Ceritasilat Novel Online

Jubah Tanpa Jasad 1

Joko Sableng 24 Jubah Tanpa Jasad Bagian 1


Hak cipta dan copy right pada penerbit di
bawah lindungan undang-undang
Joko Sableng telah
Terdaftar pada Dept. Kehakiman R.I
Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan
Merk di bawah nomor 012875
SATU PEMUDA berparas tampan mengenakan pakaian
putih, berambut panjang sedikit acak-acakan yang
rautnya mirip sekali dengan Pendekar Pedang Tumpul 131 Joko Sableng itu berlari
laksana kesetanan.
Hingga sosok tubuhnya hanya mirip dengan bayangbayang dan hampir tidak bisa dilihat dengan pandang mata biasa.
Begitu memasuki kawasan hutan belantara sepi, si
pemuda baru memperlambat larinya sebelum akhirnya
berkelebat menyelinap ke balik sebatang pohon besar.
Untuk beberapa saat si pemuda tidak membuat
gerakan apa-apa atau perdengarkan suara. Dia hanya arahkan pandang matanya ke
arah dari mana tadi
berlari. "Hem.... Dia tidak mengejarku...!" Untuk pertama
kalinya si pemuda perdengarkan desisan. Namun
sejauh ini dia belum juga alihkan pandang matanya.
Sikapnya pun masih waspada.
Tiba-tiba si pemuda tengadahkan kepala. Rahangnya terangkat membesi. Pelipis kanan kirinya bergerak-gerak. Mulutnya yang
menyeringai kembali perdengarkan desisan marah, "Kiai Tung-Tung keparat!
Ternyata kau manusianya yang berani mengikuti
langkahku! Kalau saja tidak khawatir Kiai Lidah Wetan tahu kalau Kembang Darah
Setan yang kuberikan
pada Setan Liang Makam itu palsu, kau sudah kubuat berkalang tanah!"
Si pemuda mendengus seraya menghela napas. Pemuda ini bukan lain adalah Kiai Laras yang menyamar sebagai Pendekar 131 Joko
Sableng. Seperti diketahui, Kiai Laras dan kakak kandungnya Kiai Lidah Wetan
datang menyelidik ke pesisir utara sebelah barat dekat dengan sebuah teluk
menuruti keterangan Kiai Tung-Tung yang sempat bertemu dengan Kiai Laras. Tanpa
diduga sama sekali, ternyata Kiai Laras dan Kiai Lidah Wetan yang saat datang ke
teluk mengenakan samaran sebagai Pendekar 131 berjumpa dengan Setan Liang
Makam yang muncul ke teluk juga atas keterangan
Kiai Tung-Tung.
Setan Liang Makam langsung meminta Kembang
Darah Setan, karena dia tahu jelas kalau orang yang mengambil Kembang Darah
Setan adalah Pendekar
131. Meski saat itu Kiai Laras dan Kiai Lidah Wetan mengenakan samaran, namun
Setan Liang Makam
yakin salah satu di antara keduanya adalah orang
yang mengambil Kembang Darah Setan.
Pada akhirnya, Kiai Laras memberikan Kembang
Darah Setan pada Setan Liang Makam. Lalu Setan
Liang Makam lanjutkan perjalanan ke Kampung Setan
menuruti petunjuk neneknya Nyai Suri Agung. Sementara Kiai Laras dan Kiai Lidah Wetan terus mengikuti Setan Liang Makam. Setelah
mengetahui Setan Liang
Makam masuk ke dalam lobang menganga di bawah
hancuran altar batu, Kiai Laras dan Kiai Lidah Wetan meninggalkan Kampung Setan.
Namun keduanya tidak
tahu kalau sejak dari teluk, Kiai Tung-Tung terus
mengikuti. Kiai Laras dan Kiai Lidah Wetan baru sadar jika langkahnya diikuti
orang tatkala sudah agak jauh meninggalkan Kampung Setan. Namun baik Kiai Laras
maupun Kiai Lidah Wetan tidak tertarik untuk mengetahui siapa gerangan adanya
orang yang mengikuti,
karena secara diam-diam kedua orang ini punya
rencana tersendiri. Keduanya lantas berkelebat berpencar.
Kiai Tung-Tung memutuskan untuk berkelebat
mengejar salah satunya. Ternyata yang dikejar adalah Kiai Lidah Wetan. Kedua
orang ini sempat terjadi
bentrok. Kiai Lidah Wetan merasa orang yang dihadapi berilmu tinggi, hingga dia
segera berkelebat loloskan diri. Kiai Tung-Tung berusaha mengejar. Saat itulah
Kiai Tung-Tung dihadang oleh pukulan sinar tiga
warna yang bukan saja membuat Kiai Tung-Tung
terkejut namun juga kehilangan jejak Kiai Lidah
Wetan. Di lain pihak, saat berkelebat berpencar untuk hindarkan diri dari penguntitan
orang, Kiai Laras berniat teruskan perjalanan ke Kampung Setan. Namun
setelah berlari dua puluh lima tombak dan yakin
dirinya tidak diikuti orang, tiba-tiba ia didera perasaan ragu-ragu. Dia sudah
bisa menebak, kalau orang yang tadi menguntitnya mengikuti Kiai Lidah Wetan.
Walau Kiai Laras belum tahu siapa adanya orang yang
mengikuti langkahnya, namun dia dapat menangkap
gelagat kalau orang itu memiliki kepandaian tinggi.
Karena khawatir Kiai Lidah Wetan tidak mampu
menghadapi orang, dan lebih-lebih takut kalau sampai Kiai Lidah Wetan buka kedok
mereka berdua, akhirnya Kiai Laras berlari balik ke arah mana tadi Kiai Lidah
Wetan berkelebat pisahkan diri.
Ketika Kiai Tung-Tung hendak lepaskan satu pukulan menyusur tanah untuk hentikan gerakan Kiai
Lidah Wetan yang berlari kencang di depan sana, Kiai Laras segera hantamkan
tangan kanannya yang
menggenggam Kembang Darah Setan. Hingga gerakan
Kiai Tung-Tung terhenti dan kehilangan jejak Kiai
Lidah Wetan yang terus berlari.
Kiai Laras langsung marah besar begitu tahu siapa
gerangan orang yang mengejar Kiai Lidah Wetan.
Namun dia masih berpikir cepat. Dia tidak mau Kiai
Lidah Wetan tahu kalau Kembang Darah Setan yang
diberikan pada Setan Liang Makam adalah palsu.
Maka dia tindih perasaan marah dan segera berkelebat pergi.
"Kiai Tung-Tung.... Siapa jahanam itu sebenarnya"!
Sekarang aku yakin kalau semua ucapannya dusta!
Dia berusaha menjebak! Tapi dia tidak tahu, justru jebakannya membawa rezeki
besar bagiku! Aku sekarang tahu harus ke mana pergi tanpa butuhkan
keterangan orang! Ha.... Ha.... Ha...!"
Kiai Laras yang saat itu masih menyamar sebagai
Pendekar 131 tertawa dalam hati. "Sebaiknya aku
lepaskan penyamaran ini atau terus mengenakannya"!" Kiai Laras sesaat bimbang. Setelah agak lama berpikir akhirnya dia
memutuskan tetap mengenakan
samaran. Lalu melangkah dari balik batangan pohon
dan kejap lain sudah berkelebat.
Waktu keluar dari kawasan hutan dan jauh di depan sana terlihat julangan beberapa batu karang yang berjajar membentuk pagar
berkeliling, Kiai Laras
hentikan larinya. Dia berusaha sembunyikan diri di semak belukar pinggiran
hutan. Sepasang matanya
menatap lurus ke sela julangan batu karang di mana terdapat tanah terbuka yang
di tengahnya terbongkar.
"Apa aku harus ke sana sekarang"! Atau menunggu
jahanam Setan Liang Makam keluar dan melihat apa
yang terjadi?" Kiai Laras bertanya pada diri sendiri.
Perlahan-lahan tangan kanannya bergerak ke balik
pakaiannya. Dia tersenyum. "Kembang Darah Setan
masih di tanganku! Tak ada yang perlu ku takutkan
meski berhadapan dengan setan sekalipun! Aku harus ke sana!"
Baru saja Kiai Laras memutuskan begitu, tiba-tiba
sepasang matanya menangkap satu sosok tubuh
melesat dari lobang menganga di tengah tanah terbu-ka. Kiai Laras rundukkan
tubuh sejajar tanah. Mulutnya terkancing rapat dan matanya dipentang besarbesar. Sementara di depan sana, sosok yang baru saja
melesat keluar dari lobang dan tidak lain adalah Setan Liang Makam, sentakkan
kepala berputar dengan
mulut perdengarkan makian panjang pendek. Sepasang matanya mendelik beringas. Saat lain Setan Liang Makam membuat gerakan
tubuh satu kali. Sosoknya
melesat berlari tinggalkan tanah terbuka.
Kiai Laras makin rundukkan tubuh. Namun diamdiam juga gerakkan tangan ke balik pakaiannya di
mana tersimpan Kembang Darah Setan. Dadanya
sedikit berdebar. Namun begitu Setan Liang Makam
berlalu dan tidak mengetahui kalau dirinya diperhatikan orang, Kiai Laras tarik
pulang tangannya seraya sunggingkan senyum.
