Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 14
"Sute ".. jika suhengmu bertanya demikian, tidak lain karena persoalan besar yang akan dan sedang kita hadapi kedepan ini ?"."
"Tanyakanlah suheng, jika bisa menjawab, pasti akan kujawab ".."
"Apakah kiranya Suhu kita dapat dibujuk untuk turun gunung jika memang suatu saat kita menghadapi persoalan yang sangat berat dan besar ?"?"
Mendengar pertanyaan itu, Koay Ji kaget dan untuk sesaat tidak mampu menjawabnya. Karena sesaat sebelum meninggalkan gua pertapaan suhunya, dengan tegas orang tua itu sudah menegaskan, bahwa dengan alasan apapun, dia tidak lagi mengijinkan murid muridnya untuk mengganggunya. Karena itu, akhirnya diapun berkata dengan nada suara berat dan sedih:
"Suheng, sebelum sutemu dilepaskan berkelana setahun yang lalu, Suhu berkali-kali menegaskan, bahwa untuk dan dengan alasan apapun lagi, kita saudara seperguruan jangan lagi sampai memberatkan langkah hidup beliau orang tua. Karena itu, sutemu berpikir rasanya akan sangat berat dan sulit bagi kita untuk mengundangnya turun gunung dengan alasan apapun. Bahkan termasuk dengan alasan persoalan besar yang sedang terjadi dewasa ini".."
"Aku mengerti Sute?" Hmmmm, ada satu hal lagi, apakah.....". apakah engkau sudah mampu mewarisi semua kehebatan Suhu kita itu "..?" tanya Tek Ui Sinkay secara sangat hati-hati.
"Accchhh Suheng, mana bisa kita menyamai kehebatan Suhu kita itu" Tidak, rasanya sutemu belum mampu mewarisi semua kehebatan suhu kita ?""
"Sute, kutanyakan hal ini, karena setelah engkau berkelana, Chit Suheng datang untuk menemuiku dan secara khusus menyerahkan sebuah surat rahasia dari Suhu kita itu. Tahukah engkau apa isinya "..?"
"Acchhh, benar begitu Suheng "." Apakah jangan-jangan Suhu kita ada menyesalkan sesuatu tentang sutemu ini ?"?"
"Bukan".. sama sekali bukan itu persoalannya siauw sute. Tidak ada sama sekali Suhu mengungkit-ungkit kejelekan ataupun kekurangan-kekuranganmu. Yang ada, justru mengenai hal-hal yang sebaliknya. Dan oleh karena itu, suhengmu menanyakan persoalan ini langsung kepadamu ?""
"Suheng ". apa gerangan yang dipesankan Suhu kepadaku ..?" tanya Koay Ji dengan wajah yang memelas. Dia benar-benar khawatir jangan-jangan ada hal yang disesalkan suhunya atas dirinya selama ini.
"Siauw sute?" Suhu menyampaikan pesannya secara khusus kepadaku dan juga Chit Sute, bahwa apabila kelak ada yang meminta bantuan SUHU untuk turun tangan, maka SUHU memutuskan mewakilkan engkau guna menghadapi persoalan besar yang menimpa Rimba Persilatan Tionggoan. Termasuk persoalan yang menimpa Kaypang sekalipun. Karena itu, kami para suhengmu sudah dilarang untuk jangan lagi berusaha meminta Suhu turun gunung, karena beban itu sudah berpindah ke pundakmu. Suhu memberitahuku dan Chit Sute, karena sesungguhnya, dari kita saudara seperguruan, adalah kami berdua yang paling dekat denga dirimu ".."
"Astaga ".. Sam Suheng, mana bisa begitu ?"."
"Sute, sejujurnya, aku sangat mempercayai Suhu kita, dan karena itu, apa yang beliau pesankan, kusampaikan kepadamu secara terus terang?"?"
"Suheng ..." Koay Ji tidak mampu lagi berkata-kata, karena apa yang disampaikan oleh Suhengnya betul-betul kabar yang terlampau besar baginya. Dia merasa tidak memiliki kemampuan yang demikian besar untuk mengatasnamakan Suhunya dalam membantu Rimba Persilatan Tionggoan yang sedang bergejolak. Tetapi, celakanya, menurut Sam Suhengnya, adalah dia, murid bungsu Suhunya yang menerima beban berat tersebut. Bukankah ini sebuah berita yang susah diterima akal ".?" pikirnya
"Bahkan, kelak Thian Cong Pay jika memang akan terus dipertahankan adalah engkau yang wajib untuk membela dan membesarkannya ?"."
Kelihatannya Tek Ui Sinkay sangat memahami kekagetan yang dialami Siauw Sutenya ini dan karena itu dia membiarkan Koay Ji tenggelam dalam lamunannya dan memberi waktu untuk memikirkan semua kata-katanya. Tetapi setelah sekian waktu berlalu, Tek Ui Sinkay kembali berkata:
"Tahukah engkau kini maksud pertanyaan Suhengmu tentang apakah engkau sudah mampu mewarisi semua kehebatan Suhu kita ?"" tanya Tek Ui Sinkay sambil dengan serius memandang wajah Koay Ji
"Sute mengerti Suheng ?" meski Suhu pernah mengatakan bahwa kemampuanku sudah mampu menyamai kehebatan Suhu pada 30 tahun silam dan bahkan masih akan terus maju karena "bantuan" Bu Te Hwesio, Mo Hwee Hud dan Bu Eng Ho Khouw Kiat atau si Rase Tanpa Bayangan, tetapi sesungguhnya sute tidak pernah meyakini dan mempercayainya. Kehebatan Suhu dan kebijaksanaan Suhu itu terlampau hebat bagi Sutemu ini, mana bisa merendenginya".. ach, dia orang tua ?"."
"Sute?". mari, biarlah kuberitahu beberapa hal, angkat wajahmu dan pandanglah wajah Suhengmu ini?"" Tek Ui Sinkay berkata dengan suara serius, karena sedikit banyak dia dapat mengerti pergolakan batin yang dirasakan sute terkecilnya ini. Tapi, isi surat Suhunya tidak mungkin keliru. Dan pandang mata yang bening dari sutenya tadi semakin meyakinkan dirinya. Selain itu, di luarnya, Tek Ui Sinkay sendiri, memang adalah tokoh terdekat bagi Koay Ji dan bahkan diserahi tugas Suhunya menjadi wali dan wakil keluarga dan perguruan kedepan.
"Baik Suheng ?"" Koay Ji berkata sambil memandang wajah Sam Suhengnya dengan perasaan yang benar-benar galau.
"Sute, hanya ada satu, dua atau tiga tokoh yang mampu mengalahkan Murid Kepala Mo Hwee Hud jika maju bersama istrinya, bahkan Suhengmupun merasa berat untuk dapat melakukannya. Dengan menjatuhkannya dalam 20 jurus, berarti engkau sudah beranjak maju dibandingkan kehebatan Suhu 30 tahun silam. Bahkan, menurut Hoat Kek Hwesio, Wakil Ciangbudjin Siauw Lim Sie, engkau bahkan tidak kalah ketika melawan kedua sesepuh Siauw Lim Sie yang masih merupakan Susiok kita itu. Karena itu, sebagai Suhengmu, Walimu sebagaimana pesan dan petunjuk Suhu melalui surat itu, maka kuminta engkau menjaga tindakanmu dan jangan sampai menodai nama besar Suhu dan perguruan kita ?".."
"Suheng, engkau benar. Demi nama besar Suhu, demi nama besar Sam Suheng, Koay Ji berjanji dan bersumpah untuk terus berjalan di jalan yang benar, dan semua petuah dan nasehat Suhu dan para Suheng sekalian akan Koay Ji ingat dan tanamkan baik-baik dalam ingatan dan benak".."
"Bagus Sute ?" satu hal lagi, dalam hal-hal yang membutuhkan campur tangan Suhu, maka Suhengmu akan memintamu untuk turun tangan. Bagaimana caramu untuk kelak menanganinya, engkau tahu dan dapat memikirkan caranya ?"."
"Suheng ". engkau ". maksudmu "..?"
"Sute, untuk saat ini, semangat para Pendekar hanya mampu ditegakkan dengan cara menghadirkan 3 Dewa Tionggoan dan sebagian kecil tahu, bahwa di atas ketiga tokoh itu adalah Bu In Siansu ?""
Mendengar hal itu Koay Ji menarik nafas panjang. Sedikit banyak dia mengerti hal yang diminta Suhengnya kepadanya itu. Memang sangat berat, tetapi bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk dilakukan. Setelah berpikir demikian, pada akhirnya Koay Ji pun berkata dengan suara rendah:
"Baiklah Sam Suheng, jika memang demi dan untuk kepentingan banyak orang, Sutemu akan mendengarkan semua pesan dan petunjukmu. Hanya, ada satu hal yang mohon kebijaksanaan Sam Suheng .."
"Apakah itu Sute "..?" Tek Ui SInkay, Pangcu Kaypang memandang wajah Koay Ji dengan pandangan hangat dan menentramkan
"Suheng, dewasa ini sutemu sedang dalam penyamaran dan menjadi seorang bernama Bu San, tabib muda yang tinggal di Toko Nyo Wangwe di kota Ya In bersama Kwan Suheng, Nyo Bwee cucu Nyo Wangwe dan murid perempuan Mo Hwee Hud bernama Nadine. Dalam penyamaran sekali ini, kumohon Suheng memahami dan memaklumi adalah untuk menjaga perasaan orang-orang yang selama ini bersikap baik kepada Sute. Sementara itu, untuk penyamaran sebagai Thian Liong Koay Hiap, memang disengaja khusus untuk memusuhi dan menghadapi Utusan Pencabut Nyawa, tetapi belakangan Sute merasa biarlah dalam berkelana di Rimba Persilatan, akan seterusnya memakai nama julukan tersebut. Selain dekat dengan nama panggilan sute, juga karena sesungguhnya hingga saat ini, sute tidak tahu dan kurang paham siapa-siapa sesungguhnya keluarga dekatku. Maka, hanya Suhu dan Suheng yang selama ini dapat kuakui sebagai keluarga dekatku ".."
"Baiklah Sute, semua itu dapat kuterima. Setelah keributan dengan Bu tek Seng Pay berlalu, Suhengmu ini akan mengerahkan semua daya dan kemampuan Kaypang untuk mencari tahu jejak keluarga dan orang tuamu, jangan khawatir Sute ".."
"Terima kasih atas pengertian Suheng ?"."
"Bagaimanapun dan betapapun sebagai keluarga terdekatmu, adalah wajib bagiku untuk membantumu Sute. Bahkan, sesungguhnya, itu juga salah satu perintah Suhu untuk kulakukan bagimu ?".
"Baiklah Suheng, selanjutnya menunggu perintahmu untuk kulakukan kedepan. Tapi sementara ini, sute akan bergerak dari luar sebagai Thian Liong Kay Hiap, asal ada pesan dari Suheng, sampaikan saja melalui anak murid Kaypang. Menjelang acara perayaan, jika amat dibutuhkan sute akan bersedia berpindah kemari, tetapi tergantung kebutuhan dan keputusan suheng saja ?""
"Baiklah sute, kita tetapkan demikian saja ".."
"Oh ya, satu hal lagi Suheng ".. mohon dirahasiakan penyamaranku, kecuali kepada Suhu seorang ataupun orang yang suheng sangat percayai ".."
"Baiklah Sute ?"" aku setuju "."
"Jika demikian, perkenankan Sute mohon diri ?""
================= Tidak sebagaimana diduga banyak orang, menjelang perayaan ulang tahun Hu Pocu, keadaan kota Ya In masih tetap tenang dan tidak muncul gejolak yang berlebihan. Jika ada yang dapat memakluminya dalam Benteng Keluarga Hu, maka hanya seorang Tek Ui Sinkay saja. Karena setelah kunjungan siauw sutenya, Koay Ji, sering muncul kabar betapa banyak tokoh-tokoh yang berusaha menyerang anak murid Kaypang dan para Pendekar, jatuh tanpa dapat dilacak siapa pelakunya. Hanya seorang yang datang memberi kabar bahwa Thian Liong Koay Hiap memberikan bantuan ketika kelompok mereka diserang komplotan Utusan Pencabut Nyawa di luar kota Ya In. Dan seluruh komplotan itu diserang dan dipunahkan kepandaian mereka oleh tokoh misterius itu. Bahkan ternyata tokoh aneh itu malah mengakui, bahwa dia ikut menjadi bagian dari Kaypang mereka dengan menunjukkan kim pay dari sang Pangcu. Dalam waktu beberapa hari, ada lebih kurang 50 orang anak buah Utusan Pencabut Nyawa yang menjadi korban, dipunahkan kepandaian mereka dan menjadi bercacat permanen serta kehilangan kepandaian untuk selama-lamanya.
Menurut penuturan pencari dan pelacak jejak Kaypang, tokoh-tokoh utama pihak lawan sudah meninggalkan kota Ya In dan kemungkinan berpangkalan di tempat berbeda. Tetapi, Tek Ui Sinkay lebih memahami keadaan sesungguhnya sesuai informasi Koay Ji. Yakni, setelah Tam Peng Khek suami-istri dapat dikalahkan, kelompok misterius itu mulai merasa terancam karena tak dapat mengetahui jejak dan dimana adanya Thian Liong Koay Hiap. Terlampau misterius, datang dan perginya tidak terlacak dan memiliki kepandaian yang sangat tinggi dan sulit terlawan. Meski benar kota Ya In terlihat lebih tenang, tetapi sesungguhnya kelompok penjahat sedang berusaha menghilangkan jejak sambil juga terus menerus berusaha mencari jejak tokoh misterius yang sangat mereka benci itu. Tokoh yang sangat mereka benci dan ditempatkan sebagai musuh yang wajib dihilangkan dengan segala macam cara. Bahkan perintah itu sudah turun bukan hanya dari Utusan Pencabut Nyawa yang dikomandani oleh Tam Peng Khek, tetapi langsung dari Seng Ong atau Raja Malaikat.
Tek Ui Sinkay sendiri menimbang cukup cermat keadaan terakhir. Apalagi karena sama sekali hingga menjelang acara perayaan ulang tahun Hu pocu, tidak ada laporan bahwa kelompok penjahat itu meninggalkan kota Ya In. Sehingga dapat dipastikan, mereka terus bersembunyi di tempat yang dirahasiakan sambil terus menanti waktu yang tepat untuk dapat beraksi. Dimana mereka akan beraksi, sangat mudah ditebak. Apalagi jika bukan datang, hadir dan kemudian mengacau peringatan Ulang Tahun HU Pocu" Untuk hal yang satu ini, bahkan Tek Ui Sinkay sendiri memang tidak berani untuk memastikan. Tetapi, untuk apa pula mereka tidak beranjak pergi jika memang tidak ada sesuatu yang secara khusus sedang mereka sasar" dan yang paling memungkinkan, memang adalah mengacau perayaan. Tapi, apa maksud mereka untuk mengacau padahal jelas-jelas mereka sebelumnya sudah mendeklarasikan diri untuk menguasai Rimba Persilatan Tionggoan"
Keesokan harinya, menjelang tengah hari, Tek Ui Sinkay Kaypang Pangcu menerima sebuah surat yang disampaikan secara sangat rahasia kepadanya. Adalah anak murid Kaypang langsung yang menemuinya dan mengantarkan surat itu disertai perkataan "agar langsung diserahkan secara pribadi kepada Pangcu Kaypang". Karena itu, selain disampaikan dengan cara yang agak rahasia dan diapun sudah tahu dari siapa gerangan surat tersebut, maka diapun mau tidak mau harus membaca secara cermat dan memikirkan akibat-akibatnya. Maka bergegas dia memasuki ruangannya dan kemudian membuka kertas tersebut:
Sam Suheng, Ada beberapa sosok aneh dan berkepandaian setingkat atau bahkan lebih jika dibandingkan Tam Peng Khek yang memasuki Kota Ya In secara berterang. Orang lain boleh dikibuli, tetapi sutemu dapat melacak mereka. Entah siapa tokoh-tokoh tersebut. Satu hal lagi, seorang diantara mereka kelihatannya terlatih menggunakan racun. Dia disebut sebagai Sat Hong Tok Ciang (Tangan Beracun Angin Jahat) Cen Soat Ngo. Nenek berusia 60 tahunan dan haruslah sangat diwaspadai karena menurut Suhu, meski kepandaiannya tidak menonjol tetapi ilmu racunnya justru sangat berbahaya. Jika mereka sampai memutuskan menggunakan racun, karena akan sangat luas akibatnya karena akan demikian banyak manusia yang akan hadir dan berada di tempat perayaan Hu Pocu. Teliti dan awasi semua makanan dan sumber air.
Utusan Pencabut Nyawa masih berada di Ya In, berarti Tam Peng Khek masih berada di dalam kota tetapi bersembunyi di suatu tempat yang dirahasiakan. Bahkan saudara-saudara seperguruannya pada menampakkan diri semua dalam kota Ya In, kecuali kedua adik seperguruannya yang sudah sutemu ini lukai beberapa bulan sebelumnya. Apakah ini berarti tokoh bernama Mo Hwee Hud, Suhu mereka juga berada di Ya In" sangat mungkin karena mereka memang menaruh dendam kepada sutemu ini. Selebihnya, entahlah, agaknya sukar untuk dipastikan saat ini "..
Anak murid Bu Te Hwesio, Khong Yan Sutit, juga pewaris tokoh Dewa tersebut sudah ikut muncul dan akan dapat menjadi bantuan bagi para Pendekar. Selain itu, tokoh muda Hong Lui Bun yang beda kepentingan dengan Hong Lui Buncu, juga tetap berkeliaran di kota dan memburu tokoh-tokoh Hong Lui Bun yang menurutnya sudah berkhianat terhadap cita-cita Hong Lui Bun. Diapun bisa merupakan bantuan yang hebat, karena kepandaiannya sungguh luar biasa.
Sutemu, Koay Ji Apa yang dibaca barusan oleh Tek Ui Sinkay memang adalah pantauan terakhir yang dilakukan oleh Thian Liong Koay Hiap alias Koay Ji. Sayang sekali, ketika memergoki rombongan misterius yang masuk kota Ya In dengan cara tidak mencolok ini, Koay Ji sedang dalam samaran sebagai pemuda Bu San. Karena itu, Koay Ji hanya dapat mengandalkan ketajaman mata dan telinganya semata dan tidak sempat menghadang atau berbicara dengan mereka. Begitupun dia mampu mendengarkan satu penggalan percakapan rombongan misterius tersebut. Bagaimana kisahnya"
Setelah bertemu dengan Sam Suhengnya, Koay Ji meninggalkan Benteng Hu Pocu dan selama beberapa hari berturutan, dengan sengaja memburu, melacak keberadaan Utusan Pencabut Nyawa dan kemudian menghukum mereka dengan sangat berat. Tetapi, begitupun selama beberapa hari terakhir dia hanya dapat menemukan komplotan yang tidak memiliki kedudukan tinggi, alias hanya petugas suruhan belaka dan tokoh seperti ini biasanya tidak mengetahui banyak. Karena kegigihannya, Koay Ji mampu banyak membantu para pendekar yang diserang Utusan Pencabut Nyawa dan membantu pihak Kaypang yang diserang lawan. Dan dalam berapa kesempatan diapun menggunakan nama "Kaypang" dengan kim pay yang diberikan Tek Ui Sinkay sebagai tanda pengenalnya. Hal yang memang disengajanya.
Informasi menarik ditemukannya ketika secara sengaja dia keluar berjalan-jalan untuk mencari bahan-bahan obat di toko obat Kota Ya In. Tetapi, untuk membuat dia dapat berjalan sendirian, Koay Ji membebani Kim Ceng, Nadine dan Nyo Bwee dengan teori teori Ilmu Silat baru yang membuat mereka menjadi sibuk sendiri. Dan karena memang waktu di siang hari, maka Koay Ji secara sengaja berdandan sebagai Bu San dan tidak dalam tampilan sebagai Thian Liong Koay Hiap. Tidak disangka, perjalanannya yang tidak punya tujuan khusus selain melihat-lihat sambil singgah ke toko obat nantinya, ternyata ada gunanya. Dia memergoki satu rombongan yang berusaha mengaburkan pandangan orang entah untuk maksud apa. Rombongan itu sendiri sebetulnya tampil tidak begitu menyolok, tapi sayang kebentur Koay ji.
Saat itu sangat kebetulan Koay Ji berbelok dan memutuskan untuk menuju ke toko obat. Toko obat terkenal di kota Ya In terdapat di satu sudut selatan kota dan berada di daerah yang tidak begitu ramai suasanya. Bahkan daerah itu terhitung tidak banyak dikunjungi manusia, kecuali untuk kebutuhan membeli obat-obatan atau bahan obat. Dan memang, daerah itu banyak memiliki toko obat selain beberapa sinshe yang buka praktek berbayar mengobati orang sakit. Meski tidak begitu ramai, tetapi ada rumah makan juga di sudut jalanan menuju ke daerah khusus toko obat dan praktek para sinshe tersebut. Dan kebetulannya, pada saat Koay Ji akan berbelok, justru bersamaan dengan keluarnya sekitar 6,7 orang yang bertingkah seperti tokoh silat kebanyakan.
Tetapi, ketujuh orang ini tidak dapat mengelabui pandangan dan terutama insting seorang Koay Ji. Terutama karena dalam rombongan tersebut terdapat beberapa orang yang memiliki kepandaian yang sangat tinggi. Dan kebetulannya, mungkin karena lama menahan dan menyembunyikan diri selama berada di restoran, mereka seperti melepas kepenatan "berpura-pura" dalam waktu yang lama. Memang, tidak lama dan hanya sekilas, tetapi sudah cukup bagi Koay Ji untuk mengenali adanya seorang tokoh hebat yang berada di sekitar atau didekatnya. Rata-rata ketujuh orang itu memiliki kepandaian hebat dan sungguh mengejutkan Koay Ji, apalagi ketika secara tak sengaja dia dapat mendengar bisikan lirih seseorang:
"Untung saja Sat Hong Tok Ciang (Tangan Beracun Angin Jahat) Cen Soat Ngo masih dapat menahan diri, coba kalau tidak, semua orang di restoran itu pasti sudah berubah menjadi bubuk atau cairan ?". Hehehehe "."
Hanya kalimat tersebut itu saja, karena si pembicara terdiam ketika tokoh yang dikenali Koay Ji sebagai yang terkuat diantara mereka bertujuh menatap tajam si pembicara dan membuat semua terdiam. Sedetik kemudian, tingkah mereka yang bergaya seperti preman atau kumpulan orang tak punya kerjaan di kota Ya In selain memeras serta juga menipu orang, muncul kembali. Hal yang mengagumkan bagi Koay Ji, tetapi tidak membuat dia kehilangan kecurigaannya karena tahu, setidaknya 5 dari 7 orang itu adalah jago-jago kawakan. Bahkan dia merasa, tokoh terhebat yang diidentifikasinya tadi memiliki kemampuan di atas Tam Peng Khek. Tentu saja bukan hal biasa dan main main, dan tidak mungkin jika ketujuh orang itu masuk kota Ya In tanpa tujuan yang tidak tersangkut urusan Hu Pocu.
"Siapa mereka gerangan ...?" tanya Koay Ji dalam dirinya sendiri sambil terus mencatat ciri-ciri mereka bertujuh. Yang pasti sudah diingatnya adalah Sat Hong Tok Ciang (Tangan Beracun Angin Jahat) Cen Soat Ngo, yang menurut penuturan Suhunya, meski Ilmu SIlatnya tidak hebat tetapi ilmu racunnya justru salah satu yang paling mematikan di Tionggoan. Karena dia merupakan didikan seorang tokoh dari Biauw Kiang yang sangat ahli dan pakar dalam urusan membunuh manusia dengan benda beracun atau dengan binatang beracun sekalipun. Pendeknya seorang kejam yang pintar membunuh dan meracuni orang.
Tetapi, jika mengenali orang-orang tersebut maka Koay Ji akan lebih kaget lagi. Benar mereka adalah tokoh-tokoh yang sedang menyaru atau berpura-pura menjadi tokoh yang tidak dikenal. Meskipun, sebenarnya mereka adalah bagian dari sebuah gerakan rahasia yang justru sedang menyasar peringatan ulang tahun Hu Pocu. Selain si tokoh beracun Nenen Cen Soat Ngo yang berjuluk Sat Hong Tok Ciang (Tangan Beracun Angin Jahat), juga ada dua tokoh hebat dari perguruan misterius Hong Lui Bun yang sedang diburu oleh Yu Lian. Mereka adalah Mo pit siu (Orang Tua Lengan Iblis) Sin Bu dan Jiat Pit Hun (Sukma cacad lengan) Lu Kun Tek. Kedua orang ini adalah tokoh-tokoh utama dari Hong Lui Bun, kedudukan mereka atau tokoh yang dapat dan bisa memerintah mereka hanya Hong Lui Buncu seorang. Jangan ditanya kemampuan keduanya, karena masing-masing setingkat dengan kepandaian Tam Peng Khek, murid kepala Mo Hwee Hud.
Kemudian, tokoh terhebat yang dapat diidentifikasi kehebatannya oleh Koay Ji adalah tokoh maut dari Tiang Pek San, bahkan Ketua dari Tiang Pek Pay sendiri bernama Ki Leng Sin Ciang (Raksasa Telapak Tangan Sakti) Ma Hiong (Tiang Pek San). Jika dibandingkan Tam Peng Khek dia malah masih lebih hebat, lebih misterius, bahkan lebih jahat. Tetapi, tokoh ini memang teramat jarang munculkan diri di Tionggoan, entah bagaimana Utusan Pencabut Nyawa dan terutama Bu Tek Seng Ong dapat menggoda dan memikatnya untuk turun gunung. Berusia kurang lebih 60 tahun, bertubuh tinggi besar dan wajah yang menyiratkan kecerdikan sekaligus juga kelicikannya. Berjalan bersama 6 orang lainnya membuat tokoh ini terlihat menjulang sendiri dan karena itu Koay Ji dapat mengenalinya sebagai seorang tokoh hebat.
Satu lagi tokoh yang munculkan diri adalah Suma Cong Beng, tokoh Hoa San Pay yang berkhianat dan kini ternyata sudah bergabung dengan gerakan rahasia di Tionggoan. Koay Ji benar tidak kenal dengannya, tetapi tetap dapat mengetahui jika tokoh ini memiliki kehebatan yang bahkan hanya tipis di bawah tokoh tinggi besar dari Tiang Pek Pay yang misterius tersebut. Jelas terlihat jika Suma Cong Beng adalah tokoh yang menjadi penunjuk jalan dan memimpin mereka bertujuh kearah yang sudah dia tahu dan tinggal berjalan mencapainya saja. Suma Cong Beng sendiri terlihat ringkih dan pendek jika dibandingkan dengan Paycu Tiang Pek Pay meski di rombongan itu bukan yang paling kecil dan pendek. Karena teman-temannya yang lain, yang dua orang lagi ada yang lebih pendek dan lebih kecil, tetapi keduanya adalah tokoh-tokoh biasa belaka dan tidak ada yang penting untuk dijelaskan dari keduanya.
Berjalan berkelompok dan tidak memancing keingintahuan orang, ketujuh orang itu kemudian berlalu kearah pintu selatan kota, dan kemudian keluar serta menghilang dari sana. Koay Ji tidak lagi melakukan pengejaran karena resikonya terlampau besar dan dandanannya terlampau menyolok untuk melakukan pengejaran. Insting Koay Ji yang kuat dapat menentukan kehebatan 4 orang dalam Ilmu Silat dan satu lagi tokoh beracun yang akan sangat berbahaya bagi para pendekar yang bersiap mengikuti perayaan dua hari kedepan. Karena temuan tersebut maka Koay Ji tidak menunggu lama, dia sudah menuliskan temuannya dan mengirimkannya langsung kepada Sam Suhengnya agar bersiap-siap. Tetapi, dengan semakin banyak tokoh-tokoh asing yang ditemukannya, Koay Ji mulai curiga, benar-benarkah mereka hanya akan sekedar mengacau atau ada agenda lain lagikah yang mereka rencanakan" Dan jika dugaannya benar, apa gerangan yang akan mereka lakukan" berpikir demikian Koay Ji akhirnya memutuskan untuk bergerak pada malam harinya.
Sasaran atau target penyelidikannya adalah daerah di luar pintu selatan kota, tempat dimana 7 orang mencurigakan yang ditemukannya tadi siang pergi menghilangkan diri dari pengamatannya. Tengah malam, Koay Ji yang kembali berubah bentuk tetapi kali ini tidak dalam samara Thian Liong Koay Hiap, tetapi seorang pemuda matang berusia lebih dari 30 tahun. Gerakannya gesit, cepat dan sulit ditangkap dengan mata telanjang manusia, tetapi ketika memasuki atau mendekati pintu selatan, dia menahan langkah dan mengamatinya. Tidak ada yang mencurigakan dan instingnyapun tidak menyebut jika ada manusia disekitarnya, tetapi, mengapa pintu tersebut begitu tenang, lengang dan seperti tidak ada manusianya" benar-benar mencurigakan. Kemana para petugas dan tentara yang menjaga kota Ya In ini" pikiran ini membangkitkan rasa curiga dan rasa ingin tahu Koay Ji. Benar, mengapa pintu kota selatan seperti terbiarkan kosong tanpa penjaga pada malam hari"
Koay Ji yang terkejut memutuskan untuk melakukan pemeriksaan sebelum melangkah melanjutkan penyelidikan ke luar tembok kota. Tetapi alangkah kaget ketika dia maju mendekati gerbang kota tiba-tiba baju dalam dari kulit ular mahkota daun tiba-tiba terasa dingin, dingin dan terus terasa dingin yang makin menyengat.
"Racun panas ".. astaga ?". begitu kuatnya pula ?" Koay Ji kaget karena ternyata gerbang kota sudah ditaburi racun dengan kekuatan yang mengejutkannya. Dia sendiri sebagai seorang Tabib Sakti, sama sekali tidaklah takut dengan racun, tetapi para penjaga bukankah berarti sudah pada binasa dengan racun itu" Apalagi Koay Ji dapat merasakan betapa tajam dan kuatnya racun tersebut.
Dan memang benar dugaan Koay Ji, karena ketika masuk melakukan pemeriksaan, tidak seorang manusiapun yang dapat ditemukannya. Pos penjagaan sudah kosong melompong, tempat-tempat dimana para penjaga mengawasi lalu lalang manusia, juga ikut-ikutan kosong. Bahkan daerah tempat dimana biasanya para penjaga berkumpul dan bersenda gurau menghilangkan kepenatan dan kejenuhan berjaga-jaga juga nampak kosong melompong. Hanya saja, di tempat-tempat tersebut Koay Ji sempat menemukan genangan air berwarna kehijauan dan berserak di beberapa tempat terpisah. Tetapi, itupun dapat ditemukan Koay Ji karena bantuan pantulan warna aneh yang masuk kematanya ketika melakukan upaya pencarian dan penyelidikan. Dalam kecurigaannya diapun bergumam:
"Hmmmm, racun panas yang sangat ganas ?" kelihatannya semua korban tewas dan mencair serta berubah menjadi cairan berwarna kehijauan. Hmmmmm, racun kelabang berwarna merah darah dari daerah Biauw. Tidak salah lagi, mereka semua menjadi korban si Nenek keji yang telengas tangannya itu. Awas engkau jika kutemukan suatu hari kelak ?"." desis Koay Ji. Tetapi, belum lagi Koay Ji berpikir lebih jauh, tiba-tiba daya pikirnya yang cerdik membisikinya sesuatu:
"Eccchhhh, benar juga, untuk apa mereka membunuhi para penjaga gerbang kota jika mereka tidak sedang merencanakan untuk melakukan sesuatu pada malam ini" atau, jangan-jangan malah mereka sudah melakukannya ".?" berpikir demikian Koay Ji menjadi berubah serius dan waspada. Diapun kemudian memutuskan untuk mengamati jalanan, namun sekian lama tetap saja tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Otaknya bekerja keras memikirkan sesuatu ".
"Hmmm, biarlah kutunggu disini, mestinya ada pergerakan yang akan mereka lakukan malam ini, tetapi aku harus memancing mereka ?"." sambil berpikir demikian, Koay Ji kemudian meloncat ke luar tembok kota dan berbelok ke kanan, tidak terus mengarah kearah selatan, tetapi berbelok arah. Bukan hanya itu, diapun sengaja masuk ke hutan dan dalam kecepatan yang sangat tinggi, dan setelah dirasanya cukup jauh, diapun berbelok arah dan kembali mengambil arah dan jalan menuju ke Kota. Tetapi sekali ini, dia memilih jalan masuk melalui pintu sebelah Barat kota Ya In, berbeda dengan gerbang keluarnya tadi. Dan kemudian, dengan kecepatan kilat, dia kembali menuju ke pintu selatan yang dicurigainya, tetapi sekali ini dia melakukannya dengan sangat berhati-hati dan tidak ingin jejaknya tercium.
Koay Ji tiba kembali di pintu selatan tetapi tidak melihat adanya gerakan yang cukup mencurigakan. Penasaran, diapun mendekat dan mencari tempat tersembunyi yang strategis dan dapat mengawasi seluruh gerak-gerik maupun aktivitas di sekitar gerbang sebelah selatan kota Ya In tersebut. Beberapa menit berlalu dalam hening, bahkan setengah jam berlalu tanpa ada sesuatu apapun yang terjadi. Baru setelah satu jam lewat, keheningan akhirnya mulai terusik juga. Dengan telinganya yang sangat tajam, Koay Ji mendengar adanya gerakan sekelompok orang yang berjalan mendekati pintu gerbang dari arah dalam kota Ya In. Dan tidak berapa lama, benar saja, terlihat 6 orang sedang mengangkat sebuah kotak yang terbuat dari besi dan memegangnya pada 6 sisi berbeda. Meski tidak terlihat amat berat, tetapi mereka nampak sangat berhati-hati memegang dan mengangkatnya pergi. Tidak lama merekapun lewat pintu gerbang yang sudah tidak berpenjaga dengan tidak merasa curiga, dan terus melaju ke depan dengan tidak menoleh ke belakang.
Dari jarak yang sangat aman Koay Ji terus mengamati dan merasa sangat curiga ketika melihat ke-enam orang itu terus dan terus berjalan kedepan hingga akhirnya mencapai jarak 100 meter dari gerbang kota. Dan mereka masih terus berjalan, tetapi kini mereka terlihat sudah sempoyongan, bahkan ketika mencapai jarak 200 meter, gerakan melangkah keenam orang itu mulai terhenti satu persatu. Belakangan mereka jatuh dan mulai menggeliat-geliat kesakitan satu demi satu. Koay Ji amat maklum mereka pasti sudah terkena racun, entah darimana datangnya racun tersebut. Hanya lewat beberapa menit, keenam orang itupun rebah dan terus menggeliat kesakitan dengan suara seperti sapi digorok di leher mereka. Dan ketika akhirnya Koay Ji lebih mendekat, dia masih sempat menyaksikan bagaimana penggalan tubuh terakhir keenam orang itu, yakni bagian kaki mencair perlahan-lahan. Dan seterusnya sirna dan berubah menjadi cairan hijau dengan meninggalkan asap mengepul dari bekas tubuh keenam manusia yang malang itu. Dan beberapa saat kemudian, dalam hitungan yang tidak terlampau lama, tubuh orang-orang itu raib dari pandangan mata dan berubah menjadi cairan kehijauan. Bahkan asap yang mengepul perlahan-lahanpun sirna, seiring dengan "hilangnya" jasad orang-orang tadi. Cairan kehijauan itupun perlahan meresap kedalam tanah dengan meninggalkan tanah kering kerontang tanpa sedikitpun lagi rumput tumbuh diatasnya. Koay Ji merinding menyaksikannya. "Sungguh berbahaya dan sungguh mematikan racun panas tersebut" desisnya dalam hati sambil memperhatikan tanah kering bekas resapan cairan hijau tadi.
Koay Ji tidak harus menunggu lama, karena beberapa saat kemudian, terlihat keluar dari dalam hutan sebanyak 10 orang dengan dandanan khas UTUSAN PENCABUT NYAWA. Hal yang sudah dalam perhitungan Koay Ji yang masih merasa seram dengan apa yang baru saja dilihatnya terjadi kepada 6 orang malang tadi. Tetapi, selain 10 orang dalam dandanan Utusan Pencabut Nyawa, terlihat seorang yang lain dalam dandanan yang sangat aneh, bahkan nyaris telanjang. Seorang yang berusia kurang lebih 40 tahunan dengan rambut kepala yang digelung ke atas, dan hanya mengenakan sejenis cawat yang digunakan untuk melindungi alat vitalnya sekedarnya. Orang ini melangkah maju perlahan-lahan, dengan mata terus menerus memandangi kotak atau peti yang tngginya kurang lebih 60 cm dan panjangnya 1 meter serta terletak kurang lebih 20 meter dari tempatnya berdiri. Sementara itu, para pengawalnya, 10 manusia Utusan Pencabut Nyawa terus menerus mengawalnya dengan tidak bergerak dari jarak yang cukup aman. Seakan memastikan tokoh yang berjalan di depan mereka akan terjaga baik dan tidak akan kemana-mana.
Dalam waktu singkat Koay Ji memutuskan untuk menjalankan rencana yang tiba-tiba muncul dikepalanya. Dia tidak yakin bahwa pasukan "penjemput" kotak itu hanya berjumlah 10 orang plus pemimpinnya yang berdandan sangat aneh tersebut. Karena itu, dia menyaksikan sambil terus menerus menahan nafas dan membiarkan semua yang dilakukan mahluk aneh itu terhadap kotak persegi yang masih tergeletak dan terlihat aneh itu. Selanjutnya Koay Ji melihat bagaimana si manusia aneh melumuri lengannya dengan sejenis cairan, dan kemudian melakukan gerakan-gerakan mengusap keempat sisi kotak. Setelah kembali melumuri lengannya dengan cairan, diapun melanjutkan dengan mengusap bagian-bagian lain yang tadinya belum terusap lengannya yang sudah dilumuri cairan tersebut.
"Dia memunahkan racun jahat di kotak itu", pikir Koay Ji dan memang seperti itu yang sedang dilakukan si manusia aneh. Ini segera nyata beberapa saat kemudian ketika dari semua sisi peti atau kotak itu mengepulkan asap berwarna kehijauan. Dan tidak lama kemudian, si manusia aneh itupun memberi isyarat kearah 10 Utusan Pencabut Nyawa yang dengan cepat mendekat dan kemudian mengangkat dan mengusung peti atau kotak persegi empat untuk seterusnya melangkah pergi. Sudah tentu Koay Ji terus mengikuti dan mengintai apa yang akan dilakukan manusia manusia itu pada tengah malam buta seperti ini. Karena berharap akan menemukan jawaban atas sejumlah pertanyaan dan misteri selama beberapa hari ini, maka Koay Ji sengaja terus menguntit di belakang 11 manusia tersebut. Tetapi, dia teramat cerdik untuk dapat diketahui posisinya, karena Koay Ji sadar, masih banyak tokoh lain yang menjaga peti yang sepertinya berharga itu. Bahkan bukan tidak mungkin ada pasukan pendam yang mengawasi mereka secara rahasia. Meskipun dia susah untuk menebak kira kira apa isi kotak yang baru saja dirampok oleh ke sepuluh orang Utusan Pencabut Nyawa tersebut, tetapi Koay Ji yakin barang itu mestilah berharga dan penting bagi kawanan perampok itu. "Persetan ..... apapun itu, biarlah kukuntit dahulu orang-orang itu" Koay Ji berpikir untuk mengetahuinya kelak.
Setelah yakin bahwa keadaan sudah aman dengan memeriksanya sekali lagi secara teliti, maka Koay Ji kemudian memutuskan untuk ikut bergerak menguntit kemana gerangan kelompok manusia itu pergi. Seperti sengaja mempermainkan Koay Ji, kelompok manusia itu berbelok kiri dan kanan berkali-kali, berjalan lurus dan kemudian keluar hutan, tetapi tak lama kemudian, lagi masuk hutan. Setelah berjalan kurang lebih 1 jam dengan Koay Ji yang kebingungan untuk menentukan arah saat itu, akhirnya merekapun tiba di sebuah tempat yang cukup tersembunyi dan sulit ditemukan. Hanya satu penandanya, sebuah pohon yang amat besar dan sangat rindang. Di bawah pohon itulah ke sepuluh Utusan Pencabut Nyawa dan si Manusia Aneh berhenti, bahkan kemudian meletakkan Kotak atau Peti yang mereka bawah di atas tanah. Setelah melakukan tugasnya, ke 10 orang Utusan Pencabut Nyawa terlihat kembali dalam posisi mengawal si manusia aneh.
Setelah itu, terlihat si manusia aneh kini menghadap kearah pohon besar tersebut dan terdengarlah mulutnya berkata-kata dalam bahasa yang sama sekali tak dipahami oleh Koay Ji. Penasaran, bahkan amat sangat, Koay Ji terus menunggu apa gerangan yang akan terjadi, dan apa yang akan dilakukan komplotan misterius tersebut terhadap kotak atau peti yang mereka angkut tersebut. Selesai manusia aneh itu berkata-kata, terdengar sambutan atau balasan dari dalam pohon besar, dan tak lama kemudian si manusia aneh itupun memberi perintah kepada 10 Utusan Pencabut Nyawa. Setelah menerima perintah, ke-10 Utusan Pencabut Nyawa serentak berdiri dalam posisi siaga menjaga di sekitar tempat tersebut. Maka Koay Ji segera paham jika maksudnya untuk menyelidiki lebih jauh bakalan mengalami kesulitan. Kelihatannya lawan bekerja agak ekstra hati-hati dan memperhitungkan banyak segi untuk keamanan dan kerahasiaan atas apa yang mereka rancang malam itu. Meskipun demikian, Koay Ji tidak menjadi patah arang, tetapi tetap berdiam diri dan waspada di tempat dimana dia mengintai. Diapun bahkan mulai menduga-duga, apa gerangan yang ada dalam peti dan untuk maksud apa mereka mengangkut peti itu secara rahasia. Apakah ada hubungan dengan perayaan ulang tahun Hu Pocu"
Karena ingin tahu apa gerangan yang terjadi, Koay Ji kemudian mengerahkan Ilmu Batin untuk mencoba mengetahui apa yang berada di balik pohon besar tersebut. Tetapi, alangkah kagetnya ketika dia membentur tabir yang luar biasa kuatnya dan sulit dia menembusnya karena tabir tersebut benar-benar hebat dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menembusnya. Bahkan mungkin, agak sulit buatnya untuk membobol tirai mujijat tersebut. Celakanya, ketika membentur tabir tersebut, secara tak langsung Koay Ji sebenarnya memberitahu keberadaannya yang tersembunyi kepada pihak lawan. Dan, lawan tentu tidak bodoh, karena jika mereka memiliki kemampuan membangun tabir sihir yang sedemikian kuat, maka gangguan atas tabir itu pasti akan membuat mereka sadar ada yang mencoba untuk membobolnya. "Hmmmm, saatnya untuk segera pergi ..." desis Koay Ji dalam hati.
Tapi, baru saja dia mau beranjak pergi, dia melihat 3 bayangan di sebelah kanannya bergerak dengan gerak yang amat aneh dan bahkan dalam kecepatan yang luar biasa hebatnya. Diapun akhirnya berdiam diri, karena melihat ada tiga bayangan lainnya melesat dari balik pohon tersebut dengan kecepatan yang juga sama sangat luar biasa. Bahkan seorang dari mereka nyaris atau mungkin sedikit lebih cepat dari ketiga bayangan yang pergi terlebih dahulu, menghindar dari tempat tersebut. Tetapi, tiba tiba Koay Ji mendengar satu suara lainnya:
"Masih ada satu orang lagi yang tidak kalah hebatnya, geledah seluruh daerah sekitar 100 meter dari tempat kita ....." terdengar suara yang amat berwibawa dari balik pohon besar dan Koay Ji paham, sekali ini pasti dirinyalah yang dimaksud. Tak menunggu lama lagi, diapun melesat pergi dengan kecepatan yang sulit dilihat mata manusia. Dan tak lama kemudian, dari balik pohon besar, melesat 4 bayangan yang mengejar langsung dan mengambil arah untuk mengejar ke arah mana Koay Ji melarikan dirinya. Koay Ji masih sempat menoleh serta dapat melihat betapa ada 4 bayangan yang mengejarnya dengan amat cepat, tetapi karena kondisi yang gelap dan kecepatannya masih jauh mengatasi lawan-lawannya, tak lama kemudian dia sudah menghilangkan jejaknya dengan meninggalkan pengejarnya jauh di belakang. Entah mengapa dan bagaimana, tiba-tiba muncul sesosok tubuh yang lain lagi dari baik pepohonan yang bergerak dengan sangat cepat bahkan sepertinya mampu mengimbangi daya luncur dan kecepatan Koay Ji.
"Hmmmm, perlu kuselidiki siapa lagikah gerangan yang menyelidiki kawanan penjahat itu bersamaku tadi ......." desis Koay Ji dan kemudian dengan segera memutar arah larinya dan sekarang langsung menuju kearah mana ketiga tokoh yang mengintai bersamanya tadi melarikan diri. Koay Ji sadar bahwa sangat mungkin dia bertemu dengan pengejar dan bukannya para pengintai yang ikut mengintai tadi dengannya dalam waktu yang bersamaan.
Dalam sekejap dia sudah berlari cukup jauh, tetapi entah mengapa masih belum juga menemukan orang-orang yang dia cari. Baik para pengintai, maupun para pengejar yang sama-sama sempat disaksikannya tadi, memiliki gerak cepat yang cukup hebat. Karena itu, Koay Ji kemudian berhenti sejenak dan terlihat berdiam diri sejenak sambil bersedekap, dan tak lama kemudian matanya terlihat bersinar terang dan mengarah ke arah kanan yang berarti justru masuk lebih jauh lagi kedalam hutan lebat di luar kota tersebut. "Hmmmmm, mereka sudah sedang bentrok ......." desisnya dan kemudian melayang pergi menuju tempat itu.
Kita ikuti "lomba lari" dari kelompok pertama yang melesat melarikan diri dari pohon besar markas para Utusan Pencabut nyawa, tempat dimana peti misterius akhirnya diamankan. Tetapi, siapakah gerangan ketiga orang yang ternyata ikutan mengintip peti misterius di tempat berbeda dengan Koay Ji namun pada akhirnya ketahuan itu" Jika didekati maka seorang dari mereka sudah pernah munculkan dirinya. Dia bukan lain adalah si cantik Hong Lui Seng Shia (Malaikat Sesat dari Hong Lui) Yu Lian, seorang gadis manis yang sudah pada usia ke-24, usia yang sudah matang dan menggairahkan kaum lelaki. Sementara itu kedua orang yang datang bersamanya, bahkan terlihat masih lebih kuat dan lebih sakti lagi dari si dara cantik dari Hong Lui Bun itu. Entahlah, yang pasti kedua orang yang bersama Yu Lian tersebut, yang seorang memiliki raut wajah yang rada rada mirip dengannya. Dan memang, dia adalah kakak tertua dari Nona Hong Lui Bun, Yu Lian yang cantik jelita itu. Dia adalah seorang tokoh besar Hong Lui Bun yang sama dengan adiknya terusir dan dididik oleh tokoh misterius Hong Lui Bun untuk membersihkan perguruan. Dan dia bernama julukan Thian Gwa Kuncu (Orang Gagah dari Perbatasan Langit) Yu Kong, saat ini tokoh tersebut sudah berusia sekitar 35 tahun.
Sementara tokoh ketiga adalah seorang tinggi besar dengan potongan yang berbeda dengan kedua tokoh Hong Lui Bun yang terusir, kakak beradik Yu Kong dan Yu Lian. Tokoh ini berbadan tinggi besar, matanya berwarna kebiruan dengan rambut yang diikat rapih dan pakaian yang seperti jubah perempuan namun berwarna kelabu. Beberapa uniform dan lambang terlihat tersulam indah dan gagah pada jubahnya dan sepertinya bukanlah simbol organisasi ataupun perguruan ataupun simbol kerajaan dari daratan Tiongkok. Lebih terlihat seperti simbo-simbol penting dari negara asing, mirip dengan simbol-simbol dari dewa-dewa dan pahlawan bangsa Persia yang terbentang cukup jauh jaraknya dari Tionggoan. Dan memang, dia adalah seorang tokoh hebat yang berasal dari negeri yang cukup jauh, Persia, dan bernama Ilya (Anak Dewa). Entah apa maksud dan tujuannya berada dan mengembara cukup jauh atau sangat jauh hingga ke daerah Tionggoan. Yang pasti, dia kini berkawan dengan kedua tokoh Hong Lui Bun kakak beradik yang terusir dan memiliki missi untuk membersihkan perguruan mereka, Hong Lui Bun.
Satu hal yang cukup menarik adalah, kelihatannya kesaktian tokoh Persia ini bahkan masih sedikit berada di atas kedua kakak beradik asal Hong Lui Bun tersebut. Jika mencermati gaya bergeraknya, kecepatannya dan kekokohan langkahnya, setidaknya dia masih berada tipis di atas kemampuan Yu Kong yang juga terlihat begitu gagah perkasa itu. Ketiga orang inilah yang tadi ikut mengintai bersama dengan Koay Ji dan lebih dahulu menghindar dan melarikan diri begitu jejak mereka konangan dan kemudian dikejar oleh pihak lawan.
Karena harus mengimbangi kedua kakak beradik She Yu tersebut, akhirnya mereka bertiga dapat disusul oleh tokoh pengejar pertama yang mengenakan penutup wajah berwarna hitam. Gerakannya sungguh cepat, gesit meski tubuhnya tinggi besar, nyaris sama dengan postur si tokoh Persia, Ilya. Dan tidak lama kemudian, kedua temannya meluncur tiba, dan ternyata mereka adalah masing-masing "bekas" tokoh Hoa San Pay yang bernama Suma Cong Beng bersama seorang tokoh lainnya. Bersama Suma Cong Beng, datang seorang tokoh dari Tiang Pek San, salah seorang tokoh utamanya yang bernama Ki Leng Sin Ciang (Raksasa Telapak Tangan Sakti) Ma Hiong (Tiang Pek San). Melihat kemunculan ketiga orang yang terlihat sangat hebat dan tangguh itu sama sekali tidak membuat Ilya, Yu Kong dan Yu Lian kaget maupun terkejut karena memang sudah dalam sangkaan mereka sebelumnya.
Hanya saja, begitu saling tatap muka meski hanya sejenak, keenam orang itu sudah langsung paham dan tahu kemampuan dan kebisaan masing-masing. Karenanya, diam diam Ilya dan Yu Kong mengeluh dalam hati, karena kelihatannya kekuatan mereka masih sedikit kalah dibandingkan dengan ketiga lawan yang baru datang mengejar mereka semua. Perhatian dan k0onsentrasi mereka terutama tertuju kepada tokoh yang berjubah hitam dan berkerudung hitam yang jelas kelihatan sangat hebat dan sakti mandraguna itu. Ilya bisa menduga dan menebak bahwa tokoh itu bahkan masih lebih hebat dari dirinya sendiri. Sinar mata dan gerakan orang itu memang hebat dan cukup membuat mereka bertiga tersentak dengan wibawa dan pengaruh orang itu. Tetapi, karena sudah bertemu dan bertatap muka, mau tidak mau Ilya dan juga Yu Kong serta Yu Lian harus bersikap optimis dan tidak menunjukkan rasa jeri.
"Bukan perbuatan ksatria memata-matai kami ......" berkata Suma Cong Beng yang kelihatannya bertindak sebagai juru bicara kelompok pengejar
"Hmmmmm, kami hanya mau memastikan bahwa tokoh-tokoh buruan kami, yakni para perusak tradisi Hong Lui Bun berada dimana. Selain itu, sahabat kami Ilya, juga sedang memburu tokoh sesat asal Persia yang jejaknya ditemukan di Tionggoan ini ... memang sangat kebetulan karena jejak mereka semua, justru membawa kami sampai harus mengintip persekutuan kalian malam hari ini. Dan lagi, nampaknya persekutuan kalian adalah tempat mereka bersembunyi dewasa ini, baik perlindungan bagi tokoh-tokoh yang menjadi perusak tradisi Hong Lui Bun selama ini; maupun juga persembunyian dari seorang tokoh tua asal Persia sana. Karena itu, tidak perlu kami berbasa-basi lebih jauh....." berkata Yu Kong dengan tanpa rasa takut dan langsung berterang dengan maksud mereka di Tionggoan.
"Accchhhh, jika memang demikian adanya, berarti kami tidak boleh melepaskan kalian pergi dengan begitu saja. Karena selain sudah sangat lancang mengintip pertemuan rahasia kami malam ini, juga ternyata merupakan musuh dari kawan-kawan kami yang bersekutu untuk tujuan yang sama ....."
"Sudah kuduga ..... buruan kami pasti berteman dengan sesama manusia tak berguna yang hanya akan mencelakai manusia lainnya ....." jawab Yu Kong tetap tenang meski dia sudah sangat waspada. Sementara itu, Suma Cong Beng menjadi sangat murka mendengar jawaban tanpa tedeng aling-aling dan tanpa takut dari lawannya tersebut. Dia pada akhirnya kemudian menoleh kearah dua kawannya dan kemudian diapun menganggukkan kepala tanda sesuatu harus dilakukan. Dan jawaban kedua kawannya adalah anggukan yang serupa, bahkan kemudian tokoh misterius yang berkerudung hitam sudah bertindak dengan melangkah maju dan kemudian berkata dengan suara yang sepertinya ditahan-tahan:
"Lebih baik kalian maju sajalah bertiga sekaligus biar tugas lohu dapat dengan cepat diselesaikan ......." tantangnya penuh kesombongan dan percaya diri yang jelas sangat berlebihan, tetapi orang itu tetap tenang.
Tetapi, sebagai jawabannya, majulah Ilya yang secara naluariah menghadapi si tokoh berkerudung yang dia tahu dan sadar lebih lihay dibanding kedua temannya yang datang bersamanya itu. Sementara Yu Kong hanya menyaksikannya dengan sekedar mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju dengan majunya Ilya, sang tokoh Persia yang tinggi besar itu. Yu Kong tahu, Ilya kelihatannya dapat mengantisipasi kehebatan lawan meski memang masih tipis selisihnya dibanding lawan yang tak jelas identitasnya itu. Menyadari kehebatan lawan maka Yu Kong pada akhirnya memandangi Yu Lian dan kemudian memberi isyarat adiknya untuk bersiap melakukan perlawanan sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Dan tak lama kemudian si tokoh berkerudungpun sudah mencecar dan menyerang Ilya yang berdiri kokoh menunggu serangannya. Dan memang segera terbukti kehebatan orang berkerudung itu, karena segera terlihat Ilya memang masih berada sedikit dan tipis dibawah tingkat si tokoh berkerudung yang memang hebat luar biasa. Meskipun tidak jauh dan tidak terdesak hebat, tetapi Ilya dan Yu Kong sadar, bahwa cepat atau lambat lawan akan mampu memperoleh kemenangan meski akan memakan waktu yang tidak pendek. Meski kalah tipis, tetapi pertempuran Ilya melawan si tokoh misterius terlihat sangat luar biasa dan hebat, namun terutama karena kekuatan tenaga dalam lawan terlihat menonjol, maka sulit bagi seorang Ilya untuk terus menerus menandinginya. Untung saja, Ilya sendiripun memiliki kemampuan yang sangat luar biasa dan terlihat tidak akan sembarang tokoh asal Tionggoan akan berkemampuan melawan dan menandinginya. Tetapi, sayang lawannya adalah sekelas tokoh sepuh yang sangat jarang mendapatkan tandingan, sehingga posisinya selain gerak tipu kalah matang, tenaganya juga masih belum memadai dibanding lawannya. Hanya dengan gerakan-gerakan yang memang aneh, penuh tipu muslihat serta masih asing di daerah Tionggoan sajalah yang membuatnya masih mampu bertahan dengan tidak terdesak terlampau parah oleh lawannya.
Melihat keadaan yang berbahaya, mau tidak mau Yu Kong dan Yu Lian saling lirik untuk membantu Ilya. Sayang sekali, karena begitu mereka maju ke arena, keduanya segera disambut dan dipapak lawan masing-masing yang juga memang sudah siap sedia menunggu mereka turun tangan. Yu Kong disambut oleh tokoh utama yang juga seorang tokoh hebat dan berasal dari Tiang Pek San, namanya Ki Leng Sin Ciang (RaksasaTelapakTanganSakti) Ma Hiong. Tokoh ini bahkan merupakan tokoh utama Tiang Pek San dewasa ini dan masih setanding dengan Buncu Hong Lui Bun yang juga bersekutu bersama saat itu. Sementara Yu Lian disambut oleh Suma Cong Beng, tokoh Hoa San Pay yang kini bergabung dengan pihak perusuh dan ikut menghadirkan bala bagi dunia Kang ouw. Suasana kembali berubah namun lebih runyam bagi pihak Ilya, Yu Kong dan Yu Lian, karena jika Yu Kong mampu menandingi tokoh utama Tiang Pek San, maka Yu Lian meski mampu meladeni Suma Cong Beng, tetapi masih belum ungkulan dan kalah tipis melawan Suma Cong Beng.
Keadaan itu segera terasa karena dalam waktu yang cepat, Yu Lian merasa mulai agak berat dan keteteran meladeni tokoh kawakan (bekas) Hoa San Pay yang sebetulnya sudah lama menjadi murid dari tokoh pengkhianat Hoa San Pay, Liok Kong Djie. Keadaan mereka jelas menjadi semakin runyam dan bakalan mengancam jiwa jika tidak mampu keluar dari kepungan 3 orang lawan itu secepatnya. Mereka menemukan kenyataan betapa lawan-lawan mereka itu, bukan hanya sekedar dapat menandingi kemampuan mereka, tetapi bahkan mampu mendesak dan membuat mereka terpojok dan terdesak hingga sulit meloloskan diri. Lama kelamaan posisi mereka menjadi makin berbahaya karena di dua arena, mereka dalam posisi terdesak. Meski sebenarnya untuk benar-benar dapat terkalahkan masih membutuhkan waktu yang cukup lama. Hanya Yu Kong seorang yang terlihat masih memiliki kemampuan setanding dengan lawannya, yang lainnya terdesak.
Saat posisi mereka bertiga semakin runyam karena Yu Lian dan juga Ilya semakin tersudut oleh gencarnya serbuan lawan-lawan mereka, sesuatu yang lebih berbahaya justru sedang menjelang datang. Suasana membahayakan itu terjadi ketika secara tiba tiba, muncul tokoh lain yang juga tinggi besar dan berkerudung hitam. Dilihat dari tampilan fisik, jelas dia adalah sahabat dari lawan-lawan Ilya dan kakak beradik She Yu tersebut. Dan menjadi semakin runyam dan repot, ketika terlihat baik dalam gerakan, kegesitan dan kekokohan, tokoh yang baru datang itu tidaklah kalah dengan lawan Ilya yang sangat hebat dan susah diladeni. Dan begitu datang, diapun langsung datang mendekat ke arena dimana Ilya melawan si kerudung hitam. Kedua tokoh yang sama tinggi besar dan terlihat sama hebat itu jelas sengaja menyembunyikan identitasnya masing-masing. Dia memang sempat menoleh dan memandangi kondisi kedua kawannya yang terlihat masih mampu melawan dan bahkan salah satunya malah sudah juga menang angin. Ketika dia kembali memandangi arena Ilya melawan sahabatnya, diapun bergumam:
"Hmmmm, kita tidak dapat membuang waktu terlampau lama, karena sebentar lagi kita harus segera bertindak untuk beroleh manfaat maksimal......." desisnya perlahan sambil mulai mendekati arena Ilya melawan si kerudung hitam kawannya. Bukan hanya itu, terlihat lengannya mulai memancarkan cahaya api yang terlihat seperti bukan api tetapi adalah jilatan api yang terlihat memancar hebat dari lengannya. Hebat memang dan luar biasa jika diperhatikan lebih lama dan terperinci. Dan syukurlah, pada saat seperti inilah Koay Ji tiba dan sekali pandang tahu, bahwa dia harus membantu lawan yang akan dibokong oleh kerudung hitam yang berpotongan dan berdandan seperti Utusan Pencabut Nyawa. Melihat ketiga orang itu dalam bahaya dan salah seorangnya sudah dikenalnya dengan baik, maka dengan lirih dan berani dia kemudian berkata sambil menangkis serangan si kerudung hitam itu:
"Dimana-mana kalian melakukan kerusuhan dan menyerang secara menggelap, hmmm memalukan, sungguh memalukan ...."
Sambil berkata demikian, Koay Ji kemudian melesat kedepan dan menyambut pukulan lawan yang mengancam Ilya. Padahal pada saat itu, Ilya sendiri sudah merasa pasrah karena pada saat bersamaan dia menghadapi pukulan berat nan berbahaya yang dilontarkan lawannya yang juga sama berkerudung hitam dengan pendatang yang sudah langsung membokongnya. Tetapi, ketika mendapatkan bantuan Koay Ji, dengan cepat semangatnya bangkit lagi dan langsung melawan penyerangnya dengan lebih mantap serta membuat lawannya terkejut. Posisi Ilya memang sudah runyam tadinya. Jika dia mengelakkan pukulan lawan yang satu, maka dia pasti akan termakan pukulan lawan yang lainnya. Pendeknya, menghindar ataupun melawan, dua-duanya bakalan berakibat amat buruk bagi Ilya dalam posisinya yang diserang dua tokoh hebat pada saat bersamaan dari dua sudut berbeda.
Maka datangnya bantuan dari Koay Ji sungguh sesuatu yang amat tak terduga dan disaat yang sangatlah tepat. Koay Ji dengan berani dan penuh perhitungan menyambut pukulan si penyerang gelap yang membokong Ilya. Dan bantuan Koay Ji tersebut memberi Ilya waktu yang cukup dan semangat baru yang menyala untuk melanjutkan tarung yang memang berat baginya itu. Terbebas dari serangan berat lawan membuat Ilya kembali bernafas dan menata kembali perlawanannya. Meski tidak mampu untuk mendesak lawannya, tetapi cukup beruntung karena mampu membuat posisinya yang tadinya sudah amat buruk membaik kembali.
Tetapi, Koay Ji sendiri terkejut setengah mati ketika menyambut pukulan lawannya. Dia padahal sudah mengerahkan sampai 5 bagian tenaga untuk membendung serangan si kerudung hitam. Tapi ketika membentur angin pukulan lawan, Koay Ji tersentak kaget. Sungguh tak terkira olehnya jika kekuatan lawan tidak kalah dan bahkan mampu menandinginya. Itulah sebabnya diapun dengan segera dan buru-buru akhirnya harus menghimpun tenaga murninya agar tidak terdorong kalah oleh lawan. Bukan apa-apa, karena 5 bagian tenaganya rasanya seperti anai-anai menyerbu api dan tidak ada efek yang membahayakan lawan. Maka buru-buru dia mengerahkan segenap kekuatannya dan bahkan sampai akhirnya diapun mengerahkan tenaga pilihannya, yakni gabungan dua iweekang murni agama Budha yang berasal dari Thian Tok dan Tionggoan. Dia gembira karena meski harus berusaha keras dan bersusah payah, dia dapat melawan lebih baik dan bahkan dengan gabungan tenaga iweekangnya, dia beroleh keuntungan. Karena kemudian, kekuatan pukulan lawan akhirnya mampu dia lontarkan ke samping kanannya, bertepatan dengan posisi Suma Cong Beng yang sedang berusaha mendesak Yu Lian di arena sebelahnya.
Dua kejadian yang berselisih jarak sepersekian detik terjadi pada saat yang nyaris bersamaan dengan masuknya Koay Ji membantu Ilya. Pertama, ketika dia melontarkan pukuan lawannya yang membokong Ilya kesamping, hal ini menghadirkan kekagetan yang tak terkirakan dan sama sekali diluar dugaan Koay Ji. Lawan Koay Ji sampai mundur selangkah, sementara Koay Ji mundur sampai satu setengah langkah ke belakang. Tetapi, setelah benturan itu, lawan Koay Ji terlihat terdiam seketika dan seperti sedang berpikir keras, sambil memandangi Koay Ji dalam paras dan dandanan sebagai seorang pemuda bersuai 30an bernama TANG HOK, dengan mata tak berkedip. Dan beberapa saat kemudian diapun bertanya dalam nada penasaran, namun jelas saat itu kesombongan dan kekasarannya sudah jauh berkurang dibanding sebelumnya. Setidaknya dibandingkan dengan waktu kedatangannya tadi yang langsung menyerang lawan:
"Siapa engkau .......?" bentaknya dengan sedikit terselip suara gemetar tanda bahwa kesombongannya tergoyahkan oleh benturan pukulan mereka tadi. Tetapi Koay Ji tidak memperhatikannya dan menjawab dengan suara yang juga kaget dan jelas tergetar kaget. Hal yang tak dapat dihindarinya karena beroleh lawan berat pada saat yang tidak dia duga. Maklum, lawannya sekali ini sungguh sangat mengagetkannya, karena baru sekali ini dia sampai menggunakan gabungan dua iweekang mujijat hingga mencapai takaran lebih dari 7 bagian kekuatan iweekangnya. Dan menggunakan gabungan iweekang mujijat, juga adalah pertama kali baginya semenjak dia keluar dari pintu perguruannya untuk mengembara:
"Cayge adalah orang tak ternama namun bolehlah kusebutkan namaku, TANG HOK. Dan....... siapa pula engkau ....?" desis Koay Ji yang juga kagum atas kekuatan dan kehebatan lawan yang baru berbenturan dengannya.
Pertanyaan balik itu sepertinya membuat si kerudung hitam tergetar hebat, dan tidak dapat berkata apa-apapun. Hanya saja, kini pandang matanya berubah menjadi buas dan murka melihat Koay Ji yang sepertinya tidak goyah menerima pukulan andalannya. Padahal lawannya masih muda. Keadaan si Kerudung Hitam justu membuat Koay Ji jadi merinding dan kemudian menyiapkan diri, karena dia tahu betul, inilah lawan terhebat yang pernah dihadapinya sejak keluar dari pintu perguruan. Dan lawan hebat tersebut, kini bersiap menyerang dengan kekuatan dan jurus-jurus serangan yang pasti jauh lebih berbahaya. Jeleknya, Koay Ji sama sekali tidak mengenal lawan yang sedang dihadapinya pada saat itu dan hanya mengandalkan ciri-ciri fisik lawan yang dia amati dan yakin jika mereka masih belum pernah bertemu sebelumnya.
Hal kedua yang terjadi pada saat itu adalah apesnya Suma Cong Beng akibat satu serangan tak terduga yang mimpipun tidak dikiranya bakal terjadi pada dirinya saat itu. Saat itu dia sedang mendesak Yu Lian dan posisinya sudah benar-benar di atas angin. Tetapi pada kedudukan menang tipis dan siap menyerang lawan dengan pukulan andalan untuk meraih kemenangan, tiba-tiba berhembus satu kekuatan yang sangat besar dan luar biasa hebatnya dari belakang tubuhnya. Jika dia berkeras menyerang, maka kekuatan itu akan "memakannya", dan dia jelas akan terluka parah atau mungkin binasa. Jika berusaha menahan serangan berat itu dengan prinsip kuat lawan kuat, maka dia pasti akan terluka, kalah kuat dan akibatnya pastilah akan sangat hebat. Pada akhirnya, diapun memilih untuk menghindar dan lebih suka menghadapi serangan Yu Lian yang resiko bagi nyawanya jauh lebih kecil dibanding membendung lontaran tenaga kawannya yang dilontarkan Koay Ji. Dan memang, kejadian itulah yang pada akhirnya dialaminya. Pada saat dia menghindari kekuatan serangan dari belakang, berupa tenaga serangan si kerudung hitam yang dilontarkan kesamping oleh Koay Ji, Yu Lian sang lawan yang melihat posisi lawan menjadi goyah, dengan tidak sedikitpun ragu memukul lawannya tersebut.
Untungnya, karena Yu Lian memang pada awalnya hendak menghindari serangan Suma Cong Beng, hingga akhirnya dia hanya mampu mengumpulkan lima bagian tenaganya untuk menyerang Suma Cong Beng yang sedang goyah itu. Tetapi, itupun sudah lebih dari cukup untuk membuat Suma Cong Beng terlontar ke samping, pingsan dan dari mulutnya tumpah darah. Kejadian itu menghasilkan rentetan kejadian lain yang merubah situasi ataupun arena pertarungan pada saat itu. Bahkan Yu Lian sendiripun tidak mengerti apa dan mengapa. Karena, tiba-tiba terdengar auman menyakitkan dari manusia kerudung hitam yang melawan Ilya, begitu melihat Suma Cong Beng jatuh dan terluka oleh kekuatan pukulan yang dialihkan Koay Ji.
Segera setelah melihat jatuhnya Suma Cong Beng yang pingsan dan mulutnya sampai mengeluarkan darah, maka dengan penuh murka, dia segera meninggalkan Ilya dan kini mengejar Yu Lian yang juga tertegun dengan hasil pukulannya itu. Pada saat itu, Yu Lian kebetulan berada di dekat Koay Ji yang sedang "adu kesima" alias sama-sama diam dan siap menyerang dengan kerudung hitam lainnya. Tetapi, begitu merasakan betapa kekuatan pukulan yang mengarah ke Yu Lian sangatlah hebat dan besar, Koay Ji paham bahwa keselamatan Yu Lian terancam. Padahal pada saat itu, baik Ilya maupun Yu Kong nyaris tidak mungkin untuk mampu menjangkau dan memberinya pertolongan. Tetapi, amat celaka karena dia sendiripun masih harus amat waspada menghadapi serangan hebat yang siap dilontarkan oleh kerudung hitam yang satunya lagi yang juga bersiap menggempurnya.
Dalam waktu sepersekian detik, Koay Ji akhirnya memutuskan. Dengan sigap dan dengan tenang, dia bergerak kearah Yu Lian, bersikap melindunginya sambil berbisik dengan suara amat serius:
"Jangan menyerang, gunakan iweekangmu untuk sekedar melindungi dirimu sendiri, dan jangan sekali sekali berpikir untuk membantuku melawan mereka...... aku akan mampu melawan mereka ....."
Dan untungnya Yu Lian tidak banyak bacot melihat betapa hebat dan mengerikannya serangan lawan yang tengah mengarah dirinya. Karena itu, diapun mengangguk dan memang saat itu dia sudah percaya penuh kepada Koay Ji yang baru menolongnya dari bahaya maut. Maka, dengan tenang kini Koay Ji mengerahkan kekuatannya sampai lebih dari 7 bagian dan kemudian secara langsung menghadapi serangan si Kerudung Hitam yang mengancam Yu Lian. Tetapi, sungguh repot baginya karena pada saat yang nyaris bersamaan, Kerudung Hitam yang satu lagi ikut menyerang langsung mengarah ke Koay Ji, hingga kini dia menghadapi dua tokoh Kerudung Hitam yang menyerangnya secara bersamaan.
Tentu saja dengan membawa angin pukulan mereka berdua yang amat kuat dan hebat luar biasa. Koay Ji sendiripun sebetulnya tidak terlampau yakin dengan kemampuan diri sendiri saat itu. Karena jika dia menggunakan ilmu langkah mujijatnya Thian Liong Pat Pian, maka berarti sama saja dia akan membiarkan Yu Lian terkena dampak langsung serangan dua orang yang maha hebat itu. Maka, satu-satunya cara adalah kembali menggunakan iweekang istimewa warisan dua guru besarnya meski dengan percaya diri yang agak minimal. Tapi, apa boleh buat, saat itu, dia tidak memiliki banyak pilihan lain lagi, kecuali meninggalkan Yu Lian menjadi sasaran empuk kedua lawan berat yang mencecarnya. Tentu saja sikap ksatria seorang Koay Ji tidak akan membuatnya melahirkan keputusan pengecut seperti itu. Sudah pasti dia akan melindungi Yu Lian dan melawan kedua penyerangnya meskipun dia tahu bahwa itu berarti maut dan bahaya bagi dirinya sendiri.
Dengan tenang karena merasa tak ada pilihan lain, Koay Ji terlihat kemudian memapak serangan Kerudung Hitam yang mengarah ke Yu Lian terlebih dahulu dan kemudian kedua lengannya nampak bergetar agak keras karena daya serang dan kekuatan iweekang lawan yang memang kuatnya bukan buatan. Tetapi, dengan cerdik Koay Ji melangkah satu kaki kekanan seperti membuang beban dan kemudian memutari tubuh Yu Lian untuk kemudian kini menggiring kekuatan dahsyat Kerudung Hitam pertama menyambut kekuatan serangan Kerudung Hitam yang satunya lagi. Kedua lengannya terlihat bergetar keras, tetapi untungnya karena berbeda sepersekian detik, kedua serangan itu masih dapat dihadapinya. Berbeda jika mereka menyerang secara bersamaan dan tiba ketubuhnya secara bersamaan:
"Blaaaaaaarrrrrrr ......"
Dentuman keras terjadi diiringi dengan gerakan kaki melingkar Koay Ji yang membawa serta tubuh Yu Lian menyelinap dari benturan kekuatan kedua Kerudung Hitam yang sangat hebat dan luar biasa dahsyat itu. Dengan cara berputar, Koay Ji memunahkan sisa kekuatan kedua lawannya yang berbenturan dan berpencar kemana-mana itu. Meski kedua Kerudung Hitam tidak terluka, tetapi keduanya kaget bukan main karena merasa dipermainkan oleh Koay Ji. Merasa dipermainkan, karena mereka berdua tahu betul bahwa Koay Ji mampu dan berkemampuan membuat tenaga mereka saling bentur dengan amat hebatnya. Dan baru saja mereka berdua secara cerdik dibenturkan oleh Koay Ji dan mendatangkan kekagetan yang luar biasa dan ujungnya membuat mereka semakin murka. Untung saja keduanya mampu mengurangi kekuatan yang dikerahkan hingga tidak membuat keduanya sama-sama terluka, tetapi, bagi tokoh sekelas mereka, tentu saja sangat memalukan dan membuat mereka menjadi kaget dan ngeri karena lawan mereka sesungguhnya jauh lebih muda. Keadaan tersebut tentu saja sama saja dengan sebuah "kekalahan" mengingat tingkat dan kedudukan keduanya, dan tentu saja adalah aib.
"Binatang ...... sambut lagi ......." terdengar erangan si Kerudung Hitam terdekat dari posisi Koay Ji yang disusul serangan Kerudung Hitam yang tak dapat diidentifikasi lagi oleh Koay Ji. Cepat dia mendorong tubuh Yu Lian dan berbisik:
"Menjauh, keadaan sungguh menjadi jauh lebih berbahaya ......"
Tanpa diperintah lebih jauh, Yu Lian melangkah ke belakang dan kini berada dekat dengan Ilya yang memandang arena dengan mata terbelalak kagum. Tidak disangka jika ada orang yang mampu menghadapi lawan beratnya tadi dan malah masih juga ditambah kawannya yang sama hebat dan sama kuatnya. Artinya, lawannya tadi plus satu orang lagi dengan kekuatan sama hebatnya. Dapat dibayangkan kekuatan kedua lawan hebat yang bergabung atau menggabungkan diri menyerang Koay Ji itu. Tetapi, itulah, saking kagumnya, dia sampai lupa untuk memberi bantuan kepada Koay Ji yang kembali harus berhadapan dengan kedua lawannya yang kuat dan hebat luar biasa. Mengingat pengalaman sebelumnya, kali ini mereka menyerang dengan tempo dan waktu yang sama. Apa gerangan yang dapat dilakukan Koay Ji"
Tidak kecewa dia menjadi murid dua tokoh dewa dengan kecerdasan yang luar biasa dan masih dianugrahi sebuah buku mujijat mengenai gerakan manusia. Dengan cepat dia menggerakkan kedua lengannya, ditangkap dan "diolahnya" tenaga serangan lawan pertama dan kemudian digunakannya ilmu langkah mujijatnya untuk menghindari serangan lawan pertama. Kemudian, pada saat bersamaan, dilontarkannya kekuatan tenaga lawan yang digiring dan diolahnya untuk menyerang lawan kedua. Tetapi, pada saat setelah melepas serangan, dia kembali harus segera melawan serangan lawan pertama yang menyerangnya dengan kekuatan lebih besar lagi. Apa boleh buat, dengan langkah mujijat, dia menghadapi lawan pertama, dan tak berapa detik, lawan keduapun kembali mengepung dan menyerangnya.
Sontak Koay Ji segera merasa kerepotan, karena bagaimanapun himpitan gabungan kekuatan keduanya sungguh sangat kuat dan sulit untuk dilawan dengan iweekang khusus yang dimilikinya sekalipun. Untung saja, dia masih memiliki ketrampilan langkah mujijat dan pukulan yang memelesetkan serangan iweekang lawannya. Ini yang sangat membantunya, dengan kedua ilmu ini dia mampu bertahan sampai dua puluh jurus tanpa dapat didesak habis oleh kedua lawannya. Tetapi, jelas dia terdesak hebat dan dalam posisi yang sangat berbahaya serta terus seperti itu sampai 10 jurus kembali berlalu. Sementara kedua manusia berkerudung hitam terasa semakin berat dan kuat menekan dan mereka mulai paham bagaimana sebaiknya menghadapi manusia dengan kemampuan mujijat seperti Koay Ji saat itu.
Tetapi meskipun demikian, mereka tetap sulit untuk mendesak Koay Ji sampai sama sekali kehilangan posisi untuk melawan. Sampai dua puluh jurus kembali berlalu, dengan mengandalkan kedua ilmu mujijatnya, Koay Ji masih mampu bertahan meski hanya bisa sesekali mengirimkan serangan balasan. Selewat jurus ke-lima puluh, kedua lawannya yang sakti mandraguna mulai dapat lebih menebak arah dan gerakan Koay Ji, meski belum mampu memojokkan lawan. Sampai akhirnya, tibalah saat yang sangat kritis dan berbahaya, posisi dimana Koay Ji mau tidak mau harus berbenturan dengan kedua lawannya karena posisinya sudah amat sangat kejepit.
Dia terjebak pada posisi yang mau tidak mau harus menerima pukulan kedua lawannya setelah salah seorang Manusia Kerudung Hitam membiarkan bahu kirinya terkena pukulan Koay Ji. Tetapi, setelah menerima pukulan itu dan hanya sedikit meringis karena terserempet angin pukulan Koay Ji, tiba-tiba dengan cepat dia menggeliat dan berbalik menyerang dan mengancam balik Koay Ji. Repotnya lagi, pada saat yang bersamaan, Kerudung Hitam satunya lagi sudah menyiapkan serangan mematikan dengan sepasang lengannya memercikkan cahaya berapi yang terlihat sangat panas dan sudah tentu penuh dengan tenaga iweekang mujijat. "Celaka ....." desis Koay Ji dalam hati karena merasa tidak akan sanggup menerima kombinasi kekuatan dua lawan yang masing-masing masih setingkat dengan kemampuannya.
Tetapi, betapapun Koay Ji tidak menjadi panik. Meski sadar dia akan kalah kuat, dia merasa malu jika harus menyerah dan pada saat kejepit justru dia merasa pasrah dan mencoba melawan kekuatan membahana lawan dengan kemampuan yang tersedia dalam dirinya sendiri. Ketika dia akhirnya pasrah dan melawan dengan kekuatan yang ada, disaat-saat yang teramat berbahaya bagi Koay Ji, tiba-tiba terdengar seruan memuji nama Budha yang melantun sangat dekat dengan arena:
"Amitabha ........ apakah engkau sudah tidak punya malu menyerang orang yang jauh lebih muda"....... siancay, siancay"
Bersamaan dengan suara mengalun lembut itu, tiba-tiba dalam arena sudah bertambah dengan munculnya seorang Bhiksu Budha yang berperawakan jauh berbeda dengan kedua kerudung hitam. Bhiksu itu terlihat sederhana, cenderung kecil dibanding kedua manusia kerudung hitam dan tubuhnya terlihat kurus. Tetapi, ketika dia mengayunkan lengannya untuk melawan seorang dari kerudung hitam yang memercikkan cahaya berpijar panas di lengannya, serangan si kerudung hitam itu berhasil dengan tepat ditangkis dan juga dipunahkan. Sementara itu, setelah seorang lawan dapat dihadapi si pendatang baru, serangan kerudung hitam yang satu lagi dengan mudah kini dapat dinetralisasi oleh Koay Ji. Sungguh-sungguh Koay Ji bersyukur dan pada akhirnya menjadi bernafas lega dengan kedatangan Bhiksu kecil kurus itu diwaktu yang sangat tepat. Menjadi lebih senang ketika dia mendengar suara lembut yang sudah amat dia kenal sejak masa kecilnya. Suara yang disampaikan dengan ilmu menyampaikan suara dari jarak jauh dan hanya dapat didengarnya seorang:
"Muridku, engkau sungguh kelewat berani dan ceroboh, tidak tahukah engkau jika saat ini sedang menghadapi dua tokoh puncak Tionggoan yang sangat hebat dan mujijat serta malah sudah nyaris setingkat dengan kedua suhumu"...... untung kedatanganku tidaklah terlambat ..... tapi sudahah, bergegas, kita harus bergerak sangat cepat karena bantuan mereka beberapa saat lagi akan segera tiba disini. Kawan-kawan mereka juga memiliki kepandaian yang sangat tinggi, keadaan bakalan menjadi sangat gawat dan sangat berbahaya bagi kawan-kawanmu itu ......"
Maka tahulah Koay Ji jika yang datang adalah Bu Te Hwesio, salah seorang Suhunya yang baru hari itu dipandanginya dengan jelas dan berhadapan langsung. Karena itu dengan wajah yang penuh rasa hormat dan juga rasa terima kasih tak terhingga, diapun berkata kepada Bu Te Hwesio dengan ilmu yang sama:
"Baik Suhu, terima kasih ......."
Setelah berkata demikian, diapun mengirim suara kepada Yu Lian memberitahu bahwa mereka harus segera pergi karena bantuan pihak lawan segera akan tiba. Mendengar perkataan yang segera disampaikan Yu Lian kepada Ilya, maka mereka berdua segera bertindak cepat. Yu Lian datang membantu Yu Kong yang bertarung imbang dengan Ketua Tiang Pek San, dan Ilya membantu Koay Ji menghadapi salah seorang Manusia Berjubah dan Berkerudung Hitam, sementara Bu Te Hwesio menghadapi Manusia Berkerudung Hitam yang lainnya lagi. Bantuan Ilya ini sontak membuat posisi lawan menjadi timpang dan malahan kini terancam bahaya maut, dan jelas lawan-lawan mereka yakni kedua Manusia Berkerudung dan Ma Hiong sadar dengan keadaan yang sangat berbahaya bagi pihak merekaitu. Tapi, mereka masih masih berharap segera datang dan tiba bantuan pihak mereka, kawan-kawan mereka yang lain, hanya sayang, saat itu masih belum ada tanda-tanda tibanya bantuan. Sementara itu, posisi mereka, terutama Ma Hiong sudah dalam keadaan terdesak hebat.
"Kita pergi ........." bentak salah seorang Manusia Berkerudung yang meninggalkan arena dan dilepaskan oleh Ilya serta Koay Ji, menyusul kemudian Ma Hiong yang terdesak juga ikut melayang pergi. Sementara Kerudung Hitam lainnya masih berada di arena, tetapi pertarungan sudah berakhir karena mereka hanya sekedar saling adu pandang kini: yaitu si Bhiksu kurus dan si Kerudung Hitam satunya lagi.
"Tang Hok..... pergilah ....... bawa serta teman-temanmu, sahabat lamaku Mo Hwee Hud kelihatannya masih ingin berbincang-bincang lebih jauh denganku beberapa saat kedepan......" terdengar suara dari Bu Te Hwesio yang ikut membantu Koay Ji dalam mempertahankan samarannya saat itu. Dan mendengar bahwa lawannya tadi salah seorang adalah Mo Hwee Hud, bukan main kagetnya Koay Ji.
"Baik, terima kasih Locianpwee ......", Koay Ji yang cepat tanggap menjawab sesuai dengan irama bicara Suhunya, tetap menyimpan hubungan mereka berdua sebagai Suhu dan Murid?
Setelah memberi isyarat mata kepada Yu Lian, maka merekapun segera berlalu dan meninggalkan Mo Hwee Hud dan Bu Te Hwesio di arena tersebut. Jelas Koay Ji tidak tahu lagi apa yang terjadi dan apa yang dipercakapkan Suhunya dengan tokoh hebat yang sebetulnya sudah dikenalnya sejak masa kecilnya itu. Tetapi, sampai saat dia melayang pergi, masih belum hilang rasa kagetnya jika dia baru saja bertarung melawan Mo Hwee Hud yang sangat menakutkan itu. Dia sendiripun nyaris tidak yakin dengan apa yang baru saja dilaluinya.
"Tang Koh hengte.......... terima kasih karena engkau menyelamatkan nyawaku, bahkan menyelamatkan kami kakak beradik dan sahabat kami dari Persia, Ilya ..... terima kasih, terima kasih....." berkata Yu Lian setelah mereka akhirnya dapat berlalu dari arena pertarungan dan merasa sudah cukup aman dari ancaman lawan.
"Accchhhh, Yu Kouwnio, sebetulnya cayhe sendiripun sedang berusaha menyelidiki kawanan penjahat itu dan apa rencana jahat mereka. Oh ya, siang harinya cayhe juga bertemu dengan Mo Pit Siu (Orang Tua Lengan Iblis) Sin Bu dan juga Jiat Pit Hun (Sukma cacad lengan) Lu Kun Tek. Tetapi keduanya kutemukan berada dalam kota dan berjalan bersama dengan kawan-kawan mereka yang rata-rata tidak lohu kenal dan baru kulihat tadi siang ......"
"Accchhhh benarkah demikian ......" desis Yu Lian tertahan dan bahkan Yu Kong juga ikut memandangnya mendengar info tersbeut...
"Ach tidak benar, tidak benar adikku ..... engkau perkenalkan kami terlebih dahulu dengan locianpwee yang sangat hebat ini ....." potong Yu Kong yang terlihat sangat ingin berkenalan dengan Koay Ji
"Accchh, sampai lupa .... baiklah toako.... biar kuperkenalkan. Saudara Tang Hok, perkenalkan ini kakak tertuaku, Yu Kong ......"
"Senang berkenalan denganmu saudara Yu Kong ....."
"Terima kasih atas pertolongan Tang Hok tayhiap.... kami kakak beradik sangat gembira berkenalan dengan tokoh sehebat saudara Tang Hok ....."
"Dan ini adalah seorang tokoh hebat asal Persia dan datang dengan missi khusus di Tionggoan, namanya adalah Ilya ......"
"Terima kasih atas pertolongan Tang Hok tayhiap....." berkata Ilya dengan logat yang sangat aneh dan asing, tetapi masih dapat dimengerti oleh Koay Ji ..."
"Acccchhh, janganlah memanggilku Tayhiap, lebih baik kita bercakap-cakap sebagai sesama sahabat dunia persilatan. Tetapi, senang dapat berkenalan dengan tokoh hebat yang berasal dari Persia ......"
Setelah basa-basi perkenalan antara mereka semua, pada akhirnya Yu Lian tidak tahan dan akhirnya akhirnya bertanya:
"Saudara Tang Hok, apa sebenarnya maksudmu mengintip pertemuan mereka" Mana tahu ada yang dapat kami bantu ....?"
"Accchhhh, jika dikatakan, cayhepun malu, karena sesungguhnya ingin mengetahui apa isi peti yang mereka perlakukan dengan sangat rahasia tersebut ....."
"Mudah saja Tang Hok, kami dapat memberitahumu ....." adalah Yu Kong yang menjawab dan kemudian melanjutkan;
"Peti itu berisi rampokan harta benda dari beberapa kota, tetapi selain itu, setengahnya sebetulnya berisi bahan-bahan beracun yang sangat berbahaya dan sangat-sangat mematikan..... bahan racun tersebut sebetulnya berasal dari daerah Biauw Kang. Kelihatannya mereka akan menggunakannya dalam waktu dekat ini, jika menilik persiapan mereka malam ini ....."
"Hmmmmm, cayhe tahu jika demikian, menurut sahabat tuaku Thian Liong Koay Hiap, mereka mungkin akan mempergunakannya di acara perayaan 75 tahun Hu Pocu dalam waktu dekat..... ach, sungguh berbahaya ...." berkata Koay Ji dengan suara yang amat prihatin dan menghawatirkan seluruh pendekar yang kini sudah berkumpul untuk merayakan pesta Hu Pocu. Membayangkan mereka semua mati diracun lawan sungguh membuat Koay Ji merasa khawatir dan memutar otaknya untuk menghadapi serangan gelap semacam ini .....
"Accchhh, jadi engkau memiliki hubungan dengan Thian Liong Koay Hiap ..." tanya Yu Lian dengan suara antusias
"Boleh dibilang Koay Hiap masih merupakan angkatan lebih tua dan menjadi Suhengku, jelas saja cayhe mengenalnya......." terang Tang Hok sedikit berdusta
"Acccchhh, begitu rupanya. Kalian berdua kakak beradik seperguruan sungguh sudah banyak membantuku ...." berkata Yu Lian penuh rasa terima kasih.
"Jika akan digunakan ke sekumpulan besar manusia, maka benar-benar akan sangat berbahaya, karena racun ini adalah jenis yang mematikan dalam waktu beberapa menit belaka dan apabila dicampurkan kemakanan ataupun minuman, sama sekali akan tidak mengeluarkan bau yang menyengat hingga sangat susah untuk dapat diidentifikasi dan diketahui....." berkata Ilya dengan suara perlahan mengalihakan percakapan khusus Yu Lian dan Tang Hok atau Koay Ji.
"Ilya hengte, apakah itu bahan racun untuk mengolah racun Ular Mahkota Daun ...?" bertanya Koay Ji dengan suara tercekat.
"Tepat sekali saudara Tang Hok..... racun Ular Mahkota Daun jika dicampurkan dengan bisa serangga dari daerah Biauw akan menghasilkan racun berbahaya yang sulit ditebak dan diduga. Karena racun ular akan mencairkan serangga itu dan kemudian akan berubah sama saja dengan air biasa, namun sangat mematikan. Racun Ular Mahkota Daun belaka sudah berbahaya, apalagi jika dicampurkan dengan serangga khas daerah Biauw, kemampuan membunuhnya luar biasa hebat ......." jelas Ilya yang langsung membuat Koay Ji terdiam dan khawatir . Jelas saja dia menjadi khawatir karena melihat langsung betapa berbahaya dan betapa mematikannya racun yang dijelaskan oleh Ilya tersebut.
"Ilya hengte, tahukah engkau obat penawar racun berbahaya tersebut ..." tanya Koay Ji dengan suara bergetar.
"Lawan dari racun maut tersebut sudah pasti ada, tetapi membutuhkan seorang "tabib" untuk meraciknya. Jika kita menemukan seorang tabib yang tepat, maka tidak akan sulit untuk menawarkan racun tersebut ......" berkata Ilya dengan penuh rasa percaya diri sambil memandang Koay Ji
"Jika demikian mudah ....... seorang kawan mudaku bernama Bu San akan dengan mudah membantu kita jika demikian. Kupastikan tidak ada tabib yang akan melebihi dia untuk urusan sekarang ini ......"
"Tapi, dimana tabib muda itu" Waktu terus berlalu dan kita harus segera meraciknya dalam tempo singkat..." tanya Ilya
"Sebutkan saja tempatnya, maka dia akan menemuimu besok pagi-pagi benar" jawab Koay Ji cepat dan tegas
"Baiklah ...... dia boleh menemui kami besok pagi di hutan sebelah utara gerbang kota. Kami akan menunggu si tabib disana"
"Baiklah, kita tetapkan saja demikian ......" setelah kalimat tersebut selesai diucapkan bayangan Koay Ji lenyap dari pandangan ketiga orang itu.
"Luar biasa ....... anak muda itu sepertinya setingkat dengan Panglima Liga Pahlawan Bangsa Persia dan tidak akan butuh waktu lama untuk mencapai tingkatan Maha Guru Liga Pahlawan Bangsa Persia......" terdengar gumaman Ilya yang terdengar jelas baik oleh Yu Lian maupun Yu Kong.
"Ha ......" anak muda ..... apa maksudmu saudara Ilya ....?" Yu Lian bertanya dengan nada penuh pertanyaan dan penasaran.
"Bukankah usianya bahkan masih beberapa tahun dibawahku tapi jelas tidak muda lagi....?" Yu Kong bertanya dengan nada yang sama penasaran.
"Hahahahaha, sahabat-sahabatku, dalam Ilmu Silat Tang Hok yang tadi boleh jadi jauh diatas tingkatku, tetapi dalam ilmu menyamar, tanggung aku masih mampu menyamai dan menandinginya. Bahkan di seantero Persia, orang-orang masih akan menunduk malu menghadapiku untuk urusan penyamaran ......"
"Jadi ..... dia itu, Tang Hok tadi itu ......?" tanya Yu Lian sampai gugup dan tidak mampu melanjutkan kalimatnya itu.
"Usianya paling banyak 20 tahunan Nona Yu Lian ....... tidak akan salah lagi, jikapun meleset, pasti hanya setahun atau dua tahun belaka. Engkau boleh yakin dengan apa yang kusampaikan sekali ini Nona......" Ilya berkata sambil berlalu dengan diikuti Yu Kong dan kemudian juga Yu Lian yang masih sangat takjub dengan Tang Hok yang mengaku sute Thian Liong Koay Hiap yang ternyata menurut Ilya bahkan masih lebih muda usia dibandingkan mereka bertiga. Sungguh sulit dipercaya.
Sementara itu, karena terburu waktu, Koay Ji sudah dalam kecepatan tinggi kembali ke rumah tempat dia menginap. Maklum, besok dia harus setelah meracik obat dipagi hari, dan selanjutnya dia berencana untuk pindah ke dalam Benteng Keluarga Hu dan akan beroperasi langsung dari dalam Benteng setelah mengetahui rencana keji nan maut lawan mereka. Tetapi, betapa terkejutnya Koay Ji ketika memasuki kamarnya, ternyata seseorang sudah berada dalam kamarnya tersebut. Dan orangnya bukanlah Kwan Kim Ceng ataupun Nyo Bwee, bahkan bukan pula Nadine, tetapi orang lain yang sangat dihormatinya. Bu Te Hwesio .......
"Accchhhhh, Suhu ......." Koay Ji memburu kedepan dan langsung bersujud memberi hormat kepada orang tua yang duduk bersila dalam kamarnya yang sangat luas itu sambil memandanginya penuh senyum.
"Koay Ji ...... Koay Ji ...... engkau sungguh tidak memalukan kami kami yang berlelah mendidik dan melatihmu sampai sebesar ini ......" ujar Bhiksu tua renta itu sambil mengelus kepala Koay Ji
"Acccchhh, tetapi nyawa tecu semata-mata dipertahankan karena jasa dan upaya Suhu sejak berapa tahun silam ......"
"Benar muridku, tetapi perjuanganmu untuk mempertahankan nyawamu, penderitaan serta kesulitan yang engkau lewati telah mendidik dan melatihmu menjadi jauh lebih dewasa dibanding umurmu yang sebenarnya. Untungnya engkau mewarisi kegagahan guru-gurumu, sam suhengmu serta juga Ang Sinshe yang mendidik dan melatih emosi serta karaktermu sejak masa sulitmu itu ......."
"Accch, Suhu, tetapi dimana gerangan Ang Sinshe yang budiman itu dewasa ini....." Koay Ji sungguh sangat merindukannya dan belum mengucapkan terima kasih atas didikannya" bertanya dan berkata Koay Ji dengan penasaran dan penuh rindu.
"Setelah selesai mendidikmu, orang tua aneh itupun meninggalkan gunung Thian Cong San dan sekarang entah berada dimana. Tetapi, sudah pasti dia selalu mendoakan dan selalu akan berusaha membantumu dimanapun dia berada ......"
"Achhhhh, tecu berhutang banyak kepada dia orang tua ......" keluh Koay Ji terkenang kebaikan dan kehangatan Ang Sinshe dalam mendidik dan menyayanginya seperti anaknya sendiri. Padahal, justru masa-masa dia bersama Ang Sinshe adalah masa yang paling kritis dan masa yang snagat menentukan sampai dia mampu berdiri di atas kakinya sendiri saat ini.
"Syukurlah, engkau harus menanamkannya dalam hatimu. Selain Sam suhengmu, maka Ang Sinshe adalah orang lain yang layak engkau anggap keluarga, karena dia juga menganggapmu seperti anaknya sendiri ....."
"Tentu saja Suhu ....."
"Apakah engkau tahu bahwa Khong Yan sudah kuangkat menjadi adik seperguruanmu sendiri Koay Ji ...?" bertanya sang Suhu
"Tecu sudah bertemu dengan Khong Sute, Suhu ..... beberapa hari yang lalu..."
"Dan sudah engkau turunkan Ilmu Langkah Mujijat itu seutuhnya .... benarkah begitu muridku ....?" kejar Bu Te Hwesio
"Benar Suhu, bagaimanapun Khong Sute adalah kawan terdekat semasa kecil Tecu, dan Khong Sute juga berjiwa pahlawan sebagaimana leluhurnya, serta memperlakukan tecu seperti sahabat dan saudaranya sendiri....."
"Engkau benar muridku. Hadiahmu kepadanya bagaikan memberi seekor harimau dewasa sepasang sayap untuk terbang ..... dia tidak henti melatihnya selama beberapa hari ini.... dan dia begitu mengidolakan suhengnya yang ironisnya sudah membantu dia melatih ilmu mujijat tersebut ......"
"Maafkan tecu jika bertindak keliru Suhu ....."
"Sama sekali tidak muridku ..... hal ini justru sangat menggembirakanku, karena engkau sama sekali tidak rakus dan tidak menjadi ambisius dalam menjadi yang terhebat. Sungguh engkau amat layak menjadi muridku dan juga murid Bu In Hengte ...... tetapi, meski demikian, setelah melihatmu menghadapi kedua momok tua yang sangat berbahaya dari Tionggoan, serta kemungkinan lawan-lawan yang akan kalian hadapi dan sudah menampilkan diri mereka serta yang lain sebentar lagi menyusul, maka Suhumu merasa perlu memberitahumu beberapa hal malam ini ....."
"Acccchhhh, apakah maksud Suhu ...... ada banyak tokoh-tokoh hebat seperti lawan tecu beberapa saat tadi .....?"
"Benar sekali muridku ..... kedua lawanmu tadi adalah tokoh-tokoh sekelas dan malah seangkatan dengan Suhumu. Mereka berdua adalah Mo Hwee Hud, lawan abadi suhumu ini, tokoh yang setanding dengan 3 Dewa Tionggoan dan masuk dalam 5 tokoh puncak Tionggoan bersama suhumu ini, Than Hoat Tosu, Lam Hay Sinni, dan juga Bu Eng Ho Khouw Kiat (Rase Tanpa Bayangan). Sedangkan, tokoh satunya yang jadi lawanmu tadi, adalah tokoh mujijat Hoa San Pay bernama Liok Kong Dji yang masih setanding dengan suhengnya Thian Hoat Tosu. Dengan demikian, engkau baru saja melewati pertarungan mati hidup yang amat berbahaya namun syukur dapat engkau lewati dengan cerdik dan penuh keberuntungan ......"
"Acccchhh, tetapi tecu masih belum percaya jika tadi sudah berkelahi melawan Mo Hwee Hud yang maha hebat itu......?" berkata Koay Ji seperti gumaman dan seperti pertanyaan. Hal yang sesungguhnya masih tak dapat diterimanya dengan akal sehatnya. Bagaimana mungkin" Bukanlah apa-apa, karena memang sejak kecil Koay Ji dihantui kenangan oleh kehebatan dan keganasan Mo Hwee Hud dan membuat Koay Ji selalu ketakutan jika mengenang dan mengingat tokoh tinggi besar yang sangat berangasan itu. Dalam benaknya, tokoh itu adalah wujud kekuatan berbahaya dan ganas namun tidaklah terlawan. Lagipula, tokoh itu juga yang sebenarnya memberi dia hadiah pukulan hebat yang nyaris mengambil nyawanya di masa kecilnya dahulu itu. Wajar jika Koay Ji mengingat dan mengenang tokoh tersebut dengan penuh rasa takut, dan rasa itu tersembunyi di alam bawah sadarnya. Ech, tahu-tahu dia sudah berhadapan dengan tokoh itu, bahkan berdua dengan lawan hebat lainnya dan dia tidaklah kalah, tidak terbunuh olehnya. Tanpa disadari Koay Ji, satu beban berat yang mengendap di alam bawah sadarnya terangkat dan terobati dengan sendirinya. Sekali lagi tanpa dia sadari sebelumnya.
"Benar, engkau sudah menghadapinya dan dapat selamat tanpa terluka sedikitpun. Meski kuakui engkau sedikit ceroboh. Tetapi patut dipuji kecerdasanmu dan juga pengambilan keputusan disaat kritis, hal yang sungguh membuat suhumu ini bangga. Tetapi, saat ini, malam ini sampai pagi, bahkan di saat selanjutnya, engkau sudah harus berkonsentrasi untuk melatih penggabungan dua sinkang mujijat yang sekarang bersarang hebat dalam tubuhmu. Kekuatan iweekangmu sudah memadai untuk membaurkannya dan sudah lebih dari cukup untuk mencapai titik yang belum dapat kedua suhumu bayangkan sebelumnya. Karena itu, lupakan variasi ilmu lainnya dan kegemaranmu menciptakan ilmu silat dan jurus-jurus baru, pusatkan pikiranmu untuk membaurkan dan mencapai titik mujijat yang lebih sempurna dalam tingkatan Kim Kong Pu Huay Che Sen (Ilmu Badan/Baju Emas Yang Tidak Bisa Rusak). Tingkatan itu sejatinya sudah engkau capai, tetapi masih belum engkau dalami dan sempurnakan. Memperdalam tingkatan itu akan dapat dilakukan dengan cepat jika engkau mampu menyempurnakan gabungan kedua iweekang mujijat dalam tubuhmu saat ini. Dalam hal itu, engkau akan lebih sempurna malahan jika dibandingkan kedua Suhumu yang sudah tua dimakan usia ini. Dan perlu suhumu tegaskan, formula dan temuan yang suhumu sampaikan saat ini, adalah hasil diskusi dengan Bu In Hengte beberapa bulan silam setelah engkau turun gunung. Dia menyampaikan pesan itu karena persoalan kedepan yang dahulu membutuhkan campur tangannya, menurutnya, kini sudah menjadi tanggungjawabmu dan bukan lagi tanggungjawabnya. Lebih dari itu, engkau dan semua suhengmu sudah dilarang untuk mengganggunya lagi untuk urusan apapun, termasuk urusan perguruan......"
"Baik Suhu, tecu paham ..... Sam Suheng juga sudah menerima surat dari Suhu yang menjelaskan prihal tersebut. Termasuk menugaskan Sam Suheng untuk menilik dan mengawasiku sekaligus menuntun langkahku agar menggantikan Suhu dalam urusan perguruan dan juga urusan pertikaian di Tionggoan kali ini ......"
"Syukurlah jika engkau paham muridku. Karena beratnya persoalan kali ini, bahkan masih melebihi persoalan ketika suhumu dan para tokoh Dewa Tionggoan menghadapi Pek Kut Lodjin dan kawan-kawannya dahulu. Selain Mo Hwee Hud dan Liok Kong Djie, kelihatannya Sam Boa Niocu dan anak-anak muridnya juga akan turut terlibat dalam pertikaian hebat ini. Bukan apa-apa, tokoh wanita ini pasti akan mencari anak murid keturunan kakek gurumu, Suhu dari Bu In Hengte dan Lam Hay Sinni yang dahulu menghukum Sam Boa Niocu. Kepandaiannya dalam Ilmu Silat tidak berada di bawah Mo Hwee Hud, tetapi kepandaian beracunnya sungguh sulit dicari tandingannya. Belum lagi dengan ilmu hitamnya yang sangat mengerikan itu. Selain mereka, masih ada lagi seorang paman guru Pek Kut Lodjin yang dikurung di Persia dan entah bagaimana tiba-tiba dikabarkan sudah memasuki daerah Tionggoan. Kepandaiannya pada masa lalu, setanding dengan Pek Kut Lodjin, entah sampai dimana kemampuannya sekarang ini. Selain keempat tokoh hebat ini, yang paling misterius justru adalah tokoh utama yang bermain secara sangat misterius dibalik layar, dan dialah yang mendirikan Bu Tek Seng Pay. Apakah benar dia adalah sute dari mendiang Pek Kut Lodjin" entahlah, belum ada yang dapat membuktikan hal ini. Bahkan jejaknya selain di Kaypang, terhitung masih sangat misterius dan sulit ditebak......"
"Suhu, jika demikian, bukankah kekuatan mereka sungguh sangat menggetarkan ...." Bagaimana mungkin tecu mampu menghadapi semua persoalan ini ....?" tanya Koay Ji yang jadi bingung dengan semua penjelasan Bu Te Hwesio.
"Muridku, Suhumu ini, Thian Hoat Tosu dan Lam Hay Sinni sudah pasti tidak akan tinggal diam. Selain itu, tokoh-tokoh terpendam Hong Lui Bun, Liga Pahlawan Bangsa Persia yang mengirim Ilya dan kelihatannya dengan temannya yang lain, dan tokoh-tokoh hebat Tionggoan yang lainnya, pasti akan bangkit untuk ikut menanggulangi hal ini. Hanya, untuk menanggulangi semua persoalan ini, maka sebagaimana Suhumu Bu In Sin Liong dahulu ketika mengalahkan Pek Kut Lodjin, maka engkau harus terlebih dahulu mencapai tingkat kemampuan suhumu itu. Hal ini akan sangat penting dan berguna untuk dapat membangkitkan rasa percaya diri kaum pendekar dalam menghadapi badai yang sangat berbahaya ini ......"
"Aaaacccch Suhu, jika memang demikian serius adanya, tecu pasti akan mulai kembali melatih gabungan tenaga yang Suhu maksudkan ..." akhirnya Koay Ji menyatakan kesanggupannya secara tidak langsung.
"Selain itu, sutemu Khong Yan, sucimu Sie Lan In, tingkat kemampuan mereka saat muncul kembali pasti sudah melonjak lebih jauh dan engkau akan dapat meminta mereka membantu usahamu. Setelah menguasai Thian Liong Pat Pian, Yan Ji sudah melonjak jauh kepandaiannya dan beberapa ilmu simpanan suhumu yang terakhir sudah kuturunkan kepadanya. Engkau tidak lagi membutuhkan ilmu-ilmu tersebut pada dewasa ini. Kupastikan Sie Lan In juga akan mengalami hal yang sama ketika menemui Lam Hay Sinni di Laut Selatan, sementara Ciangbudjin Hoa San Pay yang baru juga sudah menemukan kepingan ilmu mujijat mereka yang sudah lama hilang. Betapapun, peluang kita menghadapi badai ini cukup besar. Tetapi, menurut pengamatan Bu In Hengte, persoalan utamanya hanya akan dapat diatasi dengan tingkatan teratas yang harus engkau tuntaskan ketika badai ini pada akhirnya berkecamuk dan menghebat. Inilah yang suhumu ingin sampaikan kepadamu muridku, karenanya ingat dan camkan baik-baik pesan-pesan tersebut....."
"Terima kasih Suhu, pesan itu pasti akan tecu catat baik-baik. Demi kedua Suhu, maka tecu pasti akan berusaha mati-matian untuk mencapai tingkat memadai yang Suhu sudah amanatkan tadi ......"
"Bagus ..... bagus ....... memang harus demikian. Satu hal lagi, sebaiknya engkau tetap pertahankan penyamaran-penyamaranmu saat ini, karena semakin banyak tokoh hebat yang mampu mengguncang mereka, maka pihak lawan akan berpikir seribu kali untuk bertindak cepat. Tegasnya, hal itu akan amat mengganggu pihak lawan untuk bertindak lebih brutal lagi karena merasa ada beberapa tokoh hebat di luar sana yang perlu dihadapi secara serius..... Engkau kelak dapat mengaturnya dan bersiasat secara lebih baik dibandingkan suhumu"
"Tapi Suhu, untuk menghadapi urusan di acara Hu Pocu nanti, bolehkah Khong Sute membantuku dengan tetap mengenalku sebagai Koay Hiap saja ....." ada banyak urusan yang membutuhkan bantuannya ....."
"Hmmmm, sebetulnya dia masih sedang berlatih. Tapi, bagus juga biar engkau ikut membantunya nanti. Besok Yan ji akan menemuimu ..... dan sekarang, marilah suhumu mengutarakan hal penting untuk engkau perhatikan dalam latihanmu kedepan"
Setelah itu, Bu Te Hwesio masih bercakap-cakap dan meninggalkan pesan kepada Koay Ji. Pada satu jam terakhir, tokoh dewa itu menurunkan petunjuk-petunjuk yang merupakan hasil rembug bersama dirinya dengan Bu In Sin Liong lewat percakapkan beberapa bulan silam setelah Koay Ji turun gunung. Setelah semua itu, barulah Bu Te Hwesio berlalu sambil meninggalkan pesan:
"Dengan alasan apapun, kecuali engkau dan Khong Yan, janganlah sekali-sekali membocorkan jejak dan keberadaanku. Thian Hoat Tosu kemungkinan besar juga akan hadir, tetapi Lam Hay Sinni nyaris tak terasa niatnya untuk datang menemui kami sekalipun. Kelihatannya dia sudah akan memilih jalan yang sama dengan Bu In suhumu itu, menyepi di sisa hidupnya. Nach, muridku, sekali lagi, engkau dilarang memberitahu siapapun kehadiranku dan jejakku, dan jika memang tidak sangat mendesak, janganlah mengakui engkau adalah murid kami berdua. Pesan suhumu, Bu In, jangan sekali-sekali engkau melanggarnya, karena dia sudah memadamkan semua niat duniawinya setelah berhasil mendidikmu. Karena itu, sejak saat ini, adalah engkau sendiri yang kelak harus mewakilinya dalam menyelesaikan semua urusan yang diharapkan banyak orang darinya untuk turun tangan menyelesaikannya .... ingat semua itu muridku....." Bu Te Hwesio terlihat berwajah tegas dan amat berwibawa ketika meninggalkan pesan-pesan tersebut kepada Koay Ji.
Dan sepeninggal Bu Te Hwesio, Koay Ji kemudian memutuskan beristirahat setelah mencerna pesan-pesan terakhir, khususnya petunjuk bersama kedua suhunya, Bu Te Hwesio dan Bu In Sin Liong yang kelihatannya memang sengaja untuk membantunya. Diam-diam dia sungguh bersyukur dan berterima kasih dengan kedua suhunya itu dan berjanji untuk melaksanakan semua pesan dan tugas yang kini diembannya atas nama kedua Suhunya tersebut.
Puncak perayaan Ulang Tahun ke-75 Poen Loet Kiam-kek (Jago Pedang Pengejar Guntur) Hu Sin Kok, Pocu Benteng Keluarga Hu akhirnya tiba. Tidak banyak yang tahu dan merasakan ketegangan yang merayap mencapai klimaks hingga mendekati hari perayaan. Hanya tokoh-tokoh utama dari Perguruan ternama serta lingkaran dekat Hu Pocu yang sering melaksanakan pertemuan rahasia yang tahu apa yang sedang terjadi. Dalam masa ketegangan yang memuncak itu, tidak sedikit yang telah menjadi korban sebelum perayaan pada acara puncak, yang dalam hitungan Tek Ui Sinkay, Pangcu Kaypang, untuk anggota Kaypang sendiri mencapai 30an anggota. Belum tamu-tamu yang dicegat lawan, ada yang dibunuh dan ada yang dicederai secara hebat, jumlahnyapun lumayan banyak, bisa mencapai angka 50an orang. Sementara menurut laporan Koay Ji yang kembali tampil dalam samaran sebagai Thian Liong Koay Hiap, sekurangnya sudah 40an lawan dapat dipunahkan kepandaiannya selama beberapa hari terakhir.
Alhasil, ketegangan yang tercipta perlahan-lahan mendaki klimaks sampai saat saat pelaksanaan acaranya. Meskipun sudah malang melintang dan menjadi Bengcu untuk sekian waktu lamanya, tetapi Hu Sin Kok bagaimanapun merasakan ketegangan yang luar biasa. Tetapi, sayangnya dia harus meladeni banyak tamu dan tidak dapat ikut berkonsentrasi menghadapi ancaman lawan yang sudah banyak makan korban di pihaknya. Demikian juga Tek Ui Sinkay, Kaypang Pangcu, dan para tokoh pendekar yang sering berkumpul. Mereka semua diliputi ketegangan. Apalagi karena Tek Ui Sinkay rajin menginformasikan perkembangan di luar yang disampaikan oleh Koay Ji baik melalui surat maupun ketika Koay Ji datang sendiri.
Tetapi, puncak perayaan sejak pagi hingga menjelang sore hari dimana acara akan segera ditutup, ternyata tidak ada kejadian diluar dugaan. Semua berlangsung aman dan tidak sedikitpun adanya gangguan sampai kemudian muncul seseorang di pinggir panggung kehormatan dan membisikkan sesuatu ke telinga Tek Ui Sinkay. Orang tersebut tidak lama disana karena kemudian segera menyelinap pergi ke belakang panggung. Disusul kemudian oleh Tek Ui Sinkay yang terlihat seperti memberi tanda kearah panggung. Dan isyaratnya dapat ditangkap dengan jelas oleh Hu Sin Kok yang paras, gerak tubuhnya dan kalimatnya tetap tidak berubah meski dia tahu bahwa sesuatu sedang dan akan segera terjadi. Dia sendiri kurang tahu bagaimana akan terjadinya, tetapi menimbang banyaknya tokoh yang hadir disitu, tidaklah mungkin dia mengorbankan nama besar yang dipelihara selama puluhan takut dengan bersifat takut dan pengecut. Tidak, sama sekali tidak. Semua itu tidak ada dalam kamus seorang Bengcu besar bernama Hu Sin Kok.
Perjamuan sudah akan usai, semua upacara penghormatan, pemberian kado, kata kata pujian dan penghormatan dari para sahabat, bahkan jamuan massal yang diikuti oleh ratusan tamu baik undangan maupun simpatisan sudah berlangsung. Hakekatnya, acara tersebut tinggal ditutup oleh Hu Sin Kok menjelang sore hari. Tetapi, karena suasana memang amat ramai dan meriah, masih tetap saja ada yang datang untuk memberinya kado, meski jamuan makan sudah lama lewat. Saat itupun, tinggal acara acara hiburan yang sengaja disediakan oleh pihak Benteng Keluarga Hu dan menjelang bubaran acara dan hajatan besar Hu Sin Kok. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara melengking tinggi di angkasa. Meski demikian, tidak terasa ada maksud menyerang orang banyak di alunan suara tersebut, tetapi kelihatannya hanya semacam tanda dan isyarat yang dengan sengaja disuarakan melalui upaya memamerkan tenaga yang luar biasa hebatnya itu.
Dan tidak harus menunggu teramat lama, karena kemudian bersamaan dengan mulai hilangnya suara tersebut, terdengar ucapan yang didorong kekuatan luar biasa hebat dan besarnya. Dan terpenting, juga sangat berwibawa:
"Bu Tek Seng Ong berkenan mengunjungi Benteng Keluarga HU untuk ikut memberi ucapan selamat dan penghormatan....."
Bersamaan dengan itu, terlihat 5 sosok tubuh mendekati dari arah sungai dengan kecepatan yang luar biasa. Dan begitu mendekati keramaian, merekapun menahan langkah dan selanjutnya berjalan perlahan-lahan penuh gaya. Keadaan yang secara otomatis membuat kerumunan orang menyibak dengan sendirinya. Pemandangannya cukup hebat, karena orang-orang yang tersibak ke kiri dan kanan seperti menciptakan jalanan khusus bagi kelima orang yang berdandanan aneh tersebut. Kecuali orang yang berjalan paling depan, keempat kawannya berjalan dengan tidak dapat dikenali orang karena masing masing mengenakan jubah dan penutup kepala yang menutupi sekujur kepala dan wajah. Meskipun bentuk dan warna kerudung penutup kepala mereka berbeda satu dengan yang lainnya. Hanya daerah mata belaka yang sama sekali tidak tertutup oleh kerudung tersebut, sehingga mendatangkan rasa seram dan rasa misterius yang cukup kental bagi banyak orang.
Tetapi yang menarik, di depan berjalan seorang Perempuan setengah umur, mungkin sudah sekitar 50an tahun atau bahkan lebih. Tetapi, begitupun masih terlihat dalam diri perempuan itu sisa sisa kecantikannya. Dan yang juga mempesona adalah pakaiannya yang yang merah cemerlang, tidak terdapat banyak hiasan, cukup sederhana, tetapi tetap saja terasa indah dan gemilang. Hal lain yang menonjol adalah rasa percaya dirinya yang tentu didorong oleh kecerdasan dan kepintaran yang tak tersembunyikan dari senyum dan juga tatap matanya. Perempuan itu, sebagaimana 4 orang yang berjalan di belakangnya sama sekali tidak menoleh kekiri ataupun kekanan, tetapi langsung berjalan dan kini mulai memasuki daerah tamu kehormatan. Anehnya, tidak ada seorangpun yang berdiri menyambut mereka, tetapi kedatangan mereka membuat suasana menjadi senyap dan ketegangan perlahan-lahan menyeruak. Maklum, dua kubu yang saling berlawanan untuk pertama kalinya bertemu secara terbuka. Tak ada orang yang dapat menebak apa yang akan terjadi gerangan.
Hati Budha Tangan Berbisa 4 Imbauan Pendekar Karya Khu Lung Pendekar Pedang Sakti 20
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama