Si Pisau Terbang Pulang Karya Yang Yl Bagian 2
keluar dari tenda. Tawanya, tariannya, cukup untuk membuat para pelacur yang terkenal kehilangan
warna dan ciri khas mereka. Hanya Tiat Gin I yang tidak tergoyahkan.
"Kau benar-benar jago," kata Li Hoay melihat perempuan yang begitu cantik, tapi
Tiat Gin I tidak tertarik. "Bila dia adalah seorang perempuan, aku pasti akan menyuruhnya tinggal,
sayangnya dia bukan perempuan." "Dia bukan perempuan?"
"Dia bukan manusia, bukan laki-laki maupun perempuan."
"Lalu dia itu apa?"
"Dia adalah banci," jawab Tiat Gin I.
Li Hoay bukan seorang yang bodoh.
"Aku sudah mengerti, tapi ada sedikit yang aku masih tidak mengerti, banci ini
mencarimu karena apa?" "Mengapa kau tidak melihat terlebih dahulu apa isi dari kotak kecil ini?"
Begitu kotak itu dibuka, Li Hoay segera terpaku, siapa pun yang membuka kotak
ini pasti akan terkejut. Karena kotak yang dihiasi dengan indah ini, di dalamnya Isinya ada sebutir
kacang, sebutir kacang yang sangat kecil.
Apa anehnya dengan sebutir kacang"
Mengapa dia begitu terkejut hanya karena sebutir kacang" Mengapa harus diantar
oleh orang yang aneh dan dengan cara yang aneh pula"
Karena Li Hoay tidak terpikir jawabannya maka itu dia hanya bisa terpaku.
Tanya Li Hoay kepada Tiat Gin I, "Kau begitu serius menyuruhku melihat isi
kotak, apa yang ada hanya ada benda semacam ini?"
"Benar." 'Tapi benda ini hanyalah sebutir kacang."
"Benar." Tapi ekspresi wajah Tiat Gin I terlihat seperti ada beban yang berat.
"Apa gunanya sebutir kacang ini?"
"Bila hanya sebutir kacang, ini pasti tidak apa-apa bukan?"
"Apakah ini bukan kacang sungguhan?"
"Itu bukan kacang."
"Bila itu bukan kacang, lalu itu apa" Itu benda apa" Apakah mainan?"
Dengan serius Tiat Gin I berkata, "Itu juga bukan mainan."
"Benda itu sama sekali tidak dapat dimainkan."
"Bila ada yang menganggap itu mainan, dia akan mati dalam satu langkah."
Li Hoay terpaku. Biasanya seorang Li Hoay jarang terpaku pada saat mendengar perkataan orang
lain, tapi sekarang perkataan Tiat Gin I membuat dia tidak mengerti.
"Benda ini semacam mantera, mantera yang membuat seseorang akan mati dalam waktu
dekat ini." "Sekarang aku tahu," kata Li Hoay, "itu pasti kacang milik Ci Teng Hoa (Bunga
Rotan Ungu)." "Benar." "Katanya bila Ci Teng Hoa bila sudah mengantar kacang itu kepada seseorang,
siapa pun orang itu bila sudah melihatnya, berarti dia adalah orang mati."
"Benar," kata Tiat Gin I, "karena itu aku mengatakan bahwa kacang itu adalah
mantera kematian." "Apakah benar bila seseorang yang sudah menerima kacang ini akan mati" Tidak ada
pengecualian?" "Tidak ada pengecualian. Sampai sekarang belum ada."
"Katanya dia adalah seorang perempuan, seperti apakah dia, apakah benar dia
begitu lihai?" Tiat Gin I terdiam lama, setelah itu baru pelan-pelan berkata,
"Kau masih muda, masih banyak hal yang kau belum mengerti, tapi kau harus ingat,
perempuan yang lihai di dunia ini jumlahnya lebih banyak daripada yang kau
pikirkan." Li Hoay tidak ingin mengucapkan apa-apa lagi.
Karena tiba-tiba dia teringat kepada dewa bulan, juga teringat kepada Ko Ko.
- Apakah mereka termasuk perempuan yang lihai" Li Hoay tidak mau memikirkan hal
lain lagi, dia bertanya kepada Tiat Gin I.
"Apakah kau pernah bertemu dengan Ci Teng Hoa?"
"Belum pernah."
Setelah menghembuskan nafas yang panjang, tawa Li Hoay pun muncul lagi, muncul
lagi tawanya yang khas, entah tawa ini adalah tawa yang lucu atau tawa yang jahat.
"Kalau begitu kacang ini bukan untukmu," kata Li Hoay.
"Walaupun benda ini adalah benda yang sudah dimanterai, tapi ini tidak ada
hubungannya denganmu." Tiat Gin I menatap Li Hoay dengan lama, matanya yang tampak dingin dan kejam,
seperti mengalir perasaan yang hangat, tapi suaranya terdengar dingin dan kejam,
"Apakah kau mengira kacang ini untukmu" Apakah kau mau menanggung semua ini?"
Li Hoay terdiam, artinya dia mengakuinya.
Tiat Gin I tertawa dingin dan berkata lagi: "Anak muda yang seringmengaku
dirinya sebagai pendekar, sudah banyak kulihat, Pemuda yang tidak takut mati, aku pun sudah
banyak melihatnya, tapi sayang kau tidak bisa merebut kacang ini."
"Apakah benar aku tidak bisa merebutnya?" tanya Li Hoay.
Tiat Gin I belum membuka mulut, dengan secepat kilat Li Hoay sudah mengambil
kacang yang berada di dalam kotak itu, dari telapak tangannya kacang itu meloncat dan masuk
ke dalam mulutnya dan langsung ditelan oleh Li Hoay, dia seperti orang yang setengah
mabuk memakan kacang itu. Kemudian dengan tertawa dia bertanya kepada Tiat Gin I,
"Sekarang kau tidak bisa merebut kacangku."
Wajah Tiat Gin I berubah, tawa Li Hoay yang tadinya seperti anak nakal langsung
membeku, wajahnya tiba-tiba berubah menjadi sangat menakutkan, dia seperti orang yang
mati karena kedinginan. Bila kau belum pernah melihat orang mati karena kedinginan, pasti kau tidak akan
pernah tahu seperti apa ekspresi wajahnya.
Mata Tiat Gin I menyipit, tubuhnya membeku.
Seorang Tiat Gin I yang begitu kejam dan juga seorang yang tenang, akan berubah
seperti itu. Terdengar lagi suara seperti dengungan nyamuk, sangat jelas lapi sepertinya
datang dari tempat yang jauh. Sebenarnya bagaimana" Sebenarnya sudah tidak begitu jauh.
g. Suara ini berasal dari sebuah alat musik gesek.
Nyamuk pasti tidak akan bisa menggeseknya, hanya manusialah yang bisa menggesek
alat musik. Seorang perempuan setengah baya, bertubuh tinggi dan montok, memiliki wajah yang
cantik dan bajunya tampak mewah, walaupun dia sudah tidak muda lagi, tapi tetap bisa
membuat jantung laki-laki berdebar-debar.
Dia sedang memapah seorang tua yang berambut putih, berbaju compang camping,
bertubuh kurus kering. Mereka tiba-tiba masuk ke dalam tenda.
Sebenarnya mereka berjalan selangkah demi selangkah, saling memapah untuk masuk
ke dalam tenda. Tapi begitu orang-orang melihat mereka, tiba-tiba saja mereka sudah berada di
dalam tenda. Tangan orang tua itu sedang memainkan tehian (erhu, semacam alat musik gesek).
Sebuah tehian yang sudah usang, senar-senarnya sudah menghitam, bahkan ada yang
sudah putus, karena itu tehian yang digesek mengeluarkan bunyi seperti dengungan
nyamuk, membuat orang merasa tidak nyaman.
Wajah orang tua itu tampak kering, mata tuanya sudah tidak bercahaya, ternyata
dia adalah seorang yang buta, .Begitu masuk, mereka berdiri dengan diam di sudut, mereka tidak seperti
meminta-minta juga tidak seperti mengamen. Tapi semua orang memperhatikan mereka sekarang, karena mereka bukan pasangan
yang serasi. Yang membuat orang merasa aneh adalah walaupun tehian berada di depan mata, tapi
suara yang dihasilkan sepertinya berasal dari tempat yang jauh.
Hanya ada satu orang yang tidak memperhatikan mereka, melihat pun tidak, seakan
di dunia ini tidak pernah ada orang seperti mereka.
Orang itu adalah Tiat Gin I.
Tawa di wajah Li Hoay sudah membeku, begitu pula dengan seluruh tubuhnya.
Sebenarnya semua orang pun bisa melihat, walaupun sekarang ini Li Hoay belum
meninggal, tapi waktunya tidak akan lama lagi.
Anehnya sekarang ini Tiat Gin I tidak tampak khawatir sedikit pun, sepertinya
kematian Li Hoay tidak ada hubungan dengannya sedikit pun.
Sepertinya dia pun memiliki mantera yang menjamin Li Hoay tidak akan mati.
Suara tehian yang seperti dengungan nyamuk sudah tidak terdengar lagi.
Dari luar tenda tiba-tiba terdengar irama musik yang cepat, kencang, dan
misterius. Suara ini entah keluar dari alat musik apa.
Orang banci tadi, yang pinggangnya seperti ular, mulai menari lagi dengan
langkah yang aneh. Perbedaan dengan yang tadi adalah dia tidak datang sendirian, kali ini mereka
datang bertujuh, semua orang itu seperti dia, centil dan aneh. Mereka menari mengikuti irama,
menarikan tarian yang aneh, baju yang mereka kenakan beraneka ragam, tapi tubuh mereka semua
tidak terbungkus oleh baju. Baju mereka lebih berani dari seorang penari perut.
Mereka semua adalah laki-laki.
Walaupun orang-orang di sana tahu bahwa mereka adalah laki-laki, tapi di dalam
irama yang begitu indah, mereka menari dengan penuh kegairahan, bahkan tarian mereka
terlihat berlebihan. Di dalam irama yang kencang dan cepat itu dengan iringan tarian yang gilagilaan, mereka melihat ada seseorang. Penari lain terus menari dan bergerak, tapi orang ini hanya diam.
Penari-penari itu hampir telanjang tapi orang itu mengenakan jubah yang panjang
hingga ke mata kaki. Tubuhnya dari ujung kepala hingga ke ujung kaki terbungkus dengan rapi, hanya
wajahnya yang terlihat. Siapa pun yang pernah melihat wajah ini, seumur hidup tidak akan pernah
melupakannya. Wajah itu terlalu menakutkan dan sangat jelek, tapi wajahnya mengandung
kegenitan yang tidak dapat dilukiskan, sepertinya kapanpun dia bisa memuaskan nafsu seorang
laki-laki. Ada seseorang yang berkata,
"Perempuan jelek pun mempunyai daya tarik tersendiri, kadang-kadang malah lebih
bisa membuat hati laki-laki lebih tergerak, karena semua gerak geriknya, tawanya bisa
membuat laki laki merasa bergairah kepadanya."
Bila sudah melihat perempuan ini, kata-kata tadi bisa dibuktikan, setelah
mendengar suaranya, kau akan lebih mempercayainya lagi.
Suaranya terdengar serak dan rendah.
Dia tertawa kepada Tiat Gin I, kemudian pelan-pelan berjalan menghampiri Li
Hoay, dan melihatnya dengan lama. "Apakah dia adalah Li Hoay?" dia bertanya kepada Tiat Gin I.
"Benar." 'Tapi aku merasa dia bukan seorang yang jahat."
"Oh?" "Dia tidak jahat sama sekali, dia adalah laki-laki sejati, aku belum pernah
Si Pisau Terbang Pulang Karya Yang Yl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertemu dengan lakilaki seperti dia." "Oh?" "Berani menelan kacangku ke dalam perutnya, hanya dia yang berani melakukannya
dan hanya dia yang pertama yang melakukannya."
Tiat Gin I dengan sikap dingin menatap perempuan itu, dengan suara yang dingin
dia berkata, "Dari dulu kacang memang untuk dimakan, sudah banyak kacang yang dimakan oleh
manusia." 'Tapi kacangku ini tidak boleh dimakan."
"Mengapa?" "Siapa pun yang makan kacangku, dia akan mati dan harus mati, dalam waktu satu
jam dia akan menjadi seonggok darah."
Tiat Gin I tertawa dengan dingin. Arti tawanya sangat jelas, dia menganggap
kata-kata perempuan ini adalah omong kosong.
Perempuan itu pun ikut tertawa, tawanya tampak lebih centil lagi.
"Aku pikir sebaiknya kau harus tahu siapa aku ini?"
"Aku tahu siapa kau ini, kau adalah Ci Teng Hoa," jawab Tiat Gin I dengan
dingin. "Bila kau sudah tahu siapa aku ini, mengapa kau masih tidak mempercayai katakataku?" "Karena aku tahu Li Hoay tidak akan mati."
"Kau salah! Aku jamin siapa pun yang sudah memakan kacangku dia akan mati,
begitu pun dengan Tuan Li Hoay, tidak ada pengecualian," kata Ci Teng Hoa dengan lembut.
'Tapi Tuan Li Hoay ini merupakan pengecualian."
Suara Tiat Gin I terdengar sangat penuh percaya diri, semua pun tahu bahwa Tiat
Gin I bukan seorang yang bodoh, dan bukan seseorang yang tidak tahu apa-apa, dia bisa
berkata seperti itu, pasti ada alasannya. Karena itu Ci Teng Hoa pun mulai merasa aneh,
"Mengapa dia merupakan pengecualian?"
"Semua ini karena Kongsun Thayhujin (Nyonya besar Kongsun)."
'Kongsun Thayhujin', bila sekilas mendengar nama itu, itu hanyalah sebuah nama
dari seorang nenek tua, hanya saja dia lebih terkenal dari nenek tua yang lain, karena dia
mempunyai uang banyak, hidupnya pasti lebih panjang umur.
Membunuh orang seperti membabat rumput seperti yang dilakukan oleh Ci Teng Hoa,
mendengar nama ini saja kesan centil di wajahnya sudah terbayang.
Tiat Gin I tetap dengan nada dingin berkata,
"Aku kira kau pun sudah tahu, siapa itu Kongsun Thayhujin, juga tahu dia akan
melakukan hal apa." Ci Teng Hoa pun dengan suara yang sama dinginnya berkata,
"Sepertinya aku tahu nama ini, katanya dia hanya seorang pembunuh bayaran yang
harga sewanya lebih tinggi dari pembunuh bayaran lainnya."
"Apakah hanya itu yang kau tahu?"
"Kecuali hal tadi, apakah dia memiliki keistimewaan lainnya?"
"Bila kau tidak tahu, aku akan memberitahukannya kepadamu," kata Tiat Gin I.
"Dalam kurun waktu 170 tahun ini, pembunuh yang paling ditakuti di dunia
persilatan adalah Kongsun Thayhujin, pembunuh dengan bayaran tertinggi dan yang paling lama adalah
kongsun Thayhujin ini." "Tapi aku pun pernah mendengar, seseorang seperti cahaya bulan dengan senjata
pisau, pisaunya seperti cahaya bulan, dia bernama dewa bulan."
Ci Teng Hoa sengaja bertanya lagi.
"Apakah di dunia persilatan memang ada orang seperti itu?"
"Benar, memang ada."
"Kau pernah bertemu dengannya?"
"Tidak," jawab Tiat Gin I, "dia sama seperti dirimu dan kongsun Thayhujin, sulit
untuk ditemui." Tawa Ci Teng Hoa tampak seperti air, dan dia berkata,
"Tapi hari ini kau sudah bertemu denganku."
Kata Tiat Gin I, "Karena kau mengira Li Hoay sudah mati, bila kau dengan keenam
penari bancimu datang, orang-orang yang melihatmu akan segera mati dan tidak
tertolong." Ci Teng Hoa menghela nafas,
"Kau benar-benar seorang yang sangat teliti, hal-hal mengenai orang lain kau pun
sangat teliti mengamatinya." "Untungnya kau bukan orang seperti diriku," kata Tiat Gin I. "Banyak hal yang
terjadi yang tidak pernah kau pikirkan belumnya."
"Oh?" "Paling sedikit kau pasti tidak pernah memikirkan bahwa Nyonya Kongsun akan
datang bukan?" "Oh?" "Kongsun Thayhujin seperti dewa bulan, adalah seseorang yang tidak mudah untuk
turun tangan, tapi bila ada seseorang yang berani membayar dia dengan harga tinggi,
bila kalian akan mulai membunuh, dia pasti akan segera muncul."
Kata Tiat Gin I lagi, "Bila kalian muncul, kalian tentu tidak akan membiarkan bisnis kalian direbut
oleh orang lain bukan" Kalian berdua pun memiliki kesamaan, tidak akan membiarkan orang yang
ingin kalian bunuh mati di tangan orang lain."
Ci Teng Hoa mengakuinya. "Hal ini semua orang di dunia persilatan sudah mengetahuinya, aku tidak perlu
banyak bercerita lagi," kata Tiat Gin I.
'Tapi mengapa kau mengatakannya?"
"Karena aku memikirkan sebuah pertanyaan yang sangat lucu."
"Pertanyaan tentang apa?"
"Seseorang hanya bisa mati satu kali, bila kalian dalam waktu yang bersamaan
muncul di suatu tempat dan ingin membunuh orang yang sama, seharusnya orang itu mati di tangan
siapa?" Ci Teng Hoa pun merasa hal ini seingat lucu, dia pun tampak berpikir lama.
"Bagaimana menurutmu?"
"Aku tidak bisa memberi komentar apa-apa, aku hanya mengetahui satu hal."
"Hal mengenai apa?"
"Pertama kalinya Kongsun Thayhujin membunuh Ketua Lan San, kejadian ini sudah
berlangsung 22 tahun yang lalu, menurut tetua yang banyak pengalamannya, di dunia persilatan
Kongsun Thayhujin pernah membunuh sebanyak 21 kali, jadi bila dirata-ratakan dalam waktu
1 tahun dia akan membunuh sedikitnya satu kali, orang-orang yang dibunuh olehnya adalah
orang-orang yang terkenal di dunia persilatan."
"Berdasarkan apa kau menarik kesimpulan seperti ini?"
"Menurut cara dan kebiasaan Kongsun Thayhujin bila membunuh orang."
"Lalu mereka sendiri berkesimpulan seperti apa?"
"Dalam waktu 21 tahun ini, bila Kongsun Thayhujin membunuh orang tidak pernah
terbukti, juga belum pernah melakukan kesalahan, juga tidak pernah gagal."
Ci Teng Hoa tertawa. "Mengenai hal ini aku pun pernah mendengarnya."
Ci Teng Hoa bertanya lagi kepada Tiat Gin I,
"Bagaimana pendapatmu mengenai diriku?"
"Kau membunuh orang lebih banyak dari Kongsun Thayhujin, sejak 13 tahun yang
lalu kau sudah membunuh banyak orang, hingga saat ini kau sudah membunuh sebanyak 69
orang, sasaranmu adalah para pesilat tangguh, kau pun tidak pernah gagal."
"Kalau begitu, bukankah aku lebih baik dari Kongsun Thayhujin?" tanya Ci Teng
Hoa dengan genit. "Bila memperhitungkannya seperti itu, tidak benar," kata Tiat Gin I.
"kau kalah dibanding dirinya, dan kekalahanmu bukan sedikit."
"Mengapa?" "karena dalam 70 kali pembunuhan, 13 kali kau salah memperhitungkan waktu, dan
sasaranmu ada yang tidak tepat, dan kau masih terluka sebanyak dua kali." kata Tiat Gin I
lagi dengan dingin, "Kau mengalami kekalahan sebanyak 13 kali, dan setiap kali kau mengalami bahaya,
karena itu kau bukan yang terkuat, yang terkuat tetap Kongsun Thayhujin."
Tawa Ci Teng Hoa sudah tidak terlihat centil lagi,
"Maksudmu, bila hari ini Kongsun Thayhujin ingin membunuh Tuan Li, maka Tuan Li
akan mati di tangan Kongsun Thayhujin?"
"Memang seperti itu maksudku," jawab Tiat Gin I.
"Bila Kongsun Thayhujin tidak menginginkan orang yang akan dibunuh mati di
tanganmu, kau tidak akan bisa membunuh orang ini."
Ci Teng Hoa melihat Li Hoay dengan lama, wajahnya yang tersenyum, membuat orang
tidak tahan melihatnya. "Kali ini kau salah, Tuan Li kita sudah seperti orang mati, kau bilang orang
hanya akan mati satu kali," kata Ci Teng Hoa.
Kata Tiat Gin I, 'Tidak salah."
Satu orang hanya akan mati satu kali, bila orang itu sudah mati di tanganmu, dia
tidak akan mati di tangan orang lain.
h. Musik masih dimainkan, pinggang seperti ular pun masih diliuk-liukkan.
Suara musik bertambah kencang seperti angin ribut, seperti suara perang di medan
tempur, sepertinya di bumi dan langit ini tidak ada yang bisa menghentikan musik ini.
Tapi sekarang ini suara musik tertutup oleh suara seperti dengung nyamuk itu.
Karena semua orang yang berada di dalam tenda itu hanya bisa mendengar suara
tehian yang berdengung seperti suara nyamuk, suara yang lain tidak terdengar lagi.
Perempuan yang tinggi dan montok itu, walaupun sudah setengah baya tapi masih
bisa membuat jantung laki-laki berdebar-debar, dia meninggalkan orang tua yang masih
bermain musik itu dan dengan anggun keluar dari sudut berjalan menghampiri Tiat Gin I,
'Terima kasih." Dia berkata,
'Terima kasih, kau sudah memuji kami, selamanya kami akan selalu ingat dengan
pujianmu." Tiat Gin I berdiri dan dengan serius berkata.
"Aku hanya mengatakan yang sebenarnya."
"Kalau begitu aku bisa menjamin, yang Tuan tadi katakan sedikit pun tidak ada
yang salah." Nyonya yang anggun itu berkata.
"Aku jamin Tuan Li Hoay pagi ini tidak akan meninggal."
Sekarang malam sudah larut, bumi masih diselimuti oleh kegelapan yang pekat,
menunggu matahari terbit harus menunggu beberapa saat lagi.
Nyonya yang anggun itu, di bawah sinar lampu yang terang terlihat sangat anggun
dan terhormat, tidak ada seorang pun yang curiga dengan kata-katanya.
"Aku percaya," ucap Tiat Gin I, "aku selalu percaya dengan kata-kata Nyonya."
Ci Teng Hoa menahan tawanya, dia bertanya kepada Tiat Gin
i. "Apakah dia adalah Kongsun Thayhujin?"
"Benar." 'Tapi dia tidak terlihat seperti itu, mengapa Kongsun Thayhujin masih begitu
muda?" "Dan mengapa kata-katanya tidak terdengar bisa dipercaya?" tanya Ci Teng Hoa.
Nyonya yang anggun itu tertawa dan memberi jawaban,
"Kau mengatakan bahwa aku masih muda, aku tidak berani mengakuinya, kau bilang
aku tidak bertanggungbjawab, aku pun tidak bisa menerimanya."
"Kontrakku adalah menjelang subuh aku harus mengambil nyawanya, jadi sebelum
subuh dia tidak akan mati," kata Kongsun Thayhujin.
"Bila sekarang dia mati, aku akan membuatnya hidup kembali, kemudian dia akan
mati di tanganku." Ci Teng Hoa menghela nafas, keenam penari seperti ular itu tiba-tiba sudah
mengelilingi Kongsun Thayhujin, enam buah pinggang dari enam orang, dari enam arah memutar,
keenam pasang tangan orang itu pun dari duabelas arah menyerang ke arah Kongsun
Thayhujin. Dua belas arah adalah arah yang sama sekali tidak disangka, kecuali mereka
berenam
Si Pisau Terbang Pulang Karya Yang Yl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak ada seorang pun yang bisa menyerang dengan cara seperti ini.
Akan terjadi hal apakah pada nyonya terhormat ini"
Si tua yang memainkan tehian tetap memainkan tehian, wajahnya tetap datar, dia
sepertinya memang tidak bisa melihat
Tiat Gin I pun tidak ikut campur, dia seakan-akan tidak melihat kejadian itu.
Keenam orang banci yang cantik itu dengan kedua belaa tangan mereka yang indah
dengan duabelas jurus, berganti arah.
Tapi orang yang berteriak kesakitan hanya ada satu. Teriakan itu bukan berasal
dari satu mulut, melainkan keluar berbarengan tlari enam buah mulut.
Suara ini berasal dari enam orang banci yang berteriak, kemudian disusul dengan
suara tubuh mereka yang roboh. Tidak ada yang terluka. Tapi tiba-tiba dari tengah-tengah alis mereka seperti sudah dibelah oleh pisau,
luka mereka seperti ada mata mereka yang ketiga, luka itu penuh dengan darah.
Keenam banci itu tiba-tiba tidak memiliki mata, karena mata mereka tertutup oleh
darah. Wajah Tiat Gin I tidak berubah, begitu juga dengan wajah Ci leng Hoa, begitu
juga dengan wajah orang-orang yang berada di dukun tenda itu, karena setengah jam yang lalu,
orang yang belum pingsan itu sudah melarikan diri.
Seorang pelacur terkenal yang bernama Song Yu Ji, yang biasanya terlihat anggun
dan pendiam, sekarang berlari dengan keadaan yang tidak anggun.
Sewaktu dia lari dari tempat itu, dia seperti seekor anjing liar yang dipukul
oleh orang. Kongsun Thayhujin yang terhormat itu tampak menarik nafas.
"Kongsun Thayhujin, aku benar-benar kagum kepadamu, sekali mengeluarkan jurus
Anda berhasil membunuh enam orang sekaligus, tidak terlihat bentuk dan bayangannya,
aku percaya tidak ada yang bisa melihat keenam anak buahku yang aneh ini, bagaimana cara
mereka mati di tanganmu." "Terima kasih."
"Jurus yang tidak dimengerti oleh orang lain, selalu membuat orang menjadi
terkagumkagum," kata Ci Teng Hoa. "Bila Nyonya sudah meninggal, setiap tahun aku akan menyembahyangimu dengan arak
dan bunga, untuk memperingati hari kematian Nyonya."
Kongsun Thayhujin masih dengan sopan berkata,
"Tapi sayang, tahun depan di hari yang sama, sepertinya aku belum akan mati,
seperti Tuan Li Hoay yang belum mati sekarang mi."
"Apakah kau bisa menolongnya?"
"Aku tidak menolongnya, bila dia benar-benar sudah mati, tidak ada seorang pun
yang bisa menolongnya." Ada seseorang yang bisa menolongnya.
"Kalau begitu kau mengira dia belum mati?" Kongsun Thayhujin menarik nafas dan
menjawab, "Bila kau menganggap Tuan Li sekarang sudah mati, kau tidak memahami Tuan Li
ini." "Oh?" "Bila Li Hoay bisa mati karena sebutir kacang milikmu, dia tidak akan bernama Li
Hoay lagi." Pada saat itu orang-orang yang tertinggal di dalam tenda, tiba-tiba mendengar
ada seseorang yang masuk ke dalam tenda dan tertawa.
Begitu Ci Teng Hoa mendengar tawa ini, dia tidak bisa tertawa lagi.
Orang yang tertawa itu adalah Li Hoay yang dianggapnya sudah mati.
j. Sejam yang lalu, Li Hoay mati, kaku seperti es, sekarang ini dia bisa tertawa,
bisa berdiri dan juga bisa berjalan. Tuan Li Hoay ini berjalan menghampiri Ci Teng Hoa, di hadapan perempuan yang
ingin membunuhnya, Li Hoay dengan sopan tersenyum dan dengan hormat memberikan benda
yang sangat kecil itu. "Ini adalah kacang milikmu," kata Li Hoay, "aku mengembalikannya kepadamu."
'Terima kasih," Ci Teng Hoa mengeluarkan tawa yang genit, dia berkata lagi,
"Sebenarnya harus sudah aku pikirkan sebelumnya, Tuan Li yang begitu pintar,
tidak akan memakan benda yang sulit dicerna, tapi aku tidak menyangka sedikit pun bahwa
Tuan Li memiliki teknik berpura-pura mati yang begitu tinggi."
Li Hoay tertawa. "Aku sudah berlatih teknik ini sejak kecil, aku mencuri makanan milik orang
lain, bila orang itu akan membunuhku, aku harus berpura-pura mati," dia berkata lagi,
"Seorang anak yang liar dan sejak kecil selalu kelaparan, untuk mendapatkan
makanan dia harus belajar teknik ini, tapi di kemudian hari, setiap kali menghadapi keadaan
seperti itu, teknik itu pasti akan dikeluarkan, aku tidak bisa mengubah kebiasaan ini."
"Begitu anak ini tumbuh besar kemudian melatih tenaga dalam yang aneh, maka
teknik berpura-pura matinya lebih tinggi lagi."
"Dalam hal ini aku selalu berhati-hati, bila aku tidak bisa berpura-pura mati
dan tidak mirip, aku tidak akan bisa menipu Nyonya Ci."
"Aku benar-benar kagum kepadamu, aku juga menyukaimu aku percaya kau pun akan
menyukaiku." Li Hoay menghela nafas.
'Terus terang, perempuan seperti dirimu pasti banyak orang yang menyukai."
"Kalau begitu, apakah kau mau melakukan satu hal untukku?"
"Hal mengenai apa?"
"Apakah kau mau demi diriku, mati sekali lagi, tapi kali ini benar benar mati."
Semua orang pun bisa berpikir, bila sudah keluar kata-kata seperti itu, itu
adalah saat untuk menyerang, dan waktunya bagi Ci Teng Hoa untuk menyerang.
Serangan kali ini adalah serangan untuk hidup atau mati, tapi anehnya belum lama
katakata ini diucapkan, Ci Teng Hoa sedikit pun tidak mempunyai maksud untuk menyerang Li
Hoay. Walaupun ini adalah kesempatan yang sangat baik, dan kesempatan ini tidak akan
kembali lagi, hanya orang bodoh saja yang melakukan hal ini, dan itu dilakukan oleh Ci Teng
Hoa. Ci Teng Hoa bukan orang yang bodoh, tapi sekarang ini mengapa dia bertingkah
laku seperti orang bodoh" Dia sangat ingin membunuh Li Hoay, dan Li Hoay pun tidak akan melepaskan dia
begitu saja, tapi pada saat dia bertingkah seperti orang bodoh seharusnya Li Hoay langsung
menyerangnya. Tapi Li Hoay sendiri pun tidak menyerangnya.
Mengapa dua orang yang sangat pintar ini tiba-tiba bisa menjadi begitu bodoh"
Yang anehnya lagi, mengapa orang-orang yang berada di sisi mereka bertepuk
tangan demi orang-orang bodoh ini"
Kongsun Thayhujin pun ikut bertepuk tangan,
"Tuan Li, kau benar-benar hebat, aku pun kagum kepadamu."
"Aku tidak berani menerimanya."
"Dengan cara apa kau bisa membuat dia tidak berkutik?"
"Sewaktu dia mengambil kacang dari tanganku, dengan jari kecilku aku menotok
jalan darah yang berada di telapak tangannya."
"Karena itu setelah mengucapkan dua kalimat tadi, tangannya tiba-tiba menjadi
beku dan dia tidak bisa menyerangmu lagi."
"Apakah tubuh sebelah kanannya pun tidak bisa digerakkan?" tanya Kongsun
Thayhujin kepada Li Hoay. "Kira-kira seperti itulah."
"Karena itu kau pun tidak perlu menyerangnya lagi?" Li Hoay hanya tertawa.
Kongsun Thayhujin menarik nafas dan berkata,
"Tuan Li, bukannya aku hendak memujimu, ilmu silat jarimu, di dunia ini hanya
ada tiga orang yang bisa menandingimu."
Li Hoay mengerjapkan matanya dan tersenyum, sengaja dia bertanya, "Siapakah dua
orang yang lainnya itu" Apakah salah satunya adalah dirimu?"
"Bila aku mengatakannya belum tentu kau akan mempercayainya dan belum tentu pula
kau tidak mempercayainya."
"Apakah kau mau menemaniku seorang diri?"
"Aku siap." Kemudian orang tua yang buta itu dengan menggunakan tehian sebagai tongkatnya,
berjalan selangkah demi selangkah keluar dari tenda itu.
Tiat Gin I sudah mengepalkan tangannya.
Li Hoay dengan tiga jarinya menarik bajunya, dan dengan suara kecil berkata,
"Aku minta kau jangan melakukan hal seperti itu, ini akan ditertawakan oleh orang lain, Kongsun
Thayhujin aku akan meninggalkanmu, aku dan lojinke ini akan keluar untuk jalan-jalan."
Tuan Li dan si tua sudah keluar dari tenda, Kongsun Thayhujin malah duduk dengan
nyaman. Tiat Gin I terus menatapnya.
"Aku yakin aku tidak salah, kau adalah Kongsun Thayhujin."
'Tiat Koanke, kau memang tidak salah, mana mungkin kau salah, bila tidak Tuan
Besar Li tidak akan bisa hidup sampai sekarang."
"Kalau begitu, siapa lojinke tadi?"
"Dia adalah suamiku," Kongsun Thayhujin menuangkan secangkir arak untuknya
sendiri dan berkata, "Di keluarganya dalam urutan silsilah keluarga, dia adalah yang dituakan, karena
itu aku dipanggil Kongsun Thayhujin."
"Kongsun" Nyonya Besar" Keluarga Kongsun?" Tiat Gin I banyak pertanyaan.
"Mengapa aku tidak pernah mendengar sebelumnya?"
"Karena keluarga Kongsun yang tersisa hanya suamiku saja."
Dengan sedih Kongsun Thayhujin berkata lagi,
"Orang dunia persilatan sudah mengetahui, selama ini aku belum pernah kalah,
mereka pun tahu bahwa suamiku tidak pernah memenangkan pertarungan."
"Apakah memang belum pernah menang?"
"Benar," suara Kongsun Thayhujin terdengar sangat sedih, dia berkata lagi, "Ada
orang yang nasibnya memang ditakdirkan untuk kalah, walaupun dia adalah orang yang sombong
dan sangat kuat, tapi nasibnya harus selalu kalah."
Tiat Gin I terdiam. Dalam diam itu, dia pun merasa sedih dan sakit, setelah lama dia baru berkata
kepada Kongsun Thayhujin. "Apakah aku boleh mengucapkan satu kalimat "'"
"Katakanlah!" "Apakah aku boleh mengetahui nama lojinke itu ?"
Kongsun Thayhujin pun terdiam dengan lama baru berkata :
"Kau boleh bertanya kepadaku, tapi sayang meskipun aku menyebutkan namanya, kau
belum tentu mengenalnya." Tiat Gin I terdiam menunggu Kongsun Thayhujin berkata lagi, setelah lama Kongsun
Thayhujin baru berkata, "Namanya adalah Bu Seng (Bu=tidak pernah, Seng=menang)
"Benar namanya adalah Kongsun Bu Seng."
Seseorang yang seumur hidupnya belum pernah menang setiap malam dia gelisah
dalam tidurnya memikirkan hidupnya, dalam hatinya dia merasakan perasaan seperti apa"
Menjadi istri dari orang seperti itu, setiap malam mendengar desah nafasnya yang
gelisah, tidurnya yang tidak nyenyak, terus menerus menghapus keringat dinginnya, apakah
yang dia rasakan" Istri dari seorang yang selalu gagal.
"Aku tidak mempunyai cara untuk menolongnya," kata Kongsun Thayhujin, "karena
dia
Si Pisau Terbang Pulang Karya Yang Yl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memang ditakdirkan menjadi orang seperti itu."
Setelah habis mengucapkan kata-kata ini, Kongsun Thayhujin lalu meneteskan air
mata. Li Hoay mengikuti orang tua yang selalu gagal ini keluar dari tenda, bila
Kongsun Bu Seng adalah seorang yang selalu gagal, yang menang pasti Li Hoay.
Nasib Li Hoay selama ini tidak pernah buruk.
"Kalau begitu maksud dari Kongsun Thayhujin, apakah kita harus mencobanya?"
"Sepertinya begitu."
Walaupun hal ini tidak dipikirkan dengan otak melainkan dengan dengkul, tapi
pertarungan kali ini adalah pertarungan antara hidup dan mati.
Kali ini pun tetap harus dicoba.
k. Menurut keterangan yang terkumpul dari dunia persilatan, bila Kongsun Thayhujin
bisa mencapai ilmu silat hingga tingkat tertinggi, Li Hoay Kongcu kita ini termasuk
dalam tingkat ketiga. Karena keterangan mengenai Kongsun Thayhujin, bahwa dia tidak pernah gagal dalam
menjalankan tugasnya. Dalam keadaan seperti itu, Li Hoay sudah tidak mempunyai
jalan lain lagi. l. Di dalam tenda sudah terjadi keributan dan juga pembunuhan. Orang di dalam tenda
sudah tidak begitu banyak, dan yang tertinggal kebanyakan adalah perempuan, kebanyakan
adalah perempuan yang cantik dan anggun.
Umur mereka berbeda jauh, dandanan mereka pun tidak ada yang sama, satu-satunya
persamaan mereka adalah, apa pun yang terjadi di sana, mereka tetap terlihat
tenang. Mungkin karena mereka sudah melihat pelacur yang terkenal dan pendekar terkenal,
mereka sama-sama orang persilatan. Mereka mempunyai sifat yang sama, sifat yang tidak
dimengerti oleh orang biasa. Tiat Gin I dengan rambut yang sudah memutih dan berpakaian sangat mewah, sejak
tadi duduk di kursi, di kursi yang mewah. Mereka sekarang dengan perlahan berdiri.
"Jikongcu, sepertinya sandiwara yang kau perankan sudah selesai, sekarang ini
adalah giliranku." "Giliranmu?" tanya Li Hoay, "giliranmu untuk apa?"
"Giliranku untuk membunuh orang, atau mungkin giliranku untuk mati."
"Membunuh orang atau mati, sebenarnya itu adalah dua sisi dari satu keping, dua
gambar yang berada di dalam satu keping mata uang."
Tiat Gin I berdiri, rambut putihnya tampak berkilau.
"Karena hidup atau mati, tidak ada hubungannya denganmu."
Li Hoay tertawa kecut dan berkata, "Hal ini tidak ada hubungannya denganku, lalu
berhubungan dengan siapa" Kali ini kau tidak perlu mengurusku lagi."
"Itu tidak bisa."
Kata Tiat Gin I, "Menurut Tuan Besar, kau harus segera pulang, karena itu aku harus membawamu
pulang, bila kau mati, aku yang akan menggantikanmu."
"Bila kau mati, kau tidak akan bisa membawaku pulang."
"Lebih baik aku yang mati terlebih dahulu, baru disusul olehmu."
Kata-kata ini bukan dialog dari sebuah sandiwara, juga bukan dibuat-buat.
Kebenaran ucapan ini lebih benar dari sumpah menteri-menteri kepada raja.
Li Hoay sudah tidak dapat tertawa lagi, dia benar-benar tidak dapat tertawa
lagi. Tiat Gin I melihatnya, dia mengayunkan tangannya dan berkata,
"Aku percaya kau sudah mengerti maksudku, karena itu lebih baik sekarang kau
mundur." Tiba-tiba ada seseorang yang bertepuk tangan.
Yang bertepuk tangan adalah seorang perempuan muda, dia tidak berdandan, hanya
mengenakan pakaian berwarna hijau muda yang terbuat dari sutra.
Kelihatannya dia begitu lembut dan lemah, tidak ada yang mengetahui bahwa dia
adalah seorang pelacur yang terkenal dan tidak ada yang menyangka dia bisa berkata
seperti itu. "Aku tidak pernah melihat laki-laki seperti kalian, bila kalian benar-benar
mati, aku akan menemani kalian mati."
Kata-kata gadis berbaju hijau ini lebih berharga dari perkataan seorang
pendekar. Li Hoay tertawa kembali. "Mengapa begitu banyak orang yang ingin mati, sebenarnya kita pun tidak perlu
mati," kata Li Hoay kepada Tiat Gin I. "Bila kau memperhatikan dan melihat tangan orang tua yang menggesek alat musik
itu, aku jamin kita semua tidak akan mati."
Li Hoay berkata lagi, "Bila orang tua ini tidak membantu Kongsun Thayhujin, aku
percaya bahwa Kongsun Thayhujin sudah mati beberapa puluh kali."
Suara tehian sudah berhenti, pak tua itu dengan perlahan keluar dari sudut
tenda, suaranya lebih rendah dan serak dari suara tehian itu sendiri, "Bagaimana kalau kita
berjalanjalan keluar?"
dia bertanya kepada Li Hoay.
"Apakah kau mau menemaniku berjalan-jalan di luar?" Li Hoay tahu bahwa orang itu
selalu kalah, kemana pun dia pergi seharusnya dia tidak perlu merasa khawatir.
Anehnya wajah Tiat Gin I sepertinya sangat mengkhawatirkan sesuatu, lebih
khawatir dibanding saat Li Hoay menelan kacang Ci Teng Hoa.
m. Malam yang banyak kabut. Saat ini masih ada kabut yang begitu tebal, membuat orang tidak menyangkanya,
seperti di tempat ini. Si Tua Kongsun masih minum arak berdua dengan Li Hoay di sebuah pohon yang sudah
mati. Arak itu bukan diambil dari meja Tiat Gin I, arak ini berasal dari kantung orang
tua ini sendiri. "Arak ini tidak memiliki rasa arak, tapi pada saat diminum di dalam perut
seperti ada api yang membakar." "Apakah kau tidak melihat bahwa arak ini sedikit aneh" Dan kau terlihat lebih
aneh lagi?" "Apakah kau tidak merasa aneh mengapa aku mengundangmu minum di tempat yang
begitu sederhana?" "Aku tidak menyangkanya, tapi aku tetap datang," kata Li Hoay.
Dia berkata lagi, "Meskipun aku tahu kau ingin membunuhku, aku tetap datang."
Orang tua itu tertawa, tubuhnya berguncang-guncang dan araknya hampir tumpah,
mulutnya yang gepeng, tertawa hingga tidak terlihat giginya.
Membunuh orang tidak memerlukan gigi, karena itu Li Hoay terus melihat
tangannya, seperti sebuah paku yang sudah tertancap.
Sepasang tangan Kongsun Lojin karena terus tertawa, tangannya bergetar dan juga
seperti sudah terpaku. Mata Li Hoay yang tajam dan bercahaya, tampak agak melembut.
Perubahan yang terjadi ini kecuali mereka berdua, tidak ada yang bisa
melihatnya. Di dunia persilatan, anli silat tangguh bertarung untuk hidup dan mati, dan
kadangkadang ditentukan dari sebuah keadaan yang sepele.
Tapi kemenangan untuk hidup dan mati belum selesai. Karena mereka baru saja
memulai pertarungan yang pertama.
n. Kongsun Lojin dengan mulutnya yang gepeng, dari guci araknya yang gepeng, dengan
tegukan besar meminum arak yang aneh itu.
"Aku adalah orang aneh, tapi kau lebih aneh lagi, aneh juga sangat pintar," kata
Kongsun Bu Seng. Dia berkata lagi, "Karena itu kau harus mengerti, aku menyuruhmu keluar karena
aku tahu si nenek tua itu tidak akan bisa melawanmu. Tapi ada sedikit hal yang tidak kau
ketahui, aku mencarimu karena suatu alasan yang khusus," kata Si Tua Kongsun.
"Alasan apakah itu?"
Kongsun Lojin malah balik bertanya kepada Li Hoay, "Apakah kau mengetahui
namaku" Dan apakah kau tahu aku ini orang semacam apa?"
"Aku tidak tahu."
"Aku bermarga Kongsun, bernama Pay (kalah), dijuluki Bu Seng (tidak pernah
menang)." "Kongsun Pay" Kongsun Bu Seng?"
"Benar, karena seumur hidup aku bertarung, aku belum pernah menang."
Li Hoay benar-benar terkejut.
Karena dari tawa dan tangan Kongsun Bu Seng yang bergetar, Li Hoay melihat
sepasang tangan Kongsun Bu Seng sudah berubah sebanyak tiga kali.
Mengalami tiga perubahan bukan termasuk perubahan yang banyak, terlalu banyak
mengalami perubahan tidak akan menakutkan, kadang-kadang sesuatu yang tidak mengalami
perubahan, malah bisa membuat orang mati.
Yang menakutkan adalah dalam tiga kali perubahan dari Kongsun Lojin, setiap
perubahan itu bisa membuat orang mati saat itu juga.
"Kongsun Bu Seng cianpwe, apakah benar seumur hidupmu tidak pernah menang?"
tanya Li Hoay. "Belum pernah."
"Aku tidak mempercayainya, hingga mati pun aku tidak percaya, biar kepalaku
dijadikan pispot sekalipun, aku tetap tidak mempercayainya."
"Mengapa?" "Aku adalah seorang yang jahat, aku adalah seekor babi, karena itu pula aku
tidak pernah makan daging babi, tapi aku pernah melihat babi yang berjalan," kata Li Hoay,
"karena itu aku bisa melihatmu." "Kau melihatku orang seperti apa?"
'Tangan Kongsun cianpwe tidak akan berada di luar urutan kelima di dunia
persilatan, mengapa kau belum pernah menang?"
Kongsun Lojin meminum araknya lagi, dengan matanya yang seperti buta itu, mata
yang tidak bisa melihat apa-apa, dia menatap Li Hoay, setelah lama dia baru mengirik nafas,
"Apa yang kau lihat benar, tapi ada juga yang salah."
"Oh?" "Ilmu silatku berada di urutan lima besar, memang aku adalah ahli silat tangguh
yang bisa dihitung dengan jari."
"Tapi mengapa kau selalu kalah?"
"Ilmu silatku memang tidak kalah, yang salah adalah aku."
"Kesalahanmu ada di mana?"
Kongsun tua terdiam lama, kemudian dengan nada yang aneh dia balik bertanya,
"Apakah kau tahu, seumur hidupku, sudah berapa kali aku bertarung?"
"Sudah berapa kali?"
"Empat kali." Li Hoay merasa aneh dan berkata,
"Kongsun cianpwe, sifatmu, ilmu silatmu, dan dengan kebiasaanmu, apakah benar
kau hanya bertarung sebanyak empat kali?"
"Itu memang benar," jawab Kongsun Pay.
"Empat kali bertarung, aku kalah sebanyak empat kali."
Dia bertanya kepada Li Hoay,
"Bila aku menyuruhmu menunjuk 5 pesilat tangguh, kau akan menunjuk siapa saja?"
Li Hoay tampak berpikir dengan lama kemudian menjawab, "Dari Bu Tong, Ciong Ji,
dari Siao Lim, Ngo Ji Siangjin, walaupun beliau sudah pensiun tapi ilmu silatnya tidak ada
seorang pun yang bisa mengukurnya, dunia persilatan mengakui ilmu silat mereka."
"Benar." "Dulu di dunia persilatan ada seorang dari turunan Siao Li Tam Hoa yaitu Li Boan
Ceng, sudah 12 tahun ini beliau tidak pernah bertarung lagi, juga tidak ada orang yang bisa
menemukan beliau, tapi keturunan si pisau terbang dari keluarga Lie, tidak ada seorang pun yang
berani mencoba kehebatannya, Siao Lie Hui To tidak pernah salah sasaran, nama Siao Li Hui To
hingga saat ini selalu diingat oleh orang-orang."
Kata Kongsun Lojin, "Aku selalu kagum kepada Tuan Li Boan Ceng."
Si Pisau Terbang Pulang Karya Yang Yl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Masih ada Kun Lun Soat Kiam, Siao Hiang Sin Kiam, dan turunan ketiga dari Hui
Kiam Kek yaitu Hoan I, ilmu pedang mereka bertiga hampir setaraf," kata Li Hoay.
Dia berujar lagi, 'Tapi mereka bertiga adalah teman-temanku, mereka bertiga
tidak akan memperebutkan urutan yang paling hebat, tidak ada orang yang bisa memilih di
antara mereka bertiga siapa yang paling kuat."
"Kau benar," kata Kongsun Pay lagi.
"Di antara mereka bertiga bila ada yang bisa mengalahkan satu saja, kita akan
merasa hidup kita tidak akan sia-sia di dunia ini."
"Apakah kau pernah bertemu dengan mereka?" tanya Li Hoay.
Kongsun Lojin tertawa kecut dan menjawab, "Aku pernah bertemu dengan mereka,
bahkan pernah bertarung dengan mereka."
"Siapakah mereka itu?"
"Siao Hiang, Ciong Ji, Kun Lun dan Hoan I." Li Hoay menghela nafas dan berkata,
"Mengapa kau memilih mereka berempat untuk bertarung" Mengapa kau tidak memilih
orang lain saja?" Kongsun Lojin ikut menghela nafas dan menjawab, "Karena aku sudah membuat suatu
kesalahan." o. Minum arak seorang diri sungguh terasa tidak enak. Seseorang yang jago minum
yang minum bersama orang yang tidak bisa minum, itu juga terasa tidak enak.
Seseorang berkata kepada dirinya sendiri, tidak enak, terlebih berbicara dengan
seseorang yang dia benci lebih tidak enak lagi.
Di dunia ini banyak hal seperti ini.
Mengenai aturan ini, Li Hoay sangat memahaminya.
"Aku mengerti maksudmu," dia berkata kepada Kongsun tua, "kau mengeluarkan
serangan bukan untuk memenangkan pertarungan, hanya mencari satu orang yang kau anggap
pantas untuk kau ladeni dengan jurusmu, kalah atau menang tidak ada tujuan itu di dalam
hatimu." Kata Li Hoay lagi: "Bila orang itu tidak pantas kau ajak bertarung, hingga dia
berlutut pun kau tidak akan mau mengeluarkan jurusmu."
Kongsun Lojin melihatnya, di matanya seperti ada sepercik cahaya, ternyata
kilauan air mata. "Aku tahu kau pasti akan mengerti, bila kau tidak mengerti, siapa lagi yang bisa
memahami dan mengerti masalah ini."
Kongsun Pay menghela nafas dan berkata, "Bila aku tidak kalah, di dunia ini
siapa yang mau menerima kekalahan."
Tiba-tiba Li Hoay berdiri, dengan sikap hormat dia membungkuk ke arah Kongsun
Lojin. "Aku tidak bisa menjilat orang, tapi meskipun hari ini kita berhadapan sebagai
musuh untuk mempertaruhkan hidup dan mati, dan meskipun aku mati di tanganmu, aku tidak akan
membunuhmu. Tapi aku pun ingin mengucapkan satu kalimat."
"Katakanlah!" "Kongsun Lojin, walaupun Anda selalu kalah dan belum pernah menang, tapi Anda
kalah dengan mulia, aku kagum kepada Anda."
Tiba-tiba Kongsun Lojin melakukan sesuatu yang aneh, tiba-tiba dia meloncat ke
atas, di udara dengan gerakan aneh dia bersalto beberapa kali, setelah itu dia baru
menginjakkan kakinya ke bumi. Dia tidak gila. Dia melakukan hal seperti itu karena dia sudah tidak bisa menahan air mata yang
mulai mengalir. Agar tidak terlihat oleh orang lain, cara itulah yang bisa dia lakukan.
Li Hoay memahami perasaan Kongsun Lojin, dia sekali tenggak menghabiskan arak di
dalam guci. "Aku sangat berterima kasih kepada Anda, karena Anda menganggap aku adalah orang
kelima yang pantas untukmu, aku merasa beruntung."
"Semua ini karena terpaksa kulakukan," kata Kongsun Lojin sengaja bersikap
dingin, dia berkata lagi, "Aku sudah menerima 30.000 tail emas untuk ditukar dengan nyawamu."
Li Hoay tertawa. 'Tidak kusangka bahwa nyawaku begitu berharga." Kongsun Lojin tidak tertawa dan
berkata, "Kami suami istri sangat menepati janji, bila sudah menandatangani kontrak,
dalam keadaan apa pun kami akan selalu menepati janji."
Li Hoay tidak bisa tertawa lagi.
"Aku pun orang yang sangat menepati janji, apalagi saat ini aku belum ingin
mati, walaupun aku mengagumi dirimu, tapi aku akan tetap membuatmu kalah lagi kali ini."
Perasaan di antara teman begitu jujur dan terhormat tapi yang lebih celaka lagi
tidak semua bisa dianggap teman sejati, tapi musuh tetaplah musuh. Hubungan antar teman
sangat dekat, hubungan semakin baik maka pertemanan pun semakin dekat. Yang celaka adalah bila
pertemanan itu membawa pengkhianatan dan penghinaan.
Tapi musuh tidak akan bisa melakukan hal seperti itu, bila terhadap musuhmu kau
memiliki niat untuk menghinanya, kau akan mati karena perasaan ini.
p. Seperti hari-hari yang dilalui di dunia ini, setiap saat, setiap waktu, di
setiap sudut tempat, pasti akan ada orang yang saling menyayangi, seperti di dunia persilatan pasti akan
ada orang yang bertarung. Sejak jaman dulu kala pertarungan hidup dan mati selalu terjadi, tapi yang bisa
diingat oleh setiap orang ada berapa kalikah pertarungan itu terjadi"
Ada dua kali pertarungan yang membuat orang tidak dapat melupakannya.
Na Tat dan Siao Ong Sun bertarung di sebuah gunung, senjata yang dipakai oleh Na
Tat enghiong adalah sebuah palu dengan berat 39 kilogram, senjata yang digunakan
oleh Siao Ong Sun adalah tali pinggang yang baru dibuka dari jubah sutranya.
Dalam pertarungan pertama senjata yang digunakan terlalu jauh perbedaannya.
Ilmu silat yang dimiliki oleh Na Tat beraliran keras dan ganas, palunya pun
besar, besarnya tidak ada yang bisa menandingi di dunia ini, sekali mengayunkan palu, batu pun
akan hancur menjadi bubuk. Siao Ong Sun mempunyai ilmu silat yang berubah-ubah, tidak ada patokan arah,
keras dan lembut sangat besar perbedaannya.
Pertarungan walaupun ini tidak ada saksi mata tapi hasil pertarungan ini menjadi
legenda dunia persilatan. Pertarungan kedua pun membuat orang dunia persilatan tidak mampu untuk
melupakannya. Lu Siao Hong dan Sebun Jui Soat bertarung di dalam kabut yang tebal dan putih di
suatu subuh. Sebun Jui Soat dijuluki sebagai dewa pedang, tidak ada seorang pun yang bisa
lolos dari pedangnya, dia hidup demi pedangnya, demi pedang pun dia bisa mati.
Cita-citanya adalah dia ingin bertarung dengan Lu Siao Hong, dan ingin
mengetahui siapa yang ilmu silatnya paling tinggi di antara mereka berdua, karena selama ini Lu Siao
Hong tidak pernah kalah. Orang ini setiap hari selalu tertawa dan terlihat santai, sama sekali tidak
terlihat pintar, dia pun seperti orang yang tidak berguna, lebih-lebih tidak tampak seperti orang yang
memiliki ilmu silat. Hidupnya selalu berada dalam bahaya, bahaya yang bisa mengancam keselamatan
jiwanya. Tapi selama hidupnya ini, dia tidak pernah mengalami kekalahan. Bagaimana bila
dia bertarung dengan Sebun Jui Soat"
Walaupun pertarungan ini kondisinya hampir sama dengan pertarungan antara Na Tat
enghiong dan Siao Ong Sun, tapi ada sedikit keanehan.
Walalupun pertarungan itu sangat dahsyat dan sangat menentukan antara hidup dan
mati, tapi melalui pertarungan itu pun tidak bisa ditentukan siapa yang menang atau siapa
yang kalah. Walaupun dalam pertarungan itu mereka berhadapan seperti musuh, tapi sebenarnya
mereka adalah teman, teman yang saling menghormati.
Li Hoay dan Kongsun Lojin bukan teman.
Walaupun dalam setiap pertarungan Kongsun Lojin selalu kalah, semua ini
dikarenakan hatinya terlalu sombong, tapi dia kalah dengan mulia.
Di dunia persilatan walaupun nama Li Hoay belum sangat terkenal, orang-orang
tidak banyak yang tahu mengenai kemampuan ilmu silatnya. Tapi ada beberapa orang yang sudah
mengetahuinya. Ada beberapa orang yang tidak menyangka bahwa mereka bisa kalah di tangan Li
Hoay. Pertarungan antara Li Hoay dan Kongsun Lojin, siapa yang bisa menebak hasilnya"
0-0-0 Bab 4. Harga yang Harus Dibayar 1 a. Sebuah rumah yang kuno dan besar, semua pintunya terkunci. Di bawah dinding yang
tinggi sudah tumbuh rumput-rumput liar, cat yang berada di pintu pun sudah terkelupas.
Siapa pun dapat melihat bahwa kejayaan keluarga ini sudah lewat. Keluarga itu sudah tidak
diindahkan dan dihormati lagi. Tapi bila kita melihat keadaan rumah itu hari ini, ada tiga orang dunia
persilatan yang lewat di sana, akan segera terasa bahwa sebenarnya keadaan di sana bukan seperti itu.
Mereka tampak sangat bersemangat dan penuh dengan keyakinan, mereka menunggang
kuda dan mengenakan baju yang bagus, golok diselipkan di punggung mereka. Mereka datang dari
tempat yang penuh dengan salju, sepertinya tidak ada yang bisa menghalangi
kedatangan mereka untuk masuk ke pekarangan rumah besar itu yang tampak sudah sangat tua ini. Dari
jauh mereka sudah turun dari kuda, walaupun tanah diselimuti dengan salju, mereka bertiga
tampak bersemangat, mereka memandang rumah itu dengan penuh dengan kekaguman.
"Apakah benar ini adalah tempat tinggal Siao Li Tam Hoa?"
Pintu yang catnya sudah terkelupas, masih terdapat puisi yang diukir di sana,
mereka masih dapat melihat huruf yang terukir di sana.
It bun jit cin su hok ci sam tam hoa
(satu rumah punya tujuh sastrawan tiga turunan menguasai pisau terbang.)
Tiga orang pemuda dari kalangan persilatan dengan kagum memandangi kesepuluh
huruf itu. "Siao Li Hui To benar-benar tidak akan salah sasaran," salah satu dari mereka
bertiga menarik nafas dan berkata lagi, "Aku sering membenci diriku sendiri, aku benci mengapa aku tidak lahir sejaman
dengannya." "Apakah kau ingin bertarung dengan beliau?"
"Tidak, aku tidak akan berani melakukannya."
Seorang pemuda yang sombong bisa mengatakan bahwa dia tidak berani, artinya
pemuda ini sangat menghormati orang itu.
Pemuda yang menuding syair itu dengan penuh kekaguman tiba-tiba menarik nafas
dan berkata: "Sangat disayangkan mengapa keluarga Li tidak mempunyai keturunan lagi,
keturunan Li sekarang ini hanya ada Li Boan Ceng, walaupun dia adalah seorang yang bijaksana,
tapi beliaupun
Si Pisau Terbang Pulang Karya Yang Yl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak akan bisa membangkitkan kejayaan Siao Li Hui To kembali."
Di mata pemuda itu sudah tampak titik air mata, "Kejayaan Siao Li Hui To dulu
kala, tidak akan pernah bisa dibangkitkan lagi oleh siapa pun."
"Tapi ada satu hal yang tidak kumengerti."
"Hal mengenai apa?"
"Sejak kecil Li Boan Ceng Enghiong dijuluki anak yang berbakat, mengapa pada
umur yang belum terlalu tua, beliau berubah menjadi seseorang yang tidak bersemangat?"
Seseorang dari mereka yang lebih dewasa berkata: "Seorang pendekar seperti orang
terkenal, mereka akan selalu dikelilingi oleh perempuan-perempuan cantik, kita pun seperti
itu bukan?" "Maksudmu, hidup Li Boan Ceng tenggelam karena seseorang" Dan dia adalah seorang
perempuan?" Tidak ada yang menjawab dan tidak perlu untuk dijawab.
Mereka bertiga diam dalam angin yang dingin, setelah itu mereka baru membawa
kuda mereka pergi dari sana. b. Li Hoay dan Tiat Gin I pun berada di sana.
Mereka melihat ketiga pemuda yang menjauh dan tadi mereka sempat mendengarkan
percakapan mereka. Hati mereka dipenuhi dengan pikiran yang sangat dalam.
- Apakah kejayaan Siao Li Hui To tidak akan muncul kembali"
- Apakah benar karena seorang perempuan bisa membuat Li Boan Ceng menjadi
seperti itu" Siapakah perempuan itu"
Li Hoay meneteskan air matanya, tiba-tiba dia teringat kepada ibunya, seorang
perempuan yang cantik, pintar, dan patut untuk dikasihani.
Tiba-tiba dia ingin segera pergi dari sana.
Tapi Tiat Gin I sudah memegang tangannya.
"Kau tidak boleh pergi, sekarang kau tidak boleh pergi," kata Tiat Gin I, "aku
tahu apa yang sedang kau pikirkan, tapi kau harus tahu, ayahmu sekarang ini sangat
membutuhkanmu, walau bagaimana pun kau adalah darah dagingnya, darah yang mengalir adalah darahnya,
tulangmu pun adalah tulangnya " Kedua tangan Li Hoay dikepalkan, urat darah hijau di tangannya tampak bergetar.
Tiat Gin I melihatnya dan berkata,
"Kau harus tahu, hanya kaulah yang bisa membangkitkan kembali keluarga Lie."
c. Jalan kecil sudah dipenuhi dengan salju, loteng yang tidak terlihat oleh orang,
kejayaan dan kemakmuran yang dulu sudah tidak tampak.
Langkah dan pikiran Li Hoay sama beratnya, apa pun pikirannya, apa pun yang
dikatakan oleh orang lain, di sinilah asal usulnya.
Darah lebih kental dari air, semua yakin dengan kenyataan ini.
Sekarang dia akan bertemu dengan ayahnya kembali, sebelum dia lahir, ayahnya
meninggalkan ibu dan dia yang masih berada di dalam kandungan ibunya.
Tapi dia tidak dapat membantah perintah ayahnya seperti dia tidak dapat
menyangkal dirinya sendiri. "Apakah kau tahu mengapa ayahmu mencarimu kali ini?" tanya Tiat Gin I kepada Li
Hoay. "Aku tidak tahu."
"Aku hanya tahu apa pun yang beliau minta, aku akan melakukannya," jawab Li
Hoay. d. Sudah satu tahun berlalu.
Seorang orang tua sedang duduk di beranda, dia sedang memandang bunga bwee hoa
yang berwarna merah di atas tumpukan salju yang berwarna putih, seperti seorang anak
yang sedang melihat kincir yang berputar.
Mengapa orang harus menjadi tua"
Mengapa orang yang ingin mati malah tidak bisa mati" Di tangan orang tua itu
tampak sebuah pisau. Pisau ini bukan pisau sembarangan, pisau ini adalah pisau terbang
(huito). Tidak ada yang mengetahui berapa berat pisau ini, bentuk atau pun bahan yang
membuatnya. Seperti orang-orang yang tidak dapat menghindar dari pisau ini.
Tapi pisau ini sudah lama tidak muncul di dunia persilatan, karena memang dia
sudah tidak pernah memakainya, sebab dia tidak yakin bisa mengenai sasaran dengan tepat.
Dia adalah keturunan keluarga Li, ayahnya puluhan tahun yang lalu sudah terkenal
di dunia persilatan, dan beliau adalah pendekar terkenal Siao Lie Hui To.
Tapi sudah 20 tahun dia hanya mengurung diri, siapa yang bisa membayangkan
bagaimana rasa sakit hatinya" Untuk apakah dia melakukan semua ini"
Di antara salju putih dan bunga bwee yang berwarna merah, muncullah sosok yang
tidak begitu jelas, seorang perempuan berbaju putih, putih seperti salju.
Sebentuk cinta yang tidak dapat dilupakan.
"Tuan Resar Tuan Muda Kedua sudah pulang"
Li Boan Ceng Enghiong terbangun dari mimpi masa lalu, dia mengangkat kepala dan
melihat putranya. Anak itu, seorang pemuda yang pintar dan juga menyenangkan.
"Apakah dia adalah anakku" Mengapa dulu aku tidak pernah mengurusnya" Mengapa
membiarkan dia hidup seperti seekor anjing liar di jalanan" Mengapa aku harus
meninggalkan ibunya juga?" - Seseorang mengapa harus memaksakan diri mengerjakan sesuatu yang tidak dia
inginkan" Ini hanya membuatnya sedih seumur hidupnya.
Dia melihat anaknya, melihat seorang pemuda yang sehat dan juga kuat, penuh
keyakinan, pintar, pemuda yang penuh dengan semangat hidup. Dia seperti melihat dirinya
sewaktu muda dulu. "Kau sudah kembali."
"Benar." "Bagaimana keadaanmu sekarang ini?"
"Aku baik-baik saja, tapi juga tidak baik," Li Hoay tertawa.
"Aku selalu begitu, apakah kau bisa menerima atau tidak bisa menerimanya, aku
tidak peduli." "Tidak peduli" Mengapa aku bisa tidak peduli?" hati orang tua itu meneteskan
darah, bila dulu dia bisa seperti putranya tidak pedulian, sekarang ini hidupnya akan lebih
tenang dan senang. Hati Li Hoay pun meneteskan darah.
Dia tahu ayahnya sedang memikirkan apa, percintaan antara ayah dan ibunya, sudah
menjadi rahasia umum. Sewaktu ayahnya bertemu dengan ibunya, mereka masih sangat muda.
Mereka bertemu, saling jatuh cinta, mereka berkumpul. Dan mereka mempunyai Li
Hoay. Mereka masih muda dan sama-sama belum menikah, sehat, hebat dan terkenal,
kemudian mereka bersatu. Seharusnya hal itu membuat orang lain menjadi iri.
Tapi sayang, percintaan yang indah, berakhir dengan tangisan.
Yang salah bukan mereka melainkan kenyataan yang tidak dapat diubah, dendam yang
selamanya tidak dapat dilupakan.
- Ayahnya sudah membunuh ayah dari pihak perempuan, dan dia langsung mati saat
itu juga. Ibunya bermarga Siangkoan.
Siao Lie Hui To tidak pernah salah sasaran, Ketua kim Cian Pang, Siangkoan Kim
Hong pun bukan pengecualian. "Ini adalah kesalahan pertama yang kulakukan," kata orang tua itu, "aku tahu
bila sudah melakukan hal itu, tidak akan ada maaf bagiku, mencelakakan diriku sendiri dan
juga orang lain, tapi aku tetap saja melakukannya."
Dia terdiam lama kemudian melanjutkan kembali, "Aku sering bertanya kepada
diriku sendiri, aku tidak akan bisa memaafkan diriku ini yang telah melakukan kesalahan ini."
Li Hoay terdiam, dia tidak berani berkata apa-apa.
Li Hoay sejak dulu selalu membenci dan marah kepada ayahnya karena meninggalkan
dia dan ibunya begitu saja, sekarang dia sudah mengerti alasan ayahnya meninggalkan
mereka, dia pun tahu di dalam hati ayahnya beliau pun merasa sedih dan sakit.
Bagaimana pun dia dan ayahnya berasal dari titik yang sama.
Mereka sama-sama laki-laki.
e. Orang tua itu berkata kepada Li Hoay.
"Hari ini aku mencarimu bukan untuk menjelaskan mengenai masalah ini, karena
masalah ini selamanya tidak akan bisa dijelaskan."
Li Hoay tetap terdiam. "Seumur hidupku, aku telah melakukan dua kesalahan, keduanya membuatku sedih
seumur hidupku ini." Orang tua itu berkata lagi, "Hari ini aku mencarimu, karena ada alasan yang
lainnya." Pekarangan begitu sepi dan sunyi, bahkan suara daun yang jatuh pun sepertinya
bisa terdengar, daun yang jatuh itu seperti pecah ke dalam tumpukan salju.
Kemudian orang tua itu berkata lagi.
"Beberapa tahun yang lalu saat aku baru muncul di dunia persilatan, aku ingin
mengangkat namaku, ingin membuat namaku terkenal, semua itu kulakukan bukan karena nama
nenek moyangku yang sudah termasyur lebih dahulu."
Dia berkata lagi, "Pada waktu itu di dunia persilatan ada seseorang yang sangat
hebat, dia belum pernah kalah, namanya terkenal hingga ke penjuru dunia persilatan."
Kata orang tua itu melanjutkan.
"Aku yakin kau pernah mendengar nama ini."
"Dua puluh tahun yang lalu orang ini bernama Soat Ceng Pit, dia pernah
mengalahkan Elang Kun Lun dan Gan Tong Sam Niao (Tiga Burung dari Gan Tong San), dia pun pernah
mengalahkan Pek Yan Tojin dan juga yang lainnya, namanya sangat terkenal dan tidak ada
seorangpun yang dapat menandinginya "
"Tapi dalam pertarungan terakhir, dia dikalahkan oleh Li Boan Ceng Enghiong,
tiga bulan kemudian dia meninggal karena terlalu banyak memikirkan hal ini,"
Li Hoay pun tahu mengenai hal ini.
"Karena memenangkan pertarungan ini, aku sangat gembira. Sebenarnya ini adalah
suatu hal yang menyenangkan tapi sewaktu Li Boan Ceng menceritakan hal ini, dia malah
terlihat sedih. Terakhir aku baru mengetahui satu hal yang belum pernah aku ketahui," kata orang
tua itu. "Kalau saja aku tahu lebih awal. hingga mati pun aku tidak akan mau bertarung."
Dia berkata lagi, "Belakangan orang persilatan pun mengetahui hal ini, aku kira
kau pun sudah mengetahuinya." Li Hoay memang mengetahuinya.
Sewaktu Li Boan Ceng mengirimkan surat untuk bertarung, Soat Ceng Pit sudah
terlalu lelah dan dia jatuh sakit, luka dalamnya tidak dapat diobati, pada saat itu istrinya
pun meninggalkan dia begitu saja. Luka dalam dan akibat terlalu kelelahan membuat dia berubah menjadi seseorang
yang asing, sangat berbeda jauh dengan julukannya sebagai It Kiam Hui To.
Tapi dalam tubuhnya masih mengalir darah yang dulu, sifatnya kuat dan keras.
Karena itu walaupun dia terluka dia tetap setuju untuk bertarung.
Dia tidak memberitahu kepada siapa pun bahwa dia sedang terluka, dia tidak mau
lawannya tahu bahwa dia sedang terluka. Dan dia tetap menyetujui pertarungan ini. Tapi
dia kalah. Dia mati di dalam kesombongannya sendiri.
"Karena itu, hingga saat ini aku tidak dapat melupakan dia, apalagi tidak dapat
melupakan
Si Pisau Terbang Pulang Karya Yang Yl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sewaktu dia mati dengan wajah yang memancarkan kesombongannya."
Orang tua itu berkata lagi,
"Aku belum pernah melihat seseorang yang mati dengan begitu sombong.
Li Hoay menatap ayahnya, matanya memancarkan rasa hormat.
Dia pun bangga kepada ayahnya.
Ingin menjadi seseorang yang benar, itu bukan hal yang mudah. Ingin menjadi
seorang laki-laki sejati , itu lebih tidak mudah.
Orang tua itu terdiam, diam dengan lama, sangat lama hingga bisa membuat salju
di atas daun mencair. Li Hoay tidak mendengar suara salju yang mencair juga tidak mendengar suara daun
yang hancur, tidak ada seorang pun yang bisa mendengar dengan telinganya.
Tapi Li Hoay mendengarnya.
Dia tidak mendengar dengan telinganya, dia mendengar dengan hatinya.
Karena dia mendengar suara hati ayahnya.
"Aku membunuh orang tidak boleh aku yang membunuh terlebih dahulu, aku
menyesalinya. Sekarang aku menyesal pun tidak ada gunanya lagi."
Suara orang tua itu terdengar serak, dia berkata lagi,
"Seseorang bila sudah melakukan kesalahan, di kemudian hari dia hanya bisa
melakukan satu hal." "Apakah itu?" tanya Li Hoay.
"Membayarnya," jawab orang tua itu.
Dia berkata lagi, "Siapa pun yang sudah melakukan kesalahan harus membayarnya."
"Sekarang adalah waktu bagiku untuk membayarnya."
Waktu : jam 1 malam. Tempat : rumahmu. Senjata : aku menggunakan pisau terbang, kau boleh memilih senjata sendiri.
Kalah atau menang, satu jurus sudah bisa menentukan menang atau kalah, hidup
atau mati juga di tentukan dalam pertarungan ini, ditentukan saat itu juga.
Orang yang mengantarkan surat adalah Ling Ciu Soat.
Surat ini bukan surat resmi, surat ini adalah surat yang mengajak bertarung dan
isinya sangat menakutkan, dari huruf-hurufnya terlihat bahwa orang yang mengajak bertarung
adalah orang yang sangat sombong, sepertinya dia sudah menguasai hidup dan mati lawannya.
Li Hoay merasa sangat marah.
Dia bertanya, "Siapa yang menulis surat ini" Sombong sekali dia!"
"Orang yang menulis surat ini adalah aku," jawab Tuan Li Boan Ceng.
"Mengapa ayah melakukannya" Mengapa orang itu adalah ayah?"
"Isi surat itu dengan isi surat 20 tahun yang lalu sama, hanya nama lawannya
yang tidak sama, semua kalimat dan huruf yang aku tulis sama persis."
Kata orang tua itu lagi, "Surat itu ditulis oleh anak-anakdari Soat Tayhiap untuk membalas dendam
kepadaku, mereka melakukannya demi ayah mereka, ini adalah harga yang harus kubayar." Li Hoay
tertawa dingin. "Harga yang harus dibayar, harga apa yang harus dibayar" Apa alasan dari
keluarga Soat menghadapi ayah dengan pisau terbang juga."
Mata orang tua itu menerawang jauh, kemudian dia menghela nafas panjang dan dia
berkata, "Pisau terbang bukan hanya milik keluarga Li saja."
"Apakah ada keluarga lain yang berlatih pisau terbang dan mereka lebih lihai
dari keluarga Li?" Li Hoay mengeluarkan kata-kata ini, tapi begitu dia selesai mengucapkan kalimat
ini, wajahnya menjadi membeku, setelah itu wajahnya sudah berubah menjadi seperti topeng
berwarna abu. Karena tiba-tiba saja dia teringat kepada seseorang, ingat kepada cahaya bulan,
ingat kepada cahaya pisau yang menakutkan.
- Cahaya bulan seperti pisau. Pisau seperti cahaya bulan.
Di dunia persilatan, kalimat ini tidak berubah sejak dulu,
"Pisau terbang Siao Lie, tidak pernah salah sasaran, begitu menakutkan."
Orang tua itu bertanya, "Apakah kau sekarang tahu siapa orang itu?"
"Ini adalah harga yang harus dibayar," kata orang tua itu.
"Karena posisiku sekarang, sama seperti pada saat aku mengajak bertarung Soat
Tayhiap bertarung, bila aku menyetujuinya, aku pasti akan kalah, kalah berarti mati."
Li Hoay terdiam. "Mati tidak begitu menakutkan, yang menakutkan adalah bila aku kaiah."
Orang tua berkata lagi, "Aku memilih mati, tidak memilih untuk kalah." Wajahnya yang pucat timbul rona
kemerahmerahan, ini biasanya terlihat pada orang yang akan mati.
"Karena aku adalah keturunan keluarga ini. Aku tidak boleh dikalahkan oleh pisau
terbang milik orang lain, aku tidak akan membiarkan leluhurku kita merasa terhina dengan
keadaan ini " Dia melihat Li Hoay, kemudian berkata,
"Karena itu aku menyuruhmu pulang, kau wakili aku menghadapi pertarungan ini
demi diriku tolong kalahkan pisau terbang milik keluarga Soat." orang tua itu melanjutkan,
"Dalam pertarungan itu kau harus menang dan tidak boleh mati, kau harus menang
tidak boleh kalah." Wajah Li Hoay dari keadaan beku menjadi bengkok, setiap orang yang mengenalinya,
tidak ada yang pernah melihat wajahnya begitu menakutkan, tangannya pun dikepalkan,
seperti seseorang yang hanyut terbawa air dan sedang memegang sebatang kayu yang mengapung dengan
erat. - Hanya boleh hidup tidak boleh mati, hanya boleh menang tidak boleh kalah.
Suara Li Hoay pun terdengar serak, dia berkata,
"Apakah ayah menyuruhku untuk membunuhnya?"
"Benar," jawab orang tua itu.
Dia berkata lagi, "Pada saat yang tepat kau harus membunuhnya."
Li Hoay sejak tadi duduk tidak bergerak sama sekali, seperti sebuah patung, dan
seperti orang yang sudah mati. Tapi sekarang dia tiba-tiba meloncat berdiri, seperti orang yang sudah mati
karena mantera, rohnya dihisap kembali oleh tubuhnya.
Tidak ada yang bisa melukiskan bagaimana ekspresi wajahnya.
Sewaktu dia berbicara dengan ayahnya, matanya tidak menatap wajah ayahnya
melainkan menerawang melihat dunia lain, dunia yang penuh dengan kesedihan dan manteramantera. "Mengapa kau menyuruhku melakukan hal ini" Mengapa kau menyuruhku membunuh orang
yang tidak memiliki dendam kepadaku?"
"Karena ini menyangkut keluarga Li dan kau adalah turunan dari keluarga Li."
"Sekarang kau baru mengakui bahwa aku adalah turunan keluarga Li, mengapa dulu
kau tidak mengakui aku dan ibuku?" tanya Li Hoay dengan suara yang serak.
Dia berkata lagi, "Bagaimana dengan Tuan Muda Pertama yang sejak kecil sudah kau
didik, mengapa dia tidak mau menggantikan ayah untuk membalas dendam" Mengapa harus aku
yang melakukannya" Mengapa dia tidak mau menggantikanmu membalas dendam" Mengapa dia
tidak mau bertarung demi dirimu" Mengapa harus aku yang pergi" Mengapa aku harus pergi
demi dirimu" Aku ... siapa aku ini?"
Tidak ada yang melihat dia meneteskan air mata. Karena begitu air matanya mulai
mengalir, dia sudah berlari keluar dari pintu.
Orang tua itu tidak melarangnya.
Mata orang tua itu pun sudah penuh dengan air mata, tapi air matanya tidak
menetes sudah lama dia tidak bisa meneteskan air mata, sepertinya air mata orang tua itu sudah
lama habis dan mengering. f. Bulan 12 telah tiba, salju yang berada di pekarangan sudah membeku seperti hati
seorang pengelana. Karena sudah membeku, akar pun tidak dapat menembusnya.
Begitu Li Hoay keluar dari tempat itu, dia melihat ada seorang perempuan yang
cantik, berdiri di bawah sebuah pohon pinus, perempuan itu sedang memandangnya.
Di dunia ini ada semacam perempuan yang jika kita pernah melihatnya sekali, akan
sulit sekali untuk melupakannya. Dia mengenakan baju yang terbuat dari bulu rubah yang berwarna putih, tubuhnya
tinggi semampai, kulitnya putih dan bersih, di bawah pohon pinus yang berwarna hijau,
dia seperti sebuah lukisan, bukan seseorang yang nyata dari dunia ini.
Tapi Li Hoay tidak ingin melihat dia lama-lama.
Li Hoay sekarang ini hanya ingin berlari menjauhi tempat ini, lari ke sebuah
tempat di mana tidak ada satu orang pun yang bisa melihatnya, dan dia pun tidak melihat ada
orangorang di sekitarnya. Tidak disangka seorang perempuan seperti dewi ini, menghalangi jalannya.
"Jikongcu, kau tidak boleh pergi."
"Mengapa?" "Karena ada seseorang yang ingin bertemu denganmu, dan kau harus menemui dia."
Di belakang pohon pinus itu tampak seseorang, dia pun mengenakan baju dari kulit
rubah yang berwarna putih, dia sedang duduk di sebuah kursi besar yang juga ditutupi oleh
kulit rubah, wajahnya pucat seperti warna salju yang berada di pekarangan.
"Apakah kau yang ingin bertemu denganku?"
"Benar, akulah orang yang ingin bertemu denganmu," dia berkata lagi,"aku ingin
memberitahu kepadamu mengapa aku tidak bisa menerima tantangan untuk bertarung."
Walaupun dia berwajah pucat, paling sedikit dia sudah berusia sekitar 30 tahun,
sepasang matanya terang, seperti selalu ragu-ragu dalam memutuskan sesuatu. Matanya
terang dan bening. Darah di dalam dada Li Hoay mulai bergejolak, orang itu adalah adalah kakaknya,
satusatunya saudara yang dia miliki. Karena dia dan ibunyalah, maka Li Hoay dan ibunya dibuang oleh keluarga Li,
menyebabkan hidupnya seperti anjing liar yang berkeliaran di jalanan.
Tangan Li Hoay mengepal, dia berusaha mengubah suaranya, menjadi sangat dingin
dan menusuk telinga, "Ternyata kau adalah Toakongcu dari keluarga Li, aku memang sangat ingin bertemu
denganmu, aku ingin bertanya kepadamu mengapa kau tidak mau mewakili keluarga Li
menerima tantangan untuk bertarung?"
Li Cin tidak menjawab pertanyaan ini, dia hanya menatap Li Hoay dengan sorot
yang aneh, kemudian dari balik baju rubahnya dia mengeluarkan sepasang tangannya.
Sepasang tangannya hanya memiliki 4 jari.
Tangan kiri dan tangan kanan, ibu jari, telunjuk, dan jari tengah sudah
diputuskan dari ujungnya. g. "Sewaktu aku berusia 14 tahun, aku mengira aku sudah bisa menggunakan pisau
terbang, dan tidak ada yang bisa menandingi di dunia ini."
"Kau pun pernah melewati umur 15 tahun, kau tentu tahu bagaimana pola pikir
pemuda yang berusia 15 tahun." "Begitu aku tahu bahwa cara berpikirku salah, semua itu sudah terlambat."
"Waktu itu aku hanya ingin mendapatkan sedikit nama dan mengangkat nama leluhur
keluarga Li, dengan ilmu pisau terbang aku bertarung dengan seorang jago silat."
'Tahukah kau bagaimana nasibku selanjutnya?"
Li Cin melihat sepasang tangannya yang cacat dan berkata,
"Malah ini yang aku dapatkan, inilah harga yang harus kubayar untuk keluarga
Li." Kemudian dia mengangkat kepalanya dan melihat Li Hoay, sorot matanya penuh
dengan keraguan, tiba-tiba sorot itu berubah menjadi setajam dan sekuat pisau terbang.
"Bagaimana dengan dirimu, apakah kau sudah siap menyumbangkan sedikit saja untuk
keluarga Li?" 2 a. Li Hoay kembali mabuk. Bagaimana dia tidak mabuk"
Si Pisau Terbang Pulang Karya Yang Yl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seseorang bila sedang bersedih, gagal, atau tidak bersemangat, bila dia memiliki
iman yang kuat, dia tidak akan menjadi mabuk, bila dia tidak mempunyai uang untuk membeli
arak, dia pun tidak akan mabuk. Tapi keadaan Li Hoay tidak seperti itu.
Li Hoay tidak sedang gagal dan tidak sedang bersedih, dia hanya menghadapi
masalah yang tidak dapat dia selesaikan.
Li Hoay mempunyai uang untuk membeli arak, Li Hoay senang minum arak, keadaan Li
Hoay tidak baik, Li Hoay merasa sedih.
Yang penting adalah Li Hoay sudah berhadapan dengan masalah ini karena itu pula
Li Hoay menjadi mabuk. Li Hoay mabuk hingga merasa sakit kepala, tubuhnya terasa lemas, hidung menjadi
merah, tapi kelihatannya Li Hoay sangat menikmati rasa mabuknya. Dia terbius oleh mabuk
hingga rasa sedih dan sakit tidak dia rasakan.
Tapi sayang perasaan seperti ini tidak bertahan lama dan tidak bisa dipercaya.
Mungkin karena alasan ini pula, sejak dulu hingga sekarang orang yang mabuk bila
sudah sadar dia akan berhadapan kembali dengan kenyataan.
Yang menakutkan bagi orang mabuk yang sudah sadar adalah dia tetap harus
menghadapi kenyataan yang tidak mau dia hadapi.
Akhirnya Li Hoay sadar dari mabuknya.
Begitu dia sadar, hal yang dia hadapi adalah wajah Han Jun yang tidak
memancarkan perasaan dan datar. b. Li Hoay mabuk, kemudian dia sadar.
Dia tidak tahu sudah berapa kali dia mabuk-mabukan, yang membuatnya kesal adalah
setiap kali setelah dia mabuk, dia akan sadar kembali, dia ingin setelah dia mabuk dia
tidak akan pernah sadar kembali, karena dia tidak ingin melihat wajah Han Jun.
Dia pun tidak tahu mengapa dia bisa jatuh ke tangan Han Jun.
Anehnya wajah Han Jun seperti enggan melihat Li Hoay, Han Jun hanya menatapnya
dengan sikap dingin. Li Hoay bisa merasakannya dengan kuat, karena tempat itu sangat gelap, begitu Li
Hoay sadar, dia hanya bisa melihat sepasang matanya.
Kecuali sepasang mata itu, dia masih mendengar suara Han Jun yang dingin
bertanya kepadanya. "Apakah kau bermarga Li, bernama Li Hoay?"
"Benar." "Apakah uang sebanyak 175.000 tail perak yang hilang dari gudang uang milik
istana, kau yang mencurinya?" Dua pertanyaan ini biasanya diajukan oleh polisi di kantor polisi, tapi begitu
didengar oleh Li Hoay, dia merasa terkejut.
Karena dua buah pertanyaan ini, seperti bukan ditanyakan oleh orang seperti Han
Jun, nadanya seperti orang lain yang bertanya, suaranya berubah tidak sekejam dan sedingin
dulu. "Maksudmu, kau sama sekali tidak ada hubungannya dengan uang yang hilang itu?"
Han Jun bertanya lagi. "Benar, sama sekali tidak ada hubungannya."
"Kalau begitu, uang yang kau habiskan selama beberapa bulan ini, itu semua
berasal dari mana?" "Uangku berasal dari mana" Sepertinya semua ini tidak ada hubungannya denganmu."
Kata-kata Li Hoay ini setelah lama baru berani dia katakan, dia pun mengerti
dengan pepatah yang berbunyi: laki-laki sejati harus bisa merugikan dirinya sendiri hanya dalam
waktu sekejap. Begitu dia mengucapkan kalimat ini, dia siap bila dia dipukul oleh Han Jun.
Berani mengatakan hal seperti itu kepada Han Jun, akan dipukul dengan kejam, hal
itu sudah biasa, anehnya sekarang Han Jun sedikit pun tidak bergerak, ekspresi wajahnya
tetap datar. - Ada apa ini" Orang yang lebih kejam dari dewa kematian, mengapa dia bersikap
begitu sungkan kepada Li Hoay"
Di dalam kegelapan ternyata masih ada orang lain.
"Tidak apa-apa, Li Hoay, apa pun yang ditanyakan oleh Han Jun, jawablah dengan
jujur," orang itu berkata kepada Li Hoay.
Dia berkata lagi, "Bila kau jujur, kami akan berlaku adil kepadamu."
Suaranya sangat ramah, dari kata-katanya dia sepertinya orang yang sangat
berwibawa dan juga bijaksana. Entah mengapa walaupun Li Hoay belum melihat orang itu, tapi dia bisa
mempercayainya. "Kepala Polisi Han, coba kau tanyakan lagi, aku percaya dia akan menjawab dengan
jujur." Han Jun bertanya lagi, dia menanyakan pertanyaan yang sama, bagaimana Li Hoay
bisa mendapatkan begitu banyak uang.
Sebenarnya ini adalah rahasia Li Hoay, tapi siapa pun yang berada dalam keadaan
seperti itu, harus mengatakan rahasianya.
c. Setelah Tiat Gin I mencarinya selama beberapa tahun, akhirnya dia berhasil
menemukan Li Hoay, dia membawa Li Hoay dari kota kecil itu untuk pulang ke rumahnya- Li Hoay
bertemu dengan ayahnya, dia pun menguasai ilmu pisau terbang yang tidak ada duanya di
dunia ini. Tapi Li Hoay tidak bisa diam, dia tidak bisa tinggal sebulan pun di sana, karena
dia merasa bahwa dia bukan keturunan keluarga Li, dunianya bukan di sana.
Dia memilih berguling-guling dalam kubangan air, dia pun tidak senang berpakaian
mewah, hidup di dunia yang bukan dunianya.
Karena itu dia melarikan diri.
Di malam yang tidak berbintang dan juga tidak ada bulan, dia mencuri sepotong
daging besar di dapur tapi daging itu belum begitu matang, dia mengikat daging itu di
punggungnya seperti menggendong sebuah tas, dia melarikan diri dari rumah keluarga Li yang dianggap
oleh orangorang dunia persilatan sebagai keluarga nomor satu.
Dia tidak ingin hidup terkekang, dia pun tidak bisa menerima penghormatan yang
ditujukan kepadanya, pelayan-pelayan yang bersikap begitu hormat, malah bisa dikatakan
bersikap dingin kepadanya. Karena Li Hoay tidak mengerti bahwa di keluarga kaya dan terhormat, kehormatan
yang diberikan selalu berkesan dingin. Bila terlalu dekat, sepertinya mereka tidak
akan bisa memberikan penghormatan dengan sungguh-sungguh.
Li Hoay benar-benar tidak mengerti, seorang anak yang liar mana mungkin mengerti
dengan keadaan ini. Aturan seperti ini belum tentu juga dimengerti oleh orang kaya lainnya.
Karena itu Li Hoay memilih untuk melarikan diri.
Tapi sayang, belum jauh dia melarikan diri dia sudah tertangkap kembali oleh
Tiat Gin I. Tiat Gin I menyuruhnya kembali ke rumah, dia hanya memberikan dua buah benda
kepadanya, pertama adalah kantung yang terbuat dan kain, dan yang kedua sebuah buku kecil.
"Ayahmu yang menyuruhku memberikan benda-benda ini kepadamu."
Buku itu berisi tentang rahasia-rahasia ilmu pisau terbang.
"Beberapa waktu lalu, ayahmu sudah mengajarkan banyak hal mengenai rahasia ilmu
pisau terbang, sekarang ditambah dengan buku ini, berlatihlah dengan giat dan rajin,
aku percaya kau akan bisa menguasai ilmu pisau terbang keluarga Li, karena kau adalah keturunan
keluarga Li, di dalam tubuhmu pun mengalir darah keluarga Li."
"Kantung kain ini untuk apa?"
Kata Tiat Gin I, "Kantung kain ini berisi apa, tidak ada seorang pun yang tahu."
Dia berkta lagi, "Kantung ini diberikan oleh ibumu melalui ayahmu, tidak ada
seorang pun yang berani membuka untuk melihatnya."
Kantung kain itu berisi sebuah peta yang sangat sederhana, ada beberapa baris
huruf yang menjelaskan cara dan tempat yang harus dicari.
Peta itu seperti ada jari yang bisa menunjuk batu menjadi emas.
Li Hoay menemukan tempat itu, dia tinggal di sana selama tujuh tahun, tinggal
seorang diri, dia berlatih ilmu pisau terbang dengan sangat sempurna, saat itu dia pun mendapatkan
harta karun yang berlimpah. Walaupun Han Jun berusaha menguasai dirinya, tapi sewaktu dia mendengarkan
cerita Li Hoay, wajah dan tubuhnya sudah tidak dapat dia kuasai, selalu bergetar.
Orang yang sejak tadi duduk di kegelapan pun terus mendengarkan.
"Harta karun yang kau dapatkan, ada berapa banyak semuanya?" dia bertanya kepada
Li Hoay. "Aku percaya banyaknya tidak kurang dari uang yang hilang dari kerajaan."
Dari dalam kegelapan ada yang menarik nafas, dengan pelan dia berkata,
"Aku percaya kepada kata-katamu."
"Kalau begitu, aku harus menanyakan satu hal kepadamu," orang itu bertanya
kepada Li Hoay, "Siapakah ibumu?"
"Ibuku bermarga Siangkoan."
"Apakah ibumu bernama Siangkoan Siao Hian?"
Orang ini yang tadinya sangat tenang sekarang suaranya berubah karena emosi.
"Bukan," jawab Li Hoay.
"Siangkoan Siao Hian adalah bibiku, beliau adalah kakak dari ibuku."
Orang yang berada di dalam kegelapan itu menghela nafas lagi kemudian berkata,
"Apakah harta karun yang kau dapatkan adalah warisan sejak jaman dahulu dari Kim
Cian Pang, Siangkoan Kim Hong?"
Jawaban sudah tidak perlu diucapkan lagi.
0-0-0 Lampu tiba-tiba menyinari tempat itu.
Li Hoay sekarang mengerti mengapa Han Jun bisa berubah menjadi sosok yang lain.
Ruangan yang gelap itu adalah sebuah ruang tamu yang sangat luas dan mewah.
Kecuali Li Hoay dan Han Jun, di ruangan itu masih ada sembilan orang lainnya, mereka duduk
dengan dia sudah tahu bahwa mereka bukan orang biasa, pembawaan dan sikap mereka sudah bisa
menjelaskan identitas mereka.
Dijaga dengan ketat oleh kesembilan orang itu, mana mungkin Han Jun bisa
bergerak atau memukul seenaknya. Seorang orano tua rlenuan pundaknya yang kurus herdiri dan berkata, "Aku tahu
kau belum pernah bertemu denganku, tapi aku percaya kau pasti mengenali namaku," orang tua
itu berkata lagi, "Margaku Ji, aku bernama Kiam Pay, dipanggil Ceng Su." Suaranya sangat ramah,
dialah orang yang berbicara dalami kegelapan tadi.
Li Hoay pasti mengenalinya.
Keluarga Ji dan keluarga Li adalah teman lama, Ji Ceng Su dan Li Boan Ceng sudah
sejak mereka muda adalah kawan lama, tapi karena mengikuti kemauan orang tua untuk
mengikuti ujian negara di ibu kota, maka dia menjadi Siucay (sarjana). Kemudian malah
menjadi sastrawan yang terkenal, sekarang ini di ibu kota, dia termasuk orang nomor satu yang
dihormati.
Si Pisau Terbang Pulang Karya Yang Yl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Orang yang begitu terkenal, mengapa bisa masuk ke dalam lingkaran ini"
Losuhu Ceng Su seperti sudah tahu apa yang ditanyakan Li Hoay,
"Kali ini kami datang hanya untuk memastikan hal ini, karena kami ini adalah
temanteman dari ayahmu," kata Ji Ceng Su.
Dia melanjutkan kembali. "Ayahmu percaya bahwa kau bukan seseorang yang karena
menginginkan uang melakukan pelanggaran hukum, kami setuju dengan pendapatnya."
Dia dan kedelapan orang lainnya berbarengan tertawa.
"Karena itu, kami orang tua yang sudah lama tidak mencampuri urusan dunia
persilatan, kali ini keluar untuk mencari tahu."
Kata Ji Ceng Su lagi, "Sekarang semuanya sudah jelas, aku hanya ingin kau mengerti, seorang ayah pasti
akan menyayangi anaknya, tapi seorang anak kadang tidak mengerti kemauan ayahnya."
Dia menepuk pundak Li Hoay dan berkata,
"Kau harus bangga menjadi putra dari ayahmu."
Li Hoay tidak menjawab. Dia takut bila dia membuka mulut air matanya akan mengalir.
"Masih ada satu hal lagi yang harus aku beritabukan kepadamu," kata Lotiang Ceng
Su, "ada seorang gadis bermarga Pui, dia ingin bertemu denganmu, aku sudah berjanji
kepadanya, tapi terakhir dia berubah pikiran."
- Bertemu, lebih baik bila tidak bertemu.
- Ko Ko, aku tahu aku sudah bersalah kepadamu, aku hanya ingin kau tahu, aku
terpaksa melakukannya. "Sekarang kau sudah membereskan masalahmu dengan kami sekarang kau bebas."
orang tua itu berkata lagi,
"Kelak bila ingin melakukan segala sesuatu, hanya kaulah yang mampu untuk
memutuskannya." f. Hujan salju. Salju turun dengan lebat menyebabkan udara menjadi dingin, bisa membuat
seseorang mati beku karena kedinginan, tapi kadang-kadang ada yang beranggapan bahwa dingin
seperti itu adalah sebuah keberuntungan.
Karena mereka tidak merasakan dingin yang menusuk tulang, juga tidak
mendengarkan tangis seorang anak karena kelaparan dan kedinginan.
Tapi apakah hujan salju yang lebat melambangkan tahun yang makmur"
Mungkin saja begitu, karena bila musim semi datang, salju akan mencair, cukup
untuk mengairi sawah, menyiram tanaman, membuat tanah menjadi subur, tanah yang subur akan
menghasilkan panen yang bagus. Pedang dengan dua sisi yang tajam, setiap permasalahan pasti akan ada sisi baik
dan buruknya, tapi sayang tidak semua orang bisa melihat kedua sisi ini, sangat
sedikit orang yang bisa melihatnya. Tumpukan salju sejak kemarin malam sudah hilang tertiup angin, daun berjatuhan
selembar demi selembar, angin berhembus dari utara, suara angin seperti suara sebuah
peluit. Tapi Li Hoay tidak mendengarkannya.
Karena saat itu Li Hoay sedang memikirkan beberapa kalimat, hal lain dia tidak
mendengarkan. - Seorang ayah akan menyayangi anaknya, dan anaknya kadang tidak mengerti
kemauan ayahnya. - Kau harus bangga menjadi anak dari ayahmu.
- Sejak saat ini kau menjadi orang bebas, ingin melakukan hal apa pun, kau
sendiri yang menentukannya. 0-0-0 Bab 5. Sinar Bulan Seperti Salju, Sinar Bulan Seperti Darah
1. a. Rumah itu terletak di tengah kota. Letaknya di sebuah loteng.
Orang-orang yang tinggal di kota itu, tidak ada seorang pun yang tahu bahwa di
loteng itu ada yang tinggal. Siapakah yang tinggal di Lotengitu "
Di bawah loteng, dulunya adalah sebuah toko kain sutra, mereka adalah pedagang
yang jujur, tidak pernah menipu pembeli. Tiba-tiba saja toko itu bangkrut.
Di atas toko kain itu dulu ditinggali oleh orang dari piaokiok dan istrinya yang
masih muda. Katanya erang itu hanya bertugas mengantarkan barang, tetapi karena sangat
dipercaya oleh piaokiok, maka dia sering ditugaskan ke luar kota dan jarang tinggal di rumah.
Istrinya yang masih muda, sekitar dua atau tiga bulan kemudian tiba-tiba saja
menghilang. Menurut orang-orang dia melarikan diri dengan pelayan yang bekerja di rumah
makan yang berada di seberang tempat tinggalnya.
Loteng itu sebenarnya adalah gudang untuk menyimpan kain-kain, tidak ada yang
tinggal di sana. Tapi selama beberapa bulan ini bila asa orang yang tidak bisa tidur selalu
terdengar tangisan bayi yang baru lahir dari tempat itu.
- Apakah di sana sudah ada seseorang yang tinggal" Siapakah yang tinggal di
sana" Ada orang yang ingin mencari tahu, mereka sengaja ke sana ingin melihat
keadaaannya. tapi toko itu sudah ditempeli dengan segel pemerintah.
b. Loteng yang paling atas memiliki 3 kamar, kamar yang paling besar dahulu
digunakan untuk gudang kain. Kamar yang lainnya untuk tempat tinggal para pegawai.
Tapi sekarang ini tempat itu sudah berubah menjadi tempat yang serba putih dan
bersih. Dari jendela belakang bisa melihat pekarangan keluarga Li, bisa melihat turunan
ketiga dari keluarga Li yang tinggal di sana.
Di belakang rumah keluarga Li ada sebuah kamar. Rumah keluarga Li yang selalu
terlihat gelap, hanya lampu di kamar ini yang tidak dipadamkan hingga hari terang.
Orang yang sudah tinggal lama di daerah sana, pasti sudah tahu bahwa kamar itu
adalah perpustakaan milik Siao Li TamHoa, begitu Siao Li Tam Hoa meninggalkan rumah,
kamar itu menjadi kamar dari kekasihnya, Lim Su In.
Sekarang kamar itu ditempati oleh keturunan ketiga dari keluarga Li yaitu Li
Boan Ceng, dia menjadikan tempat itu sebagai tempat beristirahatnya.
Tadinya gang itu adalah gang yang sederhana, karena nama besar Siao Lie Tam Hoa,
banyak orang yang datang untuk melihat, lama kelamaan tempat itu menjadi ramai.
Pisau terbang sudah tidak ada, begitu pula dengan orang-orangnya, tapi nama
mereka masih terkenal. Dan tempat itu semakin hari semakin ramai, tapi sudah beberapa tahun ini
keramaian di sana sudah mulai berkurang. Karena alasan itu pula maka toko kain itu menjadi bangkrut.
Di tempat seperti itu dan di sebuah toko kain yang sudah ditutup, mengapa ada
orang yang sengaja tinggal di sana" Mengapa mereka menghiasi ketiga kamar itu menjadi
seperti istana yang terbuat dari salju dan es"
c. Rumah itu hanya ada warna putih, dinding yang berwarna putih, langit-langit yang
berwarna putih, selimut yang terbuat dari kain sutra putih, di lantai masih terbentang
kulit rubah yang berwarna putih, di atas meja hias, semua alat-alat hias pun berwarna putih.
Bila lampu dinyalakan, cahayanya akan lembut seperti cahaya bulan.
Di luar tidak ada bulan, hanya ada seorang perempuan yang mengenakan jubah putih
duduk di bawah sinar lampu, wajahnya yang pucat disinari oleh cahaya lampu dan terlihat
lebih pucat lagi, lebih pucat dibandingkan dengan hiasan yang berada di rumah ini.
Tapi dari kamar sebelah terdengar tangisan bayi, dan sekarang tangisan itu sudah
berhenti. Setelah lama dari luar pintu ada yang memanggil, "Nona."
Seorang gadis yang mengenakan jubah putih dengan rambut yang dijalin, dengan
pelanpelan masuk. "Nona, adik sudah tertidur dengan nyenyak, aku datang untuk melihat keadaan
Nona," kata gadis itu. "Melihatku" Untuk apa melihatku, apa yang bisa dilihat dari diriku?" jawab nona
itu dengan dingin. Mata gadis itu sarat dengan kesedihan, tapi rasa kasihan lebih kental
dibandingkan dengan rasa sedihnya, dia berkata lagi,
"Nona, aku tahu kau banyak pikiran, tapi dalam beberapa seperti itu" Mengapa
Nona terus menyiksa diri Nona?"
Perempuan selalu banyak pikiran, tapi nona ini sepertinya mempunyai lebih banyak
pikiran. Jendela terbuka, di luar jendela kecuali angin yang berhembus dan ada bintangbintang, tidak ada apapun disana. Tapi dari dalam kegelapan terdengar suara petasan yang
dibunyikan, dan petasan itu terus berbunyi.
Nona yang sejak tadi merasa seddih, seperti masuk ke alam mimpi lama yang indah
tapi sedih. Sepertinya dia baru tersadar karena mendengar suara petasan, tiba-tiba dia
bertanya kepada gadis berkepang itu. "Siao Heng, hari ini hari apa" Mengapa begitu banyak orang memasang petasan?"
"Hari ini bulan 1 tanggal 6, hari ini adalah hari untuk
tnpnvflfnfint rlntsinornvsi He"ra rei*?U"i " iaurah Sino Hpno
Kata gadis itu lagi, "Malam ini semua keluarga harus bersembayang, menyambut dewa rejeki, bagaimana
dengan kita?" Nona itu melihat ke arah kegelapan di luar, suara petasan menggetarkan telinga
yang sudah lama tidak didengar olehnya, setelah lama dia baru membuka suara,
"Yang akan kita sambut bukan dewa rejeki."
"Bila bukan dewa rejeki, lalu dewa apa?"
Siao Heng berusaha membuat wajahnya menjadi gembira, dan berkata lagi "Siapakah
itu Goat Sin" Apakah Goat Sin (dewa bulan) yang memiliki pisau seperti cahaya bulan "
Nona yang berpakaian seputih salju itu, tiba-tiba berdiri dan berjalan ke arah
jendela, melihat gunung yang terlihat dari luar jendela, kemudian berkata,
"Benar aku ingin menyambut Goat Sin, karena ada legenda kuno yang menyebutkan
bulan melambangkan kematian," dia berkata lagi, "matahari melambangkan kehidupan,
bulan melambangkan kematian."
Di luar jendela tidak tampak bulan, tidak jauh dari sana di sebuah kamar aeperti
ada caknya lampu yang kelap kelip "Aku percaya, sekarang ini di sebuah kamar, di bawah lampu ada seseorang yang
sedang menunggu bulan dan kematian," suaranya terdengar dingin dan tidak ada perasaan.
Dia berkata lagi, "Karena jarak malam mi dengan malam bulan 1 tanggal 15, masih ada 9 hari lagi."
Pada saat itu tiba-tiba terdengar tangisan bayi lagi.
0-0-0 2. a. Rumah itu sangat tua. Orang yang tinggal di rumah itu karena selalu merasa kesepian dan sedih, atau
bahkan
Si Pisau Terbang Pulang Karya Yang Yl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena kesombongannya, pergi meninggalkan tempat itu.
Sekarang orang yang tinggal di sana pun sedang merasa lelah hati, lelah badan,
dia pun merasa kesepian, kapan pun dia siap untuk mati.
Dia belum mati, karena dia adalah anak dan cucu dari keluarga Li, dia boleh
mati, tapi kemuliaan keluarga Li tidak boleh mati di tangannya.
- Di dunia ini ada berapa orang yang mengetahui bahwa kesepian lebih
menyedihkan dari pada kematian.
Dia pernah mendengar dari seorang teman yang memberitahu kepadanya bahwa:
- Hal yang paling dibenci adalah kesepian, pada saat seseoramg sedang merasa
bahagia, memiliki keluarga, putra, putri, memiliki teman, dan dalam keadaan sehat.
Bila istrinya membawa anak-anaknya pulang ke rumah ibunya, pada saat itu dia
sedang senggang dan tidak mempunyai teman, dia memilih diam seorang diri di rumah.
Dia diam seorang diri di pekarangan rumahnya yang sepi, membawa secangkir arak,
mendengarkan bunyi arak yang bergoyang di dalam cangkir. Kau bisa berkata
seperti ini: "Kita menikmati rasa sepi ini."
Li Boan Ceng melihat tangannya, tangannya bersih tidak ada kotoran apa pun,
hanya ada keringat dingin. 0-0-0 3 a. Siao Heng melihat dari kejauhan kamar yang masih dipasangi lampu itu, lalu
dengan sikap yang keras dia berkata: "Nona, pada saat bulan 1 tanggal 15 nanti, aku akan menemani Nona ke sana,
karena aku ingin melihat Li Boan Ceng orang seperti apa. Mengapa dulu beliau bisa membuat Tuan
Besar mati dengan begitu menyedihkan."
Dia berkata lagi, "Sewaktu ibuku memberitahukan hal ini kepadaku, aku selalu berharap bisa melihat
dan bertemu dengan Li Boan Ceng yang akan mati ditangan nona"
Nona yang seperti dewa angin dan bulan ini, juga tertawa kecil.
"Li Boan Ceng tidak akan mati di tanganku," jawab nona itu.
Kemudian dia berkata lagi, "Karena pada saat bulan 1 tanggal 15 nanti dia tak
akan bertarung " "Mengapa?" tanya Siao Heng.
"Apakah dia seseorang yang takut akan kematian?"
"Dia tidak takut mati, tapi dia takut kalah," jawab Goat Sin.
Dia berkata lagi, "Dia. adalah keturunan Siao Li Tam Hoa, dia tidak boleh kalah."
Siao Heng terdiam, wajahnya yang memerah sekarang menjadi pucat, setelah lama
dia bertanya, "Nona, bila Li Hoay Kongcu, apakah dia benar-benar keturunan keluarga Li"
"Benar, dia adalah keturunan keluarga Li."
"Kalau begitu, apakah dia tahu bahwa yang mengirim surat dan mengajak ayahnya
bertarung adalah Nona?" "Dia tahu," jawab Goat Sin.
Goat Sin berkata lagi, "Dia adalah orang yang sangat pintar, sekarang dia pasti sudah tahu."
Siao Heng menggigit bibirnya, karena itu suaranya menjadi tidak jelas,
"Bila dia benar-benar sudah mengetahuinya, pada bulan 1 tanggal 15 nanti,
lawannya adalah Nona, dia harus lari jauh dari tempat ini."
Siao Heng berkata lagi, "Apakah dia tega menyerangmu, Nona?"
"Karena dia tidak mempunyai pilihan lain."
"Mengapa?" "Bagaimana pun dia adalah anak cucu dari keluarga Li, dia tidak akan membiarkan
kemuliaan keluarga Li mati di tangannya,"
Goat Sin berkata lagi, "Aku juga tahu lawanku adalah dia, aku pun tidak mau kemuliaan keluarga Soat
musnah di tanganku." Dengan suara yang tenang tapi kejam, dia berkata lagi,
"Di dunia ini banyak hal yang membuat kita tidak berdaya. Kadang kala kita tahu
kita salah bila melakukannya, tapi keadaan kita yang mengharuskan kita untuk melakukannya."
Suara petasan sudah berhenti, bumi dan langit kembali sepi, tapi dalam keadaan
sepi seperti itu, ada suara seseorang yang tidak terdengar, hanya mereka yang bisa
mendengarnya. Suara tangisan bayi. Kata Siao Heng, "Nona, mengapa Nona tidak memberitahu kepada Li Hoay bahwa kau
sudah melahirkan anaknya?" Dia berkata lagi.
"Aku tahu aku melahirkan anaknya, bukan karena ingin melahirkan generasi penerus
keluarga Li, aku melahirkan anak Li Hoay karena dia pun mempunyai tugas untuk melanjutkan
keturunan keluarga Li, tapi anakku juga menjadi penerus keluarga Soat, karena alasan ini
pula aku rela melahirkan putraku, mengapa aku harus memberitahukan kepada Li Hoay?"
"Bila kau memberitahu kepada Li Hoay, dia pasti tidak akan mau bertarung."
"Bila aku memberitahu kepadanya, dia tidak akan tega membunuhku, tapi aku harus
tetap membunuhnya, aku harus memenangkan pertarungan ini, menang berarti hidup, kalah
berarti mati." Siao Heng menggigit bibirnya, air mata menetes dari wajahnya yang pucat.
"Nona, aku ingin menanyakan satu hal kepada Nona."
"Katakanlah," kata Goat Sin.
"Apa pun yang ingin kau tanyakan, tanyakanlah," dia berkata lagi.
"Bila tiba hari itu, untuk hidup atau mati, untuk menang atau kalah, apakah dia
akan tega membunuhmu?" "Aku tidak tahu."
"Kalau begitu, pada saat itu, apakah kau akan tega membunuhnya" "
Goat Sin terdiam, setelah lama dia baru menjawab, "Aku juga tidak tahu."
Penutup a. Di dunia ini memang banyak hal yang harus terjadi seperti itu. Harus tiba
saatnya menentukan hidup atau mati, menang atau kalah. Kau baru akan mengetahuinya kemudian.
Hidup atau mati hanya terjadi dalam waktu yang singkat.
Bagaimana bila Li Hoay kalah"
Jika Li Hoay memenangkan pertarungan, bagaimana juga"
Hidup dan mati hanya terjadi dalam sekejap saja.
Tapi perasaan mereka akan tetap abadi.
Walaupun Li Hoay hidup atau mati, menang atau kalah, bagi Li Hoay itu adalah
suatu kesedihan. Walaupun Goat Sin hidup atau mati, menang atau kalah, dampaknya bagi Goat Sin
sama saja diapun akan merasakan kesedihan.
Kelahiran, masa tua, sakit, dan mati, selalu melalui kesedihan. Kesedihan di
dunia ini sudah cukup banyak. Seseorang yang senang tertawa, tidak senang menangis, mengapa
harus menambah kesedihan di dunia ini"
b. Setiap kesedihan pasti ada suatu cara untuk menghindarinya. Aku berharap setiap
orang jangan suka menangis, tapi memikirkan suatu cara untuk menghindari kesedihan ini.
Tamat Bandung, 22 desember 2005
Salam hormat Kisah Pedang Bersatu Padu 7 Lembah Nirmala Karya Khu Lung Prabarini 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama