Ceritasilat Novel Online

Pendekar Lengan Buntung 8

Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw Bagian 8


yang roboh di depan si kakek, seperti orang berlutut tak bergerak
lagi dalam keadaan tertotok.
Hening sekali suasana di atas genteng itu.
Tubuh si kakek kaki buntung berkelebat dan langsung memasuki
sebuah gedung besar bercat merah dan secara kebetulan sekali
kedatangannya ini menolong Ho Siang yang tengah terancam di
tangan Bu-tek Sianli dan tokoh-tokoh kaum hitam yang lihai itu!
Dan Ho Siang berhasil keluar dari gedung sambil memondong
tubuh si kakek kaki buntung dan berkelebat lenyap dari balik
gedung tinggi yang gelap oleh sinar bulan yang tersembunyi di
balik segumpalan awan hitam!
Angin dingin menerjang. Malam semakin panjang! "Y" 14 Sin Thong menarik tangan Siauw Yang dan berlari cepat keluar
dari gedung Hwa-ie-kay-pang dan terus ia berkelebat ke arah pintu
gerbang kota dan tiba di sebuah kelenteng tua. Nampak sebuah
lilin menyala menerangi ruang dalam dengan samar-samar. Cepat
mereka itu masuk ke dalam.
558 Betullah seperti apa yang dikatakan oleh kakek kaki buntung
bahwa di dalam kelenteng itu telah menanti Nyuk In, yang tengah
mencoba mengobati Biauw Eng dan Hok Sun yang telah hilang
ingatannya dan kelihatan seperti orang bodoh itu.
Melihat kedua orang muda yang masuk, Nyuk In mengenal dua
orang yang menolongnya tadi, segera ia mengangkat tangannya
dan menjura: "Terima kasih atas pertolongan kalian, mari silahkan
masuk!" "Jangan kau berterima kasih kepada kami Nona, yang menolong
kita adalah kakek kaki buntung yang aneh itu?"."
"Ooo, dia!" Nyuk In yang sesungguhnya tidak melihat penolongnya
tadi hanya mengangguk-angguk saja. Teringat ia akan suara yang
pernah didengarnya. Mungkin suara yang lembut yang
didengarnya itu adalah suara kakek kaki buntung"
"Mana kakek kaki buntung yang menolong kita tadi?"
"Dia masih di sana, kami hanya disuruh cepat-cepat pergi dan
berkumpul di sini," sahut Siauw Yang.
Begitu melihat wajah gadis itu nampak pucat dan nampak noda
darah pada bajunya, segera Nyuk In berkata kaget, "Kau
terluka......... mari kuperiksa lukamu, Nona!"
"Tidak seberapa, luka ringan saja. Aku sudah telan obat dan tidak
berbahaya, terima kasih!" Siauw Yang menjura.
559 Tentu saja Nyuk In tidak tahu bahwa Siauw Yang adalah puteri
Yok-ong Lo Ban Theng, si raja obat. Sudah barang tentu sedikitsedikitnya puterinya ini dapat mengerti hal pengobatan.
Begitu Nyuk In teringat. "Nona, temanku ini bernama Lo Siauw Yang, puteri Yok-ong Lo
Ban Theng dan"... aku, Go Sin Thong murid sin-she Kwa".
dan......." Nyuk In tersenyum. Teringat ia sekarang kepada dua orang muda
ini. Pernah belum lama ini ia mengunjungi pesta ulang tahun Yokong Lo Ban Theng. Tentu saja ia jadi mengenal Siauw Yang dan
Sin Thong. "Oo, kalian adalah Siauw Yang siocia dan Sin Thong tayhiap,
maafkan aku agak lupa. Oya, namaku Cung Nyuk In, dan mereka
itu adalah Sie Biauw Eng dan Lim Hok Sun, dari Kotaraja......." kata
Nyuk In sambil menunjuk ke arah Biauw Eng dan Hok Sun yang
memandang mereka dengan pandangan bodoh seperti orang
kehilangan semangat. Sekali lihat saja, tahulah Siauw Yang, bahwa kedua orang muda
ini mendapat serangan pada syarafnya. Dengan terheran ia
memandang kepada Nyuk In,
"Mereka ini tertawan oleh Hwa-ie-kay-pang. Tadinya aku juga
tertawan oleh mereka, akan tetapi untung aku belum sempat
diracuni oleh orang-orang Hwa-ie-kay-pang yang kejam itu,
sayang....... Siang koko belum datang, kalau ada tentu Biauw Eng
dan Hok Sun dapat disembuhkan"..!"
560 "Siang-koko....... siapa?" Sin Thong bertanya.
"Dia temanku. Namanya Ho Siang, murid Nakayarvia?"."
"Oo, pemuda tinggi kurus yang bersenjata suling hitam itu?" hampir
berbareng Sin Thong dan Siauw Yang bertanya.
"Ya betul, dia itulah!"
"Nyuk In cici........ dimana Ho Siang, apakah ia hendak kemari?"
tanya Sin Thong. "Entahlah, Saudara Sin Thong, waktu aku keluar dari gedung Hwaie-kay-pang itu Siang-koko masih bertempur dikeroyok oleh Bu-tek
Sianli dan orang-orangnya, entah bagaimana nasib Siangkoko"...?" Nyuk In berkata perlahan.
Nada suaranya penuh cemas dan kuatir. Kalau saja tidak
bermaksud menolong kedua temannya, Biauw Eng dan Hok Sun
yang kelihatannya amat menguatirkan ini, tentu Nyuk In akan
membantu Ho Siang mengamuk melawan orang-orang Hwa-iekay-pang!
"Mudah-mudahan pemuda itu dapat meloloskan diri?"!"
"Tentu, ia akan dapat....... eh" siapa itu?"
Siauw Yang menunjuk ke pintu. Sesosok tubuh berkelebat masuk
dan kalau saja di situ tidak ada Sin Thong dan Siauw Yang, ingin
sekali Nyuk In memeluk orang yang datang itu. Akan tetapi dengan
girang ia berseru: "Siang koko!"
561 Ternyata yang datang adalah Ho Siang dan si kakek kaki buntung
yang menolongnya. Ho Siang meletakkan tubuh kakek di atas
sebuah bangku dan ia berlutut.
"Terima kasih atas pertolongan locianpwe pada kami!"
"Bangunlah orang muda....... tak perlu kau berlutut seperti itu
kepadaku, aku bukan dewa yang harus disembah, aku hanya
seorang tua tuna tetra....... eh, dua orang muda itu....... hem......."
si kakek kaki buntung menoleh kepada Biauw Eng dan Hok Sun
yang memandangnya seperti orang bodoh.
"Ke marilah kalian!" suara kakek itu berwibawa, bergetar aneh. Dan
bagaikan sebuah robot yang dikendalikan oleh tenaga lain dua
orang itu, Hok Sun dan Biauw Eng maju melangkah menghampiri
si kakek. Sinar mata si kakek kaki buntung menatap tajam kepada Hok Sun
dan Biauw Eng dan akhirnya orang tua itu berkata perlahan,
"Sungguh keji dan ganas!"
"Locianpwe....... kedua saudara itu". tentu keracunan dan
sikapnya tidak wajar......." Nyuk In berkata sambil mengawasi
Biauw Eng dan Hok Sun. "Mereka terserang racun ular hijau, hemm, berbahaya sekali kalau
dibiarkan, akan menjalar mengganggu otak dan tentu akan gila
akibatnya!" Kakek kaki buntung menoleh kepada Ho Siang: "Orang
muda, kau murid Nakayarvia dapatkah kau menolong dua orang
muda yang terkena racun ular hijau?"
562 Bertanya begini, si kakek kaki buntung teringat kepada Nakayarvia,
pendeta India mahir dalam pengobatan penyakit-penyakit yang
terserang oleh segala macam racun ular! Waktu ia melawat ke
India, pernah sekali kakek buntung yang pada puluhan tahun yang
lalu berjuluk Sin-kun-bu-tek ini, dan pernah ditolong oleh
Nakayarvia, waktu ia terkena gigitan ular cobra yang berbisa. Dan,
tentu saja kalau gurunya mahir dalam segala macam racun,
masakan muridnya tidak" pikir kakek buntung ini.
Ho Siang memandang mata Biauw Eng. Sekilas saja dapat
mengetahui bahwa dua orang muda ini telah keracunan bisa ular
hijau yang luar biasa itu, maka dengan sikap hormat ia berkata
kepada si kakek buntung: "Teecu yang bodoh, akan mencobanya?"!"
"Nah, lakukanlah itu".. eh, siapa namamu?"
"Teecu bernama Ho Siang, she Khu!" sahut Ho Siang.
Si kakek buntung mengangguk-anggukan kepalanya.
Ia lantas meramkan mata dan tak lama kemudian telah tenggelam
dalam siulannya. Ho Siang tak mau mengganggu, ia lantas
menghampiri Biauw Eng dan Hok Sun. Sekali tangannya bergerak
tahu-tahu tubuh Hok Sun dan Biauw Eng telah tertotok dan roboh.
"In-moay, bawa pemuda itu ke ruang dalam dan baringkan di situ,"
berkata Ho Siang, Siauw Yang dan Sin Thong mengikuti ke ruang
dalam. 563 "Yang-moay, kau bantulah Siang-toako, sedikitnya kau mengerti
pengobatan. Biar aku tunggu di sini!"
Siauw Yang tak berkata apa-apa, ia mengikuti Nyuk In ke dalam.
Tak lama kemudian, baru saja ke tiga orang muda itu masuk ke
ruang dalam, Kong Hwat mendatangi,
"Maaf saudara, apakah saudara Ho Siang sudah sampai ke tempat
ini?" datang-datang Kong Hwat bertanya kepada pemuda cebol.
Sin Thong membalas menjura dengan sikap hormat.
"Siang-twako sedang mengobati dua orang teman di ruang dalam,
sahabat ini siapakah?"
"Saja Kong Hwat, syukur kalian telah dapat lolos dari gedung
neraka Hwa-ie-kay-pang itu?"." Begitu Kong Hwat menoleh
kepada kakek kaki buntung yang sedang bersiulan, ingin ia
berbicara akan tetapi Sin Thong mencegahnya.
"Sttt, jangan ganggu dia!!"
Melihat kedua kaki kakek ini sudah buntung sebatas dengkul dan
nampak pada wajah yang tua itu penuh dengan keriput dan
menampakkan garis-garis penderitaan bathin yang amat hebat,
rambutnya sudah putih semua, kakek itu tengah tenggelam dalam
siulannya. Tubuhnya tak bergerak seperti patung, hanya
pernapasannya itulah yang kelihatan naik turun amat lambat.
Melihat kakek ini, sangat iba hati Kong Hwat!
Ia tak mengganggu kakek kaki buntung itu dan sampai hampir
menjelang pagi, ia mengobrol dengan Sin Thong. Ternyata
564 pemuda cebol ini doyan sekali bercerita. Sehingga tanpa mereka
sadari, hari hampir menyelang pagi. Kokok ayam hutan terdengar
bersahutan menyambut datangnya pagi hari. Sinar matahari
angkat sayapnya memancar hangat mengusir kegelapan malam
dan memberi isyarat kepada manusia di bumi bahwa tugas di
depan sedang menanti!!! Bersamaan dengan keluarnya Ho Siang, Nyuk In, Siauw Yang,
Biauw Eng dan Hok Sun yang sudah mulai sadar, kakek kaki
buntung itupun membuka matanya dan pandangannya menyapu
tubuh ke tujuh orang muda yang sedang berlutut.
Apabila pandangannya itu menatap Biauw Eng dan Hok Sun, ia
menarik napas lega, suaranya perlahan sekali, "Syukurlah kalian
selamat!" "Locianpwee........ Terima kasih atas pertolonganmu itu."
"Syukur kau sudah sembuh, hemm! Nona apakah kau ini puteri Sie
Tayjin dari Kotaraja?"" tanya kakek itu memandang ke arah Sie
Biauw Eng. "Betul locianpwee, saja adalah puteri Sie Tayjin!"
"Bagus!!" kata si kakek kaki buntung memejamkan matanya.
"Kalian adalah orang muda yang telah bersatu dan berkenalan satu
sama lain".. dan tanpa kalian sadari, kalian telah saling tolong
menolong....... Itulah baik sekali, karena barang siapa yang tidak
ada perhatian kepada sesamanya tidak hanya mengalami banyak
kesukaran-kesukaran dalam kehidupannya sendiri, akan tetapi
juga akan mendatangkan kesukaran-kesukaran dalam 565 kehidupannya sendiri dan lingkungannya. Benarlah seperti orangorang tua mengatakan,
"Bersikaplah ramah tamah, lupakan diri sendiri, ingatlah
kepada orang lain?" dan perhatikan orang lain.......
berbahagialah barang siapa yang mengikuti hukum ini!"
Ho Siang menjura dan berkata: "Maaf".. Locianpwee".. kalau
tidak salah, ucapan locianpwee tadi adalah ujar-ujar dari Nabi Kong
Cu....... akan tetapi, apa maksudnya LUPAKAN DIRI SENDIRI,
karena menurut pendapat saya yang bodoh, malah sebaliknya.
Karena kita dikurniai oleh Thian tubuh yang sehat, sempurna dan
sebagaimana adanya, maka kita berhak untuk memperhatikan
keadaan diri sendiri, menjaganya, melindungi, memberi makan,
agar tubuh ini merupakan sebuah pesawat untuk kelangsungan
hidup kita, dan memberikan hal-hal yang berguna untuk kita dan
sesama manusia. "Coba bayangkan, kalau kita tidak memperhatikan diri kita,
membiarkan tubuh ini kotor dan rusak, akhirnya bersarang
berbagai macam penyakit, dan mana dapat diharapkan untuk
menjadi sebuah pesawat yang berguna?"
"Betul katamu anak muda, memang harus memperhatikan diri kita,
secara jasmani....... akan tetapi berapa banyak kah manusia yang
memperhatikan dirinya secara rohani" Dus, karena terlalu
cenderungnya manusia kita ini memperhatikan diri hanya dari segi
jasmani, sehingga si kita.
"Aku ini menonjol. Aku inilah yang menguasai jasmani, menyelimuti
hati, dan tanpa kita sadari, si aku ini menjadi raja kesombongan,
566 mengingini kemuliaan tertinggi, tamak dan ingin diperhatikan orang
lain dan selalu berkata: LIHATLAH AKU INI! padahal ia itu tidak
tahu, hai manusia siapakah engkau ini" Dalam keadaan apakah
engkau kini" Dan dalam berapa lamakah engkau bertahan hidup
menumpang di dunia ini".. Ooo, apabila hari Tuhan itu datang,
kuasakah engkau menepuk dada sendiri berkata: "LIHATLAH
AKU!" Ho Siang, Nyuk In, Siauw Yang, Sin Thong dan yang lainnya, tidak
berani menentang pandangan si kakek buntung dan mereka
tertunduk, tenggelam dalam alunan filsafat yang dikeluarkan oleh
kakek ini. Sebetulnya ingin sekali Ho Siang membuka mulut, akan
tetapi didengarnya si kakek sudah mulai berkata lagi,
"Benarlah ucapan Sang Budha yang mengatakan demikian. Duhai
Brahmana, putuskanlah aliran itu (kecendrungan melihat diri
sendiri, kerahkanlah tenagamu, enyahkanlah nafsu-nafsu, setelah
mengetahui ketidak kekalan semua unsur-unsur yang berbentuk
(unsur-unsur) kehidupan, engkau akan mengenal yang tak
diciptakan, Duhai Brahmana!"
Suasana di dalam kalenteng tua itu hening sekali, suara kokok
ayam hutan yang bersahut-sahutan menyambut datangnya pagi
amat keras sekali terdengar. Sementara matahari merangkak ke
atas menyebarkan cahayanya yang berkilat kemilau laksana
tebaran emas mutiara. "Mohon petunjukmu....... bagi kami yang dangkal pengetahuan
ini".. locianpwee," terdengar suara Ho Siang. Pemuda ini kagum
sekali akan kakek kaki buntung yang luas pandangannya.
567 "Tiada seorang yang tidak berpengetahuan, Thian memberikan
kita otak untuk berpikir, dan segala keadaan adalah hasil dari pada
yang kita telah pikirkan. Berdasarkan atas pikiran kita dan dibentuk
oleh pikiran kita, kalian tentu sudah mendengar bukan"


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Rakyat kecil di sepanjang sungai Sin-kiang menjerit-jerit menahan
lapar. Bencana banjir di Tiongkok selatan belum lagi dapat
ditanggulangi oleh Pemerintah Pusat.
"Kini muncul lagi bahaya kelaparan di dusun-dusun sepanjang
sungai Sin-kiang. Ratusan ribu manusia sudah mati kelaparan,
jutaan manusia yang telah kehilangan tempat berteduh dan
kehilangan harta miliknya akibat banjir besar di Tiongkok Selatan
yang menghanyutkan banyak rumah penduduk dan menenggelamkan ribuan manusia yang tak keburu menyelamatkan diri! "Bisul penyakit di negara kita yang telah kalut, ditambah lagi kini
dengan bermunculannya manusia berhati iblis yang secara diamdiam telah mengerahkan kekuatannya untuk menggempur
pemerintah. "Gerakan ini sangat mengancam daratan Tiongkok,
karena pengkhianat-pengkhianat bermunculan di sana sini.
Pasukan Mongol yang dipimpin oleh Khu Bilay Khan sedang
memasang mata untuk melihat keruntuhan ini dan siap menduduki
pemerintahan?""
"Jadi, apakah yang harus kami lakukan locianpwe"... siapakah
pengkhianat bangsa itu, biar teecu yang menghancurkan
kepalanya".!" kata Kong Hwat yang tergerak sekali mendengar
cerita si kakek kaki buntung yang biarpun kelihatannya seperti
568 orang tanpadaksa, akan tetapi bagaikan mempunyai seribu mata
dan seribu telinga. "Aku tahu mereka, akan tetapi tak boleh aku membuka rahasia ini
di depan kalian. Aku tak ingin berkhianat, dan tak ingin pula
mencampuri diri melibatkan dengan urusan politik, akan tetapi.......
kalian patut mengetahui ini, karena kepada kalianlah tergantung
harapan untuk masa datang bagi kalangan pemerintahan
Tiongkok....... O ya, orang muda murid Nakayarvia, aku lupa
namamu, siapa?" "Saja Ho Siang, she Khu!"
"Ho Siang, karena aku mengenal baik dengan gurumu si
Nakayarvia itu, maka biarlah aku mewakili gurumu mengutus
engkau untuk menyelidiki keadaan yang genting ini di Kotaraja.
Kau carilah seorang pembesar yang bernama Tan Su Ko, atau
lebih dikenal dengan sebutan Tan-tayjin. Nah, kau hubungilah
orang itu! Engkau akan mendapat berita banyak dari padanya.
"Setelah itu?" oh ya, tentu tayjin akan mengatur semua ini
kepadamu, dan kalian orang muda yang lain, hati-hatihlah
terhadap pergerakan Kay-pang dan awasilah Pay-cu Sian-lipay........ Nah, sampai di sini pesanku! Jadilah kalian orang-orang
muda yang berjiwa patriot dan mengabdi kepada kepentingan
sesama manusia dan bangsa selamat tinggal!"
Sesudah berkata demikian, amat cepat sekali gerakan kakek itu
sehingga tanpa dapat dilihat lagi, tahu-tahu kakek kaki buntung itu
sudah tidak berada di tempat lagi.
569 Sementara matahari sudah naik tinggi, menerangi ruangan di
dalam kelenteng tua yang penuh dengan kabang-kabang dan tak
terurus lagi! "Y" 15 Sudah terlalu lama kita meninggalkan Song Cie Lay yang berada
di puncak gunung Hong-san di bawah gemblengan tosu sakti Seng
Thian Taysu. Sebagaimana telah diceritakan di bagian depan,
Song Cie Lay inilah murid Swie It Tianglo, satu-satunya murid
mendiang Swie It Tianglo yang masih belum meninggalkan puncak
Tiang-pek-san dan bertemu dengan supeknya Seng Thian Taysu,
diterima sebagai murid selama hampir empat tahun!
Selama hampir empat tahun lamanya itu, Cie Lay digembleng oleh
tosu sakti Seng Thian Taysu dengan ilmu silat ciptaannya yang
bernama Hong-san-cap-jie-liong-sin-kun-hoat (Duabelas pukulan
naga sakti dari gunung Hong-san).
Berkat ketekunan dan bakat yang luar biasa, selama hampir empat
tahun itu, Cie Lay sudah dapat menguasai ilmu silat yang
diturunkan suhunya dengan baik, malah lebih kuat dan cepat dari
yang dimainkan oleh gurunya ini. Girang bukan main Seng Thian
Taysu melihat bakat yang luar biasa yang tertanam dalam diri
muridnya ini, sehingga dengan penuh ketekunan dan kasih sayang
yang besar, tosu ini melatih muridnya dengan luar biasa, sehingga
empat tahun lewat dengan cepatnya. Cie Lay telah menjadi
seorang pemuda berusia duapuluh dua tahun, tubuhnya jangkung
dan wajahnya tampan. 570 Dalam waktu empat tahun ini, kepandaian Cie Lay sudah
meningkat tinggi. Bakatnya yang luar biasa ini, membuat dalam
waktu yang singkat kepandaian suhunya habis sudah dikuras dan
dipindahkan ke dalam tubuh pemuda tampan ini.
Cie Lay benar-benar telah menjadi seorang pemuda yang matang,
matang lahir dan bathin, karena disamping suhunya ini
menurunkan ilmu silat tinggi, tak lupa pula tosu Hong-san ini
menggembleng Cie Lay dengan ilmu kebathinan untuk sebagai
pegangan dalam diri pemuda itu!
Pada suatu pagi, matahari baru saja mengintip dari balik punggung
bukit. Dan menyebar sinarnya yang merah keemasan dan bersinar
cerah. Seng Thian Taysu, yang nampak sudah kelihatan tua sekali duduk
di depan muridnya, di halaman pondok sederhana yang banyak
ditumbuhi oleh tetanaman yang masih basah diselimuti embun
pagi. "Cie Lay......." demikian Seng Thian Taysu berkata kepada
muridnya. Suara amat pelan dan tergetar. Mendengar suara ini,
pemuda itu sampai mengangkat kepalanya dan memandang
suhunya yang menatapnya dengan lembut.
"Sudah empat tahun kau berada di Hong-san, selama itu tidak siasia usahaku menggembleng engkau guna menjadi seorang
perkasa. Kepandaianmu kini sudah cukup tinggi, tinggal saja
mencari pengalaman di dunia kang-ouw, ketahuilah bahwa pada
jaman ini banyak sekali tokoh-tokoh sakti yang bermunculan.
571 Akan tetapi sayangnya, kemunculan tokoh-tokoh ini membawa
kesengsaraan bagi rakyat belaka, merusak aparat negara dan
sengaja dengan diam-diam menjadi musuh dalam selimut untuk
menggulingkan pemerintahan. Tokoh-tokoh sakti itu adalah Bu-tek
Sianli, Pay-cu Sian-li-pay, Thay-lek-hui-mo, Hok Losu, hwesio
Siauw-lim yang tersesat dan yang berkepandaian tinggi dan
banyak lagi tokoh-tokoh yang sudah menggabungkan diri dengan
Sian-li-pay yang terkenal itu, oleh karena itu, Cie Lay hari ini
kuperkenankan kau untuk turun gunung, mencari pengalaman
dan".. ahh mudah-mudahan engkau tidak menemui jalan
sesat......." "Suhu, mohon petunjukmu. Setelah teecu turun gunung, apakah
yang teecu harus perbuat?"
"Engkau masih mempunyai empat saudara seperguruan dari
mendiang Swie It Tianglo, oleh karena itu, carilah mereka,
gabungkan diri dengan mereka....... dan".. soal pembalasan
dendam kepada tiga orang pembunuh gurumu mendiang Swie It
Tianglo, terserah kepadamu saja, akan tetapi ingatlah Cie Lay,
jikalau pembunuhan itu dapat dihindari, janganlah membunuh.
Ingat soal kematian bukanlah urusan kita! Tak boleh kita
menghakimi seseorang dengan mengambil nyawa, tak baik
muridku!" "Terimakasih atas petunjuk suhu?" bilakah teecu turun gunung?"
suara Cie Lay terdengar bergetar.
572 Memang sudah lama sekali ia merindukan untuk turun dari Hongsan ini dan mencari saudara-saudara seperguruannya yang
tercerai berai. Hari ini ia akan turun gunung.
"Sekarang juga Cie Lay!"
"Suhu?".!"
"Pergilah Cie Lay, ini Hong-san-kiam kuberikan kepadamu"...
Selamat jalan Cie Lay!"
"Suhu!" Cie Lay menjatuhkan diri berlutut. Untuk beberapa lama ia
berdiam diri di bawah lutut suhunya, sementara kepalanya diusap
halus oleh kakek itu. Demikianlah, bagaikan burung yang lepas dari sangkarnya, Song
Cie Lay menuruni lereng gunung Hong-san yang terkenal tinggi
dan berbahaya. Pemuda itu mulai perjalanannya yang amat sukar
dan amat berbahaya. Makin jauh Cie Lay menuruni lereng gunung itu, semakin tebal
embun yang menyelimutinya dan hawa dingin menyerang dengan
hebat sehingga ia menggigil kedinginan. Terpaksa Cie Lay
menunda perjalanannya, kedua kakinya menginjak ujung karang,
melepaskan pandangannya jauh ke bawah.
Disini ia mengerahkan sin-kangnya sehingga tubuhnya tiba-tiba
menjadi hangat sekali seakan-akan ia bukan sedang berdiri di
dalam selimutan embun, melainkan diselimuti oleh cahaya terik
panas matahari. Memang lwekang pemuda ini sudah hebat sekali.
573 Tak lama kemudian dari atas kepalanya mengepul uap putih dan
tubuhnya menjadi berpeluh.
Setelah mengusir hawa dingin yang membuat tulang-tulangnya
menjadi kaku kedinginan, ia lalu melanjutkan perjalanannya.
Perjalanan ini memerlukan tenaga gin-kang untuk menjaga jangan
sampai jatuh dari jurang yang penuh dengan batu-batu runcing
laksana mata pedang yang menonjol.
Akhirnya setelah mengalami daerah dingin di sebelah utara
pegunungan Hong-san yang terkenal dengan puncaknya yang
berselimut salju itu, dan sesudah ia berhenti sampai tiga kali
mengerahkan hawa sin-kang di tubuhnya untuk mengusir rasa
dingin, seperti es, ia telah keluar dari daerah puncak dan berada di
tempat yang terang. Pemandangan dari situ amat indah, juga menakutkan sekali. Kalau
tadi ia melihat ke bawah, ia hanya melihat halimun yang gelap
putih, sekarang, apabila ia menundukkan kepala memandang ke
bawah ia melihat alam yang amat luas di bawah kakinya.
Lereng gunung itu masih amat curam, jauh di sebelah selatan
kelihatan berpetak-petak rumah pondok penduduk, dan sawah
ladang yang terbentang luas. Di depannya nampak pohon-pohon
yang kelihatan dari situ amat pendek dan kecil, akan tetapi indah
sekali. Apabila ia menengadah ke atas, nampak warna warni indah dari
pelangi dibentuk oleh kemilau sinar matahari yang menembus
embun mendatangkan warna yang indah dan menakjubkan!
574 Setelah sampai di daerah ini, Cie Lay berlari dengan gesit dan
cepat, mempergunakan gin-kangnya mencelat dari atas batu
karang ke atas batu karang yang lain, laksana walet hitam yang
beterbangan mengelilingi bunga. Hawa dingin tidak terasa lagi
seperti di atas itu, cahaya matahari mulai menghangati tubuhnya.
Akhirnya, setelah dua jam ia menuruni puncak Hong-san yang
penuh dengan jurang-jurang terjal itu, sampailah ia di sebuah tanah
datar dan ketika ia mendongak ke atas, terlihatlah olehnya bahwa
yang dituruninya tadi adalah dinding jurang gunung yang tinggi
menjulang ke atas dan puncaknya, di mana suhunya, Seng Thian
Taysu berada, lenyap ditelan awan putih.
Akan tetapi daerah yang didatangi ini aneh dan asing baginya. Di
depannya terdapat gunung kecil dan di ujung sekali menjulang
tinggi sebuah gunung yang seakan-akan hendak menyaingi Hongsan yang besar.
Cie Lay tidak tahu bahwa itulah puncak gunung Tai-hang-san yang
masih termasuk daerah pegunungan Lu-liang-san. Karena hendak
menjumpai manusia agar ia tahu sampai dimana ia kini berada, Cie
Lay tidak membuang waktu lagi dan cepat melanjutkan perjalanan.
Sebetulnya, pemuda ini tersesat jalan. Seharusnya ia mengambil
jurusan selatan melintasi sebuah anak sungai Ce-kiang yang
terkenal di lereng gunung Hong-san dan menuju ke arah tenggara
kota Peng An, akan tetapi sebaliknya malah, karena Cie Lay tidak
mengenal jalan ia mengambil jurusan ke arah utara, jurusan yang
nampak liar dan tak pernah didatangi manusia.
575 Jalan satu-satunya adalah jalan menurun, dimana di bawahnya itu
terdapat sebuah jurang yang amat dalam dan sayup-sayup oleh
pandangan mata yang terlatih, ia melihat sebuah tanah datar dan
pondok sederhana. Karena hanya dengan cara demikian baru ia
dapat keluar dari daerah liar ini, maka Cie Lay menuruni jurang
yang tertutup kabut itu dengan menggunakan ilmu cecak merayap
di atas dinding dan perlahan-lahan tubuhnya yang melengket pada
dinding jurang itu, turun sambil mengerahkan gin-kang dan
lweekang! Untung sekali matahari sudah naik agak tinggi, sehingga kabut di
dasar jurang itu membuyar tersentuh sinarnya.
Ketika Cie Lay sampai di bawah tanah yang amat lembut dan
berpasir itu, ia berhasil lari cepat dan mencari dengan pandangan
matanya kalau-kalau di dekat situ nampak perkampungan. Tibatiba ia melihat dua sosok manusia sedang bertempur dengan amat
serunya, amat cepat sehingga bagi mata yang tak terlatih, akan
sukarlah baginya untuk mengikuti jalannya pertempuran. Hanya
nampak bayangan merah dan putih berkelebat-kelebat dengan
amat cepatnya, sebentar-sebentar terdengar saara senjata beradu
memercikan kembang api di udara.
Cie Lay terkejut bukan main, ia dapat melihat jelas jalannya
pertempuran itu. Dapat melihat siapa yang tengah bertempur
dengan amat serunya itu. Seorang wanita muda, cantik, berpakaian kembang-kembang
merah, rambutnya yang panjang terurai sebatas pundak, nampak
demikian gesit sekali menerjang seorang pemuda baju putih,
576 kedua-duanya bersenjata sebuah pedang pendek yang
melengkung, berkilau-kilau cahaya kebiruan dan untuk sejenak Cie
Lay hanya bengong memandang kedua orang muda yang
bertempur mati-matian itu.
Dua orang muda itu, amat dikenalnya, Liok Kong In dan Lie Bwe
Hwa. Seperti yang telah dituturkan di bagian depan, Kong In dan Bwe
Hwa, masing-masing telah mempelajari sebuah kitab peninggalan
dari ke dua orang kakek sakti yang bernama Hek-pek-hwa-moko
yang telah meninggal dunia. Bwe Hwa mempelajari kitab
peninggalan Pek-moko, dan mempelajari ilmu silat yang bernama
Pek-hwa-kiam-sut (ilmu pedang bunga putih) yang ditulis oleh Pekmoko.
Dan Kong In, diajak pula oleh Hek-moko ke puncak sebuah gunung
dan diberi sebuah kitab pedang yang bernama Hek-hwa-kiam-sut,
kitab pedang yang sesungguhnya bersumber menjadi satu dengan
Pek-hwa-kiam-sut, karena dua orang Iblis Hitam dan Putih ini


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah saudara seperguruan dan bersumber dari satu ilmu pedang
Hek-pek-hwa-kiam-sut! Akan tetapi semenjak mereka masingmasing mempunyai sepasang pedang Iblis, maka terjadilah
pertempuran-pertempuran dan akhirnya ke dua itu mati di tangan
saudara sendiri! Tiga tahun sudah Bwe Hwa dan Kong In mempelajari ilmu kitah
pedang yang dahsyat itu. Seperti janji mereka pada mendiang
suhunya masing-masing, yaitu untuk mengadu kepandaian
pedang, maka pada waktu yang tepat, Kong In menuruni puncak
577 gunung dan langsung ke lembah Tai-hang-san bertemu dengan
sumoaynya, Bwe Hwa! "Bagus, suheng! Rupanya kau menepati janji suhumu si Hitam itu,
hemm, mari kita coba....... siapa di antara kita yang paling unggul
sebagai murid Hek-pek-hwa-moko!" datang-datang Bwe Hwa
menyambut dengan tarikan pedang Iblis Putih dan serangkum
cahaya berkilau-kilauan oleh sinar perak kebiruan yang memancar
dari logam pedang pendek itu!
Kong In terkejut sekali. Sesungguhnya ia tidak bermaksud untuk
bertempur dengan menggunakan pedang, oleh karena itu dengan
melangkahkan kakinya maju selangkah, ia berkata, "Hwa-moay,
mendiang suhu memesan untuk menguji saja, siapa di antara kita
yang terlihai dan tak perlu menggunakan pedang!"
Bwe Hwa tersenyum. Amat manis sekali senyum gadis itu. Untuk
sejenak Kong In menjadi terpesona oleh senyum Bwe Hwa.
Kenangan di puncak Tiang-pek-san membayang di ruang
matanya. Betapapun sesungguhnya ia mencintai gadis ini, senyum gadis itu,
masih seperti dulu masih mampu untuk mengoyak-ngoyak ruang
hatinya, masih membuat darah di dada pemuda itu berdebardebar. Bagaikan orang yang terkena hikmat pemuda itu
memandang sayu ke arah si gadis. Hatinya menjerit-jerit waktu
Bwe Hwa menggerak-gerakan pedang Iblis hitamnya!
"Suheng Kong In, mengapa kau melongo saja" Cabut pedangmu
dan mari kita bertempur!"
578 "Sumoay, bukan bagini caranya kita mengadu kepandaian, tak baik
menggunakan pedang! Mari kita bertempur dengan tangan kosong
saja. bagaimana?" Aneh mendengar suara perkataan Kong In seperti itu, Bwe Hwa
menjadi marah dan merasa tak puas. Apalagi waktu dilihatnya
pedang di tangannya memancar cahaya aneh, serasa dadanya
mendenyar penuh dengan hawa membunuh. Tangannya bergetar
kuat oleh hawa mujijat yang mengalir ke segenap pembuluh
darahnya! "Kong In Suheng, tak perlu banyak membuang waktu. Sambut
seranganku!" Bwe Hwa melompat maju menerjang Kong In dengan
pedang pendek yang mengeluarkan cahaya aneh itu. Terkejut
sekali hati pemuda itu merasa tenaga yang mujijat mendorong
tubuhnya dan hampir saja iganya tersambar pedang sumoaynya
kalau tidak cepat-cepat ia melompat ke samping dan mencabut
pedangnya pula. Sinar hitam memanjang berkilat merupakan bayangan maut di
tangan Kong In. Rasa gentar yang tadi menyelusuri hatinya lenyap
sudah setelah ia memegang pedang Hek-hwa-kiam (pedang
bunga hitam). "Bagus, mari kita mengukur kepandaian?" lihat pedang!"
bentakan nyaring Bwe Hwa merupakan kilat putih menyambar
kepala Kong In. Dengan gerak kilat Kong In menangkis pedang
lawan dan mengirim pukulan ke depan.
"Dess, tranggg!" bunga api hitam dan putih memercik di udara.
Keduanya terhuyung ke belakang Masing-masing melihat ke arah
579 pedangnya, lega hati mereka melihat pedangnya tidak cacad,
malah sinar hitam dan putih itu memancar menyerupai hawa panas
membara. Di dalam dada Kong In dan Bwe Hwa tersembunyi rasa
tak puas. Mereka saling menerjang lagi.
"Suheng, tak dapat kau menangkan kepandaianku, menyerahlah
kau dan berlutut di depan suhu, menyatakan kau sudah kalah
olehku!" Dari balik gumpalan sinar pedang terdengar suara nyaring
Bwe Hwa mengejek. Kong In menjadi panas hati, "Sumoay, jangan tekebur, engkaulah
yang harus kukalahkan dan menyatakan kekalahanmu di depan
suhu Hek-moko, dan berlutut di depanku!"
"Ha ha ha suheng, tak mungkin kau kalahkan aku, tak mungkin.......
suhu Pek-moko lebih lihai dari Hek-moko!"
"Sumoay, jangan tekebur, pedangku ini akan memenggal
lehermu?".!" "Pedangku ini akan menghirup darahmu?". hik hik hik!"
"Ganas kau!" Kong In membentak marah karena serangan gadis
sumoaynya ini benar-benar dahsyat dan cepat. Kalau tadi pedang
putih itu sampai menemui sasaran, tentu lehernya akan putus
terpenggal pedang di tangan sumoaynya.
Bertambah penasaran Kong In dan ia menggerakan pedang
hitamnya dengan gerakan istimewa dari ilmu pedang Hek-hwa580
kiam-sut ciptaan Hek-moko. Terdengar bunyi keras dan
pedangnya berhasil menempel pedang putih Bwe Hwa, akan tetapi
sebelum ia membetot, secara aneh sekali pedang itu telah terlepas
kembali dan ternyata Bwe Hwa telah dapat membebaskan
pedangnya dengan amat mudah dari tenaga tempelan yang luar
biasa itu. Di lain saat pedang itu telah menjadi sinar putih memanjang dan
menyerang ke arah pundak untuk membikin putus tulang pundak!
Melihat keganasan sumoaynya itu, Kong In menjadi marah dan
penasaran, hawa membunuh sudah membayang dalam diri
masing-masing. Kong In menggerakan pedangnya memutar dengan jurus yang luar
biasa, suara berciutan menyambar di atas kepala si gadis, akan
tetapi dengan memiringkan kepalanya, pedang hitam itu lewat di
samping Bwe Hwa, kemudian Bwe Hwa melakukan serangan
balasan yang tidak kalah hebatnya.
Tiba-tiba terdengar bentakan keras.
"It-suheng, Hwa sumoay! Kalian sudah gila, berhenti!" yang
membentak adalah Cie Lay dan sekali kakinya menotol tanah,
tubuhnya melayang dan menerjang Kong In dan Bwe Hwa dengan
pedang Hong-san-kiam yang diputar di atas kepala.
Tiga buah sinar pedang berkeredep dan bunga api memercik di
udara. Ke tiga orang muda itu terpental ke belakang oleh dorongan
tangan kiri Cie Lay dan pedangnya membentur dua pedang yang
luar biasa lihainya itu. 581 Cie Lay terhuyung-huyung ke belakang. Begitu pedangnya
menjadi somplak oleh benturan kedua pedang hitam dan putih tadi,
Cie Lay menjadi terkejut dan memandang kepada dua orang muda
di depannya itu bergantian. Tak mengerti!
"Cie Lay....... kau?" Kong In menegur.
"Jie-suheng?"!"
"It-suheng dan Bwe Hwa sumoay, kalian ini....... mengapa
bertempur?" Cie Lay bertanya sambil menyarungkan pedangnya
menghampiri suheng dan sumoaynya.
Pada saat itu, dari kejauhan mendatangi seorang pemuda dan
seorang gadis jelita. Orang muda itu nampak kelihatan girang
sekali, berseru. "Kong In suheng, Cie Lay?" Bwe Hwa sumoay!"
Ketika orang muda itu menoleh dan alangkah terkejut dan
herannya mereka melihat Tiang Le berjalan bersama seorang
wanita muda jelita, kelihatannya lembut dan manis! Apabila Bwe
Hwa memandang ke arah lengan pemuda yang buntung sebelah
kanannya itu berubah wajah Bwe Hwa dan entah mengapa hatinya
terasa tidak enak benar. Hati itu merasa bersalah!
Dan hati itu, hmm, panas bukan main melihat Tiang Le didampingi
oleh wanita cantik jelita. Seperti telah kita kenal, wanita muda ini
adalah Cia Pei Pei! Tiga tahun sudah Tiang Le mempelajari ilmu kitab yang didapat
dari Pei Pei dan alangkah girang hatinya merasa bahwa jurus-jurus
dalam kitab itu amat sejalan dengan kemampuannya. Seakan582
akan dengan kebuntungan lengan kanannya itulah justru
merupakan syarat utama untuk bisa melatih ilmu silat yang tertera
dari kitab kuno yang bernama ilmu silat tangan buntung, gerak
tangan kilat dan duapuluh satu langkah-langkah sakti!
Demikianlah tiga tahun sudah Tiang Le melatih diri dan pada suatu
hari, pemuda itu mengajak Pei Pei untuk mengembara mencari tiga
orang musuh-musuhnya, mencari saudara-saudara seperguruan
yang telah lenyap! Dan secara kebetulan sekali mereka bertemu
dengan tiga orang muda ini.
Tiang Le girang sekali hatinya. Ia menjurah dan memperkenalkan
Pei Pei kepada saudara seperguruannya ini.
"Senang sekali saya bertemu dengan sam-wi kalian bertiga yang
gagah dan saudara seperguruan dari Tiang Le koko.......!" Pei Pei
menjura dengan hormat. Senyum manis itu menyorotinya segar di
wajah si gadis. Ke tiga orang muda itu membalas hormat.
Kong In dan Cie Lay menganggukkan kepala.
Akan tetapi, tiba-tiba Bwe Hwa menarik keluar pedang Pek-hwakiam dan langsung membentak kepada Kong In: "Suheng".. mari
kita lanjutkan pertempuran tadi, seorang di antara kita belum ada
yang kalah, kita harus membuat penentuan!"
Kata-kata ini ditutup olah gerakan sinar pedang putih di tangan
Bwe Hwa. Amat cepat sekali gerakan menusuk yang bertubi-tubi
itu sehingga mau tidak mau Kong In telah mencelat dan mencabut
583 pedangnya dan membentak keras: "Sumoay, kau keras kepala!
Hari ini kau harus tunduk kepadaku!"
Pedang hitam itu menyambar. Tiang Le cepat mencelat ke tengahtengah arena pertempuran dan mengangkat tangannya
mencegah: "Suheng, sumoay....... jangan bertempur, berhenti!"
Akan tetapi mana kedua orang muda ini mau berhenti malahan
bertambah dahsyat lagi mereka bertempur. Tiang Le menjadi
terkejut sekali melihat kedua pedang yang mengeluarkan cahaya
menyeramkan itu. Cahaya aneh yang membuat si pemain pedang berhasrat untuk
saling membinasakan lawan. Inilah kehebatan Sepasang Pedang
Iblis Hek-pek-kiam di tangan ke dua orang muda itu!
Tiang Le memandang ke arah Cie Lay.
"Entahlah, kutemui mereka tadi juga sedang bertempur!"
"Biar kuhadapi mereka," berkata demikian Tiang Le telah
mengeluarkan pedang pusaka buntung.
"Sute, hati-hatilah".. sepasang pedang itu amat luar biasa, Cie
Lay memperingati dan ia sendiri bersiap sedia untuk memisahkan
pula." "It-suheng dan Bwe Hwa, harap berhenti!" Tiang Le memperingati
kedua orang yang sedang bertempur dengan amat seru dan hebat
luar biasa. 584 Kilatan pedang hitam dan putih berkeredep menyambar lawan
masing-masing, di antara gundukan dua buah pedang yang amat
cepat itu,terdengar hampir berbareng Kong In dan Bwe Hwa!
"Tiang Le, jangan turut campur kau! Biar kami menyelesaikan
urusan masing-masing!"
"Kalau kalian tidak berhenti, aku turun tangan suheng!" Tiang Le
berseru lagi. "Ha! Tiang Le, sudah buntung lenganmu, jangan menyia-nyiakan
nyawamu....... lebih baik kau pergilah cari Sian Hwa-moay, dia
amat mencintaimu".. akan tetapi?"" Kong In tak melanjutkan
kata-katanya karena pedang putih di tangan Bwe Hwa menyambar
dengan ganas sekali. Terpaksa ia menangkis.
Dua sinar pedang saling bertemu dan bunga api berpijar. Ke dua
melompat mundur untuk melihat pedang masing-masing. Mereka
merasa lega melihat pedang masing-masing tidak menjadi rusak
oleh benturan yang keras tadi, tanda bahwa pedang mereka samasama hebat!
Dalam detik-detik selanjutnya dua orang kakak adik seperguruan
itu sudah saling serang lagi dengan sengit dan ganas. Sepasang
Pedang Iblis Hek-pek-hwa-kiam bergulung-gulung merupakan
sinar berwarna hitam dan putih, amat indah dipandang dan
mendebarkan hati karena tegangnya.
Cie Lay dan Tiang Le tahu bahwa permainan kedua orang saudara
seperguruannya ini, meskipun dilihat indah, akan tetapi
585 bersembunyi tangan-tangan maut yang setiap waktu dapat
mencabut nyawa seorang di antara ke dua pemainnya.
Tahu bahwa mereka tidak dapat lagi dipisahkan hanya dengan
kata-kata, Tiang Le berseru keras dan tahu-tahu tubuhnya sudah
menerjang ke tengah-tengah dua orang saudara seperguruan
yang tengah bertempur. Tanpa memberi kesempatan lagi, ia lalu
menyerang membabat dari kanan dan kiri!
Sinar pedang berkilat menyambar, amat cepat sekali gerakan
Tiang Le ini, dan begitu pedangnya beradu dengan kedua pedang
lawan dengan gerak kilat, tahu-tahu pedang buntungnya sudah
masuk ke dalam sarung di pinggang dan bagaikan ada sebuah
guntur menyambar dengan amat dahsyatnya, tahu-tahu, begitu
tangan kiri Tiang Le mendorong ke kanan dan kiri, baik Bwe Hwa
mau pun Kong In sudah terpental ke belakang!
Tentu saja Kong In dan Bwe Hwa menjadi terkejut sekali. Dan
mereka tak mengerti bagaimana mereka masing-masing sampai
bisa terpental ke belakang, tadi begitu ia merasa ada angin lembut
menyambarnya, Bwe Hwa dan Kong In membabat dengan
pedangnya masing-masing dan mendorong ke arah lawan, akan
tetapi sangat tidak diduga karena begitu pukulan mereka saling
bertumbuk, tahu-tahu sebuah gelombang dahsyat telah
menggempur kuda-kuda mereka!
"It-suheng, Bwe Hwa sumoay, apakah kalian ini sudah gila"
Mengapa bertempur seperti itu" Kalau kalian haus akan
pertempuran tingkat tinggi, mengapa tidak mencari musuh-musuh
mendiang suhu dan membalas sakit hati ini" Suheng dan sumoay,
586 sadarlah, hentikan kegilaan kalian, mari kita mencari musuhmusuh suhu! Kita berlumba, siapa paling dulu yang dapat
membalas sakit hati suhu!"
"Tiang Le, sombong kau! Aku bukan anak kecil lagi seperti dulu!
Aku kini adalah murid mendiang Hek-moko. Berani kau
menghadapi pedang iblisku?" Kong In menantang.
Panas sekali hatinya kepada pemuda lengan buntung ini. Memang
sejak ia tahu Bwe Hwa mencintai Tiang Le, entah mengapa hati
pemuda ini tidak senang terhadap Tiang Le. Apalagi kini, sekali
bergebrak saja ia sudah tergempur kuda-kudanya. Tak boleh jadi.
Masa Tiang Le dapat mengalahkanku"
Di lain pihak, Bwe Hwa juga merasa tak puas dan penasaran
kepada Tiang Le. Ia betul-betul menjadi panas hati dan tak senang,
begitu melihat Tiang Le berjalan dengan gadis lemah itu.
Seandainya, gadis itu Sian Hwa, mungkin ia takkan semarah ini.
Akan tetapi gadis lemah lembut itu bukan Sian Hwa, hemm,
apakah pemuda suhengnya ini bermain gila lagi dengan
perempuan lain dan tidak menghiraukan Sian Hwa sumoay"!
Saking panasnya hatinya yang mendidih itu. Tanpa berkata apaapa lagi, gadis itu sudah menerjang Tiang Le dengan pedangnya,
dibarengi dengan gerakan Kong In yang telah menggempur


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan dahsyat sekali. Cepat Tiang Le mencelat ke atas menghindarkan datangnya
sepasang pedang yang mengeluarkan hawa yang aneh itu dan
telah menarik pedang buntungnya dan membalas menangkis
587 pedang Kong In dan Bwe Hwa. Bunga api memercik di udara, akan
tetapi pedang mereka masing-masing tidak rusak karenanya,
tanda bahwa pedang mereka berimbang dalam kekuatannya!
Pedang di tangan kiri Tiang Le adalah sebatang pedang pusaka
buntung yang pada puluhan tahun telah menggemparkan dunia
persilatan, biarpun pedang ini agak pendek dari ukuran pedang
yang lain, namun terbuat dari pada baja putih yang kuat sekali. Besi
biasa dapat putus dengan mudah oleh sabetan pedang Tiang Le,
di lain pihak pedang di tangan Kong In dan Bwe Hwa adalah
sepasang pedang iblis yang luar biasa!
Hebat sekali desakan pedang iblis dari tangan Kong In dan Bwe
Hwa. Bagaikan kilat putih yang menyambar-nyambar pedang di
tangan Bwe Hwa membuat gerakan yang menusuk, sedangkan
pedang hitam di tangan Kong In berkelebat cepat menyambar leher
Tiang Le. Amat cepat sekali gerakan dua pedang yang luar biasa ini. Akan
tetapi, Tiang Le bukanlah pemuda yang tiga tahun yang lalu, kini
pemuda lengan buntung ini telah mewarisi ilmu silat luar biasa yang
sukar untuk dicari keduanya.
Menghadapi keganasan silat dari kedua orang saudara
seperguruannya ini, Tiang Le terkejut dan membentak keras. Ia
mengumpulkan tenaganya pada tangan kiri, menanti datangnya
pedang lawan sampai dekat, kemudian sekali gus ia mencelat ke
atas dengan dua macam gerakan.
Pedang buntungnya, dengan gerakan yang cepat sukar diikuti oleh
pandangan mata telah terselip di pinggangnya dan bagaikan kilat
588 menyambar tangan kirinya mendorong ke arah depan dan
belakang dengan pukulan gerak tangan kilat yang luas.
"Dess!" dua pukulan yang luar biasa itu membuat tubuh Kong In
dan Bwe Hwa terhuyung-huyung ke belakang. Akan tetapi
sungguh di luar dugaan dari Tiang Le, karena dengan kecepatan
yang luar biasa bagaikan komando, serentak Kong In dan Bwe
Hwa sudah menerjang kembali dengan kilatan pedang yang sukar
diikuti oleh pandangan mata.
Cie Lay yang menyaksikan pertempuran ini, berkelebat ke tengahtengah pertempuran dan cepat menangkis pedang Bwe Hwa yang
menyambar bagian pundak Tiang Le. Akan tetapi begitu tangan kiri
Bwe Hwa dan Kong In bergerak memutar, tahu-tahu tubuh Cie Lay
terlempar jauh dan Tiang Le sendiri terhuyung dan cepat melompat
ke belakang lalu berdiri dengan muka pucat. Darah mengucur
keluar dari ke dua pundak Tiang Le yang terserempet pedang
hitam Kong In! "Koko......." Pei Pei berlari menghampiri Tiang Le.
"Aku tak apa-apa Pei-moay. Sungguh lihay suheng dan sumoay,
ganas, ahh....... dan luar biasa pedang setan itu!" Tiang Le
menekan pundaknya yang bercucuran darah. Pei Pei cepat
merobek kain bajunya dan membalut pundak Tiang Le.
Tentu saja tadi karena Tiang Le tidak menduga-duga akan
serangan mendadak dari kedua orang seperguruannya ini, saking
cepatnya gerakan pedang lawan dengan jurus yang amat aneh dan
dahsyat, tak keburu Tiang Le menghindarkan sabetan pedang
Kong In. Hampir saja ia berteriak waktu pedang hitam itu benar589
benar hendak memenggal lehernya. Hebat! Entah apakah Kong In
dan Bwe Hwa ini sudah gila hendak membunuhnya"
Di lain pihak, dengan napas yang agak memburu, Bwe Hwa berdiri
tegak dengan pedang dilintangkan di depan dada. Gadis berusia
duapuluh tahun ini kelihatan gagah sekali, matanya memandang
Tiang Le dengan berapi, dadanya memburu melihat sikap Pei Pei
yang demikian mesra membalut luka di pundak Tiang Le.
Ingin sekali saat itu ia menerjang gadis itu dan menusukkan
pedangnya ini di dada gadis yang membuat dadanya menjadi
panas bagai kawah api yang hendak meletus, wajahnya sebentar
merah, sebentar putih, pucat bagaikan kertas. Dadanya berombak
turun naik. apabila, pandangannya itu terbentur ke arah lengan
kanan Tiang Le yang sudah buntung sebatas pundak, terasa
matanya menjadi panas pandangannya menjadi nanar oleh
genangan air mata yang hendak pecah!
Tiang Le memandang Bwe Hwa, dua pasang mata yang saling
membentur itu meledakkan bendungan air mata si gadis yang tadi
ditahan-tahan hendak meluas. Bwe Hwa menubruk Tiang Le dan
menangis, membenamkan kepalanya di dada pemuda itu.
"Tiang Le koko........ kau... ampunkan..... aku... tanganmu.......
aduh....... koko....... kau....... buntungilah tanganku ini......... aku...
aku....... telah membuatmu menderita....... aku jahat......... aku
berdosa...... koko, biarlah aku membalas penderitaanmu ini......
aku berdosa...... malah tadi hampir saja aku membunuhmu...... ya,
Tuhan....... biarlah aku menerima hukuman....... Tiang Le koko
jangan kau marah kepadaku........ biar aku membuntungi tangan
590 ini......." dengan gerakan yang amat cepat Bwe Hwa menggerakan
tangan kanannya dan...... "Srattt!" darah merah menyembur dari
tangan kiri gadis itu membasahi dada Tiang Le.
Bagaikan disentak ular berbisa, Tiang Le mendorong tubuh Bwe
Hwa. "Bwe Hwa...... kau...... kenapa kau lakukan itu......?"
Sambil menahan nyeri pada lengan kirinya, Bwe Hwa memandang
Tiang Le dengan tatapan sayu. Beberapa butir air mata meloncat
jatuh di atas sepasang pipi yang memucat.
"Tiang Le koko....... kini legalah hatiku, aku........ aku...... aku....
ahhh," Bwe Hwa menggigit bibirnya. Butir-butir air mata
membasahi pipinya. Pandangan Bwe Hwa semakin redup, seperti
lampu yang kehabisan minyak. Ia memegangi lengannya yang
penuh darah. Tiang Le menghampiri Bwe Hwa menotok jalan darah yang
mengucur deras itu. "Sumoay Bwe Hwa...... kenapa kau jadi begini sumoay...... kenapa
kau lakukan...... itu....... ahh, sumoay....... aku tidak menaruh
dendam sedikitpun kepadamu aku tidak memarahimu sumoay......"
"Tiang Le koko......!"
"Sumoay......."
591 Baru saja Tiang Le hendak merangkul gadis itu. Tiba-tiba
serangkum hawa dingin menyambar di belakangnya. Cepat Tiang
Le menggeser kakinya dan menoleh ke belakang,
"It-suheng Kong In........"
"Bagus Tiang Le. Sesudah kau menghancurkan hati Sian Hwa
yang mencintaimu mati-matian, kini kau bermain gila dengan
perempuan lain dan melupakan sumoay Sian Hwa. Sekarang,
karena kau, Bwe Hwa kehilangan lengannya, keparat! Aku harus
mengadu nyawa denganmu!"
"Singg!" pedang Hek-hwa-kiam tercabut di tangan Kong In dan
tanpa mengatakan apa-apa lagi dengan nada penuh amarah ia
menerjang Tiang Le dengan gerakan Hek-hwa-kiam-sut yang aneh
dan kuat. Terkejut sekali Tiang Le, dengan cepat pula mencabut
pedang buntungnya dan mencelat ke samping menangkis pedang
lawan. "It-suheng........ hentikan!"
"Tidak! Kau harus mampus di tanganku! Kau binatang, laki-laki jayhoa-cat........ jahanam!" Suara Kong In menggeledek dibarengi
dengan kilatan pedang hitam menyambar Tiang Le. Akan tetapi
belum lagi Tiang Le menggerakan tubuhnya menghindari serangan
Kong In, sebuah sinar putih berkeredep memanjang dan tahu-tahu
pedang Kong In sudah tertangkis oleh pedang putih Bwe Hwa.
"It-suheng, tak boleh kau menyerang Tiang Le!"
592 "Sumoay....... kau....... kau masih mencintai Tiang Le, si buntung
ini?" Kong In bertanya, sementara hatinya serasa diiris. Tangannya
yang memegang pedang agak tergetar.
"Suheng....... kau tahu yang membuntungi lengan Tiang Le adalah
aku......., karena aku tak puas Tiang Le lebih tinggi kepandaian
silatnya dari padaku....... karena....... aku........ aku mencintainya....... dan....... membencinya. Sepatutnya lenganku ini
buntung untuk Tiang Le........ dan kau, suheng....... kau tidak
berhak mencampuri urusanku. Andaikata sekarang inipun aku
masih mencintai Tiang Le, kau mau apa?"
Pucat wajah Kong In, serentetan kata-kata Bwe Hwa membuat
kedua kakinya menggigil. Dari dulupun ia sudah dapat menduga
bahwa sumoaynya ini telah menaruh hati kepada Tiang Le, akan
tetapi....... setelah Tiang Le kehilangan lengan, dan dicintai pula
oleh Sian Hwa, masih jugakah gadis itu mencintai Tiang Le"
Untuk beberapa lama Kong In tak dapat berkata apa-apa.
Dilihatnya Bwe Hwa terhuyung-huyung. Dilihatnya Tiang Le
menyanggah tubuh Bwe Hwa, dilihatnya si gadis pingsan dalam
dekapan Tiang Le. Setan! Aku harus mengadu nyawa dengan
pemuda jay-hwa-cat ini, pikir Kong In dengan dada yang serasa
hendak meledak. Pedangnya ditarik ke atas.
Melihat suhengnya hendak bertempur lagi dengan cepat Cie I.ay
memegang lengan Kong In dan berkata perlahan: "It-suheng.......
sudahlah, jangan menuruti nafsu hati....... ingatlah kita masih
bersaudara, tak baik saling tempur dengan sesama saudara
593 seperguruan. Urusan kita masih banyak suheng, kita belum
memenuhi kewajiban untuk membalas sakit hati mendiang suhu!"
Kong In menoleh ke arah Cie Lay dan berkata: "Sute, aku harus
musnahkan dulu si buntung ini. Kau tahu, gara-gara Tiang Le
semuanya jadi berantakan!"
"Lupakan itu suheng.......!!"
"Apa?" Cie Lay, apakah kau telah melupakan Sian Hwa?"
Bukankah engkau mencintai Sian Hwa?""
Cie Lay tertunduk. "Sayang gara-gara Tiang Le semuanya jadi kacau. Dia merayu
Sian Hwa, sehingga engkau bertepuk sebelah tangan, kini dia
hendak bermain gila dengan Bwe Hwa, keparat! Aku harus
membuat perhitungan dengan si buntung itu, sute lepas!!" Tangan
Kong In mengibas. "It-suheng.......!"
Akan tetapi dengan gerakan yang cepat dan kuat Kong In telah
mendorong Cie Lay dan telah menotoknya. Dengan menggeram
keras ia membentak: "Tiang Le, kau harus mampus di tangan ku!" Dengan bernafsunya
Kong In menerjang dengan pedang terhunus.
Cepat Tiang Le meloncat ke kanan menghindarkan suara
samberan pedang yang amat cepatnya mengarah iganya. Melihat
594 kelakuan It-suhengnya yang bernafsu hendak membunuhnya ini,
Tiang Le tersenyum sinis dan mengejek: "It-suheng, dari dulu kau
belum juga berubah, watakmu berangasan dan sombong, hemm,
apa kau kira aku takut kepadamu?"
"Tiang Le, sekarang kau sudah kehilangan lengan. Apakah kau
masih mampu berbuat sombong seperti di puncak dulu?"
Tiang Le menggelengkan kepala.
"Kong In, hanya orang yang bodohlah yang suka menyombongkan
dirinya. Soal kepandaian, tak ada yang dapat membuat diriku
sombong, apalagi setelah lenganku ini buntung........ akan tetapi
Thian sungguh adil dengan tanganku ini, yang hanya satu-satunya
apa kau kira aku takut menghadapimu?"
"Bagus, kalau begitu. Terima ini!" Pedang hitam berkelebat waktu
tubuh Kong In mencelat tinggi dan turun sambil menyerang dari
atas ke arah kepala Tiang Le.
Kagum sekali Tiang Le menyaksikan gin-kang yang tinggi dari
Kong In, dengan gerakan yang cukup gesit pula, ia mencelat tinggi
dan menangkis pedang lawan. Benturan ke dua pedang di udara
membuat ke duanya melayang-layang mundur. Dan bunga api
memercik di udara. Setelah menginjak tanah Kong In merasa penasaran dan marah,
dengan bentakan yang keras dia menerjang lagi. Tiang Le
menangkis dan membalas menyerang. Sebentar saja keduanya
sudah bertempur dengan amat serunya.
595 Pei Pei memandang ke arah pertempuran yang sedang
berlangsung dengan dada berdebar tegang. Ia tidak dapat melihat
jelas yang mana tubuh Tiang Le dan yang mana tubuh Kong In
karena mereka bertempur dangan amat serunya, hanya nampak
segumpalan bayangan pedang yang berkelebatan saling
menyambar. Kedua-duanya sama mempunyai ilmu silat tingkat
tinggi. Tentu saja kalau Tiang Le menghendaki dari tadi pun ia sudah
dapat merobohkan it-suheng nya ini. Akan tetapi dasar Tiang Le
mempunyai watak yang selalu mengalah, sehingga tak mau ia
dengan cepat mengalahkan suhengnya. Meskipun di dalam hati ia
merasa amat kagum dan terkejut melihat ilmu silat yang demikian
kuat dan ganas, yang dimainkan dengan sebuah pedang hitam
yang mengeluarkan cahaya aneh!
Untung saja ia mempunyai pedang pusaka buntung, pedang yang
ratusan tahun yang lalu, dikenal sebagai pedang pusaka ampuh
yang bernama Liong-cu-kiam (Pedang Naga Mustika) yang telah
buntung. Dengan pedang inilah Tiang Le mainkan jurus ilmu silat
Tok-pik-kiam-hoat yang lihai!
Bagaikan orang yang baru tenggelam dari mimpi yang amat buruk,
Bwe Hwa sadar dari pingsannya. Begitu ia membuka mata,
dilihatnya Tiang Le dan Kong In tengah bertempur dengan matimatian.
Nampak Tiang Le agak terdesak dan mundur-mundur
menghindarkan serangan pedang maut dari Kong In. Tentu saja
karena Tiang Le banyak mengalah, akhirnya lama kelamaan ia
596 terdesak oleh rangsekan jurus-jurus aneh dari Kong In yang sangat
bernafsu untuk membunuhnya!
Sambil menahan rasa nyeri yang amat hebat pada luka di tangan
kirinya, Bwe Hwa merangkak hendak bangun. Terasa sebuah
tangan yang amat lembut menyentuh pundaknya.
"Cici, kau jangan banyak bergerak, darahmu masih keluar
terus.......!" Bwe Hwa menoleh, dilibatnya Pei Pei sedang merangkul
pundaknya menahan ia berdiri. Luka di lengan kirinya sudah dibalut
oleh robekan baju Pei Pei.
"Kau.......?" Bwe Hwa memandang gadis yang lemah lembut itu,
"Cici?"." "Kau yang membalut lukaku ini"' tanya Bwe Hwa melirik ke arah
lengan kirinya. Pei Pei mengangguk. Tiba-tiba matanya menggenang embun yang
berkilat di kelopak mata si gadis. Setitik air mata turun melintasi


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pipi. "Siapa namamu?"
"Cia Pei Pei?"" sahut Pei Pei.
"Kau mencintai Tiang Le?"
597 Gugur bendungan air mata si gadis. Pei Pei menggigit bibirnya,
sementara lintasan air bening terasa di bibir. Hidungnya yang
mancung berkembang kempis. Matanya semakin basah.
"Pei Pei?" jawablah pertanyaanku, benarkah kau mencintai
suhengku Tiang Le?" Bwe Hwa bertanya lagi. Matanya
memandang serangan wajah Pei Pei yang telah basah oleh air
mata yang membanjir. "Cici?"! Aku?"" Pei Pei tak kuasa untuk menjawab, dia tahu
bahwa wanita yang telah buntung lengannya ini telah menyatakan
cintanya kepada Tiang Le. Malah nampaknya begitu setia dan
bertekat untuk memiliki Tiang Le, sedangkan dia, tak patut ia
mendampingi Tiang Le. Tak boleh ia merebut kekasih orang. Ia harus mengalah dan?"
teramat sukar sekali gadis itu untuk menjawab pertanyaan Bwe
Hwa. "Pei Pei?" aku tahu kau cinta pada Tiang Le bukan"
Katakanlah".. aku tidak marah kepadamu, memang engkau
berhak memiliki Tiang Le, dia lebih sesuai denganmu sedangkan
aku....... ahhh," sambil mengeluh dengan suara isak yang tertahan,
Bwe Hwa menekankan tangan kanannya dan sekali ia menggerak
tahu-tahu pedang putihnya sudah menyambar ke arah Tiang Le
dan Kong In. Amat cepat sekali gerakan gadis ini, sehingga baik Tiang Le
maupun Kong In mencelat mundur, akan tetapi begitu melihat yang
membantu adalah Bwe Hwa, bertambah kalap lagi Kong In
menyerang Tiang Le. 598 Pedang pendek Bwe Hwa berkelebat lagi menangkis pedang Kong
In. "Suheng?" jangan kau menyerang Tiang Le!"
"Apa" Kau hendak membela si buntung ini?"
Wajah Bwe Hwa semakin pucat karena banyak darah yang dari
lukanya. Akan tetapi dengan bibir memucat ia masih juga
tersenyum. "Suheng, jangan harap kau dapat mengganggu seujung
rambutpun kepada Tiang Le. Kalau kau membunuh dia,
langkahilah dahulu mayatku!" Bwe Hwa membentak.
Pucat wajah Kong In. Tiang Le menjadi bingung.
"Sumoay, kau minggirlah, lukamu?"."
"Koko....... aku akan melindungimu sampai aku mati, tak
seorangpun boleh mengganggumu!!"
"Jangan begitu Bwe Hwa, aku masih sanggup menandingi Kong
In," bantah Tiang Le.
"Koko, kau mundurlah, jangan kau bikin cemas hati Pei Pei, dia
amat mencintaimu koko?" Biar aku hadapi Kong In!"
599 Kata-kata Bwe Hwa disambut oleh ketawa keras Kong In:
"Haaa....... haa, Bwe Hwa moay, kau sudah tergila-gila sama Tiang
Le, kau hendak membelanya" Baik mari kita lanjutkan
pertandingan kita, siapa di antara kita yang unggul, haa....... haa."
"Kong In, kau menghinaku bangsat, hari ini kau harus mampus di
tanganku!" saking marahnya, Bwe Hwa bagaikan harimau luka dia
menubruk maju, pedangnya menyambar membabat leher Kong In.
Akan tapi sambil tertawa keras Kong In dengan mudah mengelak
dan tangan kirinya mendorong tubuh Bwe Hwa. Segera Bwe Hwa
miringkan tubuhnya dan balas menyerang dengan pedangnya.
Kong In terus tertawa. Menghindari tusukan pedang Bwe Hwa.
Suara ketawanya seperti orang hendak menangis, air matanya
bercucuran selagi dia tertawa.
Kasihan sekali pemuda ini. Sesungguhnya biarpun Kong In
berwatak kasar dan berangasan, akan tetapi mendengar
perkataan Bwe Hwa yang amat menusuk-nusuk hatinya tadi,
membuat ia melampiaskan kekecewaan hatinya itu dengan
tertawa. Akan tetapi, ia tak menyadari bahwa perbuatannya itu di luar dari
sadarnya. Ia terus tertawa-tawa, sementara hatinya menangis.
Bwe Hwa yang merasa ditertawai oleh Kong In menjadi panas dan
pedangnya berkelebat mengirim serangan bertubi-tubi. Hanya
Tiang Le yang dapat menyelami perasaan itu suhengnya! Ia tahu
sekali, betapa kecewa hati suhengnya, karena dengan terang600
terangan Bwe Hwa menyatakan cintanya
melindunginya, malah bersedia mati untuknya!
kepadanya, Ah, Bwe Hwa....... mengapa kau mencintaiku mengapa" Mengapa
kau tidak membalas kasih sayang it-suheng" Pikiran Tiang Le kalut
sekali. Cemas melihat Kong In masih tertawa-tawa seperti orang
gila. Sementara Bwe Hwa semakin bernafsu untuk merobohkan
Kong In! Pada saat itu itu, entah dari mana datangnya, terdengar bentakan
keras dan sesosok tubuh berkelebat menyambar tubuh Kong In
dan Bwe Hwa yang tengah bertempur. Terdengar suara pedang
beradu dan beberapa detik kemudian, Kong In dan Bwe Hwa
mencelat mundur. Ke duanya memandang ke arah tubuh yang sudah berlumuran
darah, seorang gadis berkerudung hitam telah menggeletak di
tanah sambil memegangi dadanya yang rupanya terkena tusukan
pedang Bwe Hwa dan Kong In!
"Suci....... suheng....... me....... mengapa kalian bertempur"..
aduhh....... Ti....... Tiang Le?" kokooo.......!"
"Sian Hwa?"!" Tiang Le dan Kong In berseru hampir berbareng,
memburu ke arah gadis kerudung hitam itu. Dengan gerakan cepat
tangan kiri Tiang Le membuka kerudung hitam si gadis.
"Kau....... kau....... kau Sian Hwa?" Tiang Le dan Kong In
terperanjat melihat sebuah wajah yang hitam gesang seperti pantat
kuali. Wajah itu penuh dilumuri air mata yang berjatuhan bertitiktitik. Wajah itu memang wajah Sian Hwa!
601 "Kokooo....... aku... aa... mengapa.... su... ci dan su... heng
bertempur....... aduh"..!" Sian Hwa menekan dadanya yang
berlumuran oleh darah. Pandangannya menatap saja ke arah
Tiang Le, Kong In dan Bwe Hwa.
Tak tahan lagi Bwe Hwa melihat keadaan Sian Hwa seperti ini, ia
maju menubruk dan menangis: "Sian Hwa, kau?" kau. Kau?"
ampuni........ aku...... aku telah membunuhmu....... Sian Hwa!"
"Suci....... kau ja.......jangan bertempur la....... lagi, su........ suheng
jangan kau membenci suci?". aahhg......."
"Sian Hwa moay....... aku bersalah kepadamu?".. kau ampuni
aku, aku berdosa kepadamu, Hwa-moay, kau bunuhlah aku?".
kau bunuhlah aku!" Kong In menangis, merenggut-renggut rambut
kepalanya. Ia merasa menyesal bukan main, pedangnya ini telah
menusuk dada Sian Hwa!"
"Aku harus mampus, aku harus mampus!"
"Suheng! Kau gila, diamlah....... suheng, kasihan Sian Hwa," Tiang
Le berkata membentak Kong In. Sementara Cie Lay yang sudah
dibebaskan dari totokan Tiang Le memandang Sian Hwa dengan
air mata yang bercucuran.
"Sian Hwa moay?"." Cie Lay memanggil.
Sian Hwa menoleh kepada Cie Lay. Wajah si gadis yang bermuka
hitam itu semakin pucat. "Cie Lay su?" suheng!"
602 Cie Lay berjongkok. Mengelus kening hitam Sian Hwa. Setitik air
mata Cie Lay berjatuhan di atas kepala si gadis.
"Sumoay mengapa kau jadi begini?" mengapa sumoay?"
Sian Hwa menggelengkan kepala. Sementara napasnya semakin
lemah. "Mukaku?" terkena pukulan Jing-tok-ciang".. ahhh
su".. suheng?" Tiang Le?" aaaduhhh!"
"Sumoay?" kau hendak mengatakan apa katakanlah?"!"
pandangan mata Tiang Le basah, dia mengusap pipi Sian Hwa.
Sian Hwa mengangkat tangan Tiang Le yang mengusap dan
ditekankan ke arah dada yang terluka:
"Kokooo?" aaaa" ku?" cin".. cinta padamu?"!"
"Sian Hwa?"!"
"Kokooo....... iinnniii". aduuuuh........ Bawalah surat....... iniii.......
kkkaasih?" Hong-siang (kaisar)," dengan gerakan yang amat
lemah Sian Hwa mengeluarkan sepucuk surat bersampul kuning.
Ia memandang Tiang Le, lama?" lama sekali gadis itu menatap
wajah Tiang Le. Akhirnya tak kuat lagi ia menahan penderitaan yang menusuknusuk tengah merenggut nyawanya. Pada pandangan yang
terakhir, dengan gerakan yang amat lemah tangan Sian Hwa
mengangkat tangan Tiang Le, menciumnya dan tangan itu terkulai
bersamaan dengan perginya arwah Sian Hwa ke alam lain.
603 "Sian Hwa?"!!"
"Hwa-moay........ Hwa-moay".." Cie Lay menjerit dan menubruk
Sian Hwa sambil menangis. Tubuh Sian Hwa diguncang-guncang
oleh pemuda itu. Sian Hwa....... mengapa kau tinggalkan aku,
mengapa..... ahh, Sian Hwa! Mengapa kau tidak berbicara banyak
kepadaku?" mengapa, mengapa?"
Tiang Le mengelus pundak suhengnya.
"Suheng........ sudahlah".. Sian Hwa sudah pergi... lihat, suheng
dan kalian sumoay dan It-suheng, Sian Hwa diakhir ayatnya
memberikan surat ini. Ia berjiwa patriot, ia pahlawan bangsa. Surat
ini adalah surat pengkhianatan Jenderal Bong kepada pemerintah,
surat perjanjian kepada tentara Mongol untuk menghancurkan
negara Song. Surat ini, menentukan mati hidupnya rakyat
Tiongkok! Entah dari mana Sian Hwa mendapatkan surat ini?" "
"Tiang Le"... aku telah dibutakan oleh nafsu, kau maafkanlah aku
yang hampir saja hendak membunuhmu....... benar. Sian Hwa
adalah satu-satunya murid mendiang suhu yang telah
mengorbankan nyawanya untuk bangsa dan negara. Tiang Le kau
teruskanlah surat itu kepada Hong-siang, biar aku akan mencari
musuh-musuh suhu dan mari kita berlomba siapa paling dulu yang
berhasil membasmi musuh-musuh mendiang suhu!"
Kong In berkata dengan suara keras. Ia memandang ke arah
jenazah Sian Hwa. "Mari kita makamkan Sian Hwa....... tanpa menanti saudarasaudaranya yang lain, Kong In segera menggerakkan pedangnya
604 dan menggali tanah, dibantu oleh Tiang Le dan Cie Lay.
Sedangkan Pei Pei melepaskan jubah baju luarnya dan menutupi
kepala Sian Hwa. Demikianlah dengan amat sederhana sekali, selesailah sudah
penguburan jenazah Sian Hwa.
Tiang Le, Kong In, Cie Lay, Bwe Hwa dan Pei Pei memberi
penghormatan yang terakhir kepada Sian Hwa. Untuk tanda pada
kuburan Sian Hwa, Cie Lay meletakkan batu gunung di depan
gundukan tanah itu dan menulisnya dengan guratan tangannya:
"Disinilah tempat yang abadi dan tenteram bagi sumoay Liem
Sian Hwa......." "Y" 16 Tiga orang laki-laki dengan gerakan kaki seakan-akan terbang
berloncatan di antara batu-batu gunung yang besar dan terjal.
Yang seorang adalah Hok Losu yang bertubuh tinggi kurus dan
bermuka hitam. Orang kedua dan ketiga adalah seorang jenderal
tinggi tegap yang telah kita kenal sebagai Bong-goanswe (Jenderal
Bong) atau lebih tepatnya kita katakan ia itulah Bong Bong Sianjin,
seorang pertapa sesat yang menuju jalan hek-to (jalan hitam),
sedangkan yang seorang lagi adalah seorang tokoh Kong-thongpay yang bernama Leng Ek Cu.
Bayangan ke tiga orang laki-laki itu disusul kemudian
berkelebatnya bayangan lain yang amat gesit dan lincah
605 mengurung lembah Tai-hang-san. Dibarengi kemudian munculnya
banyak perwira kerajaan Mongol dan Song yang berbaris dengan
amat rapinya menaiki puncak Tai-hang-san bagai semut yang
hendak menuju ke sarang. Sebuah anak panah berapi menyambar ke atas. Diiringi oleh soraksorak perwira kerajaan yang telah mengangkat senjata
menyambut perwira-perwira Mongol dan tak lama kemudian
terdengar suara senjata beradu, suasana perang dinyatakan oleh
tiupan terompet dari kanan dan kiri puncak!
Perwira Song melawan dengan sengit dan berbagai senjata
berkelebat menyambut lawan-lawan dari kanan dan kiri yang
berpakaian seperti perwira Mongol. Hebat sekali pertempuran ini,
tubuh-tubuh manusia menggeletak dari pihak Song dan Mongol,
lebih-lebih lagi ketika munculnya barisan pengemis baju kembang
yang menyerbu bangsanya sendiri dengan amat ganas dan keji,
sehingga barisan Song menjadi kacau dan mulai bergerak mundur.
Sepasukan perwira Mongol merapat lagi dan terus mendesak
perwira Song dengan hebat dan bersemangat, apa lagi setelah
munculnya pengemis-pengemis baju kembang yang lihai dan sakti.
Sebentar saja perwira Song telah banyak yang mandi darah dan
mati disabet oleh kemplangan-kemplangan tongkat Hwa-ie-kaypang yang lihai itu dan kemudian disambut oleh tusukan dan
bacokan-bacokan golok dari perwira Mongol.
Suara pedang dan golok menyambar, darah merah muncrat dari
dada dan pundak perwira Song yang tak berdaya. Teriakan
semangat dari tentara Mongol membuat hati kecut bagi perwira606
perwira Song yang lainnya, akan tetapi di antara perwira Song
yang mulai kalut itu nampak sesosok tubuh berkelebat dengan
amat ganasnya merangsak musuh, mulutnya berteriak-teriak
memberi semangat kepada temannya.
"Maju terus, hancurkan
pemerintah Song!" penjajahan Mongol, pertahankan Perwira itu sudah tua, berpakaian perwira dengan pedang di
tangan ia mengamuk dengan dahsyatnya, merangsek tentara
Mongol yang merapat itu. Mulutnya tak henti-henti mengeluarkan
bentakan nyaring yang menyaingi suara dentingan senjata beradu.
Orang tua gagah yang berpakaian jenderal itu adalah Gubernur Ie
Yen, orang tua gagah yang berjiwa patriotik ini maju terus sambil
mengelebatkan pedangnya mendesak musuh.
Apabila pedang itu berkelebat, nampak sinar perak merenggut
nyawa musuh dan tanpa ampun lagi kepala tentara Mongol
menggelinding tersambar pedang gubenur Ie Yen, hebat sekali
sepak terjang gubernur ini, membuat tentara Song yang tadinya
kehilangan semangat kini mulai maju kembali sambil berteriak,
"Ganyang orang Mongol penjajah jahanam, pertahankan kejayaan
Negara Song! "Sikat terus perwira-perwira Mongol keparat!"
Teriakan-teriakan perwira ini disambut oleh datangnya
serombongan tentara kerajaan berkuda. Berbareng dengan itu
muncul berkelebat beberapa sosok tubuh yang terus saja
607 mengamuk, mengelebatkan pedangnya dan dua orang perwira


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mongol menjerit keras waktu pedang itu menyambar lengan
berteriak kesakitan melepaskan senjatanya.
"Bagus, Sin Tek Sicu, mari kita hancurkan musuh-musuh kita ini!"
seru gubernur Ie Yen dengan girang sambil mengelebatkan
pedangnya ke sana ke mari bagai harimau terluka mencari
mangsa. Sementara Pat-jiu-koay-hiap Sin Tek menoleh kepada gubernur itu
dan berkata, "Ciangkun, jangan kuatir pasukan Kim-coa-pay sudah
menyerbu di sebelah selatan dan sebentar lagi akan mendesak ke
mari!" "Haa haa haa, baik sekali sicu, mari kita mencari pengkhianatpengkhianat bangsa itu. Hendak kupenggal kepala jenderal Bong
jahanam!" ia berkata demikian saking sengitnya gubernur Ie Yen,
sehingga pedangnya berkelebat ganas dan tubuh perwira Mongol
yang tak kuasa untuk menangkis atau berkelit, sudah tersambar
pedang Ie Yen dan terdengar jeritannya menyayat hati.
Kini dengan munculnya barisan dari Kotaraja, tentara Mongol mulai
kacau dan terdesak mundur. Pat-jiu-koay-hiap Sin Tek tak
memberi ampun kepada perwira-perwira musuh ini, sepasang
pedangnya berkelebat ganas dan lihai!
Sebentar saja lima orang perwira Mongol terjungkal ke belakang
oleh terjangan pedang Sin Tek yang bertubi-tubi ganas dan lihai,
memang orang tua ini paling benci akan segala penjajah. Karena
mendengar, tentara Mongol menyerbu dan hendak menghancurkan pemerintahan Song, segera saja ia mengerahkan
608 anak buahnya dan sebentar saja mereka sudah mendesak musuh
dengan amat sengit dan bernafsu!
Pada saat itu, tiga bayangan berkelebat dengan amat cepatnya,
terdengar bentakan keras dari seorang hwesio muka hitam: "Sin
Tek, berlutut kau untuk menerima hukuman!"
"Ha ha ha, hwesio murtad, penghianat bangsa. Kau kira aku
manusia apa sudah berlutut dihadapanmu. Engkau yang sudah
bersekutu dengan bangsa Mongol, hari ini, Aku, Pat-jiu-koay-hiap
Sin Tek akan menyabung nyawa denganmu, hwesio keparat!"
"Bocah nggak tahu diri, kalau begitu biarlah tangan pinceng yang
akan mencabut nyawamu! Sambutlah!" jubah Hok Losu bergerak
cepat. Angin pukulan yang amat dahsyat menyambar Sin Tek dengan
kekuatan yang luar biasa. Tahu bahwa hwesio muka hitam ini tidak
boleh dipandang ringan, cepat Sin Tek menggeser kakinya dan
berkelit dari serangan pukulan jubah Hok Losu, akan tetapi entah
bagaimana caranya, tahu-tahu pundaknya telah ditepuk orang dan
tahu-tahu tubuhnya telah lumpuh dan pedangnya terlepas.
Belum lagi hilang rasa kagetnya pangcu Kim-coa-pay ini, sebuah
pukulan kedua Hok Losu menyambar kepala Sin Tek. Tentu saja
dalam keadaan yang sudah tertotok ini, bagi Sin Tek tak ada jalan
lain untuk menghindarkan diri, cepat ia mengangkat tangan
menangkis. 609 "Krakkk!" tubuh pangcu Kim-coa-pay terlempar jauh seperti
layangan putus. Tulang tangannya yang tadi diangkat menangkis
hancur disambar angin pukulan jubah hwesio muka hitam.
Sin Tek meringis menahan rasa nyeri yang amat hebat menusuk
tangannya. Ia mempelototkan hwesio berjubah muka hitam itu dan
membentak kalang kabut: "Hwesio jahanam, hwesio curang.......
keparat!" "Bangsat besar! Berani kau memaki pinceng?" Dalam
kemarahannya yang meluap-luap ini, Hok Losu tak dapat
mengendalikan rasa marah yang meledak, dengan amat cepat
tongkat hitamnya meluncur cepat ke arah kepala Sin Tek.
"Krakk," kepala Pat-jiu-koay-hiap Sin Tek pecah dan isi kepalanya
hancur berarakan ketika tongkat Hok Losu melayang dan
menghantam kepalanya. Hok Losu yang berhati keras dan
telengas tak dapat menahan kemarahannya lagi.
Melihat Pat-jiu-koay-hiap telah mati di tangan hwesio muka hitam
yang ganas itu, gubernur Ie Yen membentak marah, "Hwesio muka
hitam, sungguh keji sekali perbuatanmu?" keji melebihi iblis,
hmm, tak patut kau memakai jubah kuning. Pura-pura suci,
padahal hatimu penuh dengan iblis-iblis jahanam!"
"Ie Yen, lancang mulutmu?" berani kau menghina pinceng.
Kurobek mulutmu, bangsat!"
"Ah, ini yang disebut seorang hwesio" Pantas mukamu hitam
menjijikan tidak tahunya hatimu kotor dan bercabang. Hwesio tua,
mengapa sebagai seorang hwesio kau ini demikian jahat?"
610 "Jangan banyak bacot, mampus kau!" Bentakan yang mengguntur
ini dibarengi dengan serangan tongkat hitam yang cepat luar biasa.
Tentu saja Ie Yen tidak sudi kepalanya hancur seperti Sin Tek tadi,
cepat ia berkelit ke samping dan membabatkan pedangnya
membentur tongkat Hok Losu, akan tetapi alangkah herannya dia,
karena begitu pedangnya membentur tongkat hitam itu, ia berseru
kaget begitu terasa pedangnya melekat kuat menjadi satu dengan
tongkat hitam itu. Segera ia mengerahkan lweekangnya menarik.
Akan tetapi sambil tertawa-tawa menyeramkan jubah Hok Losu
menyambar lagi. "Duuk!" Tubuh Ie Yen terpental setombak lebih, dari mulutnya
keluar darah merah. Namun gubernur Ie Yen ini benar-benar
hebat. Tanpa memperlihatkan rasa sakit ia menggerakkan pedangnya
lagi menerjang si hwesio dengan tusukan dari atas. Terdengar
suara keras dan tubuh Ie Yen terlempar diiringi jeritan mengerikan
waktu tongkat hwasio itu menggeprak kepala lawan. Ie Yen roboh
dengan kepala pecah. Melihat gubernur Ie Yen dan Pay-cu Kim-coa-pay sudah gugur,
pasukan Song menjadi keder hatinya. Mereka berusaha untuk
melarikan diri, akan tetapi begitu jubah si hwesio bergerak, lima
perwira Song terjungkal dan roboh dengan dada hangus terkena
pukulan jarak jauhnya Hok Losu.
Teriakan penuh semangat dari perwira-perwira Mongol bergema di
sana sini menyambut kehebatan hwesio muka hitam yang
membantunya. Dengan semangat mereka mendesak terus perwira
611 kerajaan yang berkuda. Hebat dan seru sekali perkelahian di
tempat ini. Ada duaratus lebih mayat bergelimpangan dari pihak
Mongol dan Song. Hok Losu amat ganas sekali melempar-lempar tentara Song
dengan kebutan ujung jubahnya. Setiap perwira kerajaan yang
terkena tamparan angin pukulan ini pasti terjungkal dan mati.
Sementara suasana perang masih berjalan dengan amat serunya.
Pada saat itu, entah darimana datangnya tahu-tahu sesosok tubuh
kurus kering telah berdiri di depan Hok Losu. Hwesio itu sudah
kelihatan tua sekali, usianya hampir delapanpuluh tahun, tubuhnya
kurus kering bagai tinggal kulit membungkus tulang, kepalanya
yang gundul kelimis seperti tengkorak saking kurusnya, jenggot
yang putih berjuntai ke bawah. Sepasang mata menatap Hok Losu
dengan tatapan lembut dan penuh kasih sayang.
"Omitohud, Hok sute, menjauhkan diri dari segala kejahatan
menyempurnakan segala perbuatan baik, menyucikan pikiran.......
itulah ajaran semua Budha....... Setelah merasakan nikmatnya
kesucian dan nikmatnya ketenangan seorang terbebas dari
ketakutan dan belenggu dosa, sambil mereguk kebahagiaan hidup
di dalam Dharma! Hok sute, sudah baik-baik kau bertapa di Siauwlim....... mengapa menuruti nafsu hati dan tergoda oleh gemerlapan
dunia?" "Suheng....... harap kau tidak mencampuri urusanku, kali ini
biarkanlah aku mencari jalan sendiri....... jangan kau
menghalangiku suheng"." suara Hok Losu nampak keder dan
612 takut melihat hwesio tua di hadapannya. Hwesio tua itu tak lain
adalah ketua Siauw-lim-pay Thian Thian Losu."
"Hok sute, sudah lama aku mencarimu. Senang sekali hari ini
pinceng bertemu denganmu, Marilah kembali ke kuil, mencari jalan
terang, menjauhkan segala kericuhan dunia ini. Mari kita
memperdalam mengalahkan si Aku yang selalu menunggangi
hidup ke arah jalan yang tak baik. Sute, ikutlah denganku?"."
"Tidak suheng. Kau pulanglah dulu. Kelak aku akan menyusul ke
Siauw-lim-sie. Sekarang biarlah aku mencari jalanku sendiri.
Percayalah suheng, setelah itu aku akan kembali ke Siauw-lim-sie
menemui kau orang tua!"
"Omitohud".. Hok Sute, mengapa setelah melakukan jalan sesat
baru hendak bertobat.... sekarang inilah masanya untuk bertobat
dan menyucikan diri, jangan tunggu esok atau nanti. Sute". ikut
pinceng selama masih ada kesempatan untuk bertobat,
bertobatlah".. "Hok Sute, di antara segala jalan. Delapan jalan utamalah yang
paling baik di antara segala kebenaran, empat. Kenyataan
Mulialah yang paling baik, di antara segala kebajikan, kebebasan
dari ikatan adalah yang paling baik. Di antara manusia orang yang
memiliki pandangan teranglah yang paling baik. Inilah jalannya,
tiadalah satupun jalan lainnya yang menuju ke arah pemurnian
pandangan terang. Kau ikutilah jalan ini. Jalan ini untuk mololoskan
diri dari Mara (Penggoda nafsu)......."
"Aku mengerti suheng?"!"
613 "Bagus sute, sekarang kau ikuti pinceng.
"Tidak! Nanti saja aku menemuimu di Siauw-lim-sie, kau
tinggalkanlah aku!" berkata demikian Hok Losu sudah mencelat ke
depan menghantam kepala seorang perwira Song yang bertempur
dengan tentara Mongol. Angin berciutan. Akan tetapi begitu Thian Thian Losu mengangkat
tangannya, tahu-tahu tubuh Hok Losu terlempar ke belakang dan
pukulannya tadi meleset menghantam batu gunung sehingga
menimbulkan suara hiruk pikuk.
"Suheng kau....... kau"!"
"Sute, selama masih ada kesempatan untuk mencari jalan terang,
marilah kita berlindung kepada Budha......."
Akan tetapi Hok Losu telah menjadi marah sekali. "Suheng.......
pergilah, sebelum aku panas hati dan membunuhmu!" Kali ini
ucapan Hok Losu terdengar kasar dan mengandung ancaman.
Tongkatnya bergetar-getar. Siap hendak digerakkan!
"Sute menurut hawa nafsu, sama saja membiarkan penyakit yang
lambat laun akan membawamu ke arah kematian. Sabarlah sute,
ingatlah ajaran-ajaran Sang Budha!"
"Ahh....... jemu aku. Sudah, kau pergilah, minggat!" Tongkat Hok
Losu bergerak dengan amat cepatnya. Angin keras menyambar ke
arah dada Thian Thian Losu.
614 Nampak hwesio tua itu tidak mengelak atau menangkis,
membiarkan dadanya terhantam pukulan tongkat yang akan
meremukkan dadanya. Baju hwesio tua itu bergetar-getar. Akan
tetapi, bukan si ketua hwesio Siauw-lim-pay itu yang roboh,
melainkan Hok Losu itulah yang terhuyung-huyung mundur dan
dari mulutnya keluar darah segar.
"Sute".. ahh kau terlalu?"" suara Thian Thian Losu perlahan,
tetapi merupakan api yang membara di dada Hok Losu dengan
menggereng keras, hwesio muka hitam itu menerjang maju
mencengkram kepala Thian Thian Losu.
"Omitohud?" sute".. kau mencari jalan kematian saja," berkata
demikian tongkat butut si hwesio Thian Thian Losu terangkat ke
atas. Menangkis terjangan tangan kiri Hok Losu yang telah
menggunakan jurus Menyembah Budha Mematikan Raga yang ia
tahu terkenal akan kedahsyatannya ini.
Begitu tongkatnya terangkat terdengar jeritan kematian dari Hok
Losu. Tubuh hwesio muka hitam itu menggigil. Dan tak lama
kemudian roboh dalam keadaan sudah tak bernyawa.
Terdengar hwesio itu menarik napas panjang, menghampiri mayat
Hok Losu dan berkata pelan: "Hok Sute, mengapa kau keras
kepala" Mengapa jalan kematian yang kau pilih....... ya, Tuhan
semoga engkau mengampuni hambamu!"
Suara Hok Losu terdengar seperti orang berdoa, dan sekali
tangannya bergerak menyambar Hok Losu, tahu-tahu ketua
Siauw-lim-pay yang sakti itu sudah lenyap dari pandangan mata!
615 Hanya sayup-sayup dari kejauhan sana terdengar suara Thian
Thian Losu seperti orang yang sedang mengeluh, "Perang........
engkau hanya membawa pengorbanan dan pembinasaan yang
merusak isi dunia....... banyak jalan yang menuju kepada
kehidupan, akan tetapi sedikit sekali manusia yang menuju ke
sana!" Peperangan semakin berkobar. Mayat manusia bergelimpangan di
antara genangan darah yang mulai membasahi bumi. Suara hiruk
pikuk terdengar di sana sini diringi dengan bentakan dan suara
senjata beradu. Di lembah Tai-hang-san banyak sudah perwira
Song yang berjatuhan, tak jauh dari situ banyak juga tentara
Mongol yang roboh dalam keadaan tak bernyawa lagi.
Korban telah berjatuhan di kedua belah pihak. Di antara mayat
yang bergelimpangan, empat sosok manusia mengamuk bagaikan
harimau luka. Tiang Le dengan pedang buntungnya mendesak dua orang lawan
yang mengeroyoknya. Kedua orang itu adalah Sianli Ku-koay dan
seorang pengemis tua yang kita kenal sebagai pangcu Hwa-ie-kaypang sekutu dari Sian-li-pay yang bergabung dengan tentara
Mongol. Hebat sekali pertarungan ini. Akan tetapi Tiang Le benar-benar luar
biasa, walaupun hanya berlengan satu ia masih sanggup
mendesak nenek sakti Sianli Ku-koay dan melancarkan serangan
maut dari jurus-jurus ilmu pedang Tok-pit-kiam-hoat yang hebat.
Menghadapi serangan-serangan yang sangat dahsyat ini, Nenek
Sianli Ku-koay menjadi terkejut dan gentar. Gerakan-gerakan
616 Tiang Le sukar diikuti dan diduga, kadang-kadang dengan amat
cepatnya laksana kilat tangan kiri Tiang Le menyelipkan pedang
dan berganti dengan pukulan Sian-tian-jiu yang mendatangkan
angin panas bergelombang membuat tongkat Sianli Ku-koay
terpental oleh pukulan tangan kiri yang luar biasa itu.
Di lain pihak, juga pangcu Hwa-ie-kay-pang yang berbaju
kembang-kembang dan bertubuh kurus kering dan bongkok itu
mulai sibuk memainkan ilmu tongkatnya menghadapi pemuda
lengan buntung yang amat lihay ini, maka ia mencurahkan
perhatiannya dan berlaku waspada terhadap pedang buntung yang
bagaikan geledek siap memenggal lehernya!
Pedang buntung yang ampuh dan dahsyat ini merupakan bagian
yang penting bagi Tiang Le dan membuat kedua orang yang
mengeroyoknya menjadi gentar. Beberapa kali tongkat dan
pedang itu berbentur, terdengar seruan Sianli Ku-koay kaget dan
terkejut melihat tongkatnya sudah putus terbabat pedang buntung
yang ampuh ini, maka ia tak berani beradu tongkat dengan pedang


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi malah membuat pertahanan dengan memutarkan tongkatnya
melindungi tubuhnya! Akan tetapi Tiang Le yang sudah mengenal akan Sianli Ku-koay
yang pernah menyerbu Tiang-pek-pay dan membunuh suhunya
membuat ia mainkan jurus-jurus Tok-pik-kiam-sut (ilmu silat tangan
buntung) dengan cepat luar biasa. Waktu tongkat Sianli Ku-koay
menyambar lewat lehernya, ia menangkis dengan pedangnya dan
membuat gerakan menempel, akan tetapi begitu cepat gerakan ini
membuat Sianli ku-koay berteriak kaget merasa hawa dingin telah
617 menyentuh lambungnya, cepat ia menangkis dengan mendorong
tangan kiri membalas memukul.
"Dess!" Tubuh Nenek Sianli Ku-koay bergetar. Terhuyung-huyung,
ke belakang dan roboh dalam keadaan dada hangus tersambar
pukulan gerak tangan kilat Tiang Le yang luar biasa itu.
Melihat salah seorang musuh besarnya telah mati, Tiang Le
mencelat tinggi menghindarkan serangan tongkat pangcu Hwa-iekay-pang dan telah berdiri di atas batu gunung yang tinggi,
menengadah ke atas: "Suhu....... terimalah kematian Sianli Kukoay....... tenangkanlah hatimu!"
Sehabis berkata demikian, cepat Tiang Le mencelat turun dan
membentak kepada ketua Hwa-ie-kay-pang, "Lokay! Karena
engkau tidak ada permusuhan apa-apa denganku, maka aku tidak
membunuhmu, nah minggatlah!"
"Anjing buntung, bangsat! Kaaa kira aku takut kepadamu"
Terimalah ini tongkat hitam," ketua Hwa-ie-kay-pang menyambar
dahsyat mengeluarkan suara angin menderu.
Akan tetapi Tiang Le yang tak mau lagi membuang waktu, telah
melakukan jurus Tok-pik-kun-hoat dan Sien-tian-jiu berbareng.
Terdengar jeritan keras karena tubuh ketua pengemis baju
kembang sudah terlempar jauh dan tak dapat bangun lagi karena
tulang pundaknya patah terhantam pukulan tangan kiri Tiang Le
yang dahsyat! Dan sekali menggerakkan tubuh, tahu-tahu lima orang anggota
pengemis baju kembang terjungkal oleh dorongan tangan kiri
618 Tiang Le dan tidak dapat bangun lagi. Hebat sekali Tiang Le ini.
Melihat Cie Lay dikeroyok oleh banyak orang-orang Hek-lian-pay
dan nampak terdesak, Tiang Le segera mencelat dan
menggerakkan tangan kirinya menggunakan jurus gerak tangan
kilat. Dua orang kakek Hek-lian-pay yang tak keburu menangkis
terpental dengan tulang pundak patah-patah oleh sambaran
tangan kiri Tiang Le. Melihat kehebatan pemuda lengan buntung ini, yang pernah
dikenalnya, keruan saja ketua Hek-lian-pay yang bernama Heksin-tung Pay-cu Teng Kiat, menjadi marah dan membentak:
"Bagus! Anjing buntung, kau belum mati juga he" Biarlah tuanmu
hari ini mengirim kau ke neraka!"
"Ha ha ha Pay-cu, siapa bilang aku sudah mampus" Kalianlah
yang goblok mudah saja kukelabui dengan pura-pura mati, akan
tetapi penglihatan matamu buta tidak melihat aku sudah mati apa
belum. Pay-cu karena Thian memberikan nyawa rangkap
kepadaku, maka hari ini aku hendak mencabut nyawamu dan
mengirim kau ke neraka! "Keparat, engkaulah yang harus kumampusin dan mengirim kau ke
neraka!" bentakan ketua Hek-lian-pay ini, diiringi gerakan tongkat
sakti yang luar biasa kuatnya.
Tiang Le cepat menggeser kakinya berkelit ke kiri dan
menggerakkan tangannya memukul ke depan. Dua tenaga
dahsyat membuat ketua Hek-lian-pay meloncat mundur dan
tergetar kuda-kudanya. 619 Ia mengawasi pemuda lengan buntung itu dengan heran.
Bagaimana boleh jadi dalam segebrakan itu ia telah dibuat
tergempur kuda-kudanya. Tiga tahun yang lalu ia kenal benar
dengan ilmu pedang pemuda ini, bagaimana sekarang pemuda
lengan buntung ini demikian lihai. Tak masuk diakal.
Dengan rasa penasaran yang hebat ia menerjang maju lagi,
menggerakkan tongkatnya dengan sabetan yang kuat dan
mengeluarkan suara angin berdesing keras. Akan tetapi begitu
Tiang Le menundukkan kepalanya dan menggerakkan tangan kiri
mencelat ke atas, tahu-tahu tubuh Hek-sin-tung Teng Kiat telah
terlempar roboh dengan dada terluka.
Teng Kiat memandang terbelalak kepada Tiang Le. Ia berusaha
hendak bangun dan terhuyung-huyung beberapa tindak ke
belakang. Akan tetapi, terasa kepalanya menjadi pening dan ia
telah roboh tak ingatkan diri lagi!
Sementara itu Bwe Hwa dan Kong In mengamuk hebat bukan main
seakan-akan keduanya saling berlumba untuk menjatuhkan
musuh. Sepasang pedang iblis yang bernama Hek-pek-hwa-siangkiam (sepasang pedang bunga hitam putih) berkelebat bagaikan
guntur menyambar dari angkasa.
Setiap kali tangan kanan Bwe Hwa dan Kong In bergerak tentu
dua-tiga orang perwira Mongol telah terpental dalam keadaan
tubuh sudah mandi darah. Ganas sekali perbuatan gadis ini,
sedang Pek-hwa-kiam di tangan kanannya yang tak pernah
memberi ampun kepada lawan, meskipun kini gadis itu bersilat
dengan tangan kanan saja, akan tetapi hebatnya, luar biasa!
620 Menghadapi Jing-tok-siang-lomo, A Thiong, A Mey, dan dibantu
oleh tokoh Kong-thong-pay Leng Ek Cu, pedang kilatan putih Bwe
Hwa menyambar dahsyat, diseling berkelebat sinar hitam
memanjang luar biasa merupakan guntur memecah bumi
membuat Leng Ek Cu menjadi keder hatinya. Dan bersilat dengan
mundur-mundur. Akan tetapi Bwe Hwa yang tidak memberi ampun lagi kepada
lawannya, dia sudah menggunakan jurus Pek-hwa-kiam-sut yang
terlihai dan dalam detik selanjutnya pedangnya sudah menerobos
masuk menyentuh iga tokoh Kong-thong-pay dan sekali pedang
Pek-hwa-kiamnya ditarik ke atas, terdengar pekik mengerikan
Leng Ek Cu, tubuhnya roboh ke tanah dengan mandi darah.
Matanya mendelik memandang Bwe Hwa seperti melihat setan
saja, kemudian mata itu tertutup rapat, tak bergerak lagi, mati!!
Pada saat yang bersamaan pedang hitam Kong In juga sudah
berhasil menyerbu ke dua orang kakek dan nenek gila, pedangnya
berkelebat bagaikan maut hendak men cabut nyawa! Dahsyat
sekali gerakan yang aneh ini. Dengan bernafsu sekali Kong In
menggerakkan pedangnya menusuk, membarengi pukulan tangan
kiri yang luar biasa. "Desss....... ceepp"..!" Pukulan tangan kiri Kong In dibarengi oleh
berkelebatnya sinar hitam menabas leher. Darah merah muncrat
dari leher itu dan tubuh Jing-tok-siang-lomo A Thiong mati, pada
saat itu juga dengan kepala terpisah dari tubuhnya!!
Si nenek A Mey menggereng keras, meraung bagaikan harimau
kehilangan anaknya, menggerakkan tangan kanannya memukul ke
621 depan menggunakan Jing-tok-ciang yang ganas dan keji. Sambil
tertawa mengejek Kong In menyambut dengan tangan kirinya dan
mengerahkan tenaga sepenuhnya. Inilah kesalahan Kong In,
begitu tangannya beradu dengan tangan si nenek Amey yang
penuh dengan hawa Jing-tok, segera dia menjerit dan lompat ke
belakang. Begitu dilihatnya tangannya sudah hangus, ia jadi marah dengan
menggunakan Hek-hwa-kiam-sut ia menyerang. Sinar hitam
berkelebat, amat cepat gerakan ini. Jing-tok-siang-moli A Mey
menangkis serangan pedang hitam dengan kebutan jubahnya.
"Breeet!" Jubah itu robek dan sebuah pukulan tangan kiri Kong In
menyusul dengan menggunakan hawa Hek-in-kang yang pernah
ia pelajari di Tiang-pek-san dari mendiang suhunya Swie It Tianglo.
Amat cepat sekali tangan kiri Kong In menyambar lambung si
nenek. "Desss!" Tubuh si nenek Jing-tok-siang-moli A Mey terlempar jauh
dan tidak dapat bangun lagi.
Kong In yang berwatak berangasan mencelat ke atas,
menusukkan pedangnya ke dada si nenek, akan tetapi selagi
tubuhnya masih di udara dan siap hendak menusukkan pedangnya
ke dada si nenek, tahu-tahu serangkum angin pukulan yang kuat
membuat tubuhnya terlempar ke belakang dua tombak jauhnya,
"Keparat, siapakah kau?" Kong In bertanya.
622 "Ha ha ha, anak muda, kepandaianmu cukup hebat dan lumayan.
Pantas untuk melayani aku yang tua. namaku Bong Bong Sianjin.
Pernah kau mendengarnya?"
"Bong Bong Sianjin?" Kong In dan Bwe Hwa serentak berkata
membelalakan matanya memandang ke arah seorang tua
berpakaian jenderal. Bong-goanswe atau yang kita kenal sebagai
Bong Bong Sianjin! "Ha ha ha, anak muda, mendengar namaku saja kalian sudah
pucat ketakutan?" hayo berlutut kau!" Dengan sombongnya
Bong Bong Sianjin, bertolak pinggang, tersenyum mengejek ke
arah Kong In dan Bwe Hwa!
"Bagus! Kau binatang Bong Bong Sianjin, hari ini aku Lie Bwe Hwa,
murid mendiang Swie It Tianglo hendak mencabut nyawamu!"
bentak Bwe Hwa mengelebatkan pedangnya di depan dada.
Kasihan gadis ini, wajahnya semakin pucat. Banyak tenaga yang
keluar membuat luka di lengan kirinya bertambah parah, rasa nyeri
yang menyerang ke ulu hati dan jantung tak dirasanya lagi oleh
Bwe Hwa. Benar-benar hebat gadis ini.
"Bangsat tua Bong Bong Sianjin, kebetulan hari ini adalah hari
kematianmu. Aku Liok Kong In, akan menyabung nyawa
denganmu!" Kata-kata Kong In disambut oleh suara ketawa keras dari Bong
Bong Sianjin, "Bagus, hari ini Bong Bong Sianjin membasmi muridmurid Swie It Tianglo sampai keakar-akarnya!"
623 "Singgg!" suara pedang terdengar ditarik oleh Bong Bong Sianjin.
Kong In mengeluarkan bentakan keras dan pedang hitamnya
meluncur ke arah dada Bong Bong Sianjin. Sambil tertawa
mengejek Bong Bong Sianjin mengelebatkan pedangnya
menangkis pedang lawan. Suara pedang terdengar beradu bunga
api memercik. Pada saat itu serangkum hawa pukulan dari tangan kiri Kong In
menyambar ke arah Bong Bong Sianjin dibarengi dengan sabetan
pedang Pek-hwa-kiam dengan gerakan yang luar biasa sekali,
suara pedang berdesing panjang. Kaget sekali Bong Bong Sianjin,
cepat ia menggerakkan pedangnya menahan sabetan pedang Bwe
Hwa dan menggunakan tangan kiri pula mendorong pukulan
tangan kiri Kong In. Akan tetapi begitu tangannya terangkat, sebuah pukulan yang kuat
membuat ia terhuyung-huyung. Segera Bong Bong Sianjin
mencelat ke samping dan menoleh, dilihatnya seorang pemuda
lengan buntung berdiri sambil tersenyum mengejek:
"Jahanam She Bong, hari ini adalah hari kematianmu. Hayo kau
berlutut meminta ampun kepada mendiang suhu Swie It Tianglo!"
bentak Tiang Le. Sementara Kong In dan Bwe Hwa sudah menerjang lagi,
menggerakkan pedangnya menusuk dada Bong Bong Sianjin yang
cepat menghindarkan diri dengan berkelit ke samping, akan tetapi
begitu tangan kiri Tiang Le bergerak menggunakan jurus Sian-tianjiu atau tangan kilat, tahu-tahu tubuh tinggi besar dari Bong Bong
Sianjin sudah terpental dua tombak jauhnya dan pada ketika itulah
624 hampir terbang Kong In dan Bwe Hwa melayang menerkam Bong
Bong Sianjin dengan gerakan menusuk dan amat cepat sekali
gerakan ini, karena dadanya terasa sakit dan lumpuh oleh pukulan
gerak tangan kilat Tiang Le tak keburu Bong Bong Sianjin
menghindarkan diri. Sepasang pedang Iblis Hek-pek hwa-siang-kiam meluncur dengan
amat cepatnya seakan-akan pedang di tangan Bwe Hwa dan
pedang di tangan Kong In saling mendahului menusuk ke arah
dada itu. Terdengar jeritan kematian dari Bong Bong Sianjin tatkala
dalam detik itu juga sepasang pedang hitam dan putih sudah
terbenam di dada Bong Bong Sianjin yang terus berkelojotan dan
mati! Akan tetapi bersamaan dengan matinya Bong Bong Sianjin, pada
saat itu muncul beratus-ratus anak buah Hwa-ie-kay-pang dan
Sian-li-pay telah mengurung tempat itu. Akan tetapi yang membuat
Tiang Le kaget setengah mati adalah Cia Pei Pei itu yang telah
berada di depan Bu-tek Sianli dengan telah dihadapkan di depan
pedang Bu-tek Sianli! Terdengar suara Nenek itu mengakak keras.
"Ha ha ha, orang muda buntung....... menyerahlah kalian untuk
kami tawan ke Sian-li-pay!"
"Bangsat Bu-tek Sianli, aku harus mengadu nyawa denganmu!"
"Ha ha ha, orang muda, berani melawanku" He he, he setindak
saja engkau menggerakkan kakimu, niscaya kekasihmu ini akan
kehilangan kepalanya oleh pedangku!"
625 "Bangsat tua! Lepaskan Pei Pei!"
"Ha ha ha, menyerah dulu, baru kulepaskan gadis ini!"
Kong In dan Bwe Hwa menjadi marah sekali. Dengan gerakan
yang tak diduga Bwe Hwa sudah mencelat ke arah Bu-tek Sianli
dan menggerakkan pedangnya ke arah leher, pada saat si nenek
Bu-tek Sianli menggerakkan pedangnya menangkis pedang Bwe
Hwa, sebuah bayangan berkelebat dan tahu-tahu Pei Pei telah
berada di tangan Tiang Le di atas sebuah puncak batu karang yang
amat tinggi. Akan tetapi nenek Bu-tek Sianli yang menjadi marah bukan main
kepada gadis ini menggerakkan tangannya menggunakan jurus
maut kepalan dewa tanpa tandingan. Tangan si nenek bergerak
memukul, akan tetapi Bwe Hwa yang sudah menjadi nekat ini
menggerakkan pula pedangnya membabat pukulan tangan si
nenek. "Trakkk, desss!" Tubuh Bwe Hwa terlempar ke samping. Gadis itu
meringis menahan rasa nyeri pada dadanya dan beberapa saat
kemudian ia telah roboh sambil muntahkan darah segar.
Hebat sekali pukulan Bu-tek Sianli tadi. Pukulan itu ialah
menyerang jantung Bwe Hwa dan ia terluka dalam. Akan tetapi,
sebaliknya, Bu-tek Sianli sendiri terkejut bukan main melihat
kehebatan gadis ini. Kalau orang biasa yang terkena pukulannya
tentu akan hancur berantakan isi dada itu dan mati seketika, akan
tetapi gadis ini sungguh luar biasa!
626 Lima orang kakek pengemis baju kembang mencelat ke depan dan
membentak keras: "Bocah gila, berani kau bermain-main dengan
Pay-cu?" "Bangsat, aku harus mengadu nyawa dengan kalian!" Bentak Bwe
Hwa diiringi dengan berkelebat tubuhnya dan sebentar saja ia
sudah merangsek kakek pengemis baju kembang!
Tiang Le memandang pertempuran yang masih berlangsung dari
atas puncak batu karang itu. Ia menoleh kepada Pei Pei, "Peimoay, berani kau berdiri di sini sementara aku menggasak tikustikus Sian-li-pay itu?"
Pei Pei tersenyum manis. Memandang ke bawah. Ngeri bukan
main kalau ia terjatuh dari tempat yang amat tinggi ini, akan tetapi
dalam senyumnya itu ia berkata kepada Tiang Le: "Koko, mengapa
tidak berani, lekaslah bantu cici Bwe Hwa?". hati-hati kau koko!"
Tiang Le menyentuh bahu si gadis dan sekali tubuhnya berkelebat


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

turun, tahu-tahu dua orang pengemis baju kembang sudah
terjungkal oleh gerak tangan kilat Tiang Le. Bu-tek Sianli menjadi
marah bukan main kepada pemuda lengan buntung yang telah
turun membantu ini, segera dia memberi isyarat dengan tangannya
maka terjunlah lima belas gadis Sian-li-pay yang berkepandaian
tinggi itu! Sebetulnya, ingin sekali Tiang Le mengeluarkan pedang
buntungnya akan tetapi, melihat bahwa yang mengeroyoknya
adalah gadis Sian-li-pay yang masih begini muda dan cantik tak
tega Tiang Le untuk membunuh. Ia memainkan jurus ilmu silat
tangan buntung dan mengikuti jurus duapuluh satu langkah627
langkah ajaib, maka bagaikan bayangan saja tubuh Tiang Le
berkelebat ke sana ke mari, mengirim totokan kepada para
pengeroyoknya. Hebat sekali sepak terjang Tiang Le ini begitu
tubuhnya berkelebat dua orang pengeroyoknya roboh dalam
keadaan sudah tertotok! Di lain pihak, Cie Lay menghadapi ratusan tentara Mongol yang
mengeroyoknya. Sudah berpuluh-puluh orang ia robohkan akan
tetapi, semakin banyak saja tentara Mongol ini mengurung tempat
itu. Apalagi kini setelah munculnya seorang tinggi besar
berpakaian jenderal tentara Mongol yang berkepandaian tinggi dan
kelihatannya pandai mengatur barisan gerilya ini.
Diam-diam Cie Lay mulai terdesak dan saking banyaknya musuhmusuh tentara Mongol yang mengeroyoknya, akhirnya lama
kelamaan Cie Lay menjadi lemah bukan main. Gerakan pedang
Hong-san-kiam menjadi lemah dan pada suatu saat, seorang
tentara Mongol, dengan jaring di tangan sudah dapat meringkuk
Cie Lay dan menotok pemuda itu.
Terdengar orang tinggi besar berpakaian Jenderal Mongol itu
berkata-kata kepada anak buahnya dengan bahasa asing yang tak
dimengerti oleh Cie Lay, orang itu kemudian mengangguk-angguk
saja dan tanpa berkata apa-apa lagi Cie Lay sudah dibelenggu
pada kakinya. Kemudian, dibawanya ia menuruni bukit.
Terkejut sekali pemuda Hong-san ini, begitu mendengar bahwa
yang menawannya adalah Panglima Ku Bilay Khan sendiri yang
bertubuh tinggi tegap dan gagah.
628 Pantas saja kepandaiannya demikian lihai! Apabila mendengar
dari laporan anak buah tentara Mongol yang mengatakan bahwa
pasukan Mongol sudah menyerbu Kotaraja, betapa terkejutnya Cie
Lay, segera ia memutar otaknya. Ia sendiri sudah tak berdaya
ditawan oleh tentara Mongol maka pada suatu kesempatan, waktu
rombongan tentara Mongol yang menawannya berhenti di lereng
bukit, segera tangan pemuda ini menulis di batu karang:
"Pergilah! Kotaraja terancam!"
Sementara itu, Bwe Hwa dan Kong In mengamuk hebat. Pedang
iblis Hek-pek-hwa-siang-kiam berkelebat ke sana ke mari laksana
kilat menyambar. Banyak sudah tubuh si kakek pengemis baju
kembang yang telah roboh oleh keganasan pedang di tangan Bwe
Hwa dan Kong In, akan tetapi, karena Kong In sudah terluka oleh
pukulan si nenek A Mey yang mempergunakan hawa Jing-tokciang, maka dengan amat cepatnya hawa racun ular hijau itu
menjalar ke jantungnya! Gerakannya semakin lemah, semakin kacau, akhirnya ia tak tahan
lagi, kepalanya menjadi pening. Pada saat itulah sebuah tongkat di
tangan salah seorang anggota Hwa-ie-kay-pang berhasil
menggebuk pundaknya. Keruan saja tubuh Kong In terjungkal dan
sebuah pedang lagi dari salah seorang perwira Mongol berkelebat
menyambar. "Ceppp!" Pedang itu terbenam di dada Kong In menembus sampai
ke belakang. Akan tetapi dengan gerakan yang amat kuat tahu-tahu tangannya
bergerak dan pedang Hek-hwa-kiam meluncur dengan amat
629 cepatnya. Tiga orang perwira Mongol dan kakek pengemis baju
kembang menjerit keras, begitu pedang Hek-hwa-kiam bagaikan
terbang menancap jadi satu di dada ke empat orang lawannya.
Kong In tertawa puas melihat hasilnya. Akan tetapi ia sendiri
menjadi terkulai lemah dan napasnya putus oleh tusukan pedang
yang menembus dadanya itu.
"Suheng......." Bwe Hwa, berseru. Ia menggerakkan pedangnya
dengan kuat dan ganas. Akan tetapi begitu Bu-tek Sianli
menyambar dan menggerakkan pukulan, tubuh Bwe Hwa
terlempar jauh dan jatuh di dekat kaki Tiang Le yang sedang
mengamuk dikeroyok oleh kakek pengemis Hwa-ie-kay-pang dan
gadis-gadis Sian-li-pay. Melihat jatuhnya tubuh Bwe Hwa di dekat kaki pemuda lengan
buntung, keruan saja seorang pengemis baju kembang
menggeprak kepala si gadis. Akan tetapi Tiang Le dengan cepat
menggerakkan tangannya dan terdengar suara keras waktu
pukulan Tiang Le menghantam lambung si kakek pengemis baju
kembang!! "Dess!" Tubuh kakek itu terlempar dan tidak dapat bangun lagi,
sementara Tiang Le cepat menyambar tubuh Bwe Hwa yang
terkulai lemah. Meletakkan tubuh si gadis di atas punggungnya,
dan dengan gerak tangan kilat ia memutar lengan kirinya.
Lima orang gadis Sian-li-pay yang menerkamnya terpental dan
seorang kakek pengemis baju kembang muntah darah dihantam
pukulan Tiang Le. Pemuda lengan buntung ini mengamuk hebat,
tangannya bergerak-gerak laksana badai yang menyapu, sebentar
630 saja limapuluh anak buah Hwa-ie-kay-pang sudah roboh tak dapat
bangun lagi. Pada saat itu terdengar suitan keras. Tiba-tiba saja gadis Sian-lipay yang tadi mengeroyoknya sudah hilang bagaikan ditelan bumi,
sedangkan dari kejauhan terdengar seruan Bu-tek Sianli,
"Tiang Le, kalau kau gagah dan mempunyai nyali, datanglah ke
pulau Bidadari untuk menyelamatkan kekasihmu ini. Jikalau dalam
waktu dua hari ini engkau tidak datang, jangan harap kekasihmu
dapat hidup pula!!" Suara itu terdengar amat jauh sekali. Cepat Tiang Le melirik ke
atas batu karang dimana Pei Pei tadi menunggu, akan tetapi dia
menjadi terkejut begitu dilihatnya Pei Pei sudah tidak ada lagi di
sana. Tahulah ia, Pei Pei telah ditawan oleh Bu-tek Sianli yang licik
dan curang itu dan mengundangnya ke Sian-li-pay!!
Suasana menjadi sunyi dan mati setelah rombongan Sian-li-pay
pergi. Beratus-ratus mayat manusia menggeletak di sana sini
membasahi lembah Tai-hang-san. Serombongan burung gagak
menggoak panjang terbang di atas. Sementara langit di atas
menjadi suram, seakan-akan yang di atas itu tidak tega melihat
pemandangan di bumi yang mengenaskan hati!!
Tiang Le cepat berkelebat lenyap dari tempat itu!!
Sementara, dari belahan awan hitam sebuah guntur menggelegar
memecah isi bumi. Dinding-dinding gunung bergetar oleh suara
guntur yang menggelegar mengejutkan. Dan awan hitam
merunduk dan menyebarkan air mata yang bertambah deras
631 membasahi bumi, tersedu keras angin bertiup menggoyangkan
pepohonan dan daun-daun. Sebentar kemudian hujanpun
bertambah deras dan suasana semakin hitam, sehitam jelaga!
"Y" 17 Sebuah kilat menyambar berkeredep menerangi pondok di dalam
Tiang Le meletakan tubuh Bwe Hwa pada sebilah dipan kayu dan
manotok jalan darah Tay-hi-hiat di dekat leher Bwe Hwa. Gadis itu
mengerang perlahan. Ia sadar dari pingsannya.
Pertama-tama dilihatnya, seorang lelaki lengan buntung berdiri
didekatnya. Bibir Bwe Hwa bergerak perlahan, "Kokoo!"
"Hwa-moay....... kau terluka dalam yang cukup parah,
istirahatlah....... sebentar hujan akan reda, aku akan membawamu
mencari seorang sin-she di kaki gunung".. kuatkanlah hatimu.......
Hwa-moay......." Tiang Le berkata pelan.
Tangannya membetulkan balutan pada lengan gadis yang sudah
penuh dengan darah. Ia napas panjang. Hatinya menjadi terharu
melihat Bwe Hwa seperti ini, tanpa ia sadari tangannya mengusap
pipi si gadis dengan sentuhan-sentuhan mesra.
Untuk beberapa saat Bwe Hwa meramkan matanya. Mata yang
penuh dengan linangan air mata itu perlahan-lahan membanjiri
meleleh di kedua pipinya.
632 "Hwa-moay....... jangan kau menangis".. jangan kau membikin
hatiku, sedih. Kau harus sembuh Hwa-moay, harus, biarlah aku
akan membawamu kepada sin-she....... Sayang aku tidak mengerti
pengobatan untuk mengobati lukamu....... kau....... kau kuatkanlah
hatimu Bwe Hwa!" Suara Tiang Le tenggelam dalam isaknya.
Pada waktu pandangannya terbentur lengan kiri si gadis yang telah
buntung, Tiang Le tak kuasa menahan keharuan hatinya. Ia
memandang ke depan membuang muka untuk menjatuhkan
beberapa butir air mata yang hendak meloncat riuh. Pemuda itu
mengerutkan keningnya dan pandangannya semakin basah.
Di luar pondok hujan masih turun merinai. Kenangan pada Sian
Hwa di padang rumput dalam hujan yang menggila seperti ini
membayang di ruang matanya. Teringat akan Sian Hwa yang telah
meninggal dunia karena tusukan pedang Kong In dan Bwe Hwa,
hati Tiang Le serasa diiris-iris.
Sungguh malang sekali nasib sumoaynya Sian Hwa. Ia
mengorbankan nyawanya untuk melerai pertempuran yang terjadi
antara Kong In dan Bwe Hwa. Dan sekarang Bwe Hwa menderita
seperti ini, tak kuasa ia memandang kepada Bwe Hwa.
Hatinya teramat kasihan. Gadis itu telah membuntungi lengannya.
Sesungguhnya ia tidak menaruh marah atau dendam akan tetapi
mengapa gadis itu membuntungi lengan kirinya sendiri. Bwe Hwa,
mengapa kau lakukan mengapa" Ahh, Bwe Hwa hati Tiang Le
menjerit tak keruan rasa.
"Tiang Le kokooo...." suara yang lemah terdengar memanggil
namanya. 633 Tiang Le menggerakkan kepalanya. Memandang Bwe Hwa.
Dilihatnya wajah gadis itu semakin memucat. Bibirnya digigit
menahan rasa nyeri yang amat lebat di dalam dadanya. Sementara
air mata si gadis berderai-derai memandang Tiang Le dengan
tatapan yang penuh cinta kasih.
"Kokooo......." bibir si gadis bergerak lagi memanggil.
Tiang Le mengangkat tangan kirinya mengusap pipi Bwe Hwa
dengan usapan halus, semakin berderai air mata si gadis
merasakan sentuhan tangan pemuda itu pada pipinya. Ia
menggigit bibir lagi menahan rasa nyeri dan pilu memandang ke
arah lengan kanan yang buntung itu. Tiba-tiba Bwe Hwa bangun
dan menciumi lengan buntung Tiang Le sambil menangis
mengguguk: "Tiang Le kokoo....... aku....... aku" berdosa kepadamu....... aku
membuntungi lenganmu" aduuuh kokoo?" kau?". kau
kasihan sekali, lenganmu"... kokoo....... biarlah aku membuntungi
lenganku yang satu ini....... kokoo kau" ampunilah aku....... jangan
kau marah padaku?" suara Bwe Hwa terputus putus.
Tiba-tiba gadis itu menjerit lirih dan mendekapkan tangan
kanannya pada dada yang terasa sakit bukan main. Darah segar
menyembur dari mulutnya, bibir gadis itu digigit keras-keras
sampai mengeluarkan darah, sementara wajahnya semakin pucat
seperti mayat. Tiang Le cepat menyusut darah merah yang membasahi dada Bwe
Hwa. Dan menotok dada itu menghentikan keluarnya darah.
Pandangan Bwe Hwa semakin sayu dan redup, bibirnya bergetar
634 mengucapkan kata-kata yang tak terucapkan oleh lidah yang tibatiba menjadi kelu dan sukar untuk bernapas. Mulut gadis itu
terbuka. Tiang Le terkejut sekali melihat keadaan gadis ini. Cepat ia
menyalurkan hawa lweekang di pundak Bwe Hwa dan berkata
pelan: "Cepat kau salurkan hawa murni di perutmu dan salurkan ke
dada. Hati-hati jangan sampai menyerang pernapasanmu?""
Bwe Hwa tidak menyahut. Ia merasakan hawa hangat menyentuh
pundaknya. Tiba-tiba segumpalan darah hitam keluar dari
mulutnya. "Kokoooo".!" Bwe Hwa menjerit. Ia merasa sakit yang membuat
semua uratnya perih dan kepalanya pening, lalu jatuh terkulai di
pangkuan Tiang Le. "Bwe Hwa"..!!"
Tiang Le memeluk gadis itu. Tak memperdulikan lagi darah hitam
yang telah menodai bajunya, tubuh Bwe Hwa didekapnya,
sementara Tiang Le menjerit keras,
"Bwe Hwa"... Hwa-moay jangan kau mati" jangan kau mati Bwe
Hwa....... duh".! Bagaimana ini, ya Tuhan, tolonglah Bwe
Hwa".... bagaimana ini"... Bwe Hwa?"
Tiang Le menjadi panik. Ia memang tak mengenal ilmu
pengobatan, dan tidak tahu bagaimana caranya mengobati luka
dalam dan begitu dilihatnya keadaan gadis, sumoaynya ini sangat
mencemaskan hatinya dan membuat pikirannya menjadi kalut dan
635 tidak tahu apa yang mesti ia perbuat. Ia tak tahan melihat
kepergian Bwe Hwa ke alam lain dalam keadaan mengenaskan
hati seperti ini. Saking tegangnya urat syaraf Tiang Le dan tak tahu apa yang mesti
ia perbuat tiba-tiba ia merasakan seluruh alam ini menjadi gelap
dan tertutup kelam kabut. Di alam sadarnya ia melihat Bwe Hwa
melayang tinggi. Amat tinggi sekali gadis itu terbang dan Tiang Le
tak kuasa menjangkau tangan gadis itu yang menggapai-gapai
kepadanya. Memanggil namanya, menjerit meminta tolong
padanya. Akan tetapi iapun hanya membalas dengan teriakan kuat dan
menjerit memanggil-manggil nama si gadis, "Bwe Hwa" Bwe Hwa
jangan kau pergi".. jangan kau tinggalkan aku....... aku akan
menyusulmu, aku akan menyusulmu".. tunggulah Bwe Hwa!"
Tiang Le merasakan sebuah geledek menyambar di atas
Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak 2 Iblis Dan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Pendekar Lembah Naga 12

Cari Blog Ini