Ceritasilat Novel Online

Kobaran Api Asmara 1

Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara Bagian 1


Pengantar Cerita "Kobaran Api Asmara" ini didahului dengan cerita Si Tangan Iblis. Agar
para pembaca tidak terganggu, ringkasan cerita dalam buku Si Tangan Iblis dapat
disimak seperti di bawah ini: Seorang tokoh sakti bernama Taruno alias Si Tangan
Iblis bertempat tinggal di Tosari, pegunungan Tengger. Ia bekas prajurit
Majapahit yang dipecat karena melakukan kesalahan.
Akibatnya Si Tangan Iblis menjadi dendam baik kepada Mahapati Gajah Mada maupun
Mpu Nala. Si Tangan Iblis mempunyai tiga orang
cucu, bernama Sarindah, Sarwiyah dan Sentiko.
Disamping itu mempunyai belasan orang murid.
Baik cucu dan murid ini dididik secara sesat untuk memusuhi Gajah Mada, Mpu Nala
dan sekaligus Raja Majapahit. Dan khusus kepada tiga cucunya, ia menanamkan
kebencian dan dendam kepada Mpu Nala dan Gajah Mada dengan fitnah, bahwa dua
tokoh inilah yang sudah memperkosa ibunya dan menghancurkan keluarga. Maka
dendam ini harus terbalas.
Sentiko menjadi terbakar kemarahannya
lalu melarikan diri. Keluarga geger mencari, dan terjadilah beberapa macam
peristiwa yang menarik dan mendebarkan. Sebab ternyata antara murid bernama Tanu
Pada dan Kebo Pradah dengan Kaligis dan Sangkan, diam-diam memperebutkan cinta
Sarindah dan Sarwiyah. Untuk itu Sangkan dan Kaligis tak segan membunuh orang
yang menghalangi.
Sedang Sentiko dalam perjalanan
menderita luka akibat terlalu bandel tak mengukur kekuatan diri melawan orang
yang bukan tandingannya. Untung ia ditolong oleh Giri
Samodra dan kemudian menjadi muridnya.
Benarkah Sentiko berhasil" Baca saja Si Tangan Iblis man pun Kobaran Api Asmara.
Anda akan mendapatkan jawabannya.
1 Setelah berhasil membunuh Ananto
secara curang, maka Kaligis dan Sangkan saling setuju untuk membunuh Kebo
Pradah dan Tanu Pada, yang menjadi
saingannya dalam memperebutkan gadis
cantik cucu gurunya sendiri, Sarindah
dan Sarwiyah. Pendeknya apapun yang
akan terjadi, mereka takkan mundur.
Ya, memang api asmara sudah
berkobar di dalam dada Sangkan maupun
Kaligis. Kobaran api ini kemudian
mendorong kepada dua pemuda itu
sanggup melakukan perbuatan tidak terpuji. Di dunia ini banyak sekali terjadi peristiwa yang tidak diharapkan,
sebagai akibat tidak kuasa lagi
menahan hati yang sedang digoda oleh
asmara ini. Manusia yang berbudaya
bisa tergelincir melakukan perbuatan
yang buas dan kejam melebihi binatang
buas. Dan bagi Sangkan maupun Kaligis
ini tidak sulit untuk mengejar dua
orang saudara seperguruannya itu,
karena mereka tahu kemana tujuan Tanu
Pada dan Kebo Pradah dalam usaha mencari jejak Sentiko yang melarikan diri dari rumah. Dan Tanu Pada maupun Kebo
Pradah melakukan tugas bertiga dengan
Mahisa Singkir, menuju ke arah
selatan. Dua pemuda ini sudah memperhitungkan, apabila nanti sudah dapat
bertemu, dan terjadi perselisihan,
saksi satu-satunya hanyalah Mahisa
Singkir seorang. Padahal Mahisa Singkir masih mempunyai hubungan keluarga
dengan Sangkan. Mengingat masih
mempunyai hubungan keluarga ini, maka
Mahisa Singkir akan menimbang-nimbang
lebih dahulu apabila akan berpihak
kepada Tanu Pada maupun Kebo Pradah.
Demikianlah akhirnya Sangkan dan
Kaligis bergerak cepat dan mengambil
jalan pintas. Maksudnya agar dapat
menghadang dua orang lawannya itu di
tempat yang menguntungkan. Dan agar
bisa menang mereka sudah merencanakan
akan menyerang dulu dan urusan
belakang. Menurut perhitungan mereka,
asalkan sudah dapat membunuh salah
seorang, pekerjaan akan menjadi lebih
mudah. Hari sudah sore ketika Sangkan
dan Kaligis tiba di Desa Sukorejo,
sebelah selatan Desa Nongkojajar.
Namun yang terjadi kemudian mereka
menjadi terbelalak kaget dan ngeri
ketika melihat pemandangan yang sama
sekali belum pernah mereka saksikan.
Di atas sebuah batu yang tidak
begitu besar, seorang pemuda nongkrong sambil meniup seruling bambu. Rambut
pemuda itu tidak digelung, tetapi
dibiarkan terurai di atas pundak dan
belakang punggung.
Sesungguhnya saja keadaan pemuda
itu sendiri tidak luar biasa bagi
mereka. Adapun yang menyebabkan
Sangkan dan Kaligis terbelalak dan
ngeri, adalah mahkluk yang memenuhi
tempat di depan pemuda itu, dan mereka hampir tidak percaya kepada pandang
mata sendiri. Di tangan pemuda itu berkumpul
banyak sekali binatang melata dan
berbisa. Binatang berbisa itu berkelompok sesuai dengan jenisnya.
Karena itu ada kelompok kelabang, babak salu, kalajengking, ketonggeng,
serangga dan sebagainya. Dan anehnya
binatang itu seperti mengenal irama
seruling yang ditiup pemuda tersebut.
Dalam kelompok masing-masing binatang
itu menari-nari. Kelabang dan babak
salu yang kakinya amat banyak itu
menari dengan berdiri dengan kepala
berlenggok-lenggok dibarengi oleh
gerakan kaki yang mengerikan.
Ada pula binatang itu yang
berdiri saling berpegangan, seakan
menirukan manusia yang sedang berjoget. Dan yang lebih mengerikan lagi
adalah kalajengking dan ketonggeng.
Caranya menari dengan kepala di bawah
dan ekor di atas. Ekor yang mempunyai
sengat berbisa itu meliuk-liuk dengan
gaya luar biasa.
Memang mengherankan sekali.
Mungkinkah suara sending pemuda itu,
yang kuasa mengundang binatang-binatang ini" Dan dari mana pula binatang
ini datang sehingga dapat berkumpul
dalam jumlah ribuan banyaknya"
Kaligis dan Sangkan terpaku di
tempatnya berdiri saking merasa takut
dan ngeri. Tetapi celakanya binatang
berbisa itu menari-nari memenuhi jalan sehingga tidak mungkin bisa lewat.
Untung Sangkan cerdik, bisiknya,
Marilah kita mencari jalan lewat
pematang sawah saja.
Baiklah. Kiranya lewat pematang
sawah lebih aman, Kaligis setuju.
Akan tetapi ah.... belum juga dua
orang ini sempat menggerakkan kaki,
irama seruling itu tiba-tiba saja berubah dan melengking tinggi. Binatang
itu bergerak berkelompok lalu berbaris. Dan tak lama kemudian lenyaplah ke lubang masing-masing. Namun kepergian
binatang-binatang itu kemudian
diganti dengan binatang melata yang
lebih berbahaya, terdengar suara
berisik dan berdesis.
Kaligis dan Sangkan hampir pingsan ketika melihat munculnya beraneka
ragam jenis ular yang semua menuju ke
tempat si pemuda. Jumlahnya ratusan
ekor, dari yang kecil sebesar
kelingking sampai sebesar lengan orang dewasa, lalu berkumpul di depan si
pemuda. Setelah tidak ada ular yang
muncul lagi, tiba-tiba irama sending
meninggi dan memekakkan telinga. Dua
pemuda ini terkejut dan hampir tak
dapat bernapas, ketika melihat ratusan ekor ular itu secara serentak mengangkat
kepala lalu berlenggok-lenggok
menari secara lincah. Seakan-akan
ular-ular itu berubah menjadi ahli
tari yang sedang asyik berjoget.
Dan di saat Kaligis dan Sangkan
merasa ngeri tak dapat bergerak itu,
tiba-tiba si pemuda memalingkan muka.
Pemuda itu mengerutkan kening pertanda tidak senang. Ia menghentikan tiupan
serulingnya sambil memandang dengan
mata mendelik. Hai... siapa kalian! bentaknya.
Apakah sebabnya kalian berani mengintip permainanku" Huh, menyebalkan
sekali, dan kalian mengganggu aku
bermain-main. Kaligis dan Sangkan seperti
terkunci mulutnya tak bisa membuka
mulut. Apa pula setelah pemuda itu
menghentikan tiupan serulingnya, semua ular itu berhenti menari, lalu aneka
macam ular tersebut menyebar kesana
kemari, menuju tempat sembunyi masingmasing. Dan yang lebih mengerikan lagi
adalah cara bergerak ular berwarna
hitam yang panjangnya lebih kurang
hanya satu kaki. Ular hitam yang
pendek ini disebut orang dengan nama
ular Bandhotan. Ular ini bukannya
melata, tetapi menekuk tubuhnya,
kemudian melenting sekitar dua atau
tiga depa jauhnya. Tiap orang yang
tersambar oleh ular Bandhotan ini,
besar kemungkinannya melayang nyawanya apabila tergigit oleh gigi yang
mengandung bisa keras. Disamping ular
bandhotan tersebut, ada pula ular yang berkaki empat, hingga berjalan seperti
kadal (bengkarung).
Untung sekali agaknya pemuda itu
tidak ingin kehilangan semua ular yang dapat memberi keasyikan bagi dirinya
itu. Dan tiba-tiba saja si pemuda ini
meniup serulingnya dengan irama
melengking tinggi, hingga ular yang
semula bergerak pergi itu seperti
tertarik oleh pengaruh ajaib, cepatcepat kembali ke arah si pemuda sambil menari-nari.
Di saat Sangkan dan Kaligis
ketakutan setengah mati melihat pertunjukkan yang menyeramkan ini,
terdengar suara orang memanggil.
Hai, Adi Kaligis dan Sangkan.
Apakah sebabnya kalian berada di situ"
Dua orang ini kenal benar akan
suara orang yang memanggil, ialah Tanu Pada. Namun celakanya kaki seperti
berakar di tanah dan tak bisa
digerakkan. Sedang mulutnya juga terkunci tak bisa menjawab. Mereka hanya
mampu memalingkan muka saja dengan
wajah sedih, tetapi tidak dapat
menjawab. Tanu Pada, Kebo Pradah dan Mahisa
Singkir menjadi heran melihat keadaan
dua orang saudaranya itu yang seperti
tidak wajar. Mereka cepat menghampiri, tetapi setelah tiba, mereka inipun
berdiri terpaku dan ngeri, melihat
ratusan ekor ular sedang asyik menari
mengikuti irama seruling.
Tetapi dengan bertambahnya orang
yang menonton permainannya ini menyebabkan pemuda ini makin tidak senang.
Matanya berkilat memandang lima pemuda itu, namun mulutnya tidak mengucapkan
sesuatu. Mendadak tiupan sending pemuda
itu berubah. Iramanya meninggi dan
nadanya cepat. Apa yang terjadi
kemudian" Ternyata lima pemuda ini
seperti mati berdiri. Sebab secara
tiba-tiba ratusan ekor ular tersebut
bergerak saling mendahului ke arah
mereka berdiri. Ratusan ekor ular itu
berdesis, sedang ular bandhotan yang
amat berbisa itu dengan gerakan aneh,
menekuk tubuh dan melenting tinggi
ingin mendahului yang lain.
Barisan ular itu sudah dalam
jarak dekat. Tiba-tiba di dalam
ketakutan dan ngeri ini, timbullah
keberanian Tanu Pada. Teriaknya, Hayo
kita lawan ular-ular jahanam ini!


Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sring....! Ia mendahului mencabut
pedang, kemudian diikuti oleh Kebo
Pradah dan Mahisa Singkir. Setelah
tiga orang ini mulai menyerang dengan
senjata, barulah Kaligis dan Sangkan
timbul keberaniannya. Mereka mengikuti perbuatan saudaranya melawan.
Beberapa ekor ular yang datang
lebih dahulu segera terbabat mati.
Namun barisan ular yang di belakangnya masih terus membanjir datang dan
mendesis-desis.
Senjata mereka menyambar cepat
dan ular yang menyerbu menjadi
bangkai. Namun ular yang beraneka
macam jenisnya itu tidak gentar dan
terus menyerbu sambil berdesis. Mereka seperti tambah buas dan gerakan lebih
gesit. Guna menanggulangi mengamuknya
ular itu lima orang murid Si Tangan
Iblis ini hams mengerahkan kepandaian
dan kegesitannya, melompat ke sana dan kemari sambil menyabetkan senjatanya.
Dan lima pemuda ini sadar, apabila
lengah nyawa sebagai taruhannya.
Setelah bangkai ular besar dan
kecil berserakan di sana sini, tumpang tindih dan darah yang amis menusuk
hidung, tiba-tiba pemuda aneh itu
menghentikan tiupan serulingnya. Setelah tiupan sending berhenti, ular yang masih tersisa kaget lalu bubar dan
melarikan diri.
Si pemuda aneh meloncat turun
dari batu dan membentak lantang, Bangsat keparat! Kamu berani mengganggu
kesenanganku dan membunuh ular-ularku"
Huh, jangan salahkan aku jika kamu
haras mengganti nyawa ular itu dengan
nyawamu! Diam-diam lima pemuda ini kaget,
ketika melihat gerakan si pemuda aneh
yang amat ringan. Jarak yang lebih dua puluh depa itu cukup dengan tiga kali
lompatan. Kemudian si pemuda berdiri
di depan mereka dengan sikap angkuh
dan mendelik. Kaligis yang berangasan cepat
tersinggung dan marah. Ia sudah akan
menerjang maju untuk menghajar pemuda
sombong ini, karena dirinya tidak
merasa bersalah. Dan sebaliknya ia
malah merasa terganggu karena jalan
penuh dengan binatang menjijikkan dan
berbisa hingga tidak dapat lewat.
Untung Tanu Pada yang sabar cepat
dapat mencegah, sebab ia sudah menduga pemuda ini bukan sembarangan. Mengingat
kemungkinan itu maka harus
berhati-hati dalam menghadapi.
Kisanak, kami hanya membela diri
oleh serangan ular-ular itu, sahutnya
sabar. Lalu apakah sebabnya Kisanak
menjadi marah" Sebenarnya saja malah
Kisanak yang telah mengganggu kami,
karena Kisanak bermain ular di jalan
umum. Huh! Aku mengganggu kamu" Apanya
yang aku ganggu" pemuda itu mendelik.
Sudah aku katakan, jalan ini
jalan umum. Tetapi ternyata Kisanak
menggunakan jalan ini untuk bermainmain dengan ular sehingga kami tidak
bisa lewat. Tidak peduli, heh heh heh heh.
Tidak peduli! Kamu sudah menyebabkan
ularku banyak yang mati. Huh, kamu
harus mengganti dengan nyawa pula.
Hayo heh heh heh heh, lekaslah
berlutut supaya kamu tidak mati oleh
siksaanku! Bangsat jahanam! Kaligis tak
kuasa lagi menahan kemarahannya. Nih, rasakan pedangku.
Kaligis sudah melompat ke depan
menerjang dengan pedang. Ia menggunakan serangan berantai mengarah
mata, tenggorokan, ulu hati dan pusar
sekaligus. Dan gerakan Kaligis ini
cepat dan berbahaya.
Akan tetapi pemuda ini tidak
bergerak dari tempatnya berdiri dan
malah terkekeh, Heh heh heh heh,
dengan bekal kepandaianmu serendah ini berani menghina Warigagung murid Bapa
Julung Pujud yang sakti mandraguna"
Sambil mengejek, tangan kanan
pemuda itu diangkat, lalu terdengar
suara tring tring tring....
Semua serangan Kaligis dapat
dipunahkan hanya dengan sentilan jari
tangan. Malah menyusul kemudian pedang Kaligis terpental terbang, diikuti
pekik nyaring dan robohnya pemuda itu.
Empat orang murid Si Tangan Iblis
yang lain menjadi pucat dan
terbelalak. Bukan saja karena sekali
gebrak Kaligis sudah roboh, tetapi
juga karena mendengar nama Julung
Pujud. Mereka sudah pernah mendengar
dari cerita guru tentang tokoh sakti
yang bertempat tinggal di Blambangan.
Tokoh sakti yang bernama Julung Pujud
itu wataknya aneh disamping kejam.
Maka oleh Si Tangan Iblis dianjurkan
agar mereka menjauhkan diri dari tokoh sakti tersebut, demikian pula ternadap
mereka yang mempunyai hubungan dengan
Julung Pujud. Sekarang tanpa diduga mereka
bertemu dan berhadapan dengan seorang
pemuda yang menyebut dirinya sebagai
murid Julung Pujud. Kalau mengindahkan pesan guru, mereka harus mengalah dan
secepatnya menghindarkan diri.
Akan tetapi sekarang ini mereka
sudah marah dan disamping itu juga
sangsi, benarkah pemuda ini murid
tokoh sakti Julung Pujud" Pemuda ini
masih lebih muda daripada mereka,
kira-kira baru sembilan belas tahun.
Apakah harus mengalah begitu saja,
padahal mereka tidak merasa bersalah"
Disamping itu hanya menghadapi seorang saja, mungkinkah mereka kalah kalau
maju berbareng dan mengeroyok"
Tanpa berunding lebih dulu semua
murid Tangan Iblis ini sudah sepakat,
kalau mereka mengeroyok tak mungkin
kalah. Jahanam kau! teriak Tanu Pada.
Sangkamu dengan menyebut nama Julung
Pujud kami menjadi takut" Hayo,
keroyok! Murid-murid Tangan Iblis ini
sudah menerjang maju dengan senjata
masing-masing. Malah Kaligis sendiri
yang tadi roboh terpukul oleh Warigagung, sudah meloncat dan menyambar
senjatanya lalu ikut menerjang lagi.
Bagus! Kamu mengandalkan jumlah
banyak mengeroyok aku, heh heh heh
heh! sambut pemuda yang mengaku
bernama Warigagung ini dengan ketawanya mengejek. Dengan gerakan
ringan serangan dari lima orang itu
dapat dihindari dengan gampang.
Akan tetapi serangan yang pertama
luput segera disusuli dengan serangan
yang lebih dahsyat menggunakan jurus
ilmu pedang yang paling berbahaya.
Wut wut wut..... Tetapi semua
serangan itu luput lagi. Warigagung
yang baru berusia sembilan belas tahun ini dengan gerakan lincah seperti
bayangan, berhasil menyelamatkan diri
sambil ketawa terkekeh mengejek.
Heh heh heh heh, monyet tidak
tanu diri berani melawan aku. Kuberi
kesempatan tiga kali untuk menyerang.
Dan sesudah itu, kamu semua harus
roboh mampus. Heh heh heh heh, kamu
sendiri yang mencari penyakit, berani
mengganggu kesenanganku!
Wut wut wut.... Tanpa mempedulikan ejekan Warigagung, lima
saudara seperguruan ini sudah kembali
menyerang dengan dahsyat. Serangan
mereka yang ketiga kalinya ini luput
lagi. Namun demikian Warigagung dalam
usaha menyelamatkan diri terpaksa
harus bergulingan di tanah. Karena
bagian kosong tidak ada lain kecuali
bagian bawah dan terpaksa harus bergulingan, akibatnya pakaian Warigagung yang indah dari kain sutera mahal itu,
sekarang menjadi kotor dan berbau
anyir pula, sebab tanah di sekitar
mereka berkelahi itu dipenuhi bangkai
ular. Karena pakaiannya menjadi kotor
ini Warigagung menjadi marah sekali.
Matanya bagaikan menyinarkan api.
Apabila tadi sikapnya merendahkan dan
mengejek, sekarang tidak. Sebab diamdiam ia memang kaget oleh serangan mereka tadi. Si Tangan Iblis memang sudah
membekali ilmu kepada murid-muridnya
secara baik sekali. Walaupun tadi
sekali gebrak Kaligis bisa dipukul
roboh, namun setelah mengeroyok
keadaan menjadi lain. Mereka memang
sudah dibekali ilmu khusus untuk
mengeroyok, bernama ilmu Bala Srewu.
Ilmu ini yang paling tepat apabila
dilakukan oleh sepuluh atau lima belas orang. Namun lima orangpun sudah cukup
berbahaya. Dengan kerjasama yang baik, lawan tidak diberi kesempatan mencari
tempat kosong. Maka dalam usahanya
menyelamatkan diri tadi, Warigagung
terpaksa bergulingan.
Melihat hasil serangan kerjasama
ini, lima orang pemuda ini menjadi
mantap. Tanu Pada segera berteriak
memberi aba-aba untuk meng gunakan
jurus ilmu Bala Srewu yang paling
ampuh. Udan Awu! Udan Awu! (hujan abu, hujan abu).
Maksud serangan ini, mereka harus
membuntu jalan lawan supaya tidak
dapat menyelamatkan diri. Dan mereka
menduga pasti sekali ini lawannya akan roboh.
Tingkat kepandaian Warigagung sebenarnya memang lebih tinggi dibanding dengan lima saudara seperguruan itu.
Tetapi kalau harus menghadapi keroyokan, tidak gampang mendapat
kemenangan. Sadar keadaan ini, cepat
luar biasa Warigagung sudah mencabut
pedang dan berbareng itu tangan kiri
mempersiapkan jarum hitam yang beracun jahat,
Trang... trang... tring...
tring... wut... Aduh...!
Tangkisan pedangnya dibarengi
lepasnya jarum beracun dari tangan
kiri. Kaligis dan Sangkan terhuyung ke belakang, pedang mereka lepas dari
tangan dan dua orang ini meringis
kesakitan karena lengan kanan mendadak lumpuh.
Racun jarum hitam Warigagung
memang bekerja amat cepat. Dalam waktu seperempat hari saja jiwa orang akan
melayang jika tidak mendapatkan obat
pemunahnya. Tanu Pada, Kebo Pradah dan Mahisa
Singkir lebih hati-hati dibanding
Kaligis dan Sangkan.
Mereka masih selamat, karena
mengubah gerak serangan dengan
menangkis sambaran jarum, dan kemudian secepat kilat pula meneruskan gerak
tangkisan itu untuk menyerang lagi.
Akan tetapi dengan hanya tiga
orang ini, pertahanan menjadi lemah
dan sebaliknya Warigagung sudah menggunakan pedang dan tangan kiri siap
menyebarkan jarum beracun, maka tiga
orang ini tidak lagi dapat menekan
lawan. Dengan gerakan yang lincah dan
ringan Warigagung gampang menghindarkan diri, lalu wut wut... beberapa
batang jarum hitam lepas dan menyambar
ke arah lawan, dibarengi sambaran
pedangnya. Cring cring..... Aduhhh.....!
Beberapa batang jarum itu memang
dapat mereka tangkis, tetapi tidak
seluruhnya. Mahisa Singkir yang
menangkis sambaran pedang lawan itu
mengaduh karena pahanya mendadak


Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lumpuh. Sedangkan Tanu Pada dan Kebo
Pradah yang lebih memperhatikan
serangan jarum, terluka pundaknya oleh tikaman lawan. Pundak amat sakit dan
darah mengucur. Namun dua orang
saudara ini masih meneruskan
perlawanan mereka untuk melindungi
keselamatan yang lain.
Akan tetapi perlawanan Tanu Pada
dan Kebo Pradah ini sudah kurang
berarti. Maka dalam dua gebrakan saja
dua orang ini terguling roboh dengan
luka panjang pada paha, ditambah pula
oleh menancapnya sebatang jarum pada
lengan. Setelah semua lawan roboh,
Warigagung terkekeh sambil menyarungkan pedangnya. Heh heh heh heh heh. Warigagung
terkekeh lalu katanya sombong. Rasakan jarumku. Sebelum mampus kamu akan
menderita siksaan hebat!
Tanpa mempedulikan lima orang
saudara seperguruan yang menderita
itu, Warigagung melangkahkan kaki
masih sambil terkekeh. Tak lama
kemudian sayup-sayup terdengar suara
sending yang ditiup Warigagung.
Lima orang saudara seperguruan
ini memang amat menderita. Mereka
terluka jarum beracun pada lengan.
Pertama kali yang mereka rasakan
lengan menjadi lumpuh tidak dapat
digerakkan. Sesaat kemudian mereka
merasa seperti digelitik, sehingga
mereka tertawa-tawa di tengah derita.
Mereka ingin menahan keinginan
tertawa itu, tetapi pengaruh dari
racun memang aneh. Orang yang sudah
terkena racun jarum hitam Warigagung
tak mungkin dapat menahan ketawanya.
Kemudian orang yang menderita itu
perutnya kaku karena ketawa terus. Tak lama kemudian akan terjadi, korban ini
menderita siksaan hebat sekali karena
korban merasa seperti dikeroyok oleh
ribuan semut dan seterusnya akan mati.
Demikian pula lima orang saudara
seperguruan ini. Setelah perut mereka
kaku karena ketawa terus, beberapa
saat kemudian mereka merintih-rintih
dan berguling-guling sehingga pakaian
mereka kotor. Ketika itu cuaca sudah menjadi
gelap. Sebagai biasa para penduduk
pedesaan setelah matahari terbenam
lebih suka berdiam dalam rumah. Kalau
toh mereka gelisah di dalam rumah,
mereka lebih suka bertandang ke rumah
tetangga dekat. Oleh karena itu jalan
desa di tempat ini sepi sekali dan
tidak seorangpun lewat.
Lima orang murid Tangan Iblis ini
terus bergulingan tak kuasa menahan
derita. Malah Kaligis yang kasar dan
tak tahan derita itu, mengerang tidak
karuan. Tubuhnya yang tinggi besar
bergulingan terus dan akhirnya masuk
ke dalam selokan. Untung sekali
selokan itu kering. Kalau saja berisi
air, Kaligis tentu sudah mati tak
dapat bernapas.
Di saat lima orang sauadara
seperguruan ini tersiksa dan hampir
direnggut maut, tiba-tiba berkelebatlah bayangan yang gesit. Tahu-tahu
seorang kakek yang tubuhnya gendut
pendek, telah berdiri di tempat itu.
Kakek gendut ini memakai jubah putih
yang kedodoran, terlalu panjang dan
terlalu longgar, hingga tubuhnya yang
sudah gendut itu tampak lebih gendut
lagi. Ayaaa..... bocah-bocah ini,
mengapa bergulingan dan merintih"
kakek gendut itu menggumam sambil
memperhatikan sekeliling.
Akan tetapi kemudian ia menekap
hidungnya sendiri karena tidak tahan
menghirup bau darah ular yang anyir
dan amis, sambil berjingkrak seperti
tapak kakinya tertusuk duri. Ah....
racun.... bisa..... ahhh, nyawa bocahbocah ini diancam maut. Hemmm.....
kasihan...... Mendadak kakinya bergerak dan
menendang mereka yang sedang tersiksa
dan merintih-rintih itu. Ahhh, mengapa kakek ini sampai hati menambah derita
para korban racun Warigagung" Uah,
tidak menolong malah menendangi.
Namun apabila saat itu ada orang
yang melihat, akan menjadi terbelalak.
Tendangan itu tampaknya keras dan yang ditendang segera melesat lebih lima
depa jauhnya. Tetapi tubuh yang ditendang tidak terbanting keras, tetapi
melayang perlahan dan kemudian
menggeletak di tanah tanpa suara.
Empat kali kakek itu menendang,
berturut-turut tubuh Kebo Pradah, Tanu Pada, Sangkan
dan Mahisa Singkir
melayang dan jatuhnya dapat berjajar
seperti diatur.
Kakek gendut ini kemudian
melangkah perlahan menghampiri. Namun
tiba-tiba telinganya yang peka
mendengar gerakan dalam selokan. Kakek gendut ini mengamati sejenak, lalu,
Ahh, masih ada satu lagi.
Kemudian terulang seperti tadi,
ia menendang. Tubuh Kaligis segera
melesat dan sesaat kemudian melayang
turun di samping yang lain.
Setelah mengadakan pemeriksaan
sebentar, kakek ini menghela napas
panjang. Gumamnya, Ahhh.... tak
kusangka, orang sesat itu masih juga
belum kapok. Begitu muncul kembali
sudah menimbulkan korban lagi.
Hemm.... semoga Dewata Agung bersedia
menunjukkan jalan benar kepada orang
itu. Hemm, Julung Pujud....
Agaknya kakek ini sudah dapat
menduga siapa yang menyebabkan lima
orang muda ini menderita keracunan
hebat. Akan tetapi dugaan kakek ini
kurang tepat, karenanya yang melakukannya bukan Julung Pujud, melainkan muridnya. Tetapi walaupun demikian,
setelah melihat korban sudah menyebut
orang sesat itu belum kapok adalah
jelas kakek ini sudah kenal dengan
Julung Pujud. Kenyataan memang demikian.
Dahulu, lebih duapuluh tahun yang
lalu, Julung Pujud melakukan perbuatan tercela, tangannya ganas dan jahat,
maka dimusuhi banyak orang. Kemudian
dalam perkelahian secara ksatrya,
seorang lawan seorang, akhirnya Julung Pujud dikalahkan oleh Mpu Anusa Dwipa.
Dan orang inilah yang di sebut bernama Mpu Anusa Dwipa itu.
Waktu itu memang banyak orang
yang menuntut agar Julung Pujud
dibunuh saja. Tetapi Mpu Anusa Dwipa
berpendapat lain. Ia ingin memberi
kesempatan kepada Julung Pujud untuk
memperbaiki diri dengan berbuat baik.
Sebaliknya Julung Pujud sendiri juga
bersumpah tidak lagi melakukan
perbuatan jahat.
Sejak itu tidak terdengar lagi
Julung Pujud mengganas sampai lebih
dua puluh tahun. Maka semua orang
menduga tentunya Julung Pujud sudah
benar-benar kapok, dan semua orang
sudah melupakan nama kakek itu.
Akan tetapi hari ini tanpa
terduga Mpu Anusa Dwipa sendiri
menyaksikan keganasan serupa dan
korbannya lima orang muda. Tentu saja
diam-diam kakek gendut ini tidak
senang. Dalam hati kakek ini khawatir
juga, dunia akan digemparkan lagi oleh perbuatan ganas yang dilakukan oleh
Julung Pujud terhadap orang tidak
berdosa. Setelah mengadakan pemeriksaan
dan tahu benar, semua korban luka oleh sebatang jarum, maka kakek ini segera
mencabut jarum beracun itu. Dan
sesudah itu kakek ini mengambil lima
butir obat kering warna merah. Satu
persatu obat itu dihancurkan dengan
air lalu diminumkan kepada korban.
Yang terjadi kemudian sungguh
mengherankan. Semua korban tak lama
kemudian bergerak seperti orang habis
tidur lelap. Dan setelah merasa pasti
lima pemuda ini tertolong, ia
tersenyum lega, lalu melangkah pergi
entah kemana. Watak Mpu Anusa Dwipa memang
demikian. Ia selalu ringan tangan
menolong orang tanpa pamrih. Ia selalu mengulurkan tangan, tetapi tidak
mengharapkan balasan dari orang. Bagi
dirinya sudah gembira sekali apabila
orang yang ditolong dapat hidup
senang. Hanya yang agak aneh, Mpu Anusa
Dwipa tidak pernah pilih bulu. Baik
korban itu orang jahat maupun orang
baik semuanya di tolong dengan senang
hati. Apakah sebabnya Mpu Anusa Dwipa
berbuat seperti ini" Padahal menurut
pendapat umum orang yang jahat tidak
perlu ditolong. Namun kakek ini
mempunyai pendirian sendiri. Ia
memberi pertolongan dan mengulurkan
tangannya, kepada setiap pihak yang
perlu ditolong dan tanpa diminta, baik kepada manusia maupun kepada binatang.
Namun justru pendiriannya yang
aneh ini malah menyebabkan nama kakek
ini amat terkenal. Ia disegani dan
dihormati oleh semua pihak, baik dari
golongan jahat maupun sebaliknya. Akan tetapi justru oleh keanehan wataknya
ini pula, sulitlah orang mau mencari
dia. Dan sebaliknya tanpa dicari malah datang sendiri, seperti yang terjadi
sekarang ini. Demikianlah, kira-kira tengah
malam lima orang muda ini sudah sadar
hampir berbarengan. Mereka kaget dan
cepat meloncat bangun ketika mendapatkan diri menggeletak di atas rumput di bawah langit. Dari mereka itu hanya
Kebo Pradah yang begitu meloncat
segera meringis kesakitan. Namun
ketika meraba paha yang terluka, ia
terbelalak. Sebab paha yang terluka
itu sekarang sudah diobati dan dibalut dengan kain.
Untuk beberapa saat lamanya lima
orang muda ini saling pandang. Tetapi
sejenak kemudian mereka ingat, tadi
mengeroyok seorang pemuda. Namun
mereka dikalahkan, Lalu ke manakah
pemuda tadi, dan mengapa mereka
ditinggalkan begitu saja tidak
dibunuh" Tanu Pada menjadi khawatir kalau
pemuda itu kembali lagi dan mengganggu. Karena itu ia cepat mengajak
saudara-saudaranya untuk pergi. Katanya, Tempat ini amat berbahaya dan
Marilah kita selekasnya meneruskan
perjalanan. Mereka berpendapat sama, tempat
ini amat berbahaya. Kalau pemuda ganas itu datang kembali, mereka akan
celaka. Malam itu tiada bulan di angkasa
dan hanya diterangi oleh bintang.
Namun demikian sinar bintang itu besar bantuannya bagi mereka, dan agak ngeri
juga melihat bangkai ratusan ular yang tadi mereka bantai. Untuk tidak
bersentuhan dengan bangkai ular itu
maka mereka terpaksa berlompatan.
Ketika itu Tanu Pada dan Kebo
Pradah berjalan di depan, bersama
Mahisa Singkir, sedang Sangkan dan
Kaligis sengaja berjalan di belakang.
Diam-diam meraka saling sentuh dan
berbisik.

Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu diam-diam Tanu
Pada, Kebo Pradah dan Mahisa Singkir
heran oleh hadirnya Sangkan dan
Kaligis di tempat ini. Bukankah tugas
yang ditetapkan menuju ke timur
bersama Ananto" Tetapi mengapa Ananto
tidak ikut serta"
Sekalipun heran mengapa Sangkan
dan Kaligis muncul di tempat ini, Tanu Pada masih menyabarkan diri. Ia baru
akan minta keterangan dua orang itu
setelah masuk ke dalam desa Sukorejo
dan mendapat penginapan. Tanu Pada
percaya para penduduk desa itu akan
mau menerima mereka menginap. Orang
yang datang dengan maksud baik para
penduduk tentu menyambut dengan baik
pula. Tetapi kalau Tanu Pada dapat
menyabarkan diri, sebaliknya Kebo
Pradah tidak. Ia terlalu curiga kepada dua orang ini. Maka sambil melangkah
dan tanpa berpaling, ia bertanya,
Kakang Kaligis dan Kakang Sangkan.
Mengapa kalian tiba-tiba berada di
tempat ini"
Sangkan yang lebih cerdik dan
lincah cepat mendahului menjawab,
Memang kami bergegas kemari guna
bertemu dengan Kakang Tanu Pada. Ada
sesuatu yang perlu kita bicarakan,
namun nanti sajalah, tak enak kita
bicara di tempat ini. Karena siapa
tahu pemuda jahat itu datang lagi dan
mengganggu kita" Kami akan memberi
laporan selengkapnya setelah tiba di
desa depan itu.
Namun Kebo Pradah seorang pemuda
yang teliti dan gampang curiga. Ia
tidak puas dengan jawaban itu. Ia
berhenti membalikkan tubuh sambil
bertanya, Soal apakah yang perlu
dipikirkan itu" Dan mengapa pula
kalian tidak langsung saja lapor
kepada Guru"
Sangkan yang licik tertawa.
Jawabnya, Kita semua ini mendapat
tugas dari Guru. Dan Kakang Tanu Pada
adalah murid tertua. Padahal kau tahu
juga bahwa pada saat kita mau
berangkat Kakang Tanu Pada yang
dipercaya Guru untuk mengatur. Maka
tidak enak kiranya apabila aku
langsung lapor kepada Guru, tanpa
lewat Kakang Tanu Pada.
Mendengar jawaban ini Tanu Pada
yang jujur mengangguk tanda bisa
menerima. Dan ia malah berterima kasih dan merupakan tanda adik seperguruannya
ini menghormati dirinya
sebagai murid tertua.
Terima kasih Adi Sangkan,
katanya. Engkau percaya padaku sebagai murid tertua. Baiklah, memang lebih
tepat menunggu sampai di desa Sukorejo itu kita bicarakan.
Kebo Pradah kurang senang mendengar jawaban Tanu Pada ini. Namun
dirinya seorang adik perguruan yang
baik. Ia tak mau membantah kakak
seperguruannya, dan kemudian ia diam
saja dan melangkah mendampingi Tanu
Pada. Sebaliknya Mahisa Singkir yang
melangkah di depan paling kanan
hatinya agak gelisah. Ia tidak membuka mulut tetapi diam-diam selalu khawatir.
Sebagai seorang yang masih
mempunyai hubungan keluarga dengan
Sangkan, ia cukup kenal akan wataknya, disamping tahu pula diam-diam Sangkan
tidak senang kepada Kebo Pradah dan
tahu pula persaingan diam-diam
memperebutkan Sarwiyah.
Disamping itu iapun tahu pula
antara Kaligis dengan Tanu Pada diamdiam juga bersaing dalam memperebutkan Sarindah. Ia pernah mendengar langsung
dari mulut Sangkan yang mencintai
Sarwiyah dan Kaligis mencintai
Sarindah. Akan tetapi sayang, dua
orang ini tidak mendapat tanggapan
dari dua gadis itu, karena sudah
menjatuhkan pilihan kepada pemuda
lain. Di saat Mahisa Singkir sedang
berpikir ini, tiba-tiba ia menjadi
kaget mendengar pekik kesakitan dari
samping. Kemudian ia terbelalak kaget
melihat robohnya Tanu Pada dan Kebo
Pradah. Darah membanjir keluar dari
punggung, sedang Kaligis dan Sangkan
masih memegang pedang bernoda darah,
menyeringai seperti iblis.
Mampus kau! geram Kaligis.
Kakang.... apa yang kaulakukan"
Mahisa Singkir gugup.
Akan tetapi Kaligis dengan
mendelik sudah membentak, Singkir!
Engkau jangan mencampuri urusan ini
kalau masih ingin hidup.
Sangkan cepat menyambung dengan
nada membujuk, Singkir, memang tidak
seharusnya kau mencampuri urusan
pribadi ini, supaya kau selamat. Engkau masih mempunyai hubungan keluarga
dengan diriku. Asal engkau tidak
berkhianat, aku dan Kakang Kaligis
takkan mencelakakan engkau.
Tetapi.....tetapi.....Mahisa
Singkir terbata-bata saking tegang dan khawatir. Engkau tahu, kepergianku
bersama Kakang Tanu Pada dan Kakang
Kebo Pradah. Bagaimana.... aku harus
menjawab....jika kelak Guru bertanya"
Kaligis membentak, Huh, mengapa
kau setolol itu" Katakan saja di jalan dihadang penjahat. Tanu Pada dan Kebo
Pradah mampus di tangan penjahat dan
kau berhasil menyelamatkan diri.
Mana mungkin Guru percaya... "
Mahisa Singkir gelisah, menundukkan
kepala lalu mengamati dua saudara yang menjadi korban itu bergantian.
Ternyata kegelisahannya sejak
tadi terbukti. Kaligis dan Sangkan
sudah menyerang Tanu Pada dan Kebo
Pradah secara curang. Agaknya tikaman
dari belakang itu tepat menembus
jantung. Sangkan mendelik tidak senang.
Kesabarannya hilang, lalu mengancam,
Pendeknya peristiwa ini hanya kau
seorang yang tahu. Kalau rahasia kami
ini sampai bocor, engkaulah orangnya
yang membocorkan. Dan apabila terjadi
demikian kau harus menebus dengan
nyawamu. Tahu"
Mahisa Singkir pucat. Ia sadar
kalau membantah, jiwanya tentu
melayang di tangan dua orang ini. Ia
tidak dapat berbuat lain kecuali harus tunduk. Jawabnya kemudian, Baiklah!
Urusan ini adalah urusan kalian
sendiri dan aku tidak akan ikut
campur. Dan akupun berjanji takkan
membuka rahasia ini kepada siapapun.
Akan tetapi sebaliknya akupun tidak
mungkin kembali ke Tosari.
Mengapa begitu" bentak Kaligis.
Kalau begitu, kau lain di bibir lain
di hati! Kakang, kau jangan cepat curiga,
Mahisa Singkir menjawab sambil
menghela napas dalam. Engkau tahu aku
tidak mungkin dapat berdusta kepada
Guru. Mengingat hal itu maka tiada
jalan lain yang lebih baik, kecuali
sejak sekarang aku menyingkir dari
Guru. Mahisa Singkir berhenti sejenak
mengambil napas. Lalu, Lenyapnya
Kakang Tanu Pada dan Kebo Pradah tentu akan merupakan peristiwa besar bagi
Mbakyu Sarindah maupun Mbakyu Sarwiyah. Manakah mungkin gampang percaya jika aku memberi laporan, bahwa dua
orang itu tewas di tangan penjahat
sedangkan diriku selamat tak kurang
suatu apa" Hemm, salah-salah diriku
sendiri yang dicurigai dan kemudian
disiksa. Nah, kalau sudah terjadi
seperti itu, manakah mungkin aku kuat
lagi menyimpan rahasia ini" Itulah
sebabnya aku memutuskan paling selamat kalau aku ikut menghilang juga.
Sangkan puas. Katanya, Bagus!
Keputusan yang tepat, dan jalan ini
memang yang terbaik.
Tetapi sekarang bagaimana dengan
mayat dua orang ini "
Hemm, mengapa sebabnya kau repot"
Letakkan dua mayat ini di tepi desa.
Esok pagi tentu akan dirawat orang.
Hayo cepat, dan kita pergi dari sini!
Kaligis sudah mendahului menyambar mayat Tanu Pada. Mau tak mau
Sangkan mengikuti dan menyambar mayat
Kebo Pradah. Lalu dua orang ini
berlarian menuju desa.
Mahisa Singkir tak kuasa menahan
mengalirnya air mata. Ia kemudian lari cepat ke jurusan lain. Lalu ia duduk
di atas batu, sambil terisak. Hati
pemuda ini amat sedih dan masygul.
Mengapa antara saudara seperguruan
sendiri terjadi persaingan dan
mengakibatkan saling bunuh" Apakah
kalau begitu cinta itu jahat" Cinta,
apakah mendorong manusia melakukan
perbuatan terkutuk" Ahh, ia menjadi
ngeri sendiri. Lama sekali pemuda ini menangis
sedih dan menyesali peristiwa yang
baru terjadi. Tidak pernah terbayang
sama sekali dalam benaknya, Tanu Pada
dan Kebo Pradah akan mati seperti itu.
Disamping ia menyesalkan peristiwa
yang baru terjadi, iapun menjadi
bingung sendiri. Kepergiannya tanpa
minta diri kepada orangtua. Namun sekarang karena takut bertemu dengan
gurunya, tidak mungkin ia kembali ke
Tosari dan menemui orang tuanya.
Saking bingung dan sedih, tibatiba saja timbul keputusannya yang
nekad. Hemm, aku tidak sanggup menjadi murid murtad dan menjadi anak tidak
berbakti kepada orang tua. Daripada
hidup terus tetapi menderita, lebih
baik mati saja....
Sringg....! Pedang dicabut.
Kemudian secara nekad mata pedang itu
disabetkan ke leher sendiri.
Akan tetapi ahh.... Mahisa
Singkir kaget sendiri karena tiba-tiba pedangnya runtuh ke tanah terpukul
oleh benda. Dengan sigap pemuda ini
meloncat karena menduga ada orang yang menyerang dirinya. Dalam keadaan
seperti ini ia tak takut mati.
Siapapun akan dihadapi dengan mata
terbuka dan hati tabah.
Heh heh heh heh. Engkau mau apa
orang muda" mendadak seorang kakek
gendut memakai jubah putih kedodoran
sudah muncul di depan Mahisa Singkir.
Munculnya kakek itu tiba-tiba dan
menyebabkan Mahisa Singkir berjingkrak kaget.
Siapa kau! bentaknya menggeletar.
Engkau manusia atau hantu"
Kakek gendut yang bukan lain Mpu
Anusa Dwipa ini terkekeh, hingga
perutnya yang gendut itu bergerakgerak. Heh heh heh heh, adakah hantu
dapat bicara seperti manusia" Hai
orang muda, apakah sebabnya engkau
ingin memenggal lehermu sendiri"
Kau.....kau yang sudah
menyebabkan pedangku runtuh"
Heh heh heh heh, kalau benar,
mengapa" Aku mau bunuh diri. Mengapa
sebabnya kau mengganggu"
Heh heh heh heh, apakah sebabnya
kau mau bunuh diri" Agaknya engkau
menghadapi urusan pribadi yang ruwet,


Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga engkau ingin mengakhiri
hidupmu dengan jalan itu" Hemm, orang
muda. Engkau keliru jika menganggap
urusan dapat selesai begitu saja jika
engkau sudah bunuh diri"
Mengapa tidak" Bukankah sesudah
aku mati segala urusan menjadi
rampung" Ha ha ha ha, kau picik
pengetahuan tentang hidup dan mati
anak muda. Sudah tentukah engkau mati
jika memenggal lehermu sendiri" Apakah kau lupa semua kehidupan di dunia ini
hanya Dewata Agung saja yang
menentukan" Jika tidak dikehendaki
engkau takkan bisa mati. Hemm, orang
muda, apakah engkau lupa bahwa sesuai
dengan kepercayaan dalam agama, bakal
terjadinya kehidupan lagi setelah
manusia ini meninggal dunia" Ketahuilah hai anak muda, orang yang mati
membunuh diri, dalam kehidupan kemudian hari, bisa tersesat. Senangkah
kau apabila harus menjelma sebagai
cacing atau babi"
Mendengar ini Mahisa Singkir
terbelalak. Serta merta pemuda ini
menjatuhkan diri dan berlutut, lalu
terdengar katanya yang setengah
meratap. Kakek, ohh.... terima kasih atas
nasihat kakek. Tetapi .... aku bingung dan tak tahu apa yang harus aku
lakukan, karena saudara seperguruanku
saling bunuh dan aku takut bertemu
kembali dengan guruku. Itulah sebabnya aku menjadi nekad mau membunuh diri.
Kalau sekarang Kakek melarang aku
membunuh diri, tolonglah.... aku yang
malang ini.... Mpu Anusa Dwipa terkekeh, Heh heh
heh heh, apakah maksudmu orang muda"
Aku sendiri manusia yang tanpa tempat tinggal, Aku sendiri beratap langit
dan berselimut embun.
Ambillah diriku sebagai murid.
"Hait...." kakek gendut ini
berjingkrak. Walaupun tubuhnya gendut, namun tubuhnya bisa ringan sekali dan
melenting cukup tinggi.
Mahisa Singkir melongo saking
kagum. Tahulah pemuda ini, kakek
gendut ini seorang sakti mandraguna.
Mungkin tidak kalah sakti dengan
gurunya. Ia harus bisa diterima
sebagai muridnya.
Kau ingin menjadi muridku" Murid
apa, heh heh heh heh. Aku tidak
mempunyai ilmu kepandaian apa-apa.
Heh heh heh heh. Engkau mau apa
orang muda" mendadak seorang kakek gendut memakai jubah putih kedodoran sudah
muncul di depan Mahisa Singkir.
Aku tidak perduli Kakek pandai
apa. Pendeknya, Kakek harus menjadi
guruku. Jika kakek menolak, aku akan
membunuh diri saja.....Mahisa Singkir
mendesak dan tidak memberi kesempatan
kepada Mpu Anusa Dwipa menolak.
Hemm, sesungguhnya engkau ini
murid siapakah, anak muda"
Si Tangan Iblis.
Hait.....lagi-lagi Mpu Anusa
Dwipa berjingkrak lagi. Baru tangannya sudah iblis, apalagi kakinya. Tentu
gurumu sakti mandraguna. Tetapi mengapa sebabnya engkau tinggalkan
pergi" Mahisa Singkir tidak mau bicara
kepanjangan. Pendeknya ia harus
mendapat kepastian, sedia ataukah
tidak kakek ini menerima sebagai
murid. Karena itu kemudian katanya
berubah menjadi ketus, Sudahlah, Kek,
mau atau tidak menerima diriku sebagai murid" Kalau tak mau tidak apa.
Pergilah dan aku mau membunuh diri.
Mpu Anusa Dwipa terkekeh. Dan
tentu sesuai dengan wataknya yang suka menolong, ia tak sanggup membiarkan
orang muda ini bunuh diri. Namun
sebaliknya untuk menerima sebagai
murid, iapun keberatan. Dirinya tidak
pernah punya murid. Namun sudah tidak
terhitung jumlahnya manusia yang
diberi bagian ilmu kesaktiannya.
Kakek ini mengusap jenggotnya
yang putih panjang menjuntai. Lalu
katanya, Engkau seorang anak muda yang keras hati, tetapi jujur. Hemm,
baiklah aku akan mendidik kau sambil
lalu selama dua tahun. Dan engkau
tidak berhak pula menyebut aku sebagai guru.
Betapa gembira hati pemuda ini
sulit dilukiskan. Ia menjatuhkan diri
dan berlutut sampai dahinya membentur
tanah. Mari kita pergi dari sini. Tapi
ingat, aku bukan gurumu, ujar kakek
itu. Tanpa membantah Mahisa Singkir
mengikuti di belakang. Akan tetapi
pemuda ini menjadi terbelalak kaget
dan kelabakan, karena gerakan kakek
gendut itu amat gesit. Ia sudah
melangkah cepat, kemudian lari. Akan
tetapi ternyata dirinya tidak dapat
mendekati kakek itu. Namun ia
mengeraskan hati dan terus berlarian,
sekalipun napasnya sudah keluar dan
masuk telinganya. Ia takkan berhenti
berlari mengejar Mpu Anusa Dwipa
sebelum napasnya putus. Karena ia
sadar tentu kakek gendut itu menguji
kesetiaannya. 2 Tiga bulan telah berlalu tanpa
terasa. Tibalah batas waktu para murid Si Tangan Iblis harus kembali ke
Tosari memberi laporan hasil tugasnya.
Rombongan yang datang pertama kali
adalah Wastu, Warigalit dan Bala Rebo.
Hari itu juga menyusul datang
rombongan murid yang menuju ke utara,
Kuda Sobrah, Senggring dan Pahang.
Semua murid yang sudah tiba ini
menyebabkan Si Tangan Iblis, Sarindah
dan Sarwiyah menghela napas sedih dan
menyesal. Karena semua pulang tanpa
membawa hasil. Harapan Si Tangan Iblis tinggal
kepada rombongan Tanu Pada dan
rombongan Kaligis. Orang tua ini
berharap, mudah-mudahan murid yang belum datang melapor itu berhasil.
Akan tetapi esok paginya Si
Tangan Iblis, Sarindah dan Sarwiyah
kaget ketika Kaligis dan Sangkan
datang tanpa Ananto. Maka timbul
pertanyaan dalam hati kakek dan cucu
ini, ke mana Ananto"
Untunglah Kaligis maupun Sangkan
cukup cerdik dan mengenal pula watak
gurunya. Sebelum gurunya bertanya, dua orang murid ini sudah berlutut di
depan Si Tangan Iblis sambil membenturkan dahi di tanah. Dan guna
menutupi rahasia kebusukannya, dua
murid ini malah sudah menangis sambil
meratap-ratap mohon supaya dibunuh
mati saja. Guru.... hu hu huuuuukkk.....
bunuh sajalah murid yang tidak berguna seperti aku ini! ratap Sangkan di
tengah tangisnya.
Benar.... Guru.... bunuh sajalah
kami.... Kaligis menirukan.
Sarindah dan Sarwiyah yang diamdiam benci kepada Kaligis maupun
Sangkan, tidak senang dan merasa
sebal. Mengapa dua orang ini begitu
datang sudah menangis dan minta
dibunuh" Huh huh, pemuda cengeng tiada
guna! bentak Sarindah. Apa sih
sulitnya membunuh kamu berdua, kalau
memang berdosa" Lekas katakanlah apa
sebabnya kamu datang dan meratap-ratap
" Sebal aku melihat murid Kakek yang
gampang menitikkan air mata.
Sarwiyah tak kalah angkuh dan
ketusnya. Bentaknya, Huh huh melihat
kamu datang tanpa Sentiko, jelas kamu
tak becus mencari. Tapi huh, di mana
Ananto" Mengapa tidak datang bersama
kamu" Si Tangan Iblis mengerutkan alis.
Kakek ini kurang senang mendengar
ucapan dan sikap cucunya. Tegurnya,
Indah! Wiyah! Sikapmu jangan sekasar
itu kepada saudara seperguruan
sendiri. Ibaratnya kita semua ini
adalah telor dalam satu sarang, dan
ibarat pula setandan pisang. Yang satu busuk yang lainpun menjadi busuk.
Tahu" Kamu semua harus rukun dan
bersatu padu dan kelak kemudian hari
kamu semua menunaikan tugas suci!
Si Tangan Iblis memang mendidik
murid-muridnya penuh disiplin,
menanamkan kerukunan adalah dengan
harapan kemudian hari semua murid ini
dapat mewakili dirinya membalaskan
sakit hati kepada musuh-musuhnya.
Mengingat cita-cita ini maka ia
terang-terangan menegur sikap cucunya.
Kaligis dan Sangkan, apa yang
sudah terjadi" Ceritakanlah sejujurnya, apakah sebabnya Ananto tidak
datang bersama kamu" Lalu di manakah
dia sekarang" tanya Si Tangan Iblis
dengan nada sabar, sesuai kedudukannya sebagai guru.
Sangkan yang lebih pandai bicara,
segera memberikan laporannya. Ia
mengarang cerita, bahwa di saat lewat
pada tebing gunung yang licin, Ananto
terpeleset jatuh dan masuk ke dalam
jurang. Dikatakan pula bahwa ia
bersama Kaligis sudah berusaha
menolong. Tetapi justru usaha mereka
itu malah hampir saja Kaligis
tergelincir masuk ke jurang.
Bohong! bentak Sarindah tiba-tiba
dan sring... gadis cantik ini sudah
menghunus pedang dan me-ompat ke
depan. Pedangnya menyambar untuk
memancung leher Kaligis dan juga
Sangkan sekaligus.
Tring.....! Sarindah terhuyung
mundur dan hampir saja pedangnya
lepas. Telapak tangannya panas sedang
lengannya seperti lumpuh, sebab
pedangnya yang menyambar sudah
disentil dengan jari tangan kakeknya
sendiri. Indah! Apa maksudmu" tegur Si
Tangan Iblis sambil mendelik marah.
Aku tidak percaya keterangannya.
Keterangan itu bohong belaka, Kek, dan Kakek harus mengadakan penyelidikan di
tempat, baru aku bisa mempertim-bangkan. Apabila keterangan mereka
tidak masuk akal, sepatutnyalah murid
jahat ini dihukum mati.
Sadar keselamatan nyawanya dalam
bahaya, Sangkan yang licin cepat
menyahut setengah menantang, Adi
Sarindah! Apakah alasanmu menuduh
keteranganku bohong" Mau menyelidiki
di tempat peristiwa silakan. Tetapi
sebaliknya, bagaimanakah kalau keteranganku ini benar" Kalau Guru memang
mempersalahkan aku tak becus menjaga
keselamatan Adi Ananto, itu urusan
lain. Dan sebagai murid, akupun sudah
mengaku bersalah, karena itu aku sudah menyerahkan jiwaku dan kalau perlu
dihukum mati oleh Guru, sebagai
penebus kesalahanku, akupun tidak
menyesal. Karena bagaimanapun, murid
yang setia dan baik harus tunduk
kepada Guru. Tetapi karena masalah ini di luar kemampuan kami dan merupakan
kecelakaan, hanya Dewata saja yang
sudah tahu.

Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sudah, sudahlah! cegah Si Tangan
Iblis. Kalian jangan ribut sendiri.
Sarindah, sekalipun engkau cucuku,
tetapi dalam urusan perguruan, kau pun kedudukanmu sebagai murid. Dalam
perguruan sikap seorang guru harus
adil dan bijaksana dan tidak boleh
pilih kasih. Tahu"
Sarindah terbungkam mendengar
ucapan kakeknya yang keras ini. Namun
diam-diam gadis ini tetap pada
pendiriannya, tidak percaya keterangan Sangkan itu. Disamping timbul rasa
tidak percaya, gadis inipun menjadi
marah juga. Ia merasa malu dibentak
dan ditegur kakeknya di depan orang
lain. Maka sambil membantingkan kaki
gadis ini kemudian menyeret adiknya
diajak pergi meninggalkan rumah.
Si Tangan Iblis menghela napas
panjang. Ia menyesal juga mengapa
terpaksa menegur cucunya sendiri
secara keras. Namun apa harus dikata"
Ia dalam kedudukannya sebagai guru
tidak boleh pilih kasih dalam
menghadapi semua muridnya. Maka
Sarindah yang mau menang sendiri tidak boleh terjadi, apa pula secara lancang
sudah berusaha membunuh orang, sebelum ada pembuktian salah dan benarnya
keterangan Sangkan. Disamping itu ia
merasa pula sedang menghadapi
persoalan yang lebih penting, tentang
Sentiko. Karena itu dengan sikap yang
sabar, ia menanyakan tentang hasil
usaha para murid dalam usaha mencari
Sentiko. Dengan kepandaiannya mengarang
cerita, Sangkan menerangkan secara
lancar tentang peristiwa Ananto,
diberi bumbu yang menarik. Hingga Si
Tangan Iblis mendengarkan penuh
perhatian. Padahal kenyataan yang terjadi
jelas berbeda. Kaligis maupun Sangkan
tidak menunaikan tugas semestinya.
Kenyataannya sesudah berhasil membunuh Tanu Pada dan Kebo Pradah, mereka
menghabiskan waktu untuk pergi ke mana mereka sukai. Dalam hal ini Sangkan
malah menceritakan pula dalam
perjalanan menunaikan tugas hampir
saja mati di tangan seorang pemuda
yang berkawan dengan binatang berbisa.
Si Tangan Iblis terbeliak kaget
mendengar cerita ini. Orang yang
terkenal berkawan dengan binatang
berbisa, hanya Julung Pujud. Apakah
orang itu masih hidup dan pemuda itu
muridnya" Kalau benar, sungguh
kebetulan, Julung Pujud bisa dijadikan sekutunya.
Di mana kau bertemu dengan pemuda
itu" tanya Si Tangan Iblis. Apakah
pemuda itu berdua dengan seorang tua
kerdil yang rambutnya dibiarkan
terurai tanpa digelung"
Melihat gurunya tertarik, Sangkan
gembira. Kalau gurunya sudah tertarik
persoalan lain bukankah ini merupakan
permulaan yang menguntungkan" Berarti
dirinya takkan didesak tentang
persoalan Ananto. Jawabnya cepat,
Tidak, Guru. Apakah guru sudah kenal
dengan guru bocah itu" Kalau tak salah dia mengaku bernama Warigagung, sedang
gurunya, dia menyebut nama Julung
Pujud. Ha ha ha ha, memang benar dia!
Sayang, bocah itu sendirian saja.
Kalau gurunya hadir, hemm.....betapa
menggembirakan. Karena tahukah kau
guru bocah itu merupakan sahabat
baikku" Telah puluhan tahun lamanya
nama Julung Pujud lenyap dan semula
aku mengira dia sudah mati. Namun
ternyata sekarang, nyawa orang kerdil
itu masih ulet juga.
Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh
suara lengkingan nyaring. Seperti anak panah lepas dari busur, tubuh Si
Tangan Iblis melesat keluar rumah.
Lalu kakek itu berlarian seperti
terbang menuju ke timur.
Kaligis dan Sangkan saling
pandang dengan bibir tersenyum, hati
merasa lega dan merasa bebas dari
bahaya. Kemudian seperti murid yang
lain, dua orang inipun berlarian
mengikuti jejak gurunya.
Si Tangan Iblis berlarian cepat
sekali dengan hati gelisah. Karena
lengkingan nyaring tadi merupakan
tanda bahaya dalam perguruannya.
Lengking yang sudah amat ia kenal itu, tentu lengking cucunya sendiri,
Sarwiyah. Hanya yang menyebabkan kakek
ini heran, bahaya apakah yang
mengancam cucunya itu dan mengapa pula sebabnya Sarwiyah pergi diam-diam"
Memang sesungguhnya, dengan hati
amat mendongkol, Sarindah dan Sarwiyah meninggalkan rumah diam-diam. Karena
semua murid kakeknya sudah pulang
sedang yang belum tinggal Tanu Pada,
Kebo Pradah dan Mahisa Singkir, maka
Sarindah segera mengajak adiknya pergi untuk menjemput rombongan murid yang
belum pulang itu. Dengan kata lain
Sarindah sudah merindukan Tanu Pada
sedang Sarwiyah sendiri sudah rindu
kepada Kebo Pradah.
Dan sebenarnya kakak beradik ini
gelisah juga, mengapa pemuda yang
mereka rindukan itu terlambat datang"
Maka daripada di rumah hati tidak
tenang, lebih baik pergi dari rumah
sambil mencari hawa baru.
Dalam perjalanan ini Sarindah
yang berangasan itu bersungut-sungut
mencela sikap kakeknya. Katanya, Huh,
mengapa sebabnya Kakek jadi begitu"
Mengapa Kakek malah membela Kaligis
dan Sangkan" Huh, aku benci sekali.
Hemm, sudahlah, engkau jangan
marah-marah sendiri seperti itu! sahut Sarwiyah yang nadanya seperti memberi
nasihat. Watak kakak beradik ini memang
berlainan. Sarindah berangasan,
sebaliknya Sarwiyah sabar dan agak
pendiam. Kita memang tidak bisa begitu
saja menyalahkan Kakek. Sebab kita
belum memperoleh bukti, benar dan
tidaknya keterangan dua orang itu.
Guna mencari keterangan, tentu saja
kita harus mendapat bantuan Kakang
Kebo Pradah dan Kakang Tanu Pada.
Hemm, tetapi sayang sekali mengapa
mereka terlalu lambat" Mudah-mudahan
kita tidak terlalu jauh harus
menjemput. Tetapi huh, sikap Kakek itu,
mengapa malah berpihak kepada dua
bedebah itu" Huh, kalau saja tidak
dihalangi Kakek, lehernya tentu sudah
putus kubabat pedang. Huh, benci aku
melihat dia! Sarindah mengucapkan
kata-katanya dengan geram. Coba siapa
yang tidak benci" Matanya itu seperti
iblis kalau memandang aku. Huh,
sangkanya dia pemuda tampan dan aku
tertarik" Huh, kalau melihat orang,
mulutnya cengar-cengir seperti monyet!
Tiba-tiba terdengar suara orang
ketawa terkekeh. Belum juga lenyap
suaranya sudah muncul seorang pemuda
yang rambutnya tidak digelung,
mendelik dan menghardik, Hai, apa
katamu tadi" Siapa yang cengar-cengir
seperti monyet"
Munculnya pemuda itu yang bukan
lain Warigagung menyebabkan dua gadis
ini kaget. Dalam keadaan sedang uringuringan ini, menyebabkan Sarindah amat tersinggung. Gadis ini mendelik dan
marah. Dan pemuda ini malah bisa
dijadikan sasaran kemarahannya.
Engkau itulah yang cengar-cengir
seperti iblis. Huh, apakah sangkamu
dengan pakaianmu macam itu, menjadi
tambah keren dan tampan" Huh, muak aku melihat kau!
Warigagung ketawa terkekeh. Akan
tetapi matanya mendelik marah. Ia juga pemuda berangasan, gampang marah dan
suka gila-gilaan. Jangan lagi kepada
orang yang menyinggung perasaannya,
walaupun kepada orang yang tak
bersalah sekalipun, ia bisa bertindak
semau sendiri. Suka mengganggu orang
untuk memancing kemarahan dan
tangannya ganas dan tidak segan
membunuh manusia.
Sesuai dengan wataknya itu maka
balasnya tak kurang lantang. Kau
bilang apa" Aku seperti iblis, heh heh heh heh. Sangkamu kau ini seperti apa"
Huh, engkau perempuan bawel. Perempuan lancang mulut, apakah sangkamu kau
cantik" Huh huh, engkaupun seperti
wewe gombel penjaga kuburan!
Mbakyu, tegur adiknya. Sudahlah,
jangan kau layani dia. Mari kita
mengambil jalan lain.
Apa" bentak Sarindah. Kita harus
mengalah kepada pemuda gila ini" Kita
mau saja dihina orang" Huh huh, tidak!
Aku tidak takut! Aku masih sanggup
menghajar pemuda liar dan lancang
mulut ini! Bagus, heh heh heh heh! Dengan
apa engkau mau menghajar aku" ejek
Warigagung. Marilah kita coba, dan
tanganku sudah gatal untuk menampar
mulutmu yang bawel itu. Heh heh heh
heh, aku ingin melihat. Apakah pipimu
yang halus dan bibirmu yang merah
itu..... Sring.. Sarindah mencabut pedang.
Mampuslah! teriaknya sambil
menerjang ke arah Warigagung. Gadis
yang wataknya memang berangasan ini
sudah tidak kuasa lagi menahan
kemarahannya. Begitu menyerang dengan
pedang sekaligus sudah menyerang mata, leher dan ulu hati.
Sarwiyah yang memang lebih sabar
berdiri menonton ia tak akan memberi
bantuan kepada mbakyunya, kalau
keadaan tidak memerlukan benar. Karena bantuan itu hanya akan merendahkan
martabat kakak-perempuannya yang belum tentu kalah.
Ahhh....! Warigagung berteriak
kaget, ketika tiba-tiba sinar putih
yang panjang menyerang dirinya dengan
ganas dan cepat. Ia melompat ke samping sambil menyentil dengan jari
tangan. Akan tetapi pedang Sarindah
seperti ular hidup. Sentilan jari
tangan Warigagung tidak kena, malah
hampir saja lengannya tertabas pedang.
Dalam hal ilmu pedang, Sarindah
memang merupakan murid terpandai dan
tingkatya lebih tinggi dibanding
Sarwiyah. Memang tidak percuma Si Tangan
Iblis menggembleng cucunya semenjak
masih kecil. Maka tidak mengherankan
kalau pedangnya bergerak seperti hidup dan menyambar ke depan dengan ganas.
Akan tetapi sekalipun usianya
masih lebih muda, Warigagung dididik
penuh disiplin dan penuh ketekunan
oleh Julung Pujud, tokoh sakti
mandraguna yang wataknya aneh. Maka
serangan ganas yang dilakukan Sarindah itu disamping menimbulkan kegembira-annya
juga menyebabkan pemuda ini
marah. Ketika pedang sarindah
berkelebat dari atas membabat leher
yang diteruskan ke bawah untuk menikam dada, dengan gesit Warigagung menekuk
tubuh lalu berjungkir balik ke
belakang beberapa jauhnya. Begitu
berdiri, tahu-tahu pedang dengan hulu
dihias ukiran kepala ular sudah di
tangan. Pemuda ini meringis dan mulai
beringas. Bentaknya geram, Huh, tanpa
sebab kau sudah menyerang aku dengan


Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ganas dan berusaha membunuhku. Karena
itu engkau jangan menyalahkan aku jika pedangku ini sampai melubangi tubuhmu!
Enak saja kau bicara! ejek
Sarindah. Engkau sendiri yang akan
mampus dalam tanganku. Berbareng
dengan ucapannya yang terakhir,
Sarindah sudah menerjang ke depan.
Sinar putih yang panjang berkelebat,
kemudian bergulung membungkus tubuh
lawan. Tetapi serangan yang hebat itu
hanya disambut dengan ketawa Warigagung yang terkekeh dan sesaat
kemudian, trang.... benturan pedang
terdengar nyaring.
Sarindah memekik tertahan dan
tubuhnya terhuyung beberapa langkah ke belakang. Gadis ini meringis menahan
sakit disamping tambah marah.
Sebaliknya Warigagung hanya
mundur dua langkah ke belakang, lalu
pemuda ini terkekeh merendahkan.
Peristiwa yang terjadi ini di
luar dugaan. Sarindah menahan rasa
sakit karena lengannya seperti lumpuh.
Kemudian dengan sinar mata yang
beringas, gadis ini memaki.
Bangsat hina! Engkau berani
kurangajar di tempat ini" Huh Sarwiyah! Mari kita keroyok dan kita
bunuh pemuda busuk ini.
Sring! Sarwiyah menghunus pedangnya setelah mendapat izin kakaknya.
Lalu kakak-beradik ini membagi
serangan dahsyat. Sarindah menyerang
bagian tubuh atas sedang Sarwiyah menyerang bagian tengah dan bawah.
Serangan ini merupakan serangan
ganas dan amat berbahaya, karena
serangan kakak beradik ini menutup
ruang gerak Warigagung.
Trang trang..... Auww....!
Warigagung berhasil menghalau
sambaran dua batang pedang kakak
beradik ini dengan tangkisan pedangnya. Namun pemuda ini tidak urung
harus berteriak kaget sambil melompat
ke belakang. Sebab ternyata walaupun
ia berhasil menangkis pedang tersebut, pedang lawan meluncur kembali
menyerang. Pedang Sarindah hampir saja melukai lehernya, sedang pedang
Sarwiyah hampir saja melubangi perutnya. Apa yang terjadi memang di luar
dugaan Warigagung. Pedang yang bisa
ditangkis itu sekalipun mental
menyeleweng masih merupakan ancaman
berbahaya. Memang inilah termasuk keistimewaan ilmu pedang yang dicampur
dengan gaya permainan tombak hasil
ciptaan Si Tangan Iblis. Kehebatan
ilmu pedang itu baru tampak nyata dan
lebih ganas apabila sudah mengeroyok.
Gabungan tenaga dan kerjasama dalam
mengeroyok ini akibatnya akan
menyulitkan pihak yang dikeroyok.
Karena kekuatannya akan menjadi
berlipat ganda. Demikian pula yang
terjadi sekarang ini, walaupun
Warigagung seorang pemuda yang sudah
mendapat gemblengan Julung Pujud,
tidak urung agak kesulitan juga
menghadapi keroyokan ini. Kecepatan
dan perubahan gerak pedang lawan ini
sulit diduga, dan hanya karena mengerahkan kepandaiannya saja Warigagung
sanggup menghadapi keroyokan ini.
Kalau pada tiga bulan lalu
Warigagung menghadapi lima orang murid Si Tangan Iblis tanpa kesulitan,
adalah tidak mengherankan. Karena
tingkat para murid Si Tangan Iblis itu jauh di bawah Sarwiyah maupun
Sarindah. Jangan lagi terhadap dua
orang gadis ini, baru dengan Ananto
dan Sentiko saja, tingkat Tanu Pada
dan adik-adik seperguruannya masih
kalah tinggi. Itulah sebabnya Warigagung menghadapi keroyokan dua orang
ini harus mengerahkan kepandaiannya.
Sekalipun demikian Warigagung hanya
kuasa mengimbangi saja tanpa bisa
mendesak. Keadaan ini menyebabkan Warigagung yang mempunyai watak liar dan
ganas itu menjadi penasaran. Hanya
untungnya sekalipun pemuda ini ganas,
Warigagung merupakan seorang pemuda
yang tak sampai hati mengganas kepada
perempuan. Ia masih mempunyai sifatsifat baik terhadap wanita. Ia
demikian menghormati. Oleh sebab itu
walaupun ia seorang pemuda yang
mempunyai sifat liar, ia benci kepada
laki-laki yang berani menghina dan
mempermainkan perempuan. Tak segansegan membunuh orang dalam usahanya
membela wanita.
Mengapa Warigagung mempunyai
watak dan sikap seperti ini terhadap
perempuan" Semua ini mempunyai sangkut paut dengan sejarah hidupnya sendiri.
Ia tidak akan lupa kepada peristiwa
yang telah menimpa ibunya.
Peristiwa itu terjadi ketika
Warigagung baru berumur enam tahun.
Pada suatu hari terjadilah percekcokan antara ayah dan ibunya. Sikap ayahnya
memang sewenang-wenang dan kasar
terhadap ibunya. Maka dalam percekcokan ini ayahnya telah memukuli
ibunya. Bukan saja dengan tangan dan
kaki, tetapi juga menggunakan alat
pemukul. Karena dipukuli dan disiksa
sedemikian rupa oleh ayahnya, sebagai
akibatnya ibu itu meninggal karena
luka-lukanya yang berat dan tidak kuat menahan sakit. Dan ketika itu entah
mengapa sebabnya, walaupun ia baru
berumur enam tahun, tidak tahan
melihat ibunya menggeletak dan mandi
darah. Ia kemudian marah dan membela
ibunya, dengan mengambil alat pemukul
dari kayu yang semula dipergunakan
ayahnya memukuli ibunya. Kemudian
menggunakan seluruh kekuatannya, ia
memukul ayahnya dari belakang.
Pukulan itu walaupun tidak
menimbulkan sakit tetapi ayah yang
sedang mata gelap ini bukannya
menginsyafi kesalahannya telah membunuh isterinya sendiri, malah segera
menyambar alat pemukul tersebut dan
direbut. Warigagung berusaha mempertahankan alat pemukul itu tetapi kalah kuat dan roboh terguling. Dalam
kalapnya ayah ini segera memukuli
Warigagung sekuat tenaga sambil
berteriak, Mampuslah kau anak durhaka!
Bukk.....! sekali pukul Warigagung yang kecil itu hanya menjerit
satu kali lalu pingsan.
Untung ketika alat pemukul itu
melayang untuk kedua kalinya, si ayah
yang kalap terhuyung ke belakang
roboh, terdorong oleh angin yang kuat
sekali. Ternyata saat itu muncullah
Julung Pujud yang menyelamatkan
Warigagung, dan seterusnya menjadi
gurunya. Peristiwa meninggalnya si ibu
yang amat dicintai itu dan di tangan
ayahnya sendiri, mengesan sekali dalam sanubari bocah itu. Peristiwa itu selalu
menjadi kenangan pahit dan tidak
bisa dilupakan sekejap pun, kecuali di kala tidur.
Apa yang terjadi ini kemudian
mempengaruhi watak dan tabiatnya. Ia
menjadi seorang pemuda yang amat
menghormati kepada wanita. Ia takkan
rela melihat setiap wanita yang
direndahkan laki-laki. Tanpa peduli
lagi, siapa yang dibelanya dan lakilaki yang berani merendahkan tentu disiksa dan mungkin malah dibunuh mati.
Tetapi apakah sebabnya sekarang
ini ia menjadi marah dan melawan
kepada Sarindah dan Sarwiyah soalnya
bukan lain karena sikap Sarindah ini
amat menyinggung perasaan dan
menyebabkan ia menjadi marah.
Warigagung masih ingat bahwa yang
dihadapi ini perempuan, sekaum dengan
ibunya. Maka walaupun penasaran tidak
segera dapat mengalahkan lawan, ia
masih dapat membatasi diri. Ia tidak
mau menggunakan jarum beracun yang
berbahaya itu. Akan tetapi ternyata usahanya
mengalahkan dua orang gadis ini tidak
juga berhasil. Walaupun ia sudah
mengerahkan kepandaiannya dan seratus
jurus sudah lewat, keadaan masih tetap imbang. Diam-diam ia menjadi gelisah,
karena untuk melukai dengan jarum
beracun tidak sampai hati. Lalu apa
yang harus dilakukan menghadapi dua
gadis ini! Untung ia segera ingat perempuan
jijik kepada binatang melata. Lebihlebih sebangsa ular. Teringat itu
timbullah akalnya. Ia akan mengundang
ular, dan ia percaya di tempat ini
banyak binatang itu.
Mendadak ia melengking nyaring
sambil melompat jauh ke belakang. Pada kesempatan ini ia segera mencabut
serulingnya, dan segera pula meniup
serulingnya itu dengan langan kiri.
Pada mulanya kakak-beradik ini
heran dan curiga melihat lawannya
mencabut seruling lalu meniup. Namun
sesaat kemudian dengan melengking
nyaring dan marah, Sarindah dan
Sarwiyah sudah menerjang maju
berbareng. Sarindah menyerang dari
arah kiri, sedang Sarwiyah menyerang
dari arah kanan. Angin yang dingin
dari pedang segera menyambar ke arah
Warigagung. Warigagung yang sedang meniup
seruling menggunakan tangan kiri tentu saja tak mau melayani serangan
tersebut dan menggunakan kelincahannya menghindar sambil menangkis.
Trang trang trang
Tulit.... tulit.....tulit....!
Benturan senjata pedang terdengar
berkali-kali dan diselingi suara
seruling yang nyaring.
Melihat lawannya hanya selalu
menangkis sambil meniup serulingnya
ini, tiba-tiba mereka menjadi curiga.
Khawatir kalau lawan menggunakan ilmu
sihir. Maka Sarindah segera memperhebat serangannya, sambil menganjurkan kepada adiknya untuk berbuat
sama. Wiyah! Hayo lekas kita bunuh
pemuda liar ini!
Mari kita berlomba Mbakyu, dia
sudah tidak dapat membalas serangan
kita. Tetapi di saat dua orang kakakberadik ini memperhebat serangannya,
tiba-tiba terdengarlah suara berisik
dari segala jurusan dan terdengar pula suara desis panjang yang saling sahut.
Pada mulanya dua orang gadis ini
heran. Tetapi setelah suara berisik
itu menjadi semakin dekat sedang suara mendesis semakin nyata terdengar, baik
Sarindah maupun Sarwiyah menjadi kaget dan pucat. Ular yang tidak terhitung
banyak nya bergerak cepat dari segala
penjuru. Suara desis tidak pernah
putus, dan bau anyir bercampur amis
segera menusuk hidung mereka,
menyebabkan dua gadis ini mual.
Dua orang gadis ini memang cukup
tangguh apabila berhadapan dengan
manusia. Tetapi begitu berhadapan
dengan puluhan ekor ular besar dan
kecil yang saling mendesis, menjulurkan lidah merah, mereka menjadi ngeri


Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan ketakutan. Tidak tercegah lagi
niereka mengangkat tangan kiri untuk
menutup mata dan wajah. Mereka tak
tahan melihat ular sebanyak itu dan
sekarang sudah mengurung dari segala
jurusan. Antara mereka dengan
Warigagung sekarang telah dipisahkan
oleh pagar ular hidup. Warigagung
sudah menyarungkan pedangnya, dan
sekarang pemuda ini duduk di atas batu sambil asyik meniup serulingnya.
Senang juga hati Warigagung
melihat lawannya sekarang tidak
berdaya itu. Kalau saja yang dikurung
ular itu bukan perempuan, Warigagung
sudah tentu menurunkan tangan maut. Ia bisa menyerang dengan jarum yang
beracun, atau menggerakkan ular-ular
itu dengan irama serulingnya untuk
menyerang. Namun karena perempuan,
maka dalam hatinya sudah merasa puas
apabila perempuan ini menjerit-jerit
minta ampun. Tiba-tiba pemuda ini menghentikan
tiupan serulingnya, gehingga ular-ular itu berhenti bergerak. Sejenak
kemudian terdengar suara Warigagung
yang tertawa dan berkata, Ha ha ha ha, kamu takut ular" Hayo, lekaslah kamu
minta ampun dan mengaku kalah. Ularular itu akan segera kuusir pergi dan
engkau takkan diganggu lagi.
Walaupun ngeri, setelah ular-ular
itu tidak bergerak, mereka berani
membuka mata. Namun ketika mendengar
tuntutan Warigagung supaya menyerah,
Sarindah yang berangasan menjadi
marah. Huh! bentaknya. Dengan mengandalkan ular yang liar itu, kau sudah
sombong dan lancang mulut" Hayo jika
engkau memang jantan, singkirkanlah
ular-ular itu dan kita berkelahi lagi.
Heh heh heh heh, aku tidak suka
berkelahi dengan perempuan. Maka biar
ular-ular itu saja yang mewakili aku
mengeroyok kamu! sahut Warigagung.
Walaupun semula mereka takut
melihat puluhan ular yang datang dan
menjadi ketakutan, tetapi sekarang
perasaan itu sudah berkurang. Maka
mendengar ucapan Warigagung ini mereka menjadi salah paham. Mereka mengira
pemuda itu merendahkan dan menghina.
Mereka juga mengira diri mereka
bukanlah lawan yang sepadan. Padahal
ucapan Warigagung ini sejujurnya, dan
ia benar-benar merasa tak enak hati
berkelahi melawan perempuan. Sebab
setiap berhadapan dengan lawan
perempuan segera terbayang di depan
matanya ibunya yang menggeletak mati
dan mandi darah oleh siksaan ayahnya.
Karena salah paham Sarindah dan
Sarwiyah menjadi marah. Lalu
terdengarah kata Sarindah yang
lantang, Wiyah! Mari kita bunuh semua
ular ini. Mari! sambut Sarwiyah penuh
semangat. Kuatkan hatimu dan jangan
terpengaruh. Kakak beradik ini segera bergerak
dan meloncat menggunakan pedang
masing-masing untuk mulai membabat
ular yang mengurung itu.
Akan tetapi sebaliknya Warigagung
segera ketawa terkekeh, lalu meniup
serulingnya dengan nada tinggi. Hingga puluhan ular itu bergerak lagi, ada
yang tiba-tiba berdiri dengan mengangkat kepala, sedang ular bandhotan yang pendek itu melenting menyambar kakak
Harimau Kemala Putih 9 Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto Rajawali Hitam 1

Cari Blog Ini