Walau tidak jelas benar makian Setan Liang Makam, dari sikap dan gelagatnya, Kiai Laras rupanya sudah maklum kalau Setan
Liang Makam telah tahu
jika Kembang Darah Setan di tangannya adalah palsu.
Kiai Laras bergerak bangkit. Memandang ke arah
Setan Liang Makam berlari lalu melangkah menuju
tanah terbuka di tengah julangan beberapa batu
karang. "Dia tidak mengalami apa-apa saat masuk ke lobang ini.... Mengapa aku tidak"!" Kiai Laras tenangkan diri tatkala dadanya
mulai dilanda kekhawatiran
begitu hendak masuk lobang di mana tadi Setan Liang Makam melesat keluar.
Kiai Laras kerahkan tenaga dalam pada kedua tangannya. Lalu melompat masuk ke lobang bekas bongkaran altar. Di bawah sana, dia menemukan sebuah
tangga menurun. Kiai Laras mulai menapaki tangga
menurun dengan mata tak berkesip dan kedua tangan
sewaktu-waktu siap lepas pukulan.
"Luar biasa...," desis Kiai Laras begitu kakinya sampai ujung tangga dan kini di
depan sana terlihat
sebuah bangunan dari batu yang membentuk setangkai bunga berdaun tiga dengan kuncup membuat
bentuk kerucut. Sayap bangunan yang seperti daun
itu pancarkan warna merah, hitam, dan putih. Sementara kerucut bangunan biaskan
sinar merah. "Bentuknya mirip sekali dengan Kembang Darah
Setan di tanganku! Jadi inilah rahasianya mengapa
Setan Liang Makam mati-matian merebut kembali...."
Kiai Laras teruskan langkah. Namun dia lebih bersikap waspada. Malah dia lipat
gandakan tenaga dalamnya.
Sementara sepasang matanya terpentang tak berkesip.
"Kosong...," gumam Kiai Laras begitu langkahnya
tepat berada di depan pintu bangunan yang terbuka
dan setelah menyiasati keadaan di ruangan dengan
longokkan kepala.
Dengan masih waspada penuh, Kiai Laras gerakkan
kaki memasuki bangunan. Setelah memandang
berkeliling ruangan dan melihat ada satu tangga batu di sebelah pojok ruangan,
Kiai Laras teruskan langkah menuju tangga batu. Lalu perlahan-lahan bergerak
naik. Tangga batu ke atas itu berakhir di sebuah ruangan kerucut yang pancarkan sinar
merah. Kiai Laras untuk beberapa lama siasati keadaan dengan tadangkan
tangan di depan kening untuk menghadang silau.
Sepasang matanya disipitkan.
Saat itulah matanya melihat rancahan kembang di
dekat kakinya. Bibirnya tersenyum. Namun senyumnya lenyap tatkala dia melihat sebuah jubah hitam
dikenakan oleh satu kerangka yang duduk berjarak
lima tombak di hadapannya.
"Dia kerangka tanpa nyawa atau kerangka bernyawa seperti Setan Liang Makam..." Dan siapa dia"!
Melihat sosoknya yang hampir mirip dengan Setan
Liang Makam, tentu dia masih ada hubungan! Dan
jangan-jangan inilah akhir dari rahasia Kembang
Darah Setan! Hem.... Akhirnya semua rencanaku
berjalan tanpa halangan.... Dan jubah hitam itu tentu bukan jubah sembarangan!"
Kiai Laras mulai melangkah maju. Namun mendadak dia hentikan langkah.
"Tapi mengapa Setan Liang Makam tidak mengambil
jubah itu"!"
Karena tak menemukan jawaban pasti, Kiai Laras
kembali gerakkan kakinya teruskan langkah.
Bukkk! Kiai Laras tersentak. Sosoknya laksana menghantam tembok besar. Karena tidak menduga, Kiai Laras sempat tersurut balik tiga
tindak dengan sosok lim-bung. Dia hampir saja lepaskan pukulan kalau saja
tidak segera sadar bahwa apa yang baru menghadang
langkahnya bukan pukulan orang!
Kiai Laras jerengkan mata. Dia tidak melihat sesua-tu yang baru saja menghalangi
langkahnya. Dada
orang tua yang menyamar sebagai pemuda murid
Pendeta Sinting ini mulai berdebar keras. Tengkuknya merinding dingin.
"Aneh.... Jangan-jangan aku tengah berhadapan
dengan lawan yang tidak kelihatan! Tapi aku belum
percaya!" Kiai Laras kembali hendak melangkah. Namun dia
sengaja melangkah ke samping dahulu. Lalu gerakkan kaki.
Bukkk! Untuk kedua kalinya Kiai Laras terkesiap. Namun
karena sudah waspada, sosoknya tidak sampai limbung. "Benar-benar aneh...." Kiai Laras coba arahkan
pandang matanya dari samping kanan lurus ke samping kiri. Namun tetap tidak melihat apa-apa!
"Akan ku coba memukulnya!" Kiai Laras ambil keputusan. Kedua tangannya diangkat dan serta-merta
didorong ke depan. Dua gelombang angin menderu.
Blaumm! Ruangan berbentuk kerucut itu perdengarkan gema
gelegar. Untuk kesekian kalinya Kiai Laras terlengak.
Bukan saja oleh gema akibat gelombang pukulannya
tapi juga karena pantulan gelombang pukulannya yang membalik dan menghantam
dirinya yang tidak menyangka sama sekali. Hingga sosoknya tersapu ke
belakang menghajar dinding.
"Keparat! Setan apa yang menghadang ini"!" maki
Kiai Laras. Dia kembali maju. Tenaga dalamnya
dilipatgandakan. Lalu kembali tangannya disentakkan ke depan. Namun bersamaan
dengan itu dia berkelebat ke samping. Dia tidak mau membuat kesalahan yang
sama. Untuk kedua kalinya ruangan kerucut bersinar merah bergetar dan keluarkan gema menggelegar dahsyat. Gelombang pukulan Kiai Laras membalik lalu
menghantam dinding di belakang sana. Kembali gema
gelegar terdengar di ruangan itu saat pantulan gelombang menghajar dinding.
"Mungkin ini alasannya mengapa Setan Liang Makam tidak mengambil jubah di kerangka manusia itu!
Anehnya lagi, kerangka itu tidak bergerak-gerak! Kalau sebuah benda dipagari
dengan hal aneh, pasti benda itu benda sakti!"


Joko Sableng 24 Jubah Tanpa Jasad di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekali lagi Kiai Laras memandang berlama-lama
pada jubah hitam yang dikenakan kerangka manusia
di depan sana. "Pukulanku tidak mampu menerobos
halangan keparat tak kelihatan itu! Tapi aku masih punya Kembang Darah Setan!
Mungkin inilah senjata
pembukanya!"
Berpikir begitu, Kiai Laras gerakkan tangan kanan
ke balik pakaiannya. Ketika tangannya ditarik keluar, tampak Kembang Darah Setan
telah tergenggam dan
diangkat di atas kepala.
Sesaat Kiai Laras atur napas. Kejap lain tangan kanan yang menggenggam Kembang
Darah Setan disentakkan ke depan.
"Tidak ada yang berhak menggunakan Kembang
Darah Setan selain generasi keluarga Kampung Setan!"
Darah Kiai Laras laksana sirap. Bukan saja oleh
suara yang tiba-tiba terdengar, namun dia tidak bisa menentukan sumber
terdengarnya suara. Karena
suara itu laksana diperdengarkan dari segenap ruangan! Kiai Laras hanya bisa
menebak jika suara yang sangat berat itu keluar dari mulut seorang perempuan.
Kiai Laras urungkan niat sentakannya. Malah tenaga dalam segera dikerahkan pada tangan kirinya, dan dengan mata membelalak dia
putar tubuh sambil
tangan kanan siap sentakkan Kembang Darah Setan
sementara tangan kiri siaga lepaskan pukulan jarak jauh bertenaga dalam kuat.
Namun walau Kiai Laras sudah putar tubuh dua
kali dengan mata tak berkesip, dia tetap tidak menangkap siapa-siapa! Kuduknya laksana diguyur es.
Dia mulai sadar jika saat ini tengah berhadapan
dengan lawan aneh.
Tiba-tiba Kiai Laras mengernyit. "Aku sepertinya
pernah mengenali orang yang bisa perdengarkan suara
seperti suara yang baru saja kudengar! Suara yang
laksana datang dari delapan penjuru mata angin....
Datuk Wahing! Benar.... Datuk Wahing memiliki ilmu seperti itu! Aneh....
Bagaimana bisa begini"! Apa
hubungan antara Datuk Wahing dengan orang yang
baru saja perdengarkan suara"! Atau jangan-jangan
justru Datuk Wahing yang baru saja perdengarkan
suara dengan cara menyarukan suaranya mirip suara
seorang perempuan! Tapi di mana dia..."!"
Baru saja Kiai Laras membatin begitu, tiba-tiba
kembali terdengar suara.
"Kau telah masuk Istana Sekar Jagat! Dan kau bukan dari keluarga Kampung Setan! Kau harus bayar
mahal semua ini!"
Gema suara orang yang laksana diperdengarkan
dari segenap ruangan itu belum sirna, satu bayangan melayang dari bagian atas
ruangan dan tahu-tahu di hadapan Kiai Laras telah berdiri tegak satu sosok
tubuh! *** DUA KIAI Laras tegak dengan tubuh sedikit gemetar,
Matanya yang membeliak besar memperhatikan
seorang perempuan berusia amat lanjut hingga kepalanya hampir-hampir saja tidak ditumbuhi rambut
sama sekali. Raut mukanya pucat mengeriput. Dia
mengenakan pakaian warna putih.
"Siapa kau"!" Kiai Laras buka mulut menghilangkan
rasa kejutnya. Namun suaranya yang bergetar parau
menunjukkan kalau dia belum bisa kuasai diri.
Si nenek yang bukan lain adalah Nyai Suri Agung,
nenek kandung Maladewa alias Setan Liang Makam
gerakkan kedua tangannya merangkap di depan dada.
Dia hanya memperhatikan sesaat pada Kiai Laras. Lalu alihkan pandang matanya
seraya membatin.
"Apa mungkin dia lupa jika pernah berjumpa denganku"! Hem.... Tapi itu tak penting! Yang jelas dia harus serahkan Kembang
Darah Setan padaku!"
Berpikir begitu si nenek segera buka mulut. "Kau
tak perlu tahu siapa aku. Aku hanya perlu bilang,
letakkan Kembang Darah Setan!" Kali ini suara Nyai Suri Agung seperti
diperdengarkan dari delapan
penjuru mata angin. Bahkan suara itu menggema
memantul beberapa kali!
"Hem.... Mirip sekali dengan ilmu yang dimiliki Datuk Wahing! Pasti ada hubungan
antara nenek ini
dengan Datuk Wahing.... Tapi hubungan apa"! Selama ini aku tidak pernah dengar
Datuk Wahing punya
seorang guru atau saudara seperguruan! Tapi itu tidak penting! Yang kuperlukan
sekarang adalah jubah
hitam itu! Siapa pun dia adanya akan kubunuh jika
berani menghalangi! Apalagi Kembang Darah Setan
ada di tanganku!" Kiai Laras membatin. Kepercayaan dirinya berangsur- angsur
kembali. Dia kini tatapi orang di hadapannya dengan seringai. Lalu buka
suara. "Aku juga tak akan banyak bicara! Aku hanya perlu
bilang, tinggalkan tempat ini kalau kau tak ingin
kematian sia-sia!"
"Sikapnya berubah.... Saat pertama kali jumpa tempo hari, dia laksana orang bodoh! Malah sepertinya suka bercanda! Kali ini
lain.... Tempo hari juga aku bisa menebak kalau dia tidak membawa Kembang
Darah Setan! Apakah saat itu Kembang Darah Setan
sedang tidak dibawa"! Tapi mana mungkin sebuah
senjata sakti diletakkan di satu tempat" Padahal
kalangan rimba persilatan telah tahu kalau Kembang Darah Setan berada di
tangannya yang berarti dia juga harus sadar kalau sewaktu-waktu jiwanya
terancam! Hem.... Kalau benar saat itu dia bisa mengelabui aku, berarti manusia ini pula
yang memalsukan Kembang
Darah Setan dan diberikan pada Maladewa! Ini petunjuk jelas kalau dia manusia
cerdik! Aku harus tetap berhati-hati...." Nyai Suri Agung mengaitkan apa yang
pernah dialami. Lalu perdengarkan suara.
"Dengar anak manusia! Dalam usia sepertiku, kematian cara apa pun tak ada bedanya! Lain halnya
dengan usia sepertimu! Jadi seharusnya kau yang
berpikir agar tidak menemui kematian percuma! Dan
itu bisa kau alami jika kau letakkan Kembang Darah Setan! Jika sebaliknya...."
Nyai Suri Agung sesaat hentikan ucapannya. "Kau bukan hanya akan menemui
kematian sia-sia, tapi kau akan menyesal sampai kau berkalang tanah!"
Tiba-tiba Kiai Laras tertawa bergelak panjang. "Kau boleh memandangku seperti
yang kau katakan, namun
perlu diingat, usia bukan menjamin seseorang belum merasakan nikmat dunia! Dan
kalaupun aku harus
mampus sekarang, aku malah bisa tertawa di dalam
tanah!" Habis berkata begitu, Kiai Laras makin keraskan
gelakan tawanya. Dan perlahan-lahan kerahkan tenaga dalamnya kembali ke tangan
kiri, sementara tangan
kanan yang menggenggam Kembang Darah Setan siap
disentakkan. Rupanya Nyai Suri Agung bisa membaca gelagat.
Sebelum Kiai Laras sempat gerakkan tangan kanan
kirinya, dia berucap.
"Kau sudah berpikir, Anak Muda"!!
"Rupanya dia pandai juga melihat keadaan!" Kiai
Laras membatin. Lalu sambuti ucapan Nyai Suri
Agung. "Aku sudah berpikir seribu kali hingga sampai datang ke tempat ini!
Kalaupun aku tidak perlu
berpikir meski satu kali, itu bila hanya perlu mengan-tarmu pada kematian siasia!" "Hem.... Kau pikir dengan Kembang Darah Setan di
tanganmu, kau bisa mengantarku dengan enak"!" Nyai Suri Agung tertawa pendek
sambil geleng-geleng
kepala. "Buang jauh-jauh mimpimu itu, Anak Muda!
Kau boleh membawa seratus Kembang Darah Setan!
Tapi bukan berarti kau bisa mengantarku pada kematian!" Meski belum percaya pada ucapan Nyai Suri Agung,
namun ucapan itu mau tak mau membuat Kiai Laras
berpikir. "Kembang Darah Setan adalah senjata sakti.
Namun dia sepertinya memandang sebelah mata....
Hem.... Apakah ucapannya hanya sekadar menggertak"! Akan kubuktikan ucapannya!"
"Dengar, Tua Bangka! Untuk membunuhmu aku
tidak perlu membawa seratus Kembang Darah Setan!
Bahkan Kembang Darah Setan di tanganku ini tidak
akan kugunakan! Aku cukup menggunakan sebelah
tanganku!"
Bersamaan dengan selesainya ucapan, Kiai Laras
sudah gerakkan tangan kirinya.
Wuuttt! Satu gelombang angin menderu dahsyat ke arah
Nyai Suri Agung.
Kiai Laras tampak sunggingkan senyum karena di
depannya, si nenek tidak membuat gerakan apa-apa.
Padahal gelombang dahsyat itu telah membuat pakaiannya berkibar-kibar.
Namun laksana direnggut setan, senyum Kiai Laras
putus. Malah sepasang matanya membelalak besar
tatkala melihat bagaimana saat sejengkal lagi gelombang angin dahsyat
menghantam, si nenek hanya
goyangkan bahu kanan kirinya. Hebatnya, goyangan
bahu kanan kiri itu bukan saja mampu menghadang
datangnya gelombang, namun dapat membalikkan
gelombang! Hingga gelombang dahsyat itu kini mende-ru ganas ke arah Kiai Laras!
Walau sempat terkesima, namun Kiai Laras tidak
sampai lengah. Dia cepat sentakkan tangan kirinya
kembali karena sudah sangat terlambat baginya untuk bergerak menghindar.
Blaarr! Terdengar gema ledakan saat pukulan Kiai Laras
yang membalik bentrok dengan gelombang pukulan
yang dilepas Kiai Laras untuk menghadang. Sosok Kiai Laras terlihat miring meski
kakinya tidak sampai
bergerak mundur.
"Anak muda! Aku membaca kematian pada tubuhmu! Dan tanda-tandanya baru saja kau alami! Apa kau masih juga ingin
kenyataan"!"
Dada Kiai Laras laksana dipanggang mendengar
ucapan Nyai Suri Agung. Tanpa sambuti ucapan
orang, Kiai Laras cepat masukkan Kembang Darah
Setan ke balik pakaiannya. Saat lain sekonyongkonyong kedua tangannya sudah bergerak lepaskan
satu pukulan. Wuutt! Wuutt! Kali ini gelombang yang datang tiga kali lipat dari pukulan yang pertama. Malah
bersamaan dengan itu
Nyai Suri Agung rasakan pijakannya bergetar, tanda pukulan itu dilepas dengan
tenaga dalam sangat tinggi.
Mendapati pukulan ganas, tampaknya Nyai Suri
Agung tidak mau bertindak ayal. Begitu kedua tangan
Kiai Laras bergerak lepas pukulan, si nenek telah buka rangkapan kedua
tangannya. Lalu didorong ke depan
dengan telapak terbuka.
Bummm! Ruangan berbentuk kerucut itu laksana dihantam
gempa hebat. Lalu terdengar ledakan dahsyat. Sosok Kiai Laras terdorong keras
dan tersandar di dinding belakangnya. Paras wajahnya berubah dengan tangan
gemetar keras. Mulutnya membuka menutup dengan
dada bergerak tak teratur.
Sementara di sebelah depan, sosok Nyai Suri Agung
hanya tersurut satu tindak. Meski tubuhnya bergetar namun bibir nenek ini
sunggingkan senyum! Jelas
menunjukkan kalau bias bentroknya pukulan tidak
begitu mempengaruhi. Dan ini jelas menandakan jika tingkat tenaga dalam Kiai
Laras masih setingkat di bawah Nyai Suri Agung.
Dan belum sempat Kiai Laras lakukan gerakan,
Nyai Suri Agung telah mendahului membuat gerakan.
Tahu-tahu sosok si nenek sudah melesat ke arah Kiai Laras. Tangan kiri kanannya
bergerak. Bukan lepaskan pukulan, namun menyambar ke arah perut
sang Kiai dari sebelah samping kiri kanan.
Kiai Laras maklum apa yang hendak dilakukan
orang. Namun karena sudah sangat terlambat baginya untuk menghadang tangan orang
dengan pukulan,
akhirnya sang Kiai cepat lorotkan tubuh hingga
pantatnya menghantam lantai ruangan. Saat bersamaan kedua kakinya digerakkan membuka ke samping
kanan kiri. Nyai Suri Agung hendak hindarkan diri dari bentrokan kaki. Namun karena kedua tangannya sudah
telanjur bergerak ke depan, membuatnya tidak bisa
menghindar. Hingga mau tak mau dia harus sapukan
kaki untuk menghadang kedua kaki Kiai Laras.
Dess! Karena sosok Kiai Laras bersandar pada dinding
dengan posisi duduk, meski terjadi benturan kaki,
sosoknya tidak bergeming sama sekali. Sementara di hadapannya, karena harus
imbangi diri menahan
tubuh sebab kedua tangannya tidak mengenai sasaran, begitu terjadi benturan kaki, sosok Nyai Suri Agung tampak terhuyung-huyung
ke samping. Melihat hal itu, Kiai Laras ganti tak mau lepaskan kesempatan. Dia cepat
bergerak bangkit. Dan sebelum si nenek kuasai diri, sang Kiai telah melesat ke
depan dengan kedua tangan berkelebat angker mengarah
pada kepala si nenek.
Nyai Suri Agung cepat angkat kedua tangannya.
Lalu menyongsong hantaman tangan orang.
Bukkk! Bukkk! Terdengar benturan keras. Sosok Kiai Laras mental
balik tiga langkah ke belakang. Di lain pihak, sosok Nyai Suri Agung tersurut
satu langkah. Namun bergoyang- goyang keras.
"Kalau terus-menerus begini, waktuku akan terbuang percuma!" kata Kiai Laras dalam hati. "Tua
bangka ini harus cepat kusingkirkan!"
Kiai Laras kembali gerakkan tangan kanan menyelinap ke balik pakaiannya menarik keluar Kembang
Darah Setan. Rupanya Nyai Suri Agung tidak ingin Kiai Laras dapat menggunakan
benda itu hingga sebelum
sang Kiai sempat menarik tangan kanannya, si nenek telah lepaskan satu pukulan
jarak jauh.

Joko Sableng 24 Jubah Tanpa Jasad di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wuutt! Wuutt! Terdengar gemuruh luar biasa dahsyat. Gelombang
angin laksana gulungan ombak bergulung-gulung
menerjang ke arah Kiai Laras.
Kiai Laras tidak pedulikan gelombang yang datang.
Dia cepat melesat mundur, tangan kanan cepat ditarik.
Dan begitu setengah tombak lagi gelombang ganas
menyapu, sang Kiai hantamkan tangan kirinya,
sedangkan tangan kanan sentakkan Kembang Darah
Setan. Wuutt! Wuutt! Dari tangan kiri Kiai Laras melesat satu gelombang angin kencang. Sementara dari
tangan kanannya
mencuat sinar tiga warna. Merah, hitam, dan putih.
Blaarr! Blaarr!
Dua ledakan keras terdengar berturut-turut. Gelombang pukulan Nyai Suri Agung langsung ambyar
berkeping-keping. Hebatnya, sinar tiga warna yang
baru saja memporak-porandakan gelombang pukulan
Nyai Suri Agung masih mampu melesat lurus walau
sinar tiga warna itu telah pecah semburat!
Nyai Suri Agung yang telah tahu bagaimana kedahsyatan Kembang Darah Setan tidak mau bertindak
ceroboh. Dia sadar, meski yang melesat ke arahnya
kini hanya semburatan sinar tiga warna, namun
semburatan sinar itu masih mampu membuat tubuh
orang hangus menghitam! Hingga begitu sosoknya
terhempas ke belakang, dia cepat pula putar-putar
kedua tangannya di depan.
Untuk beberapa saat tubuh Nyai Suri Agung seperti
lenyap ditelan gelombang bergulung-gulung yang
keluar dari gerakan putaran kedua tangannya. Saat
bersamaan, semburatan sinar tiga warna bermentalan ke udara.
"Ha.... Ha.... Ha...! Menghadapi satu Kembang Darah Setan kau telah kelabakan! Tapi mulut besarmu
berkoar terlalu tinggi! Tanda-tanda kematian telah di depan matamu, Nenek
Jahanam!" teriak Kiai Laras lalu
melangkah tiga tindak ke depan.
Nyai Suri Agung hentikan putaran kedua tangannya. Sosoknya telah basah kuyup oleh keringat.
Mulutnya megap-megap dengan mata menyipit kemudian membesar. "Dengan Kembang Darah Setan di tangannya, sulit
memang memutus nyawanya. Tapi setidaknya aku
mampu menghadang tindakannya! Jelas dia menginginkan Jubah Tanpa Jasad itu! Dan itu tidak boleh
terjadi! Dengan membekal Kembang Darah Setan saja
kelakuannya tidak mudah dibendung, apalagi jika
sampai mendapatkan Jubah Tanpa Jasad! Bukan
hanya Istana Sekar Jagat yang akan hancur, tapi
dunia persilatan akan geger!" Nyai Suri Agung berkata dalam hati. Lalu kerahkan
tenaga dalam pada kedua
tangannya. Nyai Suri Agung tidak mau didahului. Hingga tanpa
buka suara sambuti ucapan orang, dia serta-merta
hantamkan kedua tangannya.
Saat itu juga ruangan berbentuk kerucut bagian
atas dari Istana Sekar Jagat laksana didera badai luar biasa. Suara deruan
dahsyat terdengar pantul-memantul ke seluruh ruangan. Dan gelombang yang
melesat dari kedua tangan si nenek tampak datang
bergelombang dan pantul-memantul ke delapan
penjuru mata angin. Inilah tanda kalau si nenek telah kerahkan jurus 'Pantulan
Tabir'. Untuk beberapa saat Kiai Laras tampak kebingungan. Bukan hanya pandang matanya saja yang seolah
tertutup gelombang yang datang pantul-memantul,
namun telinganya juga seperti disentak-sentak! Hingga untuk sesaat sang Kiai
harus alirkan tenaga menutupi jalan pendengarannya. Dan saat lain dia harus
berkelebat hilir mudik hindari gelombang yang datang dari
delapan penjuru mata angin!
"Keparat sialan! Nenek jahanam ini benar-benar
merepotkan!" umpat Kiai Laras lalu angkat tinggi-tinggi Kembang Darah Setan.
Namun baru saja tangannya
hendak bergerak, satu gelombang lagi datang lurus ke arahnya. Rupanya Nyai Suri
Agung benar-benar tak
mau memberi kesempatan pada Kiai Laras untuk
leluasa gerakkan tangan kanannya yang menggenggam
Kembang Darah Setan. Hingga begitu lepaskan pukulan yang disertai jurus 'Pantulan Tabir', dia terus perhatikan setiap gerakan
sang Kiai. Dan begitu Kiai Laras dapat berkelit dari pantulan gelombang
pukulannya dan hendak gerakkan tangan kanan, Nyai Suri Agung telah lepaskan
pukulan! Kiai Laras mendengus keras. Dia cepat sentakkan
tangan kiri untuk menghadang pukulan lurus si
nenek. Namun begitu pukulan si nenek dapat dihadang, pukulan susulan telah datang lagi.
"Jahanam!" teriak Kiai Laras saking marahnya. Dia
tidak lagi pedulikan gelombang yang terus memantul dan gelombang yang kini
mengarah tepat padanya. Dia cepat sentakkan tangan kanan lurus ke depan dua kali
berturut-turut.
Wuutt! Wuutt! Tiga sinar mencuat saling susul menyusul. Gelombang yang datang dari arah depan langsung buyar.
Sementara gelombang yang terus memantul sesaat
tertahan di udara, namun saat lain ambyar dengan
perdengarkan gelegar dahsyat.
Sosok Nyai Suri Agung terhempas menghantam
dinding di belakangnya dan jatuh terduduk dengan
mulut keluarkan darah. Di lain pihak, sosok Kiai Laras terpelanting sebelum
akhirnya jatuh telungkup. Sudut mulutnya pun tampak kucurkan darah!
