Ceritasilat Novel Online

Tiga Maha Besar 13

Tiga Maha Besar Karya Khu Lung Bagian 13


sebelah kiri dan menangkap salah seorang diantaranya.
Bingung dan tak habis mengerti melintas dalam benak Kiuim
Kaucu, ia tak tahu apa gunanya Hoa Thian-hong
mengempit seorang anak buahnya, secepat kilat dia
menerjang kembali ke arah anak muda itu sambil melepaskan
serangan-serangan berantai.
Dengan cekatan Hoa Thian-hong menyingkir kesamping,
dalam waktu singkat dia sudah melayang dua kaki lebih, sekali
loncat dia melayang pula kesisi sebelah kiri, semua gerakgeriknya
dilakukan dengan kecepatan laksana sambaran kilat.
Kiu-im Kaucu merasa gugup bercampur gusar, hampir saja
dia kalap, bentaknya dengan marah.
"Hoa Thian-hong, kau seorang pria sejati atau bukan"
Bukannya bertempur, engkau hendak kabur kemana?"
Sekali loncat, ia menubruk ke arah mana pemuda itu kabur.
Hoa Thian-hong mendengus dingin.
"Hemm! Perkataanmu tak dapat dipercaya, aku tak sudi
masuk perangkap lagi!"
Sambil berkata dia sudah kabur keujung perahu dan loncat
kembali keatas perahu sebelah kanan.
Amarah yang berkobar dalam dada Kiu-im Kaucu benarbenar
sukar dikendalikan lagi, dia ikut menerjang kesitu.
Rupanya Hoa Thian-hong memang sengaja
mempermainkan musuh, melihat perempuan itu mengejar
tiba, cepat dia kabur lagi keburitan perahu tersebut.
Begitulah dalam waktu singkat kedua orang itu saling ber
kejar-kejaran diatas ketiga buah perahu itu, yang satu kabur
yang lain mengejar, lama kelamaan Kiu-im Kaucu berhasil
mendekati lawannya. Ini disebabkan Hoa Thian-hong harus mengempit
seseorang dibawah ketiaknya, dia memang lihay dan berilmu
tinggi, kalau di bandingkan musuhnya lari pemuda ini jauh
lebih cepat, seandainya kejadian ini berlangsung ditanah
datar, mungkin sudah tadi-tadi ia sudah jauh meninggalkan
musuhnya dibelakang. Benturan keras menggelegar tiada hentinya dari dasar
perahu, menyusul timbulnya beberapa buah lubang diatas
perahu tadi, air sungai mulai mengalir masuk keatas geladak
dan menggenanggi seluruh ruangan perahu.
Diam-diam Kiu-im Kaucu menyeringai seram, sambil
melakukan pengejaran yang ketat, ia berteriak nyaring, "Hoa
Thian-hong, apa maksudmu mengempit seorang anak
buahku?" Kalau toh harus mati, sedikit banyak aku musti cari kembali
modalku....!" sahut Hoa Thian-hong cepat.
Mendengar perkataan itu, Kiu-im Kaucu teryawa terbahakbahak.
"Haahh.... haahh.... haahh.... anak murid perkumpulan kami
banyak sekali jumlahnya, kalau punya kegembiraan hayo
bunuh saja mereka sampai habis....!"
Hoa Thian-hong mendengus dingin, tiba-tiba ia menerjang
ketepi perahu, kemudian orang yang berada dibawah
ketiaknya langsung dilempar kedepan dengan keras, menyusul
mana dia ikut melayang kedepan....
0000O0000 74 KIU-IM KAUCU jadi sangat terperanjat, cepat ia menerjang
keujung perahu, tapi sayang sudah terlambat, pemuda itu
telah melayang jauh ke arah depan, melihat itu sambil
mendebrak kakinya diatas lantai perahu teriaknya setengah
menjerit, "Orang she Hoa! Aku bersumpah tak akan hidup
tersama kau...." Sementara itu orang-orang yang berada dalam sungai
sama-sama menjerit kaget, tapi diantara mereka yang berotak
cerdas cepat putar badan dan cepat-cepat berenang menuju
ke arah pantai dengan melawan gulungan ombak yang besar.
Hca Thian-hong yang melayang ditengah udara bergerak
enteng ke arah depan, ketika daya luncurnya menjadi lemah
dan tubuhnya melayang kembali kebawah, kebetulan orang
yang dilempar lebih dahulu kedepan itu berada dibawah
kakinya, ia segera menggunakan punggung orang itu sebagai
batu injakan, sekali menjejak tahu-tahu ia sudah meluncur
kembali kedepan untuk kedua kalinya.
Loncatan yang pertama ia berhasil melampaui jarak sejauh
enam kaki, kemudian dalam loncatan yang kedua ia mencapai
jarak empat kaki delapan depa, ketika masin berada ditengah
udara, ia selipkan kembali pedang bajanya ke arah pinggang.
Kemudian dikala badannya meluncur kebawah dengan
cepat hingga tampaknya pemuda itu segera akan tercebur
kedalam sungai, tiba- tiba kaki kanannya menjejak kembali
diatas telapak atas kaki kirinya, sepasang telapak tangannya
mendayung kebelakang lalu ditekan ke arah bawah, dengan
kerahkan ilmu meringankan tubuh menaik keawan lewat
tangga, suatu kepandaian ginkang tingkat tinggi, sekali lagi
badannya meluncur kemuka untuk ketiga kalinya.
Dari balik tanggul di tepi pantai tiba-tiba loncat keluar Pek
Kun-gie, tatkala menyaksikan kelihayan kekasihnya dia segera
berte puk tangan sambil bersorak, "Horee.... bagus.... bagus....
Thian-hong,kau memang hebat, aduuhh mak!"
Pujian itu diakhiri dengan suatu jeritan kaget.
Walaupun secara beruntun Hoa Thian-hong sudah tiga kali
mengganti napas dan mencapai permukaan sungai seluas
empat lima belas kaki, akan tetapi jarak dari perahu sampai
daratan ada dua puluh kaki jauhnya, kendati ilmu
meringankan tubuhnya amat sempurna, tak urung dia
kehabisan napas juga sehingga akhirnya toh ia tercebur pula
kedalam sungai. Pada waktu itu anak buah Kiu-im Kaucu tersebar ditengah
sungai, mereka sedang menugggu sampai perahu itu
tenggelam barulah saat itu serentak menyerbu maju untuk
melawan mangsanya. Siapa tahu Hoa Thian-hong telah keluarkan ilmu
simpanannya yang lihay hingga jauh meninggalkan lawanlawannya,
menanti kawanan jago dari Kiu-im Kaucu
berdatangan ketempat kejadian, pemuda itu sudah mencapai
tepi daratan. Pek Kun-gie sangat gembira, dengan muka berseri dia lari
ketepi sungai dan mengulurkan tangannya kebawah sambil
berseru, "Hayo cepat naik, hayo cepat naik, mereka sudah
makin mendekat, hati-hati, tuh lihat! Mereka sudah sampai
dibelakangmu.... " Sekalipun ilmu berenang milik Hoa Thian-hong tidak begitu
bagus, akan tetapi untuk berenang dalam jarak selebar lima
enam kaki bukan merupakan suatu pekerjaan yang terlalu
menyulitkan, dalam sekejap mata ia sudah mencapai tepi
pantai dan diseret naik keatas daratan oleh Pek Kun-gie.
Begitu naik keatas darat, gadis itu segera menarik
tangannya untuk diajak kabur dari situ.
"Jangan gugup, tak usah terburu nafsu, kita tunggu mereka
sebentar....!" kata Hoa Thian-hong cepat.
Ia putar badan dan berdiri tegak, dengan sorot mata tajam
di awasinya musuh-musuh yang tersebar ditengah sungai.
Pek Kun-gie gelisah sekali sambil mendepak-depakan
kakinya kembali dia berseru, "Hayo cepetan dikit, kita harus
segera mencari pedang emas itu, hayo cepat! Kita bisa kena
didahului mereka...."
Hoa Thian-hong tertawa geli menyaksikan kepanikan orang,
sabutnya sambil tersenyum, "Huuss! Jangan ribut dulu,
memangnya kau anggap Pia Leng-cu suka berterus terang,
ingat" Dia toh seorang hidung kerbau yang licik dan banyak
akal setannya" Tentu saja Pek Kun-gie tahu apa sebabnya pemuda itu tak
mau pergi dari situ, seratus persen dia tentu sedang
menguatirkan keselamatan Giok Teng Hujin, kontan saja dia
jadi mendongkol dan berdiri dengan muka cemberut,
cemberutnya cemberut masam.
Disar perempuan, kalau sudah cemburu memang sukar
disembunyikan dalam hatinya, gadis itu tahu, bila Hoa Thianhong
sedang penuju sesuatu, biar diseretpun percuma saja,
terpaksa diapun tidak merengek lebih jauh.
Pada saat itulah seorang kakek tua bersenjatakan pedang
pendek dari Kiu-im-kauw telah mencapai daratan, dengan
cepat dia merangkak bangun dari dalam air dan siap loncat
keatas tanggul. Hoa Thian-hong segera maju sambil menggetarkan pedang
bajanya, dia mengancam. "Kau sudah bosan hidup yaa" Hayolah, kalau pingin pulang
keakhirat.... silahkan naik ke darat!"
Sekilas rasa kaget dan ngeri meliputi paras kakek tua itu,
cepat-cepat dia menyelam kembali kedalam air dan mundur
dua kaki kebelakang, dengan termangu-mangu dia
memandang ke arah daratan, untuk sesaat lamanya kakek tua
itu tahu apa yang musti dilakukan
Hoa Thian-hong alihkan kembali pandangan matanya jauh
ketengah sungai, waktu itu dia lihat ada banyak orang sedang
berenang menuju kehilir sungai, dia tahu kawanan jago itu
sedang mencari Giok Teng Hujin untuk dibekuk, hatinya makin
gelisih bercampur murung.
Dari perubahan wajah anak muda itu, Pek Kun-gie
sendiripun dapat merasakan kalau kekasihnya sedang
menguatirkan keselamatan Giok Teng Hujin, api cemburu
membakar hatinya makin keras, pikirnya, "Kalau dia tak mau
pergi, apa salahnya kalau kutotok saja jalan darahnaya
kemudian membawa dia kabur dari sini?"
Cepat dia ambil keputusan, jari tangannya diam-diam
menyodok kedepan dan menotok jalan darah Hoa Thian-hong
yang ada diarah pinggang.
Totokan tersebut sudah diarahkan secara tepat, bahkan
berat ringannya serangan telah diperhitungkan masak-masak,
siapa sangka anak muda itu cuma mengerutkan tubuhnya dan
totokan tersebut sama Sekali tidak menunjukkan reaksi.
Pek Kun-gie semakin panik dan keki, akhirnya dia
mendepakkan kakinya keatas tanah sambil mengomel, "Baik....
baik.... kalau engkau tak mau pergi dari sini, jangan salahkan
aku kalau jiwa Cu locianpwe, dewa yang suka pelancongan itu
terancam bahaya, sekarang dia sedang bergerak melawan dua
puluh orang jago lihay dari Kiu-im-kauw!"
Sekarang Hoa Thian-hong baru kaget, teriaknya, "Kenapa
tidak kau katakan sedari tadi?"
Cepat ia sambar tangan gadis itu dan kabur menuju
ketengah dataran. Pantai selatan sungai Hoang ho merupakan tanah gersang
yang jarang ditanami pepohonaan, bukan saja tak ada
persawahan disitupun jarang ada perumahan, pemandangan
kealam bebas amat luas sekali
Begitu mencapai keatas daratan, dari kejauhan Hoa Thianhong
telah menyaksikan rombongan manusia sedang terlibat
dalam suatu pertarungan sengit, ketika dihitung jumlahnya
ternyata mencapai tiga empat puluh orang lebih.
Pemuda itu jadi panik, dia percepat larinya dan langsung
bergerak menuju ketempat kejadian.
Menanti ia sudah hampir mendekati tempat kejadian, maka
segala sesuatunya dapat terlihat jauh lebih jelas lagi.
Ternyata orang yang sedang terlibat dalam pertarungan itu
terbagi menjadi dua tombongan, grup pertama terdiri dari
Tiam cu istana neraka beserta kesepuluh orang anak buahnya
dari Kiu-im-kauw, sedangkan grup kedua terdiri dari Kho
Hong-bwee, Pek Soh-gie beserta belasan orang anak buahnya
dari perkumpulan Sin-kie-pang, selain itu ditambah pula
dengan dua orang jago lain, mereka adalah Cu Thong dewa
yang suka pelancongan yang gemuk dan pendek serta Bong
Pay yang baru saja sembuh dari luka parahnya.
Kho Hong-bwee masih tetap berdandan sebagai seorang
Too koh (rahib) sambil putar pedang mustikanya ia sedang
melangsungkan pertarungan sengit melawan tiamcu istana
neraka. Sedangkan sisanya, yang lain melangsungkan suatu
pertarungan massal yang tak kalah serunya, diantara dua
rombongan jumlah anak buah Kiu-im-kauw jauh lebih banyak
beberapa orang. Seng tongcu dari ruangan penerimaan anggota baru
menggeletak ditepi gelanggang dalam keadaan jalan darah
tertotok, empat orang anggota Kiu-im-kauw sedang berusaha
untuk menolong Seng longcunya itu, tapi Dewa yang suka
pelancongan Cu Thong selalu menghalangi jalan pergi mereka
dengan kebutan kakinya. Pertarungan ini berjalan sangat kocak dan penuh dihiasi
oleh suara tertawa haha hihi yang nyaring.
Ketika Hoa Thian-hong mencapai tempat kejadian, dari
kejahuan Cu Thong telah berseru, "Hey anak Seng, baik-baik
bukan dirimu?" "Orang tua, engkau sendiri juga baik-baik bukan" sapa Hoa
Thian-hong pula sambil tertawa.
Dengan muka berseri-seri Pek Kun-gie menarik tangan
anak muda itu untuk mendekati gelanggang pertarungan,
serunya dengan bersemangat, "Hayo kita cepat-cepat
bereskan kawanan manusia itu, kemudian berangkat ke kota
Lok yang untuk mencari pedang emas!"
Hoa Thian-hong tersenyum.
"Boleh saja kalau ingin ambil pedang emas, aku cuma
kuatir kalau pengakuan dari Pia Leng-cu tidak jujur, kalau kita
sampai kecele dan menubruk tempat kosong, idiih! Malu sekali
aaah, kita bisa ditertawa kan orang-orang Kiu-im-kauw!"
Aaah, perduli bagaimana nantinya, sekarang pokoknya kita
musti labrak begundal-begundal dari Kiu-im-kauw ini lebih
dahulu sampai babak belur, mumpung harimau betina yang
galak itu belum sampai disini, lumayan toh kalau kita bisa
hadiahkan beberapa buah bogem mentah ditubuh mereka?"
Hoa Thian-hong tertawa geli sewaktu mendengar Pek Kungie
mengistilahkan Kiu-im Kaucu sebagai Harimau betina,
sebetulnya dia mau maju untuk melabrak musuhnya, tiba-tiba
ia lihat Bong Pay sedang bertarung dengan Pek Soh-gie
mendampingi disamping nya.
Serangan jari maupun telapak tangan dari Bong Pay lihay
sekali, angin serangannya dahsyat dan mengerikan, setiap Pek
Soh-gie temui bahaya dia segera maju menolong.
Satu ingatan cepat terlintas dalam benaknya, dia berpikir,
"Bong toako memang gagah dan ganteng dia paling cocok
kalau dijodohkan dengan nona gede dari keluarga Pek, bila
dua orang itu bisa berpasang, waah! Mereka merupakan


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sepasang sejoli yang paling cocok, aaah! Lebih baik aku tak
usah maju, biar mereka bertarung agak lamaan secara
berduaan!" Pek Kun-gie tak tahu jalan pikiran kekasihnya, melihat
pemuda itu batal untuk maju ia jadi keheranan, segera
tanyanya dengan hati gelisah, "Eeh, kenapa kau" kita tidak
segera melabrak mereka, kalau sampai pasukan besar musuh
tiba disini, kitalah yang bakal konyol!"
