Ceritasilat Novel Online

Tiga Maha Besar 9

Tiga Maha Besar Karya Khu Lung Bagian 9


keberatan karenanya pemuda itupun berkata, "Dunia
persilatan sangat berbahaya dan banyak sekali tipu muslihat
yang bisa menjerumuskan orang kelembah kehancuran,
saudara cilik engkau masih muda dan lagi orang tuamu masih
ada" "Oooh! sudah tak ada lagi aku sudah tak punya orang tua"
tukas Siau Ngo-ji sambil goyangkan tangannya berulang kali,
"aku hidup sebatang kara tak punya sanak tak punya
keluarga, dunia persilatan adalah rumahku dan aku hidup di
antara siksaan serta penderitaan karena itu aku tidak takut
mara bahaya, kalau aku takut menghadapi kenyataan
mungkin sejak dulu aku mati kelaparan....!"
Hoa Thian-hong jadi amat terharu dan tak tega untuk
menampik keinginannya dan lagi ia merasa sayang kalau
bocah cerdik itu harus hidup bergelandangan tanpa masa
depan yang cerah. Setelah berpikir sebentar, pemuda itupun mengangguk,
kepada Haputule pesannya, "Saudaraku, untuk sementara
waktu tinggallah dulu dikota Lok yang untuk mengurusi layon
dari suhu serta kedua orang kakak seperguruanmu, aku akan
menyambut kedatangan ibukmu, disamping berusaha keras
untuk menangkap Pia Leng-cu"
"Selesai mengebumikan jenasah dari suhu, aku akan segera
menyusul Hoa toako ke kota Cho ciu!" sahut Haputule dengan
sedih. "Baik! musuh amat licik dan kejam, saudaraku! engkau
harap selalu waspada dan bertindak seksama"
Setelah mengangguk kepada dua orang pengemis lainnya,
sambil menggempit Siau Ngo-ji dibawah ketiaknya
berangkatlah pemuda itu menuju ke kota Cho ciu.
Hoa Thian-hong sangat menguatirkan keselamatan ibunya,
perjalanan dilakukan cepat sekali ibarataya sambaran petir
yang membelah di angkasa, ketika senja menjelang tiba
mereka telah sampai diluar kota Tha sian shia....
Tiba-tiba Siau Ngo-ji berteriak keras, "Hoa toako, mari kita
beristirahat sebentar, turunkan aku!"
Hoa Thian-hong berhenti berlari dan t runkan Siau Ngo-ji
keatas tanah, tanyanya, "Saudara cilik, engkau lelah?"
Siau Ngo-ji menghembuskan napas panjang-panjang.
"Lelah sih tidak, cuma aku tak dapat bernapas, dadaku
lama kelamaan jadi sesak!"
Buru-buru Hoa Thian-hong atur pernapasan sebentar untuk
pulih kembali tenaganya, kemudian katanya, "Kalau dihitung
menurut jadwal perjalanan, mungkin pada malam ini ibuku
menginap semalam dikota ini, bila sepanjang perjalanan tak
ada halangan atau rintangan maka seharusnya saat ini sudah
berada dikota ini, ayoh kita masuk kedalam kota untuk
mencari jejak mereka!"
"Toako tak usah terburu nafsu" hibur Siau Ngo-ji, "aku
sudah mendapat kabar yang mengatakan bahwa sepanjang
perjalanan bibi tidak memperoleh rintangan apa-apa sekarang
mungkin beliau sudah tiba ditempat tujuan dengan selamat!"
"Aaaai....! dalam keadaan begini engkau masih bisa-bisanya
bergurau" Sambil menggandeng tangan kecilnya yang dekil dan kotor
berangkatlah mereka masuk kedalam kota.
Ketika lewat dibawah pintu gerbang kota, tiba-tiba Siau
Ngo-ji berhenti, kemudian menunjukkan kode tangan kepada
seorang bocah ku disan yang sedang berjongkok dipinggir
jalan. Bocah kudisan itu melirik sekejap ke arah Hoa Thian-hong
kemudian berbisik lirih, "Rumah penginapan Beng ho dijalan
raya sebelah barat!"
Siau Ngo-ji segera tarik tangan Hoa Thian-hong seraya
berseru, "Aku tahu tetak itu toako! ayoh ikuti lagi aku"
"Apakah Ko toako mu berdiam dirumah penginapan Beng
ho?" tanya Hoa Thian-hong keheranan.
"Bukan, bibi yang tinggal disitu!"
"Eeei.... rupanya kalian juga punya Organisasi yang cukup
besar....!" tegur sang pemuda tercengang.
Siau Ngo-ji tertawa bangga.
"Perkumpulan Hong-im-hwie menguasai wilayah Kangpak,
perkumpulan Sin-kie-pang menguasai wilayah Kanglam dan
perkumpulan Thong-thian-kauw menguasai wilayah Kangtang,
sebaliknya seluruh pengemis cilik yang ada di kolong langit
berada dibawah kekuasaan Ko toako, sebenarnya kami juga
akan mendirikan sebuah perkumpulan, tapi ilmu silat yang
dimiliki Ko toako belum berhasil dikuesahi, ia tak mau jadi Loo
toa dan suruh aku yang menjabat kedudukan tersebut, namun
aku sendiripun merasa terlalu pagi untuk berpikir sampai
kesana" "Berapa sih usia Ko toako mu itu" ilmu silat apakah yang
dipelajari olehnya?"
Siau Ngo-ji berpikir sebentar, kemudian menjawab, "Lo
toako kurang lebih lima belas tahun, ilmu silat yang dipelajari
nya adalah ilmu telapak Tiat sah ciang serta Tiat poh san aku
sendiripun berlatih ilmu pukulan Tiat sah Ciang, tapi baru
mencapai taraf berlatih diatas pasir, itupun baru berlangsung
selama beberapa bulan"
"Coba aku periksa tangan kirimu!" kata Hoa Thian-hong
dengan dahi berkerut. Siau Ngo-ji perlihatkan lengan kirinya, ketika diperiksa
ternyata telapak tersebut memang jauh lebih kasar daripida
tangan kanannya. Bocah itu tersenyum, katanya, "Hoa toako, aku ingin
melatih kedua belah telapakku, boleh toh?"
Hoa Thian-hong termenung dan berpikir beberapa saat
lamanya, kemudian ia manjawab, "Kalau melatih ilmu keras
seperti itu, kadangkala telapak tangannya bisa membengkak
jika kedua duanya dilatih maka pertama ku rang begitu leluasa
dan kedua kurang sempurna sewaktu latihan, tangan bisa jadi
cacad, berlatih sepasang telapak secara bersama sama
memang terlalu bahaya."
Ia berhenti sebentar, kemudian melanjutkan, "Apakah Ko
toakomu punya suhu?"
Siau Ngo-ji gelengkan kepalanya.
"Kami semua berlatih sendiri-sendiri, tak ada guru yang
memberi petunjuk kepada kami"
"Lalu siapa yang ajarkan cara berlatih ilmu keras itu kepada
kalian semua?" Dengan mata terbelalak lebar Siau Ngo-ji menjawab, "Kami
dengar dari orang lain, katanya banyak sekali orang yang
mengetahui cara berlatih ilmu itu, cuma orang harus sabar
dan tekun berlatih, tidak takut sengsara dan tidak takut lelah,
dengan begitu kepandaian tersebut baru bisa tercapai
hasilnya, sekali hantam Ko toako kami sanggup untuk
mengbancurkan enam buah batu bata yang disusun menjadi
satu!" "Aaai....! dua orang bocih yang cerdik, sayang mereka tidak
bertemu dengan guru yang pandai"
Sementara masih termenung, tanpa sadar mereka telah
sampai diluar rumah penginapan Beng ho, baru saja naik
ketangga batu seorang pelayan telah maju menyambut
kedatangan mereka sambil bertanya
"Kek koan, apakah kalian hendak mencari kamar?"
"Apakah ada tiga orang tamu perempuan menginap
dirumah penginapan ini?"
"Oooh ada.... ada" sahut pelayan itu berulang kali.
Ia segera putar badan dan membawa dua orang itu menuju
keruang belakang dan berhenti didepan sebuah kamar yang
tertutup rapat. Belum sempat mereka bertiga mendekati kamar itu, dari
balik ruangan berkumandang lah suara bentakan dari Tio
Sam-koh. Dari sura bentakan itu Hoa Thiaa Hong tabu kalau ibunya
selamat tanpa kekurangan sesuatu apapun, ia jadi lega dan
segera menjawab. "Nenek Sam poo, aku!"
"Tunggu sabentar!" seru Tio San koh.
Hoa Thian-hong segera ulapkan tangannya memerintahkan
pelayan itu untuk berlalu, beberapa saat kemudian pintu
terbuka dan Chin Wan-hong muncul diambang pintu.
Hoa Hujin duduk bersila diatas pembaringan, sedang Tio
Sam-koh dengan toya ditangan berdiri disisinya dengan gagah
perkasa. Hoa Thian-hong segara maju kedepan memberi hormat
kepada dua orang itu, kemudian sambil berpaling kebelakang,
serunya, "Siau Ngo-ji, orang tua ini adalah sam po po, ayoh
maju kedepan dan memberi hor at kepadanya!"
"Nenek sam popo!" sapa Siau Ngo-ji sambil menjura dalamdalam.
Hoa Thian-hong segera menuding kembali ke arah ibunya
sambil menambahkan, "Dan dia adalah ibuku!"
Siau Ngo-ji segera jatuhkan diri berlutut diatas tanah,
sambil menyembah, katanya, "Bibi, Siau Ngo-ji menyembah
untukmu!" Tio Sam-koh jadi mendongkol sekali, sambil hentakkan toya
bajanya keatas tanah ia berteriak gusar, "Bocah kurangajar,
engkau berani pandang rendah orang yaa" kenapa tidak
berlutut dan menyembah kepada aku nenek tua?"
Siau Ngo-ji balas mendelik, sahutnya, "Bibi Hoa secara
beruntun telah membinasakan Lie Buliang, Hian Leng cu serta
Cing Leng cu, setiap orang di kolong langit mengetahui akan
hal ini, tentu saja aku harus berlutut dan menyembah
kepadanya" Tio Sam-koh semakin gusar, kembali ia berkata, "Aku
nenek tua dengan andalkan toya bajaku telah membinasakan
Cing Si cu serta berpuluh-puluh orang lainnya, apakah engkau
bocah kurangajar tidak pernah dengar orang membicarakan
soal itu?" "Cing Si cu"!" seru Siau Ngo-ji, dia adalah koancu dari kuil
It-goan-koan dikota Cho ciu, kalau engkau tidak bilang
darimana aku bisa tahu" baiklah, aku akan berlutut dan
menyembah kepadamu" Sambil berkata ia segera putar badan dan menyembah
kepada Tio Sam-koh. Selesai memberi hormat, Hoa Thian-hong kembali
menuding ke arah Chin Wan-hong sambil memperkenalkan,
"Dia adalah enso mu!"
Siau Ngo-ji kembali berlutut hendak menyembah, tapi Chin
Wan-hong buru-buru mencegah sambil berkata, "Saudaraku,
tak usah memberi hormat secara kebesaran, silahkan
duduk...." Hoa Thian-hong tersenyum, ujarnya kemudian.
Enci Hong, kami harus buru-buru melakukan perjalanan
sehingga tak sempat makan dan minum, sekarang perutku
lapar sekali! tolong sediakan makanan
"Baik! aku akan siapkan makanan didapur!" sahut Chin
Wan-hong, iapun berlalu dari kamar.
Sepeninggal gadis itu, Hoa Hujin berkata, "Bagaimana
keadaan Siang locianpwee" kenapa Haputule tak kelihatan?"
Hoa Thian-hong menghela nafas panjang ia segera
menceritakan semua kejadian yang dialami selama melakukan
perjalanan ke kota Lok yang.
Setelah mengetahui akan nasib sial yang menimpa Siang
Tang Lay beserta kedua orang muridnya, Hoa Hujin tak tahan
ikut bersedih hati, ia menghela nafas panjang tiada hentinya.
Tiba-tiba Tio Sam-koh mengelukan tongkat bajanya keatas
tanah, kemudian serunya dengan lantang, "Pia Leng-cu pasti
berada dikota ini, bagaimanapun juga kita harus berusaha
untuk menangkap bajingan itu kemudian membacoknya
hidup-hidup hingga mampus!"
Hoa Hujin menghela napas panjang, dari balik selimut dia
ambil keluar dua carik kertas, sambil dianggurkan kedepan,
katanya, "Engkoh cilik she Ko ini adalah seorang pendekar
sejati yang berjiwa ksatria. Seng ji, engkau harus baik-baik
ikat tali persahabatan dengan dirinya"
Hoa Thian-hong menyambut kertas itu dan membaca
isinya, pada lembaran pertama tertulislah kata-kata sebagai
berikut, Kiu-im Kaucu, Pia Leng-cu serta seorang manusia aneh tua
dari perkumpulan Mo-kauw yang bercokol dilaut Teng sut hay
telah ber kumpul semua dikota ini, mereka bertujuan jahat
terhadap diri hujin, harap diperhatikan dan waspada selalu"
Sedang pada lembaran kedua tertulislah kata-kata berikut,
"Pia Leng-cu sangat pandai ilmu merubah wajah, saat ini
paras muka serta dandanannya kembali berubah, jejaknya
hilang tak ketahuan, Kiu-im Kaucu berdiam dirumah
penginapan Ko seng dipintu kota sebelah utara, makhluk aneh
dari perkumpulan Mo-kauw bercokol dikuil kota Shia hong hio,
perlu diketahui makhluk aneh itu pernah berkata demikian
kepada Kiu-im Kaucu: 'Engkau adalah kaucu, apa aku kaucu"'
Kalau dengar dari ucapan tersebut, kemungkinan besar dia
adalah pentolan dari perkumpulan Mo-kauw"
Di bawah surat itu tertulislah namanya sebagai berikut,
"Tertanda, aku yang rendah Ko Tay"
Hoa Thian-hong segera mengernyitkan sepasang alisnya
yang tebal, ia bertanya, "Ibu, siapa yang serahkan surat ini
kepadamu?" Ketika kereta kuda kami baru saja masuk kota, seorang
bocah cilik angsurkan selembar kertas kepadaku, kemudian
sewaktu bersan tap malam tadi, dibawah mangkuk sayur kami
temukan pula lembaran surat yang kedua"
Ia berhenti sebentar, kemudian melanjutkan, "Makanan
maupun minuman kami dikerjakan sendiri oleh Hong ji,
akupun tak habis mengerti darimana datangnya surat itu?"
Hoa Thian-hong termenung sejenak, lalu ujarnya lagi, "Ilmu
silat yang dimiliki saudara Ko kurang begitu baik, kalau dia
harus adu kepandaian dengan tiga orang gembong iblis itu
aku takut kalau...."
"Toako tak usah kuatir" tukas Siau Ngo-ji dengan cepat,
"meskipun ilmu silat yang di miliki Ko toako masih belum bisa
menandingi kehebatanmu, tapi tiga sampai lima orang
gembong iblispun tak akan mampu berbuat sesuatu terhadap
dirinya" Hoa Hujin tersenyum, serunya, "Tiga lima orang gembong
iblis bukan main kehebatannya lho.... jangan kau anggap
sebagai suatu permainan!"
Hoa Thian-hong memandang sekejap ke arah ibunya, lalu
berkata, "Saudara cilik she Ko itu baru berusia empat lima


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belas tahunan, ilmu silat yang sedang dilatih adalah ilmu
pukulan Tiat san ciang atau pukulan pasir besi."
Perkataan itu diucapkan sangat mendalam dan mempunyai
dua arti rangkap, sudah tentu sebagai seorang yang cerdas
Hoa Hujin dapat memahami maksudnya.
Jangan dibilang Ko Tay masih sangat muda dan belum
menginjak dewasa, sekalipun ia sudah dewasa dan ilmu
pukulan pasir besinya telah dilatih hingga mencapai puncak
kesempurnaan, dalam penglihatan Hoa Hujin dan putranya,
kepandaian tersebut masih belum terhitung sebagai Suatu
ilmu silat yang bisa diandalkan, tentu saja mereka tak ingin
menyaksikan seorang bocah cilik yang belum dewasa harus
jual nyawa bagi kepentingan mereka.
Hoa Hujin berpikir sebentar, lalu ujarnya, "Siau Ngo-ji,
dapatkah kau temukan Ko toakomu itu?"
"Untuk menemukan Ko toako sih bisa saja, cuma ia tak
dapat datang kemari, dan kitapun tak dapat pergi kesana"
"Kenapa?""
"Kalau kedua belah pihak telah saling bertemu, bukankah
rahasia Ko toako bakal ketahuan" jika ketiga orang gembong
iblis itu mengetahui kalau dia adalah sahabat Hoa toako....
waaah! kemungkinan besar dia malah akan dicelakai"
"Hmm! jaman memang sudah berubah, pentunganpun bisa
jadi siluman! betul-betul hebat!" ejek Tio Sam-koh dengan
suara tajam. Mendengar sindiran itn, Siau Ngo-ji langsung mengenyitkan
sepasang alis matanya. "Nenek Sam popo! aku toh sudah berlutut dan menyembah
kepadamu, kenapa sih engkau begitu pandang rendah
diriku"!" serunya penuh rasa penasaran.
Tio Sam-koh semakin melototkan matanya bulat-bulat.
"Huuh! orang sih kecil tapi nyali mu benar-benar sangat
besar...." "Baik! Baik! Baik!" seru Siau Ngo-ji sambil anggukan
kepalanya berulang kali, suatu ketika aku pasti akan
melakukan suatu peker jaan besar untuk diperlihatkan
kepadamu" Hoa Hujin tersenyum simpul, ia saling berhadapan sekejap
dengan Hoa Thian-hong lalu anggukkan kepalanya.
Mereka merasa bahwa setiap perkataan dari Siau Ngo-ji
sangat masuk diakal, dalam kenyataan memang banyak
kesulitan yang terdapat dalam peristiwa itu.
Beberapa saat kemudian, Chin Wan-hong muncul dalam
ruangan menghidangkan sayur dan nasi, Hoa Thian-hong
serta Siau Ngo-ji segera duduk dan bersantap bersama-sama.
"Toa! tiba-tiba Siau Ngo-ji berbisik lirih, apakah makanpun
ada peraturannya?" Mendengar pertanyaan itu Hoa Thian-hong segera tertawa.
"Buat orang persilatan seperti kami, makan sih tak usah
pakai aturan, bebas dan santai sajalah!"
Siau Ngo-ji mengangguk, tanpa sungkan-sungkan lagi ia
segera ambil nasi dan bersantap dengan lahapnya.
Melihat pakaian yang dikenakan Siau Ngo-ji sudah amat
dekil dan banyak berlubang, celana sampai sebatas lutut
penuh dengan lumpur, sepasang tanganaya hitam, rambut
kusut dan awut-awutan persis seperti seorang pengemis cilik.
Hoa Hujin segera berpaling ke arah Chin Wan-hong sambil
berkata, "Hong ji, carilah satu stel pakaian baru untuknya, dan
perintabkan pelayan untuk siapkan air mandi!"
"Bibi Hoa, engkau tak usah repot-repot!" seru Siau Ngo-ji
sambil berpaling, "aku tak tahan pakai pakaian baru, tidak
sampai beberapa hari toh akhirnya bakal rusak lagi!"
"Kalau sudah rusak kita bicarakan lagi, ayoh cepat
bersantap lebih dulu!" kata Hoa Hujin sambil tertawa.
Chin Wan Hoag sendiri segera berlalu dari ruangan untuk
carikan pakaian buat Siau Ngo-ji.
Baru saja kedua orang itu selesai bersantap, pelayan telah
menyiapkan air mandi. Berhubung Siau Ngo-ji adalah seorang bocah cilik yang
baru berusia tujuh delapan tahunan, semua orangpun tidak
terlalu memikirkan soal pantangan atau menyingkir dari sana,
mereka merintahkan pelayan untuk letakkan tong besar
tempat mandi disudut ruangan, kemudian suruh bocah itu
lepaskan pakaian dan mandi.
Sebenarnya Siau Ngo-ji ada maksud untuk menghindar,
tapi karena ia jeri terhadap Hoa Hujin maka dengan rada
jengah akhirnya bocah itu lepaskan pakaian juga untuk mandi.
Tiba-tiba Tio Sam-koh berkata, "Siau Ih, bagaimanapun
juga pertarungan ini harus kita adakan, sekarang Seng ji
sudah kembali, aku nenek tua tak sudi menjadi cucu kura-kura
terus-terusan!" "Nenek Sam poo, apa yang kau katakan"!" sambung Hoa
Thian-hong dengan cepat. Dengan wajah uring-uringan Tio Sam-koh berseru, "Setelah
membaca dua lembar tulisan itu, Hong jin selain mengusulkan
agar kita bertindak tenang dan memaksakan suatu tutup pintu
tidak keluar dari ruangan barang selangkahpun, dia selalu
mengandalkan kelihayan dari kepandaian perguruannya untuk
mempertahankan diri...."
Mendadak Siau Ngo-ji berpaling sambil memperingatkan,
"Nenek sam popo, dinding ada celah, tembok ada telinga,
kalau sedang membicarakan masalah yang penting, janganlah
berteriak-teriak begitu dong!"
"Bocah busuk! siapa suruh eagkau cerewet dan banyak
mulut?" bentak Tio Sam-koh penuh kegusaran.
"Pia Leng-cu telah lenyap tak ketahuan kemana perginya,
siapa tahu kalau ia berdiam dikamar sebelah, kalau engkau
berteriak teriak begitu hingga rahasianya ketahuan, mana
mungkin bangsat itu mau masuk perangkap?"
"Monyet cilik, banyak amat akal busuk mu!" maki Tio Samkoh,
kemudian sambil tertawa lanjutnya, "Seng ji coba
periksalah keadaan disekeliling ruangan ini jangan sampai
dugaan dari monyet cilik ini benar-benar terjadi hingga ada
orang yang berhasil mendekati tempat Tinggal kita"
Hoa Thian-hong tersenyum, dia segera melayang keluar
dari ruangan dan memeriksa keadaan disekeliling tempat itu,
kebetulan Chin Wan-hong telah pulang sambil membeli
setumpuk pakaian, dua orang itu segera bersama-sama
kembali keruangan. Semua orang sekali lagi merundingkan siasat untuk
menghadapi musuh. Tio Sam-koh adalah seorang jago tua
yang bersifat seperti jahe, makin tua semakin pedas, kalau
menurut pedapatnya, sebelum musuh datang berkunjung,
mereka terjang lawan-lawanya lebih dahulu sehingga musuh
jadi kocar kacir. Tapi Hoa Thian-hong lebih mementingkan keselamatan
ibunya, apabila keadaan tidak terlalu mendesak, ia tak ingin
terlalu jauh meninggalkan ibunya.
Chin Wan-hong adalah seorang gadis yang halus dan
penurut, setelah kembali kedalam ruangan dia selalu
mengikuti perasaan dan maksud hati mertua serta suaminya,
sekarang setelah mendengar kalau usul dari suaminya persis
seperti apa yang dia inginkan, gadis itupun segera tutup mulut
dalam seribu bahsaa tanpa mengajukkan suatu usul yang lain.
Hoa Hujin sendiri dalam keadaan demikian jadi bingung
sendiri, untuk beberapa waktu perundingan jadi macet dan
mereka tak berhasil mengambil keputusan apapun juga
Tiba-tiba Siau Ngo-ji berbisik lirih, "Enso, kepandaian
apakah yang merupakan kepandaian terampuh dari perguruan
mu?" Sambil menyisir rambut Siau Ngo-ji dengan sisir, Chin Wanhong
tertawa. "Ketika suhu menyaksikan ilmu silatku terlalu cetek, maka
dia telah menghadiahkan sedikit kabut sembilan bisa
kepadaku, kabut beracun itu tidak berwarna tidak berbau, jika
disebarkan diudara maka kabut itu tetap menggumpal dan
sama sekali tidak buyar, barang siapa tersentuh oleh racun itu
maka dia akan segera keracunan hebat dan jatuh tak
sadarkan diri!" "Ooh! kalau begitu kabut beracun itu pasti lihay sekali, tapi
kalau dihembus angin bakal buyar atau tidak?"
"Kalau anginnya terlalu besar tentu saja akan buyar, tapi
kalau racun itu disebar dalam ruangan kemudian pintu kamar
dikunci rapat-rapat, sepuluh sampai setengah bulau pun tak
bakal buyar!" "Andaikata engkau sabarkan kabut beracun itu dibelakang
pintu, kemudian ada musuh yang menerjang pintu dan masuk
kemari, bukankah ada hembusan angin yang bakal muncul
mengikuti hempasan pintu itu" bagaimana kalau racun itu
sampai terhembus buyar dan malahan meracuni orang yang
ada didalam kamar?" Semua orang merasa terperanjat sesudah mendengar
perkataan itu, mereka sama sekali tak menyangka kalau Siau
Ngo-ji dengan usianya yang masih begitu muda ternyata
mempunyai jalan pikiran yang cermat dan teliti, semua orang
merasa malu sendiri dan perhatian mereka terhadap
kecerdasan bocah itupun makin berlipat ganda.
Chin Wan-hong sangat berharap bisa menggerakkan hati
Tio Sam-koh pergi menempuh bahaya, melihat bocah itu
menanyakan keampuhan kabut sembilan racun, dengan cepat
sahutnya, "Aku dapat sebarkan kabut beracun itu di...."
"Lain kali tak usah mengungkap soal kabut beracun lagi,"
tukas Siau Ngo-ji dengan cepat, "hati-hati kalau sampai
rahasia tersebut kedengaran orang lain"
Chin Wan Hoag menganggukan kepalanya berulang kali.
"Aku dapat meletakkan benda itu ditempat yang paling
ideal, andaikata ada orang menerjang pintu dan masuk
kedalam ruangan, gulungan angin hempasan justru malah
akan menyebar benda itu untuk menyumbat pintu masuk."
"Bagus sekali!" seru Siau Ngo-ji dengan sepasang alis mata
berkenyit, "tapi manjur tidak kalah digunakan untuk
menghadapi orang-orang yang berilmu silat tinggi?"
"Menurut guruku, asal makhluk ini terdiri dari darah dan
daging, sampai dimanapun sempurnanya tenaga dalam yang
dimiliki, tak mungkin akan mampu untuk menghadapi
kehebatan benda itu."
Paras muka Siau Ngo-ji segera berseri-seri, sambil
berpaling serunya, "Bibi Hoa, aku punya satu ide bagus!"
"Coba katakan!"
"Meskipun ide ku ini tak terhitung sangat bagus, tapi...."
Mendadak Hoa Thiaa Hong melayang kesisi pintu dan
sepasang lengannya bekerja cepat membentangkan pintu
ruangan mereka. "Sreeeet....!" serentetan cahaya putih meluncur keluar dari
arah pintu ruangan, dalam sekejap mata bayangan tarsebut
telah lenyap dari pandangan.
Hoa Thian-hong mengejar sampai diluar ruangan setengah
baris ia mencari dan menggeledah sekitar tempat itu namun
tiada sesuatu jejak yang berhasil ditemukan.
Akhirnya dengan tangan hampa ia kembali kedalam
ruangan, sesudah menutup pintu katanya, "Bayangan putih
tadi adalah rase salju milik Ku Ing-ing!"
"Makhluk aneh rase salju" bukankah binatang itu adalah
binatang peliharaan Giok Teng Hujin dari perkumpulan Thongthiankauw tempo dulu?" kata Siau Ngo-ji keheranan.
"Huuhh! rupanya segala apapun diketahui olehmu!" jengek
Tio Sam-koh. Siau Ngo-ji tersenyum, seakan-kan hendak
memperkenalkan diri, ia berkata, "Mulai umur lima tahun aku
berkelana di dunia persilatan, kalau dihitung-hitung sekarang
sudah hampir tiga tahun lamanya, meskipun tidak banyak
yang kulihat tapi banyak sekali yang kudengar."
"Masih kecil banyak pengalaman, aku lihat engkau sudah
hampir tiba saatnya untuk cici tangan dibaskom emas dan
mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan!" ejek Tio
Sam-koh lagi sambil cibirkan bibirnya.
oooooOooooo 63 MENDENGAR sindiran itu, dengan mata melotor besar Siau
Ngo-ji segera berteraik, "Nenek Sim popo, aku toh....
sudah...." "Oooh oooh.... yaa. aku Lupa! engkau toh sudah berlutut
dan menyembah kepadaku!" sela Tio Sam-koh kembali
dengan cepat. Hoa Thian-hong yang disamping gelanggang segera
tertawa terbahak-bahak. "Haahh.... haaahh.... hhaahh.... Siau Ngo-ji, nenek Sam
popo punya reputasi membunuh beberapa ratus orang
persilatan, akupun pernah kena ditempeleng oleh dia orang
tua, lain kali engkau musti lebih berhati-hati lho!"
"Kenapa?" seru Tio Sam-koh ketus, "apa aku nenek tua tak
boleh menggaplok dirimu?"
Hoa Thian-hong menjura berulang kali, "Boleh.... ooh
boleh.... boleh, tentu saja boleh! kalau Seng ji kurangajar,
silahkan Sam popo menghajar sepuasnya"
Melihat keadaan dari Hoa toako nya, diam-diam Siau Ngo-ji
berpikir dalam hati kecilnya, "Hoa toaiko pun berani dihajar
oleh nenek tua itu, waaah! dia musti galak sekali, aku harus
lebih berhati-hati lagi...."
Sementara itu, sambil tertawa Hoa Hujin telah berkata,
"Siau Ngo-ji, Ku Ing Isg adalah nama asli dari Giok Teng
Hujin, tapi persoalan ini tidak terlalu penting, coba katakan
dulu ba gaimanakah idemu tadi" '
Tiba-tiba tetdengar suara langkah kaki manusia
berkumandang datang, kemudian ada orang mengetuk pintu.
Hoa Thian-hong segera membuka pintu kamar, seorang
pelayan menyerahkan sepasang sepatu kecil terbuat dari kulit
menjangan sambil ujarnya, "Hoa ya, tadi siau hujin
menitahkan hamba untuk memberikan sepatu ini!"
"Oooh! terima kasih" sahut si anak muda itu sambil
menerimanya. Sepatu kecil itu dibeli untuk Siau Ngo-ji, dengan cepat
bocah itu menerimanya sambil dipakai, sambil tertawa
cekikikan karena gembira ia mengomel.
Hiiihb.... hhiiih.... hiiihh.... bagus amat sepatu ini, waah!
baru pertama kali ini aku pakai sepatu baru.... oohh! enso,
engkau memang baik sekali, ensoku memang cantik, manis
dan lagi baik deeh" Tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang aneh, dengan cepat
dirabanya dalam sepatu itu, sesaat kemudian ia ambil keluar


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

secarik kertas yang dilipat dalam sepatu itu.
Siau Ngo-ji segera membuka kertas itu dan dilihatnya
beberapa saat, kemudian kepada Chin Wan-hong dia berkata,
"Enso, dua buah huruf ini adalah nama dari Ko toako, sedang
ini adalah tulisan 'Pek' dan tulisan ini adalah huruf 'giok' dan
yang ini.... huruf yang lain pernah enso temui tidak?"
Chin Wan tersenyum, ia ambil kertas itu kemudian
diserahkan kepada Hoa Hujin.
Dengan cepat Hoa Hujin periksa isi surat tersebut yang
kira-kira berbunyi demikian,
"Giok Teng Hujin dari perkumpulan Thong-thian-kauw
sudah tiba dikota ini, sekarang dia tinggal disebuah
penginapan kecil dijalan yang terpencil dekat pintu kota
sebelah selatan, ia belum berjumpa muka dengan Kiu-im
Kaucu, sedangkan Pek Kun-gie dari perkumpulan Sin kie ping
seorang diri baru saja masuk kedalam kota, sekarang dia
sedang berkeliling kota dengan wajah yang kusut, rupanya
kejernihan otaknya agak terganggu sebab aku lihat ia agak
tidak awas pikirannya....!
Tertanda: aku yang muda Ko Tay"
Waktu itu Tio Sam-koh duduk disebelah kanan Hoa Hujin,
sedang Hoa Thian-hong duduk disamping pembaringan,
mereka bertiga telah membaca isi surat itu bersama-sama.
Selesai membaca paras muka Hoa Hujin seketika nampak
murung dan alis matanya berkenyit, sedangkan Tio Sam-koh
melototkan matanya mengerling sekejap ke arah Hoa Thianhong
dengan pandangan dingin, seolah-olah sedang berkata
demikian, *Hmm! kesemuanya ini adalah gara-gara mu, coba
aku mau lihat bagaimana caramu untuk mengatasi kesulitan
ini?" Hoa Thian-hong sendiripun gelagapan dibuatnya, buru-buru
dia alihkan sorot matanya melirik sekejap ke arah Chin Wanhong.
Gadis she Chin itu sendiri sewaktu menyaksikan paras
muka mertua nya menunjukkan kerumungan, dengan
perasaan gelisah dia segera bertanya, "Ibu, persoalan apa
yang membuat engkau jadi kesal dan murung....?"
Nada ucapannya penuh perasaan kuatir, dan perasaan itu
dengan jelas tertera nyata di atas wajahnya.
Hoa Hujin tertawa terpaksa, sahutnya, "Pek Kun-gie ikut
mengejar kemari, menurut laporan Ko Tay jalan pikiran gadis
itu sedikit kurang waras"
"Ooh....! rupanya begitu!" sambung Siau Ngo-ji dengan
cepat, "bibi tak usah gelisah, tentara menyerbu kita halau, air
bah datang kita bendung, sekalipun langit ambruk rasanya
Hoa toako masih mumpu untuk mengatasinya"
Chin Wan-hong tersenyum. "Nona Pek sama sekali tidak mendatangkan beacaca bagi
kita! ujarnya lembut, sedangkan Giok Teng Hujin, adalah
sahabat karib Hoa toako mu, diapun tak akan mempunyai
maksud jelek terhadap diri kita"
"Ooh! kalau memang begitu, urusankan lebih gampang
untuk diselesaikan?"
Ia berhenti sebentar, kemudian melanjutkan, "Aku paling
benci mengadakan hubungan dengan kaum wanita, lebih baik
kita tak usah gubris persoalan ini lagi, ayoh kita teruskan
perundingan untuk menangkap penjahat saja!"
Hoa Thian-hong sendiripun merasakan suatu perasaan
yang amat tak sedap, waktu itu dia memang bermaksud untuk
alihkan pokok pembicaraan kesoal lain, mendengar ucapan itu
dengan gembira ia segera berseru, "Coba katakanlah,
bagaimana caranya untuk merangkap penjahat?"
Siau Ngo-ji mendehem ringan, dengan muka serius dia
berkata, "Kalau kita musti tunggu sampai penjahat datang
mencari gara- gara, maka satu hari penjahat tak datang
berarti kita musti tunggu seharian penuh dengan sia-sia,
setahun tidak datang kitapun musti siap siaga selama setahun
penuh, dari sini menuju ke San see masih amat jasuh dan
makin banyak pula yang musti kita hadapi, sekali pun sudah
sampai di San see dengan selamat toh Hoa toako masih tetap
harus berjaga-jaga dirumah tanpa berani tinggalkan pintu
gerbang barang satu langkahpun jua.
"Eeei.... bocah cilik, ternyata engkau punya otak yang encer
juga" seru T?o Sam-koh sambil tertawa, "lebih baik setujui saja
pendapat dari aku nenek tua, ayoh kita cari dulu jejak dari Pia
Leng-cu toosu bajingan itu, kalau Pia Leng-cu tidak ketemu
maka kita cari gara-gara dengan Kiu tm kaucu"
Bertempur sih harus bertempur, cuma kita harus mencari
jalan yang paling tepat. "Apa kamu bilang?" teriak Tio Sam-koh dengan mata
melotot bulat-bulat. Siau Ngo-ji tertawa cekikikan.
Hiiih.... hiihh.... hhiiih.... nenek Sam po po jangan gelisah
dahulu, aku toh akan menyetujui dengan pendapat dari kau
orang tua" "Hmm! bocah ingusan, pandai benar putar kemudi
mengikuti hembusan angin...."
Siau Ngo-ji tertawa. "Ooh yaaa" masa begitu" menurut aku, sewaktu aku dan
Hoa toako pergi, kalau ada orang bermaksud jabat dan
hendak menyerang ruangan ini mumpung Hoa toako dan aku
tak ada disini, maka kita harus suruh orang itu bisa datang tak
bisa pergi dan rasakan dulu kelihayan dari enso"
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan, "Sebaliknya
kalau aku dan Hoa toako tetap berjaga dirumah penginapan
ini, kecuali kalau mereka bertiga bisa saling bertukar syarat
dan menyerang secara bersama, aku rasa tak mungkin
mereka bersedia menempuh bahaya sendirian dan biarkan
orang lain pungut keuntungan dari samping...."
Hoa Hujin mengangguk setelah mendengar perkataan itu.
"Perkataan dari Siau Ngo-ji memang sangat masuk diakal,
dan siasat ini memang dapat dilaksanakan"
Siau Ngo-ji jadi kegirangan, serunya kemudian, "Kalau
memang begitu, mari kita lakukan sesuai dengan rencana
tersebut." Kepada Chin Wan-hong ia menambahkan, "Enso, aku
dengar orang bilang jalanan yang telah dilalui oleh orangorang
dari lembah Hu-liang-kok tak dapat dilalui orang lain
sebab kalau tidak maka orang itu bakal sial."
"Kenapa?" tanya Chin Wan-hong tercengang.
"Sebab jalanan tersebut sudah mengandung racun keji,
bukankah begitu?" Chin Wan-hong segera tertawa lebar.
"Aaaah! tidak sampai selihay apa yang kau bayangkan, aku
baru belajar sedikit tentu kemampuanku jauh lebih terbatas."
"Aaaai....!" seru Siau Ngo-ji gegetun, "kalau ada
kesempatan kita musti lebih banyak mempelajari beberapa
macam kepandaian yang luar biasa itu, tapi bagaimanapun jua
tempat yang telah kau raba tentu bisa mengandung racun
bukan?" "Kalau dibalik telapak tangan kita sudah diisi dengan obat
racun, tentu saja setiap benda yang telah kuraba dapat
mengandung racun yang jahat pula."
"Kalau memang begitu bagus sekali!" seru Siau Ngo-ji,
"cepat polesi pedang baja milik Hoa toako itu dengan obat
racun, tapi obat musti jenis obat yang tak bisa hilang dalam
waktu lama dan jangan lupa polesi pula tangan Hoa toako
dengan obat pemunah."
"Kenapa?" tanya Chm Wan Hong dengan wajah sangsi.
"Sampai detik ini sudah ada empat orang yang mengincar
pedang baja tersebut, mereka sudah pasti akan menggunakan
kekerasan kalau dapat dan menggunakan cara mencuri kalau
merasa sulit, untuk menghindari segala kemungkinan yanr
terjadi, dan siapa tahu kalau Hoa toako lagi teledor sehingga
ada orang berhasil merebutnya, maka biarlah orang pertama
yang mencuri lebih dulu harus merasakan bencana yang
datang tidak terduga itu...."
"Ehmm! cerdas amat bocah ini, akalnya banyak dan jalan
pikirannya jauh ke arah depan" pikir Hoa Thian-hong didalam
hati, "kalau usianya lebih meningkat dan ilmu silatnya lebih
hebat, kemungkinan besar dia bisa menjadi seorang jago yang
sangat lihay!" Tio Sam-koh sebagai seorang nenek tua yang sangat emosi
dan benci terhadap segala kejahatan, nomor satu yang
menyatakan persetujuannya, ia segera berseru, "Hong ji,
bukankah sebelum tinggalkan dirimu beberapa orang sucimu
itu sudah tinggalkan banyak sekali benda wasiat untukmu"
kalau obat-obatan itu bisa digabung jadi satu, cepatlah
poleskan diatas tubuh pedang baja itu"
Chin Wan-hong tidak segera menjawab, sorot matanya
segera dialihkan keatas wajah Hoa Hujin dan menantikan
persetujuannya. Hoa Thian-hong berpikir sebentar, diapun merasa apabila
kitab pedang Kiam keng itu sampai terjatuh ketangan
kawanan iblis dari golongan sesat, maka ibarat harimau yang
tumbuh sayap, mereka pasti akan makin menjadi dan berbuat
kejahatan serta keonaran dimana-mana, apalagi kalau ilmu
silatnya sudah mendapat kemajuan yang pesat, niscaya tak
ada orang yang mampu mengendalikan mereka lagi, untuk
mencegah segala kemungkinan yang tak diinginkan dan
menghindari tumbuhnya bibit bencana bagi umat persilatan
memang sepantasnya kalau sedia payung sebelum hujan.
Maka diapun mengangguk tanda setuju.
Buru-buru Chin Wan-hong lari masuk kedapur dan
mengambil tungku berisi api, kemudian melepaskan
buntalannya dan ambil keluar sebuah bungkusan obat.
Siau Ngo-ji yang masih bocah dan besar sekali rasa ingin
tahunya, dengan cepat mendekati Chin Wan-hong, dia ikut
menengok kedalam kantong kulit itu, ketika dilihatnya isi
kantong terdiri dari pelbagai macam botol kumala yang
berbentuk aneh-aneh dan ada yang besar ada pula yang kecil,
dia segera berseru, "Enso, engkau harus pilihkan dari jenis
yang paling lihay, kalau bisa carikan yang amat hebat
sehingga kalau tersentuh lantas tak bisa berkutik, dalam
sekejap mata putuslah nyawanya."
Chin Wan-hong tertawa, dia ambil keluar dua macam botol
porselen dan membuka salah satu botol diantaranya,
kemudian ia perintahkan kepada Hoa Thian-hong untuk
merentangkan telapak tangannya.
Si anak muda itu merentangkan telapak tangannya dan
Chin Wan-hong menuang keluar segumpal cairan putih dari
dalam botol itu, dia suruh Hoa Thian-hong untuk mempolesi
seluruh telapak tangannya dengan ca iran tadi kemudian
memanggangnya sebentar diatas tungku api itu hingga jadi
kering. Hoa Thian-hong tak banyak bicara, dia keringkan telapak
tangannya diatas tungku api, kemudian setelah kering
diciumnya dengan hidung, ternyata obat itu sama sekali tidak
meninggalkan bau apapun juga.
"Obat pemunah itu telah meresap masuk kedalam kulit
tanganmu, selama tujuh puluh hari obat itu masih bekerja,
tapi jangan sampai terkena cuka karena obat itu segera akan
buyar...." pesan Chin Wan-hong.
Hoa Thian-hong tertawa. "Kalau obat ini dipoleskan diatas telapak tangan, masa tak
ada kejelekannya" Tiba-tiba ia teringat kembali akan hubungan mesrahnya
dengan sang istri, apabila merugikan tentu saja istrinya tak
akan berbuat demikian terhadap dirinya, oleh karena itu
setelah bicara sampai ditengah jalan ia membungkam kembali.
"Obat itu adalah obat pemunah, sekalipun termakan
kedalam perut juga tidak menjadi soal...." kata dara itu
kembali, dia ambil botol yang lain dan segera membuka
penutupnya. "Apakah obat itu akan kau poleskan keatas pandangku?"
Chin Wan-hong mengangguk.
"Mulai sekarang, orang lain tak boleh menyentuh pedang
bajamu ini dan engkau sendiripun harus hati-hati, jangan
sampai biarkan pedang baja itu menyentuh ditubuh bagian
lain, kalau sampai salah tersentuh cepatlah telan obat
pemunah, walaupun cuma sedikit itu sudah lebih dari cukup"
"Ooh.... benar-benar menarik hati!" seru Hoa Thian-hong
sambil tertawa, dia segera cabut keluar pedang bajanya dan
diangsurkan kedepan. Isi botol kumala itu adalah cairan obat berwarna kuning,
Chin Wan-hong ambil kapas dan menyuruh Hoa Thian-hong
untuk mempoleskan obat racun itu keatas tubuh pedangnya.
Pedang baja itu bentuknya memang aneh, dari ujung
sampai gagang pedangnya merupakan satu bentuk yang
sama, keadaannya mirip pedang tapi dalam kenyataan lebih
mendekati sebagai sebuah pentungan, baja.
Mula-mula Hoa Thian-hong mempolesi gagang pedangnya
lebih dahulu, kemudian setelah dipanaskan diatas tungku api
sampai kering, dia baru mempolesi bagian lain dari senjata
tersebut. Pedang baja itu panjang dan besar, obat racun dalam botol
itu hampir habis sama sekali dipakai untuk mempolesi pedang
itu, walaupun disana sini terpaksa ada yang di polesi dengan
begitu saja. Dalam pada itu, Siau Ngo-ji yang selama ini membungkam,
tiba-tiba ulurkan telapak tangannya kedepan sambil
memohon, "Enso yang baik hati, tanganku belum kau polesi
dengan obat pemunah itu!"
"Buat apa"! tanya sang dara dengan wajah tercengang.
Dengan muka murung dan dahi berkerut Siau Ngo-ji
menjawab, "Andaikata pedang baja milik Hoa toako itu sampai
menyentuh tanganku, kan aku bisa berabe....!"
Chin Wan-hong tersenyum, melihat paras mukanya yang
patut dikasihani terpaksa dia ambil keluar obat pemunahnya
dan dilepaskan pula diatas tangannya.
Siau Ngo-ji dengan penuh semangat mempoleskan obat
pemunah itu disekitar telapak tangan sampai pergelangan
tangannya, kemudian dikeringkan diatas tungku api, begitu
seram wajahnya sehingga nampaklah sikapnya yang
bersungguh-sungguh. Menanti obat itu sudah kering, dia baru tunjukkan
tangannya kehadapan Chin Wan-hong sambil berseru, "Eoso
yang manis, coba lihatlah! apakah sudah beres?"
"Beres!" sahut Chin Wau Hong sambil tersenyum, "dalam
tujuh puluh hari mendatang jangan sampai menyentuh cuka!"
Siau Ngo-ji amat kegirangan, dengan muka berseri-seri ia


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segera berseru, "Hoa toako, sekarang waktu menunjukkan
kentongan ketiga, mari kita segera berangkat!"
Hoa Thian-hong tersenyum.
"Hari sudah malam, lebih baik engkau tetap tinggal
dirumah penginapan saja."
"Apa?" seru Siau Ngo-ji dengan wajah melongo.
Chin Wan-hong jadi geli melihat kekagetan bocah itu, ia
tersenyum dan menjawab, "Ilmu silat yang dimiliki toakomu
sangat tinggi dan dia tak membutuhkan bantuan orang lain,
kalau engkau tidak tinggal disini untuk menjaga keamanan
dirumah penginapan ini, kita bisa ketakutan jadinya....! tinggal
saja disini yaa?" Siau Ngo-ji termenung dan berpikir keras dengan alis mata
berkenyit. "Hmmm...." untuk beberapa saat lamanya ia jadi serba
salah dibuatnya. Tio Sam-koh mencibirkan bibirnya, sambil ulapkan
tangannya ke arah Hoa Thian-hong, dia menghardik, "Ayoh
cepat enyah dari sini!"
Hoa Thian-hong tetap berdiri ditempat semula, sorot
matanya yang memancarkan cahaya keraguan dialihkan
keatas wajah ibunya. Dengan suara lirih Hoa Hujin segera berkata, "Pergilah
untuk mencoba kekuatan dari Kiu-im Kaucu tersebut, disini toh
ada Sam-koh dan Hong ji dua orang! kendatipun Pia Leng-cu
datang kemari, dia tak mungkin bisa mendapat keuntungan
apa-apa." "Tapi disini sudah hadir seorang jago dari Mo-kauw,
bagaimana sikap serta tujuannya sulit untuk diraba ataupun
diduga...." "Kita sudah berani terjun ke dunia persilatan, harus berani
pula menghadapi segala resikonya, engkau tak usah banyak
berpikir dan cepatlah pergi!" seru Hoa Hujin sambil ulapkan
tangannya. Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Hoa Thian-hong
menyelipkan pedang bajanya dipinggang dan keluar dari
ruangan tersebut. Tiba-tiba Siau Ngo-ji mengejar sampai didepan pintu,
sapanya, "Eeeeii.... toako!"
"Ada apa saudaraku?" tanya Hoa Thian-hong sambil
berpaling. Dengan suara berat Siau Ngo-ji berpesan, "Kalau tak bisa
ungguli musuh cepatlah kabur, kalau bisa robohkan lawan
sakali bacok kutungi badannya jadi dua bagian, asal gembong
iblis itu sudah mampus maka bencana pun bisa kita hindari,
engkau jangan sekali-kali berhati lemah lembut!"
Terkesiap hati Hoa Thian-hong mendengar perkataan itu,
dalam hati ia segera berpikir, "Tabiat bocah ini rada mirip
dengan watak dari ibu, sungguh tebal hawa nafsu
membunuhnya!" Dalam hati ia berpikir demikian, diluaran ia mengangguk
dan segera berlalu dari sana.
Setelah keluar dari ruangan kembali pemuda itu awasi
keadaan disekeliliagnya, setelah yakin tak ada orang, dia
enjotkan badan dan melayang naik keatas atap rumah.
Malam itu udara sangat gelap, langit tiada bintang ataupun
rembulan, cuaca gelap gulita sehingga membuat suasana jadi
menyeramkan, kecuali kerlipan cahaya dari lampu jalan nun
diujung sana, tiada kedengaran suara yang mendesis, suasana
amat hening dan sepi. Dengan gerak rubuh yang enteng dan cekatan, Hoa Thianhong
bersembunyi dibelakang wuwungan rumah, dengan
sorot matanya yang tajam perlahan-lahan ia menyapu
keadaan disekitar tempat itu dan menjaga jangan sampai ada
yang menyergap ibunya disaat ia sedang pergi.
Walaupun langit sangat gelap dan tiada sinar yang
menerangi tempat itu, namun dengan sorot matanya yang
tajam ia dapat melihat semua benda disekitarnya dengan
jelas. Mendadak.... ia temukan sesosok bayangan manusia berdiri
diatas rumah tepat diseberangnya, dan orang itu rupanya
sedang mem perhatikan ke arahnya.
Dalam hati Hoa Thian-hong segera berpikir, "Sungguh
besar nyali orang ini, ia berani betul berdiri diatas atap rumah
tanpa berusaha untuk menyembunyikan jejaknya"
Berpikir sampai disitu, ia segera awasi keadaan disekitar
tempat itu dan segera melayang turun dari atas atap rumah,
dengan menyelusup lewat wuwungan rumah dia berkelebat
maju kedepan. Setelah menyeberangi jalan raya, dia berpuiar satu
lingkaran lebar dan diam-diam loncat naik keatas atap rumah,
sekarang posisi nya sudah dibelakang bayangan manusia itu.
Bayangan manusia tersebut masih tetap berdiri ditempat
semula, walaupun sudah makan waktu cukup lama namun ia
masih tetap tak bergeser dari tempat semula. Hoa Thian-hong
makin mendekati orang itu tapi hatinya segera bedebar keras.
Ternyata orang yang berdiri diatas atap rumah itu bukan
lain adalah putri kesayangan dari Pek Siau-thian, ketua
pekumpulan Sin-kie-pang yang selama ini mencintai dirinya....
Pek Kun-gie adanya. Dengan tenang Pek Kun-gie berdiri diatas atap rumah, biji
matanya yang bening basah oleh air mata, dengan pandangan
sayu ia awasi rumah penginapan yang didiami oleh Hoa Thianhong
itu tanpa berkedip, badannya kaku bagaikan patung
namun alisnya berkeryit memancarkan kepedihan hati yang
amat tebal, membuat siapa pun yang memandang ikut beriba
hati. Hoa Thian-hong yang bersembunyi ditempat kegelapan
sangat terharu melihat sikap gadis itu, sambil memandang
bayangan pung gungnya yang liuk-liuk indah, tanpa sadar air
mata jatuh berlinang membasahi pipinya, dalam hati ia
bergumam, "Ooh.... Kun Gie! Kun Gie sayang! buat apa kau
menyiksa diri" aku sudah beristri dan berkeluarga, buat apa
engkau masih mengerang akan diriku?"
Angin malam berhembus lewat mengibarkan ujung baju
Pek Kun-gie, namun dara itu masih tetap tidak merasa, ia
tetap berdiri tidak bergerak ditempat semula.
Lama sekali dilihatnya gadis itu tak berkutik terus dari
tempat semula, hatinya jadi kecut, pikirnya, "Ooh Kun Gi!
engkau akan menanti sampai kapan" apakah engkau hendak
berdiri disitu semalam suntuk?"
Pek Kun-gie adalah seorang gadis yang sangat cantik, pria
manapun yang berjumpa dengan dirinya kebanyakan terpikat
kepadanya, tapi rasa cinta gadis itu terhadap Hoa Thian-hong
sudah mencapai pada taraf yang sukar dilukiskan dengan
kata-kata, si anak muda itu tentu saja dapat merasakan pula
pancaran cinta yang diperlihatkan dara itu kepadanya, tapi
pemuda itu sadar dengan keadaan nya pada saat ini, dia telah
beristri sedang pihak lain adalah gadis perawan, dia tak ingin
merusak kehidupan dara itu karena dirinya.
Malam semakin kelam, baju yang mereka kenakan telah
basah oleh embun tapi Hoa Thian-hong tetap berdiri ditempat
persembunyiannya, ia tak tega meninggalkan gadis itu,
pemuda itu hendak maju mendekati dan menghibur dirinya,
tapi bayangan sekelompok perempuan segera muncul dalam
benaknyaa. Bayangan itu terdiri dari raut wajah Chin Wan-hong,
ibunya, Kiu-tok Sianci, Biau-nia Sam-sian serta Tio Sam-koh.
Pemuda itu merasa seolah-olah kaum perempuan itu melotot
ke arahnya dan mengawas gerak-geriknya terhadap Pek Kungie....
Tiba-tiba.... telinganya seakan-akan mendengar lagi suara
peringatan dari Kiu-tok Sianci yang dingin, "Seng ji", engkau
harus ingat! kalau engkau tidak setia dalam cinta dan mencari
bini lain, atau kau berani melakukan sesuatu perbuatan yang
merugikan Hong ji, aku bersumpah akan mencabut selembar
jiwamu!" Kemudian ia teringat kembali suara dari ibunya yang tegas
dan berat, "Harap siau ci legakan hati, kalau Seng ji berani
mengkhianati cintanya, aku akan potong sendiri batok
kepalanya untuk dikirim ke lembah Hu-liang-kok dan minta
maaf kepadamu!" Teringat kembali akan perkataan dari dua orang itu, dia
merasakan hatinya jadi kecut dan seakan-akan kepalanya
diguyur air dingin sebaskom, tanpa sadar peluh dingin
mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.
Dalam hati ia segera berpikir, "Daripada bertemu lebih baik
tak berjumpa, daripada kesalahpahaman ini kian hari kian
berlarut-larut....!"
Karena berpendapat demikian, ia segera ambil keputusan
untuk tinggalkan tempat itu secara diam-diam.
Tapi bagaimanapun juga manusia bukanlah pohon atau
rumput yang tidak berperasaan, siapakah yang tidak terharu
kalau menyaksikan pemandangan seperti itu" siapa yang tidak
beriba melihat kesetiaan cintanya" apalagi makin gagah
seorang pria semakin besar pula rasa cintanya pada pihak
yang lain. Tanpa disadari oleh Hoa Thian-hong sendiri, benih cintanya
terhadap Pek Kun-gie sudah tertanam sejak banyak waktu,
semakin tercekam oleh lingkungan yang serba terbatas, makin
berkobar cinta kasihnya terhadap gadis itu, hanya saja
larangan dari angkatan tuanya membuat pemuda itu tak
berani mengutarakan perasaan hatinya itu.
Tapi benih cinta yang tersembunyi dalam lubuk hatinya
kian hari kian tumbuh dengan suburnya, dan rasa cintanya
terhadap gadis itupun makin lama makin bertambah, apalagi
sekarang dilihatnya gadis itu berdiri termangu-mangu ditengah
malam yang dingin sambil mengawasi kamar tidurnya
membuat Hoa Thian-hong merasakan hati nya jadi hancur
berkeping-keping, dia ingin pergi dengan keraskan hati,
namun kakinya terasa tak mau diajak psrgi....
Entah berapa lama sudah lewat, tiba-tiba Pek Kun-gie
bergumam seorang diri, "Apakah engkau sudah tidur" aku...."
Walaupun bisikan itu amat lirih tapi bagi pendengaran Hoa
Thian-hong cukup membuat hatinya jadi remuk rendam,
hampir saja ia tak mampu menguasai emosinya dan
menerjang kedepan serta memeluk gadis itu erat-erat.
Tapi ingatan lain dengan cepat berkelebat dalam benaknya,
"Dia adalah seorang gadis perawan yang masih suci, sedang
aku telah beristri, kalau aku mempunyai bubungan gelap
dengan dirinya maka nama baiknya pasti akan ternoda, itu
berarti aku telah menghancurkan kehidupannya, aaai.... aku
tak boleh mencelakai masa depannya!"
Terdengar Pek Kun-gie bergumam lagi dengan suara lirih"
"Oooh.... Thian-hong sayang, engkau telah tidur" aku akan
menunggu sebentar lagi, setelah kau tidur nyenyak aku baru
akan berlalu dari sini...."
Bisikan lirih yang mirip igauan tersebut penuh dengan rasa
cinta yang tebal, meski pun terselip nada yang begitu
memilukan hati.... Hoa Thian-hong yang jantan, pada saat ini tak dapat
menahan pergolakan emosinya lagi, dia ambil keputusan
untuk munculkan diri dan berjumpa dengan gadis manis itu.
Tapi.... sebelum pemuda itu sempat melangkah maju, tibatiba
ia saksikan sekujur badan Pek Kun-gie gemetar keras
kemudian menjerit kaget....
Hoa Thian-hong terkesiap, dia segera alihkan sorot
matanya kedepan, sesosok bayangan manusia tahu-tahu
muncul diatas atap rumah penginapan itu dan sedang awasi
ruang penginapan sebelah belakang.
Jarak kedua belah pihak hanya terpaut satu tombak belaka,
karena pendatang tak diinginkan itu muncul dari arah utara
sedang tubuh Pek Kun-gie kebetulan tertutup oleh bangunan
loteng yang tinggi, maka orang itu tidak menemukan jejaknya.
Sekilas pemandangan Hoa Thian-hong dapat kenali
pendatang yang tak diundang itu sebagai Kiu-im Kaucu, bawa
amarahnya segera berkobar didalam dada, pikirnya, "Pia Lengcu
saja belum datang, tak nyana dia sebagai seorang ketua
dari suatu perkumpulan telah datang lebih dahulu kesana,
manusia ini benar-benar tak tahu diri!"
Tiba-tiba terdengar Pek Kun-gie membentak keras, "Hey
Kiu-im Kaucu!" Pada waktu itu Kiu-im Kaucu sedang mengawasi daerah di
sekitarnya, ketika mendengar bentakan itu dia segera
berpaling, tapi setelah diketahuinya kalau orang jtu adalah Pek
Kun-gie, dengan gerak tubuh yang amat cepat ia
menyeberangi jalan raya dan berdiri tepat dihadapan dara
tesebut. Dengan pandangan yang tenang Pek Kun-gie melirik
sekejap ke arah Kiu-im Kaucu, wajahnya sama sekali tidak
menunjukkan perasaan jeri ataupun takut, dengan suara
ringan tegurnya, "Dia sudah tidur pulas, janganlah
mengganggu ketenangan tidurnya....!"
Mula-mula Kiu-im Kaucu agak tertegun, tapi dengan cepat
ia dapat menangkap apa yang dimaksudkan, dalam hati
segera berpikir, "Karena sedihnya budak ini sudah kehilangan
kesadaran otaknya, bahkan mendekati orang yang tak waras
otaknya." Sementara dalam hati berpikir demikian diluaran ia tertawa
dan mengejek, "Tahukah engkau, pada saat ini Hoa Thianhong
tidur sepembaringan dengan siapa?"
Rasa sedih yang tak terkirakan berkelebat diatas wajah Pek
Kun-gie, dengan muka murung jawabnya, "Tentu saja aku
tahu, dia telah menikah dengan Chin Wan-hong dan tentunya
tidur dengan gadis itu."
"Benar dan tepat sekali perkataanmu itu, mereka sudah
menikah dan sekarang lagi bersenang-senang didalam kamar,
buat apa engkau berdiri termangu-mangu ditempat ini?"
"Anjing bedebah!" diam-diam Hoa Thian-hong menyumpah
dalam hati kecilnya, "dalam keadaan seperti inipun dia masih
tega untuk menyakiti hatinya dengan kata-kata seperti itu"
Terdengar Pek Kun-gie dengan suara tawar menjawab,
"Kiu-tok Sianci maupun Chin Pek-cuan adalah tuan penolong
dari keluarganya, sebagai seorang yang setia kawan dan
berjiwa gagah apalagi sebagai seorang bocah yang berbakti
kepada orang tuanya, tentu saja ia tak mau membangkang
perintah ibunya, walaupun dia telah menikah dengan Chin
Wan-hong, dalam kenyataan dia sama sekali tak mencintai
gadis itu." "Siapa yang bilang" apakah Hoa Thian-hong yang
mengatakan sendiri kepadamu?" ejek Kiu-im Kaucu sinis.


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tentu saja bukan dia yang mengatakan sendiri kepadaku,
tapi aku tahu bahwa dugaanku itu pasti tak akan keliru!"
Kiu-im Kaucu semakin sinis, kembali sindirnya dengan
suara tajam dan tak sedap didengar, "Kenapa" hati manusia
toh tak sama, siapa tahu lain diluar lain didalam" dengan
berdasarkan bukti apa engkau bisa mengatakan kalau Hoa
Thian-hong sebenarnya tidak mencintai Chin Wan-hong?"
"Aku mengetahui perasaan hatinya!"
Jawaban yang amat singkat itu diutarakan dengan begitu
meyakinkan, seakan-akan walaupun samudra bisa mengering
dan batu bisa membusuk, tapi keyakinannya itu sama sekali
tak dapat digoyahkan lagi.
Kiu-im Kaucu mendengus dingin, sebenarnya dia hendak
mengatakan: 'Itu toh menurut perasaanmu, bagaimana
dengan pemuda itu" engkau sendiri toh tak tahu...."'
Tapi ketika dilihatnya keyakinan yang begitu tebal
memancar keluar dari wajah Pek Kun-gie, ketika sorot mata
mereka saling bertemu satu sama lainnya, ucapan yang sudah
hampir meluncur keluar itu akhirnya tertelan kembali.
Sikap Pek Kun-gie masih tetap tenang, seakan-akan dia
tidak tahu kalau orang yang berdiri dibadapannya itu bukan
lain adalah ketua dari perkumpulan Kiu-im-kauw yang baru
saja munculkan diri kedalam dunia persilatan serta mengambil
oper kekuasaan dari Tiga maha besar yang telah musnah dari
permukaan bumi itu. Dengan pandangan yang jeli dia menatap wajah lawannya
tajam-tajam, lalu serunya kembali dengan suara berat,
"Ditengah malam buta begini, mau apa engkau datang
kemari?" Kiu-im Kaucu mengerutkan dahinya.
"Hmm....! engkau sedang berbicara dengan aku?"
"Tentu saja berbicara deneaa engkau! mau apa kau datang
kemari ditengah malam buta begini" mau menyergap dirinya
yaa?" Kiu-im Kaucu tidak segera menjawab, dalam hati kembali
pikirnya, "Rupanya budak ini sudah dibikin sinting oleh rasa
cintanya yang tidak kesampaian, kalau dilihat dari sikapnya
yang kebodoh-bodohan ini rupanya ia sudah tak tahu apa
yang dinamakan lihay dan apa yang dinamakan mati atau
hidup." Berpikir sampai disitu, bukannya gusar ia malah tertawa
terbahak-bahak, sahutnya, "Dalam dunia persilatan dewasa ini
hanya dua tiga orang saja yang mampu bertempur satu lawan
satu dengan diriku dan berbicara tentang kemampuan dalam
ilmu silat, siasat, komplotan serta kekuasaan maka hanya
seorang saja yang sanggup menghadapi diriku, orang itu
bukan lain adalah Hoa Thian-hong...."
Rupanya Pek Kun-gie amat girang atas pujian itu, dengan
muka berseri-seri ia tertawa dan memotong.
"Kalau engkau sudah tahu, itu lebih baik lagi! sekarang
cepatlah tinggalkan tempat ini, jangan ganggu ketenangan
tidurnya, dan mulai sekarang jangan musuhi dirinya lagi."
Kiu-im Kaucu dibikin serba salah oleh perkataan tersebut,
mau tertawa ia tak bisa mau marahpun tak dapat, akhirnya
dengan wajah menyeringai dia berseru.
"Hey budak ingusan! aku mempunyai satu cara untuk
membuktikan apakah Hoa Thian-hong benar-benar cinta
kepadamu atau tidak!"
Tapi dengan cepat Pek Kun-gie gelengkan kepalanya.
"Aku tak mau dengarkan caramu itu, aku tahu bahwa dia
sangat mencintai diriku!"
"Ooooh.... jadi kau takut kalau rahasia kebohonganmu
sampai terbongkar....?" ejek Kiu-im Kaucu sinis, "engkau takut
kalau kenyataan membuktikan bahwa dalam hati kecil Hoa
Thian-hong sebenarnya sama sekali tak ada pikiran tentang
dirimu?" Hawa amarah berkobar dalam hati Pek Kun-gie, dengan
muka penuh kegusaran dia melototi perempuan tua itu.
Sejenak Kemudian sambil menutupi telinganya dengan jari
tangan, dia berseru, "Aku tak sudi untuk mendengarkan
omongan setanmu lagi, aku mau pergi....!"
Tanpa banyak bicara dia segera putar badan dan berlalu
dari sana. Kiu-im Kaucu segera tertawa dingin.
"Heeeeh.... heeeh.... heeehh kalau engkau berani
tinggalkan tempat ini, aku akan segera membinasakan Hoa
Thian-hong!" Mendengar ancaman tersebut sekujur badan Pek Kun-gie
gemetar keras, ia segera berpaling sambil berseru,
"Kepandaian silatnya sangat lihay, siapa pun jangan harap
bisa membinasakan dirinya!"
Kembali Kiu-im Kaucu tertawa licik.
"Aku telah siapkan suatu tindakan yang hebat dan dahsyat
untuk menghadapi Hoa Thian-hong, kalau aku ingin
membinasakan dirinya maka hal itu depat kulakukan dengan
gampang sekali bagaikan membalik telapak tangan sendiri.
Heeeh heehh asal bibit bencana ini berhasil kusingkirkan,
maka perkumpulan Kiu-im-kauw secara resmi akan dibuka dan
mulai menerima anggota baru, pada waktu itu seluruh
kekuasaan di permukaan bumi ada ditanganku!"
Pek Kun-gie makin terkesiap setelah mendengar ucapan itu,
dia melayang kembali ke tempat semula sambil berkata, "Coba
terangkanlah cara lihay apakah yang telah kau siapkan itu,
dan bagaimana caramu untuk mencabut jiwanya?"
Kiu-im Kaucu tertawa dingin.
"Heeeh.... heeh.... heehh siasatku tidak akan
kuperdengarkan pada telinga yang keenam, kemarilah! akan
Kubisikkan rencanaku ini kepadamu"
Agaknya Pek Kun-gie sama sekali tak mempunyai perasaan
waswas, mendengar perkataan itu dia segera loncat maju
kedepan. Hoa Thian-hong yang bersembunyi ditempat kegelapan jadi
amat terperanjat setelah menyaksikan kejadian itu, dia takut
Kiu-im Kaucu menggunakan cara yang paling keji untuk
melukai Pek Kun-gie, badannya bergerak untuk menghalangi
gerak maju dara itu tapi ingatan lain dengan cepat berkelebat
dalam benaknya, "Andaikata dia ada maksud hendak
mencelakai Kun Gie, maka hal itu bisa dia lakukan dengan
gampang sekali tanpa menggunakan siasat licin untuk
membohongi dirinya, andaikata aku munculkan diri dalam
keadaan begini, siapa tahu kalau dia malah berubah ingatan
dan menggunakan Pek Kun-gie sebagai sandera untuk
memaksa aku...." Jilid 16 SEMENTARA dia masih termenung sambil memikirkan
persoalan itu, Kiu-im Kaucu telah membisikkan sesuatu
ketelinga Pek Kun-gie. Dengan paras muka pucat pias bagaikan mayat, gadis itu
secara beruntun mundur beberapa langkah kebelakang,
sekujur badan-nya gemetar keras membuat atap rumah itu
gemerisik suaranya. 0000O0000 64 KIU-IM KAUCU menyeringai seram, sambil tertawa keras
serunya lagi, "Bagaimana" sekarang engkau pasti sudah
percaya bukan, kalau aku hendak mencabut nyawa Hoa Thianhong,
maka soal itu bisa kulakukan dengan gampang sekali!"
"Hmm! selamanya perhitungan manusia tak dapat
menangkap garis yang ditetapkan oleh takdir, selamanya dia
akan lolos dari bahaya karena dilindungi oleh Thian!"
Hoa Thian-hong sendiripun berpikir dalam hatinya,
"Kelicikan dan kekejaman Kiu-im Kaucu benar-benar melebihi
kejahatan dari kelompok musuh yang sudah lewat, entah dia
mempunyai siasat keji apa lagi sehingga begitu punya
keyakinan untuk cabut nyawaku dengan mudah?"
Sementara ia masih termenung, Kiu-im Kaucu telah ulapkan
tangannya sambil berkata, "Kalau toh engkau percaya kalau
dia selalu dilindungi oleh Thian, pergilah tinggalkan tempat
ini!" Tapi dengan cepat Pek Kun-gie gelengkan kepalanya.
"Aku tidak jadi pergi!" katanya.
Kiu-im Kaucu tertawa licik.
"Tidak pergi juga malah lebih baik, engkau cantik jelita dan
belum pernah kujumpai ada seorang nona yang mempunyai
paras muka secantik dirimu. Aaai! sayang Hoa Thian-hong
keparat cilik itu punya mata tidak berbiji"
"Jangan maki dirinya!" bentak Pek Kun-gie dengan gusar.
Baiklah, kalau toh engkau masih tetap tidak sadar dari
lamunanmu yang kosong, akan kubuktikan kesemuanya
dengan kenyataan, aku akan membuktikan sehingga engkau
tahu kalan Hoa Thian-hong sebenarnya sama sekali tidak cinta
kepadamu. Mendengar perkatan itu, Pek Kun-gie berdiri termangumangu,
beberapa waktu kemudian dia baru bertanya dengan
suara gemetar, "Cara api yang hendak kau gunakan untuk
membuktikan bahwa dia.... dia tidak mencintai aku!"
Kiu-im Kaucu tertawa licik.
"Cara itu sebenarnya sederhana sekali, mulai sekarang
masuklah jadi anggota perkumpulan Kiu-im-kauw kami,
anggap saja engkau sudah kena kutawan, cara ini sebenarnya
terpaksa sekali tapi apa boleh buat lagi" toh kita hanya akan
membuktikan apakah Hoa Thian-hong bakai muncul untuk
menolong dirimu atau tidak!"
"Kenapa?" seru Pek Kun-gie dengan paras muka
tercengang dan tak habis mengerti.
"Coba jawablah, seandainya aku berhasil menawan Thianhong
dalam keadaan hidup-hidup, bukankah engkau akan
pertaruhkan jiwamu untuk menolong dia hingga lolos dari
bahaya?" "Hem! kepandaian silatnya jauh lebih hebat dari engkau,
tak mungkin kau mampu untuk menawan dirinya" seru Pek
Kun-gie sambil mendengus dingin.
Kiu-im Kaucu tertawa kering.
"Jangan persoalkan kepandaian silat siapa yang lebih
tinggi, jawab saja pertanyaanku ini! andaikata aku berbasil
menangkap dirinya, apakah engkau akan menyelamatkan
jiwanya dari ancaman maut?"
"Tentu saja! tentu saja aku akan menyelamatkan
jiwanya....Hmm! andaikata engkau mencelakai jiwanya, maka
aku bersumpah tidak akan hidup berdampingan dengan
dirimu, dan selama aku masih hidup maka aku akan selalu
musuhi dirimu sehingga akhirnya engkau berhasil kubasmi dari
muka bumi!" "Tepat sekali perkataanmu itu!" seru Kiu-im Kaucu sambil
menyeringai seram, "oleh karena kau mencintai Hoa Thianhong
maka engkau larang orang lain melukai dirinya,
sebaliknya kalau Hoa Thian-hong benar-benar mencintai
dirinya maka dengan sendirinya diapun melarang siapa pun
melukai engkau, setelah engkau masuk jadi anggota
perkumpulan Kiu-im-kauw kami, apabila Hoa Thian-hong
menolong jiwamu itu berarti dia memang mencintai engkau,
sebaliknya kalau dia tidak ambil peduli tentang persoalan ini
dan tak mau tahu tentang mati hidupmu, itu berarti dalam hati
kecilnya memang sama sekali tak pernah memikirkan tentang
dirimu....!" Hoa Thian-hong yang bersembnnyi ditempat kegelapan,
diam-diam berpikir didalam hati.
"Perempuan itu sangat lihay dalam hal berbicara, entah apa
tujuannya memancing Kun Gie untuk masuk jadi anggota
perguruannya, sungguh licik ketua ini!"
Tampaklah Pek Kun-gie gelengkan kepalanya dan
menegaskan, "Aku tak mau mencoba hatinya!"
"Kenapa?" tanya Kiu-im Kaucu tercengang setelah
terperangah beberapa waktu.
"Aku mengetahui tentang perasaan hatinya dan aku
percaya kepadanya, kesemuanya itu sudah lebih dari cukup
bagiku. Hmm! cin ta berada dalam kepercayaan, tak boleh
dicoba mengertikah engkau akan teori ini?"
Kembali Kiu-im Kaucu tertawa licik.
"Aaaai, aku tak habis mengerti, kenapa di dunia terdapat
seorang perempuan yang tergila-gila oleh seorang pria hingga
kesadaran otakpun sampai terganggu."
"Aku senang begini, kau mau apa?" potong Pek Kun-gie
dengan penuh kegusaran, asal aku cinta padanya, peduli amat
dia cinta kepadaku atau tidak, itu urusan pribadiku dan kau
tak usah mencampuri urusanku itu"
Paras muka Kiu-im Kaucu yang pada dasarnya berwarna
pucat, kini lerlintas oleh hawa nafsu membunuh yang sangat
tebal tapi hanya sebentar saja telah lenyap kembali, ia tertawa
licik sambil berseru, "Kalau begiti pergilah tinggalkan tempat
ini, kalau tidak aku akan segera akan mencabut jiwamu, akan
kulihat Hoa Thian-hong akan membalaskan dendam bagimu
atau tidak?" Pek Kun-gie mendengus dingin.
"Hmm! engkau hendak mencelakai dirinya dengan
menggunakan akal licik, aku sengaja tak mau pergi, engkau
mau apa?" "Kalau begtiu, artinya engkau sudah bosan hidup didunia
dan ingin mencari kematian buat diri sendiri"
Sambil tertawa seram ketua dari perkum pulan Kiu-im-kauw
itu segera menerjang kedepan dan melancarkan sebuah
cengkeraman maut. Pek Kun-gie dengan cekatan loncat kesamping untuk
menghindarkan diri, ia singkap gaunnya dan cabut keluar
sebilah pedang lemas yang memarcarkan cahaya tajam.
Pertama-tama Kiu-im Kaucu agak tertegun, tiba-tiba satu
ingatan berkelebat dalam benaknya dan segera berseru,
"Oooh.... engkau juga menggunakan pedang lemas" apakah
ibumu yang ajarkan kepandaian itu kepadamu?"
"Engkau tak usah mencampuri urusanku!" tukas Pek Kungie
dengan ketus. Bukannya gusar, Kiu-im Kaucu malah tertawa tergelak.
"Haaaah.... haaahh.... haaahhh.... walaupuna ku sudah
lama mengasingkan diri dari keramaian dunia, tapi aku
mengetahui dan memahami semua ilmu silat yang ada didunia
serta asal usul dari manusia-manusia kenamaan da am kolong
langit." Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan, "Aku mengerti
apa sebabnya secara tiba-tiba engkau menggunakan pedang!"
Pek Kun-gie tertegun lalu tertawa dingin.


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Heehh.... heehh.... heehh.... aku menguasai beraneka
ragam ilmu silat, aku senang memakai senjata apa itu toh
urusan pribadiku sendiri, kenapa engkau musti mencampuri
urusanku?" Kiu-im Kaucu tertawa licik.
"Memang betul perkataanmu itu, mau pakai senjata apa
memang urusan pribadimu, tapi pedang lemas adalah sejeais
senjata yang paling sukar dipelajari, dari dulu engkau tidak
memiliki dasar yang cukup kuat, tak mungkin kalau tanpa
sebab engkau ganti memakai senjata lain, mungkin hal ini ada
hubungannya dengan peristiwa yang terjadi baru-baru ini...."
"Peristiwa apa?"
Kiu-im Kaucu tertawa keras, "Haahh.... haahh.... haahh....
baru-baru ini ayah mu mendapat kesempatan untuk membaca
seluruh isi catataa Kiam keng Poh kui, mungkin ia telah
ajarkan seluruh isi catatan tersebut dan menyuruh engkau
ganti belajar ilmu pedang....Hmm.... hmmmm. tebakanku ini
tidak keliru bukan?"
"Keliru besar!" teriak Pek Kun-gie dengan gusar.
Kiu-im Kaucu mengerutkan dahinya, dengan nada tak
percaya dia balik bertanya, "Dimana letak kesalahannya?"
Senyum manis tersungging diujung bibir Pek Kun-gie,
dengan wajah berseri dia menjawab, "Bukan ayahku yang
ajarkan kepandaian tersebut kepadaku, tapi Thian-hong lah
yang mewariskan kepandaian sakti itu kepadaku!"
"Eeei, kapan sih aku lelah ajarkan catatan ilmu pedang
Kiam keng Poh kui tersebut kepadanya?" batin Hoa Thianhong.
Sementara itu Kiu-im Kaucu telah tertawa seram.
"Haah.... haahh.... haahh.... perduli siapakah yang telah
ajarkan kepandaian itu kepadamu, pokoknya hari ini aku akan
menawan dirimu, akan kulihat apakah ada orang yang akan
menolong engkau atau tidak?"
Laksana sambaran kilat, ia segera menerjang kedepan
sambil melancirkan sebuah totokan....
Setelah perempuan tua itu ambil keputusan untuk
menawan orang, tentu saja sulit bagi Pek Kun-gie untuk
melarikan diri. Hoa Thian-hong yang bersembunyi ditempat kegelapan
segera menyadari akan mara bahaya yang mengancam Pek
Kun-gie, ia tahu apabila dirinya tidak muncul tepat pada
waktunya, gadis itu niscaya akan terjatuh ketangan Kiu-im
Kaucu. Menyadari betapa kritisnya situasi pada waktu itu, tanpa
banyak pikir lagi si anak muda itu segera munculkan diri,
dengan suara dalam serunya, "Kaucu, harap ampuni
jiwanya.... sambutlah penghormatan dari aku orang she Hoa"
Kiu-im Kaucu amat terperanjat, cepat-cepat ia melayang
kembali ketempat semula. Rasa malu bercampur gusar berkecamuk dalam dadanya,
diatas paras mukanya yang pucat tiada berdarah terlintas
warna merah dadu karena jengah, katanya dengan dingin,
"Hmm! aku mengira untuk selamanya engkau akan
menghindari diriku, tak tahunya ada juga waktunya untuk
terpaksa munculkan diri dari tempat persembunyiannya"
Mendengar perkataan itu, Hoa Thian-hong segera berpikir
didalam hatinya, "Meskipun orang ini amat licik dan
berbahaya, tapi masih punya perasaan malu, ia tahu orang tua
menganiaya kaum muda adalah suatu perbuatan yang
memalukan, kalau dibandingkan kawanan iblis dimasa lalu, dia
memang mempunyai moral yang jauh lebih tinggi....!"
Berpikir sampai disitu ia segera tertawa nyaring, setelah
menjura ujarnya lagi, "Aku dengar kaucu berdiam dirumah
penginapan Tiang seng dipintu kota sebelah utara, sekarang
aku memang bermaksud untuk menyambangi dirimu disana!"
Diam-diam Kiu-im Kaucu merasa amat terperanjat, ia sama
sekali tidak menyangka kalau Hoa Thian-hong mengetahui
tentang jejaknya, dengan cepat dia balas memberi hormat
sambil menyahut, "Kata menyambung kalau tak berani
kuterima, sejak kau menikah sampai sekarang, aku belum
sempat memberi selamat kepadamu, harap suka
dimaafkan...." "Kalau terlalu sungkan!" kata Hoa Thian-hong sambil
tertawa, sorot matanya segera dialihkan ke arah Pek Kun-gie.
Sementara itu gadis she Pek itu berdiri dengan air mata
bercucuran, sorot matanya yang sayu memandang wajah Hoa
Thian-hong tanpa berkedip, diatas wajahnya yang suram
tersungging satu senyuman manis, bibirnya bergetar seperti
mau mengucapkan sesuatu namun tak sepatah katapun yang
kedengaran. Selama beberapa hari gadis ini tak enak makan tak
nyenyak tidur, dia hanya berharap bisa bertemu dengan
kekasih hatinya, dan sekarang setelah orang yang diimpiimpikan
telah muncul didepan mata, ia merasa hatina remuk
rendam, sakit sekali bagaikan di sayat dengan pisau tajam.
Banyak rintangan yang telah dihadapi, banyak kesedihan
yang telah dialami dan sekarang kekasih hatinya muncul
didepannya, tapi ia tak dapat menubruk kedepan dan
berbaring dalam pelukannya, banyak kata mesrah ingin
diutarakan tapi tak sepatah katapun dapat dilontarkan keluar,
yang ada hanya kesedihan, kesengsaraan serta siksaan batin
yang tak terlukiskan hebatnya.
Lama sekali ia termenung akhirnya tersungginglah satu
senyuman diatas wajahnya yang murung dan sayu, bibirnya
bergetar keras dan muncullah serentetan suaara yang amat
lirih, "Thian.... Hong....!"
Dua barisan air mata jatuh berlinang membasahai pipinya.
Hoa Thian-hong merasakan hatinya amat sakit, pikirnya,
"Selama ini dia selalu mencintai aku, kalau tak ada diriku maka
sering kali dia menganggap aku telah sehari dengan dirinya,
dia selalu mengatakan kalau aku cinta kepadanya, bahkan
sekarang dihadapan Kiu-im Kaucu pun bersikap demikian,
kalau aku bersikap agak dingin kepadanya maka dia pasti
akan kehilangan muka, betapa jengah dan malunya nanti...."
Sebagai seorang pria yang cukup romantis, dia tak tega
membuat seorang gadis sengsara dan malu karena urusan
kecil, tanpa sadar dia ulurkan tangannya kedepan dan
mengape ke arah gadis itu.
Maksudnya dia suruh Pek Kun-gie mendekati ke arahnya
dan berdiri diaampingnya, tapi ia sama sekali tak tahu kalau
gerakannya yang amat sederhana itu telah disalah artikan oleh
dara tadi, bagi sang gadis yang sedang dimabok cinta, ia telah
mengartikan uluran tangan itu sebagai suatu maksud yang
amat mendalam.... Mula-mula Pek Kun-gie agak tertegun, kemudian dengan
badan gemetar tiba-tiba ia menjerit sambil menangis,
"Oooh....Thian-hong."
Dia segera menubruk kedepan dan menjatuhkan diri
kedalam pelukan si anak muda itu.
Dalam kejut dan girangnya, dara itu telah melupakan
segala-galanya, isak tangis tak dapat dikendalikan lagi dan
meluncurlah dari balik bibirnya.
Pada saat ini ia peluk tubuh Hoa Thian-hong erat-erat,
jatuhkan diri kedalam rangkulannya dan menangis tersedusedu,
dalam sekejap mata pakaian si anak muda itu sudah
basah oleh air mata, sambil membelai rambat Kun Gie yang
panjang, bisiknya dengan lembut, "Jangan menangis,
berdirilah kesamping.... aku akan beradu kepandaian lebih
dahulu dengan Kiu-im Kaucu...."
Belum habis dia berkata, mendadak dari dalam rumah
penginapan berkumandang suara yang amat gaduh, suara itu
amat lirih dan tak begitu jelas tapi serentetan suitan panjang
yang tinggi melengking segera menyusul dibelakang dan
menggema di angkasa. Hoa Thian-hong amat terperanjat, ia segera menengadah
dan menyaksikan sesosok bayangan manusia sambil
mengempit seseorang melayang kekar dari halaman belakang
rumah penginapan itu, sambil membawa suitan panjang yang
melengking laksana sambaran kilat orang itu kabur menuju ke
arah selatan. Gerak tubuh orang itu sangat cepat dan sama sakali tidak
berada dibawah kepandaian Hoa Thian-hong maupun Kiu-im
Kaucu, pekikan nyaringnya membelah kesunyian ditengah
malam buta, hanya sebentar saja bayangan hitam tadi sudah
lenyap dari pandangan mata.
Pada saat yang bersamaan, Kiu-im Kaucu pun berlalu
dengan gerakan yang amat cepat, dalam sekejap mata ia
sudah mengejar jauh kedepan dan lenyap dibalik kegelapan.
Hoa Thian-hong amat terperanjat, kepada Pek Kun-gie
segera serunya dengan hati cemas, "Cepat pulang kerumah,
dan jangan sembarangan pergi ke-mana-mana.... tahu?"
Tanpa menunggu jawaban ia segera loncat turus dari atas
atap rumah dan didalam dua kali loncatan ia sudah tiba
dirumah penginapan, dengan gerak tubuh yang sangat cepat
ia menerjang masuk kedalam ruangan dimana ibunya berada.
Terlihatlah pintu kamar sudah diterjang orang sehingga
hancur jadi berpuluh-puluh keping dan tersebar dimana-mana,
dinding ruang an ambruk selebar tiga empat depa, hancuran
kayu dan batu bata berterakan dimana-mana, bahkan
pembaringanpun sampai penuh debu.
Ketika ia melayang turun didalam ruangan itu tampaklah
Hoa Hujin, Tio Sam-koh, Chin Wan-hong dan Siau Ngo-ji
berkumpul diluar kamar, kecuali Hoa Hujin masih bersikap
tenang, paras muka tiga orang lainnya boleh dibilang telah
berubah hebat. Setelah mengetahui kalau keempat orang itu berada dalam
keadaan selamat, Hoa Thian-hong merasa hatinya lega sekali,
ia mendekati ibunya seraya berbisik, "Ibu, tentunya engkau
sangat terkejut?" Hoa Hujin tersenyum. "Engkau telah anggap aku sebagai nenek tua dari dusun
yang sama sekali tak berguna?"
Tiba-tiba Chin Wan-hong berseru, "Engkoh Hong, kabut kiu
tok ciang tidak mungkin bisa ditarik kembali, kita harus cepatcepat
memusnahkannya daripada terhembus angin dan
menyebar kemana-mana sehingga meracuni mereka yang tak
bersalah." "Lalu bagaimana caranya untuk memusnahkan kabut
beracun itu?" "Untuk memusnahkan pengaruh dari kabut racun itu sih
mudah sekali, justru aku kuatir kalau sampai membakar
rumah ini sehingga menimbulkan kebakaran!"
"Tidak jadi soal, musnahkan kabut beracun itu dan aku
akan berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang bakal
terjadi." Sementara itu para tamu yang menginap dirumah
penginapan tersebut telah terbangun dari tidurnya karena
terperanjat, mereka sama-sama bergerombol disekitar sana
menonton keramaian. Chin Win Hoog segera meminjam lilin yang dibawa salah
seorang tamu dan sekali sentil, cahaya api dengan cepatnya
meluncur kedepan menyambar ketengah ruangan yang penuh
dengan debu itu. Ledakan keras terjadi, cahaya api menjilat keempat
penjuru, tapi Hoa Thian-hong bertindak cepat, telapak kirinya
segera diayun kedepan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Weeess....! desiran angin tajam menderu-deru, termakan
oleh kekuatan yang terpancar dari angin pukulan, bunga api
itu menggumpal jadi satu membentur bulatan api yang
menggelinding diudara, hanya dalam sekejap mata cabaya api
tadi sudah padam. Menyaksikan kedahsyatan itu, Siau Ngo-ji segera berteriak
keras, "Waaduuh.... ilmu silat apaan itu?"
"Bocah ingusan, ilmu telapak tak bisa kau bandingkan
deagan ilmu pedang!" seru Tio Sam-koh sambil tertawa.
Hoa Thian-hong pun tersenyum, ujarnya, "Pukulan itu
adalah jurus Kun siao ci tao dari Ciu It-bong, aaai.... sayang
orang berbeda jalan sehingga harus menerima akhir yang
mengenaskan, kalau dihitung-hitung aku masih berhutang
budi kepada dirinya"
Tiba-tiba Siau Ngo-ji menuding keatas wajah Hoa Thianhong
dan berseru dengan nada tercengang, "Eeei.... Hoa
toako, engkau barusan menangis!"
"Aaah.... ngaco belo apa lagi yang hendak kau katakan"!"
seru Hoa Thian-hong sambil tertawa paksa.
Ia segera berpaling ke arah lain.
Sementara itu orang yang menonton keramaian berkumpul
kurang lebih beberapa tombak jauhnya, dari beberapa orang
itu, setelah ditegur oleh Siau Ngo-ji sehingga Hoa Thian-hong
buru-buru harus berpaling ke arah lain untus
menyembunyikan bekas air mata yang belum Kering, secara
tiba-tiba ia temukan ada sepasang biji mata yang jeli sedang
awasi pula dirinya dari balik kerumunan orang banyak, tapi
sewaktu melihat pemuda itu berpaling ke arahnya, orang itu
buru-buru menyembunyikan diri.
Tak usah diawasi dengan lebih seksama lagi, si anak muda
itu tahu kalau orang itu bukan lain adalah Pek Kun-gie, diamdiam
dia merasa amat murung bercampur kuatir, pikirnya,
"Dia begitu terpikat olehku, mungkin gadis itu bisa mengikuti
aku sampai ke wilayah San see.... waahh.... bagaimana
caranya aku selesaikan persoalan ini?"
Tiba-tiba pemilik rumah penginapan munculkan diri, setelah
memberi hormat ia bertanya, "Tuan.... see.... sebenarnya....
apa yang telah terjadi?"
Hoa Thian-hong segera tarik kembali lamunannya dan
menyahut, "Oooh.... barusan ada pencuri mau mengambil
barang milik kami, kamar ini sudah tak dapat dipakai lagi,
apakah masih ada kamar yang lain?"
Chin Wan-hong yang berada disamping segera
menyambung, "Semua kerugian yang terjadi ditempat ini akan
kami ganti, hitunglah semua kerusakan dan minta uang
gantinya besok pagi!"
"Ooh.... tak usah diganti, tak usah diganti....!" seru pemilik
rumah penginapan itu berulang kali.
Kemudian dengan cepat ia mendekati searang pedagang
yang ikut tonton keramaian dan membisikkan sesuatu dengan
suara yang amat lirih. Pedagang itu tampak agak terperanjat, dengan muka
penuh rasa hormat ia segera berkata, "Ooooh.... tentu harus
mengalah! sudah sepantasnya mengalah.... aku segera akan
membereskan barang-barang milikku!"


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia putar badan dan segera berlalu. Hoa Thian-hong yang
mempunyai daya pendengaran yang amat tajam, sempat
menangkap pembicaraan tersebut, ia lihat ketika pemilik
rumah penginapan itu menyebut namanya dan minta
pedagang itu pindah ke lain kamar, hatinya jadi merasa tak
enak di samping itu diapun tahu kalau Pek Kun-gie belum
berlalu dari sana karena kuatir ketahuan maka hatinya jedi
kebat kebit tak karuan, peluh dingin tanpa terasa membasahi
seluruh tubuhnya. Beberapa saat kemudian pemilik rumah penginapan itu
telah muncul kembali dan mempersilahkan mereka untuk
masuk kedalam kamar. Orang-orang yang menonton keramaianpun segera pada
bubaran, diam-diam Hoa Thian-hong melirik ke arah orangorang
yang bergerombol itu setelah dilihatnya Pek Kun-gie
tidak berada diantara mereka, tanpa terasa ia
menghembuskan nafas panjang dan membimbing ibunya
masuk kedalam kamar. Dalam kamar tersebut baik diluar maupun didalam ruangan
terdapat tempat tidur, Hoa Thian-hong melirik kembali keluar
pintu kemudian dalam hati kecilnya diam-diam berdoa
"Budak bodoh, cepat-cepatlah pulang kerumah dan tak
usah berkeliaran lagi disekitar tempat ini.... apalagi berdiri
seperti orang bodoh didepan jalan...."
Habis berdoa ia segera menutup pintu kamarnya.
Dalam pada itu, Hoa Hujin telah bersandar diatas
pembaringan, ujarnya dengan lirih, "Seng ji, apakih engkau
sudah berjumpa dengan musuh" kenapa begitu cepat telah
kembali kemari?" "Ananda berbicara dengan Kiu-im Kaucu diseberang jalan
sana, pertarungan belum sampai berlangsung, ketika
mendengar suara gaduh Kiu-im Kaucu segera mengejar orang
itu sedang ananda segera kembali kemari....!"
Mendengar perkataan itu, sepasang biji mata Siau Ngo-ji
yang jeli segera berputar kesana kemari kemudian berhenti
diatas dada Hoa Thian-hong yang basah, diam-diam dia
menunjukkan muka setannya.
Tanpa sadar Hoa Thian-hong ikut menundukkan kepalanya
memandang keatas dada sendiri, ia lihat pakaian bagian
dadanya masih basah, dan tempat itu bukan lain adalah
tempat yang basah terkena air mata dan Pek Kuti Gie tadi.
Kenyataan tersebut membuat hatinya jadi gugup dan kebat
kebit tak karuan, cepat-cepat ia geserkan badannya dan
berdiri membelakangi cahaya lentera.
Ketika dia kembali kerumah penginapan tadi, air mata yang
menodai pipinya belum kering dan semua orang dapat melihat
akan hal itu, tapi tak ada seorang pun yang meraruh curiga
terhadap kejadian tersebut, semua orang tahu pemuda itu
gelisah karena memikirkan keselamatan dari ibunya sehingga
mengucurkan air mata, oleh sebab itu Tio Sam-koh yang
biasanya cerewetpun sama sekali tak mengajuhkan suatu
pertanyaanpun. Siau Ngo-ji adalah bocah nakal yang cerdik, diapun paling
teliti memeriksa keadaan orang, dengan kebiasaannya itulah
bocah tadi berhasil temukan tanda yang sukar diduga orang.
Hoa Thian-hong yang telah berbuat sesuatu tanpa ingin
diketahui orang lain jadi kuatir sekali apabila Siau Ngo-ji
berteriak, dengan muka penuh senyuman ia berkata, "Aku
lihat orang yang kabur itu mengempit seseorang, aku mengira
salah seorang anggota keluarga kita ada yang kena tangkap
karena itu hatiku merasa amat gelisah. Siau Ngo-ji, tentunya
engkau juga dibuat terkejut bukan?"
Siiu ngo ji tertawa cekikikan.
"Hiiihh.... hiiihh.... hiiihhh enso sangat baik kepadaku,
membelikan pakaian baru, celana baru, sepatu baru untukku
dan membantu pula menyisiri rambutku, hatiku akan selalu
condong kepadanya, karena perasaan istimewa ini aku selalu
kuatir apabila toako sampai berjumpa dengan seorang
manusia yang lihay dan kena ditawan olehnya.... kalau sampai
begitu kan berabe...."
Hoa Thian-hong mengerti bahwa dibalik perkataannya
masih terdapat perkataan lain, buru-buru ia tertawa kering
dan alihkan pokok pembicaraan kesoal lain.
"Sebenarnya siapa sih yang telah melakukan sergapan
ketempat ini sehingga dinding tembokpun jadi jebol" ibu
cepatlah cerita kepadaku!"
Hoa Hujin tertawa. "Kali ini jasa Siau Ngo-ji paling besar, biarlah dia saja yang
bercerita!" "Benar! Siau Ngo-ji memang paling pandai bicara" sokong
Hoa Thian-hong. Siau Ngo-ji cepat-cepat goyangkan tangannya berulang kali
seraya berseru, "Eeeei eeeeeii kalau ada persoalan dapat kita
rundingkan secara baik-baik, toako! engkau tak usah
menyanjung-nyanjung diriku"
Setelah berbatuk ringan, dia melanjutkan
"Kesuksesan yang berhasil kita capai hari ini tidak lain
adalah berkat kelihayan dari enso, aku tak berani rebut pahala
ini ini, enso! lebih baik engkau saja yang berbicara kepada
toako, agar rasa kejutnya dapat segera hilang"
Chin Wan-hong adalah seorang perempuan yang jujur dan
polos, tentu saja dia tak tahu kalau kedua orang itu sedarg
main setan, dia segera berpaling kepada mertuanya sambil
berkata, "Ibu, kalau engkau hendak beristirahat, biarlah kami
bercakap-cakap ditempat luar saja!"
"Fajarpun sebentar lagi akan menyingsing, mari kita
bercakap-cakap di sini saja kemudian segera lanjutkan
perjalanan, nanti aku akan tidur dalam kereta saja!"
Dengan lembut Chin Wan-hong menganguk, kepada
suaminya dia segera berkata, "Setelah engkau pergi maka
akupun siapkian kabut beracun disekitar ruangan, Siau Ngo-ji
bilang lebih baik kita pasang jebakan disegala penjuru
ruangan, agar orang yang berani menyergap kesitu segera
terjatuh kedalam perangkap dan tak bisa kabur lagi, aku turuti
jalan pikirannya itu dan segera mengatur dua tempat jebakan
diluar pintu" Sementara pembicaraan sedang berlangsung, diam-diam
Hoa Thian-hong mengerahkan tenaga dalamnya untuk
mengeringkan pakaiannya yang basah oleh air mara,
kemudian sambil tersenyum dia bertanya, "Jebakan apakah
yang telah kau siapkan?"
Kami minta ibu untuk memperhitungkan gerak langkah
yang bakal dilakukan pihak musuh, sebab andaikata orang
yang melakukan sergapan itu adalah seorang jago lihay kelas
satu, maka begitu mendorong pintu kamar dan merasakan
adanya racun disekitar tempat itu, dengan cepat dia pasti
akan mengundurkan diri, dalam keadaan demikian....
Ketika Siau Ngo-ji menyaksikan ensonya bicara ragu-ragu,
tak tahan lagi dia segera menyambung, "Kami telah letakkan
sebaskom air bekas cuci kaki keatas tiang pengtari dan
mengikat baskom itu dengan seutas tali yang di hubungkan
dengan pintu, apabila pintu terbuka maka baskom berisi bekas
air cuci kaki itu akan tumpah, dan apabila orang itu mundur
kembali air kotor itu dengan tepat akan menimpa batok
kepalanya...." "Kenapa musti pakai air bekas cuji kaki?" tanya Hoa Thianhong
sambil tertawa. Menurut bibi, apabila yang datang adalah jago sebangsa
Pia Leng-cu maka guyuran iir tersebut tak mungkin bisa
menimpa tubuhnya, kalau air itu diberi racun maka jika
meleset dari sasaran kan sayang sekali, oleh sebab itu kami
putuskan untuk menggunakan air bekas cuci kaki, untuk
melengkapi kebutuhan kami ini, nenek Sam popo secara
khusus telah cuci kakinya satu kali"
"Kentut busuk", bentak Tio Sam-koh dengan gusar!, malam
yang mana aku nenek tua tak pernah cuci kaki" siapa bilang
aku cuci kaki secara khusus?"
"Benar.... benar....!" seru Siau Ngo-ji dengan gelisah, nenek
Sam popo setiap hari memang cuci kaki...."
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan, "Menurut bibi,
apabila orang itu merasakan sesuatu yang aneh muncul dari
atas kepalanya, maka jikalau orang itu adalah Pia Leng-cu
atau Kiu-im Kaucu, mereka pasti akan menghindarkan diri ke
arah samping kanan, sebaliknya kalau orang itu adalah jago
lihay dari Mo-kauw, mereka pasti akan menghindar sesamping
kiri, karena pendapat tersebut maka kami meletakkan sedikit
obat racun yang setaraf lihaynya dengan kabut kiu tok ciang
disisi sebelah kanan, jika ada orang menghindar kesana dan
bubuk racun terhembus angin maka racun itu segera akan
berterbangan keangkasa, dan apabila Pia Leng-cu atau Kiu-im
Kaucu yang datang, mereka pasti akan menggeletak keatas
tanah." Hoa Thian-hong terpikir sebentar, kemudian berkata, "Ilmu
langkah Huan im tun hoat atau bayangan semua lolos di
angkasa dari pihak Mo ku memang berputar menurut
kebalikan dari tangkah Tay kek, dan itu berarti mundurnya ke
arah sebelah kiri, apa yang telah kalian siapkan disana?"
"Hiihh.... hiihh.... hiihh.... air dewa!" jawab Siau Ngo-ji
sambil tertawa cekikikan "Air dewa?" "Air kencing dari bocah keparat itu!" teriak Tie Sam-koh
dengan suara keras. Hoa Thian-hong tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.... haaah.... haaahhh masa air kencingpun bisa
dipakai untuk melawan musuh lalu apakah alasannya sehingga
jebakan yang dipasang dikedua belah pihik terbagi atas yang
ringan dan yang berat?"
Siau Ngo-ji tak menjawab pertanyaan itu sebaliknya sambil
tertawa dia balik bertanya, "Ketika toako baru saja kembali
keruangan ini, apakah engkau tidak mencium bau pesing?""
"Kenapa" oooh.... jadi yang datang adalah orang-orang dari
perkumpulan Mo-kauw?"
"Perkataanmu tepat sekali, anakan iblis cilik terkena kabut
racun Kiu tok ciang dan roboh seketika, dalam gugupnya
gembong iblis tua menyepak pispot isi air kencingku hingga
tumpah, karena ketakutan ia segera melarikan diri terbiritbirit."
"Kalau cerita yang agak jelas dong!" sela Hoa Thian-hong
sambil tertawa. Siau Ngo-ji ambil sebuah cawan air teh dan meneguk habis
isinya, kemudian ujarnya lagi, "Enso bilang kabut kiu tok ciang
tidak tersedia dalam jumlah banyak, maka hanya bisa
disebarkan dibelakang pintu, sedang obat pemabok Mi hun
san adalah bubuk obat yang mempunyai.... eeei Enso,
mempunyai apa....?" "Mempunyai perbedaan dalam bentuk tapi persamaan
dalam kasiat!" "Aaah! benar, mempunyai perbedaan dalam bentuk tapi
sama dalam kasiat sambung Siau Ngo-ji sambil menepuk
kepalanya, sayang jumlah yang tersediapun tidak banyak dan
cuma bisa disebar disuatu sudut yang sama!"
Setelah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh,
"Menurut jalan pikiranku, andaikata kita berhasil menangkap
Pia Leng-cu maka hal ini jauh lebih baik lagi, bukan saja kita
dapat lenyapkan seorang musuh besar, bahkan dapat pula
merampas kembali pedang emas yang berada ditangannya,
bukankah itu berarti sekali tepuk mendapat dua lalat"
sebaliknya kalau bangsat dari Mo-kauw adalah jago yang
paling lihay dari perkumpulannya, kitapun bisa tangkap iblis
itu dan sekali bacok menghabisi nyawanya, sekalipun anak
murid dan cucu muridnya mencari balas buat kami juga tak
mengapa.... sebaliknya kalau bajingan itu hanya jago kelas
dua belaka dari perkumpulan Mo-kauw maka kalau kita bunuh
orang itu, maka segera akan mengundang kembali kehadiran
jago yang lebih lihay.... dalam keadaan seperti ini kita toh
tidak bakalan rugi" "Sungguh hebat daya pikiranmu! puji Hoa Thian-hong
sambil acungkan jempolnya.
Siau Ngo-ji melirik sekejap ke arah pakaian dada Hoa
Thian-hong, ketika dilihatnya bagian yang basah telah
mengering, dia segera tertawa kembali sambil berseru
"Toako, sekarang engkau sudah boleh tak usah
menyanjung diriku lagi!...."
"Jangan ngaco belo tak karuan, bicara lah yang serius!"
tegur Hoa Thian-hong sambil tertawa.
Siau Ngo-ji berhenti sebentar, kemudian sambungnya lebih
jauh, "Oleh karena itu kami letakkan bubuk racun pemabok itu
disebelah kanan, khusus lami tujukan untuk menghadapi Pia
Leng-cu atau Kiu-im Kaucu, sedangkan air dewaku diletakkan
disebelah kiri untuk disuguhkan kepada tamu-tamu dari pihak
Mo-kauw.... Heehh.... heehh.... baru saja pekerjaan kami
selesai, eeei.... yang ditunggu-tunggu telah datang!"
"Apakah waktu itu semua orang berada didalam kamar?"
"Benar, sebenarnya aku ingin mengintip keluar untuk
melihat situasi, tapi karena ilmu silat yang kumiliki terlalu
dangkal, si apapun tidak setuju kalau aku keluar dari pintu!"
"Bagaimana kemudian"! tanya Hoa Thian-hong lagi sambil
tertawa. "Kemudian.... waah! suatu pertunjukkan baguspun
berlangsung, tanpa mendergar sedikit suarapun tiba-tiba
palang pintu kamar putus dengan sendirinya dan pintupun
segera terbentang lebar, dari luar pintu menerjang masuk
seorang marusia berbaju kening, siapa tahu baru saja kakinya
menginjak pintu kamar tiba-tiba ia roboh terkapar diatas
lantai, sementara disisi pintu telah bertambah dengan seorang
makhluk tua berbaju kuning pula, sungguh cepat gerak-gerik
makhluk tua itu, entah bagaimana caranya tahu-tahu ia sudah
menyambar kaki makhluk cilik dan menyeretnya keluar dari
kamar, tidak meleset dari dugaanku.... ooh.... bukan! bukan....
tidak meleset dari dugaan bibi, ia memang benar-benar
berbelok seperti yang diharapkan"
"Eeei.... bagaimana sih ceritanya?"
Bagaimana lagi" karena terperanjat makhluk tua baju
kuning itu loncat mundur ke belakang dan cepat mundur
kebelakang tiang penglari yang sudah kami pasang alat
jebakan, tak ampun lagi air cuci kaki dari nenek Sam-popo
segera tumpah kebawah dan hampir saja mengguyur kepala
makhluk tua tersebut, dengan cepat makhluk tua itu
menengadah dan melancarkan sebuah pukulan udara kosong
dengan jurus mendorong jendela memandang rembulan,
baskom berisi air cuci kaki itu kontan mencelat entah kemana,


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diikuti suara gaduh yang sangat keras, pispot berisi air kencing
ikut tersambar sampai tumpah tak karuan, ia segera menjerit
bagaikan babi disembelih, tanpa buang waktu lagi segera
melarikan diri terbirit-birit...."
"Hmm! rupanya engkau suka sekali mendengar kisah cerita
dari orang-orang yang jual dongeng dialun-alun?" goda Hoa
Thian-hong sambil tertawa.
Siau Ngo-ji mengerutkan dahinya.
Mendengarkan orang jual dongeng" Hmm dikota Lok yang
banyak dijumpai orang seperti itu, dirumah minum teh yang
tersohor pun ada lima orang tapi cerita Hong sin pang dari
Sun ji macu manusia topeng itu paling menarik, aku adalah
tamu terhormatnya yang sudah menjadi langganan tetap
walaupun hujan badai aku tetap selalu hadir
"Huuuhh! tamu terhormat apa" paling-paling tamu di
kolong meja!" ejek Tio Sam-koh sambil mencibirkan bibirnya.
Siau ngoji kontan melotot, teriaknya, "Eeeei nenek sam
popo! seorang pria sejati tak takut berasal dari kalangan
rendah kalau tak punya uang sih diatas meja atau di kolong
meja juga sama-sama mendengarkan!"
"Bocah busuk!" maki Tio Sam-koh dengan marah, "kenapa
matamu melotot-melotot" pingin minta hadiah ditempeleng
yaa?" Aku tidak takut ditempeleng, kalau ada alasan yang kuat
dan benar, aku harus beri penjelasan sampai terang.
Hoa Hujin tertawa geli, ia segera bangkit dan duduk
dipembaringan, kemudian tegurnya, "Siau Ngo-ji, jangan
ribut-ribut lagi! mari aku beri pelajaran ilmu silat kepadamu,
tapi kalau engkau tidak tekun, jangan salahkan kalau nenek
Sam popo benar-benar akan menghadiahkan sebuah
tempelengan kepadamu."
Kletak.... keetak....! bunyi roda kereta kuda yang berputar
dengan cepat diatas jalan berbatu, ditengah sorot cahaya
sang surya yang telah condong kesebelan barat, rombongan
dari Hoa Hujin memasuki kota Lok yang.
Ketika kereta masuk sedalam kereta, seorang pengemis
cilik loncat naik keatas kereta dan membisikkan sesuatu kesisi
telinga Siau Ngo-ji. Bocah yang duduk diatas kursi kusir segera mengangguk
sambil berseru, "Aku sudah tahu!
"Apakah mendapat kabar dari Ko toako mu?" buru-buru
Hoa Thian-hong bertanya. Siau Ngo-ji gelengkan kepalanya.
"Kabar dari Haputule, dia bilang ada urusan yang harus
segera dikerjakan, untuk sementara waktu dia tak akan
berjumpa dengan toako"
Kemudian kepada sang kusir kereta serunya pula, "Hey
kusir, belok kekiri! "
Kusir kereta segera putar kemudi dan berbelok kesebelah
kiri, beberapa saat kemudian sampailah mereka didepan
sebuah sebuah penginapan....
Setelah mendapat kamar, ketiga orang perempuan itu
segera mandi dan tukar pakaian, sedang Siau Ngo-ji tarik Hoa
Thian-hong kesamping ruangan sambil berbisik, "Setelah
makan malam nanti, mari kita jalan-jalan ke kota dan mencari
musuh, kalau bisa kita bekuk dulu gembong-gembok iblis itu
agar pada gelagapan dan tahu kelihayan kita"
0000O0000 65 SIAPA yang kau maksudkan"! tanya Hoa Thian-hong.
Perduli amat siapakah orang itu, Kiu-im Kaucu juga boleh,
imam tua juga boleh atau gembong iblis dari Mo-kauw juga
lumayan, asal mereka menginap didalam kota, aku pasti
berhasil menyelidikinya"
Hoa Thian-hong segera gelengkan kepalanya.
"Caramu itu tak bisa digunakan, kabut racun kiu tok ciang
sudah kita gunakan, aku tak dapat meninggalkan ibuku
dengan begitu saja" Siau Ngo-ji segera busungkan dada sambil berseru lirih,
"Jangan kuatir, kota Lo yang adalah daeah kekuasaanku,
tanggung beres, tak mungkin bisa terjadi sesuatu yang ada
diluar dugaan" "Tidak mungkin!" kembali Hoa Thian-hong gelengkan
kepalanya, "sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya toh
jatuh pula keatas tanah, lebih baik kita jangan lakukan
tindikan yang terlalu mengundang resiko besar"
Tertegun Siau Ngo-ji mendengar jawaban tersebut, kembali
ia barbisik lirih, "Sebelah timur kota Lok yang merupakan
pusat segala hiburan dan keramaian kota"
"Pusat segala keramaian?"
"Benar! pusat dari segala keramaian dan hiburan kota!"
seru Siau Ngo-ji dengan gelisah, "ditepi jembatan Lok yang
ada pasar malam, ramainya bukan kepalang, mau makan
apapun aku bisa mendapatkannya secara gratis!"
Mendengar perkataan itu, Hoa Thian-hong segera berpiir
didalam hatinya, "Oooh.... rupanya dia cuma ingin bermainmain
belaka, hampir saja hatiku tertarik oleh obrolannya!"
Berpikir sampai disitu, dia segera gelengkan kepala
berulang kali sambil berkata, "Aku tak akan keluar dari pintu
rumah, engkaupun tak boleh keluar tinggalkan tempat ini,
kalau lain kali ada kesempatan maka akan kubawa dirimu
untuk pesiar segala penjuru dunia, kemana engkau suka
kesitu aku temani engkau untuk bermain"
Siau Ngo-ji segera mengerutkan dahinya erat-erat.
"Aku sama sekali tidak ingin bermain!" keluhnya, "Haputule
itu bodoh dan tidak mengerti adat istiadat dari orang
Tionggoan, kalau sampai ketemu Pia Leng-cu, bisa-bisa
jiwanya ikut melayang!"
"Ooh.... serius amat persoalan ini!" seru Hoa Thian-hong
dengan alis mata berkenyit.
"Oleh sebab itulah kita harus keluar rumah untuk
mencarinya, dan lagi dia pasti mempuayai alasan tertentu
sehingga menyembunyikan diri dikegelapan, kita harus
menanyakan persoalan ini kepadanya!"
Tiba-tiba pitu kamar terbuka, dan Tio Sam-koh munculkan
diri sambil berteriak, "Siau Ngo-ji, tingkah lakumu sangat
mencurigakan, apa lagi yang sedang kau bicarakan?"
Buru-buru Siau Ngo-ji loncat kedepan dan menyahut sambil
tertawa, "Ooh.... tidak apa-apa, toako sedang mambicarakan
soal ilmu silat dengan aku, nenek Sam Popo engkau silahkan
cuci kaki, air bekas cuci kakimu jangan sampai tumpah lho!
baunya.... huuh, sedap...."
Tio Sam-koh mendengus dingin, ia jewer telinga Siau Ngo-ji
dan menyeretnya masuk kedalam kamar.
Lewat beberapa saat kemudian, arak dan sayur telah
dihidangkan, beberapa orang itu duduk mengitari meja dan
santap bersama-sama. Hoa Thian-hong tidak minum arak dihadapan ibunya, lebihlebih
Chin Wan-hong sebagai seorang perempuan yang
menjaga gengsi, ia menghindari minuman keras seperti itu,
hanya Siau Ngo-ji seorang yang ribut minta arak walaupun
begitu takaran minumannya terbatas sekali, cuma secawun
kecil. Selesai bersantap, biji mata Siau Ngo-ji mengerling tiada
hentinya memberi kode kepada Hoa Thian-hong, tapi pemuda
itu pura-pura tidak melihat dan sama sekali tidak menggubris
kerlingan itu. Tiba-tiba Hoa Hujin tertawa dan menegur, "Siau Ngo-ji,
engkau ingin keluar rumah untuk bermain-main?"
"Tidak! aku tidak ingin! buru-buru Siau Ngo-ji gelengkan
kepalanya berulang kali", aku adalah penduduk asli kota Lok
yang, sudah bosan aku bermain disekitar tempat ini lagipula
sudah tak ada tempat lain yang menarik bagiku, buat apa
musti lelah keliling kota?"
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan, "Barusan ada
orang mencari aku untuk diajak main, tapi aku segera
menolak ajakannya!" "Siapa sih yang ajak engkau" kenapa aku tak melihat?"
tanya Hoa Thian-hong keheranan.
Mereka bersembunyi ditempat kegelapan, kalau toako tidak
memper-hatikan tentu saja tidak melihat, meskipun kami
adalah teman lama namun tidak pergi juga tidak menjadi soal.
"Kalau begitu jangan pergi" seru Chin Wan-hong, "daripada
menggangu pelajaran silatmu!"
Siau Ngo-ji anggukkan kepalanya berulang kali
Perkataan enso memang benar!
Tiba-tiba dengan wajah merengek dia melanjutkan,
"Mungkin sampai sekarang mereka masih menunggu aku
diluar, biar kusuruh mereka pulang dulu."
Hoa Hujin tertawa geli menyaksikan tingkah lakunya yang
kocak, ia segera berseru, "Sudahlah, tak usah berpura-pura
lagi....! pergilah bermain sebentar besok pagi engkau harus
tinggalkan kota Lok yang, sudah sepantasnya kalau minta diri
lebih dahulu kepada sahabat-sahabat lamamu!"
"Benar! kita semua adalah teman-teman sewaktu masih
berkaki telanjang, sekarang aku sudah bersepatu, kalau aku
tidak temui mere ka mungkin orang lain akan mengatakan aku
jadi sombong dan lupa teman"
"Kami masih punya sedikit uang, berapa banyak sih temantemanmu
itu...." kita hadiahkan sepasang sepatu baru buat
setiap orang!" Siau Ngo-ji goyangkan tangannya berulang kali.
"Bukan.... bukan begitu maksudku! bertelanjang kaki
artinya masih miskin dan menganggur, memakai sepatu
artinya sudah punya kedudukan dan hidup lebih enak! katakata
tersebut adalah kata-kata kangouw untuk mengatakan
sesuatu, bukan terus berarti kami benar-benar ingin membeli
sepatu baru!" Hoa Hujin tersenyum. "Baik! pergilah untuk menjamu sahabat-sahabat lamamu,
tapi engkau musti hati-hati, kalou seorang pria sejati, lelaki
jantan punya keberanian untuk keluar rumah, maka dia musti
cekatan dan pandai melihat gelagat, kalau sampai tertangkap
orang maka kejadian itu kurang cemerlang bagi diri sendiri.
"Bibi tak perlu kuatir!" sahut Siau Ngo-ji dengan hati
gelisah, "selama Hoa toako mendampingi aku, semua malaikat
atau iblis akan menghindarkan diri, siapa yang berani cari
gara-gara dengan diriku?"
"Aku segan untuk keluar rumah" potong Hoa Thian-hong
sambil tertawa. Siau Ngo-ji jadi tercengang.
"Bukankah toako harus mencari Haputule serta Ko toako?"
Hoa Thian-hong kembali tersenyum.
"Haputule telah menyembunyikan diri, itu berarti posisinya
jauh lebih aman, aku memang ingin sekali berjumpa dengan
Ko toako mu itu!" "Bagus sekali, kalau begitu mari kita segera berangkat, Ko
toako juga ingin menyambangi toako, ayoh kita segera
berangkat!" "Kenapa musti terburu nafsu" ini hari au akan jaga rumah,
lain hari saja baru a ku kunjungi Ko toako mu itu"
Melihat ajakannya ditampik, Siau Ngo-ji menghela nafas
panjang. "Aaaaiii....! baiklah, kalau begitu terpaksa aku harus pergi
seorang diri." "Bawalah uang disaku, cepat pergi dan cepat kembali!"'
ujan Chin Wan-hong, dari sakunya ambil keluar sebuah
kepingan uang perak dan dicerahkan kepada bocah itu.
Memandang uang perak yang diangsurkan kepadanya, Siau
Ngo-ji tertawa. "Heeeh.... heeeeh.... heeeehbh teman-temanku semua
adalah sahabat yang miskin, memang tak ada salahnya kalau
membawa sedikit uang, lagi pula aku masih punya sedikit
hutang-hutang lama, setelah besok berangkat entah sampai
kapan baru kembali lagi" kalau hutang terlalu lama rasanya
memang kurang enak, cuma uang itu terlalu banyak, satu dua
tahil perak sudah lebih dari cukup."
"Bawa kemari!" seru Tio Sam-koh.
Setelah menerima uang perak itu, dengan jari telunjuk dan
jari tengah tangan kanannya ia gunting uang perak tersebut,
dalam waktu singkat uang perak yang beratnya mencapai
sepuluh tahil itu sudah terpotong-potong jadi sepuluh
potongan kecil, bukan saja bentuknya sama bahkan beratnya
pun tak jauh berbeda. Chin Wan-hong ambil dua kepingan kecil uang perak itu
dan diserahkan kepada Siau Ngo-ji sambil berpesan, "Ini hari
engkau tak boleh minum arak lagi, jangan berkelahi dengan
orang, cepat-cepat pulang untuk berlatih ilmu silat!"
Siau Ngo-ji mengangguk, sambil melototi kepingan uang
perak yang ada ditangannya, ia coba untuk memencetnya
dengan kedua belah jari tapi perak itu terasa keras sekali,
tanpa sadar sambil menjulurkan lidahnya ia berseru, "Cctt....
cctt.... cctt.! kepandaian apaan itu" tampaknya benar-benar
kalo lebih hebat dari pada ilmu Liong jiau kang!"
"Bawa ke toko dan timbangkan kepingan uang perak itu,
sekeping satu tahil, kalau beratnya tidak betul bawa kembali
kemari!" seru Tio Sam-koh lagi dengan dingin."
Tertegun Sau ngo ji setelah mendengar ucapan itu,
akhirnya sambil memberi hormat dia berkata, "Hiiih.... hiihh....
Siau Ngo-ji punya mata tak kenal gunung Tay san, ini hari
baru kutahu kelihayan nenek Sam popo, pulangnya nanti aku
pasti akan membawa oleh-oleh yang enak untukmu, dan lain
hari aku ingin belajar ilmu menggunting perakmu, yang hebat
itu" "Huhh....! cepat enyah...." hardik Tio Sam-koh ia pukul
pantat Siau Ngo-ji dengan toyanya dan melempar tubuh bocah
itu keluar dari pintu. Siau Ngo-ji menjerit kaget, setelah selamat mencapai tanah
diam-diam ia baru menggerutu, "Oooh! sungguh lihay"
Pantatnya diraba, untung tak sakit, buru-buru ia kabur dari
rumah penginapan. Setelah keluar dari pintu, ia bersuit ke arah tempat gelap,
kemudian seraya ulapkan tangannya dengan langkah lebar
Siau Ngo-ji berjalan kejalan raya, dalam sekejap mata
segerombol bocah mengikuti dibelakangnya, yang paling tua
berumur lima enam belas tahunan, yang terkecil berumur lima
enam tahun, semuanya adalah bocah-bocah gelandangan dari
kota Lok yang. Setelah menyeberangi beberapa jalan raya, sampailah
mereka didepan kedai penjual bakmi, seorang kakek tua


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedang masak mie diluar, dari kejauhan Siau Ngo-ji telah
berteriak keras, "Hey lo thio, siapkan arak, sayur dan
hidangan lezat! kami akan bayar kontan, sekalian lunasi
hutang-hutang lamaku!"
Bersamaan dengan ucapan tadi, sekawanan bocah
gelandangan itu bagaikan hembusan angin berebutan cari
tempat duduk, kursi ditarik meja digeser, suasana hiruk pikuk
dan ramai sekali. Seorang perempuan tua menghampiri mereka, setelah
mengamati Siau Ngo-ji tiba-tiba serunya dengan kaget.
"Eee....! Siau Ngo-ji, kaya mendadak?"
"Oooh.... jangan kuatir!" jawab Siau Ngo-ji sambil rogoh
sakunya dan ambil sekeping uang perak, "Nih! simpan dulu
uang itu dalam kas, setelah habis makan kita bikin
perhitungan...." Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan, "Tenggorokanku
sakit, ini hari tak minum arak, sediakan secawan air teh
bagiku!" Bocah yang berusia paling kecil itu membawa sebuah
tabung bambu, sanbil mendekati Siau Ngo-ji dan merangkak
naik keatas kursi ujarnya, "Ngo ko, kenapa sih Hoa toako tak
ikut keluar?" "Dia tak bisa keluar karena masih ada urusan, bagaimana
dengan Tiat Pak Ong?"
Bocah itu baru berusia lima enam tahunan dan bernami
Siau Biau ji, dia merupakan sahabat karib Siau Ngo-ji,
sementara itu sambil angsurkan tabung kecil tadi, sahutnya,
"Makan malam sudah kuberikan, selama engkau tak ada
dirumah, aku tak berani mengadunya dengan milik orang
lain." Siau Ngo-ji membuka tutup tabung, isinya ternyata seekor
cengkerik berwarna hitam, Siau Ngo-ji mengilik cengkeriknya
seben tar, ketika dilibatrya binatang itu tetap segar, ia tutup
kembali tabung bambu itu sambil berkata, "Selama beberapa
hari ini, ada orang yang menganiayai engkau?"
Siau Ngo-ji menggeleng. "Tidak ada yang berani, kawan-kawan telah menerima
kabar dan tahu kalau engkau sudah angkat saudara dengan
Hoa toako, mereka bersikap sangat baik kepadaku!"
"Engkoh Siau ngo" seru seorang bocah yang bernama Hek
niu, "Hoa toako sudah wariskan ilmu silatnya kepadamu?"
"Hmm! dari siapa Hoa toako belajar ilmu silat, dari situ pula
aku belajar silat, soal ini tak usah dibicarakan lagi, kapan Ko
toako kembali kesini dan sekarang dia ada dimana?" tanya
Siau Ngo-ji dengan alis mata berkenyit.
"Sore tadi Ko toako sudah kembali ke kota, kami pada
mencari dirinya tapi tak ke temu, entah dia sudah pergi
kemana lagi?" "Loo kok aneh"! gumam Siau Ngo-ji.
Sementara itu sayur dan arak telah dihidangkan, semua
orang segera angkat cawan untuk menyatakan selamat
kepada Siau Ngo-ji, sedang bocah itu angkat cawan air tehnya
menerima ucapan selamat itu.
Tiba-tiba bocah yang berumur agak tuaan berkata, "Siau
Ngo-ji, kemarin bocah keparat dari keluarga Lau datang lagi
mencari gara-gara dengan kita, perselisihan ini harus segera di
bereskan, aku rasa lebih baik kita hajar saja orang-orang itu
biar kapok!" Siau Ngo-ji segera goyangkan tangannya berulang kali.
"Ilmu silat ynng sekarang kupelajari sudah mencapai
tingkatan yang lain daripada yang lain, bocah keparat itu
bukan tandingan ku lagi, kalau sampai kehilangan nyawa buat
aku sih bisa kabur sambil cuci tangan, tapi bagaimana dengan
kalian semua" kamu semua terpaksa harus angkat kaki dari
kota Lok yang!" Setelah behenti sebentar, sambungnya lebih jauh, "Eei,
selama dua hari belakangan ini apa kalian melihat ada orang
yang berdandan menyolok masuk kedalam kota" misalnya
sebangsa hweesio.... atau imam.... atau orang persilatan
berjubah kuning, atau perempuan yang cantik! pokoknya
mereka-mereka yang punya mata bersih dan kening menonjol
keluar?" "Ooh ada" jawab siau biau ji cepat, "ada hweesio bau,
imam hidung kerbau serta manusia jelek berbaju kuning,
mereka semua hebat-hebat nampaknya ada juga perempuan
yang cantik sekali, begitu cantiknya sampai aku ogah
berkedip!" Cahaya tajam memancar keluar dari balik mata Siau Ngo-ji.
"Ceritalah yang jelas dari awal sampai akhir, jangan ada
yang kelewatan!" "Betul, siau biau ji! kalau cerita musti yang jelas" tukas Hek
niu dari samping, engkoh siau ngo ayoh teguk secawan arak"
Siau Ngo-ji sedang memikirkan sesuatu, ia lantas
menjawab. Enso larang aku minum arak diluaran, siau biau ji...."
Tiba-tiba ia sadar kalau terlanjur bicara, dengan cepat
tambahnya, "Ooh.... tenggorokanku benar-benar lagi sakit!"
"Kenapa sih?" tanya siau biau ji, "apakah ensomu galak
sesaki seperti anjing beranak?"
"Huuss! jangan sembarangan ngomong, ensoku adalah
perempuan paling baik didalam jagad, ilmu silatnya juga hebat
apalagi ilmu racun dan obat-obatanya.... waah! tak bisa
dilukiskan deh hebatnya, sampai akupun cuma mendengarkan
perkataaanya seorang.... ooh iya, bagaimana ceriteranya"
makhluk jelek berbaju kuning itu pernah kujumpai, bagaimana
Prabarini 5 Pantang Berdendam Serial Tujuh Manusia Harimau (1) Karya Motinggo Boesye Durjana Dan Ksatria 5

Cari Blog Ini