Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh Naga Langit 1

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 1


"PENDEKAR ANEH NAGA LANGIT (THIAN LIONG KOAY HIAP)
Oleh : Marshall Sekelompok manusia berpakaian Imam terlihat berlari-lari. Tetapi, jangan salah, mereka bukan sedang memburu seseorang atau memburu binatang, melainkan mereka memang sedang bergegas. Hanya, yang aneh adalah, dari rombongan berjumlah lebih kurang 20 orang itu, ada 7 diantara mereka yang memanggul karung goni yang agak menggelembung. Entah apa gerangan isinya. Dan keanehan kedua, mereka bergegas-gegas dan terus berlari meski hari masih terang, baru sedikit bergeser dari tengah hari dan matahari masih sangat menyengat.
Sudah cukup lama mereka berlari dan kini mereka memasuki daerah yang mulai mendaki dan kelihatannya segera akan memasuki sebuah hutan yang cukup lebat. Terlihat seorang Imam berusia pertengahan dan sepertinya menjadi pemimpin, mengarahkan rombongan itu untuk segera menuju hutan tersebut. Tetapi, justru sesaat sebelum memasuki hutan, mereka dihadang oleh seorang yang terlihat sangat dekil dengan rambut panjang terurai, dan tubuh yang seperti disanggah sebuah tongkat. Yang aneh, jika tubuh dan fisik manusia itu terlihat dekil dan tak terawat, maka tongkatnya justru terlihat berbeda.
Tongkat tersebut berwarna kuning dan nampak terawat dengan baik. Ruas-ruas tongkat itu seperti menunjukkan jika tongkat itu sepertinya adalah sebuah tongkat bamboo. Panjangnya semeter belaka, mungkin lebih, tetapi tidak sangat panjang. Tetapi, warna kulitnya mengkilat dan menyinarkan warna yang cukup menyolok mata. Dan, dengan tongkat berwarna kuning, sejenis tongkat bamboo kuning itulah si manusia dekil, pengemis berusia pertengahan, paling banyak berusia 50 tahun namun dengan postur dan wajah serta pakaian tak terurus, menghadang rombongan pendeta yang berjumlah cukup banyak itu. Nampaknya, manusia yang nampak bagai pengemis itu memang sengaja menunggu rombongan imam yang berjumlah banyak itu. Segera nyata dengan kalimatnya begitu para Imam itu terhenti dihadapannya secara serentak bagai dikomando saja:
"Hmmmmm, dimana-mana, kalian kaum beribadat Pek Lian Pay selalu bikin onar. Dan sekali ini, kembali kalian melakukan keonaran dengan menculik anak-anak tak berdosa. Sungguh-sungguh kalian ini manusia beribadat tetapi berkelakuan layaknya penjahat, sungguh memalukan dan sangat disayangkan. Hari ini, jika lohu gagal dan tidak mampu memberi kalian pelajaran hingga kapok dan tobat, maka akan percuma belaka lohu hidup sebagai pendekar ?"."
Sementara itu, rombongan Imam yang ternyata adalah kelompok dari Pek Lian Pay (Agama Teratai Putih) dan bermarkas di Pek In San (Gunung Awan Putih) yang akan segera mereka daki saat itu, terlihat sangat kaget dan ketakutan bertemu dengan si Pengemis. Bahkan, dengan menahan dongkol dan sedapat mungkin terlihat tidak marah, pemimpin mereka berkata dengan suara yang dengan sengaja dilembut-lembutkan:
"Sin-kay, kami toch tidak melanggar aturan kaum Kay Pang kalian, untuk apa hari siang begini Sin kay yang terhormat sampai menghadang perjalanan pulang menuju kuil kami di puncak Pek In San ini ?"?"
"Hahahahahaha, kalian memang tidak melanggar aturan Kay pang, tetapi melanggar kebenaran dan keadilan. Untuk apa kalian menculik ketujuh anak kecil itu ha" Untuk menjadi korban kesekian latihan ilmu hitam Kauwcu kalian yang tersesat itu ".." Dan itu kalian sebut tidak melanggar aturan kami ?""
"Tek Ui Sin Kay "...". engkau sungguh menghina dan selalu mau ikut campur urusan kami Pek Lian Pay. Kami sedang mencari calon murid baru yang berbakat untuk menjadi penerus Kauwcu kami di Pek Lian Pay. Dan kami toch tidak pernah mengganggu urusan kalian dari kaum kay pang, untuk apa engkau menghadang dan memfitnah kami segala "..?"
Si penghadang yang ternyata adalah salah satu tokoh terkenal asal Kay Pang, yakni tokoh yang dikenal dengan nama Tek Ui Sin Kay atau Pengemis Sakti Tongkat Kuning, terlihat tidak takut sama sekali. Bahkan dia berkata dengan suara keras:
"Kaypang akan memecatku jika aku tidak menghalangi perbuatan khianat kalian. Siapa tidak tahu jika Kauwcu kalian sedang berusaha menyempurnakan Pek Tok Ciang Lek (Tenaga Dalam Tinju Racun Putih) yang sangat berbahaya dan mujijat itu" Dan bukankah untuk itu Kauwcu kalian membutuhkan bantuan sari bocah berusia dibawah 10 tahun" Kalian tidak dapat mengelabui lohu hei imam-imam palsu "."
Bukan main terkejut dan khawatirnya si Imam pemimpin rombongan Pek Lian Pay mengetahui rahasia penculikan mereka ternyata sudah diketahui tokoh Kaypang ini. Tetapi, mereka semua sadar, untuk menandingi Pengemis sakti ini adalah mustahil. Pengemis Sakti ini terlampau hebat bagi mereka, hanya tokoh-tokoh puncak Pek Lian Pay mereka sajalah yang mungkin akan mampu menandingi, itupun sekedar menandingi, pengemis sakti yang merupakan pentolan Kaypang ini. Karena itu, dengan cara selunak mungkin Imam pemimpin itupun berkata:
"Tek Ui Sinkay, kami Pek Lian Pay toch tidak pernah menyalahi kalian kaum pengemis, mengapa engkau coba mengganggu rombongan kami ini ".?"
"Siapapun yang bertindak durhaka dan mencederai keadilan, adalah lawan kami kaum pengemis. Apalagi kalian yang menculik anak-anak untuk dikorbankan ?" sungguh memuakkan dan menjemukan?""
Tegas dan sangat menghina kalimat-kalimat Tek Ui Sinkay. Dan belakangan membuat para Imam Pek Lian Pay murka. Kalimat terakhir si Pengemis segera diikuti dengan siutan kencang si Pemimpin itu, sepertinya sebuah isyarat rahasia dan kemudian diikuti dengan perintahnya:
"Serang bersama, yang lain lanjutkan perjalanan ?""
Sambil berkata demikian, si Imam pemimpin sudah memberi isyarat agar bebawahannya segera menyerang Tek Ui Sin Kay. Sementara itu, 7 Imam lain yang menggotong karung goni yang ternyata berisi anak kecil hasil culikan mereka, bergerak menyamping untuk melanjutkan perjalanan. Ada sekitar 5 imam yang berusaha menahan dan menyerang Tek Ui Sin Kay sementara 8 orang lain berjaga-jaga. Jelas mereka sedang bersiasat untuk mengakali si Pengemis sakti yang berkeras untuk merebut karung goni berisi anak-anak hasil culikan itu. Tepat ketika pertempuran dimulai, mereka yang membawa karung goni akan segera masuk hutan dan langsung menuju markas ?". Dalam pikiran mereka, menempur si pengemis sambil menunggu bala bantuan yang sudah dikirimkan dalam isyarat khusus tadi akan mengundang tokoh Pek Lian Pay turun membantu mereka.
Tetapi, sayang sekali, si Pengemis Sakti yang dapat menduga strategi dan siasat kaum Pek Lian Pay ini, sudah bergerak dengan cepat. Hanya nampak berkelabatan sinar kuning di udara, dan tak lama kemudian, sudah bergelimpangan kelima imam Pek Lian Pay, tertotok roboh dan mengeluh seperti kehabisan tenaga. Bukan cuma itu, sedetik kemudian, sinar kuning tadi kembali berkelabat, dan tak lama kemudian kembali bertambah 5 orang lainnya yang menggeletak tak berdaya. Pada saat itulah ketujuh penggotong karung goni mulai bergerak menuju hutan. Tetapi, kecepatan Tek Ui Sinkay sungguh luar biasa, dalam waktu sekejap, dia bergerak kearah 7 orang itu bersamaan dengan jemarinya melontarkan sesuatu ke arah para penggotong karung goni itu. Hasilnya segera terlihat.
Ketujuh orang itu terkapar segera tanpa daya, masing-masing tertotok dan sebagaimana kawan-kawan mereka yang lain, tak satupun yang mengeluarkan darah. Mereka semua tertotok roboh di tanah tanpa berdaya. Dalam keadaan seperti itu, si Imam yang menjadi pemimpin para Imam Pek Lian Pay itu menjadi terkejut meski tidak kaget dengan fakta dihadapannya. Dia tahu dan paham benar siapa Tek ui Sinkay, tetapi bahwa dalam waktu kurang dari 15 detik sekitar 17 orang Pek Lian Pay jatuh di tangan si pengemis membuatnya tertegun. Sesungguhnya melampaui dugaan dan kekhawatirannya. Ancaman kegagalan misinya sudah berada di depan mata. Karena itu, diapun akhirnya berkata nyaris pasrah:
"Sinkay, sungguh-sungguh engkau bertambah hebat. Berita diluaran memang tidak keliru. Pinto Bu Sin Hwesio bagaimanapun tetap harus melaksanakan perintah Kauwcu, karena itu mohon maaf, jika harus menyalahimu sekali ini ".."
Setelah berkata demikian, Bu Sin Hwesio segera menerjang Tek Ui Sinkay. Sebetulnya, dia paham betul dan bahkan mengagumi nama besar Pengemis Sakti yang namanya menjulang di dunia persilatan Tionggoan. Tetapi, senang atau tidak, dia harus melaksanakan perintah Kauwcunya ?".
Dengan sebat dia menyerang si Pengemis, tetapi sampai tiga kali dia menyerang, tak satupun pukulan beratnya mengenai si Pengemis Sakti. Bahkan dengan gerakan sederhana, si pengemis Sakti menghindar dan tiba-tiba dia mendengar suara jatuhnya benda berat. Ketika mengerling, dia melihat kedua kawan Imamnya yang terakhir, juga sudah terkapar di tanah tak bergerak. Hal ini membuat Bu Sin Hwesio meradang, diapun memperhebat serangannya, tapi apa lacur, dengan menggerakkan sebelah lengan saja, diapun terlempar ke belakang hampir 3 meteran. Bahkan, beberapa saat kemudian dia tidak ingat apa-apa lagi, alias pingsan.
Sementara itu, si Pengemis Sakti setelah menjatuhkan semua Imam Pek Lian Pay penculik anak, segera mendekati ketujuh Imam penggotong karung goni yang sudah tertotok tak berdaya. Dengan cepat dia membuka ketujuh karung tersebut, tetapi celaka, ternyata 4 dari tujuh anak dalam karung goni tersebut sudah terlebih dahulu tewas. Entah apa penyebabnya. Tersisa 3 orang anak yang masih bernafas, dua orang anak berusia 8 tahunan dan seorang lagi paling banyak berusia 5 tahunan namun wajahnya terlihat kotor berlumpur. Mungkin karena sedang bermain lumpur ketika diculik atau entah karena sebab apa keadaannya demikian. Anak itu juga sedang pingsan, atau tepatnya tertotok pingsan, sedang kedua anak lainnya yang 2-3 tahun lebih tua terlihat senang ketika akhirnya mereka dikeluarkan dari karung goni pengap itu. Keduanya terlihat senang meski masih tetap ketakutan, tetapi sekali pandang, si Pengemis Sakti kagum, karena keduanya nampak cerdik dan tak salah lagi, berbakat bagus berlatih ilmu silat. Sungguh senang Tek Ui Sinkay melihat ketiga anak kecil yang hebat-hebat dan berbakat baik itu.
Setelah beberapa detik terbebaskan, sosok kedua anak itu semakin jelas dimata si Pengemis Sakti. Kedua anak yang hebat, bahkan anak yang pertama dengan tidak berlama-lama sudah bersegera memberi hormat kepada si Pengemis Sakti dan selanjutnya berkata dengan suara rendah:
"Paman pengemis, terima kasih banyak atas bantuan paman ?" " suaranya rendah namun terlihat kilatan matanya yang cerdik dan pintar dan ada sinar ketulusan disana. Berbeda dengan anak yang satu lagi, yang juga sama datang mengucapkan terima kasih, namun sayangnya sikapnya ogah-ogahan dan sinar matanya terlihat liar dan licik. Sampai-sampai si Pengemis Sakti terkejut, karena masih kecilpun sinar liciknya sudah tercermin, apalagi jika sudah dewasa kelak" Kelihatannya karena melihat keadaan dirinya yang dekil, kumuh dan jorok maka si anak tersebut jadi ogah memberi ucapan terima kasihnya. Jadinya hanya karena ikut-ikutan ke temannya yang satu sajalah yang membuatnya datang menemui si Pengemis Sakti. Tapi, terhadap anak yang satunya lagi, si Pengemis Sakti benar-benar berkesan baik dan senang. Selain tidak jijik terhadapnya, diapun dengan ramah dan rendah hati mendatanginya dan mengucapkan terima kasih.
"Ayo kita harus segera menyingkir, kawan-kawan Pendeta-pendeta jahat itu akan segera dengan cepat menyusul kemari. Dan jika demikian, maka ancaman bagi kalian bertiga masih akan tetap ada ?".. ayo ?""
Diapun segera memimpin ketiga anak itu berjalan pergi dengan memondong anak ketiga yang masih tetap pingsan. Sengaja Pengemis Sakti tidak menyadarkannya karena melihat si anak yang masih terlampau kecil, berusia 5 tahunan dengan lumpur di sekujur tubuh dan keadaan sebenarnya sama sekali tak terlihat dan terlacak mata. Ajakan si pengemis sakti memang ampuh. Mendengar bahwa ketiganya masih mungkin dikejar kawanan penculik, membuat kedua anak itu jadi tanpa diperintah mengikuti Pengemis Sakti. Beberapa kali ketika mereka kelelahan, segera diingatkan si Pengemis bahaya para penculik menyusul mereka, maka merekapun kembali melangkah.
Syukurlah, si pengemis sengaja mengambil jalur perjalanan yang tidak biasa. Dia bukannya menjauh tetapi justru dengan berani berjalan memasuki hutan yang akan dimasuki para penculik tadinya. Dan dari jalur tak biasa itu, dia kemudian membelok secara melengkung menuju kearah selatan. Itulah sebabnya, meski berjalan lambat, tetapi jejak mereka terhitung sulit terlacak kawanan Imam Pek Lian Pay yang datang belakangan. Setelah berjalan seharian lamanya, menjelang malam baru mereka beristirahat sambil bersiaga dengan si pengemis menyediakan makan bagi anak-anak itu. Dan besoknya, kembali mereka melanjutkan perjalanan dan demikian seterusnya sampai hari ketiga. Mereka sudah berada di luar jangkauan para Imam di Pek In San, dan kini mulai memasuki gunung yang lain, meski masih di hutan belantara yang sesungguhnya Pengemis Sakti itupun kurang paham dimana mereka berada. Tetapi dia terus berjalan guna menghindari pengejaran Imam Pek Lian Pay. Jalan-jalan yang dipilih boleh dibilang belum tersentuh manusia.
Bukannya takut, tetapi melindungi 3 orang bocah kecil, bukanlah pekerjaan gampang. Bahkan, hingga saat itu si Pengemis yang memang kurang "tahu" kebersihan, masih belum memandikan si anak ketiga, dan hanya menyediakan mereka bertiga makanan hutan selama 3 hari terakhir. Bukan hanya itu, diapun jarang berbicara kepada anak-anak itu, kecuali berhenti istirahat, ketika mau makan dan menyuruh mereka istirahat. Selebihnya, nama, asal dan identitas lain anak-anak itu, si pengemi terus bungkam. Yang dia pentingkan adalah keselamatan mereka, soal siapa anak-anak itu, si Pengemis nampak tidak terlampau memperdulikannya. Dan ketika akhirnya mereka akan beristirahat siang di hari keempat, merekapun menemukan sebuah tempat yang cukup menarik untuk tempat istirahat mereka.
Sebuah tempat di ketinggian, yang dapat melihat pemandangan ke bawah dan membuat si Pengemis tahu dan sadar dimana mereka berada saat itu. "Hmmmm, tampaknya sudah berada di wilayah Kota Peng Ciang di bawah sana, mestinya Gunung di sebelah utara sana adalah Gunung Thian Cong San. Mencapai tempat itu, berarti selesailah tugasku, semoga mereka bertiga ini dapat bergabung di perguruanku ?" gumam si pengemis dalam hatinya. Dan baru saat itulah si Pengemis teringat agar supaya ketiga anak yang dibawahnya dapat segera mandi dan membersihkan diri. Bahkan selanjutnya, dia mulai berkeinginan untuk menanyai ketiga anak yang dibawanya itu. Tetapi, sebelumnya, dia menyuruh mereka bertiga untuk mandi, karena di sebelah timur tempat mereka berhenti ada sebuah sungai yang mengalir ke bawah kearah kota Peng Ciang. Senang ketiga anak itu ketika disuruh mandi, dan kedua anak yang lebih tua dengan cepat bergerak menuju ke sungai mendahului.
Tapi, apa lacur, belum lagi mereka bertiga sampai ke pinggir sungai, tiba-tiba terdengar suara tertawa yang menahan langkah ketiga anak itu.
"Dari mana datangnya anak-anak kecil ini ?""." Dan ".. hei, luar biasa, mereka benar-benar anak-anak yang berbakat sangat bagus ?""." suara itu terdengar pekak dan keras, terutama bagi anak-anak kecil itu. Tetapi, Pengemis Sakti yang mendengarnya terkejut setengah mati. Dia segera sadar, ada orang berkepandaian hebat disekitar tempat yang disangkanya aman dan indah itu. Jelas bukan tokoh Pek Lian Pay, justru lebih hebat dan lebih lihay dibandingkan pendeta-pendeta Pek Lian Pay yang khianat dan tersesat itu.
"Astaga, tokoh darimana mereka ini ?".?" Tanyanya dalam hati sambil perlahan-lahan mendekati ketiga anak yang diselamatkannya itu. Dan lebih terkejut lagi ketiga dia pada akhirnya melihat persis di tepi sungai namun di tempat yang agak tinggi, nampak duduk bersila tiga tokoh yang sudah sangat tua. Mungkin bahkan lebih tua dari suhunya sendiri yang sudah berusia 75 tahun saat ini. Dia dapat mengenali dua dari tiga tokoh tua tersebut, dan yang mengejutkannya adalah, mereka adalah tokoh-tokoh yang nyaris jadi dongeng dunia persilatan. Tokoh-tokoh berkepandaian hebat dan sudah jadi kisah dongeng dunia persilatan karena kehebatan ilmu silat mereka serta sudah nyaris tidak pernah mereka berkecimpung di dunia kang ouw.
Mereka yang duduk di ketinggian itu adalah Mo Hwe Hud (Budha Api Iblis), si tokoh tua bekas Pendeta Budha yang berlatih Ilmu aliran Budha dari India namun menyimpang. Dia belakangan mampu menyempurnakan ilmu Budha Api Iblis, Ilmu andalannya yang sangat luar biasa dan memapu membuatnya malang melintang baik di India hingga ke Tionggoan. Tiada yang tahu persis asal usulnya dari mana, apakah dari India ataukah Tionggoan atau bahkan dari luar perbatasan. Yang pasti, dia fasih berbahasa India, Tionggoan dan bahkan beberapa bahasa di daerah Barat lainnya. Kemampuan ilmunya yang legendaris membuat tokoh tua ini begitu dimalui dan diindahkan di Tionggoan dan menempati tingkat tertinggi bersama 4 orang lainnya;
Tokoh kedua yang duduk di ketinggian itu adalah Bu Te Hwesio, yang sama dengan Mo Hwee Hud, nama aslinya juga tidak ketahuan lagi. Mereka berdua berusia nyaris sama, sudah nyaris mendekati 90 tahunan dan sejak puluhan tahun terakhir, selalu "saling ganjal dan saling melibas". Terutama bagi Bu Te Hwesio yang memang memperoleh tugas khusus untuk mengekang Mo Hwee Hud sejak kedatangan Mo Hwee Hud di Tionggoan yang banyak berbuat celaka. Padahal tokoh itu selalu menyertakan symbol Budha baik di nama julukan maupun ilmunya. Karena itu, sejak dahulu, keduanya selalu bertanding dan memang berkepandaian setanding. Hanya saja, kalau Mo Hwee hud bertubuh tinggi dan besar, maka Bu Te Hwesio sebaliknya bertubuh ringkih dan cenderung kurus dan lebih pendek dibandingkan lawannya.
Tokoh terakhir adalah Bu Eng Ho Khouw Kiat atau si Rase Tanpa Bayangan. Yang hebat adalah, dunia persilatan tidak tahu persis, apalah tokoh ini laki-laki atau perempuan. Tapi, si Pengemis Sakti jadi tahu jika tokoh itu ternyata adalah seorang perempuan tua, sama rentanya dengan kedua kawannya yang duduk membentuk segi tiga di tempat mereka berada. Tokoh ini terkenal susah dilacak karena memang kemampuan ginkang atau ilmu peringan tubuhnya yang luar biasa. Tokoh yang terkenal angin-anginan ini tidak dapat dianggap kaum putih tapi juga bukan kaum hitam. Dia cenderung membawa adatnya sendiri, kadang melawan kaum putih, kadang melawan kaum hitam. Tapi, dia tidak dimusuhi kaum putih karena memang tidak pernah melakukan kejahatan di daerah Tionggoan, bahkan namanya harum dan dihormati.
Ketiga tokoh yang ditemukan Pengemis Sakti ini adalah 3 tokoh dongeng yang kabar keberadaan mereka sudah 20 atau mungkin 30 tahun terakhir tidak didengarkan lagi. Mereka masih hidup atau sudah meninggal, tak ada yang dapat mengatakannya secara jelas dan pasti. Tapi, melihat mereka bertiga dengan ciri khas mereka, membuat Pengemis Sakti Tongkat Kuning senang sekaligus berdebar-debar. Dia sadar bahwa saat itu dia bertemu dengan 3 tokoh dongeng yang dalam ilmu dan kemampuan silat yang setara dengan Suhunya sendiri. "Hanya Suhu yang akan mampu menandingi tokoh-tokoh ini ".." desisnya dalam hati. Artinya, si pengemis tak memiliki keyakinan untuk menandingi tokoh-tokoh hebat yang ditemuinya secara tidak sengaja itu.
Sementara itu, ketiga anak yang tadinya sudah siap untuk mandi di sungai, tertahan langkah mereka oleh suara memekakkan yang dilepas Mo Hwee Hud. Si tokoh tinggi besar dan berdandan layaknya Pendeta Budha. Otomatis mereka memalingkan wajah dan dengan heran melihat ketiga tokoh besar itu sedang mengawasi mereka bertiga dengan wajah keheranan. Yang berada terdekat dengan ketiga tokoh itu, adalah si anak kecil yang pandang matanya menyiratkan kenakalan dan kelicikan. Dan dia sudah memandang ketiga tokoh tua itu dengan matanya yang cerdik. Pandang mata dan gerak-geriknya memang menarik hati. Mo Hwee Hud sudah langsung terpancing minat dan perhatiannya melihat gerak-gerik si anak yang dianggapnya sesuai dan cocok dengan selera bertingkahnya yang memang aneh.
"Hahahahahaha, luar biasa ?". luar biasa ?". hari ini secara kebetulan kutemukan calon pewaris kemampuanku ?". Hahahahahaha ?". anak baik, kemari engkau ?" sambil berkata demikian, lengannya terulur ke depan dan hebat ?".. di luar nalar dan kemampuan si anak, tubuhnya melayang terbang kearah Mo Hwee Hud. Tiada yang bergerak, baik si Pengemis maupun Bu Te Hwesio maupun si Nenek Bu Eng Ho Khouw Kiat. Mereka hanya memandang belaka kelakuan si Budha Api Iblis tanpa mengatakan sesuatu apapun. Sementara itu si Budha Api Iblis saat itu sudah bertanya kembali kepada si anak yang ditariknya tadi:
"Siapa namamu Nak ?".?" Maksudnya ingin berbicara dengan suara lembut, tetapi suaranya tetap saja pekak dan menyakitkan telinga yang mendengar. Tapi, anak yang diambilnya memang cerdik dan tabah, bukannya menjawab dia malahan memandangi si kakek dan malah balik bertanya:
"Dan siapa pula engkau kek ?"?"
"Hahahahahaha, luar biasa. Bukannya menjawab pertanyaanku malah engkau balik bertanya ?" hehehehe, baiklah anakku, namaku adalah Mo Hwee Hud, ada jutaan anak yang menginginkan aku menjadi guru mereka. Nach, sekarang, sebutkan siapa namamu bocah bagus ?".."
"Namaku Cie Tong Peng kakek ?""."
"Bagus, bagus ?".. maukah engkau menjadi muridku ?"?"
"Tapi, dimana engkau tinggal kek "..?"
Kembali Mo Hwee Hud garuk-garuk kepala yang tak ada rambutnya. Mungkin kesal, dia berkata dengan suara keras:
"Aku bertanya, engkau mau menjadi muridku tidak ?".?"
"Mau kek, tapi dimana tempat tinggalmu ?"?"
"Cukup, kita bicarakan yang lainnya menyusul. Engkau duduk disana sebentar .."
Cie Tong Peng dilontarkan ke tempat yang lebih tinggi lagi dari posisi ketiga tokoh hebat itu. Tapi tidak sedikitpun dia mengeluh, sebaliknya, di tempat itu dia melirik keadaan di bawah dan kini dia melihat betapa anak kedua, temannya yang sama-sama terculik, kini dengan cara yang sama, sudah berada bersama si Nenek Rase Terbang. Dan berapa saat kemudian, setelah mengalami proses yang sama, anak itupun terbang menyusulnya di tempat ketinggian. Dan di bawah sana, tinggal si anak ketiga, masih terlampau kecil dan terlihat kumuh dan kotor. Maklum, selama tiga hari di bawah pelarian, dia belum sekalipun membersihkan diri juga tidak dibersihkan si pengemis.
Tapi, setelah selama 3 hari penuh mengemong dan membopong si anak, Pengemis sakti sudah merasa memiliki ikatan batin dengannya. Karena itu, tanpa diperintah dia sudah mendekati si anak berwajah kotor itu dan melindunginya. Tetapi, tindakannya itu tak terlepas dari pengamatan ketiga tokoh tua yang mengawasi dari tempat yang lebih tinggi. Ketika pada akhirnya tinggal anak itu yang tersisa dan kini dibawah penjagaan si pengemis, terlihat mereka bertiga tersentak kaget dan heran. Baik Bu Te Hwesio, Mo Hwee Hud maupun si Rase Terbang menatap si anak dengan penuh perhatian. Memang benar wajahnya belepotan bekas lumpur dan sulit melihat secara jelas parasnya yang masih bocah itu, tetapi yang tak dapat tersembunyikan adalah bentuk tubuh dan gerak gerik si bocah. Dan ini seperti menarik perhatian ketiga tokoh tua yang kelihatannya sama memahami bakat dan potensi si bocah.
Tiba-tiba si pengemis sakti mendengar suara yang memasuki telinganya bagaikan suara nyamuk namun jelas terdengar baginya:
"Tunggu apa lagi, bawa anak itu segera, suatu saat jika berjodoh Lolap akan berusaha keras untuk menemukannya ?" cepatlah, tak sanggup lolap jika harus menandingi kedua tokoh hebat ini jika mereka memiliki keinginan yang sama"
Menanti suara itu sirap, Tek Ui Sin Kay segera bergerak. Sebelumnya dia masih sempat berkata:
"Salam hormat kepada para cianpwee yang mulia, tecu bersama cucuku harus segera berlalu. Mohon maaf ?""
Dan kemudian tanpa berkata satu apapun juga, si Pengemis Sakti segera memeluk anak itu dan kemudian meloncat pergi dengan segenap kecepatannya ?".
"Echhhhh, perlahan "."
"Awas ?".."
"Sudahlah ?" amitabha budha ?""
Secara bersamaan terdengar seruan yang berasal dari mulut ketiga orang hebat dan aneh itu. Dan akibatnya, Pengemis Sakti merasakan selarik pukulan hebat menerpanya dari arah belakang. Tetapi pada saat bersamaan, dia mendengar suara seperti nyamuk tadi dan sesuatu memasuki saku bajunya:
"Cepat berlalu, dua butir pil mustika kuhadiahkan kepadamu dan kepada bocah itu. Segera telan obat itu dan juga kepada bocah itu. Pukulan dan racun mereka semoga dapat ditahan ?". semoga engkau selamat, terserah kepada takdir "."
Mendengar bisikan itu, si Pengemis yang merasa serangan hawa dingin dan panas menyerangnya tiba-tiba dari dua totokan yang diterimanya, segera memasukkan kemulut dan menelan sebutir obat yang tadi dikirim masuk ke sakunya. Dan sebutir lagi dipaksanya masuk ke bibir si bocah, semua dilakukannya sambil terus berlari tanpa memperlambat langkahnya. Dan benar saja, tak lama kemudian hawa dingin dan panas yang menyerangnya perlahan membuyar, tapi sama sekali tidak lenyap dengan sendirinya. Tapi dengan kekuatannya yang tidak lemah, dia menahan semuanya dan terus, terus dan terus berlari.
Sementara itu, di pinggiran sungai tadi, ketiga tokoh aneh masih tetap duduk di tempat masing-masing. Tetapi, tiba-tiba si Nenek mencela:
"Hmmmmm, jangan engkau kira aku tak tahu kalau engkau diam-diam membantu si pengemis itu ketika berlalu tadi. Tapi, totokan dan pukulan jarak jauh kami rasanya cukup mampu membuat mereka menghadap giam lo ong segera ?".."
"Bahkan obat mujijatmu itu akan terbuang percuma ".. hahahahaha"
"Amitabha ?"". biarlah takdir yang menentukannya ?""
"Benar, tetapi sayang sekali ?".. anak kecil tadi sesungguhnya berbakat tidak kurang atau bahkan mungkin lebih dibandingkan kedua anak di atas. Tapi sudahlah, aku sudah menemukan pewarisku ?". pertemuan ini biarlah kita akhiri ?"" sambil berkata demikian si Rase Terbang tiba-tiba berkelabat pergi dan tak lama kemudian sambil membopong seorang anak diapun berkelabat pergi.
Sepeninggal si Nenek tua itu, kini tinggalah dua orang kakek aneh, Mo Hwee Hud dan Bu Te Hwesio yang saling berhadapan. Mo Hwee Hud berkata:
"Rasanya tak ada lagi urusan yang dapat kukerjakan disini, terbukti, kita berdua, masing masing tak ada yang mampu mengalahkan Rase tua yang semakin cepat saja gerakannya itu. Karenanya, jika engkau setuju, biarlah kita bertemu kembali 10 tahun ke depan di tempat yang sama ?"".. bagaimana?"
"Baiklah, jika kesenanganmu sudah terbang pergi, baiklah kita temukan kesenangan itu pada 10 tahun mendatang ?"?"
Beberapa saat kemudian, Mo Hwee Hud juga menyusul pergi bersama anak yang tadi mengaku bernama Cie Tong Peng. Sementara si nenek pergi bersama anak yang lain, yang bernama Kat Thian Ho. Seberlalunya mereka berdua, Bu Te Hwesio yang seluruh rambutnya sudah memutih, terlihat merenung sejenak. Dan tak lama kemudian diapun berkata kepada dirinya sendiri:
"Achhhhhh, dia masih belum berjodoh denganku sekarang ini ".. Amitabha ..." berbeda dengan kedua tokoh tua tadi yang segera berlalu, Bu Te Hwesio masih bersamadhi sampai beberapa lamanya, dan menjelang gelap baru dia berlalu. Dengan berjalan kaki, perlahan saja, tetapi anehnya, dalam waktu singkat dia sudah berada jauh didepan sana. Tetap sambil berjalan perlahan ?"
==================== Gunung Thian Cong San " di gunung ini berdiam seorang tokoh hebat yang tidak mau menonjolkan diri. Bahkan sangat sedikit ada insan persilatan yang mengenalnya karena memang tokoh ini nyaris tidak pernah campur tangan di tengah gaduhnya rimba persilatan. Tapi tokoh-tokoh hebat mengenalinya sebagai Bu In Sin Liong (Naga Sakti Tanpa Bayangan) atau Bu In Hwesio atau Bu In Siansu. Bu In Hwesio dan belakangan menjadi Bu In Siansu adalah nama ketika tokoh itu menjadi salah satu murid utama Siauw Lim Sie. Ciangbundjin Siauw Lim Sie saat ini masih terhitung cucu murid Bu In Hwesio. Kegagalan menjalankan tugas menemukan sebuah Kitab Pusaka Siauw Lim Sie yang tercuri membuat nama Siauw Lim Sie tercoreng, dan Bu In Hwesio yang gagal bertugas, memilih menanggalkan posisinya sebagai Calon Ciangbundjin dan kemudian berkelana. Sejak itu, dia tidak pernah kembali ke Siauw Lim Sie dan belakangan namanya menjadi Bu In Siansu.
Hanya segelintir orang yang mengenalinya, mungkin 2-3 orang belaka. Dan hanya mereka yang tahu kemampuan dan kehebatan ilmu silat Bu In Siansu yang kemudian mereka panggil Bu In Sin Liong. Tetapi, ke-7 murid Bu In Sin Liong adalah tokoh-tokoh yang sangat cemerlang di rimba persilatan. Bukan hanya karena mereka tampil sebagai tokoh-tokoh pembela kebenaran, tetapi karena mereka semua memiliki kemampuan ilmu Silat yang jarang dijumpai di rimba persilatan. Salah satu yang terkenal adalah Tek Ui Sinkay yang memilih bergabung dengan Kaypang dan menjadi salah satu pemimpin yang sangat dihormati di kalangan Kaypang. Kemampuannya konon setara dengan Kaypang Pangcu saat ini, atau bahkan mungkin lebih. Dan bahkan Pangcu Kaypang sendiri diketahui sangat hormat dan mengindahkan Tek Ui Sinkay ini.
Tetapi, meski murid-murid Bu In Sin Liong berkelana di Rimba Persilatan, tak ada seorangpun yang memberitahu nama perguruan mereka. Baru pada sekitar 10 tahun terakhir muncul nama perguruan Thian Cong Pay, mengambil nama gunung dimana Perguruan itu berada. Dan yang menjadi pemimpinnya adalah murid terakhir Bu In Sin Liong yang bernama Hoan Thian-Ciu (Tangan Membalik Langit) Cu Ying Lun. Kisah berdirinya Thian Cong Pay adalah dari kenyataan betapa warisan ilmu Bu In Sin Liong ternyata terpecah-pecah ke beberapa perguruan: Ada yang bergabung ke Kaypang, ada yang bergabung dengan Kun Lun Pay dan sisanya berdiri sendiri. Adalah Cu Ying Lun yang berinisiatif mendirikan Thian Cong Pay, tentu saja atas persetujuan dari semua suhengnya.
Tapi meskipun demikian, sejak didirikannya Thian Cong Pay, Bu In Sin Liong yang telah lama mengundurkan diri, memilih bertapa dan tidak pernah lagi menunjukkan dirinya kepada siapapun. Termasuk kepada nyaris semua murid-muridnya. Tetapi, dia tidak menyatakan penolakan atas inisiatif Cu Ying Lun. Sejak pengunduran dirinya, tempat dimana Bu In Sin Liong bertapa sangat dirahasiakan, dan hanya murid-muridnya saja yang tahu dia berada dimana. Di luar mereka, tak ada lagi yang tahu, siapapun. Murid yang mengirimkan makananpun tidak tahu jika yang dilayaninya adalah Suhu dari pangcu mereka. Yang pasti, tempat itu menjadi tempat terlarang bagi semua murid Thian Cong Pay yang juga berjumlah tidaklah banyak. Sampai saat itu, murid-murid Thian Cong Pay hanya berjumlah lebih kurang 60 orang dan berasal dari sekitar gunung Thian Cong Pay.
Pada siang itu, Cu Ying Lun, sang Pangcu, sedang berkenan melatih 5 orang murid utamanya. Kelima orang inilah yang kemudian bertindak sebagai pelatih bagi seluruh anak murid Thian Cong Pay lainnya yang berjumlah 50 orang lebih. Selama 10 tahun terakhir, Thian Cong Pay tumbuh menjadi perguruan yang punya nama lumayan bagus di dunia persilatan. Terutama karena memang ditunjang nama besar 7 saudara seperguruan, selain karena Cu Ying Lun sendiri memang memiliki ilmu silat yang sangat lihay. Mungkin tidak kalah dibandingkan dengan toa suhengnya yang sudah lama merantau dan angkat nama lebih dahulu.
Bangunan-bangunan Thian Cong Pay sendiri sudah berjumlah beberapa buah, dan sanak keluarga para anggotanya bertempat di bagian belakang sebelah kanan dari markas Thian Cong Pay. Ada 5 bangunan utama Thian Cong Pay, satu adalah markas besar, satu difungsikan sebagai ruang khusus menampung tamu. Ada satu lagi ruangan khusus berlatih silat, dan dua bangunan besar lainnya sebagai tempat tinggal para murid yang memilih tinggal di markas Thian Cong Pay. Ada beberapa ruangan atau bangunan yang lebih kecil lagi dengan fungsi-fungsi khusus. Tetapi nyaris semua aktifitas Thian Cong Pay ada di ruangan utama, karena juga disana Pangcu tinggal dan semua pusaka serta lambang perguruan berada.
Pagi itu, Cu Ying Lun sedang bertindak memberi pengajaran dan pelatihan kepada 5 orang murid kepalanya. Dan sekali pandang saja, dapat diketahui jika 5 murid kepala sang Pangcu memang sudah memiliki kemampuan yang tidak rendah. Pukulan yang menderu, langkah yang ringan dan gesit, kekokohan bhesi (kuda-kuda) serta tenaga dalam yang cukup mahir. Diam-diam Cu Ying Lun mengagumi kemajuan murid-muridnya yang rata-rata berusia sudah di atas 30 tahunan dan sudah belajar sekitar 10 tahunan darinya. Kekaguman yang wajar, karena perguruan berusia muda ini sudah berhasil menanam pengaruhnya yang sangat kuat di sekitar Thian Cong San. Nyaris tiada lagi penjahat yang berani beroperasi di sekitar gunung Thian Cong San, dan membuat para penduduk dengan sukacita hidup bersama dengn perguruan yang memberi mereka rasa aman.
Sedang Cu Yung Lin sibuk menilik murid-muridnya, tiba-tiba sesosok tubuh menyelinap dan masuk ke tempat latihannya dengan sangat cepat. Dan ketika akhirnya berada di lokasi itu, dia hanya sempat bersuara:
"Sute ?". aku ".. aku"
Dan setelah itu, orang yang datang itupun tersungkur dengan wajah keruh. Tetapi melihat kedatangan orang yang memanggilnya sute itu, Cu Yung Lin tersentak kaget. Karena sudah barang tentu dia mengenali siapa tokoh yang menyelinap masuk dan kemudian menyapanya. Karena itu, diapun berseru:
"Sam suheng, mengapa ".?"
Kagetnya bukan terkira ketika dia mendapati Sam Suhengnya yang adalah Tek Ui Sinkay ternyata terluka hebat. Dan di pondongannya, ada satu bocah berusia sekitar 5 tahun yang juga sedang dalam keadaan mengenaskan. Kotor tak terawat, penuh lumpur dan bau yang menyengat dari tubuhnya.
Ying Lun tak dapat berkata dan bertanya karena menemukan Sam Suhengnya menderita luka dalam cukup parah. Beracun pula. Kesadaran sudah hilang dan iweekangnya sulit disatukan. Untungnya, keadaan tubuh suhengnya yang lain baik-baik saja dan iweekangnya belum membuyar dan tidaklah punah. Tapi, kondisi suhengnya jelas sangat berbahaya. "Astaga, hanya Suhu yang mampu menangani suheng .." desis Ying Lun yang kemudian bekerja cepat, menotok sana dan sini untuk kemudian mendapati, ada satu kekuatan lain yang membuat suhengnya dapat terus bertahan dengan keadaannya itu. Melihat kenyataan itu, Ling Yun akhirnya pasrah dan segera membuat keputusan cepat.
"Panggil Ang Tiang Ceng Sinshe "."
Beberapa muridnya dengan cepat berlalu dan dalam waktu yang tidak cukup lama sudah kembali datang dengan seorang tua berwajah cerah yang dengan cepat menemui Cu Yung Lin:
"Pangcu, ada perintah apakah gerangan ?"?" tapi, matanya cepat melirik dan melihat Tek Ui Sinkay yang rebah tak berdaya
"Ang Sinshe, anak ini kuserahkan kepadamu merawatnya. Kelihatannya dia terluka, tetapi kuyakin Ang Sinshe akan dapat menanganinya ?".. aku harus segera menangani suhengku ini, keadaannya sangat berbahaya ?"
"Baik, baik Pangcu ?"" lohu akan menangani anak ini ?"" segera berkata Ang Sinshe dan dan tak lama kemudian diapun sibuk menguruti dan memeriksa keadaan si bocah cilik itu.
"Astaga pangcu, kelihatannya anak ini sudah 3 hari lebih tidak makan dan minum. Kondisi fisiknya sungguh menyedihkan ?"."
"Benar Ang Sinshe, sam suheng ini kelihatannya berlari terus selama 3 hari untuk dapat mencapai Gunung kita ini. Sebelumnya, kelihatannya Sam Suheng bertempur dan menderita lukanya ini ?"" tapi, entah mengapa daya tahan mereka cukup tangguh dan fisik mereka tak terganggu ?""
"Benar pangcu, kelihatannya ada sebuah pil mujijat yang mereka telan. Dan ini sangat menguntungkan kondisi tubuh mereka ?""
"Baiklah Ang Sinshe, aku akan mencoba menangani sam suheng, bocah itu kutitipkan kepadamu. Biarlah engkau yang memelihara dan mengurusnya untuk sementara. Entah apa maksud suheng membawanya kemari ?""
Kembali Ang Sinshe yang sudah tua renta itu bekerja. Tapi kini, setelah memeriksa sekali lagi, dia terdiam. Dan kembali kedua tangannya bekerja, mengusap sekujur tubuh dan kemudian terdiam kembali. Sampai akhirnya diapun terlihat keheranan dan kemudian berkata atau menggumam:
"Pantas ?". Pantas ?"."
Sejak ditangani Cu Ling Yun, Tek Ui Sinkay menghilang, tetapi Cu Ling Yun sendiri tetap mengerjakan pekerjaan seperti biasa. Bahkan dia pernah mengunjungi Ang Sinshe menanyakan keadaan si bocah. Tetapi, melihat keadaan si bocah, Ling Yun tidak berkesan apapun. Karena si bocah wajahnya sudah cenderung keunguan dan entah bagaimana keadaan tubuhnya menjadi kurang wajar. Lengan kirinya kadang lebih pendek dari lengan kanannya, tetapi sebulan kedepan, bisa berubah sebaliknya. Dan yang aneh, ketika menangani di bulan-bulan awal, Ang Sinshe menemukan kenyataan betapa kondisi tubuh si bocah sangat panas menyengat, tetapi si bocah justru merasa kedinginan dan menggigil sepanjang malam. Kejadian seperti itu berlangsung semalaman penuh, dan keesokan paginya Ang Sinshe kaget karena keadaannya sudah normal kembali. Seperti tidak ada kejadian berbahaya yang terjadi, meski perubahan fisik si bocah telrihat.
Selain itu, yang membuat Ang Sinshe terharu adalah, si bocah kelihatannya tidak dapat mengingat lagi siapa dirinya. Ketika ditanya siapa namanya, si bocah tak dapat menjawab dan hanya memandang Ang Sinshe dengan wajah bingung. Sadarlah Ang Sinshe jika ingatan anak itupun kelihatannya agak terkendala. Tetapi, tidak berarti si bocah menjadi hilang ingatan atau gila. Anak itu tetap normal dalam kesakitannya itu. Dan karena itu, sejak saat itu, Ang Sinshe memanggilnya dengan sebutan Koay ji (Anak yang aneh), dan lama kelamaan, itulah nama panggilan si bocah. Apalagi, karena si bocah sendiri seperti merasa senang dengan panggilan itu.
"Apa gerangan yang terjadi dengan anak ini ?" pikir Ang Sinshe kebingungan. Menganalisis semua yang dialami Koay jie. Karena meski dia sudah mampu menemukan sumber penyakit si bocah, yakni dua buah sumber tenaga berlawanan yang entah bagaimana masuk ke tubuh bocah itu, tetapi macam-macam obat yang dimasukkannya lenyap tanpa sedikitpun khasiat. Dan keadaan itu berlangsung terus menerus sampai selama setahun.
Tak terasa setahunpun berlalu. Selama waktu itu Tek Ui Sinkay, si pengemis sakti tetap tak pernah menampakkan batang hidungnya lagi. Sementara anak yang dibawahnya dan kemudian diasuh dan diobati oleh Ang Sinshe keadaannya tetap sama. Betapapun Ang Sinshe berusaha menangani dan mengobati si bocah, dia tak mampu menghindarkan perubahan warna wajah si bocah yang kini berubah menjadi keunguan. Racun yang menyusup masuk ke tubuh si bocah, memang tidak merengut nyawanya, tetapi dapat tertahan oleh pil mujijat yang ditelannya. Selain itu, si bocah terus saja sebulan sekali merasa kepanasan dan kedinginan secara bersamaan. Dia merasa sangat kedinginan tetapi lengan dan kakinya justru panas membara ?". Atau sebulan berikutnya, dia merasa sangat kepanasan tetapi lengan dan kakinya justru dingin bagaikan es di puncak gunung tinggi.
Memasuki tahun kedua, keadaan si bocah mulai memburuk. Jika sebelumnya panas dan dingin hanya berlangsung selama semalam, kini menjadi sehari dan semalam penuh. Si bocah merintih-rintih jika masa itu datang. Tetapi Ang Sinshe tetap tak mampu berbuat apa-apa. Dan dengan terpaksa membiarkan Koay jie menderita selama masa mengamuknya penyakit itu. Tetapi semakin lama dia semakin menyayangi anak itu, bahkan mulai mengajar anak itu mengenali huruf-huruf. Dan dia kembali menemukan sesuatu yang hebat dan luar biasa, yakni pelajaran sesulit apapun itu dapat dilahap dengan sangat mudah oleh si bocah. Setahun saja, dia mulai menemukan kesenangan baru dalam membaca, membaca dan terus membaca. Apalagi ketika pelajaran sastra juga mulai diberikan Ang Sinshe yang ternyata juga menguasai sastra secara sangat baik. Maka ditemukanlah kesenangan baru oleh si bocah yang dipanggil Koay ji itu.
Bukan cuma itu, dan ini yang membuat Ang Sinshe terkejut. Si bocah dapat belajar dan mengingat dalam waktu sangat cepat dan singkat. Diajari huruf sansekerta dan aksara India, dia dapat dengan cepat mengingat dan menghafalkannya. Sampai Ang Sinshe geleng-geleng kepala tak mengerti. Semakin kaget, karena kemudian, seluruh buku milik Ang Sinshe sekarang mulai dilahap oleh si bocah perlahan-lahan. Hanya beberapa buku yang sangat rahasia dan pribadi saja yang tak diijinkannya dibaca oleh si bocah. Tetapi, selama dua tahun bersama dengan si bocah, semakin terasa betapa Ang Sinshe mengasihi dan menyayang bocah malang itu. Penyakitnya boleh bertambah parah, tetapi semangat belajar tulisan-tulisan kuno sekalipun, dengan cepat ditelan dan dilahapnya. Tak ada lagi buku Ang Sinshe yang tidak dibacanya, termasuk buku-buku rahasia pengobatan yang anehnya juga dilahap begitu saja oleh si bocah.
Ang Sinshe yang semakin mengasihi si bocah, terus berusaha dan mencoba mencari rahasia penyembuhannya. Suatu saat dia mencoba beberapa formula dan pil mujijat miliknya yang diracik langsung secara seksama. Tetapi, anehnya, semua pil mujijat itu masuk tanpa pengaruh berarti. Bahkan ketika usia si bocah mulai sudah masuk tahun ketujuh, penderitaannya justru menjadi semakin panjang. Bukan hanya memanjang menjadi 2 hari 2 malam penderitaannya, bahkan bersamaan radius satu meter dari tubuh si bocah, terasa panas dan sangat menyengat. Dan kemudian berubah menjadi dingin yang sangat membekukan. Tetapi meskipun demikian, si bocah tetap saja menggigil kedinginan saat hawa tubuhnya memancarkan panas. Dan merasa kepanasan ketika tubuhnya memancarkan dingin yang membekukan. Hal ini membuat Ang Sinshe kebingungan dan tak tahu lagi harus berbuat apa.
Bersamaan dengan itu, tak ada lagi bacaan yang tersedia yang belum dibaca si bocah. Semua buku di ruangan Ang Sinshe ludes dibaca dan dipahaminya. Bahkan, ketika Ang Sinshe menguji pengetahuan pengobatan secara teori dengan si bocah, Ang Sinshe geleng-geleng kepala, karena isi bukunya sudah berpindah ke kepala si bocah. Jika dia sendiri masih harus membuka buku untuk memahami beberapa detail, sebaliknya bagi si bocah, dia mampu menyebutkannya secara tepat tanpa salah sedikitpun. "Dia ini sesungguhnya adalah bocah ajaib, tapi apa sesungguhnya yang terjadi dengan dirinya ini?" desis Ang Sinshe tak berdaya.
Meski keadaan fisiknya agak berubah "aneh", kaki kiri dan tangan kiri sedikit lebih pendek disbanding kaki dan tangan kanan, tetapi si bocah tetap saja bersemangat. Setelah bacaannya habis, diapun mulai tak betah berada dalam ruangan. Awalnya dia berjalan-jalan biasa saja melihat-lihat keadaan sekitarnya, tetapi lama-kelamaan menjadi bosan sendiri. Tetapi, ketika suatu saat dia memergoki Cu Ling Yun memberikan latihan kepada 5 murid kepalanya, sejak saat itu Koay jie mulai merasa tertarik untuk berlatih ilmu silat. Kebetulan mulai saat itu, Koay ji juga kehilangan hak sebagai bocah dan mulai diminta Cu Ling Yun untuk ikut bekerja.
Jadilah sejak berusia 7 tahun Koay Jie yang kadang terlihat tangkas dan kadang terlihat loyo, mulai bertugas menyediakan atau tepatnya mengantarkan makanan kepada khusus 5 murid kepala dan Cu Ling Yun sekeluarga sendiri. Pada waktu itu, Cu Ling Yun sendiri sudah berusia 49 tahunan dan sebentar lagi menjadi 50 tahunan. Dia memiliki seorang istri dan 3 orang anak: Cu Yu Hwi adalah anak gadisnya yang kini berusia 25 tahun dan sudah bersuami. Justru Cu Yu Hwi ini yang menjadi tokoh terhebat kedua setelah Cu Ling Yun, karena sempat merasakan didikan sucouwnya sendiri. Anak kedua adalah Cu Yu Tek yang sudah berusia 20 tahun dan sedang gagah-gagahnya, juga sedang sangat giat memperdalam ilmunya. Dan ketiga adalah Cu Yu Liong, putra bungsu yang sudah berusia 14 tahun, sudah menjelang remaja.
Sebagai pelayan di rumah Pangcu, Koay jie memperoleh akses memasuki rumah atau ruangan besar atau ruangan utama. Karena Cu Ling Yun sang pangcu hanya sesekali melatih murid kepalanya, maka yang sering disaksikan Koay ji justru adalah Cu Yu Hwi yang memilih mengajar anak-anak. Ada sekitar 8 anak yang dididik oleh Yu Hwi, dan mereka rata-rata adalah putra atau putri dari para murid Thian Cong Pay. Begitupun, karena gerakan mereka rata-rata adalah gerakan dasar, maka perlahan namun pasti justru Koay ji mencontoh dan meniru gerakan-gerakan mereka. Tetapi, dengan segera dia menjadi bosan. Karena penjelasan atas posisi bhesi dan kuda-kuda sudah sering diuraikan Yu Hwi, sehingga mudah saja Koay ji melatih dirinya. Tanpa diketahui siapapun, Koay jie sering melatih dalam kamarnya sesuai dengan petunjuk-petunjuk Yu Hwi. Pendeknya, jika penyakitnya tidak kambuh, maka Koay ji akan berlatih, berlatih dan berlatih. Apalagi karena buku-buku yang tersedia sudah habis dipindahkannya ke isi kepalanya. Tetapi, dia akan berlatih keras jika baru saja menyadap latihan 5 murid kepala yang langsung dipimpin oleh Cu Ling Yun.
Tak disadari siapapun, termasuk disadari Koay ji sendiri, jika kemajuannya justru jauh melampaui murid-murid Yu Hwi yang rata-rata berusia 10 tahunan itu. Dia sudah mampu memainkan beberapa jurus andalan secara sepotong-sepotong yang dilatihkan Cu Ling Yun kepada murid-murid kepalanya. Untuk ilmu dasar Thian Cong Pay, yakni ilmu silat tinju Cap pwee Lo Han Cong dan pukulan Sun Cim Tui Couw (Dengan Tangan Mendorong Perahu), sudah dikuasainya dengan baik. Hanya kurang di tenaga pukulan belaka. Bahkan, sebagian dari ilmu andalan Thian Cong Pay, yakni Sin Sian Siang jiauw Ciang-hoat' atau 'Ilmu pukulan Sepasang Cakar Dewa Sakti' dan Liu Su Kian Hoat " Ilmu Silat Pohon Liu dapat dikuasainya sebagian besarnya. Padahal dia hanya meniru-niru dan mendasarkan atas penjelasan sepotong yang dicuri dengarnya dari Yu hwi dan dari Cu Ling Yun.
Kemampuannya itu rasanya akan terus berkembang seandainya dia tidak ketahuan memiliki ilmu-ilmu tersebut.
Sebagaimana diketahui, Koay jie, demikian bocah itu dikenal, sama sekali bukanlah murid perguruan Thian Cong Pay. Dia hanyalah bocah temuan Sam Suheng dari Pangcu Cu Ling Yun dan kemudian dimintakan Ang Sinshe untuk dipelihara. Apalagi, karena latar belakang dan jati diri Koay ji memang tak ada seorangpun yang tahu. Jangankan mereka, bahkan Ang Sinshe sendiripun tidak tahu. Dan anak itu, juga tidak tahu nama dan jatidirinya. Karena itu, bocah itu akhirnya dititipkan kepada Ang Sinshe dan menjadi anak peliharaannya dan dibesarkan di Thian Cong Pay.
Sore itu, Koay ji dimintai pertolongan Ang Sinshe untuk mengambilkan sejenis daun obat yang tumbuh di hutan belakang markas Thian Cong Pay. Dekat kehutan bagian belakang memang terdapat kebun obat yang dikelolah Ang Sinshe dan akhir-akhir ini dengan bantuan Koay ji. Namun sebelum mencapai kebun obat tersebut, ada jarak sekitar 100 meter lebih dimana area itu sering menjadi tempat bermain anak-anak. Kebetulan sore hari itu ada kurang lebih 5 anak-anak yang sedang bermain-main, bersama mereka terlihat anak Cu Yu Hwi yang sudah berusia 6 tahun bernama Khong Yan. Meski cucu Pangcu, tetapi anak ini terhitung tahu diri dan sangat berpengertian. Ketika Koay jie lewat, anak-anak mengerjainya dan berteriak:
"Anak aneh pendek sebelah ?"."
Dan adalah khong Yan yang membela dan menyabar-nyabarkan Koay ji. Bahkan diapun sempat berkata:
"Sudahlah Koay ji, lanjutkan tugasmu, jangan hiraukan mereka ".."
Tetapi empat orang anak lainnya terus menerus berteriak-teriak dengan kenakalan khas anak-anak untuk mengerjai Koay ji. Koay ji yang berkesan baik dengan Khong Yan hanya mengangguk kepada anak itu dan kemudian bergegas menuju ke kebun obat. Cepat-cepat mengambil obat yang dimaksud dan kemudian pulang kembali untuk menemui Ang Sinshe. Tetapi, apa lacur, di tengah jalan dia bukan hanya diteriaki, tapi juga dihadang jalannya oleh 4 anak kecil lainnya. Bukan berteriak-teriak menghina tapi kini menghadang jalan pulangnya itu. Bahkan mereka berempat meski coba dihalangi Khong Yan, terus menerus berusaha menjangkau dan menyentuh tubuh Koay ji. Memang bukan untuk memukul, tetapi untuk mengejek dan mempermainkan anak aneh itu yang mendatangkan rasa ingin tahu mereka.
Koay ji yang terbiasa sendiri dan tanpa kawan, memang terkesan kaku. Tapi, dia tahu jika saat itu sedang dikerjai dan dihinakan 4 anak yang rata-rata lebih besar tubuhnya daripada tubuh sendiri. Karena itu, diapun berkata:
"Para kakak yang baik, ijinkan aku lewat ?"."
"Hohoho, akhirnya bicara juga si anak aneh " boleh, lewatlah, tapi sambil merangkak ya lewatnya ".." sahut si anak yang paling besar
Pecah tawa kawan-kawannya yang lain mendengar perintah itu. Tapi Koay ji tetap tenang dan tidak mengatakan satu katapun. Hanya, dia tidak bergerak untuk mengikuti perintah merangkak si anak terbesar itu.
"merangkak, merangkak, ayo merangkak ".."
Tiga anak yang lain berteriak-teriak memberinya semangat untuk merangkak. Tapi, Koay ji yang masih kecil tidak merasa tertekan dan tetap berusaha mencari jalan maju. Tapi karena selalu dihalangi si anak yang besar, Koay ji kemudian berkata:
"Benarkah engkau tidak akan membiarkanku lewat "..?"
"Merangkak ?"" kata si anak dengan gusar
Koay jie mamandang anak tersebut. Dan dalam herannya, si anak yang besar itu menjadi kecut hatinya akibat tajamnya pandang mata Koay ji. Tapi dia tetap tidak beranjak dan menghalangi jalannya Koay ji. Ketika Koay ji melangkah, kembali tubuhnya bergerak menghalangi. Dan pada saat itu, Koay ji memutuskan mencari jalan bagi dirinya dengan berusaha menyingkirkan si anak besar. Dengan gerakan dasar dalam ilmu yang cukup dikuasainya gerakan-dasarnya yaitu Sun Cim Tui Couw (Dengan Tangan Mendorong Perahu), dia memegang lengan si anak dengan cepat. Dan kemudian, tiba-tiba dia melangkah ke samping dengan gerakan cepat dan menyentak si anak hingga tersungkur ke depan. Meski kalah tenaga, tetapi posisi dan pemanfaatan tenaga lawan boleh dibilang sangat tepat ?"..
"Ha ".. bukankah itu Sun Cim Tui Couw (Dengan Lengan Mendorong Perahu), ilmu dasar Thian Cong Pay ?" desis Kong Yan terkejut.
Tidak habis keterkejutannya ketika tiba-tiba ketiga anak lain menyerang tetapi tak satupun yang mampu mengenai tubuh Koay ji. Hal ini sungguh membuat semua anak-anak itu termasuk Khong Yan kaget setengah mati. Mereka menyangka Koay ji akan dengan mudah mereka jatuhkan dan permainkan. Tetapi kini, mereka melihat betapa dalam ilmu dasar Thian Cong Pay, mereka ternyata kalah gesit dan semua serangan mereka mudah dibaca oleh si anak aneh itu. Mereka masih terkejut ketika tiba-tiba lengan kecil Koay ji menyelinap dan kemudian menampar dua kali wajah si anak yang paling besar. Dan kemudian, Koay ji melangkah pergi dengan cepat diiringi keheranan anak-anak itu yang taka da habisnya.
Sudah barang tentu tidak diberitahu Koay ji pertarungannya tadi kepada Ang Sinshe. Tetapi malamnya, muncul Cu Yu Hwi menjumpai Ang Sinshe serta sekaligus juga Koay jie. Tentunya Ang Sinshe menyambut hormat:
"Mari, mari masuk. Mohon maaf jika ruanganku tak teratur karena terus mengerjakan meramu obat-obatan Khong hujin "."
"Ang Sinshe, ada sesuatu yang ingin kutanyakan kepada Koay ji, tetapi engkau sebaiknya ikut mendengarkan percakapanku dengan anak itu ".."
"Ach, adakah sesuatu yang buruk dilakukan anak itu "..?"
"Entahlah Ang Sinshe, tetapi kita lihat nanti sajalah"
Setelah berkata begitu, Cu Yu Hwi kemudian melihat masuknya Koay ji, sianak kurus agak penyakitan namun yang matanya bersinar tajam.
"Koay ji ?"". Bagaimana keadaanmu "..?" Tanya Yu Hwi
Koay ji yang kaget melihat kehadiran Cu Yu Hwi sudah dengan cepat berkata dengan menjawab pertanyaan itu:
"Baik-baik ?". baik-baik saja, dan KOay ji mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Khong Hujin malam hari ini ".." jawaban yang sederhana, polos, santun namun sekaligus tegas.
"Koay ji " jawablah dengan sejujur-jujurnya, darimana gerangan engkau mempelajari semua ilmu-ilmu dasar yang engkau gunakan tadi siang dalam perjalanan kembali dari kebun obat itu "..?"
Koay ji kaget, tetapi tidak menjadi gugup. Justru yang gugup adalah Ang Sinshe mendengar Koay Ji mampu bersilat.
"Maafkan aku Khong hujin, aku melihat-lihat dan mendengar belaka penjelasan Kong hujin jika memberi latihan kepada mereka ?"." berkata Koay Ji dengan wajahnya yang polos dan nada tidak bersalah.
"Apa "." Benarkah engkau hanya menyadap ketika sekilas melihat mereka berlatih dan kemampuanmu kini bahkan melampaui mereka semua ".?"
Dengan wajah polos tanpa rasa bersalah Koay ji menjawab:
"Memang begitu Khong hujin ?"" setelah pulang ke kamar, aku berlatih menurut penjelasan Khong hujin itu ?""
Benar-benar pusing dan bingung Khong hujin mendengar jawaban Koay ji. Apalagi dia melihat kalau Koay ji memang tidak berbohong dan berbicara apa adanya. Untuk memastikan jawaban Koay ji, Khong Hujin kembali bertanya:
"Berapa banyak ilmu dan jurus yang engkau sadap Koay ji ?""
"Khong hujin, aku mampu memainkan ilmu silat tinju Cap pwee Lo Han Cong dan pukulan Sun Cim Tui Couw (Dengan Tangan Mendorong Perahu). Kalau ilmu Sin Sian Siang jiauw Ciang-hoat' atau 'Ilmu pukulan Sepasang Cakar Dewa Sakti' dan Liu Su Kian Hoat " Ilmu Silat Pohon Liu, hanya bisa kumainkan sebagiannya saja, tapi masih belum dapat kumainkan selengkapnya ?"?"
"Apa ?" Engkau juga menyadap ajaran Ayah "..?"
"Hanya mendengar-dengar saja Khong hujin dan sesekali melihat mereka berlatih silat. Aku hanya mencoba-coba meniru dan mengingat penjelasan Khong hujin dan Cu Pangcu belaka ?" tak ada yang lain ".."
Koay ji kembali berkata tanpa memperhatikan betapa wajah Khong hujin itu berubah ubah dari keheranan, terkejut dan ekspresi wajah nyaris tidak percaya. Sebetulnya, Cu Yu Hwi atau Khong Hujin ingin memarahi Koay ji atas peristiwa sore tadi, tapi mendengar pengakuan polos Koay ji yang sangat mengagetkannya, dia jadi lupa untuk marah-marah.Sebaliknya, dia justru kaget. Karena, sudah 2 tahun lebih anak-anak didikannya berlatih, tetapi belum mereka cukup baik memainkan ilmu-ilmu dasar perguruannya. Sebaliknya, anak aneh ini, hanya menyadap, tetapi mampu memainkan ilmu-ilmu perguruannya dengan kemampuan dan kegesitan yang lebih baik. Dalam kaget diapun berkata kepada Koay ji:
"Anak, dapatkah engkau memperlihatkan hasil latihanmu kepadaku "..?"
"Tentu saja, kalau memang Khong hujin dapat memberi petunjuk, pasti ilmu-ilmu itu akan semakin baik kumemainkannya ?"" jawab si bocah tetap polos. Dan jawaban yang membuat Cu Yu Hwi semakin terkejut dan semakin susah percaya.
"Marilah, kita pergi keluar, meski dengan penerangan minimal, aku dapat menilik kebisaan atau kemampuanmu memainkan ilmu-ilmu itu Koay ji ". marilah "."
"Baik hujin ?""
Koay ji kemudian mengikuti Cu Yu Hwi keluar dan diikuti Ang Sinshe dengan rasa was-was. "Apa gerangan yang sudah dilakukan bocah ini "." Bisik Ang Sinshe dengan rasa was was yang tak tersembunyikan.
"Nach, Koay ji, silahkan engkau memainkan semua ilmu yang sudah berhasil engkau sadap itu ?"" kata Khong Hujin dengan nada suara yang susah ditafsir. Antara kesal, marah, kagum, tak percaya ".. dan entah apa lagi.
"Baik hujin ?"." Koay ji menjawab cepat dan kemudian melompat ke arena meski dengan pencahayaan yang minimal.
Dengan cepat, mantap dan tanpa kesalahan Koay ji bersilat dalam ilmu-ilmu dasar Thian Cong Pay. Dan mata serta perasaan Khong Hujin benar-benar terbelalak dengan fakta yang sulit diterimanya. Bagaimana bisa Koay ji yang tak pernah mendapat petunjuk langsung dan baru belajar beberapa minggu justru memiliki gerakan-gerakan yang jauh lebih mantap dan sempurna dibandingkan semua anak didiknya" Inilah keheranan Khong hujin yang susah didapatkannya jawabannya.
"Bagaimana Hujin "..?" Tanya Koai ji setelah selesai memainkan dua buah ilmu dasar Thian Cong Pay tanpa celah, kecuali tenaganya yang nyaris tidak ada. Tapi kegesitan dan gerakan-gerakannya boleh dibilang sangat baik. "Benar-benarkah tak ada orang yang membimbing anak ini ".?"
"Besok akan kujelaskan Koay ji, baiknya engkau bersama Ang Sinshe beristirahat dahulu" ujar Khong hujin sambil kemudian berlalu dengan cepat.
Keesokan paginya, ketika Koay Ji baru saja bangun dan mencari sarapan paginya, Ang Sinshe mendekatinya dan kemudian dengan suara perlahan dan rasa kasih yang tak tersembunyikan dia berkata:
"Setelah makan siang nanti, Cu Pangcu memanggil kita ". ada yang ingin disampaikan Pangcu kepada kita ?"?".."
"Baiklah Sinshe ?""
"Oh ya ?". daun obat jenis yang kemarin masih kurang 5 buah Koay ji. Engkau tolong kembali ke kebun obat dan ambilkan 5 daun tambahan buat meracik obat ?"
"Baik Sinshe, sekarang juga Koay ji akan pergi memangambilnya ".."
"Jangan, engkau basuh wajahmu dulu dan kemudian makan pagi. Setelah itu baru engkau menuju kebun obat itu ".."
"Baiklah jika begitu sinshe ?""
Beberapa saat kemudian, Koay Ji sudah sudah kembali berjalan pulang dengan kelima daun obat di tangannya. Tetapi, jika kemaren dia dihadang 5 orang anak kecil, kali ini dia dihadang 3 orang dewasa yang menjadi murid utama Cu Pangcu. Dan lagi, dari cara berlatih merekalah Koay ji belajar, menyadap, mencuri dengar hingga kemudian melatihnya sendiri di kamarnya. Tetapi sebagai anak yang masih polos, Koay ji terus berjalan dan kemudian menyapa orang-orang itu:
"Para paman yang baik, selamat pagi semuanya. Ijinkan Koay ji lewat "." sapanya dengan gaya khas seorang bocah yang masih polos.
Ketiga orang murid kepala Cu Pangcu itu terlihat salah tingkah menghadapi sang bocah yang menyapa mereka dengan bebas. Tapi, adalah salah seorang yang paling besar dari mereka yang mengeraskan hati dan berkata:
"Hmmmm, engkau rupanya si anak aneh yang menjerembabkan anakku meski konon tidak pernah belajar silat tetapi mampu memainkan semua Ilmu Dasar Perguruan. Mari bocah, engkau tunjukkan kemampuanmu kepadaku ?"."
Koay ji meski masih bocah kecil tetapi sesungguhnya memiliki kecerdikan yang cukup mengagumkan. Apalagi, deritanya selama 2-3 tahun terakhir dengan hanya ditemani Ang Sinshe membuatnya menjadi jauh lebih dewasa dan memandang rasa sakit dan derita dengan cara yang berbeda. Dia tahu tidak akan menang melawan orang-orang dewasa itu, tetapi diapun memandang rasa sakit sebagaimana rasa-rasa lainnya. Tidak terlalu menakutkannya.
"Apakah para paman benar ingin memaksa Koay ji berkelahi sebagaimana anak-anak yang kemaren itu" Harap para paman mengerti, rasa sakit adalah biasa bagi Koay ji, tetapi mempermainkan Koay ji bukan perbuatan orang gagah ?"?" hebat kata-kata anak kecil ini. Kata-kata yang membuat orang-orang dewasa itu sampai terperangah dan tidak tahu harus berkata apa lagi. Sayangnya, seorang dari mereka yang nampaknya ayah dari anak yang dijerembabkan kemaren merasa tetap sakit hati dengan Koay ji yang terlihat penyakitan ini.
"Setidaknya engkau pertunjukkan bagaimana menjatuhkan lawan-lawanmu yang lebih besar kemaren itu bocah ?".."
"Koay ji hanya akan bertarung untuk membela diri, bukan untuk gagah-gagahan "." kembali ringan jawaban anak itu.
"Jika begitu, engkau harus berusaha membela dirimu bocah. Aku hanya akan membuat engkau sama dengan yang engkau lakukan kepada teman-temanmu kemaren itu ".."
"Sadarkah paman bahwa paman akan menganiaya seorang anak kecil ".?"
Ketiga orang itu terdiam dengan kata-kata tajam Koay ji. Dan kesempatan itu segera digunakan Koay ji untuk berlalu. Dan ketiga orang murid Cu Pangcu akhirnya hanya dapat menatapnya berlalu tanpa bisa mengapa-apakannya.
Seminggu berlalu dengan cepatnya. Hari-hari Koay ji tidak ada yang berubah. Dia tetap bekerja mengantarkan makanan dan minuman ke rumah Cu Pangcu dan ke gedung utama, dan selebihnya berlatih silat dan membaca apa saja yang dapat dibacanya. Tidak ada sesuatu yang luar biasa. Sampai kembali dia harus berhadapan dengan keempat anak lawannya yang kali ini menghadangnya tanpa kehadiran Khong Yan.
"He anak yang aneh, sekali ini jika tanpa merangkak engkau tidak akan mampu kembali ke rumah Ang Sinshe ?""
Entah mengapa ke-empat anak itu menjadi lebih berani setelah minggu sebelumnya dikalahkan oleh Koay ji. Sekali ini, mereka bahkan lebih kurang ajar dengan menambah syaratnya, yakni sambil merangkak harus menggonggong seperti seekor anjing. Meski begitu, Koay ji tidak cepat menjadi marah karena mengerti anak-anak itu hanya ingin menuntut balas atas kekalahan mereka sebelumnya.
"Ayo, merangkak cepat ?"." bentak si anak terbesar.
"Bagaimana kalau Koay ji tidak mau ".?"
"Kami akan memaksamu untuk mau ?"?" bentak si anak besar kembali dengan suara yang semakin mengancam.
Tetapi, semakin dibentak, si kecil Koay ji semakin terlihat tenang dan mengawasi keempat anak yang secara fisik dan umur memang berada di atasnya. Hanya, fakta itu tidak membuatnya takut. Bahkan dengan suara sedikit menggoda diapun berkata:
"Kalau begitu, paksalah Koay ji melakukannya ?"."
Mendengar tantangan itu, keempat anak yang menghadangnya nampak kaget dan tidak menduga. Tapi tak lama, karena si anak terbesar yang bertindak memimpin sudah memberi komando:
"Ayo kita paksa dia ?"."
Serentak mereka kembali mengerubuti Koay ji untuk menangkapnya dan memaksanya merangkak. Tetapi, seperti juga kejadian minggu lalu, mereka tidak mampu melakukan keinginan mereka. Karena Koay ji yang lebih kecil bergerak lebih gesit meski kekuatan pukulannya kurang. Bahkan meski dikerubuti berempat, dengan sebat dia bersilat dan memaksa keempat anak lawannya yang lebih besar kerepotan. Beberapa kali dia dapat memukul mereka, menghempaskan seorang ke tanah dan terakhir memukul si anak terbesar yang memimpin hingga jidatnya berdarah. Baru setelah itu, dia kembali berjalan pergi sambil melenggang tanpa menoleh ke belakang lagi.
Kejadian yang kedua kalinya ini bukan hanya mengagetkan keempat anak itu, tetapi juga mengagetkan Cu Yu Hwi dan sekaligus juga Cu Pangcu. Diluar dugaan Koay ji yang masih bocah itu, sebetulnya, keempat anak yang mengeroyoknya sudah dibekali dengan jurus ampuh untuk menaklukkan dirinya langsung oleh Cu Yu Hwi. Tapi apa lacur, keempatnya kembali dikalahkan secara memalukan oleh Koay ji. Meskipun jarak kemampuan mereka menyempit.
Mengapa demikian" Terutama karena Koay ji memang melakukan evaluasi sendiri atas pertarungan pertama mereka. Luar biasa aneh dan ajaib memang. Pergulatan Koay ji dengan rasa sakitnya, menghadirkan beragam cara dan dayanya untuk mengatasi rasa sakit itu. Beragam cara dia coba, meski terus dan terus gagal tetapi dia tidaklah merasa putus asa, tetapi terus mencari daya dan upaya. Apalagi, karena semakin panjang rasa sakitnya dan semakin meningkat rasa sakit itu. Tetapi begitupun, dia terus mencari dan mencoba sebagaimana juga Ang Sinshe terus memberitahu dan membahas keadaan tubuhnya dengan anak itu. Tak diduga Ang Sinshe, caranya melibatkan Koay ji justru membantu si anak menjadi lebih ulet dan terus berusaha.
Dengan latihan silatnya, begitu juga yang dialami Koay ji. Pertempuran pertama dengan keempat anak itu membuatnya melakukan analisa sendiri pada malam harinya. Setelah itu, dia melatih diri berdasarkan dugaan dan analisanya. Dan ternyata, meskipun sudah dilatih seminggu oleh Cu Yu Hwi, tetap saja Koay ji memperoleh kemenangan. Berhasil mengalahkan dan menghajar keempat anak yang bertubuh lebih besar darinya dan yang berusaha untuk menekan dan mempermalukannya.
Di luar tahu Koay ji, malam harinya, Cu Yu Hwi kembali berdiskusi dengan Cu Pangcu ayahnya dan membahas kejadian aneh tersebut. Tetapi, memang hebat dan luas sekali pandangan Cu Pangcu, awalnya dia bertanya:
"Hwi ji, apakah engkau dapat merasakan jika kemajuan keempat muridmu terlihat setelah seminggu ini engkau menggodok mereka secara khusus ".?"
"Ayah, sejujurnya iya. Mereka maju lebih jauh dan lebih bersemangat. Semangat untuk mengalahkan Koay ji membuat mereka belajar melampaui takaran biasa dan sangat focus mendengarkan pengajaranku ?".."
"Dan apakah engkau sudah mulai memahami dan mengerti dimanakah rahasia anak yang aneh itu "..?"
"Sama sekali belum. Masak hanya dengan menyadap dan mencuri dengar dia mampu memiliki tingkat yang melebihi semua muridku ayah ?"?"
"Sangat mungkin. Terutama jika anak itu memiliki kecerdasan dan keuletan yang luar biasa anakku. Jangan engkau meremehkannya. Kelihatannya, setelah kuselidiki selama seminggu ini, anak aneh itu melakukan penelaahan sendiri dan kemajuannya, tidak kalah dengan murid-muridmu. Cobalah engkau lakukan sampau beberapa minggu ke depan, kutanggung mereka semua akan mengalami peningkatan kemampuan secara drastis. Bahkan engkau dapat melibatkan Yan ji sekalian ?".."
"Akan kucoba ayah ?"."
Dan begitulah kejadian selanjutnya. Sampai 7 minggu berturut, Koay ji selalu diganggu dan selalu bertempur dengan keempat anak itu. Jika ada bedanya, maka beda itu adalah pada minggu ketiga dan seterusnya, yakni selalu hadir mengawasi dan meneliti sambil belajar Khong Yan yang adalah putra sulung Cu Yu Hwi. Hebatnya, hingga minggu ketujuh, Koay ji selalu unggul atas keempat lawan-lawannya itu. Meskipun pada dasarnya, keempat anak itu maju sangat jauh karena selalu dididik keras oleh subo mereka. Tapi, tetap saja Koay ji mampu terus menaklukkan mereka dan sepertinya pengetahuan dan latihannya juga bertambah hebat.
Apa yang sebetulnya terjadi" Mengapa Koay ji selalu dapat menang meskipun keempat lawannya mendapat penilikan hebat subo mereka"
Adalah pada pertarungan ketiga ketika Koay ji mampu kembali menang tetapi dengan susah payah dan pulang ke tempat Ang Sinshe dengan wajah bengap dan tubuh banyak yang membiru. Ang Sinshe yang mengasihi anak itu sudah seperti anaknya sendiri akhirnya dapat tahu apa sebabnya dan dengan keahliannya dia memulihkan Koay ji dalam 2, 3 hari kemudian. Tetapi pada hari keempat, ketika Koay ji memasuki kamarnya dia melihat ada sebuah kertas dengan tulisan yang luar biasa; Sebuah kertas yang berisi jurus-jurus silat untuk melawan keempat lawan kecilnya. Hebatnya, jurus dan petunjuk itu tetap bertumpu pada 2 ilmu dasar yang sudah dikuasainya.
Pada minggu keenam dan ketujuh, bahkan dia diberi petunjuk untuk menggunakan ilmu-ilmu yang sering dilatih murid kepala Cu Pangcu. Dan karena itulah maka sesudah pertarungan minggu ketujuh, giliran Cu Pangcu yang menjadi penasaran. Betapa tidak, ternyata Koay ji mampu memainkan beberapa jurus dari ilmu Sin Sian Siang jiauw Ciang-hoat. Fakta ini mengejutkannya dan sudah tentu anaknya. Tetapi, sekaligus dia menjadi sangat penasaran, bagaimana bisa anak itu mampu melatih dan bahkan juga mengoptimalkan penggunaan Ilmu Sin Sian Siang Jiauw CIang Hoat secara tepat dan effektif. Dan karena itu, sejak minggu ketujuh dan seterusnya, adalah Cu Pangcu sendiri yang menurunkan ilmu-ilmunya untuk digunakan oleh keempat anak yang mengeroyok Koay ji. Tetapi, begitupun, sampai minggu ke sepuluh, tetap saja keempat anak itu tidak mampu mengalahkan Koay ji. Luar biasa. Cu Pangcu dan anaknya Cu Yu Hwi sampai geleng kepala melihat kemajuan Koay ji yang dalam pengamatan dan intipan mereka, justru belajar sendiri setiap malamnya.
Bahkan kini, Koay ji sudah mampu menggunakan kedua ilmu Sin Sian Siang jiauw Ciang-hoat' (Ilmu pukulan Sepasang Cakar Dewa Sakti) dan juga Ilmu Liu Su Kian Hoat " Ilmu Silat Pohon Liu. Entah bagaimana, kini Koay ji sudah dapat memainkan kedua ilmu itu secara sangat baik, tanpa kekeliruan secara teori. Hanya memang, soal tenaganya saja yang masih sangat kurang atau bahkan tidak terpupuk. Tetapi, mengingat semua anak-anak itu belum ada yang mampu memahami ilmu iweekang, maka itu kelebihan Koay ji dapatlah dimaklumi belaka. Jelas dalam keuletan dan kecerdikan, dia berada dan diatas rata-rata anak murid Cu Yu Hwi.
Pada akhirnya, sampai usia ketujuh, justru Koay ji sudah memiliki dan menguasai setidaknya 4 ilmu yang dapat dimainkannya secara sangat baik. Bukan itu saja, setelah berkelahi atau pibu berulang kali selama lebih 10 kali atau lebih 10 minggu, maka Koay ji kini mulai dihormati dan dihargai keempat anak itu. Bahkan Khong Yan sekarang sudah bersahabat baik dengannya dan sering kali berlatih bersamanya. Dari situlah baru Khong Yan, Cu Yu Hwi dan Cu Pangcu mulai mengenali dan mengetahui rahasia keanehan dan kemujijatan bocah yang mereka anggap remeh selama ini.
Satu-satunya rahasia yang tidak diketahui Cu Pangcu dan anaknya Cu Yu Hwi adalah, petunjuk-petunjuk yang diperoleh Koay ji melalui sehelai kertas. Dan itu yang justru membuatnya mampu berlatih secara lengkap ilmu-ilmu Thian Cong Pay, bahkan dalam beberapa hal, Koay ji menggunakannya dengan variasi dan tambahan yang membuat ilmu aslinya menjadi lebih baik. Hal ini tidak pernah dapat dipahami dan dimengerti oleh Cu Pangcu, dan karenanya dia menganggap Koay ji benar-benar mahluk aneh dan ajaib. Bocah aneh yang memiliki kemampuan aneh. Apalagi setelah mendengar kata kata Ang Sinshe mengenai kepintaran Koay Ji.
Keadaan Koay Ji yang demikian, anehnya dan sempitnya pandangan Cu Yu Hwi, ialah keengganan dia untuk menarik Koay ji menjadi muridnya dan berlatih dengan anak-anak didiknya. Meskipun telah dibujuk dan diminta anaknya, Khong Yan, tetapi entah mengapa Yu Hwi memutuskan tidak mau melatih atau mengajak Koay ji ikut berlatih bersama dibawah tilikannya. Dan hal itu juga menguntungkan Koay ji, karena setelah dia mulai akrab dengan anak-anak murid Yu Hwi, suatu malam dia kembali didatangi manusia aneh yang meninggalkannya sehelai kertas. Hanya saja, bedanya adalah, bukan hanya sehelai kertas yang kali ini ditinggalkan di atas meja tempat istirahatnya. Tapi juga sebuah kitab tipis yang usianya sudah sangat tua.
Melihat ada sebuah Kitab yang dapat dibaca, betapa senang hati Koay ji. Tidak harus menunggu lama, diapun segera memegang Kitab itu, tetapi tiba-tiba sehelai kertas jatuh dan menarik perhatiannya. Dengan segera Koay ji kemudian mengambil helai kertas yang jatuh itu dan membacanya:
Koay Ji, Kitab Pusaka ini namanya kitab Pou Tee Pwe Yap sian Keng. Dan Kitab ini akan kupinjamkan setiap malam hingga engkau mengerti dan memahaminya. Tetapi, mulai malam ini, engkau berlatih menurut petunjuk Kitab ini, aku akan membantumu jika kurang mengerti. Jangan memaksa diri berlatih jika tidak paham "..
Tak ada petunjuk lain, dan hanya itu yang tertulis di atas kertas. Dan sebagaimana biasa, setelah membacanya Koay Ji meremas dan menghancurkan kertas tersebut dan membuangnya. Selanjutnya, Koay Ji kemudian naik ke pembaringan dan membuka kitab yang sangat tipis itu, tapi astaga, ternyata menggunakan aksara sansekerta. Untung saja dia sudah dapat membaca dan memahami aksara tersebut, dan bahkan membuatnya girang sekali menemukan jenis aksara asing yang syukur memang sudah dipelajarinya itu. Karenanya dengan bernafsu, diapun melanjutkan untuk membaca.
Begitu membaca halaman pertama, Koay Ji langsung tersentak kaget. Bukan apa-apa, karena ternyata Kitab itu adalah petunjuk untuk melakukan meditasi, dan karena sangat awam dengan meditasi, maka dia kebingungan. Tetapi, suara yang malam-malam sebelumnya datang membantu, kembali muncul di telinganya:
"Terhitung malam ini, engkau harus berlatih meditasi dan mengkonsentrasikan pikiran, kemauan, hawa dan semangatmu. Hanya ini satu-satunya cara agar penyakitmu tidak tambah parah dan meluas, semakin panjang dan semakin merusak tubuhmu. Karena itu, duduklah sesuai petunjuk kitab itu, pusatkan pikiran, kemauan, semangatmu, dan ikutilah jalan pernafasanmu hingga engkau tenggelam dalam samadhi ?" ingat, jangan memecah konsentrasi, tetapi biarkan pikiran, semangat dan kemauanmu mengikuti aliran nafasmu sehingga engkau beroleh keheningan yang dalam ?""."
Setelah membaca sekali lagi pengantar Kitab itu dan berdasarkan petunjuk suara rahasia itu, maka mulailah Koay Ji berlatih. Sebagaimana tuntutan Kitab Pusaka, maka Koay Ji harus bertelanjang bulat dan kemudian bersamadhi di atas ranjangnya. Sungguh sulit, karena memang belum terbiasa, maka dibutuhkan waktu yang sangat panjang bagi bocah Koay Ji untuk dapat mengikuti instruksi Kitab dan Suara yang disampaikan padanya itu. Mendekati tengah malam, barulah anak itu benar-benar mengerti dan akhirnya tenggelam dalam samadhinya.
Dan ketika keesokan harinya dia sadar, Koay Ji kaget dan senang bukan main karena tubuhnya terasa jauh lebih segar dibandingkan hari-hari sebelumnya. Kakinya terasa lebih ringan melangkah dan semangatnya sungguh membuncah. Luar biasa. Tetapi dia sama sekali tidak paham jika itu adalah hasil siulian dan samadhi yang dilakukannya semalam. Ketika dia mencoba berlatih, dengan sangat mudah dia memainkan 4 ilmu "andalannya" dan dia mampu melakukannya lebih lancar dan sambung-menyambung tanpa hentinya.
Dan demikianlah seterusnya Koay Ji berlatih, berlatih dan berlatih. Hanya sebulan dia berlatih siulan dan mengkonsentrasikan pikiran dan kemauannya, dia berubah menjadi bertambah segar dan kuat. Sejak saat itu, tanpa diminta lagi, Koay Ji menjadi sangat keranjingan berlatih samadhi, tetapi itu dilakukannya setelah berlatih 4 ilmu yang sudah dikuasainya secara baik. Dan sejak saat itu, sepanjang siang hari Koay Ji bekerja dan bermain bersama teman-temannya, sore hari dia berlatih bersama Khong Yan, dan malam hari dia menemani Ang Sinshe. Ang Sinshe tidak lagi membutuhkan kitabnya, karena lebih cepat baginya bertanya kepada Koay Ji daripada sibuk membuka kitabnya. Tanpa disadari Ang Sinshe dan Koay Ji, ketrampilan menjadi tabib mulai tertularkan dan seorang calon tabib sakti yang baru sedang diproses.
Setelah sebulan berlatih siulan dan samadhi, kini percayalah Koay Ji jika menjalankan samadhi menurut petunjuk kitab pusaka itu sangatlah membantunya, sangat-sangat bermanfaat bagi tubuh ringkihnya. Mana Koay Ji tahu dan paham jika Kitab Pusaka itu adalah salah satu Kitab Pusaka Mujijat yang jadi impian semua pendekar di Tionggoan. Dan seluruh isi Kitab Pusaka yang mujijat itu, kini sudah berpindah semuanya ke isi kepalanya. Dan kini, memasuki bulan kedua, Koay Ji mulai disuruh melatih ilmu samadhi pada tahapan kedua, yakni "Menyerap Energy dan Menghimpun Tenaga". Pada permulaan berlatih tahap kedua ini, orang yang menuntunnya berlatih datang dan mengingatkan serta mengajar Koay ji secara langsung:
"Anakku, pelajaran memusatkan keinginan, konsentrasi dan memulihkan diri sudah engkau pahami secara baik. Mulai malam ini, engkau akan berlatih tahapan kedua dari Kitab Pusaka yang sudah engkau hafalkan itu. Pada tahap ini, selama setahun ini engkau sebaiknya berlatih di kamarmu dan pada tahun selanjutnya, engkau mencari tempat yang tepat. Lebih baik lagi dilakukan di alam terbuka namun dengan tingkat keamanan yang terjamin. Karena mulai tahapan ini, engkau harus menyerap energy sekelilingmu dan engkau endapkan untuk kemudian engkau rubah menjadi kekuatan dan energy dalam dirimu. Tetapi, engkau catat baik-baik, aku melarangmu dengan keras untuk memasuki tahapan selanjutnya tanpa petunjukku. Karena tubuhmu pada dasarnya penuh dengan hawa kekuatan liar yang engkau dapatkan ketika dilarikan Sinkay dari Pek In San. Tenaga liar itu sudah bertumbuh secara sangat dahsyat karena dikekang oleh pil mujijat hadiah seorang tokoh mujijat jaman sekarang. Jika engkau memaksakan diri berlatih tahap ketiga, keempat dan kelima, maka hawa itu akan pecah dan meledak dan membuat tubuhmu kebanjiran hawa yang tak sanggup ditampung oleh tubuhmu yang rentan ini ?".. karena itu, bocah, ingat baik-baik pesanku ini. Setahun kedepan, aku akan kembali lagi kemari untuk melihat kemajuanmu nanti. Mengenai penyakitmu, setelah berlatih lengkap Kitab ini dan dibantu seorang hebat lainnya, maka penyakit itu akan sembuh dengan sendirinya. Haaaaaai, bocah, jika engkau mampu melewati semua ini, maka bencana akan berubah menjadi pahala besar bagi dirimu dan masa depanmu. Maka, teruslah berlatih, jangan pernah bosan, karena kesempatan satu-satunya bagimu adalah dengan berlatih melalui kitab pusaka ini dan dengan kekuatan sakti itu "."
Meskipun suka berimprovisasi dan senang menciptakan sesuatu yang baru, tetapi Koay Ji benar-benar taat akan pesan orang yang sudah dia anggap SUHU itu. Karena itu, dengan taat dia terus berlatih "Menyerap Hawa dan Energi" setiap malam, dan dia tidak pernah alpa dan absen berlatih. Bukan hanya taat berlatih, tetapi justru boleh dibilang keranjingan berlatih, apalagi karena tubuhnya semakin ringan dan masa penderitaan ketika serangan sakitnya datang, tidak lagi bertambah panjang. Meskipun, tenaga yang bergelora dalam tubuhnya dapat dirasakannya semakin membesar ?"..
Meskipun demikian, dalam kesehariannya, kehebatan Koay Jie justru semakin terasa dan bahkan menjadi semankin nyata terasa. Terutama, karena persahabatannya yang tulus dengan Khong Yan membuat Koay Ji bukan saja memperoleh banyak hal yang baru, Ilmu baru tetapi juga berkreasi dengan mencipta jurus-jurus baru. Mengapa seorang bocah Koay Ji mampu dan bisa mencipta jurus-jurus baru" Ini ada kisahnya yang lain lagi. Kisah aneh yang tidak disangka-sangkah, bahkan oleh Cu Pangcu sendiripun yang secara tak sengaja menciptakan tokoh aneh ini:
Suatu pagi, selesai berlatih, kurang lebih sebulan dua bulan usai berlatih tahapan kedua, Cu Pangcu memanggil Koay Ji:
"Pangcu, Koay Ji datang menghadap ?"" dengan hormat yang tidak dibuat-buat Koay Ji menghadap dan memberi salam kepada Cu Ying Lun, Pangcu Thian Cong Pay yang ditemuinya di ruangan Pangcu yang luas dan besar. Koay Ji yang polos sampai sempat ternganga dan tercengang melihat begitu banyak macam senjata, mulai dari pedang, tombak, ruyung, golok yang bertebaran dan tertata secara rapih.
"Hmmmm, Koay Ji, bagaimana perkembangan kesehatanmu sekarang ini "..?" tanya Cu Pangcu yang memang sangat tertarik dan mulai merasa sayang dengan kemujijatan yang ditunjukkan bocah ini.
"Setiap bulan serangan itu masih suka datang Pangcu, tetapi syukurlah, sampai sekarang Koay Ji masih tetap sanggup menahannya, dan mestinya harus tetap sanggup sampai seterusnya ?"."
"Engkau masih merasa kepanasan dan kedinginan secara bersamaan" bagaimana caramu menahannya Koay Ji ".?"
Meski masih bocah, tetapi Koay Ji sangat memegang perjanjian dan mematuhi apa yang dipesankan SUHU yang tak pernah dilihatnya. Tentu saja dia tidak ingin memberitahu Cu Pangcu
"Saking panas dan saking dinginnya, Koay Ji memilih berserah kepada Thian saja Pangcu, karena kalau rasa sakit itu datang, maka tidak ada cara lain untuk mengurangi atau meniadakannya. Setelah berapa tahun mengalaminya, Koay Ji akhirnya sadar, biar kehendak Thian saja yang jadi Pangcu ?""
Luar biasa, Cu Ying Lun sampai terpana dengan kata-kata seorang bocah berusia 8 tahun. Ditempah selama 2-3 tahun dalam penderitaan, tidak mengenali lagi jati dirinya, tidak tahu asal usulnya, siapa orang tuanya, tetapi pada akhirnya mencoba menerima kenyataan itu dengan tabah.
"Ach, sungguh aku kasihan kepadamu Koay Ji. Tetapi, jika ada sesuatu yang engkau perlukan, engkau boleh datang menemuiku ".."
"Terima kasih atas kebaikan Pangcu ?"."
"Nach, aku membutuhkan pertolonganmu Koay Ji. Perpustakaan Suhu dan yang menjadi kumpulan pusaka Perguruan Thian Cong Pay sangat membutuhkan orang untuk selalu membersihkannya. Jika engkau tidak merasa kelelahan, maka aku akan memintamu setiap seminggu tiga atau empat hari engkau datang membersihkan ruangan perpustakaan itu. Karena Empeh Gan yang biasa melakukan tugas itu, baru beberapa hari lalu terserang penyakit dan hingga sekarang masih belum bisa pulih kembali keadaan fisiknya ?" nach, aku ingin mengetahui apakah engkau bersedia membantu Empeh Gan, Koay Ji "..?"
Mendengar kata "Perpustakaan", minat dan perhatian Koay Ji sudah langsung sangat-sangat tertarik. Maklum, sebelum berlatih samadhi, maka membaca adalah pekerjaan yang paling disukainya. Sekarang, selain membaca dia memiliki hobby baru, yakni berlatih samadhi.Tetapi, yang hebat adalah, penderitaan yang berkepanjangan telah mengolah seorang bocah Koay Ji untuk tidak secara sembarangan dalam menunjukkan ekspressi dan keinginan hatinya. Karena itu, sambil berusaha keras dalam menahan keinginannya, dimana hatinya justru berdebar-debar senang dan antusias, diapun berkata dengan cepat:
"Jika memang diperintahkan Pangcu, maka Koay Ji akan selalu siap untuk melakukannya dengan sepenuh hati ".."
"Hmmmm, baiklah. Tetapi, ingat, jangan sampai ada dan tidak boleh ada satupun buku yang berjumlah lebih dari seratusan itu yang berpindah tempat atau apalagi hilang dari tempatnya. Bahkan engkau sendiripun dilarang untuk membawa keluar dan membaca kitab disana, kecuali jika engkau membuka dan membacanya ketika membersihkannya dari debu. Engkau harus mengingat peraturan ini Koay Ji, sebab jika tidak, maka aku harus menghukummu ?""
"Pasti pesan dan larangan Pangcu akan Koay ji ingat dan laksanakan ".."
"Baiklah bocah baik, engkau boleh mulai melakukannya hari ini ?"."
"Baik Pangcu ".. terima kasih atas kepercayaannya ?" tapi ?"."
"Ada yang belum jelas Koay Ji ?"?"
"Jam berapakah gerangan Koay Ji harus memulai pekerjaan ini Pangcu "..?"
"Sebaiknya setelah engkau mengantarkan minuman pagi dan berakhir sebelum makan siang, atau terserah engkaulah ?""
"Baik Pangcu ?" enggg ?"" nampak si bocak agak ragu-ragu bertanya
"Ada lagi yang ingin engkau tanyakan ?"?"
"Apakah ?" apakah ?".. Koay Ji dapat membaca-baca jika sudah senggang di perpustakaan nenati, pangcu ".?"
"Hahahahahah, jika memang engkau senang, asal pekerjaanmu sudah selesai, engkau boleh membaca disana Koay Ji, tetapi, ingat, tidak boleh sampai lewat tengah hari ?"
"Baiklah ".. baiklah pangcu, terima kasih banyak "."
Perpustakaan milik Suhu dari Cu Pangcu ?"?" tentu koleksinya banyak. "Ada seratusan, atau lebih malah, lumayan banyak" pikir si bocah dengan sangat tertarik. Dan, dibawalah dia memasuki ruangan yang tidak terlampau besar di samping ruangan Pangcu. Mungkin luasnya hanyalah 3 kali 6 meter dan semua sisinya terdapat buku-buku yang diatur dan ditata secara sangat baik dan rapih.
Karena tugasnya adalah untuk membersihkan ruangan perpustakaan, maka Koay Ji kemudian memilih membersihkan buku-buku itu dari debu terlebih dahulu. Jenisnya bermacam-macam, tetapi paling banyak buku dan ulasan tentang agama Budha. Bukunya besar-besar dan tebal-tebal. Saking banyaknya, Koay Ji bingung memilih buku apa gerangan yang ingin dibacanya saat itu. Setelah buku-buku keagamaan, kemudian terdapat juga beberapa buku mengenai sastra, kisah-kisah kepahlawanan masa lalu dan sejumlah kumpulan puisi dari dinasti-dinasti masa silam. Kemudian, di rak buku yang lain, ada juga kumpulan buku-buku mengenai kumpulan pengetahuan umum dan rak terakhir adalah kumpulan buku-buku yang beragam macam. Tetapi, bahasanya juga bermacam-macam, sebagian besar memakai berbahasa Tionggoan, ada juga beberapa yang berbahasa Sansekerta. Hanya dua bahasa itu yang dikenali Koay Ji, selebihnya dia tak mampu mengenali bahasa-bahasa yang digunakan, ada 3,4 buku. Selanjutnya ada sekitar 12 buku yang semuanya berada di rak kategori campuran tersebut. Tetapi, tidak ada sama sekali rak buku tentang ilmu silat disitu, dan ini mengejutkan sekaligus membuat Koay Ji kecewa. Tetapi, bahwa kegemarannya membaca menemukan saluran berupa buku, maka semua yang dapat dia baca, mulai disantapnya sejak saat itu.
Memang dmeikian adanya, dengan mendapatkan kesempatan membaca demikian banyak buku, sudah merupakan kerjaan yang sangat menyenangkan Koay Ji. Karena itu, bukannya 3-4 kali seminggu, malah seminggu Koay Ji bisa berada di perpustakaan 5-6 kali seminggu, tetapi semua setelah dia melakukan tugasnya. Cu Pangcu heran dan menggeleng-gelengkan kepala, tetapi tidak keberatan dan malah sangat senang karena peprustakaan menjadi sangat bersih. Dia belakangan tahu dan pernah mengintip, dan menyaksikan si bocah aneh sedang dengan lahapnya membaca buku-buku puisi dan kisah kepahlawanan masa lalu. Di lain hari, dia melihat si bocah membaca kitab-kitab keagamaan dan dilain waktu membaca buku mengenai pengetahuan umum. "Benar benar bocah yang sangat aneh" pikir sang Pangcu.
Selama 3 minggu berturut-turut, sudah cukup banyak buku yang tuntas dibaca Koay Ji. Bukan sedikit info dan pengetahuan baru yang dimilikinya. Sampai-sampai Khong Yan protes karena waktunya berkurang untuk bermain, berlatih dan bertukar pikiran dengan Koay Ji si bocah yang mengherankan dan semakin banyak serta luas pengetahuannya itu. Tetapi, ketika mereka bertemu, Koay Ji mampu kembali memberikan masukan-masukan untuk latihannya dan membuat Khong Yan tidak jadi ngambek dan marah. Usia mereka berdua memang sepantaran, karena itu, keduanya merasa lebih cocok satu dengan yang lain.
Memasuki bulan ketiga bekerja di perpustakaan, Koay Ji kembali bertugas sepertia biasanya membersihkan peprustakaan dan buku-buku koleksi Suhu dari Cu Pangcu. Setelah selesai dengan tugas membersihkan ruangan itu, iseng-sieng Koay Ji kemudian mendatangi rak buku yang berisi buku-buku dalam beragam bahasa. Sebuah buku berbahasa sansekerta yang sudah lumayan tua dan sudah sangat kumal menarik perhatiannya dan kemudian diambilnya secara sangat berhati-hati. Sampulnya tidak ada yang menarik, hanya gambar samar sebuah gunung dengan detail yang kabur dan tidak jelas. Jeleknya lagi, tidak ada tulisan sama sekali di sampul buku tersebut. Karenanya, Koay Ji ogah-ogahan dan tidak berminat untuk membacanya lebih jauh. Apalagi berbahasa sansekerta. Maka perlahan-lahan diapun mengembalikan buku berbahasa sansekerta itu ke raknya.


Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi, entah bagaimana, tiba-tiba muncul keinginannya untuk membuka satu atau dua halaman buku tersebut. Maka diambilnya kembali buku itu dan kemudian membukanya perlahan-lahan. Di halaman satu hanya ada tulisan singkat, nampaknya nama dari penulis buku, tertulis dalam bahasa Sansekerta: Pat-Bin-Ling-Long (delapan wajah serba cerdik). Nama ini menarik perhatian Koay Ji, karenanya dia melanjutkan ke halaman selanjutnya dan disana tertulis: "Pendalaman Pat Bin Ling Long atas ilmu-ilmu filasafat dan keagamaan di Thian Tok, Tionggoan, Persia dan Tibet ".". Dan ini membuat Koay Ji menjadi sedikit lebih tertarik, karena buku-buku keagamaan Budha yang tebal-tebal sudah habis dilahapnya. Memang, sedikitpun dia kurang paham, tetapi entah mengapa, matanya mampu melahap, karena memang kegemarannya melihat susunan-susunan huruf yang berbaris rapih itu.
Seperti hari-hari sebelumnya, Koay Ji yang memang begitu gemar membaca, kali inipun dibiarkan saja oleh Cu Pangcu. Apalagi, karena kegemarannya itu menurut Cu Pangcu memang positif. Selain itu, dia sudah yakin sekali jika tidak ada lagi buku berarti dan penting di perpustakaan itu, hanya buku-buku yang tak bermanfaat untuk latihan silat. Karena buku-buku rahasia Suhunya sudah disimpan di tempat khusus dan tidak dapat ditemukan siapapun. Tak pernah disangkanya jika masih ada satu buku kumal yang tidak menarik perhatian yang justru harganya tidak dapat ditakar. Mungkin karena ditulis dalam bahasa sansekerta sehingga tidak menyolok dan luput dari pengetahuannya. Dan mungkin juga, karena adalah jodoh Koay Ji untuk membaca dan menguasai pengetahuan dan ilmu dalam buku itu.
Bacaan selanjutnya membuat Koay Ji berdebar-debar: "Puluhan tahun mengembara ke Tionggoan, Tibet dan Persia, beragam ilmu yang ditemukan, tetapi sayang, tidak pernah berjodoh dan sanggup melatih Pouw Tee Pwe Yap Sian Kang dari Thian Tok atau di Tionggoan disebut orang TOA PAN YO HIAN KONG (Tenaga Dalam Mujijat). Ilmu kalangan Budha ini sangat mujijat tetapi berjodoh dengan manusia tertentu saja. Tetapi, untuk mencapai tingkat yang sederajat dengan Ilmu Mujijat itu, maka sengaja kuciptakan jalan yang lain, dan Kitab ini adalah jalan yang lain itu 5 JALAN RAHASIA setelah meneliti filasafat dan agama-agama di tiga tempat itu ..........."
Bukan main kagetnya Koay Ji. Dia sudah mulai belajar Pouw Te Pwe Yap Sian Kang sebuah kitab berbahasa Sansekerta yang justru disebutkan kitab aneh di tangannya ini. Jika ada tandingan ilmu itu, maka Kitab ini menjadi petunjuk kesana. Bagaimana Koay Ji si bocah kecil tidak terkejut" Maka diapun mencari posisi baca yang nyaman serta menyenangkannya dan melanjutkan membaca di halaman selanjutnya, nampaknya adalah sejenis Daftar Isi Kitab tersebut: "Bagian Pertama " Melatih Semangat Mencapai Kesempurnaan; Bagian Kedua " Mengenali Rahasia Jalan Darah Manusia; Bagian Ketiga " Rahasia Gerakan Manusia; Bagian Keempat " Rahasia Ilmu Sihir dan Ilmu Hitam; Bagian Kelima " Rahasia Delapan Wajah ......"
Tetapi, alangkah sangat kecewanya Koay Ji ketika ternyata Bagian Pertama, Melatih Semangat Mencapai Kesempurnaan sudah tidak berada di tempatnya lagi. Entah mengapa bagian tersebut justru sudah tidak berada di tempatnya dan ada bekas sobekan yang artinya, secara paksa memang sudah dilepaskan dari tempatnya. Ketika memeriksa bagian selanjutnya, kecuali bagian pertama yang sudah dicopot paksa, maka selebihnya tetap lengkap. Tetapi, judul RAHASIA MENCAPAI KESEMPURNAAN memang menggodanya, sayangnya bagian tersebut justru sudah copot dan entah berada di tangan siapa. Kekecewaan Koay Ji nyaris membuatnya membatalkan membaca dan mempelajari Kitab Pusaka tersebut.
Tapi, ketika dia membaca Bagian Kedua, Rahasia Jalan Darah Manusia, dia kembali tertarik karena pengetahuan barunya membuat dia menjadi semakin jauh lebih lengkap dan semakin lebih paham dengan buku bacaan yang dibacanya dari Ang Sinshe. Bukan hanya itu, bagian terakhir dari bagian kedua, justru mengajarkan ilmu totok berdasarkan info rahasia jalan darah manusia tersebut. Ilmu totok itu kelak ketika Koay Ji menguasainya secara sempurna dinamakannya Ci Liong Ciu hoat atau "Ilmu Mengekang Naga". Padahal, dalam Kitab Pusaka aneh itu, sama sekali tidak ada nama atas ilmu totok yang luar biasa itu. Karena penjelasannya menggelikan bagi Koay Ji si bocah, yakni membuat orang tertawa seharian, membuat seseorang kehilangan tenaga murni, membuat seseorang diam bagai patung, dan seterusnya. Tetapi, alangkah kagetnya Koay Ji ketika membaca, bahwa untuk menguasai ilmu totok itu, dia butuh tenaga dalam, dan justru takaran tenaga dalam diatur secara detail dalam buku itu. Ada beragam jenis totokan, puluhan bahkan jumlahnya, dan takaran tenaga, bagaimana menotok, jalan darah mana yang ditotok, kombinasi jalan darah mana yang ditotok bersamaan, diajarkan secara detai. Karena belum memiliki iweekang, maka Koay Ji secara cerdik menghafalkan dan menanamkannya dalam ingatannya, sehingga setiap membutuhkannya dia mampu menghadirkannya kembali.
Begitulah, selama seminggu berturut-turut, Koay Ji belajar dan memahamkan isi kitab tersebut dengan sangat tekunnya. Sampai suatu hari, ketika dia sedang mendalami dan menghafalkan Bagian Keempat, Rahasia Ilmu Sihir dan Ilmu Hitam, tiba-tiba pintu terbuka dan Cu Pangcu memasuki Ruang Perpustakaan itu. Cu Pangcu tidak terkejut melihat si bocah aneh duduk dilantai dengan wajah melotot, tetapi ketika dilihatnya buku yang dibaca berbahasa Sansekerta yang tidak dipahaminya, diapun bertanya:
"Apakah engkau tertarik dengan buku itu Koay Ji .........?"
"Ech, ach ..... iya ...... iya Pangcu ...... buku ini sungguh menarik hati ....." ujar Koay Ji dengan gugup. Untungnya Cu Pangcu tidak mempersoalkan itu. Dalam pikiran Cu Pangcu, kegugupan Koay Ji adalah karena ketahuan membaca sambil duduk di lantai. Padahal, hal itu sudah lama diketahui Cu Pangcu yang senang saja dengan keadaan itu, karena perpustakaan itu sekarang jauh lebih bersih dan rapih ketimbang masih ditangani petugas sebelumnya yang masih sakit.
"Memangnya buku apa yang engkau senangi itu Koay Ji .....?"
"Buku mengenai cerita-cerita pahlawan Pangcu ......" suara Koay Ji bergetar karena dia memang tidak terbiasa berbohong.
"Ochhhh, baguslah jika memang demikian. Jika engkau mau, engkau boleh memiliki kitab itu, engkau boleh membawanya pulang dan membacanya di rumah" kalimat Cu Pangcu yang demikian dermawan ini membuat Koay Ji terperanjat. Tapi dengan cepat dia tahu diri dan kemudian berkata:
"terima kasih, terima kasih banyak Pangcu ......"
Dan begitulah, ketika minta diri sore harinya, diapun meminta ijin untuk membawa kitab itu dan akan membacanya di rumah. Cu Pangcu memeriksa kitab itu sejenak, tetapi melihat bahasanya adalah bahasa asing, maka diapun mengijinkan Koay Ji membawanya pulang. Untung Cu Pangcu memang sedikit "malas baca", dia tidak mengetahui isi kitab itu, juga tidak memeriksanya lebih jauh. Karena itu, dengan enteng, dalam gaya memberi "kado" bagi kerajinan Koay Ji dalam membersihkan ruangan, diapun berkata ringan:
"Bawalah ke kamarmu untuk membacanya jika engkau mau ...."
Dan ini membuat Koay Ji dengan leluasa setelah setiap hari membaca dan mendalami buku itu. Tidak heran sebulan berikut Koay Ji sudah memahami seluruhnya, sudah menghafalkannya dan mencatatnya di kepalanya. Dia sudah menguasai bagian kedua dan mengenali semua jalan darah manusia dan mengerti rahasia ilmu totok yang diberinya nama khusus karena memang belum ada namanya. Pelajaran ini berhasil cepat dikuasainya karena memang dia sudah memiliki dasar selama bekerja bersama dengan Ang Sinshe dan bahkan sudah menguasai dalam kepalanya isi kitab pertabiban milik Ang Sinshe. Karena itu, dengan tambahan praktek, maka Koay Ji bakalan menjadi seorang tabib yang lebih mumpuni ketimbang pengasuh yang sangat mengasihinya seperti anak sendiri itu. Tanpa disadari Cu Pangcu, dia memberi kesempatan si anak ajaib untuk berkembang menjadi tabib yang sangat hebat. Sesuatu yang semakin menambah kemisteriusan dan keanehan si bocah.
Bagian ketiga mengenai Rahasia Gerakan Manusia adalah bagian yang lebih rumit, lebih detail. Meski sudah menghafal dan menyimpannya dalam kepala, tetapi banyak hal yang masih belum dimengerti oleh Koay Ji. Terutama karena pengetahuan itu memuat kecenderungan bergerak, bersilat, menghindar, memukul dan meloncat dalam atau dari beberapa Negara berbeda. Kecenderungan tersebut yang coba ditelaah secara detail oleh Pat Bin Ling Long guna mencari polanya, dan ini yang sulit untuk dapat dipahami dengan segera oleh Koay Ji. Tetapi, Ilmu ciptaan Pat Bin Ling Long berdasarkan pola gerakan tersebut, justru dengan cepat dikuasai dan dapat segera dipraktekkan oleh Koay Ji. Meski demikian, ada dua ilmu gerakan yang diciptakan Pat Bin Ling Long dengan masih tanpa nama, dan dengan senang hati Koay Ji memberi nama sesuai dengan seleranya sendiri. Ilmu langkah yang sangat digemarinya dinamainya Ilmu Langkah Thian Liong Pat Pian- atau "Naga langit Berubah Delapan Kali" sedangkan, ilmu ginkang dinamakannya Cian Liong Seng Thian" atau, "Naga Lompat Naik Kelangit. Secara teori, ilmu ginkang sudah dikuasainya tetapi masih belum dapat dilatih dan digunakannya karena membutuhkan daya dan kekuatan iweekang. Padahal, untuk saat itu, kekuatan iweekangnya masih sangat dasar dan bahkan masih dilarang SUHUnya untuk dilatih. Tetapi, ilmu langkah Naga Langit Berubah Delapan Kali, justru dengan senang dipahamkannya dan dimainkannya sampai sangat hafal dengan rincian perubahan yang memang dijelaskan tegas dalam kitab aneh dan mujijat itu.
Bagian mengenai Ilmu Sihir dan Ilmu Hitam masih belum dipahaminya, meski rahasia dan kuncinya sudah disimpannya di kepala. Tetapi memasuki Bagian Kelima, kembali Koay Ji menemukan keasyikan sendiri. Ini adalah yang salah satu yang paling disukai dan digemari oleh Koay Ji. Dengan cepat dia menguasai trik merubah wajah, meski dia belum mampu mewujudkannya karena membutuhkan karet khusus dan bahan lain yang butuh waktu mengumpulkannya. Tetapi satu hal yang pasti, perlahan namun pasti Koay Ji mulai mengumpulkan perlahan-lahan bahannya dan memang dia berkeinginan keras mewujudkannya. Genap empat bulan, dia menamatkan menghafal dan memahamkan Kitab Mujijat itu, bahkan mematrikannya dalam kepala. Yang hebat dan kemudian banyak membantu Khong Yan adalah, pemahamannya atas ilmu langkah dan pemahamannya atas kecenderungan pergerakan manusia yang menuntunya memahami ilmu silat secara lebih komprehensif. Karena dengan pengetahuannya atas kecenderungan manusia bergerak, pola-pola gerakan dan alternatif gerakan manusia, maka dia mempraktekkannya kepada Khong Yan.
Setelah sekitar 4 bulan membaca dan melatih diri sesuai dengan Kitab Aneh itu, akhirnya Koay Ji merasa sudah cukup memahami dan menghafalkannya. Karena itu, diapun akhirnya mengembalikan kitab kumal itu ke perpustakaan yang tentu saja atas sepengetahuan Koay Ji. Selama 4-6 bulan terakhir, sungguh banyak pengalaman dan banyak ilmu yang dipahamkan si bocah aneh. Ilmu-ilmu mujijat yang tidak disadari Koay Ji dan sangat diidamkan banyak tokoh silat kelas atas di Tionggoan. Tetapi, anak yang polos itu, tidak tahu dan tidak mengerti arti dari pemahaman dan hafalannya atas buku kumal berbahasa sansekerta tersebut. Entahlah jika Suhu dari Cu Pangcu menguasai atau mengerti dengan isi buku tersebut.
Di usianya yang memasuki 8 tahunan, Koay Ji sudah memiliki landasan pemahaman atas gerakan manusia. Baik gerakan kaki maupun gerakan tangan. Bahkan si bocah aneh itu dapat merangkai sendiri kemungkinan kemana gerak kaki atau tangan manusia dan merumuskannya menjadi jurus baru. Suatu saat, keduanya, Khong Yan dan juga Koay Ji sedang bermain-main sambil bertukar ilmu silat di dekat kebun obat milik Ang Sinshe. Tengah keduanya asyik bermain sambil berlatih ilmu silat, tiba-tiba keduanya mendengar pekikan seekor induk anak ayam yang berkaok-kaok sambil mencakar-cakar kedepan. Rupanya, induk ayam tersebut sedang menakut-nakuti seekor ular yang mencoba memangsa salah satu anak ayam.
Sontak Khong Yan dan Koay Ji menengok dan melihat pertempuran ganjil dan aneh tersebut. Induk ayam yang terus berkaok-kaok dan melompat-lompat menghindar dan menyerang si ular hitam kehijauan yang panjangnya sekitar semeter dan besarnya setengah lengan orang dewasa. Keduanya, Khong Yan maupun Koay Ji melihat dan mengamati proses pertarungan tersebut sampai akhirnya si ular berlalu setelah lelah dan gagal bertarung dengan induk anak ayam selama hampir 15 menit. Setelah si ular berlalu, Khong Yan kaget melihat Koay Ji yang masih terus termenung dan sepertinya sangat asyik dengan renungannya. Khong Yan membiarkannya sampai kemudian Koay Ji yang sadar sendiri sambil berteriak kegirangan:
"Khong Yan, kita bisa meniru pertempuran ayam dan ular dan menciptakan jurus-jurus baru ......" jerit Koay Ji kegirangan.
"Koay Ji, apa .... apa maksudmu ....?"
"Khong Yan, tidakkah engkau melihat bagaimana induk ayam itu secara hebat bertarung untuk melindungi anak anaknya tadi" Dia bertarung dengan berusaha menyembunyikan anak-anaknya di belakangnya dan berkelahi melawan ular itu tadi. Kita mestinya dapat meniru pertarungan mereka ........"
Kaget Khong Yan, tetapi dia tidak tahu apa dan bagaimana menciptakan apa yang dimaksud oleh Koay ji. Dia tidak tahu jika jalan pikiran Koay Ji memang sedang dipenuhi oleh "rahasia gerakan manusia" yang dipelajarinya dari Kitab Mujijat. Karena itu, Khong Yan memandangi saja ketika Koay Ji merangkai gerakan pertarungan tadi dalam jurus-jurus yang kemudian terbentuk menjadi sebuah ilmu. Gerakan-gerakannya bukan hanya mengambil patokan gerakan paruh dan cakar ayam, tetapi juga gerakan seekor ular yang kemudian ditambahi Koay Ji dengan gerakan rahasia yang sudah dipahaminya dan dikuasainya. Kurang lebih dua jam kemudian bekerja, mengolah, menambahan dan menggabungkan, akhirnya Koay Ji lengkap merangkai 7 jurus berdasarkan gerak tarung ayam dan ular.
"Khong Yan, kita namakan apa ilmu ini ......?" tanya si bocah aneh setelah selesai mempraktekkan dan memperlihatkan 7 jurus itu kepada Khong Yan. Khong Yan selain kaget dan takjub dengan karya Koay Ji, juga tertarik melihat gerak-gerik jurus yang lumayan hebat dimatanya, bahkan lebih indah dari ilmu-ilmu yang dipelajarinya dari orang tuanya. Karena itu, dia berkata:
"Koay Ji, ajari aku dulu ilmu tersebut ....."
"Baik, mari kuajarkan ....."
Maka kedua anak itupun kembali berlatih sampai satu jam kedepan hingga akhirnya Khong Yan paham dan mulai mengerti dan menguasai ilmu tersebut.
"Nama apa yang tepat Khong Yan .....?"
"Sebentar ......." bisik Khong Yan dan bertingkah bagai orang dewasa yang sedang berpikir keras mencari jawaban atas satu persoalan.
"Bagaimana kalau Ilmu Ayam Mencakar Ular ....?" tawar Koay Ji
"Kurang gagah nama itu ......" kritik Khong Yan
"Habis, nama apa sebaiknya ....?"
"Bagaimana kalau kita namakan Pukulan Cakar Ayam Sakti .....?" tawar Khong Yan setelah berpikir beberapa lama. Aneh melihat kedua anak kecil membahas dan berdiskusi soal jurus dan ilmu silat, tetapi begitulah keadaan mereka berdua pada saat diskusi ilmu baru itu.
"Hmmm, boleh juga ...... karena kan si ular akhirnya melarikan diri. Boleh, kita namakan seperti itu saja, Pukulan Cakar Ayam Sakti ....."
Amarah Pedang Bunga Iblis 5 Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Mutiara Hitam 16

Cari Blog Ini