Ceritasilat Novel Online

Terkurung Di Perut Gunung 1

Dewi Sri Tanjung 9 Terkurung Di Perut Gunung Bagian 1


TERKURUNG DALAM PERUT GUNUNG Serial 09 Dewi Sritanjung
Karya : Widi Widayat
Cover & Illustrasi: AriePenerbit: MELATI Jakarta
Cetakan pertama : 1987
HAK CIPTA dilindungi oleh Undang-undang
Penyiaran harus seizin Penulis
http://duniaabukeisel.blogspot.com
1 Melihat Sarwiyah sudah dapat ditawan oleh
Gajah Agni, maka semangat Mahisa Singkir padam. Bagi dirinya tidak ada gunanya melawan terus, apabila Sarwiyah, kakak seperguruan tetapi
yang amat dicintai itu tertawan.
Kenyataannya lawan yang mereka hadapi
justru jauh di atas tingkat dirinya maupun tingkat Sarwiyah. Maka tidak mengherankan apabila
kakak seperguruannya tidak berkutik melawan
Gajah Agni, sedang dirinya sendiripun dalam
keadaan sama, tak sanggup melawan Hesti Pawana. - Aku menyerah! - serunya tiba-tiba sambil membuang pedangnya.
- Adi! Apa yang kau lakukan" - Sarwiyah
kaget. - Tidak ada gunanya aku bersikeras melawan, setelah engkau ditawan, Mbakyu. Karena
kau dalam tawanan, maka biarlah aku juga menjadi tawanan. Sarwiyah terbelalak. Dalam dada gadis ini
kemudian terdengar isak yang lirih, tetapi air ma-ta tidak keluar. Sadarlah ia
sekarang, adik seperguruannya ini mencintai dirinya.
Demikianlah akhirnya, dua orang muda ini
dibawa pulang sebagai tawanan. Dalam perjalanan menuju sarang mereka ini, menyebabkan
Mahisa Singkir heran berbareng kagum.
Ternyata dalam menuju sarang mereka ini
tidak menggunakan jalan biasa. Membuktikan gerombolan sisa pemberontak Sadeng ini diatur
demikian rupa, guna melindungi keselamatan mereka. Dengan demikian orang yang berani masuk
ke dalam wilayah gerombolan ini sulit untuk dapat keluar lagi, di samping juga tak gampang dapat menuju ke sarang mereka.
Hanya beberapa puluh depa dari tempat
perkelahian tadi, terdapat jurang cukup dalam.
Hesti Pawana menggerakkan batu yang bentuknya bundar di tepi jurang. Terdengar kemudian
suara gemerisik lalu terbukalah semacam lubang
yang bertangga batu. Dirinya dibawa masuk ke
dalam lubang ini, yang sempit dan gelap sekali setelah alat dari dalam menutup
lubang itu kembali. Beberapa saat kemudian muncullah mereka di dasar jurang. Dan jurang ini merupakan jalan rahasia guna menuju ke sarang. Cukup lama
mereka menelusuri jurang yang kering ini, lalu tibalah pada sebuah batu yang
menonjol. Ketika
batu ini digerakkan oleh alat rahasia yang terletak di dekatnya, batu yang
menonjol tadi bergeser.
Kemudian muncullah goa dan masuklah mereka.
Goa yang sesungguhnya merupakan jalan rahasia
di bawah tanah ini gelap pekat, dan bagi mereka
yang tidak biasa kalau tidak menggunakan penerangan tentu harus meraba-raba khawatir terantuk batu. Hanya pada beberapa tempat saja terdapat
sinar matahari yang menerobos masuk dari lubang yang sengaja dibuat, guna menjamin kebutuhan hawa bersih dalam jalan rahasia ini.
Entah berapa lama Mahisa Singkir dan
Sarwiyah dibawa menelusuri jalan rahasia ini. Setelah tiba di ujung lorong,
Hesti Pawana menggerakkan alat rahasia lagi, lalu terbukalah pintu ba-tu.
Mata Mahisa Singkir silau oleh sinar matahari, setelah beberapa lama dalam jalan rahasia
yang gelap. Dan ketika mereka sudah tiba di luar, Hesti Pawana menutup pintu
batu itu lagi. Mulut Mahisa Singkir ternganga saking kagum di samping menjadi tambah khawatir. Ia sadar tanpa seizin tuan rumah sulit dirinya dapat
melarikan diri dari tempat seperti ini. Karena daerah ini merupakan daerah
terasing yang hanya
dihubungkan jalan rahasia di bawah tanah.
Sarang gerombolan ini terletak di lembah
yang terkurung tebing terjal yang langka dapat
dipanjat orang. Sebab selain tebing itu licin, pohon yang tumbuh hanya sebangsa
lumut dan tak mungkin dapat dipergunakan orang berpegangan.
Dalam pada itu setiap orang yang berada di tebing dengan mudah bisa tampak dari
bawah. Hingga orang yang sengaja datang mengacau, sebelum
maksudnya tercapai sudah mati terpanggang oleh
anak panah beracun.
Melihat sarang gerombolan ini diam-diam
pemuda ini menghela napas sedih. Sebab selama
hidup dirinya takkan dapat keluar dari lembah ini
kalau toh dirinya belum dibunuh. Lain halnya kalau dirinya bersayap, dirinya akan dapat terbang.
Perumahan bagi para anggota gerombolan
ini berwujud rumah-rumah batu yang berderet
memanjang. Seakan merupakan benteng yang
memisahkan sarang itu dengan tebing. Ia tidak
tahu dari bahan apakah yang mereka pergunakan
sebagai atap, karena tampaknya seperti dari
rumbia, tetapi bukan.
Benar-benar cerdik pemimpin gerombolan
ini. Kemudian Mahisa Singkir dan Sarwiyah
dibawa masuk lewat pintu gerbang yang dibangun
dari batu. Lalu tibalah mereka pada tempat lapang tidak begitu lebar tetapi panjang sekali,
membentuk segi empat panjang. Agaknya pemimpin gerombolan yang bernama Mpu Galuh ini,
tempat tinggalnya di tengah anak buah. terbukti
mereka harus lewat jalan berbatu diapit oleh kebun yang penuh berbagai macam tanaman.
Kebun ini merupakan kebun bersama dan
untuk sumber hidup bagi para penghuni. Pada
kebun ini jarang terdapat rumah. Dan di samping
itu Mahisa Singkir juga heran mengapa selama
perjalanan ini tidak pernah mendengar suara
anak bermain atau bocah menangis.
Sarang ini tampak sepi saja dan jarang pula bersua manusia. Dan kalau toh bersua, orang
itu akan segera menjatuhkan diri berlutut, memberikan bukti bahwa dua kakek bernama Hesti
Pawana maupun Gajah Agni ini kedudukannya
memang tinggi. Setelah menelusuri jalan yang bercabangcabang dan berkali-kali membelok, tibalah mereka pada tanah lapang lagi. Di tengah tanah lapang yang luas ini terdapat bangunan yang besar, kokoh dan kuat. Bentuk atapnya
tidak banyak beda-nya dengan rumah yang sudah mereka lewati. Akan tetapi rumah ini di samping dilindungi oleh beberapa macam pohon
tinggi, rindang dan
agak luas masih dipisahkan pula oleh semacam
selokan yang lebar dan dalam. Maka hanya manusia yang bisa terbang saja, bisa melompati selokan ini, yang disebut dengan nama jagang.
Selokan ini mestinya berair dalam. Tetapi
karena musim kemarau, air pada jagang ini hampir kering dan menebarkan bau yang kurang sedap. Untuk dapat masuk ke dalam bangunan
yang terpisah di tengah lapang ini, dilengkapi
dengan semacam jembatan kayu. Jembatan ini
dikawal beberapa prajurit penjaga yang tugasnya
untuk memasang maupun mengangkat jembatan
ini, menggunakan tali kuat.
Lewat jembatan gantung inilah Mahisa
Singkir dan Sarwiyah dibawa masuk, lewat pintu
gerbang yang besar dan kuat, dijaga oleh beberapa orang laki-laki bertubuh kekar bersenjata
tombak. Akan tetapi pakaian mereka ini tidak
berbeda dengan yang sudah mereka saksikan tadi. Hanya memakai cawat dan tanpa baju pula.
- Tentunya engkau heran anak muda,
mengapa anak buah kami hanya memakai cawat
dan tanpa baju" - kata Hesti Pawana lirih.
Semula ia memang tidak berani membuka
mulut. Namun karena kakek ini mengajak bicara,
hatinya yang merasa heran berkata, - Benar,
aku heran. Mengapa mereka berpakaian seragam
macam itu. - Inilah hasil kecerdikan pemimpin kami,
- Hesti Pawana bangga dan pamer. - Telah banyak terjadi peristiwa penyelundupan di tempat
lain karena orang dengan cara melepaskan pakaian. Hingga penyelundup itu dapat bergerak leluasa dan sulit dikenal. - Tetapi di tempat ini tidak mungkin bisa
terjadi! - Gajah Agni yang sejak tadi hanya berdiam diri sekarang ikut bicara. - Dengan pakaian cawat melulu, tanpa baju dan
tanpa ikat kepala, penyelundup akan gampang diketahui Gajah Agni berhenti sejenak, memandang
Mahisa Singkir dan tampak sombong. Tak lama
kemudian kakek ini meneruskan, - memang
orang juga bisa menggunakan cawat, akan tetapi
kulit tubuhnya akan berlainan. Orang yang biasa
tidak berbaju akan menjadi hitam dan kasar. Sebaliknya orang yang biasa berbaju, kulitnya tentu bersih dan halus. Dan kecuali
itu orang yang biasa pakai baju akan kedinginan pada waktu malam. Itulah sebabnya kami memilih seragam
hanya Cawat melulu seperti ini. Mendengar ini diam-diam Mahisa Singkir
dan Sarwiyah menjadi kagum. Cerdik sekali pemimpin gerombolan yang namanya Mpu Galuh
ini. Karena yang sudah dibicarakan baru pakaian
laki-laki, maka Sarwiyah lalu bertanya tentang
pakaian perempuan.
- Kalau laki-laki berpakaian seperti itu, lalu
bagaimanakah dengan pakaian perempuan" Gajah Agni tertawa, sahutnya, - Pakaian
perempuan tidak jauh berbeda bagi semua anak
buah. Sebab para perempuan juga tidak boleh
pakai baju! - - Ahhhh ..... - Sarwiyah berseru tertahan. Bulu kuduk Sarwiyah meremang mendengar penjelasan ini. Kalau perempuan hanya pakai
penutup dada melulu, betapa malu bagi dirinya,
yang sudah terbiasa memakai baju. Dengan cara
lepas baju dan hanya ditutup kain penutup dada,
rasanya tentu seperti telanjang dada.
Ketika itu terdengar suara nyaring dari
tempat agak jauh. - Hai Pawana dan Agni! Bagus, engkau berhasil mengundang tamu-tamu
itu" Bawalah masuk, aku sudah menunggu. Dua orang kakek ini membungkukkan tubuh sambil menjawab dengan penuh rasa hormat.
Mereka melewati pelataran yang cukup
luas dengan dasar pasir campur kerikil. Hati muda mudi ini berdebar, setelah mulai masuk ke
rumah depan yang luas dengan lantai batu hitam.
Dan di dalam rumah ini tampak seorang kakek
gagah, wajahnya keren, sinar matanya berkilat
berwibawa, jenggotnya panjang menjuntai dan
kumisnya panjang serta tebal.
Kakek ini duduk pada kursi batu yang dihias indah sekali, beralas kulit harimau tutul. Di sebelah kiri duduk perempuan
muda, wajahnya lumayan cantik. Perempuan ini duduk pada sebuah kursi batu, dan beralas kulit harimau tutul pula. Rambut gadis itu
disanggul tinggi, tetapi di atas dahi dihias oleh sisir emas berbentuk bulan
separo. Namun pakaian perempuan muda ini tidak seperti yang sudah diberitakan
Gajah Agni. Perempuan ini kecuali pakai baju warna hijau
dan dari kain sutera mahal, juga berkain panjang dan memakai hiasan yang
gemerlapan. Memang dia inilah yang disebut puteri Mpu
Galuh, bernama Ika Dewi, seorang gadis berumur
20 tahun. Yang duduk di sebelah kanan Mpu Galuh
seorang laki-laki muda. Ia memelihara kumis tebal, tetapi tidak berjenggot. Kumis ini, membuat
wajah pemuda ini tampak lebih keren dan gagah,
sekalipun tidak tergolong tampan. Sepasang mata
pemuda ini berkilat memandang mereka yang sedang datang penuh perhatian. Akan tetapi yang
jelas, perhatian pemuda ini lebih banyak tertuju kepada Sarwiyah.
Karena terang-terangan diperhatikan oleh
seorang pemuda seperti itu, menyebabkan Sawiyah kikuk berbareng malu. Namun diam-diam
dalam hatinya mencaci maki.
Pemuda inilah Rakit Cendana, putera Mpu
Galuh yang umurnya 22 tahun.
Mereka dipersilahkan duduk di lantai batu.


Dewi Sri Tanjung 9 Terkurung Di Perut Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sedang Hesti Pawana dan Gajah Agni lalu duduk
pada kursi batu yang masih kosong.
Diam-diam dua orang muda ini mencaci
maki. Beginikah pemimpin gerombolan ini dalam
menyambut tamunya" Namun demikian dua
orang muda ini tidak peduli akan sikap tuan rumah yang tidak mau menghargai dirinya itu. Duduk di lantai justru malah dapat berdampingan
dan juga dapat sating sentuh.
Memang setelah terjadi perkelahian tadi,
hati dua orang muda ini menjadi semakin dekat.
Hingga menyebabkan Sarwiyah lupa dirinya sudah mempunyai calon suami, dan sebaliknya Mahisa Singkir juga tidak ingat lagi bahwa gadis ini sudah mempunyai Warigagung.
Justru hubungan batin mereka ini yang belum terucapkan dengan kata-kata, malah membuat mereka merasa amat bahagia.
Mpu Galuh mengamati sepasang orang
muda ini penuh perhatian. Dan ketika Mahisa
Singkir mengangkat kepala bertatap pandang,
pemuda ini menjadi kaget dan gentar. Pandang
mata Mpu Galuh ini demikian tajam seperti dapat
menjenguk isi dadanya. Mata itu bersinar-sinar,
seakan terdapat bola api di dalam mata orang tua ini.
- Sudilah Paduka memberi ampun kepada
hamba. - Hesti Pawana berkata dengan sikap
amat menghormat. - Karena dua orang tamu ini
amat bandel, maka hamba terpaksa menggunakan kekerasan. - Terima kasih Pawana! - sahut Mpu Galuh dengan bibir tersenyum. - Kita selalu mengundang secara hormat kepada setiap tamu. Tetapi kalau memang membandel, menyesal sekali
harus kita gunakan kekerasan. Ha ha ha ha, biar
dunia ini terbuka matanya, bahwa wilayah kami
tidak dapat dilanggar semena-mena oleh orang lagi. - Sesudah itu kakek ini berkata lagi, ditujukan kepada Mahisa Singkir. - Hai
orang muda! Terangkanlah sejujurnya, apa saja maksudmu
masuk ke wilayah kami tanpa pemberitahuan lebih dahulu dan juga tanpa minta izin" - Paman, bukanlah maksud kami untuk
berbuat tanpa aturan di daerah asing ini, - sahut Mahisa Singkir halus. - Tetapi
terus terang saya katakan, saya tidak tahu sama sekali perkara pe-langgaran ini.
Yang jelas kami tersesat jalan. Ka-mi sedang melakukan perjalanan jauh untuk
ber- temu dengan Paman Julung Pujud. Tiga orang kakek ini nampak kaget mendengar disebutnya nama Julung Pujud. Entah
mengapa sebabnya, tetapi yang jelas tiga orang
itu saling pandang.
Melihat ini diam-diam Mahisa Singkir
maupun Sarawiyah gembira. Mereka berharap
dengan berlindung kepada nama kakek sakti itu,
mereka akan bebas dari kesulitan.
- Untuk apakah kamu mencari Julung
Pujud" Hemm, apakah kamu memang sudah bosan hidup berani mencari orang sesat itu" - ejek Mpu Galuh.
- Engkau berani mengejek Paman Julung
Pujud" - pancing Mahisa Singkir.
- Hai orang muda! - bentak Gajah Agni
tiba-tiba. - Beliau adalah Raja kami. Hati-hatilah engkau bicara. Jika beliau
masih menggunakan
kebijaksanaan semacam ini, adalah berarti engkau untung besar. Empu Galuh terkekeh. - Heh heh heh
heh, biarkan orang muda ini mengumbar mulut,
karena belum tahu siapakah aku ini sebenarnya.
Heh heh heh heh, engkau bertanya aku berani
mengejek dia" Mengapa tidak" Siapakah yang takut kepada orang sesat seperti Julung Pujud itu"
Dan sesungguhnya kamu harus mengucapkan terima kasih kepada kami, yang telah mencegah
pertemuanmu dengan dia. Hemm, kasihan kamu
orang muda, belum juga kamu berhasil ketemu
dengan dia, kamu tentu sudah mati. Tahu"
Tetapi Mahisa Singkir yang sudah tersinggung tidak takut. - Tidak mungkin hal itu bisa
terjadi. Huh, sebab Mbakyu Sarwiyah ini adalah
calon menantu Paman Julung Pujud! Sarwiyah menjadi malu dan cepat menyentuh Mahisa Singkir. Maksudnya agar Mahisa
Singkir tidak membicarakan pertunangannya
dengan Warigagung.
Kalau saja gadis ini tidak merasa malu,
tentu ia akan berkata terus terang, bahwa sejak
sekarang ini dirinya lebih suka putus hubungannya. Sejak dulu ia memang tidak mencintai Warigagung. Dan yang telah terjadi adalah karena
paksaan dari kakeknya dan juga dalam usaha
kakeknya mendapat sekutu dalam usahanya untuk membalas dendam kepada Gajah Mada.
Akan tetapi sekarang kakeknya telah tiada,
dan sekarang hatinya sudah terisi oleh laki-laki lain, terisi oleh Mahisa
Singkir, pemuda yang
amat menarik hatinya selama dalam perjalanan
ini. Namun sebaliknya bagi tiga orang kakek
ini, ucapan Mahisa Singkir tadi diam-diam berpengaruh. Dan tiga orang kakek ini nampak kaget. Sebab apabila benar gadis ini calon menantu Julung Pujud, adalah amat
berbahaya apabila harus menahan lebih lama. Sekalipun demikian sudah tentu mereka malu apabila menunjukkan kelemahan di depan orang.
- Gajah Agni! - perintahnya kepada petugas untuk mengantarkan dua orang tamu ini ke
kamar yang sudah tersedia. Hari sudah agak sore, dan biarlah esok pagi saja kita
lanjutkan pembi-caraan ini. - Tetapi kami tidak mempunyai waktu! bantah Mahisa Singkir. - Sudilah paman mengizinkan kami harus dapat bertemu dengan Paman
Julung Pujud. Mpu Galuh memaksa diri untuk tersenyum, - Sabarlah anak muda, kami takkan menahan terlalu lama sebagai tamu terhormat kami.
Anggaplah engkau kini, dalam rangka istirahat
barang dua atau tiga hari. Dengan demikian agar
tenaga kalian menjadi segar kembali, setelah kamu mengaso. - .
- Paman, saya tidak dapat menundanunda waktu, - Sarwiyah berusaha pula ikut
membantah. - Kami mempunyai keperluan amat
penting dan secepatnya harus dapat bertemu
dengan beliau. - Aku tahu anak muda, dan itulah sebabnya aku takkan mempersulit kalian. Setelah kalian menjadi tamu kami barang dua hari, kalian
akan kami antar. Ketika itu Gajah Agni sudah kembali dengan diiringi oleh empat orang lelaki muda bertubuh tegap kokoh, yang pakaian seragamnya
hanya cawat melulu. Mahisa Singkir dan Sarwiyah masih terus berusaha membantah dan
membela diri agar diizinkan meneruskan perjalanan. Akan tetapi celakanya Hesti Pawana dan
Gajah Agni sudah turun tangan. Maka dua orang
muda ini lalu digelandang meninggalkan pendapa
ini, sambil diiringi oleh empat orang petugas menuju kamar masing-masing yang
telah mereka sediakan. Tanpa dapat melawan, baik Mahisa Singkir
maupun Sarwiyah terpaksa menurut perintah.
Dan kemudian betapa kaget dua orang muda ini,
setelah tiba dalam kamar yang dimaksud.
Sarwiyah yang biasanya tenang, halus dan
sabar ini menjerit dan berusaha memberontak,
setelah mengetahui keadaan kamar itu. Tetapi celakanya pintu sudah dikunci dari luar.
Sekalipun ia memberontak, menggedor pintu, memekik-mekik dan mencaci maki, semuanya
tidak ada gunanya sama sekali. Penjaga di luar
pintu malah mengejek dan dengan mulutnya yang
menyeringai, mereka pamer gigi yang kuning tidak kenal sikat gigi.
Mahisa Singkir juga kaget, setengah mati.
Namun demikian ia sadar, tiada gunanya mengumbar kemarahan dan penasaran. Pemuda ini
hanya dapat menghela napas sedih, harus berhadapan dengan keadaan yang tidak pernah ia harapkan itu. Apakah yang terjadi" Kalau tadi mereka
oleh Mpu Galuh disebut sebagai "tamu terhormat", ternyata hanyalah dalam ucapan
melulu. Karena kenyataannya mereka menjadi tawanan
dan sekarang mereka harus menempati kamar
yang hanya sempit, jorok dan pintu terkunci dari luar di samping masih dijaga
orang pula. Mahisa Singkir mencoba menggunakan jari
tangannya mengetuk dinding kamar. Namun ternyata kamar ini dibatasi oleh dinding batu gunung yang keras. Sedang sebagai atap dan langitlangit juga hanya terbuat dari batu hitam yang
keras. Maka bagi dirinya tak mungkin dapat lolos dari kamar ini tanpa diketahui
oleh penjaga, Yang terdapat dalam kamar ini hanyalah
batu berbentuk segi empat dan di atasnya diberi
rumput kering. Melihat ini ia segera tahu pula,
itulah merupakan tempat tidurnya.
Ia justru sudah merasa payah, setelah ia
tadi berkelahi dengan Hesti Pawana. Maka setelah mengamati sekitar kamar, ia
menjatuhkan diri
duduk di atas batu tempat tidur ini sambil berto-pang dagu dan sedih. Ia
menyesal sekali tanpa
sengaja telah tersesat dalam wilayah gerombolan
liar ini dan kemudian menjadi tawanan. Sedang
apa yang harus ia deritapun, ia tak dapat membayangkan. Diam-diam ia mengeluh dan merasa tersiksa walaupun baru saja masuk dalam kamar tahanan ini. Yang menyiksa hatinya bukan lain
adalah memikirkan Sarwiyah. Selama ini dalam
perjalanan dirinya tak pernah berpisah sekejap
pun. Pagi, siang maupun malam selalu berdua,
dengan rukun senasib sepenanggungan. Tetapi
sekarang secara paksa mereka telah dipisahkan
orang. Tiba-tiba saja hatinya bergetar, ketika ia teringat ucapan Sarwiyah pada
saat menghadapi
Hesti Pawana dan Gajah Agni. Ia masih ingat benar ucapan gadis itu, yang menyatakan ingin mati bersama dengan dirinya. Juga
masih terasa sekali getaran jari tangan gadis itu, ketika jari tangannya
mengusap-usap perlahan.
Benarkah gadis itu diam-diam mencintai
dirinya" Kalau benar, ah betapa bahagia hatinya
bisa mendapatkan isteri seperti Sarwiyah yang
penyabar itu. Namun tiba-tiba ia memukul kepalanya
sendiri dan mencaci maki perlahan.
- Kurang ajar kau, Mahisa Singkir! Apakah engkau sekarang sudah menjadi gila"
Mbakyu Sarwiyah adalah tunangan Warigagung.
Apakah sebabnya engkau mengharapkan yang tidak-tidak" Daripada engkau melamun yang gila
ini, berusahalah engkau untuk bisa lolos dan menolong Sarwiyah. Mahisa Singkir bangkit berdiri lalu meneliti
dinding kamar. Kemudian pintu kamar, yang terdapat lubang-lubangnya sebagai jalan hawa. Namun kemudian ia menggelengkan kepalanya dan
menghela napas. Sebab tidak mungkin dirinya
dapat menghancurkan pintu kayu yang tebal dan
dijaga orang pula di bagian luar.
Yang bisa dilakukan kemudian hanya menjatuhkan diri dan duduk di atas pembaringan batu, dan tiada lain sekarang kecuali menyerah dan tinggal dapat mengharapkan
pertolongan dari
Dewata yang Agung. Harapannya adalah peristiwa
ini dapat diketahui gurunya yang baru, Mpu Anusa Dwipa. Sebab tanpa adanya pertolongan orang,
tidak mungkin dirinya dapat melarikan diri dari
kamar ini. Pada pihak lain, Mpu Galuh, Hesti Pawana,
Gajah Agni, Rakit Cendana dan Ika Dewi masih
duduk di tempat semula.
- Hemm, - Mpu Galuh menghela napas
pendek. - Bagaimanakah menurut pendapatmu
dengan dua bocah tadi" Ternyata gadis tadi adalah calon menantu Julung Pujud, sedang pemuda
tadi adalah saudara seperguruannya yang bertindak sebagai pengawalnya. Apabila diingat Julung
Pujud tak dapat kita anggap sepele, memang apa
yang kita lakukan sekarang ini adalah ibarat
bermain-main dengan ular berbisa. Mpu Galuh berhenti dan mencari angin.
Setelah mereka tidak ada yang membuka mulut,
ia meneruskan - Akan tetapi hem ... anakku Rakit Cendana demikian tergila-gila setelah melihat gadis itu, Sedang Ika Dewi pun entah
mengapa sebabnya sudah berterus terang tidak mau kawin apabila tidak mempunyai suami seperti pemuda itu.
Hemm.... Pawana dan Agni, berilah aku pandan

Dewi Sri Tanjung 9 Terkurung Di Perut Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gan dan nasihat guna mengatasi persoalan ini. Gajah Agni yang memang berwatak kasar
sudah terkekeh, lalu jawabnya, - Heh he he heh,
apakah sebabnya Paduka gampang sekali terpedaya oleh mulut bocah itu" Dan apabila toh benar bocah perempuan itu calon
menantu Julung Pujud, apakah yang perlu kita gelisahkan dan perlu kita
khawatirkan" Paduka, kita cukup kuat. Sedangkan wilayah Paduka dilengkapi oleh
alat-alat rahasia maupun jebakan. Maka apabila Julung
Pujud sampai marah, dia bakal mampus sebelum
berhasil masuk kemari. - Adi Agni benar! - sambut Hesti Pawana.
Paduka telah diperdayakan oleh bocah itu. Karena memang sulit kita percaya, seorang gadis melakukan perjalanan jauh dalam usaha mencari
calon mertuanya, hanya ditemani seorang pemuda. Adakah orang tua yang bersedia melepaskan
anak gadisnya melakukan perjalanan jauh dengan lelaki muda" Nah siapa tahu kalau dua orang
muda ini melarikan diri dari rumah, karena orang tua mereka tidak setuju dengan
hubungan bocah itu" - Ahhh .... Celaka apabila dugaan Paman
Pawana benar. - Rakit Cendana yang sejak tadi
berdiam diri membuka mulut.
Mpu Galuh memalingkan mukanya memandang anaknya. - Ada apakah engkau, Rakit"
- - Apabila mereka lari dari rumah, karena
diam-diam sudah saling jatuh cinta, apakah
mungkin gadis itu masih perawan suci" Ayah ....
ahhh, kalau gadis itu sudah bukan perawan suci
lagi, aku tidak sudi! Huh, wajahnya memang
amat menarik dan aku menjadi tergila-gila. Akan
tetapi kalau sudah demikian murah menyerahkan
kehormatannya kepada lelaki di luar nikah, berat rasa hatiku dapat mempercayai
perempuan seperti itu. - Heh heh heh heh, kenapa engkau menjadi bingung sendiri seperti kebakaran jenggot" Mpu Galuh terkekeh. - Kapan nanti terbukti gadis itu sudah tidak suci lagi, bukanlah soal yang sulit kita pecahkan, anakku.
Engkau berhak menghukum dengan talak, atau juga boleh pula
kau bunuh dia. Dan apabila engkau merasa penasaran kepada lelaki yang telah menyebabkan
gadis itu tidak suci lagi, ayah memberi pula izin untuk membunuh lelaki itu. - Idih, kenapa Ayah berkata seperti itu" Ika Dewi berkata dengan wajahnya memerah. Akulah yang akan membela dan melindungi keselamatan pemuda itu. Mendengar bantahan Ika Dewi ini, Mpu
Galuh terkekeh. Ia baru ingat, bahwa dirinya harus pula memperhatikan kepentingan anaknya
perempuan. Apa yang terjadi sesungguhnya adalah,
akibat desakan dua orang anaknya ini, maka kemudian Mpu Galuh memerintahkan penangkapan
kepada Sarwiyah maupun Mahisa Singkir. Sebab
sesudah melihat Sarwiyah, anak laki-laki bernama Rakit Cendana ini jatuh cinta, sedangkan
anak perempuannya yang bernama Ika Dewi itu
pun tergila-gila kepada Mahisa Singkir.
- Sudahlah, kamu tidak perlu khawatir, hiburnya kemudian - Kamulah yang berhak penuh atas diri mereka. Dan akupun percaya bahwa
dua orang tawanan itu takkan dapat menentang
keputusan kita. Hemm, mereka harus memilih satu di antara dua. Menyerah dan aku angkat menjadi anak menantu, ataukah menentang dan aku
berikan hukuman yang setimpal. Mpu Galuh berhenti sejenak, kemudian katanya lagi, - Tetapi masih ada masalah yang perlu aku pikirkan masak-masak, ialah hubungan
bocah perempuan itu dengan Julung Pujud. - Apakah yang harus kita takutkan" sahut Gajah Agni. - Wilayah Paduka ini penuh
rahasia. Dan orang luar takkan mungkin dapat
masuk kemari dengan selamat. Maka sekalipun
Julung Pujud terkenal sakti mandraguna, tidak
mungkin dapat mengganggu Paduka.
Hesti Pawana juga cepat menghibur dan
memberi semangat kepada junjungannya, - Apabila Paduka masih khawatir, izinkanlah hamba
berdua menambahkan kekuatan penjagaan. Dan
apabila Paduka setuju, kita gunakan kekerasan
saja- - Apakah maksudmu" - tanya Mpu Galuh. - Karena jelas putra Paduka menghendaki
dua orang muda itu, maka apakah salahnya kita
kawinkan saja secepatnya" Apa yang akan dapat
dilakukan oleh mereka, apabila gadis dan pemuda
itu sudah menjadi menantu Paduka" Manakah
dua bocah itu dapat melawan lagi, apabila kita
beri minuman obat "rampas jiwa?" mereka akan menjadi lupa diri dan asal-usulnya,
hingga mereka akan menurut saja. Tiba-tiba Rakit Cendana terkekeh, - Heh
heh heh heh, Paman Pawana benar. Menggunakan obat tersebut, mereka tinggal seperti boneka hidup. Mereka akan menurut apa
saja yang kita perintahkan. Sebenarnya Ika Dewi kurang setuju dengan
cara yang curang itu. Akan tetapi apabila dalam
keadaan sadar, mungkinkah dirinya dapat menguasai pemuda yang sudah mencuri hatinya itu"
Dan betapa kecewa hatinya apabila tidak berhasil memiliki pemuda yang membuat
dirinya gan-drung wuyung (tergila-gila) itu, maka jalan mudah dan tepat untuk
mencapai maksud, memang tidak ada jalan lain kecuali harus menggunakan
obat racun "rampas jiwa" itu saja.
Sesungguhnya memang tidak menyenangkan juga apabila dirinya mempunyai seorang suami yang lupa diri dan lupa asal-usulnya itu. Karena lelaki itu hanya sebagai
seorang lelaki tolol, tidak bisa berpikir, sehingga tugasnya tidak lain hanyalah
sebagai pemuas nafsu melulu.
Akan tetapi daripada tidak memperoleh
sama sekali, maka sekalipun mempunyai seorang
laki-laki tolol dan dungu masih bisa disebut lumayan juga.
2 Dewi Sritanjung yang malang, setelah
mendapat pertolongan dari Mpu Anusa Dwipa dan
kemudian bebas dari kekuasaan Rudra Sangkala,
meneruskan perjalanan dengan langkah cepat
agar secepatnya dapat menjauhi Ibukota Majapahit. Tetapi justru gadis ini dapat ditangkap oleh Rudra Sangkala, malah menambah
pengalaman-nya hingga tidak gampang ditipu orang. Gadis ini memang tidak menduga
kalau akan berhadapan
dengan pemuda curang. Di saat menghadapi Rudra Sangkala ia menghirup bau wangi. Semula ia
menduga dari bunga, namun ternyata bau wangi
Itu adalah racun wangi yang disebarkan oleh Rudra Sangkala. Gadis ini bergerak cepat menerobos hutan
perawan. Timbullah keinginannya untuk segera
dapat pula ke padepokan gurunya Ki ageng Tunjung Biru. Kalau semula ia tidak ingin melaporkan tentang nasibnya ini, karena takut bertemu
dengan ayahnya maupun kakaknya, maka sekarang perasaan ini lenyap. Pengalamannya yang
roboh di tangan pemuda jahat Rudra Sangkala
menyadarkan gadis ini, kepandaiannya belum
dapat dibanggakan untuk berkelana seorang diri.
Karena itu ia ingin minta petunjuk sambil menguras ilmu kesaktian Kiageng Tunjung Biru.
Dewi, Sritanjung tidak menyadari sama sekali bahwa sekarang ini dirinya sudah termasuk
perempuan perkasa, dan sulit memperoleh tanding. Adapun sebabnya ia sampai roboh oleh Rudra Sangkala tidak lain karena pengaruh racun
wangi. Akan tetapi dalam hal ilmu kesaktian, Dewi Sritanjung tidak di bawah Rudra Sangkala.
Tanpa kenal lelah dan takut gadis ini terus
menerobos hutan dan perbukitan. Tetapi karena
gadis ini masih asing dalam berkelana, tanpa sesadarnya ia tersesat. Ia bukan semakin dekat
dengan tujuan, sebaliknya malah menjauhi padepokan gurunya. Ia berlarilah ke arah selatan. Tiba-tiba gadis ini berhenti ketika melihat jauh di depan tampak adanya sebuah gunung yang tinggi dan dari
puncak itu mengeluarkan asap. Gadis ini keheranan. Gunung apakah itu" Di sekitar padepokan
Ki ageng Tunjung Biru tidak terdapat gunung
yang mengeluarkan asap seperti itu.
Dari heran kemudian hatinya menjadi tertarik. Secara tidak sengaja datang di tempat ini, mengapa tidak sekalian melihat
gunung yang aneh itu dari dekat"
Selama hidup ia belum pernah melihat gunung yang mengeluarkan asap. Maka betapa rasa
inginnya ia dapat melihat gunung itu dari dekat.
Di samping ingin melihat, ia juga ingin tahu mengapa gunung itu bisa mengepulkan
asap, dan apakah ada api dalam gunung itu" Dan apabila
ada api, apa sajakah yang dipergunakan sebagai
bahan bakar"
Saking tidak tahu dan saking keheranan,
Dewi Sritanjung tidak menyadari bahwa gunung
itu namanya Gunung Kelud. Gunung berapi yang
amat berbahaya dan tidak seorangpun akan
sanggup mendekati kawah gunung yang selalu
mengeluarkan asap itu. Sedang orang yang secara
sembrono berani mendekati kawah gunung berapi
itu sama artinya dengan membunuh diri.
Gadis ini menjadi lupa kepada perut yang
lapar dan lupa pula ketika itu matahari sudah berada di barat belahan bumi.
Padahal sekalipun ia dapat bergerak cepat, ia tidak mungkin dapat ber-lomba
dengan gerak matahari. Dalam pada itu
gunung yang tinggi seperti Kelud ini hawanya
amat dingin. Maka tanpa persiapan yang diperlukan, mendaki gunung seperti ini akan sulit juga
karena harus melawan dingin.
Sekalipun lambat tetapi pasti, matahari
bergeser secara tetap ke arah barat. Makin lama
matahari semakin menjadi berkurang teriknya.
Akan tetapi Dewi Sritanjung yang amat ingin melihat gunung yang dapat mengeluarkan
asap itu, terus berlarian cepat lupa waktu dan ra-sa lelah.
Gadis ini sama sekali tidak menyadari sedang diperhatikan oleh tiga orang laki-laki yang berlindung di belakang rumpun
pohon berduri. Yang seorang adalah kakek kurus kering berjenggot kambing dan tanpa pakai baju. Adapun dua
orang lagi masih muda umur mereka masingmasing baru 20 tahun.
Dua orang pemuda itu memandang Dewi
Sritanjung dengan mata melotot. Mereka menjadi
tertarik sekali oleh kejelitaan gadis ini, tetapi juga merasa heran, mengapa ada
seorang gadis berani
berkeliaran di hutan belantara ini hanya seorang diri. Siapakah tiga orang ini"
Mereka adalah guru dan murid. Kakek kurus kering berjenggot
kambing ini bernama Klinthung Waluh.
Akan tetapi jangan dikira kakek ini berpenyakitan dan ringkih, sekalipun tampaknya akan
roboh apabila tertiup angin kencang. Sebab kakek ini adalah seorang yang amat
berbahaya. Sebab di samping kakek ini sakti mandraguna, juga memiliki semacam aji kesaktian bernama Aji "Netra Luyub",
Orang yang berani bertatap pandang, akan
segera terpengaruh oleh aji tersebut, hingga kemudian akan tunduk terhadap kemauannya, karena aji tersebut mempunyai kekuatan seperti ilmu sihir. Dua orang muda yang berdiri di samping
kiri dan kanan itu adalah muridnya yang amat ia
sayanginya. Yang tinggi kurus dan matanya sipit, bernama Guna Praya sebagai
murid yang tua. Sedang yang tinggi besar berkulit hitam legam dan
berkumis tebal itu adalah Damar Seta.
Dua orang murid ini tampaknya memang
masih muda. Namun sesungguhnya mereka merupakan pemuda gemblengan pula. Mereka adalah ahli ilmu golok. Di samping ilmu golok mereka yang hebat, masih ada pula
senjata yang amat
berbahaya. Senjata itu berwujud sumpit dari bulu. Dan sebagai peluru dari sumpit ini adalah tanah liat. Tetapi sekalipun hanya
tanah liat, peluru ini sangat berbahaya, karena tanah liat tersebut telah
dicampur dengan racun jahat. Orang yang
sampai terkena oleh peluru sumpitan ini sekalipun tidak terluka, nyawa bisa melayang setelah,
lebih dahulu keracunan hebat.
Oleh sebab itu di daerah Gunung Kelud ini
adalah merupakan daerah angker. Orang takkan
berani sembarangan berkeliaran di tempat ini.
Lebih kurang pada tiga tahun lalu, Gajah
Mada pernah berusaha menumpas gerombolan
Klintung Waluh ini, setelah mendapat laporan
tentang sepak terjangnya yang sewenang-wenang.
Utusan tersebut terdiri dari empat puluh orang
prajurit, dipimpin oleh seorang Senapati bernama Kebo Wulung. Tetapi ternyata
pasukan itu tidak
pernah kembali ke Majapahit lagi. Karena semua
sudah tewas akibat pengaruh Aji "Netra Luyub'
Karena mereka terpengaruhi pandang mata
Klintung Waluh, sehingga mereka kemudian tunduk dan menurut yang diperintahkan Klintung
Waluh. Karena kegagalan itu kemudian Gajah Ma

Dewi Sri Tanjung 9 Terkurung Di Perut Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

da melupakan Klintung Waluh, karena tugas yang
lebih berat dan penting banyak yang harus dipikirkan oleh Gajah Mada.
- Guru! - Guna Praya berkata. - Waduh,
jantung murid seperti mau copot melihat kejelitaan gadis itu. Murid telah lama sekali ingin kawin, tetapi sampai sekarang
belum pernah bertemu dengan gadis yang cocok dengan hatiku. Tetapi sekarang ..... murid ingin kawin dengan gadis itu. - Huh, engkau mencari
enak sendiri! Bentak Damar Seta tiba-tiba dengan nada tidak
senang. Apakah engkau sendiri saja yang ingin
kawin Kakang. Akupun sudah dewasa dan perlu
pula seorang isteri. Maka akupun menghendaki
gadis itu, Guru. - Damar! - bentak Guna Praya sambil
mendelik. Tetapi karena matanya sipit, sekalipun mendelik namun mata itu tetap
saja sipit. - Aku
lebih tua dibanding kau. Kalau aku yang tua saja belum kawin karena belum
mendapatkan gadis
yang cocok, mengapakah sebabnya engkau mau
mengacau" - Ha, ha, ha, ha, adakah aturan seperti
itu" Yang tua harus kawin lebih dahulu dan yang
muda belakangan" - Aturan itu memang tidak tertulis, tetapi
kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat kita
bukankah begitu" - Heh, heh, heh, heh, kalau bisa berlaku
maka engkau pun belum mempunyai hak. - .
- Hai! Engkau mengacau. Mengapa aku
tidak berhak"- Guru lebih tua dari umurmu, padahal
Guru belum kawin. - Ha ha ha ha, heh heh heh heh, - Klinthung Waluh yang sejak tadi berdiam diri dan
membiarkan dua orang muridnya berbantahan
sekarang tertawa geli. Perut yang buncit seperti orang berpenyakit cacing itu
bergerak-gerak, sedangkan dua murid itupun kemudian ketawa geli
pula. - Guna Praya dan Damar Seta! Hemm,
aku ini sampai heran apabila memikirkan kalian.
Aku hanya mempunyai dua murid saja, akan tetapi kerjamu setiap hari hanya selalu cekcok mulut seperti kucing dan anjing. Apakah kamu memang tidak bisa rukun dan mencintai" Klintung Waluh berhenti dan mengambil
napas. Lalu, - Saudara seperguruan itu tidak
bedanya dengan saudara kandung, sedang guru
itu kasih sayang kepada murid tidak bedanya kepada anak sendiri. Apakah kalian ini memang
sengaja merongrong hatiku" Huh, semestinya antara kamu masing-masing harus pandai membawa diri. Yang tua tidak boleh menurut kemauan
sendiri dan merasa lebih tua, selalu ingin menang. Yang muda pun harus dapat menempatkan
diri sebagai orang muda, harus tunduk dan patuh
kepada kakak seperguruannya, karena seorang
kakak seperguruan merupakan pengganti ayah
atau guru di kemudian hari. Mengerti" Mendengar ucapan gurunya ini dua orang
murid itu wajahnya menjadi agak pucat dan takut. Hampir berbareng mereka menjatuhkan diri
berlutut. Lalu berturut-turut dua pemuda ini berkata. - Murid mengerti, Guru. - Nah, jika kamu mengerti, aku perintahkan padamu, harus rukun dan saling mencintai.
Yang tua harus pandai mengalah, momong dan
menempatkan diri sebagai orang tua. Sebaliknya
yang muda juga harus pandai menempatkan diri
sebagai orang muda, tunduk dan patuh kepada
kakak seperguruannya. Nah, masing-masing tak
boleh menuruti kemauan sendiri, tahu" Kakek itu berhenti dan menatap dua orang
muridnya yang masih berlutut. Dan beberapa
saat kemudian terusnya, - Hemm, kamu mempersoalkan perempuan yang menuju ke mari itu
dan saling berebut... Apakah jadinya apabila kamu saling berebut" Tak urung kamu bermusuhan
dan saling menderita rugi. Ya, ya, kamu memang
masih muda, maka pengertianmu juga masih picik - Kakek itu berhenti lagi dan mengurut-urut jenggot kambingnya. Sesaat
kemudian ia berkata
lagi, - Anakku, tahukah kamu pengaruh perempuan cantik itu lebih berbahaya dibanding dengan golokmu dan tulupmu (sumpitmu) yang beracun itu" Negara bisa hancur oleh pengaruh paras
cantik, karena pemimpin, negara itu menjadi lupa daratan. Kerukunan sebagai
saudara akan beran-takan, karena saling kokoh dalam memperebutkan perempuan cantik itu; yang akibatnya pula akan menimbulkan derita yang perih saja. Kakek ini berhenti kembali dan menghela
napas dalam. Karena bicara tentang perempuan,
ia teringat kepada pengalaman hidupnya. Ia teringat pada jalan hidupnya ketika
masih muda, akibat ia memperebutkan perempuan kemudian dirinya harus bermusuhan dengan adik seperguruan dirinya sendiri, yang bernama Damar Talun.
Antara mereka pernah berkelahi sampai dua hari
dua malam. Sebagai akibatnya mereka semua menderita luka berat. Dalam keadaan setengah mati, kemudian mereka berdua mempertahankan hidup
masing-masing. Dan sampai sekarang peristiwa
itu telah berlalu 40 tahun lalu dan tidak pernah lagi bertemu dengan Damar
Talun. Ia tidak tahu,
Damar Tallin sekarang masih hidup ataukah sudah mati. Tetapi yang jelas peristiwa itu membuat hatinya amat- berduka.
Mendengar gurunya menghela napas dalam
itu dua orang murid ini tidak berani bergerak dan terus berlutut.
Mereka memang pernah mendengar cerita
guru mereka ketika masih muda, yang harus berkelahi dengan adik seperguruannya sendiri.
- Anakku, berkali - kali aku menasehatkan kepada kamu berdua, sebaiknya tidak
usah kawin saja. Sebab, kawin itu berarti engkau akan dijajah oleh perempuan.
Engkau tidak mempunyai kebebasan lagi, ibarat seekor burung
di dalam sangkar emas. Apakah gunanya menjadi
penghuni sangkar emas itu, kalau tidak bisa bebas terbang lagi ia berhenti sejenak mencari kesan, dan sejenak kemudian baru meneruskan, Anakku, apabila engkau kawin, engkau harus
memeras tenaga guna mencukupi kebutuhan isteri dan anak-anakmu! Engkau akan menjadi kuda beban oleh perempuan. Engkau akan menjadi
budak perempuan. Dan engkau salah sedikit saja,
isterimu akan marah-marah dan ngambek. Kemudian akan mencaci-maki engkau sebagai lelaki
tidak bertanggung jawab. Huh, apakah enaknya
jika setelah engkau kawin akan dijajah perempuan" Lebih baik engkau, hidup seorang diri dan
bebas. Sebagai lelaki yang tidak kawin, tiada ha-langan jika engkau mencari dua
atau tiga orang
perempuan setiap malam berganti-ganti. Engkau
bisa menculik atau merampas gadis atau isteri
orang. Dan begitu selesai dengan kebutuhanmu,
mereka bisa engkau suruh pulang. Kemudian
ganti yang lain heh heh hen heh. Klintung Waluh berhenti lagi dan mengambil napas. Lalu memandang kepada gadis yang
sedang dibicarakan oleh dua muridnya. Beberapa
jenak kemudian barulah ia meneruskan lagi.
- Humm, apakah gunanya menjadi lakilaki yang begitu, lebih senang tidak kawin dibanding dengan kawin dan dijajah
oleh perempuan" Nasihat Klintung Waluh ini tentu saja merupakan nasihat yang sesat. Nasihat yang tidak
pantas dianut dan jelas sekali Klinthung Waluh
ini bukanlah guru yang baik, bukanlah guru yang
pantas digugu lan ditiru (dianut dan dicontoh)
Dia merupakan guru yang tidak bertanggungjawab, dan malah sengaja mencelakai muridnya sendiri, dengan cara mendidik muridnya
menjadi manusia tidak bermoral.
Kawin adalah merupakan kewajiban manusia yang kodrati. Lelaki membutuhkan perempuan dan perlu memberikan cinta dan kasih
sayangnya. Dan sebaliknya perempuan pun
membutuhkan seorang laki-laki dan memberikan
cinta maupun kasih sayangnya. Kemudian mereka membentuk bebrayan (rumah tangga) bahagia
tidak ada istilah menjajah dan dijajah.
Mereka menempuh hidup bersama dan
bergotong-royong penuh pengertian dalam satu
keluarga, saling memberi dan menerima, saling
menggantungkan dan memperoleh untung.
Yang baik adalah sekali nikah untuk selama hidup, ini yang utama! Dan itu membuktikan
bahwa kasih sayang mereka adalah suci murni.
Membuktikan cinta yang setulus hati. Sebab yang
kawin dan kemudian cerai, kawin lagi dan cerai
lagi, ini membuktikan perkawinan tadi hanyalah
merupakan tempat mengumbar hawa nafsu birahi
melulu. Dan bukan menjadi contoh yang baik bagi para anak dan keturunannya.
Cinta yang murni, tidak akan dikotori dengan nafsu. Cinta murni penuh pengertian. Bukan
hanya pada saat menguntungkan dan terpenuhi
kebutuhannya, terpenuhi nafsunya, kemudian
akan marah apabila tuntutan itu tidak terpenuhi.
Dan sesudah marah kemudian mencari yang lain.
Juga sudah merupakan kodrat pula, bahwa laki-laki harus mempertanggungjawabkan isteri maupun keluarganya. Memang lelaki yang harus memeras keringat dan tenaga guna mencukupi kebutuhan keluarga. Perempuan berkewajiban di rumah mengatur dan mendidik anak-anak.
Dan sesungguhnya saja, isteri itu adalah
pemberian Tuhan. Seorang sudah lebih dari cukup untuk selama hidup, dan tidak mungkin habis! Akan tetapi apabila isterinya dua orang, malah akan menjadi kurang. Tiga,
mungkin empat dan seterusnya akan semakin menjadi kurang lagi. Karena lelaki yang terus-terusan kawin itu tidak pernah merasakan puas
seperti harapannya
semula. Memang aneh! Seorang isteri lebih dari cukup untuk selama hidup. Akan tetapi apabila lebih malah akan selalu merasa kurang. Soalnya
nafsu dan keinginan manusia ini akan berkembang terus, apabila manusia itu hanya menurutkannya saja. Karena itu jalan terbaik bagi manusia, harus pandai
mengendalikan nafsu dalam
bentuk apapun, Sebab napsu yang tidak terkendali akan menjadi binal dan kemudian bisa bertindak di luar kesadaran hukum yang berlaku.
Akibatnya bisa beristeri lebih dari satu,
atau tampaknya isteri hanya satu, tetapi di luar rumah tidak terkendali dan
adakalanya tidak ma-lu pula merebut isteri orang lain.
Demikianlah bagi lelaki yang ingin dapat
membina rumah tangga bahagia, mempunyai seorang isteri dan anak yang selalu tenteram dan
damai Kebahagiaan memang sulit dicari karena
kebahagiaan itu tidak berwujud, tetapi dapat dirasakan. Oleh sebab itu kebahagiaan tidak berdasarkan pada kekayaan maupun kedudukan seseorang yang tinggi. Gelandangan pun bisa merasakan kebahagiaan dan tidak bedanya dengan
orang lain. Akan tetapi bagi Guna Praya dan Damar
Seto ini, yang sudah lama mendapat didikan secara salah oleh gurunya, beranggapan setiap yang diucapkan oleh guru selalu
benar. Maka mempunyai anggapan pula lelaki yang kawin akan dijajah perempuan - Bangkitlah anakku! - perintah Klinthung Waluh kemudian. Dan dua orang murid itu
pun patuh, lalu bangkit berdiri.
- Perempuan itu sudah semakin menjadi
dekat! - katanya lagi. Dan dua orang muridnya
membalikkan tubuh, memandang ke arah Dewi
Sritanjung. Jarak yang menjadi semakin dekat menyebabkan kejelitaan gadis itu semakin nyata. Dan
yang membuat jantung dua pemuda ini seperti
meloncat-loncat tidak keruan dan mereka ingin
segera dapat menubruk, memeluk dan menciuminya. - Anakku, gadis itu memang benar-benar
cantik! - ujarnya lagi sambil mengurut-urut jenggotnya. - Tangkaplah dia! Tetapi
kamu jangan berebut dan rukunlah! Jadikan dia menjadi milikmu bersama selama kamu suka. Akan tetapi
apabila baju itu sudah robek dan tidak dapat kamu pergunakan lagi, buanglah. dan dengan begitu barulah kamu menjadi lelaki berharga. Kamu
takkan pernah sampai dijajah perempuan yang
manapun.- - Guru benar! - dukung Guna Praya. Perempuan itu harus kita miliki bersama, Adi.
Sebagai saudara tua, aku mengalah sesudah kau
tercukupi kebutuhanmu

Dewi Sri Tanjung 9 Terkurung Di Perut Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Betapa gembira Damar Seto sulit terlukiskan lagi. Kemudian pemuda ini ketawa lepas,
- Ha ha ha ha, terima kasih Kakang. Engkau
baik sekali. - Suara ketawa Damar Seto yang lepas ini
terdengar oleh Dewi Sritanjung dan gadis ini kaget. Ia menghentikan langkahnya, kemudian gadis
ini celingukan. Hati gadis ini berdebaran dan di-am-diam tangan kanan sudah
meraba hulu pedang. Pengalamannya dengan Rudra Sangkala
menyebabkan gadis ini bersikap hati-hati dan
waspada. Tiba-tiba melesatlah sebuah benda bulat, melenting ke atas tak jauh dari tempatnya
berdiri, menyebabkan gadis ini kaget sekali. Dan pada saat belum hilang rasa
kagetnya ini Dewi
Sritanjung mendengar suara halus.
- Anak, depanmu ada bahaya menghadang dan berhati-hatilah. Dewi Sritanjung celingukan ke kiri dan ke
kanan. Siapakah yang bersuara tadi dan darimana pula" Karena itu ia segera memburu ke tempat
benda bulat tadi yang jatuh. Tetapi ia kembali keheranan karena benda itu sudah
lenyap tanpa bekas. - Setankah" - tanyanya dalam hati. Ia tidak habis mengerti kepada hal-hal
yang baru terjadi
di tempat ini. Apakah sebabnya ia berhadapan
dengan keanehan" Ia tadi mendengar secara jelas
suara orang ketawa lepas. Pada saat kaget itu dan sedang mencari asal suara, ada
benda bulat melenting secara aneh dan menyusul terdengar suara halus yang memperingatkan adanya bahaya.
Dan yang aneh lagi, mengapa setelah dirinya memburu ke arah benda bulat itu jatuh,
benda itu sudah lenyap tanpa bekas. Ia tidak takut kepada setan maupun hantu. Tetapi diamdiam ia menjadi tegang juga menghadapi peristiwa seaneh ini. Namun hanya beberapa saat saja Dewi Sritanjung ini tegang dan ragu-ragu. Sesaat kemudian dengan langkah yang tetap dan hati penuh
rasa percaya akan diri sendiri, ia melanjutkan
perjalanan. Ia benar-benar tertarik kepada gunung
yang mengepulkan asap itu. Ia ingin meliat dari
dekat dan ia ingin juga mengerti apa sebabnya,
gunung itu mengepulkan asap yang tidak pernah
berhenti.. Timbul semacam gambaran dalam otak
gadis ini, penduduk di sekitar puncak gunung ini tentu senang sekali. Sebab
mereka takkan pernah
merasa kedinginan, karena gunung itu selalu menyebarkan hawa hangat dari api yang tidak pernah padam guna memasak maupun. untuk keperluan lain! Memang tidak bisa disalahkan apabila Dewi Sritanjung mempunyai gambaran seperti ini. Ia belum tahu sama sekali bahwa
gunung berapi itu
amat berbahaya. Apabila gunung ini meletus bakal menimbulkan malapetaka yang sulit digambarkan. Akan tetapi belum lama Dewi Sritanjung
melangkah meneruskan perjalanannya, tiba-tiba
gadis ini berhenti dan hatinya tegang sekali. Karena secara tiba-tiba di
depannya sudah menghadang dua orang lelaki muda. Mulut mereka menyeringai, mata mereka melotot tak berkedip. Dan kemudian seperti mendapatkan
aba-aba, dua orang muda ini sudah ketawa bekakakan.
Dewi Sritanjung menatap mereka keheranan. Gilakah dua lelaki muda ini" Kalau tidak gila mengapa mereka tertawa
seperti itu" Tetapi walaupun ia belum berpengalaman, nalurinya memberitahukan sedang berhadapan dengan bahaya
dan ia tidak boleh sembrono menghadapi mereka
ini. - Hai! Apakah kamu sudah gila" Huh,
apakah yang kamu tertawakan seperti ini" Bentakan ini justru malah membuat mereka ketawa lebih keras.
Guna Praya dan Damar Seto justru menjadi keheranan, mengapa gadis ini tidak ketakutan"
Maka Damar Seto yang tubuhnya tinggi besar dan
berkumis tebal itu membuka mulut.
- Denok, kau jangan salah mengerti, Cah
ayu! Kami bukannya gila benar-benar. Akan tetapi kami menjadi gila akibat tergila-gila oleh kecan-tikanmu. Heh heh heh heh,
engkau terlalu berani
hanya sendirian berani berkeliaran di tempat ini
- Dewi Sritanjung cepat tersinggung. Bentaknya, - Hati-hatilah membuka mulut! Sangkamu aku ini gadis apa" - Heh heh heh heh - Guna Praya terkekeh
mengejek. - Tentu saja kami sudah tahu, kau gadis manusia dan bukan wewe gombel. Dan kami
sengaja menghadang kau, Anak manis. Sebab setelah melihat wajahmu yang cantik ini, jantung
kami menjadi seperti mau copot. Marilah kami
dua orang bersaudara ini, layanilah guna membahagiakan kau sendiri. - Benar! - sambut Damar Seto. - Apabila
engkau tidak membantah, engkau akan kami
buat bahagia dan senang. Kau akan kami ajak
pesiar ke alam aneh yang memabukkan tetapi indah. Ha ha ha ha. Dada Dewi Sritanjung bergerak-gerak saking marah mendengar kata-kata mereka ini. Ia
dapat menduga dua orang laki-laki ini tentu
mempunyai maksud tidak baik.
- Aku tidak punya waktu! - bentaknya
nyaring. - Huh, kamu lekas menyingkir apakah
tidak" - - Ha ha ha ha, ternyata engkau galak juga,
Cah ayu! - ejek Damar Seto sambil ketawa bekakakan. - Hemm, sangkamu engkau berhadapan
dengan siapa, berani berlagak seperti ini" Tempat ini adalah wilayah kami dan
tidak gampang orang
masuk tanpa seizin kami. Huh, kalau saja kau laki-laki, tanpa banyak bicara sudah kami bunuh,
Tahu"- Damar Seto berhenti sambil mendelik. Kemudian, - Tetapi karena engkau perempuan dan
cantik pula, maka heh heh heh heh, tentu saja
sikap kami menjadi lain. Cah ayu, kami tidak ingin bermusuhan dengan kau. Malah sebaliknya
kami ingin mengikat persahabatan sekalipun jelas kau berani lancang masuk dalam
wilayah kami tanpa izin. Maka sekarang, marilah kau ikut kami singgah ke pondok. Dewi Sritanjung sudah tidak kuasa menahan sabarnya lagi, bentaknya nyaring, - Jahanam keparat! Engkau jangan mengumbar mulut
tanpa aturan! Kamu mau menyingkir apakah tidak" Huh, apabila kamu membandel, aku terpaksa mengusir kamu dengan pedangku ini! Sring . . . Dengan gerakan yang amat cepat,
sebatang pedang bersinar biru sudah tercabut dari sarungnya. Inilah pedang pusaka "Tunggul Wulung" pemberian gurunya. Pedang
yang amat tajam dan juga amat berbahaya.
Pedang pusaka yang menyinarkan warna
biru itu sekarang sudah melintang di depan dada.
Kalau dua orang pemuda ini berani nekad mengganggu, dengan terpaksa akan ia usir dengan pedangnya. Karena gadis ini tidak ingin membuang
waktu terlalu lama, mengingat hari sudah hampir
sore. Ia tidak ingin kemalaman di tengah belanta-ra ini dan ia ingin secepatnya
menemukan desa,
minta pertolongan penduduk guna dapat menginap barang semalam. Kemudian pada pagi hari, ia
akan meneruskan perjalanan menuju ke puncak,
untuk melihat gunung yang mengeluarkan asap
itu. Damar Seto dan Guna Praya agak kaget juga melihat sebatang pedang yang menyinarkan
cahaya biru itu. Sebagai murid Klinthung Waluh
yang sakti, tentu saja mereka mengenal benda
pusaka. Karena itu dalam hati mereka sudah berjanji untuk berhati-hati.
Akan tetapi sekalipun demikian Guna
Praya masih berusaha mempengaruhi, katanya,
- Aihh... Adikku cantik, sabarlah! Orang yang
cepat marah akan cepat menjadi tua, Adik Manis.
Dan bermain-main dengan pedang adalah amat
berbahaya. Percayalah Adikku ayu, kami bermaksud baik. Karena kau masuk ke dalam wilayah
kami tanpa izin, maka kami mengundangmu guna bicara. Tahukah engkau Adik molek, kami
mempunyai seorang Guru" Beliau tentu gembira
sekali menerima engkau sebagai tamu terhormat.
Dan ...... - Cukup! - lengking gadis ini yang sudah
tidak sabar lagi. - Siapakah yang mau percaya
kepada mulutmu yang busuk itu" Aku tidak kenal baik dengan kamu maupun gurumu. Persetan
dengan undangan itu. Pendeknya, aku bebas menentukan langkah sendiri. Siapapun yang berani
mengganggu kebebasanku, akan berkenalan dengan pedangku ini. Huh! Ucapan gadis ini membakar kemarahan
dua orang muda ini karena pada dasarnya memang mempunyai watak tidak baik. Selama masih dapat membujuk dengan ucapan manis, memang mereka bersikap baik. Akan tetapi apabila
bujukan itu tidak mempan, mereka tidak segan
lagi menggunakan, kekerasan.
- Huh, kau jangan membuka mulut sembarangan! - bentak Guna Praya. Sikapnya yang
tadi manis sekarang lenyap. - Engkau bisa
menggertak orang lain, tetapi tidak kepada kami.
Hemm, jika engkau membandel dan mengandalkan pedangmu itu, kami menyesal sekali harus
menghadapi dengan kekerasan. - Tidak peduli kamu akan berbaik atau
menggunakan kekerasan. Pendeknya orang yang
berani mengganggu aku, huh, jangan tanya dosamu! - - Ha ha ha ha, ternyata tidak melulu galak, tetapi juga sombong gadis ini! - ejek Damar Seto. - Aku ingin menguji sampai
di manakah kemampuan Adik ayu ini. Tetapi heh heh heh
heh, awas! Apabila kau sampai tertangkap oleh
tanganku, engkau jangan berharap akan aku lepaskan lagi. Wajahmu cantik, hem. Pipimu halus
kuning dan bibirmu merah menantang. Huh, gemas aku! Engkau takkan kulepaskan lagi sebelum aku menciumi pipimu yang halus itu dan
mengecup bibirmu yang merah menantang itu. - Mampuslah!- bentak Dewi Sritanjung
yang sudah tidak sabar lagi lalu menerjang ke depan sambil menikamkan pedangnya.
Siut wutt.... - Aihh...!- Damar Seto kaget dan wajahnya menjadi
pucat. Ia tidak pernah menduga sambaran pedang gadis ini amat cepat. Hampir saja lambungnya tembus, kalau dia tidak cepat membanting
diri bergulingan.
Akan tetapi dapatnya menghindarkan diri
inipun berkat jasa Guna Praya. Ketika melihat
adik seperguruannya hampir celaka dalam segebrakan, ia menerjang maju melancarkan pukulannya. Hingga Dewi Sritanjung terpaksa melompat menghindarkan diri.
- Bagus, hem! Akan mengeroyok" - ejek
gadis ini. - Gadis sombong. Siapakah yang mau
mengeroyok" - Damar Seto tersinggung dan
mendelik. - Akan aku coba sampai di mana ketinggian ilmumu. Tidaklah mengherankan apabila pemuda
berkumis tebal ini berkata seperti itu! Apa yang terjadi menurut perasaannya
adalah karena ia ta-di terlalu sembrono dan merendahkan kepandaian lawan. Tetapi sekarang ia telah bersiaga,
maka ia merasa pasti, akan mampu menghadapi
gadis berpedang ini, sekalipun dirinya hanya bertangan kosong.
- Hemm - dengus Dewi Sritanjung. - Cabutlah senjatamu.- Huh, menghadapi engkau cukup dengan
dua tangan dan kakiku saja! - sahut Damar Seto
merendahkan. - Hemm, kau keras kepala. Engkau jangan
menyalahkan aku jika engkau mampus oleh pedangku Ini. Awas ... serangan datang! Tampaknya Dewi Sritanjung hanya menggerakkan lengannya sembarangan ke depan. Pedang itu hanya dilonjorkan ke depan saja dan gerakannya lambat sekali. Damar Seto tersenyum,
apakah sulitnya menangkap pedang yang gerakannya lambat ini"
Akan tetapi belum juga senyum pada bibirnya lenyap ia sudah memekik kaget.
- Aihhh! - teriaknya dan pemuda ini cepat membuang diri ke belakang sambil bergulingan. Dan sebagai akibatnya pakaiannya menjadi
kotor. Tetapi celakanya pedang gadis ini terus
mengejar sehingga Damar Seto harus mengerahkan kepandaiannya guna menyelamatkan diri dari
tikaman pedang gadis ini.


Dewi Sri Tanjung 9 Terkurung Di Perut Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Memang yang terjadi, ketika melihat gerakan pedang yang lambat, hanya dilonjorkan ke
depan, Damar Seto menjadi sembrono. Ia sudah
hampir menggerakkan tangan untuk menangkap
dan merebut pedang lawan.
Akan tetapi belum juga ia melakukannya,
mendadak pedang Dewi Sritanjung bergetar. Pedang yang hanya sebatang itu mendadak seperti
berubah menjadi beberapa batang. Ujungnya
mengancam beberapa bagian tubuh yang berbahaya. Dalam kagetnya tidak ada jalan lain lagi kecuali harus membuang diri jauh
ke belakang lalu
bergulingan. Melihat ini Guna Praya menjadi amat khawatir. Secara cepat luar biasa pemuda ini sudah
mencabut golok. Kemudian ia melompat sambil
membacokan goloknya dari belakang. Bacokan
golok ini amat cepat dan angin yang dahsyat menyambar mendahului datangnya senjata. Ini
membuktikan sekalipun tubuhnya tinggi kurus,
namun tenaganya kuat sekali.
Sayang sekali yang ia serang sekarang ini
Dewi Sritanjung. Ia gadis perkasa murid tunggal
Ki ageng Tunjung Biru, hingga pada punggungnya
seperti tumbuh mata.
- Aihhh . . . !Punggung goloknya yang mengkilap tajam
itu sudah disentil dengan jari tangan oleh Dewi
Sritanjung yang kecil dan halus itu. Namun sebagai akibatnya memang hebat. Golok ini menyeleweng dan tidak tertahan lagi mulut Guna Praya
berteriak tertahan, sebab lengannya bergetar hebat. Tetapi justru oleh gangguan serangan Guna Praya ini, dia berhasil menolong Damar Seto
yang sembrono. Pemuda itu cepat bangkit ketika
serangan Dewi Sritanjung tertunda. Kemudian
dengan wajah yang pucat Damar Seto sudah
mencabut goloknya yang mengkilap tajam pula.
Ia memang tidak malu mencabut senjata
sekalipun tadi sikapnya amat merendahkan. Sekarang pemuda berkumis tebal ini menjadi khawatir dan sadar bahwa gadis yang tampaknya lemah lembut ini tidak seperti yang mereka duga
semula. Ternyata bukanlah gadis sembarangan
dan justru malah amat berbahaya.
Dua pemuda ini justru sudah dididik secara sesat oleh gurunya. Mereka tidak kenal apa
yang disebut berwatak ksatrya dan kejujuran.
Bagi mereka yang penting adalah mendapat kemenangan, dan tidak peduli kemenangan itu mereka peroleh dengan tipu muslihat dan berbuat
curang. Jadi mereka sudah tidak kenal malu lagi.
Itulah sebabnya sekalipun tadi secara
sombong Damar Seto berkata sanggup menghadapi seorang diri dan bertangan kosong, sekarang ia mengajak kakak
seperguruannya untuk mengeroyok. - Kakang!- teriaknya. - Bantulah aku!
Hemm, ternyata dugaanku keliru Kakang. - Hi hi hik, - Dewi Sritanjung ketawa
mengejek. - Bukankah aku tadi sudah bilang sebaiknya kamu mengeroyok aku dan mencabut
senjatamu pula" Aku ingin melihat apakah sikapmu memang sesuai dengan kesaktianmu. - Wah sombongnya! - Guna Praya menjadi marah dan penasaran.
Namun karena wajah Dewi Sritanjung ini
amat menarik, maka menjadi sayang apabila gadis ini sampai mati terbunuh. Justru mengingat
itu, maka Guna Praya memperingatkan adiknya.
- Tetapi Adi, sungguh sayang pula apabila
perawan ayu ini sampai terluka atau lecet kulitnya. - - Benar Kakang. Akupun sayang juga. Damar Seto berterus terang.
Telinga Dewi Sritanjung menjadi merah
mendengar ucapan mereka ini. Mereka demikian
merendahkan dirinya. Maka bentaknya, - Jangan banyak mulut. Bersiaplah kamu untuk mampus.- - Sombong! Jagalah seranganku! - bentak
Damar Seto sambil menerjang maju dan membacokkan goloknya.
Sesuai dengan tubuhnya yang tinggi besar,
tenaganya demikian kuat di samping cepat juga.
Golok menyambar ke arah lambung. Tetapi secepat kilat golok telah berbalik arah, membabat dari bawah ke atas. Serangan ini
cukup berbahaya.
Dan lawan yang kurang hati-hati lengannya bisa
tertebas kutung dari bawah.
Untung sekali Dewi Sritanjung perawan
perkasa dan murid tokoh sakti. Ia menghadapi
lawan dengan tenang. Kemudian ia menggeser
kaki ke samping sambil menangkis dengan pedangnya. Damar Seto tidak berani beradu senjata, ia
menarik goloknya dan berputar satu kali di atas
kepalanya, kemudian berteriak,
- Hiyaaaattttt! Golok yang tajam itu seperti kilat cepatnya
menyambar dari atas ke bawah. Apabila bacokan
ini sampai berhasil tubuh lawan akan terbelah
menjadi dua bagian. Sebaliknya apabila serangan
ini dihindari, golok ini segera berubah arah dengan menyerampang.
Serangan berbareng ini justru amat berbahaya. Maka sambil membuang diri ke samping,
pedang gadis ini bergerak seperti kilat menangkis senjata lawan.
Trang . . . trang . . . !
Benturan senjata itu hebat sekali. Dua
orang pemuda itu terhuyung mundur dan telapak
tangan mereka terasa panas. Mereka kemudian
terbelalak heran. Tadi mereka sudah memperhitungkan, apabila serangan mereka ditangkis lawan tentu pedang lawan aka lepas dari tangan.
Sebab gabungan tenaga seperti ini berkali-kali
berhasil dengan baik. Karena itu mereka hampir
tidak pernah gagal setiap menghadapi musuh
yang kuat sekalipun.
Akan tetapi yang terjadi sekarang ini benar-benar menyebabkan mereka kaget setengah
mati. Pedang gadis itu tidak juga runtuh, malah
telapak tangan mereka panas. Dan sekalipun gadis yang cantik ini terhuyung mundur juga, namun tidak mengalami perubahan apa-apa.
Di luar tahu mereka, sebenarnya Dewi Sritanjung juga kaget. Lengannya bergetar hebat dan hampir saja tak kuasa
mempertahankan pedangnya. Maka hal ini menyebabkan Dewi Sritanjung
agak keheranan pula, mengapa sebabnya golok
lawan tidak patah berbenturan dengan pedang
pusakanya" Apakah golok lawannya itu juga pusaka" Dugaan Dewi Sritanjung ini keliru. Sebabnya golok lawan tidak patah oleh tangkisannya,
karena ia sendiri yang salah. Dalam menangkis
tadi ia kurang berhati-hati dan kurang tepat. Ma-ka apabila tepat manakah
mungkin golok lawan
sanggup menghadapi pedang pusaka Tunggul
Wulung" Hari sudah sore dan menyebabkan gadis
ini tidak telaten lagi. Karena itu dirinya tidak boleh main-main dan harus dapat
mengalahkan lawan secepat mungkin.
- Hiyaaaatttt....! - Dewi Sritanjung telah
menerjang maju sebelum dua orang lawannya
sampai menyerang.
Sekarang gadis ini menggerakkan pedangnya, langsung menggunakan bagian terpilih dari
ilmu pedang Jala Nidhi. Gerak pedangnya sekarang berubah dan sesuai dengan nama ilmu pedang ini sendiri, yang mempunyai arti samudera
atau lautan. Maka ilmu pedang ini disamping cepat juga bergelombang tidak pernah putus. Makin
bergerak tenaga sakti yang menyalur dari tubuh
semakin menjadi bertambah kuat.
Hal itu tidak mengherankan, karena ilmu
pedang ini ciptaan khusus guru Ki ageng Tunjung
Biru, dan merupakan ilmu pedang tingkat tinggi
dan juga merupakan ilmu pedang yang diandalkan oleh guru Ki ageng Tunjung Biru semenjak
masih berumur lima puluhan tahun.
Ketika Dewi Sritanjung menggerakkan pedangnya, maka angin yang halus segera menyambar-nyambar ke arah lawan tidak pernah putus.
Makin lama menjadi semakin kuat dan angin
yang menyambar inipun mempunyai kekuatan
yang mukjijat. Lawan yang belum kuat tenaga
saktinya mudah terpengaruh oleh gelombang tenaga sakti ini, sesuai dengan gerak dan irama pedang. Dan anehnya pula, makin
dilawan tenaga yang menyambar malah semakin bertambah kuat
pula. Dengan berbareng Damar Seto dan Guna
Praya telah menyerang maju. Mereka justru sudah terlatih dalam kerjasama menghadapi lawan.
Maka golok masing-masing dapat menyesuaikan
diri dan saling bantu, sedangkan tenaga gabungan ini bukan main kuatnya.
Dalam waktu singkat mereka telah terlibat
dalam perkelahian yang amat sengit. Kalau pada
mulanya baik Damar Seto maupun Guna Praya
saling berjanji untuk mengalahkan gadis ini tanpa luka, maka setelah terlibat
dalam perkelahian ini menjadi lupa. Mereka sekarang tidak tanggung-tanggung lagi
dalam serangannya dan arah sasaran mereka pun pada bagian tubuh yang mematikan. Mereka memang amat bernafsu untuk segera
memperoleh kemenangan. Dan guna menambah
semangat kerjasama mereka, maka mereka saling
bergantian membentak.
Akan tetapi mereka menjadi kaget setelah
lama berkelahi. Pengaruh sambaran pedang gadis
ini yang banyak membentuk lingkaran besar
maupun kecil, membanjir kuat sekali dan berkalikali golok mereka seperti tersedot oleh kekuatan yang tidak nampak.
Makin lama gerak pedang Dewi Sri Tanjung
memang menjadi semakin cepat. Pedang itu sendiri seperti lenyap, dan tinggal sinar biru yang bergulung-gulung tidak pernah
putus. Berkali-kali Damar Seto maupun Guna Praya telah berusaha menembus gulungan sinar biru tersebut, tetapi ternyata selalu gagal.
Pada saat mereka sedang saling mengerahkan kepandaian dan tenaga untuk mematahkan
daya serang lawan ini, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.
- Lepas! - Trang trang . . .!
Dua orang pemuda ini melompat mundur
dengan wajah pucat dan keringat dingin membanjiri tubuh. Apa yang terjadi memang diluar dugaan mereka sendiri. Golok itu mendadak menjadi
ringan dan ternyata yang masih terpegang oleh
tangan tinggal sepertiga saja, sebab yang dua pertiga bagian di ujung sudah
menggeletak di tanah.
Masih untung Dewi Sri Tanjung sejak kecil
sudah terdidik secara baik oleh gurunya, Ki ageng Tunjung Biru. Maka setelah
melihat senjata lawan terbabat putus oleh ketajaman pedang pusakanya, ia
menghentikan serangannya dan berdiri
sambil tersenyum. Kalau saja gadis ini mau
menggunakan kesempatan pada saat lawan kaget,
apakah mungkin dua pemuda ini masih hidup"
- Hemm, bagaimana" - tanya gadis ini. Jika kamu memang masih membandel dan tak
mau mengakui keunggulanku, ambillah senjatamu yang lain. Aku, Dewi Sritanjung tidak akan
gentar berhadapan dengan orang-orang macam
kamu! - Dua orang pemuda ini wajahnya merah
padam saking merasa terhina oleh ucapan gadis
ini. Selama ini mereka malang melintang di wilayah sekitar Gunung Kelud, dan selalu keluar
sebagai pemenangnya apabila berhadapan dengan
lawan. Namun mengapa hari ini mereka harus sial dan menderita malu" Tidak sanggup hanya
berhadapan dengan seorang perempuan"
Tiba-tiba Guna Praya membentak lantang,
- Huh, jangan sombong dan jangan mengumbar
mulut besar di depan Guna Praya dan Damar Seto! Huh, kau takkan dapat keluar dari wilayah ini masih dalam keadaan bernyawa,
apabila kau tetap membandel dan tidak mau tunduk kepada
kami. Huh, kami bersikap mengalah, ternyata kau
malah menjadi sombong. - Hi hi hik, tidak tahu malu!- ejek Dewi Sritanjung. - Bukti sudah ada, engkau masih juga
bermulut besar. Telinga Damar Seto merah mendengar
ucapan mengejek dan merendahkan itu. Menda Memanah Burung Rajawali 26 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan 11

Cari Blog Ini