Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh Naga Langit 15

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 15


Sementara itu, di panggung kehormatan tempat dimana beradanya Hu Sin Kok dan semua anggota keluarganya, terlihat Hu Sin Kok perlahan-lahan berdiri dan kemudian menghadap ke arah datangnya kelima pendatang baru yang misterius itu. Sementara semua tokoh atau hadirin yang memang sebagian besarnya adalah tokoh Kang Ouw, merasa kaget dan terkejut dengan strategi "mengejutkan" lawan yang dimainkan Bu Tek Seng Ong. Tetapi anehnya, korban-korban Bu Tek Seng Pay yang sudah cukup banyak, termasuk terutama Kaypang yang Pangcu sebelumnya dibunuh Be Tek Seng Ong terlihat diam-diam saja. Bahkan Tek Ui Sinkay yang biasanya sangat berang dengan mereka, terlihat adem-adem saja dan tidak ada sedikitpun gerakan yang dilakukannya. Termasuk ketika kelima tokoh Bu Tek Seng Pay lewat tidak jauh dari hadapannya dan kini berdiri menghadap panggung yang tingginya hanya sekitar 30 cm dibangun diatas permukaan tanah.
"Hmmmmm, selamat datang ..... selamat datang, meskipun sesungguhnya lohu tidak ingat apakah pernah mengirimkan kartu undangan kepada Bu Tek Seng Pay...." Hu Sin Kok membuka percakapan dengan sopan-santun khas dunia persilatan.
"Datang memberi hormat dan salam kepada salah satu tokoh hebat dunia persilatan Tionggoan rasanya tidaklah membutuhkan kartu undangan. Selain itu, setahuku banyak orang disini yang hadir tanpa undangan ......" terdengar kalimat jawaban yang tepat dan amat diplomatis dari si perempuan berbaju merah dengan senyum dikulum, yang juga ternyata bertindak sebagai juru bicara.
"Hahahahaha, luar biasa ...... jika lohu tidak salah, saat ini lohu sedang menghadapi Dewi Alehai. Tapi, entah bagaimana, ternyata juga sudah tunduk dan mengabdikan diri kepada Bu Tek Seng Pay........ bukankah tebakan lohu tidak keliru...?" bukannya meladeni sindiran si pendatang, Hu Sin Kok justru "menabrak" sisi lain dari sang perempuan cantik yang ternyata juga adalah tokoh bernama besar.
"Hu Pocu sekali ini engkau kurang tepat menyebutkannya. Karena jujur, kedatanganku kemari selain untuk memberi salam penghormatan dan ucapan selamat, tetapi sekaligus juga mewakili Bu Tek Seng Pay. Karena selain saat ini menjadi juru bicara rombongan, lebih dari sekedar mengabdi menurut perkataanmu, sebetulnya juga Hu Pocu sedang berbicara dengan seorang Hu Paycu Bagian Dalam dari Bu Tek Seng Pay yang besar nan megah itu......."
"Hahahahaha, sungguh menarik ..... sungguh menarik. Jika memang benar Dewi Alehai bergabung dengan Bu Tek Seng Pay, maka tentunya tawaran dan cita-cita serta kekuatan Bu tek Seng Pay benar-benar meningkat hebat........"
"Dan akan menjadi lebih kuat lagi jika seandainya Hu Pocu bersedia untuk menyatakan tidak akan memimpin perlawanan terhadap Bu Tek Seng Pay. Mumpung hari ini adalah hari baik dan ulang tahun Hu Pocu ....?"
"Accccchhhh, sungguh-sungguh permintaan yang memikat. Sayangnya, meskipun lohu bersedia tidak memimpin, tetap saja orang-orang gagah akan berjuang mengenyahkan Bu Tek Seng Pay........ karena itu, lohu lebih memilih bergabung dengan orang orang gagah itu. Jauh lebih terhormat. Di hari baikku ini, ingin kunasehati Dewi dan kawan kawanmu, agar berhentilah mengaduk-aduk Tionggoan......"
Luar biasa, dalam beberapa lontaran kalimat awal, sebuah "pertarungan" nan hebat sudah langsung tersaji. Meski hanya pertarungan mental melalui ungkapan ungkapan terselubung antara Hu Sin Kok dengan Dewi Alehai. Tokoh perempuan yang dikenal merupakan peranakan Mongol dan diakui serta diketahui memiliki kesaktian yang hebat. Hal lain yang menarik darinya adalah kemampuannya dalam menyusun siasat dan strategi dalam menghadapi persoalan besar dan menentukan.
"Sangat disayangkan ...... sangat disayangkan ....." berkata Dewi Alehai dengan mulut yang tetap tersenyum manis. Tidak terlihat ada nada kemarahan disana ....... tetapi, matanya berkilat-kilat cerdik.
"Sebetulnya lohu sendiri punya pikiran yang sama...... sayang sekali" berkata Hu Sin kok dengan nada serius, namun tidak melanjutkannya, alias menggantung kalimat lanjutannya dan menunggu lawan.
"Hihihi, tidak usah engkau lanjutkan, aku sangat mengerti apa yang engkau maksudkan Hu Pocu ....." potong Dewi Alehai
"Hahahahaha, lohu paham, bahwa kalimat yang belum lohu sampaikan sudah pasti ada dalam jangkauan perkiraanmu ......"
"Benar Hu Pocu, tidak perlu membujukku, karena engkau pasti sangat mengerti dan paham bahwa itu pasti sia-sia......."
"Itulah sebabnya lohu akhirnya tidak melanjutkannya ...."
"Begitu memang jauh lebih baik......."
"Dan tentunya kedatangan rombonganmu kesini dengan membawa Bu Tek Seng Ong yang kuyakin adalah Bu Tek Sen Ong gadungan, bukan sekedar untuk memberi lohu ucapan selamat bukan ......?"
"Hmmmmm, Hu Pocu terlampau berterus terang. Tetapi, kuyakin, semua tokoh Bu Tek Seng Pay yang berada dalam radius 1000 meter dari tempatmu, pasti akan mentaati jika Bu tek Seng Ong ini mengeluarkan perintah......."
"Begitu rupanya........ hmmmm, kelihatannya lohu wajib untuk bersiap dan menjaga diri jika memang begitu keadaannya ..."
"Kupastikan seperti itu Hu Pocu ......."
"Hahahahaha, baiklah jika demikian. Tapi, terus terang saja, lohu sudah sangat siap dan engkaupun pasti tahu soal itu. Karena itu, marilah, lohu sudah siap jika memang ingin mengucapkan selamat untuk hari bahagia lohu hari ini...."
"Tentu saja ...... ucapan selamat kami akan disampaikan langsung oleh Bu Tek Seng Ong yang juga adalah Paycu Bu Tek Seng Pay. Tetapi, kesempatan ini, perkenankan kami peringatkan sekali lagi, barang siapa yang tetap berkeras dan tidak menghadap ke Bu Tek Seng Pay, maka waktu-waktu kebebasan hidup bagi mereka kami berikan sampai hari ini berakhir. Selebihnya, sudah banyak yang menjadi contoh....." berkata Dewi Alehai dengan senyum yang tetap tersungging di bibir .....
"Acccch, tidak perlu engkau mengancam-ancam orang disini Dewi, karena jumlah Utusan Pencabut Nyawa yang kepandaiannya dipunahkan, ditanggung tidak lebih sedikit dari korban mereka. Kutegaskan, segera setelah hari ini, bentrokan langsung kelihatannya akan segera pecah. Jangan khawatir, kamipun akan segera mencari cara dan daya untuk segera dapat memusnahkan markas kalian saat ini......." seperti Dewi Alehai, Hu Sin Kok sang jago tua, juga sama menunjukkan wajah ramah ketika menjawab tantangan dan ancaman yang dilontarkan oleh Dewi Alehai barusan.
Banyak orang mau tidak mau mengagumi kedua tokoh yang saling puji, saling pancing dan saling ancam tanpa wajah mereka berubah sedikitpun juga. Kedua jago yang merupakan perancang strategi dari kedua belah pihak yang saling bermusuhan itu, sebetulnya sudah saling hantam dengan gaya dan cara lunak. Meski begitu, wajah mereka sungguh ramai dengan senyuman.
"Bukankah engkaupun tahu kalau itu adalah mimpi disiang bolong Hu Pocu ....?" ejek Dewi Alehai dengan suara aleman
"Hmmmmm, engkau mengira daratan Tionggoan sama dengan gurun pasir Mongolia" Jika begitu engkau salah besar Dewi Alehai ......... sangat keliru ....."
"Contoh yang paling segera dapat dilihat banyak orang ....." sambil berkata demikian dengan langkah gemulai Dewi Alehai melangkah kesamping dan membiarkan Bu Tek Seng Ong kini berhadapan langsung dengan Hu Sin Kok.
Semua orang sebetulnya sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan oleh sang Raja Iblis itu, tetapi entah mengapa tak ada seorangpun yang bergerak mencegah. Padahal, semua juga paham, tingkat kemampuan Hu Pocu sebetulnya masih terpaut jauh jika dibandingkan dengan Bu Tek Seng Ong, karena kemampuannya hanya setara Pangcu Kaypang yang terbunuh dengan mudah oleh Bu Tek Seng beberapa waktu lalu. Lalu, apa andalan Hu Pocu jika demikian"
Tapi, tak ada yang sempat mencegah karena Bu Tek Seng Ong yang menyeramkan dengan Jubah Besar menyelimuti tubuhnya dan dengan tutup kepala berbentuk kepala MALAIKAT yang sedang menyeringai sudah bergerak. Dia tidak menyerang sama sekali, hanya membentuk lengannya sebagaimana orang memberi hormat dan tak lama kemudian diapun berkata dengan suara serak yang sulit ditebak:
"Banyak selamat Hu Pocu, semoga panjang umur dan dapat meihat gelagat, sebelum ditelan bencana besar........."
Setelah membungkuk sejenak memberi hormat lawan, Bu Tek Seng On terlihat sedikit bergoyang pundaknya. Teramat sedikit orang yang memperhatikannya, tingkatan Dewi Alehai dapat melihatnya, Tek Ui Sinkay dan dua tiga tokoh besar lainnya, juga dapat melhat hal yang tidak menyolok itu. Kelihatannya ada sesuatu yang tidak beres. Dan, beberapa saat kemudian, terdengar Bu Tek Seng Ong yang tinggi besar itu sudah mendengus dan berkata:
"Urusan selesai, kita pergi ........."
Sekali ini, berbeda dengan kedatangan mereka yang penuh gaya, perginya terasa rada tergesa-gesa. Mereka melayang pergi dan tidak lagi peduli dengan gaya nan elegan seperti ketika datang dan menikmati menyibaknya orang banyak untuk mereka berlalu menuju tempat acara. Kali ini, mereka pergi layaknya terbang dan menyisakan satu pemandangan yang mencengangkan bagi kebanyakan orang berilmu cetek. Maklum, pameran kepandaian ginkang mereka memang terasa dan terlihat sangat luar biasa dan membuat banyak orang bertepuk tangan. Bertepuk tangan untuk pameran ilmu ginkang Bu Tek Seng Ong dan kawanannya, namun lebih meriah lagi karena ternyata Hu Pocu masih segar bugar dan tidak dapat diapa-apakan lawan. Hu Pocu terlihat tersenyum ramai sambil mengantarkan kepergian tamunya. Sesaat kemudian suara yang mujijat mengalun di angkasa:
"Bu Tek Seng Ong, hari ini engkau menerima pelajaran, dan semoga engkau belajar dengan benar dan lebih tahu diri ....." dan suara itupun mengaung seperti pameran sebagaimana suara mujijat sewaktu Bu tek Seng Ong tiba tadi.
Apa gerangan yang terjadi ........." banyak orang heran, tetapi hanya ada 4,5 orang yang tahu belaka apa yang baru saja terjadi. Orang pertama yang tahu, sudah tentu adalah Hu Sin Kok. Sementara orang kedua yang tahu adalah Tek Ui Sinkay, dan masih ada satu atau dua tokoh lainnya yang juga tahu jelas. Selebihnya, meski dalam hati curiga tetapi mereka bertanya-tanya, sedemikian hebatkah Hu Pocu sekarang ini sehingga mampu melawan Bu Tek Seng Ong" Atau, Bu Tek Seng Ong yang mungkin hanya nama dan kesan yang besar, tetapi aslinya biasa saja.
Orang lain yang tahu karena memang berperan besar adalah KOAY JI. Karena dia yang mengusulkan untuk memakai cara ini guna menggertak lawan dan memukul mereka dalam kesombongan yang berlebih. Sebetulnya, apa yang terjadi, berbeda dengan apa yang dipikirkan dan disiasatkan oleh Koay Ji. Ketika bercakap bertiga dengan Hu Sin Kok, Tek Ui Sinkay dalam jatidirinya sebagai Thian Liong Koay Hiap setelah selesai meracik obat penawar Racun Ular Mahkota Daun. Dalam percakapan tersebut dia mengusulkan beberapa hal penting:
"Hu Pocu, pihak lawan sudah pasti sedang mengincar pertemuan ini, dan rencana utama mereka adalah menggunakan racun yang sangat mematikan. Tetapi, untuk hal ini, sahabat muda lohu, Bu San, sudah meracik obat penawarnya, namun karena daya kerja racun sangat cepat, maka butuh kecepatan untuk mengobati. Tapi, lebih baik lagi jika kita dapat mengantisipasi apa yang akan dikerjakan lawan dan langsung dapat memotong rencana mereka di tengah jalan. Untuk maksud ini, lohu akan bekerja dengan murid-murid 3 Dewa, dan juga akan meminta kesediaan kawan-kawan dari Persia dan tokoh misterius lainnya untuk ikut bekerja sama. Tetapi, ada satu hal lainnya yang penting dan dibisikkan tokoh Dewa Bu Te Hwesio untuk dilakukan, dan lohu jadi berpikir melakukannya kali ini. Usulnya adalah, agar kita menambah daya kekuatan kita secara moril, meski sebenarnya sifatnya rada semu belaka. Misalnya, malam ini lohu akan keluar dan menyaru sebagai orang lain dan melukai beberapa tokoh di pihak lawan. Tetapi, selain itu ada satu hal yang tiba tiba lohu pikirkan, yakni khusus pada acara puncak perayaan besok ........"
"Apa yang engkau pikirkan dan antisipasi untuk besok Koay Hiap .....?" bertanya Hu Pocu dengan suara tenang, meski dia senang karena beroleh bantuan Koay Ji yang dia dapat rasakan kecerdasannya tidak dibawahnya. Hanya kurang matang dan kurang pengalaman belaka jika dibanding dirinya.
"Hu Pocu, apakah ada larangan bagi tamu untuk memberi salam dan hormat ...?" tanya Koay Ji dengan nada menghormat
"Sudah tentu tidak sopan jika lohu menolaknya .,......"
"Jika dugaanku tidak keliru, Bu Tek Seng Pay akan menggunakan hari besok untuk unjuk kekuatan dan merontokkan nyali perlawanan kita. Karena itu, selain menjaga serangan curang mereka ketika menggunakan racun, kita juga harus waspada jangan sampai mereka berlaku curang terhadap keluarga Hu Pocu ......"
"Atau bahkan langsung menyerang lohu ..... bukankah itu maksudmu Koay Hiap .." tegas Hu Pocu dengan tidak malu-malu sambil memandang Koay Ji dengan senyum tersungging dibibirnya itu.
"Itu adalah salah satu kemungkinannya Hu Pocu ......"
"Hmmmmm, menurutku bukan kemungkinan lagi, tetapi nyaris yakin. Jika mereka gagal dengan racun, mereka pasti akan datang menemuiku. Bukan dengan maksud untuk terutama membunuhku, atau sekedar memberiku ucapan selamat memang, tetapi untuk mempermalukan lohu agar dirasa tidak layak memimpin perjuangan melawan mereka kelak ....." tegas Hu Sin Kok
"Hahahahaha,,,,,, engkau belum kehilangan semangat dan kepandaianmu yang paling kukagumi itu Hu Pocu ......" potong Tek Ui Sinkay yang disambut dengan senyum di bibir jago tua yang cerdik pandai itu.
"Pangcu,,,,,,, harus kuakui, Thian Liong Koay Hiap ini bakalan menjadi Pemimpin yang akan menggantikan lohu kelak .... tidak dapat kusangsikan lagi ....."
"Accchhhhh, Hu Pocu terlampau memuji ......"
"Tapi, apa siasatmu untuk menghadapi mereka ....?" tanya Hu Sin Kok dengan nada puas menghadapi pembicaraan mereka itu
"Mohon maaf jika siasatku mungkin akan membuat Hu Pocu tersinggung ...."
"Koay Hiap ...... sudah puluhan tahun lohu berkelana, kadang untuk urusan yang lebih besar, nama dan gengsi kita harus tidak menguasai pola pikir dan penetapan strategi yang akan kita gunakan nanti ......" tegas Hu Sin Kok
"Baiklah ...... lohu berpikir, rencana kejutan mereka kita rubah menjadi kejutan dari kita untuk mereka. Dengan begitu, tanggung mereka akan berpikir panjang sebelum melawan kita secara terbuka ....."
"Hmmm, bagaimana caranya ....?" kejar Hu Sin Kok
"Biarkan lohu menjaga Hu Pocu selama acara berlangsung, mereka tidak akan pernah menduga kita menyiapkan banyak hal hingga ke titik sasaran utama mereka. Dan yang mengejutkan adalah, Hu Pocu memberikan gambaran kesiapan kita melawan mereka dalam semua segi, baik strategi, racun hingga kepandaian silat"
"Hahahahaha, luar biasa. Engkau ingin menggunakan lohu untuk menggertak mereka. Sungguh menarik, sungguh menarik ......."
Dan kisah itu yang kemudian terjadi. Hanya, memang agak sedikit di luar dugaan dan skenario Koay Ji dan Hu Sin Kok jika yang datang ternyata adalah langsung Bu Tek Seng Ong. Bukan hanya Koay Ji, Hu Sin Kok sendiripun tercengang menghadapi tokoh luar biasa yang kini datang langsung dan berhadapan muka dengan dirinya. Meskipun terkejut, Hu Pocu sendiri merasa kaget, karena entah bagaimana, rasa seram yang dirasakannya seperti saat menghadapi Pek Kut Lodjin dahulu justru tidak muncul ke permukaan. Meski merasa heran, tetapi untuk hal satu itu, dia sepertinya mampu menjawabnya sendiri: "mungkin karena usiaku sudah jauh lebih banyak hingga sulit digoyahkan perasaan seperti itu .....". Atau juga "mungkin Bu Tek Seng Ong sekali ini masih belum sehebat suhengnya atau belum sehebat Pek kut Lodjin". Jawaban sebenarnya masih enggan ditelaah Hu Sin Kok.
Sementara itu, Koay Ji sendiri, ketika menghadapi kemunculan Bu Tek Seng Ong, juga terkejut setengah mati dan tidak menduga sampai sejauh itu kehadiran lawan utama ini. Namun ketika Bu Tek Seng Ong "mencobai" Hu Sin Kok melalui serangan tenaga dalam, Koay Ji tidak berayal dan mendorongkan lengannya menggunakan iweekang hasil tenaga gabungan yang dilatihnya beberapa hari terakhir. Bukan apa-apa, Suhunya mewanti wanti dirinya, bahwa dengan kekuatan itulah dia akan dapat menetralisasi dan melawan kekuatan pukulan lawannya. Karena konon, lawannya ini adalah sute dari musuh lama taklukkan suhunya yang bertapa di Thian Cong San itu. Maka, gabungan kekuatan itulah yang kelak akan digunakannya, terutama ketika bertemu lawan terberat yang akan dihadapinya kelak.
Dan, benturan antara kekuatan iweekang Bu Tek Seng Ong melawan Koay Ji yang disalurkan melalui Hu Sin Kok berakhir sangat luar biasa. Mengagetkan tiga pihak yang secara langsung terlibat dalam bentrokan hebat tersebut dan juga menghentak banyak sekali orang secara tidak langsung. Mereka adalah pihak Bu Tek Seng Pay, utamanya Dewi Alehai yang kaget bukan main melihat hasil bentrokan Bu tek Seng Ong dengan Hu Sin Kok. Sementara ketiga kawannya yang berkerudung terlihat tawar saja sikap dan sambutan mereka, tidak terkejut, tidak goyah dan tetap diam ditempat dengan sikap mereka yang sangat misterius. Sementara pihak para pendekar, kecuali Tek Ui Sinkay Pangcu Kaypang, terlihat kaget karena Hu Sin kok yang mereka tahu tidak seberapa lihay, kini sekarang entah bagaimana mampu menandingi momok terhebat yang sedang mengancam rimba persilatan Tionggoan.
Serangan tenaga dalam Bu Tek Seng Ong sesungguhnya bukanlah serangan ringan dan biasa saja. Meski belum bermaksud membunuh Hu Sin Kok, tetapi setidaknya akan melukai dan mempermalukan Hu Pocu yang juga adalah Bengcu Tionggoan. Jadi, serangan yang terlihat biasa saja, sebetulnya berisi kekuatan tenaga dalam yang amat kuat dan berat. Koay Ji sampai terkejut karena cepat sekali menjadi sadar bahwa kekuatan lawan ternyata memang sangat hebat dan sama sekali tidak berada di sebelah bawah kemampuannya. Yang membuatnya lebih terkejut lagi, karena ternyata tenaga terjangan lawan memiliki keunikan dan kehebatan yang tak kalah mujijat dan tak kalah aneh dibandingkan iweekangnya sendiri. Serta juga amat alot dan sulit untuk dibelit ataupun digiring. Kekuatan hebat lawan itu memiliki ciri khas dalam kemampuan berkelit dari belitan maupun juga dari giringan tenaga dalam Koay Ji. Dan karena itu, untuk beberapa saat, mereka kemudian seperti main "kucing-kucingan" dengan semua upaya menggiring ataupun mementalkan tenaga tersebut. Koay Ji sadar, sekali dia melepas atau membiarkan tenaga itu lolos, maka akan celakalah kondisi dan keadaan Hu Pocu.
Setelah sekian lama berkutat saling membelit dan berkelit, menggiring dan berkelit licin, maka perlahan namun pasti, keduanya sampai pada kondisi untuk apa boleh buat, mau tidak mau harus membenturkan tenaga pukulan. Keadaan itu disadari oleh Koay Ji yang pada akhirnya memutuskan untuk melakukan adu kekuatan, ketimbang arus pukulan lawan lolos dan melukai Hu Pocu. Dan pada saat dan ketika benturan itu tak terelakkan lagi dan memang akhirnya terjadi, keduanya kaget bukan main. Koay Ji sendiri sampai tertegun karena harus dikatakan bahwa kekuatan mereka relatif berimbang ataupun selisihnya teramat tipis dan tak akan mampu ditentukan siapa yang lebih kuat dan siapa yang akan kalah. Hanya, keuntungan bagi pihak Koay Ji adalah, karena saat itu, Hu Sin Kok juga membantu dengan iweekangnya ketika proses benturan kekuatan akhirnya terjadi. Keuntungan inilah yang membuat pundak Bu Tek Seng Ong terlihat sedikit bergetar, dan hal itu yang juga sekaligus ikut mengguncang kesombongan mereka saat mendatangi Lembah Benteng Keluarga Hu tadinya.
Sepeninggal Bu Tek Seng Ong, Koay Ji terlihat masih terus saja termenung sendiri. Beberapa saat dia jadi terdiam seperti memikirkan demikian banyak persoalan, sampai kemudian pada akhirnya Khong Yan memecahkan keheningan sambil memandang dan bertanya kepadanya:
"Koay Hiap ..... bagaimana .....?"
Koay Ji tersadar dari lamunannya dan melihat dihadapannya kini berdiri 3 orang muda hebat yang bekerja sama dengannya beberapa waktu terakhir ini. Khong Yan sutenya yang masih belum tahu siapa dia sebenarnya, Tio Lian Cu yang adalah Ciangbudjin Hoa San Pay berusia sangat muda, dan juga Nona Sie Lan In. Begitu melihat Nona Sie Lan In juga akhirnya sudah berada di tempat itu, sejenak matanya berbinar senang. Tetapi hanya sejenak karena sebentar kemudian menjadi seperti biasa kembali, terlebih melihat sinar mata Sie Lan In yang masih tetap dingin meski tidak lagi menantang-nantang dirinya.
Keberadaan Koay Ji selama acara di belakang panggung memang hanya beberapa orang belaka yang tahu. Tentu saja yang pertama adalah Hu Sin Kok atau Hu Pocu atau Hu Bengcu. Orang kedua adalah Sam Suhengnya Tek Ui Sinkay yang ikut dalam memutuskan strategi tersebut. Dan tentunya Tio Lian Cu, Khong Yan dan terakhir Sie Lan In yang adalah bagian utama dari strategi tersebut setelah semalam semua bekerja keras menghalau musuh. Dengan Tio Lian Cu, Khong Yan dan Sie Lan In ini, Thian Liong Koay Hiap terutama bekerja keras untuk mengantisipasi serangan beracun dari luar dan sekaligus melindungi tokoh-tokoh di dalam Benteng Keluarga Hu. Hanya, bagaimana kisah sampai mereka bertemu dan bekerja sama, baiklah kita balik ke belakang;
Sesuai perjanjian dengan Ilya, Yu Kong dan Yu Lian, Bu San keesokan hari setelah dia ditemui suhunya Bu Te Hwesio, menuju ke tempat perjanjian pertemuan. Dan memang tidak kesulitan dia menemukan tempat yang dijanjikan, di hutan sebelah utara gerbang kota. Begitu keluar dari gerbang kota sebelah utara, dia langsung menemukan hutan yang pepohonannya tidak begitu besar dan jarang-jarang jarak satu dengan pohon yang lainnya. Dan setelah mencari dengan berjalan kaki sebagai "orang biasa" dan tentu harus dibuatnya seperti meletihkan dan melelahkannya, pada akhirnya Bu San menemukan ketiga orang yang tentu saja sudah dia kenal dengan baik itu.
"Cayhe Bu San diminta oleh Thian Liong Koay Hiap Locianpwee dan toako Tang Hok untuk datang menemui tiga orang pendekar hebat di hutan gerbang utara kota. Apakah cayhe sedang berhadapan dengan Ilya Taihiap dan juga kawan-kawannya, tokoh silat yang maha hebat itu .....?" bertanya Bu San dengan suara jernih dan lagak seorang yang tidak tahu ilmu silat sama sekali.
Mata tajam dan pengalaman seorang Ilya dengan cepat menangkap keanehan dalam diri seorang BU SAN. Tetapi tentu saja dia tidak ingin dan tidaklah dapat membongkar penyamaran seorang yang dia tahu pasti punya maksud khusus dengan semua samarannya tersebut. Apalagi, selain itu, Ilya sendiripun masih belum yakin dengan dugaannya bahwa kemungkinan BU SAN yang menyamar dan bertindak sebagai Thian Liong Koay Hiap. Karena memang bukti yang dimiikinya untuk mendukung dugaan yang tiba-tiba muncul dalam benaknya itu, masih teramat minim untuk saat itu.
"Hmmmmm, Bu San hengte, apakah engkau tahu apa yang akan dikerjakan ketika engkau menerima pesan dan perintah Thian Lion Koay Hiap untuk menemui kami di tempat seperti ini.....?" bertanya Ilya untuk menutupi kecurigaan dan kekagetannya tadi. Betapa tidak kaget, pandang mata Bu San, sepanjang yang dia tahu, adalah sangat mirip dengan pandang mata seorang bayi yang masih amat polos dan mata orang tak berdosa. Tetapi jikapun bukan, maka sinar mata seperti itu adalah milik seseorang yang sudah mencapai puncak latihan iweekang. "Mana bisa begitu" Ini jelas mustahil .....?" pikirnya.
"Menurut Tang Hok dan juga Thian Liong Koay Hiap Locianpwee, cayhe diharuskan untuk dapat ikut membantu meracik sejenis obat anti racun. Obat itu diuntukkan melawan Racun Ular Mahkota Daun yang sangat mematikan......"
"Apakah engkau tahu caranya meracik obat anti racun tersbeut....?" tanya Ilya dengan nada dan suara yang masih sangat penasaran.
"Jika bahan utamanya tersedia, maka proses racikannya terserah bahan tersebut. Di daerah Tionggoan hanya ada dua macam benda yang bisa menawarkan racun maut tersebut. Cara pertama yakni dengan mendapatkan Soat Lian yang berusia minimal 250 tahun, atau pilihan kedua adalah menemukan Naga Saldju Bertanduk. Tetapi, menemukan kedua benda pusaka yang sangat langka tersebut susahnya minta ampun. Selain kedua benda pusaka itu, maka di daerah Himalaya, khususnya yang berada di daerah Thian Tok, terdapat sejenis getah yang hanya tumbuh disana namun mampu menawarkan racun Ular Mahkota Daun. Tetapi, di daerah Persia, juga terdapat sebuah pusaka yang memiliki tuah dan juga kemampuan untuk menawarkan racun panas yang mematikan tersebut. Jika cayhe tidak keliru, air yang berasal dari sebuah tempat yang dalam bahasa kami disebut Si Sim Leng Cuan (Sumber Air Pencuci Jiwa), asal belum lewat setahun diambil dari sumbernya, memiliki kemampuan untuk menawarkan racun jahat itu ......."
"Bu San, pertanyaan lohu adalah, apakah engkau benar-benar memiliki kemampuan untuk meracik obat dari air pusaka tersebut jika bahannya saat ini kumiliki...?" sekali lagi dengan tegas Ilya bertanya
"Jika memang benar Ilya Tayhiap memiliki air mujijat tersebut, maka percayalah, cayhe memiliki kemampuan untuk membuat dan meracik obat dengan bantuan daun obat sederhana yang sudah kumiliki. Bahkan dengan khasiat air mujijat itu, meracik obatnya tidaklah makan waktu lama,,,,,,"
"Haaaaaa, masih ada campurannya lagi .....?"
"Karena sesungguhnya, air tersebut sangat mujijat untuk pengobatan. Daya mujijat dalam satu tetes air saja, dapat kurubah menjadi lebih dari 50 butir obat anti racun panas. Tetapi, memang tentu saja masih tergantung dari kualitas daun obat yang menjadi bahan campuran dalam membuat obatnya. Syukurlah, cayhe memiliki hobby untuk mengumpulkan daun obat bermut ......" jawab Bu San
"Hmmmmm, kelihatannya engkau memang mengenal air mujijat itu .... hebat, hebat. Padahal, kelihatannya engkau sama sekali masih belum pernah berkelana hingga ke daerah kami di Persia sana ......"
"Cayhe membacanya dalam sebuah buku pengobatan yang sudah sangat tua dan kuno Ilya Tayhiap....."
"Hmm, baiklah, akan kuberikan 10 tetes air mujijat itu kepadamu. Berapa lama waktu yang engkau butuhkan untuk membuat obatnya ......?"
"Daun obat-obatan sudah kubawa dan sudah kusiapkan secukupnya, rasanya dalam waktu sekitar 2 atau sampai 3 jam kedepan, sudah dapat kuhasilkan ratusan butir obat pemunah racun jahat itu......"
"Baiklah, jika memang demikian cepatlah engkau mengolahnya ...."
"Baik Ilya Tayhiap ...."
Tidak lama kemudian Bu San meminta diri untuk menyiapkan tempat khusus untuk meracik obat dari bahan mujijat milik Ilya. Peralatan meracik obat sesungguhnya dia memiliki secara lengkap, demikian juga daun2 obat yang cukup banyak dia miliki hasil memetik di banyak tempat. Tetapi dia membutuhkan air bersih dan tempat yang leluasa serta pas untuk meracik obat yang cukup banyak jumlahnya itu. Jika semuanya siap, barulah dia akan meminta 10 tetes air mujijat itu dari Ilya dan meracik obatnya. Dan sepeninggal Bu San yang membutuhkan air bersih serta menyiapkan proses meracik obat:
"Anak itu sungguh amat mencurigakan ........ percaya dirinya begitu menonjol, tapi dari tampilan dan gaya berjalannya, dia seperti orang yang tak memiliki kemampuan silat. Hmmm, siapa dia gerangan dan mengapa demikian aneh dan misterius....?" gumam Ilya yang jelas terdengar oleh Yu Lian dan juga Yu Kong dan membuat kedua orang itu terkejut.
"Tapi, Ilya hengte, jelas-jelas Bu San itu persis seperti orang yang tak memiliki kemampuan bersilat sama sekali. Coba perhatikan dan lihat bagaimana caranya berjalan, bagaimana bisa disebut mencurigakan segala ....?" cela Yu Lian atas gumaman Ilya tadi.
"Hmmmm, Nona Yu yang baik, sesungguhnya aku mencurigainya sebagai samaran Tang Hok dan mungkin juga Thian Liong Koay Hiap..... tapi, aku masih tidak yakin-yakin amat, atau tepatnya belum punya cukup bukti dan karena itu sama sekali masih belum memiliki keyakinan atas dugaanku itu....." berkata Ilya yang membuat Yu Lian menjadi kaget tak terkira. "Benarkah dia yang menjadi tokoh hebat dan mujijat itu......", masih begitu muda dan seperti orang lemah, tetapi jika memang benar dia, kesaktiannya sungguh hebat" desisnya dalam hati.
"Achhhh, sulit dipercaya..." kali ini Yu Lian yang goyah keyakinannya, sangat kentara dari nada suara yang berubah
"Accchhh, akupun sulit meyakini jika dia adalah sosok asli saudara Tang Hok, dan apalagi Thian Liong Koay Hiap yang dahsyat itu Ilya hengte ....."
"Kita masih sama kurang yakin..... tapi, mari kuberitahu kecurigaanku. Apakah kalian berdua memperhatikan sinar matanya tadi .....?" bertanya Ilya dengan suara serius sambil memandangi Yu Lian dan Yu Kong bergantian
"Hmmmmm, apanya yang aneh ....?" desis Yu Lian masih belum bergeser dari rasa tak percayanya BU SAN adalah Tang Hok, apalagi Thian Liong Koay Hiap.
"Matanya memang bersinar aneh ...... seperti .... mata siapa ya ....?" Yu Kong juga dibuat jadi berpikir keras
"Seperti sinar mata bayi ....... bukankah aku benar ...?" kejar Ilya
"Ya benar, sinar mata bayi .... tapi, dia kan ....." ragu Yu Kong melanjutkan
"Itulah maksudku ...... apakah saudara Yu Kong sudah paham ....?" kejar Ilya dan membuat Yu Kong kini mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Acccchhhhh ... begitu rupanya, aku jadi paham ...." berkata Yu Lian yang kini jadi mengerti dengan maksud dan kecurigaan Ilya
"Kalian berdua pasti pernah mendengar penjelasan Suhu kalian, bahwa manusia yang sudah mampu mencapai tingkat tertinggi berlatih ilmu tenaga dalam, maka matanya berubah sinarnya menjadi seperti tatapan sinar mata bayi. Polos, alami dan jujur penuh rasa tak bersalah ...... nach, bukankah seperti itu tadi tatap mata Bu San itu ....." salahkah jika aku mencurigainya sebagai Tang Hok yang menurut Yu Kouwnio selihay Thian Liong Koay Hiap itu.....?"
Kali ini Yu Lian dan Yu Kong mengangguk-angguk tanda mengerti dan memaklumi kecurigaan Ilya yang memang beralasan itu. Dan mereka bertiga masih terus dalam diskusi dan perdebatan mengenai siapa sebenarnya Bu San itu sampai akhirnya orangnya atau Bu San sendiri mulai terdengar langkahnya mendekat. Artinya, Bu San yang mereka percakapkan itu sudah siap meracik obat.
Dan lebih kurang 3 (tiga) jam sebagaimana yang Bu San katakan sebeumnya, diapun akhirnya sanggup menyelesaikan upayanya membuat dan meracik obat pemunah. Tetapi pekerjaan itu dapat dilakukannya sesuai dengan waktu yang sudah dia tentukan berkat bantuan dari Yu Lian. Bahkan sesekali baik Yu Kong maupun juga Ilya, datang ikut membantu. Dan setelah pada akhirnya semua proses untuk meracik dan membuat obat pemunah racun selesai, Bu San kemudian berkata kepada ketiga orang itu:
"Obat ini sangat ampuh untuk melawan semua jenis racun panas, meskipun kurang begitu ampuh jika melawan racun dingin. Tetapi meskipun demikian, cukup dapat menghambat daya kerja racun dingin berkat khasiat daun-daun obat yang menjadi bahan pembuatan obatnya. Hanya saja, karena dibuat agak terburu-buru, maka setelah paling lama 2 bulan kedepan, maka khasiatnya akan mulai berkurang hingga habis sama sekali setelah 4 bulan. Jika waktu cukup kelak, cayhe akan mencoba untuk dapat memperbaiki obat ini menjadi sejenis pil yang dapat bertahan dan awet disimpan bahkan sampai bertahun-tahun sekalipun. Meskipun tersimpan demikian lama, tetapi khasiatnya tidak berkurang, justru bisa bertambah karena campuran daun obat dan daya sembuh air mujijat akan menyatu perlahan-lahan. Karena itu, untuk saat ini, biarlah cuwi sekalian membekal masing-masing 50 butir obat dan sisanya akan kubawa kepada Koay Hiap dan toako Tang Hok untuk persiapannya menghadapi lawan...... terima kasih Ilya tayhiap, terima kasih Yu Kong tayhiap dan terutama engkau Yu kouwnio ....."
Setelah berkata demikian, Koay Ji kemudian membagi-bagikan ketiga kantong yang sudah dia siapkan sebelumnya. Dan setelah itu, diapun minta diri dari ketiga tokoh hebat yang baru ditemuinya hari itu, namun pergaulan selama beberapa jam sudah membuatnya merasa akrab dengan ketiganya. Koay Ji masih belum paham jika Ilya sudah mulai mencium jatidirinya yang sebenarnya dan melepasnya pergi dengan mata penuh tanda tanya, sementara Yu Lian kedepannya memandang serta juga memperlakukan Koay Hiap seperti memperlakukan Bu San. Saat ini, dengan tanpa disadarinya, Bu San sepertinya melangkah pergi dengan sekaligus membawa pergi sebagian dari isi hatinya ..........
Bu San bukannya tidak mengerti, melainkan dia cukup cerdik serta mulai menyadari bahwa Ilya sudah mulai mencium penyamarannya. Bahkan saat itu, sangat mungkin dia diikuti orang sejak meninggalkan tempat dimana dia menempa dan meracik obat bersama Ilya, Yu Lian dan juga Yu Kong. Karena itu, dia berjalan seperti biasa hingga memasuki kota dan tak lama kemudian dia berbaur dengan orang banyak yang berlalu lalang. Dalam satu kesempatan diapun menghilang dari kerumunan banyak orang dan tak lama kemudian sosok tubuh Thian Liong Koay Hiap sudah berkelabat pergi. Pertama-tama dia kembali ke rumah penginapan dan kemudian meninggalkan sebuah surat kepada Kwan Kim Ceng yang ditandatangani oleh Thian Liong Koay Hiap dan tidak berapa lama Koay Ji sudah berhadapan dengan Pangcu Kaypang Tek Ui Sinkay sebagai Thian Liong Koay Hiap.
"Sam Suheng, keadaan di luaran sangat berbahaya, bukan hanya bagi anggota Kaypang, bahkan juga bagi tokoh-tokoh silat yang lebih tinggi kemampuannya. Adalah baik memberi perintah agar anggota Kaypang cukup mengamati dari balik kegelapan, karena dari pihak lawan sudah muncul tokoh-tokoh maut sekelas Mo Hwee Hud dan bahkan juga Liok Kong Djie. Sutemu ini bahkan sudah sempat menghadapi keroyokan mereka berdua dan hanya karena beruntung dapat lolos dari mereka. Selain itu, mereka juga sedang merencanakan menggunakan racun maut untuk membasmi kawanan pendekar di perayaan ulang tahun Hu Pocu...... sutemu betul-betul membutuhkan bantuan saat ini tanpa harus membuat Hu Pocu khawatir dengan perayaannya nanti....."
"Ha ..... sute" Maksudmu Mo Hwee Hud dan malah bangkotan tua Liok Kong Dji juga sudah turun gelanggang" Bagaimana pula caramu menghindari keroyokan dua tokoh sehebat mereka ...?" Tek Ui Sinkay betul-betul tidak mengerti dan sulit untuk mempercayai pendengarannya kali ini
"Benar demikian sam suheng. Hanya, untungnya kita memiliki tujuan yang sama dengan tokoh-tokoh Hong Lui Bun yang mengejar Buncu mereka yang menghianati perguruan dan juga tokoh Persia yang mengejar tahanan misterius mereka hingga ke Tionggoan sini...." tegas Koay Ji dengan tidak menjawab langsung pertanyaan terakhir suhengnya yang terheran-heran itu.
"Tapi sute ..... bagaimana bisa engkau menghadapi kedua bangkotan yang lihay luar biasa itu ...?" kejar Tek Ui Sinkay penasaran
"Suheng ..... sesungguhnya sutemu hanya dapat menahan mereka sampai 50 jurus, dan akhirnya dapat selamat lepas dari keroyokan mereka karena bantuan seorang tokoh tua yang enggan disebutkan namanya. Dialah yang pada akhirnya menangkis pukulan maut Mo Hwee Hud......." desis Koay Ji akhirnya karena sulit menghindari kejaran pertanyaan suhengnya
"Achhhh, jika demikian suhu benar. Sekarang suhengmu tak ragu lagi dengan pesan suhu, bahwa kedepan tugas-tugasnya harus sudah berpindah menjadi beban dan tanggungjawabmu...." desis Tek Ui Sinkay masih takjub dengan cerita Koay Ji dalam menghadapi dua momok luar biasa itu
"Suheng.... untuk saat ini dalam menghadapi ancaman terhadap Hu Bengcu, aku sangat membutuhkan bantuan tenaga. Karena sejauh ini baru Khong Yan, cucu Chit suheng yang juga murid Bu Te Hwesio yang bisa dan bahkan sudah bergabung. Jika suheng bisa membantu, mohonlah kiranya meminta Ciangbudjin Hoa San Pay Tio Lian Cu untuk ikut membantu sutemu dan kami akan bekerja malam ini mengantisipasi serangan beracun lawan..."
"Dan menurutmu suhengmu apa tidak dapat membantu ....?"
"Suheng, adalah mustahil meminta Hu Bengcu untuk berjaga dan memimpin segala persiapan melawan penyusup disaat-saat sekarang. Adalah Sam Suheng yang harus berjaga di dalam Benteng Keluarga Hu sebagai gantinya, sebab sangat besar kemungkinan mereka sudah menyusupkan orang kedalam Benteng. Dan untuk itu, sam suheng harus membekal obat ini ......" ujar Koay Ji sambil menyerahkan 50 butir obat anti racun Ular Mahkota Daun.
"Sute, apa maksudmu .....?"
"Suheng, mereka berencana meracuni ratusan tokoh di acara ini, dan sutemu sudah meracik obat antinya dengan bantuan tetesan cairan Si Sim Leng Cuan (Sumber Air Pencuci Jiwa) hadiah dari kawan Liga Pahlawan Bangsa Persia. Sutemu tanggung racun itu tidak akan membawa bencana kematian, tetapi korbannya harus memakan obat ini kurang dari 5 menit setelah terkena racunnya, jika tidak dalam waktu yang tidak lama mereka akan berubah menjadi cairan kehijauan .... tetapi untuk dapat melakukannya, kubekali suheng dengan obat anti racun yang kuracik secara khusus dengan bahan-bahan obat-abatanku. Kutanggung selama sebulan lebih, Suheng akan kebal terhadap racun apapun, kecuali ilmu pukulan beracun"
"Hmmmm, rupanya itu rencana besar mereka. Jika demikian, baiklah, suheng akan meminta Tio Ciangbudjin untuk membantumu, tetapi untuk bergerak cepat, mari kita temui Hu Bengcu agar diapun paham dan siaga...."
"Baik Suheng, tetapi sebelum kita pergi menemuinya, ada sesuatu yang lain yang sutemu ingin berikan kepada suheng. Berhubung sam suheng memimpin Kaypang dan juga sekarang menjadi salah satu target utama para penjahat itu, maka biarlah suheng tidak melihat dari sisi lain tentang catatanku ini. Dahulu, ketika masih kecil, sutemu pernah menemukan sebuah kitab yang berisi langkah-langkah mujijat naga sakti, nach kuhadiahkan catatanku ini kepada suheng karena dapat mudah dilatih dan sangat bermanfaat...." Koay Ji berkata sambil memberikan sebuah catatan yang sebetulnya disusunnya sendiri atas pemahaman dan pengembangannya selama ini. Tetapi karena terburu-buru, baru bagian pertahanan yang dicatatnya ...
"Sute .... apa maksudmu ...?" bertanya Tek Ui Sinkay kaget
"Sam Suheng, sebetulnya hanya dengan ilmu mujijat ini sajalah sutemu selamat dari serbuan Mo Hwee Hud dan Liok Kong Djie berdua. Jika nyawa sutemu ini tidak engkau selamatkan dahulu, toch tidak akan bertemu dengan ilmu mujijat ini...." Koay Ji menyerahkan catatan itu dengan sedikit mendesak. Dan mendengar ucapan Koay Ji, Tek Ui Sinkay mau tidak mau jadi ingin tahu, apalagi karena betapapun dia juga adalah seorang jago silat.
"Marilah kita pergi menemui Hu Pocu, Suheng ...." Koay Ji segera beranjak berdiri takut suhengnya tiba-tiba berubah pikiran
"Baiklah .... dan terima kasih sute ....." pada akhirnya Tek Ui Sinkay menerima kitab atau tepatnya catatan ilmu silat itu dan kemudian keduanya beranjak menemui Hu Bengcu atau Hu Sin Kok, Pocu Benteng Keluarga Hu. Kelak, dengan ilmu ini Tek Ui Sinkay justru semakin harum namanya dan menanamkan pengaruh yang sangat besar di lingkungan Partai Pengemis, Kaypang.
Pertemuan Hu Bengcu dengan Koay Ji dan Tek Ui Sinkay sudah dikisahkan didepan dan usai pertemuan itu, Koay Ji kemudian dipertemukan dengan Tio Lian Cu. Tetapi ketika akan bertemu Tio Lian Cu dia sudah mengajak Khong Yan untuk menemani dan ikut bersamanya. Yang luar biasa adalah, Tio Lian Cu demikian mudah dan cepat dalam menyatakan kesiapan untuk ikut bergabung. Mungkin karena melihat saat itu rekannya, Khong Yan atau Ji Suhengnya (dalam hubungan bertiga dengan Sie Lan In, murid-murid 3 Dewa) sudah menyatakan kesiapan membantu Koay Ji. Selain juga penjelasan Tek Ui Sinkay yang memang sangat dekat dan amat sangat dihormati di lingkungan Hoa San Pay. Selain itu, bagi Tio Lian Cu, perguruan tokoh tua di Thian Cong San, mendapat tempat istimewa. Itulah sebabnya Tio Lian Cu dengan cepat menyatakan kesiapannya untuk ikut membantu Koay Ji, atau tepatnya Thian Liong Koay Hiap.
Namun karena panggilan tugas yang berbeda, Tek Ui Sinkay tidak banyak bicara dengan Koay Ji, Khong Yan dan Lian Cu. Hanya sebentar dia ikut berbaur dan berbicara, setelah itu, utusan Hu Pocu datang memanggilnya untuk membahas soal lain. Dan artinya dia membiarkan Koay Ji bertiga untuk bercakap-cakap tentang apa yang akan dan harus mereka kerjakan sejak malam itu hingga pada puncak acara perayaan ulang tahun Hu Bengcu.
"Tio Ciangbudjin, Khong Siauwhiap, ringkasnya kita sedang menghadapi kekuatan yang sangat besar. Jangan kaget Tio Ciangbudjin jika kukatakan kemaren lohu sudah berhadapan dengan Liok Kong Dji bekas tokoh Hoa San Pay dan juga Mo Hwee Hud. Dan hanya karena bantuan Bu Te Hwesio, suhu Khong siauwhiap baru lohu dapat lepas dari keroyokan kedua tokoh besar itu ......"
"Apa " Liok Kong Djie sudah ikut turun tangan .... hmmmm, sungguh memalukan. Biarlah pihak Hoa San Pay kami yang mengurusnya", desis Tio Lian Cu kaget. Karena menurut berita dari seorang murid Liok Kong Dji, tokoh tua bekas anggota Hoa San Pay yang sakti itu tidak ingin melibatkan diri dan sudah cukup lama menyepi. Ada apa gerangan"
Tetapi Khong Yan lain lagi responsnya:
"Accchhhh, tapi menurut Suhu, locianpwee dapat menahan mereka berdua sampai lebih dari 50 jurus ..... sungguh luar biasa ...." potong Khong Yan kagum, karena dia tahu suhengnya punya hubungan khusus dengan Thian Liong Koay Hiap. Terlebih, Suhunya berpesan agar membantu pekerjaan tokoh aneh itu tanpa banyak bertanya lagi. Klop dengan cerita Koay Ji dalam samaran Thian Liong Koay Hiap barusan, dan tanpa sadar Khong Yan memuji. Pujian yang membuat Tio Lian Cu sampai mengerutkan kening membayangkan sampai dimana kehebatan tokoh aneh yang meminta bantuannya dan Khong Yan ini. Dia mengamati tokoh aneh itu, tetapi tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.
"Sudahlah Khong siauwhiap, engkau terlampau memujiku ......bukan hanya kedua tokoh itu yang berbahaya, beberapa murid Mo Hwee Hud, tokoh-tokoh hebat dari Bu Tek Seng Pay yang berjumlah nyaris sepuluh orang kini muncul dekat Benteng Keluarga Hu. Dan paling akhir, hal yang membuat lohu bentrok dengan mereka, adalah karena memergoki rencana mereka meracuni tokoh-tokoh di Benteng Keluarga Hu dengan racun yang sangat mematikan. Racun Ular Mahkota Daun yang sudah diolah secara khusus menjadi racun yang sangat mematikan dalam waktu selambatnya 10 menit sejak manusia terkena racun tersebut. Badan manusia yang teracuni akan segera mencair dalam waktu singkat......... dapat kalian bayangkan betapa ganasnya racun tersebut. Tetapi, bekerjasama dengan tokoh Persia, lohu sudah menemukan obat pemunahnya yang sekarang berada di tangan mereka, tokoh Persia dan Hong Lui Bun serta sebagian besar di tangan lohu. Masih ada lebih kurang 300 butir obat yang lohu simpan, dan kalian masing-masing boleh membekal 75 butir untuk berjaga agar jika ada yang terkena, dapat cepat dipulihkan. Tetapi, selain itu, lohu juga meracik 10 pel penolak racun panas itu buat kita yang bekerja untuk mengantisipasi serangan racun tersebut. Pel ini (sambil mengeluarkan dua buah pel anti racun), akan membuat kalian berdua tahan dan kebal terhadap segala racun panas sampai sebulan kedepan. Nach ..... terlebih dahulu, kalian berdua makanlah dahulu pil anti racun ini, setelahnya kita akan membicarakan apa yang sebaiknya kita kerjakan dan lakukan dalam sisa waktu yang sempit ini ....."
Khong Yan yang sudah percaya penuh kepada Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap langsung mengambil pil tersebut dan memakannya, sementara Tio Lian Cu sempat ragu sejenak. Tetapi melihat Khong Yan sudah memakan pil tersebut, dengan sikap ogah-ogahan dia akhirnya juga ikut memakan pil yang disodorkan Koay Ji tersebut. Dan baru setelahnya kembali Koay Ji berkata:
"Tek Ui Pangcu saat ini sudah bergerak bersama Hu Pocu di dalam Benteng dengan mengawasi seluruh pekerja dapur dan tamu-tamu yang menginap. Adalah tugas kita untuk mengantisipasi jalan masuk lawan yang akan berusaha masuk melalui jalan atau jalur manapun. Jika memperhatikan posisi Benteng Keluarga Hu, maka jalur utara dan barat merupakan jalur masuk utama, disana penjagaan terlampau berat untuk diterobos. Perintah untuk menutup pintu masuk itu sudah diturunkan berlaku untuk siapapun juga, dilarang masuk tanpa ijin langsung dari Hu Pocu atau Tek Ui Pangcu. Jalur sungai hingga timur yang agak menjauh adalah jalur yang mungkin diterobos musuh selain jalur selatan yang adalah hutan yang cukup lebat. Jalur timur sudah diduduki kawan-kawan Hong Lui Bun dan Liga Pahlawan Bangsa Persia yang juga berkepentingan melawan Bu tek Seng Pay. Maka menjadi tugas kita untuk menduduki posisi selatan setidaknya sampai besok hari ......"
"Sebentar Locianpwee ......." Tio Lian Cu akhirnya angkat bicara
"Ada apa Tio Ciangbudjin .....?"
"Engkau mengatakan jalur utama sangat ketat penjagaannya, tetapi apakah cukup kuat untuk menahan penyusupan lawan berkepandaian tinggi ..." kemudian, untuk jalur sungai dan timur, apakah kawan-kawan Persia Locianpwee dan tokoh Hong Lui Bun disana dapat dipercaya" bukankah Hong Lui Bun bersekutu dengan Bu Tek Seng Pay untuk menguasai Tionggoan ....?" Tio Lian Cu memberondong Koay Ji dengan sejumlah pertanyaan yang masuk akal. Tetapi Koay Ji sudah siap amat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya.
"Tio Ciangbudjin, untuk jalur utama, selain Kwan siauwhiap dari Siauw Lim Sie, juga masih ada tokoh To Pa Thian Pak Bu Bin An dan See Bun Sin Kiam Jiu Lim Ki Cing. Selain itu, pasukan pendam dan 7 Jago Kaypang juga berjaga disana dan sewaktu-waktu dibantu tokoh-tokoh Siauw Lim Sie. Sepengetahuan Hu Bengcu, kawan-kawan dari Hoa San Pay berjaga di dalam Benteng karena masih dianggap sebagai keluarga dari Hu Bengcu ...... menurut Lohu, posisi dan kekuatan mereka sudah cukup memadai untuk tidak membiarkan lolosnya penyelusup. Selain itu, obat racun ganas juga sudah lohu siapkan dan titipkan buat mereka ......" berkata Thian Liong Koay Hiap dan sempat berhenti beberapa saat sebelum kemudian melanjutkan lagi penjelasan dan keterangannya:
"Mengenai tokoh Persia bernama Ilya, dia adalah utusan Liga Pahlawan Bangsa Persia yang memasuki Tionggoan untuk memburu seorang tawanan kelas kakap yang entah bagaimana menurut Bu Te Hwesio masih memiliki hubungan perguruan dengan Pek Kut Lodjin. Tokoh itu bahkan setanding dengan 3 Dewa Tionggoan, dan karena itu tokoh-tokoh Liga Pahlawan Persia diutus untuk membawa kembali tokoh itu pulang ke Persia. Sementara untuk Hong Lui Bun, dewasa ini sedang terjadi konflik yang sangat tajam dalam perkumpulan yang amat misterius tersebut. Buncu yang berpihak kepada Bu Tek Seng Pay, dipandang sudah melanggar larangan bergenerasi-generasi di Hong Lui Bun. Terutama ketika secara sengaja membuat keputusan untuk menerjunkan diri ke Rimba Persilatan Tionggoan dengan membela Bu Tek Seng Pay. Beberapa tokoh utama mereka yang sudah menyepi, akhirnya mendidik beberapa orang generasi penerus Hong Lui Bun yang kemudian sekarang sedang ditugaskan mengejar pemimpin atau Buncu Hong Lui Bun yang mengotori nama perguruan misterius itu... beberapa hari lalu, kebetulan Lohu menolong mereka lepas dari bahaya dan pada akhirnya saling mengikat hubungan baik terutama dalam melawan Bu Tek Seng Pay yang didukung Buncu khianat mereka..... Lohu cukup yakin bahwa mereka adalah kawan yang tepat menghadapi ancaman Bu tek Seng Pay nanti Tio Ciangbudjin"
"Begitu hebatkah tokoh Persia yang sedang diburu itu ....?" tanya Tio Lian Cu lebih jauh dan menjadi lebih penasaran
"Jika tokoh tersebut sampai dapat mengguncang tokoh sebesar Bu Te Hwesio, mestinya dia bukan tokoh sembarangan. Sejujurnya, Lohu sendiri tidak mengenal dan tidak tahu sedikitpun nama tokoh itu ....." tegas Koay Ji
"Hmmmmm, Ji Suheng, bagaimana menurutmu .... apakah engkau mengenal dan tahu siapa tokoh itu .....?" tanya Tio Lian Cu kepada Khong Yan
"Sumoy, semalam ketika Suhu menemuiku, dia terlihat amat terguncang. Hanya beberapa hal yang dilakukannya, tapi semuanya sangat penting. Yang pertama dia memintaku menemui dan membantu Thian Liong Koay Hiap tanpa perlu bertanya apapun dan siapa dia. Tapi, yang kutahu, Locianpwee ini ada hubungannya dengan Suhengku Koay Ji. Kemudian, suhu memintaku berkonsentrasi melatih kembali iweekang perguruan, namun ketika siuman kembali Suhu sudah tidak ada dan entah kemana perginya. Hanya sebuah surat yang memberitahuku bahwa dia butuh waktu setahun untuk kelak dapat menemuiku kembali ......."
"Accchhhhhh, mengapa begitu mirip .......?" desis Tio Lian Cu
"Kuduga Thian Hoat Locianpwee juga sudah melakukan hal yang sama terhadap dirimu Tio Ciangbudjin .... maaf jika Lohu keliru ....." tebak Koay Ji
"Engkau tidak salah Locianpwee ....."
"Dan saat ini kalian berdua merasakan gelora yang luar biasa dan tubuh terasa jauh lebih ringan dari biasanya. Apakah dugaanku benar ....?" tanya Koay Ji kepada Tio Lian Cu dan Khong Yan
Secara bersamaan Khong Yan dan Tio Lian Cu menganggup dan keduanya saling pandang curiga. Mengapa Koay Ji sampai tahu" Itu yang pasti terkandung dari tatap mata keduanya pada saat itu. Dan Koay Ji paham maksudnya.
"Tidak usah curiga kepadaku, sesungguhnya aku paham apa yang telah mereka berdua lakukan kepada kalian murid mereka masing-masing......" Koay Ji berkata sambil memandang mata Khong Yan dan Tio Lian Cu
"Benar-benarkah engkau tahu apa yang sesungguhnya sudah dilakukan Suhu kami yang sebenarnya....?" kejar Tio Lian Cu
"Tentu saja aku tahu. Lam Hay Sinni, Thian Hoat Tosu dan Bu Te Hwesio bertiga pernah menyelidiki dan kemudian menciptakan sejenis Ilmu mujijat yang sedikit "bertentangan" dengan kodrat. Ilmu tersebut bersumber dari Ih Kin Keng, tetapi bercampur dengan mistik Thian Tok yang dibawa Bu Te Hwesio. Belakangan mereka berhasil menciptakan Ilmu Thian Kong Kie Kong (Tenaga Dalam Ajaib) yang dapat membuat seorang tokoh yang sudah mencapai tingkat tertentu melonjak kekuatan iweekangnya. Tetapi, untuk dapat melakukan atau menerapkan ilmu itu, mereka akan kehilangan iweekang sampai 10 tahun hasil latihan, dan akan butuh waktu setahun untuk mereka dapat mengumpulkan iweekang yang hilang itu. Dugaanku, mengetahui baik Bu Te Hwesio maupun Liok Kong Dji sudah turun gunung dan kemudian terutama munculnya tokoh Persia yang masih misterius itu, membuat Bu Te Hwesio pada akhirnya mengambil keputusan menerapkan ilmu itu kepada muridnya Khong Yan. Dan hal ini kuduga juga sudah beliau sampaikan kepada Thian Hoat Tosu yang juga kemudian mengambil keputusan yang kurang lebih sama. Jika dugaan lohu tidak keliru, mereka berdua baru akan muncul kembali setahun kedepan..... apakah bukan demikian kejadian yang sebenarnya ....?"
Mendengar penjelasan Koay Ji bukan main terkejutnya Khong Yan dan Tio Lian Cu. Awalnya mereka saling pandang dan kemudian saling menganggukkan kepala, tapi setelahnya mereka berdua memandang Koay Ji dengan sinar mata menyiratkan rasa penasaran yang tak tertutupi.
"Bagaimana engkau tahu sebegitu jelasnya ..... apakah, apakah engkau .... ach, tapi tentu saja bukan ....." desis Khong Yang yang benar-benar bingung.
"Locianpwe, tapi ada satu lagi pesan Suhu sebelum beliau mengundurkan diri, dan ini ditekankannya untuk dilakukan secepatnya ....." Tio Lian Cu yang kini sudah benar-benar takluk ikutan bicara lebih terbuka
"Apakah lohu boleh tahu Tio Kouwnio ....?"
"Suhu berpesan untuk secepatnya menemui murid bungsu Bu In Sin Liong, yang juga adalah sahabat sejak masa kecilku. Menurut Suhu, dewasa ini dialah satu satunya orang yang akan dapat membantu dan juga mempercepat pemahaman dan penguasaan kami atas iweekang yang akan terus bertumbuh secara melimpah dalam waktu-waktu kedepan ......."
"Hal itu memang akan sudah pasti akan sangat menyusahkan dia, Koay Ji itu. Tapi dapat kupastikan bahwa dia juga tidak akan berkeberatan jika kuputuskan untuk melakukan pekerjaan itu bagi kalian berdua sekarang ini. Tapi, untuk sementara karena kita sedang menghadapi urusan rumit dan juga supaya kalian berdua dapat lebih tenang selama dua hingga tiga bulan kedepan, biarlah lohu membantu kalian berdua pada saat ini......"
"Haaaaa, locianpwee, benarkah engkau dapat membantu kami....?" Khong Yan yang bertanya dengan nada kaget dan terkejut
"Apakah engkau lupa bahwa lohu memiliki hubungan dekat dengan suhengmu" dan masalah ilmu mujijat itu, diapun tahu dan pernah kami berdua berdiskusi dan berlatih bersama mencari jalan pemecahan. Hal itu kami lakukan ketika bertemu dan pada akhirnya berdiskusi cukup panjang mengenai ilmu silat......" jawab Koay Ji ringan dan membuat Tio Lian Cu kembali ikut nimbrung bicara
"Haaaa, jadi locianpwee juga mengenal Koay Ji ....?"
"Tentu saja, karena kami berdua mewarisi ilmu yang sama dari Kitab Mujijat yang sama dan membuat kami menjadi amat dekat. Boleh dibilang dia masih terhitung suteku dalam ilmu ilmu mujijat tersebut ....."
"Dimanakah sekarang Suhengku itu locianpwee ...?" kejar Khong Yan
"Dia masih sedang menyempurnakan penguasaanya atas satu ilmu mujijat, dan setelah tamat menguasainya dengan sempurna, dia akan segera turun gunung. Untuk saat ini dia sama sekali tidak mau diganggu ....."
Kini Khong Yan dan juga Tio Lian Cu dibuat benar-benar takluk, meskipun masih tersimpan banyak pertanyaan dibenak mereka. Tetapi mereka tidak dapat merenung dan menganalisis lebih jauh karena Koay Ji kembali berkata:
"Mari kita mulai dengan tahap awal menyerap tenaga besar dalam diri kalian. Dalam waktu sebulan ditanggung kalian akan merasa baikan dan meningkatkan ilmu yang sudah kalian miliki saat ini......... mulailah berkonsentrasi dan lohu akan membimbing kalian secara bersamaan. Ingat, lupakan dulu apa yang sedang kita hadapi saat ini, kita akan pikirkan setelah proses awal ini usai ......"
"Baik locianpwee ......"
Koay Ji membiming mereka dengan menggunakan rumusan-rumusan kombinasi kedua iweekang mujijatnya, Toa Pan Yo Hian Kang dan Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang. Itulah sebabnya kadang Khong Yan tahu kadang tidak tahu, tetapi dengan mengikuti petunjuk Koay Ji, setelah setengah jam lebih, keduanya dapat menguasai lonjakan tenaga dalam secara tiba-tiba itu. Setengah jam berikutnya, merekapun menata kembali iweekang dalam tantian, dan kemudian menyudahi samadi dan latihan sesuai petunjuk Koay Ji. Setelah keduanya sadar kembali:
"Bagaimana ...... apakah ada hasilnya .....?" tanya Koay Ji
Khong Yan mengangguk-angguk dan kemudian bertanya:
"Rasanya seperti ada unsur-unsur Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang kouwkoat dalam petunjuk petunjuk locianpwee tadi ....." katanya dengan sedikit ragu
"Teori iweekang Budha memang banyak yang mirip Khong siauwhiap, dan lagi, itu bersumber dari pendalaman atas Ih Kin Keng, jadi wajar jika terasa unsur-unsur yang sama dan mirip ......" penjelasan ini membuat Khong Yan gagap dan tak dapat berpikir lebih jauh untuk bertanya. Sementara itu, Tio Lian Cu tak dapat menangkap ketidakwajaran penjelasan Koay Ji karena dia memang berlatih iweekang alirang tersendiri, milik Hoa San Pay.
"Marilah ..... sudah saatnya kita menduduki posisi rawan di sebelah selatan" Koay Ji mengajak dan dengan segera diikuti Tio Lian Cu dan Khong Yan. Baru saja berapa tindak mereka berlari, Tio Lian Cu sudah mendesis:
"Astaga, benar-benar kemajuanku sungguh luar biasa ....."
"Berlatih sebulan penuh lagi, maka engkau akan lebih terkejut lagi Nona ......"
Takluk sudah Tio Lian Cu, dan kini diapun berkelabat tanpa ragu untuk membantu Koay Ji bersama dengan Khong Yan. Sekali ini dia benar-benar takluk bukan hanya karena "diminta" Tek Ui Sinkay, tetapi karena melihat dan mengalami sendiri secara langsung bagaimana hebatnya Thian Liong Koay Hiap. Dan tidak butuh waktu lama mereka sudah berada di tempat yang dituju. Kedatangan mereka langsung disambut Kim Shia (Sesat Bercahaya Emas) Sam Kun yang bertugas di garis penjagaan daerah selatan. Bersama Sam Kun yang sudah tua namun masih sangat semangat, juga ikut berjaga lebih kurang 100 orang tokoh Kaypang dan anak murid Benteng Keluarga Hu. Sebagai yang dituakan, Sam Kun yang ditunjuk atau lebih tepatnya menawarkan diri menjaga garis pertahanan tersebut.
"Thian Liong Koay Hiap ....... achhhh, engkau datang juga ...."
"Bagaimana keadaannya Locianpwee .......?"
"Sampai sejauh ini, tidak ada sedikitpun tanda-tanda kedatangan musuh. Bahkan orang-orang kita yang berada jauh di dalam hutan tidak sedikitpun mengirimkan tanda adanya kedatangan musuh ......"
"Jika lohu jadi mereka, bukan jam-jam seperti ini akan memutuskan untuk melintas melalui jalur ini. Apa locianpwee sependapat ....?"
"Engkau benar Koay Hiap ....... harus menunggu sampai yang menjaga tempat ini kehilangan kewaspadaan, setidaknya selewat tengah malam ......"
"Atau, mengacau disini untuk mengurangi penjagaan di titik yang lain ...... sebagai orang yang memahami racun, maka waktu yang paling tepat bekerja adalah saat sebelum tengah malam ...."
"Hmmmmm, itu artinya, masih sejam atau dua jam mereka akan memulainya ... lohu memilih pilihan kedua jika demikian ....."
"Tepat locianpwee ..... racun yang mereka gunakan adalah racun panas. Mohon ijin sebentar locianpwee .... Khong Yan, Tio Ciangbudjin, bisakah mengirim kabar ke gerbang utama bahwa konsentrasi kita ada di selatan dan tepian sungai. Lohu akan menemui kawan-kawan Persia dan Hong Lui Bun ......"
"Baik, kami segera berangkat...." Tio Lian Cu mengambil inisiatif dan tak lama sudah langsung bergerak diikuti Khong Yang.
"Locianpwee, lohu akan menemui kawan-kawan di tepi sungai ...."
"Baik Koay Hiap ......"
"Locianpwee benar sekali, mereka akan mengganggu kita disini agar lebih santai memasuki lewat jalur sungai. Lohu harus mengingatkan kawan-kawan disana ..."
Setelah berkata demikian, Koay Ji berkelabat menghilang. Dibanding Khong Yan dan Tio Lian Cu, jarak ke tujuannya jauh lebih singkat, karena itu tak lama kemudian dia sudah berada di tepi sungai. Tetapi dia menjadi amat heran, karena dia bertemu bukan hanya dengan Ilya, Yu Lian dan Yu Kong, tetapi sudah bertambah dengan beberapa orang lain lagi yang belum dikenalnya sama sekali. Tapi, adalah Yu Lian yang menyambutnya bersama Yu Kong, baru kemudian orang orang yang lain menyusul menemuinya kemudian:
"Koay Hiap ...... kawan-kawan dari Persia sudah datang lengkap. Bahkan Panglima Agung juga sudah tiba, lengkap dengan 15 anggota pasukan istimewa yang adalah pelindung sang Panglima ......."
"Acccccch, lohu sudah bertindak kurang hormat .... maafkan, maafkan ...." Koay Ji cepat tanggap dan mendahului memberi hormat dan salam.
Terlihat Ilya yang bertugas sebagai "penterjemah" sedang berbicara dengan tokoh Persia berbadan lebih pendek dan sedikit lebih kurus dibandingkan tubuhnya sendiri. Tetapi meskipun demikian, pakaiannya justru masih lebih megah dan kelihatannya kedudukannya masih lebih tinggi dan lebih di atas dari ilya sendiri. Selain itu, seorang lagi yang nampaknya tokoh perempuan juga datang dengan balutan jubah yang cukup menetereng. Beberapa saat kemudian Ilya berkata:
"Thian Liong Koay Hiap selemat bertemu dan berkenalan, lohu Ilya dan mari kuperkenalkan dua orang tokoh utama Liga Pahlawan Bangsa Persia yang baru saja bergabung; Yang pertama adalah Shoroushi, seorang Panglima Perempuan Bangsa Persia dan yang juga adalah Pendeta Agama Soroaster Persia. Selain seorang Pendeta, beliau juga adalah seorang petarung yang luar biasa dan memiliki kemampuan Ilmu Sihir dan melawan racun, saat ini beliau menjadi Wakil Panglima Agung Liga Pahlawan. Dan tokoh yang kedua, adalah Panglima Agung kami, Panglima Arcia, beliau adalah Panglima Agung dan sekaligus Pemimpin Tertinggi Liga Pahlawan Bangsa Persia. Adalah beliau yang menerima tugas secara langsung dari Spenta Armaity, tokoh spiritual sekaligus tokoh tertinggi di Persia, yang hanya setingkat di bawah Raja Persia. Mereka bergabung siang tadi bersama 15 anggota pasukan Pelindung Pangima. Panglima kami menyampaikan terima kasih dan salam perkenalan, beliau memandang tinggi dan mengagumi kepandaian Thian Liong Koay Hiap yang dahsyat......"
"Acccchhhhh, selamat berjumpa dan berkenalan ...... senang sekali dapat berjumpa dengan tokoh-tokoh hebat dari Persia ......"
"Koay Hiap, 40 tahun silam, ada seorang tokoh Tionggoan diundang ke Persia dan memenuhi undangan tersebut. Tokoh tersebut sangat istimewa dan masih terus dikenang Liga Pahlawan, bahkan ada namanya ditinggal disana. Dan, hebat, hari ini, Panglima kami Arcia menyampaikan pesan bahwa, orang pertama di Tionggoan yang berkenalan dengannya, sebagaimana pesan Spenta Armaity, hendaknya diundang secara khusus untuk kiranya dapat mengunjungi Markas Liga Pahlawan di Persia. Dan ternyata, adalah Koay Hiap tokoh pertama itu, karenanya Panglima berharap kiranya Koay Hiap bersedia menerima undangan kehormatan dari Liga Pahlawan Bangsa Persia ini. Dan undangan ini adalah untuk pertama kali setelah 40 tahun yang sudah lalu ....." Ilya sendiri kelihatannya terhenyak dan kaget dengan apa yang disampaikan Panglima Agung Arcia, dan ini terlihat jelas dari bahasa tubuhnya ketika menyampaikan undangan khusus itu kepada Koay Ji.
"Accchhhhhh, apa maksud Pangima Agung Arcia, gerangan ....." tanya Koay Ji amat bingung dan sulit untuk mengerti. Ilya langsung menjawabnya tanpa bertanya dulu kepada Panglima Agung Arcia
"Dalam tradisi Liga Pahlawan Persia, undangan yang disampaikan oleh Imam Agung Persia Spenta Armaity adalah amanat dan datang dari ilham mujijat. Dia bahkan sudah tahu sebelum Pangima Agung bertemu denganmu Koay Hiap, atau dengan kata lain, Imam Agung sudah mengetahui jauh hari pertemuan hari ini ...." sambil berkata demikian, Ilya sendiri membenarkan dugaan dan pengetahuannya tentang Koay Ji yang dia tahu memiliki kemampuan luar biasa sejak awalnya.
"Acchhhh, luar biasa...... luar biasa....." sekali ini Koay Ji benar-benar kagum dengan Spenta Armaity, Imam Agung yang mujijat asal Persia itu.
"Bagaimana Koay Hiap .......?"
"Mendapat undangan dari tokoh semujijat itu adalah sebuah keberuntungan bagi lohu, karena itu baiklah, setelah semua selesai urusan dengan kaum khianat di Tionggoan dapat kuatasi dan kutangani, lohu akan bersedia untuk mengunjungi Markas Liga Pahlawan di Persia ......"
"Bagus ....... Panglima Agung Arcia sungguh berterima kasih kepadamu Koay Hiap. Nach, berita apa gerangan yang engkau bawa ......?"
"Sebentar lagi lohu harus kembali ke garis selatan, tetapi lohu ingin mengingatkan, sebelum tengah malam kelihatannya mereka akan menggunakan jalur ini. Karena itu, kesiapan disini sungguh sangat dibutuhkan ......." setelah berkata demikian, Ilya nampak bercakap dengan Panglima Arcia, cukup lama. Dan gaya bicaranya, cukup bagi Koay Ji untuk menyadari betapa hebat Panglima itu ....... mungkin bahkan tidak berada di bawah kemampuannya sendiri. Wibawa dan kepercayaan diri serta sinar mata yang istimewa meyakinkan Koay Ji atas dugaannya terhadap kemampuan tokoh Persia yang hebat itu.
"Koay Ji, Panglima Arcia mengatakan, seorang tokoh Iblis akan muncul di selatan, sudah dapat beliau tangkap getarannya. Tetapi, sayangnya tokoh yang harus kami hadapi dan tangkap, masih diselubungi kekuatan batin dan sihir yang amat luar biasa. Jadinya kami masih tetap kesulitan ........ Mengenai jalur masuk ini, boleh engkau tenang saja, kemampuan racunku dan terutama Wakil Panglima Shouroushi, masih lebih dari cukup untuk menghadapi permainan racun mereka. Kecuali tokoh mengerikan Sam Boa dari Biauw Kang, maka kami berdua masih belum takut untuk menghadapi tokoh beracun dari mereka ......."
"Waaaaaah, Wakil Panglima juga mahir dengan racun" Sungguh menyenangkan. Tokoh-tokoh Persia memang hebat-hebat ...." Koay Ji berdesis kagum, dan disana, Shouroushi memadangnya sambil tersenyum misterius.
"Baiklah, jika demikian aku akan kembali ke pintu masuk jalur selatan, kelihatannya waktunya sudah hampir tiba ......." Koay Ji segera minta ijin untuk berlalu, setelah memberi salam buat semua, diapun akhirnya segera berjalan pergi. Namun belum jauh, terdengar Ilya berkata;
"Koay Hiap, mereka bahkan sudah sedang siap-siap untuk menyerang penjagaan di selatan, sebaiknya engkau bergegas......"?
Dan memang benar, segera setelah melihat kedatangan Koay Ji yang tergesa karena bisikan Panglima Agung Arcia melalui Ilya, Sam Kun sudah segera berbisik kepadanya dengan nada amat waspada:
"Koay Hiap, lohu sudah mendapatkan isyarat itu beberapa menit lalu. Tetapi, sayang isyarat itu terlampau cepat dan singkat, sepertinya jejak mereka para pengintai kita dalam hutan, sudah tercium dan ketahuan pihak lawan. Lohu rasa mereka akan segera munculkan diri ...."
"Baiklah...... kita akan berhadapan dengan kekuatan yang sangat besar, apakah Locianpwee sudah menelan pil anti racun itu ....?"
"Sudah sejak menjejakkan kaki di tempat ini sore tadi Koay Hiap. Jika demikian, saatnya isyarat itu kulepaskan...."
Tetapi, baru saja Sam Kun akan memberi isyarat dan perintah untuk bersiap kepada semua "penjaga" di garis masuk hutan sebelah selatan, dari arah utara terdengar siulan isyarat yang membuatnya terhenyak:
"Kelihatannya mereka sudah juga bersiap untuk masuk dan menyerang pintu masuk utama di utara Koay Hiap ...."
"Benar, untunglah ada Khong Yan dan Nona Tio Lian Cu disana, posisi kita disana menjadi cukup kuat Locianpwee ..." Koay Ji berkata sambil terlihat berpikir keras. Tetapi tidak lama dia dalam posisi seperti itu, karena tak lama kemudian dengan cepat dia berkata:
"Locianpwee, mereka sudah berada di sekitar sini, sudah teramat dekat dan Lohu sudah dapat menangkap dan merasakan keberadaan mereka, amat dekat. Saatnya tiba, sebaiknya segeralah memerintahkan agar semuan kawan-kawan kita disini waspada dan berhati-hatilah dengan racun mematikan pihak lawan. Jika pintu utara sudah diserang, rasanya sebentar lagi jalur Selatan juga akan segera diserang untuk membuat kita kebingungan, dan saat itulah pembawa "racun" akan memasuki jalur tepi sungai. Sungguh cerdik ....."
"Benar Thian Liong Koay Hiap..... sungguh dugaan dan perkiraan yang sangat tepat" setelah berkata demikian Sam Kun segera memberi isyarat dan serentak sekitar seratusan atau mungkin lebih tokoh Kaypang dan juga Pasukan Khusus Benteng Keluarga Hu segera bersiaga.
"Hahahahahaha...... Thian Liong Koay Hiap si bocah usil, sekali ini tidak akan ada Bu Te Hwesio yang akan menolongmu ......"
Tiba-tiba terlihat 4 sosok tubuh munculkan diri, dan di belakang mereka terlihat masih ada beberapa orang lain lagi. Tapi nampaknya jumlah mereka tidaklah terlampau banyak. Saat Koay Ji masih sedang memperhatikan mereka secara lebih cermat dan teliti, terdengar Sam Kun telah melontarkan isyarat yang diikuti dengan tawa oleh Suma Cong Beng;
"Hahahahaha, tidak akan ada bantuan buat kalian, karena semua titik masuk sudah kami kepung. Untung saja peristiwa malam ini masih merupakan peringatan, hingga tidak semua kalian harus masuk liang kubur ....."
Koay Ji kini sudah memperhatikan keempat pendatang. Ada dua orang tokoh tinggi besar yang masih menggunakan jubah hitam kelam, tetapi gerak-gerik mereka sudah dia kenal. Tidak salah lagi, jika suhunya Bu Te Hwesio tidak keliru menyebut, maka kedua orang itu mestinya adalah Liok Kong Dji dan tokoh besar lainnya yang hidup dalam alam bawah sadarnya. Mo Hwee Hud yang menyeramkan dan selalu datang mengganggunya dalam tidur dan menghadirkan "mimpi seram" setelah apa yang dilakukan tokoh itu atas dirinya pada masa kecilnya. Suma Cong Beng juga sudah dikenalnya beberapa waktu lalu, tokoh itu memiliki kemampuan dalam menandingi seorang Yu Kong, dan jelas bukanlah tokoh kacangan. Tapi, siapa tokoh yang satu lagi" sesosok perempuan tua yang berdiri disamping tokoh tinggi besar berjubah dan berpenutup kepala itu"
"Acccchhhhh, benar sekali, sekali ini Bu Te Hwesio memang tidak akan munculkan diri. Hanya, dia amat menyayangkan, dua tokoh besar Rimba Persilatan Tionggoan sudah dengan rela menjadi "anjing pesuruh" orang lain, dan malam-malam begini masih juga menghadirkan ketidaknyamanan bagi orang tua lainnya yang sedang merancang peringatan ulang tahunnya besok....... sungguh sedih lohu sebagai orang lebih muda memikirkan betapa buruknya kelakuan tokoh-tokoh yang mestinya dihormati orang. Yang sayangnya malam ini terlihat lebih seperti sampahnya rimba persilatan Tionggoan..." luar biasa, bahkan Sam Kun sendiripun merasa perkataan Koay Ji sepertinya sangat kelewatan. Sam Kun akan lebih kaget jika tahu kalau yang datang adalah Mo Hwee Hud .......
"Apakah tua bangka Bu Te itu yang mengajarmu orang muda tajam mulut ...?" Mo Hwee Hud jelas saja jadi emosi
"Mo Hwee Hud, tidak butuh ajaran locianpwee itu untuk menghadapimu seperti malam ini. Toch engkau tahu sendiri, setelah bersama Liok Kong Dji mengerubutiku berapa hari silam, masih pantaskah engkau menjadi tokoh yang dihormati dan punya kehormatan" Lohu sungguh sangat meragukannya ...."
Barulah kini Sam Kun kaget setengah mati mendengar perkataan Koay Ji. Semakin takjub dia dengan Thian Liong Koay Hiap yang kini tak dapat lagi dia perkirakan sampai dimana kemampuannya. Dikeroyok Mo Hwee Hud dan Liok Kong Djie tapi masih tetap segar bugar" dan kini bahkan menantang Mo Hwee Hud yang terlihat juga sedikit jeri dan memberi muka kepadanya. Hal ini karenanya jadi semakin menaikkan merek Thian Liong Koay Hiap dimata seorang tokoh tua bernama Sam Kun. "Sampai dimana dan siapa gerangan tokoh bergelar Thian Liong Koay Hiap ini sampai Mo Hwee Hud sekalipun terlihat rada jeri menghadapinya" Demikian desis Sam Kun dalam hati.
"Hahahaha, meski kami dilarang melakukan pembataian di tempat ini, tetapi khusus Thian Liong Koay Hiap kami akan membuka pantangan tersebut. Setelah apa yang engkau lakukan terhadap murid-muridku, maka pertarungan kita adalah persoalan antar perguruan. Niocu, mari kita selesaikan urusan murid-murid kita dengan tokoh usilan yang selalu mengganggu pekerjaan murid-muridku, bahkan dengan kejam sudah memunahkan ilmu seorang murid kita......" Mo Hwee Hud segera melirik kesampingnya dan Nenek yang berdiri disampingnya terlihat sudah mengangguk angguk tanda setuju namun juga seperti terlihat enggan. Meski begitu tetap saja mengikuti apa yang dikatakan Mo Hwee Hud.
"Achhhh, akan sayang jika engkau maju menghadapiku hanya dengan seorang Nenek-Nenek Mo Hwee Hud, hahahahaha, bukankah jauh lebih baik jika engkau maju sekalian dengan Lio Kong Dji ....?"
"Hehehehe, Thian Liong Koay Hiap, lohu beritahukan kepadamu, inilah istriku, Sam Boa Niocu yang datang kemari untuk menuntutmu atas perbuatanmu terhadap murid muridku, terhadap perguruanku. Bahkan engkau masih menawan murid perempuan kami, Nadine, sampai sekarang ......"
Perkataan Mo Hwee Hud mengejutkan beberapa orang yang berada di sekitar lokasi tersebut. Terlebih Sam Kun yang jelas mengenal nama SAM BOA NIOCU, tokoh hebat mujijat dan amat beracun dari daerah Biauw Kang. Yang lebih mengejutkan lagi adalah, ternyata tokoh yang sudah menghilang puluhan tahun yang lalu itu adalah istri dari Mo Hwee Hud. "Jika seperti ini, badai sekali ini mestilah jauh lebih mengerikan dibanding badai ciptaan Pek Kut Lodjin dahulu itu", demikian desis Sam Kun dalam hati dan mulai ngeri sendiri.
"Mo Hwee Hud, mengenai Nadine, adalah pilihannya untuk ikut rombongan Pemuda Siauw Lim Sie itu, totokanku sendiri sudah kulepaskan. Dan, mengenai istrimu, acchh kuucapkan selamat bertemu setelah puluhan tahun dia dikurung oleh totokan Pendeta Tua dari Siauw Lim Sie itu ........"
"Apa katamu ....?" sekali ini terdengar jeritan ngeri dan sangat pilu serta penuh dendam dari Sam Boa Niocu yang tadinya terus menerus berdiam diri. Sementara itu, Mo Hwee Hud juga terlihat sangat kaget setengah ketika mendengar ocehan Thian Liong Koay Hiap tersebut.
"Thian Liong Koay Hiap, katakan kepadaku, sebenarnya siapa engkau" Bagaimana engkau tahu urusan yang hanya diketahui dan disumpahkan Hwesio tua itu kepada kami berdua bahwa urusan tersebut hanya diketahui dirinya sendiri dan kedua murid istimewanya.." Jika engkau tidak memberitahu kami, maka dengan terpaksa kami akan memaki dan menyumpahi Hwesio tua itu yang ternyata tidak memegang kata kata dan sumpahnya kepada kami berdua. Katakan, jika engkau bukan murid atau cucu muridnya, maka jelas tokoh itu adalah sampah belaka ...."
Mendengar perkataan dan tuntutan Mo Hwee Hud, Thian Liong Koay Hiap terkejut. Dia memang tidak diberitahu Suhunya mengenai sumpah kakek gurunya ketika harus dengan terpaksa menghukum Sam Boa Niocu yang terlampau ganas dan teramat gemar membunuh orang. Kegemarannya membunuh dilakukan baik dengan ilmu silatnya yang memang tinggi nan mujijat maupun dengan ilmu hitamnya yang jahat dan terlebih percobaan-percobaan ilmu racunnya. Pada saat Koay Ji tengah kebingungan karena merasa sudah menyalahi kakek gurunya sendiri itu, tiba-tiba terdengar suara di telinganya:
"Anak muda, sudah terlanjur, engkau harus mengakui kalau engkau masih murid keturunan Kakek gurumu......."
Jelas suara itu disampaikan dengan ilmu menyampaikan suara dari jarak jauh. Tokoh sekelas Mo Hwee Hud mestinya punya kemampuan melacak, tetapi ilmu yang masuk itu, kelihatannya masih lebih tinggi dengan ilmu menyampaikan suara jarak jauh yang biasa. Mendengar anjuran itu, Koay Ji entah mengapa merasa amat dan tumbuh lagi kepercayaan dirinya. Maka diapun berkata:
"Karena yang menghukumnya adalah Kakek Guruku ....." desis Koay Ji, namun jelas terdengar Mo Hwee Hud, Sam Boa Niocu dan juga Sam Kun.
"Katakan siapa Suhumu ..... apakah Bu In Hwesio ataukah Lam Hay Sinni ...?" suara Mo Hwee Hud terdengar menyeramkan, tetapi di telinga Sam Kun menjadi lebih menghentakkan begitu mengetahui sekelumit rahasia Koay Ji.
"Bangsat kalian semua, rasakan pembalasanku......" terdengar lengkingan keras dan mengerikan dari Sam Boa Niocu yang sudah tidak dapat menahan dirinya. Belum lagi pukulannya datang menerpa tiba, Koay Ji sudah dapat merasakan betapa kuat dan hebatnya pukulan tersebut, dan bersamaan dengan itu, telinganya kembali mendengar suara yang disampaikan dari jauh itu:
"Awas pukulan beracunnya ....."
Untuk soal racun Koay Ji tidak merasa takut, kerana dia merasa sudah membekal pengetahuan untuk mengenali, menghadapi dan malah memunahkan racun. Karena itu, menghadapi Sam Boa Niocu dia sama sekali tidak merasa takut dan dengan berani dia mengerahkan kekuatan iweekangnya Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang dan juga Toa Pan Yo HIankang. Meski baru melatih beberapa saat belakangan, tetapi kemajuannya sudah cukup berarti dan sudah mampu meningkatkan ilmu kekebalannya serta juga kekuatan iweekang dalam tubuhnya sendiri.
"Bresssss ................. cuuusssssss ..."
Benturan terjadi, tetapi Koay Ji tidak guncang sedikitpun, meskipun dia tahu dalam serangan lawan juga menyusup alur serangan racun yang punah dengan sendirinya. Kekuatan iweekangnya memang sudah membuatnya mampu memasuki tingkatan Kim Kong Pu Huay Che Sen (Ilmu Badan/Baju Emas Yang Tidak Bisa Rusak). Satu tingkatan yang tidak takut dengan senjata tajam dan juga racun sekalipun, dan ini yang menimbulkan rasa percaya diri yang semakin tebal dalam diri Koay Ji. Tapi sebaliknya bagi Sam Boa Niocu dan Mo Hwee Hud. Sam Boa Niocu menjadi kalap dan marah bukan main, sementara Mo Hwee Hud merinding, karena melihat Koay Ji sepertinya sudah setingkat lagi menapak maju.
"Awas kau ......"
Apa boleh buat, melihat Sam Boa Niocu sudah maju, Mo Hwee Hud mau tidak mau kemudian ikut mengiringi istrinya itu dan mengepung Koay Ji. Betapa sangat kagetnya Koay Ji karena kembali harus melayani keroyokan dua manusia hebat luar biasa. Memang, dari segi kepandaian Sam Boa Niocu terasa setingkat dengan Liok Kong Dji, tetapi dengan kepandaian beracunnya, Sam Boa Niocu masih sedikit lebih berbahaya dan bahkan lebih mematikan. Apalagi, dia langsung bertarung dengan kekuatan tertinggi, motivasi yang sangat kuat dan dengan keinginan besar untuk menjatuhkan dan jika mungkin membunuh Koay Ji yang sudah dia anggap sebagai musuh bebuyutannya. Jika hanya urusan murid-murid suaminya, maka masih bisa dia menahan diri, tetapi karena berhubungan dengan 40 tahun dia kehilangan kebebasannya, membuatnya sangat emosional dan sudah tidak dapat menahan diri lagi. Lagipula, pada dasarnya Nenek ini memang adalah manusia yang sangat mudah terbakar emosinya.
Mo Hwee Hud di sisi lainnya bertarung secara amat taktis dan cerdik. Dia tahu, kekuatan iweekang Koay Ji amat mujijat dan sulit jika dia harus adu kekuatan tenaga iweekang. Tetapi, jika Koay Ji berniat adu kekuatan dengan Sam Boa Niocu, maka dengan berani dan cepat diapun ikut menyerang sepenuh tenaganya dan mencari waktu bersamaan dengan tibanya ilmu pukulan Sam Boa Niocu. Keadaan ini yang membuat Koay Ji menjadi lebih berhati hati dan pada akhirnya, selain memainkan Ginkang Liap In Sut dan juga Ilmu angkah Thian Liong Pat Pian, diapun akhirnya kini memutuskan mulai balas menyerang dengan ilmu mujijat lainnya, Ilmu Ci Liong Ciu Hoat (Ilmu Mengekang Naga). Ilmu ini sejatinya adalah ilmu totokan yang kini, jika dimainkan Koay Ji, tidak lagi mengeluarkan desir angin mendesis tajam yang sangat menyeramkan. Tetapi, bagi tokoh-tokoh puncak sekelas Mo Hwee Hud, tentunya amat paham bahwa ilmu seperti itu justru sudah jauh lebih berbahaya dan jauh lebih mematikan, karena memang dmeikian sifat ilmu mujijat seperti ini.
Dalam sekejap, dua puluh jurus berlalu dan Koay Ji meski sedikit terdesak, tetapi keadaannya masih jauh lebih baik dibandingkan ketika dia seorang diri menghadapi keroyokan Liok Kong Djie dan Mo Hwee Hud berdua berapa hari lalu. Kini, dengan memainkan Ilmu Totok mujijatnya, Koay Ji mampu memutus serangan Sam Boa Niocu, terutama saat baru akan dilontarkan. Dengan demikian, Koay Ji lebih banyak berhadapan secara langsung dengan salah satu dari Sam Boa Niocu atau Mo Hwee Hud, tetapi lebih sering dengan Mo Hwee Hud. Karena racun dan keganasan Sam Boa Niocu disatu sisi, dan fakta bahwa dia seorang nenek tua dan pernah dipenjara kakek gurunya, semua itu membuat Koay Ji menjadi sedikit lebih berbelas kasihan. Maka, ketimbang emutuskan adu pukulan langsung dengan Nenek itu, Koay Ji lebih memilih untuk menotok dari jauh, memunahkannya dan kemudian menghadapi Mo Hwee Hud secara berdepan.
Tetapi Mo Hwee Hud yang cukup cerdik lama kelamaan tahu strategi Koay Ji, hanya saja amat sulit untuk mengingatkan istrinya yang sedang diamuk dendam dan benci tersebut. Selain itu, diapun merasa ngeri dengan ilmu totok yang gerakannya serba aneh dan mendatangkan hawa seram dalam hatinya. Maka dalam 50 jurus, tidak ada keuntungan yang mereka peroleh selain lebih banyak menyerang namun belum sekalipun mendatangkan bahaya yang berarti bagi keselamatan Koay Ji. Pada saat itu, nampak Suma Cong Beng yang tidak kurang cerdiknya sudah mendekati Liok Kong Dji dan kemudian terlihat dia berbisik-bisik kepada suhunya itu. Entah apa yang dibisikkannya kepada tokoh tua yang hebat itu, yang pasti, beberapa saat kemudian, tokoh tua itu terlihat melangkah setindak demi setindak kedepan dan kemudian berkata dengan suara keras:
"Mo Hwee Hud..... apa boleh buat, kita harus cepat menaklukkan orang ini...." sambil berkata demikian Liok Kong Djie segera memukul dengan kekuatan yang sangat besar dan luar biasa hebatnya. Persis ketika pada saat yang bersamaan Mo Hwee Hud juga menyerang untuk mengiringi lontaran pukulan yang dilepaskan istrinya Sam Boa Niocu. Melihat keadaan itu bukan main terkejutnya Sam Kun, diapun berniat untuk bergerak, tetapi segera menahan langkahnya karena saat itu dia mendengar suara orang berbicara di telinganya:
"Tahan, jangan ikut masuk, dia tidak akan kenapa-kenapa, sebab jika maju, maka nyawamu justru menjadi taruhannya, dan akan mengganggu konsentrasi anak muda itu....." suara itu menahan langkah kaki Sam Kun dan dengan tegang menyaksikan bagaimana kini Koay Ji harus menghadapi serbuan bertiga Sam Boa Niocu, Mo Hwee Hud dan sekaligus Liok Kong Dji. Yang pasti Sam Kun merasa kurang yakin dan percaya bahwa Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap akan mampu mengalahkan serangan ketiga manusia maut itu.
Sementara itu, Koay Ji tidak menduga jika Liok Kong Dji akan memanfaatkan posisi yang berbahaya itu dan ikut masuk menyerang. Untungnya dia tidak menjadi gugup, tetapi justru dengan cepat dia mengerahkan segenap kekuatannya dan memainkan ilmu menyerang, menggiring dan melontarkan secara sekaligus alias bersamaan. Untuk yang pertama dia dengan berani menangkis secara kekerasan ilmu pukulan Mo Hwee Hud, tetapi karena pada saat yang bersamaan ada dua pukulan yang mengarah dirinya, maka dia memilih pukulan Sam Boa Niocu untuk digiringnya. Sam Boa Niocu belum memiliki pengalaman dalam menghadapi Koay Ji, berbeda halnya dengan Mo Hwee Hud dan juga Liok Kong Dji yang sudah merasakan hebatnya Koay Ji. Otomatis, Sam Boa Niocu kurang paham jika tenaganya yang bergetar dan tergiring kesamping bakalan akan dibenturkan dengan kekuatan pukulan Liok Kong Dji. Meski sudah pernah mengalami, tetapi Liok Kong Dji sendiripun tidak mimpi jika Koay Ji berkemampuan melakukannya lagi dan dia tak punya waktu lagi untuk menarik tenaga pukulannya yang sudah terlontar. Karena itu, ketimbang celaka, akhirnya diapun mengerahkan tenaga dalamnya untuk melanjutkan pukulan maut yang tadinya memukul Koay Ji.
"Duaaaaaaaarrrrrrr ......"
Tetapi, yang sangat berbahaya, pada saat tersebut, dalam waktu sepersekian detik, Mo Hwee Hud kembali melontarkan serangan tenaga dalamnya pada saat benturan kekuatan yang diatur Koay Ji terjadi. Pukulan Mo Hwee Hud mengarah ke Koay Ji yang sedang terlontar ke belakang, sama seperti Sam Boa Niocu dan Liok Kong Dji yang sama terlontar ke belakang akibat dibenturkannya kekuatan mereka secara demikian hebatnya oleh Koay Ji. Sayang, mereka berdua tidak mampu menahan lagi besarnya kekuatan iweekang yang digunakan, dan ini membuat mereka mau tidak mau harus adu kekuatan. Dan karena kekuatan mereka memang berimbang, mau tidak mau posisi dan kekuatan mereka tergedor cukup keras, meski belum terluka parah, tetapi cukup membuat semangat mereka kuncup sebentar. Mereka masing-masing terdorong sampai lima langkah ke belakang baru dapat berdiri kembali dengan tegak.
Yang repot dan berbahaya adalah keadaan Koay Ji. Menyadari pukulan Mo Hwee Hud mengarah tubuhnya, maka Koay Ji yang dalam posisi yang sangat kurang baik, mau tidak mau harus menangkis pukulan tersebut. Tetapi karena cerdik, dia sama sekali tidak menggunakan strategi keras melawan keras, tetapi menggunakan ilmu menggiring dan melontarkan kekuatan pukulan Mo Hwee Hud. Tidak kemana-mana, tetapi memilih melontarkannya kearah Suma Cong Beng yang berdiri beberapa meter belaka disebelah kanan dari arena tarung mereka. Sayang, kekuatannya akibat membenturkan tenaga Sam Boa Niocu dan Liok Kong Djie berkurang cukup banyak. Karenanya, meski berhasil tetapi dia merasakan mulutnya menjadi asin, tanda bahwa dia sendiripun tergetar setelah menggiring dan sekalian melontarkan kekuatan Mo Hwee Hud kearah Suma Cong Beng.
Menyadari posisi yang berbahaya, Koay Ji cepat kembali bersiaga dan kini bersiap dengan Thian Liong Pat Pian. Tetapi celaka, dia merasa kepalanya mulai pusing, tetapi sekuat tenaga dia menahan langkahnya dan dengan kemauan keras dia tetap berdiri tegak dan siap kembali menghadapi ketiga lawannya yang kini sudah bersiap kembali menyerangnya. Namun karena mereka semua sama-sama menghadapi guncangan yang hebat hingga memukul kesombongan mereka, maka Koay Ji yang sebenarnya sudah kepayahan tidak dengan cepat mereka tahu dan sadari. Pada saat mereka kembali akan adu pukulan, terutama Mo Hwee Hud yang masih bugar akan memukul, tiba-tiba:
"Amitabha Budha...... Mo Hwee Hud, apakah engkau masih juga belum sadar bahwa lawanmu tetap sanggup meladeni kalian bertiga ....?"
Suara itu entah berasal dari mana, tetapi yang pasti menahan langkah dan pukulan Mo Hwee Hud. Sesaat kemudian diapun memandang ke atas dan berkata dengan suara tidak segarang tadi:
"Silahkan jika memang Sinni berkenan berkunjung kemari ......."
"Amitabha Budha...... baiklah, hitung-hitung menemui beberapa sahabat setelah teramat lama tidak bertemu..."
Sesaat kemudian, di arena sudah bertambah dengan dua orang lain lagi. Tetapi usia dan tampilan kedua pendatang baru terlihat sangat kontras. Kedua pendatang itu adalah perempuan, dimana yang seorang adalah Pendeta Wanita yang sudah amat tua, namun wajahnya terlihat bercahaya dan terasa sangat sabar serta membawa senjata hudtim. Sementara yang seorang lagi adalah seorang gadis yang masih amat muda, berwajah cantik jelita dan mengenakan pakaian berwarna putih hingga membuatnya tambah gemilang berada di tengah arena.
"Lam Hay Sinni, apakah engkau datang untuk membantu keponakan muridmu untuk menghadapi kami semua .....?"
"Amitabha Budha ..... Mohon maaf, jika kedatangan Loni mengganggu cuwi sekalian. Tetapi, mohon apa yang sudah terjadi disini, cukuplah sampai disini. Bagaimanapun juga, anak ini tidaklah menanggung dosa apapun atas apa yang dilakukan Suhu kepadamu Niocu.... Tetapi, jika memang engkau membutuhkan permintaan maaf kami, maka biarlah Loni mohon maaf atas semua penderitaan yang engkau alami dalam waktu yang sangat panjang itu ... siancay .... siancay ......"


Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hmmmmmm, baiklah. Urusan masih belum selesai, suamiku, kita pergi ...." Entah mengapa Sam Boa Niocu kehilangan kegarangannya dan tiba-tiba berkata kepada suaminya untuk meninggalkan arena.
"Amitabha Budha.... sampai kapan engkau baru dapat menghapus dendam dalam hatimu Niocu" Semua akan meracuni dirimu sendiri, siancay ....."
"Sinni...... senang bertemu kembali, sayang kedepannya kita akan berdiri dengan posisi berhadapan, mohon pamit ....."
Setelah mengucapkan kata-kata demikian, berlalulah keempatnya. Dan benar saja, sekejap kemudian, terdapat banyak gerakan dari balik hutan tanda bahwa kawanan mereka cukup banyak mengepung tempat tersebut. Dan setelah beberapa saat suasana menjadi lebih tenang dan aman, tiba-tiba:
"Subo ....." terdengar desisan Koay Ji dan disusul dengan cepat dia jatuh terduduk serta berusaha untuk menghimpun kembali kekuatannya. Namun entah kenapa dia seperti kesulitan melakukannya, wajahnya terasa mulai kaku dan terasa dingin serta kekuatan terasa membuyar perlahan-lahan.
Lam Hay Sinni memandang sekilas keadaan Koay Ji, kemudian diapun memandang Sam Kun dan berkata dengan suara ramah:
"Amitabha Budha, selamat berjumpa lagi Sam Kun hengte. Tetapi, melihat keadaan muridku ini, bolehkah semua sahabat membubarkan diri disini dan memberi waktu kami untuk bercakap-cakap ....?"
"Baiklah Sinni, selamat berjumpa dan semoga Thian Liong Koay Hiap dapat sehat kembali dengan segera dan dalam waktu yang tidak akan lama......" setelah berkata demikian Sam Kun kemudian berlalu dengan pikiran mumet dan sangat takjub dengan apa yang baru saja dia lihat dan alami.
"Jangan terlampau khawatir, dalam waktu 3,4 jam kedepan Thian Liong Koay Hiap akan menemui kalian semua di dalam Benteng ...", dan setelah berkata mengiringi kepergian Sam Kun, Lam Hay Sinni berkata kepada muridnya:
"Amitabha ..... In Jie, kita pergi, keadaannya berbahaya jika dibiarkan ....."
Sebentar kemudian tempat itupun kembali tenang. Angin malam masih terus dan terus berhembus membawa rasa dingin menusuk, tetapi rasa dingin buat siapa jika tak lagi ada seorangpun juga di tempat tersebut"
Sejam atau nyaris dua jam sudah berlalu, dan di sebuah tempat jauh di ketinggian tetapi di tempat yang sangat tersembunyi dan agak hangat terlihat tiga orang dalam posisi yang berbeda. Tidak salah, mereka adalah Lam Hay Sinni, salah seorang dari 3 Dewa Tionggoan yang tinggal di Laut Selatan, kemudian yang seorang lagi adalah Thian Liong Koay Hiap dalam sikap samadhi dan terakhir adalah si dara cantik Sie Lan In, murid Lam Hay Sinni. Dibandingkan dengan beberapa bulan silam, keadaan Sie Lan In terlihat sudah sangat jauh berbeda. Memang dia masih tetap cantik jelita, tetapi sinar matanya menjadi lebih berwibawa dan kepercayaan dirinya sudah terlihat jauh lebih tebal.
"Subo, jadi dia adalah murid Suhu ....?"
"Ya, dan dia adalah sutemu ..."
"Tetapi, subo, bagaimana mungkin ....?"
"Mungkin saja...... kenapa tidak" Suatu hal perlu engkau ingat muridku, justru adalah sutemu ini yang akan berjasa mempertemukan dan mengatur jodohmu dengan pria impianmu itu. Karena itu, rubahlah perlakuanmu atas sutemu ini, jika tidak engkau akan kecewa sendiri kelak ...." Lam Hay Sinni berkata dengan nada penuh kasih sayang kepada muridnya Sie Lan In.
"Tapi ..... tapi dia Subo ....." Sie Lan In terlihat tidak atau kurang puas dengan apa yang dikatakan Subonya tadi
"Belajarlah lebih banyak menggunakan "hati" dan bukan hanya "mata" dan "otak" belaka muridku ..... ini yang menghambatmu mencapai puncak permainan Ilmu Pusaka kita ...." ringan saja Lam Hay Sinni berkata
"Baik Subo ...." Lan In berkata, tetapi masih cukup jelas bahwa dia masih belum menerima sepenuhnya apa yang dikatakan Lam Hay Sinni. Percakapan mereka jadi terhenti ketika tiba-tiba Koay Ji mulai siuman, dan tak berapa lama kemudian, diapun benar-benar sadar kembali dan segera memberi hormat kepada Lam Hay Sinni sambil berkata:
"Subo, tecu menghaturkan salam dan hormat kepada engkau orang tua budiman yang telah menyembuhkan dan membantu tecu ....."
"Subo ....." maksudmu ...?" tanya Lam Hay Sinni dengan suara dan wajah yang serius dan meski wajahnya tetap ramah. Koay Ji menjadi kaget, tetapi dia jelas sekali menerima pesan khusus dari Suhunya untuk bagaimana menyapa jika kelak suatu ketika bisa bersua dengan Lam Hay Sinni.
"Subo ..... sebelum tecu meninggalkan gunung, Suhu dengan jelas memberi pesan dan mewanti-wanti bahwa jika tecu bertemu Lam Hay Sinni kelak, maka tecu harus dan wajib menyapa dan menghormatnya dan memanggilnya SUBO. Bertemu dengannya sama seperti bertemu Suhu sendiri. Tecu hanya diperintah untuk wajib melakukannya dan sama sekali tidak boleh bertanya mengapa dan apa sebabnya harus berlaku hormat dan memanggil Subo......"
Kata-kata Koay Ji membuat sinar mata Lam Hay Sinni melunak dan sepertinya jadi paham apa yang sudah dan telah terjadi. Karena itu, diam-diam diapun menarik nafas panjang dan kemudian mendesis nyaris tak tersdengar:
"Acccchhhhh seandainya dia dahulu...... Amitabha Budha, siancaayyy" itu saja desisannya dan seterusnya tidak lagi terdengar sedikitpun suara selama beberapa menit. Koay Ji masih tetap berlutut dan tidak berani berdiri di hadapan Lam Hay Sinni dan diapun membiarkan tokoh wanita tua yang hebat mujijat itu tenggelam dalam renungan dan kenangannya. Dan setelah beberapa menit lewat, akhirnya Lam Hay Sinni menemukan dirinya kembali dan melihat keadaan Koay Ji, diapun terharu dan kemudian berkata:
"Baiklah, engkau berdiri muridku ..... urusanku dengan Suhumu sudah lama berlalu. Tetapi, syukurlah dia sudah mengetahui dimana letak kekeliruannya meskipun hal itu tidaklah dapat merubah dan memperbaiki apa yang sudah terjadi di masa lalu. Tetapi, kini, biarkanlah semua kenangan itu berlalu dan menjadi masa lalu Suhu dan Subomu ini. Setelah hari ini, tugas-tugas Suhu dan Subomu harus kalian berdua lanjutkan, karena ini adalah saat terakhir Subo kalian berdua berkeliaran di dunia persilatan. Hanya, pesanku kalian berdua harus berhati-hati dengan Sam Boa Niocu, terutama menghadapi ilmu hitam dan juga ilmu beracunnya. Engkau nyaris menjadi korban ilmu beracunnya yang keluar dari ilmu pukulannya, untung saja tingkat Kim Kong Pu Huay Che Sen (Ilmu Badan/Baju Emas Yang Tidak Bisa Rusak) sudah meningkat cukup hebat. Kalian berdua tingkatkan kemampuan kekuatan batin untuk menghadapi lawan-lawan yang amat berbahaya itu. Dan, ketika kelak, engkau (sambil memandang Koay Ji), ketika memenuhi undangan untuk mengunjungi Persia, harus dan wajib membawa Sucimu ini untuk ikut serta. Sebab, ada aturan engkau dapat membawa serta seorang sahabat terdekatmu ketika memasuki Persia, dan dahulu, Suhumu juga membawa Subomu ini untuk ikut serta menemaninya. Ingat pesanku ini ..... dan selanjutnya, biarlah Hek Tiauw dan Pek Tiauw akan ikut bersamamu In Jie. Kelak kalian berdua tinggal kuberi ijin satu kesempatan lagi saja untuk berkunjung ke tempatku di Laut Selatan. In Jie, Toa Sucimu, jika dia masih hidup, dia wajib mewarisi Laut Selatan dan tugas sebagai Lam Hay Sinni. Saat menemuinya kelak engkau harus menyerahkan Pek Tiauw untuk membawanya kepadaku sebelum menutup diri selama-lamanya ......" demikian Lam Hay Sinni menutup pesan-pesannya kepada Sie Lan In dan Koay Ji.
"Subo ..... apakah, seperti Bu te Hwesio dan Thian Hoat Tosu .... engkau ...." Koay Ji tidak melanjutkan kalimatnya.
"Muridku, dua bulan lalu kepada Sucimu sudah kulakukan seperti yang mereka lakukan beberapa hari yang lalu kepada murid-murid mereka. Hanya saja, mereka berdua rada malas memperdalam ilmu yang sudah kuturunkan kepada Sucimu itu sehingga mereka gagal menemukan cara untuk tidak kehilangan kekuatan yang cukup banyak setelah menerapkannya kepada murid-murid mereka. Selain itu, untuk Thian Hoat Tosu, dia memiliki aliran iweekang yang sangat berbeda dengan Bu Te Hwesio dan juga aliran Budha kita yang berakar dari Ih Kin keng. Bu Te Hwesio bisa kembali setelah paling lama setahun menutup diri, tetapi Thian Hoat Tosu akan kembali lebih dari setahun..."
"Acccch, tecu mengerti Subo ......"
"Baik, kalian berdua ingat pesanku itu. Kepadamu Thian Liong Koay Hiap, ingat pesanku, khususnya terhadap Sucimu engkau harus selalu menghormatinya. Loni tahu jelas siapa engkau.... selebihnya, biarlah takdir kalian masing-masing yang akan menemukan jalannya sendiri demi kebaikan semua ...... nach, Loni berangkat" belum lagi berangkat itu selesai diucapkan, Lam Hay Sinni sudah tidak berada di tempat dan sudah pergi jauh.
"Subo ....." terdengar suara Sie Lan In sedikit terisak dan masih sayup-sayup ada suara yang datang ke telinga mereka:
"In Jie, ingat lagi pesanku, kurangi sikap cengengmu itu, antarkan Subomu dengan senyum dan bahagiamu..... yakinlah, suatu saat engkau akan mensyukuri karena Subomu telah mengatur semuanya yang baik untukmu"
Dan setelahnya, Koay Ji masih mendengar desis suara Lam Hay Sinni di telinganya, amat jelas dan jernih:
"Koay Ji, Bu Te Hwesio sudah menceritakan segalanya tentang dirimu, tetapi soal maksudmu tetap menggunakan samaran Thian Liong Koay Hiap, jangan sampai merusak dan membuat kisruh hubunganmu dengan Sucimu. Suhumu dan Subomu sudah memberikan restu untuk kalian berdua, bahkanpun Bu Te Hwesio, tetapi awas jangan sampai meniru kisah Suhu dan Subomu ....." kagetlah Koay Ji, karena ternyata Lam Hay Sinni sudah tahu siapa dirinya. Pantas dia selalu menekankan posisi Koay Ji sebagai Sute dari Sie Lan In. Berpikir demikian, akhirnya Koay Ji berpaling ke arah Lan In dan berkata:
"Sie Lan In Suci, kita harus cepat menuju ke tepi sungai...... karena pembawa racun akan masuk dengan melalui jalur tepi sungai tersebut, dan berpotensi membunuh ratusan tokoh persilatan ....."
Sie Lan In tiba-tiba sadar bahwa disitu ada seorangKoay Ji dalam samaran Thian Liong Koay Hiap. Dia sebenarnya heran, mengapa Koay Ji mandah saja dan dengan amat ringan memanggilnya SUCI, padahal usianya masih jauh lebih banyak di atas usianya sendiri. Tetapi, wajar karena dipanggil SUCI, diapun jadi berlagak sebagai orang yang dituakan, atau yang tingkatnya masih lebih di atas. Otomatis haruslah dihormati Koay Hiap yang berusia diatasnya itu.
"Hmmmm, jangan dikira setelah perintah SUBO, maka tantanganku kepadamu akan kuhapuskan. Suatu saat aku akan menantangmu berpibu sekali lagi ...."
"Baik Suci, aku menuruti semua keinginan Suci belaka ....."
"Baiklah, mari kita menuju tepi sungai itu ......"
Mari kita menuju ke bagian lain yang tidak kurang seru dan menariknya dengan apa yang sedang dan sudah berlangsung. Khususnya di pintu gerbang utama, beberapa saat sebelum Tio Lian Cu dan Khong Yan akan meminta diri untuk kembali bergabung dengan Thian Liong Koay Hiap. Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara atau isyarat yang dikirim oleh pasukan pendam Kaypang yang bertugas menjadi mata-mata dan penyampai berita. Tetapi, baru saja isyarat itu dikeluarkan, tokoh-tokoh lawan sudah berdiri dan berada di pintu gerbang, berdiri dengan gagahnya serta dalam sikap yang sangat menantang.
Ada dua orang yang berdiri paling depan, mereka sudah dikenali sebagai Mo Pit Siu (Orang Tua Lengan Iblis) Sin Bu dan juga Jiat Pit Hun (Sukma Cacad Lengan) Lu Kun Tek. Keduanya adalah jago-jago andalan dari Perguruan Misterius Hong Lui Bun yang ikut mendukung dan bergabung dengan Bu Tek Seng Pay. Dan juga di belakang mereka berdiri dua orang tokoh yang masih belum dikenal banyak orang, seorang yang sudah amat tua dan seorang lagi yang berumur 60 tahunan. Jika ada yang dapat mengenali, maka keadaan disana pasti akan menjadi amat geger dan mengejutkan. Karena keduanya sebetulnya adalah tokoh-tokoh hebat yang sangat menggetarkan meski belum begitu dikenal banyak orang di Tionggoan. Si orang tua yang berdiripun terlihat sudah sangat susah adalah GEBERZ (tokoh Persia), yang merupakan buronan Liga Pahlawan Bangsa Persia. Sementara disampingnya adalah tokoh puncak Hong Lui Bun, yang juga adalah Buncu Hong Lui Bun bernama Hong Lui Koay Kiat (Pendekar Aneh dari Hong Lui Bun) Si Tiok Gi. Inilah tokoh besar Hong Lui Bun yang sedang diburu oleh Yu Kong maupun Yu Lian.
Beberapa saat kemudian muncul beberapa orang, tidak banyak, paling 10-15 orang dalam dandanan Utusan Pencabut Nyawa. Ujung tombak sekaligus orang-orang yang melakukan tugas pembunuhan dan perampokan serta menyerbu banyak sekali perguruan silat di Tionggoan untuk ditaklukkan. Menilik jumlahnya, kelihatannya mereka seperti hanya ingin "pamer" dan "menggertak". Dan segera jelas ketika pada akhirnya terdengar suara dari Lu Kun Tek, tokoh Hong Lui Bun atau tepatnya Hu Buncu yang bertindak sebagai juru bicara:
"Selamat malam cuwi sekalian, kami hanya sekedar datang karena sangat ingin memastikan bahwa memang benar penjagaan di Benteng Keluarga Hu sudahlah cukup ketat. Kami semua sangat berharap agar semoga keadaan seperti ini berlaku sampai besok hari kelak ....... hahahahahaha"
Tidak ada gerakan apapun dari dalam gerbang masuk. Terlihat To Pa Thian Pak Bu Bin An dan See Bun Sin Kiam Jiu Lim Ki Cing tetap tenang, meskipun melihat ada tokoh sekelas Geberz dan Si Tiok Gi membuat mereka berdebar juga. Tokoh-tokoh yang sudah mencapai tingkat tertinggi seperti mereka, memang akan dengan mudah mengidentifikasi kehadiran seorang tokoh hebat dan mujijat lainnya. Dan keduanya dapat merasakannya, dan keduanya percaya bahwa Geberz dan Si Tiok Gi mestilah pemimpin sesungguhnya dari rombongan kecil yang sedang pamer di hadapan mereka. Pada saat itu, Khong Yan dan Tio Lian Cu sesungguhnya sudah akan minta diri tetapi masih bercakap-cakap dengan Kwan Kim Ceng dan kedua kawannya yang "sangat tampan". Tetapi melihat betapa sombong dan pongahnya Lu Kun Tek dalam menyindir dan mempermainkan para penjaga di gerbang utama, sudah membuat Tio Lian Cu dan juga Khong Yang serta Kwan Lim Ceng menjadi mengernyitkan kening tanda tak senang.
"Anjing kudisan dari mana gerangan yang datang menyalak di depan pintu rumah orang tengah malam seperti ini .....?" tanpa dapat dicegah, Tio Lian Cu sudah lebih dahulu menyahut sebelum Lim Ki Cing dan Bu Bin An lebih dahulu menyahuti olokan lawan yang kelewatan. Dan akibatnya, terlihat Lu Kun Tek menjadi bagaikan anjing yang kebakaran jenggot dengan sahutan Tio Lian Cu yang memang sangat tajam dan menusuk hati itu.
"Siapa yang begitu berani menghina orang disana" Kenapa tidak berani keluar untuk menerima hukuman tuanmu ini ......?"
"Waaaaaah semakin galak anjing kudisan itu menyalak...." tambah Tio Lian Cu yang kemudian melirik Khong Yan dan Kwan Kim Ceng dan ketiganya terlihat saling mengangguk. Tidak berapa lama kemudian, mereka bertiga dengan diiringi oleh Bu Bin An dan Lim Ki Cing sudah berdiri berhadapan dengan keempat pendatang. Sementara di pintu gerbang tampak dua orang lain lagi tiba disana dan bercakap-cakap dengan para petugas di gerbang itu. Mereka tak lain dan tak bukan adalah Tek Ui Sinkay, Pangcu Kaypang dan dengan ditemani oleh seorang tokoh lain yang juga tidak asing lagi. Ya, dia ditemani oleh Sutenya yang bernama HoanThian-Ciu (Tangan Membalik Langit) Cu Ying Lun, murid ketujuh Bu In Sinliong. Cu Ying Lun ini adalah Pangcu Thian Cong Pay dan masih merupakan kakek luar dari Khong Yan yang sudah turun gelanggang untuk mendampingi Tio Lian Cu hingga tidak sempat bertemu kakeknya itu terlebih awal.
Ikat Pinggang Kemala 7 Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo Pedang Penakluk Iblis 10

Cari Blog Ini