Ceritasilat Novel Online

Tiga Maha Besar 18

Tiga Maha Besar Karya Khu Lung Bagian 18


jiwa orang banyak, jadi bukan aku seorang yang berpikiran
sempit" Kho Hong-bwee berpaling kesamping, benar juga Tang
Kwik-siu dengan membawa anak muridnya telah bermunculan
dari rumah-rumah kayu mereka rupanya mereka sedang
menantikan gerak-gerik dari pihak sini.
Tak tahan lagi perempuan itu menghela napas panjang
katanya dengan hambar, "Bila aku berusaha keras untuk
menghalangi perbuatanmu itu niscaya orang lain akan
menuduh engkau takut bini dan tak berani berkutik terhadap
istri sendiri, baiklah, lakukanlah perbuatan ini menurut
perasaan hatimu, hanya ingatlah selalu bila engkau terlalu
banyak membantai orang maka sama artinya engkau telah
melukai perasaan hatiku!"
Tertegun Pek Siau-thian sesudah mendengar perkataan ini,
selang sesaat dia baru menjawab.
"Jikalau mereka tahu diri dan segera mengundurkan diri
dari pertikaian ini tidak mungkin melakukan pembantaian
secara besar- besaran!"
Sehabis berkata ia lantas menjura ke arah Tang Kwik-siu
dan memberi tanda agar ia yang turun tangan lebih dulu.
Melihat kode rahasia tersebut, Tang Kwik-siu balas
memberi hormat dari kejauhan pula.
Pada hakekatnya dua orang sakti ini telah mengadakan
kontak rahasia satu sama lainnya, maka selesai memberi
hormat, masing-masing pihak lantas memimpin anak buahnya
dan serentak menerjang ke arah tenda yang dihuni
romboogan Jin Hian. Posisi antara kedua belah pihak tidak terlampau jauh,
selang sesaat kemudian jago-jago lihay dari pihak Teng sut
pay dan Sin-kie-pang yang berjumlah tujuh delapan puluh
orang bagaikan gulungan air bah telah menerjang ke depan.
Terlihatlah Jin Hian dengan sebilah golok emas yang
memancarkan sinar kebiru-biruan karena mengandung racun,
melompat keluar dari tendanya dengan garang kemudian
menghardik keras-keras. "Pek Loji, apa yang hendak kau lakukan?"
Rupanya pihak Hong-im-hwiee serta Thong-thian-kauw
menyadari bahwa kekuatan mereka paling lemah diantara
jago-jago yang hadir dibukit Kiu ci san dewasa itu, terutama
sekali untuk berjaga-jaga atas serangan maut dari Pek Siauthian,
maka tiap malam peronda selalu diperketat dan
sekalipun tak berani bertindak secara gegabah.
Kerena itu, ketika Pek Siau-thian munculkan diri dari rumah
kayunya, pihak Hong im bwe telah mengetahui akan gerakan
tersebut. Begitu Jin Hian menegur secara langsung, serentak
pasukannya dengan senjata terhumus telah melesat keluar
dari tenda-tenda mereka dan siap menghadapi segala
kemungkinan. Pek Siau-thian memang seorang jago yang berhati keji, tapi
diapun tak berani melanggar permintaan istrinya, dalam
susana kalut, ia lantas berseru keras, Siapa yang tak ingin
mampus, cepat enyah dari sini!"
Berbareag dengan selesainya ucapan tersebut, sebuah
serangan gencar telah dilepaskan kedada Jin Hian.
Tang Kwik-siu jauh lebih keji daripada orang-orang lain,
kalau dihari-hari biasa setiap pembukaan katanya selalu
diiringi senyuman, maka saat ini tanpa mengucapkan sepatah
katapun ia menerjang kedepan dan langsung menyergap
tubuh Thian Ik-cu. Sejak sepasang kakinya kutung, Thian Ik-cu telah melatih
ilmunya dengan sepasang toya baja, tatkala ia saksikan
tibanya serangan yang amat dahsyat dari Tang Kwik-siu
,terpaksa senjatanya diputar untuk menyambut datangnya
ancaman tersebut. Dalam waktu singkat berkobarlah suatu pertempuran yang
amat seru ditengah gelanggang.
Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw memang sudah
rontok namanya dari muka bumi, akan tetapi banyak
anggotnya yang masih hidup, dan mereka bukanlah manusiamanusia
yeng mudah dihancurkan dengan begitu saja,
terutama sekali Malaikat kedua Sim Kian anggota tubuhnya
tetap utuh dan ilmu silatnya masih tetap hebat, apalagi rasa
dendam telah berkecamuk dalam benaknya, membuat ia jadi
paling ganas dan paling buas dalam pertarungan itu, setiap
musuh yang dijumpainya segera diterjang dan diterkam
dengan jurus serangan terkeji.
Suasana jadi gaduh dan ramai sekali, suara benturan
senjata dan bentakan-bentakan kegusaran bergema
memenuhi seluruh angkasa, kutungan badan, lelehan darah
menggenangi seluruh permukaan tanah, membuat
pemandangan ditempat itu tampak mengerikan sekali.
Sengit dan mengerikan sesasana pertarungan itu, semua
jago dibuat terkejut dan sadar dari tidurnya, selain itu Hoa
Thian-hong yang sudah empat hari empat malam terlelap
dalam latihannya, ikut sadar pula dari konsentrasinya.
Selama Hoa Thian-hong mendalami ilmu silatnya, suara lain
sama sekali tidak mempengaruhi dirinya, akan tetapi suara
pertarungan dan jerit kesakitan seketika menyadarkan kembali
anak muda itu dari semedinya.
Jilid 31 KIU-TOK SIANCI kebetulan bertugas sebagai pelindungnya,
ketika dia saksikan sekujur badan pemuda itu gemetar keras
dan sepasang matanya melotot besar, cepat serunya dengan
suara dalam, "Sian long, aku berada disini!"
Cepat Hoa Thian-hong berpaling, setelah mengetahui orang
itu adalah Kiu-tok Sianci, wajahnya berseri karena gembira,
seakan-akan ia telah berjumpa dengan ibu sendiri.
"Sian long, sadarkan pikiranmu dan minumlah sedikit air
bersih!" kembali Kiu-tok Sianci berbisik.
Hoa Thian-hong berpaling, melihat disampingnya ada air
teko, ia mengambilnya dan meneguk habis isi teko tersebut,
lalu bertanya, "Sian nio, siapakah yang sedang terlibat dalam
pertarungan sengit itu?"
"Pek Siau-thian serta Tang Kwik-siu dengan membawa
jago-jago silatnya sedang mengerubuti Jin Hian serta Thian Ikcu!"
Sepasang alis mata Hoa Thian-hong kontan berkerut
kencang. "Lantaran harta karun mereka saling membunuh,
perbuatan semacam ini tak dapat dibiarkan berlangsung terus.
Sang ji harus mencampuri urusan ini."
"Biarkanlah mereka saling bunuh membunuh!" kata Kiu-tok
Sianci dengan wajah tercengang, "toh kejadian ini lebih
banyak menguntungkan bagi kita dari pada ruginya" Buat apa
kau musti mencampuri urusan ini?"
Jin Hian serta Thian Ik-cu sudah terdesak sekali, kekuatan
mereka bukan terhitung sebagai suatu ancaman yang dapat
mencelakai umat manusia lagi, kita wajib memberi
kesempatan hidup mereka, agar mereka dapat bertobat dari
perbuatan jahatnya serta banyak melakukan kebajikan! ujar
Hoa Thian-hong dengan cemas, sebaliknya Pek Siau-thian
serta Tang Kwik-siu adalah dua kekuatan besar yang masih
merupakan ancaman besar bagi umat Bu lim, kita tak boleh
membiarkan mereka bertindak sewenang-wenang...."
Setelah berhenti sebentar, tambahnya, "Apalagi Seng ji
telah menyanggupi permintaan dari empat datuk bukit Huangsan
untuk memimpin usaha penggalian harta karun ini secara
adil dan bijaksana, oleh sebab itu bagaimanapun juga Pek
Siau-thian dan Tang Kwik-siu musti ditundukkan lebih dahulu!"
"Anakku yang baik," sahut Kiu-tok Sianci, "bagiku, orang
baik musti disayang dan orang jahat musti dibunuh, aku sama
selali tidak mengerti dengan kata-kata yang telah kau ucapkan
itu" Rupanya ketekadan Hoa Thian-hong sudah bulat, ia
berkata lagi dengan lembut, "Siau nio, Seng ji sudah ambil
keputusan untuk mencampuri urusan ini!"
"Aaaai....! Dengan kekuatan seorang, berapa orang musuh
yang bisa kau hadapi" Dan bagaimana pula caranya engkau
mencampuri urusan mereka?"
Dengan gagah Hoa Thian-hong menjawab.
"Masalah ini sudah berkembang jadi amat kritis,
bagaimanapun juga aku akan berusaha dengan sekuat tenaga
untuk mengatasi persoalan ini, sambil berjalan kita lihat saja
perkembangannya nanti!"
Berbicara sampai disitu, dia lantas bangkit berdiri dan
berpekik panjang. "Anak manis, engkau sudah empat hari empat malam tidak
makan, bersantaplah lebih dulu" kata Kiu-tok Sianci.
Tiba-tiba ia temukan Hoa Thian-hong telah meluncur
kebawah bukit, meskipun suara pekikan serasa masih
berkumandang dari sisi telinganya, namun bayangan tubuh
pemuda itu sudah lenyap tak berbekas.
Menyaksikan keadaan tersebut, perempuan Biau ini jadi
tertegun lalu buru-buru memburu kebawah.
Sementara itu pertempuran berdarah masih berlangsung
dengan serunya, dikala pekikan nyaring yang membelah
angkasa tiba-tiba berkumandang memenuhi angkasa, semua
orang merasa terperanjat, dalam gugupnya beberapa orang
diantara mereka segera kenali suara itu sebagai pekikan dari
Hoa Thian-hong. "Semuanya berhenti!" terdengar Hoa Thian membentak
dengan penuh kegusaran. Bersamaan dengan seruan tersebut, sesosok bayangan
manusia dengan kecepatan yang luar biasa meluncur kebawah
dan langsung menerkam tubuh Tang Kwik-siu.
Pada Waktu itu Tang Kwik-siu sedang bertempur melawan
malaikat kedua Sim kiam beberapa gebrakan kemudian ia
menemukan bahwa ilmu silat yang dimiliki musuhnya ini
ternyata lebih lihay daripada kepandaian silat dari Jin Hian
maupun Thian Ik-cu, setelah mengetahui bahwa ia tak
mungkin bisa rebut kemenangan dengan tangan kosong, dia
memutuskan untuk melepaskan ikat pinggang emas yang
terikat dipinggangnya itu untuk bertempur melawan Sim
Kian.... Apa mau dikata baru saja ia bersiap sedia merebut
kemenangan tiba-tiba Hoa Thian-hong menerkam dari tengah
udara. Kejadian ini segera menggusarkan hatinya, ikat pinggang
naga emasnya segera digerakkan keudara kemudian secepat
sambaran kilat mengejar tubuh lawan.
Hoa Thian-hong pada dasarnya mempunyai niat untuk
mendemonstrasikan kelihaiannya agar semua orang tunduk
dibawah perintahnya, bilamana ia memimpin gerakan
pencarian harta nanti, maka dipilihnya Tang kwik Sin sebagai
korban percobaan karena bagaimanapun juga ia tak enak hati
untuk menyerang Pek Siau-thian menginggat Kho Hong-bwee
serta putrinya mempunyai hubungan yang cukup erat dengan
dirinya. Begitu menukik kebawah ia menyergap musuhnya dengan
gencar, ketika ia rasakan datangnya ancaman ikat pinggang
naga emas yang mengarah dadanya, cepat tangan kanan
bergetar keras kemudian dengan suatu gerakan yang luar
biasa cepatnya ia tangkap kepala naga pada ujung sabuk
tersebut erat-erat. Betapa terperanjatnya Tang Kwik-siu menghadapi ancaman
tersebut seakan-akan baru sadar dari impian ia lantas
membentak keras, "Hoa Thian-hong!"
Ia sendiripun tak tahu apa arti dari bentakan itu, sementara
telapak tangan kirinya dengan suatu gerakan yang sangat
cepat melepaskan sebuah totokan kemuka.
Totokan jari yang luar biasa dahsyatnya itu menimbulkan
suara getaran yang memekikkan telinga kawanan jago yang
kebetulan berada ditempat itu sama-sama merasakan
telinganya menjadi sakit.
Hoa Thian-hong sama sekali tidak terpengaruh oleh
desingan tajam yang memekikan telinga itu, malahan semakin
bertempur ia tampak semakin bersemangat, tangan kanannya
dibolak-balikkan beberapa kali melingkarkan ikat pinggang
naga emas itu di atas telapak tangannya, kemudian dengan
tangan kirinya ia lancarkan sebuah cengkeraman keatas
pergelangan tangan Tang Kwik-siu.
Berbicara soal kelincahan menggunakan tangan kiri,
dikolong langit dewasa ini boleh dibilang tak seorangpun dapat
menandingi kegesitan Hoa Thian-hong.
Baru saja serangan yang dilepaskan Tang Kwik-siu
mencapai separuh jalan, serangan yang dilepaskan Hoa Thianhong
tahu-tahu sudah mencapai sasaran lebih dahulu, ketika
jari tangannya menyentuh pergelangan tangan Tang Kwik-siu,
bagaikan dipagut ular berbisa cepat gembong iblis itu menarik
kembali tangannya kebelakang.
Pada saat ini, dalam benak Hoa Thian-hong hanya
mempunyai satu ingatan, yakni ia lebih suka mengorbankan
selembar jiwanya daripada melepaskan cekatannya pada ikat
pinggang berkepala naga emas itu....Ketika telapak tangan
kirinya gagal mencengkeram pergelangan tangan Tang Kwiksiu,
ia lantas membentak kerat dan menyusulkan dengan
sebuah pukulan lagi. Apabila dihari-hari biasa, niscaya Hoa Thian-hong akan
menyerang dengan jurus Kun-siu-ci-tauw, akan tetapi saat ini
yang terpikir diotaknya adalah soal kecepatan maka gerakan
permulaan dari Kun-siu-ci-tauw yang seharusnya melakukan
gerakan perputaran setengah lingkaran lebih dahulu didepan
dada, telah dibuang dengan begitu saja, secara langsung dia
dorong telapak tangannya mengancam dada musuh.
Keringat telah membasahi sekujur badan Tang Kwik-siu,
dalam keadaan terancam bahaya, ia tak sempat berpikir
panjang lagi, dalam gugupnya buru-buru ia angkat telapak
tangannya dan langsung menebas pergelangan tangan si anak
muda itu. Hoa Thian-hong mendengus dingin, sekuat tenaga ia tarik
ikat pinggang naga emas itu sementara telapak tangan kirinya
yang tajam bagaikan golok menebas kebawah.
Posisi Tang Kwik-siu pada saat ini ibaratnya orang yang
tertinggal disebuah batu karang ditengah samudra, mau
menceburkan diri takut, mau tetap berdiam diri juga tak
mungkin, keadaannya serba salah.
Telapak tangan kesannya sudah terasa panas dan kaku,
nyaris ikat pinggang naga emasnya terampas lawan.


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ikat pinggang naga emas adalah benda mustika dari
perguruan Seng sut pay, benda itu merupakan benda
kehormatan dan keagungan dari seorang ciangbunjin,
jangankan benda itu tahan dibacok oleh senjata mustika,
cukup memandang dari ukirannya yang hiduppun sudah cukup
membuat hati orang terkesima.
Pek Kun-gie sendiri pernah mengagumi keindahan sabuk
naga emas tersebut dan ingin sekali memperolehnya, tentu
saja sebagai ketua Seng sut pay, Tang Kwik-siu lebih rela
hancur lebur tubuhnya daripada benda mustika keluarganya
kena dirampas orang . "Breeett!" karena mati-matian mempertahankan sabuk
naga emasnya itu ujung baju targan kiri Tang Kwik-siu kena
tertebas oleh bacokan telapak tangan Hoa Thian-hong
sehingga kutung separuh, bekas kutungannya rata sekali
bagaikan disayat dengan pisau.
Sementara itu kawanan jago yang berada ditempat
kejahuan telah meluruk datang semua, pertarungan massal
telah terhenti dan sebagian besar jago persilatan telah
mengerubungi sekeliling gelanggang.
Pek Siau-thian yang berdiri disamping arena melotot besar
dengan muka tajam membesi, kesengsaraan yang diderita
Tang Kwikk Siu dapat dirasakan pula oleh dia sendiri,
sementara kawanan jago lainpun rata- rata dibikin terkejut
dan tercengang oleh kejadian yang sama sekali berada diluar
dugaan ini, mereka cuma bisa berdiri dengan wajah
kebingungan dan tak habis mengerti.
Sampai detik itu, baik Hoa Thian-hong maupun Tang Kwiksiu
masih saling mencengkeram ikat pinggang naga emas itu
dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya
dipergunakan untuk melangsungkan pertarungan.
Bagi Hoa Thian-hong, pertarungan ini sama artinya dengan
menggunakan kelebihan yang dimiliki untuk menyerang
kelemahan dari lawan, posisinya tentu saja jauh lebih
menguntungkan dirinya, karena posisinya yang baik maka
sejurus demi sejurus ia meneter terus musuhnya habishabisan,
jurus pukulan yang dipakaipun makin lama semakin
dahsyat dan mematikan. Sekuat tenaga Tang Kwik-siu melakukan perlawanan,
makin bertempur hatinya semakin bergidik, makin lama ia
merasa dirinya makin terjerumus kedalam lumpur yang tak
terkirakan dalamnya dan kini ia betul-betul sudah terperosok
kedalamnya. Hong Liong jadi cemas bercampur kuatir, ia takut nama
baik gurunya akan musnah dengan begitu saja ditangan
lawan, tak kuasa lagi dia meraung keras, sambil putar
sepasang telapak tangannya sekuat tenaga orang itu
melepaskan beberapa puluh buah pukulan dahsyat.
Perubahan ini terjadi sangat mendadak, siapapun tak
sempat untuk menghalanginya, terdengarlah serentetan
bentakan nyaring bagaikan guntur membelah bumi menggema
di angkasa. Waktu itu tangan Hoa Thian-hong masih mencengkeram
sabuk naga, sedangkan tangan kirinya melakukan serangan
maut, bila diwaktu lampau si anak muda itu pasti akan
kebingungan setengah mati.
Untungnya Hoa Thian-hong yang sekarang adalah Hoa
Thian-hong berilmu tirggi sekilas pandangan ia lantas temukan
titik kelemahan Hong Liong pada lambung serta dadanya yang
terbuka. Ia tak menyia-nyiakan kesempatan itu, sementara telapak
tangannya masih menahan serangan musuh, tiba-tiba
tubuhnya miring kesamping dan kaki kanannya melepaskan
sebuah tendangan kilat kedepan!
"Enyah kau dari sini!" bentaknya.
Hong Liong menjerit kesakitan sambil memegang
lambungnya ia melompat mundur sejauh beberapa kaki
kebelakang, ketika terjatuh ketanah ia masih mengerang
karena kesakitan. Para penonton buru-buru menyingkir ke belakang oleh
karena semua orang berada dalam keadaan kaget maka
meskipun keadaan Hong Liong mengenaskan sekali, tak
seorangpun yang mampu bersuara.
Kiu-tok Sianci sendiripun merasa amat terperanjat, serunya
kemudian dengan lantang, "Barang siapa berani menyergap
lagi secara licik, jangan salahkan kalau kami akan suruh kamu
semua rasakan lihaynya racun cuka Biau kami!"
Semua orang membungkam dalam seribu bahasa, sekarang
setiap orang sudah mengetahui akan kelihayan Hoa Thianhong,
jangan toh orang lain anak murid Seng sut pay
sendiripun tak ada yang berani maju kemuka untuk membantu
gurunya. Tapi justru karena terjadinya peristiwa itu, maka
pertarungan antara Thian-hong melawan Tang Kwik-siu juga
berubah jadi seimbang, ini disebabkan oleh karena Tang Kwiksiu
yang merupakan cikal bakal suatu perguruan besar
berhasil memanfaatkan peluang yang sangat baik.
Ketika Hong Liong melancarkan sergapan tadi, Hoa Thianhong
terpaksa harus memecahkan perhatiannya untuk
menghadapi ancaman itu, dengan sendirinya gerakan
tangannya jadi lebih lambat.
Sekalipun kelambatan tersebut hanya kecil sekali, tapi bagi
pandangan mata jago lihay macam Tang Kwik-siu yang telah
memiliki tenaga dalam sebesar enam puluh tahun hasil latihan
merupakan peluang yang sangat besar.
Detik itulah tangan kanannya juga berputar dan melipatkan
sabuk naga emasnya hingga melilit pada telapak tangannya
dalam keadaan seperti ini kecuali isi perutnya terluka boleh
dibilang ia tak usah kuntit kalau senjatanya sampai terlepas
lagi dari genggamannya. Selain itu menggunakan peluang yang sangat baik itu,
tangan kirinya telah melancarkan serangan mematikan serta
berusaha untuk memperbaiki posisinya yang terdesak, maka
setelah bersusah payah berhasil pula ia mengimbangi
permainan lawannya. Dalam sekejap mata, telapak tangan kiri masing-masing
pihak telah melepaskan empat puluh buah pukulan berantai
sedangkan sabuk naga yang berada ditangan kanannya saling
dibetot dan ditarik, untungnya sabuk itu adalah sebuah benda
mustika yang luar biasa, berganti barang lain niscaya sejak ta
di benda itu sudah putus jadi dua bagian oleh betotan tenaga
sakti kedua orang itu. Pertarungan sengit ini benar-benar merupakan suatu
pertarungan seru yang mendebarkan hati, baik dalam
menghimpun tenaga, melakukan serangan, menggunakan tipu
muslihat, kesemuanya mempengaruhi kesuksessn dari
serangan tersebut, kebanyakan penonton yang mengikuti
jalannya pertarungan itu jadi tertegun dan bergidik rasanya.
Tiba-tiba terdengar seorang nyonya tua membentak
dengan suara lantang, "Minggir!"
Mendengar bentakan itu, Thian Ik-cu segera berpaling, ia
saksikan ada tiga orang pria dan dua orang wanita munculkan
diri dari arah belakang, perempuan tua itu adalah Tio Samkoh,
sedangkan dua orang kakek tua itu adalah Hoa In dan
Harimau pelarian liong Liau, Lau Cu cing, kakek ketiga tak
dikenal olehnya, sementara nyonya muda yang bergaun hitam
dengan wajah yang agung tak lain adalah Chin Wan-hong,
nyonya muda dari perkampungan Liok Soat Sanceng.
Pepatah kuno mengatakan: Posisi seorang istri terpengaruh
oleh kedudukan sang suami. Nama besar Hoa Thian-hong
pada waktu itu kian hari kian membumbung tinggi, hal ini
orang lain memandang tinggi pula terhadap istrinya, maka
sewaktu Chin Wan-hong munculkan diri, Thian Ik-cu beserta
anak buahnya tanpa sadar bersama-sama menyingkir
kesamping jalan Dengan langkah yang lemah gemulai, Chin Wan-hong
berjalan masuk kedalam ruangan, ia menyapu sekejap
sekeliling gelanggang pertarungan, kemudian maju
menghampiri gurunya. "Tak usah banyak adat!" seru Kiu-tok Sianci dengan suara
dalam. Sementara mulutnya berbicara, sepasang mata yang tajam
tak pernah beralih dari gelanggang pertarungan.
Chin Wan-hong memandang sekejap ke arah Cu Im Taysu
kemudian sapanya dengan lembut, "Lo siansu, para empek
dan paman sekalian, apakah semuanya berada dalam keadaan
baik-baik?" "Tak usah banyak adat!" sahut Ciu Thian-hau dengan nada
rendah. Mendengar jawaban tersebut, Chin Wan-hong alihkan
kembali sorot matanya ke arah gelanggang pertarungan, ia
saksikan pertarungan itu meskipun masih berlangsung dengan
seru namun siapa menang siapa kalah masih belum
ditentukan, maka dia maju kedapan dan serunya dengan
suara lantang, "Harap saudara berdua hentikan dulu
pertarungan itu, aku hendak menyampaikan beberapa patah
kata lebih dahulu kepada semua jago.
Hoa Thian-hong cukup mengenali tabiat dari istrinya, dalam
keadaan seperti ini tak mungkin dia akan tampilkan diri untuk
ber bicara seandainya ia tidak mendapat perintah dari ibunya.
Maka setelah mendengar perkataan itu, timbullah niatnya
untuk menghentikan pertarungan itu.
Tang Kwik-siu sendiri sedari tadi sudah berniat untuk
meng-hentikan pertarungan, maka ketika sorot mata mereka
berdua saling terbentur satu sana lainnya serentak
serangannya pun dihentikan
Hoa Thian-hong melepaskan cekalannya pada sabuk naga
emas itu dan mereka berdua dengan napas tersengkal
mengundurkan diri kebelakang.
Chin Wan-hong mendekati suaminya dengan wajah serius
ia lantas berkata, "Ibu memerintahkan kepadaku untuk
menyampaikan beberapa patah kata kepada khalayak ramai,
katanya harta karun yang tersimpan dalam istana Kiu ciu
kiong merupakan hasil jerih payah dari leluhur kita semua,
sepantasnya kalau benda-benda itu diselesaikan oleh khalayak
ramai secara bersama-sama, siapa yang berhak mendapatkan
benda itu dia harus diberi benda yang menja-di hak miliknya
sedangkan benda yang tak ada pemiliknya akan menjadi milik
setiap orang yang ikut dalam pekerjaan penggalian ini. Sudah
terlalu lama benda-benda mustika tersebut terkubur didalam
perut bumi, terlalu sayang rasanya kalau benda-benda itu
dibiarkan terkubur untuk selamanya, maka menjadi kewajiban
kitalah untuk bersama-sama menggali tanah dan menemukan
kembali istana yang terpendam ini, kami akan berusaha
dengan sejujur-jujurnya dan sebijaksana mungkin, bila ada
diantara kami yang bertindak tak jujur ataupun mementingkan
kebutuhan sendiri, kami bersedia menerima ganjaran dan
hukuman dari setiap orang, demikian pula dengan saudara
sekalian, bila diantara kalian ada yang tamak dan berusaha
mencari keuntungan bagi diri sendiri tak segan-segan kami
akan mengambil tindakan tegas untuk menjatuhkan hukuman
yang setimpal kepadanya, harap saudara semua suka
mencamkan kata-kata kami ini!"
Fajar baru saja menyingsing diufuk sebelah timur, sinar
sang surya yang berwarna keemas-emasan memancar diatas
wajahnya yang jeli dan agung.
Beratus-ratus pasang mata ditujukan keatas wajah dara itu,
mendengarkan tiap patah kata yang merupakan suara hati
dari Hoa Hujin, hampir tiap jago yang ada disana telah
memusatkan perhatian serta mendengar kata-katanya dengan
bersungguh-sungguh hati. Tiba-tiba Tio Sam-koh berseru kembali dengan suara
lantang, "Sekali lagi aku harap saudara sekalian dengar baikbaik
kata-kata kami ini, pertama kami sudah bertekad untuk
turut serta dalam usaha penggalian harta ini, bila harta karun
itu sudah ditemukan, kami akan mendapatkan benda-benda
yang tak dimaui orang lain. Kedua setiap benda yang ada
pemiliknya baik orang itu adalah orang baik mau pun orang
jahat Sekalipun dia adalah manusia yang jahatnya bukan
kepalang atau mempunyai dendam sakit hati dengan kami,
benda yang menjadi hak miliknya tetap akan kami serahkan
kepadanya!" Setelah beberapa kata itu diutarakan keluar, para penggali
harta yang terdiri dari aneka ragam manusia, diam-diam
merasa ke-girangan, bahkan para jago dari golongan Hongimhwie serta Thong-thian-kauw juga ikut merasakan
jantungnya berdebar keras, mereka merasa ada harapan
untuk ikut memperoleh harrta karun itu jika para jago dari
golongan lurus yang memimpin usaha penggalian ini, apalagi
setelah Hoa Thian-hong menghajar Tang Kwik-siu tadi berarti
pula telah selamatkan puluhan lembar jiwa, seketika itu juga
semua orang merasa tertarik sekali oleh usul ini....
Tiba-tiba Thian Ik-cu angkat muka dan berkata, "Jika
pekerjaan besar ini benar-benar dilaksanakan sesuai dengan
dua cara tersebut, kami semua bersedia untuk menunggu
perintah!" Perkataan itu diutarakan tanpa ujung atau pun pangkalnya,
apalagi berbicara sambil menghadap langit, orang tak tahu
kata-kata itu sebenarnya ditujukan kepada siapa, tapi
sementara jago dapat meraba pula kalau kata-kata itu sedang
ditujukan kepada Hoa Thian-hong.
Bagi Hoa Thian-hong sendiri, ia lebih mengutamakan
suksesnya pekerjaan itu dari pada mencari keuntungan bagi
diri sendiri, cepat dia menjura kemudian sahutnya, "Pekerjaan
ini adalah pekerjaan besar dari kita umat manusia, kata
perintah tak berani kuterima, kalau toh totiang sekalian be
sedia turut serta dengan pekerjaan besar ini, hal tersebut
tentu saja jauh lebih baik lagi...."
Tiba-tiba terdengar seseorang berseru dengan suara yang
amat nyaring dan lantang, "Apabila Hoa kongcu bersedia
memimpin pekerjaan besar ini, kami semua bersedia untuk
meleksanakan tugas yang dibebankan kepada kami, tak
sepatah katapun kami berani membantah"
Hoa Thian-hong berpaling, ia lihat orang yang berbicara
adalah seorang laki-laki kekar yang berwajah asing baginya,
sebelum ini belum pernah ia temui orang tersebut.
Tio Ceng tang yang berada di sisinya segera
memperkenalkan lelaki itu kepada Hoa Thian-hong, "Orang ini
she Huan bernama Thong, leluhurnya pukulan sakti Huan
Teng adalah orang pertama yang kecurian kitab pusakanya


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh Kiu-ci Sinkun...."
"Oooh rupanya saudara Huan" sapa Hoa Thian-hong sambil
menjura, "kitab pusaka Po kia kun boh adalah benda pusaka
milik keluarga Huan, bila benda-benda itu dapat ditemukan,
sudah pasti akan kami serahkan kepada saudara Huan."
Berbicara sampai disitu, dengan sinar mata yang luar biasa
tajamnya, ia menyapu sekejap wajah Kiu-im Kaucu, Tang
Kwik-siu serta Pek Siau-thian, kemudian katanya lagi,
"Saudara sekalian, menurut pendapatku, mulai hari ini
pekerjaan penggalian lebih baik dibagi jadi dua bagian, yaitu
kerja pagi dan kerja malam, tiap bagian dikerjakan oleh dua
kelompok manusia secara bergilir, biarlah aku dan saudara
Huan Thong sekalian terhitung sebagai satu kelompok dan Jin
lo enghiong serta Thian Ik totiang jadi kelompok kedua, kami
akan kerjakan pada giliran yang partama ini...."
"Memang bagus sekali cara itu!" seru Kho Hong-bwee
dengan lantang, "orang-orang Sin-kie-pang merupakan satu
kelompok tersendiri dan akan bekerja pada malam harinya"
Mendengar ucapan itu Hoa Thian-hong sejera berpikir
dihati, "Pada saat ini hati orang mulai goyah dan inilah
kesempatan yang paling baik untuk mempengaruhi hati orang,
setelah bibi memberikan persetujuannya, lebih baik aku tak
usah mengurusi bagaimanakah sikap dari Pek Siau-thian
lagi...." Berpikir sampai disini, dia lantas berseru, "Tang Kwik
siangbunjin, partaimu bersedia bekerja disiang hari ataukah
bekerja di malam hari?"
Sejak berakhirnya pertarungan tadi, Tang Kwik-siu merasa
hatinya kalut dan uring-uringan, sekarang melihat ada
kesempatan untuk mele-paskan diri dari keadaan yang serba
kikuk ini, cepat sahutnya, Biarlah kami dan rombongan Sinkiepang beristirahat disiang hari, giliran kerja kami malam
nanti!" Hoa Thian-hong berpaling ke arah Kiu-im Kaucu, lalu
tanyanya dengan suara dalam, "Kaucu berulangkali
mengatakan bahwa kekuatan kalian selalu mendukung setiap
usulku, untuk kesediaan tersebut aku merasa amat berterima
kasih sekali, dikemadian hari budi kebaikan ini tentu akan
kami balas, entah apakah kaucu bersedia kerja?"
Diam-diam Kiu-im Kaucu menghela napas panjang,
pikirnya, "Aaai....! Bocah ini bisa tampilkan diri dari sekian
banyak jago yang ada, jelas kejadian ini bukan suatu kejadian
secara kebetulan saja"
Selama ini ia selalu menggembor-gemborkan bahwa
kedatangannya ketempat ini adalah untuk membantu Hoa
Thian-hong, setelah ucapan itu diutarakan keluar tentu saja ia
tak dapat menarik kembali kata katanya itu, apalagi tiap
kelompok kekuatan sudah sanggup melakukan kewajibannya.
Kiu-im Kaucu tahu bila ia menampik pekerjaan tersebut,
maka dia akan menjadi sasaran orang banyak, terutama posisi
Hoa Thian-hong yang begitu baik disaat itu, asal ia beri
komando niscaya setiap orang yang hadir disitu dengan
senang hati akan bantu mengerubuti mereka, sebab
bagaimana pun punahnya kelompok mereka berarti
mengurangi satu saingan untuk mendapatkan harta karun.
Apalagi Hoa Thian-hong adalah pemimpin mereka yang
tertinggi, perempuan itu sadar bahwa kepandaian silatnya
masih bukan tandingan lawan.
Pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, ia merasa
dirinya harus pandai memutar kemudi dalam situasi seperti ini,
karena itu sebelum Hoa Thian-hong menyelesaikan katakatanya,
sambil tertawa dia telah menukas, "Jumlah anggota
kelompok Kiu-im-kauw sangat banyak, begini saja, biarlah aku
berbuat kebaikan sampai pada dasarnya, kami orang-orang
dari Kiu-im-kauw akan terbagi jadi dua kelompok yang akan
bekerja secara bergilir baik siang maupun malam, bukankah
hasilnya akan jauh lebih memuaskan?"
"Banyak bekerja malah mengundang kegagalan, lebih baik
aku tak banyak bicara!" pikir Hoa Thian-hong dalam hati.
Ia lantas memberi hormat dan berkata, "Kami siap
menerima pernyataan dari kaucu, kalau memang begitu
sekarang juga pekerjaan ini akan kita mulai!"
Habis berkata ia memberi tanda kepada kawanan penggali
harta yang aneka ragam itu, kemudian dengan langkah lebar
menuju ke medan penggalian itu.
Diiringi tempik sorak dan suara teriakan yang gegap
gempita, berangkatlah kawanan jago persilatan itu menuju
kelokasi penggalian. Orang-orang dari Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw
adalah jago jago yang kalah perang sekalipun mereka
dimusuhi oleh kaum lurus maupun dari kalangan rimba hijau,
namun kekuatan mereka terhitung cukup lumayan untuk
mempertahankan diri. Justru kelompok aneka ragam manusia inilah merupakan
jago-jago dari kalangan paling lemah, untuk menentang Sinkiepang atau Kiu-im-kauw jelas bukan tandingan, meskipun
mereka hadir disitu, toh yang bi sa dilakukan hanya melotot
belaka, sedikit salah bertindak niscaya bencana akan menimpa
diri mereka. Sekarang Hoa Thian-hong telah memimpin mereka untuk
bekerja, bisa dibayangkan betapa gembiranya semua orang
atas kejadian ini. Selama beberapa hari terakhir, orang orang orang Sin-kiepang
dan Seng sut pay sudah membuat sebuah liang besar
selebar sepuluh kaki lebih menuruti peta biru yang dilukis
Tiangsun Pou, liang besar itu lebar di atas dan sempit
dibawah, tangga dibuat disana sini, karena besarnya tempat
yang harus digarap maka walaupun sudah empat hari bekerja,
luas liang itu baru dua kaki.
Tiangsun Pou membagi rombongan pekerja itu menjadi dua
bagian, orang-orang dari Hong im bwe dan Thong-thian-kauw
bekerja disebelah kiri, sedangkan para jago dari aneka ragam
manusia itu bekerja dikanan.
Hoa Thian-hong telah melepaskan jubahnya siap untuk
bekerja, tapi ditolak oleh para jago lainnya.
Dengan suara lantang Tio Ceng tang berteriak, Hoa
kongcu, engkau adalah pemimpin kita yang memikul tanggung
jawab besar ini, tak pantas kalau engkau turun tangan
sendiiri. "Benar!" sambung yang lain, "bagaimana pun juga Hoa
kongcu harus simpan tenaga untuk bersiap sedia menghadapi
segala kemungkinan yang tak diinginkan!"
"Waah kalau begitukan kasarannya aku sudah dijadikan
tukang pukul oleh mereka" batin Hoa Thian-hong dihati.
Sebelum dia sempat mengucapkan sesuatu, terdegar
seseorang ber seru lagi dengan lantang, "Lebih baik Hoa
kongcu kita jadikan mandor saja!"
"Betul!" sambung yang lain, "Hoa kongcu adalah mandor
kita!" Suara hiruk pikuk dan seruan para jago berkumandang dari
sana sini mendukung usul tersebut.
Akhirnya setelah didesak pula oleh Tiang sun Pou dan
empat datuk dari bukit Huang-san, mau tak mau Hoa Thianhong
menerima juga tawaraanya ini, bahkan memerintahkan
Hoa In dan Harimau pelarian Tiong Lian untuk bekerja lebih
keras agar menutupi pekerjaan dari bagiannya.
Cu Im taysu, Ciu Thian-hau serta Suma Tiang cing tiga
orang telah mengambil keputusan pula untuk tidak mengambil
benda mustika apapun juga, karenanya mereka malas untuk
bekerja. Chin Pek-cuan yang sudah tua berhasrat untuk memberi
sanjungan kepada menantunya, ia memaksa untuk turun
tangan sendiri, ditemani Chin Giok-liong dan Bong pay
merekapun ikut terjun ke tempat kaum penggali harta itu.
Sementara semua orang masih ribut-ribut, tiba-tiba Chin
Wan-hong memanggil Bong Pay, lalu ujarnya, "Bong toako,
siau moay ada beberapa patah kata hendak dibicarakan
dengan diri toako, bersediakah engkau untuk mendengar-kan
perkataanku ini?" "Ada arusan apa?"
Chin Wan-hong memandang sekejap sekeliling tempat itum
ketika dilihatnya sekitar tempat itu banyak orang, bibirnya
yang sudah bergerak segera dibatalkan kembali.
Bong pay adalah seorang jago muda yang berjiwa terbuka,
menyak-sikan hal tersebut cepat serunya, "Ditempat ini tak
ada orang luar, mau bicara katakan saja secara blak-biakan!"
Chin Wan-hong tersenyum. "Ketika siau moy lewat di wilayah Tian Cu, secara kebetulan
telah berjumpa dengan Cu locianpwe!"
"Betul! Kami sedang kebingungan, padahal Cu locianpwe
toh sudah berangkat keselatan kenapa sampai sekarang ia
belum juga tiba ditempat ini?" sela Hoa Thian-hong.
"Cu locianpwe mengatakan akan pergi ke kota Teng yang
untuk mengundang kehadiran seorang sahahat karibnya,
katanya orang itu mempunyai sangkut paut yang sangat besar
dengan pekerjaan penggalian harta karun ini!"
"Apakah Cu supek ada pesan yang akan disampaikan
kepadaku?" tanya Bong Pay.
Sambil tersenyum Chin Wan-hong mengangguk.
"Cu locianpwe berpesan kepadaku katanya usia toako
sudah meningkat dewasa sepantasnya kalau dengan usia
sedewasa itu toako harus mencari seorang istri untuk
menyambung keturunan, katanya nona Pek dari Sin-kie-pang
adalah pasangan yang ideal bagimu, maka beliau
memerintahkan siau moay untuk menjodohkan kalian berdua!"
"Aaah! aku tak mau tahu tentang urusan ini!" seru Bong
Pay dengan wajah merah padam, habis berkata ia lantas putar
badan dan berlalu dari situ .
"Eeeh.... eeeh.... toako, tunggu sebentar!" seru Chin Wanhong
lagi dengan gelisah. Terpaksa Bong Pay berhenti katanya dengan gelisah.
Aku tak mau turut campur, bagaimana Cu supek
memerintahkan dirimu, lebih baik engkau saja yang
mengerjakan perintah itu.
Tiangsun Pou yang berdiri disambing tiba-tiba menyela,
"Eeh.... bukannya aku membantu sahabat lamaku untuk
berbicara, hakekatnya keponakan perempuanku Soh-gie
adalah seorang dara yang cantik jelita dan halus berbudi, dia
merupakan calon istri yang paling bagus, siapa bisa
memperistri dirinya yang banyak hok ki dan banyak rejeki
bakalnya." Hoa Thian-hong sendiripun berkata dengan wajah serius.
"Enci Soh-gie adalah pilihan yang paling tepat bagi saudara
Bong, enci Hong! Bagaimanapun juga engkau harus
mensukseskan perjodohan ini!"
Chin Wan-hong termenung dan berpikir sebentar,
kemudian berkata, "Aku cuma menguatirkan tentang satu
urusan!" "Apa yang kau kuatirkan" Bong toako dan enci Soh-gie
adalah pasangan yang paling ideal, kedua belah pihak toh
sudah menyetujui akan hubungan mereka itu!"
"Pek pangcu tidak berputra dan lagi tak pernah menerima
murid, seandainya ia minta Bong toako untuk masuk kerumah
pihak perempuan setelah menikah nanti, bagaimana jadinya?"
Berbicara sampai disini, sorot matanya lantas dialihkan
keatas wajah Bong Pay. Sekali lagi merah padam selembar wajah Bong Pay lantaran
jengah. "Aku tak mau!" serunya lagi.
Ia putar badan dan berlalu dengan langkah lebar.
Tiba-tiba satu ingatan terlintas dalam benaknya, dia lantas
berpikir dihati, "Betul juga perkataannya, andaikata setelah
kawin nanti aku di minta untuk masuk kerumah pihak
perempuan, apa yang musti kulakukan untuk mengatasi
persoalan ini?" Berpikir sampai disitu, tanpa sadar dia lantas berhenti dan
berdiri termangu-mangu....
Betapa susah dan sedihnya Chin Wan-hong karena tidak
memperoleh jawaban yang memuaskan hati, ia lantas
berpaling ke arah suaminya seraya bertanya, "Engkoh Hong,
menurut pendapatmu apa yang harus kita lakukan?"
"Aku juga tak turut campur!" sahut Hoa Thian-hong sambil
tertawa. Selesai berkata dia lantas berjalan menuju ke arah kaum
pekerja yang sudah mulai melakukan penggalian.
"Eeeh.... eeeh.... engkoh Hong tunggu sebentar!" buru-buru
Chin Wan-hong berseru. Ia memburu maju kedepan kemudian bisiknya dengan lirih,
"Ibu memerintahkan aku untuk menyampaikan beberapa
patah kata ke padamu, pada bagian yang terpenting aku
belum sampai mengutarakannya dihadapan umum!"
"Apa petunjuk ibu yang lain?" tanya sang pemoda dengan
wajah serius. Dengan suara rendah jawab Chin Wan-hong, "Menurut ibu,
bila ilmu silatmu tak bisa menandingi mereka maka
berusahalah dengan sepenuh tenaga, asal engkau sudah
berusaha dengan semampu mungkin, hal itu sudah lebih dari
cukup, sebaliknya kalau ilmu silatmu dapat menangkan orang
lain maka engkau musti menaklukan hati orang dengan budi
kebaikan serta tindakan yang bijaksana!"
Agak tertegun Hoa Thian-hong setelah mendengar
perkataan itu, serunya kemudian, "Belum pernah ibu
mengajarkan aku untuk menaklukan hati orang dengan budi
kebaikan serta tindakan yang bijaksana!"
"Bila kekuatanmu sudah melampaui orang lain, saat itulah
dengan budi kebaikan engkau baru bisa menaklukan hati
orang, dulu ibu tidak pernah mengajarkan teori ini kepadamu,
hal ini disebabkan ilmu silatmu belum berhasil mencapai pada
puncaknya!" oooooOooooo 88 HOA THIAN-HONG berpikir sebentar lalu bertanya lagi,
"Apakah ibu tak akan datang kemari?"
Chin Wan-hong manggut tanda membenarkan.
"Pada waktu ini, ibu, Siau Ngo-ji serta Haputule sedang
berlatih ilmu silat, bila datang kemari maka latihan mereka
akan terganggu, dan lagi mereka kuatir orang muda gampang
terpikat oleh harta karun, maka lebih baik sama sekali tidak
muncul saja!" Hoa Thian-hong menghela nafas panjang.


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aaai....! Pengetahuan serta pengalaman ibu memang jauh
lebih luas daripada aku, rupanya dia orang tua sudah tak mau
mencampuri urusanku lagi, maka sengaja suruh aku
merasakan pahit getirnya manusia."
"Tapi keadaan situasi pada saat ini toh tidak terlalu jelek!"
seru Chin Wan-hong. Hoa Thian-hong tidak langsung menjawab, ia melirik
sekejap sekeliling tempat itu, setelah melihat tak seorangpun
berada disitu, barulah pemuda itu berkata lagi, "Suasana
tenang dan damai yang kau lihat pada saat ini hanya bersifat
sementara, akhirnya toh persoalan ini harus diselesaikan
diujung senjata, harta karun itu pasti akan dirampok mereka
dengan menggunakan ilmu silat!"
"Aku dengar jumlah harta karun yang tersimpan dalam
istana ini tak terhingga banyaknya!" bisik Chin wang hong.
Hoa Thian-hong tertawa getir.
"Sampai dimanapun banyaknya benda tersebut, toh tetap
tak akan lebih banyak dari kawanan jago yang berkumpul
disini, sekalipun setiap orang bisa dibagi dengan satu macam
barang, tapi nilai dari benda berharga itu kan tak sama, benda
yang benar-benar bagus jumlahnya tentu sedikit sekali."
"Asalkan kita tak ambil satu macam bendapun dan
membagi ke semuanya itu buat orang lain toh sama saja
artinya!" Hoa Thian-hong tertawa, "Cara ini tidak akan dapat
menyelesaikan persoalan tersebut, misalnya saja ada sebiji
buah Cu ko, dimana barang siapa memakannya maka dia akan
ewet muda dan panjang usia, kemudian Pek Siau-thian
menginginkannya, Tang kwit Siu juga menginginkannya
sedang Kiu-im Kaucu juga berharap bisa mendapatkannya,
kalau tidak di selesaikan secara bertarung bagaimana
persoalan ini bisa diatasi?"
Chin Wan-hong tersenyum "Asal benda itu bisa dibagi menjadi tiga bagian hingga
semua orang dapat merasakannya bukankah urusan akan
beres?" Tersenyum getir Hoa Thian-hong setelah mendengar
perkataan itu. "Aaai! Kamu ini masa dalam keadan seperti inipun, masih
punya kegembiraan untuk menggoda aku, andaikata benda itu
adalah suatu benda yang tak bisa dibagi lantas bagimana
caranya uatuk mengatasi persoalan itu?"
"Pokoknya kita akan berjuang demi kepentingan umum dan
berbuat menurut kemampuan yang kita miliki"
Hoa Thian-hong menghela nafas panjang.
Yaa, setelah persoalan ini diurus kita, maka aku harap
persoalan ini bisa diselesaikan dengan cara yang sebaikbaiknya,
kalau toh masalah ini berakhir dengan bencana, dan
keadaan yang kurang memuaskan, bukan saja kita akan siaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
sia berjuang, malahan perasaan hati kita jadi sedih dan
menyesal untuk selamanya.
Cbin Wan bong mengangguk, dengan wajah serius ia
berkata, Kalau begitu biarlah kuikat dulu tali perkawinan
antara Bong tosko dengan Pek toa sinciu, asalkan kita sudah
punya hubungan famili dengan pihak Sin-kie-pang, maka
andaikata terjadi suatu keributan niscaya Pek lo pangcu akan
menjual muka kepadamu, bila tindakan ini kurang cukup maka
engkau pun boleh mengikuti jejak Bong toako dengan
mengikat tali hubungan dengan pihak Sin-kie-pang.
"Huuuss jangan sambarangan bicara" sela Hoa Thian-hong
sambil tertawa, "Pemuka dunia persilatan tak mungkin
bersedia tundukkan kepala dihadapan Pek Siau-thian,
mengenai perkawinan dari Bong Toa ko dan enci Soh-gie lebih
baik engkau saja yang menjadi mak comblangnya, tak usah
kau menanyakan soal pendapat dari jago-jago lain, dari pada
terjadi hal-hal yang tak diinginkan yang akan mengakibatkan
gagalnya persoalan ini!"
Chin Wan-hong menganggut seraya mengiakan maka Hoa
Thian-hong kembali ke arena penggalian untuk menjadi
mandor, sedangkan Chin Wan-hong kembali keatas bukit
untuk memberi hormat kepada gurunya dan Cu Im taysu
sekalian, setelah itu berbicara pula dengan saudara-saudara
seperguruannya. Dalam kerepotan akhirnya ia berhasil pula menyingkirkan
sedikit waktu untuk berkunjung kerumah kayu yang dibuat
orang-orang dari perkumpulan Kiu-im-kauw.
Ketika Kiu-im Kaucu melihat kedatangannya, ia segera
menyambut kedatangan perempuan itu diluar pintu rumah,
sapanya sambil tertawa, "Sau hujin apakah kedatanganmu
kemari adalah untuk menengok Ku Ing-ing?"
Cepat Chin Wan-hong memberi hormat dan menyahut,
"Selain menengok enci Ing ing, kedatanganku juga memberi
hormat kepada kaucu!"
"Haahh.... haaahh.... haaahh, sau hujin tak usah sungkansungkan!"
seru Kiu-im Kaucu sambil tertawa terbabak-bahak,
"aku tak berani menerima penghormatanmu itu, maaf!
Tempat ini tak sesuai untuk menerima tamu"
Ia lantas berpaling ke arah Giok Teng Hujin dan
melanjutkan, "Sau hujin baru kali ini datang kemari, temanilah
dia untuk berjalan-jalan keempat penjuru sembari menikmati
keindahan alam." "Ing ing terima perintah!" sahut Giok Teng Hujin sambil
memberi hormat. Chin Wan-hong sendiri memang kuatir kalau disitu terlalu
banyak orang hingga ia tak leluasa untuk berbicara,
mendangar perkataan itu dia lantas mohon diri dan mengajak
Giok Teng Hujin berlalu dari sana.
Sejak dulu sampai sekarang antara kedua orang ini boleh
dibilang sama sekali tak ada ganjalan hati, sekalipun Giok
Teng Hujin mencintai diri Hoa Thian-hong, akan tetapi Chin
Wan-hong sama sekali tidak menaruh rasa cemburu, maka
setelah berjalan agak jauh, Chin Wan-hong buka suara sambil
berkata, "Enci, wajahmu!"
Giok Teng Hujin masih mengenakan kain cadar hitam
diatas wajahnya, mendengar perkataan itu dia lantas tertawa.
"Wajahku telah berkeriput dan menjadi tua karena siksaan
yang kuderita, apakah Thian-hong belum menceritakan
kejadian ini kepadamu?" sahutnya lembut.
Chin Wan-hong menggeleng.
"Mungkin karena banyak orang dan lagi Thian-hong sedang
sibuk mengurusi soal penggalian harta, maka ia belum
menceritakan sesuatu tentang diri enci"
Tiba-tiba dia menghela napas panjang, lanjutnya lebih
jauh, "Aku jadi teringat dengan Leng-ci berusia seribu tahun
itu, bila benda mustika itu masih berada disakumu maka
sekarang cici tak perlu menguatirkan soal keriput diatas wajah
lagi" Mendengar perkataan itu, Giok Teng Hujin tertawa.
"Benar, mustika yang berada didunia ini hunya bisa
dinikmati oleh mereka yang punnya rejeki besar, encimu tak
lebih cuma seorang perempuan buangan tak berguna, tidak
terjerumus kedalam neraka sudah merupakan suatu
keberuntungan, sekalipun Leng-ci itu masih ada, belum tentu
aku bisa menikmatinya. "Aaah.... enci pandai bergurau!"
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya, "Thian-hong sudah
terlalu banyak memerima budi kebaikan dari cici, hutang kami
kepadamu sudah tak terhitung jumlahnya, dan lagi kakakku
Giok liong juga tertolong jiwanya lantaran Leng-ci mustika itu,
boleh dibilang kami keluarga Hoa dan Chin merasa amat
berterima kasih sekali atas budi dan pertolongan dari cici itu!"
Giok Teng Hujin tertawa. Suma tayhiap juga bentrok dengan Kiu-im Kaucu lantaran
Leng-ci berusia seribu tahun itu, sungguh tak kusangka
demikian banyak orang yang berterima kasih kepadaku karena
persoalan itu. Chin Wan-hong tersenyum, dengan wajah serius ia berkata
lagi, "Mertuaku adalah seorang manusia yang luar biasa, dia
orang tua sangat memikirkan tentang kehidupan cici, apa lagi
setelah baru-baru ini memperbincangkan tentang diri cici,
maka setelah dipikir pulang pergi beliau merasa bahwa
daripada cici sekalian bercokol di perkumpulan Kiu-im-kauw
serta berkeliaran dalam dunia persilatan alangkah baiknya
kalau cici datang saja keperkampungan Liok Soat Sanceng dan
berdiam disitu bersama kami, tentunya cici bersedia untuk
memenuhi harapan kami ini bukan?"
Tertegun Giok Teng Hujin setelah mendengar perkataan
itu, lama sekali dia tertegun dan untuk sesaat tak tahu apa
yang musti diucapkan. Ia tahu Chin Wan-hong sebagai seorang yang jujur tidak
mungkin akan membohongi dirinya, padahal ucapan dari Hoa
Hujin selalu sekokoh batu karang, apa yang telah diutarakan
keluar berarti pula persoalan itu telah diputuskan olehnya, tak
mungkin masalah itu hanya diutarakan karena basa basi
belaka. Tapi ingatan lain lantas terlintas dalam benaknya, yang di
masudkan untuk berdiam di perkampungan Liok soat san ceng
berarti pula pengakuan langsung dari Hoa Hujin atas
hubungannya dengan Hoa Thian-hong, hal ini berarti pula
kalau dia telah menyetujui hubungan perkawinan mereka
berdua. Kejadian semacam ini hampir boleh dikata sama sekali tak
terduga, tentu saja untuk sesaat lamanya ia jadi kelabakan
sendiri. Namun bagaimanapun juga dia adalah jago silat kawakan
yang sudah kenyang makan asam garam, setelah tertegun
beberapa saat lamanya diapun menggeleng.
"Budi kebaikan dia orang tua tak akan kulupakan
selamanya", ia berkata dengan suara berat, "tapi aku hanya
bisa menerima maksud baiknya itu didalam hati saja tak
mungkin bisa kupenuhi harapan dari dia orang tua"
Setelah berhenti sebentar sambungnya lagi, "Hian moay
adalah seorang perempuan yang bijaksana, terus terang
kukatakan bahwa akan tidak menolak maksud tersebut hanya
aku malu dengan diriku sendiri, persoalanku ini jangan kau
anggap sebagai suatu tindakan pura-pura, aku telah
mengambil keputusan ini dengan bersungguh hati!"
Chin Wan-hong merasa sedih dan serba salah, setelah
termenung sebentar iapun berkata, "Kalau toh enci tidak
memandang asing diriku, Siau moay juga tak akan
menganggap kau sebagai orang luar, biarlah kujelaskan lebih
dahulu duduknya persoalan ini sehingga engkau tahu
dimanakah letak sumber dari keputusan ini."
Setelah berpikir sebentar, ia melanjutkan, "Sejak dulu
sampai sekarang keluarga Hoa adalah keluarga besar dunia
persilatan, nama besar ini bukan direnggut lantaran
mengandalkan ilmu silat belaka, ambillah contoh diri
mertuaku, dia orang tua boleh dibilang merupakan pendekar
besar diantara kaum wanita, perbuatan dan tindakannya lebih
mengutamakan keadilan serta kejujuran, ia rela kehilangan
rumah dan hidup sengsara daripada melakukan perbuatanperbuatan
yang bertentangan dengan jiwa ksatria nya dan kini
enci menaruh budi kebaikan kepada Thian-hong!"
Giok Teng Hujin menggerakkan bibirnya seperti
mengucapkan sesuatu tapi sebelum kata-kata tersebut sempat
diutarakan keluar, rupanya Chin Wan-hong sudah dapat
menebak suara hatinya, cepat ia melanjutkan lebih jauh,
"Yang dimaksudkan sebagai budi disini bukanlah budi dari
Leng-ci berusia seribu tahun itu, melainkan budi yang diterima
Thian-hong sejak berkenalan dengan cici, soal Leng-ci
mungkin saja bisa diganti dengan benda yang sama, tapi budi
yang diterima karena bantuan dan cinta kasih cici, kalau tidak
dibalas dengan cinta kasih pula, masakah bisa diganti dengan
benda lain?" "Tapi cinta kasih yang kuberikan kepada Thian-hong toh
muncul karena kemauanku sendiri, aku sama sekali tidak
mengharapkan balas jasa dari dirinya!"
"Mengharapkan pembalasan atau tidak adalah urusan cici
sendiri" kata Chin Wan-hong dengan serius, "tapi yang pasti
orang persilatan memandang soal budi sebagai persoalan
yang paling penting, mertuaku tak ingin Thian-hong menjadi
orang yang lupa budi, tak mau melihat didunia ini ada
kejadian yang tak adil, selain itu aku sendiripun berharap
semua kekasih yang ada didunia ini bisa dilanjutkan ke
jenjang perkawinan, aku tak ingin melihat didunia ini adalah
laki-laki yang putus cinta, ada gadis yang merana.... maka aku
harap engkau bersedia menerima tawaran kami ini!"
Giok Teng Hujin tertawa, katanya, "Hatimu terlalu welas
kasih dan halus bagaikan Pousat, apakah engkau tidak merasa
bahwa perbuatanmu ini sedikit kelewat batas?"
Chin Wan-hong tersenyum. "Soal itu lebih baik tak usah dibicarakan katanya, marilah
kita bicarkan lagi soal tentang keluarga Hoa, sebagaimana
engkau tahu meskipun keluarga Hoa adalah keluarga yang
dihormati orang banyak.... toh keluarga ini hidup dari ilmu
silat, berbeda jauh dengan kalangan keluarga hartawan atau
pejabat yang turun temurun karena pangkat, kami menuruti
peraturan persilatan yang di bicarakan adalah aoal cengli dan
kami tak terikat oleh adat ataupun tata cara lain. Bagi
pandangan kami asal hal itu terasa pantas dan tidak jelek
maka sekalipun Thian-hong punya dua istri atau tambah lagi
dengan tiga empat orang istri juga tak menjadi soal, lagi pula
barang siapa yang sudah dinikahi olehnya kami anggap
sebagai istri yang sah tak akan kami bedakan apakah dia
adalah istri yang sah atau gurdik!"
Giok Teng Hujin tertawa. "Sudahlah!" ia berseru, "dahulu aku tidak kenal dengan kau
tapi belakangan ini sering kudengar watak serta tabiatmu dari
mulut Thian-hong dan akupun semakin memahami dirimu, aku
dapat mengerti betapa besar jiwamu, coba bayangkan
seandainya perempuan yang pertama kali dikawini Thian-hong
bukan kau melainkan Pek Kun-gie, mungkin rumah tangganya
akan bertambah rumit dan penuh dengan persoalan yang
memusingkan kepala, Thian-hong tak akan punya niat untuk
berlatih si at lagi apalagi menyelenggarakan usaha penggalian
harta karun?" Chin Wan-hong tersenyum. "Sejak dilahirkan aku memang memiliki lidah yang kaku,
bagaimanapun juga lidah yang kaku ini sudah mati rasa


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga tak bisa kurasakan bagaimana rasanya orang
cemburu atau iri....!"
"Betul, orang lain mungkin saja dapat membagi cinta kasih
dari Thian-hong" ujar Giok Teng Hujin sambil tertawa, "tapi
siapa pun tak dapat membelah hatinya, sebab dia telah
persembahkan hatinya hanya bagimu seorang."
Chin Wan-hong tertawa. Kalau orang makan buah Tho maka yang dimakan adalah
dagingnya, siapa yang suka makan bijinya" Begitu pula
dengan kaum perempuan, yang mereka butuhkan hanya cinta
kasih, siapa yang memperdulikan hatinya bagaimana" Sejak
dilahirkan aku memang punya takaran yang kelewat kecil,
kalau makan kebanyakan malahan tak bisa di cernakan"
Setelah berhenti sebentar lanjutnya lebih jauh, Lebih baik
kita tak usah banyak membicarakan masalah yang tak
berguna, biarlah siau moay bicarakan masalah yang lebih
penting saja. Oooh.... kiranya engkau sedang melaksanakan perintah,
anggaplah enci sedih merasakan kelihayanmu hari ini" seru
Giok Teng Hujin sambil meleletkan lidahnya.
Chin Wan-hong ikut tersenyum, katanya dengan serius,
"Cici, kalau menyuruh Thian-hong memutuskan hubungan
dengan engkau, maka kejadian ini kurang begitu bijaksana,
tapi kalau membiarkan kalian berhubungan terus, padahal
engkau masih keluyuran didepan, sudah pasti Thian-hong
akan dicemooh dan ditertawakan orang. Engkau toh tahu
betapa ketat dan kerasnya pendidikan mertua ku terhadap
putranya" Bukan saja beliau akan dimaki orang karena tak
becus, siau moay sendiripun akan diejek orang sebagai
nyonya yang suka cemburuan.... waah, kalau sampai semua
keluarga kena dicemooh orang, kan urusannya jadi berabe"
Makanya hanya ada satu cara untuk mengatasi persoalan ini,
yakni memboyong cici pularg kerumah, setelah upacara resmi
diadakan, maka kita semua akan hidup dengan penuh
kegembiraan." Giok Teng Hujin tertawa. "Waah! Engkau memang sangat lihay, berbicara pulang
pergi akhirnya toh demi kepentingan dirimu sendiri."
Setelah berhenti sebentar, dengan serius dia melanjutkan,
"Aaaiii! Bila Thian-hong lanjutkan hubungannya dengan aku,
lantas bagaimana dirimu" Tentang soal ini aku sudah
memikirnya sedari dulu, cuma dahulu kita tak kenal maka tak
bisa dikatakan lagi dan sekarang setelah kita berkenalan
bagaimanapun Juga aku ikut memikirkan keadaanmu, biarlah
maksud baikmu itu akan kubalas dike mudian hari!"
Cepat Chin Wan-hong geleng kepala.
"Cici," katanya dengan serius, "Thian-hong adalah seorang
anak yang amat berbakti, bila ibunda telah melarang Thianhong
untuk berhubungan dengan engkau maka bubungan cici
dengan Thian-hong tak akan berlangsung sampai hari ini, dia
orang tua bukan seorang manusia yang gampang mengambil
keputusan akan tetapi bila ia sudah mengambil keputusan
maka yang diharapkan adalah kesuksesan, bila cici
bersungguh hati mencintai Thian-hong seharusnya dengan ke
dudukanmu sebagai seorang angkatan muda keluarga Hoa
engkau taati perkataan dari beliau, apa gunanya engkau
melukai perasaan serta hubunganmu dengan dia orang tua?"
Ketika mendengar perkataan itu, Giok Teng Hujin berdiri
tertegun sementara air matanya jatuh bercucuran.
"Cici merasa tak punya keberanian antuk melangkah masuk
kepintu gerbang keluarga Hoa...."
Chin Wan-hong termenung sebentar, kemudian sambil
menggenggam tangannya ia berkata dengan nada dalam,
"Cici, sau moay punya rencana bagus untuk mengatasi
persoalan ini, tapi kalau cici menampik lagi, itu berarti engkau
tak sudi berkelompok dengan siau moay"
"Katakanlah apa rencanamu itu!" bisik Giok Teng Hujin
dengan sedih. "Kurang lebih tiga ratus dua puluh li di sebelah timur laut
pulau Tiang le to di samudra Tang bay, terdapat sebuab pulau
ko song yang bernama In soat to, keluarga Hoa mempunyai
sebuah pesanggrahan diatas pulau tersebut, dan sampai
sekarang masin ada pelayan keluarga Hoa yang berdiam di
situ, setelah urutan harta karun ini selesai, silahkan cici
berdiam dipulau It soat to tersebut, urusan selanjutnya siau
moay akan aturkan buat cici!"
Berbicara sampai disitu tanpa menunggu jawaban lagi, ia
lantas memberi hormat dan berlalu dari situ.
Giok Teng Hujin cuma bisa berdiri termangu dengan air
mata bercucuran, ia tak tahu apa yang musti dilakukan pada
saat ini. Dengan lemah gemulai Chin Wan-hong bergerak menuju
perkemahan orang orang Sin-kie-pang, waktu itu keluarga Pek
Siau-thian yang terdiri dari empat jiwa sedang berkumpul
disebuah rumah kayu. Ketika Kho Hong-bwee dan Pek Soh-gie melihat
kedatangan perempuan itu, mereka cepat memburu kedepan
dan menyambut kedatangan diluar pintu, sementara Pek Siauthian
pura-pura tidak melihat dan Pek Kun-gie tetap duduk
ditempat semula. Selesai memberi hormat kepada Kho Hong-bwee berdua,
Chin Wan-hong masuk kedalam ruangan dan memberi hormat
kepada Pek Siau-thian seraya berkata, "Wan hong
menghaturkan hormat buat empek Pek!"
"Tak usah banyak adat!" sela Pek Siau-thian ketus.
Sau hujin, sHahkaa duduk! cepat Kho Hong-bwee berseru
sambil tertawa, Kun gie hidangkan air teh"
Dalam rumah itu tak ada pelayan maka menurut peraturan,
orang yang paling mudalah bertindak sebagai pengganti
pelayan. Dengan perasaan apa boleh buat Pek Kun-gie segera
bangkit dan menuang secawan air teh, sebab ia anggota
termuda maka dialah yang berkewajiban untuk menghilangkan
air teh bagi tamunya. Chin Wan-hong menerima cawan air teh itu dan ditetakkan
di meja, tiba-tiba ia tangkap tangan kiri dara itu kemudian
menyingsingkan bajunya dan periksa pergelangan tangan
tadi.... Melihat itu Kho Hong-bwee lantas berkata sambil tertawa,
"Tempo hari ia dipagut kelabang langit yang ganas, tapi
setelah Thian-hong memberi pelajaran adat kepada murid
tertuanya Tang Kwik-siu, beberapa hari berselang obat
pemusnahnya telah ia minum, cuma tak tahu bagaimanakah
perkembangan lukanya itu?"
Chin Wan-hong tertawa. "Walaupun bekas gigitannya masih utuh, warna sembab
sudah lenyap, itu tandanya ia sudah bebas dari pengaruh
racun. Bibi tak usah kuatir, dengan ilmu tusuk jarum
keponakan pernah memunahkan pula racun kelabang yang
mengeram ditubuh Lau Cau cing, bila adik Kun gie masih
kurang enak badan, tit li bersedia untuk memberikan
pertolongan." Tiba-tiba Pek Kun-gie meronta dan melepaskan diri dari
cekalan, kemudian ujarnya dengan ketus, "Hmmm! Sebelum
datang kemari, engkau telah berkunjung dulu kepihak Kiu-imkauw,
sekarang dengan mulut manis mencari muka kepada
kami, sebenarnya apa maksud tujuanmu" Kalau ingin
mengangkangi sendiri harta karun itu, boleh saja kita
rundingkan secara blak blakan!"
Mendengar soal harta karun, tanpa sadar Chin Wan heng
teringat kembali akan suaminya, ia lantas tersenyum dan
menjawab, "Meskipun harta karun memang suatu hal yang
menawan hati, aku tiada bermaksud untuk mengangkanginya,
lagipula waktunya belum tiba, sekalipun saatnya sudah sampai
engkau belum berhak mendapat bagian!"
Mula-mula Pek Kun-gie agak tertegun, tapi setelah
memahami maksud dari kata-kata itu, ia jadi malu bercampur
mendongkol. Akan tetapi sebelum ia sempat mengumbar amarahnya,
sambil tersenyum Chin Wan-hong telah menarik Kun pie agar
duduk di-sampingnya, kemudian kepada Kho Hong-bwee,
ujarnya lagi, "Bibi, tit li mendapat titipan dari dewa yang suka
pelancongan Cu locianpwe untuk datang menyambangi,
sekalian hendak membicarakan pula tentang satu urusan!"
"Cu tayhiap saat ini ada dimana" Urusan apa yang hendak
dibicarakan dengan kami?" tanya Kho Hong-bwee dengan
wajah tertarik. Dengan wajah serius dan nada keren jawab Chin Wanhong.
"Oleh karena ada urusan penting dikota Teng yang, Cu
locianpwe tak dapat datang kemari! Hanya pesannya,
mengingat Bong toako adalah seorang pemuda sebatang kara,
sedangkan enci Soh-gie cantik dan berhalus budi, maka Cu
locianpwe ingin mengikat tali hubungan dengan keluarga bibi
dan tit li diperintahkan datang kemari serta ber tindak sebagai
mak comblangnya!" Kho Hong-bwee tertawa lebar, sesudah mendengar
perkataan itu katanya dengan tenang, "Bong Pay adalah
seorang pendekar sejati, seorang lelaki berhati keras dan lagi
punya bakat yang bagus, aku suka sekali dengan bocah lelaki
ini!" Watak paling bagus dari Bong toako adalah sifatnya yang
terbuka dan jiwanya yang jantan, pendapat tit li yang bodoh,
enci Soh-gie yang polos dan sederhana memang paling pantas
kalau didampingi oleh seorang yang kasar seperti dia.
"Aaai....!" Kho Hong-bwee menghela napas panjang, "Sohgie
amat tawar dalam soal pahala dan kedudukan, manusia
macam begini hanya akan menderita dan tersiksa bila bertemu
dengan orang yang tidak berbudi baik."
Bicara sampai disini ia lantas berpaling ke arah suaminya
dan menambahkan, "Sau that bagaimana pendapatmu?"
Semenjak semula Pek Siau-thian telah merundingkan
persoalan ini dengan istrinya, oleh karena putrinya sangat
jujur dia memang pantas menjadi istri laki-laki kasar yang
berhati keras seperti Bong Pay.
Walaupun begitu, ia mempunyai kesan yang berbeda
dengan orang orang dari grupnya Hoa Thian-hong, kalau
menurut suara hatinya ingin sekali ia bikin jengkel orangorang
itu, tapi diapun kuatir kalau perbuatanya ini akan
melukai perasaan hati putrinya.
Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa ia harus
menuruti rencana semua, sahutnya dengan sederhana, "Besok
suruh dia masuk kepihak perempuan, sekembalinya keatas
gunung perkawinan baru diselenggarakan, nama sih boleh
tetap dipakai cuma ajarannya musti menuruti perkataanku dan
ia dilarang membang-kang semua ajaranku itu!"
Kho Hong-bwee lantas berpaling ke arah Chin Wan-hong,
lalu tanyanya dengan lirih, "Hian tit li bagaimana
pendapatmu?" Cepat Chin Wan-hong memberi hormat.
"Semua perkataan empek memang masuk diakal dan sudah
umum, lagi pula tak meleset dari dugaan Cu locianpwe,
menurut pendapat tit li, Bong toako masih muda dan lagi tiada
bimbingan angkatan yang lebih tua, bila sekarang Bong toako
bisa memperoleh kasih sayang dari bibi dan enci Soh-gie,
memang sepantasnya kalau dia menerima prasyarat tersebut!"
"Kalau toh persoalan ini tidak meleset dari dugaan Cu
tayhiap, maka berarti persoalan ini lebih gampang untuk
diselesaikan, sekembalinya dari sini boleh kau tanyakan
kepada Bong Pay, apakah ia bersedia untuk menerima syarat
itu, kalau bersedia maka besok boleh datang ketempat kami."
Chin Wan-hong mengiakan berulang kali, maka diapun
bangkit untuk mohon diri, ketika keluar dari ruangan ia
gandeng tangan Pek Kun-gie dan diajaknya keluar bersama.
Sejak Chin Wan-hong menikah, pertama karena ia
terpengaruh oleh kedudukan Hoa Hujin dan kedua diapun
sudah punya kedudukan dimata masyarakat, tanpa sadar
timbullah sikap yang agung dan berwibawa diatas wajahnya.
Sebaliknya Giok Teng Hujin serta Pek Kun-gie tidak lebih
cuma burung-burung liar yang belum masuk sangkar semakin
lama mereka bergaul dengan Chin Wan-hong, mereka
merasakan dirinya semakin kecil dan tak ada artinya, tanpa
mereka sadari perasaan tersebut segera mencekam seluruh
benaknya. Ketika Pek Kun-gie digandeng keluar oleh Chin Wan-hong,
rasa sedih yang timbul dari lubuk hatinya sukar dilukiskan
dengan kata kata, ia bermaksud untuk meronta lepas dari
cekalannya namun ragu, dibiarkan begitu saja hati terasa tak
puas, apalagi diapun tak berani menyalahi orang
dihadapannya ini, maka setelah ditarik keluar agak jauh. ia
baru berani menegur sambil mencibirkan bibirnya, "Eeeh....
aku kan bukan dayangmu, kau bawa aku pergi kemana?"
Chin Wan-hong tertawa, setelah berhenti sebentar bisiknya,
"Dapat kulihat bahwa engkau sedang cek cok dengan Thianhong,
bukankah begitu?" "Huuh! Hubunganku dengannya sudah buyar, antara kami
berdua sudah tiada ikatan apa-apa lagi!" seru Pok Kun gie
dengan nada ketus. Chin Wan-hong tersenyum. "Ada permulaan tentu ada akhir, apakah engkau tidak takut
ditertawakan orang" Ceritakanlah kepadaku persoalan sedih
apakah yang telah kau alami selama ini?"
Mendengar pertanyaan itu, merahlah sepasang mata Pek
Kun-gie, dengan sedih jawabnya, "Setelah aku terjatuh
ketangan Tang Kwik-siu, hidupku tiap hari bagaikan menemani
gerombolan harimau dan serigala, tiap detik kuharapkan
kedatangannya, tiap menit kuharapkan pertolongannya, tapi ia
tetap berada di kota Cho ciu, bahkan sama sekali tak
menganggap suatu persoalan atas peristiwa yang menimpa
aku, mimpipun aku tak pernah mengira kalau kedudukanku
jauh lebih rendah dari pada kedudukan Ing ing"
Sampai akhirnya karena sedihnya bukan kepalang, tak
tahan lagi dia melelehkan air mata.
"Apakah Thian-hong tahu juga tentang persoalan ini?"
tanya Chin Wan-hong dengan lembut.
"Perduli amat dia tahu atau tidak?" jawab Pek Kun-gie
dengan penuh rasa mendongkol.
Chin Wan-hong tertawa, ujarnya lagi, "Ooooh! Rupanya
engkau jengkel sendirian, tahukah kau bahwa benaknya cuma
dipenuhi oleh masalah besar dunia persilatan" mungkin
pikiranya tak pernah sampai memikirkan keadaanmu ini."


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan sehelai sapu tangan, ia menyeka air mata yang
membasahi wajahnya, setelah itu sambungnya lebih jauh,
"Barusan akupun pergi menengok enci Ing ing lebih dahulu
sebelum datang menengok dirimu, urutan ini musti diatur
menurut enteng beratnya, dan bukan dibedakan karena
hubungan yang lebih erat, tentang soal ini engkau bisa
memahami tidak?" "Aku ingin tahu, dalam hal apa Ku Ing-ing lebih berat dan
Pek Kun-gie lebih enteng"
Jilid 32 : Musibah di istana terpendam
"ENCI Ku Ing hidup sebatang kara dalam dunia persilatan,
ia tak punya sanak tak punya keluarga, didunia pada saat ini
cuma Thian-hong satu-satunya sanak bagi nya" kata Chin
Wan-hong sambil tertawa "sedangkan, engkau adalah mutiara
dari perkumpulan Sin-kie-pang kekuasaan serta kekuatan
kalian amat besar sekali, bila Tang Kwik-siu hendak
mencelakai dirimu maka dia harus berpikir akan diri Hoa
Thian-hong, iapun musti memperhitungkan pula kekuatan
yang dipunyai perkumpulan Sin-kie-pang, mampukah untuk
dilawan atau tidak karenanya walaupun engkau berada dalam
keadaan bahaya pada hakekatnya keadaan belum mencapai
pada puncak kekritisan yang memerlukan bantuan, berbeda
dengan enci Ing ing, waktu itu dia sedang melakukan siksaan
api dingin yang malelehkan sukma"
Pek Kun-gie termenung beberapa saat lamanya, tiba-tiba ia
bertanya lagi, "Kenapa siluman rase itu menutupi wajahnya
dengan kain hitam?" "Setelah mengalami siksaan berat, enci Ing ing menderita
tekanan jiwa yang amat berat, wajahnya ikut berkeriput
hingga mengalami perubahan besar, oleh sebab itu sampai
sekarang ia menderita cacad muka. Aii! Kedatangan Thianhong
waktu itu memang tepat sekali, bila dia datang setengah
hari lebih lambat entah siksaan apa lagi yang akan diderita
oleh enci Ing ing, dia adalah seorang manusia yang bernasib
jelek, janganlah kau pandang dirinya sebagai seorang musuh!"
"Hmmm! Rejekimu besar nasibmu, sangat baik tentu saja
sikapmu lebih terbuka dari pada orang lain?" seru Pek Kun-gie
dengan mata amat dingin. Mendengar perkataan itu, Chin Wan-hong tertawa geli.
"Rejeki ada yang besar ada yang kecil, ada pula yang
datangnya agak cepat dan ada pula yang agak lambat, belum
tentu nasib mu jelek, cuma datangnya jauh lebih lambat
daripada, sekalipun begitu janganlah menggeruti atau merasa
terhadap Thian, daripada sikapmu iri akan menyalahi Pousat
sehingga Pousat tak mau melindungi dirimu!"
"Aku tak sudi dilindungi oleh siapapun!" teriak dara she Pek
dengan manja. Chin Wan-hong tersenyum manis, hiburnya dengan suara
lembut, Thian-hong sudah amat lelah karena tugasnya yang
amat berat selama inii, janganlah membuat sedih hatinya lagi,
besok kami akan menemani Bong toako datang kerumah, aku
harap engkau jangan mengumbar hawa nafsu lagi.
Selesai berkata, ia lantas lepaskan tangannya dan turun
dari bukit tersebut. Li-hoa Siancu sedang mananti kedatangannya bagaikan
semut diatas wajah yang panas, ketika perempuan itu
munculkan diri ia langsung berseru lantang, "Hong ji,
permainan setan apa yang sedang kau lakukan" Ketahuilah
dua orang perempuan itu sama-sama adalah siluman rase,
buat apa engkau ribut-ribut dengan mereka?"
"Aaah! Kami adalah kenalan lama, berbicara soal kehidupan
sehari hari memang menarik hati!"
Waktu itu Ciu Thian-hau sedang bermain catur dengan
Suma Tiang cing, sedang Cu Im taysu duduk disampingnya, ia
lantas berpaling seraya bertanya, "Hong ji, bagaimana dengan
tugasmu sebagai mak comblang?"
Chin Wan-hong menghampiri padri itu, kemudian
menuturkan apa yang telah diucapkan oleh Pek Siau-thian.
Setelah mendengar penuturan tersebut, Ciu Thian-hau
segera tertawa dingin, katanya, "Heeehh.... heeehh....
heeehh.... omong kosong! Pek Siau-thian itu manusia macam
apa" Kog Bong pay harus menuruti ajarannya, bukankah dia
akan ikut menjadi seorang bajingan cilik" Aku rasa jangan kita
penuhi permintaan itu, bila perlu batalkan soal perkawinan ini
dan kita carikan perempuan lain bagi pasangan Bong pay"
"Empek yang baik" ujar Chin Wan-hong sambil tertawa,
"emas murni tak takut dibakar dengan api, Boag Toako adalah
seorang laki-laki sejati yang berjiwa kesatria, sewajarnya kalau
ia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk,
kalau toh Pek pangcu bisa mempengaruhi Bong toako,
memangnya Bong toako tak dapat mempengaruhi Pek
pangcu. Lagi pula bibi dari keluarga Pek adalah seorang
perempuan yang bijaksana, selama Bong toako didampinginya
aku rasa tak akan banyak halangan yang bakal ia temui."
Berbicara sampai disini, dia lantas berpaling ke arah Cu Im
taysu dan diam-diam mohon bantuannya.
Cu Im taysu adalah padri, seorang yang saleh dan
mengutamakan kasih sayang kalau mengikuti jalan pikirannya
maka ia sangat berharap bisa membawa orang jahat untuk
kembali kejalan yang benar.
Maka ketika ia mendengar ucapan terakhir dimana
dikatakan kemungkinan juga Bong Pay bisa mempengaruhi
Pek Siau-thian, satu ingatan segera terlintas dalam benaknya,
buru-buru serunya, "Perkataan dari Hong ji memang tak
keliru, Bong Pay paling benci kejahatan, diapun bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang jahat,
kakerasan hatinya melampaui siapapun dan ilmu silat yang dia
miliki juga tak rendah, siapa tahu setelah Pek Siau-thian
mempunyai menantu seperti Bong Pay dia lantas lepaskan
golok pembunuh dan kembali kejalan yang benar" Inilah
kesempatan yang terbaik untuk membawa iblis itu menuju
jalan kebenaran, menurut pendapatku perkawinan ini jangan
dilewatkan dengan begitu saja.
Suma Tiang cing yang selama ini membungkam, tiba-tiba
berkata, "Kalau toh Cu toako sendiripnn tidak kuatir, kenapa
kita musti menguatirkan dirinya" Apa lagi suatu hari Bong Pay
jadi jahat, kita kan masih punya kesempatan untuk lenyapkan
Pek Lo ji dan akar akarnya dari muka bumi.
Ciu Thian-hau termenung dan berpikir sebentar, lalu
sahutnya, "Bagus juga cara ini, tapi kita bertiga musti
menaruh perhatian khusus, sekali Bong Pay salah bertindak
maka kita musti turun tangan dengan tegas.
Perkawinan dari Bong Pay dan Pek Soh-gie pun ditetapkan,
begitu malam harinya pihak Sin-kie-pang dan Seng sut pay
mendapat giliran kerja, sedang keesokan harinya pekerjaan
dilakukan oleh orang-orang dari Kiu-im-kauw.
Siangnya Hoa Thian-hong suami istri di tambah dengan
Chin Giok-liong dengan menemani Bong Pay menuju
perkemahan dari orang-orang Sin-kie-pang.
Oleh karena pihak laki masuk pihak perempuan, mereka tak
perlu membawa mas kawin. Pek Siau-thian sebagai seorang ketua dari suatu
perkumpulan besar tidak berdiam diri belaka, sekalipun berada
diluar rumah namun ia tidak bertindak seenaknya.
Kecuali arak dan daging dihidangkan untuk menjamu tamutamunya,
iapun memberi persenan yang cukup besar buat
anak buahnya, suasana riang gembira segera menyelimuti
suasana di bukit Kiu ci san.
Malam itu, Hoa Thian-hong memimpin jago-jago aneka
ragamnya meneruskan penggalian, ketika kentongan keempat
baru lewat dan karena suatu urusan, Hoa Thian-hong sedang
keluar dari liang penggalian, tiba-tiba dari arah dasar liang
terdengar seseorang berteriak keras.
Hoa kongcu.... istana Kiu ci kiong telah munculkan diri....
istana Kiu ci kiong telah munculkan diri.
Dengan hati terperanjat, Hoa Thian-hong berpaling ke arah
mana berasalnya suara teriakan itu.
Beberapa orang yang berada didalam liang penggalian
sambil bersorak sorai dan menari dan teriaknya berulang kali.
"Istana Kiu ci kiong telah munculkan diri! Sobat-sobat
semua dan lihatlah.... istana Kiu ci kiong telah muncul dari
dasar per-mukaan tanah"
Teriakan-teriakan keras itu membelah kesunyian yang
mencekam di malam buta itu, semua jago dibuat terkejut dan
sadar dari tidurnya, dalam waktu singkat jago-jago lihay dari
pelbagai pelosok tempat baik dari golongan putih maupun dari
golongan hitam serentak ber larian masuk kedalam liang
tersebut. Luas liang yang sedang digali itu mencapai sepanjang dua
puluh kaki dengan lebar empat puluh kaki, tiap lima depa
digantung sebuah tangga dan dalamnya sudah mencapai
sembilan puluh kaki. Karena dalamnya liang tersebut maka orang-orang yang
ada diatas liang menyaksikan orang yang sedang bekerja di
bawah liang sebesar semut kecuali beberapa orang jago yang
dapat melihat jelas keadaan tersebut sebagian besar mereka
tak dapat melihat apa-apa.
Hoa Thian-hong dengan menemani Tiangsun Pou serta
empat datuk dari bukit Huang-san memburu ke tempat
kejadian, waktu itu dasar liang telah menjadi lautan manusia,
tiap anak tangga penuh berjejal kawanan jago, lampu lentera
menyinari seluruh penjuru membuat suasana jadi terang
benderang Ketika Hoa Thian-hong dan Tiansun Pou sekalian tiba
didasar lembah, hampir seluruh jago pada menyingkir ke
samping untuk memberi jalan lewat.
Didasar liang terdapat sebuah atap tembaga sepanjang dua
depa lebar satu depa enam cun dengan memancarkan sinar
keemas-emasan, selain itu terdapat pula sebuah kepala
patung binatang Kilin dan separuh potong papan nama yang
luasnya empat depa masih terbaca, sebab huruf besar yang
terbuat dari emas. Tulisan itu adalah Huruf Ban atau sepuluh laksa.
Setelah beberapa orang itu mencapai tempat kejadian, Pek
Siau-thian segera menunjuk ke arah separuh bagian papan
nama itu seraya berseru, "Tiangsun lote, cepatlah rundingkan
dengan keempat datuk, tempat ini sebenarnya adalah bagian
mana dari istana Kiu ci kiong?"
Po-yang Lojin maju melewati lautan manusia, seteah
membaca tulisan Ban itu, ia lantas berseru, Oooh! Tempat ini
adalah istana Ban yo tian, sudah terhitung tempat penting
didalam istana Kiu ci kiong, orang lain dilarang masuk keluar
ditempat ini" Li lojin yang berada disisinya melanjutkan, Menurut berita
yang tersiar dalam dunia persilatan, ketika Kiu-ci Sinkun
memberi nama untuk istananya ini, ia pernah berkata:
Barangsiapa dapat memasuki ruang istana ini dia adalah anak
buah istana Kiu ci kiong, dan apa dia harapkan akan dipenuhi
sampai puas, selama hidup tak akan menderita lagi"
Tiangsun pou membeberkan peta birunya dan
membentangkan dihadapan kawanan jago, Po-yang Lojin
lantas menunjuk ke arah sebidang tanah yang bertulisan Ban
yo tian, ujarnya lagi, Disinilah letak istana Ban yu tian,
belakang istana adalah sebuah kebun bunga, dibelakang
kebun bunga adalah sebuah telaga kecil, setelah melewati
jembatan batu maka kita akan sampai ditem pat tinggalnya
Kiu-ci Sinkun. Peta biru itu dibuat oleh Tiangsun Pou berasarkan
keterangan dari empat datuk bukit Huang-san, catatan diatas
peta itu amat jelas sekali, hampir semua pemimpin persilatan
berkerumun dimuka dan meneliti peta itu.
Tiba-tiba Pek Kun-gie menerobos masuk dari kerumunan
orang banyak, kemudian ia berdesakan dan berdiri disamping
Hoa Thian-hong. Kebetulan Kiu-tok Sianci berdiri disamping pemuda itu,
karena didesak Pek Kun-gie, ia jadi terdorong kesamping,
kejadian ini segera menggusarkan hatinya, Dengan dahi
berkerut perempuan suku Biau ini siap mengumbar hawa
amarahnya tapi oleh karena Pek Kun-gie adalah seorang anak
muda ia malu untuk menurunkan gengsi sendiri.
Rupanya Pek Kun-gie tahu bahwa hubungannya dengan
Hoa Thian-hong tak dapat berlangsung lantaran hadangan dan
penampikan dari Kiu-tok Sianci beserta anak muridnya, karena
itu dia sangat membenci orang orang dari wilayah Biau ini.
Oleh karena itu ia agak penasaran atas diri Kiu-tok Sianci,
sebelum perempuan itu sempat mengumbar hawa amarahnya,
ia sudah melotot seraya menegur, "Heey, apa yang sedang
kau pelototi" Memangnya mau makan orang ya?"
Kalau gadis itu berlagak sok maka Hoa Thian-hong yang
paling panik, cepat-cepat ia tarik gadis itu kebelakang
kemudian bentaknya dengan perlahan, "Eih, bagaimana sih
kamu ini" kenapa berani bersikap tak tahu sopan terhadap
orang yang lebih tua dirimu" kalau sampai orang lainpun
mengetahui tingkah lakumu ini bagaimana jadinya nanti?"
Pek Kun-gie tidak langsung menjawab, kembali ia melotot
sekejap searah Kiu-tok Sianci dengan penuh perasaan
dendam, setelah itu baru sahutnya dengan lirih, "Kalian tak
boleh bertindak gegabah, sampai sekarang Tang Kwik-siu
beserta anak muridnya tidak pernah turun kemari, Kok Seepiauw
bajingan cilik itupun lenyap tak ketahuan kemana
perginya, aku lihat kejadian ini aneh sekali, kita musti
waspada dan berjaga-jaga atas segala kemungkinan yang tak
diinginkan!" Sunggguh terperanjat hati Hoa Thian-hong setelah
mendengar laporan tersebut, dengan pandangan tajam ia
menyapu sekejap seke-liling tempat itu, betul juga perkataan
itu, baik Pek Siau-thian maupun Kiu-im Kaucu, Jin Hian serta
Thian Ik-cu, beberapa orang tokoh penting dalam dunia
persilatan telah hadir semua didasar liang galian itu, tapi dari
pihak Mo-kauw yakni Tang Kwik-siu beserta anak muridnya,
tak seorang pun yang menampakkan diri disitu.
Sementara itu, Kho Hong-bwee merasa sangat tak senang
hati lantaran Kiu-tok Sianci sentimen dengan putrinya, dalam
keadaan seperti ini dia lantas manfaatkan kesempatan itu
dengan sebaik baiknya, dengan menunjukkan lagaknya
sebagai seorang angkatan yang lebih tua, ia menghardik,
"Peristiwa ini sangat mencurigakan hati, Thian-hong! Segera
naik keatas dan selidiki persoalan ini sampai jelas!"
"Baik!" sahut Hoa Thian-hong, ia tak berani berayal lagi
serentak tubuhnya melejit keatas.


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki si anak muda ini
sudah mencapai pada puncaknya, sambil menutul permukaan
batu, dalam waktu singkat ia sudah mencapai permukaan
liang tersebut. Baru saja dia hendak melangkah keluar dari liang galian,
tiba- tiba terdengar Tang Kwik-siu tertawa terbahak-bahak
dengan seramnya, disusul ia berkata, "Haaaah.... haaaahh....
haaaah....Hoa kongcu, betulkah harta karun itu sudah
menampakkan diri?" Seraya mengejek, segulung angin pukulan yang maha
dahsyat ibaratnya gulungan ombak yang dimainkan taufan
melanda datang dengan dahsyatnya, diantara desingan tajam
tersebut terselip pula bau busuk yang sangat memualkan.
Kejut dan gusar Hoa Thian-hong menghadapi kejadian ini,
disaat yang kritis dia mengepos tenaga, sepasang telapak
tangannya lantas menekan permukaan tanah dan Sreet....!
dengan kecepatan seperti anak panah terlepas dari busurnya
dia melejit ke udara, kemudian ber jumpalitan beberapa kali.
Lompatan keudara yang indah dan maha sakti ini tak
mungkin bisa dilakukan orang lain didunia ini kecuali Hoa
Thian-hong seorang, sebab bukan saja seseorang harus
memiliki ilmu meringankan tubuh yang sempurna, diapun
harus mempunyai keberanian yang luar biasa.
Meleset dengan serangan mautnya, Tang Kwik-siu jadi
ketakutan setengah mati, nyalinya serasa jadi pecah, sambil
berpekik nyaring dia putar badan dan kabur terbirit-birit.
Ketika masih berada ditengah udara mendadak telinganya
yang tajam telah menangkap serentetan suara yang aneh
sekali kede ngaranya, cepat dia alihkan perhatiannya
ketempat berasalnya suara itu.
Apa yang telah terjadi" Mendadak perasaan hatinya
tercekat, jantungnya berdebar keras dan mukanya pucat pias
seperti mayat, dengan perasaan ngeri jeritnya keras-keras,
"Awass....! Air bah telah datang, cepat kabur keatas.... cepat
kabur dari sina,air bah telah datang!"
Ia membenci dan mendendam pada kekejaman serta
kelicikan Tang Kwik-siu, setelah memberi peringatan kepada
kawanan jago itu secepat kilat ia mengejar ke arah gembong
iblis tersebut. Semua kejadian itu berlangsung dalam sekejap mata, jerit
ngeri terkumandang susul menyusul dari dalam liang galian itu
menyusul mana jeritan kaget mendekati setengah kalap
menggelegar dari balik liang tersebut, "Ooooh.... ular.... ular
beracun.... kelabang beracun.... laba-laba beracun!"
Jeritan ngeri demi jeritan ngeri berkumandang susul
menyusul, suasana amat kalut setiap orang saling berdesakan
dan berebutan untuk memanjati anak tangga, ada yang
marangkak naik keatas ada pula yang merosot kebawah,
apalagi mendengar suara gulungan air bah yang
menggemuruh dengan kerasnya, semua orang semakin
bergidik dan pecah nyali.
Dalam keadaan seperti ini, setiap orang yang masih berada
dalam liang galian tersebut mati-matian berusaha untuk
menerjang naik keatas permukaan sebaliknya mereka yang
berilmu silat rendah, seketika terdesak kebawah dan
berjatuhkan ke dasar liang tersebut.
Dalam waktu tingkat, suara gemuruh air bah yang
memekikkan telinga menggelegar di udara, keras sekali suara
itu, seakan-akan ada berjuta-juta orang pasukan berkuda
yang meluncur datang bersamaan waktunya.
Begitu suara gemuruh yang keras bagaikan ledakan gunung
berapi itn menggelegar diudara, suasana dalam liang galian itu
jadi panik dan kacau balau tak karuan, setiap orang hanya
memikirkan untuk menyelamatkan jiwa sendiri, obor yang
mereka bawa pun pada dibuang ketanah, dengan begitu
suasana jadi gelap gulita.
Ditengah kegelapan yang mencekam seluruh jagad, jeritan
kaget dan teriakan panik berkumandang dari sana sini,
seakan-akan mereka tertimpa bencana kiamat saja.
Terdengar Pek Siau-thian meneriakan nama "Hong bwe"
Kho Hong-bwee meneriakan nama "Kun gi" Kiu-tok Sianci
meneriakan nama dari anak muridnya, Kiu im kancu, Jin Hian
serta Thian Ik-cu sekalian masing masing kabur secepatnya
dari tempat celaka itu, mereka tak gubris bagaimana keadaan
yang lain, yang dipikirkan hanya bagaimana caranya untuk
meloloskan diri secepatnya dari sana.
Hampir sebagian besar kawanan jago yang hadir ditempat
itu terlibat dalam peristiwa maut ini, tapi ada pula beberapa
orang yang sama sekali tidak ikut mengalami kejadian
tersebut, mereka adalah Chin Wan-hong, Cu Im taysu, Ciu
Thian hay serta Suma Tiang cing empat orang.
Keempat orang ini ditinggal dalam markas untuk menjaga
keamanan disitu, mereka tak pernah bergeser selangkahpun
dari markasnya, maka ketika terjadi peristiwa yang sama
sekali tak terduga itu, buru-buru mereka lari ketepi liang
galian untuk berusaha menolong rekan-rekan sendiri.
Dalam waktu singkat air bah yang maha dahsyat itu sudah
menggulung tiba ditepi galian tersebut, kawanan manusia
yang begitu banyak seperti semut makin cepat lagi merangkak
naik keatas tebing tersebut.
Mereka yang agak lambat larinya segera diterjang oleh
kawanan jago lainnya sehinggaag terjatuh dan terinjak jadi
daging hancuran, dalam keadaan seperti ini tiap orang hanya
memikirkan bagaimana caranya untuk meloloskan diri serta
menyelamatkan jiwa sendiri.
Malahan ada pula yang telah mencabut keluar senjata
mereka, tanpa pandang bulu baik dia rekan atau musuh
pokoknya mereka membacok sekenanya agar bisa terbuka
sebuah jalan lewat dan mereka bisa lebih cepat lagi tinggalkan
tempat celaka itu. Selang sesaat kemudian, sang surya telak muncul di ufuk
sebelah timur dan memamcarkan sinar keemas-emasannya
enyoroti wajah kawanan jago yang baru lolos dari bencana itu.
Tiba-tiba terdengar seseorang berteriak keras, "Coba lihat!
Hoa kongcu berada disana"
Beratus-ratus pasang mata beralih ke arah mana yang
ditunjuk, benar juga, dibawah sorotan cahaya sang surya,
tampaklah Hoa Thian-hong dengan pedang terhunus sedang
bertempur sengit melawan Tangkwik Siu serta belasan orang
anak muridnya....Cahaya senjata berkilauan tertimpa sinar
matahari dan membiaskan serentetan sinar yang menyilaukan
mata, pertarungan itu berlangsung dengan sengitnya
Kiu-im Kaucu yang sangat mendongkol bercampur gusar
serentak acungkan kepalanya sambil berteriak lantang, "Hayo
berangkat, kita cingcing setiap orang dari Seng sut Pay
menjadi perkedel, jangan biarkan diantara mereka berhasil
kabur dari sini dalam keadaan selamat!"
Serentak kawanan jago itu menghadapi dengan teriakanteriakan
kalap, dengan senjata terhunus mereka lantas
menyerbu ketepi gelanggang.
oooooOooooo 89 GELANGGANG pertarungan dimana Hoa Thian-hong sedang
bertempur melawan Tang Kwik-siu beserta anak muridnya
adalah sebuah tebing curam yang amat terjal dan sangat
berbahaya. Ciu Thian-hau serta Suma Tiang Cing paling menguatirkan
keselamatan hidup si anak mada itu, dengan mengerahkan
segenap ke kuatan yang dimilikinya kedua orang itu sudah
berhasil mencapai puncak tebing yang amat curam itu, baru
saja mereke hendak melayang kedepn untuk memberi
bantuannya, tiba-tiba Hoa Thian-hong berseru dengan
lantang, "Kalian tak usah turun tangan membantu, biarlah
kubereskan sendiri beberapa orang kurcaci ini"
Dua orang itu lantas alihkan sorot matanya ketengah
gelanggang, mereka lihat sebatang pedang Hoa Thian-hong
seperti naga sakti yang sedang bermain diudara menggelegar
kesana kemari dengan entengnya, baik Tang Kwik-siu maupun
Hong Liong keduanya sudah terkurung di tengah tengah
kepungan. Tang Kwik-siu mainkan ikat pinggang berukir naga emas
sementara Hong Liong mainkan sebilah golok bergigi yang
lebar dan besar ditangan kiri dan sebuah ikat pinggang emas
ditangan kanan. Ketika itu sekujur badan mereka berdua sudah penuh
dengan luka bacokan, darah segar mengalir keluar membasahi
sekujur badannya, paras muka mereka pucat pias seperti
mayat, keadaannya mengenaskan sekali.
Dari delapan belas orang murid perguruan Seng sut pay
yang dibawa serta dalam perjalanan kecuali Kok See-piauw
seorang yang tidak kelihatan batang hidungnya, tujuh belas
orang sisanya mengurung Hoa Thian-hong rapat-rapat dari
luar gelanggang, kendatipun kepungan itu sangat ketat dan
rapat tapi tak seorangpun manusia-manusia itu berhasil
mendekati si anak muda itu.
Sungguh terharu dan gembira Ciu Thian-hau setelah
menyaksikan betapa gagah perkasanya Hoa Thian-hong,
kendatipun dikerubuti oleh sembilan belas orang jago
tangguh, pemuda itu masih tampak sehat wal'afiat tanpa
kekurangan suatu apapun, tubuhnya bersih dan bebas dari
luka yang membuat ia cedera.
Saking terharu gembiranya, pendekar besar yang berhati
setenang air telaga ini tak dapat menguasai emosinya lagi,
titik-titik air mata jatuh berlinang membasahi wajahnya,
sambil goyangkan tangannya berulang kali kepada kawanan
jago yang berlari datang dengan cepatnya itu, ia berteriak
keras, "Coba lihatlah kalian ke atas sana, jangan untuk maju
ke situ biarkan mereka lanjutkan pertarungan!"
Kiranya selama ini kecuali memimpin rombongan pekerja
untuk menggali tanah mencari harta, Hoa Thian-hong selalu
manfaatkan setiap detik setiap menit yang dimilikinya untuk
memperdalam ilmu silatnya hampir boleh dibilang jarang
sekali ia beristirahat atau tidur, dan perbuatannya ini tentu
saja hanya diketahui oleh sekelompok manusia yang
mempunyai hubungan paling akrab dengannya.
Oleh karena tindakannya yang kelewat berani ini, tanpa
disadari rambut Hoa Thian-hong yang hitam ikut berubah jadi
putih beruban. Untuk menghindari perhatian banyak orang, Chin Wanhong
telah meminjam potlot alis dari sucinya untuk
menghitamkan rambut Thian-hong yang telah putih beruban
itu, mesti dalam hati merasa sedih namun dara itu tak banyak
berbicara, sebab dia tahu banyak bicarapun tak ada gunanya.
Hanya orang-orang inilah tahu betapa besarnya
pengorbanan yang telah dibayar Hoa Thian-hong untuk
memiliki ilmu silat yang maha tinggi itu, karenanya hanya
mereka pula yang merasa terharu dan melelehkan air mata
setelah menyaksikan kesuksesan Hoa Thian-hong untuk
membuat pontang-panting musuh yang dianggap sebagian
besar orang sebagai momok yang ditakuti itu.
Dalam pada itu, semua jago persilatan yang lolos dari
bencana telah berkumpul semua diatas tebing, semua
perhatian mereka tertuju pada pertarungan yang sedang
berlangsung dipuncak tebing yang curam itu.
Sementara air bah telah menggenangi seluruh liang galian
yang besar dan dalam, hasil kerja para jago baik dari
golongan putih maupun dari golongan hitam yang bersusah
payah selama dua puluh harian itu sekarang lenyap tak
berbekas disapu air bah. Tiba-tiba Tang Kwik-siu menjerit dengan suara yang amat
keras mendekati setengah kalap, "Hoa Thian-hong! Memburu
orang tak akan memburu sampai seratus langkah, sekarang
engkau sudah berhasil menangkan pertarungan ini apa lagi
yang kau inginkan?" Sebelum Hoa Thian-hong menjawab, kawanan jago
penasaran telah berteriak-teriak penuh kemarahan.
"Bangsat tua itu berhati kejam melebihi racunnya ular
berbisa, dia hendak membasmi kawan-kawan jago dari
daratan tionggoan tanpa berbekas, dosanya kelewat besar,
manusia bangsat itu tak boleh dibiarkan hidup, jangan ampuni
mereka!" "Hoa kongcu, bunuh saja manusia-manusia itu, kau tak
usah berbelas kasihan lagi bagi mereka, manusia-manusia
terkutuk itu harus dibasmi dari muka bumi.
Hoa kongcu, kalau engkau tak bersedia untuk turan tangan,
serahkan saja bangsat-bangsat itu kepada kami, kamilah yang
akan menjatuhkan hukuman yang setimpal untuk mereka.
Jangan lepaskan bangsat-bangsat dari Seng sut pay,
cincang mereka sampai hancur berkeping-keping.
Sekejap mata, teriakan-teriakan gusar dan bentakanbentakan
nyaring seperti guntur yang menggelegar di
angkasa, menggema dise luruh lembah bukit itu, keadaan jadi
amat genting. Pucat pias selembar wajah Tang Kwik-siu, dengan penuh
ketakutan ia menjerit, "Kalian jangan sembarangan menuduh,
kalian jangan sembarangan melimpahkan dosa kepada kami,
perbuatan itu dilakukan oleh Kok See-piauw seorang, dia
adalah orang Tionggoan, dialah yang harus bertanggung
jawab atas terjadinya peristiwa ini, jangan melibatkan Seng
sut pay kami dengan kejadian tersebut!"
Hoa Thian-hong mendengus dingin, pergelangan tangannya
digetarkan kedepan. Sreet! Ia melepaskan sebuah bacokan
kilat kemuka. Sebuah mulut luka yang panjang dan besar segera muncul
didada sebelah kiri Tang Kwik-siu, darah segar berhamburan
keluar membasahi sekujur badannya.
Tang Kwik-siu semakin ketakutan, nyalinya pecah dan
tanpa sadar sekujur badannya gemetar keras, kendatipun ikat
pinggang naga emasnya sudah diputar sedemikien rupa, toh
babatan pedang dari pemuda itu gagal untuk dibendungnya.
Dalamm pada itu, tusukan pedang dari Hoa Thian-hong
telah berputar kesamping dan membabat pula dada kiri Hong
Liong hingga terluka panjang, sementara kaki kirinya
melayangkan keatas dan seorang murid Seng sut pay kena
tertendang sehingga mencelat dari tebing curam itu....
tercebur kedalam air bah.
Menyaksikan kehebatan si anak muda itu, Kho Hong-bwee
yang berada dipuncak bukit itu, gelengkan kepalanya berulang
kali, katanya dengan nada gegetun, "Aaaai! Bocah ini memang
hebat dan mengagumkan, sekalipun Kiu-ci Sinkun hidup


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali, belum tentu ia bisa menandingi kehebatan bocah
muda ini!" Paras muka Pek Siau-thian kaku tanpa emosi, mendengar
ucapan istrinya, ia cuma, bisa mengeretak giginya keras-keras
sehingga terdengar bunyi gemerutuk yang nyaring.
Haruslah diketahui, Tang Kwik-siu adalah seorang tokoh
silat yang berilmu tinggi, jangankan orang lain sekalipun Kiuim
Kaucu sendiripun merasa belum tentu bisa menandingi
kelihayan gembong Mo-kauw itu, bisa dibayangkan bagaimana
dengan lainnya. Hong Liong telah memperoleh warisan langsung dari
gurunya, golok bergigi ditangan kirinya memiliki bobot
mencapai empat puluh kati, sedangkan ikat pinggang emas
ditangan kanannya merupakan senjata lemas yang ampuh,
kerja sama antara keras dan lunak ini boleh dibilang amat erat
sehingga kedahsyatan yang ditimbulkan pun luar biasa sekali.
Kiu-im Kaucu maupun Pek Siau-thian sekalian jago-jago
lihay tentu saja dapat melihat dengan jelas betapa lihaynya
kemampuan Hong Liong dan Tang Kwik-siu, tapi
kenyataannya bukan saja Hoa Thian-hong sanggup melayani
kerubutan dua orang jago lihay itu, malahan dapat pula
melayani kerubutan dari belasan orang jago lainnya, bukan
saja pemuda itu berada diposisi yang tak terkalahkan, bahkan
masih punya kemampuan untuk mempermainkan lawannya,
tidak heran kalau kawanan tokoh silat itu jadi putus asa dan
tak berani punya pikiran untuk menantang Hoa Thian-hong
berduel. Pada saat ini, Tang Kwik-siu hanya punya satu pikiran yaitu
berharap agar ia di tendang oleh Hoa Thian-hong hingga
tercebur ke dalam air, sebab dengan begitu maka ia akan
mendapat kesempatan untuk melarikan diri dari tempat celaka
itu. Apa mau dikata, Hoa Thian-hong sama sekali tidak berbuat
begitu, ia tak sudi memberi kesempatan kepada musuhnya
untuk kabur, dia akan membekuk gembong ibis itu kemudian
dijatuhi hukuman yang setimpal setelah diadili bersama oleh
kawanan jago persilatan....
Perbuatan serta tindakan Tang Kwik-siu terlampau keji,
sikapnya yang tidak menyenangkan itu telah menimbulkan
kegusaran semua orang, sebagai manusia licik tentu saja ia
diapun bisa membayangkan bagaimana jadinya andaikata ia
sampai diadili oleh kawanan jago persilatan.
Segenap tenaga dan kemampuan telah dikerahkan keluar
untuk mencoba kabur dari situ tapi permainan pedang Hoa
Thian-hong terlampau dahsyat dan lihay, sekalipun ia sudag
berusaha toh akhirnya gagal.
Pada hakekatnya dua kali tusukan kilat yang dilakukan Hoa
Thian boes tadi terlampau aneh dan sakti, jangankan Tang
Kwik-siu yang sedang bertempur, malahan Kiu-im Kaucu dan
Pek Siau-thian yang mengikuti jalannya pertarungan dari sisi
gelanggang pun dibuat tak habis mengerti.
Tiba-tiba terdengar Pek Kun-gie berseru lengking, "Suruh
dia serahkan keluar kitab pusaka Thian hua ca ki....!"
Begitu mendengar tentang soal Thian hua ca ki, sekilas
harapan untuk hidup muncul dalam hati Kecil Tang Kwik-siu,
ia merasa jiwanya mungkin bisa tertolong dengan pertukaran
kitab pasaka itu.... Tapi ingatan lain dengan cepat melintas dalam benaknya, ia
merasa perbuatan Seng sut pay sudah menimbulkan bencana
bagi khalayak ramai, kendatipun kitab pusaka itu sudah ia
serahkan kepada Hoa Thian-hong, untuk bersedia untuk
melepaskannya, belum tentu kawanan jago persilatan lainnya
menyetujui tindakan tersebut.
Dalam pada itu Hoa Thian-hong telah membentak dengan
keras, "Tang Kwik-siu serahkan kitab Thian hua ca ki itu
kepadaku, aku orang she Hoa menjamin kehidupan
untukmu...." "Cepat serahkan kitab pusaka Thian hua ca ki untuk
menebus dosa dosamu yang sudah nampak!" teriak Pek Kungie
pula dengan lantang, "kalau tidak kau penuhi permintaan
itu sekarang juga kami akan beres kan kalian guru dan murid
semua, kemudian berangkay ke Cia hay dan membumi
ratakan sarang tikus Seng sut pay kalian agar cucu muridmu
hancur berantakan dan tak seorang manusiapun tersisa."
Sorak sorai yang ramai dan gegap gempita segera
berkumandang memenuhi angkasa, banyak orang medukung
usul itu, bahkan banyak orang pula yang berteriak sambil
acungkan kepalan siap bertempur, jelas semua orang sudah
membenci rombongan dari Seng Sut pay itu hingga merasuk
ketulang sum-sumnya. Pucat pias selembar wajah Tang Kwik-siu, sepasang
matanya merah darah, selama hidup mimpi pun ia tak pernah
bayangkan, bahwa suatu ketika dia bakal menderita kekalahan
sedemikian mengenaskannya.
Tapi bagaimanapun juga dia adalah seorang manusia yang
bejad dan bermoral jahat, sekalipun berada diujung tanduk
dan keselamatan jiwanya terancam, pikirannya tak sampai
kalut ataupun bingung, sesudah berpikir sebentar mendadak
bentaknya, "Hoa Thian-hong, hentikan seranganmu,
kuserahkan kitab pusaka ini kepadamu!"
Hoa Thian-hong menarik kembali serangannya dan
melompat mundur ke sisi tebing, perlahan-lahan katanya,
"Saudara, kuperingatkan kepadamu, alangkah baiknya kalau
berbuat jujur dan jangan mencoba untuk bermain licik lagi
kalau tidak bisa-bisa khalayak ramai sampai marah dan
menyergap dirimu. aku tak akan menjamin keselamatan
jiwamu lagi!" Napas Tang Kwik-siu tersengkal-sengkal, setelah mengatur
kembali pernapasannya, dari saku dia ambil keluar sejilid kitab
yang kumal, seraya menuding sejilid kitab yang terbuat dari
kulit, katanya, "Orang she Hoa, lihatlah baik-baik, inilah Kitab
pusaka Thian hua ca ki, barang yang tulen dan sama sekali
bukan barang tiruan!"
Pek Kun-gie mendengus dingin, timbrungnya dari samping,
"Bila engkau berani menghancurkan kitab tersebut, kami akan
cincang tubuhmu menjadi berkeping-keping, akan kami
hancur lumatkan tubuhmu kemudian disuguhkan kepada
anjing!" Tang Kwik-siu berlagak pilon, meskipun kata-kata itu tajam
dan pedas, ia pura-pura tidak mendengar, seraya membalik
pada halaman terakhir dari kitab Thian hua ca ki tersebut, ia
menuding pada lukisan yang tertera disitu, lalu katanya lagi,
"Inilah peta rahasia yang menunjukkan letak penyimpanan
harta pusaka itu, tanpa peta yang tertera dalam kitab ini,
kendati pun kalian mengobrak-abrik seluruh kulit bumi yang
menopang bangunan Kiu ci kiong, jangan harap barangbarang
pusaka itu berhasil kalian temukan.
Diam-diam Hoa Thian-hong merasa tak tega, ia lihat
sekujur badan gembong iblis itu sudah penuh dengan luka
yang menganga, keadaannya mengenaskan sekali, tanpa
terasa ia berpikir, Bagaimanapun jasa orang ini toh sebagai
seorang cikal bakal dari suatu perkumpulan besar, gerakan
pencarian harta yang terjadi sekarangpun dia yang mulainya
lebih dulu tapi sayang karena terlampau tamak, akhirnya
harus mengalami nasib setragis ini, kalau dibicarakan kembali
sebetulnya patut di kasihani.
Karena berpendanganbegitu, paras muka nya jauh lebih
lunak, ia berkata lagi, "Dalam gerakan pencarian harta ini, jasa
mu terhitung besar sekali, kendatipun Seng Sut pay bercokol
ditepi perbatasan tapi apa bedanya dengan kami semua
orang-orang Tionggoan" Walaupun bunga berwarna merah,
daun berwarna hijau, tapi asalnya dari satu batang yang
sama, bukan begitu?"
"Nah, andaikata dalam istana Kiu ci kiong benar-benar ada
harta karunnya maka aku tidak keberatan untuk membaginya
pula untuk kalian beberapa orang, dan bilamana engkau
sekalian bersedia pula untuk tetap tinggal disini dan
melanjutkan usaha penggalian ini, aku yang tak becus akan
berusaha mohonkan pengertian dari saudara-saudara lainnya
agar sudi memaafkan kalian!"
Tang Kwik-siu ulapkan tangannya menukas ucapan yang
belum selasai itu, ia tertawa sedih, katanya, "Sekalipun semua
kitab pusaka ilmu silat yang berada dalam istana Kiu ci kiong
berhasil kudapatkan, toh tak akan mampu untuk menandingi
sebilah pedang saktimu, meskipun Tang Kwik-siu bodoh, tak
akan ku lanjutkan kembali usahaku untuk melakukan
percarian tersebut!"
Begitu perkataan itu diutarakan keluar, baik Kiu-im Kaucu
maupun Pek Siau-thian sama-sama merasa tercekat, perasaan
hati mereka jadi dingin separuh, pikirnya hampir berbareng,
"Benar juga ucapan itu! Kendatipun semua kitab pusaka ilmu
silat yang tersimpan dalam istana Kiu ci kiong berhasil
dirampas semua toh akhirnya tak akan berhasil menangkan
kelihayan bocah she Hoa tersebut, lalu apa gunanya musti
bersusah payah untuk membuang tenaga serta pikiran dengan
percuma?" Rupanya sampat detik itu dua orang pemuka persilatan
yang berambisi besar itu masih juga memiliki pikiran jahat,
mereka berencana bila harta karun itu ditemukan maka pada
akhirnya mereka akan berusaha merampas serta
mengangkangi semua kitab pusaka itu bagi kepentingan
pribadi. Tapi sekarang setelah mendengar perkataan dari Tang
Kwik-siu, ibaratnya lonceng pagi yang menyadarkan orang
dari tidurnya, seketika menyadarkan kembali dua orang tokoh
silat ini bahwa pikiran mereka itu sebetulnya keliru dan sama
sekali tak ada manfaatnya.
Serta-merta kegembiraan serta minat mereka berdua
terhadap kitab pusaka ilmu silatpun mengalami kemerosotan
total bahkan akhirnya boleh dibilang sama sekali tak berminat
lagi. Dalam pada itu, Hoa Thian-hong telah berkata lagi, "Ilmu
silat adalah suatu aliran air yang mengalir dari segala penjuru
dimana akhirny terbentuk jadi samudra, kalau toh engkau
ribut dan mempersoalkan diriku seorang, tidakkah terasa
bahwa tindakanmu itu sebenarnya telah menodai maksud dan
tujuan orang belajar silat?"
Sesudah berhenti sebentar, dia melanjutkan lebih jauh.
"Setiap manusia mempunyai cita-cita dan tujuan yang
berbeda, tentu saja aku tak berani memaksa engkau untuk
menuruti kehendakku, ketahuilah bahwa kitab pusaka Thian
hua ca ki adalah benda milik orang Tionggoan, maka aku
minta kitab tersebut agar ditinggalkan disini, bila Seng Sut pay
ada benda yang tersimpan dalam istana Kiu Ci kiong,
andaikata istana ini sudah terbuka dan benda itu kutemukan,
pasti akan kuhatur sendiri benda itu ke Seng Sut pay!"
Tang Kwik-siu tertawa seram.
"Haaahh.... haahh.... haaah.... sekalipun Seng Sut pay kami
mempunyai benda yang tersimpan dalam istana ini, tapi
engkau tak perlu bersusah payah untuk mengembalikannya
kepadaku, aku harap benda itu dimpan saja baik-baik, sepuluh
tahun atau seratus tahun mendatang bilamana dari Seng sut
pay kami sudah mempunyai orang berbakat, pasti akan kuutus
orang itu untuk mengambilnya kembali. Mengenai kitab
pusaka Thian hua ca ki ini, benda tersebut diperoleh cousu
kami dari sini, maka Tang Kwik-siu tak ingin benda tersebut
dirampas dari tanganku bila kalian menginginkan benda ini,
silahkan untuk mencarinya sendiri"
Selesai berkata dia salurkan hawa murninya lalu menyambit
kitab Thian hua ca ki tersebut ke dalam jurang.
Bagaimana anak panah yang terlepas dari busurnya kitab
Thian hua ca ki itu meluncur kemuka dan tampaknya segera
akan tercebur kedalam air bah yang ganas,
Kawanan jago persilatan yang berkumpul diatas tebing
tersebut jadi gempar, caci maki dan kutukan berkumandang
dari sana sini semua orang jadi marah sekali melihat tindakan
tengik dari gembong iblis tersebut.
Hoa Thian-hong tertawa dingin, tiba- tiba dia melambung
ke udara dan Sreeet! Dengan taktik hisapan, suatu kepandaian
tingkat tinggi telapak tangannya diayun kemuka dan kitab
Thian hua ca ki yang sudah tercebur kedalam air itu seketika
terhisap kedalam gengamannya kemudian ia berjumpalitan
diudara dan ibaratnya burung walet terbang di angkasa si
anak muda itu kembali melayang keatas tebing.
Tempik sorak bergelegar diseluruh angkasa, kawanan jago
persi-latan yang menyaksikan jalannya peristiwa itu samasama
memuji, sampai-sampai Pek Siau-thian sendiri pun lupa
keadaan, ia berteriak keras, "Bagus!"
Sesudah memuji, caci maki dan kutukan kembali terlontar
keluar ini membuat suasana diatas tebing curam itu jadi ramai
dan gaduh sekali. Tang Kwik-siu merasa malu, benci bercampur gusar,
menggunakan kesempatan di kala Hoa Thian-hong melayang
kembali ke arah tebing dan perhatian semua jago tertuju pada
kitab pusaka Thian hua ca ki dia lantas menjajakkan kakinya
seraya berseru, "Hayo pergi!"
Ia tergerak lebih dulu menerjang turun dari tebing itu, para
murid tentu saja tak berani berayal, mereka saling berebutan
menyusul gurunya unyuk kabur dari tempat celaka itu.
Hong Liong tak dapat melupakan rasa bencinya, sebelum
meninggalkan tempat itu, mendadak golok bergiginya yang
ada dalam telapak tangan kitinya tiba-tiba di sambit ke udara
dan menyergap tubuh Hoa Thian-hong yang sedang meluncur
tiba. Jeritan kaget dan makian kotor kembali berkumandang
diatas tebing curam tersebut.
Hoa Thian-hong sama sekali tidak gugup ketika merasa
tibanya angin desingan tajam, ia lantas tahu babwa Hong
Liong telah menyergap tubuhnya dengan golok bergiginya
yang berat itu. Tanpa memandang barang sekejappun, tangan kanannya
diayun kebelakang, pedangnya diputar lantas disambit ke arah
datangnya golok bergigi itu, sementara tubuhnya sendiri
berjumpalitan di udara dan melayang turun ditepi tebing.
Traanngg....! Diiringi suara dentingan nyaring yang
memekikkan telinga, bunga api bermuncratan keempat
penjuru.... Termakan oleh sambitan pedang itu, golok bergigi tadi
tertumpuk keras dan rontok kebawah, sementara pedang itu
sendiri setelah memukul rontok senjata lawan, dengan


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membawa angin desingan tajam langsung meluncur ke arah
punggung Hong Liong dengan kecepatan bagaikan anak
panah yang terlepas dari busurnya.
Ketika mendengar suara desingan angin tajam menderuderu
di belakang tubuhnya, dengan ketakutan setengah mati
Hong Liong jatuh kan diri berguling ditanah lalu menceburkan
diri kedalam air dan melarikan diri terbirit-birit.
Tang Kwik-siu tak berani kabur melalui gerombolan jago
persilatan yang berkerumun diatas tebing, dengan membawa
anak murid nya dia melarikan diri dengan menceburkan diri
kedalam air. Berhubung Hoa Thian-hong telah menyetujui untuk
melepaskan rombongan Seng sut pay dari tempat itu, maka
tak seorang jagopun yang melakukan pengejaran, kendatipun
demikian, hujan senjata rahasia toh sempat berhamburan
disekitar badan Tang Kwik-siu dengan rombongan, caci maki
dan suara cemoohan berkumandang memecahkan kesunyian,
keadaan cukup mengenaskan sekali.
Tang Kwik-siu dan anak muridnya tak berrani berpaling,
dengan terbirit-birit mereka berenang mengikuti aliran air dan
melarikan diri dari situ, sekejap mata kemudian bayangan
tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan.
Sepeninggalnya Tang Kwik-siu dan rombongan, Hoa Thianhong
menghampiri kawanan jago persilatan itu, sambil
mengangkat tinggi tinggi kitab pusaka Thian hua ca ki,
serunya dengan lantang, "Saudara-saudara sekalian,
dihalaman terakhir kitab pusaka Thian hua ca ki ini terdapat
selembar peta bumi yang erat sekali hubungannya dengan
letak harta karun tersebut, sekarang kitab catatan ini akan
kuserahkan kepada Tiangsun sianseng dan biarlah dia yang
mempelajari isi peta ini dengan seksama, atau dengan
perkataan lain, sejak kini kitab pusaka Thian hua ca ki akan
disimpan oleh Tiangseng sianseng, andaikata saudara sekalian
punya usul lain, silahkan diutarakan keluar sekarang juga,
andaikata, tiada usul lain lagi, maka siapapun dilarang untuk
melakukan perampasan atau pencurian kitab pusaka itu lagi!"
Dalam keadaan serta situasi ini, tentu saja tak seorang
manusiapun berani mengucapkan kata-kata yang berada
menentang, se rentak kawanan jago silat itu memberikan
persetujuannya, maka urusanpun diputuskan demikian.
Hoa Thian-hong lantas menyerahkan kitab pusaka Thian
Persekutuan Pedang Sakti 4 Biang Ilmu Hitam Hek Hoat Bo Karya Rajakelana Hina Kelana 6

Cari Blog Ini