagian kakinya tertutup.
Lian Hong menemani Diana sampai satu minggu di rumah keluarga Lauw
Sek itu, membimbing Diana agar mengenal semua orang dan keadaan di situ.
Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan terjadilah perubahan hidup yang selamanya tak pernah diimpikan oleh
Diana. Baru pakaiannya saja sudah amat berbeda dan yang dipakainya kini
membuat ia merasa santai dan juga leluasa bergerak, walaupun amat
sederhana dan tidak dapat dibilang indah, apalagi mewah. Baru dua hari
setelah ia berada di situ, ia sudah dapat menyesuaikan diri, dan dalam hal ini,
Lian Hong sungguh kagum kepada gadis ini. Seorang gadis kaya raya yang
tadinya hidup mewah, kini tidak segan-segan untuk turun ke sawah dan
bekerja apa saja, bahkan mencangkulpun ia pelajari.
Seminggu kemudian, pagi-pagi sekali Lian Hong sudah melihat Diana
berada di luar rumah keluarga Lauw Sek yang cukup lebar akan tetapi amat
sederhana itu. Diana memakai pakaiannya yang ketat dan jigrang (terlalu
pendek) sambil memegang sebatang cangkul, siap untuk bekerja di sawah,
membantu Lauw Sek. Lauw Sek sendiri juga sudah siap ke sawah, memakai
capingnya yang butut. Isterinya juga siap karena pagi itu akan mulai menanam
kacang. Si kecil Lauw Tong, putera mereka juga sudah siap.
"Wah, gadis petani kita yang rajin sudah siap!" kata Lian Hong sambil
memegang lengan Diana. "Diana, kau sungguh nampak cantik dan segar sekali pagi ini!"
Diana tersenyum, gembira. Memang, selama beberapa hari ini, ia
membantu pekerjaan di sawah. Memang pertama kali telapak tangannya lecetlecet dan seluruh tubuhnya, terutama pinggangnya, terasa pegal dan lelah
sekali. Malamnya, isteri Lauw Sek memaraminya, dan memijatinya sehingga ia
merasa nyaman sekali. Setelah bekerja selama seminggu, ia sudah mulai
terbiasa, tidak begitu lelah lagi dan pagi hari itu, pagi-pagi sekali ia sudah
bangun, tidak mau ketinggalan oleh anggauta keluarga Lauw.
Memang terjadi perubahan besar dalam kehidupan Diana, perubahan lahir
batin. Setelah hidup di dusun, bersama keluarga petani miskin, ia bukan hanya
dapat mendengar dari cerita orang, melainkan dapat melihat bahkan
merasakan sendiri kehidupan yang serba bebas. Ia mulai mengenal dan
merasakan arti hidup sebagaimana adanya, jauh lebih aseli dari pada
kehidupan di kota. Apalagi kehidupan bangsanya yang sudah tidak aseli lagi,
sudah terselubung segala-galanya, demi gengsi, demi kehormatan, demi
pujian, sehingga hampir seluruh tindakan merupakan suatu kepalsuan. Di
dusun ini, merasa bebas dan polos, tidak perlu menyembunyikan sesuatu. Di
sini ia dapat mengenal perjuangan manusia untuk memenuhi tuntutan atau
kebutuhan jasmaninya, bekerja di ladang dan melihat hasil jerih payah itu
bersemi dan tumbuh. Di sini ia dapat menikmati kekayaan alam, keindahan
alam seperti yang terbentang luas di depannya, bukannya meneropong dari
balik jendela bertirai sutera. Dengan cangkul di tangan, ia seakan-akan
bercanda dengan tanah, dengan lumpur, dan merasakan kenikmatan semua ini.
Bahkan ia mulai mengenal apa artinya lapar dan haus, belajar menahannya,
dan dapat menikmati kalau tiba waktunya makan atau minum. Dulu, biarpun
belum lapar, kalau waktu "dinner" sudah tiba misalnya, ia harus pergi
menghadapi meja makan bersama keluarga pamannya, dengan pakaian yang
khas dan pantas, mendapatkan pelayanan manis dan penuh hormat dan
aturan-aturan dari para pelayan. Makanpun harus sesuai dengan aturan-aturan
tertentu, cara menggunakan garpu dan pisau, cara mengunyah makanan, cara
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan membersihkan bibir dengan kain, dan sebagainya lagi. Semua ini membuat
semua hidangan yang serba mahal kadang-kadang menjadi amat hambar
rasanya. Sebaliknya, betapa enaknya makan di pematang sawah! Perut sudah amat
lapar, badan amat lelah, tenggorokan amat haus. Lalu datang nasi dengan
sayuran murah, datang air teh hangat-hangat atau sejuk dingin. Amboi... bukan
main lezat rasanya, melebihi segala macam makanan termahal yang pernah
dimakannya! Dan malamnya! Badan lelah perut kenyang, biar tidur menggeletak di atas
dipan bambu yang berteriak-teriak marah kalau tertindih tubuhnya, rasanya
begitu nikmat. Sekali rebahpun pulas dan baru terbangun pada keesokan
harinya, pagi-pagi sekali ketika ayam jantan berkokok, dengan tubuh terasa
segar seperti baru hidup kembali.
Maka, pagi hari itupun ia lupa bahwa temannya akan pergi hari itu. Sudah
tiba saat kepergian Lian Hong seperti yang sudah dijanjikan sebelumnya.
Maka, ketika Diana ditegur oleh Lian Hong dan ia melihat Lian Hong sudah
berdandan dan berganti baju bersih, dengan rambutnya yang hitam mengkilap
itu dikepang dua dan diikat dengan saputangan sutera merah yang menjadi
pita, ia bertanya. "Eih, Lian Hong. Masa ke sawah sebersih itu?"
Dan tiba-tiba saja Diana teringat dan ia mengerutkan alisnya.
"Ah, hari inikah engkau akan melanjutkan perjalananmu?"
Di dalam suaranya ada sedikit kekecewaan.
Lian Hong merangkulnya dan mencium kedua pipi Diana. Ia kini mampu
melakukan ini menirukan Diana, dan dalam perbuatan ini ia merasakan suatu
kemesraan dan keakraban yang mengharukan hatinya.
"Diana, engkau senang di sini, bukan" Teruskanlah. Nikmati kehidupan
sederhana di sini. Aku melanjutkan perjalanan, menghadap suhu dan ingat, aku
pasti akan datang ke sini menjengukmu dan siapa tahu, kelak kita akan dapat
melakukan perjalanan bersama. Kau boleh belajar hidup dan juga mempelajari
sedikit ilmu silat untuk membela diri dari paman Lauw Sek."
Diana balas merangkul dan menciumi Lian Hong.
"Baiklah, Lian Hong. Aku akan menantimu dengan sabar, karena akupun
mulai suka akan kehidupan di sini. Paman dan bibi amat baik hati, juga adik
Tong ini lucu dan menyenangkan. Bahkan semua tetangga di sini baik-baik,
rukun dan saling menolong."
"Tentu saja. Aku berjanji."
Mereka saling berpisah, dan Lian Hong meninggalkan dusun itu diantar
oleh hampir semua penduduknya sampai ke pagar dusun. Diana merasa
kehilangan, akan tetapi tidak kesepian karena ia merasa mempunyai keluarga
besar, bukan sekedar sahabat, di dalam dusun itu.
Bahkan ia merasa menemukan dunianya yang disukainya. Ketika ia masih
sekolah, ia banyak mempelajari kehidupan jaman dahulu yang masih
terbelakang, maka kini, setelah ia sendiri hidup di dusun yang masih amat
sederhana, ia menemukan banyak hal yang memiliki persamaan dengan apa
yang pernah dibacanya sehingga ia merasa seolah-olah memasuki sebuah
dongeng yang pernah menarik hatinya. Apalagi ketika Lauw Sek mulai
mengajarkan ilmu silat, ia mempelajarinya dengan tekun, juga memperdalam
pengetahuannya tentang bahasa dan kebudayaan pribumi. Diana menemukan
kelanjutan sekolah yang takkan bisa ditemukan di kota-kota besar dan ia
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan merasa gembira sekali. -------Orang-orang kulit putih yang berada di Kanton menjadi geger ketika
mendengar bahwa Diana keponakan Kapten Charles Elliot hilang di dalam
hutan ketika berkuda bersama Letnan Peter Dull. Tentu saja yang merasa
paling gelisah adalah Kapten Charles Elliot. Letnan Peter Dull sendiri mendapat
teguran keras, bahkan menerima tugas untuk mencari nona itu sampai dapat.
Maka Koan Jit yang sudah diterima sebagai pimpinan oleh para jagoan
yang dikumpulkan Peter Dull karena mereka semua sudah mengenal nama Hekeng-mo, lalu memerintahkan para jagoan yang terhimpun dalam suatu pasukan
istimewa untuk berpencaran dan mencari berita di antara kaum sesat untuk
mencari jejak Diana. Sedangkan Peter Dull lalu memimpin sendiri pasukannya
untuk melakukan pencarian ke dusun-dusun dan kampung-kampung sehingga
daerah di sekitar itu menjadi gempar karena sikap pasukan kulit putih dan
raksasa India itu merajalela di dusun-dusun dengan kasar.
Juga rakyat mulai tidak suka melihat sikap pasukan kulit putih itu. Kaum
buruh di pelabuhan yang banyak jumlahnya karena orang-orang kulit putih
membutuhkan buruh-buruh kasar untuk mengangkut barang-barang turun naik
kapal, juga memperlihatkan sikap membantah dan tidak taat.
Pada suatu hari, pagi-pagi saja sudah terjadi keributan di pelabuhan, ketika
para kuli angkut barang sibuk menurunkan barang dari sebuah kapal dan
mengangkut barang ke kapal yang lain. Seorang kuli muda yang bertubuh
kokoh kekar, ketika sedang mengangkut sebuah peti, terpeleset pada anak
tangga yang basah dan petinya terlepas, menimpa kaki seorang mandor kulit
putih yang bertubuh gendut. Biarpun kaki itu sudah terlindung sepatu kulit,
akan tetapi karena peti itu berat, maka tentu saja kaki itu terasa nyeri bukan
main. Mandor itu berteriak kesakitan, lalu menyumpah-nyumpah dan
menghajar kuli itu dengan pukulan-pukulan kanan kiri membuat kuli itu roboh
sampai beberapa kali. Tiap kali dia hendak bangkit, sepatu kiri yang tidak
tertimpa peti tadi menyambar dan menendang kepalanya, dagunya, dadanya,
membuat dia terjerembab kembali.
Kuli-kuli lain hanya memandang tanpa bergerak, seolah-olah semua kuli
yang tadi sibuk bekerja itu tiba-tiba saja berubah menjadi patung. Ada yang
mukanya membayangkan kengerian, ketakutan, akan tetapi ada beberapa
puluh orang kuli yang memandang dengan alis berkerut. Mereka ini adalah
sekelompok kuli yang memang mempunyai perasaan tidak suka dan hampir
anti kepada orang-orang kulit putih. Mereka itu bekerja sebagai kuli karena
memang penghasilannya jauh lebih besar dari pada kalau menjadi petani atau
nelayan, akan tetapi juga karena mereka ingin mengintai apa yang dilakukan
oleh bangsa yang tidak disukainya. Jumlah mereka ada hampir tigapuluh
orang, dan kebetulan sekali yang menjadi pemimpin mereka adalah pemuda
yang kini dijadikan bulan-bulan kemarahan mandor itu!
Tentu saja suasana menjadi tegang. Setiap orang anggauta kelompok itu
berhenti bekerja dan memandang dengan urat syaraf tegang dan siap siaga.
Akan tetapi, karena pemimpin mereka, pemuda yang bertubuh kokoh itu
dipukuli dan ditendangi tanpa melawan, merekapun hanya merasa penasaran
saja dan tidak bergerak. Beberapa orang mador melerai dan menyabarkan
kawan mereka. Akan tetapi, mandor gendut yang mukanya merah seperti orang mabok itu
sudah marah sekali. dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Tidak bisa! Tidak bisa kubiarkan saja dia meremukkan kakiku! Tangan
yang melakukannya harus kupotong!"
Dan dia mencabut sebatang pisau belati, kemudian, tanpa dapat dicegah
oleh kawan-kawannya, dia menubruk ke depan, pisaunya menyambar ke arah
tangan kuli muda itu. Tiba-tiba kuli muda yang tadinya hanya mandah saja dihujani pukulan dan
tendangan sehingga mukanya matang biru dan benjol-benjol, kini melihat
luncuran pisau belati berkilat yang mengancam tangannya, cepat menarik
tangannya. Hal ini membikin marah si mandor gendut, dan sambil memakimaki dia menyerangkan pisaunya lagi, sekali ini malah ke arah perut kuli itu.
Marahlah orang yang diserang. Serangan itu mengarah maut, maka dia
harus mempertahankan dan membela diri. Dengan sigap dia mengelak ke
samping, lalu kakinya meluncur ke depan, tepat menendang selangkang
mandor gendut itu. "Aughhh" aduhhh?"
Si mandor gendut mengaduh-aduh dan berloncatan sambil menggunakan
kedua tangan mendekap selangkangnya yang kena tendang. Kiut miut rasanya,
nyeri itu menusuk-nusuk dari selangkang sampai jantung.
Pada waktu itu, Kapten Charles Elliot yang ditemani oleh Peter Dull yang
dikawal oleh Koan Jit bersama beberapa orang jagoan, berada pula di
pelabuhan. Kapten Charles Elliot ingin melihat sendiri pembongkaran peti-peti
candu agar dapat diturunkan dengan selamat. Walaupun antara pemerintah
Ceng dan Pemerintah Inggeris telah terdapat persetujuan dan perdamaian,
dimana disebutkan bahwa pemerintah Ceng memperbolehkan orang-orang
kulit putih melakukan perdagangan dan berdiam di Kanton, namun
perdagangan candu secara terang-terangan tetap dilarang.
Namun, karena benda ini amat menguntungkan, maka secara sembunyisembunyi, dengan peti-peti yang bercampur dengan barang-barang lain, dan
dengan tanda-tanda bahwa peti-peti itu berisi barang lain, candu tetap dapat
diselundupkan dan didaratkan dalam jumlah besar.
Hari itu, perusahaan Inggeris yang bergabung dalam East Indian Company
mendaratkan sejumlah besar candu dalam peti-peti yang tulisan dan
gambarnya menunjukkan bahwa peti-peti itu terisi barang dagangan.
Ketika para penjaga keamanan melihat mandor itu mengaduh-aduh,
mereka menjadi marah. Beberapa orang penjaga kulit putih lalu menghampiri
dengan pistol di tangan. Akan tetapi tiba-tiba terdengar bentakan Letnan Peter
Dull. "Tahan! Mundur semua dan jangan tangkap kuli itu!"
Semua orang memandang heran dan tentu saja tidak ada yang berani
membantah perintah letnan ini. Peter berbisik kepada Kapten Charles Elliot
yang menjadi atasannya. "Ini kesempatan baik untuk menguji kepandaian para pembantu kita."
Mendengar ini, Charles Eliot mengangguk dan melirik kepada Koan Jit.
Bagaimanapun Peter memuji-muji orang ini, kapten itu masih belum yakin
benar, bahkan menaruh curiga terhadap laki-laki yang matanya seperti mata
kucing itu. Pada saat itu, di samping kuli muda tadi sudah berdiri empat orang
lain yang merupakan tokoh-tokoh dalam kelompok mereka, dan bersama si
pemuda, mereka pernah dikenal sebagai ahli-ahli silat yang cukup terkenal.
Mereka berdiri tegak, akan tetapi sikap mereka jelas menantang. Empat orang
itu adalah teman-teman si pemuda yang memimpin kelompok mereka dan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan mereka maju ketika tadi melihat betapa pemimpin mereka akan ditangkap. Dan
melihat lima orang yang merupakan tokoh-tokoh utama dari kelompok mereka
sudah maju, dua puluh lebih anggauta kelompok itupun sudah siap siaga untuk
bertempur! Tujuh orang jagoan yang mengawal Peter dan Charles Elliot yang maklum
bahwa mereka diharapkan untuk menumpas pengacau itu tanpa
mempergunakan senjata api, karena hal itu akan memancing keributan antara
orang kulit putih dengan pemerintah daerah, lalu maju menghampiri lima orang
itu. Peter mengedipkan matanya kepada Charles Elliot. Kapten ini maklum.
Memang, dia dan pembantunya sudah mengambil keputusan untuk
mempergunakan kebijaksanaan dalam menghadapi pribumi yang anti kulit
putih, yakin dengan cara mengadu domba antara mereka dengan jagoanjagoan bayaran mereka. Tentu saja pasukan mereka akan mampu
membereskan perusuh-perusuh itu, akan tetapi kalau senjata api
dipergunakan, tentu pihak pemerintah akan mencampuri dan perdamaian akan
terganggu lagi. Hal ini hanya memancing keributan dan keresahan. Biarkan
orang-orang itu saling hantam, dan sedapat mungkin Charles Elliot akan
membasmi mereka yang anti kulit putih dengan menggunakan tenaga-tenaga
bayaran dari orang pribumi.
Tujuh orang jagoan itu tanpa banyak cakap lagi lalu menerjang lima orang
yang sudah siap untuk membela diri. Terjadilah perkelahian seru antara seru
antara lima orang perusuh itu dengan tujuh orang jagoan. Akan tetapi, Peter
mengerutkan alisnya melihat betapa tujuh orang jagoannya itu jelas kalah kuat.
Mereka dihajar habis-habisan, jatuh bangun dan sama sekali tidak mampu
menandingi lima orang yang ternyata pandai ilmu silat itu, jauh lebih pandai
dibandingkan tujuh orang jagoannya yang hanya menang lagak saja. Charles
Elliot juga marah dan kecewa.
"Suruh para pengawal kita maju!" katanya ke pada Peter.
"Nanti dulu, Kapten!" Peter membantah.
"Inilah kesempatan untuk menguji kelihaian pembantu baru ini."
Karena dia bicara dalam bahasanya sendiri, Koan Jit tidak dapat
menangkap artinya, namun dia mengerti ketika dua orang itu bicara sambil
memandang kepadanya. "Tuan Letnan, biar aku yang akan menghajar mereka!" katanya.
Peter mengangguk, dan dengan langkah lebar Koan Jit lalu maju ke dalam
arena perkelahian yang ditonton banyak sekali orang itu, baik dari pihak para
kuli maupun dari pihak orang kulit putih yang menjadi mandor dan lain-lain.
"Mundurlah kalian!" bentak Koan Jit kepada tujuh orang jagoan yang
ternyata tidak mampu menandingi lima orang itu.
Dengan lagak yang masih gagah-gagahan, walaupun muka mereka
bengkak-bengkak dan ada pula yang terpincang-pincang, tujuh orang itu
mundur dan menonton dengan dada terangkat dan tangan terkepal, seolaholah mereka itu terpaksa mundur karena perintah atasan. Hanya mereka sendiri
yang tahu betapa lega hati mereka, karena kalau tidak disuruh mundur,
akhirnya mereka akan roboh semua. Lima orang kuli itu ternyata amat lihai,
terutama sekali pemuda yang tadi menendang selangkang mandor gendut.
Kini semua mata ditujukan kepada Koan Jit. Tubuhnya yang tinggi kurus
Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan muka hitam dan pakaian serba hitam itu tidak terlalu mengesankan
memang, akan tetapi lima orang itu merasa ngeri ketika mereka bertemu
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan pandang dengan sepasang mata yang mencorong kehijauan seperti mata
kucing itu. Tiba-tiba terdengar suara Peter Dull berteriak.
"Koan Jit, jangan bunuh mereka, akan tetapi beri hajaran agar mereka
kapok!" Koan Jit mengerutkan alisnya. Kalau menurut keinginannya, lebih mudah
membunuh mereka. Akan tetapi diapun sedang mencari muka agar
diperhatikan oleh Kapten Charles Elliot, karena dia tahu bahwa kapten inilah
yang berkuasa di antara pasukan kulit putih, bukan Peter Dull.
Koan Jit memasuki benteng pasukan kulit putih sebagai sekutu atau
pembantu bukan sekedar iseng. Dia sudah memiliki perhitungan masak-masak.
Dia melihat kekuatan yang amat besar di dalam pasukan itu, dengan senjatasenjata apinya besar kecil yang amat sukar dilawan dengan ilmu silat saja.
Maka, selain mencari tempat yang aman untuk berlindung, juga dia dapat
mempergunakan kekuatan pasukan kulit putih untuk mencapai kedudukan,
baik sebagi pimpinan kaum sesat, juga kedudukan tinggi di dalam pasukan itu
sendiri. Dia sengaja membiarkan Peter Dull dan pasukannya mencari-cari Diana,
pura-pura membantu namun tidak sungguh-sungguh membantu. Dia ingin
melihat Peter Dull gagal dalam usahanya, dan kelak setelah keluarga Charles
Elliot benar-benar kebingungan, barulah dia akan tampil sebagai bintang
penolong! Tentu jasanya akan besar sekali. Kedudukan Peter Dull sebagai
tangan kanan kapten itu harus diraihnya. Dia memiliki cita-cita yang lebih
besar lagi. Bahkan pernah dia bermimpi betapa bersama pasukan kulit putih,
dia menyerbu dan merampas tahta Kerajaan Mancu dan karena jasa-jasanya,
maka orang-orang kulit putih mengangkat dia sebagai kaisar baru!
Karena itu, mendengar perintah yang dikeluarkan oleh mulut Peter Dull
tadi, Koan Jit menoleh kepada Kapten Charles Elliot. Dia tahu bahwa kapten itu
belum percaya benar kepadanya, baik kelihaiannya maupun kesetiaannya.
Dengan pandang matanya, dia bertanya dan menanti keputusan kapten itu
sebagai orang atasan yang paling berkuasa. Agaknya kapten inipun maklum
bahwa orang tinggi kurus ini mengharapkan pendapatnya, maka diapun
mengangkat tangan berkata.
"Hajar saja mereka semua, jangan membunuh" karena hal itu akan
menimbulkan keributan."
"Kalian berlima berlututlah dan menerima hukuman cambuk dengan suka
rela, atau aku akan menghajarmu lebih parah lagi," kata Koan Jit, sengaja
berkata demikian untuk memperlihatkan kebesarannya.
Tentu saja lima orang yang anti kulit putih itu tidak sudi menyerah, dan
mereka semua memandang Koan Jit yang dianggap sebagai antek dan kaki
tangan kulit putih itu penuh kebencian.
"Cuhhh!" Pemimpin kelompok yang masih muda dan bertubuh kokoh itu meludah ke
arah Koan Jit, lalu dia berkata kepada teman-temannya.
"Biar aku sendiri yang mematahkan kakitangan anjing penjilat iblis-iblis
putih ini!" Dan diapun menerjang dengan dahsyatnya, mengirim pukulan ke
arah kepala Koan Jit. Koan Jit miringkan kepalanya sehingga pukulan itu lewat. Akan tetapi kuli
muda itu memukul lagi dengan tangan kiri, menonjok dada. Sekali ini, Koan Jit
tidak mengelak, juga tidak menangkis.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Dukkk!!" Pukulan itu kuat sekali datangnya dan tepat mengenai dada Koan Jit. Akan
tetapi tubuh yang jangkung kurus itu sama sekali tidak tergoyahkan, dan
sebaliknya, si pemukul yang merasa tangannya seolah-olah bertemu dengan
dinding baja dan nyeri sekali, seperti remuk-remuk semua tulangnya. Dan pada
saat itu, Koan Jit mengayun tangannya menampar.
Menyaksikan kehebatan ini, Kapten Charles Elliot sendiri terkejut dan
kagum bukan main, akan tetapi juga khawatir.
"Jangan membunuh...!"
"Harap Kapten jangan khawatir. Koan Jit akan mentaati perintah dan
orang-orang itu tidak dibunuh, hanya dipukul pingsan saja," kata Peter Dull
dengan suara mengandung kebanggaan, karena bagaimanapun juga, dialah
yang telah menemukan Koan Jit dan berhasil membujuknya menjadi sekutu.
Kini, duapuluh lebih orang kuli yang menjadi kawan-kawan lima orang itu
sudah menyerbu dan mengeroyok Koan Jit, bahkan di antara mereka ada yang
membawa senjata sepotong besi dan lain-lain alat pengangkut yang terdapat
di tempat itu. Dan terjadilah perkelahian yang makin mengagumkan hati
Kapten Charles Elliot dan juga mengagumkan hati semua mandor dan orang
kulit putih yang berada di situ. Seorang diri saja, Koan Jit melayani
pengeroyokan demikian banyaknya orang-orang yang buas karena kemarahan
dan dia bergerak seenaknya saja. Akan tetapi, kemanapun juga tangannya
melayang, tentu seorang pengeroyok terlempar dan kesakitan, pingsan atau
merangkak-rangkak tak dapat bangkit kembali karena mengalami patah
tulang. Dan dalam waktu yang amat singkat, hampir tigapuluh orang perusuh
itu kini semua menggeletak malang melintang, tubuh mereka berserakan, ada
yang pingsan dan ada yang merintih-rintih karena patah tulang dan kesakitan.
"Orang ini berbahaya sekali..." kata kapten itu kepada pembantunya, akan
tetapi Peter Dull tersenyum kegirangan karena makin yakinlah hatinya bahwa
Koan Jit benar-benar merupakan tenaga bantuan yang amat berharga bagi
kesatuannya. Peristiwa ini membawa perubahan semakin besar kepada Koan Jit. Kini
Kapten Charles Elliot sendiri yakin akan kehebatan orang ini, dan karena
jasanya, juga disesuaikan dengan kemampuannya, kini Koan Jit diangkat
menjadi komandan pasukan pribumi yang dibentuk tidak lama kemudian.
Pasukan ini terdiri dari jagoan-jagoan yang berhasil dikumpulkan Peter Dull
dan kemudian diperkembangkan oleh Koan Jit.
Koan Jit menaklukkan tokoh-tokoh sesat dan memaksa mereka itu masuk
menjadi anggauta pasukannya. Pasukan yang terdiri dari pribumi ini
mempunyai bendera sendiri, akan tetapi berada di bawah armada Inggeris dan
mendapatkan tempat di perbentengan yang dibangun di tepi pantai.
Koan Jit amat disegani, dan menduduki tempat penting, karena sebagai
komandan pasukan itu, dia dianggap seorang perwira tinggi yang
kedudukannya hampir setingkat dengan Peter Dull. Bukan Kapten Charles
Elliot lagi yang membawahinya, melainkan komandan armada yang
pangkatnya jauh lebih tinggi dari pada kapten itu!
Pasukan yang dipimpin Koan Jit kini terdiri dari tigaratus orang lebih dan
diberi nama Pasukan Harimau Terbang! Semua anggauta pasukan ini
mengenakan topi yang terbuat dari kulit harimau! Karena rata-rata memiliki
ilmu silat lumayan dan gerakan mereka cepat, maka diberi nama Harimau
Terbang. dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Sementara itu, Kapten Charles Elliot merasa semakin gelisah karena usaha
Peter Dull untuk mencari keponakannya belum berhasil, padahal lenyapnya
Diana sudah berjalan selama hampir tiga bulan! Dia merasa khawatir sekali
kalau-kalau keponakannya itu melakukan penyelewengan seperti yang
dilakukan Sheila, puteri mendiang Hellway yang lenyap itu kabarnya telah
menjadi isteri seorang di antara para pemberontak! Hal ini merupakan sebuah
tanparan yang amat hebat bagi orang-orang kulit putih. Dan dia merasa
khawatir sekali kalau-kalau Diana juga mengalami nasib buruk seperti yang
dialami Sheila. Dia yang akan menderita aib kalau sampai terjadi hal yang amat
memalukan itu. "Peter, mengapa sampai kini engkau belum juga berhasil menemukan
Diana" Ah, apa yang terjadi dengan anak yang malang itu" Apakah engkau
tidak mengerahkan seluruh tenaga untuk mencarinya" Ingat, Peter, engkaulah
yang bertanggung jawab karena Diana lenyap ketika berjalan-jalan
denganmu!" Peter Dull menarik napas panjang. Hal ini selalu mengganggunya, bahkan
membuat gelisah tak dapat tidur setiap malam.
"Kapten, saya mencinta Diana. Sayalah di samping Kapten yang merupakan
orang yang merasa paling kehilangan dan gelisah. Rasanya... saya kira Kapten
sudah mengenal watak Diana yang keras. Diana yang memaksa saya
melakukan perjalanan sejauh itu, bahkan ia juga membalapkan kudanya
sampai tak dapat saya susul. Hal ini sudah saya ceritakan berkalikali...!"
"Aku tidak perduli semua itu! Yang penting, Diana harus dapat kita
temukan kembali! Harus!! Dan siapa lagi kalau bukan engkau yang dapat
kuharapkan dan kupercaya untuk melakukan tugas itu sampai berhasil?"
"Selama ini saya tidak pernah berhenti berusaha menyebar orang-orang
kita, bahkan juga pasukan Harimau Terbang sudah membantu, akan tetapi
hasilnya kosong. Dengan sedih saya terpaksa berterus terang dengan dugaan
saya bahwa Diana terjatuh ke tangan para pemberontak yang anti kepada kita,
sehingga mereka itu merahasiakan dimana adanya Diana."
"Kita harus dapat menemukan Diana!" Kapten itu marah sekali dan juga
gelisah. "Panggil Koan Jit ke sini!"
Koan Jit dipanggil menghadap dan diam-diam orang ini merasa gembira
sekali. Inilah saat yang dinanti-nantinya. Ketika Kapten itu menyatakan
keinginannya agar Koan Jit turun tangan dan membantu sungguh-sungguh
agar Diana dapat ditemukan kembali, sengaja Koan Jit menoleh kepada Peter
Dull dan berkata. "Harap Kapten suka memaafkan saya. Selama ini, saya hanya melakukan
perintah-perintah Letnan Peter Dull dalam usaha mencari keponakan tuan."
"Cukup! Sekarang engkau menerima perintah langsung dariku, dan kau
boleh melakukan pencarian dengan caramu sendiri!" kata Kapten itu tak sabar.
"Baiklah, Kapten. Mulai hari ini, saya akan berusaha mati-matian untuk
menemukan keponakan tuan, dan akan saya kerahkan anak buah saya dengan
menyamar sebagai rakyat biasa. Saya yakin bahwa dalam waktu singkat tentu
akan dapat diperoleh kabar tentang keponakan tuan itu."
Dia berhenti sebentar dan berkata kepada Letnan Peter Dull.
"Apakah Letnan sudah menyampaikan permintaan saya kepada Kapten?"
"Permintaanmu itu sedang kupertimbangkan dan tidak ada sangkut
pautnya dengan usaha mencari Diana!"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Apa permintaanmu itu, Koan Jit?"
Mendengar pertanyaan itu, Koan Jit tersenyum.
"Saya ingin sekali melihat kemajuan kekuasaan pasukan Inggeris dan satusatunya hal yang menjadi penghalang besar adalah kelompok-kelompok yang
anti kepada bangsa kulit putih. Saya ingin mengundang semua tokoh
persilatan, terutama dari golongan hitam untuk kita ajak bersama menghadapi
pemerintah Mancu. Kalau mereka semua sudah berpihak kepada kita, tentu
golongan yang anti kepada kita itu akan mundur. Dan saya minta agar pasukan
Inggeris membantu saya dalam hal ini, yaitu setelah mereka datang berkumpul,
kita basmi mereka yang tidak mau bersekutu. Dan agar pasukan membantu
saya supaya dapat menjadi beng-cu di antara mereka."
Bagi Kapten Charles Elliot, semua usul Koan Jit itu dianggap hanya ambisi
seorang yang ingin menjadi pemimpin para jagoan. Dia sedang pusing
memikirkan Diana, maka permintaan itu dianggap sepele saja.
"Tentang usul-usulmu, akan kubicarakan dengan Admiral Elliot, dan aku
yakin dia akan setuju karena usahamu itu untuk memperkuat kedudukan kami
pula." Bukan main girang hati Koan Jit mendengar ini. Admiral Eliot adalah
komandan tertinggi dari armada Inggeris yang datang dan memberi hajaran
kepada pemerintah Mancu karena membakar candu sehingga timbul perang
candu. Pasukan Harimau Terbang memang juga direstui oleh Admiral, akan
tetapi dia, sebagai komandan pasukan itu yang dianggap kecil, mana mungkin
bertemu dan bicara dengan Admiral Elliot yang kedudukannya demikian tinggi,
sebagai wakil dari Kerajaan Inggeris"
Akan tetapi, melalui kapten ini yang masih keponakan dari admiral itu,
tentu usul-usulnya akan dapat disampaikan langsung dan kalau sampai dia
dapat menjadi beng-cu, kalau sampai dia dapat memperoleh kedudukan tinggi
di dalam pasukan Inggeris dan menguasai dunia hitam, tentu akan mudah
mencapai puncak cita-citanya, yaitu merebut tahta Kerajaan Ceng!
Memang sebetulnya, mencari Diana sampai dapat, baik orangnya kalau
masih hidup atau keterangan tentang dirinya kalau sudah mati, tidak terlalu
sukar bagi Koan Jit kalau memang hal itu dikehendakinya. Sekarang, setelah
dia mendapatkan tugas langsung dari Kapten Charles Elliot, Koan Jit lalu
mengerahkan anak buahnya, menyuruh mereka menanggalkan pakaian
seragam, mengenakan pakaian biasa dan membagi-bagi kelompok pergi
mencari keterangan tentang seorang gadis kulit putih yang mungkin tinggal di
daerah padalaman. Dengan berkelompok antara lima sampai sepuluh orang, ratusan orang
anggauta Harimau Terbang itu dalam pakaian preman mulai melakukan
penyelidikan. Mereka menyusup-nyusup ke dalam hutan-hutan, naik turun
bukit, menyusuri sepanjang sungai sampai mereka tiba di daerah-daerah
terpencil. Akhirnya, beberapa hari kemudian saja, sekelompok yang terdiri dari
sepuluh orang dapat menemukan jejak, yaitu ketika mereka mendengar bahwa
di suatu dusun terpencil, terdapat seorang wanita kulit putih yang hidup
seperti penduduk dusun. Tentu saja mereka merasa girang sekali dan dengan
cepat mereka mendatangi dusun itu.
Memang berita itu tidak bohong. Di dusun itulah hidup Diana! Selama lebih
dari tiga bulan, Diana hidup sebagai seorang gadis dusun. Kini kulitnya yang
biasanya putih mulus itu menjadi kemerahan dan wajahnya kini nampak
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan berseri penuh gairah hidup. Ia sudah terbiasa dengan kehidupan miskin
sederhana, bahkan mulai dapat menikmati kehidupan ini dan mulai mengerti
akan makna kebahagiaan hidup. Berkat pendidikannya, ia bahkan mulai
mengajarkan segala macam pengetahuan praktis kepada penduduk, tentang
pemeliharaan kesehatan, tentang pengolahan tanah yang diketahuinya dari
buku-buku, tentang kebersihan dan lain-lain. Di samping itu, iapun menerima
pelajaran yang langsung didapatnya dari praktek. Bahkan ia sempat pula
belajar ilmu silat dari Lauw Sek yang sudah menganggapnya sebagai anak atau
keponakan sendiri. Pada suatu hari, pagi-pagi sekali Diana sudah pergi ke sawah ladang
bersama keluarga Lauw. Pagi itu mereka akan menuai padi yang sudah
menguning tua. Juga para penduduk dusun itu, pagi-pagi sekali sudah
meninggalkan rumah, pergi ke sawah.
Karena sawah mereka menghasilkan padi yang gemuk dan subur, semua
orang bergembira dan bahkan ada yang bernyanyi-nyanyi dengan suara
lantang ketika mereka menuai padi. Seorang di antara kaum wanita yang
sedang menuai padi itu tiba-tiba minta agar Diana suka bernyanyi. Permintaan
ini segera didukung oleh semua orang dan sambil tersenyum gembira, akhirnya
Diana memenuhi permintaan mereka dan sambil menuai padi, iapun bernyanyi.
Ia menyanyikan sebuah lagu Inggeris yang biarpun tidak dimengerti arti katakatanya oleh mereka yang mendengarkan, namun karena suara Diana merdu
dan lagu itu adalah lagu rakyat, mereka dapat juga menikmati lagu itu.
Akan tetapi, tiba-tiba semua orang terkejut dan Diana menghentikan
nyanyiannya. Sekelompok orang muncul di tengah sawah dan mereka itu
adalah sepuluh orang laki-laki yang kelihatan kasar dan bengis. Apalagi meihat
betapa di punggung mereka terselip golok atau pedang, semua orang makin
ketakutan. Pada jaman itu, pemerintah melarang orang membawa senjata tajam. Oleh
karena itu, yang berani membawa senjata tajam hanyalah dua golongan saja,
para perampok dan pasukan pemerintah. Bahkan para pendekar sekalipun,
untuk menghindarkan keributan, menyembunyikan senjata mereka, kalau
mereka membawanya. Munculnya sepuluh orang pria yang membawa senjata
tajam ini tentu menimbulkan panik dan para petani itu serentak menghentikan
pekerjaan mereka dan berkumpul. Anak-anak dan wanita-wanita segera
mendekati ayah dan suami mereka seperti anak-anak ayam melihat burung
elang dan lari bersembunyi di bawah sayap induknya.
Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sejenak mereka hanya saling pandang saja. Akan tetapi, sepuluh orang
yang bukan lain adalah para anggauta Harimau Terbang itu, hanya
memandang ke arah Diana dengan penuh perhatian, tanpa memperdulikan
orang-orang lain. Lauw Sek yang berdiri di dekat Diana, lalu berbisik.
"Diana, bersembunyilah di belakangku."
Diana yang tidak tahu mengapa semua orang nampak begitu terkejut
bahkan seperti orang ketakutan, tidak mau bersembunyi, bahkan bertanya.
"Paman, siapakah mereka itu dan mengapa kalian semua kelihatan takut?"
Sebelum Lauw Sek sempat menjawab, seorang di antara sepuluh orang itu,
yang bertubuh tinggi besar dan kumisnya melintang menyeramkan, bertanya,
suaranya menggeledek nyaring sekali.
"Heii! Nona kulit putih, apakah engkau yang bernama Diana?"
Sebelum Diana menjawab, Lauw Sek yang lebih dulu menjawab dengan
suara berteriak. dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Bukan! Namanya bukan Diana!"
Diana menjadi semakin heran. Mengapa Lauw Sek membohong" Akan
tetapi, ia sendiri tidak takut menghadapi sepuluh orang itu dan ia menganggap
semua ini seperti lelucon saja, maka iapun berkata.
"Namaku Jane, bukan Diana!"
Akan tetapi si kumis melintang yang menjadi pimpinan kelompok itu
agaknya tidak mau pulang dengan tangan kosong. Sambil tertawa bergelak dia
berkata. "Namamu Diana atau Jane atau siapapun juga, engkau harus ikut bersama
kami ke Kanton!" "Aku tidak mau!"
Diana membentak marah. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang boleh
memaksanya pergi meninggalkan tempat dan kehidupan yang menarik hatinya
itu. Sembilan orang temannya juga ikut tertawa, membayangkan keadaan yang
menyenangkan, yaitu memondong atau memanggul nona kulit putih yang
cantik itu. Si kumis melintang melotot dan membentak marah.
"Petani busuk, siapa kau berani mencampuri urusan kami!"
"Nona ini adalah anak angkat kami!" Lauw Sek membentak pula.
"Dan kami akan melawan siapa saja yang berani mengganggunya!"
Para petani lain juga maju, dengan cangkul dan segala alat pertanian lain
mereka mengambil sikap melindungi Diana. Melihat in, diam-diam Diana
merasa terharu sekali. Orang-orang dusun yang sederhana dan miskin ini
ternyata adalah orang-orang yang memiliki budi yang luhur dan memiliki rasa
setia kawan dan ketabahan besar.
"Ha-ha-ha, kalian mencari mampus!" kata si kumis melintang, lalu dia
memerintahkan kepada anak buahnya.
"Hajar mereka itu dan biarkan aku yang akan menangkap nona ini!"
"Tahan"!" Tiba-tiba Diana membentak marah.
"Apakah kalian ini utusan dari komandan Peter Dull!"
Mendengar disebutnya nama Peter Dull oleh Diana, si kumis melintang
mengangkat tangan memberi isyarat agar teman-temannya jangan bergerak
dulu. Dia memandang dengan tajam kepada Diana.
"Kami mengenal tuan Peter Dull."
"Kalau begitu, pergilah dan jangan menganggu aku. Aku adalah keponakan
Kapten Charles Elliot!"
"Ha! Kalau begitu benar engkau nona Diana?" kata si kumis melintang,
girang bukan main. "Benar, aku Diana dan kalau kalian bersikap kasar, kelak aku akan
melaporkan kepada pamanku Kapten Charles Elliot!"
"Ha-ha-ha, nona Diana. Justeru beliau yang mengutus kami untuk
membawa nona pulang ke Kanton."
"Aku tidak mau!"
"Maaf, nona. Mau atau tidak, kami harus membawa nona ke Kanton.
Demikianlah perintah yang harus kami jalankan."
"Pergilah kalian orang-orang jahat!"
Lauw Sek membentak dan bersama kawan-kawannya, diapun menyerbu
dan hendak menghalau sepuluh orang itu. Akan tetapi sepuluh orang itu
melawan dan terjadilah perkelahian yang kacau balau di tengah sawah!
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Perkelahian yang tidak seimbang, karena para petani itu tentu saja lebih pandai
mengayun cangkul menggarap tanah dari pada berkelahi, apalagi melawan
sepuluh orang tukang berkelahi itu. Si kumis melintang sendiri lalu menubruk
dan menangkap lengan Diana.
"Marilah, nona," katanya sambil tertawa.
"Bangsat, lepaskan!"
Diana merengut lengannya dan menendang. Kakinya besar dan kuat, dan
dia masih memakai sepatunya yang lama, sepatu boot yang keras.
"Takkk!" Ujung sepatu itu tepat mengenai tulang kering kaki si kumis melintang.
"Aughhh" aduhh" aduhh" aduh!"
Si kumis melintang berjingkrak-jingkrak kesakitan akan tetapi dia tidak
melepaskan pegangannya. Terjadilah betot membetot. Akan tetapi, Diana
memiliki perawakan tinggi dan lebih besar dibandingkan wanita pada
umumnya, tentu saja ia kalah kuat. Juga latihan silat yang diterimanya dari
Lauw Sek tidak ada artinya bagi si kumis melintang, maka akhirnya ia dapat
diringkus dan dipanggul. Diana meronta-ronta.
"Lepaskan! Awas kau, akan kulaporkan kepada paman dan engkau akan
ditembak mampus!" Akan tetapi si kumis melintang yang sudah menerima perintah dari Koan
Jit agar membawa pulang Diana, kalau perlu dengan paksa, tidak mau
melepaskannya. Sementara itu, orang-orang yang tadi membelanya kini sudah
kocar kacir, dihajar oleh kawanan anggauta pasukan Harimau Terbang itu.
Mereka babak belur dan ada yang patah-patah tulangnya. Si kumis melintang
memberi aba-aba dan mereka semua lalu pergi dari situ dan Diana masih terus
dipanggul oleh si kumis melintang.
Diana meronta-ronta, menjerit-jerit dan memaki-maki. Akan tetapi, sepuluh
orang itu adalah orang-orang kasar yang sudah biasa melakukan segala macam
perbuatan busuk dan tidak patut, di antaranya suka sekali mengganggu
wanita. Maka, ulah Diana itu membuat mereka semua menjadi marah karena
dimaki-maki, dan mulailah mereka memperlihatkan sikap kurang ajar. Banyak
tangan mulai mencolek-colek tubuh Diana yang masih dipanggul si kumis
melintang. Tentu saja Diana merasa semakin marah akan tetapi juga merasa
ngeri, karena kini ia takut kalau-kalau sepuluh orang itu akan berbuat yang
tidak sopan terhadap dirinya lebih lanjut. Bagaimana kalau sampai ia diperkosa
oleh mereka" Membayangkan ini, Diana tidak berani lagi meronta dan ia mulai
menangis, ditertawakan oleh sepuluh orang itu yang terus membawa menuju
ke Kanton. Menjelang senja, rombongan ini tiba di sebuah hutan.
"Wah, agaknya kita harus bermalam di dalam hutan ini," kata si kumis
melintang sambil menurunkan tubuh Diana ke atas tanah untuk menghapus
keringatnya karena gadis ini terus meronta.
Diana rebah terlentang dan matanya terbelalak penuh ketakutan
memandang kepada mereka. "Kenapa tidak terus saja dan bermalam di dalam dusun" Kita bisa
menggunakan rumah penduduk."
"Dan kita perlu mencari teman-teman untuk melewatkan malam dingin, haha!"
"Atau kita bagi-bagi saja sama rata perempuan bule ini. Akur?"
"Akur! Akur!" Mereka semua berseru gembira. Tentu saja mereka hanya menggoda Diana
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan yang sudah menjadi pucat karena merasa ngeri dan ketakutan. Sikap ini
membuat mereka menjadi semakin buas.
"Wah, siapa yang akan bersenang-senang lebih dulu?"
"Tentu aku!" kata si kumis melintang.
"Dan setelah aku, agar adil, harus diundi di antara kalian."
"Akur! Mari kita undi."
Disaksikan oleh Diana yang menjadi semakin ketakutan, si kumis melintang
melakukan undian di antara sembilan orang temannya untuk menentukan
siapa yang mendapat giliran sebagai nomor dua, nomor tiga dan seterusnya.
Hampir pingsan Diana membayangkan dirinya dipermainkan sepuluh orang itu
saking ngerinya. "Jangan... ganggu aku..." Ia berkata lagi.
"Aku berjanji, kalau kalian berlaku baik kepadaku, kelak aku akan minta
kepada pamanku agar memberi hadiah yang banyak kepada kalian, sebaliknya
kalau kalian... kalian menggangguku, kalian tentu akan dihukum berat."
"Heh-heh, nona manis, bukan engkau yang harus mengajukan syaratsyarat, melainkan kami. Dengar baik-baik. Mestinya engkau ini kami bunuh,
akan tetapi kalau engkau mau melayani kami satu demi satu dengan manis,
kemudian kelak memberi laporan yang baik kepada pamanmu, maka engkau
tidak akan kami bunuh. Bagaimana" Ha-ha-ha!"
Dan semua orang tertawa bergelak.
Wajah Diana menjadi semakin pucat dan matanya terbelalak.
"Bunuh saja aku kalau begitu" bunuh saja aku, jangan ganggu aku...!"
tangisnya. "Aduh" sayang kalau dibunuh begitu saja. Sebelum dibunuh, bagaimana
kalau engkau bersenang-senang dulu dengan kami semalam ini?"
"Berikan saja kepadaku kalau mau dibunuh."
"Untukku saja" Kembali mereka tertawa-tawa bergelak. Orang-orang kasar ini memang
tidak memikirkan bahwa mereka dapat celaka kalau gadis itu kelak mengadu
kepada pamannya. Mereka adalah orang-orang yang sudah biasa melakukan
perbuatan-perbuatan apa saja demi memuaskan nafsu dan kesenangan diri
sendiri tanpa mengingat akan akibat-akibatnya. Yang mereka takuti adalah
Koan Jit, bukan para komandan kulit putih. Andaikata Diana mengancam
mereka untuk melaporkan kepada Koan Jit, agaknya mereka itu akan teringat
dan menjadi jerih. "Sekarang begini," tiba-tiba si kumis melintang berkata.
"Kalau nona mau memberi ciuman yang mesra kepadaku, aku akan
mempertimbangkan permintaanmu tadi. Bagaimana" Ha-ha-ha" hayo cium
yang mesra, nona." Dan si kumis melintang itu membantu Diana bangkit duduk, kemudian dia
mendekatkan mukanya yang dihias kumis melintang. Hampir muntah Diana
ketika mukanya berdekatan seperti itu, tercium bau apak dan memuakkan. Ia
memejamkan mata dan tentu saja tidak mau melakukan ciuman yang diminta.
Ia hanya takut kalau si kumis itu yang akan menciumnya dengan paksa, maka
ia memejamkan mata, dan menangis.
Pada saat itu, tiba-tiba berkelebat bayangan orang dan terdengar bentakan
seorang pria yang lantang.
"Kalian ini manusia ataukah binatang" Hayo lepaskan gadis itu!"
Si kumis melintang terkejut, melepaskan tubuh Diana yang jatuh rebah
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan terlentang kembali. Seperti sepuluh orang itu yang sudah berloncatan bangun,
Diana juga memandang ke arah seorang pemuda yang tiba-tiba muncul di situ.
Cuaca masih cukup terang sehingga ia dapat melihat seorang pemuda yang
gagah, yang muncul dan mengeluarkan bentakan tadi. Seorang pemuda yang
bertubuh tegap, berpakaian sederhana seperti pakaian seorang petani, dengan
rambut hitam panjang dikuncir tebal bergantung di belakang punggungnya.
Wajahnya nampak tampan dan cerah, matanya bersinar tajam akan tetapi
lembut. Timbul kekhawatiran di dalam hati Diana.
Pemuda itu biarpun tampan dan wajahnya membayangkan wibawa,
namun melihat pakaiannya tidak ada bedanya dengan pemuda-pemuda dusun
Lauw Sek, maka munculnya pemuda itu tentu hanya akan berupa bunuh diri
saja. Mana mungkin pemuda ini akan mampu mencegah perbuatan sepuluh
orang jahat itu" Dapat dibayangkan betapa marah si kumis melintang dan sembilan orang
kawannya melihat munculnya seorang pemuda petani yang berani menegur
mereka, bahkan menyuruh mereka melepaskan Diana. Si kumis melintang
melangkah maju sampai dekat sekali di depan pemuda itu dan memandang
dengan mata melotot dan wajahnya beringas penuh ancaman.
"Bocah keparat" apakah kau sudah bosan hidup?"
Setelah berkata demikian, tanpa memberi kesempatan lagi kepada pemuda
itu untuk bicara, si kumis melintang sudah mengayun kepalan kanannya
menghantam ke arah pemuda itu.
Si kumis ini merupakan jagoan di antara teman-temannya dan pandai ilmu
silat, juga memiliki tenaga besar yang kuat. Akan tetapi agaknya, bagi
pemuda itu, dia bukan apa-apa. Pukulan ke arah dagu itu dielakkan dengan
amat mudah, hanya miringkan kepala saja. Dan begitu pemuda itu
menggerakkan tangan kirinya, tubuh si kumis terpelanting keras dan
terbanting ke atas tanah. Dia berteriak dan meringis kesakitan, mencoba untuk
bangkit, akan tetapi jatuh lagi karena agaknya ketika terbanting keras tadi, urat
kakinya terkilir. Pemuda itu sekali meloncat sudah berada di dekat Diana, dan gadis itu
sendiri tidak tahu apa yang dilakukan pemuda itu, akan tetapi tahu-tahu ikatan
kaki tangannya terlepas! Sembilan anggauta Harimau Terbang itu menjadi marah bukan main
melihat betapa pemimpin mereka roboh. Mereka semua tahu bahwa pemuda
itu tentu lihai, maka merekapun tanpa dikomando lagi sudah mencabut golok
atau pedang masing-masing, dan seperti segerombolan srigala mereka
menyerbu ke arah pemuda itu. Diana terbelalak dan kini hatinya penuh gelisah,
mengkhawatirkan keselamatan pemuda itu.
Ngeri hatinya membayangkan tubuh pemuda yang telah menolongnya itu,
di depan matanya, akan dicingcang sampai hancur. Bangkitlah semangatnya
ketika ia melihat seorang lawan yang menyerang pertama kali, entah
bagaimana caranya, telah dirobohkan pula oleh pemuda itu hanya dengan satu
kali gerakan tangan. Bukan main kagum rasa hati Diana, dan iapun bangkit
menyambar sepotong kayu kering patahan pohon, dan gadis inipun
menghampiri mereka yang sudah roboh.
Agaknya setiap orang lawan yang menyerang pemuda itu, segebrakan saja
sudah dirobohkan dan yang sudah roboh itu tidak mampu menyerang lagi, ada
yang mengaduh-aduh memegangi kakinya, pundaknya dan lain-lain. Agaknya
mereka itu mengalami tulang patah.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Diana, dengan hati penuh kegemasan, mengayun potongan kayu di
tangannya itu, mengamuk di antara lawan yang sudah tak mampu bangkit
kembali. Pentungan itu diayun keras-keras dan menghantam tubuh-tubuh itu.
Terdengar suara "bak-buk-bak-buk" ketika gadis ini mengamuk. Ia termasuk
wanita yang bertenaga kuat, dan pukulan tongkatnya yang menimpa pundak,
atau dada, atau kepala tanpa pilih tempat cukup keras, membuat mereka yang
sudah menderita patah tulang itu menjadi semakin kesakitan. Kalau tidak
patah lagi tulang bagian lain, atau kepala menjadi bocor terpukul tongkat itu,
sedikitnya tentu mereka merasa tubuh mereka memar-memar dan babak
bundas. Pemuda itu memang hebat bukan main. Sepuluh orang itu hanya terkena
tamparan tangan satu kali saja dan mereka sudah roboh tak mampu
melanjutkan perkelahian! Jelaslah bahwa kalau pemuda itu menghendaki,
kalau dia mempergunakan tenaga yang lebih besar, sepuluh orang itu bukan
hanya roboh menderita patah tulang, melainkan besar sekali kemungkinannya
mereka takkan mampu bangun kembali untuk selamanya
Kini, melihat betapa Diana mengamuk dan menggebuki orang-orang yang
sudah tak mampu melawan itu dengan kayu di tangannya, seperti orang
menggebuki anjing saja, pemuda itu lalu meloncat dan dengan halus dia
memegang lengan Diana. "Sudahlah, nona, mereka sudah cukup mendapatkan hukuman," katanya
dengan sikap sopan dan halus, dan sentuhan tangannya pada lengan Diana
itupun cepat dihentikan dan tangannya ditariknya kembali.
Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Diana melempar kayunya dan membalikkan tubuh, menghadapi pemuda
perkasa itu. Sejenak ia hanya memandang dengan mata bersinar-sinar, penuh
kekaguman, menjelajahi wajah yang tampan dan gagah itu. Ia seperti melihat
seorang mahluk yang aneh dan amat indah mengagumkan. Demikian
terpesona, ia sampai tidak mampu berkata-kata. Ia teringat akan sahabat
baiknya, Siauw Lian Hong yang amat dikaguminya dan disayangnya. Besar
sekali persamaan antara pemuda ini dan Lian Hong, sama anggun, sama tinggi
ilmu kepandaiannya. Hanya bedanya, kalau Lian Hong seorang gadis cantik
jelita, pemuda ini adalah seorang laki-laki yang tampan.
"Kau... kau penolongku... siapakah namamu?" akhirnya ia mampu juga
mengeluarkan suara. Melihat betapa sepasang mata yang indah dan aneh karena warnanya biru
itu memandang kepadanya dengan sinar bercahaya penuh kekaguman, dan
bibir itu gemetar ketika bicara, pemuda itu melangkah mundur dua tindak.
"Tak perlu diketahui, nona, tak perlu diingat lagi. Itu kawan-kawanmu telah
datang." Pemuda itu menunjuk ke kiri dan Diana menengok. Dilihatnya Lauw Sek
dan para penduduk dusun datang berlari-lari. Melihat Lauw Sek, Diana lari
menyambut dan merangkul orang tua itu yang nampaknya luka-luka berdarah
pada pipi dan pahanya. "Paman Lauw...!"
Gadis itu menangis dalam rangkulan Lauw Sek. Semua penduduk dusun
merubungnya dan menghiburnya.
Tiba-tiba Diana melepaskan pelukan orang tua itu dan menengok, mencaricari dengan pandang matanya.
"Dimana dia...?"
"Siapa yang kau cari, diana?"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Dia... penolongku, dimana dia?"
Lauw Sek menarik napas panjang.
"Pemuda itu luar biasa sekali. Tadi dia datang dan menemukan kami dalam
keadaan babak belur dihajar gerombolan itu."
"Eh, mana gerombolan itu...?" Diana memotong.
"Mereka sudah pergi saling bantu, dan keadaan mereka lebih parah dari
pada kami," kata seorang di antara mereka.
"Siapakah pemuda itu, paman?"
"Dia berkelebat dan lenyap. Kami melakukan pengejaran dan melihat
engkau selamat," kata seorang lain.
"Ahhh... dan dia tadi tidak mau mengaku siapa namanya. Ah, paman Lauw,
sungguh aku menyesal sekali. Dia telah menyelamatkan aku, mungkin
menyelamatkan nyawaku, dan tak seorangpun di antara kita mengenalnya."
"Dia tentu seorang pendekar muda yang amat lihai."
"Seperti Lian Hong?"
Lauw Sek menghela napas. "Aku tidak tahu apakah ada orang yang dapat dibandingkan dengan nona
Siauw. Akan tetapi pemuda itu tentu lihai sekali kalau seorang diri dia mampu
merobohkan sepuluh orang penjahat tadi."
"Merobohkan" Wah, kalian tidak melihatnya tadi. Dia hampir tidak
berkelahi sama sekali! Setiap kali menggerakkan tangan, seorang lawan
roboh." Diana merasa menyesal sekali tidak sempat berkenalan dengan
penolongnya, dan di dalam hatinya ia merasa kagum bukan main. Ia makin
mengerti sekarang, bahwa di dalam negara yang rakyatnya kelihatan masih
terbelakang dan bodoh ini, ternyata terdapat banyak orang yang memiliki ilmu
kepandaian tinggi sekali, orang-orang aneh yang setelah menyelamatkan
nyawa seorang lalu pergi begitu saja tanpa memberi kesempatan namanya
dikenal. Ia kagum sekali dan wajah pemuda itu terukir di dalam lubuk hatinya.
Ia takkan dapat melupakan peristiwa itu, takkan dapat melupakan wajah yang
tampan sederhana itu. Lauw Sek dan para penghuni dusun itu lalu mengajak Diana pulang ke
dusun mereka. Melihat betapa banyak orang dusun luka-luka karena membela
dirinya, Diana merasa terharu sekali dan iapun membantu untuk merawat
mereka yang luka-luka. -------Koan Jit marah bukan main mendengar laporan anak buahnya, sepuluh
orang yang kembali menderita luka-luka itu. Apalagi ketika dia mendengar
bahwa mereka itu gagal membawa pulang Diana hanya karena dihalangi oleh
seorang pemuda yang tidak mereka ketahui siapa. Si kumis melintang dengan
muka pucat dan tubuh menggigil berlutut di depan Koan Jit.
"Harap tai-ciangkun sudi mengampunkan kami. Pemuda itu sungguh
bukan manusia biasa. Kami sepuluh orang sudah berusaha sekuat tenaga,
mempergunakan senjata-senjata kami melawan sampai akhirnya kami roboh
tak mampu melawan lagi. Dia amat lihai sekali dan agaknya hanya paduka saja
yang akan mampu mengalahkannya."
Koan Jit mengepal tinju. "Keparat! Masa untuk membawa pulang seorang perempuan kulit putih
saja, harus aku sendiri yang maju?"
Koan Jit marah bukan main. Baru kemarin, rombongan lain juga datang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan dengan tubuh babak belur. Rombongan yang terdiri dari belasan orang itu
mendengar adanya seorang gadis bule di sebuah perkampungan di lereng
gunung. Mereka segera mendatangi wanita itu dan karena mereka belum
pernah melihat bagaimana macamnya keponakan Kapten Charles Elliot,
mereka yang biasa bersikap kasar ini hendak memaksa wanita itu untuk ikut
dengan mereka ke Kanton. Akan tetapi, ternyata wanita bule sudah bersuami
dan suaminya lalu mengamuk. Mereka dihajar babak belur karena suami
wanita itu adalah seorang pendekar yang amat lihai, yaitu Gan Seng Bu, sute
dari Koan Jit sendiri. Wanita itu adalah Sheila, puteri mendiang opsir Hellway.
Tentu saja Koan Jit marah sekali mendengar bahwa yang menghajar anak
buahnya ini bernama Gan Seng Bu, sutenya sendiri. Dia juga sudah mendengar
tentang wanita Inggeris yang menikah dengan seorang pemberontak, akan
tetapi baru sekarang dia mendengar bahwa pemberontak itu adalah Gan Seng
Bu, seorang di antara dua orang sutenya.
Sebelum kemarahan itu reda, kini si kumis melintang bersama anak
buahnya datang memberi laporan bahwa mereka sudah menemukan tempat
tinggal Diana, akan tetapi mereka tidak berhasil membawa Diana pulang
bahkan dihajar babak belur pula oleh seorang pemuda yang tidak terkenal.
Tentu saja dia tidak dapat bertindak apa-apa terhadap Sheila, karena bukan
wanita itu yang dicarinya.
"Antar aku ke tempat wanita itu!" hardiknya kepada si kumis melintang.
Lalu Koan Jit melaporkan kepada Kapten Charles Elliot bahwa dia sudah
berhasil menemukan tempat tinggal Diana, dan dia akan berangkat sendiri
menjemput, membawa sebuah kereta ditemani oleh si kumis melintang.
Koan jit adalah seorang yang berwatak tinggi hati dan seperti biasa orang
yang berwatak tinggi hati, dia memandang rendah kepada siapapun juga, dan
penuturan si kumis melintang bahwa Diana dilindungi seorang pemuda yang
telah merobohkan sepuluh orang anak buahnya itu sama sekali tidak membuat
dia menjadi gentar, bahkan menimbulkan rasa penasaran dan kemarahannya.
Dia yakin akan dapat mengalahkan pemuda itu atau siapapun juga, maka
dengan hati penuh geram, dia pergi bersama si kumis melintang untuk
menghajar pemuda lancang itu dan turun tangan sendiri menjemput Diana.
Agaknya bintang peruntungan Koan Jit sedang gelap, dia sedang dilanda
kesialan. Ketika keretanya tiba di dusun dimana Diana tinggal, dan bersama si
kumis melintang dia meloncat turun, ditonton oleh para penduduk dusun, tibatiba nampak Diana muncul bersama seorang gadis lain dan seorang kakek
kurus berbaju tambal-tambalan.
Koan Jit sama sekali tidak mengenal gadis dan kakek itu, akan tetapi
mudah menduga bahwa gadis cantik berkulit putih bermata biru dan berambut
kuning emas itu tentulah Diana yang dicarinya. Dia sama sekali tidak
memandang kepada para penduduk di situ, dan dengan langkah lebar dia
menghampiri gadis itu dan berbisik kepada si kumis melintang.
"Mana pelindungnya itu?"
"Tidak ada... tidak nampak..."
Si kumis melintang menjawab sambil menoleh ke kanan kiri dengan sikap
takut-takut. Hati orang ini masih gentar kalau dia mengenang kelihaian
pemuda yang pernah menolong Diana, dan legalah dia tidak melihat adanya
pemuda itu di situ. Sementara itu, Koan Jit yang ingin tugasnya cepat-cepat selesai, sudah
menghadapi Diana dan berkata.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Nona Diana, silahkan naik ke kereta. Aku datang menjemput nona atas
kehendak pamanmu Kapten Charles Elliot."
Suaranya mengandung desakan yang kuat sehingga Diana merasa
khawatir juga. Orang ini berada dengan si kumis melintang itu dan sikap orang
yang berwibawa ini membuat ia gemetar.
"Tidak perlu dijemput, kalau aku ingin kembali ke Kanton, tentu akan
kulakukan itu. Aku belum mau pulang, harap engkau suka menyampaikan
pesanku kepada pamanku."
"Nona Diana, aku telah dimintai tolong oleh pamanmu untuk membawamu
pulang ke Kanton, baik engkau mau atau tidak. Kalau nona tidak mau, terpaksa
akan kupaksa." Koan Jit tidak mengatakan bahwa dia diutus atau diperintah, melainkan
berkata bahwa paman Diana itu minta tolong kepadanya. Hal ini saja
menunjukkan ketinggian hatinya.
"Aku tidak mau pulang!"Diana berkata lagi, kini agak marah.
"Terpaksa aku memaksamu!" kata Koan Jit dan tiba-tiba tangannya sudah
meluncur ke depan hendak menangkap pergelangan tangan Diana.
"Plakk!!!" Tiba-tiba tangannya itu tertangkis dan dia merasa betapa telapak
tangannya tergetar. Dia terkejut dan marah, dan ketika dia memandang wajah
gadis yang telah menangkisnya itu, dia makin kaget karena dia seperti pernah
melihat gadis ini. "Koan Jit, dimana-mana engkau mempergunakan tenaga dan kepandaian
untuk menghina dan memaksa orang. Apa kau sudah lupa kepadaku?"
"Ah, kau kiranya!" bentaknya dan kini dia teringat.
Gadis inilah yang dulu pernah membebaskan Ciu Kui Eng. Kemarahannya
memuncak. "Kau lagi yang menghalangiku" Sekarang akan kubunuh kau!"
Dan diapun menyerang dengan dahsyat. Kalau dulu dia kalah oleh gadis ini
karena gadis ini mengeroyoknya bersama Kui Eng, murid Tee-tok yang cukup
lihai itu. "Wuuutttt...!" Tanparan yang akan menghancurkan batu karang itu lewat di samping
kepala gadis itu yang bukan lain adalah Siauw Lian Hong, membalas dengan
totokan gagang kipasnya yang sudah dikeluarkannya dengan cepat. Gagang
kipas itu melakukan totokan di dekat siku lengan Koan Jit yang tadi menyerang.
Murid pertama Thian-tok ini tentu saja maklum akan kehebatan serangan
ini. Kalau terkena totokan itu, lengannya akan lumpuh dan hal itu berbahaya
sekali, maka terpaksa dia menarik kembali lengannya, dan dari bawah kakinya
menyambar. Semua gerakannya dilakukan dengan kecepatan kilat, maka
penasaranlah dia ketika kembali gadis itu mampu menghindarkan diri dari
tendangannya. Sebelum dia dapat menyerang lagi, tiba-tiba ada angin yang amat kuat dari
arah kiri. Dia terkejut dan memutar tubuh ke kiri, siap untuk menandingi lawan
yang kuat ini, dan ternyata dia berhadapan dengan kakek berbaju tambaltambalan tadi. Koan Jit makin terkejut dan diperhatikannya orang itu. Seorang
kakek yang usianya tentu sudah tujuhpuluh tahun lebih, kurus dengan baju
tambal-tambalan akan tetapi bersih, mukanya kusut dan mulutnya tersenyum
terus! Yang membuat Koan Jit merasa kaget adalah ketika dia melihat sebuah
kipas butut di tangan kiri kakek itu.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Ah, apakah aku berhadapan dengan San-tok?"
Kakek itu memperlebar senyumnya.
"Ha-ha" murid pertama Thian-tok sungguh hebat dan mengagumkan,
mungkin dapat mengangkat dirimu di dunia hitam. Sayang, begitu
merendahkan diri menjadi anjing penjilat bangsa asing, dan lebih sayang lagi,
kini berhadapan dengan kami sebagai lawan karena hendak menganggu
seorang gadis sahabat baik muridku."
Baru sadarlah kini Koan Jit bahwa gadis perkasa yang pernah menolong
Kui Eng dan yang kini kembali menentangnya adalah murid San-tok. Pantas
demikian lihai. Dan lebih celaka lagi, gadis itu adalah sahabat baik Diana. Akan
tetapi, bagaimana mungkin dia harus mengalah dan mundur" Biarpun di situ
ada murid Santok dan bahkan ada San-tok sendiri, dia tidak takut!
Sepasang mata kucing yang mencorong kehijauan itu menyipit dan mulut
yang biasanya lebih banyak tertutup itu, kini membayangkan ejekan.
"San-tok, engkau sudah tua bangka tentu sudah tahu bahwa setiap orang
harus mencari kesenangan dengan cara masing-masing. Dan menurut aku,
caraku ini yang paling baik. Apakah sekarang orang yang bernama San-tok itu,
seorang di antara Empat Racun Dunia, sudah menjadi seorang pendekar
budiman yang hendak melindungi seorang gadis bule bermata biru" Ha-ha,
alangkah lucunya?" "Koan Jit, tutup mulutmu yang beracun!"
Lian Hong membentak dan melangkah maju menghadapi laki-laki itu.
"Di sini tidak ada persoalan pendekar atau bukan pendekar. Yang membela
Diana adalah aku, Siauw Lian Hong, karena Diana adalah sahabatku. Kalau
suhu tadi maju adalah karena dia hendak membela aku, muridnya. Akan tetapi,
tanpa dibela suhu sekalipun, jangan kira aku takut melawanmu!"
Lian Hong sudah membentangkan kipasnya dengan sikap menentang.
"Heh-heh-heh, Koan Jit. Kau mau bicara apalagi" Engkau memang murid
Thian-tok yang hebat, akan tetapi engkau mengkhianati gurumu sendiri.
Engkau hanya seorang pencuri rendah yang pengecut. Hemm, aku akan dapat
mengambil Giokliong-kiam itu darimu setiap saat kuhendaki, ha-ha"!"
Terkejutlah hati Koan Jit. Ucapan seorang di antara Empat Racun Dunia
tidak boleh dianggap main-main. Siapa tahu kakek ini sudah tahu tempat
dimana pedang pusaka itu disembunyikannya, dan kalau demikian, berbahaya!
Dia sendiri terlindung di tengah-tengah benteng balatentara kulit putih, akan
tetapi bagaimana dengan pusaka-pusakanya yang disimpannya di suatu
tempat rahasia itu" Membawanya ke dalam markaspun dia segan, karena siapa
tahu komandan-komandan bule itu akhirnya juga menghendaki pusaka-pusaka
yang bagi mereka merupakan benda aneh dan kuno yang amat berharga.
Kekhawatirannya membuat dia tidak bernapsu lagi untuk berkelahi
melawan Lian Hong. Apalagi dia memperhitungkan bahwa bagaimanapun
juga, kalau sampai dia mendesak gadis itu, gurunya tentu tidak akan tinggal
diam saja dan akhirnya dia harus menghadapi pengeroyokan mereka.
Walaupun dia tidak takut, akan tetapi dia maklum bahwa mereka berdua itu
lihai sekali dan kalau maju bersama, mungkin dia tidak akan mampu menang.
Dan kini yang paling penting adalah memeriksa pusaka-pusakanya. Janganjangan kakek kurus ini telah mengambil Giok-liong-kiam! Terkejutlah dia ketika
berpikir sampai di situ. Dia tahu akan kehebatan keempat datuk sesat itu yang
suka melakukan hal-hal luar biasa. Tidak akan menjadi hal yang aneh sekali
kalau San-tok ini diam-diam telah memasuki tempat rahasianya dan mengambil
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Giok-liong-kiam! "Sudahlah. Melihat bahwa San-tok berada di sini dan mengingat hubungan
antara dia dan suhu, aku tidak mencari keributan. Aku hanya dimintai tolong
oleh Kapten Charles Elliot untuk menjemput keponakannya. Kalau ia tidak mau
diajak pulang, sudahlah."
Koan Jit memberi isyarat kepada si kumis melintang, dan keduanya lalu
meloncat ke atas kereta dan kendaraan itupun kabur dengan cepatnya.
"Hong Hong, ajak Diana ke tempat lain, ke puncak yang ada sumbernya itu.
Aku akan menyelidiki tempat rahasianya!" kata San-tok atau Bu-beng San-kai
kepada muridnya. Lian Hong maklum apa yang dimaksudkan gurunya. Tentu gurunya
khawatir kalau-kalau Koan Jit datang kembali membawa pasukan untuk
memaksa Diana, maka ia harus menyembunyikan Diana ke tempat lain, dan
Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentu gurunya hendak menyelidiki dimana Koan Jit menyimpan pusaka
Giokliong-kiam. Kalau tadi pusaka itu dibawa Koan Jit, tentu gurunya akan
dapat menduganya dan tentu gurunya sudah menyerang untuk merampasnya.
Maka iapun mengangguk, dan sekali berkelebat, San-tok lenyap dari situ.
Diana memegang lengan Lian Hong.
"Lian Hong, gurumu itupun pandai menghilang seperti engkau. Alangkah
banyaknya orang sakti di sini..."
Dan gadis bule ini teringat akan wajah pemuda yang menolongnya akan
tetapi tidak dikenalnya sehingga kembali ia merasakan kecewa dan menyesal.
-------Sementara itu, kereta yang ditumpangi Koan Jit dan pembantunya
membalap menuju ke Kanton. Ketika kereta tiba di hutan terakhir di sebuah
bukit yang terletak di perbatasan kota, Koan Jit yang sudah memesan kepada
pembantunya untuk pulang lebih dahulu, meloncat dari kereta yang masih
berjalan cepat. Begitu meloncat turun, Koan Jit memandang sekeliling dengan
matanya yang tajam untuk melihat apakah ada orang yang melihat dia turun
dari kereta. Berdebar rasa jantung dalam dada San-tok. Untung dia bersikap hati-hati
sekali dan tidak membayangi larinya kereta secara terbuka, melainkan
membayanginya sambil menyusup-nyusup dan bersembunyi. Ketika tubuh
Koan Jit berkelebat turun dari kereta yang masih membalap itu, hal yang sama
sekali takkan pernah disangkanya, dia melihatnya dan cepat kakek ini
mendekam di balik semak-semak. Kalau saja dia tidak bertindak cepat, tentu
Koan Jit akan dapat melihatnya dan gagallah usahanya membayangi orang itu.
Setelah merasa yakin bahwa tidak ada orang melihatnya, Koan Jit lalu
menyusup di antara pohon-pohon dalam hutan di bukit itu, sama sekali tidak
tahu bahwa bayangannya tak pernah terlepas dari pengintaian San-tok. Dalam
hal ini, tentu saja Koan Jit masih belum mampu menandingi San-tok. Kakek itu
berjuluk Racun Gunung, tentu saja dia ahli dalam hal naik turun gunung,
mengenal rahasia-rahasia hutan dan gunung, dan pandai menyusup-nyusup
seperti seekor kelinci yang gesit sekali. Biasanya San-tok berkeliaran di hutanhutan Pegunungan Wu-yi-san yang luas, maka kini hutan kecil seperti itu tidak
ada artinya baginya, dan betapapun hati-hati Koan Jit menyusup-nyusup, tetap
saja kakek itu mampu membayanginya.
Kakek itu kagum sekali melihat Koan Jit menyusup ke dalam semak-semak
berduri dan setelah mendorong semak-semak berduri itu ke samping, ternyata
di belakang semak-semak terdapat sebuah batu yang didorongnya ke kiri. Dan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan nampaklah sebuah lubang yang hanya cukup dimasuki satu orang saja. Tubuh
Koan Jit lenyap memasuki lubang dan batu serta semak-semak itupun
ditariknya kembali menutup lubang dari dalam.
San-tok tersenyum lebar, hatinya merasa girang sekali. Kiranya ini tempat
rahasia itu, dan dia dapat menduga bahwa tentu Giok-liong-kiam disimpannya
pula di tempat ini. Tak mungkin Koan Jit berani membawa-bawa pusaka yang
diperebutkan seluruh tokoh kang-ouw itu di tempat umum.
"Aih, sayang sekali Giok-liong-kiam buatanku itu tidak kubawa, masih
disimpan Hong- Hong," kakek itu mengeluh dalam hatinya.
Kalau pedang pusaka palsu yang sudah selesai dibuatnya menurut catatan
yang didapatkannya dari mayat kakek Kwi Ong yang tewas dan mayatnya
masih utuh karena terendam air belerang di Tapie-san itu, tentu dia dapat
menanti sampai Koan Jit pergi dari tempat itu dan langsung dia akan dapat
menukarkan pusaka buatannya dengan Giok-liong-kiam yang berada di tangan
Koan Jit. Setelah meneliti tempat sekeliling itu, kakek San-tok lalu secepatnya lari
kembali ke puncak bukit dimana terdapat sumber airnya, tempat yang dia
tentukan agar menjadi tempat persembunyian sementara dari Diana. Dia
melihat muridnya dan Diana di dekat sumber air, sedang bercakap-cakap.
Ketika melihat kakek itu muncul, Lian Hong cepat menyambutnya.
"Bagaimana hasilnya, suhu?"
"Bagus sekali, aku sudah tahu tempatnya. Mari kalian ikut bersamaku,
sekarang juga." "Diana ikut juga...?" tanya Lian Hong bingung. Membawa Diana dalam
perjalanan ini amatlah berbahaya.
Gurunya tersenyum. "Ya, dan ia akan banyak membantu dalam urusan ini. Tadinya aku merasa
menyesal bahwa pedang buatanku itu tidak kubawa, akan tetapi kalau dipikirpikir, kita harus bersikap hati-hati sekali. Koan Jit itu terlalu berbahaya dan
licik. Siapa tahu di tempat persembunyiannya ada teman-temannya yang
berjaga. Jangan sampai ada yang tahu bahwa pedang itu sudah ditukar. Nah,
mari kita berangkat. Sambil berjalan nanti kuberi tahu."
Karena mereka harus melakukan perjalanan cepat dan tentu saja Diana
tidak mampu mengimbangi kecepatan dua orang yang mengerahkan ginkang
itu, maka terpaksa Lian Hong menggendongnya. Diana merangkul leher
sahabatnya itu erat-erat ketika ia merasa betapa tubuhnya seperti terbang saja,
seperti dilarikan seekor kuda yang membalap dengan amat kencangnya. Makin
kagumlah hatinya terhadap orang-orang di dunia persilatan ini.
Setelah tiba di luar hutan dimana tempat rahasia Koan Jit ditemukan Santok, mereka lalu berpencar. Diana diturunkan Lian Hong dan gadis ini lalu ikut
bersama San-tok, lebih dulu memasuki hutan. San-tok menggandeng tangan
Diana yang tidak merasa takut karena ia percaya sepenuhnya kepada guru
sahabatnya ini yang tentu saja lebih lihai dari pada muridnya. San-tok menuju
ke dekat semak-semak berduri, meneliti keadaan di sekitarnya. Sunyi saja,
tanda bahwa tidak ada pembantu-pembantu Koan Jit berjaga atau
bersembunyi di situ. Dia tidak tahu apakah Koan Jit masih berada di dalam
tempat rahasia itu. "Koan Jit...!" Tiba-tiba kakek itu berteriak dan Diana terpaksa menutupi kedua telinga
dengan tangannya. Teriakan kakek itu nyaring bukan main, seperti akan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan memecahkan selaput telinganya.
"Koan Jit, aku sudah tahu tempat persembunyianmu. Tentu di sekitar
tempat ini, bukan. Koan Jit, keluarlah, atau aku akan menyerbu tempat
persembunyianmu dan mengambil Giok-liong-kiam, ha-ha-ha!"
Akan tetapi, hanya gema suara kakek itu yang menjawab dari empat
penjuru. Tidak ada jawaban dari Koan Jit. San-tok bukan seorang bodoh. Dia
merasa yakin bahwa Koan Jit masih berada di dalam tempat
persembunyiannya, atau kalau tidak demikian, tentu di tempat
persembunyiannya itu terdapat kawan-kawannya atau kaki tangannya yang
melakukan penjagaan. Tiba-tiba kakek itu menangkap kedua pergelangan tangan Diana yang
berdiri di dekatnya, dan dengan sebelah tangan saja dia mengangkat tubuh
Diana tinggi-tinggi di atas kepalanya, suaranya terdengar semakin lantang.
"Koan Jit, lihatlah gadis ini! Aku mau menukarnya dengan Giok-liongkiam!"
Diana nampak tenang-tenang saja karena tadi ia sudah mendengar akan
segala rencana siasat kakek itu untuk memancing keluar Koan Jit, dan iapun
sudah siap membantu. Maka ketika tubuhnya diangkat ke atas, ia tidak merasa
takut. Beberapa kali San-tok berteriak menawarkan Diana untuk ditukar
dengan Giok-liong-kiam. Akan tetapi keadaan tetap sunyi saja dan tidak ada
jawaban atau tanggapan dari murid pertama Thian-tok itu.
San-tok menurunkan tubuh Diana yang berdiri dan memperlihatkan sikap
ketakutan seperti yang telah direncanakan, dan kakek itu berseru lagi.
"Koan Jit, engkau manusia pengecut! Engkau tidak berani keluar
menyambutku, ha-ha-ha! Engkau tidak pantas menjadi murid utama Thian-tok
kalau begitu." Dan kakek ini tertawa-tawa bergelak, suara ketawanya bergema di seluruh
hutan dan menakutkan binatang-binatang hutan.
Sebetulnya, Koan Jit masih berada di dalam tempat persembunyian dimana
dia menyimpan pusaka-pusakanya itu. Ketika dia mendapat kenyataan bahwa
Giok-liong-kiam dan pusaka-pusaka lain masih utuh di tempat semula, hatinya
merasa lega. Akan tetapi, dia masih mengkhawatirkan ancaman San-tok yang
tidak boleh dipandang ringan saja. Maka, sibuklah dia membuat persiapan
untuk melindungi harta bendanya itu dan mengatur tempat rahasia itu
sedemikian rupa sehingga tidak akan mudah dimasuki orang, dan memasang
jebakan-jebakan yang berbahaya bagi siapa saja yang berani masuk ke tempat
itu. Akan tetapi, San-tok tidak datang menyerbu melainkan berteriak-teriak lagi
menawarkan diri Diana untuk ditukar dengan Giok-liong-kiam! Hal ini amat
menarik hati Koan Jit. Giok-liong-kiam amat penting baginya, tidak mungkin
akan diberikan orang begitu saja. Akan tetapi Diana juga amat penting, harus
dapat dirampasnya untuk menyenangkan hati Kapten Charles Elliot. Dia harus
mampu mendapatkan keduanya, mempertahankan Giok-liong-kiam dan
merampas Diana. Cepat Koan Jit melakukan pengintaian dari tempat sembunyinya itu. Ketika
dia melihat bahwa kakek San-tok itu hanya sendirian saja dan benar-benar
membawa Diana untuk ditukar, hanya bisa diartikan bahwa sebenarnya kakek
itu belum tahu benar dimana letak tempat rahasianya, hanya tahu daerahnya
saja, ialah di hutan itu. Kalau sudah tahu benar letak tempat rahasianya, orang
seperti San-tok tak mungkin mau membujuknya dan menukar Diana dengan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan pedang Giok-liong-kiam, melainkan tentu terus menyerbu untuk merampas
pedang pusaka itu dengan kekerasan. Maka, setelah membuat persiapan, Koan
Jit lalu keluar dari tempat rahasianya itu melalui jalan belakang yang
menembus ke semak-semak lain di belakang pohon besar. Dengan jalan
memutar dia menghampiri San-tok dari belakang.
Kakek itu tentu saja mendengar kedatangan ini dan cepat memutar
tubuhnya. Dengan sikap sombong dan sama sekali tidak gentar, Koan Jit
menghadapi San-tok dengan senyum yang dapat mendirikan bulu roma lawan.
Koan Jit ini dapat tersenyum seperti iblis. Lebih menyerupai gerakan mulut
mengejek dari pada senyuman, karena hanya mulutnya yang bergerak seperti
tersenyum, akan tetapi bagian lain dari mukanya sama sekali tidak ikut
tersenyum, dan sepasang mata yang bersinar dan mencorong seperti mata
kucing itu memandang tajam. Di pinggangnya terselip sepasang pedang
pendek yang tadi diambilnya dari tempat persembunyiannya, karena dia
merasa perlu mempersenjatai diri untuk menghadapi lawan setangguh San-tok
itu. Sepasang pedang pendek itu merupakan satu di antara kumpulan pusakapusaka ampuh yang dimilikinya.
"Ha-ha, engkau baik hati sekali, San-tok, sengaja mengantarkan kepadaku
gadis bule ini dan juga nyawamu. Terima kasih!"
Begitu kata terakhir keluar dari mulutnya, tubuh Koan Jit bergerak Cepat
dan dua gulungan sinar pedang telah menyambar, satu ke arah leher San-tok
dan kedua ke arah pusarnya. Sungguh merupakan serangan yang amat dahsyat
dan keduanya merupakan sinar maut yang kalau mengenai sasaran tentu
mengakibatkan kematian. Akan tetapi yang diserangnya sekali ini adalah seorang di antara Empat
Racun, kakek yang tinggi kepandaiannya amat tinggi, sejajar dengan tingkat
guru Koan Jit sendiri. Walaupun kakek itu juga terkejut menghadapi serangan
maut yang amat dahsyat itu, namun dengan ilmu ginkang (meringankan tubuh)
yang luar biasa, dia sudah menggerakkan tubuhnya mengelak sambil
mengibaskan kipas butut di tangannya untuk menangkis dan mematahkan
rangkaian serangan sepasang pedang pendek itu.
"Takkk! Tranggg...!"
Keduanya terkejut, Koan Jit tidak menyangka bahwa kipas butut di tangan
kakek itu demikian kuatnya, dan kakek yang sudah tua itu memiliki kecepatan
gerakan yang demikian mengejutkan. Di lain pihak, San-tok harus mengakui
bahwa tenaga murid pertama Thian-tok itu kuat sekali di samping sepasang
pedang pendek yang ampuh dan kuat, tidak rusak oleh hantaman gagang
kipasnya yang didorong oleh tenaga sinkang yang tadi dikerahkannya. Karena
keduanya maklum akan ketangguhan lawan, mereka bersikap hati-hati, dan
kini San-tok yang balas menyerang dengan kipasnya tidak berani main-main
seperti biasanya, melainkan menyerang dengan sungguh-sungguh,
mengeluarkan jurus ilmu kipasnya yang ampuh. Kipas itu mengembang dan
mengibas ke arah muka lawan, akan tetapi hal ini hanya gerakan mengacaukan
untuk membuat mata lawan berkedip sehingga saat itu dia dapat
menyerangnya. Akan tetapi Koan Jit tidak berkedip sehingga ketika gagang
kipas itu melakukan serangkaian totokan ke arah tujuh jalan darah di bagian
tubuhnya, dia dapat mengelak atau menangkis dengan sepasang pedangnya,
bahkan lalu membalas dengan serangan kontan yang tidak kalah dahsyatnya.
Serang-menyerang terjadi antara dua orang yang memiliki ilmu silat tinggi
itu dan kesempatan ini dipergunakan oleh Diana untuk diam-diam melarikan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan diri seperti yang sudah direncanakan. San-tok membiarkan Diana lari agak
jauh, barulah dia menoleh dan berteriak.
"Hai, gadis liar, hendak lari kemana kau?"
Dan diapun meloncat, melakukan pengejaran. Melihat ini, Koan Jit tidak
mau membiarkannya saja. Setelah kini mulai bergebrak melawan kakek itu, dia
mendapat kenyataan bahwa dia mampu menandinginya, dan hal ini
membesarkan hatinya. Sayang kalau sampai dia membiarkan kakek itu pergi
bersama Diana begitu saja. Dia harus mampu merampas gadis itu untuk diajak
kembali ke Kanton! Maka diapun cepat ngejar di belakang San-tok.
San-tok dapat menyusul dan memegang lengan Diana yang beraksi
melakukan perannya. Ia meronta-ronta dan memukuli kakek itu dengan kedua
tangan. Pada saat itu, Koan Jit tiba dan tiba-tiba San-tok melepaskan Diana dan
menggerakkan kipasnya menyambut dengan totokan-totokan dahsyat. Koan Jit
mengelak dan menangkis, lalu membalas pula dan mereka sudah terlibat lagi
dalam perkelahian yang seru. Melihat ini, Diana melarikan diri lagi. San-tok
mengejarnya dan Koan Jit juga mengejar. Koan Jit merasa bahwa makin jauh
meninggalkan tempat rahasianya, makin baik. Sama sekali dia tidak menduga
bahwa memang dia dipancing oleh kakek itu agar menjauh dari tempat itu!
Setelah melihat gurunya dan Koan Jit semakin jauh dan tidak nampak lagi,
Lian Hong keluar dari tempat sembunyinya. Ia sudah mempelajari keterangan
gurunya dengan teliti tentang tempat rahasia itu. Cepat ia menuju ke semaksemak itu, dan batu di belakang semak-semak berduri itu didorongnya ke kiri.
Nampaklah sebuah lubang kecil yang hitam dan gelap.
Lian Hong yang mengenakan kain menutupi mukanya dan rambutnya,
sehingga yang nampak hanya sepasang matanya yang jeli, memasuki lubang
itu sambil mempersiapkan kipas yang menjadi senjata ampuhnya. Gadis ini
sengaja menutupi muka agar kalau di bawah sana terdapat orang-orangnya
Koan Jit, mereka tidak akan mengenalinya.
Kakinya menyentuh anak tangga yang membawanya melalui terowongan
menuju ke sebuah guha dalam tanah yang cukup luas. Ada lubang-lubang
rahasia agaknya yang dapat menampung dan memasukkan cahaya matahari
dari luar sehingga tempat itu walaupun tidak terang sekali, akan tetapi juga
tidak gelap. Setibanya di ujung anak tangga, tiba-tiba kakinya menginjak tonjolan kecil
di atas lantai, dan tiba-tiba saja Lian Hong menarik tubuh ke belakang dan
menggerakkan kipasnya ke samping.
"Wuuuutt! Plakk!"
Sebatang tombak meluncur dari kiri ke kanan, nyaris mengenai perutnya
dan tiga batang anak panah yang menyambar dari kanan runtuh oleh tangkisan
kipasnya. Kiranya benda yang diinjaknya tadi merupakan tombol yang
menggerakkan alat-alat rahasia. Sungguh berbahaya sekali. Hampir saja
tubuhnya disate oleh tombak tadi, atau menjadi korban anak-anak panah yang
diduga tentu mengandung racun berbahaya. Dengan hati-hati, ia melangkah
lagi ke depan, seluruh urat syaraf di tubuhnya siap menghadapi segala
kemungkinan. Apa yang dikhawatirkan memang terjadi. Tempat itu ternyata berbahaya
sekali dan dipasangi jebakan-jebakan maut. Baru belasan langkah, tiba-tiba
saja, mungkin digerakkan oleh lantai yang diinjaknya, lantai itu bergoyang dan
runtuh ke bawah! Untung bahwa Lian Hong memang sudah siap siaga, maka
begitu lantai yang diinjaknya bergoyang, ia sudah meloncat kembali ke
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan belakang. Ketika ia memandang, ternyata lantai yang diinjaknya tadi telah
menjadi lubang, lantainya entah kemana dan lubang itu gelap menghitam, dan
dari dalamnya keluar bau yang amis memuakkan, juga terdengar desis-desis
suara yang biasa dikeluarkan oleh ular-ular berbisa!
Lian Hong bergidik membayangkan kalau ia tadi terjeblos ke dalam lubang,
Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentu sudah menjadi mangsa ular-ular yang mengeroyoknya. Perlahan-lahan,
lantai yang runtuh ke bawah tadi timbul kembali menutupi lubang yang
menjadi rata seperti semula. Lian Hong sudah mengukur jarak lubang jebakan
itu, dan kini ia meloncat dengan ringan melewati batas lubang dan turun
dengan aman di atas lantai yang keras. Dengan hati-hati dara perkasa itu
melangkah maju lagi sampai akhirnya ia tiba di sebuah anak tangga yang
membawanya turun lagi. Kini di depannya, dalam sebuah kamar dalam guha
itu, nampaklah beberapa buah peti yang tertutup, juga nampak senjata-senjata
kuno seperti pedang, tombak, golok dan sebagainya, bertumpuk di kamar itu!
Dengan pandang matanya yang tajam, Lian Hong mencari-cari dan
perhatiannya tertarik kepada sebuah peti lonjong berwarna hitam yang
agaknya baru saja diletakkan orang di atas tumpukkan peti lain. Hal ini dapat
diketahuinya karena ada bekas-bekas jari tangan pada permukaan tutup peti
yang penuh debu itu, sedangkan debu pada peti-peti lain tidak terganggu.
Tentu peti ini baru saja diperiksa dan diangkat orang, dan siapa lagi kalau
bukan Koan Jit yang mengangkatnya" Kalau perhatian Koan Jit ditujukan
kepada peti yang satu ini, kiranya takkan keliru kalau ia menduga bahwa peti
inilah benda yang dicarinya. Dengan cekatan ia mendekati peti dan kipas di
tangan kanannya bergerak ke arah pinggir tutup peti. Peti itupun terbuka! Ia
tidak mau sembarangan mempergunakan tangan telanjang untuk membuka
peti, karena menghadapi manusia jahat dan licin seperti Koan Jit ia harus
berhati-hati sekali. Di dalam peti itu nampak sebatang pedang dengan ukir-ukiran berupa naga
dari batu kemala! Inilah pedang pusaka yang menggetarkan dunia kang-ouw
itu. Akan tetapi, bukan hanya pedang pusaka yang berada di dalam peti,
melainkan juga seekor ular berkulit belang-belang berkembang kehijauan yang
amat berbisa. Dan begitu peti itu terbuka, ular itu dengan gesitnya keluar,
mengeluarkan suara mendesis-desis dan anehnya, begitu ular itu keluar dan
mendesis, beberapa ekor ular yang berukuran besar dan panjang berdatangan
dari atas dan bawah, melingkar-lingkar, menggeliat-geliat dan bergerak ke
arah Lian Hong dengan desis penuh ancaman!
Semenjak kecil, Lian Hong telah digembleng oleh kakek San-tok (Racun
Gunung), seorang yang sudah biasa berkeliaran di gunung-gunung dan di
hutan-hutan besar, sehingga Lian Hong sudah sering menghadapi binatangbinatang buas termasuk ular-ular besar. Oleh karena itu, menghadapi enam
ekor ular besar itu, ia sama sekali tidak mengenal jerih atau ngeri. Dengan
tenang ia bahkan melangkah maju, dan ketika ular yang keluar dari dalam peti
hitam itu meluncurkan kepala menyerangnya, kipasnya menutup dan
menyambut dengan totokan gagang kipasnya.
"Trakkk!" Ular itu terkulai dengan kepala pecah, menggeliat-geliat akan tetapi tidak
mampu menyerang lagi. Kipas itu masih terus berkelebatan dan dalam
beberapa detik saja, enam ekor ular itu telah berkelojotan dengan kepala retak
tertotok ujung gagang kipas yang ampuh itu.
Biarpun ular-ular itu sudah mati dan peti itu terbuka, nampak pedang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan pusaka yang dicarinya itu terletak di dalam peti, seperti menggapai kepadanya,
Lian Hong tidak sembrono mengulur tangan untuk mengambilnya. Ia melihat
cahaya yang tidak wajar keluar dari dalam peti itu, dan pedang pusaka itupun
tertutup debu tipis yang mencurigakan. Orang macam Koan Jit tidak akan
membiarkan pedang pusaka yang diperebutkan oleh semua tokoh besar dunia
kang-ouw itu begitu saja tanpa dipasangi perangkap-perangkap untuk
mencelakakan orang yang hendak mencurinya.
Dengan hati-hati, Lian Hong menggunakan kipasnya untuk mengebut ke
arah dalam peti sambil mengerahkan tenaga singkang. Debu berwarna putih
halus disambar angin kebutan itu dan mengepul keluar dari peti. Lian Hong
terus menggerakkan kipasnya agar jangan ada debu mengenai dirinya. Untung
ia melakukan ini karena begitu tubuh ular yang masih berkeloyotan sekarat itu
terkena debu putih, tubuh itu segera menjadi hangus seperti dibakar api dan
tidak bergerak lagi, mati seketika! Diam-diam ia bergidik. Seperti telah
diduganya, debu putih itu adalah racun yang amat ampuh, kalau ia sembrono
dan mengambil pedang itu dengan tangannya, tentu tangannya akan terbakar
seperti tubuh ular-ular itu.
Ia mengulangi perbuatannya tadi, mengebutkan kipasnya dengan tenaga
sekuatnya ke arah pedang dalam peti dan sisa debu mengepul keluar. Akan
tetapi tiba-tiba peti itu tertutup dan sinar-sinar hitam menyambar dari arah
belakang peti, menyambar dengan kecepatan kilat menyerang tubuhnya! Lian
Hong memang sejak tadi sudah siap siaga, maka begitu melihat sinar-sinar
kecil menyambar, ia sudah melangkah mundur sambil mengebutkan kipasnya.
Kiranya ketika tutup peti terbuka tadi, telah menggerakkan alat rahasia
yang mengirim jarum-jarum beracun setelah tutup peti tertutup kembali.
Serangan gelap itupun berbahaya sekali, bahkan lebih berbahaya dari pada
serangan ular-ular itu, juga debu beracun itu karena orang yang kurang
waspada dan tidak memiliki gingkang dan singkang tinggi, agaknya akan
sukarlah untuk dapat menghindarkan diri dari sambaran jarum-jarum halus itu.
Lian Hong menggunakan ujung kipas mencokel tutup peti terbuka kembali
dan kini ia merasa yakin bahwa pedang pusaka itu tidak mengandung racun
lagi. Ia mengeluarkan sebatang pedang dari balik jubahnya, sebatang pedang
yang serupa benar dengan Giok-liong-kiam yang berada di dalam peti. Itulah
pedang Giok-liong-kiam palsu buatan kakek San-tok. Lian Hong lalu
mengenakan sepasang sarung tangan hitam, bagaimana pun juga, ia tetap
berhati-hati, dan setelah mengenakan sarung tangan, barulah ia berani
mengambil Giok-liong-kiam itu, diamatinya sebentar lalu dibungkusnya
dengan kain hitam dan disimpannya di balik jubah.
Giok-liong-kiam palsu buatan gurunya itu ia letakkan di dalam peti dan ia
menutup kembali peti itu. Ia mengerti bahwa kalau Koan Jit memasuki tempat
ini, tentu dia akan tahu bahwa ada orang yang telah memasuki tempat
rahasianya, melewati jebakan-jebakan dan bahkan membunuh ular-ularnya,
dan melenyapkan pula debu beracun, akan tetapi karena melihat Giok-liongkiam masih berada di situ, tentu Koan Jit akan mengira bahwa orang itu tentu
terkena serangan jarum-jarum beracun sehingga keluar lagi tanpa membawa
Giok-liong-kiam. Senyum manis menghias bibir Lian Hong ketika ia teringat akan hal ini, lalu
ia memungut beberapa batang jarum hitam dan memasukkannya ke dalam
kantong jubahnya. Harus dibawa pergi beberapa batang jarum beracun agar
Koan Jit yakin akan berhasilnya jarum-jarum beracun itu.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Sementara itu, perkelahian antara Koan Jit dan San-tok masih berjalan
dengan seru. Diana tidak melarikan diri lagi, karena kini mereka sudah jauh
meninggalkan tempat rahasia itu dan ia sudah melaksanakan tugasnya dengan
baik seperti yang direncanakan San-tok. Mereka berdua telah berhasil
memancing Koan Jit menjauhi tempat rahasia itu, dan kini ia duduk di bawah
sebatang pohon yang agak jauh dari perkelahian, hal inipun sesuai dengan
pesan San-tok kepadanya dan sepasang matanya terbelalak menonton
perkelahian itu. Diana semakin kagum dan terheran-heran. Hampir ia tidak dapat percaya
bahwa ada orang-orang yang dapat bergerak secepat itu sampai ia tidak dapat
mengikuti gerakan kedua orang yang sedang berkelahi itu dengan pandang
matanya. Ia hanya melihat dua bayangan yang kabur berkelebatan ke sanasini, sukar ditentukan kaki atau tangan siapa yang kadang-kadang nampak itu.
Tentu saja iapun sama sekali tidak tahu apakah kakek yang dijagoinya itu
berada di pihak yang mendesak atau terdesak.
Setelah beberapa bulan lamanya hidup di dusun dan mengikuti sendiri cara
hidup orang-orang dusun, timbul perasaan kasih dalam hati Diana terhadap
orang-orang dusun yang sederhana dan rukun itu. Dan terhadap ahli-ahli silat,
terutama sekali Lian Hong dan pemuda penolongnya yang tidak diketahui
namanya itu, ia merasa kagum bukan main. Timbullah perasaan ingin yang
besar di dalam hati gadis ini untuk mempelajari ilmu silat agar dapat menjadi
orang yang gagah dan tangguh seperti mereka itu. Ia melihat betapa di dalam
dunia yang penuh dengan kekerasan ini, amatlah perlu membekali diri dengan
ilmu silat agar ia dapat membela diri kalau terancam bahaya akibat kejahatan
orang. Diana sama sekali tidak tahu bahwa kakek yang dijagoinya itu mulai
kewalahan menghadapi desakan-desakan sepasang pedang pendek di tangan
Koan Jit. Bukan karena keampuhan sepasang pedang pendek itu atau karena
tingkat ilmu silat Koan Jit maka kakek ini terdesak. Senjata kipasnya tidak kalah
ampuh dibandingkan senjata lawan, dan dalam hal ilmu silat, dia lebih matang
dan tidak kalah tinggi tingkatnya. Akan tetapi dia kalah dalam semangat. Koan
Jit berkelahi mati-matian dengan niat menghancurkan lawan, membunuh
lawan. Sebaliknya, San-tok sama sekali tidak ingin membunuh lawannya. Dia
tidak mau membunuh Koan Jit, karena hal ini akan mengakibatkan bibit
permusuhan antara dia dengan Thian-tok, orang segolongan.
Memang, di dalam golongan sesat terdapat semacam "kode-etik" atau setia
kawan tak tertulis atau terucapkan, melainkan sudah diterima dan diakui oleh
masing-masing bahwa mereka tidak saling ganggu. Kalau San-tok berhadapan
dengan Thian-tok sendiri, maka biar perkelahian di antara mereka
mengakibatkan kematian sekalipun, tidak akan berakibat apa-apa. Akan tetapi,
kalau sampai San-tok dalam suatu perkelahian melawan Koan Jit dan
membunuhnya, berarti dia telah menghina pihak Thian-tok dengan membunuh
muridnya, membunuh orang yang tingkatnya lebih rendah.
Inilah sebabnya mengapa San-tok berkelahi dengan semangat yang tidak
sebesar Koan Jit! Dan selain itu, diapun tidak melihat kepentingannya
membunuh Kon Jit, melainkan hanya ingin memancingnya keluar dari tempat
persembunyian agar muridnya, Lian Hong, dapat bekerja dengan leluasa.
San-tok mulai merasa khawatir karena muridnya belum juga muncul. Koan
Jit merupakan lawan yang amat berbahaya, dan biarpun dengan ketinggian
ilmunya dia dapat melindungi dirinya, memutar kipasnya sehingga gulungan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan sinar senjatanya itu mampu membendung serangan sepasang pedang pendek
yang lihai itu, namun usianya yang sudah tua itu membuat keadaan tubuhnya
tidak sekuat dahulu lagi. Daya tahannya tidak sebesar dulu, dan kalau
dilanjutkan perkelahian itu sampai lama, dia akan terancam bahaya besar.
Tangannya mulai merasa tergetar kalau dia menangkis serangan pedang, dan
bajunya mulai basah dengan keringat, sedangkan Koan Jit nampaknya belum
berkurang tenaga serangannya, bahkan mengamuk semakin dahsyat.
Legalah hati San-tok ketika tiba-tiba dia melihat berkelebatnya bayangan
orang dan Lian Hong, kini dengan pakaian biasa tanpa penutup muka, telah
berada di situ, dan gadis ini tanpa banyak cakap lagi langsung membantu
Istana Kumala Putih 15 Amarah Pedang Bunga Iblis Karya Gu Long Rahasia 180 Patung Mas 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama