Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo Bagian 2
tapi ke Hong-lung-cian" Tidak, tuan muda, aku tak berani."
"Mengapa" Ada apakah di Hong-lung cian?" tanya Han Liong.
"Di Hong-lung-cian sendiri tidak ada apa-apa!" jawab kakek itu,
"Tapi perjalanan dari sini ke Hong-lung-cian harus melalui Gunung
Hek-houw-san yang penuh dengan rimba raya. Sungai Lien-ho ini
69 di daerah itu memasuki hutan lebat sejauh sepuluh li lebih, dan
tempat itulah yang ditakuti oleh para nelayan dan pelancong,
karena penuh dengan bajak-bajak sungai. Di mulut hutan depan
terjaga oleh bajak laut gerombolan Hek Sam Ong dan di mulut
belakang dijaga oleh Oei-Coa Tai-Ong dengan gerombolannya.
Kedua bajak ini sudah terkenal kekejaman dan kejahatannya.
Andaikata kita bisa melewati Hek Sam Ong dengan selamat, tapi
tak mungkin kita bisa keluar dari hutan itu dan melewati Oei-Coa
Tai-Ong si Ular Kuning. Sudahlah, tuan muda batalkan sajalah niat
tuan muda itu kalau masih ingin hidup." Mendengar keterangan ini,
Han Liong menjadi gembira. Tugasku pertama untuk menghalau
bahaya rakyat ini, pikirnya.
"Lopek yang baik," katanya tertawa, "kiranya daerah itu aman,
bisakah kau antar aku aku ke Hong-lung-cian?"
"Tentu saja bisa."
"Dan berapa biayanya?"
"Hm, paling sedikit tujuh tail perak." Han Liong merogoh
buntalannya dan ia mengeluarkan sepuluh tail perak.
70 "Nah, ambilah uang ini kalau kau mau membawa aku ke sana. Dan
sesampainya di sana nanti aku tambah satu tail lagi." sambung
Han Liong. "Eh, eh, lupakah kau, tuan muda" Tadi sudah kuceritakan bahwa
di daerah Hek-houw-san..."
"Aku sudah tahu, lopek. Tapi aku tidak takut, dan aku berjanji
bahwa bajak-bajak itupun takkan mungkin berani mengganggumu
seujung rambutpun!" Kakek nelayan itu memandangnya dengan
tak percaya, maka Han Liong segera menghampiri sebuah batu
kali yang besar dan hitam di dekat itu, ia menggunakan sepuluh jari
tangannya menyodok batu itu.
"Nah lihatlah, lopek. Bukan aku hendak memamerkan tenaga, tapi
apakah kiranya batok kepala kedua raja bajak itu lebih keras dari
batu ini?" Lo Sam tak mengerti maksud pemuda itu lalu datang
mendekati Han Liong. Ia sangat kagum dan heran sekali melihat
batu hitam yang keras itu berlobang-lobang karena tusukan jari
anak muda itu! Ia mengangguk-angguk tapi masih agak sangsi.
"Kau rupanya seorang gagah, tuan muda, tapi jangan lupa, kawankawan mereka sangat banyak."
71 "Jangan khawatir, Lopek yang baik." Akhirnya Lo Sam terima juga
tawaran Han Liong dan mereka berangkat. Perahu Lo Sam
walaupun sudah tua, tapi masih cukup kuat dan atapnyapun baru
saja diganti hingga jika turun hujan tidak bocor. Betul sebagaimana
kata orang, pemandangan di sepanjang jalan sangat indah,
hawapun sejuk sekali hingga Han Liong merasa sangat gembira.
Apalagi Lo Sam ternyata pandai bicara dan banyak dongengnya,
maka pemuda Itu tidak merasa kesepian. Setelah perahu melaju
sepanjang tepi sungai sehari semalam lamanya, pada hari kedua
pagi-pagi mereka melihat bahwa, sungai itu berbelok memasuki
hutan. Di depan mereka nampak gunung kecil tinggi, penuh pohonpohon belukar.
"Hati-hatilah, kongcu, bukit itu ialah Hek-houw san..." Belum habis
Lo Sam bicara, tiba-tiba terdengar suara bersiutnya sebatang anak
panah ke atas kepala mereka!
"Celaka, kongcu!!" Lo Sam mengeluh, tapi Han Liong yang sedang
membaca buku yang dibelinya di kota Lam-ciu, hanya tersenyum
saja sambil melanjutkan bacaannya dengan suara keras. Perahu
terus didayung maju menambah kecepatannya hanyut terbawa air
sungai. Kedua kali panah melayang di atas kepala mereka, kini
lebih rendah. "Bagaimana baiknya, kongcu?" Lo Sam mulai gemetar dan
ketakutan. 72 "Kayuhlah perahu ke tengah," berkata Han Liong yang masih
tenang. Perahu didayung ke tengah, tapi dari arah gerombolan
pohon di tepi sungai melayang tiga batang anak panah menuju ke
arah mereka! Han Liong menggunakan bukunya mengebut dan
angin kebutannya membuat anak-anak panah itu mencong ke
samping dan masuk ke air. Gerakannya ini, demikian sewajarnya,
seakan-akan tak disengaja hingga Lo Sam sama sekali tidak tahu
bahwa pemuda itulah yang membuat anak-anak panah itu tidak
mengenai sasarannya. Maka ia menjadi gemetar ketakutan hingga
kedua tangannya tak kuat mendayung lagi.
"Masuklah saja, lopek, biar aku yang ganti mengemudikan perahu,"
kata Han Liong. Tawaran ini ditolak keras oleh Lo Sam,
"Apa kongcu kira aku ini orang yang serendah-rendahnya" Biar
usiaku sudah tua, biar tenagaku sudah lenyap, biarpun telah
kukatakan terus terang bahwa aku tangat ketakutan, tani aku tidak
sudi meninggalkan kewajibanku!" Dan ia terus mendayung, kini ia
mulai berani, agaknya diperkuat oleh pernyataannya yang
bersemangat itu. Kemudian dari arah pantai tampak tiga buah
perahu dangan sangat laju mengejar mereka. Ketiga perahu itu
bercat hitam dan bergambar ular dan kepala perahunyapun
merupakan kepala ular yang sedang membuka lebar mulutnya.
Dengan cepatnya perahu itu dapat mengejar perahu Lo Sam, dan
sekarang terlihat bahwa di tiap perahu duduk tiga orang tinggi
besar memegang golok. Perahu pertama berada paling dekat dan
73 di situ berdiri seorang berpakaian hijau membolak-balikkan
goloknya. "He, perahu di depan, ayoh berhenti dan ke pinggir! Tinggalkan
dulu barang-barangmu," teriak bajak itu.
"Yang ada hanya barangku sendiri, kenapa harus ditinggalkan"
Kami kan tidak punya hutang padamu." jawab Han Liong.
"Jangan banyak mulut kau, anjing kecil," bajak itu mengancam.
"Mulutku hanya satu, anjing besar." Han Liong mempermainkan
bajak itu, hingga ia menjadi marah. Karena perahu mereka kini
hanya terpisah paling jauh satu tombak, bajak itu mengayun
kakinya meloncat ke arah perahu Han Liong sambil mengangkat
goloknya! Han Liong tekankan tangan kirinya pada kepala
perahunya yang segera meluncur ke samping seakan-akan
terdorong dari sisi oleh tenaga yang kuat sekali. Tidak heran bahwa
ketika kaki bajak yang melompat itu turun, ia mencebur ke dalam
air karena perahu itu seakan-akan berkelit! Kawan-kawan bajak itu
merasa heran, bahkan ada beberapa orang diantara mereka
melihat pemimpin mereka begitu bodoh hingga melompat ke
perahu begitu dekatpun tidak becus! Sama sekali mereka tidak
sangka bahwa bukan pemimpin mereka yang tak dapat melompat,
tapi adalah tenaga Han Liong yang kuat telah membuat perahu
seakan-akan menyingkir. 74 "Ayoh serbu!" teriak seorang bajak lain yang segera meloncat pula
ke arah perahu Han Liong. Tapi kembali ia menginjak tempat
kosong dan mencebur juga ke dalam air. Sementara itu Lo Sam
terheran heran dan berkaki-kali berteriak,
"Eh, eh, eh!!" dikala perahunya kelihatan seperti berjiwa dan dapat
bergerak ke sana ke mari berkelit menghindarkan kaki para bajak
yang melompat. Akhirnya semua bajak yang berjumlah sembilan
orang itu masuk ke dalam air.
"Teruskan dayung, Lo Sam." kata Han Liong, tapi di saat itu
pemimpin bajak sambil menggigit goloknya telah berenang
mendekat dan hendak menggunakan tangannya memegang
pinggiran perahu. Lo Sam melihat ini segera mengangkat
dayungnya dan memukul tangan yang memegang pinggiran
perahunya itu, hingga si bajak menjerit kesakitan karena jari-jari
tangannya dipukul keras! "Bagus, Lo Sam, kau sungguh gagah," Han Liong memuji dan Lo
Sam dengan wajah bangga segera mendayung perahunya laju ke
depan, meninggalkan para bajak itu berenang kembali ke arah
perahu mereka dan segera mengejar kembali dengan secepat
mungkin. 75 "Cepat, Lo Sam, gunakan seluruh tenagamu. Mereka datang
mengejar!" kata Han Liong yang lalu mengambil dayung cadangan
yang kecil dari dalam perahu dan mulai membantu dengan
perlahan. "Ayoh bantu, jangan perlahan begitu, kuat-kuat!" teriak Lo Sam
yang sibuk juga melihat bajak-bajak dengan pakaian basah kuyup
itu membalapkan perahu mereka mengejar.
"Aku tidak biasa, kaulah yang harus mendayung kuat-kuat," jawab
Han Liong, tapi sementara itu ia mengerahkan tenaganya. Lo Sam
juga menggunakan seluruh kepandaian dan tenaganya yang
sudah tua untuk membuat perahu mereka meluncur cepat.
Sebentar saja perahu mereka dengan laju dan cepat maju ke
muka, dan meninggalkan para bajak itu berteriak-teriak.
"Kau kuat sekali, Lo Sam," Han Liong memuji dan kendurkan
tenaganya. Perahu menjadi perlahan majunya dan Lo Sam
mengaso dengan napas terengah-engah.
"Kalau cuma bajak-bajak kecil itu saja mana bisa mengejarku,"
katanya sombong. 76 "He, Lo Sam, mengapa bajak-bajak itu berhenti mengejar?" tibatiba Han Liong bertanya. Lo Sam menengok ke belakang, tapi
matanya yang tua hanya melihat titik-titik hitam jauh di belakang.
"Kau tidak tahu, kongcu, sekarang kita sudah memasuki daerah
yang dikuasai Oei-Coa Tai-Ong, maka kita harus hati-hati. Bajakbajak yang tadi adalah anak buah Hek Sam Ong." Betul saja, ketika
perahu mereka sampai di sebuah tikungan, ternyata di depan telah
menghadang sepuluh buah perahu besar yang memenuhi sungai.
Tiap perahu memuat lebih kurang dua kelas orang berpakaian
kuning yang semuanya memegang senjata tajam. Yang terdepan
adalah sebuah perahu besar warna kuning pula, di mana berdiri
seorang pendek gemuk yang berwajah seperti kanak-kanak. Di
pinggang orang ini tergantung pedang.
"Awas, itu dia Oei-Tai-Ong sendiri mencegat kita," Lo Sam berbisik
dengan suara gemetar. Han Liong melihat bahwa perahunya tak
mungkin lewat, bangun berdiri lalu menjura kepada kepala bajak
itu. "Maafkan kami Tai-Ong, apakah sebabnya maka Tai-Ong,
mencegat kami?" Kepala bajak itu tersenyum dan balas menjura,
"Hohan, kami sudah mendengar akan sepak terjangmu ketika
diganggu oleh anak buah Hek sute tadi. Maka kini siauwte sendiri
mengundangmu untuk singgah sebentar belajar kenal." Han Liong
heran akan keluar biasaan orang ini. Demikian cepat ia telah tahu
akan peristiwa tadi dan dapat menduga bahwa ia adalah seorang
77 yang berkepandaian. Maka tak ragu-ragu lagi ia menjura sambil
menjawab, "Baiklah, Tai-Ong, dan terima kasih atas budimu ini." Dengan
ketakutan, tapi bercampur terheran-heranan. Lo Sam menurut saja
ketika perahunya ditarik ke pinggir. Dengan tenang Han Liong
melangkah turun lalu bersama-sama Oei-Coa Tai-Ong Si Ular
Kuning, berjalan menuju ke tengah rimba. Di sepanjang jalan
menuju ke kemah raja sungai itu nampak barisan bajak berdiri rapi
berjajar sambil memegang golok atau tombak, merupakan barisan
kehormatan. Ternyata Hek Sam Ong sendiri juga berada di situ. Ia adalah
seorang tinggi besar, berkulit hitam dan cambang bauknya lebat
menakutkan. Dialah yang mendahului datang ke situ dengan anak
buahnya untuk ikut mencegat anak muda yang istimewa itu. Di
dalam ruangan kemah telah tersedia meja penuh hidangan. OeiCoa Tai-Ong duduk di kursi tuan rumah, di kanannya duduk Hek
Sam Ong dan di kirinya disediakan kursi untuk Han Liong. Masih
ada dua orang lagi duduk di meja itu, ialah Kong Tat dan Kong Ta
yang dijuluki orang Sepasang Garuda Sungai Lien-ho dan menjadi
pembantu kedua bajak sungai itu. Hek Sam Ong mengambil
sepasang sumpit lalu menghampiri Han Liong. Ia tancapkan sumpit
itu di depan Han Liong sambil berkata,
"Terimalah sumpit untukmu, tuan yang gagah." Sepasang sumpit
itu menancap di meja sampai satu dim lebih. Han Liong tersenyum
78 melihat demonstrasi tenaga dalam ini dan ia menepuk-nepuk meja
sambil berseru, "Bagus! Bagus!" Sungguh ajaib, biarpun ia hanya menepuk
perlahan saja, namun sepasang sumpit gading yang tertancap di
atas meja itu berlompatan ke atas dan jatuh kembali tepat di atas
lobang yang tadi hingga tetap berdiri di atas meja. Hek Sam Ong
menjura dan mundur, lalu duduk kembali ke atas kursinya. Tibatiba terdengar suara ketawa Oei-Coa Tai-Ong yang bangun berdiri,
sambil menjura ke arah Han Liong.
"Saudara masih muda tapi berilmu tinggi, bolehkah kiranya saya
mengetahui namamu?" "Siauwte yang rendah bernama Han Liong she Si, harap Tai-Ong
tidak tertawakan kebodohan siauwte," jawab Han Liong.
