Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh Naga Langit 34

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 34


Bukan main keki dan kesalnya Koay Ji, tetai bukan main manisnya madu dalam hati Sie Lan In. Sebenarnya juga perasaan Koay Ji sama manisnya. Karena memang, dia, Sie Lan In sudah cukup lama jatuh hati kepada Bu San, dan juga kagum tak terkira kepada Koay Ji, tak disangka kedua tokoh itu adalah satu orang yang sama. Kedua figur impiannya yang entah mengapa dan bagaimana kini menyatu dalam diri satu orang, dan kini dia tahu, bahwa orang itu juga ternyata mencintainya. Betapa hati Sie Lan In tidak sangat senang" Mana bisa dia marah lagi kepada Koay Ji" Dan betapa bersyukurnya dia kepada Siauw Hong". Sama belaka dengan Koay Ji yang terbantu oleh ulah Siauw Hong. Marah dan gemas kepada adiknya tertutupi oleh fakta bahwa perasaannya sudah tumplek atau tepatnya ditumplekkan keluar oleh si nakal Siauw Hong itu.
"Sudahlah adikku, biarkan saja dulu dia...." desis Sie Lan In dengan bibir yang mulai tersenyum, tersenyum tipis, tetapi jelas di mata Siauw Hong. Gadis cilik itu sudah jelas mengetahui perubahan dalam diri Sie Lan In, dan jelaslah sekarang bahwa cinta kakaknya tidaklah bertepuk sebelah tangan.
"Ayo, mana kehebatan toakoku yang perkasa" Masak mengakui kesalahan dan juga perasaanmu kepada Enci In saja tidak berani" Beraninya cuma bilang dan ngaku kepada adiknya saja...... memalukan"
Benar-benar konyol dan serba salah Koay Ji. Tetapi, apa boleh buat, meski paham bahwa Siauw Hong main-main, tapi memang benar dia mencintai Sie Lan In. Hanya, persoalan Yu Lian yang membuatnya merasa tidak tenang. Tetapi, dalam keadaan "dipaksa" oleh Siauw Hong, mau tidak mau diapun harus mengatakan sesuatu. Hal yang sebetulnya sangat pribadi dan sangat rahasia, yaitu persoalan perasaannya. Tapi, apa lacur, Siauw Hong menjebaknya meski juga sebenarnya membukakan jalan baginya untuk berbicara. Melihat keadaan kakaknya, Kang Siauw Hong cukup paham dan merasa kasihan. Dia memang sengaja membuka jalan bagi kakaknya itu. Dan untuk tidak membuat mereka berdua bertambah kikuk, diapun kemudian berkata dengan suara lebih lunak:
"Nach, toako, engkau selesaikan sebagai seorang pria jantan, jangan hanya jago dalam menasehatiku saja....." sambil berkata demikian, dengan melirik genit kearah Koay Ji, dia kemudian menyingkir. Sambil berjalan menjauh gadis manis itu nampak tersenyum-senyum nakal.
Sepeninggal si nakal Kang Siauw Hong, Koay Ji merasakan badannya panas dingin, peluhnya mengucur deras, telapak lengannya sebaliknya terasa dingin. Sangat dingin. Sungguh repot dan runyam Koay Ji dan keadaannya pada waktu itu. Bahkan melirik dan melihat Sie Lan In pun dia jadi jengah dan takut-takut. Untungnya Sie Lan In berdiri dalam posisi sedang membelakanginya. Dan cukup lama keadaan mereka begitu, ada beberapa menit, sampai akhirnya dengan gugup dan berusaha mengumpulkan seluruh keberaniannya, Koay Ji kemudian berkata dengan suara gagap dan rada gugup;
"Sie Suci...... ech, maafkan, maafkan aku, Hong moy itu tadi, memang benar, dia itu tadi bicara seperti itu...... tapi sesungguhnya dia tidak bermaksud seperti itu. Karena itu, maafkan aku...."
"Hmmmm, bicara apa belepotan seperti itu....." sergah Sie Lan In dengan tetap saja membelakangi Koai Ji, padahal hatinya penuh madu. Dan saat itu, diapun sudah sangat ingin berbalik menghadapi Koay Ji.
"Di memang benar Sie Suci, sudah lama aku mencintaimu, juga sejak masih sebagai Bu San. Bahkan saat pertama kali bertemu di Kuil Siauw Lim Sie. Engkau maafkan aku, sungguh-sungguh aku tidak ada maksud menipumu. Dan lagi......"
"Cukup, jangan panjang-panjang...... ungkapkan bahwa engkau benar-benar sangat mencintai Enci In, seperti katamu. Ngaku dan lagaknya seperti orang gagah perkasa, tetapi untuk urusan ini saja sulit dilakukan...." pungkas Kang Siauw Hong yang ternyata masih nguping dan sungguh membuat Koay Ji menjadi gugup kembali dan Sie Lan In jadi salah tingkah dan tambah keki,
"Hong Moy, tadi kan sudah...."
"Sudah apa" Engkau kurang tulus, sampaikan langsung kepada Enci In..... dan juga, harus dengan penuh perasaan. Nach, sekarang kalian kutinggalkan berdua, kali ini benar-benar kutinggalkan, selesaikan urusan cinta kalian berdua....." si nakal Siauw Hong kemudian berlalu, namun sebelumnya dia memeluk erat Sie Lan In sambil berbisik, "jadi kakak iparku gak boleh jahat-jahat nanti ya.....". Tapi, Sie Lan In meski merasa amat berterima kasih tetapi tidaklah dapat berkata apa-apa. Sudah sadar dia bahwa Siauw Hong memang sengaja mengerjai mereka. Tapi, sejujurnya dia malah senang-senang saja. Amat senang malah dengan kejadian itu, karena membuka jalannya berdua dengan Koay Ji untuk dipertemukan.
Sepeninggal Kang Siauw Hong, baik Koay Ji maupun Sie Lan In masih saling salah tingkah dan cukup lama keduanya berdiam diri. Koay Ji benar-benar mengeluarkan keringat dingin, dan sungguh seandainya mungkin, ingin tenggelam masuk kebawah tanah. Tapi, bukankah itupun bukan perbuatan ksatria" Berpikir demikian, sekaligus merasa sebagai seorang pria, maka akhirnya Koay Ji berbisik,
"Sie Suci,,,,,, engkau maafkan aku......"
"Engkau tidak salah Sute,,,,,,"
"Betapapun, aku mohon maaf tidak jauh-jauh hari memperkenalkan diriku, meskipun punya alasan, tetapi kurasa tetap aku harus meminta maaf kepadamu....." Koay Ji berkeras minta maaf.
"Sudahlah Sute, engkau kumaafkan....."
"Dan mengenai hal yang satu itu, yang satu itu......" Koay Ji tiba-tiba merasa bibirnya kelu, susah berkata-kata. Boleh saja dia sakti mandraguna, boleh saja dia tahu yang sebenarnya ingin dia katakan, tetapi dia merasa seperti kelu. Seperti tidak ada atau kurang ada kalimat yang pas yang dapat dia katakan dalam kondisi dan keadaan seperti dia pada saat itu.
"Apa lagi Sute...?"
"Yang tadi itu...... yang tadi Siauw Hong...."
"Yang mana Sute...?" lirik Sie Lan In dengan tersenyum malu, tetapi juga dengan pandangan setengah geli meski pada .
"Mengenai satu hal itu tadi...." sungguh, banyak peluh dan juga keringat dingin mengucur di sekujur tubuh Koay Ji, bisa dipastikan tubuhnya basah oleh keringat. Tetapi saat itu Sie Lan In tetap terus membelakanginya, karena tidak atau belum berani bertatap muka dengannya berlama-lama. Hal yang kemudian membuat Koay Ji mulai merasa sedikit lebih tenang. Padahal, Koay Ji saat itu sedang kebingungan, apa dan bagamana mengungkapkan perasaan yang satu itu" rasa itu, mengapa mengungkapkannya terasa demikian susah dan sulit" Mengapa, mengapa dan mengapakah gerangan" Koay Ji benar-benar kebingungan dan seperti habis kata-kata untuk menggambarkannya.
Waktu kembali berlalu, keduanya masih dalam diam. Sampai pada akhirnya dengan segenap keberaniannya, dan segenap rasa yang dia miliki, akhirnya Koay Ji berkata juga kepada Sie Lan In,
"Aku, aku memang sudah mencintaimu sejak dahulu Sie Suci,,,,, maaf jika engkau tidak merasa itu pantas. Aku cukup tahu diri......." beban seberat gunung Thian Cong San seakan terlepas dari pundak dan batinnya setelah mengungkapkan kalimat "maha sakti" itu kepada Sie Lan In. Tetapi, Koay Ji kaget karena tiba-tiba Sie Lan In berbalik dan memandangnya sambil berkata, lembut memang,
"Aku melarangmu berkata demikian, Sute....." pandang matanya menjadi mesra dan jelas bersinar penuh cinta.
Kaget, bingung dan kurang mengerti Koay Ji. Tiba-tiba impiannya terhempas kebumi tetapi tidak membuatnya patah sepatah-patahnya, karena dia tahu diri dengan siapa dia dan latar belakangnya.
"Aku minta maaf Sie Suci, aku memang kurang pantas ......"
"Sute, bukan itu maksudku......" mau tidak mau Sie Lan In merasa geli karena Koay Ji salah tangkap dengan maksudnya.
"Maaf Suci, aku memang kurang paham dan kurang mengerti.... entah mengapa aku menjadi sulit berpikir terang dan jelas sekarang ini" kelu Koay Ji menghadapi Sie Lan In yang dia anggap menolaknya. Dan karena anggapannya itu, Koay Ji malah tiba-tiba menjadi amat sportif dan bisa menemukan ketenangannya sendiri untuk berkata dengan penuh percaya diri.
"Sute, tidak pantas engkau memandang dan menilai dirimu rendah setelah apa yang dilakukan Suhu, mengangkatmu menjadi murid dan kemudian tokoh kepercayaan dari Bengcu Tionggoan. Jelas sekali semua itu sudah mengangkat dan sekaligus memandangmu demikian tinggi di mata banyak orang....."
"Maaf, aku kurang paham Suci......."
"Apa engkau sungguh kurang paham dengan perasaan perempuan, dan perasaanku kepadamu.....?" kesal Sie Lan In dan kembali membelakangi Koay Ji, sungguh kesal sekali ini karena kebodohan Koay Ji. Dan perkataan Sie Lan In terakhir ini membuat perasaan nelangsa yang menyergap rasa Koay Ji tiba-tiba menguap pergi berganti perasaan sangat bahagia. Jadi..."
"Maaf jika aku bodoh untuk urusan seperti itu Suci, apakah, apakah engkau juga...?" tanya Koay Ji kembali gagap.
"Masih belum jelas juga bagimu....?" potong Sie Lan In menegaskan perasaannya dan membuat Koay Ji merasa pasti.
"Ach, terima kasih Suci......"
"Sudah, mari, Subo memanggil kita..." Sie Lan In berbalik, memberi Koay Ji pandang mata mesra dan kemudian mendahului Koay Ji kembali menuju ruangan dimana Lam Hay Sinni sedang berada.
"Kalian berdua duduklah, waktu untuk urusan pribadi sudah selesai, biarlah urusan yang lebih rumit, kalian pecahkan bersama kelak. Yang jelas, sebagaimana sudah kukatakan kepada Koay Ji, kalian berdua sudah kami jodohkan sejak jauh-jauh hari. Tetapi, bagaimana mewujudkannya, kami berdua sebagai guru-guru kalian berdua, tetap menyerahkan kepada kalian tentunya..." sambut Lam Hay Sinni begitu Sie Lan In masuk duluan dan diikuti oleh Koay Ji. Melihat sinar mata keduanya, Lam Hay Sinni sudah bisa menebak dengan tepat apa yang sudah terjadi, dan dia tidak lagi menahan diri memberitahukan soal perjodohan keduanya. Dan seperti sudah dia duga, Koay Ji dan terutama Sie Lan In, kini malah senang mendengarkan perkataan mengenai perjodohan yang disampaikannya itu.
Setelah menarik nafas panjang, lega dan senang akan masa depan kedua murid yang bersimpuh di depannya, Lam Hay Sinni kemudian berkata lagi dengan suara yang ;embut dan empuk di telinga;
"Nach, untuk selanjutnya, kalian akan memasuki proses yang sangat menegangkan, pertempuran yang tidak akan terelakkan, dan juga ketegangan yang akan susul menyusul satu dengan yang lainnya. Kematangan emosional kalian akan sangatlah menentukan, bukan hanya kepandaian ilmu silat yang sudah cukup tinggi kalian kuasai. Khusus untuk engkau Koay Ji, ada satu keberuntunganmu, yakni bahwa tingkatanmu sekarang ini malah sudah setingkat denganku, tapi engkau bahkan masih bisa menanjak lebih jauh lagi. Tapi, untuk dapat meningkat lebih jauh lagi, akan membutuhkan pengalaman kebatinan yang lebih, karena itulah yang justru mampu untuk lebih mematangkanmu. Karena itu, In Ji, kuijinkan kelak Koay Ji membimbingmu lebih jauh, dan jangan sekali-sekali engkau iri dengan sutemu itu. Karena sesungguhnya dia mengalami banyak sekali kemujijatan secara alamiah, yang bahkan berdua suhu dan subomu ini, nyaris tidak dapat mempercayainya pada awalnya. Tetapi, memang begitulah keadaannya. Untuk selanjutnya, kalian berdua mesti lebih sering bekerja sama, juga dengan murid bungsu dari Bu Tee Hwesio . Mengenai murid Thian Hoat Tosu, diapun sudah punya modal yang memadai untuk dapat menandingi kalian, tetapi memang jalan iweekangnya agak berbeda. Hanya karena didikan dan pengorbanan Suheng, dia berhasil menemukan jalan menuju puncak kemampuannya. Itu semua mengenai kalian dan masa-masa dekat yang akan kalian lalui......"
Sambil memandang Koay Ji dan Sie Lan In berdua yang tertunduk dengan hikmat mendengar wejangannya, Lam Hay Sinni kemudian berhenti sejenak. Dia meneliti seri wajah kedua muridnya itu, dan melihat keduanya mendengar dengan hikmat dan tekun, diapun melanjutkan:
"Koay Ji, sebelum engkau menyembuhkan mereka bertiga maka sangatlah perlu kuberitahukan kepada kalian berdua, setelah hari ini, maka setidaknya dibutuhkan waktu nyaris setahun untuk menemani dan menyembuhkan luka jiwa mereka. Semoga tidak selama itu waktu yang kuperlukan. Luka fisik dan kehilangan ingatan akan mudah disembuhkan, tetapi menerima kenyataan betapa mereka menjadi alat berbuat kejahatan oleh orang lain, membutuhkan waktu yang panjang dan bukannya pendek guna membuat mereka berdamai dengan diri sendiri...... karenanya, setelah engkau mengobati mereka, ketiganya akan kubawah ke Gua Suheng dan mengobati mereka disana. Soal Suhumu setuju atau tidak, biar aku yang menanggungnya Koay Ji, janganlah engkau khawatir....."
Untuk sejenak Lam Hay Sinni berhenti bicara, berdiam selama beberapa waktu dan tidak lama dia lanjutkan lagi;
"Yang kupikirkan hanyalah, bagaimana kalian nantinya menghadapi adanya 2 tokoh mujijat di pihak mereka. Jika seorang lawan seorang engkau masih mampu guna menanggulanginya, tetapi menghadapi mereka berdua sekaligus, maka akan sangat riskan buatmu. Apa boleh buat, engkau membutuhkan paduan Khong Yan bersama In Ji ataupun dengan Tio Lian Cu baru mereka mampu bertahan. Dengan hadirnya Khong Sim Kaypang, maka perimbangan kekuatan sudah cukup memadai, karena itu kuputuskan memulai proses mengobati ketiga kakak seperguruan kalian itu. Dan, mungkin baru setahun kedepan kita bertemu kembali, itupun merupakan pertemuan kita yang terakhir kalinya......."
"Subo,,,,,," desah Sie Lan In
"In Ji, selama setidaknya setengah tahun subomu akan bertapa menemani mereka bertiga di Thian Cong San. Sesekali engkau menengok Lam Hay dan engkau boleh menemani Koay Ji berkunjung ke Persia, sebagaimana Subomu dahulu menemani Bu In Suheng ke Persia sesuai dengan penugasan mendiang Suhu. Koay Ji, engkau paham maksudku bukan...?"
"Tecu paham Subo,,,,,"
"In Ji, engkau paham dengan penugasan Subomu....?" tanya Lam Hay Sinni sambil memandang tajam kearah Sie Lan In.
"Paham dan siap Subo...."
"Mana Subo paham bahwa tanpa diminta Koay Jipun, pasti akan kupaksa dia untuk membawaku ikut serta ke Persia....." desis Sie Lan In dalam hati, namun mulutnya menyunggingkan senyum manis. Senyum senang.
"Baiklah, dan terkahir untuk pertikaian antar perguruan pada setahun kedepan. Koay Ji, kita mesti mempersiapkan diri lebih baik lagi. Setahun di Gua suheng pasti akan dapat kulakukan persiapan yang lebih baik, harap engkaupun menetapkan waktu yang pas untuk selalu melatih diri selama dalam perjalananmu nanti. In Ji jelas bisa dilibatkan dalam pertarungan itu sebagai muridku, tetapi, entah setahun belakangan ini dia akan bisa mencapai tingkatan seperti engkau saat ini. Jika tidak, lebih baik jangan dilibatkan, karena cukup berbahaya....."
"Tecu mengerti Subo, persiapan kamipun sudah cukup baik, meski masih tetap harus terus menempa diri lebih jauh....."
"Subo, masalah apakah ini.....?"
"Sudahlah In Ji, biar Koay Ji yang kelak akan menceritakan persoalan ini kepadamu lebih jauh. Kisahnya cukup panjang dan berliku, selain itu, persoalan tersebut juga langsung berkaitan dengan kakek gurumu....."
"Accch, baik jika begitu Subo....."
"Nach, sekarang engkau sudah bisa mengobati mereka Koay Ji, karena sebentar lagi mereka akan siuman...."
"Benar Subo, lagi pula, jika mereka siuman, akan jauh lebih sulit menyembuhkan mereka. Sekarang sudah saatnya...."
"Baik, mari kita masuk kedalam......"
===================== Siang harinya, Tek Ui Sinkay, Bengcu Tionggoan, terlihat sangat gagah memimpin pertemuan di sebuah lapangan yang cukup besar dan di bagian depannya dibuatkan sebuah panggung darurat. Lapangan tersebut penuh dengan manusia, ada kisaran 500 sampai 600an tokoh dari berbagai perguruan ditambah dengan Benteng, juga perguruan keluarga, pendekar kelana, semua yang menujunjung tinggi kebaikan dan kependekaran. Mereka sudah berkumpul sejak 3 hari sebelumnya sesuai dengan waktu yang ditetapkan dalam undangan yang ditandatangani Bengcu Tionggoan, Tek Ui Sinkay. Dan, hari itu, sebagaimana kesepatakan, akan dibuka Rapat Besar guna mendengar keputusan kapan penyerangan terhadap kubu Bu Tek Seng Pay yang bermarkas di Gunung Pek In San. Dilihat keadaannya, maka persiapan sudah dapat dikategorikan siap dan tinggal menunggu komando terakhir dari Bengcu Tionggoan. Komando yang dimaksud adalah kapan waktu untuk segera menyerang lawan diturunkan. Karena sesungguhnya semua sudah siap dan nyaris semua yang diundang sudah berada di lapangan itu.
Di atas panggung, terlihat ada beberapa tokoh utama yang duduk dan berada di sana. Terlihat perwakilan dari Siauw Lim Sie yang dipimpin langsung oleh Hoat Bun Siansu yang kini menjabat sebagai Ciangbudjin Siauw Lim Sie. Bersama tokoh besar dari Siauw Lim Sie ini datang 18 Hwesio yang bertugas sebagai pembentuk Barisan Lo Han Tin yang maha hebat serta beberapa tokoh Hwesio liannya. Belum cukup, masih ada Hoat Hun Hwesio yang adalah juga sute dari Ciangbudjin Siauw Lim Sie. Kemudian, juga ada terlihat 15 anak murid Siauw Lim Siey lainnya yang turut memperkuat kelompok pendekar. Kekuatan kuil Siauw Lim Sie yang bergabung boleh dikatakan memang hebat dan sangatlah besar dan karena itu, Ciangbudjin mereka dipersilahkan sebagaimana sudah-sudah, duduk sebagai tamu kehormatan. Maklum, ratusan tahun terakhir, Siauw Lim Sie memang menjadi salah satu tiang utama penopang Dunia Persilatan Tionggoan dalam memerangi kejahatan.
Kemudian, sudah tentu Kaypang yang hadir secara lengkap pada saat itu, namun karena Bengcu adalah juga Pangcu Kaypang, maka saat itu, kursi kehormatan kaum Kaypang diserahkan kepada Hu Pangcu Kaypang yakni Giok Bin Sin Ang (Kakek Sakti Berwajah Pualam) Ouw Hok Cu Pok. Tetapi, yang membuat Kaypang jadi sorotan pada hari itu, karena entah bagaimana muncul seorang tokoh mereka yang pernah angkat nama sebelum Pek Kut Lojin mengganas. Yang seorang dikenal luas karena waktu itu memang termasuk tokoh yang supel dan sangat pandai bergaul, namanya adalah Hu Hauw Sin Kay (Pengemis Penakluk Harimau). Tapi, pada usia yang sudah cukup lanjut, dia tidak banyak berbicara dan hanya sesekali bicara dengan Tiang Seng Lojin dan penggantinya sebagai Pangcu Kaypang Hwa I Sin Kay (Pengemis Sakti Baju Kembang). Hwa I Sinkay ini adalah Pangcu jaman Pek Kut Lojin mulai mengganas, tetapi entah mengapa tiba-tiba menghilang dan baru kali ini munculkan dirinya kembali setelah 30 tahunan berlalu. Bisa ditebak, pihak Kaypang menjadi keripuhan meladeni munculnya tokoh-tokoh masa lalu mereka yang disegani rimba persilatan.
Tentu saja ada juga Khong Sim Kaypang yang misterius dan kurang begitu dikenal. Tetapi, bagi kalangan Kaypang, kelompok ini sangat keramat dan sangatlah dihormati. Seperti biasanya, tokoh-tokoh mereka, termasuk juga Barisan Pengemis Pengejar Anjing, memang tidak mau menonjolkan diri. Mereka cenderung bersikap tertutup dan hanya kepada tokoh tertentu saja mereka berani membuka diri dan berbicara terbuka. Sejauh ini, hanya dengan pihak Thian Cong Pay dan Siauw Lim Sie mereka banyak berkomunikasi, selebihnya mereka bersikap agak tertutup. Karena itu, mereka lebih banyak berdiri di belakang panggung dan bercakap-cakap dengan para leluhur dan juga Tianglo Kaypang. Kim Jie Sinkay terutama terlihat sangat tertarik jika bercakap dengan Koay Ji yang sangat dikaguminya.
Kekuatan Kaypang sekali ini, boleh dibilang adalah yang paling besar dan melebihi setengah jumlah para pendekar yang berkumpul. Ada sekitar 300 lebih anak buah Kaypang yang mendukung penyerangan ini dari total 600 atau lebih yang terkumpul untuk memusnahkan Bu Tek Seng Pay. Tentu saja jumlah tersebut adalah jumlah yang sangat besar, karena Kaypang memang dikenal sebagai perkumpulan terbesar dari segi jumlah di Rimba Persilatan Tionggoan. Tetapi, semua anak buah Kaypang tersebar dan menyebar di lapangan, bahkanpun di nyaris semua sudut lapangan yang memungkinkan musuh menerjang datang. Bahkan Barisan Pengemis Kaypang yang juga dikenal sebagai Pengawal Khusus Pangcu, yakni Kaypang Cit Ti Sat (7 Algojo Akhirat dari Kaypang) malahan berjaga di garis luar. Mereka bertugas dan berjaga bersama dengan Barisan Pengemis Pengejar Anjing.
Selain Siauw Lim Sie dan Kaypang, perguruan terkenal yang juga muncul dan dikenal cukup luas adalah Perguruan Hoa San Pay. Ciangbudjin muda pada waktu itu adalah Tio Lian Cu, dan mungkin dia adalah Ciangbudjin termuda yang pernah muncul dari sebuah perguruan di Tionggoan. Ada banyak tokoh Hoa San Pay yang muncul di Thian Cong San, tepatnya kaki gunung Thian Cong San yang berjarak beberapa jam belaka dari Markas lawan. Ada setidaknya 40 an orang dari Hoa San Pay yang ikut bergabung dibawah pimpinan Ciangbudjin mereka. Kemudian, juga ada dari perguruan lain seperti Tiam Jong San, dari Kun Lun Pay, Go Bi Pay, Bu Tong Pay, Cin Ling Pay serta juga masih banyak lagi daftar perguruan silat yang menggenapkan jumlah lebih 600 kaum pendekar.
Masih banyak yang hadir dan sulit disebutkan satu persatu, karena ada perguruan kecil yang hanya mengirimkan wakil satu orang, ada yang hanya beberapa orang. Tetapi, semua yang hadir, sedikit atau banyak jumlahnya, memang secara sengaja mengirim utusan sebagai bagian dari kebersamaan Rimba Persilatan Tionggoan. Hal yang sudah berlangsung cukup lama, dengan perguruan-perguruan utama yang biasanya menjadi penopang utamanya, seperti Siauw Lim Sie, Kaypang, Bu Tong Pay yang kebetulan sedang meredup, Hoa San Pay, Kun Lun Pay, dan Go Bi Pay. Peran perguruan-perguruan lainnya biasanya tergantung reputasinya pada saat mengerjakan hal-hal penting secara bersama.
Koay Ji datang bersama Khong Yan dan Sie Lan In, sementara Tio Lian Cu sudah lebih dahulu berada di lapangan itu dan sudah duduk di kursi kehormatan sebagai Ciangbudjin Hoa San Pay. Tetapi, sebelum pertemuan dibuka, Koay Ji agak kaget karena masih juga belum menemukan keberadaan dari kawan-kawannya, yakni Yu Lian, Yu Kong, Tian Sin Su bersama Hek Man Ciok dan Hek King Yap. Otomatis diapun celingak-celinguk kesana kemari untuk menemukan keberadaan mereka. Tetapi, sesaat sebelum dia bergabung dengan semua saudara seperguruannya di belakang panggung dan juga melihat kehadiran Kim Jie Sinkay disana, tiba-tiba seseorang datang dan kemudian bertanya kepada Sie Lan In dan Khong Yan. Dan pertanyaan itu sangatlah mengagetkannya;
"Sie Kouwnio, ada yang menyampaikan pesan minta bertemu dengan Sie Kouwnio atau dengan Thian Liong Koay Hiap. Tentang Koay Hiap, terlampau sulit untuk bisa menemukannya, tetapi menemukan Sie Kouwnio disini, maka kami bisa sampaikan pesan ini. Mereka yang ingin bertemu berada bersama Yu Kouwnio dan kakaknya, juga Hek Locianpwe dan anaknya, tetapi selain mereka, nampaknya ada beberapa orang yang bergabung bersama mereka. Konon, merekapun akan bergabung guna menyerang Bu Tek Seng Pay di gunung Pek In San, tetapi merasa agak ragu untuk bergabung kemari, kecuali Sie Kouwnio atau Koay Hiap menemui mereka. Mereka berada di hutan sebelah timur..." pesan itu disampaikan dan entah mengapa, Koay Ji langsung merasa bahwa ini adalah pesan yang amat penting. Sedikit banyak dia dapat menerka dan menebak siapa gerangan mereka yang sangat ingin bertemu dengannya sebagai Thian Liong Koay Hiap.
Sie Lan In memandangnya dan kemudian bertanya agak bingung karena belum tahu jelas siapa yang ingin bertemu:
"Sute, bagaimana ini....." tanya Sie Lan In kebingungan bagaimana menjawab dan meladeni permohonan yang misterius itu.
"Biar kumintakan ijin kepada Sam Suheng agar kita dapat menemui mereka..." Koay Ji berkata sambil kebingungan dengan cara bagaimana dia menemui kawan-kawan yang dia bisa pastikan adalah rombongan dari Persia dan sudah berada bersama dengan Yu Lian dan kawan-kawan mereka yang lain. Hal ini dapat dia pastikan, karena itu dia berinisiatif untuk meminta ijin sam suhengnya.
Sepanjang perjalanannya menuju ke panggung, dia memikirkannya, tetapi tetap agak sulit menemukan cara yang tepat. Tidak berapa lama, beberapa saat sebelum pertemuan dibuka, diapun meminta ijin berbicara dengan Tek Ui Sinkay yang begitu melihatnya langsung memanggilnya:
"Siauw Sute, apa yang ingin engkau sampaikan.....?" tanya Tek Ui Sinkay yang amat yakin, jika Koay Ji ingin bertemu di saat penting seperti ini, mestinya untuk sesuatu yang sangat penting bagi missi mereka. Karena itu, begitu dia menerima pesan dari anggota Kaypang tentang keinginan Koay Ji, diapun langsung memanggilnya dan sudah langsung bertanya. Meski dia bertanya tidak dengan suara dan sikap yang agak mencolok dimata banyak orang. Maklum, bagaimanapun dia adalah Bengcu, sementara siauw sutenya itu meski memiliki kemampuan yang maha luar biasa, tetap belum dikenal banyak orang.
"Sam Suheng, mohon ijin, ada sahabat-sahabat dari Persia yang ingin bergabung, tetapi mereka meminta sutemu ini sebagai Thian Liong Koay Hiap untuk menjadi penghubung antara mereka dengan kawan-kawan pendekar di Tionggoan. Kekuatan mereka sangat besar dan kuat meskipun hanya sebanyak 10 atau 11 orang yang sedang bertugas di Tionggoan ini. Dan, mereka memang memiliki ganjalan dengan seorang tokoh besar di pihak lawan, dan pasti akan bertarung secara sungguh-sungguh untuk menangkapnya. Bagaimana menurut Tek Ui Bengcu" Apa mereka kita undang atau biarkan bertarung di luar lingkaran kita....?" tanya Koay Ji dengan ilmu menyampaikan suara dari jarak jauh, meski mereka sudah berdekatan. Tetapi, di mulut dia berkata berbeda:
"Tek Ui Bengcu, apakah sahabat-sahabat kami, Yu Kong dan rombongannya dari Hong Lui Bun sudah ikut bergabung atau belum.....?"
"Mereka boleh bergabung Sute, tetapi engkau aturlah tempat yang baik dan tepat agar mereka merasa berada bersama dengan kita....." jawab Tek Ui Sinkay tetapi di mulutnya dia berkata;
"Mereka masih belum kelihatan bergabung sute,,,,,,,,"
"Baiklah, biarlah tecu yang mencari mereka berada dimana......." jawab Koay Ji yang kemudian sudah langsung kembali ke Khong Yan dan Sie Lan In. Tetapi, dalam perjalanan yang tidak jauh itu, dia menemukan akal.
Dan begitu bertemu dengan Sie Lan In dan Khong Yan, diapun langsung berkata dengan nada suara serius:
"Sie Suci, Khong Sute, percakapan sekali ini harus agak aman dan tidak boleh ada musuh yang mengintip. Karena itu, kita mesti berbagi tugas mengamankan dua sisi yang agak lemah, karena tidak dijaga secara baik. Sisi depan dan belakang sudah dijaga oleh Barisan Pengemis Pengejar Anjing dan Lo Han Tin dari Siauw Lim Sie, mereka masih didukung oleh barisan pendam Kaypang. Tetapi, pada arah Barat dan Timur, penjagaan relatif lemah, kita mendapat tugas melakukan perondaan selama pertemuan itu berlangsung. Khong Sute, engkau membantu penjagaan di sisi Barat, dan aku bertugas di sisi Timur, Sie Suci melakukan perondaan berkeliling, karena kecepatan bergerakmu. Mengenai, kawan-kawan dari Persia, ternyata menurut Sam Suheng, sudah ditangani oleh Thian Liong Koay Hiap......." dalam waktu singkat, otak cerdas Koay Ji mampu menemukan cara mengatasi kesulitan yang dia hadapi berkaitan dengan keinginan pihak Persia untuk dia bantu ikut menyerbu Gunung Pek In San. Karena mereka, memang sedang mengejar Geberz yang lari dari penjara mereka sebagai tawanan yang berbahaya.
"Baik Suheng,,,,,,, aku akan langsung menuju ke sisi barat membantu penjagaan di sana...." jawab Khong Yan yang langsung bergerak tanpa banyak bertanya dan meminta penjelasan lebih jauh.
"Kita berjumpa kembali disini setelah pertemuan berakhir Sute,,,," pesan Koay Ji saat Khong Yan mulai menjauh
"Baik Suheng,,,,"
Sepeninggal Khong Yan, Sie Lan In memandnag Koay Ji dan kemudian bertanya dalam nada suara serius;
"Sute, bagaimana caraku melakukan perondaan ini....?"
"Mari, kita bersama menuju ke arah timur, engkau bisa memulai pekerjaanmu dari sisi yang sama dimana aku bertugas Suci,,,,," ajak Koay Ji dan mereka berduapun segera bergerak menuju ke sisi timur. Koay Ji sengaja memilih sisi timur, karena memang dia berencana untuk menemui kawan-kawan asal Persia yang mengikat tali perkenalan dan persahabatan dengannya beberapa bulan silam. Dan, diapun juga menerima penugasan sam suhengnya untuk menjadi penghubung dengan sahabat asa Persia yang bersedia bergabung itu.
"Tugasmu memastikan, terutama sisi utara dan selatan, sesekali juga membantuku dan Khong Sute, agak tidak ditembus oleh mata-mata musuh, atau jago lihay yang mencoba mengintip dan memata-matai pertemuan yang dipimpin Tek Ui Bengcu. Tugas kita sangat penting Suci......" terang Koay Ji ketika mereka menuju area timur pertemuan para pendekar.
"Hmmm, baiklah Sute, benar juga, kita mesti memastikan mereka tidak mengetahui dan mendengarkan percakapan disini....."
"Tepat sekali......"
Tidak lama kemudian, keduanya sudah tiba di sisi timur dan Koay Ji serta Sie Lan In dapat dengan kemampuan mereka yang sudah amat tinggi menyadari bahwa ada pasukan pendam di sekitar tempat mereka. Dan Koay Ji kemudian mengangguk senang, karena mereka bekerja dan bertugas dengan baik.
"Engkau boleh segera meninjau bagian utara dan selatan suci, biarkan aku mencoba mencari celah yang mungkin ditembus musuh di hutan sebelah timur ini...." berkata Koay Ji kepada Sie Lan In yang dengan tangkas menjawab;
"Baik sute, aku segera pergi......." belum habis suara Sie Lan In, tubuhnya sudah melayang jauh dan sebentar saja bayangannya menghilang.
Sepeninggal Sie Lan In, beberapa saat kemudian, Koay Ji berkelabat kedepan guna mencari dimana tepatnya sahabat-sahabat asal Persia itu berada. Dan tidak berapa lama, Koay Ji kembali sudah berubah menjadi Thian Liong Koay Hiap dan bergerak cepat dan tangkas menuju tempat yang ditunjukkan kepadanya tadi oleh pembawa pesan yang juga anggota Kaypang.
Sementara itu, Tek Ui Sinkay, tidak lama setelah Koay Ji berangkat menemui kawan dari Persia, segera menyampaikan maksud pertemuan dan kemudian memimpin rapat para pendekar siang itu. Tetapi, pertemuan besar itu berlangsung singkat, yang agak lama adalah pertemuan terbatas untuk merancang strategi menyerang lawan di pinggang utara gunung Pek In San.
"Cuwi sekalian, sepanjang hari ini sebagaimana percakapan kita adalah waktu untuk persiapan terakhir. Besok, kita akan melakukan pertempuran mati hidup dengan para penjahat di gunung Pek In San. Karena itu, lohu menyarankan agar sepanjang hari ini kita melakukan persiapan dan beristirahat, agar kita dalam kondisi prima pada hari pertarungan nanti. Penjagaan kita, jangan dikhawatirkan, karena musuh dipastikan sulit untuk menyusup dan memasuki kompleks tinggal kita, tetapi meskipun demikian diharapkan kita semua tetap berwaspada. Ciangbudjin Siauw Lim Sie, Ciangbudjin Hoa San Pay, para sesepuh Kaypang, para pemimpin Tiam Jong Pay, Go Bi Pay, Kun Lun Pay dan semua pemimpin kita sudah memutuskan besok adalah harinya kita beraksi. Strategi terakhir akan diputuskan pada malam ini juga, dan akan kita jalankan pada besok hari.......... beristirahatlah cuwi sekalian, biarlah para pemimpin kita yang membicarakan strategi pertarungan besok hari nanti" demikian Tek Ui Sinkay menutup pertemuan pada hari itu yang diikuti dengan pergerakan ratusan pendekar yang membubarkan diri untuk beristirahat. Semua berlaku tertib dalam membubarkan diri, betapapun ketegangan mulai melingkupi mereka semua menunggu hari pertempuran besok hari.
Keputusan menyerang besok hari yang sudah diumumkan, mengakhiri spekulasi tentang hari H yang terus-menerus menjadi topik percakapan. Meskipun sebenarnya baru 3,4 hari para pendekar berkumpul di kaki gunung Pek In San yang berbatasan dengan gunung Thian Cong San. Bahkan, banyak yang juga baru ikut bergabung dua hari atau malahan sehari terakhir, alias baru saja bergabung dengan rombongan pendekar di tempat itu. Sebagian besar jika tidak semua, kurang tahu bahwa selama dua hari terakhir, Koay Ji dan kawan-kawan serta juga Tek Ui Sinkay justru sudah melakukan pekerjaan maha penting untuk mereka. Pekerjaan yang bisa jadi akan sangat menentukan pertempuran mereka besok hari. Bahkan tidak tahu kalau ada yang sudah berjibaku untuk sekedar mengetahui letak dan lokasi markas lawan yang kelak menentukan kemenangan atau kekalahan mereka.
Setelah semua pada membubarkan diri dan sebagian beristirahat, sebagian memilih bergaul dan bercakap dengan tokoh-tokoh lain, tokoh-tokoh utama dari perguruan penting di Tionggoan masih tinggal sampai kemudian Tek Ui Bengcu menyapa mereka dan kemudian berkata dengan suara tegas;
"Cuwi sekalian, mari kita membahas apa yang akan dan mesti kita lakukan untuk menghadapi pertarungan besok hari........." ajak Tek Ui Sinkay untuk kembali duduk dan memasang jarak yang cukup jauh dari pinggiran lapangan yang juga terjaga. Maksudnya adalah, supaya percakapan mereka tidak disadap orang dan terjaga kerahasiaannya agar lawan tidak bersiaga dengan strategi mereka besok. Meskipun dia tahu dan sadar, bahwa penjagaan sudah dilakukan secara berlapis, tetapi dia tetap berjaga dan menjaga jarak aman untuk disadap.
Tidak lama kemudian Tek Ui Sinkay membuka pertemuan terbatas, dengan berkata sesuai dengan yang bisa dibukanya;
"Cuwi sekalian, sesuai dengan pengamatan dan penyelidikan yang kami lakukan selama beberapa hari terakhir, maka kami menemukan ada 6 titik atau akses masuk yang mungkin kita gunakan. Ke-enam titik masuk itu, semua mengarah ke Markas Bu Tek Seng Pay di pinggang utara gunung Pek In San. Satu hal, jika kita bisa dan dapat mengetahui, maka musuh juga pasti mengetahuinya dan menyiapkan baik penjagaan maupun mungkin jebakan disana. Karena itu, kita harus bersiaga penuh dan kita akan menggunakan semua titik masuk itu agar lawan tidak berkonsentrasi menghadapi kita pada satu titik belaka. Kita memiliki setidaknya 3 barisan lihay yang sudah sangat terkenal, dan dapat kita optimalkan dalam pertarungan besok. Nach, mengenai pertarungan yang akan kita lakukan besok hari, apakah ada usul ataupun ide dari cuwi sekalian.." terutama atau secara khusus tentang bagaimana besok siasat pertarungan kita......?"
Semua hadirin yang mendengar uraian Tek Ui Sinkay menyimak penjelasan dan uraian sang Bengcu. Bahkan setelah Tek Ui Sinkay selesai berbicara, semua masih terdiam dan memikirkan jawaban atas pertanyaan yang baru saja diajukan oleh Tek Ui Sinkay kepada pertemuan itu. Dan menunggu beberapa saat, baru kemudian ada seorang yang minta ijin bicara,,,,,
"Tek Ui Bengcu, mungkin sebaiknya kita membagi dalam 6 kelompok yang berbeda seluruh pendekar yang sudah hadir dan berkumpul. Dan kemudian masing-masing kelompok tersebut memilih pemimpin kelompok dan menerjang melalui enam titik yang dimaksudkan tadi....." terdengar wakil dari Tiam Jong Pay, seorang tokoh pendekar pedang yang cukup lihay berkata yang berbicara menyahuitu pertanyaan yang diajukan Tek Ui Bengcu . Tokoh tersebut dikenal dengan nama Kim Ji Toa Beng (Elang Besar Sayap Emas) Koo Hong, tokoh berusia 48 tahun yang juga adalah Ciangbudjin perguruan Tiam Jong San. Karena masih baru dalam memimpin perguruannya, baru setahun terakhir, maka dia berusaha keras agar bisa dikenal kawan-kawan persilatan di Tionggoan.
"Tek Ui Bengcu Lohu Thi Pi Kim To (Golok Emas Lengan Besi) Ho Liang, dari Cin Ling Pay; sesungguhnya, lohu juga setuju dengan usulan Koo heng, tetapi, dengan jumlah kita yang kalah jauh banyaknya, maka menyebar pasukan ke banyak kelompok terhitung merugikan kita. Sebaiknya, paling banyak kita bertarung di tiga kelompok besar yang berbeda, dimana kepala kelompok masing-masing dilindungi oleh sebuah Barisan Sakti yang dimiliki oleh Siauw Lim Sie dan Kaypang. Dengan cara begini, maka konsentrasi orang-orang kita akan bisa terjaga dan bisa saling mengetahui keadaan masing-masing kelompok..." demikian usulan Ho Liang, usulan dari Cin Ling Pay yang juga menjadi bagian dari persekutuan pendekar itu. Usulan yang dirasa semua orang lebih masuk akal dan bisa digunakan.
Ho Liang tokoh dari Cin Ling Pay menutup penuturannya dengan menatap kearah Koo Hong, Ciangbudjin Tiam Jong San sambil tersenyum penuh persahabatan. Ide mereka mirip, meski pengelompokan saja yang berbeda, dan karena itu, Koo Hong dengan suara rendah kemudian menyahuti:
"Ide Ho hengte rasanya juga baik, tinggal bagaimana cara kita nanti dalam membagi atau melakukan pengelompokan yang lebih tepat dan baik. Hal ini penting agar kita bisa menghadirkan kekuatan yang maksimal...."
Bisik-bisik antara beberapa orang terjadi dan saling lempar ide dan usulpun segera terjadi, hal yang membuat suasana pertemuan itu cukup tegang. Tio Lian Cu terlihat agak senang dan menikmati pertemuan seperti itu, meski dia masih belum berani memberikan masukan. Masih enggan atau menahan diri. Jelas, dia ternyata senang dengan rapat atau pertemuan seperti yang sedang berlangsung saat itu. Malahan semakin lama dia semakin menikmati dan mulai sesekali ikut memberikan masukan setelah bercakap dengan beberapa senior atau tokoh senior dari perguruannya. Posisinya sebagai Ciangbudjin Hoa San Pay dalam usia muda dan seorang gadis pula, benar-benar menarik perhatian banyak orang. Tetapi, selain mereka yang sudah mengenal kehebatannya, beberapa orang yang melihatnya berbicara, ada yang mencibir dan kurnag yakin dengan kemampuannya baik sebagai Ciangbudjin, maupun kemampuan ilmu silatnya.
"Cuwi sekalian, kita harus agak memperhatikan tokoh-tokoh hebat yang berada dan berdiri di pihak lawan, beberapa diantaranya sudah pernah bertemu den bertempur dengan kami. Seperti misalnya Geberz yang adalah Susiok dari mendiang Pek Kut Lodjin, ataupun tokoh bernama Ciok Seng yang kemungkinan adalah sute dari Pek Kut Lodjin, masih ada pula Mo Hwee Hud dan istrinya yang beracun, kemudian semua murid Mo Hwee Hud, ada lagi perguruan misterius Tiang Pek Pay dan tokoh yang berontak di Hong Lui Bun. Juga, mohon dimaafkan, seorang tetuah Hoa San Pay dan beberapa murid pengkhianat kami, berada di pihak sana. Mohon ijinkan kami menangani mereka kelak. Bahkan, kabarnya, ada beberapa tokoh sepuh yang salah seorangnya pernah menyusup ke Thian Liong Pay dan untung ada yang bisa menanganinya dan mengusirnya....... kita harus sangat siap menangani mereka, jika tidak maka korban bisa berjatuhan dengan sangat banyak....." demikian Tio Lian Cu mencoba mengemukakan masukan dan idenya yang memang sangat benar, dan bahkan Tek Ui Sinkay mengangguk tanda paham dengan apa yang disampaikan Tio Lian Cu. Karena dia sendiri tahu sampai dimana kehebatan Nona muda yang juga adalah Ciangbudjin Hoa San Pay...... meskipun tentu saja ada banyak orang yang belum mengenal nona itu, memandangnya remeh.
"Tio Ciangbudjin,,,,, benar-benarkah Ciangbudjin sendiri pernah berhadapan dengan tokoh-tokoh sekelas Geberz yang engkau katakan sebagai Susiok dari mendiang Pek Kut Lodjin itu.....?" terdengar pertanyaan dari Hu Pangcu Ngo Bie Pay, tokoh bernama Hwi Ciauw Ong (Raja Cakar Terbang) Beng Bing Sia yang baru berusia 37 tahun. Wajahnya menyiratkan kepenasaran mendengar perkataan Tio Lian Cu yang menurutnya berlebihan dan sulit diterima akal. Bagaimana mungkin gadis muda itu sedemikian digdayanya meskipun faktanya dia memang adalah seorang Ciangbudjin dari partai terkenal Hoa San Pay" rasa penasaran yang wajar dan malah mewakili kepenasaran banyak orang.
"Setidaknya sejak peristiwa tragis yang terjadi di Benteng Keluarga Hu, sudah dua kali kami berhadapan langsung dengan mereka, termasuk baru saja kami bertarung bersama Khong Yan, murid Bu Tee Hwesio dan juga Siauw Sute dari Tek Ui Bengcu yang malahan menangani dan mengusir tokoh mujijat dari pihak lawan....." jawab Tio Lian Cu tanpa menduga yang bukan-bukan. Dia berbicara santai dan seadanya dengan tanpa memahami jika sebetulnya banyak orang yang meragukannya dan juga meragukan kata-katanya. Lagipula, Tio Lian Cu sendiri memang karakternya rada cuek dan tidak begitu perduli dengan apa yang dipikirkan dan dikatakan orang lain, kecuali mengenai dirinya dan Hoa San Pay.
"Acccch, benar-benar hebat jika memang demikian. Tetapi, apakah ada pada saat itu yang menjadi saksi matanya......?" tanya Beng Bing Sia kembali, dan pertanyaan kali ini membuat Tio Lian Cu memandangnya dengan sinar mata aneh dan merasa mulai terpancing emosinya. Dia mulai sadar bahwa ada "udang di balik batu" dengan kata-kata Beng Bing Sia barusan. Bukan hanya dia, bahkan anak murid Hoa San Pay lainnya, juga mulai tersinggung dengan cara bertanya tokoh itu. Bukan apa-apa, Tio Lian Cu memang masih sangat muda, dan pada awalnya tidak bersedia menjadi Ciangbudjin Hoa San Pay, tetapi dengan menjadi pemegang pedang pusaka Hoa San Pay, dia tidak bisa menolak tuntutan perguruannya. Dan lagi, sebagai murid terakhir sesepuh Hoa San Pay Thian Hoat Tosu, maka kepandaiannya sudah dapat ditebak sangat tinggi dan hebat. Kepandaiannya yang tinggi itu, dipastikan bukan hanya dikalangan Hoa San Pay belaka, tapi bahkanpun juga di rimba persilatan Tionggoan pada saat itu.
"Apa maksud Beng Hu Pangcu.....?" terdengar Bok Hong Ek, murid bungsu generasi tertua dari Hoa San Pay saat ini, Boh Hun Jiu (Si Tangan Pembelah Langit), Bun Thian Pah. Bok Hong Ek, meski baru berumur 26 atau 27 tahun, tetapi merupakan seorang murid yang paing cemerlang dari Suhunya dan sudah menerima tempaan luar biasa, termasuk dari Thian Hoat Tosu sekalipun. Melihat bagaimana Tio Lian Cu yang dia hormati dan sayangi sebagai sumoynya (sekarang Ciangbudjin dan tiba-tiba juga menjadi Bibi Gurunya), dia jelas sudah menjadi sangat tidak senang hati. Meskipun demikian, nada suaranya masih tetap tawar dan belum menanjak tinggi. Jelas emosinya terpancing dan akan mudah meledak, meskipun masih dapat dia tahan sedapat dan sekuatnya. Tetapi, dia sendiri sadar, jika percakapan yang amat tidak menyenangkan itu berlanjut terus dan gaya Beng Bing Sia tetap seperti itu, maka ledakan emosinya bisa dipastikan segera.
"Ada, siauwte bisa menjadi saksinya karena menyaksikan secara langsung berapa hari lalu di Thian Cong San....." belum lagi Beng Bing Sia kembali bersuara, tiba-tiba Hoan Kun yang sudah tahu kehebatan Tio Lian Cu dan yang juga menaruh simpati dengan gadis itu, sudah bersuara menyatakan pembelaannya. Hoan Kun adalah putra penguasa Lembah Cemara, dia hadir mewakili ayahnya yang karena berduka sangat dalam dan sangat terpukul, lebih memilih mewakilkan anaknya ke pertemuan para pendekar untuk menyerang Bu Tek Seng Pay itu. Dan Hoan Kun yang memang langsung dan jelas menyaksikan bagaimana Tio Lian Cu bertemput menghadapi lawan-lawannya, jelas bisa menjadi saksi. Saksi langsung yang sangat menentukan dan juga valid.
Tetapi, Beng Bing Sia, meski sekarang sudah menjadi Hu Pangcu Ngo Bie Pay, memang masih berdarah panas meskipun tetaplah dia seorang gagah. Dia memang dikenal selalu tegas dan terbuka, tidak mau bermain munafik. Apa yang dia pikirkan akan dia katakan dan tidak disembunyikan. Melihat Tio Lian Cu yang masih muda, meski adalah Ciangbudjin Hoa San Pay, dan bahkan seorang gadis pula, membuat dia merasa bahwa perkataan Tio Lian Cu tadi terasa seperti bualan dan bukanlah kenyataan. Berpikir demikian, maka itu dia berkata dan juga bertanya, tidak dengan maksud menyudutkan Tio Lian Cu, tetapi terasa seperti menyudutkan. Sebetulnya hanya untuk sekedar memuaskan dahaga rasa ingin tahunya dan juga sekaligus rasa kepenasarannya atas diri Tio Lian Cu.
"Maaf Tio Ciangbudjin, tidak ada maksud menyakiti dan menghinamu. Hanya saja, karena Ciangbudjin masih muda dan seorang gadis pula, maka mendengar apa yang Ciangbudjin katakan barusan, terdengar seperti bualan di telingaku. Tetapi, jika ternyata memang lohu keliru sangka dan terkesan memandang entang, maka saat ini Lohu langsung mengutarakan permohonan maaf......" memang tanpa tedeng aling aling orang bernama Beng Bing Sia itu.
Kata-kata Beng Bing Sia tidak salah, tetapi tentu saja susah diterima oleh anak murid dari Hoa San Pay, terutama Bok Hong Ek serta Thian Lui Sianseng (Tuan Geledek Langit) Yap Eng Ceng dan istrinya Pek Hoa Tiap (Kupu-kupu Seratus Bunga) Kiang Cui Loan. Mereka bertiga adalah murid dari Bun Thian Pah dan sama-sama datang mewakili Hoa San Pay sebagai tokoh-tokoh utama perguruan itu dewasa ini. Sudah barang tentu, di pundak merekalah selain Tio Lian Cu nama baik perguruan disandarkan. Dan bersama mereka, juga ada anak murid Hoa San Pay lainnya yang ikut datang, berjumlah hampir 50 orang banyaknya. Tetapi, Tek Ui Sinkay cepat melihat gelagat yang kurang baik, dan karena itu dia cepat memutuskan untuk bertindak. Tetapi sungguh sangat disayangkan karena dia masih terlambat sedetik dari Kiang Cui Loan yang sudah buka suara;
"Hmmm, kata-kata Hu Pangcu sungguh tidak pantas dan tidak layak. Jika memang ingin mengetahui kehebatan Tio Pangcu, bisa dilakukan di luar, tetapi dengan Hu Pangcu mengemukakan di tempat pertemuan seperti ini, maka sama saja dengan menghina dan menampar wajah kami dari Hoa San Pay. Apakah Hu Pangcu merasa ingin mencicipi kehebatan kami dari Hoa San Pay" tidak perlu Tio Ciangbudjin yang turun tangan, cukup kami pembantunya yang meladeni, tanggung kami masih akan mampu menahanmu dan memberi ingat hingga dimana kemampaun Hoa San Pay kami pada saat ini" tegas dan jelas Kiang Cui Loan, bahkan kesan dan pesan menantang sudah dia kemukakan. Tentu saja keadaan sontak berubah gempar dan suasana menjadi rada panas.
"Hahahahaha, tidak perlu sampai begitu Kiang Lihiap, kita berada diantara orang sendiri, tidka perlu sampai sejauh itu. Cukup hanya mendengar jaminan bahwa apa yang dikatakan Tio Ciangbudjin memang kenyataan. Sederhana saja...." jawab Beng Bing Sia yang jelas enggan meladeni tantangan Kiang Cui Loan. Dalam anggapan dia, Kiang Cui Loan adalah prajurit pembantu belaka di Hoa San Pay, akan repot jika dia melawan sekelas tokoh pembantu. Kalah rugi, menangpun rugi, apalagi Kiang Cui Loan adalah seorang perempuan, dan saat itu dia ditantang perempuan itu. Wajar jika karena itu dia memilih menghindar. Pilihan yang memang tepat karena jika diladeninya, dia akan mengalami kejadian yang susah dia lupakan sepanjang hidupnya kelak.
"Sudah kukatakan akulah saksinya, dan sesungguhnya, lebih dari itu, bahkan Tek Ui Bengcu sendiripun juga ikut menyaksikan bersama beberapa tokoh hebat lainnya yang hadir di lokasi, di Thian Cong Pay pada saat itu......" kembali terdengar suara Hoan Kun dan membuat Tio Lian Cu memandangnya penuh rasa terima kasih. Padahal, Tio Lian Cu sebelumnya sudah sempat merasa agak sebal dengan pemuda itu waktu mereka bertemu di Thian Cong Pay. Tapi, bencana berturut-turut bagi Lembah Cemara membuat naluri pemimpin dalam diri Hoan Kun terpancing keluar dengan sendirinya.?
Mendengar kesaksian Hoan Kun, semua mata kini memandang Tek Ui Sinkay dan juga Tio Lian Cu. Dan kesempatan itu digunakan oleh Tek Ui Sinkay untuk bicara dan menjelaskan apa yang dia tahu;
"Beng Hu Pangcu, sahabat-sahabat semua, apa yang disampaikan Tio Ciangbudjin memang tidak keliru, demikian juga kesaksian Hoan heng. Tetapi, pertanyaan Beng Hu Pangcu, lohu anggap masih wajar jika menimbang kondisi dan kesiapan kita saat ini yang akan berhadap-hadapan langsung dengan pentolan lawan. Hanya, jika Beng Hu Pangcu tahu bahwa Tio Ciangbudjin adalah murid dari Thian Hoat Tosu, maka bisa dipahami jika meski masih sangat muda dan seorang gadis pula, Tio Ciangbudjin memiliki ilmu kepandaian yang tidak lumrah. Dia mampu dan sanggup menandingi Geberz pada dua tiga hari lalu, bahkan juga sudah mampu menyusup ke belakang markas Bu tek Seng Pay kemaren bersama Sie kouwnio, murid Lam Hay Sinni dan Koay Ji, siauw sute kami. Mereka bahkan membebaskan 3 orang dari markas Bu Tek Seng Pay pada kesempatan itu, jadi bisa dibayangkan sampai dimana kemampuan Tio Ciangbudjin yang masih muda ini...." kalimat Tek Ui Sinkay ini membuat banyak orang yang belum tahu terkejut, dan kini mulai memandang Tio Lian Cu sebagai tokoh muda paling lihay. Mampu menyusup dan membebaskan orang dari kandang musuh, siapa lagi tokoh muda yang akan mampu melakukan kerja yang hebat dan menggemparkan itu"
"Tio Ciangbudjin, mohon engkau maafkan kelancanganku, tidak ada maksudku untuk menyudutkan dan meragukan kemampuanmu, hanya perlu tahu bahwa kita tidak sedang mendengar informasi yang keliru...... maka sekali lagi, lohu mohon maaf sebesarnya kepadamu Tio Ciangbudjin......" dengan ksatria, Beng Bing Sia berdiri dan meminta maaf langsung kepada Tio Lian Cu. Dan itu dilakukannya di hadapan banyak orang gagah, dan mau tidak mau Tio Lian Cu menjadi kagum dan semua kegeramannya segera terhapus dengan cepat.
"Sudahlah Beng Bing Sia Hu Pangcu, keterus-teranganmu membuatku merasa sangat kagum, engkau sungguh tokoh yang berterus terang. Tidak, sedikitpun kami dari pihak Hoa San Pay tidak menyimpan dendam dan juga rasa amarah. Jujur, kami malah sangat mengagumi keberterus-teranganmu itu....." Tio Lian Cu langsung berdiri dan menyambut permohonan maaf dari tokoh bernama Beng Bing Sia itu secara ksatria pula tentunya. Dan memang, seperti itulah senantiasa dan sewajar wajarnya yang selalu terjadi di kalangan para pendekar. Pada waktu-waktu silam, hal seperti ini sering terjadi.
Percakapan dilangsungkan lagi, bahkan sampai menjelang sore hari. Membicarakan strategi menghadapi tokoh-tokoh lawan, strategi memasuki Pek In San, serta hal penting lainnya. Menjelang sore hari muncul kemudian Koay Ji, Khong Yan dan Sie Lan In yang memasuki ruangan pertemuan terbatas itu. Bertepatan dengan saat Tek Ui Sinkay sudah mulai menimbang-nimbang dan kemudian memutuskan untuk segera mengakhiri pertemuan itu;
"Cuwi sekalian, sudah banyak usul yang dikemukakan. Tetapi, apa yang akan kita lakukan, bagaimana kita bergerak melakukan penyerangan, akan lohu sampaikan besok pagi-pagi sebelum kita bergerak. Sekaligus, besok pagi ada hal yang perlu kita persiapkan lagi, tetapi nanti akan diberitahukan besok hari, agar tidak terduga oleh lawan dan membuat mereka bersiap menyambut kita nantinya. Karena itu, lohu sarankan, malam ini kita semua beristirahat mengumpulkan tenaga agar besok kita sekalian bugar untuk pertarungan panjang. Lohu dapat memastikan, bahwa pertarungan besok akan berlangsung cukup lama, panjang dan makan waktu, maka kesiapan kita secara fisik sungguh sangatlah diperlukan...... Nach, dengan demikian, maka Lohu selaku Bengcu Tionggoan, saat ini menutup pertemuan dan besok pagi-pagi akan dilanjutkan. Kita semua siap untuk bertarung melawan musuh setelah pertemuan besok pagi......."
Setelah semua membubarkan diri, kecuali Ciangbudjin Siauw Lim Sie, Ciangbudjin Hoa San Pay bersama Koay Ji, Khong Yan dan Sie Lan In, masih belum beranjak pergi. Mereka semua masih menahan langkah karena paham bahwa ada berita baru yang dibawah oleh Koay Ji. Karena itu, setelah suasana menjadi lebih senyap dan tepat melakukan percakapan yang lebih terbatas, maka Tek Ui Sinkay kemudian bertanya kepada Koay Ji;
"Siauw Sute, bagaimana perkembangan dengan para sahabat dari Liga Pahlawan Bangsa Persia, apakah mereka memutuskan akan ikut bergbaung dengan kita guna menempur musuh besok hari....?"
?"Koay Hiap sudah menangani mereka, tetapi sejelasnya akan datang menemui Sam Suheng sebentar lagi karena mereka justru sudah datang bersama tecu saat ini..... biarlah mereka yang menyampaikan secara langsung kepada Sam Suheng dan semua sahabat disini" jawab Koay Ji
"Hmmm, sangat baik jika memang demikian, panggil mereka masuk.." Tek Ui Sinkay gembira dengan kabar itu dan langsung memberi perintah agar sahabat-sahabat dari Persia segera masuk.
Bagaimana pertemuan dengan Pahlawan Bangsa Persia sebenarnya" Informasi dari mereka sebetulnya sangat berharga. Koay Ji yang kembali mengenakan kostum sebagai Thian Liong Koay Hiap mendatangi mereka sendirian, meskipun untuk itu dia harus sedikit "mengelabui" Sie Lan In. Dan seperti sudah dapat dia duga, para Pahlawan Bangsa Persia, yakni ARCIA " Panglima Agung Liga Pahlawan Persia; Shoroushi " Wakil Panglima Agung Liga Pahlawan Persia, sekaligus juga Pendeta Agama Zoroaster, wanita cantik khas Persia berusia 36 atau 37 tahun; Ilya " Wakil Panglima yang berusia 45 tahun, sudah menunggu kedatangannya untuk berbicara penyerangan ke markas lawan. Dan dari mereka bertiga, Pemimpin Liga Pahlawan Persia, adalah Ilya yang menguasai Bahasa Tionggoan dengan cukup lancar. Dan oleh karena itu, maka Ilya yang kemudian bertindak sebagai juru bicara sekaligus juga juru runding.
"Hahahaha, Thian Liong Koay Hiap, selamat bertemu kembali...." sambut Ilya, begitu melihat Koay Ji atau yang dalam dandanan sebagai Thian Liong Koay Hiap sudah sedang mendekati perkemahan mereka yang memang agak menyolok di tengah hutan sepi itu. Maklum, perkemahan mewah mereka yang berada di tengah hutan memang agak aneh, sangat aneh malahan. Tenda atau kemah mereka berwarna-warni dan sangat cerah-meriah, sehingga kesannya agak ramai, sementara tenda utama berada di tengah dan memiliki ruangan yang cukup luas. Juga terdapat fasilitas yang agak mewah untuk ukuran tinggal dalam hutan terpencil seperti pada saat uty. Sementara tenda-tenda kecil yang menjadi pelindung dan tempat tinggal hampir 20 orang pengawal dan pelayan rombongan ini ada sekitar 10 buah tenda kecil mengelilingi tenda utama.
Ilya menyambut Koay Ji di depan tenda utama yang ukurannya cukup besar, ada sekitar 6 x 15 meter panjangnya dan memiliki 4 buah kamar, sisanya adalah ruang besar yang juga amat luas. Liga Pahlawan Bangsa Persia yang sedang bertugas ini membawa 15 Petarung handal mereka yang mampu membentuk barisan khusus, dan 10 orang lain sebagai pengawal merangkap pelayan. Ada dua orang perempuan di antara 10 orang terakhir, yang bertugas menjadi juru masak dan pelayan tenda utama. Selain itu, mereka juga membawa cukup banyak kuda yang selalu berpindah bersama dengan rombongan tersebut. Dan adalah tugas 10 orang terakhir untuk memastikan bahwa semua logistik dan juga perbekalan mereka terjamin dari hari ke hari selama perjalanan mereka itu.
Begitu memasuki tenda tersebut, Pangima Agung Arcia sudah menyambut Koay Ji dan pada saat itu dia didampingi oleh seorang wanita cantik asal Persia bernama Shoroushi. Jangan salah sangka, dia bukan pelayan dan bukan perempuan biasa, melainkan dia adalah seorang tokoh sangat penting di dalam Liga Pahlawan Bangsa Persia. Selain sebagai Wakil Panglima dan petarung hebat, dia juga adalah Pendeta Zoroaster yang sangat dihormati oleh segenap Bangsa Persia. Selain sebagai seorang petarung hebat, dia juga sangat ahli dalam ilmu sihir dengan tingkatan yang sangat hebat dan mumpuni. Mungkin hanya kalah dari Mindra asal Thian Tok. Dan adalah mereka berdua yang keluar untuk menyambut kedatangan seorang Koay Ji, atau Thian Liong Koay Hiap, sementara di belakang mereka Koay Ji melihat adanya Yu Lian yang seperti biasa tersipu-sipu, kemudian juga nampak Yu Kong, Tian Sin Su dan ayak anak Hek Man Ciok dan Hek King Yap.
"Selamat datang di tempat kami dan sungguh senang bertemu anda kembali Thian Liong Koay Hiap yang gagah perkasa....." sambut Panglima Agung Arcia, yang tentu saja disampaikan dalam bahasa Persia dan sudah dengan cepat diterjemahkan oleh Ilya kepada Koay Ji. Sambutannya sungguh menghormat, tanda bahwa dia tahu dan paham bahwa dia berhadapan dengan seorang yang tidak dapat dianggap remeh dan patut memperoleh penghormatannya.
"Selamat bertemu Panglima Arcia, sungguh terhormat mendapat undangan bertemu dari Panglima yang agung....... selamat berjumpa Pendeta Shoroushi, terhormat dapat bertemu dengan anda semua di tengah hutan sepi namun dalam sebuah tenda yang maha indah ini......" jawab Koay Ji sambil memberi hormat dengan gaya dan cara kaum pendekar di Tionggoan. Sekaligus dia menyampaikan penghargaan dirinya atas undangan saat itu, dan juga kekaguman atas tempat atau tenda yang maha indah dan luas serta mewah ini.
Selanjutnya, dengan tangan dan dengan terjemahan Ilya, Panglima Arcia segera menyambut Koay Ji dan kemudian mempersilahkan dia masuk dan ikut duduk bersama mereka mengelilingi meja besar yang penuh dengan buah-buahan segar dan ranum, menarik dimakan. Suasana yang menambah rasa kagum Koay JI atas apa yang ditampilkan Pahlawan Bangsa Persia ini.
"Mari masuk dan silahkan segera mengambil tempat duduk Thian Liong Koay Hiap agar kita bisa bercakap-cakap dengan penuh persahabatan....." undang Panglima Arcia melalui terjemahan Wakil Panglima Ilya.
"Terima kasih Panglima Arcia......"
Ternyata Thian Liong Koay Hiap diberi tempat duduk yang istimewa, persis duduk di samping Panglima Arcia dan berada di meja bagian depan dengan tempat duduk yang terasa nyaman dan empuk. Diam-diam Koay Ji semain memuji serta sekaligus mengagumi tenda utama dan juga cara menata tenda itu yang amat luar biasa. Selain mampu menampung banyak orang, bisa sampai 20 orang dalam posisi rapat atau pertemuan, juga latar pengaturan yang amat bagus dan tidak membosankan. Belum lagi dengan layanan luar biasa, buah-buahan ranum campuran dari Persia maupun juga dari Tionggoan sendiri.
Setelah mereka semua pada akhirnya duduk, maka Panglima Arcia dengan penuh rasa persahabatan yang ditujukan secara khusus kepada Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap, segera berkata;
"Thian Liong Koay Hiap, pertama-tama terima kasih atas bantuanmu kepada kawan kawan kami, dan juga kesediaanmu berkunjung memenuhi undangan Guru Agung Spenta Amaity. Kami sungguh menunggu kunjungan Koay Hiap dan akan sangat bersyukur jika memang itu bisa terwujud,,,,,,, hanya, sayangnya, kami masih harus menyelesaikan sebuah pekerjaan disini, dan kebetulan bisa bekerja-sama dengan para pendekar di Tionggoan. Bagaimana menurut Koay Hiap pengaturan agar kita bertarung bersama melawan kekuatan besar yang terhimpun di gunung Pek In San ini...." dan sudah siapkah kawan-kawan pendekar Tionggoan untuk segera memulai penyerbuan ke markas utama mereka....?" sambil ramah-tamah memakan buah-buahan yang tersedia, Panglima Arcia membuka percakapan yang sesungguhnya. Kerjasama Tionggoan-Persia..... Dia sungguh tidak membuang-buang waktu dengan kata-kata kosong, tetapi langsung kepada inti persoalan. Dan Koay Ji cukup sadar dengan pernyataan dan pertanyaan Panglima itu.
"Serangan akan dilakukan besok hari Panglima Agung, sekarang mereka sedang berunding bagaimana strategi penyerangan besok hari akan dilakukan... Bagaimana sebaiknya menurut Panglima Agung kerjasama itu dilakukan.....?" tanya Koay Hiap atas usulan Panglima Agung Arcia.
"Thian Liong Koay Hiap......... sebetulnya, pengejaran kami hingga ke Tionggoan, disebabkan dicurinya satu rahasia besar, pembuatan senjata rahasia yang akan sangat mematikan. Karena selain dapat dilumuri racun mematikan, juga bisa menembakkan senjata rahasia hingga mencapai kecepatan yang luar biasa, dan dalam jumlah yang juga sangat banyak. Dan jika senjata ini memakan korban jiwa yang amat besar, maka kami akan sangat merasa berdosa kepada kawan-kawan Rimba Persilatan Tionggoan......"
"Acchhhhh, itukah sebabnya mereka mengosongkan jalur setelah pintu masuk dan menunggu hingga ke dekat markas mereka.....?" tanya Koay Ji kaget dengan apa yang baru saja dia dengarkan. Dia tidak takut dengan senjata itu, tetapi bagaimana dengan para pendekar yang tidak membekal kemampuan tinggi seperti dirinya sendiri" Bukankah mereka bakalan menjadi korban"
"Benar sekali, memang itu tujuan mereka. Dengan senjata itu, ditambah lagi dengan keampuhan racun daerah Biauw, maka senjata itu akan semakin mematikan. Satu yang menguntungkan, mereka belum berhasil menyempurnakan senjata mematikan itu hingga saat ini......."
"Tapi, tahukah Panglima Agung bahwa enam pintu masuk sudah dipasang jebakan beracun dan jebakan sihir....?" tanya Koay Ji
"Hmmmm, ini informasi baru bagi kami, tetapi tentu saja tidaklah mengherankan. Karena, kamipun pasti melakukan hal yang sama......." jawab Panglima Agung Arcia yang terlihat memang tidak kaget.
"Dan ini sudah kuselidiki secara mendalam, semua jebakan itu tidak akan bekerja sampai mereka memantiknya. Bisa dipastikan besok hari mereka akan memantiknya pada saat penyerbuan dimulai....."
"Hmmmm, sungguh berbahaya.... tetapi kami membekal anti racun dan juga punya tokoh ahli sihir yang cukup handal......."
"Setidaknya jika kita sudah bersiap dengan kemungkinan itu, jelas lebih baik dan akan mengurangi jumlah korban nanti..."
"Engkau benar Koay Hiap......"
"Kelihatannya Panglima Agung sudah melakukan penyelidikan secara mendalam untuk jalur pintu masuk hingga nanti mencapai markas itama lawan di Gunung Pek In San itu....?" tanya Thian Liong Koay Hiap yang akhir-akhirnya sadar bahwa apa yang dia tanyakan sia-sia dan tidak berguna, karena pasti memang sudah mereka lakukan selama beberapa saat terakhir.
"Hahaha, Panglima Ilya sangat mahir dalam menyaru, dan dia sudah melakukannya secara leluasa hingga paham dengan sangat jelas...... Mereka membiarkan jalur menuju Markas tidak terjaga, tetapi menyiapkan serangan gelap dengan senjata itu. Baru menjelang Markas, maka mereka akan mengerahkan senjata itu kembali secara besar-besaran dan juga menyediakan pasukan beracun, dikombinasikan dengan binatang-binatang beracun asal daerah Biauw. Dapat dibayangkan betapa berbahayanya jika tidak diantisipasi dengan tepat...." tegas Panglima Arcia dan sudah dimaklumi Koay Ji
"Acccch, sungguh mengerikan.,,,,,, korban yang jatuh bakalan tidak sedikit...." desis Koay Hiap dengan prihatin
"Benar sekali Koay Hiap...... kami bisa menangani senjata itu, tetapi menangani racun hanya bisa terbatas terhadap anak buah kami......" tegas Panglima Arcia yang tentunya dimaklumi Koay Ji
"Untuk para pendekar Tionggoan, biar lohu yang akan menanganinya..." desis Thian Liong Koay Hiap sama tegasnya dan sama optimistnya sehingga membuat mereka seperti saling melengkapi.
"Tetapi, permintaan kami tetap sama, yakni agar Geberz tidaklah dibunuh, tetapi biarkan kami yang melawan dan menangkapnya. Kami sudah menyiapkan diri cukup lama dan menghabiskan banyak waktu kami untuk menangkap tokoh hebat yang amat licik itu....." tawar Panglima Arcia karena mereka memang punya ganjalan khusus dengan Geberz, tokoh hebat di pihak lawan.
"Baik, bisa kami pahami, biarlah Geberz menjalani hukuman di Tanah Persia, kami tidak akan mengapa-apakannya...." janji Thian Liong Koay Hiap diberikan dan dia tahu, Koay Ji paham, dia mesti menjamin hal itu terjadi dalam pertempuran di Pek In San kelak, jika tidak bisa berbahaya.
"Panglima Ilya dan Panglima Shoroushi akan membicarakan strategi besok lebih detail lagi Thian Liong Koay Hiap, karena mereka berdua yang menyusun rencana penyerangan. Dan akan lebih baik membicarakannya dengan kaum pendekar" usul Panglima Agung Arcia
"Apakah Panglima Ilya bersedia jika kuajak bercakap dengan Bengcu Tionggoan saat ini juga....?" bertanya Koay Hiap mengharapkan persetujuan Liga Pahlawan Persia, karena saat itu percakapan yang sama sedang berlangsung di Markas para Pahlawan di tempat terpisah.
Atas pertanyaan Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap tersebut, segera terlihat Pangima Agung dan juga kedua Wakil Panglimanya saling tatap satu dengan yang lain. Dan beberapa saat kemudian ketiganya berbicara dalam bahasa Persia yang tidak begitu dipahami oleh Koay Ji, tetapi hanya beberapa saat mereka bercakap seperti itu, karena Panglima Arcia kemudian menoleh kearah Koay Ji dan kembali berkata kepadanya dengan suara khasnya:
"Baiklah, Panglima Ilya dengan didampingi Panglima Shoroushi akan mengikuti Koay Hiap untuk merundingkan strategi penyerangan besok hari....." tegasnya yang sudah langsung dengan senang disambut Koay Ji
"Ach, baik sekali jika demikian......"
Setelah percakapan itu, Thian Liong Koay Hiap masih bercakap sejenak dengan Yu Kong dan adiknya, Hek Man Ciok dan anaknya, dan setelah itu, diapun kemudian minta diri. Setelah hampir 3 jam dia berada dalam tenda itu, pada akhirnya diapun berkata kepada Panglima Agung Arcia:
"Panglima Agung, ijinkan lohu minta diri saat ini. Sementara untuk Wakil Panglima Ilya dan Wakil Panglima Shoroushi, nanti berjalanlah lurus ke arah barat, maka disana kelak, ada sute termuda Bengcu Tionggoan kalian berdua. Jangan ragu, anak muda itu juga sangatlah hebat. Dialah yang akan membawa masuk menemui Bengcu Tionggoan saat ini......"
Menanggapi perkataan Thian Liong Koay Hiap itu, Panglima Agung memandang Panglima Ilya dan tidak lama keduanya sama-sama tersenyum misterius dan kemudian berkata menjawab Koay Ji:
"Baiklah Koay Hiap, kami amat paham, nach, jika demikian sampai berjumpa di arena pertempuran besok hari...."
"Kami akan segera menyusul tidak lama lagi Koay Hiap..." Panglima Ilya segera berkata menjelang Thian Liong Koay Hiap keluar dari pintu tenda dan tidak lama kemudian menghikang di balik hutan.
Dan benar saja, Panglima Ilya dan Panglima Shoroushi bertemu dengan Koay Ji setelah kedua wakil panglima itu berjalan hampir satu kilometer kearah barat. Dan Koay Ji yang melihat kedatangan mereka, sudah langsung menyongsong serta menyambut keduanya dengan penuh persahabatan;
"Jika tidak keliru, maka saat ini tecu sedang berhadapan dengan kedua Panglima dari Liga Pahlawan Bangsa Persia, Panglima Ilya dan Panglima Shoroushi. Apa benar demikian.....?" sambut Koay Ji ramah dan menyenangkan kedua pendatang yang dia sambut tersebut. Meski demikian, kedua tamu itu hanya memandang penuh senyum kearah Koay Ji dan kemudian menganggukkan kepala dan ikut di belakang Koay Ji berjalan masuk ke lokasi para pahlawan Tionggoan.
"Benar sekali, dan jika tidak keliru, Siauwhiap adalah Adik Seperguruan termuda dari bengcu Tionggoan yang dipanggil Koay Ji, benarkah.....?" tanya Ilya sambil senyum dengan sambutan Koay Ji yang ramah. Dan Koay Ji kemudian mengangguk sambil tersenyum dan memandang kagum dengan kecantikan Pendeta Shoroushi, yang meski sudah berusia lebih 35 tahun tetapi terlihat cantik dan montok berisi. Tapi, senyum perempuan cantik itu juga sangat ramah dan menunjukkan persahabatan yang akrab antara mereka. Senyumnya bahkan seperti sudah akrab dengan Koay Ji dan membuat Koay Ji rada bingung.
"Ach, selamat berjumpa Panglima Ilya, Panglima Shoroushi, mari segera kuantar untuk menjumpai Bengcu Tionggoan......" ajak Koay Ji, dan pada saat bersamaan muncullah Sie Lan In yang selesai melakukan perondaan mengelilingi lokasi dimana para pahlawan Tionggoan beristirahat. Dan otomatis Koay Ji atau dengan Sie Lan In kembali saling menyapa satu dengan yang lain, tetapi tidaklah makan waktu yang panjang dan lama karena merekapun kemudian berjalan berempat. Kini, bersama menuju markas para pendekar Tionggoan.
Setiba di Markas para Pendekar, pertemuan terbatas tepat sudah mau berakhir. Maka percakapan Panglima Ilya yang datang bersama Panglima Shoroushi bisa dengan cepat dilakukan, dan dicapai kesepakatan untuk bekerjasama dengan detail yang mereka sepakati. Dimana pihak Persia akan mengambil peran, dan apakah yang mesti dilakukan agar kerjasama itu dapat berlangsung dengan baik. Tek Ui Pangcu, Koay Ji dan kawan-kawan mereka dari Tionggoan sungguh kagum dengan uraian strategi dari Panglima Ilya. Wajar, karena mereka memang adalah tokoh tokoh perang yang memahami strategi peperangan, sementara Tek Ui Sinkay adalah kaum Pendekar yang mengutamakan pertarungan satu lawan satu. Karena itu, kehadiran Pahlawan Persia banyak membantu penentuan strategi perang yang akan berlangsung besok hari.
Malam, percakapan itu tuntas dan diakhir dengan jamuan makan malam dimana kedua Panglima sahabat dari Persiapun diundang untuk ikut bergabung. Tokoh tokoh utama Tionggoan diundang ikut hadir dan selesai jamuan makan, barulah Panglima Ilya dan Panglima Shouroushi segera minta diri untuk melakukan persiapan. Mereka berdua diantarkan Koay Ji, Sie Lan In, Khong Yan dan Tio Lian Cu hingga ke pinggir hutan dan akhirnya berpisah. Tek Ui Sinkay hanya mengantar mereka keluar dari ruangan jamuan makan, tidak mengantar hingga ke pinggir hutan. Hal ini untuk menjaga harga diri kawan-kawan Tionggoan.
Setelah mengantar kawan-kawan Persia, Koay Ji bergabung dengan Tio Lian Cu, Khong Yan, Sie Lan In, Bun Kwa Siang, Kang Siauw Hong, Bun Siok Han serta juga muda-mudi asal Lembah Cemara. Kelihatannya mereka, keluarga Lembah Cemara, mulai lebih terbuka dengan Siauw Hong, dan juga Siauw Hong mulai lebih membuka diri. Percakapan mereka sebenarnya ringan-ringan saja, terutama membicarakan pertempuran besok, dan Koay Ji yang paling dicecar oleh kakak beradik kembar dari Lembah Cemara itu. Tetapi, karena disampingnya ada Sie Lan In yang semakin lama semakin mesra, membuat kedua kakak beradik itu perlahan-lahan jadi tahu diri dan tidak banyak bermanja-manja lagi. Sie Lan In jelas sudah merasa lebih lepas dan sudah merasa lebih "memiliki" Koay Ji, terutama sekali setelah kejadian yang dirancang oleh Siauw Hong.
Tetapi tidak lama kemudian, Koay Ji dipanggil sam suhengnya, berbicara kurang lebih setengah jam dalam nuansa serius, dan sesudahnya dia kembali ke kelompok para anak muda kawan-kawannya itu. Tetapi, itupun tidak lama karena mereka kemudian berpisah untuk beristirahat mempersiapkan diri untuk pertarungan esok hari. Meskipun pada saat itu Sie Lan In selalu bersama dengan Koay Ji, Kang Siauw Hong tidak sedikitpun merasa risih. Apalagi, karena Sie Lan In memang merasa dekat dan merasa amat senang dengan gadis manis itu yang sangat dekat dengan kekasihnya. Dan diapun tahu, bahwa bagi kekasihnya, Kang Siauw Hong benar-benar disayang seperti adiknya sendiri. Maklum, tidak ada anggota keluarga yang diketahui dan dikenali kekasihnya itu.
Seperti biasanya, Bun Kwa Siang selalu mengawal Kang Siauw Hong sebagaimana amanat Koay Ji kepadanya secara khusus. Selain itu, pada saat itu, juga ada Bun Siok Han yang bergabung dan juga termasuk dalam rombongan kecil para anak muda. Mereka terus berkumpul hingga malam hari, termasuk ketika Kang Siauw Hong terus saja mengikuti Koay Ji dan Sie Lan In dan otomatis Kwa Siang dan Siok Han juga ikut bergabung. Jadilah mereka berenam seterusnya berjalan bersama mencari tempat istirahat.
"Toako, engkau harus melihat hasil latihanku sebelum pertempuran besok. Apakah sudah cukup memadai atau bagaimana, jangan-jangan masih terdapat banyak sekali kekurangan......" tetap saja Siauw Hong bermanja-manja meski ada Sie Lan In yang senyum-senyum saja melihat tingkahnya. Sama sekali tidak cemburu dengan tingkah adik angkat kekasihnya itu.
"Hong moy, begitu banyak orang, bagaimana bisa.....?" tolak Koay Ji secara halus, meski dalam hati dia mengakui kebenaran permintaan Siauw Hong. Memang saat itu amat tepat berhubung besok adalah hari pertempuran. Dan tentu saja dia tetap memikirkan keselamatan gadis manja yang lekat dengannya dan kekasihnya itu. Jika terjadi apa-apa, bukankah tanggungjawabnya juga"
"Orang banyak juga pada berlatih toako, kan sebentar saja...... lagipula, kita bisa mencari termpat yang lebih pas untuk berlatih....." rayu si gadis untuk memperoleh persetujuan kakak angkatnya itu
"Engkau tahu tempatnya.....?" tanya Koay Ji akhirnya, menyerah atas rayuan dan keinginan Siauw Hong
"Dekat dengan Barisan Pengemis Pengejar Anjing, para Pahlawan Hebat Khong Sim Kaypang...... tidak banyak orang disana, lagipula, para paman pengemis sangat menyayangiku. Apalagi setelah mereka semua tahu bahwa engkau adalah toakoku, hikhik, tambah sayang dan hormat mereka semua. Paman Kim Jie Sinkay juga sesekali suka melatihku toako"
"Ya sudah, ayo kesana" akhirnya Koay Ji menyetujui meski sedikit kaget mendengar jika Pahlawan dan tokoh gagah Khong Sim Kaypang punya rasa sayang juga kepada adiknya itu. Dan akhirnya, jadilah mereka semua berenam menuju tempat yang disebutkan Siauw Hong
Benar saja, areal yang dijaga oleh Barisan Pengemis Khong Sim Kaypang memang agak tenang, tidak sebanyak di tempat-tempat lainnya, dimana kelompok pendekar pada beristirahat di ruang atau udara terbuka. Tetapi, tempat dimana mereka berada semua dalam lingkaran yang terjaga secara ketat oleh pasukan pendam Kaypang. Tempat penjagaan Barisan Pengemis Pengejar Anjing memang terhitung agak longgar dan tidak banyak yang berada disitu. Dan kesanalah Siauw Hong membawa Koay Ji untuk minta dilatih sekali lagi.
Tanpa diminta, Siauw Hong menyapa para pengemis Khong Sim Kaypang yang berjaga dengan suara khasnya:
"Para paman pengemis, mohon maaf, karena toakoku sangat ingin menilik latihanku sebelum besok bertempur melawan musuh..... bolehkah kami menggunakan tempat ini untuk berlatih.....?"
"Silahkan kouwnio, silahkan Koay Ji tayhiap, biar kami berjaga agak lebih keluar lagi supaya bisa lebih bebas berlatih nanti..." jawab seorang pengemis memberi mereka ijin berlatih disitu. Dan tidak lama, Kang Siauw Hong sudah berlatih semua ilmu yang diturunkan dan diajarkan oleh Koay Ji selama beberapa waktu mereka bersama-sama. Dan ketika Koay Ji melihat bagaimana adiknya itu bergerak sesuai dengan arahannya, mau tidak mau dia harus memuji akan kemajuan dan kehebatan adiknya terkini. Bahkan saking kagum akan kemajuan adiknya itu, diapun kemudian berbisik kepada Sie Lan In;
"Bakat adikku itu memang istimewa, bahkan mungkin tidak berada dibawahmu Suci, dia sangat cepat mencapai tingkat seperti sekarang ini. Padahal kita membutuhkan waktu bertahun-tahun dan sangat lama untuk bisa mencapai tingkat seperti dia pada saat seperti sekarang ini......"
"Sute, apa maksudmu....." benarkah dia sehebat ini dalam waktu singkat..." amat sulit dipercayai jika begitu....." desis Sie Lan In nyaris tidak percaya dengan apa yang diucapkan Koay Ji
"Sebenarnya, dia beroleh kemujijatan yang diluar dugaannya. Iweekangnya bisa meningkat demikian jauh karena dua hal; pertama, karena iweekangnya itu adalah iweekang warisan gwakongnya, Pek Kut Lodjin yang mewariskannya kepadanya, dan malah bisa bertumbuh dengan sendirinya dalam tubuhnya. Entah aliran iweekang apa, atau gwakongnya menggunakan obat mujijat apa sehingga bisa jadi demikian. Selama puluhan tahun tenaga itu mengeram dalam diri adikku itu dan malahan terus bertambah kuat dari waktu kewaktu; Kedua, karena tanpa sengaja, dia berlatih sesuai dengan tuntutan yang utama dari iweekang perguruannya. Karena itu, dia bisa bertumbuh dengan cara yang sangat pesat dan cepat. Selain juga, tentu saja yang sangat menentukan adalah bakat dan kecerdasannya yang juga memang sangat luar biasa. Dalam hal iweekang, dia sudah setara Geberz, tetapi dalam penguasaan tata gerak atau ilmu silatnya, masih belum cukup dalam, tetapi sudah amat hebat....."
"Acccch, pantas jika demikian....." desis Sie Lan In kagum dengan permainan Siauw Hong yang menurutnya sudah amat hebat itu. Memang benar, kekuatan tenaganya terasa amat kuat dan tidaklah selisih jauh lagi darinya, hanya memang masih terlihat beberapa gerakan agak kaku darinya. Jelas bahwa Siauw Hong memang kurang latihan dan masih agak kurang pengalaman.
Sementara itu, ketika memainkan Ilmu Hian Bun Sam Ciang, Koay Ji melihat betapa Siauw Hong mengalami kemajuan yang juga sangat luar biasa. Kemampuannya memainkan ilmu itu sudah tidak berada dibawah kemampuan Khong Yan dan juga Tio Lian Cu, dan ini tentu saja amat mengagetkannya. Sangat mengagetkannya malahan. " Engkau sungguh luar biasa adikku, sungguh mengagumkan....." desisnya tanpa sadar dengan suara lemah.
Setelah lebih dari setengah jam, Siauw Hong berhenti dan kemudian langsung dia bertanya kepada Koay Ji;
"Toako, bagaimana menurutmu....?" tanya Siauw Hong dengan mimik wajah manja dan minta segera pendapat Koay Ji
"Engkau tinggal mematangkannya adikku, rata-rata kekeliruanmu tinggal dalam hal kesabaran dan pengerahan iweekang. Tetapi, semua itu hanya dapat engkau alami dan dapatkan melalui pertempuran sesungguhnya....... untuk malam ini, tidak ada lagi yang dapat kuajarkan kepadamu....."
"Benarkah toako.....?" senang Siauw Hong mendengar pujian Koay Ji yang sungguh jauh di luar dugaannya
"Benar, malam ini sebaiknya engkau berlatih untuk bisa lebih leluasa mengendalikan iweekangmu. Sebab pertempuran besok hari, justru amatlah membutuhkan baik kekuatan iweekang maupun kematangan penguasaan iweekang, dan ini bakalan sangat menentukan. Dalam tarung besok, andalkan ilmu langkah Thian Liong Pat Pian, dan usahakan jangan terlampau mudah membunuh orang jika menggunakan ilmu mujijat yang sudah kuajarkan...."
"Baik toako....... nach, aku berlatih dulu toako, enci Sie yang cantik. Ingat, janganlah terlalu mesra, banyak orang di sekitar kita.... hikhikhik..." Siauw Hong langsung berlalu atau memisahkan diri secepatnya sebelum menerima cubitan Sie Lan In, meskipun sebenarnya tidaklah jauh. Hanya sekedar memisahkan diri untuk berlatih bersama Kwa Siang dan Siok Han dan itupun tidak lama. Karena kemudian terlihat dia mulai berlatih iweekang sesuai petunjuk yang diberikan oleh Koay Ji. Sementara Koay Ji kemudian meladeni permintaan Bun Siok Han yang kembali menemuinya untuk melatihnya, dan juga berlangsung tidak lama, kurang dari satu jam saja. Baru setelah itu, dia bisa mendapat waktu mengaso dan berbincang lebih santai dengan kekasihnya Sie Lan In.
"Suci, kemana Khong Sute dan Tio Ciangbudjin.....?" tanya Koay Ji karena tidak melihat keberadaan kedua kawannya. Padahal, dia ingin merundingkan beberapa urusan bersama kawan-kawannya itu
"Tio Ciangbudjin meminta waktu untuk berbincang dengan para anggota Perguruan Hoa San Pay, tetapi konon tengah malam nantia dia akan mencari kita. Sementara Khong Sute tadi dipanggil oleh kakek luarnya, tetapi juga tengah malam berjanji akan bergabung kemari....." jawab Sie Lan In yang tadi memang sempat bercakap-cakap dengan Tio Lian Cu dan Khong Yan sebelum mereka berpisah.
"Hmmmm, ada baiknya kitapun berlatih sebentar........ apalah engkau sudah bisa memainkan dengan baik Ilmu Liu Hud Jiu Toh Cu (Tangan Budha Bergerak Merebut Mustika) Suci...?" tanya Koay Ji yang memang sangat menginginkan Sie Lan In untuk bisa membekal ilmu mujijat perguruan mereka secara sempurna selain menguasai juga Ilmu Hian Bun Sam Ciang. Keduanya sangatlah penting dalam menghadapi pertarungan besok hari yang dia perkirakan akan berlangsung secara seru, mati-matian dan membutuhkan kesiapan ilmu yang memadai. Berhadapan dengan lawan-lawan tangguh, maka kekasihnya membutuhkan kesiapan mendalam dan ilmu-ilmu hebat.
"Rasanya sudah kulatih berulang-ulang, dan memang ada yang berbeda jika harus memainkan gerakan kelima tersebut. Sepertinya kekuatan iweekangku tersedot dengan sendirinya dan mengalir keluar dalam setiap gerakan pukulan dan sentilan sehingga akibatnya susah diperkirakan....." jawab Sie Lan In yang takjub dengan ilmu itu meski efeknya dia belum pasti.
"Itulah Suci, kelihatannya, setelah kupikirkan berulang-ulang, kedua jurus terakhir memang merupakan cara bergerak untuk menggetarkan lawan dengan kekuatan iweekang yang mengalir deras. Jenis iweekang menyebabkan efek yang berbeda beda sebagai akibat pukulan iweekang tersbeut. Tetapi, bagaimana jika kita bisa menata dan mengatur agar supaya lonjakan iweekang yang menerjang keluar itu fokus atas satu titik belaka..... hmmm, tapi untuk hal itu memang tak perlu sekarang kita melakukannya atau melatihnya..... mungkin kesempatan lain..." desis Koay Ji yang wajahnya terlihat berkerut tanda sedang berpikir.
"Hmmmm, aku juga ingin berlatih sebentar Sute....." desis Sie Lan In sambil menuju arena didepannya untuk berlatih. Dan diapun meninggalkan Koay Ji yang terus termenung memikirkan kata-kata terakhirnya. Sementara disana, saat itu Sie Lan In berusaha menerapkan secara khusus satu rangkaian gerak dari ilmu terakhir yang perlu dia latih lebih jauh. Dan itu lebih ke menguji efek apa yang akan dihasilkan dengan latihannya tersebut.
Sementara itu, Koay Ji merenung terus dengan apa yang disampaikan Sie Lan In. Sepanjang Sie Lan In berlatih, dia tenggelam dalam lamunan dan permenungannya sampai kemudian terlihat dia tersenyum senang, seperti menemukan sesuatu yang penting baginya. Sie Lan In yang sedang berlatih tidak diperhatikannya dengan teliti, karena pikirannya tercurah habis untuk menyusun gerakan satu jurus pamungkas yang sudah berapa hari memenuhi pikiran dan juga ingatannya. Perlahan-lahan dia menyusun rangkaian gerakan itu di pikirannya, membayangkannya dan hingga meresapkan dalam memorynya. Saat dia selesai dengan rangkaian itu di benaknya, dan baru ingin melatih gerakan-gerakan yang dia susun, bersamaan Sie Lan In selesai melatih diri dan Khong Yan serta Tio Lian Cu munculkan diri.
Selanjutnya, malam itu, Koay Ji melatih dan berlatih dengan Sie Lan In, Khong Yan dan Tio Lian Cu di ruangan terbuka. Tetapi, jangan harap orang yang menyaksikan akan paham dan tahu apa yang sedang mereka latih, karena proses mereka sudah cukup lama dalam memainkan ilmu-ilmu yang mereka latihkan itu. Diam-diam Koay Ji memuji, karena menyadari bahwa Sie Lan In semakin matang dan semakin tajam dalam menyerang dengan ginkang mujijatnya dan ilmu menyerang yang dia ajarkan. Hal yang sama juga dengan Khong Yan, dia sudah menguasai secara lebih lengkap Ilmu Mujijat Thian Liong Pat Pian. Masih ditambah lagi dengan Ilmu Hian Bun Sam Ciang yang juga amat hebat dalam menyerang. Dan Tio Lian Cu juga memiliki hal yang kurang lebih sama, dengan ilmu keluarga Hoa San Pay yang dikuasainya dan disempurnakan oleh Koay Ji, selain juga ilmu serang yang amat hebat.
"Setidaknya mereka akan tipis di atas Geberz jika bukan setanding dan jelas akan dapat diandalkan untuk tidak sampai terluka dan mudah kalah di tangan tokoh hebat pihak lawan....." desis Koay Ji dalam hati melihat kehebatan dan kemajuan kawan-kawannya. Artinya, mereka kini siap untuk menghadapi pertempuran mati hidup yang akan berlangsung besok hari melawan Bu Tek Seng Pay dan seluruh anasir kekuatannya yang amat banyak itu. Perkiraan Koay Ji, setidaknya mereka sanggup menahan tokoh-tokoh hebat dan sepuh di pihak lawan.
Dan haripun cepat berganti. Pagi-pagi benar, isyarat berkumpul sudah dikeluarkan dan dalam waktu singkat seluruh pendekar sudah berkumpul, sementara semua Barisan Istimewa sudah siap dengan perlengkapan mereka. Barisan Pengemis Pengejar Anjing sudah siap dengan menyandang karung pusaka mereka dan berdiri di sisi sebelah utara. Sementara Barisan Lo Han Tin dari Siauw Lim Sie sudah bersiap di sebelah selatan lengkap dengan tongkat yang di pegang sebelah tangan. Sementara Barisan milik Kaypang sendiripun sudah bersiap di sisi sebelah timur menghadap ke panggung utama dimana kini Pangcu mereka, Bengcu Tionggoan Tek Ui Sinkay berdiri untuk memerikan perintah dan komando.
Yang membuat suasana menjadi sangat semarak dan diliputi semangat adalah, betapa lapangan tempat mereka berkumpul kini dipenuhi panji-panji perguruan yang bermacam-macam. Ya, memang benar. Ketika sedang berkumpul menghadapi musuh tangguh dan diundang resmi oleh BENGCU, maka semua perguruan wajib mengirim anggota dan juga panji-panji perguruan yang dimaksud. Maka, angkasa seputar Thian Cong San dan juga Pek In San, kini meriah dengan deburan kain yang diterpa angin. Sungguh semarak dan mendatangkan kekuatan magis berupa semangat berlimpah untuk memasuki arena pertarungan. Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba terdengar suara Tek Ui Sinkay, Bengcu Tionggoan:
"Cuwi sekalian, hari ini utusan kita sudah berangkat pagi-pagi benar mengabarkan bahwa kita akan segera menyerang. Utusan kita sudah berangkat setengah jam sebelumnya, dan menurut aturan, setengah jam kemudian, kita sudah dapat untuk segera membuka serangan. Dengarkan, kita akan menyerang dari 3 sudut dan titik masuk yang berbeda, dan masing-masing akan dipimpin dan didampingi oleh satu Barisan istimewa. Setiap titik dan pintu masuk memiliki jebakannya masing-masing dan oleh karena itu, maka kita perlu bersiap karena jebakan disana merupakan kombinasi racun dan ilmu sihir. Tetapi jangan khawatir, karena obat pemunah sudah dipersiapkan untuk masing-masing pemimpin kelompok. Pemimpin Kelompok atau Group Pertama adalah Tio Ciangbudjin dari Hoa San Pay dengan dibantu oleh Siauw Lim Sie Ciangbudjin. Pemimpin Kelompok atau Group Kedua adalah Lohu sendiri bersama sahabat-sahabat dari Cin Ling Pay dan Tiam Jong Pay. Sedangkan Kelompok atau Group Ketiga akan dipelopori oleh Liga Pahlawan Bangsa Persia yang akan masuk dari Pintu Masuk 6, sementara Group Satu dari pintu satu dan group dua dari pintu masuk dua. Kita akan langsung bergerak dan menunggu komando untuk melakukan serangan secara serentak di semua pintu masuk yang lohu sebutkan tadi. Harap dicatat, kita tetap di kelompok masing-masing segera setelah memasuki atau melewati Pintu Masuk masing-masing. Strategi tahap kedua akan disampaikan sesegera mungkin........."
Demikianlah perintah dan komando penyerangan akhirnya diturunkan, dan tidak lama kemudian ketiga kelompok segera bergerak menuju lokasi yang disebutkan. Karena mereka dalam kelompok masing-masing sudah ditentukan area mana sebagai area masing-masing kelompok untuk maju menyerang menuju pinggang gunung bagian utara, lokasi Markas Bu Tek Seng Pay. Bisa ditebak, semua barisan bergerak dengan semangat membuncah, seakan mereka menuju arena perang untuk kemerdekaan sebuah bangsa. Apalagi, mendengarkan teriakan ataupun tembang penuh semangat yang dilantunkan beberapa orang sebagai nyanyian atau lengkingan untuk menambah semangat juang.
Sementara itu, Koay Ji dan Sie Lan In maju membantu Group Kedua, sementara Khong Yan membantu Tio Lian Cu, sedang Kang Siauw Hong bersama Kwa Siang, sudah tentu bertempur di dekat Koay Ji dan Sie Lan In. Hanya saja, kelompok Lembah Cemara memilih bertarung bersama dengan Group Kedua yang dipimpin oleh Tio Lian Cu. Keputusan ini diambil dengan cepat oleh Hoan Kun. Inipun artinya kekuatan kedua kelompok itu secara otomatis bertambah, bukan hanya sekedar kumpulan 250-an pendekar Tionggoan yang maju ke arena perang.
Kelompok atau Group III, selain Liga Pahlawan Bangsa Persia, juga dibantu Yu Kong, Yu Lian, anak beranak Hek Man Ciok dan Hek King Yap dan Tian Sin Su. Kekuatan mereka sudah tentu tidaklah kecil, terlebih di bawah pimpinan para tokoh yang adalah tokoh perang selain petarung hebat. Kemudian, masih ada di Group ini juga 100an atau bahkan lebih, gabungan pendekar Tionggoan yang kenal dengan Hek Man Ciok beserta puluhan anak murid Kaypang yang ditugaskan mendampingi Group ini. Kekuatan mereka digabung ada sekitar 150 orang, sementara Group Pertama dan kedua masing-masing terdiri dari 250 orang pendekar kurang lebih. Tetapi, meskipun Group Ketiga lebih sedikit, bukanlah berarti mereka lebih lemah dibandingkan Grou Pertama dan Kedua. Sama sekali tidak. Karena dengan kehadiran Panglima Arcia dan kawan-kawan beserta Barisan Petarung Bangsa Persia, ditambah 2 Panglima mereka, belum lagi kekuatan Hong Lui Bun dan Hek Man Ciok, maka kekuatan mereka termasuk besar dan sangat kuat. Koay Ji tidak sungkan menyebut bahwa mereka sekuat Group Pertama dan Kedua ketika Sam Suhengnya bertanya mengenai takaran kekuatan Group Ketiga ini. Dan Tek Ui Sinkay jelas percaya.
Tiba-tiba terdengar bunyi genderang dari pinggang utara Gunung Pek In San, dan Tek Ui Sinkay nampak tersenyum dan berkata kepada Koay Ji dan Cu Ying Lun yang berjalan mendampinginya;
"Jiwi Sute, mereka sudah menerima pesan kita. Tidak lama lagi perintah menyerang akan segera kuturunkan........" mari kita semua segera menyiapkan diri, sebentar lagi perintah menyerang akan segera kuturunkan.
Terlihat Koay Ji yang berjalan dengan Sie Lan In mengangguk sambil memandang Cu Ying Lun yang juga pada saat bersamaan meliriknya. Keduanya tersenyum dan saling menganggukkan kepala tanda mereka sudah siap. Koay Ji sebelumnya sudah memastikan membagikan air Guci Perak kepada seluruh pemimpin kelompok untuk mengatasi racun. Dia sendiri sudah siap, Group Satu sudah siap, juga group lain yang berbeda pintu masuk. Detik demi detik berlalu, ketegangan tentunya semakin memuncak, semangat berkobar, tetapi waktu semakin mendekat, masih belum tiba. Yang jelas, tetabuhan dan juga genderang sudah berhenti, dan terdengar gerakan pasukan lawan yang bergerak cepat dari atas gunung.
Waktupun akhirnya tiba......... dan terdengar teriakan di udara ketika dengan tenaga dalam yang amat kuat, Tek Ui Sinkay meraung:
"SERAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAANG......................"
Tanda menyerangpun diturunkan, dan secara serentak bagaikan air bah rombongan pendekar di tiga pintu masuk utama mengalir masuk, merangsek kedalam pintu masuk. Di pintu satu dan dua, proses masuknya pasukan penyerang relatif muda dan kelihatannya tidak diduga oleh pihak lawan. Dan Koay Ji serta juga Sie Lan In relatif tidak ikut menyerang karena yang terjadi adalah pembantaian nyaris 100 orang Utusan Pencabut Nyawa. Seratusan Utusan Pencabut Nyawa terkejut saat menyadari sihir dan racun yang mereka siapkan sebagai jebakan, sama sekali tidak berguna. Lawan bahkan pada akhirnya dengan mudahnya membantai mereka dan membuat mereka seratusan orang terkapar tewas ataupun terluka teramat parah. Tuntas dan selesai. Dalam waktu yang singkat, tidak lama, di pintu satu dan dua sudah dapat dikuasai.
Kurang dari setengah jam, Group Pertama dan Group kedua melewati pintu masuk dengan korban yang kurang dari 10 orang tewas. Bandingkan dengan kurang lebih 200 pihak lawan yang menjadi korban karena jebakan mereka yang tidak berguna alias tidak berfungsi. Bukannya lawan terkejut dan kehilangan kesadaran, justru mereka yang terkejut saat menerima gebukan dari Barisan Pengemis Pengejar Anjing dan pentolan-pentolan pihak pendekar yang seperti menyapu daun kering. Adalah Kang Siauw Hong dan Kwa Siang yang berpesta membantu meski Siauw Hong tidak sampai membunuh sesuai pesan kakaknya. Tetapi, banyak lawan yang jatuh terluka parah di tangannya, seperti juga Kwa Siang dan Siok Han yang cukup banyak menjatuhkan lawan mereka.
Di Group Kedua, peristiwa yang sama terjadi. Lawan benar-benar menerima pukulan telak akibat kelalaian mereka yang tidak menduga bahwa lawan sudah lebih dulu memunahkan jebakan sihir dan racun. Akibatnya, puluhan lasykar mereka tewas dan puluhan sisanya terluka parah dan tidak mungkin bertarung lagi. Di group dua ini ada beberapa orang di kubu lawan, kurang dari sepuluh yang lolos dan dengan membawa luka parah dan kemudian membawa laporan kekalahan. Mereka lolos karena memang Barisan Lo Han Tin sengaja memberi mereka jalan hidup, tidak sampai hati membantai musuh sedemikian banyaknya. Rata-rata adalah pihak Hoa San Pay dan perguruan selain Siauw Lim Sie yang mendatangkan bencana dan juga kematian bagi lawan-lawan mereka. Sementara para Bhiksu asal Siauw Lim Sie terlampau welas asih untuk melakukan pembunuhan besar-besaran, meskipun pada saat itu mereka berada di medan pertempuran. Tetapi, memang begitulah sifat para Bhiksu asal Siauw Lim Sie itu.
Pertempuran seru dan sesungguhnya terjadi di pintu enam, atau Group Ketiga yang memasuki pintu keenam. Pertarungan disana sungguh seru dan menegangkan. Karena terjadi tarung keras menggunakan ilmu sihir, ilmu racun dan juga tarung ilmu silat yang berhadap-hadapan secara langsung. Tetapi, meskipun demikian tarung tersebuh pada akhirnya tentu saja dimenangkan kelompok penyerang, meski untuk itu mereka membayar harga yang cukup mahal, karena nyaris 30 jumlah penyerang yang tewas atau terluka sangat berat. Maklum, pengaruh sihir dan juga racun tidak sepenuhnya dapat diatasi, sehingga makan korban yang cukup banyak di pihak mereka. Untung saja para Pahlawan Bangsa Persia, juga pihak Hong Lui Bun dan anak beranak Hek Man Ciok bertarung sangat lugas hingga sanggup pada akhirnya membantai ke seratus pasukan musuh. Di kelompok ini, pihak lawan tidak ada satu orangpun yang keluar dengan selamat hidup-hidup, bahkan terlukapun tidak ada. Semua lawan tewas secara mengenaskan, dan ini dapat dimaklumi karena memang pasukan penyerang juga mengalami kerugian tidak sedikit.
Berapa lama kemudian, terdengar isyarat-isyarat yang mengabarkan jika semua group sudah tuntas memasuki pintu masuk dan kini mereka berada dihamparan yang cukup luas dengan pepohonan berada di pinggiran. Artinya, kini mereka akan melalui medan terbuka dengan resiko menghadapi senjata mematikan asal Persia. Tek Ui Bengcu sudah mengetahui betapa berbahayanya senjata rahasia yang dimaksudkan itu berdasarkan informasi dari Panglima Arcia. Senjata Rahasia yang dimaksud ialah sejenis bedil yang mampu melontarkan sampai 10 anak panah beracun dalam kecepatan yang amat tinggi. Untuk menghadapi ancaman tersebut, sebagaimana strategi yang sudah disepakati, maka di bagian terluar akan berdiri 3 Barisan utama: Barisan Pengemis Pengejar Anjing dari Khong Sim Kaypang, Barisan Lo Han Tin dan Barisan Liga Pahlawan Bangsa Persia. Ketiga Barisan ini memiliki kemampuan untuk menghalau serangan senjata rahasia tersebut, meski juga sebenarnya tidak akan seratus persen memadai.
Barisan Pengemis Pengejar Anjing memiliki senajata karung pusaka yang mampu menahan senjata rahasia dan dibekali obat anti racun oleh Koay Ji. Sementara Barisan Lo Han Tin memiliki senjata tongkat yang mampu menutup rapat sehingga sulit ditembus oleh angin sekalipun. Di pihak Barisan Liga Pahlawan Bangsa Persia, mereka sudah membekal sejenis tameng besi yang memiliki kemampuan menahan 10 anak panah dari senjata rahasia. Ada satu barisan lagi, yakni Kaypang Cit Ti Sat (7 Algojo Akhirat dari Kaypang), tetapi mereka secara khusus mengawal keselamatan Pangcu Kaypang, alias juga Bengcu Tionggoan. Hanya, jika ratusan senjata rahasia secara bersama ditembakkan, maka mereka akan menghadapi keculitan yang tidak kecil. Alias, keadaan akan sangat membahayakan bagi mereka, belum lagi serangan racun dan kemungkinan sergapan lain dari pihak lawan.
Setelah berkomunikasi dengan Group 2 dan Tiga, terutama dengan Group Liga Pahlawan Bangsa Persia, Tek Ui Sinkay kemudian memberikan komando lewat suara kepada semua pendekar:
"Tiga Barisan di posisi terluar, masing-masing bersiap dengan serangan senjata yang amat mematikan. Terus awas dan berjaga atas senjata rahasia yang mungkin lolos dari penjagaan Barisan terluar. Siapa yang alpa bakal menjadi korban, upayakan untuk segera mencari penawar racun begitu terkena sengatan senjata mematikan dari pihak lawan............"
Sebentar kemudian, membiarkan semua pendekar merasakan detak jantung penuh ketegangan karena menunggu, tiba-tiba pecah teriakan:
"SERAAAAAAAAANG...."
Berbeda dengan sebelumnya, maka serangan sekali ini tidak dalam kecepatan tinggi dan sebaliknya maju dengan kecepatan yang amat minimal karena Barisan terluar harus berjaga atas serangan lawan. Tetapi, setelah berjalan sejauh 300 meter ke depan dengan jalanan mulai menanjak, mereka bertemu dengan hutan yang tidak cukup lebat di kiri dan kanan jalanan.
"Mereka akan menyerang disana Sam Suheng, banyak pasukan mereka tersebar dalam hutan di depan, dipastikan mereka akan menyergap kita....." desis Koay Ji mengetahui bahwa musuh akan kembali menyerang. Dia bisa menangkap adanya pergerakan pasukan musuh di sebelah depan yang sedang melakukan persiapan untuk menyerang mereka semua.
"Hmmmm, kita semua sudah siap meladeni mereka......"
Desisan Koay Ji memang benar, karena tidak lama kemudian, sebagaimana sudah diperkirakan, ratusan atau malah mungkin ribuan anak panah kecil namun memiliki kecepatan sangat tinggi berhamburan menyerang ketiga kelompok terpisah itu. Yang mengerikan adalah, jepretan senjata rahasia yang awalnya menurut perkiraan Panglima Arcia hanya sanggup mereka alias pihak lawan produksi sebanyak 10 atau 20 paling banyak, kelihatannya justru sudah 4 atau bahkan 5 kali lipat mereka miliki. Karena, serangan ke arah 3 group itumasing-masing ratusan anak panah yang dijepretkan dalam kecepatan yang sangat tinggi. Dan bukan cuma itu, bersamaan dengan serangan anak panah, tiba-tiba mendengung datang binatang kecil beracun yang terbang ke arah kerumunan para pendekar Tionggoan. Mendengar dengungan itu pihak pendekar mulai berdebar, karena menghadapi dua serangan secara bersamaan, yakni serangan senjata rahasia dan juga serangan beracun. Tentunya masalah ini bukan masalah sepele, dan karena itu membuat banyak orang menjadi gentar dan sedikit melemah daya juangnya.
Apalagi karena seperti diduga, korban perlahan-lahan mulai jatuh, terutama mereka yang kehilangan daya juang dan melemah daya tarungnya. Karena bagaimanapun ketatnya penjagaan ketiga Barisan, tetapi tetap saja ada beberapa atau puluhan malah anak panah beracun yang lolos dari penjagaan. Sebagian terbesar memang bisa dielakkan dengan baik, tetapi ada beberapa yang mengenai sasaran dan jadi memakan korban. Dalam waktu tidak lama, sudah mulai terdengar jeritan kesakitan di dua barisan, atau tepatnya 3 barisan pendekar. Celakanya, senjata rahasia itu terus menyerang dan terus saja berdatangan, sementara saat yang sama serangan serangga terbang beracun juga semakin datang mendekat. Dan belum lagi Koay Ji menemukan jalan terbaik melawan serangan serangga kecil beracun, tiba-tiba terdengar bentakan dan teriakan dengan hawa magis yang amat kental. Serangan ketiga, bisa diduga serangan sihir dengan menggunakan medium suara yang amat kuat wibawa dan pengaruhnya.
"Celaka, ilmu sihir...... benar-benar kombinasi maut yang sangat mematikan. Sihir, ilmu beracun dan senjata rahasia beracun yang memiliki kecepatan bagaikan kilat dalam menyasar kaum pendekar. Dan, korbanpun mulai berjatuhan tidak lama kemudian, terutama karena terkena panah beracun. Dan bertambah banyak, karena banyak yang terkena pengaruh sihir padahal sedang menghadapi serangga beracun dan juga panah beracun. Dalam waktu relatif singkat Koay Ji sadar apa yang terjadi, terutama melihat banyaknya korban di pihak mereka yang menjadi korban senjata rahasia musuh yang snagat ampuh. Tajam, susah dielakkan dan masih dilumuri racun pula. Hanya dalam beberapa saat, mereka sudah meregang nyawa, tewas dalam pertempuran maut itu.
"Mindra ....... lawan sihir itu........."
Perintah atau teriakan Koay Ji membahana dan menyadarkan banyak orang. Dan seketika terdengar siulan dari Mindra dan bersamaan dengan bentakan dan doa dari para Bhiksu Siauw Lim Sie. Dan, dari Group 3, juga terdengar perlawanan atas Ilmu Sihir yang dalam waktu singkat membuat pertahanan mereka menjadi kokoh, karena Barisan-Barisan pelindung dapat kembali bekerja. Tetapi, Koay Ji melihat bahwa mereka kesulitan terus melaju kedepan, karena serangan senjata rahasia itu sangat massif. Ratusan senjata sejenis panah kecil beracun berseliweran, dan akibatnya mereka hanya mampu bertahan dan tidak mampu melakukan penyerangan yang lebih jauh. Selama setengah jam, mereka bertahan dan belum bisa merangsek maju dari posisi mereka saat mulai diserang senjata rahasia.
"Sie Suci, Kwa Siang, Tio Ciangbudjin,,, kita berempat mari bersama maju mendekat ke sarang para penyerang gelap. Khong Sute, Hong Moi, masing-masing lindungi barisan-barisan yang bekerja di jalur paling luar,.... nach, jangan bertanya, mari kita langsung bekerja. Kawan-kawan kita bakalan banyak menjadi korban jika kita ayal dan memberi mereka banyak waktu untuk terus terusan menembak dan melepas anak panah beracun......." perintah Koay Ji dengan cepat kepada kawan-kawannya untuk mengurangi serangan senjata rahasia. Jelas untuk itu mereka harus keluar menyerang kelompok lawan yang terus menyerang.
Pilihannya kepada Sie Lan In, Tio Lian Cu dan Kwa Siang bukannya tanpa alasan. Sie Lan In memiliki ginkang paling mujijat dan juga iweekangnya memadai untuk membantu melindungi dirinya. Bekalnya memadai untuk tidak menjadi sasaran dari serangan senjata rahasia lawan, dan pastinya dia bisa dan lebih dari cukup untuk diandalkan. Bun Kwa Siang, murid Toa Suhengnya, juga memiliki keistimewaan yang aneh dan mujijat. Entah mengapa dia memiliki kekebalan yang sangat aneh dan tidak masuk akal. Tubuhnya kebal dipukul, kebal dibacok, hanya Koay Ji saat menggunakan ilmu totok khasnya baru si dogol itu merasakan yang namanya sakit dan kesakitan. Jelas dia dapat diandalkan saat itu, apalagi Koay Ji sudah melatih Kwa Siang dengan ilmu gerak dan ginkang, sehingga semakin dapat diandalkan pada kondisi rawan seperti saat ini.
Kisah Dua Naga Di Pasundan 8 Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Gajahmada 4

Cari Blog Ini