Ceritasilat Novel Online

Tiga Maha Besar 5

Tiga Maha Besar Karya Khu Lung Bagian 5


masih cemerlang, guna kanlah kesempatan baik ini untuk
berlalu dari sini, tinggalkan tempat ini sebaik-baiknya....!"
Mendengar bisikan itu, Hoa Thian-hong nampak tertegun,
lalu per-lahan-lahan putar badan memandang sekejap ke arah
semua orang yang berada didalam lembah tersebut,
kebingungan dan kemurungan makin tebal menyelimuti
wajahnya. Siang Tang Lay menghela napas panjang, dengan ilmu
menyampaikan suara ujarnya lagi dengan lembut, "Anak baik,
tempat ini tak ada yang perlu kau kenang kembali, cepatlah
berlalu dari sini!" Sekali lagi Hoa Thian-hong nampak tertegun dan
memandang kembali semua orang yang ada didalam lembah
itu, mukanya semakin sangsi seakan-akan masih ada sesuatu
hal yang mencurigakan hatinya.
Siang Tang Lay mengerutkan dahinya, tiba-tiba satu
ingatan berkelebat dalam benaknya, sambil berpaling ia
segera berseru, "Hoa In!"
Hoa In segera memburu maju kedepan sambil bertanya,
"Siang ya ada urusan apa?"
Dengan ilmu menyampaikan suara Siang Tang Lay
berpesan, "Siau Koan-jin kalian agak kurang waras otaknya,
tetap berada dalam lembah hanya akan mendapatkan
bencana kematian baginya, bawalah keluar dari lembah ini
dan pergilah jauh-jauh menanti otaknya telah sadar kembali,
kalian baru mengambil keputusan kembali"
Ucapan tersebut sesuai dengan kehendak hati Hoa In tapi
sesudah berpikir sebentar ia jadi sedih kembali, dengan ilmu
menyampaikan suara serunya, "Perkataan yang diucapkan
Siang ya memang tidak salah sayang majikan kami...."
"Aku yang akan bertanggung jawab dihadapan Cu bo mu
itu" tukas Siang Tang Lay dengan cepat, "pertemuan besar
akan segera berlangsung persoalan ini tak boleh ditunda
kembali, cepatlah pergi!"
Hoa In segera berpikir didalam hati kecilnya, "Apabila tiga
kekuatan besar dalam dunia persilatan bersatu padu dengan
kekuatan kami beberapa puluh orang meskipun dapat
membalas dendam rasanya untuk mempertahankan hidup
bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, aku Hoa In tidak
takut mati, tapi Siau Koan-jin adalah satu-satunya keturunan
keluarga Hoa, terlalu sayang kalau diapun jatuh jadi korban."
Berpikir sampai disini, ia segera ambil keputusan dan tanpa
memperdulikan maksud hati Hoa Hujin lagi, ia segera memberi
hormat kepada Siang Tang Lay sambil berkata, "Hamba akan
mendengarkan perintah dari Siau ya, berada dihadapan Cu bo
harap Siau ya suka menasehati dengan beberapa patah
kata...." "Aku sudah tahu, kalian pergilah!" kata Siang Tang Lay
sambil berseru. Hoa In tidak ragu-ragu lagi, sambil berpaling ke arah Hoa
Thian-hong, teriaknya keras, "Siau Koan-jin ikutlah hamba!"
Dengan langkah lambat ia berjalan munuju kemulut
lembah. Hoa Thian-hong nampak tertegun, sorot matanya segera
dialihkan keatas wajah Siang Tang Lay.
Setelah jago pedang sakti yang menyapu daratan
Tionggoan ini memberikan rahasia pedang kepadanya, dalam
anggapan si anak muda itu Siang Tang Lay adalah manusia
yang patut dipercaya. Melihat sikap pemuda itu Siang Tang Lay segera tertawa
dan berkata dengan ramah.
"Anak baik, ikutilah dia berlalu dari sini, malaikat pedang Gi
Ko sedang menantikan kedatanganmu diluar lembah"
Air muka Hoa Thian-hong agak berubah, sambil membawa
pedang bajanya dengan langkah lebar ia segera menyusul
kedepan. Cukat racun Yau Sut yang menyaksikan Hoa In dan Hoa
Thian-hong keluar dari lembah itu, timbullah rasa curiga dalam
hati kecilnya ia segera berbisik, "Pangcu perlukah kita
menghadang jalan pergi kedua orang itu?"
"Hmm...." Pek Siau-thian termenung.
Belum sempat ia memberi jawaban terdengar Siang Tang
Lay tiba-tiba berseru, "Pek Siau-thian!"
Ketua dari perkumpulan Sin-kie-pang itu segera bangkit
berdiri serunya dengan nada tak senang.
"Ada urusan apa engkau memanggil diriku?"
"Haah.... haahh.... haahh, diantara kalangan hitam, engkau
Pek Siau-thian adalah manusia yang paling gagah, cepatlah
kemari, li hatlah aku akan membuat hatimu jadi terperanjat"
"Tua bangka itu sengaja mengulur waktu" bisik Cukat racun
Yau Sut dengan suara lirih, "tujuannya tidak lain adalah
hendak melindungi bocah keparat itu keluar lembah, Pangcu
jangan sampai tertipu oleh siasat licinnya"
Pek Siau-thian mengangguk, sebelum ia sempat memberi
keputusan, Hoa Thian-hong telah berjalan keluar dari selat
lembah tersebut. Jilid 8 MELIHAT untuk dikejar tak sempat lagi, kakak she Pek itu
terpaksa hanya bisa berkata dengan suara hambar.
Keparat cilik ini bukan seorang manusia yang takut mati,
apalagi ibunya masih berada didalam selat ini, aku rasa
setelah pergi ia pasti akan kembali lagi.
"Tetapi otaknya sudah tidak waras, sambung Cukat racun
Yau Sut dengan cepat" aku rasa pasti akan dibawa kabur oleh
Hoa In tua bangka itu dan tak akan kembali lagi.
Mendengar perkataan itu, Pek Siau-thian jadi amat
terperanjat, dengan cepat ia berpaling, tapi Hoa Thian-hong
sudah pergi jauh dan bayangan tubuhnya sudah lenyap tak
berbekas. Terdengar Siang Tang Lay tertawa terbahak-bahak sambil
berkata, "Haaah.... haah.... haah.... pek Siau-thian, cepatlah
kemari. Dengarkan aku akan bicarakan soal malaikat pedang
Gi Ko." Tiba-tiba Thong-thian Kaucu berjalan keluar dari baraknya
dan bertanya sambil tertawa.
"Siang sicu, sebenarnya apa yang telah terjadi" cepatlah
katakan, pinto akan cuci telinga dan mendengarkan dengan
seksama" "Haaah.... haah.... haah.... Pek Siau-thian, sudah kau lihat
batu peringatan yang ditinggalkan malaikat pedang Gi Ko?"
0000O0000 52 "AKU SIH pernah melihatnya, ada apa sih?" jawab Pek
Siau-thian dengan dingin.
"Pek heng!" Thong-thian Kaucu dengan alis berkenyit
berseru, "engkau dan aku toh sahabat karib bukan?"
"Kalau sahabat karib lantas kenapa?"
"Haahh.... haahh.... haahh.... pinto pernah mendengar
mendiang guruku berkata, malaikat pedang Gi Ko adalah
seorang manusia aneh dari dunia persilatan pada jaman akhir
Tong, ilmu pedangnya sangat lihay, budi pekertinya juga
hebat, sayang pada saat ia meninggal dunia tak seorang ahli
warispun dimiliki, sehingga dengan begitu ilmu pedangnya
lenyap tak berbekas...."
Pek Siau-thian tertawa dingin tukasnya, "Sungguh tidak
sedikit Too heng mengetahui perihal sejarah dunia persilatan,
cuma sayang pertemuan Kian ciau tayhwee yang
diselenggarakan pada saat ini bukanlah untuk membicarakan
tentang sejarah." "Aah! belum tentu begitu," sambung Siang Tang Lay sambil
tertawa. Sesudah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh,
"Bayangkan saja Lie Bu liang yang begitu angkuh dan sama
sekali tidak pandang sebelah matapun kepada semua orang
gagah di kolong langit, siapa tahu dalam satu ayunan telapak
dari Hoa hujitn, ternyata jiwa nya telah berhasil dicabut, dari
satu bisa diketahui bahwa gerak-gerik secara gegabah adalah
suatu tindakan yang bodoh!"
"Ucapan ini sedikitpun tidak salah," pikir Pek Siau-thian
didalam hati, "andaikata serangan yang dilancarkan Bun Siauih
tadi di tujukan kepadaku, bukankah aku orang she Pek akan
menemui ajalnya tanpa mengetahui apa yang sebenarnya
telah terjadi" agaknya didalam peristiwa hari ini aku harus
baik-baik menjaga diri...."
Teringat akan keadaannya pada saat itu, timbul rasa sangsi
dan takut dalam hatinya tetapi bagaimanapun juga dia adalah
seorang jago kawakan yang sudah kenyang dengan
pengalaman pahit, kendatipun hati kecilnya merasa ngeri dan
takut akan tetapi wajahnya tetap tenang dan golakan
perasaan hatinya sama sekali tidak diperlihatkan diatas
wajahnya. Terdengar Thong-thian Kaucu berkata, "Apa yang tertulis
dalam catatan batu peringatan dari malaikat pedang Gi Ko"
Pek heng mengapa tidak kau utarakan keluar agar kami
semua mendapat tambahan pengetahuan?"
Pek Siau-thian mengerutkan dahinya, ia segera berseru,
"Aku tidak habis mengerti, rupanya too-heng lebih suka
dipecah belah oleh Siang Tang Lay."
Thong-thian Kaucu putar biji matanya melirik sekejap ke
arah kawanan manusia setan yang berkumpul dalam barak
lalu sambil tertawa menjawab, "Pek heng keliru besar, semua
peristiwa yang terjadi dalam pertemuan besar Kian ciau
tayhwee semuanya berada diluar dugaan, tindakan pinto ini
justru hendak membongkar permainan setan dari Siang sicu"
Pek Siau-thian mendengus dingin, tiba-tiba ia mempertinggi
suaranya dan berseru. "Aku orang she Pek akan membaca semua isi tulisan yang
berada diatas batu peringatan tersebut, siapa suka mendengar
silahkan dengar baik-baik"
Setelah berhenti sebentar, dengan suara lantang ia
berkata, "Sesudah aku tamat belajar, dengan andalkan pedang baja
berkelana dalam dunia persilatan, berkat keampuhan
perguruan kami semuanya berjalan lancar tidak sampai
sepuluh tahun para pendekarku sudah tersohor di kolong
langit. Orang muda suka mencari kesenangan siapa tahu
karena masalah kecil aku telah salah bertindak, dan salah
membunuh pendekar budiman, hasil yang kupupuk selama
sepuluh tahun hancur dalam sehari, dalam maluku, aku
mengasingkan diri dan tak berani membicarakan soal silat
lagi.... waktu berjalan cepat usiaku mencapai seratus tahun,
aku merasa tak boleh melenyapkan ilmu silat perguruanku,
karena pikiran yang salah maka kepandaian yang kumiliki
telah kucatat dalam Kiam keng kitab pedang ini."
Membaca sampai disitu, tiba-tiba ia berhenti, sementara itu
ssluruh lembah Cu bu koh telah diliputi kesunyian yang
mencekam, semua perhatian para jago sama-sama ditujukan
keatas badan Pek Siau-thian.
Tiba-tiba terdengar Ciu It-bong yang ada diatas atap barak
berteriak keras. "Pek loo ji, apa kira-kira selanjutnya?"
Pek Siau-thian menengadah memandang sekejap ke arah
atap barak kemudian melanjutkan pembacaannya,
"Dengan pedang ditangan ternyata tak seorang
manusiapun di kolong langit mampu menahan seranganku,
tak ada benda apapun yang mampu menahan bacokanku,
timbul rasa sedih dalam hatiku, dari pada hidup dengan
pedang lebih baik hidup tanpa pedang tapi perguruanku turun
tumurun mengutamakan pewaris pedang baji ini, berarti
dibalik hal tersebut pasti ada maksud tertentu, maka aku tutup
diri untuk memecahkan persoalan ini, sembilan belas tahun
kemudian aku baru memahami apa artinya ada pedang
menangkan tanpa pedang, pedang berat menangkan pedang
enteng, agar kepandaian ini tidak lenyap dari pere daran maka
kuwariskan ilmu tadi dalam catatan kitab pedang, siapa yang
berjodoh akan menerima manfaatnya"
"Apa kata selanjutnya?" teriak Cu It Bong dengan suara
keras. "Ahli waris angkatan keempat dari perguruan pedang berat
Gi Ko" sambung Pek Siau-thian hambar.
"Selanjutnya?" "Apakah engkau tidak merasa bahwa caramu itu terlalu
bernafsu?" ejek Pek Siau-thian sinis.
"Hmmm! engkau toh sudah mempunyai perkumpulan Sinkiepang masa aku tak boleh mendapatkan sedikit saja?"
"Aku takut apa yang kau inginkan tak bakal tercapai
sehingga apapun tidak akan kau dapatkan!"
Ciu It Hong segera tertawa seram.
"Heehh.... heehh.... heehhh.... kalau memang begitu aku
akan beradu jiwa dengan dirimu sehingga siapapun jangan
harap bisa memperoleh kegembiraan"
Thong-thian Kaucu segara tertawa tergelak, serunya,
"Haah.... haaaaah.... haah.... ide dari Ciu heng itu memang
tidak jelek, cuma saja harus di coba lebih dulu!"
Pek Siau-thian melirik sekejap ke arah Thian Ik-cu, lalu
sambil tertawa dingin katanya, "Heeeh.... heeh.... heeh.... aku
lihat, di kolong langit dewasa ini orang yang ditakuti too heng
hanya aku seorang!" Thong-thian Kaucu tertawa terbahak-bahak.
"Aah....! cuma bergurau belaka, kenapa Pek heng musti
menganggap sungguhan?"
Dengan muka serius, ia melanjutkan,
"Peristiwa ini sudah berlangsung beberapa ratus tahun
lamanya, aku rasa kitab Kiam keng tersebut tak mungkin bisa
diketahui oleh Pek heng sendiri, tapi.... apa pula yang
tercantum dalam catatan Kiam keng tadi?"
"Pertaruhan menurut langit, kerugian pasti tersisa, tenaga
masih kurang, kekerasan bukanlah kekasaran, keras tapi
lincah, lunak bukanlah lemah, rendah diri harus mundur,
mundur akibat rendah diri untuk diri sendiri, berjaga yang
ketat, sikap waspada dan rahasia, pedang pengusir setan,
bocorkan rahasia langit."
Li-hoa Siancu yang mendengar pembacaan itu segera
berteriak sambil tertawa.
"Bagus sekali Pek Siau-thian, rupanya engkau sengaja
sedang membohongi Siau long, tidak aneh kalau ia selalu
meneriakkan untuk ulangi sekali lagi."
Pek Siau-thian mendengus dingin, sebenarnya ia hendak
membantah, tetapi ketika teringat olehnya bahwa dia adalah


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, cekcok dengan
angkatan muda hanya akan menurunkan derajatnya belaka,
maka perkataan yang sudah mendekat sampai dibibir segera
ditelan kembali. Dalam pada itu, semua orang yang mengerti akan ilmu
silat, diam-diam sedang mendalami beberapa patah kata yang
mengandung arti mendalam itu, Thong-thian Kaucu sendiri
sudah berpikir sebentar, tiba-tiba bertepuk tangan sambil
berseru, "Benar-benar luar biasa, setiap patah kata semuanya
mengandung arti yang sangat dalam....
Dengan dahi berkerut, ia tertawa dan berkata, "Pek heng,
apa kata-kata selanjutnya?"
"Kata-kata selanjutnya telah dihapus orang hingga sama
sekali tidak bisa terbaca lagi, kecuali kalau kita dapat
menemukan orang yang menemukan batu peninggalan itu
lebih dahulu rasanya siapapun tak akan tahu...."
Thong-thian Kaucu mengangguk tiada hentinya diam-diam
ia berpikir, "Perkataan ini sedikitpun tidak salah kalau aku
yang pertama kali menemukan catatan kitab Kiam Keng
tersebut maka beberapa patah katfa yang pertama pasti akan
kuhapus lebih dahulu sehingga tak bisa dibaca orang."
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, Ciu It-bong
tahu-tahu sudah melayang turun keatas tanah sambil
memandang Siang Tang Lay, ujarnya sambil tertawa, "Loo
Siang, bagaimana kalau kita mengikat tali persahabatan?"
"Haahh.... haahh.... haaahhh.... bagus sekali!" sahut Siang
Tang Lay sambil tertawa tergelak, "tempo hari diantara lima
orang yang mencelakai diriku meski terdapat pula engkau
seorang, tetapi bagaimanapun juga engkau telah mendapat
pembalasan yang setimpal, kita masing-masing telah cacad,
semua itu berarti senasib sependeritaan, memang sudah
sepantasnya kalau kita hapus semua ganjalan sakit hati dan
mengikat tali hubungan persahabatan"
Benar ujar Ciu It-bong pula sambil tertawa. "Siang Loo te
engkau terangkan dahulu masalah mengenai batu peringatan
tersebut, aku orang she Ciu tetap merasa bahwa persoalan ini
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan pedang
emasmu itu" Perasaan hati Thong-thian Kaucu pun agak tergerak, ia
segera maju kedepan dan berkata, "Perkataan dari Ciu heng
sedikitpun tidak salah, Sian sicu obat yang kau jual dalam
cupu-cupumu itu sudah tersimpan terlalu lama sekarang
sudah sepantasnyalah kalau engkau bongkar rahasianya"
Siang Tang Lay tertawa keras, beberapa saat kemudian ia
baru berkata, "Kaucu, Ciu loo te tahukah kalian bahwa
kuburan pememdam pedang sebenarnya kosong melompong
tiada isinya apa pun kenapa secara tiba-tiba bisa muncul batu
peringatan?" "Itulah persoalan yang ingin kami ketahui!" jawab Ciu Itbong
dengan cepat. Thong-thian Kaucu tertawa sambil mengelus jenggotnya,
ia berkata, "Kalau didengar dari nada ucapan siang sicu,
rupanya kemunculan batu peringatan tersebut tidak lebih
hanyalah permainan setan dari Siang sicu sendiri?"
Senyuman yang semula menghiasi bibir Siong Tang Lay
seketika lenyap tak berbekas, dengan wajah serius sahutnya,
"Persoalan itu memang hasil perbuatanku, tetapi maksud serta
tujuanku bukanlah permainan setan seperti apa yang kalian
anggap" Jin Hian yang selama membungkam terus, tiba-tiba berkata
dengan suara seram, "Hmm! apa lagi maksud dan tujuanmu
itu kalau bukan untuk memecah belah umat persilatan dan
memancing terjadinya pertumpahan darah di antara jago-jago
Bu lim sendiri...." Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, tahu-tahu ia
sudah berada kurang lebih delapan sembilan depa dihadapan
Sing Tang Lay. Pedang sakti yang menyapu daratan Tionggoan tersenyum,
ujarnya, "Orang kuno pernah berkata, bahwa setiap benda
akan hancur deggan sendirinya, kemudian muncul ulatnya,
kalau seseorang tidak berhati tamak, sekalipun aku berniat
jelek juga sukar diperlihatkan"
"Orang Buddha pantang berhati tamak" kata Thong-thian
Kaucu sambil tertawa, tetapi kalau Thong-thian-kauw kami
sama sekali tidak kenal akan kata pantangan, silahkan Siang
sicu utarakan saja sebenarnya apa yang terjadi dengan batu
peringatan tersebut?"
Siang Tang Lay tersenyum, dengan wajah bersungguhsungguh,
katanya, "Seratus tahun berselang, batu peringatan
dan malaikat pedang Gi Ko telah muncul di wilayah See ih,
disamping itu terdapat pula sebilah pedang baja, sebilah
pedang kecil berwarna emas berserta kotak emas yang berada
dalam genggamanku sekarang, keempat macam benda itu
semuanya merupakan barang peninggalan dan Malaikat
pedang Gi Ko, entah apa sebabnya ternyata semua benda
mustika itu sudah terjatuh ketangan leluhurku...."
Ketika mendengar perkataan itu, sorot mata semua orang
bersama-sama dialihkan ke arah kotak emas yang berada
ditangan Siang Tang Lay tersebut.
Sepasang mata Thong-thian Kaucu benar-benar tajam,
dengan wajah merah bercahaya ia tertawa terbahak-bahak,
katanya, "Haahh.... haahh.... haahh.... Malaikat pedang Gi Ko
adalah suku bangsa Han, semua pedang peninggalannya
didalam kuburan pemendam pedang diatas puncak Ciat in
hong bukit Gan tong san, aku rasa hal ini merupakan suatu
kenyataan yang tak bisa dibantah lagi"
"Perkataan ini sedikitpun tidak salah" sambung Ciu It-bong,
mungkin ada orang dari See ih yang berkunjung kedaratan
Tionggoan dan mencuri pulang benda mustika yang di
sembunyikan leluhur bangsa Han kita dalam kuburan
pemendam pedang, kalau tidak me-ngapa benda diatas bukit
Gan tong san bisa lenyap tak berkekas dan tiba-tiba muncul di
wilayah See Ih...." "Haahh.... haahh.... haah.... jadi kalau begitu, leluhurku tak
bisa menghindarkan diri lagi dari tuduhan mencuri barang
mustika milik orang lain?" kata Siang Tang Lay.
Thong-thian Kaucu tertawa.
"Sebenarnya menemukan benda orang lain yang terbuang
bukanlah merupakan dosa besar, tetapi orang bangsa Han kita
lebih memandang tinggi leluhur yang telah mati, membongkar
peti mencuri barang merupakan dosa yang amat besar,
sekalipun tidak tercantum dalam undang-undang tapi
siapapun tak berani melanggar pantangan ini, kalau tidak
bukankah barang peninggalan leluhur bangsa Han kita bakal
dicuri s mua oleh orang lain?"
Ciu It-bong mengangguk. "Perkataan dari kaucu memang sangat masuk diakal, tetapi
orang suku Oh tidak kenal dengan peraturan adat suku
bangsa Han, siapa tidak tahu dia tidak salah, hal ini masih
dapat dimaafkan!" Thong-thian Kaucu tertawa dan mengangguk, sambil
berpaling ke arah Siang Tang Lay segera ujarnya lagi, "Tiang
sicu, harap teruskan perkataanmu, bagaimana selanjutnya?"
Siang Tang Lay tersenyum, sahutnya, "Leluhurku segera
melakukan penyelidikan yang seksama, setelah bersusah
payah beberapa saat akhirnya beliau berhasil memahami kitab
pedang yang disebut sebagai Kiam keng oleh malaikat pedang
Gi Ko itu sebenarnya tersimpan dalam kotak yang ku bawa ini"
Mendengar perkataan itu, gemparlah suasana dalam
lembah ter-sebut, semua orang dengan sorot matanya yang
tajam bagaikan sambaran kilat sama-sama dialihkan keatas
kotak emas itu tanpa berkedip.
Siang Tang Lay tertawa terbahak-bahak, mendadak ia
berpaling dan serunya kepada anak murid yang ada
dibelakang, "Bawalah kotak mustika ini kedepan agar para
enghiong serta orang gagah bisa ikut menikmatinya"
Seorang pemuda berpakaian ringkas segera mengiakan,
dengan membawa kotak berwarna kuning emas yang berada
dalam pangkuan Siang Tang Lay itu ia berjalan menuju
kehadapan Thong-thian Kaucu .
"Tunggu sebentar...." tiba-tiba terdengar Lan-hoa Siancu
membentak nyaring. Mendengar bentakan tersebut, pemuda berpakaian ringkas
itu segera berhenti dan berpaling ke arah Siang Tang Lay
menantikan petunjuk. Siang Tang Lay mengerutkan dahinya menyaksikan hal itu
tegurnya, "Nona ada petunjuk apa?"
Perlahan-lahan Lan Hhoa siancu maju kedepan sambil
tertawa merdu jawabnya, "Siang locianpwee, Gi Ko menyebut
dirinya sebagai malaikat pedang, aku rasa ia pasti tersohor
karena kepandaian ilmu pedangnya bukan?"
Siang Tang Lay termenung sebentar lalu menjawab,
"Tentang soal itu sih belum tentu demikian, menurut
perkiraanku ia dapat disebut sebagai malaikat lantaran
perbuatan selama hi dupnya adalah bijaksana dan ramah, oleh
sebab itulah mendapatkan penghormatan dari orang lain"
"Hihhih hihhih hiiiih," Lan-hoa Siancu tertawa cekikikan,
"benar, bagi orang yang saleh dan berbudi seperti dia,
sepantasnya kalau benda mustika peninggalannya dihadiahkan
kepada orang yang saleh dan berbudi pula."
Ciu It-bong melotot dengan sepasang matanya bulat-bulat,
dengan gusar bentaknya, "Kalau engkau tidak ingin mati, lebih
baik kalau bicara sedikit-lah tahu diri."
Lan-hoa Siancu pun melototkan matanya bulat-bulat, ia
tertawa dingin dan balas membentak, "Siapa yang kesudian
berbicara dengan dirimu" Hmm! sekalipun engkau tidak
berbicara akupun sudah tabu bahwa dirimu adalah seo rang
manusia rendah yang tak tahu malu"
Ciu It-bong semakin gusar, telapak kiri nya segera diayun
siap melancarkan serangan.
Terdengar Siang Tang Lay tertawa terbahak-bahak dan
berseru, "Haahh.... haahhh.... haahhh.... Ciu loo te, kalau
engkau tidak ingin mampus, lebih baik janganlah bertindak
secara gegabah." Ciu It-bong turunkan kembali tangannya dan berkata
dengan nada dingin, "Terima kasih atas perhatian dari Siang
heng meskipun nama besar Kim tok sian cian tersohor sekali
di kolong langit tetapi aku orang Ciu tua masih tidak
memikirkannya di dalam hati"
Lan-hoa Siancu mencibirkan bibirnya dan mendengus
dingin wajahnya menunjukkan sikap memandang hina pada
lawannya. Siang Tang Lay tertawa, kembali ujarnya, "Oooh.... yaa tadi
aku lupa bertanya, nona dalah anak murid Kiu-tok Sianci yang
ke berapa?" "Kalau dibicarakan sungguh menyesal sekali, aku adalah
Loo toa dan dibawahku masih ada dua belas orang sumoay,
Hoa Thian-hong adalah kekasih dari siau sumoayku!"
Mendengar perkataan itu Siang Tang Lay segera tertawa
terbahak-bahak. "Haah.... haah.... haah.... rupanya Leng hoa siancu dari
Biau-nia Sam-sian, hampir saja aku bersikap kurang hormat."
"Tidak berani," jawab Leng hoa siancu tertawa, "sungguh
tidak sedikit orang persilatan yang diketahui oleh Siang
locianpwee!" "Aah! mana, mana...." sesudah berhenti sebentar, sambil
tertawa sambungnya lebih jauh, "Terus terang saja kukatan,
sebenarnya kitab Kiam keng ini hendak kuhadiahkan kepada
Hoa kongcu...." Betul, seharuinya memang demikian tukas Leng hoa siancu
dengan cepat. Siang Tang Lang menghela napas panjang, ujarnya
kembali, "Sayang sekali kesadaran otak Hoa kongcu belum
pulih, sekalipun aku bermaksud hendak menghadiahkan kitab
Kiam keng ini kepadanya, rasanya diperoleh Hoa kongcupun
tak ada gunanya, bahkan kemungkinan besar karena
membawa benda mustika malahan jiwanya akan ikut
melayang!" "Engkau telah membohongi dirinya pergi kemana?" tanya
Lan-hoa Siancu dengan dahi berkerut, "dia adalah saudara
dari saudara seperguruan kami kalau engkau berani
mencelakai jiwanya maka jangan salahkan kalau akupun akan
bersikap kasar terhadap dirimu."
"Aku pernah berhutang budi kepada Hoa tayhiap, karena
beliau telah menyelamatkan selembar jiwaku, tidak mungkin
aku membalas air susu dengan air tuba dan malahan
mencelakai jiwa Hoa kongcu."
Sesudah berhenti, sebentar sambungnya lebih jauh, "Aku
telah memberitahukan suatu tempat pada mereka dan
sekarang Hoa kongcu telah pergi kesana untuk merawat
penyakitnya." "Kemana" engkau jangan membohongi dirinya hingga pergi
ke wilayah See ih" "Haahh.... haahh.... haahh.... tentu saja tidak," jawab Siang
Tang Lay sambil tertawa terbahak-bahak.
Setelah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh,
"Ditempat ini banyak terdapat mata dan telinga yang ikut
mendengarkan pembicaraan kita, tempat dimana Hoa kongcu
sedang merawat penyakitnya nanti saja kuberitahukan kepada
nona" Lan-hoa Siancu segera mengangguk, tiba-tiba ia tuding ke
arah kotak berwarna emas itu sambil bertanya, "Benarkah isi
diri kotak tersebut adalah Kiam Keng kitab ilmu pedang yang
amat berharga itu?" Sedikitpun tidak salah, Siang Tang Lay tertawa dan
mengangguk jerih payah Malaikat pedang Gi Ko sepanjang
hidupnya telah dicantumkan semua kedalam sejilid kitab yang
sekarang berada di dalam kotak tersebut.
"Menurut pendapatku, daripada engkau serahkan kepada
orang lain yang tidak genab, lebih baik serahkan saja kepada
Hoa Hujin untuk menyimpannya kemudian baru diserahkan
kepada Hoa Thian-hong...."
Siang Tang Lay gelengkan kepalanya, ia menukas sambil
tertawa, "Hoa Hujin telah mengambil keputusan untuk
berjuang sampai titik darah penghabisan, kalau memang ia
telah ambil keputusan untuk tidak keluar dari lembah Cu-bukok
dalam keadaan hidup lagi, bukankah kitab Kiam Keng ini
daripada disimpan olehnya sama saja kalau diserahkan kepada
orang lain...." Setelah berhenti sebentar sambungnya lebih jauh,


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cuma.... aku hanya akan serahkan kotak ini kepada para jago
untuk memandangnya belaka sedangkan kotak ini bakal
diserahkan kepada siapa sampai sekarang masih belum dapat
dipastikan" Lan-hoa Siancu tertawa terkekekeh-kekeh mendengar
perkataan itu. "Kalau memang boleh dipandang aku harus melihat
dahulu!" ia berseru.
"Haah.... haah.... haahh nona, engkau benar-benar seorang
gadis yang tinggi hati!"
Kepada muridnya yang membawa kotak emas tersebut
serunya, "Hian cin serahkan Kiam keng tersebut kepada nona
itu agar diberikan...."
Pemuda yang bernama Hian cing itu segera mengiakan
dengan membawa kotak emas tadi ia segera maju kedepan
dan mengangsurkan kedepan.
Lan-hoa Siancu segera menerimanya dan diperiksa dengan
seksama, ia lihat kotak tersebut panjangnya delapan cun
dengan lebar empat cun, kotak tadi persis untuk menyimpan
sejilid kitab. Warna kotak kuning keemas-emasan dan memancarkan
cahaya tajam, diatas kotak terukirlah dua buah huruf kuno
yang berbunyi, "Kiam Keng" atau kitab pedang.
Akan tetapi kotak emas itu seakan-akan sebuah kotak yang
berbentuk persegi tanpa celah atau tempat membuka yang
nyata, selu ruh kotak bersambungan antara yang satu dengan
yang lain, dengan rapat, sehingga membuat orang susah
untuk menentukan mana bagian atas mana bagian bawah,
apalagi bagaimana cara untuk membukanya.
Dengan cermat Lan-hoa Siancu mengamatinya beberapa
saat lamanya, akan tetapi ia gagal untuk menemukan tanda
yang mencurigakan, akhirnya sambil tertawa cekikikan
ujarnya, "Bagus sekali! tidak aneh kalau locianpwee bersikap
begitu sosial, benda berhala yang tak ternilai ini bersedia
diberikan kepada orang lain dengan begitu saja, rupanya
diatas kotak itu masih terpasang pula alat rahasia...."
Siang Tang Lay segera tertawa terbahak-bahak.
"Haahh.... haah.... haah.... hati manusia sukar diduga, aku
toh bukan seorang manusia tolol"
Terdengar Ciu It-bong berteriak keras, "Alat rahasia apa"
bawa kemari, biar aku yang periksa!"
Lan-hoa Siancu mengerling sekejap ke arah jago tua itu
dengan hati mendongkol, ejeknya, "Huuuh....! kalau dilihat
keadaanmu yang begitu gelisah macam monyet kepanasan,
sedikitpun tidak mirip sebagai orang kenamaan dalam dunia
persilatan....!!" "Kurang ajar, engkau ingin mampus?" bentak Ciu It-bong
dengan gusarnya, telapak kirinya diayun dan siap melancarkan
sebuah serangan ke arah depan.
Lan-hoa Siancu berlagak pilon dan pura-pura tidak melihat
akan datangnya ancaman tersebut, sambil menggoncangkan
kotak berwarna kuning emas itu ujarnya kembali sambil
tertawa, "Hmmm.... nampaknya isi kotak ini benar-benar
adalah sejilid kitab...."
"Barang asli dengan nilai yang tinggi, kenapa aku musti
memalsukan keaslian kotak tersebut?"
Lan-hoa Siancu menutar biji matanya, tiba-tiba dengan
wajah agak berubah serunya manja, "Siang locianpwee,
bagaimana sih caranya membuka kotak ini" aku pingin sekali
kitab tersebut!" Thong-thian Kaucu yang mendengarkan perkataan itu,
segera merasakan hatinya agak bergerak, pikirnya, "Gadis
suku Biau paling romantis dan hangat, paras mukanya cantik
jelita bagaikan bunga bahkan mempunyai daya rangsang yang
luar biasa andaikata aku bisa mendapatkan gadis ini, ooh!
betapa bahagianya dan nikmatnya hidupku...."
Berpikir sampai disini ia segera tertawa tergelak, serunya,
"Siang sicu anak murid Kiu-tok Sianci selamanya tidak pernah
menggunakan pedang sekalipun kitab Kiam keng tersebut
diperlihatkan kepadanya pinto rasa tidak menjadi soal bukan?"
"Huuuh....! siapa yang suruh membaiki diriku?" seru Lan
hoa Sian cu dengan wajah berubah.
Thong-thian Kaucu mengelus jeoggotnya dan kembali
tertawa tergelak, "Haahh haahh haahhh apakah engkau tidak
ingin melihat sekejap kitab pedang tersebut?" serunya.
"Kitab pedang tersebut adalah suatu benda mustika yang
diimpikan serta diinginkan oleh umat persilatan di kolong
langit" ujar Siang Tang Lay, "oleh karena itu kecuali
majikannya yang terakhir siapapun dilarang untuk melihat
kitab tersebut!" "Mengapa?" tanya Lan-hoa Siancu tercengang.
"Perduli siapapun asalkan orang itu dapat melihat kitab
Kiam Keng tadi serta membaca sepatah atau dua patah kata
dari isinya maka kendatipun batok kepalanya bakal dipenggal
ia tak akan melepaskan tangannya"
"Apakah engkau sendiri telah membaca kitab tersebut?"
tanya Ciu It-bong dengan dahi berkerut.
Siang Tang Lay gelengkan kepalanya dan tertawa
Kalau aku pernah membaca kitab tersebut tak mungkin
kitab ini kuhadiahkan kepada orang lain.
"Hmmm! kalau memang belum pernah membaca dirimana
engkau bisa tahu kalau kitab pedang itu luar biasa isinya"
siapa tahu kalau isinya cuma biasa saja dan tak ada yang
hebat?" Siang Tang Lay kembali gelengkan kepalanya berulang kali.
"Tahukah engkau, serangkaian ilmu silat yang kumiliki
berasal dari mana?" ia bertanya.
"Bukankah ilmu silat dari Siang loo te berasal dari pelajaran
gurumu....?" Siang Tong Lay tersenyum dan menggelengkan kepalanya,
walaupun ia tidak buka suara namun semua orang
mengetahui bahha ilmu silatnya bukan hasil pelajaran diri
gurunya. Ciu It-bong segera melotolkan sepasang matya bulat-bulat.
Kalau begitu pastilah ibu gurumu yang secara diam-diam
wariskan kepadamu!" "Haaahh.... haah.... haahh.... hanya ilmu silat dari Ciu Loo le
yang di ajarkan ibu guru secara diam-diam, rangkaian ilmu
silat yang kumiliki tidak lain adalah hasil dari mempelajari
catatan kitab pedang yang terdiri dari beberapa huruf belaka
itu. Pek Siau-thian yang mendengar pembicaraan tersebut
sampai disitu segera merasakan hatinya bergetar keras,
pikirnya, "Tua bangka ini pasti omong kosong dan ngaco belo
tidak karuan, dari limapuluh delapan kata yang begitu singkat
mana mungkin bisa menciptakan rangkaian ilmu silat yang
begitu ampuh dan luar biasanya"
Berpikir sampai disitu, secara diam-diam dia mengulangi
kembali kelima puluh delapan patah kata dari catatan ilmu
pedang tersebut, ia merasa bahwa kelima puluh delapan
patah kata itu memang mengandung dasar ilmu silat yang
sangat tinggi dan mendalam, setiap patah kata mengandung
perubahan dan pemecahan yang tak terhingga banyaknya,
tetapi kalau dikatakan ilmu silat yang dimiliki Siang Tang Lay
seluruhnya didapatkan dari sana, hal ini kedengarannya agak
berlebihan. Terdengar Ciu It-bong berkata, "Siang Loo te, hanya
berdasarkan catatan ilmu pedang saja engkau dapat memiliki
ilmu silat selihay itu, kalau engkau mempelajari pula ilmu silat
yang tercantum dalam kitab Pedang, bukankah ilmu silatmu
akan tiada tandingannya di kolong langit" kenapa tidak
sekalian kau pelajari kitab mustika tersebut?"
Siang Tang Lay mengerutkan dahinya lalu menjawab, "Ciu
Loo te sekalipun aku tidak mempelajari kitab pedang, dengan
kepandaian silat yang dimiliki siapakah yang mampu
menandingi dirinya.... Sesudah berhenti sebentan, sambil tertawa lanjutnya,
"Coba lihatlah Hoa Thian-hong, ia hanya mengetahui beberapa
patah kata yang paling depan saja tetapi ilm u pedangnya
sudah mencapai tarap yang sebegitu dahsyatnya sehin ga
setiap jurus serangan yang dilepaskan mengandung daya
penghancur yang maha besar membuat Pek lo pangcu pun
tidak mampu mempertahankan diri!"
Diam-diam Ciu It-bong berpikir dalam hatinya, "Perkataan
dari orang tua ini sedikitpan tidak salah, kalau ditinjau dari
peraturan yang berlangsung tadi, seandainya Pek Siau-thian
tidak segera mengacaukan pikiran Hoa Thian-hong mungkin
sedari tadi ia sudah menemui ajalnya diujung pedang bocah
tersebut...." Tiba-tiba terdengar Thong-thian Kaucu tertawa dan
berkata, "Siang sicu, ucapanmu membuat pinto jadi
kegirangan sekali, aku rasa perkataan yang tak ada gunanya
lebih baik tak usah dibicarakan lagi, sekarang sudah
sepantasnya kalau kau perlihatkan kitab pedang itu kepada
kami agar kami semua mengetahuii apakah kitab itu palsu
atau tidak, kemudian persoalan lain baru dibereskan
kembali...." "Hal ini sudah tentu saja" jawab Siang Tang Lay, ia segera
berpaling ke arah Lan-hoa Siancu dan berseru, "Nona engkau
toh sudah melihat kotak itu, sekarang sudah sepantasnya
kalau engkau berikan kotak tadi kepada beberapa orang jago
itu. "Lan-hoa Siancu tertawa cekikikan.
"Hiih.... hiih.... hiih! aku merasa agak keberatan untuk
melepaskan benda yang demikian indahnya"
"Haaah.... haah.... haah.... setiap benda mempunyai
pemiliknya, sekalipun kau merasa sayang tapi apa boleh buat,
benda itu toh bu kan menjadi milikmu.
"Hmmm! siapa yang kesudian dengan benda ini, sambil
mencibirkan bibirnya Lan-hoa Siancu segera melemparkan
kotak emas itu kehadapan muka Pek Siau-thian, kemudian
dengan hati mendongkol kembali kedalam barak.
Pek Siau-thian yang menyaksikan benda mustika itu
terjatuh kehadapannya, ia segera merasakan jantungnya
berdebar keras, pikirnya, "Jangan-jangan inilah yang
dinamakan takdir, mungkinkah aku memang sudah ditakdirkan
untuk merajai seluruh kolong langit?"
Berpikir sampai disitu, jago tua tersebut tak dapat menahan
golakan perasaan dalam hatinya lagi, ia segera berjongkok
untuk mengambil kotak emas tersebut.
"Pek heng, jangan sentuh benda tersebut! tiba-tiba Thongthian
Kaucu membentak keras. Sepasang telapak didorong kemuka, segulung angin
pukulan yang dingin dan tajam dengan cepat meluncur
kedepan. Ciu It-bong dengan tangan kirinya melancarkan pula
sebuah pukulan yang maha dahsyat kedepan.
Jin Hiang yang melihat kedua orang jago itu sudah turun
tangan, ia segera ayun telapaknya melancarkan pula satu
pukulan gencar kedepan. Tiga gulung angin pukulan yang maha dahsyat serentak
menerjang ke arah Pek Siau-thian, dimana gulungan angin
puyuh menyambar lewat, terdengarlah desingan angin t jam
yang memekikan telinga. Pek Siau-thian merasa terkejut bercampur gusar, ia segera
menjejakkan kakinya dan meloncat dua tombak ketengah
udara untuk meloloskan diri dari serangan tersebut.
"Blaamm!" tiga gulung angin pukulan saling membentur
satu sama lainnya menimbulkan pusaran angin puyuh yang
maha dahsyat, begitu kencang gulungan angin tersebut
hingga mengibarkan baju Pek Siau-thian.
Sementara kotak emas tadi masih tetap berada ditempat
semula tanpa bergeser sedikit pun jua.
Pek Siau-thian melayang turun kembali keatas tanah
dengan muka pucat bagaikan mayat, ia berseru penuh
kegusaran, "Thian Ik-cu kalau memang bernyali bagaoimana
kalau kita berduel lebih dahulu satu babak?"
"Eeei hidang kerbau tua", teriak Ciu It-bong dengan cepat
"engkau ditantang oleh Pek loo ji hantam saja tua bangka itu
masa engkau tidak berani?"
Thong-thian Kaucu tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.... haah.... haahh Pek heng, hawa amarahmu
benar-benar besar sekali, masa cuma begitu raja engkau
harus marah-marah besar?" serunya.
"Hmm! meskipun tabiat aku orang she Pek baik, aku tak
akan mengalah untuk kedua kalinya terhadap dirimu"
Sambil berkata kembali ia berjongkok untuk mengambil
kotak emas tersebut. Thong-thian Kaucu , Jin Hian dan Ciu It-bong saling
bertukar pandangan sekejap, tiba-tiba mereka ayunkan
telapaknya dan bersama-sama melancarkan sebuah pukulan
dahsyat kedepan. Ujung jari tangan Pek Siau-thian hampir saja menyentuh
kotak emas tersebut ketika segera tiba-tiba terdengar
desingan angin tajam meluncur tiba, ia tahu dalam keadaan
demikian bila dirinya lanjutkan niat untuk mengambil kotak
emas tersebut, kendatipun kotak tadi berhasil didapatkan akan
tetapi ia pun bakal terluka dibawah serangan gabungan ketiga
orang itu. Dalam keadaan apa boleh, buat terpaksa ia enjotkan
badannya dan menerobos keluar melewati celah antara angin
pukulan yang di lancarkan Jin Hian dan Ciu It-bong.
Siang Tang Lay yang menyaksikan kejadian itu segera
tertawa terbahak-bahak. "Gerakan tubuh yang sangat indah, nama besar ketua
perkumpulan Sin-kie-pang benar-benar bukan nama kosong
belaka....!" Air muka Pek Siau-thian berubah jadi hijau membesi, ia
maju sambil melancarkan serangan, segulung angin puyuh
yang tajam langsung menghantam keatas tubuh Thong-thian
Kaucu . "Pek heng, apakah engkau benar-benar ingin berkelahi"
bentak Thong-thian Kaucu .
Tangan kirinya diayun memotong pergelangan musuh,
tangan kanannya dengan jurus Im kay kian jit atau awan
hilang muncullah sang surya melancarkan satu pukulan
kedepan. Serangan tersebut tersembunyi dibalik ujung jubah kirinya
dan dilancarkan secara tiba-tiba, ancaman itu sangat bahaya
dan luar biasa sekali.

Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pek Siau-thian dalam gusarnya, penjagaan tubuhnya agak
mengendor tapi dalam sekejap mata otaknya dapat
didinginkan kembali, menyak sikan datangnya serangan yang
begitu dahsyat ia tak berani menyambut dengan lawan keras,
sepasang kakinya segera menjejak tanah dan berkelit ke arah
samping Jin Hian yang berdiri dibelakangnya ketika menyaksikan Pek
Siau-thian berdiri membelakangi dirinya dalam jarak lima
enam depa merasa amar girang, pikirnya, "Inilah kesempatan
baik bagiku untuk melukai dirinya apa yang harus kutunggu
lagi?" Tanpa mengucapkan sepatah katapun, secara diam-diam
dia ayun telapaknya melancarkan pukulan dahsyas.
0000O0000 53 SERANGAN yang dilancarkan ketiga orang itu tanya selisih
waktu amat sedikit sekali. Ciu It-bong ketika menyaksikan ada
kesempatan baik segera memanfaatkan secara baik-baik,
dengan badan menempel diatas tanah ia bergeser kedepan
dan menyambar kotak emas diatas tanah.
Begitu Ciu It-bong bergerak, Pek Siau-thian sekalian segera
menyadari akan hal itu, Jin Hian pertama-tama yang putar
badan sambil melancarkan serangan ke arah Ciu It-bong,
sedangkan Pek Siau-thian dan Thong-thian Kaucu satu dari
kiri yang lain dari kanan bersamaan waktunya menubruk
kedepan. Ciu It-bong tertawa terbabak-bahak, setelah berhasil
menyambar kotak emas tersebut, tubuhnya segera
menggelinding kesamping menghindarkan diri dari hantaman
ketiga orang itu. Diantara keempat anggota badannya ada tiga diantaranya
telah cacad, sisa sebuah tangan yang dimilikinya digunakan
untuk memegang kotak emas tersebut, dengan sendirinya ia
tak ada kemampuan untuk melakukan serangan lagi.
Maka telah lolos dari ancaman musuh, ia segera berdiri
tegak ditempat semula tanpa berkutik, Thong-thian Kaucu ,
Pek Siau-thian dan Jin Hian pun secara otomatis
menghentikan serangannya sambil mengurung Ciu It-bong
rapat-rapat. Haruslah diketahui tiga bibit bencana dari dunia persilatan
ini dapat hidup berdampingan selama banyak tahun tanpa
mengalami bentrokan, apapun hal ini disebabkan kekuatan
dari ketiga belah pihak seimbang dan sama kuat, ilmu silat
yang dimiliki ketiga orang pemimpin merekapun seimbang
pula, andaikata ada satu pihak berhasil melampaui kekuatan
pihak yang lain maka hal ini akan dianggap sebagai ancaman
bahaya bagi kedua belah pihak yang lain, karena itulah rasa
curiga dan was-was diantara sesama pihak sangat tebal dan
kuat sekali. Kotak tersebut berisikan kitab pedang yang tak ternilai
harganya, seandainya benda berharga itu sampai terjatuh
ketangan Pek Siau-thian dan berhasil dibawa kabur, maka
kejadian ini akan merupakan mara bahaya yang besar sekali
bagi keamanan dua golongan lainnya.
Sebaliknya kalau terjatuh ketangan Ciu It-bong, maka
keadaannya lain sebab masing-masing pihak tidak usah
merisaukan salah satu pihak diantara mereka akan melampaui
kekuatan mereka. Cui It Bong hanya ada musuh dan tak punya kawan, orang
sendiripun tahu bahwa posisinya dalam lembah Cu-bu-kok
pada saat ini sangat tidak menguntungkan, walaupun pada
saat ini ia berhasil mendapatkan kotak emas tersebut, akan
tetapi untuk membawa kabur kotak emas itu dari kepungan
musuh jelas bukan suatu pekerjaan yang gampang.
Diam-diam ia segera berpikir didalam hatinya, "Perduli
amat bakal mati atau hidup, aku harus bertarung lebih dahulu
dengan mereka kemudian baru diputuskan lagi...."
Berpikir sampai disini, ia segera mendongak dan tertawa
ter-babak-bahak, serunya, "Siang loo ji, seandainya isi kotak
ini bukan kitab pedang, melainkan adalah seekor ular
beracun...." Belum habis ia berkata tiba-tiba air mukanya berubah
hebat, kelima jarinya mengendor dan hampir saja kotak emas
itu terjatuh dari genggamannya.
Thong-thian Kaucu yang menyaksikan hal itu segera
tertawa, serunya, "Ciu tua apakah tanganmu telah digigit ular
beracun" cepat lemparkan kotak tersebut kemari"
Ciu It-bong memutar sepasang biji matanya kemudian
berteriak keras, "Jin Hian, engkau telah merampas pedang
emasku, sekarang biarlah kotak ini kuserahkan pula
kepadamu!" Sambil berkata ia segera melemparkan kotak emas tersebut
kedepan. Jin Hian bukan seorang yang bodoh mendengar seruan
tersebut diam-diam pikirnya dalam hati, "Ciu It-bong
mempunyai hubungan dendam yang amat mendalam dengan
diriku, tak mungkin ia berikan kotak tersebut kepadaku
dengan rela hati, dibalik kejadian ini pasti ada permainan
setannya." Berpikir sampai disitu, sebelum ia sempat ambil keputusan,
kotak emas tadi telah meluncur kehadapannya.
Terbayang bahwa benda itu adalah sebuah benda mustika
yang sukar didapatkan kendatipun harus beradu jiwa, buruburu
ia menggulung ujung bajunya dan menangkap kotak
emas itu dengan dilapisi kain baju pada tangannya.
Ketika sorot matanya dialihkan kedepan maka tampaklah
kelima jari tangan Ciu It-bong dalam waktu singkat telah
berubah jadi hitam membekas, wajahnya yang semula
berwarna merah bercahayapun kini dilapisi oleh hawa hitam,
sekilas memandang dapat diketahui orang itu sudah terkena
sejenis racun keji yang sangat lihay.
Pek Siau-thian yang menyaksikan kejadian itu diam-diam
berpikir dalam hatinya, "Sungguh berbahaya! sungguh
berbahaya! tadi, seandainya benda tersebut berhasil
kudapatkan, maka orang yang keracunan pada saat ini bukan
Ciu tua melainkan adalah aku...."
Makin berpikir ia merasa semakin ngeri sehingga tanpa
terasa keringat dingin mengucur keluar membasahi tubuhnya.
Terdengar Thong-thian Kaucu tertawa dan berkata, "Pek
heng, jangan lupa dengan budi pertolongan yang kuberikan
kepadamu lho" "Hmm! Pek Siau-thian mendengus dingin, aku tak nyana
kalau kaucu adalah orang yang berhati haik, kalau begttu aku
telah salah menuduh orang!"
Sreeet....! terdengar Jin Hian merobek ujung bajunya dan
digunakan untuk membungkus kotak emas tersebut, setelah
itu ia merobek pula ujung baju yang lain untuk melapisi
bungkusan yang pertama tadi, setelah itulah dengan
membawa kotak emas tadi ia berlalu dari gelanggang.
Thong-thian Kaucu dan Pek Siau-thian segera saling
bertukar pandangan sekejap dua orang itu dengan cepat
menggerakkan tubuhnya menghadang jalan pergi Jin Hian.
Melihat jalan pergi dihadang, ketua dari perkumpulan
Hong-im-hwie itu segera melototkan matanya bulat-bulat
sambil tertawa dingin, tegurnya, "Apa maksud kau berdua
menghalangi jalan pergi" apakah kalian hendak menantang
aku untuk bergebrak?"
Thong-thian Kaucu segera tertawa terbahak-bahak,
sahutnya, "Haah haah haah.... Jin Hian jangan lupa, tiga maha
besar dan dunia persilatan telah mengadakan perjanjian kerja
sama" "Heeh.... heeh.... heeh....! aku ssma sekali tidak melupakan
akan hal itu" jawab Jin Hian sambil tertawa dingin, tetapi aku
masih ingat bahwa perjanjian tersebut hanya menyangkut
tentang pertahanan dan penyerangan, toh tidak ada larangan
yang tidak memperkenankan aku untuk menerima hadiah dari
sahabat, "Orang Persilatan lebih mengutamakan soal setia
kawan, kalau memang diantara kita sudah terikat oleh
perjanjian maka itu berarti ada kesusahan dipikul bersama ada
kebahagiaan dinikmati bersama, andaikata Jin heng begitu
tamak dan lupa pada teman, apakah tindakan itu tak akan
mengecewakan hati sahabat lainnya?"
Sreeet! Sreeet! desiran angin tajam berkelebat lewat, Yansan
It-koay dan Liong-bun Siang-sat tiga jago din
parkumpulan Hong-im-hwie segera menceburkan diri kedalam
arena. Menyaksikan tindakan musuh, Pek Siau-thian segera
mendengus dingin, serunya, "Orang-orang dari perkumpulan
Hong-im-hwie banyak apakah dari pihak Sin-kie-pang kekurangan
manusia?" Sambil berkata ia segera ulapkan tangannya....
Cukat racun Yau Sut dengan cepat memimpin belasan
orang pelindung hukum dari panji kuning terjunkan diri pula
kedalam gelanggang dan mengepuug Yan-san It-koay serta
Liong-bun Siang-sat erat-erat, suasana seketika berubah jadi
tegang dan serius, salah bicara sepatah kata saja pasti akan
menimbulkan benturan hebat.
Diam-diam Jin Hian segera berpikir, "Kalau terjadi
bentrokan saat ini, sudah jelas pihak Thong-thian-kauw akan
membantu perkumpulan Sin-kie-pang, dalam keadaan tercekat
perkumpulan Hong-im-hwie kami pasti akan mengalami
kerugian besar. Berpikir sampai disini, terpaksa ia menahan hawa amarah
yang berkobar dalam dadanya, ia berseru.
"Pek heng, apakah engkau siap bentrok lebih dahulu
dengan perkumpulan Hong-im-hwie kami?"
Siaute sudah terdesak oleh keadaan, mau jadi sahabat atau
musuh terserah pada pilihan Jin heng sendiri.
Pek Siau-thian adalah satu-satunya orang yang pernah
menyaksikan sendiri kehebatan catatan kitab pedang, bagi
dirinya daya tarik kitab pedang tersebut jauh melebihi
siapapun juga, sekalipun harus terjadi bentrokan langsung
dengan pihak lain, ia tak akan membiarkan Kitab Pedang
tersebut terjatuh kepihak lain.
Sementara itu Thong-thian Kaucu telah tertawa keras dan
berkata, "Jin heng, semua orang gagah di kolong langit telah
berkumpul semua dalam lembab Cu-bu-kok ini, mati hidup tiga
kekuatan besar dalam dunia persilatan harus ditentukan
didalam pertemuan besar Kian ciau tayhwee ini, aku harap
engkau berpikir tiga kali sebelum bertindak.
Jin Hian segera alihkan sorot matanya melirik sekejap ke
arah rombongan yang dipimpin oleh Hoa Hujin, kemudian
melirik pula ke arah kelompok makhluk setan tersebut secara
tiba-tiba ia merasakan hatinya bergidik pada saat itu juga ia
merasa betapa lemah dan kecilnya kekuatan dari perkumpulan
Hong-im-hwie, dalam suasana menang kalah sulit diramalkan,
menggunakan kekerasan hanya akan merugikan pihaknya
sendiri. Sebagai seorang jJago kawakan yang berakal panjang, ia
segera merasakan gelagat yang sangat tidak menguntungkan
pihaknya, dengan wajah serius segera katanya, "Isi kotak
emas ini belum tentu adalah kitab pedang, bagaimanakah
menurut pendapat too heng?"
"Menurut pendapat pinto, tidak mungkin Siang sicu
menghadiahkan benda mustika kepada kita semua, apa
salahnya kalau Jin heng berusaha untuk membuka kotak emas
itu lebih dahulu serta melihat apakah isi kotak itu yang
sebenarnya...." "Hmm! diatas kotak emas ini terlapis racun yang sangat
keji, dalam keadaan situasi seperti ini, aku tidak ingin
menempuh bahaya yang sama sekali tak ada gunanya!"
Thong-thian Kaucu tersenyum.
"Kalau memang Jin heng tidak ingin menempuh bahaya,
bagaimana kalau pinto saja yang mewakili" kalau isi kotak
emas itu bukan kitab pedang yaa sudahlah tapi kalau isinya
memang kitab pedang maka kita dapat membaginya jadi tiga
bagian, setiap golongan mendapat satu bagian bukankah hal
ini merupakan suatu kejadian yang sangat bagus?"
Diam-diam Jin Hian menilai keadaan disekitarnya, ia
merasa kecuali bertindak demikian, rasanya meming tiada
jalan lain lagi, maka koak emas tersebut segera dilemparkan
kedapan, ujarnya dengan suara dingin, "Kitab pedang
tersebutt berada disini. Nah, benar atau tidaknya silahkan too
beng periksa sendiri"
Ketika kotak tersebut dilemparkan ketanah, tenaga
sambitan yang dipergunakan adalah tenaga Im yang lunak
serta tenaga Yang yang kuat.
Ketika kotak emas tersebut dilemparkan ke arah depan
Thong-thian Kaucu , sewaktu mencapai ditengah jalan
mendadak berubah jadi kilatan cahaya emas dan meluncur
makin dahsyat kedepan. "Tua bangka ini benar-benar kejam!" maki Thong-thian
Kaucu didalam hatinya. Teringat akan racun keji yang berada di atas kotak emas
tersebut, hingga mengakibatkan Ciu It-bong yang lihaypun
kena dipecundangi, maka sebagai seorang manusia yang licik
imam tua itu merasa bahwa lebih baik kehilangan muka
danpada menempuh bahaya dengan percuma.
Menyaksikan kotak emas tersebut meluncur datang,
tangannya dengan cepat berputar melancarkan satu pukulan
berhawa lunak ke depan untuk menahan daya luncur kotak
tadi.... Sreeet! kotak emas tersebut dengan membentuk gerakan
satu lingkaran busur segera terjatuh kembali keatas tanah.
Terdengar Siang Tang Lay tertawa terbabak-bahak dan
mengejek, "Haaah.... haah.... haah.... Tootiang, engkau musti
berhati-hati, siapa tahu kalau isi kotak emas itu bukan kitab
pedang malaikat adalah obat peledak yang maha dahsyat dan
maha keji?" "Ucapan Siang beng sedikitpun tidak salah, berhati-hati
memang merupakan tindakan yang jitu"
Imam tua tersebut segera berpaling dan berseru keras,
"Cing liang, bukalah kotak emas itu dan coba periksa benda
apa yang tersimpan dalam kotak tersebut!"
Dari dalam barak berjalan keluar seorang imam kecil
berbaju merah, setelah memberi hormat kepada Thong-thian
Kaucu , ia menge- nakan seperangkat sarung tangan terbuat
dari kulit menjangan dan segera memungut kotak emas tadi.
Sarung tangan kulit menjangan itu adalah sarung tangan
yang di pergunakan untuk melepaskan pasir beracun, Cing lian


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meminjam dari rekan seperguruannya sebelum maju ke
tengah gelanggang, oleh karena itu dapatkah dipergunakan
untuk menahan racun keji yang melekat diatas kotak emas
tersebut, ia tak punya keyakinan.
Baru saja kotak emas itu dipegang ditangan, keringat
dingin terasa mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya,
jantung berdebar keras dan hatinya bergidik.
Ketika kotak emas itu diteliti dengan seksama, ternyata
kotak itu terdiri dari satu wadah yang utuh tanpa sambungan,
persis bagaikan sekeping batang emas, ketika kotak tadi
digoncangkan maka terasa isinya berupa sejilid kitab, cuma
saja walaupun sudah dicari kian kemari letak tombol rahasia
untuk membuka kotak tersebut belum ketemu juga.
Dalam pada itu sorot, mata semua orang yang ada didalam
lembah bersama-sama ditujukan keatas tangan Cing lian,
ketika melihat imam cilik itu membolak balikkan kotak emas
tersebut tanpa berhasil menemukan alat rahasianya hingga
hati jadi gelisah dan keringat mengucur tiada hentinya, para
jago ditepi gelanggangpun ikut merasa gelisah.
Tiba-tiba dari dalam barak berkumandang suara teriakan
seseorang, "Coba gosoklah tulisan Kiam keng tersebut dengan
jari tanganmu....!" Mendengar teriakan tersebut Cing lian segera menggosok
tulisan Kiam keng tadi dengan jari tangannya, tetapi keadaan
kotak tersebut masih tetap seperti sedia kala, sedikitpun tiada
berubah apapun jua. Mendadak Thong-thian Kaucu berseru, "Papas saja kotak
emas itu dengan senjata, tapi engkau musti berhati-hati,
jangan sampai merusak isi kotak tersebut...."
Cing lian letakkan kembali kotak emas tadi keatas tanah,
kemudian cabut keluar sebilah pedang pendek yang
memancarkan cahaya tajam.
Pedang pendek tersebut memancarkan sinar yang amat
menyilaukan mata, membuat siapapun yang melihat segera
akan mengetahui bahwa pedang tersebut adalah sebilah
pedang mustika yang tajamnya bukan kepalang.
Cing lian segera menggerakkan pedang pendeknya
membacok kotak emas itu.... Criiing! cahaya tajam berkilauan,
ketika ujung pedang tersebut menggurat diatas permukaan
kotak, ternyata kotak tadi masih tetap utuh dan sedikitpun
tidak meninggalkan bekas.
Menyaksikan hal itu para jago yang berada didalam barak
sama-sama memperdengarkan jeritan kaget.
Jago lihay yang hadir dalam lembah Cu-bu-kok banyak
sekali, semua orang dapat melihat betapa tepatnya babatan
pedang yang dilancarkan oleh Cing liang tersebut, tetapi
kenyataan membuktikan lain, ternyata kotak emas itu masih
tetap utuh seperti sedia kala, dan pedang yang begitu tajam
pun sama sekali tidak mempan, kejadian ini membuat orangorang
tidak habis berpikir. Merah padam selembar wajah Cing lian karena
kegagalannya itu, dengan cepat ia tenangkan hatinya dan
sekali lagi melancarkan babatan ke arah kotak emas tadi.
Ia merupakan murid kebanggaan dari Thong-thian Kaucu ,
baik ilmu pedang maupun tenaga dalamnya telah mencapai
puncak kesempurnaan, benda sekeras dan sekuat apapun bila
termakan babatan pedangaya ini niscaya akan terpapas dan
kutung. Siapa tahu ketika cahaya tajam berkelebat lewat, kotak
emas itu masih tetap utuh sepeati sedia kala, sedikitpun tidak
mengalami cedera apapun juga.
Pek Siau-thian merasakan jantungnya berdebar keras,
pikirnya, "Cukup melihat wadah kotak emas itu sudah
menunjukkan suatu benda mustika yang tak ternilai harganya,
benda yang tersimpan dalam kotak emas itu jelas jauh lebih
tak ternilai harganya"
Jalan pikiran Jin Hian maupun Pek Siau Thiin tidak berbeda
satu sama lainnya, dua orang itu sama-sama merasakan
jangtungnya ber debar dan wajahnya berubah jadi merah
padam, disamping itu otak merekapun bekerja keras untuk
mengambil Keputusan tentang tindakan selanjutnya, mereka
semua berpendapat bahwa kotak itu tak boleh sampai terjatuh
ketangan pihak lain. Tiba-tiba terdengar Thong-thian Kaucu membentak keras.
"Bawa kemari pedang mustika Boan liong poo kiam ku!"
Mendapat perintah tersebut, Cing lian buru-buru kembali
kedalam barak dan sejenak ke-mudian telah muncul kembali
sambil membawa sebilah pedang antik yang berkulit kuda,
pada gagang pedang terukir seekor naga yang sangat indah
dan mempersonakan hati. Thong-thian Kaucu segera mencekal sarung pedang
dengan tangan kiri, gagang pedang dengan tangan kanan....
Criing! sekilas cahaya hijau memancar keempat penjuru dan
tahu-tahu muncullah sebilah pedang mustika yang amat
tajam. "Pedang bagus!" puji Siang Tang Lay tanpa terasa.
Begitu pedang tadi dicabut keluar orang yang berdiri
beberapa tombak disekelilingnya seketika merasakan hawa
dingin yang merasuk ketulang sum sum.
Sudah lama orang kangou mendengar bahwa Thong-thian
Kaucu memiliki sebilah pedang mustika Boan liong Poo kiam
yang tajam tetapi semua orang selain anggota perkumpulan
hanya pernah mendengar belum pernah melihat sendiri,
sekarang setelah melihat ketajaman pedang tadi, diam-diam
semua orang merasa kagum dan memuji tiada hentinya.
Thong-thian Kaucu tersenyum bangga, katanya, "Pedang
ini ketajamannya luar biasa dan tiada benda yang mampu
menandingi ketajamannya, tapi kalau memang tusukan
pedang ini pun tak berhasil, yaa.... apa boleh buat lagi!"
Perlahan-lahan ia maju kedepan, ujung pedangnya
ditempelkan diatas kotak emas itu kemudian mengerahkan
tenaganya dan menusuk kebawah.
Siang Tang Lay tertawa katanya, "Kaucu kau harus berhatihati,
andaikata kitab pedang yang berada didalam kotak itu
sampai hancur dan rusak waah kerugian yang harus diderita
cukup besar...." Thong-thian Kaucu tetap membungkam dalam seribu
bahasa, ujung pedangnya perlaan-lahan ditusuk kebawah
dengan bawa murni disalurkan kedalamnya, siapa tahu kotak
emas itu tetap utuh tanpa cidera, entah terbuat dari bahan
keras apa, tusukan pedang yang demikian tajampun sama
sekali tidak berhasil melubanginya.
Peristiwa ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang
luar biaaa, semua orang diam-diam merasa terperanjat, dan
tanpa terasa akibat pengaruh kotak emas tadi, nilai kitab
pedang yang berada didalamnyapun secara tiba-tiba
meningkat sampai sepuluh kali lipat.
Thong-thian Kaucu bukan manusia sembarangan, sekali
mencoba saja ia sudah tahu bahwa dengan ketajaman pedang
boan liong poo kiam-nya, kotak emas itu masih tetap tidak
terbuka, daripada ditawarkan orang hingga dirinya jadi malu
atau pedang kesayangannya makin rusak, imam tua itu segera
masukkan kembali pedangnya kedalam sarungnya.
Setelah itu sambil acungkan jempolnya ia berseru kepada
diri Siang Tang Lay, "Siang heng, benda itu benar-benar luar
biasa sekali, pinto merasa sangat kagum!"
"Benda peninggalan orang kuno memang hebat, engkau
tak usah memuji diriku sebab benda itu bukan aku yang buat"
"Siang Tang Lay!" seru Pek Siau-thian pula sambil
menyeringai seram, "engkau pasti mengetahui bukan
bagaimana caranya membuka kotak emas tersebut?"
"Tentu saja tahu!"
"Dan rahasia itu tak mungkin engkau bongkar dihadapan
kami bukan....?" seru Pek Siau-thian lagi sambil tertawa
dingin. "Aaah! belum tentu demikian"
Setelah berhenti sebentar sambil tertawa, ujarnya lagi,
"Engkau pernah membaca seluruh isi dari catatan kitab
pedang itu, berarti bahwa engkau termasuk juga anak murid
dari malaikat pedang Gi Ko, bila kitab pedang ini diwariskan
kepadamu rasanya pilihanku ini adalah paling tepat."
Thong-thian Kaucu yang mendengar perkataan itu segera
tertawa terbahak-bahak, ejeknya, "Haahh.... haahhh....
haahhh.... Pek heng, aku harus mengucapkan selamat
kepadamu, kiong bi, kiong hi...."
Dengan gusar Pek Siau-thian mendengus sambil menengok
ke arah Siang Tang Lay, kembali serunya, "Engkau tak usah
bermain licik, bagaimana caranya membuka kotak emas ini
harap segera diutarakan keluar!"
Ia ingin tahu bagaimana caranya membuka kotak itu tapi
tidak ingin Siang Tang Lay mengatakannya sekarang karena
disitu ada dua orang musuhnya, pikiran ini membuat hatinya
jadi serba salah. Terdengar Siang Tang Lay berkata, "Engkau pernah
membaca kitab Kiam keng bu kui, asal isi dari catatan tersebut
kau selami dan yakini dengan seksama, aku tanggung tidak
sampai tiga tahun engkau sudah mampu jadi seorang tokoh
maha sakti di kolong langit"
Mendengar ucapan tersebut, Thong-thian Kaucu dan Jin
Hian saling bertukar pandangan, pikir mereka hampir
berbareng. "Kalau ini hari Pek Siau-thian berhasil kabur dari sini dalam
keadaan selamat, itu berarti tiga tahun kemudian kami semua
sudah bukan tandingannya lagi, pada waktu itu bukankah
perkumpulan Sin-kie-pang dapat menguasai seluruh kolong
langit tanpa seorangpun mampu menandingi
kehebatannya....?" Sementara itu Siang Tang Lay telah melanjutkan kembali,
katanya, "Berbicara tentang cara untuk membuka kotak emas
tersebut sebenarnya amat sederhana sekali, cukup kalian...."
Tiba-tiba sesosok bayangan berkelebat lewat, Ciu It-bong
sambil menempel tanah menggelinding kemuka dan
menyambar kotak emas tersebut kemudian setelah berhasil
mendapatkan benda itu ia menggelinding kembali menjauhi
tempat itu. Baik Thong-thian Kaucu maupun Pek Siau-thian sekalian
cuma bisa berdiri tertegun menyaksikan tindakan nekad itu
untuk mencegah jelas sudah tak mungkin lagi terpaksa
mereka tidak ambil tindakan apa-apa.
Ketika pertama kali berhasil merampas kotak emas itu, Ciu
It-bong sama sekali tak menyangka kalau diatas kotak sudah
dipolesi racun yang sangat keji sesudah keracunan hebat
buru-buru dia salurkan hawa murninya dan memaksa racun
keji yang bersarang dalam tubuhnya itu berkumpul didalam
sepasang kakinya yang cacad dengan begitu untuk sementara
waktu jiwanya berhasil diselamatkan.
Setelah kotak emas itu terjatuh ketanah dan Thong-thian
Kaucu serta Pek Siau-thian sekalian saling berusaha untuk
mendapatkan kotak tersebut tanpa seorangpun berhasil
memperolehnya diam-diam kakek she Ciu ini menyusun
rencana untuk merebut kembali.
Saat yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga, ketika
perhatian semua orang sedang ditujukan ke arah Siang Tang
la, dengan satu gerakan tubuh yang sangat cepat dan diluar
dugaan ia menggelinding kesamping kotak emas itu dan
merebutnya kembali tapi kali ini tak berani menyentuh kotak
emas itu dengan jari tangannya lagi.
Dalam keadaan yang serba tergesa-gesa, ujung bajunya
segera dikibaskan keatas tanah untuk menggulung kotak emas
itu kemudian benda tadi barulah dipegang dengan alas kain.
Begitulah setelah menyaksikan kotak emas tadi terjatuh
kembali ketangan Ciu It-bong, sambil tertawa Siang Tang Lay
segera berkata, "Eeei.... manusia yang bernama Ciu It-bong
apakah engkau ingin tau bagaimana caranya membuka kotak
emas tersebut?" Ciu It-bong menyeringai dan tertawa seram.
"Heehh.... heehh.... heehh.... bagiku tahu juga boleh tidak
tahupun tidak menjadi soal!"
"Jumlah yang banyak akan menangkan jumlah yang sedikit,
seorang lelaki sejati tak akan sudi melayani kerubutan orang
banyak, aku lihat dalam perebutan kitab Kiam keng kali ini,
lebih baik engkau mengundurkan diri saja! ejek Siang Tang
Lay sambil tertawa. Ciu It-bong tertawa terbahak-bahak, suaranya
menyeramkan sekali, pikirnya dihati, "Racun keji yang berada
diatas kotak emas ini sudah pasti merupakan hasil perbuatan
dari gadis-gadis suku Biau itu, tapi.... mereka toh merupakan
orang-orang muda dari angkatan yang lebih rendah, aku malu
kalau musti minta obat penawar dari mereka....!"
Otaknya berputar sebentar, kemudian dengan dingin,
serunya, "Meskipun kotak emas ini tidak mempan dibacok
dengan pisau atau kampak, aku rasa ii tak akan mampu
menahan hawa panas, tenaga dalamku sudah kusalurkan
kedalam kotak emas ini, jika kalian berani berkutik secara
gegabah maka perduli amat isi kotak ini adalah kiam keng
yang asli atau tidak, aku tanggung isinya tentu akan hancur
jadi abu dan sepatah katapun tak akan tersisa!"
Terperanjat hati Pek Siau-thian, setelah mendengar
ancaman tersebut, ketiga orang itu segera bersiap sedia
melancarkan tubrukan. Ciu It-bong melototkan sepasang matanya bulat-bulat,
hardiknya, "Barang siapa berani sembarangan bergerak, aku
akan segera musnahkan kitab Kiam keng ini lebih dahulu, agar
impian indah ka lian segera hancur dan musnah tanpa bekas!"
Thong-thian Kaucu tertawa terbahak-bahak.
"Haah.... haahh.... haah.... Pek heng, Jin heng" katanya,
"tua bangka ini mampu melakukan apa yang telah dia
katakan, ia tidak akan memperdulikan apa dosanya
menghancurkan khien, memegang burung bangau.... lebih
baik kita mengalah satu tindak kepadanya!"
Mendengar perkataan itu, terpaksa Pek Siau-thian dan Jin
Hian membuyarkan himpunan hawa murni mereka dalam
telapak, dengan pandangan dingin mereka menatap wajah Ciu
It-bong dan ingin melihat permainan setan apa lagi yang
hendak ia lakukan. Ciu It-bong tertawa seram.
"Heehh.... heehh.... heehhh Siang too ji serahkan obat
pemunah kepadaku!" teriaknya
Mendengar permintaan itu Siang Tang Lay tersenyum.
"Kenapa engkau minta obat pemunah kepadaku" toh kotak


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

emas milikku itu sama sekali tidak mengandung racun!"
"Hmmm!.... aku tidak mau ambil peduli akan soal itu
barang tersebut pokoknya milik mu maka aku hanya minta
pertanggungan jawab dari dirimu saja" seru Ciu It-bong sambil
tertawa dingin tiada hentinya.
"Engkau memang pandai sekali mencari gara gara....
Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa Siang Tang Lay
melanjutkan kembali kata-katanya, "Aku pernah dengar orang
berkata, menghadapi orang yang tamak akan harta sekali pun
uang sudah berada ditangan akhirnya toh harus berkurang
kembali.... Lan-hoa Siancu yang duduk dalam barak segera tertawa
merdu, selanya dengan suara lantang, "Siang loocianpwee
rupanya engkau sedang menyindir kami" hati-hati dengan
perkataanmu!" "Haahh.... haahh.... haahh.... aku orang tua tidak berani
melakukan perbuatan itu!"
Hoa Hujin segera berpaling ke arah Lan-hoa Siancu dan
berbisik dengan suara rendah, "Meninjau situasi yang
terbentang pada saat ini, kehadiran Ciu It-bong ditempat ini
sangat menguntungkan pihak kita, nona! berikan obat
pemunah tersebut kepadanya!"
Lan-hoa Siancu mengangguk, dia bangkit berdiri dan
melayang kehadapan Ciu It-bong katanya, "Huuh....! engkau
siorang tolol yang goblok dan berangasan, bisanya cuma
merepotkan orang saja!"
Ia merogoh kesakunya dan ambil keluar sebutir pil obat
berwarna merah kemudian dilemparkan kemuka.
Jilid 9 Ciu It-bong hendak menerima obat itu dengan tangannya
tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia segera
berpikir, "Gadis dari suku Biau ini nampaknya saja berparas
muka cantik jelita padahal sekujur badannya penuh dengan
racun, aku tak boleh sampai menyentuh setiap benda
miliknya." Berpikir sampai disitu, dengan suara dingin ia lantas
berkata, "Aku hanya minta obat penawar dari Siang Tang Lay,
kebaikan hati orang lain tidak sudi kuterima dengan begitu
saja." Mendengar perkataan itu, Lan-hoa siancu segera
mengernyitkan sepasang alis matanya, ia berkata, "Aku sih tak
mau tahu apakah yang dinamakan kitab Kiam keng, obat
penawar hanya ada sebutir kalau kau tak sudi menerimanya
aku akan berikan kepada orang lain agar engkau terpaksa
musti tunduk dibawah perintah dan gertakannya!"
"Bagus....! bagus sekali....!" sambung Tong tiang kaucu
sambil tertawa, "kalau memang begitu, harap nona serahkan
obat pemunah tersebut kepada pinto!"
"Bagus! aku memang punya maksud untuk berbuat begitu"
Ciu It-bong jadi sangat terperanjat, ia segera membuka
mulutnya dan mengisap ke tanah, obat penawar yang masih
berada dalam genggaman Lan-hoa Siancu itu dengan cepat
meluncur kedepan dan masuk kedalam perutnya.
Tapi, setelah obat itu masuk ke perut, ia baru teringat
kembali bahwa perempuan dari suku Biau itu sangat beracun,
andaikata pil itu mengandung racun yang jauh lebih keji,
bukankah selembar jiwanya bakal mampus dengan lebih
cepat" Teringat akan mara bahaya yang mengancam jiwanya, jadi
gugup dan gelagapan sendiri, paras mukanya berubah sangat
hebat. "Nona, kembali ketempat dudukmu!" tiba-tiba Hoa Hujin
berseru kembali dengan suara lantang.
Hoa Hujin sama sekali tidak menunjukkan sikap marah tapi
wibawanya besar sekali, kendatipun Biau-nia Sam-sian tiga
dewi dari wilayah Biau termasuk manusia-manusia berwatak
tinggi hati dan tak sudi tunduk kepada orang lain, namun
mereka tak berani membangkang maksud hati perempuan
berwajah agung itu. Ketika mendengar namanya dipanggil, tanpa mengucapkan
sepatah katapun Lan-hoa Siancu tergesa-gesa kembali ke
baraknya. Obat racun dari perguruan Kiu-tok Sianci memang tersohor
akan kelihaiannya, namun seteleh menelan obat penawar
itu,racun tersebut pun menyurut dengan cepatnya.
Setelah Ciu It-bong menelan obat penawar tadi, beberapa
saat kemudian racun keji yang bersarang dalam tubuhnya
telah lenyap tak berbekas, diam-diam ia bersyukur karena hal
itu. Setelah meletakkan kotak emas tadi didepan tubuhnya,
dengan suara lantang kakek cacad ini berseru, "Siang loo te,
sebenarnya bagaimana sih caranya untuk membuka kotak
emas ini?" "Oooh....! baru saja engkau menyebut aku sebagai Looji
atau tua bangka, sekarang engkau telah menyebut aku
dengan panggilan Loo te, dingin panasnya perasaan manusia
selalu memang begitu, aaai....! apa tidak membuat hati orang
jadi bergidik?" Ciu It-bong tertawa terbahak-bahak....Haahhh.... haahh....
haahhh.... itulah yang dinamakan harga barang pagi dan
malam jauh berbeda, sudah! engkau tak usah banyak bicara
lagi cepatlah kita bicarakan persoalan pokok!"
Siang Tang Lay tersenyum, paras mukanya berubah jadi
serius dan serunya, "Dalam kotak emas itu sama sekali tidak
terdapat alat rahasia apa-apa, benda itu merupakan satu
kesatuan yang bulat dan tiada cara untuk membukanya!"
"Kentut busuk!" tukas Ciu It-bong dengan mendongkol,
"kalau benda itu merupakan satu kesatuan yang bulat,
bagaimana caranya kitab Kiam keng itu bisa menerobos
masuk kedalamnya?" Bukannya gusar Siang Tang Lay malah tertawa.
"Benda ini merupakan hasil karya dari seorang
cendekiawan pada jaman dahulu kala, sudah tentu aku
sendiripun tidak tahu bagaimana caranya kitab tersebut bisa
masuk ke dalam kotak tersebut!!"
"Jadi sebetulnya engkau sudah pernah membaca isi kitab
Kiam keng itu atau tidak?"
"Aku belum pernah membaca isinya!" jawab Siang Tang
Lay sambil menggeleng. "Kalau engkau tak pernah melihat kitab tersebut darimana
engkau bisa tahu kalau isi kotak ini adalah kitab Kitam keng"
bukankah itu berarti bahwa engkau sedang mempermainkan
diriku?" teriak Ciu It-bong marah.
Pek Siau-thian yang berdiri disampingnya segera berkata
dengan suara ketus, "Diatas kotak emas itu bukankah terangterangan
sudah terukir tulisan besar yang berbunyi Kiam
keng" engkau buta huruf ataukah sepasang matamu memang
sudah buta?" Ciu It-bong naik darah, ia menerjang maju kedepan sambil
melepaskan suatu pukulan dahsyat.
Dengan jurus Hoo Suo lip wi atau berdiri tegak diujung
sungai, Pek Siau-thian memunahkan datangnya ancaman itu
lengan panjangnya ditekuk keluar dan iapun melancarkan
sebuah serangan balasan. Sudah sepuluh tahun lamanya dua orang itu saling
bertempur sengit, kedua belah pihak sama-sama sudah hapal
dengan jurus serang an pihak lawannya, kini setelah saling
bentrok kembali maka keadaannya menjadi amat hebat ibarat
tanggul sungai yang ambrol, serangan demi serangan laksana
sambaran petir saling meluncur kepihak lawan, pukulan demi
pukulan dilepaskan secara berantai, meskipun diantara para
penonton di sisi kalangan terdapat jago-jago yang memiliki
ilmu silat jauh lebih tinggi dari kedua orang itu, namun tak
urung mereka dibikin kabur juga pandangannya hingga sukar
untuk mengikuti jalannya pertarungan itu dengan seksama.
Tiba-tiba Pek Siau-thian membebaskan ujung baju kirinya,
segulung angin pukulan yang maha dahsyat meluncur keluar
dari balik kebutan tadi, sementara telapak kanannya dengan
gerakan hun hoa hud liu atau memisah bunga mengayun
pohon itu melepaskan satu pukulan.
Bukan begitu saja, pada saat yang bersamaan kaki kirinya
melepaskan pula satu tendangan menghajar batok kepala Ciu
It-bong. Ketiga buah jurus serangan itu dilepaskan pada saat yang
bersamaan dengan kecepatan bagaikan sambaran petir,
kedahsyatannya luar biasa sekali.
Kalau berganti dengan orang lain, mungkin ancaman itu
sukar untuk dihadapi, tapi bagi Cui It bong yang sudah hapal
gerakan lawan ancaman itu masih terhitung seberapa, sebab
dahulu ia pernah merasakan kelihayan dari pukulan semacam
ini. Ditengah berlangsungnya pertarungan yang maha seru itu,
tanpa berpikir panjang badannya segera miring sambil
membalik ke atas muka pertama ia menghindar dahulu
serangan musuh kemudian dengan dengan jurus pukulan Kun
sin ci tau in melancarkan satu pukulan yang tak kalah
hebatnya. Serangan itu ditujukan ke arah iga kanan lawan badan
bergerak mengikuti serangan tadi dan hebatnya luar biasa
terhadap ancaman pukulan telapat dari Pek Siau-thiang
ternyata ia ambil sikap tak ambil perduli.
Inilah siasat mengepung Gui menolong Tio suatu siasat
bertempur untuk menolong diri yang amat lihay.
Bluuuummmm!! sepasang telapak saling membentur satu
sama lainnya menimbulkan suara benturan yang memekikan
telinga. Pek Siau-thian seketika itu juga terdorong mundur satu
langkah kebelakang sedang kan Ciu It-bong sendiripun sama
saja, tak mampu menahan getaran pukulan tadi, namun ia tak
usah mempersoalkan masalah gengsi, dalam keadaan begini
buru-buru ia mengepos tenaga dan menggunakan kesempatan
itu untuk meloloskan diri.
Setelah berhasil lolos dari jangkauan angin pukulan Pek
Siau-thian, jaigo tua she Ciu itu dengan cepat hentikan
serangan dan ber diri tak berkutik lagi.
Diam-diam Pek Siau-thian berpikir dalam hati kecilnya,
"Pada hari ini seluruh jago dan orang gagah dari kolong langit
berkumpul disini, siapa menang siapa kalah masih sukar untuk
diduga, kalau aku selisih terus dengan manusia cacad ini,
bukan saja aku tak bisa cari kemenangan dalam soal ilmu silat
hingga bakal di terta wakan orang, akupun harus membuang
tenaga dengan percuma, apa gunanya pertempuran semacam
ini dilanjutkan?" Berpikir sampai disini, diapun segera hentikan kejarannya
dan tidak melakukan serangan lebih jauh.
Dipihak lain, Ciu It-bong sendiripun diam-diam sedang
berpikir, "Kekuatanku minim sekali dan lagi aku hanya
sebatang kara belaka, yang ada hanya musuh tanpa teman,
menghadapi situasi seperti ini buang tenaga dengan percuma
bukanlah suatu tindakan yang cerdas...."
Karena berpikir begitu, maka diapun tak berani meneruskan
pertarungan itu lebih jauh.
Thong-thian Kaucu sendiri ketika dilihatnya pertarungan
harus berakhir hanya sampai ditengah jalan belaka, diam-diam
merasa kecewa dan sayang, biji matanya segera berputar
kemudian sambil tertawa nyaring ia berseru, "Siang sicu,
sebaenaruya bagaimana sih caranya untuk membuka kotak
emas itu serta ambil keluar kitab kiam keng" harap engkau
suka memberi keterangan!"
Mendengar tentang soal kotak emas, Ciu It-bong buru-buru
berpaling keatas tanah, ia temukan kotak tersebut masih tetap
bera da di tempat semula menubruk kedepan.
"Bangsat! enyah kamu dari sini....!" bentak Jin Hian dengan
suara dingin. Telapaknya segera diayun kedepan melepaskan satu
pukulan dahsyat. Ciu It-bong teramat gusar, ia membeatak nyaring dan
menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan
keras. "Blaamm! ditengah benturan keras yang memekikan
telinga, kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur
kebelakang. Jin Hian yang berdiri dengan kaki menginjak tanah hanya
berhasil dipaksa mundur satu langkah belaka untuk kemudian
berhasil menjaga keseimbangan tubuhnya.
Lain halnya dengan Ciu It-bong yang cuma memiliki sebuah
lengan tunggal, apalagi bertempur dengan tubuh
mengambang di tengah angkasa ia tidak memiliki daya tahan
yang cukup kuat, dalam benturan tadi tubuhnya mencelat
kebelakang dan harus bersalto beberapa kali untuk
memunahkan tenaga getaran itu sebelum dapat melayang
kembali ketanah dengan selamat.
Sementara itu kotak emas tadi masih tetap berada
ditempat semula, empat orang delapan buah mata saling
menatap dengan ma ta melotot, namun siapapun tidak
berhasil menyelesaikan persengketaan itu.
Thong-thian Kaucu sebagai tuan rumah dalam pertemuan
itu segera tertawa terbahak-bahak, ujarnya, "Haahh....
haahh.... haahh.... Ciu heng, aku harap engkau jangan
mengacau lebih lanjut, kita toh sama-sama merupakan
sahabat karib yang sudah berlangsung banyak tahun,
bagaimana kalau kira bagi ki tab kiam keng tersebut jadi
empat bagian dan kita masing-masing pihak mendapatkan
satu bagian?" "Hmm! perkataan semacam ini masih bisa dianggap suatu
perun dingan yang masuk akal jawab Ciu It-bong ketus, "lebih
baik kita menunggang keledai sambil membaca buku, lihat
saja bagaimana nantinya....
Thong-thian Kaucu tersenyum sorot matanya perlahanlahan
dialihkan kembali kaatas wajah Siang Tang Lay.
Menyaksikan imam tua itu, pedang sakti yang menyapu
daratan Tionggoan ini segera mendehem ringan lalu tertawa,
katanya, "Meskipun kotak emas itu keras melebihi baja dan
tidak mempan dibacok oleh pelbagai senjata mustika namun
hanya satu benda yang mampu mengalahkan kerasnya kotak
emas itu!" "Oohh....! benda apakah itu?" tanya Tong tiang kaucu
dengan wajah tercengang. Siang Tang Lay tersenyum.
"Benda itu bukan lain adalab pedang emas yang pernah


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kugunakan sebagai senjata andalan, hanya pedang emas yang
kecil iti saja yang mampu membuka kotak emas itu, oleh
sebab itulah jika kalian ingin mendapatkan kitab Kiam keng
yang berada dalam kotak emas itu dengan gampang dan
tanpa membuang banyak tenaga satu-satunya jalan hanyalah
menemukan pedang emas tersebut.
Setelah ucapan itu diutarakan keluar maka tanpa sadar
Thong-thian Kaucu , Pek Siau-thian serta Ciu It-bong alihkan
sorot mata mereka yang tajam bagaikan pisau menatap wajan
Jin Hian, sementara ribuan orang jago lainnya yang berada
diempat penjuru juga bersama-sama dialihkan keatas wajah
sang ketua dan perkumpulan Hong-im-hwie ini.
"Tua bangka she Jin!!" tiba-tiba terdengar Ciu It-bong
membentak nyaring, "ayoh cepat kembalikan pedang emas
milikku itu kalau tidak maka engkau bakal mampus ditempat
ini tanpa tempat mengubur mayatmu!"
"Hmm! sayang sekali engkau punya hasrat namun tenaga
kurang engkau tak akan mampu mengganggu seujung
rambutku" jawab Jin Hian sinis.
00000O00000 54 KEMARAHAN Ciu It-bong benar-benar memuncak dan sukar
dikendalikan lagi, diam-diam ia himpun tenaga dalamnya
kedalam tela pak ia bermaksud melakukan suatu sergapan
tiba-tiba dikala pihak lawan tidak siap.
Namun Jin Hian sendiri bukanlah seorang manusia tolol,
kendatipun diluaran ia tidak nampak siap bahkan ambil
perhatianpun tidak, padahal dalam kenyataannya ia sudah
bersiap siaga penuh dan sedikitpun tidak berani bertindak
gegabah. "Jin heng....!" tiba-tiba terdengar Thong-thian Kaucu
berkata, "sudah belasan tehun lamanya kita gagal untuk
mengungkapkan rahasia yang menyelimuti pedang emas
tersebut, akhirnya hari ini rahasia mengenai pedang emas itu
terungkap juga. "Hmm! mungkin hanya too beng seorang yang mengerti,
aku sih tetap tidak mengerti," jawab Jin Hian ketus.
Tong tian kaucu menengadah keatas dan tertawa terbahakbahak.
"Haahh.... haahh.... haahh.... kenapa sih Jin heng musti
berlagak pilon dan pura-pura bodoh" pedang emas itu
merupakan kunci dari kitab pusaka Kiam keng, tanpa pedang
emas itu berarti kitab emas tersebut tak mungkin bisa dibelah,
tanpa membelah kotak emas itu maka kitab kiam keng ibarat
rembulan diatas permukaan air, bunga dibalik cermin, bisa
dilihat tidak bisa dijamah bukankah sama sekali tak ada
gunanya?" "Benar juga perkataan ini" pikir Jin Hian dalam hati,
bayangkan saja bagaimana tajamnya pedang mustika Boan
liong poo kiam, ternyata kotak emas itu sama sekali tidak
gumpil atau cedera, dari sini dapat dibuktikan bahwa pedang
mustika atau golok mustika biasa tak mungkin bisa membelah
kotak emas itu...." Setelah termenung sejenak, ia berpikir lebih jauh, "Pedang
emas milikku sudah dicuri orang, bahkan jiwa Bong ji pun
harus ikut dikorbankan, bila kuceritakan tentang pencurinya
pedang emas ini kepada umum, secuali pembunuh yang telah
mencuri pedang itu, orang lain pasti tak akan percaya dengan
perkataanku, sebaik nya kalau tidak kukatakan keluar maka
tindakanku ini pasti akan menggusarkan semua pihak, akulah
yang bakal jadi sasaran utama kemarahan mereka itu...."
Makin berpikir ia makin bingung tanpa terasa keringat
dingin mengucur keluar membasahi tubuhnya.
Terdengar Thong-thian Kaucu dengan nada dingin
perlahan-lahan berkata kembali, "Karena persoalan pedang
emas itu perselisihan antara Jin heng, Pek heng din Ciu heng
berlangsung tiada hentinya, pertarungan secara terangTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
terangan atau perebutan secara diam-diam berlangsung terus
tiada habisnya, keadaan semacam ini bukan saja merusak rasa
persaudaraan dan rasa setia kawan antara sesama umat
persilatan, bahkan sangat melemahkan kekuatan kita untuk
bersatu padu bagaimanapun juga persoalan mengenai pedang
emas harus dibikin terang hari ini juga, kita tak boleh meniru
kegagalan-kegagalan kita yang telah lalu sehingga jatuh
kecundang kembali ditangan lawan.
"Keterangan dan pendapat too heng luar biasa dan sangat
mengagumkan hatiku," jawab Jin Hian ketus, "sayang seribu
sayang, pedang emas milikku itu sudah dicuri orang, karena
itu kendatipun too heng bicara lebih jauh juga tak ada
gunanya!" "Kentut busuk!" maki Ciu It-bong gusar, "sekalipun bocah
umur tiga tahun juga tak mempercayai obrolan omong
kosongmu itu!" Nafsu membunuh yang sangat tebal melintas dialas wajah
Jin Hian, ia berkata dengan suara menyeramkan.
"Tua bangka sialan, kalau engkau tak mempercayai
omonganku lantas engkau mau apa?"
Ciu It-bong adalah seorang jago tua yang berwatak
berangasan, mendengar tantangan yang kasar ini, kKontan ia
naik pitam, tubuhnya siap melakukan tubrukan kedepan.
"Eeeei nanti dulu nanti dulu!" cegah Thong-thian Kaucu
sambil goyangkan lengannya berulang kali, "pinto mempunyai
satu cara untuk membuktikan apakah peristiwa hilangnya
pedang emas itu dari saku Jin heng adalah kejadian yang
benar atau cuma omong kosong belaka"
"Apa caramu itu?" hardik Jin Hian.
Thong-thian Kaucu tersenyum.
"Andaikata peiang emas itu masih berada ditangan Jin heng
dan sana sekali tidak pernah hilang tercuri, kemudian kotak
emas ini berhasil didapitkaa pula oleh Jin heng dan ilmu silat
maha sakti dari Malaikat pedang Gi Ko didapatkan juga oleh
Jin heng, maka...." Berbicara sampai disini ia tertawa dan tidak melanjutkan
kembali kata-katanya, "Maka sepasang mata too heng akan
berubah merah karena iri, bukan begitu"!" sambung Jin Hian
dengan seram. Thong-thian Kaucu tertawa terbahak-bahak.
"Haahh.... haahh.... haaah.... pinto sih belum tentu bermata
merah, cuma pada waktu itu ilmu silat yang Jin heng miliki
akan menjadi nomor satu di kolong langit, pinto sekalian tidak
akan mampu mengejar ketinggalan itu, hal ini menyebabkan
Jin heng sekalipun berhasil mendapatkan ilmu tapi kehilangan
teman, bukankah kejadian ini sangat tidak berharga bagimu?"
"Hmm! sempurna amat jalan pikiran Too heng!" ejek Jin
Hian sambil mendengus dingin.
Setelah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh,
"Menurut penglihatan t o-heng, bagaimana cara yang terbaik
untuk memecahkan masalah ini?"
Thong-thian Kaucu tertawa, dengan sikap yang santai ia
menjawab, "Menurut pendapat pinto yang bodoh, kalau toh
Jin heng sudah kehilangan pedang emas itu, kendatipun kotak
emas ini berhasil kau dapatkan juga sama sekali tak ada
gunanya, untuk membuktikan bahwa peristiwa hilangnya
pedang emas itu dicuri orang bukan berita isapan jempol
belaka, pinto persilahkan Jin beng untuk segera
mengundurkan diri dari perebutan kotak emas ini!"
"Betul!" teriak Ciu It-bong dengan suara keras, tua bangka
she Jin! jika engkau masih mengincar kotak emas itu, maka itu
berarti bahwa peristiwa hilangnya pedang emas karena dicuri
orang adalah berita kosong belaka, siapa tahu berita tentang
kematian putramu juga merupakan berita sensasi belaka!"
Karena amat mendongkol bercampur marah, Jin Hian
tertawa keras, paras mukanya berubah jadi hijau membesi.
"Bagus! bagus! bagus!" jeritnya dengan suara lengking, aku
orang she Jin akan segera mengundurkan diri dari perbuatan
kitab Kiam keng, akan kulihat bagaimana caranya kalian akan
membagi kotak emas tersebut....?"
Thong-thian Kaucu seketika alihkan sorot matanya
menyapu sekejap para jago disekeliling arena, setelah itu
ujarnya, "Pek heng, pedang emas itu sudah lama lenyap tak
berbekas untuk beberapa waktu lamanya tak mungkin bisa
ditemukan, menurut pendapat pinto lebih baik kotak emas
tersebut untuk sementara waktu kita berdua yang
menyimpan" "Perkaraan Too heng sedikitpun tidak salah" jawab Pek
Siau-thian dengan suara tawa.
Thong-thian Kaucu kembali tersenyum.
"Pek heng adalah satu-satunya orang yang pernah
membaca isi catatan kitab pedang Kiam keng bu kui secara
komplit, asal engkau suka meneliti dan mempelajari isinya
dengan seksama kendatipun tak bisa disebut orang paling
lihay di kolong langit paling sedikit engkau bisa melatih diri
hingga mencapai taraf ilmu silat yang pernah dimiliki Siang
sicu, aku rasa kitab Kiam keng ini sudah ti dak memiliki
banyak kegunaan lagi bagimu.
"Kalau memang begitu biarlah aku saja yang menanggung
resiko dengan menyimpan kotak emas ini untuk sementara!"
seru Pek Siau-thian cepat.
Ia segera maju kedepan dan hendak pungut kotak emas
itu. "Huuuh! jangan mimpi disiang hari bolong bentak Ciu Itbong
sambil melepaskan satu pukulan.
Pek Siau-thian melancarkan satu pukulan juga untuk pukul
mundur angin pukulan dari Ciu It-bong, sambil tertawa dingin
katanya, "Tua bangka yang sudah cacad engkau berani
menghalangi persoalan yang telah diputuskan bersama oleh
orang-orang dari Thong-thian-kauw dan Hong-im-hwie"
Hmmm! rupanya engkau sudah bosan hidup.
"Heeeh.... hheeeehh.... heeeh.... tua bangka she Pek kalau
engkau dilahirkan oleh ibumu dan dibuat oleh bapakmu maka
sekarang sepantasnya berani berduel satu lawan satu dengan
diriku sebelum mati jangan berhenti. ini hari juga kita?"tetapkan siapa yang berhak untuk hidup lebih jauh!"
Pek Siau-thian tidak langsung melayani tantangan dan Ciu
It-bong itu dalam hati ia berpikir, "Catatan kitab peding kiam
keng bu kui benar-benar merupakan kunci dasar dari suatu
ilmu silat tingkat tinggi, Hoa Thian-hong bocah keparat itu
hanya sempat mendengar beberapa patah kata saja
kehebatan ilmu pedangnya telah berlipat ganda, sayang aliran
ilmu silat yang kupelajari jauh berbeda dengan kunci ilmu silat
tersebut hingga untuk beberapa waktu tak mungkin bisa
menghisap kebaikan dan manfaatnya, kalau tidak binatang tua
yang sudah cacad ini pasti akan kubereskan dulu riwayat
hidupnya." Berpikir sampai disini, ia merasa mendongkol bercampur
gusar sorot matanya segera dialihkan ke arah Siang Tang Lay
dan berkata dengan suara ketus, "Baik pedang emas maupun
kotak erras itu pernah bersama-sama jatuh ketanganmu,
mengapa engkau tak ambil keluar kitab Kiam keng tersebut"
kejadian ini benar-benar mencurigakan sekali!"
"Betul!" teriak Ciu It-bong pula, tua bangka she Siang,
"sebetulnya permainan setan apakah yang sedang kau
lakukan?" Siang Tang Lay tersenyum.
"Aku hanya melatih catatan ilmu pedang Kiam keng bu kui,
sejak kalian berempat sudah tidak mampu menangkan diriku,
apa gunanya melatih ilmu silat yang jauh lebih tinggi?"
Paras muka Thong-thian Kaucu, Pek Siau-thian, Jin Hian
serta Ciu It-bong segera berubah jadi merah padam, bicara
sesungguhnya dalam kenyataan memang terbukti begitu,
maka tak seorangpun ddiantara keempat orang itu yang buka
suara. Diam-diam Pek Siau-thian berpikir, "Jika ilmu silatnya
berhasil dilatih hingga mencapai taraf yang begitu tinggnya
seseorang memang tidak terburu nafsu untuk melatih isi dari
kitab kiam keng, mungkin apa yang diucapkan ada benarnya
juga" Berpikir sampai disitu ambisinya untuk mendapatkan kitab
pusaka kiam keng mekin besar tapi diapun tahu bahwa Thian
Ik-cu maupun Jin Hian sekalian tak akan berhati sosial dengan
menyerahkan kitab pusaka itu Untuk dimiliki sendiri, untuk
menyelesaikan pertikaian tersebut hanya ada satu jalan saja
yang dapat ditempuh yaitu penyelesaian dengan jalan
kekerasan. Terdengar Thong-thian Kaucu berkata, "Pek heng, engkau
pernah menjebloskan Ciu heng kedalam penjara selama
sepuluh tahun lamanya, jika kitab pusaka kiam keng itu
disimpan olehmu tentu saja ia tidak akan terima."
Melihat imam tua dari perkumpulan Thong-thian-kauw itu
berusaha mengungkit soal lama, Pek Siau-thian segera
tertawa dingin. "Heehh.... heeeehh.... heeehh.... kalau memang begitu
biarlah kitab kiam keng tersebut untuk sementara waktu
disimpan oleh too heng!"
"Baiklah, pinto sebagai tuan rumah memang sudah
sepantasnya untuk memberikan bantuan kepada siapapun!"
Ia kebaskan ujung bajunya dan mengulung kotak emas
yang berada diatas tanah.
Tiba-tiba Jin Hian berteriak deugan suara menyeramkan,
"Barang siapa berani mengambil kotak emas itu maka dialah
yang telah mencuri pedang emas dan dia juga yans telah
mencelakai jiwa putraku, semua saudara dari perkumpulan
Hong-im-hwie akan bersama-sama bikin perhitungan dengan
dirinya, kami tak akan memperhitungkan mana hitam mana
putih sebelum salah satu pihak hancur, pertempuran tidak
akan dihentikan." Paras muka Tong tiang kauau berubah hebat, serunya
dengan gusar, "Jin heng, kita semua adalah orang-orang yang
sudah punya umur, jika engkau main fitnah belaka, jangan
salahkan kalau pinto tak mampu menahan diri lagi!"
Jin Hian tertawa dingin. "Heehh.... heehh.... heehh.... yang bisa menahan diri harus
menahan diri, yang tak bisa menahan diripun harus menahan
diri" Dari balik barak ditepi gelanggang, tiba-tiba berkumandang
keluar suara teriakan Hian Leng cu yang amat nyaring, "Dalam
pertikaian mengenai kitab pusala Kiam keng, perkumpulan
kami mengundurkan diri!"
Tenaga dalam yang dimiliki imam tua ini sukar diukur
dengan kata-kata, walaupun hanya sepatah kata yang ringan
namun semua orang yang hadir dalam lembah itu merasakan


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahwa ucapan tersebut seakan-akan dipancarkan dari sisi
tubuh mereka, begitu nyaring dan tajam hingga kelihatannya
seolah-olah sama sekali tidak menggunakan tenaga.
Hoa Hujin memang sudah tahu kalau imam tua itu adalah
seorang musuh tangguh, kini setelah mendengar ucapannya
yang nyaring maka tanpa sadar kewaspadaannya makin
dipertingkat. Dalam pada itu, Thong-thian Kaucu yang berada ditengah
gelanggang mula-mula tertegun, kemudian ia berpikir lebih
jauh, "Benar juga perkataan dari paman guru, perduli siapa
yang mengambil kotak emas itu, toh kotak tersebut hanya
disimpan untuk sementara waktu, bilamana ada minat selesai
pertemuan besar ini toh masih ada banyak keempatan untuk
merampasnya kembali...."
Karena berpikir demikian, maka ia segera ulapkan
tangannya sambil berseru, "Perkumpulan Thong-thian-kauw
mengundurkan diri dari perbuatan kotak emas tersebut, siapa
ada kegembiraan silahkan untuk mengambilnya!"
Mendengar seruan tersebut, Ciu It-bong berusaha untuk
merampas kotak emas itu, tapi Pek Siau-thian yang berdiri
lebih dekat segera putar pergelangan melepaskan satu
babatan kilat. Kedua orang jago itu secepat kilat saling
bertempur sebanyak tiga gebrakan, siapapun tak berani
menggunakan tenaga yang berle bihan, karenanya setelah
lewat tiga gebrakan mereka berhenti dengan sendirinya.
Terdengar Jin Hian berkata dengan suara dalam, "Tua
bangka she Ciu, engkau tidak lebih hanya setan gentayangan
yang berdiri sendiri, kitab pusaka Kiam keng tersebut tidak
mungkin bisa terjatuh ketanganmu, menurut penglihatan aku
orang she Jin, lebih baik benda itu untuk sementara waktu
disimpan oleh manusia yang punya rumah dan harta saja!"
Tertegun Ciu It-bong mendengar perkataan itu, ia tahu
yang dimaksudkan orang yang punya rumah dan harta bukan
lain adalah Pek Siau-thian, tapi ia tak habis mengerti mengapa
secara tiba-tiba Jin Hian bisa berubah pikiran dan memutuskan
begitu" Sudah tentu Pek Siau-thian sendiripun tahu, kendatipun
kotak emas tersebut berhasil didapatkan olehnya namun
persoalan belum beres sampai disitu saja, sekalipun begitu
setelah kitab pusaka berhasil didapatkan, ia tak sudi
melepaskannya dengan begitu saja.
Ujung bajunya dikebas kemuka dan kotak emas itu sudah
terjatuh ketangannya. Sepasang mata Ciu It-bong berapi-api dan hampir saja
melotot keluar, tapi ia tahu bahwa anggota perkumpulan Sinkiepang banyak sekali jika Thong-thian Kaucu dan Jin Hian
tidak menghalang-halangi usaha itu maka dengan andalkan
kekuatannya seorang bukan tandingan dari Pek Siau-thian.
Oleh karena itulah meskipun dengan mata terbelalak ia
saksikan Pek Siau-thian mengambil kotak emas itu namun
sendiri tak tahu harus berbuat apa.
Tiba-tiba terdengar Thong-thian Kaucu berseru kembali
dengan suara lantang, "Siang sicu masalah kitab pusaka Kiam
keng sudah lewat dan teka teki yang menyelimuti pedang
emas juga sudah selesai, sekarang masih ada urusan lagi yang
hendak kau utarakan?"
Siang Tang Lay tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh.... haah.... haah.... urusan yang masih tertinggal
hanyalah membalas dendam untuk menyelesaikan sakit hati
yang masih tersisa!"
Sorot matanya segera dialihkan ke arah muridnya yang
berada disamping, sambungnya lebih jauh, "Kalian segera atur
barisan pedang dan mintalah petunjuk dari beberapa orang
cianpwee itu!" "Tecu sekalian mentaati perintah dari suhu!" jawab enam
orang pemuda berpakaian ringkas itu sambil memberi hormat.
Dua orang dianteranya buru-buru mendorong kereta
beroda itu menghantar Siang Tang Lay mendekati mimbar
kehormatan, kemudian mereka ikut maju ketengah
gelanggang. Enam orang menempati posisi yang berbeda, dalam waktu
singkat mereka sudah mengurung tiga orang pemimpin diri
tiga kekuatan besar serta Ciu It-bong ditengah kepungan.
Thong-thian Kaucu sekalipun saling berpandangan sekejap
lalu tertawa terbahak-bahak, empat orang itu merupakan
gembong iblis yang menguasai suatu bagian dunia, barisan
yang dibentuk oleh Siang Tang Lay dihadapan mereka ini
tentu saja amat menggelikan hati orang-orang itu.
Ciu It-bong yang berwatak paling berangasan segera
menuding salah seorang pemuda dihadapannya sambil
berseru, "Siang Tang Lay, engkau hendak suruh enam orang
bocah ingusan itu uatuk membunuh kami empat orang tua
bangka?" Siang Tang Lay tertawa. "Aku memang mempunyai niat untuk berbuat begitu tapi
seandainya gagal aku harap kalian semua jangan
menertawakan!" "Hmm! aku tidak percaya!" bentak Ciu It-bong.
Ia putar telapaknya dan segera melepaskan satu pukulan
dahsyat ke arah seorang pemuda berpakaian ringkas yang
berada disampingnya. Pemuda itu membentak nyaring dia ayun tangannya dan
serentetan cahaya perak segera meluncur kedepan balas
menyergap tubuh Ciu It-bong, meskipun serangan dilepaskan
belakangan tapi tiba lebih awal kedahysatannya benar-benar
menganggumkan. Ciu It-bong terperanjat, ia segera mengepos tenaga dan
melayang beberapa depa ke samping.
Terdengar serentetan bentakan keras memenuhi angkasa,
enam orang pemuda berpakaian ringkas itu dengan cepat
menggerakan tubuh mereka mengitari arena, makin berputar
gerakannya semakin cepat sehingga akhirnya yang nampak
hanyalah kilatan-kilatan cahaya perak yang menggulung
ketempat orang itu. Pek Siau-thian mengernyitkan sepasang alis matanya yang
putih dalam hati ia berpikir.
Yang datang pasti tidak membawa maksud baik, yang
bermaksud baik tidak akan datang, kalau tua bangka she
Siang itu tidak yakin bisa menangkan pertarungan ini, tak
mungkin ia berani muncul kembali dalam daratan Tionggoan
untuk jual kejelekan bahkan menghantar pula jiwanya.
Kotak emas itu mengandung racun keji dan tak mungkin
bisa disimpan dalam saku karenanya ia berusaha untuK
mengundurkan diri kedalam barak serta menyembunyikan
benda tersebut. Dengan cepat ia lepaskan bajunya dan membungkus kotak
emas itu kemudian dipindahkan ketangan kiri dalam keadaan
demikian ia langsung menerjang keluar dari kepungan.
Bentakan nyaring berkumandang di angkasa, serentetan
cahaya perak bagaikan seekor naga berputar di angkasa tibatiba
mengancam dadanya. Pek Siau-thian merasa amat terperanjat, pikirnya,
"Benarkah kawanan bocah ingusan itu sudah berhasil
mendapatkan seluruh warisan dari Siang Tang Lay" sungguh
lihay serangan itu!"
Ia mengegos kesamping dan melancarkan sebuah pukulan
balasan. Cahaya perak itu mundur kembali kebelakang sesudah
mencapai tengah jalan, baru saja Pek Siau-thian tertegun,
mendadak hawa pedang yang menyengat badan sudah
mangancam punggungnya, ketika ia berpaling sebuag cahaya
perak telah berada didepan mata.
Diam-diam Thong-thian Kaucu yang menyaksikan kejadian
itu merasa terkesiap, pikirnya, "Cepat sekali gerakan pedang
bocah itu, ibaratnya naga sakti yang kelihatan kepala tak
nampak ekornya, sukar diraba oleh sia papun.
Belum habis ia berpikir, cahaya perak menyambar tiba dan
amat menyilaukan mata, ia merasa datangnya sergapan dari
belakang yang sangat lihay.
Buru-buru imam tua itu loncat maju kedepan untuk
menghindarkan diri dan ancaman pedang itu.
Dengan tingkat kedudukan beberapa orang itu, sebenarnya
mereka segan untuk melayani beberapa orang pemuda
ingusan tersebut, akan tetapi setelah enam orang pemuda
berpakaian ringkas itu membentangkan barisan pedangnya,
seketika itu juga seluruh arena dipenuhi oleh cahaya perak
yang menyilaukan mata, desiran angin tajam menyambar silih
berganti, hal ini memaksa Pek Siau-thian berempat mau tak
mau terpaksa harus melakukan perlawanan.
Baik Thong-thian Kaucu maupun Pek Siau-thian mereka
berdua sama-sama mempunyai pikiran untuk meloloskan diri
dari kepunggan barisan pedang kecil itu dan kemudian akan
memerintahkan anak buahnya untuk menggantikan
kedudukan mereka, siapa tahu terjangan yang mereka
lakukan beberapa kali semuanya mengalami kegagalan total,
ken datipun sudah dicoba dengan cara apapun terjangan
tersebut masih tetap gagal.
Berada dalam kepungan enam orang pemuda itu, walaupun
Thong-thian Kaucu sekalian tak mampu menerjang keluar
dari kurungan itu, merekapun tak bisa berteriak pula untuk
memerintahkan anak buah mereka yang ada diluar barisan
untuk menyerang secara serentak, karena itulah untuk
beberapa saat lamanya terpaksa mereka harus
melangsungkan pertarungan sengit dalam barisan tadi.
Haruslah diketahui bagimanapun lihaynya suatu barisan,
meskipun orang yang terkurung dalam barisan itu mengalami
keadaan yang kritis dan berbahaya, tapi di lihat dari luar
barisan maka pertarungan itu hanya berlangsung secara datar
dan biasa saja. Karena itulah Thong-thian Kaucu berempat yang sedang
bertempur sengit kendatipun mereka sudah mengerahkan
hampir segenap kekuatan yang dimiliki tapi bagi orang-orang
yang ada diluar barisan kecuali beberapa orang yang mengerti
akan ilmu barisan, rata-rata berpendapat bahwa Thong-thian
Kaucu sekalian sengaja sedang mempermainkan lawannya
dengan tujuan untuk mengamati perubahan-perubahan dalam
barisan itu kemudian baru menghancurkan dalam sekali
serangan, siapapun tak ada yang menyangka kalau empat
orang gembong iblis yang tersohor akan kelihayannya itu
sebetulnya sudah terkurung rapat oleh beberapa orang
pemuda ingusan yang tidak bernama sama sekali.
Bagaimanapun juga keempat orang itu andalah kawakan
yang sangat berpengalaman, sudah banyak pertarungan besar
atau pertarungan kecil yang mereka hadapi, setelah
bertempur beberapa saat mereka berhasil menemukan
sumber kelihayan dan ilmu barisan itu mereka tahu bahwa
enam orang pemuda itu memiliki ilmu silat yang amat lihay
jika mereka bermaksud meloloskan diri dari kepungan barisan
itu dengan jalan jujur maka hal ini merupakan suatu pekerjaan
yang amat susah. Setelah mereka berempat dapat menyaksikan keadaan
yang sebenarnya dangan cepat perhatian dan kosentrasinya
dipusatkan jadi satu untuk mengamati perubahan-perubahan
barisan pedang itu selain dari pada itu, merekapun mulai
mengamaii gerakan ilmu pedang dari beberapa orang pemuda
tersebut. Setelah keempat orang itu menenangkan hatinya, daya
pukulan yang dilepaskan pun berlipat ganda, enam orang
pemuda itu seketika merasakan daya serangan yang
dilancarkan pihak musuh makin berat mereka tak dapat
melakukan terkaman dan terjangan lagi seperti keadaan
permulaan tadi. Pemuda yang menjadi pimpinan dalam barisan itu segera
menyadari pula akan keadaan tersebut, ia segera membentak
nyaring dan dalam waktu singkat keadaan kembali terjadi
perubahan. Sepasang mata Pek Siau-thian yang tajam mengikuti terus
perubahan barisan itu dengan seksama, ia lihat keenam orang
pemuda itu berputar mengitari barisan dengan langkah yang
teratur mereka selalu menyergap dan menyerang dari
lingkaran luar dalam ayunan tangan cahaya perak segera
meluncur datang dan gerakan tubuh beberapa orang itupun
ikut berputar mengikuti kilatan cahava perak tadi, berhubung
cepatnya gerakan dan barisan yang selalu berputar maka
sekilas pandangan keadaan tersebut bagaikan beberapa ekor
naga perak yang sedang berputar mempermainkan empat
orang korbannya yang ada ditengah kepungan.
Ilmu barisan itu luar biasa sekali dan indah dipandang,
empat orang yang terkepung merasakan jantung mereka
berdebar keras, dengan andalkan ilmu silat mereka yang lihay
dan pengalaman yang luas, untuk sementara waktu
keselamatan mereka masih dapat terjamin karena itu siapapun
tidak ingin menempuh bahaya untuk menerobos keluar dari
kepungan. Ci-wi Siancu yang berada dalam barak segera dibikin
terpesona oleh pertarungan itu, ia lihat enam orang pemuda
itu bertempur sambil berputar, pedang perak mereka berputar
dan berkelebat selalu mengancam tempat-tempat penting di
tubuh lawan, sebaliknya Thong-thian Kaucu sekalian
mematahkan setiap arcaman datang, kadangkala ma ju
kadang kala mundur, kedua belah pihak seolah-olah tidak
menyerang sepenuh tenaga dan pertarungan itu tidak mirip
pertarungan mati-matikan, hal ini lama kelamaan
mencengangkan hatinya. Diam-diam ia lantas mencowel ujung baju Hoa Hujin,
bisiknya dengan lirih, "Hujin, kalau pertarungan tersebut harus
dilangsungkan dalam keadaan seperti ini bagaimana mungkin
dendam sakit hatinya bisa terbalas" kalau dikatakan beradu
lenaga dalam rasanya Pek Siau-thian sekalian pasti tak akan
lebih lemah dari beberapa orang pemuda itu bukan?"
Hoa Hujin termenung sebentar, kemudian jawabnya,
"Kesaktian dari barisan pedang itu memang amat luar biasa,
sekali memandang siapapun akan tahu bahwa barisan itu
memiliki asal usul yang luar biasa namun perkataanmu ada
benarnya juga, bila hendak mengandalkan tenaga dalam dari
keenam orang itu untuk melukai jiwa Pek Siau-thian sekalian
rasanya cara ini masih sukar untuk diwujudkan, aku benarbenar
tidak habis mengerti apa maksud dan tujuan dari Siang
locianpwee untuk melakukan kesemuanya itu"
Tiba-tiba terdengar Thong-thian Kaucu berseru keras,


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siang sicu, barisan pedang ini memang luar biasa sekali,
bolehkah aku mengetahui nama diri ilmu barisanmu ini?"
Pada waktu itu Siang Tong Lay sedang pusatkan seluruh
perhatiannya untuk mengikuti jalannya pertarungan ditengah
gelang gang, mendengar pertanyaan itu ia tertawa dan
menjawab, "Ilmu barisan ini merupakan ilmu warisan dan
Malaikat pedang Gi Ko dan dinamakan Lak liong gi thian kiam
tin atau barisan pedang enam naga terbang dilangit, sayang
tenaga dalam yang dimiliki murid-murid ku masih terlalu cetek
sehingga tak mampu menunjukkan kelihayan yang
sebenarnya" Jin Hian yang mendengar perkataan itu, diam-diam berpikir
dalam hati kecilnya, "Hmmm, untung empat orang tua bangka
bersama-sama terjerumus dalam barisan ini, kalau cuma
seorang diri.... entah apa yang terjadi?"
Pek Siau-thian pun sedang berpikir didalam hatinya,
"Jangan dikata daya serangan belum mencapai sebagaimana
mestinya, sekalipun engkau hendak tukar kitab kiam keng
dengan keenam orang bocah itupun dengan sukarela akan
kulayani...." Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya,
mendadak telinganya berhasil menangkap serentetan suara
yang amat lembut dan sukar dibedakan dengan suara lainnya.
Sura itu begitu lembut dau halus seakan-akan ada dan
seakan-akan tidak, hal ini membuat Pek Siau-thian sendiri tak
dapat membedakan apakah suara itu berasal dari telinganya
atau muncul dari dalam hati.
Ia adalah seorang jago tua yang sangat teliti, setelah
menemukan tanda yang mencurigakan, sudah tentu ia tak
sudi melepaskannya dengan begitu saja, ia segera pusatkan s
luruh perhatiannya untuk mencari sumbar dari suara itu.
Tiba-tiba terdengarlah pemuda yang memimpin barisan itu
membentak keras, dalam sekejap mata barisan itu berputar
dengan cepatnya, cahaya perak menyilaukan mata, hawa
desiran tajam memekikan telinga, hal ini memaksa Thongthian
Kaucu sekalian terpaksa harus memperketat serangan
mereka untuk membela diri.
Dalam waktu singkat, pertarungan yang berlangsung
ditengah gelanggang telah mencapai pada puncaknya, enam
orang pemuda itu putar pedangnya sambil melancarkan
serangan bertubi-tubi, keadaan makin seru....
Semua kejadian ini berlangsung dalam sekejap mata, Pek
Siau-thian yang harus meayani serangan musuh dengan
tangan kanan memegang kotak emas dengan tangan kiri
terpaksa harus pusatkan kembali perhatiannya untuk
bertempur, dengan begitu sumber dari munculnya suara aneh
itupun makin sulit ditemukan.
Tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benak ketua
perkumpulan Sin-kie-pang ini, pikirnya, "Keadaan yang
kuhadapi pada hari ini sungguh aneh, andaikata tujuan
kedatangan dari Siang Tang Lay untuk membalas dendam,
maka ia tak akan menyerahkan kitab pusaka Kiam keng
kepada musuhnya dengan begitu saja, bagaimanapun aku toh
sudah pernah membaca isi catatan pedang Kiam keng bu kui
secara lengkap, kendatipun kitab Kiam keng ini harus musnah
juga tak apa yang penting jiwaku harus selamat.... aku harus
bertindak dengan lebih berhati-hati.
Ketika berpikir sampai disitu, pemuda yang memimpin
barisan kebetulan sedang berputar kehadapan mukanya, Pek
Siau-thian segera membentak keras, ia gunakan kotak emas
itu sebagai senjata rahasia dan segera disambit ke arah depan
sementara tubuhnya ikut menerjang kemuka sambil
melepaskan sebuah pukulan.
Pemuda itu merasa terkesiap, buru-buru pedang peraknya
diputar untuk menangkis sambitan tadi.
"Traaang....!" benturan nyaring yang menimbulkan percikan
bunga api muncul di angkasa termakan oleh tangkisan pedang
sang pemuda, kotak emas tadi segera mencelat kembali ke
arah Ciu It-bong. "Mundur....!" tiba-tiba terdengar Siang Tang Lay
membentak dengan suara keras.
Sejak keempat anggota badannya lumpuh dan tak dapat
dipergunakan lagi, tenaga dalam yang dimiliki Siang Tang Lay
mengalami kemero-sotan yang hebat, bentakan yang muncul
dari pusar ini berkumandang di angkasa dan jauh menembusi
awan, begitu dahsyat dan kerasnya membuat semua orang
rasakan telinganya mendengung keras.
Bentakan tadi menggunakan sejenis ilmu sesat yang
disebut hua hiat hoo pekikan pembawa maut, ilmu sesat itu
merupakan suatu ilmu rahasia dari perguruan Seng sut hay
yang tidak pernah diturunkan kepada siapapun, setelah Siang
Tang Lay menderita kalah didaratan Tionggoan dan kembali
ke wilayah See ih, dengan sebuah kaus kutang berserat emas
yang tahan api dan tahan bacokan serta sebuah senjata kaitan
kumala yang amat berharga ia mengajak iblis tua ketua
Si Bayangan Iblis 5 Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma Tangan Berbisa 7

Cari Blog Ini