"Ah, ah, sudah pandai, sopan santun pula. Jarang menjumpai
seorang muda seperti kau, Si Enghiong. Aku yang kasar sudah
sepatutnya memberi hormat dengan secawan arak." Ia menutup
kata-katanya ini dengan menuangkan arak dari guci secawan
penuh. Arak di cawan itu penuh sekali hingga hampir melimpah,
tapi aneh benar, seakan-akan ada tenaga yang menahan arak itu
hingga tak sampai tumpah, si pendek gemuk itu lalu maju
selangkah ke arah Han Liong,
79 "Terimalah hormatku melalui secawan arak ini, Si Enghiong." Ia
berikan cawan arak itu kepada Han Liong, tapi diam-diam ia
mengerahkan tenaga Iweekangnya menekan ke bawah.
Ketika Han Liong menerima cawan itu, ia merasa suatu tenaga
besar menekan ke bawah. Ia tersenyum dan ingin unjuk
kepandaiannya, karena kalau sampai tangannya tertekan dan arak
yang hampir melimpah itu tumpah, ia akan mendapat malu.
Dengan tenang ia terima cawan itu dan pada saat itu juga Oei-Coa
Tai-Ong diam-diam merasa terkejut sekali, karena ia merasa
cawannya itu seakan-akan menyentuh kapas, namun demikian
seakan-akan dasar cawan lekat pada tangan pemuda itu! Oei-Coa
Tai-Ong kerahkan tenaganya makin keras, tapi kali ini ia merasa
tangannya sakit sekali karena tenaganya sendiri membalik hingga
terasa sampai ke tulang-tulangnya! Terpaksa ia lepaskan cawan
itu. Han Liong dengan senyum di bibir mengangkat cawan arak itu
ke arah mulutnya lalu memiringkan cawan itu untuk menuangkan
arak itu ke mulutnya. "Ah, arakmu terlalu kental, tai ong," kata Han Liong. Semua orang
heran melihat arak itu melimpah ke sisi cawan, tapi tidak juga jatuh
atau tumpah. Han Liong tanpa minum araknya meletakkan kembali
cawan itu ke atas meja. Ketika ia melepaskan tangannya, maka
arak itu tumpah dan membasahi meja. Oei-Coa Tai-Ong tersenyum
menyindir, 80 "Rupanya kau pandai ilmu iweekang, anak muda. Entah
bagaimana pula ilmu silatmu!"
Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Siauwte hanya bisa satu dua jurus ilmu pukulan yang tidak berarti
saja," jawab Han Liong tetap merendah.
"Jangan banyak tingkah. Marilah kau coba ilmu silatmu dengan
kami dua saudara Garuda Sungai Lien-ho," tiba-tiba Kong Tat
menantang. "Satu sama satu juga aku tidak mungkin menang, apa lagi
dikeroyok dua." kata Han Liong, tapi ia bangun juga berdiri dengan
sabar. Tiba-tiba di sudut dilihatnya Lo Sam duduk dengan
beberapa orang pemimpin laskar bajak yang sedang
menggodanya dan melolohnya dengan arak.
"He, Lo Sam, kesinilah kau!" teriak Han Liong. Tapi ketika Lo Sam
hendak berdiri, beberapa orang bajak memegang lengannya dan
memaksanya duduk kembali. Han Liong segera bertindak
menghampiri dan memegang lengan Lo Sam untuk diajaknya
pindah duduk. Tapi lengan Lo Sam yang sebelah lagi masih
dipegang oleh dua orang berandal. Han Liong menyambar sumpit
Lo Sam dan menggunakan sumpit itu untuk mengetok dengan
perlahan tangan orang-orang yang memegangi Lo Sam.
Terdengar jeritan-jeritan ngeri dan dua orang itu berjingkrak81
jingkrak kesakitan sambil memegang lengannya yang terketok
sumpit itu. Mulut mereka tiada hentinya mengeluh.
"Aduh, aduh!" Tiga orang bajak lain merasa penasaran dan dengan
golok mereka menyerang Han Liong. Han Liong menggunakan
sumpit kayu itu menangkis dengan sekali kebut.
"Traang!!" Tiga buah golok itu terpental jauh, bahkan sebuah
diantaranya meluncur cepat melukai kaki seorang bajak lain!
Melihat kelihaian pemuda ini para bajak sungai itu menjadi takut
dan tak berani bergerak. Dengan tenang Han Liong menggandeng
tangan Lo Sam dan kembali ke tempatnya. Kemudian ia
menghadapi Sepasang Garuda Sungai Lien-ho yang
menantangnya tadi sambil tersenyum.
"Bagaimanakah, jiwi, apakah jiwi ingin maju satu-satu atau
terpaksa mengeroyok!"
"Kalau kau takut melawan kami sepasang, kami akan maju satusatu!" kata Kong Tat dengan kesal.
"Bagaimana, Lo Sam" Beranikah kiranya aku sekali tempur
melayani kedua Enghiong ini?" Lo Sam kini percaya penuh akan
kegagahan Han Liong. Hatinya telah menjadi tetap dan timbul sifat
sombongnya. 82 "Jangankan baru mereka berdua, biar semua maju sekali serentak,
kurasa kongcu masih sanggup melayaninya." Demikian ia
membual agar jangan "kalah muka" dengan para bajak yang
dibencinya itu. "Mari maju kemari!" Kong Tat menjadi marah mendengar ini, ia
menantang Han Liong sambil menuju ke tempat yang lapang
dengan Kong Ta, lalu berdiri memasang kuda-kuda dengan
berjejer, di tangan masing-masing memegang sepasang golok
besar. Han Liong bertindak tenang menghampiri kedua orang itu
dengan tangan kosong. Lo Sam melihat jagonya maju tak
bersenjata, segera ingat betapa tangkasnya Han Liong tadi
memainkan sumpit melayani tiga orang bajak bersenjata golok. Ia
meloncat ke arah meja dan memilih sepasang sumpit gading.
Diambilnya sumpit itu lalu ia lari ke arah Han Liong.
"Kongcu, kau tak bersenjata, ini senjatamu!" Ia sangka bahwa Han
Liong memang biasa bersenjata sumpit! Han Liong tersenyum dan
menerima sumpit itu sambil berkata,
"Terima kasih, Lo Sam." Sepasang Garuda Sungai Lien-ho sangat
kesal dan marah melihat betapa lawan mereka itu sangat
memandang rendah kepada mereka.
83 "Kau hanya bersenjata sepasang sumpit" Jangan menyesal kalau
nyawamu melayang karena keangkuhanmu ini, anak muda!" kata
Kong Ta dengan mata merah.
"Silakan maju menyerang, jiwi Enghiong." tantang Han Liong.
Dengan mengeluarkan bentakan keras, Kong Tat mengayun golok
di tangan kanan menyerang dengan sabetan Garuda Menerkam
Ular. Kong Tat menimpali serangan kakaknya dengan
menusukkan goloknya ke arah pinggang lawan dalam tipu Garuda
Menyambar Kelinci. Han Liong dengan tenang mengangkat kedua
sumpitnya, sumpit kiri menyampok golok yang akan mengenai
leher dan sumpit kanan menolak tusukan golok ke pinggangnya.
Kedua saudara Kong merasa telapak tangan mereka sakit ketika
golok mereka terpental oleh tangkisan anak muda itu. Mereka
menjadi hati-hati dan mengurung Han Liong dari kiri kanan.
Serangan-serangan mereka diatur bertubi-tubi dan berpasangan.
(Lanjut ke Jilid 03) Pedang Pusaka Naga Putih (Seri 04 - Serial Jago Pedang Tak
Bernama) Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 03 Kalau dari kiri menyerang bagian atas, dari kanan menyerang
bagian bawah, kalau yang kiri menyerang bagian kanan, yang
84 kanan menyerang bagian kiri, hingga Han Liong seakan-akan
terkurung oleh empat buah golok di semua bagian! Tak percuma
kedua saudara Kong itu mendapat julukan Sepasang Garuda
Sungai Lien-ho, karena gerakan-gerakan mereka yang cepat dan
bertenaga serta ganas itu memang seakan-akan merupakan dua
ekor garuda yang menyambar-nyambar dan mencakar-cakar
dengan empat caka mereka! Tapi sekali ini mereka malang sekali
berjumpa dengan Han Liong, seorang muda yang tubuhnya terlatih
semenjak kanak-kanak dan dikuatkan oleh darah Ouw-pek coa,
kemudian menerima pelajaran dari empat orang guru-guru yang
sangat tinggi ilmunya, sekaligus, lalu dimatangkan pula oleh
bimbingan Kam Hong Siansu, seorang pertapa berilmu paling
tinggi yang jarang ada taranya di masa itu.
Empat buah golok mereka tak berdaya sama sekali terhadap Han
Liong. Gerakan anak muda itu terlampau cepat bagi mereka,
ditambah dengan gerakan-gerakan ilmu silat yang aneh dan tak
terduga pecahannya. Suara trang-treng-trong beradunya golok
dengan sumpit makin sering terdengar dan mata kedua saudara
Kong itu menjadi silau melihat bayangan Han Liong berkelebat ke
sana ke mari diantara sambaran golok mereka. Han Liong
melayani mereka dengan gunakan Ouw-wan-ciang-hoat warisan
gurunya Siauw-lo-ong Hee Ban Kiat si mata satu. Sebenarnya ilmu
ini adalah ilmu pukulan tangan kosong, tapi karena Han Liong
sudah mendapat pimpinan Kam Hong Siansu, maka ia dapat
mainkan itu dengan menggunakan sumpit. Bahkan sumpitnya
balas menyerang dengan selalu tertuju ke arah jalan darah musuh
dengan gerakan Su-sat-chiu.
85 Baru saja pertempuran berjalan kurang lebih tiga puluh jurus,
kedua saudara Kong itu sudah menjadi sangat sibuk menangkis
serangan balasan Han Liong, karena mereka merasa, yang
menyerang mereka seakan-akan bukan dua batang sumpit, tapi
lebih dari enam sumpit! Tiba-tiba, ketika Kong Tat dari kanan
menyambar kaki Han Liong dengan golok kanan, pemuda itu tidak
mengelak atau menangkis, tapi bahkan memapaki golok itu
dengan kakinya! Gerakannya demikian cepat dan sebelum Kong
Tat tahu bagaimana cara Han Liong melakukan itu, tiba-tiba saja
jari tangan kanannya yang memegang golok telah tertendang
hingga terpaksa ia melepaskan goloknya dan terlempar jauh!
Kemudian menyusul sebuah sumpit menotok tulang pundak kirinya
dan ia berteriak keras, golok di tangan kirinya terlepas dan sebelah
lengan kirinya menjadi lumpuh! Kong Ta menolong saudaranya
dengan memutar goloknya seperti baling-baling menyerang
lawannya, Tapi tiba-tiba Han Liong membalikkan tubuhnya dengan ilmu Oeiliong-coan-sin atau Naga Kuning Memutar Tubuh, satu gerakan
dari warisan gurunya Bie Kong Hosiang. Gerakan inipun
seharusnya dilakukan dengan menggunakan golok atau pedang,
tapi pada saat itu, kekuatan sepasang sumpit Han Liong sudah
cukup untuk menggantikan dua macam senjata panjang itu.
Terdengar suara benda beradu keras sekali dan tanpa terduga
sepasang golok Kong Ta terlempar ke atas, lalu terdengar teriakan
Kong Ta karena Han Liong secepat kilat menotok iganya hingga ia
terjungkal untuk tak dapat bangun kembali! Kawanan bajak yang
86 dipimpin oleh Oei-Coa Tai-Ong berteriak-teriak marah dan
mengurung anak muda itu, lalu atas isyarat kepalanya, mereka
menyerbu dengan senjata golok, tombak dan toya! Lo Sam
menjadi ketakutan dan bersembunyi di tempat aman.
"He, Oei-Tai-Ong, mengapa tindakanmu rusuh begini?" tegur Han
Liong sambil menangkis puluhan tombak dan golok itu. Tapi
musuhnya tak menjawab, bahkan segera ikut menyerang dengan
pedangnya. Juga Hek Sam Ong memutar toya besinya yang
menerbitkan angin menderu-deru karena tenaganya yang besar.
Han Liong melayani mereka dengan tenang sebentar saja lima
orang bajak tertendang olehnya sampai jatuh bangun. Tiba-tiba di
luar kepungan itu terjadi keributan dan beberapa orang bajak
menjerit-jerit kesakitan. Ketika Han Liong melirik, ternyata di sana
terdapat seorang gadis muda yang berpakaian cara laki-laki
tengah mengamuk dengan siang-kiam (sepasang pedang) yang
gerakannya sangat gesit dan lincah. Kemudian gadis itu memburu
ke arah Han Liong yang sedang dikeroyok dan berteriak nyaring.
"Hei, bangsat Oei-coa dan Hek Sam!! Kembali kamu
memperlihatkan sifat pengecut!" Kedua kepala bajak itu heran dan
segera membentak semua orangnya agar berhenti. Han Liong
yang dilepaskan dari kepungan juga memandang gadis itu dengan
berdiri tenang. Lo Sam keluar dari tempat sembunyinya dan
mendekati Han Liong. 87 "Eh, eh. Gadis kecil dari manakah berani datang mengacau?" OeiCoa Tai-Ong menegur.
"Ketahuilah olehmu kepala bajak jahat. Beberapa hari yang lalu
ketika pegawai ayahku lewat di sini, kamu telah membajaknya dan
barang-barangku juga terbawa dalam rampasanmu. Kamu tidak
tahu siapa ayahku dan tidak tahu pula kelihaianku, ya" Nah, hari
ini aku datang untuk menghukummu!"
"Hm, anjing betina tak tahu malu!" Hek Sam Ong memaki karena
perasaan tak puas melihat lagak gadis itu. "Kau kira kami takut
padamu?" Han Liong memandang gadis itu dengan kagum akan
keberaniannya, tapi ia berbareng tak senang melihat kelancangan
gadis semuda itu berani datang mengantarkan diri memancing
bahaya di gua harimau. Mendengar makian keji itu mata gadis
yang bening dan bagus seperti mata burung Hong itu bersinarsinar marah dan seperti hendak mengeluarkan api.
"Kurang"ajar!" hanya demikian ia berseru lalu kedua kakinya
bergerak. Kegesitannya hebat juga karena tahu-tahu ia telah
melompat ke depan Hek Sam Ong dan menyerangnya dengan
tusukan maut! Hek Sam Ong adalah seorang yang telah banyak
pengalaman dalam bertempur, dan toyanya adalah toya besi besar
dan berat, ditambah pula dengan tenaganya yang sekuat kerbau,
maka ia merupakan lawan yang bukan ringan. Segera ia
menangkis dengan toyanya dengan sepenuh tenaga. Tapi gadis
itu ternyata lihai benar, karena dari sambaran toya ia telah maklum
88 akan kekuatan tenaga lawan, maka ia menarik kembali pedangnya
agar jangan sampai beradu dengan toya, lalu pedang kiri menyabet
leher dan pedang kanan yang ditarik mundur sudah bergerak maju
pula menusuk lambung! "Bagus!" diam-diam Han Liong memuji karena gerakan pedang
Taufan Mengamuk di Lautan ini dimainkan dengan gaya indah
sekali, Hek Sam Ong tundukkan kepala dan loncat mundur untuk
menghindarkan diri dari serangan berbahaya itu dan si nona
mendesak maju. Dua orang bajak yang tak senang melihat gadis
itu dan berbareng kagum melihat kecantikannya, menggunakan
gagang tombak mereka untuk memukul dari belakang ke arah dua
lengan tangan gadia itu. Tapi tiba-tiba si gadis melompat ke atas
dan turun kembali sambil kedua pedangnya berkelebat ke kanan
dan ke kiri, tahu-tahu kedua bajak itu menjerit sambil roboh karena
leher mereka tertusuk pedang sampai tembus!
"Serbu! Tangkap!!" Demikian terdengar teriakan-teriakan dan
semua bajak yang tadinya mengeroyok Han Liong, kini berbalik
mengepung nona itu dengan teriakan-teriakan riuh rendah. OeiCoa Tai-Ong menghampiri Han Liong sambil menjura,
"Sobat muda, sekarang lebih baik kau pergi saja, karena urusanmu
sudah beres dan kami sedang sibuk dengan kuda betina liar ini!"
katanya. Diam-diam Han Liong merasa geli karena ia tahu akan
kelicinan kepala bajak ini. Setelah tahu bahwa Han Liong bukan
makanan lunak dan tidak membawa harta, maka kepala yang
89 pintar itu mengambil kesempatan ketika semua orang tidak
melihat, sehingga ia tidak akan hilang muka, minta Han Liong pergi
saja dari tempat itu! Tapi Han Liong bukannya pergi malahan
mengambil sebuah kursi dan duduk dengan enak.
"Aku mau nonton dulu," katanya. "Gampang saja pergi kalau
tontonan bagus ini sudah selesai." Oei-Coa Tai-Ong tidak
perdulikan ia lebih jauh karena ia harus membantu Hek Sam Ong
yang nampak payah, sedangkan beberapa orangnya telah rebah
mandi darah menjadi korban sepasang pedang yang ganas dari
nona itu. Karena banyaknya korban, maka akhirnya para bajak
hina itu tidak berani lagi mendekati rona yang sedang mengamuk
seperti singa betina itu, takut kepada sepasang pedangnya yang
berbahaya dan tajam. Mereka hanya melihat dari tempat aman bagaimana kedua TaiOng mereka dengan dibantu tiga orang pemimpin yang agak tinggi
ilmu silatnya, mengeroyok gadis itu. Hek Sam Ong memainkan
toyanya dengan ilmu toya dari cabang Siauw-lim yang sudah
berobah, tapi masih cukup berbahaya, sedangkan Oei-Coa TaiOng memainkan pedangnya dengan ilmu silat pedang campuran
antara ilmu pedang dari Pek-lian-kauw (Agama Teratai Putih) dan
kiam-hoat dari Gobi. Permainan silat kedua tai ong ini memang
bagus sekali, ditambah dengan tiga pemimpin lain yang lumayan
juga permainan goloknya, maka perlahan-lahan si;nona terdesak
juga dan lebih banyak menangkis daripada menyerang. Tapi gadis
itu meskipun usianya masih sangat muda tapi semangat dan
90 keberaniannya besar sekali. Ia kertakkan gigi dan memutar siangkiamnya bagaikan kitiran.
Pada saat itu dengan gerakan Burung Kepinis Bermain di Angkasa
ia melompat ke atas menghindari sapuan toya dan tikaman pedang
kedua Tai-Ong itu, lalu dengan mengandalkan ginkangnya yang
tinggi, ia melayang secepat kilat sambil menikamkan pedangnya
ke arah leher seorang daripada tiga pemimpin yang
mengeroyoknya. Hek Sam Ong menggerakkan toyanya untuk
menangkis dan menolong kawannya, tapi tiba-tiba ia merasakan
toyanya seakan-akan terbentur sesuatu dan terpental balik, hingga
serangan nona itu tidak ada yang menghalangi. Terdengar teriakan
ngeri dibarengi dengan tersungkurnya kepala bajak tadi karena
lehernya hampir putus oleh pedang si nona! Sisa pengeroyoknya
yang tinggal empat orang itu menjadi hilang akal juga melihat
kehebatan gadis itu, terutama Hek Sam Ong merasa heran karena
tidak mengerti apakah yang telah membentur toyanya tadi.
Karena merasa kebingungan ini, permainan toyanya menjadi
kacau dan kesempatan baik itu digunakan oleh si gadis untuk
menyerang dengan hebat dalam gerakan tipu Siauw-liong-tiamjiauw atau Naga Kecil Ulur Cakarnya. Sepasang pedangnya
Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersamaan menyerang ke arah dada dan leher lawan. Namun
ternyata gadis itu sangat terburu nafsu, mungkin karena kelelahan
dan ingin segera menghabiskan musuh-musuhnya secepat
mungkin hingga ia kurang berlaku hati-hati. Tipu silat yang ia
jalankan itu sungguhpun sangat berbahaya bagi seorang lawan,
namun demikian berbahaya pula bagi dirinya sendiri karena ia
91 sedang menghadapi keroyokan. Ia tidak ingat bahwa tipu itu hanya
boleh dimainkan jika menghadapi lawan seorang saja. Dengan
menyerang dengan kedua pedangnya, ia memberi kesempatan
terbuka bagi lain pengeroyoknya. Dan Oei-Coa Tai-Ong melihat
pula hal ini. Dengan sangat girang, ia menubruk maju sambil
menusukkan pedangnya dari belakang nona itu.
Pada saat yang sangat berbahaya bagi nona itu kembali Han Liong
mempergunakan batu-batu koral kecil yang sejak tadi ia mainmainkan di tangan. Tadi ia telah gunakan sebutir koral untuk
menahan toya Hek Sam Ong, kini terlihat ia menggerakkan tangan
kiri dan kanannya dua kali. Batu pertama tepat mengenai jidat Hek
Sam Ong hingga si tinggi besar ini tidak berdaya sama sekali ketika
pedang nona itu mengarah dadanya. Ia berteriak ngeri dan roboh,
dari dadanya mengalir darah segar. Batu kedua tepat menyerang
betis kaki Oei-Coa Tai-Ong, hingga biarpun ia memakai kaos kaki
duri kulit, namun masih saja betisnya merasa sangat perih dan
sakit hingga ia terpaksa berhenti mengejar nona itu dan
memegang-megang kakinya dengan rasa takjub. Ketika itu, si
nona sudah membalikkan tubuh dan ia makin bersemangat karena
musuhnya kini tinggal tiga lagi.
Betapapun juga, ia sudah amat lelah dan mandi keringat,
sedangkan di antara semua lawannya. Oei-Coa Tai-Ong adalah
yang paling tangguh. Han Liong melihat gerakannya mulai lemah
merasa kasihan juga dan kembali ia mengayun tangannya arah
lengan Tai-Ong yang pendek itu. Oei-Coa Tai-Ong berseru
kesakitan dan pedangnya terlepas dari pegangan! Saat itu pedang
92 kiri si nona membabat pundaknya hingga tanpa ampun lagi ia
terguling dengan pundak hampir terbelah dua! Nona muda itu
makin ganas dan mendesak dua kepala bajak dengan keras. Tentu
saja kedua orang itu bukan tandingannya, maka sebentar saja
mereka terdesak sekali. Tiba-tiba seorang di antara mereka
melempar goloknya dan berlutut tanda takluk. Kawankawannyapun buru-buru turut perbuatan kawannya. Gadis itu
agaknya tak hendak ambil perduli, bahkan mengangkat kedua
pedangnya untuk membacok.
"Nona, tahan!" Han Liong berteriak. Gadis itu menangguhkan
bacokannya dan menengok dengan wajah membenci.
"Bagus! Aku datang menolongmu, sebaliknya kini kau mau
membela dua jahanam ini. Ini namanya air susu dibalas dengan air
tuba!" "Bukan begitu, nona," Han Liong membantah. "Aku merasa
berterima kasih sekali mendapat pertolonganmu, karena kalau kau
tidak segera datang, tentu aku telah menjadi bangkai! Tapi lihatlah,
mereka semua telah menyerah, apakah kau sampai hati dan begitu
kejam untuk membunuh orang demikian banyak itu?" Han Liong
menunjuk ke sekitar tempat itu. Garis itu menengok dan melihat
betapa berpuluh-puluh anak buah bajak itu mencontoh pula
perbuatan dua pemimpin mereka dan berlutut sambil melepaskan
senjata masing-masing. 93 "Kau hendak mengampuni mereka, tapi kalau di belakang hari
mereka membuat onar lagi dan mengganggu rakyat, jangan kau
menyesal," nona itu menggerutu, lalu duduk di atas sebuah kursi
dengan muka merengut. Agaknya ia baru merasa lelahnya di saat
itu, dan ia duduk meluruskan kakinya untuk menghilangkan lelah.
"Saudara-saudara sekalian," kata Han Liong sambil menghadap
kepada semua sisa anggota bajak itu.
"Lihiap ini telah begitu baik hati untuk mengampuni kalian. Kalau ia
berlaku kejam, mungkin kalian pada saat ini telah dibasmi habis
dan kalian telah melihat sendiri betapa tangkasnya Lihiap. Maka
biarlah ini menjadi satu pelajaran bagi kalian bahwa betapapun
juga, perbuatan jahat itu selalu akan hancur. Kalian adalah lelakilelaki sehat dan kuat, mengapa memilih jalan sesat" Kalian
menjadi bajak untuk merampok rakyat jelata tanpa pilih bulu. Lebih
baik kalian mencari jalan benar dan bekerja mencari makan
dengan cara halal." Seorang daripada pemimpin bajak yang
menakluk tadi segera menjura dan membantah,
"Tapi, bagaimana kami harus bekerja" Kemiskinan merajalela dan
demikian pula para pembesar dan kaum hartawan. Mereka toh
kerjanya hanya menindas dan menghisap rakyat miskin. Lapangan
pekerjaan amat sempit dan orang yang mencari makan dengan
cara halal banyak yang kelaparan." Han Liong bingung karena
94 sebenarnya ia belum tahu jelas tentang keadaan penghidupan
rakyat jelata pada masa itu. Tiba-tiba gadis itu berdiri dan
membantunya, "He, kamu sekalian! Memang benar bahwa sekarang banyak
penghisap rakyat, tapi aku tidak larang jika kamu mengganggu
para pembesar jahat dan hartawan penghisap darah rakyat. Tapi
janganlah merampok tak pilih bulu. Pula, tidak semua hartawan
dan pembesar jahat, ada juga yang masih tahu akan
perikemanusiaan. Juga, tanah kita lebar dan luas, tenaga kamu
sekalian masih dibutuhkan." Semua bajak bungkam tak ada yang
berani membantah. "Sekarang, bagaimana harus mengatur semua orang ini, Lihiap?"
tanya Han Liong dengan hormat. Gadis itu tidak menjawab
pertanyaan Han Liong, tapi berkata pula kepada semua orang itu.
"Nah, sekarang kamu semua harus bubarkan sarang bajak ini agar
jalan sungai di daerah ini menjadi aman. Semua harta yang
terdapat di sini boleh kamu bagi rata dipakai modal, dan sarang
bajakmu harus dibakar habis. Awas, lain kali kalau aku lewat sini
masih terdapat pengganggu keamanan, jangan katakan aku
keterlaluan jika kucabut pedangku dan tidak ada ampunan lagi
bagimu!" Bajak-bajak itu menyatakan terima kasih dan bubar untuk
segera melakukan perintah itu.
95 Sekejap kemudian keadaan di situ menjadi sunyi. Han Liong
merasa kagum sekali melihat sepak terjang gadis itu yang cepat
dan tepat. Dalam pandangannya gadis itu ternyata baru berusia
paling banyak enam belas tahun, bertubuh ramping dan tampak
makin ramping pinggangnya dalam pakaian pria yang serba
ringkas itu. Bajunya berwarna merah dan celananya biru.
Sepatunya dilapisi besi di bawahnya. Rambutnya yang hitam
panjang diikat dengan sutera merah pula. Wajahnya cantik dan
menarik. Han Liong masih asing dengan pergaulan, lebih-lebih
dengan kaum wanita, maka ia tak dapat banyak bicara. Tiba-tiba
ia teringat kepada Lo Sam dan matanya mencari-cari. Ternyata
kakek nelayan itu telah bersembunyi di bawah sebuah meja ketika
terjadi pertempuran hebat antara gadis itu dan para kepala bajak
tadi! "He, Lo Sam! Keadaan telah aman, keluarlah!" kata Han Liong dan
gadis itu tertawa geli melihat tingkah Lo Sam. Kakek itu merayap
keluar dan mengusap-usap dadanya.
"Aah, baru kali ini aku yang tua ini melihat peristiwa sehebat ini.
Seorang gadis muda dengan kedua tangan membasmi dua
gerombolan bajak! Hebat, hebat!" Ia lalu menjura kepada gadis itu
dan bertanya hormat, "Lihiap yang gagah perkasa. Perkenankanlah aku yang tua
mengetahui nama Lihiap agar dapat kudongengkan kepada anak
cucuku tentang kejadian ini." Gadis itu tertawa.
96 "Aku dipanggil orang Hong Ing dan she Lie." Lo Sam
memperkenalkan diri tanpa ditanya.
"Aku adalah nelayan tua Lo Sam dan tuan muda
ini...eh...namanya..." ia memandang Han Liong dengan bingung
karena sesungguhnya ia belum tahu nama pemuda itu. Han Liong
tersenyum dan menyambung.
"Namanya Si Han Liong..."
"Bolehkah aku bertanya, kemanakah Lihiap kini hendak pergi?"
tanya Lo Sam pula. "Aku hendak pergi ke Hong-lung cian."
"Ke Hong-lung cian" Kebetulan sekali, Lihiap, kami berdua juga
sedang menuju ke sana ketika dicegat oleh para bajak tadi," kata
Lo Sam. "Kalau Lihiap sudi, silakan ikut dengan perahu kami, bersamasama pergi ke Hong-lung cian." Han Liong menawarkan. Lie Hong
Ing tersenyum dan menyatakan terima kasihnya. Han Liong yang
97 belum ada pengalaman itu merasa malu-malu selama di dalam
perjalanan membisu saja. Tapi baiknya Lie Hong Ing adalah
seorang gadis kota yang terpelajar, hingga tanpa ragu-ragu gadis
ini mengajaknya bercakap-cakap dan lama kelamaan pemuda itu
hilang rasa malunya. Ternyata Hong lng selain pandai ilmu silat,
juga luas pandangannya tentang ilmu sastera.
Gadis ini menganggap bahwasanya Han Liong hanyalah seorang
sasterawan yang hanya kenal sedikit ilmu silat saja, maka
pembicaraannya kebanyakan mengenai ilmu kesusasteraan, dan
mungkin Hong Ing hendak membanggakan kesusasteraannya!
Karena perahu itu tidak berapa besar, maka Han Liong
mempersilakan Hong lng menempati tempat tidur satu-satunya di
dalam perahu itu yang hanya terbuat daripada jerami dibungkus
kain, dan ia sendiri duduk di luar kamar perahu mengobrol dengan
Lo Sam sambil membantu mendayung. Malam hari itu dilewatkan
tanpa kejadian sesuatu. Hong Ing agaknya sangat lelah barangkali
setelah pertempuran itu, karena ia pulas dan nyenyak sekali
sampai esok harinya. Setelah matahari tinggi, mereka memasuki
kolong jembatan pintu kota Hong-lung-cian. Lie Hong Ing ketika
mereka sampai di jembatan kedua, lalu menyatakan terima
kasihnya dan turun dari perahu.
"Si toako, selamat berpisah sampai berjumpa pula," kata gadis itu
sambil menunduk hormat, tiba-tiba saja ia menggunakan sebutan
yang lebih akrab, ialah toako atau kakak.
98 "Lihiap telah banyak memberi petunjuk padaku yang bodoh ini, aku
ucapkan banyak terima kasih pula," jawab, Han Liong. Setelah
gadis itu pergi, Lo Sam mengomel pada Han Liong,
"Ah, kongcu, Lihiap sebut kau toako, kenapa kau masih sebut ia
Lihiap?" "Habis bagaimana, Lo Sam?"
"Seharusnya kau sebut ia moi-moi atau siauw-moi..." Han Liong
diam saja, tapi mukanya terasa panas karena ia merasa malu kalau
harus menyebut demikian. Atas petunjuk Lo Sam yang telah beberapa kali datang ke kota itu
dan mengenal semua jalanannya. Han Liong mendapat kamar di
rumah penginapan Cit-seng. Kemudian, setelah menambah uang
setail perak, tapi ditolak oleh Lo Sam, kakek nelayan itu kembali ke
kampungnya, dan kebetulan ada seorang yang hendak ke Lam-ciu
hingga ia mendapat penumpang lagi. Sepeninggal Lo Sam, Han
Liong terkenang kepada Hong Ing yang amat menarik hatinya itu.
Ia kagum mengenangkan kecerdikan, pengertian dan kepandaian
silat gadis itu. Begitu muda tapi sudah demikian luas
pengalamannya, pikirnya. Ia baru saja turun gunung lalu mendapat
kawan seperjalanan yang menarik seperti Lo Sam yang peramah
dan Hong Ing yang pandai itu, betapa genbira hatinya selama
dalam perjalanan, tapi sekarang mereka harus berpisah.
99 Dan tinggallah Han Liong seorang diri di kota yang masih asing
baginya. Kini ia merasa sangat kesepian. Kemudian, setelah
makan siang, ia keluar dari penginapan, berjalan-jalan melihat-lihat
kota sembari memasang telinga ingin tahu di mana gerangan
tempat tinggal musuh besarnya, yaitu Tiat-kak-liong Lie Ban si
Naga Tanduk Besi. Tapi alangkah herannya ketika ternyata tak
seorangpun di kota itu yang ditanyainya, kenal kepada Tiat-kakliong Lie Ban. Atas petunjuk beberapa orang yang ditanyainya, ia
mendatangi beberapa cabang atas dan guru silat di kota itu untuk
mencari keterangan. Tapi para jagoan di kota inipun tidak kenal
nama Lie Ban si Naga Tanduk Besi. Salah seorang guru silat yang
berperawakan tinggi besar tapi sombong dengan angkuh
menjawab pertanyaannya dengan ketawa.
"Naga Tanduk Besi" Ah, anak muda, barangkali kau salah dengar.
Apakah kau mencarinya hendak belajar silat?" Han Liong
mengangguk, menyatakan ya.
"Kalau begitu, barangkali yang kau cari itu bukan Tiat-kak-liong,
tapi Tiat-thou-liong si Naga Kepala Besi."
"Tiat-thou-liong" Siapakah dia dan di mana tempat tinggalnya?"
Han Liong bertanya penuh harap.
100 "Ha, ha, ha! Kalau kau berguru kepadanya, maka kau takkan
kecewa, kongcu." Tiba-tiba guru silat itu bicara sopan dan ramah,
"Pun, ongkos belajarnyapun tidak begitu mahal, pendeknya cukup
murah kalau dibandingkan dengan pelajaran ilmu silat tinggi yang
akan kau terima." Biarpun tidak tertarik akan percakapan ini,
namun Han Liong terpaksa menunjukkan muka tertarik.
"Di mana tempat tinggalnya?" ulasnya lagi.
"Lihat ini!" tiba-tiba guru silat itu berkata sambil memungut dua
potong bata merah lalu memukulkan dua bata itu ke atas
kepalanya! Terdengar suara "prok! Prak!" batu bata itu pecah,
hancur menjadi beberapa potong kecil! "Nah, lihatlah kekuatan
kepalaku. Akulah yang dipanggil orang Naga Kepala Besi. Jadi
yang kau cari untuk kau jadikan gurumu tiada lain orangnya ialah
aku sendiri!" Han Liong merasa kecewa dan mendongkol sekali.
"O, jadi kau sendirikah kauwsu itu" Baik, aku mau menjadi
muridmu dan berapa saja bayaran pelajarannya akan kubayar, tapi
aku harus mencoba sendiri kekuatan kepalamu itu."
"Baik, baik. Silakan!" Han Liong memungut sepotong bata kecil,
pecahan dari bata tadi. 101 "Aku hanya ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri betapa
kuatnya kepalamu. Aku akan menggunakan bata kecil ini untuk
menyambit kepalamu," katanya. Si Naga Kepala Besi tertawa
berkakakan karena melihat lengan Han Liong yang halus kulitnya
itu bagaikan lengan wanita, membikin ia menjadi geli, mengapa
pemuda itu demikian bodoh untuk mencoba kepalanya dengan
sepotong bata kecil. Bukankah tadi dua buah bata besar menjadi
hancur ketika beradu dengan kepalanya" Berapa kekuatan bata
sekecil itu" Ia segera memasang kepalanya ke arah Han Liong dan
menantang, "Nah, lemparlah bata itu sekuat tenagamu!" Karena jemu dan
mendongkol, Han Liong menjepit bata itu diantara jari-jari
tangannya, lalu menggunakan telunjuknya untuk menyentil bata itu
ke arah kepala Naga Kepala Basi itu. Sengaja pemuda itu tidak
menggunakan semua tenaga lweekangnya, karena maksudnya
hanya memberi sekedar pelajaran untuk kesombongannya. Bata
kecil itu melesat dan "pletak!" menghantam si "kepala besi."
Sungguh aneh, bata itu tidak pecah, tapi sebaliknya si Naga Kepala
Besi bagaikan menerima pukulan palu baja yang keras! Ia
berteriak,
Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aduh!" dan kedua tangannya memegang kepalanya dan
terhuyung-huyung, akhirnya jatuh di atas sebuah kursi sambil
meringis-ringis. Ia merasa kepalanya sakit sekali sehingga tidak
tertahan, kedua matanya mengeluarkan air! Ia meramkan mata
menahan sakit. 102 Untungnya rasa sakit itu hanya sebentar saja, dan ketika ia
menggunakan jarinya meraba-raba, ternyata di batok kepalanya
tumbuh tanduk alias bengkak! Ia sangat heran dan membuka
matanya, tapi keheranannya bertambah ketika dilihatnya bahwa
pemuda itu sudah tidak berada di hadapannya lagi! Diam-diam dia
maklum ia baru berhadapan dengan seorang ahli Iweekeh yang
tinggi ilmu silatnya. Maka berjanjilah ia dalam hati untuk tidak
bersikap sombong dilain kali. Dengan hati kecewa Han Liong
berjalan ke sana ke mari di dalam kota Hong-lung-cian. Ia merasa
putus asa. Ke mana lagi ia harus mencari musuh besarnya itu"
Kakinya membawanya ke sebuah tempat yang ramai, merupakan
pasar kecil di mana banyak terdapat orang-orang berdagang
barang-barang yang datang dari luar kota. Secara iseng-iseng ia
masuk ke situ dan berdesak-desakan dengan banyak orang.
Tiba-tiba ia merasa ada orang meraba-raba kantongnya yang
tergantung di pinggangnya. Cepat sekali gerakan tangan itu hingga
tahu-tahu kantongnya telah terlepas dari ikatan! Tapi tangan Han
Liong lebih cepat lagi. Pencopet yang licik ttu tanpa disadarinya, ia
merasa pergelangan tangannya yang memegang kantong tadi
telah dipegang oleh tangan korbannya. Ia berusaha melepaskan
pegangannya, tapi sia-sia. Bahkan ketika ia kerahkan tenaganya,
ia merasa pergelangan tangannya begitu sakit seakan-akan
hendak patah. Mata dengan muka merah dan kebingungan ia
menurut saja ketika Han Liong menariknya ke tempat yang agak
sunyi. Mereka berdua berjalan seakan-akan dua sahabat karib
saling bergandengan tangan. Setelah tiba di sebuah gang sepi Han
103 Liong melepaskan cekalannya. Orang itu mengembalikan kantong
yang dicopetnya itu sambil menunduk memberi hormat.
"Kongcu maafkan siauwte yang telah berlaku tak sepatutnya
padamu," katanya. Han Liong melihat orang itu masih muda, kirakira berusia dua puluh lima tahun, tubuhnya kecil tapi tampak kuat
dan dari gerak-geriknya dapat kita ketahui bahwa ia mengerti ilmu
silat. "Tidak apa," jawabnya, "Tapi barangkali kau bisa menolongku,"
kata Han Liong. Orang itu memandang heran.
"Kongcu, aku Tan Sam dijuluki orang Si Copet Tangan Seribu.
Belum pernah tanganku gagal, tapi kali ini kongcu telah membuat
aku takluk benar-benar, karena tidak sembarang orang dapat
memegang lenganku tanpa aku dapat berdaya sama sekali. Aku
orang miskin dan tentang kepandaian, kongcu jauh lebih tinggi
dariku, maka pertolongan apakah yang dapat kuberikan kepada
kongcu?" "Aku tidak inginkan pertolongan tenaga maupun uang," kata Han
Liong. "Hanya aku membutuhkan keterangan tentang seorang di
kota ini." 104 "Oo, kalau soal itu saja, jangan kongcu khawatir, karena tidak ada
seorang juapun di kota ini yang tidak kukenal, kecuali kalau ia
orang luar kota." "Nah, kalau begitu, kenalkan kau seorang bernama Lie Ban yang
disebut orang si Naga Tanduk Besi?" Tan Sam mengerutkan
dahinya memikir- mikir. "Lie Ban Naga Tanduk Besi" Sungguh heran, tidak ada rasanya
orang yang bernama itu di sini, kongcu." Han Liong kecewa, tapi
masih mencoba menerangkan. "Ia belum lama ini pindah dengan
keluarganya dari Lam-ciu."
"Dari Lam-ciu katamu, kongcu" Ada seorang she Lie yang baru
pindah dari Lam-ciu, tapi namanya adalah Lie Wan-gwa. Tapi aku
tidak tahu apakah hartawan itu bernama Lie Ban. Lagi pula,
masakan seorang hartawan mempunyai nama julukan seperti
seorang ahli silat demikian" Tapi, nanti dulu! terus terang
kukatakan bahwa aku pernah mencoba memasuki gedungnya, tapi
gagal, aku mendapat genteng yang dilemparkannya padaku yang
menyebabkan hampir saja aku dapat ditawannya dan...!"
"Dan... bagaimana maksudmu?" Han Liong tertarik.
"Aku tidak berhasil apa-apa, bahkan hampir aku mati terbunuh!"
105 "Bagaimana bisa terjadi?"
"Tidak kuketahui bahwa di gedung wan-gwe itu ada setannya! Baru
saja aku mendarat di atas genteng, tiba-tiba sebuah genteng
terbang menyambar kepalaku. Berkali-kali genteng terbang
menyambarku hingga tubuh dan kepalaku luka dan mencucurkan
darah! Anehnya, sama sekali aku tidak melihat orangnya yang
menyambit itu. Maka, kalau bukan setan, siapakah lagi?" Han
Liong tak dapat menahan senyumnya,
"Hm, kalau begitu maukah kau menolong aku untuk menyelidiki,
apakah hartawan Lie itu yang bernama Lie Ban atau bukan?"
"Baik, kongcu, baik. Sore nanti akan kukirim berita hasil
penyelidikanku padamu." Mereka lalu berpisah dan Han Liong
kembali ke kamarnya. Ia masih ragu-ragu apakah hartawan itu
benar-benar musuh besarnya yang dicari-carinya itu" Ia harus
bertindak dengan hati-hati jangan sampai gegabah yang bisa
mencelakakan orang lain yang tak bersalah, karena salah alamat.
Sore harinya, betul saja Tan Sam datang, dengan muka berseriseri, ia menceritakan hasil penyelidikannya.
"Tidak percuma kau minta tolong dan mempercayaiku, kongcu!
Hartawan she Lie itu betul-betul Lie Ban Naga Tanduk Besi!"
106 "Bagaimana kau tahu begitu pasti?" tanya Han Liong teliti.
"Karena aku yakin, untuk dapat masuk ke gedung itu tipis benar
harapan, karena sangat berbahaya, maka aku gunakan akal. Aku
pancing-pancing keterangan di antara pelayan-pelayan gedung itu,
dan dari mereka aku tahu bahwa semua pelayannya berasal dari
kota ini, di antaranya terdapat seorang pelayan tua yang dibawa
oleh Lie wan-gwe dari Lam-ciu. Kebetulan sekali pelayan tua itu
keluar dari gedung lalu kuculik. Setelah kupaksa, akhirnya pelayan
tua itu mengaku juga, bahwa Lie-wan-gwe itu ialah Lie Ban si Naga
Tanduk Besi itu sendiri! Ia bekas panglima perang yang kini telah
berhenti. Tapi kalau kau hendak memusuhi orang she Lie ini, hatihatilah, kongcu, karena aku mendengar bahwa baru beberapa hari
ini di rumahnya kedatangan kawan-kawannya yang terdiri dari ahliahli silat terkemuka. Bahkan sejak mereka pindah ke sini, selalu
gedung itu dijaga oleh adiknya sendiri Oei-kak-liong Lie Kong dan
dua saudara Jie-pa-cu yang bernama Beng Liok Hui dan Beng Liok
Houw. Mereka ini merupakan penjaga-penjaga yang kuat dan
tinggi ilmu silatnya, kini ditambah lagi dengan tamu-tamunya yang
datang itu, maka gedung orang she Lie itu merupakan sarang
harimau-harimau galak yang tidak mudah dikalahkan. Hm, kalau
kuingat aku masih merasa sakit hati, kongcu. Tidak heran ketika
aku coba-coba datang ke sana dulu, genteng-genteng
beterbangan melukaiku. Aku tidak tahu bahwa di situ bersarang
jagoan-jagoan besar. Ah, untung mereka masih mengampuni aku
dan tidak membunuhku!"
107 Alangkah lega dan girang hati Han Liong mendengar keteranganketerangan ini. Ia sekarang tidak ragu-ragu lagi, karena ternyata
Oei-kak-liong Lie Kong adik Lie Ban dan dua saudara macan tutul
itupun berada di situ, tepat seperti yang diceritakan oleh gurunya
Liok-tee-sin-mo Hong In, yang menolong dirinya juga ketika itu
bertempur dengan mereka berempat ini di masa lalu! Mendengar
penjagaan yang kuat itu, sedikitpun ia tidak gentar, bahkan
semangatnya bertambah. Ia yakin, dengan berkumpulnya orangorang itu, maka pembalasannya akan menjadi lengkap! Ia
mengucapkan terima kasih kepada Tan Sam dan memberinya
potongan uang emas, tapi hadiah ini ditolak oleh Tan Sam dengan
manis. "Kongcu, kau adalah orang baik. Aku tahu benar bahwa kau
seorang berbudi luhur yang pernah kucopet. Aku senang
membantumu, kongcu. Jika kau ada apa-apa, carilah aku di
jembatan kelima jalan barat sana!" Kemudian ia pergi.
Malam itu kebetulan tanggal empat belas dan sore-sore sang ratu
malam telah menampakkan diri, bulan purnama memancarkan
sinarnya terang benderang seolah-olah tersenyum manis pada
setiap mahluk dan segala benda yang ada di permukaan bumi.
Tidak tampak sedikitpun awan gelap yang mengganggu. Suasana
tampak menggembirakan, penuh damai dan tenteram, sehingga
tak seorang juapun menyangka bahwa di malam itu akan terjadi
suatu peristiwa besar yang mengerikan. Di atas genteng-genteng
rumah-rumah yang berjajar-jajar di bagian kota itu tampak
berkelebat bayangan yang gesit sekali. Jika ada orang yang
108 kebetulan berada di atas genteng rumahnya ia akan melihat
bayangan saja yang berpusing tanpa terlihat orangnya, tentu ia
akan menyangka bahwa bayangan itu adalah bayangan burung
terbang. Sebetulnya adalah Han Liong sendiri yang berpakaian
putih dengan ikat pinggang warna kuning panjang berkibar-kibar di
belakangnya. Langsung Han Liong menuju ke rumah Lie Ban yang besar dan
mewah itu. Setibanya di luar gedung, Han Liong mengencangkan
ikat pinggangnya dan kemudian mengayunkan tubuhnya ke atas
genteng. Tindakan kakinya demikian ringan hingga sedikitpn tak
mengeluarkan suara. Ia berhenti di atas sebuah kamar besar di
mana menyala api lilin yang dipasang lebih dari empat tempat
hingga menerangi seluruh kamar. Diam-diam ia membuka genteng
dan mengintip ke dalam. Di tengah-tengah kamar itu terdapat
beberapa orang sedang duduk mengelilingi meja bundar. Kelihatan
seorang laki-laki setengah tua yang bertubuh tegap duduk di
kepala meja. Di kanan kiri dan depannya duduk lima orang laki-laki
yang semuanya bertubuh kuat menandakan bahwa mereka adalah
orang-orang ahli silat yang pandai.
Ternyata mereka tengah asyik bercakap-cakap dan dari kata-kata
mereka, Han Liong mendapat kesan bahwa orang-orang itua
adalah orang baik-baik yang berbicara tentang silat dan tempattempat indah di berbagai tempat. Pemuda itu ragu-ragu, lalu loncat
ke tempat lain melanjutkan penyelidikannya, tiba-tiba ia
mendengar suara wanita sedang bercakap-cakap. Hatinya
berdebar-debar, karena bukankah nyonya Lie Ban adalah ibunya
109 sendiri" Teringat ini hatinya menjadi perih, karena selalu ia
mengenangkan ibunya dengan dua perasaan menjadi satu,
perasaan cinta dan kecewa. Ia segera melakukan pengintaian lagi.
Kamar itu lebih kecil daripada kamar yang lain. Di situ hanya
terdapat sebuah lilin yang kecil sehingga keadaan dalam kamar
suram. Tampak olehnya seorang wanita setengah tua tengah
berbaring dan di sampingnya duduk seorang perempuan muda
yang memijat-mijat kakinya.
"Anakku," terdengar suara wanita setengah tua itu dengan suara
halus penuh kasih sayang hingga Han Liong yang
mendengarkannya merasa terharu. "Kurangilah kebiasaanmu
pergi merantau. Kau adalah anak perempuan seorang bekas
pembesar, seorang cian kim siocia yang sepatutnya berdiam di
rumah belajar pekerjaan halus-halus. Kalau kau bertemu dan
berkenalan dengan segala bangsa kasar, derajatmu dengan
sendirinya akan turun."
"Ah, ibu. Aku bosan kalau terus-terusan berada di dalam rumah.
Aku ingin meluaskan pandangan dan menambah pengalaman,"
jawab anak perempuan tadi sambil mengelus-elus kaki ibunya.
"Dasar anak sekarang. Tapi, hati-hatilah, nak, karena menurut
pengalamanku, lebih banyak orang jahat daripada orang baik. Nah,
sekarang mengasolah, ibumu hendak tidur." Han Liong tidak dapat
melihat tegas wajah mereka karena cahaya lilin sangat suram. Ia
mellat betapa wanita muda itu turun dari pembaringan dan
110 meninggalkan ibunya, memasuki kamar lain dan wanita itu bangun
dari pembaringan lalu duduk di kursi. Ia nampak kurus dan tua.
Karena ingin kepastian, Han Liong tidak ragu-ragu lagi lalu
melompat turun di depan pintu kamar itu, dan menolak daun pintu
perlahan-lahan. Perempuan itu menengok, agaknya terkejut
melihat pemuda yang tidak dikenal itu. Tapi ia segera dapat
menetapkan hatinya. "Siapa kau?" tanyanya dengan suara tenang. Han Liong melihat
ada sebuah lilin yang agak besar belum dipasang di atas meja,
maka tanpa menjawab pertanyaan itu, dengan cepat ia mengambil
lilin itu dibakarnya dengan lilin kecil yang masih menyala itu. Kamar
menjadi terang dan dengan sekilas pandang Han Liong dapat
melihat wajah yang membayangkan kesedihan itu, dan dapat pula
dilihatnya dengan nyata bahwa muka itu persis seperti bekas wajah
wanita cantik Kemudian sambil memandang dengan tajam, ia
menjawab lemah, "Namaku Han Liong... Si Han Liong!!"
Wanita itu terkejut bagai disentakkan oleh tenaga gaib. Kedua
tangannya diulurkannya, sepasang matanya terbelalak memandang seakan-akan melihat setan, penuh pancaran tidak
percaya, kedua kakinya tiba-tiba gemetar dan bergerak maju tanpa
disengaja. Kemudian secepat kilat ia menangkap tangan kiri Han
Liong dan membalikkan telapak tangan anak muda itu. Ia
membiarkan saja. Terlihat di nadi Han Liong sebuah titik hitam.
Wanita itu memandang Han Liong pula dari kepala sampai ke kaki,
111 kedua mataaya yang terbelalak lebar perlahan-lahan menjadi
basah dan air mata menetes turun di sepanjang pipinya. Kemudian
ia mundur terhuyung-huyung, tapi kedua lengannya terbuka
seakan-akan hendak memeluk.
"Han Liong... Han Liong... anakku...!!" Ia mengharapkan puteranya
itu maju menubruk dan memeluknya, tapi Han Liong diam saja,
berdiri tegak laksana patung.
"Han Liong...!" nyonya tua itu merasa seluruh anggota tubuhnya
lemah dan tangannya meraba-raba ke sandaran kursi mencari
pegangan untuk menahan tubuhnya yang hendak roboh karena
kepalanya tiba-tiba menjadi pusing. Beberapa saat berlalu sunyi,
hanya terdengar suara pernapasan wanita itu yang terengahengah berat.
"Han Liong... kau datang mencari ibumu...?" tanyanya lemah.
"Bukan," jawab pemuda itu tegas tanpa pikir lagi, sehingga ia
sendiri menjadi heran akan kata-katanya karena mengapa sedang
hatinya bagaikan hancur luluh melihat ibu kandungnya sendiri yang
sudah lama dirindukannya, dengan seluruh hasratnya yang
menggelora ingin memeluk kaki ibunya dan ingin pula menjatuhkan
kepalanya di pangkuan ibunya, maka tiba-tiba mengeluarkan katakata ketus.
112 "Aku datang hendak mencari pembunuh ayahku. Ibu tentu sudah
lupa ayahku orang she Si yang terbunuh oleh suami ibu yang
sekarang ini. Tapi aku tidak lupa, dan aku ingin menuntut balas!"
Suaranya makin keras dan lantang, semua diucapkannya diluar
kesadarannya. Mendengar kata-kata yang bagaikan pisau tajam
menusuk hatinya dan yang penuh pernyataan penyesalan dari
anak kepada ibunya ini. Yo Lu Hwa, wanita itu, mendekap dadanya
Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan menjerit ngeri, lalu roboh tak sadar diri! Buyar seketika semua
kekerasan hati Han Liong melihat ibunya pingsan.
Ia maju dengan lemah lembut diangkatnya tubuh ibunya ke atas
pembaringan. Yo Lu Hwa mulai sadar tapi masih merasa pening
dan matanya memandang gelap, lalu dipeluknya leber anaknya
dengan hati hancur. Tapi Han Liong melepaskan pelukan ibunya
karena pada saat itu ia mendengar suara langkah kaki memasuki
kamar. Ia hendak meloncat keluar, tapi ibunya memegang
tangannya seakan-akan hendak menahannya, sehingga hal ini
membuatnya terlambat untuk keluar dan pada saat itu pintu kamar
terpentang lebar. Orang yang memasuki kamar itu adalah seorang
gadis muda yang tadi berbicara dengan ibunya, dan ketika ia
melihat tegas, hampir saja ia berteriak karena heran. Karena yang
berdiri di depannya memegang sepasang pedang itu tiada lain
ialah Lie Hong Ing sendiri, gadis gagah yang baru pagi tadi
meninggalkan perahunya! 113 "Ibu... ada apa, ibu?" kata gadis itu melihat ibunya dengan cemas.
Ibunya yang terserang tekanan batin hebat itu hanya dapat
menuding ke arah Han Liong sambil berkata lemah,
"Ia... ia..." lalu menangis tersedu-sedu, Hong Ing cepat menengok
dan ketika ia melihat Han Liong, kedua alis matanya bergerakgerak tercengang.
"Kau...?" Kau... datang ke sini mengganggu ibuku" Berani benar
kaul" Segera ia menusuk dengan pedang kanan ke arah leher Han
Liong. Pemuda itu kini maklum bahwa Hong Ing adalah anak
ibunya dan Lie Ban! Hebat rasanya kenyataan ini. Hong Ing adalah
anak musuh besarnya, tapi adalah adiknya sendiri, adik seibu. Dan
kini adiknya itu menyerangnya dengan tusukan maut!
"Hong Ing... ia... kakakmu...!" Yo Lu Hwa masih sempat berbisik,
tapi tak terdengar oleh Hong Ing yang sedang marah sekali.
Tusukannya dapat dikelit Han Liong yang segera turut mundur
keluar dengan cepat. "Bangsat, jangan lari!!" teriak Hong Ing lalu menyusul. Han Liong
melompat ke atas genteng, disusul oleh nona itu. Untuk sesaat Han
Liong ingin berlari pergi karena ia segan melawan nona itu, tapi
sifat jantannya melarang ia pergi sebelum ia membatas sakit hati
ayahnya. Maka ia berdiri menanti dengan tenang. Ketika Hong Ing
114 yang tertinggal karena kalah gesit itu tiba di hadapan Han Liong,
gadis itu menahan serangannya dan bertanya dengan suara ketus,
"Tak kusangka kau adalah golongan orang jahat! Sekarang
terangkan maksud kedatanganmu sebelum kupisahkan kepalamu
dari tubuhmu!" Man tak mau Han Liong memainkan senyum di
bibirnya mendengar kecongkakan gadis itu.
"Kau hendak tahu maksud kedatanganku" Baiklah aku berterus
terang. Kepadamu aku tak bermaksud apa-apa, maka baiknya
panggil saja ayahmu keluar. Bukankah ayahmu adalah Lie Ban si
Naga Tanduk Besi?" "Ada urusan apa kau mau berjumpa dengan ayahku?" tanya Hong
Ing. "Ia adalah pembunuh ayahku dan aku datang hendak membalas
dendam dan membunuhnya!"
"Bangsat kecil! Kau hendak membunuh ayahku" Bagus, besar
sekali nyalimu. Tak perlu ayahku keluar untuk membereskan kau,
cukup aku sendiri dengan sepasang pedangku ini!" Terus ia
menyerang kembali dengan hebat.
115 "Apa boleh buat! Kau sendiri yang mencari celaka!" kata Han Liong
dan tiba-tiba Hong Ing merasa matanya kabur ketika pemuda itu
berkelit menghindari serangannya sambil mencabut Pek liong
pokiam yang bersinar putih melepak dan menyilaukan mata ketika
ditimpa sinar bulan! Tapi Hong Ing tidak takut, ia segera menyerang kembali dengan
gerak tipu Dua Dewa Kecil Bermain-main. Pedang kanannya
diputar-putar seperti baling-baling lalu diarahkan ke leher lawan,
sedangkan yang kiri langsung menusuk perut lawannya itu. Han
Liong kelit tusukan dan menangkis sabetan pada lehernya. Trang!
dan tahu-tahu pedang kanan Hong Ing telah putus! Hong Ing
terkejut tapi tidak mau mengalah. Pedang kiri segera pindah
tangan, lalu ia menyerang pula dengan hebat. Tapi kali ini ia
berlaku hati-hati karena pedang lawan luar biasa tajamnya
sehingga sebilah pedangnya sendiri yang terbuat dari baja tulen
pun dengan mudah dipatahkan lawan. Han Liong banyak
mengalah dan berkelit ke sana sini mengandalkan kegesitan
tubuhnya yang diwarisinya dari si Iblis Bumi. Tiba-tiba dari bawah
melayang keluar enam bayangan dengan sangat gesitnya dan
terdengar suaranya berseru,
"Tangkap bangsat itu!" Ternyata mereka ini adalah Lie Ban Naga
Tanduk Besi sendiri, diikuti oleh adiknya Lie Kong. Sepasang
Macan Tutul she Beng, dan dua orang tua tamu Lie Ban yang
dilihat oleh Han Liong tadi ketika keenam orang itu tengah duduk
bercakap-cakap. Melihat enam orang itu telah berada di depannya,
Han Liong gunakan pokiamnya memapas pedang Hong Ing
116 sehingga terdengar suara "Trang" untuk kedua kalinya dan gadis
itu kehilangan pedangnya! Hong Ing menjadi marah sekali, tapi
sebelum ia dapat berbuat sesuatu, Han Liong berteriak.
"Tunggu!!" sambil lompat mundur setindak lebih.
"Bangsat dari mana berani membikin kacau di sini?" teriak Lie Ban
dengan marah. "Yang mana di antara kalian yang bernama Lie Ban Naga Tanduk
Besi?" tanya Han Liong.
"Aku sendirilah Lie Ban! Kau mau apa?" jawab si Naga Tanduk
Besi. Sepasang mata Han Liong menyinarkan penuh kebencian. Ia
gunakan ketika itu untuk memandang musuh besarnya dengan
teliti. Hm, jadi inikah pengrusak rumah tangga orang tuaku" Inikah
orangnya yang membunuh ayahku dan kemudian menawan ibuku
serta memaksanya menjadi isterinya"
"Hm, tua bangka she Lie yang rendah budl! Dengarlah baik-baik,
aku adalah Si Han Liong!! Ingatkah kau nama ini?"" Lie Ban
terkejut. 117 "Han Liong?" Kau
kedatanganmu." anakku! Ibumu selalu mengharapkan "Siluman tua! Jangan sebut-sebut nama ibuku untuk meredakan
sakit hatiku! Ayahku telah kau bunuh dan sekarang aku anaknya
harus mengambil kepalamu untuk dipakai sembahyang di depan
arwah ayahku!" "Tapi... tapi..." ia tak dapat melanjutkan kata-katanya karena pada
saat itu Pek liong pokiam telah menyambar ke arah lehernya!
Namun Lie Ban bukanlah orang lemah. Ia bekas panglima yang
berkepandaian tinggi, maka dengan melompat ke samping ia dapat
mcnghindarkan dirinya dari tusukan walaupun keringat dingin
mengucur dari jidatnya karena sinar Pek-liong pokiam yang begitu
lebat dan mendatangkan angin dingin!
"Jangan banyak tingkah!" berteriak Lie Kong lalu menyerang
dengan toyanya dengan ilmu toyanya yang hebat sekali, yaitu Hokhouw-kun-hoat atau Ilmu toya Penakluk Harimau. Toyanya yang
berat itu dimainkan dengan cepat hingga anginnya bersuara.
Dengan sengit Han Liong mengayun pokiamnya. Kembang api
memancar ketika ujung toya itu terpotong karena tertebas Pekliong-pokiam.
"Haya!" teriak Lie Kong dengan terkejut sekali. Kawan-kawannya
melihat kehebatan pokiam lawan, segera memegang senjata
118 masing-masing dan maju mengeroyok! Kedua saudara Beng
dengan pedang di tangan memainkan ilmu Ji-pa-cu Siang-kiamhoat atau ilmu Pedang Sepasang Dua Macan tutul yang bengis dan
dulu dikagumi oleh Liok tee-sin-mo Hong In! Sedangkan Lie Ban
sendiri segera mencabut goloknya dan kedua tamunya, yang
seorang bernama Ma Kui si jagoan dari Sinkiang dan Ban Cat-lin
si orang Tua Dewa Arak, masing-masing bersenjata tombak dan
pian baja, maju pula menyerang Han Liong.
"Bagus!" teriak Han Liong dengan gagahnya, lalu Pek-liong-pokiam
diputar begitu hebat sehingga tiba-tiba tubuhnya lenyap dari
pandangan mata semua lawannya. Hanya cahaya pedang yang
putih gemerlapan itu saja bergerak-gerak ke sana ke mari, sinarnya
jauh dan panjang sampai tujuh kaki dan gerakan-gerakannya luar
biasa sekali! Baru berjalan belasan jurus saja, Lie Kong yang hanya
bersenjatakan toya buntung itu berteriak lalu roboh mandi darah.
Ternyata pundaknya luka karena sabetan ujung pokiam lawan!
Permainan pedang dari Sepasang Macan Tutul memang hebat,
karena pedang mereka juga pedang mustika yang tak mudah
terputus oleh Pek-liong-pokiam, mereka memutar-mutar pedang
dengan ilmu pedang pasangan hingga mereka merupakan hanya
seorang yang memainkan empat pedang. Gerakan mereka
demikian teratur, hampir menyerupai gerakan kedua saudara
Sepasang Garuda Sungai Lien ho yang dulu dikalahkan oleh Han
Liong, tapi Sepasang Macan Tutul ini ilmu pedangnya jauh lebih
tinggi dari dua saudara Kong yang dulu itu! Sedangkan ilmu golok
119 Lie Ban sendiri juga tak boleh dipandang ringan, apa lagi ilmu
tombak dari Ma Kui dan pian baja dari Bun Cat-lin.
Sungguh kali ini Han Liong menghadapi lima orang lawan yang
betul-betul berat dan tangguh. Namun, tak percuma Han Liong
diasuh bertahun-tahun oleh empat orang gurunya dan ditambah
dengan pengetahuan yang luar biasa dari Kam Hong Siansu.
Gerakannya sangat lincah dan gesit berkat dari pimpinan si Iblis
Daratan dan ilmu pedang yang ia mainkan tadi adalah Ilmu Pedang
Empat Bintang! Tiba-tiba dari bawah tampak dua bayangan
melompat naik. Mata Han Liong yang tajam segera dapat
mengenali bahwa yang naik itu adalah Lie Hong Ing dan ibunya
sendiri! Hong Ing kini bersenjatakan sepasang pedang baru dan
ibunya sendiripun membawa-bawa pedang! Perih sekali rasa hati
Han Liong melihat ibunya membawa pedang itu. Apakah ibunya
sendiri, ibu kandung yang dirindukan bertahun-tahun itu kini
hendak ikut mengeroyok dan membunuhnya"
Hatinya sakit sekali dan perasaan ini membuat gerakan pedangnya
agak lambat. Tentu saja hal ini dapat dilihat nyata oleh semua
pengeroyoknya yang terdiri dari jagoan-jagoan cabang atas yang
segara menyerang lebih hebat lagi. Han Liong melihat Hong Ing
yang segera ikut menyerbu membuat ia sibuk menangkis. Kini ia
dikeroyok oleh enam orang dari segala jurusan. Tapi ibunya hanya
berdiri memegang pedang sambil tangannya bergerak-gerak
seakan-akan berbicara dan memberi isyarat supaya ia pergi!
Hatinya menjadi sangat kecewa dan gerakannya tak keruan. Pada
suatu saat ujung pian baja dari Bun Cat-lin si Dewa Arak, tepat
120 mengenai pundak kiri Han Liong. Ia terhuyung-huyung ke
belakang, tapi baiknya ilmu dalam dan tenaga tubuhnya sudah
demikian kuat hingga pian itu yang bagi orang lain dapat memecah
daging, meremukkan tulang, terhadapnya hanya mengakibatkan
lecet saja. Namun darahnya keluar juga membuat bajunya yang putih menjadi
merah mengerikan. Han Liong mendengar ibunya mengeluarkan
seruan tertahan. Ia menenangkan hatinya dan dengan
memusatkan pikirannya, ia berkomat-kamit membaca doa kepada
suhunya Kam Hong Siansu, minta ijin untuk menggunakan ilmu
pedang Pek-liong Kiam-hoat. Tiba-tiba saja enam orang
pengeroyoknya itu hampir semua berseru kaget, karena tiba-tiba
saja Pek liong-pokiam mengeluarkan suara bercuitan dan gerakangerakannya begitu hebat sehingga dalam beberapa kali serangan
saja empat pedang dari Sepasang Macan Tutul terpelanting ke
udara, masing-masing terlepas dari pegangan kedua saudara
Beng itu! Terpelantingnya pedang diikuti teriakan kedua orang itu
yang roboh mandi darah, masing-masing tangan kirinya putus!
"Han Liong, tahan, nak!!" tiba-tiba terdengar jerit Yo Lu Hwa
dengan sedih. Nyonya itu dengan nekad masuk ke lapangan
pertempuran itu. Han Liong menahan pedangnya sambil
memandang tajam, "Ibu mau apa?" tanyanya ketus.
121 "Sudahilah pertumpahan darah ini, Liong."
"Tidak, ibu. Sebelum aku membunuh orang she Lie yang menjadi
pembunuh ayahku ini, aku tidak mau berhenti. Biar aku mati di sini,
tidak mengapa!" katanya gagah. Sementara itu Lie Hong Ing berdiri
bingung keheran-heranan ketika mendengar pemuda itu menyebut
ibunya sendiri "ibu". Belum pernah ibunya menceritakan bahwa
ibunya mempunyai seorang anak lain! "Han Liong, dengarlah. Lie
Ban tidak salah, akulah yang berdosa. Dan kalau ada sebutan
membalas sakit hati, maka sebenarnya aku sendirilah yang
mempunyai kewajiban itu, bukan kau! Tiba-tiba saja nyonya itu
menggerakkan pedangnya secepat kilat. Karena ia juga serang
ahli silat yang tidak lemah dan Lie Ban ketika itu sedang berdiri
bingung, maka serangan tiba-tiba ini sama sekali tidak
disangkanya dan tahu-tabu pedang isterinya sendiri sudah
bersarang dalam dadanya! "Ayah!!" Hong Ing berteriak ngeri dan menubruk ayahnya. Pada
saat itu Yo Lu Hwa berseru,
"Ampuni aku, suamiku!" dan tiba-tiba pedangnya sendiri menancap
ke dadanya dan iapun roboh mandi darah di samping suaminya!
"Ibu!!" Han Liong berteriak keras dan pilu lalu menubruk ibunya.
122 Ma Kui dan Bun Cat-lin yang hanya menjadi tamu dan sebenarnya
tidak ada sangkut-paut dengan urusan itu, hanya berdiri saling
pandang. Mereka adalah orang-orang ternama, dan baru saja
mereka telah menyaksikan sendiri kehebatan kepandaian silat Han
Liong yang ternyata dan jelas sekali berkepandaian jauh lebih
tinggi dari merela, maka sebagai seorang panjang pikiran, mereka
tidak melanjutkan ikut campur dalam hal ini, hanya menghela nafas
dan menggeleng-geleng kepala. Hong Ing ketika mendengar
teriakan Han Liong dan melihat ibunya rebah mandi darah dengan
kepala di pangkuan pemuda itu, menjerit ngeri sambil menubruk
ibunya. Mulutnya hanya dapat menangis dan berbisik sambil
menyebut-nyebut dengan penuh kepiluan,
"Ayah... ibu... ayah... ibu...!" tangsnya makin sedih dan akhirnya
iapun jatuh pingsan. Kedua orang tua she Ma dan Bun segera
menolong gadis itu, dan segera Ma Kui memijit pundak gadis itu,
dan dalam beberapa detik saja ia siuman kembali dan... menangis
tersedu-sedu. Yo Lu Hwa membuka matanya dan tersenyum
ketika melihat Han Liong memangku kepalanya.
"Han Liong... alangkah...alangkah rinduku padamu, nak... sudah
besar dan gagah... seperti ayahmu..." Lalu matanya mengerling ke
arah Hong Ing yang menangis sambil memegang tangannya.
"Hong Ing... kasihan kau, nak... kau terbawa-bawa... menanggung
derita karena dosa ibu..."
123 "Liong... kau... kau keliru nak... tidak ada yang beraslah dalam hal
ini... hanya akulah yang yang berdosa... tetapi aku terpaksa,
Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Liong... Lie Ban benar membunuh ayahmu... tapi... ingat, hal itu
terjadi dalam perang..." sampai di sini napasnya sangat
memburu, maka Han Liong segera mengambil sebuah pil obat
pemberian gurunya, Pauw Kim Kong. Ia memasukkan pil itu ke
dalam mulut ibunya, yang segera ditelan oleh ibunya yang maklum
akan maksud anaknya, setelah menelan pil penahan sakit itu Yo
Lu Hwa tampak lebih tenang. Ia melanjutkan kata-katanya lagi
dengan lebih nyata, "Pembunuhan dalam perang bukan pembunuhan biasa lagi
namanya, Liong. Salahnya ialah bahwa ia mengambil aku sebagai
isteri, tapi ini juga karena ia sungguh-sungguh... cinta padaku,
Liong. Dan aku... aku terpaksa menjalani karena untuk menjaga...
menjaga kau, Liong. Ayahmu serang patriot sejati dan orang baik,
Lie Ban hanya bersalah karena ia cinta padaku, dan... dan aku...
aku seorang wanita yang berdosa, Liong. Ampuni ibumu, nak,..."
Han Liong tak dapat menahan keharuan hatinya. Ia memeluk
ibunya. "Ibu... ibu... bertahun-tahun anakmu ini merindukan pangkuanmu...
Hatiku selalu hancur dan iri hati bila melihat semua binatang di
hutan mempunyai ayah ibu, tetapi aku sendiri tidak... Aku rindu
kepada ibu, tapi sekarang,... sekarang, karena akulah maka ibu
membunuh diri..." 124 "Tidak, Liong. Memang sejak dulu aku ingin menyusul ayahmu.
Sekarang Lie Ban juga telah mati dalam tanganku. Aku puas nak,
biarlah kami bertiga di alam baka membuat perhitungan masingmasing. Hanya..." ia memandang Hong Ing yang masih menangis.
"...pesanku, Liong... adikmu ini... Hong Ing... ia yatim piatu...
terserah padamu, Liong... Ing... selamat tinggal..." Nyonya yang
banyak mengalami kesengsaraan batin ini menghembuskan napas
yang terakhir dalam pelukan kedua anaknya! Dalam beberapa hari
Han Liong membantu mengurus pemakaman kedua jenazah ibu
dan ayah tirinya. Hatinya sangat sedih setelah melihat kenyataan
yang sudah terlambat. Ia benci akan sifat balas membalas ini yang
sebenarnya tidak perlu, karena hanya menurutkan dengan nafsu
saja. Dan Kam Hong Siansu dulu pernah berkata, bahwa segala
nafsu itu selalu membuat orang menjadi buta akan segala
kebenaran dan membuat orang kehilangan pertimbangan serta
keadilan. Kedua orang tua Ma Kui din Bun Cat-lin itu kembali ke kampung
mssing-masing setelah membantu mengurus jenazah Lie Ban dan
isterinya. Selama itu Hong Ing tak berani memandang muka Han
Liong, dan tidak berbicara sepatahpun kepada pemuda itu, Han
Liong mendapat perasaan bahwa adiknya itu benci padanya, tapi
ia tidak menyalahkannya karena bukankah karenanya, maka gadis
itu kehilangan ayah bundanya" Bukankah ia yang merusak
penghidupan gadis itu, tadinya bahagia di bawah lindungan orang
tua, kini tiba-tiba menjadi yatim piatu" Ia sendiri juga yatim piatu,
tapi ia adalah serang laki-laki, tapi Hong Ing hanyalah seorang
wanita. Apakah seorang gadis dapat berbuat sesuatu setelah
ditinggal mati oleh kedua orang tuanya" Setelah kedua jenazah
125 orang tuanya dimakamkan, Hong Ing setelah menyapu air
matanya, tiba-tiba Han Liong mendatanginya lalu berkata
perlahan. "...Adikku... aku... aku merasa sangat berdosa dan kasihan
padamu..." Baru ia berkata sampai di sini. Hong Ing menangis lagi,
entah dari mana datangnya air mata yang seolah-olah tidak mau
kering itu. Han Liong menghela nafas,
"Ing... Ing-moi, aku tak dapat terus tinggal di sini, aku tak berumah
tak berfamili yang lain, aku seorang kelana, maka sekarang aku
harus pergi dari sini." Baru sekarang Hong Ing mengangkat
mukanya dan memandang kakaknya. Pandangan matanya
berbeda dari dulu, kini hilanglah pandangan yang menyatakan
penyesalan dan kebencian,
(Lanjut ke Jilid 04) Pedang Pusaka Naga Putih (Seri 04 - Serial Jago Pedang Tak
Bernama) Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 04 "Koko... kau... kau tidak berdosa padaku. Kau hanya menjalankan
kewajiban. Dan lagi... bukan pula kau yang membunuh ayahku.
126 Kalau kau yang membunuh mereka, pasti aku akan benci padamu
dan akan mengadu jiwa dengan kau. Tapi...kau kini adalah
kakakku, keluarga satu-satunya di dunia ini..." kembali Hong Ing
terisak-isak. Kemudian ia bertanya kembali,
"Kau... hendak pergi kemana, koko?"
"Kemana saja kakiku membawaku, adikku." Hong Ing mengangkat
muka memandangnya dari balik air mata.
"Kalau kau pergi, habis aku bagaimana, koko?"" Pertanyaan yang
diucapkan seperti seorang anak kecil yang tak berdaya ini
menusuk perasaan Han Liong. Ia memandang Hong Ing dengan
terharu dan dari kedua matanya perlahan-lahan bertitik dua butir
air mata. Kedua-duanya merasa betapa mereka hanya hidup
berdua, kakak beradik, yatim piatu.
"Koko..." "Moi-moi..." Dan keduanya saling menubruk dan saling berpelukan
seperti lakunya dua anak kecil saja sambil mengalirkan air mata.
Setelah agak reda perasaan mereka, Han Liong berkata,
127 "Sudahlah, dik. Tak perlu kita bersedih terus menerus, tiada
gunanya. Kau jangan khawatir, pesan ibu masih berkumandang di
telingaku. Kalau kau tidak keberatan, marilah ikut aku, adikku. Mari
kita merantau berkelana, kita nikmati dunia yang lebar ini bersamasama." Adiknya bernapas lega. Sekali lagi Hong Ing mendekap dan
memeluk kakaknya dan berkata,
"Koko." "Tapi karena kau seorang wanita, baiknya kau berpakaian laki-laki
dan menyamar sebagai laki-laki saja, moi-moi, agar tidak
mendatangkan prasangka orang." Timbul kegembirari hati Hong
Ing. "Pantaskah aku menjadi laki-laki?" wajahnya agak berseri
sehingga mau tidak mau Han Liong tersenyum.
"Kau akan menjadi seorang pemuda cakap sekali," katanya.
"Lebih cakap dari kau berpakaian wanita."
"Tentu saja. Lihat saja nanti." Dan mereka berdua tersenyum
gembira seolah-olah tidak terjadi peristiwa sedih atas diri mereka.
Setelah beres semua harta yang akan ditinggalkan dalam
128 pengawasan Lie Kong, yang kini sudah agak mulai sembuh dari
lukanya atas rawatan Han Liong dan seorang tabib yang diundang,
maka Han Liong dan Hong Ing mulai berkemas.
Tidak lupa mereka memberitahukan kepada kedua saudara Beng
yang juga sedang dalam rawatan karena luka di tangan mereka di
rumah itu. Han Liong minta maaf yang diterima dengan hati terbuka
oleh kedua Macan Tutul itu. Kedua saudara Beng inipun mendapat
bagian harta yang diberikan oleh Hong Ing sebagai pembalas budi.
Kemudian Hong Ing menyamar sebagai seorang kongcu, menurut
anjuran dan nasehat Han Liong. Mereka berkemas sambil
bersendau gurau, kemudian dengan menggunakan dua ekor kuda
yang dibeli Hong Ing dengan harga mahal, dan berbekalkan
pakaian serta uang dalam bungkusan, kedua kakak beradik ini
berangkat dan memulai pengembaraan mereka untuk
mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.
Pada masa itu keadaan di Tingkok sungguh buruk sekali. Kaisar
yang bertahta dan para menterinya yang memegang tampak
kerajaan ternyata lalim dan hanya ingat kepentingan serta
kemewahan diri sendiri saja. Kalau sebatang pohon sakit, maka
cabang-cabang dan rantingnya juga tidak sehat dan daun-daunnya
juga pada mati, demikian kata pepatah kuno. Pepatah ini menjadi
sindiran, bahwa kalau rajanya lalim dan pembesqr-pembesar tinggi
berlaku curang dan korup, maka pembesar-pembesar kecilpun
juga tidak jujur dan rakyat kecilpun tentu hidup tertekan dan
menderita sengsara. Di kota-kota siapa berpangkat dapat hidup
129 senang karena dengan mengandalkan hartanya dapat menyogok
para pembesar itu dan hidup aman.
Sebaliknya rakyat kecil yang miskin dan tidak mampu
menggunakan uang untuk menyuap pembesar, hanya dapat
menghela napas saja melihat ketidak-adilan yang ditekankan
kepada mereka. Pajak diadakan semaunya dan undang-undang
negeri seakan-akan dibuat sendiri oleh tiap pembesar setempat
yang berwewenang. Lebih-lebih di kampung dan desa,
keaadaannya lebih buruk lagi. Orang-orang kaya dan tuan-tuan
tanah merupakan lintah-lintah darat yang sangat berpengaruh.
Mereka ini dapat berbuat sesuka hatinya terhadap petani miskin.
Mau menjadikan anak gadis orang untuk isteri muda, tinggal
rampas saja. Mau memfitnah orang kecil, tinggal berkejap mata
saja kepada pembesar yang berkuasa di situ. Bahkan orang-orang
kaya itu hampir semua mempunyai barisan penjaga atau tukang
pukul sendiri, mempunyai peraturan-peraturan sendiri untuk
melindungi tanah mereka! Pendeknya, bagi telinga seorang yang berjiwa patriot, ia tentu
memperhatikan jerit-tangis dan keluh-kesah dari rakyat yang
memuncak tinggi, tapi mereka atau orang-orang yangs berjiwa
patriot itu tak berdaya sama sekali, karena penindasan dan hukum
rimba itu yang berantai, dari pembesar terkecil terus sampai ke
menteri bahkan sampai ke kaisar sendiri! Siapa berani menentang
pembesar kecil maka ia akan berhadapan dengan pembesar tinggi
dan pasti akan menemui kehancuran. Karenanya, jerit-tangis
rakyat pada waktu itu seakan-akan keluh kesah seorang kehausan
130 di tengah padang pasir, tiada yang mendengar, tiada yang perduli!
Karena itu, banyak rakyat kecil yang karena menderita menjadi
putus asa, sering mengeluh dan berkata, bahwa tuhan pada waktu
itu melupakan manusia ciptaannya yang tengah menderita
kesengsaraan! Han Liong yang baru saja turun gunung, melihat keadaan itu Han
Liong menjadi marah sekali. Di setiap tempat, bila menjumpai
keadaan yang tidak adil, Han Liong pasti tidak tinggal diam
berpeluk tangan. Hong Ing ternyata mewarisi sifat ibunya dan
berjiwa patriot pula. Ia secara diam-diam sering menyesalkan
perbuatan ayahnya yang telah menjual tenaga kepada pemerintah
Ceng-tiauw, satu pemerintahan yang bagi para pahlawan bangsa
dianggap pemerintah yang menjajah. Sebaliknya ia memuji sekali
ayah Han Liong dan ia iri hati kepada kakaknya itu. Maka, untuk
membalas dan menebus dosa ayahnya, ia mencurahkan semua
tenaganya untuk menolong rakyat yang tertindas oleh pembesarpembesar penjilat pemerintah asing itu.
Banyak sudah pembesar-pembesar yang mereka beri hajaran,
bahkan ada beberapa pembesar yang mereka anggap terlampau
jahat telah tewas dalam tangan mereka. Entah berapa banyak
harta benda orang-orang hartawan mereka angkut dan bagibagikan kepada rakyat miskin. Baru saja beberapa bulan mereka
berkelana, nama mereka menjadi harum dan terkenal sekali,
bahkan orang-orang di kalangan kang-ouw menyebut mereka
sebagai Thian-jiauw-siang-hiap atau Sepasang Pendekar Garuda
Angkasa! Julukan ini diberikan kepada mereka berdua karena
131 gerakan mereka yang datang menolong tak tersangka-sangka.
Dan mereka sangat gesit tak ubahnya seperti sepasang garuda
menyambar dari angkasa. Mereka disebut siang-hiap karena
dalam setiap operasi, mereka selalu berpasangan.
Han Liong yang selalu berpakaian warna putih, disebut orang Pek
i-hiap dan Hong Ing yang suka baju warna merah, disebut orang
Ang-i-hiap yang artinya bagi Han Liong si Pendekar Btju Putih dan
bagi Hong Ing si Pendekar Baju Merah! Tiada seorangpun tahu
bahwa Hong Ing adalah seorang wanita. Pernah Han Liong
bertanya kepada adiknya tentang pelajaran silatnya dan siapa
gurunya. Sebelum menjawab, Hong Ing terlebih dulu minta
diceritakan riwayat pelajaran silat Han Liong kepadanya. Ia
mengalah dan bercerita lebih dulu. Hong Ing mendengarnya
dengan penuh minat dan minta supaya kakaknya itu berjanji akan
mengajarnya untuk menambah ilmu silatnya yang sudah ada.
Kemudian gadis itu minta diperlihatkan macamnya Pek liong
pokiam yang dulu telah ia rasakan sendiri ketajamannya yang luar
biasa itu. Setelah itu, barulah Hong Ing bercerita tentang dirinya sendiri.
Ternyata Hong Ing mendapat latihan silat pertama-tama dari
ayahnya sendiri, kemudian oleh ayahnya ia dikirim ke Bok sin-tang
untuk berguru kepada seorang Nikouw atau pendeta Wanita
bernama Seng Bouw Nikouw yang sebenarnya bibi gura dari Lie
Ban. Dari pendeta perempuan inilah Hong Ing menerima pelajaran
silat yang tinggi sehingga kepandaiannya kini boleh dikatakan
setingkat dengan ayahnya sendiri, atau boleh dikata lebih tinggi,
132 terutama dalam permainan siang kiamnya yang luar biasa. Selama
lima tahun ia belajar silat dengan nikouw itu. Demikianlah, kedua
kakak beradik itu melanjutkan perjalanan dengan penuh
kegembiraan. Hong Ing telah lupa sama sekali akan kesedihannya,
dan Han Liong juga merasa bahagia.
Sikap adiknya yang manja, nakal, suka menggoda, tapi penuh
kejujuran dan keberanian itu membuat ia merasa senang sekali
dan lama kelamaan pertalian darah mereka makin erat dan saling
kasih mengasihi. Hong Ing pada waktu itu telah barusia enam kelas
tahun dan Han Liong delapan belas. Pada satu hari Han Liong dan
Hong Ing berkuda sepanjang jalan yang menuju ke kota Tong Hai.
Pagi-pagi keduanya berkuda memasuki hutan pohon Liu yang
menahan sinar matahari pagi sehingga sinar sang surya
merupakan garis-garis kuning bersinar menyorot dari celah-celah
daun pohon Liu merupakan pemandangan yang indah sekali.
Mereka menjalankan kuda berendeng dan sambil naik kuda yang
berjalan perlahan-lahan, mereka menikmati hawa hutan yang sejuk
itu, mereka bicara dengan riang gembira.
"Koko, alangkah indahnya sinar matahari itu," kata Hong Ing sambil
mendongak ke atas, "Sungguh senang berada di luar, bebas lepas
menyaingi burung-burung di udara. Aah, inilah hidup dan bahagia!"
"Adik Ing," jawab Han Liong yang sudah biasa menyebut adik saja
atau "siauwte" artinya adik laki-laki, karena ia harus membiasakan
sebutan ini di muka umum agar melengkapi penyamaran Hong Ing
133 sebagai pria, "Betapapun juga, segala sesuatu itu selalu harus
mengalami perubahan. Kita tidak mungkin selamanya begini
sampai..." di sini Han Liong menghela napas.
"Mengapa tidak, kakakku yang baik" Apa kau ada pikiran hendak
meninggalkan aku?" tanya Hong Ing.
"Sekali-kali tidak. Tapi pada suatu waktu, kaulah sendiri rasanya
yang akan meninggalkan aku, bahkan akan melupakan kakakmu
ini." "Eh, eh! Tiada hujan tiada angin kau bicara tidak keruan
juntrungannya, koko. Siapa mau tinggal meninggalkan" Aneh
benar bicaramu pagi ini. Dan kau kelihatan sangat muram seperti
Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
anak kecil tidak kebagian kue! Sungguh tidak sesuai dengan
indahnya cuaca. Mengapakah, koko?" Han Liong memaksa
tersenyum. "Ah, tidak apa-apa, adik Ing." Hong Ing tiba-tiba menahan kudanya
dan tidak mau maju. Han Liong menoleh kepadanya dan berkata,
"Ayoh jalankan kudamu." Tapi Hong Ing diam saja bahkan
menggeleng-gelengkan kepala dengan mulut cemberut.
134 "Eh, eh. Ada apa, adik Ing?"
"Katakan dulu kenapa kau bermuram durja, baru aku mau maju
lagi," kata Hong Ing dengan manja. Han Liong tertawa dan
memajukan kudanya menghampiri.
"Jangan marah, adikku yang manis!" Tapi Hong Ing masih saja
menggeleng-gelengkan kepala dan pundaknya.
"Ah, adik Ing, kalau kau sudah begini maka tidak pantas menjadi
pemuda, lagakmu seperti seorang gadis benar-benar!" Hong Ing
mengangkat cambuk kudanya hendak memukul kakaknya yang
segera melarikan kudanya dan lalu dikejar oleh Hong Ing. Mereka
segera saling kejar berputar-putaran di bawah pohon-pohon Liu.
"Sudah, sudah, adikku. Aku menyerah. Lihat kudaku sampai
mengepulkan uap diri mulutnya karena lelah."
"Biar! Kau jawab pertanyaanku atau kupukul dengan cambuk ini."
Hong Ing mengancam. Tiba-tiba dari arah belakang terdengar
bunyi kaki kuda berlari cepat. Dari sebuah tikungan tampak datang
dua orang menunggang kuda yang dilarikan sangat kencang.
Karena jalan itu kecil dan tidak cukup lebar untuk tiga atau empat
kuda jalan berendeng, maka dari jauh mereka sudah berteriakteriak,
135 "Minggir! Minggir!!" Han Liong segera meminggirkan kudanya di
bawah pohon Liu. Tapi Hong Ing yang beradat keras dan pula
sedang kesal kepada kakaknya, membiarkan kdanya melintang
jalan dan memaksa kedua penunggang kuda itu harus berhenti!
Kedua penunggang kuda itu segera menahan kuda mereka
dengan cepat, kalau tidak mereka pasti akan berlanggar dengan
kuda Hong Ing. Ternyata kedua-duanya adalah perempuanperempuan muda yang cantik dan di pinggang mereka tergantung
pedang. "Eh, kurang ajar! Apa maksudmu sengaja menghalang-halangi
jalan kami?" Seorang dari mereka yang lebih muda memaki. Hong
Ing membalas makian ita dengan mata mendelik.
"Tuan, harap beri jalan kepada kami, karena kami ada urusan
penting dan tergesa-gesa," kata yang seorang lagi.
"Hm, ini baru kata-kata sopan," jawab Hong Ing. "Dari manakah
datangnya orang yang seakan-akan merasa diri menjadi raja dan
menganggap jalan ini seperti jalannya sendiri?" ia tujukan katakatanya ini kepada gadis muda itu. "Apa kau kira semua orang
takut akan gertakanmu?"
136 "Sudah, jangan banyak cakap, awas jangan membuat aku menjadi
hilang sabar!" Gadis muda itu berkata pula dengan marah.
"Pendeknya, lekas kau minggir!"
"Kalau aku tidak mau minggir, kau mau apa, nona galak?" kata
Hong Ing dengan aksinya yang menimbulkan kemarahan orang.
Bangsat kecil tak tahu diri! Tahukan kamu bahwa kamu
berhadapan dengan siapa" Kami Shoatang Ji-Lihiap (Dua
Pendekar Wanita dari Shoatang) enci dan aku tidak biasa
menerima penghinaan dari siapapun saja, mengerti?" teriak gadis
yang muda itu marah. Encinya yang agaknya lebih sabar menarik
lengan adiknya, tapi tak diperdulikan oleh adiknya. Hong Ing
mengeluarkan suara sumbang.
"Hm! Siapa perduli apakah kalian pendekar-pendekar dari
Shoatang ataukah dari Neraka" Aku tidak kenal nama itu!"
Mendengar ini, perempuan yang lebih tua merasa tak senang juga.
Bukankah mereka berdua telah terkenal di kalangan kang-ouw"
Mengapa pemuda kecil ini berani menghina"
"Tuan, jangn mencari perkara. Minggirlah dan kami akan lewat
dengan baik-baik. Kami tidak ada waktu melayani segala orang
seperti tuan!" 137 "Kami berdua juga mau pergi mau ke depan. Kalian boleh
menjalankan kuda di belakang kami." Sementara itu Han Liong
sudah menghampiri mereka.
"Bangsat kecil ingin celaka!" gadis yang termuda itu memaki sambil
mencabut pedang dari pinggangnya. Hong Ing hanya tertawa
menyindir dan mencabut pedangnya pula.
"Adik Ing sabar dulu," kata Han Liong untuk mencegah adiknya.
Tetapi Hong Ing yang sedang jengkel kepadanya mana mau
menurut perintahnya. Ia bahkan mengerling kepada Han Liong
dengan marah dan berkata,
"Kalau kau mau membela perempuan-perempuan cantik ini,
silakan. Boleh aku dikeroyok tiga!!" tantangnya dengan mata
merah karena marah. "Siapa mau mengeroyok, laki-laki tak tahu malu!" gadis muda itu
berteriak marah, "Aku sendiri sudah cukup untuk mengirim jiwamu
ke akhirat." Sehabis berkata begini gadis itu majukan kudanya dan
memberi sebuah tusukan berbahaya. Hong Ing menangkis dengan
pedangnya yang kiri, lalu dengan pedang kanan balas menusuk.
Mereka berdua bertempur di atas kuda, dan karena kuda mereka
tidak biasa dipakai bertempur, maka kuda mereka melompatlompat ketakutan sehingga mereka tidak dapat bersilat dengan
138 leluasa. Hong Ing mendahului lawannya melompat turun dan
menantang. "Turunlah kalau kau benar-benar perempuan gagah!" Lawannya
segera melompat turun juga dan mereka meneruskan pertempuran
di atas tanah! Ternyata tenaga dan kegesitan mereka berimbang, tapi karena
Hong Ing menggunakan dua pedang dan ilmu pedangnya warisan
dari Seng Bouw Nikouw memang lihai sekali, maka setelah mereka
bertempur dua puluh jurus, gadis muda itu mulai terdesak. Encinya
tidak tega melihat adiknya kewalahan, maka ia segera terjun ke
tengah pertempuran itu. Ternyata gerakannya sangat kuat dan
gesit sehingga benturan-benturan pedangnya dirasakan oleh Hong
Ing sangat kuat dan membuat telapak tangannya panas. Ia
mengharapkan bantuan Han Liong, tapi ternyata pemuda itu hanya
turun dari kuda dan berdiri melihat jalannya pertempuran! Hong Ing
lama-lama terdesak juga dan repot melayani dua lawannya yang
ternyata berkepandaian tinggi, lebih-lebih yang lebih tua,
pedangnya berputar-putar kuat dan ia pandai sekali. Karena
gemas, maka sambil bertempur Hong Ing berteriak ke arah Han
Liong. "He, kenapa kau diam saja" Ayohlah bantu mereka ini, agar
sekalian dapat kulayani!!"
139 Han Liong tersenyum geli. Ia memang sengaja membiarkan
adiknya agar ia merasa bahwa ada juga orang yang lebih pandai
darinya, juga ia melihat bahwa biarpun terdesak, namun siang
kiam-hoat dari adiknya itu cukup ulet untuk dikalahkan begitu saja
dalam waktu pendek. Selain itu, ia sesungguhnya sangat tertarik
oleh gerakan-gerakan kedua nona itu. Kini setelah nendengar
teriakan Hong Ing, ia segera meloncat ke tengah-tengah
pertempuran dan menggunakan kedua tangannya bergerak-gerak
di antara sinar pedang, lalu secepat kilat menahan dua tangan
yang memegang pedang dari kedua lawan itu. Kedua nona dari
Shoatang itu merasa tangan mereka tergetar dan alangkah terkejut
mereka ketika diketahuinya pedang mereka telah pindah ke tangan
pemuda itu di kanan kiri! Haa Liong memandang kedua nona itu
dengan tajam dan bertanya dengan suara sungguh-sungguh.
"Adakah pertalian kalian dengan Lie Kiam si Angin Ribut?" Gadis
yang lebih muda itu menjawab sengit.
"Apa perlunya kau tanya-tanya tentang supek kami?"
"Aha! Kalau begitu kalian adalah murid Bhok Kiam Eng si Garuda
Putih" Hm, bagus, kalau aku ceritakan kepadanya akan
kelakuanmu hari ini, kalian pasti akan kena marah!"
"He, siapakah kau" Dan apa maksudmu berkata begitu?" tanya
gadis yang lebih tua. 140 "Lupakah kau akan ajaran suhumu" Bukankah suhumu sudah
pesankan, bahwa kalian tidak boleh mencari-cari musuh jika tidak
diserang orang" Mengapa kalian begitu berani dan sembarangan
turun tangan karena urusan kecil saja, bahkan mau membunuh
orang?" "Terangkan dulu siapa kau, sebelum memberi nasehat kepada
kami," kembali gadis yang lebih muda berkata dengan suara
pedas. "Ketahuilah, nona-nona, gurumu itu adalah suhengku, jadi kalian
harus menyebutku paman guru!" Kedua gadis itu saling pandang
dengan heran, kemudian gadis yang muda dan berani itu maju
setindak dan memaki, "Orang tak tahu adat! Sembarangan saja kau mengaku-aku guru
kami sebagai suhengmu! Kami belum pernah mendengar bahwa
suhu mempunyai adik seperguruan semuda kau! Pula, selain suhu
dan Lie Kiam supek, sukong Liok-tee-sin-mo Hong In tidak
mempunyai murid lagi. Jangan kau berani membohong!" Han
Liong tersenyum. Ia tidak heran bahwa kedua murid suhengnya ini
belum mengenalnya. Maka dengan masih tersenyum ia berkata,
141 "Hm, kalian tidak percaya" Ternyata selain berkepala batu, kalian
juga kurang rajin mempelajari ilmu silatmu. Gerakanmu ketika
menyerang dengan tipu Garuda Menyambar dari Pohon tadi
kurang baik, seharusnya kau bertindak maju dengan berdiri di atas
ujung kaki, karena bukankah gerakan itu mengutamakan
keringanan tubuh dan kegesitan" Juga encimu tadi ketika
menangkis dengan tipu Angin Barat Meniup Daun masih kurang
sempurna, seharusnya kaki kiri ditekuk sedikit ke dalam agar
mudah untuk diganti gerakan selanjutnya ialah tipu Angin Ribut
Mengamuk untuk membalas menyerang!" Mendengar pemuda itu
menerangkan semua tipu-tipu silat warisan mereka itu, kedua nona
tadi agak heran. Han Liong melihat bahwa mereka masih saja
kurang percaya, maka ia segera melemparkan dua pedang ke atas
lalu menyambut meluncurnya pedang itu dengan memegang
ujungnya. Kemudian ia menyerahkan pedang itu kembali kepada
pemiliknya sambil berkata,
"Nah, kalau kalian masih tidak percaya, cobalah serang aku
serentak. Aku akan menggunakan kegesitan tubuh menurut tiputipu ajaran gurumu untuk berkelit." Karena masih belum percaya
dan penasaran karena pedang mereka tadi dirampas, Shoatang JiLihiap maju bersama melakukan serangan!
"Bagus tipu Ular Melintas Sungai dan Harimau Menyabet Dengan
Ekornya ini!" Han Liong berseru menyebut tipu-tipu mereka, lalu ia
menggerakkan tubuhnya. Kedua nona itu melihat tubuh pemuda
itu berkelebat di antara sambaran pedang mereka dan tahu-tahu
pemuda itu lenyap dari penglihatan mereka. Mereka membalikkan
142 tubuh dan ternyata Han Liong sudah berdiri di situ sambil
tersenyum! "Kenalkah kalian gerakanku tadi" Itu adalah lompatan Naga Sakti
Mengejar Mustika, tentu kalian kenal, bukan" Nah, ayoh, jangan
tertegun seranglah lagi!" Kedua kakak beradik itu menyerang
dengan lebih hebat, tapi Han Liong dapat berkelit menggunakan
kegesitan tubuhnya, sambil berkelit ia sebut tiap tipu kedua nona
itu dan sekalian memperkenalkan gerakannya sendiri. Setelah
kedua nona itu menyerang sepuluh jurus, maka heranlah mereka.
Pemuda itu ternyata dapat menyebut tipu-tipu mereka dengan
tepat dan gerakannya ketika berkelitpun adalah gerakan tipu silat
guru mereka, namun ternyata pemuda itu jauh lebih gesit dan
ringan badannya daripada guru mereka sendiri! Si enci dengan
segera menjatuhkan diri berlutut,
"Susiok, ampunkanlah teecu yang berlaku kurang hormat karena
tidak tahu." Si adik yang ternyata sifatnya memang angker dan
keras, setelah berdiri ragu-ragu dan setelah encinya
membelalakkan matanya, akhirnya ia berlutut juga dan menyebut,
"Susiok!" Han Liong tertawa dan menyuruh mereka bangun.
"Tidak apa, nona berdua bukannya sengaja melawan paman guru.
Memang kalau tidak bertempur kita tidak akan berkenalan. Hanya
pesanku, janganlah terlalu mudah mencari perselisihan dengan
orang, karena hal itu hanya akan menimbulkan keributan yang tak
perlu saja." Kemudian Han Liong memperkenalkan Hong Ing
143 dengan kedua nona itu, yang ternyata bernama Bwee Lan dan
Bwee Hwa. "Kailan begitu tersesa-gesa, sebenarnya ada urusan apakah?"
kemudian Han Liong bertanya. Bwee Lan berkata dengan sedih.
"Susiok, sebenarnya karena kami sedang menghadapi urusan
hebat, maka berlaku sembrono dan adikku karena bingung dan
sedih menjadi mudah naik darah. Teecu berdua sedang menuju ke
kota Tong Hai mencari suhu untuk memohon pertolongannya."
"Ada apakah?" tanya Han Liong penuh perhatian.
"Celaka, susiok. Supek Lie Kiam telah dilukai orang dan puteranya
yang baru berusia lima tahun diculik penjahat. Sampai di sini ia
menangis, kemudian setelah reda lagi tangisnya, Bwee Lan
menyambung ceritanya, "Penjahat yang menculik itu memberi
waktu sampai malam hari ini, jika tidak ada orang datang
membawa uang tebusan lima ribu tali perak, maka anak supek itu
Pedang Pembunuh Naga 5 Pasangan Naga Dan Burung Hong Karya S D Liong Harpa Iblis Jari Sakti 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama