Rahasia Si Badju Perak Karya G. K. H Bagian 7
mau dikata sikapnya terhadap kau, semua adalah keluar dari ketulusan hatinya ingin
melindungi keselamatanmu. Sekarang dia tengah menghadapi kesukaran, pula kau sudah
mengetahui duduk perkaranya dengan jelas tidak dapat tidak kau harus pergi menolongnya.
Apalagi kau harus ingat keenam orang berkedok hitam yang membunuh ayahmu itu kini telah
dikurung oleh To Yong disuatu tempat terahasia hanya dia seorang tahu dimana tempat itu.
Dan juga tentang jejak Ban-keh-seng-hun Ciu Hou hanya dia seorang pula yang mengetahui.
Dengan kepandaianmu sekarang yang telah maju pesat berapa kali lipat, betapapun banyak
musuh-musuh yang mengepung To Yung itu, kalau kau dapat bekerja melihat gelagat pasti
kau dapat menolongnya keluar..............."
Nada perkataan Hun-tai Siancu halus dan lemah lembut, namun seolah-olah mengandung
kekuatan besar yang berwibawa, sampai Thian-ih merasa tak enak untuk berkukuh menolak
maksud hati orang, tergeraklah hatinya, airmukanya juga pelan-pelan berubah tenang dan
wajar. Hun-tai Siancu melihat akan perubahan sikap ini, dengan riang segera ia berkata lagi:
"Setelah kau tolong To Yong, kau boleh segera menanyakan jejak keenam orang berkedok dan
Ciu Hou, dapatlah kau pergi menyelesaikan permusuhanmu dengan mereka. Untuk
selanjutnya, aku dapat menyilami perasaanmu, kalau sudah begitu mendalam cintamu
terhadap Hong-gi, aku juga sangat setuju, nanti setelah segala urusan sudah beres, boleh kau
pergi mencari dia dan membawanya kemari......"
Petuah halus dari nada seorang angkatan tua terhadap keluarganya yang lebih muda. Namun
Thian-ih tidak merasakan hal ini dan tidak merasa heran. Dia sangat setuju untuk membawa Li
Hong-gi ke Hun-tai-san ini, memang kelak mereka harus hidup bahagia dipuncak gunung ini
mendampingi Hun-tai Siancu. Entahlah mengapa, Thian-ih merasa sangat dekat dan hangat
untuk berdekatan dengan teman ayahnya ini, berat rasanya untuk tinggal pergi jauh. Tapi
Thian-ih yang cerdik juga dapat merasakan Hun-tai Siancu tadi rada mengandung sedikit
penyesalan, itu terang karena persoalan Cia In-hun. Menurut maksudnya semula memang
hendak menjodohkan dirinya dengan Cia In-hun. Kalau memikirkan hal ini jantung Thian-ih
lantas berdebur dengan kerasnya.
Terdengar Hun-tai Siancu menghela napas panjang, tanpa melihat airmuka orang Thian-ih
sudah tahu bahwa dia orang tua merasa kasihan terhadap dirinya yang banyak terlibat ikatan
cinta. Pesan terakhir Hun-tai Siancu diucapkan dengan halus sekali: "Thian-ih, kau harus
istirahat dan segera berangkat. Ingat! Jagalah dirimu baik-baik, bekerjalah dengan tenang
dengan kepala dingin, jangan sembrono dan keliwat takabur. Setelah urusan beres jangan
lupa pula kau bawa Hong-gi kemari !"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Besok pagi matahari baru muncul dari peraduannya Thian-ih sudah melangkah dalam
perjalanan menuju ke-utara. Menurut keterangan Hun-tai Siancu, To Yong terkepung
dipegunungan Ci-bong dalam wilayah Shoatang. Para pengepungnya adalah para jagoan dari
istana raja serta gembong-gembong silat dari aliran hitam yang ingin mengincar harta benda
simpanan To Yong serta Thio Thian-ki dari hasil kerjanya dulu. Selain itu ada juga beberapa
orang musuh-musuh bebuyutan dari To Yong dan Thian-ki dulu, demi mendengar sibaju perak
sudah terkepung mereka lantas meluruk datang hendak menuntut balas.
Thian-ih tidak berani berayal, untuk tidak menimbulkan curiga orang dia melalui jalan
pegunungan yang sepi supaya dapat kembangkan ilmu ringan tubuhnya menempuh
perjalanan jauh ini. Hari itu, Thian-ih sudah dekat dengan sekitar pegunungan Ci-bong,
mendadak ditengah jalan Thian-ih menghadapi suatu kejadian aneh.
Dilihatnya serombongan barisan berkuda yang berjumlah 40-an. Semua laki-laki tegap diatas
kuda mengenakan pakaian sepan, kepalanya dibelebet kain, pinggangnya mengenakan ikat
yang serupa, keadaan mereka ini sangat aneh dan lain dari yang lain. Dipinggang mereka
masing-masing menyoren senjata, agaknya mereka tengah mengiringi dan melindungi sebuah
kereta, iring-iringan berjalan pelan-pelan. Yang terdepan kadangkala meniup terompet yang
terbuat dari keong, suaranya mendengung tinggi menyedihkan, mereka tak peduli bahwa
iringan mereka ini menimbulkan perhatian orang-orang disepanjang jalan. Wajah mereka
serius. Sekian lama Thian-ih mengawasi, tak tahu dia, mereka dari golongan mana. Diam-diam
ia merasa heran dan curiga.
Diamat-amati kereta didepan rombongan itu, bentuk kereta ini rada aneh lain dari pada kereta
umumnya yang sering terlihat di jalanan umum, bukan saja kayunya bercat putih, tendanya
putih dan keledai yang menarik juga berbulu putih lagi, agaknya inilah sebuah kereta
kematian. Oleh karena itu lantas terpikirkan oleh Thian-ih mungkin inilah rombongan
pengantar jenazah yang hendak dikubur.
Belum lagi hilang perasaan heran Thian-ih, dia dikejutkan lagi dengan kejadian aneh yang
dilihatnya. Waktu angin menghembus agak keras kerai kereta sedikit tersingkap keatas, sekilas
saja Thian-ih melihat didalam kereta itu duduk seorang gadis rupawan, tangannya
mengemban sebuah Leng-pay yang terbuat dari kayu. Meskipun hanya sekilas pandang saja
tapi hampir saja Thian-ih berseru kejut, karena gadis itu mengenakan pakaian berkabung
dengan ikat pinggang dari tali rami. Wajahnya yang halus putih itu tengah dirundung
kesedihan, sikapnya yang agung dan wajahnya yang jelita itu benar-benar mirip dengan
jantung hati Thian-ih sendiri yaitu Li Hong-gi.
Tergetar hati Thian-ih, cepat-cepat ia berlari mendekat kereta itu, baru saja ia hendak
menyingkap tenda kereta, para pengawal yang berpakaian ketat dipinggir kereta itu segera
maju menghalangi, tanpa banyak kata lagi mereka terus ayun pecut dari atas kuda menghajar
kearah Thian-ih. Betapa tinggi kepandaian Thian-ih sekarang, masa mandah saja dihajar orang, dibawah
kepungan tujuh delapan utas pecut musuh, Thian-ih unjukkan kegesitan tubuhnya, meskipun
angin menderu-deru tapi tiada satupun yang mengenai baju Thian-ih. Tak tertahan lagi segera
mereka membentak-bentak: "Keparat, menggelindinglah terima kematian!"
Dialog perkataannya jelas sekali bahwa mereka dari luar perbatasan utara. Sekali lompat
Thian-ih meloloskan diri dari kepungan terus mendekati kereta, sekali ulur tangan ia tangkap
salah seekor keledai terus menekannya sampai kereta itu berhenti. Saking kaget dan tersentak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
berhenti hampir saja kusir kereta terjungkal dari tempat duduknya.
Sambil berkelit dari bacokan dan babatan berbagai senjata orang-orang itu, Thian-ih berteriak
lantang: "Hong-gi, Hong-gi, akulah Thian-ih.................."
Mendadak kerai kereta disingkap dari dalam, terdengar gadis itu membentak: "Berhenti !"
begitu pandangan mereka saling bentrok, sorot mata masing-masing lantas mengunjuk rasa
heran dan melongo. Kecantikan gadis ini memang tidak kalah dengan Hong-gi, wajahnya juga
demikian sama, tapi setelah ditegasi terasa kedua sorot matanya lebih tajam dan letak ujung
matanya agak lebih meninggi, selain cantik terasa agung dan gagah. Terang kalau gadis ini
bukan Hong-gi yang lemah lembut dan sangat dirindukan itu. Terang kali ini Thian-ih sudah
salah sangka. Kayu leng-pay (tempat abu leluhur) yang dipegang gadis itu diatasnya bertuliskan huruf-huruf
yang bersinar kemilau di mana tertulis: "Tempat perabuan nyonya Binisi."
Thian-ih terperanjat, tahu dia bahwa kesalahan dipihaknya cepat-cepat ia merangkap tangan
sambil membungkuk tubuh, katanya: "Cayhe salah mengenal nona, akan kecerobohan mana
harap nona suka memaafkan..............."
Habis berkata lantas ia putar tubuh hendak tinggal pergi. Salah seorang dari para pengawal itu
segera maju membentak: "Kentut, kau sudah mengejutkan nona kami, selain kau tinggalkan
batok kepalamu, kalau tidak jangan harap kau bisa pergi.........." serempak teman-temannya
ikut berteriak sambil menghunus senjata terus maju mengepung.
Thian-ih menjadi geli, sungguh kurang ajar orang-orang ini masa kepalanya harus ditinggalkan
baru dirinya boleh pergi, bukankah omongan yang paling menggelikan. Orang macam apakah
gadis dalam kereta ini, sedemikian agung dan berwibawa, sedikit mengejutkan saja lantas
hendak membunuh orang. Melihat Thian-ih berdiri tegak dengan sikap menantang, segera dua laki-laki mengayun
senjatanya menerjang maju dari dua samping. Thian-ih sudah bersiap hendak menghajar
kedua orang itu, tapi baru saja serangan golok mereka sampai ditengah jalan, gadis dalam
kereta itu segera berseru nyaring: "Tahan!"
Kedua orang itu bagai mendengar perintah raja, tapi karena sulit untuk menarik balik
senjatanya mereka mengayun golok kesamping sampai membacok hancur batu di pinggir
jalan. Meskipun kaget dan takut para laki-laki itu semua berdiri tegap tak berani bergerak,
seolah-olah sangat penurut kepada gadis dalam kereta itu.
Thian-ih merasa heran, seorang gadis rupawan membawa leng-pay memimpin serombongan
puluhan laki-laki berkuda melakukan perjalanan jauh. Terang kalau mereka dari luar
perbatasan, untuk apakah mereka datang kemari"
Gadis dalam kereta itu terdengar menggumam: "Thian-ih...........Thian-ih................."
Ternyata dia tengah menerawangi nama pemuda yang baru saja memperkenalkan diri, lalu
terdengar juga ia menyebut nama Hong-gi. Dilihat dari air mukanya terunjuk rasa ria tapi juga
rada curiga. Suaranya sedemikian merdu sangat enak dalam pendengaran. Bukan saja bentuk
wajahnya seperti pinang dibelah dua dengan Li Hong-gi, sampai suaranya juga rada mirip.
Tanpa merasa Thian-ih terlongong-longong memandangi wajah yang ayu jelita ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Mendadak gadis itu bertanya: "Apakah aku mirip dengan dia?"
Tak terkendali Thian-ih manggut-manggut. Lantas terlihat olehnya wajah nan ayu jelita itu
tersenyum simpul bak sebuah bunga mekar, agaknya hatinya senang, gerak gerik kelincahan
serta tingkah polahnya ternyata juga mirip benar dengan Li Hong-gi.
Terdengar ia berkata lagi: "Pernah kudengar katanya dia adalah seorang gadis paling cantik
dalam pedalaman sini, aku............masa aku dapat dibandingkan dia..............."
Kiranya gadis jelita ini juga sudah pernah dengar nama harum Li Hong-gi, timbul rasa bangga
dan terhibur dalam benak Thian-ih.
Perkataannya sekarang rada ragu-ragu: "Dia.........apa hubunganmu dengan dia?"
Sekarang Thian-ih sendiri menjadi malu-malu dan kikuk, sahutnya: "Dia..................dia adalah
adikku." Kontan gadis dalam kereta itu angkat alis, sorot matanya memancar tajam mengandung
teguran, katanya: "Kau menipuku ! Keluarga Li tidak mempunyai putra........."
Thian-ih terhenyak, mulutnya menjadi sukar berkata, sahutnya tergagap: "Dia adalah
............adik misanku."
Saking malu karena berbohong wajahnya merah jengah dan terasa hangat membara.
Sorot mata sigadis masih menatapnya, tapi sekarang Thian-ih merasa bahwa sorot pandangan
itu telah berubah lemah dan tenang seakan air sungai mengalir. Tak tertahan lagi timbul rasa
simpatik dalam benak Thian-ih, tanyanya rada kikuk: "Siapakah nama harum Nona" Dapatkah
memberitahu?" sambil berkata ia angkat kepala, dilihatnya si nona mengunjuk rasa senang
dan baru saja mulutnya hendak bicara mendadak sikapnya berubah lagi menjadi sedemikian
murung, wajahnya muram dan masgul.
Agaknya dia merasa senang karena pertanyaan Thian-ih tadi, ingin ia memberi tahu nama
harumnya sendiri. Tapi akhirnya ia telan kembali dan tak jadi dikatakan, sedikit menggeleng ia
berkata agak lirih: "Aku....aku.....ai! Lebih baik kau tidak tahu saja!"
Bertambah tebal keheranan Thian-ih, naga-naganya dia mempunyai isi hati yang tersembunyi
hingga menyedihkan hatinya, setelah menunggu sejenak, lantas terdengar ia berkata lagi :
"Kau...... kau pergilah ...... kita ......kelak kita berjumpa lagi bila ada jodoh!"
Thian-ih membungkuk, waktu ia angkat kepala lagi terlihat sepasang mata orang
memancarkan penuh rasa berat, tanpa merasa jantungnya berdenyut lebih keras. Baru saja ia
angkat langkah, tiba-tiba seorang laki-laki maju merintangi sambil berkata gugup: "Nona,
orang ini sudah melihat perabuan Hujin, mana boleh tinggal pergi begitu saja dengan masih
hidup........" Gadis dalam kereta itu segera membentak keras: "Jangan kau kurangajar, meskipun ibuku
tidak senang melihat orang asing, tapi orang ini tidak sengaja, lepaskan dia pergi." para
pengawalnya itu serempak mengiakan terus mundur memberi jalan kepada Thian-ih.
Berjalan agak jauh segera Thian-ih kembangkan Gin-kangnya berlari secepat terbang, sekejap
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
saja rombongan orang-orang aneh itu sudah tertinggal jauh dibelakangnya. Waktu ia tiba di
markas besar So-keh-pang hari sudah magrib. Thian-ih berpikir, kejadian To Yung terkepung
diatas puncak Gun-u-ling itu pasti pihak So-keh-pang sudah mendapat kabar. Namun aku
hanya akan menolong secara sembunyi-sembunyi saja, tentu kurang leluasa unjukkan diri
menemui So Tiong kakak beradik. Setelah dipikirkan, dia ambil putusan untuk nanti malam
saja secara diam-diam menyelundup ke markas besar itu untuk mencari kabar. Lantas
dicarinya sebuah pohon besar yang rindang, diatas pohon itulah ia istirahat makan rangsum
kering. Malam itu sangat pekat, secara gampang saja Thian-ih menyelundup masuk sampai diatas
rumah kediaman So Tiong. Dulu ia pernah datang kemari maka keadaan sekelilingnya ia sudah
apal betul. Teringat olehnya adegan pertempuran tempo hari dimana waktu makan minum
mendadak Kiau Sim terpanah mampus oleh panah beracun yang disambitkan oleh To Yong,
tapi dirinya salah sangka menuduh So Tiong dan turun tangan hendak membunuh si kelabang
terbang So Tiong. Meskipun pundaknya terbacok luka tapi So Tiong menahan sakit berusaha
memberi penjelasan serta mencegah anak buahnya mengeroyok dirinya.
Terbayang pula adegan dipuncak Gun-u-ling dulu itu, dimana ia dan So Hoan duduk
berdamping bermesraan saling memberi penjelasan akan kesalahan paham ini. Mendadak ia
tersentak sadar bahwa cintanya sudah tercurahkan kepada Li Hong-gi seorang, mana boleh
hatinya bercabang lagi memikirkan yang bukan-bukan" Begitulah sekian lama ia termangu
diatas genteng, pekik seekor burung malam yang lewat diatas kepalanya menyadarkan ia dari
lamunannya. Setelah melihat situasi sekelilingnya langsung ia melesat keruang tengah disebelah depan
sana. Disini ia bergelantungan membalik badan mengintip kedalam ruang besar itu. Terlihat
olehnya keadaan ruang besar itu terang benderang seperti siang hari, ternyata So-si Hengte
tengah adakan perjamuan, sedemikian banyak para tamu yang hadir sampai memenuhi
seluruh ruangan. Sebagian besar diantara para tamu sudah dikenal oleh Thian-ih. Diantara
mereka terdapat Co Lan-pui dari puncak Thian-gwa-hong di gunung Pasan; Sip Yan-hun dan
Sip-yan-hong kakak beradik dari Ciong-lam-san; si tangan penembus awan Su Liat-bong;
Kalajengking Him Lim; Chiu-yap Siangjin; Keng-thian-sin Pui Siek; si tombak sakti Khu Gi-kong,
Siauw-un-ho Lu Cau dan lain-lain. So Tiong dengan adiknya duduk dipaling atas dan melayani
para tamunya makan minum. Sedemikian riang dan gembira mereka berkumpul dalam
perjamuan ini, sampai suaranya ribut dan gaduh.
Diantara para tamu itu, sitangan penembus awan Yu Liat-bong, si kalajengking Him Lim,
Chiu-yap Siangjin dan Keng-thian-sin Pui Siek atau malaikat penunggak langit ini adalah
jagoan kelas satu dari kesatuan Bhayangkara di istana raja. Mereka sejajar dalam urutan
sepuluh jagoan besar dari istana raja bersama Lim Han serta Siu Hoa dan Kiu San yang sudah
mati itu. Kedatangan mereka berempat itu terang adalah hendak menangkap To Yong
mengejar harta negara yang telah tercuri itu untuk menolong Lim Han keluar dari penjara.
Dengan kehadiran mereka ini lebih tidak leluasa bagi Thian-ih untuk mengunjukkan diri.
Dirinya sudah dituduh sebagai pembunuh petugas hukum dan membangkang penangkapan
petugas, kedatangannya ini juga secara diam-diam hendak menolong To Yong keluar dari
kepungan, jikalau jejaknya sampai konangan oleh mereka, dosanya tentu akan lebih besar
lagi. Diam-diam hatinya gelisah.
Terdengar Co Lan-pui tengah berkata didalam sana: "Meskipun kita menanti dan berjaga
disini, tapi juga tidak boleh lalai, kita harus menjaga sibaju perak itu jangan sampai dia sempat
meloloskan diri!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Sikelabang terbang So Tiong segera bangkit dari tempat duduknya menuang arak serta
serunya sambil tertawa: "Bolehlah saudara Co melegakan hati, sibaju perak itu kalau terjatuh
ditangan Lo Ka Siangjin serta Sia-si bersaudara pasti takkan mampu melarikan diri. Bukankah
tujuan Lo Ka Siangjin beramai hendak memerasnya supaya dia mempersembahkan harta yang
dipendamnya, sudah tentu mereka takkan melukai seujung jiwanya. Apalagi dipuncak sana
masih ada Ong Sian-bing bersama Bi Su ikut menjaga, sedikit ada hal-hal yang mencurigakan
segera mereka membunyikan pertanda, terang sudah sulit dia meloloskan diri dari kepungan
yang ketat ini." Untuk memperebutkan mutiara mestika itu dulu Thian-ih sudah pernah menempur mereka
dikota raja. Tak terduga sekarang mereka telah mendahului selangkah didepannya, bukan saja
telah mengurung To Yong dalam genggamannya, agaknya memang To Yong sudah
terperangkap disarang harimau, untuk melarikan diri dari kepungan ini memang sulit sekali.
Ong Sian-bing itu berjuluk Kim-to-bu-tek sigolok emas tanpa tandingan. Sedang Bi Su berjuluk
Tong-long-chiu si-tangan Walang Kadung, mereka juga termasuk tokoh kenamaan dari
sepuluh jagoan istana raja. Diantara mereka bersepuluh dua sudah mati dan satu
dipenjarakan, sisanya yang tujuh orang kini sudah tiba enam orang. Boleh dikata bahwa pihak
kerajaan sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, naga-naganya besar tekad mereka untuk
meringkus sibaju perak ini.
Agaknya Sip Yan-hong memang sudah mendalam cintanya terhadap Thian-ih, secara iseng ia
tanyakan kepada pihak tuan rumah, bicara perihal kelakuan Thio Thian-ih. Tak tertahan lagi
salah seorang jagoan dari Istana yaitu Keng-thian-chiu Pui Siek lantas pentang bacot memaki
kalang kabut. "Thio Thian-ih sibocah ingusan yang dipelihara anjing itu, sungguh membuat
kita menderita, kali ini entah dia sembunyi dimana, jikalau dapat kutemukan, tentu
kuhancurleburkan tubuhnya itu."
Karena makian kotornya ini, kontan menimbulkan rasa tak senang dua orang, mereka bukan
lain adalah Sip Yan-hong dan So Hoan, tanpa berjanji lagi mereka berjingkrak bangun, dengan
murka mereka tuding Pui Siek dan menanyakan mengapa tanpa hujan tanpa angin mulutnya
mengudal perkataan kotor memaki Thio-jichengcu.
Dituding dan disemprot dihadapan sekian banyak orang, sudah tentu Keng-thian-chiu sangat
dongkol dan berjingkrak gusar pula, tapi menghadapi kaum wanita betapapun dia sungkan
turun tangan. Dilihatnya kedua perempuan ini mendelik gusar sambil bercekak pinggang, Pui
Siek menjadi kememek, ia memberi penjelasan dengan suara yang tidak genah. Mendengar
beberapa patah kata kasar dari penjelasannya ini, So Hoan dan Sip Yan-hong semakin murka,
tidak kepalang tanggung mereka sudah menerjang maju hendak melabraknya. Untung
kelabang terbang So Tiong bersama Sip Yap-hun keburu menarik dan mencegah mereka.
Dipihak lain Yu Liat-bong juga lantas menekan Pui Siek untuk duduk kembali. Segera ia
memberi penjelasan kepada semua orang akan duduk perkara sebenarnya.
Mendengar bahwa ternyata Thian-ih berani membunuh petugas hukum serta membangkang
dari penangkapan, semua orang menjadi heran serta menaruh perhatian, terutama Sip
Yan-hong dan So Hoan, mendengar Thian-ih melakukan perjalanan jauh membawa seorang
perempuan, lebih besar lagi perhatian mereka, dengan seksama mereka bertanya sampai
mendetail. Dengan sabar dan tekun Yu Liat-bong memberi penjelasan.
Setelah penjelasannya habis, semua orang tunduk bungkam, yang paling besar perobahan
sikapnya adalah So Hoan dan Sip Yan-hong berdua. Thian-ih melihat tegas perubahan ini dari
Rahasia Si Badju Perak Karya G. K. H di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
tempat sembunyinya, tanpa merasa ia menyesal akan libatan tali asmara yang selalu
melibatnya ini, bagaimana kelak dirinya harus menebus hutang cinta ini"
Sekarang ganti Keng-thian-sin Pui Siek yang mendapat angin, ia mengumbar kedongkolan
hatinya, secara tegas dan terang-terangan ia tuduh Sip Yan-hun kakak beradik sengaja hendak
membela dan melindungi Thian-ih. Sip Yan-hun lebih berpengalaman dan tahu melihat gelagat
lekas-lekas ia bangkit memberi penjelasan, dikatakan bahwa kedatangan mereka berdua
hanyalah hendak menanyakan kepada sibaju perak dimana jejak Ban-keh-seng-hud Ciu Hou,
ditandaskan bahwa mereka tiada niat buruk atau tamak akan harta.
Sebelum terang tanah terdengarlah suara terompet bersahutan diluar markas besar
So-keh-pang, segera semua penghuni dalam So-keh-pang termasuk yang sedang makan
minum itu berbondong-bondong keluar. Terlihat oleh mereka serombongan barisan berkuda
yang berjumlah empat puluhan tengah mendatangi dari kejauhan depan sana. Semua laki-laki
penunggang kuda itu berbadan besar tinggi dan tegap-tegap, kepalanya dibelebet kain,
menyoren senjata dengan ikat pinggang yang seragam. Mereka mengiring sebuah kereta langsung menuju kearah puncak Gun-u-ling. Beberapa ekor yang berjalan didepan saban-saban
meniup terompet keongnya. Suaranya melengking tinggi menyedihkan.
Semua heran dan berjaga-jaga, terutama para anak buah So-keh-pang tanpa diperintah lagi
segera mereka siapkan busur dan panah siap menunggu perintah dari So Tiong. Tapi barisan
itu tetap maju kedepan seolah-olah tidak melihat kehadiran pihak So-keh-pang, pelan-pelan
barisan mereka sudah maju mendekat pintu gerbang.
Dasar berangasan Keng-thian sin Pui Siek tidak kuat menahan sabar lagi, sambil
menggenggam secomot senjata rahasia serta senjata tunggalnya yang berupa gada tembaga
berbentuk manusia berkaki satu segera hendak menerjang maju. Tersipu-sipu Chiu-yap
Siangjin yang berdiri disampingnya menariknya kembali, lalu dengan matanya ia memberi
isyarat kepada Co Lam-pui tokoh dari gunung Pa-san itu, katanya: "Maksud kedatangan
rombongan ini belum diketahui, saudara Co, harap kau suka capekan diri bertanya kepada
mereka." Tanpa diminta lagi segera Co Lan-pui melompat kedepan, suaranya lantang menyapa para
pendatang ini. Betul juga rombongan barisan berkuda itu segera berhenti. Co Lan-pui langsung
mendekati kereta, dimana tenda kereta tersingkap, semua orang melihat Co Lan-pui tengah
bercakap-cakap dengan orang didalam kereta itu, tak lama kemudian Co Lan-pui lantas berlari
balik, tangannya diulapkan menyuruh para anggota So-keh-pang itu menyingkir memberi
jalan. Rombongan berkuda ini segera melanjutkan perjalanan langsung kearah puncak Gun-u-ling,
yaitu daerah terlarang bagi golongan So-keh-pang. Setelah sampai dibawah gunung karena
jalanan sempit, terpaksa semua turun dari atas kuda dan berbondong mengiring gadis dalam
kereta itu naik keatas. Gadis itu mengenakan pakaian berkabung, berikat pinggang tali rami,
tangannya tetap mengemban kayu Leng-pay yang bertuliskan huruf berwarna kuning kemilau.
Jauh didepan rombongan orang-orang yang tengah memanjat keatas ini, terlihatlah segulung
bayangan tengah terbang seenteng asap melesat ke puncak juga. Itulah Thian-ih adanya,
siang-siang ia sudah menduga pasti kedatangan gadis dari luar perbatasan ini juga akan
menuntut balas kepada To Yong. Tanpa ayal lagi segera ia melesat naik ke atas lebih dulu.
Sepanjang jalan keatas ini dijaga ketat oleh anak buah So-keh-pang, entah yang terang atau
pos-pos gelap tak terhitung banyaknya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Sekaranglah saatnya Thian-ih menunjukkan hasil gemblengan Ing-mo selama berada di pulau
elang tempo hari, mengandal ilmu ringan tubuhnya yang lincah dan tangkas seenteng burung
terbang, tanpa melalui jalanan pegunungan, tapi dia terbang berloncatan dari puncak pohon
ke puncak pohon, dikembangkannya Ginkang Cengcoreng menutul air tubuhnya meluncur
secepat anak panah. Orang-orang dibawah hanya mendengar suara keresekan dari daun-daun
pohon yang bergoyang, mana mereka tahu bahwa ada orang tengah menyelundup naik ke
puncak dari atas kepala. Gedung besar bekas terbakar itu dikepung ketat juga. Terlihat oleh Thian-ih Kim-to-bu-tek Ong
Sian-bing serta si Walang kadung Bi Su juga diantara pengepung-pengepung itu. Sedemikian
ketat kepungan dan penjagaan ini seumpama ada orang hendak melarikan diri dari gedung itu
pasti takkan lolos. Tampak pintu besar gedung bobrok itu terpentang lebar, keadaan didalam sangat gelap dan
sangat sunyi. Agaknya kedua belah pihak sedang dalam keadaan gencatan senjata.
Thian-ih mendekam di tempat sembunyinya, ingin benar segera ia masuk kedalam gedung itu
untuk menyelidiki, tapi untuk terbang masuk kesana menempuh bahaya dibawah begitu
banyak pasang mata sungguh tidak mudah, tengah ia bimbang dan bingung cara bagaimana
harus bertindak, terdengarlah suara trompet keong dari bawah puncak sana dan semakin
mendekat. Para penjaga diatas menjadi gempar dan berjaga-jaga. Ong Sian-bing dan Bi Su
segera memberi aba-aba menyuruh anak buahnya siap bersiaga di tempat masing-masing.
Tak lama kemudian seorang chengteng berlari secepat terbang naik ke atas, agaknya dia
datang menyampaikan pemberitahuan dari pihak So-keh-pang. Thian-ih mendengar jelas dari
tempat persembunyiannya. Agaknya diminta Ong Sian-bing jangan merintangi rombongan pendatang ini. Juga diberitakan
bahwa sikelabang terbang Go Tiong dan para sahabat yg lain segera akan menyusul tiba.
Suara bunyi keong semakin dekat, rombongan terdepan dari barisan aneh itu sudah tiba
diatas, dan dilain saat tampak pula gadis yang mengemban kayu perabuan leluhurnya itu.
Setelah semua berada didepan gedung bobrok itu, mereka beristirahat sejenak, lalu salah
seorang dari laki-laki berpakaian ketat itu maju kedepan pintu dan berseru lantang menghadap
kedalam gedung: "Diminta Kim-kiam-gih-i-khek keluar menjawab beberapa pertanyaan."
Beruntun ia berkaok-kaok beberapa kali, tanpa mendapat layanan dari dalam gedung.
Siwalang kadung Bi Su maju memberi keterangan bahwa sibaju perak itu kini sudah terjatuh
dalam cengkraman Lo Ka Siangjin beserta begundalnya. Mereka tengah mengompres dan
memaksa keterangan sibaju perak tentang barang-barang yang telah dicurinya dari istana
raja, mereka tidak sudi bekerja sama dengan kesatuan Bhayangkara, maka sampai saat itu
setelah saling gempur beberapa kali untuk sementara waktu ini diadakan gencatan senjata.
Terlihat gadis berpakaian berkabung itu membisiki apa-apa ditelinga laki-laki itu, lantas dia
maju lagi kedepan pintu dan berteriak lagi: "Lo Ka Siangjin dari Hud-kong-si di Ban-siu-san
harap keluar." "Siapa kalian?" terdengar jawaban keras dari dalam.
"Kita datang dari luar perbatasan," sahut laki-laki berpakaian ketat itu. Setelah ditunggu tak
terlihat orang keluar dari dalam gedung, sekilas laki-laki itu berpaling kearah gadis berpakaian
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
duka itu, gadis itu sedikit manggut-manggut agaknya mengijinkan. Mendadak laki-laki itu
lantas bersenandung: "Gelang emas menjagoi seluruh jagat, lidah ular melingkari kain ungu,
ikat kepala membelit leher, pedang melintang langit cerah cemerlang................"
Nada senandungnya itu sangat aneh, tiada yang hadir mengerti makna dari senandungnya itu.
Hanya terlihat Golok emas tanpa tandingan Ong Sian-bing dan siwalang kadung Bi Su begitu
selesai mendengar senandung itu lantas melangkah maju dan berdiri tegak, wajahnya
mengunjuk rasa kaget dan takut-takut. Thian-ih mengeram di tempat sembunyi, hatinya heran
bertanya-tanya. Terlihat sebuah bayangan muncul diambang pintu besar, orang ini berwajah merah laksana
darah, sorot matanya berkilat-kilat, badannya mengenakan jubah panjang menjinjing tongkat
besar, dia bukan lain adalah Pendeta buas dari Tibet yang bernama Lo Ka Siangjin.
Dibelakang Lo Ka Siangjin mengintil dua orang, Thian-ih kenal kedua orang ini, mereka bukan
lain adalah Sun Kay-ka dan Pau Kok-tam.
Sambil mengetukkan tongkat besarnya Lo Ka Siangjin membentak keras: "Mana gelang emas
dan lidah ular itu?"
Segera gadis serba putih itu beringsut maju sambil mengemban kayu perabuan itu, dari dalam
kantongnya dikeluarkan sebuah benda terus dikenakan di jarinya, dibawah cahaya matahari
terlihat benda itu gemeredep, lalu sahutnya: "Gelang emas disini."
Walaupun jarak sembunyi Thian-ih agak jauh, tapi dia masih dapat melihat jelas benda diatas
jarinya itu mirip benar dengan gelang dan cincin milik Pak-ko-seng dan Ban Ai-ling itu, tanpa
merasa tergerak hatinya. Pikirnya; apakah perkumpulan gelap yang dikatakan oleh Ing-mo itu
ada sangkut pautnya dengan gadis ini"
Dimana sinar kemilau dari cincin emas itu berkelebat, kontan tubuh Lo Ka Siangjin seperti
mengkeret menjadi kecil, tampangnya yang buas dan sikapnya yang garang tadi seketika
kuncup, tampak ia maju selangkah sambil membungkuk tubuh memberi hormat ujarnya:
"Apakah nona juga she Lo?"
"Memang aku she Lo!" sahut gadis itu dingin.
"Kalau begitu," tanya Lo Ka Siangjin lebih lanjut. "jadi nona adalah putri Nisi Hujin!"
Gadis itu sedikit manggut, suara Lo Ka Siangjin semakin merendah dan hormat sekali,
tanyanya : "Apakah ibumu dalam keadaan baik-baik saja?"
Badan sigadis sedikit tergetar, suaranya murung rada sedih: "Ibu sudah meninggal......"
Mendadak Lo Ka Siangjin melangkah mundur, dilihatnya memang sigadis mengenakan
pakaian berkabung. Begitu mengetukkan tongkat besarnya mulutnya mendesis entah apa
yang digumamkan, rasa takut dan hormatnya tadi seketika hilang dan berganti pula dengan
wajahnya semula yang garang seram dan menyeringai bengis.
Gadis berkabung itu berkata: "Musuh besar yang mencelakai ibu adalah sibaju perak yang
telah terjatuh kedalam tangan kalian itu..............."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Sampai disini tahulah Lo Ka Siangjin apa maksud kedatangan gadis berkabung ini. Maka segera
jengeknya dingin: "Nona, kunasehati cepat-cepat saja kau pulang keluar perbatasan sana!
Bahaya yang kau hadapi dikalangan Kang-ouw sangat besar, apalagi kau seorang perempuan
muda masa kuat menanggulangi tugas berat ini...." nadanya seakan-akan ia memperhatikan
keselamatan si nona, namun hakikatnya sikapnya sangat congkak dan mengandung ejekan
dan memandang rendah! Jauh berbeda dengan sikap hormatnya tadi.
Tiba-tiba sigadis berkata lantang: "Tidak! Hari ini juga aku harus membawa musuh besar itu
kembali. Lekas kalian serahkan kepadaku....'' enak saja ia berkata seakan-akan ia bicara
terhadap anak buahnya. Lo Ka Siangjin menyeringai seram, jengeknya: "Nona Lo. Aku bermaksud baik. Kalau kau ingin
menuntut balas serahkan saja biar aku yang melakukan, kelak pasti kubunuh musuh besarmu
ini, kau pulanglah dengan lega hati."
Sigadis membantah tegas dan keras: "Tidak bisa! Hari ini aku harus membunuhnya dengan
tanganku sendiri, kalau kalian tidak mau serahkan, aku bisa masuk membekuknya sendiri."
Alis gombyok Lo Ka Siangjin berkerut dalam, mendadak ia tertawa gelak-gelak, lalu ujarnya
dingin: "Nona, ketahuilah bahwa ibumu sudah mangkat. Janganlah kau bekerja secara
sembrono. Kau ingin masuk membekuk orang! Tempat ini jangan kau samakan diluar
perbatasan sana, jangan kau berlagak disini.................."
Gadis berkabung itu menjadi marah, bentaknya: "Lo Ka, berani kau merintangi aku?"
Lo Ka Siangjin terkekeh-kekeh: "Nona! Kau harus tahu diri dan melihat gelagat. Sibaju perak
itu sekarang berada dibawah cengkramanku, kita tengah memperbincangkan soal dagang
mana boleh begitu saja kita serahkan kepadamu, dan lagi sedemikian banyak orang yang
datang hendak minta sibaju perak itu......''
Sejenak ia merandek, sorot matanya menyapu pandang ke sekelilingnya, dilihatnya So-si
Hengmoay dan sekalian kesatuan Bhayangkara juga hadir disitu, wajah merah membara dari
Lo Ka Siangjin segera menampilkan rasa puas dan bangga. Katanya selanjutnya: "Tapi,
orangnya tergenggam di tanganku, jikalau kamu berani main keroyok mengandal jumlah yang
banyak, tidak ragu lagi dia akan kita bunuh, supaya semua orang menangkap angin dan
bertangan kosong!" Ancaman Lo Ka Siangjin ini ternyata membawa pengaruh yang sangat
besar. Tujuan utama para jagoan dari istana itu hanyalah untuk mengejar balik harta benda
yang tercuri itu, tempat penyimpanan barang-barang itu hanya sibaju perak seorang saja yang
tahu, sudah tentu pihak Bhayangkara tidak ingin dia mati. Sedang Sip Yap-hun dan adiknya
serta Co Lan-pui hanya ingin minta keterangan tentang keselamatan Ciu Hou pihak ketiga ini
juga tidak mengharap dia mati. Oleh karena itu untuk sementara kedua belah pihak masih
mengukuhi pendapatnya masing-masing sampai tindakan apa yang harus dilakukan
selanjutnya masih ragu-ragu hingga tertunda sampai sekian lama.
Gadis berkabung itu maju selangkah sambil menghardik, "Lo Ka! Aku tidak peduli akan segala
alasanmu itu, jikalau benar-benar kau tidak serahkan dia, segera aku turun tangan!"
Puluhan pengiringnya segera mengiakan serempak sambil merubung maju. Lo Ka Sianjin
menjadi serba susah, katanya dingin sambil mengetukkan tongkatnya: "Baiklah, asal kau
dapat mengalahkan tongkat ditanganku ini, sibaju perak segera kuserahkan kepadamu."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Belum habis ucapannya mendadak gadis berkabung itu sudah mencabut pedangnya, sebelah
tangannya masih tetap mengemban kayu perabuan itu, mendadak tubuhnya berkelebat terus
merangsak kearah Lo Ka Siangjin. Sedemikian lincah dan enteng sekali gerak geriknya itu
seumpama asap saja, diam-diam semua orang memuji dan kagum dalam hati. Demikian juga
Lo Ka Siangjin sendiri merasa terancam bahaya, tongkatnya diputar untuk menangkis serta
melindungi bagian atas tubuhnya. Benar juga tenaga kekuatan jurus serangan pedang ini
menindih turun dari atas, "trang" pedang dan tongkat saling beradu.
Sebetulnya Thian-ih hendak menggunakan kesempatan ini menyelundup masuk kedalam
gedung, apa mau situasi pertempuran ini betul-betul menarik perhatiannya, cara bertempur
gadis jelita itu betul-betul mengejutkan hatinya. Dimana terlihat dengan sebelah tangannya
saja sigadis mengerahkan tenaganya keatas pedang menindih tongkat besar Lo Ka Siangjin,
bukan saja dia tidak tergetar mundur malah pedang itu lempang menindih turun sehingga
tongkat sebesar mangkok milik Lo Ka Siangjin itu semakin tertindih turun merendah.
Terpaksa Lo Ka Siangjin menyekal tongkatnya dengan kedua tangannya sambil mengerahkan
seluruh kekuatannya untuk bertahan, paling-aling juga hanya kuat bertahan saja tanpa dapat
mengangkat kembali. Pedang sigadis itu entah terbuat dari bahan apa agaknya bukan terbuat
dari besi, di bawah sorot sinar matahari berkilauan menyilaukan mata, saking besar tenaga
yang terkerahkan sampai pedang itu mengeluarkan suara mendengung. Sedemikian jauh dia
masih kuat bertahan berada diatas angin.
Semua penonton menjadi melongo dan kagum, karena belum pernah dilihatnya cara
bertempur semacam ini, apalagi seorang gadis muda jelita ternyata mempunyai kepandaian
serta Lwekang begitu tinggi, ini benar-benar janggal namun kenyataan.
Sekonyong-konyong sigadis menggerakkan pedangnya meluncur menyelusuri batang tongkat
lawan terus meluncur keatas membabat lambung, jurus Chui-gin-sia-te ini benar-benar sangat
cepat dan ganas sekali, hampir saja semua orang berteriak kejut. Betapapun Lo Ka Siangjin
memang lihay dan tinggi kepandaiannya, dalam saat-saat gawat terancam bahaya itu kakinya
menggeser kesamping terus menendang pergelangan tangan sigadis. Tepat waktu sigadis
berkelit tongkatnya itu juga lantas terangkat keatas terus menyodok balik, sehingga ia dapat
mengembalikan kedudukan yang seimbang.
Tapi gerak pedang sigadis benar-benar hebat, dimana sinar pedang berkelebat secepat itu
tahu-tahu sudah menutul dekat didepan muka Lo Ka Siangjin, betapa cepat samberan pedang
ini laksana kilat saja dan perbawanya seumpama geledek menggelegar. "Trang", sekali lagi
tongkat besar Lo Ka Sianjin kena tertindih turun, tampak pedang sigadis itu memancarkan
warna kebiru-biruan sungguh tajam dan menyilaukan mata.
Dengan jurus Heng-to-kim-liang (melintangkan belandar emas) tongkat Lo Ka Siangjin
disanggah miring keatas terus didorong maju. Sigadis merobah permainan pedangnya
menangkis dan membabat miring. Tapi permainan tongkat besar Lo Ka ternyata cukup lihay
juga dari dorong dirubah menjadi tutukan, tapi bukan keatas sebaliknya menukik kebawah
terus menyerang bagian bawah badan si gadis. Tujuan serangan Lo Ka ini cukup keji dan kotor.
Diam-diam Thian-ih mengumpat ditempat persembunyiannya melihat permainan licik pendeta
jahat itu. Sementara itu, tampak badan sigadis mendadak berputar-putar secepat kitiran,
terpaut serambut saja tongkat besar lawan menyerempet lewat disamping tubuhnya.
Mulut Thian-ih berkecek memuji, diam-diam ia membatin, agaknya Ginkang dan Lwekang si
gadis ini masih berada diatas kemampuannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Setelah bertempur sekian lama bukan saja dirinya terdesak terus malah tongkat besarnya itu
juga sudah pating suwel (gumpil), hal ini cukup memalukan dan dari malu hatinya semakin
geram, segera tongkat besarnya itu diputar sekencang kitiran sehingga angin menderu-deru
sangat derasnya mengurung seluruh tubuh sigadis. Akan tetapi memang ginkang sigadis
sudah mencapai taraf yang sempurna betul, dimana terlihat diantara samberan tongkat besar
itu ia selulup timbul dan berloncatan dengan gesit dan tangkasnya, sinar pedangnya yang
kebiru-biruan itu juga kadang-kadang melesat keluar dan berkelebat menyilaukan mata semua
penonton. Sekonyong-konyong Lo Ka Siangjin menggerung keras, dengan nekad ia menyerang dengan
jurus yang mematikan. Namun sebat sekali sigadis melompat mundur menghindar, sebelum Lo
Ka sempat berganti napas, sigadis sudah merangsak maju dan menggempurnya semakin
hebat. Dilain pihak Sun Kay-ka dan Pau Kok-tam juga sudah melihat keadaan Lo Ka yang terdesak
hebat itu, berbareng mereka melompat keluar pintu, ingin mereka turun gelanggang
membantu, tapi terasa oleh mereka betapa cepat jurus-jurus serangan pedang sigadis itu,
tiada lobang kesempatan bagi mereka dapat ikut menyeburkan diri. Bukan mustahil mereka
sendiri nanti yang bakal menjadi korban dengan konyol, karena kekuatiran ini sekian lama
mereka menjadi ragu-ragu dan takut.
Mendadak sinar biru melesat tiba, tampak Lo Ka cepat-cepat mengkeretkan kepala gundulnya
terus mundur, untung dia masih dapat terhindar dari serangan ini, tapi secepat itu sigadis
sudah menggerakkan tangan kirinya dimana kayu perabuan itu dibaling-alingkan didepan
matanya, huruf kuning kemilau diatas kayu itu seketika menyilaukan mata Lo Ka Siangjin,
sedetik saja ia pejamkan mata lantas terasa sambar tajam pedang telah mengancam
pundaknya "cras" lalu disusul pekik dan gerung kesakitan yang keras sekali sampai
menggetarkan bumi rasanya. Seperti banteng ketaton Lo Ka mengayun tongkat besarnya
menyerang kedepan, darah mengalir deras dari pundaknya yang terluka.
Sambil mendelik segera Lo Ka berteriak keras: "Teman-teman! Siap gorok leher bocah itu."
Terdengar suara beberapa orang mengiakan didalam gedung bobrok itu.
Cepat-cepat sigadis menghentikan aksinya, dia tahu pendeta jahat ini dalam keadaan terdesak
pasti dapat melakukan apa saja yang diingini, kalau ia terlalu mendesaknya sampai mereka
membunuh sibaju perak, maka tiada harapan lagi dirinya dapat membunuh musuh besar itu.
Bukan saja begitu, yang terpenting adalah tentang rahasia itu juga tidak dapat dikeruk
keterangannya. Karena pertimbangan ini pedangnya diturunkan.
Melihat ancamannya termakan, Lo Ka bergelak tertawa, mata julingnya menyapu garang
kesekelilingnya. Segera sitangan penembus awan Yu Liat-bong tampil ke depan dan membentak: "Lo Ka, kau
bajingan ini, berani kau menahan pesakitan negara, apa kau tidak takut melanggar hukum ?"
Rahasia Si Badju Perak Karya G. K. H di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Karena menahan sakit sampai wajah merahnya itu menjadi pucat kebiru-biruan, Lo Ka
menghardik juga dengan geramnya: "Orang she Yu, kau sangka bapak pendeta ini takut kena
perkara" Gertakanmu ini hanya dapat menakuti bocah kecil ! Sekarang kenyataan sibaju perak
berada di cengkramanku, aku ingin mengapakan dia terserah kepadaku. Kalau kalian merasa
ungkulan mari maju kemari, biar aku adu jiwa dengan kalian."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Golok emas tanpa tandingan Ong Sian-bing menjadi gusar, bentaknya: "Lo Ka, kau sudah siap
belum, bagaimana juga hari ini kita harus meringkus pelarian itu, kau berani menahan dan
memeras pelarian yg kita cari, apa kau juga minta dihukum sekalian, pergilah pikir-pikir biar
masak, jangan kau nanti menyesal setelah kasep......"
Lo Ka Siangjin bergelak tertawa, ujarnya: "Ong Sian-bing, tidak perlu kita banyak pikir, kalau
berani berbuat berani bertanggung jawab, gertak sambalmu ini hanya dapat menakuti anak
kecil. Selalu aku menanti kalian didalam rumah, maaf aku tidak bisa melayani kalian lebih lama
lagi !" bersama Sun Kay-ka dan Pau Kok-tam mereka terus masuk kedalam gedung bobrok itu.
Sebetulnya Thian-ih hendak ikut menyelundup masuk berbareng dengan Lo Ka bertiga ini,
serta dilihatnya mereka mengundurkan diri dengan seenaknya saja, niatnya menjadi batal,
karena tiada kesempatan, terpaksa hanya berloncat ke lain tempat mencari kedudukan yang
lebih enak dibelakang gedung untuk bertindak lebih lanjut.
Gedung bobrok yang dibangun dipuncak Gun-u-ling ini besar sekali, namun sebagian besar
sudah roboh bekas terbakar. Disebelah pojokan Thian-ih menemukan sebuah lobang2 tembok
yang sudah ambruk, samar-samar didengarnya disebelah dalam ada suara orang berjaga.
Sedang diluar tembok ada beberapa chengteng pihak So-keh-pang yang mengawasi untuk
menyusup masuk kedalam dibawah pengawasan mereka serta sekaligus harus dapat
membekuk orang yang menjaga disebelah dalam tembok adalah bukan pekerjaan gampang.
Begitulah terpaksa Thian-ih harus mengulur waktu sampai tengah hari. Orang-orang yang
mengepung diluar gedung agaknya sudah bersiap-siap hendak mulai menyerbu. Dikejauhan
sebelah sana terlihat Chiu-yap Siangjin sudah memberikan aba-aba, si-walang kadung Bi Su
dan sitombak sakti Kho Ge-liong juga tengah mendatangi. Thian-ih menjadi gelisah, karena
gugupnya ini terlintaslah suatu akal dalam benaknya. Cepat-cepat ia tanggalkan jubah luarnya,
terus dicarinya dua dahan pohon yang disilangkan lalu jubahnya disampirkan diatas kedua
dahan yang bersilang itu, terus dilontarkan ketengah udara. Seolah-olah sebuah bayangan
orang yang melompat tinggi ditengah udara.
Siwalang kadung Bi Su dan tombak sakti Kho Ge-liong mengira ada orang dalam gedung yang
berusaha melarikan diri, sebat sekali mereka segera melompat memapak maju. Dalam
kesempatan secepat kilat inilah Thian-ih melompat tinggi menempuh bahaya. Sewaktu
perhatian semua orang tertuju pada bayangan baju luarnya itu, secepat kilat ia meluncur
masuk ke lobang tembok itu. Dibelakang lobang tembok ini ada sembunyi dua orang, mereka
juga tengah longak-longok tertarik oleh kejadian diluar, tak kira mendadak sebuah bayangan
berkelebat didepan mata mereka lantas terasa badannya kaku dan linu tanpa dapat bergerak
lagi. Cepat-cepat Thian-ih menyeret mereka ke tempat gelap, agaknya mereka adalah anak buah
Lo Ka Siangjin yang mengenakan jubah pendeta juga, lekas-lekas Thian-ih melucuti pakaian
salah satu orang terus dipakai. Baru selesai ganti pakaian, tak jauh dari tempat sembunyinya
ini terdengar seorang berteriak memaki: "Kemana kedua bocah gentayangan itu" Disini
kosong melompong tiada orang jaga, kalau musuh bolos masuk mana dapat diketahui?"
Diam-diam Thian-ih melongok keluar, dilihatnya orang yang bicara ini adalah Kiu Keng-po
adanya. Setelah marah-marah Kiu Keng-po memanggil beberapa orang untuk mengganti jaga disini.
Thian-ih menjadi lega hati, secara sembunyi-sembunyi segera ia mulai bergerak. Bangunan
gedung ini memang besar dan rumit sekali bangunannya, banyak gang-gang dan lekak-lukuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
yang dapat menyesatkan, keadaannya gelap dan lembab lagi, meskipun saat itu tengah hari
bolong tapi dalam gedung harus menyumat obor atau lilin besar. Mengandal jubah pendeta
samarannya ini Thian-ih agak leluasa bergerak mondar mandir kian kemari dalam gedung.
Tampak kelompok demi kelompok sedikitnya terdiri tiga orang berjaga disetiap lobang tembok
yang telah gugur. Karena menyangka Thian-ih adalah anak buah Lo Ka maka mereka diam saja
tanpa menanyakan asal-usulnya. Selama berjalan-jalan itu Thian-ih melihat Lo-han-kun Sia
Hwi-i dan Sia Hwi-kong. Agaknya luka berat yang diderita oleh Sia Hwi-kong waktu bertempur
dipegunungan berbatu tempo hari masih belum sembuh seluruhnya, gerak-geriknya kelihatan
agak lamban. Samar-samar masih teringat oleh Thian-ih gang-gang atau jalanan lika-liku dalam gedung itu,
akhirnya dia tiba juga diruang depan. Disini terlihat Pau Kok-tam memimpin serombongan
orang mengeram dibelakang pintu, tak kelihatan adanya tawanan diantara mereka. Thian-ih
semakin gelisah, dimanakah To Yong disekap oleh mereka" Betapapun aku harus sudah
menolongnya keluar dari sini sebelum rombongan diluar menyerbu masuk.
Memutar kesebuah lorong tiba-tiba pandangannya menjadi terang, tampak beberapa pendeta
dan laki-laki tegap tengah berkeliling menjaga seorang berpakaian baju perak, pinggang sibaju
perak masih menyoreng pedang emasnya itu, orangnya tergantung diatas tembok dengan
menundukkan kepala, wajahnya tidak kelihatan jelas, agaknya dia jatuh pingsan.
Thian-ih tidak berani sembarangan bergerak, sembunyi di tempat gelap dia berpikir cara
bagaimana dia harus menolongnya. Dilihatnya dada sibaju perak itu masih bergerak naik
turun, jelas bahwa dia masih hidup, dibawah sinar pelita tampak air mukanya berwarna
kuning, kabarnya memang To Yong tengah jatuh sakit sehingga kena tertawan oleh musuh,
agaknya berita itu memang kenyataan.
Dilihat keadaannya yang lemah itu, agaknya penyakitnya rada berat, Thian-ih harus memeras
keringat mencari akal cara bagaimana untuk menolongnya. Sekonyong-konyong tergerak
hatinya. Pedang emas adalah warisan keluarganya yang turun temurun, merupakan sebilah
pedang pusaka yang tajam luar biasa. Kenapa setelah To Yong tertawan pedang itu masih
tersoreng dipinggangnya " Kalau toh Lo Ka takut sibaju perak ini terjatuh ditangan para satuan
Bhayangkari serta dijebloskan kedalam penjara, mengapa pula masih membiarkan dia tetap
mengenakan baju peraknya itu yang paling gampang dikenal orang" Secara teliti Thian-ih
menerawangi keadaan yang dihadapi ini, akhirnya dia menaruh kecurigaan.
Terdengar suara teriakan gemuruh diluar gedung, situasi dalam gedung menjadi tegang.
Thian-ih menambah kewaspadaan, terdengar suara Lo Ka Siangjin membentak-bentak
memberi perintah, cepat-cepat Thian-ih mengintil dibelakangnya.
Lo Ka menyerukan para anak buahnya bersiap menyambut segala serbuan, lalu terdengar
langkahnya memasuki sebuah ruangan samping. Thian-ih membayangi terus dibelakangnya.
Terdengar ia berseru kedalam ruangan: "Awas! Begitu mereka menyerbu masuk, segera kau
bawa tawanan itu lari.'' Seorang tertawa dalam ruangan, sahutnya: "Siangjin tak usah kuatir, bangsat ini sudah
terbelenggu kedua tangan dan kakinya, kunci ini seumpama pedang pusaka juga belum tentu
dapat membukanya, apalagi dia tengah terserang penyakit, betapapun aku masih kuat
mengekangnya......" "Jangan kau terlalu takabur !" terdengar seruan Lo Ka Siangjin, nadanya berat dan serius.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Para penyerbu itu ada termasuk putri Binisi Hujin dari luar perbatasan, pedang ditangannya
itu tajam bukan olah-olah, bagaimana juga kau harus hati-hati jangan sekali-kali kau lepaskan
tawanan ini sampai direbut oleh musuh.''
Terdengar orang dalam ruangan itu mengiakan berulang-ulang. Lantas terlihat Lo Ka
melangkah keluar dengan tergesa-gesa. Thian-ih mendekam ditempat gelap, terasa suara
dalam ruangan itu sudah sangat dikenalnya, begitu Lo Ka pergi jauh segera ia menggeremet
maju dan mengintip kedalam.
Sekali pandang kontan hatinya mengeluh dan girang juga. Ruangan yang tidak begitu besar ini
diterangi sebatang lilin, lapat-lapat terlihat dipojokan sana meringkuk tubuh seseorang,
kaki-tangannya terbelenggu kencang dengan rantai dan kunci yang terbuat dari baja.
Disampingnya duduk seorang yang melintangkan pedang didepan dada tawanannya,
wajahnya mengunjuk senyum sinis dan menyeringai kejam. Thian-ih kenal orang ini karena dia
bukan lain adalah murid Pak Ko-seng yg bernama Ban Ai-ling itu. Sungguh diluar tahunya
bahwa bajingan tengik ini dapat melarikan diri sampai disini, tak heran ia sangat kenal
suaranya. Walaupun tidak melihat tegas muka orang yang meringkuk itu, tapi Thian-ih kenal
dan percaya betul bahwa orang itu pasti To Yong adanya. Hatinya menjadi lega, dari tempat
sembunyinya itu diam-diam ia berpikir mencari akal cara bagaimana untuk menolongnya dari
belenggu musuh ini. Memang pengaturan tipu muslihat Lo Ka Siangjin ini harus dipuji. Disamping memancang
seorang duplikat sibaju perak diatas dinding, sedang sibaju perak asli sudah terbelenggu
dalam ruangan ini dibawah pengawalan ketat Ban Ai-ling. Begitu orang-orang luar menyerbu
masuk, dalam keadaan pertempuran yang kacau balau, dengan secara diam-diam mereka
dapat lebih leluasa menyelundupkan sibaju perak asli ini keluar dari gedung bobrok ini.
Tapi Thian-ih yang sudah tahu tipu muslihat ini dengan tenang saja sembunyi ditempatnya
tinggal tunggu kesempatan untuk turun tangan menolong orang. Mendadak diluar sana
terdengar suara panah bersuitan, suara teriak bertempur juga lantas timbul dimana-mana.
Sedang dari sebelah dalam gedung segera menghamburkan senjata rahasia keluar
menyambut serbuan musuh, seketika terdengar teriakan dan pekik kesakitan bagi yang terluka
dan mati konyol. Sigap sekali Ban Ai-ling menjinjing tawanannya. Tapi Thian-ih segera
mengayun tangannya menyambitkan senjata rahasia, sasarannya ternyata sangat tepat sekali.
Terdengar Ban Ai-ling berpekik dan meraung keras, sambil menutupi mukanya dengan kedua
tangannya. Bergegas Thian-ih memburu masuk, dimana pedang pusaka pemberian Ing-mo itu
berkilat, borgol dan belenggu ditangan kaki sibaju perak jatuh berkerontangan. Legalah
hatinya. Pekik raungan Ban Ai-ling yang keras itu mengejutkan semua orang dalam gedung itu.
Pertama-tama Lo Ka Siangjin paling prihatin segera memburu tiba, dibelakangnya terlihat
gadis berpakaian berkabung dari luar perbatasan itu mengejar kencang dibelakangnya. Timbul
akal dalam otak Thian-ih, cepat-cepat tangannya diayun menyambitkan senjata rahasia untuk
memadamkan lilin dalam ruangan itu. Kontan ruangan itu menjadi gelap gulita.
Karena ruangan mendadak menjadi gelap, kuatir dirinya terbokong, Lok Ka dan sigadis
berkabung itu lantas menghentikan langkahnya sambil mepet dinding tak bergerak.
Cepat-cepat Thian-ih menggagap kebawah tapi yang terjamah ternyata tempat kosong,
keruan bukan kepalang kejut hatinya. Ternyata sibaju perak yang terserang penyakit dan Ban
Ai-ling yang menggeletak ditanah tadi sudah menghilang entah kemana. Mungkinkah To Yung
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
hanya pura-pura terserang penyakit, terus melarikan diri begitu mendapat kesempatan ini"
Ataukah Ban Ai-ling yang masih kuat menyeret lari tawanannya setelah terluka parah. Thian-ih
tidak sempat berpikir lebih lama lagi, pertempuran dalam gedung bobrok itu kacau balau, susul
menyusul terdengar teriakan dan pekik kesakitan yang jatuh menjadi korban.
Dalam keadaan yang mendesak ini Thian-ih merasa dirinya berdiri di tengah ruangan di tempat
yang tidak menguntungkan dirinya, maka gesit sekali ia melesat kesamping di tempat pojokan,
sungguh diluar perhitungannya, begitu ia bergerak pedang pusaka ditangannya seketika
memancarkan kilat kebiru-biruan ditengah kegelapan. Cepat-cepat Thian-ih memasukkan
kedalam sarungnya. Baru saja hatinya merasa lega mendadak disampingnya berkelebat
percikan api, menerangi wajah Lo Ka Siangjin yang berwarna merah darah itu, jarak mereka
tidak lebih dari tiga kaki. Keduanya terperanjat dan berseru kaget terus melompat mundur.
Ternyata hanya sepercik kilatan api itu saja Lo Ka Siangjin sudah melihat jelas bahwa Ban
Ai-ling dan si baju perak sudah menghilang jejaknya, tahu dia bahwa tempat ini tidak perlu
dipertahankan terlalu lama lagi, maka sambil menggerung seram dia ayunkan tongkat bajanya
terus menerjang kearah pintu.
Sementara itu, dalam kilatan api itu juga sigadis berkabung telah melihat terang pula, belum
lagi tubuh besar Lo Ka Siangjin menerjang tiba sampai di pintu, pedang panjangnya sudah
melibat dengan serangan yang mematikan. Dilain pihak Thian-ih sudah sembunyi di pojokan,
dilihatnya sinar pedang sigadis berkelebatan menyambar-nyambar, perbawanya sungguh
hebat sekali sampai Lo Ka Siangjin terdesak di pinggir pintu, pertempuran sementara berjalan
seru sulit ditentukan siapa bakal menang dan asor.
Tak lama kemudian terdengar gadis berkabung itu membentak sekali, terlihat sinar
kebiru-biruan pedangnya menyapu miring tongkat baja Lo Ka yang besar dan berat itu. Lo Ka
mendehem keras, agaknya berusaha sekuat tenaga hendak menyampok pedang lawan yang
menindih kuat itu. Tapi seakan-akan pedang sigadis sudah lengket dengan tongkat bajanya,
pedang itu ikut bergerak naik turun mengikuti gerakan tongkat besarnya itu, saban-saban
sinar kebiruan berkelebat sedemikian lincah dan elok sekali dipandang mata dalam kegelapan
itu. Diam-diam Thian-ih merasa kagum dan memuji dalam hati, usia gadis ini belum cukup
duapuluh tahun namun sudah berkepandaian sedemikian tinggi, merupakan tokoh silat nomor
wahid di kalangan Kangouw. Tapi entah dia keluaran dari aliran atau golongan mana. Siapa
pula Nisi Hujin yang diperbincangkan itu?"
Lo Ka mengobat-abitkan tongkatnya semakin gencar, namun sedemikian jauh usahanya
sia-sia karena pedang sigadis tak dapat dipentalkan copot, malah lambat-laun tenaganya
terkuras habis dan gerak geriknya semakin lamban. Sungguh gusar dan gelisah Lo Ka bukan
main, mulutnya berkaok-kaok dan memaki serta mengumpat kalang kabut. Thian-ih tertawa
geli ditempat sembunyinya melihat kelakuannya itu.
Sekonyong-konyong terlihat badan Lo Ka Siangjin yang tinggi besar itu mencelat tinggi keatas,
si gadis berkabung juga selincah tupai telah membayangi tiba, pedangnya itu membabak
miring diatas pundaknya, tepat mengenai luka di atas pundak Lo Ka yang belum sembuh itu,
saking kesakitan ia meraung sekuatnya. Mendadak ia menyeruduk tiba sambil menyodokkan
tongkat besarnya itu ke arah sigadis. Melihat kenekadan orang, sedikit bergerak saja sigadis
sudah menyingkir kesamping sehingga Lo Ka menubruk tempat kosong dan terus
menyelonong keluar pintu. Dimana sinar kilat pedang bergerak, baru saja sigadis siap
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
mengejar keluar, tiba-tiba terdengar Lo Ka mengumpat caci dengan kerasnya. Terang di depan
sana dia dicegat orang lagi dan terlibat dalam pertempuran pula. Langkah sigadis lantas
berhenti diambang pintu. Sebetulnya Thian-ih hendak lari keluar, karena sigadis menghadang di ambang pintu
diam-diam ia mengeluh, belum lagi bergerak, tahu-tahu sigadis melompat maju kedepannya,
dimana ujung pedangnya bergerak, sinar kebiruan berkilat dengan tepat mengarah dadanya.
Terpaksa Thian-ih menggerakkan tangan menyampok, angin pukulannya masih sempat
menangkis dan memunahkan serangan lawan, terasa olehnya kekuatan tenaga sigadis cukup
besar. Terdengar sigadis berseru kejut dan heran, gerak pedangnya mendadak berubah membalik
keatas dengan jurus Hun-hoa-fu-liu (membagi kembang mengebut dahan liu) sinar pedang
berkelebatan sangat aneh dan cepat serta tangkas sekali.
Sudah tiada kesempatan bagi Thian-ih untuk melolos pedang sendiri, kali ini dia tidak berani
menangkis dengan pukulan tangannya. Tahu dia bahwa kepandaian ilmu pedang si gadis
sudah mencapai kesempurnaannya, jurus pertama tadi lawan sudah menjajal kekuatan
Lwekangnya, maka cepat-cepat ia menggeser kedudukan sambil menyedot hawa
mengkeretkan dada untuk meluputkan diri dari serangan jurus kedua ini.
Belum lagi ia menghela napas lega, sinar terang kekuning-kuningan diatas kayu perabuan
ditangan kiri sigadis tahu-tahu berkelebat di depan matanya, tanpa merasa Thian-ih
memandang kearah sinar itu, matanya menjadi silau, dan pada saat itulah jurus pedang lawan
dari gertakan berubah menjadi serangan sungguh, dengan jurus Tok-siong-theng-kheng
(kelabang beracun terbang ke angkasa) tahu-tahu ujung pedangnya sudah mengancam
dimuka Thian-ih. Thian-ih berseru kejut terus melompat tinggi ke atas sambil mementang
kedua tangan dengan gaya seperti elang hendak menubruk mangsanya. Tanpa disadari dalam
menghadapi bahaya ini secara reflek ia keluarkan kepandaian pelajaran dari Ing-mo. Dimana
kekuatan terjangannya ini melanda sigadis berkabung sampai sempoyongan mundur.
Jurus ciptaan Ing-mo ini memang betul-betul hebat perbawanya, sedikit saja kaki sigadis
terhuyung mundur, kesempatan ini cukup buat Thian-ih menempatkan diri mepet dinding lagi.
Hakikatnya tiada niat ia mencelakai sigadis rupawan yang mirip Hong-gi ini.
Pada saat mana suara gaduh di sebelah luar sana mendadak sirap dan menjadi sunyi lalu
terdengar seorang berteriak nyaring: "Nona Lo! Orangnya sudah ketemu! dimana kau?"
Sejenak sigadis berdiam diri diambang pintu. Dalam kegelapan itu Thian-ih merasa bahwa
orang tengah memandang kearah dirinya. Untung hanya sebentar saja lantas sinar pedang
menghilang, sigadis terus memutar tubuh lari keluar.
Thian-ih menghela napas panjang. Terdengar seseorang berkata diluar sana: "Satupun tiada
yang lolos, semua sudah dibereskan. Pesakitan ini juga sudah kita temukan, mari kita kembali
dulu ke markas besar So-ke-pang!" Itulah suara sitangan penembus awan Yu Liat-bong.
Lalu terdengar juga si kelabang terbang So Tiong bicara: "Nona Lo! Dimana kau tadi" Kau
melukai sigundul Lo Ka dan mengusirnya keluar! Tapi mengapa kau sendiri malah masih
tinggal di dalam sana?" merandek sejenak, tidak mendapat jawaban dari sigadis lantas ia
menyambung lagi, "Apa kau juga terluka?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Terdengar suara sigadis merdu nyaring: "Tidak apa-apa. Aku memeriksa sebelah dalam sana,
kudengar kalian sudah menemukan orang, baru aku bergegas keluar."
Memangnya Thian-ih tengah kuatir dia akan membawa orang banyak untuk menempur
dirinya, sungguh diluar dugaannya jawaban sigadis ternyata demikian, legalah hatinya. Tak
lama kemudian suara So Tiong tengah memberi perintah kepada para chengtengnya untuk
mengurus semua kawan-kawannya yang terluka atau yang sudah meninggal. Terdengar
semua orang ribut setengah harian. Akhirnya Thian-ih harus berfikir, cepat atau lambat pasti
mereka akan mencari kemari, dirinya harus segera meninggalkan tempat ini. Baru saja ia
hendak bergerak, derap langkah orang banyak sudah tiba diambang pintu, cepat-cepat ia
merapatkan tubuhnya ke dinding, bersiap siaga bila perlu segera turun tangan dan menerjang
keluar. Tiba-tiba terdengar suara sigadis berkata: "So-kongcu, ruang ini sudah kuperiksa, tiada
apa-apa didalam sana." Derap langkah So Tiong dan lain-lain terus maju lewat depan pintu
sambil menjinjing obor tinggi-tinggi.
Derap langkah itu semakin jauh dan akhirnya suasana menjadi tenang kembali, agaknya
semua orang sudah meninggalkan gedung bobrok ini. Waktu Thian-ih keluar dari ruangan
gelap itu, memang seisi gedung itu keluar semua tanpa ketinggalan seorang. Di tempat gelap
sebelah sana mendadak terdengar suara orang memanggil: "Thian-ih, lekas kemari ikut aku!"
lalu terlihat sebuah bayangan bergerak di pojok sana.
"Siapa kau?" bentak Thian-ih.
Jawaban orang ditempat gelap itu bernada girang: "Aku adalah orang yang kau tolong tadi!"
sekali berkelebat, menyusuri dinding terus berlari cepat kearah kanan sana. Terpaksa Thian-ih
angkat langkah mengejar dengan kencang, akhirnya mereka sampai di belakang kebon
Rahasia Si Badju Perak Karya G. K. H di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gedung bobrok itu. Ditengah kebon terdapat sebuah perigi. Orang itu menggape tangan ditepi
perigi terus melompat turun kedalam.
Thian-ih mengejar sampai di pinggir perigi, didapatinya itulah perigi yang sudah mati tanpa air,
dengan membesarkan nyali iapun terus loncat kedalam, perigi ini sedalam tiga empat tombak,
begitu kakinya menginjak tanah lantas terasa pergelangan tangannya dicengkram orang.
Ternyata dasar perigi ini adalah sebuah lorong panjang dibawah tanah, keadaan disini sangat
gelap sampai lima jari sendiri juga tidak kelihatan, orang itu menarik Thian-ih terus berlari-lari
kedepan. Thian-ih minta orang melepaskan tangannya, tapi orang itu tidak ambil peduli, katanya:
"Sekarang pasti Yu Liat-bong dan kawan-kawannya sudah tahu bahwa yang mereka ringkus
itu adalah barang tiruan, sebentar lagi pasti mereka akan putar balik kemari untuk
mengadakan penggeledahan besar-besaran. Biarkan mereka ribut dan bekerja banting tulang,
kita mengumpat disini dengan nyaman dan tentram!"
"Kalau mereka juga masuk kemari mencari kita bagaimana?"
"Tutup dasar perigi ini adalah buatan seorang ahli bangunan yang kenamaan, ditambah variasi
yang dapat mengelabui pandangan orang, kurasa siapapun takkan dapat menemukan tempat
ini. Seumpama tahu bila tidak tahu cara membuka pintu rahasia itu, seribu tenaga kerbau juga
jangan harap dapat membuka tutup pintu rahasia."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Lorong bawah tanah itu memang jauh dan panjang sekali, sekian lama mereka berjalan
berlika-liku tiada hentinya. Mendadak didepan sana terlihat sinar terang, agaknya seperti
ujung lorong ini sudah sampai. Tiba-tiba orang itu berhenti, waktu Thian-ih melihat lebih tegas
ternyata sinar terang itu bukan ujung dari lorong itu, tetapi adalah sebuah kamar batu dalam
lorong itu. Diatas dinding kamar batu itu terporotkan beberapa butir mutiara besar yang
berkemilauan memancarkan cahaya terang seperti disiang hari.
Lantai dalam ruangan ini ditaburi permadani yang tebal dan mahal, dimana-mana terlihat peti2
besi, lemari pakaian, minuman dan makanan, buku serta segala keperluan hidup semuanya
serba lengkap. Diatas dinding sebelah kiri tergantung pedang emas milik Thio Thian-ki semasa
hidupnya serta jubah dan pakaian peraknya.
Perasaan gusar dan sirik Thian-ih masih belum hilang seluruhnya, mendadak ia bertanya: "Kau
ini To Yong bukan" Apakah penyakitmu sudah sembuh?"
Wajah To Yong mengunjuk senyum simpul, sahutnya tertawa: "Mana aku terserang penyakit
apa segala" Aku hanya ngapusi mereka saja. Kau tahu aku paling ahli dalam bidang ilmu rias,
sudah tentu pura-pura sakit dengan wajah pucat sedikit adalah segampang membalikkan
tangan bagi aku." melihat Thian-ih bungkam, lalu ia menambahkan, "Thian-ih, kalau kau suka
belajar ilmu riasku ini biar kuturunkan kepadamu..........."
Thian-ih jadi berpikir, aku harus mengandal kepandaian silat yang kupelajari untuk malang
melintang dan mengangkat nama didunia persilatan, buat apa mempelajari ilmu rias yang
pranti mengelabui orang secara licik begitu. Dalam batin ia berkata begitu tapi lahirnya dia
sungkan berkata, untuk menghilangkan rasa canggung ini ia berkata tawar: "Terima kasih
banyak, untuk itu kelak kita bicarakan lagi !"
To Yong juga tidak ambil dihati akan sikap dingin Thian-ih ini, dia suruh Thian-ih duduk,
diambilkan makanan dan minuman, sambil makan minum ia berkata sambil menunjuk
mutiara-mutiara besar diatas dinding itu: "Jumlah mutiara diatas dinding itu semua tigapuluh
enam butir. Enam diantaranya adalah Ya-bing-cu, sedang yang lain juga merupakan mutiara
mahal tak ternilai dari lautan timur sana. Waktu aku membangun dan memajang ruangan ini,
meski pun udaranya segar, serta makan minum tidak kekurangan, tapi hanya disinari oleh
pelita atau api lilin belaka. Sejak aku mencuri mutiara-mutiara itu dari keraton........" melihat
Thian-ih mengkerutkan kening, agaknya kurang sabar mendengar ceritanya itu, cepat-cepat ia
mengalihkan pokok pembicaraan, katanya: "Thian-ih! Coba kau ceritakan pengalamanmu
setelah berada di Hun-tai-san!"
Terpaksa Thian-ih bercerita. Serta mendengar bahwa ditengah jalan Thian-ih bertemu dengan
putri tunggal Nisi Hujin, To Yong berjingkrak kaget, serunya: "Wah celaka kalau dia juga
datang. Untung aku tidak bersua dengan dia, kalau sampai ketemu, wah tentu berabe dan
panjang buntutnya!" Thian-ih mulai merasa simpatik terhadap gadis berkabung yang berwajah mirip Hong-gi itu,
melihat sikap gelisah To Yong itu, segera ia tanya: "Siapakah dia" Siapa pula Nisi Hujin itu"
Dengan membekal kayu keperabuan dia mencari kau, ada dendam dan sakit hati apa lagi
diantara kalian?" Nada To Yong rada jengkel, sahutnya: "Justru bukan aku yang bermusuhan dengan mereka"
Adalah bapakmu yang bangor itulah yang menimbulkan bencana ini."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Thian-ih minta penjelasan. Dalam ruang bawah tanah itu keadaan terang benderang disinari
cahaya mutiara mestika, seperti di siang hari bolong. To Yong memboyong keluar arak
simpanannya, mulailah mereka makan minum sekenyangnya, lalu mulailah To Yong bercerita
akan pengalamannya pada masa yang lalu.
Ternyata pada empat ratusan tahun yang lalu, pada saat bangsa Mongol menyerbu masuk
kedaratan tengah ini, timbul banyak pemberontakan dibanyak tempat, diantaranya
Pek-lian-kau (perkumpulan agama teratai putih) angkat senjata di kota Pian-seng. Dengan
kedok malaikat teratai putih sebagai perisai, Ketua Pek-lian-kau memikat banyak rakyat jelata
untuk menyanjung dirinya, dalam waktu singkat saja pengikutnya yang fanatik menjadi ribuan
banyak, semua mengenakan ikat kepala warna merah, dimana-mana menimbulkan huru-hara
dan bencana. Akhirnya pimpinan tertinggi mereka yaitu Han San-tong tertawan oleh musuh.
Maka para pengikutnya yang setia dipelopori oleh Lau Hok-to mengangkat anak Han San-tong
yang bernama Han Lim-ji sebagai gantinya dengan nama junjungan Siau-bing-ong. Mendirikan
negeri Song dengan tahun Liong-hong, kota Hou-ciu sebagai ibukota.
Sejak Han Lim-ji menampuk pimpinan kekuatan Pek-lian-kau semakin berkembang biak dan
tersebar kemana-mana seumpama jamur dimusim semi, setelah malang melintang dan
berkuasa penuh selama tigabelas tahun akhirnya kekuatannya mulai runtuh dan pecah belah.
Pada permulaan dinasti Bing pada tahun Thian-khi, seorang bernama Ong Sun dari kota So-ciu
di Ciatkang angkat senjata mengangkat diri sebagai tokoh pemberontak. Tatkala itu nama
Pek-lian-kau sudah tidak murni lagi, banyak pengikutnya yang telah mendirikan lain-lain
perkumpulan atau agama lain, dan pada saat itu yang paling terkenal adalah Hui-siang-kau.
Demikian juga kekuasaan Ong Sun tidak lama, sejak ia tertawan musuh lantas disusul Djih
Hong-hu ikut muncul, kekuatannya lebih besar dan kokoh, namun akhirnya juga menemui
nasib yang sama. Namun demikian sejak saat itu, dalam kalangan masyarakat sering timbul
kegaduhan serta kekacauan dari anasir-anasir sisa-sisa pengikut Pek-lian-kau itu.
Kira-kira ratusan tahun yang lalu, cabang aliran dari Pek-lian-kau itu mendadak bersemi diluar
perbatasan, barisan yang baru terbentuk ini mengenakan ikat kepala putih sebagai pengenal
dengan ikat pinggang ungu, dan mengenakan juga pertanda khas yaitu gelang atau cincin ular
emas yang menjulurkan lidahnya. Perkumpulan ini menamakan dirinya sebagai Kim-hoan-kau
(perkumpulan gelang emas). Menurut kabarnya secara turun temurun Kim-hoan-kau ini
mempunyai ilmu simpanan aneh yang khusus diturunkan kepada pimpinannya saja. Bukan
saja disiplin mereka sangat keras, juga tindak tanduk mereka sangat ganas dan keji. Maka
belum lama sejak berdirinya perkumpulan ini, pengikutnya bertambah banyak, kekuatannya
semakin melebar masuk ke-dalam perbatasan.
Disaat mereka membangun dan memperkokoh kedudukan, dan sudah bersiap hendak
mengadakan aksinya, tiba-tiba tersiap kabar angin dikalangan Kangouw bahwa para pengikut
Kim hoan-kau yang berada didaerah Tionggoan banyak yang ditarik balik keutara. Kabarnya
dalam sarang mereka yang berada diluar perbatasan sana telah terjadi perobahan besar. Sejak
itu Kim-hoan-kau lantas lenyap dan bubar tanpa bekas. Dan sebab musabab dari pembubaran
ini katanya adalah karena ada beberapa tokoh silat dari angkatan pendekar kelas wahid telah
meluruk datang dan mengobrak-abrik markas besar mereka. Dibawah pandangan sekian
banyak para pengikutnya, sang ketua telah dikutungi kepalanya dan dibawa pergi.
Tapi rumput yang tidak dicabut sampai ke-akar-akarnya akan bersemi lagi setelah kena hujan.
Demikianlah pada lima belas tahun yang lampau, tersiar kabar bahwa diluar perbatasan sana
telah berdiri lagi suatu perkumpulan rahasia yang mungkin didirikan oleh sisa-sisa pengikut
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Kim-hoan-kau dulu. Waktu itu Thio Thian-ki sudah mengasingkan diri di Thio-keh-cheng, entah mengapa tiba-tiba
timbul niat isengnya mengajak To Yong pergi keluar perbatasan sana untuk menyirapi akan
kebenaran kabar angin itu.
Setelah mengalami berbagai rintangan dan bahaya akhirnya dapat diselidiki dengan benar
bahwa perkumpulan rahasia itu memang merupakan duplikat dari Kim-hoan-kau itu. Akan
tetapi tepat pada kedatangan mereka ini, Kim-hoan kau sendiri juga tengah mengalami
bencana diantara hidup atau mati.
Bahwasanya sudah menjadi rahasia umum bahwa kaum Pek-lian-kau merupakan duri berbisa
dipandangan masyarakat umum terutama bagi kaum persilatan dipandang sebagai aliran
sesat. Maka bagi mata pendengaran kaum pendekar dimana ada bersemi suatu aliran yang
bersumber dari aliran agama sesat ini begitu diketahui segeralah pasti ditumpas dan
dilenyapkan dari muka bumi ini. Demikian juga kali ini, begitu mendengar bakal bersemi atau
tumbuhnya lagi suatu perkumpulan rahasia yang bersumber dari aliran agama sesat ini, kaum
pendekar segera menggerebeg datang untuk menumpasnya. Baru saja kepalanya
tongol-tonggol hendak keluar segera dapat disirapi oleh para pendekar dari Tionggoan, segera
diutus tokoh-tokoh silat tingkat tinggi untuk membubarkan atau menumpasnya habis.
Tatkala itu orang yang diutus datang hanya dua orang, mereka adalah dua orang muda-mudi.
Begitu sampai di sarang Kim-hoan-kau langsung mereka menantang kepada ketua
Kim-hoan-kau waktu itu yaitu Lo Liong. Lo Liong ini adalah suami Nisi Hujin itu, bukan saja
seorang yang cekatan yang pandai berpikir dan bekerja, ilmu silatnya juga lihay dan aneh.
Namun sukarlah dijajaki betapa tingginya ilmu kepandaian muda mudi yang menantangnya ini.
Hanya diketahui bahwa mereka berdua datang dari arah barat, yaitu gunung Thian-san.
Karena tidak mengetahui asal-usul kedua musuhnya ini, secara serampangan saja Lo Liong
serta Nisi Hujin lantas menanggapi tantangan mereka. Belum lagi sepuluh jurus mereka
bertempur, Lo Liong sudah terluka berat dan rebah di tanah. Nisi Hujin menjadi nekad dan
menempur mereka mati-matian dibantu para tokoh-tokoh silat dari Kim-hoan-kau. Namun
hebat memang kedua muda mudi ini, bukan saja tidak gentar, mereka malah berkelahi
semakin ganas seperti banteng ketaton, setiap kepalan atau pedangnya bergerak pasti
musuh-musuhnya kena dirobohkan. Setelah bertempur setengah harian, banyak korban dari
pihak Kim-hoan-kau berjatuhan, hampir seluruh gembong silat lihay dari Kim-hoan-kau
mampus atau terluka berat. Sampai Nisi Hujin sendiri juga bertempur sampai titik terakhir dan
rebah kehabisan tenaga. Sebetulnya pendekar muda pria itu sudah angkat pedangnya tinggi, sekali bacok saja pasti
tamatlah riwayat Nisi Hujin ini. Tapi serta dilihatnya Nisi Hujin ini adalah seorang perempuan
yang cantik jelita berkulit putih halus, hatinya menjadi tidak tega turun tangan, timbul belas
kasihan dalam benaknya, pedang berkilau di tangannya sekian lama susah diturunkan.
Harus diketahui bahwa pemudi yang menyertai pendekar muda itu ternyata adalah calon
istrinya. Bahwasanya sifat perempuan memang rada dengki dan suka cemburu, berpikiran
sempit lagi. Terutama dalam bidang asmara reaksinya paling tajam. Waktu itu dia melihat
tegas sikap bakal suaminya itu, dia beranggapan bahwa tunangannya ini menaruh hati
terhadap Nisi Hujin, keruan timbul rasa jelus dan cemburu dalam benaknya, saking tak tahan
lagi mendadak ia menyentil pedang ditangannya, "creng", waktu pedang itu jatuh meluncur
tepat sekali memapas robek sebagian jubah panjang didepan dada pendekar muda itu. Ini
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
suatu pertanda putusnya hubungan tunangan mereka. Waktu pendekar muda itu angkat
kepala dilihatnya calon istrinya itu sudah berlari pergi secepat terbang tanpa menoleh kembali
dan entah kemana. Sebetulnya kepandaian muda mudi ini seimbang dan susah dibedakan siapa lebih tinggi atau
rendah. Melihat orang tinggal pergi dengan penuh perasaan dengki dan cemburu, tahu dia
bahwa sedikit kesalahan tindak tanduknya itu telah menimbulkan kesalahpahaman.
Dijemputnya pedang pusaka bakal istrinya terus diselentik nyaring sambil bersuit panjang dan
keras memekakkan telinga. Sedemikian nyaring suitannya itu seolah-olah menembus angkasa
sampai mengejutkan burung dan margasatwa di alas pegunungan. Setelah ditunggu sejenak
tidak mendengar sesuatu reaksi apa, dia insaf bahwa calon istrinya itu memang sudah
bertekad bulat memutuskan pertunangan ini, tiada harapan untuk rujuk kembali, apa boleh
buat digulungnya pedang pusaka emasnya diikat pinggangnya, terus mengempit tubuh Lo
Liong dibawa pergi dengan cepat.
Peristiwa ini terjadi pada dua puluh tahun yang lalu. Waktu itu semua pengikut Kim-hoan-kau
kebetulan berkumpul, tapi betapapun banyak jumlah mereka juga tidak berguna, karena
kepandaian pendekar itu sudah mencapai kesempurnaannya seumpama dewa malaikat.
Meskipun terang-terangan dia menggondol pergi ketua mereka Lo Liong, tapi tiada
seorangpun yang berani maju merintangi.
Sejak saat itu, nama Kim-hoan-kau tenggelam lagi dan tak terdengar pula jejaknya. Waktu
Thio Thian-ki dan To Yung memburu tiba, sisa-sisa terpendam dari kaum Kim-hoan-kau itu
menyembunyikan diri di alas pegunungan Tiang-pek-san, mereka masih menjunjung Nisi Hujin
sebagai pimpinan. Lima tahun sudah berlalu sejak Lo Liong digondol pergi oleh Pendekar muda itu, namun tiada
terdengar kabar beritanya. Nisi Hujin merupakan kaum cendekiawan serta gagah dari
kalangan wanita, dibawah perintahnya, dia kekang para anak buahnya untuk berdikari di alas
pegunungan yang terpencil dari khalayak ramai. Meskipun markasnya itu tidak begitu besar
dan luas, namun semua dapat diaturnya dengan rapi dan beres. Mengingat pengalaman yang
sudah berulang kali terjadi terutama mereka lebih waspada menjaga diri dan takut gangguan
luar, maka sedapat mungkin mereka merahasiakan sekali tempat persembunyian ini.
Lima tahun lamanya Nisi Hujin menggembleng diri mempelajari pelajaran peninggalan para
cakal bakal pendiri Kim-hoan-kau yang serba unik dan aneh serta keji lagi. Setiap detik selalu
diingatnya untuk menuntut balas. Tapi sejak peristiwa itu, sepasang muda mudi itu juga terus
menghilang jejaknya, meskipun sudah beberapa orang anak buah Kim-hoan-kau menyelundup
kedalam perbatasan untuk menyelidiki, semua kembali dengan nihil. Seolah-olah kedua
pendekar muda itu sudah mengasingkan diri atau mungkin juga sudah meninggal dunia.
Dengan bekal sepasang pedang pusaka yang ditinggalkan oleh sepasang pendekar muda mudi
itu, selalu Nisi hujin membekal diatas tubuhnya untuk melatih semua anak buahnya, dalam
waktu singkat saja ilmu silat mereka maju pesat sekali. Disamping itu tidak lupa ia tetap
mengutus para penyelidiknya menyelundup kedalam perbatasan untuk menyirapi segala
kemungkinan yang harus dicurigai. Sebentar saja lima tahun telah silam, wanita bercita-cita
tinggi dan berpambek besar ini masih kuat menahan kesabaran dirinya, besar harapannya
bahwa sang suami masih belum meninggal dunia dan ada kemungkinan dapat pulang kembali.
Kim-hoan-kau akan bersemi lebih subur dan mengembangkan sayapnya lebih lebar, dan yang
terpenting adalah menuntut balas kepada sepasang pendekar muda mudi itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Lima tahun lamanya, bukan saja kabar berita Lo Liong tidak terdengar, sepasang pendekar
muda mudi itu juga telah menghilang jejaknya. Sementara itu, kekuatan Kim-hoan-kau di alas
pegunungan Tiang-pek-san tiap hari bertambah kuat dan segar kembali. Ketenaran nama Nisi
Hujin mulai tersebar dan menggetarkan dunia persilatan. Terbalik dari maksud Nisi Hujin
semula, dia berharap dengan ketenaran namanya serta bangunnya kembali Kim-hoan-kau ini
akan memancing keluar kedua musuh besarnya itu, maka mulai dia mengencerkan belenggu
atau disiplin perkumpulannya, keruan secepat jamur menjalar dimusim semi, Kim-hoan-kau
telah melebarkan sayapnya ke dalam perbatasannya, para tokoh-tokoh silat dari daerah
Tiong-goan juga sudah mendengar selentingan kabar ini.
Lima belas tahun yang lalu nilai atau mutu kepandaian silat tokoh-tokoh di daerah Tionggoan
ini rada mundur dan rendah, mereka yang benar-benar lihay rata2 pergi mengasingkan diri
dan tidak mau mencampuri urusan dunia lagi. Oleh karena itu, Kim-hoan-kau yang dipimpin
Nisi Hujin ini semakin mendapat angin, sebaliknya kalangan persilatan Tionggoan semakin
kuncup dan segan mendengar bahwa kepandaian Nisi Hujin katanya bagaimana lihay dan
ganas, tiada seorangpun yang berani menempuh bahaya atau mempelopori memimpin
tokoh-tokoh silat kenamaan untuk menumpasnya. Semakin hari nama kebesaran Nisi Hujin
bagai geledek di siang hari bolong, keganasan dan kekejaman anak buahnya juga semakin
menjadi-jadi. Dari kabar mulut ke mulut ini dikatakan betapa hebat dan tinggi kepandaian Nisi
Hujin itu, sampai akhirnya menimbulkan minat Thio Thian-ki untuk belajar kenal.
Begitulah bersama To Yung, Thio Thian-ki dapat menyelundup ke daerah Tiang-pek-san
mengandal ilmu rias To Yung itu, mereka menyamar sebagai anak buah Kim-hoan-kau. Secara
kebetulan kedatangan mereka hari itu adalah pembukaan hari raya, semua anak buahnya
berbondong-bondong berkumpul di depan berhala besar untuk menyembah kewibawaan Nisi
Hujin. Thian-ki juga ikut bergerombol diantara orang banyak, dilihatnya betapa cantik rupawan
Nisi Hujin itu, merupakan perempuan yang paling cantik yang pernah dilihatnya selama ini.
Justru kelemahan Thian-ki adalah suka iseng dan bangor, begitu melihat Nisi Hujin ini serasa
seluruh tulang-ulangnya copot semua badannya menjadi lemas seperti hampir lumer, kedua
matanya terlongong-longong memandang kearah Nisi Hujin, kedua kakinya itu seperti terpaku
diatas tanah tak mau tinggal pergi.
Melihat sikap linglung kawannya ini segera To Yung menyeretnya pergi. Sesampai di tempat
sunyi, Thian-ki bilang bahwa hatinya sekarang telah terpincut benar kepada Nisi Hujin itu,
betapa juga aku harus dapat memetiknya sebagai istri. To Yung sendiri juga memaklumi akan
watak Thian-ki, sesuatu barang yang hendak dijamahnya bagaimana juga harus dapat
dilaksanakan. Hanya sekarang mereka menghadapi Nisi Hujin yang kenamaan dan agung,
apakah sedemikian gampang dapat terlaksana"
Untuk beberapa hari lamanya, Thian-ki menjadi lesu dan tiada selera makan minum serta tak
dapat tidur, sepanjang hari bertopang dagu melamun, sampai badan menjadi kurus.
Sementara itu, To Yung terus menyamar menjadi umat Kim-hoan-kau itu, hari demi hari
semakin luas pergaulannya sampai para pengiring dan pelindung terpercaya dari Nisi Hujin
juga sudah dikenalnya dengan baik, dari mulut mereka ia menyirapi dan mencari tahu tentang
segala keadaan hidupnya sehari-hari. Akhirnya diketahui bahwa sejak lima tahun yang lalu
setelah suaminya terluka dan diculik pergi oleh musuh, hatinya menjadi keras dan teguh dalam
tindak tanduknya. Keadaan hidupnya sehari-hari juga sangat sederhana dan keras dalam
disiplin, meskipun usianya masih muda tapi dia seorang perempuan lurus dan teguh imannya
tidak pernah bertindak nyeleweng sebagai perempuan cabul umumnya, sekian tahun sudah
dia dapat mensucikan diri, titik kelemahan inilah yang tengah diincar tapi ternyata kurang tepat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
untuk dapat melaksanakan rencananya.
Dasar To Yung ini berpikiran panjang dan otaknya encer, akhirnya terpikirkan olehnya suatu
tipu muslihat yang rada keji tapi juga harus menempuh bahaya dengan segala risiko yang
besar. Yaitu dia mengubah wajah dan bentuk Thio Thian-ki menjadi Kim-hoan Kaucu Lo Liong
yang telah hilang itu, Lo Liong pulang dari rantau untuk berkumpul kembali dengan Nisi Hujin.
Rahasia Si Badju Perak Karya G. K. H di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka mulailah To Yung mempersiapkan segala pekerjaan, dari berbagai tempat dan
mulut-mulut anak buah Kim-hoan-kau yang berusia agak lanjut dia mencari bahan-bahan yang
diperlukan mengenai riwayat hidup Lo Liong serta Nisi Hujin, hobby serta kesenangan hidup
mereka berdua, bagaimana cara Kim-hoan-kau bangkit kembali, serta undang-undang dan
peraturan Kim-hoan-kau, sampai siapa-apa yang menjadi sanak famili Lo Liong, anak buah
kepercayaannya serta segala tetek bengek yang terkecil juga telah dicari tahu. Lalu secara
tekun dia membantu Thian-ki untuk mengingat dan mengapalkan diluar kepala.
Maka mulailah To Yung merias Thian-ki menjadi Lo Liong mencontoh gambarnya semasa
hidup. Kira-kira satu setengah bulan kemudian baru segala persiapan rencana ini dapat
terlaksana. Kini Thian-ki sudah berganti rupa persis benar dengan bentuk dan rupa
Kim-hoan-kau Kaucu Lo Liong semasa hidup dulu.
Setelah Thian-ki meninggalkan daerah Tiang-pek-san, beberapa hari kemudian To Yung mulai
menyebar kabar angin didaerah kekuasaan Kim-hoan-kau itu. Dikatakan bahwa Kaucu
ternyata belum meninggal dunia sejak tertawan dulu. Sekarang sudah terdengar kabarnya di
dalam perbatasan bahwa dia orang tua tengah menuju kemari pulang ke markas besar. Hanya
selama beberapa tahun ini disekap oleh pendekar muda itu dialas pegunungan yang sunyi
serta mendapat siksaan yang berat, sehingga otaknya sedikit bebal dan lemah urat syaraf,
banyak kejadian atau pengalaman yang lampau sudah banyak terlupakan olehnya.
Berita ini segera mengemparkan seluruh daerah kekuasaan Kim-hoan-kau itu. Kejut dan girang
Nisi Hujin bukan main, segera ia utus rombongan para umatnya untuk pergi menyirapi
kebenaran berita ini. Betul juga, tak lama kemudian ia mendapat laporan bahwa Kim-hoan-kau
Kaucu Lo Liong sudah ketemu di markas besar lama Kim-hoan-kau dulu yang terletak di sekitar
sungai Jong-no. Betapa girang Nisi Hujin sulit dilukiskan dengan kata-kata, cepat-cepat ia pimpin semua anak buahnya pergi menyambut kedatangan sang Kaucu, waktu memasuki daerah
Tiang-pek-san sepanjang jalan semua umat dan pemeluk agama Kim-hoan-kau ini menyambut
dengan meriahnya. To Yung juga tercampur baur diantara sekian banyak orang itu. Melihat
keadaan dan sikap Thian-ki yang girang-girang linglung seperti orang kehilangan ingatan,
diam-diam ia memuji akan permainan sandiwara yang pura-pura ini.
Setelah sang Kaucu kembali, betapa besar sayang dan cinta kasih Nisi Hujin terhadap
suaminya ini, dengan tekun dan sabar ia layani semua keperluan serta memberikan
obat-obatan yang mahal-mahal. Terkabullah angan-angan Thio Thian-ki, hidup dalam
kesenangan dan pelukan perempuan ayu nan jelita, ia nikmati segala kemewahan dan hidup
bahagia. Dengan kedudukannya sebagai Kaucu mudah saja ia memilih sepuluh orang sebagai
pengawal pribadinya. To Yung adalah kepala pimpinan sepuluh orang itu. Setiap saat ia selalu
mendampingi di samping Kaucu palsu ini, setiap kesempatan digunakan untuk berunding dan
mengatur rencana dan tipu daya.
Mimpi juga Nisi Hujin tidak menyangka akan tipu muslihat yang jahat dan keji ini, dia anggap
bahwa Thio Thian-ki adalah suaminya dulu yang tulen, sedikitpun ia tidak sadar bahwa dirinya
sudah terjebak kedalam pelukan pemuda bangor dan cabul ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Mendapat pelayanan yang luar biasa dan hidup dalam kesenangan yang berlimpah-limpah ini
Thian-ki menjadi lupa daratan, sudah berulang kali To Yung membujuknya untuk kembali ke
selatan, namun Thian-ki berkukuh tidak mau. Apa boleh buat, To Yung kuatir kalau Kim-hoan
Kaucu tulen benar-benar belum mati dan kebetulan kembali, tulen dan palsu segera akan
konangan, saat itu untuk lari juga tidak mungkin lagi. Maka wanti-wanti ia berpesan kepada
Thian-ki untuk selalu waspada dan hati-hati. Seorang diri lantas ia sering keluar mencari dan
menyelidik, besar harapannya bisa mendapat kabar akan jejak Lo Liong itu, supaya segera
dapat membunuhnya untuk menutup mulutnya.
Dalam pencariannya itu secara kebetulan ia sampai di daerah sekitar markas besar lama
Kim-hoan-kau yang terletak di hulu sungai Jong-ho itu. Dimana ditemui Kim-hoan-kau Kaucu
Lo Liong yang tulen benar-benar telah pulang. Hanya orang ini cacad sebuah kakinya,
wajahnya juga sudah terbakar hangus sangat jelek rupa, para anak buahnya disekte selatan
sini sudah tidak kenal lagi pada ketuanya yang lama ini, dianggapnya dia seorang jahat dan gila
pikiran, berani memalsu dan mengakui sebagai suami Nisi Hujin. Ini benar-benar suatu
penghinaan besar, tanpa banyak cingcong lagi, beramai-ramai mereka meringkus dan
membelenggunya siap hendak dikirim ke Tiang-pek-san dan diserahkan langsung kepada
Kaucu untuk dijatuhi hukuman yang setimpal.
Kedatangan To Yung tepat pada saatnya, diam-diam ia bersyukur dalam hati. Malam-malam
waktu para penjaga kurang siaga dengan kepandaiannya yang lihay itu, ia tolong keluar orang
itu. Pura-pura menjadi seorang pendekar kelana yang suka menolong yang lemah. Keruan
orang itu girang bukan main, saking terima kasih segera ia menutur semua peristiwa yang
telah dialami sekian tahun ini kepada To Yung.
Sejak tertawan oleh pendekar muda dulu ternyata Lo Liong dikurung dalam sebuah gua diatas
sebuah puncak yang terletak diperbatasan Sucwan. Dua ekor burung bangau besar selalu
menjaga di luar gua memberi makan dan minum serta mengawasi segala gerak geriknya.
Begitu hari demi hari dilewatkan dengan perasaan sunyi diatas puncak pegunungan, lambat
laun lukanya mulai sembuh, hanya luka di paha kirinya oleh tabasan pedang itu sangat parah,
mekipun sang bangau telah menyarikan daun-daun dan rumput obat-obatan, tapi hasilnya
nihil, malah daging sekitar lukanya itu membusuk dan merambat semakin besar, bangau besar
itu pula yang mencucuki daging yang sudah membusuk itu sampai kelihatan tulang putihnya,
dan karena tiada harapan sembuh lantas pahanya itu dipotong dan cacatlah kakinya untuk
selama-lamanya. Setelah dia biasa menggunakan tongkat, terasa juga bahwa Lwekangnya sudah mulai pulih
seperti sedia kala, diam-diam ia mencari daya untuk melarikan diri. Tapi penjagaan kedua
bangau besar itu sangat ketat, belum pernah Lo Liong diberi kesempatan untuk bergerak
secara bebas. Tenaganya juga besar luar biasa, terbangnya juga pesat sekali, tahu dia bahwa
betapapun dirinya bukan tandingan kedua burung besar ini, maka sekian lama dia tidak berani
menempuh bahaya. Lima tahun kemudian terjadi pada suatu hari cerah, dari dalam gua kediamannya Lo Liong
melihat kedua bangau itu tengah bercanda gurau ditengah udara, mendadak dilihatnya dari
arah langit sebelah barat sana terbang mendatangi seekor bangau yang lebih besar lagi, begitu
melihat bangau yang mendatangi ini, kedua ekor bangau itu seakan-akan ketemu dengan
sanak familinya, bercewotan dan memekik-mekik dengan riangnya terus terbang menyambut.
Kedatangan bangau besar itu agaknya menyampaikan berita apa, sekian lama ketiga ekor itu
berkaok-kaok seperti sedang bicara, lalu hinggap diatas tanah terus bergulingan dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
berloncatan dipuncak pegunungan batu cadas sehingga bulu-bulunya brodol dan badannya
penuh luka-luka. Agaknya mereka mendapat suatu kabar jelek apa, saking duka dan sedih
lantas mereka menyiksa diri dengan melukai seluruh badan sendiri.
Lo Liong membatin dalam gua, mungkin bangau besar itu datang membawa kabar bahwa
majikan muda mereka itu telah wafat, maka ketiganya menjadi berduka begitu rupa, ternyata
benar juga dugaannya, tak lama kemudian ketiganya lantas terbang tinggi ketengah udara
sambil berpekik panjang terus terjun keras meluncurkan tubuhnya menumbuk batu-batu
gunung untuk bunuh diri. Meskipun sejak saat itu Lo Liong mendapatkan kebebasannya, tapi serta melihat betapa gagah
perwiranya ketiga ekor binatang itu, hatinya kebat kebit dan terpesona sekian lama, timbul
rasa kagum dan sayang dalam hatinya, seketika hilang perasaan dengki dan benci terhadap
kedua ekor bangau yang selama lima tahun ini sedemikian ketat menyiksa dirinya, lalu dia
meronta dan berusaha turun gunung untuk pulang keluar perbatasan. Karena kekurangan
sangu dan kakinya cacat lagi, maka keadaannya sangat mengenaskan, sepanjang jalan dia
minta-minta dan kenyang menderita, setelah susah payah akhirnya sampai juga diluar
perbatasan. Siang berganti malam, malam berganti pagi, tiada sesuatu yang abadi dalam dunia ini. Selama
lima tahun keadaan dimana-mana sudah banyak berobah. Sesampainya dihulu sungai Jongho
ternyata bahwa markas besar Kim-hoan-kau telah berpindah tempat, anak buahnya yang
menjaga tempat lama ini juga sudah tidak mengenal Ketua lamanya lagi. Malah secara
semena-mena menuduh dan menghinanya sedemikian rupa.
Setelah mendengar ceritanya yang panjang lebar ini, diam-diam To Yung juga merasa kagum
dan salut dalam hati, kebesaran tekad dan keteguhan hati orang ini susah dicari bandingannya.
Tapi betapapun juga demi keselamatan Thian-ki, terpaksa dia harus turun tangan
membunuhnya. Maka To Yung pura-pura merasa simpatik dan kasihan, dengan rela hati dia
menyanggupi untuk melindungi dan mengantarnya ke pegunungan Tiang-pek-san. Lo Liong
sangat berterima kasih, dianggapnya To Yung sebagai sahabat kekal dalam rantau yang penuh
derita dan siksaan Ditengah jalan terpaksa To Yung menguatkan hati turun tangan, dia suguhkan secawan arak
yang telah dicampuri obat yang dapat membuat kehilangan kesadaran dan menjadi gila,
dilihatnya Kim-hoan Kaucu Lo Liong menghabiskan secawan arak itu, secepat arak obat itu
bekerja kontan dia jatuh pingsan. Karena menyesal dan terketuk hatinya sebelum tinggal pergi
To Yung tinggalkan uang perak disampingnya, terus langsung kembali ke Tiang-pek-san.
Secara rahasia ia beritahukan pengalaman ini terhadap Thian-ki, dibujuknya Thian-ki supaya
segera mencari alasan untuk meninggalkan tempat itu. Tapi Thian-ki benar-benar sudah
terpincut pada Nisi Hujin dan mabuk kesenangan mana mau dia pergi begitu saja
meninggalkan kesenangan hidup yang berlimpah-limpah ini. Apalagi diketahui bahwa Kaucu
yang asli kini telah dicekoki arak beracun dan menjadi gila, lebih besar dan lega hatinya,
diutarakan bahwa dia akan terus hidup di Tiang-pek-san ini tanpa kembali lagi ke Sam-no
Thio-keh-ceng. Begitulah tahu-tahu setengah bulan telah berlalu tak terasa sejak kedatangan
mereka tempo hari, hitung-hitung mereka sudah selama setengah tahun berada di pegunungan Tiang-pek-san itu.
Sejak meracuni Lo Liong sehingga menjadi gila, hidup To Yung menjadi kurang tentram, selalu
terasa ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Hari itu Thian-ki mengusulkan supaya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
beramai-ramai mereka pergi berburu binatang, Nisi Hujin sangat penurut terhadap segala
permintaan suaminya ini, segera ia perintahkan anak buahnya mempersiapkan segala
keperluan. Tak lama kemudian rombongan mereka sudah berderap langkah ditengah
pegunungan yang hijau permai. Segera anak buah Kim-hoan-kau disebar keempat penjuru lalu
menabuh gembreng dan memukul tambur untuk mengejutkan binatang dalam hutan.
Sekonyong-konyong dari semak belukar sebelah dalam hutan sana menggelundungi suatu
benda. Thian-ki sudah pentang busur hendak memanah. Tapi pandangan Nisi Hujin lebih
tajam, buru-buru ia berseru mencegah: "Tahan, itu manusia!"
Semua orang terkejut dan menatap tegas, memang yang menggelundung keluar itu adalah
orang yang berjambang baut lebat dengan rambut awut-awutan, pakaiannya compang-camping kotor dan kumal, sebelah kakinya cacat lagi, badannya penuh luka-luka
lecet dan bekas-bekas gigitan yang masih merembeskan darah. Terlihat orang itu merangkak
bangun dan berdiri tegak ditengah hutan, sepasang matanya mendelong mengawasi wajah
Nisi Hujin. Sekali pandang saja lantas To Yung bercekat hatinya, jantungnya serasa hendak
meloncat keluar karena manusia seperti setan ini bukan lain adalah Kim-hoan Kaucu asli Lo
Liong adanya. Sudah tiada kesempatan untuk berpikir panjang lagi, cepat-cepat To Yung merogoh keluar
segenggam senjata rahasia berbisa, belum sempat ia taburkan senjatanya, terdengar Lo Liang
berteriak sambil mendelik: "Siau Yan, Siau Yan!" Lalu terlihat tubuhnya tersendat kebelakang
kena sambitan sebatang senjata rahasia kecil lembut, meskipun hanya bertonggak diatas
sebelah kakinya saja Lo Liong masih kuat dan berusaha tetap berdiri, mulutnya tertutup
kencang sampai bibirnya tergigit pecah dan mengeluarkan darah, agaknya tengah menahan
kesakitan yang tak terhingga.
Sekonyong-konyong Nisi Hujin berteriak nyaring: "Pohon beringin berdiri tegak !" disebelah
sana Lo Liong segera menyambut: "Burung betet mengeluh sedih!''
To Yung dan Thian-ki sudah berfirasat akan situasi yang tidak menguntungkan ini. To Yung
insaf bahwa mereka telah saling mengenal menggunakan sandi kata-kata rahasia hubungan
mereka sebagai suami istri dulu, saking gugup, baru saja ia hendak turun tangan membunuh
Lo Liong itu, keburu terdengar Lo Liong sudah menggembor keras terus menyemburkan darah
segar, badannya juga lantas terbanting keras.
Sedang Nisi Hujin berdiri termangu, wajahnya membeku pucat tanpa ekspresi. Berdetak keras
jantung Thian-ki dan To Yung, diam-diam mereka mengeluh dalam hati. Tiba-tiba dilihatnya
kedua mata Nisi Hujin berputar, wajahnya yang pucat itu segera pulih lagi berseri girang, lalu
sambil mengulum senyum ia perintahkan anak buahnya mengurus baik-baik jenazah orang ini,
serta digeledah kantong bajunya, kalau ada sesuatu barang harus segera dipersembahkan.
Sampai detik itu baru To Yung merasa lega, pikirnya betapapun cerdiknya juga sudah
terlambat satu tindak dibelakangku, segala benda atau barang milik Lo Liong itu sudah kukuras
isinya, sekarang dia telah mati, bagaimana juga sukar dapat membuktikan bahwa dia adalah
Kim-hoan Kaucu yang asli.
Setelah kembali, diam-diam Thian-ki menambah kewaspadaan. Malam itu sebelum tidur
seperti biasanya Nisi Hujin duduk berhadapan sambil minum-minum dan ngobrol panjang
lebar. Tapi keadaan malam ini berlainan, sedikitpun Thian-ki tak berani lalai dan ceroboh,
setetes arakpun dia tidak minum. Sikap dan tingkah laku Nisi Hujin seperti biasa mengerjakan
segala keperluan Thian-ki. Setelah agak larut malam Thian-ki bersiap-siap hendak tidur,
diam-diam ia memaki diri sendiri terlalu tegang dan banyak syak-wasangka. Karena hatinya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
merasa was-was dan kuatir meski sudah rebah diatas ranjang tapi dia tidak bisa pulas, namun
dia pura-pura sudah tidur nyenyak untuk menanti dan berjaga-jaga.
Tampak dengan kalemnya Nisi Hujin menurunkan sanggulnya lalu sambil membekal tusuk
kundenya itu dia menghampiri kepinggir ranjang terus duduk dipinggiran, panggilnya lirih:
"A-hong! Apa kau sudah tidur?" Thian-Ki sengaja pura-pura sudah pulas, setelah berulang kali
memanggil tanpa penyahutan, tampak wajah Nisi Hujin berubah bengis dan geram,
dirogohnya sebilah cundrik dari balik bajunya terus ditusukkan sekuatnya kearah dada
Thian-ki, perobahan yang mendadak ini sudah dalam perhitungan Thian-ki, sebat sekali ia
menangkis dengan kedua tangannya. "Bret" kemul dan gulingnya sampai terobek panjang,
tangkas sekali Thian-ki terus berguling turun dari atas ranjang. Dilihatnya Nisi Hujin sudah
berganti rupa, wajahnya pucat membesi, kedua matanya tergenang airmata, cundrik
ditangannya itu berkilat-kilat terus menubruk maju lagi. Karena kepepet serta bertangan
kosong, lagi tiada tempat lowong untuk berkelit terpaksa Thian-ki pasrah nasib kepada Tuhan.
Dalam keadaan gawat itulah mendadak sebilah pedang meluncur tiba menangkis cundrik Nisi
Hujin itu. Dan tahu-tahu dalam ruangan situ sudah bertambah satu orang berkedok yang
mengenakan baju perak membekal sebilah pedang emas. Dengan suara berat orang ini
membentak kepada Thian-ki supaya segera melarikan diri.
Begitulah dari dalam kamar ketiga orang itu terus kejar mengejar dan bertempur seru sampai
diluar. Tiba-tiba Nisi Hujin melejit tinggi ketengah udara, pedang panjang di tangan kirinya itu
menaburkan kembang bersinar merabu kearah To Yung, sedang tangan kanan meluncur
mencengkram kearah Thian-ki dengan jari-jarinya yang keras bagai cakar garuda mengarah
batoknya. Siang-siang To Yung sudah tahu bahwa Nisi Hujin mempunyai simpanan ilmu silat yang aneh
lihay dan kejam. Terutama ada semacam ilmu pukulan yang dinamakan Koh-eh-jiau, pukulan
dilancarkan dari tengah udara, angin pukulannya saja dapat menggetarkan badan orang
sehingga dalam badan orang itu hancur dan segera tamat riwayatnya tanpa dapat tertolong
lagi. Demikian juga saat ini dilihatnya Nisi Hujin ada tanda-tanda hendak melancarkan ilmu
pukulan yang mematikan itu, meskipun masih terapung ditengah udara, tapi perbawa angin
pukulannya sangat besar, seketika Thian-ki terkurung dan terkekang dalam pukulannya itu.
Tujuan To Yung adalah lebih penting menolong jiwa sahabat kentalnya itu, maka tanpa banyak
Peristiwa Burung Kenari 4 Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Pendekar Elang Salju 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama