Ceritasilat Novel Online

Pedang Naga Kemala 18

Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 18


yang kabur dan menakutkan. Dia merasa amat tersiksa. Hidup gelisah matipun
takut. Bukit itu menanik perhatiannya. Penuh dengan hutan-hutan yang subur
dan dia melihat banyak tanaman-tanaman yang dapat dipergunakan sebagai
obat hidup di daerah itu. Tempatnya sunyi dan sejak tadi dia tidak pernah
melihat adanya orang di situ. Tempat yang baik sekali, pikirnya. Pemandangan
alamnya juga indah, hawanya sejuk. Tiba-tiba timbul pikirannya untuk tinggal
di bukit itu. Diapun mulai mencari-cari tempat yang kiranya cocok untuk
menjadi tempat tinggalnya, sementara atau seterusnya.
Di sebuah dinding karang yang curam, dia melihat ada sebuah guha besar
yang tertutup batu besar. Dia heran melihat batu itu. Melihat tanda-tandanya,
agaknya batu itu belum lama tergeser menutup guha. Dan celah-celah di tepi
guha, dapat dilihat bahwa guha itu besar dan dapat menjadi tempat tinggal
yang enak. Akan tetapi batu besar itu menutupinya.
Koan Jit lalu menggulung lengan bajunya, dan dengan mengerahkan
tenaganya, dia mendorong batu besar itu. Memang hebat sekali tenaga Koan
Jit. Batu itu perlahan-lahan tergeser ke pinggir dan nampaklah lubang guha itu,
memang merupakan sebuah guha yang lebar dan amat dalam sehingga dari
luar nampak gelap. Dia merasa girang sekali. Seperti telah diduganya tadi,
guha itu luas dan enak untuk ditinggali. Dan batu besar itu dapat dipergunakan
sebagai pintu sehingga tempat tinggalnya akan tertutup dan tidak dapat
diganggu orang luar. Akan tetapi dia harus memeriksa dulu keadaan guha.
Setelah matanya terbiasa oleh keadaan dalam guha yang remang-remang,
diapun masuk. Sebuah terowongan di ujung kanan guha itu diikutinya dan
tibalah dia di sebuah ruangan dalam bukit itu, ruangan yang lebar dan enak
karena sinar matahari dapat masuk dari atas dari celah-celah batu karang yang
pecah. Hawa yang sejukpun masuk dan celah-celah itu. Dan dia terkejut.
Di ruangan itu terdapat seorang kakek yang bertubuh gendut, sedang
duduk bersila. Mula-mula dia mengira sebuah arca, akan tetapi dia terkejut
karena melihat bahwa kakek itu seperti gurunya, seperti Thian-tok! Ketika dia
menghampiri dan memandang dengan teliti, ternyata kakek itu bukan gurunya,
melainkan seorang hwesio gendut yang mirip gurunya, seorang kakek hwesio
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan yang sudah amat tua. "Omitohud, selamat datang, orang yang gagah perkasa. Apakah engkau
juga sedang mencari tempat yang baik untuk menjernihkan batin?"
Suara itu demikian lemah lembut, demikian ramah dan mengandung
getaran suara yang selama hidupnya belum pernah didengar dan dirasakan
Koan Jit. Getaran itu menyentuh hatinya, getaran yang penuh kontak perasaan,
penuh kasih sayang, seolah-olah dia mendengar suara ayahnya atau ibunya
sendiri. Dia sudah hampir lupa akan suara orang-orang yang mengasihi, karena
sejak kecil dia sudah terpisah dan ayah bundanya, dan semenjak kecil dia hidup
di lingkungan orang-orang yang selalu mempergunakan kekerasan, dimana
tidak pernah bergema suara yang mengandung kasih sayang. Oleh karena itu,
mendengar suara ini, dia tertegun.
Akan tetapi, dia segera teringat bahwa di tempat ini terdapat orang yang
akan mengenalnya, kemudian akan mengkhianatinya. Semua orang merupakan
musuh baginya, merupakan ancaman bagi keselamatan dirinya. Maka,
kemarahan dan kebencian menyelubungi hatinya, mengusir perasaan haru
yang tergerak dalam hatinya mendengar kelembutan suara penuh kasih sayang
tadi. "Orang tua, aku sudah mengambil keputusan untuk membunuh setiap
orang yang kujumpai. Tanpa kusengaja aku bertemu dengan engkau di sini,
maka engkaupun akan kubunuh sekarang juga!" demikian katanya dengan
bengis dan keren, sambil melangkah maju.
"Omitohud" orang muda yang gagah perkasa. Engkau kira engkau ini
siapakah maka akan dapat membunuh yang hidup" Hidup dan mati bukanlah
urusan pinceng, akan tetapi jangan engkau mengira bahwa engkau akan
mampu membunuh kehidupan. Mungkin engkau akan dapat membunuh
pinceng, akan tetapi yang mati hanyalah tubuh seorang hwesio tua yang tiada
artinya. Dan siapa bilang bahwa kematian akan mengakhiri segala duka" Siapa
bilang bahwa dengan membunuh pinceng atau orang lain, engkau akan
terlepas dari pada himpitan yang menekan batinmu itu?"
Mendengar ucapan itu, Koan Jit mengerutkan alisnya. Seperti diingatkan
dia betapa membunuh banyak orang yang dijumpainya selama ini, sama sekali
tidak melenyapkan kegelisahannya, bahkan menambah. Akan tetapi, dia tidak
dapat berbuat lain. Orang ini, seperti yang lain, harus dibunuhnya, kalau tidak,
keselamatannya akan terancam.
"Hwesio tua" apapun pendapatmu, tetap saja engkau harus kubunuh.
Itulah satu-satunya jalan bagiku! Tentu saja engkau boleh membela diri, karena
melihat batu itu, aku percaya bahwa engkau seorang yang memiliki
kepandaian. Nah, hanya engkau atau aku yang akan kalah dan mati.
Bersiaplah!" "Nanti dulu, orang muda. Sudah lama pinceng melepaskan nafsu
membunuh, dan pinceng sudah merasa bosan untuk mempergunakan
kepandaian dalam perkelahian yang tiada gunanya. Pinceng tidak akan
melawan kalau engkau hendak membunuh pinceng, hanya pinceng tidak ingin
ilmu baru yang pinceng ciptakan baru-baru ini akan lenyap begitu saja bersama
pinceng. Oleh karena itu, sebelum engkau membunuhku, pinceng mempunyai
sebuah permintaan, yaitu engkau terima dan warisilah ilmu baruku itu. Setelah
itu, barulah pinceng akan dapat mati dengan tenang karena ilmu yang selama
ini pinceng ciptakan dengan susah payah itu sudah diwarisi orang.
Bagaimana?" dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Mendengar permintaan ini, Koan Jit mengerutkan alisnya. Dia memiliki
banyak mnusuh. Menghadapi Thian-tok saja, dan tentu juga tokoh-tokoh Empat
Racun Dunia, dia tidak akan menang. Dia perlu memiliki ilmu-ilmu yang sakti
dan dahsyat. Dia menduga bahwa kakek ini tentu bukan orang sembarangan.
Dia akan melihat seperti apa ilmu itu. Kalau memang merupakan ilmu kesaktian
yang dahsyat, tiada salahnya kalau dia mewarisinya. Sebaliknya kalau ternyata
ilmu yang dangkal dan tiada gunanya, masih belum terlambat untuk
membunuh kakek itu. "Baiklah, aku suka menerima warisan ilmumu itu. Setelah itu, baru aku akan
membunuhmu." "Siancai" legalah hati pinceng. Ilmu silat baru ini pinceng beri nama Ilmu
Silat Kebahagiaan, hanya terdiri dari dua belas jurus. Nah, kau lihat baik-baik.
Pinceng hendak memainkan dua belas jurus Ilmu Silat Kebahagiaan itu."
Diam-diam Koan Jt merasa geli dan memandang rendah. Ilmu silat yang
namanya aneh begitu, apalagi hanya dua belas jurus, ada apanya sih yang
hebat" Akan tetapi, dia memandang penuh perhatian ketika kakek itu bangkit.
Kakek itu sungguh memiliki tubuh yang gemuk, perutnya gendut dan
mukanya penuh dengan senyum ramah, mirip sekali dengan muka gurunya.
Dan tiba-tiba saja, dia teringat, mukanya berubah pucat. Siauw-bin-hud! Kakek
ini adalah kakek Siauw-bin-bud, tokoh Siauw-lim-pai yang luar biasa saktinya
itu. Gurunya sendiri, Thian-tok, tidak mampu menandingi kakek ini!
Kedua kakinya terasa dingin dan gemetar. Kakek ini adalah seorang yang
memiliki tingkat kepandaian jauh lebih tinggi darinya, dan dia telah
mengancam untuk membunuhnya! Ah, sudah terlanjur, pikirnya. Biarlah, kalau
aku kalah nanti, biar aku mati di tangannya. Tidak akan kecewa tewas di
tangan seorang sakti seperti Siauw-bin-hud yang sudah terkenal di seluruh
dunia persilatan! Dan diapun sudah mengamati ketika kakek itu mulai bersilat.
Dan Koan Jit terpesona! Kakek itu bersilat dengan gaya yang lain dari pada
ilmu-ilmu silat lain. Demikian lemas, demikian indah, demikian bersih, dan
gerakan itu seperti orang kegirangan saja. Namun dia melihat betapa setiap
jalan dari depan tertutup oleh gerakan-gerakan itu, dan gerakan-gerakan itu
memungkinkan orang yang bersilat melakukan serangan balasan dari arah
manapun juga. Ilmu silat ini seperti sebuah benteng baja yang mempunyai
banyak lubang-lubang untuk meluncurkan anak-anak panah!
Sebuah ilmu silat yang amat luar biasa, akan tetapi gerakan-gerakannya
sedemikian anehnya sehingga dia yang biasanya sekali melihat saja sudah
dapat menangkap sebagian besar dari gerakan silat, sekali ini menjadi bingung
dan sukar mengingat bagaimana caranya bergerak seperti itu! Diam-diam dia
yang memperhatikan maklum bahwa ilmu itu sungguh merupakan ilmu yang
sakti. Biarpun tidak membayangkan kekerasan, namun hawa pukulan itu
meluncur dan ketika mengenai dinding guha, mengaung dan menimbulkan
bunyi gema yang susul-menyusul! Mengerikan! Dan diapun yakin bahwa
semua ilmunya tidak akan mampu menandingi ilmu yang bernama Ilmu Silat
Kebahagiaan itu. Akhirnya Siauw-bin-hud, kakek hwesio itu, berhenti bersilat, berdiri tegak
dan merangkap kedua tangan di depan dada, memejamkan mata dan
mengucap "Omitohud" berkali-kali, seolah-olah menghormati ilmu yang baru
saja dimainkannya itu. Setelah itu, baru dia membuka mata memandang
kepada Koan Jit yang masih berdiri terpesona.
"Nah, orang muda" apakah engkau sudah melihatnya dan mengertinya?"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Koan Jit merasa mukanya menjadi panas saking malu. Dia merasa bodoh
sekali. Sedikitpun dia tidak dapat ingat lagi gerakan-gerakan tadi.
Locianpwe," katanya dengan sikap menghormat setelah dia dapat
menduga siapa yang berada di depannya!
"Aku telah melihat semua gerakan itu, namun tidak mengerti dan tidak
mampu mengingatnya. Gerakan-gerakan itu terlalu indah dan terlalu ruwet
bagiku. Mohon petunjuk locianpwe."
Kakek itu tertawa. "Tidak aneh kalau begitu. Sebagai seorang hwesio, ilmu silat itu tercipta
ketika pinceng merenungi pelajaran-pelajaran agama tentang kebahagiaan,
dimana terdapat dua belas pasal. Nah, untuk dapat memainkan ilmu ini,
teorinya terletak dalam kalimat-kalimat pelajaran itu, maka pelajaran itu harus
dipahami benar, bukan hanya dihafalkan, bahkan pelajaran teori itu harus
diresapi sehingga dapat dijiwai dan mendarah-daging. Apa artinya pelajaran
teori kalau tidak diresapi sehingga mendarah daging" Selain itu, juga latar
belakang pendidikan dan lingkungan seseorang menentukan berhasil atau
tidaknya dia mempelajari ilmu baruku ini. Nah, orang muda" coba engkau
memainkan ilmu silat yang sudah kau kuasai agar pinceng dapat menentukan
bagaimana caramu untuk menerima dan mewarisi ilmuku yang baru ini
sebaiknya." Koan Jit tadi merasa kagum dan dia ingin sekali memiliki Ilmu Silat
Kebahagiaan itu. Maka mendengar ucapan Siauw-bin-hud, diapun lalu
melangkah maju dan mulailah dia bersilat. Dia sudah menguasai ilmu-ilmu silat
dari Thian-tok sebaik-baiknya. Tidak ada di antara kedua orang sutenya yang
mampu menandinginya dalam ilmu silat perguruan mereka. Hanya Thian-tok
sajalah yang kiranya dapat mengunggulinya dan itupun hanya sedikit
selisihnya. Maka dia lalu memainkan jurus-jurus pilihan dan Ngo-heng Lianhoan Kun-hoat. Baru dia bersilat sebanyak belasan jurus, Siauw-bin-hud sudah
menghentikannya. "Sudah cukup, orang muda. Omitohud" kiranya engkau adalah murid
Thian-tok" Tidak salah lagi, tentu engkau yang bernama Koan Jit."
"Tidak salah dugaan locianpwe, dan akupun dapat menduga bahwa
locianpwe tentulah Siauw-bin-hud dari Siauw-lim-pai."
"Ha-ha-ha-ha, susahnya menjadi orang yang dikenal! Sampai di dalam guha
terpencil sekalipun, masih saja dikenal orang. Koan Jit, pinceng sudah melihat
dasar-dasar ilmu silatmu, dan terus terang saja, kalau engkau hendak
menguasai Ilmu Silat Kebahagiaan, engkau harus melatih teorinya sampai
matang betul. Tanpa mengingat setiap kata dan kalimat-kalimat pelajaran itu,
takkan mungkin engkau akan mampu memainkan ilmu silatku yang baru.
Apakah engkau siap untuk mempelajarinya, ataukah engkau merasa tidak
sanggup dan ingin segera membunuh pinceng?"
"Aku sudah siap mempelajarinya," kata Koan Jit dengan suara tegas.
"Kalau begitu, dengarkan dan pelajari satu demi satu pelajaran agama
tentang kebahagiaan, baru kemudian sepasal demi sepasal, dicocokkan
dengan ilmu silatnya sejurus demi sejurus. Hanya dengan cara demikian,
engkau akan dapat melatih diri dan menguasai ilmu itu sebaik-baiknya."
Kakek itu lalu mengajarkan ilmu yang diambil dari kitab suci Dharma Pada,
yaitu kitab suci Agama Buddha, pasal lima belas yang mengajarkan tentang
kebahagiaan. Setiap pasal lalu dia jelaskan hubungannya yang mendarahdaging dengan jurus gerakan silat yang bersangkutan. Memang rumit sekali,
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan karena itu, Koan Jit harus menghafalkan pasal-pasal itu sampai dapat menjiwai
isinya. Pelajaran itu ada dua belas pasal, dan bunyinya seperti demikian.
1. Kita hidup bahagia bila tak membenci seorangpun di tengah-tengah orangorang yang membenci. Kita hidup bebas dari kebencian di antara orangorang yang membenci.
2. Kita hidup bahagia bila bebas dari penyakit di antara orang-orang yang
sakit. Kita hidup bebas dari penyakit di antara orang-orang yang sakit.
3. Kita hidup bahagia bila bebas dari keserakahan di antara orang-orang yang
serakah. Kita hidup bebas dari keserakahan di antara orang-orang yang
serakah. 4. Kita hidup bahagia, bila tidak terikat oleh kemilikan. Kita akan hidup
bahagia laksana dewa-dewa yang memancarkan cahaya.
5. Kemenangan memabokkan si pembenci, yang kalah menderita kesedihan.
Dia yang tak lagi memikirkan kemenangan dan kekalahan, senantiasa
tenang dan bahagia. 6. Tiada api melebihi nafsu, tiada penyakit melebihi kebencian, tiada
penderitaan melebihi cengkeraman badani, tiada kebahagiaan melebihi
Nirwana. 7. Keserakahanlah penyakit yang paling berbahaya, mengejar keinginan
penderitaan yang paling besar. Bagi yang mengerti akan kenyataan ini,
Nirwana-lah kebahagiaan tertinggi.
8. Kesehatanlah anugerah terbesar, puas akan apa adanya-lah kekayaan
terbesar. Keyakinan adalah hubungan terbaik, dan Nirwanalah
kebahagiaan tertinggi. 9. Setelah menikmati kesucian dan ketenangan, terbebaslah dan belenggu
takut dari dosa. Setelah demikian barulah dapat meneguk kebahagiaan
hidup di dalam Dharma. 10. Memandang Para Bijaksana adalah baik, bergaul dengan mereka
membahagiakan. Yang tidak bergaul dengan si dungu akan senantiasa
berbahagia. 11. Yang bergaul dengan orang-orang dungu seperti bergaul dengan musuh,
menyebabkan derita. Bergaul dengan orang bijaksana seperti sanak saudara
menyebabkan kebahagiaan. 12. Karena itu, seperti bulan bergerak mengikuti garis peredarannya,
hendaknya orang mengikuti para bijaksana yang berpemandangan luas,
terdidik, sabar dan taat kepada peraturan Para Bijaksana sehingga patut
untuk diikutinya. Demikianlah bunyi lengkap ujar-ujar dalam kitab Dharma Pada tentang
kebahagiaan. Memang hebat sekali Siauw-bin-hud yang menciptakan ilmu silat
berdasarkan semua ujar-ujar itu.
Koan Jit adalah orang yang selama ini bergelimang dalam kejahatan, tidak
pentah peduli lagi akan kesadaran atau kebajikan. Bagaikan sebuah lampu
yang sudah tebal dan kotor oleh debu, maka sinarnya tak mampu menyorot
keluar, tidak mampu mendatangkan penerangan dan selalu berada dalam
kegelapan. Akan tetapi, latihan yang diberikan oleh Siauw-bin-hud, yang
mengharuskan dia menghafal semua ujar-ujar itu sedemikian rupa sampai
meresap dan dapat menjiwai, mendarah daging dalam kehidupannya, seolaholah membersihkan debu dan lampu itu, dan diapun dapat melihat karena
sinarnya menjadi terang. Perlahan-lahan namun pasti, terjadi perubahan hebat dalam diri dan batin
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Koan Jit. Makin dia memperdalam Ilmu Silat Kebahagiaan itu, semakin hebat
pula terjadi perubahan itu. Selama seratus hari dia berlatih, dan Koan Jit seperti
orang yang baru lahir kembali, bedanya dengan Koan Jit sebelumnya, seperti
bumi dan langit! Matanya yang biasanya tajam seperti mata kucing, penuh
kebencian dan kekejaman, kini berubah menjadi tajam penuh kewaspadaan
dan kelembutan. Sikapnya yang biasanya gelisah dan selalu ketakutan, kini
berubah lembut dan ramah tersenyum.


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bukan hanya lahirnya yang berubah karena pencerminan keadaan
batinnya, bahkan ilmu silatnya pun mengalami perubahan hebat. Dulu,
gerakan-gerakannya dalam ilmu silat penuh dengan gerak-gerak tipu yang
penuh kecurangan dan kekejaman, penuh dengan ancaman maut. Kini,
gerakan-gerakannya yang masih sama cepatnya itu menjadi gerakan yang
aneh dan terutama sekali Ilmu Silat Kebahagiaan itu dapat diresapinya
sehingga merupakan ilmu yang dapat mengatasi dan menundukkan lawan
dengan cepat tanpa melakukan pembunuhan.
Setelah seratus hari berlatih siang malam dengan sungguh-sungguh di
bawah pimpinan Siauw-bin-hud, kakek ini tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha! Omitohud" berkah Sang Buddha yang berlimpahan telah
membuat engkau berhasil Koan Jit. Melihat gerakan-gerakanmu dalam berlatih
tadi, engkau telah menguasai seluruh dua belas jurus Ilmu Silat Kebahagiaan,
dan semoga engkau akan dilimpahi damai dan bahagia. Nah, engkau sudah
lulus sekarang dan tepat seperti yang pinceng janjikan, setelah pinceng
mewariskan ilmu baru ini kepadamu, pinceng siap untuk kau bunuh. Terimalah
pedang ini dan lakukanlah niatmu membunuh pinceng!"
Kakek itu sambil tersenyum ramah lalu menyerahkan sebatang pedang
terhunus kepada Koan Jit. Sejenak Koan Jit memandang nanar dan tertegun,
seolah-olah tidak percaya akan apa yang didengarnya, dan seolah-olah dia
sudah lupa dan kini terkejut karena diingatkan kembali bahwa dia pernah
mempunyai keinginan membunuh kakek ini. Hawa panas karena haru naik dari
dadanya dan seperti menyangkut dan mencekik tenggorokannya. Dia
menerima pedang itu dari tangan Siauw-bin-hud tanpa berkata apapun,
kemudian diapun mengayun pedang itu! Bukan untuk membunuh Siauw-binhud, melainkan untuk membacok dan membuntungi kedua kakinya sendiri.
"Siancai....!" Siauw-bin-hud menggerakkan tangannya dengan kecepatan yang sukar
diikuti oleh pikiran lumrah.
"Trakkk!" Pedang itu tertangkis dan terlepas dan pegangan Koan Jit.
"Omitohud, Koan Jit" apa yang kaulakukan itu?"
Siauw-bin-hud berkata dengan suara membentak. Koan Jit menjatuhkan
diri berlutut di depan kaki Siauw-bin-hud, dan dia menangis menggerunggerung seperti anak kecil sambil membentur-benturkan dahinya ke atas tanah.
Selama hidupnya, baru sekali inilah dia mengalami hal seperti itu. Jiwanya
seperti meratap, perasaannya meluap-luap, keharuannya membuat dia
menangis sesenggukan seperti seorang anak kecil. Dia tidak mampu
mengeluarkan kata-kata, melainkan menggerung-gerung dan membenturbenturkan dahinya di atas tanah depan kaki Siauw-bin-hud, kakek yang pernah
mau dibunuhnya itu. Siauw-bin-hud memandang dan tersenyum, hatinya merasa gembira dan
bahagia bukan main, karena dia mengerti bahwa telah terjadi pergolakan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan dalam batin Koan Jit, bahwa telah terjadi penyesalan yang akan membuat
orang itu bertaubat selama hidupnya, perubahan yang membuka mata batin
Koan Jit sehingga dia dapat melihat betapa sesat dan jahatnya dia di waktu
yang sudah-sudah. Dia membiarkan Koan Jit menangis, karena hanya tangislah
yang merupakan obat terbaik dalam keadaan seperti itu. Tanpa tangis,
manusia akan menderita makin banyak kesengsaraan dan penyakit lahir batin.
Tangis dapat merupakan peluapan segala derita batin.
Setelah gejolak batin itu agak reda, dengan suara halus Siauw-bin-hud
berkata. "Koan Jit, hampir saja engkau melakukan hal yang bahkan lebih sesat dan
jahat dari pada segala perbuatanmu yang sudah-sudah. Engkau hendak
menyiksa diri sendiri" Bahkan membunuh diri sendiri, tiada gunanya untuk
menebus segala kesalahan yang telah dilakukan di waktu yang sudah. Yang
penting bukan hanya penyesalan dan pernyataan taubat. Yang terpenting
adalah membuka mata penuh kewaspadaan dan kesadaran, sehingga mulai
saat ini, engkau akan selalu dalam keadaan sadar dan akan melakukan hal-hal
yang baik." "Saya mengerti, locianpwe" dan maafkanlah perbuatan saya tadi. Saya
terdorong oleh rasa menyesal kepada diri sendiri bagaimana saya pernah
mempunyai niat untuk membunuh locianpwe yang bijaksana dan budiman.
Malu sekali kalau saya mengenang semua perbuatan saya yang lalu. Mulai
sekarang, saya bersumpah akan mengakhiri sisa hidup saya untuk mengabdi
kebenaran dan kebajikan."
Kakek itu menarik napas panjang.
"Omitohud! Pinceng merasa berbahagia sekali bahwa penerangan telah
mengusir kegelapan dan hatimu, Koan Jit. Akan tetapi, pinceng
menyembunyikan diri karena tidak tahan melihat keadaan dunia yang menjadi
keruh oleh ulah manusia. Dimana-mana, manusia telah mengumbar hawa
nafsu, menggunakan kekerasan untuk saling bunuh. Dan semua perbuatan itu
disembunyikan dalam dalih yang muluk-muluk. Ah, kinipun berkecamuk
perjuangan menentang pemerintah penjajah. Memang sudah menjadi hak
bangsa kita untuk memberontak. Akan tetapi, untuk inipun terpaksa harus
dipergunakan kekerasan, bunuh-membunuh. Betapa ngerinya dan pinceng
tidak akan melihat itu semua. Ingat, Koan Jit". engkau masih muda dan tentu
saja engkau boleh mencampuri urusan perjuangan. Sebagai seorang warga
negara, memang engkau berkewajiban untuk melindungi tanah air dan
membela bangsamu. Akan tetapi semua itu harus kaulakukan dengan hati setia
dan jujur, dan jangan sedikitpun juga bersumber kepada kepentingan diri
pribadi. Mementingkan diri pribadi akan menodai dan mencemarkan semua
perjuangan." "Locianpwe, setelah menerima petunjuk locianpwe selama ini, saya sudah
dapat melihat dengan jelas, dan saya tidak mempunyai pamrih apapun,
locianpwe. Keinginan pribadi saya sudah mati, dan biarlah saya anggap
demikian sehingga kematian itu akan saya tandai dengan pakaian berkabung
untuk selamanya." Siauw-bin-hud merasa gembira bukan main. Gembira karena tanpa
disangka-sangkanya, dalam keadaan dalam pertapaan itu, Tuhan telah
menuntun Koan Jit memasuki guha sehingga orang itu akhimya merasa
memperoleh kesadaran. Diapun lalu mempergunakan kesempatan itu untuk
memberi petuah dan nasihat-nasihat yang amat berharga kepada Koan Jit, agar
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan bekal batin orang itu semakin penuh untuk dia pergunakan menghadapi
kehidupan yang sudah menjadi keruh dan kotor oleh ulah manusia pada
umumnya itu. Manusia sudah sedemikian butanya, sehingga untuk memperebutkan
kesenangan bagi dirinya sendiri yang meluas menjadi ketenangan keluarga,
kelompok, suku dan bangsanya, mereka rela untuk saling berbunuhan. Dengan
dalih mencari perdamaian, mereka rela membunuh. Perdamaian hendak
dicapai manusia melalui perang! Ketenteraman hendak dicapai melalui huruhara! Sungguh aneh, lucu akan tetapi menyedihkan, namun kalau kita mau
membuka mata memandang, memang demikianlah keadaan dunia kita!
Demikianlah jerit manusia yang dapat melihat semua itu, seperti yang sering
dijeritkan oleh hati Siauw-bin-hud.
-------Terjadi perubahan besar dalam hubungan antara pemerintah Ceng dan
pasukan-pasukan kulit putih. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi
dimana-mana, yang bukan hanya memusuhi pemerintah Ceng akan tetapi juga
merongrong pasukan kulit putih, membuat dua golongan ini segera melihat
bahwa persatuan antara mereka amat menguntungkan mereka bersama.
Bahkan penumpasan terhadap para pemberontak itu, kalau dilakukan dengan
cara masing-masing, dapat memancing timbulnya pertentangan di antara
mereka sendiri. Hal ini terjadi pula di dalam ruangan bawah tanah di bukit sebelah
belakang kuil Siauw-lim-si. Karena bekerja sendiri-sendiri dalam menghadapi
para pemberontak, maka mereka nyaris bertempur sendiri, saling bermusuhan.
Mereka maklum bahwa kalau hal ini terjadi, yang untung hanyalah para
pemberontak. Kedua pihak akan menjadi lemah sendiri. Pasukan pemerintah
Ceng lebih menguasai keadaan dan mengenal daerah, sedangkan pasukan
orang kulit putih yang tidak begitu mengenal daerah, lebih kuat dalam
persenjataan karena menguasai banyak senjata api.
Hal ini nampak oleh para pimpinan pasukan kedua pihak, dan mereka lalu
mengadakan persekutuan atau persatuan untuk bersama-sama menghadapi
pemberontak-pemberontak itu dan menumpasnya. Dan semenjak mereka
mengadakan kerja sama, maka operasi-operasi yang mereka lakukan banyak
membuahkan hasil. Sarang-sarang para pemberontak yang kecil-kecil, yang
berkelompok tidak lebih dari puluhan orang, berhasil disergap dan banyak
dilakukan pembunuhan dan penangkapan-penangkapan.
Setelah adanya kerja sama itu, dalam waktu satu bulan saja, tempat
tahanan pemerintah Ceng telah penuh dengan para tawanan yang dianggap
sebagai pemimpin-pemimpin pemberontakan, dan jumlah tahanan ini setiap
hari meningkat. Di dalam penjara kota Hang-couw yang menjadi kota pelabuhan dimana
tentara kulit putih berpusat di samping di Syanghai, penuh dengan tahanan
para pemberontak yang jumlahnya mencapai seratus orang lebih! Mereka
adalah orang-orang yang dianggap cukup penting, walaupun bukan pemimpinpemimpin besar, karena para pemimpin besar itu belum ada yang dapat
ditawan. Menurut para komandan kedua pasukan yang bergabung itu, para
pimpinan besar adalah pendekar-pendekar lihai, juga termasuk tokoh-tokoh
Siauw-lim-pai, dan datuk-datuk seperti San-tok, Hai-tok, Tee-tok dan muridmurid mereka. Karena itu, ingin sekali mereka menangkap tokoh-tokoh besar
ini, karena sekali tokoh-tokoh besar itu tertangkap, mereka yakin bahwa
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan pemberontakanpun akan mudah dipadamkan. Maka, kedua pihak lalu
mengatur siasat, mencari jalan agar dapat menangkap para pimpinan
pemberontak. Malam itu amat gelap dan suasana di penjara besar kota Hang-couw sudah
sunyi, karena agaknya para tahanan sudah tidur pulas walaupun keadaan
mereka amat sengsara. Kamar-kamar yang penuh dengan tawanan, tidur
begitu saja di atas lantai yang dingin, juga berbau busuk. Lebih dari seratus
orang tawanan berada di satu ruangan besar yang terbagi menjadi belasan
kamar. Mereka ini semua adalah tawanan perang, anggauta-anggauta
pemberontak yang tertangkap ketika diadakan pembersihan.
Akan tetapi para penjaga masih berjaga dengan penuh kewaspadaan.
Tidak kurang dari dua puluh orang berjaga di situ. Mereka maklum bahwa
teman-teman para tawanan yang masih berkeliaran di luar tentu akan berusaha
membebaskan mereka yang tertawan. Oeh karena itu, para penjaga itu siang
malam secara bergiliran melakukan penjagaan yang kuat. Dan karena kini
pasukan-pasukan pemerintah Mancu telah bergabung dengan pasukanpasukan orang kulit putih, di antara para penjaga itu terdapat dua orang
perajurit kulit putih yang membawa bedil dan pistol.
Penjara itu dikurung tembok tinggi dan empat sudutnya terdapat tempat
penjagaan yang selalu dijaga oleh masing-masing empat orang penjaga. Isi
penjara itu seluruhnya tidak kurang dari empat ratus orang, akan tetapi
tawanan para pemberontak disatukan di dalam ruangan yang dijaga ketat oleh
dua puluh orang penjaga pilihan.
Malam semakin larut dan dingin. Para penjaga sudah melakukan perondaan
ketika tanda waktu tengah malam dipukul, dan keadaan di seluruh penjara itu
nampak aman dan tenteram saja. Para tahanan agaknya sudah tidur semua.
Terdengar dengkur di sana sini. Ada pula terdengar keluhan-keluhan berat, dan
tangis lirih tertahan. Demikianlah keadaan ruangan penjara itu setiap
malamnya. Tak seorangpun di antara enam belas orang penjaga yang bertugas jaga di
empat penjuru penjara melihat betapa ada sesosok bayangan hitam berkelebat
dengan kecepatan seperti seekor kucing saja, melompati pagar tembok yang
kebetulan agak gelap karena cahaya lampu gantung terhalang mencapai
bagian itu. Karena gerakan bayangan itu amat cepat, memang tidak mudah
menangkap gerakannya. Apalagi dia tadi hanya nampak bergerak melayang
dan meloncati pagar tembok saja, yang hanya makan waktu dua tiga detik. Kini
dia menyelinap ke dalam gelap, akan tetapi sudah berada di sebelah dalam
tombok penjara. Ketika bayangan itu muncul di bawah sebuah lampu gantung, biarpun
hanya sebentar, namun sinar lampu yang menimpa mukanya menunjukkan
bahwa dia adalah seorang laki-laki yang masih muda dan berwajah tampan.
Akan tetapi, dia cepat m enggunakan sehelai saputangan hitam untuk
menutupi bagian bawah mukanya, sehingga yang nampak kini hanya sepasang
matanya yang mencorong tajam karena kepalanya juga terbungkus kain hitam.
Pakaiannya juga serba hitam sehingga ketika kembali dia berkelibat ke bagian
yang tidak begitu terang, tubuhnya lenyap ditelan warna hitam.
Ketika itu, dua puluh orang penjaga yang bertugas juga di sebelah luar
pintu besar ruangan tempat para tahanan pemberontak, masih asyik bermain
catur dan kartu untuk melewatkan waktu malam. Mereka sama sekali tidak
tahu dan tidak pernah menyangka bahwa tak jauh dari situ, di balik tiang yang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan besar, ada sesosok tubuh berpakaian serba hitam menyelinap dan mengintai
ke arah mereka. Bayangan itu menggunakan pandang matanya yang tajam
untuk menyelidiki keadaan.
Pintu ruangan itu hanya satu-satunya, pintu besar dari besi yang kuat dan
nampak betapa daun pintu itu ditutup dan diperkuat dengan sebuah rantai baja
yang besar dan digembok. Di sebelah dalam ruangan ini terbagi menjadi
belasan kamar, yang tidak berdaun pintu dan tubuh para tawanan malangmelintang di dalam kamar-kamar itu, nampak dari luar karena pintu besar itu
beruji. Setelah membuat perhitungan dengan pandang matanya, bayangan itu
menggerakkan tangan kanan mencabut sebatang pedang yang berkilauan
saking tajamnya, juga tangan kirinya merenggut sebuah benda bulat. Dia
membuat perhitungan dan mengukur jarak dengan pandangan matanya,
kemudian tangan kirinya melontarkan benda bulat itu ke arah para penjaga,
dan sengaja melemparkan benda itu ke dekat meja penjaga yang sedang
bermain kartu, dimana terdapat pula dua orang perajurit kulit putih yang
membawa bedil dan pistol.
Terdengar ledakan keras dan asap mengepul tebal memenuhi ruangan itu.
Para perajurit yang berjaga mengeluarkan teriakan-teriakan kaget, beberapa
orang di antara mereka terguling dan menutupi muka mereka karena serangan
asap tebal. Di antara kebutan asap tebal itu, bayangan hitam tadi berkelebat
dan cepat dia menggunakan pedangnya membacoki rantai yang mengikat
pintu besar. Hanya beberapa kali bacokan saja, membuat rantai itu putus dan
diapun cepat membuka daun pintu dan melompat masuk.
Para tahanan sudah terbangun karena terkejut. Mereka semua terbelalak
melihat semua yang terjadi, dan hati mereka terguncang dengan penuh
kegembiraan dan ketegangan. Tak salah lagi, mereka sedang ditolong orang
yang pandai! "Cepat, kalian lari keluar!" kata bayangan itu.
"Siapakah saudara?" tanya seorang di antara para tahanan.
Tanpa menjawab, bayangan itu membuka penutup mukanya sehingga
sejenak mukanya tertimpa sinar lampu gantung.
"Kau" kau?"
Beberapa orang pemimpin pemberontak berseru kaget dan heran bukan
main. "Sssttt!" Bayangan itu menutup kembali kain hitam di mukanya.
"Aku sengaja menyelundup ke dalam pasukan pemerintah. Keluarlah dan
tunggu aku di luar kota sebelah selatan di luar hutan. Sudah kupersiapkan
segalanya di sana." Kini para penjaga sudah datang menyerbu. Akan tetapi, bayangan itu
mengamuk dengan pedangnya, menerjang keluar diikuti para tahanan yang
juga melakukan perlawanan. Karena para tahanan itu berjumlah seratus orang
lebih, dan penolong mereka itu amat lihai, tentu saja para penjaga tidak kuat
bertahan. Apalagi dua orang perajurit kulit putih yang mereka andalkan, yang
membawa bedil dan pistol, telah tidak berdaya dan setengah pingsan karena
merekalah yang paling dekat dengan bom asap yang tadi meledak dekat sekali
dengan mereka. Jangankan mempergunakan senjata api dan ikut bertempur, untuk
membuka mata saja mereka tidak sanggup. Karena ini, para penjaga lalu
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan melarikan diri dan terdengarlah mereka memukul kentungan tanda bahaya.


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena markas pasukan gabungan pemerintah dan orang kulit putih berada tak
jauh dari penjara, maka kini berbondong-bondong muncullah pasukan yang
menyerbu ke penjara. Akan tetapi, seratus lebih orang tahanan itu telah menyerbu keluar dan kini
terjadilah pertempuran kecil di depan penjara dan nampak oleh para tawanan
betapa penolong mereka mengamuk dengan hebatnya.
Betapapun juga, karena jumlah pasukan pemerintah lebih besar, akhirnya
di antara para pelarian itu, ada pula yang tertangkap kembali. Hanya kurang
lebih tigapuluh orang saja, yang berhasil lolos. Dan mereka ini, sesuai dengan
pesan penolong mereka, lalu dengan berpencar keluar dari kota Hang-couw
sebelah selatan. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali tiga puluh orang telah
berkumpul di luar hutan yang masih gelap itu. Dan penolong merekapun
muncul, masih berpakaian hitam-hitam akan tetapi tanpa mengenakan kain
hitam penutup muka. Melihat orang ini, tiga puluh tiga orang itu lalu menyambut dengan
gembira. Seorang pemimpin pemberontak berseru dengan kagum.
"Sungguh tidak kami sangka! Lee-ciangkun selama ini dikenal sebagai
seorang yang paling gigih menentang kami kaum pejuang, akan tetapi kenapa
sekarang membalik dan menentang mereka, membantu para patriot?"
Laki-laki muda yang tampan, itu adalah Lee Song Kim, dan dia tersenyum.
"Akupun seorang warga negara yang mencinta tanah air dan bangsa."
Dia menarik napas panjang.
"Memang dahulu aku pernah terbujuk oleh pemerintah, akan tetapi setelah
melihat betapa pemerintah bersekutu dengan orang-orang asing, dan melihat
betapa orang-orang gagah bergerak memberontak terhadap kekuasaan asing,
timbul semangatku untuk membantu perjuangan. Apalagi mengingat bahwa
suhuku, yaitu Hai-tok Tang Kok Bu, menjadi seorang di antara pimpinan
pejuang. Akan tetapi, aku tetap menjadi opsir pemerintah. Hal ini akan
memudahkan aku untuk bergerak serta sembunyi dan berkedok lalu
mengadakan kontak dengan para pejuang. Sebagai seorang opsir tinggi, aku
dapat mengetahui semua rencana dan rahasia yang akan dilakukan oleh
gabungan pasukan pemerintah dan orang kulit putih. Harap sampaikan
pesanku kepada para pimpinan kalian bahwa mulai saat ini aku, Lee Song Kim,
berpihak kepada mereka, akan tetapi diam-diam masih memegang jabatanku
agar dapat mengetahui gerakan musuh."
Tentu saja para pemberontak atau yang menamakan diri mereka sendiri
pejuang itu menjadi gembira. Apalagi ketika Lee Song Kim membawa mereka
ke sebuah tempat persembunyian didalam hutan dimana telah disediakan lebih
dari empat puluh ekor kuda untuk mereka! Benar-benar perbuatan Lee Song
Kim sekali ini amat berjasa bagi perjuangan dan telah menjadi bukti yang
cukup bahwa bekas penentang perjuangan itu kini benar-benar telah menjadi
seorang di antara mereka.
"Lalu apa yang akan dilakukan oleh Lee-ciangkun selanjutnya untuk
membantu perjuangan?" tanya seorang di antara mereka.
Song Kim tersenyum lagi, akan tetapi dia menggeleng kepala.
"Harap saudara-saudara jangan menyebut aku Lee-ciangkun kalau kita
sedang mengadakan pertemuan seperti ini. Bukankah kita sama-sama
pejuang?" "Baiklah, Lee-taihap! Harap beri petunjuk, apa yang harus kami lakukan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan selanjutnya dan bagaimana taihap akan dapat menghubungi kami, atau kami
menghubungi taihap."
Song Kim tersenyum, girang dan bangga bahwa dia kini disebut taihiap
(pendekar besar). "Cu-wi (anda sekalian) tentu sudah maklum bahwa aku menjadi opsir
tinggi yang kini ditempatkan di Nan-king. Karena itu, tidak amanlah kalau kita
mengadakan pertemuan di dekat Nan-king. Sebaiknya, tempat inilah, di dalam
hutan ini, yang menjadi tempat pertemuan antara kita. Kuharap kalian
sampaikan kepada para pimpinan kalian, selain apa yang telah kulakukan, juga
agar para pimpinan dapat menemui aku pada tanggal satu bulan depan di
tempat ini, di waktu malam. Hari itu masih ada tiga minggu lagi, dan kukira
dalam waktu itu, aku sudah akan memperoleh banyak keterangan yang penting
tentang gerakan pasukan pemerintah. Andaikata ada keperluan mendesak
untuk disampaikan kepadaku, hubungi saja tukang sayur bernama Lo Kian
yang tinggal di kota Nan-king, di ujung barat dekat kuil. Dialah yang suka
menyetorkan sayur mayur ke gedungku, dan dia dapat kalian percaya untuk
menyampaikan apa saja kepadaku tanpa dicurigai orang lain."
Semua orang bergembira karena mereka percaya bahwa perwira muda
yang mereka tahu amat lihai itu biasanya ditakuti oleh para pejuang, kini benarbenar berpihak kepada mereka.
"Hidup Lee-taihap!"
Mereka berseru setelah mereka hendak berangkat, dan tak lama kemudian
dengan berpencaran. Song Kim juga cepat menyelinap pergi dan lenyap
diantara batang-batang pohon di hutan itu.
Tentu saja di dunia kang-ouw dan para pejuang dan patriot menjadi geger
ketika mereka mendengar akan peristiwa yang terjadi di dalam penjara kota
Hang-couw itu. Bermacam-macam tanggapan mereka terhadap peristiwa
mengejutkan itu. Banyak pula di antara mereka yang menaruh curiga.
Berita ini sampai pula ke telinga Hai-tok. Mendengar tanggapan para
pimpinan pejuang bahwa mungkin muridnya hanya mengatur siasat saja, hati
Haitok menjadi panas. "Kita lihat saja tanggal satu bulan depan nanti. Kalian datanglah ke hutan
itu. Aku sendiri akan membayangi, dan kalau benar dia berkhianat dan
mengatur jebakan, aku sendiri yang akan membunuhnya dengan kedua
tanganku ini!" Di dalam hatinya, kakek yang bertubuh tinggi besar ini merasa kecewa dan
berduka. Dia amat mencinta Song Kim dan dianggapnya Song Kim murid yang
teramat baik. Tentang kecabulan atau kejahatan kejahatan lain yang dilakukan
muridnya, dia tidak perduli, karena baginya, hal itu dianggap sebagai
petualangan saja dan sudah wajar dilakukan oleh muridnya. Akan tetapi ketika
mendengar betapa muridnya itu menghambakan diri kepada pemerintah Ceng
dan bahkan bersekongkol dengan orang-orang kulit putih, dia merasa malu dan
marah bukan main. Diam-diam tadinya dia mengharapkan untuk dapat
menjodohkan Kiki dengan muridnya itu. Akan tetapi Kiki malah pernah melapor
kepadanya betapa Song Kim berusaha memperkosa Kiki.
Kini, Hai-tok mendengar betapa muridnya melakukan perbuatan yang amat
membesarkan hatinya, yaitu membebaskan para tawanan di Hang-couw. Kalau
benar-benar muridnya itu telah berbalik pikiran dan menentang penjajah dan
orang asing, dia masih mengharapkan untuk meraih murid itu agar kelak
menjadi jodoh Kiki. Maka, mendengar tanggapan yang mencurigai Song Kim,
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan hatinya menjadi panas, juga khawatir karena siapa tahu muridnya itu benarbenar melakukan siasat untuk menghancurkan para pejuang.
Pada hari yang dijanjikan, para pemimpin pejuang menyebar anak buah
untuk menyelidiki keadaan hutan di sebelah selatan kota Hang-couw. Sejak
sore hari, anak buah pejuang menyelinap dan melakukan penyelidikan. Namun,
hutan itu sunyi saja, tidak nampak seorangpun perajurit pemerintah atau kulit
putih yang bersembunyi atau pengepung tempat itu. Hati mereka menjadi lega.
Tidak kurang dari tujuh orang pemimpin kelompok-kelompok pejuang telah
berdatangan ke tempat itu dengan mempergunakan ilmu kepandaian mereka
sehingga hutan itu kini seperti didatangi iblis-iblis yang berkelebatan cepat.
Tokoh-tokoh besar seperti Hai-tok, San-tok dan Tee-tok tidak nampak, juga
murid-murid mereka. Mereka itu sedang bertugas di lain tempat. Hanya Haitok yang diam-diam membayangi dan mengamati hutan itu, siap untuk
membekuk batang leher muridnya kalau benar Song kini melakukan siasat
memasang perangkap untuk para pimpinan patriot.
Setelah malam berkurang gelap karena bulan mulai muncul, bulan sabit
yang ditemani bintang-bintang, muncul pulalah Lee Song Kim di tempat itu.
Melihat betapa pemuda ini datang seorang diri, tujuh orang pimpinan
kelompok pejuang itupun melompat keluar dari tempat sembunyi mereka dan
Song Kim telah dikepung oleh mereka. Tentu saja tujuh orang ini mengenal baik
perwira muda perkasa yang biasanya menjadi musuh besar mereka itu.
"Ah, cu-wi telah datang" Sungguh baik sekali, karena aku tidak mempunyai
cukup waktu. Akan tetapi aku membawa berita yang amat mengejutkan dan
juga amat penting bagi cu-wi (anda sekalian)."
Seorang di antara tujuh pemimpin itu, yang memakai sebuah topi caping
lebar dan berpakaian seperti petani, melangkah maju. Dia adalah seorang
pemimpin pejuang yang terdiri dari keluarga petani. Dia seorang kang-ouw
berjuluk Kang-jiu-eng (PendekarBertangan Baja), ilmu silatnya tinggi, murid
Butong-pai dan terkenal gagah perkasa. Pendekar yang usianya empat puluh
tahun ini lalu menjura. "Lee-taihiap, kami semua telah mendengar akan perbuatan taihiap
membebaskan para tahanan di penjara Hang-couw. Untuk itu kami semua
mengucapkan banyak terima kasih, dan kami merasa gembira bahwa taihiap
telah berbalik pikir dan membantu kami, berpihak kepada para pejuang dan
menentang penjajah dan pasukan asing. Akan tetapi terus terang saja, di
antara kamipun masih ada yang meragukan iktikad baik dari taihiap, kami tidak
tahu apakah taihiap benar-benar akan membantu para pejuang."
Song Kim mengangkat kedua tangan ke atas dan memotong.
"Cukuplah, saudaraku yang baik. Aku bertindak menurut naluriku, dan aku
tidak perduli dipercaya ataukah tidak, karena akupun tidak mengharapkan
imbalan. Biarlah aku berjuang dengan caraku sendiri. Sekarang, dengarkanlah
berita penting yang kubawa, dan bersiap-siaplah agar kalian tidak sampai
dilanda malapetaka. Pasukan gabungan antara pemerintah dan orang kulit
putih telah membuat rencana besar. Mereka telah menemukan sarang para
pejuang di empat tempat, dan mereka akan melakukan penyerbuan serentak di
empat tempat itu, dengan mengerahkan kekuatan yang besar, masing-masing
tempat akan diserbu oleh seribu orang tentara gabungan. Waktu penyerbuan
adalah tanggal tujuh tengah malam, dan kalau hal ini sampai terjadi, empat
sarang itu tentu akan hancur dan seluruh penghuninya akan dibasmi habis."
Tentu saja keterangan ini penting bukan main. Bahkan Kang-jiu-eng sendiri
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan memandang dengan mata terbelalak dan wajah berubah.
"Lee-taihap, empat tempat markas kami manakah yang telah diketahui dan
akan diserbu?" "Pertama adalah sarang yang berada di lereng bukit kembar di selatan Nanking, kemudian sarang kedua adalah yang berada di tepi muara Sungai HanSui, yang ketiga adalah sarang yang berada di perkampungan Cou-san, dan
keempat yang berada di kuil tua di hutan sebelah timur Nan-king."
Terdengar seruan-seruan kaget, karena di antara tujuh orang pemimpin
kelompok pejuang itu terdapat empat orang pimpinan dan tempat-tempat yang
disebutkan itu. Bahkan Kang-jiu-eng sendiri adalah pemimpin dari kelompok
yang bersembunyi di tepi muara Sungai Han-Sui!
Song Kim tidak mempedulikan mereka kini sibuk bicara sendiri, bahkan
anak buah pejuang kini sudah bermunculan, memenuhi tempat itu.
"Aku tidak mempunyai banyak waktu. Kepergianku ini tidak dapat terlalu
lama. Kalau mereka kehilangan aku, tentu akan menimbulkan curiga. Benita
yang penting telah kusampaikan. Terserah kalau cu-wi ragu-ragu kepadaku,
tidak percaya dan tidak mau bersiap-siap. Akan tetapi kalau penyerbuan itu
benar terjadi, jangan salahkan aku. Nah. sampai lain kali. Kalau cuwi merasa
perlu menghubungi aku, pakai saja tukang sayur sebagai perantara. Selamat
berpisah!" Lee Song Kim lalu berkelebat dan sekali meloncat, diapun lenyap dari
depan semua orang yang merasa kagum dan jerih melihat kelihaian perwira
muda yang kini berpihak kepada mereka itu.
Song Kim yang berloncatan dengan cepatnya meninggalkan hutan itu,
ketika tiba di luar hutan, tiba-tiba terkejut karena seorang kakek tinggi besar
tahu-tahu telah berada di depannya, menghadang sambil bertolak pinggang.
Kakek ini bukan lain adalah Hai-tok, gurunya! Dengan mata mencorong marah,
Hai-tok mengertak. "Hemm... murid durhaka, sekarang engkau hendak berkata apalagi!"
Melihat gurunya, Song Kim cepat menjatuhkan dirinya berlutut.
"Suhu... teecu telah bersalah dan bersedia menebus kesalahan teecu."
"Engkau tidak hanya mengkhianati guru sendiri dan bangsa sendiri.
Engkau telah menjadi anjing penjilat sepatu penjajah Mancu dan bahkan
orang-orang kulit putih! Apa kaukira aku dapat membiarkan engkau hidup
setelah melakukan perbuatan terkutuk itu!"
"Ampun suhu. Teecu memang telah terbujuk dan silau oleh kedudukan.
Akan tetapi teecu telah insyaf dan sadar, dan kini teecu sedang berusaha
menebus semua kesalahan teecu dengan membantu perjuangan."
Diam-diam Hai-tok merasa girang dan juga bangga terhadap muridnya ini.
Tentu saja dia tadi sudah mendengarkan semua yang dibicarakan Song Kim
ketika bertemu dengan para pimpinan pejuang.
"Aku sudah tahu akan hal itu, kalau tidak, apa kaukira sekarang engkau
masih dapat bicara" Nah, akan kulihat apakah laporanmu tadi benar. Kalau
engkau berkhianat, masih belum terlambat bagiku mencarimu dan
menghukummu dengan kedua tanganku sendiri!"
"Teecu bersedia menerima hukuman mati dari suhu kalau teecu
berkhianat," kata Song Kim dengan suara tegas.
Dan hati kakek itu menjadi semakin girang. Tidak percuma dia menyayang
murid ini dan mewariskan hampir semua ilmu kepandaiannya.
"Nah" sekali ini kuberi kebebasan padamu. Pergilah!"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Suhu memang selalu baik kepada teecu. Terima kasih, suhu."
Berkata demikian, Song Kim lalu meloncat dan lenyap dari depan suhunya
yang mengikutinya dengan pandang mata penuh rasa bangga.
Tentu saja para pimpinan pejuang segera bubaran dan cepat kembali ke
tempat masing-masing. Terutama sekali empat orang yang mendengar bahwa
sarang mereka akan diobrak-abrik oleh pasukan gabungan yang terdiri dari
seribu orang. Bayangkan saja, seribu orang perajunit musuh, dan banyak di
antara mereka yang memegang senjata api! Tentu mereka akan hancur binasa
dan sukar sekali untuk dapat meloloskan diri. Tentu saja sebelum hari tanggal
tujuh itu tiba, para pejuang telah meninggalkan sarang masing-masing,
mengosongkan merkas itu dan bersembunyi di tempat lain. Akan tetapi dengan
hati penuh ketegangan, para pimpinan pejuang itu mengutus beberapa orang
anak buah untuk melakukan pengintaian dari tempat aman, untuk melihat
apakah benar pada tanggal itu akan terjadi penyergapan seperti yang
diceritakan oleh Lee Song Kim kepada mereka.
Hari tanggal tujuh pun tibalah, dan terlihat ketegangan memuncak di dalam
hati para pejuang! Dan menjelang tengah malam, dengan hati ngeri mereka
melihat bahwa apa yang diceritakan oleh Song Kim itu benar terjadi semua! Di
setiap tempat dari empat markas mereka itu, datang seribu orang perajurit
gabungan yang lengkap dengan senjata api menyerbu, dan ketika mereka
mendapat kenyataan bahwa markas-markas itu telah kosong, mereka menjadi
marah dan membakar segala yang terdapat di situ. Dapat dibayangkan oleh
para pejuang apa yang akan menjadi nasib mereka, sekiranya mereka tidak
tahu lebih dahulu dan berada dalam keadaan tidur pulas selagi penyergapan
itu terjadi. Tentu mereka akan dibantai dan sama sekali tidak diberi
kesempatan untuk meloloskan diri!
Kembali dunia kaum pejuang menjadi gempar! Dan kini, mereka semua
memuji-muji Lee Song Kim. Tidak ada lagi yang meragukan kesetiaannya
terhadap perjuangan. Bukankah pemuda itu telah menyelamatkan ribuan
nyawa para pejuang" Dan kini para pimpinan pejuang, yang jumlahnya belasan
orang, mengadakan pertemuan rahasia dipimpin oleh Si Pendekar Tangan Baja.
"Tenaga Lee-taihiap amat kita perlukan," demikian antara lain Kang-jiueng berkata.
"Dengan adanya dia yang dipercaya oleh pemerintah penjajah dan pasukan
asing, kita akan dapat mengetahui semua gerak-gerik mereka. Tiba saatnya
bagi kita untuk menyatukan kekuatan dan mengadakan pukulan balasan yang
tepat. Kalau kita sudah mengetahui rahasia kekuatan dan kedudukan mereka,
tentu akan mudah bagi kita untuk menghantam mereka dengan hasil baik. Dan
semua keterangan itu, kiranya hanya dapat kita peroleh dari Lee-taihiap."
"Benar, kita harus cepat menghubung Lee-taihiap," kata seorang di antara
mereka. "Dan kita sudah tahu bagaimana caranya untuk dapat menghubungi Leetaihiap. Nanti kalau sudah ada kontak dan ada penentuan harinya untuk
mengadakan pertemuan dengan Lee-taihiap, cuwi akan kuberi kabar lagi."
Demikianlah, tukang sayur Lo Kian segera dihubungi dan benar saja, dari
tukang sayur ini, Kang-jiu-eng dapat mengadakan pertemuan rahasia dengan


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Song Kim. Perwira muda itu menyambut baik undangan para pimpinan
pejuang. Dan pada suatu malam, diadakanlah pertemuan antara Song Kim dan
belasan orang pimpinan pejuang. Akan tetapi, dalam pertemuan ini, Song Kim
mengerutkan alisnya dan nampak kecewa karena dia tidak melihat adanya
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan tokoh-tokoh besar pimpinan para pejuang.
"Aku ingin membicarakan urusan yang amat penting, menggambarkan
keadaan pasukan pemerintah dan pasukan asing. Karena itu, rapat yang amat
penting ini seharusnya dihadiri oleh seluruh pimpinan pejuang, terutama sekali
para locianpwe. Kenapa para locianpwe tidak hadir di sini" Padahal, selain
suhu Hai-tok yang dibantu puterinya, yaitu sumoi Tang Ki, masih terdapat
tokoh-tokoh seperti locianpwe San-tok, locianpwe Tee-tok, bahkan locianpwe
Slauw-bin-hud bersama murid-murid mereka yang aktif dalam perjuangan.
Kenapa mereka tidak muncul" Apakah mereka masih belum percaya
kepadaku?" "Bukan begitu, taihiap. Akan tetapi selain para locianpwe itu sukar sekali
ditemui dan mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing, juga para murid
mereka melakukan perjuangan dengan menyendiri, mengandalkan kepandaian
mereka yang tinggi. Karena itu, hanya kami saja yang hadir, para pimpinan dan
pasukan-pasukan pejuang yang merupakan sebagian besar dari seluruh
pejuang yang ada." Song Kim menggeleng kepala dengan kecewa.
"Sayang, tak mungkin aku dapat membuka semua rahasia tanpa hadirnya
mereka. Sekali dibuka, rahasia dan kekuatan pihak pemerintah, kita harus
melakukan penyergapan total dan serentak. Dan hal ini merupakan perang
yang tidak kepalang tanggung. Kalau menang, kita berhasil menumbangkan
penjajah dan mengusir pasukan asing. Akan tetapi salah perhitungan sedikit
saja, akan membahayakan kedudukan kita sendiri. Oleh karena itu, perlu
kehadiran para locianpwe, baru aku mau mengadakan perundingan."
Ucapan Song Kim itu dapat diterima oleh para pimpinan pejuang.
"Memang benar apa yang dikatakan oleh Lee-taihiap, dan kalau kita mau
berusaha, tentu para locianpwe itu dapat kita undang untuk menghadiri rapat
yang amat penting ini. Bukankah dalam pertemuan yang lalu, locianpwe Haitok Tang Kok Bu juga berkenan datang" Mengapa yang lain tidak dapat hadir
kalau memang kita cari dan kita undang?"
"Nah, kalau begitu, biarlah diadakan pertemuan lain kali saja dan agar
dapat mengundang para locianpwe, kalau mungkin bersama murid-murid
mereka. Tempatnyapun harus dirobah. Ada sebuah tempat yang amat baik
untuk pertemuan besar itu, tempatnya sunyi dan sebaiknya diadakan pada
pagi hari. Pagi-pagi sekali pada saat matahari mulai memancarkan sinarnya,
pada saat ayam-ayam jantan mutai berkokok."
"Dimanakah tempat itu, Lee-taihiap?"
"Di lembah Sungai Han-sui, di kaki Bukit Naga. Bukankah di sana terdapat
sebuah padang rumput yang dikelilingi anak bukit" Tempat itu baik sekali
kalau kita berkumpul di sana, tidak akan nampak oleh orang luar. Dan tempat
itu sunyi sekali, tak pernah dikunjungi orang. Selain itu, juga luas sehingga
kalau terjadi apa-apa, kita akan dapat bubar dan berpencar ke segala penjuru."
Semua orang mengangguk-angguk setuju. Memang tempat itu pernah
mereka jadikan tempat untuk berlatih baris dan ilmu silat.
"Akan tetapi kapankah waktunya, taihiap?"
"Sebaiknya, agar kita mempunyai waktu untuk mengundang para
locianpwe, nanti dua minggu kemudian."
Mereka lalu berunding dan setelah waktu dan tempat ditentukan, mereka
lalu bubaran dengan perasaan puas. Para pimpinan pejuang itu lalu bekerja
keras untuk menghubungi tokoh-tokoh besar yang mereka kenal. Siauw-bindikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan hud tak mungkin dapat dihubungi karena tokoh ini tidak mau lagi mencari
urusan dunia dan telah mengasingkan diri entah kemana. Juga pendekar yang
dianggap wakilnya, yaitu Tan Ci Kong, sukar untuk dihubungi karena pendekar
ini melakukan gerakan sendiri setelah berhasil mengelabuhi Song Kim dengan
penyamarannya bersama Lian Hong dan Kui Eng. Dia berpencar dan terpisah
dari dua orang gadis itu dan melanjutkan bantuannya terhadap para patriot
dengan cara bekerja sendiri. Bahkan para pendekar muda itu tidak berhasil
dihubungi para pimpinan pejuang, akan tetapi mereka masih merasa
beruntung karena berhasil menghubungi Hai-tok, Tee-tok, dan San-tok. Tiga
orang kakek itu telah menyatakan kesanggupan mereka untuk menghadiri
rapat pertemuan dengan Lee Song Kim untuk mengatur dan merencanakan
penyerbuan total yang besar-besaran.
Dan malam yang telah direncanakan semenjak tengah malam, di tempat
yang ditentukan itu bermunculan tokoh-tokoh yang kesemuanya memiliki ilmu
kepandaian silat yang tinggi. Mereka itu bermunculan seperti setan-setan saja,
dengan gerakan yang amat cepat sehingga secara tiba-tiba saja mereka
nampak seorang demi seorang. Mereka berkumpul di lapangan rumput yang
luas itu, lapangan rumput yang kelilingi anak bukit dan tanggul air Sungai Hansui. Tempat itu memang sunyi melengang dan merupakan tempat yang amat
baik, karena kedatangan musuh sudah akan dapat dilihat dan jarak jauh.
Hai-tok, Tee-tok dan San-tok bermunculan tanpa membawa murid mereka,
karena pada waktu itu, kebetulan murid-murid mereka sedang tidak ada di
tempat. Kalau ada murid-murid mereka, tentu mereka akan mewakilkan kepada
munid-murid mereka. Akan tetapi karena tidak ada wakil, dan mengingat
pentingnya pertemuan itu, mereka datang sendiri, dan setelah terdengar bunyi
ayam jantan berkokok untuk pertama kalinya, seluruh pimpinan para pejuang
telah berkumpul di tempat itu. Jumlah mereka ada dua puluh tiga orang, terdiri
dari tokoh-tokoh kang-ouw yang berilmu tinggi.
"Hai-tok, mana setan cilik yang menjadi muridmu itu" Kenapa dia belum
juga muncul?" tiba-tiba terdengar suara Tee-tok bertanya, biarpun tubuhnya
pendek kecil akan tetapi suaranya lantang terdengar oleh semua orang yang
kini menoleh dan memandang kepada Hai-tok untuk mendengarkan
jawabannya, karena karena merekapun ingin sekali mengetahui mengapa Lee
Song Kim belum juga nampak muncul di tempat yang sudah dijanjikan itu.
"Mana aku tahu" Sudah lama dia tidak menjadi munidku, bahkan pernah
hampir menjadi musuh besarku. Kalau dia sekarang menunjukkan jasa yang
besar, barulah dia patut menjadi muridku."
"Ha-ha-ha-ha! Hai-tok memang selamanya licik! Kalau murid itu baik, cepat
diakuinya sebagai murid, kalau sebaliknya, berbalik menjadi musuhnya.
Jangan-jangan sekali ini dia tidak muncul dan kita berada dalam perangkap.
Hai-tok, kalau terjadi demikian, maka sekali ini jelas kau kalah licik
dibandingkan muridmu sendiri, ha-ha!" San-tok berkata lantang.
Hai-tok mengerutkan alisnya dan memandang kepada Racun Gunung itu
dengan mata mendelik. Jagalah sedikit mulutmu, San-tok! Sebelum engkau melihat buktinya,
jangan dulu menjatuhkan fitnah. Bukankah sudah dua kali Song Kim
membuktikan bahwa dia setia dan membela kawan-kawan kita?"
Pada saat itu, terdengarlah suara ayam jantan berkokok bersahut-sahutan
dan jauh, dan semua orang saling pandang karena belum juga nampak
munculnya orang yang mereka tunggu-tunggu, yaitu Lee Song Kim.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Tiba-tiba tiga orang kakek sakti itu memutar tubuh memandang ke arah
anak bukit yang menjadi tanggul sungai. Semua orang ikut memandang dan
nampaklah sesosok tubuh manusia. Mula-mula nampak kecil saja akan etapi
dengan cepat menjadi besar. Cahaya matahari pagi sudah mengusir kegelapan
malam dan dengan kecepatan luar biasa, tubuh manusia itu kini menuruni anak
bukit. Semua orang tadinya menduga bahwa tentulah Lee Song Kim, orang
yang mereka tunggu-tunggu itulah yang datang.
Akan tetapi mereka kini memandang ragu karena nampaklah bahwa orang
itu memiliki tubuh yang gemuk dengan perut gendut dan kepala kelihatan
gundul dari jauh. "Eh, mau apa iblis itu datang ke sini?"
Hai-tok menggumam ketika dia mengenal bahwa orang yang datang
dengan cepatnya ini adaiah Thian-tok!
"Hemmm, biar kutantang dia mengadu ilmu di tempat yang baik ini" kata
Tee-tok yang marah karena Thian-tok adalah seorang di antara Empat Racun
Dunia yang sama sekali tidak mau tahu tentang perjuangan, bahkan kabarnya
mengikuti murid-muridnya yang menghambakan dirinya kepada orang kulit
putih hal yang amat dibencinya oleh para patriot.
"Ho-ho, diapun masih hutang beberapa gebukan dariku!" sambung San-tok
yang juga tidak suka kepada Thian-tok.
Akan tetapi orang yang dijadikan bahan percakapari tiga orang tokoh sakti
itu, setelah tiba di depan mereka, memperlihatkan sikap dan wajah yang serius
sekali, bahkan nampak agak gugup.
"Celaka... celaka!" katanya sambil memandang kepada mereka semua, lalu
menghadapi Hai-tok, dia memaki.
"Hai-tok, muridmu itu boleh jadi cerdik dan pandai sekali, akan tetapi ini
keterlaluan, menyeret para pimpinan pejuang ke dalam perangkap maut!"
"Apa maksudmu!" bentak Hai-tok, sedangkan yang lain juga terbelalak
memandang kakek, berperut gendut yang bertelanjang dada ini.
"Maut telah berada di depan mata, kalian masih belum tahu! Tempat ini
telah dikepurig ribuan orang perajurit dan kalian tidak mungkin dapat lolos
lagi!" kata Thian-tok.
Semua orang terkejut, akan tetapi tiga rekan Thian-tok itu masih tidak
percaya. Thian-tok ini terkenal cerdik dan licik, siapa tahu dia inilah yang
berbobohong. Akan tetapi tiba-tiba terdengar tambur dan terompet. Semua
orang terkejut dan memandang ke sekeliling, dan nampaklah orang-orang
berpakaian seragam bermunculan di atas bukit-bukit yang mengelilingi tempat
itu. Barisan anak panah, barisan senapan, bahkan di delapan penjuru muncul
meriam yang menodongkan moncongnya ka arah mereka.
"Celaka, kita terjebak!"
Lima orang pejuang yang menjadi panik akan tetapi juga marah karena
mereka telah dikhianati dan terjebak, segera meloncat dan bermaksud untuk
melawan dan menerobos keluar.
Jangan...!" Thian-tok masih berseru kepada mereka, akan tetapi dalam keadaan panik
dan marah seperti itu, lima orang itu sama sekali tidak mau perduli dan mereka
sudah berlompatan naik ke bukit untuk menerjang pasukan yang mengepung
tempat itu dan yang berjajar di puncak bukit-bukit kecil itu.
Akan tetapi, sebelum lima orang itu sempat menggerakkan senjata tajam
di tangan mereka, tiba-tiba terdengar bunyi letusan meledak-ledak dan ratusan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan butir peluru beterbangan menyambar. Lima orang pemimpin pejuang itu roboh
terjengkang, dan mayat-mayat mereka terguling-guling jatuh agi ke bawah
bukit. Tubuh mereka berlumuran darah dan luka-luka yang banyak sekali.
Para pemimpin pejuang lainnya hanya memandang dengan pandang mata
terbelalak, penuh kemarahan akan tetapi merekapun maklum bahwa memang
tidak ada gunanya melawan musuh yang demikian banyaknya, apalagi mereka
dikepung barisan anak panah dan senjata api. Sebelum mereka sempat
menyerang, tentu tubuh mereka menjadi sasaran peluru dan anak panah.
Pada saat itu, muncullah Letnan Peter Dull bersama seorang panglima
pasukan pemerintah Mancu. Mereka muncul di bawah pengawalan pasukan
kulit putih yang membawa bedil yang sudah dipasangi bayonet, juga di dekat
mereka terdapat dua buah meriam besar.
"Pemberontak-pemberontak! Kalian sudah terkepung, dan kalau kalian mau
menyerah tanpa perlawanan, kamipun tidak akan membunuh kalian, melainkan
menangkap kalian dan membawa kalian ke Nan-king! Menyerahlah atau kami
akan memerintahkan meriam-meriam dan senapan-senapan dan anak-anak
panah menyerang kalian!"
"Kami tidak akan melawan dan menyerah!" terdengar Thian-tok berseru
keras sambil memandang kepada tiga orang rekannya yang juga tidak dapat
melihat jalan yang lain yang lebih baiik kecuali menyerah untuk sementara
waktu ini. Panglima Ceng itu lalu mengeluarkan aba-aba dan belasan orang perajurit
Ceng yang membawa borgol lalu menuruni anak bukit. Mereka lalu memborgol
kedua tangan para pimpinan pejuang itu di belakang punggung masingmasing. Borgol baja itu amat kuat, sengaja dibuat untuk para pemimpin
pejuang yang terkenal lihai itu.
Setelah semua tawanan diborgol kedua tangannya di belakang, sang
panglima lalu memerintahkan mereka semua memasuki empat buah kereta
yang sudah dipersiapkan pula di situ. Kereta kereta besar yang terbuat dan
pada baja, dengan jeruji-jeruji baja yang amat kuat, masing-masing ditarik oleh
empat ekor kuda. Terpaksa para tokoh pejuang itu di bawah todongan senapan, berjalan dan
beriringan memasuki kereta. Tinggal sebelas orang saja yang menyerah,
karena yang lima orang telah tewas tadi dan mayat-mayat mereka kemudian
diseret dan dilempar ke dalam kereta lain oleh para perajurit. Empat buah
kereta itupun lalu bergerak, dikepung oleh para perajurit yang merasa lega dan
gembira sekali karena orang-orang yang amat lihai itu menyerah tanpa
perlawanan. Hai-tok, dengan mata merah, memandang ke sekeliling mencari-cari, akan
tetapi dia tidak melihat bayangan Lee Song Kim. Diam-diam dia mengepal tinju.
Awas kau, kalau aku berhasil lolos, tugasku yang pertama kali adalah
mencarimu dan menghancurkan kepalamu, demikian bisik hatinya.
Akan tetapi sikap San-tok lain lagi. Dia masih tersenyum-senyum dan
mengejek Thian-tok. "Eh, apa-apaan engkau ikut ditawan bersama kami" Bukankah engkau
pernah menjilati sepatu orang bule" Ataukah engkau juga seperti iblis cilik itu,
kini pura-pura saja menjadi tawanan bersama kami?"
"Orang gunung tolol!" Thian-tok juga terkekeh.
"Sejak semua usahaku sia-sia belaka, tak berhasil mendapatkan Giok-liongkiam, tak berhasil pula mengangkat kedudukan muridku, juga tidak berhasil
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan membunuh Koan Jit jahanam murtad, aku tahu bahwa aku telah berdosa
terhadap tanah air dan bangsa. Nah, sekarang ada kesempatan bagiku untuk
menebus dosa, tapi dasar aku sial, aku terlambat memberi tahu kalian. Aku
gagal menolong kalian, bahkan aku sendiri terperosok ke dalam. Sudahlah,
gembira juga dapat bersama kalian bertiga menghadapi bahaya maut, ha-haha!"
San-tok tertawa geli. Melihat ini, Thian-tok mengerutkan alisnya.
"Berani kau mentertawai aku?" bentaknya.
"Aku menertawakan diriku sendiri, mentertawakan diri kita berdua. Kita
semua, termasuk Siauw-bin-hud dan seluruh orang kang-iuw, setengah mati
memperebutkan Giok-liong-kiam. Dan harus diakui bahwa akhirnya akulah
yang berhasil. Akan tetapi, kemudian apa jadinya" Setelah peti harta karun
kutemukan, ternyata isinya kosong!
"Ehh" Engkau bersungguh-sungguh?"
Sambil tertawa-tawa. San-tok menceritakan semua yang telah dialaminya
di dalam guha itu, betapa setelah menemukan peti, ternyata isinya telah
kosong. Semua tokoh ikut mendengarkan dan merasa terheran-heran. Dan
merekapun mendengar pula akan kelicikan Lee Song Kim yang membiarkan
para tokoh sakti menemukan harta karun, baru dia akan muncul bersama
pasukannya untuk merampasnya. Akan tetapi ketika itu, pasukan pemerintah
belum mengadakan persekutuan dengan pasukan asing, maka hampir saja
terjadi bentrok sendiri di antara mereka untuk memperebutkan peti yang
ternyata kosong." "Aih, kalau begitu siapa gerangan yang telah mendahului kalian" Aku jelas
tidak!" kata Thian-tok.
"Kita semua telah didahului oleh tokoh-tokoh ratusan tahun yang lalu, yang
mempergunakan tiga perempat bagian dari harta itu untuk menolong rakyat
dari bahaya kelaparan. Akan tetapi sisanya yang seperempat entah lenyap
kemana," kata San-tok.
Para tokoh lain sibuk merenungi diri mereka yang kini menjadi tawanan,
seperti tikus-tikus memasuki lubang jebakan dan mereka heran melihat sikap
empat orang tokoh Empat Racun Dunia itu yang kelihatan tenang-tenang dan
enak-enakan saja. Tentu saja para pembesar tinggi di kota raja girang bukan main mendengar
bahwa berkat siasat cerdik yang dilakukan oleh Lee Song Kim, akhirnya semua
pemimpin para pejuang dapat ditangkap tanpa perlawanan berarti! Lee Song
Kim diterima oleh kaisar sendiri dan menerima pangkat panglima.


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil menanti keputusan pengadilan di kota raja, untuk sementara para
tawanan itu ditahan di kota Nan-king, di tempat rahasia yang amat kuat.
Tahanan itu berada di bawah tanah, melalui lorong-lorong yang penuh rahasia
dan dijaga dengan ketatnya oleh pasukan gabungan. Jangankan orang-orang
biasa, biar pasukan yang besar sekalipun takkan mudah untuk dapat
membebaskan para tawanan itu.
Dan dunia para pejuang menjadi semakin gempar. Para pimpinan mereka
telah tertawan, menjadi korban siasat busuk dari pengkhianatan Lee Song Kim.
Tentu saja hal ini membuat gerakan para pejuang seperti lumpuh seketika.
Gangguan-gangguan keamanan kini hanya terjadi secara kecil-kecilan dan
tidak ada artinya lagi. Para pejuang kehilangan semangat.
Kemana perginya murid-murid dan Empat racun Dunia" Apakah mereka
tidak mendengar akan malapetaka yang menimpa guru-guru mereka" Tentu
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan saja mereka mendengarnya karena berita tentang peristiwa itu segera tersebar
dengan luas. Para pendekar muda itu terkejut bukan main dan mereka segera
mengadakan pertemuan di sebuah tempat rahasia di Nan-king untuk
membicarakan urusan itu. Mereka semua telah berkumpul. Ci Kong, Siu Coan,
Kui Eng, Lian Hong, dan Kiki, telah mengadakan pertemuan di dalam sebuah
kuil tua yang rusak dan tidak terpakai lagi di lereng bukit luar kota Nan-king.
Berhari-hari mereka berlima itu berusaha untuk membebaskan tawanan,
namun usaha mereka selalu gagal. Dengan susah payah, akhirnya mereka
dapat juga mengetahui dimana adanya tempat tahanan itu, akan tetapi untuk
dapat memasuki tempat tahanan itu saja sudah amat sulit, apalagi untuk
membebaskan mereka! Baru muncul saja, mereka telah berhadapan dengan
moncong-moncong bedil dan pistol, dan disambut oleh ratusan orang perajurit.
Sampai beberapa kali mereka mencoba dan berbagai jurusan, namun akhirnya
selalu mereka harus melarikan diri kalau tidak ingin menjadi korban peluru
bedil dan pistol. Tempat tahanan itu, menurut penyelidikan mereka, berada di ruangan
bawah tanah di belakang kebun dan rumah penjara di Nan-king. Dan di
belakang itu adalah sebuah bukit, berarti bahwa tempat tahanan itu berada di
bawah bukit. Jalan masuk satu satunya hanyalah melalui pintu penjara itu,
karena pintu masuk terowongan itu berada di dalam halaman penjara sebelah
belakang. Dan di tempat inilah berkumpul lebih dari seratus orang perajurit
gabungan, setiap saat siap dengan senjata api dan pengeroyokan mereka.
Semenjak sore, setelah kembali mempelajari keadaan di penjara itu, lima
orang pendekar muda itu sudah melakukan pengintaian dan penyelidikan
terhadap gerak-gerik para penjaga. Mereka memang mengambil keputusan
untuk bagaimana juga membebaskan para pemimpin pejuang, terutama sekali
Empat Racun Dunia yang memiliki pengaruh besar terhadap para pejuang.
Mereka bukan saja hendak menolong guru mereka masing-masing, akan tetapi,
seperti juga Ci Kong yang gurunya tidak ditahan, mereka bertindak demi
perjuangan. Setelah tengah malam lewat, mereka menganggap tiba saatnya untuk
melakukan percobaan lagi. Yang keempat kalinya, karena sudah tiga kali
mereka gagal, bahkan Siu Coan menderita luka sedikit di pangkal lengan
kirinya, kena serempet peluru. Pada saat itu, mereka menganggap bahwa para
pengawal dan penjaga itu tentu telah mulai mengarituk. Mereka telah
memperhitungkan bahwa menurut penyelidikan mereka, baru dua jam lagi
penjagaan akan diganti dan saat itulah mereka sedang lelah-lelahnya dan
ngantuk-ngantuknya. Lima orang itu menyerbu dari lima jurusan, berloncatan dan atas tembok
penjara yang tinggi. Tentu saja para penjaga menjadi terkejut dan cepat
kentungan dipukul. "Merdea kembali lagi, lima ekor setan cilik itu. Bunuh mereka!" teriak
komandan jaga. Dan tiba-tiba saja mereka itu lari bersembunyi!
Selagi lima pemuda perkasa itu terkejut melihat ini, karena biasanya
mereka segera dikeroyok, tiba-tiba saja terdengar ledakan-ledakan dari kanan
kiri dan depan, dan tahulah mereka bahwa para penjaga itu memang sudah
siap sagia! Kini mereka tidak melakukan pengeroyokan lagi, melainkan
membersihkan tempat itu dari para penjaga sehingga hanya mereka berlimalah
yang tinggal menjadi sasaran tembakan-tembakan.
"Awas... mundur!" bentak Ci Kong dan mereka sudah bergulingan ke atas
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan tanah sehingga semua tembakan itu tidak mengenai sasaran, kemudian
terpaksa mereka berlompatan kembali ke atas tembok penjara dan meloncat ke
luar lalu melarikan diri! Mereka berlima menanti datangnya fajar dengan
gelisah. Tak dapat tidur di dalam kuil tua itu betapa pun lelah tubuh mereka.
Kegagalan kali ini adalah kegagalan total. Tiga kali yang terdahulu, biarpun
gagal, mereka berhasil mengacaukan keadaan, bahkan merobohkan banyak
pengawal. Akan tetapi sekali ini, begitu-muncul mereka terpaksa harus
melarikan diri lagi! Sampai pagi mereka membicarakan urusan itu, mencari-cari
akal bagaimana cara agar dapat menolong guru-guru mereka.
"Bagaimanapun juga, kita harus membebaskan mereka! Aku harus
menyelamatkan suhu, dan kalau perlu aku akan mengerahkan para pejuang
dan pembantuku, yaitu mereka yang bekerja di pelabuhan!" kata Kui Eng
penuh semangat. "Akupun harus menyelamatkan ayah, biarpun untuk itu harus
mempertaruhkan nyawa!" kata pula Tang Ki atau Kiki puteri Hai-tok Tang Kok
Bu. "Benar... aku harus membebaskan suhu pula," kata Lian Hong.
Ong Siu Coan mengangguk-angguk.
"Memang mereka perlu diselamatkan. Aku tidak terlalu mementingkan
suhu yang juga ikut tertangkap karena suhu selama ini tidak pernah
mencampuni urusan perjuangan. Akan tetapi aku lebih mementingkan para
pimpinan pejuang, karena tenaga dan pikiran mereka amat diperlukan."
Ci Kong juga mengangguk-angguk.
"Memang mereka harus dibebaskan, akan tetapi bagaimana caranya"
Sudah empat kali kita berusaha, selalu gagal."
"Kita harus mencoba lagi sekuat tenaga dan kalau perlu mencari bala
bantuan!" Kui Eng berkata.
"Aku pun dapat mengumpulkan ribuan orang teman untuk melakukan
penyerbuan ke penjara kalau mungkin," kata pula Siu Coan, dan dia tidak
membual ketika mengeluarkan ucapan itu.
Pemuda ini memang telah mengumpulkan bekas-bekas anggauta Thian-tepang yang masih setia kepadanya, dan membentuk sebuah perkumpulan baru
yang dia ben nama Pai Sangti Hwee (Perkumpulan Pemuja Tuhan), dimana dia
memasukkan Agama Kristen menurut penafsirannya sendiri. Kalau dia sekali
ini berkumpul dengan para murid Empat Racun Dunia adalah karena dia ingin
bekerja sama dengan mereka, menarik perhatian dan simpati mereka agar
kelak dia dapat memperoleh bantuan untuk gerakannya itu.
"Aih, berbahaya kalau begitu!" kata Lian Hong.
"Kalau terlalu banyak yang melakukan penyerbuan, selain penjagaan akan
semakin diperketat, juga ada bahayanya para tawanan itu dibunuh sebelum
penyerbuan berhasil membebaskan mereka."
"Akan tetapi, bagaimanapun juga, kita harus mengerahkan seluruh daya
upaya kita untuk membebaskan mereka!" Kiki kembali berkata dengan tidak
sabar melihat betapa teman-temannya bersikap terlalu hati-hati.
Tiba-tiba saja terdengar suara dari luar kuil. Suara itu dibawa masuk oleh
angin, terdengar sayup-sayup akan tetapi jelas sekali.
"Tindakan yang sembrono untuk membebaskan tawanan hanya akan
mendatangkan kerugian bagi perjuangan."
Lima orang muda perkasa itu terkejut sekali. Tak mereka sangka akan ada
orang yang datang ke tempat itu dan melihat betapa orang itu bicara tentang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan tawanan, dapat diduga bahwa orang itu tentu sejak tadi telah mendengarkan
percakapan mereka. Bagaikan berlumba, mereka lalu meloncat keluar dan
ketika mereka tiba di ruangan depan, mereka melihat seorang laki-laki
berpakaian serba putih dan memakai topi caping lebar telah berdiri di tengah
ruangan yang butut itu. Laki-laki itu bertubuh tinggi kurus, pakaiannya terbuat dan kain kasar putih
bersih dan terawat baik walaupun potongannya sederhana sekali. Sepatunya
penuh debu tanda bahwa dia datang dari tempat jauh, dan topi capingnya itu
menyembunyikan mukanya. Dia berdiri tegak seperti patung dengan muka
ditundukkan. "Siapa engkau?" Siu Coan bertanya.
Muka orang itu tertutup topi caping, dan juga dia berdiri di bagian yang
masih gelap oleh bayangan karena matahari belum memancarkan sinar
sepenuhnya. "Apa artinya kata-katamu tadi?" Ci Kong juga menegur karena dia tertarik
oleh ucapan orang itu tadi.
"Aku hanya memperingatkan agar kalian tidak sampai terjebak musuh.
Para pimpinan pejuang memang tertawan, akan tetapi mereka tentu akan
dipergunakan sebagai umpan oleh musuh agar kalian datang untuk
membebaskan mereka, dan pihak musuh akan berusaha untuk menangkap
juga atau membunuh kalian. Karena itu, berhati-hatilah, jangan sampai kalian
tertipu dan terjebak. Kalian adalah orang-orang muda yang diharapkan oleh
para patriot dan oleh guru-guru kalian untuk mewakili mereka memimpin para
pejuang. Kalau kalian hanya sibuk dengan usaha pembebasan tawanan, maka
perjuangan akan terhenti dan bahkan menjadi kacau karena tidak ada
pemimpinnya lagi." "Siapakah engkau yang hendak mencampuri urusan kami?"
Siu Coan membentak lagi dan mendekati. Orang berpakaian putih itu lalu
mengangkat mukanya. "Aihhh....!!" Lima orang muda itu terkejut bukan main dan berlompatan ke belakang
seperti hendak menghindarkan diri dari ular berbisa yang amat berbahaya.
Tidak aneh kalau mereka terkejut setengah mati, karena orang berpakaian
serba put?h yang memakai caping lebar itu bukan lain adalah Koan Jit.
"Kau!!" Tiga orang gadis perkasa itupun berseru kaget.
"Dia tentu datang untuk memata-matai kita!" kata pula Kiki.
Dan teman-temannya juga menduga demikian. Mereka semua mengenal
siapa adanya Koan Jit yang pernah menjadi tokoh penjilat dan pembantu
pasukan kulit putih, dan terkenal sebagai penentang para pejuang. Tempat
persembunyian mereka telah diketahui orang ini dan hal itu amatlah
berbahaya. "Keparat ini harus dibasmi!" bentak Kui Eng yang membenci Koan Jit
karena pernah ia hampir menjadi korban kejahatan dan kekejaman orang ini.
Gadis ini sudah menerjang ke depan dan menyerang dengan pukulan kilat
ke arah muka Koan Jit. Akan tetapi, dengan gerakan yang ringan sekali, Koan
Jit mengelak sambil mundur dan berkata.
"Aku datang bukan dengan niat buruk, harap maafkan aku!"
Melihat betapa Kui Eng telah maju menyerang, Lian Hong dan Kiki juga
tidak tinggal diam. Mereka menerjang ke depan dan mengeroyok Koan Jit,
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan karena mereka tahu betapa lihainya orang ini.
Koan Jit cepat menggerakkan tubuhnya dan mengatur langkah, dan tiga
orang gadis itu terkejut bukan main. Tubuh Koan Jit bagaikan sesosok
bayangan saja yang tak mungkin dapat dirobohkan. Agaknya, kemanapun
mereka menyerang, tubuh itu selalu mendahului tangan kaki mereka dan selalu
serangan mereka tidak mengenai sasaran. Yang amat aneh, gerakan Koan Jit
itu kadang-kadang luar biasa sekali, tidak seperti orang bersilat, melainkan
seperti orang melakukan samadhi, bersembahyang dan sebagainya. Gerakan
seorang pendeta yang melakukan ibadat! Dan berkali-kali mulut Koan Jit
mengucapkan "Omitohud!" disambung dengan suara membujuk agar ketiga
orang gadis itu suka bersabar dan bahwa dia tidak menghendaki kekerasan
dan perkelahian! Sungguh seorang Koan Jit yang aneh sekali.
"Haiiiittt!" Kui Eng menyerang dengan cengkeraman, disusul oleh Lian Hong yang
memukul ke arah dada, sedangkan Kiki tak mau kalah, sudah menghantam pula
dengan jari telunjuk kanan ditekuk mengarah tengkuk.
Akan tetapi, Koan Jit membuat gerakan aneh untuk menghadapi tiga
serangan yang amut berbahaya ini. Tiba-tiba dia memutar tubuh, meloncat ke
atas dan turun dengan kaki kiri ditekuk berlutut, kaki kanan berjungkit di depan
sehingga tubuhnya setengah berlutut dan kedua tangannya d?angkat ke depan
dada seperti otang memberi hormat. Akan tetapi betapapun aneh gerakan ini,
ternyata dia mampu menghindarkan serangan tiga orang gadis itu!
Siu Coan mengeluarkan seruan. Tentu saja dia mengenal hampir seluruh
iImu silat Koan Jit karena Koan Jit adalah toa-suhengnya. Akan tetapi apa yang
dimainkan Koan Jit sekarang ini benar-benar membuat dia bengong, karena dia
belum pernah melihat ilmu silat seperti itu! Apalagi melihat wajah toasuhengnya itu. Sungguh jauh sekali bedanya dengan dahulu.
Dahulu, Koan Jit selalu berpakaian serba hitam, mukanya hitam gelap dan
sepasang matanya kehijauan mencorong seperti mata kucing. Kini, wajah Koan
Jit kehilangan warna gelapnya, menjadi cerah dan bibirnya selalu mengarah
senyum penuh kesabaran, matanya mengeluarkan sinar lembut dan seperti
orang yang penuh pengertian dan mengalah. Anehnya, ketika mainkan ilmu
silat aneh yang hanya dipergunakari untuk menghindarkan diri dari serangan
tiga orang gadis itu, Koan Jit tersenyum dan wajahnya memancarkan sinar
kebahagiaan. Hal ini tidaklah aneh, karena Koan Jit yang maklum bahwa dia dikeroyok
oleh tiga orang gadis yang amat lihai, sudah mengeluarkan ilmu yang
dipelajarinya dan Siauw-bin-hud, yaitu Ilmu Silat Kebahagiaan. Dia
menggerakkan tubuhnya sambil mengingat ujar-ujar dalam kitab Dharma Pada,
sedikitpun tidak mempunyai niat untuk membalas dan sama sekali tidak
marah. Dia menganggap tiga orang pengeroyoknya itu seperti tiga orang anak
nakal yang tidak tahu apa yang mereka lakukan sehingga dia memandang
penuh pengertian dan sama sekali tidak menjadi marah.
Sementara itu, melihat betapa tiga orang gadis yang lihai itu sampai
sebegitu jauh belum juga mampu merobohkan Koan Jit, Ci Kong lalu melompat
ke depan dan membentak sambil mengirim pukulan dengan tangan kanannya,
keras dan cepat sekali datangnya mengarah lambung Koan Jit.
Pada saat itu, Koan Jit baru saja meloncat ke atas untuk menghindarkan
tendangan Kaki Lian Hong, melihat datangnya pukulan Ci Kong yang amat
berbahaya itu, dia lalu menggerakkan lengan kirinya menangkis.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Dukkk...!" Tubuh Ci Kong terdorong mundur dan dia merasa betapa seluruh
lengannya tergetar hebat. Kagetnya bukan kepalang karena dari pertemuan
lengan itu saja dia tahu bahwa Koan Jit memiliki tenaga sinkang yang luat
biasa kuatnya. Siu Coan tadinya ragu-ragu, akan tetapi, melihat betapa empat orang itu
tidak mampu mengalahkan Koan Jit yang selalu mengelak dan menangkis
tanpa satu kalipun membalas, dia terpaksa meloncat maju dan ikut pula
mengeroyok. "Sute, kau juga?" seru Koan Jit dengan suara heran, akan tetapi diapun
mengelak dan kini dia menghadapi pengeroyokan lima orang yang amat lihai!
Akan tetapi, diam-diam Koan Jit harus mengakui kehabatan ilmu baru yang
diterimanya dari Siauw-bin-hud. Betapapun lihainya, kalau saja dia tidak
memiliki Ilmu Silat Kebahagiaan itu, baru menghadapi pengeroyokan tiga
orang gadis itu saja dia tentu akan kalah, apalagi menghadapi pengeroyokan
mereka berlima! Dan sebaliknya, lima orang pengeroyok itupun kagum bukan main. Sampai
puluhan jurus lamanya, Koan Jit yang dikeroyok lima itu selalu mengelak dan
andaikata ada pula beberapa kali pukulan menyerempet tubuhnya, maka
pukulan itu meleset seperti mengenai tubuh seekor belut yang amat licin.
"Aihhh, kalian tidak percaya kepadaku?"" keluh Koan Jit, dan akhirnya
tubuhnyapun mencelat dengan tiba-tiba jauh keluar dari ruangan depan kuil
itu. Lima orang pengeroyoknya tertegun. Tak mereka sangka bahwa tubuh itu


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan dapat keluar begitu saja dari kepungan mereka.
"Biarkan aku bicara dengan dia!" kata Siu Coan, dan tiba-tiba diapun
meloncat dan melakukan pengejaran.
Empat orang muda yang lain hanya memandang saja. Mereka tahu bahwa
bagaimanapun juga, Koan Jit adalah murid Thian-tok dan toa-suheng dari Sui
Coan, maka mereka berempat tidak ingin mencampuri urusan antara saudara
seperguruan yang berlainan watak itu.
"Orang itu benar-benar memiliki kepandaian yang amat luar biasa," kata
Lian Hong penuh kagum. "Sayang aku tidak sempat mempergunakan ilmuku yang baru. Ingin aku
menguji keampuhan ilmuku dengan lawan seperti dia," kata Kiki.
Gadis ini telah mewarisi sebuah ilmu yang hebat ciptaan Tat Mo Couwsu,
yaitu Ilmu Hui-thian Yan-cu (Walet Terbang ke Langit), semacam ilmu silat
yang mengandalkan ginkang yang amat tinggi, akan tetapi karena
kesibukannya, ia belum sempat melatih ilmu ini dengan sempurna.
"Dia berbahaya sekali," kata Kui Eng yang harus mengakui bahwa ilmu
kepandaian penjahat itu nampaknya bahkan lebih hebat dan pada dahulu.
Dahulu, pernah Kui Eng dan Lian Hong mengeroyoknya, dan pengeroyokan
mereka berdua saja sudah dapat mengimbangi kelihaian Koan Jit. Akan tetapi
sekarang, biar dikeroyak oleh lima orang, penjahat itu tidak dapat dirobohkan,
bahkan sempat pula melarikan diri.
"Akan tetapi, aku merasa ada keanehan pada dirinya," kata Ci Kong sambil
mengingat-ingat gerakan-gerakan aneh dan orang yang mereka keroyok tadi.
"Aku seperti mengenal langkah-langkah kaki seperti itu, dan sikapnya itu!
Gerakan-gerakannya mengingatkan aku akan gerakan seorang pendeta suci
yang beribadat, dan dia sama sekali tidak pernah membalas serangan kita. Aku
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan yakin, ada perubahan aneh pada diri Koan Jit dan mudah-mudahan Siu Coan
dapat mmengejarnya dan dapat memberi penjelasan pada kita."
"Bagaimanapun juga, tempat ini sudah tidak aman bagi bagi kita, sudah
diketahui orang. Kita harus mencari tempat yang lebih baik lagi," kata Lian
Hong. "Setelah tempat ini diketahui orang dan percakapan kita tadi didengarkan
orang, maka sebaiknya kalau kita mempercepat gerakan kita untuk mencoba
lagi menyelamatkan dan membebaskan, para tawanan!" kata Kiki sambil
mengepal tinju. Ci Kong menarik napas panjang.
"Munculnya Koan Jit memang aneh dan membuat kacau rencana kita. Akan
tetapi sebaiknya kita menanti kembalinya Ong Siu Coan untuk mendengar apa
yang diketahuinya dari Koan Jit."
Sementara itu, Siu Coan berlari secepatnya untuk melakukan pengejaran
terhadap Koan Jit. Dia merasa terheran-heran disamping juga kagum sekali
menyaksikan sepak terjang bekas toa-suhengnya itu. Jelas bahwa toasuhengnya itu memiliki ilmu silat yang luar biasa anehnya, agaknya ilmu baru
yang luar biasa, yang membuat suhengnya mampu menandingi pengeroyokan
mereka berlima! Bukan main. Dia tahu bahwa seorang di antara Empat Racun
Dunia sekalipun, tidak akan mungkin mampu menghadapi pengeroyokan
mereka berlima. Akan tetapi hal itu tidaklah terlalu aneh karena memang dia
tahu bahwa Koan Jit selain lihai juga cerdik sekali, dan mungkin telah
menemukan ilmu yang aneh tadi, yang membuat dia terheran-heran adalah
melihat sikap orang itu, terjadi perubahan lahir batin yang amat hebat.
Koan Jit memang telah berubah. Hal ini kita ketahui semenjak dia berjumpa
dengan Siauw-bin-hud dan menerima Ilmu Silat Kebahagiaan yang langsung
mempengaruhinya lahir batin. Lahirnya, memperoleh ilmu silat yang luar biasa
sekali, dan batinnya juga mengalami perubahan karena dia kini menjadi insyaf
dan sadar akan semua kesesatannya.
Ketika Koan Jit melarikan diri, meninggalkan lima orang muda yang tidak
mau menerimanya dan bahkan salah sangka dan menyerangnya, dia tentu saja
tahu bahwa seorang di antara mereka, yaitu bekas sutenya, Ong Siu Coan,
melakukan pengejaran seorang diri. Dia sengaja lari menjauhi kuil itu menuju
ke tepi sungai yang sunyi, dan setelah melihat tempat ini amat baik dan sunyi,
dia lalu berdiri di tepi sungai menanti.
Siu Coan sampai di tempat itu dan melihat Koan Jit berdiri termenung di
tepi sungai, berdiri tegak dengan muka yang tertutup Gaping itu menunduk,
dia menjadi ragu-ragu dan jerih. Bagaimana kalau bekas suhengnya itu kumat
dan menyerangnya" Tentu dia tidak akan mampu mempertahankan diri.
Apalagi bukankah dia dan dulunya baru-baru ini telah mengobrak-abrik sarang
Koan Jit dan anak buahnya, bahkan suhunya telah berhasil melarikan semua
putaka yang dibawa Koan Jit" Bagaimana kalau Koan Jit mendendam atas
serangan itu" Biarpun dia membelakangi bekas sutenya, namun pendengarannya yang tajam dapat menangkap gerak-gerik Siu Coan.
"Sute, ke sinilah dan jangan takut atau ragu. Aku memang ingin sekali
bicara penting denganmu."
Mendengar ini, wajah Sui Coan menjadi merah. Suhengnya telah
mengetahui kedatangannya, bahkan tahu pula bahwa dia ragu-ragu dan agak
takut. Diapun lalu melangkah menghampiri dan Koan Jit membalikkan badan.
Mereka saling berpandangan dan kembali perasaan aneh menyelinap di hati
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Sui Coan. Suhengnya ini benar-benar berubah seperti telah menjadi seorang
manusia lain. "Suheng, aku mengejarmu karena hendak bertanya, apa sebenarnya
keperluanmu mengunjungi kami di kuil tua itu?"
"Aku datang untuk mencarimu dan hanya kebetulan saja mendengar apa
yang kalian percakapkan, maka aku memberi nasihat dan peringatan.
Berbahaya sekali usaha membebaskan tawanan karena penjagaan amat ketat.
Salah-salah tawanan tidak dapat dibebaskan dan kalian malah tertawan atau
terbunuh." "Suheng, kau mencariku ada uruaan apakah?" Siu Coan bertanya dan
bersikap waspada karena inilah yang ditakuti.
Jangan-jangan mencari karena menaruh dendam atas penyerangan anak
buahnya yang dibantu suhunya itu. Koan Jit melihat sikap ini dan dia
tersenyum lembut. "Jangan khawatir, sute. Aku sudah melupakan masa laluku, dan apa yang
kulakukan sekarang sama sekali tidak ada sangkut-pautnya lagi dengan masa
laluku. Aku mencarimu untuk meminta penjelasanmu tentang harta pusaka
Giok-liong-kiam." Wajah Siu Coan berubah dan matanya memandang tajam.
"Apa maksdumu, suheng?"
"Sute" mungkin orang lain tidak ada yang menyangka, akan tetapi aku
sudah mendengar akan dongeng tentang gagalnya Empat Racun Dunia
menemukan harta karun karena peti itu sudah kosong dan isinya yang tinggal
seperempat sudah lenyap dalam keributan ketika terjadi perebutan di dalam
guha itu. Dan aku mendengar pula betapa engkau mendirikan Pai Sang-ti Hwe,
menyebarkan banyak uang untuk menyebarkan agamamu yang baru. Aku tahu
akan kecerdikanmu sute, dan dapat menghubungkan satu peristiwa dengan
yang lainnya. Nah, aku hahnya mengharapkan kejujuranmu dan penjelasanmu.
Apa maksudmu dengan pengangkangan atas harta pusaka itu untuk dirimu
sendiri?" Siu Coan memandang tajam.
"Apakah suheng bermaksud merampas harta pusaka itu?"
"Omitohud" dijauhkan Tuhan aku dari pikiran seperti itu. Sudah kukatakan
bahwa aku telah meninggalkan masa laluku dan tidak akan kembali lagi ke
jalan sesat. Aku hanya ingin tahu, karena kalau engkau berlaku curang
terhadap para pejuang, terpaksa aku akan menentangmu."
"Memang tak perlu kusangkal, suheng. Akan tetapi engkau tentu sudah
dapat menduga akan cita-citaku. Aku akan mengembangkan Pai Sang-ti Hwe,
bukan hanya sebagai sebuah perkumpulan agama, melainkan untuk menjadi
batu loncatan agar aku dapat mempunyai pasukan yang kuat untuk
menumbangkan pemerintah penjajah. Hanya itulah cita-citaku, karena itu,
sebagian harta pusaka itu kuuangkan dan kupergunakan untuk memperbesar
dan memperkuat perkumpulanku. Dan seperti yang kaulihat, akupun tidak
tinggal diam melihat para pemimpin pejuang ditawan. Aku ingin
mempersatukan semua pejuang agar menjadi suatu kesatuan yang amat kuat
untuk menghadapi pemerintah penjajah dan orang-orang kulit putih."
Siu Coan berhenti sebentar, lalu melihat betapa pandang mata suhengnya
itu tidak berubah, dia berkata lagi.
"Suheng, kalau benar engkau kini membantu perjuangan, kuharap engkau
merahasiakan ini dari orang lain. Kalau Empat Racun Dunia mengetahuinya,
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan mungkin mereka akan berusaha merampasnya kembali dan cita-citaku yang
tinggi akan mengalami kegagalan."
"Omitohud, semoga cita-citamu yang baik itu berhasil. Aku tidak akan
membocorkan rahasiamu sute."
Siu Coan menjadi girang, juga semakin terheran-heran. Dia mendekat dan
menyentuh pundaknya. "Koan-suheng, terima kasih atas kebaikanmu. Akan tetapi aku sungguh
merasa heran. Apakah yang telah terjadi pada dirimu, suheng" Bukan aku tidak
merasa girang dengan perubahan ini, akan tetapi sungguh engkau telah
mengalami perubahan yang luar biasa, seperti bumi dan langit kalau
dibandingkan dengan keadaanmu dahulu. Apakah yang terjadi pada dirimu?"
Koan Jit tersenyum dan Siu Coan melihat betapa keseraman sudah lenyap
sama sekali dan wajah suhengnya itu. Matanya memandang lembut!
"Sute... segala sesuatu pasti ada akhirnya. Aku telah tersesat sejak kecil,
dan sudah sepatutnya kalau semua masa lalu itu berakhir! Kuharap saja engkau
kelak tidak akan mabok kemenangan kalau engkau berhasil sehingga engkau
lupa diri, dan tidak akan menaruh dendam kalau engkau gagal. Nah, sekarang
cobalah engkau membujuk orang-orang muda itu agar tidak terburu nafsu
membebaskan para tawanan. Aku sendiri sudah menyelidiki tempat itu dengan
seksama, dan kalau kalian percaya kepadaku, serahkan sajalah pembebasan
para tawanan itu kepadaku."
Setelah berkata demikian, Koan Jit mengangguk sebagai tanda hormat, lalu
membalik dan sekali tubuhnya melayang, dia telah melompati anak sungai
yang cukup lebar itu dan tiba di seberang, terus berlari cepat dan menghilang.
Untuk beberapa lamanya Siu Coan hanya berdiri bengong, bukan hanya
melihat kehebatan ginkang orang itu, melainkan masih terheran-heran melihat
sikapnya tadi. Akan tetapi dia teringat-akan teman-temannya dan segera
kembali ke kuil. "Apakah engkau dapat menyusulnya?"
Ci Kong bertanya, sedangkan tiga orang gadis itupun memandang kepada
Siu Coan dengan penuh perhatian. Karena Siu Coan juga murid Thian-tok
seorang di antara Empat Racun Dunia dan kini bergabung dengan mereka
untuk bersama-sama membebaskan tawanan, maka Ci Kong dan tiga orang
gadis itu telah menerimanya sebagai seorang teman seperjuangan. Siu-Coan
mengangguk, duduk di atas lantai dan menarik napas panjang.
"Dia telah menjadi yang aneh luar biasa, telah terjadi perubahan yang amat
hebat atas dirinya. Aku berhasil bercakap-cakap sebentar dengan dia dan
menurut pengakuannya, dia sama sekali tidak ingin memusuhi kita, hanya
ingin memberi nasihat agar kita berhati-hati dan jangan sembarangan
menyerbu penjara. Dia sendiri sudah menyelidiki tempat itu, dan katanya
dialah yang akan membebaskan para tahanan."
"Siapa sudi percaya kepadanya" Dia orang jahat dan palsu, jangan-jangan
dialah yang akan menjebak kita!" Kata Kui Eng yang tentu saja masih benci
orang itu. "Memang kita harus lebih berhati-hati terhadap orang seperti dia yang
amat licik itu," kata pula Lian Hong.
"Benar... dia seperti Lee Song Kim, palsu, curang dan pengkhianat. Semua
ini gara-gara Song Kim. Hemm" aku ingin sekali mengadu kepandaian dan
nyawa kalau bertemu dengan jahanam busuk itu!" Kui Eng berkata sambil
mengepal tinju. dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Siu Coan, apakah engkau dapat percaya kepada Koan Jit itu?"
Ci Kong bertanya sambil menatap tajam wajah murid Thian-tok yang kini
menjadi teman seperjuangan mereka. Siu Coan merasa ragu-ragu. Dia
sendiripun terus terang saja takkan pernah dapat percaya kepada Koan Jit,
sehingga dia selalu akan merasa ragu-ragu dan khawatir kalau-kalau Koan Jit
yang telah mengetahui akan rahasianya itu sekali waktu akan membocorkan
rahasianya. Memang dialah orangnya yang dahulu menyamar sebagai perajurit
kerajaan Ceng dan diam-diam menyelinap ke balik arca besar dan mengambil
sisa isi peti harta karun itu, membungkusnya dengan kain dan membawanya
pergi dengan diam-diam. Harta itu besar sekali, dan akan dipergunakannya
untuk menghimpun pasukan yang kuat guna mewujudkan cita-citanya
menggulingkan pemerintah Mancu.
"Sukar bagiku untuk percaya, akan tetapi kukira nasihatnya agar kita
berhati-hati itu ada benarnya juga" akhirnya dia menjawab hati-hati.
"Jangan-jangan dia adalah mata-mata musuh," kembali Kui Eng berkata.
Gadis ini sekarang kalau bicara berwibawa dan memang dara ini sudah
biasa mengemukakan pendapatnya yang selalu diturut oleh para pejuang dan
kelompok pekerja-pekerja pelabuhan yang telah mengangkatnya menjadi
pemimpin dan penasihat. Karena itu, kurasa lebih baik kalau kita mempercepat gerakan kita,
mendahului sebelum musuh membuat penjagaan yang semakin kuat lagi."
Ci Kong mengangguk-angguk.
"Memang kurasa sebaiknya demikian. Nah, mari kita membuat rencana.
Malam ini juga kita serbu lagi tempat itu. Akan tetapi kita harus
mempergunakan siasat."
"Siasat apa yang akan kita pakai untuk menghadapi kekuatan para penjaga
dan pengawal?" tanya Siu Coan tertarik, karena murid atau cucu murid Siauwbin-hud itu memang selain lihai ilmu silatnya, juga cerdik dan
berpemandangan luas. "Kurasa sebaiknya kalau kita berpencar." kata Ci Kong sambil memandang
kawan-kawannya bergantian.
"Kita berpencar dan memancing agar mereka meninggalkan tempat
penjagaan mereka, atau setidaknya kekuatan mereka terpecah-pecah. Kalau
sudah demikian, baru kita melihat kesempatan untuk menyelinap masuk. Tidak
perlu semua, siapa yang melihat kesempatan baginya terbuka, dia harus cepat
menyelinap masuk dan yang lain membantunya dengan terus mengacau dan
mengalihkan perhatian para penjaga agar teman yang sudah masuk itu
mendapat kesempatan untuk terus menuju ke tempat para tawanan dan
membebaskan mereka. Sekali mereka bebas, tentu saja mereka dapat
menyerbu keluar dan membantu kita. Akan tetapi, ini hanya pendapatku saja,
kita bersama harus memperbincangkan dan bersama-sama mengatur dan
merencanakan siasat yang akan kita pakai malam nanti."
Lima orang muda itu lalu mengadakan perundingan. Mereka
menggambarkan keadaan sudah mereka selidiki itu, Ci Kong membuatnya di
atas lantai dan mereka lalu mempelalarinya dan mengatur siasat-siasat
bersama. Pekerjaan ini hanya berhenti kalau mereka makan saja, dan akhirnya
menjelang senja mereka telah menentukan siasat yang telah mereka atur
bersama. Mereka membagi tugas masing-masing akan memasuki penjara itu
dan lima jurusan. dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Siu Coan dan Ci Kong bertugas membakari bagian-bagian penjara itu dari
kanan kiri, dan selanjutnya mendatangkan kekacauan dengan menyerangi para
penjaga dari jurusan yang berpindah-pindah. Selagi keadaan panik oleh
kebakaran, Lian Hong dan Kiki menyerbu dari belakang dan depan, menyerang
para penjaga. Dua orang pemuda dan dua orang gadis itu di waktu menyerbu
harus berteriak-teriak seolah-olah memberi tanda kepada kawan-kawan
mereka yang banyak dan berada di belakang.
Hal ini untuk membuat keadaan para penjaga semakin panik. Dan yang
ditugaskan untuk menyalinap ke dalam penjara adalah Kui Eng. Gadis ini
memang mencalonkan dirinya, mengingat bahwa ia harus menolong gurunya,
dan teman-temannya setuju, karena di antara mereka yang kesemuanya
memiliki ilmu ginkang (meringankan tubuh) yang luar biasa, Kui Eng yang


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

paling hebat. Dengan ginkangnya yang istimewa, akan lebih mudah
menyelinap dengan gerakan cepat, juga kalau keadaan membahayakan, ia
dapat pula melarikan diri dengan lebih cepat dari pada kawan-kawannya.
Malam itu keadaan di sekitar penjara kota Hang-couw sunyi seperti biasa.
Bulan bersembunyi di balik awan dan kegelapan ini membantu lima orang
muda yang sudah sejak tadi bersiap-siap untuk melaksanakan tugas mereka
menyerbu penjara. Ci Kong dan Siu Coan, secara berpencar, telah mengumpulkan minyak
tanah dan kain-kain untuk alat pembakaran, juga mereka membekali diri
dengan gendewa dan anak panah. Setelah lewat tengah malam dan keadaan
amatlah sunyinya, tiba-tiba nampak api berkobar di sebelah timur dan barat
penjara, kemudian nampak api meluncur ke atas, ke arah atap bangunan
bangunan penjara. Tentu saja keadaan menjadi geger.
"Kebakaran! Kebakaran!"
"Cepat padamkan api!"
"Ada yang sengaja melakukan pem bakaran!"
"Mereka mempergunakan panah berapi!"
Para penjaga menjadi panik, berlarian ke sana sini dan berusaha
memadamkan api yang mulai berkobar di sana -sini. Selagi orang-orang di
dalam penjara menjadi panik dan berusaha memadamkan api, terdengar
teriakan-teriakan para penjaga karena munculnya orang dari depan dan
belakang yang mengamuk dan merobohkan banyak penjaga. Yang mengamuk
itu adalah Lian Hong yang muncul dan belakang. Gadis ini mempergunakan
senjatanya yang istimewa, yaitu sebatang kipas yang menyambar ke sana sini.
Setiap kali kipasnya menyambar, seorang di antara penjaga yang mengepung
dan mengeroyoknya tentu roboh.
Sambil mengamuk, Lian Hong berteriak-teriak memberi semangat kepada
kawan-kawan yang seolah-olah berada di belakngnya.
"Hayo kawan-kawan, serbu...!"
Dari depan, seorang gadis lain juga mengamuk. Dia ini adalah Kiki yang
mengamuk seperti seekor naga betina marah, tangan kakinya merupakan
empat buah senjata ampuh dan setiap ada pengeroyok berani terlalu dekat,
tentu roboh oleh tangan atau kakinya. Seperti juga Lian Hong, ia berteriakteriak ke arah belakang.
Pengamukan dua orang gadis perkasa ini tentu saja membuat para penjaga
menjadi semakin panik. Ada di antara mereka yang memegang senapan dan
pistol, akan tetapi karena pasukan itu membuat para penjaga mengeroyok
kalang-kabut, tentu saja yang memegang senjata api tidak berani
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan mempergunakan senjata api mereka, takut kalau-kalau mengenai kawan
sendiri. Lian Hong yang mengamuk dengan kipasnya, setelah merobohkan belasan
orang, melihat betapa para pengeroyoknya mundur dan bahkan melarikan diri,
agaknya jerih menghadapi pengamukan Kiki atau ikut membantu
memadamkan api. Melihat betapa ia ditinggal tinggal musuh, gadis ini melihat
kesempatan amat baik! Kenapa ia tidak menyelinap masuk dan membantu Kui
Eng, pikirnya. Iapun cepat menggunakan kegesitan tubuhnya untuk meloncat
ke dalam, dan melihat betapa pintu menuju ke belakang terbuka dan di situ
tidak nampak penjaga yang agaknya sudah menjadi panik, iapun cepat
menyelinap masuk! Kiki mengalami hal yang sama. Iapun merobohkan beberapa orang penjaga
dan melihat betapa para penjaga lainnya menjadi gentar atau sibuk
memadamkan api, dan ia ditinggal sendiri, iapun cepat menyelinap dan
berhasil memasuki pintu belakang yang ditinggalkan penjaga.
Ci Kong menghabiskan bahan bakarnya, membakari apa saja yang dapat
dibakarnya. Ketika para penjaga melihatnya dan mengeroyoknya, dia
mengamuk, merobohkan dua orang dan berlari ke bagian lain untuk
memancing perhatian mereka. Diapun dikepung dan dikeroyok banyak orang,
namun Ci Kong tidak menjadi gentar. Bagaikan orang mencabuti rumput saja,
dia menangkap-nangkapi para pengeroyoknya dan melemparkan mereka ke
kanan kiri, matanya mencari-cari untuk melihat apakah Kui Eng sudah berhasil
menyelinap ke dalam dan ke belakang.
Akan tetapi saatnya amat baik, pikirnya. Sambil berlari-larian ke sana sini
menarik perhatian dan mengacaukan para penjaga, Ci Kong melihat betapa
pintu yang menuju ke belakang ke arah penjara bawah tanah, terbuka dan
ditinggalkan penjaga. Apakah Kui Eng sudah masuk, pikirnya. Ah, kesempatan
baik terbuka dan diapun ingin sekali membantu Kui Eng. Terlalu berbahaya
bagi gadis itu kalau masuk sendiri, pikirnya.
Dan selagi para penjaga sibuk memadamkan api dan kacau balau karena
agaknya mengira bahwa markas mereka diserbu banyak musuh, tidak sukar
baginya untuk menyelinap masuk. Diapun lalu meloncat dengan cepat
menghilang dari depan para pengeroyoknya, dan selagi mereka kebingungan
harus mencari kemana, diapun sudah menyelinap ke dalam pintu yang
menembus ke belakang. Alangkah heran dan kaget hati Ci Kong ketika dia masuk ke bagian
belakang, dia tiba di sebuah ruangan dan di situ dia melihat Siu Coan, Kui Eng,
Lian Hong, dan Kiki, sudah lebih dulu sampai. Empat orang itupun heran
melihat munculnya Ci Kong, dan tahulah Ci Kong bahwa mereka semua
memang memiliki pendapat dan maksud yang sama.
"Ah, kiranya kita berkumpul di sini. Baik sekali, karena kita dapat segera
menyerbu ke dalam ruangan bawah tanah."
Akan tetapi, empat orang remannya itu hanya memandang ke kanan kiri
dengan muka berubah agak pucat. Ketika Ci Kong memandang, kiranya
nampak moncong moncong senapan, menodong mereka dan lubang-lubang di
diriding kanan dan kiri! "Celaka!" serunya, tahu bahwa mereka telah terjebak ke dalam sebuah
ruangan yang ditodong oleh pasukan senapan yang bersembunyi di balik
diriding kanan kiri! "Mari kita cepat keluar!"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Akan tetapi pada saat itu, pintu tembusan dari luar itu telah penuh dengan
orang. Kiranya puluhan perajurit dengan rapi telah berjajar di depan pintu dan
seorang pria berpakaian panglima tertawa bergelak, diiringi suara ketawa
belasan orang temannya yang masuk bersamanya.
Lima orang muda itu memandang dengan muka merah dan mata bersinar
penuh kemarahan ketika mengenal bahwa yang masuk ini bukan lain adalah
Lee Song Kim! Tahulah mereka bahwa mereka memang sengaja dijebak! Siasat
mereka itu ternyata telah dihadapi dengan siasat yang lebih licik dan licin dari
Lee Song Kim, sehingga mereka itu digiring menjadi satu di depan pintu
terowongan yang menuju ke penjara.
"Ha-ha-ha, kalian seperti lima ekor harimau yang telah digiring masuk ke
dalam kandang! Hanya ada dua pilihan, maju kalian mampus atau mundur dan
masuk ke dalam kamar tahanan seperti para pemberontak lainnya!" kata Lee
Song Kim dengan gembira dan suaranya mengandung kepuasan karena
siasatnya memancing lima orang ini berhasil baik.
Kiki memandang kepada pemuda itu dengan mata mendelik. Kebenciannya
memuncak terhadap pemuda itu yang dulu pernah akan memperkosanya,
kemudian mengkhianati para tokoh dan ayahnya sendiri ketika ayahnya
mengadakan pesta ulang tahun, bahkan mengkhianati para pimpinan pejuang
sehingga sebagian besar dari mereka, termasuk Empat Racun Dunia, telah
menjadi tawanan dan sekarang menjebak mereka berlima pula!
"Lee Song Kim jahanam keparat busuk! Engkaulah manusia tak tahu malu,
pengkhianat dan pengecut paling besar di dunia!"
Song Kim tertawa. "Ha-ha-ha, sumoiku Kiki yang manis. Engkau makin marah semakin cantik
saja! Terima kasih engkau mengangkat aku menjadi penjahat paling besar di
dunia, cocok untuk menjadi murid Hai-tok, bukan" Dan cocok untuk menjadi
suamimu. Jangan khawatir, biarpun engkau ditawan, kelak engkau akan
kujadikan isteriku, dan dua orang temanmu ini patut pula menjadi selir-selirku.
Kalian bertiga memang jelita dan menggairahkan, ha-ha-ha!"
"Manusia hina!"
Kiki membentak dan iapun tidak peduli lagi akan todongan senapan,
langsung menubruk ke depan dan menyerang Song Kim dengan ganasnya.
Song Kim tertawa dan cepat menangkis, bahkan bermaksud menangkap
pergelangan tangan bekas sumoinya. Dia mengira bahwa Kiki masih seperi
dulu dalam hal ilmu silat seimbang dengan dia, bahkan dia masih lebih kuat
dalam hal tenaga sinkang. Dia sama sekali tidak tahu bahwa Kiki
menyerangnya dengan pengerahan tenaga dan ilmu barunya, yaitu Hui-thian
Yan-cu yang membuat tubuhnya seperti seekor burung saja, ringan cepat dan
gesit. Maka, sebelum tangkisan tiba, Kiki sudah merubah gerakan tangannva
dan tahu-tahu tangan itu sudah menampar ke arah leher Song Kim dengan
cepat dan kuat bukan main. Song Kim terkejut, miringkan tubuhnya.
"Ptakk...!" Tamparan itu tidak mengenai leher yang dapat mengakibatkan bahaya,
melainkan meleset dan mengenai pundak, akan tetapi cukup keras membuat
Song Kim terhuyung. Empat orang pembantunya maju menahan Kiki yang
segera terdesak, karena empat orang itu selain lihai, memegang senjata golok
yang diputar cepat membentuk empat gulungan sinar. Terpaksa Kiki mundur
untuk menghindarkan diri dari bacokan-bacokan golok.
"Tembak!" terdengar aba-aba seorang perwira kulit putih.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Tahan dulu! Jangan tembak. Aku menghendaki mereka tertawan hiduphidup!" teriak Song Kim dengan gemas, dan dia lalu mengerahkan para
perajurit untuk menyerang mereka dengan senjata tajam, bukan dengan
senjata api. Terjadilah pengeroyokan yang ketat. Lima orang muda itu dengan gigih
membela diri, akan tetapi karena jumlah lawan banyak, juga para pembantu
Song Kim ternyata cukup lihai dengan permainan golok mereka. Kiranya para
pembantu Song Kim ini adalah jagoan-jagoan dan kota raja yang disohorkan
Pedang Angin Berbisik 21 Pembalesan Seri Oey Eng Si Burung Kenari Karya Siao Ping Sumpah Palapa 4

Cari Blog Ini