"Sstt! Jangan ribut dulu" bisik Hoa Thian-hong sambil
tersenyum, "kalau kau gembar gembor begitu, konsentrasi
yang lagi tertolong pasti akan buyar!"
Kemudian sambil menuding kedepan, bisiknya lagi, "Coba
kau lihat ilmu pedang ibamu, Huuh! Kalau dibandingkan
dengan kepandaianmu.... waaah! sejaripun kau tak
menampil...." "Hmm! Aku tak mau ambil perduli, pokoknya asal lebih
hebat dari Chi Wan Hong, binimu itu, aku sudah puas!" jawab
Pek Kun-gie dengan bibir dicibirkan.
Hoa Thian-hong tertawa, ia merasa tidak leluasa untuk
menanggapi lebih jauh maka pemuda itu lantas
membungkam. Seperti teringat akan sesuatu tiba-tiba sikap Pek Kun-gie
berubah jadi gelisah bercampur panik.
Setelah putar biji matanya kesana kemari gadis itu
langsung kabur kemuka sambil berseru, "Thianhong, hayo
cepatan dikit, kalau terlambat kuatirnya tidak keburu lagi!"
Dalam waktu singkat dia sudah kabur sejauh puluhan kaki
dari tempat semula. Hoa Thian-hong sama sekali tidak beranjak dari tempat
semula, dia kuatir pertarungan seru itu diganggu oleh
kehadiran Kiu-im Kaucu beserta anak buahnya, kalau sampai
jago lihay itu muncul disana dan dia sedang pergi, siapa lagi
yang mampu menghadapi kelihayannya"
Tiba-tiba terdengar Kho Hong-bwee berseru dengan cemas,
"Hoa kongcu, cepatlah kejar dia, aku kuatir budak itu sudah
teringat oleh suatu urusan penting kalau tidak ia tak akan
segugup dan segelisah itu!"
Hoa Thian-hong selain menghormati watak Kho Hongbwee,
selama ini dia pandang perempuan itu sebagai
angkatan yang lebih tua, tentu saja ia merasa tak enak hati
untuk menampik permohonannya, terpaksa dia kabur
mengejar ke arah mana Pek Kun-gie lenyapkan diri.
Tiamcu istana neraka merasa amat terperanjat ketika
diketahuinya arah yang ditempuh dua orang itu adalah kota
Lok yang, dia segera berpikir dalam hati, "Aduuh celaka! Kalau
dililat arah mereka jelas kedua orang itu sedang kabur ke kota
Lok yang untuk mencari pedang emas...."
Karena kuatir cepat dia loncat mundur dari gelanggang,
sambil ulapkan tangannya ia berseru, "Orang-orang dari Kiuimkauw segera ikut aku. Begitu selesai berbicara dia segera mengejar ke arah Hoa
Thian-hong berdua. Secara beruntun orang-orang dari Kiu-im-kauw
mengundurkan diri dari gelanggang pertarungan dan
menyusul dibelakang Tiamcu mereka.
Kho Hong-bwee seria Cu Thong sekalian tentu saja tak mau
ketinggalan, mereka ikut menyusul dibelakang orang-orang
Kiu-im-kauw. Dengan begitu maka dalam waktu singkat tempat itu
menjadi sunyi kembali, kecuali Seng longcu seorang yang
masih menggeletak diatas tanah karena tidak mampu
bergerak. Gerak tubuh Hoa Thian-hong sangat cepat bagaikan
hembusan angin, sekejap kemudian dia sudah menyusul
disamping Pek Kun-gie sambil menarik tangannya pemuda itu
menegur, "Eeh, apa-apaan kamu ini" Kenapa kau lari dengan
muka gugup" Hayo bilang, permainan setan apa yang sedang
kau lakukan?" Pek Kun-gie tidak langsung menjawab, dia berpaling
kebelakang, sewaktu dilihatnya para jago yang lain sedang
menyusul dibela kangnya ibarat seekor naga panjang, dara
cantik itu merasa gembira bercampur gelisah serunya lantang,
"Hayo kita kabur rada cepatan dikit, pokoknya kita harus jauh
tinggalkan orang-orang dibelakang sana!"
"Ibumu dan encimu toh ikut dirombongan belakang, masa
engkau juga akan tinggalkan mereka semua?" tegur sang
anak muda keheranan. "Tentu saja!" Mendadak gadis itu merasa salah bicara, cepat ia
membungkam dan mempercepat larinya kedepan.
Bukan bertambah cepat, Hoa Thian-hong malahan semakin
memperlambat gerak tubuhnya, ia mengomel, "Aku mau
bicara dengan Cu locianpwe serta Bong toako, kalau engkau
tak mau terangkan dengan jelas, aku ogah untuk lari lagi."
"Engkau tak mau lari lagi?" seru Pek Kun-gie gelisah, "baik,
aku segera akan loncat kesungai, aku akan bunuh diri, aku
akan tusuk perutku dengan pisau"
"Eeh.... kenapa musti begitu?" tegur Hoa Thian-hong
tercengang. "Kita tinggalkan dulu orang-orang itu, nanti akan kukatakan
dengan sejujurnya!" Ha Thian-hong benar-benar dibuat kehabisan akal, dengan
perasaan apa boleh buat terpaksa dia mempercepat larinya
kedepan. Begitu dia kerahkan kepandaian saktinya dalam sekejap
mata para pengejar dibelakang sudah ketinggalan jauh sekali.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian Pek Kun-gie baru
terpaling kebelakang, ia lihat hanya tiamcu istana neraka serta
Cu Thong dua orang saja yang masih mengguntil dikejauhan,
sedang sisanya yang lain sama sekali tidak nampak batang
hidungnya lagi. Bicara sebenarnya, ilmu meringankan tubuh yang dimiliki
Kho Hong-bwee termasuk sangat lihay, malah jauh diatas
kepandaian tiamcu dari istana neraka maupun Cu Thong, akan
tetapi dia ada maksud untuk memberi kesempatan bagi
putrinya untuk jalan bersama Hoa Thian-hong, karenanya ia
sama sekali tidak mengejar dengan sepenuh tenaga.
Sebaliknya orang-orang yang lain telah kerahkan segenap
kekuatan yang dimilikinya, sampai seluruh badan telah basah
kuyup oleh air keringat namun mereka masih tetap
ketinggalan jauh sekali. Sementara itu Hoa Thian-hong telah menemukan pula
keanehan yang menyelimuti wajah Pek Kun-gie, dia merasa
amat tercengang sehingga tanpa terasa tegurnya, "Ada urusan
apa toh" Kok kau kelihatan begitu gembira?"
Pek Kun-gie tertawa cekikikan.
"Kita lari dipaling depan, itu beratti pedang emas tersebut
sudah pasti akan terjatuh ketangan kita"
"Aku tidak percaya kalau engkau gembira karena soal ini,
Hayo cepat mengaku terus terang! Kalau tidak awas kalau
kulemparkan tubuhmu kedalam sungai"
Pek Kun-gie semakin geli hingga tertawa mengikik.
"Hmm Apa takutnya beritahu kepadamu" Aku bukan orang
bodoh, bukankah engkau selalu paksa aku untuk pulang
kerumah" Nah sekarang ibuku sudah datang, kalau aku tidak
cepat-cepat kabur memangnya aku harus menunggu sampai
diseret pulang olehnya?"
"Haahh.... haahhh.... haahh.... rupanya karena soal itu, tapi
kalau kau bergelandangan terus diluar...."
"Sampai matipun aku tak mau pulang, pokoknya kalau kau
paksa aku untuk pulang kerumah, berarti kauingin aku cepat
mampus tukas sang dara dengan cepat.
Setelah tertawa cekikikan, ia melanjutkan, "Sekalipun
sudah pulang ke gunung, kau toh masih bisa ngeloyor keluar!"
Pokoknya aku akan ikut terus disampingmu, kau lari ke
timur ikut ke timur, kau naik langit aku ikut kelangit, itu
namanya kalau sudah jodoh kemana tak akan lari lagi,
Mengerti?" Hoa Thian-hong tersenyum dihatinya dia berpikir,
"Nasibnya memang jauh lebih beruntung daripada Ku Ing-ing,
dia masih punya rumah, masih ada ayah ibu dan saudara, lain
sebaliknya Ing ing telah menjadi penghianat dari Kiu-im-kauw,
dia harus buron te rus dengan hidup bersembunyi, dunia
begini luas, kemana dia akan mencari tempat berteduh?"
Teringat sampai kesitu, rasa sedih dan murung kembali
menyelimuti wajahnya, rasa gembira yang semula menghiasi
wajahnya kontan tersapu lenyap hingga sama sekali tak
berbekas. Pek Kun-gie belum merasakan kesedihan anak muda itu, ia
masih gembira dan berjoget dengan riang gembira, serunya
lagi dengan setengah mengomel, "Hayolah cepatan dikit
larinya.... Ooh Lo Thian! Hayolah, cepatan dikit kalau lari"
"Kau tahu Kiu-im Kaucu masih ada dibelakang, kalau orang
orang kita dibelakang sampai ketemu dengannya, mungkin
jiwa mereka akan terancam, aku lihat lebih baik kita balik
kesana sambil periksa keadaan mereka, setuju bukan?"
Mula-mula Pek Kui Gie agak kaget, menyusul mana sambil
tertawa sahutnya, "Ooh, jangan kuatir, makin cepat kita kabur
ke arah kota Lok yang, Kiu-im Kaucu akan semakin gelisah
dan dia akan mengejar semakin kencang, sekalipun ibu tak
dapat menangkan dia, belum tentu beliau akan dikalahkan
dalam waktu singkat, saat ini pikiran dari Kiu-im Kaucu telah
melayang keatas pedang emas itu, dia pasti akan kerahkan
segenap kemampuan yang dimilikinya untuk mengejar kita,
tak mungkin dia akan mencari kesulitan buat diri sendiri,
percaya tidak?" Hoa Thian-hong berpikir sebentar, dia merasa apa yang
diuraikan dara itu memang sangat masuk diakal, maka segera
pikirnya, "Keadaan dari Ing ing jauh lebih berbahaya, kalau
begitu akan kuusahakan untuk peroleh pedang emas itu
kemudian baru mengajak Kiu-im Kaucu untuk berunding
secara baik-baik, mungkin dengan imbalan pedang emas
tersebut dia bersedia untuk menyelesaikan persoalan ini
secara baik-baik...."
Setelah mengambil keputusan didalam hati, cepat dia
kerahkan segenap kemampuannya untuk mengerahkan ilmu
meringankan tubuh tingkat tingginya sambil menarik tangan
Pek Kun-gie bagaikan hembusan angin puyuh mereka kabur
menuju ke kota Lok yang. Kurang lebih dua tiga jam kemudian sampailah mereka
dikota Lok yang, waktu itu malam sudah menjelang lagi,
cahaya lampu menerangi setiap rumah penduduk didalam
kota, ketika masuk ke kota kebetulan hujan sedarg turun
dengan derasnya. Hoa Thian-hong segera menarik Pek Kue Gie untuk
berteduh dibawah emper rumah orang, katanya, "Hayolah kita
cari sebuah rumah makan untuk berteduh dari hujan deras ini,
sementara kau bersantap, aku akan mencari pedang emas itu,
asal ketemu aku segera akan menyusul!"
"Tidak, aku tidak mau, kita harus berada bersama-sama,"
jawab Pek Kun-gie sambil membereskan rambutnya yang
kusut, dia hembuskan napas panjang.
Kemudian tanpa banyak bicara Pek Kun-gie meneruskan
perjalanan diteagah bujan deras.
Menyaksikan kenekatan dara itu, Hoa Thian-hong tidak bisa
berbuat apa-apa lagi kecuali mengikuti dibelakangnya.
Sesaat kemudian mereka sudah tiba didepan rumah
penginapan Ciat-seng, sambil menuding jendela loteng dari
kedai penjual obat itu Pek Kun-gie berkata, Diatas loteng
itulah gudang penyimpanan obat yang dimaksudkan imam
sekarat itu. "Ikuti aku!" seru Hoa Thiaa Hong cepat"
"Eeeh.... tunggu sebentar!" tiba-tiba Pek Kun-gie berseru,
seraya berkata dia lari masuk kedalam kedai obat itu dan
memesan sejenis benda. Setelah gadis itu muncul kembali, Hoa Thian-hong baru
bertanya dengan keheranan.
Eeeh, apa-apaan kau ini"
"Pinjam korek api, engkau membawa bahan untuk obor
bukan?" sahut Pek Kun-gie.
Hoa Thian-hong menggeleng sambil tertawa, dia berputar
ke arah kiri, dari situ sambil menggandeng tangan Pek Kun-gie
loncat naik keatas loteng kecil itu, setelah membuka
jendelanya mereka menyusup masuk kedalam ruangan itu.
"Tutup jendela itu rapat-rapat" bisik Pek Kun-gie, aku akan
mencari pedang emas itu se-mentara engkau jaga didepan
jendela, jangan beri kesempatan kepada lawan untuk masuk
kesini!" Hoa Thian-hong segera tutup pintu jendela dan berjaga
disa mpingnya, sementara Pek Kun-gie telah memasang api
dan memilih sebuah batang ranting obat yang mudah
terbakar, dengan rating itu Sebagai obor ia serahkan kepada
sang pemuda untuk memegangnya, sedang dia sendiri dengan
badan basah kuyup mulai mencari pedang emas tersebut
disekitar ruangan loteng itu.
Pek Kun-gie adalah seorang jagoan dunia persilatan, dalam
soal menggeledah atau melakukan pencarian harta pusaka
sudah terlalu hapal dan berpengalaman, setelah memeriksa
sekejap sekitar situ dia lantas loncat naik keatas belandar
rumah, ia periksa dengan seksama setiap bagian ruangan
yang mungkin bisa dipakai untuk menyembunyi kan pedang
itu, malahan atap maupun celah celah dinding pun diperiksa
dengan seksama, namun pedang emas tersebut sama sekali
tidak ditemukan. Perlu diketahui, ranting yang digunakan sebagai bahan
obor itu adalah sejenis bahan obat, karena terbakar maka
timbullah asap yang tebal, dan asap itu segera menggumpal
didalam seluruh ruangan "berhubung tiadanyva celah sebagai
penyaluran, maka dalam waktu singkat ruangan itu sudah
berbau bahan obat yang sangat tebal.
Mencium ban obat-obatan itu Hoa Thian-hong segera
berkata sambil tertawa geli, "Waaaduuh.... obat-obatan apaan
ini" Kalau termasuk bahan obat yang mahal harganya, sayang
toh kalau dibakar dengan begitu saja
"Memangnya aku juga tahu" Tanya saja sama binimu!"
sambung Pek Kun-gie cepat.
Sambil melayang turun keatas tanah, gadis itu mulai
pindahi bahan-bahan obatan tersebut dan menggeledah
seputar ruangan itu. Perlahan-lahan Hoa Thian-hong menghampiri kesamping


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pek Kun-gie, dia angkat tinggi-tinggi obor tersebut agar sinar
penerangan jauh le bih tajam, ketika dilihatnya pakaian dara
iiu basah kuyup oleh air hujan dan tubuhnya sekarang basah
pula oleh keringat, ia jadi dibikin sangat terharu.
"Istirahatlah dulu" bisiknya dengan lembut, "aku akan
menggan tikanmu untuk menggeledak disekitar tempat ini!"
"Ruangan ini penuh dengan debu, kotornya bukan
kepalang, kau tak usah ikut, nanti kotor tanganmu!"
Setelah tertawa manis, sambungnya kembali.
"Pia Leng-cu memang seorang telur busuk sialan, setelah
menotok jalan darah pingsanku, dia telah menaruh badanku
dibawah tumpukan bahan obat-obatan itu, ketika kusadar dari
pingsan terasa pandangan mataku jadi sangat gelap, diatas
badan masih tertumpuk oleh bahan rumput-rumputan kering
Hiih....! Waktu itu aku menyangka sudah mampus dan
nyawaku sudah ada di akhirat."
"Imam tua itu memang patut dibenci tapi patut juga
dikasihani" Hoa Thian-hong menanggapi, "ibu jarinya sudah
ditusuk oleh sebatang paku beracun yang ganas, jika jalan
darahnya dibebaskan maka jiwanya pasti akan melayang
tinggalkan raganya!"
Daripada biarkan dia hidup sambil mencelakai orang
dijagad, memang lebih enak kalau dibikin mampus saja,
hidang kerbau sialan itu seorang telur busuk besar sekalipun
dicincang tubuhnya juga pantas.
Gadis itu berhenti sebentar, kemudian melanjutkan,
"Kenapa toh kakinya kok jadi pincang?""
"Oooh dia kena digigit oleh Soat-ji rase salju milik Giok
Teng Hujin!" "Dan mukanya yang bengkak" Apa engkau yang tampar
mukanya dengan tangan?"
"Ooh bukan, aku menyemburnya dengan semburan arak!"
"Semburan arak?" Pek Kun-gie, tiba-tiba membelalakan
matanya lebar-lebar. Tiba-tiba dia membanting sedikit bahan obat yang ada
dicekalannya keatas lantai, kemudian sambil mencak-mencak
karena mendongkol teriaknya, "Bagus, bagus sekali, orang
sedang berada dimulut harus, mampuspun tak
berkesempatan, engkau malahan cari kesenangan dengan
temani perempuan lain minum arak, macam apakah kamu itu"
Oooh puas sungguh puas yaa?" Hatimu busuk, tak nyana
hatimu kejam, aku.... aku akan adu jiwa dengan kau"
Hoa Thian-hong tertawa santai, bisiknya.
"Eeh.... eehhh.... jangan berteriak-teriak begitu, nanti tauke
yang punya warung obat naik kemari lho!"
"Tidak ambil perduli, pokoknya aku mau teriak, aku.... aku
mau teriak yang keras...." jerit Pek Kun-gie makin menjadi.
Cepat Hoa Thian-hong menutupi mulutnya dengan tangan,
sebelum dia melakukan tindakan lain, tiba-tiba jendela dihajar
orang sampai terbentang lebar, menyusul Kiu-im Kaucu
dengan suatu sergapan kilat menerjang masuk kedalam ruang
loteng itu, begitu tajam sambaran anginnya sehingga
memadamkan obor yang berada ditangan anakmuda itu.
Sekejap mata ruang loteng jadi gelap gulita hingga sukar
melihat kelima jari tangan sendiri.
Hoa Thian-hong sangat terkejut, cepat ia cabut pedang
bajanya dan berdiri dihadapan Pek Kun-gie untuk menghadapi
segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Tiba-tiba Pek Kun-gie bertepuk tangan sambil berteriak
kegirangan, "Hooree.... keracunan! Dia mulai keracunan!
Hayo, roboh kau, roboh kau sekarang.... mampus kau!"
Sewaktu menerjang masuk kedalam ruang loteng, Kiu-im
Kaucu memang sudah mencium sejenis bau obat-obatan yang
sangat aneh sekali, mulai detik itu hatinya sudah curiga dia
kuatir kalau kena dipecundangi oleh akal busuk Hoa Thianhong.
Dan kini setelah mendengar seruan yang tiba-tiba
diutarakan Pek Kun-gie, kecurigaan semakin menjadi, dengan
hati berdebar karena ketakutan cepat ia jejakkan kaki kelantai
dan meluncur keluar dari ruangan tersebut, peluh dingin telah
mengucur keluar membasahi tubuhnya.
Pek Kun-gie tertawa mengikik karena geli, cepat ia menuju
ketepi jendela dan melongok kebawah.
Ditengah hujan sangat deras, tampaklah Kiu-im Kaucu
berdiri kaku di tengah jalan raya, tubuhnya sama sekali tak
berkutik barang sekejappun, kesadaannya persis seperti
sebuah patung arca. Dari sikapnya itu jelas ia sedang kerahkan hawa murninya
untuk mengusir, hawa racun yang mengeram dalam
tubuhnya. Kembali gadis itu tertawa mengikik, serunya dengan
lancang, "Hey Kiu-im Kaucu, engkau sudah terkena racun
jinsom dari bukit Tiam Pek san, lebih baik cepatlah pulang
kerumah untuk persiapkan segala urusan yang terakhir, kalau
tidak kau pilih peti mati buat diri sendiri, takutnya mayatmu
akan diberikan anjing!"
"Sett....! jangan ribut terus" bisik Hoa Thian-hong,
"memangnya sedang ada diruma h sendiri?" Kaok-kaok terus
persis seperti burung gagak"
Pek Kun-gie tertawa cekikikan, ia tidak bicara lagi.
Sementara itu dari kejauhan telah meluncur datang
beberapa sosok bayangan manusia, orang yang tiba dulu
adalah seorang To koh berbadan kecil langsing, dia tak lain
adalah Kho Hong-bwee ibunya Pek Kun-gie, dibelakangnya
menyusul dia orang yaitu Tiamcu istana neraka dari Kiu-imkauw
serta Dewa yang suka pelancongan Cu Thong.
Sesaat kemudian dari belakang sana baru menyusul datang
Kek Thian-tok, itu tongcu pelatih teknis dari Kiu-im-kauw
sambil mengempit tubuh Pia Leng-cu.
Melihat gerak tubuh sang lawan yang begitu cepat dan
cekatan walaupun sedang mengempit seseorang, dalam hati
Pek Kun-gie dan Hoa Thian-hong merasa amat terperanjat.
Kek Thian-tok adalah seorang tongcu pelatih teknis yang
bertanggung jawab dalam soal memberi latihan ilmu silat
kepada para anggota, darimana anak buah Kiu-im-kauw
pandai ilmu meringankan tubuh dan langkah dewa pemabuk
luan ngo beng mi sian tun hoat kalau bukan belajar dari
kepala pelatih teknisnya ini"
Anak buahnya saja sudah begitu lihay, apalagi Kek Thiantok
sebagai pengajarnya, sudah tentu berlipat ganda
kelihayannya dari yang lain, malahan kalau dibandingkan
dengan Kiu-im Kaucu sendiri, boleh dibilang dalam soal ilmu
meringankan tubuh dia tak kalah jauh.
Setelah beberapa orang itu sampai ditempat tujuan,
mereka menghembuskan napas panjang untuk menyegarkan
kembali dadanya yang turun naik.
Dengan memakai kipasnya untuk menahan air hujan, Dewa
yang suka pelancongan Cu Thong menengadah keatas loreng,
lalu teriaknya dengan suara nyating, "Seng ji, kalian lagi apaapaan"
Permainan setan apa lagi yang telah kamu siapkan"
Aaah.... gara-gara kamu, hampir saja napasku jadi putus
ditengah jalan, untuug tak sampai mampus!"
Mendengar teguran itu cepat Hoa Thian-hong melayang
turun kebawah, sahutnya sambil tersenyum, "Boapwe
memang rada sinting sehingga bikin susah kau orang tua saja,
harap cianpwe tak usah marah lagi!"
Kemudian ia memberi hormat kepada Kho Hong-bwee
sambil menyapa, "Hujini baik-baik bukan selama ini?"
Kho Hong-bwee, tertawa, sambil balas hormat sahutnya,
"Kongcu tak usah banyak adat, bagaimana dengan kesehatan
ibumu?" Dipihak lain, Kiu-im Kaucu sudah merasa kalau dirinya
tertipu, ia periksa seluruh tubuhnya dengan teliti tapi tak ada
tanda-tanda ke racunan, maka sambil melototkan sepasang
matanya dengan pandangan tajam, bentaknya penuh
kegusaran, "Hoa Thian-hong! Serahkan pedang emas itu
kepadaku" Pek Kun-gie melayang turun dari atas loteng, sambil berdiri
disisi Hoa Thian-hong, ejeknya, "Lucu amat kamu ini!
Memangnya kami hutang pedang emas atau pedang perak
kepadamu?" Baru saja perkataan itu selesai diutarakan keluar,
mendadak dari kegelapan meluncur keluar sesosok bayangan
hitam langsung menerjang ke arah Kek Thian-tok.
Imam bajingan, serahkan jiwa anjing mu!" bentaknya.
Begitu mencapai sasaran, serentetan cahaya perak
meluncur dari tangannya dan lenyap dihadapan....
Kek Thian-tok sangat terkejut, cepat dia putar badan sambil
menyingkir beberapa kaki kesamping, bentaknya dengan
gusar, "Siapa kau?"
Dengan terkejut semua orang berpaling ditengah hujan
yang amat deras, berdirilah seorang pemuda bermuka sedih
ditengah jalan, dia tak lain adalah Haputule satu-satunya
murid It kiam kay Tionggoan ( Pedang yang menggetarkan
daratan Tionggoan ) Siang Tang lay yang masih hidup.
Sementara itu sebilah pedang perak yang panjangnya
beberapa depa telah menancap diatas punggung Pia Leng-cu
langsung tembus hingga gagang pedangnya.
Kek Thian-tok kaget bercampur gusar, ia periksa
pernapasan Pia Leng-ci ternyata imam tua itu sudah
menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Dalam cemas bercampur marahnya tanpa menunggu
perintah dari kaucunya lagi, ia lempar mayat Pia Leng-cu
keatas tanah, sambil membentak sebuah pukulan dahsyat
dilancarkan ke arah Haputule.
"Saudaraku, hati-hati! Hoa Thian-hong memperingatkan.
Haputule geserkan sepasang kakinya dan berkelit dari
serangan tersebut, dengan manis ia lolos dari ancaman.
Kek Thian-tok semakin naik darah, sebagai seorang tongcu
dari Kiu-im-kauw dia merasa kehilangan muka setelah
tawanan yang berada ditangannya dibunuh orang dihadapan
umum tanpa mampu dicegah olehnya, bahkan tawanan
tersebut adalah seorang tawanan yang penting sekali artinya.
Dalam gusar dan malunya, ia lancarkan sergapan hebat
dengan maksud merobohkan lawannya, siapa tahu serangan
itu meleset dari sasaran, hal ini semakin menggusarkan
hatinya, cepat dia memburu kemuka sambil mengirim lagi
sebuah pukulan maut. Hoa Thian-hong cepat melayang kemuka dan cabut keluar
pedang pendek yang menancap dipunggung Pia Leng-cu,
sambil dilemparkan kedepan, serunya, "Saudaraku, sambut
pedangmu itu!" Criit! Diiringi desiran tajam yang memekikan telinga,
serentetan cahaya perak langsung meluncur ke arah
punggung Kek Thian-tok. Serangan yang dilancarkan Hoa Thian-hong ini sangat kuat
dan mengerikan, mendengar desiran tajam mengancam
punggungnya, dengan ketakutan Kek Thian-tok mengguling
kesamping untuk menghindar, dengan begitu pedang pendek
tadi menyambar lewat dari atas kepala Kek Thian-tok
langsung meluncur ke arah dada Haputule.
Pedang pendek itu masih meluncur lewat dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat, desiran yang tajam amat
memekikan telinga melihat pedang itu meluncur dengan sisa
ke kuatan yang cukup hebat, Haputule tak berani menyambut
dengan tangannya, terpaksa dia melangkah setindak
kesamping untuk menghindarkan diri.
Siapa sangka Hoa Thian-hong menyambit pedahg itu
dengan memakai sejenis kepandaian Toa buan keng (tenaga
pantulan seperti bumerang) yang sangat aneh tapi hebat,
begitu meluncur sampai dihadapan Haputule tiba-tiba pedang
itu tidak melaju kembali kedepan melainkan malah sama sekali
berhenti sedetik kemudian lewat sesaat lagi baru melaju untuk
kedua kali. Melihat keanehan tersebut, Haputule agak tertegun
menyusul mana cepat ia sambar gagang senjatanya.
Kemarahan yeng berkobar dalam dada Kek Thian-tok makin
menjadi, walaupun Haputule telah bersenjata, namun ia sama
sekali tidak ragu untuk menyerang sekali lagi, tubuhnya
menerjang kedepan sembari mele paskan sebuah pukulan,
Haputule angkuh dan tidak takut mati, sekalipun serangan
musuh amat dahsyat ia sama sekali tak sudi berkelit sambil
menerjang pula kedepan, pedangnya langsung melepaskan
sebuah bacokan kilat. Dalam waktu singkat kedua orang itu terlibat dalam suatu
pertarungan yang amat sengit dibawah curahan hujan deras.
Perlu diketahui Kek Thian-tok adalah seorang tongcu yang
bertugas melatih ilmu silat anak murid Kiu-im-kauw, dasar
ilmu silat yang dia miliki tentu saja sangat luar biasa sekali.
Bicara yang sebenarnya selama Pia Leng-cu berada
dibawah kempitannya, tak mungkin bagi Haputule untuk
membinasakan tawanan tersebut, sayang pada waktu itu
hujan sedang turun dengan derasnya, pemandangan diseputar
sana jadi kabur dan kurang jelas, suara hujan mengganggu
pendengaran, dan lagi Kiu-im Kaucu sedang berbicara dengan
Hoa Thian-hong sehingga perhatian semua orang tertuju
kepada dua orang itu, oleh karenanya sergapan Haputule
dapat bersarang dengan jitu.
Jangankan Kek Thian-tok tidak mampu menghindari,
andaikata Kiu-im kaucu yang menghadapi sendiri kejadian itu
belum tentu ia dapat selamatkan tawanannya.
Sebagai murid kesayangan dari Siang Tang lay, dasar
kepandaian yang dimiliki Haputule cukup tangguh, bukanlah
suatu pekerjaan yang gampang bagi Kek Thian-tok untuk
merobohtan pemuda itu. Ditengah pertarungan, Kek Thian-tok selalu bergerak
ibaratnya sukma gentayangan, dia selalu menempel didepan
Haputule sambil melepaskan serangan-serangan kilat yang
gencar, semua ancaman ditujukan ke arah bagian-bagian yang
mematikan dari lawannya. Dengan demikian posisi Haputule selalu dipaksakan berada
diatas angin dia cuma menangkis dan tak mampu membalas,
walauPun begitu permainan pedang pendeknya tangguh
sekali, aneh dalam serangan ampuh dalam sergapan terutama
sekali senjata pendek macam begitu memang paling cocok
untuk melangsungkan pertarungan jarak dekat, karenanya
untuk beberapa saat Kek Thian-tok sendiripun tak mampu
berbuat apa- apa atas dirinya.
Setelah mengikuti sebentar jalannya pertarungan itu, Hoa
Thian-hong tahu bahwa tenaga dalam yang dimiliki Haputule
sangat terbatas, bila pertarungan itu dilangsungkan agak lama


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maka akhirnya dia pasti menderita kekalahan.
Diam-diam ia lan?as bersiap sedia, asal rekannya itu
menemui bahaya maka dia akan segera memberikan
bantuannya. Mendadak ia temukan kalau Kiu-im Kaucu sendiripun
sedang mengincar dari sudut lain, dia tahu kalau dirinya
menerjang maju niscaya perempuan itu pun akan
menghalangi gerakannya, merasakan betapa gawatnya
suasana, cepat dia memberi kisikan kepada Cu Thong dengan
ilmu menyampaikan suaranya, "Diantara enam orang murid
Siang locianpwe ada lima diantaranya telah mati dalam
keadaan mengenaskan, kini tinggal Haputule seorang yang
masih hidup, kita harus lindungi keselamatan jiwanya dari
bahaya, sebab kalau tidak maka kita akan malu terhadap
arwah Siang locianpwe yang ada dialam baka, nanti kalau
sampai Haputule menjum-pai mara bahaya, tolong kau orang
tua memberikan pertolongannya, sedang boanpwe akan
menandingi Kiu-im Kaucu!"
Dewa yang suka pelancongan Cu Thong segera
mengangguk, dengan sorot mata yang tajam dia awasi
pertarungan yang sedang berlangsung ditengah gelanggang,
sementara mulutnya tetap membungkam dalam seribu
bahasa. Kiu-im Kaucu sendiri merasa gusar bercampur mendongkol,
dia mengira pedang emas itu sudah jatuh ketangan Hoa
Thian-hong, kalau sampai demikian maka berarti pula kitab
Kiam keng sudah merupakan benda dalam saku anak muda
itu. Otaknya segera berputar keras untuk mencari akal guna
mengatasi masalah tersebut, namun diapun sadar betapa
minimnya kekuatan yang tersedia baginya waktu itu, dari
pihak Kiu-im-kauw kecuali dia sendiri hanya Kek Thian-tok
serta tiamcu istana neraka saja yang hadir disana.
Sebaliknya dari pihak lawan hadir pula Hoa Thian-hong, Cu
Thong serta Kho Hong-bwee yang mampu menandingi
kekuatan mereka bertiga, padahal disitu masih hadir pula Pek
Kun-gie serta Haputule, walaupun ilmu silat kedua orang ini
biasa-biasa saja akan tetapi cukup memberi angin bagi
lawannya untuk melakukan perlawan.
Dalam posisi yang begini menguntungkan, mungkinkah Hoa
Thian-hong bersedia untuk serahkan pedang itu kepadanya"
Sekalipan otaknya sudah diperas habis-habisan namun
perempuan ini gagal untuk menemukan sesuatu cara yang
bagus, tapi ia bertekad tak akan lepaskan Hoa Thian-hong
dengan begitu saja. Akhirnya ia berhasil menemukan suatu akal bagus, dengan
ilmu menyampaikan suaranya ia lantas berbisik kepada
Tiamcu istana neraka yang berada disampingnya.
"Aku akan mengunci keparat she Hoa tersebut disini,
sedang kau cepat tinggalkan tempat ini dan kumpulkan
segenap kekuatan yang kita miliki untuk bekuk Bun Siau-ih
sampai dapat, cepat berangkat!"
Dengan sorot mata yang tajam tiamcu istana neraka
menyapu sekejap pihak lawan, kemudian dengan
mengerahkan pula ilmu menyampaikan suara jawabnya
dengan ragu-ragu, "Tapi.... pihak musuh jauh lebih banyak
jumlahnya, kaucu...."
"Asal orang she Hoa itu mempelajari isi kitab Kiam keng,
maka selama hidup tiada harapan lagi bagi Kiu-im-kauw untuk
tampil didepan umum" teriak Kiu-im Kaucu dengan gusar,
"hayo cepat pergi, tak usah ragu-ragu dalam tindakan,
gunakan segala cara yang bisa dilakukan untuk bekuk orang
itu, ingat! yang penting adalah tujuan kita tercapai"
Tiamcu istana neraka tak berani banyak bicara lagi, dia
segera putar badan dan kabur dari situ.
Pek Kun-gie dapat menyaksikan tingkah laku musuh yang
merugikan, cepat dia mendorong tubuh Hoa Thian-hong
seraya berseru, "Cepat hadang jalan perginya!"
"Memangnya kenapa"! tanya sang anak muda keheranan.
"Dia pergi cari bala bantuan!"
Tiba-tiba dara itu merasa jalan pikirannya belum tentu
benar, cepat ujarnya lagi, "Yang jelas dia pasti melakukan
suatu perbuatan yang merugikan kita jangan biarkan dia
pergi!" "Kita toh tak mungkin membasmi musuh sampai seakarakarnya,
biarkan saja dia pergi dari sana!"
Pek Kun-gie jadi mencak-mencak karena gelisah, dia ingin
mengejar ssndiri tapi saat itu bayangan tubuh dari tiamcu
istana neraka sudah lenyap dari pandangan mata.
Kho Hong-bwee dapat menyaksikan pula tingkah laku
putrinya, dengan hati berkerut ia segera betpikir, Dihari-hari
biasa budak ini selalu bertindak terbuka, tenang dan sangat
berwibawa, kenapa sekarang jadi begitu ribut dan mencakmencak
melulu seperti monyet" Heran!"
Tiba-tiba dari gelanggang pertempuran terdengar Kek
Thian-tok membentak keras, telapak tangannya dibalik dan
langsung menghajar ke arah dada Haputule.
Pukulan itu sangat cepat dan luar biasa bebatnya, Haputule
yang masib muda dan cetek dalam tenaga dalam jadi
kelabakan setengah mati, setelah melayani musuhnya
sebanyak tiga puluh gebrakan dia sudah kehabisan tenaga
hingga jadi lemah, tampaknya serangan tersebut segera akan
bersarang di atas tubuhnya.
Dewa yang suka pelancongan Cu Thong sudah bersiap
sedia sedari tadi, melihat Haputule terancam bahaya, cepat ia
menerjang kemuka sambil berseru lantang, "Setan tua, lihat
serangan!" Kipasnya yang besar disertai desiran angin pukulan yang
tajam langsung menyergap keatas punggung Kek Thian-tok.
Desiran angin pukulan itu tidak terlalu gencar, tapi
lingkaran yang diancam amat luas sekali.
Kek Thian-tok jadi terperanjat, dalam hati pikirnya, "Ilmu
pukulan apaan ini" Kenapa angin serangannya begitu lembut
dan dingin?" Tentu saja dia tak berani menyambut dengan kekerasan,
cepat tubuhnya berkelit ke samping dan menghindar sejauh
beberapa kaki dari tempat kedudukan semula.
Dewa yang suka pelancongan sendiri rada kaget juga
melihat kegesitan musuhnya, sam il tertawa tergelak dia
goyang-goyangkan kipasnya sembari mengejek.
"Itulah pukulan telapak raksasa, sayang belum mencapai
kesempurnaan, harap kau setan tua jangan mentertawakan!"
Kegusaran yang berkobar dalam dada Kek Thian-tok susah
dikendalikan lagi, dia segera membentak keras dan sekali lagi
mener-jang kemuka Gerakan tubuh musuhh cepat ibaratnya hembusan angin
puyuh, diam-diam Dewa yang suka pelancongan merasa
terperanjat, namun diluaran sambil tertawa tergelak serunya,
"Hey setan tua, sebutkan dulu siapa namamu, aku dewa gede
tak pernah membunuh seorang prajurit tanpa nama!"
"Aku adalah Kek Thian-tok, tongcu dalam bidang latihan
teknis!" "Oooh, rupanya setan tua itu, kenapa dia bisa
menggabungkan diri dengan Kiu-im-kauw?" pikir Dewa yang
suka pelancongan agak heran.
Sekalipun dalam hati berpikir demikian diluaran ia berkata
lagi sambil tertawa, "Oooh engkau adalah tongcu bagian
kematian" Huuh, seorang prajurit tak bernama kalau begitu,
aku dewa gede paling muak melihat orang macam kau,
nyawamu tak bisa diampuni lagi!"
Kipasnya dikebut kemuka kemudian dialihkan ketangan kiri,
sementara telapak tangan kanannya dengan memakai gerakan
Menyerang sampai mati dari Ci yu cit ciat (tujuh kupasan dari
Ci yu) langsung menyerang kedada lawan.
Ilmu pukulan kuno ini sangat aneh sekali gerakannya,
walaupun sasarannya disebelah kiri namun arah yang diserang
ternyata kanan. Ditengah hujan deras yang amat ramai itu, pendengaran
maupun penglihatan jago She Kek itu banyak berkurang,
hampir saja ia kena diselomot oleh serangan maut itu.
Untung ilmu langkah Loan ngo heng mi sian tun hoatnya
sudah mencapai puncak kesempurnaan, dalam detik terakhir
dia masih sempat untuk menghindar kesamping.
Pek Kua Gie yang mengikuti jalannya pertarungan itu dari
samping arena segera tertawa cekikikan karena geli. Hoa
Thian-hongpun tersenyum lirih, hanya Kiu-im Kaucu seorang
yang makin mendongkol dibuatnya, rasa gusar bercampur
rasa benci yang berkobar dalam dadanya membangkitkan
hawa nafsu membunuhnya yang tebal.
Antara Hoa Thian-hong dengan Kiu-im Kaucu memang
terdapat perbedaan yang menyolok dalam soal perangai, kalau
si anak muda itu berjiwa besar, terbuka dan tidak mendendam
sebaliknya ketua dari Kiu-im-kauw itu berjiwa sempit,
gampang tersinggung dan besar sekati rata dendamnya.
Baik pendiriannya, dia hanya boleh menang perang dan tak
boleh menelan kekalahan, kalau menang tampangnya jadi
gembira dan sikapnya sok terbuka, tapi begitu menderita
kalah, iasa benci dan dendamnya melipat ganda, ia
bersumpah akan membalas dendam dengan kekejaman
sepuluh kali lipat dari yang diterima.
Walaupun begitu, perempuan tersebut termasuk seorang
jago yang berotak panjang, dia pandai menyimpan perasaan
dikala situasi tidak menguntungkan pihaknya, namun dalam
kenyataan benih rasa benci yang bersemayam dalam hatinya
diam-diam tubuh jadi besar, makin tenang dia bersikap makin
menghebat rasa benci yang tertanam dalam hatinya.
Sayang Hoa Thian-hong tidak merasakan hal itu, ia tak
tahu kalau mara bahaya yang sangat besar telah siap menanti
dirinya. Sementara itu pertarungan antara Kek Thian-tok dengan
dewa yang suka pelancongan telah berjalan enam puluh
gebrakan, tiba-tiba hujan berhenti dan udara menjadi cerah
kembali, rembulan muncul jauh di awang-awang.
Jilid 23 : Ibu Pek Kun Gie, Kho Hong-bwee
75 SETELAH udara cerah kembali, pertarungan yang
berlangsung antara kedua orang itu berjalan semakin gencar
dan seru, tampaknya dewa yang suka pelancongan sudah
terdesak dibawah angin, hal ini memaksa dia untuk menarik
kembali sikap main-mainnya.
Cepat kipasnya diselipkan keatas punggung kemudian
sepasang telapak tangannya berputar kencang untuk
menolong keadaannya yang telah terdesak.
Beberapa lembar kitab catatan Ci yu jit ciat itu mula-mula
didapatkan oleh dewa yang suka pelancongan, kemudian
diserahkaa kepada Hoa Thian-hong, setelah pemuda itu
melatihnya kemudian diserahkan kepada ibunya dan Hoa
Hujin mewariskan pula kepada Bong Pay.
Oleh karena itu ketiga jurus serangan menyerang sampai
mati itu termasuk pula serangan mematikan yang paling
diandalkan oleh Cu Thong.
Ilmu pedang yang dimiliki Hoa Thian-hong sangat tinggi,
kepandaian tersebut menutupi ilmu silatnya yang lain, selain
itu berhubung ketiga jurus serangan tersebut terlalu sadis dan
pasti mencabut nyawa korbannya bila terkena, maka jarang
sekaili pemuda itu memakainya dalam setiap pertarungan.
Disamping itu perangai Hoa Thian-hong memang rada
berbeda, karena itu selama digunakan oleh pemuda itu, ilmu
Ci yu jit ciat tersebut mempunyai sifat yarg sama sekali
berbeda pula. Lain halnya dengan Cu Thong, setiap tusukan maupun
babatan telapak tangannya semua mengandung nafsu
membunuh yang sangat tebal, andaikata musuh yang
dihadapinya tidak memiliki kepandaian silat yang sangat
tangguh, tentu mereka akan berusaha menyingkir sejauhjauhnya.
Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah saling
bertarung sebanyak empat puluh gebrakan lebih, setiap
serangan Kek Thian-tok selalu merebut posisi yang lebih
menguntungkan namun setiap kali juga kena dipaksa mundur
kembali oleh pukulan maut Cu Thong.
Dengan demikian posisi untuk sesaat berlangsung dalam
keadaan seimbang, walau begitu ilmu langkah Loan ngo heng
mi sian tun hoat dari orang she Kek ini memang sangat lihay,
berulang kali Cu Thong berusaha merobohkan musuhnya
namun selalu gagal, kalau ditinjau dari keadaan itu tampak
nya kedua belah pihak sama-sama sulit untuk saling
merobohkan. Setelah beberapa saat mengikuti jalannya pertarungan itu,
tiba-tiba Pek Kun-gie berbisik kepada Hoa Thian-hong,
"Sekarang tentunya engkau tahu bukan, apa sebabnya setiap
anggota perkumpulan Kiu-im-kauw diwajiban untuk melatih
ilmu langkah itu?" Hoa Thian-hong menghela napas panjang.
"Aaaii.... ilmu langkah tersebut mengandung gerakan ngo
heng yang amat rumit dan kacau, im yang dibolak balik jadi
tak karuan memang manfaatnya luar biasa sekali, paling
sedikit kalau mereka telah menguasai ilmu langkah tersebut,
jika bertarung digelanggang tidak sampai dibikin menderita
kalah secara menyedihkan"
Pek Kun-gie melirik sekejap ke arah pemuda itu lalu
mengomel. "Huuh! Aku baru saja ngomong sekecap, tapi kau cuat-cuit
terus ngomong setumpuk!"
"Baik, baik, kalau begitu, silahkan engkau yang berbicara!"
Pek Kun-gie tertawa, katanya kemudian, "Ilmu langkah
tersebut mengandung gerakan Ngo heng yang amat rumit dan
kacau, im yang dibolak balik jadi tak karuan, memang
manfaatnya luar biasa sekali, paling sedikit kalau mereka telah
menguasai ilmu langkah tersebut, jika bertarung digelanggang
tidak sampai terkalahkan!"
Hoa Thian-hong berdiri melongo dengan mata terbelalak
lebar, pikirnya dihati, "Gimana sih bocah ini" Apa yang dia
katakan sama persis menjiplak kata-kataku barusan" Lalu apa
yang berbeda?" Ia sudah menggerakkan bibirnya seperti mau mengucapkan
sesuatu, tapi dia takut gadis itu malu kalau ditegur didepan
umum, maka akhirnya niat itu dibatalkan.
Tiba-tiba terdengar dewa yang suka pelancongan berseru
dari tengah gelanggang, "Setan tua she Kek, sedari kapan
engkau menggabungkan diri dengan pengumpulan Kiu-imkauw?"


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku adalah bawahan lama dari kaucu yang lalu, tua
bangka! Kalau mau berkentut kenapa tidak sekalian
dikeluarkan" ejek Kek Thian-tok dengan ketus.
Pek Kun-gie segera menutupi hidungnya sambil
menimbrung dari samping, "Waah.... bau apaan ini, aduuh
baunya luar biasa! Pasti setan tua itu yang sedang kentut
bau!" Hoa Thian-hong tersenyum melihat kebinalan gadis itu,
cepat bisiknya dengan lirih, "Jangan ngaco belo terus, coba
lihat biji mata Kiu-im Kaucu yang liar terus-terusan ditujukan
ke arahmu, kau musti hati-hati menjaga diri, jangan sampat
kena dibekuk batang lehernya oleh dia!"
Pek Kun-gie merasa sangat bangga sambil bersandar
dibahu anak muda itu, sahutnya, "Dia selalu berharap agar
aku bisa menjadi muridnya, Hmm! Kalau engkau berani
tinggalkan aku lagi, aku segera akan menggabungkan diri
dengan Kiu-im-kauw, aku akan bunuh orang, bakar rumah,
pokoknya khusus melakukan perbuatan-perbuatan jahat"
Hoa Thian-hong tertawa santai, dia alihkan perhatiannya
untuk mendengarkan pembicaraan dari Co Thong.
Sapa sangka dewa yang suka pelacongan jadi segan
bertanya lagi setelah dikacau oleh Pek Kun-gie.
Perkumpulan Kin im kau adalah suatu organisasi yang amat
rahasia, tiga puluh tahun berselang mereka pernah bikin onar
dan kekacauan dalam dunia persilatan, tetapi berhubung
gerak-gerik mereka teramat rahasia dan tak pernah
melakukan perbuatannya secara terbuka maka asal usul dari
para anggotanya jarang diketahui oleh khalayak umum.
Dalam kemunculannya kembali dalam dunia persilatan kali
ini, Kiu-im Kaucu berkeyakinan untut menguasai seantero
jagat dan merebut kursi kebesaran sebagai pemimpin Bu lim,
karena keyakinan itulah maka dia munculkan diri dalam
pertemuan besar Kian ciau tay hwe secara terang-terangan.
Tujuannya sengaja adalah menaklukkan seluruh kekuatan
persilatan yang hadir disana, siapa tahu Hoa Thian-hong telah
tampil kedepan untuk menguasai ketenangan dan kesetabilan
dalam dunia persilatan, dalam keadaan begitu maka keadaan
dan Kiu-im Kaucu ibaratnya menunggang diatas pungguag
harimau, tetap begitu susah mau turun tak mungkin,
terpaksalah dia lanjutkan pertikaiannya melawan Hoa Thianhong.
Dewa vang suka pelancongan Cu Thong pernah mendengar
nama Kek Thian-tok di masa silam, hanya keterangan
mengenai orang ini tidak begitu jelas dan lagi tidak begitu
mengetahui tentang asal usul perguruannya, setelah
pertarungan berlangsung seru, beberapa kali dia hendak
memancing lawan nya untuk mencari tahu asal usul orang she
Kek ini, sayang pertarungan telah berlangsung amat sengit,
tenaga untuk bicarapun ngotot, maka diapun batalkan
keinginannya itu. Kek Thian-tok sendiri diam-diam merasa gusar bercampur
mendongkol setelah gagal untuk rebut kemenangan dalam
waktu singkat, tiba-tiba ia menerjang kemuka sambil
melancarkan serangan, gerakan itu sangat berbahaya namun
hebat, secara beruntun dia lepaskan delapan buah serangan
berantai yang gencar. Kedelapan buah serangan itu rata-rata berkemampuan
sangat tinggi dengan disertai desiran tajam yang memekikkan
telinga, gerak tubuh Cu Thong bagaimanapun juga tak
sanggup menandingi kecepatan lawan nya, dia selalu
terlambat dalam melepaskan pukulan, lama-kelamaan
posisinya makin terdesak dibawah angin.
Ketika kedelapan buah serangan itu dapat dipunahkan
dengan susah payah gerak tubuhnya sudah makin lamban,
walaupun ketiga jurus serangan dari Ci yu jit ciat masih
berpengaruh besar, namun ia tak mampu menggunakannya
dengan jitu. Melihat keadaan musuhnya yang mulai payah, Kek Thiantok
merasa kegirangan, dia mendengus dan tiba-tiba berputar
kebelakang tubuh Cu Thong, sambil ayun telapak tangannya
kedepan, hardiknya, "Kena!"
Dewa yang yang suka pelancongan merasa tercekat ia tahu
tak mungkin untuk menghindar dalam keadaan begini, dalam
situasi demikian cepat dia sambut datangnya serangan
tersebut dengan jurus Si gou bong gwat (Badak memandang
rembulan). Posisi Cu Thong sangat tidak menguntungkan, tangkisan
yang dilakukan dalam keadaan tergesa-gesa ini kurang
tangguh dalam posisi dan tenaga murni yang disalurkan tak
mencapai lima bagian, jika keras lawan keras dilangsungkan
niscaya dewa yang suka pelancongan yang akan menderita
kerugian besar. Tapi Kek Thian-tok tidak melanjutkan serangannya itu, ia
percaya dengan kecepatan gerak tubuhnya dan yakin
kemenangan berada ditangannya maka sedapat mungkin ia
menghindari suatu penghamburan tenaga secara sia-sia,
terutama sekali dari pihak lawan masih ada empat orang
musuh yang siap menanti. Karena itu dikala Cu Thong putar badan sambil menyambut
ancaman tersebut, cepat ia gerakkan tubuhnya dan berputar
kembali kebelakang lawan sambil barengi dengan sebuah
pukulan. Rasa kaget dan gusar berkecamuk dalam dada Cu Thong,
tanpa berpikir panjang lagi dia putar badan sambil menyambut
pula da tangnya ancaman tersebut.
Dalam gerakan ini Cu Thong dipaksa untuk menyambut
ancaman tersebut dengan telapak tangan kirinya, sudah tentu
kekuatan yang terpancar keluar jauh lebih lemah.
Tapi Kek Thian-tok Kembali menyia-nyiakan kesempatan
baik itu, dia terlalu mengandalkan kecepatan gerak bedannya,
sambil tertawa tergelak untuk ketiga kalinya dia menyelinap
kebelakang punggung musuhnya.
Gerak tubuh ini boieh dibilang ibarat bayangan hitam tubuh
sendiri, kemanapun dia berputar bayangan sendiri pasti akan
mengikuti dibelakangnya, melihat kesemuanya itu tak urung
paras muka Hoa Thian-hong, Kho Hong-bwee serta Pek Kungie
berubah hebat. Berulang kali Hoa Thian-hong ingin maju untuk menolong,
tapi Kiu-im Kaucu telah menduga sampai kesitu, dengan muka
menyeringai seram toya kepala setannya diangkat tinggi
keudara, asal pemuda itu bergerak maka diapun akan barengi
dengan sebuah sergapan. Dari hubungan antara putrinya dengan Hoa Thian-hong,
Kho Hong-bwee yakin kalau perkawinan diantara mereka
berdua tak bisa dihindari, ia merasa kalau toh perkumpulan
Sin-kie-pang rela di korbankan sebagai mas kawin, kenapa ia
tidak jual pula gengsinya untuk membelai kawanan jago dari
golongan putih" Maka dengan cepat ia melayang maju ke depan sambil
berseru, "Kek tongcu, gerakan tubuhmu sangit indah, pinni
mohon petunjuk darimu....!"
"Kho Hong-bwee!" bentak Kiu-im Kaucu dengan gusar,
"engkau mengerti akan peraturan Bu lim atau tidak?"
"Peraturan Bu lim apaan?" tanya Kho Hong-bwee pura-pura
berlaga pilon. Sedari tadi Kho Hong-bwee sudah merasa kurang enak
untuk mencampuri pertempuan yang sedang berlangsung
antara Cu Thong melawan Kek Thian-tok, apalagi di tegur
secara terang-terangan oleh Kiu-im Kaucu, merah padam
selembar wajahnya karena jengah.
Ia menghentikan gerak tubuhnya ditengah-tengah jalan
dan ragu-ragu untuk dilanjutkan kembali.
Sementara itu Kek Thian-tok sudah merasakan gawatnya
situasi, dia tahu asal Kho Hong-bwee terjun kedalam
gelanggang maka kemenangan yang sudah pasti bakal diraih
akan tersapu lenyap. Dalam keadaan begini dia ambil keputusan untuk bertindak
cepat, telapak tangannya segera ditekan kebawah melepaskan
sebuah pukulan yang mematikan.
Kek Thian-tok memang bertindak cukup cerdas, ketika ia
berputar mengikuti dibelakang punggung Cu Thong, serangan
tersebut dilan-carkan tepat menunggu dikala lawannya
terpaksa harus menangkis dengan tangan kirinya, dalam
keadaan begini tenaga yang terpancar keluar dengan
sendirinya akan lemah sekali.
Bila pukulan itu sampai bersarang dipunggung Cu Thong,
niscaya isi perut jago tua itu akan hancur dan remuk.
Berbicara sesungguhnya, Dewa yang suka pelancongan
hanya kalah dalam hal ilmu meringankan tubuh, sedang dalam
kepandaian lain boleh dakata mereka seimbang.
Ketika merasakan datangnya desiran angin tajam dari
belakang, ia segera menyadari kalau serangan tersebut tak
mungkin bisa dihindari lagi, dalam bahaya ia menggertak gigi
sambil putar badan, setelah melepaskan diri dari ancaman
yang membahayakan jiwanya, ia sambut pukulan itu dengan
keras lawan keras. "Pleeetak....!" pukulan dahsyat dari Kek Thian-tok itu
bersarang telat diatas bahu kiri Cu Thong, membuat tulang
bahunya itu hancur berkeping-keping, dengan sempoyongan
ia mundur enam langkah kebe-lakang sebelum akhirnya dapat
berdiri tegak. Cepat Haputule memburu kemuka dan memayang tubuh
jago tua itu, Dewa yang suka pelancongan hanya tersenyum
sambil gelengkan kepalanya, diam-diam dia menggepos
tenaga untuk menekan golakan hawa darah dirongga
dadanya, kemudian sambil melotot ke arah lawannya dia
berseru, "Tua bangka she Kek, kekalahan yang ku derita tidak
terlalu penasaran, lain hari aku pasti akan mohon pentunjuk
lagi darimu!" "Setiap saat akan kulayaki keinginanmu" sahut Kek Thiantok
sambil tertawa angkuh. Sewaklu terjadi pertarungan sengit selama beberapa hari
dalam pertemuan Kian ciau tay hwe tempo hari, banyak
musnah di tangan Cu Thong sementara dia sendiri sama sekali
tidak menderita luka barang sedikitpun.
Tapi ini hari hanya bertarung melawan Kek Thian-tok
seorangpun, bahu kirinya kena dihajar sampai remuk hingga
lengannya sudah pasti akan menjadi cacad, tak heran kalau
Kek Thian-tok merasa amat bangga dengan keberhasilannya
itu. Walaupun begitu kejujuran serta sikap terbuka dari Cu
Thong yang berani mengaku tentang kekalahannya jarang
pula ditemui dalam dunia persilatan puluhan tahun terakhir,
sedikit banyak mereka merasa kagum juga akan kebesaran
jiwanya ini. Terdengar Kek Thian-tok tertawa terbahak-bahak, serunya
dengan suara lantang, "Pek hujin, bukankah engkau akan
memberi petunjuk kepadaku" Aku yang tak becus siap
menantikan pelajaran darimu!"
Waktu itu Kho Hong-bwee sudah terlanjur maju, tentu saja
ia tak dapat menolak tantangan musuhnya, ia lantas melirik
sekejap ke arah kaki kanan Kek Thian-tok seraya berkata
dengan hambar, "Silahkan engkau gunakan senjata!"
"Hujin, ketajaman mata mu sungguh hebat!" puji Kek
Thian-tok sambil tertawa.
Dia lantas menyingkap kaos kakinya dan cabut keluar
sebuah senjata penotok jalan darah yang berwarna kuning
emas, Pek Kun-gie segera berpikir dihati, "Ilmu langkah yang
dimiliki orang ini sangat lihay dan sukar diikuti, kalau ibu
terjun sendiri kegelanggaag hingga jatuh kecun-dang, waah....
suatu pengorbanan yang sama sekali tak ada harganya."
Berpikir sampai disitu ia segera cabut keluar pedang
lemasnya dan melayang kedepan tapi diam-diam dia telah
mencawil tubuh Hoa Thian-hong....
Melihat putrinya telah maju, Kho Hong-bwee mengerutkan
dahinya rapat-rapat, dia segera menegur, "Kun Gie, bayo
mundur! ilmu silat yang dimiliki Kek tongcu sangat lihay,
engkau bukan tandingannya!"
Sambil menghadang dihadapan ibunya, Pek Kun-gie
menjawab, "Ibu, betapa tinggi dan terhormatnya
kedudukanmu, untuk melayani seorang tongcu jelek macam
begitu, kenapa engkau musti turun tangan sendiri" Tak ada
harganya untuk menodai tanganmu!"
Kemudian sambil berpaling ke arah Kek Thian-tok ujarnya
dengan ketus. "Ilmu langkahmu memang lumayan, aku akan ajak engkau
untuk bertarung beberapa gebrakan!"
Pedang lemasnya langsung ditebas kedepan melepaskan
sebuah babatan dahsyat. Dalam hati Kek Thian-tok kegirangan setengah mati, segera
pikirnya dalam hati, "Aaah.... rupanya Thian memang memberi
suatu kesempatan yang baik bagiku untuk membekuk Pek
Kun-gie, asal bocah perempuan ini dapat kubekuk maka
dengan sendirinya Hoa Thian-hong akan serahkan pedang
emas itu sebagai barang tukaran.... aku harus baik-baik
manfaatkan peluang baik ini!"
Ketika dilihatnya Kho Hong-bwee tidak mundur, malahan
cabut pedang pusakanya sambil berdiri ditepi gelanggang, ia
lantas tahu maksud perempuan itu, tentunya dia bersiap sedia
memberikan bantuannya jika Pek Kun-gie menemui bahaya.
Pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, dia sadar
bila serangannya gagal maka tiada kesempatan yang kedua
untuk mengulangi kembali perbuatannya itu.
Maka dengan cepat dia mengegos kesamping untuk
menghindari tebasan pedang lawan, bukannya melancarkan
serangan balasan, dia malah menelikung tangan kanan sendiri
yang mencekal senjata kebelakang punggung, sementara
untuk melayani serangan musuh dia cuma memakai tangan
kirinya belaka. Dengan tindakannya itu maka Kho Hong-bwee jadi merasa
tak enak hati kalau tetap bersiaga disitu, serta-merta dia ikut
mundur kebelakang. Pek Kun-gie mendongkol sekali menyaksikan perbuatan
lawannya, dengan suara dingin ia berseru, "Aku tidak percaya
kalau engkau mampu menangkan pedang lemasku hanya
mengandalkan tangan kiri!"
Kek Thian-tok segera menengadah dan tertawa terbahakbahak....
"Haahh.... haahh.... haahh.... sekalipun hanya
mengandalkan tangan kiri, aku masih punya kemampuan yang
lebih untuk merobohkan engkau, jika dalam tiga puluh
gebrakan aku tak mampu menangkan dirimu, tangan kiri ini


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan segera kutebas kutung!"
Bukannya mundur, sang badan malah menerjang maju
kedepan, cepat tangan kirinya berkelebat kemuka
mencekeram pergelangan tangan kanan Pek Kun-gie.
Gadis itu mendengus dingin, cepat dia putar pergelangan
tangan kanannya dan secara beruntun melatcarkan tiga buah
serangan berantai. Ketiga jurus serangan tersebut kesemuanya merupakan
jurus-jurus serangan paling top yang pernah dimilikinya, Kek
Thian-tok ada has rat untuk menyelinap kebelakang
punggungnya, akan tetapi setelah menyaksikan permainan
pedang gadis itu ibaratnya burung merak yang memenangkan
sayapnya, hingga jalan pergi dikedua belah sampingnya
terkunci, dalam keadaan apa boleh buat terpaksa dia mundur
kebelakang. Secara beruntun dia mundur tiga langkah kebelakang,
walaupun terdiri dari tiga langkah namun dalam kenyataan
dilakukan hampir bersamaan waktunya, bahkan tidak terlalu
jauh atau terlalu dekat, dia mundur tepat menghindari
jangkauan dari ketiga buah bacokan berantai itu.
Walau begitu tubuhnya masih tetap berada dihadapan Pek
Kue Gie, bukan saja sikapnya amat santai malahan sekulum
senyuman terhias diujung bibirnya.
Setelah menghindari serangan terantai dari dara itu, tibatiba
Kek Thian-tok tertawa tergelak, tangannya diputar dan
diayun kemuka melancarkan sebuah pukulan gencar.
Serangan itu sepintas lalu kelihatan enteng dan sama sekali
tiada sesuatu yang istimewa, dalam kenyataan terselip
rangkaian perubahan yang sukar diraba sebelumnya, Kek
Thian-tok yakin kalau Pek Kun-gie pasti akan terjerumus
kedalam kepungannya, maka begitu pukulan dilepaskan tak
kuasa lagi dia tertawa bangga.
Pek Kun-gie benar-benar tak dapat melihat keampunan dari
serangan lawan, pedang le-masnya cepat berputar keatas,
kemudian secepat kilat membabat perggelangan tangan
musuh. Kek Thian-tok jadi angkuh dan jumawa, ia menoleh kekiri
kanan dengan santai, sementara sikutnya ditekuk, kemudian
dengan dua jari tangannya ia menyodok kemuka menotok urat
nadi pada pergelangan tangan Pek Kun-gie....
Cepat dan ganas perubahan serangan ini, bagaikan kena
dipagut ular berbisa, cepat Pek Kun-gie menarik kembali
tangannya dengan ketakutan.
"Kun Gie, hayo mundur!" bentak Kho Hong-bwee dengan
cepat, ia sadar bila pertarungan dibiarkan berlangsung terus,
niscaya putrinya akan menderita kekalahan.
Rupanya Hoa Thian-hong sendiri pun sudah tahu kalau Kek
Thian-tok mengandung maksud tak baik, menyaksikan
keadaan itu cepat ia melangkah maju kemuka.
"Heehh.... heehhh.... heehhh.... mau apa boleh mulai!"
tegur Kiu-im Kaucu sambil tertawa seram, ia ikut melangkah
setindak kedepan, "kalau engkau merasa tanganmu sudah
gatal, mari, akan kulayani keinginanmu itu...."
Pada hakekatnya semua kejadian itu berlangsung hampir
bersamaan waktunya, belum habis serangan yang pertama
Kek Thian-tok telah menyusulkan serangan berikutnya.
Terlihatlah ia putar perggelangan tangan, dari suatu gerak
totokan mendadak berubah jadi kebasan, walaupun arah yang
diancam masih tetap urat nadi dipergelangan tangan kanan
Pek Kun-gie, akan tetapi kecepatannya lebih hebat dan
serangan itupun kian ganas.
Betapa tercekatnya hati Pek Kun-gie menghadapi ancaman
tersebut, cepat sepasang kakinya menjejak permukaan tanah
dan melompat mundur kebelakang, maksudnya hendak
menghindari ancaman maut tadi.
Siapa sangka Kek Thian-tok yang lihay sudah
memperhitungkan sampai kasitu, walaupun tangan kanannya
masih ditelikung ke belakang, tapi secara diam-diam ia selalu
waspada dan mempersiapkan diri untuk menghadapi sergapan
Kho Hong-bwee, sedangkan tangan kiri nya seperti ular lincah
yang sedang menari, menyergap, menyerang tiada hentinya,
dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya yang
sempurna, bagaikan bayangan saja ia membuntuti terus
kemana Pek Kun-gie pergi Tiba-tiba Haputule menyergap kedepan, setibanya
dibelakang punggung Kek Thian-tok, ia putar pedang
pendeknya dan langsung menusuk punggung jago lihay itu.
"Kek tongcu, hati-hati dengan sergapan!" cepat Kiu-im
Kaucu memperingatkan dengan hati kaget.
Sudah sedari tadi Haputule mengincar musuhnya, sergapan
yang dilancarkan secara mendadak ini boleh dibilang amat
dahsyat ibaratnya gulungan ombak yang menghantam batu
karang. Betapa terperanjatnya Kek Thian-tok setelah mendengar
peringatan dari kaucunya, ingatan kedua belum sempat
terlintas, tahu-tahu segulung desingan angin pedang yang
tajam telah menyergap punggungnya.
Uatung dia lihay dan berpengalaman luas, walaupun kaget
dan gugup menghadapi sergapan maut tersebut, sempat juga
ia keluarkan ilmu langkah Loan ngo heng mi sian tun hoatnya
yang hebat itu, secepat petir ia mengegos ke samping.
"Traaang....!" Ditengah suatu dentingan nyaring, senjata
penotok jalan darah emas milik Kek Thian-tok serta pedang
pendek milik Haputule berbareng terjatuh keatas tanah.
Cara menghindar yang dilakukan Kek Thian-tok boleh
dibilang cepatnya bukan kepalang, akan tetapi Haputule
sendiripun bukan seorang manusia biasa, terutama permainan
pedang pendeknya boleh di kata memiliki suatu keistimewaan
yang khusus. Ketika ia merasa tusukan pedangnya meleset dan
mengenai sasaran yang kosong, cepat telapak tangannya
disodok kemuka, pedang pendeknya segera dilontarkan
kemuka.... Kendatipun sambitan itu belum sanggup menembusi
punggung Kek Thian-tok, akan tetapi sempat juga melukai
pergelanaan tangan kirinya, sebuah mulut luka sedalam satu
cun segera membekas pada pergelangan tangannya itu,
untung tak sampai memutuskan urat nadinya.
Sekalipun begitu Kek Thian-tok jadi naik darah, sambil
memegangi pergelaagan tangan kanannya yang terluka, ia
melesat dua kaki jauhnya dari tempat semula lalu sambil
menggertak gigi menahan emosi, teriaknya, "Anjing cilik! Bila
aku tak mampu membereskan selembar jiwa anjingmu, aku
bersumpah tak akan hidup sebagai manusia!"
Sebagai seorang keturunan suka Fibulo, meskipun kecil
usianya keberanian Haputule boleh dibilang melebihi siapapun,
bukan jengah setelah mendengar ancaman itu, dia malahan
maju untuk pungut kembali pedang pendeknya kemudian
sekali ayun kakinya ia menyepak senjata milik Kek Thian-tok
itu sampai mencelat jauh kedepan sana.
Dipihak lain, Hoa Thian-hong telah mengalihkan sorot
matanya keatas wajah Kiu-im Kaucu, kemudian ujarnya,
"Kaucu, apakah engkau ada minat untuk melangsungkan
suatu pertarungan sungguh-sungguh yang akan menentukan
mati hidup kita berdua?"
"Heeeh.... heeeh.... heehh.... ku memang berhasrat untuk
melangsungkan pertarungan semacam itu, cuma aku punya
satu syarat!" "Apa syaratmu itu?" tanya Hoa Thian-hong sambil
tersenyum. "Engkau benar-benar tak paham atau sudah tahu pura-pura
bertanya lagi?" tegur Kiu-im Kaucu agak mendongkol.
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan.
"Kalau toh engkau merasa tak paham baiklah! Akan
kujelaskan kepadamu, jika aku yang menang maka engkau
harus serahkan pedang emas itu kepadaku, aku rasa syatar ini
tidak terlalu memberatkan engkau bukan?"
"Bagaimana kalau kami yang menang?" sambang Pek Kungie
secara tiba-tiba dengan nada mengejek.
Kiu-im Kaucu tertawa dingin, ia tidak menggubris anak dara
itu, sebaliknya kepada Hoa Thian-hong ujarnya lagi, "Bila
engkau yang menang, maka akan kubuka sangkar untuk
melepaskan burung gereja yang tersekap didalamnya,
persoalan tentang Ku Ing-ing yang berkhianat tidak akan ku
teruskan lebih lanjut!"
"Wah.... tidak bisa, tidak bisa, syarat macam begitu cuma
menguntungkan pihakmu saja!" teriak Pek Kun-gie dengan
penasaran, "memangnya apa sangkut paut antara mati hidup
Ku Ing-ing dengan kami?"
"Budak ingusan, hayo tutup mulutmu!" bentak Kho Hongbwee
dengan marah, "urusan ini adalah urusan pribadi Hoa
kongcu lebih baik kau tak usah turut campur!"
Sambil meleletkan lidahnya, Pek Kun-gie segera tutup
mulut dan tak berani komentar lagi.
Sementara itu, Hoa Thian-hong sedang berpikir dihatinya,
"Kiu-im Kaucu pasti tak akan percaya kalau kuterangkan
bahwa pedang emas itu belum kutemukan, padahal Pia Lengcu
sudah mampus.... waah! Kalau pedang emas itu tak berada
dalam loteng kecil itu, akulah yang bakalan menjadi sasaran!"
Berpikir sampai disitu, dia lantas mengangkat pedang baja
yang berada ditangannya seraya berkata dengan serius,
"Baiklah, bila kaucu yang menang maka pedang baja ini
segera kuserahkan kepadamu sebaliknya kalau beruntang aku
yang menang aku harap kaucu aegera membebaskan Ku Inging
dari segala tuduhan."
"Waah tidak adil!" teriak Pek Kun-gie lagi.
"Sekalipun tidak adil, apa daya kita?" sahut Hoa Thian-hong
sambil tersenyum. "Lhoo apa maksudmu?"
Hoa Thian-hong tertawa. "Jika aku sampai kalah, jangan toh senjata ini tak mampu
kulindungi, bahkan nyawa pun ikut melayang, sebaliknya kalau
aku yang beruntung menang, kecuali memohon kebebasan
buat Ku Ing-ing, apalagi yang bisa kita mintakan?"
"Kalau kita yang menang, kenapa tidak suruh kecoak tua
itu gorok leber untuk bunuh diri?" seru Pek Kun-gie sambil
menuding ke arah Kiu-im Kaucu yang langsung melotot gusar
sehabis mendengar perkataan itu.
Hoa Thian-hong tertawa geli.
"Aaah, kamu masih muda dan tidak akan mengerti urusan,
kalau cuma syarat-syarat kecil saja yang kua ajukan, mungkin
kaucu yang terhormat ini sanggup untuk mengabulkan, tapi
kalau kita pertaruhkan selembar jiwanya.... waah, paling
banter toh cuma omong kosong belaka, akhirnya juga tak
mungkin terwujud!" Sepasang alis mata Kiu-im Kaucu kontan berkernyit,
dengan marah ia berteriak, "Hey, bocah keparat! Berdasarkan
apa engkau berani mengatakan begitu dihadapan ku?"
Hoa Thian-hong tersenyum.
"Sebatang Leng-ci betusia seribu tahun yang jelas milik
pribadi Ku Ing-ing, ternyata kaucu sudi-sudinya menipu kami
dengan mengatakan benda itu milik kaucu.... Huuh. Cukup
ditinjau dari perbuatanmu ini, dapat kutarik kesimpulan
sampai dimanakah karakter dan akhlak dari kaucu?"
Kontan Kiu-im Kaucu tertawa dingin tiada hentinya.
"Bocah keparat, engkau jangan omong sembarangan yaa!
Engkau tahu, setiap nyawa dari anggota Kiu-im-kauw telah
menjadi milikku pribadi, apalagi barang-barang milik mereka!
Hmm.... peraturan macam begini bukan dimulai sejak aku
memegang tampuk pimpinan, sekarang hayo kita buktikan,
pengetahuan siapa yang picik dan jalan pikiran siapa yang
benar"!" "Penjelasan macam begitu rasanya terlelu dipaksakan, tapi
untuk diakal juga....!" pikir pemuda itu dihati.
Dengan paras muka serius dia lantas berkata, "Baiklah, kita
tak usah ribut-ribut terus, akan kuturuti syarat yang kau
ajukan itu. Nah, sekarang harap kaucu suka memilih seorang
saksi yang akan bertindak sebagai juri dalam pertarungan ini!"
Pek Kun-gie penasaran karena dianggapnya pertaruhan
semacam itu sangat tidak adil, disamping itu diapun tahu
bahwa Hoa Thian-hong tidak mempunyai keyakinan untuk
menangkan pertarungan itu, berbicara sesungguhnya ia tidak
mengharapkan terjadinya pertarungan macam ttu.
Tapi dara itupun merasa tak berdaya untuk menghalangi
niat si anak muda tersebut, dalam bingungnya tiba-tiba ia
mendengar perkataan tadi, dengan wajah berseri dia lantas
tampil kedepan seraya berseru, "Hitunglah aku sebagai salah
semang jurinya!" Kiu-im Kaucu mengerling sekejap ke arah Pek Kun-gie,
sebelum mengucapkan sesuatu, mendadak ia berpaling ke
arah lain seraya menghardik, "Siapa yang berada disitu" Hayo
pada keluar....!" Rupanya dibalik dinding rumah telah bersembunyi beberapa
orang, cuma orang-orang itu berilmu tinggi maka selain Hoa
Thian-hong dan Kiu-im Kaucu, tak ada yang mengetahuinya.
Setelah Kiu-im Kaucu menegur, barulah semua orang
alihkan pandangan matanya ke arah mana, empat orang jago
silat perlahan-lahan munculkan diri dari balik sebuah loteng
sempit disisi kiri mereka.
Keempat orang itu mengenakan jubah panjang berwarna
kuning dengan rambut digulung menjadi satu seperti
potongan kaum tosu, ujung bajunya mencapai pergelangan
tangan hingga sekilas pandangan mirip dengan jubah kaum
pendeta, hanya badannya bagian dada mereka dibiarkan
terbakar sehingga tampaklah dadanya yang bidang dan
berotot.... Sepatu mereka terbuat dari kain dengan kaus putih setinggi
lutut, pada pinggang masing-masing terikat sesuatu tali
pinggang yang cukup lebar dan menyolok.
Dandanan dari keempat orang itu persis satu sama lainnya,
satu-satunya yang berbeda hanyalah warna ikat pinggangnya
belaka. Orang pertama yang berjalan dipaling depan adalah
seorang kakek bermuka merah padam, ikat pinggang yang
dikenakan berbentuk seekor naga yang terbuat dari emas,
naga emas tersebut panjangnya sembilan depa dengan bentuk
kepala selebar cawan arak, badannya kecil tipis sejari
kelingking dengan sisik emas yang amat hidup, walaupun
tubuhnya panjang seperti tali tapi cakar, sisik maupun jarinya
terukir sangat hidup, sekilas pandangan orang akan mengira


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benda itu sebagai seekor naga yang betul-betul hidup.
Kalau tiga orang yang berjalan didepan berpotongan jelek
dengan hidung yang mekar seperti sapi, bibir tebal dan
bertampang kriminil, maka orang keempat yang ada
dibelakang masih sangat muda dengan bibir yang merah, gigi
yang putih dan wajah yang tampan, cuma sayang matanya
memancarkan hawa nafsu membunuh yang tebal sehingga
membuat tak sedap orang yang memandang.
Dengan langkah yang tebar keempat orang itu keluar dari
tempat persembunyiannya dan menuju ke tengah gelanggang.
Kakek tua yang berjalan dipaling depan bertangan kosong,
orang kedua membawa sebuah hiolo yang memancarkan sinar
merah darah, asap tipis masih mengepul keluar dari balik hiolo
tadi, walaupun sedang berjalan namun asap tipis itu tetap
mengepul lurus ke angkasa, membuat siapapun yang
memandang jadi tercengang dan keheranan.
Bukan begitu saja, bahkan dari balik hiolo itu terdengarlah
serentetan suara yang aneh, seakan-akan terdapat berpuluhpuluh
ekor makhluk berbisa sedang merangkak.
Ketika empat orang itu berjalan menuju ketengah
gelanggang, mula-mula sepasang mata Pek Kun-gie
memandang sebuah sabuk naga emas yang dikenakan kakek
paling depan dengan pandangan tertegun, kemudian ketika
sinar matanya beralih kewajah pemuda berwajah tampan
yang ada dipaling belakang, tak tahan lagi ia menjerit kaget.
Hoa Thian-hong tertegun dan alihkan pula sorot matanya
kedepan, dengan cepat dia kenali pemuda itu sebagai Kok
See-piauw, murid Bu-liang Sinkun yang pernah dikenalnya
sedari dulu. Sementara itu, semua orang telah menduga bahwa
kawanan jago berjubah kuning ini adalah orang-orang Mokauw
dari Seng sut hay, cuma mereka sama-sama tercengang
ketika dilihatnya Kok See-piauw berada satu rombongan
dengan orang-orang itu, sebab sepengetahuannya pemuda itu
bukanlah anak murid dari Mo-kauw.
Setibanya ditengah gelanggang, dengan jelalatan kakek tua
itu menyapu sekejap paras muka setiap orang yang hadir
disitu, kemudian tertawa terkekeh kekeh.
"Haaah.... haaah.... haahh.... bukankah ada orang hendak
adu kepan-daian silat" Biarlah aku yang menjadi saksi,
tanggung aku bertindak dengan seadil-adilnyanya dan tidak
sampai berat sebelah"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, orang yang
membawa hiolo merah darah itu sudah tiba di tengah
gelanggang, dia letakkan hiolo tersebut persis di tengahtengah
yang memisahkan Kiu-im Kaucu serta Hoa Thian-hong
sesudah itu ia berlutut sambil berkemak kemik seperti sedang
mendoakan sesuatu, Kok See-piauw maupun laki-laki
setengah baya yang lain ikut berlutut, sikap maupun mimik
wajah mereka amat serius dan bersungguh-sungguh....
Menyaksikan tingkah laku mereka, Hoa Thian-hong lantas
berpikir dalam hatinya, "Sudah lama aku dengar pihak Seng
Sut pay memiliki tokoh-tokoh silat yang ampuh dan berilmu
tinggi, aku rasa kedatangan mereka pasti tidak membawa
maksud baik, aku harus waspada sehingga tidak sampai jatuh
kecundang ditangan lawan....!"
Sementara masih termenung, mendadak ia saksikan Kiu-im
Kaucu sedang mengawasi hiolo merah darah itu dengan paras
muka takut bercampur waspada, tanpa terasa diapun
pertinggi kewaspadaannya sendiri.
Kepada kakek bermuka merah itu ujarnya, "Bolehkah aku
mengetahui siapa namamu" Dan apa tujuanmu datang
kemari?" "Pinto bernama Tang Kwik-siu, bila kedatanganku akan
ceroboh dan tak tahu diri harap kongcu jangan
mentertawakan!" habis berkata kakek baju kuning itu
terbahak-bahak. Haputule yang berada disisi Hoa Thian-hong segera
berbisik dengan suara lirih, "Dia adalah ciangbunjin dari
perguruan Seng sut pay, locou dari Mo-kauw yang tersohor
itu." Perguruan Seng sut pay bermarkas besar di wilayah Seng
sut hay, ilmu silat mereka sangat aneh dan berdiri sendiri,
anak murid yang diterima mereka secara resmi tidak terlalu
banyak, akan tetapi berhubung setiap murid menerima murid
lagi dan tiap cucu murid menerima murid pula, maka
pengaruh perguruan itu meluas sampai meliputi wilayah Ceng
hay, luar perbatasan, Mongolia, Tibet serta See ih, malah
pengaruhnya amat besar dikalangan rakyat sekitar sana.
Oleh sebab dandanan mereka tosu bukan tosu, padri bukan
padri itulah maka perkumpulan itu disebut orang sebagai Mokauw,
dengan begitu maka ciangbun cousu dari perguruan
Seng sut pay sama juga dengan cikal bakal dari Mo-kauw.
Setelah disergap satu kali dikala berada dirumah
penginapan tempo hari sebetulnya Hoa Thian-hong segan
untuk berpura-pura memakai segala tata cara, tapi terpikir
olehnya bagaimanapun juga orang itu adalah cikal bakal suatu
perkumpulan besar, maka ia menjura sambil berkata, "Oh,
kiranya Tang Kwu kaucu, bila ti ak mengenal dirimu harap
suka di maafkan!" Tang Kwik-siu menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
"Haehh.... haahh.... haahh.... ketika aku berangkat menuju
ketimur, sering kudengar orang berkata bahwa jago silat yang
ada didatatan Tionggoan banyaknya luar biasa, tapi diantara
sekian banyak jago hanya Hoa kongcu dan Kiu-im Kaucu saja
yang terhitung lihay."
Kiu-im Kaucu tak senang hati ketika mendengar namanya
disebut belakangan daripada Hoa Thian-hong, sebelum ia
sempat menyelesaikan kata-katanya, sambil tertawa dingin
katanya, "Obrolan mulut orang lain tak bisa dipandang sebagai
ucapan yang benar, bila engkau tidak puas bagaimana kalau
too yu terhitung salah satu peserta dalam pertarungan ini?"
"Bagus.... bagus sekali, memang lebih pantas kalau kalian
dua orang kaucu bertarung lebih dulu" teriak Pek Kun-gie
sambil bertepuk tangan kegirangan, "hayo cepat kalau ingin
adu jotos, mari kita buktikan kaucu mana adalah kaucu asli
dan kaucu yang mana lagi adalah kaucu gadungan!"
Tang Kwik-siu tertawa lebar.
"Nona, bila kupandang parasmu yang cantik jelita bagaikan
bidadari dari khayangan maka kurasa engkau pastilah Gadis
paling cantik didaratan Tionegoan, Pek Kun-gie adanya
bukankah begitu?""
Merah padam selembar wajah Pek Kun-gie karena jengah,
dalam hati dia lantas berpikir, "Tampangnya memang jelek
dan mengerikan, tapi ucapannya sedap didengar, Emmm
sungguh, tak kusangka manusia sebuas itu pandai mengambil
hati orang...." Diam-diam ia lantas menjawil ujung baju Hoa Thian-hong
seraya berbisik lirih, "Aku lihat orang ini tidak terlalu jahat bila
sampai bertempur nanti, ampunilah selembar jiwanya!"
"Tak usah banyak komentar, hayo mundur ke sisi bibi
sana" kata Hoa Thian-hong sambil tertawa.
Pek Kun-gie tertawa cekikikan, bukannya bersembunyi
disamping ibunya, dia malahan lari kebelakang punggung Hoa
Thian-hong. Kok See-piauw sendiri, sejak datang kesana, ia sudah mulai
tak tenteram hatinya, sepasang matanya yang bulat
senantiasa melotot dan memperhatikan wajah Pek Kun-gie.
Jauh sebelum Hoa Thian-hong terjun ke dalam dunia
persilatan, Kok See-piauw sudah tergila-gila oleh kecantikan
wajah Pek Kun-gie, dengan segala daya upaya ia berusaha
merebut hatinya, sekalipun harus mengorbankan segalagalanya
Sejak Hoa Thian-hong muncul diantara mereka berdua,
iapun tahu bahwa Pek Kun-gie penuju oleh ketampanan Hoa
Thian-hong, tapi karena hubungan kedua orang itu terhalang
oleh pelbagai kesulitan dan persoalan, maka sekalipun
cemburu dia masih mampu mengendalikan diri, sedikit banyak
hal ini disebabkan ia masih mempunyai harapan untuk maju
dan menangkan perlombaan cinta ini.
Tapi sekarang, setelah dilihatnya kedua orang itu
bermesrahan dengan intimnya, ia mulai sadar bahwa
perhitungannya tempo hari meleset malahan mungkin
hubungan itu bisa diteruskan kejenjang perkawinan, dalam
kecewa dan putus asanya, api cemburu yang semula masih
dapat dikendalikan kontan saja meledak, ia merasa tiada
kebencian yang lebih hebat daripada kebencian yang
dideritanya saat ini. Paras mukanya berubah jadi pucat pasi seperti mayat,
sepasang matanya melotot bengis, dengan penuh kemarahan
ia melotot sekejap ke arah Hoa Thian-hong, kemudian tanpa
mengucapkan sepatah katapun dengan langkah lebar ia
menghampiri hiolo merah darah itu, setelah duduk bersila
disisinya, tiba-tiba sepasang telapak tangannya ditusukkan
kedalam hiolo tersebut....
Sementara itu hujan lebat baru berhenti, permukaan air
yang menggenangi jalan itu setinggi beberapa senti, akan
tetapi Kok See-piauw tidak menggubris ia duduk bersila diatas
genangan air itu. Begitu sepasang telapak tangannya ditusuk kedalam hiolo
merah darah itu terdengarlah suara gemerisikan keras tadi
menggema semakin santar, rupanya terdapat berribu-ribu
ekor makhluk beracun yang sedang memperebutkan hidangan
nikmat. Kok See-piauw menggigit bibir menahan sakit, kulit
wajahnya berkerut kencang hingga tampak mengerikan sekali,
sekalipun harus menahan siksaan dan penderitaan yang hebat
namua ia tidak mengeluh ataupun memerintih.
Menyaksikan tingkah laku yang aneh dari anak muda itu,
semua orang tertegun dan berdiri terbelalak, siapapun tak
tahu permainan setan apakah yang sedang dilakukan orangorang
itu. Sementara semua orang masih tercengang, Tang Kwik-siu
telah tertawa tergelak seraya berkata, "Muridku yang paling
kecil Kok See-piauw belum lama terjun kedalam perguruanku,
tapi ia ingin cepat-cepat menguatkan ilmu silat nya, maka
apabila ada sesuatu perbuatannya yang lucu harap kalian
semua jangan mentertawakan!"
Suara gemerisik yang timbul dari dalam hiolo merah darah
itu cukup menggetarkan hati Pek Kun-gie sehingga bulu
kuduknya pada berdiri, mula-mula ia masih tahan, tapi lama
kelamaan sambil bersembunyi dibelakang Hoa Thian-hong
bentaknya dengan gusar, "Kok See-piauw! Kalau ingin melatih
ilmu silatmu, lebih baik enyahlah jauh-jauh dari sini, jangan
bikin muak hati orang saja!"
Kok See-piauw melotot penuh kegusaaan, setelah melirik
sekejap ke arah Hoa Thian-hong dengan padangan dingin, ia
pejamkan kembali matanya dan duduk bersila sambil atur
pernapasan. Tang Kwik-siu kelihatan sangat gembira bercampur
bangga, setelah memandang sekejap ke arah Hoa Thian-hong
dan Kiu-im Kaucu, kembali ujarnya dengan suara nyaring.
Kalau memang kamu berdua ada niat untuk
melangsungkan duel, apa salahnya kalau sekarang juga
pertarungan itu dilangsungkan, ingin kusaksikan sampai
dimanakah kelihayan ilmu silat yang kalian berdua miliki....
haah.... haah.... haah.... tidak keberatan bukan.
Baik Hoa Thian-hong maupun Kiu-im Kaucu sama-sama
bukan orang bodoh, tentu saja mereka tahu bahwa orang ini
bermaksud jahat dan ia mengharapkan pertarungan antara
mereka berdua berkobar hingga dialah yang akan menarik
keuntungan sebagai nelayan yang mujur.
Sekalipun begitu, mereka berdua segan untuk membongkar
rahasia kelicikannya ini.
Lama sekali Kiu-im Kaucu termenung sambil putar otak,
akhirnya kepada Hoa Thian-hong ia berkata, Ikan akan
berlompatan disamudra yang luas, burung burung akan
terbang leluasa di angkasa yang lebar, sampai dimanakah
luasnya ilmu silat tak seorang pun yang bisa mengukur, aku
rasa hanya manusia-manusia terbelakang yang tak becus saja
yang bergairah untuk mendapatkan peninggalan orang kuno,
contohnya pedang emas itu, benda inilah yang merupakan
bibit penyakit dan sumber bencana, banyak orang yang tak
becus ilmu silatnya berharap mendapatkan kepandaian itu
agar bisa meninggikan derajatnya, Kalau engkau bersedia
menuruti perkataanku dan menghancurkan benda tadi
dihadapan umum, aku pikir persoalanpun bisa diselesaikan
secara baik baik!" 000O000 76 JELAS sekali tujuan dari perkataan Kiu-im Kaucu, asal Hoa
Thian-hong bersedia melenyapkan pedang emas itu dihadapan
umum, maka pertarungan serta perselisihan antar kedua belah
pihak dapat dibikin habis sampai disini saja dan diapun
bersedia mengalah kepada pemuda ini untuk mengundurkan
diri dari sana. Mendengar penawaran tadi, Hoa Thian-hong berpikir
didalam hatinya, "Kiu-im Kaucu jelas merupakan seorang
musuh yang amat tangguh, kalau ditambahi Tang Kwik-siu
dan Kok See-piauw maka posisiku akan terjepit, jelas untuk
menggebah mereka pergi bukanlah suatu pekerjaan yang
gampang, tapi.... pedang emas itu belum terjatuh ketanganku,
bagaimana caranya aku bisa musnahkan benda itu?"
Pek Kun-gie segera tampil kedepan setelah dilihatnya anak
muda itu membungkam dengan dahi berkerut, ia tahu banyak
persoalan yang berkecamuk dalam benaknya.
"Pedang emas itu belum berhasil kami temukan!" katanya
dengan suara lantang, "bila engkau tidak percaya yaa
sudahlah, sebab dalam kenyataan benda itu memang belum
terjatuh ketangan kami, jika engkau kurang puas dan ingin
mencari gara-gara, silahkan turun tangan dengan segera,
akan kulayani semua kehendak hatimu!"
Kho Hong-bwee mengerutkan dahinya setelah menyaksikan
tingkah pola putrinya, dengan suara keras ia menegur.
"Budak ingusan, engkau jangan sinting sampai lupa dengan
hari kelahiran sendiri, memangnya engkau tidak tahu kalau
ilmu silat yang dimiliki kedua orang kaucu itu sangat tinggi,
engkau masih belum punya tempat untuk ikut campur dalam
urusan ini!" Pek Kun-gie melirik sekejap ke arah Kiu-im Kaucu, tatkala
dilihatnya perempuan itu sedang melotot ke arahnya dengan


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penuh ke gusaran, dengan hati tak senang ia mundur
kesamping. Sambil tersenyum segera Hoa Thian-hong berkata, "Kaucu,
bicara yang sejujurnya, pedang emas itu belum berhasil kami
temukan, sekalipun kuulangi sampai berpuluh-puluh kali
rasanya engkau tetap tidak akan percaya, bukan begitu?"
"Benar, aku memang tidak percaya!"
"Kalau tidak percaya tanya sama Pia Leng-cu, tanya sendiri
pedang emas itu ia sembunyikan dimana?" teriak Pek Kun-gie
dengan penuh kegusaran. Padahal Pia Leng-cu sudah mati ditusuk Haputule, jelas
maksud dari Pek Kun-gie menyuruh Kiu-im Kaucu bertanya
kepada orang yang sudah mati adalah bersifat ejekan saja,
karena orang Kiu-im-kauw memang gemar menyaru sebagai
malaikat elmaut, iblis, sukma gentayangan dan sebangsanya.
Kalau ucapan itu bisa menghilangkan kecurigaan lawan
masih rada mendingan, justru dengan bantahan dari Pek Kungie
ini, maka Kiu-im Kaucu maupun Tang Kwik-siu semakin
yakin dan percaya kalau pedang emas itu betul-betul sudah
terjatuh ke tangan Hoa Thian-hong.
Tiba-tiba Tang Kwik-siu tetawa lebar, setelah memandang
sekejap sekitar tempat itu katanya.
"Aku rasa benda yang sedang kalian pertaruhkan toh
pedang baja itu, kenapa musti mengungkit-ungkit soal pedang
emas lagi" kan persoalan itu sama sekali tak ada sangkut
pautnya!" "Tua bangka bangkotan, tua-tua keladi makin tua makin
menjadi, senang ya kalau dunia jadi kacau balau?" maki Pek
Kun-gie dengan gusar,"hmmm....! Kalau engkau berani
memanaskan suasana lagi, jangan salahkan kalau kuberi
pelajaran yang setimpal kepadamu!"
"Budak ingusan, kenapa engkau selalu bicara tak karuan,
tidak takut ditertawakan orang"!" hardik Kho Hong-bwee lagi.
Kiu-im Kaucu segera menengadah dan terbahak-bahak.
"Haahh.... haahh.... haahh.... Tang Kwik-siu, engkau cerdik,
licik dan banyak tipu muslihatnya, gayamu persis seperti orang
daratan Tionggoan, mungkin orang tak akan percaya kalau
engkau berasal dari tempat gersang jauh diluar perbatasan
situ, sayangnya kecerdasanmu itu sama sekali tidak
bermanfaat bagi pandangan kami, tipu muslihat pasaran mu
itu seolah olah permainan seorang anak kecil dalam
pandangan kami. Bila engkau bersedia menuruti anjuranku,
lebih baik janganlah pakai tipu-tipuan, langsungkan saja
masalah ini dengan kekerasan, daripada engkau mendapat
malu dan ditertawakan orang banyak."
"Heeeh.... heeeh.... heeeh.... benar juga perkataanmu itu,
pinto merasa terterima kasih atas nasehatmu itu" ujar Tang
Kwik-siu sambil tertawa aneh.
Sesudah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh.
"Hoo Tok telah meminjam ilmu pekikkan darah dari
perguruan Seng sut pay kami."
"Siapakah Hoo tok itu?" sela Kiu-im Kaucu.
"Nama mendiang guruku!" jawab Haputule dengan dingin,
"nama Siang Tang Lay di peroleh sesudah ia mendapat nama
didaratan Tionggoan"
"Hoo tok pernah membicarakan pula soal pedang emas
dengan diriku" lanjut Tang Kwik-siu lebih jauh, "apa toh yang
kalian perebutkan" kau tidak lebih cuma sejilid kitab ilmu
pedang" Huuhh, bagi orang-orang Seng sut pay kami, benda
macam itu sih belum sampai dipandang sebelah matapun,
ketahuilah maksud kedatangan pinto ke wilayah timur kali ini
adalah disebabkan maksud tujuan lain.
"Apakah tujuanmu?" tanya Pek Kun-gie ingin tahu.
Dengan pandangan aneh Tang Kwik-siu melirik sekejap ke
arah dara itu, kemudian sambil menunjuk Kok See-piauw yang
duduk bersila didepan hiolo merah darah, sahutnya, "Dia telah
kuterima sebagai muridku, telah kujanjikan kepadanya untuk
bantu membuat perhitungan terhadap musuh-musuhnya,
selain itu akupun telah berjanji akan membantu dia hingga
menduduki tahta sebagai Bengcu dari dunia persilatan!"
"Haaah.... haaah.... haaah.... sungguh menggelikan,
sungguh lucu.... hampir saja gigiku pada copot saking
gelinya!" ejek Pek Kun-gie sambil terbahak-bahak.
"Kun gie, jangan ribut!" bentak Hoa Thian-hong dengan
suara rendah. Pek Kun-gie menjulurkan lidahnya sambil menunjukkan
muka setan, kembali ejeknya dengan lirih, "Eeeeh, kamu bawa
cermin tidak" Aku harap engkau bisa melihat dulu tampangmu
diatas cermin!" Sementara itu Kiu-im Kaucu telah berkata sambil tertawa
seram, "Waah, kalau sampai terwujud keinginan mu itu,
bukankah daratan Tionggoan akan jatuh dibawah
pemerintahan orang-orang Seng sut pay" Haahh.... haahh....
haah.... meskipun latah, rupanya ada orang yang jauh lebih
latah dari aku!" Tangkwik Siu tertawa. "Bagaimana jadinya nanti, masih sukar diramalkan mulai
sekarang, dari pihak kami memang mengharapkan begitu, tapi
berhasil atau tidak tergantung pada kemampuan Kok Seepiauw
sendiri!" Berbicara sampai disitu, dia lantas mengayunkan jari
tangannya dan melancarkan sebuah tabokan keatas kepala
Kok See-piauw dari tempat kejauhan.
Pukulan udara kosong yang dilepaskan dari kejauhan ini
sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun, ini membuat
Hoa Thian-hong maupun Kiu-im Kaucu jadi tertegun, mereka
tak pernah menyangka kalau ilmu pukulan yang dimiliki pihak
Seng sut pay begitu halus dan lembutnya hingga sekilas
pandangan seakan-akan suatu pukulan yang pura-pura.
Kok See-piauw bergidik dan sekujur badannya gemetar
keras, lalu sepasang matanya dipentangkan lebar-lebar, sorot
mata yang tajam segera memancar keluar, sepasang
tangannya waktu diangkat keluar dari balik hiolo, maka
terlibatlah pada setiap jari tangannya masih menempel
berbagai macam makhluk beracun antara lain ular berbisa,
kalajengking, kelabang, laba-laba, tokek serta pelbagai jenis
binatang lain yang aneh bentuknya dan tak diketahui
namanya, tubuh yang berwarna-warni cukup membuat hati
orang jadi bergidik rasanya.
Hanya sekejap memandang makhluk-makhluk berbisa itu,
Pek Kun-gie kontan menjerit kaget lalu buru-buru menyingkir
kesamping, disitu gadis cantik itu muntah-muntah karena
mual. Makhluk beracun sebangsa itu seringkali dijumpai orang,
tapi perlu diketahui makhluk yang dipelihara dalam hiolo itu
justru jauh berbeda bentuknya dengan makhluk biasa, bukan
saja warnanya jauh berubah malahan bentuknya ikut-ikutan
pula berubah jadi kukoay.
Jangan orang lain, bahkan Kiu-im Kaucu sendiripun merasa
perutnya mual dan hampir saja dia muntah, cepat jago lihay
ini melengos ke arah lain.
Ketika belasan ekor makhluk aneh itu terangkat dari hiolo,
tubuh mereka berliuk-liuk tiada hentinya dengan kencang,
rupa-rupanya bi natang itu tak ingin meninggalkan hiolo
tersebut namun merekapun tak sudi lepaskan hidangan lezat
yang telah tergigit, maka meskipun masih tetap memagut
mangsanya, tubuh merekapun ikut bergerak ingin turun
kedalam hiolo. Kulit muka Kok See-piauw berkerut kencang! tiba-tiba ia
kebaskan tangannya keras-keras, seetika itu juga kawanan
makhluk beracun yang masih menggigit ujung jarinya pada
rontok kembali kedalam hiolo.
Laki-laki baju kuning yang berada disampingnya segera
maju kemuka dan menyebarkan bubuk obat kedalam hiolo
tadi, Kemudian cepat membopongnya mundur kebelakang.
Sesudah terpagut aneka ragam makhluk beracun, sepasang
telapak tangan Kok See-piauw berubah jadi merah membekak,
tapi ia getarkan tangannya berulang kali sehingga warna di
tanggannya itu perlahan lahan pulih kembali jadi putih seperti
sedia kala, dari situ bisa ditarik kesimpulan bahwa sari racun
yang telah terhisap masuk ke dalam tubuhnya telah tersalur
ke dalam peredaran darahnya.
Diam-diam tercekat hati Hoa Thian-hong setelah
menyaksikan kesemuanya itu, pikirnya dihati, "Ilmu pukulan
Kiu pit sin ciang miliknya sudah termasuk sejenis pukulan yang
sangat beracun, apalagi kalau dibantu dengan sari racun dari
makhluk-makhluk sebanyak itu, sudah pasti siapapun yang
terkena pukulan itu niscaya jiwanya melayang tinggalkan
raganya!" Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya,
Kok See-piauw sudah loncat bangun dan berjalan
menghampiri ke arahnya. Menyaksikan kejadian itu, pucat pias selembar wajah Pek
Kun-gie, segera bentaknya, "Hey, orang She Kok, apa yang
hendak engkau lakukan?"
Kok See-piauw sama sekali tidak menggubris bentakan itu,
dia tepuk tangan satu kali dan membentak dengan wajah
menyeringai seram. "Hoa Thian-hong, aku orang she Kok ingin minta petunjuk
beberapa jurus pukulanmu, beranikah engkau menerima
tantanganku ini?" Hoa Thian-hong kerutkan dahinya, lalu sambil tertawa
menjawab. "Biasanya engkau pengecut dan kecil nyalinya, sekarang
berani juga menantang orang berduel, haaah.... haaah....
haaah.... kalau dugaanku tidak keliru, tentunya engkau punya
kekuatan yang bisa diandalkan bukan" Baiklah, akan kujajal
sampai dimanakah kelihayanmu itu!"
"Eeeh engkau pakai pedang saja!" teriak Pek Kun-gie
dengan gelisah, terbayang kembali akan makhluk-makhluk
beracun yang berada dalam hiolo itu, tak kuasa lagi bulu
kuduknya pada bangun berdiri.
Hoa Thian-hong segera tertawa, "Kalau aku gunakan
pedangmk, dia pasti bukan tandinganku!" katanya.
"Kalau kau segan memakai pedang, biar aku saja yang
menghadapi kurcaci ini!" teriak Pek Kun-gie dengan gemas,
pedang lemas nya segera diayun dan dia menerjang kedepan.
Sekali sambar Hoa Thian-hong menarik kembali gadis itu
kesisi tubuhnya, ujarnya sambil tertawa, Jangan gugup dulu,
aku rasa kalaupun angin pukulannya beracun, belum tentu
pukulan itu berhasil menghantam ke atas badanku, aku rasa
dibalik kesemuanya itu pasti tersimpan hal-hal yang tidak
beres, biar aku saja yang mencoba kehebatannya itu!"
Dewa yang suka pelancongan Cu Thong tiba-tiba
menimbrung dari samping dengan suara dingin.
"Apa gunaya ribut-ribut dengan manusia durjana yang
bejat moralnya itu, sekali tusuk habisi saja nyawa anjingnya!"
Hoa Thian-hong agak tertegun, sebagai seorang pemuda
yang selalu taat pada perkataan orang tua, ia merasa segan
untuk menolak perintahnya, maka setelah Cu Thong berkata
demikian iapun tak banyak bicara lagi.
Sambil meloloskan pedang bajanya, kepada Tan kwik Siu ia
berkata sambil tertawa. "Aku hendak menggunakan senjata untuk mencoba
kepandaian kalian, kuharap kalian guru dan murid bersedia
untuk maju bersama-sama"
Tergelak Tang Kwik-siu setelah mendengar tantangan itu.
"Haahh.... haahh.... haaah.... tidaklah aneh kalau ada orang
mengincar pedang milikmu, rupanya semua ilmu silat yang
kau miliki hanya terletak di atas sebilah pedang tersebut!"
Pek Kun-gie yang berada disamping anak muda itu tiba-tiba
menimbrung dari samping, "Hey, aku libat tata bahasamu
sempurna dan caramu berbicara halus, aku rasa tentunya
engkau sangat memahami bukan tentang segala kebudayaan
yang berlaku dalam daratan Tionggoan?"
Tang Kwik-siu agak tertegun, tapi sejenak kemudian
sahutnya, "Semasa masih muda, seringkali pinto melakukan
perjalanan kedaratan Tionggoan, wilayah seluas Kwan liok
boleh dibilang meru-pakan tempat-tempat pesiar yang
seringkali aku kujungi"
"Baik, kalau engkau sering bersiar kemana-mana, maka aku
ingin tanya tempat bers earah apa saja yang terdapat disekitar
kota Lok yang ini....?"
Semua orang tercengang dan tidak habis mengerti ketika
secara tiba-tiba gadis itu mengajukan pertanyaan yang
berhubungan dengan tempat kenamaan disekitar kota Lok
yang. Tang Kwik-siu kelihatan bangga sekali, ujarnya dengan
diiringi gelak tertawa yang nyaring, Menurut apa yang pinto
ketahui, disekitar kota Lok yang terdapat tempat tinggal dan
gedung di mana Locu serta Khong hucu pernah memberikan
ajaran kepada murid-muridnya, selain itu ada jembatan Thi an
kim kiau, An lok oh, Pit bui si, kuil Pek bi si, istana sang cing
kiong, Cing swan te leng, bukit bong san, pintu naga serta
hutan Kwan lim, coba katakan nona, selain tempat-tempat itu
apakah masih ada tempat lain yang kiranya lebih indah?"
"Oooh....! Rupanya dikota Lok yang terdapat begitu banyak
tempat-tempat kenamaan, sayang badanku sudah lelah dan
tak punya tenaga lagi, kalau tidak harus kukunjungi tempattempat
itu!" pikir Hoa Thian-hong dihatinya.
Sementara itu, Pek Kun-gie sudah tertawa terkekeh,
katanya, "Tak kusangka engkau memang hafal dengan daerah
dalam wilayah Tionggoan, memang tak salah sekitar kota Lok
yang memang tiada tempat lain kecuali tempat-tempat tadi."
Betapa bangganya Tang Kwik-siu, sambil mengelus
jenggotnya ia tertawa tergelak.
"Haaah.... haaah.... haaah membaca selaksa jilid buku,
melakukan perjalanan sejauh selaksa li, serta mempelajari
delapan macam ilmu senjata adalah tiga kegemaranku sejak
dilahirkan didunia ini!" katanya.
Ketika menyinggung soal delapan belas macam ilmu
senjata, dia sengaja memperkeras suaranya sehingga semua
orang kedengaran jelas. Tampaklah ia memang sengaja sedang mengejek dan
mentertawakan Hoa Thian-hong yang pandai dalam ilmu
pedang saja, kecuali itu kepandaian lain tak mampu dilakukan.
Pek Kun-gie segera mendengus dingin.
"Hmm Aku ingin bertanya kepadamu, hutan Kwan lim itu
letaknya ada dimana?"
Tang Kwik-siu tertawa.

Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hutan Kwan lim disebut pula kuburan raja, disitulah Kwan
Kong dikebumikan, walaupun sewaktu menemui ajalnya Kwan
Kong berada di Keng lam, tapi sejak orang-orang dari kerajaan
Go takluk kepada pihak Goei, dengan segala kebesaran dan
upacara yang meriah, Co Cho telah memindah jenasahnya
kemari, sudah dua kali aku berkunjung kesi tu, disekitar
baugunan tumbuh banyak pohon siong, tempat itu terasa
nyaman dan rindang, benar-benar suatu tempat rekreasi yang
indah. Belum pernah Tang Kwik-siu diajak bercakap-cakap dengan
seorang gadis yang cantik jelita seperti Pek Kun-gie, tidaklah
heran kalau makin berbicara ia semakin bersemangat, hingga
akhirnya tak terbendung lagi iapun membicarakan apa saja
yang ingin di bicarakan. Rupanya Pek Kun-gie muak mendengarkan perkataannya
itu, cepat dia goyangkan tangannya sambil menukas, "Sudah,
sudah cukup! Anggap saja engkau memang sudah dua kali
berkunjung kesana. Aku cuma ingin tahu, siapakah Kwan
Kong itu?" Tang Kwik-siu tertegun sesaat, kemudian katanya, "Kwan
Kong atau Kwan Yu bernama juga Kwan Ing tiang, dia adalah
seorang panglima perang yang tersohor pada jaman Siok han,
bukan saja hapal dengan buku pelajaran Cun ciu, wataknya
jujur, gagah dan bijaksaaa, senjata yang diandalkan adalah
sebilah golok twan to berukir naga hijau yang beratnya
mencapai tujuh puluh dua kati, setelah meninggal semua
orang menyembah dirinya sebagai Bu Seng (malaikat ilmu
silat), dengan Lau Pi...."
"Cukup, cukup!" tukas Pek Kun-gie sambil goyangkan
tangannya berulang kali "itu berarti semua malaikat ilmu silat
kita kebanyakan mengandalkan sebilah golok bukan, lalu apa
bedanya golok dengan pedang" toh sama-sama pisaunya!"
Sekarang semua orang baru tahu, rupanya gadis itu
sengaja berputar kayun membicarakan ini itu, tujuannya tak
lebih hanya untuk membela Hoa Thian-hong.
Kok See-piauw makin cemburu, api benci dan dendam
berkecamuk dalam benaknya, sambil menjerit marah dia
langsung menubruk kedepan dan menghantam tubuh anak
muda itu. Hoa Thian-hong menarik muka, pedang bajanya diputar
kencang lalu batas membacok kedepan.
Dahsyat dan tajam serangan pedangnya ini, neskipun
dalam keadaan gusar, Kok See-piauw tak berani menyambut
dengan keras lawan keras, sambil merendahkan tubuhnya
cepat ia bergeser kesamping, lalu dari situ dia melancarkan
satu serangan lagi. Hmm! Sekalipun ilmu pukulan dan tenaga dalamnya telah
mendapat kemajuan yang pesat, paling-paling toh cuma
begitu saja" pikir Hoa Thian tong dalam hati, asal ku hadapi
dirinya dengan pedang baja, bukan suatu pekerjaan yang sulit
jika ingin kucabut jiwanya, cuma kalau ia kubunuh dengan
begitu saja orang lain tentu akan mentertawakan aku!"
Sementara otaknya berputar sebuah tusukan pedang
kembali di lancarkan kedepan.
Kok See-piauw menang nekad dan ada maksud adu nyawa,
apa lacur ilmu pedang yang dimiliki Hoa Thian-hong terlalu
lihay, hal ini memaksa ia tak sanggup mendekati tubuhnya,
dalam keadaan terpaksa ia harus menyingkir ke samping
kemudian melepaskan serangan lagi dari samping.
Apabila Hoa Thian-hong ingin bereskan nyawanya, dengan
gampang hal itu akan terlaksana, akan tetapi ia segan untuk
membereskan nyawanya, dia cukup berharap agar Kok Seepiauw
lah yang tahu diri dan mundur dengan teratur.
Tang Kwik-siu memang pernah mendengar orang berkata
Pendekar Patung Emas 14 Pendekar Budiman Hwa I Eng-hiong Karya Kho Ping Hoo Kisah Pendekar Bongkok 8

Cari Blog Ini