Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw Bagian 4
isyarat pula menggelengkan kepalanya. Ia melirik ke arah Siauw
Yang. Siauw Yang membalasnya memandang dan tersenyum.
"Seeer...mati kau!" bersambat Sin Thong menerima senyum itu.
Sebetulnya ingin sekali ia mencoba-coba kepandaian gadis ini,
namun segan terhadap orang tuanya!
Ia masih memberikan kesempatan itu kepada tamu-tamu lain!
Baru saja tuan rumah Yok-ong Lo Ban Theng hendak membuka
suara, tiba-tiba dari luar mendatangi serombongan tamu baru yang
jalan terdepan adalah seorang kakek-kakek setengah tua
bersorban merah di atas kepala, berusia kurang lebih empatpuluh
tahun. Tubuhnya tinggi tegap.
Begitu masuk ia berkata keras, "Ya, pantas Lo lo-enghiong
melupakan kami, kiranya masih sibuk sekali."
Semua orang menengok, dan Yok-ong Lo Ban Theng memandang
agak tidak senang tapi terpaksa ia maju menghampiri dan
menyambut mereka, "Maaf, saya orang tua menyambut agak
terlambat." Ia lalu membawa berempat ke ruang yang masih
kosong. Begitu orang setengah tua bersorban merah itu melihat Bonggoanswe ia menundukan kepala dengan penuh hormat, "Maaf
242 kiranya Bong Bong Sianjin juga tidak ketinggalan di sini, eh, Hok
Losuhu dan Leng sicu juga hadir. Wah pesta meriah sekali nih!"
"Te-thian Lomo, hayaa, baru ketemu lagi, bagaimana banyak
maju?" tanya Bong-goanswe yang mulanya dikenal sebagai Bong
Bong Sianjin. Antara para tamu yang tidak mengambil perhatian di antara atas
percakapan orang itu adalah sepasang mata di balik kerudung
sutera hitam yang memandang terbelalak mengeluarkan sinar api.
Ini tampangnya pembunuh suhu, Bong Bong Sianjin dan itu yang
bersorban merah adalah Te-thian Lomo.
Hm, kebetulan sekali, pikir Sian Hwa. Ingin sekali ia menerjang
musuh besarnya itu, akan tetapi mengingat tuan rumah yang
tengah berulang tahun. Tak mau ia membuat kacau tempat pesta
orang tua she Lo itu. Setelah menuang arak dan menawarkan makan untuk tamu-tamu
barunya itu, Yok-ong Lo Ban Theng kembali ke atas panggung dan
mempersilahkan tamu mudanya untuk memperlihatkan sedikit
kepandaian. Baru saja habis tuan rumah berbicara dan hendak melompat turun,
tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan putih dan tahu-tahu di atas
panggung itu telah berdiri seorang pemuda yang terus menjura
kepada tuan rumah sambil katanya: "Locianpwee maafkan saja
yang muda!" Yok-ong Lo Ban Theng tersenyum. "Silahkan orang muda!"
243 Kemudian ia melompat turun dan memberi kesempatan kepada
orang yang baru datang itu. Orang itu adalah seorang pemuda
yang berusia tigapuluh tahun, wajahnya merah seperti udang
rebus, sepasang tangannya mengeluarkan otot-otot yang kuat,
dadanya bidang akan tetapi tidak dapat dikatakan tampan karena
hidungnya yang besar dan bibirnya yang tebal keras itu. Alisnya
lebat keren, rambutnya tertutup oleh topi yang terbuat dari kain
putih pula, sebelum dia berkata pemuda itu melemparkan senyum
ke arah Siauw Yang yang menerimanya tanpa memberi reaksi.
"Saja bernama Tiat Hauw disebut orang si Lengan besi. Dan saja
akan menunjukkan kebisaan saja." Orang yang bernama Tiat
Hauw itu kemudian bersilat dengan tangan kosong. Gerakannya
mantap, tenaganya mendatangkan angin menandakan tenaga
yang besar. Dilihat dari sepintas, gerakan tangan kosong pemuda itu mirip
dengan ilmu silat cabang Go-bi-pay, hanya gerakan-gerakan kaki
itu yang masih nampak kaku dan menggunakan jurus-jurus
menendang. Padahal ilmu silat Go-bi-pay tidak dikhususkan ilmu
tendangan berantai, akan tetapi pemuda baju putih ini selalu
menekankan pada gerakan menendang!
Sorak sorai tepuk tangan para hadirin menyambut pemuda itu
bersilat. Akan tetapi sebentar cuma, ia berhenti dan memandang
kepada tuan rumah: "Bagaimana locianpwe...... apakah ilmu silatku
dapat nilai menurut pandanganmu?"
Yok-ong Lo Ban Theng yang bermata tajam itu dapat melihat
betapa gerakan-gerakan pemuda Tiat Hauw itu masih mentah,
244 meskipun kalau dilihat sepintas cukup baik. Ia tersenyum lebar dan
memberi isyarat kepada salah seorang dari Sam-hauw-swat-cueng yang bernama Lie Bun Ceng. Orang ketiga dari Harimau
Mustika Salju. Lie Bun Ceng ini terkenal ilmu silat tangan kosong yang bsrsumber
dari cabang Jiu-jit-siu dan digabung dengan ilmu silat peninggalan
Yok-ong Sauw Lee, kakek dari Yok-ong Lo Ban Theng ini yang
bernama ilmu silat Swat-cu-kiam-hoat atau ilmu pedang mustika
salju yang terkenal ini. Kemudian Lie Bun Ceng menghampiri Tiat Hauw yang digelar si
Lengan Besi itu sambil tertawa berkata: "Nah Tiat Hauw yang
gagah biarlah aku yang tua ini akan mengujimu..... Kau
keluarkanlah senjatamu!"
"Saja biasa dengan tangan kosong Lo-enghiong....."
"Kalau begitu baiklah, aku juga akan melayanimu dengan tangan
kosong pula. Tiat Hauw sicu, majulah dan perlihatkan
kepandaianmu!! "Maaf aku yang muda berlaku kurang ajar!" berkata demikian Tiat
Hauw yang berjuluk si Lengan Besi mengirim jotosan ke arah Lie
Bun Ceng dengan gerak tipu Pay-san-to-hay (Menolak Gunung
Mengeruk Laut), sebuah pukulan yang mengeluarkan tenaga
besar. Tangan yang berotot itu menyambar ke arah perut Lie Bun
Ceng. Tentu saja orang tua she Lie tidak mau perutnya menjadi sasaran
jotosan pemuda yang terkenal dengan julukan Si Lengan Besi, ia
245 tahu kalau membiarkan perutnya itu dijotos tangan berotot itu akan
berantakan usus-ususnya, maka sebab itu sambil berseru:
"Bagus!" ia miringkan tubuhnya dan bergerak cepat menggunakan
tipu Jiu-jit-su menangkap lengan itu, akan tetapi Tiat Hauw menarik
lengannya, dan kini berganti dangan tendangan menyusul.
Tiat Hauw berseru keras, kakinya yang besar itu berganti-ganti
menendang dengan tendangan beruntun. Melihat bahwa
tendangan lawannya ini masih lemah dan nampaknya hanya
luarnya saja ganas akan tetapi lemah pertahanannya, Lie Bun
Ceng membiarkan tubuhnya terhantam kaki kiri Tiat Hauw.
Tiat Hauw girang sekali melihat lawannya tidak menangkis
tendangannya ini sambil membentak, "robohlah!" Kaki kirinya
menendang kuat dan penuh tenaga.
Akan tetapi, terdengar Tiat Hauw menjerit kaget dan tahu-tahu
kakinya dijepit oleh sepasang tangan yang amat kuat, dan tanpa
dapat dihindarkan lagi, waktu tangan itu bergerak mengangkat
tubuh Tiat Hauw terjengkang terpelanting ke belakang dengan
amat kuatnya. Tentu saja Tiat Hauw menjadi heran, gerakan apa
itu demikian kuat dan yang telah berhasil menjepit tendangannya!
Ternyata Lie Bun Ceng dalam gebrakan ketiga itu telah
menggunakan ilmu tangkapnya yang disebut Jiu-jit-su. Memang ini
khusus menangkap dan membanting. Inilah keistimewaan Lie Bun
Ceng orang tua ketiga dari tiga harimau mustika salju.
Sambil meringis karena tulang kakinya patah, Tiat Hauw menjura
kepada tuan rumah dan tanpa bilang apa-apa lagi ia berkelebat
lenyap di tempat itu. 246 Akan tetapi bersamaan dengan perginya Lengan Besi Tiat Hauw,
tiba-tiba seorang perajurit kerajaan memasuki tempat itu dan
berkata, "Maaf Lo-enghiong, permisi kami hendak bertemu dengan
Goanswe dari kotaraja!" kata perajurit kepada tuan rumah yang
sudah berdiri menyambutnya. Yok-ong Lo Ban Theng tersenyum
ramah dan mempersilahkan perajurit itu bertemu dengan Bonggoanswe.
"Ada apa kau datang kemari?" Bong-goanswe bertanya keren dan
mengerutkan keningnya tidak senang. Tatapan matanya tajam
memandang perajurit dari kotaraja itu. Dia kenal dengan perajurit
ini. Akan tetapi ia merasa lebih tinggi tingkatnya itu, tidak
memperlihatkan muka yang bersahabat kepada bawahannya ini.
Perajurit itu menghormat mengangkat ke dua tangannya menjura,
"Goanswe, maafkan kalau saja mengganggu!"
"Hem, ada apa" Lekas katakan!"
"Saya dari dusun Siauw-ling, melaporkan kepada Goanswe bahwa
Nguyen-loya telah terbunuh oleh seorang gadis kang-ouw yang
menamakan dirinya Kwan-im Sianli. Gadis muda itu mengacau
Siauw-ling dan membunuh pula Nguyen kongcu dan membakar
gedung, harap Goanswe menjadi tahu adanya," demikian perajurit
itu melapor. "Pergilah, sebentar aku menyusul!"
"Baik Goanswe," sahut prajurit itu.
247 Yok-ong Lo Ban Theng menghampiri tamunya dan berkata, "Ah,
ada berita penting rupanya?"
Bong-goanswe berdiri dan mengangkat tangannya menjura diikuti
dengan Hok Losu dan Leng Ek Cu: "Lo-kiam-enghiong, maafkan
kami tak dapat berlama disini, terima kasih untuk hidangan dan
sambutanmu!!" "Oho, kenapa begitu tergesa-gesa?""
"Kami hendak ke Siauw-ling, lain kali kami mampir ke sini dan
ngobrol sepuas-puasnya dengan kau orang tua. Sekarang permisi
dulu Lo-kiam-enghiong.......!!"
"Terima kasih atas kunjungan sam-wie Enghiong!" kata Yok-ong Lo
Ban Theng sambil menjura melepaskan ke tiga tamunya pergi.
Maka berangkatlah ke tiga orang tua itu menuju ke Siauw-ling.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, Bong-goanswe bertemu
dengan Bwe Hwa dan Liok Kong In, dan karena hebatnya ilmu
pukulannya yang disebut hui-thian-jip-te, Bwe Hwa dan Kong In
tidak dapat menghindarkan pukulan yang dahsyat itu dan mereka
berdua terlempar ke dalam jurang yang curam dan tidak kelihatan
dasarnya. Setelah memukul kedua orang muda itu, muncullah Sian Hwa,
gadis ini melihat musuh besarnya yang bernama Bong Bong
Sianjin itu meninggalkan gedung Yok-ong Lo Ban Theng, dengan
diam-diam iapun menyelinap pergi dan mengikuti Bong-goanswe
ini. 248 Akan tetapi sangat disayangkan dia terlambat sampai di hutan itu
dan melihat suci dan suhengnya Bwe Hwa dan Kong In terlempar
ke jurang, maka dengan kebencian yang amat hebat, Sian Hwa
menerjang Bong Bong Sianjin dan karena kepandaian musuh
besarnya ini jauh di atas tingkat kepandaiannya, maka iapun
ditawan oleh ketiga orang tua aneh ini untuk dibawa ke pulau
bidadari! "Y" 8 Kita kembali ke gedung Yok-ong tengah mengadakan sayembara
pertunjukan silat untuk mencari jodoh bagi puterinya yang bernama
Lo Siauw Yang. Setelah Tiat Hauw si lengan besi itu telah dibikin
keok oleh Bun Ceng orang ketiga dari pembantu Yok-ong yang
berjuluk Sam-hauw-swat-cu-eng (Tiga harimau mustika salju),
maka panggung itu kembali kosong dan para tamu menanti-nanti
peserta lain yang belum menampakkan dirinya.
Sebetulnya banyak sekali para pemuda yang berhasrat mengikuti
sayembara ini, akan tetapi mengingat kepandaian mereka masih
jauh dan belum memenuhi syarat, maka banyak mereka yang
menarik kembali hasratnya itu dan menanti saja dengan hati
tertarik, menonton! Yok-ong Lo Ban Theng juga kecewa melihat keadaan ini. Ternyata
dari sekian banyak pemuda yang hadir, sedikit sekali yang
menaruh minat. Diam-diam ia yang sudah menaruh simpati kepada
pemuda tampan baju biru. Matanya yang tajam dapat melihat akan
isi anak muda itu. Berkali-kali ia melirik.
249 Dan Siauw Yang juga mengharapkan munculnya pemuda tampan
ini. Ia percaya tentu pemuda tampan ini mempunyai simpanan
yang boleh juga. Kalau tidak masakan ia berani menonjolkan diri
berkali-kali malah pernah menegur pula seorang pemuda yang
bernama Ho Siang itu yang semulanya pemuda itu hendak
memamerkan kepandaiannya meniup suling, bukan main silat!
Go Sin Thong tak sabar lagi. Ia benar tertarik sekali dengan gadis
puteri Yok-ong ini. Beberapa kali ia melirik ke arah Siauw Yang,
beberapa kali itu pula dirasakannya dadanya berdebar aneh.
Bergejolak riang dan penuh bahagia.
Melihat bahwa tidak ada lagi kaum muda yang meloncat ke
panggung maka dengan dada berdebar dan tegang, Sin Thong
berdiri dan meloncat ke atas panggung itu! Tepuk tangan
menyambut munculnya seorang pemuda kecil dan tampan itu.
Yok-ong mengerutkan alisnya. Sam-hauw-swat-cu-eng memandang heran. Ketiga orang tua pembantu Yok-ong ini
mengenal siapa si cebol itu. Akan tetapi mereka menjadi heran
sekali melihat Sin Thong juga berkenan dalam pemilihan ini.
Sin Thong yang telah berada di atas panggung itu pertama-tama
menjura hormat kepada tuan rumah dan berkata: "Lo Yok-ong,
perkenankan siaute memperlihatkan sedikit kebodohan!"
Walaupun hatinya tak senang dan heran, Yok-ong mengangguk.
Tentu saja orang tua ini merasa heran dan mengapa Sin Thong
yang dikenalnya baik sebagai murid sahabat baiknya Kwa Shinse
bermaksud pula dalam pemilihan jodoh ini"
250 Tak mengerti ia, dan yang aneh, secara diam-diam hati orang tua
ini tidak rela anaknya berjodoh dengan Sin Thong, pemuda kecil
pendek! Dan ia akan mengusahakan untuk mengalahkan Sin
Thong. Sin Thong bersilat dengan tangan kosong. Gerakan-gerakannya
lincah dan mantap. Ia sengaja bersilat tidak lama karena ia pikir
tidak perlu mempertunjukkan silatnya di muka umum. Ada sekitar
limabelas menit. Ia menyudahi permainannya dan mengangguk kepada Yok-ong Lo
Ban Theng. Orang tua itu menoleh kepada pembantunya, salah
seorang dari Sam-hauw-swat-cu-eng yang kali ini orang pertama
dari tiga harimau dari mustika salju itu yang menghadapi pemuda
cebol untuk mengujinya. Kali ini yang naik ke atas panggung sebagai pengujinya adalah
Bong Kek Cu, terkenal dengan permainan toya besinya dari
cabang Siauw-lim-pay. Bong Kek Cu ini berusia hampir
empatpuluh tahun, sebagai pembantu pertama dari Yok-ong Lo
Ban Theng, ilmu toyanya sudah dikenal. Oleh sebab itulah Yokong sekarang mengajukan jagoan-jagoan yang berwatak keras
dan berangasan ini!
Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pemuda cebol, aku sudah siap, tunggu apa lagi?" datang-datang
Bong Kek Cu menegur dengan perkataan yang kasar dan tanpa
embel-embel sebagaimana orang hendak berlatih atau
mengujinya. Toyanya yang besar itu sudah diputar-putar
mengeluarkan suara mengaung saking kerasnya toya itu
menyabet angin. 251 Melihat bahwa pengujinya ini datang-datang membawa tongkat
besi yang disebut toya itu, Sin Thong juga tidak mau berlaku
sungkan lagi dan dari balik bajunya ia telah meloloskan pedangnya
yang berbentuk melengkung seperti samurai. Melihat pedang
panjang melengkung ini diam-diam para hadirin tersenyum geli.
Pemuda cebol ini menggelikan sekali. Mana ada pedang yang
bentuknya seperti itu" Tentu saja mereka tidak tahu. Pedang yang
dipegang oleh Sin Thong adalah pedang pusaka yang disebut
samurai! Memang inilah yang diwariskan oleh suhunya Kwa-sinshe, ilmu
silat yang bersumber dari negeri Jepang ini pernah diterima oleh
suhunya dari seorang bajak laut Jepang yang pernah menguasai
laut Po-hay, dan pada suatu hari bajak laut itu sakit payah dan
bertemu dengan Kwa-sinshe dan tertolong nyawanya.
Merasa bahwa bajak laut Jepang itu berhutang budi dengan orang
she Kwa maka sejak saat itu, Kwa-sinshe menjadi sahabatnya dan
mendapat ilmu silat dari Jepang yang bernama: Karate-do dan ilmu
pedang yang disebut samurai!
Tak heran kalau sekarang Sin Thong mengeluarkan pedang
samurai pemberian suhunya itu. Pedang itu panjang dan
melengkung. Dari sampingnya berkilat-kilat akan ketajaman
pedang samurai yang tertimpah cahaya lampu.
"Locianpwe Bong Kek Cu, maaf Siauwte yang kurang ajar berlaku
lancang." Sin Thong merendah membongkokkan dirinya seperti
seorang samurai Jepang yang hendak memulai pertandingan.
252 Melihat sikap pemuda cebol ini, Bong Kek Cu membentak,
"Cerewet, hayo tandingi toyaku. Lihat serangan!"
Toya yang beratnya limaratus kati itu menyambar mengemplang
kepala Sin Thong. Melihat bahwa kakek Bong Kek Cu ini tidak
sabaran dan datang-datang terus mengemplang. Sin Thong
mengelak dari sambaran toya di atas kepalanya dengan
menundukkan sedikit kepala. Toya lewat di atas kepalanya
mengeluarkan suara mengaung yang menggeletar.
Kaget sekali pemuda cebol itu, tahulah ia bahwa kakek Bong Kek
Cu ini adalah seorang ahli gwakang (tenaga luar). Sambil
menundukkan kepala, pedang samurai yang panjang dan
melengak bergerak dari samping melibat kaki lawan, "weeert!"
pedang samurai lewat di kaki Bong Kek Cu ketika kakek ini
mencelat menghindarkan sabetan pedang samurai.
"Weng, weng, weng!" Tiga kali toya di tangan Bong Kek Cu
berputar. Ke duanya kini berhadapan. Bong Kek Cu memegang
toyanya yang besar dan berat itu dengan ke dua tangan
dimiringkan ke kiri, sedangkan sama seperti kakek itu memegang
toyanya, pemuda cebol itu memegang gagang samurainya dengan
ke dua tangan erat-erat. Inilah cara Sin Thong memegang samurainya. Matanya menatap
tajam ke arah Bong Kek Cu.
Bong Kek Cu menggeser kedudukan kuda-kudanya dengan maju
selangkah ke depan, kaki kiri di belakang. Toyanya yang besar
bergoyang-goyang. Sebentar kaki miring-miring ke kanan.
253 Tiba-tiba Sin Thong berteriak. "Eittt... jiaaatt" Pedang samurai
berkelebat cepat sekali menyabet ke kiri dan walaupun lambat
gerakan itu namun penuh bertenaga. Suaranya yang besar itu
mengejutkan para hadirin.
Memang sedemikianlah cara pemuda cebol ini bersilat, lalu jurusjurus pertama disertai jeritan yang menghentakkan lawan. Tentu
saja kakek Bong Kek Cu sudah mengenal pemuda cebol ini, tahu
bahwa lawannya menggunakan jurus-jurus ilmu silat dari Jepang.
Maka begitu saja samurai menyambar ia segera meloncat
menekankan toyanya ke tanah membuat tenaga mendorong tahutahu tubuhnya sudah berputaran di atas dengan toya tertekan ke
bawah. Menangkis samurai Sin Thong.
"Trang...!" suara keras terdengar waktu toya itu bertemu dengan
samurai di tangan pemuda kecil pendek. Terkejut sekali Sin Thong
ketika pedang samurainya bertemu dengan toya, si kakek Bong
Kek Cu hampir saja terlepas pedang samurainya kalau tidak cepatsepat ia mengerahkan tenaga pada ke dua lengannya yang kini
terasa nyeri. "Bagus?"" Bong Kek Cu berseru dan tubuhnya meluncur turun
dengan tangan kiri di dorong ke depan dengan maksud memukul
pemuda itu dengan jarak jauh.
Sin Thong yang tahu akan kehebatan lawan pengujinya ini tidak
berani ia beradu tenaga dengan cepat dan lincah ia sudah
mengelak dari sambaran pukulan itu! Terasa angin pukulan
membuat ia terhuyung-huyung saking kerasnya pukulan jarak jauh
dari si kakek Bong Ek Cu itu.
254 "Tidak adil, tidak adil!" tiba-tiba terdengar suara dari para tamu
yang duduk di tengah. Orang-orang menoleh dan heran ia melihat yang bicara itu adalah
pemuda tinggi kurus yang tadi hendak bermain suling di panggung:
"Hanya untuk menguji calon mantu mengapa harus mengadu
kepandaian di atas tajamnya mata pedang"
"Bukankah banyak cara untuk menilai orang dengan bermain ilmu
silat tangan kosong atau dengan senjata suling sepertiku ini"
Mengapa pula harus mengeluarkan toya bau dan pedang
bengkung pemotong babi"
Sin Thong menoleh ke arah pemuda yang bicara itu.
Bong Kek Cu juga mendelik.
"Bocah lancang, mengapa kau mencampuri urusan orang?" Bong
Kek Cu menegur. Dari atas panggung itu Sin Thong memandang
orang muda tinggi kurus ini tak mengerti.
"Sahabat, apa maksudmu mencampuri urusan ini?"
"Ha ha, orang muda kecil pendek, kau tahu, aku paling benci
melihat orang bermain-main pedang seperti penjagal babi dan
orang yang membawa-bawa pentungan seperti centeng yang
menggagahi dirinya sok pandai. Senjata yang baik adalah senjata
yang tidak menakuti orang seperti sulingku ini!" si pemuda tinggi
kurus mengacungkan suling hitamnya dan tertawa lebar.
255 Merah muka Bong Kek Cu disindir toyanya sebagai pentungan
centeng. Berani benar pemuda kurus ini. "Eh, bocah sinting berani
kau menghinaku?" "Tidak menghina sobat," berkata pemuda tinggi kurus: "Cuma saja
aku hendak usulkan supaya penilaian mencari mantu ini tidak
menggunakan ketajaman pedang. Mata pedang tidak bermata,
bagaimana kalau sayembara ini membawa jiwa manusia melayang
oleh karena pedang tak bermata!"
"Betul juga kata si kurus ini!" terdengar suara dari para hadirin yang
duduk di tengah-tengah dan begitu orang-orang menengok,
mereka tersenyum melihat pemuda tampan baju biru itu berkata:
"Pertandingan dengan senjata tidak adil, sebaiknya diganti dengan
ilmu silat tangan kosong saja, bagaimana Lo-enghiong?"
Yok-ong Lo Ban Theng tersenyum.
"Pertandingan selanjutnya tidak boleh memakai senjata tajam!"
katanya singkat. "Locianpwee Bong Kek Cu, usul pemuda kurus itu baik sekali,
sekarang biarlah aku menyimpan samuraiku!" demikian kata Go
Sin Thong sambil menyelipkan samurainya ke balik jubahnya dan
menanti reaksi dari lawannya ini. Tentu saja bagi Sin Thong ia lebih
suka menghadapi lawannya ini dengan tangan kosong.
Toya Bong Kek Cu dilempar, kemudian ia berkata: "Baik, tanpa
toya aku dapat menandingi bocah cebol ini, dan setelah itu aku
mengundang pemuda baju biru untuk naik ke panggung, jangan
cuma bisa jual lagak saja di sana!!"
256 "Terima kasih, kalau memang diundang kenapa aku tidak terima,
eeeh kakek toya centeng, beresin dulu pemuda kate itu. Kalau kau
tidak mampu mengalahkan dia, hmm apalagi mengalahkan aku!!"
"Sombong, tunggu kau pemuda cerewet. Nanti kurejeng mulutmu
yang bawel itu, eeh bocah cebol, hayo kau layani kepalanku!"
"Locianpwee harap bermurah hati kepadaku yang bodoh," Sin
Thong merendah. Akan tetapi Bong Kek Cu yang sudah dibuat jengkel oleh pemuda
tampan baju biru mendengus, "Alasan, nggak usah embel-embel.
Sambut pukulanku!" Bong Kek Cu yang telah menjadi marah sekali mengirim pukulan
menyerang dengan jari-jari tangan terbuka. Inilah cakar setan yang
pernah ia warisi dari seorang pertapa di Go-bi-pay beberapa waktu
yang lalu. Saking marahnya ia punya cakar setan itu sudah dikeluarkan tanpa
memandang lagi akan siapa yang di hadapinya. Akan tetapi
biarpun serangan dengan jari-jari tangan terbuka ini hebat, namun
Sin Thong dapat mengelak dengan serangan yang tak kalah
hebatnya. "Iyaaaat," tangan kanan Sin Thong menjurus ke depan dengan
telapak tangan kanan dimiringkan, sedangkan tangan kiri ditekuk
segi tiga di depan dada. Inilah serangan Karate yang hebat luar
biasa. 257 "Deeess!" Tubuh Bong Kek Cu bergoyang-goyang, terhantam
pukulan tangan telapak miring dari pemuda cebol ini. Saking
kerasnya telapak tangan yang menggunakan jurus Karate itu
membuat Bong Kek Cu yang memandang lawan enteng tadi
terperanjat dan terasa sakit pada jari-jari tangannya yang tadi
dipakainya mencengkeram. "Bagus!! Kau mempergunakan karatenya si bajak laut Jepang itu!"
Bong Kek Cu meringis. akan tetapi dia tidak jadi mundur malahan
memasang kuda-kudanya dengan kakinya ditarik ke belakang dan
agak ditekuk ke dalam. Melihat ini Sin Thong juga mengambil posisi karatenya, tangan
kanannya terangkat ke atas kepala dengan jari-jari terbuka,
sedangkan tangan kiri menjurus ke depan dengan jari-jari tangan
dikeraskan pula. Wajahnya dikeraskan, kakinya terpentang lebar.
Inilah jurus pembukaan karatenya!
"Yaaaattttt".. eeeiitt!!" Sin Thong berseru dan ia meloncat tinggi
mengirimkan tendangan maut ke arah lawannya. Hebat sekali
tendangannya ini. Bong Kek Cu mempergunakan gin-kangnya dan meloncat tinggi di
udara hingga tendangan maut dari Sin Thong itu lewat di
sampingnya tidak mengenai sasarannya.
Sin Thong merasa penasaran sekali dan ketika tubuhnya
melayang turun dia menyerang lagi dengan pukulan tangan kanan
dimiringkan. Tangannya bergerak cepat dan meluncur menyabet
ke arah leher lawan, kakinya menendang dengan hebat.
258 Bong Kek Cu terkejut sekali melihat kelihayan karatenya ini, sambil
berseru keras dia menggulingkan tubuhnya ke bawah untuk
menghindari gerakan istimewa ini. Tidak disangkanya ilmu karate
yang pernah didengarnya itu demikian kuat dan dahsyat!
Setelah berdiri lagi, Bong Kek Cu lalu mengeluarkan ilmu silat Patkwa-ciang-hoat karena maklum bahwa pemuda cebol ini bukanlah
seorang lemah, apalagi tadi ia disuguhi permainan jurus-jurus
karate yang mengejutkan itu. Tak berani lagi ia main-main dengan
pemuda ini, ia mainkan jurus-jurus Pat-kwa-ciang-hoat dari ilmu
silat Siauw-lim-pay. Dan Sin Thong tercengang juga menyaksikan
ilmu silat tangan kosong yang lihay ini.
Beberapa kali ia beradu lengan, ia terhuyung mundur. Tahulah ia
bahwa lawan Bong Kek Cu ini mempunyai tenaga lwekang yang
cukup tinggi dan menang setingkat dari padanya.
Kini ke dua orang kakek dan pemuda cebol itu bertempur dengan
seru dan hebat. Jurus-jurus karate yang dimainkan Sin Thong
memang aneh dan berbahaya sekali, ditekankan pada telapak
tangan miring yang mengeluarkan tenaga pukulan yang amat
ampuh. Di antara para hadirin yang tartarik akan pertandingan ini, adalah
seorang laki-laki setengah tua yang bersorban merah menatap
tajam ke arah permainan Sin Thong. Rasanya ia pernah sekali
dihadapkan dengan pukulan-pukulan dengan telapak tangan kiri
miring dan kepalan yang kuat itu. Di mana" Orang bersorban itu
mengerutkan kening mengingat.
259 Tiba-tiba ia mencelat tinggi dan sekali tangannya bergerak
mendorong Sin Thong dan Bong Kek Cu terlempar jatuh
mengeluarkan suara berdebuk yang keras. Bong Kek Cu terkejut
sekali. Sin Thong heran. Siapa orang ini"
Orang tua bersorban merah seperti suku bangsa Tibet! Yok-ong Lo
Ban Theng berdiri dari tempat duduknya melihat Te-thian Lomo
datuk hitam dari barat itu telah berdiri di panggung.
Te-thian Lomo menghampiri Sin Thong dan bertanya.
"Orang muda kau murid siapa" Apa hubunganmu dengan
Hiroshima, si bajak laut Jepang itu?"
"Hiroshima adalah teman baik guruku, kau mau apa?"
"Kalau begitu kau harus mampus!" Te-thian Lomo mengibaskan
jubahnya dan saking kuatnya angin pukulan ini sehingga tubuh Sin
Thong yang pendek kecil itu sudah terlempar tiga meter jauhnya.
Merah sekali muka Sin Thong meskipun pundaknya sakit ditampar
ujung jubah tadi, ia meloncat dan mengeluarkan samurainya.
"Kakek gila, mengapa kau datang-datang menyerangku?"
"He he he, anak muda cebol, kau mau tahu siapa aku. Aku adalah
Te-thian Lomo (Iblis tua langit bumi) musuh besar si bajak Iaut
Hiroshima, Jepang keparat itu. Tadi kau mainkan ilmu karatenya
itu. Hayo perlihatkan di depanku!" Te-thian Lomo membentak.
Orang tua bersorban ini memang adalah Te-thian Lomo, si iblis
langit bumi yang pada beberapa tahun yang lalu pernah bentrok
260 dengan Hiroshima. Si bajak laut dari Jepang yang pada sepuluh
tahun yang lalu pernah malang melintang di laut Po-hay dan
pernah bertemu dengan Te-thian Lomo ini dan akhirnya karena
pedang samurai di tangan Hiroshima dan pukulan-pukulan maut
karate demikian hebat, makanya Te-thian Lomo dapat dikalahkan
dan dilemparkan ke laut. Karena inilah orang tua bersorban merah
ini membenci si samurai dan si karate dari Jepang.
"Kakek gila, kau kira aku Go Sin Thong takut kepadamu. Mari rasai
pukulan karateku!" Go Sin Thong memasang kuda-kuda dan
membentak mengeluarkan suara jeritan menyerang.
Akan tetapi tiba-tiba terdengar seruan: "Sin Thong tahan!"
Sekali berkelebat jago tua she Lo itu sudah melompat ke panggung
dan berkata kepada Sin Thong: "Kau turunlah!"
Mendengar ucapan tuan rumah yang berwibawa ini, Sin Thong tak
berani membantah dan ia meloncat turun. Dan duduk di tempat
semula. Begitu ia melirik ke arah Sian Hwa. Heran ia, ke mana
gadis itu" Tentu saja Sin Thong tidak tahu bahwa Sian Hwa sudah lama
meninggalkan tempat itu dan mengejar bayangan Bong Bong
Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sianjin yang meninggalkan tempat ini.
Yok-ong Lo Ban Theng menjura kepada orang tua dari Tibet dan
berkata, "Harap lo-enghiong dari Tibet maafkan pemuda tadi dan
tidak menaruh marah kepadanya."
261 "Tidak!" Te-thian Lomo membentak, mendelikkan matanya
memandang tuan rumah. "Yok-ong mengapa kau suruh dia
kabur?" "Ia adalah murid kawan baikku Kwa-sinshe, harap kau tidak
membuat kacau di sini. Ingat sobat, hari ini adalah hari baikku.
siapapun tidak boleh mengacau. Aku melarangnya!"
"Wertt"!" Tahu-tahu Te-thian Lomo sudah mengeluarkan
cambuknya yang panjang dua-tiga kali melecut-lecut di udara.
Kalau begitu sebagai gantinya. biarlah kau mewakili anak cebol itu
dan layani permainan cambukku dari Barat!"
"Te-thian Lomo, apakah kehadiranmu di sini hendak membuat
kacau suasana ulang tahunku?" Yok-ong Lo Ban Theng bertanya
tajam. "Ha ha ha ha! Yok-ong, kau begini tekabur dihadapanku. Hendak
mengandal apakah engkau berani lancang menyuruh mengusir
pemuda cebol itu" O, ya pantes dia itu murid kawan baikmu si raja
obat she Kwa. Hem, cobalah dulu cicipi gebukan cambukku."
"Sombong!" terdengar bentakan dari bawah panggung.
Orang-orang menoleh. Eh pemuda baju biru lagi yang
mengeluarkan seruan "Sombong" tadi. Mau apa lagi pemuda ini"
Pemuda itu berdiri dan terkejutlah orang-orang yang hadir itu
melihat pemuda tampan itu dengan ringannya tahu-tahu pemuda
tampan itu telah mencelat dan berada di atas panggung, dan
berkata kepada tuan rumah: "Lo-eng-hiong, biarlah untuk urusan
262 kecil ini, siauwte yang muda membersihkan lalat-lalat hijau dari
Tibet yang nyasar ke tempat ini. Memang dalam suasana pesta
ulang tahun, tidak baik dikotori oleh lalat-lalat hijau menjijikkan
saja......." Yok-ong Lo Ban Theng menatap tajam ke arah pemuda tampan
baju biru dan tersenyum lebar: "Orang muda siapakah namamu"
Apakah kau dapat menepuk lalat hijau yang kau katakan."
Pemuda baju biru yang tampan itu mengeluarkan kipas hitamnya,
dan seperti orang kepanasan ia mengipas-ngipaskan badannya
sambil berkata; "Lo-enghiong jangan kuatir, dengan kipas hitamku
ini, masakan aku tak mampu mengebut lalat hijau ini!!"
Berkata begitu ia melirik ke arah orang tua bersorban merah yang
memandangnya dengan mata mendelik. Pecutnya yang panjang
itu menggeletar-geletar, siap menempur pemuda itu.
"Bagus!! Apabila kau dapat mengusir lalat hijau itu, usirlah dia!!"
Demikian kata Yok-ong Lo Ban Theng sambil melompat turun dan
ia memberi isyarat kepada Bong Kek Cu untuk turun.
"Eh, Te-thian Lomo..... julukanmu iblis tua langit bumi ya" Hemm,
kalau begitu masih pernah apa dengan kakek penjaga kuburan di
Thay-hoa-thong yang bernama Kakek Setan Pencabut nyawa
Giam-lo-ong?" "Bangsat besar, lancang mulut, apa kau bosan hidup?"
"Bangsat kecil!" Si pemuda tampan memaki sambil
membantingkan kakinya, "Siapa yang tidak ingin hidup" He, kakek
263 tua iblis langit bumi apa kau sendiri sudah bosan hidup biarin deh
tuan mudamu yang mewakili Giam-lo-ong mencabut nyawamu
yang tak berharga itu......"
"Kunyuk! Siapa bilang nyawaku tidak berharga?"
Pemuda tampan baju biru itu tertawa dan tiba-tiba ia menoleh
kepada pemuda tinggi kurus yang tadi hendak bermain suling
sambil katanya. "Eh, sobat! Coba terka, nyawa apakah yang tidak
berharga dan dimusuhi oleh banyak orang" Hayo jawab, bisa
enggak engkau menerka teka-teki dariku!"
"Nyawa yang tidak berharga?" pemuda tinggi kurus yang bernama
Ho Siang itu mengerutkan keningnya dan tertawa terbahak-bahak.
"Eh bisa enggak, kenapa jadi ketawa sinting!"
"Kau yang sinting tolol, masa ada nyawa yang berharga atau tidak,
semua nyawa tentu berharga. Tak bisa dibeli dengan uang"..
mana bisa dikatakan nyawa berharga atau tidak. Tentu saja semua
nyawa berharga tolol!" si pemuda tinggi kurus Ho Siang mengejek
pemuda tampan baju biru. "Kau sih benar-benar otak udang! Masa tebakan segitu saja nggak
mampu. Coba tanyain kepada para hadirin. Nyawa apakah yang
tidak berharga" Hayo siapa yang dapat, angkat tangan!"
"Saya tahu." Seorang kakek yang berdiri di pojok sebagai penonton
saja rupanya itu mengacungkan tangannya. Si pemuda tampan
baju biru tersenyum. 264 "Hayo tebak!" "Jiwa yang tidak berharga adalah jiwa kecoa!" kakek itu berteriak
keras. Orang-orang pada tertawa. Yok-ong Lo Ban Theng tersenyum.
Akan tetapi siap siaga menjaga kemungkinan Iblis tua langit bumi
itu mengamuk. Ia mengenal nama iblis tua langit bumi yang sudah kesohor
namanya sebagai datuk hitam dari selatan. Karenanya dengan
tenang tuan rumah ini mengawasi panggung dengan siap siaga. Ia
sudah bersiap-siap untuk membantu kalau pemuda tampan itu
sudah bertanding dengan iblis tua langit bumi yang kesohor
kejamnya! Sementara itu pemuda tampan baju biru mengangguk-anggukkan
kepalanya kepada kakek penonton yang menjawab teka-tekinya:
"Bagus, jawabannya hampir tepat! Tapi belum seratus persen
benar. Hayo yang menjawab dengan tepat dan jitu!"
Melihat tingkah laku pemuda tampan baju biru yang
menggemaskan ini, Te-thian Lomo membentak: "Bocah setan,
jangan berlagak di sini. Hayo, minggat!"
"Tar tar!" bentaknya itu disusul dengan suara cambuk di tangannya
melecut-lecut di udara dengan amat keras.
Pemuda baju biru kaget dan melompat mundur.
265 "Lalat hijau".. jadi kau ini murid Dewakala, pertapa sakti dari
Anapura di pegunungan Himalaya?"
"Ha ha ha," Te-thian Lomo iblis tua langit bumi itu tertawa bergelakgelak sementara cambuk hitamnya masih melingkar-lingkar di
udara. "Awas juga matamu, bocah gila! Apakah kau tidak tahu
bahwa Te-thian Lomo sudah berada di depan matamu untuk
mencabut nyawamu?" "Sraat!" sebuah kipas hitam dan pit baja terbuka dan tahu-tahu
pemuda tampan baju biru ini sudah berada di depan Te-thian Lomo
dengan tangan kiri memegang pit dan tangan kanan memegang
kipas hitam. "Bagus! Kiranya Te-thian Lomo yang mencari mampus di sini!
Kalau begitu tak usah aku bersusah payah mencarimu. Hari ini
murid Lu-liang Siucay dari Lu-liang-san menuntut balas. Iblis tua
mampuslah kau!" Suara angin keras terdengar ketika kipas di tangan kanan pemuda
tampan itu bergerak mengebut. Bergidik Te-thian Lomo melihat
hawa dingin datang bergelombang, Dengan cepat ia mengelak dan
melecutkan cambuknya tiga kali.
"Tar tar tar...!" bagaikan ular hidup yang melingkar-lingkar
menyambar-nyambar tubuh pemuda tampan itu. Akan tetapi untuk
yang kedua kalinya iblis tua ini berteriak kagum dan terkejut begitu
melihat tubuh pemuda itu berkelebat dengan amat cepatnya
merupakan bayang-bayang lincah dan gesit.
266 "Bocah sinting, kau mencari mati. Hemm, rupanya kau murid si
sastrawan gila dari Lu-liang-san itu, siapa namamu?"
"Iblis tua, tak perlu banyak cakap! Makan ini"..," Pit panjang
menyambar dahsyat mengeluarkan suara mendesing saking
kuatnya gerakan pemuda itu.
Memang hebat sekali gerakan pemuda baju biru ini. Bukan saja
tubuhnya demikian lincah dan gesit laksana burung walet terbang
namun setiap gerakan, tusukan pit dan sambaran-sambaran
kebutan kipas hitam di tangannya selalu mengeluarkan suara
angin menderu. Dari sini saja sudah dapat diduga bagaimana
lihaynya pemuda tampan baju biru ini.
Akan tetapi, ia menghadapi Te-thian Lomo, iblis tua langit bumi
yang sudah terkenal di kolong langit akan segala keganasannya
dan ilmu kepandaiannya yang demikian dahsyat. Disamping
permainan cambuknya yang lihay dan luar biasa itu, sering
jubahnya bergerak-gerak merupakan pukulan-pukulan yang
membuat pemuda tampan baju biru ini menjadi terhuyung-huyung
dan terkejut melihat kehebatan lawan.
Melihat bahwa pemuda baju biru itu itu sudah bertempur dengan
serunya dengan kakek tua Te-thian Lomo tak enak hati Yok-ong
Lo Ban Theng kalau mendiamkan saja. Sekali pandang saja,
tahulah ia bahwa biarpun kepandaian pemuda tampan baju biru ini
demikian hebat dan aneh-aneh gerakannya, namun menghadapi
Te-thian Lomo, ia masih kalah jauh dan mulai terdesak oleh
pukulan-pukulan cambuk yang lihay itu.
267 Sekali berkelebat tahu-tahu Yok-ong Lo Ban Theng sudah berada
di atas panggung dan langsung menggerakkan pedangnya
menyelinap masuk sambil membentak:
"Tahan!" Sebuah sinar putih berkilau bagaikan kilat menyambar dibarengi
suara bersuit panjang dan angin berdesir menyambar. Tubuh si
raja obat telah lenyap dan yang nampak hanya segulungan sinar
putih menerjang laksana kilat menyambar dahsyat.
"Haaaaiittt!"pekik nyaring melengking itu keluar dari mulut Yok-ong
Lo Ban Theng yang menerjang maju ke tengah-tengah
pertempuran yang sedang seru-serunya itu.
Melihat sebuah bayangan putih menyambar cepat, Te-thian Lomo
menyampok dengan kibasan ujung jubahnya dan dengan
cambuknya berkelebat cepat mendesak pemuda baju biru dengan
sabetan maut yang amat dahsyat dan mengeluarkan suara angin
menderu. "Sing breeet, krekkk!" Hebat akibatnya.
Tiga orang itu terpental ke belakang. Wajah Yok-ong Lo Ban Theng
menggigil mengeluarkan keringat dingin, ke dua kakinya
menggetar-getar. Matanya memandang kaget kepada Iblis tua
langit bumi yang demikian hebat dan tak disangkanya.
Te-thian Lomo tersenyum mengejek. Melirik ke arah pemuda baju
biru yang tadi terlempar ke belakang dan tengah mengerahkan
hawa di dada. 268 Untung saja pemuda baju biru demikian gesit dan waktu sabetan
cambuk itu menyambar pinggangnya, dengan gerakan cepat
laksana kilat ia mencelat ke atas dan sambaran cambuk lewat di
bawah kakinya, akan tetapi tak disangka waktu tubuhnya tengah di
udara itu, gelombang pukulan dari ujung jubah lawan yang
demikian dahsyat dan membentur pundaknya sehingga tidak
ampun lagi ia terpental dan terasa tulang pundaknya menjadi nyeri
dan sakit luar biasa. Cepat ia menyalurkan hawa sin-kang dan
menyalurkan tenaga mujijat itu ke pundak dan dada yang tergetar.
Te-thian Lomo memandang ke arah Yok-ong Lo Ban Theng dan
membentak: "Bagus Raja obat she Lo, hari ini iblis dari langit bumi
akan menghancurkan kepalamu juga!"
"Sing sing sing, werrr!" tiga bayangan berkelebat. Dan tahu-tahu
dipanggung itu berdiri ke tiga orang-orang tua yang disebut Samhauw-swat-cu-eng dan seorang gadis cantik jelita putri tuan rumah,
Lo Siauw Yang yang sudah menghunus pedang di tangan.
"Iblis tua jangan berlagak di sini!"
"Siauw Yang mundur kau! Jangan turut campur!" bentak Yok-ong
Lo Ban Theng terkejut melihat anaknya telah naik ke panggung. Ia
kuatir bahwa lawannya yang bernama Iblis Tua langit Bumi
demikian dahsyat sekali. Ia sendiri tidak sanggup menghadapi.
Apalagi Siauw Yang" Siauw Yang memandang ayahnya dan berkata: "Tidak ayah,
sebelum pedangku ini memberi hajaran kepada iblis sundelan itu,
aku belum puas!" 269 "Siauw Yang! Turun.......!" ayahnya membentak.
"Ayah.......!" "Turun kataku, turun! Jangan kau turut campur," suara Yok-ong Lo
Ban Theng dan ia muntahkan darah.
"Ayah!" Siauw Yang memburu ayahnya.
Yok-ong Lo Ban Theng menekan dadanya dan mengerahkan
lwekang ke arah dada agar supaya tidak berbatuk lagi. Wajahnya
pucat. Tahulah ia bahwa dadanya telah terluka hebat, tersambar
pukulan jubah lawannya tadi.
Hebat memang iblis tua itu, sekali gebrakan saja Yok-ong Lo Ban
Theng sudah terluka hebat. Akan tetapi karena ia sendiri sebagai
raja obat, ia tidak menjadi kuatir.
Tangannya merogoh saku dan menelan sebuah pil pencegah
keluarnya darah. Ia mendorong tubuh Siauw Yang berkata lemah,
"Siauw Yang turunlah kau!"
Mendengar suara ayahnya yang tak dapat dibantah lagi, dengan
air mata bercucuran Siauw Yang melompat turun dan memandang
ke arah panggung itu dengan dada berdebar dan tegang!
"Ha ha ha, itulah bakti seorang anak kepada ayahnya. Akan tetapi
sayang, ayahnya cuma gede mulut doang dan kepandaiannya
tidak seberapa!" 270 "Te-thian Lomo jangan banyak cakap, lihat pedang!" Tiga orang
Sam-hauw-swat-cu-eng bergebrak maju berbareng. Pedang dan
tongkat, dan sepasang pedang pendek berkeredepan menyambar
tubuh Te-thian Lomo dengan gerakan dahsyat dan mematikan.
Nampak tiga bayangan berkelebat dengan amat cepatnya. Akan
tetapi hanya beberapa menit saja terdengar teriakan jeritan ngeri
ketika tiga buah sosok manusia terlempar keluar panggung dan
dalam keadaan sudah tak bernapas lagi.
Gegerlah para penonton. Tiga tubuh manusia itu adalah tiga orang
yang telah mendapat julukan sebagai tiga harimau mustika salju.
Dalam segebrakan tadi sudah tak bernyawa. Hebat!
Melihat kejadian ini, gegerlah para tamu! Tokoh-tokoh kang-ouw
berdiri saking tegangnya. Masing-masing sudah mencabut senjata
siap untuk mengurung Iblis Tua Langit Bumi yang kejam daa sadis.
Para tamu yang tidak mempunyai kepandaian, ngacir takut terkena
sambaran senjata yang tak bermata itu. Malah ada yang
membesarkan nyalinya cuma menonton saja dari jarak yang cukup
jauh. Sebentar saja panggung yang terletak di tengah-tengah halaman
kebun bunga itu sudah terkurung oleh orang-orang gagah yang
bersimpati kepada tuan rumah. Mereka bersiap-siap mengeroyok
iblis tua itu. Cui-sian Kong Sin Kek si dewa arak sudah melompat ke panggung
dibarengi dengan gerakan Hak-san Tayhiap Ong Kwie yang
271 mencelat pula naik ke atas panggung. Seorang pemuda cebol Go
Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sin Thong juga sudah mencelat dan berada di atas panggung.
Siauw Yang sudah tak sabar melihat pemandangan ini. Kalau saja
ia tidak takut dengan pesan ayahnya, ia sudah melompat pula ke
panggung. Akan tetapi ia hanya berdiri dengan tegang di bawah
panggung menatap tajam dan bersiap-siap pula.
Di bawah panggung itu dikelilingi oleh seratus lebih tokoh-tokoh
kang-ouw yang sewaktu-waktu akan mencelat ke atas dan
menerjang Iblis dari Selatan ini.
Keadaan di atas panggung itu menjadi tegang dan mendebarkan
hati. Te-thian Lomo memainkan cambuknya melecut-lecut di udara
sambil menyapu orang-orang yang di bawah itu dengan
pandangannya yang berapi-api, katanya: "Hayoo mana kawanan
tikus-tikus yang hendak menangkap lalat hijau....... mana?" Hayo
naik ke atas panggung untuk terima kematian!!"
"Te-thian Lomo, sebetulnya keluarga kami denganmu tidak ada
permusuhan dan ganjelan hati. Akan tetapi karena kau sudah
berlaku tidak memandang mata dengan keluarga Lo dan telah
menjatuhkan tangan maut kepada ke tiga orang pembantuku,
maka hari ini aku orang she Lo akan mengadu jiwa dengan dirimu!"
"Haaa".. haaa itu baru ucapan orang gagah. Hee, manusia she
Lo, kau bilang tidak ada permusuhan apa-apa denganku, tetapi
kenapa kau lancang mencampuri urusanku dengan pemuda cebol
murid Kwa-sinshe temannya bajak laut Jepang si Hiroshima itu?"
272 "Pemuda itu adalah murid teman baikku karenanya tak boleh kau
berbuat sekehendakmu sendiri. Siapapun orangnya, aku akan
mencegahnya!" kata Yok-ong Lo Ban Theng sambil menekan
dadanya yang sakit. "Kalau begitu kau mencari mampus sendiri orang she Lo, kalau kau
bosan hidup dan kepingin mampus, biarlah tanganku yang akan
mengirim ke neraka," berkata demikian pecut itu menyambar dan
menerjang si raja obat she Lo.
Biarpun Lo Ban Theng sudah terluka akan tetapi ia masih gesit
mengelak dan balas menerjang dengan tusukan pedang yang tak
kalah hebatnya. "Wertt!" Suara cambuk bergetar dan menyapu kaki
Lo Ban Theng. Dengan cepat orang she Lo ini mencelat ke atas
dan membalas dengan tusukan pedang tiga kali sehingga
menimbulkan suara mendenting keras waktu pedangnya beradu
dengan cambuk lawan yang menangkis dengan amat kuatnya.
"Yaaatt, eiitt!" Raja obat meloncat ke atas dan dengan gerakan
memutar ia menendang punggung lawan yang terbuka itu.
Akan tetapi, begitu terdengar "wertt!" ujung jubah Te-thian Lomo
sudah menangkis dan saking kuatnya hawa pukulan datuk hitam
dari selatan ini membuat si Raja Obat Lo Ban Theng terhuyunghuyung ke belakang tiga tindak, terasa luka di dadanya semakin
nyeri dan sakit. Namun ia tidak gentar dan cepat ia menubruk lagi kakeknya yang
terkenal dengan sebutan Sin-kiam-yok-ong (si Raja obat pedang
sakti) yang pada puluhan tahun pernah menggemparkan dunia
kang-ouw oleh sebab kelihayan ilmu pedangnya. Selihay-lihay ilmu
273 keturunan Yok-ong ini menghadapi si Iblis dari Selatan, Yok-ong
Lo Ban Theng menjadi kewalahan sekali. Beberapa kali ia menjadi
terhuyung-huyung tertampar sambaran ujung jubah yang dahsyat
itu. Pecut atau cambuk di tangan Te-thian Lomo menggeletar-geletar
amat kuat dan melingkar-lingkar laksana ular hidup yang ganas
mencari mangsa. Kadang-kadang cambuk itu merupakan
lingkaran kecil yang berusaha hendak membelit pedang, akan
tetapi juga kadang-kadang dari gulungan sinar cambuk
menyambar kilatan-kilatan sinar hitam merupakan totokan maut
yang sukar untuk dihindarkan lawan. Ketika kilatan hitam itu
meluncur lurus menusuk iga Yok-ong Lo Ban Theng, dengan
mengelak ke kiri si raja obat menyabetkan pedang menangkis
dengan amat kuatnya. "Krakkk!" patahlah pedang di tangan Yok-ong Lo Ban Theng.
Belum lagi hilang rasa kagetnya tahu-tahu cambuk itu menyambar
cepat dan membelit tangan si raja obat. Terdengar seruan-seruan
tegang ketika tubuh Yok-ong Lo Ban Theng melayang turun dan
terbanting dengan amat kerasnya. Siauw Yang memburu ayahnya
dan menjerit. "Ayah........!!"
"Siauw Yang".., aku tidak apa-apa. Tak usah kuatir. Aduh?","
Yok-ong Lo Ban Theng mengeluh perlahan merasakan dadanya
semakin nyeri. Ia mendekap dadanya dan memandang ke atas
panggung. Siauw Yang membantu membangunkan ayahnya dan
memapah mendekati panggung.
274 "Lo-enghiong...... kau sudah terluka, harap jangan naik ke
panggung, berbahaya sekali," yang berkata begitu adalah pemuda
tinggi kurus Ho Siang. Orang muda itu memegang sulingnya. Dan
sekali berkelebat, ia sudah mencelat ke atas panggung.
Menudingkan sulingnya, memaki:
"Te-thian Lomo ganas dan keji! Terpaksa aku turun tangan!"
Te-thian Lomo membalikkan tubuhnya dan begitu melihat pemuda
tinggi kurus yang kelihatannya lemah dan ketololan ia tertawa
terbahak-bahak, mengejek,
"Ha ha ha, bocah gila, apa kau bosan hidup?"
"Te-thian Lomo engkau sama saja dengan gurumu, Dewakala itu,
sama-sama jahat dan berhati iblis. Sayang sekali pada dua tahun
yang lalu itu, guruku pernah mengampuni jiwa anjingmu. Menyesal
semakin diberi hati semakin jahat engkau! Boleh jadi guruku telah
berlaku murah hati kepadamu. Tapi aku tidak!"
"Bocah gila, anak sedeng! Kau siapa, dan siapa gurumu?" Te-thian
Lomo bertanya dengan pandangan matanya menyelidik orang
muda tinggi kurus yang memegang suling.
Melihat pemuda ini demikian tenang dan tidak gentar terhadapnya,
ia semakin berhati-hati. Apa lagi melihat suling hitam di tangan
pemuda itu Mengingat ia kepada seoarang di India beberapa tahun
yang lalu. Akan tetapi ia tidak gentar menghadapi pemuda
bersuling hitam itu. 275 Mengapa ia mesti gentar" Nama Te-thian Lomo sudah amat
terkenal dan banyak disegani lawan sebagai Iblis ganas yang
pernah merajalela di selatan.
"Kau bertanya siapa aku" Hm, mungkin kau lupa dengan guruku
Nakaryavia dari India yang telah memberi ampun kepadamu oleh
karena memandang mata dengan gurumu si Dewakala di
Anapurna. Akan tetapi sekarang berhadapan denganku tak ada
ampun lagi bagimu." "Ooo, kalau begitu kau murid si pendeta Nakarjavia. Hem, bocah
gila, apa kau kira aku takut kepadamu! Memang aku pernah
dikalahkan oleh gurumu dan karena lagi ia orang tua maka aku
banyak mengalah terhadapnya. Tetapi, terhadapmu bocah masih
ingusan begini" Hahahoho?" jangan mencari penyakit dan
kematian hey, orang muda! Lebih baik kau minggat sebelum naik
darahku dan menghajarmu! Hayo pergi!"
"Te-thian Lomo?" kau jahat dan tersesat jauh sebagai pendeta
yang seharusnya mensucikan diri di puncak dan mempelajari
kebathinan, akan tetapi sayang, iblis-iblis rupanya telah
membelenggu hidupmu dan sebentar lagi kau akan kukirim ke
neraka bersama dengan tabiatmu yang jelek."
Keduanya sudah saling menghampiri, keadaan menjadi tegang.
Yok-ong Lo Ban Theng, Siauw Yang, Hak-san tayhiap Ong Kwie,
si Dewa Arak Cui-sian Kong Sin Kek dan tokoh-tokoh lainnya yang
di bawah panggung merasa betapa jantung mereka berdebar
tegang. Tadi mereka terkejut mendengar pemuda tinggi kurus yang
276 bernama Ho Siang itu pemuda yang memegang suling hitam
ternyata adalah murid dari Nakayarvia dari India.
Tentu saja meskipun mereka belum pernah bertemu dengan
pendeta dari India itu, akan tetapi nama Nakayarvia sudah terkenal
sampai jauh ke daratan Tiongkok dan sebagai pendeta yang amat
sakti. Akan tetapi diam-diam mereka bersangsi dapatkah pemuda
itu melawan Te-thian Lomo yang lihay dan terkenal dengan
kekejamannya! Hanya pemuda tampan baju biru itu yang menaruh kepercayaan
akan kesaktian pemuda bersuling yang kelihatannya masih
tenang-tenang saja memandang ke arah lawannya dengan tatapan
tajam. "Bocah gila! Kau mencari mampus...... Kau terimalah ini!"
Bersamaan dengan kata-katanya cambuk di tangan Te-thian Lomo
menerjang maju merupakan ular hidup bergerak dengan amat
cepatnya menyambar pergelangan tangan Ho Siang.
Pemuda ini kaget sekali melihat keccpatan ujung cambuk yang
tahu-tahu sudah membelit pergelangan tangannya. Cepat-cepat ia
mengerahkan seluruh tenaganya untuk merenggut lepas
tangannya yang terbelit cambuk, namun sia-sia belaka, karena
saat itu ia telah dibetot oleh tenaga luar biasa melalui cambuk.
Betapapun ia mempertahankan diri dengan mengerahkan tenaga
pada sepasang kakinya, Ho Siang tidak mampu mempertahankan
dirinya dan ia terhuyung. Tiba-tiba cambuk terlepas dari tangannya
dan hampir saja Ho Siang terguling roboh kalau saja ia tidak cepat
melompat ke samping mematahkan tenaga dorongan tadi.
277 "Bagus!" tanpa terasa Ho Siang berseru memuji. Tiga kali tangan
kanannya bergerak, seruling hitam di tangannya bergerak ke atas
dan amat cepat sekali gerakan itu, sehingga orang-orang di bawah
panggung hanya melihat tiga buah gulungan sinar hitam menyerbu
ke tiga bagian jalan darah di tubuh Te-thian Lomo.
Bagi pandangan mata yang tajam, suling Ho Siang itu bergerak
merupakan huruf" yang berbunyi THIAN (Langit) dan hebat
akibatnya. Gulung sinar hitam yang berbentuk Thian itu melingkar
membentur cambuk hitam Te-thian Lomo dan entah bagaimana
caranya, tahu-tahu Te-thian Lomo mencelat mundur dan
mengeluarkan keringat dingin!
Hampir jalan darah tay-ie-hiat di tubuhnya tersentuh sinar hitam
memancar dari suling itu kalau tidak cepat-cepat ia melompat
mundur dan mengelak dari sambaran kilatan hitam yang
memanjang! Iblis! jurus apa itu" pikirnya.
"Bocah setan! Kau bilang murid Nakayarvia?" kenapa kau
mainkan jurus itu?" bertanya Te-thian Lomo heran.
"Hemm, iblis laknat jahanam! Rapanya kau takut mati juga ya"
Memang jurus yang kumainkan tadi bukan warisan dari guru
Nakayarvia, akan tetapi?". hemm, tak perlu kuberitahukan
kepadamu?" mau tahu, jurus-jurus dari guru Nakayarvia".. nih!"
Sambil berkata demikian Ho Siang merendahkan ke dua kakinya
setengah berjongkok dan tahu-tahu kedua tangannya memukul ke
depan. Inilah pelajaran dari pertapa Nakayarvia yang bernama
Menyembah Budha Mematikan Raga, begitu tubuhnya yang
278 setengah jongkok dan mengulurkan tangan. Angin dingin
menyambar Te-thian Lomo, tentu saja Iblis Langit Bumi ini tahu
bahwa lawannya tengah mempergunakan pukulan jarak jauh. Oleh
karenanya dengan tertawa mengejek ia lalu mengangkat tangan
menangkis pukulan yang dikirim dari jarak jauh oleh Ho Siang.
"Dess!" Tubuh Ho Siang bergetar bertemu pukulan tangkisan dari
Te-thian Lomo, sebaliknya iblis tua inipun melompat ke belakang
merasa angin pukulan yang amat hebat menerjangnya.
Kalau saja ia tidak cepat-cepat melompat tinggi ke belakang tadi,
niscaya tubuhnya akan hancur terhantam pukulan jarak jauh Ho
Siang yang mempengunakan jurus Menyembah Budha Mematikan
Raga ini sebabnya mengapa Ho Siang hanya bergetar-getar saja
tubuhnya, dan tidak terdorong roboh oleh pukulannya Te-thian
Lomo yang menangkisnya barusan?"
Sebabnya, dengan tenaga sin-kangnya dia sudah mematikan raga
sehingga tubuh itu bagaikan batang pohon yang kuat, tidak roboh
diterjang angin badai pukulannya Te-thian Lomo!!
"Hee".... hee" hebat juga kau bocah"... akan tetapi
menghadapi diriku, hii?" hii mukamu sudah pucat kepingin
mampus, lebih baik kau minggat dari sini dan jangan lagi-lagi kau
mencampuri urusanku kalau mau selamat. Nah pergilah"..!"
Bentak Te-thian Lomo sambil melompat maju, cambuknya
menyambar, diikuti gerakan jubah yang dikibaskan ke arah leher
Ho Siang. Serentetan ular hitam menyambar dan agaknya pemuda tinggi
kurus itu akan celaka apabila pada saat itu tidak nampak sinar yang
279 menyilaukan berkelebat, dan tahu-tahu segulung angin besar
menyambar jubah Te-thian Lomo dan melibat cambuk dengan pit
panjang. Kiranya yang bergerak tadi adalah pemuda tampan yang sekali
bergebrak sudah dapat mematahkan serangan Te-thian Lomo,
tampak Te-thian Lomo mendelikkan matanya memandang
pemuda tampan baju biru sambil membentak keras, tahu-tahu
hanya sedetik cambuk itu menegang dan entah bagaimana
caranya tubuh pemuda tampan baju biru melayang ke atas dan
telah terjerat cambuk hitam di lengannya.
Terdengar jeritan kaget Ho Siang mencelat mengirim serangan
suling hitamnya ke arah Te-thian Lomo, amat cepat sekali gerakan
suling di tangan Ho Siang sehingga tak keburu bagi Te-thian Lomo
untuk menghindarkan serangan suling yang amat dahsyat itu,
maka diapun mengangkat tangan kirinya memapaki suling yang
naenyambar dadanya. "Kraak! Deess!" Suling patah menjadi beberapa potong. Ho Siang
terlempar sejauh tiga meter dengan terhuyung-huyung. Kagum
sekali hatinya melihat kelihayan musuhnya yang dalam bergebrak
tadi telah dapat mematahkan sulingnya dan sekaligus mengirim
serangan ujung jubah menyambar pundaknya.
Tentu saja Ho Siang yang memandang jubah lawan membiarkan
pundaknya dan menekan serangan sulingnya ke iga lawan, akan
tetapi betapa kagetnya dia begitu sulingnya bertemu dengan
tenaga yang amat dahsyat, dan belum lagi habis herannya, ia
sudah terlempar oleh pukulan tangan kiri Te-thian Lomo. Ho Siang
280 segera mengerahkan lweekangnya, terasa nyeri pada pundak
kanannya. Sementara itu, pemuda baju biru yang terlibat cambuk Te-thian
Lomo bisa melepaskan pergelangan tangannya dari libatan
cambuk tersebut, akan tetapi entah bagaimana, tiba-tiba cambuk
terlepas pergi dan ia merasa ada sambaran hawa panas lewat di
atas kepalanya. Tentu saja ia tak mau kepalanya menjadi korban
pukulan dahsyat itu, dengan cepat ia membuang diri ke belakang
dan pada saat itulah ia menjerit lirih ketika ikat kepalanya terlepas
dan nampak seuntai rambut panjang hitam itu menarik perhatian
orang-orang yang di bawah panggung.
Siauw Yang terkejut dan betapa herannya ia ketika mengetahui
bahwa pemuda tampan itu adalah seorang wanita, seorang wanita
rambut panjang yang demikian cantik dan manis setelah
rambutnya terlepas. Pantas pemuda tadi demikian tampan dan
Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gerak geriknya seperti perempuan!
Ho Siang yang terpukul pundaknya oleh Te-thian Lomo menoleh
ke kiri. Dilihatnya pemuda baju biru itu tersenyum kepadanya
kemaluan sambil katanya: "Aku tak apa-apa!"
"Serrr......" terasa dada Ho Siang berdesir melihat pemuda tampan
itu tersenyum. Dan waktu bibir itu berkata, "Aku tidak apa-apa!" O,
alangkah merdunya suara pemuda tampan itu, eh, gadis itu! Akan
tetapi ia terpaksa meringis menahan nyeri. Ia memandang ke
bawah dan suling hitam yang hancur berantakan itu, tak dapat lagi
dipergunakan sebagai senjata!
281 "Ha ha ha, sungguh memalukan. Sungguh menyebalkan mengapa
hanya bocah-bocah ini yang berani menghadapiku, mana tuan
rumah yang kesohor sebagai raja obat dan para Locianpwe yang
katanya mendapat kehormatan sebagai orang tua gagah, sungguh
memalukan bersembunyi di belakang dua orang muda yang masih
hijau dan nggak becus apa-apa!" Te-thian Lomo mengejek.
Panas sekali hati orang-orang gagah di bawah panggung. Dengan
serentak bagaikan sudah diberi komando, Yok-ong Lo Ban Theng,
Hak-san Tay-hiap Ong Kwie, Cui-sian Kong Sin Khek dan Go Sin
Thong sudah mencelat dan tanpa banyak bicara lagi mereka
menerjang maju. Hebat sekali terjangan berbagai macam senjata ini, Cui-sian Kong
Sin Kek menyerang dengan menyemburkan arak dari mulutnya,
Hak-san tay-hiap Ong Kwie membentak keras membabat
pedangnya berkilat, sedangkan Yok-ong dan Go Sin Thong
memukul dari jarak jauh. Memang hebat sekali serangan ini, akan
tetapi sungguh luar biasa, si Iblis Tua Langit Bumi ini dengan
menjerit?". "eiitttt," tahu-tahu tubuhnya lenyap dan hanya
nampak kilatan pedang dan semburan arak dari mulut si dewa arak
Kong Sin Kek. Akan tetapi beberapa detik saja bagaikan ada gempa bumi yang
dahsyat luar biasa Yok-ong Lo Ban Theng terhuyung dan tak dapat
bangun lagi. Kong Sin Kek si dewa arak nampak memegangi
mukanya yang terasa nyeri dan sakit, entah bagaimana tahu-tahu
semburan araknya tadi membalik dan saking cepatnya butir-butir
arak yang membalik barusan membuat ia tak dapat lagi
menghindarkan butir-butir arak yang menyerang mukanya, dengan
282 cepat sekali ia mengerahkan sin-kang dan di muka dan tetap saja
rasa nyeri menusuk-nusuk mukanya.
Di lain pihak, Hak-san tay-hiap Ong Kwie juga berteriak kaget
begitu ada angin sambaran yang hebat luar biasa, tak tahan ia dan
dengan cepat ia bergulingan menjatuhkan diri ke belakang akan
tetapi tetap saja pundaknya terserempet pukulan itu dan tulang
pundaknya menjadi patah di saat itu juga.
Hanya Go Sin Thong jang tidak roboh, sebab begitu ia di pukulan
jarak jauhnya membalik dengan gerakan karate ia melompat ke
samping dan untung ia memasang kuda-kuda karate seteguhteguhnya sehingga dengan gerakan itu ia dapat mematahkan
serangan angin pukulan lawan. Ia bergidik melihat kehebatan Iblis
tua ini! Pada saat itu baru saja tokoh-tokoh kang-ouw yang lain hendak
mencelat ke atas panggung, sesosok tubuh berkelebat dan tahutahu telah berdiri di depan Te-thian Lomo!
"Omitohud, Te-thian Lomo, di mana-mana kau membuat kacau
dan menyebar maut". tidak baik" tidak baik".. seorang pertapa
begini ganas melebihi iblis. Banyak jalan menuju kehidupan
mengapa memilih yang sesat" Selagi masih ada kesempatan
mengapa kepandaian tidak digunakan untuk kepentingan sesama
manusia dan bangsa! Sayang".. sayang"..!"
Ucapan yang dikeluarkan dengan suara halus dan penuh teguran
itu mengejutkan semua orang-orang terutama sekali Te-thian
Lomo. Ia cepat mengalihkan pandangan matanya ketika bertemu
pandang dengan mata orang yang baru datang itu.
283 Tak tahan ia melihat sinar mata yang tajam dari orang di depannya
ini. Kiranya di depannya itu telah berdiri seorang hwesio tua jang
tinggi kurus, usianya sudah sangat tua, kepalanya gundul kelimis,
alis jenggot dan kumisnya yang jarang sudah putih semua
jubahnya kuning bersih dan tangannya memegang tongkat hwesio.
Melihat hwesio ini, Yok-ong Lo Ban Theng dan Hak-san Tay-hiap
Ong Kwie terkejut. Juga semua tokoh-tokoh kang-ouw jang masih
di bawah panggung terbelalak matanya. Tentu saja mereka kenal
hwesio tua ini. Siapa lagi, kalau bukan Thian Thian Losu, ketua
Siauw-lim-pay! "Ah. kiranya Ciangbunjin, ketua, Siauw-lim-pay yang datang
seperti ini. Entah mempunyai maksud apa?"
"Pinceng memang dari Siauw-lim-pay. Te-thian Lomo, harap kau
sudahi pertempuran-pertempuran dan permusuhan yang
merugikan dirimu ini dan kembalilah ke Anapura!"
"Losuhu, engkau sebagai ketua, mengapa kau begitu usil tangan
mencampuri urusanku ini?" Te-thian Lomo mendengus marah.
Meskipun ada rasa gentar dihatinya, akan tetapi ia tak mau
dinasehati seperti anak kecil!
"Te-thian Lomo, insyaf dan sadarlah. Orang-orang seperti engkau
sebagai pertapa dan pinceng sebagai hwesio Siauw-lim,
seharusnya bertekun mengalahkan rasa diri, dan mencari
penerangan dengan kitab-kitab suci! Bukan menjadi momok yang
menakutkan bagi masyarakat?"," Thian Thian Losu
menggelengkan kepala. 284 "Losuhu, sekali lagi, jangan ikut! Aku tak ada sangkut paut apa-apa
denganmu atau dengan muridmu! Harap tidak berlancang
mencampuri urusanku sendiri!"
"Omitohud! Pinceng lihat Yok-ong Lo Ban Theng yang terhormat
sudah terluka, tiga Sam-hauw-swat-cu-eng juga sudah mati
olehmu, pendekar dari Hak-san Ong Kwie sicu, juga sudah terluka,
dan itu"... hem, rasanya pinceng sudah pernah kenal, kalau tidak
salah dia adalah murid Nakaryavia, dan ia juga telah terluka
pundaknya?". dan pemuda ini, eh nona ini?" Te-thian Lomo,
pulanglah kau kembali ke Barat! Jangan meneruskan kekejian ini
apalagi hari ini, bukankah hari se-jid Yok-ong Lo Ban Theng"
Mengapa kau mencari keributan di rumah tangga orang?"
"Setan! Hwesio sialan! Itu semua bukan urusanmu. Pergi!" bentak
Te-thian Lomo. Thian Thian Losu menggelengkan kepala.
"Pinceng akan pergi setelah engkau meninggalkan tempat ini pula!
Marilah kita pergi sama-sama. Sama-sama mencari jalan
kehidupan." "Losuhu, sekali lagi! Minggirlah!" Te-thian Lomo membentak
marah. "Tidak! Te-thian Lomo..".. pinceng tak membiarkan engkau
berbuat keji di sini.."..! Bertobatlah semasa masih ada
kesempatan." 285 "Kalau begitu baik! Terpaksa aku menentang Ciangbunjin dari
Siauw-lim-pay!" "Omitohud?". semoga kau menemui jalan terang."
Te-thian Lomo mengeluarkan suara menggereng seperti harimau
mengamuk, cambuknya segera menyambar seperti ular hidup
membelit leher hwesio ketua Siauw-lim. "Sratt!" dengan amat
kuatnya cambuk itu melilit di leher tua Thian Thian Losu.
Dengan muka tenang dan tidak membayangkan hawa marah di
wajahnya, malah hwesio itu masih dapat tersenyum sabar kepada
lawannya dan sekali ia mengibaskan lehernya tahu-tahu cambuk
yang melilit di leher itu mengejang keras, Te-thian Lomo
mengerahkan hawa sakti dan membetot keras, "tess," bukan leher
si hwesio itu yang putus oleh jiratan cambuk, malah cambuk itu
sendiri yang putus di tengah-tengah.
Te-thian Lomo melepaskan cambuk itu. Melompat menerjang
maju, kepalanya mengeluarkan uap kehitaman dan bagaikan
sebuah peluru kendali, kepala itu menubruk maju ke arah perut
Thian Thian Losu jang kurus Ketua Siauw-lim-pay berdiri diam,
tidak mengelak, juga tidak menangkis.
"Dess!" Kepala itu beradu dengan perut, dan tubuh Thian Thian
Losu terpental ke belakang sampai tiga meter jauhnya akan tetapi
dalam masih keadaan berdiri, lemah. Tubuhnya bergoyanggoyang seperti orang menggigil kedinginan. Senyumnya semakin
melebar, sedangkan Te-thian Lomo terhuyung-huyung, matanya
membelalak memandang hwesio yang masih berdiri tiga meter
286 jauhnya dan tengah meramkan mata seperti bersamadhi atau
berdoa. Gadis baju biru yang tadi disangka pemuda tampan baju biru
melompat maju dan menerjang dengan kipas terbuka: "Iblis
jahat?". berani kau mencelakakan Ciangbunjin Siauw-lim-pay!"
Gadis baju biru itu hendak menerjang Te-thian Lomo dengan
penuh amarah, akan tetapi terdengar Hosiang berkata,
"Nona".. tahan!"
"Nona, jangan kau turut campur, sebentar lagi Te-thian Lomo akan
pergi dari tempat ini," terdengar Thian Thian Losu berkata masih
dalam keadaan meramkan matanya.
Gadis baju biru menahan kipasnya. Dan begitu ia menoleh ke arah
Te-thian Lomo betapa terkejut dan herannya ketika melihat tubuh
Te-thian Lomo menggigil keras, lalu roboh miring. Thian Thian
Losu menghampiri dan suara lembut mengiringi gerakan jubah
menotok di kepala Te-thian Lomo.
"Te-thian Lomo, lekaslah pergi! Kalau tidak kau akan mati di
sini"..!" Heran sekali mendengar perkataan hwesio tua ini tanpa
banyak berkata apa-apa Te-thian Lomo berjalan meninggalkan
tempat itu dengan tubuh terhuyung-huyung. Tahulah orang-orang
kang-ouw bahwa iblis tua yang lihay dan ganas itu sudah terluka
hebat. Melihat bahwa Te-thian Lomo sudah pergi, ketua Siauw-lim-pay
berkata kepada Yok-ong Lo Ban Theng: "Lo sicu menyesal pinceng
tak dapat lama-lama di sini! Selamat tinggal!"
287 Belum lagi hilang suaranya itu tahu-tahu bagaikan segumpal kapas
tubuh ketua Siauw-lim-pay melayang dengan amat ringannya dan
berjalan pergi meninggalkan tempat itu. Tokoh-tokoh kang-ouw
segera menghampiri Yok-ong Lo Ban Theng dan Hak-san Tayhiap
Ong Kwie dan si dewa arak Cui Sian Kong Sin Kek yang terluka.
Dengan wajah sedih Yok-ong Lo Ban Theng berkata: "Cuwi
sekalian harap maafkan kami yang telah menyusahkan dan
mengejut hati cuwi?"!"
"Tidak apa".. tidak apa. Lo-enghiong di antara orang sendiri untuk
apa bersungkan-sungkan segala" Malah seharusnya kami inilah
jang merasa malu tidak dapat membantumu mengusir Iblis tua itu,"
menyahut Cui-sian Kong Sin Kek mengedik-ngedikkan kepalanya
sambil memegangi muka yang masih terasa sakit tersambar
serangan arak yang membalik tadi.
Tentu saja bagi Yok-ong Lo Ban Theng jang terkenal raja obat
dengan sendirinya ia memeriksa luka teman-temannya. Sehabis
memeriksa luka di pundak Hak-san Tayhiap Ong Kwie segera ia
hendak memeriksa luka pemuda tinggi kurus Ho Siang, akan tetapi
Ho Siang hanya terluka ringan saja dan tak berkata: "Terima kasih
locianpwe, saja hanya terluka ringan saja dan tak berarti, harap
locianpwe segera mengobati dirimu sendiri saja, lihat tadi
locianpwe muntahkan darah!"
Yok-ong Lo Ban Theng terkejut dan kagum. Hm, pemuda kurus ini
ternyata tidak buta dalam hal pengobatan. Ia menganggukanggukan kepalanya. Pantas tidak tahunya dia murid Nakayarvia
288 dari India hem, dibandingkan denganku aku bukan berarti apa-apa,
pikirnya. Gadis baju biru menghampiri tuan rumah dan menjura, "Harap
locianpwe tidak mengalami luka-luka berat dan maafkan saya yang
tidak dapat membantu banyak."
Yo-ong Lo Ban Theng mengangkat muka memandang.
"Terima kasih nona, o ya, kalau aku boleh tahu, kau ini murid siapa
dan siapa namamu"!"
"Ah, saja bukan murid siapa-siapa locianpwe, guru saya adalah
kakek jang tak mempunyai nama di puncak Thang-la dan nama
saja Nyuk In, she Cung".."
"Oooo! tidak tahunya nona adalah murid Bu-beng Sianjin dari
Thang-la, pantas kepandaianmu demikian lihay tapi kenapa kau
bermain kipas dan pit, padahal setahuku Bu-beng Siangjin terkenal
dengan ilmu pedangnya, aneh! Apakah selama ini orang tua itu
sudah menciptakan ilmu kipas dan bermain pit?"
"Maaf, locianpwe. Memang pelajaran kipas dan pit bukan saya
dapatkan dari Bu-beng Sianjin, akan tetapi satu-dua jurus pernah
saya terima dari sucouw Sui Kek Siansu."
"Sui Kek Siansu" Manusia setengah dewa itu masih hidup?" Ong
Kwie bertanya heran. Sepanjang ingatannya kakek jang disebut
Manusia setengah dewa itu sudah meninggal ratusan tahun yang
lalu, mengapa gadis ini bilang pernah mendapat petunjuk dari kitab
peninggalan sucouw (kakek guru).
289 "Locianpwe permisi?" saya hendak berangkat!!"
"Nona Nyuk In mengapa tergesa-gesa pergi?"
"Maaf saja ada urusan di Kotaraja."
"Baiklah kalau begitu, o ya, jikalau kau kembali ke Thang-la
sampaikanlah salam hormatku kepada gurumu, sudah lama aku
nggak pernah berjumpa dengan orang tua itu!"
"Akan saja sampaikan salam hormat locianpwe untuk suhu, terima
kasih," berkata demikian gadis badiu biru itu menjura kepada si
Raja obat Lo Ban Theng, dan ia berjalan perlahan meninggalkan
gedung itu. Akan tetapi baru saja ia berjalan belum jauh meninggalkan tempat
itu tiba-tiba namanya dipanggil oleh seseorang: "Nyuk In Siocia!"
Gadis baju biru yang bernama Cung Nyuk In menoleh dan
dilihatnya Ho Siang mendatangi, langkahnya panjang-panjang
menghampiri. Si gadis tersenyum: "O, saudara Ho Siang!!"