Nyai Suri Agung cepat takupkan kedua tangan di
depan dada dengan mata dipejamkan. Kedua kakinya
ditarik lalu membuat sikap duduk bersila. Saat lain si nenek buka takupan kedua
tangannya, lalu didorong
ke depan dengan mata tetap memejam.
Gema gelegar di dalam ruangan belum benar-benar
sirna, kini telah dibuncah lagi dengan terdengarnya deruan keras. Dan kembali
ruangan itu dirancah
deruan gelombang yang memantul terus menerus!
Mendapati Nyai Suri Agung sudah lepaskan pukulan dengan kerahkan jurus 'Pantulan Tabir', Kiai Laras tidak tinggal diam.
Begitu deruan pertama menggebrak, dia cepat bangkit lalu kelebatkan tangan
kanannya yang menggenggam Kembang Darah Setan!
*** TIGA SINAR merah, hitam, dan putih berkiblat dengan
perdengarkan gemuruh keras. Ruangan berbentuk
kerucut kembali bergetar hebat dengan buncahan
suara deru gelombang yang terus memantul serta
gemuruh dan kiblatan sinar tiga warna. Saat lain
ledakan keras terdengar laksana gunung meletus.
Sosok Nyai Suri Agung mencelat mental menghantam dinding ruangan, lalu mental lagi ke depan sebelum akhirnya jatuh terkapar.
Pakaian putih yang
dikenakannya tampak hangus menghitam. Kucuran
darah dari mulutnya makin banyak. Untuk beberapa
saat lamanya dia diam tak bergerak-gerak.
Di seberang depan, sosok Kiai Laras tersapu deras.
Tubuhnya juga menghantam dinding ruangan sebelum
akhirnya melorot jatuh. Kedua tangannya bergetar
keras dan Kembang Darah Setan di tangan kanannya
tampak jatuh dari genggamannya. Darah makin
banyak juga keluar dari mulutnya.
Meski tenaga dalam yang dimiliki Kiai Laras masih
setingkat di bawah Nyai Suri Agung, namun karena
sang Kiai menghadang pukulan si nenek dengan
Kembang Darah Setan, maka kekurangan sang Kiai
bisa tertutupi. Malah cedera dalam yang dialami sang Kiai lebih ringan daripada
yang dialami Nyai Suri
Agung. Usia lanjut si nenek juga sangat berpengaruh tatkala sosoknya harus
menghantam dinding. Hingga
ketika Kiai Laras sudah mulai bergerak-gerak bangkit, Nyai Suri Agung masih
tampak berusaha keras pulihkan tenaga tanpa membuat gerakan apa-apa!
Dan begitu Kiai Laras mendapati si nenek belum
juga membuat gerakan tatkala dirinya sudah bergerak duduk, dia cepat ambil
Kembang Darah Setan yang
tergeletak di sampingnya. Lalu bangkit dengan sandarkan lurus punggungnya pada dinding untuk
menghindari huyungan tubuhnya. Karena Kiai Laras
maklum jika kedua lututnya masih goyah.
Kiai Laras angkat tangan kanannya yang sudah
menggenggam Kembang Darah Setan. Bibirnya sunggingkan seringai maut. Sepasang matanya menatap
angker pada Nyai Suri Agung. Saat lain tangannya
sudah bergerak.
Nyai Suri Agung buka kelopak matanya. Tahu apa
yang hendak dilakukan Kiai Laras, si nenek cepat
buka mulut seraya bergerak duduk.
"Sekali kau berani gerakkan tangan, kita akan mati bersama!" Nyai Suri Agung
telah buka kedua telapak tangannya dan siap didorong ke depan.
Mendengar ucapan Nyai Suri Agung, Kiai Laras terlihat bimbang. Matanya lurus memandang ke arah
kedua tangan si nenek yang saat itu perlahan-lahan disemburati sinar tiga warna.
Nyai Suri Agung menatap dingin. Lalu berujar dengan suara berat dan dingin.
"Boleh saja kau membunuhku dengan Kembang
Darah Setan! Tapi apa kau pikir bisa selamat dari
pukulan Telapak Sinar Setan' di kedua tanganku ini"!"
Kening Kiai Laras mengernyit. Kedua telapak tangan Nyai Suri Agung makin
pancarkan sinar tiga warna.
Merah, hitam, dan putih. Sang Kiai memang belum
pernah saksikan kehebatan pukulan yang disebut si
nenek dengan Telapak Sinar Setan'. Tapi melihat
pukulan itu baru akan dikeluarkan saat terjepit, sang Kiai rupanya sudah bisa
memaklumi. Kalau jurus
'Pantulan Tabir' saja sulit baginya untuk menghadang seandainya tanpa Kembang
Darah Setan, tentu akan
lebih sulit lagi baginya jika si nenek benar-benar hendak lepaskan pukulan
'Telapak Sinar Setan'. Hal ini tak urung membuat dada Kiai Laras didera keraguraguan. Malah rasa kecut mulai hinggap kala teringat ucapan si nenek yang
rupanya sudah nekat untuk
mati bersama-sama.
Kiai Laras melirik pada jubah yang dikenakan kerangka manusia di depan sana. Keyakinannya makin
kuat jika jubah hitam itu adalah bukan jubah sembarangan. Karena meski ruangan
itu baru saja dibuncah bentroknya pukulan bertenaga dalam sangat tinggi dan
bergetar hebat, kerangka manusia yang mengenakan
jubah hitam tidak bergeming sama sekali! Malah
muncratan pukulan dan sinar tiga warna yang berbenturan tidak mampu menjangkau
kerangka manusia
berjubah hitam.
"Apa yang harus kulakukan sekarang"!" Kiai Laras
terus berpikir. "Ah, peduli setan dengan ucapannya!
Mungkin saja dia menggertak ku!"
Berpikir begitu, Kiai Laras maju dua tindak. Lalu
berucap. "Aku tahu.... Pukulan sakti macam apa pun yang
kau miliki, tak mungkin mampu menghadang Kembang Darah Setan di tanganku! Apalagi kau telah
terluka berat! Jadi jangan harap aku urungkan niat!
Lebih-lebih harus kau tahu, jangan kira aku takut
mati!" Nyai Suri Agung tertawa. "Jika begitu, aku menunggu!" Tantang si nenek seraya tarik sedikit telapak tangannya. Pancaran sinar
tiga warna makin terang
mencuat dari kedua telapak tangannya.
Ucapan si nenek kembali membuat Kiai Laras bimbang. Setelah berpikir lagi dia berkata. "Baik! Sekarang apa maumu"!"
"Kalau kau tak ingin mati bersama-sama, tinggalkan tempat ini! Kembang Darah Setan boleh kau
bawa!" Kiai Laras mendengus. Lalu kepalanya menggeleng.
"Aku tak akan tinggalkan tempat ini dengan tanpa
memperoleh apa-apa!"
"Maksudmu"!" tanya Nyai Suri Agung.
"Aku inginkan jubah hitam itu! Setidaknya selembar nyawamu kalau kau berani
menghadang!"
"Anak manusia ini benar-benar keparat! Aku heran.... Bagaimana dia bisa tahu cara mengeluarkan
Maladewa dari makam batu"! Dan bagaimana pula dia
tahu tempat ini"!" Nyai Suri Agung membatin. Lalu
menghela napas. "Apakah akan sampai di sini riwayat Kampung Setan"! Ini karena
tindakan Maladewa yang
sembrono! Tapi semuanya sudah terjadi.... Dan kenya-taannya memang sudah begini!
Apa hendak dikata!
Tapi aku akan tetap menghadang keinginannya!"
"Anak muda!" ujar Nyai Suri Agung dengan suara
agak direndahkan. "Dengan Kembang Darah Setan di
tanganmu, kurasa kau akan jadi manusia yang sulit
dicari tandingannya! Kau tentu tahu, sebenarnya
Kembang Darah Setan bukan hakmu untuk memilikinya! Sekarang apa kau masih juga inginkan milik
orang lain"!"
"Bagiku, kalau aku mampu mengambilnya, maka
benda itu adalah hakku! Tak ada bedanya sekalipun
benda itu milik setan! Jadi, cepatlah angkat kaki dari hadapanku! Jangan berani
ikut campur!"
"Aneh! Kau yang campuri urusanku!"
"Hem.... Begitu"! Jadi kau tentu ada hubungannya
dengan keparat Setan Liang Makam itu! Hubungan
apa"! Gundik"! Istri"! Atau pelayan"!"
Tampang keriput Nyai Suri Agung berubah mengetam. "Mulutmu terlalu lancang berkata!"
Kiai Laras tertawa panjang. "Perempuan sialan biasanya pasang sikap sok suci di hadapan orang! Tapi jangan kira aku tak
tahu...." Kiai Laras perkeras
gelakan tawanya.
Walau darahnya menggelegak, Nyai Suri Agung belum berani lepaskan pukulan, la menyadari dalam
keadaan terluka begitu rupa adalah tindakan bodoh


Joko Sableng 24 Jubah Tanpa Jasad di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jika terlalu banyak umbar tenaga. Apalagi untuk
melepas pukulan Telapak Sinar Setan' dibutuhkan
tenaga yang tidak sedikit. Hingga meski ucapan sang Kiai sudah sangat
keterlaluan, si nenek masih coba menekan perasaan.
Di pihak lain, Kiai Laras makin yakin akan kekuatannya dan makin kuat pula dugaannya jika jubah
hitam itu jubah sakti. Hanya dia mulai terusik dengan hubungan antara Setan
Liang Makam dengan si
nenek. "Siapa sebenarnya tua bangka ini"! Dari pancaran
sinar pada telapak tangannya tentu dia masih ada
kerabat dengan penghuni Kampung Setan! Dan kalau
benar, mengapa dia tidak mengambil jubah hitam itu"!
Apa karena tidak bisa menembus dinding keparat tak terlihat mata itu"! Kalau dia
tidak mampu, apakah aku bisa"!" Kiai Laras kembali melirik pada kerangka
manusia yang mengenakan jubah hitam.
Entah apa yang terpikir dalam benak sang Kiai,
tiba-tiba orang tua yang mengenakan samaran sebagai pemuda murid Pendeta Sinting
ini putar tubuh setengah lingkaran menghadap kerangka manusia berjubah
hitam di depan sana. Saat lain dia mulai gerakkan kaki melangkah maju tiga
tindak. Kiai Laras angkat kedua tangannya. Di seberang
samping, Nyai Suri Agung tampak kernyitkan dahi lalu berkata sebelum sang Kiai
teruskan gerakan kedua
tangannya. "Kalau kau inginkan jubah itu, kau harus langkahi
dulu mayatku!"
Kiai Laras tak pedulikan ucapan orang. Dia gerakkan kedua tangannya menyentak. Namun bersamaan
dengan itu tubuhnya memutar. Hingga gelombang dan
cuatan sinar tiga warna yang melesat dari Kembang Darah Setan bukannya
menggebrak ke arah depan,
melainkan lurus ke arah Nyai Suri Agung!
Karena sejak tadi sudah waspada, begitu kedua
tangan Kiai Laras bergerak, si nenek cepat dorong
kedua telapak tangannya.
Wuuss! Wusss! Dari kedua telapak tangan Nyai Suri Agung berkiblat gelombang api berwarna tiga. Merah, hitam, dan putih! Gelombang api itu
menebar berkeliling sejauh dua tombak dan menyongsong gelombang serta
hamparan sinar merah, hitam, dan putih yang melesat keluar dari kedua tangan
Kiai Laras. Ruangan berbentuk kerucut bagian atas dari Istana
Sekar Jagat itu laksana dilalap si jago merah. Gelombang api tiga warna serta
sinar tiga warna sama-sama tertahan beberapa saat menggantung di udara. Lalu
laksana disentak kekuatan luar biasa dahsyat, gelombang api dan sinar tiga warna
sama-sama membubung
tinggi ke udara.
Blaarr! Begitu bumbungan gelombang api dan sinar tiga
warna mencapai bagian atas bangunan, terdengar
gelegar dahsyat. Bagian ujung kerucut bangunan
langsung ambrol! Keping-kepingan batu luruh menutupi ruangan. Nyai Suri Agung berseru tertahan. Sosoknya langsung terbanting tengkurap di atas lantai ruangan.
Pakaian yang dikenakan si nenek telah hangus bercampur warna merah kucuran darah dari mulut dan
hidungnya. Sosok Kiai Laras sendiri tampak terkapar. Kain putih pengikat rambutnya lepas dan terbakar. Sebagian rambutnya terpangkas. Untuk
kedua kalinya Kembang
Darah Setan terlepas dari genggaman tangan kanannya dan mencelat jatuh berjarak lima langkah dari
tempatnya terkapar.
Beberapa saat berlalu. Baik Nyai Suri Agung maupun Kiai Laras masih sama-sama belum membuat
gerakan meski mata masing-masing orang telah
terbuka dan saling pandang.
Namun, begitu mata Nyai Suri Agung menangkap
Kembang Darah Setan tergeletak agak jauh dari Kiai Laras, nenek ini coba
menghimpun sisa tenaga dalamnya. Saat lain ia melirik ke belakang. Dia mengukur
jarak antara dirinya dengan dinding ruangan.
Tanpa diduga sama sekali oleh Kiai Laras, mendadak Nyai Suri Agung putar tubuhnya yang masih
telungkup. Kedua tangannya menekan ke lantai. Sosok si nenek memutar dengan
bergerak mundur. Begitu
kakinya menjangkau dinding ruangan, tiba-tiba si
nenek sentakkan kedua kakinya ke dinding di belakangnya. Dukk! Dukk! Sosok Nyai Suri Agung kini melesat telungkup ke
depan dengan kedua tangan terangkat. Sepasang
matanya silih berganti memandang ke arah Kiai Laras dan Kembang Darah Setan.
"Jahanam! Dia hendak mengambil Kembang Darah
Setan!" desis Kiai Laras. Dia cepat gulingkan tubuh mendekati Kembang Darah
Setan. Nyai Suri Agung sesaat ragu-ragu. Langsung menyambar Kembang Darah Setan atau menghadang
dahulu gerakan Kiai Laras. Setelah berpikir cepat, akhirnya si nenek putuskan
untuk langsung menyambar Kembang Darah Setan karena dalam keadaan luka
dalam cukup parah, akan berbahaya bila terjadi
benturan keras. Hingga akhirnya Nyai Suri Agung
luruhkan kembali kedua tangannya dan kini kedua
tangan itu menyusur di atas lantai.
Di pihak lain, meski juga telah terluka, namun sang Kiai tidak begitu saja
mendiamkan gerakan kedua
tangan si nenek yang hendak menjangkau Kembang
Darah Setan. Namun karena lesatan sosok Nyai Suri
Agung lebih cepat, mau tak mau Kiai Laras harus
membuat gerakan berputar di atas lantai lalu kedua kakinya bergerak membuat
gerakan menendang.
Tak ada pilihan lain bagi Nyai Suri Agung selain
harus menyongsong tendangan orang dengan kedua
tangannya. Karena jika tidak, bukan saja kedua
tangannya akan mental namun tidak tertutup kemungkinan kepalanya akan terkena tendangan!
Bukk! Bukk! Terdengar benturan tatkala tendangan kedua kaki
Kiai Laras terhadang kedua tangan Nyai Suri Agung.
Walau benturan itu tidak terlalu keras, tapi karena keduanya sudah sama terluka,
membuat sosok masing-masing sama terguling ke samping.
Kiai Laras tidak pedulikan diri. Begitu gulingan tubuhnya terhenti, dia segera
gulingkan kembali tubuhnya mendekati Kembang Darah Setan yang tampak
bergeser karena bias angin benturan.
Di lain pihak, karena lukanya lebih parah, sudah
terlambat bagi Nyai Suri Agung untuk menghentikan
gerakan Kiai Laras. Namun nenek ini tidak begitu saja menyerah. Begitu
dilihatnya kedua tangan Kiai Laras bergerak hendak menyambar Kembang Darah
Setan, dia cepat dorong telapak tangannya.
Kiai Laras yang sudah bertekad mempertahankan
Kembang Darah Setan tidak hiraukan suara deruan
yang kini menggebrak ke arahnya. Dia teruskan
gerakan kedua tangannya menyambar Kembang Darah
Setan. Saat tangan kanan Kiai Laras berhasil meraih Kembang Darah Setan, deruan yang membawa gelombang
menyongsong. Tidak ada kesempatan lagi bagi Kiai
Laras untuk bergerak menghindar. Hingga tanpa
ampun lagi sosok Kiai Laras tersapu dan membentur
dinding. Bersamaan itu tampak rambut di kepalanya
lepas dan jatuh. Kini kepalanya berubah menjadi
berambut putih.
Nyai Suri Agung terkesiap kaget. "Firasat ku selama ini benar! Dia bukan
Pendekar 131! Tapi apa bedanya"! Pendekar 131 atau bukan yang jelas dia harus dihadang! Jubah Tanpa Jasad
harus diselamatkan dari tangan orang selain generasi Kampung Setan!"
Nyai Suri Agung melirik pada Kembang Darah Setan
yang ternyata dipegang erat-erat oleh tangan kanan Kiai Laras meski orang ini
belum membuat gerakan.
Beberapa saat si nenek menunggu. Tapi Kiai Laras
tetap diam tak bergerak-gerak.
"Apakah dia tewas"!" gumam si nenek seraya terhuyung bangkit. Mungkin untuk memastikan, Nyai
Suri Agung bersabar menunggu seraya pulihkan
tenaga. Setelah ditunggu agak lama Kiai Laras tidak juga
membuat gerakan, dengan waspada Nyai Suri Agung
melangkah mendekati. Dan begitu jarak antara keduanya tinggal empat langkah
sementara sang Kiai tidak juga bergerak, si nenek agaknya mulai yakin kalau Kiai
Laras sudah mampus.
Seolah tidak sabar, Nyai Suri Agung cepat melompat. Tubuhnya sedikit dibungkukkan. Tangan kanan
bergerak menyambar.
*** EMPAT BERSAMAAN dengan berkelebatnya tangan Nyai
Suri Agung, Kembang Darah Setan di tangan kanan
Kiai Laras laksana dihantam gelombang setan bergerak cepat bergeser ke samping.
Pertanda kalau tangan
yang memegang masih bernyawa. Namun Nyai Suri
Agung tak hendak urungkan niat. Dia cepat pula
kelebatkan tangan mengejar tangan Kiai Laras. Namun kali ini gerakan tangan sang
Kiai lebih cepat. Hingga
begitu tangan si nenek bergerak, Kembang Darah
Setan telah terangkat dan serta-merta bergerak ke
depan. Terlambat bagi Nyai Suri Agung untuk membuat
hadangan atau hindarkan diri tatkala pada saat yang sama mencuat sinar tiga
warna. Merah, hitam, dan
putih. Nenek kandung Setan Liang Makam perdengarkan
jeritan menyayat. Sosoknya tersapu deras hingga
menghantam dinding di belakang sana. Tatkala sosoknya jatuh di atas lantai
ruangan, suara erangan dari mulutnya terputus. Pakaian yang dikenakannya robek
menganga di sana-sini dan hangus terbakar. Malah
darah yang mengucur dari mulut dan lobang hidungnya langsung mengering!
Di seberang sana, perlahan-lahan Kiai Laras jerengkan sepasang matanya.
Memperhatikan sesaat pada
sosok si nenek yang sudah tak bernyawa lalu bergerak bangkit dengan mulut
sunggingkan seringai dingin.
"Melihat keadaannya, aku yakin kalau dia sudah
mampus! Tapi aku perlu membuktikannya! Siapa tahu
dia balik akan menipuku seperti yang baru saja
kulakukan!"
Kiai Laras melangkah dengan kedua tangan terangkat. Tangan kiri siap lepaskan pukulan, tangan kanan siap hantamkan Kembang
Darah Setan. Kiai Laras hentikan langkah tiga tindak dari sosok Nyai Suri Agung.
Memperhatikan sesaat lalu kaki
kanannya bergerak ke arah tangan si nenek yang
terkulai di atas lantai. Dengan sekali tempelkan kaki sudah cukup bagi sang Kiai
untuk mengetahui jika
nyawa Nyai Suri Agung benar-benar telah melayang.
Kiai Laras usap darah pada mulutnya. Lalu putar
tubuh setengah lingkaran menghadap ke arah sosok
kerangka yang mengenakan jubah hitam di depan
sana. "Tenagaku benar-benar telah habis.... Tapi akan ku coba menjebol dinding keparat
itu dengan Kembang
Darah Setan!"
Kiai Laras angkat tangan kanannya yang menggenggam Kembang Darah Setan. Saat lain tangannya
telah bergerak. Sinar tiga warna melesat angker ke depan. Saat yang sama Kiai
Laras cepat melompat ke samping, khawatir kalau sinar tiga warna membalik.
Blarr! Blarr! Blarr!
Ruangan itu perdengarkan ledakan keras tiga kali
berturut-turut. Walau Kiai Laras tidak melihat adanya tembok yang jebol, namun
saat itu telinganya bisa
menangkap laksana ada tembok yang ambrol dan
perdengarkan suara bergemuruh dahsyat. Saat yang
sama sepasang matanya juga bisa melihat bagaimana
kerangka berjubah hitam di sana bergoyang-goyang
keras. Hebatnya, meski hanya tinggal kerangka, didera getaran begitu keras tidak
rontok atau tanggal!
"Aku berhasil! Aku berhasil!" teriak Kiai Laras girang. Dia seakan melupakan
pada luka bagian dalam
yang dialaminya. Dia segera melompat ke depan.
Hatinya makin girang tatkala dia tahu tubuhnya tidak lagi terhalang sesuatu yang
tidak terlihat mata biasa.
Kiai Laras tegak dengan mata mementang tepat di
depan kerangka berjubah hitam. Untuk beberapa lama dia meneliti dari atas sampai
bawah. Setelah seli-napkan Kembang Darah Setan ke balik pakaiannya,
dia melangkah dua tindak ke depan. Tangan kanan
dan kirinya menjulur ke arah jubah hitam yang
dikenakan kerangka manusia.
Namun cepat-cepat sang Kiai tarik pulang kedua
tangannya ketika merasakan hawa luar biasa dingin
menyungkup di ruangan itu. Laksana disentak setan
dia cepat putar kepala dengan tangan satunya masuk ke balik pakaiannya siap
menarik Kembang Darah
Setan. Tapi meski dia telah putar kepala dengan mata menyelidik, dia tidak melihat siapa-siapa.
"Aneh.... Udara di ruangan ini tiba-tiba berubah!
Jangan-jangan ada manusia usil...." Untuk yakinkan diri, Kiai Laras melompat.
Lalu menuju anak tangga.
Namun sampai dia menuruni anak tangga dan tiba di
ruangan bawah, dia tetap tidak melihat adanya orang lain.
Kiai Laras kembali melangkah menaiki tangga dan
langsung melompat ke arah kerangka berjubah hitam.
Dia coba tabahkan hati meski kuduknya mulai meremang tatkala kedua tangannya mulai bergerak ke arah jubah hitam. Malah kedua
tangannya tampak bergetar keras ketika tangan itu menyentuh jubah hitam.
"Astaga! Apa yang terjadi"!" Tiba-tiba Kiai Laras
terlengak. Kedua tangannya yang menyentuh jubah
hitam terasa panas laksana dipanggang. Padahal
udara di ruangan itu makin dingin!


Joko Sableng 24 Jubah Tanpa Jasad di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa pun yang terjadi, aku harus mengambilnya!"
putus Kiai Laras. Dia tidak pedulikan rasa panas yang memanggang kedua
tangannya. Dia cepat lepaskan
jubah hitam dari kerangka.
Mungkin tak sabar dan tak kuasa menahan rasa
panas, Kiai Laras sentakkan jubah hitam yang telah terpegang tangannya. Namun
dia tersentak sendiri.
Jangankan terpuruk jatuh, kerangka manusia itu
bergeming pun tidak!
"Jahanam!" Kiai Laras mulai geram. Dia tarik pulang kedua tangannya karena tidak kuasa lagi menahan panas. Dia cepat memeriksa. Kembali dia terbelalak. Ternyata kedua tangannya tidak apa-apa! Padahal dia sudah menduga jika
kedua tangannya sudah
melepuh dengan kulit mengelupas!
Kiai Laras arahkan pandang matanya pada kerangka berjubah hitam. "Apa boleh buat! Aku harus bertahan.... Lagi pula rasa panas
itu tidak mencederai!"
Berpikir begitu, kembali Kiai Laras julurkan kedua tangannya. Perlahan-lahan dia
mulai tanggalkan jubah hitam pada kerangka meski dengan bertahan dari rasa panas
luar biasa yang memanggang sekujur tubuhnya.
Begitu jubah hitam tinggal di bagian yang diduduki kerangka, seolah sudah tidak
ssbaran, Kiai Laras cepat sentakkan jubah yang sebagian besar telah berada di
tangannya. Namun kembali sang Kiai terkesima.
Kerangka itu tidak juga bergeming!
"Sialan keparat!" umpat Kiai Laras lalu letakkan
jubah yang terpegang tangannya. Dia melangkah
mundur seraya kerahkan tenaga dalam pada kedua
tangannya. "Aku membutuhkan jubah hitamnya, bukan kerangka sialan jahanam itu!" Kiai Laras angkat kedua tangannya. Sekonyong-konyong
kedua tangannya
disentakkan ke arah kerangka.
Wuutt! Wuutt! Karena kondisinya terluka dalam, gelombang yang
melesat keluar dari kedua tangan Kiai Laras tidak
begitu deras. Namun demikian, karena sentakan
kedua tangan itu telah dialiri tenaga dalam, gelombang itu masih mampu
menghancurkan batu besar.
Buss! Buss! Kiai Laras tersentak. Gelombang angin yang mencuat dari kedua tangannya laksana menerabas tempat kosong dan lewat begitu saja
pada kerangka! Hebatnya, begitu gelombang melewati kerangka, gelombang
itu lenyap tak berbekas!
"Aku akan membuang waktu sia-sia jika turuti keanehan ini!" ujar Kiai Laras lalu tarik keluar Kembang Darah Setan dari balik
pakaiannya. Tanpa pikir panjang lagi, Kembang Darah Setan
segera dihantamkan ke arah kerangka di depannya.
Daar! Darr! Daarr!
Tiap sinar yang melesat dari Kembang Darah Setan
perdengarkan ledakan ketika menghantam kerangka.
Bersamaan dengan itu kerangka yang tadi mengenakan jubah hitam langsung pecah berkeping-keping.
Jubah hitam yang sebagian tadi masih diduduki
tampak tersambar lalu melayang ke belakang.
Seolah takut kehilangan, Kiai Laras cepat sentakkan kaki ke lantai. Sosoknya melesat mengejar jubah hitam yang masih melayang di
udara. Begitu kakinya kembali menginjak lantai ruangan, jubah hitam telah berada
di tangan sang Kiai.
"Aneh.... Sekarang hawa panas itu sirna!" desis Kiai Laras sambil memperhatikan
jubah hitam di tangannya. Dia cepat mengenakan jubah hitam. Setelah
melihat sejenak pada kepingan kerangka yang telah
terhantam Kembang Darah Setan, sang Kiai gerakkan
kaki tinggalkan tempat itu.
Namun baru bergerak dua tindak, Kiai Laras hentikan gerakannya. "Aku rasakan gerakanku amat
ringan. Dan rasanya kakiku tidak menyentuh lantai....
Pasti jubah ini penyebabnya! Tapi aku perlu membuktikan kesaktiannya!"
Kiai Laras teruskan langkah. Kiai Laras tidak tahu, jika begitu jubah hitam
dikenakan ke tubuhnya,
sosoknya tidak kelihatan! Hingga yang tampak saat itu adalah jubah hitam yang
bergerak melayang tanpa
terlihat adanya sosok manusianya! Inilah mengapa
jubah hitam itu dinamakan Jubah Tanpa Jasad.
Hanya beberapa saat saja, Kiai Laras sudah melesat keluar dari lobang di mana
tadi dia mulai masuk. Dia arahkan pandangannya berkeliling pada julangan
beberapa batu karang yang seolah memagari tempat
terbuka di mana saat ini dia tegak di tengahtengahnya. "Rahasia di balik Kembang Darah Setan sudah kutemukan! Kini saatnya aku melakukan pembalasan
itu! Pendeta Sinting.... Kau adalah manusia pertama yang akan kucari!"
Kiai Laras tengadahkan kepala. Dari mulutnya terdengar gelakan tawa panjang. Lalu sambil terus umbar gelakan tawa, sang Kiai
mulai melangkah tinggalkan Kampung Setan. Kiai Laras tetap belum sadar jika saat
itu sosoknya tidak bisa dilihat dengan pandangan
mata biasa! Yang terlihat adalah bergeraknya jubah hitam tanpa adanya sosok yang
menggerakkan! *** Sosok bercaping lebar itu melewati hutan belantara
sepi dengan berlari kencang. Ketika keluar dari kawasan hutan dan dari tempatnya
terlihat jajaran beberapa batu karang yang membentuk lingkaran, si sosok
bercaping lebar hentikan larinya. Kini dia melangkah perlahan-lahan dengan
memperhatikan sekeliling.
"Sebenarnya hal ini tak ada gunanya kulakukan!
Dengan telah diserahkannya kembali Kembang Darah
Setan pada Setan Liang Makam, kurasa urusannya
akan selesai.... Tapi aku merasa ada yang tidak beres!
Mengapa enak saja salah seorang yang menyamar
sebagai diriku itu menyerahkan begitu saja Kembang Darah Setan! Anehnya, setelah
itu dia mengikuti Setan Liang Makam! Aku ingin tahu ada apa ini...!" gumam
laki-laki bercaping lebar yang bukan lain adalah Kiai Tung-Tung alias Pendekar
Pedang Tumpul 131 Joko
Sableng yang sedang lakukan penyamaran.
"Hem.... Seandainya tidak ada tangan usil yang
ikut-ikutan menghadang pukulanku, pasti aku sudah
bisa membuka kedok siapa adanya orang yang menyamar sebagai diriku itu! Tapi setidaknya aku curiga pada Kiai Laras.... Tapi
mengapa dia mengenakan
penyamaran"! Padahal tidak ada silang sengketa
antara aku dengannya.... Ah. Itu urusan nanti. Sekarang aku ingin tahu apa yang
dilakukan Setan Liang Makam...."
Kiai Tung-Tung percepat langkahnya. Begitu tegak
di dekat lobang bekas altar batu yang dibuat porak-poranda oleh Setan Liang
Makam, dengan sikap hatihati Kiai Tung-Tung longokkan kepala. Setelah mengukur jarak, dia segera melesat masuk.
Dengan mata terpentang besar, Kiai Tung-Tung
mulai menapaki tangga menurun yang ada di dalam
lobang. Seperti halnya Setan Liang Makam dan Kiai
Laras yang pernah memasuki lobang, Kiai Tung-Tung
sempat terkesima begitu melihat sebuah bangunan
yang membentuk sekuntum bunga berdaun tiga buah
berwarna merah, hitam, dan putih.
Dengan terus waspada, Kiai Tung-Tung mulai gerakkan langkah memasuki bangunan yang disebut
sebagai Istana Sekar Jagat. Dan begitu yakin pada
ruangan bagian bawah tidak menemukan sosok Setan
Liang Makam, Kiai Tung-Tung melangkah dan menapaki tangga yang ada di bagian pojok ruangan.
Kiai Tung-Tung mulai merasa ada keanehan tatkala
sampai pada bangunan berbentuk kerucut yang
merupakan bagian atas dari Istana Sekar Jagat.
Tampak beberapa kepingan batu berserakan di lantai.
Kiai Tung-Tung cepat kerahkan tenaga dalam. Sepasang matanya nanar mengelilingi ruangan. "Melihat keadaannya, pasti baru saja
terjadi bentrokan....
Siapa"! Setan Liang Makam..."! Tapi dengan siapa"!"
Baru saja Kiai Tung-Tung menduga-duga, matanya
menangkap sosok yang tergeletak dengan pakaian
robek tak karuan dan hangus menghitam. Kiai TungTung edarkan pandang matanya sekali lagi. Namun
sejauh ini dia tidak melihat seorang pun.
Kiai Tung-Tung perlahan-lahan mendekati sosok
yang tergeletak. Sepasang matanya dibeliakkan memperhatikan. "Astaga! Bukankah ini Nyai Suri Agung..."! Siapa
yang melakukannya"!" Kembali Kiai Tung-Tung putar
kepala. Namun tetap tak menemukan siapa-siapa. Dia coba melangkah berkeliling
ruangan. "Hem.... Ada kepingan batu bercampur kepingan
kerangka manusia.... Apakah ini sosoknya Setan Liang Makam"!" Kiai Tung-Tung
terus menduga-duga kala
matanya melihat hamburan batu serta kepingan
kerangka yang ada di lantai bangunan.
Setelah mondar-mandir agak lama dan tidak juga
menemukan orang, akhirnya Kiai Tung-Tung memutuskan untuk keluar dari ruangan berbentuk kerucut.
"Aku tak bisa menduga apa sebenarnya yang telah
terjadi! Yang jelas bagiku, baru saja terjadi bentrokan dahsyat di ruangan
itu...," gumam Kiai Tung-Tung
begitu kakinya menginjak kembali ke bagian bawah
lobang di mana tadi dia mulai masuk.
Setelah melongok lagi ke bawah tangga dan tetap
tidak menangkap adanya orang, Kiai Tung-Tung
melesat keluar dari dalam lobang.
Belum sampai Kiai Tung-Tung injakkan kakinya di
luar lobang, satu kejutan bukan saja membuat Kiai
Tung-Tung tersentak kaget namun harus belokkan
lesatan tubuhnya karena tiba-tiba ada orang perdengarkan suara.
"Apa yang kau lakukan di sini, Anak Muda"!"
Begitu injakkan kaki, Kiai Tung-Tung langsung palingkan kepala ke samping kanan dari jurusan mana
tadi suara terdengar.
"Bruss! Bruss!"
Terdengar bersinan dua kali. Disusul dengan terdengarnya suara.
"Ada hal yang mengherankan pada diriku, Anak
Muda"! Pandang matamu lain...! Atau barangkali
mataku yang heran melihatmu"!"
Dari tempatnya tegak, Kiai Tung-Tung melihat seorang kakek duduk bersimpuh dengan tangan kanan
memegang tongkat kayu butut. Sementara tangan
kirinya diletakkan di atas pahanya. Kakek ini mengenakan pakaian lusuh.
Kepalanya selalu bergerak
pulang balik ke depan ke belakang dengan raut muka meringis seperti orang hendak
perdengarkan bersinan.
*** LIMA DATUK Wahing...!" seru Kiai Tung-Tung mengenali
siapa adanya si kakek. "Dari panggilannya tadi jelas dia telah tahu kalau aku
tengah menyamar! Dan
dengan kemunculannya di sini, berarti dia memang
masih ada hubungan dengan Setan Liang Makam dan
Nyai Suri Agung...."
Kiai Tung-Tung alias Pendekar 131 Joko Sableng
melangkah mendekat ke arah si kakek yang memang
Datuk Wahing adanya. Namun baru saja kakinya
bergerak dua tindak, mendadak terdengar suara
cekikikan lalu disusul suara orang berucap.
"Cucuku.... Raut wajahmu terlihat muram! Apa sebenarnya yang kau temukan di sana"! Pasti bukan
seorang gadis cantik!"
"Dari suaranya, rasa-rasanya aku bisa menduga
siapa adanya orang yang baru saja berkata! Tapi
mengapa dia ada bersama Datuk Wahing"!" seraya
membatin Kiai Tung-Tung palingkan kepalanya ke kiri.
Sepasang matanya membentur pada satu sosok tubuh
seorang perempuan berusia lanjut. Namun agaknya
Hina Kelana 5 Pusaka Rimba Hijau Karya Tse Yung Lembah Nirmala 7

Cari Blog Ini