Tiga Maha Besar Karya Khu Lung Bagian 4
hentinya, tanpa terasa ia menggenggam tangan Hoa Hujin
sambil bisiknya dengan suara gemetar.
"Hujin....! buu.... bukankah pintu gerbang akhirat baa....
baru dibuka selewatnya jam dua belas tengah malam....?""
Melihat gadis itu ketakutan setengah mati sehingga air
mukanya pucat pias dan bibirnya membiru, buru-buru Hoa
Hujin menghibur sambil berkata, "Engkau tak usah takut....
pastilah hal ini merupakan permainan setan dari pihak Thongthiankauw, di kolong langit tidak mungkin ada setan benarbenar...."
"Tidak, setan itu pasti ada!" seru Ci-wi Siancu dengan hati
amat gelisah. Hoa Hujin tersenyum. "Kalau begitu duduklah disisiku!"
Dalam pada itu.... tiba-tiba terdengar Dewa yang suka
melancong Cu Tong berseru tertahan.
"Aaah! sungguh aneh, kenapa siluman-siluman tosu itu
pada gugup semua....?""
Hoa Hujin segera menengok ke arah depan, sedikitpun
tidak salah tampaklah Thian Ik-cu dengan wajah gusar sedang
membisikkan sesuatu kesisi telinga dua orang muridnya, dua
orang imam tersebut buru-buru lari keluar lembah dengan
wajah aagk gugup. Pada saat itulah orang-orang perkumpulan Sin-kie-pang
dan Hong-im-hwie yang berada dimulut lembah tiba-tiba
memperdengarkan seruan kaget dan sama-sama bangkit
berdiri untuk menengok ke arah luar lembah tersebut....
ooooOoooo 49 DALAM sekejap mata, dari mulut lembah Cu-bu-kok muncul
segerombolan setan berwajah menyeringai seram dengan
rambut yang awut-awutan terurai kebawah.
Setan-setan bermuka seram itu ada yang tua ada yang
muda ada yang wanita ada pula yang pria, dandanan seta
pakaian yang mereka pakai berbeda-beda satu sama lainnya
ada yang memakai baju model sekarang ada yang berdandan
seperti orang pada masa Tong tiau atau pula yang mamakai
baju model Han semuanya menjerit-jerit dan menangis
menggerung dengan suara yang keras mereka saling dorong
mendorong membuat suasana jadi ribut....
Dua orang imam dari perkumpulan Thong-thian-kauw yang
mendapat perintah untuk melakukan pemeriksaan Keluar
lembah telah berpapasan dengan rombongan setan penasaran
itu, untuk sesaat mereka jadi gugup.... pedangnya buru-buru
dicabut keluar. Terdengar diantara rombongan setan-setan penasaran itu,
tiba-tiba terdengar keluhan seram yang menggidikkan hati,
"Oooh.... anakku!"
Seorang setan perempuan yang bermuka seram dan
berlidah menjulur keluar melewati rombongannya dan
langsung menubruk ke arah tosu tersebut.
Pada waktu itu kegelapan telah mencekam seluruh jagad,
dibawah remang-remangnya cuaca sulit bagi para jago untuk
memeriksa apakah setan-setan itu adalah setan asli atau
gadungan, keadaan mereka benar-benar mengerikan sekali.
Dua orang imam tersebut ketakutan setengah mati, dengan
jantung berdebar keras mereka membentak keras kemudian
melancarkan sebuah serangan dahsyat kedepan.
Tetapi.... sebelum serangan itu mencapai sasarannya,
mendadak mereka rasakan geng-gamannya jadi enteng dan
tahu-tahu kedua batang pedang tersebut telah lenyap tak
berbekas. Setan perempuan yang lidahnya menjulur keluar bagaikan
setan gantung itu segera berpekik nyaring, "Ooooh....
anakku!" sambil rentangkan sepasang tangannya, ia segera
memeluk salah satu diantara dua orang imam itu.
Dua orang tosu tersebut semakin ketakutan hingga serasa
sukma melayang tinggalkan raganya, mereka sipat telinga dan
melarikan diri terbirit-birit.
"Criing....! tiba-tiba kaki mereka disapu oleh seorang setan
pria dengan rantai yang membelenggu tangannya hingga
jatuh tersungkur diatas tanah, sedang seorang lainnya yang
melarikan diri agak lambat kena dipeluk oleh setan tua
berambut putih. Dalam waktu singkat imam tersebut dibikin bulanbulanan
oleh rombongan setan penasaran tersebut, kau rebut aku
rampas jeritan isak tangis menggema memenuhi angkasa,
seluruh jubah yang dikenakan tosu itu jadi koyak tak ada
juntrungnya karena ketakutan akhirnya imam tadi jatuh tak
sadarkan diri. Semua peristiwa tersebut berlangsung dalam sekejap mata,
para jago yang hadir dalam lembah Cu-bu-kok dan rata-rata
merupakan jago kangou berkepandaian lihay dan membunuh
orang tak berkedip itu seketika dibuat berubah wajahnya dan
merasa amat terperanjat. Thong-thian Kaucu yang berada diatas panggung
persembahan dapat menyaksikan jalannya peristiwa tersebut
dengan amat jelas, mulutnya yang membaca doa segera
diperkeras, tangan kiri berputar-putar diudara sedang pedang
ditangan kanannya menepuk meja keras-keras.
Anak murid diatas pangguug sama-sama jadi gugup dan
gelagapan, suara pembacaan doa semakin nyaring dan
tetabuhan alat sembah yang pun semakin memekikkan
telinga. Thian Seng cu dengan wajah penuh kegusaran segera
loncat keluar dari dari dalam barak, hardiknya keras-keras,
"Hian cing, tenangkan hatimu!"
Imam yang bergelar Hian cing itu sambil mengguling dan
merangkak sedang melarikan diri dari kejaran setan-setan
penasaran itu, mendengar bentakan dan Thian Seng cu, ia jadi
semakin gugup sehingga sepasang kakinya jadi lemas.
Terdengarlah jeritan dan tangisan setan makin memekikkan
telinga, orang itu kena ditumbuk oleh rombongan setan tadi
hingga jatuh terjungkal keatas tahan.
Rombongan setan penasaran itu bergerak bagaikan
hembusan angin, diiringi jeritan dan pekikan ngeri mereka lari
menuju kebawah panggung persembahan, kemudian sambil
depak kaki memukul dada menangis mengerang-erang....
Air muka Thian Seng cu berubah jadi hijau membesi, dia
ulapkan tangannya, dari balik barak segera berlompatan
puluhan orang jago berbaju merah, dengan senjata terhunus
mereka mengurung rombongan setan penasaran itu rapatrapat.
Rombongan setan penasaran itu tetap tidak menggubris
atas kepungan tersebut, mereka sama-sama menengadah
memandang Thong-thian Kaucu yang berada diatas
panggung, isak tangis bergema tiada hentinya membuat hati
orang semakin kalut. Ci-wi Siancu paling ketakutan, sekujur badannya gemetar
keras dan giginya saling beradu keras, lengannya memeluk
tubuh Hoa Hujin kencang-kencang.
Hoa Hujin merasa tak tega, bisiknya dengan suara lirih,
"Jangan takut, mereka adalah menusia dan jumlahnya tujuh
puluh dua orang...."
Sementara itu Thian Seng cu telah membentak dengan
suara keras, "Kalian kawanan setan darimana" siapa pemimpin
kalian" ayoh jawab!"
Kawanan setan penasaran itu tetap melompat dan
menangis tersedu-sedu tiada hentinya.
Li-hoa Siancu segera mendekati tubuh Hoa Hujin dan
berbisik dengan gemetar, "Hujin rombongan itu benar-benar
adalah setan asli, kalau manusia yang menyaru jadi setan
kenapa tujuh delapan puluh orang loncat bersama sedikitpun
tidak menimbulkan suara. "Aduuuh.... sungguh tak enak didengar suara tangisan
mereka seru Ci-wi Siancu pula, suara mereka sedikitpun tidak
mirip suara manusia...."
Tiba-tiba Thong-thian Kaucu yang berada diatas panggung
menepukkan pedangnya keras-keras dan membentak keras,
"Pertemuan Kian ciau tayhwee adalah untuk mendoakan
arwah-arwah yang telah tiada, kawanan setan penasaran tiada
tempat disini enyah kalian dari tempat ini"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu mendadak
kawanan setan penasaran itu menengadah dan mengeluh,
dalam waktu singkat dari tujuh lobang indera mereka
mengucur keluar darah segar dan setan-setan itupun roboh
terkapar diatas tanah tak berkutik lagi.
Suasana dalam lembah Cu-bu-kok segera diselimuti oleh
suasana yang menyeramkan.
Pembacaan doa, suara tetabuhan berhenti berdentang,
suasana diliputi keheningan dan kesunyian....
Pemandangan yang terpapar didepan mata pada saat itu
benar-benar mengerikan dan mendebarkah hati, diatas tanah
penuh berserakan tubuh makhluk-makhluk setan berambut
panjang dan menyeringai seram, darah yang mengalir ke luar
dari tujuh lobang indera mereka membuat wajah setan-setan
itu bertambah mengerikan, jangan dikata setan, sekalipun
manusia pun cukup mendirikan bulu roma dan menggidikkan
hati orang. Perubahan yang terjadi sangat tiba-tiba ini jauh diluar
dugaan semua orang dan cukup mengejutkan hati para jago,
Thong-thian Kaucu yang berada diatas mimbar pun berdiri
kaku bagaikan patung, karena terperanjat air mukanya
berubah jadi amat jelek. Tetapi, bagaimanapun juga dia adalah seorang ketua dari
suatu perkumpulan besar, sesudah tertegun beberapa saat
lamanya, ia segera tersadar kembali dari lamunannya.
"Ploook...."pedang mustikanya dipukulkan keatas meja
keras-keras kemudian lanjutkan pembacaan doanya dengan
suara lantang. Para anak murid perkumpulan Thong-thian-kauw yang
berada di mimbar nampak tertegun, diikuti suara tetabuhan
dan pembacaan doapun dilanjutkan lebih jauh, mula-mula
suaranya masih lirih dan terpotong-potong, tapi sebentar
kemudian suasana berubah jadi ramai kembali.
Thian Seng cu mendekati makhluk-makhluk aneh yang
tidak mirip manusia dan setan itu, setelah mengetahui bahwa
tubuh mereka telah mendingin dan napasnya telah putus,
buru-buru ia perintahkan anak muridnya untuk menggotong
mayat tadi keluar dari lembah, noda darah diatus tanahpun
segera dibersihkan. Thong-thian Kaucu yang berdasarkan ajaran agamanya
pada soal kebatinan seringkali menyaru jadi setan atau
malaikat untuk menakut nakuti kaum rakyat kecil yang bodoh,
sekarang setelah benar-benar menghadapi kejadian semacam
itu, walaupun sudah tahu bahwa setan itu adalah setan
gadungan semua namun ia tidak membongkar rahasia
tersebut. Sekalipun demikian, kedatangan makhluk aneh yang tibatiba
dan kematiannya secara mengerikan menimbulkan
kecurigaan dalam hati semua orang, tak seorangpun yang
berani unjukkan sikap mengejek atau mentertawakan atas
terjadinya peristiwa itu.
Setelah kejadian yang menegangkan telah lewat, suara
hiruk pikuk manusia berbicara pun mulai muncul dari barakbarak
dikiri maupun kanan, rata-rata mereka semua
membicarakan peristiwa aneh yang barusan berlangsung itu.
Siau yau siau Cu Tong dengan penuh semangat berkata,
"Kalau dilihat dari sikap Thian Ik-cu yang jengah dan tersipusipu,
rupanya apa yang terjadi tadi bukanlah permainan setan
dari pihak perkumpulan Thong-thian-kauw sendiri, ditinjau
dari hal ini dapat diketahui bahwa diantara tiga bibit bencana
dunia persilatan masih terdapat perselisihan yang belum dapat
diselesaikan, itu berarti belum tentu mereka benar-benar bisa
bekerja sama untuk meghadapi kita!"
Hoa Hujin mengerutkan dahinya rapat-rapat.
"Aku rasa perbuatan semacam ini tidak mirip perbuatan
dari Sin-kie-pang ataupun Hong-im-hwie!" katanya.
"Perkataan hujin sedikitpun tidak salah" Ciu Thian-hau dari
gunung Huang-san mengangguk tanda membenarkan,
"kawanan makhluk aneh itu sudah jelas bukan berasal dari
orang-orang gabungan tiga kekuatan besar tersebut, kalau
dilihat dari ilmu meringankan tubuh mereka yang aneh dan
ampuh, sudah jelas orang-orang tadi berasal dari satu
golongan yang sama, tidak mungkin perkumpulan Sin-kiepang
dan Hong im bwee mampu melatih manusia aneh
sebanyak itu!" "Kecuali tiga bibit, bencana dari dunia persilatan dan
golongan kita, masa dalam dunia persilatan masih terdapat
kelompok kelima?" seru Im sim hweesio dengan wajah
tercengang. Beberapa orang ini semuanya merupakan jago-jago
persilatan yang berkelana dalam Bu lim sejak muda sampai
tua, boleh dibilang situasi persilatan sepanjang puluhan tahun
diketahui mereka dengan jelas sekali, bahkan merekapun
sempat mengalaminya sendiri, kalau dibilang diluar empat
kelompok besar dalam dunia kangkou masih ada kekuatan
lainnya lagi, siapapun merasa tidak percaya akan kenyataan
tersebut. Terdengar Cu Im taysu menghela napas panjang dan
berkata, "Yang paling aneh lagi, ternyata kawanan manusia
aneh itu pada saat bersamaan sama-sama menemui ajalnya
dengan darah mengalir keluar dari ketujuh lubang indera
mereka, bagaimana penjelasannya tentang peristiwa ini?"
"Kalau dilihat keadaan mereka, semestinya mati lantaran
keracunan hebat....!" sambung Li-hoa Siancu dari samping,
"cuma tidak diketahui siapakah yang melepaskan racun keji
tersebut?" Cu Im taysu segera berpaling ke arah Ci-wi Siancu dan
bertanya, "Nona ketiga racun itu semestinya bukan engkau
yang melepaskan bukan....?"
Ci-wi Siancu terttegun lalu menggeleng.
"Bukan aku yang melepaskan!!" jawabnya.
Tiba-tiba ia menggertak gigi dan berseru dengan gemas,
"Tadi aku sudah lupa kalau aku membawa racun. Hmm! kalau
makhluk-makhluk aneh semacam itu berani munculkan diri
lagi, perduli dia adalah manusia atau setan akan kusuruh
mereka merasakan lebih dulu kelihayan dari kabut sembilan
bisa!" Tiba-tiba dari mulut lembah muncul cahaya lampu, dua
orang dayang berdandan rapi dengan membawa lampu
Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lentera berjalan, dipa ling depan seorang gadis baju putih
yang berdandan agung bagaikan gadis keraton, berjalan
dibelakangnya seorang gadis baju hijau mengikuti dibelakang
gadis agung tadi dan bersama-sama masuk kedalam lembah
tadi. "Siapakah dia?" tanya Ci-wi Siancu dengan alis mata
berkernyit. "Perempuan yang agung dan berdandan keraton itu bukan
lain adalah Giok Teng Hujin dari perkumpulan Thong-thiankauw,
gadis yang mengikuti dibelakangnya itu bernama Pui
Che-giok, dia adalah dayang kepercayaan dari perempuan
tersebut," Cu Tong menerangkan.
Berhubung semua jago telah mengetahui bahwa Giok Teng
Hujin bernama Siang Hoa dan merupakan putri dari It Kiam
kay Tionggoan 'pedang sakti yang menyapu Tionggon' Siang
Tang Lay, maka ketika mendengar akan kehadirannya, semua
orang segera alihkan sorot matanya ke arah tengah
gelanggang. Dengan wajah yang agung, Giok Teng Hujin masuk
gelanggang, biji matanya yang jeli ketika itu mengawasi barak
yang dihuni para pendekar dengan tajam, ketika tidak
menjumpai Hoa Thian-hong hadir disitu, air mukanya tampak
berubah hebat. Ci-wi Siancu segera mendengus dingin, sambil menarik
ujung baju Hoa Hujin, katanya, "Hujin, usia Giok Teng Hujin
paling sedikit sudah mencapai dua puluh tahunan, sedang siau
long baru berumur sembilan belas tahun, kedua orang itu
sama sekali cocok satu sama lainnya!"
Mendengar perkataan itu diam-diam Hoa Hujin berpikir,
"Aaai....!sampai sekarang jejak Seng ji masih belum ketahuan,
mati atau hidup sukar diramalkan, nona ini masih memikirkan
tentang soal perkawinannya, benar-benar tak tahu
keadaan...." Ia segera tertawa paksa dan menjawab, "Malam ini seluruh
pikiran dan perhatian kita diputuskan untuk membunuh
musuh, persoalan yang lain dibicarakan dilain waktu saja"
Tiba-tiba Cu Tong dengan wajah murung berkata, "Hujin,
aku hendak mencari Pek Siau-thian untuk menanyakan jejak
dari Seng ji, entah bagaimanakah pendapat hujin itu.
"Biar aku saja yang pergi!" seru Ci-wi Siancu sambil bangkit
berdiri dan siap berlalu.
Hoa Hujin segera menarik pergelangan tangannya sambil
berseru, "Tunggu sebentar, biar aku yang menanyakan
sendiri!" Tiba-tiba suara genta yang ada diatas mimbar berdentang
nyaring, diikuti suara tetabuhan dan pembacaan doa berhenti
sama sekali, ha nya Thong-thian Kaucu seorang yang masih
membaca doa tiada hentinya sambil membakar Lenghu, satu
demi satu hingga akhirnya setelah membakar tiga belas
lembar Lenghu ia baru berhenti. Kemudian memerintahkan
anak muridnya untuk pasang hio ganti lilin dan membakar
uang kertas perak dan kertas emas.
Pada waktu itulah, puluhan orang imam berjubah kuning
dengan lukisan pat kwa dam menyoren pedang dipunggung
berjalan masuk kedalam lembah, usia para imam tersebut
rata-rata empat puluh tahun keatas, tiga orang membentuk
satu barisan berjalan masuk dengan teratur sekali, paling
belakang berjalanlah tiga orang imam tua yang usianya sudah
mencapai delapan puluh tahunan dengan rambut yang
berwarna keperak-perakan, Cin Leng-cinjin berada dtantara
ketiga orang itu. Thong-thian Kaucu segera loncat turun dari atas mimbar
dan lari menuju kemulut lembah untuk menyambut
kedatangan ketiga orang imam tua tersebut dengan sikap
sangat menghormat, ia mempersilahkan orang-orang tua tadi
masuk kebarak untuk beristirahat.
Hoa Hujin takut orang-orang dipihaknya tidak mengenal
akan kelihayan dari ketiga orang imam tua tersebut sehingga
dalam pertarungan massal nanti salah mencari sasaran, maka
segera ujarnya, "Imam tua yang ada ditengah adalah Hian
Leng, yang ada disebelah kiri bernama Pia Leng, sedang imam
yang kecil dan kurus itu bernama Cin Leng-cinjin, ketiga orang
itu merupakan paman guru dari Thian Ik-cu dan sudah
puluhan tahun lamanya tak pernah munculkan diri didalam
dania persilatan!" Mendengar penjelasan itu, wajah para jago agak berubah,
mereka tahu ketiga orang imam tua yang sudah lama
mengasingkan diri dari keramaian dunia, ini pasti memiliki ilmu
silat yang sangat mengerikan, tapi mereka sama sekali tidak
merasa gentar atau takut, sebab mereka sudan menyadari
bahwa keadaan pada saat itu pihak lawan jauh lebih tangguh
kekuatannya daripada pihak sendiri, kecuali Biau-nia Sam-sian,
rata-rata para pendekar yang lain sudah ambil keputusan
untuk berjuang sampai titik darah penghabisan.
Tiba-tiba suasana dibarak bagian depan berubah jadi
hening dan sepi, hal ini segera memancing perhatian orangTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
orang dari golongan pendekar dan perkumpulan Thong-thiankauw
untuk bersama-sama menengok kedepan.
Terdengar Cu Tong berkata dengan suara berat, "Bu liang
loo ji telah datang!"
Tampaklah seorang kakek tua berperawakan kekar, berikat
kepala warna tua dan berjenggot perak sepanjang dada
berjalan masuk kedalam lembah tersebut....
Bu Liang Sinkun dari gunung Buliang san sejak belasan
tahun berselang telah dianggap umum sebegai jago lihay
nomor satu dalam kalangan hek to tetapi sejak ia dikalahkan
oleh Hoa Goan-siu ketika diselenggaranya pertemuan Pak
beng hwee, dengan menahan rasa malu ia segera
mengundurkan diri dan sepuluh tahun lamanya mengasingkan
diri. Ini hari telah muncul kembali dalam pertemuan besar
Kian ciau tayhwee orang itu masih tetap dianggap sebagai
seorang tokoh sakti dalam dunia persilatan.
Kok See-piauw murid ahli warisnya dengan kencang
mengikuti disamping gurunya.
Thong-thian Kaucu dengan memimpin para anak muridnya
buru-buru menyambut kedatangannya, sambil tertawa
katanya, "Kunjungan sinkun benar-benar merupakan suatu
kehormatan bagi kami, apabila sambutan kami kurang
memuaskan, harap siokun suka memberi maaf yang sebesarbesarnya"
Dengan sorot matanya yang tajam bagaikan kilat, Bu Liang
Sinkun menyapu sekejap seluruh lembah lalu sambil tertawa,
jawabnya, "Aku bisa ikut menghadiri pertemuan ini sudah
merupakan suatu kebanggaan, kaucu tak usah sungkansungkan!"
Kemudian tertawa tergelak dengan suara nyaring, suaranya
keras bagaikan genta hingga mendengung dalam lembah
tersebut. Yan-san It-koay dan Liong bun siang san dari perkumpulan
Hong-im-hwie segera menyapa sambil tersenyum dari tempat
duduknya hanya Jin Hian seorang yang munculkan diri dari
barak, sambil memberi hormat.
"Sinkun selamat berjumpa kembali!" sapanya.
"Jin heng, baik-baik kah selama ini?", kemudian kakek tua
itupun menjura ke arah Yan-san It-koay sekalian.
Thong-thian Kaucu tertawa nyaring, serunya, "Kunjungan
Sinkun kedalam pertemuan ini boleh dibilang merupakan
seorang tamu terhormat, bagaimana kalau pinto khusus si
apkan meja perjamuan untuk menghormati dirimu?"
"Tujuan diselenggarakannya pertemuan Kian ciau tayhwee
adalah untuk menghormati arwah yang telah tiada, lebih baik
orang yang hadir dalam pertemuan ini tak usah dilayani secara
istimewa....!" Kedua orang itu saling pandangan dan tertawa, Bu Liang
Sinkun segera memberi hormat oan meneruskan
perjalanannya menuju kebarak dari perkumpulan Sin-kie-pang.
Sedari permulaan tadi, Pek Siau-thian telah keluar dari
baraknya untuk menyambut kedatangannya orang itu, setelah
saling me-ngucapkan kata-kata merendah, merekapun segera
masuk kedalam barak untuk ambil tempat duduk.
Kok See-piauw maju memberi hormat, sapanya, "Paman
Pek!" Sorot matanya dengan tajam menyapu sekeliling tempat itu
untuk mencari Pek Kun-gie, ketika sinar matanya membentur
wajah Pek Soh-gie pemuda itu agak tertegun.
Satu ingatan berkelebat dalam benak Bu lian sinkun,
tegurnya, "Eeei.... kenapa keponakan Kun Gie tidak nampak?"
Dengan sedih Pek Siau-thian menghela papas panjang.
"Aaai.... bocah itu berumur pendek, ia sudah tiada lagi di
kolong langit....!" Mendengar berita itu sekujur badan Kok See-piauw
gemetar keras, dengan wajah berubah hebat, serunya,
"Kenapa dia bisa mati?"
Diam-diam Pek Siau-thian berpikir dalam hatinya,
"Walaupun orang ini kalah jauh kalau dibandingkan dengan
binatang cilik dari keluarga Hoa, namun rasa cintanya
terhadap Kun Gie sudah mendalam sekali, aaai! sayang
keadaan tidak mengijinkan....!!"
Dalam hati ia berpikir dsmikian, diluar jawabnya dengan
hambar. "Ia mati ditangan Hoa Thian-hong, bagaimanakah
duduknya perkara yang sebenarnya aku sendipun kurang
begitu jelas...." "Hoa Thian-hong, putra Hoa Goan-siu"!" seru Bu Liang
Sinkun dengan sepasang alis mata berkenyit, dengan sorot
mata tajam ia segera mengawasi para jago dibarak sebelah
depan. "Bajingan cilik itu sudah kuhajar masuk kedalam jurang
setinggi sepuluh ribu tombak hingga kini masih belum ada
kabar beritanya, aku rasa dia pasti sudah mampus!"
"Bagus! ini hari kita harus babat rumput sampai seakarakarnya,
kalau berkerja harus sempurna daripada dalam dunia
persilatan selalu terbagi antara golongan hitam dan putih."
Pek Siau-thian tersenyum, ia berpaling ke arah Pek Soh-gie
yang berada disisinya dan berkata, "Soh-gie, kemarilah! cepat
memberi hormat untuk empek Lie dan Kok toako!"
Sepasang mata Pek Soh-gie masih merah membengkak dan
basah oleh air mata, mendengar perkataan itu ia segera
menghampiri kedua orang itu dan memberi hormat.
Bu Liang Sinkun segera berpaling ke arah Pek Siau-thian
dan berseru dengan wajah tercengang, "Dia adalah putri
sulungmu?" Pek Siau-thian menganguk.
"Ia bernama Soh-gie, jauh lebih jujur, dia polos daripada
Kun Gie, budak liar yang sukar dikendalikan itu...."
Dengan pandangan tajam Bu Liang Sinkun memperhatikan
sekejap wajah Pak Soh-gie, kemudian pikirnya, "Ditengah
kecantikan wajah gadis ini terpancar suatu daya tarik yang
memikat hati, keayuannya tidak berada dibawah adiknya...."
Berbicara sampai disitu, sambil tersenyum segera ujarnya,
"Gadis yang mengutamakan kehalusan dan kelembutan
memang sukar ditemukan di kolong langit, apalagi berwajah
begini cantik...." Ia menghela napas panjang, setelah berhenti sebentar
sambungnya lebih jauh, "Kita adalah sahabat lama, sedangkan
See Piau dan keponakan Kun Gie juga boleh dibilang
mempunyai hubungan yang erat antara yang satu dengan
yang lain, sayang takdir menghendaki lain sehingga terjadi
perubahan seperti ini. Aaai....! seandainya keponakan Kun Gie
masih hidup di kolong langit dan kita bisa menjodohkan
mereka berdua hingga kita saling berbesar, bukankah hal ini
bagus sekali....?""
Mendengar perkataan ini, satu ingatan segera berkelebat
dalam benak Pek Siau-thian, pikirnya, "Ucapannya ini
bukankah berarti bahwa ia sedang mengajukan pinangan
kepadaku dan mengharapkan aku menjodohkan Soh-gie
kepada muridnya. Sesudah berhenti sebentar, ia berpikir lebih jauh, "Dalam
pertempuran yang bakal langsung kali ini, melenyapkan
kawanan pendekar dari golongan putih merupakan suatu
pekerjaan gampang, tetapi kalau hendak menggunakan
kesempatan ini untuk menumpas kekuatan golongan Hong-imhwie
dan Thong-thian-kauw bukanlah suatu pekerjaan yang
gampang, tapi seandainya aku bisa mendapat bantuan dari Bu
Liang Sinkun, maka harapannya untuk mendapat kemenangan
bukankah jauh lebih besar?"
Berpikir sampai disini, pikirannya segera bekerja, diamdiam
ia memperhatikan sekejap diri Kok See-piauw, kemulian
pikirnya, "Paras muka orang ini tidak jelek, ilmu silat yang
dimilikipun sangat bagus, memang tak ada salahnya kalau
dijodohkan kepada Soh-gie. Dalam koiong langit dewasa ini
tiada ada seberapa orang yang pantas mempersunting putri
keluarga Pek, biar kuterima saja pinangannya ini...."
3 Setelah mengambil keputusan, ia segera tersenyum dan
berkata, "Keponakan See Piau memang tampan dan manusia
hebat yang sukar didapati dalam kolong langit dewasa ini,
sayang Kun Gie budak itu tidak punya rejeki baik. Aaai....!"
Dia menghela napas panjang dan tiba-tiba membungkam.
Ketika Bu Liang Sinkun mendengar Pek Siau-thian memuji
anak muridnya, ia tahu bahwa urusan berjalan lancar, sambil
mengelus jenggot dan tertawa segera ujarnya lagi, "Pek Loo
te, apakah Soh-gie bocah ini sudah dijodohkan kepada orang
lain?" Kembali Pek Siau-thian menghela napas panjang.
"Aaaiii....! sebenarnyaa ia selalu mendampingi ibunya hidup
menyendiri sedangkan akupun sibuk dengan urusan
perkumpulanku, sampai sekarang masih belum ada
kesempatan untuk memikirkan soal jodoh mereka!"
Bu Liang Sinkun jadi sangat kegirangan.
"Kalau memang begitu, siau Leng ingin sekali mempererat
hubunganku dengan diri Lo te, cuma sayang muridku See Piau
mungkin terlalu jelek dan bodoh sehingga tidak dapat
menerimanya?" "Kita toh sahabat lama kenapa harus sungkan-sungkan"
jawab Pek Siau-thian sambil tertawa, "mungkin putriku yang
tidak memadahi untuk mendampingi keponakan See Piau.
"Haahh.... haahh.... haaahhh" Bu Liang Sinkun tertawa
terbahak-bahak, "ayoh cepat cepat memberi hormat kepada
ayah mertuamu!" Kok See Pitu jadi amat terperanjat.
"Suhu...." teriaknya.
Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bu Liang Sinkun jadi gusar, dengan ilmu menyampaikan
suara buru-buru bisiknya, "Goblok! budak ini sepuluh kali lipat
lebih hebat daripada Pek Kun-gie, kalau engkau mengawini
dirinya sebagai istrimu maka per kumpulan Sin-kie-pang
merupakan hadiah bagi perkawinan itu, cepat atau lambat Pek
loo ji akan mengundurkan diri dan ketika itu dunia persilatan
akan menjadi kekuasaanmu"
Mula-mula Kok See-piauw merasa terperanjat kemudian
tertegun dan akhirnya kegirangan, buru-buru ia bangkit berdiri
dan berjalan kehadapan Pek Siau-thian lalu menjalankah
penghoramatan besar. "Ayah...." tiba-tiba terdengar Pek Soh-gie berseru sambil
menangis. Pek Siau-thian merasakan hatinya bergetar keras, dengan
rasa kejut bercampur gusar, serunya, "Ada apa?"
Dengan air mata bercucuran, Pek Soh Gei berkata, "Siau li
telah bersumpah antuk menemani ibu sepanjang hidup,
selamanya aku tak akan membicarakan tentang...."
Pek Siau-thian semakin gusar bentaknya, "Kurang ajar,
aku...." Dengan sorot matanya yang tajam Bu Liang Sinkun segera
mengamati wajah Pek Soh-gie, ia lihat wajahnya bersungguhsungguh
dan sedikit pun tidak nampak berpura-pura, karena
takut urusan jadi berabe dan malahan tidak karuan, buru-buru
ia menukas sambil tertawa, "Loo te tak usah marah, bocah ini
meskipun bodoh tapi rasa baktinya kepada orang tua amat
besar, engkau tak usah menegur di rinya lebih jauh...."
Sesudah berhenti sebentar, dengan ilmu menyampaikan
suara segera ujarnya lagi, "Hati kaum muda paling gampang
berubah, paling bander sikapnya itu hanya berlangsung untuk
sementara waktu belaka, biarlah mereka berdua bergaul lebih
lama sehingga timbul perasaan yang mendalam da lam hati
mereka masing-masing, setelah selesai menghadiri pertemuan
besar Kian ciau tayhwee ini, aku dengan mengajak muridku
akan berkunjung sendiri kegunung Hoan keng san, asalkan
Hong hwee menyatakan persetujuannya dalam soal
perkawinan ini, bukanlah urusan besar?"
Pek Siau-thian menghela napas panjang, ia segera teringat
kembali akan keadaan dirinya yang telah berpisah deagan
istrinya, putri bungsu Kun Gie yatg berada dibawah
bimbingannya ternyata mendapat bencana dimasa muda,
terhadap putri sulungnya yang jauh lebih luhur ia merasa tak
tega untuk menggunakan cara yang keras.
Setelah termenung beberapa saat lamanya ia segera
membangunkan Kok See-piauw yang sedang berlutut
dihadapannya dengan muka merah padam, katanya, "Ini hari
seluruh orang gagah dari penjuru dunia berkumpul disini,
inilah kesempatan ynng paling baik buat setiap pria sejati
untuk unjukkan kehebatan, Hian tit! duduklah disisiku dan soal
perkawinan kita bicarakan lagi di kemudian hari"
"Terima kasih atas perhatian dari paman!" jawab Kok Seepiauw
sambil memberi hormat. Ia segera maju kedepan dan duduk disamping Pek Soh-gie.
Tiba-tiba.... dari mulut lembah muncullah empat orang
pemuda berbaju ringsas yang menggotong sebuah tandu
berwarna hitam. Paras muka keempat orang pemuda itu bersih dan tampan,
usianya diantara lima enam belas tahunan, gerak-geriknya
enteng dan cepat, sesudah memasuki mulut lembah tersebut
tandu tadi langsung menuju kebawah persembahan.
Seorang murid perkumpulan Thong-thian-kauw segera
maju menyongsong sambil bertanya, "Yang datang adalah
orang gagah dari mana?"
Empat orang pemuda berpakaian ringkas itu menurunkan
tandunya keatas tanah, kemudian salah seorang yang berada
dipaling depan menjawab dengan suara lantang, "Siang Tang
Lay dari wilayah See ih!"
Jawaban tersebut laksana guntur yang membelah bumi
disiang hari bolong, menggetarkan hati semua jago yang hadir
dalam lembah Cu bu-kok tersebut, seketika itu juga suasana
jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.
Thong-thian Kaucu , Pek Siau-thian, Jin Hian, Bu Liang
Sinkun dan para jago lainnya sama-sama merasa terperanjat,
mereka semua segera bangkit berdiri tinggalkan tempat
duduk. Pedang sakti yang menyapa daratan Tionggoan, Siang
Tang Lay adalah seorang tokoh sakti yang sudah tersohor
namanya sejak dua puluh tahun berselang kemunculannya
yang secara tiba-tiba sebelum pertemuan besar Kian ciau
tayhwee diselenggarakan benar-benar sa ngat menggetarkan
hati setiap orang. Seorang pemuda berpakaian ringkas maju kedepan
menyingkap horden yang menutupi tandu tersebut, dua orang
lainnya segera maju kedepan dan mendorong keluar sebuah
kursi beroda dari dalam tandu tadi, diatas kursi beroda duduk
seorang pria bangsa Han yang memakai jubah putih, sepatu
tebal dan kaos putih yang tinggi, sedikitpun tidak nampak
dandanannya sebagai seorang suku Oh.
Rambut putih orang itu panjang terurai kepundak, jenggot
peraknya sepanjang dada, menurut keadaan semestinya orang
itu adalah seorang kakek tua, terapi mukanya ternyata masih
kencang dan sedikitpun tidak nampak kerutan-kerutan, sekilas
pandangan bahwa menyerupai seorang lelaki yang baru
berusia tiga puluh tahunan.
Thong-thian Kaucu berada paling dekat dengan orang itu,
ketika wajah orang itu diamatinya dengan lebih seksama maka
kecuali rambut putih serta Jenggot putih yang telah tumpuh
subur diwajah orang itu, paras mukanya sama sekali tidak
berbeda, dia bukan lain adalah manusia aneh yang pernah
mengobrak abrik dunia persilatan dengan an dalkan sebilah
pedang emas kecil. Untuk beberapa saat lamanya jantung terasa berdebar
keras, ia tak dapat mengutarakan hatinya merasa terkejut
atau takut, murung atau gembira.
Dalam sekejap mata dari dalam barak muncullah Pek Siauthian,
Bu Liang Sinkun, Jin Hian dan lainnya, melihat hal itu
Thong-thian Kaucu buru-buru maju pula kedepan.
Pedang sakti yang menyapu daratan Tionggoan Siang Tang
Lay masih tetap duduk diatas kursi, sepasang tangannya
diletakan di atas lutut dan membawa sebuah kotak kecil
setengah depa lebarnya yang memancarkan sinar keemasemassan
ketika itu dengan sorot matanya yang tajam, ia
sedang menyapu empat orang jago yang sedang mendekati
dirinya kemudian tegurnya dengan suara lantang, "Dimanakah
Ciu It-bong?" Thong-thian-kauwca segera tertawa terbahak-babak.
"Haaahh.... haaahbh.... haaahhh.... kepergian Siang sicu
telah meninggalkan bencana karena sebilah pedang emas itu,
Ciu It-bong telah berangkat menuju neraka!"
"Hidung kerbau bau, engkau berani menyumpai diriku?"
mendadak diri mulut lembah berkumandang teriakan
seseorang. Diiringi suara ketakutan yang nyaring tahu-tahu ditengah
gelanggang telah bertambah dengan seorang marusia.
Ketika semua orang alihkan sorot matanya, maka
tampaklah Ciu It-bong dengan andalkan sebuah lengan kirinya
sambil membawa sebuah tongkat besi sepanjang lima depa
sedang meluncur datang dari tengah udara, walaupun
badannya sudah cacad namun semangat orang itu masih
tinggi, hal ini membuat semua orang diam-diam merasa
kagum. Siang Tang Lay segera tersenyum, tanyanya, "Ciu It-bong,
senjata e"masku itu apakah masih berada ditanganmu?"
"Haaahh.... hahhh.... haaahhh.... tentang soal ini tanyakan
saja kepada Jin Hian tua bangka tersebut karena sudah
diambil olehnya," jawab Ciu It-bong sambil tertawa tergelak,
dengan alis berkenyit ia melirik sekejap ke arah pemimpin
perkumpulan Hong-im-hwie tersebut.
Siang Tang Lay alihkan pandangnya ke arah Jin Hian dan ia
bertanya kembali. "Apakah pedang emas itu berada ditanganmu?"
Dalam hati Jin Hian segera berpikir, "Tempo dulu kami
semua telah memotong kutung seluruh otot dan sendi penting
dari Siang Tang Lay, kalau dilihat dari kursi roda yang
digunakan untuk mengganti kakinya, hal ini jelas
menunjukkan bahwa badannya memang telah cacad, dengan
badan yang cacad ia masih punya kemampuan apalagi yang
bisa diandalkan?" Berpikir sampai disitu ia segera mendengus dingin dan
menjawab. "Pedang emas memang berada ditangan aku orang she Jin,
engkau mau apa?" "Bagus sekali" teriak Cui It Bong dengan cepat "Jin loo ji
dicuri orang, ternyata engkau sengaja melepaskan asap untuk
membo hongi orang?" "Heeehhh.... heeehhh.... heehhh.... kalau benar engkau
mau apa?" jawab Jin Hian sambil tertawa dingin.
Haruslah diketahui, lantaran pedang emas tersebut putra
tunggal Jin Hian telah dibunuh orang bahkan hingga saat ini
pembunuhnya masih belum ketahuan, karena itulah
kendatipun dalam kenyataan pedang emas tersebut telah
dicuri orang tetapi ia mengakui masih berada disakunya untuk
memanaskan hati orang. Tetapi rahasia tentang Pedang emas adalah rahasia besar
yang tak dapat dipecahkan oleh semua orang dalam
persilatan, pedang emas justru merupakan titik perhatian
semua orang, pada dasarnya para jago memang sudah
menaruh curiga akan persoalan itu, setelah Jin Hian berkata
demikian maka situasi pun seketika berubah.
Pek Siau-thian dengan sepasang matanya memancarkan
cahaya tajam segera berseru, "Jin heng, kalau memang
pedang emas itu masih berada ditanganmu kenapa tidak
engkau ambil keluar" mumpung sahabat Siang masih berada
disini, kita bisa minta bantuanny untuk memecahkan teka teki
mengenai pedang emas ini, agar dunia persilatanpun tak usah
selalu diliputi pertikaian karena masalah tersebut!"
"Benar!" teriak Ciu It-bong, "kalau rahasia pedang emas
belum terbongkar aku tak alan mati dangan mata terpejam"
Thong-thian Kaucu tertawa terbahak-bahak.
"Haahh.... haah.... haahh.... Siang Sicu, engkau bersusah
payah melakukan perjalanan sejauh sepuluh laksa li datang
kemari, apakah tujuanmu adalah untuk melagukan duel sengit
lagi dengan para orang gagah dari daratan Tioaggoan?"
tegurnya. Siang Tang Lay berpaling dan memandang sekejap meja
abu para orang gagah yang telah gugur dalam pertemuan Pak
beng bwee diatas panggung persembahan, lalu menghela
napas panjang, sahutnya, "Dari mulut seseorang, aku pernah
mendengar bahwa para orang gagah dari daratan Tionggoan
kebanyakan sudan menemui ajalnya dalam pertemuan besar
Pak beng hwee, kedatanganku ke Timur kali ini sama sekali
bukan bermaksud untuk melakukan pertarungan melawan
orang-orang persilatan daratan Tionggoan....!"
"Maksud dari perkataan itu sudah jelas sekali, yakni dalam
pandangannya kelima orang jago lihay yang berada dihadapan
mukanya sekarang ini sama sekali tidak terhitung sebagai
manusia gagah dari daratan Tionggoan."
Mendengar sindiran tersebut, merah jengah selembar
wajah Thong-thian Kaucu berlima.
"Haruslah diketahui sewaktu tempo hari, Siang Tang Lay
mengacau daratan Tionggoan akhirnya ia telah menderita
kekalahan ditangan tenaga gabungan dari kelima orang ini
bahkan kelima orang tersebut telah menggunakan siasat licin,
oleh sebab itulah sesudah mendengar sindiran yang amat
pedas itu mereka semua merasa tersipu dan malu!"
Bu Liang Sinkun dari malu menjadi gusar dengan suara
berat ia segera menukas, "Walaupun semua orang gagah
didaratan Tionggoan telah mampus, manusia-manusia bodoh
yang masih hidup masih ada banyak sekali, akulah yang
pertama-tama akan minta petunjuk darimu"
Sambil ayun telapaknya dari kejauhan dia lancarkan satu
pukulan gencar ke arah depan.
Gulungan angin puyuh menderu-deru menembusi angkasa,
begitu hebat serangan yang dilepaskan membuat orang-orang
yang ada dibarak-barak kiri dan kanan merasakan telinganya
mendengung keras. Kekuatan tenaga pukulan yang dipancarkan Bu Liang
Sinkun betul-betul luar biasa sekali, meskipun semua orang
terperanjat namun mereka tidak merasa keheranan sebab
dibawah nama besar tak mungkin ada manusia yang tak
becus, semua orang hanya ingin tahu Siang Tang Lay yang
sudah cacad akan menghadapi serangan tersebut dengan cara
apa. Terdengar bentakan keras menggeletar di angkasa, empat
orang pemuda berpakaian ringkas yang berdiri dikedua belah
sisi kursi roda tiba-tiba ayunkan tangannya, serentetan cahaya
perak laksana sambaran petir berkelebat ke arah depan,
seketika itu juga angin pukulan Bu liang Sinkun yang maha
dahsyat itu terbagi menjadi dua dan menggulung lewat dari
kedua belah sisi kursi roda itu....
Dengan ketajaman mata Bu Liang Sinkun, walaupun cahaya
perak hanya berkelebat dalam waktu singkat, namun ia
sempat melihat bahwa ditangan keempat orang pemuda itu
masing-masing membawa sebilah pedang kecl berwarna
perak, pedang kecil itu panjangnya lima cun dan tiada
berbeda jauh antara yang satu dengan lainnya, hanya
warnanya berbeda dan cahaya yang memancar keluar nampak
aneh sekali. Keempat orang pemuda berpakaian ringkas itu setelah
menahan ancaman yang meluncur tadi segera turunkan
kembali tangannya kebawah, pedang kecil yang berada
digenggamannyapun seketika lenyap tak berbekas, sikap
mereka tenang seolah-olah tak terjadi sesuatu apa pun, untuk
beberapa saat lamanya keadaan iu menegunkan hati beberapa
orang gembong iblis tersebnut.
Thong-thian Kaucu yang bisa membawa diri, setelah
tertegun beberapa saat lamanya ia segera tergelak, serunya,
"Kiong hi.... kiong ni....!ilmu silat ampuh yang dimiliki Siang
sincu telah mendapatkan ahli waris, sekarang sahabat-sahabat
persilatan dapat membuka matanya kembali!"
Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siang Tang Lay tersenyum dan gelengkan kepalanya, ia
berkata, "Dengan andalkan ilmu silat mereka yang tidak
seberapa itu masih selisih jauh kalau ingin adu kekuatan
dengan para jago lihay dan daratan Tionggoan"
Hmm! engkau berani datang kembali ke wilayah Timur
sudah tentu tiada sesuatu yang kau segani bukan" apa yang
kau andalkan lagi" ayoh cepat perlihatkan keluar!" seru Bu
Liang Sinkun dengan suara dingin.
Bukannya gusar, Siang Tang Lay malah tertawa, jawabnya,
"Aku tidak lebih hanya seorang manusia cacad yang sudah tak
berguna lagi, ambisiku sudah lenyap tak berbekas sejak
dahulu kala, kedatanganku ke wilayah timur kali ini tidak lebih
hanyalah hendak menyelesaikan beberapa macamm persoalan
kecil, soal arti nama dan kedudukan sudah tidak masuk dalam
pikiranku lagi" Mula-mula Bu Liang Sinkun nampak tertegun, kemudian
pikirnya lebih lanjut. "Meskipun beberapa orang bocah cilikmu tidak terlalu
menarik perhatian, nampaknya kepandaian silat mereka cukup
tangguh dan sulit dihadapi, sekalipun aku berhasil menang
juga tidak gagah, aku harus baik-baik menjaga diri agar nama
besarku yang dipupuk secara susah payah selama ini tidak
hancur berantakan dengan begitu saja"
Karena berpikir demikian, diapun membungkam dan segera
meagundurkan diri dari situ.
Terdengar Thong-thian Kaucu berkata lagi, "Siang sicu
kalau memang engkau tidak berhasrat untuk cari nama dan
kedudukan dalam dunia persilatan, itu berarti bahwa engkau
adalah tamu terhormat dari perkumpulan kami, entah
persoalan apakah yang hendak kau selesaikan" apabila
membutuhkan bantuan, pinto bersedia untuk
menyumbangkan tenagaku, Siang Tang Lay tertawa, sahutnya
dengan suara lantang, "Pertama aku hendak membongkar
rahasia yang menyangkut tentang soal pedang emas, daripada
kepandaian silat yang maha sakti itu ikut lenyap kedalam
perut bumi bersama aku manusia cacad ini...."
"Mengutamakan kependekaran daripada keuntungan
pribadi tindakanmu ini memang patut dipuji oleh setiap
manusia di kolong langit, apakah persoalan kedua yang akan
Siang sicu lakukan?" seru Thong-thian Kaucu dengan suara
lantang. "Dalam peti yang kubawa ini tersimpan suatu benda
mustika yang tak ternilai harganya dan merupakan benda
langka yang diimpikan oleh setiap umat persilatan dalam
kolong langit, aku hendak mencari seseorang yang berjodoh
serta menghadiahkan benda ini kepadanya"
Makin bicara orang itu semakin aneh membuat orang yang
hadir dalam lembah itu merasakan jantungnya berdebar keras
dan wajahnya berubah jadi merah padam, mereka menjadi tak
sabar dan ingin cepat-cepat mengetahui rahasia yang
menyulubunni pedang emas itu disamping juga ingin
mengetahui benda apakah yang berada dalam peti itu.
Terdengar Jin Hiag menjengek dingin dan berkata, "Sebuah
pedang emas sudah cukup termasuk aneh dan luar biasa, aku
tidak percaya kalau di kolong langit masih terdapat benda
mustika lainnya yang jauh lebih aneh dan luar biasa"
Siang Tang Lay tersenyum.
"Kolong langit selebar ini siapa bilang tiada keanehan yang
terdapat didalamnya" asal orang ada rejeki maka ia dapat
merasa kannya dengan gembira"
"Siang Tang Lay," seru Ciu It-bong pula, "kita semua boleh
dibilang bersikap kurang begitu baik terhadap dirimu, kenapa
benda mustika yang begitu berharga engkau berikan kepada
orang lain?" "Dari mana engkau tahu benda mustika itu akan
kuhadiahkan kepada siapa...." siapa tahu aku hendak
menghadiahkan kepada seorang sahabat karibku atau
keturunannya sebagai tanda penghargaan atas budi yang
pernah diberikan kepadaku dimasa lampau"
Setelah perkataan itu diutarakan keluar, mau tak mau
semua orang jadi mempercayainya, dalam sekejap mata
meluruh pandangan mata yang tajam bersama-sama dialihkan
ke arah kotak emas yang berada ditangan orang she Siang itu,
seakan-akan hendak mengetahui apa isi kotak yang
sebenarnya.... Thong-thian Kaucu diam-diam berpikir, "Hoa Goan-siu
pernah melepaskan budi kepadanya, dimana selembar jiwanya
telah diselamatkan dari kematian, apabila dia memiliki benda
mustika yang tak ternilai harganya, benda itu tentu akan
dihadiahkan kepada keluarga Hoa, aaai! sayang peristiwa ini
terjadi didepan umum, tak mungkin aku bisa merampas benda
tersebut dengan keke rasan...."
Jin Hian telah kehilangan nyawa putra tunggalnya lantaran
ia menyimpan benda mustika, atas terjadinya peristiwa
tersebut ia merasa amat membenci terhadap pedang emasnya
Siang Tang Lay, sekarang mendengar ada benda mustika yang
akan dihadiahkan kepada orang lagi, timbullah rasa benci
dalam hatinya. Dengan penuh kegusaran ia membentak keras, "Siang
Tong Lay, engkau tak usah bermain licik, andaika masih ada
persoalan yang ketiga, ayoh cepat diutarakan keluar kalau
tidak perkumpulan Hong-im-hwie akan segera mengirim
engkau untuk pulang keakhirat.
"Tentu saja masih ada masalah yang ketiga," jawab Siang
Tang Lay perlahan-lahan. "Apakah persoalan itu?" bentak Jin Hian dengan kasar.
Air muka Siang Tang Lay berubah jadi serius, dengan nada
ber suagguh-sungguh ia berkata, "Persoalanku yang ketiga
adalah hendak menyambangi arwah-arwah yang telah tiada
dalam pertemuan besar Kian ciau tayhwee ini, disamping itu
aku akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk balaskan
dendam bagi sababat-sahabat lamaku yang telah meninggal!"
Mendengar sampai disitu, Bu Liang Sinkun segera
menengadah kea tas dan tertawa terbahak-bahak, sejenak
kemudian dengan wajah menyeringai ia berkata, "Haahh....
haahh.... haahh.... jadi kalau begitu bicara pulang pergi,
kedatanganmu adalah mengandung maksud-maksud
tertentu?" Sorot matanya segera dialihkan keatas wajah Thong-thian
Kaucu dan melanjutkan, "Too teng, apakah upacara dalam
pertemuan Kian ciau tayhwee ini telah selesai atau belum"
jikalau tiada upacara lainnya lagi maka kami semua akan
segera menyelesaikan perselisihan tentang urusan dunia
persilatan" ooooOoooo 50 MENDENGAR ucapan tersebut, Thong-thian Kaucu jadi
amat terperanjat, buru-buru katanya, "Pinto beran-benar
pikun, tengah malam sudah lewat tapi upacara resmi masih
belum juga dimulai...."
Setelah memberi hormat, buru-buru ia balik lagi kedalam
barak, setelah mengenakan pakaian upacara ia segera loncat
naik keatas mimbar. Terdengar suara genta kembali bergema nyaring, suara
pembacaan doa berkumandang kembali memecahkan
kesunyian. Dengan kerdipan mata, Siang Tang Lay memberi tanda
kepada keempat orang muridnya, mereka segera mendorong
kursi beroda itu masuk Kedalam tandu lalu berjalan menuju
kebarak yang dihuni para pendekar dari kalangan lurus.
Pek Siau-thian, Bu Liang Sinkun dan Jin Hiang kembali
kebaraknya masing-masing, hanya Ciu It-bong seorang yang
loncat keangkasa dan seorang diri duduk diatap barak.
Setelah semua orang mungundurkan diri, segerombolan
imam dengan membawa orang-orangan kertas, kuda-kudaan
kertas berjalan masuk ke dalam gelanggang, sambil berputar
mengelilingi arena, mereka membaca doa tiada hentinya.
Tiba-tiba muncul kembali tiga orang imam cilik baju merah,
ditangan mereka masing-masing membawa sebuah Leng pay
berwarna putih dan naik keatas panggung persembahan,
kemudian ketiga leng pay berwarna putih tadi di letakkan
dibawah meja abu yang sangat be-sar ditengah panggung
tersebut. Dalam sekejap mata suasana dalam lembah jadi sangat
gaduh, suara bisikan bergema jadi pembicaraan yang ramai,
suasana benar-benar amat ramai dan ribut.
Ternyata ketiga buah leng pay warna putih yang
terpancang diatas panggung itu yang tengah bertuliskan,
"Tempat abu dari Hoa Thian-hong kepala kampung muda
perkampungan Liok Soat Sanceng"
Yang kiri bertuliskan, "Tempat abu Jin Bong pimpinan muda perkumpulan Hongimhwie" Sedangkan yang ada disebelah kanan bertuliskan,
"Tempat abu dari Pek Kun-gie ketua muda perkumpulan
Sin-kie-pang." Siang Tang Lay setelah masuk kedalam barak baru saja
sempat ber cakap-cakap beberapa patah kata dengan Hoa
Hujin ketika menyaksikan munculnya tempat abu dari Hoa
Thian-hong sekujur badannya bergetar keras, ia segera
menegur, "Hoa Hujin, sebenarnya apa yang telah terjadi?"
Hoa Hujin sendiri pun terbelalak matanya dengan mulut
melongo, bagaikan disambar petir disiang hari bolong ia
berdiri mendelong, beberapa saat kemudian ia mendusin dari
lamunannya dan menggerakkan bibir seperti sedang
mengucapkan sesuatu. Tiba-tiba tampaklah bayangan manusia berkelebat lewat,
Tio Sam-koh, Hoa In, Biau-nia Sam-sian dan tiga harimau dari
keluarga Tiong bersama-sama loncat keluar dari dalam barak
Menyaksikan kejadian itu, Hoa Hujin merasa amat
terperanjat, dengan cepat tangannya bekerja menyambar
lengan Tio Sam-koh, hardiknya dengan suara keras,
"Semuanya berhenti!"
Semua orang merasa terkesiap dan segera menghentikan
langkah kakinya dan berdiri tertegun.
Sepasang mata Tio Sam-koh berubah jadi merah membara,
sambil mengetukkan toyanya diatas tanah, teriaknya dengan
suara lantang, "Pek Siua Thian! apakah Hoa Thian-hong mati
karena kau bunuh?" "Kecuali aku yang lakukan, siapa lagi yang mampu
membinasakan dirinya....?" jawab Pek Siau-thian dengan suara
dingin. "Bluuk....!" tiba-tiba Chin Wan-hong yang duduk dikursi
roboh keatas tanah dan jatuh tak sadarkan diri.
Hoa Hujin merasakan hatinya amat sakit bagaikan diiris
dengan pisau, tetapi ia masih tetap menaban diri, sepatah
demi sepatah katanya dengan suara tegas, "Manusia yang
mana tidak dikandung selama sembilan bulan sepuluh hari
sebelum dilahirkan" manusia semuanya dipelihara oleh ayah
dan ibu, Seng ji tak akan mati dengan siasia, tetapi untuk
membalas dendam kita harus menilai dahulu kekuatan kita
masing-masing." Tio Sam-koh berusaha meronta dengan sekuat tenaga
tetapi ia tak behasil melepaskan diri dari cekalan lawan
akhirnya dengan suara gamas serunya, "Engkau mau menilai,
nilailah tenagamu sendiri dan aku akan melakukan pekerjaan
sendiri, masing-masing melakukan tugasnya sendiri dan tidak
saling bersangkutan"
"Hmmm! Hoa Goan-siu adalah ayah dan Hoa Thian-hong
adalan putra, sebelum dendam sakit angkatan sebelumnya
dibalas, dendam angkatan yang lebih muda tak dapat
dilakukan lebih dahulu!" seru Hoa Hujin dengan suara tegas.
"Tio lo thay!" Ciu Thian-hau dari gunung Huang-san segera
menimbrung dengan suara serak, "seribu hutang piutang jadi
satu per hitungan, belasan tahunpun kita dapat menunggu
mengapa untuk sesaat saja engkau tak mampu?"
Dari atas panggung persembahan tiba-tiba berkumandang
suara seruan seseorang dengan suara lantang.
"Thong-thian Kaucu telah resmikan pembukaan upacara
pertemuan Kian ciau tayhwee, para enghiong dan orang
gagah yang akan menghormati arwah-arwah dari
perkampungan Liok Soat Sanceng dipersilahkan maju
kedepan...." Buru-buru Hoa Hujin menentramkan hatinya dan maju
kedepan lebih dahulu, semua orang yang menyaksikan
kejadian itu segera menyusul dari belakang dan bersamasama
menuju kebawah panggung persembahan.
Terdengar panitia yang ada diatas panggung kembali
berseru lantang, "Persembahan untuk Hoa Goan-siu lo cung
cu dari perkampungan Liok Soat Sanceng"
Hoa Hujin menahan air mata yang hampir meleleh keluar
dan buru-buru jatuhkan diri berlutut didepan meja abu, Chin
Wan-hong yang baru saja mendusin dari pingsannya dibawah
bimbingan Tiong Lo poo cu ikut maju kedepan panggung.
Gadis itu sudah menganggap dirinya sebagai menantu
keluarga Hoa, dalam sedihnya diapun tak kenal arti malu lagi,
melihat Hoa Hujin berlutut keatas tanah diapun ikut berlutut
memberi hormat, Hoa In sebagai pelayan keluarga Hoa,
segera mengikuti majikannya belutut pula keatas tanah.
Selesai menjalankan penghormatan, ketiga orang itu
menyingkir kesamping, para jagopun maju memberi hormat
sedang ketiga orang tadi berlutut membalas hormat.
Ditengah dentingan alat tetabuhan, panitia kembaii berseru
lantang, "Persembahan untuk Oh Thian Siau ketua angkatan
ketujuh perguruan keluarga Wi dari kota Wanciu...."
"Persembahan untuk In beng sam hiap Giu Huan Tiat Sio
dan Ko Sau Po...." "Persembahan untuk Dewa geledek Chin Goan Tay...."
Pek lek sian dewa geledak adalah guru dari Bong Pay,
sebagai seorang lelaki berjiwa polos ketika mendengar nama
guruaya disebut ia tak dapat menahan kesedihan hatinya lagi
dan meledaklah isak tangis yang ramai.
Jilid 7 SETELAH pria itu menangis, maka Chin Wan-hong, Biau-nia
Sam-sian, tiga harimau dari keluarga Tiong yang teringat akan
kematian Hoa Thian-hong sama-sama tak dapat menahan diri
dan ikut menangis pula. Dewa yang suka pelancongan Cu Tong adalah salah
seorang diantara sepasang dewa bersama-sama dengan Dewa
geledek, sedang Suma Tiang-cing adalah saudara angkat diri
Hoa Goan-siu, walaupun sanak namun mereka adalah sahabat
Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karib, semua orang segera diliputi oleh kesedihan membuat
suasana penuh diliputi kedukaan.
Dengan susah payah, akhirnya terdengar panitia berseru
kembali, "Dipersilahkan para orang gagah yang tergabung
dalam kelompok perkampungan Liok Soat Sanceng
mengundurkan diri...."
Semua orang dengan menahan sedih dan air mata,
mengundurkan diri kembali kedalam barak, panitia segera
mempersilahkan orang-orang dari perkumpulan Sin-kie-pang
maju memberi hormat. Dengan dipimpin oleh Pek Siau-thian, ratusan orang
anggota perkumpulan Sin-kie-pang sama-sama maju kedepan
untut memberi hormat kepada arwah-arwah anggota
perkumpulan Sin-kie-pang yang gugur dalam pertemuan besar
Pek beng hwee. Haruslah diketahui, upacara penghormatan untuk arwah
yang telah tiada merupakan adat yang dipegang teguh setiap
orang pada masa itu, arwah yang telah tiada dianggap
sebagai orang besar. Karena itu meskipun Pek Siau-thian
adaloh seorang ketua perkumpulan namun sikapnya selama
upacara selalu serius dan bersungguh-sungguh, hal ini
dimaksudkan asar menarik simpati dari anak buahnya.
Setelah perkumpulan mereka, maka giliran Hong-im-hwie
maju memberi hormat. Baru Saja pihak Perkumpulan Hong-im-hwie selesai
melakukan penghormatan, tiba-tiba dari luar lembah Cu-bukok
secara lapat-lapat dengaran tangisan setan.
Setelah itu, tampaklah para jago perkumpulan Sin-kiepang,
Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw yang bertugas
diluar lembah sama-sama lari terbirit-birit masuk kedalam
lembah, dua orang imam dari Thong-thian-kauw dengann
wajah pucat pias lari menuju kehadapan Thian Sengji,
tangannya menuding keluar lembah dengan gemetar,
beberapa saat kemudian mereka baru mampu bersuara.
"Lapor Tamcu, setan-setan penasaran yang telah mati
dengan darah mengalir dari ketujuh lobang inderanya itu, te....
telah.... telah hidup kembali!"
Mendengar laporan itu, Thian Sengcu merasa terkejut
bercampur gusar, bentaknya, "Omong kosong!, dengan mata
kepalaku sendiri telah kuperiksa bahwa mereka telah mampus
semua, mana mungkin bisa hidup kembali?"
"Makhluk-makhluk aneh itu telah dibuang kedalam sebuah
jurang di bukit sebelah kiri dan dikubur dalam satu liang,
tapi.... tapi...." "Tapi kenapa?" bentak Thian Sengcu dengan gusar.
"Mereka semua telah hidup kembali, sambil ribut dan
menangis mereka menuju kemari dan agaknya segera akan
tiba disini, aduh mak! itu mereka telah datang!"
Ditengah pembicaraan, suara isak tangis dan jeritan setan
telah bergema memenuhi seluruh lembah, makhluk setan
berwajah seram dan berambut awut-awutan itu sambil
berdesak-desakan muncul kembali didalam lembah.
Setan-setan itu pada dasarnya berwajah menyeramkan,
ditambah darah mengalir keluar dari tujuh lubang inderanya
membuat wajah makhluk-makhluk itu nampak lebih seram.
Dalam waktu singkat, makhluk setan yang memakai
belenggu kehilangan kaki tangan atau lidahnya menjulur
keluar itu sudah ber kumpul semua dibawah panggung
persembahan, mereka semua pada menjerit dan menangis
hingga suasana jadi amat ribut.
Ci-wi Siancu jadi ketakutan setengah mati, dengan badan
gemetar dan gigi saling beradu ia mendekati Hoa Hujin dan
berbisik lirih, "Hujin, suhu telah menghadiahkan sedikit kabut
sembilan bisa ke padaku dengan pesan agar racun itu jangan
digunakan sembarangan, bagaimana kalau sekarang
kulepaskan racun itu agar makhluk-makhluk setan itu...."
Agaknya takut ia kalau perkataannya kedengaran oleh
makhluk setan tersebut, perkataannya makin lama semakin
lirih, Hoa Hujin termenung sebentar, kemudian menjawab,
"Engkau tak usah terburu nafsu lebih dahulu, selama mereka
tidak mengganggu kita lebih baik kitapun tak usah
mengganggu mereka" Sementara pembicaraan masih berlangsung, Thong-thian
Kaucu serta Thian Seng cu dengan memimpin sekelompok
anak muridnya telah mengepung rapat-rapat ketujuh puluh
dua orang makhluk setan itu, tetapi makhluk-makhluk aneh itu
masih tetap menjerit dan menangis, terhadap pengepungan
tersebut mereka sama sekali tidak ambil perduli.
Dengan muka penuh kegusaran Thian Seng cu segera
menghardik, "Pertemuan besar Kian cian tayhwee diadakan
untuk mengenang arwah-arwah orang gagah yang semasa
dalam dunia merupakan orang kenamaan, perduli kalian
semua adalah setan atau manusia, ayoh cepat mengirim
seorang pemimpin untuk berbicara, apabila kalian
mengharapkan sesuatu maka perkumpulan Thong-thian-kauw
kami pasti akan berusaha memenuhinya...."
Baru saja ucapan terebut diutarakan keluar, dari luar
lembah Cu bo kok tiba-tiba berkumandang datang suara
jeritan lengking yang amat menusuk pendengaran, diikuti
suara gembrengan dan tambur bergema tiada hentinya.
Beberapa saat kemudian pekikkan lengking dan suara
tetabuhan gembrengan dan tambur itu sudah tiba dimilut
selat, tujuh puluh dua orang makhluk setan yang sedang
menangis dan menjerit itu segera membungkam dalam seribu
bahasa, semua berdiri kaku ditempat semula tanpa berkutik
barang sedikitpun juga. Bayangan hitam berkelebat memasuki lembah tersebut,
sekelompok setan dan makhluk aneh dibawah iringan suara
gembrengan dan tambur memosuki gelanggang dengan
teratur. Barisan tersebut adalah suatu barisan aneh yang tidak
pernah nampak di kolong langit, berjalan dipaling depan
adalah dua orang prajurit setan berbaju hitam yang membawa
sebuah gembrengan sebesar lima depa, seorang setan berbaju
merah dengan membawa sebuah alat pemukul gembrengan
tersebut mengikuti irama langkah kaki.
Dibelakang gembrengan berjalanlah empat orang prajurit
setan pembuka jalan yang memakai baju warna-warni,
berwajah pucat pias, menyoren senjata garpu pada
pundaknya dan menunggang kuda jempolan yang tinggi
besar. Yang paling mengerikan, ternyata keempat ekor kuda itu
sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun ketika
berjalan, seakan-akan kuda itu adalah sukma-sukma Kuda
yang tidak bernyawa lagi.
Dibelakang prajatit pembuka jalan adalah tiga puluh enam
sosok arwah penasaran, diantaranya terdapat setan gantung,
setan mati tenggelam, setan mati terbakar serta setan lainnya.
Ada setan yang mati secara mengerikan terlindas roda
kereta, tubunnya penuh berlumuran darah dan isi perutnya
bergelantungan diluar, ada pula setan yang mati karena
dipenggal, batok kepalanya dipegang ditangan.
Yang lebih seram lagi adalah setan perempuan yang
membopong bayi berusia satu dua tahunan, separuh bagian
batok kepala bayi itu sudah hancur tidak karuan, otaknya pada
mengalir keluar, namun matanya ma sih berputar tiada
hentinya membuat orang yang menyaksikan kejadian itu
merasa ngeri dan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Dibelakarg ketiga puluh enam sosok setan itu adalah lima
orang setan pria yang sudah lanjut usia, didepannya berjalan
seso-sok setan yang tinggi dan kurus, rambut dan janggutnya
awut-awutan tidak karuan, matanya melotot keluar, sepasang
lengannya mengenakan borgol sedang tengkuknya membawa
rantai, rupanya setan tersebut adalah setan penasaran yang
mati dalam penjara. Dibelakang kelima sosok setan tua itu, mengikuti
sekawanan prajurit setan yang menggotong delapan buah
tandu berwarna hitam, empat buah tandu yang ada didepan
duduklah empat setan pria yang kekar, sedangkan empat
tandu yang ada dibelakang tertutup rapat, mungkin isinya
adalah setan perempuan. Dibelakarg kedelapan bush tandu tadi, mengikuti sebuah
tandu besar yang megah, indah dan berukirkan burung hong
dan naga, tandu tersebut digotong oleh delapan sosok prajurit
setan, seorang bocah perempuan berusia sebelas dua belas
tahunan dengan baju warna merah dan rambut dikepang
mengikuti disisi tandu tersebut.
Sembilan buah tandu itu berjalan menuju kebawah mimbar,
empat pria setan yang duduk ditandu loncat lebih dahulu
diikuti dengan horden pada empat tandu lainnya terbuka dan
perlahan-lahan melayang turun empat setan perempuan,
hanya tandu indah yang nampak megah dan besar itu saja
tiaak menunjukkan suatu gerakan apapun.
Jumlah rombongan setan itu seluruhnya melampaui seratus
orang lebih, barisan sebesar ini benar-benar luar biasa, para
jago dari Sin-kie-pang, Hong lm Hwee, Thong-thian-kauw dan
pendekar dari golongan lurus tak berani memandang enteng
lagi, untuk beb rapa saat lamanya suasana jadi hening dan
diliputi keseriusan. Thong-thian Kaucu yang berada diatas mimbar dan
menunggu beberapa saat lamanya, namun dari balik tandu
besar yang megah itu sama sekali tidak ada gerak-gerik
apapun, hal ini menggusarkan hatinya, imam tua tersebut
segera membentak. "Pinto Thian Ik-cu mohon tanya, diantara rombongan para
malaikat ini apakah ada seorang wakil untuk berbicara?"
Dari balik tandu yang terakhir melayang keluar sesosok
setan perempuan, sambil maju kedepan jawabnya, "Aku
adalah Tiam cu dari istana neraka terimalah hormat dari
kami....!" Tiam cu dari istana neraka ini mengenakan jubah hitam
yang lebar, rambutnya terurai sepanjang pinggang dengan
sebuah bunga kertas sebesar mangkuk menghiasi kepalanya,
diatas dada terukirlah sebuah uang kertas yang memancarkan
cahaya keperak-perakan, mukanya pucat dan gerak-geriknya
enteng sekali, nada suara ketus dan adem membawa hawa
setan yang sangat tebal. Dengan pandangan yang tajam, Thong-thian Kaucu
mengamati Tiam cu dari istana neraka itu beberapa saat
lamanya, kemudian dengan alis mata berkenyit, pikirnya,
"Ooooh.... aku benar-benar sudah bertemu dengan setan
hidup!" Imam tua itu segera mendongak dan tertawa terbahakbahak.
"Haaah.... haaah.... haaah.... rupanya Tiam cu yang telah
tiba, maafkanlah kalau pinto tidak melakukan penyambutan"
"Tidak berani" jawab Tiam cu istana neraka, "bila
kedatangan kami terlalu gegabah harap engkau juga bersedia
memaafkan" Thong-thian Kaucu tersenyum, ia segera menuding ke
arah makhluk- makhluk setan yang berada disekitarnya
kemudian bertanya, "Setan-setan penasaran itu apakah
merupakan anak buah Tiam cu semua....?"
Tiam cu istana neraka adalah seorang gadis yang berparas
cantik dan berpotongan badan menawan, usianya baru dua
puluh tahunan, andaikata dia adalah seorang manusia maka
sepantasnya kalau merupakan seorang gadis yang sangat
menawan hati, sayang mukanya pucat, ucapannya kaku dan
dingin serta dari tubuhnya memancarkan hawa setan yang
tebal, membuat siapapun yang memandang merasakan
hatinya bergidik. Thong-thian Kaucu memandang sekejap ke arah tandu
besar yang indah dan megah itu, kemudian bertanya lagi,
"Tandu tersebut berukirkan naga dan burung hong, bentuknya
megah din indah, entah Tiam cu manakah yang berada dalam
tandu tersebut?" "Tandu itu berisikan kaucu kami!"
Semua pertanyaan yang diajukan segera dijawab, tapi
jawabanya selalu singkat dan sederhana, seakan-akan
perempuan itu segan untuk banyak berbicara.
Mendengar perkataan itu Thong-thian Kaucu segera
tertawa terbahak-bahak, serunya, "Haahh.... haahh....
hahhh.... sungguh tak kusangka kecuali kaucu dari sekte
agama Thong-thian-kauw masih ada kaucu lainnya lagi, kalian
Tong kaucu kalian berasal dari perkumpulan mana" dan siapa
pula sebutan dari kaucu kalian itu?"
"Maaf, tak dapat diberitahukan!"
Tong Thian Kaacu mengerutkan dahinya.
"Mengapa kaucu kalian tidak turun dari tandu" apakah
harus menunggu sampai aku turun tangan sendiri untuk
membukakan tandu baginya?" ia menegur.
Diatas wajah Tiam cu istana mereka yang dingin dan pucat,
tiba-tiba melintas nafsu membunuh yang tebal, engkau harus
membukakan tandu dan mempersilahkan kaucu kKami untuk
turun dari tandu!" Thong-thian Kaucu merasa amat gusar sekali, sambil
berpaling bentaknya "Pek Lian, maju dan bukalah tabir tandu tersebut!"
Seorang imam cilik berbaju merah mengiakan dan maju
kedepan dengan langkah lebar.
Cing lian, Pek lian adalah dua orang murid kesayangan
Thian Ik-cu, ilmu silat yang dimiliki kedua orang ini jauh
melampaui kakak seperguruan lainnya, bukan saja kelicinan
bahkan akalpun banyak sekali dan melebihi siapapun.
Sementara itu, Pek Lian dengan langkah lebar berjalan
melewati kawanan makhluk setan itu dan mendekati tandu
besar, meskipun wajahnya saram sekali tidak menampilkan
perasaan takut, akan tetapi secara diam-diam ia telah
melakukan siap siaga dan sedikit pun tidak berani bertindak
secara gegabah. Tong Taian Kaucu pun berjaga-jaga bila pihak lawan
melakukan penyergapansecara tiba-tiba, sepasang matanya
yang tajam mengawasi gerak-gerik Pek Lian tanpa berkedip.
Tampak Pek Lian berjalan menuju kedepan tandu besar itu
kemudian menyingkap tabir yang menutupi tandu tersebut,
siapa tahu sorot matanya menemui tandu yang kosong
melompong, tidak ada manusia disitu pun tak ada bayangan
barang sedikit pun jua. Menyaksikan akan hal itu, Pek lian nampak tertegun, pada
saat itukah seorang setan pria yang memakai kopiah
kebesaran, berbaju orang pangkat dan bermuka warna hijau
Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memetangkan mulutnya melakukan penyerbuan, segulung
hawa dingin langsung meluncur ke arah tenggorokan Pek lian.
Sementara itu Pek lian sedang putar badan siap berlalu dari
sana, ketika merasakan segulung hawa dingin secara tiba-tiba
menyerang tengkuknya kemudian mengikuti bagian belakang
menyerang tulang punggungnya, ia jadi amat terperanjat
hingga tanpa terasa sekujur badannya gemetar keras.
Thong-thian Kaucu yang menyaksikan kejadian itu merasa
terkejut bercampur gusar, sebenarnya ia hendak menghardik
tetapi ingatan lain segera berkelebat dalam benaknya, ia
merasa pihak lawan sama sekali tidak turun tangan kecuali
meniup belaka, dalam anggapannya tiupan tersebut tidak
mungkin akan melukai muridnya, apalagi kalau per soalan itu
dibongkar malah tidak menguntungkan pihaknya, maka sambil
menahan diri ia pura-pura tidak tahu.
Pek lian segera putar badan dan melotot sekejap ke arah
setan berpakaian pembesar itu dengan penuh kegusaran,
kemudian dengan langkah lebar ia berjalan balik ke arah
mimbar. Siapa tahu baru saja badannya maju selangkah, tubuhnya
terasa makin dingin dan kian lama kian bertambah kaku,
belum mencapai sepuluh langkah rasa dingin telah merasuk
ketulang sumsumnya membuat giginya saling beradu dan
badan menjadi kaku. Pek lian tahu bahwa gelagat tidak menguntungkan
pihaknya, buru-buru ia tarik napas dan bermaksud untuk
mengatur perasaan, siapa lahu keadaan sudah terlambat,
sebelum hawa murni sempat disalurkan, sekujur badannya
sudah gemetar keras kemudian roboh terjengkang keatas
tanah. Thong-thian Kaucu yang menyaksikan kejadian itu merasa
amat terperanjat, segera bentaknya, "Thian seng...."
Sebelum mendapat perintah, Thian Sengcu laksana kilat
telah malompat kedepan dan memayang tubuh Pek lian yang
sedang roboh ketanah, ia rasakan tangan dan tubuh bocah itu
sudah berubah jadi dingin bagaikan es, hawa dingin yang
sangat aneh serasa menyusupi setiap tubuh imam cilik
tersebut, dalam bingung dan tidak habis mengertinya buruburu
ia loncat kembali kesisi tubuh Thian Ik-cu.
Thong-thian Kaucu segera mengamati pula imam cilik itu
sekejap, ia lihat sepasang mata Pek Lian terpejam rapat-rapat,
giginya menga tup kencang sementara bibirnya telah berubah
jadi biru, mukanya pucat ke hijau-hijauan dan keadaan
tersebut tidak jauh berbeda dengan orang yang mati karena
kedinginan. Maka nadi dan jantung Pek lian diperiksa dengan seksama,
ia temukan bahwa denyutan nadi imam cilik itu sudah tiada
dan jan tungnya telah berhenti berdetak, hal itu menunjukkan
bahwa jiwanya sudah melayang dan tak tertolong lagi.
Peristiwa ini benar-benar suatu kejadian yang sangat
mengerikan, sebuah tiupan mampu membinasakan jiwa
manusia andaikata tidak menyaksikan dengan mata kepala
sendiri, siapapun tak akan percaya atas kejadian tersebut, tapi
sekarang kenyataan sudah ada di depan mata membuat
semua orang mau tak mau terpaksa harus mempercayai.
Thong-thian Kaucu merasa amat gusar sekali hingga
seluruh wajahnya berubah jadi hijau membesi sambil ulapkan
tangannya ia berseru, "Hantar dia kepada tiga orang susiok
untuk diteliti, coba diperiksa dimanakah letak mulut lukanya?"
Mendengar perkataan itu, Thian Seng cu segera
membopong mayat Pek Lian dan balik kedalam barak.
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sambaran kilat
sekali lagi, Thong-thian Kaucu menyapu sekejap kawanan
manusia aneh dan makhluk- makhluk setan itu kemudian
prkirnya, "Diatas langit masib ada langit, diatas manusia masih
ada manusia nampaknya kemunculan kelompok baru ini bukan
suatu kelompok yang biasa...."
Berpikir demikian, ia berusaha keras untuk menekan hawa
amarah yang bergolak dalam dadanya sambil memandang
setan berdandan pembesar itu, tegurnya, "Dan engkau....
Tiam cu apa lagi?" "Aku adalah Tiam cu ruang penyiksaan" jawab setan
berdandan pembesar itu dengan suara menyeramkan,
bilamana kaucu ingin memberi petunjuk dengan senang hati
akan kulayani keinginanmu itu.
Thong-thian Kaucu mendengus dingin, ia berpaling dan
memandang sekejap ke arah Tiam cu istana neraka, lalu
tegurnya, "Kenapa kaucu kalian belum juga datang kemari?"
"Kaucu kami sudah lama sekali hadir di tempat ini, setiap
orang yang punya mata dapat melihat dengan amat jelas"
Tang Thian Kaucu menjadi terkejut, sorot matanya segera
berputar menyapu sekeliling tempat itu.
Pada waktu itu, bukan saja Thong-thian Kaucu merasa
terperanjat, bahkan semua orang yang ada didalam
gelanggangpun sama-sama merasa terkejut dan curiga, untuk
beberapa saat lamanya sorot mata semua orang berputar kian
kemari untuk mencari jejak pemimpin kelompok setan
tersebut. Tiba-tiba.... sorot mata Thong-thian Kaucu berhenti pada
tandu kecil yang ditumpangi Siang Tang Lay, satu ingatan
segera berkelebat dalam benaknya membuat ia seperti
menyadari akan sesuatu, tak tahan lagi imam tua itu tertawa
terbahak-bahak. "Haaah.... haahh.... haaah.... Siang Tang Lay, rupanya
kesemuanya ini adalah hasil permainan setanmu. Haahh....
haah.... haahh.... sudah sepantasnya sedari permulaan tadi
pinto harus dapat berpikir sampai kesitu, badanmu cacad dan
gerak-gerikmu tidak leluasa mana engkau berani andalkan
kekuatan empat orang muridmu untuk berkunjung kedaratan
Tionggoan guna mulakukan pembalasan dendam...."
Tetapi dengan cepat Siang Tang Lay gelengkan kepalanya
berulang kali, sembari tertawa nyaring, jawabnya, "Dugaan
Kaucu keliru besar, dengan kemampuan yang kumiliki rasanya
masih belum mampu menciptakan hasil karya sebesar itu
haaa.... haaah.... haaaah."
Tertegun hati Thong-thian Kaucu , kembali ia berpikir,
"Kalau ditinjau dari gerak-gerik kedelapan orang makhluk
aneh bertandu itu jelas mereka semua adalah jago-jago lihay
yang berke pandaian amat tinggi, kecuali kakek tua ini siapa
lagi yang bisa mendidik mereka jadi demikian lihay?"
Hoa Hujin serdiripun dibuat kebingungan dan tidak habis
mengerti, dengan ilmu me-nyampaikan suara ia lantas
berbisik, "Siang heng.! sebenarnya manusia-manusia itu
berasal dari mana?" "Apakah engkau tahu?"
Siang Tang Lay mengerutkan dahinya, dengan ilmu
menyampaikan suara pula dia menjawab, "Sepanjang
perjalananku menuju ketimur kali ini meskipun membawa pula
sedikit anak buah, tetapi aku tidak mengetahui tentang asal
usul dan kelompok manusia-manusia aneh tersebut"
Diam-diam Hoa Hujin merasa terperanjat, setelah
termenung sebentar kembali ia bertanya, "Entah putri
kesayanganmu mengetahui tentang persoalan ini atau
tidak....?" "Apa?" seru Siang Tang Lay dengan hati terperanjat.
Dalam pada itu, Thong-thian Kaucu yang berada diatas
mimbar tiba-tiba berkata lagi sambil tertawa, "Pinto tak akan
ambil perduli kalian sebagai manusia atau setan, dan tak mau
tahu.siapakah kaucu kalian, pinto hanya ingin mengetahui apa
maksud kalian datang kemari" dan apa pula tujuannya?"
"Kami semua banya mendapat perintah untuk datang
kemari" jawab Tiam cu istana neraka dengan suara dingin,
"dimanakah letak maksud dan tujuannya, lebih baik engkau
tanyakan sendiri kepada kaucu kami"
Thong-thian Kaucu benar-benar dibikin gusar oleh sikap
lawan yang ketus, ia ingin segera turun tangan untuk
membinasakan setan perempuan yang rupanya merupakan
pemimpin rombongan tersebut, tetapi menyaksikan jumlah
mereka yang mencapai ratusan orang dan kekuatannya
nampak mengerikan sekali, segera ia tekan hawa amarah
yang berkobar dalam dadanya.
Sambil menuding barak disisi kiri, serunya, "Kalau memang
kedatangan kalian adalah sedang melaksanakan perintah
maka tunggu sajalah disamping sebelah situ, bilamana kaucu
kalian sudah munculkan diri, undanglah dia untuk berbicara
dengan pinto" Tiam cu istana neraka tidak banyak bicara lagi, dia segera
ulapkan tangannya dan bergerak menuju kebarak lebih
dahulu, kawanan setan lainnya segera mengikuti dari
belakang. Dalam sekejap mata kelompok makhluk setan tersebut
sudah masuk kedalam barak semua dan menempati ruang
kosong antara barak yang ditempati kawanan pendekar dari
kalangan lurus pihak perkumpulan Hong-im-hwie....
Siang Tang Lay tidak ambil perduli terhadap gerak-gerik
kawanan makhluk setan lagi diam-diam tanyanya kepada Hoa
Hujin dengan wajah tercengang dan tidak habis mengerti,
"Hujin, barusan engkau mengatakan putri kesayanganku,
jangan-jangan kau artikan aku masih mempunyai seorang
putri?" "Giok Teng Hujin yang berada diseberang sana apakah
bukan putri kesayangan Siang heng?" tanya Hoa Hujin dengan
dahi berkerut. "Siapa?" seru Siang Tang Lay lagi sambil menahan rasa
kejutnya. Hoa Hujin segera menuding ke arah Giok Teng Hujin yang
berada dibarak seberang, sahutnya, "Nona itu mengaku
dirinya bernama Siang Hoa dan ia mengakui sebagai putri
kesayangan Siang heng!"
Aneh....! suatu kejadian yang sangat aneh seru Siang Tang
Lay sambil gelengkan Kepalanya berulang kali, sepanjang
hidup aku tak pernah kawin dan tak pernah pula mendekati
kaum wanita darimana bisa muncul seorang nona yang
mengakui sebagai putriku" benar-benar kejadian yang lucu
dan bikin orang tidak habis mengerti....
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, semua jago
merasa terperanjat, mula-mula dalam perkiraan para jago
pastilah Siang Tang Lay yang menyuruh putrinya untuk
menyusup kedalam tubuh Thong-thian-kauw sehingga
dikemudian hari gerakannya itu banyak membantu usaha
pembalasan dendamnya. Siapa tahu kenyataan yang terpapar didepan mata
menunjukkan lain, Siang Tang Lay tidak berputri dan ucapan
Giok Teng Hujin tidak lebih hanya uniuk membohongi Hoa
Thian-hong belaka. Hoa Hujin makin berpikir semakin curiga, maka ia segera
memaparkan kisah hubungan antara Hoa Thian-hong dengan
Giok Teng Hujin kepada diri Siang Tang Lay.
Sehabis mendengar keputusan tersebut, Pedang sakti yang
menyapu daratan Tionggoan ini segera tertawa dan berkata,
"Oooh....! kiranya begitu, bukan saja aku tidak berputri bahkan
pedang emaspun hanya ada sebatang, tidak seperti apa yang
dikatakan terdiri dari pedang jantan dan pedang betina,
rupanya perempuan tersebut hanya berbohong untuk
menggirangkan hati putramu belaka, perkataannya sama
sekali tak boleh dipercaya"
Hoa Hujinpun segera tertawa.
"Persoalan ini sih tidak penting, katanya, "cuma saja
dengan adanya peristiwa tersebut maka jejak dari pedang
emas itu jadi le bih sulit untuk ditemukan"
Tiba-tiba terdengar Ciu Thian-hau dari gunung Huang-san
berseru sambil menuding kedepan.
"Saudara sekalian coba lihatlah kedepan, rupanya ketiga
orang pentolan bajingan itu saling merundingkan sesuatu."
Semua orang segera berpaling ke arah ten ah gelanggang,
tampaklah para imam dari Thong-thian-kauw ada yang
berbisik-bisik dengan pihak Sin-kie-pang, sedang anak buah
Sin-kie-pang ada yang berbisik-bisik kepada anggota Thongthiankauw, sedangkan pada barak dekat mulut lembah sana,
pihak perkumpulan Sin-kie-pang dengan Hong-im-hwie pun
saling bertukar kurir untuk menyampaikan berita.
Tio Sam-koh segera mendengus dingin, ujarnya dengan
suara berat. "Saudara-saudara sekalian harap waspada dan perhatikan
baik-baik, jika pertarungan massal terjidi maka kita semua
harus ber-sama-sama menyerang pihak perkumpulan Sin-kiepang
bunuh dahulu Pek Siau-thian dan Bu liang loojin
kemuiian baru bergerak menuju kepi hak Hong-im-hwie...."
"Tidak, tukas Hoa Hujin dengan cepat," kita harus bergerak
menuju barak Thong-thian-kauw lebih dahulu dan berusaha
untuk melenyapkan Hian Leng-cinjin. Pia Long cia jin, Cin
Leng-cinjin serta imam-imam tua dari angkatan Thian!"
Mendengar ucapan tersebut, Tio Sam-koh jadi tercengang,
serunya, "Yan-san It-koay, Liong ban siangsat, nenek buta
semuanya merupakan pembunuh dari Hoa Goan-siu, mengapa
keempat orang itu tidak berusaha untuk dilenyapkan lebih
dahulu?" "Tiga bibit bencana dari dunia persilatan semuanya
merugikan bagi umat persilatan di kolong langit, tetapi kalau
berbicara tentang mencelakai rakyat kecil maka hanya pihak
Sin-kie-pang serta Thong-thian-kauw saja yang sering
melakukan perbuatan terkutuk itu, seandainya kedua
perkumpulan ini bisa dibasmi, maka kendatipun kita semua
harus mati dan dendam sakit hati Goan Siu tidak terbalaspun,
kematian kita tak perlu disesalkan...."
"Hujin benar-benar seorang yang bijaksana, aku merasa
sangat kagum...." Puji Siang Tang Lay dengan sikap
menghormat. Sesudah berhenti sebentar, cahaya berkilat memancar
keluar dari wajahnya, ia melanjutkan, "Begini saja, biarlah aku
yang bertempur pada babak pertama, seandainya arwah Hoa
tayhiap melindungi kita, siapa tahu kalau aku dapat
membinasakan beberapa orang bajingan tua lebih dahulu
sehingga bibit bencana bagi umat persilatan dapat
dilenyapkan" Berbicara sampai disitu, ia segera memerintahkan anak
muridnya untuk menghantar dirinya menuju keluar barak.
Empat orang pemuda berpakaian ringkas itu segera
mendorong kursi beroda tersebut dan menghantar Siang Tang
Lay menuju ke bawah mimbar, mukanya menghadap kemulut
Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
selat dan empat orang pemuda tadi mundur kebelakang
berdiri berdampingan dibelakang kursi.
Sambil meogempos hawa murninya, Siang Tang Lay segera
berseru lantang, "Pedang emas milikku sebenarnya telah
terjatuh ketangan siapa" harap orang yang merasa membawa
pedangku itu maju kedepan dan menjawab pertanyaanku!"
"Siang looji" seru Jin Hian dengan suara dingin dan ketus,
"engkau cumi bisa mengigau belaka disiang hari bolong,
membuat aku jadi muak dan bosan!"
Siang Tang Lay tidak ambil gubris, ditunggunya beberapa
saat lamanya disitu, tatkala tidak nampak seorang manusiapun
yang mun culkan diri, maka ia berseru, "Kalau ada orang yang
pernah melihat pesan terakhir dari Malaikat pedang Gi Ko,
harap segera tampil kedepan."
Thong-thian Kaucu yang duduk didalam barak segera
tertawa dan menjawab, "Siapapun tahu kalau kuburan
pemendam pedang dari malaikat pedang Giok berada diatas
puncak Ciat im hong, dan pedang mustikanya sejak ratusan
tabun berselang telah di ambil orang, dalam kuburan kosong
sama masih ada pesan terakhirnya lagi?"
Siang Tang Lay tertawa, sekali lagi ia berseru dengan suara
lantang, "Barang siapa yang pernah membaca pesan akhir
yang tercatat dalam kuburan pemendam pedang harap segera
tampil kedepan, kalau sampai menyia-nyiakan kesempatan
yang sangat baik ini, maka menyesal kemudian tak ada
gunanya...." 0000O0000 51 Tiba-tiba dari luar selat berkumandangdatang suara
bentakan seseorang dengan suara yang amat nyaring, "Siapa
yang membicarakan pesan terakhir dari Gi Ko" serahkan
nyawamu kepadaku....!"
Mendengar seruan itu, Siang Tang Lay nampak tertegun
kemudian sorot matanya di alihkan ke arah mulut selat.
Tampaklah seorang pemuda berbadan kekar sambil
mencekal pedang baja dengan langkah sempoyongan
bergerak masuk kedalam lembah.
"Hoa Thian-hong....!!"
Jeritan kaget berkumandang memecahkan kesunyian,
semua orang didalam barak kiri dan kanan hampir serentak
pada bangkit berdiri. Ci-wi Siancu jadi girang bercampur kaget, segera teriaknya,
"Pek Siau-thian sialan, siapa bilang kalau siau long sudah
mati!" Ia larik tangan Chin Wan-hong dan segera maju
menyongsong kedatangannya.
"Keras tapi lincah!" bentak Hoa Thian-hong dengan suara
keras. Pedang bajanya berputar dan langsung membabat ke arah
batok kepala kedua orang gadis tersebut.
Serangan pedangnya itu cepat bagaikan sambaran kilat,
namun sama sekali tidak disertai desiran angin tajam, dalam
sekali ayunan cahaya hitam tahu-tahu sudah tiba diatas batok
kepala Ci-wi Siancu. "Aah....! Ci-wi Siancu berteriak kaget dengan hati terkesiap,
dalam gugupnya dengan cepat ia angkat sepasang lengannya
untuk melindungi batok kepalanya.
Mimpipun gadis itu tak pernah menyang kakalau Hoa
Thian-hong bakal mencabut jiwanya, lagipula serangan
pedangnya itu dilancarkan dengan kecepatan bagaikan
sambaran petir, kendatipun seseorang telah mengadakan
persiapan pun susah untuk melepaskan diri dari ancaman
tersebut. Untung Hoa Hujin sudah merasakan ketidak beresan yang
menimpa putranya hingga dia ikut maju kedepan, pada saat
yang kritis, dengan cepat Ci-wi Siancu ditarik kebelakang
hingga lolos dari ancaman pedang maut tersebut.
Ci-wi Siancu merasa malu bercampur gusar, dengan uringuringan
bentaknya keras-keras, "Siau Long! kau inngin
mampus?" Tampaklah pakaian yang dikenakan Hoa Thian-hong
compang camping tak karuan, badannya berlumuran darah
dan rambutnya awut-awutan tidak karuan dengan wajah yang
mengenaskan ia berdiri tertegun.
Sepasang matanya liar sekali dan jauh berbeda dengan
keadaan semula, setelah melotot sekejap ke arah Hoa Hujin ia
segera putar badan menuju ke arah Siang Tang Lay.
Ci-wi Siancu yang menyaksikan kejadian itu jadi tertegun,
segera teriaknya, "Hujin, kenapa siau long sama sekali tidak
kenali dirimu juga?"
"Kalian berdua kembalilah lebih dahulu kedalam barak, aku
dapat menyelesaikan persoalan ini!"
Ci-wi Siancu segera mengiakan dan sambil menarik tangan
Chin Wan-hong buru-buru mengundurkan diri dari gelanggang
sedangkan Hoa Hujin sendiri dengan sorot mata yang tajam
mengawasi gerak-gerik Hoa Thian-hong tanpa berkedip, ia
kuatir kalau si anak muda itu melukai Siang Tang Lay.
Dengan langkah sempoyongan bagaikan orang mabuk, Hoa
Thian-hong berjalan menuju kehadapan Siang Tang Lay,
sambil menuding dengan pedang bajanya, ia membentak,
"Engkaukah yang sedang membicarakan soal pesan yang
tertinggal dalam kuburan pemendam pedang?"
Dengan pandangan tajam Siang Tang Lay mengawasi
sekejap wajah si anak muda itu, kemudian sambil gelengkan
kepala dan tersenyum, jawabnya, "Aku tidak mempunyai
keberanian sebesar itu, Thong-thian Kaucu yang mengatakan
akan hal itu" Sinar mata Hoa Thian-hong segera berkeliaran memandang
empat penjuru, teriaknya dengan gusar, "Thong-thian Kaucu ,
ayoh gelinding keluar untuk menemui aku!"
Thong-thian Kaucu yang menjumpai peristiwa itu, diamdiam
berpikir didalam hatinya, "Kenapa peristiwa aneh terjadi
berulang kali pada hari ini" aai.... suatu alamat yang kurang
baik" Perlahan-lahan ia turun dari mimbar dan menjawab sambil
tertawa, "Aku berada disini, ada urusan apa engkau mercari
aku?" Hoa Thian-hong mengamati sekejap imam tua tersebut,
kemudian bentaknya lagi, "Engkau adalah Thong-thian Kaucu
" bagaimana dengan pesan terakhir dalam kuburan
pemendam pedang" bagaimana dengan malaikat pedang, Gi
Ko?" "Haah.... haahh.... haahh.... aku belum pernah melihat
pesan terakhir dalam kuburan pemendam pedang...."
"Tolol!" bentak Hoa Thian-hong dengan penuh kegusaran.
Pergelangan berputar, lalu pedangnya secara tiba-tiba
melancarkan sebuah sapuan kedepan
Thong-thian Kaucu jadi amat terperanjat, buru-buru ia
loncat mundur sejauh delapan depa kebelakang.
Ciu It-bong yang berada diatas atap barak segera tertawa
tergelak sesudah menyaksikan kejadian itu, serunya,
"Haaah.... Haaah.... Haaah.... Hoa Thian-hong, engkau benarbenar
gagah sekali!" "Siapa engkau?" seru Hoa Thian-hong sambil menengadah
keatas. "Haaah.... Haaah.... Haaah aku adalah Ciu It-bong, sahabat
karibmu! Pek Siau-thian bajingan tua itu benar-benar pandai
mengibul dan omong besar, katanya engkau telah dibunuh
olehnya sehingga membuat aku yang mendengar kabar ini jadi
sedih sekali, hampir saja aku menggorok leher sendiri."
Hoa Thian-hong anggukkan kepalanya tanda mengerti,
tiba-tiba ia berpaling dan membentak keras.
"Pek Siau-thian! enyah keluar dari tempat
persembunyianmu...."
Wajahnya menghadap ke arah barak yang dihuni para
pendekar dari kalangan lurus, hal ini membuktikan bahwa
kesadaran otaknya sudah kacau hingga sama sekali tidak
mengenali kembali siapakah yang bernama Pek Siau-thian itu.
Kok See-piauw yang menyaksikan kejadian tersebut,
dengan alis mata berkenyit segera berkata, "Paman Pek,
boanpwee ingin maju untuk beradu kekuatan dengan bajingan
itu sekalian balaskan dendam kematian adik Kun Gie!"
Terdengar Bu Liang Sinkun mendeogus berat hawa gusar
berkobar dalam dadanya dan nampak jelas tertera didepan
mata. Pek Siau-thian tertawa seram, jawabnya, "Bocah keparat
itu sudah memperoleh penemuan aneh ilmu silatnya sudah
mencapai tingkat yang tinggi, sehingga akupun belum tentu
bisa menangkan dirinya aku rasa hian tit lebih bukan
tandingannya." Selesai berkata perlahan-lahan ia bangkit berdiri.
Bun Siau-ih adalah perempuaa yang licik dan sukar diduga
hatinya kata Bu Liang Sinkun secara tiba-tiba. Aku akan
menjaga disamping arena untuk mencegah sergapan secara
tiba-tiba darinya. Selama ini Pek Siau-thian tak berani maju lantaran
persoalan ini, ketika mendengar kakek tua itu bersedia untuk
membayangi dirinya dari samping gelanggang, ketua dari
perkumpulan Sin-kie-pang ini segera menjura mengucapkan
terima kasih dan segera ke luar dari barak.
Hoa Thian-hong melototkan sepasang matanya bulat-bulat,
sambil mengawasi dua orang yang sedang mendekati ke
arahnya itu, bentaknya, "Pek Siau-thian!"
"Hmmm! coba bocah cilik, engkau benar-benar sudah gila
atau sedang pura-pura gila" tegur Pek Siau-thian dengan
suara dingin. Agaknya Hoa Thian-hong tak mengerti dengan perkataan
tersebut, biji matanya berputar liar sedang mulutnya tetap
membungkam dalam seribu bahasa.
Cu It Bong yang ada diatas atap barak segera berteriak,
"Hoa Thian-hong, Pek looji sedang memaki diri mu.
"Pek loo ji yang mana?" tanya Hoa Thian-hong sambil
menengadah keatas atap. "Pek Siau-thian!"
Hoa Thian-hong jadi amat gusar tubuhnya menerjang maju
kedepan dan pedangnya segera melancarkan sebuah babatan.
Serangan pedang itu dilancarkan dengan gencar dan
dahsyat sekali, dalam kejut dan gusarnya buru-buru Pek Siauthian
loncat mun dur sejauh lima depa kebelakang.
"Bagus!" bentak Hoa Thian-hong, "keras tapi lincah!"
Kembali ia lancarkan satu tusukan dahsyat.
Melihat kelihayan musuhnya, Pek Siau-thian amat
terperanjat, diam-diam pikirnya, "Sungguh tak nyana bocah
keparat ini berlatih rangkaian ilmu pedangnya yang keras dan
kasar menjadi begitu enteng tak bersuara dan kecepatannya
melebihi sambaran petir, untung otaknya sudah agak sinting,
kalau masih segar bugar niscaya aku sudah bukan
tandinganya lagi....!"
Berpikir sampai disitu, tangan kanannya segera berputar
kencang melancarkan serangan balasan, sebentar
menghantam sebentar membabat, sebentar lagi menusuk dan
sebentar lagi menyodok, seluruh kepandaian silat yang
dimilikinya dikerahkan keluar untuk melawan seranganTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
serangan dari pedang baja lawan, sementara tangan kirinya
bagaikan hembusan angin puyuh memainkan jurus ampuh
dari ilmu pukulan Ceng hoan sian hong toan hun ciangnya
untuk meneter lawan. Pertempuran sengit yang berlansung pada saat ini segera
memikat hati setiap perhatian orang, kelihayan ilmu silat yang
dimiliki kedua orang ini jauh diluar dugaan setiap orang,
membuat Bu Liang Sinkun yang disebut sebagai manusia
paling ampuh di kolong langit dewasa inipun mengerutkan
dahinya, semangat ambisinya tanpa terasa ikut lenyap
beberapa bagian. Tiba-tiba terdengar Hoa Thian-hong membentak keras.
"Peraturan menurut langit, kerugian pasti tersisa, tenaga
masih kurang, kekerasan bukanlah kekasaran, keras tapi
lincah, lunak bukanlah lemah...."
Setiap kali mengucapkan sepatah kata pedang yang berada
dalam genggamannya segera melancarkan satu serangan
maut yang memaksa Pek Siau-thian mau tak mau harus
terdesak mundur satu langkah lebar kebelakang, ketika
pemuuda itu mengutarakan kata yang terakhir, secara
beruntun enam buah serangan maut tersebut berhasil
memaksa Pek Siau-thian untuk mundur sejauh satu dua
tombak lebih dari tempat semula.
Peristiwa ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang
mengejutkan hati setiap orang, ketua perkumpulan Sin-kiepang
yang tersohor akan kelihayannya ternyata didesak
dibawah angin dan bahkan menderita kekalahan secara
mengenaskan sekali. Hoa Hujin, Bu Liang Sinkun maupun Thong-thian Kaucu
ikut bergerak berbarengan dengan menggesernya tubuh
kedua orang itu. Siang Tang Lay pun memerintahkan anak
muridnya untuk mendorong kursi rodanya mengikuti
bergesernya arena pertarungan yang sedang berlangsung.
Semua jago dalam barak dikedua belah pihak pada bangkit
berdiri dan keluar dari barak masing-masing, Cukat racun Yau
Sut dengan memimpin ketiga orang tongcunya dan seluruh
pelindung hukum dibawah panji kuning ikut terjun kedalam
gelanggang dan membuat posisi setengah lingkaran.
Melihat posisi yang dilakukan pihak lawan, para pendekar
dan golongan lurus segera terjun pula kedalam gelanggang
membentuk posisi pada separuh lingkaran yang lain.
Situasi dalam gelanggang berubah jadi sangat tegang,
setiap saat pertarungan massal bakal terjadi.
Beberapa kali Bu Liang ingin turun tangan untuk
mengerubuti pemuda tersebut, tetapi menyaksikan Hoa Hujin
mengawasi terus gerak-geriknya dengan tajam membuat jago
tua ini tak berari bergerak secara sembarangan.
Cukat racun Yau Sut pun ikut bergerak mengikuti
bergesernya gelanggang pertarungan, tetapi berhubung pihak
Thong-thian Kaucu seria Hong-im-hwie masih tetap bersikap
tenang belaka, ia tak berani bertindak secara gegabah.
Pertarungan sengit berlangsung entah beberapa lamanya,
tiba-tiba terdengar Hoa Thian-hong membentak keras,
"Rendah diri harus mundur, mundur akibat rendah diri
sendiri....!" Setelah melancarkan sebuah tusukan, tiba-tiba ia lancarkan
Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pula sebuah tusukan yang lain.
Dengan mengerahkan segenap kemampuan yang
dimilikinya, Pek Siau-thian hanya mampu menahan tujuh buah
serangan pedang yang pertama, terhadap datangnya
ancaman pedang yang terakhir ini, ia merasa tobat dan benarbenar
tak mampu untuk mempertahankan diri lagi, dalam
keadaan terdesak terpaksa ia jatuhkan diri keatas tanah dan
berguling ke arah samping.
Menyaksikan keadaan ketuanya yang begitu mengenaskan,
para anggora perkumpulan Sin-kie-pang jadi amat terperanjat
untuk meng-hindari serangan Hoa Thian-hong lebih jauh,
mereka segera membentak dengan suara yang keras bagaikan
guntur. Tenaga dalam yang dimiliki orang itu lihay sekali, bentakan
yang dilakukan secara serentak oleh ratusan orang angagota
perkumpulan Sin-kie-pang itu boleh dibilang benar-benar luar
biasa sekali. Hoa Thian-hong nampak terperanjat dan segera berdiri
tertegun ditempat semula, seranganpun tidak dilancarkan
Kembali. Perlahan-lahan Pek Siau-thian bangkit berdiri lalu
menghembuskan nafas panjang, tiba-tiba dari sorot matanya
memancar cahaya yang sangat tajam, ia berbisik, "Semua
yang rahasia harus dijaga ketat, pedang baja asli bocorkan
rahasia langit" "Apa?" bentak Hoa Thian-hong sambil loncat mundur
kebelakang. "Hmmm! tak ada kedua kalinya lagi, pikirkan sendiri apa
yang kukatakan barusan!" sahut Pek Siau-thian dengan dingin.
Telapaknya segera diputar melancarkan satu serangan,
sedang tubuhnya dengan dahsyat menerjang kedepan.
Ulangi sekali lagi! hardik Hoa Thian-hong.
Agaknya kegusaran pemuda ini sudah mencapai pada
puncaknya, pedang baja berputar, dengan jurus Thian hoo
san atau bintang menyebar dilangit terbuka, ia kirim sebuah
tusukan kilat, cahaya hitam yang menyilaukan mata menyebar
keseluruh udara. Suatu serangan yang sangat bagus! "teriak Ciu It-bong dari
atap barak. Hawa gusar yang bergolak dalam dada Pek Siau-thian
betul-betul sudah memuncak, sambil menggertak gigi serunya,
"Ini hari kalau aku tak dapat membinasakan dirimu, aku
bersumpah tak akan hidup sebagai manusia!"
Sepasang telapaknya bekerja bersama, dalam waktu
singkat ia lancarkan belasan jurus serangan berantai,
memaksa Hoa Thian-hong harus berputar secara kacau.
Hoa Hujin dan Bu Liang Sinkun sekalipun segera ikut
bergerak mengikuti perubahan tersebut.
Dalam pertempuran yang sedang berlangsung pada saat
ini, kedua belah pihak sama sama mengandung niat untuk
membunuh pihak lawannya, masing-masing pihak berusaha
sedapat mungkin dan tidak mengindahkan pertaruhan apapun.
Menurut keinginan masing-masing pihak, mereka ingin
turun tangan serentak dan membunuh lawannya dalan waktu
singkat, tetapi sebelum yakin dapat menangkan pertarungan
tersebut, semua pihak tidak ingin bergerak secara gegabah,
karena itulah untuk sementara waktu semua pihak tak berani
bertindak secara ngawur. Hoa Thian-hong sendiri yang pikirannya tidak beres, dalam
waktu singkat terdesak di bawah angin, belum lama
pertarungan berlangsung beberapa kali ia sudah menemui
ancaman bahaya.... Para pendekar dari kalangan lurus yang menyaksikan
kejadian itu secara bersiap siaga untuk memberi pertolongan
setiap saat, sedangkan anak buah dari perkumpulan Sin-kiepang
pun semakin mendesak kedepan semakin dekat, mereka
siap sedia melakukan penyerangan secara serentak.
Selama terjadinya pertarungan itu, pihak Thong-thian-kauw
dan Hong-im-hwie tetap berpeluk tangan belaka, sementara
makhluk-makhluk aneh yang asal usulnya tidak jelas itupun
tetap betdiam diri belaka.
Tiba-tiba terdengar Hoa Thian-hong membentak keras,
"Ulangi sekali lagi!"
Pek Siau-thian mendengus dingin, tubuhnya berputar
secepat kilat, dalam waktu singkat ia sudah kurung tubuh
pemuda itu dalam lingkaran angin pukulan Ceng hoan sian
hong toan hun ciangnya. Li-hoa Siancu yang menyaksikan gelagat tidak
menguntungkan, buru-buru berseru dengan suara lantang,
"Semua yang rahasia harus dijaga ketat, pedang baja asli
bocorkan rahasia langit"
"Tidak benar!" teriak Hoa Thian-hong dengan penuh
kegusaran, "ulangi sekali lagi!"
Diam-diam Hoa Hujin merasa amat terperanjat, pikirnya,
"Hong ji sudah berada dalam keadaan setengah gila, entah
bencana atau rejeki yang diterima olehnya....!"
Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya,
tiba-tiba ia saksikan Pek Siau-thian melancarkan pukulan
secara berantai, membuat ilmu pedang dari Hoa Thian-hong
kacau balau, ia jadi terkejut dan buru-buru menggerakkan
tubuhnya siap menerjang ke depan.
"Bun Siau-ih!" bentak Bu Liang Sinkun dengan cepat.
Badannya memotong tengah jalan, sebuah pukulan dahysat
dilepaskan ke arah depan.
Sejak permulaan Hoa Hujin telah menduga sampai disitu,
diam-diam pikirnya, "Biarpun hidupku sekarang lebih singkat
sepuluh tahun, ini hari aku harus membereskan dahulu jiwa
orang ini!" Berpikir demikian, ia tidak memperdulikan keselamatan
putranya lagi, tiba-tiba dengan gerakan yang dahsyat
bagaikan geledek tubuh nya berhenti ditengah jalan dan
sepasang kakinya memantek diatas tanah, sebuah pukulan
yang maha dahsyat langsung dilepaskan ke arah depan.
Disinilah kelicikan dan kelihayan dari Pek Siau-thian,
peristiwa Hoa Hujin melukai nenek bermata buta ketika
sedang berlatih ilmu dalam gua kuno bukannya tidak diketahui
olehnya, namun peristiwa tersebut sama sekali tidak
disampaikan kepada Bu Liang Sinkun.
Menanti gembong iblis tersebut secara tiba-tiba
menyaksikan diatas telapak tangan Hoa Hujin tersembur
keluar cahaya hitam yang menyilaukan mata, ia baru
terperanjat, untuk menghindarkan diri pada saat itu sudah tak
sempat lagi. "Blaaam! sepasang telapak saling membentur satu sama
lainnya menimbulkan benturan dahsyat yang sangat
memekikkan telinga, Hoa Hujin masih tetap berdiri ditempat
semula, hawa hitam yang berada diantara alis matanya
nampak berkelebat lewat dan menunjukkan rasa kesakitan,
tapi sejenak ke mudian telah lenyap tak berbekas.
Sebaliknya Bu Liang Sinkun menjerit ngeri, tubuhnya
mundur kebelakang dengan sempoyongan, darah hitam
memancar keluar dari mulutnya dan dalam waktu singkat
hawa hitam sudah menyelimuti seluruh wajahnya, keadaan
jago tua itu nampak kritis sekali.
Meskipun ilmu pukulan Kiu pit sinciang amat lihay, tapi
kalau dibandingkan dengan pukulan maut dari Hoa Hujin
masih terpaut jauh sekali.
Dalam pada itu, pada saat yang bersamaan Pek Siau-thian
telah berhasil memaksa Hoa Thian-hong untuk membuka
pertahanan tubuhnya, kemudian diiringi gelak tertawa seram,
kepalanya langsung menghantam ke arah dada lawan.
Bentakan keras bergeletar memecahkan kesunyian, Ciu
Thian-hau dari gunung Huang-san serta jago pedang
bernyawa rangkap sembilan Suma Tiang-cing bersama-sama
menerjang kedepan, sedangkan Cukat racun Yau Sut berserta
para jagonya ikut menerjang pula kemuka.
Gerakan tubuh Ciu Thian-hau cepat bagaikan kilat dan tak
ada orang yang melampaui dirinya, sekali enjot ia sudah
rentangkan tangannya melancarkan satu pukulan ke arah Pek
Siau-thian. Merasakan datangnya ancaman tersebut, Pek Siau-thian
merasa amat terperanjat, segera pikirnya, "Entah siapakah
setan jelek ini?" Sebuah tendangan dilancarkan mendepak tubuh Hoa
Thian-hong dari hadapannya, jurus serangan dirubah dan ia
sambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan
keras. "Blaaamm....!" ditengah benturan keras, tubuh kedua orang
jago itu sama-sama tergetar mundur kebelakang ketika saling
berpandangan diatas wajah masing-masing pihak terlintas rasa
kaget dan tertegun. Mendadak terdengar Siang Tang Lay berseru dengan suara
nyaring, "Harap saudara semua berhenti bertempur,
dengarkan dahulu perka taanku....!"
Pek Siau-thian ulapkan tangannya dan berseru, "Semua
anggota perkumpulan Sin-kie-pang mundur!"
Mendapat perintah dari ketuanya, Cukat racun Yau Sut
serta para jago lainnya segera mengundurkan diri dari
kalangan. Semua kejadian itu berlangsung secara berurutan dan
memakan waktu yang amat singkat, tubuh Bu Liang Sinkun
yang terlukapun belum sampai roboh keatas tanah.
Kok See-piauw menjerit kaget, ia segera lari maju kedepan
dan berteriak, Bu Liang Sinkun membuka sedikit kelopak
matanya dan menjawab dengan nada sedih.
"Aku sudah tak kuat lagi...."
Setelah berbenti beberapa saat dengan amat lemah
sambungnya lebih jauh, "Cepatlah pergi dari sini, orang lain
berhati licik dan tidak menguntungkan bagi kita.... pergilah...."
Belum habis kata-katanya, hawa hitam yang menyelimuti
wajahnya semakin tebal, akhirnya tubuh orang itu berkelejit
dan tak berkutik lagi. "Suhu....!" jerit Kok See-piauw.
Ia segera membopong tubuh Bu Liang Sinkun keatas
pundaknya kemudian setelah melotot sekejap ke arah Hoa
Hujin dengan sinar kebencian, pemuda itu putar badan dan
kabur dari situ Suasana yang kalut dan kacau perlahan-lahan berubah jadi
tenang kembali, beberapa patah kata yaog diucapkan Bu
Liang Sinkun sebelum ajalnya telah menimbulkan
kewaspadaan dihati masinh-masing pihak.
Terdengar Siang Tang Lay dengan suara dingin berseru,
"Pek Siau-thian, benarkah engkau hendak langsungkan
pertarungan masal dengan pihak kami?"
Pek Siau-thian memutar biji matanya dan melirik sekejap ke
arah Thong-thian Kaucu , kemudian pikirnya, "Menurut
rencana yang telah disepakati, mereka akan menyerbu masuk
kedalam gelanggang bersamaan waktunya, tapi dalam
kenyataan kedua orang tua bangka tersebut masih tetap
berpeluk tangan belaka.... Hmn! apa dianggapnya aku adalah
seorang manusia bodoh?"
Berpikir sampai disini ia segera ulapkan tangannya dan
berlalu dari gelanggang. Dalam waktu singkat semua jago dari perkumpulan Sin-kiepang
telah mengundurkan diri kedalam baraknya, sorot mata
para pendekar dari golongan luruspun segera dialihkan ke
arah Thian Ik-cu. Teng Thian Kaucu yang ditatap seperti itu, dalam hati
kecilnya merasa terkesiap, kemudian sambil tertawa terbahakbahak
ia meloncat mundur tiga tombak kebelakang.
Setelah imam tua itu mengundurkan diri, perlahan-lahan
Hoa Hujin tundukkan kepalanya melirik sekejap ke arah
telapak sendiri, ia melihat hawa hitam yang tertanam dalam
telapaknya telah tawar beberapa bagian, tanpa terasa lagi
perempuan itu menghela napas panjang dan berpikir, "Kalau
dilihat keadaan ini rupanya setelah melancarkan dua kali
pukulan lagi maka keadaanku akan menyerupai lampu lentera
yang kenabisan minyak...."
Tiba-tiba terdengar Siang Tang Lay berseru, "Kaucu tolong
tanya pertemuan besar Kian ciau tayhwee yang kau
selenggarakan ini akan dilangsungkan berapa hari?"
"Akan kuselenggarakan selama tujuh hari tujuh malam,"
jawab Thong-thian Kaucu sambil tertawa nyaring.
Siang Tang Lay menengadah memandang cuaca di angkasa
lalu berkata lagi, "Sekarang sudah jam sebelas siang satu hari
satu malam telah lewat!"
Ternyata sang surya tak dapat memancarkan cahayanya
kedalam lembah tersebut, meskipun udara cerah dan siang
hari sudah menjelang tetapi suasana dalam lembah itu masih
tetap samar. Thong-thian Kaucu tertawa katanya, "Siang sicu, engkau
tanya-tanya waktu ada apa sih?"
Kami semua yang datang kemari adalah tamu, kalau
memang upacara Kian ciau tayhwee akan diselenggarakan
selama tujuh hari lamanya, bagaimanapun kaucu sudah
sepantasnya kalau sediakan makanan dan mi numan buat
kami, masa engkau akan suruh kami semua mati kelaparan
disini?" "Haah.... haah.... haah.... sayur berantakan, arak sih sudah
kami persiapkan, tapi aku takut para orang gagah sama-sama
menaruh curi ga karena itu tak berani kupersembahkan ke
luar" Siang Tang Lay tersenyum.
"Kaucu adalah seorang pemimpin suatu perkumpulan
besar, masa engkau begitu rendah de-rajatnya hingga
meracuni sayur dan arak" lagi pemberian itu toh dari pihak
panitia, aku rasa tak pantas kalau engkau tidak menyediakan
sayur dan arak buat tetamunya...."
"Perkataan Siang sicu memang tepat sekali!" habis berkata
sambil tertawa imam tua itu segera mengundurkan diri.
Sepeninggal Thong-thian Kaucu , Siang Tang Lay segera
berpaling ke arah Hoa hujjn dan berkata sambil tertawa,
"Serangan yang hujin lancarkan sungguh dahsyat membuat
aku merasa kagum sekali! Hoa Hujin tertawa getir. "Siang heng adalah seorang maha guru, dalam hal ilmu
silat aku rasa persoalan yang berhubungan dengan aku Bun si
tak akan lolos dari ketajaman mata Siang heng bukan?"
Siang Tang Lay tersenyum, diantara kerutan dahinya
terlintas rasa sedih yang tebal, katanya, "Hujin dan para
Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tayhiap sekalian harap segera mengundurkan diri kedalam
barak, aku disini masih ada sedikit persoalan hendak
diselesaikan lebih dahulu"
Hoa Hujin melirik sekejap ke arah putranya kemudian
berjalan balik lebih dahulu kedalam barak.
Chin Wan-hong yang menyaksikan sikap Hoa Thian-hong
kaku dan termangu-mangu tanpa berkutik barang sedikitpun
jua, diam-diam segera menarik ujung baju Tio Sam-koh sambil
berbisik, "Popo coba lihatlah keadaannya...."
Tio Sam-koh sambil membawa toyanya segera melangkah
maju dengan tindakan lebar, teriaknya, "Seng ji, masih kenal
dengan diriku?" "Ulangi sekali lagi!" bentak Hoa Thian-hong dengan gusar.
Tiba-tiba pedangnya berputar dan melancarkan sebuah
bacokan searah tubuh nenek tua itu.
Tio Sam-koh segera putar menangkis datangnya babatan
pedang tadi, bentaknya, "Binatang, rupanya engkau memang
sudah sinting!" Terdengar suara bentrokan Hoa Thian-hong tahu-tahu telah
berhasil memapas kuntung toya baja dari Tio Sam-koh.
Menyaksikan senjatanya kutung, Tio Sam-koh nampak
tertegun lalu makinya dengan marah-marah, "Binatang cilik,
rupanya engkau ingin mampus?"
Nenek tua ini ingin sekali maju kedepan untuk memberi
gaplokan nyaring keatas pipinya, tetapi karena kuatir
tersambar pedang bajanya, untuk beberapa saat lamanya ia
malahan berdiri menjublek.
Siang Tang Lay tersenyum.
"Tio loo thay tak usah gusar, aku punya akal untuk
menyelesaikan persoalan ini"
Kalau memang ada akal, cepatlah sadarkan bocah keparat
ini, aku harus baik-baik memberi pelajaran kepadanya" seru
Tio Sam-koh dengan sepasang alis berkernyit.
"Sam-koh, Hong ji, kembalilah kemari, jangan mengganggu
lagi!" terdengar Hoa Hujin berteriak dan dalam barak.
Dengan gemas Tio Sam-koh melotot sekejap ke arah Hoa
Thian-hong, sedang Chin Wan-hong memungut kutungan toya
dari atas tanah dan bersama-sama kembali kedalam barak.
Sepeninggalnya kedua orang itu, Siang Tang Lay diamdiam
berpikir dalam hatinya, "Nyonya ini tidak malu disebut
sebagai seorang pemimpin yang luar biasa, cukup ditinjau dari
kejadian ini sudah terlihat jelas betapa besar jiwanya!"
Berpikir demikian, ia lantas membisik didalam telinga Hoa
Thian-hong dengan ilmu menyampaikan suara, "Berjaga ketat,
sikap waspada dan rahasia pedang mengusir setan, bocorkan
rahasia langit!" Mendengar bisikan itu, Hoa Thian-hong merasakan sekujur
badannya gemetar keras, ia segera berpaling dan menatap
tajam wajah Siang Tang Lay.
Melihat sikap pemuda itu, kembali Siang Tang Lay berpikir.
"Rupanya pemusatan pikiran yang keliru mengakibatkan
bocah ini mengalami keadaan jalan api menuju neraka,
kesadaran otaknya sama sekali belum punah"
Berpikir demikian, dengan ilmu menyampaikan suara ia
segera berkata kembali. "Tadi Pek Siau-thian telah membohongi dirimu, sekarang
aku akan membacakan kembali uraian rahasia pedang yang
asli dari depan hingga kebelakang, dengarkanlah baik-baik!"
Setelah berhenti sebentar, ia segera membaca dengan
suara amat lirih.... "Peraturan menurut langit, kerugian pasti tersisa, tenaga
masih kurang, kekerasan bukanlah kekasaran, keras tapi
lincah, lunak bu kanlah lemah, rendah diri harus mundur,
mundur akibat rendih diri untuk diri sendiri, berjaga ketat,
sikap waspada dan rahasia pedang pengusir setan, bocorkan
rahasia langit!" Hoa Thian-hong membelalakkan sepasang matanya lebarlebar,
sorot mata kaget dan tercengang terlintas diatas
wajahnya, bibir bergerak seperti hendak mengucapkan
sesuatu na-mun akhirnya niat tersebut dibatalkan.
Dengan ilmu menyampaikan suara, sekali lagi Sang Tang
Lay mengulangi rahasia ilmu pedang tersebut, kemudian
tanyanya, "Sudah kau dengar jelas perkataanku" kau masih
belum ingat, tanyakan kepadaku, kalau sudah hapal sama
sekali, anggukkan lah kepalamu!"
Hoa Thian-hong menggetarkan bibirnya mengulangi
pembacaan rahasia itu dengan suara lirih, kemudian ia
mengangguk. Tiba-tiba terdengar Ciu It-bong yang berada diatap barak
berteriak. "Hoa Thian-hong, apa yang sedang kalian lakukan?"
"Jangan berisik!" bentak Hoa Thian-hong dengan gusar.
Siang Tang Lay tertawa, diam-diam bisiknya lagi.
"Bocah baik, tempat ini sudah diliputi badai pembunuhan
yang tiada taranya, kemungkinan besar baik buruk, cantik
jelek akan binasa bersama-sama, tiada seorangpun yang bisa
hidup keluar dari sini, usiamu masih muda dan masa depanmu
Bentrok Para Pendekar 8 Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Hina Kelana 29
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama