Ceritasilat Novel Online

Puncak Kematian Cinta 3

Dewi Ular Puncak Kematian Cinta Bagian 3


kapan dan di mana lagi ledakan berikutnya akan terjadi. Yang jelas semakin hari
semakin meningkat pesat jumlah korban yang berjatuhan akibat kasus ledakan
misterius itu. Kaditserse, Senior Seperintendent Dellson, secara non formal telah menghubungi
Kumala Dewi dan secara tak langsung telah menyerahkan penanganan kasus peledakan
misterius itu kepada si anak dewa tersebut.
Hubungan baiknya selama ini telah membuat Kumala Dewi merasa sangat prihatin
jika Pak Dellson dan jajar-annya dipermainkan oleh tokoh misterius di balik
peledakan-peledakan yang sangat tak manusiawi itu.
76 "Jakarta akan kehabisan pasangan romantis jika kasus ini tidak segera teratasi,
Dewi Ini sangat membahayakan kelangsungan hidup romantis anak-anak muda
seusiamu. Aku khawatir sendiri nantinya akan kehilangan kesempatan jatuh cinta kalau
masalah ini nggak cepat-cepat kita atasi, Dewi."
"Ah, bukan saja yang muda yang menjadi korban kan"
Yang tua seusia Bapak juga ada, kan?" sambil tawa manis Kumala berderai di depan
pria berusia 48 tahun yang menganggap Kumala seperti anaknya sendiri itu.
Karenanya Kumala tak canggung-canggung bersikap sedikit kekanak-kanakan di depan
Pak Dellson yang dijadikan figur seorang ayah dalam kehidupannya di muka bumuni.
Pak Dellson berkata begitu, karena kasus peledakan misterius yang terakhir
ternyata menewaskan pasangan muda-muda yang tidak sedang bercinta di atas
ranjang. Muda-mudi itu sedang berpacaran di sebuah taman. Memang, mereka bisa
dibilang 'sedang mojok'
tapi tak melakukan tindakan bercumbu mesra seperti di atas ranjang. Toh tibatiba terdengar ledakan cukup keras, dan sepasang muda-mudi itu pun tewas dalam
keadaan mengenaskan sekali.
Mayat mereka selain terpotong-potong juga menjadi hitam, hangus, seperti arang.
Darah mereka hitam kering. Terutama kondisi potongan mayat wanitanya, menggumpal
seperti arang rentas, yang jika tak hati-hati membawanya dapat hancur seperti
debu. Aroma aneh yang tercium di sekitar TKP masih sama seperti yang tercium di
tempat hancurnya Nuy, tempo hari. Hal itu membuat Kumala semakin kuat
berkesimpulan, salah satu dari kedua korban adalah bukan manusia biasa.
Kesimpulan itulah yang mendorong Pak Delison 77
menyerahkan kasus tersebut sepenuhnya kepada Kumala.
Maka, keluarlah SPK lisan untuk si jelmaan Jin Layon.
Surat Perintah Kerja itu disampaikan oleh Kumala Dewi melalui telepon dari
kantornya. Sebab saat itu Kumala sedang kedatangan tamu di kantornya yang
membawa informasi penting berkaitan dengan bom misterius itu.
"Ron, jelajah seluruh kota setiap jengkal tempat di Jakarta ini, dan periksa
semua jenis energi panas yang ada di sekitarmu. Jinakan secepatnya jika energi
panas itu sebuah bom yang siap meledak. Beri aku laporan secepatnya, ya?"
"Okey, Boss. Ada bonusnya kan?"
"Dua loyang pizza khusus untuk saudaraku yang ganteng ini, tapi kalau
pekerjaanmu sudah beres, tentunya."
"Yaah... cuma dua loyang pizza"!" keluhBuron, dan Kumala Dewi hanya tersenyum
tipis membayangkan wajah lucu asisten gaibnya itu jika sedang mengeluh seperti
tadi. Ia yakin Buron akan langsung menjalankan tugas, meski sebenarnya tanpa janji
bonus apapun. Kumala tahu persis, Buron yang konyol dan kadang bandel itu
sebenarnya memiliki kepatuhan yang tinggi, loyalitas dan kesetiaannya pun sangat
besar. Tak perlu disangsikan lagi. Yang perlu disangsikan adalah kemampuannya
melacak energi panas yang dimaksud. Sebab, kesaktian Jin Layon sering gagal
menembus gelombang energi panas yang berasal dari gelombang energi gaib kelas
tinggi. 78 "Aku harus mengembalikan hawa suciku lebih dulu, setelah kemarin hampir terkuras
habis saat menangani kasus mistik di Swedia."
"Kapan selesai pemulihan hawa sucimu?"
"Nanti petang batas akhirnya. Pokoknya begitu matahari telah terbenam, energi
hawa suciku telah penuh kembali dan aku baru bisa mulai bekerja semaksimal
mungkin dalam menangani kasus ini."
Tamu tampan berambut agak panjang tapi berbusana eksklusif itu manggut-manggut
menyimpan kekaguman dalam hatinya. Ia tahu persis bagaimana proses pemulihan
hawa suci anak bidadari itu. Tidak menelan makanan apapun selain air putih dan
tidak tidur selama tujuh hari penuh. Jika bukan berdarah dewa, mana mungkin
gadis cantik sejelita Kumala mampu melakukan ritual seperti itu"
Tentu saja tamu tersebut tahu banyak tentang kehidupan pribadi Kumala Dewi,
karena ia memang sedang menjalin hubungan asmara dengan si gadis anak bidadari
itu. Si tampan berpenampilan kalem dan elegan itu tak lain adillah Rayo Pasca,
seorang staf ahli di bidang riset pada lembaga pusat penelitian dan pengembangan
teknologi. Pemuda berusia 28 tahun itu belakangan ini memang sibuk meneki ini
karirnya di laboratorium Bidang X-Project, sehingga tak punya banyak waktu untuk
memadukan kasihnya dengan kemesraannya si anak bidadari itu. Dan, keduanya toh
saling memahami kondisi masing-masing sehingga tak terjadi kesalah pahaman
asmara dalam perjalanan cinta kasih mereka:
"Sudah berapa lama dia diangkat sebagai asistenmu?"
79 "Baru tiga hari dengan sekarang."
"Siapa yang menempatkan dia sebagai asistenmu?"
"Pak Atmaja dong, Dirutku sendiri. Dan, aku nggak bisa menolaknya, sebab dia
keponakan Pak Atmaja."
Kumala rmnggut-manggut sesaat sambil tertegun merenungi kabar yang disampaikan
Rayo secara jujur dan lugu itu. Rayo juga mengaku memiliki perasaan aneh kepada
asisten batunya Perasaan itu sulit diungkapkan dengan kata-kata selain hanya
bisa dirasakan oleh
......... Halaman 90 dan 91 Blank .......
menangkap keganjilan yang cukup serius dari pernyataan konyolnya itu, La.
Makanya, aku ingin siang ini juga kita menemui Grin, dan tolong kontrol dia
dengan deteksi gaibmu, ada apa di balik pernyataannya itu sebenarnya?"
"Kalau ternyata tak ada apa-apa yang serius dalam dirinya?"
" Yaaah.... ya, sudahlah. Nggak apa-apa. Aku tenang kembali."
"Maksudnya... merasa aman jika berada di sampingnya terus, begitukah?" pancing
Kumala lagi sambil melirik tajam namun mesra.
"Kenapa kamu selalu menggiringku ke sudut kecemburuan sih?"
"Karena, ketika kusebut nama Grinne di dalam hatiku, aku merasakan debar-debar
harapan yang cukup menggetarkan jiwa. Dia menaruh harapan padamu secara diamdiam. Harapan untuk dicintai dan 80
dimanjakan. Dia menyukai lelaki tipe kamu; cool, kalem, eksklusif ganteng, tapi
punya sejuta keromantisan yang menggelora dibalik acuh tak acuhmu terhadap
wanita. Dia suka yang begitu, dan..."
"Aaaah... sudah, sudah!" potong Rayo mendesah tanda makin resah. "Itu cuma
diplomasimu saja. Karena kau sendiri memang suka sama cowok tipe kayak gitu
tadi. Sekarang yang penting tolong temui dia dulu, dan pelajari dia dengan radar
gaibmu itu. Kalau memang dia berbahaya, lebih baik kudesak Pak Atmaja untuk
menempatkan dia di bagian lain saja. Jangan menjadi asistenku!"
"Aku saja deh yang jadi asistenmu," sambil mencubit dagu Rayo, membuat Rayo
semakin salah tingkah dengan perasaannya sendiri.
-o0o))((dw))((o0o5 Hal 94 -95 BLANK
bagaimana pun Kumala tak akan membiarkan
saudaranya terkapar dalam bahaya besar.
"Aku harus perhitungkan masak-masak bagaimana menjamah hawa gaibnya, supaya
kekuatan tak salah sentuh. Sebab, seluruh lapisan penangkal gaibnya dalam
keadaan rusak berat. Salah sentuh sedikit dapat membuatnya kehilangan lapisan
hawa gaibnya, dan itu berarti ia akan hancur. Kembali ke jasad asli sebagai Jin
Layon. Tentunya kita semua tidak menginginkan kesalahan fatal itu sampai
terjadi, bukan?"
81 Menentramkan sekali kata-kata Kumala kali ini.
Seolah-olah mengandung gelombang getaran yang dapat menjinakkan gemuruh emosi
jiwa yang berkecamuk dengan hebat itu Suara tersebut membuat Mak Bariah dan
Sandlii merasakan suatu kelegaan yang aneh, yang makin lama makin membuat jiwa
mereka menjadi tenang kembali.
"Syukurlah kalau dia masih bisa diselamatkan," ujar Mak Bariah dengan pelan
sekali, seakan ditujukan untuk dirinya sendiri"
Meski dalam kesehariannya Mak Bariah sangat sering dibuat jengkel oleh Buron,
dan omelannya untuk Buron hampir tiap hari didengar oleh para penghuni rumah
indahnya Kumala, namun sesungguhnya hati pelayan setia Dewi Ular itu tak segalak
kecerewetan mulutnya, bagaimana pun juga Mak Bariah akan merasa sangat sedih
jika sampai jelmaan Jin Layon itu mati atau hancur selama-lamanya. Sebab, pemuda
konyol berambut kucai itu sudah dianggap seperti keponakan sendiri, yang kadang
menjengkelkan, namun juga sering menggelikan hati . Menghibur kepenatan harihari tuanya. Begitu pula halnya dengan Sandhi. Baginya, Buron adalah saudara kandungnya
sendiri. Cekcok mulut memang sangat sering terjadi di antara mereka berdua.
Namun, hati Sandhi tak pernah benar-benar merasa sakit dan terluka oleh apapun
tingkah Buron yang menjengkelkan. Oleh karenanya, ia akan sangat merasa
kehilangan jika Kumala Dewi gagal menyelamatkan jelmaan Jin Layon yang pernah
memberinya ilmu kesaktian para jin, yaitu Aji Tundukseta dan Aji Brajagama itu,
(Baca serial Dewi Ular dalam episode: "IBLIS SERONG"): 82
"Kalau dia bukan jelmaan Jin Layon, mungkin sudah hancur menjadi serbuk arang
yang tak mungkin dapat kita kenali lagi. Ia kalah sakti dengan lawannya!" tegas
Kumala setelah menarik napas lagi sebagai tanda kelegaan hatinya, karena ia
yakin kesaktiannya dapat memulihkan kondisi fisik Buron.
Entah siapa lawan yang memiliki kesaktian lebih tinggi dari Jin Layon itu, yang
jelas ia masih beruntung dapat peluang dalam keadaan sekritis itu. Barangkali
saat itu Buron menggunakan sisa-sisa kekuatannya yang terakhir untuk pulang dari
perjalanan tugasnya, sesuai perintah Kuinala Dewi kemarin siang. Kembalinya
Buron itu sangat mengejutkan mereka, terutama bagi Mak Bariah dan Sandhi yang
sedang tertidur nyenyak.
Menjelang subuh tadi, mereka terlonjak sangat kaget mendengar suara ledakan
bergemuruh; seperti atap rumah roboh bersama dinding-dindingnya. Lantai tempat
tidur mereka sempat bergetar, menandakan ada sesuatu yang tumbang atau jatuh
berdebam dalam kondisi sangat berat. Ketika mereka bertiga; Kumala, Sandhi dan
Mak Bariah, keluar dari kamar masing-masing, mereka semakin terperangah kaget
melihat seonggok benda hitam berasap. Onggokan yang disangka bom besar itu
ternyata adalah raga Buron yang mengalami luka bakar sangat hebat.
Sisa-sisa kekuatan hawa saktinya sebagai Jin Layon itulah yang tadi membawanya
melayang dari suatu tempat, menerobos atap rumah dan jatuh berdebam menggetarkan
lantai serta dinding-dinding kokoh itu.
Tapi anehnya tak sedikit pun tampak kerusakan pada atap rumah tersebut. Tak ada
keretakan sedikit pun pada dinding-dinding rumah indahnya Kumala Dewi itu. Yang
83 ada hanya kondisi lantai tempat jatuh sedikit melesak ke dalam, menandakan tak
sanggup menerima beban terlalu berat. Padahal tubuh Buron tak segemuk Sandhi
Sedikit kurus, dan tak tampak berotot kekar.
Bersamaan dengan munculnya Buron yang sempat disangka telah menjadi bangkai itu,
Kumala Dewi menerima telepon dari Sersan Burhan tentang terjadinya ledakan
dahsyat yang menghancurkan sebuah villa di kawasan Puncak. Pada waktu itu indera
keenam Kumala mengatakan bahwa ledakan dahsyat itu ada kaitannya dengan kondisi
sekaratnya si jelmaan Jin Layon yang sering dijuluki Jin Usil itu. Untuk
memperjelas semuanya, Dewi Ular terpaksa mengerahkan kesaktian dewaninya dengan
penuh hati-hati sekali.
"Selubungi kain dari kepala sampai kaki. Jangan sampai ada yang terbuka sedikit
pun!" perintah Kumala kepada Sandhi, dan tubuh hangus tak berkutik itu pun
segera diselubungi kain cukup rapat.
Mak Bariah membantu pekerjaan itu dengan ungkapan kasih sayang dalam bentuk
gerutuan kecil terus-menerus, seakan sedang mengomel pada Buron tiada
berkesudahan. Sementara itu, Kumala Dewi memasang beberapa lilin yang mengitari
dipan tempat Buron direbahkan. Lilin- lilin itu menyala secara serempak, cukup
dengan satu kali jari Kumala menjentik memancarkan hawa saktinya.
Kliik...! Bluub...!
Berbagai macam keajaiban dan keanehan dari kesaktiannya Dewi Ular sudah sering
dilihat Mak Bariah dan Sandhi. Tapi toh pagi itu mereka masih saja dibuat
tercengang-cengang kagum melihat keajaiban yang 84
dilakukan putri tunggal Dewa Permana itu. Kumala yang duduk bersila dalam
pakaian tidur model piama dari kain sutera lembut itu sengaja mengurai rambutnya
yang panjang berkilauan, la melakukan meditasi kurang dari dua menit, lalu
perlahan-lahan tubuhnya mengambang di udara setinggi satu meter dari permukaan
tanah. Entah dari mana saat itu angin dini hari berhembus agak kencang, dan sepertinya
berhasil merembas ke dinding ruangan tersebut. Angin itu menyebarkan aroma wangi
cendana dan campuran bunga segar yang sulit ditemukan di permukaan bumi. Semilir
angin dingin itu membuat lidah-lidah api pada tiap pucuk lilin melayang terlepas
dari sumbunya. Lidah api tersebut meliuk-liuk seirama hembusan angin yang
memutar, kemudian mereka bergerak mengelilingi tempat di mana Buron dibaringkan.
Mak Bariah dan Sandhi menahan napas melihat keajaiban tersebut. Mata mereka tak
berkedip sekejap pun, sehingga mereka melihat dengan jelas ketika tubuh Kumala
yang bersila di udara itu ikut bergerak memutari tempat pembaringan Buron. Kedua
tangannya di rentangkan dengan lemah lembut bagaikan sedang menari. Maka,
seketika itu pula lidah-lidah api lilin bergerak ke satu titik. Menyatu secara
serempak, dan membentuk cahaya kebiru-biruan yang memancar ke setiap penjuru.
Cahaya itu menghujani Buron yang diselubungi kain.
Beberapa kejap kemudian cahaya biru berlarik-larik itu pecah kembali. Berubah
menjadi lidah-lidah lilin dan kembali kepada sumbunya masing-masing. Bertepatan
dengan itu Kumala Dewi melayang turun perlahan-lahan 85
dengan gerakan memutar lembut. Setelah itu ia melepaskan meditasinya.
"Buka kainnya, San...!" perintahnya pelan, tak terkesan kasar dan semena-mena.
Sandhi pun membuka kain pembungkus tubuh Buron dengan dibantu oleh Mak Bariah .
"Ohh ."!"
"Hahh "!"
Kedua orang pengikut setianya itu tercengang melihat Buron sudah dalam keadaan
pulih seperti sediakala.
Seperti tak pernah mengalami luka bakar sedikit pun.
Bahkan jelmaan Jin Layon itu tampak seperti sedang tertidur nyenyak dengan
pakaian biasa. Melihat hasil usahanya sebegitu sempurnanya, Kumala Dewi hanya tersenyum tipis.
Anggun, dan menawan hati.
Lalu, ia tinggalkan mereka di ruangan tersebut.
Buron tersenyum lega melihat dirinya telah pulih sebagai jelmaan Jin Layon
seperti biasanya. Sandhi pun menampakkan kegembiraannya lewat senyum samarsamar, sedangkan Mak Bariah mulai bersungut-sungut penuh gerutuan mengecam jin
usil itu. "Makanya, lain kali jangan sok-sokan luh! Kayak jagoan aja! Ilmu masih seupil
berani ngelawan musuh yang ilmunya tinggi. Masih untung nggak mampus luh!"
"Siapa yang sok-sokan sih"! Aku kan sekedar menjalankan tugas dari Kumala, Mak"!
Tugas memburu gelombang energi panas yang dicurigai sebagai bom misterius itu,
Mak." 86 "Terus, kamu dapatkan sumber energi panas itu?"
tanya Sandhi. "Iya dong. Tapi berkali-kali aku gagal menjinakkan bom itu. Baru saja gelombang
panasnya tertangkap oleh getaran saktiku, lalu kukejar ke tempatnya, eeh... dia
sudah meledak lebih dulu Yang terakhir, aku menangkap getaran gelombang energi
sangat panas. Kukejar ke sana, di sebuah villa. Eeh... baru saja tiba ternyata
sudah meledak! Dan, ledakannya mengandung gelombang panas yang tidak sewajarnya.
Aku yakin, gelombang panas itu bukan berasal dari bumi ini, bukan dari alam ini,
tapi dari alam kegelapan sana, San! Aku nggak sanggup menahan getaran hawa panas
itu Hampir saja aku hancur di tempat. Untung aku punya energi gaib cadangan,
sehingga aku bisa melarikan diri pulang. Tapi, kupikir tadinya aku nggak akan
tertolong oleh Kumala, sebab Kumala sendiri kehilangan hawa sucinya sangat
banyak, tapi..."
"Hawa sucinya sudah pulih sepenuh dulu lagi sejak kemarin sore," sahut Sandhi.
Kemudian tak melarutkan ucapannya karena dewi cantik jelita itu sudah muncul
kembali dengan segelas minuman aneh. Gelas itu berisi gumpalan uap tebal seperti


Dewi Ular Puncak Kematian Cinta di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mega, berwarna putih kehijau-hijauan.
"Minumlah uap dewaniku ini, biar jalur gaibmu terbuka kembali.!"
Buron sempat terperanjat setelah mengetahui jalur gaibnya tertutup akibat luka
parahnya tadi. Oleh karenanya, ia pun buru-buru meminum uap dewani itu hingga
habis. Rasanya seperti meneguk busa-busa salju beraroma harum dan semanis delima
rasanya . 87 "Kau yakin energi panas yang kau temukan adalah bom yang meledak di beberapa
tempat itu?"
"Sangat yakin, Kumala. Karena setiap kutemukan gelombang energi panas yang aneh,
maka sebelum aku berhasil mendekati tempat itu sudah meledak lebih dulu.
Setelah terjadi ledakan, aku tak merasakan adanya gelombang energi panas seperti
sebelumnya."
"Kau lihat bentuknya " Ciri-ciri bom itu?"
Buron menggelengkan kepala. Lugu sekali "Mata gaibku sulit menembus gelombang
panas itu dari kejauhan, Kumala Yang jelas, dua kali kutemukan letak posisi
energi panas itu. Tiga kali dengan yang di villa.
Keduanya selalu berada dalam sebuah kamar, dan kamar itulah yang kemudian segera
meledak sebelum berhaji kuterobos."
Bidadari bumi itu tertegun dalam renungannya. Tak terlihat guratan rona dendam
sedikit pun di wajah itu.
Tapi hati kecilnya merasa tak rela orang kepercayaannya menderita cedera yang
nyaris merenggut jiwa. Apalagi sekarang kekuatan hawa sucinya sudah pulih
kembali, tak ada waktu lagi untuk menimbang-nimbang langkahnya. Ia putuskan
untuk secepatnya memburu si pengganggu gaib yang kelihatannya ingin
menghancurkan kehidupan di muka bumi ini. Kumalapun sependapat dengan Buron yang
mengatakan, bahwa energi panas penyebab ledakan-ledakan maut itu berasal dari
alam lain. "Kalau cuma bom biasa rakitan manusia, aku tak akan sampai separah tadi,
Kumala," kata Buron dalam pemaparannya.
88 "Saat terjadi ledakan di villa, aku melihat gelombang hawa api merah saga yang
menyebar begitu luasnya, dan gelombang hawa api itu hanya bisa dilihat dari alam
gaib. Tak bisa dilihat oleh manusia biasa."
"Maksudmu... gelombang api pemunah jagat?"
"Ya. Seperti itulah warna merah api yang kulihat dari ledakan di villa maupun
ledakan yang teijadi di sebuah cottage."
kumala Dewi tampak sedikit berkerut dahi. Ada sesuatu yang dipikirkan dan
dibayangkan dalam benaknya. Sesuatu itu sangat penting untuk diperhatikan,
karena jika benar hawa api yang dilihat asisten gaibnya adalah hawa api pemunah
jagat, maka tak dapat disangkal lagi akan adanya rencana dari alam seberang
untuk menghancurkan kehidupan di muka bumi. Jika begitu, berarti ramalan yang
disampaikan Griniie kepada Rayo itu adalah ancaman yang akan menjadi kenyataan.
Kehidupan di muka bumi akan berakhir, kaum lelaki akan punah. Setajam itukah
indera keenam Grinne, sehingga ia mampu meramalkan kedatangan hari kiamat"!
Sayang sekali waktu Rayo membawa Kumala untuk menemui Grinne, ternyata gadis itu
tidak ada di. laboratorium, tempatnya bekerja. Grinne ikut rombongan team riset kedua yang
hari itu harus mengambil contoh tanah di salah satu kepulauan Seribu yang
dikabarkan mengandung elemen ganjil. Tetapi hari ini Rayo beijanji akan
secepatnya menghubungi Kumala jika gadis itu telah kembali dari Kepulauan
Seribu. Meski pun hari ini adalah hari Minggu, namun Rayo tetap standby di pusat
89 penelitiannya, sambil melanjutkan pekerjaan yang kemarin sengaja ditangguhkan
itu. Namun sampai hari makin redup, sore akan berganti senja, telepon Rayo tiada
kunjung datang. Kumala mulai resah. Sudah tiga kali ia menghubungi handphone
Rayo, tapi selalu mailbox alias tak tersambung. Keresahan yang ada di hati
Kumala semakin bertambah setelah selesai menangani beberapa tamu yang datang
silih berganti dengan membawa persoalan masing-masing. Pada waktu itu Kumala
mencoba lagi menghubungi HPnya Rayo, tapi masih tetap tidak tersambung,
sementara di rumah maupun di tempat kerjanya juga tidak ada.
"Ada apa sebenarnya .. " " pikir Kumala dengan hati curiga. Ia mulai menggunakan
kesaktiannya untuk mencari di mana pria tampan itu berada, dan mengapa HP-nya
dimatikan. Pada waktu itu langit mulai buram, sebentar lagi akan berkumandang
suara adzan maghrib dari tempat-tempat ibadah di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Menurut keterangan operator telepon di laboratorium, Rayo memang tadi sudah
datang, sekitar pukul sembilan pagi. Tapi antara pukul sebelas lewat ia sudah
pergi lagi. Operator telepon itu mengaku menerima pesan dari Rayo, bahwa Rayo hanya pergi
sebentar dan nanti akan kembali lagi ke tempat kerjanya. Tentang ke mana
perginya Rayo, orang-orang kantor yang tugas lembur di situ tidak ada yang
mengetahui. Kumala juga memperoleh keterangan bahwa team riset kedua sudah
kembali dari kepulauan Seribu, terbukti dua orang anggota team itu tadi sudah
muncul di laboratorium, tapi segera pulang ke rumah masing-masing.
90 "Mereka cuma menaruh beberapa peralatan riset ke gudang, setelah itu pulang
semua," kata Ajip, office boy yang menyambut teleponnya Kumala tadi.
Ajip tidak tahu ke mana perginya Rayo, sebab Ajip tidak tahu kalau Rayo sebelum
pergi sempat menerima telepon melalui HP-nya. Hanya Rayo yang tahu bahwa telepon
itu datang dari Grin yang memintanya datang ke sebuah perpustakaan ilmiah yang
terletak sekitar lima kilometer dari kantornya.
"Aku menemukan sesuatu yang sangat penting kau ketahui di perpustakaan ini, Ray.
Datanglah kemari. Kita bicarakan sambil makan siang. Okey?"
Rayo sempat menolak secara halus, dan menyuruh Grin datang menemuinya di
labtoratorium. Tapi gadis itu justru mendesak Rayo agar secepatnya datang ke
perpustakaan. Ia mempunyai alasan yang sangat kuat, yang membuat Rayo menyadari
bahwa ia harus datang dan Grin memang tak bisa datang menemuinya.
"Salah satu buku kuno telah kutemukan di perpustakaan ini, dan di sini ada tiga
gambar yang salah satu mungkin punya kesamaan dengan gambar simbol yang kau
temukan di lempengan logam tua itu, Ray.
Datanglah sendiri dan lihatlah. Kau lebih tahu tentang simbol itu."
Rayo memang sedang memburu data:data tentang sebuah simbol yang ditemukan pada
lempengan logam kuno, prasejarah. Itulah sebabnya ia menjadi penasaran dan
segera pergi ke perpustakaan. Di sana Grin memang sudah menunggu di salah satu
bangku yang ada dalam ruangan besar, tempat membaca buku-buku tersebut.
Sebab pihak perpustakaan memang tidak mengizinkan 91
siapa pun membawa atau meminjam buku untuk dibawa pulang. Karenanya, disediakan
ruangan besar, berlangit-langit tinggi, dengan dilengkapi fasilitas untuk
membaca. Perpustakaan itu hanya buka pada hari-hari kerja.
Hanya orang-orang dari instansi tertentu saja yang boleh masuk pada hari libur,
karena mereka memiliki akses yang membuat mereka bebas keluar-masuk perpustakaan
kapan saja. Di antaranya adalah para pegawai di tempat kerja Rayo. Karenanya
Rayo tak merasa heran jika Grin bisa masuk ke perpustakaan pada hari Minggu itu.
Toh nyatanya Rayo sendiri juga diizinkan masiik oleh penjaga perpustakaan itu
melalui pintu samping, pintu khusus untuk para pemegang freepass.
Ruangan besar itu menyerupai sebuah hall tanpa jendela. Langit-langitnya yang
tinggi dengan kisi-kisi beijarak 6 meter dari lantai menunjukan ciri arsitektur
lama. Bangunan tersebut memang bangunan kuno yang hanya mengalami renovasi di
bagian belakang saja. Maka ketika Rayo memasuki ruangan tersebut, suasana
lenggang dan lembab menyambut langkahnya bergema samar-samar itu.
Dari pintu samping yang tingginya 4 meter itu Rayo dapat melihat seraut wajah
cantik yang sedang duduk di balik meja baca, dengan sebuah buku tebal di
depannya. Wajah cantik itu segera tegak memandang ke arah pintu masuk begitu terdengar
suara pintu dibuka dan langkah kaki menggema samar-samar. Ia tersenyum kecil,
seolah-olah merasa lega dan senang sekali melihat Rayo sedang menghampirinya.
"Celaka! Aku jadi deg-degan berada di ruangan ini hanya berdua dengannya," pikir
Rayo. "Tatapan matanya 92
seperti mengandung magnit yang membuaiku jadi sangat tertarik untuk menikmati
kecantikan dan keindahan mata itu. Gawat nih. Nggak boleh lama-lama di sini. Aku
harus bisa memancingnya untuk keluar dari tempat yang sunyi, sepi, dan
berpeluang besar untuk berbuat yang bukan-bukan."
Kenyataan yang dialami Rayo saat itu berbeda dengan rencana dalam benaknya. Rayo
bagaikan tak punya kesempatan untuk memancing Grin keluar dari ruang
perpustakaan itu. Bahkan sepertinya ia lupa dengan rencananya sendiri karena
hanyut dalam pembahasan masalah dengan Grin. Gadis itu banyak memberi keterangan
dan pendapat dari sebuah analisanya dengan sebentar-sebentar menunjukan buku
yang berbeda-beda, sebagai alasan memperkuat analisanya itu. Duduknya pun pindah
ke samping Rayo, karena ia harus menunjuk tulisan-tulisan atau gambar-gambar
dari buku yang dimaksud.
"Nah, jadi lempengan logam tua yang memiliki simbol seperti ini sebenarnya
sebuah manuscript yang terpisah dari bagian lainnya. Dan, manuscript itu berisi
tentang tanda-tanda kehancuran jagat raya ini. Sedangkan tanda-tanda yang
dimaksud dalam manuscript itu, sekarang sudah mulai muncul. Antara lain,
kematian kaum lelaki dan kehancuran sepasang cinta dalam cumbu mesranya.
Kematian dan kehancuran itu makin lama akan semakin meningkat frekuensinya, yang
pada akhirnya nanti akan membuat bumi penuh dengan jerit tangis dan ratapan kaum
wanita, jika sudah begitu, maka sang penguasa alam jagat raya ini akan meledakan
bumi dan planet-planetnya. Itulah detik-detik datangnya kiamat!"
93 Rayo tertegun beberapa saat. Pemaparan Grin membuatnya semakin penasaran. Dia
mencari beberapa buku lainnya sebagai perbandingan dari apa yang sudah
disimpulkan Grin tadi. Grin membantu mencarikan buku pembanding, dan ikut
membaca bersama mengenai keterangan-keterangan dalam buku yang sedang dibaca
Rayo. Posisinya menjadi semakin berdekatan, bahkan sesekali saling merapatkan lengan
tanpa sadar, sehingga aroma wangi parfumnya yang menyengat gairah seorang lelaki
itu membuat Rayo bagaikan tenggelam dalam suasana romantis yang mengasyikan.
Debar-debar hatinya merupakan sebuah proses mencapai keindahan jiwa yang hakiki.
"Kalau memang ramalan kuno itu benar, berarti..."
"Berarti kamu harus segera punya pendamping hidup, Ray," sahut Grin, lalu
tertawa renyah sambil mengguncang-guncang pundak Rayo.
Bersikap seolah-olah sangat akrab dan bebas menyentuh tubuh Rayo yang mana saja.
Rayo merasa kikuk, salah tingkah menyikapinya. Bahkan menghindari tangan Grin
yang memegangi pundak dan menyandarkan dagu di pundaknya pun merupakan sesuatu
yang sulit dilakukan Rayo.
"Satu-satunya pendamping hidup yang dapat menolongmu dari ancaman maut adalah
aku, Ray."
"Kenapa harus kamu?" Ray melirik kaku.
"Karena akil gadis terpilih yang tidak akan ikut hancur walau pun bumi ini lebur
menjadi debu. Aku punya jimat."
94 Ray tersenyum geli. "Jimat apaan?"
"Jimat... jimat..." Grin berpikir-pikir sambil tersenyum berkesan canda. "Jimat
penyelamat lelaki. Pokoknya, lelaki yang bersamaku setiap saat, dia tidak akan
ikut lenyap pada saat langit runtuh menimpa bumi ini..."
"Bisa aja kau ini," Rayo tertawa kecil sambil mengemasi buku.
"Mau lihat jimatku" Hmm. .."!" suara Grin makin menggoda gairah.
"Nggak mau, ah!"
"Kenapa nggak mau" rugi lho kalau nggak mau lihat jimatku," Grin menggesergeserkan dadanya di lengan Rayo. Godaaan itu semakin membuai Rayo gundah gulana.
Ia ingin menghindari sentuhan hangat itu, namun sulit melakukannya karena hampir
seluruh hatinya dikuasai oleh kehangatan yang nikmat dan indah sekali.
"Belum ada cowok lain yang pernah melihat jimatku .
lho, Ray. Apalagi menyentuhnya, uuhh... bisa kubuntungi tangan cowok itu kalau
berani menyentuh jimatku.
Tapi.... kali ini aku izinkan kalau kau ingin melihat atau menyentuh jimatku,
Ray... Mau ...... " "
"Jangan begitu, Grin. Ini di perpustakaan...!" bisik Rayo ketika Grin semakin
merapatkan dadanya ke punggung, memeluk Rayo dari belakang. Rambut panjang Rayo
tersingkap karena hidung mancung Grin menerobos di leher kanan. Bahkan bibir
Grin dirasakan telah mengecup kulit pundak Rayo dekat leher sebelum berbisik
dengan suara parau.
95 "Di sini sepi, Ray. Nggak ada yang perlu kita khawatirkan lagi."
"Jangan begitu, ah!"
"Aku sangat bergairah, Ray Aku ingin mendapatkan kehangatan romantis dari cowok
seganteng kamu, Ray...," sambil tangannya menerobos masuk ke balik baju Ray,
karena kancing baju sudah terlepas dua pasang. Rayo gemetar menerima usapan
tangan halus di dadanya, sehingga ia buru-buru melawan perasaan syurnya sendiri
dengan gerakan sedikit meronta.
"Hmmm, sebentar... aku mau cari minuman dulu di luar, Grin!"
"Ngak usahlah. Nanti saja!"
Tapi Ray tetap menghindar sehingga lepas dari pelukan kendor kedua tangan Grin
tadi. Ia segera melangkah sewaktu Grin ingin meraihnya lagi.
Langkahnya sedikit cepat menuju ke arah pintu yang tertutup namun tidak terkunci
itu. "Kamu mau coca cola atau sprite, atau yang lainnya, Grin?" serunya sambil tetap
melangkah. "Nggak usahlah, Ray. Ke sinilah dulu!" panggil Grin sambil melambaikan tangan.
Rayo seperti tak mendengar suara Grin. Ia hanya tersenyum dan berseru lagi.
"Apa aja, ya" Tergantung apa yang ada di kantin sebelah nanti, ya" Atau kamu
nggak usah dibeli n apa-apa deh. Begitu?" Rayo tertawa kecil.
Tawanya itu menutupi kepanikannya sendiri, karena saat itu jantungnya berdetak
cepat, dan langkahnya ingin segera sampai di luar ruangan. Ia akan menelepon 96
Kumala Dewi setibanya di luar nanti Kini ia tahu persis apa yang diinginkan Grin
atas dirinya. Namun, biar bagaimana pun ia tak ingin menodai ketulusan cintanya
kepada Kumala, sehingga apapun jadinya nanti ia harus bisa menghindari bujukan
mesum asistennya itu .
Namun ketika Rayo tiba di pintu, ia menjadi bertambah panik karena ternyata
pintu tinggi itu tidak bisa dibuka. Handel pintu tidak bisa dibuka. Agaknya
pintu itu terkunci kuat-kuat, dan mungkin penjaga perpustakaan lupa bahwa di
dalam ruang baca masih ada orangnya. Rayo menggeram pelan, mengecam si penjaga
perpustakaan. Tapi ia segera mendengar suara tawa kecil Grinne yang cekikian
menggema di ruangan besar itu.
Rayo buru-buru menoleh sambil nyengir kuda.
"Kita dikunciin dari luar rupanya! Waah, payah si penjaga itu!"
"Sudahlah, ngapain pakai keluar segala. Kan masih ada yang perlu kita lakukan di
sini, Ray"!" sambil Grinne menghampirinya.
Rayo menggebrak-gebrak pintu dengan kasar agar penjaga mendengarnya dan
membukakan pintu tersebut.
Namun gebrakan keras itu tak membuat si penjaga datang ke pintu ruang baca.
Tahu-tahu di belakang Rayo sudah berdiri Grinne dengan tawa kecilnya dan
sentuhan tangan nakal melingkar pinggang.
"Ray... kamu kok jagi ketakutan sih" Kenapa"
Memangnya aku nggak menarik buat dirimu, ya?"
"Bukan begitu, Grin. Hmm, eeh... kita terkunci di dalam nih!"
97 "Biar saja begini dulu. Nanti penjaga akan ingat kalau kita ada di dalam sini.
Dia pasti akan segera membukakan pintu itu. Sekarang, sebelum penjaga membukakan
pintu, bukankah lebih baik kita manfaatkan peluang emas ini untuk menyatukan
hati kita, Ray?"
Sambil bicara begitu tangan Grin yang memeluk pinggang Rayo sedikit mendorong ke
depan, sehingga mereka melangkah pelan-pelan menuju ke tempat semula dan Rayo
kebingungan mengatasinya. Pelukan melingkar pingang itu dirasakan begitu hangat
dan mesra, sehingga gairah kemesraan Rayo tergugah dan meronta. Menuntut
kemesraan lebih indah lagi.
Mengharapkan puncak kemesraan yang paling tinggi.
"Cuma kamu satu-satunya lelaki yang bisa membuatku selalu berpikir tentang
kemesraan bercumbu, Ray.
Sungguh!" Rayo masih belum bisa bicara apa-apa. Serba salah.
Ketika ia merasa ditahan langkahnya, ia menuruti isyarat itu. Berhenti melangkah
sebelum mencapai bangku tempatnya duduk tadi. Grin sengaja memutar tubuh Rayo
hingga mereka berhadapan. Kedua tangan Grin melingkar di leher Rayo, sedikit
bergelayut manja, penuh tantangan mesra. Senyum dan tatapan mata mewakili ajakan
bercumbu seorang wanita yang sudah tak membutuhkan basa-basi lagi.
"Kecuplah aku, Ray... Aku ingin kau yang menghampiriku dan... ooh, Ray...


Dewi Ular Puncak Kematian Cinta di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kecuplah dengan hangat bibir ini, Sayang....!"'
Rayo berkeringat dingin. Kedua kaki dan tangannya gemetaran. Matanya tak bisa
berkedip. Sayu.
Memandangi lidah Grin yang mengusap bibir sendiri.
98 Lidah itu sengaja meliuk-liuk dipermainkan di bibir yang sudah merekah, menunggu
sentuhan hangat bibir Ray.
"Aku... aku... aku nggak bisa, Grin," kata Rayo dengan napas dihembuskan lepas.
Ia ingin menghindari tatapan mata Grin, tapi kepalanya tertahan oleh kedua
tangan Grin yang meremas-remas rambutnya dengan mesra.
"Kau pasti bisa, Ray. Kau punya jiwa romantis. Aku tahu hal itu dari setiap
tatapan matamu. Kau lelaki istimewa, Sayang. Kau hebat, hangat, penuh
kejantanan, dan pasti sangat perkasa. Oh, Ray... dekatkan bibirmu kemari.
Ouuh..." sambil bibir Grinne sedikti disodorkan.
Sungguh menggiurkan bagi Rayo. Darah
kejantanannya bergolak mendidih bergemuruh kuat, menghentak-hentakkan
jantungnya. Sebab, hati kecil Rayo masih berusaha untuk bertahan. Terbayang
wajah Kumala Dewi berkali-kali. Muncul dalam benaknya.
Membuat kebimbangan semakin menyiksa jiwa.
"Ayolah, sayang... aku sudah tak kuat bertahan lagi..."
rengek Grinne semakin berani, sebab tangannya yang kanan pun kini semakin ganas
meremas ke bawah, sambil menunggu kecupan mesra lawannya datang melumat hangat
bibir sensualnya.
Suasana terang dari keempat lampu utama di ruangan itu kini menjadi redup. Lebih
bersuasana romantis.
Karena, tiga dari keempat lampu utama itu padam dengan sendirinya. Tinggal satu
lampu utama di pojok sana dan lampu baca yang ada di atas meja tempat mereka
membaca tadi. Lampu baca itu pun
menggunakan kap lebar, membuat bias cahayanya tidak menyebar ke mana-mana
melainkan terfokus ke meja baca. Dengan suasana temaran itu, Grinne menjadi 99
semakin bergairah. Napasnya lebih cepat lagi. Sementara itu, Rayo basah kuyup
oleh keringat dinginnya, la sulit menarik tangan Grinne agar lepas dari
kenakalannya la segera tidak mampu bergerak secara normal, selain hasrat ingin
memeluk erat tubuh sexy bergaun ketat, pas badan. Hasrat itulah yang dilawan
Rayo mati-matian .
"Oohh.. kau sudah.., kau sudah siap rupanya, Ray"
Ouuhh. " Grinne tersenyum kegirangan setelah tangannya berhasil menemukan tandatanda gejolak gairah cintanya Rayo. Sementara itu, Rayo sempat melirik ke arah
kisi-kisi, dan ternyata di sana sudah tidak ada cahaya. Berarti di luar sana
hari sudah menjadi remang. Mungkin sebentar lagi akan berubah petang.
"Boleh kulepas ini, Sayang?" bisik Grinne semakin menantang menunjukkan
keberanian emosi cintanya.
Rayo menilai bahwa Grin saat itu menjadi semakin nekat, semakin memaksanya untuk
melakukan pergumulan cinta yang liar.
"Jangan, Grin!" tiba-tiba Rayo punya kekuatan untuk mencegah tangan Grin yang
ada di bawah. "Sebaiknya kita..."
"Ayolah, Ray... Biar kubantu melepaskannya !. Aku suka kok..." Grinne mendesah
dengan kemanjaan yang terkesan semakin jalang.
Tapi Rayo tak membiarkan hal itu dilakukan Grinne. Ia berusaha untuk menghindar
dari jangkauan tangan Grin atau menahan tangan itu agar tidak semakin lebih gila
lagi. Sampai akhirnya keduanya sama-sama tersentak diam, terkejut oleh suara
yang sama sekali tak disangka-sangka datangnya .
100 "Lepaskan dia, Grin!"
"Hah..."!" Grinne cepat berpaling ke arah pintu. Begitu pula dengan Rayo.
Pintu masih dalam keadaan tertutup dan terkunci. Tapi ternyata seseorang telah
berhasil masuk ke ruangan itu dan kini sedang berdiri tenang dalam jarak sekitar
4 meter dari tempat mereka. Tatapan matanya tajam dan membuat Rayo makin gentar.
"Lala..."!" suara itu sangat parau dan lemah sekali.
Mungkin hanya Rayo sendiri yang tahu apa maksud dari sapaan yang menggunakan
nama panggilan mesranya Kumala Dewi itu
"Hmmmm"! Siapa kau dan apa perlumu masuk ke sini"!" tegur Grinne dengan berang.
Tangannya tak senakal tadi. Tapi ia mendekap tangan kiri Rayo kuat-kuat, seolaholah menunjukkan bahwa ia tak rela jika Rayo harus melangkah dari sisinya.
"Menjauhlah dari permata hatiku, Grin!"
Suara tenang itu mengandung getaran aneh, membuat buku-buku dan rak-rak kecil
yang mengelilingi ruangan tersebut menjadi bergetar sekejab. Lampu gantung di
atas meja baca menjadi bergerak-gerak seperti mendapat gangguan dari bagian
atasnya. Pandangan mata Grinne semakin dipertajam. Galak. Ia mempererat dekapannya
sehingga Rayo sulit melepaskan diri. Pria tampan itu akhirnya memohon dengan
suara dan kalimat terputus-putus.
"Lepas... lepaskan ... tanganku, Grin. Dia... dia...
kekasih. Dia... Kumala Dewi yang... yang..."
101 "Oooo, jadi ini yang namanya Kumala Dewi, gadis kebanggaanmu selama ini, Ray"!
Hmmm"!"
Grinne tetap tak mau lepaskan dekapan tangannya. Ia mencibir sinis kepada Kumala
Dewi yang berhasil menemukan kekasihnya, dan masuk ke ruangan itu menggunakan
kesaktiannya, mampu menembus pintu baja setebal apapun. Meski hati Kumala sempat
terbakar melihat Rayo sedang diperdaya oleh gadis secantik Grinne, namun ia
tetap berhasil menguasai emosinya, sehingga tampil dengan kalem, waspada, dan
pastilah penuh rencana di otaknya.
"Sekali lagi, kumohon jangan ganggu dia, Grin!"
"Tengil amat lagumu, Kumala"! Konyol amat lagakmu!
Kau pikir aku ini siapa, beraninya kau mengancamku secara halus seperti tadi,
hah"! Pergilah sana! Jangan ganggu urusan pribadiku kalau kau ingin selamat!"
" Sudah kuduga, kau bukan wanita sebenarnya, Grin.
Aku tak melihat auramu. Itu tandanya kau bukan gadis bumi, melainkan gadis dari
alam seberang. Alam kegelapan!"
Kumala melangkah lebih dekat lagi, karena Rayo seperti sedang terjepit sesuatu
yang amat kuat dan berat, sulit melepaskan diri dari dekapan tangan Grinne.
Tapi baru saja Kumala Dewi maju satu langkah , Grinne menyambutnya dengan
sentakan tangan gaibnya. Satu kali sentakan tangan ke depan menghadirkan
gumpalan hawa panas yang dapat membakar tubuh lawan dalam sekejap saja.
"Mundur...!"
102 Wuubb...! Dewi ular menggerakan tangannya seperti membuka tabir di depannya.
Wuuss... ! Hawa panas membahayakan tadi lenyap seketika.
Udara di ruangan itu menjadi dingin. Melebihi dinginnya udara AC yang sejak tadi
berhembus memenuhi mangan tersebut. Rupanya gerakan kedua tangan Dewi Ular bukan
hanya berguna untuk melawan hawa panas, tapi juga mengandung kekuatan untuk
memisahkan dekapan Grinne dengan lengan Rayo. Akibatnya, Grinne terlempar ke
samping kiri, sementara Rayo membentur rak pendek di samping kanannya.
Braaak.! Beberapa buku berjatuhan dari rak itu.
Seeet...! Dalam setengah kejap saja Dewi Ular . sudah berpindah tempat. Kini ia
berdiri di depan Rayo.
Melindungi kekasihnya dari usaha Grinne yang pasti ingin menghampiri Rayo lagi.
Maka, ketika Grinne tegak kembali dan ingin melangkah ke tempat rayo, kakinya
batal diangkat. Tak jadi melangkah. Sebab, di sana telah berdiri lawannya yang
tetap tenang dan dingin, bersikap
. melindungi Rayo dari gangguan siapa saja. Grinne menggeram penuh kemarahan.
"Keparat kau, Kumala Dewi! Kau merampas pria yang kusukai! Terimalah hukuman
dari kelancanganmu ini, Kumala! Hiiih.!!"
Kedua tangan Grinne merentang dalam satu sentakan serentak. Tiba-tiba datang
angin panas yarig berhembus cepat, berputa-putar bagaikan puting beliung. Angin
besar itu membuat buku-buku berantakan, dan Kumala 103
sendiri terhuyung-huyung mundur menahan
hembusannya, sambil melindungi Rayo yang ada di belakangnya. Rayo mendekap
tubuhnya sendiri karena merasakan sengatan panas di sekujur tubuh.
"Ouuh, panas sekali, Lala...!" seru Ray? di antara suara deru angin dan
kegaduhan yang menggema.
Kumala Dewi mendorong Rayo dengan punggungnya agar Rayo merapat ke dinding.
"Pegang tepian rak besar itu!" seru Kumala yang rambutnya menjadi morat-marit
karena hembusan aifgin panas itu.
Ketika dilihat Rayo telah memperoleh pegangan. Dewi Ular segera merapatkan kedua
tangannya di dada, lalu mulutnya menghembuskan napas panjang yang juga
menimbulkan suara deru gemuruh. Napas itu bukan sembarangan napas, melainkan
hawa sakti yang mengandung uap salju dan berguna untuk melawan hawa panas
Grinne. Semua barang yang ada di sekitarnya menjadi semakin morat-marit.
Berantakan tak karuan. Tetapi hasilnya tak mengecewakan. Udara panas telah
membuat lembaran kertas menjadi berwarna coklat
- keruh itu kini sirna, dan berubah menjadi hawa dingin seperti di dalam almari
pendingin daging. Hal itu membuat Grinne tercengang sesaat, lalu matanya menatap
penuh kebencian dan permusuhan besar.
"Kau benar-benar memuakkan, Kumala' Hiiiahh...!"
Claaap, claap.... !!
Dua sinar merah seperti mata tombak keluar dari kedua tangan Grinne. Gerakannya
yang melebihi kecepatan roket itu dapat menjebolkan dinding di 104
belakang Kumala. Untuk itulah Kumala sengaja tak menghindari cahaya tersebut. Ia
menangkapnya dengan kedua tangan yang telah mengeluarkan bias cahaya hijau
berpendar-pendar.
Teeb, teeb...!Zuuuuubbs. !
Kedua cahaya merah tadi padam seketika api genggaman tangan Dewi Ular
mengeluarkan asap sisa pembakaran cukup tebal. Bau sangit pun tercium oleh
mereka. Rayo mencemaskan tangan Kumala Hanya saja, ia tak dapat berbuat apa-apa
karena ia menyadari bahwa Grinne memang bukan manusia biasa. Ia sedikit lega
setelah melihat kedua tangan Kumala melepaskan genggaman, dan tangan itu tak
mengalami luka sedikit pun.
"Ooo, rupanya kekuatan seperti inilah yang mengganggu kehidupan umat manusia di
muka bumi"!"
gumam Kumala sambil manggut-manggut.
Grinne membalas lebih tegas lagi "Kehidupan di sini akan punah dalam waktu tak
lebih dari seminggu lagi, tahu"! Kau tak akan bisa melumpuhkan kekuatan kami!!"
"Siapa bilang"!" sahut Kumala. Kemudian tangan kanannya berkelebat seperti
memotong sesuatu di depannya.
Weess...! Bruuk . ! "Aahhk...!" Grinne terpekik kaget Tubuhnya langsung rubuh, karena kini kedua
kakinya putus tanpa mengucurkan darah setetes pun Kumala Dewi telah memenggal
kedua kaki Grinne menggunakan pedang 105
gaibnya, sehingga Grinne menjadi panik mengatasi dirinya sendiri.
"Tak akan kubiarkan siapa pun yang mengganggu kehidupan dan kedamaian penghuni
bumi ini, Grinne!"
sambil melangkah maju mendekati Grinne yang berusaha berdiri dengan kedua
lututnya, namun selalu gagal.
Kumala menghentikan langkahnya sekitar dua meter, dan menyemburkan uap putih
seperti kabut dari telapak tangannya.
Wuuusssbb...! " Ahljhk...!" Grinne mengejang.
Tubuhnya terbungkus busa salju dalam sekejap saja.
Ia menyeringai kesakitan. Dari tiap jengkal tubuhnya memercikan bunga api silih
berganti, hingga akhirnya bunga-bunga api itu padam sendiri, dan Grinne terkulai
di lantai tanpa kala lagi. Busa-busa salju yang melumpuhkan kekuatan gaibnya itu
segera meleleh namun tanpa meninggalkan bekas air seperti lelehan busa salju
biasanya. Ia merintih dan terengah-engah menderita sekali. Kumala Dewi sengaja
membiarkan beberapa saat. Hanya memandangi dengan tetap berwibawa dan
berkharisma tinggi.
Melihat kekasihnya sudah berhasil menjinakkan amukan Grinne dan tampaknya Grinne
juga sudah berhasil dilumpuhkan seluruh kekuatannya, maka Rayo pun mulai
mendekati Kumala dengan tetap berhati-hati dan sangat waspada. Ia mendengar
suara rintihan Grinne yang sangat pelan dan serak itu.
"Selesaikan pekerjaanmu, Kumala! Hancurkan aku sekarang juga! Hancurkanlah...
Aku sudah tak memiliki 106
apa-apa lagi! Kekuatanku sudah kau padamkan. Untuk apa kau biarkan aku menjelma
menjadi sosok manusia begini" Hancurkanlah aku, Kumala...!"
"Baik. Akan kupenuh permintaanmu. Tapi... jelaskan dulu, siapa dirimu
sebenarnya"!"
Mula-mula Grinne tak mau menjelaskan. Ia mendesak Kumala berulang-ulang agar
segera dihancurkan Tapi Kumala justru bertahan untuk tidak memenuhi keinginan
itu, sehingga Grinne tak punya pilihan lain kecuali harus menjawab pertanyaan
Kumala lebih dulu.
"Aku utusan dari istana langit. Tugasku menghancurkan kehidupan di bumi ini
dengan..."
''Istana langit yang mana" Jelaskan lebih lengkap lagi."
"Istana Lereng Bangkai, tempat bertahtanya junjunganku: Putra Kinasih Marong
Porang. Kurasa kau mengenalnya, Kumala."
"Marong..."!" gumam Rayo sambil melirik Kumala yang segera mengangguk pendek,
pertanda Kumala mengetanui betul siapa yang dimaksud dengan putra Kinasih Marong
Porang itu. Tak lain adalah putra kedua dari penguasa alam kegelapan; Dewa
Lokapura. Tentu saja kehadiran Grinne di bumi bertujuan sebagai aksi balas
dendamnya Marong atas kekalahan adik-adiknya dalam melawan Dewi Ular (baca
serial Dewi Ular dalam episode: "MISTERI ANAK SELIR")
Selanjutnya Grinne menjelaskan bahwa ia diutus menghancurkan kehidupan di bumi
bukan hanya sendirian. Masih banyak lagi utusan Marong yang sekarang tersebar di
seluruh Tanah Jawa Mereka adalah 107
gadis-gadis cantik yang diciptakan Marong dari butiran bara api neraka. Mereka
hadir pada saat malam, ketika terjadi hujan api yang hanya sekejap namun menghebohkan masyarakat itu. Gadis-gadis itu tercipta secara fisik setelah roh
kegelapan mereka bertemu dengan gadis manusia biasa. Seketika itu pula roh
kegelapan merubah diri menjadi serupa dengan gadis itu, termasuk gadis keponakan
Profesor Atmaja, yaitu Grinne.
Sementara itu, Grinne yang asli tidak mengetahui telah memiliki kembarannya,
karena gadis itu sengaja dihindari Grinne dan tak pemah ditemuinya.
"Kami merubah wujud menjadi gadis bumi supaya bisa bercumbu dengan kaum
lelakinya. Cumbuan itulah yang akan menghancurkan kalian. Sebab, dalam diri kami
tersimpan tenaga penghancur yang akan meledak manakala kami mencapai puncak
kemesraan bercinta."
"Gila betul misi ini"! " gumam Rayo. "Jadi, bom itu ada dalam diri gadis-gadis
cantik, yang akan meledak di saat mencapai puncak kemesraan"! Benar-benar
mengerikan misi ini, Lala!"
"Ya. Dan, harus segera diselesaikan setuntas mungkin"
"Tapi hancurkan dulu raga ini, Kumala! Kami lebih nikmat hancur daripada
memiliki raga pembungkus kebebasan gaib kami ini. Itulah sebabnya, kami merasa
senang manakala kami sudah mencapai puncak kemesraan, lalu hancur menjadi arang.
Sebab, pada saat itulah roh kami bebas menanggung beban maupun tugas yang
sebenarnya kurang kami sukai selama ini."
Dewi Ular tak pernah ingkar janji. Permohonan Grinne tetap dipenuhi. Setelah
mendapat banyak keterangan 108
dari gadis jelmaan itu, Kumala pun segera menyempurnakan kehancuran Grinne
dengan kekuatan gaib dewaninya.
Dengan sekali melepaskan cahaya hijau kecil seperti paku yang keluar dari ujung
jari tengahnya, jasad yang digunakan Grinne palsu itu pun hancur menjadi seperti
gumpalan tanah keras. Kedua kakinya yang terpotong tadi secara ototmatis telah
berubah menjadi gumpalan keras pula .
109 "Lekas kita tinggalkan tempat ini untuk melenyapkan sisanya!" kata Kumala seraya
menarik tangan Rayo.
Pemuda tampan itu sempat menggeragap tegang karena ia seperti dibawa lari
membentur pintu tebal. Tapi ternyata ia tak merasakan benturan apa-apa ketika
melewati pintu yang tertutup, sebab arus gaib dari genggaman tangan Kumala
ternyata jnampu membuatnya menerobos benda padat apapun, seperti bayangan tanpa
raga. Dengan sebuah kesaktian yang berfungsi untuk menyerap seluruh roh kegelapan,
Kumala Dewi akhirnya berhasil mengirim kembali utusan Morang ke alam asal
mereka. Tentu saja pengiriman kembali roh-roh iblis itu membangkitkan kemarahan
Morang, sehingga putra kedua Dewa Kegelapan itu merasa perlu untuk turun sendiri


Dewi Ular Puncak Kematian Cinta di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke bumi, membuat perhitungan balasan kepada putri tunggal Dewa Permana itu.
Mampukah kesaktian Kumala Dewi mengalahkan kesaktian anak iblis yang terlahir
dari seorang ibu bergelar Ratu Lidah Setan itu" Kita ikuti saja kelanjutan
cerita ini di episode mendatang.
SELESAI -o0o))((dw))((o0o110 Raja Silat 22 Manusia Yang Bisa Menghilang Pendekar 4 Alis Karya Khu Lung Serba Hijau 3

Cari Blog Ini