Ho Siang berhenti di depan Nyuk In. Kedua tangannya terangkat
menjura: "Aku lupa mengucapkan terima kasih kepadamu nona."
Nyuk In mengerutkan keningnya mengingat sesuatu: "Hmm, terima
kasih apaan" Rasanya..... tidak pernah aku berbuat sesuatu
kepadamu, mengapa kau berterima kasih kepadaku?"
"Nona Nyuk In bukankah kau yang pernah menolongku waktu aku
bertempur dengan si iblis tua Langit Bumi barusan" Aku tidak
290 pernah melupakan budi seseorang, makanya aku datang ke sini
mengucapkan terima kasih kepadamu........"
"Ah, cuma itu saja, mengapa merepotkan dirimu" Sudahlah
saudara Ho Siang, tak perlu kau berterima kasih kepadaku"..
Sudah seharusnya aku menolongmu, bukankah membasmi yang
jahat dan membela yang benar adalah tugas dari orang gagah di
dunia kang-ouw" Eh, kau sekarang hendak kemanakah?"
Ho Siang berjalan di samping gadis baju biru sambil berkata: "Aku
hendak ke Kotaraja, o ya, bukankah engkau juga hendak ke sana"
Alangkah baiknya kalau kita berjalan bersama" Iya toh?"
Waktu Ho Siang menoleh, dilihatnya pipi si gadis jadi merah dan
tertunduk, hanya dari bulu mata yang lentik itu si gadis melirik dan
Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyahut, "Kalau kau suka berjalan denganku, mengapa tidak?"
"O, tentu saja aku suka berjalan bersamamu, Nyuk In!"
"Ho Siang." Ho Siang berhenti, Nyuk In juga menghentikan langkahnya, ke
dua-duanya saling berpandangan. Entah mengapa debaran
jantung Ho Siang makin keras berdetak-detak, seluruh pembulu
darahnya berdentum-dentum, lebih cepat lagi.
Melihat si gadis tertunduk kemaluan, bagaikan sebuah magnit
yang saling membetot, tangan Ho Siang meraih tangan Nyuk In,
dan sebentar itu pula keduanya sudah saling bergandeng tangan.
Cuma sebentar itu terjadi, karena tiba-tiba Nyuk In menyentakkan
291 tangannya dari renggutan Ho Siang, akan tetapi bibirnya
mengungkit sebuah senyum yang menyegarkan,
"Ho Siang, kau lucu!"
"Hmm lucu".. lucu apanya?"
"Tadi kukira kau pemuda tolol" tidak berkepandaian. Maka itu tadi
waktu kau naik ke panggung memegang-megang suling di tangan,
aku jadi mentertawakanmu. Kau maafkan aku, ya Ho Siang, kau
tidak marah kan" Tidak kusangka kau jang kulihat ketolol-tololan
itu ternyata adalah murid Nakayarvia pertapa jang terkenal itu. Ho
Siang, kepandaianmu..... hebat bukan main!"
"Kau juga hebat Nyuk In dan lebih hebat lagi kukira kau seorang
pemuda tampan mata keranjang. Tadi aku sampai gemas bukan
main waktu kau mentertawaiku di panggung itu! Kalau di situ tidak
banyak orang, ingin sekali aku mencubit bibirmu!"
Nyuk In melirik. Sebuah kilat dari mata jeli itu menyambar
berkeredepan membuat lagi-lagi hati Ho Siang berdegup-degup
nggak keruan rasa. Rasanya di dada itu ada kebahagian sejuta
perasaan yang aneh-aneh, mengaduk perasaan hatinya!
Lirikan mata si gadis jang bernama Cung Nyuk In itu demikian
tajam, tajam mata jeli itu menghujam dalam-dalam di hati Ho Siang!
Sebuah senyuman lagi, aduh! Membuat hati Ho Siang kalang kabut
di saat itu. Untuk menekan perasaan yang aneh ini, ia berkata,
"Nyuk In, kau.. kau..... baik sekali!"
292 Kini si gadis baju biru menoleh, seperti tadi ia memandang
mengawasi wajah si pemuda. Menyapu wajah itu, lalu tertunduk
kemalu-maluan: "Kau bilang aku baik" Bohong, biasa mulut lelaki
memang begitu, ketemu wanita lantas merayu, menganggapnya
baik dan eh padahal kita baru berkenalan saja".. bagaimana kau
bisa bilang aku ini baik?"
"Mati kau!" Ho Siang bersambat. Ini mulut memang".. memang
lancang. Sekarang apa yang hendak kau katakan," pikir Ho Siang
bingung akan tetapi dengan menekan perasaan Ho Siang berkata:
"Kau memang baik In-moay (adik In). Eh, boleh ya kupanggil kau
In-moay begitu?" "Boleh saja dan aku memanggilmu Siang koko, ya Siang koko
betapa enaknya aku mengucapkan begitu. Siang koko, aku"...
aku?" aduh"...!" tiba-tiba Nyuk In membungkuk dan
memegangi perutnya. Ho Siang terkejut dan buru-buru memegangi tangan gadis itu.
"Eh, kenapa kau" Kenapa perutmu, sakit?"
Nyuk In mengangguk, mengerutkan wajahnya: "Ya, sakit"...
aduh". duh, aduh!"
"Mari kuperiksa."
"Apa, kurang ajar!" si gadis tiba-tiba membentak.
Keruan saja Ho Siang jadi melongo. Bengong memandang si gadis
yang marah. 293 "In-moay, mengapa kau bilang aku kurang ajar. Perutmu sakit
sebaiknya." "Kau mau periksa perutku?"
"Habis kau bilang sakit, sakit perut"... eh, ya mungkin mau?"!"
"Mau apa?" "Mau e, e!" "Eh, kunyuk bukan itu! Perutku sakit melilit!"
"Sakit melilit. Oya..... ya tentu kolap!".
"Apa itu kolap?"
"Kolap ya lapar, eh In-moay, benar kau lapar" Tunggu ya sebentar,
sebentar saja!" berkata demikian Ho Siang mencelat jauh dan
masuk ke dalam hutan. Memang saking tak terasanya mereka itu mengobrol tahu-tahu
mereka sudah mulai memasuki sebuah hutan. Hutan bambu yang
indah sekali pemandangannya. Akan tetapi bukan itu yang
membuat hati Nyuk In serasa indah. Keindahan itu datangnya dari
pemuda jang bernama Ho Siang itu!
Entah mengapa pada mula ia melihat pemuda itu memasuki rumah
Yok-ong Lo Ban Theng, dan melihat keberanian pemuda itu
menghadapi Te-thian Lomo ia sudah tertarik, apa lagi setelah
mengetahui bahwa Ho siang adalah murid Nakayarvia yang lihay
294 itu, membuat hatinya tunduk benar-benar! Diam-diam hati itu
menjadi bahagia di dekat Ho Siang.
Selagi ia termenung dalam lamunannya itu, tiba-tiba ia mengeplak
kepalanya. Tolol kau, makinya dalam hati, melamunin dia belum
tentu dia mau sama engkau. Engkau memang mudah jatuh,
mengapa kau cepat jatuh hati kepada pemuda jang bernama Ho
Siang itu" Nggak tahu kau dia sudah umur berapa sekarang, dan
engkau baru juga berapa"
Engkau baru mengenal dia cuma di luarnya saja, belum mengenal
ke dalam. Pemuda itu berusia tidak lebih dari duapuluh lima tahun,
apakah dalam usia demikian ia belum mempunyai pacar. Janganjangan dia sudah berkeluarga, sudah kawin, mana kau tahu" Untuk
kedua kali Nyuk In mengeplak kepalanya.
"Eh kenapa kau gebukin kepala?" Ho Siang bertanya sambil
memegang ke dua telinga kelinci. Seekor kelinci gemuk sekali
meronta-ronta dalam pegangannya: "Kenapa sih kau ngeplakngeplak kepala, wah".. berabe nih, perutmu sakit, sekarang
kepalamu sakit" tapi jangan dikeplak-keplak dong, bisa geger
otak kau, baru tahu rasa!"
Melihat pemuda itu sudah mendatangi, wajah Nyuk In berseri dan
sejenak ia tertunduk sambil menyahut: "Aku nggak sakit kepala
kok!" "Tapi kenapa tadi kau keplakin kepalamu?" tanya Ho Siang.
"Siapa yang keplakin kepala. Emang aku sinting, eh, kau dapat
kelinci dari mana, wah kau nangkap ya, hayo"... potong kelincinya
295 biar aku membuat api," dengan tertawa-tawa cerah ia membuat api
dan matanya melirik ke arah pemuda itu yang dengan cekatan
sekali menyembelih kelinci dengan pedangnya, lalu menguliti
dengan cepat. Sambil bekerja, Nyuk In bersiul perlahan dan Ho Siang beberapa
kali melirik ke arah gadis jang benar-benar amat jelita dan manis
bagi penglihatannya. Memang kalau hati itu sudah dimabok
asmara, segalanyapun dilihat serba indah dan menyenangkan!
"Lihat nih, dagingnya".. hem, makin lapar perutku," kata Nyuk In
sambil mengangkat daging kelinci tinggi-tinggi!
"Lekas panggang".. tak kuat lagi aku?"" Ho Siang berkata,
menelan air liur beberapa kali, saking hebatnya selera itu
menyerang hati! Seperti seorang anak yang kesenangan dengan barang
mainannya, sambil tertawa-tawa gembira Nyuk In membuat sate
kelinci dan kemudian memanggangnya. Bau jang sedap gurih
memenuhi udara, menambah rasa lapar di perut yang sudah
berkeroncongan. Selama memanggang daging sate kelinci itu Nyuk In tidak banyak
berbicara, hanya beberapa kali ia melirik ke arah Ho Siang, akan
tetapi kalau pemuda itu membalas pandangannya, ia mengasih
kerlingan sambil tersenyum. Biar pun mulutnya tidak berkata
sesuatu, namun dalam hatinya Nyuk In tiada henti-hentinya
berkata-kata. 296 Pemuda ini baik pikirnya. Tidak kurang ajar seperti lelaki lain,
biarpun ia kelihatan kadang-kadang seperti orang tolol, akan tetapi
ia tahu bahwa pemuda ini amat lihay, buktinya ia sudah berani
melawan Te-thian Lomo yang terkenal lihay dan kejam. Bersamasama berjalan dengan pemuda ini tentu amat menyenangkan
sekali, bukan saja hatinya memang sudah terpaut dengan
kesederhanaan pemuda ini, disamping itu dengan adanya Ho
Siang, bukankah lebih mudah baginya untuk mencari musuh
besarnya. Dengan pemuda ini di sampingnya, menghadapi Pay-cu Sian-lipay yang bernama Bu-tek Sianli itu, apa jang mesti ia takuti" Kalau
memang buat menghadapi suheng saja, si Cambuk sakti Oey
Goan, ia masih dapat menandingi. Akan tetapi mencari si nenek
sakti yang bernama Bu-tek Sianli, bukankah lawan jang ringan!
<> Siapakah gadis yang bernama Cung Nyuk In ini"
Memang benar seperti pengakuannya ia adalah murid dari Bubeng Sianjin. Orang tuanya terbunuh di tangan Bu-tek Sianli dan
dia sendiri, pada usia delapan tahun diculik oleh Pay-cu Sian-li-pay
itu untuk dijadikan murid Bu-tek Sianli. Untunglah pada saat
penculikan itu terjadi, muncul Bu-beng Sianjin, dan berhasil
merampas Nyuk In dari culikan Bu-tek Sianli.
Sejak itu karena Nyuk In tidak punya orang tua lagi maka selama
hampir delapan tahun ia digembleng oleh Bu-beng Sianjin di
puncak Thang-la, disamping itu Bu-beng Sianjin, juga mempunyai
murid Oey Goan. Akan tetapi sayang sekali Oey Goan berwatak
297 keras dan penuh keinginan-keinginan kedudukan tinggi, maka
murid pertamanya ini tersesat dan menjadi hamba-hamba
nafsunya. Oleh karena itulah selesai digembleng oleh kakek Bubeng Sianjin, ia dipesan untuk mencari suhengnya Oey Goan
memperingati supaja suhengnya itu mau kembali ke puncak
menghadap suhunya. Pada waktu ulang tahun Yok-ong Lo Ban Theng itulah Bu-beng
Sianjin menyuruh muridnya untuk turun gunung dan mencari
suhengnya dan mencari pembunuh orang tuanya Bu-tek Sianli!
Tentu saja setelah bertemu dengan pemuda Ho Siang yang
berkepandaian tinggi, dan yang juga sudah menarik hatinya,
membuat ia tenggelam dalam lamunan mengkhayalkan sesuatu
jang indah! Waktu Nyuk In melirik lagi dilihatnya Ho Siang tengah termenung
sambil menghendus asap sate kelinci yang nikmat dan lezat. Nyuk
In mengambil batu kecil di bawah kakinya dan melempar ke kaki
Ho Siang sambil katanya tersenyum: "Eh, ngelamun"..?"
Ho Siang membalas tersenyum, melihat batu kecil yang dilempar
si gadis yang menyentuh mata kakinya, meskipun tidak sakit ia
berteriak: "Aduuh!!!"
"Hi hi hi, sakit ya?"
"Nggak" nggak sakit," sahut Ho Siang.
"Nggak sakit kok menjerit" Aii, orang muda suka ngelamun, entar
cepat tua tu! Nglamun apa sih?". ngelamunin pacar ya?" Nyuk In
bertanya menggoda sambil mengangkat tinggi-tinggi sate kelinci
298 yang hampir matang merangsang selera. dan mengeluarkan bau jang lezat Menghendus asap ini keruan saja kalamenjing Ho Siang turun naik
dan menelan berkali-kali air liurnya. Melihat ini Nyuk In tertawa
mengikik sehingga terpaksa menutupi mulutnya dengan tangan
kiri. Sebetulnya jarang ia tertawa segeli ini, akan tetapi sekarang
melihat tingkah lakunya pemuda itu, ia jadi kepingin tertawa.
Memang aneh sekali kalau hati itu tengah dirangsang oleh asmara!
Asmara membuat orang yang tidak bisa tertawa akan menjadi
tertawa riang, asmara pula membuat hati yang susah nelangsa
menjadi riang penuh gelora cinta. Asmara betapa kuasa engkau
mempermainkan manusia! Melihat gadis itu tertawa sambil menutupi mulut, keruan saja Ho
Siang jadi bertanya heran,"Hmm, mengapa engkau tertawa?"
"Tidak apa-apa, tak bolehkah orang tertawa?" Nyuk In menjawab
sambil melirik nakal tangannya memutar daging kelinci di atas api.
Ho Siang bangkit dari duduknya dan mendekati si gadis jang
tengah memanggang, "Aduh..... lama benar nih satenya, apakah
belum mateng juga In-moay?"
"Nah, nah"... nggak sabaran ya" Bentar lagi juga mateng, sabar
dong ya say"..!"
Ho Siang tersenyum. Disebut "sabar ya say..." aiiih, alangkah
mesranya sebutan gadis itu terhadapnya. Begitu indah dan
menyenangkan. Ingin sekali gadis itu berkata sekali lagi "Sabar ya
299 say?" Ya, tentu saja aku bersabar sayang"... Sudah mateng
belum dagingnya, akan tetapi ia tidak berkata apa-apa.
Setengah berjongkok ia mendekati Nyuk In melongok sate kelinci
yang terpanggang di atas api. Si gadis membolak-balikkan sate
daging kelinci itu di atas api.
Tahu bahwa pemuda itu di belakangnya sedang melongok daging
panggangnya, Nyuk In berkata: "Kau sudah lapar, ya?"
"Tentu saja lapar, eh, kudengar perutmu juga berkeruyuk minta
diisi. sudah...... sudah angkat, sudah mateng?"
"Sekarang memang sudah mateng." Nyuk In mengangkat daging
kelinci dan menaruhnya di atas daun-daun yang sudah disediakan
di situ, di depan Ho Siang.
"Wah" gurih nih?"" Ho Siang memuji.
"Hayo kau ambil dulu!"
"Kau ambillah."
"Kau kan yang tangkap, kau mesti ambil duluan!"
"Ya, tapi bukankah kau jang memanggangnya".. hayolah,
ambillah"..!" didesak terus, akhirnya Nyuk In mengambil setusuk.
Diikuti oleh pemuda di belakangnya.
Ho Siang tidak berlaku sungkan lagi. Dengan penuh gairah ia
mengambil tusukan daging yang banyak lemaknya, lalu dengan
300 menggerogotinya dengan lahap: "Wah, hebat?".! Lezat bukan
main"." Katanya sambil mengunyah. Memang gemuk kelinci itu,
itu bukan saja dagingnya yang tebal dan empuk juga lemaknya
banyak sehingga begitu menggigit daging, lemak yang mencair
oleh api itu menitik dari kanan kiri bibir Ho Siang!
"Sayang eggak ada arak! Hey, hendak ke mana kau" In-moay?"
"Kau bilang nggak ada arak. Memang makan sate tanpa arak
kurang sedap, kau tunggu ya, aku ambil air minum!" Cepat Nyuk In
berlari meninggalkan Ho Siang.
Pemuda itu mengawasi kepergian Nyuk In sambil mengunyah
lambat-lambat dan pikirannya makin penuh oleh keadaan Nyuk In.
Hebat memang gadis itu, wataknya aneh, sangat menyenangkan
hati! Tidak lama kemudian Nyuk In kembali dengan membawa dua buah
cawan arak. Datang-datang ia meletakkan cawan arak itu di dekat
Ho Siang sambil katanya: "Ini araknya sedaapp!"
"He, kau dapat arak begini harum dari mana?"
"Tentu saja boleh beli. Kebetulan sekali di luar hutan tidak jauh dari
Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sini ada kedai arak, aku beli dua tail. Arak Hang-ciu keras dan
harum," berkata demikian iapun mulai makan daging itu.
Keduanya makan dengan sedap, tanpa bicara hanya kadangkadang pandang mata mereka bertemu sebentar. Ho Siang duduk
di atas batu, Nyuk In duduk bersila di bawah, di tanah yang penuh
301 rumput hijau. Api bekas pemanggang daging masih menyala
sedikit!" Tak sampai sepuluh menit habislah daging kelinci itu. Setelah
minum arak dan mencuci mulut dengan air arak, ke duanya makan
buah yang tadi juga dibeli oleh Nyuk In di luar hutan. Sambil
menggigit buah itu, Ho Siang berkata: "In-moay, terima kasih ya
untuk arak dan sate kelinci yang gurih dan mengenyangkan perut."
"Alaaa, terima kasih segala untuk apa" Bukankah yang kelaparan
tadi adalah aku sendiri sampai sakit perut rasanya. Seharusnya
aku yang berterima kasih kepadamu. Kau kau yang mencari kelinci
dan menangkapnya!" "Tapi kau yang memanggangnya!"
"Ya, sudah artinya sama-sama kerja sama. Jadi tidak perlu kau
berterima kasih kepadaku dan aku juga tidak perlu berterima kasih
kepadamu. Hutang kita sama-sama impas!"
Ho Siang tersenyum. Nyuk In juga tersenyum. Ke dua pandangan itu saling merenggut,
senyum Nyuk In semakin melebar cerah. Si Pemuda menatapnya
bagaikan orang terpesona. Mata gadis itu alangkah indahnya,
alangkah cerah dan menyegarkan, dan bibir gadis yang tersenyum
terbuka itu, oiy alangkah manisnya membetot-betot hatinya,
pikirnya. "Kita sudah makan, perut kita sudah kenyang, mengapa kita
bermalas seperti ini" Hayo, kita berangkat!"
302 Akan tetapi baru saja Nyuk In berkata demikian, tiba-tiba ia
menggerakkan tubuhnya dan telah mencelat ke atas sebatang
pohon jang tinggi dengan diikuti oleh gerakan Ho Siang yang
mendengar pula suara derap kaki kuda di belakangnya. Benar saja
belum lama mereka melihat penunggang kuda.
Ho Siang dan Nyuk In dapat mengenali ke tiga penunggang kuda
itu. Mereka itu adalah Bong-goanswe dan kedua kawannya,
seorang hwesio tua Hok Losu dan Leng Ek Cu tokoh Kong-thongpay.
Akan tetapi yang mengherankan Nyuk In dan Ho Siang adalah
seorang gadis muka kerudung hitam yang terbelenggu ke dua
tangan dan kakinya pada punggung seekor kuda lainnya yang
ditarik oleh Leng Ek Cu. Mereka membedal kudanya tidak terlalu
cepat oleh karena itu dua orang muda di atas pohon dapat
mendengar pembicaraan Leng Ek Cu: "Hok Losuhu, apakah kita
harus ke kotaraja dulu, ataukah langsung ke Pulau Bidadari?"
"Mengapa kita harus ke kotaraja" Biar Oey Goan yang melapor ke
sana, kita langsung saja menemui Bu-tek Sianli. Gadis ini kita
tawan dan kita hadapkan kepada Pay-cu Sian-li-pay, suatu
kesempatan yang baik bukan untuk kita bersekutu dengan nenek
Sakti Kepalan Dewa tanpa tandingan itu!"
Leng Ek Cu tidak menyahut.
Bong-goanswe tertawa mengakak: "Ha ha, sayang sekali gadis itu
teramat cantik, kalau tidak aku tak rela menyerahkan kepada Butek Sianli!"
303 "Aha Bong-sicu ini masih kurang puas dengan gadis-gadis cantik
di Kotaraja, sehingga merindukan bunga mawar liar dan berduri
hehehe," Hok Losu menoleh kepada Jenderal Bong yang
menyambut dengan tertawa-tawa pula.
Akan tetapi tertawanya terhenti dan begitu hwesio Hok Losu itu
menggerakkan tangan?" tahu-tahu terdengar suara pohon di
atas roboh menimbulkan suara bergedubrak keras sekali. Dua
sosok tubuh mencelat turun.
Ho Siang kaget setengah mati. Untung ia berlaku gesit sehingga
dapat mengelakkan pukulan Hok Losu yang dihantam dari bawah.
Kalau tidak gesit sedikit saja, bukan pohon itu yang roboh
melainkan kepalanya yang remuk!
Melihat bahwa yang mengintai di atas pohon itu adalah dua orang
muda. Hok Losu tertawa mengejek: "Ha ha ha baru bunga mawar
berduri patut dipetik ketika sedang mekar-mekarnya?". aduh
cantik sekali!" Bong-goanswe yang juga menoleh ke belakang menjadi terheran
melihat Nyuk In dan seorang pemuda tinggi kurus berdiri dengan
mata membelalak: "Nyuk In, berani kau kurang ajar dengan Hok
Losuhu?" "Susiok".." Nyuk In memanggil.
"Hem, pergilah kau anak kecil, jangan turut campur urusan orang
tua," Bong-goanswe menudingkan telunjuknya.
"Susiok, suhu memanggil kau pulang, ke puncak," sahut Nyuk In.
304 "Ah, nggak ada urusan denganku. Hayo kau minggat!"
"He he he, Bong sicu... siapakah gadis liar ini?" Hok Losu
menghampiri Bong-goanswe atau Bong Bong Sianjin sambil
pandangan matanya tidak lepas memandangi Nyuk In.
Melihat tingkah laku hwesio tua ini, panas hati Ho Siang! Hweshio
gila, pikirnya, melihat cewek cantik matamu liar seperti kucing
melihat ikan basah, sialan! Akan tetapi tentu saja ia menekan
perasaan hatinya. Terdengar orang tua jang berpakaian jenderal itu menyahut: "Dia
ini murid suheng Bu-beng Sianjin, Hok Losuhu!"
"O, cantik ya?"
"Susiok, kau harus menghadap suhu sekarang juga!" Nyuk In
berkata ketus, kipas dan pit di tangannya sudah terbuka.
"Hi ha ha, gagah sekali! Eh, Bong sicu biar aku mencobanya,"
sambil berkata demikian tangan hwesio itu bergerak. Angin besar
bergelombang menyambar tubuh Nyuk In, tentu saja gadis ini
mengibaskan kipasnya membalas dorongan angin bergelombang
itu. Akan tetapi ia menjerit lirih ketika tahu-tahu tubuhnya sudah
terlempar ke belakang menimpa pemuda tinggi kurus. Dengan
cekatan sekali Ho Siang menggerakkan tangannya menyambar
tubuh Nyuk In jang melayang menimpanya.
305 Begitu tubuh dapat disambar, segera ia meletakkan tubuh itu di
tanah. Ternyata Nyuk In dalam segebrakan saja ia sudah tertotok
oleh hwesio tua ini. Kaget sekali Ho Siang dengan geram ia
meloncat maju suling hitam di tangan: "Hwesio jahat kau harus
mampus!" Kilatan sinar hitam menyambar ke udara bergerak cepat
merupakan sebuah tulisan kilat bagaikan ada guntur yang
menyambar dari atas, tubuh hwesio tua itu doyong ke kiri merasa
ada angin mujijat menyambar dari Suling hitam itu. Terkejut hati
Hok Losu, sambil melompat mundur ia bertanya: "Bocah gila, kau
siapa" Pernah apa kau dengan Nakayarvia dari India?"
"Hwesio tai, Nakayarvia adalah guruku yang terhormat, kau
pendeta berhati kotor setan perempuan!"
"Hehehe bagus.....tidak bertemu dengan Nakayarvia tidak apa, biar
engkau mewakili gurumu membuat perhitungan denganku dan
hadapi beberapa jurus".." Setelah berkata demikian, hwesio tua
tinggi besar ini sudah menggerakkan ke dua lengan bajunya yang
meniupkan angin pukulan seperti badai mengamuk!
Ho Siang terkejut tetapi ia tidak gentar. Cepat ia memasang beshibeshi dengan kaki terpentang ke kanan ditekuk sulingnya
menangkis dengan gerakan dari atas ke bawah:
"Dess!" tubuh Ho Siang terpental ke belakang. Tetapi ia tidak luka
sedikitpun. Karena begitu tadi merasa pukulan-pukulan hwesio ini
tidak dapat ditahan, segera ia mengerahkan sin-kang mematikan
raga, maka bagaikan sehelai daun kering terhempas angin,
306 tubuhnya melayang jatuh di samping Nyuk In yang masih tertotok
rebah di tanah! Di lain pihak, Hok Losu juga kaget setengah mati. Biarpun ia tidak
terpental seperti pemuda kurus tinggi itu, akan tetapi ia merasa
getaran jang amat hebat menyerang jantungnya. Cepat ia
mengerah tenaga sin-kang menutupi jantung.
Matanya memandang kagum kepada pemuda ini, "Bagus" Kau
patut menjadi murid si pertapa dari India itu. sekarang terimalah
pukulanku sekali lagi!"
"Hok Losuhu..... tahan!" Bong-goanswe atau kita sebut saja Bong
Bong Sianjin berseru menahan gerakan jubah hwesio tua itu. Ia
menghampiri dan menjura: "Hok losuhu, sudahlah mengapa kita
meladeni anak-anak ini. Kita mempunyai urusan jang lebih
penting"... mari kita berangkat!"
Tentu saja jenderal Bong jang cerdik ini tidak mau melibatkan
dirinya dengan permusuhan dengan Nakayarvia jang terkenal itu,
apalagi dilihatnya Nyuk In sudah tertotok, tak enak hati ia meladeni
murid suhengnya ini. Maka itu ia mencegah Hok Losu!
Anehnya hwesio sakti itu takluk akan orang tua berpakaian jenderal
begitu mendengar Bong-goanswe melarangnya dengan melirikan
matanya kepada pemuda tinggi kurus itu ia berkata, "Lain kali kita
lanjutkan!" Habis berkata begitu ia mengikuti rombongan Bonggoanswe dan Leng Ek Cu jang sudah berjalan acuh tak acuh.
Melihat hwesio itu sudah pergi, Ho Siang bangkit berdiri dan
tangannya bergerak membebaskan totokan si gadis. Nyuk In
307 bersungut kesal: "Aku tak dapat menandingi susiok, urusan ini biar
suhu jang turun tangan. Hemm, hwesio tua itu sakti benar, entah
siapa dia?" "Masa kau tidak tahu, ia itu adalah sute dari Ciangbunjin Siauwlim-pay jang tersesat, namanya Hok Losu! Ia seorang tokoh yang
amat dikenal dari perkumpulan Siauw-lim-sie. Akan tetapi berbeda
dengan para hwesio Siauw- lim-pay yang terkenal sebagai pendeta
suci dan beriman kepada kitab agama Budha, dan lagi mempunyai
kepandaian silat tinggi untuk membela kebenaran dan keadilan.
Hok Losu ini semenjak dahulu merupakan seorang murid yang
murtad. "Ilmu kepandaiannya memang tinggi dan lihay, boleh dikata jarang
anak murid Siauw-lim-pay yang menandingi Hok Losu setelah
hwesio itu dapat mencuri kitab pelajaran silat yang amat hebat itu,
kepandaiannya jauh meningkat lebih hebat dari pada dulu.
Rasanya hanya Thian Thian Ciangbunjin saja yang dapat
menandingi hwesio sesat itu".."
"Ooo, pantas kepandaiannya selangit."
"Eh, dengan jenderal itu kau memanggil susiok, dia itu apamu?"
tanya Ho Siang. "Dia itu memang susiokku, adik seperguruan dari suhu Bu-beng
Sianjin, sayang susiok juga tersesat dan haus akan harta
kemuliaan, sehingga sering kali membuat kacau.
308 "Untung ada susiokmu yang mencegah hwesio tua yang kalap
hendak menyerangku. Hok Losu memang hebat, aku belum tentu
dapat menandinginya!"
Nyuk In bangkit pula berdiri, berjalan perlahan-lahan di samping
pemuda tinggi kurus yang bernama Ho Siang.
"Kita tak jadi ke kotaraja," katanya.
"Mengapa begitu?"
"Aku hendak membuntuti Susiok dan hwesio tua itu, entah apa
yang mereka hendak perbuat dengan Pay-cu Bu-tek Sianli dan
hendak mengajak dia mengadu kepandaian, hendak kupenggal
kepala nenek itu"." Kemudian sambil berjalan itu Nyuk In
bercerita. Ia menceritakan tentang ke dua orang tuanya yang mati
di tangan Bu-tek Sianli. Ia sendiri hampir diculik untung muncul Bubeng Sianjin yang telah menolongnya.
"Jangan takut In-moay, meskipun nenek tua Sian-li Paycu itu sakti,
aku akan selalu menghadapinya dan membantumu sekuat
tenaga," berkata Ho Siang dengan semangat.
Tentu saja Nyuk In menjadi girang sekali mendapat kawan seperti
Ho Siang ini banyak memberi keuntungan. Ia tahu bahwa
kepandaian Ho Siang jauh lebih tinggi daripadanya! Dengan ia
bersama pemuda ini masakan ia tidak dapat menghadapi Bu-tek
Sianli! Maka berjalanlah ke dua orang muda itu mencari pulau Bidadari.
Di sepanjang perjalanan mereka merupakan sepasang merpati
309 yang baru lepas dari sarangnya. Hati mereka saling mengajuk,
saling mengisi, o alangkah indahnya memang hati yang tersentuh
panah asmara! Namun di samping itu Ho Siang dan Nyuk In selalu turun tangan
apabila ada orang-orang jahat, mengganggu penduduk. Selama
perjalanannya menuju ke laut Po-hay entah berapa banyak mereka
bertemu dengan para perampok, tukang-tukang pukul yang disewa
oleh para hartawan untuk menjadi anjing penjaga, akan tetapi
menghadapi sepasang merpati ini mereka itu merupakan sebuah
laron yang bertemu dengan api lilin.
Perjalanan mereka menuju pulau Bidadari ke pesisir lautan Po-hay
sangat membawa kesan masing-masing. Tanpa mereka sadari
hati itu sudah bertaut menjadi satu, menjadi demikian akrabnya
hubungan sehingga banyak orang-orang yang berjumpa dengan
sepasang merpati ini menjadi merasa iri dan kagum!!
Dalam perantauannya itu Nyuk In tidak berpakaian seperti pria. Ia
kini memakai pakaian-pakaian wanita yang sangat serasi dengan
kulit dan tubuhnya yang langsing sehingga membuat Ho Siang jadi
bertambah jatuh hatinya terhadap gadis murid Bu-beng Sianjin ini!!
Jauh di dasar jurang, di antara kabut-kabut putih masih
mengambang di udara, dua orang laki-laki sedang bertempur
dengan hebat dan aneh. Seorang diantaranya, adalah seorang laki
tinggi kurus dan kulitnya hitam, rambutnya yang keriting itu
terbungkus kopyah yang terbuat dari kain kuning, tangannya
memakai gelang-gelang besar ditutupi oleh lengan baju yang besar
310 dan lebar, seperti jubah seorang hwesio yang terbuat dari kain
kuning kasar. Usianya tidak lebih dari limapuluh tahun. Tangannya memegang
sebuah pedang pendek yang berbentuk melengkung seperti arit,
berkilat-kilat pedang pendek itu.
Di depan orang yang memakai kopyjah kuning tampak seorang
kakek yang tua sekali. Kakek yang bongkok yang terkadang
terkekeh-kekeh dan kadang-kadang mengeluarkan suara
melengking panjang seperti suara jeritan yang menggetarkan
dasar jurang. Kakek ini bergerak dan memegang senjata yang sama berupa
pedang pendek yang melengkung dan tangan kiri bergerak-gerak
merupakan tamparan, dan tangan kanan berkelebat-kelebat
menggerakkan pedang pendek yang mengeluarkan cahaya aneh!
Gerakan mereka ini sangat cepat sekali dan sukar sekali diikuti
oleh pandangan mata. Tiba-tiba nampak seperti sinar panjang
yang saling menggulung, saling menyambar dan tampak dua
orang tua itu rebah telentang terpisah antara sepuluh meter. Ke
duanya nampak terengah-engah dan terdengar suara mereka
merintih perlahan. "Hek sute..... kau hebat!" kekek tua itu berseru lemah sambil
merintih perlahan. "Pek suheng kau juga hebat," terdengar orang yang memakai
kopyah kuning di kepalanya memuji pula. Ia juga nampak merintih
perlahan, dengan lambat sekali seperti orang lumpuh, ia bersila
Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
311 mengerahkan sin-kang! Gerakannya itu diturut oleh kakek tua
bongkok yang lantas bersila dan mengheningkan cipta
bersamadhi. Kedua orang itu tak dapat bangun kembali, masing-masing sudah
terluka. Nampak kini ke duanya sedang tenggelam menggerahkan
hawa sakti di dada jang terhantam pukulan lawan masing-masing.
Sepasang pedang pendek, satu mengeluarkan cahaya hitam
berkilat dan yang satunya lagi yang menancap di batu karang
mengeluarkan sinar putih bercahaya.
Pada saat itu, selagi kedua orang tua itu tenggelam dalam
samadhinya, pendengaran mereka jang tajam dapat menangkap
sesuatu yang meluncur turun dengan amat cepatnya dari atas.
Untuk sedetik kemudian si kakek bongkok mengangkat tangannya
ke atas dan sesosok tubuh menimpah tangan yang terangkat itu.
Kakek bongkok itu terheran dan membuka matanya, kiranya
scorang gadis cantik telah berada di tangannya yang tadi
menyambar. Gadis itu dalam keadaan pingsan!
Begitu kakek bongkok itu melihat ke depan, alangkah herannya
dia, begitu melihat tubuh seorang pemuda juga menancap di atas
kepala si kakek berkopyah kuning dalam keadaan berdiri. Pemuda
tinggi tegap itu juga pingsan sama seperti si gadis yang tadi
disanggapnya! "He he he sute, kau lihat, bukankah Thian menurunkan bocah ini
untuk mewakili kita mengadu kekuatan?" berkata kakek bongkok
sambil masih meramkan matanya.
312 "Betul suheng, pemuda ini adalah muridku! Dan aku akan melatih
dia untuk menghadapi engkau, ingat di antara kita belum ada yang
menang atau yang kalah, sayang".. kita tua-tua bangka ini sudah
terluka dan tak mungkin baku hantam lagi, biar pemuda ini
mewakili aku". Suheng, tiga tahun lagi kita akan berjumpa di
tempat ini, o ya, kalau aku masih hidup! Kalau sudah mampus,
biarlah bocah ini yang akan mewakiliku untuk meneruskan
pertempuran ini, ha ha ha!"
Sambil berkata demikian kakek berwajah kuning itu menyambar
tubuh pemuda jang bukan lain adalah Liok Kong In, yang terjatuh
dari atas jurang terhantam pukulan dari Bong Bong Sianjin.
Untungnya ia tadi terjatuh tepat di atas kepala kakek sakti
berkopyah kuning ini sehingga ia tidak mengalami luka-luka atau
terbanting di tanah. Begitu mengangkat pemuda yang masih pingsan itu, kakek
berkopyah kuning mengambil pedang pendek hitam di tanah dan
sekali berkelebat ia sudah lenyap dari hadapan kakek bongkok di
depannya. "Ayaaa, hukum karma! Nasib sute Hek-moko keras hati, tapi
kepandaiannya luar biasa, ya, apa mau dikata kalau ia mau
menurunkan ilmu silatnya kepada pemuda jang dibawanya untuk
membikin mampus aku, terpaksa akupun menurunkan ilmu silat
kepada gadis ini..... eh, sudah sadar ia!" sambil berkata demikian
ia memandang gadis di depannya yang menggeliat-geliat seperti
orang baru bangun tidur. 313 Bwe Hwa terkejut sekali melihat kakek bongkok di depannya.
Mimpikah aku ini, pikirnya, di tempat apakah ini"
"Nona kau sudah sadar syukurlah....." si kakek bongkok berkata
perlahan. Akan tetapi wajahnya semakin pucat, dalam berkata tadi
ia sudah mengerahkan tenaga yang cukup banyak sehingga
dirasakan dadanya semakin sakit dan nyeri!
"Kakek?" kau siapa" Mengapa aku ada di sini" Apakah ini yang
dinamakan neraka?" Bwe Hwa bertanya sambil bangun duduk di
depan si kakek. Akan tetapi ia cepat menubruk kakek itu ketika
orang di depannya ini muntahkan darah segar banyak sekali.
"Aii".. kau celaka kek!"
"Sute memang hebat, pukulannya sudah meremukkan tulang
dadaku". eh, nona kau siapa dan mengapa kau jatuh dari atas
jurang di sana itu" Kau membikin kaget aku, orang tua yang mau
mampus ini!" Bwe Hwa mengingat. Ia dan Liok Kong In, it-suhengnya memang
jatuh dari atas tebing sana, hemm, tentu si kakek ini yang
menolongku, pikir Bwe Hwa, akan tetapi begitu ia melirik ke
sekitarnya ia tidak melihat Liok Kong In.
"Nona kau tadi?" meluncur dari atas itu, untung kau jatuh
menimpaku dan aku si tua ini keburu menyanggap kau, kalau tidak,
tubuhmu niscaya akan hancur dihantam batu ini, o ya, pemuda
tinggi tegap itu?" apamukah dia?" Si kakek bongkok bertanya
setelah dirasakan dadanya tidak terasa sakit lagi.
314 "Kek, pemuda itu adalah suhengku, kemana dia" kau sembunyikan
dimana?" Bwe Hwa bertanya gelisah. Takut kalau suhengnya tidak
ketolongan! "Dia selamat nona baru saja tadi dibawa oleh suteku ke tempat
pertapaannya, suteku adalah Hek-moko, pertapa lihay, jangan
kuatir nona, pemuda itu diambilnya untuk menjadi muridnya!"
Bwe Hwa menjadi melongo dan juga girang hatinya mendengar
suhengnya selamat, malah diambil murid oleh sute orang tua
bongkok ini. "Betul kek?" tanya Bwe Hwa memastikan.
Si kakek tak menyahut, mengangguk dan bersemadhi lagi
mengerahkan hawa sin-kang di tubuhnya. Sekali lihat saja tahulah
kakek bongkok itu tengah terluka hebat. Oleh sebab itu Bwe Hwa
diam saja, memandangi si kakek. bongkok.
Tidak lama kemudian nampak si kakek membuka matanya dan
bertanya: "Lukaku parah, eh, nona siapa namamu" Mengapa kau
terjatuh ke jurang ini, hayo kau ceritakan?"!!"
"Saja adalah murid mendiang suhu Swie It Tianglo dan nama saya
Lie Bwe Hwa. Pemuda itu adalah suheng saya Liok Kong In..... eh,
kenapa kau kek?" Bwe Hwa bertanya melihat kakek
memandangnya dengan mendelik, dikirain kakek itu marah
terhadapnya, akan tetapi bukan demikian adanya. Saking
menahan rasa perih dan sakit di dada dan terkejut mendengar
Swie It Tianglo sudah meninggal, ia jadi membelalak. Ia terengahengah!
315 "Bagus kau kiranya murid Swie It Tianglo Bwe Hwa".. aku.... aku
tak kuat lagi".., bersumpahlah kau mau menjadi muridku!"
"Kek?" "Bwe Hwa"., aku.... aku hampir tak kuat lagi. Luluskanlah
permintaanku jang terakhir ini?"" Suara si kakek semakin lemah,
dengan merayap seperti orang mengesot ia menghampiri pedang
pendek melengkung yang mengeluarkan cahaya putih, lalu tangan
kirinya merogoh saku dan mengeluarkan sejilid buku kecil.
Disodorkan kepada Bwe Hwa.
"Nona kau pelajari kitab pelajaran silat ini, berlatihlah dengan
tekun. Sebelum tiga tahun kau melatih diri jangan kau keluar dari
lembah ini".. Carilah Hek-moko". suteku itu, dan kau tempurlah
ia".. aku tak tahan lagi, Bwe Hwa?"" Augh-uh tiga kali kakek
bongkok itu muntahkan darah, dengan mata mendelik ia
memandang Bwe Hwa. Terkejut sekeli Bwe Hwa, ia merasa terharu melihat keadaan kakek
itu dengan cepat ia berlutut dan berkata: "Kakek, suhu....., teecu
Bwe Hwa mengucapkan terimakasih untuk kepercayaanmu
menitipkan kitab ini. Teecu bersumpah akan mencari Hek-moko!"
Begitu selesai Bwe Hwa berkata, mata yang mendelik itu menutup
kembali. Bibir si kakek bongkok mengeluarkan senyum dan
raganya meninggal dan napasnya berhenti. Dan meninggallah
kakek bongkok itu dengan tenang!
Dengan dada penuh rasa haru, Bwe Hwa menggali lubang dengan
pedang pendek yang tadi diambil oleh si kakek bongkok. Alangkah
316 terkejutnya ia begitu memegang pedang tangannya bergetar
hebat. Ada rasa mujijat menyerangnya.
Dengan cepat Bwe Hwa melepaskan pedang itu, mulutnya
menggerutu, "Pedang Iblis!" Akan tetapi rasa penasaran itu
membuat tangannya meraih lagi menggenggam kuat. Kalau kakek
bongkok yang menjadi suhuku bisa memegang masa aku tidak
mampu memegang pedang ini"
Berpikir demikian Bwe Hwa menggali lobang dan sebentar itu pula
ia sudah memakamkan jenasah kakek bongkok yang kini menjadi
suhunya! Setelah memberi penghormatan terakhir, Bwe Hwa melangkah
perlahan, tidak jauh dari tempat itu terdapat sebuah pondok yang
di kelilingi oleh pepohonan-pepohonan yang banyak mengeluarkan
buah dan sayur mayur. Hemm, tentu ini tempat tinggal suhu"..
alangkah indahnya pemandangan di sini. Sambil berpikir demikian
Bwe Hwa mengeluarkan kitab kecil dan membaca Pek-hwa-kiamsut (Ilmu Pedang Bunga Putih) yang ditulis oleh Pek-moko, hemm,
jadi suhu bernama Pek-moko"
Demikianlah sejak saat itu, Bwe Hwa melatih diri atas petunjuk
kitab peninggalan Pek-moko yang bernama kitab pelajaran ilmu
pedang bunga putih. Dan pedang yang disebutnya pedang iblis ini
dipakainya untuk berlatih! Hebat bukan main pedang ini
mempunyai mujijat yang luar biasa!
Dengan tekun dan bersemangat mulai hari itu Bwe Hwa
menggembleng dirinya menurut petunjuk kitab kecil peninggalan
kakek bongkok yang bernama Pek-moko! Apalagi melihat musuh317
musuh besarnya seperti Bong Bong Sianjin, yang pernah ia rasai
kelihayannya kemaren dulu itu, bertambah tekun Bwe Hwa
berlatih! Ia berjanji setelah tiga tahun ia akan mencari musuhmusuh besarnya, Bong Bong Sianjin, Sianli Ku-koay, Te-thian
Lomo dan mencari pula saudara-saudara seperguruannya yang
bercerai berai! <> Sementara itu, Liok Kong In juga menerima gemblengan ilmu
pedang Hek-hwa-kiam-sut dari Hek-moko. Kakek yang disebut
Hek-moko ini keadaannya tidak lebih baik dari Pek-moko.
Begitu ia sampai di puncak pertapaannya di sebuah pegunungan
yang tidak dikenal manusia, kakek ini muntah-muntahkan darah
dan cuma seminggu kemudian kakek yang disebut Hek-moko ini
meninggal dunia. Akan tetapi pada hari-hari sebelumnya, kakek ini
pernah berpesan kepada muridnya Liok Kong In demikian:
"Kau pelajarilah kitab ini, muridku. Sebelum tiga tahun jangan kau
meninggalkan puncak ini. Carilah Pek-moko, suhengku itulah yang
membuat aku menjadi cacat seperti ini. Mungkin nyawaku tidak
akan lama lagi bertahan. Kau carilah Pek-moko dan muridnya, kau
tempur dia! Kalahkan dia..... sebelum ia mengaku kalah..... belum
puas hatiku!" Demikianlah Hek-moko bercerita kepada muridnya ini. Sebenarnya
Hek-moko dan Pek-moko adalah saudara seperguruan, terkenal
sebagai sepasang iblis hitam dan putih yang mempunyai
kepandaian silat luar biasa.
318 Akan tetapi setelah mereka ini menciptakan sepasang pedang
yang disebut Pedang Iblis, yang telah banyak mengorbankan
nyawa manusia untuk pelaksanaan pembuatan pedang tersebut,
yang direndam oleh darah dan dibakar oleh panasnya kawah api,
maka setelah selesai sepasang pedang itu timbullah persainganpersaingan, diantara sesama sendiri.
Hek-moko merasa tidak puas kalau belum mengalahkan Pek-moko
sebaliknya Pek-moko juga demikian! Mereka selalu bertempur
dengan menggunakan sepasang pedang iblis.
Pedang hitam ditangan Hek-moko pedang putih ditangan Pekmoko.
Pada suatu hari di lembah itu, mereka bertempur mati-matian.
Seperti manusia yang haus darah mereka masing-masing saling
terjang, saling menggunakan kepandaian untuk merobohkan
lawannya. Akan tetapi kepandaian mareka tetap seimbang,
semakin seru mereka bertempur semakin tidak puas di hati
mereka. Tiga hari tiga malam mereka bertempur, dan pada hari jang ketiga,
sepasang pedang iblis itu saling mereguk darah. Pedang pendek
Pek-moko juga berhasil melukai lambung Hek-moko.
Baru mereka sadar sesudah keduanya itu terluka hebat. Apa mau,
bagaikan diturunkan dari langit datang Bwe Hwa dan Kong In"
Waktu tiga tahun tidak lama. Memang kalau dinanti-nanti sang
waktu akan merangkak amat lambat sekali, seperti seekor siput
berjalan. Terasa lama dan mengesalkan. Akan tetapi itu kalau kita
319 perhatikan, coba kalau kita tidak perhatikan tahu-tahu, siput itu
sudah pergi jauh meninggalkan kita hanya nampak bekas-bekas
tapak sang waktu itu merangkak yang menimbulkan kenangan
masa-masa lalu, yang tak mungkin akan kembali.
Oleh karena itu, kita tinggalkan dulu dua orang muda murid
mendiang Swie It Tianglo jang telah melatih diri di tempat jang
berlainan. Bwe Hwa berlatih atas petunjuk-petunjuk kitab kecil
peninggalan Pek-moko dan Liok Kong In bertekun pula di sebuah
puncak pegunungan melatih diri menurut petunjuk-petunjuk kitab
pemberian Hek-moko! Dan tiga tahun nanti mereka ini akan kita temui dalam trageditragedi yang mendebarkan jantung dan mengoyak-ngoyak hati.
Karena sepasang pedang iblis di tangan Bwe Hwa dan Kong In
Kitab Pusaka 1 Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun Karya Wang Du Lu Keajaiban Negeri Es 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama