Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 16
Keduanya kemudian menuju ke tempat pengintaian, tempat yang lebih tinggi dan dapat melihat langsung ke arena dimana kini Tio Lian Cu, Khong Yan dan Kwan Kim Ceng sedang menghadapi lawan mereka. Mereka ditemani dua tokoh tua Bu Bin An dan Lim Ki Cing hingga membuat Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun menjadi sedikit lebih tenang melihat mereka. Selain itu, tak lama kemudian, terlihat dua orang pemuda lainnya ikut bergabung, teman-teman Kim Ceng.
Sementara itu, begitu melihat yang menghinanya ternyata adalah seorang gadis remaja yang masih sangat muda dan amat cantik itu, Lu Kun Tek menjadi jengah sendiri. Posisinya runyam, mau maju untuk menghukum rada malu, tidak maju menghukum juga malu karena sudah mengeluarkan kata-kata yang rada takabur. Melihat keadaannya, Tio Lian Cu kemudian berkata:
"Katanya mau menghukum, kenapa sekarang menjadi begitu ketakutan" Rupanya hanya mulut anjing kudisan itu saja yang besar, hatinya kecil dan sudah ketakutan terlebih dahulu ..... sayang sekali ....."
Kalimat Tio Lian Cu ini ibarat api yang dengan cepat menyambar bertemu jerami kering. Lu Kun Tek yang tadinya masih risih dan malu untuk maju menghadapi Tio Lian Cu yang masih terlampau muda menjadi lawannya, kini menyalak dengan murka dan maju menyerang:
"Bangsat, mulutmu sungguh sangat menghina ......"
Tetapi sayang sekali, lawannya yang memang masih muda dan seorang nona pula, adalah tunas terbaik Hoa San Pay pada masa itu. Bahkan sudah menerima tempaan dari tokoh yang paling mujijat di Tionggoan, Bu In Sinliong. Karena itu, dengan sangat mudah dia bergerak menghindar dan terjangan Lu Kun Tek sudah jatuh di tempat kosong. Sementara Tio Lian Cu jadi kaget dan terkesima karena menduga sebelumnya jika sekali pukul dia sudah akan meraih kemenangan. Apa lacur, dia tambah hangus dan murka melihat di sebelah kanan Tio Lian Cu tersenyum menghina dan memandang dengan mata binalnya kearah dirinya:
"Ayo, lebih cepat lagi larinya anjing kudisan ....."
Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun memandang dan mengerti jika tingkat Tio Lian Cu masih mengatasi lawannya. Bahkan ketika sekali lagi Tio Lian Cu mengelak mereka saling pandang dan mendesis:
"Liap In Sut ...... siapa yang mendidiknya dengan ilmu itu ....?"
Sementara itu Tio Lian Cu sudah bergerak cepat dan kini mulai balas memukul. Dan segera Lu Kun Tek sadar bahwa lawan mudanya itu bukanlah lawan ringan, karena baik kecepatan maupun kekuatannya masih berada di atas tingkatnya. Kagetlah dia dan kini mulai panik mencari jalan untuk menyelamatkan dirinya dari gencarnya pukulan dan cecaran Tio Lian Cu yang semakin berat.
Hong Lui Buncu tahu jika keadaan anak buahnya sudah runyam. Tetapi untuk dia turun tangan tentu sangat memalukan. Karena itu, diapun terlihat berbisik kepada tokoh tua disampingnya, dan tak berapa lama kemudian, Geberz, demikian nama tokoh tua asal Persia itu terlihat bergerak. Tapi setiap detail gerakannya diawasi oleh Khong Yan dengan amat teliti. Maka ketika akhirnya dia bergerak mencecar Tio Lian Cu dengan cepat Khong Yan memapaknya:
"Duaaaaarrrrrrrrr ......"
Luar biasa. Khong Yan sendiri kaget tak terkira ketika tangkisannya bertemu dengan kekuatan pukulan lawan yang luar biasa kuatnya, bahkan dia tahu masih berada di atas kekuatannya sendiri. Dia terdorong mundur sampai 1 langkah ke belakang. "Mungkin masih setingkat Suhu ....." desisnya dalam hati. Tetapi, sama sekali tidak membuatnya takut ataupun kecil hati, sebaliknya membuatnya menjadi semakin bersemangat dan dengan cepat sudah memulihkan posisinya dan kini sudah langsung berhadapan dengan Geberz. Sementara Cu Ying Lun kakek luarnya terlihat kaget, namun ditenangkan oleh Tek Ui Sinkay suhengnya. Dan benar saja, keduanya kemudian menyaksikan betapa Khong Yan bertarung dengan gagah berani meski lawan masih lebih kuat darinya.
Gerakan-gerakan kakinya kini sudah dengan cepat dikenali Tek Ui Sinkay yang terlihat manggut manggut dan berkata kepada sutenya:
"Tenang Chit Sute, cucu luarmu tidak akan kalah dalam 100 jurus sekalipun. Engkau perhatikan bagaimana gerakan-gerakan yang diturunkan Siauw Sute kepada cucu luarmu itu ...... bagaimana, hebat tidak ...?"
"Apa ..." Koay Ji maksudmu .....?"
"Benar sute..... anak itu memang sangat misterius sute, tetapi jelas sangat mencintai orang orang yang dahulu membantu dan membesarkan dirinya. Lihatlah bagaimana cucu luarmu itu bergerak dengan warisan ilmunya, Thian Liong Pat Pian yang Suhu kita sekalipun tidak menguasainya ......"
Dan memang saat itu, dengan cepat, cermat dan semakin menikmati menggunakan ilmu langkah itu, Khong Yan menghindar dan kadang memukul sehingga membuat Geberz terlihat bingung. Tetapi, karena langkah mujijat itu terkesan urakan, Geberz merasa Khong Yan seperti mempermainkannya dan akibatnya diapun semakin lama semakin murka. Serangan-serangan hebatnya meluncur dengan cepat dan dengan kekuatan yang luar biasa. Tetapi, dengan kombinasi Ilmu Thian Liong Pat Pian dan Iweekang perguruannya Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang Khong Yang meladeni tanpa terlampau membahayakan posisinya.
"Accchhhh Chit Sute, lihatlah kemampuannya itu, cucumu itu bahkan kelihatannya sudah sedikit melampaui tingkat kepandaian kita sekarang ini.... sungguh luar biasa. Benar kata orang bijak, ombak di belakang selalu mendorong ombak didepannya, sungguh hebat, sungguh luar biasa ...."
"Accccch, jika cucuku saja sudah sehebat ini, bagaimana dengan Siauw Sute kita itu Sam Suheng .....?" bertanya Cu Ying Lun penasaran.
"Sejujurnya, dia terlampau misterius sute. Menurut surat wasiat Suhu yang sudah engkau kirimkan itu, sejak saat ini hingga kedepannya semua urusan Suhu harus dia yang mewakilinya. Jika Suhu kita sampai begitu yakin dengan dirinya, engkau dapat bayangkan sendiri sampai dimana kiranya kemampuannya untuk saat ini. Baiklah, sudah saatnya kita munculkan diri....."
Sementara Khong Yan dengan penuh konsentrasi, sepenuh kekuatannya melawan Geberz, Tio Lian Cu sudah nyaris selesai menaklukkan lawannya yang sombong itu. Sementara Hong Lui Buncu yang tadinya ingn maju, mengurungkan niatnya ketika melihat munculnya Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun yang dari gerakan mereka dapat ditebaknya bahwa kemampuan mereka sangatlah tinggi. Karena itu, dia akhirnya pada akhirnya mengurungkan niatnya membantu wakilnya dan sebagai gantinya dia membentak dengan suara keras:
"Berhenti ........"
Bentakannya bersamaan dengan bentakan Tio Lian Cu yang dengan nyaring dan terdengar semua orang:
"Kena ....... dukkkkkk"
Dan akibatnya Lu Kun Tek terlontar ke belakang namun kelihatannya tidak terluka parah. Tetapi, keadaan itu jelas memukul kesombongan lawan dan membuat Hong Lui Buncu terdiam sesaat, ingin marah susah, ingin membalas repot. Sialnya, ketika melihat arena tersisa, meski Khong Yan terdesak, tetapi posisinya tidak pernah benar benar terancam. Dan meloloskan diri serta bahkan memukul yang kadang membuat Geberz kerepotan. Sadarlah dia, bahwa percuma melanjutkan gangguan mereka malam itu. Selain itu, tugas mereka memecah konsentrasi penjagaan lawan relatif sudah dilaksanakan dengan baik.
"Geberz ..... kita pergi, missi sudah selesai ..... lawan terlampau banyak" bentaknya dalam bahasa yang tidak dimengerti semua orang, kecuali dirinya dengan Geberz. Dan tak berapa lama diapun berlalu dan sengaja dibiarkan Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun serta Bu Bin An, Lim Ki Cing berdua.
Melihat kawannya sudah pergi, Geberz segera mencecar Khong Yan dengan ilmu pukulan yang lebih berat. Tetapi, tetap saja susah mengenai anak muda itu yang dengan gesit dan liat bergerak disaat dan waktu yang tepat sehingga membuatnya tak mampu terjangkau pukulan. Pada akhirnya Geberz melepas pukulan tenaga dalam yang meluncur dengan kuat hingga tak ada waktu bagi Khong Yan selain adu pukulan. Tetapi percaya diri dengan iweekang perguruan, dengan berani Khong Yan menyambut pukulan tersebut:
"Duaaaaarrrrrrr ......."
Khong Yan memang terdorong hingga dua langkah ke belakang, tetapi terlihat tidak sedikitpun terlihat terluka. Sementara Geberz sudah meloncat menjauh mengejar kawan-kawan seperjalanannya yang sudah terlebih dahulu merat.
"Sungguh hebat, sungguh hebat ....." terdengar Khong Yan mendesis dan didekati Tio Lian Cu yang bertanya:
"Ji Suheng, apakah engkau baik-baik saja .....?" sambil memandangi sinar mata Khong Yan, dan segera dia gembira karena Khong Yan memang terlihat baik-baik saja dan sama sekali tidak terluka.
"Tidak mengapa Sam Sumoy ..... meskipun dia lebih kuat, tetapi masih belum dapat mengapa-apakan diriku. Tetapi, tingkat kemampuannya memang luar biasa, nyaris sehebat dan sekuat Suhu ....."
"Benar sekali Ji Suheng ...... kelihatannya dia salah satu tokoh asing yang datang untuk membantu para penjahat.
"Yan Jie, apakah engkau baik-baik saja ....." Cu Ying Lun segera mendekat dan jelas khawatir dengan keadaan cucunya itu
"Accchhhh kong-kong, Yan Jie baik-baik saja. Bagaimana keadaan ayah dan ibu, apa mereka juga ikut datang....?"
"Mereka memutuskan menjaga perguruan kita Yan Jie ...... mari, engkau tentu sudah mengenal Sam Suhengku, Pangcu Kaypang yang gagah perkasa itu ...."
"Sudah tentu kenal kong-kong ......." sambil berkata demikian Khong Yan kembali memberi salam dan hormat kepada Pangcu Kaypang tersebut.
Setelah saling berkenalan dan memberi hormat dan bercakap-cakap beberapa saat lamanya, tiba-tiba Tio Lian Cu teringat dengan perjanjian mereka dengan Thian Liong Koay Hiap. Diapun berkata:
"Ji suheng, kita harus membantu Koay Hiap di selatan ......." suaranya jelas dan terdengar semua orang disitu.
"Accchh, benar Sam Sumoy .... kong-kong, locianpwee semua, kami mohon diri sejenak, masih ada yang harus dikerjakan ....."
Tetapi belum lagi mereka berdua melayang pergi, terdengarlah Tek Ui Sinkay yang berkata untuk menginformasikan kejadian yang baru saja di sampaikan kepadanya beberapa saat lalu sebelum memutuskan memperkuat dan meninjau keadaan di sekitar pintu utama Benteng:
"Kalian berdua lebih tidak usah lagi mencarinya, Koay Hiap baru saja terluka karena di keroyok bertiga tokoh-tokoh hebat lawan, masing-masing Mo Hwee Hud, Liok Kong Dji dan Sam Boa Niocu. Tetapi, untungnya dia hanya menderita luka ringan, bahkan menurut penyampaian Lam Hay Sinni yang membawanya pergi untuk diobati, dalam jangka waktu 3,4 jam kedepan Koay Hiap akan menemui kita di dalam Benteng Keluarga Hu ......"
"Apa" Thian Liong Koay Hiap sampai terluka...?" desis Khong Yan kaget dan seperti antara percaya dan tidak percaya.
"Yan Ji, untuk dewasa ini kita akan mustahil dapat menemukan seseorang yang akan tidak terluka jika menghadapi sekaligus tiga tokoh sekelas Mo Hwee Hud, Sam Boa Niocu istrinya dan Liok Kong Djie. Seorang saja dari mereka bertiga sudah amat sulit dicarikan tandingannya, apalagi mereka bertiga turun bersama mengeroyok Thian Liong Koay Hiap ...... tetapi itupun jika memang benar menurut Sam Kun, dia hanya terluka ringan belaka. Dan Lam Hay Sinni juga menitipkan pesan yang sama, bahwa 3-4 jam kedepan, Koay Hiap akan menemui kita di dalam Benteng....." berkata Cu Ying Lun menjawab kegelisahan cucunya.
Padahal, yang gelisah bukan hanya Khong Yan seorang, tetapi juga Tio Lian Cu, Tek Ui Sinkay dan semua yang hadir saat itu. Mereka jelas bergelisah karena saat itu, bukan rahasia lagi jika Koay Hiap adalah tokoh yang paling depan berhadapan langsung dengan lawan, dan itu sebabnya berita mengenai keadaan Thian Liong Koay Hiap begitu penting bagi mereka. Mereka semua paham belaka apa artinya jika benar berhadapan sekaligus dengan Mo Hwee Hud, Liok Kong Djie dan Sam Boa Niocu. Salah seorang dari ketiganya saja sudah demikian hebat, sudah setingkat Bu Te Hwesio, dan sekarang, Koay Hiap seorang diri menghadapi ketiganya sekaligus. Bagaimana mereka akan mudah percaya bahwa Thian Liong Koay Hiap memang benar keadaannya baik-baik saja. Jangan-jangan malah kondisi tokoh itu sangat mengkhawatirkan......?""
Tetapi, menjelang subuh, sebagaimana pesan Lam Hay Sinni, benar saja Koay Ji kembali munculkan dirinya kembali sebagai Thian Liong Koay Hiap. Bahkan sekali ini munculkan dirinya kembali bersama dengan Sie Lan In yang disambut sangat gembira oleh semua orang, tentunya termasuk Khong Yan dan Tio Lian Cu yang juga gembira meihat kedatangan Sie Lan In.
"Koay Hiap..... Suci, senang kalian berdua akhirnya tiba. Bagaimana sebetulnya yang benar, bukankah menurut pesan Lam Hay Sinni locianpwee engkau terluka Koay Hiap....?" bertanya Tio Lian Cu, pertanyaan yang juga sebenarnya menjadi pertanyaan semua orang saat itu.
"Cuwi sekalian..... berkat bantuan Lam Hay Sinni Subo, lohu bisa cepat sehat kembali setelah benturan dengan pihak lawan berapa jam yang lalu. Tetapi, mohon maaf, ada kebutuhan mendesak yang memaksa lohu saat ini untuk harus segera bertemu sebentar dengan kawan-kawan dari Persia. Hal ini sangat mendesak dan penting untuk memastikan apakah racun maut itu akhirnya dapat diantisipasi serta dapat dimusnahkan ataukah sebaliknya kita harus bekerja keras sepanjang hari nanti. Karena itu, maaf....." setelah berkata begitu, Koay Ji memandang Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun yang juga hadir disitu dan kedua orang itu terlihat mengangguk tanda menyetujui perkataan Koay Ji.
"Kami ikut ...." berkata Tio Lian Cu yang diikuti oleh Khong Yan, dan berangkatlah keempat anak muda itu untuk menemui Ilya, Yu Kong dan juga Yu Lian. Tidak lama waktu yang mereka butuhkan untuk menemukan arena pertarungan tadi. Tetapi ketika tiba disana, mereka tidak dapat menemukan kelima tokoh utama yang mereka cari itu. Hanya saja, jelas telah terjadi pertarungan hebat di sekitar tempat tersebut, dan selain itu juga ada tanda-tanda yang sepertinya sengaja ditinggalkan untuk mereka temukan. Dan dengan mengikuti tanda-tanda tersebut serta memperhatikan petunjuk-petunjuk disana, merekapun dapat menemukan sebuah tempat yang tidak terletak jauh dari tepi sungai. Berada tepat di tengah hutan, mereka menemukan sebuah tenda yang sangat mewah meski tidak berukuran sangat besar namun jelas merupakan tempat mewah di tengah hutan.
Belum cukup" tenda besar nan mewah itu terlihat berada dalam perlindungan ketat di sekelilingnya oleh sejumlah manusia yang bertindak serta juga berpakaian seperti pengawal. Memandang serta memperhatikan mereka semua segera membuat Koay Ji berkesimpulan bahwa mereka itulah Pasukan Pengawal Istimewa dari tokoh besar asal Persia yang sudah dikenalnya. Sikap mereka, kedisiplinan serta kewaspadaan yang luar biasa mereka tunjukkan, maka mudah menebak siapa mereka dan seperti apa status dan pekerjaan mereka
Maka menjadi tidak heranlah Koay Ji ketika kedatangannya bersama sahabat sahabatnya sudah mereka antisipasi dan sudah mereka tunggu-tunggu. Segera terbukti ketika mereka baru saja tiba, semua pengawal terlihat berdiam diri dan hanya memberi isyarat bagi Koay Ji dan kawan-kawannya untuk menuju tenda yang paling besar. Ada 3 tenda yang berdiri berdampingan itu, dengan tenda terbesar berada atau terletak dibagian tengah. Penerangan di tenda bagian tengah masih terlihat, sementara kedua tenda pengapitnya sudah terlihat gelap gulita. Mungkin penghuninya sudah terbaring dan beristirahat karena memang waktunya lebih dari tepat untuk tidur. Menjelang pagi hari. Ada beberapa saat Koay Ji memandang ke arah Tenda Besar, sampai kemudian terdengar suara Ilya:
"Selamat datang Thian Liong Koay Hiap, kami sudah beberapa saat berada disini dan sedang menantikan kedatangan anda bersama dengan dengan teman-teman Pendekar Muda Tionggoan yang hebat-hebat ...... mari ...."
Mendnegar undangn itu, tanpa sungkan-sungkan lagi, Koay Ji kemudian melangkah menuju tenda yang agak besar itu. Tentu saja dengan diikuti oleh Sie Lan In, Tio Lian Cu dan Khong Yan yang melangkah tepat di belakangnya. Meski sebuah tenda, tetapi hebatnya, sepuluh sampai lima-belas orang masih dapat ditampung dan lebih dari cukup untuk bercakap-cakap di dalamnya. Lebih hebatnya lagi, masih tersedia ruang untuk sebuah meja berkaki pendek dimana makanan dan buah-buahan sudah tersedia di atasnya. Siap untuk dinikmati. Hal yang mau tidak mau membuat Koay Ji dan kawan-kawannya menjadi kagum dan memuji apa yang tersaji dan berada tepat di hadapan mereka semua:
"Terima kasih atas jamuan Panglima Arcia serta juga kawan-kawan Liga Pahlawan Bangsa Persia. Sungguh luar biasa, tempat yang teramat sangat istimewa di tengah hutan lebat yang tak bertuan. Siapapun akan sulit menduga...." puji Koay Ji terhadap tempat istimewa Panglima Arcia.
"Panglima Arcia berterima kasih atas pujian Koay Hiap, tetapi, silahkan duduk lebih dahulu biar kita bercakap-cakap dengan tenang dan nyaman ..." sambut Ilya dengan sopan dan manis budi setelah sebelumnya bercakap sejenak untuk menterjemahkan kalimat-kalimat tersebut kepada Panglima Arcia.
"Baik, terima kasih banyak Panglima Arcia, kami sepertinya cukup merepotkan saat ini. Karena itu, sekali lagi, mohon maaf dan banyak terima kasih......." Koay Ji kemudian memilih tempat duduk yang disediakan buat mereka dan diikuti Sie Lan In di sebelahnya disusul Tio Lian Cu dan terakhir adalah Khong Yan. Mereka berhadapan dengan Panglima Arcia yang di samping kirinya duduk dengan wibawa namun menyiratkan kecerdikan adalah Shoroashi, sementara yang berada tepat disebelah kanannya adalah Ilya. Sementara berhadapan dengan tokoh-tokoh Persia itu pada sudut yang lainnya, duduk secara berdampingan Yu Kong dan Yu Lian. Kedua kakak beradik asal Hong Lui Bun.
"Koay Hiap, bagaimana perkembangan selanjutnya dan apa yang mestinya kami lakukan di tengah kejadian seperti malam ini..?" tanya Ilya, kembali menterjemahkan kata-kata dan kalimat Panglima Arcia.
"Kawanan penjahat sekali ini ternyata benar-benar datang dengan kekuatan terhebat yang mereka punyai. Bahkan seorang tokoh yang amat hebat, konon kawannya menyebut atau memanggil namanya "GEBERZ" ketika berkelabat mundur dan pergi, ikut menyerang pintu masuk utama. Entah darimana datangnya, tetapi menurut kawan-kawan muda ini, kehebatannya sungguh tak terukur. Sementara cayhe sendiri sampai terluka ketika menghadapi gempuran mereka di hutan selatan karena tokoh-tokoh utama mereka, selain Geberz, ternyata ikut meluruk ke hutan selatan. Mengenai tokoh hebat bernama GEBERZ itu, cayhe pikir, kemungkinan besar adalah tokoh berasal dari Persia......"
"Apakah benar-benar Gebersz sendiri pada akhirnya munculkan dirinya" Bagaimana ciri-ciri dan potongan tubuh tokoh yang dipanggil Gebersz itu ....?" tanya Ilya tanpa menunggu Panglima Arcia bertanya. Hanya, setelah bertanya, diapun menjelaskan pertanyaan dan juga perkataan Koay Ji kepada Panglima Arcia yang menjadi sama terkejut mendengar kabar itu. Koay Ji melirik Khong Yan dan kemudian mengangguk memberi tanda agar pemuda itu menjelaskan dan menjawab pertanyaan barusan yang dilontarkan oleh Ilya:
"Tokoh hebat itu disebut Gebersz oleh kawannya sebelum mereka berkelabat pergi. Potongan tubuhnya tinggi besar, matanya berkilat aneh dan berbeda dengan sorot mata rata-rata kami di Tionggoan ini. Rambutnya juga mirip dengan rambut kawan-kawan dari Liga Pahlawan Persia, berbeda dengan jenis rambut kami di Tionggoan. Kepandaiannya, terus terang saja, masih belum dapat kutandingi, untungnya kami masih dapat meloloskan dari pertarungan hebat melawan dirinya tadi" jawab Khong Yan tanpa melebihkan ataupun mengurangi.
"Hmmmm, jika memang demikian ptongannya, maka tak kuragukan jika itu adalah Geberz. Kelihatannya dugaan bahwa ada tokoh lain yang datang dan mendampingi Gebersz serta bahkan bekerjasama dengannya semakin tidak terbantahkan. Karena pengintaian kami menggunakan ilmu khas Persia selama ini, bahkan hingga sedekat sekarang ini, masih tetap tidak mampu untuk menembus tirai yang sepertinya selalu melingkupinya atau melindunginya. Sungguh susah masuk diakal kami, dalam jarak yang sedekat ini, kami masih saja tak dapat melacak dimana dia berada. Karena itu, tebakan dan dugaan kami, dia berada bersama seorang berkepandaian ilmu sihir yang hebat dan kuat, mungkin sekuat Panglima Arcia atau bahkan lebih......" jawab Ilyas menganalisis kehadiran dan kemunculan Gebersz.
"Accchhhhh, menurut lohu bukan lagi kemungkinan, tetapi memang seperti itulah adanya. Karena selama ini, lohu hampir selalu bertemu dengan tokoh mereka yang memiliki kepandaian Ilmu Sihir dan Ilmu Mujijat yang hebat luar biasa. Karena itu, jika memang akhirnya kita dapat mengetahui dan mengenali Gebersz, kami akan selalu berusaha untuk memberitahu dan menginformasikan keberadaanya kepada Panglima Arcia. Mohon maaf, karena keadaan di dua posisi tadi, serta repotnya meladeni tokoh-tokoh hebat mereka, sampai kami alpa menginformasikan tokoh itu, bahkan terlambat menemui kawan-kawan semua disini.....?" berkata Thian Liong Koay Hiap sedikit terlihat menyesal terkait urusan Gebersz.
"Koay Hiap, sejak awal menerima penugasan, kami sudah diberitahu secara jelas bahwa urusan Gebersz di Tionggoan ini bakalan menjadi urusan yang sangat rumit dan membahayakan. Gebersz akan melibatkan diri dengan jago-jago dari berbagai daerah asing dan bahwa kami juga diharuskan bertemu dan berkawan dengan jago-jago di Tionggoan. Menurut Guru Agung, kami terutama harus bersahabat dengan jago pertama yang kami jumpai, karena menghadapi Gebersz sendirian nyaris mustahil. Bukan karena kami kalah hebat dengan Gebersz, tetapi karena Gebersz bernaung dan bersekutu dengan kawan-kawannya dan membentuk kekuatan yang nyaris sulit ditandingi jika kami menghadapi mereka sendirian. Karena itu, kami sama sekali tidak menyalahkan Koay Hiap dan kami menunggu kabar bagaimana cara kita sebaiknya menghadapi komplotan berbahaya itu...." berkata Ilya, sekali ini bertindak menterjemahkan kata-kata Panglima Arcia.
"Baiklah..... sebelum membicarakan rencana kedepan lebih jauh, bagaimana dengan racun maut dan berbahaya itu" Apakah akhirnya dapat dilumpuhkan...?" bertanya Koay Ji yang memang amat peduli dan sangat khawatir menghadapi ancaman racun maut dan amat berbahaya itu.
"Koay Hiap, kamipun mohon maaf. Memang benar, racun lawan sudah dapat kita lumpuhkan, tetapi korban di pihak kita juga tidaklah sedikit. Hal ini dikarenakan ternyata ada dua tokoh beracun yang sangat hebat berdiri di pihak lawan, dimana salah seorangnya bermain dibalik kegelapan. Kemungkinan ada puluhan korban yang jatuh di tepi sungai sana dan hanya sedikit dari mereka yang dapat kami selamatkan dengan obat pemunahnya. Bahkan Pasukan Pelindung Panglima juga sempat terluka amat parah, tetapi untungnya dapat kami selamatkan tepat pada waktunya. Kabar baiknya adalah, racun maut dan berbahaya mereka, dalam jumlah yang amat besar sudah terpakai semua, dan menilik jumlah yang mereka miliki, semua racun panas berbahaya itu sudah terpakai dan tak akan membahayakan acara Hu Pocu nantinya......." berkata Ilya, sekaligus juga melaporkan apa yang terjadi di pinggir sungai tadi.
"Selain itu, benar perkataan Koay Hiap, kawanan pembawa racun itu bukan hanya si jago racun dan pembawa racunnya, tetapi juga dilindungi beberapa jago yang punya kepandaian yang sangat hebat. Itu pula sebabnya korban di pihak kawan-kawan Kaypang dan Benteng keluarga Hu cukup banyak, karena kami menemukan lawan yang bertarung dengan kemampuan hebat. Bahkan mereka tidak segan-segan untuk mengeroyok kami dan terutama mengerubuti Panglima Arcia untuk saling bantu membantu. Itulah sebabnya kami memiliki kesempatan yang amat sedikit dan amat sempit untuk membantu mereka yang sempat terkena serangan beracun lawan itu. Selain itu, rata rata lawan yang mengerubuti kami memiliki kepandaian yang bahkan tidak berada jauh di bawah kemampuan kami masing-masing. Sungguh luar biasa....." berkata Ilya melaporkan pertarungan di tepi sungai, dan Koay Ji bisa membayangkan betapa serunya pertempuran tersebut.
"Panglima Arcia, kawan-kawan sekalian, kelihatannya meskipun belum segenap kekuatan Bu Tek Seng Pay dikerahkan, tetapi sebagian besar sudah munculkan diri di Beng Keluarga Hu. Dugaan lohu sejak awal, mereka memang bertujuan utama untuk sekedar unjuk kekuatan dan menakut0nakuti segenap perguruan silat di Tionggoan. Tetapi, apa yang akan terjadi setelah besok, akan sangat menentukan apakah mereka akan memutuskan menyerang, atau masih menahan diri menantikan saat yang tepat tiba. Karena itu, pekerjaan paling berat sudah kita kerjakan malam ini, bahkan sampai merepotkan Panglima Arcia sendiri untuk turun tangan dalam pertempuran. Tetapi, pertarungan yang sebenarnya akan dimulai setelah besok hari, setelah mereka mengukur kekuatan kita, kekuatan Tionggoan dan kekuatan baru yang mereka temukan malam ini. Mau tidak mau, mereka harus dan akan mengukur kemampuan mereka kembali dengan munculnya kekuatan Liga Pahlawan Persia dan kawan-kawan dari Hong Lui Bun. Kemungkinan, menurut dugaanku, mereka menunggu sampai besok untuk memutuskannya. Karena itu, lohu mengusulkan apa yang akan kita kerjakan bersama nanti, sebaiknya kita putuskan setelah besok hari....." saran Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap.
Setelah beberapa saat merenungkan apa yang disampaikan oleh Thian Liong Koay Hiap, tidak berapa lama kemudian terdengar analisa dan jawaban yang diberikan dari pihak Liga Pahlawan persia. Tetapi, sekali ini bukan lagi oleh Panglima Arcia secara langsung, tetapi oleh kawannya yang lainnya lagi, seorang tokoh Perempuan Persia bernama Shouroushi, dan langsung diterjemahkan sebagaimana biasanya oleh Ilya tentu saja;
"Koay Hiap, jika aku tidak keliru, engkau seperti sudah memikirkan bukan hanya apa yang akan dan sedang terjadi pada hari-hari terakhir ini, tetapi bahkan hal-hal yang akan terjadi dikemudian hari. Jika memang benar bahwa kekuatan mereka belum sepenuhnya munculkan diri dan baru berupa "pertunjukan kekuatan", maka lawan kita benar-benar sangat hebat dan sangat mengerikan. Mereka semua yang datang semalam sudah teramat hebat, meski rata-rata masih belum sanggup menandingi kemampuan Panglima Agung. Tetapi, menurut Panglima sendiri, Koay Hiap berada tidak dibawah kemampuannya, namun semalam engkau sampai terluka meskipun memang dikerubuti sampai 3 tokoh lawan. Itu berarti, kekuatan mereka memang tak dapat kita abaikan apalagi kita remehkan. Maka jika memutuskan menunggu mereka untuk melakukan analisa dan menyusun kekuatan yang baru, maka akan semakin sulit kita menandingi mereka....."
Koay Ji terlihat merenung sejenak, tetapi kemudian setelah menarik nafas panjang diapun berkata dengan suara perlahan:
"Sesungguhnya lohu masih penasaran dan masih menunggu "seseorang". Jika Bu Tek Seng Pay mengirim begitu banyak tokoh hebat mereka, maka bisa dipastikan, masih ada seorang tokoh terhebat mereka yang akan muncul pada hari perayaannya. Tidak salah lagi, besok adalah hari kemunculannya, atau tepatnya hari ini, dan lohu rasa tidak bakal salah lagi. Karena itu, untuk memperoleh gambaran menyeluruh apa yang sebaiknya kita lakukan kelak, sebaiknya kita bersabar dan menunggu setelah hari ini berlalu......"
"Hmmm, engkau benar Koay Hiap. Bagaimana kuusulkan jika kita bertemu kembali 2 atau 3 hari kedepan karena ada hal yang perlu kami selesaikan dalam satu atau dua hari ini. Pada saatnya kamipun siap ....."
"Baik, kita tetapkan saja demikian, bagaimana kalau bertemu malam hari di tempat ini saja...." usul Koay Ji
"Baik, tetapi jika ada perubahan akan kami sampai secepatnya...."
================ "Cuwi sekalian... terima kasih atas kehadiran dan ucapan selamat yang disampaikan dari semua penjuru. Tetapi, Lohu harus mengatakan sesuatu untuk perayaan yang demikian meriah sambil ikut mengucapkan terima kasih kepada cuwi sekalian. Yang pertama, perayaan ini adalah yang perayaan yang paling meriah, karena bahkan musuh nomor 1 Kang Ouw sekalipun, yakni Bu Tek Seng Ong datang mengucapkan selamat. Perayaan ini oleh Bu Tek Seng Pay yang dipimpin Bu Tek Seng Ong, telah dimanfaatkan untuk pamer dan unjuk kekuatan sambil mengancam kita semua. Jika cuwi sekalian menyaksikan acara yang meriah ini, maka sebetulnya semua boleh berlangsung setelah semua musuh yang mencoba menyusup dan meracuni cuwi sekalian dipukul mundur di hutan selatan, tepi sungai dan di pintu masuk. Bahkan, tokoh-tokoh utama Bu Tek Seng Pay berhasil digebah mundur setelah ingin pamer dan ingin melukaiku serta banyak tokoh di Benteng Keluarga Hu kami ini. Bukan karena lohu menjadi semakin hebat dan dapat menandingi Bu tek Seng Ong, tetapi karena semua rencana melawan para penjahat itu disusun dan dilaksanakan oleh Thian Liong Koay Hiap bersama Tek Ui Sinkay. Bahkan tokoh yang membantu Lohu untuk memukul mundur Bu Tek Seng Ong tadi adalah Thian Liong Koay Hiap sendiri. Lohu sengaja menyampaikan ucapan terima kasih dan pengumuman ini, karena merasa jika pengganti Lohu dalam diri Thian Liong Koay Hiap dan Tek Ui Sinkay sudah dapat maju menggantikan generasi tua. Ucapan terima kasih ini, sekaligus juga untuk meyakinkan kita semua bahwa Bu Tek Seng Pay dan Bu Tek Seng Ong bukanlah tokoh yang tidak dapat kita kalahkan. Sahabat mudaku Tek Ui Pangcu dan Thian Liong Koay Hiap sudah menunjukkan bahwa melawan mereka bukan sesuatu yang tidak mungkin kita kerjakan. Sebagaimana jabatan BENGCU hanya disematkan kepada Lohu, maka selanjutnya lohu menyematkan jabatan BENGCU ini kepada Pangcu Kaypang, Tek Ui Sinkay. Karena itu, sambil menutup pertemuan ini, mengucapkan terima kasih kepada cuwi sekalian, lohu juga ingin mengingatkan agar kita semua bersatu untuk melawan para penjahat itu. Hanya dengan bersatu maka kita mampu melakukan perlawanan, bahkan menumpas kawanan penjahat yang mengganas itu. Selanjutnya Lohu bertugas hanya untuk sekedar membantu Tek Ui Pangcu dan Thian Liong Koay Hiap. Terima kasih atas kunjungan dan ucapan cuwi sekalian. Pertemuan hari ini lohu tutup dengan penuh sukacita ..... semoga selamat tiba di tempat masing-masing ......"
Bukan main terkejutnya Tek Ui Sinkay, Pangcu Kaypang menerima penyematan yang tidak diskenariokan dan juga tidaklah dibicarakan dengannya sebelumnya. Bahkan tanpa menanyakan kesediaannya sebelumnya. Lebih terkejut lagi Koay Ji mendengarkan apa yang disampaikan Hu Sin Kok ketika menutup Pesta Perayaan Ulang Tahunnya yang berlangsung sangat meriah itu. Tetapi keduanya tidak bisa berkata apa-apa, tidak bisa menyatakan persetujuan ataupun penolakan karena memang adalah hak dan sepantasnya Hu Sin Kok berbicara menutup pesta dan acaranya yang meriah itu. Dan tidak pada tempatnya mereka menyela, karena acara itu milik Hu Pocu. Sepertinya Hu Sin Kok memang sengaja memilih hari tersebut untuk menyampaikan pikiran, pendapat dan pilihannya pribadi untuk masa depan Kang Ouw, dan dia melakukannya dengan sangat baik. Karena itu, nama Tek Ui Sinkay dan Kaypang justru menjadi semakin berkibar karena menjadi pemimpin Rimba Persilatan melawan Bu Tek Seng Pay.
Sementara Thian Liong Koay Hiap atau Koay Ji sendiri menjadi kelabakan ketika menerima penugasan langsung dengan didengar semua orang. Peristiwa yang pada akhirnya membuat nama THIAN LIONG KOAY HIAP menjadi semakin dan sangat terkenal. Sekaligus, membebani Koay Ji untuk mengerjakan banyak hal penting dan berkaitan dengan nasib dan keselamatan banyak orang, untungnya dikerjakan dengan Sam Suhengnya, Tek Ui Sinkay.
Pertemuan itu sendiri belum langsung bubar. Karena untuk membicarakan hal-hal penting lainnya pada malam hari, Hu Sin Kok mengundang tokoh-tokoh utama untuk jamuan terakhir. Bisa dipastikan Hu Sin Kok ingin membicarakan hal-hal yang sudah disampaikannya dengan gaya dan cara mengejutkan pada penutupan upacara hari ulang tahunnya. Betapapun, keputusannya memang sangat mengejutkan meskipun banyak yang bisa menerima pernyataannya tersebut. Terutama mengingat bahwa Hu Sin Kok memang sudah cukup tua untuk menjalankan tugas-tugasnya sebagai seorang pemimpin seperti sebelumnya. Meski ketokohan dan kecerdasannya amat dibutuhkan, tetapi dukungan fisik tentunya tidak lagi seperti masa-masa keemasan tokoh tersebut sebelumnya. Jadi, bisa diterima akal.
Tetapi pada saat bersamaan Koay Ji yang mendengar ucapan Hu Sin Kok selain menjadi kaget, juga merasa risih dengan kawan-kawannya: Sie Lan In, Khong Yan dan Tio Lian Cu yang langsung memberinya selamat:
"Waaaaaah, selamat Koay Hiap, sungguh sebuah pengangkatan yang sempurna", Khong Yan berbicara secara jujur sebetulnya. Hal yang juga diiyakan oleh Tio Lian Cu sambil tersenyum senang menatapnya, tetapi yang oleh Sie Lan In ditanggapi dengan dingin belaka.
"Hmmmmm, tidak sepantasnya begini ......" dengus Koay Ji yang kemudian berjalan menjauhi belakang panggung dan tak lama kemudian berkelabat pergi. Awalnya Tio Lian Cu dan Khong Yan menduga bahwa Koay Ji akan berlalu dan kembali dalam waktu tidak akan lama. Tetapi, dugaan mereka berdua keliru. Adalah Nona Sie Lan In yang dapat menduga dan menebak dengan tepat ketika beberapa saat mereka menunggu dia berkata:
"Hmmmm, dia tidak akan kembali dalam waktu singkat. Karena sesungguhnya Thian Liong Koay Hiap sendiri sangatlah sadar bahwa dia masih belum cukup mampu mengemban tugas berat itu ......"
"Toa Suci, tetapi, kehebatannya ...." potong Tio Lian Cu
"Bukan itu Sam Sumoy, bukan kehebatan dan kepandaiannya yang mujijat itu, tetapi karena ada hal-hal lain yang sengaja disembunyikannya. Tetapi, bagaimanapun kita mesti membantunya kelak......" ujar Lan In berteka-teki, tetapi karena sikap dan perbawanya yang serius, Khong Yan dan Tio Lian Cu tidak bertanya lebih jauh lagi. Meski sebetulnya banyak tanya di kepala mereka saat itu.
Sementara itu, tidak berapa lama setelah upacara penutupan pesta dan kurang lebih sejam atau dua jam sebelum jamuan malam Hu Sin Kok sebelum perpisahan, Tek Ui Sinkay baru saja memasuki kamarnya;
"Sam Suheng ......." teguran lemah itu sudah dengan tepat ditebak oleh Tek Ui Sinkay. Siapa lagi jika bukan Siauw Sutenya. Thina Liong Koay Hiap alias Koay Ji yang datang berkunjung" tetapi, dia menjadi kaget karena sang sute termuda tidak lagi dalam dandanan sebagai Thian Liong Koay Hiap tetapi dalam tampilan sebagai Bu San yang meski berbeda tetapi lebih mirip dengan Koay Ji yang sebenarnya bagi mereka yang sudah mengenalnya secara dekat.
"Lohu tahu engkau akan menemuiku disini siauw sute ..... hmmmmm, memang apa yang disampaikan Hu Pocu tadi terlampau gegabah. Jangankan engkau siauw sute, bahkan suhengmu sendiri juga terkejut dengan penyampaiannya yang terlampau tergesa itu. Tetapi, sangat tidak mungkin kita dapat menyela pembicaraannya di acara yang memang kelihatannya dipersiapkannya secara khusus tersebut. Karena itu, malam nanti, kita harus bertanya apa yang dimaksudkan Hu Pocu dengan menyebutkan nama suhengmu serta juga nama samaranmu pada kalimat ataupun kata-kata penutupnya tadi. Semoga semua akan lebih jelas sebelum kita semua meninggalkan Benteng Keluarga Hu....."
"Sam Suheng....... engkau tahu jika Thian Liong Koay Hiap adalah samaranku, dan amat tidak mungkin menerima usulan Hu Pocu untuk menjadi Thian Liong Koay Hiap selamanya..." protes Koay Ji
"Sebentar, sabar Sute ...... apa sebenarnya kesulitanmu sehingga sulit untuk tampil sebagai dirimu sendiri, entah sebagai Bu San ataupun sebagai Koay Ji seperti yang dikenal Khong Yan sutemu dan Chit Suhengmu itu...?" berkata Tek Ui Sinkay untuk menyabarkan Koay Ji yang terlihat sedikit panik
"Acccchhhhh maafkan sutemu ini.... maafkan. Sebetulnya..... sebetulnya...." Koay Ji sendiri kebingungan menjelaskan apa alasannya untuk menanggalkan samarannya sebagai Thian Liong Koay Hiap.
"Apakah sebetulnya karena engkau main-main saja Sute ....?" tanya Tek Ui Sinikay sambil tersenyum simpul membayangkan kebenaran dugaannya. Diapun maklum menilik usia sutenya yang masih amat muda itu.
"Sebenarnya memang begitu Suheng..... aku hanya senang saja memakai topeng buatanku sendiri yang berjumlah 5 buah, dan yang paling kusenangi adalah topeng yang dikenal sebagai Thian Liong Koay Hiap dan juga topeng sebagai seorang pemuda bernama Tang Hok. Tetapi, sebetulnya ada alasan yang lain mengapa sulit untukku terus menerus tampil sebagai Bu San.... ini karena .... karena ...." tetap saja Koay Ji sulit menjelaskannya. Terbata-bata kalimatnya.
"Karena apa Sute ......" desak Tek Ui Sinkay
"Acccchhh, ceritanya panjang suheng....."
"Sepanjang apapun lohu akan menunggu engkau menceritakannya sute..." kejar Tek Ui Sinkay tambah geli melihat sutenya sedikit gelisah.
"Yang sebenarnya suheng, samaranku sebagai Thian LiongKoay Hiap adalah untuk menyembunyikan identitas dari seorang kakek dan cucunya yang membawa berita kematian Ciangbudjin Siauw Lim Sie menuju kuil Siong San. Tetapi, celakanya, waktu di Siong San, sebagai Bu San hubunganku dengan Non Sie Lan In, murid dari Subo Lam Hay Sinni sangatlah baik. Tetapi, sebagai Thian Liong Koay Hiap justru sebaliknya, Nona itu selalu cari perkara untuk menantangku melakukan pibu. Jadi rada sulit untuk menjelaskan samaranku kepadanya....."
"Accchhhhh, begitu rupanya kisah dan kesulitanmu Sute.... bolehkah Suhengmu ini menebak kejadian lainnya.....?" tanya Tek Ui Sinkay sambil tersenyum, sekali ini senyumnya terlihat geli dan memahami perasaan Koay Ji
"Silahkan Sam suheng......"
"Sebagai Bu San engkau kelihatannya mencintai gadis cantik murid Lam Hay Sinni itu bukan...." sayangnya sebagai Thian Liong Koay Hiap kalian seperti ada ganjalan berat jika bukannya bermusuhan. Apakah memang demikian adanya.....?" tuduh Tek Ui Sinkay sambil tersenyum menggoda adik seperguruannya itu. Wajah Koay Ji sontak berubah menjadi merah padam.
"Ech, achhh, Sam Suheng.... sebenarnya..... bukan begitu......tapi....." Koay Ji jadi gelagapan ketika "ditembak" terus terang oleh suhengnya
"Ech,..... ach,,.... ech.... ach apaan, seorang laki-laki harus berani berterus terang. Apalagi terhadap suhengmu yang menjadi wali dan mewakili Suhu sebagai orang tua bagimu, masak engkau bersikap seperti itu sute.....?" tegur Tek Ui Sinkay keren, padahal hatinya geli bukan main, berbareng kasihan melihat sute kecilnya itu sesaat tercenung, gelagapan. Tetapi yang kemudian terlihat hebatnya adalah, setelah ditegur olehnya, dengan cepat Koay Ji menemukan dirinya, berubah menjadi amat tenang dan malah dengan cepat menjawabnya penuh ketegasan.
"Engkau benar Sam suheng, aku memang menyukainya...." tegas suara Koay Ji yang membuat suhengnya tertegun dan bangga sekaligus. Dia bisa melihat jelas sekaligus merasakan apa yang bergejolak dalam batin sutenya, tetapi setelah dia diingatkan, dapat menentukan sikap dengan tegas.
"Menyukai atau mencintainya.....?" kejar Tek Ui Sinkay, ingin menegaskan meski sudah dapat menyimpulkannya sendiri.
"Terus terang dua-duanya Suheng ......"
"Bagus, begitu baru sikap seorang jantan sejati. Setidaknya suheng kini percaya dan paham mengapa engkau begitu kerepotan untuk selalu berganti rupa dari Bu San menjadi Tian Liong Koay Hiap dan cenderung jarang menampilkan Koay Ji. Baiklah, untuk urusan itu dapatlah dipahami seutuhnya, tetapi untuk menolak permintaan Hu Pocu sama sekali tidak tepat. Jika engkau tampil sebagai Thian Liong Koay Hiap, maka wibawa dan kata katamu akan dengan mudah diterima banyak orang, tetapi sebagai Bu San atau Koay Ji, akan kerepotan orang untuk mempercayaimu. Karena itu, biarlah engkau untuk sementara tetap sebagai Thian Liong Koay Hiap, karena dalam samaranmu itu, Suhengmu akan sangat butuh bantuan mengerjakan banyak hal kedepan menggantikan Hu Sin Kok. Tetapi, untuk selanjutnya, Chit Sute juga harus segera mengetahui samaranmu itu, meskipun hanya kami berdua yang akan mengenali dirimu seutuhnya. Jika ada yang lain lagi, itu bukanlah dari suhengmu ini, tetapi mungkin kelalaianmu......"
"Baiklah, jika Sam Suheng memerintahkan demikian, maka aku akan menurutinya. Hanya, Sam Suheng hendaknya membantuku, karena pada pertemuan sebelum perpisahan nanti sutemu enggan untuk datang. Malam ini hingga besok hari, Thian Liong Koay Hiap akan memilih beristirahat dan Bu San yang akan menampilkan dirinya. Tolong Suheng sampaikan kepada ketiga temanku itu, Khong Yan, Sie Lan In dan Tio Lian Cu bahwa besok mereka akan kutemui, tapi malam ini sutemu ingin beristirahat. Selain, terus terang saja ada persoalan lainnya yang ingin kuanalisa lebih dalam lagi....."
"Hmmmm, apakah masalah itu sangat penting sute....?" tanya Tek Ui Sinkay dengan wajah yang berubah menjadi amat serius.
"Ada hal mencurigakan dari Bu Tek Seng Ong yang sutemu hadapi tadi Suheng, sepertinya ada sesuatu yang dapat kukenali tetapi sepertinya juga tidak. Terasa aneh, asing dan hebat luar biasa meski seperti ada bagian dari kenanganku ataupun bagian dari ingatanku yang dekat dengan gerak-gerik tokoh itu. Karenanya, malam ini sutemu ingin menganalisa lebih dalam......"
"Hmmmm, baiklah jika demikian..... besok biar kita lanjutkan lagi...." Tek Ui Sinkay dapat menangkap nuansa amat serius dibalik kata-kata adik seperguruan termuda itu. Karenanya, diapun mengijinkan Koay Ji ataupun Thian Liong Koay Hiap untuk absen dan tidak menghadiri jamuan perpisahan yang diselenggarakan khusus untuk mereka oleh Hu Sin Kok.
Ketika Koay Ji menyebutkan apa yang membuatnya penasaran kepada suhengnya, hal itu memang benar dan tidaklah mengada-ada. Meksi memang tidak semuanya. Kepenasarannya sudah diawali sejak pertemuannya dengan Lam Hay Sinni. Dia menemukan kenyataan betapa Lam Hay Sinni mengalami hal yang berbeda dengan Bu Te Hwesio suhunya dan juga Thian Hoat Tosu. Dia, Lam Hay Sinni, ternyata tidaklah mesti beristirahat panjang untuk pulih kembali seperti kedua tokoh Dewa lainnya. Dan Lam Hay Sinni seperti sedang menunjukkan sesuatu kepadanya dengan jalan dan cara yang terselubung dan misterius. Bahwa meski telah menjalankan Ilmu Mujijat atau Ilmu Thian Kong Kie Kong (Tenaga Dalam Ajaib) yang mestinya membuatnya kehilangan banyak tenaga, tetapi ternyata bagi Lam Hay Sinni tidaklah demikian. Sebaliknya Koay Ji melihat betapa Lam Hay Sinni, subonya itu, justru meningkat kemampuannya melebihi kemampuan Suhunya Bu Te Hwesio dan Thian Hoat Tosu berdua. Ada apa gerangan dengan imu khusus tersebut" Ilmu yang konon dapat merangsang bergolaknya tenaga dalam seseorang (dari aliran lurus) dan kemudian bahkan menampungnya untuk kemudian dapat memperkuat iweekang sendiri. Sungguh satu rumusan dan teori baru yang sangat mencengangkan dan membuat Koay Ji tertarik dengan amat sangat. Bahkan rasa penasarannya cenderung memikatnya untuk mempelajari dan menjajaki serta mencari tahu apa dan bagaimana.
Hal kedua yang menghadirkan kepenasarannya adalah munculnya 3 orang tokoh hebat setingkat 3 Dewa Tionggoan; Mo Hwee Hud, Sam Boa Niocu dan Liok Kong Dji yang kekuatan mereka jelas-jelas setara dan seimbang dengannya dalam hal kekuatan iweekang. Ini yang membuatnya menjadi sangat penasaran dan ingat dengan rumusan Ilmu Thian Kong Kie Kong, dan karena itu dia memilih untuk melakukan samadhi malam itu. Karena dia merasa menemukan banyak pilihan, banyak rumusan dan banyak sekali jalan yang perlu untuk diluruskannya agar bermanfaat dan bukannya hilang dan kemudian berlalu tanpa jejak. Untuk hal ini, kepenasarannya dengan Ilmu Thian Kong Kie Kong, di benak Koay Ji juga jadi dipenuhi dengan gerakan-gerakan mujijat yang dikumpulkannya, terutama sejak mengamati pertarungan Sie Lan In melawan Tio Lian Cu serta pertempuran hebat lainnya selama beberapa hari terakhir. Terutama pertarungan yang terakhir saat dia melawan ketiga tokoh sepuh yangt hebat, Sam Boa Niocu, Mo Hwee Hud dan juga Liok Kong Djie. Semua itu bermuara dalam benaknya ditambah dengan rumusan dan penjelasan singkat Lam Hay Sinni.
Dan hal ketiga adalah pelajaran gabungan yang diturunkan Bu Te Hwesio sebelum menghilang, yang juga sudah mulai didalaminya dan membuatnya mampu menanjak menandingi kekuatan Mo Hwee Hud. Meski baru sekali dua kali melatih dirinya, tapi Koay Ji merasakan betul betapa dia mengalami kemajuan yang hebat dan luar biasa. Padahal, menurut Bu Te Hwesio, kemajuan pada awalnya memang pesat, tapi perlahan akan berlangsung secara alamiah dan menyesuaikan dengan bakat, ketekunan dan keuletan orang yang melatihnya. Koay Ji menyadari jika dia memang baru di tahap awal, tetapi itupun sudah amat menggembirakannya karena beroleh hasil yang diluar dugaannya.
Sementara hal terakhir ialah kekagetannya jika ternyata Bu Tek Seng Ong benar benar adalah tokoh yang sakti dan hebat serta masih belum dapat dikalahkannya. Bahkan dia seperti kalah tipis, kalah pengalaman meski saat itu dia mengandalkan gabungan kedua iweekang mujijatnya. Begitupun, Koay Ji hanya mampu membuat keadaan mereka berdua seimbang dan tak mampu untuk saling mendesak ataupun saling menundukkan lawan. Terasa sekali, iweekang lawannya sangat alot dan amat licin sehingga tak mampu dikuasainya sebagaimana iweekang lawan-lawan hebat lainnya. Memang iweekang lawan masih sama kuat dengannya, seperti juga lawan-lawan beratnya selama ini, seperti ketiga tokoh tua yang menyerangnya di hutan selatan. Tetapi, meski sama kuat dengan ketiga tokoh itu, tetapi iweekang lawan punya keistimewaan sebagaimana dirinya yang juga memiliki keistimewaan, meski amat berbeda. Jika iweekangnya memiliki kemampuan untuk menyedot, menggiring, membalikkan dan melontarkan ataupun membalikkan serangan iweekang lawannya, maka iweekang lawan juga memiliki keistimewaannya sendiri. Sangat alot dan licin, lemas dan dapat kuat, sangat kuat malahan, serta mampu main petak umpet dan bahkan saling libas dengan iweekangnya.
Masih ada hal lain yang juga dipikirkan Koay Ji, meskipun jika dibanding dengan kepenasarannya atas tiga hal di atas, terasa berbeda urgensinya. Pertemuannya dengan kakak beradik Yu Lian dan Yu Kong dari Hong Lui Bun; pertemuan dengan Ilya dan undangan Panglima Arcia menuju Persia; urusannya dengan Sie Lan In sebagaimana amanat Lam Hay Sinni. Tetapi tiga hal di atas sungguh amat menyita perhatian dan sangat menguras pikirannya untuk dianaisis dan dicerna lebih jauh. Maka, setelah Tek Ui Sinkay pergi meninggalkan kamarnya, Koay Ji tidak lama kemudian sudah tenggelam dalam samadhinya. Dengan mengumpulkan semangat, kekuatan batinnya dan kemudian secara perlahan-lahan menyusun ingatan dan kenangannya, dikelolah dan ditanamkan dalam ingatan serta mencari simpul-simpul pemahaman yang lebih jelas.
Setelah satu jam, Koay Ji sudah tidak ingat diri lagi. Tenggelam dalam pendalaman atas hal-hal yang masih belum dimengertinya, mencoba mencari jalinannya dan terakhir tanpa disadarinya, diapun mulai melanjutkan latihan sesuai petunjuk Bu Te Hwesio. Dengan keadaannya sekarang, yakni berlatih dalam posisi samadhi, kemajuan yang dialaminya sungguh-sungguh menakjubkan meski tanpa disadari Koay Ji saat itu. Hal ini dikarenakan pengalaman terakhir serta pertarungan yang dihadapinya berapa waktu terakhir sungguh menguras tenaga dan juga iweekang dan tertanam di alam bawah sadarnya. Bahkan selain berlatih warisan itu, Koay Ji perlahan menerawang Ilmu Thian Kong Kie Kong yang amat mujijat itu. Tetapi, jika dia berkembang dan kemudian menemukan jalan lapang dalam latihan gabungan iweekangnya, maka dalam lImu Thian Kong Kie Kong dia seperti berjalan di tempat. Dia tidak ada mengalami kemajuan yang cukup berarti. Jalan di tempat dan seperti tak mendatangkan hal yang bermakna.
Ketika menjelang subuh, dia justru tertarik dan mendalami ilmu lawan yang mujijat dan membuatnya bingung. Perlahan namun pasti, dia menemukan cara dan unsur yang semakin lama semakin terasa mirip dan juga ada dalam Ilmu Thian Liong Pat Pian. Dalam keuletan, kelemasan dan kemampuan guna berkelit dan gerak-gerik misterius serta sulit terantisipasi lawan, sungguh terdapat kemiripan dengan ciri Iweekang Bu Tek Seng Ong. Hal ini pada awalnya membuatnya sangat kagum meksipun terbersit kecurigaan dan keheranan yang dalam. Bukannya ingin meniru iweekang mujijat lawannya itu, tetapi keadaan itu memang amat menarik dan membuat Koay Ji tertantang untuk memahami dan menemukan cara mengatasi kehebatannya. Ini yang menantang dan membuat Koay Ji yang memang bandel, cerdas dan ulet menjadi benar-benar kesengsem dna bahkan akhirnya membuatnya tenggelam dalam pendalaman dan pencarian hingga pagi hari. Tanpa lelah dan tanpa henti dia menganalisa, memeriksa dan membandingkan dengan khasana pengetahuannya yang memang sudah amat luas itu.
Tetapi lama-kelamaan, Koay Ji menjadi semakin curiga dan semakin tertarik. Karena semakin dia membayangkan, semakin mendalami, semakin dia menemukan betapa banyak ciri yang mirip antara Iweekang Bu Tek Seng Ong dengan karakter Ilmu Thian Liong Pat Pian. Meski yang satu adalah ILMU GERAK sedangkan satunya lagi adalah Ilmu Iweekang. Tetapi, semakin dipikirkan, semakin didalami, semakin Koay Ji menemukan banyaknya kesamaan, bahkan Koay Ji seperti menemukan "keliaran" dan kemisteriusan serta kemujijatan Ilmu Geraknya dalam efek dan perbawa dari Ilmu Iweekang. Sampai akhirnya diapun menyimpulkan sendiri dengan masih penuh tanda tanya: "Kemungkinan itulah lembaran yang dicopot orang dari "Kitab Mujijat" milikku yang dihadiahkan oleh Chit Suheng", pikirnya pada akhirnya. "Accchhhh, tak salah lagi, itulah latihan kouwkoat dan petunjuk Ilmu Iweekang yang sudah hilang dicopot orang dari Kitab Mujijat itu" simpulnya pada akhirnya.
Koay Ji memang tidak mungkin melatih Ilmu Iweekang yang kouwkoatnya tidak dia miliki itu. Bahkan jika dia milikipun, tetap saja dia tidak akan sanggup untuk melatih iweekang yang dasarnya berbeda jauh dengan dasar iweekangnya. Dan sudah tentu dia mengerti, bahwa aliran iweekang perguruannya berdasarkan Ih Kin Keng yang amat mujijat itu. Berbeda dengan aliran iweekang lawan yang lebih mengutamakan "semangat" dan pengolahan "hawa" jalur lain. Tetapi, pemahaman Koay Ji sedikit banyak membantunya untuk lebih memahami tata gerak lawan, memahami gelagat dan kehebatan iweekang lawan. Dan sekaligus mulai mengerti bahwa untuk dapat mengalahkan atau menaklukkan lawan, hanya dapat dia lakukan dengan memahami secara sempurna aliran iweekangnya sendiri. Itulah sebabnya, ketika memasuki pagi hari, dia memutuskan untuk tetap terus berlatih dan tetap menutup diri melanjutkan latihannya. Dan sekali ini, dia memantapkan hati dan konsentrasinya untuk berlatih menurut petunjuk terakhir Bu Te Hwesio.
Ketika Tek Ui Sinkay memasuki kamar dan sampai akan meninggalkan kembali kamar itu pagi harinya, dia masih tetap menemukan Koay Ji yang dalam posisi samadhi. Bahkan dia bisa merasakan betapa seriusnya dan betapa sang sute tenggelam dalam samadhi dalam posisi berlatih itu. Sebagai seorang tokoh silat yang berkepandaian hebat, Tek Ui Pangcu tentu maklum apa yang sedang terjadi dan karenanya dia memandang Koay Ji sambil menarik nafas panjang. Pandangan yang tertuju kearah Koai Ji, tidak salah lagi adalah pandangan sayang yang tak tersembunyikan. Ya, Koay Ji memang tidak dan bukan sekedar siauw sute baginya, lebih dari itu, dia menyelamatkan nyawa Koay Ji dari ancaman dua manusia gaib Tionggoan yang sangat berbahaya dimasa kecilnya. Bahkan kemudian menerima mandat dan amanat gurunya untuk menilik, bertindak dan menjadi wakil Suhunya sendiri menghadapi Koay Ji dan juga menjadi wali dan orang tua bagi siauw sutenya itu. Dengan sejarah panjang hubungannya dengan Koay Ji, wajar jika Kakek sakti, Pangcu Kaypang itu menaruh rasa sayang dan kasih yang besar. Apalagi, karena dia adalah satu dari hanya berapa gelintir manusia yang tahu rahasia besar dari sang sute. Sute yang sudah menanam pengaruh luar biasa bagi rimba persilatan Tionggoan dengan menjadi seorang THIAN LIONG KOAY HIAP.
Memang, waktu itu Koay Ji sedang dalam masa-masa yang paling menentukan atas pemahamannya terhadap ilmu gabungan kedua suhunya. Hal yang sedang dalam proses pemahaman dan dilatihkannya langsung sejak menjelang dini hari. Karena itu, hingga pagi hari, Koay Ji masih tetap tenggelam dalam latihannya dan belum terlihat tanda-tanda akan menyelesaikan latihannya melalui samadhi itu. Dan tentu saja Tek Ui Sinkay paham dengan keadaan seperti itu, keadaan yang tidak boleh dia ganggu. Karena diapun dalam posisi dan pemahaman seperti keadaan Koay Ji saat itu, akan bertindak serta berlaku sama. Yaitu akan tetap melanjutkan latihan sampai memperoleh atau mencapai tahapan yang sudah ditetapkannya atau tahapan yang diharapkannya dapat dicapai dan diperoleh melalui latihan yang tekun itu. Tek Ui Sinkay sekali lagi memandangi Koay Ji dengan pandangan penuh kasih dan penuh kekaguman, baru kemudian memutuskan keluar dan menemui kawan-kawannya.
Siang harinya, tepat di waktu makan siang, baru Koay Ji menyelesaikan latihan melalui samadhinya. Menjelang tengah hari, Tek Ui Sinkay memang sudah berniat dan memutuskan untuk menggugah Koay Ji dari samadhinya, meski sebenarnya sudah beberapa saat sebelum Tek Ui Pangcu dan Cu Pangcu (Thian Cong Pay) masuk, Koay Ji sudah "siuman".
"Siauw Sute,,,,, sudah saatnya kita menemui teman-teman untuk membicarakan apa yang akan dikerjakan kedepan..."
"Ach, terima kasih Sam Suheng, Chit Suheng. Aku sudah siap, tetapi untuk saat ini adalah lebih baik tampil bukan sebagai Thian Liong Koay Hiap, tetapi menjadi Bu San kembali. Karena Bu San sudah lama tidak munculkan diri...."
"Baik, terserah engkau saja siauw sute...." jawab Tek Ui Sinkay, Pangcu Kaypang, sambil tersenyum maklum
Belum lagi mereka melangkah keluar, Kwan Kim Ceng dengan ditemani Nona Nyo Bwee serta Nona Nadine yang kini sama-sama sudah kembali menjadi "nona", datang menjemput dan sekaligus memani Koay Ji menuju ruang makan. Merekapun sudah merasa rindu untuk bertemu dan bercakap dengan Koay Ji.
"Ayolah San te, sudah terlampau lama engkau beristirahat setelah bekerja keras untuk membuat pil anti racun itu ....." sapa Kwan Kim Ceng dengan diiringi Nadine dan Nyo Bwee. Khusus nona yang terakhir terlihat tersipu malu dan sinar matanya menyiratkan kerinduan seorang gadis.
"Benar San koko, Bwee moi sudah tidak sabar untuk bertemu ..... hikhikhik" Nadine menambahi sambil melirik Nyo Bwee.
"Maksudnya untuk melanjutkan menimba latihan ilmu silat, San Te...." Kim Ceng menjadi tak tega meihat keponakan muridnya itu menjadi salah tingkah dengan wajah memerah meskipun mulut tersenyum malu-malu mau. Tetapi Tek Ui Pangcu yang sudah cukup banyak usianya, seperti juga Cu Pangcu, cukup maklum dengan adegan yang tersaji dihadapan mereka berdua. Tidak mungkin salah, Nyo Bwee sang cucu hartawan Nyo, kelihatannya jatuh hati kepada adik seperguruan mereka yang memang masih muda namun yang memiliki kesaktian yang luar biasa itu. Tetapi, sekali pandang mereka langsung maklum bahwa Koay Ji kelihatannya tidak menaruh perasaan yang sama terhadap si gadis. Tanpa terasa keduanya menjadi bersimpati kepada Nona Nyo Bwee, meskipun mereka berdua tahu bahwa tidak akan dapat mereka berbuat apa-apa untuk membantunya.
"Acchhhhh, cinta akan selalu memakan korban kapanpun dan dimanapun..."desis Tek Ui Pangcu dalam hati. Tetapi dimulut dia berkata:
"Ayo anak-anak, kita sudah ditunggu ......"
Jika malam sebelumnya Hu Sin Kok menjamu seluruh tokoh utama termasuk Khong Yan dan Sie Lan In dari kalangan muda, maka siang hari ini Hu Sin Kok secara khusus mengundang Bu San. Meski dia masih belum mengetahui identitas Bu San yang sebenarnya, tetapi Tek Ui Pangcu sudah memberitahu siapa yang meracik obat pemunah racun yang banyak menyelamatkan anggota Benteng Keluarga Hu dan anggota Kaypang yang bertugas malam sebelumnya. Dan karena Bu San memang lebih banyak beristirahat setelah bekerja keras, seperti informasi Tek Ui Sinkay, maka hari itu dipilih untuk secara khusus menyampaikan rasa terima kasihnya kepada si anak muda.
"Hahahahahaha, semuda ini engkau sudah memiliki kemampuan mujijat dalam ilmu pengobatan. Lohu sungguh kagum anak muda...." puji Hu Sin Kok begitu semua sudah mengambil tempat duduk, termasuk Kim Ceng, Nyo Bwee dan Nadine yang memang datang bersama Bu San.
"Accchhhh, locianpwee terlampau memuji......" Koay Ji berkata dengan suara rendah dan merasa malu dengan pujian tokoh sebesar Hu Sin Kok.
"Hahahahaha, lebih 50 tahun lohu berkelana dan mengenal banyak tabib mujijat. Tentunya lohu dapat menyimpulkan kemampuan dan kesanggupanmu sampai di tingkat mana anak muda, karenanya jika lohu memuji, berarti memang engkau punya kemampuan yang hebat anak muda....." Hu Sin Kok berkata sambil mengelus janggutnya dan memasang wajah sangat serius.
"Memang benar San Ji,,,,,,,, tidak banyak kami mengenal tabib yang memiliki ilmu meracik obat seperti yang engkau lakukan. Karenanya engkau tidak perlu terlampau merendahkan dirimu sendiri....." berkata Tek Ui Pangcu menguatkan pujian yang dikemukakan Hu Sin Kok sebelumnya.
"Acchhh, boanpwe malu sendiri jadinya. Toch juga hanya sekedar meracik dan membuat obat pemunah racun kebisaan boanpwee...."
"Ach bohong, dia bahkan mampu meningkatkan kepandaian kami bertiga meskipun dia sendiri tidak dapat bersilat Locianpwee...." dengan maksud mengangkat serta memujikan nama BU SAN, Nyo Bwee membuka salah satu rahasia penting Bu San dan membuat Koay Ji menjadi serba salah. Dan benar saja, bukan hanya Hu Sin Kok, bahkanpun Tek Ui Pangcu dan Hu Pangcu, kedua suhengnya memandang Bu San dengan tatapan tidak mengerti.
"Haaaaa, benarkah memang demikian San Ji....?" bertanya Tek Ui Pangcu, berpura-pura sebetulnya, tetapi juga kaget karena keadaan pada waktu itu, sangat mungkin bisa membuka rahasia Bu San sebagai Koay Ji dan sebagai Thian Liong Koay Hiap. Tek Ui Pangcu sendiri bahkanpun tahu, bahwa Koay Ji masih menyimpan banyak rahasia besar lainnya.
"Accccch, Nona Bwee terlampau melebih-lebihkan Pangcu, hanya ingatan-ingatan yang berguna buat mereka belaka. Tidak ada yang luar biasa..." jawab Koay Ji yang ingin menegur Nyo Bwee tetapi akhir-akhirnya menjadi tidak tega. Keadaan menjadi makin rumit ketika Nyo Bwee kembali nyeletuk;
"Kenyataannya, kepandaian kami bertiga menanjak cukup hebat.... termasuk Susiok Kim Kwan Ceng" Nyo Bwee entah mengapa justru merasa semakin senang karena dengan demikian Bu San semakin dianggap penting. Melihat orang yang dicintai menjadi penting dan dihormati orang, mendatangkan perasaan ikut bangga bagi pihak yang sedang mencintai.?
Yang terjadi kemudian adalah sebuah kerumitan. Kerumitan yang lahir dari upaya kecil untuk mengangkat "harga" seorang yang dikasihi dan dicintai, dimata banyak tokoh persilatan lainnya. Sudah jelas, kepandaian seorang Kwan Kim Ceng, tentu saja bukan kepandaian seorang tokoh kelas rendahan. Bukan kepandaian kacangan dan seperti kebanyakan tokoh persilatan yang tak berisi tapi banyak gaya dan banyak mulutnya. Sebagai murid seorang tokoh sakti dari pintu perguruan ternama, Siauw Lim Sie, bahkan murid dari salah satu sesepuh mereka yang berkepandaian mujijat, tentu saja kepandaian seorang Kwan Kim Ceng bukanlah kepandaian biasa. Dan terdengar aneh dan janggal jika dengan Ilmu setinggi Kwan Kim Ceng itupun, toch tetap saja masih "berguru" dan mendapat petunjuk-petunjuk Bu San. Ini tentu saja bukanlah fakta biasa, tetapi fakta yang sangatlah luar biasa, aneh dan sulit untuk dipercaya. Maka sekarang, bukan hanya seorang Hu Sin Kok, tapi bahkan Tek Ui Pangcu dan Cu Pangcu sendiri menjadi ikut-ikutan kaget setengah mati. Dan jadi lebih kaget lagi ketika terdengar Nadine, seorang murid wanita Mo Hwee Hud yang sudah menyeberang ke pihak mereka, juga sampai ikut-ikutan menguatkan kata-kata Nyo Bwee sebelumnya:
"Memang benar demikian, kami bertiga, termasuk Kwan koko memang mengalami kemajuan yang tidak sedikit selama beberapa minggu terakhir menerima dan juga mendapatkan petunjuk-petunjuk untuk berlatih dan memperdalam Ilmu Silat dari Bu San...." celutuknya dengan kata-kata polos dan tak dibuat-buat. Tetapi, jika Tek Ui Pangcu merasa curiga dan kaget, apalagi seorang Hu Sin Kok yang terkenal sangat awas, teliti dan cerdas itu.
"Accchhhhh, kepandaian Kwan Kim Ceng sebagai tokoh muda Siauw Lim Sie sudah kita ketahui, juga Nona Nadine memiliki kepandaian yang terhitung jago kelas utama dewasa ini. Nyo Wangwe meski seorang hartawan, tetapi juga anak murid Siauw Lim Sie, cucunya tentu saja bukanlah tokoh sembarangan. Mana bisa seorang pemuda seperti Bu san meningkatkan kemampuan kalian jika kepandaiannya sendiri masih berada dibawah kalian, atau malah tidak mampu bersilat......?" sejatinya pertanyaan Hu Sin Kok diajukan kepada Kwan Kim Ceng, Nadine dan Nyo Bwee. Tetapi baik Cu Pangcu, Tek Ui Pangcu dan juga Koay Ji paham belaka kemana arah pertanyaan itu yang sesungguhnya. Meski begitu, yang membuat Tek Ui Pangcu dan Cu Pangcu sangat kagum adalah ketika mereka melihat Bu San yang tetap tenang dan tidak menjadi gelisah sedikitpun. Hanya saja belum lagi Bu San bereaksi dan menjawab, justru terdengar Kwan Kim Ceng berkata:
"Accchhhh, terus terang jika harus dikatakan memang teramat aneh Hu Locianpwee. Meski adik Bu San ini tidak mampu bersilat, tidak memiliki kekuatan iweekang dan hanya berlatih ilmu pernafasan, tetapi adik dia ini memiliki wawasan dan teori ilmu silat yang sungguh luas dan sungguh kaya serta mujijat. Bahkanpun menguasai tata letak dan cara beroperasinya jalan darah serta arus dan aliran iweekang, sehingga juga memiliki pemahaman yang detail mengenai upaya dan cara untuk merangsang peningkatan iweekang kami bertiga. Hal itu terutama dia lakukan melalui tata gerak dan menata lagi penataan pernafasan yang diselaraskan dengan ilmu silat, lewat latihan yang tekun dan tepat. Tapi memang, yaaaa begitulah, dia sendiri sayangnya tidak memiliki kemampuan untuk bersilat....."
Penjelasan Kim Ceng memang jujur dan seperti yang dijelaskan Bu San kepada mereka selama ini. Tetapi, bagi seorang yang secerdik dan secerdas Hu Sin Kok, penjelasan tersebut terlampau sumir dan terlampau banyak lubang kelemahannya. Tek Ui Sinkay dan Cu Pangcu melihat reaksi Hu Sin Kok yang justru menjadi tenang tetapi matanya jelas bersinar terang dan senang. Tahulah mereka, terutama Tek Ui Sinkay, bahwa tokoh tua yang cerdik itu pasti sudah paham dan tahu jelas keadaan seorang Koay Ji. Dan merekapun jelas amat paham bahwa tokoh tua itu tidak akan berhenti untuk mencari tahu dengan cara dan strateginya yang biasanya ampuh dan tokcer. Celakanya, mereka lebih sering tidak mampu mengikuti cara dan jalan sang tokoh tua itu ketika mencari jawaban atas ketidaktahuan yang membuatnya penasaran. Hal ini dikarenakan, selalu saja ada cara dan ada strateginya yang tidak biasa dan sulit mereka tebak sebelumnya. Strategi dan cara yang sering tidak terlintas dibenak mereka, tetapi ampuh dalam mencari tahu dan mencari paham atas sesuatu yang terlihat sulit untuk dipahami. Keduanya kaget, kecuali Bu San yang tenang saja ketika mendengar tokoh itu berkata:
"Sudahlah...... di atas semuanya, secara khusus atas nama Benteng Keluarga Hu bahkan juga atas nama seluruh rimba persilatan Tionggoan, lohu mengucapkan banyak terima kasih atas jerih payah dan bantuan besar dari engkau Bu San......" Hu Sin Kok berkata dengan nada serius dan tetap ramah sambil memandang Bu San sebagai orang yang memiliki banyak kebisaan. Koay Ji jadi merasa sedikit bangga dengan ucapan tersebut, tetapi juga sadar bahwa persoalan dengan Hu Sin Kok masih belum selesai dan akan ada ekornya nanti dibelakang. Jika Bu San sudah mengantisipasinya, adalah Tek Ui Pangcu dan Cu Pangcu, kedua suhengnya yang sebaliknya menjadi amat heran. Mengapa Hu Sin Kok tidak terlihat mencecar dan mengejar Bu San untuk penjelasan yang lebih tegas"
"Baiklah...... mari, sudah waktunya kita makan siang......" Hu Sin Kok membuyarkan beragam analisa dan tanda tanya di benak banyak orang saat itu. Tetapi, waktunya saat itu memang benar, sudah saatnya makan siang.
Makan siang berlangsung secara lebih santai dengan percakapan-percakapan yang cenderung ringan. Tidak nampak sedikitpun dari kata-kata dan gerak tubuhnya jika Hu Sin Kok masih akan mengejar rahasia Bu San. Entah mengapa. Sementara Bu San sendiri sudah bertingkah kembali seperti biasa, seorang pemuda yang polos namun cerdas dan terihat tidak punya kemampuan ilmu silat sama sekali. Diam-diam Tek Ui Sinkay mengagumi kedua orang itu, seorang tua dan yang seorang lagi masih sangat muda, namun mereka keduanya memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Tetapi Tek Ui Sinkay sangat paham, jika dengan caranya sendiri Hu Sin Kok akan terus bertanya dan terus mencari tahu. Jika saat itu dia seperti sedang tidak perduli, itu menunjukkan hal sebaliknya. Bahwa Hu Sin Kok yang paham dengan situasi tidak akan mengejar informasi itu, tetapi setelahnya, dia pasti sudah punya strategi yang saat itu sedang dirancangnya. Entah apa dan entah bagaimana.
"Anak muda, lohu ingin menghadiahkan sesuatu kepadamu sebuah barang sebagai kenang-kenangan dan sekaligus ungkapan terima kasih dari kami keluarga. Bisakah menemuiku di kamar baca setelah jamuan ini bubar, atau yaaaa, mungkin agak sore juga tidak mengapa....?" benar saja, dugaan Tek Ui Sinkay memang amat tepat dan tidak salah. Tetapi anehnya, dia tidak melihat sedikitpun rasa panik dari sinar mata Koay Ji, sebaliknya, mata sutenya itu justru berbinar-binar gembira dan berlagak seperti sedang penasaran karena akan mendapatkan hadiah dari Hu Sin Kok atau Hu Bengcu. Melihat semua itu, seorang Tek Ui Sinkay, Pangcu Kaypang justru menjadi pusing sendiri memikirkannya.
"Kionghi San ji, engkau memperoleh perkenan dihati Hu bengcu. Adalah baik jika engkau mengucapkan terima kasih terlebih dahulu kepada Hu Bengcu yang murah hati dan budiman......" Tek Ui Pangcu mengingatkan sambil melirik dan tersenyum kepada Bu San dan juga Cu Ying Lun atau Cu Pangcu, adik seperguruannya ketujuh yang saat itu sedang memandangnya.
"Terima kasih atas perhatian dan kasih Hu locianpwee, boanpwe benar-benar merasa tersanjung meski merasa tidak semestinya memperoleh hadiah khusus dari keluarga Hu locianpwee. Sesungguhnya boanpwe melakukannya karena memang itulah satu-satunya kebisaanku...." sambil berkata Koay Ji mengulapkan tangan memberi hormat kepada jago tua itu.
Dan menjelang pertemuan mereka akan bubar, Kwan Kim Ceng memutuskan untuk memanfaatkannya dengan berpamitan kepada Hu Sin Kok dan juga Tek Ui Pangcu secara langsung, mumpung ada kesempatan;
"Hu locianpwe, terima kasih atas jamuan makan siangnya. Mohon dimaafkan, besok pagi kami harus segera berpamitan, karena boanpwe harus mengantarkan pulang cucu dari Nyo Suheng ini, Nona Nyo Bwee......"
"Acchhhh, jadi kalianpun akan segera berpamitan..... baiklah, baiklah Kwan siauhiap. Mohon engkau sampaikan salam serta hormat lohu kepada Suhumu yang budiman itu, dan tentu juga kepada Nyo wangwe, semoga dia segera pulih kembali seperti sedia kala. Katakan, jika ada yang beiau butuhkan sekedar bantuan dariku, jangan segan-segan untuk memberitahu. Dan engkau, Nyo kouwnio, engkau sampaikan juga kepada kakekmu itu, bahwa kapan-kapan lohu akan datang menyambanginya di pesanggrahan keluarga Nyo yang luar biasa indahnya itu. Tetapi, kalau waktu itu datang, maka lohu pasti akan berada disana tanpa memberitahukan kepadanya terlebih dahulu, biar menjadi kejutan buatnya...."
"Terima kasih Hu locianpwee, pesan itu pasti akan siauwte sampaikan kepada kong-kong. Bisa kupastikan, Kong-kong pasti akan sangat senang menyambut kunjungan dan kedatangan Hu locianpwee......"
"Hahahahahaha, baiklah, baiklah anak-naka...... hati-hati dalam perjalanan kalian nantinya. Dan, engkau Bu San, jangan lupa, lohu akan menunggumu di kamar baca nanti. Tek Ui Pangcu dan Cu Pangcu, jika memang berkenan dan punya waktu yang memadai dan cukup, maka jiwi berdua juga boleh datang menemani Bu San untuk menemuiku nanti di kamar bacaku....."
"Baik, dengan senang hati Hu locianpwee, boanpwe pasti akan datang bersama Tek Ui Pangcu dan juga Cu Pangcu......" ujar Bu San sambil melirik sambil tersenyum kepada kedua kakak seperguruannya itu.
Poen Loet Kiam-kek (Jago Pedang Pengejar Guntur) Hu Sin Kok atau Hu Pocu, adalah pemilik Benteng Keluarga Hu di Telaga Kun Beng Ouw dekat Kota Ya In, atau juga terkenal sebagai BENGCU Rimba Persilatan Tionggoan. Pada saat itu dia terlihat sedang duduk dan seperti berpikir keras, kadang dia berdiri dan berjalan mondar-mandir, dan kadang dia kembali duduk untuk berpikir dan termenung. Jelas dia sedang berpikir keras dan sepertinya sedang dalam upaya memecahkan sebuah persoalan yang menyita seluruh perhatian dan konsentrasinya. Dalam keadaan seperti itulah tiba-tiba pintu kamar bacanya diketuk orang dari luar, tanda bahwa ada orang meminta masuk untuk bertemu. Hu Sin Kok nampak menarik nafas panjang, sepertinya dia tahu ada orang yang akan mencari dan meminta bertemu dengannya. Jelas memang, karena justru dialah yang tadi meminta orang tersebut untuk datang menemuinya. Mereka yang datang tidak lain dan tidak bukan adalah BU SAN, pemuda yang menyita perhatian dan kepenasaran sang Bengcu dan yang datang dengan ditemani oleh Tek Ui Pangcu dan juga Cu Pangcu;
"Mari..... mari masuk, lohu memang sudah menunggu...." dengan ramah Hu Sin Kok menyambut mereka bertiga dan mempersilahkan mereka duduk.
Benar, ruangan itu memang disebut sebagai Kamar Baca. Tetapi, sesungguhnya, kamar khusus Hu Sin Kok ini merupakan ruangan yang menyimpan banyak rahasia dan juga banyak koleksi-koleksi pribadi miliknya. Dan sebetulnya tidak layak disebut kamar, karena luas dan besarnya, meski tak seluas Ruang Pertemuan, tetapi jauh lebih besar dari sekedar kamar biasa. Ukuran dan besarnya bisa 5 atau 6 kali lipat dari kamar biasa, dan saking besarnya, tersedia cukup banyak kursi, jejeran buku bacaan dan senjata-senjata yang tergantung di dinding. Sementara itu, juga terlihat adanya rak khusus yang terisi hadiah-hadiah dan penghargaan orang kepada Hu Bengcu " juga ada sebuah meja yang cukup besar dan dikelilingi beberapa kursi. Semua tertata rapih, menggambarkan ketelitian dan kecerdasan seorang Hu Sin Kok. Kelihatannya, jika memang dibutuhkan, kamar baca tersebut bahkan bisa berubah menjadi ruang pertemuan mini yang akan mampu menampung sekitar 10 orang di dalamnya. Begitu masuk, Koay Ji kagum dengan kamar tersebut, termasuk juga koleksi senjata dan sejumlah tanda mata yang kelihatannya memang disengaja ditaruh dan disimpan di ruang atau kamar baca sang Bengcu.
"Terima kasih atas undangan khusus Hu Locianpwee,,,,,, Kamar Baca ini benar benar luar biasa, sungguh menginspirasi boanpwee untuk membangun kamar yang sama kelak di kemudian hari......" desis Bu San setelah dipersilahkan duduk oleh Hu Sin Kok, dan kini mereka duduk mengitari meja yang terlihat cukup antik dan terbuat dari bahan kayu yang cukup keras namun warnanya berkilat.
"Baiklah, tetapi sebelum melanjutkan, apakah benar dugaan lohu bahwa saat inipun lohu bahkan sedang tidak berhadapan dengan jatidiri sesungguhnya dari engkau anak muda" Yang bahkan dalam dugaan lohu lebih jauh, samaran Thian Liong Koay Hiap juga adalah hasil kerjamu. Apa dugaan lohu benar anak muda......?" sapa Hu Sin Kok dengan wajah yang ramah, sementara Tek Ui Pangcu dan Cu Pangcu yang memang sudah tahu rahasia Bu San terhentak dan kaget setengah mati. Betapa Hu Sin Kok bisa langsung buka rahasia dan menodong Koay Ji sebelum mereka semua merasa cukup nyaman erada di kamar baca itu. Tetapi, sekali lagi Tek Ui Pangcu kaget melihat reaksi Bu San yang tidak terkejut, tidak kaget dan tetap tenang seperti semula. Bahkan, memandang tanpa memberi jawaban kepada Hu Sin Kok, seperti mengiyakan tetapi seperti juga tidak mengiyakan. Mereka berdua malahan terlihat saling pandang dan seperti saling menjajaki kedalaman hati dan kedalaman atas pengetahuan masing-masing.
Dan mereka berdua terus sambil pandang selama beberapa saat lamanya. Sinar mata Hu Sin Kok yang berwibawa dan sinar mata Koay Ji atau Bu San yang tetap seperti ketika baru masuk tadi. Tetapi, beberapa saat kemudian, terlihat keduanya saling tersenyum dan tidak ada satupun kata-kata yang terucapkan. Tek Ui Pangcu dan Cu Pangcu maklum, bahwa kedua tokoh itu sedang adu kecerdikan dan membutuhkan daya yang lain dan berbeda sama sekali untuk melakukannya. Dan ketika akhirnya kedua orang itu duduk dengan nyaman, terdengar akhirnya Hu Sin Kok kembali buka suara:
"Acchhhh, benar, memang kadang-kadang kita tidak perlu harus "tahu" semuanya, cukup jika kita sudah "paham" sebagian besarnya dan tidak perlu tahu semuanya. Baiklah, silahkan menikmati dan santai saja dengan pertemuan ini anak muda, pertemuan kita dan komunikasi kita barusan membuatku semakin yakin dan percaya jika kata-kataku di penutupan perayaan Ulang Tahunku, sama sekali tidak keliru. Hanya saja, yang membuatku sangat kaget dan sangat menghentak pemikiran ialah, ternyata penopang Tionggoan kedepan adalah seorang anak muda, atau seorang yang masih sangat muda. Acch, sudahlah, tua atau muda tidak lagi penting memang, karena yang jauh lebih penting adalah bagaimana kita menghadapi bahaya yang berada di depan mata....."
Tek Ui Sinkay dan Cu Yung Lin atau Cu Pangcu tidak tahu apa yang dipercakapkan Bu San dengan Hu Sin Kok. Keduanya hanya saling bertatap wajah dan Hu Sin Kok sudah membuat kesimpulan yang sama sekali tidak keliru. Koay Ji tidak terlihat berkata satu kalimatpun, namun keduanya seperti sudah saling memahami. Yang dapat mereka sadari adalah, bahwa komunikasi "senyap" tanpa kata-kata tadi telah melahirkan kesepahaman antara Hu Sin Kok dan Bu San. Meski tidak disampaikan keluar dalam kata-kata ataupun kalimat, tetapi sikap dan percakapan mereka selanjutnya memperkokoh kesimpulan mereka itu. Dan kesimpulan mereka berdua memang sama sekali tidak keliru.
"Terima kasih atas kepercayaan dan penghargaan Hu Locianpwee, sesungguhnya boanpwee masih belum seperti apa yang dibayangkan oleh Hu Locianpwee. Karena tanpa seorang Kaypang Pangcu dan seorang Thian Cong Pangcu, sebenarnya tidak akan pernah ada boanpwee. Tidak akan pernah boanpwee berdiri berhadapan dengan Hu locianpwee yang terhormat dan luar biasa pada saat ini. Karena itu, penghargaan dari Hu Locianpwee, boanpwee anggap sudah terlampau berlebihan, berhubung masih teramat banyak orang yang sudah mengerjakan hal-hal besar lainnya....." desis Bu San dengan serba sedikit membuka jati dirinya sendiri, tetapi juga tidak menyingkap terlampau banyak sisi lain serta keberadaannya yang memang penuh misteri bagi banyak pihak itu.
Hu Sin Kok, Bengcu tua yang cerdik itu terlihat berubah menjadi lebih serius. Dia memandangi Tek Ui Pangcu dan Cu Pangcu bergantian dan kemudian memandang Bu San. Sontak suasana kembali berubah menjadi amat serius, meski bukanlah suasana yang resmi dan menegangkan. Suasana tersebut lebih dimana sedang terjadu "adu kecerdikan" antara Bu San dan Hu Sin Kok, dua orang yang sama-sama cerdas dan cerdik meski usia mereka berbeda cukup jauh. Ditengah arena adu cerdik itu, Tek Ui Sinkay dan Cu Yung Lin, hanya bisa memandangi keduanya dengan perasaan kebat-kebit. Untungnya Hu Sin Kok sejauh ini tidak menempatkan keduanya dalam posisi sulit dengan bertanya atau menanyai mereka tentang Bu San dan jati dirinya itu.
"Hmmmmm, anak muda, justru dengan makan siang tadi dan percakapan barusan, barulah lohu percaya dan meyakini tentang beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam satu perkataan belaka....." Hu Sin Kok berkata dengan suara berat dan serius setelah berpikir keras selama beberapa saat.
"Hu Locianpwee apakah juga sekaligus memiikirkan bahwa perkataan sederhana itu benar boanwee pahami ataukah tidak....?"
"Pastilah engkau pahami anak muda. Jika tidak, masakan lohu begitu mengagumi dan memujikan dirimu saat ini...?"
"Accchhh, dengan demikian perkataan sederhana itu tidaklah perlu lagi untuk Hu Locianpwee katakan keluar. Apakah benar....?"
"Sebetulnya memang ya, tapi karena Tek Ui Sinkay dan Cu Yung Lin berdua berada disini bersama kita, maka mereka bersua pasti sangat ingin untuk mengetahui apa sebetulnya kalimat sederhana itu...." tegas Hu Sin Kok sambil memandang kedua kakak seperguruan Koay Ji itu.
"Sayangnya keduanya sudah mengetahui kalimat sederhana itu Hu Locianpwee, jadi tidak bermakna banyak jika locianpwee mengatakannya....."
"Acccchhhhh, bolak-balik seperti ini ternyata Hu Bengcu hanya ingin mengetahui siapa sesungguhnya anak muda bernama Bu San ini.....?" akhirnya, bertanya juga Tek Ui Sinkay karena rasa penasaran dan baru menangkap apa inti percakapan Hu Sin Kok dan Bu San sejauh itu. Cu Pangcu nampak manggut-manggut tanda setuju dengan perkataan Sam Suhengnya.
"Sesungguhnya masih ada yang perlu kuketahui lebih jelas Tek Ui Pangcu, tetapi karena pengakuan bahwa ternyata anak muda ini memiliki kedekatan dengan jiwi pangcu, maka kecurigaan lohu sudah langsung hilang dengan sendirinya. Meskipun sebetulnya masih belum jelas benar dengan latar belakang dan jati dirinya yang amat luar biasa itu...... mohon maaf anak muda, tetapi lohu sudah berhadapan dengan kelicikan dan kehebatan Pek Kut Lodjin sejak puluhan tahun silam. Dan korban manusia waktu itu sungguh teramat banyak dan amat sulit lohu ungkapkan kesedihan dan keprihatinan saat itu. Karena itu, sungguh tidak ingin kita semua kecolongan oleh orang yang masih belum cukup jelas keadaannya, tetapi kini lohu sudah percaya sepenuhnya....."
"Syukurlah jika demikian Hu Locianpwee......" Koay Ji menjawab dan berkomentar singkat dan padat dengan tidak sedikitpun terlihat bahwa dia tersinggung ataupun marah dengan cara dan bicara Hu Sin Kok.
"Anak muda, dengan demikian kelihatannya kita berdua sepakat bahwa Thian Liong Koay Hiap tetap harus ada dan akan bekerja membantu Tek Ui Sinkay sebagaimana pengumuman lohu kemaren..."
"Memang benar-benar tidak ada yang akan dapat kita sembunyikan dari hadapan seorang Hu Locianpwee...." Koay Ji tersenyum dan kagum karena samarannya ternyata dapat ditebak jitu oleh Hu Sin Kok yang memang pintar itu.
"Bukan semata karena kepintaranku Anak muda, tetapi karena engkau sepertinya meninggalkan cukup banyak jejak yang mudah dicium orang. Jika mereka-mereka yang masih muda dapat berpikir lebih teliti dan cermat dengan menggunakan otak dan pengamatannya secara baik, maka tidak akan kesulitan melihat apa yang dapat kusimpulkan tadi itu....."
"Apakah karena baik Koay Hiap maupun Bu San selalu menggunakan tokoh yang sama untuk mendekati Hu Locianpwee....?"
"Benar, salah satunya memang masalah tersebut..... hal lainnya adalah, jika Thian Liong Koay Hiap munculkan dirinya, maka Bu San pasti hilang dan ataupun sedang bersembunyi disuatu tempat. Belakangan, melihat keadaan dirimu dan mengingat betapa hebat dan saktinya seorang Thian Liong Koay Hiap, maka Lohu akhirnya bisa menebak dengan tepat. Bahwa jika Koay Hiap hadir, Bu San bukannya bersembunyi, tetapi karena memang dia "tidak ada". Sesungguhnya jika ada orang yang memperhatikannya dengan teliti, maka mudah untuk mengetahui hal tersebut......" berkata Hu Sin Kok sambil mengelus jenggot putihnya. Jelas nada bangga terdengar dari suaranya.
"Hmmmm, benar kata Tek Ui Pangcu, bahwa menemukan tokoh sehebat dan sama cerdas dengan Hu Locianpwee sesungguhnya amat sulit....." puji Koay Ji yang kagum dengan kecerdasan tokoh tua itu.
"Tidak sulit, karena Lohu amat paham jika tokoh yang akan mampu menggantikan tempatku suatu saat nanti sudah ada. Bahkan, menurut Lohu, tokoh itu akan mampu memadukan kecerdasan Lohu dengan kesaktian 3 Dewa Tionggoan sekaligus. Dan jelas kenyataan ini merupakan berkah yang sungguh-sungguh tak terhingga bagi rimba persilatan Tionggoan......"
"Locianpwee, pujian terakhir sungguh sulit untuk Boanpwee terima....." Bu San jadi tersipu dengan sanjungan Hu Sin Kok.
"Pergantian generasi pasti akan terjadi, itu adalah kemauan alam anak muda dan tak dapat kita hindari. Hanya ada satu hal lagi yang belum lohu pahami, jika engkau berkenan anak muda, juga Tek Ui Pangcu jika berkenan, lohu ingin mengenali jati dirimu yang sesungguhnya. Tapi, sekali lagi, itupun jika engkau memang berkenan memberitahuku anak muda....." meski Koay Ji selalu berusaha untuk merendah, tetapi Hu Sin Kok selalu mengangkat dan memandangnya sangat tinggi dan sikap serta kata-katanya terdengar mengindahkan Bu San. Bahkan kedua suhengnya sekalipun kaget dengan penilaian dan penghargaan yang tinggi Hu Sin Kok kepada adik seperguruan termuda mereka itu.
"Sayang sekali Locianpwee, sesungguhnya boanpwee sendiri tidak tahu nama asliku sejak ditemukan Sam Suhengku lebih 10 tahun silam. Juga sejak tinggal di rumah Chit Suheng, semua upaya dan pengobatan untuk menggali kembali ingatan dan kenanganku, sama sekali tidak membawa hasil yang menggembirakan. Dan karena itu namaku sendiri tak kuketahui sampai sekarang ini. Mohon pengertian Locianpwe karena seperti itulah keadaan Boanpwee..."
"Suheng....." ach, jika demikian......?" kata-kata Hu Sin Kok terhenti sambil melihat dan memandang Tek Ui Sinkay dan Cu Yung Lin yang kedua-duanya mengangguk membenarkan dugaan dan kesimpulan Hu Sin Kok.
"Astaga ...... pantaslah engkau begitu dekat dengan kedua suhengmu ini anak muda dan pantaslah engkau demikian lihaynya. Benar, tidak akan ada lagi tokoh yang mampu untuk mendidikmu hingga mencapai tingkatan seperti sekarang ini selain dia, orang tua yang sangat mujijat dan sekaligus misterius itu......" desis Hu Sin Kok kini menjadi paham sepenuhnya dengan keadaan Bu San, anak muda misterius yang begitu hebat, cerdas dan pandai seperti dirinya. Dan masih ditambah dengan kesaktian yang amat luar biasa. Jika Bu In Sinliong adalah Suhunya, mana bisa Hu Sin Kok meragukan dan mempertanyakannya lagi"
"Hu Locianpwee, boanpwee ada satu permintaan yang ingin diajukan....." berkata Koay Ji sambil memandang Hu Sin Kok yang masih terlihat belum pulih kembali dari keterkejutannya dan ketersentakkannya begitu dia mengetahui siapa Suhu Koay Ji atau Bu San yang sebenarnya...
"Katakanlah anak muda...." Hu Sin Kok berkata dan menjadi tenang kembali setelah berdiam diri selama beberapa saat.
"Mohon jati diriku ini, Bu San dan Thian Liong Koay Hiap, hanya diketahui oleh Locianpwe dan juga dengan Jiwi suhengku. Karena ada alasan yang sungguh masih tak dapat kukatakan atau kukemukakan untuk saat ini, mohon maaf....."
"Hmmmmm, baiklah. Engkau boleh memegang kata-kataku Anak muda... terpenting buat Lohu, engkau bersedia dan siap membantu Sam Suhengmu untuk memimpin perlawanan rimba persilatan Tionggoan menghadapi Bu tek Seng Pay..."
"Baik, boanpwee pasti menerimanya. Pertemuan malam nanti, Boanpwee akan hadir sebagai Thian Liong Koay Hiap....."
"Bagus jika memang demikian...."
Percakapan keempat tokoh itu berangsung cukup lama. Sore hari baru terlihat Bu San meninggalkan Kamar Baca itu bersama Tek Ui Sinkay dan Cu Yung Lin. Tetapi malamnya, bukan Bu San yang menampilkan diri melainkan Thian Liong Koay Hiap dan membicarakan banyak hal, terutama strategi melawan dan membasmi Bu Tek Seng Pay. Sebagaimana strategi yang dibicarakan siang harinya di kamar baca Hu Sin Kok, itulah yang akhirnya dibahas dan diputuskan. Yakni dalam rangka melawan teror Bu Tek Seng Pay, maka di bawah pimpinan Tek Ui Sinkay dibantu Thian Liong Koay Hiap, serangan balik akan dilakukan. Ditetapkan 3 bulan kedepan serangan langsung ke markas Pek Lian Pay di Pegunungan Pek In San akan dilakukan bersama seluruh perguruan dan pendekar Tionggoan.
Tetapi, untuk melakukan serangan tersebut, berhubung banyaknya tokoh-tokoh hebat di pihak lawan, maka dibutuhkan perjalanan cepat untuk mengundang tokoh tokoh lihay Tionggoan. Karena itu surat undangan segera disebar secepatnya agar perguruan silat lain dapat ikut bergabung dengan waktu yang tepat. Sebulan sebelum penyerangan dilakukan dengan sasaran utama di Pek In San, maka seluruh pendekar akan berkumpul di pegunungan dekat Pek In San untuk menyusun strategi serangan. Disana kelak akan menunggu Tek Ui Sinkay dan rombongan utama penyerang yang berada disana sebelum waktunya. Semua yang ingin bergabung diundang secara rahasia untuk berkumpul di tempat yang akan diberitahukan menyusul, saat waktu penyerangan sudah ditetapkan dan ditentukan. Dan seluruh operasi tersebut akan langsung mulai dikerjakan sejak malam itu juga, bahkan pembagian tugas sudah langsung dilakukan malam itu.
Rombongan utama akan dipimpin oleh Tek Ui Sinkay dan akan didampingi oleh Cu Yung Lin adik seperguruannya dan juga para Pahlawan Utama Kay Pang. Di rombongan ini kelak akan bergabung Kwan Kim Ceng setelah mengantar pulang nona Nyo Bwee kembali ke rumahnya atau kembali ke kakeknya. Bahkan Siauw Lim Sie juga menyertakan satu barisan Lo Han Kun, bhiksu-bhiksu lapis kedua dari barisan andalan Siauw Lim Sie akan ikut dalam mengawal Pangcu Kaypang. Yang juga masuk dalam rombongan ini adalah sejumlah tokoh dari Hoa San Pay meski nama-namanya belum ditetapkan Tio Lian Cu yang hadir sebagai Ciangbudjin Hoa San Pay. Dan kelak, sebulan kedepan, Hu Sin Kok dan Kim Shia, saudara angkatnya, akan bergabung dengan rombongan utama ini menuju ke pangkalan yang akan diberitahukan menyusul kemudian.
Rombongan kedua atau tepatnya gugus tugas kedua adalah semua murid atau anggota Kaypang dan beberapa tokoh yang ikut membantu. Tugas utama mereka adalah membawa dan mengantarkan surat khusus dari Bengcu Tionggoan yang sudah ditandatangani oleh Tek Ui Sinkay selaku Bengcu baru dan sudha disetujuai semua, ke semua perguruan silat di daerah Tionggoan. Surat tersebut berisi alasan dan ajakan bergabung melawan Bu Tek Seng Pay agar perkumpulan itu tidak lagi mengganggu dan membantai perguruan-perguruan lain yang tidak bersedia datang dan menakluk ke Pek In San. Ada beberapa tokoh dari Kun Lun Pay, Bu Tong Pay dan juga anggota Benteng Keluarga Hu ikut serta dalam mengirimkan surat khusus Bengcu untuk semua kaum persilatan Tionggoan. Khususnya perguruan perguruan silat yang terancam oleh Bu Tek Seng Pay.
Gugus tugas ketiga adalah para pengintai yang lagi-lagi diisi banyak oleh anggota Kaypang. Hanya, sekali ini, mereka secara khusus akan diorganisasikan oleh Cu Ying Lun dan konon ada seorang atau dua orang tokoh besar lainnya yang memiliki hubungan dekat dengan Cu Ying Lun dan Tek Ui Sinkay. Tetapi, pelaksana nanti di lapangan dipercayakan kepada Bok Hong Ek dari Hoa San Pay yang akan terjun bersama anggota Kaypang terlatih. Merekalah yang akan secara khusus memantau dan mengintai apa yang akan dan sedang dikerjakan oleh pihak Bu Tek Seng Pay. Hal penting lainnya nanti akan segera ditetapkan cara untuk berkomunikasi dan keamanannya dengan sandi khusus dan bahasa isyarat antar para "mata-mata" dan pemimpin mereka di pusat. Berkomunikasi dengan Tek Ui Sinkay serta dengan lingkaran utamanya, juga akan diatur kemudian.
Gugus tugas terakhir adalah sekelompok orang yang bekerja untuk meminta serta mengundang tokoh-tokoh Tionggoan yang sudah menyepi untuk ikut turun gunung. Kelompok keempat ini dipimpin oleh To Pa Thian Pak (Penguasa Tunggal Langit Utara) Bu Bin An dan See Bun Sin-Kiam-jiu (Tangan Pedang Sakti Dari Pintu Barat) Lim Ki Cing. Selain mereka berdua, ditetapkan juga Tio Lian Cu, Khong Yan dan Sie Lan In. Ketiga tokoh muda itu menerima tugas khusus untuk melacak dan mengundang tokoh-tokoh pendekar asal Tionggoan untuk bergabung. Sebenarnya sasaran menetapkan mereka adalah para SUHU ketiga tokoh muda itu agar ikut campur tangan. Dan selain mereka, Thian Liong Koay Hiap, juga bertugas menjaga hubungan dengan pihak Hong Lui Bun dan Liga Pahlawan Persia untuk saling mendukung dan bekerjasama. Secara khusus Thian Liong Koay Hiap diberikan kebebasan untuk bergerak dan bertugas bersama gugus tugas lainnya.
Setelah penetapan tugas yang menjadi keputusan Rapat Bersama malam hari, esoknya sudah langsung bergerak. Diawali dengan berpamitannya Kwan Kim Ceng yang pergi bersama Nadine dan Nyo Bwee, tetapi tanpa Bu San yang diminta oleh Tek Ui Sinkay untuk menemaninya. Meski berat hati dan terlihat enggan pulang karena tak ditemani Bu San, tetapi akhirnya Nyo Bwee mau juga setelah Bu San terlebih dahulu berpesan:
"Pada saatnya kelak kita akan berjumpa Nyo kouwnio, tetapi tugasku bersama Tek Ui Sinkay teramat banyak........"
"Baiklah Bu San....... ingat janjimu untuk menemuiku kelak ya...." akhirnya Nyo Bwee mau juga diajak pulang oleh Kim Ceng.
Menyusul kemudian perguruan-perguruan seperti Hoa San Pay, Kun Lun Pay, Siauw Lim Sie, Kaypang, Go Bie Pay, Cin Ling Pay serta perguruan lainnya, pamitan untuk pulang dan sekaligus bersiap-siap untuk melakukan serangan balik. Bahkan tokoh-tokoh tua seperti To Pa Thian Pak (Penguasa Tunggal Langit Utara) Bu Bin An dan See Bun Sin-Kiam-jiu (Tangan Pedang Sakti Dari Pintu Barat) Lim Ki Cing, juga ikut berpamitan dan langsung bertugas. Hari itu Benteng Keluarga Hu langsung sepi dan normal kembai seperti sebulan sebelumnya. Yang masih tinggal hanya tokoh-tokoh utama saja, Tek Ui Sinkay, Cu Yung Lin, Bu San, Tio Lian Cu, Khong Yan dan juga Sie Lan In. Tetapi, merekapun hanya akan menetap sehari lebih lama karena masih ada yang harus mereka percakapkan dan putuskan sebelum pada akhirnya berpisah untuk tugas masing-masing.
Masih ada yang ingin dilakukan Koay Ji di Benteng Keluarga Hu. Hal yang pertama sudah langsung dilakukannya hari itu juga ketika Kwan Kim Ceng pamitan bersama Nadine dan Nyo Bwee. Sementara Tio Lian Cu sibuk mengurus kepulangan anggota dari Hoa San Pay dan Khong Yan juga dipanggil kakeknya Cu Yung Lin, Koay Ji yang dalam tampilan Bu San menemui Sie Lan In. Meski mereka berada di lokasi yang sama, beberapa kali bertemu, tetapi keduanya jarang bercakap. Sie Lan In berbeda jauh dengan Nona Nyo Bwee. Nyo Bwee yang belum sanggup menyimpan perasaannya, berbeda dengan Sie Lan In yang sudah lebih mampu menahan diri meski sudah sangat ingin untuk bercakap-cakap dengan Bu San.
Mudah ditebak, melihat kedatangan Bu San ketempatnya yang kebetulan mulai sepi karena sudah banyak yang berpamitan, amat menggembirakannya. Nampak benar dari binar matanya yang bercahaya gemilang dan sampai membuat Koay Ji sendiri terpesona. Tetapi, untung dapat segera ditutupinya dengan berkata:
"Enci Sie,,,,, engkau kelihatan seperti sangat gembira hari ini.... bagaimana, apakah engkau dapat menikmati suasana di seputar Telaga Kun Beng Ouw..?"
"Ecccchh, engkau Adik Bu San..... darimana saja" Engkau terlihat terlampau banyak urusan disini. Tapi, ngomong-ngomong, apakah engkau juga akan tinggal lebih lama di sini....?" bertanya Sie Lan In dengan nada penuh rasa ingin tahu
"Iya benar Enci, Tek Ui Pangcu memberiku banyak urusan dan juga memintaku untuk tinggal sehari lebih lama sebelum nanti pamitan untuk melanjutkan perjalanan. Bagaimana dengan engkau Enci, apa juga masih belum akan pergi....?" tanya Bu San yang entah mengapa, kini suara dan suasana hatinya lebih susah diatur. Entah mengapa dia berubah menjadi rada gugup dan menjadi rada sulit baginya untuk mengendalikan "kegugupannya" itu.
"Masih belum...... hmmmm seandainya bukan perintah Subo, mestinya aku sudah meninggalkan tempat ini secepatnya..." perkataan Sie Lan In ini semakin menambah rasa gugup dan bingung dipihak Koay Ji
"Ach, ech, apa ... apa maksudmu Enci Sie.....?" kaget juga Koay Ji mendengar Nona Sie Lan In berkeras untuk segera pergi
"Achhh, tidak, tidak apa-apa Adik Bu San...." Sie Lan In menjadi sadar kembali, jika bukan saatnya melampiaskan unek-uneknya terhadap Thian Liong Koay Hiap, justru kepada Bu San yang berada dihadapannya dan menjadi gugup karenanya. Untung saja Sie Lan In cepat sadar kembali ketika melihat Bu San yang bingung dan gugup karena kata-katanya. Untuk merubah suasana akibat keteledorannya itu, Sie Lan In dengan cepat kembali berkata dengan suara yang berubah menjadi lebih riang:
"Tapi, sudahlah ..... biarkan sajalah. Toch pesan Subo hanya untuk membantu dia itu, Thian Liong Koay Hiap yang menggemaskan dan sok hebat itu. Suatu saat aku benar-benar ingin bertanding melawan orang sombong itu adik Bu San, dan engkau harus membantuku....." gemas Sie Lan In yang akhirnya bisa melepas unek-uneknya dan merubah suasana percakapan dengan lebih melibatkan Bu San dipihaknya itu. Padahal, karena omongannya, Bu San sendiripun gelagapan, tetapi dengan cepat menemukan kata-kata yang dapat diungkapkan:
"Tapi, sangat mungkin sekarang ini enci Sie sudah dapat menandinginya. Karena kulihat dari sinar mata dan gerakan enci, kemajuan pesat dalam kecepatan dan juga iweekang cukup menonjol. Apa enci berlatih keras selama berada di Laut Selatan belakangan ini.....?" bertanya Bu San pada akhirnya dengan menemukan cela membuka percakapan lain. Dan benar saja, ini justru membuat keadaan mereka berdua menjadi lebih lepas.
"Apakah engkau melihat dan merasakannya adik Bu San" Menurut Subo, memang kepandaianku meningkat sangat pesat selama sebulan terakhir ini. Tetapi, apakah sudah cukup untuk dapat mengalahkan seorang Thian Liong Koay Hiap, enci sendiri sebetulnya masih belum cukup teryakinkan...." sekali ini Sie Lan In tidak mengumbar kesombongannya, karena sesungguhnya dia melihat sendiri bagaimana hebatnya Tian Liong Koay Hiap itu. Dan tanpa dia sadari, tempaan terakhir subonya, Lam Hay Sinni, bukan hanya membuatnya dapat meningkat pesat, tetapi juga ternyata membuatnya lebih "tahu diri". Sie Lan In menjadi lebih matang dan lebih bisa melihat lawan dan juga kemampuan diri sendiri.
"Enci, sesungguhnya agak susah buat menilainya secara akurat, tetapi, bagaimana kalau kita berjalan ke tepi sungai dan melihat bagaimana kemajuan enci selama sebulan berlatih di Laut Selatan.....?" kelihatannya Koay Ji memang seperti sedang mengajak "kencan", tetapi tidak akan dia seberani itu jika tidak memiliki alasan lain. Sementara bagi Sie Lan In, ajakan itu dianggapnya lebih dari sekedar ingin berlatih, angannya sudah jauh melambung, lebih dari sekedar ajakan jalan-jalan. Lonjakan perasaan yang luar biasa menyenangkannya, karena dia menganggap Bu San saat itu sudah lebih berani melangkah lebih jauh. Lucu memang, tetapi begitulah rasa jika sedang mempermaikan umat manusia.
Memang sepanjang perjalanan menuju tepi sungai, Koay Ji atau Bu San tidak ada sedikitpun menyinggung soal "rasa", tetapi tetap saja terasa manis dihati Sie Lan In. Sementara hal yang sama juga dialami Koay Ji, meskipun sebetunya dia memiliki maksud lain mengajak Nona Sie itu berjalan-jalan. Hal itu tidak disadari Sie Lan In. Dan tetap tidak sadar ketika Bu San memintanya untuk berlatih, karena terakhir kali mereka bercakap-cakap secara begini dekat, adalah ketika mereka akan berpisah dan Bu San memberinya banyak petunjuk untuk meningkatkan kemampuannya. Hal yang belakangan mengagetkan sang Subo karena petunjuk-petunjuk Bu San pada akhirnya juga membuat sang Subo mendapat inspirasi baru.
Tetapi, betapa kagetnya Koay Ji ketika menyaksikan perkembangan dan kemajuan Sie Lan In yang sungguh jauh diluar sangkaannya semula. Karena dengan kemajuan terkini, dengan mengandalkan kecepatan dan kekuatan iweekang yang sudah melonjak sangat jauh, Koay Ji sudah dapat mengukur bahwa nona pujaannya ini tidak akan kalah melawan Mo Hwee Hud. Memang benar, masih tetap kalah kuat, tetapi jelas iweekangnya sudah dilatih nyaris mendekati kemampuan si Dewa Iblis Api yang sangat menyeramkan itu. Jika kemudian dikombinasikan dengan ginkang atau kecepatannya yang semakin sulit ditandinginya itu, maka bisa ditebak hasilnya. Diam-diam Koay Ji menarik nafas panjang dan menggumam dalam hatinya:
"Benar-benar Subo seperti juga Suhu, manusia-manusia berbakat aneh yang akan sulit ditemukan di dunia persilatan....." gumam Koay Ji dalam hati. Dan ketika makin luwes dan makin manis gerakan dan lontaran kekuatan Sie Lan In, Koay Ji berturut turut tertegun: "Luar biasa, ini rupanya Hut Men Sian Thian Khi Kang (Tenaga Dalam Mujijat), iweekang cabang dari Ih Kin Keng, benar-benar mujijat. Dan gerak ginkang itu mestilah Ilmu Ginkang Sian-Ing Tun-Sin-Hoat (ilmu bayangan dewa menghilang), konon menjagoi bersama ginkang si Rase Aneh itu. Hmm, aku berani bertaruh, tidak akan mudah Mo Hwee Hud mengalahkannya jika kelak mereka bertemu dan bertempur satu lawan satu...."
Koay Ji terus mengikuti dan memandang semua gerakan Sie Lan In sampai pada akhirnya Nona Sie menyelesaikan "pertunjukkannya". Dia masih terdiam dan berpikir ketika Sie Lan In menegurnya:
"Adik Bu San, bagaimana menurut pengamatanmu .....?" tanya sang dara penuh rasa gembira dan rasa mesra sekaligus. Pertanyaan itu membangunkan Koay Ji dari lamunan dan dari hitungan-hitungan yang sedang dilakukannya dalam khayal dan dalam ingatannya. Diapun tersentak dan sontak menjawab:
"Enci..... sejujurnya kemajuanmu sungguh luar biasa, menurutku tingkatanmu saat ini sudah jauh melampaui kemampuanmu sebelum pulang berlatih ke Laut Selatan. Iweekangmu berjalan amat lancar dan nyaris tak habis mengalir, makin lama makin lemas menjebak, padahal kekuatan pukulnya justru semakin mematikan dan makin membahayakan. Gerakan ginkangmu untuk saat ini memang masih belum kutahu kalau ada yang berkemampuan menandingi ataupun menyamaimu. Pendeknya, kemajuanmu sungguh sangat mengejutkan..... sungguh-sungguh Subomu adalah mahluk luar biasa dan kelihatannya tanpa tanding untuk saat ini....."
Bukan main senangnya Sie Lan In. Jika bukan Bu San yang mengatakannya, dia mungkin masih akan ragu dan meragukan kemajuannya sendiri selama ini, tetapi dia tahu betul kemampuan Bu San dalam bidang yang aneh ini. Dalam hal menilai dan menakar kemampuan seseorang, Bu San sudah membuktikan kepadanya dan kepada kawan-kawan mereka yang lain. Tetapi meski sangat senang, dia masih cukup tahu diri dan berkata:
"Subo memang salah satu yang terhebat dewasa ini adik Bu San, tetapi menurut Subo sendiri, masih ada seorang tokoh hebat lain yang sangat dikagumi Subo. Bahkan Subo sendiri mengakui bahwa dia orang tua tidak pernah mampu untuk menakar dan mengetahui hingga dimana kemampuan tokoh hebat mujijat itu. Sayang sekali menurut Subo, aku jelas sudah tidak mungkin untuk dapat bertemu atau menemui tokoh itu, meskipun menurut Subo dia masih hidup dan bahwa kami sebetulnya masih memiliki hubungan....." Sie Lan In berkata sambil memandang Koay Ji penuh perasaan.
"Sungguh tak bisa kubayangkan sampai dimana kemampuan orang itu jika memang begitu Enci. Tetapi, menurutku sendiri, kemampuan Enci sekarang ini memang sudah melaju teramat jauh, sungguh jauh dari bayanganku semula. Baik dukungan tenaga, maupun pergerakan enci sungguh-sungguh sulit untuk menemukan cela lagi. Mungkin yang masih kurang tinggal kematangan dan pengalaman belaka, dan karena itu, akan amat sulit untuk menemukan tandingan..... kionghi enci, sungguh satu pencapaian yang amat luar biasa......"
"Bagaimana menurut pengamatanmu jika dibandingkan dengan Thian Liong Koay Hiap itu adik Bu San" Apakah encimu sudah memiliki kesanggupan menaklukkan ataupun mengalahkannya jika bertarung kelak...?" bertanya Sie Lan In dalam keraguan, karena dia sendiri sudah menyaksikan betapa misteriusnya tokoh itu dan dia sadar, seperti sebelum berlatih kembali di Laut Selatan, jaraknya dengan tokoh itu, sepertinya masih sama belaka. Jikapun terlihat menyempit, tetapi masih belum mencukupi untuk dapat menaklukannya. Entah apakah Thian Liong Koay Hiap yang juga meningkat kemampuannya ataukah karena selama ini dia begitu hebat dan ketat dalam menyembunyikan kepandaiannya yang sejati..." entahlah, Sie Lan In tetap belum mampu menemukan jawabannya.
"Secara detail aku tak akan dapat menjawabnya Enci, karena tidak dapat menelaah kemampuannya secara langsung. Tetapi, menurut penilaianku berdasarkan kisah orang lain dan juga penilaian Tek Ui Sinkay, maka enci tidak jauh terpisah dari tingkat dan kemampuan orang itu sekarang ini....."
"Hmmmm, sesungguhnya aku memang sangat penasaran dengan tokoh itu adik Bu San. Sangat ingin untuk secara tuntas adu kepandaian dengannya dan menentukan siapa lebih hebat dan tangguh. Tetapi susahnya, Subo justru memerintahkanku untuk membantu tokoh itu, dan engkau tahu Bu San, jika Subo memberi perintah, sungguh pantang untuk kulanggar...."
"Memang adalah jauh lebih baik jika kita dapat membangun hubungan yang lebih akrab dengan tokoh itu enci, bakalan jauh lebih banyak manfaatnya. Terlebih setelah dia, dengan dibantu enci bertiga, sudah mampu menawarkan ancaman maut atas acara peringatan ulang tahun Hu Bengcu barusan. Orang banyak amat berharap kepada tokoh itu bersama enci bertiga sebagai keturunan 3 Dewa Tionggoan untuk dapat mengatasi bencana rimba persilatan Tionggoan yang berada di depan mata kita dewasa ini....."
Ilmu Ulat Sutera 7 Pendekar Elang Salju Karya Gilang Pendekar Muka Buruk 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama